kabar utama - Global Tiger Initiative

Transcription

kabar utama - Global Tiger Initiative
rimueng
bilingual harimaukita newsletter
Volume 1 No. 2 - July 2011
harimaukita.org
KABAR UTAMA
Headline News
TRANSLOKASI SEBAGAI
ALAT MITIGASI KONFLIK
HARIMAU SUMATERA?
Translocation as As
A Tool For Mitigating
Human-Tiger Conflict?
Hal. 3 /Page 4
The Madness of Tiger Conflict In
South East Aceh
Hal. 9 /Page 10
Pembunuh Itu Bernama
Pagar Listrik
The Killer’s Name is
Electric Fence
Hal. 11 /Page 12
Foto : WCS-IP
Konflik Harimau Menggila
di Aceh Tenggara
SURAT PEMBACA
Penanggung Jawab
Hariyo T. Wibisono
Pemimpin Redaksi
H.A. Wahyudi
This looks like a very good product that
a lot of people will enjoy. Great news
about the website too
Editor
Wulan Pusparini
Rini Sugianti
Timothy H. Brown
Sr. Natural Resource Management Specialist
World Bank Office, Jakarta
Kontributor
Dolly Priatna
Nurazman Nurdin
Munawar Kholis
Herwansyah
Congratulations on this great first
newsletter about Rimeung and the
work of HarimauKita! The stories are
really well done and the illustrations
are excellent. Please include me in the
distribution list in the future
Tata Letak & Rancang Grafis
Tim Rancang Grafis FHK
Alamat Sirkulasi & Distribusi
Forum HarimauKita
Jl. Samiaji 3 no. 10
Bantarjati - Bogor -16153
[email protected]
www.harimaukita.org
Telp. +62 251 3975707
Marea E. Hatzioloz, PhD
Senior Coastal and Marine Specialist
East Asia Pacific/Sustainable Development
The World Bank Group
DAFTAR ISI / CONTENT
Translokasi Sebagai Alat Mitigasi
Konflik Harimau?
Hal. 3
Translocation as Conflict Mitigation Tool ?
Page 4
Blokir Situs Memperdagangkan
Harimau Sumatera
Hal. 9
Block Websites of Sumatran Tiger Trading
Page 10
Konflik Harimau Menggila di Aceh Hal. 11
Tenggara
The Madness of Tiger Conflict In South East Aceh
Pembunuh Itu Bernama Pagar
Listrik
Page 12
Hal. 13
Thanks for sending the tiger newsletter.
Congrats!!!. Very nice looking and
light reading. I think this is the media
what everyone waiting for. Easy to
understand by range of people with
different background. I hope that this
newsletter can serve as a medium of
communication between Sumatran
tiger’s workers.
Page 14
Again, congratulation................
Kemanusiaan Bagi Harimau yang Hal. 15
Terjerat
Dolly Priatna
Country Coordinator ZSL Indonesia
The Killer’s Name is Electric Fence
A Humane View Towards A Trapped Tiger
Page 16
Bermain ‘Indian’ di Hutan
Sumatera
Hal. 19
Masyarakat Pemantau
Perdagangan Satwa Ilegal
Hal. 21
Playing “Indian” in Forest of Sumatra
Developing Public Network :
Anti Cyber Tiger Trafficking
RIMUENG Vol. 1 No. 2
is supported by
SAVE THE TIGER FUND
Page 20
Page 22
NICE! Congratulations!! Salut sama
semua terlibat dan kerja utk ini berhasil.
Debbie Martyr
FFI Tiger
Kritik dan saran dari Anda sangat membantu guna perbaikan
RIMUENG pada edisi mendatang. Layangkan surat Anda melalui
email [email protected]
Terima kasih
TRANSLOKASI
SEBAGAI ALAT MITIGASI KONFLIK HARIMAU?
Oleh :
Dolly Priatna1)
Judul tulisan ini sengaja
saya buat dalam bentuk
pertanyaan, mengingat
masih banyaknya pro
dan kontra dalam
menyikapi kegiatan
translokasi harimau yang
dimanfaatkan sebagai satu
sarana dalam mengurangi
masalah konflik antara
manusia dengan harimau
P
Fitting GPS collar to a problem tiger whose will be released
in Bukit Barisan National Park (doc. Dolly Priatna)
ada artikel ini, saya hanya ingin menjelaskan
tentang apa itu translokasi. Beberapa
kegiatan translokasi yang pernah dilakukan
di negara lain, serta tentunya pengalaman
kami dalam mentranslokasikan harimau
bermasalah di Sumatera.
IUCN (International Union for Conservation
of Nature), satu jaringan konservasi global,
mendefinisikan translokasi sebagai pemindahan satu
individu atau sekelompok satwa liar yang disengaja
dari wilayah jelajah asalnya, ke lokasi lain untuk
membentuk wilayah jelajah baru di tempatnya yang
baru. Translokasi dalam dunia konservasi satwa liar
berarti menangkap dan mengangkut satwa liar dari satu
lokasi, kemudian melepasliarkannya di lokasi lain.
Selain itu, translokasi juga dapat dimanfaatkan
sebagai alat untuk mengurangi risiko kepunahan spesies
dengan populasi tunggal, karena translokasi juga dapat
memperbaiki heterogenitas genetik dari spesies yang
populasinya terpisah-pisah, serta dapat membantu
pemulihan alami satu spesies untuk membangun
kembali populasinya dimana terdapat hambatan yang
menghalangi mereka untuk melakukannya secara
alamiah.
Dalam beberapa puluh tahun terakhir, translokasi
sudah sering dimanfaatkan sebagai satu alat untuk
memitigasi konflik manusia dengan satwa liar. Bahkan,
telah lebih dari tiga dekade translokasi dijadikan
sebagai satu alat baku pengelolaan satwa karnivora di
Amerika Utara dan Afrika Selatan.
Di Amerika Utara, sejak awal 1990-an translokasi
telah dimanfaatkan sebagai satu cara untuk mengurangi
pemangsaan hewan ternak oleh satwa karnivora besar,
seperti beruang coklat (Ursus arctos) dan beruang
hitam (U. americana). Selain itu, pada satwa karnivora
besar, selain merupakan alat dalam memitigasi konflik,
translokasi juga dapat mengurangi resiko kematian
pada satwa yang berkonflik, serta sebagai tambahan
individu satwa liar dalam membangun kembali populasi
liarnya. Namun, pada kasus mitigasi konflik satwa liar,
translokasi biasanya dipertimbangkan sebagai pilihan
yang terakhir seperti halnya eutanasia.
Selain pendapat yang mendukung translokasi
seperti yang uraikan di atas, ada pandangan lain yang
3
TRANSLOCATION
a translocated tiger transported to a release site.
doc. Dolly Priatna
doc. Dolly Priatna
AS A TOOL FOR MITIGATING HUMAN-TIGER CONFLICT?
a tiger in a transport cage ready to be released at a new
location in BBS National Park
In recent decades, translocation has often been
used as a tool to mitigate human-wildlife conflicts. In
fact, it has been used as a standard tool for carnivore
management in North America and South Africa
for more than three decades. For example in North
The title of this article is deliberately
America, translocation has been employed since early
written in the form of question, since
1990s as a way to reduce livestock predation by large
there are still many pros and cons in
carnivores, such as brown and black bears.
Moreover, with large carnivores, besides being
addressing the translocation of tigers
a tool for mitigating conflict, translocation can also
as a tool for reducing conflict between
reduce the risk of death of the conflict animal, as well
humans and tigers.
as providing an additional individual for improving
genetic heterogeneity and rebuilding populations
In this article, I give an explanation of the theory elsewhere. However, in the case of human-wildlife
behind translocation of animals in human-wildlife conflict mitigation, translocation is usually considered
conflict; describe some translocation activities that as a last option just like euthanasia.
Despite the reasons described above for
have already been conducted in other countries, and
discuss the Indonesian government’s experiences in supporting wildlife translocation, there are reasons to
translocating problem tigers in Sumatra. I conclude be cautious. In general problem carnivores that are
with a summary of the main questions we need to translocated show low survival and reproductive rates.
Furthermore they tend to repeat their conflict-causing
address in tiger-translocations.
The International Union for Conservation of behaviour such as livestock predation in their new
Nature (IUCN), a global conservation network, defines location. Moreover, carnivore translocation is very
translocation as the movement of living organism from expensive and carries a high risk to the community
one area with free release in another, and includes both living around the release site.
Despite these factors, it is likely that wildlife
reintroductions and restocking. Translocation in the
translocation
for will continue to be used, because
world of wildlife conservation means capturing and
transporting wildlife from one area, then releasing it people like the fact that translocation is a means to
in another location. Translocation can also be used in mitigate conflict that does not kill the problem animal.
efforts to establish, rebuild, or increase the population So, translocation is becoming a popular tool of conflict
management, particularly for a rare or endangered
of a species in a given location.
Finally, translocation can also be used as a tool species.
to reduce the risk of local extinction of a population.
This is because translocation can improve the genetic Tiger translocation activities to date
Translocation has been used with conflict tigers
heterogeneity of isolated populations, as well as
assisting natural recovery to rebuild populations of in different places, using different methods and with
a species where there are barriers that prevent this different degrees of success. John Goodrich and Dale
Miquelle, tiger translocation experts from the Wildlife
occurring naturally.
By: Dolly Priatna
1)
4
menyatakan bahwa umumnya satwa karnivora yang
ditranslokasikan, menunjukkan kemapauan bertahan
hidup dan kemampuan reproduksinya rendah. Lebih
jauh, karnivora yang ditranslokasikan cenderung untuk
mengulangi pemangsaan terhadap hewan ternak di
lokasinya yang baru.
Biaya translokasi relatif mahal, serta beresiko
terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi
translokasi. Namun, meskipun tingkat kematian
individu yang ditranslokasikan juga tinggi, sepertinya
translokasi untuk kepentingan ini akan terus digunakan,
karena menurut persepsi masyarakat translokasi
merupakan suatu cara mitigasi konflik yang tidak
mematikan.
liarkan setelah 3 dan 8 hari dikarantina, dan akhirnya
keduanya
berhasil menentukan wilayah jelajah tetapnya
masing-masing, serta dapat berburu hewan mangsa di
habitatnya yang baru. Sampai akhir 2010 tercatat telah
tujuh harimau ditranslokasikan ke Suaka Margasatwa
Sariska. Namun, harimau jantan dewasa yang pertama
kali diliarkan di tahun 2008, ditemukan mati dirancun
oleh orang yang tidak bertanggungjawab pada
November 2010.
Nepal dan Bangladesh merupakan dua negara
lain yang menggunakan translokasi sebagai alat
pengurangan konflik manusia-harimau. Di awal 2011
ini, kedua negara tersebut telah sukses untuk pertama
kalinya mentranslokasikan harimau bermasalah,
Kegiatan translokasi harimau
dan melepas-liarkannya kembali ke alam. HarimauKegiatan translokasi harimau telah dilakukan harimau tersebut ditangkap akibat memasuki kawasan
di berbagai tempat, menggunakan cara dan tingkat pemukiman.
keberhasilan yang berbeda. John Goodrich dan Dale
Miquelle, pakar translokasi harimau dari Wildlife Pengalaman Indonesia dalam translokasi harimau
Conservation Society (WCS) Rusia, dalam tulisan
Di Sumatera, Indonesia, kegiatan translokasi
ilmiahnya melaporkan bahwa di timur jauh Rusia harimau seluruhnya dilakukan dalam rangka untuk
pernah dilakukan translokasi empat ekor harimau mengatasi atau mengurangi konflik antara manusia
Siberia. Harimau-harimau tersebut ditangkap setelah dengan harimau, dengan harapan bahwa pengiriman
memangsa hewan ternak dalam tahun 2004.
harimau bermasalah ke lembaga konsevasi ex-situ dapat
Dua harimau di antaranya dilepas-liarkan setelah minimalkan. Translokasi seperti ini telah dilakukan oleh
di karantina selama sekitar 8 dan 13 bulan (soft release) Pemerintah Indonesia yang dibantu mitranya waktu itu,
karena kondisi kesehatan kurang baik. Sementara itu, Sumatran Tiger Conservation Program (STCP), sejak
dua ekor lainnya diliarkan segera setelah ditangkap tahun 2003 di Riau. Dalam periode 2003-2007, telah
(hard release). Namun, dua dari empat harimau tersebut ditranslokasikan lima ekor harimau ke areal hutan
mati ditembak setelah kembali menimbulkan konflik. Senepis, di pesisir timur Provinsi Riau. Semua harimau
Menyikapi kasus ini, John dan Dale menyarankan tersebut ditangkap akibat berkonflik dengan masyarakat
bahwa sangat penting untuk mengetahui bahwa pada desa di provinsi tersebut. Namun, tingkat keberhasilan
lokasi dimana harimau akan dilepas-liarkan memiliki dari upaya ini tidak dapat diketahui dengan pasti.
populasi harimau lokal yang sangat kecil, sehingga
Upaya translokasi harimau sumatera lainnya
persaingan atas sumber daya yang ada menjadi minimal. juga dilakukan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
John Seidensticker, ahli harimau dari Smithsonian Kegiatan translokasi harimau pertama di Aceh
Institution, menerangkan bahwa pada pertengahan dilaksanakan pada awal 2008 oleh Balai Konservasi
tahun 1970-an pernah dilakukan translokasi terhadap Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dibantu para
seekor harimau jantan di India. Harimau bermasalah mitra kerjanya. Harimau jantan dewasa yang ditangkap
tersebut dilepas-liarkan di areal baru di hutan lindung akibat berkonflik dengan masyarakat, dilepas-liarkan
Sundarbands segera setelah tertangkap. Namun, dengan bantuan helikopter di tengah hutan pegunungan
beberapa waktu kemudian ha rimau tersebut ditemukan di perbatasan antara dua kabupaten.
tewas akibat diserang oleh harimau lokal. Oleh sebab
Setelah itu, pada Desember 2008 kembali
itu, diperlukan adanya kegiatan identifikasi untuk ditranslokasikan dua ekor harimau (jantan dan betina)
menentukan lokasi translokasi yang tepat, serta bermasalah ke dua kawasan hutan yang berbeda di
mengetahui organisasi sosial harimau lokal di calon Aceh. Sayangnya, harimau betina yang diliarkan
lokasi pelepas-liaran.
di hutan dataran tinggi, diketahui mati terjerat oleh
Kegiatan translokasi harimau untuk kepentingan perangkap yang sengaja dipasang masyarakat untuk
program reintroduksi sepertinya telah berhasil pada menangkap babi hutan yang menjadi hama pertanian,
harimau bengal di India. Pada 2004, Suaka Margasatwa setelah tujuh bulan dilepas-liarkan.
(SM) Sariska dinyatakan telah kehilangan semua
Pada pertengahan 2008, Kementerian Kehutanan
populasi harimaunya akibat perburuan liar besar-besaran yang didukung oleh berbagai pihak, mentranslokasikan
yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Kemudian lima ekor harimau yang ditangkap akibat berkonflik
Pemerintah India memutuskan untuk mereintroduksi dengan masyarakat di Aceh Selatan, ke kawasan Taman
harimau bengal dengan cara metranslokasikan sepasang Nasional (TN) Bukit Barisan Selatan di Lampung.
harimau dari SM. Ranthambhore pada tahun 2008.
Dua ekor diliarkan pada Juli 2008, dan dua lainnya
Harimau betina dan jantan tersebut dilepas- diliarkan pada awal 2010. Sementara itu, satu ekor
5
Indonesia’s experience of tiger translocation
In Indonesia, all of Sumatran tiger translocation
cases were undertaken in order to resolve or to reduce
the conflicts between humans and tigers, with the hope
that sending the problem tigers to ex-situ conservation
centers can be minimized. Translocation activity
involving Sumatran tigers were initiated in Riau
province by the Government of Indonesia in 2003,
assisted by its partner at that time, the Sumatran Tiger
Conservation Program (STCP).
In the period of 2003-2007, five tigers were
6
doc. Dolly Priatna
Conservation Society (WCS) Russia, reported that in
the far east of Russia four Siberian tigers have now
been relocated. The tigers were captured after they
killed livestock in 2004. Two of the tigers were released
after being quarantined for about 8 and 13 months (soft
release) due to their poor health. Meanwhile, the other
two tigers were translocated and released immediately
after being captured (hard release).
Despite this, two of released tigers were shot
because they returned to the original conflict site. In
response to this, John and Dale suggested that it is very
important to know that the area where the tigers will
be released has very small existing tiger population, so
that the competition of resources can be minimized.
John Seidensticker, a tiger expert from the
Smithsonian Institution, explained that in the mid of
1970s he had conducted a translocation of a male tiger
in India. The problem tiger was released soon after
it was captured at a new area in a protected forest of
Sundarbands. However, some time later the tiger
was found dead after being attacked by a local tiger.
Therefore, it is necessary to determine the right area for
translocation, as well as to know the local tiger’s social
organization at the candidate area for a translocated
tiger’s release.
Tiger translocation activity for supporting
reintroduction program seems to have succeeded with
Bengal tigers in India. In 2004 revealed that Sariska
Wildlife Sanctuary had lost all its tigers due to massive
poaching activities. Then the Government of India
decided to reintroduce Bengal tigers by translocating
a pair of tigers from Ranthambhore Wildlife Sanctuary
in 2008.
Both female and male tigers were released after
three and eight days in quarantine, and eventually each
of them managed to establish permanent home ranges in
the new habitat. Up to 2010 seven tigers have now been
translocated into Sariska Wildlife Sanctuary. However,
the first adult male released in 2008 was found dead
after being poisoned in November 2010.
Nepal and Bangladesh are the other tiger range
countries that have employed translocation as a tool
to reduce human-tiger conflict. In early 2011 each of
these countries succeeded in translocating a problem
tiger and releasing it back to the wild. Those tigers were
captured after entering an area of human settlement.
Release Team photographed after fitting GPS collar
translocated to Senepis forest area, in the eastern coast
of Riau Province. Those tigers were captured as a result
of conflict with villagers in the province. The success
rate of these efforts is not known.
Sumatran tiger translocation efforts have
also been conducted in the Province of Nanggroe
Aceh Darussalam, northern Sumatra. The first tiger
translocation in the province was conducted in early
2008 by the Natural Resources Conservation Office
(BKSDA) of Aceh with assistance from its partners. An
adult male tiger whose was captured due to a conflict
with villagers, and was transported by a helicopter and
released in the middle of mountain forests on the border
between two districts.
Thereafter, in December 2008, another two
problem tigers (male and female) were translocated
and released into two different forest areas in Aceh.
Unfortunately, a tigress which was released in a
mountain forests in the province, died after being
caught in a snare that was deliberately set up by a local
villager around his field for protecting his crop from
wild boar.
In mid-2008, the Indonesia’s Ministry of
Forestry, supported by various parties, translocated
five tigers from Aceh, northern Sumatra to Lampung,
southern Sumatra. All tigers were captured as a result
of a conflict at one village in the west coast of South
Aceh. They were transported 1,300 km by aeroplane (a
Hercules), to Bukit Barisan Selatan National Park. The
first two male tigers were released in July 2008, and
another two tigers released in early 2010. Meanwhile,
another tiger was determined to be unsuitable to be
released back to the wild.
The BKSDA of West Sumatra with its partners
translocated and released a problem tiger into an area of
forest within Kerinci Seblat NP in June 2009. However,
unfortunately the young male tiger was found dead in
a snare trap only after one week of his release. About a
year after, in December 2010, another young male tiger
was released at the same site within Kerinci Seblat NP.
This tiger was rescued after being found helpless
in a pit fall trap. The trap was set up by local villager
for capturing the deer in the forest. He was quarantined
for about one month before released. Until now,
lainnya dinyatakan tidak layak untuk dikembalikan
ke alam bebas. BKSDA Sumatera Barat bersama
dengan lembaga mitranya mentranslokasikan harimau
bermasalah ke salah satu hutan di wilayah TN. Kerinci
Seblat pada Juni 2009. Namun, sayangnya harimau
jantan muda tersebut ditemukan mati terjerat di tengah
hutan setelah satu minggu dilepas-liarkan. Setahun
kemudian, BKSDA Sumatera Barat bekerjasama
dengan mitra-mitranya, kembali mentranslokasikan
seekor harimau pada Desember 2010.
Harimau jantan itu dilepaskan di satu daerah di
kawasan TN. Kerinci Seblat, sekitar satu bulan setelah
ditangkap akibat terpersosok dan terjebak di dalam
perangkap lubang yang sengaja dipasang masyarakat
untuk menangkap rusa. Sampai saat ini, setelah lebih
dari enam bulan paska peliarannya, sepertinya Sang
“Bujang Kandi” begitu harimau muda itu diberi nama,
telah mendapatkan ruang di lokasinya yang baru.
Juga, sangat penting untuk memastikan bahwa
kawasan yang akan dijadikan lokasi translokasi harimau
harus aman dari ancaman yang dapat mematikan
harimau yang ditranslokasikan, seperti perburuan
liar termasuk jerat-jerat yang sering dipasang oleh
masayarakat (yang katanya) untuk menangkap satwa
liar, serta pagar kawat beraliran listrik yang digunakan
untuk membunuh babi yang menjadi hama tanaman
masyarakat yang berladang di pinggiran hutan.
Sebagai
ringkasan,
pertanyaan-pertanyaan
berikut perlu dipertimbangkan sebelum satu kegiatan
translokasi dilakukan antara lain: 1) Bagaimana
mengidentifikasi individu harimau sumatera yang
masih berpotensi untuk ditranslokasikan; 2) Berapa
besar tingkat keberhasilan translokasi karnivora besar
atau harimau yang pernah dilakukan sebelumnya; 3)
Bagaimana pengaruh translokasi harimau terhadap
populasi harimau lokal di areal pelepasliaran; dan
4) Bagaimana mengidentifikasi karakteristik lokasi
pelepasliaran harimau.
Mengutip pernyataan GV. Reddy, seorang pakar
konservasi asal India yang pernah bekerja untuk
Yayasan Leuser International (YLI), yang dimuat dalam
satu situs, “translokasi harimau adalah proses yang
rumit yang memerlukan evaluasi dan pengkajian secara
ilmiah. Jika tidak dilakukan dengan benar, translokasi
tidak akan menjadi alat bantu, tetapi malah sebaliknya
akan berakibat buruk bagi konservasi harimau, yang
dapat mengakibatkan terjadinya kematian harimau itu
sendiri”.
Itu artinya, masih ada harapan bahwa translokasi
dapat dijadikan sebagai satu alat dalam mitigasi konflik
manusia-harimau, asalkan dilakukan dengan kajian
yang komprehensif dan dengan penuh kehati-hatian.(*)
doc. Linda Pluto
Perlu Penelitian Lebih Lanjut
Sepertinya sampai saat ini pengetahuan kita
tentang efektivitas translokasi karnivora besar,
terutama harimau, masih sangat sedikit. Meskipun
beberapa translokasi telah dilakukan, informasi tentang
kesuksesan atau kegagalan kegiatan tersebut juga jarang
yang terdokumentasikan dengan baik. Akibatnya,
mereka yang terlibat dalam menyelesaikan konflik
satwa liar sering mengambil tindakan serta membuat
rekomendasi konservasi berdasarkan informasi dan
pengetahuan yang seadanya.
Belajar dari banyak translokasi harimau
(kegagalan dan keberhasilan) yang pernah dilakukan,
sepertinya kita perlu melakukan kajian yang lebih hatihati sebelum memutuskan untuk mentranslokasikan
harimau bermasalah, agar hasilnya dapat lebih efektif
dan efisien. Kajian-kajian tersebut meliputi kegiatan 1) Penulis adalah Country Coordinator ZSL Indonesia /
Anggota Badan Penasehat Forum HarimauKita
untuk menentukan lokasi translokasi yang tepat, serta
memahami harimau lokal di lokasi peliaran.
Selain itu, perlu dipastikan bahwa lokasi dimana
harimau akan dilepas-liarkan memiliki populasi
harimau lokal yang sangat kecil, sehingga persaingan
atas sumber daya yang ada menjadi minimal.
Proses mulai mengikat kaki dan memeriksa (a) ; mengukur (b) ; mengangkut (c)
7
after more than six months post release, it seems the
“Bujang Kandi”, so the young male tiger is named, has
established his home range at the new location.
wildlife, and high voltage electrified wire fence that
are used by forest-edge to protect their crops from
wild boars. In summary the following questions need
to be addressed : 1) How do we identify tigers with
the potential to be translocated; 2) What is the success
rate of large carnivores or tiger translocations that have
been undertaken previously; 3) How does translocation
of a tiger affect the resident tiger population at the
release site; and 4) How do we identify the optimal
characteristics of tiger release sites.
Quoting a statement from G.V.Reddy, an Indian
conservation expert who has worked for the Leuser
International Foundation (LIF), which is published in a
website, “tiger translocation is a complex process that
requires a scientific evaluation and assessment. If it is
not done properly, the translocation will not be a tool,
but instead it will be bad for tiger conservation with the
result in the death of tiger itself “.
Ultimately, there is still a hope that the
translocation can be used as a tool for mitigating humantiger conflict, as long as it is done with a comprehensive
assessment and with extreme caution.(*)
doc. Taman Safari Indonesia
Further Research Needs
Our knowledge about the effectiveness of
carnivore translocation, especially tigers, is still
poor. Despite the number of translocations that have
been conducted, the information about success or
failure of those activities is not well-documented. As
a result, those involved in resolving human-wildlife
conflicts often take action and make conservation
recommendations based on very little information.
Learning from the experiences taken from many
tiger translocation activities (failures and successes)
done so far, it seems that we need to make more careful
studies before deciding to translocate problem tigers,
so that the results can be effective and efficient. These
studies would include determining the right location
for releasing tigers, and understanding the social
organization or structure of local tigers in the candidate
release sites.
Moreover, it is necessary to ensure that the
location where the tiger will be released have a very 1) The Writer is Country Coordinator ZSL - Indonesia and
Member of Advisory Board of Forum HarimauKita
small population of local tigers, so that the competition
for the resources can be minimized. Also, it is very
important to ensure that the candidate of release site
is safe from human threats to translocated tigers.
These include poaching through snare-traps which
are often set up by the villagers for capturing other
Agam, a problem tiger whose will be released was in the transport cage
8
BLOKIR SITUS MEMPERDAGANGKAN
HARIMAU SUMATERA
HARIMAUKITA PIMPIN GERAKAN PUBLIK ANTI CYBER WILDLIFE TRAFFICKING
Ketua Forum HarimauKita
Kejahatan terhadap satwa liar
yang dilindungi di Indonesia merupakan ancaman yang serius bagi
kelestarian spesies-spesies langka
di negara yang memiliki kekayaan
hayati kedua di dunia ini. Perburuan
dan perdagangan satwa liar tersebut
melibatkan jaringan kriminal dan
oknum petugas yang terorganisir
berskala internasional.
Internet telah terbukti meningkatkan volume penjualan bagian
tubuh satwa dilindungi dan bagianbagiannya. Kemudahan akses informasi dalam dunia maya, menyebabkan setiap pedagang dapat dengan
mudah membuat sebuah website,
mengupload gambar-gambar bagian
tubuh satwa yang diperdagangkan.
Pembelipun sangat dimudahkan dengan modus seperti ini.
Mereka tinggal menghubungi moderator, melakukan pembayaran secara online dan barang yang diperjualbelikan dikirim melalui jasa
pengiriman barang.
Perburuan dan perdagangan
bagian tubuh harimau Sumatera
meningkat tajam semenjak jaringan
tersebut memanfaatkan internet sebagai media jual-beli. Penggunaan
internet ini semakin mempermudah
bertemunya pedagang dan pembeli,
terutama yang berasal dari kelompok high-class.
Forum HarimauKita mengambil inisiatif untuk meredam perdagangan harimau Sumatera, sesuai
dengan amanat Annual Meeting II
Bandar Lampung, Nopember 2010
lalu. Penelusuran situs-situs yang
memperjualbelikan bagian tubuh
satwa yang dikategorikan CITES
sebagai criticaly-endangered species ini dilakukan dengan melibatkan puluhan anggota forum dan
simpatisan Tiger Heart - jaringan
relawan Forum HarimauKita.
Dari hasil penelusuran di
Bulan Desember 2010 sampai bulan Januari 2011, ditemukan berbagai situs yang memperdagangkan
bagian tubuh harimau Sumatera.
Situs komunitas besar Kaskus merupakan situs yang paling marak
memperdagangkan bagian tubuh
Harimau Sumatera.
Teridentifikasi belasan thread
di situs kaskus yang memperdagangkan bagian tubuh harimau
Sumatera, baik berupa offsetan kulit utuh, potongan kulit, tulang dan
taring serta cakar. Bahkan, beberapa barang yang diperdagangkan
sudah berupa kerajinan seperti pipa
rokok dan liontin. Dari hasil analisa
lalu lintas perdagangan di beberapa
situs tersebut, diketahui salah satu
situs yang secara aktif melakukan
transaksi jual beli.
Bekerjasama dengan Wildlife
Crime Unit (WCU) yang merupakan unit kolaborasi antara Wildlife
Conservation
Society
(WCS)
dengan Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia, Satuan Polisi
Hutan reaksi Cepat (SPORC) serta
Mabes POLRI, para penjual digiring ke ranah perdagangan konvensional. Pada tanggal 9 Pebruari
bersambung ke hal. 25
doc. H. A. Wahyudi
Oleh : Hariyo T Wibisono
Kerjasama yang baik dari masyarakat, NGO dan pemerintah mampu
menggagalkan transaksi perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera.
9
BLOCK Websites of Sumatran
Tiger Trading
HARIMAUKITA LEADS PUBLIC MOVEMENT FOR ANTI-CYBER WILDLIFE TRAFFICKING
By : Hariyo T Wibisono
Chairman of Forum HarimauKita
Crime against protected
wildlife in Indonesia is a serious
threat towards the survival of
endangered species in this nation
which has the second largest
biodiversity in the world. Poaching
and wildlife trafficking involves
corrupted officials and highly
organized criminal web on an
international scale.
Internet is proven to have
increased the volume of sale on
protected wildlife body parts. Easy
access to information in the virtual
world has made every traders easily
set up a website and upload pictures
of body parts of the animals being
sold. And the buyers are also in an
advantage with this set up. All they
have to do is contact the moderator
of the thread, make online payment,
and the item being sold is sent by
courier services.
Poaching and trafficking of
sumatran tiger body parts has risen
significantly since the criminal
web uses internet as the medium
of selling and buying. Internet
has also make ways more easy
10
for connecting traders and buyers,
especially those that comes from
high class society.
HarimauKita Forum takes the
initiatives to stem the trafficking of
sumatran tiger in accordance with
the result of the Annual Meeting
II Bandar Lampung in November
2010.
The tracing of sites that sell
body parts of animals which CITES
has deemed critically-endangered
species involves the participation
of dozens of forum members and
TigerHeart
sympathizers—a
network of HarimauKita Forum
volunteers.
The result of tracing from
December 2010–January 2011, it
has been found that there are many
sites that offer sumatran tiger body
parts. Kaskus, the largest online
community site had the busiest
website that sells sumatran tiger
body parts.
There were dozens of threads
that offer sumatran tiger body
partssuch as full or pieces of tiger
skin, bones, and claws. Some that
were being sold even took the form
of craft such as smoke pipe and
pendant necklace. According to
analysis results on the wildlife body
parts trafficking on some of those
sites, one site in particular is known
to have conducted illegal wildlife
trade intensively.
In partnership with Wildlife
Crime Unit (WCU) which is a
collaboration between Wildlife
Conservation Society (WCS), the
Ministry of Forestry Republic of
Indonesia, Rapid Reaction Forest
Ranger task force (SPORC), and
Indonesian National Police, the
team has succeeded in luring the
traders into conventional trading.
On February 9th 2011, a
suspect with the initial AKM was
apprehanded along with confiscated
materials which were more than
enough to put him into prison for a
long time.
This arrest is evidence of
successful partnership between all
parties in fighting crime against
wildlife in the internet. HarimauKita
has succeeded in making the first
infant step to fight cyber wildlife
crimes by involving public effort.
The significant impact of
this successful operation can be
clearlyseen by the numerous thread
in Kaskus that stopped selling
sumatran tiger body part after the
raid. As many as 8 websites post
SOLD OUT sign and closed their
thread.
With the power of over 90
members and supported by more
than 700 volunteers of intensive
internet users, HarimauKita Forum
will continue to develop a network
to keep a close eye on sumatran
tiger body parts trafficking in the
internet. Also, HarimauKita is
starting to involve public effort
in wider scope by establishing a
report center on sumatran tiger
body parts trafficking in the form
of hotline number (0251-3975707)
and spesific email address (forum@
harimaukita.org).
HarimauKita
will
continuously
encourage
this
initiative into a national movement
of anti-trafficking on sumatran tiger
body parts. The main goal of this
action is to eliminate sumtran tiger
body parts trade completely by the
year 2012.(*)
KONFLIK HARIMAU MENGGILA
DI ACEH TENGGARA
Catatan Lapangan Konflik Satwa dan Perburuan Harimau Sumatera
Oleh: Herwansyah
Awal tahun 2011 ini, telah
terindikasi empat ekor harimau
Sumatera terbunuh akibat konflik
di Aceh Tenggara. Menurut pengakuan warga setempat, mereka
menangkap dan membunuh keempat harimau tersebut akibat memangsa sapi. Tubuh satwa terancam
punah itu segera dipotong-potong
dan dagingnya dimakan oleh beberapa masyarakat.
Beberapa warga menyatakan
bahwa ketika terjadi konflik mengaku tidak tahu harus melapor kepada siapa. Selama ini mereka mengatasi masalah dengan cara apapun
agar kembali merasa aman dari ancaman harimau dan segera dapat
beraktifitas normal kembali.
Beberapa kali, warga melaporkan kepada BKSDA dan Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL),
akan tetapi mereka merasakan respon yang ada terasa lambat.
“Selama ini kami berinisiatif sendiri dalam menyelesaikan
konflik, yang penting adalah rasa
aman bagi kami dan ternak kami”,
kata salah seorang warga di Aceh
Tenggara yang tidak mau disebutkan identitasnya kepada penulis.
Kawasan Aceh Tenggara merupakan kawasan rawan konflik ma-
“Angka kematian harimau
Sumatera di Aceh Tenggara
yang diinformasikan warga
memang cukup tinggi dan
cenderung meningkat dari
tahun ke tahun”
nusia dengan satwa liar, khususnya
harimau Sumatera. Hasil wawancara antara tim lapangan WCU
(Wildlife Crime Unit)
dengan
para Kepala Desa di daerah konflik
menyatakan bahwa penyebab harimau masuk ke kawasan pemukiman
adalah pembukaan lahan untuk pertanian dan pemukiman.
Konflik kepemilikan lahan
antara warga dengan pemerintah yang tak kunjung selesai juga
semakin menambah berlarutnya
masalah ini. Angka kematian harimau di Aceh Tenggara yang diinformasikan warga memang cukup
tinggi dan cenderung meningkat
dari tahun ke tahun.
Informasi yang berasal dari
warga Aceh Tenggara menyebutkan
bahwa pada tahun 2005 sebanyak
bersambung ke hal. 25
11
the Madness of
TIGER CONFLICT IN
SOUTEAST ACEH
Investigation Notes of Sumatran Tiger Conflicts and Poaching
doc. WCS-IP
By: Herwansyah
Forest encroachment at Aceh
Only in a month, 4 Sumatran
tiger were killed at Aceh Tenggara
district due to the conflict with people in early 2011. Residents caught
and killed the tigers after prey cows
at Pulau Piku and Lawe Sepirang
village. The tiger body was immediately multilated and several residents ate the meat.
Some residents claimed that
when there is conflict, they don’t
know where should they report the
information. During this time, they
fix the problem in any ways in order to feel safe from tiger threat
and able to do normal acctivities,
immediately. Several times, residents reported to Natural Resources
Conservation Agency (BKSDA)
and Gunung Leuser National Park
(TNGL), but they fell that the follow up always late.
“We with our own took the initiative in resolving conflicts, so far.
The most important is security for
our life and our cattle,” said a villager of Aceh Tenggara who didn’t
want to be identified.
Aceh Tenggara is a prone re-
12
“the death rate of tigers
in Aceh Tenggara is
quite high and tended
to increase from year to
year”
gion of conflict beetween people
agains wildlife, especialy Sumatran
tiger. Aceh Tenggara is a prone region of conflict beetween people
agains wildlife, especialy Sumatran
tiger. According to the information
from several Head of Villages, interviewed by the investigation team of
Wildlife Crimes Unit (WCU), forest
clearing for agriculture and settlement is the most important caution
in case tigers entered the residential areas. Unfinished conflict of
land ownership beetween villagers
agains government also add to the
complexity of the problems.
The death rate of tigers in
Aceh Tenggara is quite high and
tended to increse from year to year.
According to information from the
villagers, , in 2005 3 tigers had
killed in a week, 1 killed in 2006, in
2007 was estimated beetween 1 to 2
individual, in 2009 at least 2 tigers
individuals, and in 2010 more than
3 tigers individual. There 3 people
were killed by the tigers in 2008.
Located at the enclave of
TNGL, makes several areas of Aceh
Tenggara that directly adjacent to
the forest, to be crossing area of
Sumatran tiger. Surprisingly, the
conflict occured in this area rarely
to be exposed to public.
To ensure the correctness of
the number of tigers killed, required
deeper investigation.This information can be a good starting point for
strengthening the communication
between citizens and hunting areas
conflict with the government to reduce the potentialkilling of tigers in
the Southeast Aceh.
Located at the enclave of
TNGL, makes several areas of Aceh
Tenggara that directly adjacent to
the forest, to be crossing area of
Sumatran tiger. Surprisingly, the
conflict occured in this area rarely
to be exposed to public.
The Important Illegal Trafficking
to Watch
Sumatran tiger poaching and
body parts illegal trading in Aceh
Tenggara is quite high. One of
former exprerienced hunter, told
many stories about his experiences
in hunting to WCU. Everytime a
wild tiger killed cattles, both cows
or goats, the ex-head of Lawe
Sepirang village has always been
the mainstay of villagers to hunt
this protected animals.
A hunter who started hunting
tigers since twenties age, said that
he got borrowed a rifle from the apparatus including the sharp shells
in the 1980’s. According to his testimony, during his experience, tens
of tigers have been killed. The overall number was only acquired in the
region of Southeast Aceh Regency.
After killed, tiger’s body was
multilated and was sold to one of
collectors. The price of each body
part is vary, tusk, claw and bones,
were prized from tens to hundred
thousands rupiahs.
“There was a courier who take
continue to page 26
A
M
A
N
R
E
B
U
T
I
H
U
N
U
B
PEM
K
I
R
T
S
I
L
PAGAR
Catatan Lapang Penanganan Konflik Harimau dengan Manusia di Jambi
Oleh: Nurazman Nurdin *)
Hanya dalam 2 bulan, 2 ekor harimau Sumatera
mati karena tersengat aliran listrik kawat pagar kebun
di Provinsi Jambi. Harimau tersebut sedang mengejar
babi hutan di area perkebunan sawit milik warga di
Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu Kab. Tanjung
Jabung Timur. Naasnya, babi hutan tersebut tersangkut
pagar kawat beraliran listrik tegangan tinggi. Tak ayal,
sang raja hutan turut tersengat listrik 1500 watt begitu
menerkam babi hutan.
Harimau pertama diperkirakan berumur 7 tahun
dengan berat 70 Kg, tersengat listrik ada tanggal 16
Februari 2011. Harimau kedua bernama King Arthur
berumur sekitar 3 tahun tersengat pada tanggal 21 Maret
2011. King Arthur merupakan harimau yang sedang
dalam penelitian Zoological Society of London (ZSL),
dan pernah terekam selama 10 menit oleh kamera
video penjebak pada bulan Juni 2010. Pada kasus
pertama, informasi datang kepada Tim Penanggulangan
Konflik sangat terlambat. Saat datang bersama Kepala
Seksi Wilayah III Balai Taman Nasional Berbak dan
Kapolsek Sadu, bagian tubuh harimau malang tersebut
tinggal berupa tulang belulang berserakan dan mulai
mengering. Diperkirakan sebagian daging harimau
dimakan oleh biawak yang banyak terdapat di sekitar
lokasi.
Pemilik kebun, Pak Harar, mengangkat tubuh
harimau tersebut ke dekat pondok yang berjarak 180
meter dibantu beberapa tetangga. Mereka bermaksud
mengamankan tubuh harimau dari penjarahan. Namun,
masyarakat yang mengetahui kejadian tersebut
langsung berdatangan memotong-motong tubuh
Tulang belulang yang tersisa
dok. BKSDA JAMBI
“Hanya dalam 2 bulan, 2 ekor
harimau Sumatera mati karena
tersengat aliran listrik kawat
pagar kebun di Desa Air Hitam
Laut, yang berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Berbak,
Provinsi Jambi”
harimau tersebut. Mereka percaya, bahwa bagian tubuh
harimau memiliki tuah yang ampuh. “Saya tidak kuasa
melarang mereka yang datang dan memotong-motong
tubuh harimau tersebut”, kata Harar yang kemudian
menutup sisa tulang harimau hanya dengan jerami.
Pagar Pengaman Kebun dari Hama Babi
Komoditas pertanian yang ditanam oleh
masyarakat Desa Air Laut hitam kebanyakan adalah
Sawit dan Kelapa. Lokasi yang berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Berbak, membuat babi hutan
sering masuk ke perkebunan mereka dalam jumlah
yang besar. Untuk mengamankan kebun, masyarakat
berinisiatif memasang pagar kawat bertegangan tinggi
di sekeliling perkebunan. Efektifitas penggunaan
pagar kawat ini sendiri sangat tinggi. Rata-rata dalam
semalam, mereka dapat membunuh sekitar 50 ekor
babi hutan. Alasan efektifitas inilah, hingga saat ini
hampir seluruh masyarakat memagari perkebunan
mereka dengan kawat bertegangan tinggi. Tidak pernah
terfikirkan oleh mereka, bahwa pagar kawat tersebut
bersambung ke hal. 26
King Arthur
dok. BKSDA JAMBI
Pagar listrik tegangan tinggi
dok. BKSDA JAMBI
13
S
I
E
M
A
N
S
’
R
E
L
L
I
K
E
H
T
E
C
N
E
F
C
I
ELECTR
Field Note of Conflict Mitigation Between Wild Tiger and People
By: Nurazman Nurdin *)
“In only 2 months, 2 individuals of Sumatran tiger were killed by high voltage
of electric fence at Air Hitam Laut village, eastern of Berbak National Park,
Jambi Province”
In two months time, there has been two incidents
where a sumatran tiger died electrified by wire fences
on plantation in Jambi. The tigers were chasing a boar
to the oil palm plantation belonging to the people of
Air Hitam Laut village at Sadu, Tanjung Jabung Timur.
Unfortunately, the boar ended on the high voltage
electric fence, and, inevitably the tigers were stung by
15000 watt of electricity when they spung at the boar.
The tiger in the first incident was estimated to be
7 years old, weighing about 70 kg, stung on February
16th 2011. The one on the second incident, called
King Arthur, was about 3 years old and electrocuted
on March 21st 2011. The latter was being studied by
Zoological Society of London (ZSL), and once was
recorded for 10 minutes on the motion sensitive camera
trap on June 2010.
In the first incident, the report that came to the
Conflict Management Team was far too late. When the
Head Section of Area III of Berbak National Park and
Chief of Police of Sadu sector arrived, nothing was left
of the tiger save for its bones. It was thought that parts
of the tiger was devoured by the many Biawak living
around the location.
Intending to secured the tiger’s cadaver, Pak
Harar, the plantation owner, tried to have it moved to
the nearest house which was 180 m, assisted by some
of the neighbours. Unfortunately, the people who knew
about the incident came along and cut it up because
they believed tiger meat has magical powers.
“I was powerless to stop those who came and
cut up the tiger,” Harar said, afterwards covering the
remains with hay.
Electric Fence To Protect The Plantation From
Boars
The main comodity developed by the people
of Air Laut Hitam village is coconut and oil palm.
Located next to the Berbak National Park, the
plantation was overrun by boars in big numbers. To
14
secure it, the natives put up high volltage eletric wire
fence around it.
The wire was very effective, around 50 boars
a night was killed. For this reason, almost all people
in the village protected their plantation with high
voltage electric fence. It never occurred to them that
fence would also kill the endangered tiger, endemic to
Sumatra.
The Fence That Turned Against The Master
Apparently, the high risk of using electric fence
is not limited on animals. Once, a mother and her child
was electrified because the owner of the house forgot
to turn off the current. The risk is further increased by
using house electricity as the power source. The village
people hooks up a cable from the house’s electricity
panel to the fence, turns on the current all night and
puts it off when morning comes.
Prior to power source from the house, the villagers
used genset machine. Both produces high voltage
current but the latter was safer. The noise caused by
the machine gives clue that the fence is on current and
people would think twice before touching it when they
hear the roaring of the machine.
One of the efforts done by the team from
Conflict Management and Forest Crime Unit and
Berbak National Park Head Office was promoting the
application of Pulsing Electric Fence system. This type
of fence only cause shock and is not deadly to human
nor to tigers and other animals. And the villagers hope
that this system can be actualize soon.(*)
*) The writer is Staff of BKSDA Jambi and also member
of HarimauKita
Kemanusiaan Bagi
Harimau yang Terjerat
doc. WCS-IP
Oleh: drh. Munawar Kholis
S
atwa merupakan makhluk
hidup yang memiliki
struktur dan sistem organ
tubuh yang serupa dengan
manusia, salah satu bukti
konkrit adalah perkembangan
embrio yang identik pada fase awal
pembentukan individu. Dalam fasefase awal ini hampir tidak dapat
dibedakan antara embrio manusia
dengan embrio mamalia lain.
Setelah
terlahir
dan
berkembang menjadi individu,
mamalia memiliki anatomi yang
berbeda namun garis besar fungsinya
adalah sama. Tulisan ini bukan
bermaksud untuk memanusiakan
derajat seekor satwa, namun
dengan memahami garis besar
Snared tiger
fungsi tubuh , lebih mudah pula
untuk dapat memahami kebutuhan
dasar bagi seekor satwa yang sangat
menunjang kondisi kesehatannya.
Dalam dunia satwa, aspek ini
dikenal sebagai kesejahteraan satwa
(animal welfare).
Satwa akan dapat memenuhi
segala kebutuhannya di alam dan
sebaliknya ketika satwa ditangkap
atau
dikandangkan,
seluruh
kebutuhan ini harus disediakan oleh
manusia untuk dapat hidup normal
dan sehat.
satwa tersebut mendapatkan hakhaknya.
1.Bebas dari lapar dan dahaga
2.Bebas dari penderitaan/gelisah/
ketidaknyamanan
3.Bebas dari penyakit dan trauma
secara fisik
4.Bebas dari rasa takut/terancam
5.Bebas berperilaku secara alami
Kelima
aspek
tersebut
bukanlah hal yang sulit untuk
dipenuhi, apabila dipahami bahwa
seekor satwa memiliki struktur dan
fungsi organ yang identik dengan
Aspek Dalam Kesejahteraan
manusia.
Satwa
Kita akan mencoba mengupas
Ada lima aspek yang wajib aplikasi dari kelima aspek diatas
dipenuhi untuk dapat dikatakan dalam konteks penanganan konflik
15
A Humane View Towards
A Trapped Tiger
doc. WCS-IP
By: drh. Munawar Kholis
in a transport cage. All aspect of
its welfare may not be able to be
fulfilled in that instant, but at the
very least, aspect numbers 3 and
4 are met with.
Free From Thirst And Hunger
A
Evacuation process of snared tiger.
nimals are living
being with structure
and organ system
similar to those of
humans. One of the
concrete evidence is the identical
embryo development in the early
phases of individual development.
In these phases, the human embryo
and other mammals are strikingly
similar, almost indistinguishable
from each other.
they are captured or caged these
necessities must be provided by
humans in order to maintain their
lives and health. There are five
aspects that have to be fulfilled
in order an animal can be said to
have its rights:
takes different anatomy but all
basically has the same functions.
This article is not intended
to put animals at the same
level as humans, however, by
comprehending the outline of the
body functions, it will be easier to
understand the basic necessities
of an animal that concerns its
health condition. In the animal
world, this aspect is known as
animal welfare.
Animals provided their
own needs in the wild, and when
All of this aspects are
not hard to be met with if it is
understood that animals has
similar structure and organ
functions to humans.
The practical application
of every one of this aspect will
be discussed in terms of tigerhuman conflict management.
When a tiger is caught or trapped,
conflict management team that
has the authorization and the skill
required has the task of giving
first aid and transporting the tiger
The process of saving
a trapped tiger may take to
2–3 days, starting from when
the
conflict
management
team received the report and
depending on the condition in the
field, during which the tiger has
no access to food and water.
A tiger can go without food
for three days, but if at the same
time it is unable to have water
the it will suffer from severe
dehydration, especially if it’s
in direct contact of sunlight.
Providing water is a must, but
only when the tiger is under
sedation, and the timing of giving
the water must be determined
by the medical team in charge.
After giving access to water, the
feeding may commence.
1.Free from thirst and hunger
2.Free from discomfort
3.Free from pain, injury, and disFree from discomfort
ease
After it’s released from the
4.Free
from
fear
and
distress
After birth and developing
trap, and first aid and medical
into
individuals,
mammals 5.Free to express normal behavior therapy is given, a tiger is put
16
in transport cage. There are
occasional cases when the cage
is ill-built, the grating at the base
of the cage may make its injuries
worse.
Since it’s understood that
wild tigers avoided encounters
with humans, then it is necessary
that the cage is equipped with
boards or covering fabric but it
must not restrict the air flow in
the cage.
When incarcerated tigers
exhibit aggressive behavior if
harimau. Saat seekor harimau
tertangkap atau terjerat, tim
penanggulangan konflik yang
memiliki otoritas dan keahlian
bertugas melakukan pertolongan
pertama dengan memindahkan
harimau ke dalam kandang angkut.
Seluruh aspek kesejahteraan satwa
tersebut memang tidak dapat
terpenuhi saat itu juga, namun
paling tidak aspek ketiga dan
keempat dapat terlaksana.
Proses
penyelamatan
harimau
terjerat
kadang
membutuhkan waktu 2 – 3
hari mulai dari informasi yang
diterima oleh tim, tergantung
kondisi medan. Dalam rentang
waktu tersebut harimau tidak
dapat mengakses makan dan air
minum.
Harimau
tidak
akan
mengalami masalah serius saat 3
hari tanpa makan, namun apabila
selama itu tanpa minum akan
mengalami fase dehidrasi yang
cukup berat, terlebih apabila
terik sinar matahari langsung
mengenai harimau tersebut.
Pemberian air minum
adalah wajib, namun dalam
keadaan
harimau
terkena
pengaruh bius saat penanganan,
timing pemberian minum perlu
ditentukan oleh tim medis yang
terlibat. Setelah akses minum
terpenuhi, pemberian makan
dapat dilakukan.
Kandang Angkut
Setelah harimau dibebaskan
dari jerat, pertolongan pertama
pada luka dan terapi medis
diberikan, harimau ditempatkan
pada
kandang
angkut.
Kadangkala kandang angkut
ini tidak dilengkapi dengan
instrumen yang tepat.
Alas kandang yang berupa
jeruji akan memperparah kondisi
luka. Berangkat dari pemahaman
bahwa perilaku harimau liar yang
menghindari perjumpaan dengan
manusia maka kandang angkut
ini perlu dilengkapi dengan
papan atau kain penutup yang
tetap memberikan akses udara
segar yang optimal.
Harimau dalam kandang
akan berperilaku agresif apabila
didekati
manusia,
perilaku
agresif ini dapat menimbulkan
benturan-benturan dan trauma
fisik saat harimau menerjang
dinding
kandang.
Trauma
yangdapat timbul dalam kasus
ini adalah luka pada kepala,
hidung, taring patah saat
menggigit jeruji kandang dan
memperparah kondisi luka yang
sedang dialami, biasanya luka
bekas jerat.
Bebas dari Penyakit
Kandang angkut yang
berisi harimau seyogyanya
ditempatkan pada lokasi yang
teduh dan dijauhkan dari akses
binatang-binatang piaraan seperti
anjing dan kucing.
Kasus
anjing
rabies
di Sumatera masih tinggi.
Menjauhkan
harimau
dari
anjing akan mengantisipasi
kemungkinan transmisi penyakit
mematikan tersebut. Selain itu,
harimau tidak boleh diberi makan
daging anjing atau kucing.
satwa burung yang tidak boleh
bedekatan langsung dengan ular
(pemangsanya).
Dalam konteks harimau,
harimau akan merasa terancam
ketika disitu ada kehadiran
manusia sehingga diperlukan
adanya kain atau papan penutup
kandang. Selain itu, seyogyanya
harimau tidak ditempatkan
berdekatan dengan individu lain
karena sifat ke-soliter-annya agar
tidak saling mengintimidasi.
Bebas berperilaku secara alami
Harimau memiliki indra
penciuman yang tajam, sehingga
menempatkan harimau berbeda
jenis di lokasi yang berdekatan
tanpa adanya akses untuk kawin
akan mengakibatkan perilakuperilaku negatif yang dapat
berdampak pada kesehatannya.
Harimau juga membutuhkan
kayu
gelondongan
dalam
kandang untuk secara rutin dapat
mengasah cakarnya.
Namun karena aspek ini
bukanlah hal urgen pada situasi
penyelamatan harimau terjerat,
sehingga untuk sementara bisa
diabaikan. Apabila harimau
dikandangkan dalam waktu yang
lama harus mendapatkan fasilitas
yang memadahi sehingga dapat
hidup dengan layak. (*)
Bebas dari rasa takut
Pada umumnya aspek
ini berlaku bagi satwa yang
mempunyai hubungan rantai
makanan, contoh yang paling
mudah
untuk
memahami
aspek ini adalah penempatan
Penulis adalah project leader
WRU WCS-IP
17
approached by humans and this
aggression may lead to physical
injuries since it rams itself to
the gratings. In this case, it may
hurt its head and nose, its fangs
broken from biting the gratings.
These may make its current
injuries, usually caused by the
trap, far worse than before.
biological predator. In the case of
tiger, it will feel threatened when
it sees that human is present near
it, hence the need for covering
fabric or wood board to block
their sights. It also wise to place
individual tigers separately due
to their solitary nature, and to
avoid intimidating each other.
Free from pain, injury, and
disease
Free to express normal behavior
Transport cage containing
a tiger must be placed below the
shades and kept away as possible
from the reach of pets, like cats
or dogs, since rabies is still very
common in Sumatra, and keeping
tigers a distance from dogs may
prevent any transmission of the
deadly disease. And feeding
tigers with dog or cat meat is
strictly prohibited.
Free from fear and distress
*)The writer is project leader of
WRU WCS-IP
doc. WCS-IP
Generally, this aspect
only applies to animals that
are connected to each other in
the food chain. The simplest
example of practical application
is to place a cage of birds as
far as possible from snakes, its
Since they have strong
olfactory senses, placing tigers
with different sex in close
proximity without giving any
access to mating may results
negative behavior which can
affect their health. They also
require a log inside the cage
to regularly sharpening their
claws by scratching the log.
However, since this is not urgent
in a situation of saving a trapped
tiger, providing a log may be
temporarily disregarded.
Several of conflict tigers
that was captured are currently
still kept in temporary impound
in Sumatra. It is disheartening to
learn that their fate is left hanging
without any certainty, and their
temporary cage becomes the
only shelter available with all its
limited facility and capacity.
The release of conflict
tigers in new habitat has already
been initiated di several areas.
This popular solution is still
being assessed for its success and
its impact towards the population
of wild tigers. The ideal location
to release them is the place where
they were captured, however this
is only applicable if the tigers
captured are not due to predation
conflict. Unfortunately, in cases
of tiger’s predation on humans,
this option is almost impossible.
The best option is to make
capturing the last solution when
all conflict management efforts
failed. Capturing man-eating
tigers must be done thoroughly
so as to avoid catching the wrong
one.
Emergency response for snared tiger before transported
18
Bermain “Indian” di Hutan Sumatera
Wulan Pusparini | Sekretaris Forum HarimauKita
Ingatkah anda pada Hiawatha? Tokoh indian cilik di majalah kartun
Donald Bebek. Atau mungkin Winnetou? Tokoh karangan Karl May yang
legendaris. Keduanya adalah karakter Indian yang terkenal. Indian sering
digambarkan hidup dekat dan bergantung pada alam. Mereka terlatih
mengenali tanda-tanda alam dan salah satu keahlian yang khas adalah
mengenali jenis-jenis tapak hewan liar.
Tentu keahlian tersebut berguna ketika anda hidup di hutan dan sumber
protein hewani hanya bisa didapat dengan berburu atau memancing.
Gelar prestisius bagi laki-laki Indian adalah pemburu, seperti dikisahkan
Hiawatha kecil yang sangat ingin segera menjadi pemburu jempolan.
Selain itu, keahlian mengenali
berbagai tapak hewan mungkin juga
membuat para Indian lebih waspada
karena mengetahui ada satwa liar
berkeliaran di sekitar tenda-nya.
Tapi, tahukah anda bahwa
bermain seperti Indian ini mungkin
merupakan salah satu kunci
menyelamatkan hewan-hewan liar
di Sumatra. Memanfaatkan keahlian
yang kurang lebih sama, populasi
dari harimau, badak, dan mamalia
besar lainnya di susuri sebaran dan
kelimpahannya pada bentang hutan
yang tidak selalu ramah.
Tentu tidak seperti Hiawatha
atau Winnetou yang harus
memanfaatkan tanda-tanda alam,
kami menggunakan peralatan
navigasi masa kini untuk membantu
perjalanan di rimba Sumatra. Setiap
tim ‘Indian’ konservasi dilengkapi
dengan GPS (Global Positioning
System) yang telah dilengkapi
dengan peta wilayah survey. Peta
tersebut telah di buat sebelumnya
menggunakan peranti lunak
pemetaan untuk memandu tiap tim
mengenali punggungan yang bisa
dilalui atau sungai sebagai sumber
air.
Andaikan harimau dan badak
bisa bahasa manusia, tentu kita
tinggal membuat pengumuman
bahwa akan diadakan sensus
tahunan. Atau dengan membuatkan
mereka kartu tanda penghuni hutan,
maka jumlah mereka akan diketahui
dengan mudah. Sayangnya hal ini
mustahil. Sehingga satu-satunya
cara adalah dengan masuk ke dalam
habitat tempat tinggal dan mencaricari tanda keberadaan mereka.
Tim ‘Indian’ konservasi akan
menyusuri hutan di dalam suatu
petak surey yang telah di sepakati.
Tiap 100 meter mereka akan
mencatat jenis keberadaan hewan
liat yang mereka temui. Tentu tidak
mudah untuk melihat hewan liar
langsung di habitatnya. Hutan tropis
yang lebat menghalangi pandangan
mata.
Selain itu hewan liar lebih
cenderung bersembunyi dari
manusia. Tapaklah yang menjadi
petunjuk utama. Tiap kali hewan
meninggalkan tapak dan tanda lain
yang khas.
Tugas para anggota tim
‘Indian’ konservasi adalah
mengenali jenis-jenis hewan ini
dari tapaknya lalu mencatat dalam
tabel data. Kembali di basecamp
data tersebut akan di olah dengan
metode statistik dan pengetahuan
ekologi sehingga menghasilkan
informasi yang berguna bagi usaha
penyelamatan hewan-hewan liar
dan langka.
Nah, siapa bilang Indian
hanya ada di benua Amerika? Di
Sumatra, Indian-Indian ‘lokal’ masa
kini bekerja keras menyelamatkan
hewan-hewan iconic dari ancaman
kepunahan.(*)
Exploring forest of Sumatra
Doc. Wulan Pusparini
Tiger footprint Doc. Wulan Pusparini
19
Playing “Indian” in Forest of Sumatra
Wulan Pusparini | Forum HarimauKita Secretary
Remember Hiawatha, the little indian boy in “Donal
Bebek” comic magazine? Or, perhaps, Winnetou, the
legendary fictional chief Indian from the mind of Karl
May. Both were famous Indian character. Red Indians were
often depicted as living in the wilderness and dependent on
nature.
They were trained to read signs of nature and one of their
distinc skills is recognizing animal tracks. This skill will
certainly proove useful when you’re living in the woods
and the only way to gain meat is by hunting or fishing.
Being a hunter is like the greatest achivement to an Indian
boy such as little Hiawatha who’s desperate to be maverick
hunter. Add to that, the ability to recognize animal tracks
can also make the indians more alert to their surroundings,
knowing what animals are lurking around their tepee.
Red Indian skill usefulness for consevationist
However, do you know that “playing Indian” like
this is one of the key to save the wild life of Sumatra?
By using similar methods, the population of tigers,
rhinos, and other large mammals, their spread and
numbers in the wild jungle are tracked down.
But unlike Hiawatha or Winnetou who
depended on the signs of nature, conservationist uses
modern navigation tools to help them find their way
roaming through the forest of Sumatra. Every ‘Indian’
conservation team is equipped with a GPS device that
comes preloaded with survey area map. The map itself
is made prior using mapping software to guide every
team to get to passable ridges or river water safe for
drinking.
If tigers and rhinos speaks human, then all we have
to do is announce throughout the jungle that an annual
census will be held. Or, perhaps, make every one of
them a jungle residence ID card so that it can be easily
determined how many they are. But unfortunately, it’s
too good to be true, and the only way is to explore their
habitat and look for signs of their whereabout.
An ‘Indian’ conservation team will trace a predetermined grid in the jungle, and every 100 m they
will put down in record the animals the team encounter
in the process. It is, of course, no easy feat to observe
a wild animal in its habitat what with all the bushes
in the dense tropical forest getting in the way of your
vision, add to the fact that wild animals tend to avoid
humans. Therefore, their tracks becomes the main lead,
20
and every animals leaves behind a distinct set of tracks
and other mark.
And it is also the ‘Indian’ conservationist team
member’s task to identify each of these animals just
from the tracks they make, and log it in data charts.
Upon returning to the base camp, all the datas are
worked into statistics and ecological knowledge so
as to become useful information in the effort of the
conservation of endangered wild life.
Well now, whoever said Red Indians can only
be found in America? In Sumatra, these modern day
local ‘Indians’ work hard to save iconic animals from
extinction.(*)
Masyarakat Pemantau
Jaringan Perdagangan
Satwa Ilegal
Oleh: H.A. Wahyudi *)
Peran masyarakat sebagai pelapor perdagangan
ilegal bagian tubuh harimau Sumatera selama ini
sudah berjalan baik. Beberapa pelaku kriminal
telah dapat ditangkap dan diadili akibat informasi
akurat dari masyarakat. Fakta tersebut mendorong
Forum HarimauKita untuk serius mengembangkan
jaringan pemantau perdagangan berbasis masyarakat
di beberapa kota di Indonesia, bekerjasama dengan
Wildlife Crimes Unit (WCU), sebuah jaringan kerja
pemantauan perdagangan satwa ilegal yang paling
efisien dan efektif.
“Pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau
Sumatera di internet telah cukup berhasil semenjak
dicanangkan bulan Desember 2010 lalu. HarimauKita
akan mendorong terus upaya ini dengan memberikan
pelatihan bagi para relawan”, tegas Hariyo Wibisono,
Ketua Forum HarimauKita.
Awal Januari 2011 lalu, dibentuk jaringan
relawan bernama Tigerheart dengan tujuan menyatukan
masyarakat yang tergerak untuk turut memantau
jaringan perdagangan ilegal harimau Sumatera dan
bagian tubuhnya, serta spesies dilindungi yang lain.
Dengan support dari Save Tiger Fund dan World
Bank, rangkaian kegiatan digelar untuk mengenalkan
Tigerheart kepada Publik melalui roadshow ke
beberapa kampus di Jawa dan Sumatera, antara lain
“Pemantauan perdagangan
bagian tubuh harimau Sumatera
di internet telah cukup berhasil
semenjak dicanangkan Desember
2010 lalu. HarimauKita akan
terus mendorong upaya ini
dengan memberikan pelatihan
bagi para relawan”
UGM- Yogyakarta, UNSOED– Purwokerto, IPB Bogor dan Universitas Negeri Jambi.
Kegiatan ini cukup efektif dalam meningkatkan
keanggotaan Tigerheart. Diawali dari 3 orang yang
bergabung di awal pembentukannya, sudah berkembang
hingga 235 anggota hanya dalam 6 bulan. Sebagian
besar anggota yang bergabung merupakan pelajar
dan mahasiswa, dan para pegiat lingkungan hidup.
Kedepan, diharapkan keterlibatan masyarakat dari
kelompok umum akan meningkat juga. Dengan prinsip
“berawal dari langkah sederhana untuk perubahan
berdampak luas”, anggota Tigerheart secara bersama-
21
General lecture on Sumatran tiger conservation related to climate change, in partnership with
ZSL, BKSDA Jambi, and Mapala Siginjai - University of Jambi - July 18th, 2011
Developing Public
Network : Anti Cyber
Tiger Trafficking
By: H.A. Wahyudi *)
The role of the public in reporting illegal trade
in Sumatran tiger body parts, actually has been going
increase. Some criminals have been arrested and
prosecuted by law enforcement agencies, starting from
accurate public information. This fact encourages
HarimauKita to seriously develop monitoring illegal
wildlife trafficking in several cities in Indonesia based
on community network, in partnership with the Wildlife
Crimes Unit (WCU), the most efficient and effective
network of monitoring illegal wildlife trafficking in
Indonesia.
“Monitoring on Sumatran tiger body parts
trafficking by internet has been quite successful since
launched in December 2010. HarimauKita will continue
to encourage these efforts by providing trainings for
volunteers “, said Hariyo Wibisono, Chairman of the
Forum HarimauKita.
On the past January 2011, a HarimauKita
volunteers network called TigerHeart has formed,
with the aim to unify more people who is interested
to participate in monitoring on illegal trafficking of
Sumatran tiger body parts, as well as other protected
species’. With support from Save the Tiger Fund and the
World Bank, activities to introduce to the public through
roadshows to several campuses in Java and Sumatra,
among others, Gadjah Mada University - Yogyakarta,
22
1200
1000
800
600
400
200
0
Jan
Peb
Mar
TigerHeart
Apr
May
Jun
HarimauKita Fans
The growth rates of Tigerheart membership and HarimauKita’s
Facebook Fans as a function of awareness and campaign strategy
University of Jenderal Soedirman - Purwokerto, Bogor
Agricultural University and University of Jambi,
has conducted. Hundreds people were attending the
roadshow in every single city.
These activities are quite effective in increasing
membership of Tigerheart. Starting from 3 people who
join at the beginning of its formation, has grown to 235
members in just 6 months. Most of them are the students
sama melakukan pemantauan situs-situs internet yang
menjual bagian tubuh harimau Sumatera.
Untuk lebih meningkatkan hasil yang
dicapai, HarimauKita bekerjasama dengan WCU
menyelenggarakan kegiatan pelatihan dasar-dasar
investigasi perdagangan ilegal harimau Sumatera dan
satwa liar lainnya.
Kegiatan pertama dilaksanakan di Purwokerto,
difasilitasi oleh Mahasiswa Informatika Peduli
Lingkungan (MIPL) – STIMIK AMIKOM. Kegiatan
yang diikuti oleh 40 peserta ini tidak hanya melibatkan
peserta dari sekitar Purwokerto saja, akan tetapi hadir
juga anggota Tigerheart dari Yogyakarta dan Tegal.
Kegiatan selanjutnya dilaksanakan di Jambi,
dengan melibatkan Mapala Siginjai Universitas Jambi
Karena merupakan daerah dengan tingkat konflik yang
cukup tinggi antara harimau dengan manusia, maka
materi mitigasi konflik juga diperkenalkan selain
materi investigasi jaringan perdagangan satwa ilegal.
Kegiatan ini diikuti oleh 23 relawan yang berasal dari
kelompok-kelompok pecinta alam dan mahasiswa
jurusan kehutanan Universitas Negeri Jambi. Pemateri
mitigasi konflik harimau dengan manusia adalah
Nurazman Nurdin, Kepala Seksi III Konservasi
BKSDA Jambi yang juga anggota HarimauKita.
Ditinjau dari hasil yang dicapai, upaya
mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemantauan
perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui
internet cukup menggembirakan. Sebagai contoh,
pada awal pemantauan perdagangan melalui internet
dicanangkan, teridentifikasi 10 situs utama yang
memperdagangkan bagian tubuh harimau dan satwa
liar lainnya. Pada Pebruari 2011, atas kerjasama antara
WCU, WAF, Departemen Kehutanan dan POLRI,
berhasil dibekuk satu orang pedagang lengkap dengan
barang bukti berupa bagian tubuh harimau, gajah dan
satwa lainnya.
Beberapa saat setelahnya, beberapa situs yang
diamati menghilang atau menampilkan keterangan
terjual. Akan tetapi, kegiatan jual beli melalui internet
250
16
14
TIGERHEART
12
10
150
8
100
6
4
LINKS SELLS TIGER PARTS
200
Padang
Bangka
Jambi
Jakarta
Bogor
Purwokerto
Yogyakarta
Hotspot cities in Java and Sumatra where TigerHeart exist. Next to
Jakarta, TigerHeart discovered several hotspot
tersebut terlihat menggiat kembali sebulan setelah
penangkapan tersebut.
Untuk mengantisipasi maraknya kembali
perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui
internet, HarimauKita telah menggalakkan Gerakan
Nasional Anti Perdagangan Satwa Ilegal Melalui
Internet. Gerakan ini secara terus menerus menghimbau
kepada anggota HarimauKita, fans dan juga kepada
relawan TigerHeart.
Selain itu, sudah terbentuk daerah kerja
pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau
Sumatera dan satwa liar lainnya di beberapa kota, yaitu
Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Purwokerto, Bangka, Jambi
dan Padang. Para relawan secara kontinyu melakukan
pemantauan perdagangan di daerah masing-masing
dan memberikan laporan secara berkala.
Dalam tahun ini juga, HarimauKita berkolaborasi
dengan WCU berencana untuk mengembangkan
jaringan pemantauan di beberapa kota besar di
Sumatera yang dicurigai terdapat jaringan besar
perdagangan harimau Sumatera, di antaranya Padang,
Medan, Banda Aceh dan Lampung. Dukungan dari para
pihak untuk menunjang keberhasilan gerakan ini akan
sangat penting, dalam berperang melawan perburuan
perdagangan. Sebagaimana telah diketahui, perburuan
dan perdagangan harimau Sumatera adalah kejahatan
yang memberikan kontribusi terbesar dalam penurunan
populasi harimau Sumatera secara tajam.(*)
50
2
0
0
Jan
Peb
TigerHeart
Mar
Apr
Identified Links
May
Jun
Verified Links
The positive relationship between the growing members of Tigerheart and links selling tiger parts. The red circle indicates when
a tiger trade through internet was successfully raided and widely
published in media
23
of school and university , and also environmental
activists. The next time, increasing number from
general community involvement will as well be
expected. By the principle of “from a simple action into
the wider outcomes,” members of Tigerheart are jointly
monitoring the internet sites that sell Sumatran tiger
body parts.
To further enhance the achieved results, in
collaboration with WCU, HarimauKita has been
conducting introductory training on investigation of
illegal trade in tigers and other wildlife.
The first training carried out in Purwokerto
Central Java Province, with organized by MIPL STIMIK AMIKOM, a local nature lover organization.
Training was attended by 40 participants who are not
only from around Purwokerto only, but also Tigerheart
member from Yogyakarta and Tegal.
The next activity carried out at Jambi, by involving
Mapala Siginjai, the nature lover organization of Jambi
University. Because of Jambi is a region with a fairly
high level of conflict between tigers with people, then
introductory training on conflict mitigation is also
introduced in addition to investigations of illegal
wildlife trafficking network. This event was attended by
23 volunteers who come from groups of nature lovers
and students majoring in forestry, University of Jambi.
The trainer of conflict mitigation is Nurazman Nurdin,
BKSDA Jambi who is also a member of HarimauKita.
According to the output of those activities, efforts
to increase community involvement in monitoring
Sumatran tiger body parts trafficking by internet is
encouraging. For example, in early trade monitoring
via the internet was announced in January 2011, has
identified 10 main sites that sale tiger’s body parts
and other wildlife. In February 2011, in cooperation
between the WCU, WAF, the Forestry Department and
the Police, has succeded to arrest a criminal including
with the evidences in the form of the body parts of
tigers, elephants and other wildlife.
A moments after that raid, several sites were
observed to be disappear or display the information
that all tiger parts are sold. However, the activities of
wildlife trafficking by Internet is seen increase a month
after the arrest.
To anticipate the rise of Sumatran tiger parts
trafficking by internet, HarimauKita has launched
a national movement of anti cyber crime on wildlife
parts. The movement is constantly appealed to members
HarimauKita, hundreds fans and also to the volunteers.
National Movement has always campaigned in
every roadshows and public discussions. Although it is
too early to conclude, roadshows has been successful
in increasing the number of links of illegal trafficking
reported by the volunteers and the other communities. In
addition, community support in sharing the information
from the website HarimauKita also increasing day by
day.
24
Secretary of Forum HarimauKita gives general lecture on ecology
and conservation of Sumatran tiger at UKF - IPB
In addition, there are already established regional
trade on monitoring work Sumatran tiger body parts and
other wildlife in some cities, namely Jakarta, Bogor,
Yogyakarta, Purwokerto, Bangka, Jambi and Padang.
The volunteers are continuously monitoring the trade
in their respective areas and provide regular reports.
In this year too, collaborating with WCU,
HarimauKita plans to develop a monitoring network
in several major cities in Sumatra those are suspected
contained a large network of Sumatran tiger trafficking,
including Padang, Medan, Banda Aceh and Lampung.
The support of the parties for this movement will be very
important, in the fight against poaching and trafficking.
As well known, the Sumatran tiger poaching and
trafficking are crimes that give the largest contribution
in the Sumatran tiger population decline sharply.(*)
*) The writter is Tiger Executive Officer of Forum
HarimauKita
BLOKIR SITUS...
2011, berhasil ditangkap pelaku berinisial AKM
beserta barang bukti yang lebih dari cukup untuk
menjebloskan pelaku ke penjara.
Keberhasilan penangkapan ini, menjadi bukti
kerjasama berbagai pihak untuk secara bersama-sama melawan kejahatan terhadap satwa liar melalui
internet. HarimauKita telah berhasil mengawali
sebuah langkah sederhana melawan jaringan perdagangan satwa liar di internet dengan melibatkan
dukungan publik.
Dampak keberhasilan operasi ini secara signifikan dapat dilihat dari banyaknya thread di situs
KONFLIK HARIMAU...
3 ekor harimau telah terbunuh, 1 ekor terbunuh tahun
2006, tahun 2007 diperkirakan antara 1 hingga 2 ekor,
tahun 2008 sebanyak 2 ekor, tahun 2009 setidaknya 2
ekor, dan di tahun 2010 lebih dari 3 ekor. Selain itu,
sebanyak 3 orang tewas diterkam harimau pada tahun
2008.
Untuk memastikan kebenaran dari jumlah harimau yang terbunuh, diperlukan penyelidikan yang lebih dalam. Informasi ini dapat menjadi awal yang baik
untuk memperkuat jaring komunikasi antara warga
daerah konflik dan perburuan dengan pemerintah guna
mengurangi potensi terbunuhnya harimau di Aceh
Tenggara.
Letak wilayah yang berada di kantong kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menjadikan
beberapa daerah pinggiran yang berbatasan langsung
dengan hutan menjadi perlintasan harimau Sumatera.
Sayang sekali, kasus konflik dengan harimau yang
terjadi di kawasan ini jarang sekali muncul ke permukaan sehingga respon mitigasi masih belum maksimal
dilakukan.
jumlah itu hanya didapatkannya di wilayah Kabupaten
Aceh Tenggara.
Bagian tubuh harimau yang berhasil ditembak
mati, dijual ke salah seorang pengepul di daerah tersebut. Harga masing-masing bagian tubuh bervariasi,
taring, kuku, dan tulang dihargai antara puluhan hingga ratusan ribu rupiah. “Ada kurir yang mengangkut
barang-barang tersebut dari Aceh menuju Medan, jadi
mereka tidak pernah datang ke sini untuk ambil barang,” tutur pria yang kini telah berusia 61 tahun ini.
Jalur yang disinyalir sering digunakan adalah
melalui Sungai Lawe Alas yang menghubungkan Aceh
Tenggara menuju Subulussalam. Jalur air ini dapat
ditempuh dalam 1 jam, untuk kemudian menempuh jalan lintas Aceh Tenggara menuju Sumatera Utara. Para
penyelundup barang ilegal tersebut menggunakan jalur
ini untuk menghindari operasi petugas yang sering digelar di jalan negara.
Jalur Perdagangan yang Harus Diwaspadai
Perburuan harimau Sumatera dan perdagangan
ilegal bagian-bagian tubuhnya di kabupaten Aceh
Tenggara cukup tinggi. Salah seorang mantan pemburu
berpengalaman
di Aceh Tenggara menuturkan banyak cerita tentang pengalaman perburuannya kepada WCU . Setiap
kali ada harimau memangsa satwa, pemburu ini selalu
menjadi andalan masyarakat untuk membunuh satwa
dilindungi tersebut.
Seorang pemburu yang mulai berburu harimau
sejak umur duapuluhan mengatakan dia mendapatkan pinjaman senjata laras panjang dari seorang oknum aparat berikut peluru tajamnya di tahun 1980an. Menurut pengakuannya, selama masa dia berburu,
puluhan ekor harimau telah dibunuhnya. Keseluruhan
Pembinaan Masyarakat Kunci Sukses Penanganan
Konflik
Seringkali dalam kasus konflik satwa liar, terutama harimau, masyarakat menjadi pihak yang selalu
dipersalahkan. Ketiadaan dan terlambatnya respon
pemerintah dalam menindaklanjuti laporan kejadian
konflik dari masyarakat menjadi penyebab berlarutlarutnya penanganan konflik. Hal yang terjadi justru
membuat masyarakat semakin antipati terhadap kemunculan harimau di daerahnya.
Banyak kejadian, setiap ada kemunculan harimau masyarakat mengambil inisiatif memburu dan
membunuh. Bahkan tak jarang, perangkap mematikan
sengaja dipasang untuk menangkap hewan yang sudah
diambang kepunahan ini.
Saat ini, komunikasi antara pihak masyarakat
dengan BKSDA dan TNGL maupun LSM sangat penting untuk segera ditingkatkan. Tentu saja keterpaduan
aksi dan terakomodasinya semua kepentingan termasuk ketentraman masyarakat dan perlindungan harimau
serta habitatnya menjadi syarat mutlak penyelesaian
masalah konflik. (*)
kaskus yang hampir secara bersamaan berhenti memperdagangkan bagian tubuh Harimau Sumatera pasca
operasi yang sukses tersebut. Sebanyak 8 situs diketahui memasang tulisan SOLD OUT dan menutup thread
tersebut.
Dengan kekuatan lebih dari 90 orang anggota
dan lebih dari 700 relawan pengguna aktif internet,
Forum HarimauKita akan terus mengembangkan jaringan pemantauan perdagangan Harimau Sumatera
dan bagian-bagiannya melalui internet. Selain itu,
HarimauKita juga telah memulai upaya pelibatan publik dalam lingkup yang lebih luas lagi melalui pusat pelaporan pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera berupa hotline number (0251-3975707)
dan alamat email khusus [email protected].
Penggalangan dukungan terhadap aksi kampanye
memblokir situs-situs yang masih memperjualbelikan
satwa dilindungi juga akan menjadi agenda penting
dengan pelibatan ratusan simpatisan TigerHeart yang
saat ini juga sedang dikembangkan. Hasilkegiatan pemantauan dan aksi yang telah dilaksanakan akan dipublikasikan secara berkala melalui Fanpage Facebook
HarimauKita, Twitter @Harimaukita, dan website
www.harimaukita.org.
HarimauKita akan terus mendorong inisiatif ini
menjadi gerakan nasional anti perdagangan bagian
tubuh harimau Sumatera. Sasaran utama kegiatan ini
adalah menekan upaya perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui internet hingga nol pada tahun
2012.(*)
25
The Madness of
TIger ConfLIct
In Souteast
Aceh
the tiger body parts from Aceh to Medan, so
the major collectors was never come here to
Aceh Tenggara,” said this 61 years old man.
The traffick lane that is frequently used
by illegal trafficker is water way of Lawe
Alas that connected Muara Situlen village in
Aceh Tenggara district to Gelombang village
in Subulussalam. They need about an hour
to down the water way by boat, then crossing the by pass road to Tanah Karo at North
Sumatra. They use that way to avoid operation from government officers that are often
held on state road.
Community Development as the Success
Key of Conflict Management
Often in cases of conflict between people agains wildlife, especially tiger, people
is always blamed. This make the villagers be
more antipathy toward the appearence of tiger arround their village.
In many events, each time tiger appeared, the villagers took an initiative to hunt
and kill the tiger. In fact, deadly trap deliberateli set to catch this critically endangered
animal.
Good communication between villagers with BKSDA and TNGL, also the NGOs
is very important to be improved. Of course,
the integration of action and accomodation
of all interests become an essential requirement in problem solving, in order to realize
the peace community and sustainable life of
Sumatran tiger in their habitat.(*)
PEMBUNUH ITU
BERNAMA ...
akan membunuh satwa endemik Sumatera yang kini
sudah terancam punah tersebut.
Pagar yang Memakan Tuannya
Ternyata cerita tentang tingginya resiko
penggunaan pagar kawat listrik bertegangan tinggi
tidak berhenti sampai di sini. Seorang ibu bersama
anaknya mati tersengat, akibat si pemilik lupa memutus
aliran listrik pagar tersebut.
Resiko penggunaan listrik bertegangan tinggi ini
meningkat setelah warga menggunakan listrik rumahan
sebagai sumber arus listrik. Mereka menyambung kabel
dari instalasi rumah ke pagar, dan setiap malam listrik
dialirkan. Begitu pagi, aliran listrik tersebut diputus.
Sebelum menggunakan listrik rumah, warga
menggunakan mesin genset sebagai sumber listrik.
Meskipun sama-sama bertegangan tinggi, genset
relatif lebih aman karena suara yang ditimbulkan dapat
menjadi tanda bahwa pagar masih teraliri listrik. Warga
akan lebih berhati-hati menyentuh pagar ketika masih
terdengar bunyi genset.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh tim
UPKKL dan Balai Taman Nasional Berbak yaitu
mensosialisasikan sistem Pulsing Electric Fence. Pagar
listrik dengan sistem tersebut hanya menimbulkan
shock yang tidak membahayakan nyawa, baik manusia
maupun harimau dan satwa lainnya. Masyarakat sangat
berharap alat tersebut dapat segera direalisasikan.(*)
*) Penulis menjabat sebagai Kepala Seksi III Konservasi
BKSDA Jambi, juga anggota Forum HarimauKita
Find and follow us on Facebook Fanpage and Twitter HarimauKita
Stay update to get the last information about Sumatran tiger
26
Volunteer
CORNER
Andriana
Young researcher who was born in Brebes, August 28,
1987 is alumni of Forest Resources Conservation and Ecotourism
Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.
He was challenged to observe the Sumatran tiger, by research
with the topic “Potential Population and Habitat Characteristics
of Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) in
Blangraweu Forest - Ulu Masen Ecosystem, Aceh Province”. This
research was held for six months, started on nopember 30th 2009
until May 28th 2010.
The purpose is to estimate population density, and to
identify habitat component and characteristic of Sumatran tiger
in Blangraweu forest. The data was collected by camera trap
method and vegetation analysis to find vegetation structure and
composition where consist of its habitat. His research was conducted by the reason of the absence of preliminary
data on the location of the study. Hopefully, the research data can be the first step in the conservation of Sumatran
tigers in the area mentioned.
He is now actively involved in campaigning Sumatran tiger conservation in their nature habitat
with TigerHeart, The Forum HarimauKita Volunteer Network. To contact him, you can send an email to
[email protected].
Erry Kurniawan
Was born 24 years ago in Karanganyar, Central Java, on
June 27, he is one of young researchers who actively contribute
to the Sumatran tiger conservation. Currently he is still in the
process of completion of studies in the Department of Forest
Resources Conservation, Bogor Agricultural University and
active in the Division of Carnivore - Fauna Conservation Union,
a student organization.
In 2009, a female tiger was moved due to conflicts with
communities in Jantho and then was translocated to the Ulu
Masen Ecosystem, Aceh Province.
This motivated him to do research
with the topic “The movement
and the Regional Roaming Tiger
Translocation”, starting from November 2009 to June 2010 supervised by Dolly
Priatna, senior tiger researcher from ZSL Indonesia.
His motivation to join TigerHeart is to invite more young conservationists
to increase their contribution in conserving Sumatran tiger, and urge the wider
community to support the conservation efforts. To contact him, you can send an
email to [email protected]
27
GALLERY
HarimauKita ‘Goes to Campus’
University of Gadjah Mada
Yogyakarta (February 7th 2011)
Bogor Agriculture Institute
Bogor - West Java (May 7th 2011)
University of Jenderal Soedirman
Purwokerto - Central Java (March 15th 2011)
University of Jambi
Jambi Province (June 18th 2011)
Training on Wildlife Trafficking Investigation
Purwokerto - Central Java (May 21-22th 2011)
Training on Wildlife Conflicts Mitigation
Jambi Province (June 18th -19th 2011)
Training on Track of Mammals Identification
Purwokerto - Central Java (Appril 4th 2011)
Training on Wildlife Crimes Database
Bogor- West Java (January 12-13th 2011)