Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Transcription

Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DARI REDAKSI
Gambar Sampul:
Isa Islamawan, SH
SUSUNAN REDAKTUR
PENASIHAT
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
PENANGGUNG JAWAB
Sekretaris Ditjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
KETUA REDAKSI
Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan
Hubungan Masyarakat
SEKRETARIS REDAKSI
Kepala Subbagian Advokasi Hukum dan
Hubungan Masyarakat
ANGGOTA REDAKSI
Dra. Ardiyani, Apt, M.Si
Beluh Mabasa Ginting, ST. M.Si
Tian Nugraheni, S.Farm., Apt
Nasa Milta Sahara, S.Farm., Apt
Rivo Yolandra, SH
Mariani Sipayung, SH
Adityo Nugroho, S.IK
Radiman, S.E
ALAMAT REDAKSI
Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5
Kav. 4 - 9, Jakarta Selatan
Kementerian Kesehatan RI
Setditjen Kefarmasian dan Alkes,
Subbagian Advokasi Hukum & Humas
Lt. 8 R.802
(021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009
PENGANTAR
Penataan organisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kinerja organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan serta
beban kerja sehingga mampu memberikan hasil terbaik untuk mencapai
tujuan, sasaran strategis serta visi dan misi organisasi. Mulai tanggal 1
Januari 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja resmi diberlakukan.
Di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Permenkes 64/2015 telah melahirkan penajaman fungsi-fungsi kefarmasian
dan menghadirkan direktorat baru yakni Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Oleh karena itu, pada
edisi pertama di tahun 2016 ini kami menghadirkan tema tentang perubahan
struktur organisasi yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, di antaranya adalah profil tentang Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Selain itu kami juga menghadirkan informasi kegiatan Ditjen Kefarmasian
dan Alat Kesehatan seperti Pelantikan pejabat eselon I hingga eselon IV di
Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sosialisasi Struktur Organisasi di
Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sosialisasi SIMAK-BMN, Rakonas
Gelombang I tahun 2016 di Palembang, Penyediaan Bahan Baku Obat, dan
Seputar Virus Zika.
Akhir kata, semoga informasi yang ada di dalam Buletin yang kami sajikan
ini bisa bermanfaat untuk pembaca semua.
Salam Sehat!
DAFTAR ISI
Refleksi Akhir Tahun
Sambut Tahun 2016
03
14
Sosialisasi Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Ditjen Farmalkes
Pelantikan Pejabat Eselon I
Kementerian Kesehatan RI
04
15
Wujud Good Governance Dalam
Pengelolaan Laporan Keuangan
Pelantikan Pejabat Eselon II
Kementerian Kesehatan RI
06
17
Menuju Indonesia Mandiri
Dalam Produksi Bahan Baku Obat
Menuju Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga Indonesia yang Aman
dan Bermanfaat - Sekilas
tentang Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan PKRT-
08
19
Mandiri Menyehatkan Negeri
- Talkshow Menteri Kesehatan
Dalam Program Economic
Challenges Metro TV -
21
Perubahan Organisasi dan
Tata Kerja Ditjen Farmalkes
10
Pelantikan Pejabat
Eselon III dan IV
Ditjen Farmalkes
11
Rakonas Gelombang I Tahun 2016
Ditjen Farmalkes
- Akselerasi Program
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dalam Mendukung Program
Indonesia Sehat -
29
Seputar
Virus Zika
TOPIK UTAMA
Refleksi Akhir Tahun
Sambut Tahun 2016
Jakarta, 31 Desember 2015
T
ahun
2015 adalah tahun penuh
tantangan dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia. Berbagai
masalah kesehatan yang menjadi
perhatian publik, hilang timbul di
sepanjang tahun yang melibas
keberhasilan, kerja keras, dan prestasi
yang sudah diraih Kementerian
Kesehatan.
Di awal pelaksanaan program
kesehatan pada Kabinet Kerja tahun
2015, sebagian besar wilayah Ibu Kota
tergenang banjir. Sebanyak 8.352
jiwa mengungsi dan sejumlah fasilitas
kesehatan juga terendam. Meski
demikian, pelayanan kesehatan tetap
berjalan seperti biasa. Kemenkes
menurunkan bantuan berupa perahu
karet untuk evakuasi, life jacket, dan
MP ASI, family higiene kit dan obatobatan paket banjir (Feb 2015).
Kwartal I tahun 2015, Menkes
mengumumkan hasil investigasi
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
di salah satu RS Swasta terkait
kematian 2 pasien di RS tersebut
akibat kesalahan zat yang disuntikkan
saat dilakukan anestesi spinal. Hasil
investigasi menemukan tidak dijumpai
penyimpangan standar profesi;
tidak ada masalah pada aktivitas
pengelolaan dan penyerahan obat
pada kasus; dan ada kekeliruan dalam
isi ampul dengan label buvanest 0,5%
heavy 4 ml yang isinya adalah
Asam Traneksamat 5 ml.
Dalam kasus ini, Kemenkes telah
memberi teguran tertulis kepada
RS tersebut dan meminta Badan
Pengawas Rumah Sakit (BPRS),
Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota
lebih aktif membina dan mengawasi
RS, serta mendorong Badan POM
untuk meningkatkan pembinaan dan
pengawasan kepada industri farmasi
dalam hal Cara Pembuatan Obat
yang baik (CPOB) agar kasus ini tidak
terulang.
Awal Mei, Presiden Joko Widodo
melepas Tim Nusantara Sehat (NS),
sebagai wujud nyata Kemenkes untuk
memastikan negara hadir. Tim NS
memberikan pelayanan kesehatan
primer di titik-titik terdepan
Indonesia; yaitu di daerah terpencil,
perbatasan dan kepulauan. Kini Tim
NS telah mengisi 120 Pusksekmas
di daerah terpencil, perbatasan, dan
kepulauan di 14 provinsi dari Aceh
hingga Papua.
Pertengahan tahun 2015, Presiden
Joko Widodo sempat menyampaikan
kekecewaan karena waktu tunggu
bongkar muat kontainer hingga
keluar pintu pelabuhan (dwelling
time), dianggap lambat. Kemenkes
termasuk sebagai salah satu instansi
yang menangani masuknya kapal dan
barang di pelabuhan. Adapun peran
Kemenkes di Pelabuhan terkait proses
pemeriksaan kesehatan awak kapal
dan sanitasi kapal beserta muatannya
saat kapal tiba serta melakukan
proses non transaksional produk alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT). Kemenkes
juga berperan mengeluarkan Surat
Persetujuan Impor (SPI) untuk
narkotik, psikotropik, dan prekusor.
Setelah SPI terbit dari Kemenkes
baru importir bisa mendapatkan
export permit. Namun, terkait hal ini,
Kemenkes tidak terlibat dalam dwelling
time.
Di pertengahan tahun 2015
Menteri Kesehatan Prof. Nila F.
Moeloek menyatakan situasi darurat
kesehatan akibat asap dari kebakaran
hutan dan lahan di beberapa daerah
di Sumatera dan Kalimantan. Bantuan
yang dikirimkan berupa alat medis,
obat, masker, oxycan; makanan
tambahan; tenda isolasi di 5 lokasi
serta penjernih air. Sementara untuk
tenaga kesehatan telah dikirimkan
dokter spesialis anak, Paru,Penyakit
Dalam, dokter umum dan perawat
masing-masing dari berbagai Rumah
Sakit Pemerintah.
Kasus MERS-CoV juga sempat
mengkhawatirkan Indonesia
mengingat banyaknya jamaah umroh
dan haji. Menteri Kesehatan Nila
Moeloek bersyukur atas terhindarnya
jamaah umroh dan haji dari MERSCov pada musim haji tahun 2015
ini. Sejak Kloter terakhir pulang
tanggal 24 Oktober ditambah masa
inkubasi 14-21 hari tidak ada jamaah
haji yang tertular MERS-Cov. Hal
ini menunjukkan kerjasama yang
baik antar Kementerian Kesehatan,
Kementerian Agama dan Kementerian
Perhubungan.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
3
TOPIK UTAMA
Pelantikan Pejabat Eselon I
Kementerian Kesehatan RI
M
enteri Kesehatan
Republik Indonesia
Prof. Dr. dr. Nila
Moeloek Sp.M(K) melantik
dan memimpin sumpah dan
janji 9 pejabat Eselon I lingkup
Kementerian Kesehatan, Rabu
(13/1) di Ruang Dr. Johanes
Leimena Gedung Kementerian
Kementerian Jakarta.
Pelantikan ini berdasarkan
pada Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 64
tahun 2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja
di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
Dalam sambutannya
Menkes menerangkan
bahwa penempatan dan
promosi jabatan pimpinan
tinggi dilaksanakan secara
terbuka dan kompetitif,
dengan memperhatikan
syarat kompetensi, kualifikasi,
rekam jejak jabatan, pendidikan dan
pelatihan serta integritas. Penataan
atau restrukturisasi organisasi
Kementerian Kesehatan dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi tugas
dan fungsi satuan kerja untuk
meningkatkan kinerja dan efektifitas
organisasi Kementerian Kesehatan.
“Saudara-saudara merupakan
motor penggerak Pembangunan
Kesehatan untuk mewujudkan
semangat Nawa Cita Agenda ke
5 yaitu Meningkatkan Kualitas
Hidup Manusia Indonesia. Kita
harus memastikan bahwa dengan
program Indonesia Sehat, Kemenkes
hadir dari pinggir ke tengah. Untuk
itu, Saudara-saudara juga perlu
terus melakukan inovasi dan upaya-
4
upaya peningkatan kinerja. Dengan
demikian, pelaksanaan program yang
menjadi tanggungjawab Saudarasaudara dapat berjalan dengan
baik, bermutu, dan bermanfaat bagi
masyarakat dan organisasi”, pesan
Menkes.
Menkes juga mengingatkan
kepada para pejabat yang dilantik
agar menyatakan kesanggupan
untuk tidak melakukan korupsi,
kolusi atau nepotisme. “Saya yakin
dan percaya bahwa Saudara-saudara
benar-benar akan mewujudkan
tekad dan janji tersebut. Selain itu,
saya juga mengingatkan bahwa
Saudara-saudara berkewajiban
untuk segera menyerahkan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
dalam rangka pembangunan
integritas aparatur negara” kata
Menkes mengingatkan.
Dalam kesempatan tersebut,
Menkes menegaskan bahwa
saat ini sudah mulai menapaki
tahun 2016, harus bersiap diri
menghadapi berbagai tantangan
dalam pembangunan kesehatan
di Indonesia. Jajaran pegawai
Kemenkes jangan sampai lengah
dan terbuai dengan berbagai
keberhasilan, penghargaan
dan prestasi yang sudah diraih
Kementerian Kesehatan pada tahun
2015. “Yang paling sulit bukanlah
mendapatkan sesuatu, namun yang
paling sulit adalah mempertahankan
sesuatu tersebut” tegas Menkes.
Khusus untuk Direktur Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
TOPIK UTAMA
Menkes berpesan bahwa Presiden
Joko Widodo memberi arahan
agar harga obat bisa dibuat murah
dan terjangkau. “Oleh karena itu,
pemerintah membuka investasi
asing di bidang bahan baku obat agar
harga obat semakin terjangkau dan
juga agar meningkatkan daya saing
bahan baku obat dalam negeri” ujar
Menkes
Berikut nama-nama beserta
jabatan 9 Pejabat Eselon I
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang dilantik tersebut
adalah:
1. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
menjabat sebagai Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan
2. Drs. Purwadi, apt., MM., ME.,
menjabat sebagai Inspektur
Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kementerian Kesehatan
6. drg. Usman Sumantri, M.Sc
menjabat sebagai Kepala
Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan
7. dr. Chairul Radjab Nasution, Sp.
PD, KGEH, FINASIM, M.Kes
Lebih lanjut, Menkes berpesan
kepada seluruh pejabat Kementerian
Kesehatan untuk meningkatkan
kinerja dan prestasi unit kerja
sehingga organisasi Kementerian
Kesehatan akan bergerak semakin
dinamis, responsif, efisien dan
efektif, serta semakin cepat
tanggap dan tepat dalam menyikapi
dinamika masyarakat, kemajuan
pembangunan kesehatan, serta
derasnya arus globalisasi.
Jenderal Kementerian Kesehatan
3. dr. Anung Sugihantono, M.Kes
menjabat sebagai Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan
4. Dra. Maura Linda Sitanggang,
Ph.D menjabat sebagai Direktur
Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan
5. dr. H.M. Subuh, MPPM menjabat
sebagai Direktur Jenderal
menjabat sebagai Staf Ahli
Bidang Teknologi Kesehatan
dan Globalisasi Kementerian
Kesehatan
8. drg. Tritarayati, SH, MHKes
menjabat sebagai staf Ahli Bidang
Hukum Kesehatan Kementerian
Kesehatan
9. dr. Sri Henni Setiawati, MHA
menjabat sebagai Staf Ahli
Bidang Desentralisasi Kesehatan
Kementerian Kesehatan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
5
TOPIK UTAMA
kerja Kementerian
Kesehatan tersebut
merupakan tindak lanjut
pelaksanaan UndangUndang Nomor 39
Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara,
Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi
Kementerian Negara
dan Peraturan Presiden
Nomor 35 Tahun 2015
tentang Kementerian
Kesehatan.
Pelantikan Pejabat Eselon II
Kementerian Kesehatan RI
P
ergantian pimpinan
merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari, baik
karena rotasi jabatan, karena pejabat
lamanya memasuki masa purnabakti,
maupun karena adanya penataan
atau restrukturisasi organisasi.
Dalam penataan organisasi ini,
proses pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama dilakukan melalui
mekanisme rotasi/mutasi dengan
mempertimbangkan rekam jejak
jabatan yang meliputi kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, integritas dan
moralitas, serta persyaratan
lain yang dibutuhkan untuk
menduduki jabatan pimpinan
tinggi. Pembangunan kesehatan
pada hakekatnya adalah upaya
yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-
6
tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan
ekonomis oleh kesinambungan antar
upaya program dan sektor, serta
kesinambungan dengan upaya-upaya
yang telah dilaksanakan oleh periode
sebelumnya.
Demikian sambutan Menteri
Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek
Sp.M(K) dalam acara pelantikan
Pejabat Eselon II di lingkungan
Kementerian Kesehatan RI, Kamis
(7/1) di Ruang dr. Johanes Leimeina,
Kementerian Kesehatan RI.
Pelantikan Pimpinan Tinggi
Pratama (Eselon II) ini merupakan
tindak lanjut proses penataan
organisasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui, sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 64 Tahun 2015 telah
ditetapkan organisasi dan tata kerja
Kementerian Kesehatan yang baru.
Dari aspek konstitusional,
penyusunan organisasi dan tata
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
Selain itu, penataan atau
restrukturisasi organisasi
merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kinerja dan efektifitas
organisasi berdasarkan hasil evaluasi
tugas dan fungsi satuan kerja di
lingkungan Kementerian Kesehatan.
Menkes berpesan 2 hal kepada
pejabat yang dilantik yaitu:
Pertama; pahami dan patuhi
tugas-tugas dengan baik termasuk
regulasi dan kebijakan yang ada.
Diharapkan dengan berkomitmen
dalam menjalankan tugas dan
melakukan percepatan reformasi
birokrasi melalui upaya perbaikan
terus menerus, cari terobosan
dan cara-cara baru sehingga dapat
membangun sistem pelayanan
publik yang berkualitas, bersih dan
melayani melalui tata pemerintahan
yang baik (good governance) serta
tata kelola yang baik meliputi
transparansi, keadilan, akuntabilitas
dan tanggung jawab;
Kedua; bangun mentalitas kerja
positif, berintegritas, memiliki etos
TOPIK UTAMA
kerja dan berjiwa gotong royong.
Sebagai aparatur Negara, kita harus
bisa menjadi contoh perubahan
dan pembangunan karakter bangsa
dalam masyarakat Kualitas tertinggi
dalam kepemimpinan adalah
integritas.
Kepada para pejabat yang
dilantik, Menkes juga berpesan agar
mampu membangun kesinambungan
antara kebijakan dan program lintas
sektor dalam upaya pembangunan
kesehatan yang semakin cepat,
Alat Kesehatan. Sesuai dengan
Permenkes No 64 tahun 2015
pasal 506, Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
terdiri dari
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
b. Direktorat Tata Kelola Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
c. Direktorat Pelayanan
Kefarmasian
d. Direktorat Produksi dan
Distribusi Kefarmasian
e. Direktorat Penilaian Alat
dijabat oleh Dr. Agusdini Banun
Saptaningsih, Apt., MARS
b. Direktur Tata Kelola Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
dijabat oleh Dra. Engko Sosialine
Magdalene, Apt., M.Biomed
c. Direktorat Pelayanan
Kefarmasian dijabat oleh Drs.
Bayu Tedja Muliawan, Apt.,
M.Pharm., MM
d. Direktorat Produksi dan
Distribusi Kefarmasian dijabat
oleh Dra. R. Dettie Yuliati Apt,
mudah, terjangkau, dan terukur.
Untuk itu, langkah pertama
seringkali tidak hanya tersulit,
namun juga terpenting.
Di dalam Permenkes No 64 tahun
2015, terdapat beberapa perubahan
struktur organisasi. Diantaranya
adalah Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
yang sebelumnya adalah Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
f. Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.
M.Si.
e. Direktorat Penilaian Alat
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dijabat
oleh drg. Arianti Anaya, MKM
f. Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dijabat
oleh Ir. Sodikin Sadek, M.Kes
Adapun Pejabat Eselon II dari
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan adalah sebagai
sebagai berikut:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
7
TOPIK UTAMA
M
MENUJU ALAT
KESEHATAN DAN
PERBEKALAN
KESEHATAN
RUMAH TANGGA
INDONESIA
YANG
AMAN DAN
BERMANFAAT
Sekilas Tentang
Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
8
ulai 1 Januari 2016,
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
melakukan perubahan struktur
organisasi dan tata kerja. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1144
Tahun 2010 diganti dengan
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 64 tahun 2015 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja.
Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Binfar dan Alkes) berubah menjadi
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan (Farmalkes).
Tidak hanya di tingkat Eselon I,
perubahan terjadi juga di tingkat
Eselon II. Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan
(Alkes) dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) dibagi
menjadi 2 direktorat baru yaitu
Direktorat Penilaian Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, dan Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.
Menurut Direktur Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga,
Ir. Sodikin Sadek, M.Kes,
pengembangan Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dan PKRT menjadi
Direktorat Penilaian Alat Kesehatan
dan PKRT dan Direktorat
Pengawasan Alat Kesehatan
dan PKRT karena bisnis proses
penanganan medical device (alkes)
sekarang sangat luas, dari mulai
proses pre market sampai dengan
post market yang tujuannya adalah
untuk menjamin keamanan, mutu
dan manfaat yang akan digunakan
langsung oleh masyarakat. Dari
tuntutan itu, maka Kementerian
Kesehatan sebagai regulator
menertibkan dengan mengeluarkan
sertifikat sarana produksi
penyalur alat kesehatan dan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
PKRT, mewajibkan industri untuk
meregistrasi seluruh produk yang
diedarkan ke masyarakat.
Proses bisnis medical device ini
diperlukan kontrol baik di pre market
maupun pada bagian post market,
sehingga Kementerian Kesehatan
dalam hal ini Ditjen Farmalkes
melahirkan direktorat baru yang
namanya Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.
Tugas Pokok dan Fungsi
Di dalam Permenkes nomor 64
tahun 2015, Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan PKRT
mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria,
dan pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, serta pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan di bidang
pengawasan alat kesehatan dan
PKRT sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga memiliki
tiga Sub Direktorat, yaitu:
a. Sub Direktorat Pembakuan
dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi;
b. Sub Direktorat Pengawasan
Sarana Produksi dan Distribusi;
c. Sub Direktorat Pengawasan
Produk;
Sub Direktorat Pembakuan
dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi
Mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan
kriteria, dan pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
TOPIK UTAMA
di bidang pembakuan dan sertifikasi
produksi dan distribusi alat
kesehatan dan PKRT.
Sub Direktorat Pengawasan
Sarana Produksi dan Distribusi
Mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur,
dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi,
serta pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang pengawasan
sarana produksi, sarana distribusi,
dan ekspor impor alat kesehatan dan
PKRT.
Sub Direktorat Pengawasan
Produk
Mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan
kriteria, dan pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta
pemantauan,
evaluasi, dan
pelaporan
di bidang
pengawasan
produk alat
kesehatan dan
PKRT.
Sasaran dan
Target
Sebagai
salah satu
direktorat
dalam
Ditjen
Kefarmasian
dan Alat
Kesehatan, Direktorat Pengawasan
Alkes dan PKRT memiliki sasaran
yaitu menjamin keamanan mutu dan
manfaat alat kesehatan dan PKRT
yang beredar di sarana pelayanan
dan masyarakat dalam rangka
keselamatan pasien
(patient safety).
Untuk
mencapai
sasaran
tersebut,
telah
ditetapkan
dua
indikator
dan target
yang
tertuang
dalam
Renstra
Kemenkes
20152019 yaitu
pertama persentase produk alat
kesehatan dan PKRT di peredaran
yang memenuhi syarat pada tahun
2016 sebesar 77%, tahun 2017
sebesar 79%, tahun 2018 sebesar
81%, dan tahun 2019 sebesar
83%. Kedua, Persentase sarana
produksi alat kesehatan dan PKRT
yang memenuhi cara
pembuatan yang
baik (GMP/
CPAKB) pada
tahun 2016
sebesar 40%
tahun 2017
sebesar 45%
tahun 2018
sebesar
50% dan
tahun 2019
sebesar
55%.
Sistem
Pengawasan
Dalam melakukan pengawasan,
Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan PKRT memiliki
sistem aplikasi elektronik yaitu
e-report dan e-watch. E-report
merupakan suatu instrumen
pengawasan untuk menelusuri
produk Alat Kesehatan dan
PKRT sejak diproduksi
atau diimpor,
didistribusikan,
hingga digunakan di
sarana pelayanan
kesehatan.
Apabila
ditemukan
ketidaksesuaian
atau kelebihan
terhadap
jumlah yang
beredar,
maka hal itu
merupakan indikasi
adanya produk ilegal.
Selain e-report, Direktorat
Pengawasan Alat Kesehatan dan
PKRT juga memiliki sistem aplikasi
e-watch. E-watch merupakan
instrumen pengawasan penggunaan
alat kesehatan di fasilitas kesehatan.
Pemantauan terhadap kejadian yang
tidak diinginkan (KTD) di fasilitas
kesehatan merupakan hal penting
untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali dan selanjutnya
dapat dilakukan perbaikan.
Kegiatan Unggulan
Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan PKRT akan
memperkuat sistem pengawasan
alat kesehatan dan PKRT dalam
rangka menjamin keamanan, mutu,
dan manfaat dengan melakukan
beberapa kegiatan direktorat.
Diantara kegiatan unggulannya
adalah penyusunan peta jalan
pengawasan Alat Kesehatan dan
PKRT, sertifikasi ISO 9001:2008
di Direktorat Alat Kesehatan dan
PKRT, peningkatan kemampuan
SDM pengawasan untuk auditor dan
PPNS serta ISO 13485, membangun
jejaring laboratorium uji produk alat
kesehatan dan PKRT, dan melakukan
kajian penerapan pembakuan
nasional Alat Kesehatan dan PKRT.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
9
TOPIK UTAMA
PERUBAHAN ORGANISASI
DAN TATA KERJA
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Oleh: Dr. Wirabrata, Apt. ([email protected])
P
erjalanan nama organisasi
Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dimulai tahun 2002
dengan nama Direktorat Jenderal
Pelayanan Farmasi dan Alat
Kesehatan. Saat itu pucuk pimpinan
adalah Drs. Holid Djahari, Apt, MM.
Kemudian pada tahun 2006 terjadi
perubahan nama menjadi Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan hingga tahun 2015.
Pada masa itu telah terjadi beberapa
pergantian pucuk pimpinan yaitu: Drs.
H.M. Krissna Tirtawidjaja, Apt (20042006), Drs. Richard Panjaitan, Apt,
SKM (2006-2007), Dra. Kustantinah
Apt, M.Appt.Sc.(2008-2010), Dra. Sri
Indrawaty, Apt, M.Kes (2010-2012),
dan Dra. Maura Linda Sitanggang,
Ph.D (2013-sekarang).
Awal tahun 2016 telah terjadi
perubahan nama menjadi Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan yang disingkat dengan
sebutan Ditjen Farmalkes. Ditjen
Farmalkes memiliki peran dan fungsi
yang sangat strategis dalam menjamin
ketersediaan, keterjangkauan,
pemerataan sediaan farmasi dan
alat kesehatan termasuk perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT).
Berdasarkan Permenkes No. 64
Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
penataan Ditjen Farmalkes dilakukan
melalui penajaman fungsi - fungsi
kefarmasian di Direktorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekkes,
Direktorat Pelayanan Kefarmasian,
Direktorat Produksi dan Distribusi
10
Kefarmasian, dan penguatan fungsi
pembinaan alat kesehatan dengan
penekanan pada kegiatan pre market
dan post market, dengan lahirnya
Direktorat Penilaian Alat Kesehatan
dan PKRT dan Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan PKRT.
Saat ini terdapat 6 unit kerja
tingkat Eselon II, yakni: Sekretariat
Ditjen Farmalkes, dan 5 direktorat
yang terdiri dari: Direktorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Pelayanan
Kefarmasian, Direktorat Produksi dan
Distribusi Kefarmasian, Direktorat
Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT,
dan Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan PKRT. Pengembangan
organisasi tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan kinerja
dan efektifitas organisasi dalam
mendukung tercapainya tujuan,
sasaran strategis serta visi dan misi
Kementerian Kesehatan.
Tugas dan fungsi Ditjen Farmalkes
adalah a) perumusan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan PKRT,
pengawasan alat kesehatan dan PKRT,
tata kelola perbekalan kesehatan,
dan pelayanan kefarmasian; b)
pelaksanaan kebijakan di bidang
produksi dan distribusi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan PKRT,
pengawasan alat kesehatan dan PKRT,
tata kelola perbekalan kesehatan,
dan pelayanan kefarmasian; c)
penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria di bidang produksi
dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan PKRT, pengawasan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
alat kesehatan dan PKRT, tata
kelola perbekalan kesehatan, dan
pelayanan kefarmasian; d) pemberian
bimbingan teknis dan supervisi di
bidang produksi dan distribusi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan PKRT,
pengawasan alat kesehatan dan PKRT,
tata kelola perbekalan kesehatan,
dan pelayanan kefarmasian; e)
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di
bidang produksi dan distribusi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan PKRT,
pengawasan alat kesehatan dan PKRT,
tata kelola perbekalan kesehatan, dan
pelayanan kefarmasian; f) pelaksanaan
administrasi Ditjen Farmalkes; dan g)
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan
oleh Menteri.
Sasaran program Ditjen
Farmalkes tahun 2015-2019
adalah a) terwujudnya peningkatan
ketersediaan obat dan vaksin
di Puskesmas; b) terwujudnya
kemandirian bahan baku obat, obat
tradisional, dan alat kesehatan; serta
c) terjaminnya produk alat kesehatan
dan PKRT yang memenuhi syarat di
peredaran.
Ke depan, kinerja organisasi
Ditjen Farmalkes diharapkan dapat
memberikan daya ungkit besar dalam
pencapaian sasaran pembangunan
kesehatan di Indonesia. Segenap
jajaran Ditjen Farmalkes akan
bekerja keras dan bekerja cerdas
dalam mendukung unit utama lain di
lingkungan Kementerian Kesehatan
maupun kerjasama lintas sektor,
akademisi, dan dunia usaha.
TOPIK UTAMA
Pelantikan Pejabat
Eselon III dan IV
Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alkes
D
irektur Jenderal
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan melantik dan
memimpin sumpah dan janji para
pejabat Eselon III dan IV lingkup
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan, Kamis (14/1) di Ruang
Dr. Johanes Leimena Gedung
Kementerian Kementerian RI,
Jakarta. Pelantikan ini berdasarkan
pada Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 64 tahun 2015 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja di
lingkungan Kementerian Kesehatan.
Pelantikan Pejabat Administrasi
(Eselon III dan IV) ini merupakan
tindak lanjut proses penataan
organisasi di lingkungan Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Sebagaimana kita
ketahui, sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
telah ditetapkan organisasi dan tata
kerja Kementerian Kesehatan yang
baru, dengan penambahan tugas dan
fungsi baru di Direktort Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
yaitu Direktorat Pengawasan
Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.
Dalam sambutannya Dirjen
Farmalkes menegaskan penataan
atau restrukturisasi organisasi
Kementerian Kesehatan dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi tugas
dan fungsi satuan kerja untuk
meningkatkan kinerja dan efektifitas
organisasi Kementerian Kesehatan.
Dari aspek konstitusional,
penyusunan organisasi dan tata
kerja Kementerian Kesehatan
tersebut merupakan tindak lanjut
pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara, Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian
Negara dan Peraturan Presiden
Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan. Selain
itu, penataan atau restrukturisasi
organisasi merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan
kinerja dan efektifitas organisasi
berdasarkan hasil evaluasi tugas dan
fungsi satuan kerja di lingkungan
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
“Saya mengingatkan agar para
pejabat yang dilantik perlu terus
melakukan inovasi dan upayaupaya peningkatan kinerja. Dengan
demikian, pelaksanaan program yang
menjadi tanggungjawab Saudarasaudara dapat berjalan dengan
baik, bermutu, dan bermanfaat bagi
masyarakat dan organisasi” ujar
Dirjen Farmalkes.
Dalam penataan organisasi
ini, proses pengisian jabatan
administrasi dilakukan melalui
mekanisme rotasi/mutasi dengan
mempertimbangkan rekam jejak
jabatan yang meliputi kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, integritas dan
moralitas, serta persyaratan lain
yang dibutuhkan untuk menduduki
jabatan administrasi.
Pemimpin yang berintegritas
merupakan pemimpin yang
menunjukkan keselarasan antara
perkataan dan perbuatan, konsisten
menjaga nilai-nilai dalam organisasi
maupun masyarakat, memahami apa
yang menjadi tugasnya dan pada
akhirnya menunjukkan integritas
melalui pencapaian kinerja secara
maksimal dengan mengerahkan
segala kemampuan dan sumber daya
yang dimilikinya.
Dirjen Farmalkes mengatakan
kepada para pejabat yang dilantik
agar mampu membangun
kesinambungan antara kebijakan
dan program lintas sektor dalam
upaya pembangunan kesehatan yang
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
11
TOPIK UTAMA
MM sebagai Kasubbag
Perbendaharaan
l. Drs. Haryono, MM sebagai
Kasubbag Verifikasi dan
Akuntansi
m. Drs. Hermain sebagai Kasubbag
Pengelolaan Barang Milik Negara
n. Ira Miranti, S.Si, MHSM, Apt
sebagai Kasubbag Kepegawaian
o. Ari Budiyanto, S.Si. Apt sebagai
Kasubbag Layanan Pengadaan
p. James Siahaan, SE, M.Si sebagai
Kasubbag Tata Usaha dan Rumah
Tangga
semakin cepat, mudah, terjangkau
dan terukur. Untuk itu, langkah
pertama seringkali tidak hanya
tersulit, namun juga terpenting.
“Kepada para pejabat
administrasi yang dilantik hari ini,
saya berpesan; Pertama, pahami
dan patuhi tugas-tugas Saudara
dengan baik termasuk regulasi dan
kebijakan yang ada. Saya harapkan
dengan komitmen Saudara-saudara
dalam menjalankan tugas dan
lakukan percepatan reformasi
birokrasi melalui upaya perbaikan
terus menerus, cari terobosan
dan cara-cara baru sehingga dapat
membangun sistem pelayanan
publik yang berkualitas, bersih dan
melayani melalui tata pemerintahan
yang baik (good governance) serta
tata kelola yang baik meliputi
transparansi, keadilan, akuntabilitas
dan tanggung jawab; Kedua,
bangun mentalitas kerja positif,
berintegritas, memiliki etos kerja
dan berjiwa gotong royong. Sebagai
Aparatur Sipil Negara, kita harus
bisa menjadi contoh perubahan
dan pembangunan karakter bangsa
yang berkualitas tinggi yang
diwujudkan dalam kepemimpinan
yang berintegritas” pesan Dirjen
Farmalkes
12
Berikut nama-nama beserta
jabatan pejabat eselon III dan IV di
lingkungan Ditjen Farmalkes yang
dilantik tersebut adalah:
I. Sekretariat Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
a. Heri Radison, SKM, MKM sebagai
Kabag Program dan Informasi
b. Dr. I.G.M. Wirabrata, S.Si, Apt,
M.Kes, MM sebagai Kabag
Hukum, Organisasi, dan Humas
c. Cici Sri Suningsih, SH, M.Kes
sebagai Kabag Keuangan dan
Barang Milik Negara
d. Dra. Rida Wurjati, Apt. MKM
sebagai Kabag Kepegawaian dan
Umum
e. Roy Himawan S. Farm, Apt, MKM
sebagai Kasubbag Program
f. M. Arief Jatmiko, ST sebagai
Kasubbag Anggaran
g. Refiandes S.Si, Apt sebagai
Kasubbag Informasi dan Evaluasi
h. Yudy Yudistira Adhimulya, SH,
M.Hum sebagai Kasubbag
Peraturan Perundang-Undangan
i. Leo Simaremare SH,M.Si sebagai
Kasubbag Organisasi dan Tata
Laksana
j. dr. Anantha Dian Tiara, MKM
sebagai Kasubbag Advokasi
Hukum dan Humas
k. Titien Suprihatin, S.Sos.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
II. Direktorat Tata Kelola Obat
Publik dan Perbekalan
Kesehatan
a. Dra. Nadirah Rahim, Apt, M.Kes
sebagai Kasubdit Perencanaan
dan Penilaian Ketersediaan
b. Dra. Sadiah, M.Kes sebagai
Kasubdit Pengendalian Harga
dan Pengaturan Pengadaan
c. Dra. Hidayati Masud, Apt sebagai
Kasubdit Pengendalian Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
d. Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt
sebagai Kasubdit Pemantauan
Pasar Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
e. Dra. Prihatiwi Setiati, Apt, M.Kes
sebagai Kasie Perencanaan
f. Syahidah, S.Si, Apt sebagai Kasi
Penilaian Ketersediaan
g. Dra. Ervina, Apt sebagai Kasie
Pengendalian Harga
h. Myta Suzana, S.Si, Apt sebagai
Kasie Pengaturan Pengadaan
i. Martin Sirait, S.Si, Apt sebagai
Kasie Pengendalian Obat Publik
j. Harwanti Nana Andini, S.Si, Apt
sebagai Kasie Pengendalian
Perbekalan Kesehatan
k. Mindawati, S.Si, Apt, MM sebagai
Kasie Pemantauan Pasar Obat
Publik
l. drg. Retno Dewi Martami
sebagai Kasie Pemantauan Pasar
Perbekalan Kesehatan
TOPIK UTAMA
m. Ahadi Wahyu Hidayat, S.Sos
sebagai Kasubbag Tata Usaha
III.Direktorat Pelayanan
Kefarmasian
a. Drs. Elon Sirait, Apt, M.Sc, PH
sebagai Kasubdit Manajemen dan
Klinikal Farmasi
b. Dra. Dara Amelia, Apt
sebagai Kasubdit Analisis
Farmakoekonomi
c. dr. Zorni Fadia sebagai Kasubdit
Seleksi Obat dan Alat Kesehatan
d. Drs. Heru Sunaryo, Apt sebagai
Kasubdit Penggunaan Obat
Rasional
e. Andrie Fitriansyah, S.Farm, Apt
sebagai Kasi Manajemen Farmasi
f. Helsy Pahlemy, S.Si, Apt,
M.Pharm Kasie Klinikal Farmasi
g. Indah Susanti Donimando,
S.Si, Apt sebagai Kasie Analisis
Farmakoekonomi Obat
h. Dra. Ema Viaza, Apt sebagai Kasie
Analisis Farmakoekonomi Alat
Kesehatan
i. Sari Mutiarani, S.Si, Apt sebagai
Kasie Seleksi Obat
j. Dra. Ardiyani, Apt sebagai Kasi
Seleksi Alat Kesehatan
k. Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt
sebagai Kasie Peningkatan
Penggunaan Obat Rasional
l. Candra Lesmana, S.Farm, Apt
sebagai Kasie Pemantauan
Penggunaan Obat Rasional
m. Desko Irianto, SH, MM sebagai
Kasubbag Tata Usaha
IV.Direktorat Produksi dan
Distribusi Kefarmasian
a. Drs. Riza Sultoni, Apt, MM
sebagai Kasubdit Obat dan
Pangan
b. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt,
M.Si sebagai Kasubdit Obat
Tradisional dan Kosmetika
c. Dra. Vita Picola Haloho, Apt
sebagai Kasubdit Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi
d. Dita Novianti Sugandi A., S.Si,
Apt, MM sebagai Kasubdit
Kemandirian Obat dan Bahan
Baku Sediaan Farmasi
e. Elza Gustanti, S.Si, Apt sebagai
Kasie Obat
f. Dra. Mindarwati, Apt sebagai
Kasie Pangan
g. Dina Sintia Pamela, S.Si, Apt
sebagai Kasie Obat Tradisional
h. Dra. Rostilawati Rahim, Apt
sebagai Kasie Kosmetika
i. Ikka Tjahyaningrum, S.Si, Apt
sebagai Kasie Narkotika dan
Psikotropika
j. Liza Fitrisiani, S.Si, Apt sebagai
Kasie Prekursor Farmasi
k. Rohayati Rahafat, S.Si, Apt
sebagai Kasie Kemandirian Obat
l. Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt sebagai
Kasi Kemandirian Bahan Baku
Sediaan Farmasi
m. Anwar Wahyudi, SE, MKM
sebagai Kasubbag Tata Usaha
V. Direktorat Penilaian Alat
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
a. Dra. Rully Makarawo, Apt sebagai
Kasubdit Alat Kesehatan Kelas A
dan B
b. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt
sebagai Kasubdit Alat Kesehatan
Kelas C dan D
c. Drs. Masrul, Apt sebagai
Kasubdit Produk Diagnostik dan
Alat Kesehatan Khusus
d. Dra. Lili Sadiah Jusuf, Apt sebagai
Kasubdit Produk Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan
Produk Mandiri
e. Jojor, S.Si, Apt sebagai Kasie Alat
Kesehatan Kelas A
f. Nurhidayat, S.Si, Apt sebagai
Kasie Alat Kesehatan Kelas B
g. Eva Silvia, SKM sebagai Kasie
Alat Kesehatan Kelas C
h. Eva Zahrah, S.Farm, Apt sebagai
Kasie Alat Kesehatan D dan
Produk Radiologi
i. Nuning Lestin Bintari, S.Farm,
Apt sebagai Kasie Produk
Diagnostik
j. drg. R. Edi Setiawan, MKM
sebagai Kasie Alat Kesehatan
Khusus
k. Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
sebagai Kasie Produk Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
l. Ismiyati, S.Si, Apt, M.Si sebagai
Kasie Produk Mandiri
m. Onne Widowaty, S.Farm, Apt
sebagai Kasubbag Tata Usaha
VI.Direktorat Pengawasan Alat
Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
a. Drs. M. Taufik S., Apt, MM
sebagai Kasubdit Pembakuan
dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi
b. dr. Erna Mulati, M.Sc sebagai
Kasubdit Pengawasan Sarana
Produksi dan Distribusi
c. Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM
sebagai Kasubdit Pengawasan
Produk
d. Beluh Mabasa Ginting, ST, M.Si
sebagai Kasie Pembakuan
e. Siti Nurhasanah, S.Si, Apt sebagai
Kasie Sertifikasi
f. Dra. Ninik Hariyati, Apt sebagai
Kasie Pengawasan Sarana
Produksi
g. drg. Melly Juwitasari, SKM
sebagai Kasie Pengawasan
Sarana Distribusi Ekspor Impor
h. Fahrina sebagai Kasie
Pengawasan Produk Alat
Kesehatan
i. Dra. Nurlalili Isnaini, Apt, MKM
sebagai Kasie Pengawasan
Produk Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
j. Lucia Dina Kombong, SH, M.Si
sebagai Kasubbag Tata Usaha
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
13
TOPIK UTAMA
SOSIALISASI STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA
DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
P
enataan organisasi merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan kinerja organisasi sesuai
dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan serta
beban kerja sehingga mampu memberikan hasil terbaik
untuk mencapai tujuan, sasaran strategis serta visi dan
misi organisasi.
Menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Farmalkes)
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan Sosialisasi
Perubahan pada Organisasi dan Tata Kerja, yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan pada Kamis 29/1 di Hotel
Manhattan, Jakarta.
Dalam sambutannya, Sesditjen Farmalkes Dr. Dra.
Agusdini Banun, Apt, MARS, mengatakan Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai
organisasi yang bergerak dinamis harus dapat
mengantisipasi dan mengakomodir kebutuhan tugas dan
fungsi yang belum terpenuhi saat ini kedalam struktur
organisasi. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan sebagai fungsi lini Kementerian Kesehatan RI
memberikan dukungan strategis pada unit lain. Penataan
organisasi Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan
14
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
dilakukan melalui penajaman fungsi-fungsi kefarmasian
dan penguatan fungsi pembinaan alat kesehatan dengan
penekanan pada kegiatan pre market dan post market.
Pertemuan ini diselenggarakan dalam rangka
memberikan pemahaman terhadap pemangku jabatan
maupun stakeholders terhadap tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
berdasarkan Permenkes 64 tahun 2015 dalam rangka
meningkatkan kualitas birokrasi di lingkungan Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai
organisasi yang efektif, efisien, transparan, akuntabel
dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik dan memberikan pelayanan terbaik bagi
stakeholders.
Peserta yang menghadiri pertemuan ini berjumlah
110 orang, terdiri dari pejabat struktural di lingkungan
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Organisasi Profesi serta asosiasi perusahaan bidang
produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan.
Pada kesempatan ini hadir beberapa narasumber dari
Kementerian PAN & RB, Biro Hukum & Organisasi
Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina
Kefaramsian & Alat Kesehatan.
LIPUTAN
WUJUD GOOD GOVERNANCE
DALAM PENGELOLAAN
LAPORAN KEUANGAN
A
da empat hal yang
menjadi kriteria
laporan keuangan yang
berkualitas, yaitu: Kesesuaian
laporan keuangan dengan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP);
kecukupan pengungkapan informasi
keuangan dalam laporan keuangan;
kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; dan
efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern (SPI). Hal
inilah yang mendasari Sekretariat
Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan (Setditjen
Farmalkes) menggelar Pertemuan
Konsolidasi Penyusunan Sistem
Akuntansi Instansi Bebasis Akrual
(SAIBA) dan Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Negara (SIMAK BMN) di Hotel
Amarosa Bekasi, 21-24 Januari
2016.
Diungkapkan oleh Sekretaris
Direktorat Jenderal Farmalkes Dr.
Dra. Agusdini Banun, Apt, MARS
dalam laporannya bahwa tujuan
pertemuan ini adalah melakukan
Konsolidasi penyusunan Laporan
Keuangan SAI (SAIBA dan SIMAK
BMN) berbasis Akrual di lingkungan
Ditjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dengan mempertemukan
seluruh Satuan Kerja (Satker) Pusat
dan Satker Dekonsentrasi Program
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Pertemuan Konsolidasi
Penyusunan Laporan Keuangan
SAI (SAIBA dan SIMAK BMN)
melibatkan Petugas SAIBA dan
SIMAK BMN seluruh satker yang
ada dilingkungan Ditjen Kefarmasian
dan Alat Kesehatan terdiri dari 39
Satker yaitu 5 Satker Pusat dan 34
Satker Daerah (Dekonsentrasi).
Dalam kegiatan ini disampaikan
pengarahan Direktur Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
arahan Teknis Penyusunan Laporan
Keuangan Ditjen Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2015, oleh
Inspektorat Jenderal Kemenkes,
telaah laporan keuangan oleh Tim
SAI Eselon I Ditjen Kefarmasian dan
Alat Kesehatan serta melakukan
reviu laporan keuangan Ditjen
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
TA 2015 oleh Tim Itjen Kemenkes
secara langsung dengan perserta
Pusat maupun Daerah.
Dirjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Dra. Maura Linda
Sitanggang Ph.D mengatakan
dalam sambutannya bahwa kegitan
ini sangat penting karena dari
pelaksanaan pertemuan ini kita bisa
melaksanakan 5 hal, yakni
1. Melihat dan mengkoreksi sejauh
mana laporan yang telah kita
Reviu tanggal 8 - 11 Juli 2015
yang lalu bersama-sama dengan
Inspektorat Jenderal Ke menkes.
2. Tersusunnya Laporan Keuangan
Tingkat Satker dan Eselon
1 sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang
berlaku;
3. Meningkatkan komitmen
pimpinan pentingnya proses
penyusunan laporan keuangan
yang berkualitas, akuntabel
dan sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) baik di
tingkat Satker, Eselon I maupun
Kementrian;
4. Penyajian Catatan atas Laporan
Keuangan harus Full Discloure
(pengungkapan yang informatif)
5. Meningkatkan disiplin pengelola
SAI (SAIBA & SIMAK-BMN)
sehingga menghasilkan laporan
yang baik dan akurat serta tepat
waktu.
Pada kesempatan yang sama,
Inspektur Jenderal Kemenkes
Drs. Purwadi, Apt, MM dalam
paparannya mengatakan, perlu
strategi dalam menyelesaikan
laporan keuangan yang berkualitas.
Diantaranya adalah pemahaman
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
15
LIPUTAN
tentang mekanisme pemberian opini
harus baik, pelaksanaan anggaran
dilakukan dilakukan secara tertib
dan taat terhadap peraturan serta
diselenggarakan berdasarkan
sistem pengendalian internal yang
memadai, optimalisasi reviu Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga
(LKKL), penyelesaian temuan LKKL
tahun sebelumnya dan menghindari
potensi temuan LKKL tahun
berikutnya
Dalam paparannya, Irjen
menjelaskan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun
laporan keuangan yang berkulitas:
1. Memastikan bahwa pagu
anggaran pada LRA sesuai
dengan dokumen anggaran dan
tidak terdapat pagu minus
2. Memastikan bahwa semua
belanja telah dilakukan dengan
efektif dan efisien sesuai
dengan penganggarannya dan
pelaksanaannya didukung dengan
bukti-bukti yang cukup.
3. Memastikan bahwa semua
pendapatan telah dipungut
dengan tarif sesuai dengan
peraturan yang berlaku, disetor
ke Kas Negara tepat waktu
dan digunakan sesuai dengan
mekanisme APBN.
4. Seluruh hibah uang atau
barang,jasa dan atau surat
berharga telah diregistrasi dan
ditata usahakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Memastikan bahwa
penatausahaan dan pengendalian
intern atas Barang Milik Negara
( BMN) telah dilakukan secara
memadai.
6. Menyelesaikan tindak lanjut
dan melaksanakan rekomendasi
BPK serta mengupayakan secara
maksimal agar temuan-temuan
BPK tersebut tidak menjadi
temuan berulang.
7. Mengintensifkan peran Aparat
16
Pengawasan Internal Pemerintah
( Itjen/ BPKP) sebagai pengawas
dalam pelaksanaan anggaran
mitra pendamping dalam
penyusunan dan penyajian
laporan keuangan
Lebih lanjut Irjen menjelaskan,
langkah-langkah penting guna
mensukseskan Pelaksanaan
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
yaitu:
1. Peningkatan kompetensi
SDM yang memadai di bidang
pengelolaan keuangan negara
(baik dari segi peraturan
perundang-undangan, business
process, accounting, aplikasi / IT)
2. Tertib administrasi mulai dari
perencanaan, pelaksanaan
anggaran termasuk pengadaan
barang dan jasa,akuntansi dan
pelaporan.
3. Peran aktif aparat pengawas
intern dalam mensukseskan
pelaksanaan akuntansi dan
pelaporan keuangan.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
Pada kegiatan ini, disampaikan
pula telaah laporan keuangan oleh
Tim SAI Eselon I Ditjen Kefarmasian
dan Alat Kesehatan kemudian
dilanjutkan dengan melakukan
Reviu Laporan Keuangan Ditjen
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
TA 2015 oleh Tim Itjen Kemenkes
secara langsung dengan perserta
Pusat maupun Daerah. Disela-sela
kegiatan turut hadir Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan RI
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
meninjau kegiatan yang sedang
berlangsung.
Kegiatan ini ditutup dengan
kesimpulan bahwa pengawasan
dan pengendalian mempunyai
fungsi strategis menegakkan
good governance. Pengawasan
dan pengendalian berfungsi
pembinaan dan mencegah terjadinya
segala bentuk penyimpangan,
pengawasan mempunyai tanggung
jawab meningkatkan kinerja dan
citra unit/ organisasi / entitas,
pengawasan lebih aspiratif dan
menjadi pemeringat dini terjadinya
penyimpangan.
LIPUTAN
Menuju
Indonesia
Mandiri
S
aat ini, sekitar 90 % bahan
baku obat masih berasal
dari luar negeri. Sekitar
60 % bahan baku industri farmasi
berasal dari Cina. Saat ini jumlah
industri farmasi ada sekitar 214-224
perusahaan terdiri dari 4 BUMN, 24
multinasional, dan 1.860.196 swasta
nasional.
Industri farmasi condong
bergerak pada industri formulasi
atau industri pembuatan obat jadi.
Dengan demikian kebutuhan impor
bahan baku pembuatan obat menjadi
sangat besar.
“Dari aspek ekonomi kita ingin
mengurangi impor dan menghemat
devisa. Kita ingin industri farmasi
kita menjadi andalan,” ujar Direktur
Dalam
Produksi
Bahan Baku
Obat
Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Dra. R. Dettie Yuliati, Apt, M.Si dalam
diskusi di “Kemandirian Indonesia
dalam Penyediaan Bahan Baku
Obat” bersama Serikat Perusahaan
Pers (SPS) dan para redaktur rubrik
kesehatan di Gedung Dewan Pers,
Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Kemenkes menyadari pentingnya
kemandirian industri farmasi
dalam negeri dan berupaya
mendorong kemandirian tersebut
untuk menekan harga obat dan
mengurangi ketergantungan bahan
baku obat impor. “Memang saat ini
ada beberapa industri lokal yang
mampu memproduksi bahan baku
obat, namun industri lokal tersebut
baru memenuhi sekitar 10% dari
kebutuhan nasional” jelas Direktur
Prodis Kefarmasian.
Menurut Direktur Eksekutif GP
Farmasi, Dorojatun Sanusi, Industri
Farmasi masih optimis dengan
perkembangan industri farmasi
dalam negeri. Dalam peta jalan GP
Farmasi, diprediksi pangsa pasar
farmasi dalam negeri mencapai
Rp. 450 trilyun pada tahun 2025.
“Sementara pelaku industri farmasi
memelihara jaringan dengan
pembuat bahan baku obat di luar
negeri, pemerintah perlu mendorong
masuknya investasi industri bahan
baku farmasi” kata Dorojatun.
Sementara itu, untuk
mengembangkan industri bahan
baku obat, harus dilakukan
prastudi kelayakan, riset yang
mendalam, kecukupan dana, dan
memanfaatkan kemampuan BUMN
atau konsorsium dengan swasta.
Secara bertahap, banyak Industri
Farmasi yg sudah, sedang dan akan
melakukan investasi, baik berupa
fasilitas industri yg baru, maupun
renovasi dan peningkatan sarana,
baik dari segi kapasitas produksi,
quality-assurance (QA), quality-control
(QC) sesuai persyaratan CPOB.
“Investasi juga dalam bidang
Human Resources (HR) kaitan dengan
Supply Chain Management (SCM)
untuk memenuhi CDOB dan SDM
pendukung. Investasi dan modal
kerja dikaitkan dengan mendukung
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
17
LIPUTAN
ketersediaan obat yang merata dan
terjangkau sebagai komponen utama
peran GPFI dalam mensukseskan
JKN dan Program Kesehatan
Nasional” ujar Dorojatun
Dalam kesempatan yang sama,
Direktur Jenderal Penguatan Riset
dan Pengembangan, Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi, Muhammad Dimyati
mengatakan, industri farmasi di
Indonesia perlu diperhatikan. Harus
ada dukungan riset pembuatan obat
untuk menghasilkan produk yang
berkualitas “Kita ingin menekan
harga obat agar relatif murah
dan terjangkau,” tegas Dirjen
Penguatan Riset dan Pengambangan
Kemenristek Dikti.
Ketua Dewan Riset Indonesia
Dr. Bambang Setiadi, IPU dalam
paparannya menjelaskan tentang
Arah Kebijakan dan Prioritas Riset
bidang kesehatan dan obat ada
6 hal. Pertama penggalakan riset
neurosain. Kedua, penguatan deteksi
18
dan pengendalian penyakit menular.
Ketiga, penguatan deteksi, diagnosis,
pengobatan dan penanggulangan
penyakit tidak menular yang
menjadi penyebab utama kematian.
Keempat, dorongan penerapan
bioteknologi. Kelima, dorongan
pembangunan industri bahan baku
obat (BBO) dan alat kesehatan.
Keenam, peningkatan pemanfaatan
sumberdaya hayati nasional dan
pengembangan obat herbal.
Dr. Bambang Setiadi
menyimpulkan: inovasi dengan
sedikit atau tanpa riset akan
mengakibatkan daya saing industri
swasta lemah dalam persaingan
pasar regional (MEA) dan global.
Inovasi dengan riset di sektor
industri adalah kunci daya saing
dalam jaringan produksi global
(GPN) dan jaringan inovasi global
(GIN); Strategi riset dalam anggaran
terbatas yang realitis adalah riset
untuk penyempurnaan teknologi
industri prioritas, dengan tujuan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
membangun kebiasaan industri
berinovasi dengan riset serta
mengurangi masyarakat bergantung
produk teknologi asing, yang dapat
mempengaruhi kestabilan dan
kesehatan ekonomi jangka panjang.
Diskusi “Kemandirian Indonesia
dalam Penyediaan Bahan Baku
Obat” diselenggarakan oleh Serikat
Perusahaan Pers (SPS) Pusat,
menghadirkan Redaktur Media
Cetak dan Online Nasional bidang
kesehatan serta para narasumber
yang terkait dengan bidangnya,
antara lain Dra. R Dettie Yuliati, Apt,
M.Si (Direktur Prodis Kefarmasian
Kemenkes), Dr. M. Dimyati (Dirjen
Penguatan Riset dan Pengembangan
Kemenristekdikti), Dr. Ir. Bambang
Setiadi MS (Ketua Dewan Riset
Nasional), Dorojatun Sanusi
(Direktur Eksekutif GP Farmasi), dan
Sie Djohan (Direktur Pengambangan
Bisnis PT Kalbe Farma Tbk).
LIPUTAN
Talkshow Menteri
Kesehatan dalam
Program Economic
Challenges Metro TV
berbasis riset yang kelak dapat
menyediakan bahan baku sendiri”
ujar Menkes.
Menurut Ketua Umum GP
Farmasi Johanes Setijono, Industri
Farmasi masih optimis dengan
perkembangan industri farmasi
Mandiri Menyehatkan Negeri
Denyut nadi industri farmasi terletak pada kelancaran impor
bahan baku obat. Industri farmasi bisa dibilang sektor yang unik.
Manakala sektor lain butuh gelontoran dana yang mahal untuk
aktivitas produksi, tidak demikian dengan farmasi. Bisnis di bidang
ini justru memerlukan dana yang lebih banyak untuk riset dan
pengembangan. Guna mendapatkan formula racikan obat untuk
penyakit tertentu butuh riset mendalam nan berbiaya mahal.
I
ndustri farmasi Indonesia
dituntut mampu bersaing
sehingga tak hanya menjadi
pasar. Namun, kendala nilai tukar
rupiah yang melemah membebani
industri ini, pasalnya 90% bahan
baku obat harus bergantung
pada impor. Kemandirian Industri
farmasi menjadi kunci tak hanya
untuk bersaing, namun juga untuk
mensejahterakan rakyat di bidang
kesehatan.
Dalam dialog yang dipandu
oleh Suryopratomo tersebut
menghadirkan Nila Moeloek
(Menteri Kesehatan), Harjanto
(Dirjen Basis Industri Manufaktur
Kementerian Perindustrian),
Johannes Setijono (Ketua Umum
GP Farmasi) dan Roy Alexander
Sparringa (Kepala Badan POM).
Menkes mengungkapkan,
pemerintah saat ini sedang
mengupayakan suatu
pengembangan terintegrasi
untuk mendukung upaya
kemandirian. Kementerian
Kesehatan dan Kementerian lain
yang terkait dibawah koordinasi
dari Kementerian Koordinator
berwenang telah dan akan
mengeluarkan berbagai fasilitasi
yang akan mempermudah upaya
ini. Fasilitasi yang diberikan berupa
fasilitasi regulasi, fasilitasi pajak dan
keuangan. “Pemerintah senantiasa
mendorong agar industri farmasi
dapat bertransformasi bukan hanya
menjadi industri farmasi formulasi
namun menjadi industri farmasi
dalam negeri. Dalam peta jalan GP
Farmasi, diprediksi pangsa pasar
farmasi dalam negeri mencapai
Rp. 450 trilyun pada tahun 2025.
“Sementara pelaku industri farmasi
memelihara jaringan dengan
pembuat bahan baku obat di luar
negeri, pemerintah perlu mendorong
masuknya investasi industri bahan
baku farmasi” kata Johannes.
Tak dipungkiri produsen
bahan baku obat sukar bersaing
apalagi terhadap produk impor.
Penyebabnya material dasar yang
dipakai untuk membuat bahan baku
sendiri masih dibeli dari luar negeri.
Walhasil biaya produksi sangat
dipengaruhi fluktuasi nilai tukar
rupiah.
Ada empat hal yang harus
dipenuhi pemerintah dalam
mengembangan industri bahan
baku obat. Prastudi kelayakan,
riset mendalam, pemerintah harus
menyediakan dana untuk merintis
industri ini, dan tetapkan strategi
bisnis bisa memanfaatkan BUMN
atau konsorsium dengan swasta.
“Prastudi kelayakan bermaksud
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
19
LIPUTAN
“Kemandirian bahan baku obat
sudah merupakan program
pemerintah, bahkan tercantum
dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan
sejak tahun 2010, namun
dalam pelaksanaannya tidak
dapat dilakukan hanya oleh
Kementerian Kesehatan, namun
memerlukan partisipasi dari
berbagai stakeholder, untuk itu
diperlukan sinergisme antara
academic, business, government
dan community (ABGC) dalam
pelaksanaanya”.
untuk mengkaji lebih dalam apa
betul enam bahan baku aktif obat
yang ditetapkan Kemenperin adalah
yang paling strategis dan ekonomis
untuk diproduksi. Yang pasti, studi
kelayakan harus mencakup evaluasi
pengua saan teknologi, berapa
besar kapasitas produksi yang
dibutuhkan, bagaimana kemampuan
penyerapannya di dalam negeri,
dan sejauh mana daya saing untuk
mengekspor setidaknya ke Asean”
ungkap Johanes
GP Farmasi menggarisbawahi
tiga hal terkait pengembangan
industri bahan baku dan penolong
obat. Pertama soal ketersediaan
teknologi untuk memproduksi
material dasar bahan baku obat.
Kedua, pemilihan bahan apa yang
20
secara ekonomis dan ilmiah bisa
dibutuhkan jangka panjang dan
jumlahnya besar. Ketiga tak lain
terkait insentif bagi investor.
Menyoroti masalah kurangnya
ketersediaan bahan baku obat,
Kepala badan POM Roy Sparingga
melihat bahwa kemandirian
industri dalam negeri masih
terbatas. Industri kimia kita kurang
mendukung sedangkan standar
mutu obat itu harus sangat baik.
“Obat itu kan highly regulated, jadi
aturannya sangat ketat. Sedangkan
pemasok bahan-bahan baku obat
seperti India dan Cina itu juga
banyak memasok negara-negara
maju. Kita tidak punya teknologi
pendukungnya,” kata Roy.
Namun Roy optimis saat ini
Kementrian Kesehatan sedang
berupaya mengatasi masalah
bahan baku ini. Mengembangkan
industri bahan baku bukan hal yang
mudah sebab hal yang bermanfaat
belum tentu menghasilkan profit.
Jangan sampai bisa memasok
bahan baku obat sendiri tapi malah
harganya lebih mahal dari impor.
Untuk memperketat masuknya
barang-barang impor sendiri, Roy
menegaskan bahwa BPOM punya
mekanisme dua lapis. Yaitu produk
harus memiliki surat ijin edar dan
ada keterangan impor.
Sedangkan Dirjen Basis
Industri Manufaktur Kementerian
Perindustrian Harjanto mengatakan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
bahwa pemerintah sadar tidak
mudah merangsang industri
penunjang dan bahan baku farmasi.
Ini sukar jika pemerintah sendiri
tak berani ambil resiko turun
tangan. “Harus ada stimulan agar
perusahaan farmasi bikin bahan
baku obat juga, ini butuh intervensi
pemerintah agar mereka mau,” kata
Harjanto.
Guna mendapatkan formula
racikan obat untuk penyakit tertentu
butuh riset mendalam nan berbiaya
mahal. Kemenperin menilai pola
pengembangan industri yang harus
ditekuni ke depan ialah dengan
mengombinasikan aspek herbal
dan kimiawi. Perindustrian sadar
tidak mudah merangsang industri
penunjang dan bahan baku farmasi.
Ini sukar jika pemerintah sendiri tak
berani ambil risiko turun tangan.
Harus ada stimulan agar perusahaan
farmasi bikin bahan baku obat juga,
ini butuh intervensi pemerintah agar
mereka mau.
Dalam program jangka pendek
2015 – 2019 Ditjen Basis
Industri Manufaktur Kementerian
Perindustrian, tercakup soal proyek
pabrik bahan baku obat berbasis
migas. “Untuk membangun industri
bahan baku farmasi sintetis ini
harus lihat skala keekonomian. Tapi
pemerintah bertanggung jawab
hasilkan obat yang terjangkau
harganya”, ucap Harjanto.
LIPUTAN
RAKONAS GELOMBANG I TAHUN 2016
DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
“Akselerasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dalam Mendukung Program Indonesia Sehat”
M
engawali tahun 2016,
Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Farmalkes) menggelar Rakonas di Hotel
Aryaduta Palembang, Sumatera Selatan
tanggal 16-19 Februari 2016. Acara ini
dimulai dengan ramah tamah antara pejabat
Ditjen Farmalkes dengan para peserta
Rakonas yang berasal dari 15 provinsi
beserta perwakilan dari kabupaten/kota dan
lintas program terkait.
Pada hari Rabu 17 Februari 2016,
acara secara resmi dibuka oleh Dirjen
Farmalkes - Maura Linda Sitanggang, Ph.D.
Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen
Farmalkes mengatakan, Ditjen Farmalkes
telah melakukan berbagai upaya strategis
dan inovatif pada tahun 2015 yang lalu.
Upaya tersebut dilaksanakan untuk
mengatasi tantangan dalam mencapai
target RPJMN maupun Renstra Kemenkes
2015-2019. Tantangan yang harus segera
diatasi Program Farmalkes ialah disparitas
Tantangan yg harus
diantisipasi dalam
periode 2015-2019
adalah disparitas
ketersediaan obat
antar regional,
provinsi, dan
kabupaten/
kota. Salah satu
penyebab terjadinya
hal ini adalah
belum optimalnya
pemanfaatan sistem
informasi terkait
manajemen logistik,
seperti e-logistik,
pemantauan
e-purchasing, sampai
dengan pengendalian
harga obat. Dengan
demikian, menjadi hal
yg prioritas bagi kita
untuk meningkatkan
manajemen logistik
obat dan perbekalan
kesehatan, terutama
di sektor publik.
ketersediaan obat antar regional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
“Walaupun terdapat beberapa
kelemahan dan timbulnya tantangan
baru, saya ingin mengajak untuk
mencermati capaian program
kita pada tahun 2015, baik dari
sisi produksi dan distribusi,
manajemen logistik dan perbekalan
kesehatan, sampai kepada pelayanan
kefarmasian” ujar Dirjen Farmalkes.
Rakonas Gelombang I ini
mengusung tema Akselerasi
Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dalam mendukung
Program Indonesia Sehat. Tujuan
Rakonas seperti yang disampaikan
dalam Laporan Panitia – Sesditjen
Farmalkes Dr. Dra. Agusdini Banun
Apt, MARS, yakni mengoptimalkan
koordinasi dan sinergisme antara
Pusat dan Daerah dalam rangka
peningkatan capaian Program
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Selanjutnya Sambutan Selamat
Datang dari Asisten III Bidang
Kesra Pemprov. Sumatera Selatan,
tarian Gending Sriwijaya; lalu
Dialog yang dibagi menjadi tiga
panel yang masing-masing panel
melibatkan beberapa narasumber.
Dirjen Farmalkes beraudiensi
langsung dengan peserta untuk
mendengarkan masukan/aspirasi
dari daerah bagi pembangunan
kesehatan di Indonesia.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
21
LIPUTAN
Program Indonesia Sehat
Melalui Pendekatan Keluarga
Drg. Tini Suryanti, M. Kes dalam
paparannya mengenai Program
Indonesia Sehat menjelaskan,
Kemenkes mengembangkan
Program Indonesia Sehat yang
terdiri dari 3 pilar, yaitu Paradigma
Sehat, Penguatan Pelayanan
Kesehatan, dan Jaminan Kesehatan
Nasional. Program Indonesia Sehat
ini mengedepankan upaya promotif
preventif melalui pendekatan
keluarga.
Kedepan, cara kerja puskesmas
tidak hanya fokus pada pelayanan
kesehatan di dalam gedung
melainkan juga keluar gedung
dengan pendekatan keluarga di
wilayah kerjanya. Untuk itu, dibuat
indikator keluarga sehat sebagai
ukuran tingkat kemajuan keluarga
sehat. Ada 3 kategori keluarga, yakni
keluarga sehat (dengan index diatas
80%), keluarga pra sehat (50-79%),
dan keluarga tidak sehat (dibawah
50%).
Petugas puskesmas akan
dilatih untuk dapat melakukan
pendampingan kepada keluarga
dalam pengisian family folder (berisi
22
pertanyaan
indikator
keluarga
sehat). Masalah
kesehatan yang perlu mendapat
perhatian serius dalam pendekatan
keluarga sehat yakni gizi kurang
khususnya stunting dan potensi
besar Penyakit Tidak Menular (PTM)
seperti diabetes, hipertensi, dan
obesitas.
Kebijakan Umum Dana Alokasi
Khusus
Paparan Dana Alokasi Khusus
dibawakan oleh Kasubdit Dana
Alokasi Khusus, M. Nafi, S.E, M.M.
Sasaran Dana Alokasi Khusus
(DAK) di bidang Kesehatan dan
Keluarga Berencana (KB) adalah
meningkatnya akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dasar dan
pelayanan kesehatan rujukan
serta pelayanan kefarmasian serta
meningkatnya sarana dan prasarana
pelayanan dan penerangan KB.
Dalam membuat kebijakan
terkait DAK, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah perlu
menyusun petunjuk teknis (juknis).
Urgensi penyusunan juknis tersebut
bagi pemerintah pusat adalah
sebagai pedoman bagi pemerintah
dalam melaksanakan pengaturan,
pembinaan, pengawasan kegiatan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
yang didanai dari DAKdan juga
sebagai sarana untuk merealisasikan
program prioritas nasional 2016
sehingga terpenuhinya nawacita.
Sedangkan bagi pemerintah daerah
adalah agar pemangku kepentingan
dapat mengerti dan memahami
penyelenggaraan kegiatan DAK
per bidang, sebagai acuan untuk
melaksanakan tahapan kegiatan
yang didanai dari DAK dan sebagai
acuan dalam penggunaan belanja
penunjang (maksimal 5% dari alokasi
DAK).
Kebijakan Pembangunan
Kesehatan Tahun 2016
Dr. Azhar Jaya SKM, MARS,
Kepala Bagian APBN III, Biro
Perencanaan dan Anggaran
menjelaskan dalam paparannya,
empat hal yang menjadi prioritas
Kemenkes adalah penurunan AKI
& AKB (Kesehatan Ibu & Anak
termasuk Imunisasi), perbaikan gizi
khususnya stunting, pengendalian
penyakit menular seperti AIDS, Tb,
dan Malaria, serta pengendalian
penyakit tidak menular seperti
hipertensi, diabetes melitus,
obesitas dan kanker.
Sesuai dengan Renstra
Kementerian Kesehatan 20152019, terdapat dua tujuan
pembangunan kesehatan. Tujuan
LIPUTAN
Pembangunan Kesehatan yang
pertama adalah meningkatnya status
kesehatan masyarakat, yang ditandai
dengan kondisi pada tahun 2019
yakni menurunnya angka kematian
ibu menjadi 306 per 100.000
kelahiran; menurunnya angka
kematian bayi menjadi 24 per 1.000
kelahiran hidup; dan menurunnya
BBLR menjadi 8 persen.
Adapun tujuan kedua adalah
meningkatnya daya tanggap
(responsiveness) dan perlindungan
masyarakat terhadap risiko sosial
dan finansial di bidang kesehatan,
yang ditandai dengan kondisi pada
tahun 2019 yakni menurunnya
beban rumah tangga untuk
membiayai pelayanan kesehatan
setelah memiliki jaminan kesehatan
menjadi 10 % dan meningkatnya
indeks responsiveness terhadap
pelayanan kesehatan menjadi 8.
Penguatan Program Tata Kelola
Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Dra. Engko Sosialine Apt,
M.Biomed yang juga Direktur
Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan (Perbekkes)
memaparkan, fokus program dan
kegiatan Direktorat Tata Kelola
Obat publik dan Perbekkes di tahun
2016 adalah menjamin ketersediaan
obat dan perbekalan kesehatan;
standarisasi harga obat; penguatan
implementasi one gate policy dalam
manajemen tata kelola obat;
implementasi e-monev katalog obat
dan e-logistik obat; pemantauan
pasar obat dan perbekkes.
Target indikator kinerja tahun
2016 ialah ketersediaan obat dan
vaksin di Puskesmas mencapai 80%
dan instalasi farmasi kabupaten/
kota yang melakukan manajemen
pengelolaan obat dan vaksin sesuai
standai mencapai 60%. Menu DAK
subbidang kefarmasian menekankan
pada penyediaan obat dan
perbekkes dan penguatan sarana/
prasarana fisik instalasi farmasi.
Diharapkan Dinkes berperan aktif
dalam ketersediaan obat dan vaksin
sebagai fasilitator pengumpul data,
melakukan verifikasi dan validasi
data, serta menjaga ketersediaan
obat dan vaksin dalam tingkat aman;
dan tentunya berkoordinasi dengan
pemegang program dalam One Gate
Policy. Dinkes juga sangat dituntut
berperan aktif dalam penerapan
e-logistik dan e-monev katalog.
Penguatan dan Pengawasan
Industri Alat Kesehatan dan PKRT
Tujuan pengembangan Industri
Alkes dalam negeri yaitu menjamin
ketersediaan alat kesehatan sebagai
upaya peningkatan pelayanan
kesehatan dalam rangka JKN;
meningkatkan daya saing industri
alat kesehatan di dalam negeri
dan untuk ekspor; mendorong
penguasaan teknologi dalam bidang
alat kesehatan; serta meningkatkan
kemandirian alat kesehatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh
drg. Arianti Anaya M.Kes dalam
paparannya mengenai penguatan
dan pengawasan Industri alkes &
PKRT.
E-katalog alkes semakin
menunjukkan perkembangan
yang signifikan dalam upaya
meningkatkan akses dan
keterjangkauan terhadap alat
kesehatan. K/L/D/I yang melakukan
transaksi semakin bertambah
sebagai amanat Perpres 4 tahun
2015, dengan nilai transaksi sebesar
4,475 triliun. LKPP dan Kementerian
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
23
LIPUTAN
Kesehatan sedang berupaya
melakukan percepatan untuk
memasukan ke dalam e-katalog alkes
yaitu implant kardiovaskular dan
implant ortopedi, mengingat kedua
produk alat kesehatan ini banyak
dibutuhkan dalam pelayanan JKN di
rumah sakit.
Sistem Pengawasan Alat
Kesehatan dan PKRT harus
dilaksanakan secara komprehensif,
antisipasif, dan terintegrasi.
Pengawasan harus dilakukan sejak
suatu produk mulai diproduksi
sampai didistribusikan di sarana
layanan kesehatan hingga ke
pengguna akhir. Kementerian
Kesehatan menerapkan sistem
pengawasan secara online melalui
e-Report dan e-Watch alkes, sehingga
diharapkan segala bentuk transaksi
bisa lebih terbuka. Ini merupakan
upaya untuk lebih transparan dan
akuntabel.
E-Report alkes berisi informasi
Alat Kesehatan dan PKRT yang
diproduksi dan didistribusikan oleh
24
pabrik/sole agent sampai penyalur/
distributor terakhir sebelum
pengguna akhir. E-Watch Alkes
berisi informasi data Kejadian
Tidak Diinginkan/KTD akibat
penggunaan alkes. Tahun 2015 ada
7 industri farmasi melapor melalui
aplikasi e-Watch. Diharapkan ke
depan, jumlah industri farmasi yang
melapor bisa lebih banyak lagi.
Kebijakan Peningkatan Mutu
Pelayanan Kefarmasian
Paparan mengenai Direktorat
Pelayanan Kefarmasian pada
Rakonas kali ini terkait dengan
Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (GeMa
CerMat) dan sosialisasi Permenkes
No 98/2015 tentang Pemberian
Informasi Harga Eceran Tertinggi
(HET).
Drs. Bayu Tedja Muliawan
M.Pharm dalam paparannya
mengatakan, Gema Cermat adalah
suatu gerakan berbasis masyarakat
yang dilaksanakan secara serentak
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
oleh seluruh pemangku kepentingan
dan sektor terkait dalam berbagai
rangkaian kegiatan dalam rangka
mewujudkan kepedulian, kesadaran,
pemahaman dan keterampilan
masyarakat dalam menggunakan
obat secara benar dan rasional.
Dalam kaitannya dengan HET,
dengan keluarnya Permenkes
No 98/2015 tentang Pemberian
Informasi Harga Eceran Tertinggi
(HET) maka Industri Farmasi wajib
memberikan informasi HET dengan
mencantumkan pada label obat.
Pemberian informasi HET berupa
nilai nominal dalam bentuk satuan
rupiah atau formula HET. Apoteker
harus menginformasikan HET
kepada pasien. Selain itu, apoteker
harus menginformasikan obat
lain terutama obat generik yang
memiliki komponen aktif dengan
kekuatan yang sama dengan obat
yang diresepkan, yang tersedia pada
apotek atau instalasi farmasi rumah
sakit/klinik.
LIPUTAN
Peningkatan Daya Saing
Industri Sediaan Farmasi Dan
Pangan Melalui Penguatan Peran
Pembina Pusat Dan Daerah
Kebijakan dan sasaran program
Direktorat Produksi dan Distribusi
Kefarmasian terhadap industri obat,
obat tradisional, kosmetika, dan
rumah tangga pangan adalah mampu
memenuhi standar dan persyaratan,
mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan mampu bersaing baik
nasional maupun internasional.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur
Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si dalam
paparannya di acara Rakonas Ditjen
Farmalkes Gelombang I.
Lebih lanjut Direktur Prodis
Kefarmasian mengatakan,
Direktorat Prodis Kefarmasian
mempunyai tujuh program prioritas
pada tahun 2016. Ketujuh program
itu adalah Implementasi Gerakan
Nasional Bugar dengan Jamu;
Peningkatan daya saing industri
kosmetik; Keamanan pangan,
Pembinaan terhadap sarana
produksi dan distribusi kefarmasian;
Kemandirian obat dan bahan baku
sediaan farmasi; Sistem elektronik
perizinan industri farmasi, dan
Pengembangan SDM Direktorat
Prodis Kefarmasian.
“Saya berharap agar pemerintah
daerah mendorong industri
sediaan farmasi dan pangan untuk
memenuhi persyaratan, peningkatan
daya saing industri sediaan farmasi
dan pangan yang aman, bermutu
dan bermanfaat, memberdayakan
masyarakat dalam hal penggunaan
produk farmasi dalam negeri serta
senantiasa melakukan sinergi
antara program pemerintah pusat
dan daerah,” ujar Direktur Prodis
Kefarmasian.
Kegiatan Prioritas Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis lainnya pada Program
Kefarmasian dan Alkes
Rencana Aksi di tahun 20152019 di lingkungan Setditjen
Farmalkes adalah pelaksanaan
ISO di Seluruh Bagian Setditjen,
pengukuran kepuasan pelanggan,
penyusunan/penyempurnaan sistem
informasi yang terintegrasi, dan
analisis kebijakan Ditjen Farmalkes.
Salah satu kegiatan prioritas adalah
Lean Office, yaitu sistem manajemen
untuk membangun budaya karyawan
yang positif, efektif dan efisien dalam
memberikan pelayanan.
Kegiatan prioritas lainnya
di tahun 2016 adalah Rakonas;
Internalisasi Budaya Revolusi
Mental; Sosialisasi Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Ditjen
Farmalkes; Penyusunan rancangan
Peraturan Perundang-Undangan
di Bidang Farmalkes, Konsolidasi
penyusunan Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) antara pemerintah
Pusat dan Daerah, Konsolidasi
Pelaporan Barang Milik Negara
(BMN); serta Pembinaan Jabatan
Fungsional Apoteker dan Asisten
Apoteker. Setditjen Farmalkes
melakukan perencanaan dan
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
25
LIPUTAN
evaluasi dana dekonsentrasi yang
dimanfaatkan untuk pembangunan
kesehatan di Daerah yang
merupakan prioritas nasional.
Kesimpulan
Berdasarkan arahan Direktur
Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, paparan para
narasumber dan pejabat Eselon II,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Pengadaan obat dan alkes
berdasarkan e-catalogue perlu
diintensifkan untuk menjamin
ketersediaan, keterjangkauan
dan pemerataan obat dan alat
kesehatan. Sistem e-Monev
katalog dikembangkan agar
dapat dilakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pengadaan
obat berdasarkan e-catalogue baik
secara elektronik (e-purchasing)
maupun manual.
2. Untuk menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan
obat dan vaksin sampai ke tingkat
puskesmas, diperlukan penguatan
manajemen pengelolaan obat
dan vaksin (one gate policy) di
setiap tingkat pemerintahan dan
fasilitas kesehatan, terutama
dengan mengoptimalkan
pemanfaatan DAK Subbidang
Pelayanan Kefarmasian TA 2016.
3. Untuk mewujudkan pemanfaatan
bahan baku obat, obat tradisional,
pangan, kosmetik, dan produk
alat kesehatan produksi dalam
negeri diperlukan pembinaan
produksi dan distribusi yang
dilakukan secara berjenjang
sesuai kewenangan.
4. Upaya mewujudkan jaminan
keamanan, mutu, dan manfaat
alat kesehatan serta perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT)
membutuhkan pengendalian dan
pengawasan secara berjenjang
dan komprehensif (pre market
dan post market). Pengawasan
harus dilakukan selaras dengan
pembinaan industri alat
kesehatan dan PKRT, sehingga
mendorong kemandirian nasional
di bidang alat kesehatan yang
dilakukan bersama antara
Pemerintah Pusat dan Provinsi
dan Kabupaten/Kota sesuai
fungsinya.
5. Pemerintah Pusat dan Daerah
berkomitmen untuk mendorong
industri sediaan farmasi dan
pangan untuk memenuhi standar
dan persyaratan sehingga mampu
berdaya saing.
6. Pemberdayaan masyarakat
berbasis keluarga perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat dan
mendorong penggunaan sediaan
farmasi dan pangan yang
aman, bermutu dan berkhasiat
serta alkes yang rasional,
guna tercapainya pelayanan
kesehatan yang optimal dan
keselamatan pasien. Edukasi
masyarakat diperlukan agar
masyarakat menjadi proaktif
dalam implementasi pelayanan
kefarmasian dan menumbuhkan
kecintaan produk dalam negeri.
7. Optimalisasi seluruh sumber
pendanaan program kesehatan
(dekonsentrasi, BOK, DAK,
APBD) dalam memperkuat
dukungan Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan untuk
Program Indonesia Sehat. Hal
ini perlu dimanfaatkan secara
maksimal, dipantau, dan hasil
evaluasi ditindaklanjuti untuk
meningkatkan akuntabilitasnya
bagi pencapaian tujuan program.
8. Perubahan kebijakan DAK
dilakukan dalam rangka
mendukung implementasi
Nawacita utamanya untuk
membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat
daerah dalam kerangka NKRI,
diantaranya membangun 10
Rumah Sakit Pratama. Penentuan
alokasi DAK saat ini ditentukan
berdasarkan usulan dari Daerah
(Proposal Based) agar lebih
efektif, efisien dan mampu
laksana
Rencana Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut
kesimpulan tersebut, peserta Rapat
Koordinasi Nasional sepakat untuk
melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:
26
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
LIPUTAN
1. Mendorong Industri Farmasi,
distributor dan satuan kerja/
satker agar memanfaatkan
e-monev katalog obat secara
aktif sehingga dapat dilakukan
monitoring dan evaluasi
pengadaan obat berdasarkan
e-catalogue.
2. Meningkatkan kapasitas institusi
dalam manajemen pengelolaan
obat dan vaksin, terutama
perencanaan kebutuhan,
pemanfaatan e-catalogue
dan e-monev catalogue serta
penerapan sistem e-logistic,
oleh Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota. Mendorong
segera disiapkan payung hukum
pelaksanaan one gate policy
pengelolaan obat di Instalasi
Farmasi.
3. Melaksanakan pembinaan sarana
produksi distribusi kefarmasian
dan alat kesehatan sesuai
pedoman yang telah ditetapkan,
termasuk sosialisasi dan
pemanfaatan sistem perizinan
dan pelaporan secara online, serta
mendorong penggunaan alat
kesehatan dan bahan baku obat
produksi dalam negeri.
4. Menyelenggarakan tahapan
perizinan sarana produksi
distribusi kefarmasian dan alat
kesehatan PKRT, berdasarkan
janji layanan dan prosedur
operasional standar yang telah
ditetapkan, baik oleh pusat
maupun daerah. Dinkes akan
lebih proaktif melakukan analisis
perizinan sarana produksi, sarana
distribusi, dan sarana pelayanan
kefarmasian dan alat kesehatan.
5. Memperkuat edukasi
masyarakat melalui pendekatan
Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (Gema
Cermat), pendekatan keluarga
untuk Program Indonesia Sehat
dan implementasi Permenkes
No 98 tahun 2015 tentang
Pemberian Informasi HET obat.
6. Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian di fasilitas
pelayanan kesehatan, Pusat
dan daerah akan melakukan
sosialisasi Standar Pelayanan
Kefarmasian di Fasilitas
pelayanan Kefarmasian,
peningkatan kapasitas SDM
Kefarmasian, serta advokasi
dalam penyediaan formasi Tenaga
Kefarmasian.
7. Kabupaten/Kota penerima
DAK Subbidang Pelayanan
Kefarmasian akan melakukan
penajaman kegiatan serta
akselerasi penyerapan anggaran
yang sudah diterima di kas daerah
dan mendukung pembangunan
infrastruktur Instalasi Farmasi
dengan sebaik-baiknya.
8. Pelaksana Program di Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/
Kota akan terus meningkatkan
pengawasan atas pelaksanaan
dekonsentrasi dan DAK
Subbidang Pelayanan
Kefarmasian. Setiap pelaksana
tersebut akan mengupayakan
pengawasan yang lebih
terstruktur, terkoordinir, dan
bersumber data terkini di
lapangan.
9. Mengusulkan agar Rapat
Koordinasi Nasional Program
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Wilayah Barat Tahun 2017
dilaksanakan di Medan (Sumatera
Utara).
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
27
LIPUTAN
28
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
ARTIKEL
Seputar
Virus Zika
V
irus zika pada dasarnya
tergolong virus ringan
untuk sebagian besar
korban. Namun, zika begitu
memengaruhi ibu hamil dan bayinya
dengan cara menakutkan. Hal
ini mendorong sejumlah negara
mengeluaran travel advesory ke
negara-negara yang terbukti
ditemukan kasus zika, termasuk
Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan RI yang baru-baru
ini mengeluarkan travel advesory
ke negara-negara yang sedang
mengalami Kejadian Luar Biasa
(KLB) virus zika.
Dalam travel advisory tersebut,
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr.dr.
Nila Farid Moeloek, Sp.M(K),
memberikan pesan kepada
masyarakat bahwa bagi warga
negara Indonesia yang hendak
berkunjung ke negara yang sedang
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
virus zika, dianjurkan untuk
menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk dengan cara memakai
pakaian panjang dan tertutup,
menggunakan obat oles anti
nyamuk, dan tidur menggunakan
kelambu atau dalam kamar
dengan kawat kassa anti nyamuk.
Selanjutnya, dianjurkan untuk segera
memeriksakan diri ke dokter bila
mengalami sakit.
Berikut adalah daftar pertanyaan
seputar virus zika yang dilansir dari
situs www.depkes.go.id :
1. Apakah virus zika itu?
Virus zika merupakan salah satu
virus dari jenis Flavivirus. Virus ini
memiliki kesamaan dengan virus
dengue, berasal dari kelompok
arbovirus.
2. Bagaimana cara penularan virus
zika?
Virus zika ditularkan melalui
gigitan nyamuk. Nyamuk yang
menjadi vektor penyakit zika
adalah nyamuk Aedes, dapat dalam
jenis aedes aegypti untuk daerah
tropis, aedes africanus di Afrika,
dan juga aedes albopictus pada
beberapa daerah lain. Nyamuk aedes
merupakan jenis nyamuk yang aktif
di siang hari, dan dapat hidup di
dalam maupun luar ruangan. Virus
zika juga bisa ditularkan oleh ibu
hamil kepada janinnya selama masa
kehamilan.
3. Siapa yang berisiko terinfeksi
virus zika?
Siapapun yang tinggal atau
mengunjungi area yang diketahui
terdapat virus zika memiliki risiko
untuk terinfeksi termasuk ibu hamil.
4. Apa saja gejala infeksi virus
zika?
Gejala infeksi virus zika
diantaranya demam, kulit berbintik
merah, sakit kepala, nyeri sendi,
nyeri otot, sakit kepala, kelemahan
dan terjadi peradangan konjungtiva.
Pada beberapa kasus zika
dilaporkan terjadi gangguan saraf
dan komplikasi autoimun. Gejala
penyakit ini menyebabkan kesakitan
tingkat sedang dan berlangsung
selama 2-7 hari. Penyakit ini kerap
kali sembuh dengan sendirinya
tanpa memerlukan pengobatan
medis. Pada kondisi tubuh yang baik
penyakit ini dapat pulih dalam tempo
7-12 hari.
5. Apakah ada komplikasi yang
ditimbulkan dari infeksi virus
zika?
Pada beberapa kasus suspek Zika
dilaporkan juga mengalami sindrom
Guillane Bare. Namun hubungan
ilmiahnya masih dalam tahap
penelitian.
6. Apa jenis pemeriksaan virus
zika untuk ibu hamil?
Pada minggu pertama demam,
virus zika dapat dideteksi dari serum
dengan pemeriksaan RT-PCR.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
29
ARTIKEL
7. Apakah sudah ada vaksin atau
obat untuk virus zika?
Belum ada vaksin atau
pengobatan spesifik untuk virus ini,
sehingga pengobatan berfokus pada
gejala yang ada.
8. Apa yang harus dilakukan jika
terinfeksi virus zika?
Jika terinfeksi virus zika, maka
lakukan hal-hal sebagai berikut:
√√ Istirahat cukup
√√ Konsumsi cukup air untuk
mencegah dehidrasi
√√ Minum obat-obatan yang dapat
mengurangi demam atau nyeri
√√ Jangan mengkonsumsi aspirin
atau obat-obatan NSAID (non
stereoid anti inflmation) lainnya.
√√ Cari pengobatan ke pelayanan
kesehatan terdekat.
9. Bagaimana cara pencegahan
penularan virus zika?
Pencegahan penularan virus ini
dapat dilakukan dengan:
√√ Menghindari kontak dengan
nyamuk.
√√ Melakukan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) 3M
Plus (menguras dan menutup
tempat penampungan air, serta
memanfaatkan atau melakukan
daur ulang barang bekas,
ditambah dengan melakukan
kegiatan pencegahan lain seperti
menabur bubuk larvasida,
menggunakan kelambu saat tidur,
menggunakan obat nyamuk atau
anti nyamuk, dll).
√√ Melakukan pengawasan jentik
dengan melibatkan peran aktif
masyarakat melalui Gerakan
Satu Rumah Satu Juru Pemantau
Jentik (Jumantik).
√√ Meningkatkan daya tahan tubuh
melalui perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) seperti diet
seimbang, melakukan aktifitas
fisik secara rutin, dll.
30
√√ Pada wanita hamil atau
berencana hamil harus
melakukan perlindungan ekstra
terhadap gigitan nyamuk untuk
mencegah infeksi virus zika
selama kehamilan, misalnya
dengan memakai baju yang
menutup sebagian besar
permukaan kulit, berwarna
cerah, menghindari pemakaian
wewangian yang dapat menarik
perhatian nyamuk seperti parfum
dan deodoran.
10.Negara mana sajakah yang
melaporkan keberadaan kasus
penyakit virus zika?
Beberapa negara yang pernah
melaporkan keberadaan kasus
penyakit virus zika adalah Barbados,
Bolivia, Brasil, Cap Verde, Colombia,
Dominican Republic, Ecuador,
El Salvador, French Guiana,
Guadeloupe, Guatemala, Guyana,
Haiti, Honduras, Martinique,
Mexico, Panama, Paraguay, Puerto
Rico, Saint Martin, Suriname,
Venezuela, dan Yap.
11.Apakah efek yang bisa
ditimbulkan pada ibu hamil
yang terinfeksi virus zika?
Selama ini belum ada bukti yang
kuat bahwa ibu hamil lebih berisiko
atau mengalami penyakit yang lebih
berat selama masa kehamilan. Selain
itu juga belum diketahui bahwa
ibu hamil lebih berisiko terhadap
sindrom guillan barre.
12.Apakah ada hubungan
antara infeksi virus zika
dengan kejadian mikrosefalus
kongenital?
Hubungan infeksi virus zika
pada ibu hamil dengan kejadian
mikrosefalus pada bayi yang
dilahirkan belum terbukti secara
ilmiah, namun bukti ke arah itu
semakin kuat.
Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016
13.Apa yang harus
dipertimbangkan ibu hamil
yang akan bepergian ke area
terjangkit virus zika?
Sebelum pergi ke area terjangkit
virus zika dianjurkan untuk
melakukan konsultasi dengan
dokter. Selain itu pada masa selama
berada di area terjangkit diharapkan
melakukan perlidungan ekstra
terhadap gigitan nyamuk.
14.Ibu hamil yang bagaimanakah
yang harus dilakukan
pemeriksaan virus zika?
Ibu hamil yang harus diperiksa
untuk virus zika adalah yang
memiliki riwayat perjalanan dari area
terjangkit dan juga memiliki 2 atau
lebih gejala dari infeksi virus zika.

Similar documents

Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan beberapa lokasi. “Saya bangga bahwa Kementerian Kesehatan selalu siap dan tanggap dalam bertindak menyikapi berbagai masalah kesehatan dan bencana. Terima kasih dan apresiasi saya sampaikan atas pe...

More information

TOPIK UTAMA Di - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat

TOPIK UTAMA Di - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Muhammad Isyak Guridno, S.Si, Apt Radiman, S.E Rudi, Amd. MI ALAMAT REDAKSI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9 Jakarta Selatan Kementerian Kesehatan RI Setditjen Binfar dan Alkes, Subbagian H...

More information