31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu

Transcription

31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu
31
4
HASIL
4.1 Unit Penangkapan Ikan
4.1.1 Kapal
Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri
dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan
39 kapal motor > 5 GT (Kecamatan Mempawah Hilir, 2006). Kapal motor yang
digunakan pada perikanan bubu memiliki kapasitas antara 0-5 GT, panjang kapal
8-10 m, lebar 2-3 m dan dalam 1-1,5 m, rata-rata menggunakan bahan dasar kayu.
Kapal yang digunakan selama penelitian berkapasitas 3 GT, panjang kapal 10 m,
lebar 2,85 dan dalam 1 m (Gambar 8). Kapal tersebut menggunakan mesin
berkekuatan 22 HP/2200 RPM, model ZS 1110, merk Shanhai, bobot 210 kg,
bahan bakar solar dengan harga beli (second) sebesar 6,7 juta pada tahun 2007.
Dimensi Kapal secara umum dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.
4.1.2 Alat Tangkap
Alat tangkap yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari
pukat pantai 559 unit, bubu sekitar 350 unit, pancing lain 202 unit, jaring insang
67 unit dan long line 11 unit (Kecamatan Mempawah Hilir, 2006). Bubu yang
digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Perbedaan antara kedua
jenis bubu dapat dilihat pada Tabel 7. Dimensi bubu dapat dilihat pada Lampiran
3 dan 4.
32
Tabel 7 Perbedaan Bubu Bambu dengan Bubu Jaring
No
Uraian
Bubu Bambu
Bubu Jaring
1.
Harga (lengkap) Rp. 100.000,-
2.
Bentuk
Empat persegi panjang, Empat persegi panjang,
bag. depan elips
lebar bawah > lebar atas
3.
Panjang
1,83 m
1,55 m
4.
Lebar
1,55 m
B = 1,23 m / A = 0,85 m
5.
Tinggi
Dp = 0,78 m/Bk = 0,43 m
0,45 m
6.
Bahan funnel
Bambu
Kawat loket (tebal 1 mm,
P & L = 1 inch)
7.
Lebar funnel
0,51 m
0,43 m
8.
Tinggi funnel
0,71 m
0,43 m
9.
Mesh size
-
3 inch
10. Bahan
Bambu
PE
11. Rangka
Kayu (jenis mata udang) Kayu (jenis mata udang)
utk bag. bawah
12. Daya tahan
2-3 bulan
6-7 bulan
13
6 bh @ 5-10 kg
4 bh @ 5-10 kg
Pemberat
Rp. 150.000,-
Sumber : Hasil wawancara dan pengukuran langsung di lapangan
4.1.3 Nelayan/Anak Buah Kapal (ABK)
Jumlah nelayan yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir sekitar
1078 orang, 103 orang diantaranya merupakan nelayan bubu (Kecamatan
Mempawah Hilir, 2006). Nelayan yang membantu selama penelitian berjumlah 4
orang, yang terdiri dari seorang nahkoda dan tiga orang ABK (salah seorang ABK
juga ahli mesin). Ketiga ABK bertugas melakukan seluruh kegiatan penangkapan
ikan, seperti menurunkan dan mengangkat bubu, menangani hasil tangkapan,
memasak, membersihkan bubu dan kapal, dan lain-lain.
Nahkoda hanya tamat SD, seorang ABK hanya tamat SD, lainnya tamat
SMP dan SMA. Dua orang ABK baru menjadi nelayan selama 4 tahun, nahkoda
kapal selama 12 tahun dan seorang lagi 30 tahun dan pernah mengikuti pelatihan
pukat plastik pada tahun 1985, sedangkan kedua ABK lainnya termasuk nahkoda
belum pernah mengikuti pelatihan. Sedangkan pemilik kapal tidak tamat SD,
pernah menjadi nelayan selama 20 tahun dan mengikuti kursus pengenalan GPS
pada tahun 2006.
33
4.2 Metode Pengoperasian Bubu
Sebelum kegiatan penangkapan ikan menggunakan bubu di Mempawah
Hilir dilakukan, ada beberapa persiapan yang dilakukan sebelum operasi
peletakan bubu, seperti: mempersiapkan bumbu masakan, pengisian bahan bakar,
mempersiapkan alat, pengecekan mesin kapal, penyusunan bubu yang akan
direndam (sore hari sebelum berangkat, Gambar 9) dan pemasangan GPS serta
accu (pagi hari sebelum berangkat), dan lain-lain. Setelah persiapan selesai, maka
pada pagi hari antara pukul 05.20 s/d 06.00 WIB kapal bubu meninggalkan fishing
base pada posisi 0°19’ LU dan 108°58’ BT menuju fishing ground pada posisi
0°13’ - 0°25’ LU dan 108°47’ - 108°52’ BT.
Gambar 9 Bubu yang akan direndam disusun di atas kapal.
Pada perjalanan menuju fishing ground, kegiatan yang dapat dilakukan
ABK adalah memasak nasi, mengolah bumbu dan lain-lain. Setelah kapal berlayar
selama 1,5-3 jam dan tiba di fishing ground yang berjarak antara 7-14 mil, maka
setting dimulai dengan menununggu aba-aba dari nahkoda kapal (sambil merekam
posisi bubu pada GPS), setelah aba-aba diberikan, maka ABK menjatuhkan bubu
pertama (Gambar 10), kemudian menjatuhkan bubu kedua juga setelah ada abaaba dari nahkoda kapal (sambil merekam posisi bubu pada GPS juga), untuk satu
rangkaian bubu. Peletakan bubu ini diusahakan agar mulut bubu (funnel) saling
berhadapan. Demikian dilakukan pada semua rangkaian bubu pada semua
perlakuan (dua, tiga, empat dan lima hari). Proses setting untuk satu rangkaian
bubu berlangsung selama 5-10 menit.
34
Gambar 10 Setting dimulai dengan menjatuhkan bubu jaring (kiri) dan bubu
bambu (kanan) oleh ABK.
Setelah semua bubu diletakkan (untuk setting I pada satu perlakuan), maka
dapat dilakukan proses hauling pada bubu nelayan yang berada di sekitar lokasi
penelitian. Proses hauling sama untuk semua bubu, yaitu mula-mula dengan
mempersiapkan arit (Gambar 11), yang digunakan untuk mengait tali antara bubu
bambu dengan bubu jaring di dasar perairan. Setelah tiba di lokasi peletakan bubu,
maka nahkoda kapal memberikan aba-aba kepada ABK untuk menjatuhkan arit.
Arit ini dijatuhkan antara bubu bambu dan bubu jaring, kemudian nahkoda kapal
menjalankan kapal secara perlahan diantara kedua bubu (Gambar 12), sambil
sesekali melihat ke GPS dan ABK. Apabila dirasa arit telah tersangkut tali bubu,
maka ABK memberikan aba-aba kepada nahkoda untuk menghentikan kapal
(mesin kapal tetap hidup) dan proses hauling pun dilakukan dengan menarik tali
arit tersebut.
Gambar 11 ABK bersiap untuk menjatuhkan arit pada saat hauling.
35
Gambar 12 GPS menunjukkan lintasan kapal bergerak menyisir diantara kedua
bubu pada saat hauling.
Tarikan demi tarikan dilakukan oleh ABK (Gambar 13) hingga arit sampai
di atas kapal, setelah itu maka giliran tali bubu (main line) diangkat dan
diletakkan melintang pada kapal. Kemudian kapal menyisir main line pada salah
satu sisi kapal untuk memperpendek jarak bubu. Apabila diperkirakan jarak bubu
hampir dekat dengan kapal, maka ABK mulai menarik main line hingga bubu naik
ke kapal (Gambar 14).
Gambar 13 ABK sedang menarik tali arit pada saat hauling.
36
Gambar 14 Para ABK dan Nakhoda sedang berusaha menaikkan bubu bambu ke
atas kapal.
Setelah bubu naik ke kapal maka dilakukan proses pengeluaran hasil
tangkapan (Gambar 15). Proses hauling ini dapat berlangsung selama 20-30
menit. Hauling dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali dan dinyatakan sebagai 7 (tujuh)
kali ulangan. Masing-masing perlakuan (lama perendaman dua hari, tiga hari,
empat hari dan lima hari) melakukan 7 (tujuh) kali ulangan. Hasil tangkapan
dibedakan antara bubu bambu dan bubu jaring, dimana ikan hasil tangkapan bubu
bambu dipotong ekornya, sedangkan ikan hasil tangkapan bubu jaring tidak
(Gambar 16). Setelah proses hauling selesai dilakukan, maka kapal kembali
menuju fishing base. Pencatatan semua hasil tangkapan dilakukan setelah kapal
tiba di fishing base (antara pukul 16.00 s/d 18.00 WIB), yang meliputi jenis,
jumlah (individu), bobot (gr) dan ukuran (cm) hasil tangkapan.
Gambar 15 ABK sedang mengeluarkan hasil tangkapan pada bubu jaring.
37
Gambar 16 Hasil tangkapan bubu bambu yang dipotong ekornya (kiri) dan bubu
jaring (kanan).
4.3 Komposisi Hasil Tangkapan
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian meliputi jenis,
jumlah (individu), bobot (gr) dan ukuran ikan (cm). Pengukuran bobot dan ukuran
ikan dilakukan setelah kapal tiba di fishing base. Ikan-ikan yang menjadi tujuan
penangkapan pada bubu adalah Lutjanus sanguineus, Lutjanus johni dan
Pomadasys sp. Hasil tangkapan total yang diperoleh terdiri dari beberapa jenis
ikan dan udang, seperti: ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus), ikan tambangan
(Lutjanus johni), ikan gerot-gerot (Pomadasys sp.), ikan kerapu (Epinephelus
tauvina), ikan gulamah (Seudociena sp.), ikan gebel (Platax sp.) dan udang
barong (Panulirus sp.) (Lampiran 5).
Komposisi jumlah (individu) hasil tangkapan selama penelitian pada bubu
bambu didonimasi oleh species target sebesar 84%, terdiri dari ikan kakap merah
(36%), ikan gerot-gerot (26%) dan ikan tambangan (22%), disajikan pada Gambar
17. Pada komposisi bobot (gr) hasil tangkapan bubu bambu selama penelitian juga
didominasi oleh species target sebesar 91%, terdiri dari ikan tambangan (58%),
ikan gerot-gerot (18%) dan ikan kakap merah (15%), disajikan pada Gambar 18.
38
3 ; 4%
- ; 0%
19 ; 26%
16 ; 22%
Gerot-gerot
Kkp. Merah
Kerapu
Gebel
Tambangan
Udang Barong
Gulamah
6 ; 8%
3 ; 4%
25 ; 36%
Gambar 17 Komposisi jumlah hasil tangkapan pada bubu bambu (individu).
- ; 0%
2.400 ; 3%
13.850 ; 18%
Gerot-gerot
Kkp. Merah
Kerapu
Gebel
Tambangan
Udang Barong
Gulamah
43.300 ; 58%
11.450 ; 15%
1.800 ; 2%
3.300 ; 4%
Gambar 18 Komposisi bobot hasil tangkapan pada bubu bambu (gr).
Komposisi jumlah (individu) hasil tangkapan selama penelitian pada bubu
jaring didominasi oleh species target sebesar 90%, terdiri dari ikan kakap merah
(46%), ikan gerot-gerot (29%) dan ikan tambangan (15%), disajikan pada Gambar
19. Pada komposisi bobot (gr) hasil tangkapan bubu jaring selama penelitian juga
didominasi oleh species target sebesar 95%, teridiri dari ikan tambangan (45%),
ikan gerot-gerot (27%) dan ikan kakap merah (23%), disajikan pada Gambar 20.
39
1 ; 1%
2 ; 2%
17 ; 15%
32 ; 29%
- ; 0%
Gerot-gerot
Kkp. Merah
Kerapu
Gebel
Tambangan
8 ; 7%
Udang Barong
Gulamah
50 ; 46%
Gambar 19 Komposisi jumlah hasil tangkapan pada bubu jaring (individu).
700 ; 1%
1.300 ; 2%
21.600 ; 27%
Gerot-gerot
Kkp. Merah
Kerapu
Gebel
Tambangan
Udang Barong
Gulamah
37.200 ; 45%
18.450 ; 23%
- ; 0%
2.000 ; 2%
Gambar 20 Komposisi bobot hasil tangkapan bubu jaring (gr).
Secara keseluruhan, komposisi hasil tangkapan bubu (bubu bambu dan
jaring) selama penelitian diperoleh ikan/udang sebanyak 182 individu, yang
didominasi oleh ikan kakap merah sebesar 42% (75 individu), ikan gerot-gerot
sebesar 28% (51 individu), ikan tambangan sebesar 18% (33 individu), disajikan
pada Gambar 21.
40
4 ; 2%
2 ; 1%
33 ; 18%
Gerot-gerot
51 ; 28%
Kkp. Merah
Kerapu
Gebel
Tambangan
6 ; 3%
Udang Barong
Gulamah
11 ; 6%
75 ; 42%
Gambar 21
Komposisi jumlah total hasil tangkapan bubu selama penelitian
(individu).
Komposisi hasil tangkapan bubu (bubu bambu dan jaring) selama penelitian
meliputi jumlah (individu), persentase jumlah, kisaran bobot (gr), rerata bobot
(gr/individu) dan kisaran panjang (cm) dan rerata panjang (cm/individu) masingmasing spesies dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Komposisi jumlah (individu), persentase jumlah, bobot (gr), persentase
bobot, rerata bobot (gr/individu) dan rerata panjang (cm/individu)
masing-masing spesies selama penelitian
Hasil Tangkapan Ikan/Udang
Kisaran
Kisaran
Rerata Bobot
Bobot
Panjang
(gr/individu)
(gr)
(cm)
200-1.400
695
26-49
Gerot-gerot
51
%
Jum
lah
28
Kkp. Merah
75
42
100-1.000
399
18-43
31
Kerapu
11
6
100-1.200
345
22-47
29
Gebel
6
3
300-1.200
550
23-35
26
Tambangan
33
18
100-4.300
2.439
22-73
56
Udang Barong
4
2
700-900
775
37-39
38
Gulamah
2
1
300-900
650
30-43
37
182
100
JENIS IKAN
JUMLAH
Jumlah
Sumber : Data olahan dari hasil penelitian, 2007
Rerata
Panjang
(cm/individu)
39
41
4.4 Pengaruh Lama Perendaman dan Jenis Bubu terhadap Hasil Tangkapan
4.4.1 Analisis Deskripsi Lama Perendaman dan Jenis Bubu
Pada penelitian, operasi penangkapan berlangsung selama satu hari (one
day trip), pergi antara pukul 05.20 s/d 06.00 WIB dan kembali antara pukul 16.00
s/d 18.00 WIB. Setting dimulai sekitar pukul 07.00 WIB dan berakhir pada sekitar
pukul 09.00 WIB, sedangkan hauling dilakukan setelah setting dilakukan, sekitar
pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB, hal ini dilakukan apabila
kapal menuju fishing ground membawa bubu yang akan diletakkan. Namun,
apabila kapal menuju fishing ground tanpa membawa bubu, maka proses hauling
dapat dilakukan pada sekitar pukul 09.00 WIB.
Hasil tangkapan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) selama penelitian
menunjukkan bahwa kedua jenis bubu dengan lama perendaman lima hari efektif
menangkap ikan kakap merah sebesar 7.350 gr (Gambar 22). Meskipun demikian,
ternyata produktivitas hasil tangkapan ikan kakap merah pada bubu jaring dengan
lama perendaman dua hari sebesar 314 gr/hari, lebih tinggi daripada lama
perendaman lainnya dan jenis bubu bambu (Gambar 23). Hasil perhitungan
produktivitas ikan kakap merah (gr/hari) disajikan pada Lampiran 10.
8.000
7.000
Berat (gram)
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
2 HR
3 HR
4 HR
5 HR
Hari
Bubu Bambu
Bubu Jaring
Gambar 22 Bobot ikan kakap merah pada kedua jenis bubu dengan perbedaan
lama perendaman (gr).
42
Produktivitas (gr/hari)
350
300
250
200
150
100
50
2 HR
3 HR
4 HR
5 HR
Hari
Bubu Bambu
Bubu Jaring
Gambar 23 Produktivitas hasil tangkapan ikan kakap merah pada kedua jenis
bubu dengan perbedaan lama perendaman (gr/hari).
Perbandingan bobot (gr) hasil tangkapan ikan tambangan (Lutjanus johni)
pada kedua jenis bubu selama penelitian menunjukkan bahwa bubu bambu yang
direndam selama empat hari efektif menangkap ikan tambangan sebesar 36.100 gr
lebih tinggi daripada bubu jaring sebesar 20.900 gr (Gambar 24). Berdasarkan
produktivitas hasil tangkapan ikan tambangan pada bubu bambu dengan lama
perendaman empat hari sebesar 1.289 gr/hari, lebih tinggi produktivitasnya
daripada lama perendaman lainnya dan jenis bubu jaring Gambar 25). Hasil
perhitungan produktivitas ikan tambangan (gr/hari) disajikan pada Lampiran 10.
40.000
Berat (gram)
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
2 HR
3 HR
Bubu Bambu
4 HR
Hari
Bubu Jaring
5 HR
Gambar 24 Bobot ikan tambangan pada kedua jenis bubu dengan perbedaan lama
perendaman (gr).
43
Produktivitas (gr/hari)
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
2 HR
3 HR
Bubu Bambu
4 HR
5 HR
Hari
Bubu Jaring
Gambar 25 Produktivitas hasil tangkapan ikan tambangan pada kedua jenis bubu
dengan perbedaan lama perendaman (gr/hari).
Scatter plot perbedaan hasil tangkapan ikan kakap merah selama penelitian
menunjukkan bahwa ikan kakap merah banyak tertangkap pada bubu jaring pada
seluruh perbedaan lama perendaman (Gambar 26). Di sisi lain, scatter plot
perbedaan hasil tangkapan ikan tambangan selama penelitian menunjukkan bahwa
ikan tambangan banyak tertangkap pada bubu jaring dengan lama perendaman
tiga hari, sedangkan pada lama perendaman empat hari ikan tambangan banyak
tertangkap pada bubu bambu (Gambar 27).
44
2000
Hasil Tangkapan Bubu Bambu
(gr)
1500
1000
500
0
0
500
1000
1500
Hasil Tangkapan Bubu Jaring (gr)
Perlakuan 2 hari
Perlakuan 4 hari
x= y
2000
Perlakuan 3 hari
Perlakuan 5 hari
Gambar 26 Scatter plot perbedaan hasil tangkapan antara bubu bambu dan bubu
jaring untuk ikan kakap merah.
Hasil Tangkapan Bubu Bambu (gr)
20000
15000
10000
5000
0
0
5000
10000
15000
Hasil Tangkapan Bubu Jaring (gr)
Perlakuan 2 hari
Perlakuan 4 hari
x= y
20000
Perlakuan 3 hari
Perlakuan 5 hari
Gambar 27 Scatter plot perbedaan hasil tangkapan antara bubu bambu dan bubu
jaring untuk ikan tambangan.
45
4.4.2 Analisisi Statistik Lama Perendaman dan Jenis Bubu
Analisis ragam digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dengan
perbedaan lama perendaman dari kedua jenis bubu yang digunakan terhadap hasil
tangkapan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) dan ikan tambangan (Lutjanus
johni). Analisis ragam yang dilakukan hanya terhadap data primer yang diperoleh
dari hasil pengamatan berupa bobot (gr) kedua jenis ikan. Data primer berupa
bobot (gr) hasil tangkapan yang diperoleh menyebar tidak normal. Hal ini
disebabkan karena banyak terdapat data pencilan. Selanjutnya untuk dapat
dilakukan analisis sidik ragam, maka data primer tersebut ditransformasi terlebih
dahulu sebelum dianalisis. Hasil analisis sidik ragam adalah sebagai berikut:
1) Pada ikan kakap merah diperoleh nilai F hitung pada perlakuan lama
perendaman sebesar 2,58 dan kelompok jenis bubu sebesar 3,08. Kedua nilai
tersebut lebih kecil dari F Tabel 5% (tingkat kepercayaan 95%) pada
perlakuan lama perendaman sebesar 9,28 dan kelompok jenis bubu sebesar
10,13 (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa lama perendaman dan jenis
bubu tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan kakap merah. Ini
berarti bahwa untuk menangkap ikan kakap merah dapat dilakukan dengan
lama perendaman dua, tiga, empat dan lima hari menggunakan bubu bambu
atau bubu jaring. Hasil tangkapan ikan kakap merah yang optimal terjadi pada
lama perendaman lima hari (Gambar 21) pada kedua jenis bubu.
2) Pada ikan tambangan, diperoleh nilai F hitung pada perlakuan lama
perendaman sebesar 14,81 dan kelompok jenis bubu sebesar 0,38. Nilai F
hitung perlakuan lama perendaman lebih besar dari F Tabel 5% (tingkat
kepercayaan 95%) sebesar 9,28, sedangkan F hitung kelompok jenis bubu
lebih kecil dari F Tabel 5% sebesar 10,13 (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan
bahwa lama perendaman berbeda sangat nyata terhadap hasil tangkapan ikan
tambangan, walaupun jenis bubu tidak. Lama perendaman empat hari sangat
berbeda nyata dengan lama perendaman dua, tiga dan lima hari. Hasil
tangkapan ikan tambangan yang optimal terjadi pada lama perendaman empat
hari (Gambar 23) pada kedua jenis bubu.
46
4.5 Analisis Pendapatan Usaha
4.5.1 Biaya Pengoperasian
Pada penelitian ini, pengeluaran biaya hanya dilakukan untuk biaya
operasional bubu per tripnya yang disebut biaya tetap. Baik bubu bambu maupun
bubu jaring memiliki biaya tetap yang sama dalam satu kali trip. Rata-rata biaya
tetap per trip unit penangkapan bubu terlihat pada Tabel 9.
Tabel
9 Rata-rata biaya tetap per trip (Rp/trip) yang dikeluarkan oleh unit
penangkapan bubu yang dioperasikan di Mempawah Hilir tahun 2007
No
Komponen Biaya
1
Biaya operasional
Solar
Oli
Minyak tanah
Ransum
2
Biaya penyusutan
TOTAL
Harga (Rp)
Persentase (%)
90.000
10.000
5.000
30.000
15.000
150.000
60
7
3
20
10
100
Sumber : Hasil wawancara langsung kepada pemilik kapal (Toke)
Berdasarkan Tabel 9 di atas, biaya penangkapan per trip alat tangkap bubu
di Mempawah Hilir sebesar Rp. 150.000. Khusus biaya operasional sebesar
Rp. 135.000, dengan persentase terbesar pada pembelian solar sebesar 60%,
diikuti ransum sebesar 20% dan biaya penyusutan sebesar 10%. Biaya penyusutan
termasuk dalam biaya operasi penangkapan karena diasumsikan bahwa setiap
melakukan operasi penangkapan terjadi penyusutan terhadap komponen alat
tangkap bubu.
4.5.2 Harga Ikan dan Jumlah Penerimaan
Hasil tangkapan bubu selama penelitian, baik pada bubu bambu maupun
bubu jaring dengan perbedaan lama perendaman (dua, tiga, empat dan lima hari),
diperoleh ikan/udang yang seluruhnya masih dalam kondisi hidup (saat hauling).
Harga tiap spesies ikan berbeda-beda, namun perbedaan lama perendaman tidak
menyebabkan terjadinya perbedaan harga jual kepada agen (Lampiran 8). Seluruh
hasil tangkapan bubu dengan bobot minimal 450 gr/individu secara rutin
dimanfaatkan oleh agen untuk di ekspor ke Singapura dan Malaysia. Hasil
tangkapan tersebut adalah: kakap merah (Lutjanus sanguineus), tambangan
47
(Lutjanus johni), gerot-gerot (Pomadasys sp), kerapu (Epinephelus tauvina) dan
udang barong (Panulirus sp) (Lampiran 8).
Jumlah total hasil tangkapan selama penelitian pada kedua jenis bubu
diperoleh sebanyak 182 individu dengan berat total sebesar 157.350 gr (Tabel 8).
Hasil tangkapan sebagian besar diperoleh pada bubu jaring sebesar 60,44% (110
individu) dengan bobot sebesar 51,64% (81.250 gr). Dari hasil tangkapan bubu
jaring tersebut yang dapat dimanfaatkan agen sebesar 54,55% (60 individu)
dengan bobot sebesar 84,92% (69.000 gr) (Lampiran 9). Jumlah penerimaan dari
penjualan hasil tangkapan kepada agen pada bubu jaring diperoleh sebesar
Rp. 1.339.500.
Pada bubu bambu diperoleh hasil tangkapan sebesar 39,56% (72 individu)
dengan bobot sebesar 48,36% (76.100 gr). Dari hasil tangkapan tersebut yang
dapat dimanfaatkan agen sebesar 66,67% (48 individu) dengan bobot sebesar
89,42% (68.050 gr) (Lampiran 9). Jumlah penerimaan dari penjualan hasil
tangkapan kepada agen pada bubu bambu diperoleh sebesar Rp. 1.450.500.
Penerimaan dan biaya per trip pada kedua jenis bubu dengan perbedaan lama
perendaman secara lengkap dapat di lihat pada Lampiran 8.
Dari total hasil tangkapan pada kedua jenis bubu, terdapat ikan-ikan yang
tidak dimanfaatkan oleh agen, baik species target maupun by catch. Pada species
target dan by catch ikan kerapu (Epinephelus tauvina) dan udang barong
(Panulirus sp) yang tidak dimanfaatkan disebabkan bobot tersebut ikan lebih kecil
dari 450 gr/individu, sedangkan untuk by catch ikan gulamah (Seudociena sp) dan
Gebel (Platax sp) meskipun bobotnya lebih besar dari 450 gr/individu namun
tidak dimanfaatkan agen. Seluruh ikan-ikan yang tidak dimanfaatkan agen,
dimanfaatkan sendiri oleh nelayan beserta keluarga sebagai lauk untuk makannya.
Komposisi species target pada bubu jaring yang memiliki bobot lebih kecil
dari 450 gr/individu sebesar 44,55% (49 individu) dengan bobot sebesar 13,97%
(11.350 gr) (Lampiran 9). Dari komposisi tersebut, komposisi jumlah species
target sebesar 36,36% (40 individu) dengan bobot sebesar 11,02% (8.950 gr) dan
by catch sebesar 8,18% (9 individu) dengan bobot sebesar 2,95% (2.400 gr).
Komposisi species target pada bubu bambu yang memiliki bobot lebih kecil
dari 450 gr/individu sebesar 30,56% (22 individu) dengan bobot sebesar 8,21%
48
(6.250 gr) (Lampiran 9). Dari komposisi tersebut, komposisi jumlah species target
sebesar 22,22% (16 individu) dengan bobot sebesar 5,45% (4.150 gr) dan by catch
sebesar 8,33% (6 individu) dengan bobot sebesar 2,76% (2.100 gr).
4.5.3 Pendapatan Usaha
Analisis pendapatan usaha dilakukan untuk mengetahui secara finansial
apakah usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir masih menguntungkan sehingga
layak untuk dikembangkan/dilanjutkan atau telah mengalami kerugian sehingga
tidak untuk dikembangkan/dilanjutkan. Analisis pendapatan usaha yang dilakukan
hanya berdasarkan pada perhitungan Return Cost Ratio (R/C Ratio) menggunakan
perbandingan besarnya total penerimaan dari penjualan hasil tangkapan ikan
terhadap biaya pengeluaran per trip operasi penangkapan, secara rinci dapat di
lihat pada Tabel 10. Pada Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai R/C Ratio
terbesar 3,76 pada bubu bambu dengan lama perendaman empat hari, diikuti oleh
bubu jaring dengan lama perendaman empat hari, tiga hari dan lima hari masingmasing sebesar 2,33, 1,58 dan 1,04. Ini berarti bahwa usaha perikanan bubu
bambu dengan lama perendaman empat hari dan bubu jaring dengan lama
perendaman empat, tiga dan lima hari mengalami keuntungan dan layak
dilanjutkan/dikembangkan usahanya, sedangkan yang lainnya mengalami
kerugian dan tidak layak dikembangkan.
Tabel 10 Hasil analisis pendapatan usaha pada perikanan bubu berdasarkan R/C
Ratio
Uraian
Pengeluaran
Rerata
Penerimaan
R/C Ratio
2 Hr
150.000
BUBU BAMBU
3 Hr
4 Hr
150.000
150.000
5 Hr
150.000
2 Hr
150.000
BUBU JARING
3 Hr
4 Hr
150.000 150.000
5 Hr
150.000
6.914,3
131.257,1
563.257,1
127.428,6
21.371
237.200
350.114,3
156.742,9
0,05
0,88
3,76
0,85
0,14
1,58
2,33
1,04
Sumber: Data olahan dari hasil penelitian, 2007
4.6 Sistem bagi Hasil
Perikanan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak dapat
dibedakan antara pemilik kapal (Toke) dan ABK. Pemilik kapal selama kegiatan
penangkapan ikan tidak ikut melaut, ia hanya menyediakan keperluan para ABK
untuk melaut (biaya per trip), seperti solar, oli, minyak tanah, bahan makanan dan
49
rokok. Sistem bagi hasil pada perikanan bubu memiliki komposisi 1 : 1.
Komposisi ini berlaku setelah hasil yang diperoleh dikurangi dahulu dengan biaya
per trip. Sistem bagi hasil dapat dilihat pada Gambar 28.
Nilai jual hasil
tangkapan
Dikurangi biaya
per trip
HASIL
1/2 bagian ABK
Gambar 28 Komposisi sistem bagi hasil.
1/2 bagian Toke