FITROTUL UYUN-FUH - Institutional Repository UIN Syarif

Transcription

FITROTUL UYUN-FUH - Institutional Repository UIN Syarif
TAREKAT TIJANIYAH DI PONDOK PESANTREN AL-UMM
DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI
DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Disusun Oleh:
FITROTUL UYUN
NIM:107033103716
JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
TAREKAT TIJANIYAH DI PONDOK PESANTREN AL-UMM
DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI
DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S. Fil.i)
Disusun Oleh:
Fitrotul Uyun
NIM : 107033103716
Di Bawah Bimbingan
Dr. Syamsuri, M.Ag
NIP : 19590405 198903 1 003
JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dan
Pengaruhnya dalam Kehidupan Ekonomi di Cempaka Putih Ciputat” telah
diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada
hari Kamis, 29 September 2011 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu,
penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Jurusan Akidah
Filsafat.
Jakarta, 29 September 2011
Sidang munaqasyah
Ketua
Sekertaris
Drs. Agus Darmaji, M.Fils
NIP : 19610827 199303 1 002
Dra. Tien Rohmatin, MA
NIP : 1968083 199403 2 002
Anggota
Penguji I
Penguji II
Dr. Sri Mulyati, MA
NIP :19560417 198603 2 001
Prof. Dr. Masri Mansoer, MA
NIP : 19621006 199003 1 002
Di bawah bimbingan
Dr. Syamsuri, MA
NIP : 19590405 198903 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang dilakukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar SI di Universitas
Islam Negeri Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
diberikan sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis
Fitrotul Uyun
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis menghaturkan segala puji yang tidak terhingga
kepada Allah SWT. Karena Dialah satu-satunya yang memiliki segala kebesaran
dan keagungan. Ditangan-Nyalah bermula segala masalah dan ditangannyalah
terselesaikan segala masalah. Dia juga yang menciptakan kesedihan dikala
manusia sedang bergembira dan menciptakan kegembiraan disaat manusia sedang
berputusasa. Dia juga yang menyembuhkan penyakit manusia ketika mereka
sudah tidak mempunyai harapan untuk kesembuhannya dan Dia pulalah yang
memberikan rasa sakit kepada manusia ketika mereka dalam keadaan
menyombongkan kesehatan dirinya. Dialah yang membuat kesulitan ketika
manusia merasa sombong atas kemampuannya dan dia pulalah yang menjadikan
kemudahan ketika manusia berpasrah diri kepada-Nya.
“Katakanlah:Ya Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki. Dan Engkau cabut kerajaan
(kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. (Q.S. Ali ‘Imran : 26).
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
juga keluarga serta sahabat-sahabat sekalian. Beliaulah utusan Allah SWT yang
telah merubah kebatilan menuju keimanan serta membawa umat manusia dari
tempat yang gelap gulita ke tempat yang terang benderang.
Setelah sekian lama bertahan antara harap dan cemas, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
i
menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan, dorongan dan
sumbangan baik moril maupun materil.
Pertama-tama, penulis haturkan terimakasih kepada ayahanda M. Ridwan
dan ibunda Daimah yang dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan tidak hentihentinya memanjatkan doa, memberikan dorongan dan memenuhi kebutuhan
materil selama penulis menjalankan perkuliahan. Salam buat kakanda M. Jazuli,
adinda Ifrokha Ulyanah dan Aflakha Munjiyati.
Terima kasih kepada K.H. Drs. Misbahul Anam selaku pimpinan Pondok
Pesantren al-Umm yang telah memberikan banyak waktu untuk memberi arahan
dan informasi atas penilitian yang penulis lakukan. Tak lupa pula penulis haturkan
terima kasih kepada bapak Anang selaku pimpinanan Koperasi Ubasyada yang
telah memeberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Koperasi
Ubasyada.
Terima kasih kepada Dr. Syamsuri MA, selaku pembimbing yang sangat
sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini, Dekan Fakultas
Ushuluddin Prof. Dr. Zainun Kamal MA, Ketua Jurusan Akidah Filsafat Drs.
Agus Darmaji. M.Fils, Sektretaris Jurusan Akidah Filsafat Dra. Tien Rohmatin,
MA.
Terima kasih kepada segenap civitas akademik Fakultas Ushuluddin yang
telah membantu kelancaran administrasi. Kepada pimpinan dan staf perpustakaan
Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ii
Selanjutnya, terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan, Nanang
Sutrisna “titip salam”, Ida si kembang kelas di tunggu skripsinya, Ayu yang cantik
rapihin kuliah, Ipeh dan Amar yang suka komen di tunggu kabar wisudanya. Faiz
si anak Engkong, Maqin selamat wisuda, Abdul Muies, Rhiza Tegal, Rian, Hasan
(Acan), Verli, Dicky, Hambali, Fadilah al-Islami (Kadut), Nasrullah (Deul),
Gangsar si pendekar MENWA, Hamzah, dan Tanti.
Tak lupa penulis ucapkan salam perjuangan kepada seluruh guru TPA alMizan, ka Ai Ramdonah, ka Syarifah Amini dan ka Any Arifaini semoga
perjuangan kita tidak sia-sia, sing penting berkah dunia dan akhirat serta selalu
legowo dalam mendidik anak.
Terima kasih kepada semua seluruh pihak yang telah membantu penulis,
namun tidak sempat di sebutkan satu persatu namanya. Semoga Allah SWT.
membalas dengan kebaikan kalian. Akhirnya, penulis menyelesaikan skripsi ini,
semoga bermanfaat dunia akhirat.
Jakarta, 9 September 2011
iii
TRANSLITERASI
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke
dalam huruf latin, transliterasi dan cara penulisan yang penulis gunakan dalam
skripsi ini berdasarkan pada pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis, dan
disertasi) “ yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and
Assurance ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007
Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab
‫ا‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ث‬
‫ج‬
‫ح‬
‫خ‬
‫د‬
‫ذ‬
‫ر‬
‫ز‬
‫س‬
‫ش‬
‫ص‬
‫ض‬
‫ط‬
‫ظ‬
‫ع‬
‫غ‬
‫ف‬
‫ق‬
‫ك‬
‫ل‬
‫م‬
‫ن‬
‫و‬
‫ء‬
‫ي‬
Huruf Latin
b
t
ts
j
h
kh
d
dz
r
z
s
sy
s
d
t
z
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
‘
y
iv
Keterangan
tidak dilambangkan
be
te
te dan es
je
h dengan garis bawah
ka dan ha
de
de dan zet
er
zet
es
es dan ye
es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dengan garis di bawah
zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas hadap kanan
ge dan ha
ef
ki
ka
el
em
en
we
ha
aspostrof
ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a
fathah
i
kasrah
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ai
a dan i
‫ي‬
au
a dan u
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab di
lambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a dengan topi di atas
î
i dengan topi di atas
û
u dengan topi di atas
‫و‬
Kata sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ‫ ال‬di alih aksarakan menjadi huruf/l/ baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwan bukan addîwân.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………... i
TRANSLITERASI……………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………vi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah……………………………........................ . 5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5
D. Metode Penelitian………………………………………………. 6
E. Sistematika Penulisan…………………………………………... 8
BAB II : GAMBARAN UMUM DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
A. Keadaan Geografis…………………………………………… 10
B. Keadaan Demografis……………………………………….... 11
C. Kehidupan Keagamaan dan Kemasyarakatan………………… 13
D. Keadaan Ekonomi di Cempaka Putih ………...……………… 16
BAB III : TAREKAT TIJANIYAH DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
A. Asal Usul Tarekat Tijaniyah………………………………….. 19
B. Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih…….. 25
C. Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih………… 29
D. Ajaran- Ajaran Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih………… 33
E. Struktur Organisasi Tarekat Tijaniyah……………………….. 37
F. Hubungan Muqaddam dan Pengikutnya……………………… 42
vi
BAB IV : PENGARUH TAREKAT TIJANIYAH DALAM KEHIDUPAN
EKONOMI DI CEMPAKA PUTIH
A. Ajaran Tarekat Tijaniyah dalam Kehidupan Ekonomi………. 46
B. Peran Pesantren Terhadap Perekonomian……………………. 52
C. Analisis………………………………………………………. 59
BAB V I: PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………... 66
B. Saran-saran…………………………………………………… 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kehidupan sufi mulai dilirik oleh para pecinta Tuhan yang
menginginkan agar dirinya berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Sehingga,
banyak sekali kegiatan moral keagamaan diadakan dan dikembangkan secara
besar-besaran. Seperti, majlis zikir dan pengajian-pengajian keagamaan yang
dilaksanakan secara rutin, termasuk perkembangan tarekat di berbagai wilayah.1
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia sufistik.
Kegiatan dan perkembangan keagamaan masa sekarang menunjukan
bahwa jiwa spiritual masyarakat tidak tertelan zaman. Zaman modern ternyata
tidak menyurutkan banyak orang untuk melakukan ritual keagamaan bahkan
melakukan “hijrah” sepenuhnya dalam menempuh kehidupan spiritual.
Hal ini menunjukan bahwa kehidupan spiritual khususnya tarekat tidak
lagi dianggap tabu dan mistik. Tarekat justu dianggap sebagai salah satu solusi
untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tarekat
terkadang diartikan hanya sebagai perjalanan ruhani yang identik dengan
membunuh kebutuhan naluri dan mematikan kebutuhan insaniyah. Perbedaan
pemahaman inilah yang menambah fariasi dalam dunia tasawuf. Walaupun
demikian, tujuan tarekat itu sama yaitu usaha untuk membersihkan jiwa agar
1
Berdirinya Majlis Az-Zikra pimpinan M. Arifin Ilham, Yayasan Wakaf Paramadina
arahan Nurcholis Madjid, Naqsabandiyah Haqqani dan Tazkia Sejati pimpinan Jalaludin Rahmat.
1
2
menjadi lebih dekat dengan Tuhan dengan menempuh berbagai metode atau cara
untuk diamalkan sehingga mencapai keridaan Allah SWT.
Salah satu metode yang sering diajarkan oleh berbagai tarekat adalah
zuhud.
Arti
kata
zuhud
adalah
tidak
ingin
kepada
sesuatu
dengan
meninggalkannya. Menurut istilah zuhud adalah berpaling dan meninggalkan
sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan
mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual
atau kebahagiaan akhirat. Ada 3 tingkatan zuhud yaitu :
1. Tingkat Mubtadi‟ (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki
sesuatu dan hatinya pun tidak ingin memilikinya.
2. Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil
keuntungan pribadi dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini
tidak mendatangkan keuntungan baginya.
3. Tingkat „alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini
mempunyai nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat
Allah SWT.2
Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa harta benda adalah
sesuatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati dari
mengingat tujuan perjalanan sufi yaitu Allah SWT. Namun, ada yang berpendapat
bahwa zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak
suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang
tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan
2
Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 51.
3
diri kepada Allah SWT. Maksudnya, harta bukanlah penghalang untuk beribadah
kepada sang khaliq.3
Masing-masing tarekat mempunyai pandangan yang berbeda. Salah
satunya adalah tarekat Tijaniyah yang berada di Cempaka Putih Ciputat. Tarekat
Tijaniyah mengartikan zuhud bukan menghindar dari keduniawian. Akan tetapi,
lebih kepada pemanfaatan artinya mempergunakan harta untuk urusan akhirat.4
Hal ini dibuktikan banyaknya pengikut tarekat Tijaniyah yang bermacam-macam
profesi. Seperti pedagang, pegawai sipil, pengusaha, karyawan, mahasiswa dan
lain-lain.
Cempaka Putih adalah salah satu desa di Kecamatan Ciputat yang dapat
dikategorikan sebagai wilayah yang perkembangan perekonomiannya sangat pesat
baik dari segi fisik atau non fisik. Tidak hanya itu, di Cempaka Putih terdapat
tarekat Tijaniyah yang tumbuh dan berkembang yang dibuktikan dengan adanya
majlis-majlis pengajian dan berdirinya pondok pesantren yang berbasis tarekat
Tijaniyah yaitu Pondok Pesantren al-Umm. Di Pondok Pesantren al-Umm inilah
sebagai tempat belajar mengajar baik ilmu fiqih, ilmu tauhid dan tasawuf. Para
pengikut tarekat Tijaniyah melakukan kegiatan tarekatnya di Pondok Pesantren alUmm sekaligus sebagai tempat perkembangan tarekat Tijaniyah di daerah Ciputat.
Kehadiran tarekat Tijaniyah di Desa Cempaka Putih erat hubungannya
dengan seorang tokoh Tijaniyah yang kharismatik, yaitu K.H. Misbahul Anam
yang berasal dari Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah. Adapun metode dakwah yang
disampaikan K.H. Misbahul Anam adalah lewat belajar mengajar di Pondok
3
Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, h. 52.
Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Selaku Pimpinan Pondok Pesantren
al-Umm, Tangerang, 12 April 2011.
4
4
Pesantren al-Umm, pengajian secara rutin, dan beliau dalam kesehariannya
menangani para murid atau pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih yang
ingin bertanya, bermusyawarah tentang perjalanan spiritualnya maupun persoalanpersoalan hidup yang mereka hadapi.
K.H. Misbahul Anam tidak hanya menangani perjalanan spiritual, tetapi
juga memikirkan dan membantu masyarakat Cempaka Putih khususnya pengikut
tarekat Tijaniyah untuk memperbaiki keadaan perekonomiannya. K.H. Misbahul
Anam dan ikhwan Tijani mempelopori berdirinya organisasi yang dikenal dengan
nama al-Tujar. Kelompok al-Tujar membuat suatu wadah ekonomi dengan nama
Usaha Bersama al-Syuhada yang lebih dikenal dengan kata Ubasyada. Koperasi
ini dilatarbelakangi oleh keinginan yang besar untuk berperan serta dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat strata ekonomi lemah terutama kalangan
para pedagang.
Alasan tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut akan sebab
dan akibat yang terjadi. Berdasarkan penelusuran kepustakan yang telah penulis
lakukan, ada satu judul skripsi yang pernah melakukan riset (penelitian) tentang
tarekat Tijaniyah yaitu berjudul “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm
dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Masyarakat di Cempaka Putih”, Karya M.
Syahril Azhari. Menurut penulis, riset yang dilakukan masih bersifat umum dan
hanya sekilas membahas pengaruh dalam beberapa bidang. Oleh karena itu dalam
skripsi ini, penulis lebih menitikberatkan aspek perekonomian di daerah tersebut.
5
Judul yang penulis angkat adalah “Tarekat Tijaniyah di Pondok
Pesantren al-Umm dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Ekonomi di Cempaka
Putih Ciputat”
B. Perumusan Masalah
Studi penelitian tasawuf ini ditekankan pada aspek perkembangan tarekat
Tijaniyah5 dan aspek perekonomian di lingkungan Cempaka Putih khususnya
pengikut tarekat Tijaniyah. Karena itu, dalam upaya menelusuri berbagai
peristiwa dan permasalahan, penulis membatasi perumusan masalah yang akan di
bahas mengenai apa hubungan tarekat Tijaniyah dengan kehidupan perekonomian
di Cempaka Putih?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada apa yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang
masalah dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penelitian ini
sebagai berikut:
1. Memperkenalkan salah satu gerakan tarekat, dalam hal ini tarekat
Tijaniyah yang berkembang di perkotaan dan berada dalam lingkungan
akademik, yakni Universitas Islam Negeri Jakarta.
5
Tarekat Tijaniyah adalah tarekat yang dikembangkan oleh Sayyid Syekh Ahmad bin
Muhammad al-Tijani. Ia dilahirkan pada Kamis 13 Shaffar 1150 H/1730 M di Maroko. Lihat
misalnya M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah Al-Tijani (Jakarta: Yayasan Pendidikan
dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008); Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah
Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006); Misbahul Anam, dan Buya
Miftahudin. Sebuah penyejuk Umat dari Zaman ke Zaman (Jakarta: Gema Al Furqan, 2005). M.
Yunus A. Hamid, Meraih Mahkota Mutiara, Haqiqah dan Ma‟rifah (Jakarta: Yayasan Pendidikan
dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008).
6
2. Penulis dapat mengetahui dan memahami ajaran tarekat, khususnya
tarekat Tijaniyah tidak hanya pada tataran teoritis saja namun pada
tataran praktis.
3. Penulis ingin mengetahui sejauh mana ajaran tarekat Tijaniyah
mempengaruhi kehidupan perekonomian masyarakat di Desa Cempaka
Putih, Ciputat.
4. Penulis karya akademik ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana pada
Fakultas Ushuluddin, Program Studi Akidah dan Filsafat di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
C. Metode Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam skripsi ini melalui wawancara
terhadap pimpinan Pondok Pesantren al-Umm yakni K.H. Misbahul Anam
dan informan-informan lain. Pengumpulan data juga didapat dari kantor
Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada). Penelitian Lapangan ini
dilkukan selama enam bulan, dari bulan Apil sampai September 2011.
Penelitian ini dibantu dengan buku-buku tarekat Tijaniyah sebagai
sumber primer yaitu, Jawậhirul Ma‟ani wa bulủgh al-Amany fi faidli
sayyidi Abil Abbas al-Tijani. Karangan syaikh Ali Harazim al-Arabi yang
selesai pada tahun 1214 H. Kitab ini adalah pegangan pertama dan utama
tarekat Tijaniyah yang menjelaskan bahwa tarekat Tijaniyah bersumber
7
dari guru-guru, sampai kepada Syekh Ahmad al-Tijani dari Sayid alWujud Rasulullah SAW. Adapun isi kitab ini banyak menjelaskan tentang
fadail al-a‟mal tarekat Tijaniyah serta makna-makna yang tersirat.
Adapun buku-buku sekunder yang dipakai penulis diantaranya:
Thariqah Tijaniyah, Mengemban Amanat Lil „Alamin karya A.Fauzan
Adhiman Fathullah berisi tentang doa dan dzikir-dzikir ulama sufi. AlFaidh Al-Rabbani karangan Syekh Idris bin Abdullah Hasan al-Syafi‟i alTijani, berisi tentang biografi Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani.
Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah karya Syekh
Sholeh Basalamah dan K.H. Misbahul Anam. Berisi tentang ajaran-ajaran
tarekat Tijaniyah yang berkenaan dengan aqidah Syekh Ahmad al-Tijani,
tingkatan tauhid, tarbiyah ta‟lim Rasulullah SAW. menurut Syekh Ahmad
al-Tijani dan aturan-aturan dalam melaksanakan amalan tarekat Tijaniyah
seperti wirid Lazimah, wirid Wadzifah dan wirid Hailallah.
2. Metode Pembahasan
Adapun
pembahasannya,
penulis
menggunakan
pendekatan
deskriptif analitis yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan data-data
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kemudian dideskriptifkan
secara aktual, akurat dan sistematik untuk memperoleh kejelasan masalah
yang diteliti dan dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut
serta menganalisisnya. Penulis juga menggunakan metode kualitatif yaitu
suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
8
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, laporan
terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang
di alami.
3. Metode Penulisan
Tehnik penulisan yang akan digunakan penulis adalah mengacu
pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)
yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
D. Sistematika Penulisan
Penelitian dalam bentuk skripsi ini akan disajikan dalam lima bagian.
Bagian
pertama
adalah bagian
pendahuluan dari skripsi
ini.
pengantar
Didalamnya
yang membicarakan
dibahas
mengenai
tentang
beberapa
permasalahan pokok seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bagian kedua yang berisi hasil penelitian. Penulis mencoba untuk
memaparkan pokok bahasan yang berkenaan dengan gambaran umum daerah
penelitian yakni Desa Cempaka Putih, seperti keadaan geografis dan demografis,
kehidupan masyarakat dan keagamaan serta keadaan perekonomian di Cempaka
Putih
Bagian ketiga memaparkan beberapa hal yang berhubungan asal usul
tarekat Tijaniyah, sejarah masuknya tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih,
perkembangan tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih, ajaran tarekat Tijaniyah,
9
struktur organisasi pada tarekat Tijaniyah serta hubungan Mursyid dan
pengikutnya.
Bagian keempat penulis akan mencoba untuk melakukan pembahasan
yang bersifat analisis kritis terhadap tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih, yakni
ajaran tarekat Tijaniyah dalam perekonomian, peran pesantren terhadap
perekonomian dan analisis.
Bagian terakhir yaitu sebagai kesimpulan atau penutup bagi keseluruhan
permasalahan penelitian dalam bentuk skripsi ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
A. Keadaan Geografi
Ciputat merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah
Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Secara geografis, Ciputat terletak di
sebelah selatan Kabupaten Tangerang dengan luas 3.626 Ha. Daerah ini
mengalami kemajuan yang cukup berarti dari berbagai sektor, baik ekonomi,
pembangunan fisik dan non fisik, sosial, budaya dan politik. Ciputat juga
memiliki peluang untuk pembangunan ekonomi, pendidikan, pusat pemerintahan
dan pemukiman.
Tarekat Tijaniyah yang penulis teliti berada di Pondok Pesantren al-Umm
di jalan WR. Supratman, gang Jamblang nomor 30, Desa Cempaka Putih,
Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Desa Cempaka Putih yang memiliki
luas 240 hektar ini di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kampung Sawah.
Sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rempoa. Sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Cirendeu dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa
Pisangan. Secara umum, struktur geografis Desa Cempaka Putih termasuk dataran
rendah. Suhu udara berkisar antara 30-32 derajat Celcius, suhu rata-rata bagi
penduduk Jakarta dan sekitarnya. Menurut data yang diperoleh dari profil desa
Cempaka Putih, desa tersebut berada pada ketinggian 150 meter di atas
permukaan laut. Lingkungan di sekeliling pusat gerakan tarekat Tijaniyah yakni di
seputar Pondok Pesantren al-Umm sangat beraneka ragam. Sebagian besar
10
11
penduduknya merupakan kaum urban (pendatang). Kebanyakan mereka
bermukim di beberapa perumahan seperti Graha Hijau I, Graha Hijau II, Pondok
Karya Permai dan Lain-lain. Kawasan pemukinan ini direspon secara positif oleh
masyarakat Desa Cempaka Putih untuk mengembangkan ekonomi yang lebih baik
dengan menjadi pembantu rumah tangga, membuka warung-warung kecil, sektor
jasa, pertukangan, dan sektor informal lainnya.
Selain daerah pemukiman, Desa Cempaka Putih juga berdekatan dengan
perguruan tinggi seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ)
Jakarta. Keberadaan perguruan tinggi ini memiliki pengaruh positif terhadap
kemajuan intelektualitas masyarakat dan kemajuan ekonomi dengan berbagai
peluang usaha bagi masyarakat setempat.
Berdasarkan deskripsi geografi di atas, dapat disimpulkan bahwa pusat
gerakan tarekat Tijaniyah terletak di daerah yang sangat strategis dan memiliki
potensi untuk berkembang dalam berbagai aspek kehidupan. Letak yang
berdekatan dengan perguruan tinggi juga mempengaruhi persepsi masyarakat,
gaya hidup dan tingkat intelektual yang tinggi.
B. Keadaan Demografi
Berdasarkan data monografi Desa Cempaka Putih pada tahun 2011,
jumlah penduduk secara keseluruhan 3.0621 jiwa. Mereka terdiri dari 24.496
beragama Islam, 3.062 beragama Kristen, 1.531 beragama Katholik, 765
beragama Hindu, dan 767 beragama Budha. Jumlah pemeluk agama tersebut
12
diimbangi dengan fasilitas ibadah seperti 10 Masjid dan 12 Musallah. Sedangkan
untuk pemeluk agama Kristen terdapat 2 gereja yang dapat dijangkau di Ciputat.1
Dari data tersebut menunjukan bahwa agama Islam merupakan agama
mayoritas di Desa Cempaka Putih, terbukti pemeluk agama Islam sampai 81 %.
Dengan jumlah pemeluk Islam yang besar itu, maka agama Islam menduduki
posisi yang penting dalam percaturan sosial keagamaan masyarakat Cempaka
Putih dan kehidupan beragama semakin semarak dengan memunculkan berbagai
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ditunjang dari pemerintah maupun
masyarakat Desa Cempaka Putih sendiri. Seperti 23 Majelis Ta’lim, 9 Taman
Pendidikan al-Qur’an serta adanya Pondok Pesantren al-Umm sebagai pendidikan
keagamaan dan dijadikan central perkembangan serta peribadatan pengikut tarekat
Tijaniyah.
Mengenai jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan masyarakat
Cempaka Putih adalah 437 tamat Sekolah Dasar, 1.536 tamat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama, 3.337 tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, 1685 tamat
Diploma I, II dan III, serta 888 tamat sebagai Sarjana Strata I, II dan III. Adapun
sarana pendidikannya adalah 1 TK, 7 SD, 3 SLTP, 2 SLTA dan 1 Perguruan
Tinggi, 2 Lembaga Pendidikan Keagamaan dan 2 Perpustakaan.2
Dalam hal mata pencaharian, penduduk Cempaka Putih memiliki berbagai
profesi dan mayoritas berprofesi sebagai pegawai swasta berjumlah 4.873 jiwa,
sebagai pedagang berjumlah 2.161 jiwa dan sebagai pegawai negeri berjumlah
1
Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat
Provinsi Banten 2010. h. 5-7.
2
Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat
Provinsi Banten 2010, h. 11.
13
976. Selebihnya berprofesi sebagai dokter, supir, montir, penjahit, dan lain-lain.3
Kondisi perekonomian yang ada membawa tarekat Tijaniyah ikut serta dalam
pembangunan ekonomi baik dalam segi pembangunan fisik maupun kualitas
sumberdaya manusia khususnya dalam bidang moral keagamaan. Tarekat
Tijaniyah tidak lagi hanya sebagai ajaran mistis, namun sudah melembaga yang
memberi warna kehidupan masyarakat. Dengan dukungan masyarakat sekitar,
tarekat Tijaniyah mempunyai pengaruh yang baik dalam kehidupan sosial maupun
keagamaan.
C. Kehidupan Keagamaan dan Kemasyarakatan
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai sifat ketergantungan pada
manusia lainnya dan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik, material maupun
immaterial yang mengitarinya. Manusia juga secara alamiah mempunyai sifat
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh siklus kehidupan mereka sendiri.
Masyarakat sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individuindividu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang
cukup intensif dan teratur, sehingga dari mereka diharapkan adanya pembagian
tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka.4
Aktifitas sosial sebagai masyarakat memiliki identitas dan karakteristik
masing-masing yang dibentuk oleh lingkungannya melalui simbol-simbol dan
sosialisasi. Sehingga, pengambilan peranan seseorang, kelompok atau lembaga
3
Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat
Provinsi Banten 2010, h. 17.
4
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta:
Kencana, 2007), h. 23.
14
akan memberikan ciri khas yang nyata dalam masyarakat. Peranan ini selalu
terkait dengan sistem, adat-istiadat, ritus dan hukum bersifat khas. Perbedaan
suku, etnis, agama dan bangsa tertentu juga mempengaruhi pembentukan identitas
sosial.
Masyarakat Cempaka Putih merupakan kelompok sosial yang bersifat
heterogen sekaligus berperan secara langsung dalam siklus kehidupan, baik dalam
pendidikan, budaya, politik, dan ekonomi. Dalam konteks ini, manusia yang
secara fitri merupakan makhluk rasional dan makhluk spiritual juga membutuhkan
agama sebagai kebutuhan dasar, disamping kebutuhan lain yang bersifat fisikalkuantitatif dan rasional-saintifik. Agama yang difahami secara utuh oleh umat
manusia diharapkan dapat menghadirkan kemanfaatan bagi penyempurnaan
kehidupan dan eksistensi mereka.
Proses internalisasi dalam konteks Desa Cempaka Putih, dilakukan
melalui pendidikan secara formal, seperti di sekolah-sekolan dan pendidikan
informal, seperti pengajian yang diselenggarakan oleh berbagai Majlis Ta’lim di
wilayah Desa Cempaka Putih. Pondok Pesantren al-Umm juga berperan positif
dalam masyarakat, baik dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan. Tarekat
Tijaniyah sebagai bagian dari Pondok Pesantren al-Umm secara tidak langsung
mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat Desa Cempaka Putih.
Kehidupan masyarakat dan kehidupan tarekat tidak bisa terlepas dari figur
seorang pemimpin. K.H. Misbahul Anam sebagai tokoh masyarakat Desa
Cempaka Putih memposisikan dirinya sebagai pimpinan Pondok Pesantren alUmm sekaligus pimpinan tarekat Tijaniyah mampu dalam pengambilan keputusan
15
untuk kemaslahatan umat dan memberikan dampak yang cukup luas bagi
perkembangan masyarakat. Figur kyai juga mampu menciptakan simbol-simbol
budaya baru yang fungsional dan operasional dalam masyarakat.
Indikasi kian berkembangnya kegiatan keagamaan karena adanya tarekat
Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm adalah dengan berkembangnya
kelompok-kelompok pengajian. Selain itu terbukti dengan dibangunnya Masjid
Bait al-Rahman yang terletak di gang Jamlang yang merupakan bukti nyata dari
meningkatnya kesadaran keagamaan masyarakat Desa Cempaka Putih, padahal
masjid itu awalnya hanya musallah kecil tempat K.H. Misbahul Anam mengajar.
Selain itu juga telah lahir organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI) dari
pesantren yang berhaluan tarekat ini. FPI yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1998
dibentuk dengan dasar kian maraknya ketidakadilan hukum serta kian banyaknya
penindasan terhadap rakyat kecil dan bebasnya praktik prostitusi dan kemaksiatan.
Ide dan format gagasan itu berawal dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan
K.H. Misbahul Anam dan Habib Rizieq Shihab yang kemudian keduanya terpilih
menjadi ketua dan sekjen.5
Deskripsi di atas menunjukan bahwa K.H. Misbahul Anam dan kehidupan
tarekat Tijaniyah bukanlah suatu ajaran yang bersifat statis, anti sosial dan anti
masyarakat. Tetapi tarekat Tijaniyah dapat menyeimbangkan diri dengan
perubahan zaman dan selalu melakukan upaya perbaikan-perbaikan dalam
kehidupan masyarakat.
5
Wawancara dengan Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011.
Lihat juga M. Syahril Azhari, “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dan Pengaruhnya
dalam Kehidupan Masyarakat di Cempaka Putih,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Hegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001), h. 53.
16
D. Keadaan Ekonomi di Cempaka Putih
Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk mengakibatkan tujuan
negara untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat belum terpenuhi.
Kesengsaraan, kemelaratan, kebodohan, pertikaian antar warga, kriminalitas,
peledakan bom dan lain-lain semakin marak di penjuru wilayah Indonesia. Gempa
bumi, kebakaran, banjir, tanah longsor seakan melengkapi berbagai permasalahanpermasalah yang ada. Keadaan ini membuat rakyat merasa pesimis untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
Krisis kepercayaan pun semakin tinggi karena perilaku tokoh masyarakat
dan institusi negara yang tidak bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang
diambil. Masyarakat tidak percaya lagi kepada penegak hukum, politisi, pejabat,
intelektual dan pemimpinnya. Tidak percaya kepada pemerintah, partai politik,
media masa bahkan masyarakat mulai tidak percaya kepada para Kyai dan tokoh
agama.
Hal
ini
disebabkan
ketidakmampuannya
dalam
melaksanakan
kewajibannya sebagai pemimpin.
Dari permasalahan yang kompleks ini, maka butuh solusi dan kerja sama
yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks ini, tarekat Tijaniyah
di Pondok Pesantren al-Umm sebagai bagian dari agama dan bagian dari
manyarakat ikut serta dalam perbaikan spiritual dan meningkatkan sejahterakan
rakyat. Sehingga, tarekat Tijaniyah tidak lagi dianggap sebagai ajaran mistis
belaka, tetapi sudah melembaga secara terorganisasi yang membawa warna
kehidupan masyarakat. Tarekat Tijaniyah yang hidup dan berkembang di
lingkungan pesantren ikut serta dalam menjalankan fungsi pesantren. Suhartini
17
dalam bukunya yang berjudul “Problem Kelembagaan Pengembangan Ekonomi
Pondok Pesanren” menyatakan bahwa pesantren memiliki tiga fungsi utama
yaitu: pertama, sebagai pusat pengkaderan dan pencetak pemikir-pemikir agama;
kedua, sebagai lembaga pencetak sumberdaya manusia handal dan ketiga, sebagai
lembaga yang memiliki kekuatan melakukan pemberdayaan masyarakat.6 Hal ini
dapat dipahami bahwa pondok pesantren sekaligus tarekat Tijaniyah termasuk
dalam lembaga yang memproses perubahan sosial dengan tidak hanya
menekankan pada salah satu aspek saja yaitu agama, namun telah memasuki
berbagai lini dalam proses transformasi sosial. Pada tataran ini tarekat Tijaniyah
di Pondok Pesantren al-Umm mempunyai pengaruh yang baik bagi kehidupan
sosial maupun kehidupan masyarakat Desa Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat,
Kabupaten Tangerang.
Cempaka Putih adalah sebuah desa yang mempunyai peluang yang tinggi
untuk mengembangkan kehidupan ekonomi mereka. Indikasi ini terlihat dari
beberapa fakor antara lain.
1. Letak geografis Desa Cempaka Putih
yang sangat strategis, terutama
dalam bidang ekonomi. Letaknya yang mudah dijangkau dari berbagai
penjuru memudahkan akses dalam informasi, komunikasi dan tansportasi.
2. Kian melebarnya areal perdagangan baik berupa pasar tradisional maupun
modern, sehingga masyarakat bisa dengan mudah melakukan transaksi
perdagangan baik dalam skala kecil maupun besar.
6
Husen Hasan Basri, dkk., Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat (Jakarta:
Prasasti, 2007), h. 2.
18
3. Jumlah tenaga kerja semakin meningkat dan menyebar dalam berbagai
lembaga ekonomi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa Cempaka Putih itu sendiri.
4. Jumlah pendidikan yang meningkat dan banyaknya penduduk Desa
Cempaka Putih yang menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi,
sehingga dapat diharapkan mereka akan memiliki kehidupan ekonomi
yang lebih baik.
5. Desa Cemaka Putih mempunyai komplek perumahan, pendidikan,
perkantoran yang cukup luas sehingga dapat dipastikan masyarakat dapat
menawarkan jasa yang dimiliki sebagai pekerjaan.
Indikasi di atas dapat dipahami bahwa Desa Cempaka Putih mempunyai
potensi untuk mengembangkan diri menjadi desa yang maju dan masyarakat yang
berkecukupan dalam ekonomi tanpa mengesampingkan kehidupan agama.
BAB III
TAREKAT TIJANIYAH DI DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
A. Asal Usul Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah adalah salah satu Thariqah al-Auliya yang dirintis oleh
wali besar akhir zaman yaitu Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani1 yang lahir
pada hari Kamis, 13 Shafar 1150 H/1730 M di „Ain Madi, Aljazair Selatan. Ia
adalah seorang bangsawan yang tergolong ahlulbait Rasulullah SAW. yaitu
keturunan ke 24 dari Rasulullah SAW. dengan nasab dari Siti Fatimah dan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dari garis Sayyidina Hasan. Sedangkan ayahnya
bernama Muhammad bin Mukhtar, seorang yang saleh yang tinggal dan mengajar
di „Ain Madi. Kata al-Tijani berasal dari sebuah nama suku kelahiran dan
keluarga besar beliau yang bernama Tijanah.2
Pada usia 7 tahun, Syekh Ahmad al-Tijani telah hafal al-Qur‟an dalam
Qira‟at Imam Nafi di bawah bimbingan Sayyid Muhammad bin Hamawi AlTijani. Kemudian ia menyibukan diri dengan mendalami ilmu ushul (akidah),
furu‟ (fikih) dan adab (etika). Selain itu, Ahmad bin Muhammad al-Tijani
mempelajari ilmu zahir yaitu Mukhtashar al-Syaikh Khalil (ringkasan
yurisprudensi Imam Malik), ar-Risalah al-Jama‟ah al-Sufiyah bi Bilad al-Islam
1
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhtar bin Ahmad bin
Muhammad bin Salim bin Ahmad Ali al-Wanny bin Ahmad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin
Abdul Jabbar bin Idris bin Ishaq bin Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad al-Nafsuz Zakiyah
bin Abdullah al-Kamil bin Hasan al-Muasanna bin Hasan al-Sibti bin Ali bin Abi Thalib dari
Sayyidina Fatimah al-Zahra r.a binti Rasulullah SAW. Lihat Sholeh Basalamah dan Misbahul
Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 22.
2
Al-Faidh ar-Rabbani, Manaqib al-Qutubul Kamil Khotmul Auliya al-Maktum Sayyidina
Syekh Ahmad bin Muhammad al-Hasani al-Tijani, Penerjemah al-Fakir Miftahuddin asy-Syafi‟i
al-Tijani bin Qusthoni (T.tp., T.pn., 2009), h. 5.
19
20
karya Abu Qasim al-Qusyairi, Muqaddimah karya Ibn Rusyd dan Muqaddimah
karya al-Akhdari. Dengan karunia Allah SWT. yang melimpah, ia dapat
menguasai berbagai ilmu dengan sempurna. Sehingga pada usia yang relatif
muda, Ia sudah bisa menjawab berbagai pertanyaan dari masyarakat dan bisa
mengajarkan beberapa cabang ilmu keislaman seperti tafsir, hadits, fikih, tauhid
dan yang lainnya.3
Pada usia 21 tahun, ia mulai terpanggil untuk mengikuti jejak kehidupan
para sufi dalam dunia tasawuf dan mengunjungi berbagai daerah di Faz, Maroko
pada tahun 1171 H/1757 M. Pertemuan dengan para tokoh sufi inilah Syekh
Ahmad al-Tijani mempelajari berbagai tarekat yang berkembang pada masa itu.
Seperti, tarekat Qadariyah, Khalwatiyah, Syadziliyyah, Nashiriyah dan tarekat
yang bersumber dari Ahmad al-Habib bin Muhammad.4
Proses lawatan inilah yang mempertemukan Syekh al-Tijani dengan
beberapa wali-wali besar. Seperti Abu Muhammad al-Thoyib bin Muhammad bin
Ibn Abdillah r.a, yang masyhur dengan panggilan Sayyid Alwani. Ia juga bertemu
dengan Muhammad Wanjali r.a di gunung Zabib, salah seorang tokoh dari tarekat
Syadziliyah. Ia membukakan banyak visual (kasyaf) yang ada dalam batin alTijani dan memberikan pernyataan bahwa al-Tijani akan menemukan kedudukan
Imam Syadzili (pendiri tarekat Syadziliyah).5
3
Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (Jakarta: Angkasa, 2008), h. 1325.
Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf , h. 1325.
5
Fakhrudin Ahmad al-Uwaisi dan Sholeh Basalamah Syekh Ahmad Al-Tijani: Keturunan
Rasulullah yang Mirip Rasulullah SAW (Jatibarang: TIM Santri Pondok Pesantren Darussalam,
2009), h. 10.
4
21
Selanjutnya, Syekh bertemu dengan Sayyid Abdullah bin al-Arabi bin
Ahmad bin Muhammad bin Abdullah al-Andalusi. Pertemuan ini banyak
memperbincangkan masalah. Konon sebelum berpisah, Sayyid Abdullah bin alArabi berkata kepada Ahmad al-Tijani bahwa “Allah akan selalu menuntunmu
(menolongmu)” sampai tiga kali. Kemudian bertemu Abul Abbas Ahmad alThawasy dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sehingga mengambil tarekat
Qadiriyah.6
Pada tahun 1187 H/1773 M, Syekh Ahmad al-Tijani menuju Tunisia terus
ke Mekah untuk ibadah haji. Dalam perjalanannya, ia singgah di Azwawi, dekat
Aljazair dan belajar tarekat Khalwatiyah pada Abu Abdillah bin Abdurrahman alAzhary. Ia menetap di Tunisia. Kemudian ia pergi ke Mesir untuk menemui
Syekh Mahmud al-Kurdi, pemimpin Khalwatiyah di Kairo.7 Abu Abbas Ahmad
al-Tijani sampai di Mekah pada bulan Syawal 1187 H untuk mengerjakan haji.
Sufi besar India Ahmad bin Abdullah al-Hindy ditemuinya secara ruhani.
Maksudnya guru sufi tersebut secara mistis telah memberikan pelajaran kepada
Ahmad al-Tijani, cukup melalui risalah-risalah yang disampaikan oleh khadamnya
yang mengatakan bahwa: “Engkau yang mewarisi ilmuku, asrorku, wibawaku,
dan cahayaku.”8
Setelah melaksanakan ibadah haji, Ahmad al-Tijani pergi ke Madinah
untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad dan bertemu dengan Syekh Abdul
Karim al-Saman, seorang pemimpin tarekat Samaniyah, salah satu cabang
6
Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah
(Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 22.
7
Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (Jakarta: PT. Anakasa, 2008), h. 1325.
8
M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah al-Tijany (Jakarta: Yayasan Pendidikan
dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008), h. 11.
22
Khalwatiyah. Syekh itu mengatakan bahwa Ahmad al-Tijani mempunyai potensi
sebagai wali qutub9 yang dominan. Ahmad al-Tijani meninggalkan tanah Arab
pada tahun 1191 H, Ahmad al-Tijani menetap di Tilmisan. Setelah itu, ia pergi ke
Syalalah dan tinggal di Sidi Abi Samghun.10
Deskripsi di atas menggambarkan bahwa Syekh Ahmad al-Tijani telah
memiliki berbagai keilmuan yang cukup mendalam sebagai seorang pemimpin
tarekat dan berbagai isyarat yang diterima oleh guru-guru tarekat semakin
mempertegas dirinya menjadi seseorang yang mempunyai tingkat derajat yang
agung di sisi Allah SWT. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani nampaknya tidak
mengambil salah satu tarekat yang di pelajari sebagai tarekatnya, walaupun gurugurunya telah memberikan izin talkin kepadanya.
Puncak perjalanannya dalam berimplementasi dengan berbagai bentuk
tarekat baik wirid, amalan-amalan tarekat, puasa dan uzlah (mengasingkan diri
dari kehidupan sosial) membawa Syekh Ahmad al-Tijani berjumpa dengan
Rasulullah SAW. dalam keadaan terjaga, sadar (Yaqzah), bukan mimpi.
Dalam tradisi tasawuf, melihat Rasulullah SAW. walaupun sudah wafat
bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh seorang wali. Paham demikian didasarkan
pada beberapa hadis yang menyebutkan bahwa seorang wali dapat melihat
Rasulullah SAW. secara sadar (Yaqzah) ataupun dalam mimpi. Melihat
9
Wali qutub adalah manusia terbaik yang mengumpulkan seluruh keutamaan. Baik dalam
sifat kemanusiaan, ibadah dan kedekatannya dengan Allah. Seorang qutub merupakan khalifah
Rasulallah SAW. dalam menjaga keseimbangan alam. Kedudukan wali qutub merupakan
kedudukan tertinggi yaitu sebagai poros dan markas dari seluruh wali dan dalam setiap masa
hanya ada satu orang qutub. Lihat Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab
dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 27 dan Usman Said, dkk., Pengantar
Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama
Islam Negeri, 1982), h. 126.
10
Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (JakartaAnakasa, 2008), h. 1325.
23
Rasulullah SAW. secara sadar ataupun dalam mimpi berarti melihat Rasulaullah
SAW. secara benar, bukan khayalan. Hadis yang dijadikan sebagai sumber acuan
para sufi dan ahli tarekat tentang paham melihat Rasulullah SAW. adalah Hadis
dari Imam Bukhari11 dan Hadis dibawah inilah yang dijadikan referensi oleh para
jamaah tarekat Tijaniyah yang meyakini bahwa seseorang dapat bertemu dengan
Rasulullah SAW.
‫هن رانى فى الونام فسيرنى فى اليقظة‬
Artinya: “Siapa yang melihatku dalam tidurnya, maka akan melihatku dalam
terjaga”.(HR. Imam Bukhari)
‫ها هن احذ يسلن علي اال رد اهلل علي روحي حتى ارد عليه السالم‬
Artinya: “Tidak ada seorangpun yang menyampaikan salam kepadaku, kecuali
Allah mengembalikan ruhku. Sehingga aku dapat menjawab
salamnya”. (HR. Abu Daud)
Ketika pertemuan itu, Rasulullah SAW. mentalkinkan zikir/wirid berupa
istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali. Pada waktu itu, Syekh Ahmad al-Tijani
mendapatkan izin penuh dari Rasulullah SAW. untuk mentalkinkan wirid tarekat
Tijaniyah kepada setiap orang yang memintanya dan sejak saat itu juga Rasulullah
SAW. selalu mendampinginya dan tidak pernah hilang dari pandangannya.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Fath al-Akbar yaitu
terbukanya tirai yang menghalangi antara seseorang dengan Rasulullah SAW. Hal
ini terjadi pada usia 46 tahun bertepatan dengan tahun 1196 H/1776 M, sewaktu
beliau melakukan perjalanan dari Desa Tilmisan ke Syalalah dan Abi Samghun.
11
Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan
Sunnah. (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), hal. 118.
24
Syalalah dan Abi Samghun adalah sebuah desa yang berdekatan dengan sahara
timur Negara Maroko. Syekh Ahmad al-Tijani tinggal di Syalalah sampai tahun
1199 H, kemudian ke Abi Samghun.
Pada tahun 1200 H, Rasulallah SAW. menemui Syekh Ahmad al-Tijani
lagi dengan menyempurnakan pengajaran wiridnya dengan bacaan tahlil. Wirid
inilah yang merupakan embrio (cikal-bakal) tarekat Tijaniyah, yang kemudian
para jamaah tarekat Tijaniyah mengamalkannya dan menyebutnya dengan wirid
lazim yaitu
Istighfar
Shalawat Nabi
Hailallah
Sejak peristiwa itu, Syekh Ahmad Tijani mengakhiri afiliasinya dengan
berbagai tarekat yang sebelumnya telah ia jalani yakni Qadariyah, Khalwatiyah,
Syadziliyyah, Nashiriyah dan tarekat yang bersumber dari Ahmad al-Habib bin
Muhammad. Keputusannya ini ia ambil dengan alasan Rasulullah SAW.
memerintahkan dirinya untuk memutuskan afiliasinya dengan empat tarekat ini
dan mendapatkan perintah untuk mengajarkan wirid yang ia peroleh dari
Rasulullah SAW. secara Yaqzah (Sadar). Al-Tijani mengaku hanya Rasulullah
SAW. satu-satunya guru baginya.
‫الهنة لوخلوق عليل هن هشايخ الطريق فأنا واسطل وهوذك على التحقيق فاترك‬
. ‫عنل جويع هاأخذت هن جويع الطريق‬
25
Artinya : “Tak ada pemberian untuk guru-guru tarekat atas kamu. Maka akulah
wasithah (perantaramu) dan pemberi (pembimbingmu). Karena itu,
tinggalkanlah semua yang kamu ambil dari semua tarekat”.12
Pada bulan Muharram tahun 1214 H/1794 M, Syekh Ahmad Al-Tijani
telah sampai pada martabat kutub teragung al-Quthbaniyat al-„udhma yang
artinya ia telah memperoleh derajat tertinggi diantara yang tinggi dalam hirarki
wali yang ada. Pada tanggal 18 tahun 1214 H, ia juga di anugrahi sebagai alKhatmu al-Auliya al-Maktum (penutup para wali yang tersembunyi). Kedudukan
ini menyiratkan bahwa tidak ada lagi wali yang lebih tinggi dari pada dirinya.
Peristiwa inilah yang diperingati setiap tahun sekali yang lazim disebut Iedul
Khatmi al-Tijani. Akhirnya Syekh Ahmad Al-Tijani melakukan perjalanan ke
kota Fez kemudian tinggal disana sampai meninggal dunia pada tanggal 12
Syawal 1230 H/22 September 1815 pada usia 80 tahun dan dimakamkan di Fez,
Maroko.
B. Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah Di Cempaka Putih
Keberadaan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm Cempaka
Putih Kecamatan Ciputat erat kaitannya dengan hadirnya K.H. Misbahul Anam13
sejak tahun 1994 sampai sekarang. Sebelum menjadi Muqaddam, beliau sempat
belajar berbagai ilmu dzahir seperti tafsir, hadits, fikih, kalam dan ilmu-ilmu
bahasa arab. Ia pernah belajar di Pondok Pesantren al-Islah Semarang pada tahun
12
A.Fauzan Adhiman Fathullah, Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil „Alamin.
(Kalimantan Selatan: Yayasan Al-Ansari Banjarmasin, 2007), hal. 108.
13
Nama lengkapnya adalah Misbahul Anam bin Tirmidzi al-Syafi‟i. Lahir di Jatirokeh,
Jatibarang Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 4 Maret 1966. Sejak kecil dalam asuhan langsung
ayahnya, K.H. Turmudzi. Baik dalam ibadah, berakhlak maupun memahami kitab-kitab salaf.
26
1987 dan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tahun 1991. Dari berbagai keilmuan yang ia peroleh, K.H. Misbahul Anam mulai
mengajarkan dan mengembangkan tarekat Tijaniyah di Tangerang, Ciputat dan
Jakarta. Keyakinan yang kuat dan usaha keras membuat tarekat ini dapat diterima
oleh masyarakat dan mendapat sambutan yang positif dalam berbagai kegiatan
ketarekatan, khususnya Desa Cempaka Putih.
Perkembangan tarekat ini berawal dari diangkatnya K.H. Misbahul Anam
menjadi muqaddam14 atau dalam istilah lain disebut Mursyid. Beliau dibai‟at atau
ditalqin menjadi muqaddam oleh K.H. Syaikh Muhammad bin Ali Basalamah dari
Jatibarang Brebes. Berbagai pengalaman spiritual dan amanat yang diperoleh
memberikan motivasi untuk lebih banyak mengamalkan dan mengembangkan
tarekatnya. Hal ini tidak disia-siakan oleh K.H. Misbahul Anam ketika beliau
mulai tinggal dan menetap di desa Cempaka Putih beserta keluarganya.
Tarekat Tijaniyah disebar luaskan dengan cara pendekatan-pendekatan
secara personal terhadap orang yang dikenal dengan baik, memberikan berbagai
tausiah di berbagai tempat, dari berbagai pengajian, dari masjid ke masjid, dan
mushalla ke mushalla. Ketika beliau menyampaikan ceramah dalam berbagai
kesempatan, kerap kali memberikan ajaran-ajaran Syeikh Ahmad al-Tijani dan
dilanjutkan dengan gerakan keagamaan yang lain. Cara seperti ini sangat efektif
untuk menarik perhatian dan secara cepat menarik banyak pengikut.
Kehadiran K.H. Misbahul Anam memberikan warna baru dalam dunia
tasawuf dengan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah. Sehingga masyarakat merasa ada
14
Muqaddam adalah seseorang yang diberi otoritas sebagai Syaikh. Maksudnya
muqaddam memiliki otoritas untuk membai‟at para penempuh awal jalan spiritual baru (murid) ke
dalam tarekat yang dipimpinnya dan memberikan amalan spiritual.
27
sesuatu yang berbeda dan mulai tumbuh rasa ingin tahu tentang tarekat Tijaniyah
hingga akhirnya mereka tertarik dan melakukan bai‟at (dibai‟at). Perkembang
tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat15 tetapi tidak dipungkiri bahwa
perjalanannya juga mendapatkan hambatan dari kalangan yang kurang respek
pada ajaran-ajaran al-Tijani. Beliau kerap kali mendapatkan isu-isu yang kurang
menyenangkan. Salah satunya adalah tarekat Tijaniyah dianggap sangatlah mistis
dan tidak masuk akal. Tarekat Tijaniyah dicurigai sebagai gerakat tarekat yang
diindikasi sebagai ajaran sesat. Tetapi prasangka itu akhirnya dapat dicairkan
manakala diketahui bahwa tarekat Tijaniyah adalah bagian dari tarekat mu‟tabarah
yang diakui oleh para ulama NU.16
Hal ini disebabkan adanya perbedaan ide pemikiran dan masyarakat
Cempaka Putih yang mulai berfikir secara kritis dan berintelektualitas yang cukup
tinggi. Pemahaman tentang tasawuf atau tentang tarekat yang berbeda menambah
kesenjangan pada setiap kalangan. Faktor wilayah dan tradisi kebudayaan juga
sangat menentukan adanya permasalahan, apalagi Desa Cempaka Putih tergolong
daerah perkotaan yang jauh dari hal-hal mistik dan wilayah yang diselimuti oleh
pendidikan (banyaknya perguruan tinggi).
Problem-problem yang muncul tidak terlalu ditanggapi oleh K.H.
Misbahul Anam karena menurutnya hal itu adalah bentuk respon masyarakat dan
efek dari munculnya tarekat Tijaniyah yang terbilang baru di kalangan masyarakat
15
Perkembang tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat karena dalam kurun waktu 3
tahun, K.H. Misbahul Anam dapat merekrut pengikutnya dan mendirikan Pondok Pesantren alUmm yang notabennya beliau masih tergolong muda, baru berumur 28 tahun.
16
Keputusan muktamar NU ke-6 di Cirebon pada bulan Agustus 1931 dan dipimpin oleh
KH. Hasyim Asy‟ari yang menyatakan bahwa tarekat Tijaniyah dengan segala bentuk prakteknya
dinyatakan mu‟tabarah atau sah. Keputusan ini didukung oleh ulama lain seperti KH. Wahab
Khasbullah, KH. Ma‟sum dari Lasem, dan KH. Ali Ma‟sum mantan Rais Am NU.
28
mereka. Ia hanya melakukan pendekatan secara pribadi dan memberikan
penjelasan-penjelasan yang secara logika dapat diterima atau masuk akal. Lambat
laun, mereka mulai memahami apa itu tarekat Tijaniyah dan menerimanya.
Bahkan, mereka ikut serta dalam kegiatan ketarekatan yang dilakukan secara
rutin. Perjalanan tarekat Tijaniyah pun terus dilakukan bahkan semakin gencar
sampai ke wilayah-wilayah yang lain.
Menurut K.H. Misbahul Anam, penyebaran ajaran tarekat Tijaniyah
dilakukan tiga tahun sebelum berdirinya Pondok Pesantren al-Umm.17 Dengan
kata lain masuknya tarekat Tijaniyah di Desa Cempaka Putih tiga tahun lebih awal
ketimbang berdirinya Pondok Pesantren al-Umm yang kini menjadi pusat
pendidikan gerakan tarekat Tijaniyah.
K.H. Misbahul Anam selain sebagai muqaddam, beliau juga dikenal luas
sebagai pengasuh banyak Majlis Ta‟lim yang diselenggarakan masyarakat.
Misalnya, Majlis Ta‟lim Masjid Ittihad al-Muslimin (Ancol) Jakarta Utara, Masjid
al-Inayah Ciganjur, Masjid Halimah al-Sa‟diyah Cikokol, Masjid Baitur Rahim
Ciputat dan lain-lain. Sehingga pengajian rutin ini mampu menjadi wadah
pengembangan ajaran tarekat Tijaniyah. Perkembangan selanjutnya barulah
mendirikan Pondok Pesantren al-Umm.
Sejak tanggal 17 Agustus 1997, Pondok Pesantren al-Umm didirikan dan
menjadi pusat tarekat Tijaniyah yang saat ini memiliki pengaruh di lingkungan
masyarakat Ciputat, bahkan Jabodetabek. Dari pengamatan penulis, Pondok
17
Menurut K.H. Misbahul Anam, ia sempat mengajar dan menyebarkan tarekat Tijaniyah
ke berbagai tempat, misalnya di Masjid al-Ikhlas Tanah Abang tiga tahun sebelum berdirinya
Pondok Pesantren al-Umm, wawancara pribadi dengan pimpinan Pondok Pesantren al-Umm,
Tangerang, 12 April 2011.
29
Pesantren al-Umm berdiri di atas tanah seluas 600 meter persegi akan tetapi
memegang pimpinan sentral tarekat ini di wilayah tersebut. Hal ini didasarkan
pada beberapa faktor, seperti model kepemimpinan K.H. Misbahul Anam yang
sangat progresif, letak Pondok Pesantren al-Umm yang sangat strategis, tarekat
yang terbuka, merespon perkembangan dan tidak ekslusif.
C. Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih
Tarekat Tijaniyah yang berkembang secara cepat di masyarakat Cempaka
Putih disebabkan adanya hubungan yang baik antara tarekat dengan berbagai
faktor. Seperti faktor sosial, ekonomi, politik dan keagamaan. Faktor-faktor ini
sangat berpengaruh pada dinamika kultural yang menyertai kehidupan masyarakat
di daerahnya.
Hubungan yang baik antara tarekat dengan berbagai faktor mewujudkan
berdirinya Pondok Pesantren al-Umm pada tanggal tanggal 17 Agustus 1997.
Berdirinya Pondok Pesantren al-Umm juga memudahkan K.H. Misbahul Anam
untuk menerapkan berbagai bentuk keagamaan layaknya pondok-pondok
pesantren di wilayah lain yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu baik ilmu
keagamaan atau ilmu kebatinan. Tetapi K.H. Misbahul Anam juga mewarnai
pondok pesantrennya dalam ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah atau terselubung
dalam Tarbiyah al-Tijani.
Pondok Pesantren al-Umm bersifat dwi fungsi artinya Pesanren al-Umm
sebagai lembaga pendidikan secara formal yang berfungsi mengembangkan ilmu-
30
ilmu syariat Islam dan pengembangan tarekat untuk membangun esoterik Islam
baik kalangan muda maupun tua.
Pondok Pesantren al-Umm mengajarkan berbagai disiplin ilmu agama.
Seperti tauhid, akhlak, ulumul qur‟an, ulumul hadist, tafsir, usul fiqh dan lainlain. Ajaran tarekat Tijaniyah yang diambil dari kitab-kitab pokok Tijaniyah pun
kerap kali dibahas dalam waktu-waktu tertentu oleh K.H. Misbahul Anam dengan
berbagai referensi seperti Jawahirul Ma‟ani wa Bulugh al-Amâny fi Faidli Sayyidi
Abil Abbas al-Tijani, Bughiyatul Mustafidz, Al-Faidh Al-Rabbani, Al-Ahzab wa
Aurad dan lain-lain. Kitab-kitab ini juga dijadikan rujukan oleh para muqaddam
dan pengikut tarekat Tijaniyah di pesantren-pesantren yang lain. Sehingga Pondok
Pesantren al-Umm boleh dikatakan bercorat tasawuf (tarekat).
Bimbingan tarekat atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Tarbiyyah alTijani”18 dilakukan secara rutin setiap hari Jumat untuk melakukan amalan-amalan
tarekat yaitu zikir bersama dan diselingi tausiyah oleh K.H. Misbahul Anam
sebagai pimpinan pondok pesantren sekaligus muqaddam Tijaniyah di Cempaka
Putih. “Tarbiyyah al-Tijani” dikuti oleh para santri Pondok Pesantren al-Umm
dan dibuka untuk umum, baik pengikut tarekat Tijaniyah maupun yang bukan
pengikut tarekat Tijaniyah.
Saat ini dipesantren tersebut bermukim 100 orang santri sekaligus ikhwan
Tijani. Sedangkan jumlah keanggotaan pengikut tarekat Tijaniyah di luar
pesantren yaitu Desa Cempaka Putih sendiri tidak dapat diketahui dengan pasti
karena penerimaan anggota baru dilaksanakan secara alamiah, tidak melalui
18
Tarbiyah al-Tijani adalah sebuah istilah yang dipakai oleh kalangan tarekat Tijaniyah
untuk memberikan pendidikan pada jam‟ahnya. Muqaddam akan memberikan pendidikan secara
bertahap dan terus menerus sampai pada tingkat ma‟rifat.
31
proses administrasi yang bersifat birokratis. Sebab, seseorang yang akan
memasuki tarekat ini tidak diwajibkan memenuhi syarat-syarat administrasi.
Seperti, mengisi formulir pendaftaran, mengumpulkan foto, fotokopi KTP, dan
lain-lain.
Pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai latar belakang
yang beragam, mulai dari pengusaha, pedagang, pegawai negeri, sopir dan lainlain. Mereka memang membutuhkan ketenangan, kedamaian, penyelesaian dari
persoalan baik lahiriyah maupun batiniyah, terutama ingin lebih dekat dengan
Allah SWT. Akan tetapi ada juga yang masuk tarekat Tijaniyah yang tidak
didasari oleh persoalan yang terjadi pada dirinya. Mereka sadar dan ingin
memperdalam tarekat Tijaniyah yang sudah dikenal bahkan dicintainya. Seperti
dari santri Pondok Pensantren al-Umm itu sendiri yang mayoritas dari kalangan
pelajar, baik pelajar SMU atau mahasiswa yaitu perguruan tinggi agama seperti
UIN Jakarta, IIQ, PTIQ atau Universitas Muhamadiyah Jakarta.
Seorang murid telah dianggap resmi menjadi pengikut atau ikhwan Tijani
dengan adanya ritual bai‟at dari muqaddam dan untuk menjadi pengikut tarekat
Tijaniyah tidak dibatasi usia, intelegensi dan syarat-syarat umum lainnya. Akan
tetapi, K.H. Misbahul Anam biasanya akan mempertanyakan apakah seseorang itu
sudah melaksanakan salat lima waktu dengan baik atau belum, sejauh mana
seseorang telah menjalankan syariat agama Islam dan berhubungan dengan
keinginan sesorang untuk masuk tarekat Tijaniyah. Muqaddam akan mentalqinnya
jika seseorang telah memenuhi syarat pertama dan utama untuk bisa masuk tarekat
Tijaniyah yaitu menjalankan salat lima waktu.
32
Pada awalnya, ritual pembaiatan dilakukan oleh Syekh Sholeh Basalamah
sebagai muqaddam sekaligus guru dari K.H. Misbahul Anam atau muqaddam
yang lain. Akan tetapi, sekarang ritual pembaiatan dilakukan oleh K.H. Misbahul
Anam sendiri sejak mendapatkan amanat dan restu guru untuk mentalqin.
K.H. Misbahul Anam mempunyai banyak alasan kenapa mendirikan
Pondok Pesantren al-Umm sekaligus menerapkan pengajaran dalam corak tarekat
Tijaniyah. Ia mengatakan Pondok Pesantren al-Umm berdiri untuk kemaslahatan
umat, menyebarkan nilai-nilai Islam kedalam kehidupan aktual masyarakat dan
visi misinya adalah membentuk ulama plus dengan maksud mencetak ulama yang
berintelektual sunni dan berintelektual yang salafi.19 Adanya generasi muda yang
berintelektual tinggi, diharapkan dapat memperbaiki masa depan jangka panjang
yaitu akhirat tanpa mengesampingkan tanggungjawabnya sebagai generasi Islam
yang ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai peran kemasyarakan. Keterlibatan
pesantren sekaligus tarekat Tijaniyah dalam tranformasi sosial sebenarnya muncul
karena kebutuhan masyarakat sehingga pesantren tidak akan terlepas dari berbagai
kepentingan masyarakat.
Tarekat Tijaniyah dalam nuansa pesantren selalu berhubungan erat dengan
masyarakat. Hal ini mematahkan argumen yang mengatakan bahwa tarekat
bersifat mistik dan tertutup, ternyata tarekat Tijaniyah sangatlah terbuka. Oleh
karena itu, kehadiran Pondok Pesantren al-Umm sekaligus tarekat Tijaniyah
mudah diterima dan berkembang di masyarakat Cempaka Putih. Baik kalangan
pemuda, pelajar sampai orang tua.
19
Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren
al-Umm, Tangerang, 12 April 2011.
33
D. Ajaran-ajaran Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih
Semua tarekat mu‟tabarah mempunyai sanad yang sambung sampai
dengan baginda Rasulullah SAW. dan masing-masing mempunyai wirid dan
keutamaan sendiri-sendiri. Jika diperhatikan, semua tarekat mempunyai kesamaan
yaitu wirid yang wajib diamalkan tidak bertentangan dengan al-Qur‟an dan
sunnah Nabawiyah, dengan tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada
Allah SWT. (sampai pada Ma‟rifat ilallah). Sedangkan perbedaannya adalah dari
segi metode atau melakukan wirid yang diajarkan guru atau mursyid. Semua
tarekat yang ada, zikir yang dibaca tidak menyimpang yaitu istighfar, shalawat,
hailallah, asmaul husna dan ayat-ayat Al Qur‟an. Metode melakukan wirid dan
penekanan terhadap komponen juga berbeda, ada yang menekankan pada
shalawat saja, atau hanya hailallah saja atau lafad Allah saja, ada juga yang
kombinasi dan lain-lain. Wirid tarekat al-Tijani sendiri meliputi kesemuanya yaitu
istighfar, shalawat dan hailalah.
Amalan wirid dalam tarekat Tijaniyah terdapat tiga unsur pokok, yaitu
istighfar, shalawat dan hailallah.
Ketiga unsur pokok dalam tarekat Tijaniyah yaitu istighfar, shalawat dan
hailallah adalah substansi dalam kerangka teori tasawuf yang menjadi kerangka
yang saling berkesinambungan dalam proses-proses pencapaiannya. Istighfar pada
intinya menjadi proses upaya menghilangkan noda-noda rohaniah dan
menggantinya dengan nilai-nilai suci. Sebagai tahap pemula dan sarana untuk
memudahkan sasaran pendekatan diri kepada Allah SWT. Shalawat, sebagai
unsur kedua menjadi materi pengisian setelah penyucian jiwa yang mengantarkan
34
manusia yang bermunajat mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan menjadi
media perantara antara manusia sebagai salik dengan Allah SWT. sebagai zat
yang dituju. Sedangkan materi (substansi) yang sangat efektif untuk
mengantarkan manusia menghadap dan menyatukan diri dengan Allah SWT.
adalah kalimat zikir yang mempunyai makna dan fungsi tertinggi di sisi Allah
SWT, yaitu Tahlil (makna lain dari inti tauhid) yaitu Lâilâha Illa Allah.20
Ketiga unsur ini menunjukan struktur tahapan upaya berada di sisi Tuhan.
K.H. Ikhyan Badruzzaman mengatakan bahwa tiga unsur wirid tarekat Tijaniyah
yang dimaksud yakni istighfar, shalawat dan tahlil merupakan satu rangkaian
tahap persiapan yang berkesinambungan. Tahap pertama: istighfar, berfungsi
sebagai tahap pembersihan jiwa dari noda-noda maksiat dan perilaku yang
bertentangan dengan perintah Allah SWT. Pembersihan ini, sebagai tahap
persiapan menuju tahap pengisian jiwa dengan rahasia-rahasia shalawat. Tahap
kedua: shalawat, berfungsi sebagai cahaya penerang hati, pembersih sisa-sisa
kotoran, dan pelebur kegelapan hati. Tahap ketiga: Tauhid (makna lain dari inti
tahlil), sebagai tahap menuju berada disisi Tuhan sedekat mungkin.21
Bentuk amalan wirid tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu (1) wirid
lazimah (kewajiban), yakni wirid-wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid
Tijaniyah dan memiliki ketentuan pengamalan dan waktu tertentu serta menjadi
ukuran sah tidaknya menjadi murid Tijaniyah. (2) Wirid ikhtiariyah yakni wirid
yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk diamalkan dan tidak menjadi
ukuran sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah.
20
Ikhyan Badruzzaman, Thariqat Tijaniyah di Indonesia (Garut: Zawiyah Thariqat
Tijaniyah, 2007), h. 15
21
Ikhyan Badruzzaman, Thariqat Tijaniyah di Indonesia, h. 115
35
Adapun 2 macam amalan dalam tarekat Tijaniyah antara lain:
A. Wirid Lazimah (kewajiban)22
1. Wirid Lazimah yaitu istighfar 100 kali, shalawat 100 kali, hailallah 100 kali
Wirid Lazimah, harus dikerjakan 2 kali setiap hari (pagi dan sore) dan
dilaksanakan secara munfarid (perseorangan), bacaannya tidak boleh
dikeraskan. Untuk waktu pagi, pelaksanaannya adalah setelah shalat subuh
sampai datangnya waktu duha. Untuk waktu sore, pelaksanaannya setelah
shalat asar sampai datangnya waktu shalat isa. Jika ada uzur, waktu wirid
lazimah pagi bisa dimajukan sampai datangnya waktu magrib. Sedangkan,
wirid lazimah sore hari bisa dimajukan sampai datangnya waktu subuh. Jika
seseorang meninggalkannya, maka dia wajib mengqadha.
2. Wirid Wazifah,23 yaitu istighfar 30 kali, shalawat fatih 50 kali24, hailallah
100 kali, jauharotul kamal 12 kali.25
Wirid wazifah dilakukan cukup 1 kali dalam sehari semalam dan tidak
dibatasi oleh ketentuan waktu, boleh pagi atau sore. Jika mampu istiqamah,
bisa dua kali sehari semalam. Pelaksanaan wirid wazifah sebaiknya secara
berjama‟ah.
Tetapi,
boleh
dilakukan
sendiri-sendiri.
Orang
yang
meninggalkan wirid wazifah tidak wajib mengqadanya.
3. Zikir Hailallah (lâilâha illa allah) sebanyak 1000 / 1200 / 1600 kali atau
tanpa hitungan sampai menjelang adzan magrib.
22
A. Fauzan Adhiman Fathullah, Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil „Alamin
(Kalimantan Selatan: Yayasan al-Ansari Banjarmasin, 2007), h. 195.
23
Tentang teks wirid ini lihat lampiran.
24
Tentang teks shalawat fatih lihat lampiran.
25
Tentang teks jauharatul kamal lihat lampiran.
36
Dikerjakan satu minggu sekali, yaitu setiap hari Jum‟at selesai salat
asar. Diutamakan zikir secara berjama‟ah. Jika wirid hailallah dilakukan
munfarid (sendirian) karena ada halangan, maka harus dilaksanakan dengan
ketentuan membaca zikir sebanyak 1600 kali atau minimal 1000 kali dan tidak
di haruskan sampai datangnya waktu magrib.
B. Aurad Ikhtiyari
Wirid ini adalah wirid tambahan, tidak wajib dilakukan, hanya saja sangat
dianjurkan bagi mereka yang bisa memeliharanya dengan istiqamah, seperti
istighatsah, berbagai macam shalawat, hizib-hizib seperti hizbus saifi, hizbul
mughni, hizbul bahar dan lain-lain. Jika ingin mengamalkan harus ada izin dari
muqaddam yang berhak memberi izin .
Tradisi tarekat Tijaniyah, terdapat syarat-syarat, dan peraturan seperti
syarat masuk tarekat Tijaniyah, kewajiban atas Ikhwan Tijani, larangan atas
Ikhwan Tijani, peraturan dan cara melaksanakan zikir tarekat Tijaniyah. Syarat
untuk masuk dan dibaiat menjadi ikhwan Tijani antara lain a). Tidak mempunyai
wirid tarekat lain. Jika calon Ikhwan Tijani itu telah masuk tarekat selain tarekat
Tijaniyah, maka tarekatnya itu harus dilepas, sebab tarekat Tijaniyah tidak boleh
dirangkap dengan tarekat lain, b). Yang mentalqinnya telah mendapat izin yang
sah untuk memberi wirid, c). Mendapatkan izin mengamalkan wirid tarekat
Tijaniyah.
Selain aturan-aturan di atas, bagi pengikut tarekat yang telah menjadi
ikhwan tarekat Tijaniyah, maka ada beberapa kewajiban yang harus dipatuhi yaitu
harus menjaga syari‟at, harus menjaga salat lima waktu, harus mencintai Syekh
37
Ahmad al-Tijani selama-lamanya, harus menghormati siapa saja yang ada
hubungannya dengan Syekh Ahmad al-Tijani, harus menghormati semua wali
Allah SWT. dan semua tarekat, harus mantap pada tarekat (tidak ragu-ragu),
selamat dari mencela tarekat Tijaniyah, harus berbuat baik dengan kedua orang
tuanya, harus menjauhi orang yang mencela tarekat Tijaniyah, harus
mengamalkan tarekat Tijaniyah sampai akhir hayatnya.
Larangan atas ihwan tarekat Tijaniyah yaitu: a). Tidak boleh mencaci,
benci, dan memusuhi Syekh Ahmad bin Muhammad a-Tijani. b). Tidak boleh
ziarah kepada wali yang bukan Tijani. c). Tidak boleh memberikan wirid tarekat
Tijaniyah pada orang lain tanpa izin yang sah (sebelum dilantik jadi muqaddam).
d). Tidak boleh meremehkan wirid tarekat Tijaniyah, seperti mengakhirkan
waktunya tanpa udzur syar‟i, atau mengerjakan secara asal-asalan. e) Tidak boleh
memutuskan hubungan dengan siapapun tanpa ada izin syar‟i terutama kepada
ikhwan. f) Tidak boleh merasa aman dari makrillah (ancaman murka Allah SWT).
Peraturan melakukan zikir yaitu 1) Suara dalam keadaan normal, bacaan
zikir harus terdengar oleh telinga si pembaca. 2) Harus suci dari najis, baik
pakaian, tempat, dan apa saja yang dibawanya. 3) Harus suci dari hadast (hadast
besar maupun hadast kecil). 4) Harus menutupi aurat sebagaimana shalat bagi pria
maupun perempuan. 5) Tidak boleh berbicara. 6) Harus menghadap qiblat. 7)
Harus duduk. 8) Harus ijtima‟ dalam melaksanakan wirid wadzifah dan hailallah
setelah shalat asar pada hari Jumat apabila di daerahnya ada ikhwan.
KH. Misbahul Anam telah melaksanakan syarat dan peraturan-peraturan
al-Tijani di Pondok Pesantren al-Umm. Hal ini terlihat ketika K.H. Misbahul
38
Anam dan ikhwan Tijani melaksanakan wirid bersama setiap Jumat dari setelah
salat asar sampai magrib. Peraturan melakukan zikir diterapkan dengan baik. Para
ikhwan Tijani melakukan amalan wirid dengan bersilah kemudian berkonsentrasi
untuk melakukan tawasulan yaitu megirimkan fatihah kepada guru-guru atau
mursyid dan membaca berbagai zikir.
Pelaksanaan wirid wazifah atau hailallah yang dilakukan setiap Jumat
secara rutin dimulai dengan duduk melingkar atau berhadap-hadapan membentuk
segi empat dan tidak boleh ada yang kosong, maksudnya harus rapat antara lutut
dengan lutut. Dibaca dengan sedang dengan ukuran ikhwan sebelahnya dengar,
kompak dan teratur. Pembacaan wirid memang dianjurkan secara sedang karena
jika membaca dengan keras dianggap tidak baik. Wirid wazifah dilakukan setelah
salat asar sampai magrib yang dipimpin oleh KH. Misbahul Anam selaku
muqaddam.
E. Struktur Organisasi Tarekat Tijaniyah
Semua tarekat pasti mempunyai struktur kepemimpinan secara tersusun
dari Kyai atau guru yang memimpin suatu gerakan tarekat sampai kepada muridmuridnya dan semua pengikut tarekat harus mengetahui susunan mata rantai
(silsilah) tarekat itu. Karena, ajaran tarekat diyakini berasal dari Allah SWT,
kemudian malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW. dan dari Nabi Muhammad SAW. diteruskan kepada salah seorang
sahabatnya. Dari sahabat Nabi itu, ajaran tarekat diwariskan berturut-turut
sedemikian rupa sehingga membentuk mata rantai atau silsilah yang bertujuan
39
pada Kyai atau guru tarekat kemudian kepada para pengikutnya26. Pengikut atau
murid yang tidak diberi ijazah tidak diperkenankan meneruskan ajaran itu kepada
orang lain. Pelanggaran ketentuan ini merupakan penghianatan.
Adanya silsilah dan ijazah itu merupakan akibat dari doktrin kerahasiaan.
Doktrin itu bertitik-tolak dari ajaran bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW
datang ke dunia membawa dua macam ajaran, yaitu ajaran umum dan ajaran
khusus. Ajaran yang umum adalah agama Islam sebagaimana dianut oleh kaum
muslim seluruhnya. Sedangkan ajaran khusus adalah ajaran tentang bagaimana
mendekatkan diri kepada Allah SWT. yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
kepada salah seorang sahabat yang berkenan di hati beliau.27 Ajaran yang khusus
ini maksudnya adalah ajaran tarekat seperti tarekat Tijaniyah, Qadiriyah,
Sydziliyah,
Naqsabandiyah,
Khalwatiyah,
Syattariyah,
Qadiriyah
wa
Naqsabandiyah dan tarekat-trekat lain yang telah diakui kemuktabarahannya.
Tarekat Tijaniyah memiliki beberapa istilah dalam keanggotaan tarekat
yang menggambarkan perbedaan tugas, fungsi, hak dan kewajiban mereka
masing-masing. Beberapa istilah tersebut adalah Syaikh, Khalifah, Muqaddam,
dan murid atau ikhwan.
Syaikh dalam arti formal merupakan kedudukan bagi guru utama yang
mendirikan tarekat Tijaniyah yaitu Syaikh Ahmad al-Tijani yang disebut juga
Shahib al-Thariqah. Khalifah adalah orang yang diberi wewenang dan tugas
untuk menyampaikan apa yang diajarkan oleh Syekh kepada muridnya.
26
Nurcholish Madjid, Pesantren dan Pembaharuan: Pesantren dan Tasawuf (Jakarta:
LP3ES, 1988), h. 108.
27
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadina, 1997), h. 60.
40
Muqaddam adalah orang yang diberi tugas dan wewenang untuk mentalkin wiriwirid yang harus dilakukan oleh murid Tijaniyah. Sedangkan, murid adalah orang
yang menerima talqin dan ijazah tarekat Tijaniyah dari muqaddam secara sah.28
Mursyid dalam tarekat Tijaniyah lebih dikenal dengan muqaddam
sedangkan muridnya lebih dikenal dengan istilah ikhwan Tijani. Ikhwan secara
bahasa artinya saudara. Bagi pengikut Tijaniyah yang baru dibaiat (al-bay‟ah)29
dinamakan ikhwan. Hal ini tidak berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain.
Sehingga kata ihkwan menjadi penghubung antara pengikut tarekat yang lama
maupun yang baru. Jika ditinjau dari segi strata sosial, kata ikhwan ini tidak
menunjukan adanya perbedaan kelas.
Adanya silsilah atau mata rantai dalam tarekat bukan suatu hal yang harus
ditutupi tetapi justru harus diketahui, khususnya oleh pengikut tarekat Tijaniyah.
K.H. Misbahul Anam sebagai muqaddam telah dibai‟at oleh Syekh Muhammad
bin Ali Basalamah dari Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah. Berikut ini adalah sanad
dari guru ke guru yang dimiliki K.H. Misbahul Anam sebagai muqaddam tarekat
Tijaniyah.
1. Allah SWT.
2. Nabi Muhammad SAW.
3. Al-Kutbi al-Kamil Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani
4. Syekh Muhammad al-Basyir bin Muhammad al-Habib
5. Syekh Muhammad al-Kabir bin Muhammad al-Basyir
28
Syamsuri, ed., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2005), h. 247.
29
Bay‟at adalah ikrar atau pentasbihan untuk masuk dalam sebuah tarekat sufi. Sejatinya,
ikrar dilakukan antara Allah dan hamba-Nya. Tetapi secara praktik, bai‟at senantiasa mengikat
sang murid secara bersama-sama.
41
6. Syekh Muhammad al-Hafid bin Abdul Latif
7. Syekh Muhammad Hawi bin Anwar
8. Syekh Muhammad bin Ali Basalamah
9. Syekh Misbahul Anam bin Tirmizi al-Syafi‟i al-Tijani.
Struktur kelembagaan menunjukan hirarki kepemimpinan. Struktur
kepemimpinan dalam tarekat Tijaniyah tidak terlembagakan secara istimewa
tetapi hanya menentukan lapisan-lapisan kepemimpinan yang menunjukan
hubungan murid dengan guru atau sesama murid. Bentuk hubungan dalam hirarki
kepemimpinan terdiri dari dua macam: pertama, hubungan vertikal yaitu
hubungan murid dengan guru. Hubungan murid dengan guru yang lebih tinggi
yang dimaknakan muqaddam, khalifah, dan syekh. Kedua, hubungan horizontal
yaitu hubungan sesama murid yang dinamakan “ikhwan” atau “ahli”. Struktur
kelembagaan tersebut berlangsung secara turun temurun, termasuk struktur
kelembagaan yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm.
Struktur organisasi yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm tidak
terlembagakan secara sistematis. Maksudnya adalah dasar strukturnya hanya
ditentukan oleh hubungan murid dengan guru atau sesama murid. Walaupun
demikian stuktur yang dilakukan secara tradisional ini ternyata dapat dilakukan
dengan baik tanpa mengurangi tata karma kesopanan yang diajarkan tarekat
Tijaniyah itu sendiri. Dalam praktek, penulis menyaksikan hal itu dalam
kehidupan murid tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm. Misalnya
terdapat kerjasama bekerja, pemberi wewenang dan tanggungjawab dan termasuk
usaha untuk mengembangkan diri dan profesi.
42
F. Hubungan Muqaddam dengan Pengikutnya.
Tujuan tasawuf secara umum adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tetapi apabila diperhatikan, karakteristik tasawuf secara umum terlihat adanya 3
sasaran dari tasawuf. Pertama, tasawuf bertujuan untuk pembinaan aspek moral.
Tasawuf ini pada umumnya bersifat praktis. Kedua, tasawuf bertujuan untuk
ma‟rifatbillah melalui penyingkapan langsung atau metode al-Kasyaf al-hijab.
Tasawuf jenis ini bersifat teoritis. Ketiga, tasawuf bertujuan untuk membahas
sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. secara mistis yaitu
hubungan antara Tuhan dengan makhluk30. Tujuan tasawuf dapat dicapai jika
seorang murid dibantu oleh seorang guru/mursyid yang piawai dalam memahami
jiwa manusia, memahami kekurangan, aib dan penyakit seorang murid.
Mursyid adalah seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas
murid-murid dalam segala kehidupannya, petunjuk jalan dan sebagai perantara
seorang murid dengan Tuhannya. Seorang guru harus mempunyai tingkat
kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syariatnya, matang ilmu hakikat dan ilmu
ma‟rifatnya. Dengan kata lain seorang mursyid adalah orang yang telah mencapai
rijalul kamal.31 Definisi ini menunjukan betapa pentingnya peranan seorang
mursyid dalam perjalanan spiritul seorang murid. Oleh karena itu, jabatan seorang
mursyid tidak boleh sembarangan orang. Mursyid merupakan orang pilihan yang
telah berhasil mencapai ma‟rifat kepada Allah SWT. dengan kemampuan ilmu
syari‟at, kebersihan jiwa dan hati.
30
Ahmad Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999), h. 57.
31
Usman Said, dkk., Pengantar ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982), h. 124.
43
Hubungan antara murid dengan mursyid seperti pasien dengan
psikoanalisis.32 Guru mengetahui berbagai kerusakan dan aib jiwa muridnya serta
cara yang tepat untuk menerapi jiwa murid dengan berbagai riyadhah,
mujahadah, wirid, zikir dan perbuatan baik lainnya. Sehingga, murid dapat
membersihkan dan menyucikan jiwanya dari berbagai kotoran.
Hubungan antara murid dengan mursyid adalah hubungan penyerahan diri
sepenuhnya, seorang murid harus tunduk, setia dan rela dengan perlakuan apa saja
yang diterima dari mursyidnya. Penyerahan diri dengan sebulat hati dan
keyakinan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang murid dalam
tasawuf. Dalam bentuk apapun, murid tidak boleh membantah karena mursyidlah
yang akan mengantarkan hubungan murid dengan Allah SWT.33 Seorang guru
dalam aliran ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dan benar-benar
merupakan pimpinan yang dihormati, dipatuhi atau yang tidak boleh terbantahkan.
Seseorang yang telah dibai‟at menjadi murid, secara sistematis berbagai
aturan atau adab akan berlaku. Baik dalam konteks hubungan guru dengan
mursyid, adab secara pribadi, keluarga dan adab sesama ikhwan serta masyarakat
luas. Ketentuan adab dan proses perjalanan spiritual, dalam praktek tidak
semuanya berlaku sama bagi semua murid, tetapi tergantung pada potensi,
tahapan-tahapan, keadaan murid dan tingkatan murid. Seorang guru akan
menentukan bagaimana jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT. yang akan
32
Amir an-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern (Jakarta: Mizan, 2002),
h. 94.
33
Usman Said, dkk., Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982), h. 124.
44
ditempuh dengan berbagai metode. Murid hendaknya mencari mursyid yang
benar-benar telah memiliki pengalaman dalam menempuh jalan tersebut.
Hubungan guru dengan murid dalam tarekat Tijaniyah di Pondok
Pesantren al-Umm dibangun berdasarkan tradisi turun-temurun di kalangan Islam
di Jawa. Penghormatan seorang murid terhadap guru sangat dijunjung tinggi
sebagai bakti murid pada guru. Figur seorang guru yang kharismatik sekaligus
pemimpin Pondok Pesantren menjadi alasan kuat seorang murid untuk mematuhi
semua aturan dan etika yang ada. Sehingga terlihat sangat absolut dalam satu
kepemimpinan.
Menurut
K.H.
Misbahul
Anam,
beliau
tidak
pernah
mengklasifikasikan muridnya dalam strata sosial. Artinya, K.H. Misbahul Anam
tidak pernah menjaga jarak dan tidak pernah menganggap derajat murid dibawah
dirinya. Menurutnya, guru dan murid itu sama dalam derajat seorang manusia.
Sedangkan dalam tingkatan kerohaniyan, tidak ada yang lebih mengetahui kecuali
Allah SWT. bisa jadi murid lebih tinggi derajat kerohaniannya dari pada guru.34
Hal ini terlihat jelas dalam kegiatan-kegiatan pesantren dan kegiatan ketarekatan
yaitu kerjasama antara K.H. Misbahul Anam dengan murid yang cukup bagus dan
akrab. Jadi penghormatan dan kepatuhan seorang murid terhadap gurunya bukan
karena kepemimpinannya yang absolut, tetapi karena pola fakir yang bersifat
guru-sentris.
Hubungan mursyid dengan murid juga terstruktur karena adanya ajaranajaran Tijaniyah yang mengajarkan pola sikap seorang murid terhadap
34
Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm,
Tangerang, 12 April 2011.
45
mursyidnya. Seperti yang tercantum dalam syarat dan kewajiban seseorang masuk
tarekat Tijaniyah. Yaitu:
1. Harus mencintai Sayyidina Syekh Ahmad al-Tijani, khalifah, muqaddam
dan penerusnya sampai wafat.
2. Harus menghormati siapa saja yang ada hubungan nasab dengan Sayyidina
Syekh Ahmad al-Tijani.
3. Harus berbakti kepada, ibu, bapak atau suami.
4. Menjaga hubungan baik dengan sesama muslim, apalagi sesama ikhwan
Tijani.
5. Tidak
diperkenankan
memaki-maki,
membenci,
atau
melakukan
permusuhan kepada guru dan murid-muridnya.
6. Menjauhkan diri dari orang-orang yang mengkritik Syekh Ahmad alTijani.
Ajaran-ajaran tersebut membentuk pola pikir seorang murid yang
mempunyai kewajiban untuk menghormati dan menjaga nama baik seorang guru.
Kewajiban ini diberlakukan untuk semua pengikut Tijani yaitu khalifah,
muqaddam, dan ikwan Tijani sekaligus sebagai syarat masuk tarekat Tijaniyah.
BAB IV
PERAN TAREKAT TIJANIYAH DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI
CEMPAKA PUTIH
A. Ajaran Tarekat Tijaniyah Dalam Kehidupan Ekonomi
Antara agama dan tarekat dengan dunia ekonomi nampakanya ada sesuatu
perbedaan yang mendasar. Ilmu ekonomi selalu menfokuskan pada aktivitas
jasmani, mempelajari bagaimana kita memperoleh kepuasan maksimum melalui
barang dan jasa-jasa meteril. Sedangkan agama menarik perhatian manusia ke
arah yang bertolak belakang yaitu kepada Tuhan, yang berada di atas dan di luar
segala materi; gaib, tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh. Tujuan agama
adalah memulihkan kontak dalam diri manusia yang paling dalam dengan
spiritualnya. Agama bersangkut paut dengan kehidupan spiritual manusia,
sedangkan ekonomi berkaitan dengan kehidupan duniawi kita.1
Perbedaan ini terekspresikan dalam berbagai bentuk ajaran-ajaran agama
yang kerap kali merintangi kemajuan ekonomi. Contoh agama Islam
memberitahukan pada orang-orang muslim bahwa hidup di akhirat lebih baik dari
pada hidup di dunia. Hidup didunia memberikan sedikit kenyamanan di banding
dengan hidup di akhirat. Hal ini menggambarkan perhatian dan kerinduan seorang
muslim pada arah yang berlawanan dengan kehidupan duniawi. Cita-cita spiritual
yang tinggi ini tentu saja berlawanan dengan kerja ekonomi untuk memperoleh
kepuasan materi.
1
J. Witteveen, Tasawuf In Action (Jakarta: PT. Serambi, 2004), h. 63.
46
47
Dunia tasawuf juga mengenal adanya zuhud. Zuhud menurut Al-Ghazali
diartikan sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada dunia dengan penuh
kesadaran. Al-Ghazali melihat bahwa zuhud dimaksudkan untuk tidak tergantung
kepada duniawi, dan hal ini hanya bisa diperoleh melalui tarbiyah ruhani. AlQusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rizki apa adanya.
Apabila seseorang diberi kekayaan, maka ia tidak merasa bangga diri dan apabila
miskin ia pun tidak bersedih karenanya. Pengertian ini menunjukan bahwa zuhud
berarti menanamkan sikap rasa tidak mengikatkan diri terhadap duniawi dan tidak
diikat nafsu duniawi. Sedangakan Ibnu Taymiyah berpendapat bahwa zuhud
adalah meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat
kelak.2
Tarekat Tijaniyah sendiri tidak menafikan adanya ajaran zuhud. Al-Tijani
mengatakan bahwa zuhud adalah “kosongnya tangan dan hati dari kepemilikan”.3
Zuhud dalam pandangan tarekat Tijaniyah, bukan berarti semata-mata tidak mau
memiliki harta benda dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi
sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan
kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT. Zuhud bukan
menghindar dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu
mempergunakan harta untuk urusan akhirat.4 Seperti yang disampaikan oleh K.H.
Misbahul Anam sebagai berikut :
2
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia dengan Al-Qur’an, Tasawuf, dan Psikologi,
(Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 68
3
Ali Harazim Ibnu „Arabi, Jawahirul Ma’ani (Mesir: Abbas ibn Salam, 1937), h. 43
4
Wawancara dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm,
Tangerang, 12 April 2011.
48
“Pengikut Tijaniyah boleh memiliki harta, mempunyai mobil,
menjadi pemimpin, berpenampilan layak dan lain-lain dengan alasan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, zuhud bukan menghindar dari
keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan
harta untuk urusan akhirat”.5
Pemahaman al-Tijani tentang zuhud, dapat dibuktikan dengan menelusuri
kehidupan sehari-hari Syekh Ahmad al-Tijani. Ia pernah menduduki “Dewan
Ulama” (Penasihat Sultan) ketika ia berada di Maroko. Selain itu, kebiasan hidup
al-Tijani yang dijalaninya sehari-hari sama seperti yang dilakukan orang biasa. Ia
memiliki rumah cukup besar dan memakai pakaian yang layak. Al-Tijani juga
dikenal sebagai seorang dermawan yang banyak menyedekahkan hartanya. Dalam
kitab Jawahir al Ma’ani ditemukan riwayat yang mengisahkan kedermawanan alTijani. Ia selalu melayani tamunya dengan rasa gembira, dan setiap waktu ia
menghidangkan makanan dan minuman.6 Selanjutnya dinyatakan bahwa pada
setiap hari Jum‟at ia mengumpulkan fakir miskin untuk kemudian ia membagibagikan makanan. Bahkan pada setiap hari ketika memasuki waktu duha ia
mempunyai kebiasaan menjamu masyarakat yang datang dan fakir miskin yang
ada di sekitar tempat tinggalnya.7
Gambaran umum tentang sikap hidup al-Tijani di atas, mengantarkan pada
satu pemahaman bahwa menurut al-Tijani, zuhud bukanlah ajaran untuk menjauhi
dan menolak duniawi. Tetapi lebih kepada pemanfaatan dan bersikap tidak terikat
pada duniawi. Seorang sufi tidak tertutup untuk mempunyai harta kekayaan yang
banyak. Walaupun demikian, kebahagiaan bagi seorang sufi adalah senantiasa
5
Wawancara pribadi dengan K.H. Misbahul Anam, Tangerang, 12 Mei 2011.
Ali Harazim Ibnu „Arabi, Jawahirul Ma’ni (Mesir: Abbas ibn Salam, 1937), h. 45.
7
http://arbiakbar.blogspot.com. Tanggal 13 Juni 2011.
6
49
tetap berada pada lingkungan taqarrub ilallah sehingga harta benda atau duniawi,
bukan merupakan hal yang utama dalam kehidupan. Para sufi biasanya merasa
bahagia, apabila mendermakan hartanya kepada orang yang membutuhkan dengan
penuh keikhlasan.
Pemahaman zuhud dalam tarekat Tijaniyah memberikan efek dalam
kehidupan bermasyarakat. Tarekat Tijaniyah melarang pengikutnya untuk
menjauhkan diri dari masyarakat. Syekh Ahmad al-Tijani sendiri selalu
mengaitkan persoalan sosial. Rasulullah SAW. telah memerintahkan kepada
Syekh Ahmad al-Tijani untuk menyebarkan ajaran Tijaniyah dengan cara hidup
bermasyarakat tanpa mengisolasikan diri dari kehidupan sosial masyarakat.
‫إلزم ىذه الطرٌقة من غٍر خلوة وال اعحزل من الخلٍفة ححى جصل مقامل الذي وعدت بو و‬
.‫انث على حالل من غٍر ضٍق وال حرج وال مشرة مجاىدة فاجرك عنل جمٍع االولٍاء‬
)٤٣: ‫(جواىر المعانً ج اول‬
Artinya: “Tekunilah tarekat ini tanpa berkhalwat atau mengisolirkan diri dari
kehidupan sosial kemasyarakatan, sampai kamu mencapai kedudukan
yang telah dijanjikan kepadamu dengan tanpa merasa sempit, sedih
dan tidak pula banyak berusaha keras maka tinggalkanlah semua
wali”.8
Ajaran tarekat Tijaniyah tentang zuhud, nampaknya sangat berpengaruh
terhadap pengikutnya. Pengikut tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm
sendiri, tidak pernah mengisolasikan diri mereka dari kehidupan sosial. Justru
terlihat sangat akrab dengan masyarakat. Santri Pondok Pesantren al-Umm
menganggap kehidupan masyarakat sebagai ajang transformasi Islam termasuk
ajaran tarekat Tijaniyah. Berbaurnya santri dengan masyarakat membawa dampak
8
Ali Harazim Ibnu Arabi, Jawahirul Ma’ni, h. 43.
50
positif dalam memperbaiki kehidupan moral masyarakat. Karena ilmu-ilmu Islam
dapat disampaikan (dakwah) secara langsung dan riil, tanpa diskriminasi antara
kaya atau miskin, tua atau muda, berpendidikan atau tidak dan lain-lain.
Tampaknya, K.H. Misbahul Anam sebagai pimpinan tarekat Tijaniyah di
Pondok Pesantren al-Umm juga ingin menegaskan bahwa zuhud bukan berarti
melepaskan diri dari permasalahan kehidupan sosial, apalagi kehidupan zaman
sekarang yang penuh dengan berbagai konflik, baik ekonomi, sains, teknologi,
politik atau persoalan agama itu sendiri. Akan tetapi, bagaimana mencari harta
dan memposisikan harta sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
K.H. Misbahul Anam juga berulang kali mengatakan kepada para santri
dan ikhwan tarekat Tijaniyah yang tinggal di sekitar Pondok Pesantren al-Umm
bahwa seseorang itu tidak dilarang untuk memiliki harta yang banyak, hanya saja
ia menekankan agar jangan sampai para ikhwan dan santri terjebak dalam
kesenangan harta kekayaan tersebut. Sebab dengan kekayaan itu seseorang dapat
melakukan ibadah dengan lebih banyak. Hanya dengan tersedianya sarana dan
prasarana, maka seluruh aspek sosial ekonomi dapat diwujudkan. Hal itu
merupakan realisasi dari ibadahnya kepada Allah SWT. K.H. Misbahul Anam
memandang bahwa urusan dunia tidak harus dipisahkan dengan urusan ibadah
yang berdimensi transendental. Karena itu, harta kekayaan sangat penting untuk
mendukung kontinuitas ibadah dalam pengertian luas, kepada Allah SWT. secara
totalitas.
Kyai juga sering menekankan agar setiap ikhwan Tijani untuk melakukan
setiap langkah dimulai dari diri sendiri, baru kemudian melihat pada orang lain.
51
Dengan demikian, setiap orang telah berlomba-lomba melakukan kebajikan sesuai
dengan kemampuan.
Berbagai macam strategi digunakan untuk melembagakan tarekat dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga akan memberikan dukungan bagi kemajuan
masyarakat. Para pengikut tarekat Tijaniyah di Pesantren al-Umm berasal dari
kalangan majemuk, baik ekonomi, sosial pendidikan maupun strata kehidupan
lainnya. Karena itu, Kyai Misbah selaku mursyid atau muqaddam berupaya
memberikan kemudahan-kemudahan bagi pengikut Tijaniyah dalam melakukan
kehidupan tarekat. Seperti dalam bidang ekonomi, Kyai Misbah dan ikhwan tijani
mendirikan Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) yang terhimpun dalam
kelompok al-Tujar. Koperasi ini adalah Salah satu wadah ekonomi yang
berbentuk koperasi dan bertujuan untuk memberikan bantuan modal kepada
masyarakat, khususnya para pedagang.
Kehadiran tarekat Tijaniyah dengan dukungan Pesantren yang dipimpin
oleh Kyai Misbahul Anam serta berdirinya koperasi Ubasyada menjadi pelengkap
dalam perubahan dan pembaharuan pada kehidupan keberagaman masyarakat,
serta mempunyai dampak positif dalam kehidupan sosial ekonomi yang
menyangkut kesejahteraan hidup. Hal ini dirasakan oleh bapak Asep dengan
ungkapan sebagai berikut:
“Pada awalnya saya merasa berat menjalani zikir dan ajaran tarekat
Tijaniyah. Tetapi setelah diamalkan, saya merasa tenang dan damai dalam
menjalani hidup. Adanya Koperasi Ubasyada juga memudahkan dalam
mencari modal untuk usaha sehingga ekonomi saya menjadi lebih baik”.9
9
Wawancara Pribadi dengan Bapak Asep sebagai Ikhwan Tijani dan anggota Koperasi
Usaha Bersama al-Syuhada, Tangerang 19 Agustus 2011.
52
B. Peran Pesantren Terhadap Perekonomian
Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran mengembangkan
misi universal Islam dengan tujuan mewujudkan cita-cita sosial sebagaimana yang
dikehendaki Islam yaitu sebagai rahmatan lil’alamîn. Tujuan ini pada gilirannya
mengantarkan
pesantren
untuk
beperan
secara
multidimensional
dalam
lingkungannya. Lembaga ini bukan hanya menggeluti bidang pendidikan bagi
santri, menyebarkan nilai-nilai di masyarakat saja. Tetapi, pesantren juga ikut
serta
dalam
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
perbaikan
perekonomian. Misi besar ini membutuhkan seorang pemimpin yang dapat
membantu tercapainya cita-cita.
Figur pemimpin dalam pesantren sangatlah
dibutuhkan sebagai agen perubahan.
Pesantren pada umumnya dipimpin oleh seorang figur kharismatik yang
menjadi pusat dalam penentuan arah dan pengambilan kebijakan. Secara
tradisional adanya seorang tokoh yang biasa disebut Kiyai (ulama) merupakan
aspek mutlak dalam sistem kepesantrenan, selain aspek santri, masjid, dan
pondok. Meskipun secara formal terdapat organisasi dan struktur kepengaruhan
dalam pesantren, kehadiran dan pengaruh seorang tokoh pimpinan kharismatik itu
tetap dipandang menonjol. Adapun karisma seorang tokoh di lingkungan
pesantren sedikitnya ditentukan oleh tiga faktor: keturunan, keluasan ilmu, dan
ketaatan beribadah. Dalam konteks seperti inilah akhirnya diketahui bahwa tokoh
pemimpin pesantren dalam praktiknya tidak saja bertanggung jawab dalam urusan
pengelolaan pesantren, tetapi juga sebagai guru dalam berbagai aspek ilmu agama,
sosial masyarakat dan ekonomi.
53
Pondok Pesantren al-Umm sebagai lembaga pendidikan dan pusat tarekat
Tijani, tidak terlepas dari seorang pemimpin yaitu K.H. Misbahul Anam. Kyai
mempunyai peranan strata sosial sebagai perumus aspirasi dari kesadaran
masyarakat. Faktor kepemimpinan seorang Kyai, seperti Kyai Misbah sangat
menentukan dalam pengambilan keputusan bagi masyarakat. Dalam dunia tarekat,
seorang Kyai mempunyai sisi yang sangat menentukan. Berbeda dengan
lingkungan non tarekat yang mana pemimpin tidak bisa memaksakan
kehendaknya tanpa dilandasi alasan kuat.
Secara lebih terperinci, peran Pondok Pesantren al-Umm dalam usaha
pengembangan masyarakat, di antaranya sebagai berikut: pertama, kegiatan
tabligh kepada masyarakat yang dilakukan dalam konteks pesantren. Kegiatan ini
dihadiri bukan saja oleh jamaah tarekat Tijaniyah yang tinggal diseputar Pondok
Pesantren al-Umm, melainkan dari berbagai wilayah Jakarta. Kedua, Majelis
Ta‟lim atau pengajian yang bersifat umum yang diselenggarakan di luar kompleks
Pondok Pesantren al-Umm. Dan ketiga, bimbingan hikmah berupa nasihat dari
K.H. Misbahul Anam kepada orang yang datang minta diberikan amalan-amalan
yang harus dilakukan untuk mencapai hajat, seperti nasihat-nasihat agama dan
sebagainya.
Dalam bidang perekonomian, pemimpin tarekat dan ikhwan tarekat
Tijaniyah membentuk suatu wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama alSyuhada (Ubasyada) yang didirikan pada tanggal 4 Agustus 1999. Koperasi ini
pada awalnya didirikan oleh 22 (dua puluh dua) anggota yang berhasil
mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 2.750.000,00 (dua juta tujuh ratus lima
54
puluh ribu rupiah). Modal awal ini mulai dikelola dengan meminjamkan kepada
anggota atau peminjam lain yang membutuhkan.10
Alasan dan tujuan awal dirintisnya Usaha Bersama al-Syuhada adalah
menolong mansyarakat yang tidak mempunyai modal untuk membuka usaha
sendiri, memperbaiki perekonomian masyarakat yang saat itu mayoritas
perekonomiannya pada posisi menengah ke bawah. Hal ini terlihat jelas pada
kondisi masyarakat yang semakin terpuruk akibat kurang tercukupinya kebutuhan
hidup. Perubahan zaman yang semakin modern dan menantang mengakibatkan
sulitnya mendirikan usaha sendiri. Sehingga masyarakat semakin terpinggirkan
oleh kaum urban (pendatang) yang lebih maju dan berkehidupan layak. Letak
geografis yang sangat strategis, lokasi yang terbilang cukup ramai dan pusat
perbelanjaan yang mudah dijangkau mendorong kemajuan perekonomian
masyarakat. Hal ini menjadi alasan penting mengapa ikhwan tijani dan K.H.
Misbahul Anam merintis koperasi Ubasyada.
Adanya koperasi Ubasyada, ternyata masyarakat merespon dengan cukup
baik dan menambah semangat untuk meneruskan perjuangan ini yang memang
masyarakat sangat membutuhkan. Syarat dan kewajiban yang harus dipenuhipun
tidaklah sulit. Tidak ada syarat-syarat khusus, layaknya koperasi atau bank simpan
pinjam yang syarat akan dokumen. Peminjam cukup mengisi formulir
permohonan menjadi anggota dan perjanjian secara kekeluargaan saja. Seperti
kapan peminjam harus melunasi dan berapa jumlahnya dan lain-lain. Bapak
10
Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada),
Tangerang, 13 September 2011
55
Anang mengatakan bahwa “peminjam terkadang ada yang tidak mengembalikan
modal dengan semestinya dan ada juga yang tidak melunasi sama sekali”.11
Keadaan semacam ini mengakibatkan banyaknya kendala, terutama modal
yang semakin berkurang sehingga untuk mengatasinya peminjam akan diberikan
modal sesuai dengan modal yang ada. Sistem yang dipergunakan adalah sistem
syirkah. K.H. Misbahul Anam mengatakan bahwa kelompok al-Tujar dan
Ubasyada ingin memperbaiki perekonomian masyarakat dengan memberikan
kemudahan dalam mencari modal supaya masyarakat terlepas dari kungkungan
riba yang sangat menjebak masyarakat. Seperti, bank-bank yang ada saat ini.
Hambatan yang lain adalah kurangnya pengalaman dalam menejemen
koperasi karena semua anggota Ubasyada tidak berpengalaman dalam hal itu.
Oleh karena itu, pihak koperasi memperluas jaringan usaha, bekerjasama dengan
bank-bank lain untuk menambah modal dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang
berkenaan dengan menejemen perkoperasian.
Pada tahun 2003, Ubasyada melakukan kerjasama dengan Bank
Muamalat, Bank Syariah, Bank Bukopin, dan Bank JABAR. Ubasyada juga
melaksanakan
berbagai
pelatihan-pelatihan.
Seperti,
pelatihan
tentang
peningkatan SDM Koperasi yang diadakan oleh Dinas UMKM Provinsi Banten,
pelatihan tetang Bussines Plan yang diadakan oleh Yayasan MICRA, pelatihan
tentang prinsip Syari‟ah yang diadakan oleh Microfin, dan lain-lain. Kerjasama
dan berbagai pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas
kerja masing-masing karyawan menjadi lebih baik.
11
Wawancara dengan Bapak Anang Pimpinan Koperasi Ubasyada, Tangerang, 11 Juli
2011.
56
Pengalaman,
pelatihan,
respon
masyarakat
dan
semakin
banyak
masyarakat yang membutuhkan modal, semakin berkembanglah Usaha Bersama
al-Syuhada ini. Hal ini dapat diketahui dari bertambahnya jumlah anggota yang
tercatat sejumlah 5.785 (data tahun 2010) yang terdiri dari anggota penuh dan
calon anggota. Modal yang dikelola oleh Ubasyada bertambah hingga saat ini
sebesar + Rp. 4.000.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).12
Pada tanggal 5 Maret 2003, Ubasyada yang merupakan lembaga usaha
berbadan hukum kopersi yang menerapkan prinsip-prinsip syari‟ah dalam
kegiatan usahanya telah disahkan Menteri Koperasi dengan dikeluarkan Surat
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Menengah
Republik Indonesia dengan Nomor 518/7/BH/Dis. KUK dengan nama Koperasi
Serba Usaha (KSU) UBASYADA yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Gang.
Nangka Cimanggis No: 2 RT 001/010 Desa Ciputat, Kecamatan Ciputat,
Kabupaten Tanggerang (sekarang Kota Tanggerang Selatan), Provinsi Banten.13
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi berkembangnya Usaha
Bersama al-Syuhada. Pertama, visi dan misi usaha ini sangatlah baik yaitu
menegakkan syariat islam dalam sektor perekonomian dan membangum
masyarakat ekonomi (pedagang) yang Islami. Tujuan utama Ubasyada adalah
untuk membangun, memberdayakan dan meningkatkan ekonomi umat Islam.
Kedua, tidak terlalu banyak persyaratan. Ketiga, memperkenalkan suatu
12
Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada
(Ubasyada), Tangerang, 13 September 2011
13
Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada
(Ubasyada), Tangerang, 13 September 2011
57
kedamaian dengan ajaran tarekat Tijaniyah yang berkecimpung dalam dunia
ekonomi.
Tarekat Tijaniyah memang tidak secara langsung mengatakan adanya
ajaran-ajaran perekonomian. Menurut bapak Anang (pimpinan Ubasyada), sejarah
kehidupan Syekh Ahmad Tijani yang tidak melarang mencari harta dunia dan
sikap hidup Syekh Ahmad Tijani sudah dapat dijadikan referensi bahwa tarekat
Tijaniyah tidak melarang pengikut Tijaniyah untuk berhubungan dengan dunia
materi dan hal ini menjadi salah satu motivasi agar pengikut Tijaniyah
berkehidupan layak.14 K.H. Misbah juga menegaskan ungkapan pa Anang sebagai
berikut :
“Tidak ada ajaran yang mendetail tentang perekonomian dalam
tarekat Tijaniyah. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah
melarang untuk mencari harta dunia, bahkan Syekh Tijani dalam
sejarahnya pernah menikahkan 100 orang dan dipenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal ini menunjukan bahwa Syekh memperbolehkan pengikut
Tijani untuk memiliki harta asalkan tidak rakus akan hartanya”.15
Kelompok al-Tujar dan Ubasyada mempunyai hubungan yang kuat dengan
tarekat Tijaniyah yang dipimpin K.H. Misbahul Anam. Karena, para pendiri
Ubasyada adalah ikhwan tijani yang merupakan murid dari K.H. Misbahul Anam.
Ajaran atau ilmu-ilmu tentang tarekat Tijaniyah terserap dan terealisasi dalam
kehidupan masyarakat secara langsung melalui Koperasi Usaha Bersama
(Ubasyada).
Kegiatan-kegiatan yang bersifat ketarekatan dapat dibuktikan dengan
adanya tausiah dan zikir bersama yang dilakukan secara rutin setiap malam Senin
14
Wawancara Pribadi dengan Bapak Anang sebagai Pimpinan Koperasi Ubasyada
Tangerang, 11 Juli 2011.
15
Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam sebagai Pimpinan Pondok Pesantren
al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011.
58
dan malam Jumat. Kegiatan ini telah terjadwal dan biasanya dilaksanakan di
kantor Ubasyada sendiri atau di Pondok Pesantren al-Umm sampai sekarang.
Keberanian para ikhwan tijani untuk membentuk koperasi Ubasyada dan
berbgai kegiatan ketarekatan membuktikan bahwa doktrin-doktrin tarekat
Tijaniyah tidak menjadikan mereka jumud akan kehidupan dunia. Tetapi, mereka
tetap berkecimpung dalam keduniawian dengan berpegang pada syari‟at sebagai
benteng moral dan tidak menjadikan mereka lupa akan dirinya untuk
bermasyarakat, dalam artian mencari sumber kehidupan. Dengan demikian,
prilaku yang dilakukan oleh sebagian ikhwan tijani sejalan dengan pesan
Rasulallah SAW. kepada Syekh Ahmad al-Tijani yaitu:
‫إلزم ىذه الطرٌقة من غٍر خلوة وال اعحزل من الخلٍفة ححً جصل مقامل الذي وعدت بو و‬
)٤٣: ‫ (جواىر المعانً ج اول‬.‫انث علً حالل من غٍر ضٍق وال حرج وال مشرة مجاىدة‬
Artinya: “Tekunilah tarekat ini tanpa berkhalwat atau mengisolirkan diri dari
kehidupan sosial kemasyarakatan, sampai kamu mencapai kedudukan
yang telah dijanjikan kepadamu dengan tanpa merasa sempit, sedih
dan tidak pula banyak berusaha keras”.16
Pemahaman zuhud dalam kalangan al-Tijani juga sangat mempengaruhi.
Kebutuhan ruhiyah sebagai manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
dapat terpenuhi dengan ajaran dan zikir Tijani, serta perubahan zaman modern
yang syarat akan tuntutan harta juga dapat dilaksanankan dengan dasar al-Qur‟an
dan Hadits.
Kelompok al-Tujar dan Ubasyada ini juga secara tidak langsung
mengajarkan kepada para santri Pondok Pesantren al-Umm yang mayoritas
16
Ali Harazim Ibnu Arabi, Jawahirul Ma’ni, h. 43.
59
seorang mahasiswa untuk berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak
tanpa mengabaikan kehidupan ruhiyahnya. Bahkan, K.H. Misbahul Anam sendiri
mengatakan bahwa Kyai atau penda‟wah itu haruslah mapan dan kaya agar tujuan
dakwah lebih mudah terealisasi. Walaupun itu bukan satu-satunya cara untuk
mensyiarkan syari‟at Islam.
Tarekat Tijaniyah yang terjun di bidang ekonomi dalam bentuk Usaha
Bersama al-Syuhada (Ubasyada) juga menegaskan bahwa tarekat Tijanyah
bukanlah tarekat yang eksklusif (tertutup) dan tidak memikirkan berbagai konflik
di masyarakat tetapi terbuka dan mengikuti zaman tanpa mengabaikan syariat
Islam. K.H. Misbahul Anam sendiri menginginkan agar pengikut Tijaniyah lebih
kritis dalam semua persoalan. Seperti yang dikemukakan beliau sebagai berikut:
“Visi misi didirikannya Pesantren al-Umm adalah membentuk
ulama plus dengan maksud mencetak ulama yang berintelektual sunni dan
berintelektual yang salafi”.17
C. Analisis
Selama ini tasawuf memang dipandang sebelah mata oleh sebagian
kalangan umat Islam. Bahkan, tidak jarang hujatan dan cacian dialamatkan pada
tasawuf dengan mengatakan tasawuf membuat keberagaman umat Islam stagnan,
tasawuf membuat orang ekslusif, tasawuf mengukung pemikiran umat Islam,
tasawuf hanya monopoli kaum marginal dan lain sebagainya.
Stetmen ini terlontar diakibatkan karena adanya perbedaan pemahaman
dan perbedaan pola pikir. Sekilas, tampaknya memang akan sulit bagi kita untuk
17
Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren
al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011.
60
menghubungkan antara tradisi tasawuf dengan kehidupan politik, demokrasi,
kebudayaan dan ekonomi. Tasawuf adalah cara hidup atau jalan mistik.
Bagaimana bentuknya dan ajarannya, apa saja yang mendasarinya, tasawuf
menitikberatkan pada upaya untuk mengembangkan potensinya sehingga
mencapai tahap kesempurnaan, dan cenderung mengabaikan keduniawian.
Sedangkan ekonomi mengharuskan untuk bersentuhan langsung dengan
kehidupan duniawi yang syarat akan berlimpahnya harta, kebutuhan materi dan
pencapaian kekuasaan. Tradisi tasawuf ini lebih bersifat transendental, sedangkan
politik, kebudayaan dan ekonomi lebih bersifat horizontal.
Hubungan antara tasawuf dengan ekonomi masih dianggap tabu oleh
kalangan masyarakat karena sifat mistik yang dimiliki tasawuf cukup mentradisi.
Dalam kehidupan mistik dikenal dengan metode berkhalwat yaitu mengasingkan
diri dari kehidupan ramai untuk mencapai taraf kesempurnaan ruhani. Para mistik
memusatkan perhatiannya kepada upaya untuk mencapai kebenaran melalui
mujahadah, zikir, dan lain-lain. Mereka menekankan pentingnya pelepasan diri
dari berbagai ikatan dengan yang selain Dia (Allah). Jadi antara kedua aspek itu,
ekonomi dan mistik, tampak sangat kontradiktif.
Al-Qur‟an maupun Hadist Rasulallah SAW. sebenarnya banyak yang
menjelaskan tentang perekonomian dalam kehidupan dunia, baik yang bernada
mendeskreditkan dunia dan ada pula yang menganggapnya positif. Turunnya ayatayat yang bernada mendeskripsikan dunia, seperti dalam firman Allah SWT:
         
61
Artinya: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.18
Sedangkan ajaran-ajaran yang memandang positif tehadap dunia, seperti
dalam firman Allah SWT:
            
       
          
  
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka bumi). Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”19
Dari pemahaman terhadap ajaran-ajaran tadi, lahirlah pemaknaan yang
menumbuhkan konsep zuhud dalam tasawuf. Dalam rentang sejarahnya,
pengaplikasian dari konsep ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam: yakni
zuhud sebagai maqam dan zuhud sebagai akhlak Islam.20
Konsep zuhud sebagai maqam adalah dunia dan Tuhan dipandang sebagai
dua hal yang harus dipisahkan. Sedangkan zuhud sebagai akhlak Islam, bisa diberi
makna sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Sikap tersebut merupakan
reaksi terhadap ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi yang mengitarinya, yang
pada suatu saat dipergunakan untuk memotivasi masyarakat dari keterpurukan
ekonomi dan memobilisasi gerakan masa untuk menumpas berbagai macam
18
QS. Al-a‟laa: 16-17
QS. Al-qashash: 77.
20
Moh Toriquddin, Sekularitas Tasawuf: Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern
(Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 222.
19
62
bentuk ketidakadilan di muka bumi ini. Sehingga, formulasinya bisa berbeda-beda
sesuai dengan tuntunan zamannya.21
Sebagian orang, zuhud dianggap sebagai faham asketisme. Sekitar abad
ke-1 dan ke-2 Hijriyah, asketisme Islam pada waktu itu mempunyai beberapa
karakteristik. Pertama, asketisme ini berdasarkan ide yang berakar menjauhi halhal duniawi, demi meraih pahala akhirat, ide berakar pada al-Qur‟an dan alSunnah. Kedua, asketisme bercorak praktis dan para pendirinya tidak menaruh
perhatian terhadap penyusunan prinsip-prinsip. Saran praktisnya adalah hidup
dalam ketenangan dan kesederhanaan, secara penuh, tidak makan dan minum,
banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Sehingga dapat dikategorikan pada
tujuan moral.
Abad ke-3 Hijriyah terjadi peralihan yang cukup signifikan. Para penganut
asketisme mulai cenderung memperbincangkan konsep-konsep yang sebelumnya
tidak dikenal pada zaman Nabi. Selain itu, mereka sudah mulai menyusun aturanaturan praktis bagi tarekat mereka dan mempunyai bahasa simbolik khusus yang
hanya dikenal dalam kalangan mereka sendiri, yang asing bagi kalangan diluar
mereka.
Dalam konteks zuhud dan asketisme, tarekat Tijaniyah di Pondok
Pesantren al-Umm tidak mengarah pada kejumudan umat Islam. Justru,
memberikan pemahaman baru dalam konsep zuhud yang berkaitan dengan
kahidupan duniawi.
21
Moh Toriquddin, Sekularitas Tasawuf: Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, h.
223.
63
Zuhud dikalangan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm tidak
lagi beranggapan bahwa seseorang harus meninggalkan kehidupan duniawi, baik
sosial, ekonomi, maupun politik. Akan tetapi, pengikut tarekat Tijaniyah diajarkan
untuk menyeimbangkan antara kehidupan jasmani dan kehidupan ruhani. Seperti
yang disampaikan oleh K.H. Misbahul Anam sebagai pimpinan Pondok Pesantren
al-Umm menegaskan bahwa zuhud bukan berarti melepaskan diri dari
permasalahan kehidupan sosial, apalagi kehidupan zaman sekarang yang penuh
dengan berbagai konflik, baik ekonomi, sains, teknologi, politik atau persoalan
agama itu sendiri. Akan tetapi, bagaimana mencari harta dan memposisikan harta
sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Penulis juga berpendapat bahwa tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren alUmm dapat dikategorikan pada aliran neo-sufisme. Menurut Fazlur Rahman
selaku penggagas istilah ini, neo-sufisme adalah “reformed sufism”, sufisme yang
diperbaharui. Neo-sufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi
sosio-moral masyarakat muslim, sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih
bersifat individual dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam hal-hal
kemasyarakatan. Oleh karena itu, karakter keseluruhan neo-sufisme adalah
“puritanis dan aktivis”.22
Tujuan neo-sufisme adalah penekanan yang lebih intens pada penguatan
iman sesuai dengan prinsip-prinsip akidah Islam dan penilaian terhadap kehidupan
duniawi sama pentingnya dengan kehidupan ukhrawi. Sehingga, neo-sufisme
selalu mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan kreatif dalam
22
A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: Rajawali Pers,
1999 ), h. 314
64
kehidupan ini, baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam kreativitas
intelektual.23
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan referensi untuk menguatkan bahwa
tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm termasuk dalam aliran neosufisme. Yaitu:
1. KH. Misbahul Anam selaku pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, ikut
serta dalam organisasi Front Pembela Islam (FPI) yang lahir pada tanggal 17
Agustus 1998. Ide dan format gagasan itu berawal dari pertemuan-pertemuan
yang dilakukan K.H. Misbahul Anam dan Habib Rizieq Shihab. Organisasi ini
dibentuk dengan dasar kian maraknya ketidakadilan hukum serta kian banyaknya
penindasan terhadap rakyat kecil dan bebasnya praktik prostitusi dan kemaksiatan.
Tarekat Tijanyahi disini ikut berperan dalam memperjuangkan syari‟at Islam dan
sekaligus memperkenalkan bahkan menyebarkan tarekat secara perlahan. Hal ini
dapat membuktikan bahwa tarekat dapat berhubungan dengan dunia perpolitikan.
2. K.H. Misbahul Anam dan pengikut tarekat Tijaniyah mendirikan
koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) dalam kelompok al-Tujar dengan
visi dan misi yaitu menegakan syariat Isam dalam sektor perekonomian dan
membangun masyarakat ekonomi yang Islami. Koperasi ini dapat memberikan
kemudahan dalam mendapatkan modal dan masyarakat terlepas dari kungkungan
riba yang sangat menjebak masyarakat. Seperti, bank-bank yang ada saat ini.
Usaha ini adalah perubahan dan keberanian tarekat Tijaniyah untuk bersikap lebih
terbuka dalam berbagai hal dan berusaha menghilangkan pandangan bahwa
23
A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, h. 315
65
tarekat sebagai pemicu kejumudan umat Islam. Gerakan ini menjadi aspirasi baru
bagi pemahaman penganut tarekat yang notabennya bersifat mistis.
3. Pengikut tarekat Tijaniyah mempunyai profesi yang cukup beragam dari
pedagang, wirausaha, pegawai negeri bahkan mahasiswa. Banyaknya mahasisiwa
yang menjadi ikhwan Tijani dari berbagai jurusan menjadi pemicu tumbuhnya
gerakan-gerakan baru tanpa menyalahi aturan-aturan syari‟at dan tarekat
Tijaniyah.
Penulis mengamati dan menyimpulkan bahwa Tarekat Tijaniyah juga
menjadi tumpuan dalam berbagai permasalah yang muncul di masyarakat yang
diakibatkan adanya perubahan dan tuntutan zaman yang semakin modern.
Kebutuhan masyarakat akan ketenagan, kedamaian dan pendekatan spiritual
menjadi alasan penting tarekat Tijaniyah untuk terjun dalam dunia sosial, ekonomi
maupun politik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tarekat Tijaniyah adalah salah satu gerakan tarekat yang berpengaruh
bagi kehidupan keagamaan, sosial, politik dan ekonomi masyarakat Ciputat.
Keberadaannya tersebut memiliki urgensitas bagi pembangunan kualitas
kagamaan masyarakat Ciputat, baik pada tataran konseptual maupun praktik
keagamaan. Keberadaan tarekat Tijaniyah tampak dalam aktifitas para pengikut
Tijaniyah dan muqaddam di lembaga-lembaga pendidikan yaitu Pondok Pesantren
al-Umm dan sosial kemasyarakatan, termasuk juga dalam lembaga yang didirikan
langsung oleh K.H. Misbahul Anam yaitu Front Pembela Islam (FPI).
Adapun sepak terjang mursyid atau muqaddam dan ikhwan tarekat
Tijaniyah dalam bidang ekonomi adalah terbentuknya kelompok pedagang yang
menamakannya sebagai kelompok al-Tujar. Wadah ekonomi dengan nama Usaha
Bersama al-Syuhada ini mampu membantu masyarakat khususnya pedagang
lemah untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dengan memberikan modal usaha.
Adanya koperasi Ubasyada seakan melengkapi peran seorang ikhwan Tijani
sebagai bentuk transformasi Islam dan penerapan syariat berdasarkan al-Quran
dan Hadits.
Usaha Tarekat Tijaniyah dalam berbagai bidang, baik kegiatan sosial,
politik atau ekonomi adalah wujud dari penentangan adanya ajaran tasawuf yang
memandang sebelah mata tentang duniawi, tasawuf membuat keberagaman umat
Islam stagnan, tasawuf membuat orang eksklusif dan tasawuf mengukung
66
67
pemikiran umat Islam. Namun, Tarekat Tjaniyah menyamakan kedudukan antara
kepentingan Ruhiyah dengan jasmaniah dalam hal ini duniawi.
Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) yang didirikan pada
tahun 1999 oleh Ikwan Tijani menggambarkan bahwa ajaran tentang Zuhud yang
banyak dipahami oleh sebagian kalangan sebagai penolakan duniawi, ternyata
dipahami oleh pengikut tarekat Tijaniyah dengan berbeda yakni zuhud bukan
menghindar dari dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu
mempergunakan harta untuk urusan akhirat. Ajaran ini mempunyai pengaruh
besar dalam pola pikir dan sikap para pengikut tarekat Tijaniyah dalam
memandang harta dunia. Sekaligus sebagai motivator yang besar dalam
menghadapi persoalan duniawi. Koperasi Ubasyada inilah sebagai realisasi
pemikiran mereka dalam memahami ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah.
B. Saran-saran
1. Perkembangan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm cukup
pesat. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak pengelola tarekat untuk
meningkatkan menejemen organisasi.
2. Alangkah baiknya jika semua lapisan tokoh sentral tarekat Tijaniyah bisa
menyesuaikan diri dengan semua lapisan masyarakat, agar terjalin
hubungan
yang
harmonis
antara
perkembangan tarekat lebih lanjut.
keduanya
dan
meningkatkan
68
3. Mengenai kitab-kitab yang diajarkan di kalangan tarekat Tijaniyah,
sebaiknya diajarkan pula di masyarakat umum. Sehingga, pengetahuan
masyarakat mengenai tarekat Tijaniyah cukup memadai.
4. Perbanyaklah mengadakan pengajian khusus tentang tarekat Tijaniyah
sebagai usaha sosialisasi tarekat terhadap masyarakat. Sehingga tarekat
tidak lagi dianggap suatu ajaran yang sesat, mistik dan tabu.
5. Usaha bersama al-Syuhada membutuhkan menejeman yang baik untuk
merelokasikan modal yang ada dan bekerja sama dengan intansi-intansi
yang mendukung dalam perkembangan Usaha Bersama al-Syuhada.
6. Koperasi harus sering mengadakan studi banding dengan lembagalembaga simpan pinjam yang lain dan mengikuti berbagai pelatihanpelatihan yang mendukung untuk meningkatkan kinerja dalam koperasi
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adilin Sila, Moh. dkk. Sufi Perkotaan: Menguak Fenomena Spiritualitas Tengah
Kehidupan Modern. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama,
2007.
Ali, Yunasril. Jalan Kearifan Sufi: Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia. Jakarta :
Seambi, 2002.
Anam, Misbahul dan Miftahudin, Buya. Sebuah Penyejuk Umat dari Zaman ke
Zaman. Jakarta: Gema Al Furqan, 2005.
------- , Mutiara Terpendam: Khazanah Spiritual Wali Agung Syeh Ahmad bin
Muhammad al-Tijani. Jakarta: al-Husna, 2003.
Arabi, Ali Harazim Ibnu. Jawahirul Ma’ni. Mesir: Abbas bin Salam, 1937.
Badruzzaman, Ikhyan. Thariqat Tijaniyah di Indonesia. Garut: Zawiyah Thariqat
Tijaniyah, 2007.
Basalamah, Sholeh dan Anam, Misbahul. Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan
Sunnah. Jakarta: Kalam Pustaka, 2006.
Basri, Husen Hasan. dkk. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta:
Prasasti, 2007
Daudy , Ahmad. Kuliah Ilmu Tasawuf Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesntren : Studi Tentnag Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES, 1983.
Fathullah, A. Fauzan Adhiman. Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil
‘Alamin. Kalimantan Selatan: Yayasan Al-Ansari Banjarmasin, 2007.
Hamid, M.Yunus A. Risalah Singkat Thariqah al-Tijani. Jakarta: Yayasan
Pendidikan dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008.
------- , Meraih Mahkota Mutiara, Haqiqah dan Ma’rifah. Jakarta: Yayasan
Pendidikan dan DakwahTarbiyah Al-Tijaniyah, 2008.
J. Witteveen. Tasawuf In Action. Jakarta: Serambi, 2004.
Khalil, Ahmad. Merengkuh Bahagia dengan Al-Qur’an, Tasawuf, dan Psikologi.
Malang: UIN Malang Press, 2007.
Madjid, Nurcholish. Pesantren dan Pembaharua: Pesantren dan Tasawuf. Jakarta:
LP3ES, 1988.
------- , Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.
Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indones.
Jakarta: Pranada Media, 2005.
Narwoko, J. Dwi. dan Bagong Suyanto. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana, 2007.
Najar, Amir. Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern. Jakarta: Mizan, 2002.
Nasr, Sayyed Hussein. Ensiklopedi Tematis Spiritual. Bandung: Mizan, 2003.
Rabbani, Al-Faidh. Manaqib al-Qutubul Kamil Khotmul Auliya al-Maktum Sayyidina
Syekh Ahmad bin Muhammad al-Hasani Al-Tijani, Penerjemah al-Fakir
Miftahuddin asy-Syafi’i al-Tijani bin Qusthoni (T.tn., T.tp., 2009).
Rohman, Ahmad, ed. Ensiklopedi Tasawuf. Jakarta: Angkasa, 2008.
Siregar, Ahmad Rivay. Tasawuf dari sufisme klasik ke Neo-sufisme. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999.
Siroj, Sayid Aqil. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai
Inspirasi: Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006.
Taftazani, Abu al-Wafa. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka, 1997.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern.
Malang: UIN Malang Press. 2008.
Usman Said, dkk. Pengantar ilmu Tasawuf. Sumatera Utara: Proyek Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982.
Uwaisi, Fakhrudin Ahmad dan Basalamah, Sholeh. Syekh Ahmad Al-Tijani:
Keturunan Rasulallah yang Mirip Rasulallah SAW. Jatibarang: TIM Santri
Pondok Pesantren Darussalam, 2009.
BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN
PONDOK PESANTREN AL-UMM
Nama
: KH. Misbahul Anam
Profesi/kedudukan
: Mursyid atau muqaddam
Tanggal wawancara : 12 Mei 2011
Alamat
: Pondok Pesantren al-Umm
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Kapan dan siapa yang membawa tarekat Tijaniyah masuk ke Cempaka Putih?
Jawab: Sejak tahun 1994 sampai sekarang dan K.H. Misbahul Anam sebagai
muqaddam yang di bai’at oleh Syekh Sholeh Basalamah dari Jatibarang Brebes.
2. Berapa anggota Tijaniyah di Cempaka Putih?
Jawab: Jumlah keanggotaan pengikut tarekat Tijaniyah di luar pesantren yaitu
Desa Cempaka Putih sendiri tidak dapat diketahui dengan pasti karena
penerimaan anggota baru dilaksanakan secara alamiah, tidak melalui proses
administrasi yang bersifat birokratis. Sedangkan santri Pondok Pesantren al-Umm
yang telah menjadi ikhwan Tijani sekitar 100 santri.
3. Siapakah orang yang dibolehkan mengikuti Tijaniyah dan mayoritas berprofesi
sebagai apa?
Jawab: Semua kalangan masyarakat dapat menjadi ikhwan dan pengikut tarekat
Tijaniyah. Pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai latar
belakang yang beragam, mulai dari pengusaha, pedagang, pegawai negeri, sopir
dan mahasiswa perguruan Tinggi, terutama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Syarat-syarat apa saja untuk menjadi pengikut Tijaniyah di Cempaka Putih?
Jawab: Seseorang yang hendak menjadi ikhwan Tijani harus menjalankan sholat
lima waktu dengan baik terlebih dahulu dan siap menjalankan syari’at Islam.
Syarat-syarat selanjutnya dapat dilihat pada buku-buku pedoman tarekat
Tijaniyah.
5. Bagaimana metode untuk mengembangkan Tijaniyah di Cempaka Putih?
Jawab: Sebenarnya tarekat Tijani telah disebarkan 3 tahun sebelum berdirinya
Pondok Pesantren al-Umm. Tarekat Tijaniyah disebar luaskan dengan cara
pendekatan-pendekatan secara personal terhadap orang yang dikenal dengan baik,
memberikan berbagai tausiah di berbagai tempat, dari berbagai pengajian, dari
masjid ke masjid, atau ketika menyampaikan ceramah dalam berbagai
kesempatan dengan menyisipkan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah.
6. Apakah Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai struktur organisasi dalam
penyebarannya?
Jawab: Struktur organisasi yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm tidak
terlembagakan secara sistematis. Maksudnya adalah dasar strukturnya hanya
ditentukan oleh hubungan murid dengan guru atau sesama murid.
7. Pada hal/persoalan apa yang paling diprioritaskan, perdagangan, sosial, politik,
atau keagamaanya saja?
Jawab: Yang paling diperioritaskan adalah persoalan keagamaan, dalam hal ini
pendekatan diri kepada Allah SWT. Persoalan ekonomi, ikhwan Tijani
membentuk koperasi yang dinamakan Usaha Bersama al-Syuhada dan Ubasyada
yang bertujuan untuk meminjamkan modal khususnya pedagang-pedagang lemah.
8. Adakah ajaran Tijaniyah yang menjelaskan tentang perekonomian (persoalan
mencari harta dunia)?
Jawab: Tidak ada ajaran yang mendetail tentang perekonomian dalam tarekat
Tijaniyah. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah melarang untuk
mencari harta dunia, bahkan Syekh Tijani dalam sejarahnya pernah menikahkan
100 orang dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menunjukan bahwa Syekh
memperbolehkan pengikut Tijani untuk memiliki harta asalkan tidak rakus akan
hartanya.
9. Adakah dzikir-dzikir khusus untuk seseorang yang mempunyai profesi yang
berbeda-beda (pedagang, pegawai sipil, wirausaha dan mahasiswa)?
Jawab: Tidak ada zikir-zikir khusus untuk meningkatkan perdagangan atau
memudahkan usaha. Tarekat Tijani hanya mengajarkan wirid-wirid yang ada.
Insyaallah bermanfat.
10. Ritual/ajaran keagamaan apa saja yang biasa dilakukan?
Jawab: Melakukan zikir yang terdiri dari wirid Lazimah, wirid Wazifah, wirid
Hailallah dan wirid ikhtiariyah. Setiap hari Jum’at dilaksanakan zikir bersama,
setelah shalat ashar dilanjutkan ceramah yang dilakukan pimpinan Pondok
Pesantren al-Umm.
11.Adakah kendala yang dialami selama menyebarkan ajaran Tijaniyah? tarekat
Tijaniyah dianggap sangatlah mistis dan tidak masuk akal. Tarekat Tijaniyah di
curigai sebagai gerakat tarekat yang diindikasi sebagai ajaran sesat. Lambat laun
masyarakat mulai sadar bahwa Tijani bukanlah ajaran sesat, bahkan mereka mulai
ikut dan menjadi ikhwan Tijani.
12. Apa misi dan visi tarekat Tijaniyah dan harapan dari bapak kyai sendiri?
Jawab: Visi misinya adalah membentuk ulama plus dengan maksud mencetak
ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual yang salafi.
13. Bagaimana pandangan Tijani dan Kyai KH. Misbahul Anam sendiri tentang
Zuhud?
Jawab: Pengikut Tijani boleh memiliki harta, mempunyai mobil, menjadi
pemimpin, berpenampilan layak dan lain-lain dengan alasan untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Jadi, zuhud bukan menghindar dari keduniawian akan tetapi
lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan harta untuk urusan akhirat.
Ciputat, 07 Juli 2011
Narasumber
KH. Misbahul Anam
Muqaddam Ciputat
BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN
PONDOK PESANTREN AL-UMM
Nama
: KH. Misbahul Anam
Profesi/kedudukan
: Mursyid atau muqaddam
Tanggal wawancara : Kamis, 7 Juli 2011
Alamat
: Jl. Wr. Supratman Gang Jamlang No. 30 Cempaka Putih
Ciputat Tangerang Selatan.
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Kapan berdirinya koperasi Ubasyada dalam kelompok al-Tujar ?
Jawab: Sekitar tahun 1999.
2. Sistem apa yang dipakai dalam koperasi al-Syuhada?
Jawab: Sistem yang dipakai adalah Syirkah, peminjaman tanpa riba.
3. Apa syarat dan kewajiban jika hendak masuk koperasi al-Syuhada?
Jawab: Tidak ada persyaratan khusus kecuali mengisi formulir dan perjanjian
secara kekeluargaan, serta mau menjalankan syari’at Islam.
4. Apa alasan dan tujuan awal ketika hendak mendirikan kopersi Ubasyada?
Jawab: Tujuan utama adalah menolong dan memperbaiki kehidupan masyarakat
yang memang mayoritas kalangan menengah kebawah, termasuk santri Pondok
Pesantren al-Umm.
5. Bagaiman respon masyarakat Cemapaka Putih dengan adanya al-Syuhada?
Jawab: Sangat senang dan antusias sekali karena masyarakat Cempaka Putih dan
sekitarnya memang membutuhkan bantuan dalam persoalan modal.
6. Bagaimana perkembangan koperasi Ubasyada dari mulai berdiri sampai
sekarang?
Jawab: Koperasi Ubasyada berjalan denga baik. Akan tetapi kendalanya pada
modal yang cukup minim sedangkan peminjam semakin hari semakin banyak.
Untuk itu, koperasi hanya meminjamkan modal secukupnya dengan disesuaikan
modal.
7. Bagaimana pandangan bapak Kyai tentang ekonomi Islam ?
Jawab: Ekonomi Islam adalah sistem perekonomian yang berlandaskan Islam.
Zaman sekarang masyarakat terjebak dam sistem riba yang ditawarkan oleh
sejumlah bank. Oleh kerena itu kelompok al-Tujar, ikhwan Tijani membentuk
wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama al-Syuhada untuk menghindari
sistem riba dan rentenir.
8. Apakah seorang Tijaniyan diperbolehkan mencari harta sedangkan tarekat identik
dengan ajaran zuhudnya?
Jawab: Tidak masalah mempunyai harta dunia asal jangan rakus karena harta
salah satu alat untuk merealisasikan ibadah.Walaupun tarekat Tijani tidak
menafikan adanya ajaran zuhud.
9. Pedoman/dasar apa yang saja yang dipakai untuk menjelaskan tentang pencarian
harta dunia?
Jawab: Ajaran tarekat Tijaniyah adalah ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah. Jadi,
pedoman mencari hartapun berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
10. Apa saja yang dilakukan Ubasyada dalam perbaikan ekonomi, terutama
masyarakat Cempaka Putih ?
Jawab: Memberikan kemudahan dalam pencarian modal supaya masyarakat
terlepas dari kungkungan riba dan membantu sebaik-baiknya.
11. Adakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam koperasi al-Syuhada yang
bercorak tarekat. Misalnya mengadakan pengajian rutin, zikir bersama atau
kegiatan lain?
Jawab: Awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah para ikhwan Tijani dan banyak
anggota Ubasyada ikut dalam zikir bersama hari jum’at yang dilakukan secara
rutin di Pondok Pesantren al-Umm dan setiap seminggu sekali mengadakan
pengajian-pengajian yang dihadiri penceramah secara bergantian.
12. Keinginan apa yang hendak Kyai Misbahul Anam sampaikan dan apa cita-cita
Kyai dengan adanya tarekat Tijaniyah dan al-Tujar ?
Jawab: Secara keseluruhan “menginginkan Indonesia menjalankan syari’at Islam
dan bertarekat Tijani”
Ciputat, 07 Juli 2011
Narasumber
KH. Misbahul Anam
BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN
KOPERASI UBASYADA
Nama
: Bapak Anang
Profesi/kedudukan
: Ketua koperasi Ubasyada dan anggota kelompok al-Tujar
Tanggal wawancara : Senin, 11 Juli 2011
Alamat
: Jl. Dewi Sartika Gang. Nangka Cimanggis No:2 RT 001/010
Ciputat, Tangerang, Banten.
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Kapan koperasi Ubasyada didirikan (profil) ?
Jawab: Koperasi Ubasyada secara resmi berdiri pada tahun 1999.
2. Siapa pelopor awal berdirinya koperasi Ubasyada?
Jawab: Pelopor awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah pengikut tarekat Tijani
yang berjumlah 22 orang, mengumpulkan dana sebesar Rp. 2.750.000,00 dan
sepakat mendirikan koperasi simpan pinjam.
3. Sistem apa yang digunakan dalam koperasi Ubasyada ?
Jawab: Sistem yang digunakan koperasi Ubasyada yaitu Syirkah.
4. Apa syarat dan kewajiban jika hendak masuk koperasi Ubasyada?
Jawab: Tidak banyak persyaratan yang diajukan. Ttetapi, peminjam cukup
mengisi
formulir
permohonan
menjadi
anggota
dan
perjanjian
secara
kekeluargaan saja. Seperti kapan peminjam harus melunasi dan berapa jumlahnya
dan lain-lain.
5.
Apa alasan dan tujuan awal ketika hendak mendirikan kopersi Ubasyada?
Jawab: Tujuan awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah mensejahterakan
anggota Ubasyada. Karena koperasi Ubasyada semakin dikenal dan dibutuhkan
maka tujuan itu pun semakin melebar yaitu untuk membantu kepentingan
masyarakat dalam soal usaha.
6. Bagaimana perkembangan koperasi Ubasyada dari mulai berdiri sampai
sekarang?
Jawab: Koperasi Ubasyada berdiri karena adanya kesulitan modal usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu ikhwan Tijani yang terdiri dari 22
orang berinisiatif untuk mengumpulkan modal dengan menabung dan dapat
mengumpulkan modal sebesar Rp.2.750.000,-. Setelah berjalan cukup lama
akhirnya menambah menjadi 27 orang dan tahun 2010 modal terkumpul hingga
empat Milyar dari berbagai kerjasama dengan bank-bank lain.
7. Apa yang paling menghambat dalam koperasi Ubasyada?
Jawab: Kesulitan awal adalah modal tetapi sekarang alhamdulillah modal sudah
dapat dibilang mencukupi. Hambatan yang lain adalah kurangnya pengalaman
dalam menejemen koperasi karena semua anggota Ubasyada tidak berpengalaman
dalam hal itu.
8. Upaya apa saja yang dilakukan dalam mengembangkan koperasi Ubasyada ?
Jawab: Memperluas jaringan usaha, bekerjasama dengan bank-bank lain untuk
menambah modal dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan
menejemen perkoperasian.
9. Apakah Ubasyada diperuntukan semua kalangan dan mayoritas berprofesi sebagai
apa?
Jawab: Untuk semua kalangan.
10. Bagaimana hubungan koperasi Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam selaku
pimpinan Pondok Pesantren al-Umm ?
Jawab: Pendiri koperasi Ubasyada adalah murid sekaligus ikhwan Tijani sehingga
hubungan koperasi Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam sangatlah dekat. Kyai
juga ikut andil dalam pengelolaan koperasi.
11. Bagaimana pandangan bapak tentang tarekat Tijaniyah apakah tarekat Tijaniyah
ada kaitannya dengan perekonomian ?
Jawab: Tarekat Tijaniyah tidak secara langsung mengatakan adanya ajaran
perekonomian. Akan tetapi, sejarah kehidupan Syekh Ahmad Tijani yang tidak
melarang mencari harta dunia adalah salah satu motivasi agar pengikut Tijani
berkehidupan layak. KH. Misbah juga sering memberikan motivasi dalam
pekerjaan.
12. Kerjasama apa saja yang dilakukan Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam dalam
mewujudkan perekonomian masyarakat?
Jawab: Selain sebagai penanam modal dan ikut dalam pengelolaan koperasi, kyai
juga sering memberikan siraman rohani setiap seminggu sekali, karena kita butuh
kedamaian hati.
13. Sebagai apa (posisi) bapak KH. Misbahul Anam di Ubasyada ?
Jawab: Penasehat koperasi Ubasyada, akan tetapi sekarang sudah lepas dengan
alasan koperasi Ubasyada sudah mandiri dan bisa berjalan dengan baik.
14. Adakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam koperasi Ubasyada yang
bercorak tarekat.
Jawab: Setiap seminggu sekali mengadakan pengajian rutin diantaranya tentang
tarekat Tijani.
Ciputat, 12 Juli 2011
Narasumber
Anang
(Ketua Koperasi Ubasyada)
Bacaan ritual dalam tarekat Tijaniyah yang lazim dilakukan oleh murid
dan ikhwan Tijaniyah.yaitu:
1. Wirid Lazim
Dalam sehari semalam wirid lazim diamalkan 2 kali yaitu pagi dan sore.
Pagi dimulai setelah sholat subuh sampai waktu zuhur paling lambat; waktu sore
dimulai setelah sholat asar sampai terbit fajar, bacaannya adalah :
a. Istigfar
b. shalawat Nabi
c. Hailallah
2. Wirid Wadzifah
Dalam sehari semalam dikerjakan satu kali, jika mampu istoqomah bisa
dua kali sehari semalam, sedangkan waktunya tidak mengikat dari selesai
sholat ashar sampai sholat ashar besoknya. Bacaannya adalah :
a. Istigfar
b.Shalawat Fatih
c. Hailallah
d. Jauharotul kamal

Similar documents