FITROTUL UYUN-FUH - Institutional Repository UIN Syarif
Transcription
FITROTUL UYUN-FUH - Institutional Repository UIN Syarif
TAREKAT TIJANIYAH DI PONDOK PESANTREN AL-UMM DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Disusun Oleh: FITROTUL UYUN NIM:107033103716 JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M TAREKAT TIJANIYAH DI PONDOK PESANTREN AL-UMM DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S. Fil.i) Disusun Oleh: Fitrotul Uyun NIM : 107033103716 Di Bawah Bimbingan Dr. Syamsuri, M.Ag NIP : 19590405 198903 1 003 JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Ekonomi di Cempaka Putih Ciputat” telah diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada hari Kamis, 29 September 2011 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Jurusan Akidah Filsafat. Jakarta, 29 September 2011 Sidang munaqasyah Ketua Sekertaris Drs. Agus Darmaji, M.Fils NIP : 19610827 199303 1 002 Dra. Tien Rohmatin, MA NIP : 1968083 199403 2 002 Anggota Penguji I Penguji II Dr. Sri Mulyati, MA NIP :19560417 198603 2 001 Prof. Dr. Masri Mansoer, MA NIP : 19621006 199003 1 002 Di bawah bimbingan Dr. Syamsuri, MA NIP : 19590405 198903 1 003 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar SI di Universitas Islam Negeri Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia diberikan sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis Fitrotul Uyun KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis menghaturkan segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT. Karena Dialah satu-satunya yang memiliki segala kebesaran dan keagungan. Ditangan-Nyalah bermula segala masalah dan ditangannyalah terselesaikan segala masalah. Dia juga yang menciptakan kesedihan dikala manusia sedang bergembira dan menciptakan kegembiraan disaat manusia sedang berputusasa. Dia juga yang menyembuhkan penyakit manusia ketika mereka sudah tidak mempunyai harapan untuk kesembuhannya dan Dia pulalah yang memberikan rasa sakit kepada manusia ketika mereka dalam keadaan menyombongkan kesehatan dirinya. Dialah yang membuat kesulitan ketika manusia merasa sombong atas kemampuannya dan dia pulalah yang menjadikan kemudahan ketika manusia berpasrah diri kepada-Nya. “Katakanlah:Ya Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki. Dan Engkau cabut kerajaan (kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Ali ‘Imran : 26). Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. juga keluarga serta sahabat-sahabat sekalian. Beliaulah utusan Allah SWT yang telah merubah kebatilan menuju keimanan serta membawa umat manusia dari tempat yang gelap gulita ke tempat yang terang benderang. Setelah sekian lama bertahan antara harap dan cemas, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis i menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan, dorongan dan sumbangan baik moril maupun materil. Pertama-tama, penulis haturkan terimakasih kepada ayahanda M. Ridwan dan ibunda Daimah yang dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan tidak hentihentinya memanjatkan doa, memberikan dorongan dan memenuhi kebutuhan materil selama penulis menjalankan perkuliahan. Salam buat kakanda M. Jazuli, adinda Ifrokha Ulyanah dan Aflakha Munjiyati. Terima kasih kepada K.H. Drs. Misbahul Anam selaku pimpinan Pondok Pesantren al-Umm yang telah memberikan banyak waktu untuk memberi arahan dan informasi atas penilitian yang penulis lakukan. Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih kepada bapak Anang selaku pimpinanan Koperasi Ubasyada yang telah memeberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Koperasi Ubasyada. Terima kasih kepada Dr. Syamsuri MA, selaku pembimbing yang sangat sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini, Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Zainun Kamal MA, Ketua Jurusan Akidah Filsafat Drs. Agus Darmaji. M.Fils, Sektretaris Jurusan Akidah Filsafat Dra. Tien Rohmatin, MA. Terima kasih kepada segenap civitas akademik Fakultas Ushuluddin yang telah membantu kelancaran administrasi. Kepada pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. ii Selanjutnya, terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan, Nanang Sutrisna “titip salam”, Ida si kembang kelas di tunggu skripsinya, Ayu yang cantik rapihin kuliah, Ipeh dan Amar yang suka komen di tunggu kabar wisudanya. Faiz si anak Engkong, Maqin selamat wisuda, Abdul Muies, Rhiza Tegal, Rian, Hasan (Acan), Verli, Dicky, Hambali, Fadilah al-Islami (Kadut), Nasrullah (Deul), Gangsar si pendekar MENWA, Hamzah, dan Tanti. Tak lupa penulis ucapkan salam perjuangan kepada seluruh guru TPA alMizan, ka Ai Ramdonah, ka Syarifah Amini dan ka Any Arifaini semoga perjuangan kita tidak sia-sia, sing penting berkah dunia dan akhirat serta selalu legowo dalam mendidik anak. Terima kasih kepada semua seluruh pihak yang telah membantu penulis, namun tidak sempat di sebutkan satu persatu namanya. Semoga Allah SWT. membalas dengan kebaikan kalian. Akhirnya, penulis menyelesaikan skripsi ini, semoga bermanfaat dunia akhirat. Jakarta, 9 September 2011 iii TRANSLITERASI Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin, transliterasi dan cara penulisan yang penulis gunakan dalam skripsi ini berdasarkan pada pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis, dan disertasi) “ yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 Padanan Aksara Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ء ي Huruf Latin b t ts j h kh d dz r z s sy s d t z ‘ gh f q k l m n w h ‘ y iv Keterangan tidak dilambangkan be te te dan es je h dengan garis bawah ka dan ha de de dan zet er zet es es dan ye es dengan garis di bawah de dengan garis di bawah te dengan garis di bawah zet dengan garis di bawah koma terbalik di atas hadap kanan ge dan ha ef ki ka el em en we ha aspostrof ye Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a fathah i kasrah u dammah Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ai a dan i ي au a dan u Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab di lambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a dengan topi di atas î i dengan topi di atas û u dengan topi di atas و Kata sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu الdi alih aksarakan menjadi huruf/l/ baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwan bukan addîwân. v DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………... i TRANSLITERASI……………………………………………………………. iv DAFTAR ISI……………………………………………………………………vi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah……………………………........................ . 5 C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5 D. Metode Penelitian………………………………………………. 6 E. Sistematika Penulisan…………………………………………... 8 BAB II : GAMBARAN UMUM DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT A. Keadaan Geografis…………………………………………… 10 B. Keadaan Demografis……………………………………….... 11 C. Kehidupan Keagamaan dan Kemasyarakatan………………… 13 D. Keadaan Ekonomi di Cempaka Putih ………...……………… 16 BAB III : TAREKAT TIJANIYAH DI CEMPAKA PUTIH CIPUTAT A. Asal Usul Tarekat Tijaniyah………………………………….. 19 B. Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih…….. 25 C. Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih………… 29 D. Ajaran- Ajaran Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih………… 33 E. Struktur Organisasi Tarekat Tijaniyah……………………….. 37 F. Hubungan Muqaddam dan Pengikutnya……………………… 42 vi BAB IV : PENGARUH TAREKAT TIJANIYAH DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI CEMPAKA PUTIH A. Ajaran Tarekat Tijaniyah dalam Kehidupan Ekonomi………. 46 B. Peran Pesantren Terhadap Perekonomian……………………. 52 C. Analisis………………………………………………………. 59 BAB V I: PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………... 66 B. Saran-saran…………………………………………………… 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan sufi mulai dilirik oleh para pecinta Tuhan yang menginginkan agar dirinya berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Sehingga, banyak sekali kegiatan moral keagamaan diadakan dan dikembangkan secara besar-besaran. Seperti, majlis zikir dan pengajian-pengajian keagamaan yang dilaksanakan secara rutin, termasuk perkembangan tarekat di berbagai wilayah.1 Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia sufistik. Kegiatan dan perkembangan keagamaan masa sekarang menunjukan bahwa jiwa spiritual masyarakat tidak tertelan zaman. Zaman modern ternyata tidak menyurutkan banyak orang untuk melakukan ritual keagamaan bahkan melakukan “hijrah” sepenuhnya dalam menempuh kehidupan spiritual. Hal ini menunjukan bahwa kehidupan spiritual khususnya tarekat tidak lagi dianggap tabu dan mistik. Tarekat justu dianggap sebagai salah satu solusi untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tarekat terkadang diartikan hanya sebagai perjalanan ruhani yang identik dengan membunuh kebutuhan naluri dan mematikan kebutuhan insaniyah. Perbedaan pemahaman inilah yang menambah fariasi dalam dunia tasawuf. Walaupun demikian, tujuan tarekat itu sama yaitu usaha untuk membersihkan jiwa agar 1 Berdirinya Majlis Az-Zikra pimpinan M. Arifin Ilham, Yayasan Wakaf Paramadina arahan Nurcholis Madjid, Naqsabandiyah Haqqani dan Tazkia Sejati pimpinan Jalaludin Rahmat. 1 2 menjadi lebih dekat dengan Tuhan dengan menempuh berbagai metode atau cara untuk diamalkan sehingga mencapai keridaan Allah SWT. Salah satu metode yang sering diajarkan oleh berbagai tarekat adalah zuhud. Arti kata zuhud adalah tidak ingin kepada sesuatu dengan meninggalkannya. Menurut istilah zuhud adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Ada 3 tingkatan zuhud yaitu : 1. Tingkat Mubtadi‟ (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki sesuatu dan hatinya pun tidak ingin memilikinya. 2. Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini tidak mendatangkan keuntungan baginya. 3. Tingkat „alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini mempunyai nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat Allah SWT.2 Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa harta benda adalah sesuatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati dari mengingat tujuan perjalanan sufi yaitu Allah SWT. Namun, ada yang berpendapat bahwa zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan 2 Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 51. 3 diri kepada Allah SWT. Maksudnya, harta bukanlah penghalang untuk beribadah kepada sang khaliq.3 Masing-masing tarekat mempunyai pandangan yang berbeda. Salah satunya adalah tarekat Tijaniyah yang berada di Cempaka Putih Ciputat. Tarekat Tijaniyah mengartikan zuhud bukan menghindar dari keduniawian. Akan tetapi, lebih kepada pemanfaatan artinya mempergunakan harta untuk urusan akhirat.4 Hal ini dibuktikan banyaknya pengikut tarekat Tijaniyah yang bermacam-macam profesi. Seperti pedagang, pegawai sipil, pengusaha, karyawan, mahasiswa dan lain-lain. Cempaka Putih adalah salah satu desa di Kecamatan Ciputat yang dapat dikategorikan sebagai wilayah yang perkembangan perekonomiannya sangat pesat baik dari segi fisik atau non fisik. Tidak hanya itu, di Cempaka Putih terdapat tarekat Tijaniyah yang tumbuh dan berkembang yang dibuktikan dengan adanya majlis-majlis pengajian dan berdirinya pondok pesantren yang berbasis tarekat Tijaniyah yaitu Pondok Pesantren al-Umm. Di Pondok Pesantren al-Umm inilah sebagai tempat belajar mengajar baik ilmu fiqih, ilmu tauhid dan tasawuf. Para pengikut tarekat Tijaniyah melakukan kegiatan tarekatnya di Pondok Pesantren alUmm sekaligus sebagai tempat perkembangan tarekat Tijaniyah di daerah Ciputat. Kehadiran tarekat Tijaniyah di Desa Cempaka Putih erat hubungannya dengan seorang tokoh Tijaniyah yang kharismatik, yaitu K.H. Misbahul Anam yang berasal dari Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah. Adapun metode dakwah yang disampaikan K.H. Misbahul Anam adalah lewat belajar mengajar di Pondok 3 Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, h. 52. Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Selaku Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011. 4 4 Pesantren al-Umm, pengajian secara rutin, dan beliau dalam kesehariannya menangani para murid atau pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih yang ingin bertanya, bermusyawarah tentang perjalanan spiritualnya maupun persoalanpersoalan hidup yang mereka hadapi. K.H. Misbahul Anam tidak hanya menangani perjalanan spiritual, tetapi juga memikirkan dan membantu masyarakat Cempaka Putih khususnya pengikut tarekat Tijaniyah untuk memperbaiki keadaan perekonomiannya. K.H. Misbahul Anam dan ikhwan Tijani mempelopori berdirinya organisasi yang dikenal dengan nama al-Tujar. Kelompok al-Tujar membuat suatu wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama al-Syuhada yang lebih dikenal dengan kata Ubasyada. Koperasi ini dilatarbelakangi oleh keinginan yang besar untuk berperan serta dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat strata ekonomi lemah terutama kalangan para pedagang. Alasan tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut akan sebab dan akibat yang terjadi. Berdasarkan penelusuran kepustakan yang telah penulis lakukan, ada satu judul skripsi yang pernah melakukan riset (penelitian) tentang tarekat Tijaniyah yaitu berjudul “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Masyarakat di Cempaka Putih”, Karya M. Syahril Azhari. Menurut penulis, riset yang dilakukan masih bersifat umum dan hanya sekilas membahas pengaruh dalam beberapa bidang. Oleh karena itu dalam skripsi ini, penulis lebih menitikberatkan aspek perekonomian di daerah tersebut. 5 Judul yang penulis angkat adalah “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Ekonomi di Cempaka Putih Ciputat” B. Perumusan Masalah Studi penelitian tasawuf ini ditekankan pada aspek perkembangan tarekat Tijaniyah5 dan aspek perekonomian di lingkungan Cempaka Putih khususnya pengikut tarekat Tijaniyah. Karena itu, dalam upaya menelusuri berbagai peristiwa dan permasalahan, penulis membatasi perumusan masalah yang akan di bahas mengenai apa hubungan tarekat Tijaniyah dengan kehidupan perekonomian di Cempaka Putih? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pada apa yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Memperkenalkan salah satu gerakan tarekat, dalam hal ini tarekat Tijaniyah yang berkembang di perkotaan dan berada dalam lingkungan akademik, yakni Universitas Islam Negeri Jakarta. 5 Tarekat Tijaniyah adalah tarekat yang dikembangkan oleh Sayyid Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani. Ia dilahirkan pada Kamis 13 Shaffar 1150 H/1730 M di Maroko. Lihat misalnya M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah Al-Tijani (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008); Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006); Misbahul Anam, dan Buya Miftahudin. Sebuah penyejuk Umat dari Zaman ke Zaman (Jakarta: Gema Al Furqan, 2005). M. Yunus A. Hamid, Meraih Mahkota Mutiara, Haqiqah dan Ma‟rifah (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008). 6 2. Penulis dapat mengetahui dan memahami ajaran tarekat, khususnya tarekat Tijaniyah tidak hanya pada tataran teoritis saja namun pada tataran praktis. 3. Penulis ingin mengetahui sejauh mana ajaran tarekat Tijaniyah mempengaruhi kehidupan perekonomian masyarakat di Desa Cempaka Putih, Ciputat. 4. Penulis karya akademik ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana pada Fakultas Ushuluddin, Program Studi Akidah dan Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. C. Metode Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam skripsi ini melalui wawancara terhadap pimpinan Pondok Pesantren al-Umm yakni K.H. Misbahul Anam dan informan-informan lain. Pengumpulan data juga didapat dari kantor Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada). Penelitian Lapangan ini dilkukan selama enam bulan, dari bulan Apil sampai September 2011. Penelitian ini dibantu dengan buku-buku tarekat Tijaniyah sebagai sumber primer yaitu, Jawậhirul Ma‟ani wa bulủgh al-Amany fi faidli sayyidi Abil Abbas al-Tijani. Karangan syaikh Ali Harazim al-Arabi yang selesai pada tahun 1214 H. Kitab ini adalah pegangan pertama dan utama tarekat Tijaniyah yang menjelaskan bahwa tarekat Tijaniyah bersumber 7 dari guru-guru, sampai kepada Syekh Ahmad al-Tijani dari Sayid alWujud Rasulullah SAW. Adapun isi kitab ini banyak menjelaskan tentang fadail al-a‟mal tarekat Tijaniyah serta makna-makna yang tersirat. Adapun buku-buku sekunder yang dipakai penulis diantaranya: Thariqah Tijaniyah, Mengemban Amanat Lil „Alamin karya A.Fauzan Adhiman Fathullah berisi tentang doa dan dzikir-dzikir ulama sufi. AlFaidh Al-Rabbani karangan Syekh Idris bin Abdullah Hasan al-Syafi‟i alTijani, berisi tentang biografi Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani. Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah karya Syekh Sholeh Basalamah dan K.H. Misbahul Anam. Berisi tentang ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah yang berkenaan dengan aqidah Syekh Ahmad al-Tijani, tingkatan tauhid, tarbiyah ta‟lim Rasulullah SAW. menurut Syekh Ahmad al-Tijani dan aturan-aturan dalam melaksanakan amalan tarekat Tijaniyah seperti wirid Lazimah, wirid Wadzifah dan wirid Hailallah. 2. Metode Pembahasan Adapun pembahasannya, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitis yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kemudian dideskriptifkan secara aktual, akurat dan sistematik untuk memperoleh kejelasan masalah yang diteliti dan dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut serta menganalisisnya. Penulis juga menggunakan metode kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada 8 metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang di alami. 3. Metode Penulisan Tehnik penulisan yang akan digunakan penulis adalah mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. D. Sistematika Penulisan Penelitian dalam bentuk skripsi ini akan disajikan dalam lima bagian. Bagian pertama adalah bagian pendahuluan dari skripsi ini. pengantar Didalamnya yang membicarakan dibahas mengenai tentang beberapa permasalahan pokok seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua yang berisi hasil penelitian. Penulis mencoba untuk memaparkan pokok bahasan yang berkenaan dengan gambaran umum daerah penelitian yakni Desa Cempaka Putih, seperti keadaan geografis dan demografis, kehidupan masyarakat dan keagamaan serta keadaan perekonomian di Cempaka Putih Bagian ketiga memaparkan beberapa hal yang berhubungan asal usul tarekat Tijaniyah, sejarah masuknya tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih, perkembangan tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih, ajaran tarekat Tijaniyah, 9 struktur organisasi pada tarekat Tijaniyah serta hubungan Mursyid dan pengikutnya. Bagian keempat penulis akan mencoba untuk melakukan pembahasan yang bersifat analisis kritis terhadap tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih, yakni ajaran tarekat Tijaniyah dalam perekonomian, peran pesantren terhadap perekonomian dan analisis. Bagian terakhir yaitu sebagai kesimpulan atau penutup bagi keseluruhan permasalahan penelitian dalam bentuk skripsi ini. BAB II GAMBARAN UMUM DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT A. Keadaan Geografi Ciputat merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Secara geografis, Ciputat terletak di sebelah selatan Kabupaten Tangerang dengan luas 3.626 Ha. Daerah ini mengalami kemajuan yang cukup berarti dari berbagai sektor, baik ekonomi, pembangunan fisik dan non fisik, sosial, budaya dan politik. Ciputat juga memiliki peluang untuk pembangunan ekonomi, pendidikan, pusat pemerintahan dan pemukiman. Tarekat Tijaniyah yang penulis teliti berada di Pondok Pesantren al-Umm di jalan WR. Supratman, gang Jamblang nomor 30, Desa Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Desa Cempaka Putih yang memiliki luas 240 hektar ini di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kampung Sawah. Sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rempoa. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cirendeu dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pisangan. Secara umum, struktur geografis Desa Cempaka Putih termasuk dataran rendah. Suhu udara berkisar antara 30-32 derajat Celcius, suhu rata-rata bagi penduduk Jakarta dan sekitarnya. Menurut data yang diperoleh dari profil desa Cempaka Putih, desa tersebut berada pada ketinggian 150 meter di atas permukaan laut. Lingkungan di sekeliling pusat gerakan tarekat Tijaniyah yakni di seputar Pondok Pesantren al-Umm sangat beraneka ragam. Sebagian besar 10 11 penduduknya merupakan kaum urban (pendatang). Kebanyakan mereka bermukim di beberapa perumahan seperti Graha Hijau I, Graha Hijau II, Pondok Karya Permai dan Lain-lain. Kawasan pemukinan ini direspon secara positif oleh masyarakat Desa Cempaka Putih untuk mengembangkan ekonomi yang lebih baik dengan menjadi pembantu rumah tangga, membuka warung-warung kecil, sektor jasa, pertukangan, dan sektor informal lainnya. Selain daerah pemukiman, Desa Cempaka Putih juga berdekatan dengan perguruan tinggi seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Keberadaan perguruan tinggi ini memiliki pengaruh positif terhadap kemajuan intelektualitas masyarakat dan kemajuan ekonomi dengan berbagai peluang usaha bagi masyarakat setempat. Berdasarkan deskripsi geografi di atas, dapat disimpulkan bahwa pusat gerakan tarekat Tijaniyah terletak di daerah yang sangat strategis dan memiliki potensi untuk berkembang dalam berbagai aspek kehidupan. Letak yang berdekatan dengan perguruan tinggi juga mempengaruhi persepsi masyarakat, gaya hidup dan tingkat intelektual yang tinggi. B. Keadaan Demografi Berdasarkan data monografi Desa Cempaka Putih pada tahun 2011, jumlah penduduk secara keseluruhan 3.0621 jiwa. Mereka terdiri dari 24.496 beragama Islam, 3.062 beragama Kristen, 1.531 beragama Katholik, 765 beragama Hindu, dan 767 beragama Budha. Jumlah pemeluk agama tersebut 12 diimbangi dengan fasilitas ibadah seperti 10 Masjid dan 12 Musallah. Sedangkan untuk pemeluk agama Kristen terdapat 2 gereja yang dapat dijangkau di Ciputat.1 Dari data tersebut menunjukan bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas di Desa Cempaka Putih, terbukti pemeluk agama Islam sampai 81 %. Dengan jumlah pemeluk Islam yang besar itu, maka agama Islam menduduki posisi yang penting dalam percaturan sosial keagamaan masyarakat Cempaka Putih dan kehidupan beragama semakin semarak dengan memunculkan berbagai lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ditunjang dari pemerintah maupun masyarakat Desa Cempaka Putih sendiri. Seperti 23 Majelis Ta’lim, 9 Taman Pendidikan al-Qur’an serta adanya Pondok Pesantren al-Umm sebagai pendidikan keagamaan dan dijadikan central perkembangan serta peribadatan pengikut tarekat Tijaniyah. Mengenai jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan masyarakat Cempaka Putih adalah 437 tamat Sekolah Dasar, 1.536 tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 3.337 tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, 1685 tamat Diploma I, II dan III, serta 888 tamat sebagai Sarjana Strata I, II dan III. Adapun sarana pendidikannya adalah 1 TK, 7 SD, 3 SLTP, 2 SLTA dan 1 Perguruan Tinggi, 2 Lembaga Pendidikan Keagamaan dan 2 Perpustakaan.2 Dalam hal mata pencaharian, penduduk Cempaka Putih memiliki berbagai profesi dan mayoritas berprofesi sebagai pegawai swasta berjumlah 4.873 jiwa, sebagai pedagang berjumlah 2.161 jiwa dan sebagai pegawai negeri berjumlah 1 Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat Provinsi Banten 2010. h. 5-7. 2 Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat Provinsi Banten 2010, h. 11. 13 976. Selebihnya berprofesi sebagai dokter, supir, montir, penjahit, dan lain-lain.3 Kondisi perekonomian yang ada membawa tarekat Tijaniyah ikut serta dalam pembangunan ekonomi baik dalam segi pembangunan fisik maupun kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam bidang moral keagamaan. Tarekat Tijaniyah tidak lagi hanya sebagai ajaran mistis, namun sudah melembaga yang memberi warna kehidupan masyarakat. Dengan dukungan masyarakat sekitar, tarekat Tijaniyah mempunyai pengaruh yang baik dalam kehidupan sosial maupun keagamaan. C. Kehidupan Keagamaan dan Kemasyarakatan Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai sifat ketergantungan pada manusia lainnya dan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik, material maupun immaterial yang mengitarinya. Manusia juga secara alamiah mempunyai sifat saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh siklus kehidupan mereka sendiri. Masyarakat sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individuindividu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga dari mereka diharapkan adanya pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka.4 Aktifitas sosial sebagai masyarakat memiliki identitas dan karakteristik masing-masing yang dibentuk oleh lingkungannya melalui simbol-simbol dan sosialisasi. Sehingga, pengambilan peranan seseorang, kelompok atau lembaga 3 Daftar Isian Tingkat Perkembangan Kelurahan, Badan Perkembangan Masyarakat Provinsi Banten 2010, h. 17. 4 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2007), h. 23. 14 akan memberikan ciri khas yang nyata dalam masyarakat. Peranan ini selalu terkait dengan sistem, adat-istiadat, ritus dan hukum bersifat khas. Perbedaan suku, etnis, agama dan bangsa tertentu juga mempengaruhi pembentukan identitas sosial. Masyarakat Cempaka Putih merupakan kelompok sosial yang bersifat heterogen sekaligus berperan secara langsung dalam siklus kehidupan, baik dalam pendidikan, budaya, politik, dan ekonomi. Dalam konteks ini, manusia yang secara fitri merupakan makhluk rasional dan makhluk spiritual juga membutuhkan agama sebagai kebutuhan dasar, disamping kebutuhan lain yang bersifat fisikalkuantitatif dan rasional-saintifik. Agama yang difahami secara utuh oleh umat manusia diharapkan dapat menghadirkan kemanfaatan bagi penyempurnaan kehidupan dan eksistensi mereka. Proses internalisasi dalam konteks Desa Cempaka Putih, dilakukan melalui pendidikan secara formal, seperti di sekolah-sekolan dan pendidikan informal, seperti pengajian yang diselenggarakan oleh berbagai Majlis Ta’lim di wilayah Desa Cempaka Putih. Pondok Pesantren al-Umm juga berperan positif dalam masyarakat, baik dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan. Tarekat Tijaniyah sebagai bagian dari Pondok Pesantren al-Umm secara tidak langsung mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat Desa Cempaka Putih. Kehidupan masyarakat dan kehidupan tarekat tidak bisa terlepas dari figur seorang pemimpin. K.H. Misbahul Anam sebagai tokoh masyarakat Desa Cempaka Putih memposisikan dirinya sebagai pimpinan Pondok Pesantren alUmm sekaligus pimpinan tarekat Tijaniyah mampu dalam pengambilan keputusan 15 untuk kemaslahatan umat dan memberikan dampak yang cukup luas bagi perkembangan masyarakat. Figur kyai juga mampu menciptakan simbol-simbol budaya baru yang fungsional dan operasional dalam masyarakat. Indikasi kian berkembangnya kegiatan keagamaan karena adanya tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm adalah dengan berkembangnya kelompok-kelompok pengajian. Selain itu terbukti dengan dibangunnya Masjid Bait al-Rahman yang terletak di gang Jamlang yang merupakan bukti nyata dari meningkatnya kesadaran keagamaan masyarakat Desa Cempaka Putih, padahal masjid itu awalnya hanya musallah kecil tempat K.H. Misbahul Anam mengajar. Selain itu juga telah lahir organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI) dari pesantren yang berhaluan tarekat ini. FPI yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1998 dibentuk dengan dasar kian maraknya ketidakadilan hukum serta kian banyaknya penindasan terhadap rakyat kecil dan bebasnya praktik prostitusi dan kemaksiatan. Ide dan format gagasan itu berawal dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan K.H. Misbahul Anam dan Habib Rizieq Shihab yang kemudian keduanya terpilih menjadi ketua dan sekjen.5 Deskripsi di atas menunjukan bahwa K.H. Misbahul Anam dan kehidupan tarekat Tijaniyah bukanlah suatu ajaran yang bersifat statis, anti sosial dan anti masyarakat. Tetapi tarekat Tijaniyah dapat menyeimbangkan diri dengan perubahan zaman dan selalu melakukan upaya perbaikan-perbaikan dalam kehidupan masyarakat. 5 Wawancara dengan Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011. Lihat juga M. Syahril Azhari, “Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Masyarakat di Cempaka Putih,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Hegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001), h. 53. 16 D. Keadaan Ekonomi di Cempaka Putih Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk mengakibatkan tujuan negara untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat belum terpenuhi. Kesengsaraan, kemelaratan, kebodohan, pertikaian antar warga, kriminalitas, peledakan bom dan lain-lain semakin marak di penjuru wilayah Indonesia. Gempa bumi, kebakaran, banjir, tanah longsor seakan melengkapi berbagai permasalahanpermasalah yang ada. Keadaan ini membuat rakyat merasa pesimis untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Krisis kepercayaan pun semakin tinggi karena perilaku tokoh masyarakat dan institusi negara yang tidak bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Masyarakat tidak percaya lagi kepada penegak hukum, politisi, pejabat, intelektual dan pemimpinnya. Tidak percaya kepada pemerintah, partai politik, media masa bahkan masyarakat mulai tidak percaya kepada para Kyai dan tokoh agama. Hal ini disebabkan ketidakmampuannya dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemimpin. Dari permasalahan yang kompleks ini, maka butuh solusi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks ini, tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm sebagai bagian dari agama dan bagian dari manyarakat ikut serta dalam perbaikan spiritual dan meningkatkan sejahterakan rakyat. Sehingga, tarekat Tijaniyah tidak lagi dianggap sebagai ajaran mistis belaka, tetapi sudah melembaga secara terorganisasi yang membawa warna kehidupan masyarakat. Tarekat Tijaniyah yang hidup dan berkembang di lingkungan pesantren ikut serta dalam menjalankan fungsi pesantren. Suhartini 17 dalam bukunya yang berjudul “Problem Kelembagaan Pengembangan Ekonomi Pondok Pesanren” menyatakan bahwa pesantren memiliki tiga fungsi utama yaitu: pertama, sebagai pusat pengkaderan dan pencetak pemikir-pemikir agama; kedua, sebagai lembaga pencetak sumberdaya manusia handal dan ketiga, sebagai lembaga yang memiliki kekuatan melakukan pemberdayaan masyarakat.6 Hal ini dapat dipahami bahwa pondok pesantren sekaligus tarekat Tijaniyah termasuk dalam lembaga yang memproses perubahan sosial dengan tidak hanya menekankan pada salah satu aspek saja yaitu agama, namun telah memasuki berbagai lini dalam proses transformasi sosial. Pada tataran ini tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm mempunyai pengaruh yang baik bagi kehidupan sosial maupun kehidupan masyarakat Desa Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Cempaka Putih adalah sebuah desa yang mempunyai peluang yang tinggi untuk mengembangkan kehidupan ekonomi mereka. Indikasi ini terlihat dari beberapa fakor antara lain. 1. Letak geografis Desa Cempaka Putih yang sangat strategis, terutama dalam bidang ekonomi. Letaknya yang mudah dijangkau dari berbagai penjuru memudahkan akses dalam informasi, komunikasi dan tansportasi. 2. Kian melebarnya areal perdagangan baik berupa pasar tradisional maupun modern, sehingga masyarakat bisa dengan mudah melakukan transaksi perdagangan baik dalam skala kecil maupun besar. 6 Husen Hasan Basri, dkk., Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat (Jakarta: Prasasti, 2007), h. 2. 18 3. Jumlah tenaga kerja semakin meningkat dan menyebar dalam berbagai lembaga ekonomi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Cempaka Putih itu sendiri. 4. Jumlah pendidikan yang meningkat dan banyaknya penduduk Desa Cempaka Putih yang menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi, sehingga dapat diharapkan mereka akan memiliki kehidupan ekonomi yang lebih baik. 5. Desa Cemaka Putih mempunyai komplek perumahan, pendidikan, perkantoran yang cukup luas sehingga dapat dipastikan masyarakat dapat menawarkan jasa yang dimiliki sebagai pekerjaan. Indikasi di atas dapat dipahami bahwa Desa Cempaka Putih mempunyai potensi untuk mengembangkan diri menjadi desa yang maju dan masyarakat yang berkecukupan dalam ekonomi tanpa mengesampingkan kehidupan agama. BAB III TAREKAT TIJANIYAH DI DESA CEMPAKA PUTIH CIPUTAT A. Asal Usul Tarekat Tijaniyah Tarekat Tijaniyah adalah salah satu Thariqah al-Auliya yang dirintis oleh wali besar akhir zaman yaitu Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani1 yang lahir pada hari Kamis, 13 Shafar 1150 H/1730 M di „Ain Madi, Aljazair Selatan. Ia adalah seorang bangsawan yang tergolong ahlulbait Rasulullah SAW. yaitu keturunan ke 24 dari Rasulullah SAW. dengan nasab dari Siti Fatimah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dari garis Sayyidina Hasan. Sedangkan ayahnya bernama Muhammad bin Mukhtar, seorang yang saleh yang tinggal dan mengajar di „Ain Madi. Kata al-Tijani berasal dari sebuah nama suku kelahiran dan keluarga besar beliau yang bernama Tijanah.2 Pada usia 7 tahun, Syekh Ahmad al-Tijani telah hafal al-Qur‟an dalam Qira‟at Imam Nafi di bawah bimbingan Sayyid Muhammad bin Hamawi AlTijani. Kemudian ia menyibukan diri dengan mendalami ilmu ushul (akidah), furu‟ (fikih) dan adab (etika). Selain itu, Ahmad bin Muhammad al-Tijani mempelajari ilmu zahir yaitu Mukhtashar al-Syaikh Khalil (ringkasan yurisprudensi Imam Malik), ar-Risalah al-Jama‟ah al-Sufiyah bi Bilad al-Islam 1 Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhtar bin Ahmad bin Muhammad bin Salim bin Ahmad Ali al-Wanny bin Ahmad bin Ali bin Abdillah bin Abbas bin Abdul Jabbar bin Idris bin Ishaq bin Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad al-Nafsuz Zakiyah bin Abdullah al-Kamil bin Hasan al-Muasanna bin Hasan al-Sibti bin Ali bin Abi Thalib dari Sayyidina Fatimah al-Zahra r.a binti Rasulullah SAW. Lihat Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 22. 2 Al-Faidh ar-Rabbani, Manaqib al-Qutubul Kamil Khotmul Auliya al-Maktum Sayyidina Syekh Ahmad bin Muhammad al-Hasani al-Tijani, Penerjemah al-Fakir Miftahuddin asy-Syafi‟i al-Tijani bin Qusthoni (T.tp., T.pn., 2009), h. 5. 19 20 karya Abu Qasim al-Qusyairi, Muqaddimah karya Ibn Rusyd dan Muqaddimah karya al-Akhdari. Dengan karunia Allah SWT. yang melimpah, ia dapat menguasai berbagai ilmu dengan sempurna. Sehingga pada usia yang relatif muda, Ia sudah bisa menjawab berbagai pertanyaan dari masyarakat dan bisa mengajarkan beberapa cabang ilmu keislaman seperti tafsir, hadits, fikih, tauhid dan yang lainnya.3 Pada usia 21 tahun, ia mulai terpanggil untuk mengikuti jejak kehidupan para sufi dalam dunia tasawuf dan mengunjungi berbagai daerah di Faz, Maroko pada tahun 1171 H/1757 M. Pertemuan dengan para tokoh sufi inilah Syekh Ahmad al-Tijani mempelajari berbagai tarekat yang berkembang pada masa itu. Seperti, tarekat Qadariyah, Khalwatiyah, Syadziliyyah, Nashiriyah dan tarekat yang bersumber dari Ahmad al-Habib bin Muhammad.4 Proses lawatan inilah yang mempertemukan Syekh al-Tijani dengan beberapa wali-wali besar. Seperti Abu Muhammad al-Thoyib bin Muhammad bin Ibn Abdillah r.a, yang masyhur dengan panggilan Sayyid Alwani. Ia juga bertemu dengan Muhammad Wanjali r.a di gunung Zabib, salah seorang tokoh dari tarekat Syadziliyah. Ia membukakan banyak visual (kasyaf) yang ada dalam batin alTijani dan memberikan pernyataan bahwa al-Tijani akan menemukan kedudukan Imam Syadzili (pendiri tarekat Syadziliyah).5 3 Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (Jakarta: Angkasa, 2008), h. 1325. Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf , h. 1325. 5 Fakhrudin Ahmad al-Uwaisi dan Sholeh Basalamah Syekh Ahmad Al-Tijani: Keturunan Rasulullah yang Mirip Rasulullah SAW (Jatibarang: TIM Santri Pondok Pesantren Darussalam, 2009), h. 10. 4 21 Selanjutnya, Syekh bertemu dengan Sayyid Abdullah bin al-Arabi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah al-Andalusi. Pertemuan ini banyak memperbincangkan masalah. Konon sebelum berpisah, Sayyid Abdullah bin alArabi berkata kepada Ahmad al-Tijani bahwa “Allah akan selalu menuntunmu (menolongmu)” sampai tiga kali. Kemudian bertemu Abul Abbas Ahmad alThawasy dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sehingga mengambil tarekat Qadiriyah.6 Pada tahun 1187 H/1773 M, Syekh Ahmad al-Tijani menuju Tunisia terus ke Mekah untuk ibadah haji. Dalam perjalanannya, ia singgah di Azwawi, dekat Aljazair dan belajar tarekat Khalwatiyah pada Abu Abdillah bin Abdurrahman alAzhary. Ia menetap di Tunisia. Kemudian ia pergi ke Mesir untuk menemui Syekh Mahmud al-Kurdi, pemimpin Khalwatiyah di Kairo.7 Abu Abbas Ahmad al-Tijani sampai di Mekah pada bulan Syawal 1187 H untuk mengerjakan haji. Sufi besar India Ahmad bin Abdullah al-Hindy ditemuinya secara ruhani. Maksudnya guru sufi tersebut secara mistis telah memberikan pelajaran kepada Ahmad al-Tijani, cukup melalui risalah-risalah yang disampaikan oleh khadamnya yang mengatakan bahwa: “Engkau yang mewarisi ilmuku, asrorku, wibawaku, dan cahayaku.”8 Setelah melaksanakan ibadah haji, Ahmad al-Tijani pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad dan bertemu dengan Syekh Abdul Karim al-Saman, seorang pemimpin tarekat Samaniyah, salah satu cabang 6 Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 22. 7 Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (Jakarta: PT. Anakasa, 2008), h. 1325. 8 M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah al-Tijany (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008), h. 11. 22 Khalwatiyah. Syekh itu mengatakan bahwa Ahmad al-Tijani mempunyai potensi sebagai wali qutub9 yang dominan. Ahmad al-Tijani meninggalkan tanah Arab pada tahun 1191 H, Ahmad al-Tijani menetap di Tilmisan. Setelah itu, ia pergi ke Syalalah dan tinggal di Sidi Abi Samghun.10 Deskripsi di atas menggambarkan bahwa Syekh Ahmad al-Tijani telah memiliki berbagai keilmuan yang cukup mendalam sebagai seorang pemimpin tarekat dan berbagai isyarat yang diterima oleh guru-guru tarekat semakin mempertegas dirinya menjadi seseorang yang mempunyai tingkat derajat yang agung di sisi Allah SWT. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani nampaknya tidak mengambil salah satu tarekat yang di pelajari sebagai tarekatnya, walaupun gurugurunya telah memberikan izin talkin kepadanya. Puncak perjalanannya dalam berimplementasi dengan berbagai bentuk tarekat baik wirid, amalan-amalan tarekat, puasa dan uzlah (mengasingkan diri dari kehidupan sosial) membawa Syekh Ahmad al-Tijani berjumpa dengan Rasulullah SAW. dalam keadaan terjaga, sadar (Yaqzah), bukan mimpi. Dalam tradisi tasawuf, melihat Rasulullah SAW. walaupun sudah wafat bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh seorang wali. Paham demikian didasarkan pada beberapa hadis yang menyebutkan bahwa seorang wali dapat melihat Rasulullah SAW. secara sadar (Yaqzah) ataupun dalam mimpi. Melihat 9 Wali qutub adalah manusia terbaik yang mengumpulkan seluruh keutamaan. Baik dalam sifat kemanusiaan, ibadah dan kedekatannya dengan Allah. Seorang qutub merupakan khalifah Rasulallah SAW. dalam menjaga keseimbangan alam. Kedudukan wali qutub merupakan kedudukan tertinggi yaitu sebagai poros dan markas dari seluruh wali dan dalam setiap masa hanya ada satu orang qutub. Lihat Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), h. 27 dan Usman Said, dkk., Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982), h. 126. 10 Ahmad Rohman, ed., Ensiklopedi Tasawuf (JakartaAnakasa, 2008), h. 1325. 23 Rasulullah SAW. secara sadar ataupun dalam mimpi berarti melihat Rasulaullah SAW. secara benar, bukan khayalan. Hadis yang dijadikan sebagai sumber acuan para sufi dan ahli tarekat tentang paham melihat Rasulullah SAW. adalah Hadis dari Imam Bukhari11 dan Hadis dibawah inilah yang dijadikan referensi oleh para jamaah tarekat Tijaniyah yang meyakini bahwa seseorang dapat bertemu dengan Rasulullah SAW. هن رانى فى الونام فسيرنى فى اليقظة Artinya: “Siapa yang melihatku dalam tidurnya, maka akan melihatku dalam terjaga”.(HR. Imam Bukhari) ها هن احذ يسلن علي اال رد اهلل علي روحي حتى ارد عليه السالم Artinya: “Tidak ada seorangpun yang menyampaikan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku. Sehingga aku dapat menjawab salamnya”. (HR. Abu Daud) Ketika pertemuan itu, Rasulullah SAW. mentalkinkan zikir/wirid berupa istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali. Pada waktu itu, Syekh Ahmad al-Tijani mendapatkan izin penuh dari Rasulullah SAW. untuk mentalkinkan wirid tarekat Tijaniyah kepada setiap orang yang memintanya dan sejak saat itu juga Rasulullah SAW. selalu mendampinginya dan tidak pernah hilang dari pandangannya. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Fath al-Akbar yaitu terbukanya tirai yang menghalangi antara seseorang dengan Rasulullah SAW. Hal ini terjadi pada usia 46 tahun bertepatan dengan tahun 1196 H/1776 M, sewaktu beliau melakukan perjalanan dari Desa Tilmisan ke Syalalah dan Abi Samghun. 11 Sholeh Basalamah dan Misbahul Anam, Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah. (Jakarta: Kalam Pustaka, 2006), hal. 118. 24 Syalalah dan Abi Samghun adalah sebuah desa yang berdekatan dengan sahara timur Negara Maroko. Syekh Ahmad al-Tijani tinggal di Syalalah sampai tahun 1199 H, kemudian ke Abi Samghun. Pada tahun 1200 H, Rasulallah SAW. menemui Syekh Ahmad al-Tijani lagi dengan menyempurnakan pengajaran wiridnya dengan bacaan tahlil. Wirid inilah yang merupakan embrio (cikal-bakal) tarekat Tijaniyah, yang kemudian para jamaah tarekat Tijaniyah mengamalkannya dan menyebutnya dengan wirid lazim yaitu Istighfar Shalawat Nabi Hailallah Sejak peristiwa itu, Syekh Ahmad Tijani mengakhiri afiliasinya dengan berbagai tarekat yang sebelumnya telah ia jalani yakni Qadariyah, Khalwatiyah, Syadziliyyah, Nashiriyah dan tarekat yang bersumber dari Ahmad al-Habib bin Muhammad. Keputusannya ini ia ambil dengan alasan Rasulullah SAW. memerintahkan dirinya untuk memutuskan afiliasinya dengan empat tarekat ini dan mendapatkan perintah untuk mengajarkan wirid yang ia peroleh dari Rasulullah SAW. secara Yaqzah (Sadar). Al-Tijani mengaku hanya Rasulullah SAW. satu-satunya guru baginya. الهنة لوخلوق عليل هن هشايخ الطريق فأنا واسطل وهوذك على التحقيق فاترك . عنل جويع هاأخذت هن جويع الطريق 25 Artinya : “Tak ada pemberian untuk guru-guru tarekat atas kamu. Maka akulah wasithah (perantaramu) dan pemberi (pembimbingmu). Karena itu, tinggalkanlah semua yang kamu ambil dari semua tarekat”.12 Pada bulan Muharram tahun 1214 H/1794 M, Syekh Ahmad Al-Tijani telah sampai pada martabat kutub teragung al-Quthbaniyat al-„udhma yang artinya ia telah memperoleh derajat tertinggi diantara yang tinggi dalam hirarki wali yang ada. Pada tanggal 18 tahun 1214 H, ia juga di anugrahi sebagai alKhatmu al-Auliya al-Maktum (penutup para wali yang tersembunyi). Kedudukan ini menyiratkan bahwa tidak ada lagi wali yang lebih tinggi dari pada dirinya. Peristiwa inilah yang diperingati setiap tahun sekali yang lazim disebut Iedul Khatmi al-Tijani. Akhirnya Syekh Ahmad Al-Tijani melakukan perjalanan ke kota Fez kemudian tinggal disana sampai meninggal dunia pada tanggal 12 Syawal 1230 H/22 September 1815 pada usia 80 tahun dan dimakamkan di Fez, Maroko. B. Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah Di Cempaka Putih Keberadaan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm Cempaka Putih Kecamatan Ciputat erat kaitannya dengan hadirnya K.H. Misbahul Anam13 sejak tahun 1994 sampai sekarang. Sebelum menjadi Muqaddam, beliau sempat belajar berbagai ilmu dzahir seperti tafsir, hadits, fikih, kalam dan ilmu-ilmu bahasa arab. Ia pernah belajar di Pondok Pesantren al-Islah Semarang pada tahun 12 A.Fauzan Adhiman Fathullah, Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil „Alamin. (Kalimantan Selatan: Yayasan Al-Ansari Banjarmasin, 2007), hal. 108. 13 Nama lengkapnya adalah Misbahul Anam bin Tirmidzi al-Syafi‟i. Lahir di Jatirokeh, Jatibarang Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 4 Maret 1966. Sejak kecil dalam asuhan langsung ayahnya, K.H. Turmudzi. Baik dalam ibadah, berakhlak maupun memahami kitab-kitab salaf. 26 1987 dan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1991. Dari berbagai keilmuan yang ia peroleh, K.H. Misbahul Anam mulai mengajarkan dan mengembangkan tarekat Tijaniyah di Tangerang, Ciputat dan Jakarta. Keyakinan yang kuat dan usaha keras membuat tarekat ini dapat diterima oleh masyarakat dan mendapat sambutan yang positif dalam berbagai kegiatan ketarekatan, khususnya Desa Cempaka Putih. Perkembangan tarekat ini berawal dari diangkatnya K.H. Misbahul Anam menjadi muqaddam14 atau dalam istilah lain disebut Mursyid. Beliau dibai‟at atau ditalqin menjadi muqaddam oleh K.H. Syaikh Muhammad bin Ali Basalamah dari Jatibarang Brebes. Berbagai pengalaman spiritual dan amanat yang diperoleh memberikan motivasi untuk lebih banyak mengamalkan dan mengembangkan tarekatnya. Hal ini tidak disia-siakan oleh K.H. Misbahul Anam ketika beliau mulai tinggal dan menetap di desa Cempaka Putih beserta keluarganya. Tarekat Tijaniyah disebar luaskan dengan cara pendekatan-pendekatan secara personal terhadap orang yang dikenal dengan baik, memberikan berbagai tausiah di berbagai tempat, dari berbagai pengajian, dari masjid ke masjid, dan mushalla ke mushalla. Ketika beliau menyampaikan ceramah dalam berbagai kesempatan, kerap kali memberikan ajaran-ajaran Syeikh Ahmad al-Tijani dan dilanjutkan dengan gerakan keagamaan yang lain. Cara seperti ini sangat efektif untuk menarik perhatian dan secara cepat menarik banyak pengikut. Kehadiran K.H. Misbahul Anam memberikan warna baru dalam dunia tasawuf dengan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah. Sehingga masyarakat merasa ada 14 Muqaddam adalah seseorang yang diberi otoritas sebagai Syaikh. Maksudnya muqaddam memiliki otoritas untuk membai‟at para penempuh awal jalan spiritual baru (murid) ke dalam tarekat yang dipimpinnya dan memberikan amalan spiritual. 27 sesuatu yang berbeda dan mulai tumbuh rasa ingin tahu tentang tarekat Tijaniyah hingga akhirnya mereka tertarik dan melakukan bai‟at (dibai‟at). Perkembang tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat15 tetapi tidak dipungkiri bahwa perjalanannya juga mendapatkan hambatan dari kalangan yang kurang respek pada ajaran-ajaran al-Tijani. Beliau kerap kali mendapatkan isu-isu yang kurang menyenangkan. Salah satunya adalah tarekat Tijaniyah dianggap sangatlah mistis dan tidak masuk akal. Tarekat Tijaniyah dicurigai sebagai gerakat tarekat yang diindikasi sebagai ajaran sesat. Tetapi prasangka itu akhirnya dapat dicairkan manakala diketahui bahwa tarekat Tijaniyah adalah bagian dari tarekat mu‟tabarah yang diakui oleh para ulama NU.16 Hal ini disebabkan adanya perbedaan ide pemikiran dan masyarakat Cempaka Putih yang mulai berfikir secara kritis dan berintelektualitas yang cukup tinggi. Pemahaman tentang tasawuf atau tentang tarekat yang berbeda menambah kesenjangan pada setiap kalangan. Faktor wilayah dan tradisi kebudayaan juga sangat menentukan adanya permasalahan, apalagi Desa Cempaka Putih tergolong daerah perkotaan yang jauh dari hal-hal mistik dan wilayah yang diselimuti oleh pendidikan (banyaknya perguruan tinggi). Problem-problem yang muncul tidak terlalu ditanggapi oleh K.H. Misbahul Anam karena menurutnya hal itu adalah bentuk respon masyarakat dan efek dari munculnya tarekat Tijaniyah yang terbilang baru di kalangan masyarakat 15 Perkembang tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat karena dalam kurun waktu 3 tahun, K.H. Misbahul Anam dapat merekrut pengikutnya dan mendirikan Pondok Pesantren alUmm yang notabennya beliau masih tergolong muda, baru berumur 28 tahun. 16 Keputusan muktamar NU ke-6 di Cirebon pada bulan Agustus 1931 dan dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari yang menyatakan bahwa tarekat Tijaniyah dengan segala bentuk prakteknya dinyatakan mu‟tabarah atau sah. Keputusan ini didukung oleh ulama lain seperti KH. Wahab Khasbullah, KH. Ma‟sum dari Lasem, dan KH. Ali Ma‟sum mantan Rais Am NU. 28 mereka. Ia hanya melakukan pendekatan secara pribadi dan memberikan penjelasan-penjelasan yang secara logika dapat diterima atau masuk akal. Lambat laun, mereka mulai memahami apa itu tarekat Tijaniyah dan menerimanya. Bahkan, mereka ikut serta dalam kegiatan ketarekatan yang dilakukan secara rutin. Perjalanan tarekat Tijaniyah pun terus dilakukan bahkan semakin gencar sampai ke wilayah-wilayah yang lain. Menurut K.H. Misbahul Anam, penyebaran ajaran tarekat Tijaniyah dilakukan tiga tahun sebelum berdirinya Pondok Pesantren al-Umm.17 Dengan kata lain masuknya tarekat Tijaniyah di Desa Cempaka Putih tiga tahun lebih awal ketimbang berdirinya Pondok Pesantren al-Umm yang kini menjadi pusat pendidikan gerakan tarekat Tijaniyah. K.H. Misbahul Anam selain sebagai muqaddam, beliau juga dikenal luas sebagai pengasuh banyak Majlis Ta‟lim yang diselenggarakan masyarakat. Misalnya, Majlis Ta‟lim Masjid Ittihad al-Muslimin (Ancol) Jakarta Utara, Masjid al-Inayah Ciganjur, Masjid Halimah al-Sa‟diyah Cikokol, Masjid Baitur Rahim Ciputat dan lain-lain. Sehingga pengajian rutin ini mampu menjadi wadah pengembangan ajaran tarekat Tijaniyah. Perkembangan selanjutnya barulah mendirikan Pondok Pesantren al-Umm. Sejak tanggal 17 Agustus 1997, Pondok Pesantren al-Umm didirikan dan menjadi pusat tarekat Tijaniyah yang saat ini memiliki pengaruh di lingkungan masyarakat Ciputat, bahkan Jabodetabek. Dari pengamatan penulis, Pondok 17 Menurut K.H. Misbahul Anam, ia sempat mengajar dan menyebarkan tarekat Tijaniyah ke berbagai tempat, misalnya di Masjid al-Ikhlas Tanah Abang tiga tahun sebelum berdirinya Pondok Pesantren al-Umm, wawancara pribadi dengan pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011. 29 Pesantren al-Umm berdiri di atas tanah seluas 600 meter persegi akan tetapi memegang pimpinan sentral tarekat ini di wilayah tersebut. Hal ini didasarkan pada beberapa faktor, seperti model kepemimpinan K.H. Misbahul Anam yang sangat progresif, letak Pondok Pesantren al-Umm yang sangat strategis, tarekat yang terbuka, merespon perkembangan dan tidak ekslusif. C. Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih Tarekat Tijaniyah yang berkembang secara cepat di masyarakat Cempaka Putih disebabkan adanya hubungan yang baik antara tarekat dengan berbagai faktor. Seperti faktor sosial, ekonomi, politik dan keagamaan. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada dinamika kultural yang menyertai kehidupan masyarakat di daerahnya. Hubungan yang baik antara tarekat dengan berbagai faktor mewujudkan berdirinya Pondok Pesantren al-Umm pada tanggal tanggal 17 Agustus 1997. Berdirinya Pondok Pesantren al-Umm juga memudahkan K.H. Misbahul Anam untuk menerapkan berbagai bentuk keagamaan layaknya pondok-pondok pesantren di wilayah lain yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu baik ilmu keagamaan atau ilmu kebatinan. Tetapi K.H. Misbahul Anam juga mewarnai pondok pesantrennya dalam ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah atau terselubung dalam Tarbiyah al-Tijani. Pondok Pesantren al-Umm bersifat dwi fungsi artinya Pesanren al-Umm sebagai lembaga pendidikan secara formal yang berfungsi mengembangkan ilmu- 30 ilmu syariat Islam dan pengembangan tarekat untuk membangun esoterik Islam baik kalangan muda maupun tua. Pondok Pesantren al-Umm mengajarkan berbagai disiplin ilmu agama. Seperti tauhid, akhlak, ulumul qur‟an, ulumul hadist, tafsir, usul fiqh dan lainlain. Ajaran tarekat Tijaniyah yang diambil dari kitab-kitab pokok Tijaniyah pun kerap kali dibahas dalam waktu-waktu tertentu oleh K.H. Misbahul Anam dengan berbagai referensi seperti Jawahirul Ma‟ani wa Bulugh al-Amâny fi Faidli Sayyidi Abil Abbas al-Tijani, Bughiyatul Mustafidz, Al-Faidh Al-Rabbani, Al-Ahzab wa Aurad dan lain-lain. Kitab-kitab ini juga dijadikan rujukan oleh para muqaddam dan pengikut tarekat Tijaniyah di pesantren-pesantren yang lain. Sehingga Pondok Pesantren al-Umm boleh dikatakan bercorat tasawuf (tarekat). Bimbingan tarekat atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Tarbiyyah alTijani”18 dilakukan secara rutin setiap hari Jumat untuk melakukan amalan-amalan tarekat yaitu zikir bersama dan diselingi tausiyah oleh K.H. Misbahul Anam sebagai pimpinan pondok pesantren sekaligus muqaddam Tijaniyah di Cempaka Putih. “Tarbiyyah al-Tijani” dikuti oleh para santri Pondok Pesantren al-Umm dan dibuka untuk umum, baik pengikut tarekat Tijaniyah maupun yang bukan pengikut tarekat Tijaniyah. Saat ini dipesantren tersebut bermukim 100 orang santri sekaligus ikhwan Tijani. Sedangkan jumlah keanggotaan pengikut tarekat Tijaniyah di luar pesantren yaitu Desa Cempaka Putih sendiri tidak dapat diketahui dengan pasti karena penerimaan anggota baru dilaksanakan secara alamiah, tidak melalui 18 Tarbiyah al-Tijani adalah sebuah istilah yang dipakai oleh kalangan tarekat Tijaniyah untuk memberikan pendidikan pada jam‟ahnya. Muqaddam akan memberikan pendidikan secara bertahap dan terus menerus sampai pada tingkat ma‟rifat. 31 proses administrasi yang bersifat birokratis. Sebab, seseorang yang akan memasuki tarekat ini tidak diwajibkan memenuhi syarat-syarat administrasi. Seperti, mengisi formulir pendaftaran, mengumpulkan foto, fotokopi KTP, dan lain-lain. Pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai latar belakang yang beragam, mulai dari pengusaha, pedagang, pegawai negeri, sopir dan lainlain. Mereka memang membutuhkan ketenangan, kedamaian, penyelesaian dari persoalan baik lahiriyah maupun batiniyah, terutama ingin lebih dekat dengan Allah SWT. Akan tetapi ada juga yang masuk tarekat Tijaniyah yang tidak didasari oleh persoalan yang terjadi pada dirinya. Mereka sadar dan ingin memperdalam tarekat Tijaniyah yang sudah dikenal bahkan dicintainya. Seperti dari santri Pondok Pensantren al-Umm itu sendiri yang mayoritas dari kalangan pelajar, baik pelajar SMU atau mahasiswa yaitu perguruan tinggi agama seperti UIN Jakarta, IIQ, PTIQ atau Universitas Muhamadiyah Jakarta. Seorang murid telah dianggap resmi menjadi pengikut atau ikhwan Tijani dengan adanya ritual bai‟at dari muqaddam dan untuk menjadi pengikut tarekat Tijaniyah tidak dibatasi usia, intelegensi dan syarat-syarat umum lainnya. Akan tetapi, K.H. Misbahul Anam biasanya akan mempertanyakan apakah seseorang itu sudah melaksanakan salat lima waktu dengan baik atau belum, sejauh mana seseorang telah menjalankan syariat agama Islam dan berhubungan dengan keinginan sesorang untuk masuk tarekat Tijaniyah. Muqaddam akan mentalqinnya jika seseorang telah memenuhi syarat pertama dan utama untuk bisa masuk tarekat Tijaniyah yaitu menjalankan salat lima waktu. 32 Pada awalnya, ritual pembaiatan dilakukan oleh Syekh Sholeh Basalamah sebagai muqaddam sekaligus guru dari K.H. Misbahul Anam atau muqaddam yang lain. Akan tetapi, sekarang ritual pembaiatan dilakukan oleh K.H. Misbahul Anam sendiri sejak mendapatkan amanat dan restu guru untuk mentalqin. K.H. Misbahul Anam mempunyai banyak alasan kenapa mendirikan Pondok Pesantren al-Umm sekaligus menerapkan pengajaran dalam corak tarekat Tijaniyah. Ia mengatakan Pondok Pesantren al-Umm berdiri untuk kemaslahatan umat, menyebarkan nilai-nilai Islam kedalam kehidupan aktual masyarakat dan visi misinya adalah membentuk ulama plus dengan maksud mencetak ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual yang salafi.19 Adanya generasi muda yang berintelektual tinggi, diharapkan dapat memperbaiki masa depan jangka panjang yaitu akhirat tanpa mengesampingkan tanggungjawabnya sebagai generasi Islam yang ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai peran kemasyarakan. Keterlibatan pesantren sekaligus tarekat Tijaniyah dalam tranformasi sosial sebenarnya muncul karena kebutuhan masyarakat sehingga pesantren tidak akan terlepas dari berbagai kepentingan masyarakat. Tarekat Tijaniyah dalam nuansa pesantren selalu berhubungan erat dengan masyarakat. Hal ini mematahkan argumen yang mengatakan bahwa tarekat bersifat mistik dan tertutup, ternyata tarekat Tijaniyah sangatlah terbuka. Oleh karena itu, kehadiran Pondok Pesantren al-Umm sekaligus tarekat Tijaniyah mudah diterima dan berkembang di masyarakat Cempaka Putih. Baik kalangan pemuda, pelajar sampai orang tua. 19 Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011. 33 D. Ajaran-ajaran Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih Semua tarekat mu‟tabarah mempunyai sanad yang sambung sampai dengan baginda Rasulullah SAW. dan masing-masing mempunyai wirid dan keutamaan sendiri-sendiri. Jika diperhatikan, semua tarekat mempunyai kesamaan yaitu wirid yang wajib diamalkan tidak bertentangan dengan al-Qur‟an dan sunnah Nabawiyah, dengan tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT. (sampai pada Ma‟rifat ilallah). Sedangkan perbedaannya adalah dari segi metode atau melakukan wirid yang diajarkan guru atau mursyid. Semua tarekat yang ada, zikir yang dibaca tidak menyimpang yaitu istighfar, shalawat, hailallah, asmaul husna dan ayat-ayat Al Qur‟an. Metode melakukan wirid dan penekanan terhadap komponen juga berbeda, ada yang menekankan pada shalawat saja, atau hanya hailallah saja atau lafad Allah saja, ada juga yang kombinasi dan lain-lain. Wirid tarekat al-Tijani sendiri meliputi kesemuanya yaitu istighfar, shalawat dan hailalah. Amalan wirid dalam tarekat Tijaniyah terdapat tiga unsur pokok, yaitu istighfar, shalawat dan hailallah. Ketiga unsur pokok dalam tarekat Tijaniyah yaitu istighfar, shalawat dan hailallah adalah substansi dalam kerangka teori tasawuf yang menjadi kerangka yang saling berkesinambungan dalam proses-proses pencapaiannya. Istighfar pada intinya menjadi proses upaya menghilangkan noda-noda rohaniah dan menggantinya dengan nilai-nilai suci. Sebagai tahap pemula dan sarana untuk memudahkan sasaran pendekatan diri kepada Allah SWT. Shalawat, sebagai unsur kedua menjadi materi pengisian setelah penyucian jiwa yang mengantarkan 34 manusia yang bermunajat mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan menjadi media perantara antara manusia sebagai salik dengan Allah SWT. sebagai zat yang dituju. Sedangkan materi (substansi) yang sangat efektif untuk mengantarkan manusia menghadap dan menyatukan diri dengan Allah SWT. adalah kalimat zikir yang mempunyai makna dan fungsi tertinggi di sisi Allah SWT, yaitu Tahlil (makna lain dari inti tauhid) yaitu Lâilâha Illa Allah.20 Ketiga unsur ini menunjukan struktur tahapan upaya berada di sisi Tuhan. K.H. Ikhyan Badruzzaman mengatakan bahwa tiga unsur wirid tarekat Tijaniyah yang dimaksud yakni istighfar, shalawat dan tahlil merupakan satu rangkaian tahap persiapan yang berkesinambungan. Tahap pertama: istighfar, berfungsi sebagai tahap pembersihan jiwa dari noda-noda maksiat dan perilaku yang bertentangan dengan perintah Allah SWT. Pembersihan ini, sebagai tahap persiapan menuju tahap pengisian jiwa dengan rahasia-rahasia shalawat. Tahap kedua: shalawat, berfungsi sebagai cahaya penerang hati, pembersih sisa-sisa kotoran, dan pelebur kegelapan hati. Tahap ketiga: Tauhid (makna lain dari inti tahlil), sebagai tahap menuju berada disisi Tuhan sedekat mungkin.21 Bentuk amalan wirid tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu (1) wirid lazimah (kewajiban), yakni wirid-wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah dan memiliki ketentuan pengamalan dan waktu tertentu serta menjadi ukuran sah tidaknya menjadi murid Tijaniyah. (2) Wirid ikhtiariyah yakni wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk diamalkan dan tidak menjadi ukuran sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. 20 Ikhyan Badruzzaman, Thariqat Tijaniyah di Indonesia (Garut: Zawiyah Thariqat Tijaniyah, 2007), h. 15 21 Ikhyan Badruzzaman, Thariqat Tijaniyah di Indonesia, h. 115 35 Adapun 2 macam amalan dalam tarekat Tijaniyah antara lain: A. Wirid Lazimah (kewajiban)22 1. Wirid Lazimah yaitu istighfar 100 kali, shalawat 100 kali, hailallah 100 kali Wirid Lazimah, harus dikerjakan 2 kali setiap hari (pagi dan sore) dan dilaksanakan secara munfarid (perseorangan), bacaannya tidak boleh dikeraskan. Untuk waktu pagi, pelaksanaannya adalah setelah shalat subuh sampai datangnya waktu duha. Untuk waktu sore, pelaksanaannya setelah shalat asar sampai datangnya waktu shalat isa. Jika ada uzur, waktu wirid lazimah pagi bisa dimajukan sampai datangnya waktu magrib. Sedangkan, wirid lazimah sore hari bisa dimajukan sampai datangnya waktu subuh. Jika seseorang meninggalkannya, maka dia wajib mengqadha. 2. Wirid Wazifah,23 yaitu istighfar 30 kali, shalawat fatih 50 kali24, hailallah 100 kali, jauharotul kamal 12 kali.25 Wirid wazifah dilakukan cukup 1 kali dalam sehari semalam dan tidak dibatasi oleh ketentuan waktu, boleh pagi atau sore. Jika mampu istiqamah, bisa dua kali sehari semalam. Pelaksanaan wirid wazifah sebaiknya secara berjama‟ah. Tetapi, boleh dilakukan sendiri-sendiri. Orang yang meninggalkan wirid wazifah tidak wajib mengqadanya. 3. Zikir Hailallah (lâilâha illa allah) sebanyak 1000 / 1200 / 1600 kali atau tanpa hitungan sampai menjelang adzan magrib. 22 A. Fauzan Adhiman Fathullah, Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil „Alamin (Kalimantan Selatan: Yayasan al-Ansari Banjarmasin, 2007), h. 195. 23 Tentang teks wirid ini lihat lampiran. 24 Tentang teks shalawat fatih lihat lampiran. 25 Tentang teks jauharatul kamal lihat lampiran. 36 Dikerjakan satu minggu sekali, yaitu setiap hari Jum‟at selesai salat asar. Diutamakan zikir secara berjama‟ah. Jika wirid hailallah dilakukan munfarid (sendirian) karena ada halangan, maka harus dilaksanakan dengan ketentuan membaca zikir sebanyak 1600 kali atau minimal 1000 kali dan tidak di haruskan sampai datangnya waktu magrib. B. Aurad Ikhtiyari Wirid ini adalah wirid tambahan, tidak wajib dilakukan, hanya saja sangat dianjurkan bagi mereka yang bisa memeliharanya dengan istiqamah, seperti istighatsah, berbagai macam shalawat, hizib-hizib seperti hizbus saifi, hizbul mughni, hizbul bahar dan lain-lain. Jika ingin mengamalkan harus ada izin dari muqaddam yang berhak memberi izin . Tradisi tarekat Tijaniyah, terdapat syarat-syarat, dan peraturan seperti syarat masuk tarekat Tijaniyah, kewajiban atas Ikhwan Tijani, larangan atas Ikhwan Tijani, peraturan dan cara melaksanakan zikir tarekat Tijaniyah. Syarat untuk masuk dan dibaiat menjadi ikhwan Tijani antara lain a). Tidak mempunyai wirid tarekat lain. Jika calon Ikhwan Tijani itu telah masuk tarekat selain tarekat Tijaniyah, maka tarekatnya itu harus dilepas, sebab tarekat Tijaniyah tidak boleh dirangkap dengan tarekat lain, b). Yang mentalqinnya telah mendapat izin yang sah untuk memberi wirid, c). Mendapatkan izin mengamalkan wirid tarekat Tijaniyah. Selain aturan-aturan di atas, bagi pengikut tarekat yang telah menjadi ikhwan tarekat Tijaniyah, maka ada beberapa kewajiban yang harus dipatuhi yaitu harus menjaga syari‟at, harus menjaga salat lima waktu, harus mencintai Syekh 37 Ahmad al-Tijani selama-lamanya, harus menghormati siapa saja yang ada hubungannya dengan Syekh Ahmad al-Tijani, harus menghormati semua wali Allah SWT. dan semua tarekat, harus mantap pada tarekat (tidak ragu-ragu), selamat dari mencela tarekat Tijaniyah, harus berbuat baik dengan kedua orang tuanya, harus menjauhi orang yang mencela tarekat Tijaniyah, harus mengamalkan tarekat Tijaniyah sampai akhir hayatnya. Larangan atas ihwan tarekat Tijaniyah yaitu: a). Tidak boleh mencaci, benci, dan memusuhi Syekh Ahmad bin Muhammad a-Tijani. b). Tidak boleh ziarah kepada wali yang bukan Tijani. c). Tidak boleh memberikan wirid tarekat Tijaniyah pada orang lain tanpa izin yang sah (sebelum dilantik jadi muqaddam). d). Tidak boleh meremehkan wirid tarekat Tijaniyah, seperti mengakhirkan waktunya tanpa udzur syar‟i, atau mengerjakan secara asal-asalan. e) Tidak boleh memutuskan hubungan dengan siapapun tanpa ada izin syar‟i terutama kepada ikhwan. f) Tidak boleh merasa aman dari makrillah (ancaman murka Allah SWT). Peraturan melakukan zikir yaitu 1) Suara dalam keadaan normal, bacaan zikir harus terdengar oleh telinga si pembaca. 2) Harus suci dari najis, baik pakaian, tempat, dan apa saja yang dibawanya. 3) Harus suci dari hadast (hadast besar maupun hadast kecil). 4) Harus menutupi aurat sebagaimana shalat bagi pria maupun perempuan. 5) Tidak boleh berbicara. 6) Harus menghadap qiblat. 7) Harus duduk. 8) Harus ijtima‟ dalam melaksanakan wirid wadzifah dan hailallah setelah shalat asar pada hari Jumat apabila di daerahnya ada ikhwan. KH. Misbahul Anam telah melaksanakan syarat dan peraturan-peraturan al-Tijani di Pondok Pesantren al-Umm. Hal ini terlihat ketika K.H. Misbahul 38 Anam dan ikhwan Tijani melaksanakan wirid bersama setiap Jumat dari setelah salat asar sampai magrib. Peraturan melakukan zikir diterapkan dengan baik. Para ikhwan Tijani melakukan amalan wirid dengan bersilah kemudian berkonsentrasi untuk melakukan tawasulan yaitu megirimkan fatihah kepada guru-guru atau mursyid dan membaca berbagai zikir. Pelaksanaan wirid wazifah atau hailallah yang dilakukan setiap Jumat secara rutin dimulai dengan duduk melingkar atau berhadap-hadapan membentuk segi empat dan tidak boleh ada yang kosong, maksudnya harus rapat antara lutut dengan lutut. Dibaca dengan sedang dengan ukuran ikhwan sebelahnya dengar, kompak dan teratur. Pembacaan wirid memang dianjurkan secara sedang karena jika membaca dengan keras dianggap tidak baik. Wirid wazifah dilakukan setelah salat asar sampai magrib yang dipimpin oleh KH. Misbahul Anam selaku muqaddam. E. Struktur Organisasi Tarekat Tijaniyah Semua tarekat pasti mempunyai struktur kepemimpinan secara tersusun dari Kyai atau guru yang memimpin suatu gerakan tarekat sampai kepada muridmuridnya dan semua pengikut tarekat harus mengetahui susunan mata rantai (silsilah) tarekat itu. Karena, ajaran tarekat diyakini berasal dari Allah SWT, kemudian malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. dan dari Nabi Muhammad SAW. diteruskan kepada salah seorang sahabatnya. Dari sahabat Nabi itu, ajaran tarekat diwariskan berturut-turut sedemikian rupa sehingga membentuk mata rantai atau silsilah yang bertujuan 39 pada Kyai atau guru tarekat kemudian kepada para pengikutnya26. Pengikut atau murid yang tidak diberi ijazah tidak diperkenankan meneruskan ajaran itu kepada orang lain. Pelanggaran ketentuan ini merupakan penghianatan. Adanya silsilah dan ijazah itu merupakan akibat dari doktrin kerahasiaan. Doktrin itu bertitik-tolak dari ajaran bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW datang ke dunia membawa dua macam ajaran, yaitu ajaran umum dan ajaran khusus. Ajaran yang umum adalah agama Islam sebagaimana dianut oleh kaum muslim seluruhnya. Sedangkan ajaran khusus adalah ajaran tentang bagaimana mendekatkan diri kepada Allah SWT. yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. kepada salah seorang sahabat yang berkenan di hati beliau.27 Ajaran yang khusus ini maksudnya adalah ajaran tarekat seperti tarekat Tijaniyah, Qadiriyah, Sydziliyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan tarekat-trekat lain yang telah diakui kemuktabarahannya. Tarekat Tijaniyah memiliki beberapa istilah dalam keanggotaan tarekat yang menggambarkan perbedaan tugas, fungsi, hak dan kewajiban mereka masing-masing. Beberapa istilah tersebut adalah Syaikh, Khalifah, Muqaddam, dan murid atau ikhwan. Syaikh dalam arti formal merupakan kedudukan bagi guru utama yang mendirikan tarekat Tijaniyah yaitu Syaikh Ahmad al-Tijani yang disebut juga Shahib al-Thariqah. Khalifah adalah orang yang diberi wewenang dan tugas untuk menyampaikan apa yang diajarkan oleh Syekh kepada muridnya. 26 Nurcholish Madjid, Pesantren dan Pembaharuan: Pesantren dan Tasawuf (Jakarta: LP3ES, 1988), h. 108. 27 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 60. 40 Muqaddam adalah orang yang diberi tugas dan wewenang untuk mentalkin wiriwirid yang harus dilakukan oleh murid Tijaniyah. Sedangkan, murid adalah orang yang menerima talqin dan ijazah tarekat Tijaniyah dari muqaddam secara sah.28 Mursyid dalam tarekat Tijaniyah lebih dikenal dengan muqaddam sedangkan muridnya lebih dikenal dengan istilah ikhwan Tijani. Ikhwan secara bahasa artinya saudara. Bagi pengikut Tijaniyah yang baru dibaiat (al-bay‟ah)29 dinamakan ikhwan. Hal ini tidak berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain. Sehingga kata ihkwan menjadi penghubung antara pengikut tarekat yang lama maupun yang baru. Jika ditinjau dari segi strata sosial, kata ikhwan ini tidak menunjukan adanya perbedaan kelas. Adanya silsilah atau mata rantai dalam tarekat bukan suatu hal yang harus ditutupi tetapi justru harus diketahui, khususnya oleh pengikut tarekat Tijaniyah. K.H. Misbahul Anam sebagai muqaddam telah dibai‟at oleh Syekh Muhammad bin Ali Basalamah dari Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah. Berikut ini adalah sanad dari guru ke guru yang dimiliki K.H. Misbahul Anam sebagai muqaddam tarekat Tijaniyah. 1. Allah SWT. 2. Nabi Muhammad SAW. 3. Al-Kutbi al-Kamil Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani 4. Syekh Muhammad al-Basyir bin Muhammad al-Habib 5. Syekh Muhammad al-Kabir bin Muhammad al-Basyir 28 Syamsuri, ed., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 247. 29 Bay‟at adalah ikrar atau pentasbihan untuk masuk dalam sebuah tarekat sufi. Sejatinya, ikrar dilakukan antara Allah dan hamba-Nya. Tetapi secara praktik, bai‟at senantiasa mengikat sang murid secara bersama-sama. 41 6. Syekh Muhammad al-Hafid bin Abdul Latif 7. Syekh Muhammad Hawi bin Anwar 8. Syekh Muhammad bin Ali Basalamah 9. Syekh Misbahul Anam bin Tirmizi al-Syafi‟i al-Tijani. Struktur kelembagaan menunjukan hirarki kepemimpinan. Struktur kepemimpinan dalam tarekat Tijaniyah tidak terlembagakan secara istimewa tetapi hanya menentukan lapisan-lapisan kepemimpinan yang menunjukan hubungan murid dengan guru atau sesama murid. Bentuk hubungan dalam hirarki kepemimpinan terdiri dari dua macam: pertama, hubungan vertikal yaitu hubungan murid dengan guru. Hubungan murid dengan guru yang lebih tinggi yang dimaknakan muqaddam, khalifah, dan syekh. Kedua, hubungan horizontal yaitu hubungan sesama murid yang dinamakan “ikhwan” atau “ahli”. Struktur kelembagaan tersebut berlangsung secara turun temurun, termasuk struktur kelembagaan yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm. Struktur organisasi yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm tidak terlembagakan secara sistematis. Maksudnya adalah dasar strukturnya hanya ditentukan oleh hubungan murid dengan guru atau sesama murid. Walaupun demikian stuktur yang dilakukan secara tradisional ini ternyata dapat dilakukan dengan baik tanpa mengurangi tata karma kesopanan yang diajarkan tarekat Tijaniyah itu sendiri. Dalam praktek, penulis menyaksikan hal itu dalam kehidupan murid tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm. Misalnya terdapat kerjasama bekerja, pemberi wewenang dan tanggungjawab dan termasuk usaha untuk mengembangkan diri dan profesi. 42 F. Hubungan Muqaddam dengan Pengikutnya. Tujuan tasawuf secara umum adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tetapi apabila diperhatikan, karakteristik tasawuf secara umum terlihat adanya 3 sasaran dari tasawuf. Pertama, tasawuf bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Tasawuf ini pada umumnya bersifat praktis. Kedua, tasawuf bertujuan untuk ma‟rifatbillah melalui penyingkapan langsung atau metode al-Kasyaf al-hijab. Tasawuf jenis ini bersifat teoritis. Ketiga, tasawuf bertujuan untuk membahas sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. secara mistis yaitu hubungan antara Tuhan dengan makhluk30. Tujuan tasawuf dapat dicapai jika seorang murid dibantu oleh seorang guru/mursyid yang piawai dalam memahami jiwa manusia, memahami kekurangan, aib dan penyakit seorang murid. Mursyid adalah seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam segala kehidupannya, petunjuk jalan dan sebagai perantara seorang murid dengan Tuhannya. Seorang guru harus mempunyai tingkat kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syariatnya, matang ilmu hakikat dan ilmu ma‟rifatnya. Dengan kata lain seorang mursyid adalah orang yang telah mencapai rijalul kamal.31 Definisi ini menunjukan betapa pentingnya peranan seorang mursyid dalam perjalanan spiritul seorang murid. Oleh karena itu, jabatan seorang mursyid tidak boleh sembarangan orang. Mursyid merupakan orang pilihan yang telah berhasil mencapai ma‟rifat kepada Allah SWT. dengan kemampuan ilmu syari‟at, kebersihan jiwa dan hati. 30 Ahmad Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 57. 31 Usman Said, dkk., Pengantar ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982), h. 124. 43 Hubungan antara murid dengan mursyid seperti pasien dengan psikoanalisis.32 Guru mengetahui berbagai kerusakan dan aib jiwa muridnya serta cara yang tepat untuk menerapi jiwa murid dengan berbagai riyadhah, mujahadah, wirid, zikir dan perbuatan baik lainnya. Sehingga, murid dapat membersihkan dan menyucikan jiwanya dari berbagai kotoran. Hubungan antara murid dengan mursyid adalah hubungan penyerahan diri sepenuhnya, seorang murid harus tunduk, setia dan rela dengan perlakuan apa saja yang diterima dari mursyidnya. Penyerahan diri dengan sebulat hati dan keyakinan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi seorang murid dalam tasawuf. Dalam bentuk apapun, murid tidak boleh membantah karena mursyidlah yang akan mengantarkan hubungan murid dengan Allah SWT.33 Seorang guru dalam aliran ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dan benar-benar merupakan pimpinan yang dihormati, dipatuhi atau yang tidak boleh terbantahkan. Seseorang yang telah dibai‟at menjadi murid, secara sistematis berbagai aturan atau adab akan berlaku. Baik dalam konteks hubungan guru dengan mursyid, adab secara pribadi, keluarga dan adab sesama ikhwan serta masyarakat luas. Ketentuan adab dan proses perjalanan spiritual, dalam praktek tidak semuanya berlaku sama bagi semua murid, tetapi tergantung pada potensi, tahapan-tahapan, keadaan murid dan tingkatan murid. Seorang guru akan menentukan bagaimana jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT. yang akan 32 Amir an-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern (Jakarta: Mizan, 2002), h. 94. 33 Usman Said, dkk., Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982), h. 124. 44 ditempuh dengan berbagai metode. Murid hendaknya mencari mursyid yang benar-benar telah memiliki pengalaman dalam menempuh jalan tersebut. Hubungan guru dengan murid dalam tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm dibangun berdasarkan tradisi turun-temurun di kalangan Islam di Jawa. Penghormatan seorang murid terhadap guru sangat dijunjung tinggi sebagai bakti murid pada guru. Figur seorang guru yang kharismatik sekaligus pemimpin Pondok Pesantren menjadi alasan kuat seorang murid untuk mematuhi semua aturan dan etika yang ada. Sehingga terlihat sangat absolut dalam satu kepemimpinan. Menurut K.H. Misbahul Anam, beliau tidak pernah mengklasifikasikan muridnya dalam strata sosial. Artinya, K.H. Misbahul Anam tidak pernah menjaga jarak dan tidak pernah menganggap derajat murid dibawah dirinya. Menurutnya, guru dan murid itu sama dalam derajat seorang manusia. Sedangkan dalam tingkatan kerohaniyan, tidak ada yang lebih mengetahui kecuali Allah SWT. bisa jadi murid lebih tinggi derajat kerohaniannya dari pada guru.34 Hal ini terlihat jelas dalam kegiatan-kegiatan pesantren dan kegiatan ketarekatan yaitu kerjasama antara K.H. Misbahul Anam dengan murid yang cukup bagus dan akrab. Jadi penghormatan dan kepatuhan seorang murid terhadap gurunya bukan karena kepemimpinannya yang absolut, tetapi karena pola fakir yang bersifat guru-sentris. Hubungan mursyid dengan murid juga terstruktur karena adanya ajaranajaran Tijaniyah yang mengajarkan pola sikap seorang murid terhadap 34 Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011. 45 mursyidnya. Seperti yang tercantum dalam syarat dan kewajiban seseorang masuk tarekat Tijaniyah. Yaitu: 1. Harus mencintai Sayyidina Syekh Ahmad al-Tijani, khalifah, muqaddam dan penerusnya sampai wafat. 2. Harus menghormati siapa saja yang ada hubungan nasab dengan Sayyidina Syekh Ahmad al-Tijani. 3. Harus berbakti kepada, ibu, bapak atau suami. 4. Menjaga hubungan baik dengan sesama muslim, apalagi sesama ikhwan Tijani. 5. Tidak diperkenankan memaki-maki, membenci, atau melakukan permusuhan kepada guru dan murid-muridnya. 6. Menjauhkan diri dari orang-orang yang mengkritik Syekh Ahmad alTijani. Ajaran-ajaran tersebut membentuk pola pikir seorang murid yang mempunyai kewajiban untuk menghormati dan menjaga nama baik seorang guru. Kewajiban ini diberlakukan untuk semua pengikut Tijani yaitu khalifah, muqaddam, dan ikwan Tijani sekaligus sebagai syarat masuk tarekat Tijaniyah. BAB IV PERAN TAREKAT TIJANIYAH DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI CEMPAKA PUTIH A. Ajaran Tarekat Tijaniyah Dalam Kehidupan Ekonomi Antara agama dan tarekat dengan dunia ekonomi nampakanya ada sesuatu perbedaan yang mendasar. Ilmu ekonomi selalu menfokuskan pada aktivitas jasmani, mempelajari bagaimana kita memperoleh kepuasan maksimum melalui barang dan jasa-jasa meteril. Sedangkan agama menarik perhatian manusia ke arah yang bertolak belakang yaitu kepada Tuhan, yang berada di atas dan di luar segala materi; gaib, tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh. Tujuan agama adalah memulihkan kontak dalam diri manusia yang paling dalam dengan spiritualnya. Agama bersangkut paut dengan kehidupan spiritual manusia, sedangkan ekonomi berkaitan dengan kehidupan duniawi kita.1 Perbedaan ini terekspresikan dalam berbagai bentuk ajaran-ajaran agama yang kerap kali merintangi kemajuan ekonomi. Contoh agama Islam memberitahukan pada orang-orang muslim bahwa hidup di akhirat lebih baik dari pada hidup di dunia. Hidup didunia memberikan sedikit kenyamanan di banding dengan hidup di akhirat. Hal ini menggambarkan perhatian dan kerinduan seorang muslim pada arah yang berlawanan dengan kehidupan duniawi. Cita-cita spiritual yang tinggi ini tentu saja berlawanan dengan kerja ekonomi untuk memperoleh kepuasan materi. 1 J. Witteveen, Tasawuf In Action (Jakarta: PT. Serambi, 2004), h. 63. 46 47 Dunia tasawuf juga mengenal adanya zuhud. Zuhud menurut Al-Ghazali diartikan sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada dunia dengan penuh kesadaran. Al-Ghazali melihat bahwa zuhud dimaksudkan untuk tidak tergantung kepada duniawi, dan hal ini hanya bisa diperoleh melalui tarbiyah ruhani. AlQusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rizki apa adanya. Apabila seseorang diberi kekayaan, maka ia tidak merasa bangga diri dan apabila miskin ia pun tidak bersedih karenanya. Pengertian ini menunjukan bahwa zuhud berarti menanamkan sikap rasa tidak mengikatkan diri terhadap duniawi dan tidak diikat nafsu duniawi. Sedangakan Ibnu Taymiyah berpendapat bahwa zuhud adalah meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat kelak.2 Tarekat Tijaniyah sendiri tidak menafikan adanya ajaran zuhud. Al-Tijani mengatakan bahwa zuhud adalah “kosongnya tangan dan hati dari kepemilikan”.3 Zuhud dalam pandangan tarekat Tijaniyah, bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT. Zuhud bukan menghindar dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan harta untuk urusan akhirat.4 Seperti yang disampaikan oleh K.H. Misbahul Anam sebagai berikut : 2 Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia dengan Al-Qur’an, Tasawuf, dan Psikologi, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 68 3 Ali Harazim Ibnu „Arabi, Jawahirul Ma’ani (Mesir: Abbas ibn Salam, 1937), h. 43 4 Wawancara dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011. 48 “Pengikut Tijaniyah boleh memiliki harta, mempunyai mobil, menjadi pemimpin, berpenampilan layak dan lain-lain dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, zuhud bukan menghindar dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan harta untuk urusan akhirat”.5 Pemahaman al-Tijani tentang zuhud, dapat dibuktikan dengan menelusuri kehidupan sehari-hari Syekh Ahmad al-Tijani. Ia pernah menduduki “Dewan Ulama” (Penasihat Sultan) ketika ia berada di Maroko. Selain itu, kebiasan hidup al-Tijani yang dijalaninya sehari-hari sama seperti yang dilakukan orang biasa. Ia memiliki rumah cukup besar dan memakai pakaian yang layak. Al-Tijani juga dikenal sebagai seorang dermawan yang banyak menyedekahkan hartanya. Dalam kitab Jawahir al Ma’ani ditemukan riwayat yang mengisahkan kedermawanan alTijani. Ia selalu melayani tamunya dengan rasa gembira, dan setiap waktu ia menghidangkan makanan dan minuman.6 Selanjutnya dinyatakan bahwa pada setiap hari Jum‟at ia mengumpulkan fakir miskin untuk kemudian ia membagibagikan makanan. Bahkan pada setiap hari ketika memasuki waktu duha ia mempunyai kebiasaan menjamu masyarakat yang datang dan fakir miskin yang ada di sekitar tempat tinggalnya.7 Gambaran umum tentang sikap hidup al-Tijani di atas, mengantarkan pada satu pemahaman bahwa menurut al-Tijani, zuhud bukanlah ajaran untuk menjauhi dan menolak duniawi. Tetapi lebih kepada pemanfaatan dan bersikap tidak terikat pada duniawi. Seorang sufi tidak tertutup untuk mempunyai harta kekayaan yang banyak. Walaupun demikian, kebahagiaan bagi seorang sufi adalah senantiasa 5 Wawancara pribadi dengan K.H. Misbahul Anam, Tangerang, 12 Mei 2011. Ali Harazim Ibnu „Arabi, Jawahirul Ma’ni (Mesir: Abbas ibn Salam, 1937), h. 45. 7 http://arbiakbar.blogspot.com. Tanggal 13 Juni 2011. 6 49 tetap berada pada lingkungan taqarrub ilallah sehingga harta benda atau duniawi, bukan merupakan hal yang utama dalam kehidupan. Para sufi biasanya merasa bahagia, apabila mendermakan hartanya kepada orang yang membutuhkan dengan penuh keikhlasan. Pemahaman zuhud dalam tarekat Tijaniyah memberikan efek dalam kehidupan bermasyarakat. Tarekat Tijaniyah melarang pengikutnya untuk menjauhkan diri dari masyarakat. Syekh Ahmad al-Tijani sendiri selalu mengaitkan persoalan sosial. Rasulullah SAW. telah memerintahkan kepada Syekh Ahmad al-Tijani untuk menyebarkan ajaran Tijaniyah dengan cara hidup bermasyarakat tanpa mengisolasikan diri dari kehidupan sosial masyarakat. إلزم ىذه الطرٌقة من غٍر خلوة وال اعحزل من الخلٍفة ححى جصل مقامل الذي وعدت بو و .انث على حالل من غٍر ضٍق وال حرج وال مشرة مجاىدة فاجرك عنل جمٍع االولٍاء )٤٣: (جواىر المعانً ج اول Artinya: “Tekunilah tarekat ini tanpa berkhalwat atau mengisolirkan diri dari kehidupan sosial kemasyarakatan, sampai kamu mencapai kedudukan yang telah dijanjikan kepadamu dengan tanpa merasa sempit, sedih dan tidak pula banyak berusaha keras maka tinggalkanlah semua wali”.8 Ajaran tarekat Tijaniyah tentang zuhud, nampaknya sangat berpengaruh terhadap pengikutnya. Pengikut tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm sendiri, tidak pernah mengisolasikan diri mereka dari kehidupan sosial. Justru terlihat sangat akrab dengan masyarakat. Santri Pondok Pesantren al-Umm menganggap kehidupan masyarakat sebagai ajang transformasi Islam termasuk ajaran tarekat Tijaniyah. Berbaurnya santri dengan masyarakat membawa dampak 8 Ali Harazim Ibnu Arabi, Jawahirul Ma’ni, h. 43. 50 positif dalam memperbaiki kehidupan moral masyarakat. Karena ilmu-ilmu Islam dapat disampaikan (dakwah) secara langsung dan riil, tanpa diskriminasi antara kaya atau miskin, tua atau muda, berpendidikan atau tidak dan lain-lain. Tampaknya, K.H. Misbahul Anam sebagai pimpinan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm juga ingin menegaskan bahwa zuhud bukan berarti melepaskan diri dari permasalahan kehidupan sosial, apalagi kehidupan zaman sekarang yang penuh dengan berbagai konflik, baik ekonomi, sains, teknologi, politik atau persoalan agama itu sendiri. Akan tetapi, bagaimana mencari harta dan memposisikan harta sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT. K.H. Misbahul Anam juga berulang kali mengatakan kepada para santri dan ikhwan tarekat Tijaniyah yang tinggal di sekitar Pondok Pesantren al-Umm bahwa seseorang itu tidak dilarang untuk memiliki harta yang banyak, hanya saja ia menekankan agar jangan sampai para ikhwan dan santri terjebak dalam kesenangan harta kekayaan tersebut. Sebab dengan kekayaan itu seseorang dapat melakukan ibadah dengan lebih banyak. Hanya dengan tersedianya sarana dan prasarana, maka seluruh aspek sosial ekonomi dapat diwujudkan. Hal itu merupakan realisasi dari ibadahnya kepada Allah SWT. K.H. Misbahul Anam memandang bahwa urusan dunia tidak harus dipisahkan dengan urusan ibadah yang berdimensi transendental. Karena itu, harta kekayaan sangat penting untuk mendukung kontinuitas ibadah dalam pengertian luas, kepada Allah SWT. secara totalitas. Kyai juga sering menekankan agar setiap ikhwan Tijani untuk melakukan setiap langkah dimulai dari diri sendiri, baru kemudian melihat pada orang lain. 51 Dengan demikian, setiap orang telah berlomba-lomba melakukan kebajikan sesuai dengan kemampuan. Berbagai macam strategi digunakan untuk melembagakan tarekat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan memberikan dukungan bagi kemajuan masyarakat. Para pengikut tarekat Tijaniyah di Pesantren al-Umm berasal dari kalangan majemuk, baik ekonomi, sosial pendidikan maupun strata kehidupan lainnya. Karena itu, Kyai Misbah selaku mursyid atau muqaddam berupaya memberikan kemudahan-kemudahan bagi pengikut Tijaniyah dalam melakukan kehidupan tarekat. Seperti dalam bidang ekonomi, Kyai Misbah dan ikhwan tijani mendirikan Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) yang terhimpun dalam kelompok al-Tujar. Koperasi ini adalah Salah satu wadah ekonomi yang berbentuk koperasi dan bertujuan untuk memberikan bantuan modal kepada masyarakat, khususnya para pedagang. Kehadiran tarekat Tijaniyah dengan dukungan Pesantren yang dipimpin oleh Kyai Misbahul Anam serta berdirinya koperasi Ubasyada menjadi pelengkap dalam perubahan dan pembaharuan pada kehidupan keberagaman masyarakat, serta mempunyai dampak positif dalam kehidupan sosial ekonomi yang menyangkut kesejahteraan hidup. Hal ini dirasakan oleh bapak Asep dengan ungkapan sebagai berikut: “Pada awalnya saya merasa berat menjalani zikir dan ajaran tarekat Tijaniyah. Tetapi setelah diamalkan, saya merasa tenang dan damai dalam menjalani hidup. Adanya Koperasi Ubasyada juga memudahkan dalam mencari modal untuk usaha sehingga ekonomi saya menjadi lebih baik”.9 9 Wawancara Pribadi dengan Bapak Asep sebagai Ikhwan Tijani dan anggota Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada, Tangerang 19 Agustus 2011. 52 B. Peran Pesantren Terhadap Perekonomian Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran mengembangkan misi universal Islam dengan tujuan mewujudkan cita-cita sosial sebagaimana yang dikehendaki Islam yaitu sebagai rahmatan lil’alamîn. Tujuan ini pada gilirannya mengantarkan pesantren untuk beperan secara multidimensional dalam lingkungannya. Lembaga ini bukan hanya menggeluti bidang pendidikan bagi santri, menyebarkan nilai-nilai di masyarakat saja. Tetapi, pesantren juga ikut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan perekonomian. Misi besar ini membutuhkan seorang pemimpin yang dapat membantu tercapainya cita-cita. Figur pemimpin dalam pesantren sangatlah dibutuhkan sebagai agen perubahan. Pesantren pada umumnya dipimpin oleh seorang figur kharismatik yang menjadi pusat dalam penentuan arah dan pengambilan kebijakan. Secara tradisional adanya seorang tokoh yang biasa disebut Kiyai (ulama) merupakan aspek mutlak dalam sistem kepesantrenan, selain aspek santri, masjid, dan pondok. Meskipun secara formal terdapat organisasi dan struktur kepengaruhan dalam pesantren, kehadiran dan pengaruh seorang tokoh pimpinan kharismatik itu tetap dipandang menonjol. Adapun karisma seorang tokoh di lingkungan pesantren sedikitnya ditentukan oleh tiga faktor: keturunan, keluasan ilmu, dan ketaatan beribadah. Dalam konteks seperti inilah akhirnya diketahui bahwa tokoh pemimpin pesantren dalam praktiknya tidak saja bertanggung jawab dalam urusan pengelolaan pesantren, tetapi juga sebagai guru dalam berbagai aspek ilmu agama, sosial masyarakat dan ekonomi. 53 Pondok Pesantren al-Umm sebagai lembaga pendidikan dan pusat tarekat Tijani, tidak terlepas dari seorang pemimpin yaitu K.H. Misbahul Anam. Kyai mempunyai peranan strata sosial sebagai perumus aspirasi dari kesadaran masyarakat. Faktor kepemimpinan seorang Kyai, seperti Kyai Misbah sangat menentukan dalam pengambilan keputusan bagi masyarakat. Dalam dunia tarekat, seorang Kyai mempunyai sisi yang sangat menentukan. Berbeda dengan lingkungan non tarekat yang mana pemimpin tidak bisa memaksakan kehendaknya tanpa dilandasi alasan kuat. Secara lebih terperinci, peran Pondok Pesantren al-Umm dalam usaha pengembangan masyarakat, di antaranya sebagai berikut: pertama, kegiatan tabligh kepada masyarakat yang dilakukan dalam konteks pesantren. Kegiatan ini dihadiri bukan saja oleh jamaah tarekat Tijaniyah yang tinggal diseputar Pondok Pesantren al-Umm, melainkan dari berbagai wilayah Jakarta. Kedua, Majelis Ta‟lim atau pengajian yang bersifat umum yang diselenggarakan di luar kompleks Pondok Pesantren al-Umm. Dan ketiga, bimbingan hikmah berupa nasihat dari K.H. Misbahul Anam kepada orang yang datang minta diberikan amalan-amalan yang harus dilakukan untuk mencapai hajat, seperti nasihat-nasihat agama dan sebagainya. Dalam bidang perekonomian, pemimpin tarekat dan ikhwan tarekat Tijaniyah membentuk suatu wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama alSyuhada (Ubasyada) yang didirikan pada tanggal 4 Agustus 1999. Koperasi ini pada awalnya didirikan oleh 22 (dua puluh dua) anggota yang berhasil mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 2.750.000,00 (dua juta tujuh ratus lima 54 puluh ribu rupiah). Modal awal ini mulai dikelola dengan meminjamkan kepada anggota atau peminjam lain yang membutuhkan.10 Alasan dan tujuan awal dirintisnya Usaha Bersama al-Syuhada adalah menolong mansyarakat yang tidak mempunyai modal untuk membuka usaha sendiri, memperbaiki perekonomian masyarakat yang saat itu mayoritas perekonomiannya pada posisi menengah ke bawah. Hal ini terlihat jelas pada kondisi masyarakat yang semakin terpuruk akibat kurang tercukupinya kebutuhan hidup. Perubahan zaman yang semakin modern dan menantang mengakibatkan sulitnya mendirikan usaha sendiri. Sehingga masyarakat semakin terpinggirkan oleh kaum urban (pendatang) yang lebih maju dan berkehidupan layak. Letak geografis yang sangat strategis, lokasi yang terbilang cukup ramai dan pusat perbelanjaan yang mudah dijangkau mendorong kemajuan perekonomian masyarakat. Hal ini menjadi alasan penting mengapa ikhwan tijani dan K.H. Misbahul Anam merintis koperasi Ubasyada. Adanya koperasi Ubasyada, ternyata masyarakat merespon dengan cukup baik dan menambah semangat untuk meneruskan perjuangan ini yang memang masyarakat sangat membutuhkan. Syarat dan kewajiban yang harus dipenuhipun tidaklah sulit. Tidak ada syarat-syarat khusus, layaknya koperasi atau bank simpan pinjam yang syarat akan dokumen. Peminjam cukup mengisi formulir permohonan menjadi anggota dan perjanjian secara kekeluargaan saja. Seperti kapan peminjam harus melunasi dan berapa jumlahnya dan lain-lain. Bapak 10 Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada), Tangerang, 13 September 2011 55 Anang mengatakan bahwa “peminjam terkadang ada yang tidak mengembalikan modal dengan semestinya dan ada juga yang tidak melunasi sama sekali”.11 Keadaan semacam ini mengakibatkan banyaknya kendala, terutama modal yang semakin berkurang sehingga untuk mengatasinya peminjam akan diberikan modal sesuai dengan modal yang ada. Sistem yang dipergunakan adalah sistem syirkah. K.H. Misbahul Anam mengatakan bahwa kelompok al-Tujar dan Ubasyada ingin memperbaiki perekonomian masyarakat dengan memberikan kemudahan dalam mencari modal supaya masyarakat terlepas dari kungkungan riba yang sangat menjebak masyarakat. Seperti, bank-bank yang ada saat ini. Hambatan yang lain adalah kurangnya pengalaman dalam menejemen koperasi karena semua anggota Ubasyada tidak berpengalaman dalam hal itu. Oleh karena itu, pihak koperasi memperluas jaringan usaha, bekerjasama dengan bank-bank lain untuk menambah modal dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan menejemen perkoperasian. Pada tahun 2003, Ubasyada melakukan kerjasama dengan Bank Muamalat, Bank Syariah, Bank Bukopin, dan Bank JABAR. Ubasyada juga melaksanakan berbagai pelatihan-pelatihan. Seperti, pelatihan tentang peningkatan SDM Koperasi yang diadakan oleh Dinas UMKM Provinsi Banten, pelatihan tetang Bussines Plan yang diadakan oleh Yayasan MICRA, pelatihan tentang prinsip Syari‟ah yang diadakan oleh Microfin, dan lain-lain. Kerjasama dan berbagai pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja masing-masing karyawan menjadi lebih baik. 11 Wawancara dengan Bapak Anang Pimpinan Koperasi Ubasyada, Tangerang, 11 Juli 2011. 56 Pengalaman, pelatihan, respon masyarakat dan semakin banyak masyarakat yang membutuhkan modal, semakin berkembanglah Usaha Bersama al-Syuhada ini. Hal ini dapat diketahui dari bertambahnya jumlah anggota yang tercatat sejumlah 5.785 (data tahun 2010) yang terdiri dari anggota penuh dan calon anggota. Modal yang dikelola oleh Ubasyada bertambah hingga saat ini sebesar + Rp. 4.000.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).12 Pada tanggal 5 Maret 2003, Ubasyada yang merupakan lembaga usaha berbadan hukum kopersi yang menerapkan prinsip-prinsip syari‟ah dalam kegiatan usahanya telah disahkan Menteri Koperasi dengan dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia dengan Nomor 518/7/BH/Dis. KUK dengan nama Koperasi Serba Usaha (KSU) UBASYADA yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Gang. Nangka Cimanggis No: 2 RT 001/010 Desa Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tanggerang (sekarang Kota Tanggerang Selatan), Provinsi Banten.13 Ada beberapa faktor yang melatar belakangi berkembangnya Usaha Bersama al-Syuhada. Pertama, visi dan misi usaha ini sangatlah baik yaitu menegakkan syariat islam dalam sektor perekonomian dan membangum masyarakat ekonomi (pedagang) yang Islami. Tujuan utama Ubasyada adalah untuk membangun, memberdayakan dan meningkatkan ekonomi umat Islam. Kedua, tidak terlalu banyak persyaratan. Ketiga, memperkenalkan suatu 12 Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada), Tangerang, 13 September 2011 13 Kumpulan berkas yang diperoleh dari Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada), Tangerang, 13 September 2011 57 kedamaian dengan ajaran tarekat Tijaniyah yang berkecimpung dalam dunia ekonomi. Tarekat Tijaniyah memang tidak secara langsung mengatakan adanya ajaran-ajaran perekonomian. Menurut bapak Anang (pimpinan Ubasyada), sejarah kehidupan Syekh Ahmad Tijani yang tidak melarang mencari harta dunia dan sikap hidup Syekh Ahmad Tijani sudah dapat dijadikan referensi bahwa tarekat Tijaniyah tidak melarang pengikut Tijaniyah untuk berhubungan dengan dunia materi dan hal ini menjadi salah satu motivasi agar pengikut Tijaniyah berkehidupan layak.14 K.H. Misbah juga menegaskan ungkapan pa Anang sebagai berikut : “Tidak ada ajaran yang mendetail tentang perekonomian dalam tarekat Tijaniyah. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah melarang untuk mencari harta dunia, bahkan Syekh Tijani dalam sejarahnya pernah menikahkan 100 orang dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menunjukan bahwa Syekh memperbolehkan pengikut Tijani untuk memiliki harta asalkan tidak rakus akan hartanya”.15 Kelompok al-Tujar dan Ubasyada mempunyai hubungan yang kuat dengan tarekat Tijaniyah yang dipimpin K.H. Misbahul Anam. Karena, para pendiri Ubasyada adalah ikhwan tijani yang merupakan murid dari K.H. Misbahul Anam. Ajaran atau ilmu-ilmu tentang tarekat Tijaniyah terserap dan terealisasi dalam kehidupan masyarakat secara langsung melalui Koperasi Usaha Bersama (Ubasyada). Kegiatan-kegiatan yang bersifat ketarekatan dapat dibuktikan dengan adanya tausiah dan zikir bersama yang dilakukan secara rutin setiap malam Senin 14 Wawancara Pribadi dengan Bapak Anang sebagai Pimpinan Koperasi Ubasyada Tangerang, 11 Juli 2011. 15 Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam sebagai Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011. 58 dan malam Jumat. Kegiatan ini telah terjadwal dan biasanya dilaksanakan di kantor Ubasyada sendiri atau di Pondok Pesantren al-Umm sampai sekarang. Keberanian para ikhwan tijani untuk membentuk koperasi Ubasyada dan berbgai kegiatan ketarekatan membuktikan bahwa doktrin-doktrin tarekat Tijaniyah tidak menjadikan mereka jumud akan kehidupan dunia. Tetapi, mereka tetap berkecimpung dalam keduniawian dengan berpegang pada syari‟at sebagai benteng moral dan tidak menjadikan mereka lupa akan dirinya untuk bermasyarakat, dalam artian mencari sumber kehidupan. Dengan demikian, prilaku yang dilakukan oleh sebagian ikhwan tijani sejalan dengan pesan Rasulallah SAW. kepada Syekh Ahmad al-Tijani yaitu: إلزم ىذه الطرٌقة من غٍر خلوة وال اعحزل من الخلٍفة ححً جصل مقامل الذي وعدت بو و )٤٣: (جواىر المعانً ج اول.انث علً حالل من غٍر ضٍق وال حرج وال مشرة مجاىدة Artinya: “Tekunilah tarekat ini tanpa berkhalwat atau mengisolirkan diri dari kehidupan sosial kemasyarakatan, sampai kamu mencapai kedudukan yang telah dijanjikan kepadamu dengan tanpa merasa sempit, sedih dan tidak pula banyak berusaha keras”.16 Pemahaman zuhud dalam kalangan al-Tijani juga sangat mempengaruhi. Kebutuhan ruhiyah sebagai manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dapat terpenuhi dengan ajaran dan zikir Tijani, serta perubahan zaman modern yang syarat akan tuntutan harta juga dapat dilaksanankan dengan dasar al-Qur‟an dan Hadits. Kelompok al-Tujar dan Ubasyada ini juga secara tidak langsung mengajarkan kepada para santri Pondok Pesantren al-Umm yang mayoritas 16 Ali Harazim Ibnu Arabi, Jawahirul Ma’ni, h. 43. 59 seorang mahasiswa untuk berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak tanpa mengabaikan kehidupan ruhiyahnya. Bahkan, K.H. Misbahul Anam sendiri mengatakan bahwa Kyai atau penda‟wah itu haruslah mapan dan kaya agar tujuan dakwah lebih mudah terealisasi. Walaupun itu bukan satu-satunya cara untuk mensyiarkan syari‟at Islam. Tarekat Tijaniyah yang terjun di bidang ekonomi dalam bentuk Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) juga menegaskan bahwa tarekat Tijanyah bukanlah tarekat yang eksklusif (tertutup) dan tidak memikirkan berbagai konflik di masyarakat tetapi terbuka dan mengikuti zaman tanpa mengabaikan syariat Islam. K.H. Misbahul Anam sendiri menginginkan agar pengikut Tijaniyah lebih kritis dalam semua persoalan. Seperti yang dikemukakan beliau sebagai berikut: “Visi misi didirikannya Pesantren al-Umm adalah membentuk ulama plus dengan maksud mencetak ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual yang salafi”.17 C. Analisis Selama ini tasawuf memang dipandang sebelah mata oleh sebagian kalangan umat Islam. Bahkan, tidak jarang hujatan dan cacian dialamatkan pada tasawuf dengan mengatakan tasawuf membuat keberagaman umat Islam stagnan, tasawuf membuat orang ekslusif, tasawuf mengukung pemikiran umat Islam, tasawuf hanya monopoli kaum marginal dan lain sebagainya. Stetmen ini terlontar diakibatkan karena adanya perbedaan pemahaman dan perbedaan pola pikir. Sekilas, tampaknya memang akan sulit bagi kita untuk 17 Wawancara Pribadi dengan K.H. Misbahul Anam Sebagai Pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 Mei 2011. 60 menghubungkan antara tradisi tasawuf dengan kehidupan politik, demokrasi, kebudayaan dan ekonomi. Tasawuf adalah cara hidup atau jalan mistik. Bagaimana bentuknya dan ajarannya, apa saja yang mendasarinya, tasawuf menitikberatkan pada upaya untuk mengembangkan potensinya sehingga mencapai tahap kesempurnaan, dan cenderung mengabaikan keduniawian. Sedangkan ekonomi mengharuskan untuk bersentuhan langsung dengan kehidupan duniawi yang syarat akan berlimpahnya harta, kebutuhan materi dan pencapaian kekuasaan. Tradisi tasawuf ini lebih bersifat transendental, sedangkan politik, kebudayaan dan ekonomi lebih bersifat horizontal. Hubungan antara tasawuf dengan ekonomi masih dianggap tabu oleh kalangan masyarakat karena sifat mistik yang dimiliki tasawuf cukup mentradisi. Dalam kehidupan mistik dikenal dengan metode berkhalwat yaitu mengasingkan diri dari kehidupan ramai untuk mencapai taraf kesempurnaan ruhani. Para mistik memusatkan perhatiannya kepada upaya untuk mencapai kebenaran melalui mujahadah, zikir, dan lain-lain. Mereka menekankan pentingnya pelepasan diri dari berbagai ikatan dengan yang selain Dia (Allah). Jadi antara kedua aspek itu, ekonomi dan mistik, tampak sangat kontradiktif. Al-Qur‟an maupun Hadist Rasulallah SAW. sebenarnya banyak yang menjelaskan tentang perekonomian dalam kehidupan dunia, baik yang bernada mendeskreditkan dunia dan ada pula yang menganggapnya positif. Turunnya ayatayat yang bernada mendeskripsikan dunia, seperti dalam firman Allah SWT: 61 Artinya: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.18 Sedangkan ajaran-ajaran yang memandang positif tehadap dunia, seperti dalam firman Allah SWT: Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka bumi). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”19 Dari pemahaman terhadap ajaran-ajaran tadi, lahirlah pemaknaan yang menumbuhkan konsep zuhud dalam tasawuf. Dalam rentang sejarahnya, pengaplikasian dari konsep ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam: yakni zuhud sebagai maqam dan zuhud sebagai akhlak Islam.20 Konsep zuhud sebagai maqam adalah dunia dan Tuhan dipandang sebagai dua hal yang harus dipisahkan. Sedangkan zuhud sebagai akhlak Islam, bisa diberi makna sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Sikap tersebut merupakan reaksi terhadap ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi yang mengitarinya, yang pada suatu saat dipergunakan untuk memotivasi masyarakat dari keterpurukan ekonomi dan memobilisasi gerakan masa untuk menumpas berbagai macam 18 QS. Al-a‟laa: 16-17 QS. Al-qashash: 77. 20 Moh Toriquddin, Sekularitas Tasawuf: Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 222. 19 62 bentuk ketidakadilan di muka bumi ini. Sehingga, formulasinya bisa berbeda-beda sesuai dengan tuntunan zamannya.21 Sebagian orang, zuhud dianggap sebagai faham asketisme. Sekitar abad ke-1 dan ke-2 Hijriyah, asketisme Islam pada waktu itu mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, asketisme ini berdasarkan ide yang berakar menjauhi halhal duniawi, demi meraih pahala akhirat, ide berakar pada al-Qur‟an dan alSunnah. Kedua, asketisme bercorak praktis dan para pendirinya tidak menaruh perhatian terhadap penyusunan prinsip-prinsip. Saran praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, secara penuh, tidak makan dan minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Sehingga dapat dikategorikan pada tujuan moral. Abad ke-3 Hijriyah terjadi peralihan yang cukup signifikan. Para penganut asketisme mulai cenderung memperbincangkan konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal pada zaman Nabi. Selain itu, mereka sudah mulai menyusun aturanaturan praktis bagi tarekat mereka dan mempunyai bahasa simbolik khusus yang hanya dikenal dalam kalangan mereka sendiri, yang asing bagi kalangan diluar mereka. Dalam konteks zuhud dan asketisme, tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm tidak mengarah pada kejumudan umat Islam. Justru, memberikan pemahaman baru dalam konsep zuhud yang berkaitan dengan kahidupan duniawi. 21 Moh Toriquddin, Sekularitas Tasawuf: Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, h. 223. 63 Zuhud dikalangan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm tidak lagi beranggapan bahwa seseorang harus meninggalkan kehidupan duniawi, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Akan tetapi, pengikut tarekat Tijaniyah diajarkan untuk menyeimbangkan antara kehidupan jasmani dan kehidupan ruhani. Seperti yang disampaikan oleh K.H. Misbahul Anam sebagai pimpinan Pondok Pesantren al-Umm menegaskan bahwa zuhud bukan berarti melepaskan diri dari permasalahan kehidupan sosial, apalagi kehidupan zaman sekarang yang penuh dengan berbagai konflik, baik ekonomi, sains, teknologi, politik atau persoalan agama itu sendiri. Akan tetapi, bagaimana mencari harta dan memposisikan harta sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Penulis juga berpendapat bahwa tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren alUmm dapat dikategorikan pada aliran neo-sufisme. Menurut Fazlur Rahman selaku penggagas istilah ini, neo-sufisme adalah “reformed sufism”, sufisme yang diperbaharui. Neo-sufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi sosio-moral masyarakat muslim, sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat individual dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh karena itu, karakter keseluruhan neo-sufisme adalah “puritanis dan aktivis”.22 Tujuan neo-sufisme adalah penekanan yang lebih intens pada penguatan iman sesuai dengan prinsip-prinsip akidah Islam dan penilaian terhadap kehidupan duniawi sama pentingnya dengan kehidupan ukhrawi. Sehingga, neo-sufisme selalu mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan kreatif dalam 22 A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: Rajawali Pers, 1999 ), h. 314 64 kehidupan ini, baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam kreativitas intelektual.23 Ada beberapa hal yang dapat dijadikan referensi untuk menguatkan bahwa tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm termasuk dalam aliran neosufisme. Yaitu: 1. KH. Misbahul Anam selaku pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, ikut serta dalam organisasi Front Pembela Islam (FPI) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1998. Ide dan format gagasan itu berawal dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan K.H. Misbahul Anam dan Habib Rizieq Shihab. Organisasi ini dibentuk dengan dasar kian maraknya ketidakadilan hukum serta kian banyaknya penindasan terhadap rakyat kecil dan bebasnya praktik prostitusi dan kemaksiatan. Tarekat Tijanyahi disini ikut berperan dalam memperjuangkan syari‟at Islam dan sekaligus memperkenalkan bahkan menyebarkan tarekat secara perlahan. Hal ini dapat membuktikan bahwa tarekat dapat berhubungan dengan dunia perpolitikan. 2. K.H. Misbahul Anam dan pengikut tarekat Tijaniyah mendirikan koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) dalam kelompok al-Tujar dengan visi dan misi yaitu menegakan syariat Isam dalam sektor perekonomian dan membangun masyarakat ekonomi yang Islami. Koperasi ini dapat memberikan kemudahan dalam mendapatkan modal dan masyarakat terlepas dari kungkungan riba yang sangat menjebak masyarakat. Seperti, bank-bank yang ada saat ini. Usaha ini adalah perubahan dan keberanian tarekat Tijaniyah untuk bersikap lebih terbuka dalam berbagai hal dan berusaha menghilangkan pandangan bahwa 23 A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, h. 315 65 tarekat sebagai pemicu kejumudan umat Islam. Gerakan ini menjadi aspirasi baru bagi pemahaman penganut tarekat yang notabennya bersifat mistis. 3. Pengikut tarekat Tijaniyah mempunyai profesi yang cukup beragam dari pedagang, wirausaha, pegawai negeri bahkan mahasiswa. Banyaknya mahasisiwa yang menjadi ikhwan Tijani dari berbagai jurusan menjadi pemicu tumbuhnya gerakan-gerakan baru tanpa menyalahi aturan-aturan syari‟at dan tarekat Tijaniyah. Penulis mengamati dan menyimpulkan bahwa Tarekat Tijaniyah juga menjadi tumpuan dalam berbagai permasalah yang muncul di masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan dan tuntutan zaman yang semakin modern. Kebutuhan masyarakat akan ketenagan, kedamaian dan pendekatan spiritual menjadi alasan penting tarekat Tijaniyah untuk terjun dalam dunia sosial, ekonomi maupun politik. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tarekat Tijaniyah adalah salah satu gerakan tarekat yang berpengaruh bagi kehidupan keagamaan, sosial, politik dan ekonomi masyarakat Ciputat. Keberadaannya tersebut memiliki urgensitas bagi pembangunan kualitas kagamaan masyarakat Ciputat, baik pada tataran konseptual maupun praktik keagamaan. Keberadaan tarekat Tijaniyah tampak dalam aktifitas para pengikut Tijaniyah dan muqaddam di lembaga-lembaga pendidikan yaitu Pondok Pesantren al-Umm dan sosial kemasyarakatan, termasuk juga dalam lembaga yang didirikan langsung oleh K.H. Misbahul Anam yaitu Front Pembela Islam (FPI). Adapun sepak terjang mursyid atau muqaddam dan ikhwan tarekat Tijaniyah dalam bidang ekonomi adalah terbentuknya kelompok pedagang yang menamakannya sebagai kelompok al-Tujar. Wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama al-Syuhada ini mampu membantu masyarakat khususnya pedagang lemah untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dengan memberikan modal usaha. Adanya koperasi Ubasyada seakan melengkapi peran seorang ikhwan Tijani sebagai bentuk transformasi Islam dan penerapan syariat berdasarkan al-Quran dan Hadits. Usaha Tarekat Tijaniyah dalam berbagai bidang, baik kegiatan sosial, politik atau ekonomi adalah wujud dari penentangan adanya ajaran tasawuf yang memandang sebelah mata tentang duniawi, tasawuf membuat keberagaman umat Islam stagnan, tasawuf membuat orang eksklusif dan tasawuf mengukung 66 67 pemikiran umat Islam. Namun, Tarekat Tjaniyah menyamakan kedudukan antara kepentingan Ruhiyah dengan jasmaniah dalam hal ini duniawi. Koperasi Usaha Bersama al-Syuhada (Ubasyada) yang didirikan pada tahun 1999 oleh Ikwan Tijani menggambarkan bahwa ajaran tentang Zuhud yang banyak dipahami oleh sebagian kalangan sebagai penolakan duniawi, ternyata dipahami oleh pengikut tarekat Tijaniyah dengan berbeda yakni zuhud bukan menghindar dari dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan harta untuk urusan akhirat. Ajaran ini mempunyai pengaruh besar dalam pola pikir dan sikap para pengikut tarekat Tijaniyah dalam memandang harta dunia. Sekaligus sebagai motivator yang besar dalam menghadapi persoalan duniawi. Koperasi Ubasyada inilah sebagai realisasi pemikiran mereka dalam memahami ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah. B. Saran-saran 1. Perkembangan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren al-Umm cukup pesat. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak pengelola tarekat untuk meningkatkan menejemen organisasi. 2. Alangkah baiknya jika semua lapisan tokoh sentral tarekat Tijaniyah bisa menyesuaikan diri dengan semua lapisan masyarakat, agar terjalin hubungan yang harmonis antara perkembangan tarekat lebih lanjut. keduanya dan meningkatkan 68 3. Mengenai kitab-kitab yang diajarkan di kalangan tarekat Tijaniyah, sebaiknya diajarkan pula di masyarakat umum. Sehingga, pengetahuan masyarakat mengenai tarekat Tijaniyah cukup memadai. 4. Perbanyaklah mengadakan pengajian khusus tentang tarekat Tijaniyah sebagai usaha sosialisasi tarekat terhadap masyarakat. Sehingga tarekat tidak lagi dianggap suatu ajaran yang sesat, mistik dan tabu. 5. Usaha bersama al-Syuhada membutuhkan menejeman yang baik untuk merelokasikan modal yang ada dan bekerja sama dengan intansi-intansi yang mendukung dalam perkembangan Usaha Bersama al-Syuhada. 6. Koperasi harus sering mengadakan studi banding dengan lembagalembaga simpan pinjam yang lain dan mengikuti berbagai pelatihanpelatihan yang mendukung untuk meningkatkan kinerja dalam koperasi baik. DAFTAR PUSTAKA Adilin Sila, Moh. dkk. Sufi Perkotaan: Menguak Fenomena Spiritualitas Tengah Kehidupan Modern. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007. Ali, Yunasril. Jalan Kearifan Sufi: Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia. Jakarta : Seambi, 2002. Anam, Misbahul dan Miftahudin, Buya. Sebuah Penyejuk Umat dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Gema Al Furqan, 2005. ------- , Mutiara Terpendam: Khazanah Spiritual Wali Agung Syeh Ahmad bin Muhammad al-Tijani. Jakarta: al-Husna, 2003. Arabi, Ali Harazim Ibnu. Jawahirul Ma’ni. Mesir: Abbas bin Salam, 1937. Badruzzaman, Ikhyan. Thariqat Tijaniyah di Indonesia. Garut: Zawiyah Thariqat Tijaniyah, 2007. Basalamah, Sholeh dan Anam, Misbahul. Tijaniyah Menjawab dengan Kitab dan Sunnah. Jakarta: Kalam Pustaka, 2006. Basri, Husen Hasan. dkk. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta: Prasasti, 2007 Daudy , Ahmad. Kuliah Ilmu Tasawuf Jakarta: Bulan Bintang, 1998. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesntren : Studi Tentnag Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1983. Fathullah, A. Fauzan Adhiman. Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil ‘Alamin. Kalimantan Selatan: Yayasan Al-Ansari Banjarmasin, 2007. Hamid, M.Yunus A. Risalah Singkat Thariqah al-Tijani. Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah Tarbiyah Al-Tijaniyah, 2008. ------- , Meraih Mahkota Mutiara, Haqiqah dan Ma’rifah. Jakarta: Yayasan Pendidikan dan DakwahTarbiyah Al-Tijaniyah, 2008. J. Witteveen. Tasawuf In Action. Jakarta: Serambi, 2004. Khalil, Ahmad. Merengkuh Bahagia dengan Al-Qur’an, Tasawuf, dan Psikologi. Malang: UIN Malang Press, 2007. Madjid, Nurcholish. Pesantren dan Pembaharua: Pesantren dan Tasawuf. Jakarta: LP3ES, 1988. ------- , Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997. Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indones. Jakarta: Pranada Media, 2005. Narwoko, J. Dwi. dan Bagong Suyanto. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana, 2007. Najar, Amir. Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern. Jakarta: Mizan, 2002. Nasr, Sayyed Hussein. Ensiklopedi Tematis Spiritual. Bandung: Mizan, 2003. Rabbani, Al-Faidh. Manaqib al-Qutubul Kamil Khotmul Auliya al-Maktum Sayyidina Syekh Ahmad bin Muhammad al-Hasani Al-Tijani, Penerjemah al-Fakir Miftahuddin asy-Syafi’i al-Tijani bin Qusthoni (T.tn., T.tp., 2009). Rohman, Ahmad, ed. Ensiklopedi Tasawuf. Jakarta: Angkasa, 2008. Siregar, Ahmad Rivay. Tasawuf dari sufisme klasik ke Neo-sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Siroj, Sayid Aqil. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi: Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006. Taftazani, Abu al-Wafa. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka, 1997. Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang: UIN Malang Press. 2008. Usman Said, dkk. Pengantar ilmu Tasawuf. Sumatera Utara: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri, 1982. Uwaisi, Fakhrudin Ahmad dan Basalamah, Sholeh. Syekh Ahmad Al-Tijani: Keturunan Rasulallah yang Mirip Rasulallah SAW. Jatibarang: TIM Santri Pondok Pesantren Darussalam, 2009. BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-UMM Nama : KH. Misbahul Anam Profesi/kedudukan : Mursyid atau muqaddam Tanggal wawancara : 12 Mei 2011 Alamat : Pondok Pesantren al-Umm DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Kapan dan siapa yang membawa tarekat Tijaniyah masuk ke Cempaka Putih? Jawab: Sejak tahun 1994 sampai sekarang dan K.H. Misbahul Anam sebagai muqaddam yang di bai’at oleh Syekh Sholeh Basalamah dari Jatibarang Brebes. 2. Berapa anggota Tijaniyah di Cempaka Putih? Jawab: Jumlah keanggotaan pengikut tarekat Tijaniyah di luar pesantren yaitu Desa Cempaka Putih sendiri tidak dapat diketahui dengan pasti karena penerimaan anggota baru dilaksanakan secara alamiah, tidak melalui proses administrasi yang bersifat birokratis. Sedangkan santri Pondok Pesantren al-Umm yang telah menjadi ikhwan Tijani sekitar 100 santri. 3. Siapakah orang yang dibolehkan mengikuti Tijaniyah dan mayoritas berprofesi sebagai apa? Jawab: Semua kalangan masyarakat dapat menjadi ikhwan dan pengikut tarekat Tijaniyah. Pengikut tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai latar belakang yang beragam, mulai dari pengusaha, pedagang, pegawai negeri, sopir dan mahasiswa perguruan Tinggi, terutama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Syarat-syarat apa saja untuk menjadi pengikut Tijaniyah di Cempaka Putih? Jawab: Seseorang yang hendak menjadi ikhwan Tijani harus menjalankan sholat lima waktu dengan baik terlebih dahulu dan siap menjalankan syari’at Islam. Syarat-syarat selanjutnya dapat dilihat pada buku-buku pedoman tarekat Tijaniyah. 5. Bagaimana metode untuk mengembangkan Tijaniyah di Cempaka Putih? Jawab: Sebenarnya tarekat Tijani telah disebarkan 3 tahun sebelum berdirinya Pondok Pesantren al-Umm. Tarekat Tijaniyah disebar luaskan dengan cara pendekatan-pendekatan secara personal terhadap orang yang dikenal dengan baik, memberikan berbagai tausiah di berbagai tempat, dari berbagai pengajian, dari masjid ke masjid, atau ketika menyampaikan ceramah dalam berbagai kesempatan dengan menyisipkan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah. 6. Apakah Tijaniyah di Cempaka Putih mempunyai struktur organisasi dalam penyebarannya? Jawab: Struktur organisasi yang diterapkan di Pondok Pesantren al-Umm tidak terlembagakan secara sistematis. Maksudnya adalah dasar strukturnya hanya ditentukan oleh hubungan murid dengan guru atau sesama murid. 7. Pada hal/persoalan apa yang paling diprioritaskan, perdagangan, sosial, politik, atau keagamaanya saja? Jawab: Yang paling diperioritaskan adalah persoalan keagamaan, dalam hal ini pendekatan diri kepada Allah SWT. Persoalan ekonomi, ikhwan Tijani membentuk koperasi yang dinamakan Usaha Bersama al-Syuhada dan Ubasyada yang bertujuan untuk meminjamkan modal khususnya pedagang-pedagang lemah. 8. Adakah ajaran Tijaniyah yang menjelaskan tentang perekonomian (persoalan mencari harta dunia)? Jawab: Tidak ada ajaran yang mendetail tentang perekonomian dalam tarekat Tijaniyah. Akan tetapi, Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah melarang untuk mencari harta dunia, bahkan Syekh Tijani dalam sejarahnya pernah menikahkan 100 orang dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menunjukan bahwa Syekh memperbolehkan pengikut Tijani untuk memiliki harta asalkan tidak rakus akan hartanya. 9. Adakah dzikir-dzikir khusus untuk seseorang yang mempunyai profesi yang berbeda-beda (pedagang, pegawai sipil, wirausaha dan mahasiswa)? Jawab: Tidak ada zikir-zikir khusus untuk meningkatkan perdagangan atau memudahkan usaha. Tarekat Tijani hanya mengajarkan wirid-wirid yang ada. Insyaallah bermanfat. 10. Ritual/ajaran keagamaan apa saja yang biasa dilakukan? Jawab: Melakukan zikir yang terdiri dari wirid Lazimah, wirid Wazifah, wirid Hailallah dan wirid ikhtiariyah. Setiap hari Jum’at dilaksanakan zikir bersama, setelah shalat ashar dilanjutkan ceramah yang dilakukan pimpinan Pondok Pesantren al-Umm. 11.Adakah kendala yang dialami selama menyebarkan ajaran Tijaniyah? tarekat Tijaniyah dianggap sangatlah mistis dan tidak masuk akal. Tarekat Tijaniyah di curigai sebagai gerakat tarekat yang diindikasi sebagai ajaran sesat. Lambat laun masyarakat mulai sadar bahwa Tijani bukanlah ajaran sesat, bahkan mereka mulai ikut dan menjadi ikhwan Tijani. 12. Apa misi dan visi tarekat Tijaniyah dan harapan dari bapak kyai sendiri? Jawab: Visi misinya adalah membentuk ulama plus dengan maksud mencetak ulama yang berintelektual sunni dan berintelektual yang salafi. 13. Bagaimana pandangan Tijani dan Kyai KH. Misbahul Anam sendiri tentang Zuhud? Jawab: Pengikut Tijani boleh memiliki harta, mempunyai mobil, menjadi pemimpin, berpenampilan layak dan lain-lain dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, zuhud bukan menghindar dari keduniawian akan tetapi lebih kepada pemanfaatan yaitu mempergunakan harta untuk urusan akhirat. Ciputat, 07 Juli 2011 Narasumber KH. Misbahul Anam Muqaddam Ciputat BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-UMM Nama : KH. Misbahul Anam Profesi/kedudukan : Mursyid atau muqaddam Tanggal wawancara : Kamis, 7 Juli 2011 Alamat : Jl. Wr. Supratman Gang Jamlang No. 30 Cempaka Putih Ciputat Tangerang Selatan. DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Kapan berdirinya koperasi Ubasyada dalam kelompok al-Tujar ? Jawab: Sekitar tahun 1999. 2. Sistem apa yang dipakai dalam koperasi al-Syuhada? Jawab: Sistem yang dipakai adalah Syirkah, peminjaman tanpa riba. 3. Apa syarat dan kewajiban jika hendak masuk koperasi al-Syuhada? Jawab: Tidak ada persyaratan khusus kecuali mengisi formulir dan perjanjian secara kekeluargaan, serta mau menjalankan syari’at Islam. 4. Apa alasan dan tujuan awal ketika hendak mendirikan kopersi Ubasyada? Jawab: Tujuan utama adalah menolong dan memperbaiki kehidupan masyarakat yang memang mayoritas kalangan menengah kebawah, termasuk santri Pondok Pesantren al-Umm. 5. Bagaiman respon masyarakat Cemapaka Putih dengan adanya al-Syuhada? Jawab: Sangat senang dan antusias sekali karena masyarakat Cempaka Putih dan sekitarnya memang membutuhkan bantuan dalam persoalan modal. 6. Bagaimana perkembangan koperasi Ubasyada dari mulai berdiri sampai sekarang? Jawab: Koperasi Ubasyada berjalan denga baik. Akan tetapi kendalanya pada modal yang cukup minim sedangkan peminjam semakin hari semakin banyak. Untuk itu, koperasi hanya meminjamkan modal secukupnya dengan disesuaikan modal. 7. Bagaimana pandangan bapak Kyai tentang ekonomi Islam ? Jawab: Ekonomi Islam adalah sistem perekonomian yang berlandaskan Islam. Zaman sekarang masyarakat terjebak dam sistem riba yang ditawarkan oleh sejumlah bank. Oleh kerena itu kelompok al-Tujar, ikhwan Tijani membentuk wadah ekonomi dengan nama Usaha Bersama al-Syuhada untuk menghindari sistem riba dan rentenir. 8. Apakah seorang Tijaniyan diperbolehkan mencari harta sedangkan tarekat identik dengan ajaran zuhudnya? Jawab: Tidak masalah mempunyai harta dunia asal jangan rakus karena harta salah satu alat untuk merealisasikan ibadah.Walaupun tarekat Tijani tidak menafikan adanya ajaran zuhud. 9. Pedoman/dasar apa yang saja yang dipakai untuk menjelaskan tentang pencarian harta dunia? Jawab: Ajaran tarekat Tijaniyah adalah ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah. Jadi, pedoman mencari hartapun berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah. 10. Apa saja yang dilakukan Ubasyada dalam perbaikan ekonomi, terutama masyarakat Cempaka Putih ? Jawab: Memberikan kemudahan dalam pencarian modal supaya masyarakat terlepas dari kungkungan riba dan membantu sebaik-baiknya. 11. Adakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam koperasi al-Syuhada yang bercorak tarekat. Misalnya mengadakan pengajian rutin, zikir bersama atau kegiatan lain? Jawab: Awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah para ikhwan Tijani dan banyak anggota Ubasyada ikut dalam zikir bersama hari jum’at yang dilakukan secara rutin di Pondok Pesantren al-Umm dan setiap seminggu sekali mengadakan pengajian-pengajian yang dihadiri penceramah secara bergantian. 12. Keinginan apa yang hendak Kyai Misbahul Anam sampaikan dan apa cita-cita Kyai dengan adanya tarekat Tijaniyah dan al-Tujar ? Jawab: Secara keseluruhan “menginginkan Indonesia menjalankan syari’at Islam dan bertarekat Tijani” Ciputat, 07 Juli 2011 Narasumber KH. Misbahul Anam BUKTI WAWANCARA DENGAN PIMPINAN KOPERASI UBASYADA Nama : Bapak Anang Profesi/kedudukan : Ketua koperasi Ubasyada dan anggota kelompok al-Tujar Tanggal wawancara : Senin, 11 Juli 2011 Alamat : Jl. Dewi Sartika Gang. Nangka Cimanggis No:2 RT 001/010 Ciputat, Tangerang, Banten. DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Kapan koperasi Ubasyada didirikan (profil) ? Jawab: Koperasi Ubasyada secara resmi berdiri pada tahun 1999. 2. Siapa pelopor awal berdirinya koperasi Ubasyada? Jawab: Pelopor awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah pengikut tarekat Tijani yang berjumlah 22 orang, mengumpulkan dana sebesar Rp. 2.750.000,00 dan sepakat mendirikan koperasi simpan pinjam. 3. Sistem apa yang digunakan dalam koperasi Ubasyada ? Jawab: Sistem yang digunakan koperasi Ubasyada yaitu Syirkah. 4. Apa syarat dan kewajiban jika hendak masuk koperasi Ubasyada? Jawab: Tidak banyak persyaratan yang diajukan. Ttetapi, peminjam cukup mengisi formulir permohonan menjadi anggota dan perjanjian secara kekeluargaan saja. Seperti kapan peminjam harus melunasi dan berapa jumlahnya dan lain-lain. 5. Apa alasan dan tujuan awal ketika hendak mendirikan kopersi Ubasyada? Jawab: Tujuan awal berdirinya koperasi Ubasyada adalah mensejahterakan anggota Ubasyada. Karena koperasi Ubasyada semakin dikenal dan dibutuhkan maka tujuan itu pun semakin melebar yaitu untuk membantu kepentingan masyarakat dalam soal usaha. 6. Bagaimana perkembangan koperasi Ubasyada dari mulai berdiri sampai sekarang? Jawab: Koperasi Ubasyada berdiri karena adanya kesulitan modal usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu ikhwan Tijani yang terdiri dari 22 orang berinisiatif untuk mengumpulkan modal dengan menabung dan dapat mengumpulkan modal sebesar Rp.2.750.000,-. Setelah berjalan cukup lama akhirnya menambah menjadi 27 orang dan tahun 2010 modal terkumpul hingga empat Milyar dari berbagai kerjasama dengan bank-bank lain. 7. Apa yang paling menghambat dalam koperasi Ubasyada? Jawab: Kesulitan awal adalah modal tetapi sekarang alhamdulillah modal sudah dapat dibilang mencukupi. Hambatan yang lain adalah kurangnya pengalaman dalam menejemen koperasi karena semua anggota Ubasyada tidak berpengalaman dalam hal itu. 8. Upaya apa saja yang dilakukan dalam mengembangkan koperasi Ubasyada ? Jawab: Memperluas jaringan usaha, bekerjasama dengan bank-bank lain untuk menambah modal dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan menejemen perkoperasian. 9. Apakah Ubasyada diperuntukan semua kalangan dan mayoritas berprofesi sebagai apa? Jawab: Untuk semua kalangan. 10. Bagaimana hubungan koperasi Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam selaku pimpinan Pondok Pesantren al-Umm ? Jawab: Pendiri koperasi Ubasyada adalah murid sekaligus ikhwan Tijani sehingga hubungan koperasi Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam sangatlah dekat. Kyai juga ikut andil dalam pengelolaan koperasi. 11. Bagaimana pandangan bapak tentang tarekat Tijaniyah apakah tarekat Tijaniyah ada kaitannya dengan perekonomian ? Jawab: Tarekat Tijaniyah tidak secara langsung mengatakan adanya ajaran perekonomian. Akan tetapi, sejarah kehidupan Syekh Ahmad Tijani yang tidak melarang mencari harta dunia adalah salah satu motivasi agar pengikut Tijani berkehidupan layak. KH. Misbah juga sering memberikan motivasi dalam pekerjaan. 12. Kerjasama apa saja yang dilakukan Ubasyada dengan KH. Misbahul Anam dalam mewujudkan perekonomian masyarakat? Jawab: Selain sebagai penanam modal dan ikut dalam pengelolaan koperasi, kyai juga sering memberikan siraman rohani setiap seminggu sekali, karena kita butuh kedamaian hati. 13. Sebagai apa (posisi) bapak KH. Misbahul Anam di Ubasyada ? Jawab: Penasehat koperasi Ubasyada, akan tetapi sekarang sudah lepas dengan alasan koperasi Ubasyada sudah mandiri dan bisa berjalan dengan baik. 14. Adakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam koperasi Ubasyada yang bercorak tarekat. Jawab: Setiap seminggu sekali mengadakan pengajian rutin diantaranya tentang tarekat Tijani. Ciputat, 12 Juli 2011 Narasumber Anang (Ketua Koperasi Ubasyada) Bacaan ritual dalam tarekat Tijaniyah yang lazim dilakukan oleh murid dan ikhwan Tijaniyah.yaitu: 1. Wirid Lazim Dalam sehari semalam wirid lazim diamalkan 2 kali yaitu pagi dan sore. Pagi dimulai setelah sholat subuh sampai waktu zuhur paling lambat; waktu sore dimulai setelah sholat asar sampai terbit fajar, bacaannya adalah : a. Istigfar b. shalawat Nabi c. Hailallah 2. Wirid Wadzifah Dalam sehari semalam dikerjakan satu kali, jika mampu istoqomah bisa dua kali sehari semalam, sedangkan waktunya tidak mengikat dari selesai sholat ashar sampai sholat ashar besoknya. Bacaannya adalah : a. Istigfar b.Shalawat Fatih c. Hailallah d. Jauharotul kamal