Unduh Khazanah Kearsipan November 2014

Transcription

Unduh Khazanah Kearsipan November 2014
Preservasi Arsip Konvensional di Arsip Universitas Gadjah Mada
Arsiparis: Antara Realita dan Harapan
Arsip dan Demokrasi:
Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu
Preservasi Arsip Video sebagai Upaya Pelestarian Arsip Audio Visual
Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo:
Sejarah dan Perkembangannya
Volume
7
Nomor
3
Halaman
1-68
Yogyakarta
November 2014
Arsip Universitas Gadjah Mada
Bulaksumur: Gedung L7 Lantai 3 (Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta
ISSN: 1978-4880
KHAZANAH
ARSIP UNIVERSITAS GADJAH MADA
Volume 7, Nomor 3, November 2014
Penanggung Jawab: Kepala Arsip UGM;
Pengarah: Kepala Bidang Layanan Arsip UGM dan
Kepala Bidang Database Arsip UGM;
Pimpinan Redaksi: Musliichah;
Redaktur Pelaksana: Zaenudin, Kurniatun, dan Herman Setyawan;
Penyunting: Ully Isnaeni Effendi dan Fitria Agustina;
Sekretariat: Isti Maryatun, Anna Riasmiati, dan Heri Santosa;
Desain Grafis: Eko Paris B.Y.
Diterbitkan Oleh:
Arsip Universitas Gadjah Mada
Alamat Redaksi:
Bulaksumur Gedung L7 Lantai 3
(Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta
Telp. (0274) 6492151, 6492152; Fax. (0274) 582907
Website: arsip.ugm.ac.id; e-mail: [email protected]
Gambar Sampul Depan:
Gedung Pusat UGM Tahun 1956
KHAZANAH terbit tiga kali setahun (Maret, Juli, November) sebagai media
sosialisasi dan pembahasan bidang kearsipan. Redaksi menerima kiriman naskah
berupa kajian lapangan, studi pustaka, uji coba laboratorium, hasil seminar, dan
resensi. Petunjuk penulisan naskah: naskah belum pernah dipublikasikan, ditulis
dalam bahasa Indonesia, huruf Times New Roman 12, spasi 1,5, pada kertas kuarto
A4 7-15 halaman. Sistematika penulisan mencerminkan adanya pendahuluan,
kerangka teori, hasil dan analisis, kesimpulan dan saran, disertai dengan abstrak
dan kata-kata kunci tulisan. Naskah berupa softcopy dalam bentuk word dan atau
hardcopy dikirim ke alamat redaksi disertai dengan biodata penulis.
ISSN 1978-4880
Vol. 7, No. 3, November 2014
DAFTAR ISI
Dari Redaksi ................................................................................................
2
Preservasi Arsip Konvensional di Arsip Universitas Gadjah Mada
Vinis Daya M. Zega .....................................................................................
3
Arsiparis: Antara Realita dan Harapan
Kurniatun ....................................................................................................
11
Arsip dan Demokrasi: Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu
Musliichah ...................................................................................................
24
Preservasi Arsip Video sebagai Upaya Pelestarian Arsip Audio Visual
Herman Setyawan .......................................................................................
37
Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo: Sejarah dan Perkembangannya
Zaenudin .....................................................................................................
50
Resensi Buku:
Kearsipan dan Serpihan Sejarah UGM
Ahmad Salam ..............................................................................................
59
1
PENGANTAR REDAKSI
Khazanah edisi November 2014 kembali hadir dengan beragam kajian dan
infomasi seputar kearsipan. Pergantian Kepala Arsip UGM per November 2014 tidak
mengubah susunan menu yang disajikan dalam Khazanah. Empat menu yang selalu
dihadirkan adalah “Opini” berisi tulisan pengkajian seputar kearsipan, “Telisik”
berisi hasil penelusuran peristiwa dari khazanah Arsip UGM, “Resensi” berisi review
buku-buku kearsipan, serta “Berita” menyajikan informasi berbagai kegiatan Arsip
UGM.
Opini menyajikan topik tentang preservasi arsip dan kedudukan kearsipan.
Pengetahuan seputar preservasi arsip disajikan melalui tulisan Vinis Daya M. Zega
yang mengupas tentang preservasi arsip konvensional (tekstual) di Arsip UGM baik
secara teori maupun praktiknya, sedangkan Herman Setyawan memberikan ulasan
tentang teori preservasi arsip video. Dua tulisan lainnya menyajikan opini tentang
kedudukan/ peran kearsipan. Kurniatun menyampaikan opininya tentang peran dan
kedudukan seorang arsiparis di Indonesia, sedangkan Musliichah mengupas tentang
kedudukan/ peran kearsipan dalam demokrasi khususnya pada penyelenggaraan
pemilu.
Arsip merupakan memori kolektif. Dari arsip dapat ditelusuri sejarah dan atau
keberadaan suatu peristiwa/ organisasi. Dari khazanah arsip yang ada di Arsip UGM,
Zaenudin menyajikan hasil penelusuran sejarah dan perkembangan Wahana
Pengabdian Mangunan Girirejo. Tulisan dalam kolom Telisik ini memperlihatkan jati
diri UGM serta menjadi bukti pelaksanaan tri dharma khususnya pengabdian UGM.
“Publish or perish” menjadi pemicu semangat menulis keluarga Arsip UGM.
Tebukti pada Lustrum II Arsip UGM berhasil menerbitkan tulisan-tulisan keluarga
Arsip UGM yang tersebar diberbagai terbitan menjadi sebuah buku berjudul “Teori,
Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM”. Gambaran isi buku ini dapat dibaca
pada tulisan Ahmad Salam pada Kolom Resensi. Kolom Berita menghadirkan
beragam informasi kegiatan Arsip UGM diantaranya pergantian Kepala Arsip UGM
yaitu Dra. Tristiana Chandra Dewi Trias Iriani, S.IP., M.Si. menggantikan Drs.
Machmoed Effendhie, M.Hum. sebagai Kepala Arsip UGM. Selain itu juga berita
pameran kearsipan yang berlangsung sejak tanggal 17 - 21 November 2014.
Hadirnya Khazanah merupakan salah satu bentuk komitmen Arsip UGM untuk
berperan serta dalam pengembangan kearsipan baik di lingkungan UGM maupun di
tingkat nasional. Harapan kami, semoga semua sajian ini dapat menambah khazanah
ilmu kearsipan bagi pembaca yang budiman.
Redaksi
2
PRESERVASI ARSIP KONVENSIONAL
DI ARSIP UNIVERSITAS GADJAH MADA
Vinis Daya M. Zega1
Abstrak
Preservasi arsip merupakan rangkaian daur hidup arsip dalam manajemen
Kearsipan yang bertujuan melakukan pemeliharaan dan perlindungan serta
memperpanjang usia simpan fisik arsip agar informasi tetap utuh selamanya.
Preservasi arsip terdiri atas tiga bagian yaitu preventif, kuratif dan reproduksi.
Metode penulisan yang digunakan adalah meliputi observasi, wawancara, ikut
serta dalam kegiatan preservasi, dan perolehan data melalui penelusuran bahan
pustaka. Simpulan dari tulisan ini Arsip Universitas Gadjah Mada telah
melaksanakan preservasi arsip statis konvensional secara tersistem dan sesuai
manajemen preservasi arsip. Kendala yang dihadapi adalah pengadaan tisu
jepang yang harus dibeli secara kolektif melalui Arsip Nasional Republik
Indonesia(ANRI), dan peralatan restorasi yang terkadang rusak.
Kata Kunci: Arsip Konvensional, Arsip Universitas Gadjah Mada, Preservasi
Arsip Konvensional, Sarana Prasarana, dan Kendala yang
dihadapi.
Pendahuluan
Arsip dapat diartikan sebagai
i n f o r m a s i t e r e k a m ( re c o rd e d
information) yang merupakan hasil
rekaman/ catatan dari suatu kegiatan
instansi dalam berbagai media
perekam. Arsip adalah “Rekaman
kegiatan atau peristiwa dalam
berbagai bentuk dan media sesuai
dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang
dibuat dan diterima oleh lembaga
negara, pemerintahan daerah,
lembaga pendidikan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi
1
2
3
kemasyarakatan, dan perorangan
dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.2
Dalam pengertian yang lain, arsip
merupakan setiap catatan tertulis baik
dalam bentuk gambar ataupun bagan
yang memuat keterangan-keterangan
mengenai sesuatu subyek/ pokok
persoalan ataupun perisitiwa yang
dibuat orang untuk membantu daya
3
ingat orang itu. Selain membantu
daya ingat seseorang, arsip juga
merupakan salah satu sumber
informasi yang akurat. Arsip juga
memberikan sumber fakta yang benar
Alumni D3 Kearsipan Sekolah Vokasi UGM
Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan, Pasal 1 ayat 2.
Basir Barthos, Manajemen Kearsipan (Jakarta. Bumi Aksara, 1989), hlm. 1.
3
apa adanya tanpa unsur rekayasa.
Pada pengertian tersebut, arsip dapat
dibedakan berdasarkan bentuk dan
formatnya. Media dan format tersebut
dibedakan dalam dua media yaitu
media konvensional dan media baru
( m a c h i n e re a d a b l e ) . M e d i a
konvensional merupakan media yang
sudah umum digunakan yaitu kertas
atau arsip tekstual yang disebut
sebagai human readable.
Arsip mempunyai tujuan sebagai
memori kolektif suatu instansi, arsip
harus dikelola dengan baik agar fisik
dan informasi arsip dapat terhindar
dari segala kerusakan. Selain itu, agar
informasi dalam arsip tersebut dapat
berguna sebagai bahan rujukan
informasi utama yang dibutuhkan
oleh instansi penciptanya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan
penyelamatan arsip yang disebut
sebagai preservasi arsip. Preservasi
arsip merupakan program untuk
pemeliharaan dan perlindungan arsip.
Program ini dilakukan sebagai usaha
untuk memperpanjang usia simpan
arsip, dan melestarikan arsip yang
masih utuh maupun arsip yang
fisiknya sudah rusak terutama pada
arsip statis yang yang terekam dalam
media kertas atau arsip konvensional.
Preservasi atau pelestarian arsip
adalah proses dan kerja dalam rangka
perlindungan fisik arsip terhadap
kerusakan atau unsur perusak dan
restorasi/reparasi bagian arsip yang
rusak, yang disebabkan oleh faktor
4
5
4
dari dalam (intrinsik) arsip itu sendiri
maupun faktor dari luar fisik arsip itu
4
sendiri (ekstrinsik). Faktor intrinsik
adalah kerusakan yang berasal dari
dalam fisik arsip itu sendiri, misalnya
kualitas kertas, pengaruh tinta,
pengaruh lem perekat dan
sebagainya. Faktor ekstrinsik adalah
kerusakan yang berasal dari luar
benda atau fisik arsip contohnya
lingkungan, biologis, kimiawi,
kelalaian manusia, dan bencana
alam.5
Upaya melakukan preservasi
arsip bertujuan untuk menjamin
keselamatan dan kelestarian arsip
statis, yang dilakukan secara
preventif dan kuratif. Pelaksanaan
preservasi preventif adalah sebagai
berikut :
a. pemilihan jenis sarana simpan
b. pemilihan media simpan arsip
c. pengaturan suhu dan kelembaban
d. pemberian kamperisasi dan silica
gel
e. pembersihan lingkungan
f. fumigasi
Preservasi kuratif adalah
preservasi arsip bersifat perbaikan/
perawatan terhadap arsip yang mulai/
sudah rusak, kondisinya memburuk,
sehingga dapat memperpanjang umur
arsip. Preservasi kuratif terdapat
beberapa kegiatan yaitu: laminasi,
enkapsulasi, menyambung, laminasi
Modul Preservasi Arsip Statis. ANRI, hlm. 3.
Agus Sugiarto, Teguh Wahyono, Manajemen Kearsipan Modern dari konvensional ke basis komputer
(Yogyakarta: Gava Media, 2005) hlm. 84.
dengan kertas conqueror, dan lamatex
cloth.
Fokus penulisan mengenai
preservasi arsip statis di Arsip
Universitas Gadjah Mada adalah
pelaks anaan pres ervas i ars ip
konvensional dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan
preservasi arsip konvensional.
Pelaksanaan Preservasi Arsip
Konvensional
Program kerja preservasi arsip
sepanjang tahun 2014 di Arsip UGM
adalah fokus pada preservasi
preventif yaitu penggantian sarana
simpan arsip statis seperti kertas
pembungkus (casing), boks arsip, dan
perbaikan almari arsip atau roll
o'pack. Beberapa rencana kegiatan
preservasi arsip yang akan
dilaksanakan pada tahun 2014 adalah
sebagai berikut:
1. Pengaturan dan pencatatan suhu
dan kelembaban udara depo arsip
dalam daftar cheklist
pemeliharaan setiap hari jam
kerja.
2. Kamperisasi adalah kegiatan
pemberian kamper dan silica gel
dalam setiap boks arsip.
3. Penggantian sarana simpan arsip
seperti boks, kertas pembungkus
(kertas casing) atau folder, paper
clip besi dan pengkondisian rak
roll o'pack.
4. Laminasi arsip tekstual berupa
arsip peta tanah dan arsip statis
yang sudah rusak dengan tisu
jepang dan enkapsulasi arsip
menggunakan plastik polyster
dan double tape.
1. Preservasi Preventif
a. Pemilihan Sarana Simpan
Dalam pelaksanaan
penyimpanan arsip, sarana
simpan arsip statis harus
diperhatikan agar arsip dapat
tetap terjaga dan tersimpan
dengan baik. Sarana simpan
yang perlu diperhatikan
adalah almari arsip, boks
arsip, kertas bungkus
(casing) yang layak dan
memenuhi standar
penyimpanan arsip statis.
Jenis almari arsip yang ada di
Arsip UGM telah memenuhi
standar untuk penyimpanan
arsip statis antara lain adalah
almari arsip dengan kategori
sebagai berikut:
1) Almari besi sebanyak 3
unit dengan masingmasing merk Brother,
Datascript, dan Alba.
2) Almari kayu sebanyak
satu unit
3) H o r i z o n t a l p l a n
sebanyak satu unit merk
Data Plan
4) Rak besi sebanyak 10
unit untuk arsip inaktif
dan dua unit untuk arsip
kartografi
5) Rak kayu satu unit untuk
penjemuran arsip yang
dilaminasi
5
6) Roll O'Pack sebanyak 6
unit
Boks arsip dan kertas
pembungkus yang digunakan
oleh Arsip UGM adalah
berdasarkan standar dan
ketentuan Standar Nasional
6
Indonesia (SNI). Selain
ketentuan tersebut, boks arsip
juga memiliki retensi waktu yang
ideal untuk penggunaanya dan
harus dilakukan penggantian
boks setiap lima tahun sekali.
Namun tidak tertutup
kemungkinan lebih cepat dari
jangka waktu tersebut dilakukan
pergantian jika boks arsip rusak
yang disebabkan oleh sebagai
berikut:
1. Tekanan beban dari atas
2. Kekurangan isi
3. Kelebihan isi
4. Tingginya intensitas akses
arsip dalam boks arsip
5. Suhu dan kelembaban udara
yang tidak stabil
Keamanan arsip dalam boks
arsip diperhatikan dengan cara
arsip dibungkus terlebih dahulu
untuk melindungi fisik arsip dan
menjaga kesatuan berkas arsip.
Kertas bungkus yang digunakan
adalah kertas jenis Samson. Pada
kertas pembungkus arsip, sisi
bagian kanan atas dituliskan
nomor berkas dan kode berkas.
Arsip yang telah dibungkus
6
6
kemudian diikat dengan benang
kasur agar arsip tidak tercecer
dalam boks arsip. Penggantian
kertas pembungkus arsip (casing)
merupakan kegiatan fokus utama
preservasi preventif yang masuk
dalam kegiatan penataan sarana
simpan depo arsip statis. Selain
itu juga dilakukan penggantian
label dan nomor boks, laci roll
o'pack, dan pembenanah pada
DKA (Daftar Khasanah Arsip).
b. Pengaturan, Pencatatan
Suhu dan Kelembaban
Pengaturan suhu dan
kelembaban berfungsi untuk
mencegah kerusakan arsip
d a r i b e r b a g a i f a k t o r.
Kelembaban dalam ruangan
yang terlalu tinggi, dapat
menyebabkan udara menjadi
lebih dingin dan arsip
menjadi lembab sehingga
mudah sobek. Selain itu,
kelembaban tinggi dapat
menyebabkan tumbuhnya
biota seperti jamur dan hama
perusak arsip seperti tikus.
Sebaliknya jika kelembaban
terlalu rendah, udara dalam
ruangan menjadi kering dan
menyebabkan arsip menjadi
kering, rapuh, ruangan
berdebu dan arsip cepat
hancur. Standar suhu dan
kelembaban udara adalah
tidak boleh lebih dari 27oC
Machmoed Effendhie, dkk, Panduan Pengelolaan Arsip Statis Tekstual,
(Yogyakarta: Arsip Universitas Gadjah Mada, t.t), hlm. 23
dan 60%. Alat pendeteksi
suhu dan kelembaban serta
pengatur suhu yang
digunakan Arsip UGM
adalah hygrothermometer
dan AC (Air Conditioner).
c. Pengaturan Cahaya dan
Sirkulasi Udara
Cahaya matahari yang
masuk secara langsung
dalam depo arsip dan cahaya
tambahan yang berlebihan
dapat merusak fisik arsip
karena radiasi sinar
ultraviolet mempercepat
kekeringan kertas. Alat yang
digunakan untuk menjaga
sirkulasi udara dalam depo
arsip adalah blower (exhaust
fan) yang dipasang di dinding
depo arsip dan dinyalakan
selama 24 jam. Selain
membantu sirkulasi udara,
alat ini juga berfungsi untuk
menyaring debu dan
mengeluarkannya dari dalam
depo arsip, dan
menghilangkan dan
mencegah bau kertas dalam
depo arsip. Blower tersebut
juga membantu AC dalam
penyaring udara dan
mencegah debu melekat pada
boks atau rak arsip. Masingmasing depo arsip
dipasangkan satu unit blower.
d. P e n c e g a h a n H e w a n
Perusak Arsip
Kelalaian dalam
pengontrolan keadaan depo
arsip seperti suhu yang relatif
dingin menyebabkan
kelembaban. Tikus
merupakan hewan pengerat
yang menyukai tempat yang
lembab atau basah. Untuk
mengantisipasi serangan
tikus tersebut, di records
center dan depo statis di
Arsip UGM telah
menyediakan alat pengusir
tikus yang disebut ultrasonic
rat repeller. Sistem kerja alat
pengusir tikus ini adalah
megeluarkan suara
gelombang ultrasonic
dengan frekuensi 10.00045.000 Hz, serta dapat diatur
volume gelombang
frekuensinya secara berkala
agar tikus tidak kebal atau
terbiasa dengan suara
gelombang ultrasonik yang
dikeluarkan. Untuk
mencegah serangan hama
lainnya seperti kecoa, kutu
buku, silfer fish, dan
tumbuhnya jamur dilakukan
pencegahan dengan
peletakkan kamper atau
kapur barus dan silica gel
dalam boks arsip, drawing
tube atau tabung
penyimpanan arsip
kartografi, dan rak/ almari
arsip. Fungsi kamper adalah
mengeluarkan bau untuk
mengusir hama yang
diberikan tiga bulan sekali
7
sebanyak 3-5 butir di dalam
boks arsip dan drawing tube
pada arsip kartografi.
Pemberian silica gel
berfungsi untuk menyerap
kadar air yang ada dalam
boks arsip dan drawing tube
pada arsip kartografi.
e. Pembersihan Lingkungan
Debu dapat merusak
fisik arsip. Jika tidak
dilakukan pembersihan
secara berkala dapat
menyebabkan fisik arsip
kotor dan terkikis secara
perlahan. Pembersihan debu
dalam depo arsip tekstual
inaktif dan statis di Arsip
UGM dilakukan secara
berkala yaitu dua minggu
sekali dengan menggunakan
alat penyedot debu yang
disebut Vacum Cleaner.
Penggunaan alat tersebut
lebih efektif dari alat
pembersih biasa seperti
kemoceng karena debu hanya
berpindah tempat, tetapi alat
Vacum Cleaner menyedot
secara langsung debu yang
melekat pada arsip maupun
boks arsip.
2. Preservasi Kuratif
a. Laminasi Arsip
Laminasi arsip
merupakan kegiatan
memperbaiki atau restorasi
fisik arsip konvensional yang
8
rusak seperti sobek,
pengaruh faktor usia kertas,
bagian kertas dimakan
serangga, dan sebagainya.
Selain memperbaiki fisik
arsip, tujuan lain dari
laminasi arsip adalah untuk
mengawetkan arsip agar
tahan lama serta tetap
menjaga keutuhan isi dari
arsip tersebut. Proses
laminasi arsip adalah
menambal bagian arsip yang
sobek atau rusak
menggunakan lem MC dan
kertas tisu jepang pada
bagian depan atau belakang
arsip agar lebih kuat dan
dapat menyatu dengan
sempurna. Alat dan bahan
yang digunakan adalah
cutter, spatula, pinset, kuas,
spons, gunting, sendok/
takaran, penggaris, rakel
timbangan, kain strimin,
blender, spray, plastik
p o l y s t e r, c u t t i n g m a t ,
mangkuk, air suling/
aquades, alat pengepres,
meja, kursi, kaca, rak
pengering, kipas, tisu jepang,
lem MC (methyl cellulosa),
dan Magnesium carbonate
(MgCO3).
b. Enkapsulasi Arsip
Enkapsulasi merupakan
kegiatan perawatan arsip
dengan menggunakan
pelindung untuk
menghindari dari kerusakan
yang bersifat fisik, dengan
teknik setiap lembar arsip
dilapisi oleh dua lembar
plastik polyster dengan
bantuan double tape.
Kegiatan enkapsulasi
merupakan kegiatan yang
dilakukan secara manual dan
prosesnya sangat mudah dan
cepat. Tujuan enkapsulasi
adalah hanya melindungi
fisik arsip, tidak ada unsur
lain untuk memperbaiki fisik
arsip. Alat dan bahan yang
digunakan adalah gunting,
cutter, cutting mat, plastik
polyster film, double tape
lebar 0.5cm, pemberat, dan
penggaris besi.
c. Reproduksi Arsip
Reproduksi arsip
merupakan perawatan arsip
dengan cara melakukan
penciptaan ulang arsip dalam
bentuk media lain. Di Arsip
UGM, reproduksi arsip yang
dilakukan adalah digitalisasi
arsip dengan cara scanning
arsip. Digitalisasi arsip
adalah pemindaian arsip dari
bentuk hard file ke dalam
bentuk soft file dengan
menggunakan sistem operasi
komputer. Fungsi dari
digitalisasi ini adalah sebagai
back up data untuk pencarian
arsip melalui komputer tanpa
harus mencari di depo arsip
statis. Selain itu,
memudahkan pencarian
kembali jika terjadi
kerusakan atau kehilangan
fisik arsip yang asli. Pada
Arsip UGM terdapat tiga
jenis scanner yang
digunakan yaitu Canon Lide
35, HP Scanjet N8420, dan
Plustek OpticPro A320.
Kesimpulan
Perlindungan dan pencegahan
kerusakan terhadap fisik dan isi arsip
merupakan program untuk
pemeliharaan dan perlindungan arsip
atau disebut preservasi. Program ini
dilakukan sebagai usaha untuk
memperpanjang usia simpan arsip
dan melestarikan fisik arsip yang
masih utuh agar informasi yang
terekam dalam media konvensional
dapat tetap terjaga dan dapat dibaca.
Ditinjau dari teori manajemen
preservasi arsip, preservasi arsip di
Arsip UGM sudah terlaksana dengan
baik dan tersistem. Prasarana dan
sarana yang ada dan yang digunakan
di Arsip UGM sudah mendukung
pelaksanaan kegiatan preservasi
sesuai kebutuhan dan kondisi arsip
yang tersedia di Arsip UGM. Kendala
yang dihadapi adalah pengadaan tisu
Jepang yang belum dapat membeli
sendiri secara langsung dari Jepang
karena keterbatasan anggaran
sehingga pembelian dengan cara
kolektif melalui ANRI serta peralatan
restorasi yang terkadang rusak.
9
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sugiarto, dkk. Manajemen
Kearsipan Modern. Yogyakarta:
Gava Media. 2005.
Modul. Preservasi Arsip Statis. Arsip
Nasional Republik Indonesia, t.t.
Basir Bartos. Manajemen Kearsipan.
Jakarta: Bumi Aksara. 1989.
Undang-undang RI Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan.
Machmoed Effendhie, Panduan
Pengelolaan Arsip Statis
Tekstual. Yogyakarta: Arsip
Universitas Gadjah Mada. 2011.
10
ARSIPARIS: ANTARA REALITA DAN HARAPAN
1
Kurniatun
Abstracts
Archivist is a person who has competence in the field of archives. Archivist is one
profession that has not been popular in the community. The existence of the
archive for a country is very important because it is an important asset records
state. Therefore, archivists must increase its capability in records management
and archival information services to the users archive.
Keywords: archives, archivists
I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seorang anak TK berkata
kepada ibunya yang
berprofesi sebagai arsiparis,
setelah di sekolah ditanya
tentang profesi orang tua
masing-masing siswa: “Bu,
Ibu guru gak tau arsiparis itu
apa?”
Gambaran tersebut
menunjukkan bahwa profesi
arsiparis belum banyak dikenal
oleh masyarakat, bahkan dari
kalangan akademik pun masih
ada yang belum mengetahui
profesi arsiparis. Dengan kata
lain profesi arsiparis belum
populer di masyarakat.
Di lembaga pemerintahan,
banyak yang menganggap bahwa
profesi arsiparis merupakan
profesi buangan. Mau tidak mau
kenyataan dan anggapan ini
1
masih hidup dan berkembang di
lembaga-lembaga pemerintah.
Otomatis hal ini berpengaruh
terhadap psikologis pegawai
yang ditempatkan atau dimutasi
ke unit kearsipan. Oleh karena
merasa sebagai “orang buangan”,
etos kerjanya pun menurun. Hal
ini tentunya berpengaruh
terhadap pengelolaan arsip yang
kurang maksimal. Hasilnya tentu
saja bisa ditebak, arsip sulit
ditemukan saat dibutuhkan.
Kasus “Lepasnya Pulau
Sipadan dan Ligitan” dari
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah salah
satu akibat dari masih buruknya
sistem kearsipan di Indonesia.
Kejadian tersebut seharusnya
menjadi pelajaran bagi bangsa
Indonesia, khususnya arsiparis
dan praktisi kearsipan untuk lebih
memiliki kesadaran akan arti
penting arsip.
Arsiparis Arsip UGM
11
Kurang populernya bidang
kearsipan di masyarakat ini bisa
dilihat dari beberapa gejala yang
muncul yaitu:
1. Rendahnya pemahaman
tentang arsip dan bidang
kearsipan
2. Kurangnya pemahaman
tentang sistem pengelolaan
arsip
3. Rendahnya penguasaan
sumber daya manusia (SDM)
kearsipan terhadap teori
kearsipan
4. R e n d a h n y a m o t i v a s i
berprestasi dari SDM
kearsipan
5. Rendahnya komitmen SDM
kearsipan terhadap profesi
(Burhanudin, 2013: 42).
Arsip saat ini bukan hanya
sebagai bagian dari manajemen
administrasi dan perkantoran
bagi suatu instansi atau lembaga,
tetapi lebih dari itu, arsip
merupakan salah satu sumber
informasi penting. Segala bidang
kehidupan senantiasa
membutuhkan arsip. Oleh karena
itu, kepedulian terhadap arsip
harus selalu ditingkatkan.
Sosialisasi terhadap arti penting
arsip harus ditingkatkan,
termasuk juga dengan pembinaan
terhadap arsiparis karena
arsiparislah yang bersentuhan
langsung dengan arsip.
Tu g a s d a n k e w a j i b a n
arsiparis dalam pengelolaan arsip
12
tidak semudah yang
dibayangkan. Bayangan
pengelolaan arsip hanyalah
“sekedar menata arsip dengan
rapi dalam suatu almari atau rak
arsip” dan saat dibutuhkan hanya
dengan mengambilnya. Oleh
karena itu, perlu ada pembinaan
bagi arsiparis agar pengetahuan
dan ketrampilan dalam bidang
kearsipan meningkat dan dapat
mengikuti perkembangan ilmu
kearsipan itu sendiri. Namun,
pada kenyataannya tidaklah
semudah itu, banyak kendala dan
hambatan yang dihadapi
arsiparis. Berdasarkan
pemahaman terhadap uraian
tersebut dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
”Bagaimanakah peran arsiparis
dalam pengelolaan arsip dan
informasi, serta realita yang
terjadi di seputar profesi
arsiparis?”
B. Landasan Teori
Penulis menggunakan beberapa
definisi sebagai landasan teori dalam
penulisan artikel ini. Beberapa
definisi tersebut adalah:
1. Pekerjaan adalah barang apa yang
dilakukan (diperbuat, dikerjakan,
dsb); tugas kewajiban; hasil
bekerja; perbuatan: begitulah ~
nya sehari-hari, memelihara
tanaman dan menata taman; (2)
pencaharian; yang dijadikan
pokok penghidupan; sesuatu yg
dilakukan untuk mendapat
nafkah: ia sedang berusaha
mencari ~; (3) hal bekerjanya
sesuatu: berkat ~ mesin baru,
hasilnya sangat memuaskan.
(http://kamusbahasaindonesia.or
g/pekerjaan#ixzz2yw5fReIi)
2. Profesi adalah pekerjaan yang
memenuhi syarat tertentu serta
pengertian yang khusus (Sulistyo
Basuki, 2003: 353).
Profesi adalah bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan
keahlian (keterampilan,
kejuruan, dsb.) tertentu.
(http://kamusbahasaindonesia.or
g/profesi#ixzz2yw6uDFek).
Apabila dua pengertian tersebut
digabungkan dapat diambil
kesimpulan bahwa profesi
merupakan bidang pekerjaan
yang khusus dengan persyaratan
pendidikan dan ketrampilan
tertentu.
3. P r o f e s i o n a l a d a l a h ( 1 )
bersangkutan dengan profesi; (2)
memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya: ia
seorang juru masak --; (3)
mengharuskan adanya
pembayaran untuk
melakukannya (lawan amatir):
pertandingan tinju
(http://kamusbahasaindonesia.or
g/profesional#ixzz2yw9Xd3KZ)
Seorang profesional adalah
seseorang yang menawarkan jasa
atau layanan sesuai dengan
protokol dan peraturan dalam
bidang yang dijalaninya dan
menerima gaji sebagai upah atas
jasanya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pro
fesional).
Dengan demikian dapat diketahui
bahwa karyawan yang
profesional merupakan seorang
karyawan yang bertugas sesuai
dengan profesinya sesuai juklak
(petunjuk pelaksanaan) dan
juknis (petunjuk teknis) yang
dibebankan kepadanya dan
mendapatkan gaji sebagai
imbalannya.
4. M a n a j e m e n s u m b e r d a y a
manusia, disingkat MSDM
adalah suatu ilmu atau cara
bagaimana mengatur hubungan
dan peranan sumber daya (tenaga
kerja) yang dimiliki oleh individu
secara efisien dan efektif serta
dapat digunakan secara maksimal
sehingga tercapai tujuan (goal)
bersama perusahaan, karyawan
dan masyarakat menjadi
maksimal. MSDM didasari pada
suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia - bukan
mesin - dan bukan semata
menjadi sumber daya bisnis.
Kajian MSDM menggabungkan
beberapa bidang ilmu seperti
psikologi, sosiologi,
dll.(http://id.wikipedia.org/wiki/
Manajemen_sumber_daya_man
usia).
Jadi sumber daya manusia atau
yang biasa disingkat menjadi
SDM merupakan sesuatu yang
13
terkandung dalam diri manusia
untuk mewujudkan perannya
sebagai makhluk sosial yang
mampu mengelola dirinya sendiri
serta seluruh potensi yang
terkandung di sekitarnya untuk
mencapai kesejahteraan dalam
kehidupan.
5. Arsiparis adalah seseorang yang
memiliki kompetensi di bidang
kearsipan yang diperoleh melalui
pendidikan formal dan/ atau
pendidikan dan pelatihan
kearsipan serta mempunyai
fungsi, tugas, dan tanggung
jawab melaksanakan kegiatan
kearsipan (Pasal 1 ayat 10,
Undang-Undang No. 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan).
II. Pembahasan
A. Mengelola Arsip
Sebagai sebuah profesi,
arsiparis mempunyai kewajiban
atau rincian tugas yang harus
dikerjakan. Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan, pasal 17 menyebutkan
bahwa kewajiban unit kearsipan
pada pencipta arsip meliputi:
pengelolaan arsip inaktif dari unit
pengolah di lingkungannya;
pengolahan arsip dan penyajian
arsip menjadi informasi;
pemusnahan arsip di lingkungan
lembaganya; penyerahan arsip
statis oleh pimpinan pencipta
arsip kepada lembaga kearsipan;
dan pembinaan dan
14
pengevaluasian dalam rangka
penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya. Sedangkan unit
kearsipan pada lembaga negara
memiliki tugas: melaksanakan
pengelolaan arsip inaktif dari unit
pengolah di lingkungannya;
mengolah arsip dan menyajikan
arsip menjadi informasi dalam
kerangka SKN (Sistem Kearsipan
Nasional) dan SIKN (Sistem
Informasi Kearsipan Nasional);
melaksanakan pemusnahan arsip
di lingkungan lembaganya;
mempersiapkan penyerahan arsip
statis oleh pimpinan pencipta
arsip kepada ANRI (Arsip
Nasional Republik Indonesia);
dan melaksanakan pembinaan
dan evaluasi dalam rangka
penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya.
Dengan demikian tugas
arsiparis sama dengan uraian
tugas atau kewajiban unit
pengolah, unit kearsipan dan atau
lembaga kearsipan, yaitu
pengelolaan arsip sejak
penciptaan sampai dengan
penyusutan arsip. Sedangkan
untuk kearsipan di lingkungan
perguruan tinggi diatur pada
Pasal 27, UU Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan yang
menyebutkan:
(1) Arsip perguruan tinggi adalah
lembaga kearsipan perguruan
tinggi;
(2) Perguruan tinggi negeri
wajib membentuk arsip
perguruan tinggi;
(3) P e m b e n t u k a n a r s i p
perguruan tinggi
dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(4) Arsip perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang
diterima dari:
a. s a t u a n k e r j a d i
lingkungan perguruan
tinggi; dan
b. civitas akademika di
lingkungan perguruan
tinggi.
Dari pasal 27 tersebut dapat
diketahui bahwa tugas pengelolaan
arsip, khususnya arsip statis menjadi
kewajiban lembaga arsip perguruan
tinggi. Oleh karena itu, arsiparis yang
ditugaskan di arsip perguruan tinggi
lebih banyak bertugas mengelola
arsip statis.
Selain bertugas mengelola arsip
statis, arsip perguruan tinggi –
sebagaimana disebutkan dalam pasal
28 UU No. 43 Tahun 2009 juga
berkewajiban melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang
memiliki retensi sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun
yang berasal dari satuan kerja dan
sivitas akademika di lingkungan
perguruan tinggi; dan
b. p e m b i n a a n k e a r s i p a n d i
lingkungan perguruan tinggi
yang bersangkutan.
Sedangkan pengelolaan arsip
dinamis menjadi tanggung jawab unit
pencipta arsip. Hal ini sesuai dengan
pasal 30 Peraturan Pemerintah RI No.
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
UU No. 43 Tahun 2009.
Tugas arsiparis yang lebih rinci
dapat dilihat dalam Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: PER/3/M.PAN/
3/2009 tentang Jabatan Fungsional
Arsiparis dan Angka Kreditnya. Pasal
4 peraturan itu menyebutkan bahwa
tugas pokok arsiparis adalah
melaksanakan kegiatan pengelolaan
arsip dan pembinaan kearsipan.
Untuk memudahkan penilaian kinerja
arsiparis, dari dua kegiatan pokok
tersebut diuraikan lagi menjadi lima
unsur kegiatan, yaitu: pendidikan,
pengelolaan arsip, pembinaan
kearsipan, pengembangan profesi dan
kegiatan penunjang tugas arsiparis.
Tu g a s - t u g a s a r s i p a r i s y a n g
memberikan angka kredit dapat
dilihat dalam tabel berikut:
15
Tabel
Jumlah Rincian Tugas Arsiparis
No
1
Tingkat / Jabatan
Arsiparis Pelaksana
15
2
Arsiparis Pelaksana Lanjutan
26
3
Arsiparis Penyelia
23
Arsiparis Pertama
14
5
Arsiparis Muda
16
6
Arsiparis Madya
19
7
Arsiparis Utama
10
4
Terampil
Banyaknya Rincian Tugas
Keahlian
Sumber: PER/3/M.PAN/3/2009.
Untuk informasi yang lebih
jelas tentang rincian tugas
arsiparis dapat dilihat pada
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/3/M.PAN/3/2009
tentang Jabatan Fungsional
Arsiparis dan Angka Kreditnya.
Selain tugas yang tertera dalam
keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
tersebut tentu arsiparis masih
mempunyai tugas-tugas lain yang
diberikan oleh atasan masingmasing sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing instansi.
B. Mengelola Informasi
Selain menata fisik arsip,
arsiparis juga berkewajiban
mengolah informasi yang terdapat di
dalam arsip. Informasi arsip harus
diolah agar sewaktu waktu user/
16
pengguna membutuhkan arsip,
arsiparis dapat menyajikan arsip yang
dimaksud oleh pengguna dengan
cepat dan tepat. Apabila dikaitkan
dengan keterbukaan informasi publik,
arsiparis berkewajiban untuk
mengolah dan menyajikan informasi
kepada pengguna. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang
Keterbukaan Informasi
Publik. Pasal 4 Undang-Undang ini
menyebutkan:
(1) Setiap orang berhak memperoleh
informasi publik sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini,
(2) Setiap orang berhak:
a. Melihat dan mengetahui
informasi publik
b. M e n g h a d i r i p e r t e m u a n
publik yang terbuka untuk
umum untuk memperoleh
informasi publik
c. M e n d a p a t k a n s a l i n a n
informasi publik melalui
permohonan sesuai dengan
ketentuan undang-undang
ini, dan/ atau
d. Menyebarluaskan informasi
publik sesuai peraturan
perundang-undangan
(3) Setiap pemohon informasi publik
berhak mengajukan permintaan
informasi publik disertai alasan
permintaan tersebut
(4) Setiap pemohon informasi publik
berhak mengajukan gugatan ke
pengadilan apabila dalam
memperoleh informasi publik
mendapat hambatan atau
kegagalan sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini.
Dengan berlakunya UndangUndang No. 14 Tahun 2008 mau tidak
mau arsiparis harus selalu
meningkatkan kemampuan dalam
pengelolaan arsip dan pelayanan
informasi kearsipan kepada pengguna
arsip. Arsip harus diolah sedemikan
rupa sesuai dengan kaidah-kaidah
kearsipan sehingga mudah diakses
apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
oleh pengguna. Hal ini juga sesuai
dengan Undang-Undang No. 43
Tahun 2009 Pasal 17 ayat (1) huruf b
yang menyebutkan bahwa unit
kearsipan pada pencipta arsip
memiliki fungsi: pengolahan arsip
dan penyajian arsip menjadi
informasi.
C. Kesejahteraan
Berbicara mengenai tugas dan
kewajiban tentu tidak dapat
dilepaskan dari imbalan atau gaji.
Selain mendapatkan gaji setiap
bulannya, arsiparis sebagai jabatan
fungsional juga mempunyai
tunjangan jabatan fungsional. Apabila
dibandingkan dengan beberapa
jabatan fungsional yang ada di
l i n g k u n g a n p e rg u r u a n t i n g g i
(pustakawan dan laboran), arsiparis
mempunyai tunjangan jabatan yang
paling rendah. Hal ini bisa dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel Tunjangan Jabatan Fungsional
Tingkat/Jabatan
No
1
Terampil Pelaksana
Arsiparis
Pustakawan
Laboran
Rp 240.000,00
Rp 350.000,00
Rp 360.000,00
2
Pelaksana Lanjutan
Rp 265.000,00
Rp 420.000,00
Rp 480.000,00
3
Penyelia
Rp 350.000,00
Rp 700.000,00
Rp 780.000,00
Pertama
Rp 275.000,00
Rp 520.000,00
Rp 540.000,00
5
Muda
Rp 375.000,00
Rp 800.000,00
Rp 960.000,00
6
Madya
Rp 500.000,00
Rp 1.100.000,00
Rp 1.260.000,00
7
Utama
Rp 700.000,00
Rp 1.300.000,00
-
4
Ahli
Sumber: Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2007; Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2013
dan Peraturan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2013.
17
Menurut penulis rendahnya
tunjangan arsiparis jika dibandingkan
dengan pustakawan dan laboran
kemungkinan disebabkan:
1. Masih rendahnya pengakuan
pemerintah terhadap tingkat
profesionalitas arsiparis
2. Jika dibandingkan layanan arsip
(khususnya arsip statis) dengan
layanan perpustakaan, layanan
arsip rendah. Hal ini dikarenakan
belum banyak yang mengetahui
tentang arsip sehingga pengguna
arsip pun masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan
perpustakaan
3. Jika dibandingkan dengan
laboran, tugas laboran lebih
beresiko karena laboran
melakukan kontak langsung
dengan berbagai zat kimia, yang
bisa menimbulkan efek tertentu
terhadap kesehatan.
Dengan demikian, apabila
tunjangan arsiparis paling rendah jika
dibandingkan dengan pustakawan
dan laboran dapat dimaklumi oleh
para arsiparis.
D. Peningkatan Kualitas
Sebagai SDM yang profesional,
arsiparis harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang
dapat meningkatkan kompetensi dan
profesionalitasnya
dalam bidang
kearsipan. Hal ini sesuai dengan Pasal
30 UU No. 43 Tahun 2009, yang
menyebutkan tentang pengembangan
SDM, dalam hal ini pengembangan
18
arsiparis tentunya. Pasal 30
menyebutkan:
(1) Pengembangan sumber daya
manusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf e terdiri atas
arsiparis dan sumber daya
manusia yang memiliki
kompetensi dan profesionalitas di
bidang kearsipan.
(2) Lembaga kearsipan nasional
melaksanakan pembinaan dan
pengembangan arsiparis melalui
upaya:
a. pengadaan arsiparis;
b. pengembangan kompetensi
dan keprofesionalan arsiparis
melalui penyelenggaraan,
pengaturan, serta
pengawasan pendidikan dan
pelatihan kearsipan;
c. p e n g a t u r a n p e r a n d a n
kedudukan hukum arsiparis;
dan
d. p e n y e d i a a n j a m i n a n
kesehatan dan tunjangan
profesi untuk sumber daya
kearsipan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan hukum, kewenangan,
kompetensi, pendidikan dan
pelatihan arsiparis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) sebagai lembaga
kearsipan berbentuk lembaga
pemerintah non kementerian yang
melaksanakan tugas negara di bidang
kearsipan yang berkedudukan di
ibukota negara, mempunyai
kewajiban untuk mempertinggi mutu
penyelenggaraan kearsipan nasional
dengan melakukan penelitian,
pengembangan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan kearsipan.
Hal ini sesuai dengan Ayat (1) Pasal 8
UU No. 43 Tahun 2009 yaitu
pembinaan kearsipan nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (5) dilaksanakan oleh lembaga
kearsipan nasional terhadap pencipta
arsip tingkat pusat dan daerah,
lembaga kearsipan daerah provinsi,
lembaga kearsipan daerah kabupaten/
kota, dan lembaga kearsipan
perguruan tinggi. Masalah pembinaan
kearsipan ini diatur secara mendalam
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.
28 Tahun 2012 pada Bab III tentang
Pembinaan Kearsipan dari pasal 9
sampai 28. Pasal 17 (1) peraturan ini
menyebutkan ANRI sebagai
penyelenggara kearsipan nasional
menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan (diklat) kearsipan.
Diklat kearsipan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap dan
semangat pengabdian untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan di bidang
kearsipan; b. menciptakan sumber
daya manusia kearsipan yang
memenuhi persyaratan kompetensi di
bidang kearsipan; dan c. menciptakan
kesamaan visi dan dinamika pola
pikir dalam melaksanakan tugas di
bidang kearsipan. Hal ini sesuai
dengan PP No. 28 Tahun 2012 pasal
18. Subtansi kearsipan juga sudah
menjadi kurikulum wajib dalam
diklat kepemimpinan seperti yang
tercantum dalam pasal 23 PP No. 28
Tahun 2012.
Adapun jenis diklat kearsipan
yang diselenggarakan oleh ANRI
pada tahun 2014 adalah seperti yang
tertera dalam tabel berikut:
Tabel
Jadwal Pendidikan dan Pelatihan Kearsipan Tahun 2014
Arsip Nasional Republik Indonesia
No
Jenis Diklat
Tanggal*)
Lokasi
1
Pengangkatan Arsiparis Tingkat
Ahli
17 Februari 21 Maret
2
Penjenjangan Arsiparis Tingkat
Terampil ke Arsiparis
Tingkat Ahli
Pengelolaan Arsip Dinamis
20 - 30 April
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
3
4
Penyusunan Instrumen
Pengelolaan Arsip
5
Pengangkatan Arsiparis Tingkat
Terampil
3 s 4 - 10 Mei
18 - 24 Mei
1 Juni - 1 Juli
Sumber
Pendanaan
Rupiah
Murni
Tarif PNBP
PP 42/2005**)
(RP)
-
Rupiah
Murni
-
PNBP
2.500.000
Rupiah
Murni
-
Rupiah
Murni
-
19
No
Jenis Diklat
Tanggal*)
Lokasi
5
Pengangkatan Arsiparis Tingkat
Terampil
1 Juni - 1 Juli
6
Pengelolaan Arsip Aktif
7
Pengelolaan Arsip Inaktif
8
Penyusutan Arsip
9
Pengelolaan Arsip Statis
10
Akuisisi dan Pengolahan Arsip
Statis
13 - 17
Oktober
11
Pengelolaan Arsip Berbasis TIK
19 - 25
Oktober
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
Pusdiklat
Kearsipan
Bogor
24 - 30
Agustus
31 Agustus - 6
September
22 - 26
September
28 September
- 4 Oktober
Sumber
Pendanaan
Rupiah
Murni
Tarif PNBP
PP 42/2005**)
(RP)
-
PNBP
2.500.000
PNBP
2.500.000
PNBP
1.750.000
PNBP
2.500.000
PNBP
2.000.000
PNBP
2.500.000
Keterangan:
* ) Tanggal penyelenggaraan dapat berubah sesuai kebutuhan
** ) Tarif tidak termasuk biaya akomodasi dan konsumsi
** ) Pada saat jadwal ditetapkan sedang berlangsung proses perubahan PP No. 42 Tahun 2005
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada ANRI. Tarif dan durasi diklat akan
disesuaikan apabila PP terbaru telah berlaku.
Sumber: http://anri.go.id/assets/download/Info_diklat_2014.pdf
Apabila dicermati dari jenis dan
jumlah diklat yang ditujukan bagi
arsiparis di seluruh Indonesia tentu
jumlah diklat tersebut dirasakan
masih kurang. Dengan kata lain,
arsiparis harus melalui atau
menunggu antrian yang cukup
panjang untuk bisa mengikuti diklat.
Sedikitnya jumlah dan jenis diklat
bagi arsiparis tentu berpengaruh juga
pada kemampuan dan keterampilan
arsiparis, yang cenderung kurang
berkembang, terkecuali bagi arsiparis
yang aktif belajar mandiri untuk
meningkatkan kemampuannya.
20
E. Pelanggaran dan Hukuman
Administratif
Setelah bicara mengenai imbalan
atau tunjangan, tentu ada pula sanksi
atau hukuman bagi yang melanggar
peraturan. Pasal 78-80 UU No. 43
Tahun 2009 menyebutkan tentang
sanksi administratif bagi pejabat atau
pelaksana (pelaksana dalam hal ini
arsiparis dan petugas pengelola arsip)
yang melanggar ketentuan
perundangan yang berlaku. Sanksi
administratif yang disebutkan dalam
pasal-pasal tersebut adalah sanksi
administratif berupa teguran tertulis,
penundaaan kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun,
penundaaan kenaikan pangkat untuk
paling lama 1 (satu) tahun dan
administratif berupa pembebasan dari
jabatan.
Sedangkan pada pasal 81-88 UU
No. 43 Tahun 2009 menyebutkan
tentang ketentuan pidana. Pasal-pasal
itu menyebutkan hukuman yang
mengancam bagi yang melakukan
pelanggaran. Adapun secara ringkas
tentang jenis dan ancaman hukuman
pelanggaran yang disebutkan dalam
pasal 81-88 dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel
Jenis Pelanggaran dan Ancaman Hukuman
Berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2009
Pasal
Hal Pelanggaran
Pasal 81
Sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara
Pasal 82
Sengaja menyediakan arsip dinamis kepada
pengguna arsip yang tidak berhak
Sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan
keselamatan arsip negara yang terjaga untuk
kepentingan negara
Sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan
pelaporan
Sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang
benar
Memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang
memiliki nilai guna kesejarahan kepada pihak lain
di luar yang telah ditentukan
Pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang
tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan
anggaran negara
Ancaman
Penjara (tahun)
5 (lima)
3 (tiga)
1 (satu)
10 (sepuluh)
5 (lima)
10 (sepuluh)
10 (sepuluh)
5 (lima)
Ancaman Denda
Rp. 250.000.000,00(dua ratus
lima puluh juta rupiah
Rp. 125.000.000,00 (seratus
dua puluh lima juta rupiah).
Rp. 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah).
Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Rp.250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah).
Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Rp.500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Rp.250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah).
Sumber: UU No. 43 Tahun 2009
Dari tabel tersebut dapat
diketahui bahwa pelanggaran hukum
dalam bidang arsip cukup berat
sanksinya. Hal tersebut bisa
berdampak positif dan negatif.
Menurut penulis, dampak positif yang
bisa diambil adalah para pejabat,
arsiparis dan petugas pengelola arsip
akan lebih berhati-hati dalam
melaksanakan tugas dan
kewajibannya terhadap arsip
sehingga akan bekerja sebaik
mungkin dan menghindari hal-hal
yang dapat menimbulkan
pelanggaran hukum. Sedangkan
dampak negatif yang kemungkinan
timbul adalah orang/ pegawai makin
enggan menjadi arsiparis atau petugas
pengelola arsip karena ada ancaman
hukuman yang cukup berat tersebut.
Salah satu contoh tindak pidana
dalam bidang kearsipan adalah kasus
21
penghilangan arsip oleh salah seorang
pejabat di Kabupaten Bantul dengan
hukuman 1 (satu) tahun penjara.
III. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Arsiparis merupakan salah
satu profesi yang belum populer
di masyarakat. Namun demikian,
dengan adanya Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan dan Undang Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik,
arsiparis dituntut untuk lebih
profesional lagi dalam
melaksanakan tugasnya dalam
pengelolaan arsip, pengelolaan
informasi arsip, dan layanan
arsip. Hal ini dikaitkan dengan
keberadaan arsip bagi suatu
negara amatlah penting karena
arsip merupakan aset penting
milik negara.
B. Saran
Untuk memberikan semangat
kepada penulis secara pribadi
sebagai seorang arsiparis dan
kepada arsiparis lainnya, agar
profesi arsiparis mendapat
pengakuan di masyarakat, harus
dimulai dari diri sendiri untuk
lebih mencintai dan menghargai
profesi yang disandang. Agar
profesi arsiparis mendapat
pengakuan di masyarakat,
hendaknya arsiparis berusaha
untuk meningkatkan:
1. Kemampuan teknis dalam
pengelolaan arsip dari tahap
22
penciptaan hingga
penyusutan, termasuk juga
dalam hal pelayanan yang
baik kepada pengguna arsip.
2. Pemahaman terhadap teori
kearsipan agar bisa
mengikuti perkembangan
kearsipan yang sedang
terjadi.
3. Kemantapan kepribadian
sebagai arsiparis agar bisa
memenuhi tugas dan
kewajiban sebagai seorang
arsiparis sesuai dengan
tuntutan profesi.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin Dwi Rokhmatun, Profesi
Kearsipan, Memahami Profesi
Kearsipan, Karakteristik &
Syarat, Ketrampilan &
Pengetahuan, Kompetensi, dan
Kode Etik Arsiparis, Yogyakarta:
Panduan dan Prodi Kearsipan
Sekolah Vokasi UGM, 2013.
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor:
PER/3/M.PAN/3/2009 tentang
Jabatan Fungsional Arsiparis
dan Angka Kreditnya.
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2007
tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Arsiparis.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan.
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2013
tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Pustakawan.
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2013
tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Pranata
Laboratorium Pendidikan.
Sulistyo Basuki, Pengantar
Manajemen Arsip Dinamis,
Jakarta: Gramedia, 2003.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan
“Pekerjaan, Profesi, dan
P r o f e s s i o n a l ” ,
http://kamusbahasaindonesia.org
/ diakses tanggal 15 April 2014.
“Sumber Daya Manusia”,
http://id.wikipedia.org/wiki/
Manajemen_sumber_daya_man
usia, diakses tanggal 28 April
2014.
“ P r o f e s i o n a l ” ,
http://id.wikipedia.org/wiki/Prof
esional, diakses tanggal 28 April
2014.
Direktori Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Putusan
Nomor. 6/Pid.Sus/2011/PN BTL,
http://putusan.mahkamahagung.
go.id., diakses tanggal 28 April
2014.
23
ARSIP DAN DEMOKRASI
Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu
Musliichah1
Abstract
Election is one way of realizing democracy. Elections in Indonesia still has many
problems. Some of these cases complain about the list of people who have the right
to contest elections, the alleged manipulation of recapitulation, and at least a
track record of candidates to be selected. A related problem voter list, the
recapitulation of the sound, and the track record of the candidate associated with
the archive. The problem shows the population data archive management related
elections and not good. Good record-keeping will make a good election. These
problems need to be investigated the cause and then find a solution.
Keywords: democracy, elections, archives
I.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanggal 9 April 2014 yang
lalu, Indonesia telah menggelar
pesta demokrasi yaitu pemilihan
umum (pemilu). Agenda lima
tahunan ini digelar untuk memilih
para wakil rakyat yang akan
menjadi bagian penting bahkan
mungkin terpenting dalam
penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pesta
demokrasi berikutnya digelar
pada tanggal 9 Juli 2014 untuk
memilih orang nomor satu dan
nomor dua di Indonesia yakni
Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia. Peristiwa besar yang
rutin digelar ini ternyata masih
terdapat banyak kekurangan.
Setahun sebelum pesta digelar,
Arsiparis Arsip UGM
24
berbagai masalah muncul, seperti
tidak beresnya Daftar Pemilih
Tetap (DPT). Ketidakberesan
DPT ini merupakan sebuah
masalah yang sangat fundamental
karena menyangkut hak asasi
manusia (HAM). Jika ada
masyarakat yang mempunyai hak
pilih tetapi tidak terdaftar maka
negara telah melakukan
pelanggaran HAM. Atau
s e b a l i k n y a , a d a
penggelembungan atau
manipulasi DPT, maka ini juga
merupakan kejahatan/ korupsi
politik. Selain DPT ada juga
kasus manipulasi penghitungan
suara.
Jenis pemilu sangat beragam,
mulai dari pemilu legislatif,
pemilu presiden dan wakil
presiden, maupun pemilihan
kepala daerah (pilkada) untuk
memilih kepala daerah tingkat
kabupaten maupun propinsi.
Oleh karena itu, manajemen
penyelenggaraan pemilu harus
ditingkatkan kualitasnya.
Penyelenggaraan pemilu di
Indonesia dilakukan oleh
penyelenggara pemilu yang
terdiri atas Komisi Pemilihan
Umum (KPU) dan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Penyelenggaraan pemilu di
negeri ini masih perlu
pembenahan, masih banyak
kekurangan dan pelanggaran.
Diberitakan bahwa sejak Januari
hingga Desember 2013, ada 577
kasus yang diadukan. Jumlah
kasus pengaduan pada 2013 itu
meningkat dibandingkan 2012
lalu, yang hanya 99 kasus
(www.tempo.com).
Melihat jumlah pelanggaran
maupun kekurangan yang terjadi
dalam pemilu terus meningkat,
maka harus segera diperbaiki dan
jangan sampai terulang kembali.
Penyelenggaraan pemilu yang
telah lalu serta berbagai kasus
pelanggaran maupun kekurangan
yang terjadi harus menjadi
pembelajaran bagi
penyelenggara pemilu maupun
masyarakat. Penyebab
kekurangan maupun pelanggaran
tersebut bisa berasal dari
penyelenggara pemilu atau
masyarakat, atau bahkan dari
kedua belah pihak.
Masalah DPT yang tidak
akurat dan manipulasi
rekapitulasi hasil suara menarik
perhatian karena kasus ini selalu
berulang. Oleh karena itu perlu
dikaji apakah ada kaitan antara
kasus tersebut dengan kearsipan
negara kita serta sejauh mana
peran kearsipan dalam
mendorong proses demokrasi
dalam hal ini pemilu.
B. Landasan Teori
Arsip menurut UndangUndang (UU) No. 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan adalah
rekaman kegiatan dalam berbagai
bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang
dibuat dan diterima oleh lembaga
negara, pemerintah daerah,
lembaga pendidikan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan
perseorangan dalam pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sedangkan penyelenggaraan
kearsipan adalah keseluruhan
kegiatan meliputi kebijakan,
pembinaan kearsipan, dan
pengelolaan arsip dalam suatu
sistem kearsipan nasional yang
didukung oleh sumber daya
manusia, prasarana dan sarana,
serta sumber daya lainnya.
Tu j u a n p e n y e l e n g g a r a a n
kearsipan diantaranya adalah
menjamin keselamatan aset
25
nasional dalam bidang ekonomi,
sosial, politik, budaya,
pertahanan, serta keamanan
sebagai identitas dan jati diri
bangsa.
Demokrasi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai: 1. bentuk atau
sistem pemerintahan yang
seluruh rakyatnya turut serta
memerintah dengan perantaraan
wakilnya; 2. gagasan atau
pandangan hidup yangg
mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan
yang sama bagi semua warga
negara. Arti lain dari demokrasi
adalah bentuk pemerintahan yang
semua warga negaranya memiliki
hak setara dalam pengambilan
keputusan yang dapat mengubah
hidup mereka. Dalam Wikipedia
dijabarkan bahwa demokrasi
mengizinkan warga negara
berpartisipasi baik secara
langsung atau melalui perwakilan
dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan
hukum. Demokrasi mencakup
kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik
secara bebas dan setara.
Demokrasi menjadi salah
satu sistem politik yang paling
banyak dianut oleh negara-negara
di dunia. Namun demikian,
implementasi demokrasi di setiap
negara bisa berbeda-beda.
Negara yang menganut
26
demokrasi biasanya ditandai
dengan adanya partai politik,
pemilu, organisasi
kemasyarakatan, dan media
massa. Syarat-syarat dasar untuk
terselenggaranya pemerintahan
yang demokratis menurut Miriam
Budiardjo (2008) adalah:
a. Perlindungan konstitusional;
b. Badan kehakiman yang
bebas dan tidak memihak;
c. Pemilihan umum yang bebas;
d. K e b e b a s a n u n t u k
menyatakan pendapat;
e. Kebebasan untuk berserikat/
berorganisasi dan beroposisi;
dan
f. P e n d i d i k a n
kewarganegaraan.
Menurut UU No. 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, selanjutnya disingkat Pemilu,
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Penyelenggara pemilu adalah
lembaga yang menyelenggarakan
Pemilu yang terdiri atas Komisi
Pemilihan Umum dan Badan
Pengawas Pemilu sebagai satu
kesatuan fungsi penyelenggaraan
Pemilu untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden
dan Wakil Presiden secara langsung
oleh rakyat, serta untuk memilih
gubernur, bupati, dan walikota secara
demokratis.
Antara arsip dan demokrasi
memiliki hubungan yang erat. Dalam
deklarasi universal tentang kearsipan
yang diadopsi oleh Majelis Umum
Dewan Kearsipan Internasional di
Oslo pada September 2010 dan
disahkan dalam Sidang Umum
UNESCO di Paris pada November
2011 dinyatakan bahwa arsip
merupakan sumber informasi yang
sah dalam mendukung kegiatan
administrasi yang akuntabel dan
transparan. Arsip memainkan peranan
penting dalam pengembangan
masyarakat dengan cara menjaga dan
membantu memori individu dan
kolektif. Keterbukaan akses arsip
memperkaya pengetahuan mengenai
masyarakat, mendorong demokrasi,
melindungi hak warganegara, dan
meningkatkan kualitas hidup.
II. PEMBAHASAN
A. Pesta Demokrasi dan
Permasalahannya
Demokrasi secara singkat
diartikan sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Hal ini artinya
pemegang kekuasaan tertinggi
adalah rakyat dan rakyat
memiliki kewenangan atau hak
dalam menentukan
pemerintahan. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan HAM di bidang
politik. Salah satu bentuk
pelanggaran HAM terkait politik
adalah kekerasan yang dilakukan
pemerintah terhadap hak pilih di
dalam pemilu yang secara asasi
dimiliki oleh setiap warga negara.
Memilih yang secara
konstitusional merupakan “hak”
dalam praktiknya lebih
diperlakukan sebagai
“kewajiban” dan kewajiban itu
harus disalurkan kepada
organisasi politik tertentu.
Kondisi ini dapat dilihat dari
munculnya iklan, slogan, dan
fatwa para tokoh agama dan
tokoh masyarakat. Ditengarai
bahwa tokoh agama dan tokoh
masyarakat ini dipolitisasi karena
mereka dipaksa untuk
mengeluarkan fatwa bahwa
memilih itu hukumnya wajib,
sedangkan tidak memilih atau
menjadi golongan putih (golput)
itu hukumnya haram.
Dampaknya terjadi peristiwa
yang terbalik dari yang
seharusnya, yaitu angka pemberi
suara dalam pemilu yang besar
merupakan akibat dari mobilisasi
massa bukan partisipasi. Dalam
pemilu seharusnya yang terjadi
adalah partisipasi masyarakat
dalam pesta demokrasi, bukan
mobilisasi massa dalam pesta
demokrasi.
Pergeseran konsep pemilu
dari partisipasi aktif menjadi
mobilisasi tentu ada sebabnya.
Salah satu sebab adalah apatisme
27
dan kebingungan masyarakat.
Ketika masyarakat tidak lagi
percaya atau bingung dalam
menentukan pilihan maka yang
terjadi adalah keengganan untuk
menggunakan hak pilihnya.
Disatu sisi, pemerintah lebih
menitikberatkan kesuksesan
pemilu dari kuantitas/ jumlah
masyarakat yang menggunakan
hak pilihnya meski kurang/ tidak
berkualitas. Untuk menekan
angka golput, pemerintah
melakukan segala cara. Untuk
meningkatkan jumlah
penggunaan hak pilih diantaranya
dengan mobilisasi massa.
Kondisi saat ini, hubungan
warga (pemilih) dengan politisi
(yang dipilih) ditandai oleh
lemahnya kapasitas politik kedua
belah pihak. Hubungan yang
lemah inilah salah satu penyebab
rendahnya minat pemilih untuk
memilih. Hubungan kedua pihak
yang lemah ini terjadi bukan
tanpa sebab. Meskipun di
permukaan terlihat antusiasme
pemungutan suara pada pemilu
tinggi, namun penggunaan hak
suara tersebut tidak diikuti
kecerdasan dalam memilih.
Kebanyakan pemilih tidak
mengetahui bagaimana meminta
akuntabilitas politisi yang mereka
pilih. Para pemilih juga tidak
memiliki cukup pengetahuan
untuk membuat penilaian tentang
politisi yang baik karena
kurangnya informasi tentang
28
sistem politik baru dan track
record para politisi tersebut.
Artinya pemilih kurang mengenal
calon-calon yang ditawarkan
untuk dipilih dan kurang
mengetahui visi misinya
sehingga mereka tidak bisa
mengambil keputusan yang tepat
untuk menggunakan hak
pilihnya.
B. Keterbatasan Informasi
Menghambat Demokrasi
Pemilu bukanlah hal baru di
I n d o n e s i a , w a k t u
penyelenggaraan pemilu juga
merupakan sesuatu yang pasti
yakni tiap lima tahun sekali.
Namun demikian terkesan bahwa
pemerintah selalu tidak siap
sebagai penyelenggara
perhelatan akbar ini. Hal ini
terbukti dari selalu adanya
masalah/ kesalahan yang sama
pada setiap pemilu. Semestinya
bangsa ini, khususnya
pemerintah bisa mengambil
pelajaran dari kesalahan masa
lalu dan berbenah untuk tidak
jatuh pada lubang yang sama.
Pada masa pra pemilu kita
dihadapkan pada maraknya kasus
DPT. Beberapa masalah terkait
DPT antara lain ada penduduk
yang memiliki hak pilih tidak
terdaftar dalam DPT atau
sebaliknya ada penduduk yang
belum memiliki hak pilih
terdaftar pada DPT, dan ada nama
yang terdaftar dalam DPT tetapi
nama/ orang tersebut tidak ada/
sudah meninggal dunia. Masalah
DPT ini menjadi hal penting
karena DPT memiliki posisi
strategis/ kunci dalam
pelaksanaan pemilu. Ditengarai
pula bahwa DPT ini juga menjadi
celah permainan praktik
kecurangan/ korupsi dalam
pemilu.
Tidak beresnya DPT bisa
terjadi karena dua unsur yakni
unsur kesengajaan dan unsur
tidak sengaja. Unsur kesengajaan
terjadi pada pembuatan DPT
yang memang sengaja
dimanipulasi untuk kepentingan
kelompok/ oknum tertentu seperti
penggelembungan suara.
S e d a n g k a n u n s u r
ketidaksengajaan terjadi pada
kesalahan pendataan dalam
penyusunan DPT karena
informasi/ data kependudukan
yang tidak valid/ akurat. Apapun
unsur yang melatarbelakangi
ketidakberesan DPT, semuanya
adalah hal yang melanggar HAM
dan merugikan baik
perseorangan, kelompok,
maupun negara. Unsur
ketidaksengajaan dalam
kesalahan penetapan DPT sudah
jelas penyebabnya yaitu
informasi/ data kependudukan
yang tidak akurat dan valid.
Kesalahan penetapan DPT karena
unsur kesengajaan (praktik
kecurangan oknum tertentu)
memungkinkan untuk dilakukan
juga disebabkan oleh lemahnya
sistem informasi kependudukan
kita. Lemahnya sistem informasi
kependudukan memungkikan
p i h a k y a n g t i d a k
bertanggungjawab untuk
melakukan manipulasi data. Jika
sistem informasi kependudukan
kita handal maka kecurangan
yang dilakukan sekecil apapun
dapat segera terdeteksi dan
dicegah. Bahkan dapat menutup
peluang untuk dilakukan
menipulasi dan kecurangan.
Salah satu indikator
kesuksesan pemilu diukur dari
tingkat partispasi masyarakat
dalam menggunakan hak pilihnya
pada pemilu. Semakin tinggi
tingkat partisipasi masyarakat
(angka golput rendah) maka
pemilu dianggap semakin sukses.
Namun demikian, faktanya
golput menjadi masalah serius
dalam penyelenggaraan
demokrasi di negeri ini karena
angka golput cukup tinggi.
Tingginya angka golput secara
tidak langsung menunjukkan
tingginya apatisme masyarakat
pada sistem penyelenggaraan
pemerintahan dan demokrasi di
negara ini. Ada beberapa faktor
penyebab tingginya angka
golput, salah satunya adalah
faktor ideologis. Masyarakat
apatis terhadap penyelenggaraan
demokrasi dan pilihan-pilihan
yang ditawarkan. Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya
29
untuk menekan tingginya angka
golput, semua media massa
mempropaganda masyarakat
untuk berpartisipasi dalam
pemilu. Namun kenyataannya,
semua upaya itu tidak mampu
menyelesaikan permasalahan
golput.
Golput menjadi sebuah trend
tersendiri dalam pesta demokrasi.
Diluar faktor teknis yang
mengakibatkan seseorang golput
(tidak terdaftar dalam DPT atau
tidak adanya kesempatan untuk
menyalurkan hak pilih),
sebenarnya ada faktor mendasar
yang lebih sulit untuk diberantas/
diobati, yakni faktor ideologis.
Hal ini biasanya dipicu sikap
apatisme masyarakat. Dua hal
yang dapat memicu munculnya
apatisme ini, yaitu buruknya
sistem pemerintahan sebagai
penyelenggara pemilu dan
kebingungan masyarakat dalam
menentukan pilihan. Meskipun
sudah memiliki hak pilih dan
dapat menggunakan hak pilihnya
tetapi mereka tidak tahu mau
diberikan kepada siapa suara
mereka atau tidak tahu harus
memilih yang mana. Hal ini
disebabkan oleh minimnya
pengetahuan mereka terhadap
calon-calon yang dapat mereka
pilih. Mereka tidak mau
dikatakan “membeli kucing
dalam karung” atau memilih
seseorang yang tidak jelas asalusul serta rekam jejaknya.
30
Ketidaktahuan ini membuat
orang akhirnya memilih golput.
Minimnya informasi tentang
calon yang ditawarkan untuk
dipilih disebabkan oleh tidak
tersedianya data/ catatan yang
akurat tentang rekam jejak/
perjalanan hidup calon tersebut.
Data/ rekaman kegiatan yang
paling akurat tentu saja arsip. Hal
ini menunjukkan bahwa
kesadaran dan budaya
berkearsipan tingkat individu di
lingkungan masyarakat masih
kurang. Apabila seseorang
menerapkan budaya kearsipan
yang baik dalam kehidupannya
baik dalam konteks pribadi
maupun berorganisasi maka dia
dengan mudah dapat
menggambarkan siapa dirinya
secara obyektif berdasarkan arsip
tentang dirinya tersebut. Arsiparsip tentang dirinya dapat diolah
menjadi sumber referensi untuk
mempublikasikan dan
mempromosikan dirinya supaya
dipilih.
Setelah proses pemilihan/
pencoblosan, masalah pemilu
masih saja muncul. Konflik antar
calon legislatif dan partai marak
terjadi akibat adanya kesalahan
rekapitulasi suara. Lagi-lagi
muncul pertanyaan, kenapa
terjadi kesalahan rekapitulasi?
Jawabnya pun ada dua sebab
yaitu disengaja dan tidak
disengaja. Faktor
ketidaksengajaan mungkin saja
terjadi karena keterbatasan
petugas pemilu sehingga
mungkin terjadi kesalahan dalam
penghitungan maupun
pencatatan. Faktor kesengajaan
rentan terjadi karena adanya
oknum tidak bertanggungjawab
yang berambisi untuk menang
dengan menghalalkan segala
cara. Kesalahan ini diminimalisir
dengan menempatkan para saksi
dari partai politik di tiap-tiap
tempat penghitungan suara
( T P S ) . P a d a s a a t
penyelenggaraan pemilu,
dokumen terkait pemilu menjadi
sesuatu yang sangat vital
sehingga arsip-arsip terkait
penyelenggaraan pemilu
khususnya terkait DPT, kartu
suara, berita acara dan
rekapitulasi suara masuk dalam
kategori arsip vital. Untuk itu
diperlukan pengurusan/ mail
handling yang tepat.
Dari masalah pemilu yakni
DPT, tingginya angka golput, dan
manipulasi hasil suara, jika
dicermati ada satu kesamaan akar
penyebab yaitu informasi. Kasus
DPT terjadi karena
ketidakberesan dalam informasi
data kependudukan. Kasus
manipulasi hasil penghitungan
suara pemilu karena ada
permainan informasi dalam
penghitungan dan atau pelaporan
hasil penghitungan. Sedangkan
dalam kasus tingginya angka
golput ada masalah minimnya
informasi tentang track record
para calon terpilih.
C. Arsip Mendorong Demokrasi
Kasus di atas jika dikaitkan
dalam konteks kearsipan maka
menunjukkan adanya
ketidaktertiban arsip atau budaya
berkearsipan yang rendah di
pemerintah dan masyarakat.
Apabila arsip kependudukan
tertib maka tidak akan muncul
kasus DPT, apabila proses
“penciptaan/ produksi” dan
pengurusan/ mail handling kartu
suara/ arsip pemilu sesuai dengan
standar operasional prosedur
(SOP) dan didukung dengan
arsip-arsip pemilu yang
akuntabel maka manipulasi hasil
suara dapat diminimalkan bahkan
bisa dihindari. Demikian juga
apabila arsip-arsip tentang
rekaman kegiatan/ biografi para
politisi lengkap dan disajikan
secara murni tanpa rekayasa atau
penambahan opini untuk
pencitraan, maka masyarakat
akan memiliki informasi yang
lengkap dan tepat untuk
mengenal para calon yang akan
mereka pilih sehingga mereka
dapat menentukan pilihan dengan
tepat.
Dunia internasional
menyepakati makna/ kedudukan
arsip. Arsip merekam keputusan,
tindakan, dan memori. Arsip
merupakan warisan yang unik
dan tidak tergantikan melintasi
31
satu generasi ke generasi
berikutnya. Arsip dikelola sejak
penciptaan untuk melestarikan
nilai guna dan peruntukannya.
Arsip merupakan sumber
informasi yang sah dalam
mendukung kegiatan
administrasi yang akuntabel dan
transparan. Arsip memainkan
peran penting dalam
pengembangan masyarakat
dengan cara menjaga dan
membantu memori individu dan
kolektif. Keterbukaan akses arsip
memperkaya pengetahuan kita
mengenai masyarakat,
mendorong demokrasi,
melindungi hak warga Negara,
dan meningkatkan kualitas hidup.
Kata-kata mendorong demokrasi,
melindungi hak warga negara,
dan meningkatkan kualitas hidup
sangat tepat untuk
menggambarkan peran/
kedudukan arsip dalam
demokrasi khususnya pemilu.
Untuk mendukung hal
tersebut, dunia internasional
mengakui kualitas keunikan arsip
sebagai bukti kegiatan
administrasi, budaya, dan
intelektual, serta sebagai refleksi
dari evolusi masyarakat. Selain
itu juga mengakui arti pentingnya
arsip untuk mendukung efisiensi
kegiatan, akuntabilitas dan
transparansi untuk melindungi
h a k w a rg a n e g a r a , u n t u k
membangun memori individu
dan kolektif, untuk memahami
32
masa lalu, serta untuk
mendokumentasikan masa kini
sebagai pedoman kegiatan di
masa yang akan datang. Oleh
karena itu, masyarakat
internasional sepakat untuk
saling bekerja sama agar:
- kebijakan dan peraturan
perundang-undangan
kearsipan nasional
ditetapkan dan dilaksanakan;
pengelolaan arsip dievaluasi
dan dilaksanakan secara
kompeten oleh seluruh
lembaga, baik pemerintah
maupun swasta, yang
menciptakan;
- menggunakan arsip dalam
pelaksanaan kegiatannya;
serta sumber daya yang
memadai dialokasikan untuk
mendukung pengelolaan
arsip yang baik, termasuk
mendayagunakan tenaga
profesional yang terlatih;
- arsip dikelola dan
dilestarikan dengan cara
yang dapat menjamin
autentisitas, reliabilitas,
integritas, dan kegunaannya;
- arsip tersedia untuk diakses
oleh setiap orang, dengan
tetap menghormati peraturan
perundang-undangan yang
terkait dan hak-hak individu,
pencipta, pemilik, serta
pengguna; dan
- arsip digunakan untuk
membantu peningkatan
tanggung jawab
kewarganegaraan.
Kesepakatan pemaknaan
tentang arsip, pengakuan peran/
kedudukan arsip, serta komitmen
terhadap arsip tersebut di atas
telah dideklarasikan dalam
Deklarasi Universal tentang
Kearsipan di Oslo September
2010.
D. Pengelolaan Arsip Pemilu
Penyelenggaraan pemilu
perlu dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sebagaimana
diatur dalam pasal 22 E UndangUndang Dasar (UUD) 1945 dan
UU No. 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu.
Pertanggungjawaban tersebut
dilaksanakan sesuai dengan asas
keterbukaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 UU No.
15 Tahun 2011. Oleh karena itu,
arsip/ dokumen terkait
penyelenggaraan pemilu perlu
diselamatkan sesuai dengan pasal
43 UU No. 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan. Dalam rangka
penyelamatan arsip pemilu
tersebut, perlu dilakukan
pengelolaan arsip pemilu dengan
mengakselerasikan fungsi antara
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sebagai penyelenggaran pemilu
dan Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) sebagai
p e n a n g g u n g j a w a b
penyelenggara kearsipan
nasional.
Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, KPU dan ANRI
bersepakat dan berkomitmen
untuk menyelamatkan arsip-arsip
pemilu dengan membuat Surat
Edaran Bersama antara KPU dan
ANRI Nomor 05/KB/KPU
TAHUN 2012 dan Nomor 2
Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g
Penyelamatan Arsip/ Dokumen
Pemilihan Umum. Surat edaran
tersebut berisi tentang kebijakan
atau pedoman dalam pengelolaan
arsip pemilu yang meliputi :
- Kebijakan penyelamatan,
- Jenis arsip pemilu dan
kriteria arsip statis,
- Prosedur penyelamatan arsip
permanen,
- Prosedur pemusnahan arsip,
- Prosedur penyimpanan arsip
dinamis,
- Pengaksesan,
- Bimbingan teknis, supervisi
dan monitoring, serta
- Evaluasi dan pelaporan.
Menindaklanjuti surat edaran
bersama tersebut serta untuk
mendorong implementasi di
lapangan, KPU mengeluarkan
Peraturan KPU Nomor 18 Tahun
2013 tentang Jadwal Retensi
Arsip (JRA) Substantif dan
Fasilitatif Non Kepegawaian dan
Non Keuangan Komisi Pemilihan
Umum. JRA tersebut dibahas
dalam rapat pleno KPU tanggal
33
31 Januari 2013. Selanjutnya
rancangan JRA tersebut telah
mendapatkan persetujuan dari
ANRI dengan surat No.
P. J R A / 6 9 / 2 0 1 3 t a n g g a l 5
September 2013. Setelah
mendapatkan persetujuan ANRI,
JRA tersebut ditetapkan oleh
Ketua KPU dengan Peraturan
KPU No. 18 Tahun 2013 pada
tanggal 23 September 2013.
Peraturan KPU tentang JRA
ini tidak hanya mengikat KPU
sebagai penyelenggara pemilu,
tetapi juga mengikat lembaga
kearsipan baik tingkat nasional
(ANRI) maupun lembaga
kearsipan daerah baik tingkat
kabupaten maupun propinsi.
Dalam peraturan tersebut diatur
mengenai jeni-jenis arsip pemilu,
umur simpannya, nasib akhir
arsip tersebut (musnah/
permanen/ dinilai kembali), serta
kewenangan lembaga pengelola/
penyimpannya.
Keberadaan surat edaran
bersama KPU dan ANRI tahun
2012 tentang penyelamatan arsip/
dokumen pemilu dan peraturan
KPU nomor 18 tahun 2013
menunjukkan komitmen
pemerintah dalam menegakkan
demokrasi. Dalam perspektif
kearsipan, terlihat bahwa dalam
upaya mendorong dan
menegakkan demokrasi, arsip
memiliki peran yang sangat
strategis. Menyadari hal tersebut,
34
maka pemerintah dalam hal ini
KPU sebagai penyelenggara
pemilu serta ANRI sebagai
penyelenggara kearsipan
nasional, merumuskan dan
melaksanakan kebijakan terkait
penyelematan arsip pemilu.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kasus-kasus
pemilu yang dikupas di atas,
penyelenggaraan demokrasi
tidak hanya terbatas pada arsip
pemilu tetapi juga budaya
kearsipan secara menyeluruh
baik dalam lingkup individu
maupun pemerintah. Apabila
budaya berkearsipan ini dapat
digalakkan dengan baik dan tertib
arsip dapat diwujudkan di setiap
lini kehidupan berbangsa dan
bernegara maka permasalahanpermasalahan dalam
penyelenggaraan pemilu dapat
diatasi. Selain itu kualitas pesta
demokrasi yang menjadi tonggak
bersejarah dalam menjalankan
kehidupan negara ini dapat
terwujud. Dengan demikian
disadari bahwa arsip memiliki
peranan penting dalam
m e n d o r o n g
d a n
menyelenggarakan demokrasi.
Adanya peraturan pemerintah
terkait arsip pemilu menunjukkan
kesadaran, perhatian, dan
komitmen pemerintah bahwa
arsip itu penting dalam
penyelenggaraan pemilu
sehingga perlu dilakukan
pengelolaan dengan baik.
B. Saran
Mempelajari dari catatan
penyelenggaraan pemilu yang
telah diselenggarakan diperlukan
kesadaran dan komitmen dari
semua pihak khususnya
pemerintah sebagai
penyelenggara pemilu dan
masyarakat sebagai peserta
pemilu untuk bersama-sama
mengevaluasi dan melakukan
pembenahan. Kasus DPT yang
selalu berulang dan terkait
dengan kependudukan
diperlukan pendataan ulang
database kependudukan oleh
pemerintah/ lembaga yang
berwenang dan masyarakat harus
tertib melakukan pendaftaran
kependudukannya. Pengawasan
pada proses penciptaan arsiparsip pemilu (pencoblosan,
penghitungan, dan rekapitulasi
surat suara) harus dilakukan
dengan sistem yang mampu
menjaga otentisitas. Selanjutnya
pengurusan arsip-arsip pemilu
tersebut harus dilakukan dengan
sistem dan pengawasan yang
sangat ketat untuk menghindari
kebocoran atau kehilangan arsip
vital pemilu tersebut.
Setelah penyelenggaraan
pemilu selesai, arsip-arsip pemilu
harus diselamatkan sebagai
akuntabilitas penyelenggaraan
pemilu, bagian dari memori
kolektif bangsa sekaligus sebagai
sumber referensi dalam
penyelenggaraan pemilu
selanjutnya, serta sebagai sumber
pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang
politik. Oleh karena itu, Surat
Edaran Bersama antara KPU dan
ANRI Nomor 05/KB/KPU Tahun
2012 dan Nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyelamatan Arsip/
Dokumen Pemilihan Umum serta
Peraturan KPU No. 18 Tahun
2013 tentang JRA Arsip
Substantif dan Fasilitatif Non
Kepegawaian dan Non Keuangan
KPU perlu disosialisasikan
secara gencar di lingkungan KPU
maupun masyarakat luas supaya
dapat diimplementasikan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan.
UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu.
Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2013
tentang Jadwal Retensi Arsip
Substantif dan Fasilitatif Non
Kepegawaian dan Non Keuangan
Komisi Pemilihan Umum.
Surat Edaran Bersama KPU dan
ANRI Nomor 05/KB/KPU
TAHUN 2012 dan Nomor 2
Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g
35
Penyelamatan Arsip/ Dokumen
Pemilihan Umum.
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokr
asi diakses tanggal 2 Juli 2014
Miriam, Budiardjo, “Dasar-Dasar
Ilmu Politik”. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
http://kbbi.web.id/demokrasi diakses
tanggal 2 Juli 2014
UGM, 1998, Demokratisasi Politik:
Sumbangan Pikiran Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta:
Kanisius.
36
http://pemilu.tempo.co/read/news/20
13/12/19/269538826/Pengaduan
-Kecurangan-Pemilu-ke-DKPPMeningkat diakses tanggal 2 Juli
2014
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
TELISIK
WAHANA PENGABDIAN MANGUNAN GIRIREJO:
Sejarah dan Perkembangannya
Zaenudin1
Perguruan Tinggi dan
Tridharmanya
Salah satu tugas pokok negara
sebagaimana termaktub dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar
tahun 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Wujud
pelaksanaan tugas tersebut adalah
negara membentuk satuan-satuan
pendidikan secara berjenjang. Salah
satunya adalah satuan pendidikan
tinggi yang merupakan satuan
pendidikan lanjutan dari satuan
pendidikan menengah atau lanjutan
(SMU/SMA/SLTA).
Perguruan tinggi sebagai satuan
pendidikan tertinggi memikul
amanah pendidikan yang biasa
disebut dengan istilah tridharma
perguruan tinggi. Kata tridharma
berasal dari kata “tri” yang berarti tiga
dan “dharma” yang berarti kewajiban.
Sehingga tridharma perguruan tinggi
diartikan sebagai tiga kewajiban
lembaga perguruan tinggi. Ketiga
tugas perguruan tinggi adalah dharma
pendidikan/ pengajaran, dharma
penelitian, dan dharma pengabdian
p a d a
m a s y a r a k a t
(www.kamus.ugm.ac.id/jowo.php.)
1
Arsiparis Arsip UGM
50
Proyek Mangunan Girirejo dan
Pengabdian Masyarakat
Universitas Gadjah Mada (UGM)
sebagai salah satu lembaga
pendidikan tinggi juga memikul tiga
dharma tersebut. Salah satu
dharmanya adalah dharma
pengabdian pada masyarakat, dimana
untuk melaksanakan kegiatan
pengabdian, perguruan tinggi tersebut
biasanya dibentuk unit atau lembaga
pengabdian masyarakat. UGM juga
membentuk lembaga tersebut, yaitu
pada tanggal 26 Januari 1960 dengan
nama Persatuan Seksi-Seksi
Pembangunan Masyarakat (PSPM)
UGM, melalui Surat Keputusan
Presiden UGM No. 225/SN/I/1960.
PSPM UGM didirikan dengan
tujuan supaya UGM dapat
mengabdikan secara langsung kepada
masyarakat hasil-hasil ilmu
pengetahuan dan penelitian yang
dibina dan ditumbuhkembangkan
untuk mewujudkan Indonesia yang
adil dan makmur berdasar Pancasila.
Sementara itu tugas PSPM UGM
adalah melaksanakan kegiatan
pengabdian serta mengkoordinir
kegiatan pengabdian pada
masyarakat dari fakultas dan badan
perlengkapan lain di lingkungan
UGM. Adapun sasaran PSPM UGM
adalah membantu usaha
pembangunan masyarakat khususnya
masyarakat pedesaan.
Salah satu bentuk pelaksanaan
dharma pengabdian sebagaimana
tercantum dalam tujuan, tugas, dan
sasaran di atas, PSPM UGM
membentuk daerah binaan. Daerah
binaan tersebut ada yang bersifat
tidak tetap dan ada yang bersifat tetap.
Daerah binaan tidak tetap yang
dikelola PSPM UGM tersebar di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dan Propinsi Jawa Tengah.
Sementara daerah binaan tetap yang
dikelola PSPM UGM berlokasi di
Desa Mangunan dan Desa Girirejo,
wilayah Kabupaten Bantul.
Sejarah Wahana Pengabdian
Mangunan Girirejo
Mangunan Girirejo adalah area
yang dikelola UGM untuk wahana
pembangunan dan pengabdian
kepada masyarakat. Area seluas
kurang lebih 157 hektar tersebut
terletak di dua desa, yaitu: Desa
Mangunan Kecamatan Dlingo dan
Desa Girirejo Kecamatan Imogiri.
Keduanya masuk wilayah Kabupaten
Bantul. Secara topografis, lahan di
kawasan ini mempunyai ketinggian
70 – 290 m di atas permukaan air laut.
Kawasan ini terdiri atas dua igir
(pematang yang cekung dan runcing)
dengan lembah sempit di bagian
tengah yang membujur dari barat ke
timur. Panjang lahan kurang lebih
2,25 km dan lebar lahan berkisar
antara 0,5 – 1 km. Secara hidro
topografis kawasan ini membentuk
sebuah catchment area dengan
pelepasan air melalui Sungai Sili.
Tonggak awal proyek Mangunan
Girirejo dimulai dari didirikannya
PSPM UGM pada tanggal 1 Januari
1960. Lembaga tersebut dibentuk
dengan maksud agar UGM dapat turut
serta menyumbangkan dharma
baktinya dalam melaksanakan
pembangunan semesta masyarakat
dengan jalan membaktikan hasil
ilmiahnya baik bagi pembangunan
masyarakat sendiri maupun yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan
masyarakat bersama-sama. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, PSPM
UGM mengadakan pembinaan
masyarakat di Desa Mangunan dan
Girirejo.
Di wilayah kedua desa tersebut
terdapat tanah milik Sultan Mataram
turun temurun seluas 120 hektar,
dimana tanah tersebut merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Tiga tahun sebelumnya, Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kehutanan
UGM bermaksud mendirikan
laboratorium lapangan untuk tujuan
pendidikan dan praktek bagi
51
mahasiswa. Tempat yang dipilih dan
direncanakan adalah Mangunan
Girirejo. Dua fakultas tersebut segera
menghubungi pemerintah daerah,
Dinas Agraria, serta masyarakat
setempat, dan semua pihak
menyetujui rencana itu, namun
karena tidak ada dana akhirnya
pendirian laboratorium tersebut tidak
dapat dilaksanakan.
Pada tahun 1960, ada tawaran
kerjasama dari Departemen
Transkopemada, agar PSPM UGM
menyelenggarakan pilot project
pembangunan masyarakat desa di
wilayah Gunungkidul. Mula-mula
PSPM UGM ragu-ragu menerima
tawaran karena belum mempunyai
daerah kerja yang tetap. Namun pada
akhirnya, tawaran tersebut jadi
dilaksanakan setelah disepakati
tersedianya lokasi proyek yaitu tanah
milik sultan seluas 120 hektar di
wilayah Desa Mangunan dan Desa
Girirejo. Setelah lokasi proyek
tersedia maka pada tanggal 16
Desember 1960 dilaksanakan
penandatanganan naskah kerjasama
antara Departemen Transkopemada
yang diwakili Bapak Achmadi dan
UGM yang diwakili oleh Prof. Dr. M.
Sardjito selaku rektor. Menurut
perjanjian tersebut kerjasama
dilaksanakan dalam jangka lima
tahun dan dapat diperpanjang. UGM
menunjuk PSPM UGM sebagai
pelaksana proyek.
52
Ditengah perjalanan muncul
kendala bahwa lahan yang ada tidak
mencukupi. Usaha-usaha
penambahan lahan segera diupayakan
dengan jalan membeli tanah milik
penduduk di sekitar lokasi sehingga
ada penambahan lahan sekitar 37
hektar. Pembelian tanah dengan jalan
pemberian ganti rugi tanah penduduk
yang sumber dananya berasal dari
D e p a r t e m e n Tr a n s k o p e m e d a .
Penambahan lahan tersebut
menjadikan luas lokasi proyek
Mangunan Girirejo seluruhnya
menjadi 157 hektar. Berbagai
perizinan yang diperlukan segera
diurus, seperti: izin dari Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kehutanan,
Dinas Agraria, Pemerintah Propinsi
DIY, serta penduduk setempat. Pada
akhirnya keluarlah sertifikat tanah
tersebut atas nama Universitas
Gadjah Mada c.q. PSPM UGM
dengan status hak pakai. (SK Kepala
daerah DIY No. 3/1967, tanggal 7
Januari 1967).
Rencana awal setelah
penandatanganan naskah kerjasama
pada Desember 1960, kegiatan
proyek pembinaan akan dimulai pada
tahun 1961. Karena berbagai
kesulitan terutama masalah dana,
maka kegiatan proyek pembangunan
masyarakat di Mangunan Girirejo
baru dapat dilaksanakan pada tahun
1962. Sampai dengan tanggal 17
November 1990, Kepala Lembaga
Pengabdian Masyarakat (LPM) UGM
bersama lima kepala pusat yang ada di
bawah LPM memutuskan untuk
mengubah nama “Proyek Mangunan
G i r i r e j o ” m e n j a d i “ Wa h a n a
Pengabdian Tridharma Mangunan
Girirejo LPM UGM”.
Perkembangan Wahana
Pengabdian Mangunan Girirejo
Perkembangan proyek
Mangunan Girirejo selanjutnya
sangat dipengaruhi oleh dua faktor.
Faktor pertama adalah perkembangan
kelembagaan dari PSPM UGM yang
menaungi proyek tersebut. Faktor
kedua adalah dana, ada tidaknya dana
atau siapa yang menjadi penyandang
dananya, juga mempengaruhi
perkembangan proyek atau wahana
pengabdian ini. Perkembangan
wahana Mangunan Girirejo
selanjutnya akan diuraikan berdasar
perkembangan kedua hal tersebut.
Pengelolaan Mangunan Girirejo di
Bawah PSPM UGM (1960 – 1967)
Sebagaimana disinggung dalam
tulisan sebelumnya, proyek
Mangunan Girirejo diawali dari
pembentukan PSPM UGM pada
tanggal 26 Januari 1960 melaui SK
Presiden UGM No. 225/SN/I/1960.
Menjelang akhir tahun 1960, tepatnya
tanggal 16 Desember 1960
diadakanlah kerjasama antara
53
Departemen Transkopemada dengan
UGM untuk menyelenggarakan
proyek penelitian/ percobaan dan
percontohan pembangunan
masyarakat desa di Mangunan
Girirejo. Tugas tersebut oleh UGM
dibebankan kepada PSPM UGM.
Semula kegiatan direncanakan
dilaksanakan pada tahun 1961,
namun karena ada kesulitan dalam
pencarian dana proyek baru dapat
dilaksanakan pada tahun 1962.
Kegiatan-kegiatan telah mulai
dilaksanakan, mulai dari membuka
poliklinik, membangun rumah
peternakan, gudang bibit,
menggaduhkan kambing,
memperbaiki jalan, membuat saluran
air, pembrantasan tikus, kursus kader
koperasi, serta mengadakan
percobaan/penelitian jenis tanaman
dan obat-obatan. Pada November
1960 Menteri Koperasi mengadakan
kunjungan ke Mangunan Girirejo
untuk menyaksikan perkembangan
dan memberi amanah kepada segenap
masyarakat. Disamping itu pengelola
proyek juga mengadakan pameran di
Bantul dan Sleman serta mengadakan
pemutaran film di Imogiri. Kegiatankegiatan proyek tersebut sempat
terhenti, karena pada tahun 1965
D e p a r t e m e n Tr a n s k o p e m a d a
dihapuskan, sehingga pelaksanaan
perjanjian terhenti pula. Keadaan
tanpa dana ini berlangsung hingga
tahun 1967.
54
Pengelolaan Mangunan Girirejo di
Bawah Biro Pengabdian
Masyarakat (Bipemas) UGM (1968
– 1974)
Pada tahun 1968, nama PSPM
diganti dengan Bipemas, melalui SK
Presidium UGM No. 12 a Tahun 1968.
Menurut SK tersebut Bipemas
merupakan badan perlengkapan UGM
yang mempunyai kegiatan khusus
dalam rangka tridharma perguruan
tinggi. Bipemas berkedudukan
sederajat dengan fakultas atau badan
perlengkapan UGM lainnya dan
langsung bertanggung jawab kepada
rektor.
Perubahan ini membawa konsekuensi
perubahan pada struktur organisasi
proyek Mangunan Girirejo. Dahulu
proyek tersebut ditangani langsung
oleh PSPM, namun sejak terbitnya
SK di atas proyek Mangunan Girirejo
diserahkan kepada tim yang diketuai
o l e h I r. R . M . Te d j o j u w o n o
Notohadiprawiro. Kelanjutan
kegiatan-kegiatan proyek tersebut
sempat terhenti karena kekurangan
dana. Langkah selanjutnya adalah tim
menyusun Term of Reference (TOR)
yang diajukan kepada Direktorat
Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Usaha ini
membuahkan hasil karena sejak
triwulan terakhir tahun 1968 proyek
Mangunan Girirejo dapat berjalan
lagi setelah mendapat bantuan dana
dari Ditjen Dikti. Kucuran dana
tersebut berlangsung sampai dengan
tahun 1975.
Mangunan Girirejo di Bawah
Lembaga Pengembangan
Masyarakat (LPM) UGM (1974 –
1980)
Perkembangan proyek
Mangunan selanjutnya juga
dipengaruhi oleh lembaga yang
menaunginya. Pada tahun 1974
Rektor UGM mengeluarkan SK No.
20 tahun 1974 tentang Pembentukan
Lembaga Pengembangan Masyarakat
(LPM) UGM. Dari sisi status dan
kedudukan antara Bipemas dan LPM
tidak ada bedanya, hanya saja ruang
lingkup kerja LPM makin jelas.
Ruang lingkup kerja tersebut
meliputi: melaksanakan proyekproyek pengembangan masyarakat
yang bersifat suplementer (mengisi
yang belum diisi pemerintah), atau
yang bersifat komplementer (ikut
serta bersama pemerintah, atau yang
bersifat perintisan (mencoba caracara yang baru atau memperbaiki cara
yang lama) yang biasanya didahului
dengan survei.
Konsekuensi dari pemberlakuan
SK tersebut, nama Bipemas diganti
dengan LPM. Pada periode ini,
tepatnya pada tahun 1976, proyek
Mangunan Girirejo mendapat dana
dari DIP Pelita UGM, sehingga
kegiatannya dapat terus berjalan
disamping dari anggaran belanja
UGM sendiri sebagaimana ketentuan
SK diatas.
Mangunan Girirejo di Bawah
Lembaga Pengabdian Masyarakat
(LPM) UGM (1980 – 2000)
Pada tahun 1980, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No. 5 Tahun 1980 tentang PokokPokok Organisasi Universitas/
Institut Negeri. Dalam PP tersebut
tidak lagi dikenal nama Lembaga
Pengembangan Masyarakat, tetapi
diganti dengan nama Lembaga
Pengabdian pada Masyarakat. Nama
baru tersebut sering disingkat menjadi
55
LPM. Secara singkatan nama baru
dan lama tidak berbeda, namun
terminologi yang digunakan berbeda,
yang lama memakai terminologi
pengembangan sedangkan yang baru
menggunakan terminologi
pengabdian.
Dibandingkan dengan periode
perkembangan sebelumnya, periode
ini termasuk yang paling panjang
masanya, dengan demikian
perkembangan pada masa ini juga
relatif lebih banyak. Pada masa-masa
awal periode ini tepatnya pada tahun
1983-1984, proyek Mangunan
Girirejo tidak lagi mendapat dana DIP
Pelita. Untuk kelangsungan kegiatan,
ketua LPM UGM mengalihkan dana
pengembangan tanaman Legume ke
proyek Mangunan Girirejo. Baru
pada tahun anggaran 1985/1986
proyek tersebut kembali mendapat
dana DIP pelita, walaupun hanya satu
tahun.
Program pengencangan ikat
pinggang yang digulirkan pemerintah
pada tahun anggaran 1986/1987
sampai tahun 1989/1990 membuat
proyek Mangunan Girirejo terancam.
Akibat program tersebut semua
proyek pengembangan masyarakat
yang berada di bawah koordinasi
LPM UGM, termasuk proyek
Mangunan Girirejo dihapuskan. Baru
pada tahun anggaran 1990/1991,
proyek Mangunan menggeliat lagi
setelah mendapat alokasi dana rutin
56
dari dana DPP/SPP UGM. Pada
periode ini pula terjadi perubahan
nama, dari “Proyek Mangunan
G i r i r e j o ” m e n j a d i “ Wa h a n a
Pengabdian Tridharma Mangunan
Girirejo LPM UGM”. Perubahan
tersebut diputuskan dalam rapat
pimpinan LPM UGM dengan lima
kepala pusat yang berada di bawah
LPM.
`Periode ini juga ditandai dengan
berubahnya beberapa perguruan tinggi
negeri di Indonesia menjadi Perguruan
Tinggi Badan Hukum Milik Negara
(PT BHMN), salah satunya UGM.
Kebijakan baru ini memungkinkan
perguruan tinggi yang berubah
menjadi PT BHMN mengatur dan
mengelola rumah tangganya sendiri,
termasuk dalam hal penataan
organisasi dan kelembagaannya.
Pengaturan kelembagaan yang
dilakukan oleh UGM salah satunya
adalah menggabungkan Lembaga
Penelitian dan Lembaga Pengabdian
pada Masyarakat menjadi Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM). Penggabungan
tersebut didasarkan pada SK Rektor
No. 47/P/SK/HT/2006.
Pengelolaan Mangunan Girirejo di
Bawah PT Gama Multi Usaha
Mandiri (PT. GMUM UGM) (2000 –
sekarang)
Sejak tanggal 5 September 2000,
pengelolaan Wahana Pengabdian
Tridharma Mangunan Girirejo
diserahterimakan dari LPM UGM
kepada PT. GMUM. Penyerahan itu
didasarkan pada Surat Keputusan
R e k t o r
U G M
N o .
4357/JO.1/LK.05.01/2000.
Perubahan pengelola berakibat pula
pada perubahan nama, dari “Wahana
Pengabdian Tridharma Mangunan
Girirejo LPM UGM” menjadi “Gama
Giri Mandiri”. Kebijakan tersebut
berpengaruh pada perubahan fokus
tujuan atau sasaran. Pada saat berada
di bawah LPM, pengelolaan lahan
Mangunan Girirejo difokuskan pada
aktifitas sosial, penelitian dan
pemberdayaan masyarakat. Setelah
berada di bawah PT. GMUM, tujuan
yang akan dicapai Gama Giri Mandiri
adalah optimalisasi pemanfaatan aset
UGM untuk mendukung terwujudnya
otonomi kampus.
P T. G M U M b e r u s a h a
mewujudkan amanah tersebut dengan
melakukan beberapa aktifitas
berbasis agribisnis diantaranya
penyulingan minyak kayu putih,
pengembangan bumi perkemahan,
pengembangan arena wisata,
pembibitan tanaman hias, peternakan
ayam potong, pembuatan pakan
ternak dan pupuk, serta kerajinan.
Berbagai fasilitas juga diadakan
seperti pendopo, rumah
peristirahatan, dan sarana MCK
(mandi, cuci, kakus). Bahkan PT.
GMUM juga sudah memasang tarif
biaya dan melakukan publikasi atau
promosi.
Sumber:
1. LPM UGM, Konsep Sejarah
P e r k e m b a n g a n Wa h a n a
Pengabdian Tri Dharma Mangunan
Girirejo LPM UGM: 1992.
57
( K h a z a n a h
AS/IP.TG.00/15C)
A r s i p
2. Tim Pusat Pengembangan
Teknologi Tepat Guna LPM
UGM, Penanganan SumberS u m b e r A i r d i Wi l a y a h
Mangunan Girejo, Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul,
Propinsi DIY: 1998. (Khazanah
Arsip AS3/OA.PY.03/75)
3. Laporan Tahunan UGM Tahun
Pengajaran 1960/1961.
( K h a z a n a h A r s i p
AS/OA.LR.02/10)
4. Laporan Tahunan UGM Tahun
Pengajaran 1962/1963.
( K h a z a n a h A r s i p
AS/OA.LR.02/13)
P o k o k O rg a n i s a s i
Universitas/Institut Negeri
( K h a z a n a h A r s i p
AS/SC.PM/1.16)
8. SK Rektor UGM No. 20 tahun
1974 tentang Pembentukan
Lembaga Pengembangan
Masyarakat UGM (Khazanah
Arsip AS/OA.SK.05/41)
9. SK Presidium UGM No. 12 a
T a h u n 1 9 6 8 T E N TA N G
Pembentukan Biro Pengabdian
Masyarakat UGM (Khazanah
Arsip AS/OA.AK.05/68.10)
10. SK Rektor No. 47/P/SK/HT/2006
tentang Pembentukan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat UGM
( K h a z a n a h A r s i p
AS/OA.AK.05/06.31)
5. Laporan Tahunan UGM Tahun
Pengajaran 1964/1965.
( K h a z a n a h A r s i p
AS/OA.LR.02/11)
11. www.gamamulti.com/gama-girimandiri
6. Leaflet Gama Giri Mandiri
(Khazanah Arsip AS5/IP.LU/3)
12. www.lppmugm.ac.id/profillppm-ugm/
7. Peraturan Pemerintah No. 5
Tahun 1980 tentang Pokok-
13. www.kamus.ugm.ac.id/jowo.php
58
RESENSI BUKU
KEARSIPAN DAN SERPIHAN SEJARAH UGM
1
Ahmad Salam
Judul
: Teori, Praktik Kearsipan, dan
Serpihan Sejarah UGM.
Sepuluh Tahun Kiprah Arsip
UGM
Editor
: Machmoed Effendhie dan
Zaenudin
Cetakan : Ke-2
Penerbit : Arsip Universitas Gadjah Mada
Tahun
: 2014
Halaman : xxii + 532
ISBN
: 978-602-71316-0-6
Ada sesuatu yang istimewa di
Ulang Tahun ke-10 Arsip Universitas
Gadjah Mada (UGM). Sesuatu itu
adalah peluncuran sebuah buku hasil
karya arsiparis, pengelola arsip dan
pemerhati kearsipan di lingkungan
UGM. Buku yang di-launching
tanggal 11 September 2014 di ruang
Seminar Perpustakaan UGM lantai 2
tersebut diberi judul “Teori, Praktik
Kearsipan, dan Serpihan Sejarah
UGM : Sepuluh Tahun Kiprah Arsip
UGM”.
Buku ini pada prinsipnya
merupakan “daur ulang” dari tulisantulisan yang sebagian besar pernah
dimuat di Buletin Khazanah, sebuah
penerbitan yang dikelola Arsip UGM.
1
Seluruhnya berjumlah lima puluh tiga
judul. Tiga puluh lima judul diambil
dari kolom “opini” sementara delapan
belas judul diambil dari kolom
“telisik” dari buletin tersebut. Topiktopik tersebut dikelompokkan
menjadi 4 bab yang didahului oleh
persembahan, sesanggeman marang
guru, pengantar editor, serta ditutup
dengan keterangan naskah dan
keterangan penulis.
Bab I menghimpun topik-topik
yang berisi tentang Teori dan Praktik
Kearsipan. Bab ini tersusun dari 10
judul. Di antara topik pada bab ini
adalah tulisan Machmoed Effendhie
bertitel “Ilmu dan Pendidikan
Kearsipan: Sebuah Pengantar”. Arsip,
Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Sunan Kalijaga
59
kearsipan, ilmu kearsipan, dan
pendidikan kearsipan, yang oleh
sebagian orang dianggap “useless
and underestimated”, ternyata
usianya sudah cukup tua. Praktikpraktik kearsipan sebenarnya sudah
dilakukan oleh bangsa-bangsa Mesir
dan Mesopotamia. Pada abad ke-16,
Ilmu Kearsipan memasuki fase yang
oleh Bruno Delmas disebut “Fase
Pertama Evolusi Ilmu Kearsipan”,
atau meminjam istilah Robert Henri
Bautier “Fase Krusial dari Ilmu
Kearsipan”. Akhir abad ke-20 dan
memasuki abad ke-21 telah lahir
cabang ilmu kearsipan Empirical
Archival Science dan Normative
Archival Science. Kearsipan sebagai
ilmu bantu Paleografi, Diplomatika,
dan Sejarah lahir pada abad ke-19 dan
Pendidikan formal kearsipan pertama
lahir pada awal abad ke-20.
Satu topik lagi yang masuk dalam
bab I adalah tulisan Herman
Setyawan berjudul “Preservasi
Material Fotografi”. Dalam konteks
kearsipan, foto dokumenter
merupakan perekaman peristiwa
sejarah atau sebagai media ekspresi
seni atau sebagai arsip kehidupan
sosial dan keluarga dalam bentuk
visual. Pelestarian merupakan
kegiatan yang harus dilakukan untuk
mempertahankan arsip foto baik dari
sisi teknis dan intelektual, melalui
pengendalian lingkungan, keamanan,
penciptaan, penyimpanan,
penanganan, dan perencanaan
60
terhadap terjadinya bencana.
Bab II memaparkan kajian-kajian
terkait Profesi, Peran, dan Kesadaran
Kearsipan. Kesadaran Kearsipan
perlu digalakkan demi kemajuan
bangsa dan negara serta menjaga
keutuhan NKRI. Peran arsip dalam
mendukung kemajuan tersebut
digambarkan oleh Musliichah dalam
tulisan yang berjudul “Arsip:
Pendeteksi dan Pencegah Korupsi”.
Dalam karyanya tersebut ia
mengatakan bahwa kejahatan korupsi
adalah kejahatan yang sistematis,
karena korupsi dilakukan oleh mereka
yang memiliki pengetahuan cukup,
berpendidikan di atas rata-rata,
menguasai informasi yang besar, dan
jaringan yang rapi. Arsip sebagai
sumber informasi memiliki peran
strategis dalam upaya pemberantasan
(pembuktian dan pencegahan)
korupsi. Oleh karena itu, perlu
digalakkan budaya sadar arsip dan
budaya tertib arsip untuk
mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa bebas korupsi.
Selain topik di atas tulisan
Zaenudin juga menarik untuk
dikedepankan. Dengan judul tulisan
“Membangun Budaya Sadar Arsip
Demi Menjaga Keutuhan NKRI”, ia
mengatakan bahwa arsip adalah aset
bangsa yang sangat penting dan tak
tergantikan karena di dalamnya
terekam data seluruh aspek keutuhan
NKRI. Arsip akan menjadi bukti jika
aspek-aspek tersebut dipersoalkan
pihak lain. Arsip juga akan menjadi
pusat memori dan sumber referensi
bagi generasi mendatang untuk
mengawal keutuhan NKRI. Dengan
demikian, budaya sadar arsip
merupakan kunci dalam menjaga dan
mengawal keutuhan NKRI.
Dalam Bab III disajikan kajiankajian tentang praktik kearsiapan di
lingkungan lembaga perguruan
tinggi, khususnya pengalamanpengalaman yang terjadi di UGM.
Melihat begitu pentingnya arsip
sebagai hasil dari sebuah proses
kegiatan, patut kiranya penataan arsip
diefektifkan lagi. Untuk mewujudkan
tertib arsip, upaya pembinaan
kearsipan sangat dibutuhkan. Arsip
UGM sudah mulai berbenah, ini
dibuktikan dengan sudah efektifnya
penemuan kembali arsip inaktif.
Tulisan Fitria Agustina yang berjudul
“Efektifitas Pengelolaan Arsip
Dinamis Inaktif di Arsip UGM”
membuktikan hal itu. Tolok ukur
keefektifan dapat dilihat dari
beberapa aspek. Pertama, dari segi
kecepatan penemuan kembali arsip
inaktif yang mencapai nilai 3,20 yang
berarti sangat efektif. Walaupun
waktu penemuan kembali arsip masih
ada yang lebih dari satu hari bahkan
sampai satu minggu. Dalam hal
ketepatan pelayanan arsip diperoleh
nilai 2,70 yang berarti efektif juga.
Dari hasil penggabungan kecepatan
dan ketepatan arsip diperoleh angka
2,95 yang menunjukkan bahwa
pengelolaan arsip inaktif di Arsip
UGM sudah efektif. Kedua, Arsip
UGM sudah melaksanakan kegiatan
pemeliharaan, perawatan, dan
pengamanan arsip. Akan tetapi,
masih bersifat sederhana karena
adanya kendala dalam hal panduan,
peralatan, ruang, dan dana.
Efektivitas pengelolaan arsip inaktif
di Arsip UGM yang dilihat dari dua
indikator tersebut dipengaruhi oleh
tiga faktor. Pertama, sumber daya
manusia; kedua, faktor sistem
pengelolaan arsip; dan ketiga, faktor
sarana prasarana kearsipan.
Sementara pentingnya
pendampingan atau pembinaan
kearsipan dibahas juga pada bab ini.
Dalam tulisan yang berjudul
“Pendampingan dan Pengembangan
Records Center Unit Kerja sebagai
Upaya Pembinaan Kearsipan di
Lingkungan UGM, Kurniatun
menyatakan bahwa pendampingan
dan pengembangan pengelolaan arsip
masih sangat dibutuhkan, sebab
kendala yang dihadapi setiap unit
kerja dalam membangun Records
Center adalah masalah diseputar
SDM, infrastruktur, dan sistem
kearsipan yang belum seragam.
Selanjutnya Bab IV buku ini
mencoba menawarkan rekonstruksi
sejarah UGM menggunakan sumber
primer yaitu arsip. Dalam ilmu
sejarah arsip adalah sumber yang
paling peting sebab dalam arsip
tersebut peradaban UGM terukir.
61
Sejarah UGM mulai direkontruksi
lewat beberapa tulisan dalam buku
tersebut seperti yang dipaparkan di
bawah ini. Anna Riasmiati menulis
tentang sejarah singkat BPA (Balai
Pembinaan Administrasi) UGM.
Pendirian BPA bermula dari gagasan
4 pihak yaitu: Kementerian Dalam
Negeri, Fakultas Sospol UGM,
K e p a l a D a e r a h D I Y, d a n
International Coorporation
Administration (ICA). Gagasan para
pihak tersebut bertujuan untuk
mendapatkan tenaga-tenaga ahli yang
dapat digunakan sebagai
penyelenggara pemerintahan.
Akhirnya lahirlah Public
Administration Program (PAP). Pada
19 April 1960 berdasar Peraturan
Senat UGM No. 3 terbentuklah Balai
Latihan dan Penyelidikan Tata Usaha
Pembangunan Lembaga-lembaga
Masyarakat dan Negara
(BLPTUPLMN). Dengan lahirnya
lembaga baru ini maka PAP
dilikuidasi. Setelah berjalan 16 bulan,
dirasakan perlunya mengganti nama
lembaga yang terlalu panjang.
Akhirnya lahirlah nama Balai
Pembinaan Administrasi (BPA)
menggantikan BLPTUPLMN
berdasar Keputusan Rapat Senat 23
Agustus 1961. Sejak berdiri hingga
31 Agustus 1961, BPA berkantor di
Bulaksumur Blok H/6, kemudian per
1 September 1961 BPA menempati
gedung sendiri di Sekip.
Heri Santoso membedah tentang
62
pembangunan Wisma Kagama.
Sejarah Kagama dimulai saat
konggres I alumni UGM tanggal 18
Desember 1958. Dari konggres
tersebut dibentuklah wadah alumni
yang diberi nama Keluarga Alumni
Universitas Gadjah Mada (Kagama).
Seiring perjalanan Kagama mulai
dirasakan pentingnya membangun
tempat berkumpul para alumni.
Akhirnya pada Munas Kagama III
tanggal 5 – 7 Januari 1977 di Surabaya
diputuskan pembangunan Wisma
Kagama yang akan dilaksanakan 3
tahap. Pembangunan itu berdasar
khazanah arsip-arsip Kagama.
Pembangunan tahap I dilaksanakan
tahun1978 dan berakhir tahun 1979
berupa 5 buah Joglo berukuran 7x7 m.
Tahap II dilaksanakan 2 Mei 1987
berupa pembangunan Pendopo
berukuran 24x36 m. Pembangunan
tahap III dilaksanakan pada tanggal
20 Mei 1988 berupa guest house
berlantai 2 yang berlokasi di sebelah
utara membujur dari barat sampai
timur.
Serpihan sejarah UGM yang lain
dipaparkan oleh Ully Isnaeni Effendi
dengan judul Pedagang Kaki Lima di
UGM. Dalam tulisannya, ia
memaparkan usaha-usaha UGM
mengelola sektor ini (PKL) dari
periode 1980-an sampai dengan
1990-an. Pada 12 Januari 1987, UGM
telah membuat los dan menempatkan
PKL di tikungan sebelah utara SMP
Negeri 2 IKIP. Pada 25 April 1987
UGM meresmikan lapak PKL di
depan RS. Sardjito. Selanjutnya pada
14 Januari 1989 dilakukan
penyerahan SK Rektor UGM untuk
PKL yang bertempat di University
Club. Pada kurun 1990-an, UGM juga
berkali menertibkan PKL
bekerjasama dengan Pemda Sleman
maupun RSUP Dr. Sardjito.
Tulisan terkait serpihan sejarah
pengabdian UGM diuraikan pula oleh
Isti Maryatun. Ia memaparkan
tentang proyek pembangunan air
minum di lereng Merapi. Air adalah
kebutuhan yang sangat pokok dalam
kehidupan. Namun tidak semua
daerah dapat dengan mudah
mendapat air. Salah satunya daerah di
sekitar Gunung Merapi tepatnya
daerah Cangkringan, Pakem, dan Turi
di Kabupaten Sleman. Untuk itu Biro
Pengabdian Masyarakat UGM
bekerjasama dengan Pemda Sleman
dan World University Service (WUS)
bekerja sama membuat proyek
instalasi air bersih dari mata air
Bebeng pada tahun 1965. Hasilnya,
delapan tahun kemudian tepatnya
1973 air tuk Bebeng berhasil dialirkan
ke Desa Kepuharjo, Glagaharjo dan
Umbulharjo Kecamatan Cangkringan
sehingga kebutuhan dan kehidupan
masyarakat 3 desa itu bertambah baik.
Sementara Proyek Saluran Air
Minum Turgo Kecamatan Pakem dan
N g a n d o n g K e c a m a t a n Tu r i
dilaksanakan pada tahun 1970 dan
diserahterimakan pada 1971.
Sebagaimana disinggung editor,
waktu yang dimiliki penyusun buku
hanya seminggu sebelum masuk
cetak. Dengan kerja keras dan kerja
sama yang baik akhirnya jadilah
buku ini, untuk itu kehadirannya patut
diapresiasi. Menghimpun tulisan
yang topiknya beragam bukanlah
p e k e r j a a n m u d a h . Wa l a u p u n
prosesnya terburu-buru, secara
sistematika buku ini cukup
baik.Topik-topik terkait kajian teori,
praktek dan hal ikhwal tentang
kearsipan dikelompokkan dalam bab I
sampai bab III. Sementara bab IV
khusus diperuntukkan bagi topiktopik terkait kajian khazanah arsip
atau penelitian sumber arsip untuk
merangkai serpihan-serpihan sejarah
UGM.
Buku yang lahir dalam rangka
memperingati dies arsip UGM ke-10
atau Peringatan Lustrum II ini terasa
sangat emosional karena bersamaan
dengan momentum pergantian
Kepala Arsip. Begitu melihat,
pembaca langsung menangkap
nuansa itu. Sampul buku ini
menampilkan foto keluarga besar
arsip, begitu dibuka maka akan
dijumpai halaman persembahan yang
menunjukkan kuatnya ikatan
kekeluargaan. Bahkan ada halaman
khusus berisi persembahan berupa
sebait lagu Jawa yang diperuntukkan
bagi pimpinan arsip yang sudah
dianggap para staf sebagai guru.
Jika di waktu yang akan datang
63
buku akan dicetak dalam jumlah
banyak dan diedarkan secara luas,
s e b a i k n y a u n s u r- u n s u r y a n g
menunjukkan eksklusifitas di atas
perlu diganti dengan hal-hal yang
sifatnya lebih umum. Kecuali dari itu
perbaikan-perbaikan yang terkait
dengan teknis penulisan dan tata letak
juga perlu dilakukan. Di sana sini
masih dijumpai batas kanan dan kiri
yang tidak konsisten. Salah ketik,
64
penulisan tebal dan miring juga perlu
diedit lagi. Disamping itu, penulisan
daftar pustaka juga perlu seragamkan,
termasuk beberapa nama penulis yang
belum tercantum di bawah judul perlu
disisipkan dan diseragamkan bentuk
dan letaknya. Arsip dan kearsipan di
UGM harus terus ditingkatkan supaya
kita tidak pernah lagi kehilangan
serpihan sejarah universitas
kebanggaan.
BERITA
Kunjungan di Arsip UGM
1. Staf kearsipan Otoritas Batam
melakukan kunjungan ke Arsip
UGM pada tanggal 8 September
2014.
2. Seratus peserta Workshop
Implementasi Pembentukan
Lembaga Kearsipan Perguruan
Tinggi Negeri dan Kopertis
Regional II yang diselenggarakan
oleh Dirjen Dikti Kemdikbud RI
melakukan kunjungan ke Arsip
UGM pada tanggal 3 Oktober
2014. Kunjungan sebagai
rangkaian kegiatan workshop
kearsipan yang diikuti oleh unsur
pimpinan dan petugas kearsipan
dari PTN dan Kopertis Regional
II.
3. Dua puluh orang
peserta
Diklatpim IV Kemdikbud RI
melakukan studi banding ke
Arsip UGM pada tanggal 19
September 2014. Peserta
merupakan pejabat struktural di
lingkungan Kemdikbud yang
tersebar di perguruan tinggi di
Indonesia yang sebelumnya
mengikuti Diklatpim IV di
Pusbangtendik Kemdikbud
Sawangan.
4. L i m a p u l u h l i m a o r a n g
mahasiswa kearsipan UNDIP
melakukan kunjungan ke Arsip
UGM pada tanggal 25 September
2014.
5. Tujuh puluh orang petugas
kearsipan dan pustakawan
F a k u l t a s Te k n i k U N D I P
melakukan studi banding ke
Arsip UGM pada tanggal 17
Oktober 2014. Studi banding ini
sebagai rangkaian dari Pelatihan
Manajemen Arsip Dinamis yang
diselenggarakan selama 2 hari di
Yogyakarta.
Lustrum ke-2 Arsip UGM
Dalam rangka Lustrum ke-2
Arsip UGM menyelenggarakan
berbagai kegiatan, diantaranya:
1. Seremonial peringatan Lustrum
ke-2 Arsip UGM pada tanggal 11
September 2014.
2. Launching dan bedah buku
“Teori, Praktik Kearsipan, dan
Serpihan Sejarah UGM” sebuah
kumpulan karya keluarga besar
Arsip UGM, pada tanggal 11
September 2014.
3. Pameran kearsipan dalam acara
“Kelas Inspirasi” di Museum
P e n d i d i k a n U N Y, 1 2 - 1 4
September 2014.
4. Bimbingan Teknis Penilaian dan
Penyusutan Arsip diikuti oleh 60
arsiparis dan petugas kearsipan
dari seluruh fakultas dan sekolah,
unit kerja di lingkungan kantor
pimpinan universitas, serta
beberapa pusat studi di
65
lingkungan UGM, dilaksanakan
pada tanggal 25 September 2014.
Worskhop, Diklat, dan Sertifikasi
Arsiparis UGM
1. Wo r k s h o p I m p l e m e n t a s i
Pembentukan Lembaga
Kearsipan Perguruan Tinggi dan
Kopertis oleh DIKTI pada
tanggal 17-19 September 2014
bertempat di Hotel Haris Sunset
Road Bali, dengan peserta Dra.
Tristiana Chandra Dewi Iriani,
S.IP., M.Si. dan Kurniatun, S.IP.
2. Sertifikasi Arsiparis Bidang
Kompetensi Pengelolaan Arsip
Dinamis Tingkat Terampil
Angkatan V pada tanggal 6-7
Oktober 2014 di ANRI dengan
peserta Sri Lestari, S.I.P., Sigit
Sasongko, A.Md., Sri Darwanti,
Cilandasari, A.Md., dan Heri
Santosa, A.Md., S.ST.Ars.
3. D i k l a t P e n y u s u t a n A r s i p ,
bertempat di Pusdiklat Kearsipan
ANRI pada tanggal 22-26
September 2014 dengan peserta
Rustanti, A.M.K.L.
4. Diklat Akusisi dan Pengolahan
Arsip Statis (PNBP), bertempat
di Pusdiklat Kearsipan ANRI
tanggal 12-18 Oktober 2014,
dengan peserta Isti Maryatun,
A.Md.
5. Kepala Arsip UGM Dra. Tristiana
Dewi T.I., S.IP., M.SI. dengan
66
Anna Riasmiati, SE. menghadiri
Ekspose Draf Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria (NSPK)
tentang Pedoman Pengelolaan
Arsip Terjaga dan Pedoman
Autentikasi Arsip Statis yang
diselenggarakan oleh ANRI di
Gedung C ANRI tanggal 12
November 2014.
Oral History Programme Arsip
UGM
Pada tanggal 29-30 September 2014,
Arsip UGM melakukan wawancara
dengan tokoh Kagama UGM, Drs.
K P H .
S u m a r g o n o
Kusumohadiningrat, bertempat di Jl.
Kemang Timur V No. 4A Jakarta
Selatan. Kegiatan tersebut sebagai
kelanjutan dari oral history
programme Arsip UGM.
Prestasi Arsiparis Teladan
Fitria Agustina, A.Md., S.IP. berhasil
menjadi Arsiparis Teladan Tingkat
Nasional untuk kategori Arsiparis
Tingkat Terampil pada kompetisi
Arsiparis Teladan Tingkat Nasional
2014 yang diselenggarakan ANRI
pada tanggal 16 Agustus 2014. Fitria
mewakili Kemdikbud RI pada
kompetisi ini setelah sebelumnya
berhasil menjadi terbaik I pada
kompetisi Arsiparis Berprestasi
Kemdikbud RI 2014 yang
dilaksanakan pada tanggal 18-20 Juni
2014
MoU Arsip UGM dan
FORSIPAGAMA
Arsip UGM menjalin kerjasama
dengan Forum Kearsipan Universitas
Gadjah Mada (FORSIPAGAMA) di
bidang pengembangan kearsipan di
lingkungan UGM. Penandatanganan
MoU dilakukan pada tanggal 29
September 2014 di Arsip UGM.
Pergantian Pimpinan Arsip
Universitas Gadjah Mada
Berdasarkan SK Rektor UGM Nomor
764/P/SK/HT/2014 tentang
Pengangkatan Kepala Arsip UGM
mulai 28 Oktober 2014 telah terjadi
pergantian pimpinan Arsip UGM.
Dra. Tristiana Chandra Dewi Trias
Iriani, S.IP., M.Si menggantikan Drs.
Machmoed Effendhie, M.Hum
sebagai Kepala Arsip UGM.
Pelantikan dilaksanakan pada tanggal
10 November 2014 oleh Rektor UGM
melalui Wakil Rektor Bidang Sumber
Daya Manusia dan Aset Prof. Dr. Ir.
Budi Santoso Wignyosukarto,
Dip.HE.
Pameran Kearsipan
Arsip UGM menyelenggarakan
pameran kearsipan pada acara UGM
Expo di Grha Sabha Pramana UGM
mulai tanggal 17-21 November 2014
dengan tema “Gadjah Mada Fair:
Sebuah Refleksi Kearifan Lokal”.
67
68
Penganugerahan Arsiparis Teladan Nasional di ANRI
16 Agustus 2014
Penyerahan potongan tumpeng dari Sekretaris
Eksekutif UGM (kanan) kepada Kepala Arsip UGM
(kiri) pada acara seremonial lustrum ke 2 Arsip UGM
11 September 2014
Bedah buku pada launching buku
Bimbingan Teknis Penilaian dan Penyusutan Arsip
“Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM” Arsiparis dan Pengelola Arsip di Lingkungan UGM
11 September 2014
25 September 2014
Tanya Jawab dengan Peserta Workshop Implementasi
Pelantikan
Pembentukan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri Dra. Tristiana Chandra Dewi T.I., S.IP., M.Si
dan Kopertis Regional II Dirjen Dikti Kemdikbud RI
sebagai Kepala Arsip Universitas Gadjah Mada
3 Oktober 2014
10 November 2014