konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat zakiah

Transcription

konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat zakiah
KONSEP
PERAWATAN KESEHATAN JIWA MENURUT PENDAPAT
ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI
Oleh
MUSLIHUN
NIM. 105052001761
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
KONSEP
PERAWATAN KESEHATAN JIWA MENURUT PENDAPAT
ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI
Skripsi ini diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh
MUSLIHUN
NIM. 105052001761
Di Bawah Pembimbing
Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd.
NIP. 19690322 199603 2 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
ABSTRAK
Muslihun
Konsep Perawatan Kesehatan Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan
Dadang Hawari.
Tersedianya materi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
cepat di samping membawa pengaruh positif, ternyata juga membawa pengaruh
negatif terhadap kehidupan. Pengaruh negatif itu tampak adanya manusia diliputi
kecemasan dan kegelisahan yang tidak beralasan, hidup bahagiapun semakin sulit
diraih. Kondisi ini telah menyadarkan manusia untuk mengisi kekeringan rohani
dari ajaran agama. Memperdalam ajaran agama senantiasa memberikan pedoman
dalam kehidupan sehingga manusia akan memahami secara utuh arti sebuah
kenyakina.
Timbulnya berbagai macam gejolak seperti cemas, gelisah, dan penyakit
jiwa lainnya mendorong para ahli untuk tetap terus beruhasa memberikan bantuan
penanggulangan, baik dalam bentuk langkah preventif, konsultasi, konseling,
maupun pengobatan secara medis (psikofarmaka). Inilah yang mendasari penulis
untuk meneliti konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat Zakiah
Daradjat dan Dadang Hawari. Konsep kedua tokoh ini sangat relevan dan
membatu manusia dalam upaya menjaga kesehatan jiwa, sehingga pikiran,
perasaan, sikap dan keyakinan hidup bisa berjalan seiring menuju keharmonisan
di dalam dirinya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,
dengan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian ini akan dilakukan
eksporasi tentang konsep dari Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari. Dimuali dari
biografi kehidupannya, karya-karyanya, aktifitasnya dan penulis mencoba
mendeskripsikan tentang temuan kedua tokoh tersebut dalam upaya
penanggulangan atau perawatan kesehatan jiwa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Zakiah Daradjat,
perawatan/penanggulangan gangguan kejiwaan adalah dengan terapi psikologis
dan religius melalui media konseling. Dalam proses terapi psikologis Zakiah
Daradjat menyentuh aspek kognitif, afektif dan konasi, sementara dalam terapi
religius, klien diberikan pemahaman-pemahaman yang utuh untuk menerima
kenyataan yang dihadapi dengan menjalankan perintah-perintah agama dengan
maksimal. Dari semua itu Zakiah Daradjat tetap memanfaatkan potensi klien
dalam upaya penyembuhan diri klien dari gangguan kejiwaan. Sementara
menurut Dadang Hawari memberikan empat langkah yang harus ditempuh dalam
perawatan/penanggulangan gangguan jiwa yakni; terapi psikofarmaka dengan
memberikan obat-obatan secara medis, terapi sosial (psikoterapi) yang berupa
suportif, re-edukatif, re-konstruktif, kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan
keluarga. Terapi sosial (psiko terapi) dengan menggunakan SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity dan Threat). Terapi psikoreligius dengan tujuan untuk
memperkuat iman pasien yang dapat berupa kegiatan ritual keagamaan dengan
memperdalam rukun iman yang berjumlah enam. Sehingga merasa bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
i
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah dan para pengikutnya, karena dengan semua itu penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
Tak lupa rasa hormat penulis cucurkan kepada para intelektual muslim
yang mengajarkan kita tanpa lelah untuk mejadi manusia yang pintar dan berahlak
mulia. Salam dan do’aku untuk para intektual muslim. Sembah sujud untuk kedua
orangtuaku Hj. Siti Rahmah dan H. Yakub HM. Noor, atas jerih payah dan
banting tulangnya selama ini, insya Allah akan ananda balas dengan menjadi anak
yang berbakti di jalan Allah SWT.
Tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang
membantu proses pembuatan skripsi ini, kecuali terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin selaku Pembatu Dekan Bidang Akademik,
Bapak Drs. Mahmud Jajal selaku Pembantu Dekan Bidang Anggaran, Bapak
Drs. Study Rizal LK., MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan
yang telah membantu penulis ketika bergelut menjadi mahasiswa dan
pengurus HMJ BPI.
2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam berserta Drs. Sugiharto, MA. selaku Sekretaris jurusan.
Berjuta-juta terimakasih untuk keduanya yang banyak membantu dan
membimbing penulis tanpa lelah selama mengecap status mahasiswa BPI.
iii
3. Bapak Drs. M. Lutfi, MA. dan Dra. Nasichah, MA. selaku mantan Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan BPI, terima kasih atas bantuan dan
bimbingannya selama ini.
4. Ibu Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd. beribu terima kasih penulis ucapkan atas
bantuan dan bimbingan selama skripsi ini ditulis. Semoga amal dan niat baik
dibalas oleh Allah SWT.
5. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan fasilitas yang memadai atas buku-bukunya.
6. Para dosen yang mengajarkan dengan tulus dan ikhlas tentang dunia BPI .
semua itu insya Allah mendapatkan balasan dari Allah SWT.
7. Para Senior-seniorku yakni kanda-kanda Deni Agusta, Endang, Deki, M.
Yusuf, Yayat Rosyidi, Ahmad Rukyat, Ahmad Mubarok, Pizaro, Abel Fahsa,
M. Taher, Diah W, Fina, Syujai Shobah, Habibi, Khafit Rosyid, (Angkatan
1998-2004 dan 2005-2013) kenangan indah itu entah kapan akan terulang.
8. Sahabat-sahabatku satu angkatan 2005 diantaranya, Wahyu Dwi Saputro,
Rahmat Hidayat, Harid Isnaini, M. Jaya Supriyatna, Jamaludin Shidiq,
Jupenra, Jepriadi, Ruyatna, Dino Irensah, Ade Nurfahmi, Mufi Setiana, Bari
Roqiabiano, Mulia Rahmawati, Khairul Mutaqorribain, Galun Yuni Utami,
Maya Maulana, Dwika Novariyanti, Hera Sa’adiati, Yuni Fitriani, Sinta
Paramita. Kenangan itu terus menghiasi perjalanan panjang hingga kelak tua
nanti.
9. Adik-adik kelasku. Fita Nivariyanti, Abdul, Rizqon Agung, Sarifah, Zaura
Sylviana, Diah W Larasati, (Angkatan 2006). Alimudin Sugiarto, Ade
iv
Nurzaman, Maria Ulfa, Nurhasanuddin, Abdul Hakim, Nurul, Vina, Veni,
(Angkatan 2007). Tri Prasetiyo, Boy Capah, Oki Devace, Nan Nurzaman, M.
Rosyid, Nila, Mahmudah, Nong Via, Kamalia (angkatan 2008). Adrian, Yofie,
Sadam H., (2009). walaupun kalian telah lebih dulu meninggalkan BPI,
namun rasa sayang ini masih melekat di hati penulis
10. Organ-organ ekstra kampus serta forum-forum diskusi yang selalu kritis
dengan wacana keilmuannya antara lain: HMI, FORMACI, PMII, IMM,
FORKOT, LS-ADI: Taufik Akbar, Jakariah, Ample, Aphoy, Pipit, Saiful
Bahri, Ahmad Fadli, M. Roiz, Alfi, Erik Z, Otoy, Arifin Yahya, Fuad, atas
kerja samanya selama ini dan mohon maaf atas kebandelanku di HMI.
11. Kawan-kawan KMBJ, KMBSD-JAYA dan BOM-BJ teruslah berjuang.
Antara lain Ismailah, Suhardin, Didin Syafrudin, Johari, Jaenal, Sahrul, Ismail
Abdullah, Suaeb, ZulChijjah, Muamar, Munir (KMBJ). Anhar, Hasan, Ida,
Ruwaida, Mufti, Kalisom, Burhan, Taufan (KMBSD). Arif Kurniadi, Farid,
Badir, Bambang, Bulqis, David (BOM-BJ). Pesanku warnai hari-harimumu
dengan wacana-wacana keilmuan.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum
sempurna, baik dalam penyusunan maupun bahasanya. Karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua.
Penulis
Muslihun
NIM. 105052001761
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
Bab I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………....................... 1
B. Pembatasan dan perumusan Masalah ......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6
E. Metodologi Penelitian ................................................................ 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II. TINJAUAN TEORITIS ............................................................... 13
A. Perawatan Kesehatan Jiwa ...................................................... 13
1. Pengertian Perawatan Kesehatan Jiwa .................................. 13
2. Kesehatan Jiwa .................................................................... 14
3. Ciri-ciri Jiwa yang Sehat ...................................................... 17
4. Faktor-Faktor Kesehatan Jiwa ............................................. 20
5. Gangguan Kejiwaan ............................................................ 23
BAB III. PEMIKIRAN Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari .............. 25
A. Prof. Dr. Zakiah Daradjat .................................................... 25
1. Riwayat Hidup ................................................................... 25
2. Aktifitas ............................................................................. 28
3. Karya-Karya ...................................................................... 31
4. Konsep Zakiah Daradjat dalam Merawat
Kesehatan Jiwa .................................................................. 32
B. Prof. Dr. dr. Dadang Hawari Psikiatri ................................ 45
1. Riwayat Hidup ................................................................... 45
2. Aktifitas ............................................................................. 46
vi
3. Karya-Karya ...................................................................... 48
4. Penghargaan ...................................................................... 49
5. Konsep Dadang Hawari dalam Merawat
Kesehatan Jiwa ................................................................. 51
BAB IV. ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG
HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN JIWA .... 66
A. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dalam
Perawatan Kesehatan Jiwa ................................................... 66
1. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dalam
Memelihara Kesehatan Jiwa ................................................. 66
2. Analisis Konsep Dadang Hawari dalam
Memelihara Kesehatan Jiwa ................................................ 76
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 86
B. Kesimpulan …………………………………………………... ... 86
C. Saran-Saran ………………………………………...…………... 87
D. Penutup …………………..…………………….………………. 87
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akal dan fikiran merupakan anugerah tertinggi yang diberikan oleh
Allah SWT kepada manusia sehingga manusia berbeda dengan makhlukmakhluk lain yang diciptakan Allah SWT.1 Bertambah maju kehidupannya
bertambah maju pula fikiran. Kekuatan pikiran bisa bertambah kuat dan bisa
lemah, bisa menyala dan bisa padam dan mati, semuanya dengan penjagaan.2
Manusia sebagai hamba Allah SWT lahir ke dunia ini adalah dalam
keadaan suci (fithrah), suci dari noda dan dosa, namun setelah hidup dan
berinteraksi dengan sesama makhluk dan lingkungan, maka sadar atau tidak
manusia telah banyak melakukan kesalahan sehingga mengakibatkan
timbulnya dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Allah SWT telah
memberikan perangkat akal dan nafsu agar digunakan dengan sebaikbaiknya.
Kemuliaan dan keutamaan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya adalah karena memiliki hati dan akal yang dengan bantuan dan
pertolongan-Nya manusia dapat mengenal Allah. Dengan sarana hati
manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah dan meraih derajat denganNya serta melakukan usaha untuk mengetahui dan menyadari keberadaanNya. Hati yang beruntung adalah hati yang bersih dan suci karena senantiasa
1
2
Hamka, Renungan Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), h.4.
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h.49.
1
2
dibersihkan dan disucikan, dan hati yang merugi adalah hati yang dibiarkan
kotor dan rusak.3
Manusia sebagai makhluk sosial seringkali mengahadapi berbagai
macam masalah dalam kehidupannya sehari-hari, arti dari kata masalah adalah
sesuatu keadaan yang membuat kita tidak merasa enak dan harus segera
diselesaikan.4 Dalam proses penyelesaian masalah yang sedang dihadapi di
samping memerlukan bantuan pertolongan orang lain, juga diselesaikan
dengan potensi yang kita miliki sehingga kita mampu berfikir secara rasional.
Menurut Deliar Noer masyarakat moderen adalah masyarakat yang
bersifat rasional, obyektif, terbuka, menghargai waktu dan kecendrungan
berfikirnya selalu untuk masa depan yang lebih jauh.5 Jaman modern
seharusnya membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam
hidupnya. Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa kebahagiaan
itu ternyata semakin jauh, beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan
ketegengan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan
sehingga mengurangi kebahagiaan.
Agama merupakan salah satu kebutuhan psikis dan rohani manusia
yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman dan
kebahagiaan6. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama. Agama Islam
adalah jalan bagi perawatan kesehatan jiwa dan merupakan obat bagi
penanggulangan
3
gangguan
penyakit
kejiwaan,
serta
membina
dan
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Bandung: Marja, 2005), h.9
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001), h. 3.
Cet. Ke-23.
5
Deliar Noer, Pembangunan Di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1997), h.24.
6
Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), h. 178. Cet. Ke- 1.
4
3
mengembangkan kehidupan jiwa manusia. Tanpa agama, jiwa manusia tidak
dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Jadi, agama dan
kepercayaan pada Allah adalah kebutuhan pokok manusia, yang akan
menolong manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.7
Di samping agama merupakan kebutuhan psikis juga memiliki peranan
penting dalam menjaga keseimbangan hidup. Hal semacam ini terjadi pada
seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat modern, agak modern maupun
primitif mereka akan merasakan ketenangan dan ketentraman dikala mereka
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.8
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d.
Artinya:”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman, beramal
sholeh bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang
baik”.(QS. Ar-Ra’d): 28-29). 9
Ayat tersebut merupakan petunjuk yang jelas sekaligus sebagai
landasan dalam menjaga keseimbangan jiwa. Sementara fungsi iman dan
mengingat Allah harus ditanamkan sejak dini kepada semua umat manusia
7
Moh. Sholeh, Agama Sebagai Terapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 42.
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam
Mulia,1993) h.74. Cet ke-2.
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 584.
8
4
terutama umat Islam sehinggga memiliki ketahanan baik secara fisik
maupun psikis dan dapat menyesuaikan diri dari kegagalan, tekanan perasaan,
baik yang terjadi di rumah tangga, di kantor ataupun dalam masyarakat.
Gangguan psikis seperti tekanan perasaan, cemas, depresi, dan
gangguan psikis lainnya merupakan kendala manusia untuk meraih hidup sehat.
Cara penanggulangannya tidak hanya semata melalui jalan agama tetapi juga
dengan pengobatan-pengobatan secara fisik dengan cara pendekatan medis.
Menyadari kondisi sebagaimana telah disampaikan di atas, para
pakar berupaya merumuskan konsep kesehatan jiwa agar jiwa manusia tetap
sehat dan terhindar dari berbagai penyakit dan gangguan jiwa. Dari berbagai
tokoh muslim, terdapat beberapa tokoh yang mengkaji tentang kesehatan
jiwa dan badan, di antaranya adalah Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari.
Zakiah Daradjat dengan rinci mengkaji dan membagi unsur-unsur
yang harus ditempuh manusia untuk memperoleh kesehatan, baik sehat
secara kejiwaan maupun sehat secara fisik. Dalam memberikan bantuan dan
pertolongan kepada klien Zakiah Daradjat mengggunakan pengobatan
psikologi dengan menganalisa unsur kognitif, afektif, psikomotorik dan
konasi, dari situlah dapat diketahui penyebab-penyebab atas timbulnya
gangguan kejiwaan pada kliennya. Selanjutnya mengunakan pengobatan
religius, pengobatan ini dimaksudkan untuk membangun kembali naluri
keagamaan yang telah lama pudar.
Sementara Dadang Hawari dalam melakukan pengobatan kepada
kliennya lebih dalam dari Zakiah Daradjat, Dadang Hawari tidah hanya
mengggunakan pengobatan psikologi dan religi, tetapi juga mengggunakan
pengobata dengan cara biologi dan sosial. Pelaksanaan pengobatan yang
5
dilakukan oleh Dadang Hawari dimulai dari aspek biologi, dimaksudkan
untuk membersihkan dengan obat (medis) atas ketergantungan seseorang
terhadap zat-zat adiktif, baru dilakukan pengobatan psikologi, religi dan
terakhir sosial dengan menempatkan klien di rumah singgah Madani Mental
Health Care Foundation.
Dari sini barangkali yang melatarbelakangi Zakah Daradjat dan
Dadang Hawari tetap konsisten dalam penanganan masalah-masalah gangguan
psikis dan fisik. Dari sini pulalah penulis termotivasi untuk mengkaji lebih
dalam konsep kedua tokoh tersebut. Di samping menambah khazanah dan
kontribusi bagi jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam kancah
kehidupan moderen. Berdasarkan uraian diatas sehingga mendorong penulis
untuk mengangkat skripsi ini dengan judul: Konsep Perawatan Kesehatan
Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan Dadang Hawari.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membatasi pembahasan pada
teori Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam penanggulangan gangguangangguan kejiwaan. Zakiah Daradjat menggunakan terapi psikologi dan religi
dengan media konseling, sementara Dadang Hawari dengan terapi biologi,
psikologi, religi, dan sosial. Dari pembatasan masalah tersebut dapat
dimunculkan rumusan masalah tentang bagaimana konsep Zakiah Daradjat dan
Dadang Hawari tentang perawatan kesehatan jiwa?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengisi kekosongan dan menambah
literatur mengenai konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam
perawatan kesehatan jiwa.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah:
a. Untuk menambah khazanah kajian kesehatan jiwa terutama untuk
memahami kasus-kasus seperti cemas, depresi, dan gangguan
kejiwaan yang dialami oleh manusia di era modern seperti
sekarang ini.
b. Dapat memberikan
sumbangan berharga bagi pengembangan
dasar-dasar keilmuan Bimbingan dan PenyuluhanIslam.
c. Dapat dijadikan bahan dalam pembuatan silabus dan makalah
khsusnya bagi dosen dan mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan
Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis membaca beberapa karya Zakiah Daradjat dan Dadang
Hawari antara lain; Zakiah Daradjat dengan karya; Kesehatan Mental, Ilmu
Jiwa Agama, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Pokok Kesehatan
Mental/Jiwa. Dadang Hawari dengan karya; Al-Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa
dan Kesehatan Jiwa, Dimensi Religius dan Praktek psikologi dan Psikiatri,
Konsep Agama Islam Menanggulangi HIV/AIDS, maka dari itu penulis
7
terkesima dengan pandangan-pandang kedua tokoh ini terutama yang
berkaitan kajian kejiwaan.
Kemudian penulis melakukan penelusuran pada perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis hanya menemukan dua karya ilmiah
(skripsi), pertama ditulis oleh Marzoqum “Terapi Islam Sebagai Metode
Dakwah: Kajian Tentang Aplikasi Terapi Islam Zakiah Daradjat Terhadap
Berbagai Gangguan Kejiwaan” tahun 2002. Fokus penelitiannya hanya pada
penerapan dan aplikasi ajaran Islam dalam menanggulangi berbagai gangguan
kejiwaan. Ajaran agama Islam mempunyai hikmah yang berkaitan erat dengan
perkembangan dan pemenuhan kebutuhan jiwa manusia sehingga ritualnya
tidak dapat ditinggalkan.
Yang kedua skripsi yang tulis oleh Fitri Suryani “Terapi Qurani
Terhadap Ganguan Kejiwaan Studi Karya Dadang Hawari Al-Qur’an Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa” tahun 2004. Al-Qur’an menjawab
perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi atas
modernisasi dan industrialisasi sehingga manusia meninggalkan nilai-nilai
moral keagamaan dan etika kehidupan. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri
Suryani hanya fokus buku Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa.
Dari hasil penelusuran tadi yang ternyata tidak menemukan judul
penelitian yang sama, inilah yang menjadikan penulis yakin untuk menjadikan
Konsep Perawatan Kesehatan Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan
Dadang Hawari sebagai karya ilmiah (skripsi) diajukan pada Jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai syarat memperoleh gelar sarjana
S.Sos I.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif, penelitian dengan
mengumpulkan lalu menganalisa satu persatu konsep Zakiah Daradjat dan
Dadang Hawari dengan maksud mengungkapkan pengalaman-pengalaman
kedua toko tersebut dalam menangani berbagai macam fenomena
kejiwaan seperti depresi, cemas, pindak agama, ketagihan obat-obatan
terlarang sehingga mendapatkan wawasan yang baru tentang konsep
kedua tokoh tersebut.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan eksploratif yaitu
menata dan melihatnya berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan
sehingga dapat ditemukan pola atau tema tertentu. Mencari hubungan
logis antara pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam
berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran
tersebut. Di samping itu, peneliti juga berupaya untuk menentukan arti di
balik pemikiran tersebut berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik
yang mengitarinya. Selanjutnya mengklasifikasikan dalam arti membuat
pengelompokan pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari sehingga
dapat dikelompokkan ke dalam berbagai aspek.
9
b. Waktu Penelitian
Penelitia skripsi ini dimulai bulan Februari 2011, sampai bulan
perawatan kesehatan jiwa dengan Bimbingan dan Konseling Islam.
c. Definisi Operasional
Secara operasional, kesehatan jiwa adalah terwujudnya keserasian
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya,
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, dan
ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram,
dengan indikator sebagai berikut:
a. Terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan;
b. Mampu menyesuaikan diri;
c. Sanggup
menghadapi
masalah-masalah
dan
kegoncangan-
kegoncangan biasa;
d. Adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik);
e. Merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia;
f. Dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin
g. Senantiasa mendekatkan diri pada Allah.
2. Sumber dan Jenis Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan sumber data kepustakaan yang digunakan untuk
memperoleh data teoritis yang dibahas. Untuk itu sebagai jenis datanya
sebagai berikut:
10
a. Data Primer yaitu karya-karya Zakiah Daradjat: (1) Kesehatan Mental;
(2) Psikoterapi Islam; (3) Islam dan kesehatan Mental; (4) Peranan
agama Dalam Kesehatan mental; (5) Kesehatan Jiwa dalam Keluarga,
Sekolah, dan Masyarakat. Dadang Hawari: (1) Al-Qur'an: Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa; (2) Dimensi Religi dalam
Praktek
Psikiatri
dan
Psikologi;
(3)
Konsep
Agama
Islam
Menanggulangi HIV/AIDS.
b. Data Sekunder yaitu karya-karya tulis ahli lain yang relevan dengan
tema skripsi ini.
3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penulisan skripsi ini hanya pada pemikiran
dan konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam memelihara
kesehatan jiwa.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan penelitian dan data yang dibutuhkan,
maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
dokumentasi yaitu mencari data yang berhungan dengan pokok-pokok
pembahasan berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, artikel, dan lain
sebagainya.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu proses mengorganisasi dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang
dinginkan dalam penelitian ini. Analisis data tersebut dengan cara
11
mengelompokkan konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari lalu
dilakukan analisis satu persatu tentang konsep kedua tokoh tersebut.
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pedoman
penulisan karya ilmiah ( skripsi, tesis dan disertasi) yang disusun oleh
Hamid Nasuhi, Ismatu Rofi, Oman Fathurahman, M. Syairozi Dimyati,
Netty Hatati, Syopiansyah Jaya Putra. Cetakan ke-2 tahun 2007,
diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi, sangat dibutuhkan sebuah sistematika
penulisan yang menjadi inti penelitian. Adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
terdiri
dari:
Latar
belakang
masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS terdiri dari: Kesehatan jiwa meliputi:
Kesehatan jiwa (pengertian kesehatan jiwa, ciri-ciri jiwa yang
sehat dan kepribadiannya, Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan jiwa dan upaya perawatan kesehatan jiwa).
BAB III
BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA terdiri dari: Latar belakang
kehidupan dengan rincian: Pemikiran Zakiah Daradjat dan
Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa, meliputi:
12
(Riwayat hidup, aktifitas, karya-karyanya, konsep Zakiah Daradjat
dalam Perawatan Kesehatan Jiwa,). Dadang Hawari (Riwayat
hidup, aktifitas, karya-karyanya dan penghargaan, konsep Dadang
Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa,).
BAB IV
ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG
HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN JIWA
berisi: analisis konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam
perawatan kesehatan jiwa, persamaan dan perbedaan Konsep
Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan
jiwa, konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam
perawatan kesehatan jiwa ditinjau dari bimbingan dan konseling
Islam.
BAB V
PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Perawatan Kesehatan Jiwa
1. Pengertian Perawatan Kesehatan Jiwa
Perawatan kesehatan jiwa tidak lagi terbatas pada menghilangkan
gejala penyakit yang diderita si sakit, akan tetapi ia juga menghadapi
pengobatan kegoncangan kelakuan yang diderita oleh sementara orang, yang
telah menghalangi meraka dari penyesuaian diri secara sehat dalam
kehidupan pada umumnya. Disinilah tampak begitu penting perawatan
kesehatan jiwa.
Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong
integritas fungsi, meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau
masyarakat.1
Perawatan kesehatan jiwa adalah satu bentuk diskusi tentang
problema yang bersifat emisional, yang dilakukan oleh orang-orang yang
terlatih melakukan tugas membuat hubungan teknis dengan si sakit, yang
dengan itu ia berusaha menghilangkan, mengubah atau menunda gejolak
tertentu, atau mengubah pola tingkah laku. Tujuan dari semua itu adalah
untuk memperkuat segi-segi positif dari sisi pribadi yang sedang bertumbuh
dan berkembang.
Ada beberapa metode perawatan kesehatan jiwa antara lain:
1
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, alih bahasa,
Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 65
13
14
1. Perawatan yang bertujuan untuk menolong si sakit.
2. Perawatan melalui cara psikoanalisa.
3. Perawatan langsung (derectif theraphy)
4. Perawatan tidak langsung (non-directive theraphy).
5. Perawatan dengan cara khusus, antara lain:
a. Pengobatan dengan permainan.
b. Pengobatan dengan seni (music, gambar dan sandiwara).
c. Pengobatan dengan obat dan kejutan.
d. Pengobatan kelompok.2
2. Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa yang biasa disebut mental hygiene, berasal dari kata
Hygiene dan Mental. Hygiene adalah nama dewi kesehatan Yunani. Hygiene
berarti “ilmu pengetahuan”. Sedangkan jiwa dari kata latin “mens, metis”
yang berarti “jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat”.3 Dalam pengertian yang
lain bahwa mental adalah “mental, batin, rohaniah, berkenaan dengan jiwa.
Di lain pengertian sesungguhnya, menyangkut masalah-masalah ingatan,
pikiran atau akal”.4
Dalam usaha untuk menanggulangi kesukaran-kesukaran yang
diderita orang-orang dalam masyarakat modern itu, bermacam-macam ilmu
pengetahuan kemanusiaan berkembang cepat, terutama pada abad ke-XX ini.
2
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, alih bahasa,
Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 67.
3
Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, (Bandung: Maju
Mundur, 2000), h. 4.
4
Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Cet. I, 1987, h.
152
15
Dalam ilmu jiwa dan kedokteran jiwa muncullah ahli-ahli dengan teorinya
masing-masing,
yang
semuanya
bertujuan
untuk
mengembalikan
kebahagiaan kepada tiap orang yang menderita itu. Bermacam-macam teori
telah timbul dan telah menunjukkan jasanya, di antaranya ialah aliran
"Psikhoanalisa" yang dipelopori oleh seorang Psikhiater bernama Sigmund
Freud (1856—1939). Kemudian disusul oleh pengikut-pengikutnya yang
terkenal antara lain: Jung, Adler dan Karen Homey.5
Sesungguhnya kesehatan jiwa mempunyai pengertian dan batasan
yang banyak, disini akan dikemukan beberapa pengertian saja agar mendapat
batasan yang dapat digunakan dengan cara yang memungkinkan kita
memanfaatkan batassan tersebut. Dalam mengarahkan orang kepada
pemahaman hiidup mereka dan dapat mengatasi kesukarannya, sehingga
mereka dapat hidup bahagia dan melaksanakan misinya sebagai anggota
masyarakat yang aktif dan serasi.
Pengertian kesehatan jiwa mempunyai beberapa arti yang berbeda
antara lain:
a. Kesehattan jiwa adalah bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan
gangguan kejiwaan. Pengertian ini banyak dipakai dalam lapangan
kedokteran jiwa (Psikiatri).
b. Kesehatan jiwa adalah kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dengan
masyarakat lingkungannya, hal itu membawanya pada kehidupan yang
sunyi dari kegoncangan, penuh vitalitas.6
5
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji
Masagung), cet. Ke- XVI, h. 68.
6
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid I, alih
Bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 20-21. Cet 1.
16
c. Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem
yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan
dirinya.7
d. Kesehatan jiwa adalah kematangan emosi dan sosial seseorang disertai
adanya kesesuaian dengan dirinya dan lingkungan sekitar.8
e. Kesehatan jiwa ialah terwujudnya ketenangan pada diri seseorang dengan
perkembangan kepribadian yang normal.9
f. Kesehatan jiwa adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan,
mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
goncangan-goncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak
ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan bahagia,
serta dapat menggunakan potensi yang ada pada dirinya seoptimal
mungkin.10
g. Kesehatan jiwa adalah terhindarnya seseorang dari gangguan-gangguan
dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala
potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada
kebahagiaan bersama mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.11
h. Kesehatan jiwa adalah keadaan psikologi secara umum, sedangkan
kesehatan jiwa yang wajar adalah keadaan terpadu dari berbagai tenaga
7
Zakiah Draddjat, Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung 1996), h.12-13.
Cet. Ke 23.
8
Musfir Az-Zahrani Bin Said, Konseling Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h.4.
9
Sayyid Abdul Hamid Mursi, Jiwa Yang Tenang, (Malang: Al-Qayyim, 2004), h.9.
10
Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996),
cet. Ke-VIII, h.9.
11
Siti Sundari, HS., Kesehatan Jiwa Dalam Kehidupan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2005), h. 1.
17
seseorang
yang
menyebabkan
ia
menggunakan
dan
mengeksploitasikannya sebaik-baiknya yang selanjutnya menyebabkan ia
mewujudkan diirinya atau mewujudkan kemanusiaannya.12
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa yang
dimaksud kesehatan jiwa ialah keadaan jiwa seseorang yang mampu
menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah yang dihadapi dan
terhindarnya dari gangguan kejiwaan yang berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3. Ciri-Ciri Jiwa Yang Sehat
Orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang mampu
merasakan kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat
merasa bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala
potensi dan bakatnya semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan
bagi dirinya sendiri dan orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan
diri dalam arti yang luas (dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar).
Orang-orang inilah yang terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta
tetap terpelihara moralnya.
Maka orang yang sehat jiwanya, tidak akan merasa ambisius,
sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain,
merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah
lakunya,
ditunjukkan
untuk
mencari
kebahagiaan
bersama,
bukan
kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya
12
214.
Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1996), h.
18
digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan
kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari
kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi
digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang
yang lemah. Seandainya semua orang sehat mentalnya, tidak akan ada
penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam
masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang
dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolongmenolong.
Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang sehat,
Zakiah Daradjat mengungkapkan secara rinci beberapa ciri orang yang
mempunyai jiwa yang sehat, yaitu:
a. Terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa
b. Mampu menyesuaikan diri
c. Sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-goncangan biasa
d. Adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia.
e. Dapat menggunakan potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin.13
Sedangkan Dadang Hawari mengungkapkan ciri-ciri orang yang
mempunyai jiwa yang sehat, yaitu:
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun
kenyataan buruk baginya.
2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
13
Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996),
cet. Ke-VIII, h. 9.
19
3. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
4. Secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas dan depresi.
5. Berhubungan dengan orang lain dengan tolong menolong.
6. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran dikemudian hari.
7. menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
kostruktif.
8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.14
Adapun jiwa yang sehat memiliki gejala: posisi pribadinya harmonis
dan seimbang, baik ke dalam, terhadap diri sendiri, maupun keluar, terhadap
lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, ciri-ciri khas pribadi yang berjiwa
sehat, antara lain berikut ini:
1. Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya sehingga mudah
mengadakan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan norma
sosial, serta perubahan-perubahan sosial yang serba cepat.
2. Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri
sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
3. Senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan
secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup, dan selalu
mengarah pada transendensi diri, berusaha untuk melebihi kondisinya
yang sekarang.
4. Bergairah, sehat lahir dan batin, tenang dan harmonis kepribadiannya,
efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan
dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.
14
Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 34.
20
Orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang mampu
merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena merasakan bahwa dirinya
berguna, bermakna, mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya,
sehingga membuatnya bahagia terhindar dari kegelisahan dan gangguan
kejiwaan.15
Salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan diri (self control). Pengendalian diri amat penting bagi
kesehatan jiwa sehingga daya tahan jiwa dapat mengatasi stres dalam
kehidupan. Karenanya problem utama kesehatan jiwa adalah timbulnya
berbagai stressor psikososial yang mengakibatkan seseorang menderita
ketegangan,
kecemasan,
depresi,
ketidakpuasan,
ketidakbahagiaan,
kekecewaan, prasangka buruk, niat jahat (ill will).16
Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwasanya tolok ukur orang
yang sehat jiwanya adalah orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berusaha secara sadar merealisasikan nilai-nilai agama
sehingga kehidupannya itu dijalaninya sesuai dengan tuntutan agama.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang.
Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu:
Pertama, faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang seperti
keimanan
ketaqwaan,
sikap
dalam
menghadapi
problem
hidup,
keseimbangan dalam berfikir dan kondisi kejiwaan seseorang.
15
Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996),
cet. Ke-VIII, h. 39.
16
Imam Musbikin, Rahasia Puasa, (Yoyakarta: Mitra Pustaka, 2004), cet. Ke-I, h. 40.
21
Seseorang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, maka
ia akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman. Bila ia menghadapi
problematika hidup, maka ia akan sabar dan tidak putus asa dalam
menghadapinya. Karena sebenarnya dalam diri manusia yang beriman tidak
terjadi putus asa. Reaksi-reaksi kompensasi dan mekanisme pertahanan diri
yang sifatnya merugi.17
Dengan demikian iman dan taqwa seseorang yang merupakan faktor
penting yang dapat membimbing sehat atau tidaknya jiwa seseorang. Di
samping itu sikap seseorang dalam menghadapi problem hidup dan
kemampuan berfikir secara seimbang serta dapat mengantisipasi berbagai
persoalan akan mampu menciptakan kondisi jiwa yang sehat.
Untuk memperoleh kesehatan jiwa, Allah memerintahkan manusia
lewat firman-Nya:
Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. ar-Ra'd: 28).18
Ketenangan hati seseorang akan muncul karena mengingat hatinya
dipenuhi keimanan, sehingga batinnya langsung berhubungan dengan Allah
dan ia merasakan kedamaian, aman serta mendapatkan ketenangan dan
kedamaian.19
17
Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan jiwa Dalam Islam, (Bandung: Maju
Mundur, 1989), h. 305.
18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 584.
19
Sayyid Abdul Hamid Mursi, Jiwa Yang Tenang, (Malang: Al-Qayyim,2004), h. 38.
22
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa orang-orang yang beriman
akan diberikan ketenangan hati (jiwa) oleh Allah. Hal ini membuktikan
bahwa iman merupakan titik pokok bagi kehidupan manusia, iman dapat
mengendalikan sikap, ucapan, tindakan, dan perbuatan seseorang. Jadi iman
kepada Allah akan membuat jiwa seseorang menjadi terang dan tenteram.
Dengan menyerahkan diri kepada-Nya, maka kita akan mendapatkan
ketenangan dan ketenteraman. Dengan keyakinan dan kepercayaan dapat
memperoleh keseimbangan jiwa.
Kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri
seseorang, seperti kondisi lingkungan, keluarga, masyarakat maupun
lingkungan pendidikan seseorang, serta keadaan ekonomi, sosial dan faktor
yang lain. Sebagaimana pendapat yang disampaikan bahwa sesungguhnya
ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin tergantung pada
faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, adat istiadat dan sebagainya. Akan
tetapi tergantung pada cara dan sikap dalam menghadapi faktor tersebut.20
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa faktor yang
menyebabkan jiwa seseorang menjadi sehat yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Dari keduanya, faktor internal lebih dominan pengaruhnya dari
pada faktor eksternal. Sebab faktor internal menyangkut keadaan jiwa, ini
sungguh sangat berpengaruh. Jika keadaan jiwa tidak stabil, maka
komunikasi dengan orang lain dan lingkungan akan tergangggu.
20
23, h. 15.
Zakiah Draddjat, Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung 1996), cet. Ke
23
5. Gangguan Kejiwaan
Dalam kesehatan jiwa gangguan kejiwaan berarti gangguan dari
keadaan yang tidak normal yang berhubungan dengan rohani maupun
jasmani. Keabnormalan bukan disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagianbagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik,
tetapi penyebabnya adalah gangguan kejiwaan.21
Dijelaskan bahwa gangguan kejiwaan terbagi menjadi tiga macam
yaitu psikopat (kekalutan jiwa), neurosis (gangguan jiwa) dan psikosis (sakit
jiwa).
Psikopat adalah bentuk kekalutan jiwa ditandai dengan ketidak
adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi. Orang tidak pernah
bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu berkonflik dengan normanorma sosial dan hukum.22
Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih dalam
keadaan sadar. Perubahan tingkah laku tidak hanya disebabkan oleh
kerusakan susunan syaraf, tetapi dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap
orang lain.23
Psikosis adalah penyakit jiwa yang parah yang ditandai adanya
disorganisasi proses berfikir, gangguan emosional, diorientasi ruang dan
waktu disertai halusinasi dan delusi.24
21
Zakiah Daradjat, Kesehatan Jiwa, h. 33.
Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, (Bandung: Maju
Mundur, 2000), h. 91.
23
Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 152153.
24
Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dan Kesehatan Jiwa Dalam Islam,
h. 128.
22
24
Orang yang mengalami psikopat akan cenderung melanggar norma
dan ketentuan yang ada tanpa merasa ada penyesalan atas tindakannya
tersebut. Orang yang mengidam neurosi masihmengetahui, mengalami dan
merasakan kesukaran dan masih hidup dalan lingkungan umum, sementara
orang yang mengalami psikosis sudah tidak mengenal lingkungan sekitar,
karena struktur berpikir, osional tidak terkontrol.
Jiwa yang terganggu akan berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan
dan kebahagiaan. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh gangguan atau
penyakit jiwa tersebut antara lain dapat dilihat dari perasaan dan gejalanya,
antara lain menunjukkan rasa gelisah, iri, dengki, sedih, risau, kecewa, putus
asa, bimbang dan marah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa jiwa seseorang
dapat terganggu atau jiwanya tidak sehat ditandai dengan rasa ketakutan,
selalu patah hati, hambar hati, apatis, iri hati, cemburu, selalu marah dan
batinnya tidak tenang. Gangguan jiwa tersebut dapat berpengaruh pada
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
BAB III
PROFIL ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI
A. Prof. Dr. Zakiah Daradjat
1. Riwayat Hidup
Prof. Zakiah Daradjat adalah putri dari pasangan H. Daradjat Bin
Husein dengan Hj. Rapi’ah binti Abdul Karim. Zakiah Daradjat adalah putrid
sulung dari 6 bersaudara, Zakiah Daradjat dilahirkan di Kampung Koto
Merapak, Kecamatan Ampek Angkek, Kotamadya Bukit Tinggi pada tanggal
6 November 1929.1 Dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2013.
Daradjat Husain memiliki dua isteri. Dari istrinya yang pertama
bernama Rafiah, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak pertama
dari keenam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua, Hj. Rasunah, ia
dikaruniai lima orang anak. Dengan demikian, dari dua istrinya tersebut, H.
Daradjat memiliki 11 orang putra. Walaupun memiliki dua isteri, ia cukup
berhasil membina keluarganya. Hal itu terlihat dari kerukunan putraputrinya. Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, seperti
ibu kandungnya.
H. Daradjat, ayah kandung Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi
Muhammadiyah. Sedangkan ibunya aktif di Serikat Islam. Kedua organisasi
yang berdiri pada akhir penjajahan Belanda ini tercatat sebagai organisasi
yang cukup disegani masyarakat, karena kiprah dan komitmennya pada
perjuangan kemerdekaan Indonesia serta berhasil menangani mengelola
1
Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 4.
25
26
pendidikan modern serta mengatasi problema sosial keagamaan dan
sebagainya.2
Sebagai aktivis yang kental keagamaannya, ia memberikan dorongan
yang kuat untuk memasukkan Zakiah ke sekolah Standard School
Muhammadiyah di Bukit Tinggi. Di lembaga pendidikan inilah pertama kali
Zakiah mendapatkan pendidikan agama serta ilmu pengetahuan dan
pengalaman intelektual. Semenjak belajar di lembaga pendidikan ini, Zakiah
telah memperlihatkan minatnya yang cukup besar dalam bidang ilmu
pengetahuan. Hal ini terlihat pada usianya yang baru 12 tahun, Zakiah telah
berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan cukup baik, tepatnya
pada tahun 1941.3
Kecenderungan, bakat, dan minat Zakiah untuk menjadi ahli agama
Islam terlihat pula dalam mengikuti kulliyatul mubalighat di Padang Panjang
selama hampir enam tahun. Di lembaga pendidikan ini, Zakiah memperoleh
pendidikan agama secara lebih mendalam. Namun demikian, perhatiannya
terhadap bidang studi umum juga tetap besar. Hal ini terlihat pada aktivitas
Zakiah dalam memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di kota
yang
sama.
Di
dua
lembaga
pendidikan
ini,
Zakiah
berhasil
menyelesaikannya dengan tepat waktu.4
Setelah menamatkan pendidikan dasar dan sekolah menengah
pertama, Zakiah melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Pemuda Bukit
2
Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan
Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 38.
3
Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 55.
4
Nunung alawiyah, h. 40.
27
Tinggi. Di lembaga pendidikan menengah atas ini Zakiah memilih program
B, yaitu program yang mendalami ilmu alam dan selesai dengan tepat waktu
juga.
Masuknya Zakiah pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan
program B tersebut bukan merupakan petunjuk bahwa ia akan menjadi ahli
ilmu umum, melainkan ilmu umum itu hanya sebagai pengetahuan yang
suatu saat dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami agama lebih
mendalam lagi. Ketika Zakiah memasuki perguruan tinggi, ternyata yang ia
pilih adalah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta.
Bakat dan minat serta dasar pengetahuan agama dan umum yang cukup,
ternyata menjadi dasar bagi Zakiah Daradjat untuk menyelesaikan studinya
dengan baik dan berprestasi di perguruan tinggi tersebut. Prestasinya telah
membuka peluang bagi Zakiah untuk mendapatkan tawaran melanjutkan
studi di Kairo. Tawaran tersebut tidak disia-siakan oleh Zakiah. Kemudian ia
berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang yang diminati, yaitu psikologi.
Sesampainya di Kairo, Zakiah mendaftarkan diri di Universitas Ain Syam
Fakultas Tarbiyah dengan konsentrasi diploma for education, dan Zakiah
diterima tanpa tes.5
Di tingkat IV Fakultas Tarbiyah, Kiah demikian panggilan akrab
Zakiah Dardjat ditawari meneruskan ke Universitas Ein Shams, Kairo, Mesir.
Merasa bingung, dia menyurati orang tuanya. Jawaban Haji Daradjat dan
Hajjah Rafiah singkat saja, “'Pergilah. Kami tahu kau bisa menjaga
diri”.Delapan setengah tahun (1956-1964) di Mesir, Zakiah belajar ilmu
5
Kasyifa Al-Ghito, Psikoterapi islam Zakiah Daradjat Dalam Menangani Neurosis,
(skripsi S1 pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2008), h. 36.
28
pendidikan dengan spesialisasi psikoterapi, sampai meraih gelar doktor.6
Pulang kampung, ia langsung bekerja pada Departemen Agama. Sampai
Maret 1984, Zakiah Daradjat menjabat Direktur Pembinaan Agama Islam. Ia
satu-satunya wanita anggota DPA. Di samping itu, sudah 20 tahun lebih
Zakiah membuka praktek konsultasi psikologi di rumah kediamannya. Ratarata ia menerima lima pasien setiap petang, terdiri dari kaum ibu, bapak, dan
remaja. “Tidak saya pungut bayaran. Kalau mereka memberi, saya terima”,
ujarnya. Tetapi, wanita berkulit kuning ini lebih dikenal sebagai penceramah.
Pada 1960-an, ia bisa berceramah lima atau enam kali sehari.7
2. Aktifitas
Selama 35 tahun beliau aktif dan menjabat di DepartemanAgama
sebagai permulaan kepala sub direktorat pada pendidikan agama, tidak lama
kemudian diangkat menjadi direktur pada direktoral pendidikan agama selama
2 periode dan beliau juga di angkat sebagai direktur pada direktorat perguruan
tingggi selama 2 periode pula. Disela waktu luang selain beliau menjabat
sebagai direktur, beliau juga meluangkan waktunya untuk mengunjungi klinik
yang berada di Departemen Agama untuk melakuakan bimbingan dan
konseling terhadap tamu yang datang (khusus kalangan Departemen Agama).
Ternyata selama beliau membantu selama di klinik Departemen Agama
banyak orang suka dan senang dengan cara beliau dalam membantu
menyelesaikan masalah klien. Para klien menyarankan untuk dibukanya klinik
di Departemen Agama pada sore hari akan tetapi tidak bisa. Maka pada saat
itulah timbul perasan dan keingianan beliau, untuk membuka klinik konsultasi
6
Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 55.
7
http://www.pdat.co.id.
29
di rumah pada sore hari, dengan tujuan untuk mempermudah orang-orang
dalam berkonsultasi yang hingga saat ini kegiatan konsultasi masih
dilaksanakan.8
Selain menjabat sebagai direktur, beliau juga mengajar diberbagai
Perguruan Tinggi di antaranya: di Aceh, Medan, Padang, Yogyakarta dan
lain-lain. Selain itu beliau juga menulis berbagai buku dan melakukan praktek
konsultasi, beliau juga Sering tampil di RRI dan TVRI, Zakiah tiap hari,
kecuali Ahad, memberikan kuliah subuh di Radio El-shinta, Jakarta. Di IAIN
Jakarta dan Yogyakarta, Zakiah menjadi guru besar dan memimpin Fakultas
Pasca Sarjana.
Sebagai realisasi ide-idenya dalam bidang pendidikan dan kaitannya
dengan kesehatan mental, beliau mendirikan sekaligus bertindak sebagai ketua
di Yayasan Pendidikan Ruhama yang berlokasi di Ciputat. Yayasan ini
merupakan suatu lembaga pendidikan Islam uyang secara langsung mencoba
meerapkan suatu pandangan yang mengaitkan antara agama dan kesehatan
mental.9 Selain beberapa aktifitas yang telah dilakukan, ada juga beberapa
penghargaan di dapat selama ini anatara lain memdapat tanda kehormatan
bintang jasa utama, mendapat medali ilmu pengetahuan dari presiden mesir
dan lain sebagainya.
Selama melakukan beberapa aktifitas mengisi seminar atau ceramah,
biasanya beliau sebagai pengisi acara, beberapa aktifitas beliau yang berupa
seminar symposium yang bersifat internasional berjumlah 24 seminar
8
Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan
Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 42-43.
9
Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 25.
30
sedangkan seminar yang bersifat nasional dan daerah berjumlah 200 seminar
yang di catat mulai pada tahun 1975sampai 1988.
Beberapa aktifitas seminar symposium yang bersifat internasional
diantaranya:
1. Dialod Muslim-Kristen (anggota Delegasi Indonesia) Januari tahun 1975
di Hongkong.
2. The Impact Of Cultural Exchange On Adolesence in Indonesia, Agustus
tahun 1975 di Vancover Canada.
3. Res ponsible Marriage and Planned Parenthood yang disampaikan pada
International Young women Seminar and Population Education and
Development Maret 1975 di Jakarta.
4. Pendidikan di Indonesia (Internasional seminar on Middle East Indonesian
Relations) Januari 1976 di Jakarta.
5. islam sebagai sulung pegangan hidup (seminar tentang pembinaan belia
islam) yang diselengarakan oleh Nahdatul slam bersatu, 1776 di Kucing
Sarawak Malaysia.
6. Experts Meeting on the Basic Need of Women of Asian Pacific, Desember
1977 di Teheran Iran.
7. Asean Workshop on Child and Adolesence Psychiatry, 1977 di Jakarta.
8. Islam and Women Role (seminar ASEAN) 1987 di Jakarta.
9. Keadaan ilmu islam pada perguruan tinggi di Indonesia dan dimasa dating,
1978 Kuala Lumpur Malaysia.
10. Regional Conference for Women, November 1979 di New Delhi India.
11. The Rule of Women in Education anf Dakwah, Januari 1980 di Kuala
Lumpur Malaysia.
12. Konferensi PBB tentang wanita, Juli 1980 di Denmark.
13. Perundingan kerja sama ilmiah IAIN dengan Belanda, Agustus 1980 di
Belanda.
14. Muktamar media masa islam sedunia, September 1980 di Jakarta.
15. Islamic Concepst and Modern society, Desember 1980 di Kuwait.
16. Hak wanita dalam islam, Januari 1981 di Kedah Malaysia.
17. Penataran P4 untuk mahasiswa Indonesia se-Eropa Barat, Maret 1981 di
Jerman.
18. Proses membesarkan anak ditinjau dari sudut islam, Desember 1981 di
Singapura.
19. Teaching methodology of religion at secondary school, Agustus 1982 di
Jakarta.
20. International seminar on islam in south east asia, November 1982 di
Jakarta.
21. Experts panel on the rule of the mosque in literacy adull education,
September 1983 di Sirs el Layyan Menofia.
22. Women education and their dual role in the family and society, 1987 di
Mekkah.
23. Kongres tentang mukjizat Al-Qur’an, di Bandung.
31
24. Indonesian unility in diversity, Juni 1995 di Stockholom sweedan.10
3. Karya-Karya
Selama kurang lebih 35 tahun beliau telah menghasilkan 51 karya
yang berbentuk buku-buku bacan, baik untuk kalangan mahasiswa maupun
untuk kalangan umum. Alasan beliau menulis buku, karena setelah pulang ke
Indonesia ia melakukan kinsulrasi dan ceramah-ceramah diberbagai televise
swasta
yang membuat
penerbit
tahu
atas
bakat-bakat
beliau
dan
mengunjunginya untuk menulis buku. Selain itu beliau merasa akan
kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang meliuti kesehatan
mental seseorang dan juga karma atas desakan para penerbit buku yaitu mas
Agung, took (Gunung Agung), dan bapak Alm amelz (Bulan Bintang).
Buku-buku karangan beliua yang berjumlah 51 buah terdiri dari
beberapa penerbit diantaranya:
1. Gunung Agung
3 buah
2. Bulan Bintang
34 buah
3. Ruhama
9 buah
4. Pestaka antara
5 buah
Beberapa karya beliau antara lain:
1. Kesehatan Mental
2. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental
3. Islam dan Kesehatan Mental
4. Pendidikan Agama Dalam Kesehatan Mental
5. Ilmu Jiwa Agama
10
Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan
Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 44-45.
32
6. Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga
7. Menghadapi Masa monophouse
8. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia
9. Pembinaan Jiwa
10. Problema Remaja di Indonesia
11. Perawatan Kejiawaan Bagi Anak-anak yang Bermasalah
12. Haji Ibadah yang Unik
13. Psikoterapi Islam.11
4. Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa
Dalam kehidupan sehari-hari sering melihat dan mendengar berbagai
macam komentar orang terhadap orang yang gelisah, goncang emosinya dan
tidak stabil dalan hidupnya dengan ungkapan “tidak beriman”. Ungkapan
seperti itu sering terdengar terutama dikalangan orang awam.
Di samping itu banyak pula peristiwa atau keadaan yang terjadi di luar
perhitungan ilmiah. Maka kaum ilmuwan mencari, mengkaji dan melakukan
uji coba tidak henti-hentinya. Karena apa yang ditemukan oleh seorang
ilmuwan dan dianggap sebagai kebenaran, kemuadian dibatalkan atau
dibuktikan tidak benar oleh ilmuwan lain dengan mengkaji dan uji coba pula
(tesis antitesis dan sintesis). Maka ilmuwa yang tidak beriman, tidak akan
pernah tenang jiwanya, sebab ia selalu mencari, mengolah, melakukan uji
coba terus-menerus, terutama apabila terbentur kepada kegagalan-kegagalan
dalam usahanya.
11
Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan
Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 46-47.
33
Menurut Zakiah Daradjat, dari hasil berbagai penyelidikan dapat
dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagianbagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik.
Keabnormalan itu dapat dibagi atas dua golongan yaitu: gangguan jiwa
(neurose) dan sakit jiwa(psychose).
a. Bentuk dan Fenomena
Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala, yang
terpenting di antaranya adalah: ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (compulsive),
hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran
buruk dan sebagainya. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup, misalnya
tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya.12
Gangguan perasaan yang disebabkan oleh karena terganggunya
kesehatan mental ialah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri,
pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Macam-macam perasaan itu
mungkin satu saja yang menonjol, mungkin pula dua atau lebih, bahkan
mungkin semuanya terdapat pada satu orang. Dari penelitian yang dilakukan
terhadap pasien-pasien yang menderita mental disorder terbukti bahwa sebab-
12
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), h. 33.
34
sebab yang terbesar terletak pada pendidikan yang diterimanya baik
pendidikan formal maupun non formal.13
Sebenarnya dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukumhukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu
dengan dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan
dan kelakuan yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang
akhirnya membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka
agama memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta
ampun kepada Tuhan. Dengan cara memberi nasehat dan bimbinganbimbingan khusus dalam kehidupan manusia para pemimpin agama pada
masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan memperhubungkan
silaturahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-menyayangi jelas
tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan perintah
agamanya.14
b. Diagnosis Penyebabnya
Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepatnya, sehingga
segala keperluan hidup hampir tercapai, tampaknya manusia makin menjauh
dari agamanya. Kehidupan yang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar
dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing,
berjuang, dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup yang seperti ini
membawa akibat yang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirnya
banyaklah manusia yang terganggu ketentraman batinnya dan kebahagiaan
13
h. 64.
Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
14
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, (Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung, 2001), h. 67.
35
semakin jauh dari kehidupan orang. Bahkan berbagai penderitaan akan
meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani.
c. Upaya Perawatan atau Penanggulangannya
Dalam usaha untuk menanggulangi kesukaran-kesukaran yang diderita
orang-orang dalam
masyarakat
modern itu, bermacam-macam
ilmu
pengetahuan kemanusiaan berkembang cepat, terutama pada abad ke-XX ini.
Dalam ilmu jiwa dan kedokteran jiwa muncullah ahli-ahli dengan teorinya
masing-masing, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan kebahagiaan
kepada tiap orang yang menderita itu. Bermacam-macam teori telah timbul
dan telah menunjukkan jasanya, di antaranya ialah aliran "Psikhoanalisa"
yang dipelopori oleh seorang Psikhiater bernama Sigmund Freud (1856—
1939). Kemudian disusul oleh pengikut-pengikutnya yang terkenal antara
lain: Jung, Adler dan Karen Homey.15
Dalam perawatan jiwa yang menggunakan teori psiko-analisa itu
diperlukan pengetahuan ahli jiwa tentang segala pengalaman yang telah
dilalui oleh penderita. Setelah itu barulah dibuat diagnosa dan kemudian
therapi. Itulah sebabnya maka perawatan dengan cara ini memakan waktu
yang-agak lama, terutama apabila penderita tidak mau berterus terang atau
menolak menceritakan segala sesuatu yang pernah dialaminya. Di antara
pendapat Freud yang tidak disetujui oleh pengikut-pengikutnya, yaitu teori
"Libido" yang mendasarkan segala macam gangguan kejiwaan kepada
dorongan-dorongan seks. Setiap aktivitas individu dihubungkan dengan seks,
bahkan kesukaran anakanak pun dihubungkan dengan seks.
15
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68.
36
Teori kedua dari perawatan jiwa yang tumbuh dan berkembang
kemudian ialah teori "Non Directive-Therapy" yang dipelopori oleh Carl
Rogers.
d. Pengobatan Psikologis
Dalam pengobatan psikologis ini, penulis menyajikan teknik
pengobatan non-directive. pengobatan non-directive ialah terapi dengan
penganalisaan lebih dulu terhadap semua pengalaman yang telah dilalui oleh
penderita. Ahli jiwa menerima penderita sebagaimana adanya dan mulai
perawatan langsung, atau dapat dikatakan bahwa diagnosa merupakan bagian
dari perawatan. Teori ini mengakui bahwa tiap-tiap individu mampu
menolong dirinya, apabila ia mendapat kesempatan untuk itu. Maka
perawatan jiwa merupakan pemberian kesempatan bagi si penderita untuk
mengenal dirinya dan problema-problema yang dideritanya serta kemudian
mencari jalan untuk mengatasi.16
Pelaksanaan pengobatan dengan teknik non-directive, sebaiknya
konselor memanfaatkan peristiwa-peristiwa dan mendorong klien untuk
mengungkapkan secara bebas perasaannya tentang prsoalan yang sedang
dihadapinya.17 Dalam hal ini, konselor harus melatih klien untuk tidak
menghambat dikeluarkannya perasaan bersalah, cemas, rasa dosa atau
perasaan lain yang biasanya tampak apabila orang merasakan kebebasan yang
sempurna. Di samping itu konselor harus berupaya membangun hubungan
16
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68.
17
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, alih bahasa
Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), jilid III, h.69.
37
yang harmonis dengan klien sehingga dalam proses pengobatan tidak
menemui kendala.
Ada baiknya konselor mengatakan kepada klien misalnya “anda
merasa pahit sekali pengalaman, dan apakah anda ingin memperbaikinya.
Dalam hal ini konselor sebaiknya menerima perasaan tanpa melakukan pujian,
klien benar-benar akan mengenal dirinya dan pengenalan terhadap kandungan
jiwanya dan rasa hatinya yang mendalam akan mulai muncul dengan
sendirinya secara berangsur-angsur tentang pengetahuan, perenungan, serta
penerimaan terhadap dirinya.
Konselor memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tetntang
berbagai kemungkinan dan keinginan yang mengarah kepadanya. Dan perlu
diingatkan apa yang mungkin diungkapkan oleh penderita tentang rasa takut
atau ketidak beranian menghadapi kemungkinan yang terjadi dalam proses
penyembuhan.
Pengalaman-pengalamannya yang dilalui sendiri dalam menghadapi
para penderita gangguan kejiwaan, yaitu sangat eratnya hubungan antara
agama dan ketenangan jiwa dan betapa besar sumbangan agama dalam
mempercepat penyembuhan. Ternyata agama mempunyai peranan yang
sangat penting dalam perawatan jiwa. Karena masyarakat Barat telah
meninggalkan hidup beragama, atau sekurang-kurangnya tampak acuh tak
acuh terhadap agamanya, maka kesukaran-kesukaran batin atau komplekskompleks jiwa yang diderita itu memerlukan perawatan yang langsung
diberikan oleh para ahli jiwa. Mereka secara individu kurang/tidak mampu
menolong menentramkan batinnya, sedangkan kebutuhan hidup, kondisi
38
masyarakat dan suasana lingkungan pada umumnya, lebih mendorong kepada
kegelisahan dan rasa tidak puas.
Untuk menghadapi jumlah yang begitu besar dari para penderita, baik
yang sadar ataupun tidak sadar bahwa mereka mempunyai problema jiwa,
diperlukan ahli-ahli yang cukup banyak pula. Tentunya jumlah ahli-ahli itu
masih jauh dari mencukupi. Sebaliknya kita mendengar betapa cepat menjalar
dan berkembangnya model-model kelakuan dan sikap hidup yang merupakan
pemantulan dari ketidak-tentraman jiwa. Misalnya pemuda-pemudi hippies
yang meminta agar ada kebebasan bagi mereka untuk berhubungan seksuil
semau-maunya, atau orang-orang yang mempunyai kecenderungan homoseks,
disamping tidak merasakan kebahagiaan pada tiap-tiap individu jadi
masalahnya bukan masalah kemampuan ahli jiwa, akan tetapi masalah
kebutuhan yang sangat meningkat.18
Berdasarkan
pengalaman-pengalaman
dalam
menghadapi
para
penderita gangguan jiwa tersebut, ditemui bahwa di samping merawat mereka
secara teknis ilmiah, perlu pula mereka didorong untuk berusaha menolong
dirinya sendiri, terutama dalam melegakan perasaan hatinya. Untuk maksud
ini ternyata bahwa agama mempunyai kekuatan yang besar dalam
mempercepat kesembuhan penderita gangguan jiwa tersebut. Di samping itu
terbukti pula bahwa seseorang yang kurang teguh pegangannya terhadap
agama seringkali membawa kepada gangguan jiwa.
e. Pengobatan Religi
18
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 69.
39
Dalam pengobatan religi penulis akan menyajikan lima konsep
perawatan atau penanggulangan antara lain:
1) Dengan Sabar
Allah menyuruh orang Islam agar menjadikan sabar dan shalat
untuk menolong dirinya. Sabar dapat manjadi obat terhadap gangguan
kejiwaan, sabar juga dapat mencegah agar tidak terserang oleh gangguan
kejiwaan dan sabar dapat pula meninggakatkan kesehatan jiwa.19
Ada orang yang mudah tersinggung, cepat marah, dan tidak dapat
bepikir jernih, karena ia tidak sabar. Sungguh banyak pertengkaran dan
permusuhan bahkan saling membunuh akibat tidak adanya kesabaran. Dalam
kehidupan berkeluarga, sering terjadi pertikaian karena kurangnya kesabaran
antara suami, istri, dan anak-anak, bahkan perceraianpun sering terjadi akibat
ketidaksabaran kedua belah pihak.
Untuk meraih kesabaran itu perlu latihan dan pembiasaan, serta doa
kepada Allah, sebab sabar itu berat dan manusia biasanya tidak sabar bila ia
diganggu, ditakuti, atau disinggung harga dirinya dan juga jika haknya
diambil orang lain. Allah menyuruh orang memanfaatkan kesabaran dan
shalat sebagai penolongnya.20
2) Dengan Taubat Nasuha
Sesungguhnya banyak orang yang melakukan kesalahan dan
pelangggaran terhadap ketentuan agama Islam, akan tetapi tidak semua orang
yang bersalah itu merasa dirinya berdosa, boleh jadi karena keinginan yang
19
20
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 142.
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 136.
40
amat besar terhadap sesuatu, akan tetapi
tidak ada kemampuan untuk
mencapai secara wajar.\
Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun Maha
Penerima tobat dan orang yang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan
setiap orang yang beriman disarankan suapaya membiasakan diri untuk
memohon ampun kepada Allah, baik dia merasa bersalah ataupun tidak,
karena orang tidak selamanya sadar atas perkataannya, perbuatan dan
kelakuannya.
Dorongan Allah kepada manusia agar senantiasa memohon ampun dan
tobat atas kesalah yang terlanjut dia lakukan, dia akan diampuni Allah,
dengan syarat jangan sampai perbuatan tersebut diulangi kembali dan benarbenar bertekad tidak akan mengulanginya untuk masa-masa yang akan datang.
Jika ini benar-benar dilaksanakan dengan baik, aubat nasuha untuk merawat
dan menjaga agar jiwa tetap sehat dapat kita rasakan manfaatnya.
3) Dengan Tawakkal Kepada Allah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar orang berkata
“tawakkal sajalah”. Dengan ungkapan tersebut seolah-olah orang menyerah
saja kepada Allah, tanpa berusaha. Padahal tawakkal itu adalah menyerahkan
urusan yang dihadapi itu kepada Allah dengan sepenuh hati, tidak ragu-ragu,
setelah usaha dilakukan dan segala pertimbangan sudah dibuat dan pendapat
sudah bulat, maka lakukanlah dan serahkanlah selanjutnya kepada Allah.21
21
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 136.
41
Tawakkal adalah perbuatan hati, pikiran dan seluruh jiwa
dan
raganya. Karena itu proses untuk dapat tawakkal kepada Allah itu
membutuhkan iman yang kokoh dan mengerti tentang ajaran agama, serta
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang tidak mudah
bagi yang imannya kurang kuat, serta pemahaman terhadap ajaran agama
kurang. Boleh jadi orang yang belum selesai perkembangan kecerdasan dan
kepribadiannya juga tidak mampu mencapai tawakkal yang sesungguhnya
kepada Allah.
Membangun jiwa yang sehat tidak mungkin tanpa menanamkan
jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilainilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau
polisi yang mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau
tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya,
taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada
perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu.22
a. Dengan Pembinaan Moral
Zakiah Daradjat melihat moral sebagai sebuah kelakuan/perbuatan
(tindak moral/moral behavior), karena menurut Zakiah Daradjat dalam
pembinaan moral, hal yang harus didahulukan adalah tindak moral baru
kemudian diajarkan pengertian tentang moral (moral concepts).
Selain kata moral sering dijumpai kata yang senada dengan kata moral
yaitu etika dan akhlak. Ketiga kata ini (moral, etika dan akhlak) memiliki
makna etimologis yang sama yaitu perangai, watak, dan adat kebiasaan.
22
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,
1970), hal. 39-42.
42
Namun, tidak mudah untuk menerjemahkan secara persis sama untuk ketiga
istilah ini, mengingat ketiganya berasal dari budaya yang berbeda. Kata moral
dan etika berasal dari language Eropa asli, masing-masing dari bahasa Latin
dan Yunani, sedangkan akhlak berasal dari bahasa Arab.23
Pembinaan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama.
Karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tetap, tidak akan berubah karena
keadaan, tempat dan waktu, sebab nilai-nilai moral bersumber dari agama.24
Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini adalah kaburnya
nilai-nilai agama di mata generasi muda. Mereka dihadapkan pada berbagai
kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral yang menyebabkan mereka
bingung untuk memilih yang terbaik untuk mereka. Ini disebabkan
berkecamuknya aneka ragam kebudayaan barat yang masuk seolah-olah tanpa
saringan.
Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya
yang
didahulukan adalah tindak moral (moral behavior). Caranya yaitu dengan
melatih anak untuk bertingkah laku menurut ukuran-ukuran lingkungan di
mana ia hidup sesuai dengan umur yang dilaluinya. Setelah si anak terbiasa
bertindak sesuai yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral dan kecerdasan
serta kematangan berpikir telah tercapai, barulah pengertian-pengertian yang
abstrak diajarkan.25
23
Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama
Media, 2002), Cet. I, hlm. 11.
24
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, hal.
131.
25
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), Cet. IV, hal. 44.
43
Pembinaan moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya.
Karena setiap anak dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang
salah dan belum tahu batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral yang
berlaku dalam lingkungannya. Pendidikan moral harus dilakukan pada
permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan yang
dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah
anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh aturan-aturan
moral, serta kecerdasan dalam kematangan berfikir telah terjadi, barulah
pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan.
Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka
pendidikan agama yang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan
sejak anak lahir (di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam
lingkungan masyarakat tempat ia hidup.26
Gagalnya pembinaan moral akan menyebabkan berbagai masalah,
terutama yang berkaitan dengan kegagalan studi, konflik keluarga,
penggunaan obat terlarang, kriminalitas dan lain-lain.
b. Dengan Pembinaan Jiwa Taqwa
Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepat, sehingga
segala keperluan hidup hampir tercapai, tampaknya manusia makin menjauh
dari agamanya. Kehidupan yang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar
dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing,
berjuang dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup yang seperti ini
membawa akibat yang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirnya
`26 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, h. 10.
44
banyaklah manusia yang terganggu ketentraman batinnya dan kebahagiaan
semakin jauh dari kehidupan orang. Bahkan berbagai penderitaan akan
meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani.
Salah satu ciri fitrah adalah bahwa manusia menerima Allah sebagai
Tuhan, dengan kata lain, manusia itu dari asal mempunyai kecenderungan
beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrahnya.27
Oleh karena itu pembinaan jiwa yang taqwa bagi pembentukan pribadi
yang sehat. Saya hanya ingin mengatakan bahwa Islam telah menggambarkan
cara yang yang benar untuk membentuk kepribadian, akal, hati dan perilaku
seseorang supaya ia bisa menjadi manusia yang sehat secara jasmani dan
rohani menjadi unsur yang positif yang patut menjadi perhatian masyarakat
luas.28
Jika menginginkan anak dan generasi yang akan datang hidup bahagia,
tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa
taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) yang unsur-unsurnya
terdiri dari antara lain keyakinan beragama, maka dengan sendirinya
keyakinan itu akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam
hidup. Karena mental sehat yang penuh dengan keyakinan beragama itulah
yang menjadi polisi, pengawas dari segala tindakan.
Pembangunan mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama
pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilai-nilai yang
dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau polisi yang
27
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulius, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1989), hal. 72.
28
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), hal. 113.
45
mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau tertarik
hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan
menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada perbuatanperbuatan yang kurang baik itu.29
Taqwa dan iman sama pentingnya dalam kesehatan mental, fungsi
iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang
ditanamkan sejak kecil. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya
dan ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok
keimanan (arkanul iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan
dalam kesehatan mental seseorang.30
B. Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiatri
1. Riwayat Hidup
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, dilahirkan di Pekalongan
pada tanggal 16 Juni 1940. Lulus pendidikan dokter (umum) di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada tahun 1965. Lulus pendidikan
dokter ahli jiwa (psikiater) di FKUI pada tahun 1969. Pendidikan lanjutan di
Inggris (Program Colombo Flan) di bidang Psikiatri Sosial/Kemasyarakatan
pada tahun 1970-1971. Memperoleh gelar Doktor (Cum Laude) dalam Ilmu
Kedokteran dengan judul disertasi Pendekatan Psikiatri Klinis Pada
Penyalahgunaan Zat di Fakultas Pasca Sarjana UI pada tahun 1990.
Dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap FKUI pada tahun 1993.
29
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,
1970), hal. 39-42.
30
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal.
13-14.
46
2. Aktivitas dan Pengalaman Bekerja
a. Pengalaman Pekerjaaan
1. Staf Pengajar Psikiatri FKUI (1969)
2. Kepala Kesehatan Jiwa DKK-DKI (1972-1975)
3. Kepala Proyek Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas DKI (19731975)
4. Direksi Rumah Sakit Islam Jakarta (1972- 1978)
5. Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) FKUI (1977-1979)
6. Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan) (1979-1982)
7. Guru Besar Tetap FKUI (1993)
8. Staf Pengajar Program Pasca Sarjana UI (1995)
9. Staf Pengajar Agama Islam FKUI (1997)
10. Staf ahli Bidang Narkotika BAKOLAK INPRES 6/71 (1993-2000)
11. Anggota BKPN (Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional) Depkes RI
(1994-1997)
12. Tim Ahli DP RI Komisi VI-VII-VIII - (1995-2000)
13. Drug Expert Colombo Plan (1995-)
14. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (1995-2000)
15. Anggota PANWASLU (Panitia Pengawas Pemilu) Pusat (1999)
16. Staf Ahli BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional, 2000-2001)
17. Staf Ahli BNN (Badan Narkotika Nasional), (2001)
18. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (2000-2005)
19. Anggota Kolegium Psikiatri Indonesia (2001-). (Dadang Hawari,1991:
130).
47
b. Pengalaman organisasi antara lain sebagai:
1. Ketua PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jakarta
(1966-1969)
2. Ketua Bidang Pendidikan PB IDI (1977-1980)
3. Ketua Umum PNPNCh (Perhimpunan Neurologi, Psikiatri dan NeuroChirurgi) Pusat (1980-1984)
4. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode
1988-1992
5. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode
1992-1997
6. President AFMPH (ASEAN Federation for Psychiatry and Mental
Health, 1993-1995)
7. International Member WFMH (World Federation for Mental Health,
1989-)
8. International Member WFSAD (World Fellowship for Schizophrenia
and Allied Disorders, 1990-)
9. International Member WPA (World Psychiatric Association, 1993-)
10. International Member APA (American Psychiatric Association, 1993-)
11. International Member NIHR (National Institute for Healthcare
Research, 2000)
12. International Member APNAB (Asia Pacific Neuroscience Advisory
Board, 2000-)
13. International Member AHRN (Asia Harm Reduction Network, 2000-)
48
3. Karya-karya ilmiah yang telah diterbitkan:
1. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif". BP. FKUI, 1991
2. Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Indonesia Menyongsong Hari
Esok”. UI Press, 1993
3. Konsep Islam memerangi AIDS dan NAZA". Dana Bhakti Prima
Yasa, Cetakan I, 1995; Cetakan XII, 1999
4. Al-Qur'an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa". Dana Bhakti
Prima Yasa, Cetakan I, 1996; Cetakan X, 2001
5. Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis”. Dana Bhakti Prima
Yasa, Edisi II, Cetakan I, 2001
6. Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir (Sistem
Terpadu) Pasien “NAZA” (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif)
Metode Prof Dadang Hawari”, UI Press, Cetakan I, Edisi V, 2001
7. Gerakan Nasional Anti “MO-LIMO” (Madat, Minum, Main, Maling
dan Madon)”, Dana Bhakti Prima Yasa, Cetakan, II, 2001
8. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat
Adiktif), BP. FKUI. Cetakan II, 2001
9. Pendekatan Holostik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia". BP. FKUI,
Cetakan II, 2001
10. Manajemen Stres, (Semas dan Depresi", BP. FKUI, Cetakan II, 2001
11. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi
HIV/AIDS". PT. Dana
Bhakti Prima Yasa,2001
12. Konsep Agama (lslam) Menanggulangi NAZA PT. Dana Bhakti
Prima Yasa, 2001
49
13. Love Affair (Perselingkuhan) Prevensi dan Solusi BP. FKUI, 2002.
Penelitian yang telah dilakukan:
1. Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat (Tesis, 1990)
2. Angka Kesakitan dan Kematian Penderita Ketergantungan Narkotika
Jenis Opiat/Heroin (1999)
3. Kelainan Paru dan Lever Pada Penderita, Ketergantungan Narkotika
Jenis Opiat/Heroin (1999)
4. Angka Rawat Inap Ulang (“Kekambuhan/”Relapse”) Pasien NAZA
(2000)
5. Infeksi HIV Pada Penderita Ketergantungan Narkotika Jenis
Opiat/Heroin (2000)
4. Penghargaan:
1. Medika Award (Maj'alah Kedokteran dan Farmasi, 1979)
2. M.H. Thamrin International Hospital Award, 2001 (SistemTerpadu
NAZA)
3. Bakti Ekatama Award (PKBI, 2002)
Pembicara dalam berbagai pertemuan ilmiah di bidang kedokteran
jiwa, kesehatan jiwa dan NAZA baik di dalam maupun di luar negeri dan
juga pertemuan ilmiah populer untuk awam. Menulis berbagai publikasi
ilmiah dan populer di berbagai media cetak; dan sebagai narasumber di
berbagai media elektronik (radio dan TV). (Hawari,1999:517)
Menurut Dadang Hawari bahwa pentingnya peranan agama dan
kesehatan mental telah diakui para pakar kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa
diseluruh dunia. Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menerangkan
50
beberapa topik pembahasan yang berjudul Psychiatry and Religion dan
Mental Health and Religion dalam berbagai kongres Internasional; misalnya
pada Ist Pan Pacific Conference on Drughs and Alcohol, 1980 di Canberra,
Australia; World Congress of Mental Healt, 1989 di Aukland, Selandia Baru
dan 1990 di Tokyo, Jepang; World Congress of the World Psychiatric
Association; 1989 di Athena, Yunani, dan 1993 di Rio de Janerio, Brazil;
Annual Meeting of the American Psychiatric Association, 1992 di Washington
DC, 1993 di San Francisco, 1994 di Philadelphia, dan 1995 di Miami,
Amerika Serikat; dan pada 5th ASEAN Congress for Psychiatry and Mental
Health, 1995 di Bandung, Indonesia, dan 1996 di Bangkok,Thailand.
Dadang Hawari memperkuat pendapatnya dengan mengemukakan,
dari berbagai penelitian para pakar dapat di simpulkan: (1) komitmen agama
dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan
kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat penyembuhan (dengan
catatan terapi medis diberikan sebagaimana mestinya); (2) agama lebih
bersifat protektif (memberi perlindungan bagi pemeluknya yang beriman) dan
pencegahan; (3) komitmen agama mempunyai hubungan yang signifikan dan
positif dengan keuntungan klinis. Dengan mengutip pendapat Larson, menurut
Dadang Hawari bahwa dalam memandu kehidupan dan kesehatan manusia
yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, komitmen agama
merupakan faktor yang tidak dapat di abaikan.
Dalam perspektif Dadang Hawari, yang dimaksud peranan agama
antara lain rukun iman yang berjumlah enam. Selanjutnya ia mengutip ayat
al-Qur’an surat al-Fajr ayat 27-30
51
Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridaiNya. Maka masuklah ke dalam surga-Ku”
(Q.S. 89: 27-30)
Dalam agama Islam, Rukun Iman ada 6, yaitu, (1) Iman kepada Allah
SWT; (2) Iman kepada Malaikat; (3) Iman kepada para Nabi; (4) Iman kepada
Kitab-Kitab; (5) Iman pada Hari Kiamat; (6) Iman pada Takdir.
5. Konsep Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa
Perawatan kesehatan jiwa tidak hanya dari segi medik atau psikiatri
saja melainkan integrasi antara medik, psikiatrik, sosial dan agama Islam.
Menurut Dadang Hawari bahwa: “Sehubungan dengan pentingnya dimensi
agama dalam kesehatan, maka pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan Sedunia
WHO (World Healt Organization) telah menambahkan dimensi agama
sebagai salah satu dari 4 pilar kesehatan; yaitu kesehatan manusia seutuhnya
meliputi: (a) sehat secara jasmani/fisik (biologik), (b) sehat secara kejiwaan
(psikiatrik/psikologik); (c) sehat secara sosial; dan (d) sehat secara spiritual
(kerohanian/agama). Atau dengan kata lain manusia yang sehat seutuhnya
adalah manusia yang beragama dan hal ini sesuai dengan fitrah manusia, yang
kemudian diadopsi oleh APA dengan paradigma pendekatan bio-psychosocio-spiritual.”31 Secara skematis pendekatan holistic konsep Dadang Hawari
dapat digolongkan dalam dalam 4 dimensi yaitu:
31
Dadang Hawari,. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta:
FKUI, 2002), h. 7-8.
52
a) Perawatan Organo-Biologik
Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk
susunan saraf pusat (otak) yang berkembang memerlukan makanan yang
bergizi, bebas dari penyakit yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi
dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan seterusnya mulai tahapan
anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut.32
Di bidang kedokteran dikenal berbagai macam pengobatan antara lain
dengan menggunakan bahan-bahan kimia (tablet, cairan suntik atau minum
obat), chitro-practic (pijat) dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan
tradisional seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap hingga ke cara
perdukunan.
Dari berbagai jenis perawatan gangguan afektif, maka parawatan
melalui psikofarma (farmaka terapi) dengan obat anti depresi merupakan
pilihan utama baik pada gangguan bipolar ataupun pada depresi.33
Adapun obat psikofarmaka harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan
hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Obat psikofarmaka ini dapat
dibagi dalam dua golongan.
Yaitu golongan pertama (typical) dan golongan generasi kedua
(atypical). Dari berbagai jenis obat psikofarmaka tersebut di atas efek
samping yang sering dijumpai meskipun relatif kecil dan jarang adalah gejala
ekstra-piramidal (extra-phyramidal syndrome EPS) yang mirip dengan
penyakit Parkinson (Parkinsonism). Dan bila itu terjadi maka dapat diberikan
32
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 34.
33
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), cet. Ke-III, h. 69
53
obat penawarnya yaitu obat dengan nama generik Thrihexyphenidryl HCL,
Benzhecol HCL, Lvodapa + Benserazide dan Bromocriptine Mesilate,
sedangkan nama dagannya adalah Arkine, Artane, Madopar dan Parlodel.34
b) Perawatan Psikologis
Perawatan pikologi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih
tetap mendapat terapi psikofarmaka. Dan perawatan ini banyak macam
ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum
sakit (pramorbid).
Perawatan ini dapat berupa suportif, re-edukatif, rekonstruktif,
kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan keluarga.
1) Perawatan suportif
Perawatan ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan atau
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi hidup.
2) Perawatan Re-edukatif
Perawatan ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang
serta dapat mengubah pola pendidikan sehingga penderita lebih adaptif
terhadap dunia luar.
3) Perawatan Re-konstruktif
Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekontruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan.
4) Perawatan Kognitif
34
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, (Jakarta: FKUI,
2002), cet. Ke-II, h. 9-10.
54
Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan. Perawatan ini
juga dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir
dan daya ingat) rasional.
5) Perawatan Psiko-dinamik
Perawatan ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit
dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6) Perawatan Perilaku
Perawatan ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku
yang terganggu (mal adaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu
menyesuaikan diri).
7) Perawatan Keluarga
Perawatan ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya.35
c) Perawatan Psiko-sosial (Re-adaptasi)
Parawatan
Psiko-sosial
dimaksudkan
agar
penderita
kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi
beban bagi keluarga dan masyarakat. Dan selama menjalani ini hendaknya
masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka. Terapi Psiko-sosial ini
penting karena salah satu kebutuhan manusia selain kebutuhan fisik adalah
kebutuhan “psiko-sosio”, misalnya rasa diakui, rasa bebas, rasa diperhatikan
35
www. Madanionline.org, 20 Mei 2013.
55
dianggap modern. Menurut Dadang Hawari, perawatan psiko-sosial harus
disesuaikan dengan jenis stresor psiko-sosial yang dihadapi. Tehnik ini bisa
dilakukan dengan cara analisa SWOT. (Strength, Weakness, Opportunity dan
Threat) sebagai berikut.36
1) Strenght adalah upaya untuk mencari aspek-aspek yang positif dari diri
seseorang yang merupakan kekuatan yang perlu digali dan dikembangkan
agar ia mempunyai kemampuan untuk mengatasi stresor psikososial yang
sedang dihadapinya.
2) Weakness adalah upaya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
merupakan kelemahan atau kekurangan pada diri seseorang.
3) Opportunity adalah usaha untuk melihat ke depan akan adanya
kesempatan atau peluang yang lebih baik untuk dijadikan faktor yang
menentukan bagi keberhasilan penanggulangan stresor psiko-sosial pada diri
seseorang.
4) Threat adalah upaya untuk mengetahui dan menyadari adanya “ancaman”
yang dapat merupakan faktor pengganggu bagi penanggulangan stresor.
d) Perawatan Psikoreligius
Perawatan spiritual dimaksudkan untuk memperkuat iman pasien dan
bukan sekali-kali mengubah kepercayaan atau agama pasien yang dapat
berupa kegiatan keagamaan, seperti sembahyang, berdo’a memanjatkan pujipujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci dan lain
sebagainya. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola
sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau
36
Dadang Hawari,. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, (Jakarta: BP-FKUI, 2002),
Edisi ke-I, cet. Ke-3, h. 4.
56
keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar. Praktek
ajaran agama yang membuat orang sembuh dari gangguan jiwa dapat diambil
dalam dasar agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman.
Disamping menjalankan sepenuh hati rukun Islam dan rukun Iman,
juga harus melaksanakan do’a dan dzikir. Menurut Dadang Hawari, bagi
mereka yang dapat menjalankan dengan khusyu’ artinya menghayati serta
mengerti apa yang diucapkan akan banyak memperoleh manfaat; antara lain
ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung dari berperilaku salah.37 Dan
terapi keagamaan ini diberikan dengan menekankan bahwa apa yang
dialaminya itu sebagai ujian atau cobaan keimanan dengan shalat, doa, dan
dzikir sebagai obat.38
Dadang Hawari mengungkapkan pemikirannya tentang rukun iman
dan implementasinya bagi kesehatan jiwa dalam buku yang berjudul “al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa”. Dalam buku tersebut,
ia menuangkan pendapatnya dalam bab tujuh mulai halaman 429 sampai
dengan
440. Konsep Dadang Hawari dapat dikategorisasikan sebagai
berikut:
1) Iman Kepada Allah SWT
FirmanAllah dalam surat Ar Ra’d ayat 28:
37
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 444.
38
Dadang Hawari,. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, (Jakarta: BP-FKUI, 2002),
Edisi ke-I, cet. Ke-3, h. 192.
57
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (Q.S.13:28).
Iman atau percaya bahwa Allah SWT itu ada, Pencipta alam semesta
ini termasuk manusia sebagai makhluk-Nya, Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Kuasa, Maha Pengasih, Maha Pengampun, Maha Adil, Maha Mengetahui,
dan seterusnya; serta kepada-Nya kita semua kelak akan kembali, merupakan
keimanan yang besar pengaruhnya bagi kesehatan mental manusia.
Salah satu kebutuhan utama manusia adalah kebutuhan akan rasa
aman dan terlindung (security feeling). Menurutnya, rasa aman dan
terlindung ini tumbuh dan dirasakan sebagai suatu kekuatan spiritual dengan
doa atau salat yang dilakukan 5 kali sehari semalam, belum lagi dengan salat
sunnah lainnya. Dengan beriman kepada Allah SWT, berarti orang akan
menjauhi larangan-Nya, dan melaksanakan apa yang diperintahkan, agar
diperoleh keselamatan/kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Orang yang beriman adalah orang yang selalu ingat kepada Allah SWT
(dzikrullah/zikir), perasaan tenang, aman dan terlindung selalu menyertainya.
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini tiada yang perlu ditakutkan selain
Allah SWT karena Allah SWT selalu memberikan petunjuk, taufik, serta
hidayah-Nya; sehingga orang yang beriman itu senantiasa memperoleh
bimbingan dan perlindungan-Nya.
Orang yang beriman akan malu berbuat sesuatu yang tidak
baik/mungkar meski tiada satu orang lain pun yang mengetahui atau melihat
atas perbuatannya itu. Bukankah Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha
Melihat? Kalau seseorang itu benar-benar beriman dalam arti sesungguhnya,
58
menghayati dan mengamalkan apa yang diimaninya itu bahwa Allah Maha
Mengetahui dan Melihat, pastilah ia tidak akan berbuat yang melanggar
hukum, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain.
Keimanan inilah yang sebenarnya merupakan waskat (pengawasan melekat)
dalam arti sesungguhnya. Kalau yang diminta untuk waskat tadi adalah
sesama manusia untuk saling mengawasi, bukankah manusia dapat diajak
kolusi? Keimanan kepada Allah SWT ini kalau benar-benar dihayati dan
diamalkan besar manfaatnya bagi kesehatan mental manusia, rasa sejahtera
(well being) akan di rasakan tidak hanya bagi perorangan, tetapi juga
dirasakan bagi keluarga, masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
2) Iman Kepada Malaikat
Firman Allah dalam surat Qaaf ayat 17:
Artinya: “Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di
sebelah kiri” (Q.S.50:17).
Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat)
yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (disisi Allah) dan
yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu), mereka mengetahui
apa yang kamu kerjakan” (Q.S.82:10-12).
Selanjutnya Dadang Hawari menguraikan, ilmu jiwa adalah ilmu
yang mempelajari perilaku manusia; dan perilaku manusia itu merupakan
manifestasi dari alam pikir dan alam perasaannya. Perilaku manusia ini
dalam perjalanan hidupnya di dunia seringkali melanggar “rambu-rambu”,
moral dan etika dalam hubungannya dengan sesama manusia lainnya, yang
59
pada gilirannya dapat merugikan dirinya dan juga orang lain. Dan, siapakah
yang mengontrol, mencatat serta mengawasi apakah seseorang itu melakukan
perbuatan yang baik buruk? Kalau yang di maksud itu juga sesama manusia,
bukankah manusia juga dapat diajak kolusi? Di sinilah letak pentingnya
keimanan kepada Malaikat makhluk Allah yang tidak dapat diajak kolusi.
Bukankah pada setiap diri kita selalu di dampingi oleh dua Malaikat yang
selalu terjaga tidak tidur meskipun kita tidur? Sejauh manakah kita beriman
atau percaya bahwa disebelah kanan kita ada Malaikat yang selalu mencatat
semua amal kebajikan, sedangkan di sebelah kiri kita ada Malaikat yang
mencatat semua perilaku kita yang tidak baik? Semua catatan Malaikat itu
merupakan penilaian (konduite) diri kita semasa hidup; yang akan
dipertanggungjawabkan kelak pada Hari Pembalasan (Hari Kiamat).
Menurut Dadang Hawari, orang yang sehat mentalnya adalah orang
yang pikiran, perasaan serta perilakunya baik, tidak melanggar hukum,
norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Apa
yang dilakukannya selalu berpedoman pada amar ma’ruf nahi munkar,
berlomba-lomba dalam kebajikan amal saleh, karena ia tahu benar dan yakin
bahwa apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh Malaikat. Oleh karena
itu ia selalu berhati-hati dalam bertindak.
Iman kepada Malaikat, bila benar-benar dihayati dan diamalkan
merupakan waskat (pengawasan melekat) dalam arti yang sesungguhnya,
sebagaimana halnya iman kepada Allah SWT.
3) Iman Kepada Para Nabi
Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21:
60
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu( yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak
menyebut Allah” (Q.S.33:21).
Allah SWT mengutus para Nabi adalah untuk memperbaiki akhlak
perilaku manusia. Nabi Mahammad SAW adalah Nabi penutup/terakhir yang
merupakan suri teladan bagi umat manusia, yaitu bagi mereka yang
mengharapkan rahmat Allah serta keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.
Hanya dalam waktu 23 tahun Nabi Muhammad SAW telah dapat merubah
total masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang adil dan makmur dengan
rida Allah SWT. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW lanjut Dadang
Hawari telah diakui oleh dunia sebagaimana dituliskan oleh Michael H. Hart
(non muslim) dalam bukunya berjudul Seratus Tokoh Yang Paling
Berpengaruh Dalam Sejarah; dan Nabi Muhammad SAW di tokohkan
nomor 1 (satu) dari 100 tokoh dalam buku tersebut.
Selanjutnya Dadang Hawari memaparkan, bila kita telaah sejarah para
Nabi–Nabi terdahulu sebagaimana dikisahkan dalam kitab suci Al Qur’an,
dapat disimpulkan bahwa para Nabi adalah tokoh panutan bagi umatnya
dalam zamannya. Nabi Muhammad adalah tokoh panutan terakhir bagi umat
Islam hingga nanti pada akhir zaman. Salah satu ajaran Nabi Muhammad
SAW
adalah
pengendalian
diri;
bahkan
pernah
dikatakan
bahwa
sesungguhnya peperangan terbesar di muka bumi ini adalah peperangan
melawan hawa nafsu dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan salah satu asas
61
kesehatan mental, yaitu bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang
yang mampu mengendalikan diri (self control) terhadap segala rangsangan,
baik yang timbul dari lingkunganya (dunia luar) maupun yang datang dari
dirinya sendiri.(dunia dalam)
Ambisi materi dan karier seseorang seringkali tidak mengindahkan
hukum, norma, nilai dan etika kehidupan. Tidak jarang dijumpai bahwa
untuk mencapai tujuannya itu orang menghalalkan segala cara yang justru
bertentangan dengan hukum, norma, nilai dan etika dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW adalah bukan sekedar agama yang ritual sifatnya, tetapi
merupakan agama yang memberikan tuntunan bagi tatanan kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa serta bernegara.
4) Iman Terhadap Kitab-Kitab
Firman Allah dalam surah az-Zukhruf ayat 4:
Artinya:
“Dan sesungguhnya Al Qur'an itu dalam induk Al-Kitab Lauh
Mahfuzh disisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya)
dan amat banyak mengandung hikmah" (Q.S.43:4).
Iman atau percaya terhadap kitab-kitab yang dibawa oleh para Nabi
misalnya kitab Zabur, Taurat, Injil dan terakhir Al Qur'an merupakan satu
dan keenam Rukun Iman. Al Qur'an merupakan buku petunjuk bagi umat
manusia agar dalam kehidupan ini serasi, selaras dan seimbang dalam
hubungannya dengan Tuhannya (vertikal), dengan sesama manusia dan
lingkungan alam sekitarnya (horizontal).
62
Al Qur'an merupakan Kitabullah yang terakhir diturunkan melalui
utusannya yang terakhir pula Nabi Muhammad SAW. Al Qur'an merupakan
penyempurnaan dari Kitab-Kitab sebelumnya, ibaratnya buku merupakan
edisi terakhir dan terlengkap serta tersempurna, karena isinya merupakan
wahyu ilahi, bukan buah pikiran manusia, tiada seorang pun yang
mencampuri dan selalu terjaga kesuciannya olehNya. Firman Allah dalam
surah Yunus ayat 37:
Artinya: “Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah;
akan tetapi (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya (diturunkan)
dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
Firman Allah dalam surah Al Hijr ayat 9:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan
sesungguhnya Kami benar-benar perawatannya (Q.S. 15:9).
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat membedakan
mana yang halal dan mana yang haram, mana yang hak dan mana yang batil,
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan yang tidak,
mana yang manfaat dan mana yang mudarat, dan lain sebagainya. Semua
dimensi kehidupan manusia yang menyangkut aspek hukum, norma, nilai dan
etika kehidupan termaktub dalam kitab suci Al Qur'an; serta petunjuk
pelaksanaannya (juklak) terdapat dalam Al Hadis sebagaimana dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Bila para dokter selalu membaca "textbook"
63
kedokteran guna menambah ilmunya untuk diamalkan bagi kesehatan pasien;
maka sesungguhnya Al Qur'an merupakan "textbook kesehatan mental
terlengkap dan tersempurna di dunia. Bagi mereka yang mengerti menghayati
dan mengamalkannya akan beroleh manfaat serta kesejahteraan lahir dan
batin, selamat di dunia dan selamat pula di akhirat kelak.
5) Iman Terhadap Hari Kiamat
Firman Allah dalam surah Al Anbiyaa' ayat 47
Artinya:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari
kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun.
Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami
mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai
Pembuat perhitungan”. (Q.S. 21:47).
Iman atau percaya pada Hari Akhir atau Hari Kiamat mempunyai
makna penting bagi orang-orang yang beriman. Pada hari itu setiap diri
manusia akan menjalani proses "pengadilan" Allah SWT; di mana setiap diri
mempertanggungjawabkan terhadap apa-apa yang telah diperbuatnya selama
hidup di dunia. Hanya ada dua pilihan, yaitu surga bagi mereka yang beramal
kebajikan, dan neraka bagi mereka yang berbuat kejahatan.
Dadang Hawari lebih lanjut mengatakan, suatu kenyataan yang tiada
dapat dipungkiri, bahwa pengadilan manusia di dunia jauh dari rasa adil.
Pelaksanaan hukum di dunia yang seharusnya tidak pandang bulu teryata
dalam prakteknya masih saja pandang bulu. Lagi pula masih banyak mereka
yang berbuat kejahatan selama di dunia "lolos" dari pengadilan manusia.
64
Tetapi kelak di akhirat pada Hari Kiamat tiada seorangpun dapat lolos dari
"pengadilan" Allah SWT yang tidak pandang bulu.
Allah SWT tidak memandang hamba-Nya dari pangkat, kekayaan,
kekuasaan, serta atribut-atribut keduniawian lainnya, melainkan yang dilihat
adalah hati mereka, iman dan takwa serta amal kebajikan selama menjalani
masa kehidupan di dunia. Oleh karena itu bagi orang yang beriman tidak
perlu merasa stres apabila diperlakukan tidak adil oleh sesama manusia
selama hidup di dunia. Bukankah Allah SWT Maha Adil, Pengasih dan
Penyayang ?
6) Iman Terhadap Takdir
Firman Allah dalam surat At Taubah ayat 105 :
Artinya:
“Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (Q.S.
9:105).
Iman atau percaya pada takdir penting artinya bagi kesehatan mental.
Orang yang beriman pada takdir tidak akan mengalami frustrasi dan stres.
Manusia boleh berusaha, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ambillah
sebuah contoh. Seseorang telah berusaha dengan berbagai cara secara sah
untuk memperoleh suatu tujuan yang menurutnya baik. Tetapi ternyata apa
yang diinginkannya tidak berhasil, bukan semata-mata karena kesalahannya
tetapi ada faktor lain di luar kemampuannya; nasib telah menentukan lain ia
65
tidak sampai pada tujuannya. Adakah orang yang beriman akan frustrasi dan
stres karenanya? Jawabannya tentulah tidak, mengapa? Bagi orang yang
beriman kegagalan itu dipandang sebagai takdir, bahwa Allah SWT
berkehendak lain, Orang yang beriman yakin bahwa tidak semua apa yang
dipandangnya baik, di mata Allah SWT pun baik pula; begitu pula
sebaliknya.39
Bagi orang yang beriman, kegagalan yang dialaminya itu dianggap
sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya. Orang yang beriman akan
bersabar dan berserah diri pada Allah SWT, mohon kekuatan lahir dan batin
terhadap "cobaan" yang dialaminya; disertai doa "Ya Allah, janganlah
Engkau beri hamba beban serta cobaan yang hamba tidak mampu memikul
dan mengatasinya". Dadang Hawari lebih lanjut menekankan, sekali lagi
Iman pada takdir merupakan unsur kesehatan mental yang amat penting bagi
terbentuknya kekebalan orang terhadap stres.
“Terapi medis tanpa do’a dan dzikir, tidak lengkap; do’a dan zikir
saja tanpa terapi medis tidak efektif”40
39
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa 2004), h. 429-440. Cet. Ke- 2.
40
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, (Jakarta: FKUI,
2002), cet. Ke-II, h. 114.
BAB IV
ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG
DADANG HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN
JIWA
A. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari dalam
Perawatan Kesehatan Jiwa
1. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa
Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam menghadapi para
penderita gangguan jiwa, ditemui bahwa di samping merawat mereka secara
teknis ilmiah, perlu pula mereka didorong untuk berusaha menolong dirinya
sendiri, terutama dalam melegakan perasaan hatinya. Untuk maksud ini
ternyata bahwa agama mempunyai kekuatan yang besar dalam mempercepat
kesembuhan penderita gangguan jiwa tersebut. Di samping itu terbukti pula
bahwa seseorang yang kurang teguh pegangannya terhadap agama seringkali
membawa kepada gangguan jiwa.
Unsur terpenting, yang membantu pertumbuhan dan perkembangan
kejiwaan manusia adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran
agama. Maka dalam Islam prinsip pokok yang menjadi sumbu kehidupan
manusia adalah iman, karena iman itu yang menjadi pengendali sikap,
ucapan, tindakan dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut akan mudahlah orang
terdorong melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain dan
66
67
menimbulkan penyesalan dan kecemasan, yang akan menyebabkan
terganggunya kesehatan jiwa.1
a. Pengobatan Psikologis
Dalam pengobatan psikologis ini, penulis menyajikan teknik
pengobatan non-directive Pelaksanaan pengobatan dengan teknik nondirective,
sebaiknya
konselor
memanfaatkan
peristiwa-peristiwa dan
mendorong klien untuk mengungkapkan secara bebas perasaannya tentang
prsoalan yang sedang dihadapinya.2 Dalam hal ini, konselor harus melatih
klien untuk tidak menghambat dikeluarkannya perasaan bersalah, cemas, rasa
dosa atau perasaan lain yang biasanya tampak apabila orang merasakan
kebebasan yang sempurna.
Selanjutnya
adalah
proses
mendiagnosa,
apa
sesungguhnya
penyebab sehingga menimbulkan ganggguan pada si penderita. Dalam proses
diagnosa ini perlu membangun keakraban antara klien dan konselor
merupakan hal yang utama dalam pelaksanaan terapi non-directive, jika
sudah terbangun keakraban antara klien dan konselor, maka proses
pengobatan tidak menemui kendala.
Menetukan waktu pemberian bantuan dan ruang lingkupnya, serta
keadaan klien. Artinya klien telah merasa pada pertemuan sebelumnya bahwa
tugas konselor bukan untuk menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan
seluruh persoalan, akan tetapi tugasnya adalah mempersiapkan suasana yang
memungkinkan klien berbuat untuk mengatakan persoannya.
1
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1983), h. 11.
2
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, alih bahasa
Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), jilid III, h.69.
68
Setelah klien mengenal dirinya, hubungan pribadinya dengan konselor
telah sampai pada derajat yang paling tinggi. Pada tahap ini dalam
pengobatan, klien mulai campur tangan dan ingin mengetahui pribadi
konselor sebagai orang, dan klien banyak menjauhkan arti persahabatan dan
kasih sayang, serta untuk pertama kalinya klien menyampaikan terima kasih
atas bantuan yang telah diberikan kepadanya.
Di samping pengobatan psikologis, penulis akan menganalisa lima
konsep Zakiah Daradjat dengan cara religi antara lain:
Pertama Sabar, Allah menyuruh orang Islam agar menjadikan sabar
dan shalat untuk menolong dirinya. Sabar dapat manjadi obat terhadap
gangguan kejiwaan, sabar juga dapat mencegah agar tidak terserang oleh
gangguan kejiwaan dan sabar dapat pula meninggakatkan kesehatan jiwa.3
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
(Al-Baqarah: 153). 4
Dalam contoh kasus yang di uraikan oleh Zakiah Daradjat, ada
seseorang telah berusia senja, telah ditipu dan bohongi oleh orang yang telah
lama dia kenal, sehingga dia merasa marah, kesewa dan sakit hatinya. Sampai
dia berjanji tidak akan menolong orang tersebut untuk masa yang akan
datang dan tidak akan memaafkan kesalahan orang tersebut.
3
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 142.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 47.
4
69
Atas kejadian tersebut dia kadang-kadang terserang psikosomatik,
kepala pusing, dada, dan hatinya sesak, seolah-olah dalam dirinya
berkecamuk
perang
amat
dasyat,
menyenangkan, untunglah ia lari
diantara
perasaan
yang
tidak
kepada Allah memohon kesabaran,
kesabaran dan kesabaran.
Akhirnya dia memohon kepada Allah, agar diberi-Nya petunjuk dan
sabar dalam menerima musibah tersebut. Dia menangis dan meratap kepada
Allah dan mohon agar ia tetap sehat jasmani dan rohani, ia sangat-sangat
takut akan terserang gangguan kejiwaan. Setelah berjuang cukup lama, sabar
benar-benar dia rasakan, dia semakin rajin beribadah, hampir setiap hari
membaca al-Qur’an dan melaksanakan shalat wajib dan shalt sunnah, dia
menjadi penyabar, tidak tersinggung atau balas dendam atas kejadian yang
menimpa dirinya.
Dari kejadian di atas dapat kita ambil hikmah, bahwa mendekatkan
diri kepada Allah dan menjalankan seluruh perintah-Nya, insya Allah
keadaan diri kita, baik jasmani maupun rohani akan terjaga dari gangguan
kejiawaan.
Kedua Taubat Nasuha, salah satu penyebab gangguan kejiwaan
adalah perasaan berdosa. Banyak orang yang merasa sangat menderita, bila ia
merasa dirinya berdosa, jika perasaan dosa lama tidak diatasi mungkin saja
orang tersebut akan mengalami gangguan kejiwaan dengan berbagai macam
70
gejala antara lain penyakit fisik, seperti lumpuh, kemampuan melihat hilang
(buta).5
Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun Maha
Penerima tobat dan orang yang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan
setiap orang yang beriman disarankan suapaya membiasakan diri untuk
memohon ampun kepada Allah, baik dia merasa bersalah ataupun tidak,
karena orang tidak selamanya sadar atas perkataannya, perbuatan dan
kelakuannya.
Orang yang merasa dirinya bersalah sehingga hati dan perasaan
goncang, diharapkan dapat melakukan taubat nasuha agar kegoncangan
tersebut tidak bertambah berat dan makin parah. Mengadu dan memohon
kepada Allah merupakan satu-satunya cara agar yang bersangkuta dapat
tertolong.
Fiman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 48.
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(surat An-Nisaa’ ayat 48).6
5
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 149.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 180.
6
71
Ayat di atas menegaskan bahwa hanya dosa syirik yang tidak dapat
diampuni oleh Allah, jika kita tinjau dalam psikoterapi Islam akan terbukti
bahwa syirik itu menimbulkan kebimbangan.
Ketiga Tawakkal Kepada Allah, tawakkal adalah perbuatan hati,
pikiran dan seluruh jiwa dan raganya. Karena itu proses untuk dapat tawakkal
kepada Allah itu membutuhkan iman yang kokoh dan mengerti tentang ajaran
agama, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang
tidak mudah bagi yang imannya kurang kuat, serta pemahaman terhadap
ajaran agama kurang. Boleh jadi orang yang belum selesai perkembangan
kecerdasan dan kepribadiannya juga tidak mampu mencapai tawakkal yang
sesungguhnya kepada Allah.7
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayan 159.
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [246]. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”. (surat Ali-Imran ayat: 159).8
7
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), hal. 153.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 159-160.
8
72
Dalam ayat diatas terdapat suatu bimbingan Allah terhadap Nabi
Muhammad dalam menghadapi ummatnya. Bimbingan akhlak yang oleh
Allah telah diakui bahwa cara beliau cara beliau lemah-lembut dalam
menghadapi mereka. Memohon ampon atas segala kesalahan dan kekeliruan
yang telah mereka lakukan.
Tawakkal memang tidak mudah, bagi orang yang imannya kurang
kuat, serta pemahamannya terhadap ajaran agama kurang. Dalam proses
psikoterapi Islam yang dilaksanakan dengan bantuan konselor yang
berwenang dan terlatih, insya Allah hasilnya bisa menolong.9
Bila seseorang telah berketetapan hati tentang sesuatu, maka
selanjutnya, jangan takut atau ragu-ragu lagi, serahkan sepenuhnya kepada
Allah.
Keempat Pembinaan Moral, moral adalah kelakuan yang sesuai
dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan
bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa bertanggung jawab atas
tindakan tersebut.10
Menurut Franz Magnis Suseno, moral dipahami sebagai ajaran-ajaran,
wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, peraturan-peraturan, patokan-patokan
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi
manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral dapat berupa agama,
nasehat para bijak, orang tua, guru dan sebagainya. Dari sini dapat dipahami
9
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 154.
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,
1983), Cet. Ke-7, hal. 63
10
73
bahwa sumber ajaran moral meliputi agama, tradisi, adat istiadat, dan
ideologi-ideologi tertentu.11
Pembinaan kehidupan moral itu lebih banyak terjadi melalui
pengalaman hidup daripada melalui pendidikan formal dan pengajaran.12
Karena moral itu tumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan di
mana seseorang hidup kemudian berkembang menjadi kebiasaan, mengerti
mana yang baik yang perlu dilakukan dan mana yang buruk yang perlu
dihindari. Kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara
langsung.13
Menurut Zakiah Daradjat, pembinaan moral yang berdampak positif
terhadap perkembangan jiwa keagamaan remaja adalah pembinaan yang
dilakukan secara terus-menerus semenjak seseorang dilahirkan melalui
pencontohan oleh orang tua, pengalaman langsung dalam kehidupan seharihari dengan membiasakan anak mematuhi ajaran agama dan menjauhi
larangannya sehingga menjadi pola hidupnya dan terjalin kuat dalam
pribadinya
Kegoncangan-kegoncangan dalam jiwa dalam setiap individu sangat
berpotensi menjerumuskan yang bersangkutan pada tindakan-tindakan yang
negatif. Jika saja kepribadian individu tersebut lemah dan ia kurang mendapat
didikan nilai-nilai moral/agama, maka bisa dipastikan kegoncangan-
11
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
(Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 14.
12
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, hal.
134.
13
Daradjat, Zakiah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977, Cet. 4, hal. 119.
74
kegoncangan tersebut menimbulkan ekses-ekses yang negatif yang merugikan
dirinya sendiri dan masyarakat di mana dia hidup.
Menurut hemat penulis bahwa konsep keempat yang ditawarkan
Zakiah Daradjat bisa dimengerti karena pemahaman bahwa moral merupakan
perbuatan yang didasarkan pada ajaran agama dan unsur sosial budaya yang
diakui sebagai kebenaran dalam masyarakat yang dilakukan dengan penuh
kesadaran pribadi yang bersangkutan.
Penulis berpendapat pembinaan moral terhadap seseorang harus
dilakukan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit, wajar, sehat dan harus
memperhatikan perkembangan dan ciri khas dari setiap umur yang dilalui oleh
seseorang tersebut. Pembinaan ini diupayakan sejak seorang anak masih kecil
dengan jalan pembiasaan secara langsung yaitu, membiasakan anak mematuhi
ajaran agama dan menjauhi larangannya, karena anak kecil belum memahami
konsep-konsep yang abstrak. Setelah si anak mampu memahami hal-hal yang
abstrak barulah pengertian-pengertian tentang baik dan buruk yang abstrak
boleh diajarkan.
Kelima Pembinaan Jiwa Taqwa. Menurut Zakiah Dardjat, jiwa yang
sehat ialah yang menjalankan seluruh perintah dan menjauhi larangan Allah
S.W.T, dan jiwa yang beginilah yang akan membawa perbaikan hidup dalam
masyarakat dan bangsa.14
Sikap taqwa sering diulang oleh khotib pada setiap hari Jum’at, namun
realitanya kefahaman masyarakat terhadap taqwa masih pada tahap kulit dan
tidak pada isinya. Pada era modern seperti sekarang ini taqwa tidak lagi
14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang
1970), h. 39-40.
75
difahami dengan betul. Taqwa pada umumnya difahami dalam ruang lingkup
spiritual dan peribadi yang sempit. Akhirnya ia menjadi konsep yang asing
dan terpisah daripada pelbagai aspek kehidupan lainnya.
Zakiah Daradjat berpendapat, jika setiap orang mempunyai keyakinan
beragama, dan menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu ada
polisi dalam masyarakat karena setiap orang tidak mau melanggar laranganlarangan agama karena merasa bahwa Tuhan Maha Melihat dan selanjutnya
masyarakat adil makmur akan tercipta, karena semua potensi manusia (man
power) dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirinya sendiri.15
Menurut penulis, sejak dahulu agama dengan ketentuan dan hukumhukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu
dengan dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan
dan kelakuan yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang
akhirnya membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka
agama memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta
ampun kepada Tuhan.
Dengan cara memberi nasehat dan bimbingan-bimbingan khusus
dalam kehidupan manusia. Para pemimpin agama pada masa lalu telah
berhasil memperbaiki jiwa taqwa dan memperhubungkan silaturahmi sesama
manusia, sehingga kehidupan sayang-menyayangi jelas tampak dalam
kalangan orang-orang yang hidup menjalankan agamanya.
15
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang
1970), h. 42.
76
2. Analisis Dadang Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa
Pentingnya dimensi agama dalam menanggulangi gangguan mental,
maka pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan se Dunia (WHO : World Health
Organization) telah menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4
(empat) pilar kesehatan; yaitu kesehatan manusia seutuhnya meliputi: sehat
secara jasmani/fisik (biologik); sehat secara kejiwaan (psikiatrik/psikologik);
sehat secara sosial; dan sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Dengan
kata lain manusia yang sehat seutuhnya adalah manusia yang beragama, dan
hal ini sesuai dengan fitrah manusia. Keempat dimensi sehat tersebut di atas
diadopsi oleh the American Psychiatric Association dengan paradigma
pendekatan biopsycho- socio-spiritual.16
Secara skematis pendekatan holistic konsep Dadang Hawari dapat
digolongkan dalam dalam 4 dimensi yaitu:
Pertama Perawatan Organo-Biologik, perawatan ini mengandung arti
perawatan secara fisik (tubuh/jasmani) dengan memberikan obat-obat kimia
(tablet, cairan suntik atau minum obat), dan lain sebagainya.
Menurut Dadang Hawari, dalam perawatan ini harus hati-hati dalam
memberikan obat, pemberian obat harus sesuai dosis terutam pada pasien
depresi, banyak terjadi kesalahan dalam pemberian obat dengan dosis yang
sangat tingggi, sehingga mengakibatkan kematian pada pasien.
Kedua Perawatan Psikologis, Perawatan ini dimaksudkan untuk
memberikan dorongan atau semangat dan motivasi agar penderita tidak
merasa putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi
16
Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002), h. 5.
77
hidup. Perawatan ini memberikan pendidikan ulang serta dapat mengubah
pola pendidikan sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
Disamping itu, perawatan ini juga dimaksudkan untuk memperbaiki
kembali (re-kontruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan dan
memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional,
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan keluarga dan lingkungannya.
Ketiga Perawatan Psiko-sosial (Re-adaptasi), Parawatan Psiko-sosial
dimaksudkan agar penderita kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial
sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada
orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
Dalam menjalani perawatan psiko-sosial ini, hendaknya pasien masih
tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu
menjalani psikoterapi. Kepada pasien diupayakan untuk tidak menyendiri,
tidak melamun, harus banyak menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan
sosial.
Keempat
Perawatan
Psikoreligius,
Perawatan
psikoreligias
dimaksudkan untuk memperkuat iman pasien dan bukan sekali-kali
mengubah kepercayaan atau agama pasien yang dapat berupa kegiatan
keagamaan, seperti sembahyang, berdo’a memanjatkan puji-pujian kepada
Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci dan lain sebagainya.
Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral
keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan
penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar. Praktek ajaran agama
78
yang membuat orang sembuh dari gangguan jiwa dapat diambil dalam dasar
agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman.
Menurut Dadang Dadang Hawari peranan tauhid atau rukun iman yang
enam itu sangat penting dalam perawatan dan membentuk kesehatan jiwa
seseorang. Dadang Dadang Hawari menghubungkan tauhid dengan rukun
iman yang berjumlah
enam. Rukun iman tersebut, jika dihayati dan
diamalkan dengan sebaik-baiknya kecil kemungkinan sesorang terkena
penyakit jiwa.
Dalam pemikirannya bila seseorang menjalankan dan
menyakini serta menghayati rukun iman yang berjumlah enam sangat
mustahil mentalnya terganggu. Justru sebaliknya orang yang beriman bisa
dipastikan memiliki mental yang sehat.
Dalam konteks ini peneliti sependapat dan mendukung pendapat
Dadang Dadang Hawari karena pemikirannya relevan dengan al-Qur’an dan
Hadits. Alasan lainnya karena tidak ditemukan bukti bahwa orang yang
imannya teguh serta menjalankan segala perintah Allah terkena penyakit
mental. Dengan menyakini rukun iman yang pertama akan menimbulkan rasa
cinta kepada Allah SWT. Kalau seseorang itu benar-benar beriman dalam arti
sesungguhnya, menghayati dan mengamalkan apa yang diimaninya itu,
pastilah ia tidak akan berbuat yang melanggar hukum, moral dan etika
kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Keimanan kepada Allah SWT ini
jika dihayati dan diamalkan besar manfaatnya bagi kesehatan mental
seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan membuahkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Membebaskan diri dari penguasaan dan pengaruh negatif orang lain
79
b. Membesarkan hati dan menumbuhkan keberanian
c. Menenangkan hati dan menentramkan mental
Manusia kadang takut dan cemas karena berbagai sebab. Orang
beriman tidak kesal atau berkeluh kesah menghadapi apa yang sedang dialami
dan tidak takut atau cemas menanti masa-masa datang. Ia menutup segala
pintu ketakutan.
Kedua, imam kepada malaikat. Orang yang beriman kepada malaikat
akan merasakan bahwa dirinya selalu diawasi oleh malaikat karena ada
malaikat yang selalu mencatat semua amal kebajikan, sedangkan di sebelah
kiri kita ada malaikat yang mencatat semua prilaku kita yang tidak baik.
Semua catatan malaikat itu merupakan penilaian diri kita semasa hidup; yang
akan dipertanggung-jawabkan kelak pada hari pembalasan (hari kiamat).
Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang pikirannya, perasaan
serta prilakunya baik, tidak melanggar hukum, norma, moral dan etika
kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Apa yang dilakukannya selalu
berpedoman pada amar ma’ruf nahi mungkar, berlomba-lomba dalam
kebajikan amal saleh, karena ia tahu benar dan yakin bahwa apa yang
dilakukannya itu semua dicatat oleh malaikat. Oleh karena itu ia selalu
berhati-hati dalam bertindak.
Orang mu’min percaya sepenuhnya adanya malaikat di alam ruh.
Mereka selalu menyertai manusia dan mencatat amal-amalnya, termasuk
segala kebaikan dan keburukan kita. Mereka bertindak dengan benar dan
jujur; tidak kenal suap atau sogokan. Oleh karena itu menurut peneliti
keimanan ini membangkitkan semangat mu’min untuk selalu berbuat baik di
80
segala tempat dan waktu. Ia juga mendorong mu’min untuk menghampirkan
diri kepada Allah dan malaikat-Nya, menyucikan hati dan membersihkan diri
dari sifat-sifat yang tidak disukai Allah dan rasul-Nya.
Ketiga, iman terhadap kitab-kitab. Orang yang sehat jiwanya adalah
orang yang dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana
yang hak dan mana yang bathil, mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang boleh dan yang tidak, mana yang manfaat dan mana yang mudharat, dan
lain sebagainya. Semua dimensi kehidupan manusia yang menyangkut aspek
hukum, norma, nilai dan etika kehidupan termaktub dalam kitab suci alQur’an; serta petunjuk pelaksanaanya terdapat dalam al-Hadits sebagaimana
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sedangkan al-Qur’an merupakan
pembeda antara yang hak dan yang bathil, antara yang salah dan yang benar.
Iman kepada al-Qur’an mengandung kepercayaan akan kebenaran
segala sesuatu yang tersurat di dalamnya. Segala aturannya sempurna, baik
dan berlaku sepanjang zaman. Mu’min tidak berpendapat bahwa aturan Islam
tidak tepat lagi diterapkan pada abad ini, atau berpandangan bahwa aturan
Islam itu penyebab kemunduran, atau bahwa melaksanakan hukum Allah
dalam memotong tangan pencuri, merajam pezina tak sesuai lagi di masa kini.
Itu semua jauh dari pikiran orang mu’min. sebaliknya, ia akan berusaha agar
segala tuntutan al-Qur’an menjiwai seluruh segi kehidupan umat manusia di
bumi Allah. Kenyataannya, memang, iman kita belum cukup kuat mendorong
dan memberikan spirit untuk maju terus dengan al-Qur’an
Keempat, Iman kepada para Nabi. Allah SWT mengutus para Nabi
adalah untuk memperbaiki akhlak perilaku manusia. Nabi Muhammad SAW
81
adalah Nabi penutup/terakhir yang merupakan suri tauladan bagi umat
manusia, yaitu bagi mereka yang mengharapkan rahmat Allah serta
keselamatan di dunia dan di akherat kelak.
Salah satu ajaran Nabi Muhammad SAW adalah pengendalian diri,
bahkan pernah dikatakan bahwa sesungguhnya peperangan terbesar di muka
bumi ini adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya sendiri. hal ini sesuai
dengan salah satu asas kesehatan mental, yaitu bahwa orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang mampu mengendalikan diri terhadap segala
rangsangan, baik yang timbul dari lingkungannya maupun yang datang dari
dirinya sendiri.
Agama Islam
yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah bukan
sekedar agama yang ritual sifatnya, tetapi merupakan agama yang
memberikan tuntunan bagi tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan
berbangsa serta bernegara.
Iman kepada rasul membuka cakrawala pengetahuan tentang rasulrasul yang diutus Allah kepada manusia sejak dahulu. Yaitu dari Nabi Adam
berangsur-angsur hingga Nabi terakhir, Muhammad SAW. Ini mendorong
muslim untuk lebih mengenal mereka satu persatu dari sumber-sumber yang
dapat dipercaya, lalu mengetahui rangkaian mata rantai ajaran Islam dari rasul
ke rasul dan tahap-tahap penyempurnaannya
Dengan mengetahui jejak rasul-rasul Allah, makin mantaplah
keyakinan akan kesempurnaan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW
dan makin teguh berpegang pada ajaran Tuhan Yang
Maha Sempurna.
Selanjutnya berusaha meneladani jejaknya secara optimal lewat pendalaman
82
sunnah-sunnah, baik berupa ucapan, sikap, tingkah laku, maupun putusanputusannya terhadap langkah-langkah para sahabatnya.
Kelima, iman kepada hari akhir. Suatu kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri bahwa pengadilan manusia di dunia jauh dari rasa adil.
Pelaksanaan hukum di dunia yang seharusnya tidak pandang bulu ternyata
dalam prakteknya masih saja pandang bulu. Lagi pula masih banyak mereka
yang berbuat kejahatan selama di dunia lolos dari pengadilan manusia. Tetapi
kelak di akherat pada hari kiamat tidak ada seorangpun dapat lolos dari
pengadilan Allah SWT.
Hari akhir itu mutlak. Kehancuran total meliputi seluruh isi alam.
Segala yang ada mempunyai ujung atau batasnya, sebagaimana perputaran
masa; dari zaman purbakala hingga masa penghabisan; saat kerusakan dan
kehancuran. Gambaran hari akhir begitu dahsyat. Segala sesuatu telah ditata
sedemikian rupa; tahap-tahap penghancuran langit dan bumi, penciptaan bumi
dan langit yang baru sebagai ajang persidangan semesta hingga masingmasing orang menghuni tempat yang layak berdasarkan keputusan mahkamah
Maha Agung ini membuat kita mengerti dan bertambah yakin bahwa bagi
masing-masing orang sekedar apa yang pernah ia usahakan dalam hidupnya.
Bagi orang yang beriman tidak perlu merasa stres apabila diperlakukan tidak
adil oleh sesama manusia selama hidup di dunia. Bukankah Allah SWT Maha
Adil, Pengasih dan Penyayang?
Keenam, iman kepada taqdir. Iman atau percaya pada taqdir penting
artinya bagi kesehatan jiwa. Dengan iman pada taqdir ini orang tidak akan
mengalami frustasi dan stres. Manusia boleh berusaha tetapi Allah SWT yang
83
menentukan. Dalam hidup ini terkadang sebuah harapan dan cita-cita jauh dari
kenyataan, tak jarang kenyataan pahit mengiringi kehidupan manusia tak
ubahnya pergantian siang dan malam. Namun demikian orang yang beriman
kepada taqdir mentalnya akan tetap sehat manakala ditimpa sebuah cobaan
atau ujian hidup. Ia percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Ia
pun percaya bahwa tak seorangpun dapat menghalangi apa yang telah
ditentukan Tuhan. Ia berhenti di situ saja berpikir tentang taqdir. Masalahnya,
taqdir itu tidak mungkin dijangkau akal pikiran manusia. Manusia cuma bisa
melihat kenyataan atau kepastian dari sesuatu yang telah terjadi. Di situ
manusia baru bisa mengetahui taqdir baik dan buruk atas seseorang, dan baik
buruknya taqdir Tuhan itu berdasarkan sunnah-Nya.
Tak seorangpun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan Tuhan,
namun sebelum ketentuan Tuhan itu menjadi kepastian, manusia berhak
menentukan sesuatu untuk dirinya. Berdasar atas hak, kebebasan dan
kesempatan untuk menentukan itu, manusia harus konsekuen dengan
keputusannya. Justru karena itu manusia mu’min tidak sembarangan
mengambil keputusan, karena setiap keputusan berakibat kepada dirinya.
Keadaan demikian tidak membuat seorang mu’min apatis, bahkan sebaliknya.
Timbullah semangat dan gairah untuk bekerja dan berusaha menggapai
kebaikan-kebaikan.
Iman
kepada
taqdir
menimbulkan
keberanian,
melahirkan
kepahlawanan dan menumbuhkan kesanggupan menghadapi berbagai situasi.
Apabila seseorang telah mengerti bahwa ia berada di pihak Tuhan, ia tidak
akan mundur.
84
Iman kepada taqdir memberikan pelajaran bahwa sesuatu berjalan
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Zat Yang Maha
Tinggi. Oleh karena itu, jika ia ditimpa sesuatu yang negatif, tidak menyesal.
Sebaliknya, jika mendapat sesuatu yang menguntungkan, ia tidak bergembira
sampai lupa daratan. Demikianlah yang dikehendaki Tuhan dalam kitab suciNya.
Menurut analisis penulis bahwa konsep Zakiah Daradjat dan Dadang
Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa relevan dengan kondisi
manusia saat ini. Di tengah-tengah persaingan hidup yang makin tajam dan
seiring dengan makin cenderungnya manusia pada materi, kedudukan dan
berbagai ambisi lainnya maka konsep kedua tokoh ini dapat dijadikan sebagai
salah satu upaya perawatan kesehatan jiwa.
Penulis berpendapat bahwa terlepas dari kelemahan atau kekurangan
konsep kedua tokoh tersebut namun yang jelas masalah perawatan kesehatan
jiwa merupakan persoalan yang terus menghinggapi manusia-manusia
modern. Ketidakberdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern
yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu, menyebabkan sebagian besar
"manusia modern" itu terperangkap dalam situasi yang disebut situasi yang
sulit, satu istilah yang menggambarkan "satu derita manusia modern". Ia resah
setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan
tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan.
Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan yang
disebabkan oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b)
hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang
85
gersang, (c) lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, (d)
masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas
sosial berubah menjadi mobilitas sosial.
Seiring dengan kondisi tersebut muncul konflik-konflik batin yang
pada puncaknya menimbulkan gangguan jiwa, dan ciri-ciri gangguan jiwa
yang diderita orang-orang modern sudah demikian mengkhawatirkan. Dari
sini tampak perlunya konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari
dikaji lebih dalam lagi.
Dalam menganalisa konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang
Hawari, penulis menggunakan konsep psikologi Islam yang pada dasarnya
merupakan sumber al-Qur'an dan hadist. Dengan menggunakan teori psikologi
Islam maka konsep kedua tokoh itu itu dapat dipertemukan dalam
hubungannya dengan kehidupan manusia saat ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat
sebelumnya, maka sebagai upaya memahaminya secara lebih sederhana,
singkat dan padat, akan penulis lengkapi pula dengan beberapa poin
kesimpulan.
1. Menurut Zakiah Daradjat, perawatan dan penanggulangan gangguan jiwa
adalah dengan memaksimalkan terapi psikologis melalui aspek kognitif,
afektif dan konasi, dalam pemberian bantuan, Zakiah Daradjat
mendahuluinya dengan mendoagnosa penyebab tibulnya ganggguan pada
pasien/klien,
selanjutanya baru
tahap
pemberian bantuan. Tahap
pemberian bantuan kepada klien selalu dengan memanfaatkan potensi
yang dimiliki klien. Di samping itu juga Zakiah Daradjat menggunakan
terapi religius, pemberian bantuan melalui terapi religius dengan cara
menggali
dan
mempertebal
nilai-nilai
keagamaan
klien
melalui
pelaksanaan keimana dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi
segala larangan agama.
2. Sementara
menurut Dadang Hawari memberikan empat langkah yang
harus ditempuh dalam perawatan/penanggulangan gangguan jiwa yakni;
terapi psiko farmaka dengan memberikan obat-obatan secara medis, terapi
sosial (psikoterapi) yang berupa suportif, re-edukatif, re-konstruktif,
kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan keluarga. Terapi sosial (psiko terapi)
86
87
dengan menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan
Threat). Terapi psikoreligius dengan tujuan untuk memperkuat iman
pasien
yang
dapat
berupa
kegiatan
ritual
keagamaan
dengan
memperdalam rukun iman yang berjumlah enam.
B. Saran-Saran
1. Untuk Prakti
Pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam memelihara
kesehatan jiwa dapat dijadikan materi dakwah, karena pada hakekatnya
mengajak manusia untuk mengamalkan ajaran Islam.
2. Untuk Masyarakat
Pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari sangat relevan dengan
kehidupan masyarakat yang serba modern dan rasional. Karena bersamaan
dengan itu krisis kerohanian makin dirasakan sebagai masalah sangat
urgen yang perlu ditanggulangi.
3. Untuk Lembaga Perguruan Tinggi
Implementasi pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari sangat efektif
untuk memelihara kesehatan jiwa manusia. Meskipun uraiannya terasa
masih bersifat umum tetapi cukup baik sebagai sebuah pengantar dalam
membangun jiwa yang sehat. Atas dasar itu maka penelitian terhadap
pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari dapat lebih diperdalam oleh
peneliti lainnya.
4. Penutup
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah
akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
88
bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran
membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, M. Hamdani Bakran, Psikoterapi dan Konseling Islam, Surabaya: Fajar
Pustaka Baru, 2002.
Al-Ghazali, Imam Ihya Ulumuddin, Bandung: Marja, 2005.
Alawiyah, Nunung, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan
Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Skripsi S1 pada fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006.
Al-Ghito, Kasyifa, Psikoterapi Islam Zakiah Daradjat Dalam Menangani Neurosis,
Skripsi S1 pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi
Aksara, 2002), h. 584.
Daradjat, Zakiah, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001.
______ _____, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung, 1996
______ _____, Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996.
______ _____, Islam dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996.
______ _____, Kesehatan Mental dalam Pendidikan dan Pengajaran, Pidato
Pengukuhan Guru Besar tetap di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta: 1984.
______ _____, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
______ _____, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang,
1982.
______ _____, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang,
1970.
______ _____, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1982
______ _____, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,
1977.
______ _____, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung, 2001
______ _____, Psikoterapi Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002.
Fahmi, Mustafa, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid I,
alih bahasa, Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Faqih, Aunur Rohim ¸ Bimbingan dan Koseling Dalam Islam, Yogyakarta: UII Press,
2001.
http://www.salafy.or.id/pelajaran-dari-surat-al-ashr-massa/
Hawari, Dadang, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT.
Dana Bhakti Primayasa, 1999.
______ _____, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
______ _____, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta: FKUI,
2002.
______ _____, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, Jakarta FKUI,
2002.
______ _____, Do’a dan Dzikir sebagai Pelengkap Terapi Medis, Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2001.
Hamka, Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985.
______, Lembaga Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Kartono, Kartini, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, Bandung: maju
Mundur, 2000.
Langgulung, Hasan, Teori-Teori Kesehatan Jiwa, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1996
Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005.
Mashudi,Farid, Psikologi Konseling, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.
Mursi, Sayyid Abdul Hamid, Jiwa Yang Tenang, Malang: Al-Qayyim, 2004.
Musbikin, Imam, Rahasia Puasa, Yoyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Noer, Deliar, Pembangunan Di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1997.
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Rahmat, Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam
Mulia,1993.
Said, Musfir, Az-Zahrani, Bin, Konseling Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
Sundari, Siti, Kesehatan Jiwa Dalam Kehidupan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.
Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Sholeh, Moh., Agama Sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Yogyakarta: Gama
Media, 2002.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling Pernikahan, Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM 1984.
Yatim, Badri, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.
www.madanionline.org.