BAB II. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah

Transcription

BAB II. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah
BAB II
ASPEK MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH
Willyan Djaja', Rasali H . Matondang2, dan Haryono3
'Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung
22Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor
3
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
I.
PENDAHULUAN
Revitalisasi bidang pertanian bukan hanya mengacu pada
penyediaan pangan yang mencukupi dan berkualitas, melainkan
lebih penting pada peningkatan kesejahteraan hidup para petani .
Agribisnis sapi perah sebagai salah satu usaha tani dengan
produksi susu, selama ini berkembang dengan lamban . Hal ini
disebabkan rendahnya keuntungan yang diperoleh para peternak .
Oleh karena itu, untuk memacu perkembangan agribisnis sapi
perah harus dapat meningkatkan keuntungan yang diterima
peternak . Untuk itu diperlukan suatu tuntunan bagi setiap
peternak sapi perah agar diperoleh usaha agribisnis sapi perah
yang lebih efisien dan ekonomis sehingga dapat meningkatkan
keuntungan . Bab ini akan membahas aspek manajemen usaha
sapi perah dengan baik dan benar, meliputi : tujuan usaha, sistem
pemeliharaan berdasarkan status fisiologis ternak, sistem
perkandangan, dan pengelolaan kotoran ternak sebagai bahan
dasar pembuatan kompos serta teknologi pembentukan gas bio .
27
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
11 .
PENYEBARAN USAHA SAPI PERAH
Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia
terns meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya akibat
peningkatan permintaan susu dan daging . Peningkatan
permintaan ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan kesadaran masyarakat terhadap gizi seimbang akan sumber
protein hewani . Di lain pihak harus diakui bahwa produksi susu
dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan
permintaan nasional .
Peternak umumnya memelihara sapi perah berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari lingkungan
di sekitarnya seperti orang tua atau tetangga . Guna
meningkatkan kesejahteraan peternak dan meningkatkan
produksi susu telah dicanangkan berbagai program, di antaranya
adalah penyuluhan . Penyuluhan diharapkan dapat mengubah
peternak dalam memelihara sapi perah dengan menerapkan
inovasi yang benar sehingga sapi perah dapat berproduksi
dengan optimal .
Lebih dari 95% susu yang diproduksi di Indonesia berasal
dari sapi perah . Hanya sebagian kecil saja susu yang diproduksi
oleh ternak lain, seperti kerbau dan kambing perah . Sapi perah
yang mula-mula dikembangkan di Indonesia adalah sapi perah
Fries Hollands atau FH, yakni sejak pemerintahan Hindia
Belanda (Siregar et al ., 1996) . Hanya sebagian kecil jenis sapi
perah lainnya yang dipelihara, yakni sapi Hissar yang hanya
terdapat di Sumatra Utara . Sapi Hissar mulai didatangkan ke
Sumatra Utara pada tahun 1885, dan dipelihara terutama oleh
warga negara keturunan India sebagai sapi tipe perah . Hal ini
terbukti dari kemampuan berproduksi susunya yang relatif
rendah . Beberapa informasi menyatakan, bahwa kemampuan
berproduksi susu sapi Hissar hanya sekitar 31/hari dengan masa
laktasi 200 hari (Siregar et al ., 1996) .
Sapi-sapi perah yang terdapat di Pulau Jawa, tersebar di
daerah-daerah Jawa Barat 27,2%, Jawa Timur 36,8%, Jawa
Tengah 30,5%, DKI Jakarta 0,9% dan DI Yogyakarta 1,9%
28
Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007) . Sapi perah yang terdapat
di Jawa Barat terutama terkonsentrasi di Pangalengan, Lembang,
Ujungberung, Garut, Bogor, dan Sukabumi . Di Jawa Tengah
terutama terkonsentrasi di Boyolali, Ungaran, Salatiga, Solo,
dan Ambarawa . Sedangkan di Jawa Timur terutama
terkonsentrasi di daerah Pasuruan, Nongkojajar, Batu, Pujon,
dan Malang . Di luar Pulau Jawa, jumlah populasi sapi perah
yang terbanyak adalah di Sumatra Utara, yakni sebanyak 76,1%
dari jumlah populasi sapi perah yang terdapat di luar Pulau
Jawa . Populasi sapi perah tersebut terutama terkonsentrasi di
daerah-daerah Kodya Medan, Deli Serdang, Langkat, Karo, dan
Simalungun .
Setiap peternak sapi perah menginginkan dan berupaya
untuk memelihara sapi perah dengan produksi susu tinggi .
Namun, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi sapi-sapi
perah dalam berproduksi susu . Faktor-faktor tersebut di
antaranya adalah genetik, pakan (kuantitas • dan kualitas),
tatalaksana pemeliharaan dan lingkungan . Faktor atau keadaan
lingkungan balk secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap produksi susu, sedangkan komponen
iklim berupa suhu udara dan kelembapan dapat memengaruhi
secara langsung terhadap produksi susu (Atmadilaga, 1959) .
Pengaruh langsung suhu udara dan kelembapan terhadap
kemampuan sapi-sapi perah dalam berproduksi susu adalah pada
penggunaan pakan dan status faali tubuh . Suhu tubuh normal
sapi-sapi perah berkisar antara 38,0-39,3°C dengan rata-rata
38,6°C. Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan
frekuensi denyut nadi dan pernapasan setiap menitnya .
Meningkatnya frekuensi pemapasan adalah reaksi tubuh sapi
perah itu sendiri untuk mengatasi kenaikan suhu tubuhnya .
Sementara meningkatnya frekuensi denyut nadi adalah untuk
mempercepat penyaluran darah sebagai transportasi oksigen dan
panas . Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa
suhu udara di kandang antara 10-13°C dapat dipandang sebagai
tingkat yang tertinggi bagi sapi-sapi perah FH asal subtropik
untuk dapat mempertahankan nafsu makan dan kesehatan . Suhu
29
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
udara yang tinggi akan menyebabkan turunnya produksi susu
sebagai akibat dari turunnya nafsu makan, turunnya gerak laju
pakan dalam ransum, dan turunnya efisiensi penggunaan energi
untuk produksi susu .
Phillips (1948) dalam Siregar et al. (1996) menyatakan
bahwa di Sailand, kesesuaian iklim yang disebut dengan
aklimatisasi sapi-sapi perah asal subtropik berada di bawah
18,3°C dengan kelembapan udara lebih dari 55% . Atmadilaga
(1959) lebih lanjut menyatakan bahwa sapi-sapi perah asal
daerah subtropik akan dapat berkembang biak, baik dengan
produksi susu yang tinggi adalah pada daerah-daerah yang
mempunyai ketinggian sekitar 750-1 .250 m di atas permukaan
laut, dengan suhu udara berkisar antara 17-22°C dengan
kelembapan di atas 55% . Di daerah-daerah tropis umumnya,
suhu udara mempunyai hubungan yang erat dengan ketinggian
suatu tempat dari permukaan laut . Penelitian yang telah
dilakukan oleh Payne (1970) dalam Siregar et al . (1996)
mengungkapkan bahwa suhu udara rata-rata akan menurun
1,7°C setiap ketinggian 305 m dari permukaan laut .
Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu udara akan semakin
rendah atau semakin sejuk pada tempat-tempat yang semakin
tinggi dari permukaan laut dan suhu udara akan semakin tinggi
atau panas pada tempat-tempat yang semakin rendah dari
permukaan laut. Sapi-sapi perah yang dipelihara di Indonesia
pada umumnya adalah sapi perah FH yang pada mulanya berasal
dari daerah subtropik . Walaupun sapi-sapi perah tersebut
mampu beraklimatisasi dengan iklim Indonesia, namun pada
kenyataannya sapi-sapi perah tersebut lebih berkembang dan
berproduksi susu lebih tinggi pada daerah-daerah dataran tinggi .
Daerah-daerah seperti Garut, Lembang, dan Pangalengan di
Jawa Barat yang merupakan dataran tinggi adalah daerah-daerah
pemeliharaan sapi perah terpadat dengar, produksi susu yang
tinggi . Demikian pula halnya dengan Nongkojajar, Pujon, dan
Batu adalah daerah-daerah dataran tinggi dengan pemeliharaan
sapi perah terpadat di Jawa Timur .
30
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Namun, tidak berarti bahwa di daerah-daerah dataran
rendah sapi-sapi perah tidak dapat berkembang baik dengan
produksi susu yang metnuaskan . Hanya saja diperlukan berbagai
upaya agar suhu panas terhadap sapi-sapi perah itu dapat diatasi
seminimal mungkin . Upaya yang dapat dilakukan antara lain
adalah menyesuaikan bentuk kandang untuk dataran rendah,
pernasangan alat-alat pendingin dalam kandang, pemberian
pakan yang padat energi, dan meningkatkan frekuensi
pemberian pakan .
Di daerah dataran tinggi dengan populasi penduduk yang
cukup padat, usaha ternak sapi perah menjadi usaha pokok
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga . Hasil utamanya
adalah susu dengan basil sampingan berupa pedet jantan sebagai
penghasil daging, kulit, dan kotoran sapi . Di Sumedang, kotoran
sapi perah dimanfaatkan untuk menghasilkan gas bio. Ada juga
peternak yang menghasilkan pupuk kandang untuk memupuk
rumput atau dijual sebagai pupuk sayuran : Harga pupuk
kandang basah saat ini Rp100,00/kg .
III . SISTEM PEMELIHARAAN
111 .1 Sapi Perah Bunting
Sapi perah bunting harus dijaga kesehatannya agar bukan
saja anak yang dikandungnya sehat dan lahir dengan balk,
melainkan juga harus dapat berproduksi susu dengan balk.
Ransum yang diberikan harus cukup balk kuantitas dan kualitas
terutama setelah mencapai umur kebuntingan lebih dari 2 bulan .
Hal in] disebabkan sapi perah bunting harus mempersiapkan
perkembangan foetus yang dikandungnya dan memperbaiki
kondisi tubuh untuk laktasi berikutnya .
Energi yang diberikan dalam ransurn harus cukup dan
jangan berlebihan . Pemberian energi yang berlebihan pada sapi
perah bunting akan berakibat pada kegemukan dan hal ini
biasanya akan menimbulkan kesulitan dalam melahirkan .
Protein tidak dapat disimpan dalam tubuh sebagaimana energi
sehingga kekurangan protein dalam ransum yang diberikan
31
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dapat berakibat terhadap penurunan ketahanan tubuh, serangan
penyakit, dan kesehatan pedet yang dilahirkan .
Beberapa jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan
sapi perah bunting dan foetus yang dikandungnya harus dapat
dicegah dan diawasi secara terus-menerus . Penularan beberapa
jenis penyakit melalui alat kelamin akan dapat menimbulkan
infeksi pada plasenta dan foetus, akibatnya pedet yang
dilahirkan akan mati atau lahir dalam keadaan lemah dan pada
akhirnya akan mati . Infeksi dapat pula terjadi pada uterus dan
kemudian akan menimbulkan infeksi pada plasenta dan foetus .
Tindakan yang paling baik dilakukan dalam menjaga
kesehatan sapi perah bunting adalah dengan menjaga kebersihan
sapi itu setiap harinya dan pencegahan terhadap berbagai
penyakit . Pencegahan penyakit pada sapi perah bunting dapat
dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi, menjaga kebersihan
kandang, menjaga kesehatan pekerja kandang, dan menjaga
kebersihan peralatan kandang .
Sapi perah bunting sebaiknya dimandikan setiap hari
terutama pada pagi hari . Pada malam hari biasanya kandang
tidak dibersihkan sehingga banyak kotoran sapi, dan kotoran ini
menempel dibadan sapi pada saat sapi sedang tidur atau
berbaring . Memandikan sapi dengan sikat yang bersih pada pagi
hari bertujuan untuk membersihkan badan sapi dari kotoran
yang menempel pada badan sapi.
Kandang yang selalu terjaga kebersihannya akan membuat
sapi-sapi perah yang ada di dalamnya selalu bersih dan merasa
nyaman . Akan lebih baik apabila pada waktu-waktu tertentu
terutama lantai kandang dibersihkan dengan pembersih kuman,
namun dijaga agar tidak membahayakan sapi-sapi di dalam
kandang . Pembuangan air di dalam kandang harus tersalur
dengan baik dan tidak boleh ada genangan air di dalam maupun
di luar kandang . Hasil penelitian Ma'sum dan Wijono (1990)
menyatakan bahwa penggunaan karpet karet sebagai lantai
kandang sapi perah tidak berpengaruh buruk terhadap konsumsi
pakan, berat badan, produksi susu, status, dan lama membersih
lantai kandang sapi perah laktasi . Penggunaan karpet ini dapat
32
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
memperkecil kejadian luka kaki dan bahkan meningkat ke arah
gejala penyembuhannya .
Atap jangan sampai ada yang bocor dan apabila ada yang
bocor segera diperbaiki . Penggunaan atap genting, seng, dan
daun rumbia sebagai bahan atap untuk perkandangan sapi perah
dalam periode pertumbuhan di daerah dataran rendah tidak
berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan dan air serta
pertumbuhannya . Walaupun atap seng menyebabkan frekuensi
respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan atap genting
dan daun rumbia, namun denyut nadi dan suhu rektal tidak
berbeda nyata (Ma'sum et al., 1992a) .
Kesehatan pekerja kandang harus selalu terjaga baik dan
jangan sampai ada yang mengidap penyakit menular . Kesehatan
pekerja kandang sebaiknya secara teratur diperiksakan dan
apabila ternyata mengidap penyakit, sebaiknya diistirahatkan
dahulu sampai penyakitnya sembuh . Pekerja sebaiknya
menggunakan pakaian khusus kerja lengan parijang, topi, dan
sepatu tinggi lapangan dari karet setiap bekerja di kandang .
Setiap menggunakan peralatan kandang harus dibersihkan
dan kemudian disimpan pada tempat yang bersih dan aman .
Sekali-kali pembersihan alat-alat kandang seperti cangkul, garu,
arit, dan sekop dapat dilakukan dengan ditambah cairan
pembunuh kuman terutama pada waktu ada wabah penyakit .
Meminjam ataupun memasukkan peralatan kandang dari
peternak lain seyogianya dihindari.
Lama kebuntingan pada sapi perah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adalah bangsa, umur, frekuensi
beranak, dan jenis kelamin anak yang dikandung . Beberapa di
antara bangsa sapi perah menunjukkan lama kebuntingan
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 . Anak jantan dalam
kandungan lebih lama sekitar 1-3 hari dibandingkan dengan
anak betina. Sapi perah yang baru pertama kali bunting, lama
kebuntingan lebih singkat sekitar 2 hari dibandingkan dengan
sapi perah yang sudah sering bunting .
33
P rofl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 1 . Lama kebuntin an rata-rata dari bebera a enis sa i erah
Bangsa
Lama bunting (hari )
Friesian-Holstein
279
Brown Swiss
288
Guernsey
283
Ayrshire
278
Jersey
278
Sumber : Reaves dan Henderson (1963) dalam Siregar et al . (1996)
Pada umumnya, para peternak tidak mempunyai kandang
khusus untuk beranak . Oleh karena itu, beberapa hari sebelum
beranak, kandang tempat sapi bunting yang akan beranak harus
diberi alas seperti jerami kering atau rumput kering sebagai alas
lantai kandang. Kandang tempat sapi bunting yang akan beranak
harus bebas dari segala gangguan . Agar pada hari melahirkan
dapat diperkirakan, tanggal kawinnya harus dicatat pada kartu
reproduksi yang sudah harus dipersiapkan . Pada saat-saat
menjelang kelahiran, puting susu kelihatan merah dan
membengkak . Dalam keadaan yang demikian, pengawasan
harus terus-menerus dilakukan sampai terjadi kelahiran . Sering
terjadi kematian anak sap] yang dilahirkan tengah malam karena
tidak ada yang menunggui .
1II .2Induk Laktasi
Sapi perah yang melahirkan akan segera berproduksi susu
dan disebut dengan induk laktasi . Selesai melahirkan, induk
segera diberi minum air hangat-hangat kuku yang telah diberi
gula sedikit . Kira-kira 1/2 jam setelah melahirkan, susu induk
mulai keluar . Apabila diperah ternyata susu tidak keluar, dapat
disuntikkan hormon oksitosin atau segera mintakan pertolongan
paramedis maupun dokter hewan .
Susu yang baru keluar disebut dengan kolostrum dan
minimal selama 4 hari harus diberikan kepada pedet yang
dilahirkan . Kolostrum mengandung antibodi yang kaya akan
vitamin A maupun mineral Ca dan P yang sangat berguna untuk
pertumbuhan dan kesehatan pedet yang baru dilahirkan . Ransum
yang diberikan selama 3 hari pertama setelah melahirkan adalah
sama dengan ransum yang diberikan pada minggu terakhir
34
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sebelum melahirkan . Konsentrat yang diberikan dapat dibasahi
dengan sedikit air hangat-hangat kuku yang telah diberi sedikit
garam dapur . Pemberian konsentrat untuk sapi perah laktasi
secara reguler dilakukan mulai hari ke empat setelah
melahirkan .
Beberapa hari setelah melahirkan, sapi perah induk
mengalami penurunan bobot badan karena sebagian dari zat-zat
gizi yang dibutuhkan untuk memproduksi susu, diambil dari
tubuh sapi . Pada saat itu pula, sapi induk laktasi mengalami
kesulitan untuk memenuhi zat-zat gizi yang dibutuhkan karena
nafsu makannya juga masih rendah . Oleh karena itu, pemberian
ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu
nafsu makannya membaik .
Sejak hari melahirkan sampai dengan 35-50 hari setelah
melahirkan, produksi susu akan terus-menerus meningkat .
Setelah itu, produksi susu akan menurun dengan rata-rata
2,5 %/minggu . Lama diperah atau lama laktasi yang paling balk
adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan . Sapi perah yang lama
laktasinya lebih singkat atau lebih lama dari 10 bulan akan
berakibat jelek terhadap laktasi-laktasi berikutnya (Siregar et al.,
1996) .
Produksi susu sapi perah laktasi diukur dalam harian berupa
produksi susu rata-rata/hari atau dalam satu masa laktasi berupa
produksi susu rata-rata/laktasi . Produksi susu rata-rata/laktasi
akan terus menerus meningkat sampai dengan laktasi yang ke4-6 atau pada umur 6-8 tahun apabila sapi perah itu melahirkan
atau beranak pertama pada umur 2 tahun . Setelah induk sapi
perah mencapai laktasi yang ke-6 atau berumur 8 tahun,
produksi susu/laktasi sudah mulai menurun .
Apabila dibuat suatu indeks persentase, maka produksi
susu/laktasi yang tertinggi dicapai pada laktasi ke-6 (umur 8
tahun) dengan indeks 100% . Pada laktasi ke I (umur 2 tahun),
laktasi ke-2 (umur 3 tahun), laktasi ke-4 (umur 5 tahun), dan
laktasi ke-5 (umur 6 tahun), jumlah indeks persentase produksi
susu/laktasi yang dicapai berturut-turut adalah 77% ; 87% ; 94%,
dan 98% . Produksi susu/laktasi akan menurun menjadi 99%
35
Profil Usaha Peternalcan Sapi Perah di Indonesia
pada laktasi ke-8 (umur 9 tahun), 96% pada laktasi ke-9 (umur
10 tahun), 94% pada laktasi ke-10 (umur 11 tahun), dan 91
pada laktasi ke-10 (umur 12 tahun).
Selama diperah atau laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi
perah harus selalu terjaga dengan balk . Pencegahan terhadap
penyakit terutama mastitis harus mendapat perhatian khusus .
Diduga 70% dari sapi perah induk yang dipelihara di Indonesia
menderita mastitis subklinis yang dapat menurunkan produksi
susu sekitar 15-20% (Subronto, 1989) .
III.4 Peralatan Memerah
Pemerahan sapi-sapi perah laktasi di Indonesia pada
umumnya masih dilakukan secara manual, yakni dengan tangan
dan jari tangan . Pemerahan secara mekanik masih jarang
dilakukan disebabkan sebagian besar dari para peternak sapi
perah di Indonesia adalah peternak kecil yang,memelihara sapi
perah induk sekitar 2-5 ekor. Akan tidak ekonomis
menggunakan mesin pemerah dengan jumlah sapi perah induk
tidak lebih dari 10 ekor . Peralatan yang dipergunakan untuk
memerah dan penampungan susu harus terbuat dari bahan-bahan
yang tidak mudah bereaksi, kuat, tahan lama, dan mudah
dibersihkan . Peralatan tersebut terbuat dari bahan antikarat atau
stainless, aluminium maupun bahan lainnya, dan jangan sekalikali menggunakan bahan terbuat dari tembaga atau besi .
Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam pemerahan sapi-sapi
perah laktasi adalah ember untuk tempat pemerahan susu,
bangku kecil yang rendah, tambang untuk pengikat kaki sapi
perah yang diperah bila sapinya suka menendang dan ekor,
bahan pelicin puting susu (vaselin), kain bersih dan lembut
untuk mengelap ambing, milk can untuk tempat penampungan
susu hasil pemerahan, saringan susu untuk menyaring susu yang
dituangkan dari ember pemerahan, dan tester untuk mengecek
penyakit mastitis .
Peralatan memerah harus terlebih dahulu diperiksa
kebersihannya. Setiap selesai digunakan harus dibersihkan
36
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
kembali dengan menggunakan air bersih dan kemudian
disimpan pada tempat yang bersih dan aman . Apabila ada di
antara sapi-sapi perah yang dipelihara terserang penyakit
menular, maka peralatan yang digunakan untuk sapi perah
tersebut harus dipisahkan dan dibebas-hamakan . Pembebas
hama ini dapat dilakukan dengan merendam peralatan yang
bersangkutan dalam disinfektan yang bercampur air selama kirakira 10 menit dan kemudian dicuci lagi dengan air, lalu dibilas
dengan air panas .
III .5Teknik Memerah
Bersihkan dahulu sapi perah yang akan diperah dari segala
macam dan bentuk kotoran terutama pada ambing . Kandang
tempat sapi akan diperah juga sudah harus dibersihkan dari
segala macam kotoran maupun bau-bau yang tidak sedap . Baju
dan terutama tangan si pemerah harus bersih dari segala kotoran
dan kuku tangan pemerah tidak boleh panjang karena dapat
menimbulkan luka-luka pada puting susu ketika pemerahan .
Gambar 1 menunjukkan cara memerah susu yang balk .
Gambar 1 . Teknik memerah sapi yang baik
Sapi yang mempunyai kebiasaan menendang-nendang pada
waktu diperah, diikat dahulu kaki belakangnya sebelum diperah
dengan menggunakan tambang yang kuat namun lembut,
demikian pula ekornya. Biasakan arah pemerahan dari arah yang
37
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
tetap dan disarankan dari arah sebelah kiri sapi yang akan
diperah . Hal ini dianjurkan agar tangan kanan dapat menahan
tendangan kaki sapi apabila terjadi tendangan yang tiba-tiba .
Sediakan air hangat-hangat kuku dan kain lap, mulailah
mengelap ambing dan puting-puting susu dengan tenang .
Mengelap ambing dan puting-puting susu dilakukan berulang
secara pelan-pelan agar sapi perah itu terangsang untuk
mengeluarkan susu . Setelah cukup untuk merangsang, dioleskan
bahan pelicin ambing ataupun vaselin pada setiap puting susu
dan dimulailah pemerahan .
Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari
tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat
jari tangan lainnya, lalu ke lima jari tangan meremas-remas
sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan
dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari
dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan
menarik ke bawah sampai susu mengalir ke luar. Pemerahan
cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang
mempunyai puting susu panjang . Namun, sebaiknya hindari cara
pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah
karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi
panjang ke bawah . Setiap puting susu yang akan diperah
diperiksa dengan tester untuk mastitis . Hal ini dapat dilakukan
dengan menampung susu pancaran pertama dari setiap puting
susu pada tester . Apabila salah satu puting ternyata pecah, maka
pisahkan susu hasil pemerahan yang pecah tadi ke dalam wadah
tersendiri dan jangan campurkan dengan susu yang lain .
Pemerahan setiap puting susu harus habis karena pemerahan
yang kurang bersih pada setiap puting susu dapat menimbulkan
penyakit mastitis . Sapi-sapi yang sedang diperah diperlakuan
dengan lembut dan jangan sekali-kali berlaku kasar apalagi
sampai memukul . Sapi perah yang baru pertama kali diperah
umumnya mengalami sedikit kesukaran . Oleh karena itu,
sebaiknya orang yang akan melakukan pemerahan tersebut,
melakukan perkenalan terlebih dahulu dengan sapi yang akan
diperah . Perkenalan ini dapat dilakukan dengan menepuk-nepuk
38
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
badan sapi maupun mengelus-elus beberapa hari sebelum
melahirkan .
111 .6Frekuensi Pemerahan
Pada umumnya, sapi-sapi perah yang dipelihara di
Indonesia, diperah dua kali dalam sehari semalam . Pemerahan di
negara-negara maju, frekuensi pemerahan sapi-sapi perah
dilakukan lebih dari 3 kali dalam sehari semalam . Di Denmark,
misalnya frekuensi pemerahan dilakukan 4 kali dalam sehari
semalam, yaitu pada pukul 04.00 pagi, pukul 10 .00, pukul 16.00
sore dan pukul 22 .00 malam. Frekuensi pemerahan yang lebih
sering akan dapat meningkatkan produksi susu . Oleh karena itu,
sapi-sapi perah yang berproduksi susu lebih dari 20 liter/hari,
sebaiknya dilakukan pemerahan 3 kali dalam sehari semalam .
Jadwal dan frekuensi pemerahan agar ditetapkan dengan
baik dan dilaksanakan secara konsekuen . Jartgan mengubah
jadwal dan frekuensi pemerahan dalam waktu yang relatif
singkat dan tanpa tujuan yang jelas karena hal ini akan
memengaruhi produksi susu .
111.7 Pencatatan Produksi Susu
Masih jarang ditemui peternak yang melakukan pencatatan
produksi pada sapi-sapi perah induk laktasi yang dipeliharanya,
padahal pencatatan in] sangat diperlukan untuk mengetahui
kemampuan berproduksi susu dari setiap ekor sapi perah induk
yang dipelihara . Dari kemampuan berproduksi susu tersebut
akan dapat ditentukan apakah sapi-sapi perah yang dipelihara
ekonomis untuk dipelihara terus, dan apakah sapi perah induk
dapat dijadikan bibit atau tidak .
Pada umumnya, peternak sapi perah tidak hanya
memelihara sapi perah induk, tetapi sapi perah lainnya yang
belum atau tidak produktif . Sapi-sapi perah yang tidak atau
belum produktif yang disebut dengan nonproduktif, terdiri dari
anak, dara, jantan, dan induk yang berada dalam keadaan kering .
Biaya pemeliharaan sapi perah nonproduktif tersebut
39
Profil Usahu Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sepenuhnya dibebankan pada sapi-sapi perah induk yang
produktif atau yang sedang berproduksi susu .
Dengan demikian, setiap ekor sapi perah induk produktif di
samping membiayai dirinya sendiri harus mampu pula
membiayai sapi perah lainnya yang non produktif. Oleh karena
itu, harus ada batas kemampuan berproduksi susu dari setiap
ekor sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terns .
Misalnya, di daerah Bogor pada tahun 1996 adalah tidak
ekonomis memelihara sapi perah induk laktasi yang berproduksi
susu rata-rata 8,3 liter/hari (Siregar et al., 1996) . Namun,
hendaknya dipahami, bahwa batas produksi susu rata-rata sapi
perah induk laktasi yang ekonomis untuk dipelihara terus adalah
berbeda dari waktu ke waktu atau antara satu daerah dan daerah
lainnya serta sangat bergantung pada harga penjualan susu
peternak dan harga sarana produksi .
Tanpa pencatatan produksi susu yang teratur dan
berkelanjutan adalah mustahil untuk menentukan seekor sapi
perah induk layak dijadikan bibit atau tidak . Untuk menentukan
bibit pada sapi perah diperlukan uji progeny untuk sapi jantan
dan the most probable breeding value pada sapi perah betina .
Uji tersebut baru akan dapat dilakukan apabila pencatatan
produksi dilakukan secara baik, lengkap, dan berkelanjutan .
Tanpa pencatatan produksi susu tidak dapat dilakukan penilaian
bibit pada sapi perah . Pencatatan produksi susu yang paling baik
dilakukan adalah setiap hari .
Oleh karena itu, pencatatan produksi susu yang disarankan
adalah sekali dalam sebulan atau sekali dalam 30 ± 2 hari .
Artinya, kalau pencatatan produksi susu pada bulan pertama
misalnya dilakukan pada tanggal 20, maka pencatatan pada
bulan berikutnya dapat dilakukan pada tanggal 18, 20, 21 atau
22. Pencatatan produksi susu yang pertama dilakukan adalah
pada hari ke-5 setelah melahirkan . Pencatatan produksi susu
dituangkan ke dalam suatu kartu yang disebut dengan kartu
produksi susu sebagaimana dalam Tabel 2.
40
Profii Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
12 . Contoh kartu roduksi susu
Nama sapi _
Nomor telinga
Tanggal lahir
Bangsa
Asal sapi
Nama peternak
Alamat
Nama bapak
No . Kode bapak
Bangsa bapak
Nama induk
No Kode induk
Bangsa induk
Laktasi ke :
Mula dicatat~ct I . :
Tgl . Melahirkan:
4
Bulan ke :
_ 2
3
Pagi (kg)
Sore (kg)
Jumlah (kg)
Jumlah hari
Berat Jenis
Lemak (%)
Protein (%)_
Jumlah produksi susu (kg).
Lama laktasi (hari):
Produksi susu 305,2 ME (kg) :
C
Kering tgl . :
12
8
9
10
11
Sebagai contoh, sapi perah induk yang akan dicatat
produksi susunya adalah sapi perah induk yang diberi nama Rosi
dengan nomor telinga 022 . Sapi ini baru pertama kali beranak
pada tanggal 15 Juli 2007. Dengan dernikian, pencatatan
produksi susu mulai dilakukan pada tanggal 20 Juli 2007 pada
sore hari . Misalkan hasil pemerahan sore hari sebanyak 5,5 liter
dan hasil pemerahan pagi hari (tanggal 21 Juli 2007) sebanyak
8,5 liter. Hasil pemerahan tanggal 20 Juli 2007 sebanyak 8,5
liter + 5,5 liter = 14,0 liter / hari . Pencatatan produksi susu pada
bulan berikutnya (Agustus 2007) antara tanggal 17-20 Agustus
2007 . Pada bulan Juli 2007, sapi perah diperah selama 12 hari .
Jurnlah produksi susu pada bulan Juli 2007 sebanyak 12 x 14,0
L = 168,0 liter (produksi susu bulanan) . Misalnya sapi perah itu
diperah selama 10 bulan atau dikeringkan pada tanggal 21 Mei
2007 . Dengan demikian, contoh pencatatan produksi susu
bulanan, tertera pada Tabel 3 .
41
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 3 .
Produksi susu bulanan dalam satu masa laktasi
Bu1an11996/1997
Lama
Pengukuran
pemerahan (hari) produksi susu (I/hari)
Juli
12
14,0
Agustus
31
15,3
September
30
12,6
Oktober
31
12,2
Nopember
30
10,8
Desember
31
9,2
Januari
31
8,6
Pebruari
28
7,7
Maret
31
6,2
April
30
4,5
Mei
20
3,0
Jumlah produksi susu (1/laktasi)
Jumlah produksi
susu (I/bulan)
168,0
474,3
378,0
378,2
324,0
285,2
266,6
215,6
192,2
135,0
60,0
1 .877,1
111 .8Mengawinkan Induk Laktasi
Sapi perah betina barn akan memproduksi susu apabila
telah beranak . Untuk beranak perlu dibuntingkan terlebih
dahulu . Sehubungan dengan ini harus dilakukan pengawinan
atau dengan inseminasi buatan sapi-sapi perah induk laktasi
beberapa hari setelah beranak . Sesudah beranak, sapi-sapi perah
induk laktasi memerlukan waktu untuk memulai lagi satu siklus
normal untuk kebuntingan baru . Uterus harus kembali kepada
ukuran dan posisi semula yang dikenal dengan istilah involusi .
Waktu yang diperlukan untuk involusi pada sapi perah berkisar
antara 30-50 hari . Namun, sebaiknya sapi perah induk laktasi
mulai dikawinkan lagi sekitar 50-60 hari setelah beranak dan 85
hari setelah beranak, sapi perah induk laktasi itu sudah harus
bunting.
Pada umumnya, perkawinan sapi perah induk dilakukan
secara inseminasi buatan dan hanya sebagian kecil peternak
yang masih menggunakan pejantan . Rata-rata inseminasi supaya
bunting yang disebut dengan service per conception (S/C) pada
sapi perah di Indonesia adalah 2 kali, sedangkan siklus berahi
sapi-sapi perah induk rata-rata 21 hari . Apabila sapi perah induk
laktasi dikawinkan 50 hari untuk beranak dan S/C = 2, maka
sapi perah itu barn akan bunting 50 + (2 x 21) hari = 92 hari
setelah beranak . Sementara apabila sapi perah induk laktasi
dikawinkan 60 hari setelah beranak dengan S/C = 2, maka sapi
42
Protil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
perah itu baru akan bunting 60 + (2 x 21) hari = 102 hari setelah
beranak .
Oleh karena diharapkan agar 85 hari setelah beranak, sapi
perah induk laktasi sudah barns bunting, maka sebaiknya
perkawinan sapi perah induk laktasi dilakukan sekitar 50 hari
setelah melahirkan . Sapi perah induk laktasi yang baru bisa
bunting lebih dari 85 hari setelah beranak akan berakibat pada
jarak beranak yang lebih dari setahun atau 365 hari . Padahal
jarak beranak yang diharapkan dari sapi-sapi perah induk. adalah
sekitar 365 hari . Jumlah beranak lebih dari 365 bari akan
menurunkan pendapatan peternak sapi perah . Agar beranak
sekitar 365 hari dapat dicapai maka kepada setiap peternak
maupun inseminator dituntut mempunyai pengetahuan tentang
tanda-tanda berahi dan kapan saatnya yang tepat untuk
mengawinkan atau inseminasi dilakukan .
Tanpa memiliki pengetahuan tanda-tanda berahi dan saat
yang tepat untuk mengawinkan atau inseminasi, tidak akan
diperoleh S/C yang optimal . Selama kira-kira 12-24 jam
sebelum berahi akan terlihat tanda-tanda seperti : (a) Sapi perah
menunjukkan ketenangan dan (b) Vagina menjadi lembap dan
mengeluarkan lendir berupa cairan yang kering . Berahi yang
sebenarnya baru terjadi apabila sapi perah itu sudah
memperlihatkan tanda-tanda seperti : (a) Sapi perah menjadi
sangat peka terhadap sekelilingnya, (b) Tidak tenang dan gelisah
terus, (c) Produksi susu dan nafsu makan berkurang, (d)
Mencoba menaik-naiki sapi lainnya, dan (e) Vulva kelihatan
memerah dan mengeluarkan lendir yang bening dan pekat .
Berahi akan berlangsung kira-kira 14 jam, sedangkan menjelang
berakhirnya berahi, lendir dari vulva akan mengental serta keruh
dan akhirnya terhenti sama sekali .
Perkawinan atau inseminasi yang paling tepat dilakukan
adalah sekitar 9-24 jam setelah tanda-tanda berahi pertama
terlihat . Waktu mengawinkan atau inseminasi dapat pula
dilakukan pedoman sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.
43
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 4 . Waktu mengawinkan atau inserninasi dapat pula dilakukan sebagai
pedoman berikut ini .
Pagi hari
Siang hari
Sorehari
Kejadian berahi Saat mengawinkan
Sore ha i
Malam han
Keesokan harinya
Sapi perah yang sudah dikawinkan atau diinseminasi perlu
diketahui bunting atau tidak melalui dua metode, yaitu : (a)
Melakukan palpasi per rektal atau perogohan . Palpasi rektal baru
akan dapat dilakukan paling cepat 2 bulan setelah perkawinan
/inseminasi, dan (b) Menggunakan metode non return rate
(NRR) . Apabila 60-90 hari setelah sapi perah dikawinkan/
diinseminasi tidak berahi lagi, maka sapi perah itu dianggap
sudah bunting .
111 .9 Pedet
Pedet adalah anak sapi baru lahir sampai berumur lepas
sapih sekitar 3-4 bulan . Pedet yang akan lahir harus ditunggui
dan perlu ditolong kelahirannya dengan cara menarik bagian
kepala atau bagian kaki dari alat kelamin induknya . Sesuaikan
irama penarikan dengan irama gerakan perut induknya . Begitu
keluar, pedet penuh dengan lendir pada seluruh badannya
termasuk pada mulut dan lubang hidungnya . Oleh karena itu,
yang diutamakan adalah membersihkan mulut dan lubang
hidung pedet dengan menggunakan kain bersih dan lembut .
Apabila pedet yang baru lahir itu belurn mulai bernapas, barns
segera diberi pertolongan dengan menelantangkan pedet
sehingga ke empat kakinya menghadap ke atas . Kemudian
kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakan secara
serentak ke atas dan ke bawah berulang-ulang sampai terlihat
adanya tanda-tanda bernapas . Setelah pedet dapat bernapas
dengan sempurna, bersihkan seluruh tubuhnya . Kemudian tall
pusar diikat dengan benang sekitar 2,5 cm dari perut, lalu
dipotong sekitar 1 cln di bawah ikatan tadi . Dioleskan iodin atau
biocid pada bekas pemotongan tadi untuk mencegah terjadinya
infeksi .
44
Prgfrl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Pedet yang lahir dalam keadaan normal akan terus berdiri
beberapa saat setelah lahir dan sekitar 30 menit setelah lahir,
sudah bisa berjalan dan menyusu pada induknya . Peternak
umumnya tidak menyusukannya pada induknya, tetapi memerah
susu induknya dan memberikannya pada pedet dalam suatu
wadah yang bersih dan antikarat. Agar pedet itu mau minum
dari wadah susu, maka gunakanlah ibu jari tangan ke mulut
pedet itu pada waktu menyusukannya atau menggunakan dot.
Pedet harus diberi tanda, baik secara permanen maupun
temporer dan biasanya yang digunakan adalah nomor telinga
atau eartag . Tanpa pemberian tanda pada pedet yang baru lahir,
di kemudian hari akan sukar mengetahui asal usul induknya,
bapaknya dan informasi lain . Pemasangan nomor telinga diikuti
pula dengan pengisian kartu kelahiran dan silsilah sebagaimana
dalam Tabel 5 .
Tabel 5 . Kartu kelahiran dan silsilah
Nama perusahaan
Nama pemilik
No . Perusahaan
Alamat
Nama anak sapi
Tanggallahir
Kelamin
---Lama dikanda n_g_.
Kelahiran
Tanda pengenal anak
Anak hasil IB gl
IB/konsepsi
....... . . . . . . ..... ..... .. . . .. ......... . . . . . .. ............ . . . . ...........
. . ........ ... . . . . ... ....... ... . . ...... .... . . . . .. .......... .. . . . . ... .......
. . . . . ......... .. . . . . . . . ...... ... . . . . . . ...... ..... . . . . . . . .......... .. . . . . . . ......
Jan an/betina
_
No. Kel .
Banqsa
Warna
Berat badan
Normal/abnormal
.... . . . . . ... ........... . .. . ...... .... . . . . . .............. . . . . ........... .
Pejantan
.. . .
.Inseminator
_
Sampai dengan hari ke-4, pedet harus mendapat kolostrum ;
kemudian pada hari ke-5 dan hari-hari berikutnya, pedet
memperoleh susu dari hasil pemerahan induknya . Pemberian
susu ini berlangsung sampai saatnya disapih, yaitu pada umur
sekitar 11 minggu . Jumlah susu yang diberikan sebanyak 1/8
dari bobot badan untuk pedet jantan dan sekitar 1/10 dari bobot
badan untuk pedet betina . Jumlah peinberian susu dengan
ketentuan tersebut berlaku sejak umur 5 hari sampai dengan
umur 4 ininggu. Setelah berumur 4 minggu, pemberian susu
terus-menerus dikurangi sampai pada umur 11 minggu tidak
mendapat susu lagi . Susu jangan diberikan dalam keadaan
45
Pro 11 Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dingin, tetapi dalam keadaan hangat-hangat kuku dengan suhu
sekitar 32,3-37,8 C . Frekuensi pemberian susu dapat diatur dua
atau tiga kali dalam sehari semalam . Jumlah pemberian susu
pada pedet dapat pula dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut pada Tabel 6.
Pada umumnya, pada umur 2 minggu, pedet mulai diberi
hijauan muda segar secara bertahap sesuai dengan pertambahan
umur pedet . Pemberian konsentrat dimulai pada umur 4 minggu .
Kesehatan pedet sampai dengan umur 4 bulan harus bertar-benar
dijaga dan diawasi, sebab sekitar 25-33% akan mengalami
kematian dari lahir sampai umur 4 bulan . Kematian yang sering
terjadi adalah disebabkan kurang makan/susu, penyakit
penumonia yang sering berkomplikasi dengan gangguan
pencernaan dan infeksi pada pusar .
Tabel 6 . Jumlah emberian susu ada edet
Umur pedet
1 -4 han
5-7 han
Minggu ke-2
_ Minggu ke-3
Minggu ke-4
Minggu ke-5
Minggu ke-6
Minggu ke-7
Minggu ke-8
Minggu ke-9
M_ inggu ke-10
Minggu ke-1 1
Pemberian susu ft/hari)
olostrum
30-4,0
4,5-50
5 0-6 0
4,5-50
30-4,0
2 5 3 0
2 0
1 5
1 5
1 0
disapih
_
111.10 Pemotongan Tanduk
Selama ini masih jarang peternak melakukan pemotongan
tanduk pada sapi-sapi perahnya . Pemotongan tanduk perlu
dilakukan sebagai tindakan penanganan pada umur 3-10 hari
agar lebih mudah dikerjakan . Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam pemotongan tanduk ini, cara yang paling
praktis tergantung pada umur pedet dan peralatan ataupun
fasilitas yang tersedia . Hal ini meliputi menggunakan bahan
kimia, menggunakan alat pemotong listrik, dan menggunakan
gergaj i .
46
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Pedet yang telah berumur 10 hari apabila hendak dipotong
tanduknya, lebih baik menggunakan bahan kimia . Bahan kimia
yang sudah umum digunakan adalah caustic soda dalam bentuk
pasta. Penggunaan bahan kimia tersebut harus dilakukan hatihati agar terhindar dari luka bakar . Caranya adalah dengan
menggunting dan membersihkan bulu sekitar pangkal tanduk .
Lalu dioleskan bahan kimia pada bagian tanduk yang mencuat
ke luar dan juga jangan sampai bahan kimia itu merusak kulit
pedet . Pedet yang telah diolesi bahan kimia segera dipisahkan
dari pedet-pedet lainnya, agar bahan kimia yang melekat tidak
terkena pada pedet lainnya .
Pemotongan tanduk dengan menggunakan alat potong
listrik dapat dilakukan pada pedet yang telah berumur 1-5
minggu . Pada umur tersebut, pangkal tanduknya belum begitu
kuat bertaut dengan batok kepala . Alat pemotong tanduk listrik
mempunyai kontrol otomatis terhadap suhu yang diperlukan,
yakni 53,7°C. Alat tersebut dipasang pada pangkal tanduk
selama 10 detik . Waktu tersebut sudah cukup untuk merusak
sel-sel tanduk dan mencegah pertumbuhan tanduk selanjutnya .
Pemotongan tanduk dengan menggunakan gergaji dilakukan
pada pedet yang sudah lebih tua dan bahkan sudah usia bukan
pedet lagi . Caranya adalah dengan mengikat pembuluh darah
utama terlebih dahulu . Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum mesin jahit yang telah diberi benang yang
kuat dan memasukkannya dari bawah pembuluh darah utama
tanduk, lalu diikat . Pemotongan dengan menggunakan gergaji
yang kecil dan tajam dilakukan pada sekitar 1 cm dari kulit
kepala agar urat-urat tanduk ikut pula terpotong (Gambar 2) .
Hasil pemotongan akan meninggalkan luka yang kemungkinan
akan dikerumuni lalat . Oleh karena itu, pemotongan tanduk
dengan gergaji sebaiknya dilakukan pada musim-musim tidak
banyak lalat.
47
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Gambar 2 .
Sapi dipotong tanduk menggunakan
membahayakan dan merusak.
gergaji
agar
tidak
111 .11 Sapi Dara
Anak sapi perah betina yang sudah disapih sampai dengan
umur melahirkan pertama kali, disebut dengan sapi perah dara .
Pedet yang dipelihara dengan baik dan pemberian ransum yang
berkualitas dan mencukupi sudah mulai disapih pada umur 11
minggu . Tidak perlu semua dara yang ada dibesarkan (:an
dijadikan induk, akan tetapi sesuaikan jumlah dara yang harus
dipelihara dengan kebutuhan . Pemilihan terhadap sapi perah
dara yang hendak dipelihara terus dan untuk dijadikan induk
harus mengikuti ketentuan-ketentuan seperti berasal dari induk
yang berproduksi tinggi, mempunyai bentuk tubuh yang bagus
dan tidak ada cacat, sehat dan tidak mengidap penyakit apa pun,
serta mempunyai pertumbuhan yang cepat.
Ransum yang diberikan pada sapi perah dara harus
diperhatikan kualitas maupun kuantitasnya, yakni yang dapat
memberikan pertumbuhan
cepat namun bukan untuk
penggemukan. Jumlah ransum yang diberikan harus selalu
disesuaikan dengan umur serta pertumbuhan fisiknya . Sering
dijumpai sapi perah dara yang lebih dari 4 puting susu. Puting
susu yang lebih dari 4, harus dihilangkan . Caranya adalah
48
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dengan menggunting susu yang lebih tadi . Sebelum dilakukan
pengguntingan, terlebih dahulu dioleskan iodin atau antiseptik
lainnya pada pangkal relatif susu yang akan digunting kemudian
ikat dengan benang yang kuat . Kemudian barulah dilakukan
pengguntingan persis di bawah ikatan tadi . Setelah dilakukan
pengguntingan dioleskan lagi iodin pada bekas pengguntingan
untuk mencegah terjadinya infeksi . Sapi perah dara mulai
dikawinkan tergantung pada umur dan besar tubuhnya .
Beberapa peternak sudah mulai mengawinkan sapi perah
dara pada umur 15 bulan, yakni sapi perah yang mempunyai
pertumbuhan yang cepat . Diharapkan pada umur 2 tahun sapi
perah itu sudah berproduksi susu . Bagi peternak-peternak yang
masih
kurang pengetahuan dan
pengalaman dalam
membesarkan sapi perah dara sebaiknya mengawinkan sapi-sapi
perah dara pada umur sekitar 17-18 bulan . Perkawinan sapi
perah dara yang terlalu cepat dalam keadaan tubuh yang masih
relatif kecil akan berakibat pada perkembangan tubuh dan
kesulitan dalam melahirkan . Produksi susu yang dicapai juga
tidak akan memuaskan . Apabila memungkinkan, sapi perah dara
sebaiknya dilepas selama sekitar 1-2 jam setiap hari di luar
kandang. Hal ini diperlukan agar kesehatan sapi perah dara itu
terpelihara dengan baik dan akan lebih kuat terhadap serangan
penyakit .
111
.12 Sapi Kering
Pada umur kebuntingan 7 bulan sapi perah dikeringkan .
Sapi kering hanya diberi rumput dan dari satu bulan menjelang
beranak sampai produksi puncak sapi perah tidak mendapat
konsentrat yang setara untuk produksi puncak (challenge
feeding) . Sapi perah induk laktasi yang telah bunting, produksi
susunya akan semakin menurun sesuai dengan umur
kebuntingan . Sapi perah induk laktasi sudah harus dikeringkan
pada hari ke-309 setelah beranak dan lama kering kandang yang
paling baik adalah sekitar 56-60 hari . Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengeringkan sapi perah induk laktasi,
49
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
antara lain pemerahan berselang, pemerahan tidak lengkap, dan
penghentian pemerahan secara tiba-tiba .
Pemerahan berselang, mula-mula diperah sekali saja dalam
sehari semalam selama 3-4 hari dan kemudian diperah sekali
dalam 2 hari selama 3-4 hari . Selanjutnya 3 hari tidak diperah, 4
hari tidak diperah . Demikian selanjutnya sampai batas waktu
pengeringan . Pada pernerahan tidak lengkap, selama beberapa
hari sebelum batas waktu pengeringan, sapi perah tetap diperah
tetapi susu yang ada dalam tiap putingnya tidak sampai habis
diperah . Kemudian dilanjutkan dengan pemerahan berselang,
tetapi tetap dengan cara pemerahan tak lengkap . Untuk sapi
perah induk laktasi yang berproduksi susu rendah dan bebas dari
infeksi mastitis, cara pengeringan sapi perah induk laktasi
dengan penghentian pemerahan secara tiba-tiba adalah paling
sesuai . Tiga hari sebelum batas waktu pengeringan, pemberian
konsentrat dalam ransum ditiadakan dan pemberian hijauan
dikurangi sekitar 1/2-2/3 dari jumlah yang biassanya diberikan.
Pada pemerahan yang terakhir kali, disarankan agar ambing dan
puting susu dicuci bersih dan diberi disinfektan untuk mencegah
puting susu terinfeksi kuman .
111.13 Pejantan
Sangat jarang ada peternak kecil yang memelihara pejantan
sapi perah karena pada umumnya perkembangbiakan melalui
inseminasi buatan . Peternak cukup melaporkan sapi perahnya
berahi dan inseminator datang dan melakukan inseminasi serta
mencatat kejadian tersebut . Di daerah-daerah dengan
pelaksanaan inseminasi buatan yang telah intensif, jarang
peternak memelihara jantan maupun pejantan sapi perah . Pedet
jantan yang baru lahir atau setelah umur sapih, biasanya dijual .
Namun, ada juga yang memelihara pejantan, khususnya
peternak yang berskala usaha besar. Tatalaksana pemeliharaan
jantan muda sampai dengan umur 6 bulan adalah sama dengan
tatalaksana pemeliharaan sapi perah dara . Jantan muda yang
50
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sudah berumur 6 bulan tidak boleh disatukan dengan sapi perah
dara dan dilakukan pemasangan cincin hidung .
Pemasangan cincin hidung dapat dilakukan dengan
mengikat sapi perah jantan tersebut pada tiang kandang,
kemudian tegakkan kepalanya ke atas . Setelah itu selaput tengah
hidung diamati dan dicari bagian yang lunak pada sebelah
dalam ; selaput ditusuk dan kemudian cincin hidung dipasang
dengan cepat . Suatu alat runcing yang bersih dapat digunakan
untuk melubangi selaput tengah hidung itu agar pemasangan
cincin hidung dapat lebih mudah dilakukan . Cincin hidung yang
pertama dipasang adalah berdiameter 4 cm dan antikarat.
Setelah jantan muda berumur 1 tahun, cincin hidung pertama
diganti dengan cincin hidung yang lebih besar, kuat dan
berdiameter 7 cm . Cincin hidung akan membuat sapi jantan
lebih jinak sehingga lebih mudah dibawa ke mana diperlukan .
Sapi perah jantan yang dipelihara dengan baik, setelah
berumur sekitar 13-15 bulan sudah dapat digunakan sebagai
pejantan untuk kawin, namun harus dibatasi . Setelah mencapai
umur dewasa (2,5-3 tahun), pejantan sudah dapat dipakai untuk
kawin atau diambil semennya 4 kali dalam seminggu dalam
periode 2 minggu, lalu diistirahatkan satu minggu . Walaupun
sudah dewasa sebaiknya jangan dikawinkan atau diambil
semennya lebih dari dua kali dalam seminggu . DI beberapa
daerah peternak biasanya setelah mengawinkan sapi pejantan
tersebut diberi jamu kuat dan telur ayam 2-3 butir untuk
mempertahankan stamina pejantan tersebut . Tindakan ini belum
dibuktikan secara ilmiah dan pemberian protein hewani kepada
ruminansia tidak dianjurkan .
Pejantan terawat dengan baik dan pemberian ransum yang
mencukupi kuantitas dan kualitasnya, dapat dikawinkan atau
diambil semennya secara teratur sampai berumur 14-15 tahun .
Agar pejantan selalu berada dalam kondisi baik untuk
dikawinkan atau diambil semennya, diperlukan sejumlah
pergerakan . Hal ini dapat dilakukan dengan membangun
kandang yang cukup luas ataupun membangun pelataran di
samping kandang agar supaya pejantan itu dapat bergerak bebas .
51
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Peternak-peternak yang mempunyai sapi-sapi betina sampai
dengan 30-35 ekor cukup memelihara 2 pejantan yang besar .
Dalam hal in] sapi jantan yang dijadikan pejantan harus
diseleksi, antara lain dilahirkan dari induk yang mempunyai
produksi susu tinggi, mempunyai bentuk tubuh tegap, kuku kuat,
dan tidak cacat, bebas dari penyakit, pertumbuhan cepat namun
tidak terlalu gemuk .
Pejantan yang balk sebenarnya baru dapat diketahui setelah
melalui suatu uji yang disebut dengan progeny testing . Untuk
pengujian seekor pejantan diperlukan waktu sekitar 5--6 tahun
dan baru diketahui hasilnya . Mengingat lamanya waktu tersebut,
pejantan yang akan diuji sebaiknya sudah mulai dikawinkan
pada umur 13 bulan . Di samping waktunya relatif lama,
pengujian pejantan juga rnembutuhkan biaya yang cukup mahal.
IV . SISTEM PERKANDANGAN
Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor
produksi yang belum mendapat perhatian dalarn usaha
peternakan sapi perah rakyat . Konstruksi kandang yang belum
sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu
produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga
kerja dan berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya . Kondisi
kandang belum memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan
kesehatan bagi ternak . Beberapa persyaratan yang diperlukan
dalam mendirikan kandang antara lain memenuhi persyaratan
kesehatan ternak, mempunyai ventilasi yang balk, efisiensi
dalam pengelolaan, melindungi ternak dari pengaruh iklim dan
keamanan kecurian, serta tidak berdampak terhadap lingkungan
disekitarnya .
Konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama, penataan
dan perlengkapan kandang hendaknya dapat memberikan
kenyamaman kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti
member] pakan, pembersihan, pemeriksaan berahi, dan
penanganan kesehatan . Bentuk dan tipe kandang hendaknya
disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroekosistemnya, pola
atau tujuan pemeliharaan, dan kondisi fisiologis ternak .
52
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Kandang sapi perah sering kali dibangun di dekat rumah
peternak sehingga posisinya tidak memanjang dari utara ke
selatan, tetapi tergantung pada keadaan tanah . Kandang terdiri
dari I atau 2 jalur . Sebagian besar peternak meletakkan sapi
perahnya di dalam kandang dengan posisi saling bertolak
belakang, tetapi ada juga yang saling berhadapan walaupun
jarang.
Kandang dilengkapi dengan bak pakan dan saluran
pembuangan . Tiang kandang biasanya menggunakan bahan
kayu, tetapi ada juga yang memakai bambu dan besi, baik besi
galvanis maupun besi persegi . Atap kandang umumnya
menggunakan genting dan di bawah atap tidak diberi langitlangit . Air dibawa ke dalam kandang, baik menggunakan ember
maupun pipa saluran. Saluran pembuangan mengikuti ukuran
alat yang digunakan seperti cangkul atau sekop dan berukuran
20 cm dengan kedalaman 5 cm .
Lantai kandang dibuat dari semen . Kemiringan lantai tidak
mengikuti patokan 2-5%, tetapi dibuat asal tidak terlalu miring
bahkan ada lantai yang rata . Kekasaran lantai dibuat tidak
beraturan bukan mengikuti arah bak pakan . Lantai dibersihkan
jika dianggap kotor . Ada peternak yang sudah memakai alas
lantai (bedding) matras karet, namun ada juga yang
menggunakan alas lantai jerami padi dan serbuk gergaji .
Umumnya lantai tidak diberi alas seperti Gambar 3.
Gambar 3 . Kandang sapi perah satu baris
53
Profit Usaha Peternakan Supi Perah di Indonesia
Bak pakan dan minum juga dibuat dari semen yang
berfungsi sebagai dinding menutup setengah bagian . Beberapa
peternak menggunakan bak pakan dari kayu sehingga konsentrat
dan air minum diberikan menggunakan ember. Bak pakan dibuat
memanjang sesuai dengan tempat sapi diikat . Tinggi bagian luar
bak pakan 60 cm sedangkan bagian dalam 40 cm dan lebarnya
30-40 cm . Ketinggian bak dari permukaan tanah 60 cm. Bak
pakan kadang bersekat kadang tidak bersekat . Bak pakan
bersekat dimodifikasi menjadi bak minum dan dimaksudkan
untuk memisahkan sapi memakai bak minum . Beberapa
peternak menggunakan cekungan tempat pakan di permukaan
lantai .
Tiap ekor sapi perah mendapat tempat berdiri dan berbaring
berukuran 1,5 x 2 m 2. Antara satu sapi dan sapi lainnya tidak
disekat . Ukuran tiap petak kandang termasuk bak pakan dan got,
yaitu 1,5 x 2,8 m-. Kandang untuk induk beranak umumnya
tidak ada. Beberapa peternak menyediakan kandang atau boks
untuk pedet . Gudang konsentrat, rumput, dan alat-alat sering
kali tidak ada . Konsentrat, rumput, dan alat-alat diletakkan di
dekat kandang asal tempat tersebut kering dan tidak
mengganggu kerja . Keadaan ini terjadi karena keterbatasan
lahan yang dimiliki peternak sapi perah . Sapi perah diikat ke
bagian depan kandang mengikuti sistem tambat (tie stall) atau
secara stanchion . Aplikasi alas lantai matras karet, mangkuk air
otomatis, dan metode pengikatan halang leher terjadi akibat
adanya penyuluhan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan
JICA yang dilaksanakan mulai tahun 1999 .
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah
daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk,
tetapi mudah dicapai oleh kendaraan . Kandang harus terpisah
dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar
matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat
dengan lahan pertanian . Pembuatannya dapat dilakukan secara
berkelompok di tengah sawah atau ladang .
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal,
tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki . Pada kandang tipe
54
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu
jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya
dilakukan pada dua jajaran yang sating berhadapan atau sating
bertolak belakang . DI antara kedua jajaran tersebut biasanya
dibuat jalur untuk jalan . Pembuatan kandang berjalur tunggal
biasanya digunakan apabila jumlah ternak yang dipelihara hanya
sedikit. Namun, apabila jumlah sapi perah yang dipelihara
banyak, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar
sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak .
Iklim tropis melalui unsur-unsurnya dapat berperan sebagai
stresor pada sistem atau faali ternak, dapat menghambat
reproduksi, pertumbuhan dan produksi (Keman, 1986) .
Demikian pula tingkat indeks kelembapan udara yang tinggi
dapat menghambat produktivitas (Yousef, 1982) . Atap pada
prinsipnya berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan keteduhan,
mencegah menetesnya air dan sengatan panas sinar matahari
langsung masuk ke dalam kandang . Kemampuan atap untuk
menyerap panas tergantung dari jenis bahannya. Jenis logam
dapat memancarkan panas lebih besar dibandingkan dengan
bahan dari tanah atau daun .
Hasil penelitian Ma'sum et al. (1992a) menunjukkan bahwa
penggunaan macam bahan atap di dataran rendah meliputi
genting, daun rumbia, seng, kombinasi genting-daun rumbia
dan sengdaun rumbia . Sebagian besar menggunakan atap
genting, yaitu 65%, selebihnya 24% ; 8% ; 2% dan 1% masingmasing atap daun rumbia, seng, kombinasi genting daun rumbia
dan seng daun rumbia . Atap kandang di daerah tinggi terdiri dari
genting, seng, asbes, daun rumbia, bambu dan kombinasi
genting-seng masing-masing sebesar 75,6% ; 21,4% ; 0,8% ;
0,8% ; 0,8% dan 0,8% .
Hasil-hasil penelitian pada penggunaan macam bahan atap
kandang ini masih sangat terbatas, terutama macam atap yang
lebih cocok dengan keadaan setempat (iklim, panas, dan
sebagainya), karena sapi perah memerlukan suhu udara yang
nyaman di dalam kandangnya, untuk mencapai produksi yang
optimal . Atap genting, seng, dan daun rumbia dapat digunakan
55
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sebagai bahan atap untuk perkandangan sapi perah dalam
periode pertumbuhan di daerah dataran rendah tanpa
menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan
dan air serta pertumbuhannya . Walaupun atap seng
menyebabkan frekuensi respirasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan atap genting dan daun rumbia, namun denyut nadi dan
suhu rektal tidak berbeda nyata (Ma'sum et al ., 1992b) .
Hampir selama hidupnya sapi perah berada dalam kandang .
Hanya terkadang sapi perah dibawa ke luar kandang . 3ahkan
sapi perah di Indonesia pada umumnya jarang dikeluarkan dari
dalam kandang . Jadi, kandang bagi sapi perah bukan hanya
berfungsi sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi juga harus
dapat memberi perlindungan dari segala aspek yang
mengganggu . Oleh karena itu, kandang harus dapat
meminimalkan segala faktor luar yang dapat menimbulkan
gangguan pada sapi perah yang berada di dalamnya . Di samping
faktor luar tadi, hal-hal lain yang menyangkut pembuatan
kandang perlu pula diperhatikan, dan diperlukan beberapa
persyaratan meliputi memberi kenyamanan sapi perah dan bagi
pemelihara atau pekerja kandang, memenuhi persyaratan bagi
kesehatan sapi perah, memiliki ventilasi atau perputaran udara
sempurna, mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya,
memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan
kerjanya sehingga efisiensi dapat terlaksana, dan bahan-bahan
yang digunakan dapat tahan lama dan sedapat mungkin dengan
biaya yang terjangkau oleh peternak .
Pembuatan kandang pada suatu lokasi tidak terlepas dari
pertimbangan lingkungan . Penentuan atau pemilihan lokasi
kandang hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan seperti tidak
berdekatan dengan pemukiman penduduk atau bangunanbangunan umum, seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas,
masjid, dan sebagainya, tidak ada rasa keberatan dari pihak
tetangga, pembuangan air limbah dan kotoran terlaksana dengan
balk dengan persediaan air cukup, letak areal kandang lebih
tinggi sekitar 20-30 cm dari lahan sekitarnya, serta masih
memungkinkan untuk perluasan kandang .
56
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
IV .1 Bentuk dan Tipe Kandang
Sulit untuk menetapkan bentuk dan tipe kandang sapi perah
yang sesuai untuk semua daerah . Walaupun demikian, dapat
diutarakan bahwa bentuk dan tipe kandang sapi perah pada
dasarnya tergantung pada jumlah sapi perah yang dipelihara,
keadaan iklim, dan luas lahan yang tersedia, serta selera dari
peternak itu sendiri .
Dewasa ini ada dua bentuk kandang sapi perah yang satu
dengan yang lainnya mempunyai kelebihan dan kelemahan .
Bentuk kandang tersebut adalah kandang konvensional dan
kandang bebas . Pada kandang konvensional, sapi perah
ditempatkan dalam satu jajaran yang masing-masing dibatasi
oleh suatu penyekat . Penyekat ini dapat dibuat dart' tembok
beton ataupun dari besi bulat . Sekat ini dimulai dari tempat
ransum, sepanjang tempat sapi perah berdiri . Tinggi penyekat
pada tempat ransum sekitar 1 meter dan pada bagian belakang
sapi perah sekitar 60 cm . Masing-masing sapi yang dibatasi oleh
penyekat tadi diikat dengan rantai atau tambang . Belakangan ini
banyak kandang yang tidak menggunakan penyekat lag] . Pada
bagian ujung lantai sebelah tempat ransum dibuat bulatan kecil
dari besi yang dibengkokkan dan ditanam di lantai sebagai
tempat mengikat rantai atau tambang .
Berdasarkan konstruksinya, kandang konvensional dibatasi
atas dua tipe, yaitu tipe satu baris, sapi perah ditempatkan pada
satu baris ; dan tipe dua baris, sapi perah ditempatkan dalam dua
baris dengan saling berhadapan atau saling bertolak belakang .
Antara kedua baris sapi-sapi perah tersebut dibuat jalur untuk
jalan . Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sampai dengan
10 ekor, lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan
tipe satu baris . Akan tetapi, apabila jumlah sapi perah yang
dipelihara sudah lebih dari 10 ekor, disarankan menggunakan
tipe kandang konvensional dengan dua baris seperti disajikan
pada Gambar 4.
57
Prgfi Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(,amlnu 4 . k alI I1L
saps perah dua baris
Siregar et al. (1996) menyatakan bahwa waktu yang
dibutuhkan dalam pemeliharaan sapi perah sekitar 60% berada
di belakang sapi perah, 15% berada di bagian depan sapi perah,
dan 25% lagi berada di bagian lain dan kamar susu . Hal ini
menunjukkan bahwa waktu paling lama dalam pemeliharaan
sapi perah adalah di bagian belakang sapi perah . Oleh karena
itu, kandang konvensional dengan tipe dua baris dan saling
bertolak belakang merupakan kandang yang paling efisien
dalam penggunaan tenaga kerja .
Kandang bebas berupa ruangan yang luas tanpa ada
penyekat di antara sapi perah . Dalam kandang ini, sapi perah
bebas bergerak dalam kandang . Dibandingkan dengan kandang
konvensional, kandang bebas membutuhkan lahan yang lebih
luas, tetapi tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dan biaya
pembuatannya lebih murah . Pemberian ransum, air minum, dan
pemerahan sapi laktasi tidak dilakukan dalam ruangan ini, akan
tetapi pada suatu ruangan khusus . Kandang bebas jarang
dijumpai di peternakan sapi perah Indonesia, karena
membutuhkan lahan yang lebih luas . Namun, ada juga peternak
sapi perah yang menggunakan kandang bebas khususnya untuk
pedet dan dara yang belum cukup umur untuk dikawinkan .
58
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
IV.2 Kandang Sapi Perah Induk
Kandang yang dimaksud adalah kandang konvensional
dengan tipe satu baris . Sapi perah dara yang telah berumur lebih
dari satu tahun, mempunyai bentuk dan ukuran kandang yang
sama dengan kandang sapi perah induk . Ketentuan dan ukuran
kandang sapi perah induk adalah panjang dan lebar untuk satu
tempat sapi perah induk, masing-masing adalah 1,8 m dan 1,50
m; panjang tempat ransum dan air minum selebar tempat sapi
perah induk (1,50 m) . Antara tempat ransum dengan air ininum,
dibuat satu penyekat setebal kira-kira 10 cm; panjang tempat
ransum 100 cm dan lebar 50 cm dengan kedalaman 40; panjang
tempat air minum 150-100 cm = 50 cm, lebar 50 ctn, dan
kedalaman 40 cm ; selokan dengan lebar 30-40 cm dan
kedalaman 20-25 cm ; lebar minimal jalan I m, dan kemiringan
lantai kandang 1 cm per 2 m (0,5%) .
Penampang melintang kandang untuk tempat satu ekor sapi
perah induk dengan bak pakan di atas permukaan tanah
disajikan pada Gambar 5, sedangkan dengan bak pakan di
bawah permukaan tanah pada Gambar 6 .
I
b
a
f
e
f
c
a b
c
Gambar 5 . Irisan melintang kandang sapi laktasi bak pakan di atas permukaan
tanah
Keterangan gambar : a = Jalan samping, b = Selokan, c = Tempat sapi berdiri,
d = Bak pakan, e = Jalan tengah, f = Dinding bagian depan, g = Bak air minurn
d
c
b
a
a b
c
J
e
Gambar 6 . Irisan melintang kandang sapi laktasi bak pakan di bawah
59
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Ukuran bak pakan dan air minum untuk sapi laktasi
ditampilkan pada Tabel 7 berikut ini .
Tabel7 .Ukuran bak akan dan air minum sa i laktasi
Uraian
Bak pakan
Bak air minum
Panjang
1
0,5
Lebar
0,5
0,5
Kedalaman
m
0,5
0,5
IV.3 Kandang Pedet Sebelum Sapih
Kandang individual dan tak perlu diikat . Panjang dan lebar
kandang masing-masing 2 m dan 1,2 m . Tinggi dinding dari
samping kiri, depan, dan belakang adalah I m . Kandang pedet
ini dibuat berdampingan dengan kandang sapi perah induk .
Setiap empat ekor sapi perah induk harus ada satu kandang
pedet.
IV.4 Kandang Pedet Setelah Sapih
Atap dapat digunakan genting, daun tebu, daun kelapa,
alang-alang, rumbia, atau injuk . Pada daerah yang banyak angin
tidak dianjurkan memakai bahan atap dari genting . Pada daerahdaerah yag berhawa dingin, bahan atap dapat dari asbes ataupun
seng . Kerangka atap dengan kuda-kuda dan bentuk atap jurai
atau simetris . Kemiringan atap jika dari genting adalah 30-45 C :
dari asbes adalah 15-20 C dan dari walet (daun tebu) dan
sebagainya adalah 25-30 C . Tinggi atap jika dari genting
tingginya 4,5 m untuk daerah rendah dan menengah, dan 4 m
untuk dataran tinggi ; jika dari asbes, tingginya 5 m untuk daerah
dataran rendah dan 4,5 m untuk daerah dataran tinggi, dan tinggi
plafon emperan berkisar antara 1,75-2,20 m dengan lebar
emperan sekitar 1 m .
IV.5 Tempat Ransum dan Air Minum
Tempat ransum maupun tempat air minum dapat dibuat dari
tembok beton dengan lubang pembuangan air pada bagian
sebelah bawah . Bentuk tempat ransum dan tempat air minum
60
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sebaiknya dibuat cekung . Tempat ransum dapat pula terbuat dari
papan atau kayu dan tempat air minum menggunakan ember .
Ada peternak yang menggunakan bak pakan juga sebagai
bak air minum, tetapi peternak lain memisahkan keduanya
dengan menggunakan sekat atau menggunakan bak air minum
terpisah yang berupa bak bundar dari semen . Penyuluhan JICA
dan Dinas Peternakan Jawa Barat mengakibatkan beberapa
peternak menggunakan mangkuk air minum otomatis .
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna
mencegah timbulnya berbagai penyakit . Lantai terbuat dari
tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran
sapi . Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas
kandang yang hangat . Seluruh bagian kandang dan peralatan
yang pernah dipakai harus disucihamakan terlebih dahulu
dengan disinfektan, seperti kreolin, lisol, dan bahan-bahan
lainnya . Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan
dewasa adalah 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa
adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x I m per ekor,
dengan tinggi atas 2-2,5 m dari tanah . Suhu di sekitar kandang
25-40°C (rata-rata 33°C) dan kelembapan 75% . Lokasi
pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m)
hingga dataran tinggi (>500 m).
Di berbagai negara Eropa, Amerika Utara, dan Australia
kandang sapi perah sudah semakin banyak menggunakan alas
karet yang memberikan keuntungan-keuntungan berupa,
kebersihan kandang dan kesehatan ternak terjamin, mencegah
luka kulit, mencegah sapi terpeleset karena lantai licin dengan
akibat patah tulang, mencegah infeksi puting susu yang dapat
mengurangi produksi susu sampai 25%, mudah dilakukan
pembersihan dan disinfeksi isolasi terhadap kelembapan,
memberikan keempukan dan rasa nyaman pada ternak dan tahan
lama .
Di Indonesia pada umumnya kandang sapi masih beralaskan
lantai semen . Meskipun dibuat kasar namun apabila basah,
lantai menjadi licin sehingga membahayakan bagi sapi (jatuh
terpeleset dengan akibat patah tulang atau luka pada kulit)
61
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, 1984 ;
Foley et al ., 1973) . Salah satu penelitian yang telah dilakukan
(Ma'sum et al ., 1988), yaitu pengaruh macam bahan lantai
kandang terhadap terjadinya luka pada sapi perah rakyat di
daerah Grati-Pasuruan ; didapatkan hasil bahwa sebagai bahan
lantai kandang adalah banyak digunakan semen, batu paras,
kayu, tanah dan kombinasinya . Macam bahan lantai kandang
dapat menentukan timbulnya sapi yang luka badan dan daerah
lukanya umumnya dibagian lutut, paha, dan pinggul . Persentase
kejadian luka terbanyak adalah akibat lantai semen, kemudian
secara berurutan diakibatkan oleh lantai kayu, batu paras, atau
kombinasinya dan lantai tanah . Berdasarkan hal-hal di atas
kiranya perlu terus diupayakan dan diujicobakan penggunaan
lantai kandang yang dapat mengurangi kerugian, di antaranya
karpet karet ini yang diharapkan cocok dengan kondisi
lingkungan dan perkandangan sapi perah rakyat .
V.
PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN
SAM SEBAGAI KoMPOs
KOTORAN
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa
tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses
dekomposisi atau pelapukan . Selama ini, sisa tanaman dan
kotoran ternak belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai
pengganti pupuk buatan . Kompos yang baik adalah yang sudah
cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang
sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak
berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang . Proses
pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (<20) . Selama proses
pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia, yaitu :
(a) Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi
CO2 dan H,O, dan (b) Penguraian senyawa organik menjadi
senyawa yang dapat diserap tanaman . Kompos merupakan salah
satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan
memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk
62
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat
rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu lama .
Manfaat kompos di antaranya adalah memperbaiki struktur
tanah berlempung sehingga menjadi ringan ; memperbesar daya
ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai ; menambah
daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah ;
memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah ; mengandung
unsur hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah
ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik) ; menibantu
proses pelapukan bahan mineral; memberi ketersediaan bahan
makanan bag] mikroorganisme, serta menurunkan aktivitas
mikroorganisme yang merugikan (Yovita, 2001) .
Pengolahan kotoran sapi yang mempunyai kandungan N, P,
dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat mensuplai unsur
hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah
menjadi lebih baik (Setiawan, 2002 dalam Prihandini dan
Purwanto, 2007) . Pada tanah yang baik/sehat, kelarutan unsurunsur anorganik akan meningkat, serta ketersediaan asam
amino, zat gula, vitamin dan zat-zat bioaktif hasil dari aktivitas
mikroorganisme efektif dalam tanah akan bertambah sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi semakin optimal (Poerbo, 2006) .
Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair
23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (Kardin, 2007) . Untung (2002)
melaporkan bahwa seekor sapi muda kebiri akan memproduksi
15-30 kg kotoran per hari . Kotoran yang baru dihasilkan sapi
tidak dapat langsung diberikan sebagai pupuk tanaman, tetapi
harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu .
Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi
perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk
tanaman adalah bila tanah mengandung cukup udara dan air,
penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman ; penguraian bahan segar
hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam
tanah ; struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya
serapnya terhadap air kecil sehingga bila langsung dibenamkan
akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah, serta kotoran
63
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan sehingga
pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan
organik sebelum digunakan sebagai pupuk . Kandungan nitrogen
(N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam kotoran sapi potong serta
analisis laboratorium kompos organik tertera pada Tabel 8 dan
9.
Tabel 8 . Kandun an N, P dan K dalam kotoran sa i oton
Bobot Badan (kg)
N (%)
P (%)
K (%)
277
28,1
9,1
20,0
30,0
340
42,2
13,6
454
56,2
18,2
39,9
567
70,3
22,7
49,9
Sumber : Vanderholm (1979) dalam Untung (2002)
Tabel 9 . Hasil analisis kom os or anik
Parameter
Nilai
pH
7,3
Kadar Air (%)
Nitrogen (%)
C . Organik (%)
C/N ratio (%)
Fosfor (%)
Kalium (%)
24,21
1,11
18,76
16,9
1,62
7,26
Pembuatan kompos organik dapat berasal dari campuran
kotoran sapi dan urine yang diaduk secara merata oleh ternak
sendiri dengan cara diinjak-injak sehingga telah mengalami
proses pengomposan dengan baik . Bahan dan peralatan yang
diperlukan adalah kotoran sapi yang bercampur dengan urine
(berasal dari kandang kelompok), sekam atau gergajen (limbah
gergajian kayu), kapur bubuk, skop dan saringan, karung plastik,
dan timbangan .
Pembuatan kompos diawali dengan pengumpulan kotoran
sapi dengan cara pemanenan dari kandang sistem kelompok,
dilanjutkan dengan proses pengolahan menjadi kompos curah,
blok, granula, dan bokhasi . Pemanenan kompos dilakukan
setelah ketebalan kotoran sapi dan urine di dalam kandang
kelompok mencapai 25-30 cm (1,5-2 bulan). Pemanenan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan jenis kompos organik, yaitu
kompos curah, kompos blok, kompos granula, dan bokhasi
64
Prgfi! Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Prihandini dan Purwanto, 2007) . Pembuatan kompos dapat
dikerjakan dengan hanya mencampur kotoran sapi perah dan
serbuk gergaji kayu Albizia . Hasil penelitian menunjukkan
bahwa campuran bahan baku kompos kotoran sapi perah dan
serbuk gergaji kayu Albizia dengan perbandingan volume 1 :1
menghasilkan kompos yang mempunyai kandungan N, P, dan K
terbaik (Djaja et al ., 2003) .
Proses pembuatan kompos curah dilakukan dengan kotoran
yang dipanen dari kandang diangin-anginkan di tempat teduh
selama 2 bulan di musim hujan atau 1 bulan di musim kemarau,
kotoran dihancurkan dan diayak dengan ukuran lubang 0,5 x 0,5
cm, kemudian dikemas dalam karung . Sedangkan proses
pembuatan kompos blok adalah kotoran yang baru dipanen
(kondisi masih basah), dicetak menggunakan alai pres manual
sederhana atau dengan menggunakan mesin pres batako.
Cetakan kompos blok berukuran p = 20 x I = 12 atau 6 x t = 5
cm.
Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik .
Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang
besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi
ketergantungan petani terhadap pupuk kimia . Penyediaan
kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat
mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai
penyubur tanah dan tanaman pertaniannya .
VI . GAS Bio
Teknologi pembentukan gas bio selain menghasilkan gas
metan (CH4) sebagai sumber energi juga menghasilkan lumpur
(sludge) yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik .
Kualitas lumpur sebagai pupuk organik tidak terlepas dari
proses degradasi bahan organik yang digunakan untuk
membentuk gas bio. Faktor-faktor yang memengaruhi proses
pembentukan gas bio di antaranya nisbah C/N substrat antara
20-30, bahan kering 5-10%, kadar air 90-95%, aktivitas
65
Profil Usahu Peternakan Sapi Perah di Indonesia
mikroorganisme dalam pencerna, ketiga faktor ini merupakan
faktor utama, sedangkan faktor pendukungnya antara lain
derajat keasaman (pH) senilai 6,0-8,0 ; pengadukan, waktu
fermentasi, dan suhu sebesar 32-36 C (Hermawan, 2007) .
Proses pembentukan gas bio merupakan proses biologis
yang melibatkan bakteri, yang secara garis besar dapat dibagi
dalam tiga tahap (Bryant, 1976 ; Hermawan et al ., 2007 ;
Pambudi, 2008) . Tahap pertama adalah hidrolisis subsrat oleh
bakteri nonmetanogenik . Senyawa-senyawa komplek seperti
selulosa, lemak, dan protein dalam feses menjadi senyawasenyawa sederhana seperti asam asetat, alkohol, C02, NH3, dan
sulfida serta bahan organik lainnya . Senyawa-senyawa tersebut
akan dipergunakan untuk pembentukan sel bakteri . Tahap kedua
adalah asidogenesis, yaitu penguraian senyawa terlarut menjadi
asam-asam organik, bakteri mengoksidasi asam berantai karbon
panjang seperti asetat dan alkohol . Tahap ketiga adalah
metanogenesis, yaitu penguraian asam-asam organik rantai
pendek menjadi H2, CO, dan asetat yang akan dimanfaatkan
oleh bakteri metanogenik untuk pertumbuhan dan produksi CH 4
dan CO2. Demikian juga urea yang berasal dari protein
dihidrolisis oleh bakteri menjadi CH 4 dan NH4+. Selain itu, asam
asetat serta asam propionat dari lemak difermentasi menjadi
CH4 dan CO2 . Dan CO2 yang dihasilkan direduksi menjadi CH 4
dan H20 .
Nisbah C/N substrat tergantung dari campuran bahan yang
digunakan untuk pembentukan gas bio . Pemasangan instalasi
gas bio ada yang menggunakan feses saja sebagai substrat, dan
ada juga yang menggunakan campuran feses dan serbuk gergaji
sebagai substrat . Hal ini akan memengaruhi nisbah C/N substrat
yang digunakan dan pada akhirnya akan memengaruhi proses
pembentukan gas bio maupun kualitas lumpur yang dihasilkan .
VII . PENUTUP
Kegiatan manajemen usaha peternakan sapi perah harus
memerhatikan beberapa faktor yang memengaruhi sapi-sapi
66
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
perah dalam berproduksi susu, antara lain faktor tersebut adalah
tatalaksana pemeliharaan . Faktor atau tatalaksana pemeliharaan
dapat secara langsung maupun secara tidak langsung
memengaruhi kemampuan sapi-sapi perah dalam berproduksi
susu. Kontruksi kandang yang belum sesuai dengan persyaratan
teknis akan mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien
dalam penggunaan tenaga kerja, dan berdampak terhadap
lingkungan sekitarnya . Selain itu, kondisi kandang juga belum
memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan kesehatan bagi
ternak.
Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan
kandang antara lain memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya,
mempunyai ventilasi yang baik, efisiensi dalam pengelolaan,
melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian,
serta tidak berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya .
Faktor terpenting adalah sistem pemeliharaan sapi perah
harus disesuaikan dengan status fisiologisnya, yaitu sapi perah
bunting, induk laktasi, pedet, sapi dara, sapi kering, dan
pejantan . Pemisahan ini selain menjadi lebih efisien dalam
pengelolaan, sapi lebih produktif sehingga produksi susu dapat
terjamin kontinuitas maupun kualitasnya . Menjaga manajemen
sebaik mungkin berperan erat dengan tingkat tinggi produksi
susu dan kesehatan sapi perah . Tatalaksana pemeliharaan sapi
perah dengan baik sangat diperlukan, yang pada akhirnya
memberi keuntungan sepadan atas usaha yang telah dilakukan .
67
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Atmadilaga, D . 1959 . Cattle Breeding in Indonesia with Special
Reference to Heat Tolerance . Disertasi, Universitas Indonesia, Bogor .
Bryant, W .C . 1976 . The Microbiology of Anaerobic Degradation and
Metan Genesis with Special Reference to Sewage . Departement of
Dairy Science and Microbiology. University of Illinois . Urban
Illinois . 107 .
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan . 2005 . Kumpulan
Standar Mutu . Produksi Susu dan Olahannya . Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia . Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian, Departemen Pertanian .
Direktorat Jenderal Peternakan . 2007 . Buku Statistik Peternakan .
Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI .
Djaja, W ., N .K . Suwardi dan L .B . Salman . 2003 . Pengaruh Imbangan
Kotoran Sapi Perah dan Serbuk Gergaji Terhadap Kualitas Kompos .
Laporan Penelitian . Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran,
Bandung .
Foley, R.C ., D .L . Bath, F .N . Dickinson dan H.A . Tucker . 1973 . Dairy
Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits . Lea & Fabiger .
Philadelphia.
Hermawan, B . 2007 . Sampah Organik sebagai Bahan Bakar Biogas .
http :l/w ww .chetn-istry .org (24 Mei 2009) .
Hermawan, B ., Lailatul Q, P . Candrarini, dan Sinly Evan P . 2007 .
Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Sumber Biogas Untuk
Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri . http :/f'www .cheniistrv.org (7
Mei 2008) .
Kardin, D. 2007 . Teknologi
blogsome .co m (24 Mei 2009 .
Kompos .
http ://www .manglayang.
Keman, S . 1986 . Keterkaitan Produktivitas Ternak dengan Iklim di
Daerah Tropis, Masalah dan Tantangan . Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta .
Ma'sum K dan D . B . Wijono. 1990 . Penggunoan Karpet Karet sebagai
Alas Lantai Kandang Sapi Perah . Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak
Grati Vol . 1(1) .
68
Profit Usaha Peternakan .Sapi Perah di Indonesia
Ma'sum K ., Mariyono, Uum Umiyasih, Lukman A . dan Aryogi . 1992a.
Evaluasi Perkandangan Sapi Perah : Perkandangan Sapi Perah Rakyat
pada Beberapa Daerah Dataran Rendah dan Tinggi di Jawa Timur .
Prosiding Pertemuan Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian
Peternakan di Sulawesi Selatan . Sub Balitnak Gowa, Ujung Pandang .
Ma'sum K ., Mariyono dan Lukrnan Affandliy . 1992b. Pengaruh
Penggunaan beberapa Macam Atap Kandang terhadap Status Faali
dan Pertumbuhan Sapi Perah Dara (The Effect of Utilization of Some
Kinds of Stable Roofs on Physiological Status and Growth Rate of
Dairy Heifers) Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak, Grati Vol . 3(1) .
Ma'sum K ., M.A . Yusran dan . D .E . Wahyono . 1988 . Evaluasi
Perkandangan Sapi Perah : Pengaruh Jenis Bahan Lantai Kandang
Terhadap Terjadinya Luka pada Sapi Perah . Prosiding Pertemuan
Ilmiah Ruminansia . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Peternakan, Bogor .
Pambudi, N .A . 2008 . Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif .
htt
_d kti_org (24 Mei 2009) .
//NN
Poerbo, H . 2006 . Mari Membuat Kompos Skala ' Rumah Tangga .
ht q :/uww_.has mpoer_bo_blogspot .coiml (2 Mei 2009) .
Prihandini P .W . dan T . Purwanto . 2007 Petunjuk Teknis Pembuatan
Kompos Berbahan Kotoran Sapi . Loka Penelitian Sapi Potong, Grati
Pasuruan .
Siregar, S .B ., M . Rangkuti, Yanto T . Rahardja, dan H . Budiman . 1996 .
lnformasi Teknologi Budidaya, Pascapanen, dan Analisis Usaha
Ternak Sapi Perah . Kerja sama antara Studi Informasi Teknologi
Pedesaan, Proyek Pengembangan Sistem lnformasi, Kebijakan
IPTEK dan Teknologi Industri . Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor .
Subronto . 1989 . Ilmu Penvakit Ternak 1 . Gadjah Mada University Press .
Yogyakarta .
Untung . 2002 . Prospek Agribisnis
Swadaya . Jakarta .
Penggemukan
Yousef, M .K . 1982 . Animal Production
Publishers, New York .
Pedet.
in The Tropics .
Penebar
Preager
Yovita . 2001 . Membuat Kompos Secara Kilat . Penebar Swadaya, Jakarta .
69