Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana:

Transcription

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana:
Perangkat untuk Mengarusutamakan
Pengurangan Risiko Bencana:
Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga
yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan
Charlotte Benson dan John Twigg dengan Tiziana Rossetto
S E P T E M B E R 2 0 07
Edisi Bahasa Inggris
Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations
Diterbitkan oleh:
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372
CH – 1211 Geneva 19
Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Copyright © 2007 by the International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies / the ProVention Consortium.
Segala bagian dari buku ini dapat dikutip, digandakan, diterjemahkan ke dalam bahasa lain atau diadaptasi untuk kebutuhan
setempat tanpa izin sebelumnya dari Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium
ProVention, asalkan buku ini disebutkan sebagai sumbernya. Meskipun kami mendorong penggandaan dan penerjemahan
buku ini, baik Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maupun Konsorsium ProVention tidak
bertanggung jawab terhadap segala ketidaktepatan atau kesalahan dalam penerjemahan. Temuan-temuan, penafsiran dan
kesimpulan yang terkandung di dalam laporan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan
sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional atau
Konsorsium ProVention.
Edisi Bahasa Indonesia
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana:
Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan
Tim Penerjemah CIRCLE Indonesia
Koordinator Proyek dan Editor Kepala: Theresia Wuryantari
Penerjemah: Laurentia Sumarni, Valentinus Irawan
Editor Ahli: Banu Subagyo, Eko Teguh Paripurno, Retno Winahyu Satyarini
Editor Bahasa: Zaki Habibi
Hak Cipta © 2007 Edisi Bahasa Indonesia dipegang oleh Hivos Kantor Regional Asia Tenggara dan CIRCLE Indonesia.
Dicetak oleh Jaran Productions, Jl. Jembatan Merah No. 84 B, Prayan Kulon, Yogyakarta, 55283, Indonesia
Pendahuluan
Proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, tanpa
disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang
telah ada, menghambat upaya untuk memerangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan, seringkali dengan
akibat-akibat yang tragis. Oleh karena itu, kita perlu aktif dan sungguh-sungguh mencari pemecahan yang samasama menguntungkan, yakni melaksanakan pembangunan berkelanjutan, mengurangi kemiskinan dan pada
saat yang sama meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya, terutama karena perubahan iklim cenderung
meningkatkan kejadian kekeringan dan banjir serta intensitas badai. Pemecahan terbaik biasanya dapat ditemukan
dengan memadukan strategi dan langkah-langkah pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka
pembangunan, dengan memandang pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan
dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
Sejak akhir tahun 1990-an, dunia kian mengakui perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko bencana ke
dalam pembangunan – yakni, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan risiko-risiko bahaya alam dalam
menyusun kerangka strategis dan struktur kelembagaan jangka menengah, strategi dan kebijakan negara dan
sektoral serta dalam perancangan proyek di negara-negara yang rawan bahaya. Sejumlah lembaga yang bergerak
dalam bidang pembangunan telah memulai upaya untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke
dalam kerja mereka dengan melakukan berbagai perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur terkait serta
menyesuaikan praktik-praktik operasional mereka.
Proyek penyusunan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention mendukung
proses ini, dengan menyajikan rangkaian 14 catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk mengadaptasi instrumen-instrumen penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi
yang ada untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di
negara-negara yang rawan bahaya. Panduan-panduan ini sengaja dibuat dalam bentuk catatan-catatan pendek
dan praktis untuk melengkapi panduan-panduan penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi yang lebih
umum yang telah ada.
Buku ini menguraikan subyek-subyek berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan
informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat
negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan;
(8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan berkelanjutan; (11)
Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Evaluasi
program-program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Buku ini berisi seluruh rangkaian catatan panduan. Versi on-line dari buku ini dalam bahasa Inggris dapat diunduh
dari http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
Proyek ProVention juga tengah mengembangkan Disaster Risk Reduction Monitoring and Evaluation Sourcebook
berbasis web. Buku sumber ini akan selesai dan tersedia tahun 2007 ini juga di http://www.proventionconsortium.
org/M&E_sourcebook.
Pendahuluan
Ucapan Terima Kasih
Para pengarang menyampaikan terima kasih kepada Tim Penasihat proyek atas nasihat dan dukungan mereka yang
amat berharga dalam penyusunan rangkaian catatan panduan ini: Margaret Arnold (Bank Dunia), Steve Bender
(Independen), Yuri Chakalall (CIDA), Olivia Coghlan (DFID), Seth Doe Vordzorgbe (Independen), Fenella Frost dari
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), Niels Holm-Nielsen (Bank Dunia), Kari
Keipi dari Bank Pembangunan antar Amerika (Inter-American Development Bank/IDB), Sarah La Trobe (Tearfund),
Praveen Pardeshi dari Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International
Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR), Cassandra Rogers (IDB), Michael Siebert (Gesellschaft für Technische
Zusammenarbeit - GTZ, Jerman), Clairvair Squires (Carribean Development Bank), Jennifer Worrell (UNDP) dan Roger
Yates (ActionAid).
Ucapan terima kasih secara khusus juga kami haturkan kepada para anggota maupun mantan anggota Sekretariat
Konsorsium ProVention atas dukungan dan dorongan mereka: David Peppiatt (mantan Pimpinan, sekarang bekerja
pada Palang Merah Inggris), Bruno Haghebaert, Ian O’Donnell, Maya Schaerer dan Marianne Gemin.
Keahlian dan nasihat dari sejumlah penilai eksternal dalam mendukung penulisan masing-masing catatan panduan
juga merupakan sesuatu yang sangat berharga dan untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Para penilai disebutkan secara orang perorangan di akhir catatan(-catatan) panduan terkait.
Tiziana Rossetto (Dosen dalam Bidang Teknik Kegempaan, University College London) telah menyumbang tulisan
untuk Catatan Panduan 12 (Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi).
Sue Pfiffner telah mengedit catatan-catatan panduan dan Pascal Vittoz merancang tata letak, keduanya dengan
perhatian sempurna pada hal-hal terinci.
Divisi Konflik, Kemanusiaan dan Keamanan (Conflict, Humanitarian and Security Department/CHASE) dari Departemen
Pembangunan Internasional Inggris (United Kingdom’s Department for International Development/DFID), Badan
Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency/CIDA), Kementerian Luar Negeri
Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (Swedish International Development
Cooperatioan Agency/SIDA) telah memberikan dukungan pendanaan untuk mengembangkan rangkaian catatan
panduan ini.
Para pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan
pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim
Penasihat proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek. Semua kesalahan dan kekurangan
juga menjadi tanggung jawab sepenuhnya para pengarang
.
Charlotte Benson dan John Twigg
Januari 2007
[email protected]
[email protected]
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kata Pengantar Hivos
Hivos adalah sebuah lembaga nonpemerintah Belanda yang terinspirasi oleh nilai-nilai kemanusian. Bersama
dengan organisasi lokal di negara berkembang, Hivos berkontribusi pada terwujudnya dunia yang bebas, adil
dan berkelanjutan. Dunia tempat perempuan dan laki-laki memiliki akses yang setara pada berbagai peluang dan
sumber daya yang akan menentukan masa depan mereka.
Hivos tidak memiliki mandat khusus dalam pengurangan risiko dan penanggulangan bencana. Akan tetapi, dari
pengalaman penanganan bencana di Amerika Tenggah, Asia Selatan maupun di Indonesia Hivos menyadari akan
pentingnya kapasitas tanggap bencana yang memadai sebagai prasyarat kesuksesan Hivos dalam melaksanakan
program mitranya dengan berkelanjutan, akuntabel dan bermutu serta dapat benar-benar menjangkau para
penerima manfaat. Mengingat banyak mitra Hivos di Indonesia bekerja di wilayah-wilayah yang rawan bencana,
Hivos semakin merasa perlu untuk ikut ambil bagian dalam upaya-upaya pengurangan risiko dan penanggulangan
bencana di Indonesia.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas organisasi pembangunan dan masyarakat Indonesia
dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, maka Hivos berinisiatif menerjemahkan dokumen
berjudul Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam
bahasa Indonesia. Penerjemahan dokumen tersebut dilandasi tujuan agar masyarakat Indonesia dan khususnya
organisasi pembangunan dapat secara utuh memahami langkah-langkah praktis untuk mengurangi risiko bencana.
Lebih jauh lagi, Hivos berharap terbitan ini dapat mendorong upaya untuk membangun ketahanan masyarakat
dalam menghadapi risiko bencana melalui pelatihan, perencanaan dan pengorganisasian.
Hivos mengucapkan terima kasih kepada International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies dan
ProVention Consortium yang telah mengijinkan kami untuk menerjemahkan dokumen sumber milik mereka yang
sangat praktis ini dan juga kepada CIRCLE Indonesia yang telah membuat publikasi ini menjadi kenyataan.
Ben Witjes
Direktur Hivos Kantor Regional Asia Tenggara
Kata Pengantar Hivos
Kata Pengantar CIRCLE Indonesia
Langkah Kecil untuk Turut Mewujudkan Gagasan Besar:
Membangun Masyarakat yang Tangguh terhadap Bencana
Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, gempa bumi di Nias, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, serta
banjir di Jakarta maupun di beberapa kawasan di pulau Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan serta letusan gunung
berapi dan kekeringan di kawasan yang sama merupakan daftar panjang yang menyadarkan kita bahwa tanah air
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap risiko bencana. Akan tetapi, pengalaman kerja koperasi CIRCLE
Indonesia selama setahun ini di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana seperti Aceh, Nias dan Sumatera
Utara pascatsunami serta DIY dan Jawa Tengah pascagempa menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengurangi risiko bencana masih relatif terbatas.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa berbagai bencana yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini telah
membuat Indonesia menjadi negara yang cukup progresif di dalam penanggulangan bencana ke depan. Hal ini
ditandai dengan terbitnya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana pada bulan Januari 2007 dan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada bulan April 2007.
Terbitnya UU No. 24/2007 tersebut menandai babak baru dalam perubahan cara pandang dan pengelolaan
penanggulangan bencana, yakni dari ”reaktif jika terjadi bencana menjadi aktif, siaga dan tanggap terhadap risiko
bencana”, sehingga sebagai konsekuensinya upaya penanggulangan bencana merupakan bagian dari kerja-kerja
pembangunan. Oleh karena itu, sama halnya dengan pembangunan, upaya-upaya untuk penanggulangan bencana,
termasuk di dalamnya upaya pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis.
Meski begitu, karena hal ini masih relatif baru, kapasitas untuk penanggulangan bencana yang sistematis masih
sangat minim. Pun harus diakui bahwa saat ini pustaka penanggulangan bencana masih terbatas, khususnya dalam
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, koperasi CIRCLE Indonesia memberanikan diri menerima kesempatan dan
dukungan yang diberikan oleh HIVOS untuk menerjemahkan buku yang berjudul Tools for Mainstreaming Disaster
Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam bahasa Indonesia. Upaya ini sekaligus juga
menandai pelaksanaan mandat dari koperasi CIRCLE Indonesia guna turut berkontribusi di dalam pemberdayaan
masyarakat sipil, khususnya bagi mereka yang bekerja untuk pembangunan dan upaya-upaya penanggulangan
bencana.
Peran kecil di dalam penerjemahan dan penerbitan buku panduan ini diharapkan bisa memperluas akses organisasi
lokal yang bergerak di bidang pembangunan, dan sekaligus menjadi dorongan bagi berbagai pihak dalam upayaupaya mengembangkan kesadaran agar penanggulangan bencana tidak hanya berkembang pada tataran pola pikir
dan kebijakan saja, tetapi akan diikuti dengan praktik-praktik nyata di lapangan oleh semua pihak. Kami dari
CIRCLE Indonesia sungguh berharap bahwa penerjemahan buku ini memberikan manfaat bagi berkurangnya risiko
bencana yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang selama ini hidup berdampingan bersama risiko itu.
Buku ini dapat terbit dalam edisi bahasa Indonesia karena komitmen dan kerjasama yang baik dari banyak pihak.
Untuk itu perkenankan dalam kesempatan ini kami sampaikan ungkapan terimakasih kami kepada komunitaskomunitas yang hidup di wilayah rawan bencana dan telah mengalami bencana, seperti di Aceh, Nias, Kebumen,
Bantul, Sleman, Klaten, dan Nusa Tenggara Timur yang daya juangnya telah memberikan inspirasi dan dorongan
untuk pemajuan penanggulangan bencana. Selanjutnya, terima kasih juga kami nyatakan kepada ProVention yang
mengizinkan untuk menerjemahkan buku edisi bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan HIVOS yang telah
memberikan dukungan pendanaan bagi seluruh proses penerjemahan dan penerbitannya.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Secara khusus terima kasih kami ucapkan kepada Jonathan Lassa, Coordinator - Hivos Aceh Programme yang telah
mendorong CIRCLE Indonesia untuk menerjemahkan buku ini; kepada Theresia Wuryantari untuk mengkoordinasikan
seluruh proses penerjemahan dan penerbitan buku ini, juga kepada ”Kang ET” Eko Teguh Paripurno, Mas Banu
Subagyo, Mbak Laurentia Sumarni, ”Pak Lik” Valentinus Irawan serta Zaki Habibi yang menerjemahkan, mengedit
dan menggarap penyuntingan akhir, serta kawan-kawan Jaran Productions yang menata letak dan mencetak
buku ini hingga siap dibaca. Tanpa kesediaan kerjasama Anda semua, buku ini tentu tidak akan dapat terbit dan
disebarluaskan.
Bila ada kekurangan dalam penerbitan ini, dengan kerendahan hati kami akui sepenuhnya karena kelemahan
kami.
Yogyakarta, September 2007
Retno Winahyu Satyarini
Ketua Pengurus Koperasi CIRCLE Indonesia
Kata Pengantar CI RCLE Indonesia
Daftar Isi
Pendahuluan
1
Ucapan Terima Kasih Pengarang
2
Kata Pengantar Hivos
3
Kata Pengantar CIRCLE Indonesia
4
Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan
Catatan Panduan 2: Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam
23
Catatan Panduan 3: Strategi penanggulangan kemiskinan
39
Catatan Panduan 4: Penyusunan program di tingkat negara
55
Catatan Panduan 5: Manajemen siklus proyek
71
Catatan Panduan 6: Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil
83
Catatan Panduan 7: Pengkajian lingkungan
97
Catatan Panduan 8: Analisis ekonomi
109
Catatan Panduan 9: Analisis kerentanan dan kapasitas
123
Catatan Panduan 10: Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan
139
Catatan Panduan 11: Pengkajian dampak sosial
151
Catatan Panduan 12: Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi
165
Catatan Panduan 13: Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana
181
Catatan Panduan 14: Dukungan anggaran
199
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
1
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Pengantar Buku Panduan
Catatan Panduan 1
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan pendahuluan berikut ini menguraikan dengan singkat landasan pemikiran yang mendasari penyusunan
perangkat ini, memperkenalkan panduan dan menjabarkan faktor-faktor penting yang menentukan keberhasilan
upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan program pembangunan.
1. Pentingnya pengarusutamaan risiko bencana
Sejak akhir dekade 1990-an banyak kalangan kian menyadari perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko
bencana ke dalam pembangunan – yakni memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam
kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan, ke dalam kebijakan dan strategi negara
dan sektoral serta ke dalam perancangan proyek di negara-negara rawan bahaya.Upaya pengarusutamaan risiko
bencana harus mencakup analisis bagaimana potensi bahaya dapat mempengaruhi kinerja kebijakan, program dan
proyek, dan analisis bagaimana kebijakan, program dan proyek tersebut berdampak pada kerentanan terhadap
bahaya alam. Analisis ini harus ditindaklanjuti dengan mengambil tindakan yang perlu untuk mengurangi
kerentanan, dengan menempatkan pengurangan risiko sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan
dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
Perubahan dari cara pandang lama yang telah mengakar bahwa bencana adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya, tak terhindarkan dan harus ditangani oleh para ahli tanggap darurat, sedikit banyak mencerminkan
meningkatnya pemahaman akan bencana sebagai masalah pembangunan yang masih harus diatasi. Program
pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, program
pembangunan tanpa disadari dapat melahirkan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan
yang telah ada, terkadang dengan konsekuensi yang tragis (Kotak 1). Peningkatan pemahaman ini berjalan seiring
dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya penanggulangan kemiskinan. Telah lama diakui umum bahwa
salah satu dimensi kemiskinan yang mendasar adalah keterpaparan terhadap risiko dan kemungkinan hilangnya
pendapatan, termasuk yang diakibatkan oleh bahaya alam. Pemahaman akan hal ini telah mendorong adanya
perhatian yang lebih besar pada analisis bentuk-bentuk dan penyebab mendasar kerentanan dan kegiatan-kegiatan
terkait yang dapat memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bahaya.
Kotak 1
Mengabaikan bahaya dapat sangat merugikan
 Di kota Hue, Vietnam, perluasan pembangunan infrastruktur termasuk jembatan, jalan kereta api dan
jalan-jalan raya, telah menciptakan penghalang di tengah lembah di tempat kota tersebut berdiri.
Akibatnya, air hujan yang berlebih tidak dapat mengalir dengan cepat dan menimbulkan banjir yang
kian lama kian parah. Permasalahan yang sama juga dialami beberapa desa di Gujarat, India, setelah
selesainya pembangunan sebuah jalan raya yang dibiayai donor.
 Pada tahun 1989, setelah kehancuran hebat yang diakibatkan oleh Badai Hugo, dengan dana bantuan
dibangun sebuah rumah sakit di kaki gunung berapi di Pulau Montserrat yang termasuk gugusan kepulauan
IFRC, World Disasters Report: Focus on recovery. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2001.
Catatan Panduan 1
Karibia. Pada pertengahan tahun 1995 rumah sakit tersebut hancur diterjang aliran lava setelah gunung
berapi tersebut aktif kembali.
 Setelah kehancuran yang ditimbulkan oleh tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004, beberapa
perumahan di Aceh, Indonesia, dibangun di daerah rawan banjir, sehingga banyak keluarga yang menjadi
rentan terhadap bahaya banjir di masa mendatang.
Kian besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko juga dipengaruhi oleh terus meningkatnya kerugian
yang ditimbulkan oleh bencana, yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya kerentanan aset ekonomi dan sosial
serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat terhadap bahaya alam. Antara tahun 1950 dan 1990-an, kerugian
nyata yang diakibatkan oleh bencana secara global dilaporkan telah meningkat 15 kali lipat, sementara jumlah
orang yang terkena dampak bencana naik drastis dari 1,6 milyar dalam kurun waktu antara 1984-1993 menjadi
hampir 2,6 milyar orang dalam dasawarsa berikutnya. Selama tahun-tahun belakangan ini bencana-bencana besar
terjadi susul-menyusul dan menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian ekonomi yang amat besar, termasuk
tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004 dan Badai Katrina serta Badai Rita di Amerika Serikat dan gempa bumi
Asia Selatan yang berpusat di Kashmir pada tahun 2005. Walaupun kerugian ekonomi absolut yang terbesar terjadi
di negara-negara maju, kerugian yang menimpa negara-negara berkembang relatif jauh lebih besar. Menurut Bank
Dunia, kerugian akibat bencana yang diderita negara-negara berkembang, jika dihitung sebagai persentase dari
produk domestik bruto, dapat mencapai 20 kali lebih besar daripada kerugian yang dialami oleh negara-negara
industri, sementara lebih dari 95 persen kematian yang diakibatkan oleh bencana terjadi di negara berkembang.
Kian lama kian disadari bahwa bencana memang merupakan ancaman yang serius bagi pembangunan berkelanjutan,
upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian sejumlah tujuan dari Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium Development Goals/MDGs).
Oleh karenanya, perlu ditemukan penyelesaian yang sama-sama menguntungkan (win-win) untuk mempertahankan
pembangunan berkelanjutan, menanggulangi kemiskinan dan memperkuat ketangguhan terhadap bahaya,
terutama karena perubahan iklim tampaknya akan semakin meningkatkan kejadian kemarau panjang, banjir
dan badai yang besar. Cara terbaik untuk mendapatkan penyelesaian semacam ini adalah dengan memadukan
strategi dan program-program pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka pembangunan,
dengan melihat pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan bukan tujuan
itu sendiri. Seperti dikatakan dalam laporan yang baru saja diluncurkan Bank Dunia, “…patut diingat bahwa
tidak ada saat di mana kita dapat mengabaikan atau mengesampingkan risiko bencana, terutama bagi kelompok
negara-negara yang sangat rawan terhadap bencana”. Sebaliknya, isu-isu yang berhubungan dengan bahaya harus
menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan nasional dan sektoral, penyusunan program di
tingkat negara dan dalam perancangan semua proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Hal
itu perlu dilakukan demi melindungi investasi pembangunan itu sendiri dari bahaya alam dan demi memperkuat
ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bahaya. Biaya untuk membuat struktur-struktur bangunan yang tahan
bahaya belum tentu mahal. Walau angka yang tercatat berbeda-beda, Badan Manajemen Tanggap Darurat Federal
Amerika Serikat (the United States Federal Emergency Management Agency/FEMA), misalnya, memperkirakan bahwa
langkah-langkah untuk mengurangi risiko bahaya hanya meningkatkan biaya pembangunan fasilitas baru sebanyak
satu hingga lima persen, sementara keuntungan potensial yang akan diperoleh akan sangat jauh lebih tinggi (Kotak
2). Dengan demikian, perhatian yang besar pada risiko bencana mencerminkan salah satu aspek penting dari upaya
internasional untuk meningkatkan efektivitas bantuan.
Clay, E.J. et al. ‘An Evaluation of HMG’s Response to the Montserrat Volcanic Emergency’. 2 Vols. Evaluation Report EV635. London: Department for International Development (UK), 1999.
World Bank (2006).
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/­TOPICS/EXTURBANDEVELOPMENT/EXTDISMGMT/0,,menuPK:341021~pagePK:149018~piPK:149093~theSitePK:341015,00.html
Kajian Stern tahu 2006 yang berkaitan dengan perubahan iklim juga berpandangan bahwa penyesuaian terhadap perubahan iklim, termasuk upaya untuk meningkatkan ketangguhan terhadap
bahaya, harus diarusutamakan ke dalam pembangunan dan kajian ini secara spesifik menekankan bahwa “kunci keberhasilan pengurangan risiko bencana adalah menjamin agar PRB
(Pengurangan Risiko Bencana) dipadukan ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan kegiatan kemanusiaan” (HM Treasury and Cabinet Office (2006) hal. 566).
World Bank (2006) hal. 67.
Lihat, misalnya, FEMA. Protecting Business Operations: Second Report on Costs and Benefits of Natural Hazard Mitigation. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency, 1998; IACNDR.
Inter-American Strategic Plan for Policy on Vulnerability Reduction, Risk Management and Disaster Response. OEA/Ser G. Permanent Council Document 3737/03. Inter-American Committee for
Natural Disaster Reduction, 2003.
Lihat catatan kaki 7 (FEMA, 1998).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 2
Pengurangan risiko bencana mendatangkan manfaat yang besar
 Sebuah program penanaman bakau yang dilaksanakan Palang Merah Vietnam di delapan provinsi di
Vietnam untuk melindungi penduduk yang tinggal di daerah pantai dari topan dan badai menghabiskan
biaya rata-rata 0,13 milyar dolar AS per tahun selama kurun waktu antara tahun 1994 sampai 2001,
tetapi mengurangi biaya tahunan untuk pemeliharaan tanggul sebesar 7,1 juta dolar AS. Program ini juga
membantu menyelamatkan jiwa warga, melindungi penghidupan dan menciptakan peluang-peluang
penghidupan baru.
 Di Karibia, menurut para ahli teknik sipil di wilayah tersebut, tambahan biaya sebesar satu persen dari
seluruh nilai bangunan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kerentanan
bangunan dapat mengurangi kerugian maksimum yang mungkin timbul bila terkena badai sampai sekitar
sepertiganya.10
 Menurut sebuah studi tentang dana-dana hibah yang disalurkan oleh FEMA, setiap satu dolar AS yang
dikeluarkan FEMA untuk kegiatan-kegiatan peredaman bahaya (termasuk untuk peremajaan, proyekproyek mitigasi struktural, peningkatan kesadaran dan pendidikan publik serta penyusunan aturan-aturan
baku untuk mendirikan bangunan) dapat memberi kemanfaatan di masa yang akan datang rata-rata
sebesar 4 dolar AS.11
 Setelah dilanda Badai Ivan pada bulan September 2004, hanya ada dua sekolah yang masih berdiri di
Grenada. Kedua bangunan ini telah diperkuat konstruksinya melalui sebuah program Bank Dunia. Setelah
badai, salah satu sekolah ini dimanfaatkan untuk menampung para warga yang kehilangan tempat
tinggal.12
 Antara tanggal 27 Agustus dan 18 September 1995, Badai Luis dan Badai Marilyn menghancurkan 876 unit
perumahan di Dominika, menimbulkan kerugian total sejumlah 4,2 juta dolar AS. Rumah-rumah kayu kecil
yang hancur dulunya dibangun tanpa berpedoman pada aturan-aturan pembangunan setempat yang baku.
Namun, semua bangunan yang konstruksinya telah diperkuat dengan modifikasi-modifikasi sederhana
pada teknik-teknik konstruksi setempat melalui Program Konstruksi yang Lebih Aman dari Proyek Mitigasi
Bencana Karibia yang didukung oleh Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (United
States Agency for International Development/USAID) tetap berdiri walau diterjang badai.13
Meningkatnya kesadaran akan perlunya mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan
diformalisasikan pada bulan Januari tahun 2005 ketika Kerangka Aksi Hyogo 2005–2015 diadopsi oleh Konferensi
Dunia untuk Pengurangan Bencana, dengan ditandatangani oleh 168 negara dan badan-badan multilateral. Kerangka
Aksi Hyogo menitikberatkan tiga sasaran strategis utama, yang pertama adalah “pengintegrasian pertimbanganpertimbangan risiko bencana secara lebih efektif ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan berkelanjutan,
perencanaan dan penyusunan program di semua tingkat, dengan penekanan khusus pada pencegahan bencana,
mitigasi, kesiapsiagaan dan pengurangan kerentanan”.14
Kemajuan sampai saat ini: Perubahan kebijakan dan kelembagaan
Dengan latar belakang ini, sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah memulai upaya
untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kerja mereka, dengan mengadakan berbagai
perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur-prosedur yang berkaitan. Dalam hal perubahan kelembagaan,
misalnya, pasca proses pembaruan PBB tahun 1997-1998, tanggung jawab atas mitigasi, kesiapsiagaan dan
pencegahan bencana ‘alam’ dalam sistem PBB dialihkan dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for
the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), yang tugas pokoknya mencakup tanggap darurat pascabencana,
ke Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), badan PBB yang mengurusi
pembangunan. Pada tahun 1998 Bank Dunia membentuk Fasilitas Manajemen Bencana (Disaster Management
IFRC, World Disasters Report: Focus on reducing risk. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2002.
10 World Bank, Managing Catastrophic Risks Using Alternative Risk Financing and Insurance Pooling Mechanisms. Discussion draft. Washington, DC: World Bank, Finance, Private Sector and
Infrastructure Department, Caribbean Country Management Unit, Latin America and Caribbean Region, 2000.
11 MMC/NIBS, Natural Hazard Mitigation Saves: An Independent Study to Assess the Future Savings from Mitigation Activities. Washington, DC: Multi-hazard Mitigation Council of the National Institute of
Building Sciences, 2005.
12 World Bank, Grenada, Hurricane Ivan: Preliminary Assessment of Damages, September 17, 2004. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/
INTDISMGMT/Resources/grenada_assessment.pdf
13 CDMP, Toolkit: A Manual for Implementation of the Hurricane-resistant Home Improvement Program in the Caribbean. Caribbean Disaster Mitigation Project publication series. Washington, DC:
Organization of American States, 1999. Dapat diakses di: http://www.oas.org/cdmp/document/toolkit/toolkit.htm
14 UN-ISDR (2005) hal. 3.
Catatan Panduan 1
Facility), sekarang telah berganti nama menjadi tim Manajemen Risiko Bahaya (Hazard Risk Management), untuk
meningkatkan kerja-kerjanya dalam bidang pencegahan dan peredaman bencana serta tanggap darurat. Tim
Manajemen Risiko Bahaya ini memiliki mandat untuk melakukan tanggap bencana yang lebih strategis dan cepat
dan mendorong pengintegrasian upaya-upaya pencegahan dan peredaman bencana ke dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh Bank Dunia. Baik Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter-American
Development Bank/IDB) maupun Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) telah menunjuk stafstaf penanggung jawab manajemen bencana yang baru untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan lembaga mereka masing-masing.
Berkaitan dengan perubahan kebijakan, ADB dan DFID telah menyetujui perubahan mendasar dalam kebijakankebijakan bencana selama beberapa tahun terakhir ini, sementara itu IDB pada bulan-bulan awal tahun 2007
juga akan mengeluarkan suatu Kebijakan Manajemen Risiko Bencana yang baru. Kebijakan ADB yang baru, yang
disetujui tahun 2004, “menggeser penekanan dari hanya memberikan respons pascabencana menjadi dukungan
terhadap kegiatan-kegiatan untuk mengantisipasi dan meredam dampak yang mungkin timbul dari bencana
yang dapat terjadi”.15 Prinsip-prinsip dasarnya antara lain adalah “pengarusutamaan manajemen risiko bencana
sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan”.16 Kebijakan pengurangan risiko bencana DFID yang baru,
yang dikeluarkan pada bulan Maret tahun 2006, mempunyai tiga tujuan dasar, yang pertama adalah untuk
“mengintegrasikan dengan lebih baik pengurangan risiko ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan
kegiatan kemanusiaan… [termasuk] integrasi yang lebih baik ke dalam program-program DFID sebagai bagian rutin
dari pendekatan pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan kantor perwakilan DFID di wilayah-wilayah yang
paling rawan risiko bencana”.17 Rancangan Kebijakan Manajemen Risiko Bencana (Disaster Risk Management Policy)
IDB yang baru memiliki dua tujuan yang saling berkaitan, yang pertama adalah “untuk meningkatkan efektivitas
Bank dalam mendukung para peminjam untuk dapat mengelola dengan sistematis risiko-risiko yang berhubungan
dengan bahaya alam melalui pengidentifikasian risiko-risiko ini, pengurangan kerentanan dan dengan mencegah
dan meredam bencana terkait sebelum bencana benar-benar terjadi”.18 Bank Dunia juga sedang merevisi kebijakan
operasionalnya dalam bidang bantuan pemulihan kedaruratan (yang juga mencakup pencegahan dan mitigasi),
antara lain untuk mendukung pengintegrasian prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana ke dalam kerja-kerja
pembangunannya. Sebuah evaluasi terbaru dari Bank Dunia juga telah merekomendasikan dikembangkannya
suatu strategi atau rencana aksi untuk bantuan yang berkaitan dengan bencana, yang selain mendukung perbaikan
operasi tanggap darurat juga harus “memuat ketentuan-ketentuan yang memberi perhatian lebih pada bahaya
alam dalam menilai proyek-proyek investasi pada umumnya, dan khususnya dalam mempersiapkan Kertas
Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Poverty Reduction Strategy Papers/PRSPs), Strategi Bantuan di tingkat Negara
(Country Assistance Strategies/CASs), dan dokumen-dokumen strategis lainnya”.19 Tim Manajemen Risiko Bahaya
sedang melaksanakan rekomendasi ini dengan menjadikan CAS negara-negara yang sangat rawan sebagai sasaran
dan memberikan bantuan dalam mengarusutamakan manajemen risiko bencana ke dalam dokumen-dokumen
tersebut.
Donor-donor bilateral lainnya yang juga memasukkan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke
dalam kebijakan dan program-program pembangunan mereka antara lain adalah Badan Pembangunan Internasional
Kanada (CIDA), Badan Pembangunan Internasional Denmark (Danish International Development Agency/DANIDA),
Komisi Eropa (European Commission/EC), GTZ Jerman, Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia, Badan Kerjasama
Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) dan Badan Swiss untuk Pembangunan dan Kerjasama (Swiss Agency for
Development and Cooperation/SDC). Beberapa lembaga non-pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) juga
mengambil langkah-langkah serupa, misalnya, ActionAid, CARE, Christian Aid, Plan International, Practical Action
dan Tearfund.
Pemerintah-pemerintah juga telah menyatakan komitmen mereka terhadap berbagai mandat untuk
mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan. Sebagai contoh, Komite antar-Amerika
untuk Pengurangan Bencana Alam (Inter-American Committee for Natural Disaster Reduction/IACNDR)20 melaporkan
bahwa, sampai dengan tahun 2003, negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Amerika (Organization of
American States/OAS) secara kolektif telah membuat lebih dari 30 komitmen, baik secara bersama-sama sebagai
anggota kelompok regional atau secara sendiri-sendiri, yang banyak di antaranya memuat pendekatan ini. Banyak
15 ADB (2004) hal. 20.
16 Ibid. hal. 20.
17 DFID (2006) hal. 3.
18 IDB (2006) hal. 2.
19 World Bank (2006) hal. 73.
20 Lihat catatan kaki 7 (IACNDR, 2003).
10
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
negara juga telah menandatangani Kerangka Aksi Hyogo tahun 2005. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan telah mendukung pemerintah-pemerintah dalam proses pengarusutamaan ini. Misalnya, Uni Afrika
(African Union /AU)/Kemitraan Baru untuk Pembangunan Afrika (New Partnership for Africa’s Development/NEPAD),
Bank Pembangunan Afrika (African Development Bank/AfDB) dan Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan
Bencana (United Nations International Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR) untuk Afrika telah bekerja bersama
sejak awal tahun 2003 untuk mencari cara-cara guna memberikan panduan dan arah strategis bagi para pengambil
keputusan di wilayah itu dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.21
Mewujudkan kebijakan ke dalam praktik
Dari semua kemajuan yang telah dicapai dalam pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam
pembangunan sampai saat ini, banyak yang berkaitan dengan perubahan kebijakan dan kelembagaan. Langkah
penting berikutnya adalah mengubah praktik-praktik pembangunan di negara-negara rawan bahaya. Sudah ada
beberapa prakarsa yang mendukung proses ini, termasuk:
 Pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional. Telah ada beberapa upaya awal untuk
mengembangkan panduan-panduan operasional dan perangkat-perangkat terkait untuk mendukung
pengarusutamaan risiko ke dalam penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara:
 Bank Pembangunan Karibia dan Komunitas Karibia (Caribbean Community/ CARICOM) telah mengembangkan
sebuah buku sumber untuk pemaduan bahaya-bahaya alam ke dalam pengkajian dampak lingkungan
(lihat Catatan Panduan 7).
 IDB telah mengembangkan sebuah daftar periksa tinjauan manajemen risiko untuk mendukung analisis
dan pengkajian tentang bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko terkait dalam program-program pinjamannya
(lihat Catatan Panduan 5, Kotak 2).
 Sebagai bagian dari Prakarsa Pengarusutamaan Pengurangan Bencana Global (Global Disaster Reduction
Mainstreaming Innitiative) (lihat bawah), dalam kerjasama dengan UN-ISDR, UNDP telah menghasilkan
sebuah panduan tentang pemaduan pengurangan risiko bencana ke dalam perangkat penyusunan program
PBB di tingkat negara, Pengkajian Bersama Lembaga-lembaga PBB tentang Situasi Negara (Common
Country Assessment/CCA) dan Kerangka Kerja Bantuan Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (United
Nations Development Assistance Framework/UNDAF) (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 4).
 Penyusunan dan penerapan indikator-indikator risiko bencana. Meningkatnya pengakuan akan pentingnya
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan yang lebih luas telah mendorong
beberapa lembaga internasional untuk mengembangkan indikator risiko di tingkat nasional dan sub-nasional,
termasuk Bank Dunia/ProVention, UNDP, IDB dan EC (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 2). Indikator-indikator
semacam ini disusun dengan tujuan untuk membantu para praktisi pembangunan guna menilai pentingnya
risiko bencana dalam keputusan-keputusan yang menyangkut penyusunan program dan perancangan proyek
di tingkat negara dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk meresponsnya. Sebagai contoh, dengan
didasarkan pada studi Bank Dunia/ProVention tentang ‘Wilayah-wilayah Rawan (Hotspots)’, situs web Bank Dunia
sekarang dilengkapi dengan sebuah instrumen interaktif berbasis peta yang mengidentifikasi wilayah-wilayah
geografis yang memiliki potensi risiko bencana yang relatif tinggi, untuk membantu para staf Bank Dunia dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya dalam menetapkan wilayah mana yang harus mereka prioritaskan dalam
investasi pengurangan risiko bencana dan untuk bisa memberi masukan yang lebih baik pada upaya-upaya
pembangunan.22 Indikator-indikator pengurangan risiko bencana juga menjadi alat kuantifikasi risiko yang
dapat digunakan dalam memantau dan mengevaluasi kinerja program.
 Pengembangan dan penyediaan bahan-bahan pelatihan. Berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan, termasuk DFID, IDB dan Bank Dunia, saat ini tengah mengembangkan bahan-bahan pelatihan
untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.
 Dukungan untuk Pemerintah. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga aktif mendukung
pemerintah-pemerintah dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan, strategi
dan kerja mereka. Misalnya, pada bulan September tahun 2006 Bank Dunia dan UN-ISDR meluncurkan sebuah
program baru, Fasilitas Global untuk Pengurangan Bencana dan Pemulihan (Global Facility for Disaster Reduction
and Recovery /GFDRR), yang memberikan hibah bantuan teknis bagi negara-negara rentan untuk mendukung
upaya peningkatan kapasitas dalam mengurangi dampak bencana serta bagi kemitraan di tingkat global maupun
21 African Union (2004).
22 Lihat http://geohotspots.worldbank.org/hotspot/hotspots/disaster.jsp
Catatan Panduan 1
11
regional yang mendukung program-program di tingkat nasional. UNDP juga tengah menjalankan program
Prakarsa Pengarusutamaan Pengurangan Bencana Global yang bertujuan untuk memadukan pengurangan
risiko bencana ke dalam rencana dan proses-proses kerja UNDP dan para mitra pembangunannya, dengan fokus
khusus pada tingkat negara.
Proyek ProVention dalam pengembangan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (Tools
for Mainstreaming Disaster Risk Reduction) turut berperan dalam proses ini, yaitu dengan memperluas kerja yang
tengah dilaksanakan dalam pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional agar bisa menyusun
serangkaian catatan panduan yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk memadukan analisis risiko bencana ke dalam alat-alat penyusunan program, penilaian proyek
dan evaluasi di tingkat negara. Catatan panduan ini merupakan bagian dari perangkat ProVention ini.
Proyek Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention
Rangkaian catatan panduan ProVention didasarkan pada sejumlah prinsip dasar yang berkaitan dengan hakikat
kerentanan terhadap bahaya alam dan pada temuan-temuan dari kajian-kajian terinci sebelumnya, yang
dilaksanakan sebagai bagian dari proyek ProVention untuk menyusun perangkat standar bagi lembaga-lembaga
pembangunan dalam merancang dan mengevaluasi proyek:23
 ­Kerentanan terhadap bahaya alam adalah sesuatu yang kompleks dan memiliki berbagai aspek, yang
membutuhkan analisis serta solusi yang berperspektif lingkungan hidup, ekonomi, sosial, kelembagaan dan
teknis dan oleh karenanya dibutuhkan alat-alat yang sesuai untuk mencapai ini.
 ­Perangkat alat dan panduan-panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada saat ini pada
umumnya hanya menilai risiko secara umum (risiko operasional, risiko finansial, risiko politik, dsb.), tetapi
biasanya hanya sedikit sekali mengulas isu-isu khusus yang berkaitan dengan bahaya.
 ­Sebagai akibatnya, bahaya-bahaya alam dan kerentanan yang berkaitan dengan bahaya tersebut jarang menjadi
bahan pertimbangan dalam merancang dan menilai proyek-proyek pembangunan bahkan di daerah-daerah
yang berisiko tinggi, kecuali dalam proyek-proyek yang memang dirancang khusus untuk mengurangi risiko.
 ­Banyak dari alat-alat penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada dapat dengan mudah disempurnakan
untuk menilai risiko bahaya alam yang dihadapi proyek-proyek di tingkat negara, sektor dan proyek potensial
yang berdiri sendiri, menurunkan informasi terinci tentang sifat dan tingkat risiko serta membantu menjamin
agar diambil langkah-langkah pengurangan risiko yang perlu.
 ­Secara kolektif perangkat-perangkat ini akan membantu para perencana proyek dan program dalam
mengeksplorasi isu-isu bencana dari sudut pandang dan bidang keahlian yang luas, sesuai dengan sifat
kerentanan yang multiaspek.
 ­Pada dasarnya menilai risiko bencana ataupun merancang dan mengevaluasi langkah-langkah untuk mengurangi
risiko sama sekali tidak sulit jika tugas ini didekati dengan seksama, dengan memanfaatkan pengetahuan dan
sumber daya yang memadai.
Oleh karenanya, serangkaian 14 catatan panduan (termasuk catatan panduan ini) dikembangkan bagi lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat dan panduan-panduan penyusunan
program, penilaian proyek dan evaluasi mereka untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
ke dalam pembangunan. Panduan-panduan ini sengaja disusun dalam bentuk catatan-catatan pendek dan praktis
yang akan melengkapi perangkat-perangkat panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang telah ada,
dan bukannya untuk menjadi panduan lengkap dan menyeluruh atas semua aspek yang dibahas dalam setiap
perangkat. Panduan-panduan ini secara khusus akan difokuskan pada di mana dan bagaimana memasukkan
pertimbangan-pertimbangan unsur bahaya ke dalam perangkat-perangkat yang akan dilengkapi, untuk menjamin
agar risiko bencana dan peluang-peluang untuk mengurangi kerentanan yang ada dipertimbangkan secara memadai
dan sistematis di negara-negara yang rawan bahaya.
Seperti telah diuraikan di muka, catatan-catatan panduan ini terutama diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan. Lingkup, tingkat rincian dan penekanan dari praktik-praktik penyusunan
program, penilaian proyek dan evaluasi tentunya berbeda antara satu lembaga dengan lainnya, tergantung bidang
spesialisasi, pendekatan pembangunan yang dianut dan besarnya bantuan yang mereka berikan. Catatan-catatan
panduan ProVention tidak dibuat secara khusus untuk lembaga pembangunan tertentu dan mungkin tidak akan
23 Benson and Twigg (2004).
12
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
dapat disesuaikan secara tepat dengan prosedur-prosedur khusus tertentu. Walaupun demikian, catatan-catatan
panduan ini dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Rangkaian catatan panduan ini juga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ikut ambil bagian dalam upaya
mengarusutamakan penyesuaian terhadap perubahan iklim ke dalam pembangunan. Seperti dinyatakan oleh
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD),
“Penyesuaian terhadap perubahan iklim perlu dipadukan ke dalam arus utama kebijakan ekonomi, proyek-proyek
pembangunan dan upaya-upaya bantuan internasional.”24 Catatan-catatan panduan ProVention mengidentifikasi
titik-titik masuk dalam perencanaan dan penyediaan bantuan pembangunan untuk mempertimbangkan dampak
bahaya-bahaya potensial pada pembangunan dan, sebaliknya pula, dampak kegiatan-kegiatan pembangunan
pada kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam. Titik-titik masuk ini juga relevan dengan upaya menjamin agar
pembangunan bersifat ramah lingkungan, turut membantu mengurangi emisi rumah kaca, dan agar pembangunan
menjadi lebih tangguh dalam menghadapi dampak-dampak perubahan iklim.
2. Rangkaian catatan panduan ProVention
Bagian berikut ini menguraikan maksud dan lingkup dari setiap catatan panduan dalam rangkaian Perangkat untuk
Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (yang dikemukakan oleh ProVention).
Gambar 1 menyajikan sebuah skema besar yang menunjukkan bagaimana catatan-catatan panduan saling
melengkapi dan secara kolektif mendukung pengarusutamaan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko
bencana ke dalam proyek-proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya (lihat juga Catatan Panduan
5, Tabel 1).25 Gambar ini juga memperlihatkan pengaruh-pengaruh penting lain yang turut menentukan kualitas
praktik manajemen risiko bencana karena faktanya proyek-proyek pembangunan tidak dirancang dan dilaksanakan
dalam sebuah ruang hampa. Faktor-faktor ini mungkin perlu diperkuat untuk membantu meningkatkan manajemen
risiko bencana (lihat Bagian 3).
Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan. Catatan awal ini menjabarkan pemikiran-pemikiran dasar yang
menjadi landasan rangkaian panduan, memperkenalkan catatan-catatan panduan dan menguraikan faktor-faktor
yang turut menentukan keberhasilan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan
praktik pembangunan.
Catatan Panduan 2: Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam. Catatan panduan kedua
difokuskan pada proses-proses dasar untuk mendapatkan dan menggunakan informasi tentang bahaya. Catatan ini
menjadi pilar utama rangkaian catatan panduan, yang membantu lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk mengidentifikasi tingkat keterpaparan terhadap bahaya di suatu negara atau wilayah tertentu
dan untuk menentukan apakah pengarusutamaan risiko bencana diperlukan atau tidak. Catatan panduan kedua
mencakup unsur-unsur dasar informasi tentang bahaya alam, letaknya dalam siklus perencanaan/manajemen
proyek, alat untuk mengumpulkan informasi, para penyedia informasi dan isu-isu yang harus dipertimbangkan
dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Karena bahaya alam yang ada sangat beragam dan metode
pengumpulan informasi dan data juga bermacam-macam, catatan ini semata-mata dimaksudkan hanya sebagai
sebuah pengantar ke dalam topik ini.
Catatan Panduan 3: Strategi Penanggulangan kemiskinan. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan kian menyesuaikan program-program mereka dengan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan
pemerintah negara yang mereka dukung. Sejalan dengan itu, upaya pengarusutamaan perlu dimulai dengan
kebijakan dan strategi-strategi pemerintah. Oleh karena itu, catatan panduan ini memuat pengintegrasian isuisu yang berkaitan dengan bahaya ke dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan (poverty reduction
strategies/PRSs)) – yang di banyak negara berpendapatan rendah menjadi alat perencanaan pembangunan yang
utama – dan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya di negara-negara yang rawan bahaya. Catatan
panduan ini diperuntukkan bagi pemerintah dalam menyusun PRSs dan bagi lembaga-lembaga internasional yang
bergerak dalam bidang pembangunan untuk membantu pemerintah dalam proses ini.
24 OECD (2006) hal. 1. Lihat juga HM Treasury and Cabinet Office (2006).
25 Catatan Panduan 14 (Dukungan anggaran) tidak disertakan di dalam Gambar 1 karena diagram ini difokuskan pada pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam proyek-proyek yang
berdiri sendiri.
Catatan Panduan 1
13
Catatan Panduan 4: Penyusunan program di tingkat negara. Semua lembaga internasional yang bergerak dalam
bidang pembangunan menerapkan sebuah kerangka program di tingkat negara atau wilayah yang digunakan
untuk menganalisis masalah, kebutuhan dan kepentingan-kepentingan, mengidentifikasi fokus sektoral dan bidang
kerja, serta menetapkan tingkat dan komposisi bantuan secara umum. Proses ini merupakan satu kesempatan
penting untuk mempertimbangkan risiko bencana secara strategis dan terkoordinasi, dengan mengeksplorasi
hakikat kerentanan yang kompleks, lintas bidang dan multiaspek serta mengidentifikasi solusi manajemen risiko
yang sesuai dan proaktif. Catatan panduan keempat dalam rangkaian ini mengulas topik ini dengan memberikan
panduan bagaimana menilai dan mempertimbangkan risiko bencana dalam penyusunan program tingkat negara
di negara-negara yang rawan bahaya. Panduan ini dimaksudkan sebagai petunjuk dasar yang umum bagi segala
jenis lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan, untuk melengkapi panduan-panduan
penyusunan program tingkat negara yang sudah ada.
Catatan Panduan 5: Manajemen siklus proyek. Catatan panduan ini menempatkan fokus perhatian pada
tingkat proyek-proyek yang berdiri sendiri dan dimulai dengan membahas beberapa pertanyaan umum tentang
pemaduan isu-isu manajemen risiko bencana ke dalam siklus proyek secara keseluruhan, khususnya pada tahaptahap perencanaan. Catatan akan menjelaskan pendekatan siklus proyek, memberikan panduan keseluruhan
untuk pengarusutamaan dan melihat beberapa perangkat terkait yang ada. Perangkat-perangkat semacam ini
melengkapi upaya untuk menyesuaikan perangkat penilaian tertentu yang umumnya digunakan dalam siklus
proyek untuk memasukkan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan bahaya. Catatan panduan ini
terutama diperuntukkan bagi mereka yang bekerja di lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan
terutama dalam hal perancangan dan manajemen proyek, tetapi juga relevan bagi staf kantor-kantor pemerintah
dan lembaga-lembaga swasta.
Catatan Panduan 6: Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil. Kerangka logis dan perangkat-perangkat
manajemen berbasis hasil digunakan secara luas untuk keperluan perancangan dan manajemen proyek secara
keseluruhan. Catatan ini memberikan panduan untuk mempertimbangkan secara sistematis isu-isu yang berkaitan
dengan bahaya dalam menerapkan perangkat-perangkat ini pada proyek-proyek di daerah-daerah rawan bahaya.
Catatan ini disusun bagi tim-tim yang bertugas untuk mempersiapkan proyek dan para pelaksana proyek dari
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan.
Catatan Panduan 7: Pengkajian lingkungan.26 Catatan panduan ini berfokus pada pengkajian lingkungan, salah
satu titik penting dalam perancangan proyek untuk menjajaki bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko yang berkaitan.
Bahaya alam sendiri adalah gejala lingkungan yang potensial merusak dan menganggu proyek, sementara itu,
kondisi lingkungan merupakan suatu faktor kunci yang menentukan kerentanan terhadap bahaya alam. Oleh karena
itu, catatan menyediakan panduan dalam menganalisis konsekuensi kerentanan yang dapat ditimbulkan proyek
melalui dampaknya pada lingkungan dan ancaman potensial terhadap proyek yang ditimbulkan bahaya alam.
Temuan-temuan dari analisis ini akan dimasukkan ke dalam bentuk-bentuk penilaian dan rancangan perekayasaan
yang relevan. Catatan panduan ini pertama-tama diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan, tetapi juga relevan bagi staf-staf pemerintah dan lembaga-lembaga swasta yang terlibat
dalam perancangan proyek.
Catatan Panduan 8: Analisis ekonomi. Lembaga-lembaga peminjaman multilateral rutin mengadakan beberapa
bentuk analisis ekonomi sebagai bagian dari proses penilaian proyek mereka. Catatan panduan ini menguraikan
bagaimana menganalisis risiko bencana dan pilihan-pilihan yang ada untuk mengurangi kerentanan di negaranegara yang rawan bahaya dengan menggunakan perspektif ini, dan untuk menjamin agar risiko bencana dan
pilihan-pilihan ini dipertimbangkan dengan memadai dan sistematis sesuai kebutuhan. Catatan panduan ini
diperuntukkan bagi para ahli ekonomi di lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan, untuk
melengkapi panduan-panduan analisis ekonomi yang mereka miliki. Catatan ini juga semakin luas digunakan untuk
membantu mendukung pengembangan sekumpulan bukti yang meyakinkan tentang manfaat ekonomis nyata dari
pengurangan risiko bencana. Miskinnya bukti-bukti semacam itu sekarang ini telah menjadi penghambat besar
dalam menggalang ketertarikan dan komitmen terhadap pengurangan risiko bencana karena tidak banyak yang
menyadari keuntungan ekonomis dari investasi semacam ini.
Catatan Panduan 9: Analisis kerentanan dan kapasitas. Catatan panduan ini merupakan yang pertama dari tiga
perangkat yang merupakan bagian berbagai macam perangkat untuk menilai proyek dari sudut pandang sosial yang
26 Catatan panduan ini disusun bersama oleh Konsorsium ProVention dan Bank Pembangunan Karibia (CDB). Bagian 2 disusun berdasarkan Sekretariat CDB dan CARICOM (2004).
14
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Strategi penanggulangan kemiskinan (CP 3) dan perangkat-perangkat perencanaan pembangunan lainnya
Analisis risiko bencana dipadukan ke
dalam kerja-kerja negara dan sektor
Strategi di tingkat
negara (CP 4)
Penyusunan program
di tingkat negara
Informasi tentang Bahaya (CP 2)
Analisis pemangku kepentingan
yang mencakup isu-isu PRB
Kebijakan-kebijakan PRB lembagalembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
Gambar 1 Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam proyek-proyek
pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya
Kebijakan, strategi dan
program-program PRB pemerintah
Strategi dan program-program PRB
lembaga-lembaga pembangunan lain
Pelajaran-pelajaran yang dapat
dipetik dari PRB sebelumnya
Analisis ekonomi yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan
PRB (CP 8)
Informasi tentang Bahaya (CP 2)
Pemaduan pertimbangan-pertimbangan
PRB ke dalam siklus proyek secara
keseluruhan (CP 5)
kerangka logis/analisis manajemen
berbasis hasil yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan PRB (CP 6)
Analisis lingkungan yang
mengandung pertimbanganpertimbangan PRB (CP 7)
Identifikasi, perancangan
dan penilaian proyek
Penilaian Proyek
Analisis sosial yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan PRB
(CP 9, 10 dan 11)
Perancangan konstruksi dan pemilihan
lokasi yang mengandung pertimbanganpertimbangan PRB (CP 12)
Program-program PRB lembaga-lembaga
pembangunan lain dan pemerintah
Perangkat hukum terkait PRB dan kapasitas implementasi negara penerima
(misalnya standar bangunan,
zonasi penggunaan lahan)
Pelajaran-pelajaran yang dapat
dipetik dari PRB sebelumnya
Anggaran Proyek
Pelaksanaan
Melanjutkan konsultasi-konsultasi antar
para pemangku kepentingan dalam PRB
Analisis pemangku kepentingan
atas aspek PRB dari proyek
Analisis dampak kejadian bencana
pada kinerja proyek maupun lingkungan
tempat proyek dilaksanakan
Evaluasi (CP 13)
Analisis keberlanjutan jangka panjang
proyek dihadapkan pada risiko bencana
Evaluasi
Pengkajian dan penyesuaian
kegiatan-kegiatan dan tujuan-tujuan
proyek jika terjadi bencana
Penegakan aturan standar bangunan dan
pemantauan standar-standar konstruksi
Pelaksanaan
Pemantauan risiko bencana
Analisis manfaat dan pencapaianpencapaian dari komponen PRB
Dampak dari proyek pada kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam
Catatan Panduan 1
15
biasa digunakan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Perangkat pertama ini memuat
penilaian dan analisis kerentantan dan kapasitas (vulnerability and capacity analysis/VCA), yang memperkenalkan
pendekatan-pendekatan dasar, menjelaskan bagaimana VCA dapat diintegrasikan ke dalam proses perencanaan
proyek dan, sebaliknya pula, memperlihatkan bagaimana bahaya dan bencana alam dapat diperhitungkan dalam
VCA. Isu kerentanan dan kapasitas warga dalam konteks bahaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam memahami dampak potensial kerentanan dan kapasitas serta dalam membuat pilihan-pilihan intervensi
pembangunan. Catatan panduan ini menekankan penggunaan VCA dalam proyek-proyek pembangunan, tetapi
pendekatan ini dapat juga digunakan dalam pengurangan risiko bencana dan pemulihan pascabencana. Catatan
ini diperuntukkan bagi staf dari berbagai disiplin.
Catatan Panduan 10: Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan. Pemikiran dan metode-metode penghidupan
yang berkelanjutan (Sustainable Livelihoods/SL) menawarkan perangkat analisis sosial kedua untuk mendukung
pemaduan bahaya alam dan risiko bencana yang berkaitan ke dalam perencanaan proyek pembangunan. Dengan
memberi penekanan pada kerentanan dan guncangan dari luar sebagai hal penting yang turut mempengaruhi
penghidupan, pendekatan SL memberi peluang yang baik untuk memasukkan kesadaran akan bahaya dan
bencana ke dalam perencanaan proyek. Catatan panduan ini akan secara ringkas memperkenalkan pemikiran SL
dan menjelaskan penerapannya pada proyek-proyek dan program, dengan penekanan khusus pada keterkaitannya
dengan bahaya dan bencana. Catatan akan meninjau metode-metode yang digunakan dalam pendekatan SL
untuk menilai bahaya, kerentanan dan risiko, dan membahas faktor-faktor lain dalam menerapkan SL ke dalam
manajemen siklus proyek.
Catatan Panduan 11: Pengkajian dampak sosial. Catatan panduan ketiga yang berkaitan dengan perangkat
penilaian sosial mengulas pengkajian dampak sosial (social impact assessment/SIA). SIA membantu mengidentifikasi
akibat-akibat sosial langsung maupun tak langsung dari risiko bencana dan memfasilitasi pengembangan mekanisme
mitigasi yang sesuai dan efektif yang memanfaatkan sumber-sumber daya komunitas dan menghargai reaksi mereka
terhadap kejadian-kejadian yang menimpa, dengan memberi pemahaman akan komunitas dan proses-proses sosial
mereka. Catatan panduan ini menguraikan pendekatan-pendekatan dan metode-metode utama yang digunakan
dalam SIA dan mengidentifikasi titik-titik masuk untuk memperkenalkan bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko yang
berkaitan. Catatan ini diperuntukkan bagi para perencana dan manajer proyek di lembaga-lembaga pembangunan
multilateral dan bilateral, departemen pemerintah di tingkat nasional maupun daerah, LSM dan lembaga-lembaga
swasta. Para pengguna termasuk juga mereka yang mengelola atau melaksanakan SIA, yang akan terbantu dalam
memasukkan risiko bencana ke dalam penilaian sosial mereka. Catatan panduan ini juga dapat dimanfaatkan
oleh mereka yang melakukan pengkajian-pengkajian risiko bencana untuk memahami bagaimana teknik SIA dapat
membantu pengkajian dan mitigasi risiko bencana.
Catatan Panduan 12: Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi. Hilangnya nyawa dan
kerugian ekonomi langsung yang ditimbulkan bencana alam sebagian besar diakibatkan secara langsung oleh
hancurnya bangunan; dan ini mencerminkan perancangan bangunan yang buruk dan seringkali juga penggunaan
lahan yang tidak semestinya. Catatan panduan ini berfokus pada perancangan konstruksi, standar bangunan dan
pemilihan lokasi, dan peran hal-hal ini dalam mengurangi risiko. Catatan memberi panduan umum untuk para
perancang bangunan profesional dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dalam hal
konstruksi infrastruktur baru, penguatan infrastruktur yang sudah ada dan rekonstruksi pascabencana di negaranegara rawan bahaya.
Catatan Panduan 13: Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana. Berbeda dengan catatan-catatan
panduan sebelumnya yang lebih bersifat sebagai perangkat penilaian proyek, catatan panduan ini merupakan
perangkat untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana. Tugas evaluasi merupakan sesuatu
yang menantang karena keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana pada akhirnya diukur berdasarkan sesuatu
– terjadinya sebuah bencana atau tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah bencana – yang sebenarnya
tidak terjadi. Catatan panduan ini menguraikan langkah-langkah utama dalam merencanakan evaluasi semacam
itu, mengumpulkan dan menganalisis data serta menggunakan hasilnya, dan membahas isu-isu pokok berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan ini. Catatan panduan ini diperuntukkan bagi para manajer program dan pengambil
keputusan di lembaga-lembaga yang terlibat dalam segala bentuk kegiatan pengurangan risiko bencana, baik yang
berdiri sendiri maupun dalam konteks program-program pembangunan atau pemulihan pascabencana. (Lihat juga
Kotak 3)
16
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 3
Buku Sumber ProVention untuk Pemantauan dan Evaluasi Pengurangan
Risiko
Proyek penyusunan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana juga telah
mengembangkan sebuah buku sumber berjudul Disaster Risk Reduction Monitoring and Evaluation Sourcebok
berbasis web. Buku Sumber ini melengkapi dan merinci lebih lanjut Catatan Panduan 13 tentang pemantauan
dan evaluasi, dengan memberi banyak contoh praktis pemantauan dan evaluasi serta rujukan ke bahan-bahan
acuan on-line yang berguna dan sebuah daftar pustaka publikasi-publikasi cetak yang berkaitan dengan topik
ini. Buku Sumber menguraikan latar belakang dari tujuan dan pendekatan-pendekatan umum pemantauan
dan evaluasi. Buku ini secara khusus juga memaparkan bagaimana pemantauan dan evaluasi program
pengurangan risiko bencana berbeda dari pemantauan dan evaluasi ‘normal’, termasuk sering diabaikannya
pemantauan dan evaluasi dalam banyak proyek pengurangan risiko bencana dan logika terbalik dalam
mengukur dampak dan manfaat pengurangan risiko bencana.
Topik-topik khusus yang diulas dalam buku sumber meliputi:
 Definisi dan peristilahan
 Tipologi program dan proyek-proyek pengurangan risiko bencana
 Ketersediaan sumber daya dan lingkup pemantauan dan evaluasi
 Pendekatan-pendekatan dan metode-metode spesifik dalam pengurangan risiko bencana, termasuk
pendekatan alternatif untuk mengukur pengurangan risiko bencana
 Pemilihan pendekatan dan indikator-indikator pengukuran
 Metode-metode pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif
 Pemrosesan dan analisis data
 Penulisan laporan dan presentasi hasil
 Ringkasan studi-studi kasus pemantauan dan evaluasi pengurangan risiko bencana
Buku Sumber dapat diakses di http://www.proventionconsortium.org/M&E_sourcebook
Catatan Panduan 14: Dukungan Anggaran. Catatan panduan terakhir membahas topik dukungan anggaran. Saat
ini tengah berlangsung pergeseran dari dukungan anggaran berbasis proyek ke arah dukungan anggaran yang
umum dan berbasis sektor. Pergeseran ini menawarkan peluang besar untuk mendukung pemerintah-pemerintah
dalam memperkuat ketangguhan negara mereka terhadap bahaya alam. Catatan ini memberi panduan tentang
bagaimana menjamin agar risiko bencana dikaji dengan memadai dan sistematis dalam pengembangan programprogram dukungan anggaran di negara-negara rawan bahaya dan agar pemerintah-pemerintah didorong dan
didukung dalam mengelola risiko bencana dengan sebaik mungkin dan dalam mengurangi kerentanan. Catatan
ini ditujukan bagi para staf lembaga-lembaga pembangunan yang terlibat dalam perancangan, pelaksanaan dan
evaluasi dukungan anggaran.
3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
Pengembangan panduan-panduan praktis untuk memadukan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam
program-program di tingkat negara, perancangan dan evaluasi proyek dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan hanyalah merupakan salah satu langkah dari rangkaian langkah yang dibutuhkan untuk
menjamin pengarusutamaan di negara-negara yang rawan bahaya. Seperti telah disebutkan di muka, beberapa
kegiatan tertentu lainnya juga tengah dipersiapkan. Kegiatan-kegiatan ini dan beberapa langkah penting lebih
lanjut akan diuraikan berikut ini dan ringkasannya disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 kegiatan-kegiatan
tersebut disajikan sebagai langkah-langkah berurutan, walau pada praktiknya antara satu tahap dengan tahap
lainnya seringkali saling tumpang tindih.
Langkah 1. Peningkatan kesadaran
 Penghargaan dan pemahaman akan keterkaitan antara pengurangan risiko bencana dan pembangunan
berkelanjutan. Peningkatan kesadaran akan pentingnya mengkaji dan bila perlu memusatkan perhatian pada
risiko bencana adalah sesuatu yang penting, baik bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga yang bergerak
Catatan Panduan 1
17
dalam bidang pembangunan, dalam memperjuangkan pembangunan berkelanjutan dan penanggulangan
kemiskinan.
 Akuntabilitas. Di atas segalanya, yang terpenting adalah bahwa lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan dan pemerintah-pemerintah perlu lebih bertanggung gugat atas hilangnya jiwa manusia serta
kerugian-kerugian fisik dan ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana. Kerugian-kerugian semacam ini lebih
menjadi tanggung jawab negara dan pemerintah daripada lembaga-lembaga pembangunan. Walaupun begitu,
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan bertanggung gugat untuk menjaga agar sumbersumber daya mereka dimanfaatkan dengan efektif dan bertanggung jawab. Sementara itu, pemerintah perlu
lebih bertanggung jawab atas kerentanan negara dan warga mereka dan perlu aktif mengupayakan pengurangan
risiko.
1
Peningkatan kesadaran
2
Lingkungan yang mendukung
3
Pengembangan alat-alat
4
Pelatihan dan dukungan teknis
5
Perubahan dalam praktik operasional
6
Pengukuran kemajuan
7
Pembelajaran dan berbagi pengalaman
Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik
Gambar 2 Langkah-langkah menuju pengarusutamaan yang berhasil
Langkah 2. Lingkungan yang mendukung
 Kebijakan-kebijakan, strategi dan kapasitas kelembagaan yang memadai dari lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan. Kebijakan-kebijakan dan strategi besar dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan perlu sungguh-sungguh memperhatikan pengurangan risiko bencana, memperlakukannya sebagai
sebuah isu pembangunan dan bukan semata memandang hal tersebut sebagai tanggung jawab departemen
urusan kemanusiaan saja. Kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi yang telah diperbaiki perlu dicerminkan
lebih lanjut dalam pengaturan kelembagaan yang sesuai.
 Pemrioritasan pengurangan risiko bencana oleh pemerintah. Sejalan dengan kian disesuaikannya maksud dan
tujuan-tujuan lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dengan strategi-strategi pembangunan
nasional dan penanggulangan kemiskinan, pemerintah sendiri harus memprioritaskan pengurangan risiko
sebagai suatu tantangan pembangunan utama di negara-negara yang rawan bahaya dan mengembangkan
kebijakan-kebijakan, kemampuan serta pengaturan hukum dan kelembagaan yang relevan. Lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menjajaki insentif-insentif untuk mendorong pemerintahpemerintah ke arah ini.
Langkah 3. Pengembangan perangkat-perangkat
 Perangkat penyusunan, penilaian dan evaluasi program dibutuhkan untuk mengkaji proyek-proyek di tingkat
negara, sektor dan proyek individual yang menghadapi risiko bahaya alam, untuk menyajikan informasi terinci
tentang sifat dan tingkat risiko serta untuk menjamin agar diambil langkah-langkah pengurangan risiko yang
sesuai.
18
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 4. Pelatihan dan dukungan teknis
 Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menyediakan pelatihan dan dukungan
teknis internal untuk membantu pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko ke dalam pembangunan.
Langkah 5. Perubahan dalam praktik operasional
 Penilaian awal. Isu-isu yang berkaitan dengan bahaya perlu dipertimbangkan mulai dari tahap-tahap sangat awal
dari penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara sehingga dapat diperhitungkan dengan
menyeluruh dan sistematis serta dapat diatasi sesuai kebutuhan. Strategi-strategi di tingkat negara dan analisisanalisis lingkungan yang terkait (lihat Catatan Panduan 4) harus menunjukkan negara-negara mana saja yang
membutuhkan pengarusutamaan.
 Informasi pendukung yang memadai. Untuk dapat memperoleh gambaran risiko bencana yang lengkap dan
akurat serta solusinya yang sesuai, dibutuhkan informasi yang cukup. Negara-negara sasaran program perlu
didukung dalam memperkuat basis informasi mereka – misalnya saja, dalam meningkatkan pengumpulan dan
analisis data yang berkaitan dengan bahaya (lihat Catatan Panduan 2).
 Minimalisasi biaya. Analisis risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam penyusunan program dan perancangan
proyek di tingkat negara dengan biaya seekonomis mungkin. Dalam hal ini, pemusatan informasi yang relevan
dan analisis terkait di dalam komunitas-komunitas yang bergerak dalam bidang pembangunan dan di dalam
pemerintah sendiri dapat membantu.
 Perlakuan atas risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya rendah, tetapi dapat berdampak tinggi. Bahaya-bahaya
yang berkaitan dengan iklim kemungkinan besar akan diidentifikasi sebagai risiko yang potensial karena bahayabahaya semacam ini dapat terjadi berulang-ulang dalam kurun waktu yang singkat. Bahaya-bahaya seperti ini
memiliki peluang terjadi yang lebih tinggi selama pelaksanaan proyek atau strategi di tingkat negara. Sebaliknya,
risiko-risiko yang berasal dari bahaya gempa bumi dan kegiatan gunung berapi, yang kurun waktu berulangnya
lebih panjang, mungkin menjadi kurang begitu dipertimbangkan. Namun demikian, bahkan bila perhitungan
ekonomi diabaikan, sangat penting untuk menjaga agar risiko-risiko gempa bumi dan gunung berapi tetap
diperhitungkan dengan memadai dari segi keamanan, mengingat semua manusia memiliki hak asasi atas
keamanan dan perlindungan.
 Konsultasi yang transparan, melibatkan semua pihak terkait dan bertanggung gugat. Proses konsultasi harus
memberdayakan kaum miskin dan kelompok-kelompok marjinal, yang seringkali merupakan juga kelompok
yang paling rentan terhadap bahaya alam, dan harus menjamin agar kepentingan mereka dipertimbangkan
dengan memadai dan hak-hak mereka dilindungi.
 Melindungi dan memelihara investasi pembangunan dengan memadai. Agar tingkat ketahanan terhadap bahaya
dari investasi-investasi pembangunan tetap dapat dipertahankan sesuai rancangan awal, perlu ada mekanisme
untuk menjamin agar investasi pembangunan dilindungi dengan memadai dan selalu berada dalam kondisi
yang baik.
Langkah 6. Pengukuran kemajuan
 Sasaran-sasaran pengurangan bencana yang telah disepakati secara internasional atau pertimbanganpertimbangan pengurangan risiko bencana harus secara eksplisit dimasukkan ke dalam Tujuan-tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), untuk memberikan arah dasar yang sama bagi lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan dan pemerintah-pemerintah untuk mengukur kemajuan upaya-upaya
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana.
Langkah 7. Pembelajaran dan berbagi pengalaman
 Mereka yang bergerak dalam bidang pembangunan beserta para pemangku kepentingan lainnya harus
mengusahakan adanya upaya terpadu untuk memantau, saling berbagi dan belajar dari pengalaman mereka
dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.
Kotak 5
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Catatan Panduan 1
19
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.27
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADB. Disaster and Emergency Assistance Policy. R-paper. Manila: Asian Development Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www.
adb.org/Documents/Policies/Disaster_ Emergency/default.asp#contents
African Union. Programme of Action for the Implementation of the Africa Regional Strategy for Disaster Risk Reduction. Addis
Ababa: African Union, 2004. Dapat diakses di http://www.africa-union.org/Agriculture/Disaster_Risk_Reduction/Programme_of_
Action.doc
Benson, C. and Twigg, J. Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation.
Geneva: ProVention Consortium, 2004. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools.
CDB and CARICOM Secretariat. Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA):
NHIA-EIA Sourcebook. Bridgetown, Barbados: Caribbean Development Bank and Caribbean Community Secretariat, 2004. Dapat
diakses di http://www.caribank.org/Projects.nsf/NHIA/$File/NHIA-EIA_Newsletter.pdf?OpenElement
DFID. Reducing the Risk of Disasters – Helping to Achieve Sustainable Poverty Reduction in a Vulnerable World: A Policy Paper.
London: Department for International Development (UK), 2006. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/disasterriskreduction-policy.pdf
27 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
20
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
HM Treasury and Cabinet Office. Stern Review on the Economics of Climate. London: Her Majesty’s Treasury and Cabinet Office
(UK), 2006. Dapat diakses di: http://www.sternreview.org.uk
Holloway, A. and Pelling, M. Legislation for mainstreaming disaster risk reduction. Teddington, UK: Tearfund, 2006. Dapat diakses
di: http://tilz.tearfund.org/Research/Climate+change+and+disasters+policy
IDB. Draft Disaster Risk Management Policy. Washington, DC: Inter-American Development Bank, 2006. Dapat diakses di: http://
www.iadb.org/sds/doc/ENV-DraftDRMPolicy-E.pdf
La Trobe, S. and Davis, I. Mainstreaming disaster risk reduction: a tool for development organisations. Teddington, UK: Tearfund,
2005. Dapat diakses di: http://tilz.tearfund.org/Research/Climate+change+and+disasters+policy
Kratt, P. Reducing the risk of disasters: Sida’s effort to reduce poor people’s vulnerability to hazards. Report number SIDA22204en.
Stockholm: Swedish International Development Cooperation Agency (Sida), 2005. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/
jsp/download.jsp?f=SIDA22204en_web.pdf&a=17204
OECD. Putting Climate Change Adaptation in the Development Mainstream. Policy Brief. Paris: Organisation for Economic Cooperation and Development, 2006. Dapat diakses di: http://www.oecd.org/dataoecd/57/55/36324726.pdf
UNDP and UN/ISDR. Integrating Disaster Risk Reduction into CCA and UNDAF: Guidelines for Integrating Disaster Risk Reduction
into CCA/UNDAF. Geneva: United Nations Development Programme and United Nations International Strategy for Disaster
Reduction Secretariat, 2006. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/risk-reduction/sustainable-development/cca-undaf/
cca-undaf.htm#2-3
UN/ISDR. Hyogo Framework for Action 2005–2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. World
Conference on Disaster Reduction, 18–22 January 2005, Kobe, Hyogo, Japan. Geneva: United Nations International Strategy for
Disaster Reduction, 2005. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/hfa/hfa.htm
World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development – An IEG Evaluation of World Bank: Assistance for Natural Disasters. Washington,
DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/report.
html
World Bank and UN/ISDR. Global Facility for Disaster Reduction and Recovery: A partnership for mainstreaming disaster mitigation
in poverty reduction strategies. Washington, DC and Geneva: World Bank and United Nations International Strategy for Disaster
Reduction, 2006. Dapat diakses di: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTURBANDEVELOPMENT/EXTDISMGMT/
0,,contentMDK:21021166~menuPK:2848225~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:341015,00.html
Catatan Panduan ini disusun oleh Charlotte Benson. Rangkaian catatan panduan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan
Risiko Bencana dikembangkan oleh Charlotte Benson (Independen) dan John Twigg (Benfield Hazard Research Centre). Para pengarang
menyampaikan terima kasih kepada Tim Penasihat Proyek atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan
rangkaian ini: Margaret Arnold (Bank Dunia), Steve Bender (Independen), Yuri Chakalall (CIDA), Olivia Coghlan (DFID), Seth Doe Vordzorgbe
(Independen), Fenella Frost (UNDP), Niels Holm-Nielsen (Bank Dunia), Kari Keipi (IDB), Sarah La Trobe (Tearfund), Praveen Pardeshi
(UN-ISDR), Cassandra Rogers (IDB), Michael Siebert (GTZ), Clairvair Squires (Carribean Development Bank), Jennifer Worrell (UNDP) dan
Roger Yates (ActionAid). Terima kasih secara khusus disampaikan kepada para anggota dan mantan anggota Sekretariat Konsorsium
ProVention: David Peppiatt (mantan Kepala, sekarang bekerja di Palang Merah Inggris), Bruno Haghebaert, Ian O’Donnell, Maya Schaerer
dan Marianne Gemin. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada
(CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama
Pembangunan Internasional Swedia (SIDA). Para pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di
dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim
Penasihat proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Versi lengkap rangkaian catatan panduan ini berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John Twigg,
Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.
proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Mengumpulkan dan Menggunakan
Informasi tentang Bahaya-Bahaya Alam
Catatan Panduan 2
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Pengumpulan dan pemanfaatan informasi tentang bahaya merupakan bagian dari banyak alat perencanaan proyek
dan program. Catatan panduan ini menguraikan proses-proses dasar untuk memperoleh dan menggunakan informasi
semacam itu. Catatan ini mencakup unsur-unsur penting dari informasi tentang bahaya-bahaya alam, letaknya dalam
perencanaan/siklus manajemen proyek, alat-alat untuk mengumpulkan informasi, pihak-pihak yang menyediakan
informasi dan isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Catatan ini hanya
akan menjadi semacam pengantar karena beragamnya bencana alam dan jenis-jenis metode pengumpulan data dan
informasi yang berkaitan dengan masing-masing bencana alam ini, (lihat Bacaan lebih lanjut).
1. Pengantar
Berbagai bahaya alam mengancam kehidupan dan pembangunan (lihat Tabel 1). Dengan memahami dan
mengantisipasi kejadian-kejadian bahaya di masa mendatang, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang pembangunan dapat mengurangi risiko bencana. Kegagalan dalam memahami dan
mengantisipasi bahaya dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi program-program dan proyekproyek pembangunan (lihat Kotak 1). Namun, para perencana pembangunan seringkali tidak mempertimbangkan
bahaya alam dengan memadai, dan manajemen risiko bencana seringkali dilaksanakan secara terpisah dari kegiatan
pembangunan. Bahkan jika pun aspek bahaya menjadi sesuatu yang diperhitungkan, pengkajian tentang bahaya
yang sungguh-sungguh sering dianggap terlalu memakan biaya dan menghabiskan waktu.
Para perencana dan pengelola program dan proyek harus memahami sifat, lokasi, frekuensi dan besarnya bahaya
serta dampak potensial bahaya pada harta benda dan jiwa manusia. Mereka harus memahami bahaya mana
saja yang dapat menimbulkan risiko di wilayah kerja mereka dan sifat utama dari bahaya-bahaya tersebut. Para
perencana dan penngelola program tidak perlu menjadi ahli dalam bidang bahaya, walau mungkin suatu ketika
akan perlu bekerja sama dengan para ahli dalam bidang ini dan, oleh karenanya, harus mengetahui bagaimana
mengidentifikasi dan berhubungan dengan para ahli dalam bidang ini.
Tabel 1 Jenis-jenis bahaya alam
Jenis
Uraian
Contoh
Hidro-meteorologis
Proses-proses alam atau gejala-gejala  Banjir, aliran debu dan lumpur
yang berkaitan dengan atmosfer, air,  Topan tropis, badai, angin, hujan dan
laut atau cuaca
bentuk-bentuk badai yang besar, badai
salju, petir
 Kekeringan, meluasnya gurun, kebakaran
hutan, suhu udara yang ekstrem, badai
pasir atau debu
 Guguran salju
Catatan Panduan 2
23
Geologis
Proses-proses atau gejala-gejala
bumi yang alamiah
 Gempa bumi, tsunami
 Kegiatan dan letusan gunungapi
 Pergerakan tanah, tanah longsor, batuan
longsor, liquefaksi, pergeseran bawah
laut
 Runtuhnya permukaan tanah, kegiatan
patahan geologis
Biologis
Proses-proses yang dipicu oleh
organisme atau yang dibawa oleh
vektor-vektor biologis, termasuk
keterpaparan pada kuman yang
membawa penyakit, racun dan
bahan-bahan bioaktif
 Merebaknya wabah penyakit, penularan
atau hama meluas yang disebabkan oleh
tumbuhan atau hewan
Sumber: Dimodifikasi dari UN-ISDR (2004), hal. 39.
Kotak 1
Beberapa dampak penggunaan dan pengabaian informasi tentang bahaya
dalam perencanaan pembangunan
Sebuah penelitian pada tahun 2003 mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi erosi pantai sepanjang 60
kilometer garis pantai La Union di Filipina. Data yang ekstensif dikumpulkan tentang pengaruh gelombang
dan angin (termasuk topan), kemiringan lereng, gempa bumi dan penurunan permukaan tanah terkait, lapisan
bawah pantai, ada dan tidak adanya penyangga alam seperti hutan bakau dan terumbu karang, pergeseran
posisi muara sungai, penambangan dan penggunaan lahan untuk keperluan lain, serta struktur perlindungan
pantai. Sebagai tindak lanjut dari temuan-temuan penelitian ini, pemerintah memutuskan untuk merelokasi
permukiman dan sekolah-sekolah, merancang ulang struktur pantai dan merehabilitasi hutan bakau.
Pada tahun 1987 sebuah laporan yang disusun untuk pemerintah Montserrat di pulau Karibia mengingatkan
akan risiko-risiko yang ditimbulkan gunungapi Soufrière Hills terhadap ibukota, Plymouth, dan banyak
fasilitas lain yang terletak di bagian selatan pulau. Laporan tersebut diabaikan dan pembangunan dilanjutkan,
walaupun luasnya kehancuran bangunan-bangunan akibat Badai Hugo pada tahun 1989 memberikan
kesempatan untuk mengadakan perubahan. Serangkaian letusan yang dimulai pada tahun 1995 menimpa
wilayah-wilayah di bagian selatan pulau. Sebagian besar wilayah ibukota hancur dan banyak fasilitas lain,
termasuk bandar udara, tidak dapat digunakan lagi. Tiga perempat dari penduduk yang tersisa, dan sebagian
besar fasilitas penting, harus direlokasi secara permanen. Lebih dari 60 persen wilayah daratan dari pulau
tersebut sekarang secara resmi ditetapkan sebagai daerah yang tidak aman untuk tempat tinggal atau kegiatan
manusia.
Sumber: Berdin, R. et al. ‘Coastal erosion vulnerability mapping along the Southern coast of La Union, Philippines’. Dalam Konsorsium
ProVention, Applied Research Grants for Disaster Risk Reduction: Global Symposium for Hazard Risk Reduction, July 26-28 2004. Geneva:
ProVention Consortium, 2004, hal 51–68. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/ pdfs/AG/berdin.pdf;
Siringan, F.P. et al. ‘A challenge for coastal management: large and rapid shoreline movements in the Philippines’. Dalam UN-ISDR, Know
Risk. Jenewa: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005, hal. 218–219; Clay, E. et al. An Evaluation of HMG’s Response
to the Montserrat Volcanic Emergency. 2 vols. London: Department of International Development (UK), 1999.
24
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
2. Informasi tentang bahaya alam: unsur-unsur
penting
Informasi tentang bahaya alam membantu para perencana proyek untuk:
 mengenali dan memahami bahaya-bahaya alam di daerah sasaran proyek;
 mengidentifikasi kesenjangan dalam hal pengetahuan;
 mengidentifikasi risiko-risiko bahaya-bahaya alam yang dihadapi proyek saat ini dan di masa yang akan datang;
dan
 mengambil keputusan-keputusan dalam hal bagaimana menangani risiko-risiko tersebut.
Informasi berikut ini tentang ciri-ciri utama bahaya-bahaya alam diperlukan untuk mengidentifikasi bahaya di masa
lampau dan sekarang, dan potensi bahaya di masa mendatang serta dampak-dampak yang dapat ditimbulkan:
 Tempat dan tingkat cakupan bahaya. Apakah daerah sasaran program atau proyek terkena dampak satu bahaya
alam atau lebih, apa jenis bahaya alam tersebut, dan di mana?
 Frekuensi dan tingkat kemungkinan terjadinya bahaya. Seberapa sering bahaya dapat terjadi (baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang)?
 Kekuatan/tingkat keparahan. Seberapa besar kejadian bahaya dapat muncul (misalnya tingkat banjir; kecepatan
angin dan volume/curah hujan selama badai; tingkat besarnya dan kekuatan gempa bumi)?
 Lama waktu. Berapa lama kejadian bahaya akan berlangsung (dari hanya beberapa detik atau menit dalam hal
gempa bumi sampai beberapa bulan atau bahkan tahun dalam hal kekeringan)?
 Kemungkinan untuk dapat diramalkan sebelumnya. Seberapa dapat diandalkan perkiraan kita akan kapan dan di
mana kejadian bahaya akan berlangsung?
Informasi tentang kecepatan mulainya sebuah kejadian bahaya sangat penting untuk kesiapsiagaan terhadap
bencana dan sistem peringatan dini, dan juga dapat bermanfaat untuk keperluan perencanaan (misalnya saja
dalam merencanakan rute-rute evakuasi yang aman).
Para perencana proyek juga harus sadar akan:
 bahaya-bahaya sekunder yang dapat ditimbulkan oleh sebuah kejadian bahaya (misalnya, tanah longsor yang
dipicu oleh gempa bumi atau hujan deras; kebakaran gedung-gedung yang diakibatkan oleh gempa bumi;
bobolnya waduk karena banjir);
 bahaya di luar daerah sasaran proyek yang dapat berpengaruh pada proyek (contohnya bahaya yang menyebabkan
matinya listrik atau macetnya pasokan bahan baku, masyarakat yang terpaksa mengungsi); dan
 bagaimana kejadian bahaya terjadi, termasuk tidak hanya proses-proses fisik alam, tetapi juga dampak kegiatankegiatan manusia yang menimbulkan atau memperburuk bahaya (penggundulan hutan, misalnya, menimbulkan
ketidakstabilan lereng dan selanjutnya dapat menyebabkan tanah longsor).
Dampak potensial proyek sendiri pada bahaya yang ada atau bahaya yang mungkin timbul biasanya ditangani
melalui pengkajian dampak lingkungan dan dampak sosial (lihat Catatan Panduan 7 dan 11), tetapi hal ini
merupakan suatu isu penting yang harus dikaji dalam perencanaan proyek, dengan memasukkan langkah-langkah
mitigasi yang sesuai ke dalam rancangan proyek.
Bahaya adalah gejala yang tidak statis dan keterpaparan terhadap risiko bahaya akan berubah seiring dengan waktu.
Oleh karena itu, kita harus memahami perubahan-perubahan risiko bahaya di masa yang akan datang dalam kurun
waktu tertentu, sehingga pengkajian tentang bahaya lebih bersifat “kemungkinan” daripada pengkajian tentang
bahaya “normatif” yang didasarkan pada kondisi-kondisi saat ini. Hal ini terutama berlaku pada perubahan iklim,
yang dapat menimbulkan akibat yang besar pada pola-pola dan kecenderungan bahaya dan bencana-bencana
alam. Patut diperhatikan juga bahwa bahaya dapat membawa akibat yang positif maupun negatif (banjir, misalkan
saja, dapat meninggalkan endapan lumpur yang subur).
Informasi tentang bahaya harus dimanfaatkan untuk mendukung pengambilan keputusan tentang bagaimana
proyek akan mengelola bahaya yang telah teridentifikasi. Jika ancaman dianggap tidak berarti, rancangan proyek
tidak perlu diubah. Bila ancaman tersebut tergolong parah, para perencana dapat saja memutuskan untuk tidak
melanjutkan di tempat itu. Di antara kedua keputusan ini, para perencana dapat mempersiapkan berbagai
jenis langkah mitigasi fisik maupun nonfisik untuk melindungi proyek atau program dan kelompok-kelompok
sasarannya.
Catatan Panduan 2
25
Proses penilaian (atau persiapan) proyek mencakup pengkajian atas sejumlah faktor (lingkungan, sosial, ekonomi,
dsb.) dan bahaya. Proyek dapat saja memiliki beberapa tujuan yang saling bersaing yang harus diseimbangkan. Oleh
karenanya, untuk setiap kasus para perencana harus menyepakati dengan jelas dan terbuka seberapa besar bobot
yang akan diberikan pada bahaya tertentu dalam rancangan yang ditetapkan.
3. Penggunaan informasi tentang bahaya dalam
siklus proyek
Pengumpulan dan analisis data tentang bahaya harus dimulai sedini mungkin dalam tahapan siklus proyek dan
dilanjutkan pada proses perencanaan, sehingga dapat menghasilkan informasi yang lambat laun akan semakin
terinci (untuk informasi lebih lanjut tentang siklus proyek, lihat Catatan Panduan 5).
Bahaya yang signifikan harus dikenali seawal mungkin dalam siklus, selama tahap identifikasi proyek. Jika ada
bahaya bermakna yang dapat teridentifikasi, kita membutuhkan pengumpulan dan analisis informasi lebih lanjut.
Dalam tahap-tahap identifikasi dan penilaian proyek, pengumpulan dan interpretasi informasi tentang bahaya
biasanya menjadi bagian dari (atau dimasukkan ke dalam) kegiatan-kegiatan penilaian proyek mendasar lainnya,
terutama analisis risiko, pengkajian kerentanan dan pengkajian lingkungan (lihat Catatan Panduan 6, 7 dan
9). Pengumpulan dan interpretasi informasi tentang bahaya dapat juga dipadukan ke dalam berbagai metode
pengkajian sosial dan ekonomi (lihat Catatan Panduan 8, 10 dan 11) dan ke dalam keputusan-keputusan tentang
rancangan konstruksi serta pemilihan lokasi (lihat Catatan Panduan 12). Penting untuk dijaga agar informasi dan
pengkajian tentang bahaya tidak berdiri sendiri, tetapi dipadukan sepenuhnya ke dalam perangkat perencanaan
lainnya ini.
Jumlah informasi yang dibutuhkan dan bentuknya (termasuk tingkat ketepatan, kecepatan pengumpulan data dan
lingkupnya) akan berbeda sesuai sifat bahaya dan jenis proyek, serta sesuai dengan tahap perencanaan dan jenis
instrumen pengkajian yang digunakan (lihat Bagian 4).
Tabel 2 menyajikan sebuah model untuk memadukan pertanyaan-pertanyaan dan keputusan-keputusan berkaitan
dengan bahaya ke dalam siklus proyek (patut diperhatikan bahwa pemantauan bahaya dan pemutakhiran informasi
terus dilanjutkan setelah pelaksanaan proyek dimulai).
26
Sehubungan dengan proyek-proyek yang berdiri sendiri, tidak hanya kejadian bahaya berskala besar (misalnya gempa bumi besar) yang dapat mempengaruhi proyek secara bermakna. Bahaya
berskala kecil dan terjadi di lokasi yang terbatas (seperti banjir dan tanah longsor) dapat juga menjadi penting untuk diperhatikan apabila terjadi berulang-ulang dan meluas di daerah sasaran
proyek.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Tabel 2 Pemaduan informasi tentang bahaya ke dalam siklus proyek
Tahap siklus
proyek
Penyusunan
Program
Identifikasi
Penilaian/
persiapan/
penyusunan
Pelaksanaan
Evaluasi
Menyusun panduan dan prinsipprinsip umum; menyetujui
fokus sektoral dan tematik;
menyusun garis besar gagasangagasan umum
Panduan dan prinsip-prinsip
untuk mengidentifikasi kebutuhan
informasi tentang bahaya alam
dan merancang pendekatan untuk
mendapatkan serta menggunakannya
Panduan bagi tim perencana dalam
hal pendekatan untuk mendapatkan
serta menggunakan informasi tentang
bahaya-bahaya alam
 Melakukan analisis
pemangku kepentingan
 Mengidentifikasi dan
menyaring gagasan-gagasan
untuk proyek
 Memutuskan pilihan mana
yang akan dikembangkan
lebih lanjut
 Mengidentifikasi daerah-daerah
sasaran dan karakteristik
lingkungan daerah-daerah
tersebut
 Mengumpulkan informasi dasar
termasuk data-data bahaya
alam
 Menentukan tingkat bahaya
alam di daerah dan yang
mempengaruhi daerah-daerah
sasaran proyek
 Kesadaran akan bahaya-bahaya
alam yang signifikan di daerah
sasaran proyek
 Pemahaman akan kesenjangan
dan kebutuhan informasi
 Ketentuan dibuat untuk
mendapatkan informasi semacam
itu
 Mempelajari seluruh aspek
signifikan dari gagasan
 Mengembangkan kerangka
logis atau kerangka
perencanaan berbasis hasil
 Menyusun kegiatan dan
jadwal pelaksanaan
 Menghitung masukan yang
dibutuhkan
 Memutuskan untuk
melanjutkan proyek atau
tidak
 Informasi terinci tentang
bahaya, kerentanan dan risiko
 Persiapan penilaian bahaya,
kerentanan dan risiko
 Produksi peta-peta bahaya dan
penggunaan lahan
 Pengkajian tingkat
kemungkinan proyek berjalan
secara teknis, sosial dan
ekonomi
 Pengetahuan akan lokasi, tingkat
keganasan, tingkat kemungkinan
terjadi dan sifat-sifat pokok lain
dari bahaya-bahaya alam dalam
satu periode waktu tertentu di
daerah sasaran proyek
 Identifikasi lokasi-lokasi yang
rawan: permukiman, fasilitas
produksi, fasilitas-fasilitas penting
 Identifikasi isu-isu dan hambatan
yang berkaitan dengan bahayabahaya utama yang dapat
mempengaruhi proyek
 Penentuan kerusakan yang dapat
timbul pada manusia, harta
milik/sarana, kegiatan-kegiatan
ekonomi dan gangguan pada
rencana-rencana implementasi
 Pemilihan pilihan-pilihan yang
terbaik bagi proyek
 Pengembangan strategi-strategi
mitigasi
 Pelaksanaan kegiatankegiatan proyek
pembangunan yang
direncanakan
 Pemantauan rutin atas dampak
bahaya-bahaya alam pada
proyek dan penerima manfaat
proyek
 Pengadopsian langkah-langkah
mitigasi risiko dan pengurangan
kerentanan (termasuk
kesiapsiagaan dan rencana
tanggap darurat)
 Modifikasi rancangan dan
rencana-rencana pelaksanaan
proyek jika dibutuhkan
 Penilaian pencapaianpencapaian dan dampak
 Mengkaji asumsi-asumsi
perencanaan yang berkaitan
dengan dampak bahaya-bahaya
alam yang mungkin menimpa
proyek
 Keputusan untuk melanjutkan,
mengubah atau menghentikan
proyek
 Kesimpulan-kesimpulan turut
dipertimbangkan dalam
aluasi
Diadaptasi dan dikembangkan dari: OAS (1991), hal. 1/17–1/22.
Catatan Panduan 2
27
4. Informasi tentang bahaya: kebutuhan, jenis dan
sumber
Kebutuhan dan jenis informasi
Para perencana biasanya menggunakan berbagai jenis data tentang bahaya, tergantung sifat proyek dan bahayabahaya yang terkait, dan kemudahan mengakses serta ketersediaan data. Banyak dari informasi ini merupakan
informasi ilmiah yang berisi data-data keruangan (spasial) dan angka (numerik) yang berkaitan dengan bahaya,
terutama dalam bentuk peta-peta (lihat Kotak 2), pemantauan rutin, laporan-laporan penelitian ilmiah dan survei
lapangan. Teknologi-teknologi baru seperti penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis (GIS) telah
mengubah secara mendasar kemampuan dalam melakukan analisis bahaya. Data-data semacam itu dapat juga
dipergunakan untuk menyusun model-model kejadian bahaya yang potensial.
Kotak 2
Peta bahaya
Pemetaan adalah sebuah perangkat yang penting dalam identifikasi dan pengkajian tentang bahaya. Peta
dapat dengan akurat merekam lokasi, dampak yang mungkin timbul dan tingkat kemungkinan terjadinya
bahaya, serta menyajikan informasi ini dengan jelas dan mudah dipahami. Skala atau tingkat keterincian
peta dapat dibuat sesuai kebutuhan, sehingga peta dapat berguna untuk perencanaan di tingkat nasional
maupun di tingkat daerah.
Jenis informasi yang direkam bervariasi sesuai dengan bahaya yang sedang dikaji. Dalam hal gempa bumi,
misalnya, informasi yang digunakan dapat berupa jalur-jalur patahan geologis, daerah-daerah dengan catatan
tentang aktivitas seismik, dan jenis tanah dan batuan; untuk banjir, topografi, geomorfologi dan daerahdaerah yang sebelumnya pernah tergenang banjir.
Pemetaan dapat dilaksanakan berdasarkan serangkaian sumber data (misalkan saja peta-peta yang sudah ada,
penginderaan jarak jauh, survei-survei). Informasi tambahan dari foto, survei-survei lapangan dan sumbersumber lain dapat ditumpuk di atas peta dasar – sistem informasi geografis telah membuat hal ini menjadi
jauh lebih mudah. Kegiatan-kegiatan pemetaan bahaya dapat juga dilaksanakan di tingkat masyarakat.
Masyarakat seringkali mengetahui dengan baik lokasi dan sifat-sifat bahaya setempat serta faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya bahaya. Informasi semacam itu terutama sangat berharga dalam mengidentifikasi
dan mengkaji bahaya-bahaya lokal, dan keluaran-keluaran dari tingkat masyarakat ini dapat juga dimasukkan
ke dalam pemetaan dan perencanaan di tingkat yang lebih tinggi.
Peta merupakan media yang baik untuk mengkomunikasikan informasi tentang bahaya kepada para pengambil
keputusan, tetapi seringkali peta harus diinterpretasikan terlebih dahulu – baik untuk keperluan mereka
yang nonspesialis yang tidak terbiasa melihat informasi dalam bentuk ini, maupun untuk para pengguna
terpelajar yang mungkin tidak terbiasa dengan format-format tertentu dan simbol-simbol yang digunakan.
Secara umum arti dari data-data yang disajikan harus dibahas dan dipahami dengan menyeluruh.
Tabel 3, yang difokuskan pada bahaya-bahaya geologi dan hidrometeorologi utama di dunia, menguraikan
informasi-informasi yang dibutuhkan oleh para perencana pembangunan dan jenis-jenis data pokok, atau metode
untuk memperoleh data, dalam tiap kasus. Metode-metode yang dipilih akan tergantung pada ketersediaan sumber
daya dan tujuan penggunaan data-data yang dikumpulkan.
28
Penelitian erosi pantai di Filipina (Kotak 1), misalnya, memanfaatkan dokumentasi (khususnya peta-peta) dari wilayah pantai dan perubahan-perubahan bathimetrik (kedalaman air), surveisurvei bathimetrik dan GPS terbaru, wawancara-wawancara dengan para penduduk setempat dan foto-foto udara.
Pemetaan dapat dibuat tiga dimensi, dengan menggunakan perangkat lunak untuk modeling elevasi digital; dan dapat juga dibuat pemetaan empat dimensi, dengan animasi komputer yang
mengikutsertakan unsur waktu.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Tabel 3 Informasi tentang bahaya: Jenis, sumber, metode-metode penilaian
Informasi yang dibutuhkan oleh para
perencana pembangunan
Jenis/sumber data/metode penilaian data
Banjir (sungai dan
pantai)
 Lokasi dan luasnya daerah yang
 Catatan-catatan historis tentang frekuensi,
mengalami banjir atau daerah yang rawan
banjir
 Kedalaman air dan lama waktu terjadinya
banjir
 Tingkat kecepatan aliran air
 Tingkat naiknya permukaan air dan
pelepasan banjir
 Jumlah lumpur yang tertinggal atau yang
terjebak
 Frekuensi dan waktu terjadinya banjir
(termasuk musim-musimnya)
 Volume dan intensitas curah hujan (dan
salju yang mencair) di daerah-daerah
rawan banjir dan sekitarnya
 Hambatan-hambatan alam atau buatan
manusia yang menghalangi aliran air dan
struktur-struktur pengendali banjir
 Jangka waktu pemberian peringatan
 Di daerah pantai: pasang-surutnya air dan
pola-pola angin pantai; tinggi gelombang
yang diakibatkan oleh badai
lokasi, karakteristik dan dampak dari
kejadian-kejadian di masa lampau
 Data meteorologis: catatan-catatan curah
hujan (dan salju yang mencair) dan
pemantauan (misalnya dengan alat pengukur
curah hujan)
 Pemetaan topografis dan ketinggian kontur
tanah di sekitar garis pantai, sistem sungai
dan daerah-daerah tangkapan air; pemetaan
geomorfologis; pemetaan tahap-tahap
pengendapan dari waktu ke waktu
 Pemetaan sumber-sumber daya alam dan
penggunaan lahan
 Perkiraan kemampuan sistem hidrologi dan
daerah tangkapan air
 Data-data hidrologis tentang aliran air,
besarnya (termasuk pelepasan puncak banjir)
dan frekuensi banjir, bentuk sungai, sifat
penyerapan tanah
 Perkiraan hidrologis akan pelepasan banjir di
masa yang akan datang, karakteristik aliran air
dan hal-hal terkait lainnya; analisis frekuensi
banjir
 Di daerah pantai: catatan-catatan pasang-surut
dan tingkat ketinggian permukaan air laut,
data-data meteorologis tentang kecepatan dan
arah angin
 Peramalan cuaca jangka panjang dan
berdasarkan musim; model-model perubahan
Angin kencang
(termasuk badai/
badai tropis dan
angin puting beliung)
 Lokasi-lokasi dan luasnya daerah yang
 Catatan-catatan historis dan klimatologis
dapat terkena
 Frekuensi terjadinya bahaya ini (termasuk
musim-musimnya) dan pola-pola arahnya
 Kecepatan dan arah angin; skala
keganasan angin dan badai (misalnya skala
Beaufort); skala badai/topan setempat
 Kondisi-kondisi tekanan udara yang
berkaitan, curah hujan dan gelombang
laut/badai
 Jangka waktu pemberian peringatan
tentang frekuensi, lokasi, karakteristik
(termasuk jalur topan dan angin puting
beliung) dan dampak kejadian-kejadian
bahaya lampau di daerah sasaran proyek dan
daerah-daerah di sekitarnya (atau negaranegara) yang menghadapi kondisi serupa
 Catatan-catatan meteorologis tentang
kecepatan dan arah angin di pusat-pusat
pemantauan cuaca
 Peramalan cuaca jangka panjang dan berdasar
musim; model-model perubahan iklim
 Topografi dan geomorfologi daerah-daerah
daratan yang terpengaruh (di mana ada risiko
banjir yang ditimbulkan oleh hujan deras atau
naiknya permukaan air laut; lihat juga datadata tentang banjir)
Jenis bahaya
Hidro-meteorologi
Catatan Panduan 2
29
NON-PRINTING-ITEM
Jenis bahaya
Informasi yang dibutuhkan oleh para
perencana pembangunan
Jenis/sumber data/metode penilaian data
Kekeringan4
 Tingkat curah hujan, kurangnya curah
 Pemantauan (misalnya dengan alat pengukur
hujan
 Frekuensi dan waktu dari kejadian
curah hujan dan kekeringan (termasuk
musim-musimnya); panjangnya periode
kekeringan
 Tingkat air (air tanah, sungai, danau, dll.)
 Kualitas tanah dalam menyimpan air
 Jangka waktu pemberian peringatan
 Ciri-ciri biologis yang berkaitan (misalnya
gangguan hama, tanaman-tanaman yang
bertahan hidup)
curah hujan) dan pemetaan curah hujan dan
salju yang mencair
 Survei/analisis jenis tanah dan kandungan
embun
 Survei dan pemantauan sumber air
 Survei vegetasi (termasuk pemetaan, foto
udara) dan pemantauan produksi tanaman
pangan
 Catatan-catatan historis tentang frekuensi,
lokasi, karakteristik dan dampak kejadiankejadian di masa lampau (termasuk catatancatatan jangka panjang akan fluktuasi curah
hujan)
 Peramalan cuaca jangka panjang dan berda­sar
musim; model-model perubahan iklim
 Lokasi dan luas zona-zona bahaya gempa,
 Zonasi dan mikro-zonasi (pemetaan/pere­
pusat-pusat gempa, patahan-patahan,
sistem-sistem patahan yang diketahui, dll.
 Besarnya gempa (energi yang dilepaskan
di pusat gempa) dan intensitas gempa
(tingkat parahnya getaran tanah) di daerah
tersebut
 Ciri-ciri geologis, geomorfologis atau
hidrologis lain yang mempengaruhi
getaran dan deformasi tanah
 Efek sekunder yang dapat timbul: tanah
longsor, longsor lumpur, guguran; banjir
yang diakibatkan oleh bobolnya waduk
atau tsunami; kebakaran; polusi yang
di­tim­bulkan oleh hancurnya instalasi
industri
 Frekuensi kejadian
kaman semua parameter seismologis, geolo­
gis, hidro-geologis yang dibutuhkan untuk
perencanaan proyek dalam suatu daerah,
berdasarkan sumber-sumber di bawah)
 Peta sumber-sumber gempa (patahan, sistemsistem patahan)
 Peta-peta dan survei-survei geologis,
geomorfologis (lihat juga tanah longsor)
 Data tentang kejadian-kejadian gempa bumi
di masa lampau, lokasi kejadian, karakteristik
(besarnya, intensitasnya, dll.) dan pengaruhnya
 Perhitungan pergeseran maksimum tanah
 Lokasi gunungapi dan status kegiatan
 Penelitian-penelitian dan peta-peta geologis,
gunungapi pada saat ini (aktif, tidur, mati)
 Sejarah, frekuensi dan karakter dari
letusan-letusan setiap gunungapi dan
proses-proses yang menyebabkan
terjadinya letusan tersebut
 Daerah-daerah yang berisiko terkena
letusan; radius yang dapat terkena letusan
atau arah aliran material letusan
 Volume dan jenis material yang
dikeluarkan (misalkan saja guguran
abu, aliran piroklastik, aliran lava, lahar,
letupan gas)
 Tingkat ledakan dan lama waktu letusan/
erupsi
 Jangka waktu pemberian peringatan
berdasarkan pada bukti survei geologis
frekuensi, tingkat dan sifat dari letusanletusan terdahulu
 Peta-peta bahaya/zonasi (berdasarkan datadata geologis)
 Catatan-catatan historis tentang frekuensi,
lokasi, karakteristik dan dampak dari
kejadian-kejadian di masa lalu
 Pemantauan dan pengamatan/ perekaman
dari gejala-gejala yang mendahului (termasuk
tingkat kegempaan, deformasi tanah, gejalagejala hidrotermal, letupan gas)
Geologi
Gempa bumi
Gunungapi
30
Hal yang menjadi fokus di sini adalah kekeringan yang diakibatkan oleh faktor meteorologis (yakni jika tingkat curah hujan jatuh sampai di bawah tingkat tertentu) dan kekeringan yang
diakibatkan oleh sebab hidrologis (menyusutnya sumber-sumber daya air), atau dengan kata lain pada bahayanya sendiri dan bukan pada kekeringan/paceklik dalam pengertian pertanian (yang
merupakan dampak dari kedua jenis kekeringan pada hasil panen).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Jenis bahaya
Informasi yang dibutuhkan oleh para
perencana pembangunan
Jenis/sumber data/metode penilaian data
Tanah longsor
 Volume dan jenis material yang longsor,
 Identifikasi lokasi dan tingkat longsor atau
daerah yang terkubur atau terkena,
kecepatan
 Kondisi-kondisi alam yang mempengaruhi
stabilitas lereng (komposisi dan struktur
batuan dan tanah, tingkat kemiringan
lereng, tingkat air tanah)
 Pemicu-pemicu eksternal lainnya: gempa,
curah hujan
 Vegetasi dan penggunaan lahan lainnya
(termasuk kegiatan-kegiatan membangun,
pengurukan, bukit-bukit buatan manusia,
lubang tempat pembuangan sampah,
tumpukan limbah, dsb.)
kerusakan tanah terdahulu melalui survei,
pemetaan, foto udara
 Pemetaan/survei-survei pembentukan dan
karakteristik batuan, geologi permukaan (jenis
tanah), geomorfologi (tingkat kemiringan dan
aspek lereng), hidrologi (terutama air tanah
dan saluran limbah)
 Catatan-catatan historis tentang frekuensi,
lokasi, karakteristik dan dampak dari
kejadian-kejadian di masa lalu
 Identifikasi kejadian-kejadian yang mungkin
menjadi pemicu seperti gempa bumi, siklon,
erupsi gunungapi
 Pemetaan dan survei-survei vegetasi dan
penggunaan lahan
 Peta-peta zonasi, berdasarkan hal-hal di atas
Sumber: Diadaptasi dari: Borton, J. and Nicholds, N. Drought and Famine. New York: United Nations Development Programme, Department of
Humanitarian Affairs (UNDP/DHA), Disaster Mitigation Training Programme module, 1994. Dapat diakses di: http://www.undmtp.org/english/
droughtandfamine_guide/drought_guide.pdf; Coburn, A.W., Spence, R.J.S. and Pomonis, A. Disaster Mitigation. New York: UNDP/DHA Disaster
Mitigation Training Programme module, 1994. Dapat diakses di: http://www.undmtp.org/english/Disaster_mitigation/disaster_mitigation.pdf;
UNDRO. Mitigating Natural Disasters: Phenomena, Effects and Options. A Manual for Policy Makers and Planners. New York: Office of the United
Nations Disaster Relief Co-ordinator, 1991.
Para penyedia informasi
Daftar berikut ini menyajikan jenis-jenis penyedia informasi tentang bahaya yang utama:
 Komunitas-komunitas yang rentan dan para pemangku kepentingan setempat lainnya, yang pengetahuannya
akan lingkungan dapat digali melalui survei-survei dan penilaian partisipatif.
 Lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana, badan-badan perencanaan,
kementerian dan departemen-departemen lain, serta kantor layanan fasilitas publik (yang mengeluarkan datadata dan peta-peta bahaya, risiko dan dampak bencana). Militer biasanya memiliki data-data bahaya yang baik,
walaupun untuk memperolehnya mungkin tidak mudah (lihat Akses terhadap informasi di bagian 5).
 Lembaga-lembaga nasional dan internasional yang bergerak dalam bidang penelitian ilmiah dan pemantauan
seperti kantor meteorologi, kantor pengamatan gunungapi, lembaga survei geologi (yang menerbitkan peta-peta
bahaya dan daerah rawan bahaya, memasang dan mengoperasikan sistem-sistem pemantauan dan mengelola
kelompok data yang berhasil dikumpulkan, serta melaksanakan survei, penelitian dan perekaan model-model)
dan lembaga penyelidikan angkasa (yang mengumpulkan data pengamatan/observasi jarak jauh).
 Lembaga-lembaga pembangunan dan penanggulangan bencana internasional, khususnya lembaga-lembaga
penanggulangan bencana dan pusat-pusat dokumentasi regional, serta badan-badan PBB yang operasional (yang
menyusun berbagai macam bahan informasi termasuk peta, data dampak bencana, kajian-kajian penelitian dan
laporan-laporan lapangan).
 Organisasi-organisasi nonnegara lainnya, seperti perpustakaan, pusat arsip, media, perguruan tinggi, lembagalembaga penelitian, perusahaan asuransi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (juga dengan produk
informasi yang beraneka ragam).
Prakarsa-prakarsa untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi kian lama kian berkembang di segala tataran,
terutama di kalangan donor internasional (seringkali didukung oleh PBB dan badan-badan internasional lainnya)
atau donor bilateral. Yang termasuk paling banyak mendapat perhatian khusus adalah bahaya-bahaya hidrometeorologis (lihat Kotak 3). Media masa dan internet juga semakin menjadi saluran penyebaran informasi yang
penting. Saat ini ada sejumlah database on-line yang berisi informasi bermutu tinggi tentang bahaya dan bencana.
Beberapa departemen pemerintah yang berbeda mungkin mengumpulkan jenis data ini, seperti departemen pertanian, kesehatan, perhubungan dan pertahanan-keamanan, serta lembagalembaga di tingkat nasional yang bertanggung jawab atas aturan-aturan dan standar-standar bangunan.
Catatan Panduan 2
31
Publikasi UN-ISDR yang berjudul Living with Risk (2004) mendaftar banyak penyedia informasi tentang bahaya di
tingkat global, regional dan nasional, yang banyak di antaranya tersedia dalam bentuk on-line.
Kotak 3
Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi hidro-meteorologis
Badan Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) mengkoordinasikan sebuah jaringan
global yang terdiri dari badan-badan meteorologi dan hidrologi nasional dari 187 negara anggotanya, yang
mengumpulkan dan saling berbagi data-data cuaca, air dan iklim. Informasi dikumpulkan dari 18 satelit,
ratusan alat pengamat terapung di laut, kapal-kapal, pesawat dan hampir 10.000 stasiun pengamat di darat.
Lebih dari 50.000 laporan cuaca serta beberapa ribu grafik dan produk-produk digital disebarluaskan setiap
harinya melalui sistem telekomunikasi global WMO. Informasi ini dipergunakan untuk menganalisis kondisikondisi atmosfer dan iklim untuk membuat ramalan-ramalan dan peringatan, khususnya untuk kejadiankejadian yang ekstrem. Di tingkat nasional lembaga-lembaga ini mengelola arsip data dan database-database
yang menghasilkan data-data historis yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji kejadian-kejadian dan
kecenderungan-kecenderungan di masa yang akan datang.
Sumber: World Meteorological Organization. ‘Reducing risks of weather, climate and water-related hazards’. Dalam UN-ISDR, Know Risk.
Geneva: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005, hal 74-5.
5. Faktor-faktor penting dalam pengumpulan dan
penggunaan data
Informasi tentang bahaya harus akurat, dapat diandalkan dan dapat dipahami oleh para perencana (atau setidaknya
dapat diterangkan dengan mudah, bila informasi tersebut dibuat untuk para pengguna atau maksud-maksud yang
lain). Informasi tersebut juga harus mencakup semua bahaya yang signifikan.
Akses terhadap informasi
Pada tahap awal, para perencana proyek dan program harus mempertimbangkan di mana mereka dapat
mendapatkan informasi-informasi yang relevan serta dapat diandalkan tentang bahaya dan mudah atau
sulitnya untuk mendapatkan informasi tersebut (termasuk waktu dan sumber daya yang akan dikeluarkan untuk
memperolehnya).
Banyak dari informasi tentang bahaya dapat diakses oleh masyarakat umum (lihat bagian 4, Para penyedia
informasi). Namun, di beberapa negara informasi tentang bahaya dapat bersifat terbatas. Peta, misalnya, dianggap
terlalu berkaitan dengan kepentingan militer, politik atau komersial sehingga dianggap terlalu sensitif untuk boleh
diakses umum. Sebagian besar informasi dari sumber-sumber resmi biasanya tunduk pada peraturan-peraturan
tentang akses dan pembukaan informasi terhadap umum. Seringkali dibutuhkan waktu dan upaya yang besar,
bahkan untuk memperoleh informasi terbuka yang sifatnya umum dari birokrasi yang lamban. Para perencana
proyek harus mendorong transparansi dan upaya membangun ilmu pengetahuan dengan membagikan temuantemuan mereka dengan organisasi-organisasi lain.
Kotak 4
Tantangan-tantangan dalam hal akses terhadap informasi
Setelah gempa bumi pada tahun 2001, Badan Penanggulangan Bencana negara bagian Gujarat di India
menugaskan lembaga konsultan yang berbasis di Delhi, TARU, untuk menyusun sebuah atlas risiko bahaya
dan kerentanan menyeluruh yang mencakup 25 kabupaten dan 226 kecamatan di negara bagian tersebut.
Pekerjaan ini selesai pada tahun 2005, dan atlas tersebut mencakup risiko-risiko dari enam bencana alam
dan bencana buatan manusia serta kerentanan fisik, sosial dan ekonomi dari warga, bangunan-bangunan,
infrastruktur dan perekonomian.
32
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Salah satu tantangan utama dari upaya yang ambisius ini adalah pengolahan dan validasi data publik dari lebih
dari 20 departemen dan lembaga-lembaga di tingkat negara dan di tingkat nasional, yang keseluruhannya harus
didigitalkan dan dimasukkan ke dalam satu database spasial bersama. Data dan informasi demografis tentang
permukiman, daerah-daerah industri dan bisnis relatif mudah untuk didapatkan. Namun, mendapatkan data
peta lebih sulit karena atas alasan keamanan pemerintah India mengambil kebijakan untuk membatasi
akses publik atas peta-peta dari daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Pakistan, yang meliputi
sebagian besar Gujarat. Untuk mengatasi masalah ini, harus digunakan penginderaan jarak jauh yang
ekstensif untuk menyusun peta-peta tematik dan menentukan lokasi jalan-jalan, jembatan-jembatan dan
permukiman-permukiman; dan hal ini memakan biaya yang tinggi. Selain itu, tidak ada data-data topografis
(permukaan bumi) atau bathimetrik (dasar laut) Gujarat yang tersedia untuk umum, walaupun hal ini penting
dalam mengkaji risiko banjir dan penggenangan yang diakibatkan oleh badai; dalam hal ini proyek terpaksa
menggunakan data-data dari NASA.
Pengolahan dan validasi kelompok data kejadian bahaya yang besar dari waktu ke waktu dan data risiko
geografis yang tepat merupakan suatu tantangan yang besar. Untuk memungkinkan triangulasi dan kelompok
data yang konsisten, data diambil dari banyak sumber, terutama untuk kekeringan (hujan), gempa bumi dan
jalur-jalur topan, untuk menghasilkan ukuran contoh yang secara statistik dapat diterima dan sesuai dengan
distribusi nilai ekstrim. Tantangan terbesar hanya tersedianya satu sumber publik dalam hal data banjir dan
kecelakaan kimia karena dengan demikian tidak mungkin diadakan validasi silang.
Tidak ada fungsi-fungsi kerentanan atau kerapuhan yang sistemik untuk infrastruktur, perekonomian, populasi
dan masyarakat, baik untuk India ataupun Gujarat. Hal ini harus dengan susah payah diperkirakan dengan
menggunakan penelitian-penelitian kerugian bencana terdahulu dan survei-survei sampel di seluruh negara.
Di beberapa daerah, khususnya dalam hal kerentanan infrastruktur karena tidak tersedia catatan kerugian
lokal yang memadai, digunakan kasus-kasus dan penelitian internasional untuk menjadi tolok ukur atas
fungsi-fungsi kerapuhan. Campuran sampel kejadian-kejadian bencana dari seluruh India digunakan untuk
menghitung perkiraan fungsi kerapuhan untuk jumlah kehilangan jiwa pascabencana.
Sumber: Informasi yang disampaikan oleh A. Revi, Direktur TARU, Delhi, India.
Kualitas data
Untuk pengkajian yang mereka lakukan, para perencana akan berupaya memperoleh sebanyak mungkin informasi
tentang bahaya yang ada (baik data-data mentah ataupun yang sudah diproses), dengan mengambil dari beragam
penyedia informasi (lihat bagian 4, Para penyedia informasi). Dalam pengkajian bahaya, seringkali dapat diperoleh
tingkat keakuratan dan keterincian yang tinggi, misalnya, secara visual melalui peta-peta, penginderaan jarak
jauh dan sistem informasi geografis, dan dalam prediksi seperti pada model-model banjir yang kompleks yang
memperagakan curah hujan sampai aliran air, pergerakan aliran banjir melalui jalan air dan dataran banjir, serta
daerah-daerah yang tergenang. (Simulasi-simulasi dan skenario-skenario juga dapat berguna untuk mengkaji
bagaimana proyek yang diusulkan dapat memperburuk atau mengurangi bahaya dan bagaimana pembangunan di
masa yang akan datang dapat mempengaruhi pola-pola bahaya utama di daerah sasaran proyek.)
Dalam banyak situasi para perencana seringkali harus bekerja dengan sekumpulan data yang tidak lengkap atau tidak
mutakhir. Tidak semua negara memiliki data bahaya yang lengkap; banyak negara kesulitan untuk mengumpulkan
dan memelihara data yang menyeluruh karena alasan biaya dan kurangnya keterampilan. Konsultasi dari awal
dengan para ahli teknis dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi masalah-masalah semacam ini.
Mengadakan penelitian-penelitian baru akan memakan biaya dan menghabiskan waktu, tetapi survei-survei
lapangan (seperti, pemetaan topografis dan vegetasi, serta mengambil sampel-sampel tanah) mungkin saja
dibutuhkan jika informasi yang tercatat sangat terbatas, untuk memverifikasi data-data dari sumber-sumber lain
atau untuk memecahkan ketidakpastian.
Dalam mengadakan survei kita tidak perlu menggantungkan diri pada teknologi canggih dan para pakar dari luar.
Survei-survei visual yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berpengalaman dapat mengidentifikasi daerahdaerah yang berisiko terkena longsor; alat-alat pengukur aliran air atau penanda banjir yang sederhana dapat
digunakan untuk memantau tingkat permukaan air dan mengidentifikasi daerah-daerah yang kemungkinan besar
Catatan Panduan 2
33
dapat terkena banjir; dan pengetahuan masyarakat setempat akan bahaya seringkali lebih akurat dan menyeluruh
daripada orang luar. Banyak proyek di tingkat masyarakat yang menggunakan survei-survei partisipatif (misalkan
saja transek, pemetaan masyarakat, kalender waktu dan musim) untuk melengkapi atau menggantikan data-data
ilmiah yang lebih formal.
Informasi tentang bahaya seringkali tidak dikumpulkan atau disajikan secara konsisten dan format yang digunakan
pun beraneka ragam (misalnya saja pemetaan yang menggunakan skala-skala yang berbeda). Para perencana proyek
sejak awal sudah harus jelas dalam hal format-format yang akan digunakan, tentunya dengan mempertimbangkan
kecocokan format-format tersebut dengan sistem-sistem informasi lain yang digunakan oleh lembaga bersangkutan,
serta jenis dan format yang digunakan pada data-data yang sudah ada. Hal ini membawa implikasi pada waktu dan
sumber daya, yang harus diperhitungkan dalam proses perencanaan. Konsistensi dalam hal perekaman data juga
penting dan hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan (contohnya, penggolongan data dapat menjadi rumit dalam
kasus bahaya primer, seperti topan yang memicu bahaya sekunder berupa banjir dan tanah longsor).
Kita dapat memperoleh banyak data berharga tentang lokasi, dampak dan frekuensi kejadian-kejadian bahaya
dari catatan-catatan historis (tertulis maupun lisan), temuan-temuan arkeologis, laporan profesional atau berbagai
macam kajian penelitian, pengamatan lokal, laporan-laporan kerusakan, dan artikel-artikel dari koran serta
majalah. Di internet jumlah informasi geospasial yang dapat diakses umum seperti peta-peta dan citra satelit
semakin berkembang pesat. Para perencana biasanya menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dari sumbersumber semacam ini, terutama jika data dari sumber lain tidak ada atau sangat sulit untuk diperoleh. Kelompok
data bencana dan indeks-indeks risiko nasional on-line memberikan informasi tambahan untuk penyusunan
program di tingkat negara (lihat Catatan Panduan 4).
Dalam segala hal, para perencana harus membuat penilaian sendiri atas kualitas dan relevansi informasi yang
tersedia.
Kemampuan untuk mengumpulkan dan menggunakan data
Informasi dikumpulkan untuk satu maksud: menjadi panduan dalam pengambilan keputusan. Untuk mengkaji
bahaya-bahaya berdasarkan data-data yang dikumpulkan, harus disediakan waktu dan sumber daya yang memadai.
Para perencana seringkali terlalu menekankan pengumpulan data daripada analisis data. Seperti telah diuraikan
di atas, informasi-informasi tentang bahaya biasanya dikumpulkan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
kegiatan-kegiatan penilaian proyek lainnya, terutama analisis risiko.
Sistem pengumpulan dan analisis informasi harus sesederhana dan sepraktis mungkin, sesuai dengan kemampuan
manusia, teknis dan material dari tim perencana. Biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk pengkajian-pengkajian
juga harus diperhitungkan.
Dalam beberapa kasus, pengkajian yang menggunakan data-data yang sudah ada, data yang tidak terlalu terinci,
atau yang difokuskan pada beberapa karakteristik utama dari bahaya, mungkin cukup, tetapi dalam banyak contoh
lain dibutuhkan keahlian ilmiah atau teknis tambahan. Pemanfaatan teknologi baru (seperti sistem informasi
geografis, penginderaan jarak jauh) dapat sangat membebani kemampuan manusia dan sistem yang ada.
Informasi sangat teknis yang diberikan oleh para ilmuwan atau ahli teknik harus disertai dengan penjelasan bila
akan digunakan oleh mereka yang tidak berlatar belakang ilmiah. Sangat disarankan untuk mengikutsertakan
berbagai spesialis dengan keahlian teknis berbeda (termasuk para ahli ilmu alam dan sosial, serta para perencana)
secara bersama-sama sedini mungkin dalam tahapan proyek untuk memfasilitasi adanya pemahaman yang sama
dan terbangunnya komunikasi.
34
Contohnya, Proyek Manajemen Risiko Gempa Bumi Lembah Kathmandu (Kathmandu Valley Earthquake Risk Management Project/KVERMP), yang menekankan pada upaya untuk menyampaikan
informasi dan memobilisasi lembaga-lembaga setempat untuk melindungi pembangunan perkotaan yang telah berlangsung, memilih untuk menggunakan data-data geologis dan kegempaan
yang sudah ada, digabungkan dengan sebuah metodologi dari luar untuk mengembangkan skenario-skenario kerusakan, dan tidak mengadakan penelitian-penelitian mikro zonasi kegempaan
dan amplifikasi tanah yang baru. Dixit, A.M. et al. ‘Hazard mapping and risk assessment: experiences of KVERMP’ dalam ADPC (2004).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Ketidakpastian dan pengambilan keputusan
Upaya untuk memahami bahaya dapat menjadi sebuah proses yang kompleks karena seringkali didasarkan pada
kombinasi kelompok-kelompok data. Contohnya, dalam mengkaji bahaya tanah longsor di sebuah tempat tertentu,
para ahli akan meninjau sejarah di masa lampau, tingkat kecuraman dan arah lereng, batuan dasar, curah hujan,
air tanah dan vegetasi karena kombinasi-kombinasi tertentu dari faktor-faktor ini berkaitan dengan jenis-jenis
longsor yang berbeda. Perencana dapat menambahkan aspek penggunaan lahan kepada daftar ini karena kegiatankegiatan pembangunan dapat meningkatkan risiko bahaya tanah longsor, bahkan di daerah-daerah yang sebelumnya
tidak pernah terkena longsor. Bila jenis bahaya ada banyak, tantangan yang dihadapi menjadi lebih rumit karena
berbagai teknik pengkajian dan hasil-hasil yang berbeda harus diperhitungkan secara bersama-sama.
Kita tidak mungkin mengkaji beberapa sifat dari bahaya karena adanya keterbatasan-keterbatasan dalam ilmu
pengetahuan ilmiah yang ada saat ini. Bukti yang ada seringkali tidak jelas, bahkan bagi para ahli sekalipun.
Perhitungan kemungkinan risiko bahaya seringkali bermasalah. Misalnya, sulit untuk meramalkan lokasi dan
waktu yang tepat untuk kejadian tanah longsor walaupun kita telah cukup memahami proses-proses yang memicu
longsor, sehingga dapat memperkirakan bahaya yang potensial. Serupa dengan itu, perkiraan frekuensi seringkali
harus disimpulkan dari catatan-catatan kejadian terdahulu. Para ahli dapat saling tidak sepakat atas interpretasi
bukti ini.
Penting untuk menetapkan dengan jelas informasi apa yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dan tingkat
keterincian yang dibutuhkan sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini harus dikaji dari waktu ke waktu sejalan
dengan kemajuan proses perencanaan dan penilaian proyek, dan kebutuhan serta ketersediaan informasi menjadi
lebih jelas. Juga penting untuk mengidentifikasi dengan jelas kesenjangan-kesenjangan dan ketidakjelasan bukti
serta wilayah-wilayah tempat analisis diperdebatkan. Dalam segalanya, untuk mencapai keputusan-keputusan
dalam perencanaan proyek dibutuhkan prosedur-prosedur yang jelas, yang harus ditetapkan sejak awal.
Kotak 5
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 2
35
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADPC. Proceedings: Regional Workshop on Best Practices in Disaster Mitigation – Lessons Learned from the Asian Urban Disaster
Mitigation Program and Other Initiatives, 24–26 September 2002, Bali, Indonesia. Bangkok: Asian Disaster Preparedness Center,
2004. Dapat diakses di: http://www.adpc.net/audmp/rllw/default.html
Arnold, M. et al. (eds). Natural Disaster Hotspots: Case Penelitianes. Washington, DC: World Bank, 2006. Dapat diakses di: http://
www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/hotspots2.pdf
OAS. Disasters, Planning, and Development: Managing Natural Hazards to Reduce Loss. Washington, DC: Organization of American
States, 1990.
OAS. Primer on Natural Hazard Management in Integrated Regional Development Planning. Washington, DC: Organization of
American States, 1991. Dapat diakses di: http//www.oas.org/usde/publications/Unit/oea66e/begin.htm
Website Proyek Mitigasi Bencana Karibia milik Organisasi Negara-negara Amerika berisi laporan-laporan, penelitian-penelitian
dan dokumen-dokumen lain yang menggambarkan penggunaan informasi tentang bahaya dalam mengurangi dampak bencanabencana alam pada pembangunan: http://www.oas.org/cdmp
Reid, S.B. Introduction to Hazards. New York: United Nations Development Programme, Department for Humanitarian Affairs,
Disaster Mitigation Training Programme module, 1997. Dapat diakses di: http://www.undmtp.org/english/hazards/hazards.pdf
Smith, K. Environmental Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster. London: Routledge, 2004, 4th edition.
Twigg, J. Disaster Risk Reduction: mitigation and preparedness in development and emergency programming. Good practice review
no. 9. London: Humanitarian Practice Network, 2004. Dapat diakses di: http://www.odihpn.org/publist.asp
UNDP. Reducing Disaster Risk: a challenge for development. New York: United Nations Development Programme, Bureau for Crisis
Prevention and Recovery, 2004. Dapat diakses di: http://www.undp.org/bcpr/whats_new/rdr_english.pdf
UN-ISDR. Living with Risk: A global review of disaster reduction initiatives. Geneva: United Nations International Strategy for
Disaster Reduction, 2004. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/about_isdr/bd-lwr-2004-eng.htm
36
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Catatan Panduan ini disusun oleh John Twigg. Pengarang mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut atas nasihat dan
komentar mereka yang amat berharga: Stephen Bender, Maryam Golnaraghi (World Meteorological Organization), Terry Jeggle, Ilan
Kelman, Lewis Miller (University College London), Marla Petal (Risk RED), Aromar Revi (TARU), para anggota Tim Penasihat Proyek dan
Sekretariat Konsorsium ProVention. Terima kasih juga disampaikan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional
Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan
Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (SIDA). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan
di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan para penilai buku atau
badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kemampuan; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Strategi Penanggulangan
Kemiskinan
Catatan Panduan 3
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini membahas masalah penanggulangan kemiskinan, dan memberikan informasi tentang pemaduan
isu-isu yang berkaitan dengan bencana ke dalam penyusunan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan (poverty
reduction strategies/PRSs) dan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya di negara-negara yang rawan
bahaya serta pengidentifikasian peluang yang “sama-sama menguntungkan” (win-win) untuk mengurangi kemiskinan
dan memperkuat ketangguhan terhadap bahaya. Catatan ini diperuntukkan bagi pemerintah dalam menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan dan bagi lembaga-lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan
untuk mendukung pemerintah dalam proses ini.
1. Pengantar
Semenjak akhir dasawarsa 1990-an, penanggulangan kemiskinan telah menjadi tujuan utama strategi pembangunan
di banyak negara berkembang. Pergeseran penekanan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh program Strategi
Penanggulangan Kemiskinan, yang diluncurkan pada tahun 1999 oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund/IMF) untuk melengkapi Prakarsa Negara-negara Miskin yang Memiliki Utang Besar
(Heavily Indebted Poor Countries/HIPC). Melalui program ini, negara-negara yang memenuhi kualifikasi diminta
menyusun dan menerapkan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan untuk memperoleh penghapusan
utang yang permanen. Sampai tahun 2005, Strategi Penanggulangan Kemiskinan telah menjadi alat utama
untuk mengartikulasikan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan di hampir 60 negara
berpenghasilan rendah. Lembaga-lembaga pembangunan internasional, termasuk lembaga-lembaga keuangan
internasional, badan-badan PBB, para donor bilateral dan LSM, sangat mendukung proses strategi penanggulangan
kemiskinan ini dan semakin menggunakan strategi penanggulangan kemiskinan tingkat negara tempat mereka
bekerja sebagai dasar penyusunan program-program bantuan mereka dan landasan dalam berkoordinasi dengan
pemerintah dan para mitra pembangunan lainnya.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan menyajikan kebijakan-kebijakan dan program-program makroekonomi,
struktural dan sosial suatu negara untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan yang memihak
kaum miskin. Strategi Penanggulangan Kemiskinan adalah dokumen nasional yang disusun oleh pemerintah
sendiri, berdasarkan suatu analisis terinci dan menyeluruh atas kemiskinan dan strategi-strategi untuk mendukung
pertumbuhan yang memihak kaum miskin dan berdasarkan konsultasi luas dengan para pemangku kepentingan
utama, termasuk masyarakat sipil dan dunia usaha.
Meningkatnya penekanan pada upaya penanggulangan kemiskinan telah turut mendorong manajemen risiko
bencana menjadi salah satu agenda pembangunan utama karena keterpaparan pada risiko dan naik-turunnya
pendapatan, termasuk yang diakibatkan oleh bahaya-bahaya alam, diakui secara umum sebagai salah satu dimensi
mendasar dari kemiskinan (lihat Kotak 1). Dalam teori, pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan
itu sendiri dapat mengurangi kerentanan kaum miskin terhadap bahaya alam, tanpa perlu menerapkan strategi
World Bank. Toward a Conflict-Sensitive Poverty Reduction Strategy: Lessons from a Retrospective Analysis. Report No. 32587. Washington, DC: World Bank, 2005. Dapat diakses di: http://www-wds.
worldbank.org/external/default/main?pagePK=64193027&piPK=­64187937&theSitePK=523679&menuPK=64187510&searchMenuPK=64187283&theSitePK=523679&entityID=000160016_20050
714160728&searchMenuPK=64187283&theSitePK=523679
Lihat, misalnya, World Bank (2002).
Catatan Panduan 3
39
pengurangan risiko yang eksplisit. Namun, pandangan ini mengabaikan fakta bahwa kerentanan merupakan
sebab dan sekaligus gejala kemiskinan, yang mengimplikasikan bahwa kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam
penanggulangan kemiskinan dapat menjadi tidak berkelanjutan jika risiko bencana tidak diatasi, dan juga bahwa
proses pembangunan dapat membawa dampak yang negatif ataupun positif pada kerentanan. Oleh karena itu, perlu
dicari dan diupayakan adanya pemecahan yang mengurangi kemiskinan dan sekaligus memperkuat ketangguhan
terhadap bahaya.
Kotak 1
Kemiskinan dan bencana
Kemiskinan dan kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam saling berkaitan erat dan saling memperkuat
satu sama lain. Bencana adalah sumber kesulitan dan kemalangan yang potensial untuk sementara waktu
menjerumuskan kelompok-kelompok tertentu ke bawah garis kemiskinan dan juga turut melanggengkan
kemiskinan yang kronis. Bencana dapat menimbulkan kehilangan jiwa, rumah dan aset, mengganggu peluang
penghidupan, pendidikan dan penyelenggaraan pelayanan-pelayanan sosial, menggerogoti tabungan dan
menciptakan masalah-masalah kesehatan, seringkali dengan konsekuensi-konsekuensi yang berjangka
panjang. Bencana juga dapat mengganggu kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan dan mengakibatkan
sumber-sumber daya keuangan harus dialokasikan untuk upaya-upaya bantuan kemanusiaan dan pemulihan.
Kaum miskin semakin dipermiskin oleh pilihan-pilihan mata pencaharian yang sifatnya menghindari risiko.
Contohnya, alih-alih menanam tanaman pangan yang hasilnya lebih banyak atau lebih menguntungkan,
keluarga-keluarga miskin mungkin memilih menanam tanaman pangan yang lebih tahan terhadap bahaya.
Kelompok-kelompok miskin dan mereka yang secara sosial kurang beruntung adalah kelompok yang termasuk
paling rentan terhadap bahaya; sesuatu yang mencerminkan lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan politik
mereka – misalnya, memiliki lokasi tempat tinggal yang kualitasnya di bawah standar dan seringkali di daerah
yang berbahaya (contohnya di dataran rawan banjir, di daerah bantaran sungai atau lereng-lereng yang
curam); tingkat akses yang lebih rendah terhadap layanan-layanan dasar, terutama berlaku bagi kaum miskin
yang tinggal di pedesaan dan para warga yang menghuni tempat-tempat kumuh; ketidakpastian dalam hal
hak kepemilikan, sesuatu yang mengurangi insentif untuk mengelola sumber daya dengan berkelanjutan
atau mengambil langkah-langkah mitigasi struktural; penghidupan dan mata pencaharian yang lebih rentan;
dan akses yang terbatas pada sumber-sumber keuangan, sehingga kemampuan untuk mendiversifikasi
mata pencaharian dan memulihkan diri setelah terjadi bencana sangat terbatas. Kaum miskin dapat pula
melakukan tindakan-tindakan yang meningkatkan risiko yang mereka hadapi, misalkan saja dalam hal
terbatasnya peluang mata pencaharian memaksa mereka mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan.
Sementara itu, sifat bencana alam yang sangat beranekaragam menyebabkan terbatasnya cakupan untuk
membangun sistem dukungan pascabencana berbasis komunitas yang formal maupun informal.
Kondisi saat ini
Semakin lama semakin banyak strategi penanggulangan kemiskinan yang secara eksplisit mengakui bahwa bahayabahaya alam dan kerentanan terkait yang ditimbulkannya ikut ambil bagian dalam menentukan bentuk dan tingkat
kemiskinan serta dalam memengaruhi kinerja ekonomi makro yang lebih luas. Lebih dari 15 strategi penanggulangan
kemiskinan telah memuat program-program manajemen risiko bencana. Walaupun demikian, program-program ini
biasanya masih sangat sempit dan tradisional. Contohnya, strategi-strategi penanggulangan kemiskinan beberapa
negara memuat rencana-rencana untuk memperkuat sistem peringatan dini dan kemampuan tanggap bencana
serta untuk menyediakan bantuan tanggap darurat dan rehabilitasi bagi kaum miskin (contohnya Ghana, Malawi,
Mozambik) dan/atau memperkuat ketangguhan sektor pertanian (contohnya Malawi dan Mozambik), misalkan
saja dengan penggunaan benih yang lebih baik. Hanya sedikit yang bertindak lebih jauh dengan memadukan
manajemen risiko bencana ke dalam strategi-strategi dan program-program pembangunan yang lebih luas dan
menangani manajemen risiko secara lebih menyeluruh (pengecualian yang patut diacungi jempol dalam hal ini
adalah Bangladesh [lihat Kotak 2] dan Kamboja). Selain itu, dalam strategi penanggulangan kemiskinan beberapa
negara yang sangat rawan bencana, ada beberapa hal yang secara mencolok hilang, yakni walaupun strategi-strategi
tersebut menyebutkan secara sambil lalu dampak kejadian bencana yang baru saja terjadi pada tingkat kemiskinan
di negara masing-masing, tidak dibahas langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk mengurangi risiko.
40
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Saat ini ada berbagai prakarsa internasional yang mendorong pemaduan isu-isu bahaya ke dalam Strategi
Penanggulangan Kemiskinan di negara-negara tertentu serta mengembangkan perangkat-perangkat dan
mekanisme untuk mendukung proses ini. Sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan terlibat
dalam program ini, termasuk Departemen Pembangunan Internasional Inggris (Department for International
Development/DFID), Strategi Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana PBB (United Nations International
Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR), Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/
UNDP) dan Bank Dunia. Kerangka Aksi Hyogo 2005–2015, yang diadopsi oleh Konferensi Dunia untuk Pengurangan
Bencana pada bulan Januari 2005 dan telah ditandatangani oleh 168 negara dan lembaga-lembaga multilateral,
secara khusus menyerukan pemaduan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam strategistrategi penanggulangan kemiskinan.
Kotak 2
Kasus yang patut menjadi teladan: Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Bangladesh tahun 2005
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Bangladesh merupakan sesuatu yang luar biasa, baik dalam hal
penekanan yang diberikannya pada manajemen risiko bencana dan upayanya dalam memadukan manajemen
risiko bencana ke dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang lebih luas. Manajemen risiko bencana tidak
secara eksplisit menjadi bagian dari empat landasan strategis atau empat strategi pendukung yang menjadi
dasar penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan. Walaupun demikian, tingkat sejauh mana strategi
penanggulangan kemiskinan menjamin adanya manajemen risiko bencana yang menyeluruh, keberlanjutan
lingkungan hidup dan pengarusutamaan pertimbangan-pertimbangan ini ke dalam proses pembangunan
nasional dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh tujuan utama yang akan menjadi ukuran keberhasilan
strategi penanggulangan kemiskinan.
Sebagai perangkat operasionalisasi strategi penanggulangan kemiskinan, dikembangkan enam belas matriks
kebijakan, juga termasuk satu matriks yang secara khusus membahas manajemen bencana yang menyeluruh.
Matriks ini memuat enam tujuan strategis:
 Untuk mengarusutamakan manajemen bencana dan pengurangan risiko ke dalam kebijakan-kebijakan
nasional, lembaga-lembaga dan proses-proses pembangunan, termasuk dilaksanakannya pengkajian
dampak dan risiko bencana dalam mempersiapkan proyek-proyek baru.
 Untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam manajemen bencana dan pengurangan risiko.
 Untuk memperkuat pengelolaan pengetahuan (knowledge management), termasuk dalam hal berbagi dan
menerapkan informasi.
 Untuk memperkuat kapasitas pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat.
 Untuk menjamin adanya perlindungan sosial bagi kelompok-kelompok rentan.
 Untuk memperkuat tata pemerintahan dalam hal manajemen risiko bencana.
Berbagai tujuan dan aksi yang berkaitan dengan manajemen risiko bencana juga dimasukkan di bawah
matriks-matriks kebijakan lain, termasuk perlindungan terhadap banjir; penguatan sistem peramalan dan
peringatan dini banjir serta kapasitas memprediksi bahaya-bahaya alam lainnya; dan berbagai program untuk
mendukung mereka yang terkena dampak bencana, misalnya, dengan penyediaan bantuan kemanusiaan,
pinjaman untuk usaha kecil dan perumahan.
Faktor-faktor yang mendasari adanya penekanan pada manajemen risiko bencana di dalam strategi
penanggulangan kemiskinan ini adalah tingginya frekuensi bencana di Bangladesh yang menimpa cukup
banyak warga; semakin tumbuhnya kesadaran akan perlunya berubah dari pola-pola tanggap darurat dan
pemulihan ke arah pendekatan pengurangan risiko yang lebih menyeluruh; dan telah dikembangkannya
terlebih dulu Program Manajemen Bencana Menyeluruh Lima Tahun (2004–2008) yang dimaksudkan untuk
membantu terwujudnya perubahan pendekatan ini.
UN-ISDR. Hyogo Framework for Action 2005–2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. Konferensi Dunia untuk Pengurangan Risiko, 18–22 Januari 2005, Kobe, Hyogo,
Jepang. Geneve: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005, hal. 6, alinea 16 (i) (b). Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/wcdr/intergover/official-doc/L-docs/Hyogoframework-for-action-english.pdf
Catatan Panduan 3
41
Mendorong praktik yang baik
Sebagai bagian dari persiapan strategi penanggulangan kemiskinan, ada empat tindakan mendasar yang dibutuhkan
untuk menjamin agar risiko bencana dikaji dan dikelola dengan memadai:
 Harus diadakan sebuah penjajakan awal tentang kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam di negara-negara
yang rawan bahaya.
 Harus dibuat keputusan-keputusan yang rasional, berdasarkan informasi yang cukup dan eksplisit berkaitan
dengan apakah risiko-risiko yang dihadapi signifikan atau tidak dan bagaimana menangani risiko-risiko ini.
 Peran bencana dan risiko-risiko terkait dalam turut membentuk kemiskinan dan implikasi potensial mereka
pada pencapaian tujuan-tujuan strategis yang telah ditetapkan harus dikaji dengan seksama.
 Dukungan-dukungan pascabencana harus direncanakan jauh sebelum terjadinya bencana, untuk membantu
pemulihan yang cepat dan mendukung serta memperkuat ketangguhan masyarakat terhadap kejadian-kejadian
di masa yang akan datang, khususnya bagi kaum miskin.
Catatan panduan ini menyajikan langkah-langkah terinci untuk menjamin agar tindakan-tindakan di atas
dilaksanakan.
2. Langkah-langkah mendasar dalam memasukkan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana
ke dalam proses penyusunan strategi
penanggulangan kemiskinan
Lingkup dan penekanan strategi penanggulangan kemiskinan antarnegara bervariasi, tergantung lingkungan sosial,
ekonomi, keuangan, politik dan lingkungan alam negara bersangkutan. Walaupun begitu, proses penyusunan
dokumen ini secara umum hampir sama. Bagian di bawah ini menguraikan langkah-langkah untuk menjamin
agar bahaya-bahaya alam dan kerentanan terkait dianalisis secara memadai dan dengan sistematis serta dibahas
dalam setiap tahapan proses penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan. Langkah-langkah ini, terutama yang
dibahas pada Langkah 1, juga dapat digunakan untuk mengadakan pengkajian kemiskinan dan mengembangkan
program-program penanggulangan kemiskinan serta kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin di negaranegara yang tidak termasuk kelompok Negara-negara Miskin yang Memiliki Utang Besar (HIPC).
Langkah 1. Kerja analitis dan diagnostik
Pertimbangkan peran kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam sebagai bagian dari analisis yang lebih luas
dalam mengidentifikasi kaum miskin, analisis tingkat keparahan kemiskinan, identifikasi faktor-faktor yang saling
berhubungan dan hal-hal mendasar lain yang mengakibatkan kemiskinan, serta selidiki hambatan-hambatan dan
prioritas-prioritas kaum miskin.
Di negara-negara yang rawan bahaya, pengkajian yang dilaksanakan harus dapat menetapkan unsur-unsur
masyarakat mana yang paling rentan terhadap bahaya-bahaya alam dan apa saja implikasi dari ini atas tingkat dan
bentuk-bentuk kemiskinan yang ada. Hal-hal spesifik yang harus dipertimbangkan termasuk:
 Jenis, besaran, skala dan tingkat kemungkinan dari bahaya yang dihadapi di berbagai daerah yang berbeda
di dalam negara. Sebagai langkah awal, menumpangtindihkan (superimpose) peta-peta bahaya spasial (lihat
Catatan Panduan 2) dengan peta-peta kemiskinan - dengan pengandaian bahwa keduanya tersedia - mungkin
dapat membantu.
 Faktor-faktor yang berkontribusi pada kerentanan (misalnya, jenis pekerjaan, jenis dan lokasi rumah, akses
terhadap kredit dan jaring pengaman sosial). Analisis harus membedakan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya karena bentuk dan tingkat kerentanan dapat sangat bervariasi (contohnya, antar berbagai
kelompok penghasilan, antar berbagai wilayah geografis, antara daerah perkotaan dan pedesaan, antara rumah
tangga yang dikepalai lelaki dan yang dikepalai perempuan, antarkelompok etnis dan antarkomunitas yang
menghadapi jenis-jenis bahaya yang tidak sama).
 Akibat potensial langsung maupun tidak langsung dari bencana pada tingkat-tingkat pendapatan dan
kesejahteraan kelompok-kelompok yang berbeda (misalnya, di daerah-daerah pedesaan yang rawan kekeringan,
42
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
terjadinya kekeringan dapat menambah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan air, yang tentu saja akan
mengakibatkan berkurangnya waktu bagi kegiatan-kegiatan produktif untuk mencari penghasilan).
 Strategi-strategi untuk meminimalkan risiko-risiko bencana dan implikasi strategi-strategi ini pada pendapatan
(misalnya, pilihan jenis tanaman yang dibudidayakan).
 Strategi-strategi untuk mengatasi dan memulihkan diri dari kejadian-kejadian bencana (seperti, perubahanperubahan dalam produksi tanaman pangan, diversifikasi penghasilan, peningkatan penggunaan hak milik
bersama atau sumber-sumber daya yang bebas diakses, penghentian anak dari bangku sekolah, penjualan aset
untuk memenuhi kebutuhan), dan implikasi strategi-strategi ini pada tingkat kemiskinan serta hal-hal terkait
yang dapat menghambat pemulihan (misalnya, keterbatasan akses terhadap kredit).
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko ke dalam strategi
penanggulangan kemiskinan
Apakah ada risiko bencana
yang signifikan?
Ya
2. Menetapkan tujuan penanggulangan kemiskinan
Menetapkan apakah dan bagaimana membangun manajemen risiko
bencana ke dalam tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka panjang
3. Memprioritaskan tindakan publik untuk penanggulangan kemiskinan
Mempertimbangkan tindakan-tindakan untuk mengurangi kerentanan
terhadap bahaya alam dalam menyusun kebijakan-kebijakan dan programprogram makroekonomi, struktural dan sosial untuk mengurangi kemiskinan
dan mendorong pertumbuhan yang memihak kaum miskin
4. Menyusun prosedur pemantauan dan evaluasi
Memasukkan manajemen risiko bencana ke dalam target-target jangka pendek
dan jangka panjang, terutama menangkap dampak dari program-program yang
berkaitan dengan kaum miskin serta pada upaya mengurangi kerentanan dan
lebih dari sekedar mengurangi kerugian
Tidak
Konsultasi rutin dengan para pemangku kepentingan termasuk dengan wakil-wakil dari
unsur masyarakat miskin yang paling rentan
1. Kerja analitis dan diagnostik
Mengkaji peran bahaya alam dan risiko-risikonya
yang turut meningkatkan kemiskinan
Tidak perlu mempertimbangkan
risiko bencana
lebih lanjut
5. Pelaksanaan, evaluasi dan umpan balik
Mengkaji risiko bencana, pencapaian-pencapaian manajemen dan
kelemahan- kelemahan, termasuk memadai tidaknya analisis risiko
bencana di tahap awal yang sudah dilaksanakan.
 Peran dari manajemen risiko bencana dan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan terdahulu dalam
mempengaruhi bentuk-bentuk dan tingkat-tingkat kerentanan, baik secara positif maupun negatif.
 Dampak dari kebijakan-kebijakan ekonomi makro dan pembaruan-pembaruan struktural terdahulu pada
kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam, terutama bagi kaum miskin (lihat Catatan Panduan 4 dan 8).
 Dampak dari bencana-bencana terdahulu pada tingkat-tingkat dan bentuk-bentuk kemiskinan, termasuk
bertambah atau berkurangnya jumlah orang miskin yang terkait dengan itu (lihat Kotak 3). Apakah dukungan
pascabencana telah membawa manfaat bagi kaum miskin dan telah sesuai dengan kebutuhan mereka?
 Implikasi dari perubahan-perubahan dalam kerentanan sejalan dengan waktu (misalnya, karena tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cepat [lihat bagian bawah] atau penyebaran HIV/AIDS) bagi efektivitas strategistrategi manajemen risiko bencana formal dan informal.
Catatan Panduan 3
43
 Implikasi dari perubahan iklim juga perlu dipertimbangkan, dengan menggali informasi tentang ketangguhan
kaum miskin dalam menghadapi kejadian-kejadian bahaya terkait perubahan iklim yang frekuensi dan
intensitasnya semakin meningkat.
Kotak 3
Hidup di tepi jurang: Bencana dan mereka yang hampir terjatuh ke dalam
jurang kemiskinan
Strategi-strategi untuk mengurangi kerentanan perlu mempertimbangkan juga kebutuhan-kebutuhan mereka
yang “hampir miskin” di samping kebutuhan kaum miskin sendiri karena bencana dapat menambah jumlah
orang yang terjatuh ke dalam jurang kemiskinan. Sebagai contohnya:
 Di El Salvador, dua gempa bumi yang terjadi pada tahun 2001 menyebabkan peningkatan kemiskinan
sekitar 2,6-3,6 persen.
 Di Honduras, persentase rumah-rumah tangga miskin meningkat dari 63,1 persen pada bulan Maret 1998
menjadi 65,9 persen pada bulan Maret 1999 sebagai akibat dari Badai Mitch pada bulan Oktober 1998.
Jumlah rumah tangga di pedesaan yang hidup dalam kemiskinan ekstrim atau kefakiran meningkat sekitar
5,5 poin persen.
 Di Vietnam, diperkirakan sebanyak 4-5 persen dari seluruh penduduknya akan terjatuh lagi ke dalam
kemiskinan jika terjadi bencana.
­ Di Aceh, Indonesia, tsunami tahun 2004 diperkirakan telah menambah jumlah orang yang hidup di bawah
garis kemiskinan antara 30 persen sampai 50 persen.
Kemunduran (regresi) atau fluktuasi tingkat kemiskinan yang diakibatkan oleh berlangsungnya kejadiankejadian bahaya (atau ukuran-ukuran terkait yang mendekati seperti fluktuasi hasil panen tanaman pangan
atau penyimpangan dari rata-rata curah hujan) dapat digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan kaum
miskin dan mereka yang hampir miskin terhadap bahaya-bahaya alam. Data-data kuantitatif yang diolah untuk
mengumpulkan profil kemiskinan juga dapat memberikan informasi penting yang dapat membantu menemukan
penyebab-penyebab kemiskinan yang mendasar. Jika tersedia data terpilah-pilah (disaggregated) yang cukup, variasivariasi dalam pendapatan atau konsumsi kelompok-kelompok yang berbeda dari waktu ke waktu dapat diambil
sebagai ukuran terdekat (proxy) untuk kerentanan dan diregresikan terhadap faktor-faktor, seperti jenis pekerjaan,
aset yang dimiliki dan jenis kelamin dari kepala rumah tangga untuk mengkaji faktor-faktor yang menentukan
kerentanan. Walaupun demikian, pengkajian kerentanan adalah sesuatu yang kompleks dan perlu dilengkapi
dengan analisis kualitatif tambahan dengan menggunakan perangkat-perangkat seperti Analisis Penghidupan yang
Berkelanjutan dan Analisis Kerentanan dan Kapasitas, bahkan walaupun data-data kuantitatif telah tersedia, untuk
menjamin pengembangan strategi-strategi yang sesuai untuk meningkatkan ketangguhan (lihat Catatan Panduan
9, 10 dan 11). Segala bentuk analisis serupa yang ada dan bukti kasus tentang dampak bencana-bencana yang baru
terjadi pada kaum miskin harus dicari untuk membantu mendukung proses ini dan mengurangi kerja lebih lanjut.
Langkah 2. Menetapkan tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan
Pergunakan temuan-temuan dari Langkah 1 untuk menetapkan apakah perlu dan bagaimana membangun
manajemen risiko bencana ke dalam tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka panjang utama.
Tidak ada cara yang benar atau salah dalam melakukan hal ini. Mungkin ada alasan yang kuat, misalnya, untuk
memasukkan pengurangan risiko bencana sebagai sebuah tujuan sektor atau subsektor dan bukan tujuan
utama, bahkan di sebuah negara yang memiliki risiko bahaya yang tinggi sekalipun (lihat Kotak 4). Namun, harus
diingat bahwa kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam dapat terbangun dari serangkaian faktor yang luas dan
beranekaragam dan oleh karenanya kita harus menggunakan perspektif yang luas dalam mencoba mencari cara-
44
World Bank. Memorandum of the President of the International Bank for Reconstruction and Development and the International Finance Corporation to the Executive Directors on a Country Assistance
Strategy for the Republic of El Salvador. Report No. 22932 ES. Washington, DC: World Bank, Central America Country Management Unit, Latin America and the Caribbean Region, 2001. Dapat
diakses di: http://www.wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2001/11/28/000094946_01110804162761/Rendered/PDF/multi0page.pdf
SNPK Honduras. Dapat diakses di: http://povlibrary.worldbank.org/files/Honduras_PRSP.pdf
ADB et al. Vietnam Development Report 2004. Joint Donor Report to the Vietnam Consultative Group Meeting, Hanoi, December 2–3, 2003. Hanoi: Asian Development Bank (ADB), Australian
Government’s Overseas Aid Program, UK Department for International Development (DFID), Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), Japan International Cooperation Agency (JICA), Save
the Children UK, United Nations Development Programme (UNDP) and World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org.vn/news/VDR04%20Poverty.pdf
DFID. Reducing the Risk of Disasters – Helping to Achieve Sustainable Poverty Reduction in a Vulnerable World: A Policy Paper. London: UK Department for International Development (DFID), 2006.
Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/disaster-risk-reduction-policy.pdf
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
cara terbaik untuk menanganinya, dan tidak dipaksa oleh sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang ditetapkan
dalam rangka mencari pemecahan yang dikategorikan berdasarkan sektor.
Kotak 4
Praktik-praktik dalam memasukkan manajemen risiko bencana ke dalam
tujuan-tujuan strategi penanggulangan kemiskinan
Dalam praktiknya, pengurangan risiko bencana jarang dijadikan tujuan utama strategi penanggulangan
kemiskinan. Walaupun begitu, pengurangan risiko bencana telah dimasukkan ke dalam tujuan-tujuan lain di
dalam strategi penanggulangan kemiskinan dengan berbagai cara:
 Pengurangan risiko bencana diidentifikasi sebagai sebuah isu di bawah prioritas-prioritas kunci lain,
seperti isu pengurangan kerentanan umum (misalnya di Kamboja, Ghana, Malawi, Nikaragua [2001], dan
Vietnam).
 Pengurangan risiko bencana diidentifikasi sebagai prioritas sekunder, melengkapi pencapaian beberapa
tujuan primer terpilih (misalnya di Mozambik).
 Beberapa aspek pengurangan risiko bencana secara implisit diprioritaskan melalui sub-sub tujuan lain,
misalnya, untuk mengurangi kerentanan umum kegiatan pertanian (seperti di Burkina Faso).
 Pengurangan risiko bencana dimasukkan sebagai bagian dari sub-sub prioritas sektor (misalnya di Laos
dalam sektor Pertanian dan Tajikistan dalam sektor Lingkungan Hidup dan Pariwisata).
Langkah 3. Memprioritaskan tindakan-tindakan publik untuk penanggulangan kemiskinan
Di negara-negara yang berisiko tinggi, pertimbangkan tindakan-tindakan untuk mengurangi kerentanan terhadap
bahaya-bahaya alam dalam merancang kebijakan-kebijakan dan program-program ekonomi makro, struktural
dan sosial untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan yang memihak kaum miskin serta dalam
pengalokasian sumber-sumber daya publik. Langkah-langkah pengurangan risiko bencana yang dipilih harus tepat
dan dapat dikerjakan sesuai temuan-temuan pada Langkah 1 di atas, tujuan-tujuan utama strategi penanggulangan
kemiskinan, perkiraan biaya dan manfaat dari berbagai pilihan-pilihan pengurangan risiko bencana, sumber daya
yang tersedia, kapasitas kelembagaan dan efektivitas program-program pengurangan risiko bencana terdahulu.
Dampak positif dan negatif dari tindakan-tindakan penanggulangan kemiskinan lainnya pada ketangguhan terhadap
bahaya, dan kerentanan tindakan-tindakan ini sendiri terhadap kejadian bahaya juga harus dipertimbangkan
dengan eksplisit.
Kebijakan dan program-program sektoral. Ada banyak langkah yang potensial untuk mengurangi kerentanan
terhadap bahaya-bahaya alam, seperti pengembangan varietas-varietas tanaman yang toleran terhadap kekeringan
atau banjir, atau varietas yang bermasa tanam pendek dan menghasilkan panen yang relatif banyak; perluasan
jaringan irigasi; dukungan untuk mendorong terbangunnya sistem asuransi mikro yang terkait bencana (misalnya,
derivatif cuaca seperti yang sekarang tengah diperkenalkan di Mongolia untuk membantu para gembala); penguatan
ketangguhan infrastruktur sosial dan produktif utama yang diperuntukkan bagi kaum miskin; dan pengembangan
sistem-sistem peringatan dini. Ada pula sejumlah mekanisme yang dapat dirancang sebelumnya untuk tanggap
bencana (Kotak 5). Dalam memilih dan merancang berbagai langkah ini, penting untuk dipertimbangkan apakah
langkah-langkah tersebut memihak kaum miskin – misalnya, apakah perlindungan dari ancaman bahaya yang
datang dari laut akan dipasang di lokasi-lokasi yang didiami oleh kelompok-kelompok yang berpendapatan
rendah atau apakah keluarga-keluarga miskin akan memiliki keterampilan dan sumber daya untuk mengakses
dan memanfaatkan sistem-sistem peringatan bahaya dengan efektif. Berkaitan dengan keterbatasan finansial, yang
perlu diprioritaskan adalah langkah-langkah yang berbiaya ekonomis, seperti program-program manajemen risiko
bencana berbasis komunitas yang potensial memberikan solusi yang berkelanjutan dan sekaligus peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan strategi-strategi bertahan yang telah dimiliki kaum miskin.
Untuk pembahasan yang lebih lengkap tentang langkah-langkah yang mungkin dilaksanakan, silahkan lihat UN-ISDR, Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. Jenewa:
Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (UN-ISDR), 2004. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/about_isdr/bd-lwr-2004-eng.htm
Catatan Panduan 3
45
Kotak 5
Jaring pengaman sosial pascabencana
Jaring-jaring pengaman sosial yang dibiayai dari dana publik akan dibutuhkan untuk mendukung keluargakeluarga miskin selama dan setelah bencana, terutama untuk menyediakan bantuan kemanusiaan,
mendukung pemulihan penghidupan dan membantu menjamin agar keluarga-keluarga miskin tidak dipaksa
untuk semakin tenggelam ke dalam kemiskinan (misalnya, dengan terpaksa menjual aset-aset mereka).
Analisis terbaru dari Ethiopia dan Honduras, misalnya, memperlihatkan bahwa sebuah jaring pengaman sosial
yang memenuhi kebutuhan pangan dasar dan, pada beberapa kasus, sedikit pendapatan minimal dalam
bentuk tunai dapat membantu mereka yang miskin kronis untuk mengalihkan upaya dari strategi-strategi
penyesuaian untuk pertahanan hidup (seperti penjualan aset-aset produktif yang tersisa karena terjepit
keadaan) kepada kegiatan-kegiatan yang lebih memberi penghasilan yang dapat membantu membangun
aset serta meningkatkan pendapatan.
Jaring-jaring pengaman ini harus dibangun jauh sebelum bencana menimpa, diarahkan dengan seksama untuk
membantu kaum miskin dan dirancang untuk mendukung pemulihan yang cepat dan, jika memungkinkan,
meningkatkan ketangguhan terhadap kejadian-kejadian bahaya di masa depan. Jaring-jaring pengaman
tersebut harus menjadi pelengkap dan bukannya menggantikan strategi bertahan keluarga-keluarga miskin
dan menjamin agar ketimpangan-ketimpangan yang telah ada tidak semakin diperburuk (misalnya saja
dengan hanya melayani para pekerja yang berizin dan terdaftar). Jaring pengaman juga harus peka terhadap
fakta bahwa beberapa kelompok masyarakat miskin mungkin relatif lebih tangguh terhadap bahaya (misalnya,
para pekerja pabrik di perkotaan yang tidak berketerampilan). Sementara, beberapa kelompok lain yang tidak
miskin, seperti para petani, mungkin malah sangat rentan dan dapat dengan mudah untuk sementara waktu
terjatuh ke dalam kemiskinan karena bencana dan dengan demikian potensial membutuhkan dukungan
khusus.
Jenis jaring pengaman yang sesuai yang diterapkan akan tergantung pada sifat bahaya yang dialami, karak­
teristik keluarga-keluarga miskin yang terpengaruh dan dampak dari bencana itu sendiri. Beberapa pilihan
yang dapat dipertimbangkan:
 Hibah uang tunai atau semacam tunai yang diberikan satu kali untuk membantu menggantikan aset-aset
yang hilang (contohnya, hewan ternak), menghidupkan kembali mata pencaharian dan melindungi asetaset yang tersisa.
 Dukungan bagi lembaga-lembaga keuangan mikro untuk dapat bertahan terhadap tekanan likuiditas yang
diakibatkan oleh bencana dan untuk dapat menyalurkan pinjaman kepada para korban bencana.
 Program-program kerja publik untuk menciptakan lapangan pekerjaan, yang diarahkan untuk kaum
miskin melalui tingkat upah yang rendah.
 Penghapusan biaya-biaya atau pajak, seperti penghapusan pajak-pajak pertanian tertentu, uang sekolah
atau biaya-biaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Di daerah-daerah berisiko tinggi, implikasi dari kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam juga harus
dipertimbangkan dalam menentukan strategi-strategi dan program-program lain untuk mengurangi kemiskinan.
Hal ini penting baik untuk menjamin agar manfaat-manfaat dan biaya sepenuhnya dari berbagai pilihan yang
berbeda ini dapat dipertimbangkan, termasuk nilai yang dipertukarkan (trade-off) potensial antara pencapaian
tujuan-tujuan strategi penanggulangan kemiskinan dan pengurangan risiko, dan untuk memberikan sedikit
gambaran akan dampak bersih yang diharapkan dari sebuah strategi penanggulangan kemiskinan pada kerentanan
terhadap bahaya-bahaya alam, terutama bagi kaum miskin. Misalnya:
 Meningkatkan jaringan jalan-jalan di pedesaan dapat membuka pasar bagi tanaman-tanaman pangan baru
dan produk-produk nonpertanian; sesuatu yang potensial untuk memfasilitasi diversifikasi pendapatan dengan
kegiatan-kegiatan yang kurang begitu rentan terhadap bahaya dan sekaligus meningkatkan akses terhadap
komunitas-komunitas pedesaan yang terkena bencana.
 Memperluas ketersediaan kredit bagi kaum miskin juga dapat mendukung diversifikasi pendapatan dengan
kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih tahan terhadap bahaya.
 Meningkatkan pengumpulan sampah padat dapat mengurangi risiko banjir di daerah-daerah kumuh
perkotaan.
46
Carter, M.R., Little, P.D., Mogues, T. dan Negatu, W. Shocks, Sensitivity and Resilience: Tracking the Economic Impacts of Environmental Disaster on Assets in Ethiopia and Honduras. University of Addis
Ababa, University of Kentucky and University of Wisconsin, 2004. Dapat diakses di: http://ideas.repec.org/p/wpa/wuwpdc/0511029.html
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
 Atau sisi negatifnya, upaya mendorong peningkatan usaha perikanan dapat memicu kerusakan lingkungan dan
mengurangi perlindungan terhadap bahaya-bahaya alam. (Lihat juga Kotak 6.)
Kotak 6
Menjamin agar penanggulangan kemiskinan tidak memperburuk risiko
bencana
UNDP dan UN-ISDR telah mengembangkan sebuah matriks yang menggarisbawahi cara-cara untuk menjamin
agar kontribusi masing-masing sektor terhadap pencapaian Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (atau
Millenium Development Goals/MDGs), yang erat terkait dengan tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan,
tidak memperburuk risiko bencana (UNDP dan UN-ISDR, 2006). Misalkan saja, berkaitan dengan MDG1,
Sasaran 1, yang bertujuan untuk mengurangi separuh dari proporsi mereka yang berpenghasilan kurang dari
satu dolar AS perhari pada tahun 2015, matriks yang dikembangkan mencakup hal-hal berikut ini:
 Pertanian. Selain meningkatkan produktivitas pertanian untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin di
pedesaan dan menciptakan lapangan kerja di desa, penting bagi kita untuk menyediakan strategi-strategi
bercocok tanam yang tahan terhadap kekeringan, termasuk pola-pola tanam darurat untuk menyesuaikan
dengan hujan yang datang terlalu dini atau terlalu terlambat, banjir atau kekeringan, yang dihubungkan
erat dengan pemantauan dan peramalan meteorologis.
 Air dan sanitasi. Peningkatan pasokan air untuk kegiatan-kegiatan produktif dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertanian, manufaktur dan jasa di perkotaan, tetapi keseimbangan
penggunaan air tanah harus diperhatikan dan harus dijamin agar pengambilan air tanah tidak melebihi
tingkat pemulihan ketersediaan air tanah sehingga tidak memperburuk dampak kekeringan di masa-masa
yang akan datang.
 Peningkatan daerah kumuh dan perencanaan kota. Upaya memberikan jaminan keamanan dalam hal
penguasaan lahan dapat meningkatkan partisipasi pasar kerja dan akses terhadap pasar kredit, tetapi
harus diperhatikan agar peraturan-peraturan tata guna lahan yang konsisten dengan pemetaan risiko
bahaya benar-benar ditegakkan dan diterapkan. Infrastruktur perkotaan, termasuk sistem transportasi,
dibutuhkan dalam membangun industri manufaktur dan jasa, tetapi harus dibuat sedemikian rupa
sehingga tangguh terhadap bahaya melalui penyesuaian dan penguatan struktural agar sesuai dengan
risiko-risiko bahaya yang teridentifikasi.
 Transportasi. Jalan-jalan raya, jalur kereta api dan pelabuhan dapat menurunkan biaya-biaya transportasi
dan dengan demikian meningkatkan penghasilan nyata yang diperoleh kaum miskin, tetapi sistem
transportasi harus dibuat tangguh terhadap bahaya.
Dengan menggarisbawahi intervensi-intervensi yang dibutuhkan oleh berbagai sektor yang berbeda,
matriks ini mendukung kementerian-kementerian/departemen-departemen pemerintah dan mitra-mitra
nonpemerintah mereka dalam memahami tanggung jawab mereka berkaitan dengan potensi nilai yang dapat
dipertukarkan (trade-off) antara risiko bencana dan pengurangan risiko serta dalam mengidentifikasikan
intervensi-intervensi pengurangan risiko bencana yang dibutuhkan. UNDP dan UN-ISDR merencanakan untuk
memperluas kerja ini lebih lanjut dalam rangka menyusun panduan sektoral yang lebih spesifik.
Idealnya, semua pilihan potensial untuk mengurangi kemiskinan harus dianalisis secara kualitatif untuk menentukan
bagaimana kita akan mengalokasikan sumber daya. Jika digunakan analisis biaya-manfaat, segala bentuk biaya
signifikan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan risiko bencana dan manfaat-manfaat dari
setiap pilihan ini sebaiknya harus tercakup di dalam analisis (lihat Catatan Panduan 8). Dalam praktiknya, yang
lebih mudah dilakukan seringkali adalah analisis efektivitas biaya, yang meliputi pembandingan biaya-biaya yang
dibutuhkan oleh setiap unit (dalam hal biaya perorang atau setiap rumah tangga yang dilayani) untuk mencapai
hasil-hasil antara. Dalam situasi seperti ini lebih sulit untuk menilai manfaat pengurangan risiko bencana secara
kuantitatif, kecuali jika mereka mempengaruhi biaya-biaya unit. Namun, biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang
berkaitan dengan risiko bencana harus dipertimbangkan secara kualitatif dalam menentukan pilihan akhir yang
akan digunakan. Pada akhirnya, pemilihan ini merupakan suatu penilaian yang berdasarkan informasi.
Catatan Panduan 3
47
Ekonomi makro dan kebijakan-kebijakan struktural. Pertumbuhan ekonomi umumnya dianggap sebagai faktor
utama yang terpenting dalam mengurangi kemiskinan, dan selanjutnya stabilitas ekonomi makro dipandang
sebagai sesuatu yang mendasar bagi pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan.10 Bencana dapat menciptakan
ketidakstabilan ekonomi makro secara signifikan, mengganggu kegiatan-kegiatan produktif, menimbulkan
gangguan pada perimbangan fiskal dan perdagangan luar negeri serta mengurangi baik tingkat pertumbuhan
jangka pendek maupun jangka menengah (lihat Catatan Panduan 8). Tambahan pula, pertumbuhan ekonomi tidak
dengan sendirinya mengakibatkan berkurangnya kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam. Dalam tahap-tahap
awal pembangunan ekonomi, bencana dapat meningkatkan kerentanan, baik bagi kelompok-kelompok rentan
sendiri maupun bagi ekonomi makro yang lebih luas (lihat Kotak 7 dan Catatan Panduan 14). Oleh karena itu, di
negara-negara yang berisiko tinggi kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang disusun harus mempertimbangkan
aspek kerentanan terhadap bahaya alam, dan memperhitungkan kerentanan relatif dari berbagai sektor yang
ada dalam mendorong pertumbuhan dan mencari pilihan-pilihan yang sama-sama menguntungkan antara
upaya untuk memperkuat ketangguhan terhadap bahaya dan mempertahankan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan. Proyeksi kinerja pertumbuhan di masa yang akan datang, pencapaian-pencapaian dalam upaya
penanggulangan kemiskinan dan sumber-sumber daya yang tersedia untuk belanja publik juga harus realistis,
dengan memperhitungkan dampak bencana yang mungkin timbul, demi mendukung perencanaan pembangunan
yang baik (lihat Catatan Panduan 14).
Kotak 7
Pertumbuhan ekonomi dan kerentanan terhadap bahaya
Hubungan antara tingkat pembangunan dari sebuah ekonomi dan kerentanannya terhadap bahaya-bahaya
alam sangatlah kompleks; sesuatu yang mencerminkan fakta bahwa pembangunan bukanlah sebuah proses
yang berjalan dalam satu garis lurus dengan banyak jalur yang berbeda. Kenyataan membuktikan bahwa dalam
tahap-tahap awal pembangunan ekonomi kerentanan dapat meningkat baik pada tingkat ekonomi mikro
maupun makro. Kelompok-kelompok miskin dan mereka yang secara sosial kurang beruntung dapat menjadi
lebih rentan karena perubahan-perubahan sosial ekonomi dapat membawa pada, misalkan saja, lunturnya
dukungan keluarga dan runtuhnya mekanisme bertahan hidup tradisional, meningkatnya ketergantungan
pada pendapatan dalam wujud uang daripada produksi dalam bentuk barang dan perpindahan orang untuk
menetap dan mencari penghidupan di daerah-daerah yang lebih rawan bahaya. Selain itu, dalam tahap-tahap
awal pembangunan, biasanya terjadi urbanisasi cepat yang tidak terencana; peraturan-peraturan standar
bangunan dan penggunaan lahan tidak ditegakkan dengan baik; hanya sedikit perhatian yang diberikan
pada kondisi lingkungan hidup; dan eksploitasi sumber-sumber daya alam seperti hutan dan air tanah yang
akan memperburuk dampak kejadian-kejadian bahaya di masa yang akan datang (lihat Catatan Panduan
7). Sementara itu, semakin berkembangnya integrasi sektoral, geografis dan finansial telah meningkatkan
pengaruh ekonomi makro tak langsung dari kinerja buruk pada satu sektor atau daerah tertentu pada
keseluruhan ekonomi negara, yang berpotensi mengubah krisis-krisis lokal menjadi krisis nasional.
Pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi, kerugian fisik yang diakibatkan bencana biasanya jauh lebih
tinggi, tetapi dampak ekonomi bencana menurun secara proporsional, yang antara lain disebabkan oleh
adanya peningkatan investasi dalam program-program mitigasi dan kesiapsiagaan, perbaikan manajemen
lingkungan hidup, adanya akses yang lebih besar pada sumber-sumber daya finansial dan biaya-biaya peluang
yang lebih rendah serta berkurangnya skala kemiskinan absolut yang berarti juga berkurangnya kerentanan
rumah tangga. Sebagian besar aset-aset ekonomis sektor swasta kemungkinan besar juga diasuransikan
dengan memadai terhadap bencana dan beban yang harus ditanggung disebar kepada beberapa pihak
reasuransi global.
Sumber: Benson, C. dan Clay, E.J. Understanding the Economic dan Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series,
No. 4. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/ WDS_IBank_Servlet?pcont=details&
eid= 000012009_20040420135752
Tata pemerintahan.11 Di negara-negara berisiko tinggi, upaya-upaya untuk meningkatkan tata pemerintahan harus
meliputi juga mekanisme-mekanisme untuk menjamin agar:
10 Lihat, misalnya, World Bank (2002).
11 Lihat, misalnya, UNDP, ProVention, UN-HABITAT and UNV (2005) untuk diskusi lebih mendalam.
48
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
 ada kerangka kebijakan yang sesuai untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana sebagai salah satu
unsur pokok dalam perencanaan pembangunan;
 adanya pengaturan dan kapasitas kelembagaan, legislatif serta pembuatan peraturan yang kuat untuk manajemen
risiko bencana;
 tersedia alokasi dana yang memadai untuk manajemen risiko bencana, termasuk perencanaan keuangan yang
sesuai untuk bencana-bencana yang potensial terjadi (lihat di bagian bawah);
 semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk kaum miskin dan kelompok-kelompok yang rentan, ikut
ambil bagian dalam penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam manajemen risiko bencana;
 kelompok-kelompok kepentingan yang kuat tidak membelokkan upaya-upaya untuk mengurangi kerentanan
kaum miskin terhadap bahaya;
 hak kepemilikan kaum miskin terjaga, demi mendorong kaum miskin agar mau mengambil langkah-langkah
mitigasi yang perlu;
 penyediaan dukungan pascabencana mencapai mereka-mereka yang paling membutuhkan;
 peluang korupsi diminimalkan (misalnya, melalui pengendalian keuangan dan sistem akuntabilitas yang
dirancang dengan baik dan diterapkan dengan semestinya berkaitan dengan penggunaan dana-dana bantuan
kemanusiaan dan rekonstruksi); dan
 pemerintah dan aktor-aktor kelembagaan lainnya dituntut untuk bertanggung gugat atas keputusan-keputusan
dan tindakan-tindakan mereka dalam manajemen risiko bencana.
Desentralisasi adalah sebuah wahana yang penting untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana,
membangun partisipasi lokal dan memperkuat serta meningkatkan akuntabilitas. Walaupun demikian,
untuk menjamin agar pemerintah-pemerintah daerah mampu memenuhi tanggung jawab mereka dalam hal
penanggulangan bencana, pengalihan tanggung jawab dari pusat harus disertai dengan pengalihan kewenangan
dan sumber-sumber keuangan yang setara.
Masalah-masalah tata pemerintahan potensial yang dapat ditimbulkan bencana juga harus dikenali, dan dikaitkan,
misalnya saja, dengan tekanan besar yang dapat ditimbulkan oleh bencana pada sistem administrasi pemerintah
dan gangguan yang dapat ditimbulkannya pada proses-proses konsultasi dan partisipasi.
Biaya, anggaran dan keuangan. Risiko bencana harus diperhitungkan dalam pengalokasian sumber-sumber daya
publik, dan harus disediakan anggaran yang sesuai untuk pengurangan risiko bencana dan bencana-bencana yang
potensial terjadi (lihat Catatan Panduan 4 dan 14).
Ada kecenderungan untuk membiayai sebagian upaya bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi pascabencana
dengan merealokasikan sumber-sumber daya yang sebelumnya telah diperuntukkan bagi pembangunan. Hal ini
mengganggu pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Masuknya bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi dari luar
dalam skala besar juga dapat menyebabkan timbulnya masalah penyerapan dana, yang akan berdampak pada
semua bidang pengeluaran publik. Walaupun begitu, sistem penetapan prioritas pengeluaran, suatu aspek dari
manajemen fiskal yang baik, dapat berperan penting dalam menjamin agar program-program penanggulangan
kemiskinan utama terlindungi. Jika pengeluaran pascabencana terjadi rutin setiap tahun, harus diupayakan adanya
dana yang khusus diperuntukkan bagi bencana.
Digunakannya kerangka pengeluaran berjangka menengah juga penting untuk membantu menjamin agar
kebutuhan-kebutuhan pengurangan risiko tidak sepenuhnya terkalahkan oleh tuntutan-tuntutan jangka pendek
yang lebih mendesak, tetapi pada akhirnya mungkin kurang begitu penting.
Langkah 4. Membangun prosedur-prosedur pemantauan dan evaluasi
Jika sebuah strategi penanggulangan kemiskinan diharapkan berperan dalam peningkatan manajemen risiko
bencana, strategi tersebut harus memuat sasaran-sasaran dan indikator-indikator jangka pendek dan jangka panjang
yang relevan serta sistem-sistem yang sesuai untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian, dan
khususnya dampak-dampak strategi ini pada kaum miskin (lihat Kotak 8).
Idealnya, indikator-indikator bersifat kuantitatif (dengan data dasar terkait yang akan digunakan untuk mengukur
kemajuan), tepat, dapat diperoleh dengan mudah dan murah, relevan dan cukup untuk menilai kinerja. Indikatorindikator yang terpilah-pilah berdasarkan zona-zona geoklimatik atau geofisik mungkin juga relevan untuk
digunakan. Indikator-indikator hasil (outcome) harus didasarkan pada turunnya tingkat kerentanan dan bukan
Catatan Panduan 3
49
berkurangnya tingkat kerugian karena mungkin saja tidak ada bencana yang terjadi selama masa berlakunya
dokumen strategi penanggulangan kemiskinan. Hasil-hasil pengurangan risiko bencana harus dihubungkan
dengan pencapaian tujuan-tujuan strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih luas, termasuk Tujuan-tujuan
Pembangunan Milenium untuk strategi penanggulangan kemiskinan.
Penting pula untuk mempertimbangkan akibat-akibat potensial yang dapat ditimbulkan bencana (dan guncanganguncangan lainnya) terhadap pelaksanaan, dampak dan hasil strategi penanggulangan kemiskinan (seperti
kerusakan fisik atau terpaksa mengubah alokasi sumber-sumber daya), untuk menjamin agar indikator-indikator dan
sasaran-sasaran yang ditetapkan realistis, serta untuk memeriksa lebih lanjut apakah implikasi-implikasi potensial
bencana telah dipertimbangkan dan ditangani dengan memadai. Di negara-negara yang berisiko tinggi, lebih
cocok digunakan indikator-indikator dan sasaran-sasaran terkait bencana yang berwujud rentang (range) daripada
titik (point), atau ‘dengan’ dan ‘tanpa’ target dan indikator bencana untuk semua tujuan strategi penanggulangan
kemiskinan. (lihat Catatan Panduan 13 untuk diskusi lebih lanjut)
Kotak 8
Indikator-indikator pemantauan dan evaluasi untuk pengurangan risiko
bencana
Berbagai strategi penanggulangan kemiskinan yang ada saat ini memuat berbagai macam indikator masukan
dan keluaran untuk pengurangan risiko bencana, misalnya, berkaitan dengan rencana belanja untuk kegiatankegiatan tertentu, perancangan dan persetujuan kebijakan-kebijakan yang berkaitan, penyelenggaraan
pelatihan dan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kerentanan struktural tertentu. Beberapa
strategi penanggulangan kemiskinan, termasuk yang mencoba mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan
pengurangan risiko bencana ke dalam strategi-strategi dan program-program pembangunan yang lebih luas,
juga menetapkan indikator-indikator hasil dan dampak terkait bencana yang spesifik, dan dalam beberapa
kasus mengukur pencapaian upaya pengurangan risiko bencana secara tidak langsung melalui indikatorindikator keluaran lain (lihat juga Catatan Panduan 4):
 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Vietnam tahun 2002 yang memiliki sasaran untuk mengurangi
separuh jumlah orang yang terjatuh kembali ke dalam kemiskinan karena bencana dan risiko-risiko lainnya
pada tahun 2010.
 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Bangladesh tahun 2005 yang dalam pelaksanaannya memiliki sebuah
program manajemen bencana menyeluruh yang diharapkan akan berkontribusi pada turunnya sampai 50
persen jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, terciptanya lapangan kerja yang membawa
penghasilan dan berkurangnya kerugian dalam hasil kerja, harta milik dan berkurangnya korban jiwa.
 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kamboja tahun 2002 yang memiliki sasaran untuk mengurangi
wilayah tanah pertanian yang hancur karena banjir dan kekeringan, mengurangi nilai kerugian finansial
akibat banjir dan mengurangi jumlah orang yang terkena kekeringan.
Langkah 5. Pelaksanaan, evaluasi dan umpan balik
Untuk meningkatkan efektivitas srategi-srategi penanggulangan kemiskinan di masa yang akan datang, kita perlu
menilai pencapaian-pencapaian dan kelemahan-kelemahan manajemen risiko bencana sebagai bagian dari evaluasi
dan penggalian pelajaran-pelajaran berharga dari pengalaman masa lalu. Evaluasi ini harus mengkaji apakah
analisis risiko bencana awal sudah memadai; apakah risiko bencana telah diperhitungkan dengan semestinya
dan efisiensi biaya; efektivitas dan keberlanjutan kegiatan-kegiatan terkait; apakah pencapaian-pencapaian dan
hasil-hasil srategi penanggulangan kemiskinan potensial terancam oleh kejadian-kejadian bahaya di masa depan;
dan bagaimana bencana yang terjadi dalam masa implementasi srategi tersebut telah mempengaruhi hasil srategi
penanggulangan kemiskinan.
Isu-isu ini harus ditelaah dalam mengevaluasi srategi-strategi penanggulangan kemiskinan di semua negara yang
rawan bencana, lepas dari apakah risiko bencana dibahas secara eksplisit atau tidak. (Lihat Catatan Panduan 13
untuk panduan lebih lanjut tentang evaluasi.)
Jika dalam masa pelaksanaan srategi penanggulangan kemiskinan terjadi sebuah bencana besar, strategi tersebut
perlu disesuaikan. Dalam situasi semacam ini segala perubahan harus transparan dan rasional dalam kaitan dengan
tujuan-tujuan utama srategi penanggulangan kemiskinan.
50
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah ulangan: Konsultasi partisipatif
Konsultasi-konsultasi tentang kontribusi bencana pada masalah kemiskinan dan pilihan-pilihan yang diambil
untuk memperkuat ketangguhan harus diulang beberapa kali selama persiapan sebuah srategi penanggulangan
kemiskinan, misalnya, dalam memberikan informasi tambahan yang dapat digunakan dalam kerja diagnostik;
dalam menentukan program-program aksi; dan dalam evaluasi serta dalam mempelajari hikmah yang dapat
dipetik.
Kelompok-kelompok yang dikenal sangat rentan, baik yang miskin maupun tidak miskin, harus diikutsertakan dalam
proses ini untuk mengetahui keprihatinan-keprihatinan mereka, termasuk persepsi akan risiko, perilaku dalam
menanggapi bahaya dan prioritas-prioritas dalam memperkuat ketangguhan. Khususnya, pandangan-pandangan
keluarga-keluarga yang dikepalai kaum perempuan, para lanjut usia, mereka yang cacat dan kelompok-kelompok
lain yang secara sosial berpotensi dipinggirkan harus secara eksplisit didengarkan karena kelompok-kelompok ini
seringkali sangat rentan terhadap bahaya-bahaya alam.
Seringkali kita juga perlu berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan yang memiliki pengetahuan dan
keahlian yang relevan, termasuk organisasi-organisasi masyarakat sipil (yang seringkali menjadi pihak yang
paling aktif mendorong agenda pengurangan risiko), para pegawai pemerintah di kementerian-kementerian dan
departemen terkait (misalnya, kesejahteraan sosial, pertanian, transportasi, kesehatan) di tingkat pemerintah
nasional dan daerah, lembaga-lembaga publik yang khusus bergerak dalam bidang yang berkaitan dengan bencana,
sektor swasta dan para akademisi serta lembaga-lembaga penelitian.
3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
 Pengakuan sejak awal akan pentingnya pengurangan risiko bencana. Pengakuan sejak awal tentang kemungkinan
peran bahaya alam dan kerentanan terkait terhadap kemiskinan serta pengakuan tentang kerentanan lebih
sebagai isu pembangunan dan bukannya isu kemanusiaan adalah penting untuk memastikan bahwa topik ini
mendapat perhatian yang selayaknya dalam kerja analitis dan diagnostik awal untuk srategi penanggulangan
kemiskinan dan proses konsultatif terkait, dan oleh karena itu juga dalam strategi yang dihasilkan.
 Kemauan dan akuntabilitas politik. Baik pemerintah maupun komunitas pembangunan internasional harus bisa
menerima bahwa mereka bertanggung gugat kepada kaum miskin dalam mengurangi risiko bencana dengan
menunjukkan komitmen jangka panjang pada pengurangan risiko. Dalam jangka pendek hasil dari komitmen ini
mungkin tidak akan terlihat, dengan pengandaian tidak ada bencana yang terjadi, tetapi dalam jangka panjang
hasilnya akan menjadi substansial.
 Dukungan teknis. Perlu disusun sebuah panduan yang jelas dan mudah diakses untuk mendukung pemerintah
dalam menganalisis dan menanggulangi aspek-aspek kemiskinan yang berkaitan dengan bencana.
 Kapasitas advokasi kelompok-kelompok rentan. Pandangan dan kebutuhan kelompok- kelompok rentan perlu
didengarkan dan dipahami. Hal ini dapat menjadi tugas yang menantang karena kelompok-kelompok semacam
itu sulit didefinisikan dan biasanya tidak dapat dicapai hanya melalui satu titik masuk.
 Minimalisasi biaya. Pertimbangan-pertimbangan risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam srategi
penanggulangan kemiskinan dengan biaya seekonomis mungkin. Pengumpulan analisis kerentanan terhadap
ancaman bahaya alam serta dampak bencana terhadap kaum miskin yang sudah ada dapat mengurangi biaya
penyusunan srategi penanggulangan kemiskinan. Selain itu, memberi perhatian yang memadai terhadap
pengurangan risiko bencana dalam rancangan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya, alih-alih
memperlakukan pengurangan risiko sebagai suatu kegiatan terpisah, juga dapat sangat mengurangi kebutuhan
biaya untuk implementasi.
Kotak 9
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Catatan Panduan 3
51
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.12
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan Lebih Lanjut
ActionAid International and Ayuda en Acción. People-Centred Governance: Reducing Disaster for Poor and Excluded People.
Policy Briefing for the World Conference on Disaster Reduction, Japan, January 18–22, 2005. Johannesburg and Madrid:
ActionAid International and Ayuda en Acción, 2005. Dapat diakses di: http://www.actionaid.org/wps/content/documents/kobe_
peoplecentredgov.pdf
AfDB et al. Poverty and Climate Change: Reducing the Vulnerability of the Poor through Adaptation. African Development Bank et
al., 2003. Dapat diakses di: http://povertymap.net/publications/doc/PovertyAndClimateChange_WorldBank.pdf
ALNAP and ProVention Consortium. South Asia Earthquake 2005: Learning from previous recovery operations. Active Learning
Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action and ProVention Consortium, 2005. Dapat diakses di: http://
www.alnap.org/publications/pdfs/ALNAP-ProVention_SAsia_Quake_Lessonsb.pdf
DFID. Disaster risk reduction: a development concern – A scoping study on links between disaster risk reduction, poverty and
development. London: Department for International Development (UK), 2004. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/
files/drr-scoping-study.pdf
12 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
52
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
DFID. Key Sheets on Climate Change and Poverty. London: Department for International Development (UK), 2004. Dapat diakses
di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/climatechange/keysheetsindex.asp
GTZ. Linking Poverty Reduction and Disaster Risk Management. Eschbom: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit
(GTZ) GmbH, 2005. Dapat diakses di: http://www.zeneb.uni-bayreuth.de/downloads/en-linking-povred-drm.pdf
UNDP and UN-ISDR. Integrating Disaster Risk Reduction into CCA and UNDAF: Guidelines for Integrating Disaster Risk Reduction into
CCA/UNDAF. Geneva: United Nations Development Programme and United Nations International Strategy for Disaster Reduction
Secretariat, 2006. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/risk-reduction/sustainable-development/cca-undaf/cca-undaf.
htm#2-3
UNDP, ProVention, UN-HABITAT and UNV. Governance: Institutional and Policy Frameworks for Risk Reduction – Thematic
Discussion Paper Cluster 1. Paper prepared for World Conference on Disaster Reduction, 18–22 January, Kobe, Hyogo, Japan.
Geneva, Nairobi and Bonn: United Nations Development Programme, Bureau for Crisis Prevention and Recovery, ProVention
Consortium Secretariat, United Nations Human Settlements Programme and United Nations Volunteers, 2005. Dapat diakses di:
http://www.unisdr.org/wcdr/thematic-sessions/cluster1.htm
World Bank. A Sourcebook for Poverty Reduction Strategies. Washington, DC: World Bank, October 2002. Dapat diakses di: http://
web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTPOVERTY/EXTPA/0,,contentMDK:20175742~menuPK:435735~pagePK:¬
148956 ~piPK:216618~theSitePK:430367,00.html
Naskah Srategi Penanggulangan Kemiskinan dan dokumen-dokumen terkait lainnya dapat diunduh dari: http://web.worldbank.org/
WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTPOVERTY/EXTPRS/0,,contentMDK:20200608~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:384201,00.
html
Catatan panduan ini disusun oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Tim Penasehat Proyek dan
Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasehat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian ini. Terima
kasih juga disampaikan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan
Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia
(SIDA). Pengarang bertanggungjawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan
tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau
badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara;
(5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9)
Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Penyusunan Program
di Tingkat Negara
Catatan Panduan 4
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan berikut membahas isu penyusunan program di tingkat negara, dengan memberi panduan tentang
bagaimana mengkaji risiko bencana serta mengidentifikasi peluang-peluang pengurangan risiko terkait untuk
melindungi efektivitas program-program bantuan pembangunan serta mendukung negara-negara dalam memperkuat
strategi manajemen risiko bencana mereka. Catatan ini disusun sebagai panduan yang sifatnya dasar dan umum
bagi segala bentuk lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan, sebagai pelengkap panduanpanduan penyusunan program di tingkat negara yang sudah mereka miliki.
1. Pengantar
Semua lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan menerapkan suatu kerangka program
yang digunakan untuk menganalisis masalah, kebutuhan dan kepentingan-kepentingan, mengidentifikasikan
fokus sektoral dan bidang kerja, serta menetapkan tingkat dan komposisi bantuan secara umum. Kecuali pada
lembaga-lembaga yang sangat kecil, kerangka program ini biasanya diterapkan di tingkat nasional. Setiap lembaga
mempunyai sebutan yang berbeda-beda untuk rancangan semacam ini, misalnya Dokumen Strategi di tingkat
Negara (Country Strategy Papers/CSPs), Program Bantuan di tingkat Negara (Country Assistance Programmes/ CAPs),
Strategi Bantuan di tingkat Negara (Country Assistance Strategies/CASs) dan, khusus sebutan yang digunakan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa, Kajian Bersama di tingkat Negara (Common Country Assessments/CCAs) yang digunakan
untuk menyusun Kerangka Program Bantuan Pembangunan PBB (UN Development Assistance Frameworks/UNDAF).
Jangka waktu rancangan ini biasanya antara tiga sampai lima tahun, supaya tersedia waktu yang cukup untuk
menghasilkan kemajuan-kemajuan strategis yang signifikan. Sementara itu, dalam kasus Lembaga-lembaga
Keuangan Internasional (International Financial Institutions/IFI), jika suatu bidang fokus tertentu tidak teridentifikasi
dalam rencana di tingkat nasional, tidak akan ada proyek yang berkaitan dengan bidang ini yang dapat dilaksanakan
(kecuali dalam hal tindakan pascabencana).
Mempertimbangkan bencana alam dan risiko-risiko terkait dalam penyusunan program di tingkat negara
merupakan suatu hal yang penting dalam mengamankan pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan serta
memastikan efektivitas strategi-strategi suatu lembaga di negara yang dibantu. Pencapaian tujuan jangka pendek
maupun jangka menengah dapat terhambat oleh suatu kejadian bencana, baik dalam hal tujuan-tujuan besar
di tingkat nasional, misalnya pengurangan tingkat kemiskinan, maupun sasaran-sasaran khusus seperti proporsi
jalan yang terpelihara dengan baik maupun tingkat akses terhadap listrik dan air bersih. Proses penyusunan
program di tingkat negara memang memberi peluang penting untuk menangani risiko bencana secara strategis
dan terkoordinasi, mengeksplorasi sifat-sifat kerentanan yang kompleks, lintas bidang dan memiliki banyak aspek
dari perspektif kemanusiaan, sosial lingkungan dan ekonomi, serta mengidentifikasi solusi-solusi manajemen risiko
yang sesuai dan proaktif.
Kondisi Terkini
Secara historis, strategi-strategi di tingkat negara hanya memberi perhatian pada bencana-bencana yang baru saja
terjadi; bahkan secara implisit bencana-bencana tersebut acapkali hanya dianggap sebagai kejadian luar biasa yang
Catatan Panduan 4
55
terjadi satu kali yang menghambat pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek. Potensi bahaya-bahaya di masa depan,
tantangan-tantangan terkait dalam pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan serta interaksi penting dan
harga yang harus dibayar (trade-off) antara bentuk-bentuk dan pola-pola pembangunan serta kerentanan terhadap
bahaya alam seringkali terabaikan, baik dalam strategi-strategi seperti ini maupun dalam strategi-strategi tingkat
negara lainnya untuk negara-negara rawan bahaya (Lihat Kotak 1).
Kotak 1 Mengabaikan risiko bencana
Sebuah kajian terbaru mengenai tingkat perhatian yang diberikan terhadap isu-isu bencana dalam Strategi
Bantuan tingkat Negara (CAS) Bank Dunia mengungkapkan bahwa 44 persen dari CAS negara-negara yang
menerima bantuan yang berkaitan dengan bencana dari Bank Dunia tidak menyebut-nyebut tentang bahaya
alam sama sekali. Bahkan, dari empat puluh negara yang telah menerima empat proyek bencana Bank Dunia
atau lebih, sepertiga CAS dari negara-negara ini tidak mengemukakan apa pun mengenai bahaya alam.
Laporan ini menyimpulkan bahwa “dalam merumuskan program-program pinjaman suatu negara, Bank
Dunia perlu menekankan pentingnya faktor bencana, terutama di negara-negara yang sangat rentan” (hal.
26).
Sumber: World Bank (2006).
Meskipun demikian, semenjak akhir tahun 1990-an, pentingnya pengurangan risiko bencana telah semakin diakui
dalam kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan (dan pemerintah).
Perubahan ini didorong oleh meningkatnya pemahaman akan bencana sebagai masalah pembangunan yang
belum terselesaikan dan kian banyaknya laporan-laporan tentang kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, yang
mencerminkan kian memburuknya tingkat kerentanan ekonomi dan sosial (lihat Catatan Panduan 1). Perhatian
sekarang dialihkan kepada pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam penyusunan program
di tingkat negara dan pengarusutamaan manajemen risiko bencana ke dalam program-program pembangunan.
Kerangka Aksi Hyogo 2005–2015 (Hyogo Framework for Action 2005–2015), yang diadopsi oleh Konferensi Dunia
untuk Pengurangan Bencana pada bulan Januari 2005 dan ditandatangani oleh 168 negara dan badan-badan
multilateral, secara khusus menyerukan kepada lembaga-lembaga internasional untuk “mengintegrasikan
pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam kerangka program bantuan pembangunan,
misalnya ke dalam Kajian Bersama di tingkat Negara (CCA), Kerangka Program Bantuan Pembangunan PBB (UNDAF)
dan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan”. Untuk memfasilitasi proses pengarusutamaan ini, beberapa
lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah mulai mengembangkan ukuran-ukuran risiko yang
bersifat kuantitatif (lihat Kotak 2). Beberapa lembaga multilateral maupun lembaga-lembaga nonpemerintah
juga mulai memasukkan pertimbangan-pertimbangan manajemen risiko bencana khusus ke dalam prosedur
penyusunan program di negara-negara berisiko tinggi (lihat, misalnya, Kotak 3).
Tingkat keberhasilan organisasi-organisasi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor (lihat bagian terakhir),
termasuk hubungan antara tingkat keleluasaan dan skala bantuan yang dimiliki oleh lembaga bersangkutan dan
prioritas-prioritas pemerintah. Contohnya, Lembaga-lembaga Keuangan Internasional (IFI) mempunyai portofolio
pinjaman utang dalam jumlah yang besar, tetapi masih perlu dinegosiasikan dengan pemerintah yang, sebaliknya,
boleh jadi tak mau berutang untuk program-program manajemen risiko bencana (lihat bawah). Lembaga-lembaga
bilateral boleh jadi memfokuskan pada bantuan teknis dan hibah, yang dipusatkan pada sektor-sektor yang mereka
tentukan sendiri, organisasi-organisasi nonpemerintah juga mempunyai bidang spesialisasi masing-masing dan
memusatkan sumber daya mereka yang relatif terbatas pada bidang-bidang ini.
Kotak 2
Indeks risiko bencana
Meningkatnya pengakuan akan pentingnya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam
pembangunan yang lebih luas telah menghasilkan beberapa prakarsa untuk mengembangkan indikatorindikator risiko berskala nasional maupun subnasional. Indikator-indikator tersebut dirancang untuk
56
UN/ISDR. Hyogo Framework for Action 2005–2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. World Conference on Disaster Reduction, 18–22 January 2005, Kobe, Hyogo,
Japan. Geneva: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005, hal. 16, paragraf 32(e). Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/hfa/hfa.htm.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
membantu para praktisi pembangunan dalam mengkaji tingkat pentingnya risiko bencana dalam penyusunan
program di tingkat negara dan untuk memberi sebuah landasan awal dalam mengidentifikasikan hal-hal yang
dibutuhkan untuk memperkuat manajemen risiko bencana, walaupun penggunaan serta relevansi indikatorindikator ini masih perlu diuji. Indikator-indikator ini juga menjadi sebuah alat untuk mengkuantifikasi
risiko, yang dalam kasus-kasus tertentu juga sesuai untuk digunakan sebagai alat untuk memantau dan
mengevaluasi kinerja program (lihat Catatan Panduan 13).
Prakarsa-prakarsa ini meliputi:
 Indeks Risiko Bencana UNDP – suatu kajian global terhadap risiko bencana nasional yang dikembangkan
oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Development Programme/
UNDP) yang memperlihatkan bagaimana pembangunan dapat berperan menimbulkan risiko. Indeks ini
memperhitungkan angka rata-rata risiko kematian setiap negara dalam bencana-bencana yang berskala
besar maupun menengah, yang berhubungan dengan gempa bumi, badai tropis dan banjir.
 Proyek Wilayah-wilayah Rawan (Hotspots) Bank Dunia/ProVention – suatu kajian risiko subnasional berskala
global yang dihitung berdasarkan pembagian wilayah ke dalam ruang-ruang (grid cells), bukan berdasar
pada keseluruhan wilayah masing-masing negara sebagai suatu kesatuan, yang dimaksudkan sebagai dasar
rasional untuk menentukan prioritas dalam upaya-upaya pengurangan risiko dan untuk menggarisbawahi
wilayah-wilayah yang paling membutuhkan manajemen risiko. Risiko-risiko kematian maupun kerugian
ekonomi diperhitungkan sebagai fungsi matematis dari frekuensi ancaman yang diperkirakan muncul
serta perkiraan kerugian yang dapat ditimbulkan setiap kejadian bahaya.
 Program Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter American Development Bank/IDB)/Instituto de Estudios
Ambientalis (Lembaga Kajian Lingkungan Amerika) Program Amerika – sebuah rangkaian indeks risiko
bencana nasional yang digunakan untuk penyusunan program tingkat negara di Amerika Latin dan Karibia.
Indeks ini memiliki empat indikator yang mengukur kinerja manajemen risiko bencana negara-negara
terkait, kapasitas keuangan dalam membiayai pemulihan, tingkat-tingkat risiko setempat dan kondisikondisi tingkat kerentanan manusia yang ada di tingkat negara.
 Indeks Risiko Bencana ECHO – suatu ukuran risiko nasional yang dikembangkan untuk menentukan fokus
negara prioritas untuk kegiatan-kegiatan pengurangan bencana Kantor Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO).
Indeks ECHO ini menggabungkan informasi bencana alam, kerentanan, dan, bila ada, kapasitas negara
untuk bertahan.
Hasil akhir angka risiko dan peringkat negara-negara yang dihitung indeks-indeks di atas tergantung
pada bagaimana risiko didefinisikan. Perekonomian negara-negara kepulauan kecil, misalnya, cenderung
mendominasi tabel-tabel yang menghitung kerusakan fisik dikaitkan dengan tingkat skala perekonomian.
Sebaliknya, negara-negara berukuran menengah yang pernah mengalami bencana besar menduduki peringkat
atas pada indeks UNDP yang dihitung berdasarkan jumlah korban jiwa.
Walau bagaimanapun, melalui penafsiran yang cermat, indikator-indikator ini mampu menyediakan data
yang potensial bagi para penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan dan evaluasi. Sebagai contoh,
Indeks Risiko Bencana ECHO yang dikembangkan pada tahun 2003 telah digunakan untuk memberi masukan
informasi bagi pengambilan keputusan internal dalam alokasi sumber daya untuk negara-negara rawan
bencana dan telah memicu perdebatan mengenai mana yang yang harus diprioritaskan. IDB telah mulai
menggunakan indikator-indikator yang baru saja selesai disusun untuk Program Amerika mereka sebagai
indikator kinerja dalam strategi-strategi tingkat negara yang terkait. Bank Dunia menggunakan Hotspots untuk
membidik CAS yang sedang disusun di negara-negara yang sangat rentan serta mendorong agar strategi-strategi
ini memberi prioritas pada manajemen risiko bencana. Setidaknya telah ada sebuah lembaga nonpemerintah
yang bergerak dalam bidang pembangunan yang mulai menggunakan indikator risiko bencana UNDP untuk
membantu menentukan di negara mana lembaga tersebut akan bekerja.
UNDP (2004).
World Bank. Natural Disaster Hotspots: A Global Risk Analysis. Disaster Risk Management Series No. 5. Washington, DC: World Bank, 2005. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.
org/themes/default/pdfs/Hotspots.pdf . Lihat juga http://geohotspots.worldbank.org/hotspot/hotspots/disaster.jsp untuk peta interaktif online.
IDEA/IDB. Indicators of Disaster Risk and Risk Management: Main Technical Report. Manizales and Washington, DC: Instituto de Estudios Ambientales, Universidad Nacional de Colombia and
Inter-American Development Bank, Sustainable Development Department, 2005. Dapat diakses di: http://idea.manizales.unal.edu.co/ProyectosEspeciales/adminIDEA/CentroDocumentacion/
DocDigitales/documentos/Main%20technical%20report%20IDEA.pdf
De Haulleville, A., Jegillos, S. and Obsomer, V. Overall Evaluation of ECHO’s Strategic Orientation to Disaster Reduction: Main Report. Brussels: European Community Humanitarian Office, 2003.
Catatan Panduan 4
57
Kotak 3 Formalisasi pemaduan manajemen risiko bencana ke dalam penyusunan
program di tingkat negara – prakarsa IDB
Pada bulan Maret 2005, dewan pengurus Bank Pembangunan antar Amerika (IDB) mendukung suatu rencana
aksi untuk meningkatkan manajemen risiko bencana. Melalui rencana ini akan dilaksanakan serangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan program dan manajemen portofolio di tingkat negara, serta
penguatan kebijakan dan kelembagaan. Rencana aksi yang akan dilaksanakan dalam waktu tiga tahun
ini bertujuan untuk membantu IDB dalam mewujudkan komitmennya untuk lebih proaktif dalam hal
manajemen risiko bencana, demi mendukung negara-negara mitranya dalam mengurangi berbagai kerugian
akibat bencana yang dapat dicegah, menjaga efektivitas bantuan pembangunan IDB, dan mengkonsolidasikan
kegiatan-kegiatan manajemen risiko bencananya. Kebijakan manajemen risiko bencana baru yang secara
eksplisit memuat komitmen-komitmen terhadap rencana aksi ini diharapkan sudah dapat diajukan untuk
memperoleh persetujuan Dewan Direktur IDB pada akhir tahun 2006.
Di negara-negara dengan risiko tinggi, IDB akan mengevaluasi risiko bencana dalam kerjasama dengan
negara-negara mitra bersangkutan dan sejalan dengan itu akan menyesuaikan penyusunan dan pelaksanaan
strategi dan program di tingkat negara. Kajian akan menyertakan evaluasi risiko khas yang dihadapi setiap
negara untuk menilai kerugian yang mungkin timbul, dampak ekonomi, dan kapasitas untuk membiayai
pemulihan/pembangunan kembali; wilayah-wilayah geografis serta sektor-sektor berisiko tinggi yang harus
diprioritaskan; dan kapasitas kelembagaan untuk mengelola risiko. Strategi-strategi di tingkat negara dan
perjanjian-perjanjian program yang baru akan membahas risiko bencana, termasuk usulan-usulan IDB
berkaitan dengan pengelolaan risiko-risiko ini. Laporan-laporan pemantauan kinerja program di negaranegara yang berisiko tinggi juga akan secara eksplisit mempertimbangkan dampak kejadian-kejadian
bencana.
Sumber: IDB (2005).
Mendorong praktik yang baik
Ada tiga tindakan dasar yang perlu diambil sebagai bagian dari penyusunan program di tingkat negara untuk
memastikan agar risiko bencana dikaji dan dikelola dengan memadai:
 Risiko bencana harus ditelaah secara eksplisit sebagai bagian dari analisis awal tingkat negara yang dilaksanakan
pada permulaan proses.
 Keputusan apakah dan bagaimana program di tingkat negara akan menangani risiko-risiko yang signifikan harus
diambil berdasarkan pada keputusan-keputusan yang rasional, berdasar pada informasi dan eksplisit, yang
dikaitkan dengan pembagian akuntabilitas dan tanggung jawab yang transparan.
 Kontribusi bencana dan risiko-risiko terkait pada tantangan-tantangan pembangunan lain dan implikasi potensial
mereka terhadap pencapaian tujuan strategis program di tingkat negara harus dieksplorasi secara cermat.
Catatan panduan ini menguraikan langkah-langkah terinci untuk menjamin agar tindakan-tindakan di atas dapat
terwujud.
2. Langkah-langkah dasar dalam menggabungkan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke
dalam program di tingkat negara
Ruang lingkup, tingkat keterincian dan penekanan strategi tingkat negara bervariasi antara lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan, tergantung pada bidang spesialisasi mereka, pendekatan pembangunan
yang mereka gunakan, serta skala bantuan yang diberikan. Walaupun demikian, proses persiapan strategi di tingkat
negara pada umumnya serupa dan tahap-tahap yang dilalui juga hampir sama, walau urutannya mungkin berbeda.
Langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memastikan agar risiko bencana ditelaah dan dipertimbangkan dengan
memadai dalam setiap tahap ini akan dijelaskan di bawah dan diringkas pada Gambar 1. CCA dan UNDAF PBB
58
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
memang tidak dibahas secara eksplisit di sini, tetapi uraian berikut juga relevan dengan perangkat-perangkat
tersebut (lihat juga Kotak 4).
Kotak 4
Pengintegrasian pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana
ke dalam penyusunan program tingkat negara PBB
Dalam melakukan penyusunan program di tingkat negara, badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
memulai dengan secara bersama-sama mempersiapkan sebuah Kajian Bersama di tingkat Negara (CCA)
untuk mengkaji penyebab-penyebab mendasar dari kemiskinan di suatu negara serta menganalisis kemajuan
negara tersebut dalam pencapaian Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/
MDGs). Berangkat dari sini, badan-badan PBB mengembangkan Kerangka Program Bantuan Pembangunan
PBB (UNDAF) sebagai kerangka strategis umum bagi kegiatan-kegiatan operasional PBB, yang menetapkan
prioritas-prioritas bersama dan menghubungkannya dengan hasil-hasil dan keluaran dari program tingkat
negara dari masing-masing badan PBB. UNDAF berfokus pada pencapaian MDG beserta seluruh komitmen,
sasaran dan tujuan dari Deklarasi Millenium serta seluruh konferensi internasional, pertemuan-pertemuan
tingkat tinggi, konvensi-konvensi dan perangkat-perangkat hak-hak asasi manusia PBB. Dari sini masingmasing badan PBB selanjutnya menyusun Dokumen Program tingkat Negara mereka.
UNDP dan Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International Strategy
for Disaster Reduction/UN-ISDR) saat ini tengah mengembangkan panduan-panduan yang menjelaskan
bagaimana, kapan dan di mana pengurangan risiko bencana dapat diintegrasikan ke dalam proses CCA dan
UNDAF. Panduan-panduan ini menguraikan langkah demi langkah prosedur memadukan pengurangan risiko
bencana ke dalam proses penyusunan CCA dan UNDAF, termasuk ke dalam kerja analitis dan analisis pohon
masalah, serta menunjukkan siapa-siapa di dalam Tim PBB di tingkat Negara (UN Country Team) yang harus
memainkan peran utama dalam bidang-bidang terkait. Panduan-panduan ini juga memuat tambahantambahan yang berisi pedoman bagaimana memadukan berbagai dimensi pengurangan risiko bencana
ke dalam matriks hasil UNDAF, yang menyangkut program-program spesifik sektor; pedoman bagaimana
memadukan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam MDG (lihat Catatan
Panduan 3); sebuah daftar uji untuk mengevaluasi pemaduan pertimbangan-pertimbangan pengurangan
risiko bencana ke dalam proses CCA/UNDAF; serta contoh-contoh praktik yang baik.
Sumber: UNDP and UN-ISDR (2006).
Kerja analitik dan penilaian retrospektif
Langkah 1. Melakukan kerja analitik di tingkat negara dan sektor
Sertakan analisis risiko bencana sebagai komponen mendasar dalam penyusunan konteks dan kecenderungankecenderungan utama dalam bidang ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan, legislatif, politik, sipil dan
kebudayaan di tingkat negara.
Analisis tersendiri mengenai risiko bencana tidak perlu terlalu berpanjang-panjang (lihat Kotak 5) dan, dalam hal
lembaga pembangunan yang spesifik, perlu disesuaikan dengan bidang kerja khusus lembaga. Mengingat kerentanan
memiliki sifat multidimensi dan lintas bidang serta kemungkinan implikasi penting risiko bencana dalam tantangantantangan pembangunan lainnya, memang banyak hal akan dapat diperoleh dengan mempertimbangkan risiko
bencana dalam konteks analisis-analisis latar belakang lainnya. Namun, banyak lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan mengandalkan kajian-kajian sekunder yang dilakukan pihak-pihak lain. Dokumen-dokumen
semacam itu harus dikaji apakah cukup memperhatikan risiko bencana dan secara kolektif memberikan penilaian
yang lengkap. Berikut ini disajikan daftar penilaian-penilaian yang dapat dirujuk atau dilaksanakan dalam
penyusunan strategi tingkat negara dan bagaimana masing-masing alat ini harus menangani pertimbanganpertimbangan risiko bencana bilamana perlu:
 Strategi Penanggulangan Kemiskinan. Strategi Penanggulangan Kemiskinan merupakan perangkat utama
pemerintah di banyak negara berpendapatan rendah dalam mengartikulasikan strategi-strategi penanggulangan
kemiskinan dan pertumbuhan dan oleh karena menjadi titik awal yang penting bagi lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan untuk menuyusunn program tingkat negara. Strategi penanggulangan
Catatan Panduan 4
59
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam penyusunan
program di tingkat negara
Merujuk
pada CEA
Ada risiko bencana yang signifikan?
Tidak
Pertimbangkan risiko bencana dalam analisis-analisis latar
belakang yang lain dan sertakan ahli bencana yang sesuai
dalam tim penyusun program serta dewan penasihat
internal
3. Mengkaji pelajaran-pelajaran penting yang dapat dipetik dari
kerjasama pembangunan terdahulu
Pertimbangkan dampak bencana terakhir pada kinerja portofolio dan
tingkat kepatutan dari perhatian yang telah diberikan pada risiko bencana
4. Menentukan tujuan dan strategi
Pertimbangkan pengurangan risiko bencana sebagai bidang kerja sama
pokok atau tema lintas bidang
5. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam
bidang pembangunan
Mengeksplorasi bagaimana lembaga-lembaga lain menangani risiko
bencana
6. Mempersiapkan program operasional
Masukkan kegiatan pengurangan risiko bencana sejalan dengan tujuan
dan strategi program di tingkat negara
7. Mengidentifikasi risiko-risiko di tingkat pelaksanaan
Kaji risiko bencana dan kontribusi-kontribusinya pada bentuk-bentuk
risiko yang lain, dan tunjukkan langkah-langkah untuk memperbaiki ini
Konsultasi terus-menerus dengan para pemangku kepentingan
2. Mengkaji tantangan-tantangan pembangunan yang utama
Pertimbangkan peran dan pentingnya risiko bencana
Tidak ada kebutuhan
lebih lanjut untuk
mempertimbangkan
risiko bencana
Kerja analitik dan penilaian retrospektif
Ya
Penyusunan strategi di tingkat negara
1. Melakukan kerja analitik di
tingkat negara dan sektor
Masukkan analisis risiko bencana
9. Pemantauan dan evaluasi (M&E)
Kaji pencapaian-pencapaian dan kekurangan-kekurangan
program risiko bencana, termasuk apakah analisis awal sudah
memadai atau belum
60
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
M&E
8. Mengembangkan kerangka hasil atau indikator
Masukkan sasaran-sasaran dan indikator-indikator untuk melacak
pelaksanaan dan pencapaian tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana
kemiskinan harus memperhatikan isu-isu bencana, baik dalam menganalisis bentuk-bentuk kerentanan di
balik kemiskinan maupun dalam memilih tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan. Lihat Catatan
Panduan 3 untuk pembahasan lebih terinci.
 Analisis Lingkungan Tingkat Negara (Country Environmental Analysis/CEA). CEA harus memuat gabungan datadata dasar tentang bahaya alam dan menyajikan tinjauan umum tentang bentuk-bentuk dan tingkat-tingkat
kerentanan. Analisis ini, bersama dengan indeks-indeks risiko bencana yang tersedia (lihat Kotak 2), akan
memberikan informasi yang cukup untuk menentukan penting tidaknya pertimbangan risiko bencana dalam
melakukan berbagai bentuk analisis latar belakang lainnya dan menyusun strategi di tingkat negara. Lihat
Catatan Panduan 7 untuk diskusi lebih lengkap.
 Pengkajian ekonomi. Upaya-upaya pengkajian harus menjajaki sifat dan tingkat kerentanan ekonomi terhadap
bencana, khususnya dalam menilai apakah kerangka ekonomi makro yang ada mampu bertahan terhadap
goncangan-goncangan yang ditimbulkan oleh bencana-bencana besar, dan mencari cara-cara untuk meningkatkan
ketahanan ekonomi. Di negara-negara dengan risiko bahaya yang tinggi, segala kegiatan peramalan ekonomi
harus diperluas hingga mencakup juga skenario-skenario bila terjadi bencana besar. Lihat Catatan Panduans 3,
8 dan 14 untuk diskusi yang lebih menyeluruh.
 Pengkajian terhadap belanja publik. Lihat Kotak 6.
 Pengkajian sosial. Lihat Catatan Panduan 11.
Kotak 5 Menyusun profil risiko bencana
Sebuah profil risiko bencana harus mencakup topik-topik di bawah ini, dan menyajikan setidak-tidaknya
ringkasan faktual singkat di bawah setiap judul dan sedapat mungkin memanfaatkan kajian sekunder yang
ada daripada hasil penelitian primer, untuk meminimalkan biaya:
Jenis-jenis bahaya yang dihadapi, skala dan tingkat kemungkinan terjadi (Lihat Catatan Panduan 2).
­ Angka-angka indikator risiko bencana (lihat Kotak 2).
­ Ringkasan tentang kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh bencana di masa lampau dalam hitungan
ekonomi maupun jumlah korban jiwa, serta kecenderungan dari waktu ke waktu.
­ Skenario-skenario risiko yang menjajaki kerugian-kerugian dan dampak-dampak sosial ekonomi terkait
yang mungkin timbul akibat kejadian-kejadian bencana di masa depan.
­ Wilayah dan kelompok-kelompok rentan yang penting untuk diperhatikan.
­ Pendekatan umum pemerintah dalam manajemen risiko bencana, termasuk bidang-bidang tertentu yang
mendapat perhatian khusus serta kegiatan-kegiatan pokok.
­ Kebijakan-kebijakan, komitmen-komitmen dan praktik pemerintah yang berhubungan dengan
perlindungan sosial.
­ Keterkaitan risiko bencana dengan agenda pembangunan di tingkat negara secara umum.
­ Peraturan perundangan yang terkait, termasuk yang berhubungan dengan penggunaan lahan dan syaratsyarat mendirikan bangunan.
­ Kapasitas kelembagaan untuk mengurangi, mempersiapkan diri terhadap dan merespons bencana.
­ Kapasitas keuangan untuk menutup biaya-biaya pemulihan dan rekonstruksi serta penggunaan mekanismemekanisme berbagi atau mengalihkan risiko, misalnya asuransi.
 Kepedulian dan kegiatan-kegiatan terkait bencana yang dilakukan oleh masyarakat sipil.
­ Informasi spesifik dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan tentang kegiatankegiatan pengurangan risiko terdahulu dan yang sedang berjalan, tentang bantuan pascabencana dan
tentang dampak dari bencana-bencana pada proyek-proyek lain.
­ Kegiatan-kegiatan manajemen risiko bencana lembaga-lembaga lain yang juga bergerak dalam bidang
pembangunan.
Kotak 6 Bencana dan tinjauan terhadap pembelanjaan publik
Kajian belanja publik (public expenditure reviews/PERs) Bank Dunia bertujuan untuk memberi masukan bagi
keputusan-keputusan menyangkut belanja publik, dengan meneliti alasan-alasan yang mendasari keputusankeputusan belanja publik di masa lalu, termasuk implikasinya bagi kaum miskin, serta menyampaikan
rekomendasi kepada pemerintah-pemerintah mengenai komposisi dan, sampai tingkat tertentu, seberapa
Catatan Panduan 4
61
besar belanja publik yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Lembaga-lembaga keuangan internasional
menggunakan kajian belanja publik untuk menyusun strategi di tingkat negara karena kajian ini menempatkan
pinjaman yang disalurkan donor dalam konteks yang lebih luas.
Di negara-negara rawan bencana, proses penyusunan PERs harus disertai dengan analisis dampak bencana
terhadap anggaran secara umum dan tanggung jawab keuangan terkait. Bencana dapat menimbulkan tekanan
anggaran yang besar, mengurangi pemasukan yang diproyeksikan dan menguras sumber-sumber daya yang
tersisa, dengan implikasi jangka panjang yang lebih luas bagi pembangunan maupun hambatan-hambatan
jangka pendek dalam hal sumber daya. Dampak fiskal suatu bencana dapat menjadi sangat parah di negaranegara berpendapatan rendah yang menghadapi masalah-masalah tata pemerintahan dan manajemen fiskal
serta moneter yang buruk. PERs harus secara eksplisit mempertimbangkan:
 Bagaimana kegiatan-kegiatan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi pascabencana terdahulu telah didanai
dan bagaimana konsekuensi-konsekuensi lebih lanjutnya terhadap sasaran-sasaran pemasukan dan belanja
secara umum, peminjaman yang dilakukan masyarakat dan - karena bencana biasanya mengakibatkan
realokasi sumber daya secara besar-besaran - belanja yang telah direncanakan sebelumnya.
 Apakah tingkat belanja publik dalam bidang pengurangan risiko yang ada sudah layak dibandingkan
dengan tingkat risiko yang dihadapi, keuntungan ekonomis dan sosial yang akan didapat dari pengurangan
risiko dan dari segi tanggung jawab serta kewajiban pemerintah yang wajar.
 Apakah strategi-strategi manajemen keuangan risiko bencana sudah memadai dan efisien. Bila belanja
pascabencana terjadi setiap tahun secara rutin, pemerintah harus secara khusus mengalokasikan dana
bencana. Untuk mendukung pembiayaan program-program rekonstruksi berskala besar, pemerintah perlu
lebih memanfaatkan penggunaan perangkat-perangkat pengalihan risiko.
Kajian sektoral. Berbagai kajian sektoral dapat dilakukan atau pun dirujuk (misalnya dalam bidang pertanian,
transportasi, pendidikan, kesehatan maupun usaha kecil dan menengah). Sekali lagi, kajian-kajian ini harus disertai
penilaian risiko bencana, termasuk analisis dampak bencana di masa lalu, kerentanan infrastruktur sosial dan fisik,
serta implikasi risiko bencana terhadap pembaruan dan perubahan-perubahan struktural yang tengah dijalankan.
Kajian-kajian ini juga harus menjelaskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko,
termasuk penyesuaian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan lain yang direncanakan – misalnya, untuk menjamin
agar rata-rata hasil produksi pertanian yang lebih tinggi tidak diikuti dengan fluktuasi lebih tinggi pada hasil panen
tahunan, yang mencerminkan meningkatnya kerentanan terhadap ketidakkonsistenan iklim.
Beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga menggunakan daftar-daftar uji untuk
memastikan bahwa kajian latar belakang yang mereka lakukan telah mencakup isu-isu khusus tertentu. Daftar uji
ini sebaiknya juga mencantumkan pertimbangan-pertimbangan kebencanaan.
Setelah menyelesaikan Langkah 1, jika suatu negara diketahui menghadapi risiko bencana yang signifikan, komposisi
tim penyusun program dan kelompok-kelompok penasihat internal terkait harus ditinjau untuk memastikan agar
mereka memiliki tenaga-tenaga ahli bencana yang mumpuni. Langkah-langkah berikutnya dalam penyusunan
program di tingkat negara juga harus memperhitungkan risiko bencana, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Langkah 2. Mengkaji tantangan-tantangan utama dalam pembangunan
Pertimbangkan konteks risiko bencana suatu negara dalam menjelaskan dan menganalisis situasi negara tersebut
pada saat ini dan perkiraan tingkat pembangunan jangka menengah dan jangka panjangnya. Pengkajian ini
harus mempertimbangkan apakah bahaya dan kerentanan yang terkait itu sendiri akan menjadi tantangan
pembangunan yang utama serta apakah kedua hal ini menjadi faktor di balik tantangan-tantangan besar lainnya
(misalnya, angka kemiskinan yang tinggi, ketidakstabilan ekonomi makro atau keuangan, tata pemerintahan yang
lemah, kekompetitifan yang rendah atau manajemen lingkungan yang lemah). Pengkajian ini juga harus menelaah
implikasi-implikasi risiko bencana terhadap pencapaian prioritas-prioritas utama lembaga-lembaga pembangunan
itu sendiri (misalnya, penanggulangan kemiskinan dan pembangunan yang berkelanjutan).
62
Untuk diskusi lebih lengkap mengenai hal ini, lihat Benson, C. and Clay, E.J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4.
Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
Lihat UNDP dan UN-ISDR (2006) untuk pembahasan lebih lanjut.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 3. Mengkaji pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kerjasama pembangunan terdahulu
Kaji dampak kejadian bencana di masa lalu terhadap kinerja portofolio, bagaimana dampak-dampak ini sebenarnya
dapat dikurangi, apakah perhatian yang diberikan terhadap risiko bencana dalam strategi tingkat negara yang ada
sudah memadai dan apakah peluang untuk memanfaatkan situasi pascabencana untuk mengurangi risiko di masa
depan telah sepenuhnya digunakan, dalam ruang lingkup manuver yang diijinkan strategi. Kajian ini juga harus
mempertimbangkan apakah keberlanjutan pencapaian pembangunan lembaga potensial terancam oleh kejadian
bencana di masa depan (misalnya, akibat kerusakan infrastruktur atau runtuhnya penghidupan). Kajian ini harus
dapat memetik pelajaran dari pengalaman lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan dan
pemerintah, serta dari pengalamannya sendiri.
Penyiapan strategi di tingkat negara
Langkah 4. Menentukan tujuan-tujuan dan strategi-strategi program di tingkat negara
Pertimbangkan pengurangan risiko bencana sebagai bidang kerjasama utama yang potensial atau tema lintas
bidang berdasarkan analisis terhadap tantangan-tantangan dan tujuan-tujuan pembangunan yang menjadi
prioritas, pelajaran-pelajaran dari kerjasama di masa lalu, keunggulan komparatif dari lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan (termasuk keahlian teknis dan pengalaman bekerja di tingkat negara) dan
rencana pemerintah sendiri sehubungan dengan pengurangan risiko bencana.
Mengingat luasnya lingkup permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara berkembang, pengurangan risiko
bencana kemungkinan besar tidak akan sering muncul sebagai bidang yang mendapat prioritas utama, kecuali
di negara-negara kecil yang baru saja pulih dari kejadian-kejadian bencana yang baru saja menimpa (lihat Kotak
7) dan mendapat program dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki spesialisasi, misalnya, pada
ketahanan pangan dan penghidupan. Bagi lembaga yang lebih besar, bahkan kalau pun pengurangan risiko
bencana dimasukkan sebagai sebagai salah satu unsur di dalam perencanaan mereka di tingkat negara, pendekatan
yang digunakan akan ditentukan oleh prioritas-prioritas dan penekanan yang lain (lihat Kotak 8). Pada kasus lain,
pengurangan risiko bencana dapat menjadi tema lintas bidang yang diulas di semua sektor dan proyek untuk
mendukung pencapaian tujuan-tujuan pokok lainnya seperti misalnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kehidupan serta perlindungan terhadap kelompok-kelompok rentan.
Kotak 7
Tantangan-tantangan dan peluang pascabencana
Honduras tengah menyusun CAS Bank Dunia yang baru ketika Badai Mitch menerjang pada Oktober 1998.
Hal ini memaksa pemerintah untuk merumuskan ulang substansi-substansi strategi bantuan Bank Dunia
ini. Penanggulangan kemiskinan masih menjadi tantangan besar, tetapi ditetapkan bahwa negara ini
membutuhkan dukungan lebih besar dalam hal infrastruktur untuk membantu upaya rekonstruksi besarbesaran dan pada saat yang sama meletakkan landasan bagi perekonomian yang lebih kuat serta distribusi
hasil-hasil pertumbuhan yang lebih setara.
CAS baru, yang diselesaikan pada tahun 2000, mengakui bahwa Badai Mitch telah membuat agenda
pembangunan menjadi lebih kompleks. Namun, bencana itu juga telah membawa perubahan positif yang
perlu dipertimbangkan dalam CAS, termasuk kesadaran lebih besar akan perlunya desentralisasi, dinamika
hubungan yang baru antara pemerintah dan masyarakat sipil, fokus yang lebih tajam akan transparansi dan
agenda tata pemerintahan serta pengakuan yang lebih besar akan perlunya mengurangi kerentanan negara
ini dalam segala dimensi.
CAS memuat daftar lima faktor yang menentukan keberlanjutan pencapaian-pencapaiannya, yang di antaranya
mencerminkan kesadaran akan pentingnya pengurangan risiko bencana. Faktor-faktor yang disebutkan
termasuk pelestarian lingkungan untuk melindungi sumber daya alam negara ini yang berharga dan untuk
mengurangi akibat-akibat bahaya alam, serta kesiapsiagaan terhadap bencana melalui peningkatan kapasitas
dan langkah-langkah perlindungan.
Catatan Panduan 4
63
Sumber: World Bank. Memorandum of the President of the International Development Association and the International Finance Corporation
to the Executive Directors on a Country Assistance Strategy of the World Bank Group for the Republic of Honduras. Report No. 20072 HO.
Washington, DC: World Bank, Central America Country Management Unit, Latin America and the Caribbean Region, 2000. Dapat diakses di:
http://www-wds.worldbank.org/external/default/main?pagePK= 64193027&piPK= 64187937&theSitePK=523679&menuPK=64187510&
searchMenuPK=64187283&theSitePK=523679&entityID=000094946_00021805433066&searchMenuPK=64187283&theSitePK=523679
Kotak 8
Melaksanakan pengurangan risiko bencana melalui prioritas-prioritas lain
Dokumen strategi regional Komisi Eropa untuk wilayah Karibia memuat dukungan untuk manajemen bencana
dalam sektor-sektor yang tidak menjadi prioritas. Namun, pendekatan yang dipilih ditekankan pada upaya
penguatan strategi bencana di tingkat regional secara menyeluruh, sejalan dengan fokus dukungan Komisi
Eropa di wilayah ini yang menekankan pada intensifikasi pengintegrasian wilayah.
Sumber: European Commission. European Community/Caribbean Regional Forum of ACP States Regional Strategy Paper and Regional
Indicative Programme for the Period 2003–2007. Brussels: European Commission, DG Development, 2003. Dapat diakses di: http://europa.
eu.int/comm/development/body/csp_rsp/print/r9_rsp_en.pdf
Langkah 5. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan
Pertimbangkan bagaimana lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan menangani risiko
bencana. Berdasarkan analisis semacam ini, mungkin diputuskan untuk tidak menjadikan pengurangan risiko
bencana sebagai prioritas, bahkan di negara-negara dengan risiko tinggi sekalipun. Walaupun begitu, lembaga
pembangunan harus memastikan agar portofolio dan tujuan-tujuan terkaitnya terlindung dengan baik dari bencana
dan tidak akan memperburuk segala bentuk kerentanan (Kotak 9).
Kotak 9
Mencari landasan pemikiran bagi respons terhadap risiko bencana
Bangladesh memiliki mekanisme-mekanisme yang mapan dalam kesiapsiagaan darurat . Oleh karena itu,
Departemen Pembangunan Internasional (Department for International Development/DFID) Kerajaan
Inggris memilih untuk menaruh perhatian lebih besar pada isu-isu pembangunan jangka lebih panjang
yang berdampak pada penghidupan termasuk tuberkulosis, kekurangan gizi dan kematian bayi dan anakanak di bawah lima tahun, serta pada saat yang sama masih mengupayakan adanya ruang bagi kerja-kerja
pengurangan risiko berdasarkan pertimbangan risiko yang eksplisit.
Sumber: NAO. Department for International Development: Responding to Humanitarian Emergencies. Report by the Comptroller and Auditor
General. HC 1227 Session 2002–2003: 5. London: National Audit Office, 2003. Dapat diakses di: http://www.nao.org.uk/publications/
nao_reports/02-03/02031227.pdf
Langkah 6. Menyusun program operasional
Sertakan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana sesuai tujuan-tujuan dan strategi-strategi program di tingkat
negara dalam menyusun daftar sumber daya bantuan dan program. Bila program bantuan terikat persyaratanpersyaratan tertentu dan pengurangan risiko bencana menjadi tujuan utamanya, perlu diidentifikasi persyaratanpersyaratan yang terkait dengan pengurangan bencana – sebagai contoh, mengaitkan antara pengesahan peraturan
atau kebijakan manajemen risiko bencana dengan tingkat bantuan yang hendak diberikan.
Langkah 7. Mengindentifikasi risiko-risiko dalam pelaksanaan
Sebagai bagian dari pengkajian risiko yang lebih luas, sertakan pembahasan risiko bencana dan implikasi
potensialnya secara eksplisit baik bagi pembangunan suatu negara secara keseluruhan maupun tujuan-tujuan
program dan efektivitas lembaga pembangunan sendiri. (Kotak 10). Analisis ini harus mempertimbangkan pula
bagaimana risiko bencana dapat berkontribusi pada bentuk-bentuk risiko yang lain, seperti risiko kelembagaan,
lingkungan, keuangan, ekonomi dan politik; serta tetapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko-risiko
bencana yang penting untuk diperhatikan.
64
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 10 Mengenali risiko bencana: Penyusunan program di Republik Dominika
Suatu evaluasi program tingkat negara yang dilakukan IDB di Republik Dominika yang mencakup kurun
waktu antara tahun 1991-2003 menyimpulkan bahwa dokumen-dokumen strategi tingkat negara terdahulu
tidak memberikan analisis yang memadai terhadap meningkatnya kerentanan terhadap bahaya alam, yang
diakibatkan oleh meningkatnya laju perusakan sumber-sumber daya alam, kemiskinan yang mengakar
dan derasnya arus urbanisasi yang tidak terkontrol. Dokumen strategi untuk tahun 2001-2003 mendukung
pembaruan yang menekankan pada pendekatan pencegahan dan antisipatif terhadap risiko bencana, dan
konsep kelembagaan yang partisipatif, terdesentralisasi serta multisektor, tetapi pinjaman untuk program
pencegahan bencana yang terkait dibatalkan sebelum dana dicairkan.
Belajar dari pengalaman ini dan kenyataan bahwa Republik Dominika masih perlu membangun mekanisme
koordinasi antarwilayah dan kelembagaan untuk mencegah, mengurangi dan merespons bahaya alam,
dokumen strategi tahun 2005-2008 mengidentifikasi bencana sebagai risiko program IDB dan berpotensi
membahayakan pencapaian tujuan-tujuan strategis. Program-program yang diusulkan mencakup
pembentukan sebuah fasilitas sektor untuk pencegahan bencana dan pengurangan risiko dalam rangka
mengembangkan dan memperkuat kapasitas kelembagaan yang terkait. Namun, strategi program di tingkat
negara juga menyatakan bahwa: “Walaupun program menangani isu ini sebagai tantangan pembangunan
dan mendorong diupayakannya tindakan-tindakan yang spesifik, kita tidak dapat memungkiri kenyataan
bahwa tetap saja bencana berskala besar dapat menggeser program dan portofolio ke arah operasi bantuan
kemanusiaan darurat saja. Walau program memang mengusulkan tindakan-tindakan untuk mengurangi
kerentanan terhadap bencana, kemampuan IDB untuk mengurangi risiko masih terbatas” (hal. 29-30).
Sumber: IDB. Country program evaluation: Dominican Republic, 1991–2003. Washington, DC: Inter-American Development Bank, Office
of Evaluation and Oversight, 2005; IDB. Dominican Republic: IDB Strategy with the Dominican Republic. Washington, DC: Inter-American
Development Bank, 2005. Dapat diakses di: http://idbdocs.iadb.org/wsdocs/getdocument.aspx?docnum=566406
Langkah 8. Mengembangkan kerangka hasil dan kerangka indikator
Jika pengurangan risiko bencana menjadi tujuan pokok, masukkan sasaran-sasaran dan indikator-indikator terkait
ke dalam kerangka hasil atau kerangka indikator untuk memantau pelaksanaan dan menilai dampak program.
(Lihat juga Catatan Panduan 6).
Indikator-indikator hasil sebaiknya bersifat kuantitatif (dengan disertai data dasar/baseline untuk mengukur
kemajuan), akurat, dapat diperoleh dengan cepat dan murah, relevan dan memadai untuk menilai kinerja. Untuk
mengukur pencapaian keseluruhan program dan hasil-hasil strategis jangka lebih panjang, kita harus menggunakan
indikator-indikator yang berdasarkan pada pengurangan kerentanan (pengurangan kemungkinan kerugian
yang dapat timbul) dan bukan pengurangan kerugian-kerugian aktual yang ditimbulkan bencana karena dalam
kerangka waktu pelaksanaan program belum tentu terjadi bencana. Berbagai upaya tengah dilaksanakan untuk
mengembangkan indikator-indikator kuantitatif yang relevan di tingkat nasional dan subnasional (lihat Kotak 2)
meskipun indikator yang sebagiannya didasarkan pada kerugian aktual harus ditangani dengan hati-hati. Selain itu,
harus ditentukan juga apakah indikator-indikator yang dipilih dapat sering diperbarui agar dapat berguna sebagai
perangkat pemantauan dan evaluasi. Peluang potensial untuk mengukur pengurangan risiko bencana melalui
indikator-indikator hasil lainnya juga harus dijajaki, misalnya, melalui penurunan tingkat korelasi antara fluktuasi
persentase penduduk yang berpendapatan di bawah satu dolar AS perhari dengan tingkat kejadian bahaya; atau
korelasi antara jumlah anak dengan berat badan di bawah normal dengan suatu kejadian bahaya (Lihat Catatan
Panduan 13 dan UNDP dan UN-ISDR [2006] untuk informasi lebih lanjut). Dalam memilih indikator, penting juga
untuk membedakan antara wilayah-wilayah geografis dan/atau tematik yang memiliki risiko lebih tinggi dan yang
lebih rendah
Kemajuan dalam pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana dapat diukur dengan menggunakan
indikator keluaran yang lebih spesifik yang relevan (misalnya, disahkannya undang-undang manajemen bencana;
dilaksanakannya percontohan/pilot investasi-investasi skala kecil di bidang pengurangan risiko bencana; jaring
pengaman sosial kebencanaan terintegrasi sepenuhnya ke dalam strategi penanggulangan kemiskinan; atau
penguatan kesadaran publik akan risiko-risiko bencana).
Catatan Panduan 4
65
Pemantauan dan evaluasi
Langkah 9. Pemantauan dan evaluasi
Jajaki peluang yang tercipta melalui evaluasi-evaluasi kinerja untuk menentukan apakah strategi-strategi di tingkat
negara perlu disesuaikan setelah terjadi suatu bencana, dan kaji pencapaian serta kelemahan-kelemahan risiko
bencana dari strategi-strategi ini sebagai bagian dari evaluasi final di akhir program.
Evaluasi final harus mempertimbangkan: apakah analisis awal terhadap risiko bencana sudah memadai; apakah
risiko bencana telah ditangani dengan efisien dan selayaknya dalam batas-batas program; bagaimana bencana yang
terjadi selama pelaksanaan program telah memengaruhi hasil dan efektivitas program; dan apakah keberlanjutan
hasil program potensial terancam oleh bencana di masa depan. Isu-isu ini harus ditelaah dalam mengevaluasi
program di tingkat negara di semua negara yang rawan bencana, baik di negara yang menangani risiko bencana
secara eksplisit maupun yang tidak.
Langkah berulang: Konsultasi terus-menerus dengan para pemangku kepentingan
Libatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai untuk memunculkan isu-isu
kebencanaan utama, seperti langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani aspek-aspek risiko dan kerentanan
tertentu; kekurangan dalam sistem dan mekanisme tanggap bencana yang ada pada saat ini, termasuk dalam
perangkat-perangkat perlindungan sosial; bagaimana pengaruh bencana dan risiko-risiko terkait pada tantangantantangan pembangunan lainnya; serta bagaimana suatu kejadian bahaya berpotensi untuk menghambat
pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran jangka panjang. Pengetahuan dan keahlian semacam ini bisa didapatkan
dari kementerian terkait (misalnya, kesejahteraan sosial, pertanian, transportasi, kesehatan) dan badan-badan
yang khusus mengurusi bencana di pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta
serta lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Dalam proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan
kita harus memperhatikan dan memastikan agar kelompok-kelompok yang sangat rentan benar-benar terwakili
dan kepentingan serta kebutuhan mereka yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dibahas secara
eksplisit.
Konsultasi dengan pihak luar perlu diulang beberapa kali dalam tahap-tahap persiapan dari penyusunan dan
pelaksanaan strategi.
3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
 Strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan internal yang sesuai. Strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan besar
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan menjadi kerangka perumusan program di tingkat
negara. Strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan ini perlu memperhatikan pengurangan risiko bencana, sebagai
suatu isu pembangunan alih-alih sebagai tanggung jawab dari bagian-bagian kemanusiaan lembaga mereka
saja.
 Prioritas pemerintah dalam pengurangan risiko bencana. Sejalan dengan semakin diselaraskannya programprogram tingkat negara yang disusun lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dengan
strategi-strategi pembangunan dan penanggulangan kemiskinan nasional dan karena program-program
tersebut disusun semakin disusun agar bisa berperan dalam pencapaian tujuan-tujuan nasional, pemerintah di
negara-negara dengan risiko tinggi juga perlu memprioritaskan pengurangan risiko sebagai sebuah tantangan
pembangunan yang penting. Ini terutama penting ketika, sebagaimana berlaku pada sejumlah lembaga
pembangunan, program di tingkat negara harus dinegosiasikan dengan pemerintah nasional. Lembagalembaga pembangunan perlu menjajaki insentif-insentif yang perlu untuk mendorong pemerintah memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap pengurangan risiko bencana. Mereka juga harus melakukan kerja advokasi
terkait untuk mempromosikan manfaat pengurangan risiko bencana dan meyakinkan pemerintah bahwa
bantuan pascabencana yang berasal dari luar seringkali bukan merupakan dana tambahan bagi pembangunan,
melainkan sebaliknya malah menggerogoti dana pembangunan itu sendiri.
 Penyusunan sasaran-sasaran pengurangan bencana yang diakui secara internasional. Sehubungan dengan faktor
di atas, ada kecenderungan yang semakin menguat untuk menyepakati sasaran-sasaran pembangunan utama
yang lebih koheren, seperti misalnya Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (MDG), yang memberikan satu fokus
yang sama bagi donor maupun pemerintah. Penyusunan sasaran-sasaran yang sama dalam hal pengurangan
bencana maupun pemaduan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana secara eksplisit ke dalam
66
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
MDG akan berperan penting dalam menggalang perhatian yang lebih besar terhadap risiko-risiko bencana (lihat
Catatan Panduan 3).
 Konsultasi yang transparan, menyertakan semua pihak dan bertanggung gugat. Proses konsultasi harus memberikan
peluang kepada kelompok-kelompok miskin dan terpinggirkan, yang seringkali merupakan kelompok yang
paling rentan terhadap bahaya alam, untuk menyampaikan aspirasi mereka, dan memastikan agar kepentingankepentingan kelompok ini ditangani dengan memadai dan hak-hak mereka dilindungi.
 Motivasi perseorangan. Staf yang bertanggung jawab atas wilayah-wilayah geografis tertentu atau para pimpinan
tim yang bertanggung jawab atas penyusunan strategi-strategi tingkat negara perlu ditingkatkan kepekaannya
terhadap pentingnya risiko bencana.
 Dukungan teknis. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menyediakan dukungan
teknis internal yang sesuai untuk membantu pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam
penyusunan program di tingkat negara.
 Minimalisasi biaya. Pertimbangan-pertimbangan risiko bencana harus dipadukan ke dalam penyusunan program
di tingkat negara dengan biaya seminimal mungkin. Pengumpulan informasi dan analisis serta kajian awal yang
akurat akan seberapa penting dan relevannya risiko bencana dapat membantu mencapai hal ini. Lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan harus selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak lain,
terutama bila program-program tingkat negara lembaga mengikuti siklus-siklus yang sama (misalnya, mengikuti
siklus penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan atau siklus pemilu).
Kotak 11 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 4
67
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
IDB. Bank Action Plan for Improving Disaster Risk Management 2005–2008. GN-2339-1. Washington, DC: Inter-American
Development Bank, 2005. Dapat diakses di: http://www.iadb.org/sds/doc/idbdisasteractionplan-05-08-e.pdf
UNDP. Reducing Disaster Risk: A Challenge for Development. New York: United Nations Development Programme, Bureau for Crisis
Prevention and Recovery, 2004. Dapat diakses di: http://www.undp.org/bcpr/disred/rdr.htm
UNDP and UN-ISDR. Integrating Disaster Risk Reduction into CCA and UNDAF: Guidelines for Integrating Disaster Risk Reduction into
CCA/UNDAF. Geneva: United Nations Development Programme and United Nations International Strategy for Disaster Reduction,
2006. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/risk-reduction/sustainable-development/cca-undaf/cca-undaf.htm#2-3
UN-ISDR. Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. Geneva: United Nations International Strategy for
Disaster Reduction, 2004. (Lihat khususnya Bab 3). Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/about_isdr/bd-lwr-2004-engp.
htm
World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development: An IEG Evaluation of World Bank: Assistance for Natural Disasters. Washington,
DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/report.
html
68
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Catatan panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Paola Albrito (UN-ISDR), Caroline
Clarke (IDB), Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam
penyusunan rangkaian ini. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada
(CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama
Pembangunan Internasional Swedia (SIDA). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam
buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat
Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara;
(5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9)
Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Manajemen Siklus Proyek
Catatan Panduan 5
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan Panduan ini mmbahas tentang perangkat untuk memasukkan risiko bencana ke dalam seluruh siklus proyek,
terutama pada fase perencanaan. Catatan ini menjelaskan pendekatan siklus proyek, memberi panduan tentang
bagaimana mengintegrasikan manajemen risiko bencana ke dalam siklus proyek dan mengidentifikasi beberapa
perangkat untuk mendukungnya. Catatan ini terutama ditujukan untuk digunakan oleh orang-orang yang bekerja
dalam organisasai pembangunan dalam hal desain dan manajemen proyek, tetapi juga relevan untuk dipergunakan
bagi pemerintah maupun organisasi swasta. Perangkat-perangkat khusus bagi aspek-aspek proyek dan perencanaan
program diulas dalam catatan lain dalam buku ini.
1. Pendahuluan
Cepatnya peningkatan kejadian bencana serta dampak dari bencana dahsyat yang terjadi selama dasawarsadasawarsa terakhir diakui sebagai ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan dan penanggulangan kemiskinan.
Lembaga-lembaga donor maupun operasional menghabiskan miliaran dolar setiap tahun untuk bantuan maupun
perbaikan/rehabilitasi. Namun, pada saat yang sama proyek pembangunan mereka dirusak oleh bencana alam.
Meskipun demikian, banyak lembaga pembangunan terlalu lambat dalam mengadopsi pengurangan risiko
bencana sebagai tujuan inti atau pun lambat untuk mengambil langkah-langkah guna melindungi proyek mereka
terhadap bahaya. Padahal, barangkali tidak terlalu mahal untuk memasukkan manajemen risiko ke dalam proyek
pembangunan. Banyak perangkat perencanaan proyek yang baku yang dapat dipergunakan dengan sedikit atau
tanpa modifikasi dalam proyek pembangunan.
Lembaga-lembaga pembangunan sebaiknya menggunakan pendekatan manajemen risiko bencana yang sistematis
untuk mengidentifikasi, mengkaji, serta mengurangi segala risiko yang berkaitan dengan bahaya yang bisa mem­
pengaruhi baik kinerja proyek maupun kelompok-kelompok penerima manfaat. Hal ini seharusnya menjadi bagian
tak terpisahkan dari cara-cara lembaga-lembaga tersebut dalam menjalankan pekerjaan pembangunannya di
wilayah-wilayah rawan bahaya, dan bukannya sekadar tindakan tambahan atau yang dilaksanakan sekali-sekali.
2. Siklus Proyek
Proyek adalah “serangkaian tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan
secara spesifik dalam jangka waktu yang ditentukan dan dengan anggaran yang ditetapkan”. Definisi sederhana
ini mencakup sejumlah besar variasi baik dari segi jenis, ukuran, tujuan, fokus, maupun metode proyek. Meski
demikian, ada beberapa kesamaan mendasar dari pengertian proyek-proyek itu.
“Siklus proyek” adalah cara memandang bagian-bagian utama yang dimiliki setiap proyek secara umum, dan
bagaimana secara berturut-turut mereka saling berhubungan. Setiap lembaga memiliki rumusan tepat yang
berbeda-beda tentang siklus ini dan tahapan-tahapannya tetapi komponen-komponen dasarnya bisa dilihat pada
Gambar 1 berikut.
European Commission (2004).
Catatan Panduan 5
71
Gambar 1 Siklus Proyek
Peyusunan program
Evaluasi
Pelaksanaan
Sumber: EC.
Manual: Project Cycle Management.
Brussels: European Commission, EuropeAid, 2001.
Pengkajian
Pembiayaan
 Penyusunan program. Yaitu, penyusunan prinsip-prinsip dan panduan umum bagi kerja sama, kesepakatan antar­
sektor, serta fokus tematik dan penjelasan garis-garis besar gagasan umum mengenai proyek dan program.
 Identifikasi. Dalam kerangka program, masalah-masalah, kebutuhan dan kepentingan dari para pemangku
kepentingan dianalisis; gagasan proyek dan tindakan lain diidentifikasi dan disaring. Hasilnya adalah keputusan
apakah pilihan yang telah dikembangkan akan dikaji lebih lanjut atau tidak.
 Pengkajian (atau persiapan). Segala aspek gagasan yang penting dikaji dan dipertimbangkan menurut sudut
pandang para pemangku kepentingan, relevansinya dengan masalah, kelayakan dan isu lain-lain. Kemudian,
kerangka kerja manajemen logis maupun berbasis pada hasil, kegiatan serta jadwal pelaksanaan harus
dikembangkan serta masukan-masukan yang diperlukan diperhitungkan. Hasilnya adalah keputusan untuk
melanjutkan proyek ini atau tidak. Dalam siklus proyek beberapa organisasi, tahapan ini disebut sebagai ‘persiapan’
atau ‘perumusan’, istilah ‘penilaian’ diterapkan lebih sempit sebagai tinjauan atas seluruh perencanaan yang
sudah berjalan hingga saat ini serta keputusan yang dihasilkan apakah berlanjut atau tidak.
 Pendanaan. Yaitu, keputusan yang diambil oleh kelompok-kelompok yang relevan untuk melanjutkan atau
menghentikan pendanaan proyek berdasarkan penilaian. Beberapa siklus proyek menyebutnya ‘negosiasi’ atau
‘persetujuan’, dan hal ini bisa jadi melibatkan lembaga implementasi maupun pemangku kepentingan yang
lain. (Catatan: pembiayaan tidak selalu dalam tahap yang terpisah dan keputusan terakhir bisa juga diambil
pada titik-titik lain dalam siklus itu, misalnya, pada akhir tahap identifikasi atau penilaian, tergantung prosedur
tertentu yang diikuti).
 Pelaksanaan. Yaitu, sumber-sumber daya yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan yang direncanakan serta
mencapai tujuan. Perkembangan dikaji melalui pemantauan untuk dapat menyesuaikan terhadap perubahan
situasi. Pada akhir implementasi, harus diputuskan apakah proyek akan ditutup atau diperpanjang.
 Evaluasi. Penilaian terhadap pencapaian dan dampak proyek ini menguji relevansi serta pemenuhan tujuan,
efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan. Penilaian mengarah pada keputusan untuk melanjutkan,
mengubah atau menghentikan proyek, dan hasil kesimpulannya dipertimbangkan pula ketika merencanakan
dan melaksanakan proyek yang serupa.
Banyak lembaga yang menganut pendekatan ‘manajemen siklus proyek’ yaitu serangkaian tindakan untuk
mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi proyek yang pada akhirnya mengarah pada proyek-proyek
baru. Tujuan dari manajemen siklus proyek (atau program) adalah memastikan bahwa segala isu dan kondisi yang
relevan telah diperhitungkan selama perancangan dan pelaksanaan. Dalam penerapannya, manajemen siklus
proyek terdiri dari serangkaian rancangan dan konsep, teknik, serta tugas-tugas manajemen yang dipergunakan
untuk mendukung pengambilan keputusan.
Proyek tidak dipersiapkan secara terpisah. Beberapa pendekatan negara atau sektoral menyediakan rambu-rambu
untuk rancangan proyek. Di antara berbagai pemerintahan nasional, lembaga donor internasional dan banyak
lembaga swadaya masyarakat (LSM), pendekatan ini dapat diformalisasikan sebagai strategi di tingkat negara
yang menyiapkan prioritas yang jelas dan tegas mengenai fokus, jenis intervensi, pengaturan kemitraan dan hal72
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
hal operasional lain (lihat Catatan Panduan 3). Banyak juga proyek yang harus bersesuaian dengan seperangkat
kebijakan atau strategi yang saling berkaitan (misalnya mengenai gender, perlindungan lingkungan, dan partisipasi)
yang dianut oleh lembaga-lembaga bersangkutan.
Bagi donor atau pemberi pinjaman bilateral dan multilateral tertentu, bantuan program tingkat negara pada saat
ini merupakan saluran utama bagi bantuan pembangunan. Bantuan program meliputi sumbangan kepada suatu
negara untuk tujuan pembangunan secara umum alih-alih kegiatan proyek tertentu. Termasuk dalam bantuan ini
juga dukungan anggaran dan keseimbangan pembayaran (lihat Catatan Panduan 14).
Memasukkan manajemen risiko bencana ke dalam siklus proyek
Manajemen risiko bencana harus menjadi faktor dalam seluruh tahap siklus proyek. Tahap perencanaan
awal (penyusunan program – identifikasi – pengkajian; lihat Gambar 1) adalah titik masuk yang penting untuk
mempertimbangkan isu-isu risiko bencana ke dalam proyek. Namun, risiko bencana juga tidak bisa ditinggalkan
selama tahapan-tahapan lain yang meliputi pendanaan, pelaksanaan dan penilaian, serta berbagai kegiatan yang
berlangsung di dalamnya. Tahapan-tahapan berbeda dalam siklus proyek tidak terpisah-pisah, tetapi merupakan
bagian dari suatu proses perencanaan, tindakan dan refleksi yang, dalam kondisi ideal, menghasilkan pelajaran
dari suatu proyek ke proyek lainnya.
Panduan-panduan tentang manajemen siklus proyek secara eksplisit berasumsi bahwa akan ada tahap penilaian
(atau persiapan) menyeluruh yang akan mencakup seluruh isu yang relevan. Aspek-aspek utama yang tercakup
dijelaskan dalam Tabel 1. Hasil temuan tahap penilaian biasanya ditampilkan sebagai dokumen proyek resmi atau
proposal pendanaan yang kemudian diajukan kepada manajer senior atau dewan untuk disetujui.
Banyak perangkat yang berpotensi dalam pengenalan manajemen risiko bencana (misalnya, penilaian ekonomis,
penilaian lingkungan, analisis kerentanan, analisis penghidupan sosial, dan penilaian dampak sosial) bisa digunaan
secara luas selama tahap penilaian. Informasi mengenai bahaya juga penting. Kerangka manajemen logis maupun
berbasis kepada hasil, yang umum digunakan dalam desain proyek, juga secara eksplisit mengulas tentang
beberapa macam risiko meskipun seringkali tidak memadai. Tabel 1 juga mengidentifikasi titik masuk potensial
untuk menggunakan bermacam-macam perangkat ini.
Kebanyakan panduan operasional dari berbagai organisasi bersifat menyeluruh dan mengasumsikan bahwa semua
aspek proyek yang relevan akan dipertimbangkan. Namun dalam praktiknya, nilai penting berbagai perangkat
penilaian dalam seluruh penilaian tersebut sangat bervariasi, yakni berdasarkan pada:
 Kondisi dan skala proyek yang dijalankan.
 Sumber-sumber daya organisasi tersebut, yang bisa jadi membatasi cakupan isu yang bisa diperhitungkan dan
seberapa luas isu tersebut bisa dikaji.
 Tujuan umum lembaga tersebut (misalnya, sebuah organisasi yang bergerak di bidang pembangunan yang
terutama berurusan dengan penanggulangan kemiskinan akan menganalisis suatu proyek terutama melalui
kacamata tersebut).
 Jenis proyek (sebagai contoh, pembangunan infrastruktur berskala besar biasanya memerlukan analisis dampak
lingkungan dan sosial yang luas, sementara proyek pembangunan sosial barangkali akan berfokus pada partisipasi
masyarakat dalam desain proyek).
Bisa juga ada banyak variasi dalam kualitas persiapan dan penilaian antara berbagai organisasi dan bahkan
antarperorangan dalam organisasi tersebut; atau bahwa staf yang bekerja dalam organisasi tersebut secara
otomatis akan mengikuti panduan organisasi itu dengan benar. Upaya-upaya tambahan mungkin diperlukan
untuk melembagakan pengurangan risiko bencana sepenuhnya ke dalam struktur, sistem dan budaya organisasi
tersebut – ini yang biasanya disebut sebagai ‘proses mengarusutamakan’. Pengarusutamaan secara kelembagaan
tidak dipahami dengan baik dan hanya ada sedikit panduan yang tersedia. Namun, perangkat-perangkat untuk
mendukungnya dan mengkaji proses tersebut telah dikembangkan akhir-akkhir ini (lihat Kotak 1). Dimasukkannya
pengurangan risiko bencana di tingkat proyek dan tingkat program perlu dikaitkan dengan pengarusutamaan di
tingkat kelembagaan: semuanya merupakan proses tunggal untuk mengembangkan kapasitas dalam menanggulangi
risiko bencana.
Catatan Panduan 5
73
Tabel 1 Unsur-unsur utama dalam penilaian proyek (persiapan)
74
Bidang penilaian
(atau persiapan)
Isu/ Fitur utama
Perangkat perencanaan/titik masuk untuk
memasukkan pengurangan risiko bencana
Analisis Situasi
 Kebijakan dan konteks program: tujuan
dan strategi kebijakan dari lembaga perencana proyek, pemerintah daerah/nasional
dan lembaga donor internasional lainnya
serta lembaga-lembaga yang bekerja di
negara atau daerah yang bersangkutan
 Tinjauan terhadap prakarsa-prakarsa yang
relevan (yang direncanakan, sedang berjalan dan sudah selesai dijalankan) oleh
lembaga tersebut serta pihak-pihak lain;
pelajaran yang bisa ditarik, kelengkapan
dan keterkaitan hubungan dengan proyek
yang diusulkan
 Analisis pemangku kepentingan: pandangan dari semua pihak yang akan terkena
dampak proyek, baik positif maupun
negatif, dan sejauh mana mereka terkena
dampak
 Kapasitas kelembagaan: pengkajian terhadap kapasitas lembaga yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan proyek
 Analisis masalah: mengidentifikasi
keadaan saat ini serta aspek negatif dari
situasi yang ada serta menyusun hubungan
sebab-akibatnya.
 Informasi yang telah dikumpulkan dan
dianalisa mengenai bahaya alam penting
yang berpengaruh pada proyek (Catatan
Panduan 2)
 Analisis masalah (Catatan Panduan 6)
 Analisis awal terhadap pemangku kepentingan (Catatan Panduan 6)
 Kajian awal terhadap lingkungan (Catatan
Panduan 7)
 Pengujian atas dasar-dasar pertimbangan
ekonomis atas intervensi yang diusulkan
(Catatan Panduan 8)
 Analisis kerentanan dan analisis kapasitas secara umum (atau tingkat nasional)
(Catatan Panduan 9)
 Identifikasi isu-isu penghidupan utama
untuk dikaji (Catatan Panduan 10)
 Telaah tentang dampak sosial utama
(Catatan Panduan 11)
 Kajian atas standar konstruksi, penggunaan lahan dan aturan pendirian
bangunan yang relevan serta kapasitas
pelaksanaan, serta kemampuan konstruksi
(Catatan Panduan 12)
Deskripsi proyek
dan pengaturan
pelaksanaan
 Analisis sasaran dan tujuan proyek,
identifikasi pemecahan masalah yang bisa
dilakukan
 Seleksi strategi: analisis dan deskripsi
strategi yang digunakan untuk mencapai
sasaran (serta pendekatan alternatif yang
tidak diterima)
 Kelompok sasaran: lokasi dan karakterisitiknya
 Komponen proyek, jadwal kegiatan dan
pelaksanaan
 Masukan ­dan biaya
 Hasil, baik dari segi jumlah maupun dampak
 Indikator kinerja, sistem pemantauan dan
penilaian
 Struktur manajemen dan koordinasi;
prosedur organisasi
 Usulan pengelolaan keuangan/rencana
pendanaan
 Tindakan-tindakan pemerintah dan mitra
proyek yang menyertai
 Analisis tujuan dan ringkasan analisis
berbagai alternatif (Catatan Panduan 6)
 Membangun pemahaman kelompok
sasaran melalui analisis kerentanan kapasitas lebih lanjut, analisis penghidupan
berkelanjutan dan metode-metode pengkajian dampak sosial (Catatan Panduan 9,
10, 11)
 Penentuan tujuan-tujuan aman atas bahaya dari setiap struktur fisik dan langkahlangkah yang berkaitan untuk memastikan
bahwa desain bangunan yang dipilih dan
pelaksanaannya memenuhi tujuan tersebut (Catatan Panduan 12)
 Mengembangkan rencana manajemen
lingkungan dan program pemantauan
(Catatan Panduan 7)
 Mengembangkan program keterlibatan
publik dan peran serta para pemangku
kepentingan (Catatan Panduan 9, 10, 11)
 Penentuan sasaran dan indikator pemantauan dan penilaian (Catatan Panduan 6)
 Pengembangan rencana manajemen
risiko dan pengaturan pemantauan risiko
(Catatan Panduan 6)
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Bidang penilaian
(atau persiapan)
Isu/ Fitur utama
Perangkat perencanaan/titik masuk untuk
memasukkan pengurangan risiko bencana
Kelaikan dan
Keberlanjutan
 Kemungkinan pendanaan dan ekonomi:
analisis biaya-manfaat atau keefektifan
biaya; tingkat pengembalian
 Dampak lingkungan proyek; rencana
manajemen lingkungan
 Kelaikan teknis; penggunaan standar-standar yang relevan; pemakaian
teknologi yang sesuai
 Aspek sosial budaya: pengakuan atas
norma dan perilaku sosial; konsultasi
dengan pemangku kepentingan; partisipasi dan kepemilikan para penerima
manfaat; kesetaraan gender; penentuan
sasaran bantuan kepada kelompok-kelompok rentan
 Tata kelola pemerintahan: dukungan
kebijakan, kapasitas kelembagaan dan
manajemen untuk mencapai dan mempertahankan hasil proyek
 Risiko: faktor kunci di luar kendali
langsung manajer proyek, baik yang ada
pada saat ini maupun di masa depan;
kemungkinan efek balik dari proyek
tersebut terhadap ketahanan masyarakat; manajemen bencana/penyelenggaraan mitigasi
 Telaah terinci terhadap ciri-ciri kunci bahaya alam di wilayah proyek dan potensi
dampak mereka terhadap proyek maupun masyarakat (Catatan Panduan 2)
 Penilaian dan pengkajian lingkungan,
termasuk analisis lingkungan terhadap
berbagai alternatif (Catatan Panduan 7)
 Pengkajian ekonomi, termasuk analisis
ekonomi terhadap berbagai alternatif
(Catatan Panduan 8)
 Analisis kerentanan dan kapasitas yang
menyeluruh (Catatan Panduan 9)
 Pengkajian dan analisis penghidupan
berkelanjutan secara menyeluruh yang
melibatkan pengumpulan data lapangan.Analisis berbagai pemangku kepentingan dan lokakarya mengenai desain
(Catatan Panduan 10)
 Analisis dampak sosial secara keseluruhan (Catatan Panduan 11)
 Analisis mengenai seleksi lahan proyek
secara mendetail, desain konstruksi dan
kapasitas pelaksanaan yang berkaitan
(Catatan Panduan 12)
 Analisis mengenai berbagai risiko dan
asumsi (Catatan Panduan 6, 7, 8, 12)
Diadaptasi dari European Commission (2004); World Bank. Guidelines for Completing the Project Appraisal Document. Washington, DC: World Bank,
2002. Bisa diunduh di: http://info.worldbank.org/etools/docs/library/37492/GuidelinesforCompletingProject.pdf
Kotak 1
Menyusun langkah-langkah pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
ke dalam lembaga
Akhir-akhir ini telah ada dua perangkat yang dikembangkan untuk menilai sejauh mana manajemen risiko
bencana telah diarusutamakan dalam lembaga-lembaga pembangunan serta untuk mendorong keterlibatan
lebih jauh dalam isu tersebut:
 Metode penilaian yang dijelaskan oleh Tearfund dalam Mainstreaming Disaster Risk Reduction
(Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana) membahas enam bidang penting pengarus­utamaan
(kebijakan, strategi, perencanaan geografis, manajemen siklus proyek, hubungan-hubungan eksternal,
dan kapasitas kelembagaan), serta menetapkan tingkat pencapaian untuk masing-masing bidang tersebut
dengan menggunakan indikator.
 Operational Framework for Integrating Risk Reduction (Kerangka Kerja Operasional untuk Mengintegrasikan
Pengurangan Risiko Bencana), yang ditulis oleh Christine Wamsler, adalah sebuah model yang terperinci
dan komprehensif yang mencakup dimensi operasional maupun kelembagaan, dengan menggunakan
indikator dan panduan pelaksanaannya. Meskipun mula-mula ditulis bagi organisasi-organisasi yang
bekerja dalam pembangunan dengan permukiman, tetapi perangkat ini dengan mudah dapat dimodifikasi
bagi organisasi pembangunan yang lebih luas.
Sumber: La Trobe and Davis (2005); Wamsler (2006).
Catatan Panduan 5
75
Dalam perencanaan proyek perlu dilakukan tawar menawar dan kesepakatan dengan para pemangku kepentingan
yang akan terlibat dalam pendanaan, persetujuan dan pelaksanaan proyek, serta yang mendapat manfaat dari
proyek ini (misalnya, lembaga donor dan peminjam utang, pemerintah nasional, mitra pelaksana atau subkontraktor
dan masyarakat penerima manfaat). Sebagai contoh, negosiasi dengan pemerintah memainkan peranan penting
dalam memutuskan bentuk dan komposisi proyek yang dibiayai melalui hibah dan pinjaman, baik yang multilateral
maupun yang bilateral. Pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi itu tidak boleh kehilangan pandangan mengenai
risiko bencana sebagai suatu tema lintas sektor, yang bisa saja terabaikan untuk dibahas di antara tekanan berbagai
isu atau kelompok kepentingan lain yang bertubi-tubi.
3. Perangkat-perangkat baru untuk memadukan
pengurangan risiko bencana
Diakui bahwa diperlukan pendekatan-pendekatan yang terpadu dalam mengarusutamakan isu-isu pengurangan
resiko bencana dalam tahap perencanaan dari suatu manajemen siklus proyek secara keseluruhan, terutama untuk
melengkapi upaya-upaya dalam menyesuaikan perangkat-perangkat khusus yang dipergunakan dalam siklus
proyek. Pekerjaan inovatif semacam itu telah dijalankan akhir-akhir ini, terutama di Amerika Latin.
Dua pendekatan dasar yang digunakan:
 Daftar uji. Menyusun serangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan pengurangan risiko bencana yang
harus dijawab ketika mengembangkan dokumen-dokumen perencanaaan proyek.
 Titik masuk. Ialah bidang perhatian dalam proses perencaaan, untuk memastikan bahwa isu-isu yang relevan
telah dipertimbangkan dalam berbagai tahap siklus manajemen proyek.
Perbedaan antara kedua pendekatan ini tidak perlu dibesar-besarkan karena sampai ke titik tertentu hanya berupa
perbedaan penekanan. Kedua pendekatan ini juga tidak terpisah satu sama lain. Pendekatan yang berfokus pada
proses barangkali akan melibatkan semacam daftar uji. Tampaknya, tidak mungkin juga bahwa daftar uji disusun
sebagai dokumen proyek tersendiri yang terpisah dari proses perencanaan secara keseluruhan. Sederhana atau
rumitnya kedua pendekatan ini tergantung kepada sistem desain proyek/program yang diterapkan suatu lembaga.
Bank Pembangunan Antar-Amerika (Inter-American Development Bank/IDB) telah mengembangkan sebuah daftar
uji untuk mendukung analisis dan pengkajian bencana alam dan risiko terkait program pinjamannya (lihat Kotak
2). Panduan antarlembaga RUTA (Unidad Regional de Asistancia Técnica) untuk manajemen resiko dalam proyek
pembangunan pedesaan mengadopsi pendekatan titik masuk (lihat Kotak 3 dan Tabel 2). Model lain yang tersedia
saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah dan badan-badan yang bergerak di bidang pembangunan, tetapi
tidak dipublikasikan kepada umum.
Kotak 2
Daftar uji manajemen risiko Bank Pembangunan Antar-Amerika
Pendekatan ini, yang sekarang baru dalam tahap perkenalan, terdiri dari serangkaian pertanyaan yang
meliputi sejumlah besar isu yang relevan untuk ditanyakan selama persiapan proyek. Pendekatan ini terdiri
dari tiga tahap: latar belakang, kerangka referensi, dan pertanyaan khusus.
 Latar belakang (identifikasi dan penilaian bahaya alam)
Pertanyaan awal yang disajikan dalam latar belakang dimaksudkan untuk mengetahui apakah wilayah dan
sektor proyek terkena dampak bahaya alam. Oleh karena itu, tim proyek perlu mengidentifikasi bahaya,
jumlah populasi yang terancam risiko, wilayah geografis dan sektor ekonomi yang terpapar bahaya, bentuk
kerentanan yang paling tampak serta seberapa sering, intensitas dan dampak dari bencana sebelumnya.
Bila ancaman telah teridentifikasi, tim proyek melanjutkan ke rangkaian pertanyaan kedua.
 Kerangka referensi (kerangka politis dan kelembagaan)
Kerangka ini terdiri dari empat pertanyaan untuk mengevaluasi kelaikan kebijakan pemerintah, lembagalembaga serta strategi-strategi yang terkait dengan kerentanan, terutama di sektor-sektor yang disentuh
oleh proyek. Kecukupan informasi untuk pengambilan keputusan juga dievaluasi di sini.
76
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
 Pertanyaan-pertanyaan khusus
Bagian ini terdiri dari 19 pertanyaan, yang disusun di bawah tiga pokok utama:
 Tentang proyek (analisis mengenai tindakan-tindakan struktural dan nonstruktural).
 Pelaksanaan proyek (pertanyaan-pertanyaan tentang susunan kelembagaan, mekanisme koordinasi
dan pelaksanaan, insentif serta pemantauan).
 Kelaikan (secara teknis, kelembagaan, sosio-ekonomi, keuangan).
Formatnya relatif sederhana, hanya terdiri dari tiga level kajian kualitatif (ya–tidak–sebagian) dengan
tambahan tempat untuk komentar. IDB mengakui bahwa barangkali tidak mungkin menjawab setiap
pertanyaan yang terdapat dalam daftar uji saat menggunakan dokumen perencanaan proyek itu sendiri karena
datanya barangkali tidak bisa didapatkan. Dalam beberapa kasus, informasi yang diperlukan bisa didapatkan
dengan menggunakan perangkat-perangkat lain (misalnya, kajian lingkungan atau dampak sosial). Namun,
yang penting, semua pertanyaan sudah diajukan.
Tafsiran dari hasil ini umumnya lugas. Sesudah melengkapi daftar uji, jumlah jawaban negatif dihitung
sebagai persentase jumlah total jawaban. Bila jawaban negatif (tidak termasuk pertanyaan pertama) kurang
dari total 25 persen, risiko terhadap komunitas lokal dan tujuan proyek terhadap bahaya dianggap rendah.
Ini artinya rancangan proyek sudah cukup mempertimbangkan manajemen risiko (meskipun aspek-aspek
spesifik mungkin masih perlu diperbaiki). Proporsi jawaban 25-75 persen menunjukkan kurang memadainya
rancangan proyek, sehingga memerlukan koreksi supaya proyek itu cukup bisa bertahan. Kalau proporsi
naik sampai di atas 75 persen, dampak bahaya bisa membahayakan proyek dan penduduk, sehingga perlu
langkah-langkah pencegahan dalam perancangan proyek.
Persentase tanggapan positif (Ya)
25%
Sangat tinggi
50%
Tinggi
75%
75%
Menengah
50%
Rendah
25%
Persentase tanggapan negatif (Tidak)
IDB sadar bahwa baik perencana proyek maupun mitranya telah mempunyai beban kerja dan jadwal yang
berat. Oleh karena itu, panduan daftar uji dengan jelas menyatakan bahwa tujuan utamanya adalah tidak
untuk menambahkan seperangkat panduan wajib maupun kriteria yang baru terhadap rancangan proyek,
melainkan untuk meningkatkan kesadaran tim operasional terhadap risiko serta memberikan seperangkat
alat untuk membantu mereka dalam memadukan manajemen risiko ke dalam siklus proyek. Walaupun
demikian, pemakaian daftar uji adalah sangat mendasar bagi seluruh rancangan proyek
Sumber: Keipi, Mora Castro and Bastidas (2005).
Lembaga-lembaga kecil seperti LSM sering menggunakan panduan atau daftar uji yang lebih sederhana untuk
mendesain proyek pembangunan mereka atau menyetujui permohonan bantuan dari mitra. Biasanya daftar uji ini
berisi kriteria pokok serta isu yang harus dipertimbangkan. Daftar uji ini mungkin berisi sederet isu yang banyak,
yang acap kali dinyatakan dalam istilah yang umum (misalnya, “proyek harus bekerja dengan orang-orang paling
miskin di tempat-tempat dengan penduduk yang mempunyai kebutuhan paling besar”) meskipun setiap lembaga
mempunyai cakupan penelitian dan analisis yang berbeda-beda yang diperlukan untuk memberikan jawaban. Dalam
hal ini, relatif mudah untuk menyisipkan pertanyaan-pertanyaan tambahan yang berkaitan dengan pengurangan
risiko dalam bahasa yang mudah. Misalnya:
Catatan Panduan 5
77
 Proyek ini harus mempertimbangkan kemungkinan bencana, termasuk konflik, dan bilamana perlu, menyiapkan
masyarakat maupun proyek itu sendiri untuk menanggapi situasi bencana.
 Apakah pencegahan bencana dan/atau kesiapsiagaan terhadap bencana sudah disiapkan dalam kerja mitra yang
sedang berjalan saat ini?
 Apakah proyek ini akan mengurangi kerentanan orang-orang terhadap bahaya alam dan manusia? Bagaimana?
Kotak 3
Panduan RUTA untuk memadukan manajemen risiko bencana ke dalam
proyek pembangunan pedesaan
Unidad Regional de Asistancia Técnica (RUTA) mengembangkan panduan ini bagi perencana dan manajer proyek
lapangan pada berbagai skala operasi. RUTA adalah lembaga yang mendapat mandat untuk memberikan
bantuan teknis dalam bidang pembangunan pedesaan yang berkelanjutan kepada seluruh kementerian
pertanian di Amerika Tengah, serta didukung oleh pemerintahan nasional dan badan-badan internasional.
Panduan ini bertujuan untuk menguatkan fokus pada pengurangan risiko dalam seluruh siklus proyek. Titik
awalnya adalah untuk mengidentifikasi titik masuk (entry point) bagi manajemen risiko bencana selama
tahap identifikasi serta perumusan proyek, serta untuk menggarisbawahi isu pokok yang harus ditanggapi:
panduan ini meletakkan kerangka untuk melakukan hal ini (lihat Tabel 2). Namun, ada juga panduan bagi
tindakan untuk memastikan bahwa pendekatan manajemen risiko bencana telah diadopsi dalam fase-fase
lain di dalam siklus proyek. Hal ini terwakili dalam bentuk kerangka isu maupun kerangka pertanyaan, bagan
alur serta pohon pengambilan keputusan.
Perangkat-perangkat umum ini hanya merupakan sebagian dari panduan ini, yang juga mengandung saran
tentang bagaimana menganalisis kapasitas dan kerentanan masyarakat, mengkaji kekuatan dan kelemahan
berbagai pelaku kelembagaan, mengidentifikasi risiko bahaya alam serta penilaian kerentanan sektoral.
Dengan merujuk secara khusus kepada pembangunan pedesaan, panduan ini menyediakan kerangka
pertanyaan yang cukup umum untuk mengidentifikasi serangkaian ancaman potensial terhadap pertanian,
lingkungan, pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan pendidikan. Dalam beberapa kasus, ini didukung
dengan saran mengenai jenis-jenis data yang harus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
itu. Ada juga panduan untuk memastikan apakah isu-isu relevan sudah dimasukkan ke dalam kerangka acuan
bagi para konsultan yang terlibat di dalam rancangan dan penilaian proyek.
Sumber: Kiesel (2001).
Tabel 2 Panduan RUTA untuk manajemen risiko dalam proyek pembangunan pedesaan:
Titik masuk dalam siklus proyek
78
Fase
Titik Masuk
Tindakan
Identifikasi
Kajian Awal
Dalam kerangka acuan (terms of referencei/TOR) bagi para konsultan
untuk menyiapkan kajian awal dan kajian prapembiayaan,
masukkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Apakah bahaya-bahaya alam bisa menimbulkan faktor-faktor yang
relevan dengan bencana bagi proyek ini? Apa saja, dan mengapa?
 Apakah proyek ini bisa meningkatkan risiko?
 Risiko-risiko apa yang bisa berdampak langsung terhadap proyek?
 Apa yang bisa menjadi dampak potensial proyek ini dalam
pencegahan bencana?
 Pastikan konsultasi dengan lembaga-lembaga yang relevan
 Masukkan manajemen dan pengurangan risiko sebagai poin
khusus dalam isu dan panduan utama donor
Panduan ini dipublikasikan dalam bahasa Spanyol, dan masih belum bisa didapatkan secara online maupun dalam bahasa lainnya. Untuk mendapatkannya, hubungi http://www.ruta.org
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Perumusan
Semiloka
perencanaan yang
partisipatif
 Pastikan bahwa informasi yang relevan sudah tersedia (kajiankajian, data, dll.)
 Pastikan partisipasi dan konsultasi dengan para pemangku
kepentingan termasuk di antaranya lembaga-lembaga dan
perseorangan dengan pengetahuan mengenai manajemen risiko
 Pastikan bahwa analisis masalah memberi perhatian terhadap halhal yang berkaitan dengan manajemen pengurangan risiko dan
bagaimana problem itu didefinisikan
 Analisis apakah intervensi telah diarahkan secara khusus terhadap
manajemen pengurangan risiko (kegiatan maupun asumsi)
 Uji kebijakan sosial-budaya dan kelembagaan, kapasitas
manajemen dan kelaikan ekonomi dan keuangan, terhadap
kriteria kelestarian
 Kembangkan dan perbaiki indikator
Rancangan proposal
Pastikan bahwa isu-isu yang berkaitan dengan manajemen dan
pengurangan risiko telah tercakup dalam rancangan proposal
pendanaan, dalam bagian-bagian penting berikut ini:
 Identifikasi masalah
 Dokumentasi yang tersedia
 Kegiatan
 Asumsi-asumsi
 Risiko
 Faktor keberlanjutan
Kerangka acuan
untuk studi kelaikan
 Masukkan manajemen risiko bencana ke dalam TOR bagi para
konsultan yang melaksanakann studi kelaikan
 Buatlah rujukan kepada kajian-kajian, laporan-laporan, dan datadata yang relevan, dan konsultasikan dengan lembaga-lembaga
yang relevan
Analisis pendanaan
proposal
Pertimbangkan manajemen pengurangan risiko ke dalam analisis
proposal pendanaan, khususnya:
 Seluruh masalah yang relevan yang berkaitan dengan manajemen
risiko
 Intervensi yang mempertimbangkan kegiatan ini ke dalam
kegiatan-kegiatan dan asumsi-asumsinya
 Pastikan bilamana ada dugaan ancaman yang berkaitan dengan
manajemen risiko (misalnya, suatu keadaan yang sangat vital yang
belum ditilik kembali yang bisa membahayakan suatu proyek atau
aktivitasnya sejak awal)
 Apakah manajemen risiko telah diperhitungkan seluruhnya
sehubungan dengan keberlanjutan intervensi ini
Sumber: Kiesel (2001), hal. 26 (terjemahan tidak resmi).
4. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan
Dalam menerapkan segala jenis perangkat untuk memasukkan pengurangan risiko bencana ke dalam manajemen
siklus proyek, sebelumnya harus memperhatikan hal-hal berikut:
 Cakupan isu yang luas merupakan hal yang penting: perangkat-perangkat ini tidak boleh kehilangan tahap
penting dalam perencanaan proyek atau komponen-komponen proyek, tidak boleh juga meninggalkan aspek
risiko yang penting serta faktor-faktor yang membentuknya.
 Setiap lembaga pengguna harus membuat keputusannya sendiri mengenai berapa banyak penelitian yang
diperlukan untuk mengidentifikasi isu-isu yang relevan atau menjawab pertanyaan bagi pengambilan keputusan
yang efektif serta integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam siklus proyek. Hal ini barangkali tergantung
Catatan Panduan 5
79
kepada kapasitas dan cara kerja yang sudah berjalan (yakni, seberapa ketat yang telah diterapkan dalam
rancangan dan pengkajian proyek), tetapi tetap harus konsisten dengan apa yang sudah ada.
 Lembaga-lembaga bisa memilih untuk menyesuaikan metode yang sudah ada serta perangkat perencanaannya,
atau mengadopsi perangkat baru yang didesain demi tujuan (misalnya, dari IDB dan RUTA), yang menurut
mereka efektif. Namun, metode yang dipilih harus sesuai dengan sistem dan pendekatan siklus proyek lembaga
itu. Hindari situasi-situasi di mana beragam perangkat pengkajian atau daftar uji yang dipergunakan untuk
menilai beragam isu ternyata tidak saling berkaitan atau terintegrasi dengan keseluruhan proses manajemen
proyek.
 Bagi para staf, harus jelas apakah perangkat-perangkat ini bersifat boleh dilakukan atau wajib dilakukan.
Begitu juga tentang kegunaanya serta kapan dan bagaimana menggunakannya. Ada beberapa perangkat yang
dipergunakan dalam tahap-tahap tertentu. Namun, ada juga perangkat lain yang jelas-jelas berhubungan
dengan dokumen proyek tertentu.
 Bila panduan perencanaan proyek suatu lembaga mencakup sejumlah besar isu pembangunan, penambahan
isu lanjutan – pengurangan risiko bencana – ke dalam daftar ini barangkali tidak cukup untuk meningkatkan
profil subyek ini dalam lembaga tersebut.
 Lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pembangunan harus sadar bahwa staf mereka barangkali menolak
menggunakan tambahan daftar uji dan panduan, terutama bila proses pengkajian proyek sudah terlalu panjang
dan mahal, atau bila staf telah bekerja terlalu banyak. Risiko bahwa ada kemungkinan staf tidak betul-betul
melaksanakannya dalam kaitannya dengan hal ini atau isu-isu lain harus dinyatakan. Oleh karena itu, bisa jadi
ada kebutuhan advokasi internal mengenai keuntungan mengadopsi pendekatan manajemen risiko bencana.
 Staf harus dilatih untuk menggunakan perangkat perencanaan secara efektif, baik perangkat yang baru maupun
yang telah disesuaikan. Lembaga ini juga perlu melakukan investasi untuk mendapatkan serta berbagi pelajaran
yang dipetik sehubungan dengan pelaksanaan pendekatan yang dipakai.
 Pelatihan saja mungkin tidak cukup untuk memastikan penggunaan perangkat secara efektif. Dukungan
manajemen dan teknis (misalnya, penasehat teknis dan helpdesks) mungkin juga diperlukan.
 Apa pun metode yang diadopsi untuk memasukkan manajemen risiko bencana ke dalam siklus manajemen
proyek, penting untuk memastikan bahwa manajemen risiko bencana ini efektif untuk mengkaji risiko. Selain
itu, rancangan dan pelaksanan proyek disesuaikan menurut hal ini. Langkah ini akan sangat tergantung kepada
keseluruhan sistem perencanaan, pemantauan dan penilaian lembaga ini.
Kotak 4
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
80
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan Lebih Lanjut
Chang H., Fell, A.M., Laird, M. and Seif, J. A Comparison of Management Systems for Development Co-operation in OECD/DAC
Members. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development, 1999. Dapat diakses di: http://www.oecd.org/
dataoecd/40/28/2094873.pdf
European Commission, Aid Delivery Methods, Volume 1: Project Cycle Management Guidelines. Brussels: European Commission,
EuropeAid, 2004. Dapat diakses di: http://europa.eu.int/comm/europeaid/qsm/documents/pcm_manual_2004_en.pdf
Gosling, L. Toolkits: A practical guide to planning, monitoring, evaluation and impact assessment. London: Save the Children,
2003.
Keipi, K., Mora Castro, S. and Bastidas, P. Gestión de riesgo de amenazas naturales en proyectos de desarrollo: Lista de preguntas to
verificación (“checklist”). Washington, DC: Inter-American Development Bank, 2005. Dapat diakses di: http://www.iadb.org/sds/
doc/env%2dchecklist%2denv144e.pdf (Untuk daftar uji dan komentar dalam bahasa Inggris terdapat di halaman 43–51).
Kiesel, C. Guía para la gestión del riesgo en proyectos de desarrollo rural. San José, Costa Rica: RUTA/CEPREDENAC, 2001.
La Trobe, S. and Davis, I. Mainstreaming disaster risk reduction: a tool for development organisations. Teddington, UK: Tearfund,
2005. Dapat diakses di: http://tilz.tearfund.org/Research/Climate+change+and+disasters+policy
Twigg, J. Disaster Risk Reduction: mitigation and preparedness in development and emergency programming. Good Practice Review
no. 9. London: Humanitarian Practice Network, 2004. Dapat diakses di: http://www.odihpn.org
Wamsler, C. Operational Framework for Integrating Risk Reduction for Aid Organisations Working in Human Settlement Development.
London/Lund, Sweden: Benfield Hazard Research Centre/Lund University, Housing Development and Management, 2006. Dapat
diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/working_papers/workingpaper14.pdf
World Bank, laman ‘Project Cycle’ di situs World Bank: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/PROJECTS/
0,,contentMDK:20120731~menuPK:41390~pagePK:41367~piPK:51533~theSitePK:40941,00.html
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 5
81
Catatan panduan ini ditulis oleh John Twigg. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Alex Bush (HelpAge International), Nick Hall
(Plan UK), Kari Keipi (IDB), Carmen Morales (RUTA), Michelle Phillips (DFID), Carmen Solana (University of Portsmouth), Tim Penasihat
proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian
ini. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen
Pembangunan Internasional (DFID) Inggris, Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia, dan Badan Kerja Sama Pembangunan
Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan
pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat proyek, para
penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara;
(5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9)
Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Kerangka Logis dan Kerangka
Berbasis Hasil
Catatan Panduan 6
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini membahas kerangka logis dan kerangka berbasis hasil. Juga memberi pedoman dalam
mempertimbangkan isu-isu kebencanaan secara sistematis dalam menerapkan perangkat-perangkat ini ke dalam
perancangan, pelaksanaan dan evaluasi segala macam proyek di daerah-daerah rawan bahaya. Termasuk proyekproyek pengurangan risiko bencana maupun proyek-proyek pembangunan lainnya. Catatan ini mendorong para
perencana proyek untuk mempertimbangkan risiko-risiko bencana potensial yang dihadapi proyek dan tindakantindakan mitigasi yang perlu diupayakan, serta dampak proyek pada kerentanan terhadap bahaya alam. Catatan
panduan ini diperuntukkan bagi para anggota tim perencana dan pelaksana proyek lembaga-lembaga yang bergerak
dalam bidang pembangunan.
1. Pengantar
Analisis kerangka logis (logical framework atau logframe) adalah perangkat yang banyak digunakan dalam
perancangan dan manajemen proyek. Analisis ini mula-mula dikembangkan untuk keperluan perencanaan militer,
tetapi kemudian diperkenalkan untuk digunakan dalam proyek-proyek pembangunan oleh Badan Pembangunan
Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Development/USAID) pada tahun 1969. Saat
ini, logframe telah digunakan secara luas oleh banyak lembaga bilateral dan multilateral serta lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pembangunan. Analisis logframe menyediakan pendekatan logis
terstruktur dalam penentuan prioritas, perancangan dan anggaran proyek, serta dalam mengidentifikasi hasil-hasil
yang terkait dan sasaran-sasaran kinerja. Analisis ini juga menyediakan perangkat manajemen yang bisa dijadikan
acuan dalam pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi proyek. Analisis logframe dimulai dengan analisis masalah
yang diikuti dengan penetapan tujuan, identifikasi kegiatan-kegiatan proyek dan indikator-indikator kinerja terkait
serta asumsi-asumsi dan risiko-risiko penting yang dapat memengaruhi keberhasilan proyek.
Manajemen berbasis hasil (result-based management) adalah sebuah perangkat terkait yang dikembangkan lebih
belakangan oleh beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan sejak tahun 1990-an. Manajemen
berbasis hasil lebih berfokus pada kinerja, pencapaian dan keberlanjutan hasil daripada pengelolaan kegiatankegiatan proyek. Manajemen ini diawali dengan tujuan strategis suatu proyek yang selanjutnya menentukan
hasil-hasil antara yang perlu dicapai dan dengan sendirinya juga kegiatan-kegiatan, proses-proses dan sumbersumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana halnya analisis logframe,
manajemen berbasis hasil didasarkan pada hubungan sebab-akibat logis antara masukan, kegiatan dan hasilnya.
Manajemen berbasis hasil meliputi pengembangan suatu kerangka berbasis hasil, yang pada dasarnya terdiri dari
tabel logframe sederhana yang berfokus pada tujuan dan hasil-hasil antara yang akan digunakan untuk menilai
kemajuan pelaksanaan proyek serta menyesuaikan rancangan dan kegiatan-kegiatan proyek sesuai kebutuhan.
Kerangka ini antara lain dihubungkan dengan analisis risiko berbagai faktor yang potensial mengancam kesuksesan
suatu proyek. Manajemen berbasis hasil bisa digunakan untuk perancangan, pelaksanaan dan evaluasi berbagai
proyek, program-program maupun strategi-strategi.
Managing for Development Results (MfDR) atau Manajemen untuk Menghasilkan Hasil-hasil Pembangunan adalah suatu perangkat sejenis yang dikembangkan lebih belakangan lagi dan masih
terus dikembangkan. Menurut OECD-DAC (2006): “Meski manajemen berbasis hasil sedikit serupa dengan MfDR sebagaimana yang kita pahami sekarang, beberapa pendekatan dalam manajemen
berbasis hasil hanya berfokus kepada akuntabilitas. MfDR lebih jauh bergerak, menggabungkan gagasan-gagasan baru tentang kerjasama, kemitraan, kepemilikan negara, keharmonisan dan
keselarasan. MfDR menyediakan standar manajemen yang lebih tinggi karena menuntut seluruh pemangku kepentingan untuk terus-menerus memusatkan perhatian pada hasil pelaksanaan di
tingkat negara daripada sekedar hasil jangka pendek.”
Catatan Panduan 6
83
Baik analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil merupakan perangkat yang sangat cocok untuk digunakan
dalam mempertimbangkan potensi risiko bencana yang dihadapi proyek-proyek pembangunan karena kedua
perangkat ini mengandung analisis risiko dan asumsi yang terpadu. Selain itu, kedua perangkat ini juga memuat
analisis atas berbagai alternatif yang ada; sesuatu yang berguna dalam menjajaki cara-cara menanggulangi risiko
bencana dan meningkatkan keberlanjutan serta ketangguhan proyek terhadap bahaya, baik dalam konteks
pengurangan risiko bencana maupun proyek-proyek pembangunan pada umumnya. Penekanan pada kinerja
dalam manajemen berbasis hasil sangat berguna dalam menjamin agar kegiatan-kegiatan dan tujuan-tujuan
proyek disesuaikan dengan memperhitungkan segala dampak bencana yang terjadi selama pelaksanaan proyek.
Kerangka-kerangka logis juga merupakan dokumen yang hidup, yang memberi suatu kerangka untuk mengkaji
dampak-dampak semacam itu. Akhirnya, kedua perangkat merupakan alat yang bersifat partisipatif yang memberi
ruang untuk membahas dan menerima kepentingan-kepentingan dan kepedulian-kepedulian berbagai pemangku
kepentingan, termasuk yang berkaitan dengan risiko bencana, dalam perancangan program.
Kondisi terkini
Pada praktiknya, nilai potensial perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil dalam menganalisis dan
menangani risiko bencana dalam konteks proyek-proyek pembangunan selama ini tampaknya telah terabaikan.
Alih-alih mengadakan analisis mendalam sepanjang suatu periode tertentu, baik dalam hitungan bulan maupun
tahun, penerapan perangkat ini seringkali menjadi sekadar formalitas untuk memenuhi persyaratan birokratis
dalam menyusun dokumen proyek sebelum diajukan untuk mendapat persetujuan dewan pengurus lembaga atau
donor luar. Dengan demikian, kesempatan awal dalam menyesuaikan perancangan proyek untuk mengurangi
atau mengelola dampak bencana dan risiko potensial lainnya seringkali hilang dan analisis maupun penanganan
risiko terkait seringkali hanya dibuat-buat. Sebagai contohnya, dalam proyek pertanian biasa terjadi bahwa pada
berbagai tingkat matriks logframe ada asumsi mengenai akan adanya kondisi iklim yang baik, tetapi tidak ada
tindakan nyata yang diambil untuk menjamin agar keberhasilan proyek tidak akan dihambat oleh perubahan iklim
yang ekstrim. Risiko bencana bahkan dapat dengan sengaja diabaikan bila tidak ada cara untuk menanggulanginya
dengan memadai pada tahap pengembangan proyek yang sudah sedemikian lanjut atau jika hal ini mengancam
peluang pendanaan dari pihak ketiga.
Mendorong praktik yang baik
Ada tiga praktik penting yang dibutuhkan dalam menerapkan analisis logframe dan manajemen berbasis hasil
untuk memastikan agar isu-isu yang berkaitan dengan bencana dikaji dan dikelola secara memadai di negaranegara yang rawan bahaya:
 Penggunaan kedua perangkat harus dimulai sejak sangat dini dalam persiapan proyek untuk memaksimalkan
nilai potensial perangkat-perangkat ini dalam memastikan agar isu-isu kebencanaan diidentifikasi, dianalisis
dan ditangani dengan memadai.
 Hal-hal menyangkut bencana harus dipertimbangkan pada setiap tahap analisis, bukan hanya pada tahap
pengkajian risiko-risiko dan asumsi-asumsi saja.
 Matriks-matriks logframe dan kerangka kerja berbasis hasil harus ditelaah dengan cermat pada setiap kejadian
bencana untuk menjajaki kemungkinan perlunya mengadakan penyesuaian-penyesuaian tujuan-tujuan dan
kegiatan-kegiatan proyek untuk memastikan bahwa hasil-hasil yang ingin dicapai masih tetap realistis dan
berkelanjutan.
2. Langkah-langkah dasar untuk memadukan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke
dalam kerangka kerja logis dan kerangka berbasis
hasil
Bagian berikut ini akan menguraikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memastikan agar risiko bencana
dan peluang-peluang terkait untuk mengurangi dan mengelola kerentanan dipertimbangkan dengan memadai dan
sistematis dalam setiap langkah penggunaan perangkat-perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil. Ada
84
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam analisis
logframe dan manajemen berbasis hasil di negara-negara rawan bahaya
1. Analisis situasi
Pertimbangkan bahaya-bahaya alam
dan kerentanan terkait dalam
menelaah konteks luas proyek
Merujuk pada langkah
1 dan 2 pada kajian
dampak lingkungan
Isu-isu terkait bencana yang
penting untuk diperhatikan?
2. Analisis para pemangku kepentingan
Sertakan kajian isu-isu kebencanaan dalam menilai kepentingan-kepentingan dan
perhatian para pemangku kepentingan, terutama untuk memastikan agar
kelompok-kelompok yang rentan bahaya di wilayah sasaran proyek juga dilibatkan
dalam konsultasi-konsultasi ini.
Tidak ada kebutuhan
lebih lanjut untuk
mempertimbangkan
isu-isu kebencanaan
4. Analisis tujuan
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam menetapkan tujuan, sasaransasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai proyek
5. Analisis alternatif
Pertimbangkan baik kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang mungkin
dikembangkan maupun kemungkinan komponen-komponen proyek tertentu
dapat berdampak negatif pada kerentanan terhadap bahaya alam
6. Pemilihan sasaran dan indikator-indikator
Sertakan indikator-indikator terkait untuk memantau dan mengevaluasi unsurunsur pengurangan risiko bencana
7. Analisis risiko dan asumsi-asumsi
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam mengidentifikasi risiko-risiko dan
asumsi-asumsi pokok, dan dalam mengembangkan rencana manajemen risiko
serta dalam menyusun indikator-indikator risiko
8. Pelaksanaan proyek
Pantau dan nilai kinerja setiap unsur pengurangan risiko bencana, dampak setiap
kejadian bencana dan pengaruh segala perubahan dalam hal kerentanan terhadap
bahaya alam dan modifikasi kegiatan-kegiatan sasaran-sasaran dan/atau tujuantujuan proyek bila perlu
Konsultasi terus-menerus dengan para pemangku kepentingan
3. Analisis masalah
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam menelaah sebab-akibat dari masalah
utama yang ingin ditangani proyek
9. Evaluasi
Kaji pencapaian-pencapaian dan kegagalan-kegagalan pengurangan risiko
bencana dan kelayakan kajian risiko bencana awal yang diadakan
Catatan Panduan 6
85
sedikit variasi dalam hal bentuk dan urutan langkah yang digunakan antara satu lembaga pembangunan dengan
lembaga lainnya, terutama antara yang menggunakan analisis logframe dengan yang menggunakan manajemen
berbasis hasil. Walaupun begitu, langkah-langkah dasar yang umum – seperti yang terdapat di bawah ini dan
dijelaskan secara ringkas pada Gambar 1 – pada dasarnya serupa. Perbedaan-perbedaan pokok antara analisis
logframe dan manajemen berbasis hasil juga akan diuraikan di bawah.
Catatan panduan ini disusun untuk menjadi pelengkap bagi pedoman-pedoman penggunaan analisis logframe
dan manajemen berbasis hasil yang sudah ada, dengan fokus khusus pada di mana dan bagaimana memasukkan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana, dan bukannya untuk memberikan panduan menyeluruh tentang
seluruh aspek dari perangkat-perangkat tersebut.
Daftar uji manajemen risiko bencana juga merupakan perangkat yang berguna untuk memandu analisis logframe
dan manajemen berbasis hasil. Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter American Development Bank/IDB) telah
menyusun daftar uji semacam ini, yang terdiri dari serangkaian pertanyaan bercakupan luas yang perlu didiskusikan
dalam persiapan proyek (lihat Catatan Panduan 5, Kotak 2).
Langkah 1. Analisis situasi
Pertimbangkan bahaya alam dan kerentanan terkait dalam melakukan penjajakan awal terhadap latar belakang
konteks proyek yang lebih luas dan pengaruh-pengaruh dari semua proyek di negara-negara rawan bahaya (lihat
juga Catatan Panduan 2 dan Catatan Panduan 7, Langkah 1 dan 2). Bila isu kebencanaan cenderung berkaitan
langsung dengan kesuksesan dan hasil-hasil proyek pembangunan tertentu, isu-isu tersebut harus dipertimbangkan
dalam setiap tahap analisis logframe atau manajemen berbasis hasil. Jika dipandang tidak berkaitan langsung,
isu-isu tersebut harus ditinjau kembali pada Langkah 7 (Analisis risiko dan asumsi). Bila tidak ada isu kebencanaan
potensial yang signifikan, hal ini tidak perlu dipertimbangkan lagi sampai Langkah 9 (Evaluasi).
Seluruh langkah yang dijelaskan di bawah ini relevan untuk mempersiapkan, mengelola dan mengevaluasi proyekproyek pengurangan risiko bencana.
Langkah 2. Analisis pemangku kepentingan
Sertakan isu-isu kebencanaan dalam melaksanakan analisis awal untuk mengidentifikasi kepentingan-kepentingan
dan perhatian para pemangku kepentingan. Dalam langkah ini juga mulai ditentukan sasaran-sasaran dan tujuantujuan proyek yang realistis, baik untuk proyek-proyek pengurangan risiko bencana maupun proyek pembangunan
lain di daerah-daerah yang rawan bahaya. Pengetahuan dan keahlian teknis yang terkait juga perlu dicari.
Sangat penting bagi perencana proyek untuk secara khusus memberi kesempatan kepada masyarakat setempat
guna menyampaikan sendiri dampak-dampak bencana pada kehidupan dan lingkungan mereka, persepsi mereka
atas risiko, perilaku dalam menanggapi bencana dan prioritas-prioritas mereka dalam memperkuat ketangguhan
terhadap bahaya. Juga untuk memberi masukan-masukan tentang implikasi-implikasi intervensi yang diusulkan
pada kerentanan (misalnya, dampak proyek budi daya ikan di pesisir pada keterpaparan para petani terhadap
gelombang laut). Kelompok-kelompok yang rentan bahaya di lokasi proyek harus diikutsertakan dalam proses ini,
bahkan jika mereka tidak termasuk sebagai kelompok penerima manfaat sekalipun.
Satu definisi yang seksama tentang para penerima manfaat dalam kaitannya dengan kerentanan mereka terhadap
bahaya alam dapat membantu menjelaskan bahkan lingkup dari proyek pembangunan yang lebih umum.
Misalnya,, kelompok-kelompok penerima manfaat dapat dikategorikan sebagai sangat rawan terhadap bahaya
sekaligus sangat miskin dan tidak memiliki ketahanan pangan, sehingga suatu proyek yang bertujuan untuk
menanggulangi kemiskinan harus jelas-jelas menangani juga risiko-risiko bencana dalam upayanya untuk meraih
tujuan keseluruhannya.
Konsultasi lebih lanjut dengan para pemangku kepentingan juga harus dilakukan selama langkah-langkah berikutnya
dalam menerapkan perangkat-perangkat analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil. Konsultasikonsultasi ini harus dibangun dari analisis awal untuk menjamin agar kepentingan-kepentingan dan perhatian para
pemangku kepentingan, termasuk yang berkaitan dengan bahaya-bahaya alam, dipadukan ke dalam perancangan
proyek. Sehingga, tercermin pada tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan proyek serta diperhitungkan dalam setiap
penyesuaian yang diadakan dalam pelaksanaan proyek.
86
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 3. Analisis masalah (atau analisis situasi dan sebab-akibat)
Dalam melakukan analisis logframe, pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam mengidentifikasi masalah
utama yang hendak ditangani proyek, menjajaki sebab-sebab dan akibatnya dan mengidentifikasi mereka yang
terpengaruh.
Peran bencana di masa lalu dan risiko bencana yang terus berlanjut, termasuk dampak terkait terhadap perilaku
(misalnya melalui pemilihan jenis tanaman pangan yang diproduksi), harus turut dipertimbangkan dalam
menganalisis sebab-sebab mendasar permasalahan. Segala dampak yang ditimbulkan masalah utama terhadap
kerentanan pada bahaya alam juga harus dijajaki (misalnya, pengaruh kerusakan lingkungan pada kerentanan).
Dalam proyek-proyek pengurangan risiko bencana, kerentanan terhadap bahaya alam itu sendiri menjadi pusat
masalah yang harus dianalisis.
Langkah 4. Analisis tujuan-tujuan
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam menetapkan tujuan, sasaran atau dampak strategis proyek; dan
tujuan, sasaran atau hasil-hasil, tujuan-tujuan antara atau keluaran pembangunan dari proyek. Dalam analisis
logframe, tujuan-tujuan ini diperoleh dengan menerjemahkan dampak-dampak yang teridentifikasi dalam analisis
masalah (Langkah 3) ke dalam pernyataan-pernyataan atau tujuan-tujuan yang positif (misalnya, peningkatan
hasil panen pada tahun-tahun dengan tingkat curah hujan rendah), dengan menggunakan “sebab-sebab” untuk
menentukan hubungan antara cara dengan hasil (yaitu, bagaimana bergerak dari penyebab-penyebab mendasar
suatu masalah menuju pencapaian tujuan-tujuan); dan, bila perlu, menyeimbangkan tujuan-tujuan tersebut. Dalam
manajemen berbasis hasil, pertama-tama tujuan-tujuan strategis diidentifikasi, kemudian tujuan-tujuan yang lebih
rendah serta kegiatan-kegiatan proyek, yang diturunkan dari rangkaian hubungan sebab-akibat, ditetapkan.
Tujuan-tujuan strategis proyek semakin diselaraskan dengan tujuan-tujuan program di tingkat negara (yang juga
dihubungkan dengan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan dan Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium).
Mengingat luasnya lingkup permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara berkembang, pengurangan risiko
bencana kemungkinan jarang menjadi suatu tujuan strategis kecuali di negara-negara kecil yang baru saja bangkit
dari kejadian-kejadian bencana dan mendapat program dari LSM-LSM yang khusus bergerak dalam bidang tertentu,
seperti ketahanan pangan dan penghidupan (lihat Catatan Panduan 4). Namun, di negara-negara yang rawan
bahaya, pengurangan risiko bencana dapat berperan langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan strategis lain
seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan taraf hidup dan perlindungan terhadap kelompokkelompok rentan, peningkatan pendapatan para petani kecil atau terbentuknya sistem pengelolaan sumber daya
alam yang terlindungi, produktif dan berkelanjutan. Dalam situasi seperti ini proyek pengurangan risiko bencana
dapat dirancang untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan strategis ini. Proyek semacam ini akan memiliki
tujuan pembangunan spesifik yang terkait bencana (lihat Kotak 1).
Dalam proyek-proyek pembangunan lain, pengurangan risiko bencana dapat dipilih sebagai tujuan antara yang
berperan langsung dalam pencapaian tujuan pembangunan proyek. Di negara-negara yang lebih rawan bahaya,
disertakannya komponen-komponen pengurangan risiko bencana bisa menjadi sangat penting dalam memastikan
keberlanjutan manfaat dan hasil-hasil proyek. Contohnya, proyek untuk meningkatkan kondisi perumahan
bisa memiliki tujuan-tujuan antara yang berhubungan dengan penguatan aturan-aturan pendirian bangunan
dan penggunaan lahan untuk mendukung penguatan ketangguhan terhadap bahaya. Sebaliknya, unsur-unsur
pengurangan risiko bencana dapat dimasukkan sebagai asumsi utama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
direncanakan oleh lembaga-lembaga mitra; atau, bila termasuk penting tetapi berada di luar jangkauan langsung
proyek, unsur-unsur ini dapat dirumuskan sebagai risiko-risiko proyek (lihat Langkah 7). Segala tujuan antara atau
keluaran-keluaran dari upaya pengurangan risiko bencana harus diuraikan dengan tepat, dapat diverifikasi (lihat
Langkah 6) dan dapat dibiayai dengan sumber daya proyek yang tersedia.
Langkah 5. Analisis berbagai alternatif
Sertakan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang potensial sebagai sesuatu yang turut dipertimbangkan
dalam menentukan dan mengkaji unsur-unsur proyek yang akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan antara
atau keluaran-keluaran proyek. Termasuk juga, memilih strategi proyek yang optimal. Hubungan sebab-akibat
antara kegiatan-kegiatan proyek dan tujuan-tujuan antara atau keluaran-keluaran proyek juga harus jelas.
Kemungkinan dampak positif dan negatif yang ditimbulkan unsur-unsur lain dalam proyek terhadap kerentanan
pada bahaya alam (misalnya melalui dampak unsur-unsur ini terhadap lingkungan – lihat Catatan Panduan 7)
Catatan Panduan 6
87
dan dampak kejadian-kejadian bahaya potensial di masa depan pada keberhasilan dan keberlanjutan unsur-unsur
proyek juga harus dipertimbangkan. Berdasarkan hal ini perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan
(misalnya, rancang bangun yang tahan bahaya [lihat Catatan Panduan 12]). Di negara-negara yang rawan bahaya,
hal ini penting bahkan untuk proyek yang jelas-jelas tidak mengandung unsur-unsur pengurangan risiko bencana
atau isu-isu yang berkaitan dengan bahaya tidak diidentifikasi sebagai salah satu sebab atau akibat dari masalah
yang ditangani. (Lihat juga Catatan Panduan 8 mengenai analisis alternatif-alternatif proyek dan Catatan Panduan
7, 8, 11 dan 12 tentang penilaian proyek secara lebih umum dari perspektif ekonomi, lingkungan, sosial dan
teknis.)
Dalam menganalisis alternatif-alternatif juga harus dipertimbangkan implikasi proyek pada kerentanan pihakpihak yang bukan penerima manfaat proyek terhadap bahaya alam; baik yang timbul karena suatu kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja (misalnya, pengalihan aliran banjir yang sengaja dilakukan) maupun yang tidak sengaja
(misalnya, pembangunan infrastruktur telah menghalangi aliran pembuangan air – lihat Catatan Panduan 7,
Kotak 1).
Langkah 6. Pemilihan sasaran-sasaran dan indikator-indikator
Tentukan indikator-indikator yang relevan untuk memantau dan mengevaluasi kinerja dan keberhasilan proyek,
termasuk beberapa indikator untuk setiap tujuan pembangunan proyek dan tujuan antara yang berkaitan dengan
bencana. Lalu, jelaskan nilai-nilai dasar yang ada dan nilai-nilai yang menjadi sasaran. Indikator-indikator harus
jelas menunjukkan tingkat keberhasilan yang diperlukan untuk meraih pencapaian yang diharapkan pada tingkat
berikutnya dalam matriks logframe atau kerangka berbasis hasil. Indikator harus spesifik dan nyata, terukur secara
kuantitatif dan kualitatif, terikat waktu dan tempat tertentu; mudah diperoleh dan murah; relevan dan dapat
memberi informasi untuk tujuan pengambilan keputusan; dan dapat diandalkan. Sasaran terkait juga harus
realistis. Tujuan-tujuan strategis tidak membutuhkan indikator karena tujuan ini berada di luar tanggung jawab
satu proyek yang berdiri sendiri dan karenanya tidak terpantau dalam konteks proyek.
Upaya mengukur kinerja dan pencapaian kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana menimbulkan tantangan
tersendiri karena kejadian bahaya yang dipertimbangkan dalam rancangan proyek (design hazard event) belum
tentu terjadi selama masa pelaksanaan proyek dan oleh karenanya, manfaat dan dampak kegiatan-kegiatan
pengurangan risiko bencana mungkin tidak terukur secara langsung. Tantangan ini terutama berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya-bahaya geofisik
seperti gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Dalam hal ini dibutuhkan indikator-indikator antara
atau indikator proses yang setidaknya akan dapat memperlihatkan adanya kemajuan dalam pencapaian tujuantujuan proyek (misalnya, jumlah sekolah tahan gempa yang dibangun). Indikator-indikator antara atau indikator
proses juga dibutuhkan dalam situasi tempat manfaat proyek sepenuhnya baru akan menjadi jelas setelah proyek
selesai (misalnya dengan mengukur kemajuan program penanaman bakau untuk memberi perlindungan terhadap
gelombang laut berdasarkan tingkat pertumbuhan dan jumlah pohon yang hidup).
Kotak 1
Dampak
proyek
88
Proyek Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) – Sektor
Pengelolaan Banjir Hunan, China: Menentukan dampak, hasil dan
keluaran-keluaran proyek serta indikator-indikator terkait lainnya
Pertumbuhan sosial-ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif (dapat dinikmati oleh berbagai kalangan) di
wilayah-wilayah rawan banjir di Provinsi Hunan
Indikator
­ Jumlah badan usaha industri dan komersial baru di wilayah-wilayah sasaran proyek meningkat
dibandingkan pada tahun 2006
 Pada tahun 2012 nilai tanah untuk keperluan industri dan komersial di wilayah-wilayah sasaran
proyek meningkat setidak-tidaknya 20% di atas tingkat nilai pada tahun 2005
 Tingkat kemiskinan perkotaan di wilayah-wilayah sasaran proyek berkurang dari angka 6,7% pada
tahun 2003
Tingkat besar-kecilnya suatu jenis bahaya yang akan menjadi dasar bagi kegiatan pengurangan risiko bencana untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya bersangkutan. Kegiatan ini
mungkin tidak akan atau hanya sedikit memberi perlindungan terhadap kejadian bahaya yang lebih besar, dan dalam beberapa situasi bahkan dapat memperburuk tingkat kerugian (lihat
Catatan Panduan 8).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Hasil
(outcome)
Peningkatan perlindungan terhadap banjir di daerah-daerah rawan banjir yang strategis dan prioritas di
hulu daerah aliran empat sungai di Provinsi Hunan
Indikator
­ Berkurangnya biaya-biaya tahunan yang harus dikeluarkan untuk bantuan kemanusiaan dan
perbaikan kerusakan akibat bencana di kota-kota yang berpartisipasi dalam program sebagai hasil
dari peningkatan standar kerja konstruksi perlindungan banjir dan kesiapsiagaan dalam menghadapi
banjir
 Berkurangnya tingkat kerugian ekonomi langsung akibat banjir dan genangan air dibandingkan
dengan tingkat kerugian rata-rata pada saat ini
Keluaran
(output)
1. Sistem manajemen banjir nonstruktural: sistem-sistem manajemen dan peringatan banjir yang
operasional bagi 35 kota dan kabupaten yang terhubung dengan sistem manajemen dan peringatan
banjir di tingkat provinsi
Indikator
 Bertambahnya lama waktu peringatan terhadap kemungkinan banjir di wilayah-wilayah sasaran
proyek (saat ini lama waktu berkisar antara beberapa jam hingga sehari sebelum kejadian)
 Peramalan dan data-data peringatan lebih akurat
2. Perlindungan banjir struktural, permukiman kembali dan manajemen lingkungan hidup: kerja-kerja
konstruksi perlindungan terhadap banjir diselesaikan di lokasi-lokasi prioritas sebagai bagian dari
Rencana Pengendalian Banjir Dataran Sungai Hunan dan Rencana Lima Tahun Provinsi Hunan dan
sejalan dengan peraturan perundang-undangan Republik Rakyat China serta kebijakan-kebijakan
keselamatan Bank Pembangunan Asia (ADB)
Indikator
 Pada akhir proyek, tingkat kendali banjir pada kota-kota setingkat kabupaten meningkat menjadi
kejadian banjir 1 kali setiap 20 tahun dari kejadian banjir 1 kali setiap di bawah 5 tahun pada saat ini
 Pada akhir proyek, tingkat pengendalian banjir di kota-kota setingkat kotamadya meningkat, sehingga
kejadian banjir menjadi 1 kali dalam 50-100 tahun
 Tingkat kepuasan 20.133 warga yang direlokasi dapat pulih kembali ke tingkat sebelum pemukiman
kembali dalam hal pendapatan dan penghidupan
­ Persentase sasaran-sasaran pemantauan rencana pengelolaan lingkungan (Environment Management
Plan/ EMP) tercapai
3. Manajemen proyek dan pengembangan kapasitas: sistem-sistem manajemen dan pemantauan proyek
dapat berjalan dengan baik (operasional) dan lebih diperkuat
Indikator
 Kantor-kantor manajemen proyek setempat menyusun laporan yang tepat waktu dan informatif yang
mencerminkan pelaksanaan proyek yang akurat dan tepat waktu sesuai kesepakatan
 Sistem manajemen dan pemantauan proyek berbasis sistem domestik, termasuk Sistem Manajemen
Kinerja Proyek (Project Performance Management System/PPMS) dapat berjalan dengan baik
4. Perencanaan sektor pengelolaan banjir: pengkajian dan perencanaan sektor terpilih untuk
mendukung pengembangan rencana manajemen banjir terpadu (hibah yang didanai melalui bantuan
bimbingan teknis)
Indikator
 Kebutuhan pengembangan sistem peringatan banjir di seluruh wilayah daerah aliran sungai dikaji;
asuransi banjir dikaji dengan dukungan bantuan bimbingan teknis; langkah-langkah tindak lanjut
yang akan dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan banjir di masa depan disetujui oleh para
pejabat berwenang di tingkat provinsi pada tahun 2008
Sumber: kutipan dari ADB, Proposed Loan and Technical Assistance Grant People’s Republic of China: Hunan Flood Management Sector Project
– Report and Recommendation of the President to the Board of Directors. Project Number 37641. Manila: Asian Development Bank, 2006.
Penggunaan indikator-indikator yang mendekati atau indikator alternatif juga dapat membantu pengukuran.
Dalam sebuah proyek yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan keluarga-keluarga miskin terhadap kekeringan,
misalnya, fluktuasi penjualan hewan ternak atau tingkat partisipasi dalam pendidikan formal akan lebih mudah dan
lebih ekonomis untuk dipantau daripada naik-turunnya pendapatan keluarga-keluarga di daerah sasaran proyek.
Dibutuhkan perhatian yang besar dalam memikirkan dengan seksama implikasi pencapaian indikator-indikator
yang mungkin digunakan dan dalam memastikan agar indikator-indikator yang dipilih benar-benar sesuai dan
secara kolektif sangat informatif. Konsekuensi dari ketergantungan pada indikator-indikator tertentu juga perlu
diperhitungkan dengan mendalam. Kenaikan harga tanah di wilayah banjir, misalnya,, mungkin dapat mencerminkan
Catatan Panduan 6
89
manfaat suatu proyek pengendalian banjir. Namun, kenaikan harga tanah juga dapat menyebabkan rumah-rumah
tangga miskin terpaksa pindah ke daerah-daerah pinggiran yang lain dan, oleh karenanya, dibutuhkan indikator
kedua yang dapat mengukur perpindahan penduduk berdasar kelompok pendapatan atau pekerjaan ke dan dari
wilayah-wilayah sasaran proyek.
Jika ditemukan kesulitan dalam menemukan indikator-indikator pengurangan risiko bencana yang relevan,
kemungkinan tujuan antara atau keluaran proyek terkait masih bersifat terlalu umum atau terlalu ambisius dan
perlu lebih dipersempit. Tingkat besar-kecilnya kejadian bahaya sendiri perlu didefinisikan dengan cermat untuk
mendukung identifikasi indikator-indikator yang sesuai, misalnya, “perlindungan terhadap banjir 25-tahunan”
daripada “perlindungan terhadap banjir”.
Kotak 1 dan 2 menyajikan contoh-contoh indikator kinerja. Panduan lebih lanjut tentang pemilihan indikator dan
metode-metode serta teknik-teknik pengumpulan data terkait (termasuk penyusunan data dasar bilamana perlu)
dijelaskan dalam Catatan Panduan 13. Catatan Panduan 9 juga memuat informasi yang berguna tentang metodemetode dan teknik-teknik pengumpulan data, sementara Catatan Panduan 4 (Kotak 2) membahas berbagai indeks
risiko bencana yang telah dikembangkan untuk mengukur risiko di tingkat nasional maupun subnasional sebagai
bagian dari pemantauan dan evaluasi.
Kotak 2
Memantau tujuan: Tujuan-tujuan pembangunan proyek dan indikatorindikator kinerja terkait
Proyek Kesiapsiagaan Darurat dan Bantuan Bencana Organisasi Kesehatan Pan Amerika di Negaranegara Amerika
Tujuan pembangunan proyek: Untuk mengurangi dampak bencana pada penduduk negara-negara di Amerika
dengan meningkatkan kemampuan sektor kesehatan dalam mempersiapkan dan merespons segala jenis
situasi darurat dan dalam mengurangi risiko bencana
Indikator kinerja terkait:
 Departemen/Kementerian Kesehatan mengambil peran utama dalam koordinasi dan pelaksanaan program
pengurangan bencana di tingkat nasional
 Negara-negara (LSM-LSM, pemerintah dan dunia usaha) memperlihatkan adanya komitmen untuk
mengurangi kerentanan sektor kesehatan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan
‘budaya’ pengurangan risiko bencana
 Jumlah Departemen Kesehatan yang telah menginvestasikan sumber daya mereka atau sumber-sumber
daya nasional lainnya dalam manajemen dan pengurangan bencana
Proyek Pengurangan Risiko Bencana melalui Sekolah oleh ActionAid di Tujuh Negara
Tujuan pembangunan proyek: Untuk membuat sekolah-sekolah di wilayah-wilayah berisiko bencana tinggi
menjadi lebih aman, sehingga mampu berfungsi sebagai tempat atau pusat pengurangan risiko bencana
dengan melembagakan pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo ke dalam sistem pendidikan
Indikator kinerja terkait:
­ Memperkuat kesiapsiagaan bencana demi terwujudnya respons yang efektif di semua tingkat
 Berkurangnya jumlah korban meninggal dan kerugian material yang diakibatkan bencana secara
substansial
 Kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko diarusutamakan ke dalam kurikulum pendidikan
 Sekolah diakui sebagai tempat penting dalam hal pengurangan risiko bencana dan terlibat dalam
pendidikan dan program-program advokasi masyarakat
 Pengurangan faktor-faktor akar penyebab risiko
Proyek Pengarusutamaan Pendekatan Berbasis Penghidupan ke dalam Penanggulangan Bencana oleh
Practical Action di Bangladesh, Peru, Zimbabwe dan Negara-negara Lain (akan ditentukan kemudian)
Tujuan pembangunan proyek: Pembangunan nasional dan daerah serta perencanaan kebencanaan menjadi
lebih tanggap dan efektif dalam memberdayakan masyarakat miskin untuk mengurangi risiko-risiko bencana
yang mengancam penghidupan mereka
90
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Indikator kinerja terkait:
 Lembaga-lembaga pendukung di tingkat daerah dan nasional memadukan rencana-rencana pengurangan
risiko bencana ke dalam praktik-praktik pembangunan di negara-negara yang menjadi sasaran proyek
 Berkurangnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana pada aset penghidupan masyarakat miskin yang
tinggal di daerah sasaran proyek
 Masyarakat miskin dan lembaga-lembaga setempat terwakili dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan penanggulangan bencana.
Langkah 7. Analisis risiko dan asumsi
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam mengidentifikasi rangkaian asumsi kritis yang menentukan
keberhasilan dan keberlanjutan tujuan-tujuan keseluruhan serta unsur-unsur individual proyek; nilai dan berilah
peringkat pada risiko-risiko terkait, kembangkan rencana manajemen risiko dan tetapkan indikator-indikator
risiko. Seluruh pemangku kepentingan harus terlibat dalam analisis ini.
Logika internal analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil sangat berguna dalam menjajaki implikasi
dari risiko-risiko bencana yang potensial karena logika ini dapat membantu dalam mengadakan analisis hubungan
sebab-akibat yang seksama (yakni, asumsi-asumsi yang harus terjadi agar penyediaan masukan-masukan proyek
dapat bermuara pada terlaksananya kegiatan, agar kegiatan-kegiatan dapat menghasilkan keluaran-keluaran dan
seterusnya).
Asumsi-asumsi kritis dapat saja berkaitan dengan risiko-risiko yang mungkin ada yang telah teridentifikasi dalam
Langkah 1, tetapi dianggap tidak berkaitan langsung dengan proyek; dengan tujuan-tujuan pengurangan risiko
bencana yang dipertimbangkan pada Langkah 4 tetapi tidak dipilih; atau dengan keberhasilan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang direncanakan oleh lembaga-lembaga mitra. Bila dalam asumsiasumsinya proyek memasukkan langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak lain, kegiatan-kegiatan
berbagai pihak berbeda ini perlu diselaraskan dengan hati-hati.
Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan bahaya harus dinyatakan sejelas mungkin dengan menguraikan urutan
tingkat besar-kecilnya, dan jika relevan, wilayah-wilayah yang dapat terkena (misalnya, ‘tingkat curah hujan pada
bulan April-Oktober akan lebih dari 25 cm setiap tahun sepanjang masa pelaksanaan proyek di provinsi yang
menjadi tempat pelaksanaan proyek’ dan bukannya ‘tidak ada kekeringan’) karena kejadian-kejadian bahaya yang
kecil tidak akan menimbulkan risiko yang besar terhadap proyek. Asumsi-asumsi yang terdefinisi dengan lebih
akurat juga akan lebih mudah dipantau.
Risiko bahwa asumsi-asumsi tidak terwujud harus dikaji, baik dalam hal probabilitasnya (kemungkinannya) maupun
dalam hal dampaknya. Dampak-dampak langsung bencana maupun implikasi-implikasi tidak langsungnya terhadap
asumsi-asumsi pokok lain juga harus dipertimbangkan (lihat Kotak 3).
Kotak 3
Risiko-risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan
Kejadian bahaya alam dapat menimbulkan risiko-risiko potensial terhadap proyek pembangunan pada segala
tingkat matriks logframe dari kerangka manajemen berbasis hasil. Kejadian-kejadian bahaya alam tersebut
dapat menghambat:
 masukan-masukan proyek dalam menghasilkan kegiatan (misal, bencana telah melemahkan kapasitas
administratif pemerintah dalam mengelola proyek);
 kegiatan-kegiatan proyek dalam menghasilkan keluaran-keluaran maupun mencapai tujuan-tujuan antara
(misal, hancurnya infrastruktur yang dibangun atau tanaman pangan yang ditanam dalam kerangka proyek;
gagalnya para relawan untuk mengikuti suatu program pelatihan karena waktu mereka tersita untuk
urusan bencana; terganggunya upaya-upaya penguatan sistem manajemen karena perhatian teralihkan
kepada upaya-upaya bantuan darurat dan rekonstruksi);
 keluaran-keluaran proyek dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan proyek, maksud atau hasil
proyek (misal, hancurnya infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengangkut dan memasarkan keluaran
Dalam analisis logframe, asumsi kritis dicatat pada kolom di sebelah kanan matriks logframe dan digunakan untuk memeriksa logika vertikalnya. Dalam manajemen berbasis hasil, matriks risiko
kritis dikembangkan secara terpisah.
Catatan Panduan 6
91
keluaran proyek yang mengakibatkan tidak tercapainya target peningkatan pendapatan para warga desa;
ditariknya anak-anak dari sekolah untuk membantu keluarga mendapatkan penghasilan tambahan, yang
membatasi pencapaian proyek pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat melek-huruf;
atau mengakibatkan keluarga-keluarga tidak lagi mampu membayar biaya pelayanan kesehatan yang
disediakan oleh suatu proyek tertentu); dan/atau
 pencapaian tujuan pembangunan proyek untuk berperan dalam pencapaian tujuan, sasaran atau dampak
strategis proyek (misal, kematian akibat bencana menghambat pencapaian sebuah proyek kesehatan
dalam berkontribusi terhadap pengurangan angka kematian dan kesehatan yang buruk).
Masukan-masukan proyek juga dapat terkena pengaruh bencana – sebagai contoh, bila dana proyek terpaksa
dialihkan untuk bantuan bencana dan upaya-upaya pemulihan atau bila biaya masukan proyek tertentu
(misalnya, material bahan bangunan) meningkat tajam sesudah bencana. Prakondisi-prakondisi pelaksanaan
proyek semacam itu tidak akan muncul dalam kerangka logis maupun kerangka manajemen berbasis hasil,
tetapi tidak boleh diabaikan dalam mempertimbangkan perancangan, pelaksanaan dan pengevaluasian
proyek-proyek di wilayah-wilayah yang rawan bahaya.
Demikian pula, asumsi-asumsi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga mitra dapat terhambat oleh dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan
bencana. Misal, dalam kaitannya dengan pengalihan sumber-sumber daya keuangan maupun sumber daya
lainnya.
Setelah menentukan tingkat risiko, kita harus menentukan pilihan-pilihan manajemen risiko bencana yang sesuai.
Penentuan ini sebagiannya akan tergantung pada sumber-sumber daya proyek yang tersedia maupun tingkat
keparahan risiko dan perkiraan kita akan kemampuan pihak-pihak lain dalam mengelola suatu kejadian bencana
(lihat Kotak 4). Risiko-risiko dapat:
 diterima (bilamana risiko-risiko, atau risiko yang masih ada setelah langkah-langkah pengurangan risiko
dilakukan, terhitung rendah dan kemungkinan besar tidak akan membahayakan pencapaian tujuan-tujuan
proyek);
 dihindarkan (misalnya dengan tidak melanjutkan kegiatan atau komponen proyek tertentu atau bahkan
merancang ulang keseluruhan proyek karena risikonya terlalu besar dan langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk menanganinya terlalu mahal dan sulit – hal ini disebut ‘asumsi pembunuh’);
 diredam atau dikurangi tingkat kemungkinan terjadinya dengan memperbaiki rancangan proyek (misalnya
dengan menggunakan rancangan bangunan alternatif atau jenis tanaman pangan lain), dengan memberikan
fitur-fitur tambahan (misalnya, komponen irigasi) atau bahkan dengan memulai suatu proyek pengurangan
risiko bencana yang terpisah; dan/atau
 dialihkan (misalnya dengan mengasuransikan proyek terhadap risiko bencana).
Tujuan-tujuan proyek terkadang juga perlu disesuaikan (misalnya dengan menetapkan target panen yang lebih
rendah). Selanjutnya, kita harus menetapkan indikator-indikator kinerja bagi risiko-risiko lain yang masih ada,
terutama risiko yang besar kemungkinan kejadiannya, dan risiko-risiko harus dipantau dengan seksama selama
pelaksanaan proyek.
Kotak 4 Mengelola risiko – sebuah contoh dari Bangladesh
Risiko bencana yang besar tidak selalu menyebabkan proyek harus dihentikan, seperti diperlihatkan melalui
analisis risiko yang dilakukan untuk Program Penghidupan di Wilayah Gosong Sungai (Chars Livelihoods
Programme) oleh Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID) di Bangladesh. Analisis ini
mengidentifikasi tujuh risiko, yang pertama adalah bahwa “perubahan lingkungan atau bencana-bencana
alam dapat menghambat kemajuan program”. Namun, analisis ini kemudian menyatakan bahwa:
“…meskipun tingkat kemungkinan kejadian dari risiko ini tinggi, dampak terkaitnya [terhadap Program
Penghidupan Wilayah Gosong Sungai oleh DFID tersebut] dipandang rendah karena pengalaman banjir
sebelumnya telah menunjukkan bahwa pemerintah, LSM dan para mitra pembangunan relatif efektif dan
92
Istilah ‘bencana alam’ di sini berasal dari DFID. Keenam risiko lain berkaitan dengan lingkungan tata pemerintahan, kemampuan menjangkau kaum miskin, kesepakatan akan peran dan pola
kemitraan, pengidentifikasian mitra yang sesuai, penolakan para elite dan penerimaan para pembuat kebijakan.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
efisien dalam memobilisasi sumber daya untuk menangani krisis yang terjadi setelah banjir. Besar kemungkinan
lembaga-lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana adalah lembaga-lembaga yang juga menjadi
mitra program, sesuatu yang juga akan mengurangi kemungkinan kegiatan program terganggu secara serius.
Selain itu, program itu sendiri memiliki unsur kegiatan penting yang berkaitan dengan pengembangan
kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana… Rencananya unsur kegiatan ini akan dimulai sejak awal
pelaksanaan program, dan kegiatan tersebut akan mengembangkan efisiensi serta efektivitas operasi-operasi
penanggulangan bencana bila terjadi bencana.
Walaupun faktor-faktor di atas cukup membesarkan hati, bila terjadi suatu banjir besar dalam tiga tahun
pertama pelaksanaan program, hal itu tetap saja akan menjadi kemunduran besar dalam kegiatan-kegiatan
program. Sehingga, keseluruhan jadwal program perlu dipertimbangkan kembali.”
Sumber: DFID. Chars Livelihoods Programme – Annex 9: Risk Analysis. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat
diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/chars-livelihoods-prog.pdf
Langkah 8. Pelaksanaan proyek
Pantaulah kinerja komponen-komponen proyek pengurangan risiko bencana selama pelaksanaan proyek dengan
menggunakan indikator-indikator kinerja dan risiko yang dipilih serta lakukan penyesuaian-penyesuaian yang perlu
terhadap masukan-masukan, kegiatan-kegiatan, sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan proyek.
Setelah terjadi suatu bencana, semua proyek yang dilaksanakan di daerah yang terkena dampak bencana harus
dikaji dengan seksama. Tujuan-tujuan, sasaran serta asumsi-asumsinya harus direvisi seperlunya dengan turut
memperhitungkan dampak langsung maupun tak langsung bencana pada proyek. Hal ini juga bertujuan untuk
mencerminkan segala perubahan yang dirasakan maupun perubahan nyata pada bentuk dan sifat kerentanan
terhadap kejadian-kejadian bahaya di masa yang akan datang. Perubahan-perubahan besar dalam hal kerentanan
terhadap bahaya alam selama masa pelaksanaan proyek (misalnya, berkaitan dengan adanya penggundulan hutan)
juga harus dipantau dengan seksama dan diadakan penyesuaian-penyesuaian yang perlu untuk memastikan agar
hasil-hasil proyek tetap berkelanjutan, terutama di daerah-daerah yang sangat rawan bahaya. Dampak-dampak
yang tidak disengaja dari proyek sendiri pada kerentanan terhadap bahaya alam juga harus diamati dengan cermat.
Pendekatan-pendekatan partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses pemantauan akan
sangat berharga terutama untuk melihat segala perubahan dalam hal kerentanan dan mengupayakan penyesuaianpenyesuaian yang perlu.
Langkah 9. Evaluasi
Berdasarkan pembahasan kita sebelumnya, gunakan logframe atau kerangka manajemen berbasis hasil untuk
menjajaki:
 apakah risiko-risiko bencana dan asumsi-asumsi yang terkait telah dikaji dengan seksama dalam perancangan
proyek;
 apakah risiko bencana telah ditangani dengan memadai dan efektif dari segi biaya oleh proyek;
 manfaat-manfaat dan pencapaian segala komponen yang terkait pengurangan risiko bencana;
 apakah indikator-indikator kinerja terkait risiko bencana dan indikator risiko yang dipilih sudah cukup relevan
dan informatif;
 bagaimana dampak langsung dan tidak langsung dari segala bencana yang terjadi selama pelaksanaan proyek
telah memengaruhi hasil-hasil dan pencapaian proyek;
 apakah dampak bencana-bencana tersebut telah ditangani dengan selayaknya dalam konteks proyek; dan
 apakah keberlanjutan pencapaian proyek potensial terancam oleh bahaya-bahaya di masa depan.
Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari evaluasi ini harus dipadukan ke dalam proyek-proyek di masa yang
akan datang.
Catatan Panduan 6
93
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan
 Pemahaman tentang kerentanan dan peluang-peluang pengurangan risiko bencana. Di beberapa tempat bencana
masih dipandang sebagai ‘hukuman Tuhan’. Dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman bahwa bencana pada dasarnya bukanlah kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau
dihindari dan harus ditangani oleh para ahli kebencanaan. Sebaliknya, seandainya risiko bencana dapat dikenali
sejak sangat dini dalam perancangan proyek, mungkin masih ada banyak peluang bagi kita untuk mengelola
risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan. Pemahaman yang lebih baik akan kerentanan terutama penting
mengingat bahwa program-program pembangunan dapat dengan tanpa sengaja menciptakan kerentanan baru
atau memperburuk kerentanan yang sudah ada, kadang-kadang dengan akibat-akibat yang tragis.
 Pengkajian tambahan tentang risiko. Analisis-analisis risiko bencana yang dilaksanakan sebagai bagian dari analisis
logframe dan manajemen berbasis hasil biasanya terdiri dari penilaian kualitatif cepat untuk menggolongkan
risiko ke dalam kategori rendah, menengah atau tinggi. Dalam kasus-kasus tertentu, kita mungkin membutuhkan
analisis lebih lanjut, mungkin dalam konteks perangkat-perangkat penilaian tertentu (misalnya, ekonomi [lihat
Catatan Panduan 8], lingkungan [lihat Catatan Panduan 7] atau teknik [lihat Catatan Panduan 12]). Implikasi
risiko bencana pada risiko-risiko yang tingkatnya lebih tinggi, misalnya, risiko yang mengancam reputasi lembaga
pembangunan (risiko reputasi) juga harus dijajaki.
 Perlakuan terhadap risiko-risiko yang mempunyai tingkat kemungkinan yang rendah namun berdampak tinggi.
Bahaya-bahaya yang berkaitan dengan iklim kemungkinan besar dianggap sebagai risiko potensial karena
bahaya-bahaya semacam ini dapat terulang dalam jangka waktu yang singkat dan memiliki peluang yang lebih
besar untuk terjadi selama proyek berjalan. Kekeringan, khususnya, cenderung diidentifikasi sebagai faktor
risiko bagi proyek-proyek yang tergantung pada pasokan air di daerah-daerah rawan kekeringan. Sebaliknya,
risiko-risiko yang berasal dari bahaya gempa bumi dan kegiatan gunung berapi, yang jangka waktu berulangnya
lebih panjang, mungkin menjadi kurang begitu dipertimbangkan. Walau bagaimanapun, sangat penting bagi
kita untuk menjaga agar risiko-risiko gempa bumi dan gunung berapi tetap dipertimbangkan dengan memadai
dari segi keamanan, mengingat semua manusia memiliki hak atas keamanan dan perlindungan (lihat Catatan
Panduan 12).
 Prioritas lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Penekanan khusus terhadap analisis dengan
menggunakan kerangka logis dan manajemen berbasis hasil antara lain akan mencerminkan kebijakan-kebijakan
dan prioritas-prioritas sebuah lembaga pembangunan. Ketika petunjuk khusus untuk mempertimbangkan isuisu kebencanaan tidak tersedia, hanya sedikit perhatian yang akan diberikan pada isu-isu kebencanaan, bahkan
di daerah yang sangat rawan bahaya sekalipun.
 Penyesuaian ruang lingkup dan tujuan-tujuan proyek. Keluwesan yang terkandung dalam perangkat logframe
dan manajemen berbasis hasil harus dimanfaatkan sepenuhnya, dengan memperlakukan kerangka-kerangka
terkait sebagai suatu dokumen yang hidup dan secara terus-menerus meninjau kembali serta, bilamana perlu,
memperbaikinya bila situasi proyek berubah.
 Indikator-indikator kinerja. Dibutuhkan kerja-kerja lebih lanjut untuk mendukung pengembangan indikatorindikator pemantauan dan mengukur kinerja kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana (lihat Catatan
Panduan 13).
Kotak 5
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
94
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut. Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADB. Guidelines for Preparing a Design and Monitoring Framework. Manila: Asian Development Bank, 2006. Dapat diakses di:
http://www.adb.org/Documents/Guidelines/guidelines-preparing-dmf/guidelines-preparing-dmf.pdf
AusAID. The Logical Framework Approach. AusGuideline 3.3. Australian Agency for International Development, 2005. Dapat
diakses di: http://www.ausaid.gov.au/ausguide/pdf/ausguideline3.3.pdf
CIDA. Results-based Management in CIDA: An Introductory Guide to the Concepts and Principles. Ottawa: Canadian International
Development Agency, 1999. Dapat diakses di: http://www.acdi-cida.gc.ca/CIDAWEB/acdicida.nsf/En/EMA-218132656-PPK
CIDA. RBM Handbook on Developing Results Chains: The Basics of RBM as Applied to 100 Project Examples. Ottawa: Canadian
International Development Agency, Results-Based Management Division, 2000. Dapat diakses di: http://www.acdicida.gc.ca/
INET/IMAGES.NSF/vLUImages/Performancereview6/$file/Full_report.pdf
DFID. ‘Logical Frameworks’. In Tools for Development. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat
diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/toolsfordevelopment.pdf
OECD-DAC. Managing for Development Results – Principles in Action: Sourcebook on Emerging Good Practices. Paris: Organisation
for Economic Co-operation and Development, Development Assistance Committee, 2006. Dapat diakses di: http://www.mfdr.
org/sourcebook/MfDRSourcebook-Feb-16-2006.pdf
Sida. The Logical Framework Approach: A Summary of the Theory Behind the Method. Stockholm: Swedish International Development
Cooperation Agency, 2004. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/jsp/download.jsp?f=SIDA1489en_web.pdf&a=2379
UNDP. Knowing the What and the How – RBM in UNDP: Technical Note. New York: United Nations Development Programme,
undated. Dapat diakses di: http://www.undp.org/eo/documents/methodology/rbm/RBM-technical-note.doc
USAID. Performance Monitoring and Evaluation TIPS: Building a Results Framework. No 13. Washington, DC: United States Agency
for International Development, 2000. Dapat diakses di: http://pdf.dec.org/pdf_docs/pnaca947.pdf
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 6
95
Catatan panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Andrea Iffland (ADB), Sergio Mora
(IDB), dan Edith Paredes (IDB), Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang
amat berharga dalam penyusunan rangkaian ini. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan
Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia
dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan
yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat
ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggu­nakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara;
(5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9)
Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Pengkajian Lingkungan
Catatan Panduan 7
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini menekankan pada pengkajian lingkungan, yang merupakan langkah awal yang lazim diambil
dalam perancangan proyek untuk mengkaji bahaya yang ditimbulkan oleh alam dan risiko-risiko yang terkait dengan
bahaya tersebut. Catatan panduan ini memberikan panduan untuk menganalisis konsekuensi yang berhubungan
dengan potensi risiko bencana yang ditimbulkan oleh proyek yang dapat dilihat dari dampaknya terhadap lingkungan
serta potensi ancaman yang ditimbulkan bahaya alam terhadap proyek, baik untuk proyek pembangunan di wilayahwilayah rawan bahaya maupun bagi upaya-upaya bantuan pascabencana dan kegiatan rehabilitasi. Catatan panduan
ini terutama ditujukan untuk dipakai oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Namun, ini
juga bermanfaat bagi aparat pemerintah dan lembaga-lembaga swasta yang terlibat dalam rancangan proyek-proyek
individual.
Catatan panduan ini telah dipersiapkan bersama-sama oleh ProVention Consortium dan Bank Pembangunan Karibia
(Carribean Development Bank/CDB). Bagian 2 dari catatan panduan ini disusun berdasarkan pada Sourcebook on
the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment/EIA): NHIA-EIA Sourcebook (2004) yang
disusun oleh CDB dan Caribbean Community (CARICOM).
1. Pengantar
Pengkajian lingkungan atas proyek dan program telah diakui sebagai kebiasaan baik yang telah dianut banyak
pihak. Sebagian besar lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan serta negara-negara mitra yang
jumlahnya semakin bertambah saat ini mensyaratkan agar semua proyek melakukan suatu bentuk tinjauan
lingkungan sebagai komponen kunci dari proses penilaian. Tujuan pokok dari pengkajian lingkungan adalah untuk
menelaah konsekuensi-konsekuensi lingkungan yang mungkin terjadi, baik konsekuensi yang menguntungkan
dan merugikan, yang ditimbulkan oleh proyek yang diusulkan. Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa
konsekuensi lingkungan tersebut secara memadai diperhitungkan dalam rancangan proyek.
Penting kiranya dipastikan bahwa pengkajian-pengkajian lingkungan ini mencakup bahaya alam dan risiko
yang ditimbulkannya. Keadaan lingkungan adalah faktor utama yang menentukan kerentanan terhadap bahaya
alam. Kerusakan lingkungan diakui secara luas sebagai salah satu dari faktor-faktor kunci yang berperan dalam
meningkatnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda dan ekonomi yang ditimbulkan bahaya. Sebagai contoh,
di banyak negara penggundulan hutan telah mengganggu daerah aliran sungai dan mengakibatkan adanya
pengendapan di dasar sungai, sehingga menyebabkan bahaya kekeringan dan banjir yang lebih parah. Pengendapan
delta sungai, teluk dan estuaria yang semakin parah, disertai dengan kerusakan hutan bakau, terumbu karang,
dan pemecah ombak alami juga telah meningkatkan keterpaparan terhadap gelombang laut yang tinggi karena
amukan badai dan abrasi air laut. Pengelolaan penggunaan lahan yang tidak baik, praktik-praktik pertanian yang
tidak berkelanjutan dan perusakan lahan telah berperan dalam semakin meningkatnya kejadian kekeringan dan
jumlah kerugian yang ditimbulkan banjir.
Dalam rangka membantu mengubah kecenderungan meningkatnya kerugian akibat bencana, dan juga untuk
membantu melawan peningkatan frekuensi dan intensitas bahaya-bahaya klimatologis yang diakibatkan oleh
perubahan iklim, kerusakan lingkungan haru ditanggulangi. Selain itu, dampak-dampak yang berkaitan dengan
Catatan Panduan 7
97
bencana yang bisa ditimbulkan oleh proyek harus diperjelas secara seksama sebagai bagian dari proses pengkajian
lingkungan dan diperhitungkan dalam perancangan proyek. Sebagai contoh, pembukaan hutan bakau untuk
merintis usaha tambak udang atau pengembangan pariwisata dapat menghasilkan peluang penghidupan yang
lebih baik, tetapi juga meningkatkan risiko terkena dampak gelombang laut dan tsunami. Begitu juga, pengkajian
lingkungan sebaiknya mengukur manfaat-manfaat pengurangan risiko bencana yang mungkin bisa diperoleh oleh
proyek-proyek yang mendukung manajemen lingkungan yang lebih baik.
Bahaya alam sebenarnya adalah fenomena alam yang seperti telah ditunjukkan berkali-kali dapat berpotensi
merusak dan menggagalkan proyek-proyek yang sedang berjalan dan membahayakan pencapaian tujuan dan
sasaran proyek. Pengkajian lingkungan juga merupakan wadah yang tepat dalam proses penilaian proyek untuk
mengumpulkan data tentang bahaya alam-bahaya alam di wilayah yang ditangani proyek, misalnya mengenai
jenis ancaman yang dihadapi, besarnya ancaman yang ada dan kemungkinan terjadinya bahaya itu kembali untuk
kemudian dimasukkan dalam bentuk-bentuk penilaian lain dan rancangan penerapan yang relevan.
Kotak 1 Mengabaikan bahaya berakibat fatal
Mengabaikan masalah-masalah yang terkait dengan bencana dalam perancangan proyek dapat meningkatkan
dan tingkat keparahan kejadian banjir dan kekeringan. Misalnya:
 Di kota Hue, Vietnam, perluasan pembangunan infrastruktur, termasuk jembatan, rel kereta api dan jalan
raya, telah menciptakan satu penghalang yang melintang di lembah tempat kota Hue terletak. Akibatnya,
curah hujan yang berlebihan tidak mampu lagi terserap dengan cepat. Sehingga, masalah banjir telah
menjadi semakin memprihatinkan. Masalah yang sama telah berlangsung di beberapa desa di Gujarat,
India, segera sesudah diselesaikannya proyek pembangunan jalan raya yang dibangun dengan dana
bantuan.
 Menyusul kerusakan meluas yang disebabkan oleh Badai Hugo pada 1989, sebuah rumah sakit baru
dibangun di kaki gunung berapi Montserrat di Kepulauan Karibia dengan dana bantuan. Rumah sakit ini
kemudian rusak diterjang aliran awan panas (pyroclastic) setelah gunung berapi tersebut menunjukkan
aktivitas vulkanik lagi pada pertengahan tahun 1995.
 Menyusul bencana tsunami tahun 2004 di Samudera Hindia yang menyebabkan kerusakan parah yang
meluas, rumah-rumah di Aceh, Indonesia, dibangun di daerah yang rawan banjir, sehingga menyebabkan
warganya rentan terhadap potensi bahaya yang mungkin terjadi di masa depan.
Kondisi terkini
Pedoman pengkajian lingkungan yang saat ini dimiliki lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan
saling berbeda satu sama lain dalam hal tingkat pertimbangan tentang bahaya alam dan risiko yang ditimbulkannya.
Selama ini perhatian terhadap masalah ini tampaknya masih relatif kecil. Bahkan, saat ini pedoman-pedoman bagi
sejumlah lembaga yang bergerak di bidang pembangunan tidak secara eksplisit menyebutkan implikasi-implikasi
yang muncul akibat terjadinya bencana yang merupakan konsekuensi proyek. Sebagai contoh, implikasi dari
efek-efek apa saja yang mungkin timbul terhadap kelangsungan hidup hutan dan vegetasi atau ketersediaan air
permukaan dan air tanah. Lebih dari itu, pengkajian lingkungan terhadap bantuan pascabencana dan intervensi
pemulihan bencana seringkali ditiadakan untuk membantu mempercepat pengucuran dana meskipun fakta
menunjukkan bahwa dari hasil pengkajian wilayah itu jelas-jelas merupakan wilayah rawan bencana.
Namun demikian, sejumlah lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan menjadi semakin sadar akan
pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan bahaya alam dalam mengkaji dampak-dampak
lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek yang diusulkan dalam wilayah yang rawan bahaya, baik dalam kebijakan
pengkajian lingkungan (lihat Kotak 2 misalnya) maupun pedomannya. Beberapa pedoman sekarang secara eksplisit
mencakup pengkajian kerentanan proyek-proyek terhadap bahaya alam. Pedoman lain, khususnya pedoman
Bank Pembangunan Karibia (Carribean Development Bank/CDB) dan Departemen Pembangunan Internasional
Inggris (Department for International Development/DFID), telah menuju langkah penting lebih lanjut, yaitu dengan
98
IFRC. World Disasters Report: Focus on recovery. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2001.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
menyediakan panduan untuk mengkaji implikasi kerentanan yang ditimbulkan proyek terhadap lingkungan.
Upaya-upaya juga dijalankan untuk mendorong pertimbangan yang lebih mendalam mengenai masalah-masalah
lingkungan dan kejadian-kejadian bahaya di masa datang dalam perancangan kegiatan pascabencana, termasuk di
dalamnya Program Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme/UNEP) dan Komisi Tinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Lintas Batas (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR).
Kotak 2
Kebijakan Bank Pembangunan Afrika terkait masalah lingkungan:
Menempatkan manajemen bencana pada garda depan
Kebijakan Bank Pembangunan Afrika mengenai lingkungan mengidentifikasi sejumlah isu lingkungan
penting yang masih harus ditanggapi dalam semua kegiatan peminjaman Bank Pembangunan Afrika. Isu-isu
ini berdasarkan pada temuan dari tinjauan tentang hambatan dan peluang yang dihadapi oleh pembangunan
yang berkelanjutan dalam suatu wilayah. Tercakup dalam isu-isu tersebut antara lain adalah peningkatan
kemampuan pengelolaan bencana, seperti misalnya pengembangan sistem peringatan dini dan mekanisme
kesiapsiagaan dan kemampuan bertahan untuk mengurangi kerentanan yang baik jiwa manusia maupun
ekonomi terhadap bahaya; pemutakhiran rencana kontingensi untuk pemulihan sumber daya ekologis; dan
fungsi-fungsi untuk mempertahankan sumber-sumber penghidupan dan stabilitas ekologi. Isu-isu lingkungan
lain yang penting dan layak untuk ditanggapi oleh semua proyek yang juga memainkan peranan kunci dalam
pengelolaan risiko bencana mencakup, antara lain, perubahan lahan yang semula tidak produktif karena
proses penurunan kualitas tanah dan penggurunan, perlindungan wilayah tepi pantai dan perlindungan
harta milik publik (misalnya, ramalan iklim regional).
Mendorong praktik yang baik
Tiga tindakan penting perlu dilakukan sebagai bagian dari proses pengkajian lingkungan untuk memastikan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan bahaya alam telah dikaji dan dikelola dengan memadai:
 Proses pengkajian lingkungan sebaiknya mencakup pengumpulan data mengenai bahaya alam dan risiko yang
menyertainya sebagai langkah pertama yang penting dalam mengkaji proyek secara menyeluruh. Temuantemuannya digunakan untuk menentukan apakah risiko bencana sebaiknya diteliti secara lebih terperinci pada
proses penilaian proyek yang selanjutnya.
 Analisis sistematik tentang potensi konsekuensi yang berkaitan dengan risiko bencana yang ditimbulkan proyek
melalui dampak-dampaknya terhadap lingkungan sebaiknya dimasukkan sebagai komponen penting dalam
proses pengkajian lingkungan dalam wilayah rawan bahaya.
 Masalah-masalah lingkungan sebaiknya dipertimbangkan secara seksama dalam perancangan dan pelaksanaan
kegiatan bantuan pascabencana dan rehabilitasi.
Kegiatan tersebut akan dijabarkan dalam bagian berikut ini.
2. Langkah-langkah mendasar dalam memadukan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke
dalam pengkajian lingkungan
Sangat disarankan bahwa langkah-langkah berikut diambil ketika kita melaksanakan pengkajian lingkungan terhadap
proyek-proyek yang direncanakan di wilayah-wilayah rawan bahaya. Hal ini untuk membantu memastikan bahwa
faktor-faktor yang berkaitan dengan bahaya ditelaah secara memadai dan apabila diperlukan akan ditindaklanjuti.
AfDB/ADF. African Development Bank Group’s Policy on the Environment. Abijan: African Development Bank and African Development Fund, 2004. Bisa diakses di http://www.afdb.org/pls/portal/
docs/PAGE/ADB_ADMIN_PG/DOCUMENT/ENVIRONMENTLANDSOCIALASSESSMENTS/ENVIRONMEN%20POLICY_).PDF
Bagian ini disusun berdasarkan pada CDB dan CARICOM, Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessments(EIA): NHIA-EIA Sourcebook, Bridgetown, Barbados:
Carribean Development Bank, 2004. Untuk pembahasan lebih lanjut, silakan merujuk ke dokumen ini yang secara sistematis bekerja melalui masing-masing tahapan dari proses EIA yang
menyediakan pedoman generik tentang di mana dan bagaimana masalah-masalah bahaya alam dan adaptasi perubahan iklim sebaiknya dipertimbangkan. Teks yang ditunjukkan dalam tanda
kutip dalam Catatan Panduan ini diambil dari halaman 3 dari versi ringkas 4 halaman yang terdapat dalam buku pedoman CDB/CARICOM, yang berjudul Integrating Natural Hazards into the
Environmental Impact Assessment Process: Mainstreaming Disaster Risk Reduction into Development Project.
Catatan Panduan 7
99
Langkah-langkah yang juga diringkas dalam Gambar 1 ini menyisipkan beberapa persyaratan tambahan pada
proses pengkajian lingkungan dan tidak mengharuskan adanya perubahan pada prosedur dasar.
Langkah 1. Mendefinisikan proyek dan alternatif
Pada definisi dan deskripsi awal proyek, minimal masukkan informasi mengenai “kriteria rancangan proyek
(misalnya, atura-aturan mendirikan bangunan yang dianut), tanah, geologi, lereng dan saluran pembuangan air,
lokasi yang relatif dekat terhadap tepi pantai dan sungai, sejarah bahaya dan kerusakan yang pernah terjadi” dan
skenario perubahan cuaca yang berhubungan dengan proyek untuk membuat kerangka pengkajian lingkungan.
Ketika hal-hal di atas ada, maka beberapa informasi ini sebaiknya sudah tercakup dalam analisis lingkungan suatu
negara (Lihat Kotak 3) dan relevan dengan pengkajian lingkungan strategis (Lihat Kotak 4).
Kotak 3
Analisis Lingkungan Negara
Analisis Lingkungan Negara (Country Environmental Analysis/CEA) merupakan perangkat analisis yang relatif
baru yang mulai diterapkan oleh sejumlah lembaga multilateral maupun bilateral yang bergerak di bidang
pembangunan dengan tujuan khusus untuk menginformasikan pemrograman negara secara keseluruhan
(lihat Catatan Panduan 4). CEA menyediakan analisis sistematis mengenai masalah-masalah lingkungan yang
paling dianggap kritis bagi pembangunan berkelanjutan suatu negara dan pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium (lihat Catatan Panduan 3) dan kesempatan untuk mengatasi hambatan-hambatan; mengenai
implikasi lingkungan yang timbul dari kebijakan-kebijakan penting pemerintah; dan mengenai kapasitas dan
kinerja pengelolaan lingkungan suatu negara. Perangkat tersebut dikembangkan untuk menanggapi adanya
perhatian yang semakin besar untuk mengarusutamakan masalah-masalah lingkungan ke dalam kebijakan
dan perencanaan pembangunan.
CEA juga memberikan perhatian serius untuk menyoroti risiko-risiko bencana, dan jika perlu membantu
memastikan bahwa risiko-risiko tersebut ditanggapi secara memadai. CEA yang disusun Bank Pembangunan
Asia untuk Tajikistan, misalnya, mengidentifikasi bahaya alam, termasuk kekeringan, tanah longsor dan
gempa bumi, sebagai satu dari sekian banyak masalah lingkungan yang penting di Tajikistan. Selain itu, CEA
juga menyoroti pengurangan kerentanan sebagai unsur utama dalam menggalakkan intervensi lingkungan
untuk mengurangi kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan ketahanan, CEA menganjurkan dukungan bagi
kegiatan-kegiatan yang berperan besar dalam stabilitas fisik yang lebih besar (misalnya, pencegahan erosi
tanah); pemanfaatan kesempatan untuk secara serentak mengurangi kerentanan dan mendukung kegiatan
penghidupan (misalnya, saluran pembuangan air bagi lahan yang rawan bahaya dan penggunaan air yang
dikumpulkan untuk kepentingan pengairan sawah); perhatian yang seksama terhadap pengelompokan
berdasar wilayah (zonasi) kegiatan ekonomi; dan secara lebih umum kebijakan yang lebih memihak
pengurangan risiko daripada tanggap darurat dan rekonstruksi.
Semua CEA sebaiknya memasukkan kumpulan data bahaya yang paling penting dan latar belakang informasi
mengenai kerugian yang diakibatkan oleh bencana di masa lalu yang dapat diambil selama melakukan
pengkajian lingkungan dari sebuah proyek maupun dalam pemrograman negara. Pedoman Lingkungan dari
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), misalnya, sudah mengindikasikan
bahwa tinjauan lingkungan yang dilakukan negara sebaiknya memasukkan basis data tentang curah hujan,
iklim, suhu, rekahan seismik, puting beliung dan kekeringan.
100
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan menggunakan istilah pengkajian lingkungan strategis (Strategic Environmental Assessment/SEA) bukannya CEA untuk
menggambarkan analisis lingkungan yang dilakukan untuk menginformasikan pemrograman pendampingan negara (Lihat Kotak 4).
ADB. Tajikistan: Country Environmental Analysis. Manila: Asian Development Bank, 2004. Terdapat di: http://www.adb.org/Documents/REports/CEA/taj-july-2004.pdf
UNDP (tidak terdapat tanggal)
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 4 Pengkajian Lingkungan Strategis
Pengkajian Lingkungan Strategis (Strategic Environmental Assessment/SEA) merupakan perangkat untuk
memadukan pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, perencanaan dan pemrograman
pada tahap awal proses pengambilan keputusan. SEA dimaksudkan untuk memastikan bahwa pertimbanganpertimbangan lingkungan yang menyeluruh diintegrasikan ke dalam tingkat pengambilan keputusan yang
lebih strategis dan lebih tinggi sebelum proses identifikasi dan perancangan masing-masing proyek. Proses
tadi idealnya dilakukan secara partisipatif. SEA diterapkan dalam berbagai bentuk oleh organisasi-organisasi
bilateral maupun multilateral dan juga oleh sejumlah negara. Pemrograman pada tingkat negara kadangkadang disebut juga sebagai CEA (lihat Kotak 3).
Seperti halnya CEA, SEA dapat memberikan kesempatan penting untuk menyoroti masalah-masalah yang
berkaitan dengan bahaya, jika dianggap relevan, dan memastikan bahwa masalah-masalah tersebut
ditanggapi dengan serius. Misalnya, analisis lingkungan yang dilakukan Bank Pembangunan Asia (ADB)
tentang intervensi khusus untuk mendukung pembangunan infrastruktur pengairan di Kamboja telah
menemukan bahwa intervensi ini tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah dari proyek-proyek pengairan
lain yang diajukan baik oleh pemerintah maupun oleh bantuan luar negeri dan dampak-dampak lingkungan
kumulatif yang potensial yang secara kolektif saling terkait dengan rencana ini. Dampak-dampak lingkungan
ini termasuk dampak-dampak yang terkait dengan implikasi rencana pengembangan sistem irigasi yang besar
untuk pengendalian banjir (yang digunakan untuk kepentingan ekonomi di Kamboja pada tahun-tahun biasa)
dan pemanfaatan aliran air. Konsekuensinya, sangat dianjurkan apabila investasi ADB di sektor irigasi pada
masa mendatang harus berdasarkan pada perencanaan pembangunan kawasan (daerah) aliran sungai secara
terpadu, yang hingga saat itu belum pernah dilakukan di Kamboja.
SEA juga merupakan perangkat yang memiliki peran penting untuk memastikan bahwa perhatian yang
memadai telah diberikan kepada risiko bahaya dalam perancangan kebijakan, dan khususnya sejak SEA harus
memasukkan prioritas masalah lingkungan dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap pembangunan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Di negara-negara yang rawan bahaya, bencana dan risiko-risiko yang
diakibatkannya merupakan faktor penting yang menentukan kemajuan baik dalam pembangunan ekonomi
maupun dalam pengentasan kemiskinan (lihat Catatan Panduan 3 dan 8).
Langkah 2. Pengkajian tahap awal bahaya dan kerentanan
Lakukan identifikasi awal terhadap bahaya-bahaya utama dan kerentanan terkait untuk menjadi dasar informasi
dalam pemilahan (screening) dan pencakupan (scoping) lingkungan, “termasuk perkiraan frekuensi atau probabilitas
peristiwa bahaya (identifikasi bahaya awal) dan derajat keparahan dampak yang ditimbulkannya terhadap
komponen-komponen proyek dan wilayah yang terpengaruh (pengkajian awal kerentanan)”. (lihat Catatan
Panduan 2). Pengkajian ini harus mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan yang mungkin terjadi baik
dalam kerentanan dan frekuensi serta intensitas peristiwa bahaya yang terjadi karena perubahan iklim selama
berlangsungnya proyek tersebut.
Langkah 3: Pemilahan (Screening)
Masukkan informasi yang diperoleh dari Langkah 2 untuk menentukan pemilahan tingkat lingkungan maupun
tingkat pengkajian bahaya dan kerentanan yang diperlukan lebih lanjut.
Proyek-proyek harus dimasukkan dalam Kategori A (laporan lengkap pengkajian dampak lingkungan/EIA) apabila
dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkannya sangat tinggi pengaruhnya bagi kerentanan terhadap bahaya
alam. Proyek-proyek lainnya dimasukkan dalam Kategori B (laporan fokus EIA) apabila dampak lingkungan yang
ditimbulkannya menyebabkan kerentanan yang tinggi, tetapi dampaknya tidak lebih merugikan daripada dampak
yang ditimbulkan oleh proyek-proyek Kategori A. Dampak-dampak ini sangat spesifik, tergantung pada lokasi
terjadinya, biasanya dapat berubah dan seringkali langkah-langkah mitigasi yang berlawanan dapat dirancang
dengan lebih siap daripada pada proyek-proyek Kategori A. Proyek-proyek lainnya adalah yang termasuk dalam
Kategori C, yaitu yang mempunyai kemungkinan besar untuk menimbulkan dampak-dampak lingkungan yang
minimal atau sama sekali tidak merugikan.
ADB, Kamboja: Country Environemental Analysis, Manila: Asian Development Bank, 2004. Terdapat di: http://www.adb.org/Documents/Reports/CEA/cam-may-2004.pdf
Catatan Panduan 7
101
Gambar 1 Integrasi kepedulian terhadap risiko bencana ke dalam
pengkajian lingkungan (berdasar pada CDB dan CARICOM, 2004 – lihat catatan kaki 3)
1. Definisikan proyek dan alternatif
Sertakan informasi tentang bahaya alam dalam wilayah proyek
Evaluasi
ulang
Ya
2. Pengkajian awal bahaya dan kerentanan
Identifikasi bahaya-bahaya penting dan kerentanan yang terkait dengannya
Lanjutkan?
Hasil
pemilahan
bisa
diterima?
Ya
4. Pencakupan
Jika isu-isuyang terkait dengan bahaya merupakan isu penting, masukkan
mereka sebagai isu-isu kunci untuk ditanggapi dalam pengkajian lingkungan
5. Pengkajian dan evaluasi
Kaji dampak proyek terhadap kerentanan dan dampak potensial bahaya
terhadap proyek, evaluasi pilihan-pilihan mitigasi, pilih yang lebih sesuai dan
tentukan kelayakan
6. Kembangkan rencana pengelolaan lingkungan
Masukkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menanggapi masalahmasalah yang berkaitan dengan bahaya
Tidak
Dihentikan?
Proyek
laik?
Dihentikan?
Ya
Tidak
7. Program pemantauan
Tentukan rencana untuk memantau pelaksanaan dan efektivitas dari
komponen-komponen proyek yang terkait dengan bahaya alam
8. Persiapkan laporan akhir:
Masukkan langkah-langkah yang terkait dengan bahaya alam yang dianggap
penting dan persiapan monitoring yang menyertainya
Rancangan
3. Pemilahan
Pertimbangkan dampak potensial proyek terhadap kerentanan dan risiko
bencana untuk menentukan peringkat persyaratan lingkungan yang
diperlukan
Kelayakan
Tidak
10. Pelaksanaan dan pemantauan
Pastikan bahwa aspek-aspek yang berkaitan dengan bahaya alam telah
dilaksanakan dan dipantau secara tepat
102
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Pelaksanaan
9. Penilaian proyek
Konfirmasikan bahwa semua masalah yang terkait dengan bahaya alam yang
penting telah dianalisis dan ditanggapi dengan layak
Mungkin bisa saja terjadi bahwa pengkajian lingkungan yang konvensional dalam Kategori A dan bahkan Kategori
B yang mengkaji dampak suatu proyek terhadap lingkungan sekitarnya tidak diperlukan. Sebaliknya, bisa saja
pengkajian yang lebih lengkap tentang kerentanan dan bahaya perlu dilakukan untuk menyelidiki dampak
lingkungan terhadap proyek tersebut karena peristiwa bahaya alam dapat mengakibatkan dampak yang merugikan
bagi proyek dalam aspek sosial, ekonomi, struktural ataupun lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan sekolah
bisa menimbulkan dampak yang kecil terhadap lingkungan sementara kepedulian tentang keselamatan yang
berkaitan dengan bahaya merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam membangun gedung-gedung
sekolah di wilayah yang rawan bahaya.
Langkah 4. Pencakupan (Scoping)
Dalam mengidentifikasi isu-isu penting yang akan ditanggapi dalam pengkajian lingkungan, pertimbangkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan bahaya alam (lihat Kotak 5). Jika risiko bencana bersifat penting
atau proyek yang diusulkan kemungkinan memiliki dampak yang berarti pada kerentanan terhadap bahaya alam
(misalnya, proyek-proyek yang masuk Kategori A dan B), topik-topik ini sebaiknya dimasukkan dalam daftar isu yang
akan ditelaah dengan melibatkan ahli terkait dalam tim pengkajian. Informasi lanjutan dan analisis terkait apapun
yang diperlukan untuk menginformasikan pengkajian lingkungan, atau pengkajian mandiri tentang bahaya dan
kerentanan yang lebih lengkap apabila diperlukan, dan untuk memberikan basis data bagi pemantauan dan evaluasi
sebaiknya segera diidentifikasi. Kebutuhan informasi mencakup basis data bahaya pada lokasi proyek, informasi
mengenai bahaya yang penting dan dampak potensial yang ditimbulkan oleh proyek, perundang-undangan dan
lembaga terkait serta pengkajian perubahan cuaca.
Kotak 5 Daftar Periksa Sektoral
Banyak pedoman pengkajian lingkungan mencakup daftar isu-isu keberlanjutan lingkungan yang mungkin
relevan untuk mengkaji jenis-jenis intervensi pembangunan. Daftar berikut memberikan beberapa contoh
yang berhubungan dengan risiko bencana yang sebaiknya dipertimbangkan dalam melakukan pengkajian
lingkungan terhadap proyek-proyek di wilayah-wilayah rawan bahaya:
 Energi. Dampak dari proyek-proyek listrik tenaga air terhadap pola aliran air dan banjir.
 Transportasi. Dampak pembangunan jalan dan infrastruktur yang menyertainya terhadap sistem drainase
dan pola banjir.
 Pembangunan perkotaan. Dampak pembangunan terhadap kapasitas jasa dan layanan umum seperti listrik,
gas, telepon dan air untuk mencegah risiko banjir yang semakin membesar, misalnya jika sistem selokan/
saluran air tidak memadai atau layanan pengumpulan sampah sehingga menyebabkan pembuangan
sampah ke dalam selokan dan saluran air.
 Penambangan. Implikasinya terhadap kekeringan dan banjir serta terhadap kedalaman air tanah sebagai
dampak kegiatan penambangan.
 Pertanian. Dampak pada erosi tanah dan konsekuensi terhadap tingkat pelestarian air, pengendapan
daerah hilir dan banjir. Ketangguhan proyek yang diusulkan terhadap kekurangan air hujan. Dampak
proyek yang diusulkan terhadap kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi risiko bencana dan risiko
yang lain.
 Perikanan. Konsekuensi risiko bencana dari penebangan hutan bakau dan vegetasi lain.
 Kehutanan. Manfaat pengurangan risiko yang dihasilkan proyek-proyek kehutanan (misalnya dalam
menyediakan perlindungan terhadap angin ribut, tanah longsor atau tsunami dan mengurangi risiko
banjir bandang).
Langkah 5. Pengkajian dan Evaluasi
Pertimbangkan efek-efek yang potensial ditimbulkan oleh proyek (selama pembangunan, saat operasi kegiatan
dan proses pengalihan program jika diperlukan) terhadap frekuensi, intensitas dan konsekuensi bahaya alam yang
penting. Sebaliknya, pertimbangkan juga dampak bahaya-bahaya tersebut terhadap proyek. Pengkajian ini akan
membantu untuk menentukan apakah masing-masing dampak ini dapat diterima, dengan memperluas kajian
Informasi dalam kotak ini diambil sebagian dari DFID (2003) dan Sida (2004).
Misalnya, penelitian tentang 1.804 petak sawah di tiga negara Amerika Tengah yang dilanda Badai Mitch menunjukkan bahwa sawah yang menggunakan metode agro-ekologi untuk mencegah
larinya air dan tanah dari lereng bukit agar tidak kehilangan lapisan tanah bagian atas sebagai akibat dari amukan badai, telah terbukti dapat menampung lebih banyak air dan tidak begitu
rentan terhadap erosi bila dibandingkan dengan lahan sawah yang dikelola dengan metode yang konvensional. (Sumber: World Neighbors. Reasons for Resilience: Toward a Sustainable Recovery
after Hurricane Mitch. Oklahoma: World Neighbors, 2000. Dapat diakses di: http://www.wn.org/Mitch.pdf)
Catatan Panduan 7
103
bahaya dan kerentanan tahap awal yang dilakukan dalam Langkah 2 untuk proyek-proyek Kategori A dan B, dan
bagi proyek lain yang hanya memerlukan pengkajian ancaman dan kerentanan saja. Jika efek potensial tidak
dapat diterima, penanggulangan, peredaman (mitigasi), dan pilihan adaptasi yang tepat harus diidentifikasi untuk
menempatkannya pada tingkat yang dapat diterima.
Pengkajian harus dimulai dengan pengkajian yang terperinci tentang bahaya dan pemetaan bahaya yang penting
yang telah diidentifikasi dalam tahap pemilahan (screening) dan penentuan cakupan (scoping) (lihat Catatan
Panduan 2). Pengkajian juga mempertimbangkan pemodelan perubahan cuaca yang terkait (misalnya, bagaimana
kenaikan permukaan laut mungkin berpengaruh terhadap gelombang pasang karena angin atau bagaimana
perubahan tingkat curah hujan bisa berdampak pada kekeringan dan banjir). Apabila terkait, temuan-temuan
dari latihan-latihan pemodelan/simulasi bahaya berbasis komputer dan matematika di wilayah proyek sebaiknya
dipergunakan (misalnya, pemodelan gempa, skenario banjir dan angin kencang). Apabila latihan tersebut tidak
ada, sebaiknya dilakukan pada proyek-proyek besar di wilayah berisiko tinggi.
Pengkajian kerentanan terperinci sebaiknya segera dilakukan. Dari perspektif lingkungan, pengkajian kerentanan
harus mencermati dampak proyek yang diharapkan terhadap lingkungan yang telah diidentifikasikan sebagai
kunci penentu meningkatnya atau menurunnya kecenderungan bahaya dan kerentanan alam yang tersembunyi
di wilayah proyek. Aspek pengkajian kerentanan khusus lainnya mungkin juga dilakukan di bawah proyek yang
berbeda, misalnya, rancangan teknik (lihat Catatan Panduan 12), pengkajian dampak sosial (lihat Catatan
Panduan 11) dan analisis ekonomis (lihat Catatan Panduan 8), yang relevan. Dalam beberapa kasus, tim EIA harus
bertanggungjawab melaksanakan proses pemilahan awal untuk menentukan apakah suatu pengkajian diperlukan
dan juga bertanggungjawab untuk memberikan informasi bahaya yang relevan kepada tim penilai yang lain. Dalam
keadaan khusus, analisis kerentanan dari perspektif yang lainnya mungkin dipadukan dalam proses EIA.
Konsultasi dengan para pemangku kepentingan sebaiknya juga meliputi pengumpulan informasi tentang bahaya
alam dan kerentanan yang terkait dengan bahaya tersebut. Bahkan, ditinjau dari perspektif lingkungan saja,
kerentanan dapat dibatasi dan dengan demikian sangat penting untuk menggali pendapat masyarakat setempat.
Persepsi tentang risiko juga dapat memengaruhi perilaku, yang - sekali lagi - menekankan pentingnya berkonsultasi
dengan pemangku kepentingan yang berbeda.
Tindakan-tindakan penanggulangan risiko bencana sebaiknya kemudian “diseleksi untuk mengurangi risiko-risiko
yang sudah teridentifikasi sampai pada tingkat yang dapat diterima dan sampai alternatif proyek yang diinginkan
teridentifikasi”, dengan mempertimbangkan faktor-faktor kebijakan, hukum dan kelembagaan serta temuantemuan dari analisis kerentanan dan tentang bentuk-bentuk penilaian proyek lain yang telah dilakukan. Langkahlangkah pengurangan risiko dapat menimbulkan konsekuensi, misalnya, perubahan pada rancangan proyek atau
penambahan dari langkah-langkah perlindungan lingkungan (lihat Catatan Panduan 8 untuk bahasan selanjutnya
mengenai analisis alternatif). Risiko bencana selebihnya hendaknya dipertimbangkan dalam penilaian yang lebih
luas tentang risiko dan ketidakpastian yang berkaitan dengan proyek.
Apabila telah ditetapkan bahwa sebuah proyek dapat berubah sewaktu-waktu karena pengaruh dampak perubahan
iklim, maka program penyesuaian terhadap perubahan iklim proyek sebaiknya juga dikembangkan untuk
menanggapi dampak-dampak penting dan mendefinisikan langkah-langkah penyesuaian.10
Langkah 6. Mengembangkan manajemen lingkungan dan rencana monitoring.
Masukkan rencana-rencana pembangunan manajemen risiko bencana, mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi
kerentanan, bahaya-bahaya dan risiko yang ditimbulkan oleh alam sebagaimana telah diidentifikasi pada
Langkah 5.
Langkah 7. Memonitor program
“Kembangkan program-program monitoring yang tepat untuk memastikan pelaksanaan dan efektifitas” dari
komponen-komponen proyek yang berhubungan dengan manajemen risiko bencana dan penyesuaian terhadap
perubahan iklim. Termasuk juga, memonitor dampak proyek terhadap kerentanan pada bahaya alam dan dampak
dari bahaya-bahaya lainnya yang akan dihadapi oleh proyek tersebut.
10 Lihat juga Proyek CARICOM, Adapting to Climate Change in the Carribean Project (2004) untuk informasi lebih lanjut. (http://www.caricom.org/jsp/projects/macc%20project/accc.jsp).
104
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 8. Persiapkan laporan akhir
“Selesaikan dokumen proyek yang memadukan langkah-langkah manajemen, mitigasi dan penyesuaian yang
diperlukan dalam menanggapi kerentanan dan risiko yang teridentifikasi”. Pastikan juga bahwa program untuk
memantau pelaksanaan dan dampak-dampaknya meliputi pelaksanaan dan efektivitas dari langkah-langkah ini.
Laporan akhir ini sebaiknya mudah diakses agar publik dapat mencermatinya.
Langkah 9. Penilaian proyek
“Dalam menentukan keberlanjutan dan penerimaan publik atas proyek terhadap kriteria yang sudah baku, tegaskan
hal-hal berikut bahwa:
 Semua bahaya signifikan yang mungkin terjadi - seperti telah diidentifikasi di langkah 4 (scoping) - sudah dianalisis
menggunakan metodologi yang tepat;
 Manajemen, mitigasi dan/atau tindakan penyesuaian yang tepat dan memadai telah diidentifikasikan dan
dipadukan ke dalam rancangan proyek dan mencakup semua dampak yang signifikan yang mungkin terjadi
sebagaimana telah diidentifikasikan saat pengkajian rinci tentang bahaya dan kerentanan (Langkah 5); dan
 Secara teknis, finansial, dan administratif, sangat layak untuk melaksanakan tindakan-tindakan manajemen
risiko (bencana) yang diperlukan dalam proyek yang diusulkan.”
Risiko lain yang masih ada sebaiknya diidentifikasikan dengan jelas.
Langkah 10. Pelaksanaan dan monitoring
“Pastikan bahwa langkah-langkah mitigasi/penyesuaian dan monitoring yang spesifik dilaksanakan di dalam proyek
secara tepat dan memadai.
3. Pengkajian Lingkungan Pascabencana
Pengkajian lingkungan pascabencana diperlukan untuk menyelidiki apakah upaya-upaya bantuan, rekonstruksi
dan rehabilitasi yang diusulkan akan menimbulkan dampak-dampak lingkungan yang dapat diterima (misalnya,
pemilihan lokasi untuk mendirikan barak pengungsian yang aman secara lingkungan serta pengadaan bahanbahan rekonstruksi). Juga, apakah dampak-dampak tersebut akan memperkuat ketangguhan masyarakat dalam
menghadapi bahaya alam di masa mendatang. Terlebih lagi, mereka perlu memastikan bahwa proses tanggap
darurat dan pemulihan harus mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul karena adanya bencana (misalnya,
kontaminasi air dan tanah).
Sejumlah pedoman dari organisasi penyandang dana memasukkan daftar uji (checklist) mengenai pengkajian
lingkungan terhadap kegiatan bantuan bencana dan bantuan kemanusiaan (misalnya, ADB, DFID dan Badan
Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia [Swedish International Development Cooperation Agency/SIDA]).
Sedangkan, UNHCR sudah mengembangkan serangkaian pedoman yang ditujukan secara khusus pada penyusunan
pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam kerja kemanusiaan bagi pengungsian lintas batas dan
pemulangan para penyintas, termasuk di dalamnya pengkajian atas dampak-dampak lingkungan yang berpotensi
merugikan pengungsi lintas batas maupun mereka yang kembali pulang ke tempat tinggal semula.
Pusat Penelitian Bahaya Benfield (The Benfield Hazard Research Centre) dan CARE International telah mengembangkan
serangkaian pedoman yang lebih terperinci dan komprehensif mengenai pengkajian lingkungan kilat (Rapid
Environmental Assessment/REA) dalam situasi bencana.11 Pedoman ini memusatkan perhatian pada pengkajian
tentang konteks bencana yang umum; faktor-faktor yang berkaitan dengan bencana yang mungkin menimbulkan
dampak langsung terhadap lingkungan; dampak-dampak lingkungan langsung yang mungkin terjadi dikarenakan
oleh agen pembawa bencana; tidak terpenuhinya kebutuhan pokok para penyintas bencana yang dapat mengarah
pada dampak yang merugikan bagi lingkungan; dan konsekuensi lingkungan dari kegiatan pemberian bantuan
yang memiliki potensi negatif. Metodologi tersebut berdasarkan pada pengkajian kualitatif, yang semata-mata
berdasar pada persepsi dan seringkali berdasar pada data-data yang tidak lengkap, yang membantu mempermudah
pengkajian kilat dalam keadaan yang sulit (lihat Kotak 6).
11 Kelly (2005).
Catatan Panduan 7
105
Kotak 6 Penerapan REA
Pedoman Pengkajian Lingkungan Cepat (REA) milik Pusat Penelitian Bahaya Benfield dan CARE International
telah diterapkan beberapa kali, termasuk dalam sejumlah Pengkajian Lingkungan Cepat yang dilakukan oleh
badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai contoh adalah pengkajian lingkungan cepat yang dilakukan
oleh UNEP dan Badan Koordinasi PBB Urusan Kemanusiaan (UN Office for Coordination of Humanitarian
Affairs/OCHA) di Sri Lanka menyusul tsunami di Samudera Hindia bulan Desember 2004. Pengkajian tersebut
menyoroti keprihatinan lingkungan yang mendesak dalam hubungannya dengan pengelolaan puingpuing limbah amukan tsunami dan masalah-masalah pembuangan kotoran dan sanitasi pada lokasi-lokasi
pengungsian darurat.12
Rekomendasi dari Pengkajian Lingkungan Cepat oleh UNEP/OCHA terhadap dampak Badai Ivan dan Jeanne
di Haiti, Grenada dan Republik Dominika pada tahun 2004 mencakup kebutuhan untuk menanggapi risikorisiko yang ditimbulkan oleh air permukaan dan air tanah di Grenada dan risiko-risiko banjir dan tanah
longsor yang semakin meningkat dalam jangka waktu yang lebih panjang di ketiga negara tersebut.13
4. Faktor-faktor penentu keberhasilan
 Informasi yang memadai. Informasi yang memadai harus tersedia untuk mempermudah pengkajian faktor-faktor
yang berkaitan dengan bahaya alam yang lebih lengkap dan akurat. Perhatian khusus perlu diberikan pada fakta
bahwa bisa jadi terdapat variasi yang sangat terbatas dalam kerentanan, yang mencerminkan kondisi-kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi. Namun demikian, diperlukan informasi tentang keadaan-keadaan yang hanya
terjadi khusus pada satu lokasi.
 Pengkajian dini. Sangat penting kiranya bahwa proses pengkajian lingkungan dimulai pada tahap yang sangat dini
dalam proses penilaian untuk memastikan bahwa temuan-temuannya dapat secara lengkap dipertimbangkan
dalam rancangan proyek, termasuk di dalamnya melalui integrasi dari berbagai karakteristik pengurangan risiko
bencana yang penting.
 Pengawasan yang memadai. Persiapan-persiapan pengawasan yang melekat dan efektif penting dilakukan untuk
memastikan bahwa segala tindakan manajemen dan mitigasi yang diperlukan yang tercantum dalam dokumen
proyek telah dilaksanakan.
 Kesadaran akan manfaat pengkajian risiko bencana sebagai bagian dari proses pengkajian lingkungan. Pengkajian
lingkungan merupakan kegiatan yang mahal dan risiko bencana bisa jadi diabaikan apabila sumber daya
yang ada terbatas. Pemahaman dan kesadaran yang kuat tentang potensi penting menanggapi risiko bencana
kemudian diperlukan untuk menyesuaikan penilaian-penilaian terhadap kemungkinan pentingnya pemahaman
dan kesadaran tersebut. CEA dan SEA menawarkan perangkat penting dalam hal ini, dan mempersingkat waktu
yang diperlukan untuk mengumpulkan informasi mengenai bahaya alam dan menyediakan beragam indikasi
pentingnya risiko-risiko terkait (lihat Kotak 3 dan 4). Pengumpulan informasi oleh berbagai lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan juga akan membantu.
 Kebijakan Lingkungan yang Mendukung. Yang tak kalah penting, kebijakan-kebijakan lingkungan dan kebijakankebijakan perlindungan yang menyertainya sebaiknya dilengkapi dengan analisis pencapaian yang telah
diharapkan dan juga dikaitkan dengan manajemen risiko bencana sebagai bagian dari proses pengkajian
lingkungan (lihat Kotak 2). Kebijakan-kebijakan tersebut sebaiknya juga meliputi pengkajian lingkungan
terhadap bantuan pascabencana dan intervensi pemulihan bencana.
12 UNEP/OCHA. Indian Ocean Tsunami Disaster of December 2004: UNDAC Rapid Environmental Assessment in the Democratic Socialist Republic of Sri Lanka. Geneva: Joint United Nations Environment
Unit, 2005. Dapat dilihat di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/rea/environmental_assessment_rapid_ocha_unep_sri_lanka_indian_ocean_tsunami_disaster_december2004.pdf
13 UNEP/OCHA. Hurricanes Ivan and Jeanne in Haiti, Grenada and the Dominican Republic: A Rapid Environmental Impact Assessment. Geneva: Joint United Nations Environment Programme/Office for
the Coordination of Humanitarian Affairs Environment Unit, 2004. Dapat dilihat di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/rea/Caribbean_REA.pdf
106
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 7
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.14
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
Ahmed, K., Mercier, J. R. and Verheem R. ‘Strategic Environmental Assessment—Concept and Practice’, Environment Strategy No
14. Washington, DC: World Bank, 2005. Dapat diakses di: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/ENVIRONMENT/
0,,contentMDK:20687523~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:244381,00.html
CDB and CARICOM Secretariat. Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA):
NHIA-EIA Sourcebook. Bridgetown, Barbados: Caribbean Development Bank, 2004. Dapat diakses di:
http://www.caribank.org/Projects.nsf/NHIA/$File/NHIAEIA_Newsletter.pdf?OpenElement
14 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 7
107
CARICOM. Guide to the Integration of Climate Change Adaptation into the Environmental Impact Assessment Process. Caribbean
Community Secretariat, Adapting to Climate Change in the Caribbean Project, 2004.
DFID. Environment Guide: A Guide to Environmental Screening. London: Department for International Development (UK), 2003.
Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/environment-guide-2003.pdf
International Association of Impact Assessment: http://www.iaia.org
Kelly, C. Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters. Version 4.04. London: Benfield Hazard Research
Centre, 2005. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/rea_index.htm
Sida. Guidelines for the Review of Environmental Impact Assessments: Sustainable Development? Stockholm: Swedish International
Development Cooperation Agency, Environment Policy Division, 2002. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/jsp/download.
jsp?f=SIDA1983en.pdf&a=2532
UNDP. UNDP’s Handbook and Guidelines for Environmental Management and Sustainable Development. New York: United Nations
Development Programme, Sustainable Energy and Environment Division, undated.
UNHCR. UNHCR Environmental Guidelines. Geneva: Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, 2005. Dapat
diakses di: http://www.unhcr.org/cgi-bin/texis/vtx/protect/opendoc.pdf?tbl=PROTECTION&id=3b03b2a04
Catatan Panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Glenn Dolcemascolo (UNEP), Kari
Keipi (Bank Pembangunan Amerika Internasional), Charles Kelly (Independent), Mike McCall (ITC, Belanda), Cassandra Rogers (Bank
Pembangunan Karibia), Coutney Venton (ERM, Inggris), Tim Penasehat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasehat dan
komentar mereka yang sangat berarti. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Lembaga Pembangunan Internasional
Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja
Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Dukungan dana dari Fasilitas Mitigasi Bencana CDB bagi Karibia, Perwakilan Amerika
Serikat bagi Badan Pembangunan Internasional Pendampingan Bencana Luar Negeri dan Masyarakat Karibia (CARICOM) juga sangat
dihargai bagi pengembangan buku Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA): NHIAEIA Sourcebook (2004), yang sebagian digunakan sebagai dasar dari catatan panduan ini. Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya
atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan
pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggu­nakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara;
(5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9)
Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan
konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan
anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John
Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://
www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
in collaboration with
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Analisis Ekonomi
Catatan Panduan 8
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini menanggapi masalah-masalah dalam analisis ekonomi, dengan menyediakan informasi tentang
bagaimana memastikan bahwa risiko bencana dan pilihan-pilihan yang terkait dengan pengurangan kerentanan
dicermati secara memadai dan sistematis dari sudut pandang ekonomi dalam usaha menjangkau proyek-proyek
pembangunan. Catatan ini juga memberi arah pada penilaian ekonomi terhadap proyek-proyek pengurangan risiko
bencana. Catatan panduan ini dimaksudkan untuk digunakan oleh para pakar ekonomi yang terlibat dalam lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan, dengan melengkapi pedoman analisis ekonomi mereka yang
sudah ada.
1. Pengantar
Tujuan pokok dari analisis ekonomi yang berbasis proyek adalah untuk membantu merancang dan memilih proyekproyek yang berperan terhadap kesejahteraan suatu bangsa dan rakyatnya. Analisis biaya-manfaat (cost-benefit
analysis) dan pendekatan penilaian ekonomi diterapkan untuk menentukan manfaat tertinggi terhadap investasi
dalam proyek untuk mempermudah perbandingan rasional dari pilihan-pilihan yang tersedia. Selain itu, juga
untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan investasi yang diambil dapat dipertanggunggugatkan. Analisis
ekonomi juga memiliki potensi untuk mengenali dan menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses
pengambilan keputusan tertentu.
Pertimbangan akan risiko bencana sebagai bagian dari proses analisis ekonomi merupakan langkah yang penting
untuk memastikan bahwa manfaat pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya bersifat berkelanjutan.
Tujuan lainnya adalah untuk menyoroti masalah-masalah yang terkait dengan tanggungjawab dan akuntabilitas.
Bahaya alam dapat menyimpan potensi masalah yang serius bagi keberlanjutan ekonomi suatu proyek pembangunan,
merusak dan menghancurkan sarana fisik dan peralatan modal, sehingga mengakibatkan efek proyek tidak langsung
sekunder dan akibat-akibat sosial ekonomi yang lebih luas. Namun, kerugian seperti itu bukannya tidak dapat
dihindari. Sesungguhnya, bisa saja terdapat keuntungan yang lumayan tinggi dalam investasi pengurangan risiko
bencana di daerah-daerah rawan bahaya (lihat Kotak 1), dalam bentuk proyek-proyek pengurangan risiko bencana
yang khusus maupun ketahanan terhadap bencana dari proyek-proyek lainnya. Investasi semacam itu dapat
menghasilkan manfaat tambahan tidak langsung yang bermakna bagi ekonomi dalam arti luas dan pembangunan
keberlanjutan (Kotak 2).
Kotak 1
Nilai pengurangan risiko bencana

Menurut sebuah penelitian tentang dana-dana hibah bantuan Badan Manajemen Darurat Federal Amerika
Serikat (United States Federal Emergency Management Agency/FEMA) (termasuk untuk proyek peremajaan,
proyek-proyek mitigasi struktural, kesadaran masyarakat dan pendidikan serta aturan-aturan untuk
mendirikan bangunan), setiap satu dolar Amerika Serikat (AS) yang dikeluarkan oleh FEMA untuk mitigasi
bahaya bisa memberikan manfaat rata-rata 4 dolar AS di masa mendatang.
Belli dkk.(1998).
MMC/NIBS (2005).
Catatan Panduan 8
109

Sebuah sistem reklamasi terencana di Peru, yang didukung oleh Gesselschaft für Technische Zusammenarbeit
(GTZ), sebuah Lembaga Kerjasama Teknis Pemerintah Jerman, yang menangani luapan banjir untuk
dialihkan dan ditampung ke dalam dasar sungai berbentuk polder (dataran rendah yang direklamasi dari
laut), telah diperkirakan memiliki rasio biaya-manfaat sekitar 3,8. Skema manajemen air terpadu dan
perlindungan dari banjir yang didanai oleh GTZ di Indonesia memiliki perkiraan rasio sekitar 2,5.

Intervensi LSM-LSM untuk menanggulangi dampak banjir di Bihar serta dampak banjir dan kekeringan di
Andhra Pradesh, India, diperkirakan memiliki rasio biaya-manfaat masing-masing sebesar 3,8 dan 13,4.

Program penanaman hutan bakau Palang Merah Vietnam di delapan provinsi yang dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan penduduk wilayah pantai dari amukan angin topan dan badai menelan biaya
sebesar kurang lebih 0,13 juta dolar AS pertahun selama periode 1994 sampai 2001. Namun, langkah ini
telah menghemat biaya pemeliharaan tanggul sebesar 7,1 juta dolar AS pertahun. Program tersebut juga
membantu menyelamatkan jiwa manusia, melindungi penghidupan mereka dan menciptakan peluangpeluang mata pencaharian baru.

Membelanjakan satu persen dari nilai struktur untuk upaya-upaya pengurangan kerentanan dapat
memperkecil kerugian maksimum yang mungkin diderita akibat amukan angin topan di Karibia sampai
kurang lebih sepertiganya, demikian menurut pendapat pakar teknik sipil regional.
Kotak 2
Dampak-dampak makroekonomi bencana
Investasi pengurangan risiko secara bersama-sama dan lebih luas berperan mengurangi kerentanan
makro ekonomi terhadap bahaya alam dan mendukung upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Manfaatmanfaat ini biasanya terlalu jauh terpisah dari tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana individual
untuk dipertimbangkan dalam penilaian ekonomi suatu proyek. Namun demikian, penting kiranya
mempertimbangkan manfaat-manfaat tersebut dalam penentuan wilayah dampingan strategis yang lebih
luas yang akan diambil oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan di negara-negara
yang rawan bahaya (lihat juga Catatan Panduan 4).
Bencana yang besar dapat menimbulkan dampak-dampak sosial ekonomi jangka pendek yang sangat
parah. Misalnya, bencana mengakibatkan kerugian dalam kemampuan produktif dan dengan demikian
menimbulkan kerugian bagi peluang-peluang untuk menghasilkan keluaran (output) dan ketenagakerjaan.
Bencana juga menciptakan tekanan pada neraca pembayaran dan anggaran (lihat Catatan Panduan 4 dan
14), mengganggu pasar kredit dan keuangan serta memperparah kemiskinan (lihat Catatan Panduan 3).
Dampak-dampak bencana jangka panjang lebih sulit untuk ditentukan secara empiris. Namun, dampakdampak tersebut kemungkinan akan cukup besar, antara lain karena bencana memperlambat laju akumulasi
modal, sehingga menghancurkan modal produktif dan sosial yang sudah ada dan mengalihkan sumber daya
langka dari investasi baru. Dengan demikian bencana dapat menjadi ancaman, baik terhadap stabilitas
ekonomi jangka pendek maupun pembangunan berkelanjutan jangka panjang. Lebih dari itu, kerentanan
makroekonomi terhadap bahaya alam bahkan semakin meningkat, bukannya menurun selama tahap-tahap
awal pembangunan ekonomi (lihat Catatan Panduan 3).
Namun demikian, kerentanan makroekonomi yang tinggi bukan berarti tidak bisa dihindari. Pemerintah
dapat melakukan berbagai langkah untuk menggalakkan upaya peningkatan ketangguhan, termasuk
di dalamnya dengan mempengaruhi komposisi kegiatan ekonomi dan mendorong stabilitas dasar yang
kokoh. Kajian terperinci tentang masing-masing negara telah membuktikan lebih lanjut mengenai dampakdampak makroekonomi bencana, implikasi bagi tingkat dan pola pembangunan, serta pilihan khusus untuk
menguatkan ketangguhan masyarakat.
Untuk bahasan lebih lanjut, lihat Benson, C. dan Clay, E.J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster
Risk Management Series No.4. Washington, DC: World Bank, 2004. http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=detai
l&eid=000012009_20040420135752
���������������
Mechler (2005).
110
Cabot Venton and Venton (2005).
IFRC. World’s Disasters Report: Focus on Reducing Risk. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2002
World Bank. Managing Catastrophic Risks Using Alternative Risk Financing and Insurance Pooling Mechanisms. Draft diskusi. Washington, DC: World Bank, Finance, Private Sector and Infrastructure
Department, Caribbean Country Management Unit, Latin America and Caribbean Region, 2000.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kondisi terkini
Selama ini baru sedikit upaya untuk memasukkan isu-isu risiko bencana ke dalam analisis ekonomi proyekproyek pembangunan atau menggunakan perangkat analisis ekonomi untuk mencermati cara-cara yang mungkin
dilakukan guna menguatkan ketangguhan dalam menghadapi bahaya, bahkan di daerah-daerah berisiko tinggi.
Selama ini, juga hanya ada segelintir analisis ekonomi yang terperinci tentang proyek-proyek pengurangan risiko
yang telah dilakukan, terutama dalam konteks negara berkembang. Sebagai akibatnya, bukti kolektif tentang
manfaat pengurangan risiko masih terbatas dan sangat spesifik untuk konteks tertentu. Manual-manual lembagalembaga terkait yang bergerak dalam bidang pembangunan tentang analisis ekonomi juga hanya memberikan
sedikit panduan mengenai analisis risiko bencana.
Kurangnya bukti mengenai manfaat pengurangan risiko bencana menunjukkan adanya batu sandungan yang cukup
besar dalam menarik perhatian dan komitmen para pengambil keputusan untuk melakukan upaya pengurangan
risiko bencana. Kriteria
���������������������������������������������������������������������������������������������
ekonomi bukan satu-satunya unsur yang digunakan untuk menganalisis proyek. Umumnya,
hanya badan-badan pemberi pinjaman multilateral yang secara rutin melakukan beberapa bentuk analisis ekonomi
sebagai bagian dari proses penilaian proyek yang mereka lakukan. Bagi
������������������������������������������������
lembaga-lembaga ini, tingkat pengembalian
modal/investasi (rate of return) internal minimum memang harus dipenuhi. �����������������������������������
Namun manfaat ekonomi yang tinggi,
misalnya, peran proyek tersebut terhadap penanggulangan kemiskinan. mungkin tidak lebih penting dibandingkan
bahkan oleh lembaga-lembaga tersebut. Namun demikian, dalam keadaan kesulitan anggaran yang ketat di satu
sisi dan banyaknya tuntutan yang kompetitif terhadap sumber daya masyarakat di sisi lain, lembaga dituntut untuk
menunjukkan bahwa sumber daya bantuan telah dibelanjakan dengan baik.�����������������������������������
Tanpa adanya akses data yang siap
pakai tentang manfaat ekonomi potensial dari investasi pengurangan risiko, banyak yang tidak tertarik bahkan
hanya untuk mempertimbangkan investasi di bidang itu. Mereka juga tidak mampu menghargai pentingnya usaha
untuk memastikan agar proyek-proyek pembangunan lainnya yang ada di negara-negara rawan bahaya secara
memadai dilindungi dari bahaya alam.
Mendorong praktik yang baik
Ada dua langkah penting yang diperlukan sebagai bagian dari proses penilaian ekonomi untuk memastikan bahwa
risiko bencana dikaji dan dikelola secara memadai:

Risiko bencana harus dianggap sebagai bagian proses analisis ekonomi dalam perancangan semua proyek dalam
wilayah yang rawan bahaya.

Penilaian ekonomis terkait yang memasukkan analisis tentang risiko bencana harus diterapkan pada tahap awal
siklus proyek. Dengan demikian temuan-temuannya dapat diperhitungkan dalam perancangan proyek-proyek
pengurangan risiko bencana serta dalam proyek-proyek pembangunan lain di wilayah-wilayah rawan bahaya
untuk membantu memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bahaya alam.
2. Langkah-langkah dalam memadukan perhatian
terhadap risiko bencana ke dalam analisis
ekonomi
Langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa risiko bencana dan pilihan-pilihan terkait untuk
mengurangi kerentanan ditelaah dan ditindaklanjuti secara memadai dan sistematis dalam setiap langkah dalam
penilaian ekonomi proyek akan diuraikan dengan singkat di bawah ini dan diringkas pada Gambar 1. Catatan
panduan ini dimaksudkan untuk melengkapi pedoman analisis ekonomi yang sudah ada, dengan memusatkan
perhatian secara khusus pada aspek di mana dan bagaimana menciptakan perhatian khusus yang terkait dengan
bencana dan bukannya memberikan panduan lengkap yang komprehensif tentang semua aspek dalam penilaian
ekonomi. Analisis tentang risiko bencana dan tindakan-tindakan pengurangan risiko terkait menimbulkan sejumlah
masalah yang cukup rumit, yang membenarkan fokus khusus ini.
Langkah 1. Menentukan landasan pemikiran ekonomi untuk melakukan intervensi publik
Dalam menilai proyek-proyek pengurangan risiko bencana yang mungkin dilakukan, tetapkan permintaan ekonomi
atau kebutuhan akan proyek dan dasar bagi keterlibatan sektor publik. Pertalian dengan strategi negara yang
Catatan Panduan 8
111
dimiliki oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga sebaiknya ditetapkan. Isu-isu risiko
bencana tidak perlu dipertimbangkan pada tahap sedini ini dalam penilaian ekonomi terhadap proyek-proyek
pembangunan lain yang tidak memiliki tujuan pengurangan risiko bencana yang jelas.
Dari segi ekonomi, alasan adanya prakarsa pengurangan risiko bencana biasanya berdasar pada kebutuhan untuk
memperkecil kerugian yang mungkin terjadi baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dan bukannya
menghasilkan aliran manfaat positif yang terus menerus. Dengan demikian akan sulit untuk menetapkan sebuah
kurva permintaan terhadap proyek-proyek seperti itu. Sebaliknya, mungkin akan lebih tepat untuk mendasarkan
analisis permintaan pada perkiraan skala intervensi pengurangan bencana yang akan dibutuhkan untuk mengurangi
kerugian yang mungkin timbul pada tingkat yang dapat diterima (seperti didefinisikan dalam konteks proyek)
dan/atau memastikan standar-standar keselamatan yang diinginkan. Selain itu, bisa juga dilakukan usaha untuk
menetapkan kurva permintaan tidak tetap yang didasarkan pada survei terhadap pengguna tentang kemauan
mereka dalam membayar.
Dalam kaitannya dengan alasan utama melibatkan sektor publik, beberapa tindakan pengurangan risiko bencana
bisa dibenarkan berdasar fakta bahwa tindakan-tindakan tersebut memberikan manfaat kepada publik – yakni
tidak berkompetisi dalam mengkonsumsi dalam arti pengguna tidak mengurangi jatah atau ketersedian untuk
pengguna/pihak lain, namun tidak bisa dikeluarkan dalam konsumsi karena pasar telah gagal menyediakan
kebutuhan tersebut. Perkiraan ilmiah dan berbagai bentuk penyebaran peringatan terhadap bencana, misalnya,
dapat dicirikan seperti itu. Sedangkan yang lain bisa dibenarkan karena alasan equity. Ada juga beban moral
tambahan yang ditanggung pemerintah untuk mencegah jatuhnya korban nyawa manusia.
Langkah 2. Pertimbangkan alternatif proyek
Dalam menimbang proyek-proyek pengurangan risiko bencana yang diusulkan, lakukan analisis situasi proyek
‘dengan-tanpa’, yaitu dengan melihat dampak yang ditimbulkan oleh kejadian bencana dengan atau tanpa adanya
proyek. Selain itu, juga pertimbangkan cara-cara alternatif dalam menanggapi tujuan proyek. Dalam hal proyek
pembangunan lain yang diusulkan dan akan dilakukan di wilayah-wilayah yang rawan bahaya, pertimbangkan isuisu yang berkaitan dengan bencana dalam mencermati rancangan proyek alternatif dan skala intervensi dalam hal
kerentanan proyek terhadap bahaya alam (misalnya, akibat keputusan yang diambil dalam hubungannya dengan
kesesuaian, jenis permukaan dan pembuatan saluran air di jalan-jalan raya sampai pada tingkat kerentanan terhadap
banjir). Tidak kalah penting, pertimbangkan juga dampak proyek terhadap risiko bencana dalam mencermati
alternatif proyek (misalnya, proyek komunikasi yang juga dapat menguntungkan transmisi sistem peringatan dini
atau dampak merugikan dari proyek perikanan yang dapat menyebabkan perusakan hutan bakau) (lihat Catatan
Panduan 2 dan 7 yang berhubungan dengan sumber-sumber informasi tentang jenis dan kemungkinan bahaya
yang dihadapi).
Analisis ekonomi terhadap alternatif dan analisis selanjutnya tentang biaya dan manfaat (lihat Langkah 4) perlu
memperhitungkan beberapa faktor di bawah ini:

Pengurangan risiko bencana kadang-kadang dapat dicapai melalui pilihan metode yang sangat bertentangan,
mulai dari proyek-proyek teknis skala besar sampai pada inisiatif skala kecil yang berbasis masyarakat dan dari
intervensi teknis sampai intervensi sosial. Analisis terhadap alternatif-alternatif ini sebaiknya juga diikuti dengan
kajian yang saksama dan berwawasan luas terhadap semua kemungkinan pendekatan-pendekatan, bukan
semata-mata memusatkan perhatian pada penyesuaian-penyesuaian kecil dalam rancangan, skala ataupun
tingkatan perlindungan teknis.

Banyak dari tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana apapun, baik yang dilakukan dalam konteks proyek
pengurangan risiko bencana atau hanya sebagai bagian dari jenis proyek pembangunan lainnya, menghasilkan
manfaat yang terkait dengan kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang tidak akan timbul apabila
sewaktu-waktu peristiwa bahaya terkait terjadi selama proyek berlangsung. Dengan demikian yang diperoleh
bukan aliran manfaat positif (streams of positive benefits) seperti halnya dalam investasi yang lain.

Namun demikian, dalam berbagai kasus inisiatif pengurangan risiko bencana dapat menimbulkan aliran
manfaat positif (streams of positive benefits), seperti ketika investasi dalam bidang irigasi untuk mengurangi
dampak kekeringan menyebabkan perubahan dalam cara pengolahan lahan untuk menghasilkan panen yang
melimpah. Beberapa proyek bahkan memiliki tujuan eksplisit nonbencana maupun tujuan yang berhubungan
dengan bencana. Sebagai contoh, sebuah bendungan mungkin direncanakan untuk tujuan pengendalian banjir
sekaligus sebagai bagian dari rencana pembangkit listrik tenaga air. Manfaat positif harus diperhitungkan dalam
analisis ekonomi.
112
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 1 Pemaduan perhatian terhadap risiko bencana ke dalam penilaian ekonomi
1. Tentukan alasan utama ekonomi diperlukannya intervensi publik
Dalam kasus proyek-proyek pengurangan risiko bencana, tetapkan permintaan
ekonomi atau kebutuhan akan proyek dan dasar-dasar bagi keterlibatan sektor publik
2. Pertimbangkan alternatif proyek
Risiko bencana yang penting?
Ya
Lakukan analisis ‘dengan atau
tanpa’ terhadap proyek-proyek
pengurangan risiko bencana
dan selidiki alternatif proyek
Pertimbangkan pengurangan risiko
bencana dalam menelaah alternatifalternatif proyek bagi semua proyek
pembangunan yang lain di wilayahwilayah yang rawan bahaya
3. Analisis biaya dan manfaat
Masukkan biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang
diharapkan dari tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana
Tidak
Tidak perlu
mempertimbangkan
risiko bencana
lebih lanjut?
4. Analisis Kepekaan
Selidiki besar kesalahan dalam perkiraan risiko bencana yang akan membuat
proyek tidak berkelanjutan secara ekonomi atau membutuhkan adanya tindakan
lebih lanjut untuk memperkuat ketangguhan
5. Analisis Distribusi
Selidiki kemungkinan perubahan-perubahan kerentanan bahaya antara berbagai
kelompok, terutama terhadap kelompok yang lebih miskin sebagai konsekuensi
dari proyek
6. Seleksi Proyek
Perhitungkan temuan-temuan efisiensi biaya maupun faktor-faktor
nonekonomi lain dalam menyeleksi alternatif proyek yang diinginkan.
7. Pelaksanaan
Pastikan bahwa tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana dilaksanakan
dan dalam situasi bencana lakukan evaluasi terhadap manfaat ekonomi terkait
yang terealisasikan
8. Evaluasi
Kaji apakah risiko bencana telah ditanggapi dengan semestinya dan secara
efisien dari segi biaya dari sudut pandang ekonomi dan menerapkan
pelajaran yang dipetik dalam proyek-proyek di masa datang
Catatan Panduan 8
113

Tingkatan dan bentuk kerentanan dapat berubah drastis selama berlangsungnya proyek, terutama di negara-negara
berkembang yang sedang mengalami perubahan sosial ekonomi yang pesat dan/atau pertumbuhan penduduk
yang tinggi. Perubahan-perubahan ini, yang dapat berarti positif maupun negatif, perlu dipertimbangkan dalam
menyelidiki potensi manfaat yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana terkait.

Demikian juga, dampak-dampak pemanasan global yang sudah diramalkan terhadap frekuensi dan intensitas
bahaya-bahaya yang disebabkan kondisi iklim selama proyek berlangsung sebaiknya diperhitungkan.

Peranan tindakan-tindakan pengurangan risiko dalam menentukan hasil dari kejadian-kejadian bahaya yang
di luar rencana sebaiknya juga diselidiki. Dalam kasus-kasus demikian, tindakan-tindakan tersebut dapat
mengurangi tingkat kerugian. Namun, dalam kasus-kasus lain dapat memperparah kerugian yang diderita
(misalnya, tindakan-tindakan pengendalian banjir telah secara efektif mendorong pembentukan bantaran
sungai).

Proyek-proyek pembangunan dapat memindahkan risiko ke daerah lain, baik secara sengaja (misalnya, dalam
hal pengalihan aliran banjir yang dilakukan dengan terang-terangan) maupun yang tidak disengaja (misalnya,
dalam kasus pembangunan infrastruktur yang menghambat saluran pembuangan air – lihat Catatan Panduan 7,
Kotak 1). Analisis sebaiknya memperhitungkan hal-hal yang ditimbulkan oleh pihak luar baik positif maupun
negatif. Analisis tersebut mempunyai keterbatasan geografis, yang untuk tujuan analisis biaya-manfaat secara
konvensional keterbatasan geografis ini didefinisikan sebagai negara. Untuk tujuan ini, keterbatasan geografis
dapat diperluas, sehingga memudahkan pelaksanaan. Dampak proyek terhadap berbagai kelompok yang
berbeda termasuk mereka yang tidak menerima bantuan juga perlu diselidiki secara saksama.

Manfaat potensial dari inisiatif pengurangan risiko bencana mungkin tidak dapat direalisasikan dengan
maksimal, terutama apabila manfaat tersebut sangat bergantung pada kompromi dan kemampuan masyarakat
untuk memberikan tanggapan dengan tepat. Misalnya, mengambil tindakan tepat apabila peringatan bencana
diterima, atau perawatan dan pemeliharaan struktur terkait. Perkiraan manfaat dengan demikian sebaiknya
realistis.
Analisis pemangku kepentingan yang dilakukan sebagai bagian dari analisis alternatif sebaiknya juga menyelidiki
risiko bencana dan pilihan terkait untuk memperkuat ketangguhan dari hasil keluaran yang diusulkan. Kelompokkelompok penerima bantuan maupun yang bukan penerima bantuan sebaiknya dimasukkan dalam proses ini
untuk menentukan relevansinya, termasuk di dalamnya dampak yang mungkin timbul dari alternatif proyek yang
berbeda yang memengaruhi kerentanan berbagai kelompok terhadap bahaya alam.
Langkah 3. Lakukan analisis biaya dan manfaat
Perhitungkan biaya tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana yang diusulkan dan nilai moneter dari arus
manfaat langsung maupun tidak langsung yang diharapkan dalam menentukan apakah proyek tersebut dapat
dibenarkan secara ekonomi. Perkiraan biaya yang berhubungan dengan pengurangan risiko bencana biasanya
mudah dilakukan. Menaksir manfaat lebih sulit karena biasanya selalu bersifat rekaan, dengan tingkat manfaat
sebenarnya yang direalisasikan tergantung pada parah tidaknya jika terjadi peristiwa bahaya selama berlangsungnya
proyek. Lebih dari itu, mungkin hanya ada sedikit informasi terkait yang tersedia tentang kemungkinan frekuensi
dan intensitas bahaya potensial. Oleh karena itu, beragam metode muncul untuk memadukan risiko dan manfaat
terkait pengurangan risiko bencana ke dalam analisis ekonomi yang pemilihan metodenya tergantung tingkat
ketersediaan informasi tentang bahaya.
Pendekatan-pendekatan yang berbasis kemungkinan. Bila informasi bahaya yang lebih baik dapat diperoleh
atau dana yang lebih banyak siap di tangan guna diinvestasikan untuk perkiraan kemungkinan bahaya, analisis
manfaat yang lebih ketat dapat dilakukan. Dalam keadaan yang demikian, pertama-tama yang harus diperoleh
adalah kurva melampaui/di luar perkiraan (exceedance probability curve), yang menunjukkan adanya kemungkinan
kejadian dengan intensitas bahaya yang berbeda-beda pada lokasi tertentu. Analisis kerentanan terhadap harta
benda maupun penghidupan yang akan diberi perlindungan oleh tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana
harus dilakukan, baik dengan maupun tanpa tindakan tersebut. Akhirnya, kurva kemungkinan kerentanan dan
kemungkinan yang melampaui perkiraan sebaiknya digabungkan untuk menciptakan kurva kemungkinan kerugian,
yang menunjukkan adanya kemungkinan tingkat kerugian yang berbeda dengan dan tanpa (with and without)
tindakan pengurangan risiko bencana. Wilayah yang berada di bawah kurva kemungkinan kerugian mewakili
kerugian yang diharapkan rata-rata pertahun. Manfaat rata-rata pertahun yang diharapkan dari tindakan-tindakan
pengurangan risiko bencana ditunjukkan oleh wilayah antara dua kurva kemungkinan kerugian (Gambar 2).
114
Kejadian bahaya dengan kekuatan yang lebih besar daripada kejadian-kejadian bahaya yang berusaha untuk ditanggulangi oleh tindakan-tindakan pengurangan risiko (misalnya, banjir sekali
dalam seratus tahun, dan bukannya rancangan banjir satu dalam 50 tahun).
Lihat Parker dkk (1987) dan Mechler (2005) untuk panduan lebih lanjut.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 2 Manfaat yang diharapkan dari tindakan pengurangan risiko bencana
Kerusakan
Fungsi probabilitas kerugian tanpa tindakan pengurangan risiko
Manfaat yang diharapkan rata-rata
pertahun dari tindakan pengurangan
risiko bencana
Fungsi probabilitas kerugian-dengan tindakan
pengurangan risiko bencana Kerusakan
Kemungkinan di luar perkiraan
Kurva-kurva kemungkinan melampaui perkiraan (exceedance probability curves) mungkin sudah dapat diperoleh
berdasarkan pada catatan historis dan/atau pemodelan komputer (lihat Catatan Panduan 2). Namun demikian,
kurva tersebut seringkali masih harus diperkirakan. Idealnya, perkiraan yang demikian sebaiknya didasarkan pada
setidaknya kejadian bahaya hipotetis yang berkisar dari kemungkinan yang paling rendah sampai ke yang paling
tinggi. Pada tingkat minimum paling mutlak tiga titik data diperlukan. Tiga data tersebut menyangkut peristiwaperistiwa yang paling mungkin terjadi; peristiwa yang mungkin terjadi, tetapi kemungkinannya minimum; dan
peristiwa yang mungkin terjadi, tetapi kemungkinannya maksimum. Dengan demikian kurva akan membentuk
distribusi segitiga (triangular distribution). Tingkat kerentanan terhadap masing-masing peristiwa lebih lanjut harus
dievaluasi dan dihasilkan kurva kemungkinan kerugian (a loss-probability curve). Pengetahuan tentang wilayah
sekitar mungkin merupakan sumber informasi yang penting dalam pengkajian kerentanan, terutama dalam
hubungannya dengan bahaya-bahaya yang lebih tinggi frekuensinya.
Selain itu, mungkin lebih diutamakan untuk mengembangkan kurva kemungkinan kerugian dari kejadian-kejadian
aktual yang berdasarkan pada kerugian-kerugian historis yang disesuaikan untuk mencerminkan adanya pergeseran
dalam bentuk dan tingkat kerentanan seiring berjalannya waktu dan diubah ke dalam harga yang berlaku saat ini
(lihat Kotak 3). Sekali lagi, setidaknya harus diperoleh data mengenai tiga peristiwa. Data-data ini dapat dilengkapi
dengan sebuah survei tentang dampak dari peristiwa-peristiwa masa lalu terhadap kelompok sasaran penerima
bantuan (dengan mengasumsikan bahwa peristiwa itu baru saja terjadi). Dalam
����������������������������������������
situasi yang lain, mungkin kadangkadang perkiraan tentang kurva kemungkinan kerugian dapat dihindari sama sekali (lihat Kotak 4).
Kotak 3
Data pengkajian kerusakan historis – sebuah catatan peringatan
Data mengenai dampak bencana kadang-kadang sangat tidak memadai, hanya menyajikan catatan kejadian
yang tidak lengkap dan seringkali kurang akurat. Dengan demikian, data seperti itu menjadi basis data yang
tidak dapat diandalkan dalam memperkirakan fungsi-fungsi kemungkinan kerugian.
Data biasanya menekankan pada kerugian fisik langsung, dan terutama berdasarkan pada pengkajian
kerusakan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bahkan, data-data seperti itu mungkin terkait dengan
sejumlah kesulitan, misalnya:

Beberapa negara tidak memiliki pedoman yang standar, menyeluruh dan sistematis yang digunakan
dalam memperkirakan kerugian harta benda akibat bencana. Bahkan, di negara tertentu, mungkin saja
terdapat ketidaksesuaian antara berbagai macam bencana yang berbeda terkait dengan sifat data yang
dikumpulkan dan metode untuk menilai kerugian.
Untuk panduan terperinci lebih lanjut tentang kurva generasi kemungkinan kerugian, termasuk contoh-contoh yang berhasil diterapkan, lihat Mechler (2005).
Catatan Panduan 8
115

Cakupan pengkajian biasanya terpisah, dengan melibatkan pemerintah, negara donor, dan kelompokkelompok masyarakat sipil yang hanya mencakup daerah-daerah tempat mereka dapat memberikan
bantuan pengentasan dan rehabilitasi. Kerusakan
������������������������������������������������������������
pada sektor pribadi kebanyakan tidak diperhatikan.

Data tambahan mengenai kerugian pribadi bisa diberikan oleh perusahaan asuransi, tetapi hanya
mencakup kerugian yang diasuransikan. Tambahan pula, di negara-negara yang sedang berkembang
proporsi kerugian yang diasuransikan jumlahnya kecil dibanding dengan keseluruhan kerugian pribadi.

Pengkajian kerugian biasanya dilakukan oleh petugas dan sukarelawan di lapangan, itupun seringkali
hanya dengan pembekalan singkat sebelum penerjunan ke lapangan.
Pengkajian kerusakan biasanya diselesaikan dengan sangat cepat, seringkali hanya beberapa bulan setelah
bencana terjadi dan sebelum dampak keseluruhan bencana dapat diungkap.
Oleh karena itu, kesahihan data perkiraan kerugian secara umum dan arah segala bentuk bias sebaiknya
segera diselidiki sebelum menggunakan data historis mengenai kerugian untuk memperoleh fungsi-fungsi
kemungkinan kerugian (loss-probability functions).
Suatu bencana dapat juga memiliki beberapa efek mengalir dan meluas, yang biasanya dikategorikan sebagai
efek sekunder tidak langsung. Efek-efek yang tidak langsung berhubungan dengan gangguan terhadap
aliran barang dan jasa, termasuk misalnya penurunan jumlah keluaran/output, kehilangan pendapatan dan
kehilangan pekerjaan. Efek sekunder berkenaan dengan dampak-dampak sosial ekonomi jangka pendek
maupun jangka panjang yang lebih luas, misalnya, terhadap pertumbuhan produksi domestik kotor, kinerja
fiskal dan moneter, utang, skala dan angka kemiskinan. Efek-efek tidak langsung dan sekunder ini sebaiknya
juga diselidiki dengan saksama. Meski demikian, dalam istilah ekonomi, kerugian fisik langsung dihargai
sebagai aliran sumber daya masa depan dari aset yang terpengaruh, dengan menyatakan secara tidak
langsung bahwa angka agregat pada total efek langsung, tidak langsung dan sekunder sebaiknya dengan
saksama dicermati untuk menghindari penghitungan ganda(double counting).
Kotak 4
Contoh kasus dalam memperkirakan fungsi-fungsi kemungkinan kerugian
(loss-probability functions)
Analisis-analisis biaya-manfaat yang berhasil diterapkan menggunakan beragam metode untuk memperkirakan
fungsi-fungsi kemungkinan kerugian dan manfaat terkait dari inisiatif pengurangan risiko bencana. Dalam
keadaan tertentu, analisis ini berdasarkan pada informasi kuantitatif yang terperinci. Namun, dalam kasus
lain dengan jalan menyederhanakan asumsi. Misalnya:

Meski merupakan kasus yang agak luar biasa, analisis biaya-manfaat yang dilakukan GTZ tentang
manajemen air terpadu dan rencana perlindungan banjir di Semarang, Indonesia, mampu memanfaatkan
kurva-kurva kemungkinan yang melampaui perkiraan (exceedance probability curves) yang ada bagi banjir
daerah bantaran sungai dan tepi pantai dalam wilayah proyek serta memanfaatkan survei-survei atas
harta benda yang terlanda banjir. Peningkatan jumlah harta benda yang terlanda banjir di masa datang
diperkirakan berbanding lurus dengan proyeksi pertumbuhan penduduk.

Analisis biaya-manfaat terhadap proyek perlindungan banjir di Piura, Peru, yang dilakukan sebagai
bagian dari penelitian yang sama oleh GTZ, menggunakan pendekatan kilas balik ke belakang. Analisis
ini berdasar pada data kerusakan aktual akibat banjir yang terjadi sekitar tahun 1982-1983 dan 19971998 yang digabungkan dengan informasi tentang frekuensi dan parah tidaknya kejadian El Nino selama
50 tahun terakhir. Hal ini dihubungkan dengan curah hujan yang lebih tinggi di wilayah proyek. Data
kerusakan dikumpulkan untuk menentukan tingkat kerugian di wilayah proyek. Proyeksi atas kerugian di
masa datang disesuaikan untuk memperhitungkan perubahan-perubahan dalam penggunaan lahan, yang
meningkatkan harta benda dan mempertinggi ketangguhan, yang dicerminkan dengan perbaikan tanggul
sejak terjadinya banjir tahun 1982-1983 dan instalasi sistem peringatan dini sejak terjadinya banjir tahun
1997-1998.
116
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Sebuah analisis terhadap intervensi LSM yang bertujuan untuk mengurangi dampak banjir di Bihar, India,
dengan memasang pompa tangan dan mendukung evakuasi didasarkan pada penyederhanaan asumsi
bahwa kerugian yang diakibatkan oleh banjir tahunan dengan tidak adanya intervensi akan sama setiap
tahun selama berlangsungnya proyek, yaitu akan terjadi dengan kepastian 100 persen. Pendekatan ini
dibenarkan berdasar pada argumen bahwa meskipun tingkat banjir bervariasi setiap tahunnya, tingkat
banjir tersebut secara konsisten telah mencapai ketinggian yang cukup untuk merendam pompa tangan
sehingga diperlukan evakuasi. Analisis kepekaan digunakan untuk menyelidiki implikasi-implikasi yang
diakibatkan periode banjir yang lebih panjang (empat bulanan) dan lebih singkat (dua bulanan) dan
bukannya yang selama ini diasumsikan yaitu periode tiga bulanan.
Sumber: Cabot Venton dan Venton (2005); Mechler (2005).
Pendekatan informasi terbatas. Dalam situasi dimana informasi terbatas dan tidak mudah didapat serta sedikit
sumber daya yang tersedia bagi analisis ekonomi, maka pendekatan-pendekatan alternatif yang tidak begitu ketat
mungkin akan dicari. Namun, pendekatan-pendekatan ini sebaiknya diterapkan dengan perhatian dan kehatihatian yang besar.
Di dalam situasi dimana ketidakpastian terasa kuat tentang tingkat risiko, tetapi potensi kejadian bahaya lumayan
besar, mungkin bisa diterapkan pendekatan periode pay-off and cut-off. Menurut pendekatan ini, proyek-proyek
dikaji berdasarkan pada apakah proyek tersebut akan menghasilkan keuntungan bersih yang memadai selama
periode waktu tertentu yang relatif singkat, sedikitnya dua atau tiga tahun. Biaya dan keuntungan yang berada di
luar periode berakhirnya proyek (cut-off) dibiarkan. Selain itu, menurut pendekatan penyesuaian tingkat diskonto
(discount-rate adjustment), sedikit beban diberikan pada manfaat dan biaya masa depan yang semakin tidak pasti
dengan menambahkan premi risiko pada tingkat bunga diskonto. Pendekatan “teori permainan matematika”
menawarkan pilihan ketiga, yang mengikuti strategi-strategi keuntungan maksimum-minimum (maximin-gain)
maupun kerugian minimum-maksimum (minimax-regret). Menurut strategi pertama, alternatif proyek yang memberi
keuntungan tertinggi dalam skenario kemungkinan terburuk akan dipilih. Sedangkan, strategi kedua melibatkan
pemilihan proyek dengan memberikan jumlah kerugian terkecil yang mungkin diderita. Menurut pendekatan
keempat, analisis kepekaan, nilai dari parameter-parameter kunci yang tidak pasti akan diubah (lihat juga di bawah
ini).10
Menakar nilai manfaat. Apa pun pendekatan yang dipilih untuk memasukkan risiko dan manfaat yang terkait
dengan pengurangan risiko bencana ke dalam analisis ekonomi, masalah-masalah yang terdaftar dalam Langkah 2
perlu diperhitungkan untuk memperkirakan manfaat. Di samping itu, faktor-faktor berikut ini harus tetap diingat:

Manfaat tidak langsung. Analisis sebaiknya hanya memperhitungkan perubahan-perubahan dalam kerugiankerugian tidak langsung yang jelas-jelas berkaitan dengan proyek dan yang belum dianggap sebagai manfaat
langsung (lihat Kotak 3). Dalam beberapa situasi, model masukan-keluaran (input-output) yang menangkap
pertalian antar sektor maju dan mundur di antara sektor-sektor yang berbeda dalam ekonomi mungkin
membantu dalam menentukan manfaat tidak langsung. Namun, sebaiknya dihindari menggunakan metode
pemecahan masalah sederhana yang mengasumsikan adanya rasio tetap dari total kerugian langsung terhadap
total kerugian tidak langsung. Meskipun rasio seperti itu telah dihitung, hanya segelintir dari rasio-rasio tersebut
yang bisa memastikan bahwa rasio yang dipilih konsisten dengan sifat kerusakan potensial tertentu dan dapat
bertahan dalam keadaan sosial ekonomi di negara-negara yang mengalaminya dan sebagainya.

Hal-hal nonmateri (hal yang tidak terukur secara kuantitatif). Inisiatif pengurangan risiko bencana dapat
menghasilkan manfaat nonmateri, yaitu manfaat yang berhubungan dengan barang dan jasa yang tidak dapat
dipertukarkan karena tidak ada metode yang disepakati bersama untuk menaksir nilai moneter. Manfaat
nonmateri mencakup, misalnya, kerusakan bangunan yang memiliki nilai budaya dan sejarah, gangguan
terhadap kegiatan belajar mengajar dan trauma psikologis. Kepustakaan mengenai analisis biaya-manfaat
terhadap langkah-langkah pengurangan risiko bencana biasanya lebih suka menggunakan metode penaksiran
nilai yang tidak pasti untuk menaksir manfaat nonmateri serta berhati-hati untuk tidak menggunakan perangkat
lain yang telah dikembangkan untuk tujuan ini.11 Menurut metode penaksiran nilai yang tidak pasti, responden
survei ditanyai seberapa besar mereka akan bersedia untuk membayar demi menuju perubahan yang telah
diperinci dengan jelas, misalnya, perlindungan tambahan terhadap bangunan bersejarah yang melalui investasi
mitigasi struktural tertentu.
10 Lihat Kramer (1995), Parker dkk (1997) untuk pembahasan tentang manfaat dan kelemahan dari pendekatan-pendekatan yang beragam ini.
11 Lihat Penning-Rowsell dkk (1992) dan Handmer dan Thompson (1996) untuk pembahasan yang lebih mendalam.
Catatan Panduan 8
117
Analisis efektivitas biaya menawarkan metode alternatif untuk menganalisis alternatif-alternatif proyek yang
menghasilkan aliran manfaat nonmoneter atau manfaat nonmateri yang besar atau dalam situasi di mana
keputusan sudah diambil untuk segera memulai proyek tertentu. Menurut pendekatan ini, masukan-masukan
proyek ditaksir nilainya dalam satuan moneter dan keluaran dinilai dengan satuan fisik, dengan selanjutnya
memilih metode paling hemat biaya untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu (lihat Kotak 5).

Cedera dan kematian. Penaksiran nilai cedera dan kematian, keduanya merupakan contoh tambahan dari
kerugian-kerugian nonmateri, merupakan masalah yang secara khusus diperdebatkan, yang melibatkan kesulitankesulitan etis dan teknis. Pendekatan ‘Nilai Kehidupan Statistik’ (Value of a Statistical Life’) yang berdasarkan
pada penilaian tidak pasti dan kemauan untuk membayar, biasanya dianggap sebagai perangkat yang terbaik
dalam hal ini. Menurut pendekatan ini, nilai yang diletakkan oleh seseorang secara langsung pada pengurangan
risiko kematian dan cedera diri mereka sendiri dan orang lain dijumlah dari semua yang terkena dampak
dari kejadian tertentu.12 Dalam situasi yang lain, mungkin perlu untuk membandingkan berbagai jenis proyek
potensial yang berbeda dalam hubungannya dengan jiwa yang dapat diselamatkan (misalnya, pengendalian
malaria dibandingkan dengan usaha untuk membangun sekolah-sekolah yang tahan gempa). Dalam kasus-kasus
tersebut, jenis pendekatan ‘tahun kehidupan yang hilang karena kematian dan kecacatan yang diderita’ (Disability
Adjusted Life Years/DALY), yang memperhitungkan dampak terhadap usia harapan hidup dan kualitas kehidupan,
dapat digunakan untuk mengukur efektivitas biaya relatif dan membantu proses pengambilan keputusan.13
Kotak 5������������������������������������������������������������������
Analisis efektivitas biaya: Perubahan rancangan seismik di Rumania
Analisis efektivitas biaya diterapkan untuk menentukan pemilihan berbagai kemungkinan pilihan peremajaan
untuk ketangguhan terhadap gempa untuk masing-masing subproyek dalam komponen peremajaan seismik
dari proyek Bank Dunia tentang mitigasi risiko bahaya dan kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat di
Rumania. Pada gilirannya, pemilihan subproyek didasarkan pada nilai penting fungsional yang dimiliki
berbagai fasilitas publik dalam sistem tanggap darurat, relevansinya dalam hal keselamatan jiwa, kesiapannya
untuk dilaksanakan dan biaya yang diperlukan untuk peremajaan, yang harus bernilai total 60 persen dari
biaya untuk pilihan penggantian total
Sumber: World Bank. Project Appraisal Document on a Proposed Loan in the Amount of US$150 million and a grant from the Global Environment
Facility in the Amount of US$7 million for Government of Romania for a Hazard Risk Mitigation and Emergency Preparedness Project. Report
No: 282 17 RO. Washington, DC: World Bank, Environmentally and Socially Sustainable Development Unit, Europe and Central Asia Region,
2004
Langkah 4. Analisis Kepekaan
Apabila pendekatan yang berbasis kemungkinan telah dilakukan, telaah kesalahan-kesalahan besar apa saja
dalam perkiraan risiko bencana yang akan bisa membuat proyek menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan
secara ekonomi atau memerlukan tindakan lebih lanjut untuk memperkuat ketangguhan. Analisis kepekaan perlu
dilakukan karena asal mula kurva kemungkinan kerugian (derivation of loss-probability curves) akan selalu diikuti
oleh tingkat ketidakpastian tertentu.
Analisis kepekaan dari perkiraan risiko bencana secara khusus penting bagi proyek-proyek yang terletak di wilayahwilayah yang mengalami perubahan sosial ekonomi yang pesat (misalnya, karena pertumbuhan penduduk atau
pergeseran-pergeseran dalam kegiatan-kegiatan produksi). Ini merupakan tempat dimana kerentanan terhadap
bahaya alam dapat berubah secara siginifikan selama berlangsungnya proyek tersebut. Juga sangat penting apabila
frekuensi dan parah tidaknya kejadian bahaya dapat diubah dengan perubahan iklim.
Potensi dampak tidak langsung yang diakibatkan bencana terhadap variabel-variabel tidak pasti lain dalam analisis
proyek, misalnya harga input dan output14 penting dan ketersediaan investasi rekanan pemerintah serta pendanaan
biaya yang terus terjadi, sebaiknya juga diselidiki sebagai bagian dari analisis kepekaan terhadap semua usulan
proyek di wilayah-wilayah rawan bahaya. Meskipun demikian, perhatian yang lebih besar sebaiknya diberikan
12 Untuk pembahasan lebih lanjut, baca Dixon, J.A., The Economic Valuation of Health Impacts., Washington, DC: World Bank, 1998. Dapat diakses melalui: http://siteresources .worldbank.org/
INTEEI/214574-1153316226850/20486375/ EconomicValuationHealthImpacts1998.pdf; dan Mechler (2005).
13 Untuk pembahasan lebih lanjut, baca DFID, DALYs and Essential Packages: Briefing Paper. London: Department for International Development (UK), Health System Resource Centre, 2000. Dapat
diakses melalui: http://www/dfidhealthrc.org/shared/publication/Briefing_papers/DALYS.PDF
14 Implikasi dari kenaikan jangka pendek yang ditimbulkan oleh potensi bencana terhadap harga dari masukan-masukan penting sebaiknya diselidiki untuk menentukan aliran kas nominal sebagai
bagian dari analisis keuangan.
118
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
untuk menghindari adanya masalah kovarians dalam segala analisis statistik formal. Di samping itu, implikasi
dari risiko yang lain (misalnya, pemeliharaan fasilitas proyek yang tidak memadai) bagi risiko bencana sebaiknya
dipertimbangkan juga.
Untuk proyek-proyek besar dan proyek-proyek dengan nilai sekarang atas arus pendapatannya (net present values/
NPVs) mendekati nol, analisis kepekaan yang lebih ketat seharusnya dilakukan dengan mengubah nilai-nilai dari
variabel kunci secara bersamaan untuk menghasilkan fungsi distribusi dari NPV ekonomi yang diharapkan.
Langkah 5. Analisis Distribusi
Dalam mengkaji sejauh mana para penerima bantuan akan betul-betul menerima manfaat dari proyek, telaah
potensi perubahan kerentanan berbagai kelompok terhadap bahaya alam sebagai konsekuensi dari proyek. Hal
ini khususnya perlu dilakukan terhadap kelompok yang lebih miskin dan kelompok yang tidak menjadi penerima
manfaat. Sebagai contoh, rencana-rencana perlindungan banjir mungkin menarik para penghuni baru untuk tinggal
di bantaran-bantaran sungai, sehingga secara potensial memaksa harga tanah naik dan memaksa penerima bantuan
yang menjadi sasaran proyek bantuan untuk pergi ke tempat lain yang rentan (lihat Catatan Panduan 3). Beban
distribusi (distributional weight) dapat diterapkan dengan memperhitungkan pertimbangan persamaan (equity)
dan dengan menekankan pada dampak-dampak yang menguntungkan kaum miskin, meskipun pada praktiknya
penerapan perangkat kualitatif dalam analisis proyek pengurangan risiko bencana baru dilakukan secara minimal,
bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali.
Langkah 6. Seleksi Proyek
Perhitungkan temuan-temuan efisiensi biaya dan juga hak-hak warga atas keamanan dan perlindungan, tingkat
penghindaran risiko dan faktor-faktor teknis, sosial, dan lingkungan lain dalam menyeleksi alternatif proyek yang
terpilih. Hasil dari analisis ekonomi akan membantu menjadi dasar informasi bagi keputusan-keputusan mengenai
alternatif proyek, tetapi tidak menjadi satu-satunya kriteria. Dari sudut pandang ekonomi, alternatif proyek dapat
diperbandingkan dari berbagai segi, misalnya dari NPV rata-rata mereka; dengan menggunakan analisis varian ratarata (mean-variance), yang memperhitungkan tingkat persebaran di sekitar rata-rata; atau menggunakan analisis
pengutamaan keselamatan, yang berupaya untuk memaksimalkan persyaratan NPV yang diharapkan agar risiko
manfaat yang merosot sampai di bawah tingkat kritis menjadi sekecil mungkin.
Langkah 7. Pelaksanaan
Pastikan bahwa tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana tertentu dilaksanakan. Apabila peristiwa bahaya
benar-benar terjadi, kaji manfaat ekonomi terkait (manfaat sesungguhnya, manfaat karena terhindar dari kerugian)
yang merupakan akibat dari tindakan-tindakan tersebut.
Langkah 8. Evaluasi
Dengan belajar dari fakta yang sudah terjadi, telaah apakah risiko bencana telah ditangani dengan tepat dan
berbiaya efisien dari sudut pandang ekonomi; bagaimana dampak bencana apa pun yang terjadi terhadap keluaran
dan efektivitas proyek selama berlangsungnya proyek; dan apakah keberlanjutan dari capaian proyek akan bisa
terancam oleh terjadinya peristiwa bahaya di masa datang.
Kotak 6
Perangkat analisis biaya-manfaat (benefit-cost analysis/BCA) untuk mitigasi
FEMA
FEMA telah mengembangkan serangkaian perangkat lunak, materi tertulis dan pelatihan yang digunakan
oleh para pemohon bantuan dari FEMA untuk menyusun dan memandu analisis biaya-manfaat terhadap
tindakan-tindakan pengurangan risiko bencana. Kumpulan perangkat lunak terpadu tersebut dapat
diterapkan pada analisis gempa, kebakaran lahan perawan/daerah perkotaan, banjir bantaran sungai dan
tepi pantai, badai dan tornado. Pelayanan jalur bantuan yang terkait dengan hal itu telah dibentuk untuk
memberikan dukungan teknis.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat FEMA (2006).
Catatan Panduan 8
119
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan

Pemanfaatan perangkat penilaian ekonomi secara penuh. Pada dasarnya, analisis ekonomi perlu dianggap
sebagai perangkat kunci bagi perancangan proyek dan untuk diterapkan sesuai dengan petunjuk. Sebaliknya,
jika semata-mata hanya dilihat sebagai sarana menghitung NPV dan tingkat pendapatan ekonomi untuk
memenuhi persyaratan persetujuan proyek, peran penting yang mungkin diberikan oleh analisis ekonomi dalam
menganalisis dan menanggapi risiko bencana sebagai bagian dari proyek akan hilang.

Pemahaman atas potensi penting pengkajian risiko bencana. Kesadaran tentang potensi penting pengkajian risiko
bencana sebagai bagian signifikan dari proses penilaian ekonomi telah meningkat. Untuk membantu mencapai
hal ini, lembaga-lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan sebaiknya mendorong
adanya dokumentasi dan pengumpulan bukti-bukti yang saksama mengenai pemulihan ekonomi yang dihasilkan
investasi pengurangan risiko. Ini antara lain bisa dilakukan melalui penelitian, tetapi juga yang paling penting
adalah dengan mengevaluasi risiko bahaya dan kemungkinan kembali melakukan mitigasi sebagai sesuatu yang
pasti dalam merancang semua proyek di daerah-daerah yang rawan bahaya. Idealnya, informasi ini sebaiknya
dikumpulkan menjadi basis data global yang terpadu. Dengan demikian, cara itu akan memudahkan penarikan
kesimpulan-kesimpulan yang lebih umum dan absah mengenai manfaat mitigasi.

Lingkungan kebijakan yang mendukung. Komitmen kebijakan yang mendasar bagi risiko bencana juga diperlukan
untuk memperbesar perhatian yang diberikan pada keprihatinan-keprihatinan dalam rancangan proyek.

Pendekatan pragmatis terhadap analisis. Dalam hal biaya dan waktu, penekanan harus diberikan pada
pengumpulan data dan analisis data yang relatif kasar dan siap pakai, bukan penyelidikan biaya-manfaat yang
bersifat lebih akademik dan lengkap.
Kotak 5 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.15
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
15���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
120
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya, dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADB. Handbook for Integrating Risk Analysis in the Economic Analysis of Projects. Manila: Asian Development Bank, 2002.
Belli, P. dkk. Handbook on Economic Analysis of Investment Operations. Washington, DC: World Bank, Operational Core Services
Network, Learning and Leadership Center, 1998.
Cabot Venton, C. dan Venton, P. Disaster preparedness programmes in India: A cost benefit analysis. Humanitarian Practice Network
Paper 49. London: Overseas Development Institute, 2004. Diawasi dan diterbitkan oleh Humanitarian Practice Network at the
Overseas Development Institute (ODI).
European Commission. Manual: Financial and Economic Analysis of Development Projects. Luxembourg: European Commission,
Office for Official Publications of the European Communities, 1997.
FEMA. Mitigation BCA Toolkit. Version 3. CD-Rom. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency, 2006. Dapat diakses
di: http://www.fema.gov/government/grant/bca.shtm
Handmer, J. and Thompson, P. Economic Assessment of Disaster Mitigation: A Summary Guide. Resource and Environmental Studies
13. Canberra: Australian National University, Centre for Resource and Environmental Studies, 1997.
Kramer, R.A. ‘Advantages and Limitations of Benefit-Cost Analysis for Evaluating Investments in Natural Disaster Mitigation’. In
Munasinghe, M. and Clarke, C. (eds.), Disaster Prevention for Sustainable Development: Economic and Policy Issues. Report from
the Yokohama World Conference on Natural Disaster Reduction, May 23–27, 1994. Washington, DC: World Bank dan International
Decade for Natural Disaster Reduction, 1995.
Mechler, R. Cost-benefit Analysis of Natural Disaster Risk Management in Developing Countries: Manual. Bonn: Deutsche Gesellschaft
für Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2005. Dapat diakses di: http://www.gtz.de/disaster-reduction/english
MMC/NIBS. Natural Hazard Mitigation Saves: An Independent Study to Assess the Future Savings from Mitigation Activities.
Washington, DC: Multihazard Mitigation Council of the National Institute of Building Sciences, 2005.
OAS. Primer on Natural Hazard Management in Integrated Regional Development Planning. Washington, DC: Organization of
American States, 1991. Dapat diakses di: http:// www.oas.org/usde/publications/Unit/oea66e/begin.htm
Parker, D.J., Green, C.H. dan Thompson, P.M. Urban Flood Protection Benefits: A Project Appraisal Guide. Aldershot: Gower Technical
Press, 1987.
Penning-Rowsell, E.C. dkk. The Economics of Coastal Management: A Manual of Benefit Assessment Techniques. London dan
Florida: Belhaven Press, 1992.
Catatan Panduan 8
121
Catatan panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Sheila Aahmed (DFID), Tom Cowards
(DFID), Vanessa Head (DFID), Dougal Martin (Inter-American Development Bank), Reinhard Mechler (International Institute for Applied
Systems Analysis), Courtenay Venton (Environmental Resources Management, Inggris), Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium
ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian ini. Terima kasih juga dihaturkan atas
dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID),
Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung
jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya
mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_ tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Analisis Kerentanan dan Kapasitas
Catatan Panduan 9
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini memperkenalkan pendekatan-pendekatan dasar terhadap pengkajian dan analisis kerentanan
dan kapasitas (vulnerability and capacity assessment and analysis/VCA), menjelaskan cara memadukan pengkajian
dan analisis tersebut dalam proyek perencanaan dan menunjukkan bagaimana bahaya dan bencana alam menjadi
faktor pertimbangan di dalamnya. Catatan panduan ini menekankan pada penggunaan VCA dalam proyek-proyek
pembangunan. Namun, pendekatan tersebut juga dapat digunakan dalam pengurangan dan pemulihan pascabencana.
Pendekatan ini ditujukan kepada staf dari disiplin ilmu yang beragam.
1. Pengantar
VCA adalah komponen penting dalam analisis risiko bencana, yang bertujuan untuk:
 Mengidentifikasi kelompok-kelompok yang rentan bahaya;
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat mereka rentan dan bagaimana mereka terpengaruh;
 Mengkaji kebutuhan dan kapasitas (dan memberdayakannya untuk mengkaji hal ini); dan
 Memastikan bahwa proyek-proyek, program-program dan kebijakan-kebijakan menjawab kebutuhan ini melalui
intervensi ditargetkan atau pencegahan dan mitigasi dampak-dampak kerugian yang mungkin akan timbul.
Kelompok-kelompok yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial dalam masyarakat biasanya menangggung
akibat paling parah dari bencana alam (lihat Catatan Panduan 3). Pertanyaan mengenai kerentanan dan kapasitas
masyarakat dalam konteks bahaya alam merupakan pertanyaan yang sangat penting dalam memahami dampak
bencana yang mungkin akan terjadi dan membuat pilihan tentang cara kita akan melibatkan diri. Secara lebih umum,
kerentanan sosial ekonomi sekarang juga dipandang memegang kunci penting dalam memahami kemiskinan dan
merancang program-program penanggulangan kemiskinan.
VCA mempertimbangkan secara luas tekanan-tekanan lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, kelembagaan dan politis
yang menyebabkan terciptanya kerentanan. Tabel 1, yang dihasilkan selama lokakarya baru-baru ini tentang VCA
dan pengurangan risiko bencana, menggambarkan lingkup faktor-faktor yang mungkin relevan. Namun demikian,
ini hanyalah satu cara pandang dan kategorisasi subyek, yang dapat dipandang dan dikerangkakan dengan cara
yang berbeda (untuk contoh lainnya, lihat Kotak 1). Pengembangan kerangka yang tepat bagi analisis merupakan
hal yang penting ketika memulai melakukan VCA (Lihat Bagian 3).
Dalam catatan panduan ini, istilah ‘pengkajian’ digunakan untuk menjelaskan proses pengumpulan informasi, ‘analisis’ menjelaskan penafsirannya.
Catatan Panduan 9
123
Tabel 1 Kerentanan dan kapasitas yang berkaitan dengan bahaya dalam
sektor-sektor yang berbeda
Sektor
Kerentanan
Kapasitas
Sosial
 Pemukiman wilayah tidak aman
 Pemukiman lahan dan bangunan
dengan kepadatan yang tinggi
 Rendahnya mobilitas
 Persepsi risiko yang rendah
 Pekerjaan yang rentan bahaya
 Kelompok dan perseorangan yang
rentan
 Korupsi
 Rendahnya tingkat pendidikan
 Kemiskinan
 Tidak-adanya analisis kerentanan dan
kapasitas
 Manajemen dan kepemimpinan yang
tidak memadai
 Kurangnya perencanaan dan
kesiapsiagaan bencana
 Modal sosial
 Mekanisme bertahan
 Strategi menyesuaikan
 Ingatan tentang bencana yang lalu
 Tata kelola pemerintahan yang baik
 Standar-standar etis
 Kepemimpinan lokal
 Organisasi nonpemerintah lokal
 Akuntabilitas
 Perencanaan dan kesiapsiagaan bencana
yang baik
Fisik
 Bangunan yang berisiko
 Infrastruktur yang tidak aman
 Fasilitas penting yang tidak aman
 Urbanisasi yang cepat
 Modal fisik
 Bangunan dan infrastruktur yang tangguh
yang mampu bertahan dan menolak tekanan
bahaya yang luar biasa
Ekonomi
 Pertanian dengan satu jenis tanaman
pangan
 Ekonomi yang nondiversifikasi
 Ekonomi subsistens
 Keadaan terlibat utang
 Ketergantungan terhadap bantuan/
sokongan
 Modal ekonomi
 Penghidupan yang terjamin
 Simpanan keuangan
 Pertanian dan ekonomi yang beragam
Lingkungan
 Penggundulan hutan
 Polusi tanah, air, dan udara
 Pengrusakan pelindung alami
terhadap badai (misalnya, hutan
bakau)
 Perubahan iklim global
 Modal lingkungan alam
 Pembuatan pelindung alami terhadap
amukan badai (terumbu karang)
 Proses-proses pemulihan lingkungan alam
(misalnya, hutan-hutan yang baru saja pulih
dari kebakaran hutan)
 Keanekaragaman hayati
 Manajemen sumberdaya alam yang
bertanggung jawab
Sumber: Davis, Haghebaert dan Peppiatt (2004).
Beberapa faktor kerentanan sebenarnya sudah sangat kentara (misalnya, ancaman yang timbul akibat pengrusakan
lingkungan atau permukiman manusia di daerah-daerah berisiko bencana, seperti bantaran sungai dan lereng
bukit yang tidak stabil). Hal yang tidak bisa langsung tampak adalah faktor-faktor mendasar, misalnya kemiskinan,
perpindahan penduduk dan pengungsian, masalah-masalah legal-politis (misalnya, tidak adanya hak-hak tanah),
diskriminasi, makroekonomi serta kebijakan nasional dan internasional yang lain, dan kegagalan pemerintah dan
lembaga-lembaga masyarakat umum dalam melindungi warganya. Rantai sebab-akibat, mulai dari akar masalah
sampai pada bahaya lokal bisa jadi panjang dan rumit. Tabel 2 memberi gambaran tentang hal ini.
124
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Tabel 2 Tekanan berantai yang mengakibatkan kerentanan terhadap bencana
Tabel ini meringkas temuan-temuan dari survei-survei pemantauan yang dilaksanakan oleh Pusat Tanggap Bencana
Masyarakat (Citizens’ Disaster Response Center) di Mindanao dan Visayas di Filipina selama masa kekeringan tahun
1997-1998. Sebab-sebab kerentanan dipisahkan menjadi beberapa kategori mulai dari faktor yang paling langsung
sampai ke yang mendasar; pengelompokan ini merupakan proses yang standar yang diambil dari Wisner dkk
(2004).
Jenis bahaya:
Kekeringan
Elemen yang
berisiko (bencana)
 El Niño
 Panenan rusak
 Penggundulan
sebelum masa tuai
hutan
 Hilangnya
 Memicu bencana
penghidupan
sekunder:
 Hilangnya harta
epidemi, wabah,
benda (dijual untuk
kebakaran
makan)
 Anak-anak
meninggal karena
malaria dan
campak
 Orang meninggal
karena memakan
tanaman liar yang
beracun
 Berkurangnya
lahan hutan karena
kebakaran
 Musim tanam
Kondisi yang tidak aman Tekanan yang
dinamis
Akar penyebab
 Pertanian tidak dapat
mencukupi kebutuhan
makan bagi keluarga
 Penghidupan yang tidak
stabil
 Satu kali panen jagung
pertahun melalui metode
‘tebas dan bakar’
 Tidak memiliki tabungan
 Tidak ada fasilitas irigasi
 Terasering curam yang
rentan erosi dan tanah
longsor
 Tidak adanya peralatan
pertanian dan binatang
untuk mengolah tanah
 Banyak anak yang kurang
gizi
 Tidak tersedianya
pelayanan mendasar
 Suku asli tinggal di
tempat terpencil
 Hubungan yang
lemah dengan aparat
pemerintah
 Kesadaran yang rendah
tentang bagaimana
mengurangi risiko
bahaya sekunder
 Praktik-praktik yang
dilakukan suku asli
dalam mengatasi
bencana tidak lagi
dimiliki oleh generasi
mudanya
 Undang-undang
yang tidak memihak
masyarakat pribumi
 Distribusi pelayanan
dan sumber daya
yang tidak adil
dengan bias yang
kuat terhadap
masyarakat pribumi/
suku asli
 Kepentingan
nasional lebih
dipentingkan
daripada hakhak masyarakat
setempat
 Krisis utang,
program
penyesuaian
struktural,
Organisasi
Perdagangan
Dunia (World Trade
Union/WTO) yang
dahulu disebut
GATT memaksa
pemerintah untuk
mempromosikan
program-program
yang tidak
menguntungkan
kelompok-kelompok
yang terpinggirkan
seperti suku asli
 Tekanan dari
‘sistem tebas dan
bakar”
 Kegiatan
penebangan hutan
dan penambangan
di daerah aliran
sungai
 Tidak ada jaminan
hak kepemilikan
tanah bagi
masyarakat
pribumi/suku asli
 Penurunan kadar
kesuburan tanah
 Migrasi keluar
buruh serabutan
laki-laki,
meninggalkan istri
dan anak-anak
dalam keadaan
ekonomi yang sulit
 Harta benda
berharga dijual,
dengan tidak
mementingkan
keberlangsungan
hidup di masa
datang
 Ketergantungan
pada rentenir (yang
mensyaratkan
bunga tinggi)
Sumber: Informasi disediakan oleh A. Heijmans, Penelitian Bencana di Wageningen.
VCA mempertimbangkan kapasitas, sumber daya, dan harta benda yang digunakan masyarakat untuk menolak,
mengatasi dan pulih dari bencana dan guncangan lain yang disebabkan oleh pihak luar yang mereka alami.
Kapasitas adalah unsur kunci dalam memahami dan mengurangi kerentanan dan metodologi VCA harus dirancang
untuk memperhitungkan unsur tersebut.
Catatan Panduan 9
125
2. Kapan analisis kerentanan dan kapasitas
digunakan
Pada prinsipnya, VCA digunakan sebagai:
 Perangkat diagnostik untuk memahami masalah-masalah dan sebab-sebab yang mendasarinya
 Perangkat perencanaan untuk mengutamakan dan mengurutkan tindakan dan masukan
 Perangkat pengkajian risiko untuk membantu mengkaji risiko khusus
 Perangkat pemberdayaan dan mobilisasi masyarakat yang rentan.
Dalam proyek-proyek pembangunan, tujuan utama VCA adalah menyediakan data analisis untuk mendukung
rancangan proyek dan keputusan perencanaan, terutama dalam memastikan bahwa risiko masyarakat rentan
berkurang akibat dilaksanakannya proyek. VCA dapat diterapkan dalam berbagai konteks (misalnya, dalam
penanggulangan kemiskinan, pembangunan sektoral, manajemen bencana, penyesuaian terhadap perubahan
iklim), dan pada tingkatan yang berbeda (dari tingkat nasional atau tingkat program sampai ke masyarakat dan
rumah tangga). VCA dapat menjalankan berbagai macam fungsi: pencakupan (scoping) atau penyaringan (sreening),
rancangan program dan proyek, riset, penelitian acuan data, dan pemantauan serta evaluasi. Meskipun terdapat
pengakuan yang semakin besar akan nilainya, VCA masih belum secara sistematis menjadi faktor dalam prosesproses perencanaan proyek pembangunan, ataupun bahkan ke dalam pengkajian risiko.
Organisasi yang berkecimpung dalam usaha pengurangan bencana terutama menggunakan VCA untuk
mengidentifikasi masalah-masalah (pengurangan bencana tetap menjadi ajang penerapan yang paling umum).
Dalam kegiatan pembangunan, pemerintah, organisasi multilateral, lembaga keuangan internasional (international
financial institutions/IFIs) dan organisasi nonpemerintah (non-governmental organisations/NGOs) telah memanfaatkan
VCA terutama dalam penilaian proyek atau dalam fase persiapan (lihat Catatan Panduan 5). Di sini, VCA umumnya
membentuk bagian dari analisis risiko atau penilaian sosial, dengan mengambil fokus pada wilayah atau sektor
geografis tertentu. Pencakupan yang secara umum atau VCA tingkat nasional (lihat Bagian 3) bisa menjadi bagian
dari prastudi kelaikan selama fase identifikasi proyek.
Perangkat-perangkat perencanaan proyek pembangunan yang lain, misalnya, analisis sosial dan pengkajian dampak
sosial, dan terutama pendekatan-pendekatan penghidupan yang berkelanjutan, menjawab masalah-masalah yang
sama. Perangkat yang lain mungkin menggunakan metode pengumpulan dan pengkajian data yang sama; hasil
yang diperoleh dapat diumpanbalikkan ke dalam VCA dan, pada gilirannya mereka juga bisa menggunakan temuantemuan VCA (lihat Catatan ke 10 dan 11).
Banyak metode VCA yang telah dikembangkan. Para akademisi dan praktisi dari berbagai disiplin ilmu menggunakan
beragam konsep dan definisi kerentanan, yang mengarah pada metode pengkajian yang berbeda dan juga fokus
pada aspek kerentanan dan risiko yang berbeda.
3. Langkah-langkah dasar
Bagian ini memberikan panduan yang umum tentang langkah-langkah dasar VCA, dengan memberi gambaran
khusus tentang dimasukkannya bahaya alam dan risiko bencana terkait ke dalam proses pengkajian proyek.
Kerentanan sangat khusus berhubungan dengan waktu, tempat dan ancaman bahaya tertentu dan sekelompok
orang tertentu. Oleh karena itu, masing-masing VCA sebaiknya direncanakan sebagai kegiatan yang berbeda,
sesuai dengan tujuannya dalam siklus manajemen proyek dan sifat dari proyek yang bersangkutan. Ini juga
akan berpengaruh pada gabungan keterampilan yang diperlukan dalam tim proyek, dan penting kiranya untuk
mendapatkan tim yang tepat pada saat dimulainya proses tersebut.
126
Hal yang berhubungan dengan pengkajian bahaya, yang hendaknya mengidentifikasi bahaya utama untuk difaktorkan dalam VCA (lihat Catatan Panduan 2).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Gambar 1 Langkah-langkah mendasar di VCA
1. Pilih kerangka kerja analisis untuk merumuskan pemahaman bersama yang jelas tentang apa
yang perlu dianalisis dan apa peranan VCA
2. Seleksi satuan/tingkatan analisis untuk mempermudah perencanaan jangkauan dan fokus
dari VCA dan seleksi metodologi
3. Identifikasi pemangku kepentingan untuk menyediakan pengetahuan pakar dan memastikan
kepemilikan temuan
4. Menyeleksi pendekatan bagi pengumpulan dan analisis data yang tepat bagi skala,
jangkauan, dan tujuan VCA
5. Mengumpulkan data dengan menggunakan serangkaian metode pengumpulan data untuk
membangun bukti
6. Analisis data dengan tujuan untuk menautkan berbagai dimensi yang berbeda dalam keren­
tanan untuk menyajikan gambaran yang lengkap dan mengungkap adanya pertalian sebab-akibat
7. Pengambilan keputusan dan tindakan: masukkan temuan-temuan ke dalam pengkajian
risiko dan rancangan proyek, serta lakukan modifikasi yang tepat untuk mengurangi kerentanan
Langkah 1. Memilih kerangka kerja bagi analisis
Langkah awal adalah dengan merumuskan pemahaman bersama yang jelas tentang apa yang akan dianalisis (hal
ini berhubungan dengan tujuan proyek dan peranan VCA dalam siklus proyek). Hal ini membutuhkan suatu bentuk
kerangka kerja yang konseptual atau analitis. Rancangan dan seleksi kerangka kerja tersebut merupakan kunci
dalam proses pengkajian.
Apapun bentuk yang diambilnya, kerangka kerja analitis sebaiknya:
 holistik, memastikan bahwa semua aspek yang relevan telah dipertimbangkan; kadangkala VCA dengan fokus
lebih sempit mungkin tepat, tetapi perspektif awal sebaiknya luas untuk memastikan bahwa masalah-masalah
penting tidak diabaikan. Jika bahaya dan bencana merupakan bagian dari gambaran, hal tersebut harus
diletakkan dalam konteks yang jelas (lihat Catatan Panduan 2);
 memudahkan identifikasi berbagai elemen yang berisiko (jiwa manusia, kesehatan, pendapatan, ikatan sosial,
harta benda, dll) dan pengkajian tentang paparan terhadap berbagai jenis tekanan dan cobaan dari pihak luar,
termasuk bahaya dan bencana;
 mengidentifikasi pihak yang paling rentan, dengan mengakui bahwa kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda rentan guncangan-guncangan eksternal ini dengan cara dan kadar yang berbeda;
 melihat tidak hanya pada kondisi bahaya dan gejala kerentanan langsung (misalnya, analisis situasi), tetapi juga
pada faktor-faktor mendasar yang berperan dalam kerentanan mereka; dan
 menguji kapasitas mereka dalam mengatasi masalah dan ketangguhan mereka terhadap cobaan dan bahaya
yang datang: pengkajian kadang gagal untuk menaruh perhatian yang cukup pada dimensi kapasitas VCA.
Kerangka-kerangka kerja analitis tidak harus rumit. Konseptualisasi yang panjang lebar mungkin tidak tepat bagi
kepraktisan perencanaan dan manajemen proyek. Yang paling penting adalah bahwa kerangka kerja yang dipilih
sudah dimengerti, mudah digunakan, dan mudah disesuaikan. Model analisis kapasitas dan kerentanan (VCA) (lihat
Kotak 1) adalah contoh: kerangka kerja ini dan varian-variannya telah digunakan secara luas selama bertahuntahun. Kerangka kerja aset, misalnya yang digunakan dalam analisis penghidupan yang berkelanjutan (lihat Catatan
Panduan 10), juga digunakan secara luas. Sekarang banyak model yang dapat dipilih atau diadaptasi (lihat Bacaan
lebih lanjut), meskipun model-model tersebut sering mirip secara konseptual. Jika perlu, kerangka kerja dapat
disempurnakan atau dibuat lebih terperinci seiring dengan berjalannya perencanaan.
Catatan Panduan 9
127
Kotak 1 Analisis Kapasitas dan Kerentanan
Awalnya dikembangkan pada tahun 1980-an untuk menjadikan intervensi bantuan menjadi lebih mengarah
ke intervensi pembangunan, model ini telah digunakan secara luas dalam konteks bencana dan pembangunan
yang lain, dan banyak metode VCA yang lain telah dibangun berdasarkan model tersebut. Dasar dari kerangka
CVA adalah matriks sederhana (lihat diagram) untuk melihat kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam tiga
wilayah luas yang saling berkaitan:
Kerentanan
Kapasitas
Fisik/materi
Apa sumberdaya produktif, keterampilan dan bahaya
yang ada? (termasuk tanah, iklim, lingkungan,
kesehatan, keterampilan dan tenaga kerja,
infrastruktur, perumahan, keuangan dan teknologi)
Sosial/organisasi
Hubungan dan organisasi apa yang ada di antara
masyarakat? (termasuk struktur politik formal dan
sistem sosial informal)
Motivasi/sikap
Bagaimana masyarakat menilai kemampuannya
dalam menciptakan perubahan? (termasuk ideologi,
kepercayaan, motivasi, pengalaman berkolaborasi)
Lima faktor yang lain dapat ditambahkan ke dalam matriks dasar supaya mencerminkan adanya realitas
yang kompleks. Faktor-faktor tersebut adalah pemilahan menurut gender; pemilahan atas dasar perbedaanperbedaan yang lain (misalnya, status ekonomi); perubahan sesuai waktu; interaksi antarkategori; dan skala
atau tingkatan penerapan yang berbeda (misalnya, tingkat desa atau nasional).
Sumber: Anderson dan Woodrow (1998).
Langkah 2. Seleksi satuan atau tingkat analisis
Hal ini hendaknya diidentifikasi dengan jelas pada tahap awal, untuk memudahkan perencanaan jangkauan dan
fokus VCA, dengan mengidentifikasi peserta pemangku kepentingan dan memilih metode pengumpulan data dan
analisis data.
VCA dapat dilakukan hampir pada tiap skala manapun, dari tingkat rumah tangga dan komunitas sampai tingkat
nasional bahkan internasional. VCA pelengkap pada tingkatan yang berbeda juga sebaiknya diperhitungkan.
VCA dapat memusatkan perhatian pada berbagai sektor yang berbeda atau dimensi pembangunan yang berbeda
(misalnya, ketahanan pangan, pendidikan, gender, transportasi, perdagangan, pengurangan bencana).
Kotak 2
VCA di tingkat negara
Analisis kerentanan yang dilakukan Bank Dunia pada tingkat negara di Guatemala tahun 2000-2001
menggunakan data kuantitatif dari Survei Pengukuran Standar Hidup (Living Standards Measurement Survey)
lintas bagian, melaksanakan survei kualitatif yang mendalam tentang kemiskinan dan peminggiran dengan
mengambil sampel dari sepuluh desa dan melengkapinya dengan informasi administratif dan statistik lain
termasuk pemetaan dan tinjauan tentang program jaminan sosial. Data kemudian harus melewati beberapa
teknik analitis dan statistik formal.
128
Pada tingkat nasional, VCA mungkin akan digunakan sebagai perangkat diagnostik dan pengkajian risiko. Namun, pada tingkat lokal peranan yang dipegangnya adalah sebagai instrumen
perencanaan partisipatif yang mungkin sama pentingnya.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Analisis tersebut mencakup jenis-jenis goncangan yang berbeda (misalnya, ekonomi, sosial, alam) yang
merupakan sumber kerentanan pada tingkat makro maupun mikro; frekuensi dan dampaknya yang berbeda
terhadap pendapatan keluarga, konsumsi, kesejahteraan dan ketidaksetaraan, strategi mengatasi masalah
dan efektivitasnya, serta nilai dari bantuan luar.
Temuan-temuan tersebut mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang pertalian antara kerentanan
dan kemiskinan, dengan demikian memperkuat isi analitis dan operasional dari strategi penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan pemerintah, serta program-program Bank Dunia bagi pengkajian kemiskinan dan
perlindungan sosial di Guatemala.
Sumber: Tesliuc, E.D. dan Lindert, K. Risk and Vulnerability in Guatemala: A Quantitative Study and Qualitative Assessment. Makalah
Diskusi mengenai Perlindungan Sosial No.0404. Washington, D.C: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/
SOCIALPROTECTION/REsources/0404.pdf
Langkah 3. Mengidentifikasi pemangku kepentingan
Untuk bisa berhasil, VCA sangat bergantung pada keterlibatan para pemangku kepentingan terkait dalam penyediaaan
dan analisis data, baik pada tingkat nasional maupun tingkat masyarakat. Di samping menyediakan data yang lebih
sahih melalui pemaduan berbagai macam pengetahuan dan perspektif ahli, hal ini juga memastikan kepemilikan
temuan riset yang lebih luas, yang kemudian dapat lebih lanjut ditingkatkan jika metode partisipatif digunakan.
Perhatikan bahwa pada tahap-tahap awal kita tidak mungkin bisa mengidentifikasi semua pemangku kepentingan;
sedangkan yang lainnya dapat diidentifikasi bersamaan dengan proses VCA berjalan dan harus dipadukan ke
dalamnya.
Sangat penting kiranya untuk mengikutsertakan masyarakat yang rentan ke dalam proses, serta semua orang yang
berisiko terhadap bahaya jika dilakukan di daerah yang rawan bahaya. Penting diingat bahwa sifat dan dampak
kerentanan antara satu kelompok dengan lainnya akan berbeda-beda.
Keterlibatan kolaboratif antara orang-orang yang rentan bahaya dan para pemangku kepentingan eksternal
(misalnya, aparat pemerintah) dalam proses VCA perlu didukung karena hal ini dapat menumbuhkan saling
pengertian mengenai masalah dan solusi yang tepat, serta memiliki potensi untuk memengaruhi kebijakan dan
praktik di tempat lain.
Kotak 3
Mengumpulkan perspektif pemangku kepentingan
Pada tahun 2000, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (Palestine Red Crescent Society/PRCS) melaksanakan
VCA sebagai langkah awal menuju perencanaan kesiapsiagaan bencana nasional. Pengkajian selama enam
bulan tersebut jelas dilakukan secara partisipatif. Pengkajian tersebut dilakukan dengan mewawancarai
aparat pemerintah dan organisasi nonpemerintah dan 22 kelompok fokus di kota-kota, desa-desa, dan
barak pengungsian sepanjang Tepi Barat dan Jalur Gaza, untuk mencari contoh yang mewakili keseluruhan
masyarakat Palestina. Satu unsur baru dalam VCA tersebut adalah disertakannya anak-anak dan pemuda,
yang mengungkapkan pandangan mereka tentang bencana dan mitigasi bencana melalui media gambar.
Pekerjaan ini dilakukan oleh staf PRCS yang telah mendapatkan pelatihan tentang wawancara dan teknik
animasi kelompok. Dua penelitian percontohan dilaksanakan untuk menguji metode kelompok fokus.
Perhatian yang serius diberikan untuk memastikan adanya keseimbangan gender yang baik dalam kelompok
fokus dan keterlibatan kelompok-kelompok rentan lainnya, misalnya, para lansia (lanjut usia). Dua lokakarya
untuk mencari informasi dilakukan dengan melibatkan pekerja PRCS dan banyak sekali data dokumenter
yang berhasil dikumpulkan selama lokakarya tersebut.
Pemangku kepentingan kelembagaan penting dimasukkan dalam panitia inti proyek untuk memastikan
bahwa proses tersebut benar-benar dilaksanakan. Mereka termasuk kementerian-kementerian di Kewenangan
Palestina dan organisasi nonpemerintah lokal.
Sumber: PRCS. Vulnerability and Capacity Assessment: A Participatory Research Study of the Vulnerabilities and Capacities of the Palestinian
Society in Disaster Preparedness. El Bireh: Palestine Red Crescent Society, 2000; IFRC. World Disasters Report: Focus on reducing risk. Geneva:
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2002
Catatan Panduan 9
129
Langkah 4. Memilih pendekatan bagi pengumpulan dan analisis data
Pendekatan dan metode harus sesuai dengan skala dan jangkauan analisis, serta tujuan dari VCA. Harus ada
kejelasan dan kesepakatan tentang aspek-aspek ini sebelum memulai pengumpulan dan analisis data.
Metode yang dipilih harus partisipatif dan cukup komprehensif untuk mencakup unsur kerentanan dan kapasitas
yang berbeda tanpa menjadikan kegiatan itu terlalu rumit dan tidak praktis. VCA yang cepat dapat dilakukan
dalam beberapa hari, bahkan kadang-kadang selama beberapa jam saja, meskipun proses yang lebih berhati-hati
dan partisipatif biasanya lebih diutamakan. Untuk bisa melakukan VCA yang menyeluruh, mungkin perlu waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung pada jenis proyek dan metode yang digunakan. Dalam semua
kasus, alokasi dana, waktu, dan sumber daya manusia sebaiknya memadai untuk tujuan pelaksanaan VCA.
Berbagai metodologi VCA merupakan pedoman generik atau menyediakan perangkat yang menentukan pemilihan
perangkat pengkajian bagi kegiatan tertentu. Metodologi yang lain telah dikembangkan untuk tujuan yang khusus,
misalnya, pengkajian partisipatif atau pengkajian jaminan makanan (lihat Bacaan lebih lanjut).
VCA akan menggunakan beragam sumber dan jenis informasi, baik kuantitatif maupun kualitatif, untuk mencakup
kerumitan kerentanan dalam wilayah proyek (lihat tabel 3 untuk contoh yang lebih jelas). Berbagai macam indikator
sosial, ekonomi dan demografi dapat digabungkan dengan data fisik (misal, topografi, bahaya, bangunan, harta
benda) dan data lahan (penggunaan lahan) untuk mengkaji kerentanan dan meramalkan tren yang akan terjadi.
Tabel 3 Perangkat untuk mengkaji kerentanan sosial-ekonomi
130
Metode
Penerapan pada kerentanan
Pengumpulan data sekunder dan
tinjauan (laporan resmi, survei
ekonomi, data sensus, survei rumah
tangga dan statistik resmi lainnya,
riset, sistem peringatan dini, laporan
oleh agensi lain, dll)
Informasi kontekstual tentang beragam masalah termasuk ciri-ciri
populasi, goncangan-goncangan dan tekanan-tekanan eksternal
(misalnya, kecenderungan curah hujan dan suhu udara), kesehatan
(penyakit dan kematian), dampak bencana sebelumnya.
Data geospasial (misalnya, peta, citra
satelit, pemetaan sosial, jalur transek)
Mengidentifikasi ciri-ciri fisik dan lingkungan (termasuk bahaya),
penggunaan lahan, sumber daya dan infrastruktur yang lain, lokasi
penduduk dan kelompok yang lebih kecil yang rentan
Daftar uji tentang lingkungan
Pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi tentang kondisi
dan kepedulian lingkungan, yang mengungkap hubungan antara
masyarakat yang rentan dan lingkungannya (misal, peran apa yang
dimainkan oleh sumber daya lingkungan dalam ketangguhan?
Bagaimana bahaya lingkungan, kerusakan lingkungan dan perubahan
lingkungan memengaruhi masyarakat?)
Contoh survei
Data kuantitatif tentang dimensi kerentanan (misal, pendidikan,
tenaga kerja, kesehatan, status gizi, ekonomi rumah tangga)
Wawancara (individu, rumah tangga,
kelompok masyarakat, sumber
informasi kunci), kelompok fokus
Informasi dari berbagai perspektif yang berbeda (di antara
masyarakat, pemangku kepentingan lokal yang lain, pakar eksternal)
mengenai peristiwa dan kecenderungan yang menyebabkan stres,
kerentanan diferensial dan efektivitas dari perilaku yang adaptif
Studi kasus individu maupun rumah
tangga; sejarah lisan
Data mengenai pengalaman yang berbeda dari kerentanan dan
kemampuan untuk bertahan dalam bahaya lingkungan dan
goncangan-goncangan lain
Ini mungkin termasuk penggunaan indeks risiko dan kerentanan tingkat nasional (lihat Catatan Panduan 4)
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Metode
Penerapan pada kerentanan
Urutan waktu
Peristiwa sejarah dan profil dari peristiwa yang berjangka lebih
lama atau kecenderungan (misal, banjir, kekeringan, epidemi,
kecenderungan dan siklus lingkungan)
Kalender musiman
Gambaran peristiwa-peristiwa dan kecenderungan musiman, dengan
mengidentifikasi konteks kerentanan, aset penghidupan dan strategi
penghidupan (misal, curah hujan, tingkat pangan pada waktu yang
berbeda dalam satu tahun, penanaman hasil panen dan jadwal
panen, harga pangan, perubahan dalam status kesehatan)
Preferensi, matriks dan tingkat
kesejahteraan
Ungkapan kerentanan dari aset kelompok yang berbeda terhadap
adanya goncangan dan tekanan hidup, serta strategi untuk
menanganinya
Pohon masalah
Mengidentifikasi masalah dan sebab musababnya, menunjukkan
solusi yang mungkin diambil
Diagram Venn dan metode penilaian/
pemetaan kelembagaan
Modal sosial, hubungan antarkelompok, lingkungan kelembagaan dan
kebijakan
Skenario dan simulasi komputer
Jelajahi kemungkinan hasil masa depan dan buatlah model interaksi
sosial lingkungan dalam jangka waktu tertentu
Sumber: CARE/TANGO International. Household Livelihood Security Assessments: A Toolkit for Practitioners. Atlanta: CARE USA Partnership and
Household Security Unit, 2002. Dapat diakses di: http://www.kcenter.com/phls/HLSA%20Toolkit_Final.PDF); DFID. Sustainable Livelihoods Guidance
Sheets. Bagian 4. London: Department for International Development (UK), 1999-2005. Dapat diakses di: http://www.livelihoods.org/info/info_
guidancesheets.html; IFRC. Vulnerability and Capacity Assessment Toolbox. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies, 1996. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/?pageid=43; Twigg,J. Disaster risk reduction: mitigation and preparedness
in development and emergency planning. London: Overseas Development Institute, 2004. Dapat diakses di: http://www.odihpn.org/publist.asp;
Ziervogel, G. ‘Vulnerability Analysis’ Advanced Tools for Sustainability Assessment website. IVM – Vrijie Universiteit Amsterdam, 206. Dapat diakses
di: http://www.ivm5.ivm.vu.nl/sat/?chap=20
Perangkat-perangkat ini dapat diterapkan dalam serangkaian khusus untuk memudahkan pengumpulan dan analisis
data. Misalnya, VCA dapat saja dimulai dengan pengumpulan data sekunder, kemudian menggunakan perangkat
yang menghasilkan informasi umum (data geospasial, peta, transek, urutan waktu sejarah), diikuti dengan kalender
musiman dan diagram Venn, sebelum bergerak lebih lanjut untuk memusatkan perhatian pada diskusi kelompok
dan wawancara rumah tangga individu. Data yang dikumpulkan dapat dianalisis oleh masyarakat dan staf proyek
dengan menggunakan pohon masalah.
Karena kerentanan memiliki banyak faktor, sangat mudah untuk kehilangan pandangan tentang aspek tertentu.
Pengkajian sebaiknya secara eksplisit mengidentifikasi dimensi kerentanan internal (kerentanan terhadap kerugian/
kehilangan) dan eksternal (tanggapan terhadap bahaya). Seperangkat instrumen pengumpulan data yang berbeda
mungkin diperlukan dalam tiap-tiap dimensi.
Ciri penting dari kerentanan adalah bahwa kerentanan dapat berubah seiring dengan berlalunya waktu. Metode
pengkajian sebaiknya mengidentifikasi kecenderungan, bukan hanya melihat kondisi yang sedang berlangsung
secara sepintas.
Kebanyakan kerangka kerja VCA menempatkan bahaya-bahaya alam dan yang lainnya secara eksplisit dalam
cakupan yang lebih luas, dan ada bukti dalam praktik VCA yang mengarah pada kesadaran dan identifikasi bahaya
yang lebih baik. Para praktisi yang bekerja di wilayah-wilayah yang secara khusus rawan bahaya berpendapat
tentang pentingnya menekankan lebih lanjut masalah-masalah bahaya dalam metode VCA mereka (lihat Kotak 4).
Ini merupakan pertanyaan yang dapat dipertimbangkan dalam fase pencakupan VCA (lihat Langkah 5).
Catatan Panduan 9
131
Kotak 4
Cakupan bahaya dalam VCA
Di negara Filipina, Pusat Tanggapan Bencana Masyarakat dan Jaringan Organisasi non-Pemerintah telah
menggunakan suatu versi metode analisis kapasitas dan kerentanan (lihat Kotak 1) sejak awal dekade 1990-an
sebagai bagian dari pendekatan berbasis masyarakat dan berorientasi pembangunan terhadap manajemen
bencana. Metode tersebut telah menambahkan latihan pengkajian bahaya, kerentanan, dan kapasitas,
dengan melengkapi standar VCA, sebagai langkah awal dalam perencanaan penganggulangan bencana. Ini
dilakukan dengan relatif cepat, tetapi melibatkan fokus yang lebih besar pada bahaya dan dampak yang
mungkin ditimbulkannya.
CARE telah mengembangkan suatu pedoman untuk pemrograman dalam kondisi kerentanan kronis Afrika
Timur. Pendekatan tersebut merupakan modifikasi dari metode pengkajian jaminan penghidupan rumah
tangga baku, tetapi memberikan penekanan yang berlebih dalam mengidentifikasi indikator khusus untuk
melacak titik mula dan dampak dari goncangan-goncangan eksternal
Sumber: Heijmans, A. dan Victoria, L.P. Citizenry-Based & Development-Oriented Disaster Response: Experiences and Practices in Disaster
Management of the Citizens’ Disaster Response Network in the Phillipines. Quezon City: Center for Disaster Preparedness, 2001. Dapat diakses
di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/CRA/CBDO-DR2001_meth.pdf; CARE/TANGO International. Managing Risk,
Improving Livelihoods: Program Guidelines for Conditions of Chronic Vulnerability. Nairobi: CARE East and Central Africa Regional Management
Unit and TANGO International, 2003. Dapat diakses di: http://www.kcenter.com/phls/2003CVGuidelines.PDF
Menanggapi semua aspek kerentanan tampaknya merupakan tugas yang sangat berat. Agar tugas tersebut dapat
dikelola, pengkajian diusahakan untuk mengidentifikasi dan memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang
terkait, tetapi proses ini harus dilaksanakan dengan hati-hati dalam keseluruhan perspektif yang tetap holistik.
Kompleksitas tugas tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mencari jalan pintas.
Langkah 5. Mengumpulkan data
Pengumpulan dan analisis data ditunjukkan di sini sebagai kegiatan yang terpisah, dengan tujuan penyederhanaan
penyampaian. Namun, pada prakteknya proses tersebut bersifat siklis, dengan tinjauan terhadap temuan-temuan
awal yang digunakan untuk memandu pengumpulan data berikutnya, terutama dalam pengkajian partisipatif.
Sebagai contoh, kegiatan pengumpulan data awal mungkin mengidentifikasi unsur-unsur yang berisiko, bahaya
utama dan ancaman-ancaman eksternal yang lain, kerentanan yang secara langsung berhubungan dengan ancamanancaman ini dan kapasitas kunci. Pengumpulan informasi tambahan akan diperlukan untuk menganalisis tekanantekanan sosial-ekonomi dan lingkungan yang menyebabkan kerentanan.
Pencakupan (scoping). Fase pencakupan menghasilkan gambaran umum tentang kerentanan dalam wilayah proyek
atau yang memengaruhinya, menyoroti masalah-masalah inti dan prioritas serta mengidentifikasi kesenjangan
informasi. Fase ini tergantung pada data sekunder, termasuk peta. Beberapa pengumpulan data sekunder dapat
terjadi pada tahap yang sangat awal dalam persiapan proyek untuk memberi dasar informasi bagi rancangan VCA
yang lebih terperinci.
Pengumpulan data terperinci. Tahap ini memastikan adanya penekanan yang lebih besar pada pengumpulan data
primer tambahan untuk melengkapi dan menantang temuan-temuan data sekunder. Penggunaan penuh sebaiknya
terdiri dari data sekunder yang ada. Namun, hal ini sebaiknya tidak diperbolehkan mendominasi pengkajian.
VCA tingkat masyarakat dan partisipatif kemungkinan memberi penekanan yang lebih besar pada temuan datadata primer dan menggunakan sumber-sumber sekunder untuk mengecek ulang informasi yang dihasilkan dalam
bidang lain.
Pendekatan ini sering menyediakan informasi dan perspektif terperinci mengenai kondisi setempat. Pendekatan ini
juga memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat yang rentan untuk menjabarkan kebutuhan dan prioritasnya
dan untuk menantang pandangan dan agenda yang dipaksakan oleh pihak luar. Partisipasi dengan demikian
dipandang sebagai unsur yang penting dalam VCA apapun.
132
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Temuan-temuan dari pengkajian tingkat lokal dapat dimasukkan dalam VCA dan pengambilan keputusan pada
tingkat lebih tinggi atau pada skala yang lebih besar. Meskipun, mungkin sulit untuk membandingkan hasil-hasil
dari beberapa pengkajian tingkat lokal saat pengkajian ini belum menggunakan metode yang baku.
Kotak 5 Keluaran dan penggunaan analisis kerentanan dan kapasitas (VCA)
VCA dapat menghasilkan berbagai jenis informasi yang berbeda, yang disajikan dan digunakan dalam berbagai
macam cara, baik untuk manajemen bencana yang lebih baik dan pembangunan sosial ekonomi.
Di Albania, VCA yang dilakukan oleh Palang Merah Albania pada tahun 2004 dengan dukungan dari
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP) dan Departemen Inggris bagi
Pembangunan Internasional (United Kingdoms’ Department for International Development/DFID), memusatkan
perhatian pada tempat-tempat yang berisiko tinggi dan pengalaman serta persepsi masyarakat. Berbagai
macam metode pengumpulan data digunakan untuk menyediakan informasi mengenai peristiwa-peristiwa
bahaya dan dampak yang ditimbulkannya, kegiatan tanggap darurat yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
organisasi nonpemerintah dan badan-badan internasional, pemahaman masyarakat tentang kerentanan dan
sebab musababnya, pandangan setempat tentang efektivitas dari pelayanan darurat resmi dan kemauan
masyarakat untuk menjadi sukarelawan dalam kerja-kerja tanggap darurat. Penelitian ini membuahkan banyak
rekomendasi untuk memperkuat kapasitas manajemen darurat pusat dan daerah, yang diimplementasikan
melalui Rencana Darurat Sipil Nasional
Di Pulau Monserrat, Karibia, pemerintah menugaskan sebuah analisis kerentanan terpadu pada tahun 2002
untuk menyampaikan sejarah bahaya-bahaya alam ataupun teknologi, menentukan kerentanan daerahdaerah pembangunan yang sudah ada maupun yang diusulkan terhadap bahaya alam, mempertimbangkan
kebutuhan infrastruktur fisik dan sosial serta membuat rekomendasi mitigasi bencana bagi perencanaan
pembangunan dan manajemen bencana. Keluaran yang dihasilkan terutama dalam bentuk peta yang,
meskipun tidak cukup terperinci untuk tujuan manajemen bencana, digunakan bersama-sama dengan
statistik ekonomi pemerintah, survei sosial, pengkajian kemiskinan partisipatif dan data lain untuk menjadi
dasar informasi Rencana Pembangunan Berkelanjutan yang baru dari pulau tersebut.
Sumber: UNDP Albania/Palang Merah Albania. Local Vulnerability and Capacity Assessment in Albania: study report. Tirana: UNDP Albania/
Palang Merah Albania, 2004; Ministry of Local Government and Decentralitation. National Civil Emergency Plan of Albania. Tirana: Ministry
of Local Government and Decentralitation., 2004. Keduanya dapat diakses di: http://www.undp.org/bcpr/disred/english/regions/europe/
albania.htm; Smith, D. Montserrat Integrated Vulnerability Analysis. Vulnerability Applications and Techniques website, 2002. Dapat diakses
di: http://www.csc.noaa.gov/vata/VATIII_DSmith.pdf; CDERA. Status of Hazard Maps, Vulnerability Assessment and Digital Maps: Montserrat.
Bridgetown: Caibbean Disaster Emergency Response Agency, 2003. Dapat diakses di: http://www.cdera.org/projects/cadm/docs/montserrat_
hmvadm.pdf; Government of Montserrat. Montserrat Sustainable Development Plan 2003-2007. Government of Montserrat, 2003. Dapat
diakses di: http://www.devunit.gov.ms/documents/mni_sdp_03_07.pdf
Langkah 6. Menganalisis data
Langkah ini sering kali merupakan langkah yang paling sulit karena volume dan keberagaman data yang
dikumpulkan. Akibatnya, dalam berbagai kasus temuan-temuan VCA lebih bersifat deskriptif daripada analitis,
terutama ketika datanya kualitatif. Hal ini mempersulit usaha untuk menetapkan prioritas intervensi.
Tidak ada pengukuran kerentanan tunggal karena sifat dan sebab-sebab yang beragam. Menimbang indikator yang
berbeda memang sangat sulit. Berbagai aspek kerentanan dan kerugian (misalnya, jiwa manusia, infrastruktur,
perumahan, panenan, pendapatan) sering lebih mudah diukur daripada aspek nonmateri yang tidak bisa dihitung
(misalnya, kerekatan sosial, struktur masyarakat, kerugian budaya) meskipun aspek nonmateri mungkin sama
pentingnya dengan aspek yang pertama. Triangulasi yang saksama dari indikator yang berbeda diperlukan untuk
membangun gambaran menyeluruh. Penggunaan pengetahuan dan perspektif setempat dapat sangat membantu
dalam mengidentifikasi prioritas.
Dimensi kerentanan yang berbeda harus saling dikaitkan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan untuk
mengungkap kaitan sebab-akibat. Data mengenai lokasi, sifat dan parah tidaknya bahaya sebaiknya ditinjau
Untuk mengetahui metodologi dalam melakukan hal ini, lihat ActionAid, Participatory Vulnerability Analysis: a step-by-step guide for field staff. London: ActionAid, tidak tercantum tanggal. Dapat
diakses di: http://www.actionaid.org/wps/content/documents/PVA%20final.pdf
Catatan Panduan 9
133
berdasar informasi tentang paparan dan ketangguhan berbagai unsur yang berisiko. Memperhitungkan ketangguhan
terhadap kemungkinan kejadian bahaya di masa mendatang merupakan kegiatan prediktif yang kemungkinan
melibatkan berbagai asumsi, yang sebaiknya dinyatakan dengan jelas dalam laporan pengkajian.
Langkah 7. Pengambilan keputusan dan tindakan
VCA merupakan perangkat diagnostik. Namun, dengan memfasilitasi pemahaman tentang situasi sekarang dan
masa datang yang mungkin timbul, VCA membantu mengarahkan intervensi. Tindakan-tindakan yang disebabkan
oleh VCA sebaiknya berbentuk perbaikan-perbaikan terhadap rancangan proyek dan implementasi proyek yang
meningkatkan ketangguhan masyarakat (termasuk pengembangan kegiatan-kegiatan baru yang mendukung
kelompok-kelompok rentan), perubahan-perubahan dalam pemikiran dan praktik-praktik yang dilakukan oleh
badan operasional itu sendiri, ataupun perubahan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi.
Tindakan-tindakan khusus yang ditimbulkan oleh VCA mungkin dapat berupa:
 Seleksi lokasi proyek alternatif (atau, dalam kasus proyek pertanian, pemilihan panen alternatif).
 Perubahan penekanan pada kegiatan ekonomi dan penghidupan yang berbeda, atau campuran kegiatankegiatan serupa yang bermacam-macam.
 Pengenalan tentang mekanisme dukungan ekonomi (misalnya, kredit skala kecil, pinjaman tunai untuk memulai
usaha) dan sistem dukungan sosial untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat rentan.
 Memperbaiki, dengan memperkuat atau merancang kembali infrastruktur dan fasilitas yang rentan.
 Relokasi masyarakat dan fasilitas yang rentan.
 Aturan-aturan baru tentang penggunaan lahan baru, perencanaan dan pembangunan.
 Persiapan mitigasi bencana dan rencana-rencana kesiapsiagaan.
 Memperkuat lembaga dan masyarakat untuk memampukan mereka melaksanakan tindakan-tindakan yang
direkomendasikan dan menyediakan dasar bagi dimulainya tindakan-tindakan yang akan diambil kemudian.
 Sumbangan formal terhadap wacana kebijakan, terutama yang bersangkutan dengan tekanan mendasar yang
lebih luas yang berperan terhadap kerentanan di wilayah proyek.
Dalam perencanaan proyek, temuan-temuan VCA biasanya dimasukkan dalam analisis risiko yang lebih luas. Pada
praktiknya, perbedaan antara risiko dan kerentanan kadang-kadang kabur dan berbagai pedoman menyajikan
analisis kerentanan dan risiko sebagai suatu kegiatan yang terpadu.
Pada masing-masing tahap pengambilan keputusan dalam proses perencanaan proyek, temuan-temuan VCA
sebaiknya dirujuk dan dampak dari keputusan tersebut terhadap kerentanan sebaiknya dipertimbangkan. Analisisanalisis tersebut sebaiknya transparan dan mudah didapat bagi mereka yang memeroleh dan menggunakan
informasi.
Idealnya, VCA sebaiknya merupakan proses yang berkelanjutan selama siklus proyek karena kerentanan dengan
sendirinya bersifat dinamis. VCA lanjutan dapat mengkaji perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proyek
dan faktor-faktor eksternal yang mungkin mengharuskan modifikasi berikutnya pada rancangan proyek dan
pelaksanaannya. Pada praktiknya, hal ini sangat jarang terjadi. VCA dapat juga menjadi perangkat untuk monitoring
dan evaluasi, dengan mengidentifikasi perubahan-perubahan dalam kondisi-kondisi data acuan (lihat Catatan
Panduan 13).
VCA juga berguna untuk mengevaluasi proses VCA itu sendiri dan menggunakan pelajaran tersebut dalam pengkajian
selanjutnya.
4. Faktor-faktor penentu keberhasilan
 Mempertahankan pandangan holistik sangat penting untuk menciptakan analisis yang komprehensif dan logis.
 Kerentanan sebaiknya selalu dikaji bersama-sama dengan kapasitas.
 VCA mengharuskan paduan metode dan perangkat, yang disesuaikan terhadap jangkauan dan tujuan proyek
dan diadaptasi sesuai dengan keadaan setempat.
 Pendekatan yang diambil sebaiknya mudah dilaksanakan, dengan selalu mengingat sifat kerentanan yang
rumit.
134
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
 Analisis sebaiknya tidak terlalu panjang lebar, tetapi lebih dicocokkan dengan keputusan-keputusan tentang
intervensi berdasarkan identifikasi atas komponen-komponen kerentanan yang paling relevan dengan proyek
dan bahwa proyek tersebut mampu ditanggapi.
 Tim proyek sebaiknya memiliki keterampilan untuk mengumpulkan dan menganalisis jenis-jenis data yang
berbeda (termasuk keterampilan dalam memfasilitasi pengkajian partisipatif).
 Partisipasi masyarakat rentan merupakan bagian yang penting dari proses tersebut.
 Karena kerentanan tidaklah sederhana, dan data yang diperoleh akan sangat beragam, organisasi yang melakukan
VCA kemungkinan harus berusaha keras untuk mencapai suatu konsensus mengenai prioritas berkaitan dengan
bagaimana harus melakukannya.
 Melaksanakan VCA dapat meningkatkan harapan bahwa lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan
akan turun tangan untuk memecahkan semua masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini sangat jarang terjadi.
Maka dari itu penting kiranya untuk membahas tujuan dan hasil yang mungkin dihasilkan proyek dengan para
pemangku kepentingan pada tahap awal.
Kotak 5
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya, dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 9
135
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
Daftar indeks metode dan studi kasus
ProVention Consortium, Community Risk Assessment (CRA) Toolkit: http://www.proventionconsortium.org/?pageid=39
Vulnerability Assessment Techniques and Application (VATA): http://www.csc.noaa.gov/vata/
Sebagian besar hal ini mencakup analisis tingkat lokal dan komunitas. Untuk panduan metodologis tentang pengkajian tingkat
nasional, lihat halaman situs Manajemen Risiko Sosial Bank Dunia: http:/www.worldbank.org/srm
Pembahasan metodologi
Anderson, M.B. dan Woodrow, P.J. Rising from the Ashes: Development Strategies in Times of Disaster. London: IT Publications,
1998, 2nd ed.
Cannon, T., Twigg, J. dan Rowell, J. Social Vulnerability, Sustainable Livelihoods and Disasters. London: University of Greenwich,
Natural Research Institute, 2003. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/projects_pages.htm
Davis, I., Haghebaert, B. dan Peppiatt, D. Social Vulnerability & Capacity Analysis. Workshop. Geneva, 25-26 Mei 2004. Geneva:
ProVention Consortium, 2004. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/VCA_ws04.pdf
Konsep dan masalah
Alwang, J., Siegal, P.B. dan Jorgensen, S.L. Vulnerability: a view from different disciplines. Social Protection Discussion Paper No
0115. Washington, DC: World Bank, 2001. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/SOCIALPROTECTION/Resources/
SP-Discussion-papers/Social-Risk-Management-DP/0115.pdf
Bankhoff, G., Frerks, G. dan Hilhorst, D. Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People. London: Earthscan, 2004.
Handmer, J. 2003, ‘We are all vulnerable’, Australian Journal of Emergency Management. 18(3) 55-60, 2004. Dapat diakses di:
http://www.ema.gov.au/agd/EMA/emalnternet.nsf/Page/AJEM#previous
Wisner, B. et al. At Risk: Natural hazards, people’s vulnerability and disasters. London: Routledge, 2004. 2nd ed. Tiga bab (teoritis)
pertama dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/library/lib-select-literature.htm
136
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Catatan panduan ini ditulis oleh John Twigg. Penulis menyatakan terimakasih kepada pihak-pihak berikut ini atas saran dan komentar
yang sangat berharga: Neil Barry (DFID), Mihir Bhatt (All India Disaster Mitigation Institute), Olivia Coghlan (DFID), Annelies Heijmans
(Disasters Studies Wageningen), Zubair Murshed (Asian Disaster Preparedness Center), Mark Pelling (King’s College London), Paul Venton,
Zenaida Delica Wilison (UNDP), Ben Wisner, Gina Ziervogel (University of Cape Town), Tim Penasihat proyek dan Sekretariat Konsorsium
ProVention atas saran dan komentarnya yang sangat berharga. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan
Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan
Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua
pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan
Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka
di negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengntar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools.
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Pendekatan Penghidupan yang
Berkelanjutan
C a t a t a n P a n d u a n 10
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini menjelaskan bagaimana pemikiran dan metode penghidupan berkelanjutan (sustainable
livelihood/SL) dapat mendukung pemaduan bahaya alam dan risiko bencana yang ditimbulkannya ke dalam
perencanaan proyek pembangunan. Catatan panduan ini secara singkat memperkenalkan pemikiran SL dan
menjelaskan penerapannya ke dalam proyek dan program, dengan penekanan khusus pada relevansinya dengan
bahaya dan bencana. Catatan panduan ini meninjau kembali metode-metode yang digunakan dalam pendekatan
SL untuk mengkaji bahaya, kerentanan dan risiko, dan membahas faktor-faktor lain dalam menerapkan SL ke dalam
manajemen siklus proyek.
1. Pendahuluan
Belakangan ini , pemikiran mengenai kemiskinan dan pembangunan yang berkelanjutan telah mulai mengerucut
pada pembahasan seputar tema kerentanan, jaminan sosial dan penghidupan yang saling berkaitan satu sama
lain. Pemikiran tersebut juga disertai dengan pengembangan beragam pendekatan untuk menganalisis keadaan
dan mengkaji dampak yang mungkin ditimbulkan oleh intervensi proyek. Hal ini mencakup analisis kerentanan
(lihat Catatan Panduan 9), analisis sosial/pengkajian dampak sosial (lihat Catatan Panduan 11) dan pendekatan
penghidupan yang berkelanjutan (kadang-kadang disebut juga sebagai jaminan penghidupan atau pendekatan
sistem penghidupan).
Kotak 1
Mendefinisikan ‘penghidupan yang berkelanjutan’
Apa pun terminologi yang tepat yang mereka gunakan, kebanyakan lembaga pembangunan menggunakan
definisi bahwa:

Penghidupan terdiri dari kemampuan, aset, dan kegiatan yang diperlukan untuk mata pencaharian.

Penghidupan bersifat berkelanjutan jika penghidupan tersebut dapat mengatasi dan memulihkan
tekanan-tekanan dan guncangan-guncangan yang diakibatkan faktor luar, dan mempertahankan atau
meningkatkan kemampuan aset sekarang dan di masa mendatang.
Penghidupan yang berkelanjutan masih berkutat di seputar gagasan dan metodologi. Namun, banyak lembaga
internasional yang bergerak di bidang pembangunan telah mengadopsinya dalam penilaian dan tinjauan proyek,
serta telah menetapkannya sebagai bagian dari arus utama perencanaan pembangunan.
Termasuk Badan PBB untuk Program Pembangunan (United Nations Development Programme/UNDP), Departemen Pembangunan International Inggris (United Kingdom’s Department for
Internasional Development/DFID), CARE dan Oxfam.
C a t a t a n P a n d u a n 10
139
2. Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan
Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan pada dasarnya merupakan cara mengorganisasi data dan analisis,
atau cara pandang kita terhadap intervensi pembangunan. Dengan mengambil pandangan holistik terhadap
proyek (kebutuhan, fokus dan tujuan), pendekatan ini menyediakan suatu kerangka kerja dan struktur analisis
yang logis, mengidentifikasi kesenjangan dan menjamin terjadinya jalinan antara berbagai masalah dan kegiatan
yang berbeda. Tujuannya adalah untuk membantu pemangku kepentingan terlibat dalam wacana tentang berbagai
faktor yang memengaruhi penghidupan, arti pentingnya yang relatif, dan cara mereka saling berinteraksi serta cara
yang paling efektif dalam mempromosikan penghidupan yang lebih berkelanjutan.
Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan tidak hanya satu dan fleksibilitas metode merupakan ciri khas
pendekatan SL yang berbeda dari pendekatan yang lain. Namun, kebanyakan model memiliki elemen-elemen
utama yang sama dan analisis ini akan membahas semua model tersebut sampai pada taraf tertentu:

Konteks. Lingkungan eksternal tempat masyarakat miskin menjalani kehidupannya dan yang menyebabkan
kesulitan hidup.

Aset dan kemampuan (atau ‘modal’)�. Sumber daya yang dimiliki atau dapat digunakan oleh orang miskin dalam
mengupayakan penghidupan mereka.

Kebijakan, lembaga, dan proses (kadang disebut dengan struktur dan proses yang membawa perubahan). Lembaga,
organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan yang menentukan akses terhadap harta benda dan kemampuan
mereka untuk meningkatkan penghidupan mereka (misalnya, konsumsi, produksi, pengolahan, pertukaran dan
kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan).

Hasil/Keluaran. Strategi penghidupan yang berhasil sebaiknya mengarahkan pada penghasilan yang semakin
meningkat dan penghidupan yang lebih berkelanjutan secara ekonomi, peningkatan kesejahteraan, kerentanan
yang semakin berkurang dan penggunaan basis sumber daya alam yang semakin berkelanjutan.
Gambar 1 menunjukkan satu kerangka kerja penghidupan berkelanjutan yang banyak digunakan yang meliputi
unsur-unsur ini.
Gambar 1 Kerangka Kerja DFID tentang Penghidupan Berkelanjutan
Kunci
H: Modal Manusia
N: Modal Alam
F: Modal keuangan
S: Modal Sosial
P: Modal Fisik
Keluaran
Penghidupan
Aset Penghidupan
Kebijakan,
Kelembagaan,
Proses
Konteks
Kerentanan
Guncangan
Kecenderungan
Tataran
pemerintahan
Sifat Musiman
Sektor Swasta
Pengaruh dan Akses
Hukum
Budaya
Kebijakan
Lembaga
Penghasilan yang
lebih banyak
Peningkatan
kesejahteraan
Strategi
Penghidupan
Berkurangnya kerentanan
Ketahanan pangan
yang semakin baik
Penggunaan sumberdaya
alam yang semakin
berkelanjutan
Sumber: DFID (1999 – 2005), Sustainable Livelihoods Guidance Sheets 2.1.
140
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
3. Menerapkan pendekatan penghidupan yang
berkelanjutan ke dalam proyek dan program
Pendekatan penghidupan berkelanjutan dapat digunakan baik pada tingkat kebijakan maupun tingkat proyek untuk
mengawali kegiatan penanggulangan kemiskinan yang baru atau memodifikasi kegiatan yang sudah berlangsung
untuk meningkatkan hasil-hasil penghidupan.
Pada tingkat proyek, pemikiran penghidupan berkelanjutan dapat diterapkan pada tahap identifikasi dan pengkajian
siklus proyek (lihat Bagian 5) untuk mengidentifikasi prioritas pembangunan dan merencanakan kegiatan-kegiatan
yang baru. Pemikiran tersebut juga dapat digunakan untuk meninjau kegiatan-kegiatan proyek yang mungkin belum
dirancang dengan menggunakan kerangka penghidupan yang berkelanjutan dan untuk meningkatkan monitoring
dan evaluasi.
Penerapan kerangka penghidupan yang berkelanjutan dalam rancangan proyek membantu menyesuaikan kegiatan
proyek dengan prioritas masyarakat miskin. Analisis penghidupan yg berkelanjutan mengarahkan pada tiga jenis
kegiatan pokok proyek, tetapi tidak terbatas hanya kegiatan itu saja:

Peningkatan penghidupan. Kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ketangguhan rumah tangga (misalnya,
melalui program simpan pinjam, diversifikasi tanaman panen dan pemasaran, pelayanan kesehatan yang lebih
baik).

Perlindungan penghidupan. Kegiatan-kegiatan untuk mencegah hilangnya jaminan penghidupan rumah tangga,
terutama dalam masa-masa yang penuh tekanan (misalnya, sistem peringatan dini, jatah makanan atau uang
tunai sebagai modal kerja, menyediakan benih dan peralatan pertanian, mitigasi bahaya).

Penyediaan bantuan untuk penghidupan. Pengadaan langsung kebutuhan-kebutuhan pokok (misalnya, pangan,
air dan penampungan), biasanya dalam keadaan darurat.
SL juga mengarahkan pada kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan bagi perubahan sosial, budaya dan kelembagaan
yang menyertai penghidupan yang semakin baik dan penanggulangan kemiskinan. Pengalaman tentang proyek
yang mengadopsi pemikiran penghidupan yang berkelanjutan telah menunjukkan bahwa hal ini dapat mengubah
sikap perencananya (lihat misalnya Kotak 2).
Kotak 2
Dari sumber daya air sampai jaminan ketersediaan air
Selama pertengahan sampai akhir 1990-an Survei Geologi Inggris (British Geological Survey/BGS) mulai
memasukkan perspektif penghidupan ke dalam kerja mereka tentang kekeringan di sub-Sahara Afrika.
Kerja ini awalnya berpusat pada sumber daya, dengan menyoroti kebijakan-kebijakan dan intervensi
manajemen air tanah. Dengan mengikuti pendekatan penghidupan yang berkelanjutan dan dengan
memperkerjakan tim dengan dasar keterampilan yang lebih luas (hidrologi, kebijakan air dan ekonomi
air, kelembagaan dan pembangunan sosial), BGS mulai melihat implikasi jaminan ketersediaan air yang
ditimbulkan oleh kekeringan: sifat kelangkaan air dan rintangan untuk mendapatkan akses air; intervensi
yang diperlukan untuk melindungi penghidupan sebelum terjadi ancaman terhadap jiwa; dan informasi yang
diperoleh bagi mitigasi prabencana yang efektif. Misalnya, survei-survei masyarakat menunjukkan bagaimana
akses untuk mendapat air dipengaruhi oleh sertangkaian aset yang dimiliki keluarga (misalnya ketersediaan
tenaga atau binatang untuk mengumpulkan air, uang untuk membeli air, modal sosial untuk menjamin hak
atas air atau akses pada rencana irigasi dan pengetahuan tentang sumber daya alternatif) serta rintangan bagi
akses fisik terhadap air itu sendiri.
Kenyataan ini mengarahkan BGS untuk berpikir dan bekerja di luar pendekatan sektoral konvensional, dan di
luar fokus yg sempit dari berbagai sistem peringatan dini dan tanggapan kebijakan. Dalam kerja pembangunan
internasional lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan, mulai ada perubahan sehingga
tim-tim proyek beranggotakan pakar-pakar dari berbagai disiplin dan kemitraan dilakukan dengan organisasiorganisasi eksternal yang memiliki wawasan serta keterampilan. Dengan demikian lebih merupakan
pendekatan yang diarahkan oleh proyek dan bukannya oleh bidang disiplin.
Sumber: DFID (1999-2005), Sustainable Livelihoods Guidance Sheet 7.1.
C a t a t a n P a n d u a n 10
141
4. Relevansi terhadap bahaya dan kerentanan
Dengan menekankan nilai penting pada kerentanan dan guncangan-guncangan eksternal, pendekatan-pendekatan
penghidupan berkelanjutan menyediakan peluang yang baik untuk menciptakan kesadaran akan bahaya dan
bencana dalam perencanaan proyek (lihat Catatan Panduan 9 untuk pembahasan lebih terperinci mengenai
kerentanan dan hubungannya dengan bahaya). Pemikiran penghidupan berkelanjutan mempertimbangkan segala
jenis kerentanan yang penting untuk membentuk penghidupan. Dua aspek utama kerentanan dipertimbangkan
dalam pendekatan penghidupan berkelanjutan:

Sampai sejauh mana keterpaparan kelompok terhadap kecenderungan, gejolak-gejolak, dan musiman tertentu
(dimensi kerentanan eksternal).

Bagaimana penghidupan mereka terpengaruh oleh hal-hal di atas (‘dimensi internal’).
Konteks Kerentanan
Dimensi kerentanan eksternal biasanya dikenal dengan nama ‘konteks kerentanan’: kumpulan tekanan-tekanan
eksternal yang merupakan faktor utama dalam berbagai kesulitan-kesulitan hidup yang dihadapi oleh orang
miskin. Konteks kerentanan harus menjadi titik tolak dalam analisis dan mengandung nilai penting khusus dalam
pemaduan bahaya alam ke dalam pemikiran proyek.
Kerangka kerja DFID (lihat Gambar 1) mempunyai kekhasan dalam menyajikan tiga kategori utama kerentanan
eksternal:

Kecenderungan/Tren biasanya jangka panjang dan berskala besar. Contoh-contohnya antara lain tren dalam
jumlah penduduk, perolehan dan penggunaan sumber daya (termasuk konflik mengenai sumber daya), ekonomi
(nasional dan internasional), pemerintahan dan politik, teknologi dan lingkungan (misalnya, perubahan iklim).

Guncangan-guncangan, antara lain gangguan kesehatan manusia (misal, epidemi), guncangan dari alam (misal,
bencana yang dipicu oleh bahaya alam), gejolak-gejolak ekonomi (misal, perubahan yang pesat dalam nilai
tukar), konflik dan gangguang kesehatan terhadap tanaman/hewan piaraan. Hal tersebut dapat menghancurkan
aset secara langsung (misalnya dalam keadaan banjir dan badai). Guncangan-guncangan ini juga dapat
memaksa orang untuk menjual atau menukar aset mereka sebagai bagian dari strategi pengatasan masalah.
Ketangguhan terhadap guncangan dan tekanan eksternal merupakan faktor yang penting dalam keberlanjutan
penghidupan.

Sifat musiman tercermin melalui perubahan harga-harga, produksi, ketersediaan pangan, peluang kerja dan
kesehatan yang tergantung musim. Hal ini adalah beberapa sumber kesulitan hidup yang terbesar dan yang
paling sering dirasakan oleh orang miskin.
Tabel 1 menunjukkan bagaimana satu pengkajian penghidupan berkelanjutan mengkategorikan kekuatan-kekuatan
luar menurut sifat dan skala.
Tabel 1 Sumber-sumber kerentanan di pedesaan Banglades
142
Level makro
Level meso
Level mikro
Alam/
lingkungan
Tingkat salinitas
Tingkat kegersangan
Kontaminasi arsenik
Serangan hama
Penyumbatan saluran air waterlog)
Erosi sungai
Badai siklon
Epidemi
Kerusakan tanah
Perubahan cuaca
Kenaikan permukaan laut
Banjir
Kekeringan
Sosial
Penyakit
Cedera
Kecacatan
Usia tua
Kematian anggota keluarga
Kejahatan
Kekerasan dalam rumah tangga
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Level makro
Ekonomi
Politik
Level meso
Level mikro
Pengangguran
Pemukiman kembali
Gagal Panen
Kekerasan politik
Mastanisme2
Krisis Kepemimpinan
Sumber: Islam, SA. ‘The Causes of vulnerability in rural livelihoods’. Dalam Toufique, K.A. dan Turton, C. (ed). Hands not Land: How Livelihoods
are Changing in Rural Bangladesh. Dhaka: Bangladesh Institute of Development Studies, tidak tercantum tanggal. Dapat diakses di: http://www.
livelihoods.org/lessons/docs/handsland.pdf
Kerentanan penghidupan terhadap guncangan dan tekanan Analisis penghidupan berkelanjutan dapat digunakan untuk mempertimbangkan tiga aspek pokok kerentanan
penghidupan terhadap goncangan dan tekanan:
 Dampak pada semua jenis aset/modal penghidupan yang berbeda (lihat Gambar 1). Bahaya dapat memengaruhi
modal alam (misal, banjir dapat merusak lahan pertanian), modal fisik (misal, hilangnya tempat tinggal,
peralatan rumah tangga), modal finansial (misal, hilangnya simpanan uang), modal manusia (misal, hilangnya
nyawa manusia, cedera, pengangguran) dan modal sosial (misal, rusaknya jejaring sosial).
 Strategi penghidupan yang diadopsi oleh keluarga dan masyarakat dalam mengurangi kerentanannya terhadap
bahaya dan memulihkan diri dari kejadian bahaya. Ada berbagai macam cara yg dilakukan oleh rumah tangga,
yakni mulai dari langkah-langkah fisik (misal, pembangunan tanggul penahan banjir, memperkuat bangunan
rumah) sampai pada tindakan sosial/kelembagaan (misal, memperkokoh jejaring pendukung sosial, membentuk
panitia kesiapsiagaan bencana) dan diversifikasi penghidupan.
 Lembaga, kebijakan dan proses mungkin membantu melindungi warganya terhadap dampak goncangan (bukan
hanya langkah-langkah mitigasi bencana yang konvensional, misalnya, pendidikan publik tentang penghindaran
risiko, rencana evakuasi dan pengadaan bantuan, tetapi juga semua jenis intervensi pembangunan yang
membangun aset penghidupan, seperti kredit kecil, asuransi, kesehatan, perluasan pertanian dan proyek
pembangunan kelembagaan).
5. Penggunaan metode penghidupan berkelanjutan
dalam mengkaji bahaya dan risiko bencana
Metodologi umum
Tidak ada aturan baku tentang bagaimana menerapkan pemikiran penghidupan berkelanjutan ke dalam proyek
atau dalam melaksanakan pengkajian. Tujuan utamanya adalah memahami penghidupan kelompok-kelompok
pemangku kepentingan yang berbeda yang terpengaruh oleh proyek dan pengaruh yang dialaminya. Dari sini,
kemudian mungkin dapat segera diidentifikasi masukan-masukan atau pilihan-pilihan untuk memperbaiki
penghidupan dengan membangun dan melindungi aset penghidupan atau memengaruhi lembaga, kebijakan dan
proses yang terlibat. Meskipun pengkajian penghidupan berkelanjutan mengidentifikasi beberapa masukan serupa,
pendekatan yang paling tepat mungkin adalah intervensi sektor tunggal sejauh hal itu memperhitungkan keterkaitan
lintas sektor dan mempertimbangkan semua potensi dampak proyek terhadap penghidupan masyarakat rentan.
Kerangka kerja penghidupan berkelanjutan dapat digunakan bersama dengan perangkat penilaian yang lain
sebagai daftar uji atau untuk merangkai gagasan. Dapat dilakukan analisis penghidupan yang khusus; selain itu,
analisis yang lain dapat dimodifikasi untuk mempertimbangkan masalah-masalah penghidupan berkelanjutan,
atau penemuan-penemuan dari penelitian teknis lain dapat ditinjau dari perspektif penghidupan berkelanjutan
– banyak analisis penghidupan berkelanjutan memanfaatkan hasil dari pengkajian lain. Dalam beberapa proyek,
Perilaku yang identik dengan penggunaan kekuasaan secara tidak sah dan/atau penggunaan kekerasan oleh aktivis politik.
C a t a t a n P a n d u a n 10
143
proses perancangan tidak secara eksplisit menggunakan kerangka kerja penghidupan berkelanjutan yang formal,
tetapi memasukkan konsep dan metode-metode tertentu ke dalamnya.
Perencana sebaiknya lebih menitikberatkan pada analisis daripada pengumpulan informasi dan jika mungkin
menggunakan informasi yang sudah ada. Informasi dan analisis tambahan kadangkala mungkin diperlukan, tetapi
analisis penghidupan tidak harus mengkaji setiap aspek secara mendalam. Dalam melihat konteks kerentanan,
misalnya, kita harus mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan, guncangan-guncangan dan aspek musiman
yang ada yang sangat penting bagi penghidupan dalam wilayah proyek. Bagi proyek-proyek yang kecil dan terfokus,
mungkin sebaiknya digunakan kerangka kerja penghidupan berkelanjutan sebagai daftar uji. Analisis yang lebih
terperinci mungkin akan diperlukan bagi proyek-proyek yang lebih besar dan lebih rumit meskipun analisis yang
menyeluruh seringkali dianggap lebih pas untuk program-program geografis dan sektoral berskala besar.
Seringkali tidak mungkin mengumpulkan anggota tim proyek yang berisi para pakar spesialis yang diperlukan untuk
mengkaji setiap aspek penghidupan berkelanjutan. Jika demikian, maka penting bagi semua anggota tim proyek
untuk memahami konsep-konsep dan pendekatan penghidupan berkelanjutan yang digunakan untuk memandang
tugas mereka secara lebih luas, sehingga masalah-masalah dan kaitan-kaitan yang penting antara bagian-bagian
kerangka analitis yang berbeda tidak diabaikan.
Fase analisis penghidupan berkelanjutan
Pendekatan sebaiknya dibagi dalam berbagai fase, dimulai dengan melihat sekilas faktor-faktor risiko yang penting
(sering lebih berbentuk deskriptif) dan proses identifikasi dari hubungan dan keterkaitan yang mungkin ada di antara
faktor-faktor tersebut. Sebaiknya, proses tersebut mengarah pada analisis masalah kunci, sifat dari perubahan yang
diharapkan, strategi bertahan dan solusi potensial secara lebih mendalam. Tahap-tahap pengumpulan data dan
analisis ini dapat disesuaikan dengan urutan kegiatan baku dalam identifikasi dan penilaian proyek (lihat Tabel
2 yang menjelaskan secara ringkas perkiraan urutan pengkajian jaminan penghidupan keseluruhan: urutan yang
tepat akan bervariasi tergantung tujuan proyek dan informasi yang dicari).
Tabel 2 Fase-fase analisis penghidupan berkelanjutan dalam perencanaan proyek
Fase siklus
proyek4
Fase analisis
penghidupan
berkelanjutan
Tujuan
Kegiatan utama
Pemrograman
Penetapan tujuan
Membuat tujuan
dan kerangka kerja
untuk memandu
analisis penghidupan
berkelanjutan
Merancang kerangka pengkajian dan rencana kerja
Identifikasi
dan penilaian
(persiapan)
Menimbang
informasi yang ada
Menentukan
parameter bagi
pengumpulan
informasi primer
Mengkaji apakah informasi yang ada sudah akurat dan
komprehensif
Mengidentifikasi masalah-masalah penghidupan pokok
untuk dikaji melalui pengumpulan data lapangan
Mengesahkan kesimpulan melalui pembahasan dengan
para pemangku kepentingan.
Merancang pendekatan untuk mengumpulkan informasi
yang baru
����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Banyak pedoman tidak menetapkan rangkaian kegiatan untuk melaksanakan analisis penghidupan berkelanjutan, tetapi pada praktiknya hal ini harus diatur dalam suatu bentuk atau yang lain.
144
Lihat Catatan Panduan 5 untuk pembahasan tentang proses perencanaan proyek yang lebih mendetil.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Penilaian
(persiapan)
Pengkajian
lapangan yang
baru atau
tambahan
Meningkatkan
pemahaman akan
masalah-masalah
pokok dan mengisi
kesenjangan
informasi
Pemilihan lokasi (yang dipilih untuk mencakup variasi
dalam sistem penghidupan, rintangan-rintangan dan
sumber-sumber kerentanan)
Kerja persiapan dengan masyarakat yang terlibat dalam
penelitian lapangan
Pelatihan tim lapangan
Pengumpulan data lapangan, masukan data, penyusunan
data dan analisis data lapangan (proses yang berulangulang)
Penilaian
(Persiapan)
Analisis masalah
dan peluang
Perbaikan informasi,
identifikasi masalah
dan peluang, dan
seleksi intervensi
Analisis berbagai pemangku kepentingan dan rancangan
lokakarya
Penilaian
(Persiapan)
Rancangan proyek
Diadaptasi dari Frankenberger, T. Drinkwater, M. dan Maxwell, D. ‘Operationalizing household livelihood security’. Dalam Proceedings from the
Forum on Operationalizing Sustainable Livelihoods Approaches, Pontignano (Siena) 7-11 Maret 2000. Roma: United Nations Food and Agriculture
Organization. Dapat diakses di: http://www.fao.org/documents/show_cdr.asp?url_file=/docrep/003/x9371e15.htm; ibid., Lampiran 3; CARE.
Household Livelihood Security Training & Facilitation Manual. Atlanta: CARE USA, Partnership and Househool Livelihood Security Unit, 2000. Dapat
diakses di: http://www.kcenter.com/phls/hls.htm
Pengumpulan dan analisis data
Beragam teknik yang sering dipakai dalam pengumpulan dan analisis data penghidupan berkelanjutan dapat
diterapkan untuk mengkaji konteks kerentanan, dampaknya terhadap aset dan strategi penghidupan, dan caracara untuk memperkuat aset dan strategi tersebut. Tabel 3 menyajikan daftar aset dan strategi yang paling relevan
dengan kerentanan yang berkaitan dengan bahaya (meskipun aspek-aspek penghidupan berkelanjutan lain juga
dibahas).
Tabel 3 Perangkat untuk mengkaji kerentanan yang diakibatkan oleh bahaya dalam
analisis penghidupan berkelanjutan
Metode
Penerapan dalam Kerentanan
Pengumpulan data sekunder
(laporan, riset, statistik, dll)
Informasi kontekstual tentang berbagai macam masalah termasuk goncangan dan
tekanan dari pihak luar yang kemungkinan akan mempengaruhi penghidupan (misalnya
kecenderungan curah hujan dan suhu, lokasi dan ciri bahaya alam), kesehatan (morbiditas
dan mortalitas), harga-harga, persediaan sumber daya – untuk melengkapi namun tidak
untuk mengganti data primer.
Daftar periksa tentang
lingkungan
Pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi dan permasalahan
lingkungan, yang mengungkap keterkaitan antara penduduk miskin dengan lingkungan
mereka (misalnya apa peran sumber daya lingkungan terhadap penghidupan; bagaimana
bahaya, kerusakan dan perubahan lingkungan berpengaruh terhadap penghidupan dan
sebaliknya?)
Survei-survei contoh
Data kuantitatif tentang ekonomi rumah tangga (pendapatan, biaya, dll.), aset dan strategi
penghidupan
Wawancara (perseorangan,
keluarga, kelompok
masyarakat, nara sumber
kunci), kelompok fokus
Informasi dari berbagai perspektif (masyarakat, pemangku kepentingan setempat yang
lain, pakar dari luar) tentang kejadian-kejadian yang menyebabkan tekanan penghidupan,
kerentanan diferensial dan efektivitas dari perilaku adaptif.
Studi Kasus Perseorangan dan
Keluarga
Data tentang pengalaman dan ketangguhan penghidupan yang berbeda terhadap
ancaman-ancaman lingkungan dan guncangan-guncangan lainnya
C a t a t a n P a n d u a n 10
145
Metode
Penerapan dalam Kerentanan
Urutan waktu
Kejadian historis dan profil kejadian atau kecenderungan jangka panjang (misalnya banjir,
kekeringan, epidemi, kecenderungan dan siklus lingkungan setempat)
Kalender musiman
Menggambarkan kejadian dan kecenderungan musiman, dengan mengidentifikasi konteks
kerentanan, aset dan strategi penghidupan (misalnya curah hujan, tingkat pangan pada
masa yang berbeda dalam satu tahun, jadwal tanam dan pemanenan, harga bahan
pangan, perubahan dalam status kesehatan)
Preferensi, matriks, dan
ranking kesejahteraan
Mengungkap kerentanan aset penghidupan kelompok yang satu dengan yang lainnya
terhadap gejolak dan guncangan dan strategi yang mereka pakai dalam mengatasinya
Pemetaan
Identifikasi ciri-ciri fisik dan lingkungan (termasuk bahaya), penggunaan lahan, sumber
daya alam dan sosial (aset/modal)5
Diagram Venn dan metodemetode penilaian/pemetaan
kelembagaan lainnya
Modal sosial, hubungan antar kelompok, kebijakan kelembagaan dan lingkungan
Sumber: DFID (1999-2005), Sustainable Livelihoods Guidance Sheet 4; CARE/TANGO International (2002).
Pengkajian sebaiknya menggunakan bermacam metode untuk mencakup unsur-unsur yang berbeda dalam
kerentanan dan ketangguhan penghidupan, mengesahkan data melalui proses triangulasi dan pengecekan silang.
Banyak data yang diperoleh melalui kerja lapangan bersifat kualitatif (terutama jika digunakan teknik penilaian
partisipatif), tetapi banyak data sekunder yang cenderung kuantitatif dan pengkajian lapangan dapat memasukkan
metode kuantitatif seperti survei rumah tangga atau kesehatan. Banyak informasi kontekstual tentang ciri lingkungan
(termasuk bahaya) dan ketangguhan penghidupan bisa dikumpulkan melalui pengkajian awal yang berdasar pada
data sekunder, wawancara dengan nara sumber kunci dan barangkali pertemuan masyarakat (lihat juga Catatan
Panduan 2). Tinjauan informasi yang ada sebaiknya dibuat sekomprehensif mungkin dan hasil-hasil penelitian
biasanya disahkan oleh pemangku kepentingan sebelum mengumpulkan data lapangan yang baru.
Pengkajian risiko formal biasanya tidak dianggap perlu dalam analisis penghidupan rutin, tetapi bisa diperlukan
dalam berbagai situasi.
Indikator
Konteks kerentanan. Berbagai indikator dapat digunakan untuk mengidentifikasi pentingnya kerentanan dan
perubahan yang diakibatkan pihak luar sepanjang waktu. Contoh yang dijelaskan pada Tabel 4 adalah hasil dari
pengkajian penghidupan yang dilaksanakan bagi proyek irigasi di India Selatan, indikator yang dikembangkan oleh
tim diselidiki dan dibahas dengan masyarakat yang terpengaruh oleh proyek.
Tabel 4 Indikator guncangan, tren dan variasi musiman
Goncangan

Kesehatan manusia (epidemi, masa kelaparan, dll)

Goncangan dari alam (kekeringan, banjir, dll)

Penyakit ternak dan gagal panen

Gejolak ekonomi (variasi harga yang mendadak, masa pengangguran, dll)

Konflik (antara pemilik lahan dengan yang tidak memiliki lahan, antara pihak dinas irigasi dengan petani dan
pihak lain)

Kejadian teknis dan sosial lain yang penting (misalnya, pengenalan mekanisasi, pembangunan sumur/
pengeboran, persediaan air, pengenalan televisi dan telepon ke pedesaan)
146
Ini dilakukan dengan menggunakan peta, survei resmi dan kumpulan data lain. Dalam kerja yang berbasis masyarakat, teknik partisipatori seperti jalur transect dan pemetaan sosial bisa
digunakan.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kecenderungan dan perubahan seiring dengan waktu

Perubahan dalam sumber penghasilan utama, kemunculan kegiatan-kegiatan baru yang menghasilkan uang

Hasil produksi pertanian (jenis panenan) dan perubahan-perubahan pekerjaan yang dilaksanakan, dampak
pada menu makanan, penggunaan pupuk dan pestisida, dampak dari mekanisasi dan irigasi

Pemasaran bahan pangan yang berbeda, akses pasar, harga bahan pangan dan barang konsumsi

Akses dan penggunaan sumber daya alam seperti air, perikanan, kayu dan pakan ternak, perubahan keragaman
hayati dan dampak terhadap kehidupan sehari-hari

Perubahan penduduk, termasuk perpindahan penduduk, keluarga berencana, jumlah anggota keluarga,
persentase pemilik tanah/penggarap

Cara-cara yang memungkinkan hidup membaik atau memburuk, termasuk kecenderungan konsumsi,
kesehatan, pendidikan, taraf hidup, nilai-nilai keluarga, infrastruktur (transportasi, rumah sakit), perilaku
menabung
Variasi musiman

Harga ikan, beras, dan hasil penen lain serta sayur mayur (variasi harga menunjukkan ketersediaan dan
produksi makanan ini)

Frekuensi makan, dibedakan antara orang dewasa, orang tua dan anak-anak

Ketersediaan air, baik di bendungan dan sumur, maupun dari curah hujan

Beban kerja dan peluang bekerja

Kesehatan (kasus penyakit)

Konsumsi ikan, ayam dan daging kambing

Pengeluaran rumah tangga (perayaan keagamaan dan sekolah, dll)

Ketersediaan pakan ternak dan kayu bakar

Akses pasar dan infrastruktur lain
Sumber: Brugere, C. dan Lingard, J. Evaluation of a Livelihoods Approach in Assessing the Introduction of Poverty-Focused Aquaculture into a LargeScale Irrigation System in Tamil Nadu, India. Newcastle-upon-Tyne, UK: University of Newcastle, School of Agriculture, Food and Rural Development,
2001. Dapat diakses di: http:/www.livelihoods.org/post/Docs/SLA_Aqua.pdf
Kerentanan penghidupan terhadap guncangan dan tekanan. Berbagai macam indikator dapat digunakan untuk
mengkaji kerentanan penghidupan atau jaminan penghidupan secara komprehensif. Dalam banyak kasus, satu
fokus yang lebih sempit bisa jadi bersifat lebih praktis, tergantung pada kapasitas, sumber daya dan besar sampel.
Hal ini dapat menitikberatkan pada guncangan-guncangan dan tekanan-tekanan yang berasal dari pihak luar (Kotak
3 adalah contohnya).
Kotak 3
Mengkaji kerentanan terhadap cuaca musim dingin
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 berupaya untuk mengidentifikasi dampak cuaca musim
dingin terhadap penghidupan keluarga-keluarga miskin di ibukota negara Afganishtan, Kabul, dan untuk
mengidentifikasi program pembangunan yang tepat. Penelitian ini mensurvei 100 keluarga yang telah dipilih,
yang anggotanya diwawancarai tiga kali selama 3,5 bulan. Penelitian ini menaruh perhatian pada ancamanancaman cuaca tertentu yang disebabkan oleh musim dingin, kerentanan keluarga terhadap dampak tersebut,
strategi pertahanan diri mereka, dan dampak dari program pemberian uang tunai sebagai upah kerja (cashfor-work) yang dilakukan oleh organisasi nonpemerintah.
Bukti-bukti dikumpulkan berhubungan dengan indikator berikut ini:
Ancaman musim dingin

Mutu bangunan rumah dan fasilitas pokok

Daya beli bahan bakar

Kepemilikan barang-barang seperti selimut dan baju hangat

Jaminan hak milik

Akses mendapatkan pekerjaan selama musim dingin dan faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan
dan akses mereka untuk mendapat pekerjaan

Kepemilikan aset produksi (misal, lahan, ternak, peralatan) dan aset materi lain (misal, radio, perhiasan)

Status kesehatan
C a t a t a n P a n d u a n 10
147
Strategi Pertahanan diri (dalam kaitannya dengan):

Cuaca musim dingin (misalnya cara memperoleh bahan bakar dan makanan, berganti makanan atau pola
konsumsi)

Pendapatan (misalnya dengan mencari pekerjaan alternatif, meminjam, menjual harta benda, mengemis,
berbagi pendapatan dan pengeluaran antaranggota keluarga dalam keluarga besar, pindah rumah,
berpaling pada bantuan sosial)
Perubahan terhadap indikator-indikator seiring perjalanan waktu sebagai akibat dari pemberian uang tunai
sebagai upah kerja juga diukur.
Berdasar pada temuannya, penelitian ini mampu merekomendasikan berbagai modifikasi dan perbaikan
praktis bagi program pendampingan pembangunan.
Sumber: Grace, J. One Hundred Households in Kabul: A study of winter coping strategies, and the impact of cash-for-work programmes on the
lives of the “vulnerable”. Kabul: Afghanistan Research and Evaluation Unit, 2003. Datap diakses di: http://www.areu.org.af
6. Faktor-faktor penentu keberhasilan
Secara umum, analisis penghidupan berkelanjutan sebaiknya berdasar pada pemikiran holistik dan pendekatan lintas
disiplin dalam usaha mengidentifikasi semua halangan, aset dan peluang yang relevan dan menghubungkannya
satu dengan yang lain.
Faktor-faktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam memasukkan bahaya-bahaya alam ke dalam pengkajian
penghidupan berkelanjutan antara lain adalah:

Pengakuan bahwa kerentanan (baik eksternal maupun internal) merupakan hal yang sangat mendasar bagi
penghidupan.

Penghargaan bahwa konteks penghidupan dan kerentanan bersifat dinamis dan dapat berubah dengan cepat.

Pertimbangan yang eksplisit tentang signifikansi bahaya dan dampaknya dalam pengkajian kerentanan (hal
ini tidak berarti bahwa harus ada penekanan khusus pada bahaya, hanya bahwa kepentingan relatifnya dalam
konteks kerentanan sebaiknya dikaji dengan lebih layak dan diingat).

Pengakuan terhadap pentingnya pendapat dan pengalaman orang miskin dalam memahami konteks kerentanan
dan dampak yang ditimbulkannya.
Kotak 4
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.
148
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Bacaan lebih lanjut
Ariyabandu, M.M. dan Bhatti, A. Livelihood Centred Approach to Disaster Management: A Policy Framework for South Asia.
Colombo/Islamabad: ITDG South Asia/Rural Development Policy Institute, 2005.
Ashley, C. dan Carney, D. Sustainable Livelihoods: Lessons from early experience. London: Department for International
Development (UK), 1999. Dapat diakses di: http://www.livelihoods.org/info/docs/nrcadc.pdf
Cannon, T., Twigg, J. dan Rowell, J. Social Vulnerability, Sustainable Livelihoods and Disasters: Report to DFID Conflict
and Humanitarian Assistance Department and Sustainable Livelihoods Support Office. London: University of Greenwich,
Natural Research Institute, 2003. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/projects/soc_vuln_
sust_live.pdf
CARE/TANGO International. Household Livelihood Security Assessment: A Toolkit for Practitioners. Atlanta: CARE
USA Partnership and Household Livelihood Security Unit, 2002. Dapat diakses di: http://www.kcenter.com/phls/
HLSA%20Toolkit_Final.PDF
Carney, D. et.al. Livelihoods Approaches Compared. London: Department for International Development (UK), 1999.
Dapat diakses di: http://www.livelihoods.org/info/docs/lacv3.pdf
DFID. Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. London: Department for International Development (UK), 1999-2005.
Dapat diakses di: http://www.livelihoods.org/info/info_guidancesheets.html
Situs web Livelihoods Connect (http://www.livelihoods.org) (kumpulan dokumen-dokumen utama yang bisa diakses
di internet: konsep, metode, penerapan, pelatihan).
Pasteur, K. Tools for Sustainable Livelihoods: Project and Programme Planning. Brighton, UK: Institute of Development
Studies, 2001. Dapat diakses di: http://www.liveihoods.org/info/tools/pas-pp01.rtf
Pasteur, K. Tools for Sustainable Livelihoods: Livelihoods Monitoring and Evaluation. Brighton, UK: Institute of
Development Studies, 2001. Dapat diakses di: http://www.liveihoods.org/info/tools/PAS-ME01.rtf
Twigg, J. Sustainable Livelihoods and Vulnerability to Disasters. Disaster Studies Working Paper 2. London: Benfield Hazard Research
Centre, 2001. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/working_papers/workingpaper2.pdf
���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
C a t a t a n P a n d u a n 10
149
Catatan panduan ini ditulis oleh John Twigg. Penulis menyatakan terimakasih kepada Madhavi Ariyabandu (UNDP Srilanka), Eleanor
Fisher (Centre for Development Studies, University of Wales Swansea), Jonathan Wadsworth (DFID), Hilary Warburton (Practical Action),
Tim Penasihat proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas saran dan komentarnya yang sangat berharga. Terima kasih juga
dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional
Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang
bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak
dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang
mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Pengkajian Dampak Sosial
C a t a t a n P a n d u a n 11
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini mencermati penggunaan pengkajian dampak sosial (social impact assessment/SIA) sebagai
perangkat untuk mengkaji risiko bencana ketika merencanakan proyek-proyek pembangunan. Catatan panduan ini
menjelaskan dengan singkat pendekatan dan metode pokok yang digunakan dalam SIA dan mengidentifikasi masukanmasukan untuk memperkenalkan bahaya alam dan risiko bencana yang menyertainya. Catatan ini dimaksudkan
untuk digunakan oleh perencana proyek dan manajer proyek di badan-badan multilateral dan bilateral yang bergerak
dalam bidang pembangunan, departemen pemerintah pusat dan daerah serta organisasi-organisasi nonpemerintah
dan sektor swasta. Pengguna catatan ini adalah mereka yang mengelola dan melaksanakan SIA, sehingga mereka
dapat memasukkan risiko bencana ke dalam pengkajian sosial mereka; namun catatan ini juga dapat digunakan oleh
mereka yang mengkaji risiko bencana untuk memahami bagaimana teknik SIA dapat mendampingi pengkajian dan
mitigasi risiko.
1. Pengantar
Risiko bencana alam merupakan faktor potensial dalam berbagai proyek pembangunan. Bahaya-bahaya lingkungan
dapat memengaruhi suatu wilayah proyek, dengan konsekuensi-konsekuensi sosial ekonomi bagi penduduk yang
disasar oleh proyek. Proyek pembangunan dapat meningkatkan atau mengurangi risiko bencana alam, melalui
dampak yang ditimbulkannya terhadap ketangguhan dan lingkungan alam.
Dengan memahami dan mengantisipasi kejadian bahaya di masa datang, masyarakat, pihak berwenang dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dapat memperkecil risiko-risiko yang diakibatkan
oleh bencana terhadap pembangunan sosial dan ekonomi. Memahami interaksi antara proyek dan bahaya-bahaya
lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dari manfaat pembangunan.
Pengkajian dampak sosial dapat berperan penting dalam pemahaman ini. SIA merupakan proses analisis, monitoring
dan pengelolaan konsekuensi-konsekuensi sosial dari kebijakan, program dan proyek yang ada. Konsekuensi ini
bisa positif atau negatif, disengaja maupun tidak disengaja, langsung atau tidak langsung; bisa juga merupakan
dampak jangka pendek atau perubahan jangka panjang.
Selain juga membantu menjelaskan bagaimana suatu tindakan yang diusulkan itu akan mengubah hidup warga
masyarakat, SIA menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan alternatif mungkin meredam perubahan-perubahan
yang merugikan atau melaksanakan perubahan-perubahan yang menguntungkan.
C a t a t a n P a n d u a n 11
151
Kotak 1
Apakah yang dimaksud dengan dampak sosial?
Dampak sosial dapat dicirikan dan didefinisikan dalam berbagai cara. Berikut adalah definisi yang dipahami
dan digunakan secara luas:
“Dampak sosial diartikan sebagai konsekuensi bagi penduduk akibat tindakan yang dilakukan oleh kelompok
maupun perseorangan yang mengubah cara hidup masyarakat, bekerja, bermain, dan saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, berserikat untuk memenuhi kebutuhannya dan secara umum mengatasinya sebagai
anggota masyarakat. Istilah ini juga mencakup dampak-dampak yang melibatkan perubahan norma, nilainilai, dan kepercayaan yang mendampingi dan merasionalisasi pemikiran mereka dan masyarakat mereka.”
Sumber: Interorganizational Committee on Principles and Guidelines for Social Impact Assessment (2003).
SIA awalnya merupakan komponen sosial ekonomi yang menjadi bagian dalam pengkajian dampak lingkungan
(environmental impact assessment/EIA) meskipun sudah diperluas dan dikembangkan secara besar-besaran
di negara-negara berkembang dan negara-negara maju. Pengkajian dampak sosial dilakukan pada tahap
pengembangan proyek dan kebijakan yang berbeda, mulai dari perencanaan awal sampai pelaksanaan dan
evaluasi pascapelaksanaan. Dalam pengkajian tingkat proyek, penerapan yang khas mencakup pertimbangan
dampak-dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan industri yang baru, pembangunan,
penggunaan lahan atau praktik-praktik pengelolaan sumber daya. Pengkajian dampak sosial sering menjadi bagian
dari analisis dan pengkajian sosial yang lebih luas (lihat Kotak 2), tetapi memiliki tujuan yang berbeda dan lebih
khusus.
Kotak 2
Analisis sosial dan risiko sosial
Analisis Sosial
Pengkajian dan analisis sosial secara luas dipergunakan dalam pembangunan ekonomi dan inisiatif
penanggulangan kemiskinan untuk mengkaji apakah sebuah proyek atau program cenderung mencapai
tujuan sosialnya dan merekomendasikan tindakan-tindakan yang menjamin bahwa tujuan itu tercapai.
Hal ini dilakukan dengan menguji peluang-peluang, rintangan dan dampak sosial yang mungkin timbul;
mengevaluasi peranan penerima bantuan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek; dan dengan
membantu pelaksana atau penyandang dana untuk mengidentifikasi dan memonitor hasil pembangunan
sosial dan risiko sosial yang diharapkan.
Penerapan dapat dilakukan pada setiap tahapan, dengan menggunakan instrumen yang berbeda. Misalnya:
���������

Analisis makro sosial terhadap konteks sosial budaya, kelembagaan, sejarah dan politik, yang dilaksanakan
sebagai masukan bagi strategi tingkat negara dan pemrograman atau untuk mendorong perumusan
kebijakan dan strategi sektoral.

Penilaian sosiologis terhadap peluang-peluang, rintangan-rintangan, dan dampak yang mungkin timbul,
yang dilakukan sebagai bagian dari penilaian proyek.

Pengkajian sosial, tempat pendapat pemangku kepentingan diperoleh dalam rangka memperbaiki
perancangan proyek dan membentuk proses partisipatori bagi pelaksanaan dan monitoring.
Semua ini biasanya akan dilakukan pada tahap awal pembangunan proyek atau program meskipun penilaian
atau pengkajian lebih lanjut dapat dilakukan pada waktunya jika diperlukan. Metode pengkajian yang
digunakan berbeda, mulai dari penelitian resmi skala besar sampai pada riset partisipatoris. Pemilihan
perangkat dan metode penelitian tergantung pada konteks dan sumber daya, tetapi biasanya melibatkan
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif.
Risiko sosial
Pengakuan yang belum lama diberikan pada kerentanan sebagai faktor kunci dalam kemiskinan telah
mengarah pada sejumlah lembaga, termasuk Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development
Bank/ADB), untuk melihat secara lebih saksama pada risiko sosial dan perlindungan sosial sebagai bagian
dari proses analisis sosial. ����������������������������������������������������������������������������������
Analisis risiko sosial menyelidiki apa yang salah dalam pelaksanaan proyek, badan
152
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
pelaksana/pemberi pinjaman dan kelompok rentan. Risiko sosial yang bisa dianalisis dapat dikategorikan
dengan cara yang berbeda (lihat misalnya, Bank Dunia dan kategorisasi oleh ADB berikut ini), tetapi sebaiknya
memasukkan bahaya dan bencana.
Kategorisasi risiko sosial
Bank Dunia
Bank Pembangunan Asia (ADB)
Kerentanan: keadaan tanpa perlindungan atau mudah
terserang, terutama bagi mereka yang rentan dan
miskin terhadap risiko epidemi atau goncangan yang
ditimbulkan dari luar (analisis ini sebaiknya mengkaji
bagaimana kita akan mengelola risiko yang demikian)
Siklus hidup: risiko perseorangan, seperti
penyakit, cedera, cacat, usia lanjut
Risiko negara: konflik dan kekerasan, kericuhan politis,
ketegangan etnis dan agama. Ini berada di luar kendali
manajer proyek, tetapi harus tetap diperhitungkan
selama proses penilaian proyek
Risiko sosial: kejahatan, kekerasan,
percekcokan antarwarga masyarakat,
perang, tidak adanya jaminan hak warga
negara
Risiko ekonomi politis: risiko yang memengaruhi
penerima bantuan yang disasar proyek sebagai hasil
proyek yang tidak langsung (misalnya, pengambilan
manfaat, tentangan atau penyimpangan proyek oleh para
pemangku kepentingan dan elit proyek)
Risiko ekonomi: pengangguran dan risiko
pasar tenaga kerja lain, peralihan dan
restrukturisasi ekonomi, gagal panen
Risiko kelembagaan: termasuk pengelolaan negara yang
buruk, kapasitas administrasi dan teknis yang terbatas,
kerumitan rancangan
Risiko lingkungan: termasuk malapetaka dan
bencana alam
Risiko yang berasal dari luar sistem: misalnya, ketentuan
perdagangan, konflik daerah, pengaruh cuaca
Risiko yang ditimbulkan oleh pembangunan:
pemindahan dengan paksa, hilangnya harta
benda, hilangnya jaringan pendukung,
hilangnya tempat tinggal, marginalisasi
Apapun kerangka kerja yang dipakai, analisis risiko sosial akan selalu diperlukan untuk menguji kerentanan
yang berhubungan dengan bahaya tempat berbagai perangkat dan metode dapat diterapkan (lihat Catatan
Panduan 9). Pada praktiknya, analisis tersebut cenderung menjadi pengkajian yang menyeluruh dan relatif
cepat yang paling tepat bagi inisiatif tingkat program atau negara tempat serangkaian data yang relevan
cenderung bisa diperoleh.
Pada umumnya, analisis harus mengarah pada strategi manajemen risiko yang sama dalam rencana
proyek. Bank Dunia, misalnya, merekomendasikan suatu matriks dampak-probabilitas konvensional
untuk mengidentifikasi risiko yang membenarkan dilakukannya modifikasi rencana, yang diikuti dengan
perencanaan lebih lanjut melalui penggunaan perangkat seperti analisis skenario untuk menaikkan ambang
risiko dari penduduk yang disasar.
Sumber: ADB (2001); Lohani, B. et al. Environmental Impact Assessment for Developing Countries in Asia. Volume I – Overview. Manila:
Asian Development Bank, 1997. Dapat diakses di: http://www.adb.org/Documents/Books/Environment_Impact; World Bank (2003);
World Bank. A User’s Guide to Poverty and Social Impact Analysis. Washington, DC: World Bank, Poverty Reduction Group and Social
Development Department, 2003. Dapat diakses di: http://www.web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTPOVERTY/EXTPSIA/
0,,contentMDK:20454976~menuPK:1107972~pagePK:148956~piPK:216618~theSitePK:490130,00.html
Untuk memperkirakan dampak yang mungkin timbul dari pembangunan dan perubahan kebijakan khusus terhadap
masyarakat tertentu, pengkajian dampak sosial menyimpulkan dari perilaku perseorangan dan masyarakat di masa
lalu yang terpengaruh dampak pembangunan yang sama. Oleh karena itu, pengkajian ini berakar pada analisis
komparatif.
C a t a t a n P a n d u a n 11
153
Pengkajian dampak sosial bukan merupakan metode tunggal, tetapi merupakan kumpulan dari perangkat dan
pendekatan. Berbagai macam metode ilmu sosial dapat digunakan untuk melaksanakan pengkajian dampak sosial
dengan beragam teknik pengumpulan data yang digunakan, tergantung tujuan dan konteksnya. Sebagian besar bukti
merupakan data primer yang diambil dari wilayah yang terkena dampak (misalnya, riset survei, wawancara dengan
narasumber, sejarah lisan, kegiatan kelompok partisipatori). Sumber data sekunder lain yang dapat digunakan
termasuk data sensus, data geografis (termasuk peta), data statistik pemerintah pusat dan daerah, dokumentasi
dari organisasi nonpemerintah dan organisasi berbasis masyarakat, sejarah setempat, berita di surat kabar dan
riset ilmu sosial yang seandainya pernah dilakukan. Pengkajian dampak sosial yang baik seyogianya memberikan
indikator kualitatif dan kuantitatif tentang dampak-dampak sosial yang dapat dimengerti oleh para pengambil
keputusan dan juga oleh masyarakat awam.
2. Pengkajian dampak sosial sebagai perangkat
pengkajian risiko bahaya dan bencana
Sebagai model konseptual, pengkajian dampak sosial dilengkapi untuk memperhitungkan risiko bencana, apakah
ini merupakan faktor luar yang memengaruhi proyek atau keadaan yang ditimbulkan atau dibesar-besarkan oleh
proyek itu sendiri.
Pada umumnya, pengkajian dampak sosial dapat dimengerti sebagai kerangka kerja bagi evaluasi semua dampak
pada manusia serta pada cara manusia dan masyarakat saling berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya,
ekonomi dan lingkungannya.
Dengan memberikan pemahaman tentang masyarakat dan proses sosialnya, pengkajian dampak sosial memung­
kinkan untuk:

Mengidentifikasi konsekuensi risiko yang langsung maupun tidak langsung (misalnya, dampak sosial yang dapat
timbul dari kejadian bahaya); dan

Mengembangkan mekanisme mitigasi yang tepat dan efektif bagi bahaya yang mempergunakan sumber daya
masyarakat dan mengakui reaksi masyarakat terhadap kejadian yang berlangsung
Teori pengkajian dampak sosial menerima bahwa dampak-dampak sosial, ekonomi, dan biofisik saling terkait
dan bahwa perubahan dalam salah satu ranah ini akan mengarah pada perubahan pada ranah yang lainnya.
Dilihat dari sini, pengkajian dampak sosial memiliki pertalian yang jelas dengan pengkajian dampak lingkungan
(lihat Catatan Panduan 7) dan bentuk pengkajian dampak lainnya yang sudah dilakukan, serta dengan analisis
kerentanan dan penghidupan yang berkelanjutan (lihat Catatan Panduan 9 dan 10). Panduan tentang pengkajian
dampak sosial memperjelas bahwa praktik baik dalam rancangan proyek dan pelaksanaannya merupakan tindakan
yang menghindari risiko.
Namun demikian, meskipun bahaya dan risiko menjadi ciri penting dalam proses pengkajian dampak sosial, SIA
tidak secara khusus merupakan pengkajian risiko. Dalam hal ini SIA merupakan sarana untuk memahami dan
mengukur tanggapan manusia terhadap situasi yang mungkin berisiko atau mengancam jiwa. Oleh karena itu, SIA
sendiri tidak biasa digunakan sebagai metode menganalisis risiko bahaya yang ditimbulkan oleh proyek atau sesuatu
yang berada di luar proyek. Analisis risiko formal atau pengkajian dampak kesehatan (lihat Kotak 3) lebih umum
dilakukan, baik untuk melengkapi pengkajian dampak sosial atau dalam lingkup pengkajian dampak lingkungan
yang lebih luas di mana SIA menjadi bagian.
Kotak 3
Pengkajian dampak kesehatan
Pengkajian dampak kesehatan (health impact assessment/HIA) merupakan proses yang multidisipliner
(melibatkan berbagai disiplin ilmu), dengan melihat beragam bukti dalam kerangka kerja terstruktur melalui
berbagai bentuk metode dan prosedur. Idealnya, pengkajian dampak kesehatan harus disatukan dengan
pengkajian dampak lingkungan dan pengkajian dampak sosial secara dini pada tahap awal perencanaan
program. Pengkajian dampak kesehatan dapat diterapkan dalam risiko kesehatan kerja (dalam proyek)
154
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
dan dampak kesehatan masyarakat (dalam wilayah proyek atau wilayah lain yang mungkin terpengaruh
olehnya).
Kesehatan dimengerti dalam istilah yang luas, yang mencakup kesejahteraan sosial, ekonomi, budaya dan
psikologis dan kemampuan untuk menyesuaikan pada tekanan hidup sehari-hari. Pengkajian dampak
kesehatan dengan demikian mempertimbangkan penentu kunci kesehatan (misalnya, ketenagakerjaan dan
kondisi kerja, lingkungan fisik, pelayanan kesehatan, pendidikan dan keterampilan untuk mengatasi masalah),
dengan menggunakan daftar uji seperti ini sebagai indikator perubahan dalam risiko kesehatan. Panduan
merekomendasikan penyelidikan bermacam faktor kesehatan yang berhubungan dengan intervensi proyek:
agen pembawa bencana, faktor lingkungan, paparan dan efek pada kesehatan fisik, pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan sosial. Ketidaksetaraan kesehatan merupakan masalah pokok dan identifikasi kelompok yang
paling rentan merupakan hal yang amat penting.
Pengkajian dampak kesehatan perseorangan sangat bervariasi dalam hal jangkauan atau pendekatan, dari
survei kuantitatif formal dengan menggunakan data kesehatan sampai ke kegiatan partisipatori skala kecil.
Dibandingkan dengan metodologi penilaian proyek yang lain, pengkajian dampak kesehatan termasuk masih
baru dan potensinya sebagai perangkat penilaian risiko bencana atau kerentanan masih belum diselidiki
secara lebih mendalam.
Sumber: N&YPO, An Overview of Health Impact Assessment. Northern & Yorkshire Public Health Observatory, 2001; Health Canada. Canadian
Handbook on Health Impact Assessment. Ottawa, Canada: Ministry of Health, 1999. Dapat diakses di: http://www.hiagateway.org.uk/media/
hiadocs/15_canadian_handbook_partone.pdf; Stenemann, A. ‘Rethinking human health impact assessment’, Environmental Impact
Assessment Review, 2000, 20:627-645; Taylor, L, Gowman, N. dan Quigley, R. Influencing the decision-making process through health impact
assessment. London: Health Development Agency, 2003. Dapat diakses di: http://www.hiagateway.org.uk/media//hiadocs/Decision_Making_
HIA.pdf; Taylor, L., Gowman, N. dan Quigley, R. Addressing inequalities through health impact assessment. London: Health Development
Agency, 2003. Dapat diakses di: http://www.hiagateway.org.uk/media/hiadocs/Addressing_Inequalities_HIA.pdf
Idealnya, pengkajian dampak sosial, pengkajian dampak lingkungan, dan pengkajian dampak kesehatan
digabungkan melalui pendekatan lintas disiplin (lihat Kotak 4). Apabila tidak, maka informasi mengenai dampak
sosial dan lingkungan sebaiknya disatukan dalam pernyataan dampak yang logis, yang memastikan bahwa risiko
bencana diperhitungkan dari sudut pandang sosial dan lingkungan (Lihat Kotak 5).
Kotak 4
Pengkajian dampak lingkungan dan sosial yang terpadu
Pedoman pengkajian dampak lingkungan dan sosial yang terpadu (Integrated Environmental and Social Impact
Assessment/IESIA) yang dimiliki Bank Pembangunan Afrika dirancang untuk menyoroti masalah-masalah utama
dan potensi dampak yang sebaiknya diperhitungkan selama masa persiapan dan fase pengkajian proyekproyek Bank Pembangunan Afrika. Pedoman tersebut mencakup sembilan subsektor pembangunan: irigasi,
perikanan, kehutanan, manajemen peternakan dan perkebunan, produksi panen, persediaan air, jalan dan
rel kereta api, pembangkit listrik tenaga air, dan bendungan serta tempat penyimpanan air. Tema besar yang
diusung adalah: kemiskinan, lingkungan, kependudukan, gender, partisipasi dan hasil kesehatan.
Kerangka kerja tematis yang terpadu memudahkan perencana untuk mengidentifikasi dan menanggapi
bermacam bahaya yang dihadapi. Misalnya, dalam proyek kehutanan, dampak bahaya potensial yang
diidentifikasi oleh pedoman ini mencakup:

Lingkungan: penurunan kualitas air (karena debu dan emisi gas buang kendaraan selama pembangunan
dan pemindahan kayu gelondongan; karena pembakaran selama persiapan lokasi), kontaminasi persediaan
air (oleh materi dan limbah berbahaya), penyumbatan jalan air dan aliran air (dan risiko banjir), erosi
tanah dan kontaminasi, tanah longsor (yang diakibatkan oleh ketidakstabilan tanah karena pemotongan
jalur jalan pada lereng gunung).

Kependudukan (sumber daya alam dan pengolahan lahan): risiko kebakaran yang semakin tinggi di daerah
yang gersang, risiko kebakaran hutan karena kehadiran pekerja dan alat berat di daerah itu.

Keluaran dalam bidang kesehatan: penyakit menular, keracunan pestisida, penurunan sumber daya pangan
liar yang mengarah pada tersedianya makanan dan gizi buruk, cedera selama pembangunan, gangguan
jiwa yang dikaitkan dengan pemukiman dan perubahan sosial yang pesat.
C a t a t a n P a n d u a n 11
155
Pedoman ini juga memperhitungkan faktor-faktor eksternal dan bahaya yang berhubungan dengan proyek.
Dalam contoh kehutanan, hal ini meliputi bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pihak luar: kebakaran,
epidemi serangga dan penyakit pohon, serta ketidakstabilan sosial yang lebih luas. Bahaya yang dihubungkan
dengan proyek itu sendiri mungkin mencakup: penyalahgunaan pestisida, kebakaran, kecelakaan kerja dan
terus-menerus terkena pengaruh sumber penyakit hewan.
Sumber: AfDB. Integrated Environmental and Social Impact Assessment Guidelines. Tunis: African Development Bank, 2003. Dapat diakses di:
http://www.afdb.org/pls/portal.docs/PAGE/ADB_ADMIN_PG/DOCUMENTS/ENVIRONMENTALANDSOCIALASSESSMENTS/IESIA.PDF
Kotak 5
Menghubungkan pengkajian dampak lingkungan, bahaya dan pengkajian
dampak sosial
Proyek pembangkit listrik tenaga air yang kedua di Nam Theun, Laos, yang akan diselesaikan pembangunannya
tahun 2009, akan menciptakan suatu bak penyimpanan air dengan luas permukaan 450 kilometer persegi
dan menghasilkan lebih dari 1.000 megawatt listrik. Bank Pembangunan Asia (ADB) telah berperan sebagai
salah satu lembaga pembangunan internasional yang mendukung perencanaan proyek. Pada tahun 2004,
serangkaian laporan tentang dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan proyek disiapkan untuk
memenuhi persyaratan pengkajian dampak lingkungan yang dimiliki oleh ADB.
Komponen pengkajian dampak lingkungan dari penelitian ini melihat pada dampak proyek terhadap
lingkungan fisik (perubahan dalam hidrologi termasuk risiko banjir, kualitas air, erosi dan pengendapan, iklim
dan air tanah), lingkungan biologis (habitat air dan darat, keragaman spesies, daerah terlindung dan spesies
langka) dan dampak-dampak yang identik dengan daerah pemukiman (habitat alam, erosi dan pengrusakan
tanah, eksploitasi besar-besaran pada binatang liar dan sumber daya laut, kualitas air, pengelolaan limbah,
risiko tanah longsor, banjir dan penyumbatan air, serta meningkatnya penduduk yang diakibatkan oleh
peluang-peluang ekonomi yang baru).
Titik tolak bagi unsur-unsur pengkajian dampak sosial dari penelitian ini adalah penyelidikan tentang ciriciri sosial dari wilayah proyek: ukuran dan lokasi penduduk, kedaerahan, penghidupan dan pendapatan,
infrastruktur, pendidikan dan kesehatan umum, dan situs-situs budaya. Namun demikian, perhatian dari
pengkajian dampak sosial adalah pada konsekuensi-konsekuensi permukiman karena dampak-dampak sosial
yang paling penting muncul dari ini.
Pengkajian dampak sosial menanggapi berbagai macam dampak sosial, beberapa di antaranya saling
berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masalah-masalah lingkungan yang
telah diidentifikasi dalam penelitian pengkajian dampak lingkungan. Pengkajian dampak sosial mencakup
relokasi, hilangnya lahan dan penghidupan, tekanan sosial yang muncul dari ketercerabutan dan permukiman
kembali, akses pada sumber daya alam dan persaingan untuk mendapatkannya (termasuk potensi konflik),
kenaikan harga, marginalisasi kelompok etnis minoritas, kapasitas pemerintah setempat, perubahan kualitas
air dan aliran air yang akan mengarah pada kenaikan dan penurunan kasus penyakit yang berasal dari air,
dampak kesehatan (termasuk penyakit menular seksual dan penyakit menular lainnya, penyalahgunaan obat
dan alkohol, sanitasi buruk, perdagangan manusia), akses untuk bersekolah, ke pasar dan fasilitas kesehatan,
potensi irigasi dan gizi. Pada satu tempat, banjir dan erosi bantaran sungai diidentifikasi sebagai masalah
potensial yang membawa konsekuensi-konsekuensi sosial ekonomi. Risiko yang dialami manusia akibat
perpindahan gajah liar melalui wilayah yang ditandai oleh permukiman juga diperhatikan dalam penelitian
ini.
Pengkajian dampak sosial juga mempertimbangkan gangguan penghidupan yang mungkin terjadi serta
dampak kesehatan dan keamanan dari proses pembangunan. Kesehatan dan keamanan mencakup kecelakaan
lalu lintas, kontaminasi air minum, penyakit seksual menular dan penyakit menular lain, ketersediaan pangan
di pasar dan pengangkutannya.
Strategi mitigasi khusus dikembangkan pada masing-masing wilayah ini, baik bagi fase konstruksi maupun
operasionalisasi proyek. Informasi tentang dampak sosial dan lingkungan kumulatif yang dimiliki proyek,
156
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
bersama dengan proyeksi ekonomi, digabungkan dengan informasi mengenai pembangunan yang diramalkan
untuk menghasilkan skenario dampak selama periode perencanaan lima dan dua puluh tahunan.
Sumber: ADB. Summary Environmental and Social Impact Assessment: Nam Theun 2 Hydroelectic Project in the Lao People’s Democratic
Republic. Manila: Asian Development Bank, 2004. Dapat diakses di: http:/www.adb.org/Documents/Environment/LAO/lao-nam-theun2.pdf
Petunjuk-petunjuk dan pedoman-pedoman menekankan pentingnya menelaah kesetaraan sosial atau distribusi
dampak antara kelompok yang satu dengan yang lain. Pengkajian diharapkan akan memberi perhatian khusus
kepada dampak-dampak yang ditanggung kelompok sosial yang rentan. Hal ini akan berguna juga untuk mengenali
keterkaitan antara kerentanan sosial ekonomi dan bahaya lingkungan (lihat Catatan Panduan 9).
Pengkajian dampak sosial secara khusus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi dari intervensi yang
direncanakan. Teknik-teknik ini mungkin juga digunakan untuk mempertimbangkan dampak sosial dari jenis
kejadian lain, misalnya, bencana, perubahan iklim, perubahan kependudukan dan epidemi.
3. Memadukan bahaya dan risiko bencana ke dalam
proses pengkajian dampak sosial
Proses pengkajian dampak sosial konvensional terdiri dari sepuluh langkah berikut, yang disusun di bawah ini
dengan menyertakan komentar-komentar tentang bagaimana bahaya dan risiko bencana yang terkait dapat
dimasukkan ke dalam proses.
Langkah 1. Kembangkan program dengan keterlibatan publik
Langkah pertama adalah mengembangkan rencana yang efektif untuk melibatkan publik. Ini memerlukan
upaya identifikasi dan pengerjaan dengan kelompok-kelompok yang terkena dampak. Secara eksplisit harus
mengikutsertakan mereka yang mungkin terkena risiko bahaya yang lebih besar (atau lebih kecil) sebagai akibat
dari proyek. Keterlibatan pemangku kepentingan sangat penting bagi pengkajian dampak sosial dan sebaiknya
terjadi selama berlangsungnya pengkajian. Ini harus melibatkan partisipasi yang tulus selama proses, dan bukan
hanya konsultasi.
Langkah 2. Gambarkan tindakan dan alternatif yang diusulkan
Tindakan yang diusulkan atau perubahan kebijakan (dan pendekatan alternatif, jika dirasa tepat) dijelaskan secara
cukup terperinci untuk memulai mengidentifikasi persyaratan data bagi pengkajian dampak sosial dan merancang
kerangka kerja bagi pengkajian. Jenis potensi dampak sosial kunci, termasuk dampak yang berhubungan dengan
bencana, sebaiknya diidentifikasi dan rencana dibuat untuk memperoleh data yang relevan (lihat Bagian 4 untuk
diskusi lebih lanjut). Langkah ini juga sama dengan tahap penyaringan (screening) pada pengkajian dampak
lingkungan (lihat Catatan Panduan 7).
Langkah 3. Jelaskan lingkungan manusia yang relevan dan zona pengaruh
Data tentang lingkungan geografis dan manusia yang relevan dengan proyek dikumpulkan dan ditinjau melalui
penelitian basis data atau profil masyarakat. Penelitian ini dapat mencakup hubungan antara orang-orang dan
lingkungan biofisik mereka (misalnya, daerah ekologis, aspek lingkungan dilihat sebagai sumber daya atau masalah,
pola pemanfaatan sumber daya) dan budaya, sikap dan kondisi sosial psikologis (misalnya, persepsi risiko, upaya
pertahanan diri psikologis). Bahaya dan kerentanan sebaiknya difaktorkan ke dalam analisis basis data.
Langkah 4. Mengidentifikasi dampak-dampak yang mungkin muncul (pencakupan/scoping)
Tahap ini berupaya mengidentifikasi jangkauan penuh dampak sosial (termasuk mereka yang dipandang sebagai
kelompok yang menjadi korban. Sebelumnya, penyaringan/screening yang komprehensif dan sistematis dapat
mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko yang menyertainya yang bisa memengaruhi proyek dan masyarakat
pada tahap tertentu dalam siklus proyek, serta dampak yang ditimbulkan oleh proyek itu sendiri terhadap risiko
Interorganizational Committee on Guidelines and Principles for Social Impact Assessment (2003). Sepuluh langkah yang secara logis dirangkai, tetapi sering tumpang tindih dalam praktiknya.
C a t a t a n P a n d u a n 11
157
bencana. Penting kiranya bahwa pendapat orang-orang yang terkena dampak, termasuk orang-orang yang rentan
terhadap bahaya, juga diperhitungkan.
Langkah 5. Selidiki dampak sosial yang mungkin muncul
Penyelidikan dampak sosial yang diidentifikasi selama proses pencakupan (scoping) merupakan komponen paling
penting dalam pengkajian dampak sosial. Sejumlah metode, termasuk pemodelan dan skenario, dapat digunakan
untuk menyelidiki dampak-dampak masa depan yang mungkin muncul. Kejadian bahaya (sebagai faktor dan
konsekuensi eksternal proyek) dan risikonya atau ketidakpastian sebaiknya dimasukkan ke dalam analisis tren
dan skenario. Skenario sebaiknya dikembangkan dari konsekuensi sosial dari paparan terhadap bahaya yang
sudah teridentifikasi (misalnya, dengan menggunakan prosedur pohon kesalahan atau pohon kejadian). Catatan
pengalaman sebelumnya (termasuk kejadian bahaya) menyediakan data yang bermanfaat bagi proses ini.
Langkah 6. Menentukan tanggapan yang mungkin
Tanggapan dari semua kelompok yang terkena dampak yang sedang berlangsung dikaji, dalam hubungannya
dengan sikap dan tindakan. Hal ini sebaiknya mencakup tanggapan terhadap perubahan dalam kerentanan
sosial sebagai konsekuensi proyek dan terhadap kejadian bencana dengan dampak terhadap proyek. Kerentanan
diferensial antara kelompok sosial harus diakui.
Langkah 7. Perkirakan dampak-dampak sekunder dan kumulatif
Dampak-dampak sekunder (tidak langsung; muncul akibat dampak primer) dan kumulatif dikaji meskipun sangat
tidak mungkin untuk mengidentifikasi semua dimensi dampak sosial karena satu perubahan menyebabkan
perubahan lainnya. Pola masa datang dari kerentanan, baik sebagai akibat jangka panjang proyek dan karena
faktor lainnya (misalnya, perubahan iklim) sebaiknya dipertimbangkan dalam tahap ini.
Langkah 8. Rekomendasikan perubahan atau alternatif
Konsekuensi perubahan bagi rencana atau intervensi alternatif dikaji seperti dalam Langkah 5 (meskipun biasanya
dengan skala yang lebih sederhana) dan masalah kunci yang sama sebaiknya dipertimbangkan.
Langkah 9. Rencana mitigasi, kompensasi dan peningkatan
Sebuah rencana dikembangkan untuk meringankan dampak yang merugikan, dengan tidak mengambil atau
memodifikasi tindakan, dengan meminimalkan dampak melalui perubahan rancangan dan operasionalisasi, atau
dengan memberi ganti rugi dengan menyediakan fasilitas, sumber daya dan peluang alternatif. Ini bisa termasuk
strategi mitigasi risiko. Penghindaran dampak sebaiknya merupakan prioritas utama, upaya memperkecil dan
meminimalisasi risiko yang dilakukan jika penghindaran tidak berhasil, dan pemberian ganti rugi atas dampak
yang merugikan hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.
Langkah 10. Kembangkan dan laksanakan program pemantauan
Program pemantauan dikembangkan untuk melacak pembangunan proyek atau program dan membandingkan
dampak-dampak aktual dengan dampak yang diproyeksikan.
4. Pengkajian dampak dan risiko yang berhubungan
dengan bahaya
Variabel dampak sosial
Bahaya lingkungan dan risiko yang berkaitan dengannya dapat dipertimbangkan secara eksplisit dalam kerangka
kerja ‘variabel dampak sosial’ untuk dikaji selama pengkajian dampak sosial. Tabel 1 dibuat berdasarkan kerangka
kerja konseptual yang digunakan secara luas yang membagi dampak sosial ke dalam kategori umum (ada berbagai
158
Prosedur pohon kesalahan (fault tree) dimulai dengan kejadian dan penggunaan analisis terbalik untuk menentukan kejadian dan faktor-faktor yang mengarah padanya. Sedangkan prosedur
pohon kejadian (event tree) dimulai dari kejadian, masalah atau kegagalan untuk menentukan apakah kejadian besar dapat dihasilkannya.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
variabel khusus dalam kategori ini). Bersamaan dengan ini adalah indikasi tentang berbagai masalah penting
bahaya dan risiko dapat ditempatkan dalam kategorisasi ini.
Perhatikan bahwa semua kategorisasi variabel dampak sosial dapat dipertanyakan dalam hubungannya dengan
konseptualisasi dan kelengkapannya. Berbagai kerangka kerja alternatif disediakan. Penilai sebaiknya jangan
pernah melepas kerangka kerja ini untuk digunakan sebagai daftar uji, tetapi harus mengambil kesimpulan dari
apa yang tersedia untuk mengembangkan kerangka kerja indikator bagi masing-masing peristiwa. Mereka harus
berpikiran terbuka ketika melakukan hal ini karena dampak sosial dan nilai pentingnya sangat berhubungan
khusus dengan situasi. Pemangku kepentingan setempat dalam tugas ini berperan penting.
Tabel 1 Menghubungkan bahaya dan risiko bencana dengan variabel dampak sosial kunci
Kategori dampak sosial
Masalah bahaya/bencana yang relevan
Perubahan penduduk: perubahan dalam jumlah,
kepadatan, distribusi dan komposisi
Bagaimana perubahan tersebut memengaruhi
paparan dan kerentanan kelompok satu dengan
lainnya terhadap bahaya
Struktur masyarakat dan kelembagaan: termasuk
ukuran, struktur dan tingkatan organisasi pemerintah
daerah dan perubahan sikap, nilai, pemerintah
daerah dan ketenagakerjaan
Kapasitas struktur seperti untuk mengelola bahaya
dan risiko bencana dalam wilayah proyek atau
identik dengan pembangunan proyek; dampak
bahaya terhadap peluang dan kesetaraan kerja, dan
selanjutnya memperkuat ketangguhan penghidupan
Sumber daya politis dan sosial: distribusi kekuasaan
dan pergantian kekuasaan, pihak-pihak yang
berkepentingan dan yang terpengaruh, kapasitas
kepemimpinan
Dampak faktor seperti terhadap kapasitas dari
struktur masyarakat dan kelembagaan (di atas) dan
dalam memperbesar atau mengurangi kerentanan
dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan
Perubahan masyarakat dan keluarga: faktor-faktor
yang memengaruhi kehidupan sehari-hari termasuk
sikap, nilai, persepsi, hubungan sosial dan jaringan
sosial4
Modal sosial dan kapasitas lain untuk mengelola
risiko; persepsi risiko, kesehatan dan keselamatan
Sumberdaya masyarakat: pola penggunaan lahan,
layanan mayarakat, dasar pajak
Sumber daya alam dan penggunaan lahan;
ketersediaan dan kualitas layanan dan fasilitas yang
relevan (misalnya, kesehatan, polisi, kebakaran,
sanitasi)
Keadilan sosial: kesetaraan, hak asasi manusia,
partisipasi
Masalah-masalah keadilan sosial sebagai faktor
dalam kerentanan
Sumber: Interorganizational Committee on Guidelines and Principles for Social Impact Assessment (2003); Burdge, R.J. ‘The Practice of social impact
assessment – background’, Impact Assessment and Project Appraisal, 2003, 21(2): 84-8.
Isu-isu tersebut akan memiliki kemungkinan untuk berubah selama jangka waktu proyek dan SIA harus
mengidentifikasi perubahan tersebut. Sebagai contoh, persepsi setempat tentang risiko dan keselamatan mungkin
merupakan isu-isu yang penting selama tahap perencanaan, sementara isu tentang keterpaparan terhadap bahaya
yang diakibatkan relokasi penduduk (atau kedatangan kelompok-kelompok baru seperti misalnya para pekerja
migran) selama tahap konstruksi atau pelaksanaan, dan perbuahan-perubahan kerentanan karena hilangnya modal
sosial atau pergeseran struktur kekuasaan setempat begitu proyek selesai dilakukan dan dampak yang diakibatkan
perubahan tersebut juga dirasakan.
Lihat, misalnya, Vanclay, F., ‘Conceptualizing social impacts’, Environmental Impact Assessment Review, 2002, 22: 183-211.
C a t a t a n P a n d u a n 11
159
Dampak langsung dan tidak langsung Pertimbangan sebaiknya diberikan pada dampak-dampak tidak langsung jangka panjang atau kumulatif yang
melibatkan interaksi antara masyarakat dan lingkungan. Misalnya, perpindahan atau pertumbuhan penduduk
setempat dalam jangka pendek bisa mengarah kepada pengurangan peluang penghidupan dan sebagai akibatnya,
dalam periode waktu yang lebih lama, memberi tekanan yang berlebihan pada sumber daya alam atau praktik-praktik
manajemen lingkungan yang tidak berkelanjutan, yang pada gilirannya bisa berakibat pada kerusakan lingkungan
dan risiko bahaya yang menyertainya. (Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk dengan sendirinya cenderung
menaikkan risiko bahaya yang ada kecuali tindakan-tindakan protektif yang sudah ada dan layanan darurat dapat
diperkuat.) Dampak sekunder dari tindakan mitigasi bisa saja merupakan perubahan dalam hubungan antara
kelompok sosial. Misalnya, pembangunan bendungan atau reservoir untuk mengendalikan banjir daerah hilir bisa
mengarah pada ketegangan antara pengguna air yang satu dengan yang lain seperti petani, pengguna rekreasional
seperti pemancing atau penggemar olah raga air dan mereka yang mencari nafkah dengan memindahkan barang
atau orang lewat jalur air.
Namun demikian, dengan memperluas jangkauan pengkajian dengan cara demikian memang membawa implikasi
praktis dalam hal kapasitas, sumber daya dan akses data. Semakin langsung dampak yang terjadi cenderung lebih
mudah untuk mengidentifikasi dan mengaksesnya. Lagipula, pengkajian dampak sosial seharusnya menitikberatkan
pada dampak sosial yang paling penting. Tim pengkajian dampak sosial sebaiknya juga harus memperjelas dari
awal tentang cakupan wilayah dan masyarakat yang berada di bawah penyelidikan.
Kotak 6
Mengkaji dampak bahaya alam terhadap masyarakat dan proyek
Proyek pengeboran dan produksi minyak dan gas skala besar di Semenanjung Arab memerlukan pengkajian
aspek lingkungan/ekologis yang menyeluruh dan konsekuensinya bagi masyarakat. Pengkajian ini dilakukan
melalui penelitian pengkajian dampak lingkungan, pengkajian dampak sosial, dan pengkajian dampak
kesehatan (kesehatan masyarakat).
Masalah-masalah kunci yang berhubungan dengan dampak proyek mencakup: hilangnya dan berkurangnya
padang tradisional tempat ternak merumput (kebanyakan penduduk setempat adalah penggembala yang
berpindah-pindah), dampak terhadap sumber daya air tanah (proyek tersebut sangat intensif berhubungan
dengan air dan dapat merugikan pengguna lain; proyek tersebut juga akan banyak membuang air yang
diproduksi, sehingga menimbulkan dampak bagi hidrogeologi dan kualitas air tanah), konsumsi bahan
mentah dan pembangunan infrastruktur.
Banyak dampak sosial yang diantisipasi dari keadaan ini sama dengan yang dialami oleh pembangunan
industri yang lain. Misalnya, potensi kerja konstruksi untuk menyebabkan gangguan bagi infrastruktur dan
sumber daya alam, kerusakan harta benda rumah tangga dan masyarakat seperti tanah, rumah, kandang
ternak dan jalan, masalah yang menyangkut keamanan lingkungan yang muncul dari sejumlah kontraktor
yang banyak, skala pemindahan jalan dan mayarakat yang tidak berpengalaman dalam pembangunan yang
berskala besar seperti itu.
Pengkajian juga mempertimbangkan dampak potensial (atau tidak adanya dampak) dalam hubungannya
dengan faktor-faktor lingkungan alam yang memengaruhi wilayah proyek pada saat itu – terutama kekeringan
yang berkepanjangan di wilayah tersebut. Di antara banyak perangkat pengkajian yang digunakan adalah
konsultasi pemangku kepentingan (wawancara formal dan informal, kelompok fokus dan pertemuan
masyarakat) dan pemodelan penggunaan lahan melalui waktu (berhubungan dengan curah hujan dan
hubungannya dengan kelebatan rumput ephemeral atau yang tumbuh singkat). Diketemukan bahwa kekeringan
cenderung menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam kondisi data acuan sosial selama periode tertentu
karena lokasi proyek dan lingkungan sekitarnya merupakan daerah penggembalaan yang penting tempat
para penggembala pindah hanya setelah curah hujan dan rumput hijau lebat telah tumbuh. Masyarakat
yang berpindah-pindah dapat secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak pembangunan yang
sedang berlangsung, tetapi jumlah yang terkena dampak pada suatu waktu akan dipengaruhi oleh pola curah
160
Kategori ini juga dikatakan telah memasukkan gangguan kehidupan sehari-hari dan gerakan selama pelaksanaan proyek. Di sini, masalah-masalah yang berhubungan dengan bahaya termasuk
polusi, risiko kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat, gangguan rute transportasi (dan akibatnya terjadi rute evakuasi), dan kerugian pada persediaan air atau sistem irigasi.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
hujan yang tidak dapat diramalkan sebelumnya: ini yang membuat perlu disusunnya rencana kontinjensi
untuk permukiman kembali.
Pelajaran-pelajaran metodologis yang dipelajari dari pengalaman ini adalah: nilai dalam melihat pada
perubahan acuan data seiring dengan waktu (terutama variasi yang bersifat siklus) dan sifat penting dari
proses keterlibatan pemangku kepentingan dalam menjelaskan strategi penghidupan.
Sumber: informasi yang diberikan oleh Charles Martin Borkowski, konsultan manajemen lingkungan dan sosial.
Persepsi tentang risiko
Pengkajian dampak sosial (SIA) secara eksplisit mengakui pentingnya konstruksi sosial dari realitas. Dari sini telaah
terhadap persepsi masyarakat tentang risiko menjadi bagian bernilai dari pengkajian. Dalam hal ini risiko tidak
dilihat sebagai fakta obyektif, tetapi sebagai pengalaman subyektif yang dirasakan oleh setiap orang dan dirasakan
secara berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Sikap orang terhadap risiko dan reaksi perilaku terhadapnya
merupakan indikator penting dari kecenderungan reaksi pada proyek dan dalam keadaan lain akan membuatnya
penting untuk memodifikasi rancangan proyek (lihat Kotak 7).
Kotak 7
Menangkap persepsi risiko banjir melalui pengkajian dampak sosial
Pengkajian dampak sosial membentuk bagian dari pengkajian lingkungan yang dilakukan pada tahun 1998
untuk menyeleksi pilihan guna mengatasi pengendapan pasir di selokan dan berakibat pada penyumbatan air
di Khulna-Jessore, wilayah bagian barat daya Banglades. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengevaluasi
konsekuensi-konsekuensi lingkungan dan sosial dari empat pilihan manajemen air dan merekomendasikan
salah satu yang akan menjamin terciptanya solusi yang berkelanjutan dari segi lingkungan lingkungan dan
kelayakan secara sosial terhadap masalah drainase/saluran air.
Pengkajian dampak sosial melibatkan penilaian pedesaan kilat dan metode partisipatoris yang terkait di enam
puluh lokasi, dan memanfaatkan secara menyeluruh persepsi lokal dari perubahan sosial ekonomi – positif
maupun negatif – yang diakibatkan pilihan-pilihan proyek yang berbeda. Hal ini mencakup potensi kerusakan
terhadap harta benda dan panenan atas banjir, dan dampak kesehatan (terutama penyakit yang dibawa air).
Pengkajian yang merekomendasikan pilihan yang akan memecahkan masalah-masalah penyumbatan air dan
menyediakan potensi bagi perbaikan dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi. Pemerintah Banglades dan
Bank Pembangunan Asia, yang mendanai proyek tersebut, menerima rekomendasi ini.
Sumber: Momtaz, S. ‘The Practice impact assessment in a developing country: the case of environmental and social impact assessment of
Khulna-Jessore Drainage Rehabilitation Project in Bangladesh’, Impact Assessment and Project Appraisal, 2003, 21(2): 125-32.
5. Faktor-faktor penentu keberhasilan
Faktor-faktor berikut bisa jadi merupakan jaminan bahwa dampak sosial yang identik dengan bahaya-bahaya alam
ditanggapi melalui proses pengkajian dampak sosial:

Pengkajian dampak sosial sebaiknya dihubungkan dengan keseluruhan proses penilaian yang lain, terutama
dengan pengkajian dampak lingkungan dan pengkajian risiko yang menyertainya, dan hasil dari pengkajian
yang berbeda ini berhubungan satu dengan yang lain dalam sebuah analisis yang komprehensif dan logis dari
dampak-dampak proyek.

Jika pandangan holistik penting, maka masalah-masalah bahaya dan risiko yang terkait sebaiknya dijaga tetap
pada proporsinya, baik yang berkenaan dengan kepentingan intrinsiknya maupun dalam hubungannya dengan
dampak-dampak sosial yang lain (lihat Kotak 8).

Pengkajian dampak harus dimasukkan kembali dalam rancangan proyek, yang mengarah jika diperlukan kepada
pembangunan penghindaran atau strategi mitigasi.

Persepsi masyarakat merupakan indikator penting dari bahaya dan risiko yang menyertainya, dan juga mengenai
tanggapan yang akan diberikan pada intervensi proyek.
C a t a t a n P a n d u a n 11
161

Masyarakat yang terkena dampak sebaiknya dilibatkan secara menyeluruh dalam pengkajian, bukan hanya
sebagai penyedia informasi (misalnya, konsultasi publik), pengetahuan yang menyeluruh tentang bahaya lokal
dan strategi manajemen risiko akan bermanfaat, tetapi juga dalam hal negosiasi dengan pemangku kepentingan
lain yang harus diakui.

Temuan-temuan sebaiknya dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan dan ditindaklanjuti oleh mereka
– pengkajian dampak sosial merupakan perangkat untuk membantu mengambil keputusan.
Kotak 8
Mengkaji pentingnya bahaya alam dalam pengkajian dampak sosial
Pengkajian dampak sosial yang dilakukan pada tahun 2002 sebagai bagian dari proyek pipa saluran gas di China
berupaya menggali pendapat dari 10.000 orang lebih dalam masyarakat yang terkena dampak oleh proyek.
Dalam survei ini, masyarakat mengidentifikasi kekeringan dan angin topan sebagai masalah lingkungan
yang paling parah yang mereka hadapi. Hal ini tampaknya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap
proyek ataupun terpengaruh olehnya. Oleh karena itu, pengkajian dampak sosial tidak mengusulkan pilihanpilihan mitigasi bahaya angin dan erosi air selain melindungi berbagai bagian pipa saluran yang melewati
lahan yang tidak ditanami. Namun, untuk menanggapi keprihatinan masyarakat dalam hubungannya dengan
ancaman terhadap infrastruktur lokal selama proses pembangunan, pengkajian dampak sosial menyarankan
untuk meletakkan sistem guna memperbaiki kerusakan pada sistem irigasi, tanggul sawah, dan jalan-jalan
setempat.
Sumber: UNDP. Social Impact Assessment Survey of the China West-east Gas Pipeline Project. Beijing: United Nations Development Programme
China Country Office, 2002. Dapat diakses di: http://www.undp.org.cn/downloads/otherlocal/sia-pipeline-en.pdf
Kotak 9
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian..
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
162
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan ratarata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang,
yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia
pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
Pengkajian dampak sosial
Pendekatan dan prinsip dasar
Interorganizational Committee on Principles and Guidelines for Social Impact Assessment (2003). ‘Principles and Guidelines for
Social Impact Assessment in the USA’, Impact Assessment and Project Appraisal, 2003, 21 (2): 231-250.
UNEP. Environmental Impact Assessment Training Resource Manual. Topic 13 ‘Social Impact Assessment’. Geneva: United National
Environmental Programme, 2002. 2nd edition. Dapat
����������������������������������������������������������������������������
diakses di:
��������������������������������������������������������������
http://www.unep.ch/etu/publications/EIMan_2edition_toc.htm
Vanclay, F. ‘Social Impact Assessment: International Principles’, Impact assessment and Project Appraisal, 2003, 21 (1):5-11.
International Association for Impact Assessment website: http://www.iaia.org
Pedoman dan pembahasan metodologis yang terperinci
Becker, H.A. Social impact assessment: method and experience in Europe, North America and the developing world. London: UCL
Press, 1997.
Becker, H.A. dan Vanclay, F. (eds). The International Handbook of Social Impact Assessment. Cheltenham, UK: Edward Elgar,
2003.
Buedge, R.J. et.al. The Concepts, Process and Methods of Social Impact Assessment. Middleton, USA: Social Ecology Press, 2004.
Buedge, R.J. et.al. A Community Guide to Social Impact Assessment. Middleton, USA: Social Ecology Press, 2004. 3rd edition.
Analisis sosial
ADB. Handbook on Poverty and Social Analysis. Manila: Asian Development Bank, 2001. Dapat diakses di:
http://www.adb.org/Documents/Handbooks/Poverty_Social
World Bank. Social Analysis Sourcebook: Incorporating Social Dimensions into Bank-Supported Projects. Washington, DC: World
Bank, Social Development Department, 2003. Dapat diakses di:
http://www.worldbank.org/socialanalysissourcebook
Kajian dampak kesehatan
Health Impact Assessment Gateway: http://www.hiagateway.org.uk/
C a t a t a n P a n d u a n 11
163
Catatan panduan ini ditulis oleh John Twigg. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut ini atas saran dan komentar
mereka yang sangat berharga: Charles Martin Borkowski (konsultan manajemen lingkungan dan sosial), James Lette (BBC Consulting
Planners), Nicholas Linacre (International Food Policy Research Institute), Frank Vanclay (University of Tasmania), Tim Penasihat
proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas saran dan komentarnya yang sangat berharga. Terima kasih juga dihaturkan atas
dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID),
Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung
jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya
mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh Konsorsium
ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian dan evaluasi
proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di negara-negara
yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan
informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen
siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan
dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Perancangan Konstruksi, Standarstandar Bangunan, dan Pemilihan
Lokasi
C a t a t a n P a n d u a n 12
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini berfokus pada rancang bangun, standar-standar bangunan dan pemilihan lokasi, serta peran
semua itu dalam meredam risiko yang diakibatkan oleh bahaya-bahaya alam. Ini memberikan panduan umum untuk
para profesional konstruksi bangunan dan lembaga-lembaga penyandang dana yang terlibat dalam pembangunan
infrastruktur yang sedang berjalan dan rekonstruksi pascabencana. Catatan panduan ini memberikan panduan
dalam melakukan analisis terhadap potensi ancaman yang ditimbulkan oleh konstruksi yang buruk dan penggunaan
lahan yang tidak tepat di wilayah-wilayah yang rawan bahaya. Hanya konstruksi formal (terutama bangunan) yang
diperhitungkan dalam catatan panduan ini, dan sejumlah arahan juga diberikan tentang bagaimana merancang
rencana intervensi struktural (konstruksi atau penguatan) untuk membantu meredam risiko yang ditimbulkan bahaya
alam terhadap penduduk rentan, penghidupan mereka dan ekonomi lokal. Tidak ada usulan solusi teknis khusus
yang diberikan untuk rancangan intervensi struktural karena setiap lokasi dan bahaya memerlukan solusi yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan sumber daya setempat. Namun demikian, di sini juga diberikan rujukan tentang
bacaan lebih lanjut tentang hal-hal teknis. Prasarana
����������������������������������������������������������������������
peredaman risiko bahaya tidak dicakup dalam catatan panduan
ini.
1. Pengantar
Sebagian besar bantuan pembangunan digunakan untuk membangun prasarana di negara-negara berkembang.
Namun, investasi-investasi ini serta kemajuan pembangunan yang terkait dengan investasi-investasi tersebut dapat
lenyap dalam hitungan detik jika ada kejadian bahaya alam (lihat lihat Kotak 1). Kebanyakan hilangnya nyawa
dan kerugian ekonomi langsung yang diakibatkan oleh kejadian bahaya alam merupakan akibat langsung karena
rusaknya lingkungan terbangun dan/atau sistem peringatan dini serta evakuasi yang tidak efektif. Dampak negatif
yang diakibatkan bahaya alam pada komunitas dapat dibatasi dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya tersebut
ketika memilih lokasi, merancang prasarana baru dan memperkuat prasarana yang sudah ada.
Tidak disertakannya langkah-langkah peredaman bahaya dalam proyek-proyek pembangunan bukan hal yang bisa
diterima mengingat semakin meningkatnya risiko bencana di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh
kerusakan lingkungan (lihat Catatan Panduan 7) dan semakin berkembangnya urbanisasi, disertai dengan pesatnya
pembangunan rumah-rumah dengan konstruksi yang buruk, penggunaan lahan yang tidak terkendali, layanan yang
tidak tertib dan kepadatan penduduk yang tinggi. Oleh karena itu, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan harus bertanggung gugat untuk menyertakan langkah-langkah peredaman bahaya dalam proyekproyek konstruksi mereka serta terhadap kerugian yang ditimbulkan karena tidak disertakannya langkah-langkah
peredaman tersebut. Ini berlaku untuk proyek-proyek yang menggunakan pendekatan praktis atau kerja-kerja yang
dilakukan orang lain.
C a t a t a n P a n d u a n 12
165
Kotak 1
Konsekuensi yang harus dipikul karena mengabaikan bahaya dalam
konstruksi
Contoh-contoh di bawah ini menunjukkan bahwa tidak adanya langkah-langkah peredaman bahaya atau
ketergantungan pada praktik setempat saja bisa mengakibatkan kerugian jiwa dan ekonomi yang besar dan
kemunduran dalam pencapaian pembangunan ketika bencana terjadi:

Selama tahun-tahun sebelum terjadinya banjir pada Mei 2000, Bank Dunia mendanai pembangunan 487
sekolah di Mozambik sesuai dengan praktik setempat dalam mendirikan bangunan. Namun, selama banjir
tersebut, 500 sekolah dasar dan tujuh sekolah lanjutan rusak dan hancur, sehingga membuat kemunduran
yang jauh dalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.

Bank Pembangunan Karibia (Caribbean Development Bank), Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan
Internasional (United States Agency for International Development/USAID) dan pemerintah Dominika
mendanai pembangunan sebuah pelabuhan air laut dalam di Teluk Woodbridge, Dominika. Laboratorium
Hidrolik Delft (Delft Hydraulics Laboratory) Belanda melakukan sebuah studi khusus tentang bahaya-bahaya
di pelabuhan tersebut dan memberikan sebuah laporan. Para kontraktor yang merancang pelabuhan
tersebut mengabaikan tinggi gelombang maksimum yang diindikasikan dalam laporan tersebut dan
membangun pelabuhan yang bisa menahan gelombang dengan tinggi kurang separuh yang disebutkan
dalam laporan. Pada 1979, setahun setelah proyek selesai, struktur dan fasilitas pelabuhan rusak parah
karena Badai David (Hurricane David). Biaya perbaikan mencapai 3,9 juta dolar Amerika Serikat (perkiraan
tahun 1982) atau 41 persen dari seluruh biaya pembangunan pelabuhan. Proyek Mitigasi Bencana Karibia
(Caribbean Disaster Mitigation Project/CDMP) menyatakan bahwa penguatan struktur pelabuhan pada saat
tahap perancangan hanya akan memerlukan biaya 10 persen dari keseluruhan biaya pembangunan.

Gempa bumi di Bhuj, India, telah menimbulkan kerusakan yang meluas, termasuk runtuhnya 461.593
rumah-rumah di pedesaan yang terbuat dari bongkah-bongkah batu. India memiliki aturan-aturan yang
baik tentang praktik tahan gempa, tetapi tidak adanya penegakan, serta buruknya prosedur inspeksi telah
mengakibatkan kegagalan fungsi dan kerusakan pada 179 gedung pencakar langit dengan konstruksi beton
bertulang di Ahmedabad, 230 kilometer dari pusat gempa. Kerusakan pada pengoperasian pelabuhan dan
industri mengakibatkan kerugian langsung dan tidak langsung sekitar lima miliar dolar AS.

Badai Mitch yang menghantam Honduras pada 1998 telah mengakibatkan kerugian yang setara dengan
41 persen produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) negara tersebut. Badai
���������������������
Luis pada 1995
mengakibatkan kerugian yang setara dengan 65 persen GDP negara Antigua & Barbuda.

Pada Januari dan Februari 2001, dua gempa bumi besar menghancurkan El Savador. Lebih dari 165.000
rumah hancur dan 110.000 lainnya rusak. Di wilayah-wilayah yang paling terkena dampak, rumah yang
hancur mencapai hingga 85 persen. Tingkat kerusakan bisa disebabkan oleh dua faktor utama: bahan
bangunan yang digunakan dan kualitas konstruksi dan pemeliharaan.
2. Kondisi terkini
Di masa lalu, program-program pembangunan yang mencakup pembangunan prasarana sering mengabaikan
pilihan rancangan dan pembangunan untuk mengurangi kerentanan prasarana terhadap bahaya alam sering
karena adanya anggapan bahwa hal itu akan memakan biaya lebih tinggi dan tidak adanya keahlian yang tepat.
Lebih jauh lagi, pemilihan lokasi layanan fasilitas penting sering dibuat atas dasar biaya dan ketersediaan daripada
berdasarkan pertimbangan keselamatan dari bahaya alam yang mungkin terjadi. Demikian pula, lembaga-lembaga
pembangunan menggantungkan diri pada “praktik unggulan setempat” dalam memperkerjakan kontraktor yang
akan melakukan kerja konstruksi. Masalah muncul ketika praktik unggulan setempat tersebut tidak menggunakan
aturan mendirikan bangunan yang tahan bahaya atau aturan mendirikan bangunan yang memperhitungkan
bahaya setempat secara memadai. Jenis aturan mendirikan bangunan yang kedua ini biasanya ada di negara-
166
World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development: An IEG Evaluation of World Bank Assistance for Natural Disasters. Washington, DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006. Dapat
diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/
CDMP. Costs and benefits of hazard mitigation for building and infrastructure development: A case study in small island developing states. Caribbean Disaster Mitigation Project publication series.
Washington, DC: Organization of American States, 2004. Dapat diakses di: http://www.oas.org/CDMP/document/papers/tiems.htm
MAE. The Bhuj Earthquake of 2001. CD Release 01-04. Mid-America Earthquake Center Reconnaissance Report, 2001.
Gunne-Jones, A. Land-use planning: How effective is it in reducing vulnerability to natural hazards? Institute of Civil Defence and Disasters Studies, 2006. Dapat diakses di: http://www.icdds.org/
Gibbs, T. How can the resilience of infrastructure be increased? Prosidings 682nd Wilton Park Conference, Wiston House, West Sussex, England, 9–11 September 2002.
Dowling, D.M. ‘Adobe housing in El Salvador: Earthquake performance and seismic improvement’. Dalam Rose, W.I. et al. (eds), GSA Special Paper 375: Natural Hazards in El Salvador. Geological
Society of America, 2004, hal. 281–301.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
negara yang jarang dilanda bahaya alam atau yang tidak memiliki catatan sejarah yang lengkap tentang bencanabencana alam di masa lalu. Ini menghasilkan peta bahaya atau zonasi yang tidak bisa mewakili frekuensi kejadian
atau potensi besarnya bahaya alam dengan memadai (lihat Catatan Panduan 2). Bahkan meskipun ada aturan
mendirikan bangunan yang tepat, penerapan aturan tersebut secara tepat memerlukan para ahli teknik, arsitek,
dan pembangun yang terampil serta prosedur penegakan dan inspeksi yang efektif. Tata kelola pemerintahan yang
buruk dan korupsi bisa mengakibatkan, misalnya, penyalahgunaan pengendalian tata guna lahan, perizinan dan
aturan dalam mendirikan bangunan, serta perluasan bangunan yang tidak sah. Hal tersebut sering memperparah
kerusakan yang diakibatkan bencana. Selain itu, kebanyakan negara berkembang tidak memiliki sertifikasi dan
proses lisensi untuk para profesional serta tidak memiliki prosedur penegakan. Namun demikian, prosedur
penegakan di sejumlah negara maju juga terbukti tidak efektif, seperti yang ditunjukkan oleh Badai Andrew (1992)
di Florida, AS, dan gempa bumi di Izmit (1999), Turki.
Oleh karena itu, penggunaan praktik unggulan setempat dan tata guna lahan yang didasarkan pada kesempatan
bisa meningkatkan kelemahan yang ada dalam bangunan-bangunan dan prasarana yang ada saat ini. Lembagalembaga dana dan pembangunan sama-sama perlu memastikan adanya tenaga spesialis dalam bidang bahaya dan
ahli teknik untuk mengkoordinasikan atau melaksanakan proyek-proyek konstruksi (baik dengan memperkerjakan
mereka secara langsung atau memastikan bahwa kerja yang diserahkan akan dipimpin oleh orang-orang seperti
itu). Spesialis (atau tim ahli, tergantung dari jumlah bahaya dan skala proyek) ini harus menetapkan satu kerangka
kerja untuk perancangan dan konstruksi, yang kemudian bisa dilakukan oleh para ahli teknik, pembangun, dan
pekerja lain.
Berlawanan dengan pendapat umum, pelaksanaan langkah-langkah peredaman bahaya dalam mendirikan
bangunan bisa memakan biaya konstruksi yang relatif murah. Aktivitas yang bisa memakan biaya adalah penyediaan
kerangka kerja yang efektif dalam melaksanakan langkah-langkah tersebut (misalnya, penyelenggaran pelatihan
keterampilan, studi yang tepat tentang bahaya, penelitian tentang solusi penguatan dengan biaya rendah). Namun,
jika ada mekanisme untuk penegakan kendali mutu dan aturan-aturan pelaksanaan, semua biaya ini akan
ditanggung oleh industri konstruksi. Dalam banyak kasus, yang menjadi masalah adalah kurangnya mandat hukum
dalam aturan-aturan mendirikan bangunan dan konsekuensi yang ditimbulkan karena kurangnya penegakan
aturan-aturan tersebut, sehingga membuat lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk memerintahkan dan
mendanai proyek-proyek pembangunan juga harus melakukan riset dan pengembangan, pelatihan dan pendidikan
yang diperlukan. Namun demikian, CDMP melihat bahwa pengembangan dan penegakan aturan-aturan dan
standar-standar yang tepat untuk mendirikan bangunan tidak membuat biaya pembangunan menjadi mahal.
Sebuah investasi dalam mitigasi bencana dapat menghasilkan penghematan berlipat ganda dalam tanggap bencana
dan terhadap kemunduran pencapaian pembangunan (lihat Kotak 2). Banyak proyek yang melibatkan investasi
badan-badan pembangunan dalam menggalakkan konstruksi bangunan yang tahan bahaya yang terencana dengan
baik dan proyek-proyek tersebut telah menunjukkan manfaat yang besar (lihat Kotak 3).
Kotak 2
Berapa biaya yang harus dikeluarkan?
Pelaksanaan langkah-langkah mendirikan bangunan yang tahan bahaya bisa relatif murah dan menghasilkan
manfaat jangka panjang untuk proyek-proyek pembangunan:

Modifikasi sederhana yang dilakukan untuk memperbaiki rumah-rumah sementara atau kutcha yang
tahan topan di Banglades hanya memakan biaya lima persen dari seluruh biaya konstruksi.

Pengenalan prinsip-prinsip ketahanan terhadap gempa (tata letak yang optimal, pemanfaatan prinsipprinsip rancangan penyangga/penguat dan kriteria yang lebih ketat dalam rancangan simpul pengikat) di
tahap rancang bangun prasarana modern akan meningkatkan biaya konstruksi sebesar 5-14 persen

Kemitraan Konsultan Ahli Teknik (Consulting Engineers Partnership) memperkirakan bahwa peremajaan
Victora Hospital (St Lucia) pada tahun 1993 dan Princess Margaret Hospital (Dominika) pada 1980 agar
dapat membuat rumah sakit-rumah sakit tersebut tahan badai akan memakan biaya masing-masing satu
persen dan 2,2 persen dari biaya mengungsi sementara.
CDMP (2001)
Lewis, J. and Chisholm, M.P. ‘Cyclone-resistant Domestic Construction in Bangladesh’. In Hodgson, R.L.P., Seraj, S.M., and Choudhury, J.R. (eds), Implementing hazard-resistant housing. Prosiding First
International Housing and Hazards Workshop to Explore Practical Building for Safety Solutions, Dhaka, Bangladesh, 3–5 December 1996.
Gibbs (2002); lihat catatan kaki 5.
C a t a t a n P a n d u a n 12
167
3. Memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko
bahaya dalam proyek-proyek konstruksi
Diperlukan satu pendekatan terpadu dan menyeluruh untuk memperbaiki keselamatan bangunan-banguan terhadap
bahaya alam, antara lain dengan melakukan investasi untuk memperkuat struktur-strutur dan menggalakkan
pembuatan bangunan yang aman. Lembaga-lembaga penyandang dana dan lembaga pembangunan penting untuk
memastikan bahwa para akhli teknik di konstruksi yang tahan bahaya diajak berkonsultasi selama tahap awal
proyek-proyek konstruksi.
Kotak 3
Beberapa keberhasilan yang teramati
Untuk bisa memastikan apakah penggunaan teknik-teknik mendirikan atau menguatkan bangunan secara
aman berhasil memberikan daya tahan yang memadai terhadap bahaya bukanlah hal yang mudah karena
konstruksi yang dimaksud belum pernah terkena bahaya yang dimaksudkan dalam rancang bangun tersebut.
Namun, ada juga beberapa pengecualian, seperti:

Pada 1977, menyusul terjadinya siklon yang menghancurleburkan kawasan pesisir di Andhra Pradesh,
India, sebuah kelompok sukarelawan bernama AWARE membangun 1.500 rumah di Distrik Krishna.
Rumah-rumah ini menggunakan rancangan tahan siklon dari Institut Riset Bangunan Sentral (Central
Building Research Institute) yang menggunakan dinding beton batako (terbuat dari semen dan kerakal
andesit) dengan atap papan beton. �����������������������������������������������������������������
Dari rumah-rumah ini, 1.474 rumah bisa menahan siklon yang lebih
kuat saat menghantam kawasan itu pada 1990.10

Di Peru, lembaran-lembaran anyaman besi yang dilapisi adonan pasir dan semen dipasang di dinding
rumah-rumah dari adobe (tanah liat yang dijemur) yang ada selama program penguatan prototipe. Ketika
gempa Arequipa mengguncang Peru pada 2001, rumah-rumah ini tetap tegak tidak mengalami kerusakan,
sementara rumah-rumah di sekitarnya runtuh atau rusak berat.11

Hanya dua sekolah yang masih berdiri di Grenada setelah Badai Ivan melanda (September 2004). Dua
sekolah tersebut dulu pernah mengalami peremajaan melalui satu program Bank Dunia. Salah satu
sekolah digunakan untuk menampung pengungsi setelah badai tersebut.12

Setelah Angin Topan Sisang melanda Filipina tahun 1987, Departemen Kesejahteraan Sosial dan
Pembangunan, bekerja sama dengan Pusat Kesiapsiagaan Bencana Asia (Asian Disaster Preparedness Center/
ADPC), membangun 450 unit rumah. Rumah-rumah tersebut dirancang dengan rumah inti yang terdiri
dari tiang-tiang beton dengan selempang (pengikat) baja ke empat ujung atap dan rangka serta tiang
penyangga. Digunakan bahan-bahan asli dari daerah setempat untuk semua atap dan pelapisan dinding.
Rumah-rumah tersebut bisa bertahan dari dua angin topan berikutnya tanpa kerusakan berarti.13

Antara 27 Agustus dan 18 September 1995, Badai Luis dan Marilyn telah menyebabkan kerusakan pada 876
unit rumah di Dominika, sehingga menimbulkan total kerugian sebesar 4,2 juta dolar AS. Rumah-rumah
kecil dari kayu yang hancur ternyata tidak mengikuti aturan setempat tentang mendirikan bangunan.
Namun, semua bangunan yang telah diremajakan melalui Program Konstruksi yang Lebih Aman dari
CDMP dengan melakukan secara sederhana terhadap konstruksi setempat, berhasil bertahan dari badai
tersebut.14

Pada 29 Mei 1990, sebuah gempa dengan skala 5,8 melanda Alto-Mayo di Peru timur laut. Buruknya
standar bangunan (terutama rumah-rumah yang terbuat dari tapial atau tanah liat) telah mengakibatkan
lebih dari 3.000 rumah roboh; 65 orang tewas dan 607 terluka. Tecnologia Intermedia (IT Peru)15
memperkenalkan satu model rumah quincha yang lebih baik, yang agak mengubah teknologi tradisional
agar bisa mengurangi kerentanan terhadap gempa bumi di masa mendatang. Ketika gempa kedua dengan
skala 6,2 menghantam kawasan itu pada bulan April 1991, sudah ada 70 rumah quincha yang dibangun
10 Sri, A.V.S. and Reddy, I.A.S. ‘The cyclone-prone coastal region of the State of Andhra Pradesh, India – A state-government approach’. Dalam Aysan, Y. et al., Developing building for safety
programmes: Guidelines for organizing safe building improvement programmes in disaster-prone areas. London: Intermediate Technology Publications, 1995.
11 Blondet, Garcia and Brzev (2003).
12 World Bank. Grenada, Hurricane Ivan: Preliminary Assessment of Damages, September 17, 2004. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/
INTDISMGMT/Resources/grenada_assessment.pdf
13 Diacon, D. ‘Typhoon resistant housing in the Philippines: The Core Shelter Project’. Disasters, 16 (3), 1992.
14 CDMP. Toolkit: A Manual for Implementation of the Hurricane-resistant Home Improvement Program in the Caribbean. Caribbean Disaster Mitigation Project publication series. Washington, DC:
Organization of American States, 1999. Dapat diakses di: http://www.oas.org/cdmp/document/toolkit/toolkit.htm
15 Berdasarkan pada Maskrey, A. ‘The Alto-Mayo reconstruction plan, Peru – an NGO approach’. Dalam Aysan et al. (1995) dan di Ferradas, P., ‘Post-disaster housing reconstruction for sustainable risk
reduction in Peru’, Open House International, 2006, 31(1).
168
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
dan penduduk setempat bisa melihat sendiri bahwa rumah-rumah tersebut lebih tahan bahaya. Sebanyak
1.120 quincha juga telah dibangun dengan bantuan dari IT Peru selama lima tahun berikutnya, kemudian
penduduk setempat membangun 4.000 rumah serupa.
Agar bisa membuat kriteria rancangan untuk sebuah proyek pengurangan risiko, harus dilakukan identifikasi
bahaya, risiko yang ada saat ini dan tingkat risiko yang dapat diterima secara sosial. Satu pengkajian multibahaya
harus dilakukan pada tahap awal untuk mengidentifikasi jenis-jenis bahaya, kemungkinan tingkat keparahan dan
pengulangan kembali (lihat Catatan Panduan 2 dan 7). Suatu evaluasi tentang risiko yang ada saat ini mencakup
identifikasi lokasi-lokasi yang paling mungkin menjadi tidak aman ketika terjadi bahaya alam (misalnya, wilayahwilayah yang rentan banjir, tanah longsor atau liquifaksi yang diakibatkan gempa bumi) dan mengkaji tata guna
lahan lokasi-lokasi tersebut serta mengkaji kemampuan konstruksi setempat untuk bertahan terhadap bahayabahaya yang telah diidentifikasi. Sebuah survei tentang bangunan-bangunan dan prasarana-prasarana yang ada
dapat mengenali kerentanan-kerentanan yang tinggi sebelum terjadinya peristiwa berbahaya. Dalam sebuah
skenario pascabencana, dapat dipetik pelajaran-pelajaran dari perilaku berbagai jenis konstruksi yang berbeda
selama peristiwa tersebut. Survei-survei pascadiagnostik harus dimasukkan ke dalam program-program rekonstruksi
bahaya. Agar bisa menentukan risiko yang bisa diterima secara sosial,16 aturan-aturan setempat dan tingkat nasional
tentang mendirikan bangunan,17 peraturan dan praktik unggulan internasional harus ditelaah untuk mendapatkan
satu gagasan tentang tingkat risiko saat ini yang bisa diterima untuk berbagai bahaya dan prasarana berbeda.
Sebagai contoh, dalam hampir semua aturan teknis mendirikan bangunan yang memperhitungkan gempa, struktur
dirancang untuk bisa menahan gempa bumi yang berdistribusi normal dengan probabilitas 10 persen selama lebih
dari 50 tahun (yaitu, peristiwa mempunyai periode perulangan 475 tahun). Pemerintah dan komunitas setempat
harus diajak berdiskusi dan harus ditentukan tingkat risiko untuk rancangan tersebut. Penting diingat bahwa
tingkat risiko yang diterima secara sosial akan berbeda-beda sesuai dengan pemanfaatan dan nilai penting fasilitas
dan perkiraan kinerja setelah terjadinya peristiwa bahaya alam. Akhirnya, jika bahaya yang teridentifikasi memiiki
tingkat risiko yang lebih besar dari yang bisa diterima secara sosial, harus ditetapkan kebutuhan untuk melakukan
penilaian bahaya (dan/atau pemilihan ulang lokasi), dan risiko yang bisa diterima secara sosial dan bahaya-bahaya
yang telah diidentifikasi menjadi kriteria rancangan untuk kerja-kerja konstruksi baru atau kerja-kerja penguatan.
Kotak 4
Tantangan, kesempatan dan praktik unggulan dalam pembangunan
kembali pascabencana
Proyek-proyek pembangunan kembali pascabencana memberikan kesempatan yang nyata bagi pengenalan
upaya-upaya konstruksi dan perencanaan tata guna lahan yang tahan bahaya. Semakin tingginya kesadaran
akan bahaya dan meningkatnya pendanaan untuk konstruksi dapat dikendalikan untuk meningkatkan
upaya-upaya ini dan mewujudkan pembaharuan legislatif yang diperlukan untuk mengatur tata guna lahan,
penegakan dan kendali mutu konstruksi.
Lembaga-lembaga pembangunan dan kemanusiaan harus melakukan pendekatan yang terkoordinasi
terhadap rekonstruksi dan skenario pascabencana. Lebih jauh lagi, lembaga-lembaga pemerintah daerah dan
nasional harus mendukung inisiatif-inisiatif besar dalam rekonstruksi. Rekonstruksi tidak boleh dilakukan
dengan tergesa-gesa. Kebutuhan mendesak dapat ditangani dengan melakukan upaya-upaya sementara
dan harus ditentukan satu batas waktu yang realistis agar bisa memungkinkan para ahli rancang bangun
yang tahan bahaya bisa diajak berkonsultasi dan agar tujuan-tujuan jangka panjang dipertimbangkan dalam
rekonstruksi. Kebutuhan sosial, ketersediaan lahan dan hambatan ekonomi menunjukkan bahwa tidak
selalu mungkin untuk membuat lahan aman dari semua bahaya dalam rekonstruksi pascabencana. Namun
demikian, masih dimungkinkan untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang diakibatkan bencana di masa
mendatang melalui konstruksi dan langkah-langkah perencanaan yang tepat.
16 Risiko yang bisa diterima secara sosial adalah kemungkinan kegagalan (kerusakan) prasarana yang bisa diterima oleh pemerintah dan penduduk secara umum dengan mengingat frekuensi dan
besarnya bahaya alam, dan penggunaan prasarana, nilai pentingnya serta dampak-dampak yang mungkin terjadi apabila prasarana tersebut rusak. Misalnya, sebuah stasiun tenaga nuklir tidak
diharapkan untuk rusak oleh segala peristiwa bahaya alam apa pun; oleh karena itu, tingkat risiko sosial yang bisa diterima adalah nol. Dalam banyak kasus, mendirikan bangunan dan prasarana
yang betul-betul tahan terhadap kemungkinan terbesar bahaya alam bukan merupakan tindakan yang murah (dan sering kali tidak dibenarkan karena jarangnya kejadian sejumlah bahaya alam
tersebut). Oleh karena itu, risiko terbatas bisa diterima.
17 Aturan-aturan mendirikan bangunan diartikan sebagai standar-standar dan panduan untuk mendirikan bangunan dan prasarana dengan memperhitungkan tingkat minimal keselamatan para
penghuninya. Lihat CDMP, Hazard-resistant Construction. Washington, DC: Organisation of American States and USAID’s Unit of Sustainable Development and Environment, 2006. Dapat diakses di:
http://www.oas.org/CDMP/safebldg.htm
C a t a t a n P a n d u a n 12
169
Penting diingat bahwa sumber daya-sumber daya yang disediakan untuk rekonstruksi segera setelah bencana
mungkin tidak akan tersedia untuk peningkatan kapasitas jangka panjang atau untuk menghasilkan
perubahan. Satu solusi, yang ada dalam kertas kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Departemen Inggris
untuk Pembangunan Internasional (DFID),18 adalah mengalokasikan 10 persen dari dana bencana untuk
mengurangi dampak bencana-bencana terkait di masa mendatang.
Dalam seluruh rancangan dan pelaksanaan proyek, sangat perlu untuk secara aktif melibatkan pemangku
kepentingan di tingkat lokal. Para pemangku kepentingan tingkat lokal antara lain adalah para pemanfaat langsung,
masyarakat luas yang terkena dampak, pihak berwenang tingkat daerah, pemerintah, serta para akademisi dan ahli
bangunan di tingkat lokal. Ini akan membantu pengembangan satu solusi teknis yang betul-betul berkelanjutan
(untuk penguatan prasarana atau pembangunan kembali) dan akan meningkatkan tingkat penerimaan proyek.
Satu proyek yang berkelanjutan dan berhasil bukan hanya sekadar pemilihan tempat, pemilihan solusi yang
berkelanjutan dan pelatihan bagi para pembuat bangunan setempat, tetapi juga mencakup isu-isu penguasaan
lahan, pendidikan tentang kesadaran akan risiko dan pemeliharaan di masa mendatang (lihat Kotak 5).
Kotak 5
Bukan hanya sekadar membangun
Mengusulkan praktik-praktik mendirikan bangunan atau memperbaiki dan menguatkan bangunan saja
tidak cukup untuk menjamin komunitas akan melakukannya. Pendekatan-pendekatan terpadu dan berbasis
komunitas dalam mendirikan bangunan yang aman harus ditingkatkan dengan:

Meningkatkan kesadaran tentang bahaya melalui pendidikan;

Partisipasi komunitas dalam mengembangkan proyek, pengambilan keputusan dan pemilihan
rancangan;

Mengembangkan perbaikan teknologi yang bisa diterima setempat, terjangkau dari segi biaya dan
berkelanjutan;

Mengembangkan cara-cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan teknis pada kelompok
sasaran;

Melakukan pelatihan pengembangan keterampilan untuk para pembuat bangunan dan pengrajin
setempat;

Meningkatkan taraf hidup secara umum;

Melatih para arsitek dan ahli teknik (di sektor publik maupun swasta), para pejabat yang terkait dengan
pendirian bangunan dan petugas penegakan hukum mendirikan bangunan yang sesuai aturan; dan

Menyusun perencanaan kesiapsiagaan terhadap bencana berbasis komunitas.19
Rumah sakit merupakan fasilitas yang sangat menentukan selama bantuan pascabencana dan keberlangsungannya
bukan saja bisa terganggu oleh hilangnya integritas struktural, tetapi juga oleh kerusakan terhadap peralatan
rumah sakit dan prasarana di sekitarnya (misalnya, hilangnya akses, pasokan air dan listrik). Harus dilakukan
suatu analisis risiko yang lengkap tentang jaringan struktur, isi dan sistem. Lembaga Kesehatan Pan Amerika (Pan
American Health Organisation/PAHO)20 menyediakan satu seri panduan untuk melakukan analisis seperti itu. Selain
dampak emosi yang luar biasa sebagai akibat kematian siswa, kerusakan pada gedung sekolah dan hilangnya para
guru menimbulkan dampak yang negatif terhadap pendidikan para penyintas (mereka yang selamat). Sekolah bisa
menjadi tempat penampungan sementara untuk penduduk dan menjadi fokus lembaga setelah terjadinya bencana
dan sangat penting dalam pemulihan ke situasi normal setelah kejadian bencana. Hal ini semakin diakui, baik oleh
komunitas ahli teknik maupun masyarakat pembangunan:

Organisasi PPB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization/UNESCO) sedang meluncurkan sebuah kampanye berjudul Pengurangan Bencana Dimulai
di Sekolah (Disaster Reduction Begins in School) yang menggalakkan pendidikan pengurangan risiko bencana di
sekolah-sekolah dan mendorong penerapan standar-standar konstruksi yang lebih ketat di sekolah-sekolah.

Pada Oktober 2005, ActionAid, Insitut Studi Pembangunan (Institute for Development Studies), Pamoja dan Strategi
Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International Strategy for Disaster Reduction - UN/
18 DFID. Reducing the risk of disasters – Helping to achieve sustainable poverty reduction in a vulnerable world: A DFID policy paper. London: Department for International Development (UK), 2006.
Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/disaster-risk-reduction-policy.pdf
19 Aysan et al. (1995).
20 Contohnya, PAHO (2003 dan 2004).
170
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
ISDR) memulai Proyek Pengurangan Risiko Bencana melalui Sekolah (Disaster Risk Reduction through Schools).
Proyek lima tahun tersebut, yang melibatkan tujuh negara, bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagai tempat
yang lebih aman dan sebagai focal point untuk inisiatif-inisiatif pencegahan, kesiapsiagaan dan mitigasi bencana
dalam komunitas.
Kotak 6
Sekolah dan rumah sakit
Sejumlah kejadian akhir-akhir ini sekali lagi menekankan kerentanan sekolah dan rumah sakit terhadap
bahaya alam:

Badai Ivan (kategori 3) menghantam Grenada pada 7 September 2004, sehingga menyebabkan kerugian
yang besar pada prasarana publik, khususnya sekolah dan rumah sakit. Dari 75 sekolah dasar dan lanjutan,
hanya dua yang bertahan dengan kerusakan tak berarti. Rumah sakit terbesar di pulau itu, yaitu Princess
Alice Hospital, mengalami kerusakan lebih dari 70 persen dan St. Georges, rumah sakit terbesar kedua,
mengalami kerusakan pada atap dan kehilangan peralatan laboratorium.21 Jendela-jendela pecah, yang
menunjukkan bahwa prasarana dengan kerusakan yang paling kecil pun tidak bisa segera digunakan
setelah badai tersebut.

Gempa bumi dengan skala 7,6 yang melanda Pakistan pada 8 Oktober 2005 mengakibatkan kerusakan
parah yang merobohkan 95 persen gedung-gedung pendidikan di wilayah Azad Jammu Kashmir dan 53
persen di Provinsi North-West Frontier; 18.095 murid dan 853 guru tewas di kedua provinsi tersebut. Selain
itu, 423 fasilitas kesehatan mengalami kerusakan total atau sebagian. Para staf pelayanan kesehatan tewas
atau terluka dan catatan informasi serta sistem hilang, sehingga membuat sistem kesehatan sama sekali
tidak berjalan.22

Rumah Sakit Umum Kobe yang terletak di Pulau Port, Kobe, Jepang, tetap beroperasi menyusul gempa
bumi pada Januari 1995. Namun, fungsinya berkurang karena runtuhnya jembatan yang menghubungkan
Pulau Port dengan daratan.23
Sebuah teknik untuk memperkuat konstruksi atau membuatnya aman dari bahaya harus mempertimbangkan semua
potensi bahaya, bukan hanya bahaya alam yang telah menjadi penyebab hampir semua bencana akhir-akhir ini.
Dalam banyak kasus, karakteristik rancang bangun yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan terhadap
satu jenis bahaya alam bisa memperkuat ketahanan terhadap bahaya lainnya, misalnya, dengan membuat pengikat
yang baik antara fondasi, rangka, dinding dan atap bangunan. Namun demikian, dalam kasus-kasus tertentu,
karakteristik rancang bangun yang membantu daya tahan terhadap satu jenis bahaya malah bisa merusak daya
tahan terhadap bahaya lain. Sebagai contoh, atap yang berat membantu untuk bertahan terhadap angin kencang
karena siklon, badai atau topan, tetapi akan meningkatkan daya desak pada bangunan saat terkena gempa bumi.
Di negara-negara berkembang, seringkali metode-metode dan bahan-bahan membangun yang sama sekali baru
tidak perlu diterapkan untuk bisa memberikan solusi yang aman. Praktik membangun setempat harus dikaji
dan kelemahan serta kekuatannya diidentifikasi dengan mempertimbangkan jenis dan berulangnya bahaya
alam setempat. Perbaikan struktural yang sederhana dan murah, disertai dengan metode konstruksi berkualitas
bagus serta pemeliharan terus menerus bisa mengatasi kelemahan-kelemahan utama.24 Jika bahan-bahan baru
diperkenalkan, harus dipastikan bahwa tersedia keterampilan dasar tentang bagaimana menggunakannya atau
diberikan pelatihan untuk menghindari meningkatnya kerentanan karena konstruksi yang buruk.
Penentuan lokasi dan rancangan fasilitas-fasilitas dan prasarana penting yang mendasar bagi tujuan-tujuan bantuan
dan pemulihan jika terjadi bencana harus mendapat pertimbangan khusus (lihat Kotak 6 di atas). Penggunaan
kriteria daya lenting terhadap bahaya yang ada dalam aturan-aturan mendirikan struktur normal tidak memadai
untuk kasus-kasus tersebut karena tidak berfungsinya fasilitas-fasilitas tersebut tidak bisa diterima secara sosial.
Perkembangan-perkembangan baru (misalnya, FEMA 35625 dan PAHO, 2004) menggalakkan “rancangan berbasis
kinerja” untuk fasilitas-fasilitas penting guna memungkinkan tingkat risiko yang lebih rendah yang bisa diterima
secara sosial. Ini termasuk keterkaitan tujuan-tujuan kinerja yang diinginkan (misalnya, kerusakan dan kehancuran
yang parah, tetapi menjamin keselamatan dan kehidupan) dengan berbagai periode berulangnya kejadian bahaya
21 World Bank (2005).
22 EEFIT. EEFIT mission: October 8, 2005 Kashmir earthquake. EEFIT: 2006. Dapat diakses di: http://www.eefit.org.uk
23 Davis, I. Location and operation of evacuation centres and temporary housing policies. Committee for Global assessment of earthquake countermeasures. Hyogo Prefecture, Kobe Disaster
Management Division, Japan, 2001.
24 Aysan et al. (1995).
25 ASCE. Prestandard and commentary for the seismic rehabilitation of buildings, FEMA 356. Washington, DC: American Society of Civil Engineers, 2000.
C a t a t a n P a n d u a n 12
171
yang berbeda (misalnya, kejadian yang sangat jarang dan kejadian yang paling mungkin) dalam menentukan
bobot desain bangunan. Dalam kasus bahaya angin, masih layak untuk menerapkan satu pendekatan “toleransi
nol (terhadap kerusakan)” dalam rancangan dan konstruksi fasilitas-fasilitas penting. Teknologi teruji (misalnya,
berbasis proses pengisolasian) bisa juga digalakkan penggunaannya dalam rancang bangun fasilitas-fasilitas baru
yang harus tetap berfungsi ketika ada kejadian bahaya. Daya tahan dan keberfungsian pascabencana seringkali dapat
sangat ditingkatkan hanya dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya alam ketika menentukan lokasi fasilitasfasilitas penting dan dalam merancang prasarana yang mendukung fasilitas-fasilitas tersebut. Sebagai contoh,
dekonsentrasi layanan-layanan penting mengenalkan secara berlebihan dan menghindarkan efek “domino” tidak
berfungsinya layanan fasilitas di komunitas-komunitas yang terkena dampak bencana. Paling penting lagi, semua
fasilitas krusial harus dirancang oleh para profesional dengan sertifikasi yang semestinya dan keahlian khusus.
Di California, misalnya, rancangan sekolah dan rumah sakit hanya boleh dilakukan oleh para profesional yang
memiliki ijin khusus dan dikontrol dengan ketat oleh sebuah lembaga negara bagian.
4. Pendekatan bertahap
Beberapa lembaga telah mengusulkan prosedur-prosedur untuk mendirikan bangunan yang tahan bahaya dan
prakarsa penguatan konstruksi dengan didasarkan pada keberhasilan dan kegagalan proyek yang telah mereka
,28,29,30
jalankan. Dari tinjauan terhadap prosedur-prosedur ini,�� sumber-sumber teknik�����������
dan inisiatif-inisiatif di masa
lalu yang berhasil (misalnya, Kotak 3), tabel berikut telah dibuat. Tabel ini menyajikan ringkasan pertimbanganpertimbangan yang harus diambil dalam tahap penilaian proyek semacam itu. Pertimbangan-pertimbangan ini
merupakan tambahan dari yang disajikan di Catatan Panduan 1.
Tabel 1 Ringkasan pertimbangan-pertimbangan yang harus diambil dalam tahap penyusunan program,
identifikasi dan penilaian suatu proyek konstruksi atau penguatan untuk pengurangan risiko bahaya
Tahap
Pertimbangan-pertimbangan kunci
Menentukan peran
dan tanggung
jawab

Menentukan dengan jelas peran dan tanggung jawab yang berkaitan dengan aspekaspek utama dalam proyek (yaitu, pengkajian risiko bahaya, rancangan dan penentuan
lokasi prasarana yang tahan bahaya secara tepat, penguatan rancang bangun dan
kendali mutu konstruksi, pemakaian dan pemeliharaan) yang dipikul oleh berbagai
individu, badan dan lembaga yang terlibat dalam proyek:

Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang
pembangunan atau bantuan (kemanusiaan) yang bekerja di wilayah yang sama
untuk menghindari duplikasi upaya penelitian terhadap konstruksi yang tahan
bahaya dan untuk menggalakkan penggunaan standar-standar konstruksi tahan
bahaya secara selaras

Membangun satu sistem konsultasi dan kerja sama dengan para ahli teknik,
akademisi, pemerintah daerah dan penduduk yang terkena dampak

Memastikan bahwa para ahli teknik dan para penyedia layanan prasarana lain
berperan serta secara penuh dalam rancangan proyek daripada hanya sekadar
membangun atau memenuhi order.
26 Aysan et al. (1995); UNDRO (1982); World Bank (2005).
27 Coburn, A. dan Armillas, I. ‘Earthquake Reconstruction for Future Protection’. Dalam Aysan, Y. dan Davis, I. (eds), Disasters and the small dwelling: Perspectives for the UN IDNDR. Oxford: James and
James Science Publishers Ltd., 1992.
28 EERI/IASPEI. International norm for seismic safety programs. Draft. Working group of the International Association of Earthquake Engineering and the Internationa Association of Seismology and
Physics of the Earth’s Interior. EEFIT/International Association of Seismology and Physics of the Earth’s Interior, 2006. Dapat diakses di: http://www.world-housing.net
29 Davis, J. dan Lambert, R. Engineering in emergencies: A practical guide for relief workers. Bourton-on-Dunsmore: ITDG Publishing/Red R, 2002. 2nd ed.
30 Lubkowski, Z. dan da Silva, J. Aceh and Nias post-tsunami reconstruction: Review of Aceh housing program. London: Arup, 2006. Dapat diakses di: http://www.arup.com
172
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Tahap
Pertimbangan-pertimbangan kunci
Mengkaji bahaya

Mengkaji frekuensi dan “ukuran” semua sumber bahaya alam yang potensial (geologi,
meteorologi atau hidrologi) di wilayah tersebut (lihat juga Catatan Panduan 2 dan
7) dan menentukan skenario bahaya yang mungkin untuk dipertimbangkan dalam
merancang prasarana:

Idealnya, rencana strategi negara yang disusun oleh lembaga-lembaga
pembangunan sudah mencakup satu gambaran umum tentang arti penting risiko
bencana dalam satu negara tertentu (lihat Catatan Panduan 4)

Studi-studi akademik dan peta-peta bahaya yang ada saat ini bisa memberikan
informasi yang diperlukan untuk evaluasi tentang bahaya. Namun demikian,
tergantung pada bahaya yang umum ada dan lokasinya, mungkin perlu juga untuk
melakukan analisis risiko studi-studi mikro-zonasi untuk lokasi-lokasi tertentu.

Kemungkinan dampak sekunder setempat (misalnya, tanah longsor yang
diakibatkan hujan lebat atau gerakan tanah) harus dipertimbangkan.
Meninjau peraturan
perundangan dan
praktik unggulan

Mengkaji kode-kode praktik yang ada tentang daya tahan terhadap bahaya dan
menentukan apakah mereka memadai untuk digunakan:

Idealnya, tinjauan ini dirampungkan di tingkat nasional, tetapi oleh sebuah
lembaga pembangunan atau badan penelitian/akademik setempat. Ini kemudian
dapat dirujuk sesuai dengan konteks proyek tertentu

Jika tidak ada tinjauan apa pun, harus diupayakan agar menelaah kode-kode
praktik yang ada untuk daya tahan terhadap bahaya. Antara lain:

Menelaah sejarah pengembangan kode tersebut serta tingkat disertakannya
bahaya tertentu

Melihat kinerja bangunan/prasarana yang dirancang sesuai dengan kode-kode
tersebut selama peristiwa bahaya di masa lalu

Membandingkan kriteria beban dan rancang bangun dengan aturan-aturan
mendirikan bangunan yang disusun oleh negara-negara yang memiliki bahaya
yang serupa dan negara-negara tetangga yang memiliki praktik konstruksi yang
sama.

Meninjau praktik unggulan dan aturan-aturan internasional untuk mendirikan
bangunan, merancang pedoman yang tepat untuk bahaya yang sudah
teridentifikasi dan mengkaji kemungkinan penerapannya
Meninjau
metodologi
konstruksi dan
kapasitas setempat

Mengidentifikasi praktik-praktik utama setempat dalam konstruksi untuk jenis
prasarana yang relevan. Sebuah pengkajian yang cukup cepat bisa dilakukan dalam
kasus konstruksi baru, tetapi diperlukan analisis yang lebih rinci untuk sebuah proyek
peremajaan:

Kelemahan struktur dan kerentanan prasarana terhadap bahaya alam yang sudah
diidentifikasi harus dikaji. Ini akan jelas dalam sebuah skenario pascabencana. Ini
bisa mencakup satu studi tentang tingkat degradasi struktur dan bahan-bahannya
seiring dengan waktu untuk mengkaji daya tahan terhadap bahaya yang sudah
diperkirakan.

Kekuatan dan daya tahan bahan-bahan yang diperlukan harus ditetapkan

Identifikasi siapa yang membuat rancangan dan konstruksi (dengan menggunakan
tenaga ahli, tidak menggunakan tenaga ahli, membangun sendiri atau dibangun
oleh kontraktor) dan tingkat kepatuhan pada aturan.

Mengkaji daya tahan konstruksi setempat terhadap bahaya yang sudah diidentifikasi
dan tingkat risiko yang ditimbulkannya.
C a t a t a n P a n d u a n 12
173
Tahap
Pertimbangan-pertimbangan kunci 31 32
Mentukan tujuantujuan keselamatan
terhadap bahaya

Menentukan tujuan-tujuan yang jelas dan terukur untuk keselamatan terhadap
bahaya dengan didasarkan pada tingkat risiko yang dapat didukung oleh lembagalembaga publik dan pemerintah yang terkena dampak. Mempertimbangkan isu
akuntabilitas badan-badan pembangunan

Mempertimbangkan berbagai tujuan-tujuan kinerja yang berbeda untuk fasilitas dan
prasarana penting, khususnya dengan mempertimbangkan faktor potensi dampak
terhadap para pengguna atau pelanggan yang akan terkena dampak negatif secara
berbeda-beda karena hilangnya layanan
Pemilihan lokasi

Lokasi untuk pembangunan biasanya akan ditentukan oleh pemerintah daerah
dengan berdasarkan pada kriteria ketersediaan dan ekonomi. Kesesuaian lokasilokasi ini perlu dikaji. Ini dapat dilakukan dengan mengikuti satu daftar uji (antara
lain, Corsellis and Vitale,31 dan Standar-standar Sphere32). Pengkajian bahaya yang
dilakukan di tahap sebelumnya juga harus dipertimbangkan.

Menentukan apakah diperlukan kerja-kerja tambahan agar lokasi yang dipilih layak
untuk dibangun atau apakah lahan yang digunakan harus dibatasi untuk mengurangi
kerentanan terhadap bahaya alam

Mempertimbangkan apakah memilih kembali lokasi yang sudah berkurang risikonya
bisa menjadi satu pilihan:

Ciri-ciri topografi dan bentang alam dapat digunakan untuk mengurangi dampak
potensi bahaya alam (misalnya, untuk meminimalkan risiko banjir atau mengubah
kecepatan angin dan arah angin)

Pertukaran lahan bisa menjadi kemungkinan solusi melalui kerjasama dengan
pemerintah daerah meskipun keberhasilan dalam hal ini selama ini mungkin
lebih terkait dengan perlindungan lingkungan.
Rancangan dan
pengadaan

Merancang satu solusi penguatan/pendirian bangunan yang berkelanjutan dan
diterima secara sosial yang memenuhi tujuan-tujuan keselamatan terhadap bahaya:

Mempertimbangkan keterbatasan finansial, keterampilan konstruksi dan
ketersediaan bahan-bahan bangunan

Mempertimbangkan gangguan terhadap aktivitas normal dalam inisiatif penguatan
bangunan

Memastikan bahwa dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan usulan solusi
bisa diterima (lihat Catatan Panduan 7 dan 11)

Memastikan (misalnya, melalui uji coba dan riset) bahwa solusi yang diusulkan
akan mewujudkan tujuan kinerja yang telah ditentukan di langkah sebelumnya

Menyusun satu strategi pengadaan yang menyediakan keseluruhan nilai uang dan
sumber daya selama seluruh jangka waktu masa pakai layanan/fasilitas

Mengkaji kompetensi kontraktor:

Mempertimbangkan tingkat supervisi lokasi yang diperlukan

Menangani isu-isu pelatihan keterampilan yang diperlukan untuk pelaksanaan
solusi yang diusulkan (misalnya, kemungkinan pelatihan di tempat kerja
dimasukkan dalam tahap pelaksanaan)

Menyusun bantuan dan panduan tentang mendirikan bangunan, yang mewakili
kondisi bahaya setempat, kararakteristik bahan bangunan keterampilan dan kualitas
setempat dengan menggunakan hasil-hasil dari studi-studi di atas.
Konstruksi

Penting agar kualitas konstruksi tidak mengabaikan tujuan rancangan. Oleh karena
itu, harus disusun sebuah prosedur untuk melakukan inspeksi multidisipliner dan
memeriksa spesifikasi kerja dalam seluruh proses membangun:

Uji coba bahan-bahan dan pemeriksaan pemenuhan pedoman rancangan

Pastikan pelaksanaan sistem jaminan mutu
31 Corsellis, T. dan Vitale, A. Transitional settlement displaced populations. Cambridge, UK: University of Cambridge Shelter Project and Oxfam, 2005.
32 Sphere Project. Humanitarian Charter and Minimum Standards in Disaster Response. Geneva: Sphere Project, 2004. Dapat diakses di: http://www.sphereproject.org/content/view/27/84/lang,English/.
174
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Tahap
Pertimbangan-pertimbangan kunci
Pengoperasian dan
pemeliharaan

Pedoman untuk pengoperasian dan pemeliharaan harus tersedia untuk
mempertahankan tingkat daya tahan terhadap bahaya yang sudah dirancang

Membentuk struktur pendanaan dan manajemen untuk pengoperasian dan
pemeliharaan

Menentukan satu prosedur yang harus diikuti untuk mendapatkan persetujuan tentang
segala perubahan terhadap struktur yang dilakukan selama masa digunakannya
struktur tersebut
Evaluasi

Evaluasi terhadap kecukupan rancangan prasarana yang dipilih dan keberhasilan
proyek sebagai satu keseluruhan harus dilakukan. Banyak pertimbangan mencakup:

Tingkat keberfungsian, tingkat penerimaan sosial dan keberlanjutan

Biaya proyek dalam kaitannya dengan potensi manfaat rancangan yang tahan
bahaya di peristiwa-peristiwa mendatang, segala keterampilan baru yang
disediakan untuk para pembangun dan pedoman baru tentang konstruksi yang
diperkenalkan.

Melaporkan kinerja prasarana dalam segala peristiwa bahaya yang telah terjadi

Pelajaran yang dipetik berkaitan dengan penguatan daya tahan terhadap bahaya
harus diringkas, diungkapkan dan ditarik untuk proyek-proyek mendatang.
5. Faktor-faktor penentu keberhasilan
Faktor-faktor penentu yang harus ditangani dalam memastikan keberhasilan pengarusutamaan konstruksi yang
aman adalah:

Melakukan pemeriksaan rancangan, penegakan dan kendali mutu. Kebijakan yang tepat, langkah-langkah
pelaksanaan yang efektif dan personel teknis yang terlatih diperlukan dalam menguji rancangan, menegakkan
praktik-praktik yang baik dalam mendirikan bangunan dan melakukan inspeksi tentang kualitas konstruksi
dalam seluruh proses pendirian bangunan. Pemeriksaan rancangan secara efektif tidak bisa dilakukan oleh
orang-orang yang kurang tahu dan kurang berpengalaman daripada para perancang. Diterima atau tidaknya
pencapaian tujuan-tujuan kualitas dapat dituangkan dalam kriteria pembayaran, jadwal kontraktor dan
ikatan tentang kinerja. Penegakan dan kendali mutu biasanya merupakan bagian yang paling lemah dalam
sistem, seringkali karena tidak adanya sumber daya manusia dan keuangan yang dialokasikan untuk fungsi
ini serta campur tangan politik dalam sistem pembuatan peraturan.33 Namun demikian, diperkirakan34 bahwa
pemeriksaan dan pemantauan terhadap rancangan dan konstruksi prasarana menimbulkan biaya tambahan
satu hingga dua persen dari seluruh biaya konstruksi. Ini merupakan jumlah yang kecil jika dihitung bahwa
jumlah tersebut untuk seluruh masa pakai konstruksi itu dan akan mendapat penggantian dari penghematan
biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan.

Konsultasi dengan para ahli bahaya dan konstruksi. Satu faktor utama yang menentukan keberhasilan
pengarusutamaan langkah-langkah tahan bahaya dalam proyek-proyek konstruksi pembangunan adalah
pengakuan oleh badan-badan pembangunan dan penyandang dana tentang perlunya melibatkan para spesialis
tentang bahaya dan ahli teknik sipil/struktur dalam koordinasi dan rancangan proyek serta kerja-kerja konstruksi.
Satu masukan kecil dari orang-orang seperti itu sejak proyek dimulai bisa memastikan bahwa rancangan
mempertimbangkan tingkat risiko yang benar dan bahwa praktik solusi/konstruksi teknis yang digunakan adalah
tepat. Kurangnya keterlibatan para ahli dan ketergantungan pada praktik unggulan setempat bisa memunculkan
kembali atau meningkatkan kerentanan.

Perencanaan tata guna lahan dan perbaikan aturan-aturan mendirikan bangunan yang tahan bahaya. Lembagalembaga pembangunan mungkin perlu memberikan dukungan pada pemerintah, institusi-institusi profesional
dan badan-badan nasional lainnya untuk memperbaiki pengkajian bahaya dan penyertaannya dalam aturanaturan untuk mendirikan bangunan, menyesuaikan aturan-aturan agar juga menjelaskan semakin meningkatnya
bahaya karena adanya perubahan iklim (jika aturan-aturan didasarkan pada preseden historis), dan memperbaiki
kriteria rancangan struktural dan zonasi tata guna lahan.
33
CDMP (2001).
34
Gibbs (2002); lihat catatan kaki 5.
C a t a t a n P a n d u a n 12
175

Memperbaiki praktik. Di negara-negara berkembang, panduan, pelatihan dan pendidikan teknis mungkin
perlu disediakan untuk para ahli teknik, pembangun dan arsitek. Ini memerlukan kerjasama dengan para ahli
konstruksi bangunan yang tahan bahaya dalam penyusunan bahan-bahan pendidikan dan pelatihan yang tepat
dan dengan orang-orang teknik yang terlatih dengan semestinya untuk melakukan alih pengetahuan. Satu
contoh paling baru tentang proyek seperti itu adalah pelatihan pembangunan perumahan GOAL di Pakistan
menyusul gempa tahun 2005.35

Mendorong penerimaan dan penggunaan di tingkat lokal dan partisipasi komunitas. Kegagalan utama programprogram pembangunan yang tidak berhasil dalam konstruksi (atau penguatan) perumahan yang tahan bahaya
terletak pada kurangnya penerimaan dan penerapan di tingkat lokal. Ini terjadi kebanyakan ketika usulan
teknik-teknik penguatan, pembangunan atau perbaikan dikembangkan tanpa berkonsultasi dengan penduduk
yang terkena dampak dan oleh karenanya tidak berkelanjutan serta tidak sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kesalahan-kesalahan umum adalah terlalu mahalnya usulan solusi atau penggunaan bahan-bahan baru dan
teknik-teknik membangun yang tidak disertai dengan keterampilan setempat yang memadai dalam hal konstruksi
atau tidak tepatnya bahan dan bentuk-bentuk yang diperkenalkan dari segi sosial, ekonomi, budaya atau iklim.

Panduan untuk rancangan struktur yang berbasis kinerja dengan mempertimbangkan bahaya alam melalui
berbagai pengulangan kejadiannya. Ini antara lain menyangkut penentuan tingkat risiko yang bisa diterima untuk
berbagai jenis struktur dengan didasarkan pada kinerja yang diharapkan dari struktur-struktur tersebut dalam
berbagai frekuensi kejadian bahaya alam. Konsep ini diperkenalkan dalam bidang teknik kegempaan36 dan perlu
dikembangkan agar bisa mencakup berbagai jenis bahaya dan kebijakan yang diperkenalkan untuk memastikan
bahwa sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit dirancang agar semakin tahan terhadap bahaya. Risiko
yang timbul karena kegagalan komponen-komponen nonstruktural (misalnya, hilangnya fungsi layanan sebuah
fasilitas karena kerusakan pada peralatan) juga harus dipertimbangkan dalam melakukan hal ini. Pertimbangan
pada tahap rancangan tentang kinerja seperti apa yang diharapkan akan tercapai pascabencana alam akan
menghasilkan penentuan prioritas dan rancangan yang lebih ketat untuk rumah sakit, sekolah dan prasarana
penting lainnya.

Anggaran yang mencukupi untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Ini perlu untuk bisa mempertahankan
daya tahan prasarana terhadap bahaya seperti yang sudah dirancang. Anggaran tahunan untuk pemeliharaan
bangunan-bangunan publik akan berkisar empat persen dari biaya modal saat itu.37 Seiring dengan waktu,
pendanaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan mungkin bisa dialihkan untuk penggunaan lain. Dengan
cara seperti ini, fasilitas tidak lagi sesuai untuk digunakan secara normal dan akan semakin rentan terhadap
bahaya alam. Satu metode untuk memastikan keberlanjutan anggaran pengoperasian dan pemeliharaan adalah
dengan menghubungkannya dengan asuransi, yang akan menanggung kerusakan yang terjadi akibat bahaya
alam jika prasarana tersebut dipelihara.

Menggalakkan riset tentang struktur-struktur yang dibangun tanpa melibatkan tenaga ahli dan dampak-dampak
bahaya alam. Ada kebutuhan agar orang bisa lebih memahami bagaimana kinerja struktur-struktur yang
dibangun tanpa melibatkan tenaga ahli serta menggunakan bahan-bahan dan teknologi bangunan tradisional
dalam menyikapi peristiwa bahaya alam. Dampak berbagai bahaya alam yang berdeda terhadap bangunan
telah banyak diteliti. Siklon, angin topan, badai, banjir, tanah longsor dan gempa bumi telah menjadi sasaran
riset yang aktif. Namun, peristiwa-peristiwa belakangan ini di Samudera Hindia telah menekankan kurangnya
penelitian tentang dampak arus kuat dan tsunami pada lingkungan terbangun.38

Satu solusi teknologi saja tidak cukup. Konstruksi yang tahan bahaya hanya merupakan satu bagian proyek
mitigasi risiko bencana dan harus dikaitkan dengan jenis-jenis pengurangan risiko lain, termasuk perencanaan
evakuasi dan langkah-langkah kesiapsiagaan masyarakat lainnya.
Kotak 7
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
35 See http://www.goal.ie/newsroom/report0306.shtml
36 SEOAC. Performance-based seismic engineering of buildings, Vision 2000 Committee. Sacramento, USA: Structural Engineers Association of California, 1995.
37 Gibbs (2002); lihat catatan kaki 5
38 EEFIT. The Indian Ocean Tsunami, 26th December 2004. Earthquake Engineering Field Investigation Team Report. EEFIT, 2005. Dapat diakses di: http://www.istructe.org/eefit/files/Indian_Ocean_
Tsunami.pdf
176
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.39
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
Proyek-proyek mendirikan, memperkuat atau meremajakan bangunan memang harus disesuaikan dengan kebutuhan
perorangan, serta bahaya dan sumber daya penduduk yang terkena dampak. Ada banyak solusi dan panduan teknis yang telah
disusun oleh berbagai asosiasi berdasarkan pengalaman proyek di masa lalu. Berikut ini adalah daftar bacaan dan web kunci
untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Mengelola proyek-proyek konstruksi yang tahan bahaya
Aysan, Y., Clayton, A., Cory, A., Davis, I. and Sanderson, D. Developing building for safety programmes: Guidelines for organizing safe
building improvement programmes in disaster-prone areas. London: Intermediate Technology Publications, 1995.
Balamir, M. ‘Methods and tools in urban risk management’. In Komut, E. (ed.), Natural Disasters: Designing for Safety.International
Union of Architects and the Chamber of Architects of Turkey, 2001.
OAS. Primer on Natural Hazard Management in Integrated Regional Development Planning. Washington, DC: Organization of
American States, Department of Regional Development and Environment Executive Secretariat for Economic and Social Affairs,
1991. Dapat diakses di: http://www.oas.org/dsd/publications/Unit/oea66e/begin.htm.
39 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
C a t a t a n P a n d u a n 12
177
UNDRO. Shelter after disaster: Guidelines for assistance. Office of the United Nations Disaster Relief Coordinator, 1982. Available at:
http://www.sheltercentre.org/shelterlibrary/publications/172.htm
Wamsler, C. ‘Mainstreaming risk reduction in urban planning and housing: A challenge for International aid organisations’.
Disasters, 30(2)151–177, 2006.
World Bank. Lessons from natural disasters and emergency reconstruction. Washington, DC: World Bank, Operations Evaluation
Department, 2005.
Rancang bangun yang tahan bahaya dan panduan praktis tentang mendirikan bangunan
Blondet, M., Garcia, G.V. and Brzev, S. Earthquake-resistant construction of adobe buildings: A tutorial. Contribution to the WorldHousing Encyclopedia. International Association for Earthquake Engineering, 2003. Dapat diakses di: http://www.worldhousing.
net/Tutorials/Tutorial.asp
CDMP. Hazard-resistant construction. Caribbean Disaster Mitigation Project, Organization of American States Unit of Sustainable
Development and Environment, USAID Office of Foreign Disaster Assistance and the Caribbean Regional Program, 2001. Dapat
diakses di: http://www.oas.org/CDMP/safebldg.htm
Coburn, A., Hughes, R., Pomonis, A. and Spence, R. Technical principles of building for safety. London: Intermediate Technology
Publications, 1995.
Federal Emergency Management Agency (USA) website: Guides for safer building. http://www.fema.gov/rebuild/recover/build_
safer.shtm
IAEE. IAEE guidelines for earthquake resistant non-engineered constructions. Second edition. 2004. Dapat diakses di: http://www.
nicee.org/IAEE_English.php
Situs web Shelter Library: Sumber daya buku-buku tentang mendirikan bangunan secara praktis dengan menggunakan bahanbahan yang murah dan panduan tentang hunian sementara pascabencana. http://www.sheltercentre.org/shelterlibrary/index.
htm
Situs web United Nations HABITAT: Laporan-laporan tentang bahan dan konstruksi. http://www.unhabitat.org/programmes/
housingpolicy/bmct.asp
USAID–OAS. Basic minimum standards for retrofitting. United States Agency for International Development and Organization of
American States, Caribbean Disaster Mitigation Project, 1997.
Keselamatan sekolah dan rumah sakit
PAHO. Guidelines for the vulnerability reduction in the design of new health facilities. Washington, DC: Pan American Health
Organization, World Health Organization, World Bank, ProVention Consortium, 2004. Dapat diakses di: http://www.paho.org/
english/dd/ped/vulnerabilidad.htm
PAHO. Protecting new health facilities from natural disasters: Guidelines for the promotion of disaster mitigation. Washington, DC:
Pan American Health Organization, World Health Organization, World Bank, 2003. Dapat diakses di: http://www.disasterinfo.
net/viento/books/ProtNewHealthFacEng.pdf
Wisner, B. et al. ‘School seismic safety: Falling between the cracks?’ In Rodrigue, C. and Rovai, E. (eds), Earthquakes. London:
Routledge, 2004. Dapat diakses di: http://www.fsssbc.org/downloads/SchoolSeismicSafetyFallingBetweentheCracks.p
178
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Catatan panduan ini disusun oleh Tiziana Rossetto. Pengarang mengucapkan terima kasih kepada Yasemin Aysan (konsultan independen),
Murat Balamir (METU Ankara), Fouad Bendimerad (Earthquakes and Megacities Initiative), Tony Gibbs (Tony Gibbs Consulting Ltd.), Jo
da Silva (Arup, London), Alistair Wray (DFID), Tim Penasihat proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas saran dan komentarnya
yang sangat berharga. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada
(CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama
Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam
buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat
Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Mengevaluasi Program-program
Pengurangan Risiko Bencana
C a t a t a n P a n d u a n 13
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini adalah sebuah pengantar untuk mengevaluasi pengurangan risiko bencana. Catatan ini
menguraikan langkah-langkah pokok dalam merencanakan evaluasi, mengumpulkan dan menganalisis data, dan
menggunakan hasil-hasil evaluasi; serta membahas isu-isu yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ini. Catatan
panduan ini terutama diperuntukkan bagi para manajer program atau proyek yang bertanggung jawab atas
perancangan, supervisi dan pelaksanaan berbagai bentuk program pengurangan risiko bencana, baik yang berdiri
sendiri maupun yang menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan pembangunan atau pemulihan pascabencana. Perangkat
ini berguna juga bagi tim-tim evaluasi.
Konsorsium ProVention tengah mengembangkan sebuah buku sumber yang lengkap tentang pemantauan dan evaluasi
dalam pengurangan risiko bencana (lihat Bacaan lebih lanjut).
1. Pengantar
Evaluasi adalah “sebuah penilaian yang sesistematis dan seobyektif mungkin atas sebuah proyek yang tengah
berjalan atau sudah selesai atau atas suatu kebijakan, rancangan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan hasilhasilnya. Evaluasi adalah kegiatan analitis yang berfokus pada keluaran (output) dan terutama hasil (outcome) atau
dampak proyek. Evaluasi yang baik merupakan suatu yang sangat penting bagi terlaksananya manajemen proyek
dan program yang efektif.
Kotak 1
Tujuan dan manfaat evaluasi
Evaluasi memiliki dua tujuan, yakni:

Untuk meningkatkan kualitas kebijakan, program-program dan proyek-proyek bantuan di masa yang akan
datang melalui umpan balik dari pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik.

Untuk memberikan landasan akuntabilitas, termasuk dengan menyediakan informasi bagi masyarakat.
Manfaat evaluasi meliputi:

Evaluasi adalah sarana utama bagi lembaga untuk memetik pelajaran berharga dari kerja mereka dan
memadukan pelajaran-pelajaran ini ke dalam kebijakan dan praktik.

Pembelajaran kelembagaaan (melalui evaluasi) merupakan suatu prasyarat bagi adanya transfer ilmu
pengetahuan antarlembaga.

Evaluasi seringkali menjadi satu-satunya sumber terpadu yang dapat memperlihatkan kemajuan proyek
atau program.
OECD-DAC (1991).
Keluaran adalah hasil langsung yang dicapai proyek (seringkali disebut deliverables atau hal-hal yang dihasilkan secara langsung). Dampak (atau hasil/outcome) adalah perubahan signifikan atau
perubahan yang berlangsung lama yang dihasilkan oleh proyek. Banyak lembaga pembangunan mengevaluasi proyek berdasarkan lima kriteria OECD-DAC, yakni efisiensi, efektivitas, dampak,
keberlanjutan dan relevansi (yang dalam bidang kerja-kerja kemanusiaan dimodifikasi menjadi tujuh kriteria: relevansi/kesesuaian, keterkaitan, koherensi, cakupan, efisiensi, efektivitas dan
dampak).
C a t a t a n P a n d u a n 13
181

Evaluasi adalah sebuah alat untuk mempertahankan dan membangun ingatan kelembagaan (institutional
memory).

Evaluasi mempertanyakan dan menguji asumsi-asumsi dasar serta menciptakan ruang untuk belajar dari
pengalaman.

Belajar dari pengalaman merupakan sesuatu yang sangat berharga terutama ketika ada ketidakjelasan
dalam hal kebijakan.
Sumber: OECD-DAC (1991); Hallam (1998), hal. 23-24.
­Kondisi saat ini
Lingkup pendekatan-pendekatan dan metode-metode pemantauan dan evaluasi dalam bidang pembangunan
dan kerja-kerja kemanusiaan belakangan ini kian berkembang pesat. Walaupun demikian, belum banyak pihak
yang memikirkan metode-metode pemantauan dan evaluasi yang khusus diperuntukkan bagi bidang pengurangan
risiko bencana. Kemajuan dalam bidang ini terhambat oleh halangan-halangan kelembagaan dan metodologis;
hal terakhir ini termasuk cakupan dan kompleksitas pengurangan risiko bencana (PRB) sendiri sebagai sebuah
pendekatan yang menyeluruh untuk mengurangi kerentanan dan ancaman bencana (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Unsur-unsur pengurangan risiko bencana
Bidang tematik
Unsur-unsur utama
Tata pemerintahan

Kebijakan dan perencanaan

Sistem hukum dan tata peraturan

Sumber daya dan kapasitas

Pemaduan ke dalam pembangunan

Mekanisme, kapasitas dan struktur kelembagaan

Komitmen politik

Akuntabilitas dan partisipasi­
Pengkajian risiko

Data dan analisis bahaya/risiko

Data/indikator-indikator kerentanan dan dampak

Sistem-sistem peringatan dini

Inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknis­
Pengetahuan dan pendidikan

Manajemen informasi dan saling berbagi informasi

Pendidikan dan pelatihan

Kesadaran masyarakat

Pembelajaran dan penelitian­
Manajemen risiko dan pengurangan
kerentanan

Manajemen sumber daya alam dan lingkungan; penyesuaian
terhadap perubahan iklim

Penghidupan yang berkelanjutan

Perlindungan sosial

Perangkat-perangkat keuangan

Langkah-langkah struktural dan teknis

Pengaturan dalam hal perencanaan­
Kesiapsiagaan dan tanggap bencana

Kapasitas dan koordinasi kelembagaan

Perencanaan kesiapsiagaan dan kontinjensi

Mekanisme-mekanisme tanggap darurat

Partisipasi dan kerelawanan­
Sumber: Diadaptasi dari UN-ISDR, Hyogo Framework of Action 2005–2015. Geneva: United Nations International Strategy for Disaster Reduction,
2005. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/hfa/hfa.htm; UN/ISDR. Living with Risk: A global review of disaster reduction initiatives. Geneva:
United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2004, I: 393–395. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/about_isdr/bd-lwr2004-eng.htm
182
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Walaupun begitu, ketertarikan orang akan bidang ini kian meningkat dengan pesat. Belakangan ini ada sejumlah
prakarsa evaluasi dan pengembangan indikator yang berfokus pada beberapa dimensi berbeda dari PRB (lihat
Kotak 2).
Kotak 2
Prakarsa-prakarsa dalam bidang evaluasi dan pengembangan indikatorindikator

Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana PBB (UN-ISDR) dan Kantor Koordinasi Masalah-masalah
Kemanusiaan (Office for Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) tengah mengembangkan rangkaian
indikator untuk mengukur kemajuan pencapaian Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015 yang disepakati pada
Konferensi Dunia untuk Pengurangan Bencana pada bulan Januari 2005.

Konsorsium ProVention telah menugaskan konsultan untuk mengembangkan indikator-indikator
pengurangan risiko yang dimasukkan ke dalam program Sistem Penilaian dan Pemantauan Dampak
Pemulihan dari Tsunami (Tsunami Recovery Impact Assessment and Monitoring System/TRIAMS).

Bank Dunia belum lama berselang menerbitkan sebuah evaluasi menyeluruh atas upaya-upaya bantuan
bencana yang telah dilakukannya selama 20 tahun terakhir ini (lihat Kotak 11).

Sekelompok lembaga nonpemerintah internasional telah memulai kerja-kerja untuk mengembangkan
indikator PRB di tingkat masyarakat.
Sumber: UN-ISDR, Hyogo Framework of Action 2005–2015. Geneva: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005.
Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/hfa/hfa.htm; ProVention Consortium (2006); World Bank (2006); ‘Indicators of CommunityLevel Disaster Risk Reduction’ web page, http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/projects/communitydrrindicators/community_drr_
indicators_index.htm
2. Langkah-langkah dalam mengevaluasi
pengurangan risiko bencana
Dalam catatan panduan ini proses evaluasi dibagi dalam empat langkah dasar. Ini merupakan penyederhanaan
yang disengaja untuk menjelaskan kegiatan dan isu-isu yang berkaitan dengan evaluasi secara lebih gamblang.
Pada kenyataannya, setiap evaluasi memiliki tujuan-tujuan dan metode-metodenya sendiri yang jelas karena setiap
proyek dan program berbeda dengan proyek dan program lainnya. Perencanaan yang saksama akan menjamin
kesesuaian antara proses evaluasi dengan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan program yang dievaluasi.
Langkah 1. Perencanaan
Proses evaluasi dimulai pada tahap perancangan proyek, ketika tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan dan
kerangka logis atau kerangka-kerangka berbasis hasil lainnya dikembangkan, yang akan menjadi rujukan evaluasievaluasi berikutnya (lihat Catatan Panduan 5 dan 6). Penggunaan kerangka-kerangka perencanaan semacam
ini juga mempermudah adanya kesepakatan dari semua pemangku kepentingan akan maksud dan pendekatanpendekatan proyek.
Evaluasi tidak harus berbentuk kegiatan yang sifatnya formal dan dipimpin pihak luar yang dilaksanakan pada
akhir proyek atau setelah proyek selesai walaupun para donor seringkali menuntut hal ini. Evaluasi dapat
mengambil bentuk-bentuk lainnya, termasuk evaluasi saat proyek berjalan (real-time), pengkajian pascakegiatan
bersama komunitas, peninjauan strategis dan evaluasi internal atau evaluasi diri oleh para staf proyek dan mitra.
Pemantauan yang baik adalah bagian tak terpisahkan dari sistem evaluasi: pemantauan membantu para manajer
untuk terus-menerus belajar dari pengalaman selama proyek berjalan, dan pemantauan juga dapat menghasilkan
data bagi tim evaluasi serta memberikan akuntabilitas eksternal.
Pilihan atas siapa saja yang akan diikutsertakan dalam evaluasi ditentukan oleh serangkaian faktor, termasuk
keseimbangan antara evaluator internal dan eksternal, lingkup pengetahuan teknis dan lokal yang dibutuhkan
Pemantauan biasanya menilai masukan-masukan, kegiatan-kegiatan dan keluaran-keluaran; pemantauan berlangsung selama perjalanan siklus proyek. Secara tradisional pemantauan
dipandang relatif terpisah dari evaluasi, tetapi semakin lama proses ini semakin dianggap sebagai bagian dari sebuah proses tunggal yang diarahkan untuk pembelajaran atas pengalaman dan
akuntabilitas.
C a t a t a n P a n d u a n 13
183
dan keseimbangan gender. Keterlibatan komunitas adalah suatu hal yang penting dalam evaluasi (lihat Langkah 2).
Jika keseluruhan proses evaluasi dipimpin oleh tim proyek dalam kerjasama dengan para pemangku kepentingan
lainnya, akan tercipta kepemilikan yang lebih kuat dan lebih luas atas hasil-hasil evaluasi dan pelajaran-pelajaran
yang dipetik yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki pelaksanaan proyek yang tengah berjalan,
atau bila perlu digunakan untuk menyempurnakan rancangan proyek.
Gambar 1 Langkah-langkah dalam mengevaluasi pengurangan risiko bencana
Langkah 1.
Perencanaan
Isu-isu utama:
Rancangan proyek
Tujuan dan pendekatan
Para pemangku kepentingan
Waktu dan penjadwalan
Pemilihan indikator
Data-data dasar
Langkah 2.
Pengumpulan
data
Isu-isu utama:
Pemilihan metode
Partisipasi
Langkah 3.
Analisis data
Isu-isu utama:
Data dasar yang tidak memadai
Hubungan sebab-akibat
Pengujian silang
Dampak-dampak tak terduga
Identifikasi para pihak penerima
manfaat
Keberlanjutan
Langkah 4.
Penerapan
temuan-temuan
Isu-isu utama:
Penggunaan temuan-temuan
Transparansi
Waktu dan jadwal evaluasi merupakan faktor yang penting. Jika waktu yang tersedia untuk melakukan evaluasi
tidak mencukupi, besar kemungkinan evaluasi tidak akan berkualitas. Evaluasi dapat dilaksanakan pada titik
manapun dalam siklus proyek (pada pertengahan proyek, pada akhir proyek ataupun pascaproyek). Evaluasi paling
berguna bila dilaksanakan ketika proyek telah cukup maju agar kita dapat menilai efektivitas atau hasil-hasilnya.
Penilaian jangka panjang pascaproyek dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh akan dampak proyek
(lihat Kotak 3). Idealnya, selama dan setelah pelaksanaan proyek ada serangkaian evaluasi yang akan memberi
kesempatan kepada kita untuk melakukan analisis dari waktu ke waktu (longitudinal), walau ini jarang terjadi.
Kotak 3
Penilaian dampak jangka panjang
Suatu evaluasi partisipatif independen terhadap sebuah program pertanian tadah hujan di sebuah daerah
yang tandus di Kenya yang dimulai lebih dari sepuluh tahun sebelumnya mencakup berbagai aspek dari
dampak proyek dalam mengurangi kerentanan:

Dampak pada rata-rata hasil panen sorghum dan perbandingan antara hasil panen sorghum yang
menggunakan pola tanam ladang tradisional dengan pola tanam tadah hujan, baik di tahun-tahun dengan
curah hujan tinggi maupun curah hujan rendah.

Bagaimana hasil panen sorghum dimanfaatkan pada tahun-tahun yang baik maupun buruk (misalnya,
untuk membeli bahan pangan, benih atau hewan ternak, dijual untuk memperoleh uang tunai atau
diberikan kepada saudara dan kawan).

Dampak pada pola makan warga.

Dampak pada tingkat kemakmuran.

Isu-isu gender dalam hal kendali dan pengambilan keputusan (berkaitan dengan keputusan-keputusan
apakah akan memperbaiki ladang atau tidak, kapan memulai tanam, pembagian kerja dan kendali atas
pemanfaatan hasil panen) dan dampak pada kedudukan perempuan.
184
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana

Bagaimana pembuatan ladang-ladang sorghum yang baru memengaruhi tata pengaturan kepemilikan
tanah tradisional.

Dampak positif dan negatif pada lingkungan hidup (air yang mengalir di permukaan, erosi tanah, kesuburan
tanah).
Sumber: Watson, C. and Ndung’u, B. Rainwater Harvesting in Turkana: An Evaluation of Impact and Sustainability. Nairobi: ITDG (sekarang
Practical Action), laporan evaluasi yang tidak diterbitkan.
Pemilihan indikator. Pemilihan indikator-indikator yang tepat adalah suatu hal yang sangat penting dalam
perancangan dan evaluasi proyek. Indikator adalah cara obyektif untuk memperlihatkan bahwa proyek benar-benar
mencapai kemajuan. Indikator dapat digunakan untuk menilai kemajuan dan keluaran-keluaran ataupun hasilhasil dan dampak, dalam kaitan dengan sasaran dan tujuan-tujuan proyek. Indikator dapat bersifat kuantitatif atau
kualitatif. Indikator dapat mengukur perubahan secara langsung, atau bila ini tidak mungkin, mengukur hal-hal
yang mewakili atau mendekati perubahan (proxy indicators atau “indikator pendekatan”). Identifikasi dan validasi
indikator-indikator dampak yang tepat merupakan suatu tantangan metodologis dalam semua evaluasi, termasuk
dalam proyek-proyek PRB.
Indikator pertama-tama diidentifikasi dalam kerangka-kerangka berbasis hasil yang digunakan dalam perancangan
proyek (lihat di atas); indikator-indikator ini dapat dimodifikasi atau ditambah sejalan dengan pelaksanaan proyek.
Kotak 4 menyajikan sebuah contoh kerangka berbasis hasil dan tata urutan (hierarki) indikator yang dikembangkan
untuk sebuah proyek PRB belum lama berselang.
Pada hakikatnya, pengukuran program PRB adalah penilaian atas adanya perubahan positif atau negatif dalam
kerentanan dan kapasitas atau ketangguhan yang dihasilkan oleh intervensi proyek. Analisis data dasar atas
kerentanan dan kapasitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi indikator-indikator utama untuk ini pada awal
(lihat Catatan Panduan 9 dan di bawah ini, bagian tentang data dasar). Walaupun demikian, seperti juga PRB,
kerentanan dan ketangguhan merupakan sesuatu yang kompleks dan multiaspek.
Pada praktiknya, sebagian besar proyek dan program memfokuskan diri pada beberapa aspek spesifik PRB saja
karena tidak mampu menangani semua faktor penyebab kerentanan masyarakat. Dalam merancang kegiatan
evaluasi yang berdiri sendiri, dibutuhkan adanya keputusan untuk memfokuskan penilaian dan menjamin agar
tujuan-tujuan evaluasi ini realistis. Hal yang perlu diprioritaskan adalah pengumpulan data yang dibutuhkan untuk
melihat kemajuan dalam mencapai sasaran dan tujuan-tujuan proyek, sementara pada saat yang sama tetap sadar
akan konteks lebih luas dari proyek.
Indikator sampai sejauh tertentu memang harus terukur, tetapi indikator yang paling mudah diukur belum tentu
juga merupakan indikator yang paling berguna. Oleh karena itu, para evaluator perlu mencari seperangkat indikator
yang dapat memberikan pandangan menyeluruh dan sekaligus seimbang atas isu-isu pokok yang akan dievaluasi.
Indikator juga harus mudah dipahami, baik oleh masyarakat maupun lembaga-lembaga pelaksana proyek.
Evaluasi dirancang untuk mengukur perubahan (positif dan negatif). Evaluasi dalam PRB dapat membawa
permasalahan tersendiri karena adanya apa yang dinamakan sebagai “logika terbalik”, yakni bahwa keberhasilan
suatu intervensi adalah sesuatu – bencana atau suatu bentuk tertentu atau tingkat kerugian bila terjadi bencana
– yang tidak terjadi. Bukti yang diperlihatkan oleh kejadian-kejadian bencana berikutnya dan respons terhadap
bencana-bencana menunjukkan dampak dari langkah-langkah peredaman dan kesiapsiagaan yang telah
dilaksanakan sebelum bencana. Bukti tersebut dapat memperlihatkan, misalnya, efektivitas sistem peringatan dini
dan evakuasi, kapasitas respons lembaga-lembaga yang wajib menangani bencana dan ketangguhan permukiman
serta infrastruktur.
Kotak 4
Kerangka berbasis hasil untuk pengurangan risiko bencana
Program Peredaman Bencana Perkotaan di Negara-negara di Asia (Asian Urban Disaster Mitigation Program/
AUDMP) yang dilaksanakan oleh Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mengembangkan sebuah Tujuan
Strategis dan Kerangka Hasil dengan target-target hasil dan indikator-indikator untuk memandu dan menilai
kemajuan serta hasil program (disarikan dalam sebuah pohon tujuan dan hasil; lihat diagram)
C a t a t a n P a n d u a n 13
185
Sasaran program: Berkurangnya kerentanan nasional terhadap bencana di Asia,
terutama untuk masyarakat perkotaan, infrastruktur, fasilitas-fasilitas kehidupan
dasar dan tempat tinggal
Tujuan program:
Terbentuknya mekanisme-mekanisme publik dan sektor swasta yang berkelanjutan untuk peredaman bencana di Asia
Indikator:
1. Jumlah rencana operasional yang dikembangkan dengan sumber-sumber daya yang diidentifikasikan oleh lembagalembaga yang bekerjasama di tingkat nasional untuk melaksanakan program-program peredaman bencana setelah
kegiatan-kegiatan percontohan berakhir
2. Jumlah replikasi atau adaptasi keterampilan-keterampilan dan prosedur-prosedur peredaman bencana yang
diperkenalkan melalui kegiatan-kegiatan percontohan AUDMP yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga, komunitaskomunitas atau negara-negara di Asia
3. Jumlah nilai investasi dari sumber-sumber pendanaan non-AUDMP yang tertarik oleh program dan kegiatan-kegiatan
percontohan
4. Jumlah keluarga yang potensial menerima manfaat dari kegiatan-kegiatan yang didukung AUDMP untuk mengurangi
kerentanan terhadap bencana
Hasil no. 1
Meningkatnya kapasitas para
pe­­ja­bat pemerintah kota dalam
mengelola risiko dan menerapkan
keterampilan-keterampilan dan
teknologi-teknologi peredaman
bencana
Indikator:
1.1 Jumlah metode dan panduan/
standar baru atau yang
telah disempurnakan untuk
pengembangan sektor publik
dan swasta
1.2 Jumlah rencana kesiapsiagaan
dan tanggap darurat yang
disusun atau direvisi sesuai
dengan meningkatnya
informasi tentang bahaya dan
kerentanan
.
Hasil no. 2
Meningkatnya akses terhadap informasi dan
keterampilan-keterampilan untuk meredam
bahaya (misalnya, teknik-teknik, metodologi,
pengalaman) di seluruh kawasan
Indikator:
2.1 Persentase para profesional baik dari
sek­tor publik maupun swasta yang telah
mengikuti pelatihan peredaman bencana
AUDMP yang bekerja dan menggunakan
pengetahuan yang didapat di lapangan
yang berdampak pada penanggulangan
bencana atau pembangunan di daerah
perkotaan
2.2 Jumlah organisasi yang melembagakan
modul-modul pelatihan dan kursus
pengembangan profesional AUDMP
2.3 Tingkat partisipasi dalam jaringan infor­masi
dan kontak regional AUDMP
Hasil no. 3
Meningkatnya prakarsa
dan kebijakan untuk
peredaman bencana
Indikator:
3.1 Jumlah kebijakan yang
disusun atau direvisi
untuk memfasilitasi
tindakan, peraturan,
penegakan peraturan
dan/atau insentif
Kerangka yang disusun juga merinci target-target, informasi data dasar, sumber-sumber data dan kegiatankegiatan utama. Contohnya, untuk Hasil no. 2, Indikator 2.1 (persentase yang bekerja dan menggunakan
pengetahuan yang diperoleh), meliputi:

Standar/target: 75 persen dari kalangan profesional dari sektor publik dan swasta yang memperoleh
pelatihan melalui kursus-kursus peredaman bencana AUDMP selama periode program.

Data dasar: Jumlah yang telah memperoleh pelatihan diperkirakan ada 150 orang (termasuk para peserta
kursus-kursus utama di tingkat regional dan nasional, tetapi tidak termasuk mereka yang mengikuti
pelatihan-pelatihan keterampilan spesifik proyek.

Sumber-sumber data: ADPC dan arsip lembaga pelatihan yang menjadi mitra. Survei atas peserta pelatihan
dan para atasan mereka, yang diadakan sekitar enam sampai sembilan bulan setelah pelatihan, untuk
mengetahui apakah pengetahuan yang disampaikan digunakan dalam kerja mereka. Laporan-laporan
kegiatan yang memperlihatkan jumlah orang yang telah dilatih dan jumlah peserta pelatihan yang bekerja
dalam pekerjaan-pekerjaan terkait, jadwal-jadwal kursus, daftar peserta pelatihan dengan nama dan
informasi tentang kedudukan mereka.

Kegiatan-kegiatan penting: Pengembangan kurikulum/bahan pelatihan, pelaksanaan kursus-kursus,
perangkat untuk survei/penilaian tindak lanjut.
Sumber: Website AUDMP http://www.adpc.net/AUDMP/M&E.html dan http://www.adpc.net/AUDMP/ME-framework.html
186
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Langkah 2. Pengumpulan data
Sebagian besar evaluasi proyek PRB menggunakan metode pengumpulan data campuran (lihat Tabel 2 untuk
contoh-contohnya). Pemilihan metode tergantung pada sifat dan skala proyek, frekuensi dan jenis informasi yang
dibutuhkan, kemudahan dalam memperoleh dan biaya pengumpulan data.
Tabel 2 Metode-metode pengumpulan data
Metode
Contoh penggunaan dalam evaluasi PRB
Survei formal atas para
penerima manfaat dan
pemangku kepentingan lainnya4

Survei atas para tukang bangunan dan warga yang tinggal di rumahrumah yang tahan bahaya untuk menilai apakah keterampilanketerampilan yang diperoleh telah diterapkan dan apakah keamanan
telah meningkat (lihat Kotak 5)

Survei rumah tangga tentang produksi pangan, ketersediaan pangan,
konsumsi dan pemasaran untuk mengidentifikasi pola-pola dan
perubahan-perubahan dalam hal kerentanan
Wawancara terstruktur dan semi
terstruktur dengan staf, mitra,
para penerima manfaat dan
para pemangku kepentingan
lainnya

Wawancara pemangku kepentingan individual untuk memperoleh
gambaran akan tingkat pemahaman atas proyek, hubungan kerjasama
antara lembaga pelaksana-komunitas, efektivitas mekanisme koordinasi
dan hasil-hasil intervensi PRB
Diskusi kelompok dengan
para pemangku kepentingan,
terutama komunitas penerima
manfaat (misalnya, melalui
lokakarya partisipatif, diskusi
kelompok terfokus)

Lokakarya para penerima manfaat untuk mengidentifikasikan dan
menilai manfaat intervensi PRB tertentu dan dampak-dampak yang
tidak diperkirakan

Lokakarya para ahli untuk menilai efektivitas potensial dari metodemetode atau pendekatan-pendekatan PRB yang baru

Lokakarya umpan balik dengan para penerima manfaat dan pemangku
kepentingan lainnya untuk menguji/mengkonfirmasi temuan-temuan
evaluasi
Penilaian cepat

Survei melalui telepon atau survei lapangan pascabencana untuk
menentukan efektivitas mekanisme peringatan dini dan mekanisme
respons serta faktor-faktor yang memengaruhi kedua hal ini
Pengamatan langsung dan
survei visual

Survei visual atas langkah-langkah peredaman struktural untuk
menilai kualitas perancangan dan pengerjaan, penggunaan teknologi
atau teknik-teknik tertentu – ketangguhan terhadap bencana dapat
disimpulkan dari ini atau dinilai melalui survei-survei pascabencana

Pengamatan atas strategi bertahan dan perilaku-perilaku lain yang
mengurangi risiko – sebelum, selama dan setelah bencana
Studi kasus

Cerita-cerita pribadi atau kelompok tentang digunakannya keterampilanketerampilan, bahan-bahan dan kapasitas kelembagaan yang diperoleh
melalui kursus-kursus penanggulangan bencana pada kejadian-kejadian
bencana setelah kursus
Simulasi

Simulasi atau latihan-latihan kelompok (di dalam kelas atau di
lapangan) dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana atau
respons terhadap kejadian bencana, untuk menguji rencana-rencana,
keterampilan, peralatan, dsb.
Informasi semacam ini juga dapat diperoleh melalui wawancara dan diskusi-diskusi kelompok.
C a t a t a n P a n d u a n 13
187
Metode
Contoh penggunaan dalam evaluasi PRB
Bukti-bukti dokumenter

Analisis isi atas bahan-bahan pembelajaran tentang pengurangan dan
manajemen risiko yang diterbitkan oleh proyek

Data kuantitatif dan kualitatif tentang hasil-hasil, efektivitas, dampak
dan biaya proyek, dari dokumentasi proyek

Pengumpulan data sekunder untuk melengkapi atau memvalidasi
informasi yang dikumpulkan oleh para evaluator di lapangan
Kotak 5
Penggunaan survei untuk menilai pengurangan risiko
Suatu evaluasi atas program bantuan pendanaan untuk membangun dan meningkatkan perumahan di Andhra
Pradesh, India, meneliti sampel seratus penerima manfaat dari lima desa melalui wawancara-wawancara
individual, dengan menggunakan sebuah kuesioner formal yang mencakup serangkaian isu.
Sembilan puluh empat persen dari mereka yang diwawancarai sangat setuju dengan pernyataan pada
kuesioner bahwa memiliki rumah yang baik telah meningkatkan keamanan terhadap pencurian, badai dan
hujan di musim penghujan. Pada bagian komentar tambahan, banyak warga juga menyatakan bahwa risiko
kebakaran yang dihadapi oleh mereka yang tinggal di pondok-pondok tradisional, yang merupakan ancaman
yang terus-menerus mereka hadapi, kini juga telah sangat berkurang. Responden lain berkomentar bahwa
mereka sekarang merasa tidak khawatir jika harus meninggalkan rumah untuk bekerja di ladang dan tidak
takut rumah mereka dibobol pencuri ketika mereka tidak berada di rumah.
Sumber: Platt, R. Ensuring Effective Provision of Low Cost Housing Finance in India: an in-depth case analysis. Working Paper No. 9725.
Bradford, UK: University of Bradford Management Centre, 1997, hal. 40.
Pilihan antara menggunakan metode partisipatif atau nonpartisipatif dalam evaluasi merupakan suatu keputusan
penting. Belakangan ini pentingnya penggunaan pendekatan partisipatif dalam PRB kian luas diakui dan ini
berlaku pula untuk evaluasi. Evaluasi partisipatif akan memungkinkan suara para pemangku kepentingan proyek,
terutama komunitas-komunitas penerima manfaat, untuk didengarkan; membantu menggali pengetahuan lokal
dan menciptakan “kepemilikan” atas temuan-temuan evaluasi.
Dalam proyek-proyek partisipatif, penting agar komunitas dilibatkan tidak hanya dalam pengumpulan data, tetapi
juga dalam keseluruhan evaluasi, dan selanjutnya diberdayakan agar dapat mengambil keputusan-keputusan
yang tepat berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang. Walaupun lembaga-lembaga dan para
donor luar membutuhkan laporan-laporan evaluasi, pengumpulan data yang dilaksanakan semata-mata untuk
kepentingan luar dapat merusak proses partisipatif. Pengalaman dengan sistem-sistem pemantauan dan evaluasi
partisipatif menunjukkan bahwa masyarakat harus mengembangkan target-target, indikator-indikator dan prioritasprioritas mereka sendiri karena hal-hal ini seringkali sangat berbeda dari apa yang dikembangkan oleh lembaga
pelaksana program.
Pendekatan partisipatif tidak melarang penggunaan metode-metode pengumpulan data yang bersifat lebih formal
dan ekstraktif seperti data-data sekunder, dokumentasi proyek, survei-survei dengan kuesioner dan wawancara
formal. Metode-metode ini dapat melengkapi informasi yang dikumpulkan melalui proses-proses partisipatif atau
membantu dalam memvalidasinya. Setiap metode harus dipilih berdasarkan nilainya dalam membantu memahami
dampak proyek.
Langkah 3. Analisis data
Bagian ini biasanya merupakan bagian paling kompleks dan sulit dalam proses evaluasi. Tantangan terbesar
terutama berkaitan dengan indikator: penggunaan dan nilai dari beragam indikator yang berbeda dan bagaimana
mengembangkan analisis dari kelompok-kelompok indikator yang berbeda.
Indikator kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi biasanya menggabungkan indikator-indikator kuantitatif dan
kualitatif.
188
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Indikator kuantitatif digunakan terutama untuk menilai kemajuan dalam mencapai target-target tertentu (misalnya,
jumlah tim tanggap bencana komunitas dan para anggotanya yang telah menerima pelatihan dan telah diberi
perlengkapan, jumlah rumah tahan bahaya yang telah dibangun atau bangunan-bangunan publik yang telah
diperkuat dan jumlah rencana-rencana peredaman bencana yang telah disusun serta kegiatan-kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam rangka merealisasikan rencana-rencana tersebut).
Para evaluator dapat tergoda untuk terlalu mengandalkan data kuantitatif. Angka belaka tidak dapat mengukur
kualitas atau efektivitas. Misalnya, mengetahui jumlah orang yang telah menerima pelatihan penanggulangan
bencana tidak dengan sendirinya membuat kita tahu kualitas pelatihan tersebut atau nilainya ketika diterapkan
pada pengurangan risiko bencana di kehidupan nyata. (Namun, ini dapat bernilai sebagai indikator pendekatan/
proxy: lihat bawah).
Indikator kualitatif sangat luas digunakan dalam evaluasi PRB, terutama untuk menunjukkan adanya peningkatan
kapasitas dalam mengelola risiko bencana. Data kualitatif biasanya berisi pandangan-pandangan para pemangku
kepentingan yang dikumpulkan melalui lokakarya-lokakarya, diskusi-diskusi kelompok terfokus dan wawancara
semi terstruktur (lihat Tabel 2). Indikator-indikator kualitatif sederhana dapat memberi suatu kesan baik akan
adanya kemajuan dan hasil-hasil yang telah dicapai, terutama jika diukur secara rutin.
Metode-metode partisipatif cenderung menghasilkan informasi yang bersifat kualitatif. Jika kita membutuhkan data
kuantitatif, tetapi sulit untuk mendapatkannya, metode-metode partisipatif dapat memberikan data-data relatif
melalui pemeringkatan dan perbandingan. Metode-metode partisipatif juga digunakan untuk menilai penggunaan
strategi-strategi peredaman bencana dan efektivitas strategi-strategi ini.
Data dasar. Evaluasi mengandalkan data dasar yang baik. Perumusan data-data dasar merupakan salah satu unsur
penting dalam perancangan proyek (lihat Langkah 1).
Analisis kerentanan dan kapasitas (vulnerability and capacity analysis/VCA) dapat memberikan data dasar yang baik
dan menjadi panduan bagi intervensi program (lihat Catatan Panduan 9). VCA ulang yang dilaksanakan selama atau
setelah proyek dapat memberi bukti akan dampak proyek. Sampai saat ini VCA belum digunakan dalam evaluasi,
mungkin karena teknik ini masih relatif baru bagi banyak lembaga atau karena dianggap terlalu banyak memakan
biaya.
Walaupun tidak mungkin memperkirakan semua informasi yang akan dibutuhkan di kelak kemudian hari,
kurangnya data dasar yang memadai seringkali menimbulkan masalah bagi para evaluator program PRB. Mungkin
kita perlu merekonstruksi data-data dasar dari dokumen-dokumen proyek, wawancara-wawancara dengan para
informan utama dan data-data dari lembaga-lembaga lain (lihat Kotak 6). Temuan-temuan dari evaluasi terdahulu,
jika tersedia, juga dapat digunakan.
Kotak 6
Merekonstruksi data dasar
Evaluasi Pusat Penelitian Bencana (Disaster Research Centre) Universitas Delaware atas program pemerintah
Amerika Serikat Disaster Resistant Communities Initiative (“Project Impact”) membuat data dasar retrospektif:
sebuah daftar uji yang berisi sebelas tindakan peredaman bencana yang seharusnya dapat dilakukan oleh
ketujuh komunitas percontohan (pilot) sebelum proyek dimulai. Untuk menilai seberapa jauh kemajuan
yang telah tercapai selama pelaksanaan proyek, diadakan wawancara-wawancara mendalam dengan para
pemangku kepentingan utama dan pendokumentasian proyek. Digunakan sebuah sistem pemberian skor
kuantitatif sederhana untuk menilai dalam bidang mana saja kegiatan peredaman bencana telah dilaksanakan.
Peningkatan dalam lingkup atau jenis kegiatan mitigasi menjadi indikator akan adanya kemajuan. Tinjauan
umum ini dilengkapi dengan tindak lanjut lebih terperinci yang menilai kemajuan kegiatan-kegiatan
individual di setiap komunitas dan hal-hal yang mendorong kemajuan ini.
Sumber: Nigg, J.M. et al. Disaster Resistant Communities Initiative: Evaluation of the Pilot Phase Year 2. Newark, USA: University of Delaware,
Disaster Research Center. Dapat diakses di: http://www.udel.edu/DRC/projectreport41.pdf
C a t a t a n P a n d u a n 13
189
Mengidentifikasi hubungan sebab-akibat (mengaitkan proses dengan dampak). Analisis atas hubungan antara
indikator-indikator proses (kegiatan dan keluaran) dan indikator-indikator hasil atau dampak akan membantu
kita dalam memahami hubungan-hubungan sebab-akibat. Hal ini dapat menjadi sulit terutama dalam programprogram PRB yang kompleks, yang melibatkan rangkaian langkah-langkah program yang sifatnya struktural dan
nonstruktural.
Indikator-indikator proses seringkali harus digunakan sebagai indikator pendekatan (proxy) dalam mengukur
dampak intervensi-intervensi PRB, terutama untuk bahaya-bahaya yang tergolong jarang terjadi (misalnya, gempa
bumi). Tindakan-tindakan yang dilakukan selama pelaksanaan proyek potensial digunakan sebagai indikator
efektivitas. Dalam proyek kesiapsiagaan komunitas terhadap bencana, misalnya, indikator-indikator prosesnya dapat
berupa: perekrutan, pelatihan dan pembentukan tim penanggulangan bencana dari komunitas; penyelenggaraan
pertemuan-pertemuan masyarakat untuk mengidentifikasi ancaman-ancaman dan keluarga-keluarga yang paling
rentan; pembangunan struktur-struktur terkait; dan gladi-gladi evakuasi rutin. Dampak-dampak yang potensial
dapat disimpulkan dari beragam jenis data berbeda (lihat Kotak 7).
Kotak 7
Indikator-indikator dampak PRB yang potensial
Sebuah evaluasi proyek ketahanan pangan di Kamboja menyimpulkan bahwa pendistribusian 86,8 ton benih
padi kepada 3.750 keluarga di 98 desa yang disertai dengan perbaikan sistem-sistem irigasi skala kecil akan
dapat membawa dampak positif yang signifikan dalam hal ketahanan pangan pada tahun berikutnya.
Kesimpulan ini tidak diambil dengan hanya berdasarkan pada data distribusi saja, tetapi juga dari bukti-bukti
yang lebih kualitatif. Melalui pertemuan-pertemuan partisipatif, para warga desa sasaran memilih keluargakeluarga penerima manfaat yang paling rentan (orang tua, mereka yang cacat, warga yang tidak memiliki lahan
atau hanya memiliki sedikit lahan atau tidak memiliki cukup benih padi untuk ditanam akibat banjir-banjir
terdahulu). Departemen Pertanian, Kehutanan dan Perikanan memberikan bantuan teknis: sebuah survei
pasar tentang benih-benih yang tersedia dan uji kendali mutu atas varietas-varietas benih yang potensial.
Dengan memanfaatkan bukti semacam ini, evaluasi dapat menyusun asumsi-asumsi berdasarkan informasi
tentang dampak potensial pada ketahanan pangan pada tahun berikutnya.
Sumber: Tracey, R. Food Assistance through Small-Scale Infrastructure Rehabilitation. Geneva: International Federation of Red Cross and Red
Crescent Societies/Cambodian Red Cross/European Community Humanitarian Office, makalah tidak diterbitkan.
Dalam menggunakan indikator-indikator proses, para evaluator menilai kualitas proses dan mempertanyakan
ke mana proses ini akan menuju. Jika proyek dirancang dengan menggunakan semacam kerangka berbasis hasil
(lihat Langkah 1), seharusnya sudah ada hierarki indikator yang jelas, yang dapat membantu para evaluator
dalam memberikan penilaian mereka pada semua tingkat (kegiatan  keluaran  hasil  dampak). Di tingkat
komunitas, metode-metode partisipatif seperti pohon dampak dapat juga digunakan untuk mengidentifikasikan
hubungan-hubungan sebab-akibat.
Uji silang data. Uji silang (triangulasi) dari berbagai kelompok data dan sumber-sumber yang berbeda dapat
membantu dalam menetapkan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan program. Uji silang
terutama penting untuk data-data kualitatif yang dikumpulkan melalui wawancara dengan para pemangku
kepentingan, terutama karena banyak bukti akan lebih bersifat individual dan subyektif. Triangulasi data-data
yang didapat dari wawancara atau dokumen juga dapat memperlihatkan perbedaan dalam hal maksud dan tujuan
antara satu mitra dengan mitra lainnya. Lokakarya-lokakarya umpan balik dengan para pemangku kepentingan
dapat menjadi mekanisme yang menggabungkan antara uji silang dan validasi, tetapi jika ini diadakan menjelang
akhir evaluasi, mungkin akan terlalu terlambat bagi kita untuk mengumpulkan data lebih lanjut atau mengadakan
uji silang.
Di lapangan, pengamatan langsung menjadi salah satu cara yang berguna dalam mengidentifikasi ketidaksesuaian
antara apa yang dikatakan orang dengan apa yang mereka lakukan (lihat Kotak 8), walaupun para evaluator tidak
selalu mempunyai cukup waktu untuk melakukan ini.
190
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Kotak 8
Menggunakan pengamatan langsung untuk menguji silang temuan
Orang-orang yang tinggal di bantaran dan pulau-pulau di Sungai Jamuna, Banglades, sangat rentan terhadap
banjir dan erosi. Para peneliti yang menanyai warga tentang pandangan mereka atas risiko-risiko ini
menemukan bahwa sebagian besar dari mereka menganggap hal tersebut sebagai “kehendak Tuhan” dan
melihat doa sebagai tanggapan terbaik atas situasi ini. Para peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat di
sana sebagian besar fatalistik dan strategi yang mereka miliki untuk mengelola risiko sangatlah terbatas.
Seorang antropolog yang mengadakan penelitian di pulau-pulau yang berada di tengah sungai juga memperoleh
jawaban yang serupa ketika ia menggunakan kuesioner standar. Namun, ketika tinggal di kepulauan tersebut
selama banjir tahun 1998, ia mengamati bahwa masyarakat memiliki bermacam-macam strategi yang telah
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mereka membangun panggung dari alang-alang dan
batang-batang pisang untuk hewan ternak mereka, memasang tempat tidur di bawah atap rumah, memasak
dengan kompor yang dapat dipindah-pindah, makan dari cadangan bahan pangan yang mereka simpan
dari panen musim dingin sebelumnya, sementara waktu beralih pekerjaan untuk mendapatkan sumber
pendapatan lain dan bekerja sama dengan jaringan saudara mereka yang luas.
Pada saat yang sama, warga mengungkapkan iman atas Tuhan dan menafsirkan banjir sebagai cara Tuhan
untuk memperlihatkan kuasa-Nya dan menguji iman mereka. Masyarakat memandang bahwa Tuhan telah
mengirimkan banjir, tetapi Dia juga memberi kekuatan untuk mengatasi bahaya ini kepada mereka yang
percaya.
Sumber: Schmuck, H. ‘“An Act of Allah”: Religious Explanations for Flood in Bangladesh as Survival Strategy’, International Journal of Mass
Emergencies and Disasters, 2000, 18(1): 85–95. Dapat diakses di: http://www.ijmed.org/PDF_Files/March_2000.pdf
Dampak-dampak yang tidak terduga. Dari segi metodologi, upaya menemukan dampak-dampak yang tidak terduga
merupakan suatu tantangan besar. Indikator-indikator yang dipilih untuk memverifikasi dampak hanya dapat
mengidentifikasi perubahan yang diharapkan dan hanya akan mencerminkan perubahan-perubahan yang jelas dan
telah disepakati oleh para pemangku kepentingan. Namun, sistem pemantauan dan evaluasi harus peka terhadap
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, perubahan yang tidak disepakati oleh para pemangku kepentingan
atau di kala satu kelompok tertentu tidak memperlihatkan perubahan pada bidang yang penting bagi mereka.
Untuk proyek-proyek yang lebih kecil, staf proyek cukup mengidentifikasi dan memantau dampak-dampak yang tidak
terduga ini ketika muncul, tetapi untuk program-program yang lebih besar dan kompleks kita perlu menggunakan
metode-metode yang lebih formal. Kotak 9 menggambarkan salah satu metode yang sering digunakan untuk
menangani masalah dampak-dampak yang tidak terduga.
Kotak 9
Penilaian perubahan berbasis kelompok
Metode ini, yang diujicobakan oleh ActionAid di Vietnam, bekerja tanpa indikator-indikator yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan membuat pertanyaan-pertanyaan seterbuka mungkin, evaluasi ini melahirkan
informasi yang tidak diharapkan tetapi penting, yang mungkin tidak akan diperoleh melalui evaluasi yang
lebih terstruktur. Sampel yang mewakili kelompok-kelompok kaum miskin yang didukung proyek ditanyai
bagaimana keadaan anggota-anggota lain dari kelompok mereka, khususnya:

Keluarga mana di antara anggota kelompok yang telah mengalami peningkatan situasi, mana yang
situasinya malah memburuk dan mana yang tetap menghadapi situasi yang sama?

Untuk keluarga-keluarga yang situasinya telah membaik atau memburuk, bagaimana situasi mereka dapat
berubah?

Untuk keluarga-keluarga yang situasinya telah membaik atau memburuk, mengapa situasi mereka dapat
berubah?
Pendekatan-pendekatan seperti ini, yang tidak menggunakan indikator-indikator yang telah didefinisikan sebelumnya, semakin lama semakin luas digunakan. Salah satu yang terbaik yang
pernah dikembangkan adalah ‘Most Significant Change’ metode: lihat Davies, R. and Dart, J. The ‘Most Significant Change’ (MSC) Technique: A Guide to its Use. Cambridge: privately published, 2005.
Dapat diakses di: http://www.mande.co.uk/docs/MSCGuide.htm
C a t a t a n P a n d u a n 13
191
Jawaban- jawaban perorangan diolah untuk memperoleh gambaran akan perubahan yang terjadi di dalam
kelompok. Pengulangan kegiatan yang sama memberi gambaran yang lebih penuh akan dinamika perubahan
yang terjadi.
Uji coba metode yang dilaksanakan di Vietnam, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh
akan penghidupan warga setempat ini, menjelaskan kerentanan terhadap bahaya dengan memperlihatkan
arti penting kegagalan panen yang diakibatkan oleh kemarau pada keluarga-keluarga yang situasinya telah
memburuk. Rendahnya tingkat kepentingan yang diletakkan pada faktor ini mengejutkan para fasilitator (dan
mungkin menyesatkan, karena data dari kegiatan ini memperlihatkan bahwa kekurangan produksi pangan
merupakan salah satu aspek penting yang menyebabkan memburuknya situasi).
Sumber: Smith, W. Group based assessment of change: method and results 1998. RDA 2 Can Loc district, Ha Tinh province. Hanoi: ActionAid
Vietnam, 1998.
Kelompok pengendali. Beberapa evaluasi proyek pembangunan menggunakan kelompok pengendali (pengontrol)
sebagai perbandingan. Dalam pengurangan bencana (dan khususnya dalam tanggap kemanusiaan), beberapa
lembaga merasa kurang nyaman untuk mempelajari kelompok-kelompok rawan risiko yang tidak akan mereka
lindungi. Namun, metode ini dapat berguna. Beberapa evaluasi mewawancarai anggota-anggota masyarakat yang
tidak terlibat dalam proyek walaupun biasanya untuk mengidentifikasi alasan-alasan ketidakterlibatan mereka.
Berbicara dengan kelompok-kelompok yang telah meninggalkan proyek dapat juga memberi kita informasi berharga
terkait dengan bagaimana proyek telah dilaksanakan.
Dalam evaluasi Pusat Penelitian Bencana Universitas Delaware atas Project Impact (lihat Kotak 6) diadakan
wawancara-wawancara kelompok fokus dengan para anggota komunitas yang baru saja bergabung dengan proyek
dan mereka yang tidak terlibat, untuk mempelajari apakah pengalaman-pengalaman dan pendekatan-pendekatan
yang digunakan dalam ketujuh program uji coba dapat langsung ditransfer tanpa dana stimulus pemerintah yang
cukup besar.
Para penerima manfaat. Kita perlu mengidentifikasi siapa-siapa yang akan menerima manfaat dari sebuah
program PRB. Para evaluator tidak boleh mengandaikan bahwa manfaat yang dapat dipetik akan terbagi rata
di masyarakat. Mereka harus menilai karakteristik sosial-ekonomi dari komunitas-komunitas penerima manfaat,
dengan mempertimbangkan juga isu-isu gender dan orang-orang yang rentan karena faktor-faktor lain seperti latar
belakang etnis, usia dan penyandang cacat.
Sekarang telah banyak tersedia panduan untuk memadukan aspek-aspek gender ke dalam analisis risiko dan
kerentanan serta perencanaan proyek. Namun, perangkat-perangkat untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan
pengurangan bencana yang spesifik gender belum banyak tersedia.
Para evaluator tidak boleh berpuas diri dengan indikator-indikator kegiatan yang terbatas – misalnya, jumlah
perempuan yang ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan proyek seperti pelatihan kesiapsiagaan darurat –
sebagai bukti kesetaraan gender yang lebih luas dalam PRB.
Keberlanjutan. Selama pelaksanaan proyek kita mungkin akan kesulitan dalam menilai peluang tingkat keberlanjutan
proyek pada jangka panjang dan replikasinya, tetapi hal ini dapat disimpulkan dari bukti lain. Seperti juga di bidang
pembangunan, prakarsa-prakarsa PRB dapat menjadi lebih berkelanjutan bila kita mencurahkan banyak waktu
dan upaya dalam mempersiapkan proyek bersama komunitas, para mitra dan para pemangku kepentingan lainnya
baik di tingkat pusat maupun daerah. Suatu indikator lain yang juga telah digunakan adalah tingkat kontribusi
keuangan dan sumber-sumber daya lainnya yang telah diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada proyek,
dengan asumsi bahwa keberlanjutan berkaitan erat dengan tingkat rasa memiliki dari warga setempat.
Pada proyek-proyek berbasis masyarakat, kekuatan lembaga komunitas merupakan suatu faktor penting. Evaluasi
seringkali memberi perhatian besar pada pembentukan atau upaya menghidupkan kembali kelompok-kelompok
setempat seperti komite-komite penanggulangan bencana. Namun, sekadar keberadaan dari kelompok-kelompok
semacam ini saja belum menunjukkan kapasitas dalam mengelola risiko dan analisis perilaku mungkin hanya
192
Salah satu perangkat yang potensial berguna adalah kerangka indikator ‘Gender equality results and indicators for disaster-related programmes’, yang baru saja dikembangkan oleh sebuah tim
evaluasi: Gander, C. et al., ‘Evaluation of PAHO’s Disaster Preparedness Programme in Latin America and the Caribbean’ (London: Department for International Development (UK), laporan evaluasi
yang tidak diterbitkan), dimuat juga dalam Benson and Twigg (2001), hal. 124–125.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
akan memperlihatkan antusiasme jangka pendek. Oleh karena itu, bukti kegiatan kelompok harus dikumpulkan
(misalnya, pengkajian risiko, penyusunan rencana-rencana kedaruratan, pembelian peralatan, pembangunan
struktur-struktur peredaman bahaya seperti tanggul). Frekuensi, sifat dan kualitas dari kegiatan-kegiatan semacam
itu dan tingkat keterlibatan komunitas dapat dipantau serta dievaluasi baik secara internal maupun oleh pihak
luar.
Para evaluator harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi keberlanjutan, seperti
perubahan-perubahan dalam kebijakan resmi atau tata pengaturan pendanaan, keluar-masuknya staf dan
kemunduran dalam perekonomian.
Struktur, sistem dan lembaga. Sebagian besar metode pemantauan dan evaluasi menangani proyek-proyek yang relatif
berdiri sendiri dan berskala kecil, sementara intervensi dengan skala yang lebih besar (misalnya, di tingkat nasional
atau menyangkut keseluruhan sistem) juga memiliki peran yang vital dalam PRB. Evaluasi sistem PRB di tingkat
nasional atau tingkat lain yang lebih tinggi membutuhkan suatu perspektif menyeluruh yang mencakup kebijakan
dan lembaga-lembaga serta praktik-praktik (lihat Tabel 1). Evaluasi semacam ini juga perlu mempertimbangkan
peran berbagai aktor dalam PRB: pemerintah nasional dan pemerintah daerah, sektor dunia usaha, masyarakat
sipil dan lembaga-lembaga antarpemerintah dan regional.
Panduan metodologis tentang penilaian dalam konteks-konteks ini masih terbatas dan hanya ada sedikit pengalaman
evaluasi yang terdokumentasikan, sehingga menyulitkan kita dalam mencari contoh praktik-praktik yang baik.
Namun, belakangan ini telah dikembangkan beberapa metode untuk menilai kemajuan dalam PRB di tingkat
nasional dan untuk membantu menetapkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan (lihat Bacaan lebih lanjut). Indeksindeks risiko dan kerentanan di tingkat nasional (lihat Catatan Panduan 4) juga dapat digunakan di sini.
Proses-proses untuk mengarusutamakan PRB dengan efektif ke dalam kebijakan dan praktik lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang pembangunan belum dipahami dengan baik walaupun beberapa perangkat penilaian
yang menjanjikan belakangan ini telah bermunculan (lihat Bacaan lebih lanjut). Dibutuhkan adanya perspektif luas
yang mungkin akan mencakup kerja lembaga dalam bidang-bidang berikut:

Kebijakan-kebijakan

Strategi-strategi atau rencana-rencana bisnis

Panduan operasional untuk merencanakan dan melaksanakan proyek dan untuk menjalankan lembaga tersebut
sendiri

Rencana-rencana geografis dan sektoral

Perancangan program dan proyek serta proposal-proposal

Struktur, sistem dan kapasitas kelembagaan

Hubungan luar
Langkah 4. Penerapan temuan-temuan
Laporan-laporan evaluasi adalah dokumen yang secara potensial sangat bernilai: laporan dapat membantu
dalam memetik hikmah dan menerapkan pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari praktik, memberikan landasan
untuk membahas praktik dan kebijakan yang lebih baik, memberi masukan ke dalam perencanaan strategis dan
membangun ingatan kelembagaan (institutional memory). Kemauan untuk belajar dari pengalaman merupakan
sesuatu yang penting. Evaluasi harus ditanamkan di dalam sistem-sistem dan praktik rutin sebuah lembaga untuk
menjamin agar proses pembelajaran benar-benar berlangsung.
Kotak 10 Adopsi temuan-temuan evaluasi oleh lembaga
Sebuah evaluasi yang diadakan pada tahun 2003-2004 atas kebijakan dan pengalaman operasional Bank
Pembangunan Antar-Amerika (Inter-American Development Bank/IDB) yang berkaitan dengan bencanabencana alam memperlihatkan adanya dampak signifikan bencana pada prospek pembangunan, yang
tidak ditangani dengan memadai oleh negara-negara terkait, sementara pendekatan Bank sendiri terhadap
kejadian bencana lebih bersifat reaktif. Temuan-temuan evaluasi tersebut mendorong pengembangan
rencana aksi empat tahun (2005-2008) untuk meningkatkan manajemen risiko bencana oleh Bank, yang
disusun berdasarkan pendekatan-pendekatan baru terhadap penyusunan program dan pengelolaan bisnis
C a t a t a n P a n d u a n 13
193
di tingkat negara; perubahan-perubahan kebijakan, prosedur dan produk-produk finansial; dan sebuah
pendekatan kelembagaan yang berfokus pada pengurangan risiko prabencana. Untuk mewujudkan rencana
tersebut manajemen senior terpaksa turun tangan guna memobilisasi pendanaan dan sumber-sumber daya
serta melibatkan staf teknis dalam proses ini.
Sumber: Clarke, C.L. From Evaluation to a Renewed Business Model: The IDB Experience. Presentation to ‘Disaster Risk Management:
Conference on Taking Lessons from Evaluation and Evaluators’ Roundtable. Paris, 20–21 November 2006. Dapat diakses di: http://www.
worldbank.org/ieg/naturaldisasters/paris/presentations/IADB_Clarke.pdf
Proses evaluasi harus bersifat seterbuka mungkin dan hasil-hasilnya dibuka seluasnya. Temuan-temuan perlu
dikonsultasikan dengan seluruh pemangku kepentingan sebelum laporan diserahkan untuk memberi peluang
pembahasan dan klarifikasi. Evaluasi partisipatif yang menciptakan kepemilikan akan produk akhir di kalangan
para pemangku kepentingan akan meningkatkan kemungkinan pelajaran-pelajaran yang telah dipetik akan
dilaksanakan.
Tinjauan atas kumpulan evaluasi yang berdiri sendiri-sendiri dapat mengidentifikasi pelajaran-pelajaran yang
paling penting dan tema-tema yang dapat diterapkan secara lebih luas pada kebijakan dan kegiatan (lihat Kotak
11). Dalam beberapa kasus, dapat dilaksanakan peninjauan bersama oleh beberapa lembaga untuk mendorong
upaya saling belajar, saling berbagi pengetahuan dan transparansi.
Kotak 11 Pembelajaran yang lebih luas
Sebuah tinjauan yang dilaksanakan oleh Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
(International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies/IFRC) pada tahun 1999 menelaah evaluasievaluasi program-program kesiapsiagaan bencana di tiga benua untuk mengumpulkan pelajaran yang
berkaitan dengan enam isu: kesesuaian pendekatan kewilayahan; keterpaduan dengan kegiatan-kegiatan
lain; kemitraan dan peningkatan kapasitas; komunikasi program; dampak dan isu-isu yang berkaitan dengan
para anggota delegasi yang bekerja dalam bidang kesiapsiagaan bencana; dan para relawan. Isu-isu ini muncul
dalam semua atau sebagian besar program yang dievaluasi dan temuan-temuan tinjauan ini selanjutnya
mewarnai strategi internasional IFRC.
Pada tahun 2006, Kelompok Evaluasi Independen Bank Dunia (World Bank’s Independent Evaluation Group)
menerbitkan evaluasi menyeluruh atas bantuan Bank kepada negara-negara yang terpengaruh bencana alam.
Berdasarkan analisis atas 528 proyek sejak tahun 1984, evaluasi tersebut menelorkan banyak rekomendasi
berkaitan dengan sifat dan efektivitas respons Bank terhadap bencana, integrasi manajemen risiko ke dalam
strategi-strategi pembangunan dan koordinasi internal serta eksternal.
Sumber: Mitchell, J. Learning from the Past: a look back at evaluations and reviews of disaster preparedness programmes. Geneva: IFRC,
makalah tidak diterbitkan, 1999; World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development: An IEG Evaluation of World Bank Assistance for
Natural Disasters. Washington, DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/
naturaldisasters/docs/natural_disasters_evaluation.pdf
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan

Perencanaan yang realistis dan praktis, dengan sasaran dan tujuan-tujuan yang jelas.

Dalam perencanaan proyek perlu dialokasikan sumber daya (waktu, personel dan anggaran) yang memadai
untuk pemantauan dan evaluasi.

Penggunaan metode-metode pengumpulan data campuran yang sesuai dengan proyek dan tujuan evaluasi.

Keterlibatan para pemangku kepentingan utama, terutama para penerima manfaat, dalam evaluasi – sebagai
peserta yang sungguh-sungguh ikut ambil bagian di dalam proses, dan bukan hanya sebagai pihak yang
memberikan informasi.

Identifikasi dan pemilihan indikator-indikator yang relevan, yang dapat memperlihatkan dampak serta hubunganhubungan sebab-akibat antara proses-proses (kegiatan dan keluaran-keluaran), hasil dan dampak proyek.
194
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana

Pengenalan bahwa manfaat proyek mungkin tidak akan dinikmati dengan merata; identifikasi dampak pada
unsur-unsur masyarakat yang berbeda.

Penerapan pembelajaran untuk meningkatkan praktik dan kebijakan.

Transparansi dalam proses dan saling berbagi temuan dengan para pemangku kepentingan lain.
Kotak 12 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini.
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut. Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya, dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfir global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
C a t a t a n P a n d u a n 13
195
Bacaan lebih lanjut
Memantau dan mengevaluasi pengurangan risiko bencana
Benson, C. and Twigg, J. Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation –
a scoping study. Geneva: ProVention Consortium, 2001. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_
tools
ProVention Consortium. Risk Reduction Indicators. TRIAMS Working Paper. Geneva: ProVention Consortium, 2006. Dapat diakses
di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/TRIAMS_full_paper.pdf
ProVention Consortium: Details of the Consortium’s forthcoming Monitoring and Evaluation Sourcebook will be posted on its Tools
for Mainstreaming Disaster Risk Reduction web page: http://www.proventionconsortium.org/M&E_sourcebook
Twigg, J. Disaster Risk Reduction: mitigation and preparedness in development and emergency programming. Good Practice Review
no.9. London: Overseas Development Institute, Humanitarian Practice Network, 2001. Dapat diakses di: http://www.odihpn.
org/publist.asp
World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development: An IEG Evaluation of World Bank Assistance for Natural Disasters. Washington,
DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/docs/
natural_disasters_evaluation.pdf
Perangkat untuk mengevaluasi sistem PRB di tingkat nasional
Mitchell, T. An Operational Framework for Mainstreaming Disaster Risk Reduction. London: Benfield UCL Hazard Research Centre,
2003. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/working_papers/workingpaper8.pdf
World Bank. Natural Hazard Risk Management in the Caribbean: Revisiting the Challenge. Report no. 24166, vol. 1. Washington,
DC: World Bank, Caribbean Country Management Unit, 2002. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org
World Bank. Natural Hazard Risk Management in the Caribbean: Good Practices and Country Case Studies. Technical Annex. Report
no. 24166, vol. 2. Washington, DC: World Bank, Caribbean Country Management Unit, 2002. Dapat diakses di: http://www.
worldbank.org
Perangkat untuk menilai pengarusutamaan PRB dalam lembaga
IFRC. Characteristics of a Well-Prepared National Society. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies,
2001. Dapat diakses di: http://www.ifrc.org/docs/pubs/disasters/Checklist_WPNS.pdf
La Trobe, S. and Davis, I. Mainstreaming disaster risk reduction: a tool for development organisations. Teddington, UK: Tearfund,
2005. Dapat diakses di: http://tilz.tearfund.org/Research/Climate+change+and+disasters+policy
Wamsler, C. Operational Framework for Integrating Risk Reduction for Aid Organisations working in Human Settlement Development.
London/Lund, Sweden: Benfield Hazard Research Centre/Lund University, Housing Development and Management, 2006. Dapat
diakses di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/working_papers/workingpaper14.pdf
Isu-isu gender dalam PRB
Enarson, E. et al. Working with Women at Risk: Practical guidelines for assessing local disaster risk. Miami, USA: Florida International
University; International Hurricane Research Center, 2003. Dapat diakses di: http://www.ihrc.fiu.edu/lssr/workingwithwomen.
pdf
Memantau dan mengevaluasi pembangunan
Gosling, L. Toolkits: A practical guide to planning, monitoring, evaluation and impact assessment. London: Save the
Children, 2003.
OECD-DAC. Principles for Evaluation of Development Assistance. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development,
Development Assistance Committee, 1991. Available at: http://www.oecd.org/dataoecd/21/41/35343400.pdf
Roche, C. Impact Assessment for Development Agencies: Learning to Value Change. Oxford: Oxfam/Novib, 1999.
Memantau dan mengevaluasi bantuan kemanusiaan
Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action (ALNAP) website: http://www.
alnap.org/index.html
Hallam, A. Evaluating Humanitarian Assistance Programmes in Complex Emergencies. Good Practice Review no. 7. London: Overseas
Development Institute, Humanitarian Practice Network, 1998. Dapat diakses di: http://www.odihpn.org/publist.asp
196
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Risiko Bencana
Catatan Panduan ini disusun oleh John Twigg. Pengarang mengucapkan terima kasih kepada John Abuya (ActionAid), Anne Bramble
(Caribbean Development Bank), Neil Britton (Asian Development Bank), Caroline Clarke (Inter-American Development Bank), Olivia
Coghlan (DFID), Bina Desai (Christian Aid), John Mitchell (Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian
Action/ALNAP), Thomas Mitchell (Institute for Development Studies), Sarah Moss (Christian Aid), Chris Roche (Oxfam Australia), para
anggota Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan komentar mereka yang berharga. Terima kasih
juga disampaikan atas dukungan pendanaan dari Lembaga Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan
Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Lembaga Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia
(Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan
tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh Konsorsium
ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian dan evaluasi
proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di negara-negara
yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan
informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen
siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan
dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools.
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Dukungan terhadap Anggaran
C a t a t a n P a n d u a n 14
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini membahas masalah dukungan terhadap anggaran, dengan memberi pedoman bagaimana
menjamin agar risiko bencana dan pilihan-pilihan terkait untuk mengurangi kerentanan ditelaah dengan memadai
dan sistematis dalam program-program dukungan terhadap anggaran. Catatan panduan ini diperuntukkan bagi staf
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan yang terlibat dalam perancangan, pelaksanaan dan
evaluasi dukungan terhadap anggaran.
1. Pengantar
Istilah dukungan terhadap anggaran yang dimaksud di sini adalah bantuan luar yang disalurkan secara langsung
kepada pemerintah penerima bantuan, yang selanjutnya dikelola dengan sistem dan proses-proses penganggaran,
manajemen keuangan, pengadaan dan akuntansi dari pemerintah penerima bantuan itu sendiri. Dukungan
terhadap anggaran tidak berhubungan dengan kegiatan-kegiatan spesifik proyek, tetapi dapat disertai dengan
bantuan teknis dan peningkatan kapasitas terkait. Dukungan terhadap anggaran mencakup serangkaian perangkat,
dan meliputi beragam bentuk persyaratan dan dialog kebijakan serta tingkat-tingkat penetapan sumber-sumber
daya. Selama dasawarsa 1980-an dan 1990-an, banyak dari dukungan terhadap anggaran disalurkan oleh lembagalembaga keuangan internasional (international financial institutions/IFIs) dalam bentuk penyesuaian struktural,
dengan tujuan dasar untuk mengurangi ketidakberimbangan eksternal dan internal serta mendorong pertumbuhan
ekonomi. Dukungan terhadap anggaran seperti ini diberikan dengan prasyarat dilaksanakannya penyesuaian dan
pembaruan-pembaruan ekonomi tertentu yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti deregulasi, privatisasi, inflasi
dan defisit sektor publik. Mulai akhir dasawarsa 1990-an muncul suatu bentuk dukungan anggaran baru yang
membantu pemerintah untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan dan program-program yang telah ditetapkan.
Dukungan terhadap anggaran ini dikaitkan secara langsung dengan prakarsa-prakarsa pemerintah seperti
strategi penanggulangan kemiskinan, dan secara khusus menekankan pengembangan proses-proses dasar yang
efektif, termasuk manajemen ekonomi makro dan penganggaran serta tata pemerintahan yang baik. Dukungan
terhadap anggaran telah ada sejak Rencana Marshall (Marshall Plan) pasca-Perang Dunia II dalam bentuk programprogram bantuan tidak bersyarat, seperti dukungan neraca pembayaran dan program bantuan pangan, untuk
mengisi sementara waktu kesenjangan-kesenjangan dalam hal pendanaan eksternal atau sumber daya anggaran
domestik.
Dukungan terhadap anggaran disalurkan oleh IFIs dan lembaga-lembaga bilateral, yang kadang-kadang bekerja
sama dalam mendanai suatu program dukungan terhadap anggaran tertentu seperti strategi penanggulangan
kemiskinan. Dukungan semacam ini dapat diberikan kepada entitas subnasional seperti provinsi atau negara
bagian, maupun kepada pemerintah nasional. Dukungan terhadap anggaran dapat berupa dukungan terhadap
anggaran umum, yakni penyediaan pendanaan anggaran secara keseluruhan. Alternatifnya, dukungan ini dapat
berupa dukungan terhadap anggaran untuk sektor, yang pendanaannya diperuntukkan bagi satu sektor tertentu
atau beberapa sektor dengan persyaratan tertentu yang terkait dengan sektor-sektor ini.
Lihat DFID (2004a); dan IDD and Associates, Joint Evaluation of General Budget Support: Inception Report. Birmingham, UK: University of Birmingham, International Development Department,
2005. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/aboutdfid/performance/files/evd2-inception-report.pdf
C a t a t a n P a n d u a n 14
199
Sebagai bagian dari upaya lebih besar untuk meningkatkan efektivitas bantuan, ada pergeseran bertahap dari
dukungan berdasarkan proyek ke arah bantuan umum dan bantuan untuk sektor. Dukungan terhadap anggaran
dapat meningkatkan kepemilikan pemerintah atas proses-proses penganggaran dan kebijakan, meningkatkan dialog
kebijakan, memperkuat harmonisasi donor dan membantu menjamin agar bantuan luar dapat lebih diselaraskan
dengan tujuan-tujuan, strategi-strategi dan sistem-sistem nasional. Dalam jangka menengah, pergeseran ke arah
dukungan terhadap anggaran ini diharapkan juga dapat mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan kepastian
(predictability) aliran dana-dana.
Meningkatnya dukungan terhadap anggaran memberi peluang cukup besar dalam membantu pemerintahpemerintah untuk meningkatkan ketangguhan mereka terhadap bahaya-bahaya alam, terutama dengan memberi
perhatian yang lebih besar pada upaya-upaya untuk mendukung proses-proses yang mendasar dan tata pemerintahan
yang baik serta dalam menyesuaikan program-program dukungan terhadap anggaran dengan kondisi-kondisi
khusus yang dihadapi masing-masing negara. Khususnya:

Pengembangan proses-proses perencanaan dan manajemen ekonomi makro dan penganggaran jangka menengah
merupakan sesuatu yang vital bagi peningkatan pengelolaan risiko bencana karena hal ini membantu menjaga
agar kebutuhan-kebutuhan pengurangan risiko tidak dikalahkan oleh kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan
lebih mendesak, tetapi mungkin pada akhirnya kurang begitu penting.

Sistem prioritas belanja – salah satu unsur dari manajemen fiskal yang baik – dapat memainkan peran penting
dalam menjamin agar program-program pembangunan utama terlindungi dari kemungkinan pengalihan
sumber-sumber daya setelah terjadinya sebuah bencana.

Upaya untuk menjamin agar tersedia anggaran pemeliharaan rutin yang memadai dapat membantu memperkuat
ketangguhan struktur-struktur fisik terhadap bahaya karena anggaran-anggaran ini dapat digunakan untuk
menjaga agar struktur-struktur ini selalu dalam keadaan terawat baik.

Dukungan terhadap anggaran mengimplikasikan adanya aliran sumber daya yang lebih teratur, suatu faktor
penting dalam mendukung pengambilan keputusan yang efektif dalam konteks pascabencana langsung
(walaupun pada praktiknya, komitmen dan aliran pendanaan dalam bentuk dukungan terhadap anggaran
sampai kini seringkali lebih bersifat jangka pendek dan kurang teratur).

Dukungan terhadap anggaran yang sedang berjalan mengimplikasikan bahwa kinerja negara sedang dipantau
dengan ketat. Penyusunan indikasi-indikasi awal akan adanya berbagai kesulitan yang diakibatkan oleh bencana
akan dapat membantu memfasilitasi penyediaan bentuk dukungan luar yang sesuai, yang menjamin kebijakan
dan program-program pembangunan prioritas tetap pada jalurnya, serta pada saat yang sama memenuhi
kebutuhan kemanusiaan dan pembangunan kembali.
Serupa dengan itu, meningkatnya dukungan terha.dap anggaran juga membawa tantangan-tantangan baru bagi
lembaga-lembaga pembangunan dalam upaya mencapai tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana. Khususnya:

Walaupun dukungan terhadap anggaran membantu terciptanya peluang untuk memperkuat dialog kebijakan,
tujuan-tujuan seperti pengurangan risiko bencana dapat terlupakan di antara prioritas-prioritas lain dalam
proses pergeseran dari dukungan dalam bentuk proyek ke arah dukungan terhadap anggaran, terutama bila
komitmen politik untuk pengurangan risiko bencana terbilang kecil dan hasil-hasil pengurangan risiko bencana
tidak tercatat dalam pemantauan dan evaluasi program.

Upaya-upaya untuk menghargai dan mendukung kepemilikan negara dapat mengurangi ruang bagi dialog
kebijakan dalam hal-hal sulit, seperti pengurangan risiko bencana dan pengenalan cara pendekatan dan
pemikiran baru.

Tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana juga dapat terabaikan karena adanya upaya untuk menyelaraskannya
dengan prioritas-prioritas donor dan campur tangan donor dalam manajemen mikro yang berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan dan program pemerintah.

Dukungan terhadap anggaran mengurangi kontak langsung dengan kelompok-kelompok rentan, dan menciptakan
tantangan-tantangan tambahan dalam menangani pengurangan risiko bencana dengan peka dan memadai.
Walaupun demikian, kesulitan-kesulitan ini tidak unik berlaku untuk isu pengurangan risiko bencana saja dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi
masalah-masalah semacam itu, seperti akan dibahas dengan lebih terperinci di bawah ini. Dalam kasus-kasus
yang lebih problematis, dukungan dalam bentuk anggaran untuk sektor atau bentuk-bentuk bantuan yang telah
menjadi kebiasaan/tradisi mungkin lebih sesuai daripada dukungan dalam bentuk anggaran yang sifatnya umum.
Lebih mudah, misalnya, untuk dengan aktif mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam dukungan
200
Lihat DFID (2004a).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
anggaran pada bidang-bidang yang kegiatan untuk menangani risiko bencana tersebut hasilnya langsung tampak
secara jelas (misalnya, untuk infrastruktur jalan). Dukungan anggaran bagi sektor dapat pula berupa dukungan
untuk kebijakan-kebijakan dan program-program manajemen risiko bencana tertentu. Aspek-aspek lain dari
pengurangan risiko bencana, seperti peningkatan aturan-aturan pendirian bangunan (building codes) dan praktikpraktik dalam membangun, hampir selalu membutuhkan dukungan dalam bentuk-bentuk lain, terlepas dari
konteks negara penerima bantuan. Kerjasama teknis juga dapat menjadi penting dalam meningkatkan kapasitas
pemerintah untuk memantau, menganalisis dan menangani bentuk serta tingkat-tingkat risiko bencana dan dalam
memperkuat partisipasi kelompok-kelompok rentan yang terpinggirkan dalam proses ini.
Upaya mengkaji risiko bencana dan mendorong manajemen risiko bencana yang sesuai merupakan hal yang pada
gilirannya dapat turut menentukan keberhasilan dukungan anggaran. Bencana yang terjadi berpotensi merusak
pelaksanaan, kinerja, efektivitas, keberhasilan kebijakan dan program yang berkelanjutan dalam jangka panjang
yang dihubungkan dengan dukungan anggaran (lihat Kotak 1 dan Bagian 2, Langkah 1). Sifat spesifik dari kebijakankebijakan dan program-program yang didukung selanjutnya dapat berkontribusi pada pergeseran bentuk dan
tingkat kerentanan terhadap bahaya alam pada tingkat mikro, menengah dan makro. Kemungkinan dan implikasi
dari pergeseran-pergeseran semacam ini juga perlu dijajaki lebih lanjut.
Kotak 1
Rusaknya hasil program dukungan terhadap anggaran: Pukulan yang
diakibatkan bencana benar-benar merugikan
Sebuah program pembaruan sektor publik di Honduras yang didukung Bank Pembangunan Antar-Amerika
(Inter-American Development Bank/IDB) dan Bank Dunia, yang bertujuan untuk memodernisasikan sektor
publik dan menghilangkan ketimpangan-ketimpangan struktural yang berkontribusi pada ketidakseimbangan
fiskal rutin, menghadapi beberapa kesulitan yang diakibatkan oleh Badai Mitch pada tahun 1998. Menyadari
adanya tekanan besar pada anggaran yang diakibatkan oleh badai ini, pencairan kedua dari dukungan
anggaran IDB tetap dilakukan walau komponen-komponen program yang berkaitan dengan manajemen
kelembagaan dan manajemen sektor publik tidak mengalami kemajuan berarti. Rencana penjualan
perusahaan telekomunikasi milik negara, yang semula dinilai berharga sekitar 440 juta dolar Amerika Serikat
(AS), tidak terlaksana karena ketika ditawarkan pada tahun 2001 penawaran tertinggi hanya mencapai 80 juta
dolar AS. Hal ini sebagian disebabkan oleh adanya kerusakan-kerusakan fisik yang diakibatkan Badai Mitch.
Penjualan aset ini sebelumnya diharapkan akan dapat mengurangi utang perusahaan sampai 50 persen dan
mengurangi cicilan hutang tahunan sebesar 12,5 juta dolar AS.
Sumber: IDB. Country Program Evaluation (CPE): Honduras. RE – 263. Washington, DC: Inter-American Development Bank, Office of
Evaluation and Oversight, 2002.
Keadaan saat ini
Dukungan anggaran pada umumnya paling cocok untuk negara-negara yang sangat tergantung pada bantuan, tetapi
memiliki manajemen ekonomi makro, manajemen kebijakan sektor dan anggaran yang baik. Walaupun begitu,
kapasitas untuk mengelola dan mengurangi risiko bencana jarang dipertimbangkan saat mengadakan pengkajian
terkait untuk menetapkan apakah kualitas manajemen ekonomi makro dan penganggaran serta kebijakankebijakan terkait benar-benar memadai untuk mendukung program-program dukungan terhadap anggaran yang
efektif. Demikian pula, implikasi-implikasi kerentanan bahaya dari kebijakan-kebijakan dan program-program yang
akan didanai melalui dukungan terhadap anggaran, baik positif maupun negatif, jarang dipertimbangkan kecuali
pada beberapa kasus khusus (lihat Kotak 2). Juga tidak ada upaya untuk memaksimalkan manfaat manajemen
risiko bencana bagi kebijakan-kebijakan dan program-program ini. Di negera-negara yang rawan bahaya hal ini
merupakan suatu kesalahan yang besar. Risiko bencana harus dipertimbangkan dengan eksplisit dalam mengkaji
program-program dukungan terhadap anggaran, dengan menyepakati segala persyaratan serta menetapkan
bantuan teknis terkait, hingga dalam pelaksanaan dan evaluasi program.
IDD and associates (2006).
C a t a t a n P a n d u a n 14
201
Kotak 2
Manfaat potensial dukungan terhadap anggaran bagi risiko bencana
Risiko bencana jarang dipertimbangkan dalam penyiapan program dukungan terhadap anggaran, kecuali
secara sambil lalu saja dalam konteks faktor-faktor yang memang secara signifikan memengaruhi kinerja
ekonomi. Namun, ada beberapa perkecualian. Misalnya, dokumen kebijakan pinjaman bagi Kebijakan
Pinjaman Pembangunan (Development Policy Loan/DPL) Bank Dunia untuk Meksiko, yang disetujui pada
tahun 2006 untuk mendukung pembaruan kebijakan sektor keuangan, menyatakan bahwa program tersebut
dapat bermanfaat untuk menurunkan dampak-dampak bencana yang mengakibatkan ketidakstabilan. Bank
Dunia dan donor-donor lainnya telah aktif memberikan bantuan teknis kepada pemerintah-pemerintah
dalam menggunakan instrumen-instrumen keuangan yang dapat mengurangi dampak fiskal dari bencana.
Bantuan ini meliputi beberapa studi teknis atas surat jaminan terhadap bencana (catastrophe bonds), yang
akan menjamin likuiditas bila terjadi bencana dan secara umum meningkatkan kemampuan pemerintah
dalam menata dan menghadapi risiko-risiko keuangan. Seperti disebutkan dalam dokumen kebijakan DPL,
pembaruan-pembaruan yang didukung DPL akan berusaha memfasilitasi operasi pasar modal yang akan
meningkatkan likuiditasnya, sehingga menciptakan lingkungan yang aman bagi penerbitan surat-surat
jaminan terhadap bencana.
Sumber: World Bank. International Bank for Reconstruction and Development Program Document on a Proposed First Programmatic Finance
and Growth Development Policy Loan in the Amount of US$501.26 million to the United Mexican States. Report No. 34552-MX. Washington,
DC: World Bank, 2006. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/external/default/main?pagePK=64193027&piPK=64187937&theSit
ePK=523679&menuPK=64187510&searchMenuPK=64187283&siteName=WDS&entityID=000090341_20060209093959
Mendorong praktik yang baik
Untuk menjamin agar risiko bencana dikaji dan dikelola dengan memadai, ada empat hal mendasar yang dibutuhkan
dalam pengembangan program dukungan terhadap anggaran:

Di negara-negara yang rawan bahaya harus diadakan pengkajian awal terhadap kerentanan terhadap bahayabahaya alam. Idealnya, pengkajian ini dilaksanakan sebagai bagian dari kebijakan atau program nasional atau
sektoral yang didukung.

Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan harus menjajaki dan secara eksplisit mendorong
pemerintah untuk menangani segala kekurangan dalam kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi manajemen
risiko bencana mereka yang dapat mengganggu pelaksanaan, kinerja, efektivitas atau keberlanjutan jangka
panjang dari hasil-hasil kebijakan dan program yang didukung. Pada akhirnya, kualitas aspek-aspek manajemen
risiko bencana dari kebijakan-kebijakan dan program-program ini akan tergantung pada sejauh mana prinsip
pengurangan risiko bencana dipadukan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program tersebut serta
kekuatan penerimaan dan penggunaan kembali oleh pemerintah dan masyarakat sipil.

Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan harus mempertimbangkan penyediaan bantuan
teknis pendamping untuk memperkuat manajemen risiko bencana dalam berbagai bidang, tertutama karena
kelemahan-kelemahan pada praktik-praktik yang ada dapat mengacaukan keberhasilan kebijakan-kebijakan
dan program-program yang didukung.

Harus ditetapkan langkah-langkah yang pasti untuk menjamin agar penyaluran dukungan anggaran yang telah
direncanakan tidak tertunda atau dibatalkan bila terjadi bencana.
2. Langkah-langkah dasar dalam memadukan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke
dalam program-program dukungan terhadap
anggaran
Lingkup dan penekanan program dukungan terhadap anggaran dapat sangat bervariasi, baik antara lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan maupun antara negara-negara penerima bantuan. Namun,
ada proses yang secara umum serupa yang diikuti oleh semua lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan
dalam mempersiapkan dan melaksanakan program-program dukungan terhadap anggaran. Langkah-langkah
yang dibutuhkan untuk menjamin agar risiko bencana ditelaah dan ditangani dengan memadai dan sistematis
202
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
akan diuraikan di bawah ini dan diringkas dalam Gambar 1. Harus diperhatikan bahwa pada praktiknya beberapa
dari langkah ini mungkin akan saling tumpang tindih dan tidak berurutan. Khususnya Langkah 3 dan 4 dapat
dilaksanakan secara hampir bersamaan dengan Langkah 2.
Langkah 1. Melakukan analisis latar belakang
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam melakukan kerja analitik untuk mengkaji kapasitas guna memanfaatkan
sumber-sumber daya dari program dukungan terhadap anggaran secara efektif, dan dalam mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan yang ada.
Di negara-negara yang rawan bahaya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan jenis-jenis, besar,
skala geografis dan tingkat kemungkinan dari bahaya-bahaya yang dihadapi serta bentuk-bentuk dan tingkat risiko
terkait. Idealnya, pengkajian menyeluruh atas risiko bencana telah diselesaikan dalam perumusan strategi tingkat
negara dari lembaga pembangunan bersangkutan (lihat Catatan Panduan 4).
Perhatian khusus harus diberikan pada kebijakan-kebijakan dan program-program negara atau sektoral yang akan
diselaraskan dengan program dukungan anggaran yang diusulkan dan sejauh mana prinsip-prinsip dan langkahlangkah manajemen risiko bencana telah dipadukan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program ini (lihat
juga Catatan Panduan 3 terutama berkaitan dengan strategi penanggulangan kemiskinan). Seperti telah disebutkan
sebelumnya, prinsip pengurangan risiko bencana perlu ditanamkan dengan kuat dalam kebijakan-kebijakan dan
program-program pemerintah yang didukung, bukan sekadar dalam perjanjian-perjanjian dukungan terhadap
anggaran, dan dihubungkan dengan alokasi anggaran yang memadai agar efektif. Hasil-hasil pembangunan tidak
akan berkelanjutan jika risiko bencana tidak ditangani dengan sebaik-baiknya.
Di negara-negara yang rawan bahaya, isu-isu kebencanaan juga perlu dipertimbangkan dalam konteks semua
analisis latar belakang lainnya. Bagian berikut ini menyajikan sebuah daftar pengkajian yang dapat dirujuk
atau dilaksanakan dan bagaimana masing-masing perangkat pengkajian ini menelaah dan menangani isu-isu
kebencanaan, yang idealnya dibangun berdasarkan kerja analitik terkait yang telah dilakukan dalam rangka
penyusunan program di tingkat negara (lihat Catatan Panduan 4):

Dampak kemiskinan dan sosial. Dampak yang potensial ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan dan programprogram yang didukung pada kelompok-kelompok yang rentan terhadap bahaya harus dipertimbangkan dalam
menilai dampak pada kemiskinan serta dampak sosial kebijakan-kebijakan dan program-program tersebut.
Analisis ini harus mempertimbangkan kelompok-kelompok rentan yang miskin maupun yang tidak miskin
karena bencana dapat menambah jumlah mereka yang terjatuh ke dalam kemiskinan. (Lihat juga Catatan
Panduan 3, 9 dan 11)

Kebijakan-kebijakan, kerangka-kerangka dan manajemen ekonomi makro. Sejumlah besar dukungan terhadap
anggaran dikaitkan secara langsung dengan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan ekonomi makro. Penjajakan
yang dilakukan harus memperhitungkan dampak potensial goncangan-goncangan yang diakibatkan oleh
bencana besar terhadap ekonomi makro. Apakah strategi pemerintah dalam menangani risiko bencana dari
perspektif ekonomi makro yang luas sudah memadai, dan implikasi-implikasi serta strategi-strategi kebijakan
ekonomi yang didukung siap untuk menghadapi kerentanan di masa mendatang. Bencana-bencana yang
besar dapat dan pada faktanya memang telah menimbulkan dampak ekonomi negatif yang parah dalam
waktu singkat. Bencana juga dapat menimbulkan akibat-akibat negatif dalam jangka panjang, terutama bila
sering terjadi. Bagaimanapun juga, tingkat keterpaparan yang tinggi dari ekonomi makro dan ketidakstabilan
yang diakibatkan bencana tidaklah dapat diperkirakan, bahkan di negara-negara yang sangat rawan bahaya.
Kerentanan ditentukan oleh serangkaian faktor kompleks dan dinamis yang berkaitan dengan struktur ekonomi,
tingkat pembangunan, kondisi perekonomian yang ada dan lingkungan kebijakan serta jenis-jenis bahaya yang
dihadapi (lihat Kotak 3), dan dapat dikurangi. Oleh karena itu, di negara-negara yang sangat rawan bahaya,
kebijakan-kebijakan dan program-program ekonomi makro perlu disesuaikan untuk menyeimbangkan antara
risiko-risiko bencana dengan tujuan-tujuan pembangunan sosial-ekonomi. Kegiatan peramalan ekonomi harus
diperluas agar memperhitungkan juga skenario-skenario bencana besar di negara-negara yang berisiko tinggi
(lihat Kotak 4). (Lihat juga Catatan Panduan 3 dan 8)
Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat Benson, C. and Clay, E.J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4. Washington, DC:
World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
C a t a t a n P a n d u a n 14
203
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana
ke dalam program dukungan anggaran
1. Melakukan analisis
latar belakang
Menetapkan risiko bencana
Merujuk pada
strategi di tingkat
negara
Apakah ada risiko
bahaya yang signifikan?
Ya
2. Menetapkan persyaratan-persyaratan (conditionalities)
atau indikator-indikator kinerja
Pertimbangkan dampak-dampak potensial bencana dan peluang-peluang
untuk meningkatkan ketangguhan
3. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pembangunan lain
Pertimbangkan bagaimana pihak-pihak lain telah menangani risiko bencana
dalam program dukungan terhadap anggaran, kumpulkan analisis terkait dan
selaraskan antara pemicu-pemicu dan indikator-indikator
4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko
Sertakan analisis risiko bencana, identifikasikan indikator-indikator pemantauan
terkait dan pastikan bahwa kebijakan-kebijakan dan program-program yang
idukung telah memuat langkah-langkah peredaman bahaya yang sesuai
5. Mengembangkan kerangka penilaian hasil atau kinerja
Sertakan sasaran-sasaran dan indikator-indikator untuk menelusur pelaksanaan
an pencapaian segala tujuan pengurangan risiko bencana
yang termuat secara eksplisit
6. Pelaksanaan
Pantau dampak-dampak kerentanan terhadap bahaya, kinerja komponenomponen pengurangan risiko bencana dan akibat-akibat dari segala kejadian
bencana dan sesuaikan program serta pemicu kinerja bila perlu
Konsultasi rutin dengan para pemangku kepentingan
Pelajaran yang dapat dipetik
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam menilai kapasitas
untuk menggunakan sumber-sumber daya anggaran dengan
efektif dan dalam mengidentifikasi segala kelemahan-kelemahan
Tidak
Tidak perlu
mempertimbangkan
risiko bencana
lebih lanjut
7. Evaluasi
Menilai penanganan risiko bencana dan akibat-akibat dari
segala kejadian bencana
204
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 3
Banglades – dinamika kerentanan
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini tingkat kepekaan perekonomian Banglades terhadap pengaruh banjir besar
musim penghujan telah sangat jauh berkurang. Menurunnya tingkat kepekaan ini sebagian didukung oleh
perubahan struktural pada sektor pertanian, dengan cepatnya perluasan penggunaan pola tanam padi dengan
irigasi di musim kering yang risikonya jauh lebih rendah, dan sebagian lagi oleh integrasi pasar internal serta
peningkatan impor pangan oleh swasta dalam tahun-tahun bencana. Secara hidrologis banjir tahun 1998
merupakan kejadian bencana yang terjadi sekali dalam lima puluh tahun. Namun, volume produksi pangan
tetap meningkat sebesar 5,6 persen dari rata-rata tahunan, bahkan jauh melebihi tingkat kenaikan yang
diprediksi pemerintah sebelum banjir, yakni 2,4 persen. Penilaian awal pascabanjir memperkirakan akan ada
penurunan produksi tahunan sebesar 10-11 persen; suatu penilaian yang tidak memperhitungkan adanya
peningkatan besar pada kapasitas negeri ini untuk meningkatkan produksi pangan dalam musim kering bila
dibutuhkan.
Faktor-faktor lain yang turut meningkatkan ketangguhan terhadap bencana meliputi penyebaran kredit formal
(termasuk kredit usaha kecil) dan masuknya dana-dana yang dikirimkan oleh para pekerja yang bekerja di dalam
maupun luar negeri. Setelah bencana, aliran dana dari pekerja yang bekerja di luar negeri biasanya semakin
meningkat – misalnya, setelah banjir besar tahun 1998 meningkat sebesar 18 persen – dan ini menciptakan
suatu bentuk kiat bertahan yang baru. Perubahan dalam komposisi kegiatan produktif merupakan salah satu
faktor pendukung lain: industri garmen yang berorientasi ekspor perlahan-lahan semakin meluas dan sampai
saat ini telah terbukti relatif tahan terhadap banjir. Pada tahun-tahun belakangan juga telah tercipta kondisi
finansial yang relatif stabil, berlawanan dengan hiper-inflasi yang terjadi pada pertengahan dasawarsa 1970an yang dihantui oleh kelaparan. Walaupun demikian, banjir tahun 2000 dan 2004 yang secara hidrologis
tidak terlalu ekstrim, memperlihatkan bahwa kerentanan masif yang terkait dengan kemiskinan masih ada,
dan dibutuhkan langkah-langkah yang lebih tepat sasaran untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan
dan melindungi penghidupan.
Sumber: ODI. Aftershocks: Natural Disaster Risk and Economic Development Policy; ODI Briefing Paper. London: Overseas Development
Institute, 2005. Dapat diakses di: http://www.odi.org.uk/publications/briefing/bp_disasters_nov05.pdf
Kotak 4
Pemodelan dampak bencana pada pertumbuhan jangka panjang
Lembaga Internasional untuk Analisis Sistem Terapan (International Institute for Applied Systems Analysis/IIASA)
bekerja sama dengan Bank Dunia telah mengembangkan sebuah perangkat perencanaan untuk memadukan
kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bahaya-bahaya alam di masa mendatang ke dalam modelmodel peramalan ekonomi dan mengkuantifikasikan implikasi-implikasi dari kerugian-kerugian ini. Pada
hakikatnya perangkat ini didasarkan pada sebuah model sederhana yang berfokus pada dampak kerugian
modal yang diakibatkan bencana pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Untuk mengilustrasikan
penggunaannya dan jenis data yang dapat dihasilkannya, model ini diujicobakan dalam tiga studi kasus
(Argentina, Honduras dan Nikaragua), dengan berbagai asumsi berbeda tentang sumber pendanaan dan
memadai tidaknya dana yang tersedia untuk bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi pascabencana. Perangkat
ini dapat digunakan juga untuk kegiatan peramalan ekonomi makro di tempat lain.
Sumber: Freeman, P.K., Martin, L.A., Mechler, R. and Warner, K. with Hausmann, P. Catastrophes and Development: Integrating Natural
Catastrophes into Development Planning. Disaster Risk Management Working Paper Series 4. Washington, DC: World Bank, 2002. Dapat
diakses di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/cat_dev.pdf

Manajemen belanja publik. Dalam program dukungan terhadap anggaran umum, pengkajian harus
menelaah bagaimana isu-isu kebencanaan diperhitungkan dalam pengalokasian sumber-sumber daya
publik, dengan mempertimbangkan ada tidaknya pengeluaran untuk pengurangan risiko bencana dan
perencanaan keuangan yang memadai untuk kejadian-kejadian bencana di masa mendatang (lihat
Catatan Panduan 4, Kotak 6 untuk pembahasan yang lebih lengkap). Dalam mengkaji dukungan
terhadap anggaran umum maupun dukungan terhadap anggaran sektor, akibat-akibat yang potensial
ditimbulkan oleh bencana besar pada kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung juga
harus dijajaki, termasuk telaah akan kemungkinan berkurangnya pendanaan karena adanya pengalihan
C a t a t a n P a n d u a n 14
205
alokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan rekonstruksi. Pengkajian juga harus secara
lebih spesifik mempertimbangkan apakah semua kegiatan manajemen risiko bencana yang dimasukkan
dalam kebijakan-kebijakan dan program-program yang mendapat dukungan program telah diberi alokasi
anggaran yang memadai.

Sistem akuntabilitas pengadaan dan keuangan. Implikasi-implikasi kejadian bencana terhadap kapasitas
dalam menerapkan prosedur-prosedur pengadaan dan pelaporan keuangan yang telah ditetapkan negara
juga harus ditelaah.

Pengaturan kelembagaan dan legislatif. Pengkajian harus mencakup kapasitas kelembagaan manajemen
risiko bencana, peraturan perundang-undangan dan keahlian terkait yang relevan dengan fokus khusus dari
dukungan anggaran yang diusulkan. Pengkajian harus menelaah apakah pengaturan-pengaturan yang ada
telah cukup untuk menjamin agar tujuan-tujuan dari program dukungan anggaran tidak akan terabaikan
bila terjadi bencana dan untuk mendukung dimanfaatkannya semua peluang yang ada untuk meningkatkan
ketangguhan terhadap bahaya. Segala bentuk kelemahan-kelemahan harus diidentifikasikan. Perhatian
khusus harus diberikan kepada standar-standar bangunan dan perencanaan penggunaan lahan untuk
membantu menjamin agar semua struktur konstruksi fisik dibangun sesuai dengan standar-standar yang
telah ditetapkan (lihat Catatan Panduan 12). Kapasitas kelembagaan dan legislatif untuk menerapkan
setiap kebijakan dan program pengurangan risiko bencana spesifik yang dikaitkan dengan ketentuan dari
dukungan anggaran juga harus ditelaah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah
daerah jika relevan.

Tata pemerintahan. Selain aspek-aspek tata pemerintahan yang telah disinggung di atas, beberapa faktor
kebencanaan lain harus dipertimbangkan dalam menilai kualitas tata pemerintahan, untuk menggali
implikasi-implikasinya terhadap efektivitas potensial program dukungan terhadap anggaran yang
diusulkan dan untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan. Secara khusus kita juga harus menilai
besarnya komitmen jangka panjang pada pengurangan risiko bencana. Adanya kemampuan yang telah
terbukti dalam menegakkan peraturan perundang-undangan menyangkut zonasi lahan dan peraturan
serta standar-standar bangunan dan dalam menjamin kualitas yang baik dalam konstruksi juga penting,
karena di banyak negara korupsi pada sektor konstruksi sangatlah tinggi, sesuatu yang memperburuk
tingkat kerusakan dan kehilangan jiwa yang ditimbulkan oleh bencana. Demikian pula, adanya sistem
penggunaan dan kepemilikan tanah yang kuat juga penting karena kepemilikan tanah yang lemah
membuat orang tidak mau berinvestasi dalam pengurangan risiko dan mengambil asuransi.

Pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Pengkajian harus mencermati apakah bahaya-bahaya
alam, kerentanan dan langkah-langkah untuk memperkuat ketangguhan telah dipertimbangkan dengan
memadai di dalam kebijakan-kebijakan, standar-standar dan prosedur pengkajian lingkungan hidup seperti
diterapkan pada kebijakan-kebijakan dan program-program yang akan didukung, serta apakah tersedia
data-data bahaya yang memadai untuk keperluan pengkajian. Kebijakan-kebijakan lingkungan lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan sendiri seringkali juga mengharuskan mereka untuk
secara eksplisit mengkaji setiap dampak lingkungan yang signifikan dari kebijakan-kebijakan dan programprogram yang akan dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran serta langkah-langkah terkait
dari pihak pemerintah dalam mengurangi akibat-akibat negatif dan memperkuat yang positif. Pengkajian
ini harus mencakup juga telaah atas implikasi-implikasi dari setiap dampak lingkungan pada kerentanan
terhadap bahaya alam, dampak potensial dari kejadian bencana pada kebijakan-kebijakan dan programprogram serta langkah-langkah peredaman yang dibutuhkan (lihat juga Catatan Panduan 7, Kotak 4
tentang pengkajian strategis atas lingkungan [strategic environmental assessments/SEAs] dan Kotak 3 tentang
analisis lingkungan tingkat negara [country environmental analysis/CEA]).
Temuan-temuan terkait bencana dari analisis-analisis ini akan membantu memberi masukan informasi bagi
perjanjian program dukungan anggaran dan dialog kebijakan yang berkaitan. Temuan-temuan tersebut juga
dapat menunjukkan adanya kebutuhan akan dukungan pendamping berbasis proyek atau bantuan teknis untuk
meningkatkan kapasitas dan kemampuan manajemen risiko bencana – misalnya, untuk mendukung penguatan
lembaga-lembaga dan peraturan perundang-undangan yang relevan, untuk menyempurnakan sistem-sistem
peramalan cuaca dan peringatan dini, untuk mengadakan pelatihan atau untuk membangun konstruksi struktural
guna meredam bahaya.
206
Transparency International. Global Corruption Report: Special Focus on Corruption in Construction and Post-Conflict Reconstruction. London: Pluto Press, 2005. Dapat diakses di: http://www.
transparency.org/publications/gcr/download_gcr/download_gcr_2005
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 2. Menetapkan persyaratan-persyaratan atau indikator-indikator kinerja
Pertimbangkan implikasi-implikasi potensial dari kejadian-kejadian bencana dan peluang untuk memperkuat
ketangguhan terhadap bahaya dalam menetapkan syarat-syarat program dukungan terhadap anggaran, termasuk
indikator-indikator keluaran dan hasil serta langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam bidang kebijakan dan
kelembagaaan.
Persyaratan-persyaratan yang dimaksudkan di sini dapat berupa tindakan-tindakan yang harus dilakukan sebelum
pencairan kredit untuk pertama kalinya dan pemicu-pemicu indikatif yang menentukan penyaluran dana berikutnya
atau dukungan-dukungan anggaran yang baru. Persyaratan-persyaratan ini kian lama semakin didasarkan pada
sekelompok tindakan, sasaran-sasaran dan hasil-hasil yang ditetapkan oleh pemerintah penerima sendiri dalam
kebijakan-kebijakan dan program-program yang memperoleh dukungan. Dalam kasus-kasus lain, pencairan
paket-paket dukungan terhadap anggaran didasarkan pada penilaian yang sifatnya lebih umum atas keseluruhan
kemajuan dalam strategi-strategi penting, seperti strategi penanggulangan kemiskinan.
Sampai saat ini prasyarat-prasyarat pemberian dukungan terhadap anggaran belum banyak memuat faktor-faktor
yang berkaitan dengan bencana; sesuatu yang mencerminkan relatif sedikitnya perhatian yang diberikan terhadap
faktor-faktor ini dalam kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pemerintah secara keseluruhan. Walaupun
demikian, penting bagi kita untuk mempertimbangkan dampak bencana yang mungkin terjadi pada pemenuhan
prasyarat-prasyarat tertentu, baik untuk menekankan pentingnya pemberian keringanan prasyarat-prasyarat
ini dalam situasi pascabencana maupun untuk mendorong adanya dialog tentang cara-cara untuk memperkuat
ketangguhan terhadap bahaya (lihat Kotak 5). Di negara-negara yang sangat rawan bahaya, mungkin kita perlu
menyusun skenario-skenario bencana dan mempertimbangkan implikasi-implikasi potensial bencana baik pada
keseluruhan kebijakan dan program yang didukung maupun pada pemicu-pemicu kinerja spesifik yang dikaitkan
dengan program dukungan terhadap anggaran yang diberikan. Mungkin kita bahkan perlu menetapkan penurunan
pemicu-pemicu kinerja segera setelah terjadi bencana besar dengan tingkat keseringan yang tinggi. Secara umum,
di negara-negara rawan bahaya kita perlu menerapkan serangkaian prasyarat yang fleksibel, dengan mengizinkan
adanya kekurangmajuan pada bidang-bidang tertentu yang akan dikompensasi dengan kemajuan pada bidangbidang lainnya.
Temuan-temuan yang didapatkan dari analisis latar belakang pada Langkah 1, beserta telaah prasyarat-prasyarat
ini, juga dapat bermuara pada penyesuaian-penyesuaian terhadap kebijakan-kebijakan dan program-program yang
dikaitkan dengan program dukungan anggaran termaksud dan pada disertakannya pemicu-pemicu terkait sebagai
prasyarat tambahan. Contohnya, sebagai bagian dari upaya untuk membantu memperkuat manajemen keuangan
publik dan ekonomi makro yang lebih luas dapat disyaratkan adanya pengembangan sebuah strategi manajemen
risiko bencana yang menyeluruh untuk bidang keuangan. Pemberian program dukungan terhadap anggaran untuk
melaksanakan suatu strategi penanggulangan kemiskinan dapat tergantung pada adanya perbaikan atas standarstandar bangunan yang mempersyaratkan adanya peningkatan ketahanan terhadap bahaya dari investasi-investasi
infrastruktur terkait. Pada tataran sektoral, untuk membantu memperkuat kinerja sektor pertanian, misalnya, dapat
disyaratkan adanya peningkatan kapasitas dan diseminasi peramalan iklim sebagai suatu prasyarat pemberian
dukungan anggaran.
Kotak 5
Bencana – ancaman potensial bagi pemenuhan prasyarat-prasyarat
Bencana besar dapat menimbulkan dampak yang luas, termasuk dapat mengancam keberhasilan untuk
memenuhi prasyarat-prasyarat bagi dukungan terhadap anggaran. Contoh-contoh yang mungkin terjadi
dapat dilihat di bawah ini:
Kinerja ekonomi makro

Target-target produk domestik bruto secara keseluruhan maupun secara sektoral dapat menjadi tak
tercapai.

Inflasi dapat melebihi tingkat sasaran yang telah ditetapkan.
Penanggulangan kemiskinan

Target-target pengurangan persentase masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat menjadi
tidak tercapai (lihat Catatan Panduan 3).
C a t a t a n P a n d u a n 14
207
Manajemen keuangan publik

Sumber-sumber daya anggaran dapat terpaksa dialihkan untuk membantu membiayai upaya-upaya
bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi, yang selanjutnya akan berimplikasi pada:

target-target perbaikan kesenjangan antara belanja yang direncanakan dan belanja aktual tidak akan
tercapai, baik secara keseluruhan maupun secara sektoral;

kebutuhan alokasi sumber daya minimum spesifik untuk program-program atau sektor-sektor tertentu
(misalnya, kesehatan dan pendidikan) dapat menjadi tidak terpenuhi; dan/atau

prakarsa-prakarsa tertentu mungkin akan mengalami kekurangan pendanaan.

Target-target pengurangan defisit anggaran atau penyediaan pinjaman domestik mungkin tidak akan dapat
tercapai jika ada kebutuhan dana tambahan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan kemanusiaan
darurat dan rehabilitasi.

Target-target pengurangan defisit badan usaha milik negara dapat menjadi tidak tercapai karena adanya
kerusakan-kerusakan dan kesulitan-kesulitan operasional yang diakibatkan oleh bencana (lihat juga Kotak
2).

Target-target penerimaan pajak dapat menjadi tidak tercapai karena produktivitas yang lebih rendah
dan kemungkinan ditundanya penarikan beberapa jenis pajak untuk sementara waktu demi mendorong
pemulihan.

Kemajuan pelaksanaan pembaruan-pembaruan manajemen keuangan dan fiskal dapat tertunda karena
perhatian teralihkan.
Pengembangan sektor swasta

Target-target kenaikan tingkat investasi domestik dan investasi asing langsung dapat menjadi tidak
tercapai jika bencana mengakibatkan kerusakan infrastruktur besar-besaran dan menimbulkan persepsi
akan adanya iklim investasi yang tidak memberikan keuntungan.
Pengembangan sektor keuangan

Kemajuan dalam perluasan keuangan mikro dapat terhambat jika lembaga-lembaga keuangan mikro
memiliki portofolio besar yang terdiri dari klien-klien yang sangat rentan, yang dapat membawa masalahmasalah likuiditas pascabencana.
Pendidikan

Target-target peningkatan kualitas peserta didik: rasio kelas yang baik dapat menjadi tidak tercapai karena
adanya pengalihan sumber-sumber daya anggaran dan rusaknya gedung-gedung sekolah yang ada.

Target-target peningkatan persentase anak usia sekolah yang duduk di bangku sekolah dapat terhambat
sementara waktu jika anak terpaksa ditarik dari sekolah untuk membantu mendukung keluarga mereka.
Pertanian dan pembangunan pedesaan

Target-target peningkatan infrastruktur pemasaran, seperti jalan-jalan, dapat menjadi tidak tercapai
karena kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan bencana.
Langkah 3. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pembangunan lain
Pertimbangkan apa dan bagaimana lembaga-lembaga pembangunan lain menangani isu-isu kebencanaan dalam
program-program dukungan terhadap anggaran mereka, informasikan dan koordinasikan kerja-kerja analisis yang
terkait dan upayakan untuk menyelaraskan rangkaian pemicu kinerja yang relevan dan syarat-syarat pemantauan
serta pelaporan terkait, untuk menjamin agar pemicu-pemicu yang dipilih telah memperhitungkan risiko bencana
dengan memadai dan, bila relevan, untuk menyepakati pemicu-pemicu manajemen risiko bencana yang spesifik.
Harmonisasi donor dalam hal tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana yang realistis, relevan dan sesuai serta
penentuan indikator-indikator kinerja terkait merupakan salah satu unsur penting dalam menjamin keberhasilan
program.
Langkah 4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko-risiko.
Di negara-negara yang rawan bahaya sertakan analisis risiko bencana dan implikasi bencana-bencana yang
potensial terjadi terhadap bentuk-bentuk risiko yang lain, dengan memanfaatkan hasil kerja dari Langkah 1.
Pastikan bahwa langkah-langkah peredaman yang memadai telah dimasukkan ke dalam kebijakan-kebijakan dan
208
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
program-program yang telah didukung oleh anggaran (atau telah tercakup di dalam prakarsa-prakarsa lain) dan
identifikasikan indikator-indikator untuk memantau risiko-risiko yang memiliki probabilitas yang tinggi.
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan seringkali perlu memberi perhatian khusus pada
risiko penjaminan (fiduciari) yang dapat meningkat bila tidak ada perencanaan keuangan yang memadai untuk
menghadapi bencana karena sumber-sumber daya program dukungan anggaran terpaksa direalokasikan bila terjadi
bencana. Di sisi lain, sumber-sumber dukungan terhadap anggaran dapat menjadi tidak seefektif yang diperkirakan
bila sumber-sumber ini digunakan sesuai rencana, tetapi pendanaan keseluruhan untuk kebijakan-kebijakan dan
program-program yang didukung menjadi berkurang setelah bencana. Ancaman bencana juga dapat meningkatkan
bentuk-bentuk risiko lain – termasuk risiko operasional, risiko pembangunan, risiko ekonomi makro dan risiko tata
pemerintahan – dan potensial menghambat pencapaian pada berbagai tingkat kerangka kerja (lihat di bawah),
menghalangi proses berubahnya masukan-masukan menjadi kegiatan-kegiatan yang diharapkan, kegiatan-kegiatan
akan menjadi keluaran-keluaran, keluaran-keluaran akan menjadi hasil-hasil atau hasil-hasil akan menjadi dampak
(lihat juga Catatan Panduan 6, Kotak 3).
Langkah 5. Mengembangkan kerangka penilaian hasil atau penilaian kinerja
Kerangka penilaian hasil atau penilaian kinerja harus menyertakan semua keluaran dan hasil pengurangan risiko
bencana yang secara eksplisit direncanakan serta indikator-indikator pemantauan dan evaluasi, data dasar dan
syarat-syarat pengumpulan data terkait, dengan didasarkan secara langsung pada kerangka hasil untuk strategi
tingkat negara dari lembaga pembangunan yang bersangkutan (lihat Catatan Panduan 4), atau, jika sangat jauh
berbeda dari kerangka hasil tingkat negara ini, didasarkan pada kerangka hasil untuk kebijakan-kebijakan dan
program-program yang dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran tersebut. Seperti telah dibahas
pada Langkah 2, di negara-negara yang sangat rawan bahaya semua prasyarat dan indikator kinerja harus ditetapkan
secara realistis agar mencerminkan risiko bencana. Indikator-indikator spesifik untuk memantau risiko bencana
yang belum terpantau, seperti diidentifikasikan pada Langkah 4, juga harus disertakan, bersama dengan semua
indikator yang dibutuhkan untuk mengukur dampak kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung
pada kelompok-kelompok yang rentan bahaya (lihat Langkah 1).
Langkah 6. Pelaksanaan
Melalui kerjasama dengan pemerintah, pantau implikasi kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung
dalam hal kerentanan terhadap bahaya, kinerja dari seluruh unsur pengurangan risiko bencana (termasuk apakah
komitmen belanja terpenuhi atau tidak) dan dampak kejadian-kejadian bencana aktual. Harus didorong adanya
penyesuaian-penyesuaian baik terhadap kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung sendiri maupun
pemicu-pemicu kinerja terkait.
Orientasi berbasis hasil dari perangkat-perangkat dukungan anggaran yang baru menyarankan diadakannya
modifikasi program-program yang dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran dalam menghadapi
situasi yang berubah; sesuatu yang jauh berbeda dengan program-program pinjaman penyesuaian struktural
(structural adjustment) pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an yang relatif tidak fleksibel. Hal ini sangat
menguntungkan bila terjadi bencana, yang dapat menimbulkan kekacauan besar dalam jangka pendek, yang
menghancurkan baik infrastruktur fisik maupun keberfungsian normal suatu negara dan memaksa diambilnya
keputusan-keputusan kebijakan yang sulit. Misalnya, pemerintah suatu negara dapat memilih untuk memperluas
ketersediaan kredit secara keseluruhan demi mendukung pemulihan produktif dan membiayai kembali kredit
mikro daripada memperketat pertumbuhan moneter untuk menghentikan tekanan inflasi yang diakibatkan oleh
kelangkaan pangan dan tingginya kegiatan konstruksi pascabencana, dan dengan demikian gagal memenuhi targettarget inflasinya. Sebagai alternatifnya, pemerintah negara tersebut dapat saja memutuskan untuk tetap bertahan
dalam kerangka anggaran yang sudah ditetapkannya, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat program dukungan
anggaran, walaupun kebijakan fiskal ekspansif untuk sementara waktu sebenarnya lebih tepat.
Dalam situasi pascabencana jika memungkinkan harus dihindari adanya pengurangan, pembatalan total atau
bahkan penundaan pencairan dana dukungan terhadap anggaran, karena hal ini hanya akan memperburuk kesulitan
keuangan dan mengganggu program-program pembangunan yang menjadi prioritas. Namun, harus diakui bahwa
pemerintah mungkin akan menghadapi kesulitan dalam hal penyerapan dana, sesuatu yang mencerminkan adanya
penurunan kapasitas pemerintah dan sekaligus adanya pertambahan besar dalam aliran sumber-sumber daya dari
Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat Benson, C. and Clay, E. J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4. Washington, DC:
World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
C a t a t a n P a n d u a n 14
209
luar. Pemberian dukungan anggaran tambahan khusus untuk merespons bencana membutuhkan perancangan
yang saksama untuk menjamin agar pencairan benar-benar tepat waktu dan tambahan tersebut membantu
memperkuat praktik dan kemampuan manajemen risiko bencana (lihat Kotak 6).
Kotak 6
Merespons bencana dengan dukungan terhadap anggaran
Beberapa dukungan terhadap anggaran diberikan setelah terjadi bencana, terutama sebagai bantuan yang
dapat dicairkan dengan cepat untuk memenuhi ketidakberimbangan neraca pembayaran dan pertukaran
mata uang asing. Sebagai contohnya, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberikan bantuan darurat
terkait bencana sejak tahun 1962 untuk mengatasi kesulitan-kesulitan pembiayaan penukaran mata uang
asing yang diakibatkan oleh turunnya pendapatan dari ekspor dan/atau meningkatnya impor. Antara tahun
1995 sampai tahun 2005, IMF memberikan 11 pinjaman semacam ini, yang nilai nominal totalnya mencapai
980 juta dolar AS.
Namun, evaluasi Bank Dunia belum lama berselang memperlihatkan bahwa penyaluran pinjaman Bank
Dunia untuk mendukung neraca pembayaran, berjalan jauh lebih lambat daripada yang direncanakan. Bank
Dunia telah menyalurkan 15 pinjaman semacam ini, dengan tujuan untuk menyediakan sumber-sumber
dana yang dapat cepat dicairkan untuk menstabilkan kondisi ekonomi makro dan mempercepat pemulihan.
Evaluasi tersebut menyatakan bahwa “walaupun penekanannya pada pencairan dana yang cepat, dukungan
bagi neraca pembayaran ini rata-rata membutuhkan tujuh bulan (214 hari) untuk menjadi efektif dan 2,4
tahun (860 hari) untuk mencapai akhir program. Dengan demikian, hal ini tidak memenuhi tujuannya untuk
menjadi sebuah sarana yang efektif dalam menyediakan transfer dana yang cepat ke negara-negara yang
terkena bencana”.
Banyak program dukungan terhadap anggaran yang diberikan setelah bencana diperpanjang tanpa disertai
prasyarat-prasyarat yang mendukung penguatan manajemen risiko bencana secara mendasar, suatu peluang
yang tampaknya terlewatkan. Meski demikian, Bank Dunia saat ini tengah mengembangkan pinjaman untuk
Pemulihan dan Manajemen Bahaya Kontingensi, suatu bentuk pinjaman kebijakan pembangunan yang
dapat dicairkan dengan cepat, yang dapat diakses pemerintah-pemerintah yang tengah menghadapi situasi
pascabencana. Berbeda dengan operasi dukungan anggaran pascabencana Bank Dunia terdahulu, pinjaman
ini akan dikaitkan dengan prasyarat-prasyarat yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas manajemen
risiko, dan mungkin akan disertai dengan bantuan teknis terkait. Melalui Jalur III (Track III) dari Fasilitas Global
untuk Pengurangan Bencana dan Pemulihan (Global Facility for Disaster Reduction and Recovery/GFDRR),
pinjaman ini akan menyediakan dukungan anggaran pascabencana bagi negara-negara berpendapatan
rendah sebagai bagian dari Fasilitas Pendanaan Pemulihan Siap Pakai (Standby Recovery Financing Facility).
Negara-negara penerima harus memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan manajemen risiko
prabencana. Bank Dunia dan Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations
International Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR) meluncurkan GFDRR pada bulan September 2006 (lihat
Catatan Panduan 1).
Program dukungan terhadap anggaran untuk pascabencana yang telah dinegosiasikan sebelumnya dapat
menjadi salah satu pilihan baru lain, yang menawarkan peluang pencairan dana yang cepat dan insentif untuk
manajemen risiko bencana yang lebih baik. Contohnya, sebuah proyek manajemen risiko bencana Bank Dunia
yang disetujui pada tahun 2005 untuk Vietnam mencakup sebuah fasilitas dana cepat cair untuk membiayai
rekonstruksi infrastruktur publik skala kecil pascabencana, yang mendukung kekurangan anggaran kronis
pada sumber-sumber dana publik dan mendukung penguatan manajemen anggaran kebencanaan. Pada
Fase II (2009-2012) dari proyek ini, jika diminta oleh pemerintah, Bank Dunia bersedia menyediakan danadana tambahan untuk rekonstruksi pascabencana dengan mengikuti mekanisme pencairan dana pemerintah
untuk Anggaran Cadangan Negara, yang pada akhinya berupa dukungan anggaran.
210
IMF. IMF Emergency Assistance: Supporting Recovery from Natural Disasters and Armed Conflicts – Factsheet. Washington, DC: International Monetary Fund, 2005. Dapat diakses di: http://www.imf.
org/external/np/exr/facts/conflict.htm
World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development - An IEG Evaluation of World Bank: Assistance for Natural Disasters. Washington, DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006, p. 32.
Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/report.htmlAn
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 7. Evaluasi
Berdasarkan apa yang telah dibahas sebelumnya, nilailah:

apakah risiko bencana dan implikasi-implikasi kerentanan dari kebijakan-kebijakan dan program-program yang
didukung telah dianalisis dan ditangani dengan memadai;

manfaat-manfaat dan hasil-hasil semua prasyarat spesifik terkait pengurangan risiko bencana;

bagaimana bencana-bencana yang terjadi dalam kurun waktu pelaksanaan program dukungan terhadap
anggaran memengaruhi penggunaan, hasil dan efektivitasnya, serta kinerja proses-proses dasarnya, termasuk
kegiatan-kegiatan pemantauan pemerintah dan manajemen anggaran serta ekonomi makro;

apakah keberlanjutan hasil-hasil program potensial terancam oleh kejadian-kejadian bencana di masa depan;
dan

dampak kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung pada kerentanan terhadap bahaya alam.
Langkah yang perlu diulangi: Konsultasi rutin dengan para pemangku kepentingan.
Adakan dialog tentang isu-isu kebencanaan dalam menentukan bentuk dan jenis dukungan anggaran yang tepat
dan selama pelaksanaan serta evaluasi. Jenis-jenis program dukungan anggaran terbaru memberi penekanan yang
semakin besar pada dialog kebijakan dengan pemerintah, membuka peluang untuk mengadakan diskusi tentang
manajemen risiko bencana dan mendorong praktik yang baik untuk kebijakan dan program-program yang dikaitkan
dengan dukungan terhadap anggaran. Diskusi-diskusi ini harus menjajaki tingkat kemudahan dalam memenuhi
prasyarat-prasyarat dan mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang luas dari kebijakan-kebijakan dan
program-program yang didukung bila terjadi bencana, serta cara-cara untuk meningkatkan ketangguhan terhadap
bahaya dan keberlanjutan hasil-hasil program, baik melalui kebijakan-kebijakan dan program-program itu sendiri
ataupun prakarsa-prakarsa pendukung. Diskusi-diskusi tersebut harus memanfaatkan dan dibangun berdasarkan
konsultasi-konsultasi tentang bencana yang diadakan dalam rangka menyusun strategi tingkat negara dari lembaga
pembangunan (lihat Catatan Panduan 4) dan konsultasi-konsultasi terkait yang diadakan oleh pemerintah dalam
menyusun strategi penanggulangan kemiskinannya (lihat Catatan Panduan 3). Proses konsultatif juga harus memberi
peluang bagi kelompok-kelompok miskin dan terpinggirkan, yang seringkali merupakan pihak yang paling rentan
terhadap bahaya alam, serta para pemangku kepentingan terkait lainnya, untuk menyuarakan aspirasi mereka.
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan

Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu lebih bertanggung-gugat (akuntabel) terhadap
kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh bencana. Batas-batas tanggung jawab lembaga bantuan tampaknya
kian menjadi tidak jelas karena bantuan luar semakin lebih banyak berbentuk dukungan terhadap anggaran dan
donor-donor tertentu tidak tertarik mendukung rekonstruksi bangunan serta infrastruktur. Namun, lembagalembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan bertanggung-gugat untuk berupaya menjamin agar sumbersumber daya mereka dimanfaatkan dengan seefektif mungkin dan, dengan demikian, bertanggungjawab untuk
menjamin agar peraturan-peraturan dan praktik pendirian bangunan dari pemerintah penerima sudah memadai
dan agar praktik-praktik manajemen risiko bencana, termasuk tata aturan perencanaan risiko keuangan, juga
sudah memadai.

Pemerintah-pemerintah dan masyarakat sipil di negara-negara yang rawan bencana perlu memprioritaskan
pengurangan risiko bencana. Karena pemberian dukungan terhadap anggaran semakin dikaitkan secara langsung
dengan pembangunan nasional dan sektoral serta strategi-strategi penanggulangan kemiskinan, pemerintah dan
masyarakat sipil harus memprioritaskan pengurangan risiko bencana sebagai suatu tantangan pembangunan
yang penting di negara-negara yang rawan bencana dan mengembangkan kebijakan-kebijakan, kemampuan,
pengaturan tata hukum dan kelembagaan. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu
menjajaki insentif-insentif untuk mendorong pemerintah dalam proses ini, mendukung upaya-upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan isu-isu kebencanaan dan melakukan kerja advokasi untuk
mengkampanyekan manfaat pengurangan risiko bencana, termasuk dengan memfasilitasi dan bekerja dengan
jaringan para tokoh di masyarakat sipil yang berkomitmen.

Target-target pengurangan risiko bencana yang diakui secara internasional perlu ditetapkan. Ada kecenderungan
yang semakin menguat untuk membangun keterpaduan dalam hal target-target pembangunan utama, seperti
Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yang memberi fokus yang sama
bagi para donor dan pemerintah-pemerintah. Ditetapkannya target-target serupa dalam hal pengurangan
risiko bencana atau dimasukkannya pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam MDGs
akan berperan penting dalam menjamin adanya perhatian yang lebih besar terhadap risiko bencana (lihat
C a t a t a n P a n d u a n 14
211
Catatan Panduan 3) dan dalam menuntut pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga pembangunan untuk
bertanggung-gugat. Target-target seperti ini dapat dimasukkan ke dalam kerangka manajemen berbasis hasil
dan kerangka penilaian kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga pembangunan.

Kesepakatan-kesepakatan atas prinsip-prinsip praktik yang baik dalam pemberian dukungan terhadap anggaran
harus menyertakan tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana. Prakarsa-prakarsa internasional untuk
mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan pendekatan donor terhadap dukungan anggaran dan praktikpraktik yang baik terkait – misalnya, yang tengah dikembangkan oleh Komite Bantuan Pembangunan dari
Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Kemitraan Strategis untuk Afrika (Strategic
Partnership for Africa/SPA), Program Akuntabilitas Belanja dan Keuangan Publik (Public Expenditure and Financial
Accountability/PEFA) – harus menyertakan prinsip-prinsip praktik yang baik dalam penilaian risiko bencana dan
dukungan terhadap langkah-langkah terkait untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya.

Perlu diupayakan adanya proyek-proyek dan bantuan teknis pelengkap untuk mendukung pengurangan risiko
bencana secara lebih cepat. Perlu dipertimbangkan untuk memberikan dukungan berupa proyek dan bantuan
teknis pelengkap untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan manajemen risiko bencana – misalnya, untuk
mendukung pengembangan lembaga-lembaga, peraturan perundang-undangan atau pengaturan pengalihan
risiko keuangan, mengadakan pelatihan-pelatihan, membangun konstruksi-konstruksi untuk keperluan
peredaman bahaya secara struktural atau untuk memperkuat konstruksi-konstruksi yang sudah ada. Di negaranegara yang hanya memiliki komitmen terbatas terhadap pengurangan risiko bencana dan di negara-negara
dengan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi tetapi tidak efektif, terutama karena komitmen nasional
terhadap pengurangan risiko bencana belum tentu diikuti dengan tindakan di tingkat daerah, kita harus
menggunakan perangkat-perangkat lain.
Kotak 7
Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsurunsur tersebut.
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahayabahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
212
Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya, dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
DFID. Poverty Reduction Budget Support – A DFID policy paper. London: Department for International Development (UK), 2004a.
Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/prbspaper.pdf
DFID. Managing Fiduciary Risk when Providing Poverty Reduction Budget Support – How To Note. London: Department for
International Development (UK), 2004b. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/aboutdfid/organisation/pfma/pfmafiduciarybriefing.pdf
DFID et al. Partnerships for poverty reduction: Rethinking conditionality – A UK policy paper. London: Department for International
Development, Foreign and Commonwealth Office and HM Treasury (UK), 2005. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/
files/conditionality.pdf
DFID. Evaluation of DFID’s Policy and Practice in Support of Gender Equality and Women’s Empowerment: Thematic Studies – Volume
III. Evaluation Report Ev 669. London: Department for International Development (UK), 2006. Dapat diakses di: http://www.dfid.
gov.uk/aboutdfid/performance/files/ev669-volumeiii.pdf
IDB et al. The Economics of Disaster Mitigation in the Caribbean Quantifying the Benefits and Costs of Mitigating Natural Hazard
Losses. Washington, DC: Inter-American Development Bank, International Monetary Fund, Organization of American States and
World Bank, 2005.
IDD and Associates. Evaluation of General Budget Support: Synthesis Report – A Joint Evaluation of General Budget Support, 1994–
2004. Birmingham, UK: University of Birmingham, International Development Department, 2006. Dapat diakses di: http://www.
dfid.gov.uk/aboutdfid/performance/files/gbs-synthesis-report.pdf
Lavergne, R. and Anneli, A. CIDA Primer on Program-Based Approaches. Quebec: Canadian International Development Agency,
Analysis and Research Division, Policy Branch, 2003. Dapat diakses di: http://www.acdicida.gc.ca/INET/IMAGES.NSF/vLUImages/
CapacityDevelopment2/$file/Program%20Based%20Approaches-E.pdf
Payne, L. and Neville, S. Aid Instruments, Social Exclusion and Gender: Background Paper for DFID’s Internal Guidance on Aid
Instruments. Social Development Direct, 2006. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/mdg/aid-instruments-gender.pdf
World Bank. Good Practice Note for Development Policy Lending: Results in Development Policy Lending. Washington, DC: World
Bank, 2005.
C a t a t a n P a n d u a n 14
213
Catatan panduan ini disusun oleh Charlotte Benson. Pengarang mengucapkan terima kasih kepada Sheila Ahmed (DFID), para anggota
Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan komentar mereka yang berharga. Terima kasih juga
disampaikan atas dukungan pendanaan dari Lembaga Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan
Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Lembaga Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia
(SIDA). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan
tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh
Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian
dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di
negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan
menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5)
Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis
kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi,
standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation:
Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http://www.proventionconsortium.
org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland
E-mail: [email protected]
Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan
panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
ProVention Consortium Secretariat
PO BOX 372
CH – 1211 Geneva 19
Switzerland
Hivos - Kantor Regional Asia Tenggara
Jl. Brawijaya III No. 7,
Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan 12160, Indonesia
E-mail: [email protected]
http://www.proventionconsortium.org
Telp. +62 21 7244432 / 7251528
Fax. +62 21 7230774
E-mail: [email protected]
http://www.hivos.nl
Jl. Amerta Raya No. 45B,
Sleman 55284, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia
Telp./Fax. +62 274 864934
E-mail: [email protected]
http://www.circleindonesia.or.id