JTMGB Vol 6 No 3 Desember 2014 web
Transcription
JTMGB Vol 6 No 3 Desember 2014 web
Web Publishing ISSN 2088-7590 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB Volume 6 Nomor 3 Desember 2014 Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB Vol. 6 No. 3 Hal. 98-167 Jakarta Desember 2014 ISSN 2088-7590 Keterangan gambar cover: Fasilitas produksi di offshore. Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 JTMGB Volume 6 Nomor 3 Desember 2014 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal yang menyajikan hasil penelitian dan kajian sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 003/SK/IATMI/II/2013 Penanggung Jawab : Ir. Bambang Ismanto Pemimpin Redaksi : DR. Ir. Ratnayu Sitaresmi Redaktur Pelaksana : DR. Ir. Usman, M.Eng. Peer Review : Prof. DR. Ir. Septoratno Siregar (Enhanced Oil Recovery) Prof. DR. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. DR. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Teknik Reservoir) DR. Ir. RS Trijana Kartoatmodjo (Teknik Produksi) DR. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi Migas) DR. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) DR. Ir. Sudarmoyo, SE, MT (Penilaian Formasi) DR. Ir. Aris Buntoro, MT (Teknik Pemboran) Senior Editor : Ir. Andry Halim Ir. M. Taufik Fathaddin Ir. Junita Musu, M.Sc. Ir. Boni Swadesi Ir. Candra Sugama Sekretaris : Ir. Bambang Pudjianto (IATMI) Layout Design : Alief Syahru Syaifulloh, S.Kom. (Sekretariat IATMI) Sirkulasi : Abdul Manan, A.Md. (Sekretariat IATMI) Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 Ruang 1-C Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected] Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 JTMGB Volume 6 Nomor 3 Desember 2014 DAFTAR ISI Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait ....................................................................................................................... 98 - 107 Hendrazid Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan oilfield Andry Halim .................................................................................................................. 108 - 117 Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment Sudjati Rachmat, Mochammad Abdul Hadi .................................................................. 118 - 131 Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development Tutuka Ariadji, Rian Maryudi ....................................................................................... 132 - 149 Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif Tutuka Ariadji, Pomto Jaya ........................................................................................... 150 - 167 KATA PENGANTAR JTMGB Edisi Desember 2014 Para Pembaca JTMGB yang budiman, Tidak terasa dua tahun masa kepengurusan IATMI Pusat periode 2012-2014 berakhir dengan telah terlaksananya Simposium Nasional dan Kongres Nasional IATMI XIII (SIMGRESNAS IATMI XIII) pada tanggal 3 - 5 Desember 2014. SIMGRESNAS IATMI XIII telah berhasil memilih dan menetapkan Ketua Pengurus IATMI Pusat periode 2014-2016. Pada kesempatan ini atas nama segenap Pengurus IATMI mengucapkan Selamat Tahun Baru 2015, dengan doa dan harapan semoga di tahun 2015 kita semua diberikan kesehatan, kebahagiaan dan rizki yang barokah. Melalui media ini, dengan senang hati kami bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam JTMGB Edisi Desember 2014 ini. Pada JTMGB edisi Desember 2014 ini, kita ingin membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi yang memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya. Tulisan di bidang pemboran mengkaji penggunaan pahat bor “Polycristaline Diamond Compact” (PDC) dirancang dapat menambah efisiensi proses pemboran dalam upaya menambah kecepatan bor (ROP) pada sumursumur dalam dan berdiameter lebih kecil atau sama dengan 6 inch. Dari bidang penilaian formasi mengupas penggunaan formation tester dengan downhole fluid analyzer modules untuk menganalisa fluida reservoir dan mengidentifikasi lapisan terbaik untuk diperforasi. Tulisan yang menyangkut bidang produksi memaparkan upaya mendapatkan operasi pemompaan yang efisien dan operasi frackpack optimal, kalibrasi perekahan perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi pengaruh parameter rekah seperti tekanan penutupan rekahan dan efisiensi fluida. Tulisan lain yang tidak kalah pentingnya adalah membangun Metode Quick Looked Plan Of Development (POD) untuk mempermudah proses persetujuan PO. Tulisan ini mengembangkan lebih lanjut dengan memvalidasi menggunakan data lapangan sebenarnya dan mengembangkan ke dalam bentuk website sehingga dapat diterapkan berbasis online. Dalam bidang gas, dibahas secara komprehensif dari segi teknik, bisnis, dan legal mengenai ekonomi dari penjualan gas suar yang akan dimanfaatkan sebagai sumber energi. Dalam upaya meningkatkan kualitas majalah JTMGB, kami sedang mempersiapkan pengajuan akreditasi JTMGB ke LIPI, sesuai dengan peraturan LIPI yang baru, pengajuan akreditasi tahun 2015 akan dimulai setelah terbitnya JTMGB edisi Desember 2014. Selamat menikmati bacaan edisi kali ini. !*** (Alfi Rusin) Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 Date of issue: 2015-04-24 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge. Hendrazid Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait Sintesa Dua Tahap Penghancuran Batuan Oleh Dua Fase Struktur Pemotongan Pada Pahat Pdc Untuk Interval Dalam Formasi Karbonat JTMGB. December 2014, Vol. 6 No. 3, p 98-107 To drill deepening hole below 7” liner through deep section of compact interbedded carbonate formation results slow rate of penetration (ROP). Beside the limberness of BHA configuration (which is stiffer for the larger sizes of BHA) thus generates various string vibrations, the used of heavier mud weight can also effect overbalance pressure thus reduces drilling ROP. This paper outlines the two stages diameter PDC bit, that proficiently increases drilling efficiency in order to produce faster ROP through small hole, deep section drilling. When the PDC bits cutting structure is separated into two stages of hole diameters, the mechanical energy that is required to destroy a given volume of the rock to drill can be significantly reduced. This energy reduction can be equivalent to the percentage of the hole size reduction relative to the final hole diameter. The reduced hole diameter that is described as pilot hole will be drilled by the first stage of the bit. The second stage of the bit that is called as reamer section simply enlarges a stress relieved pilot hole, to a final hole diameter. The Mechanical Specific Energy (MSE) concept that is defined as work that is required to fail a given volume of rock has been formulated proportionally with formation rock strength. MSE can also be defined as input energy to result ROP. The ROP to drill a smaller hole is faster than ROP to drill larger hole although with similar BHA, whilst ROP to enlarge a pilot hole always faster than ROP to drill the pilot hole. Because the bi-center bit has a pilot section that can be used for drilling a smaller pilot hole and a reamer section for enlarging pilot hole to a final hole size, therefore it shoud be able to produce faster ROP compared to conventional one stage PDC bit. The field results revealed that all of 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” bi-center bits that were run below 7” casing by Kuwait Oil Company in the state of Kuwait - through deep wells, have drilled the intervals more than 30% faster than conventional PDC bit. Keywords: two stages hole diameter drilling. Andry Halim Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield Karakterisasi Fluida Reservoir di Lapangan Minyak Tua dan Depleted di Kalimantan JTMGB. December 2014, Vol. 6 No. 3, p 108-117 Fluid identification is play an important role in order to ascertain the completion zone/layer program prior to perforation in the complex matured multilayered and lenses reservoir in a such “X” field in Eastern Kalimantan. This paper explains how using a formation tester equipped with two downhole fluid analyzer modules helped understand reservoir fluid characteristics, identify production zones in order to optimize and to get the best selected zone to perforate/produced from existing zone discovered. Sometimes if we relying only on open hole log data analized/ interpretation (for new well) and well correlations can bring us to a misperception/ improper result and will lead to wrong/inconclusive conclusion on the reservoir/zone we found since the channel sands have limited lateral extent and hard to correlate, as was happen in “X” oilfield. In this field, from several new well drilled, we can found several layers which can be a potential pay zones (may contain oil or gas) and sometime we can found some virgin oil/gas zone/layers as well . However, water zones and secondary gas cap formation in a few layers are also common. Nonetheless, unexpected fluid production, such as water or excessive gas is an undesirable outcome. To solve the above mention problem, since 2006, we propose to apply MDT tool in this “X” oilfield to characterized the reservoir fluid for the new well before we can decide to propose selected oil zone to completed (perforated./produced). This tool (formation tester), which is consist of a combination of an extra large diameter probe and two downhole fluid analyzer modules, was used to identify reservoir fluids in newly drilled wells. Two fluid analyzers were placed above and below the downhole pump module. The fluid analyzers monitored downhole oil based mud filtrate contamination, free gas presence, water or oil flow at selected depths. The surveys identified the downhole fluids and clarified oil, gas and water bearing zones. Some zones were identified to have gas and possible oil presence. Few stations, which were clearly identified as oil were perforated and produced oil/dry oil with natural flow. The survey helped optimize perforation zone selection, avoided unwanted fluid production and helped the operator to find and produce oil in a complex setup in such “X” oilfield. Keywords : DFA (Downhole Fluid Analysis), LFA (Live Fluid Analyzer), CFA (Composition Fluid Analyzer), MDT (Modular Formation Dynamics Tester), OCM (Oil-Based Mud Contamination monitoring), OBM (Oil-Based Mud), Fluid Identification, Wireline Formation Tester (WFT). Sudjati Rachmat (Institut Teknologi Bandung) Mochammad Abdul Hadi (Institut Teknologi Bandung) Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment Penentuan Tekanan Penutupan Rekahan Pada Saat Kalibrasi JTMGB. December 2014, Vol. 6 No. 3, p 118-131 In order to get an efficient pumping operation and optimum frackpack,a fracture calibration treatment is performed to confirm the fracturing parameter such as fracture closure pressure and fluid efficiency. Previous calibration treatment was complicated by the inability to correctly characterize calibration test for estimating fracture closure pressure or fluid leak off and corresponding fluid efficiency value. The presence of non-ideal fracture behavior such as pressure dependent leak off further compounded the difficulties in analyzing calibration treatment pressure. Consequently the pumping job was screened out prematurely or the frac fluid volume was too excessive which causes higher completion skin. The alternative method to identify the fracture closure pressure has been developed. The method involves several diagnostic plots such as square-root of time plot, G-function plot and its derivative and also G dP/dG plot. The protocol of fracture closure identification is created to avoid misinterpretation. Case study for implementing the protocol is provided by fracture calibration treatment of frackpack completion in DW field. Eight cases from 6 subsea wells in DW field are analyzed. The fracture calibration treatment is performed with Step Rate Test and mini-frac. Evaluation on each diagnostic plot is made to identify fracture closure and determine fluid efficiency. The proposed method successfully identifies the fracture closure on all eight cases. The closure pressure resulted has good agreement between each other. The result is also consistent with the existing closure pressure data. The non-ideal fracture behavior such as pressure dependent leak-off (PDL) is successfully identified and no misinterpretation occurred. The database is constructed from eight cases for future reference for subsequent fracturing job. Keywords: fracture closure pressure, fracture calibration treatment, square-root of time plot, G-function plot, G dP/dG plot, step rate test, mini-frac, non-ideal behavior. Tutuka Ariadji (Institut Teknologi Bandung) Rian Maryudi (Institut Teknologi Bandung) Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development Online Quick Looked POD To Foster The Approval Process Of A Plan Of Development JTMGB. December 2014, Vol. 6 No. 3, p 132-149 Metode Quick Looked POD dibangun untuk mempermudah proses persetujuan POD dengan cara memberikan skor pada data-data yang digunakan dalam pembuatan POD, kemudian dari skor yang telah didapat dilakukan pembagian kelas menggunakan simulasi Monte Carlo. Klasifikasi tersebut mengindikasikan tingkat kesiapan dokumen POD untuk disampaikan guna mendapatkan persetujuan. Studi pertama dilakukan dengan cara mengembangkan metode perhitungan cepat berdasarkan parameter data statik (Rommy, 2011) dan data dinamik (Rinno, 2011). Studi kedua dikembangkan dengan menambahkan parameter berupa komersialitas sehingga didapat matriks kelayakan POD (Ramadhan, 2012). Studi ketiga dikembangkan dengan menambahkan parameter kinerja lapangan (Doniberatus, 2013). Dalam tulisan ini, tabel Quick Looked POD diambil dari tulisan yang telah dibuat sebelumnya dan dijadikan referensi untuk melakukan penilaian dari suatu POD. Tulisan ini mengembangkan lebih lanjut dengan memvalidasi menggunakan data lapangan sebenarnya dan mengembangkan ke dalam bentuk website sehingga dapat diterapkan berbasis online. Hasil penilitian ini diberi nama Online Quick Looked POD yang akan lebih mempermudah proses penilaian dan persetujuan POD secara online. Kata Kunci: POD, Quick Looked POD, Monte Carlo, Online Quick Looked POD. Tutuka Ariadji (Institut Teknologi Bandung) Pomto Jaya (Institut Teknologi Bandung) Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif A Comprehensive Optimization of Flare Gas Utilization JTMGB. December 2014, Vol. 6 No. 3, p 150-167 Gas Suar merupakan istilah untuk gas buangan sisa produksi yang dibakar ke udara karena kurangnya kapasitas fasilitas permukaan atau karena kelebihan pasokan. Konsiderasi yang menyebabkan gas hidrokarbon ini langsung dibakar ke udara adalah ketidakekonomisannya jika diproduksikan dengan pertimbangan fasilitas-fasilitas permukaan yang perlu dipersiapkan untuk memproses gas tersebut. Dari sisi kontrak jual-beli gas suar sendiri, suplai gas suar hanya ditentukan sepihak dari penjual sehingga pemanfaatan gas suar ini semakin berisiko. Pada studi ini dibahas secara komprehensif dari segi teknik, bisnis, dan legal mengenai ekonomi dari penjualan gas suar yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh pihak pembeli. Dalam studi ini dilakukan optimasi terhadap penjualan gas suar dengan pertimbangan parameter keekonomian yaitu Net Present Value dan Internal Rate of Return. Tinjauan pertama untuk skenario optimasi tersebut adalah melakukan pendekatan terhadap prediksi kinerja reservoir dengan simulasi secara sederhana untuk menjadi pertimbangan dalam pengadaan kontrak. Kemudian tinjauan kedua dari aspek teknis yaitu optimasi terhadap kandungan pengotor pada gas suar yang dalam hal ini terdiri dari CO2 dan H2S, kemudian disusul dengan optimasi dari aspek bisnis dan legal dengan melakukan uji sensitivitas terhadap waktu kekosongan pasokan gas selama kontrak dan menghitung keuntungan maksimal untuk waktu kontrak minimal dari kasus-kasus tertentu. Hasil optimasi tinjauan pertama didapat model reservoir yang mendekati keadaan reservoir pada studi dengan nilai OOIP sebesar 16.732 MMSTB, porositas 17%, laju alir gas rata-rata selama waktu kontrak sebesar 1.99 MMSCFD. Kemudian dari uji sensitivitas terhadap kandungan zat pengotor menunjukkan untuk penambahan fasilitas treatment yang ekonomis, laju alir rata-rata minimal yang disarankan adalah 1.20 MMSCFD dengan kadar pengotor minimal 21.96%. Dari aspek bisnis dan legal sendiri didapat nilai-nilai batas waktu toleransi maksimal kekosongan pasokan gas untuk tiap laju alir pada kandungan kadar pengotor tertentu maupun dengan treatment, serta didapat nilai-nilai keuntungan maksimal dari skenario yang memenuhi kriteria IRR pada masa kontrak yang lebih singkat. Dengan memperhatikan faktor-faktor optimasi tersebut, prospek dari segmen pemanfaatan gas suar dapat dievaluasi dari berbagai segi secara komprehensif. Kata Kunci: Gas Suar, Keekonomian, Kadar CO2 dan H2S, Laju Alir Gas Suar, Reservoir, Net Present Value, Internal Rate of Return Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait Sintesa Dua Tahap Penghancuran Batuan Oleh Dua Fase Struktur Pemotongan Pada Pahat Pdc Untuk Interval Dalam Formasi Karbonat Hendrazid Kompleks Bina Marga Cipayung No. 66 Kelurahan Cipayung Jakarta Timur Phone: +6221 8441388 Mobile: +6282161998158 Abstract To drill deepening hole below 7” liner through deep section of compact interbedded carbonate formation results slow rate of penetration (ROP). Beside the limberness of BHA configuration (which is stiffer for the larger sizes of BHA) thus generates various string vibrations, the used of heavier mud weight can also effect overbalance pressure thus reduces drilling ROP. This paper outlines the two stages diameter PDC bit, that proficiently increases drilling efficiency in order to produce faster ROP through small hole, deep section drilling. When the PDC bits cutting structure is separated into two stages of hole diameters, the mechanical energy that is required to destroy a given volume of the rock to drill can be significantly reduced. This energy reduction can be equivalent to the percentage of the hole size reduction relative to the final hole diameter. The reduced hole diameter that is described as pilot hole will be drilled by the first stage of the bit. The second stage of the bit that is called as reamer section simply enlarges a stress relieved pilot hole, to a final hole diameter. The Mechanical Specific Energy (MSE) concept that is defined as work that is required to fail a given volume of rock has been formulated proportionally with formation rock strength. MSE can also be defined as input energy to result ROP. The ROP to drill a smaller hole is faster than ROP to drill larger hole although with similar BHA, whilst ROP to enlarge a pilot hole always faster than ROP to drill the pilot hole. Because the bi-center bit has a pilot section that can be used for drilling a smaller pilot hole and a reamer section for enlarging pilot hole to a final hole size, therefore it shoud be able to produce faster ROP compared to conventional one stage PDC bit. The field results revealed that all of 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” bi-center bits that were run below 7” casing by Kuwait Oil Company in the state of Kuwait - through deep wells, have drilled the intervals more than 30% faster than conventional PDC bit. Keywords: two stages hole diameter drilling Abstrak Kecepatan bor (rate of penetration atau ROP) sumur-sumur dalam dari formasi kabonat yang compact dan interbedded setelah pemasangan casing liner 7”, umumnya terlalu lambat. Hal ini diakibatkan oleh kondisi rangkaian peralatan pipa pengeboran (Bottom Hole Assembly –BHA) yang sangat lentur. Kelenturan BHA ini menyebabkan problema vibrasi pada rangkaian pemboran. Selain itu penggunaan lumpur berat yang umumnya diperlukan untuk pemboran interval dalam juga sangat mempengaruhi lambatnya kecepatan pengeboran akibat adanya pengaruh “overbalance pressure”. Riset ini akan merinci bagaimana pahat bor “Polycristaline Diamond Compact” (PDC) yang khusus dirancang untuk mempunyai dua (2) tingkatan diameter, sehingga dapat menambah efisiensi proses pemboran dalam upaya menambah kecepatan bor (ROP) pada sumur-sumur yang dalam dan berdiameter lebih kecil atau sama dengan 6 inch. Karena struktur atau pola pemotongan (cutting structure) pahat PDC ini terbagi menjadi dua tahapan diameter lubang bor, maka energi mekanik yang diperlukan untuk menghancurkan sejumlah volume batuan (rock) yang dibor akan dapat jauh berkurang. Perubahan jumlah energi yang berkurang sangat signifikan ini, setara dengan perubahan diameter lubang bor yang berubah dari diameter akhir lubang bor menjadi diameter pahat tahap pertama (berdiameter lebih kecil). Diameter lubang tahap pertama yang 98 99 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 98-107 lebih kecil ini disebut lubang pilot (pilot hole). Sedangkan diameter tahap kedua dari pahat dua (2) tingkat ini disebut bagian “reamer” yang berfungsi untuk memperbesar lubang yang sudah di bor dan sudah tidak mempunyai ketegangan batuan (rock-stress) menjadi diameter lubang bor yang diinginkan. Sementara itu konsep Mechanical Specific Energy (MSE) adalah konsep yang mendefinikan bahwa kerja yang diperlukan untuk merusak sejumlah volume batuan (rock) secara proporsional dapat dirumuskan setara dengan kekuatan-batuan (rock-strength) dari formasi yang dibor. MSE dapat juga didefiniskan sebagai energi yang menjadi input untuk menghasilkan kecepatan pengeboran (ROP) sebagai output. Kecepatan bor (ROP) diameter lubang kecil, lebih besar dibandingkan dengan kecepatan bor lubang yang berdiameter lebih besar. Sementara kecepatan (ROP) untuk memperbesar diameter lubang pasti lebih cepat dari proses pengeboran itu sendiri karena lubang pilot yang sudah dibor sudah tidak mempunyai ketegangan batuan (rock stress). Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukan bahwa perubahan diameter juga dapat mempengaruhi kontribusi parameter-parameter pemboran lain seperti: Weight on Bit (WOB), Rotation per Minute (RPM), drilling Torque, serta kecepatan pengangkatan cutting-pemboran (potongan batuan pengeboran yang di alirkan ke permukaan) terhadap hasil kecepatan pemboran total secara keseluruhan. Kontribusi parameter-parameter bor yang ternyata jauh lebih besar pengaruhnya terhadap kecepatan bor (ROP) dari pahat bor dua tahap ini pada hasil studi lapangan di Kuwait. Kata kunci: pemboran dua tahap diameter lubang Introduction PDC bits, are required to drill the entire 5-7/8” or 6” hole intervals to section TD before the biKuwait Oil Company Deep Well Division center bit was introduced to be applied on this have drilled several deepening hole below the deepening hole drilling applications. Besides low 7” liner in order to produce hydrocarbon from of penetration rate, severe additional trip had to the lower intervals of the existing production be done for changing the bit that was suffered wells through several fields that were explored from several premature damages. in 1950’s decade. These deepening well drilling campaigns have been actively performed through the oil field located on the northern area of the state of Kuwait that is shown on map, Figure 1. The wells have been deepened starting from depth-in around 14,500 ft – 16,000 ft down to around total depth of 18,500 ft vertical depth by using the 6” range of drill bit diameter to pass thru 7” liner. The interval that is drilled on these deepening sections mostly comprising Marrat Limestone formation that predominantly consist of Cretaceous Carbonate sediments with Figure 1. Kuwait Oil Field Map. some anhydrite streaks and Minjur Formation that consist of cemented sand interbeded with The bi-center PDC bit was introduced to KOC siltstone, lignite and shale stringer; although Deep Well team in 2005, then a 5-3/4” x 6-1/2” a deeper Sudair formation and Kuff have also bit was picked up and the bit was able to drill been reached for some reasons. The well profiles the entire deepening hole section in one run. The various from vertical well to 50° inclination of main purposed of the used of bi-center bit was to provide a larger hole diameter in order to allow tangent section wells. Several drawbacks had been experienced the 5” liner to be run below 7” easily as well as when the drill bit selection had been executed to provide better quality of cement behind the in order to provide an appropriate drill bit to casing with a larger annulus area. Actually the drill those deepening holes with a single run or/ performance of 5-3/4” x 6-1/2” bi-center PDC bit and with adequate rate of penetration (ROP). was also better than the conventional 5-7/8” PDC In average of 3 (three) drill bits - including 2 bit performances through the direct offset wells. Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait (Hendrazid) 100 An increment of 40% actual faster ROP compared to the conventional PDC bit was revealed after observing the performance of 6 (six) bi-center bits that were run on 4 (four) different fields through deep well drilling applications located in northern Kuwait. On these deep wells beside resulted higher ROP, the bi-center bits have also drilled longer section compared to the conventional bit thus resulting significant cost reduction from the total drilling cost of the well. Two stages PDC Bit cutting structures Figure 3. Bi-center Bit Design. The two stages PDC bit have actually been developed in order to meet various drilling application requirements since the last 40 years. There are two types of two stages PDC bit designs, i.e; concentric two stages PDC bit and eccentric two stages PDC bit. The eccentric two stages PDC bit is more acknowledged as bi-center bit. These two stages bit designs is basically divided into two stages cutting structures. The first stage is a pilot bit and the second stage is a reamer (Figure 2). pass through, and drill-hole diameters (Figure 4). These diameters are interrelated variables that define the final geometry of the bi-center bit. These variables interact and result some changes on other variables if one variable is modified; and the bi-center bit geometry does not follow typical traditional drill bit design applications. Cutter positioning is the primary area where good design practices cannot be applied. Normally bit designs have cutters positioned in a fairly even pattern around the bit. A bi-center bit however, has its cutters positioned in a nonsymmetrical arrangement that causes cutting action and cutter forces to be unusual. With all of the cutters on the reamer section of a bi-center bit moved to one side, we get a detrimental cutter arrangement where the cutter spacing causes the leading blade of the reamer to have a very high depth of cut compared to other blades on the reamer1. Figure 2. Two Stages PDC Bit Design. Figure 4. Three diameters. There are several variations of basic design of two stages PDC bit including bi-center. Typically a bi-center design consists of a pilot bit that is similar to conventional drill bits design and a reamer section that has all cutters located to one side of the bit (Figure 3). The pilot bit and reamer section have design features that can be varied to conform to the formation to be drilled but the dominant design features are determined by the required pilot bit, This excessively high depth of cut on the leading reamer blade results in abnormal forces and excessive torque making bi-center bits highly susceptible to whirl. This explains the high shock and torque values and frequent cutter impact damage that are typical of traditional bi-center runs in general, and the stalling and orienting problems seen when using a motor. Besides the problem with excessively high depth of cut, having all the cutters on one 101 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 98-107 side of the reamer causes a second design problem which is an extremely high force imbalance (Force imbalance refer to the situation were the vector sum of the all cutting forces is not zero. All PDC bits have at least some imbalance but a high force imbalance causes detrimental drilling characteristics1. Basically, the reamer section pushes the pilot bit into the hole wall. This push is hard enough to make the pilot bit dig into the hole wall causing the pilot hole to become oversized. Since the force imbalance continues to push the pilot bit into the hole wall even when the pilot hole is oversized the bi-center bit begins to rotate off-center thus generates severe inconsistent open hole size resulted by the reamer. Several solutions has been generated and updated progressively especially on the last 10 years in order to provide stabilized design that is required to prevent this excessive cutting action, thus providing cutting forces to help centralize the reamer resulting smooth cutting action into the wall bore. The latest generation of bi-center PDC bit design has been cutter forced balance as well as completed with several stabilizing element like mid-reamer features. Thus this stabilized design has been able to help bi-center bit to eliminate destabilized problem during reaming while drilling operation. This smooth drilling mode produces a smooth borehole quality (Figure 5) similar to the borehole quality that is produced by a standard PDC bit design. pilot bit drills a smaller size of hole (less energy is required to drill a smaller hole) and the reamer simply reams the “stress relieved portion” of hole in the formation, as illustrated on the Figure 6. Figure 6. Using Mechanical Specific Energy concept to approach Rate Penetration Model The concept of mechanical Specific Energy (MSE) was originally developed by Teale (1965)3 and has been used effectively in lab environments by Pessier and Fear (1992)4 to evaluate the drilling efficiency of drill bits. MSE analysis has also been used in limited cases to investigate specific inefficiencies in the field operation. The Mechanical Specific Energy (MSE) concept that is defined as work that is required to fail a given volume of rock has been formulated proportionally with formation rock strength. Equation 1 shows Teale’s Specific Energy equations for rotary drilling at atmospheric conditions. ........................ (1) Figure 5. Actual hole drilled by a bi-center bit. Since this bi-center bit design has two stages of PDC cutting structures therefore the smooth drilling mode that is able to be provided by bi-center bit should generate more efficient drilling condition thus result faster ROP. This drilling efficiency can be happened because the Where: MSE : Mechanical Specific Energy (psi) Ab : Bit surface area (in2) N : RPM WOB : Weight on bit (lbf) T : Torque (ft-lbf) ROP : Rate of Penetration (ft/hr) Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait (Hendrazid) On the equation (1), torque is used as a variable to calculate MSE. Torque at the bit can be measured by a LWD tool, however in most cases the bit torque measurement does not exist. Therefore, a bit specific coefficient of sliding friction (µ) was introduced to express torque (T) as a function of weight on bit (WOB) and to allow the MSE can be calculated in the absence of reliability of torque measurement. The bit sliding friction coefficient had been evaluated as a function of rock strength for various type of bit by Plessier (1992)4 and Caicedo et al (2005)5 based on the test data that was developed. ................................................ (2) Where: µ : Bit specific coefficient of sliding DB : Bit diameter (in) T : Torque (ft-lbf) WOB : Weight on bit (lbf) By coupling the equation (2) into equation (1) the MSE can be written as the following: .................. (3) On the other hand the equation can be mentioned as the following: ................................... (4) then can be summarized as follows: ...................................................... (5) Where K is constant and the value is independent of changes in drilling parameters (WOB, RPM, Torque, etc…), hence it shows there is a linear relationship between the ROP and drill bit diameter : 102 if DB2 < DB1 therefore ROP2 > ROP1, otherwise if DB2 > DB1 therefore ROP2 < ROP1 When similar drilling parameters are being applied consistently, the reductions of the drill bit diameter will result increment of ROP or vice versa. However each incremental on drilling parameters value will also results an increment on the ROP. Data Analysis On this study the pilot diameter that is drilled by a bi-center PDC bit is assumed as a “drill bit” diameter in order to compare the ROP between a bi-center bit and a “standard/conventional PDC bit”. The MSE to drill the pilot hole (by the pilot bit) is always higher than the MSE value to underream the rest of open hole area which is actually “stress relieved” (Figure 6). The area of the hole to be enlarged (undereamed area) is also less than the pilot hole surface area (Table 1). Therefore the ROP to underream the open hole is always faster than the ROP of drilling the pilot hole. Hence the overall ROP of reaming while drilling performed by a bi-center bit can be represented by the ROP of a pilot bit when a bicenter bit is drilling the pilot hole. The pilot bit diameter of a bi-center PDC bit is on the range of 11% - 23% smaller than its final drill hole size. While the drill hole diameter of a bicenter bit is about 10% - 19 % larger than diameter of the standard PDC bit of hole to drill with standard casing program. Refer to Table -2, the percentage of diameter hole reduction that is given by the pilot bit bi-center bit compared to the diameter of the hole drilled by a standard bit is various depending on the hole size of the drilling phase sizes. On the surface hole sections i.e.: 17½” – 26” range of drilling applications, the pilot bit diameter of bi-center bit for drilling these sections is about 19% less than the standard bit diameter. A much smaller percentage has been given to the small size of bits like the range of 6” – 8½” hole drilling applications. On this study the observation have been conducted to the range of 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” drilling hole size only. On this case the hole size that is reduced from the standard drill bit diameter into pilot bit diameter of bi-center bit is around 11%. 103 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 98-107 Table 1. Bi-center bit drill hole areas comparison. Refer to the equation (5), the reduction of 11% of bit diameter (DB) will results increment of 11% of drilling ROP without considering other increment on drilling parameters (K) like WOB, RPM, depth of cut, mud weight, etc… On this study it is revealed that the 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” bi-center PDC bits drilled in average 40% faster than the 5-7/8” or 6” standard PDC bit thru vertical or long tangent wells of deep well drilling application in the state of Kuwait (Table 3 and Table 4). Total of 6 (six) 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” bi-center PDC bits were used to drill the deepening hole though deep well drilling application on 4 (four) different fields in northern Kuwait oil field. For this reason we can conclude, beside bit diameter (DB), other drilling parameters (K) have also contributed their portion to produce higher increment on ROP when reaming while drilling a smaller hole activity is performed. On this case the ROP Table 2. Diameter Comparison: Bi-center Bit vs Standard Bit. Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait (Hendrazid) increases from 11% (that is affected by the bit diameter reduction factor only) to 40%. If WOB can be increased during drilling (without neither effect other parameters nor drilling performance), the WOB would be the most potential factor to be used to generate more 104 energy thus results faster drilling ROP. As long as the hole cleaning can be well maintained, a higher WOB can be applied to bi-center bit drilling application because the specific energy that is required to drill the small pilot bit is less than the specific energy that is required Table 3. Performance comparison Bi-center PDC bit vs Conventional PDC bit. 105 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 98-107 to drill the standard hole size. Thus in order to get similar ROP, it is required less WOB to drill the smaller hole intervals than it is that normally drilled by a standard size bit. On this study the observation had been conducted to a drilling operation that is performed through a deep section of limestone formation where the hole cleaning has not been considered as a drawback. Based on different observation that was conducted by NOV drilling bit engineering section on the lab environment, it is found that drilling data can be plotted to show different slope of increment on ROP (sharper slope is shown by the two stages concentric bit compared to conventional standard bit) is related to the increment of WOB value - Graph 1. By using a bi-center PDC bit a higher WOB could be transferred to the bottom of hole compared to WOB that is able to be transferred to bottom of hole when using a standard PDC bit. The reason is because a larger hole diameter that is produced by bi-center bit BHA will significantly reduce the drilling drag that is normally generated by BHA components (especially full gage stabilizers) throughout a conventional bit BHA. The BHA configuration for drilling vertical hole or tangent section has always been designed to include numbers of stabilizers. Kuwait Oil Company (KOC) have also applied this stabilization design for their 6” bit range BHA’s through vertical or long tangent section holes. In addition, NOV drilling bit engineering also revealed on the lab that through drilling with value less than 1 mm/ rev of “depth of cut”, a significant reduction of Mechanical Specific Energy can be achieved if standard bit cutting structure is replaced by a two stages bits (Graph 2). If depth of cut can be defined as ratio between ROP and RPM in mm/rev, therefore certain value of “depth of cut” that is provided by different types of drill bit cutting structure could also be able to increase the ROP. Both 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” bi-center PDC bits that were observed on this study had depth of cut values lower than 1 mm/rev. The ROP’s were on the range of 15 ft/hr with RPM various between 100 rotation per minute (without using mud motor) to 180 rotation per minute (by using motor). Table 4. Performance Summary Comparison. Graph 1. Graph 2. Conclusion The bi-center bit is a two stages cutting structures bit, comprising a pilot bit to drill a smaller pilot hole and simultaneously providing reamer part to ream the “stress relieved” portion of formation. These two simultaneous cutting actions have resulted more efficient drilling performance. This drilling efficiency can be shown through a deep section of 6” x 7 “ hole Two stages Cutting Structures of Bi-center PDC Bit provides two phases of Destroying Volume of the Rock, results faster Penetration Rate through Deep Section of Carbonates Formation in Kuwait (Hendrazid) drilling range at KOC Deep vertical well, consist of mainly limestone formation. The bi-center PDC bit drilled faster than standard PDC bit through this drilling section and explanation can be fairly detailed by using Mechanical Specific Energy concept. The ROP can be calculated linearly based on the size of a bit diameter besides another “constant” where it’s value is independent of changes in drilling parameters (WOB, RPM, Torque, mud weight, depth of cut, etc…). Theoretically the ROP of a 6” x 7” bicenter PDC bit is higher about 11% compared to a 6” standard PDC bit’s ROP simply because of the bit diameter size reduction that is provided by pilot bit of the bi-center bit. Additional percentage of increased ROP can be achieved (in conjunction with the bi-center bit type of run) when other drilling parameters can be optimized. It is revealed that the actual average ROP of 6 pcs bi-center bits with the sizes of 5-3/4” x 6-1/2” and 6” x 7” that were run through deep well drilling application in the state of Kuwait have been 40% faster than direct offsets average ROP resulted by standard PDC bits. The additional 29 % of increment on the average ROP was expected contributed from WOB increment that is allowable to be applied since the BHA drag could be reduced though a larger hole drilling diameter because diameter of BHA components are smaller than diameter of the hole. Additionally, the bi-center PDC bits that were observed comprising small size of cutters resulting ROP on the range of 15 ft/hr with RPM of between 100 rotation per minute (without using mud motor) to 180 (by using motor). These applied ROP and RPM produce depth of cut less than 1 mm/rev, thus the MSE value can be reduced significantly then the increment of ROP can be maximized. References Sketchler, B.C., Fielder, C.M., and Lee, B.E.: “New Bi-Center Technology Proves Effective in Slim Hole Horizontal Well,” SPE/IADC 29396 presented at 1995 SPE/IADC Drilling Conference, Amsterdam, 28 February – 2 March 1995. 106 Myhre, K.: “Application of Bicenter Bits in Well-Deepening operations: SPE Drilling Engineering (June 1991) 105. Teale, R.”The concept of Specific Energy in Rock Drilling”, InTL, J. Rock Mech. Mining Sci. (1965) 2, 57-73. Pessier, R.C., Hughes Tool Co, and Fear.M.J., BP Exploration, “Quantifying Common Drilling Problems With Mechanical Specific Energy and Bit Specific Coeficient of Sliding Friction”, SPE 24584, presented at the 67th Annual Technical Conference and Exhibition of the Society of Petroleum Engineering held in Washington, DC, October 4-7, 1992. Caicedo, H., Calhoun, W.M.., Russ, T.E.: “Unique ROP Predictor Using Bit-Specific Coeficient of Sliding Friction and Mechanical Efficiency as a Function of Confined Compressive Strength Impacts Drilling,” SPE/IADC 92576, presented at 2005 SPE/IADC Drilling Conference, Amsterdam, 22-25 February 2005. Cooley, C.H., Pastusek, P.E. and Sinor, L.A., “The Design and Testing of Anti-Whirl Bits”, 1992, SPE 24586. DEA 43 Phase IV, “Proposal to Study Effects of Bit/Rock Interaction on Bit Walk and Hole Deviation”, Prepared by: TerraTek’s Drilling Research Laboratory for presentation to DEA, Feb. 18, 1992. Neil Robertson Shell Expro, Lester Clark and Bob Laing, “New PDC Designs Doubles ROP on Kingfisher Project Well”, Central North Sea, National Drilling Technical Conference, presented at the AADE 2001 National Drilling Conference, in Houston, Texas, March, 2001. Jamal Al Thuwaini, Mohamed Emad, Hendrazid, Wahby Mohamed, Ridha Chafai and Andy Murdock, “Combination of a unique stabilized Bi-Center bit and Vibration Dampening Tool improve hole opening performances through interbedded formations in Saudi Arabia” presented at the 2008 ADIPEC held in Abu Dhabi, UAE, 3–6 November 2008. Clegg, J.: “Faster, longer, and more reliable bit runs with New-generation PDC cutter” paper SPE 102067, presented at the 2006 Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, 24-27 September. Denham, D., Fielder, C.: “Bi-Center innovations impact Deepwater drilling” paper SPE/ IADC 59239, presented at the 2000 Drilling Conference, New Orleans, 23-25 February. 107 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 98-107 Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield Karakterisasi Fluida Reservoir di Lapangan Minyak Tua dan Depleted di Kalimantan Andry Halim Pertamina, Gedung Kwarnas, Jl. Merdeka Timur No. 6 Jakarta Abstract Fluid identification is play an important role in order to ascertain the completion zone/layer program prior to perforation in the complex matured multilayered and lenses reservoir in a such “X” field in Eastern Kalimantan. This paper explains how using a formation tester equipped with two downhole fluid analyzer modules helped understand reservoir fluid characteristics, identify production zones in order to optimize and to get the best selected zone to perforate/produced from existing zone discovered. Sometimes if we relying only on open hole log data analized/ interpretation (for new well) and well correlations can bring us to a misperception/ improper result and will lead to wrong/inconclusive conclusion on the reservoir/zone we found since the channel sands have limited lateral extent and hard to correlate, as was happen in “X” oilfield. In this field, from several new well drilled, we can found several layers which can be a potential pay zones (may contain oil or gas) and sometime we can found some virgin oil/gas zone/layers as well . However, water zones and secondary gas cap formation in a few layers are also common. Nonetheless, unexpected fluid production, such as water or excessive gas is an undesirable outcome. To solve the above mention problem, since 2006, we propose to apply MDT tool in this “X” oilfield to characterized the reservoir fluid for the new well before we can decide to propose selected oil zone to completed (perforated./produced). This tool (formation tester), which is consist of a combination of an extra large diameter probe and two downhole fluid analyzer modules, was used to identify reservoir fluids in newly drilled wells. Two fluid analyzers were placed above and below the downhole pump module. The fluid analyzers monitored downhole oil based mud filtrate contamination, free gas presence, water or oil flow at selected depths. The surveys identified the downhole fluids and clarified oil, gas and water bearing zones. Some zones were identified to have gas and possible oil presence. Few stations, which were clearly identified as oil were perforated and produced oil/ dry oil with natural flow. The survey helped optimize perforation zone selection, avoided unwanted fluid production and helped the operator to find and produce oil in a complex setup in such “X” oilfield. Keywords: DFA (Downhole Fluid Analysis), LFA (Live Fluid Analyzer), CFA (Composition Fluid Analyzer), MDT (Modular Formation Dynamics Tester), OCM (Oil-Based Mud Contamination monitoring), OBM (OilBased Mud), Fluid Identification, wireline formation tester (WFT) Abstrak Identifikasi fluida merupakan hal yang penting dalam usaha untuk mendapatkan kepastian Hidrokarbon dalam usaha untuk usulan program komplesi zona/lapisan yang akan diperforasi pada reservoir multilayer yang kompleks seperti halnya di lapangan “X: di Kalimatan Timur. Pada tulisan ini akan dikupas mengenai penggunaan formation tester yang dilengkapi dengan downhole fluid analyzer modules guna dapat menganalisa fluida reservoir dan mengidentifikasi lapisan produktif guna mengoptimasi dan mendapatkan lapisan terbaik untuk diperforasi/diproduksikan dari lapisan-lapisan yang ditemukan/ada. Jika kita hanya mendasarkan pada analisa/interpretasi data log sumur dan dari korelasi sumur, maka kita akan bisa mendapatkan hasil yang tidak tepat dan mendapatkan kesimpulan yang salah terhadap reservoir yang ditemukan dimana beberapa lapisan mempunyai keterbatasan pelamparan dan terkadang sulit dikorelasikan seperti ditemukan di lapangan minyak “X”. Pada lapangan ini, dari beberapa sumur baru yang dibor kita bisa mendapatkan beberapa lapisan prospek hidrokarbon (bisa mengandung minyak atau gas) bahkan beberapa diantaranya merupakan lapisan virgin. Namun kadang-kadang kita juga menemukan 108 109 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 108-117 beberapa lapisan air dan lapisan secondary gas cap. Akibatnya kita bisa memproduksikan lapisan yang tidak dikehendaki seperti lapisan air atau lapisan gas yang tidak dikehendaki. Guna mengatasi masalah diatas, maka sejak tahun 2006 diusulkan untuk memakai MDT di sumur minyak baru di lapangan “X” dalam rangka untuk mendapatkan lapisan minyak yang akan dikomplesi/ diproduksikan. Peralatan ini yang terdiri dari kombinasi extra large diameter probe and 2 buah downhole fluid analyzer module digunakan untuk identifikasi fluida reservoir di sumur bor baru. Fluid analyzer berfungsi memonitor kontaminasi filtrat lumpur OBM, keberadaan free gas, minyak dan air yang didapat. Alat ini dapat mengidentifikasi dan mengklarifikasi lapisan minyak, air dan gas yang dianalisa. Dengan survei ini akan membantu mengoptimalkan pemilihan lapisan minyak yang akan diperforasi dan menghindarkan kesalahan pemilihan lapisan fluida yang tidak dikehendaki diproduksikan (air / gas) di lapangan “X” Kata Kunci: DFA (Analisa Fluida di dalam sumur), LFA (Analisa Fluida secara langsung), CFA (Analisa komposisi Fluida), MDT (Modul Uji Formasi secara Dinamik), OCM (Pemantauna kontaminasi terhadap OBM), OBM (lumpur Bor berbasis Minyak), Identifikasi Fluida, wireline formation tester (WFT) Introduction In developed and ageing fields, it is essential to understand the reservoir and fluid characteristics for optimum reservoir management. Missing productive intervals in a new well, zones with unexpectedly low/ high pressures, undesirable fluid production and presence of additional reserves or bypassed hydrocarbons are common occurrences in complex reservoirs. At a given location, layer or compartment, reservoir fluids may change with time; water encroachment, secondary gas cap formation/gas cap expansion, reservoir repressurization are some of the reasons of changing fluid characteristics. For certain fluids, pressure decline causes thermodynamic changes (such as solids precipitation or significant liquid dropout) which can significantly alter well productivity, ultimate recovery and project economics. In order to characterized and identify reservoir fluid, there are some technique that already available in the market. 7) By enabling full formation testing in all deviated and horizontal wells, including extendedreach and deepwater wells, the FASTrak LWD service provided BP with a safe, cost-effective alternative to wireline that can be used in even the most challenging test environment. The service also provides an enhanced understanding of reservoirs once considered too risky or costly to test. The benefit of this method is 7) : • Increased reservoir knowledge through realtime analysis of downhole fluid properties • Acquired fluid samples immediately after drilling, minimizing mud filtrate invasion and pump-out time • Provided accurate pressure testing Tsutomu Yamate, 8) also discuss about the aplication of ths Fiber-Optic Sensor inexploration well. In this circumstances, the tool must have the capability to operate under high pressure (up to 20,000 psi) dan high temperature (up to 175 oC). In the exploration activity in increasingly deeper wells, sensors that can function in highertemperature and other hostile environments are required. Fiber-optic technology is a one of the solution with its higher temperature capacity, multiplexing and distributed sensing capability, and small space requirements to meet these demanding applications. Figure 1. Fluid Analysis of Gas Condensate well. 7) This tool is applied in the deepwater wells as well, to identify the fluid and compositional grading. This phenomenon drawn a little attention until 1980’s when sufficiently advanced analytical methods became available in the market. Hani Elshahawi, et.al. 9) has discussed the use of the combined of geochemistry, downhole fluid, and mud gas analyses to have avaluable insights of the compositional grading phenomenon. Sage and Lancey (1938) define the compositional grading as “Variations in the composition of the liquid Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield (Andry Halim) 110 As seen here that fluid composition of this zone is vary due to depth position (gravity) Figure 5. Fluid Distribution vs depth. 12) Figure 2. Fluid Analysis Spectrometer. 8) phase of natural reservoirs, which are continuous through significant ranges in elevation”. So, the reservoir should be interconnected and the fluid properties (GOR, Saturation Pressure, API, etc) is varies along with elevation, which is depending on the geological and geochemical history of the reservoir. A reservoir fluid composition are often graded due to: 12) 1. Gravity 2. Biodegradation 3. Active charging 4. Vharge history 5. Water washing 6. Convection 7. Seal leaking 8. Thermal diffusion A module of DFA in Halliburton is called Reservoir Description tool (RDT) which is combined with the MRILab. It takes measurements on fluid pumped from the reservoir formation and determines fluid characteristics such as relaxation times, hydrogen index, viscosity, and gasoil- ratio in real-time (Bouton et al., 2001). MRILab measures the fluids under in-situ condition. 10) Figure 3. PVT fluid property trends vs depth (indicated compositional grading) . 9) Figure 6. MRIL-WD tool configuration . 10) The tool is virtually eliminates the risk of irreversible change of fluid properties due to the changes in temperature or pressure when the Figure 4. Pressure gradient indicative of light oil and fluid samples are taken and transported from the compositional grading vs depth. 9) reservoir to the offsite laboratory. 10) 111 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 108-117 This kind of tool at the earlier days is can be use to analyse downhole water sample as well as conducted at the Salton Sea scientific Drilling Project (SSSDP) well during 1ate Decemher 1985 and 1ate march 1986 to obtain unflashed samples of Salton Sea brine.Three sampling runs were made to depths of approximately 1800 m and temperatures of 300 oC and 10 sampling runs were made to depths of approximately 3150 m and temperatures of 350 oC. 12) In brief, the Los Alamos tool obtained samples from four of eight runs; the Lawrence Berkeley tool obtained samples from one of one run; the Leutert Instruments, Inc., tool obtained samples from zero of three runs; and the USGS quartz crystal experiment was lost in the well. The most complete sample was obtained from run #11, using the Los Alamos sampler and Sandia battery pack/controller on a wireline. About 1635 m of brine, two noble gas samples, and two bulk gas samples were collected from this run. Figure 7. The Los Alamos Downhole Sampling tool. 12) In our paper here, we will discuss about direct measurement application with the lattest generation of DFA (direct pressure and fluid identification measurements) using a wireline formation tester (WFT) tool. The Modular Formation Dynamics Tester (MDT)* tool and its downhole fluid analysis methodology using Live Fluid Analyzer (LFA)* and Composition Fluid Analyzer (CFA)* were used in the ageing “X” field. The main objective of this application is to clarify and identify downhole fluids and detecting water, gas and oil zones and oil bearing formations with a secondary gas cap as well. Well test results following WFT surveys from four wells are presented here. Figure 8. MDT Downhole Fluid Analysis. 12) Downhole Fluid Analysis 1) Downhole Fluid Analysis (DFA) refers to a concept rather than a specific tool, Betancourt et al. (2004), ElShahawi (2004), ElShahawi (2005). It includes an array of downhole data where the basic measurement relies on nearinfrared spectroscopy (NIR). Some of the WFT downhole fluid analysis tools use optical spectrometers to analyze the NIR spectrum of light passing through the flowline fluid. The spectrometer utilizes transmitted light to evaluate the light absorption characteristics of a fluid. The unit of light absorption, or optical density (OD), is the logarithm of the ratio of incident light to transmitted light intensity. A 1-unit increase in OD represents a factor of 10 decrease in transmittance. Dark fluids have higher OD values than light fluids. The OD of a fluid also varies with the wavelength of incident light. In LFA, the spectrum of transmitted light is evaluated at 10 wavelengths in the visible and NIR spectrum at which absorption peaks are observed. Figure 3 shows the optical density spectra of different type of fluids. Water can easily be distinguished from oil as the absorbance peaks for both of them are in two different wavelengths. A gas detector also present in the LFA confirms the presence of free gas in the flowline. It uses light from a diode that is reflected off a sapphire window to identify the fluid phase in a flowline. At the designed angle of incidence, the reflection coefficient is much larger when gas contacts the window than when oil or water contacts it. In summary, by pumping fluids through flowline and letting them passes through the LFA, we can easily distinguish the type of fluid in the flowline either gas, oil and/or water. LFA spectrometer Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield (Andry Halim) is also tuned to detect methane and monitor its presence in the flowline fluid, whether it dissolved in a liquid or gas phase. A more recent development in the field of DFA measurements was the Composition Fluid Analyzer (CFA)*. The (CFA) provides a detailed analysis of C1, C2-C5, and C6+ weight fractions as well as water fraction. The CFA focuses on the vibrational overtone of hydrocarbon molecules between 1600 – 1800 nm wavelength range to resolve the composition of C1, C2-C5 and C6+. See Figure 4 for details. The spread of the OD channels allows the tool to measure OD at the peaks corresponding to methane (C1), ethane to pentane group (C2C5), C6+, C02 and water. At high pressure, the OD values are approximately a function of density alone, so they can be transformed to a partial density for each component. In addition to fluid composition (C1, C2-C5, C6+) measurement, a fluorescence detector is also utilized in the CFA module. The principles of fluorescence spectroscopy are related to those for light absorption. After a molecule is excited by a photon, this energy can be released in the form of light after a discrete amount of time (nanoseconds), known as fluorescence. If hydrocarbon liquids drop out from the gas phase, the dew that is formed can be detected by an increase in the fluorescence level. All OD values also increase at about the dewpoint because of the clouding of the fluid. The fluorescence ensures that the sample is above the dewpoint and in singlephase conditions for gas sampling. Note that most oil based mud filtrates (as well as water or free gas) have little or no fluorescence and most reservoir liquids fluoresce. Based on spectroscopy measurement results (Optical Density) of LFA and CFA, GOR (Gas Oil Ratio) of hydrocarbon fluids inside the flowline can be computed. The LFA can measure GOR in the range of 0-2500 scf/ bbl, while the CFA is designed to handle fluids in the range of 1500-20,000 scf/bbl. In general, CFA is more accurate for GOR determination in fluids with GOR>2000 scf/bbl, while the LFA is more accurate for GOR<1500 scf/bbl. Thus, the two tools together provide compositional analysis over a broad range of crude oils and condensates. 112 Usually water can easily be observed from LFA and CFA. Light transmittance will be reduced at the channels targeting water peaks as outlined in Figure 3. This response is then transformed into water mass fraction and it is shown by the blue shading in LFA liquid detection track. In Figure 6, in the topmost water zone, water presence was clearly identified with the blue water shading. Note that in this shallow depth, pumpout time was quite short and mobilities were low. The test was repeated and confirmed water presence with LFA and CFA. The presence of gas will be detected by LFA gas detector. Free gas will cause gas reflection and the reflected light will be registered by the sensor. The gas response is shown by gas flags. The gas flags color code (light red to dark red) semi-quantitatively shows the amount of gas present in the flowline. As can be seen in Figure 6, two gas zones were observed. Meanwhile, CFA identifies the presence of gas by showing high fraction of methane (C1). Note that the main objective was fluid identification; hence the weight percentage of methane (C1), C2-C5, and C6+ are still highly affected by OBM filtrate contamination early in the pumpout. Several studies to reduce the uncertainties in evaluating, identifying and proving additional hydrocarbon zones have been conducted to find remaining bypassed oil by integrating petrophysical log and core analysis data with ELAN (Elemental Analysis) application. Downhole Fluid Analysis in “X” Field, Kalimantan In the developments well of “X” field (Figure 9), wireline formation testing programs were designed to obtain zone pressures and to perform downhole fluid analysis. In these wells, MDT configuration with two downhole fluid analyzers (LFA and CFA) was chosen. See Figure 5 for details of tool string used. In one survey, the tool also had an extra large diameter probe, developed specifically for East Kalimantan fields. The larger probe diameter makes pumping and pressure testing easier in tighter zones. 113 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 108-117 In Figure 10, the third DFA station from top shows gas flags. In CFA composition track we, sequentially observe full C6+ wt percentage (dark green) in the log track. This indicates gas and OBM filtrate segregation in the pump; hence we can clearly see alternating composition changes in the CFA log. The fourth DFA station indicates oil presence in the flowline. Note that full data from all DFA sensors are presented in Figure below. The pumpout was performed in 22 minutes. Pretest drawdown mobility is around 30 md/cp. During the pumpout period, LFA color channels as well as methane channel show some increase of OD values. See the topmost part of Figure 10 – LFA Log. The contamination level is continuously monitored using OCM technique as plotted in middle part of Figure 11 – OCM monitoring. Figure 9. “X” field location. Case Studies-Fluid Identification Well A 1) The main objective of running MDT with two fluid analyzers is to clearly identify the formation fluid type and resolve the uncertainties of open hole logs. As can be seen in Figure 10, Figure 11. LFA-CFA Log and OCM plot, oil zone, well A. six DFA stations were performed in well A; 1 zone with water, 2 zones with gas, 2 zones having The increase of OD channels indicates water, gas and oil and one dry oil zone were oil presence, which was the main objective of the observed. survey. Figure 12 shows the OH log analysis from this zone with considerable water saturation having an Rt of 13.3 Ohm-m, porosity of 16.4% and a water saturation of: 63 %. Formation pressure determined from the MDT was 1653 psia indicating no depletion. Note that this zone from 1133.5 to 1136 m was perforated as the first choice. Figure 13 shows the production performance of oil zone with 5 months of production to May 2007. A net total cumulative 7000 bbl of oil has been produced after the perforation. Currently, this well is flowing with Figure 10. Fluid identification results – well A. natural flow around 24 BLPD (with 4% water cut). Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield (Andry Halim) 114 Figure 12. OH log analysis of the perforated oil zone, well A. Figure 13. Production performance of oil zone in well A after perforation. The last two deeper zones shows water and gas presence in the flowline together with OBM filtrate if only LFA is used for interpretation. However, some oil presence can be identified using the CFA as described below. A detailed look at the LFA and CFA logs can reveal more information in these two bottommost zones. Figure 14 shows the CFA and LFA responses from the oil zone at 1133.5 m. The CFA composition changes with time showing lighter components. Similarly, both CFA and LFA GOR increase with time. Moreover, both LFA and CFA optical densities in the color range show an increase. These all indicate oil presence. As noted in Fig.14, the pumped fluid has significant OBM filtrate contamination, around 60 %. A parameter to note that the increase in Fluorescence with pumping time, to a level around 1.5V as more oil is pumped. Though 60 % contaminated oil, this fluorescence level may be used to assess oil presence in other zones with CFA, while pumping multiple phases. Figure 14. CFA-LFA-composite plot, oil zone, well A. Note the increase in light components in CFA, CFA GOR and CFA fluorescence. CFA/LFA OD’s also increase, all indicating oil. gas presence with LFA gas detector and CFA composition and were not perforated. One zone was quite tight so no fluids could be pumped. This zone was later perforated and upon water production, it was squeezed. The last zone surveyed with the MDT detected gas and some oil was also a possibility, which was later perforated after the squeeze job. Figure 15 shows the open hole log analysis for the perforated zone. The analysis shows an Rt of 14.0 Ohm-m, a porosity of 24% and a water saturation of 51%. Formation pressure from the tester indicated 512.1 psia, a zone with high depletion. Well B 1) The survey objectives and tool string used in B were similar to well A, however a large diameter probe was used instead of the extra large diameter probe. This made pumping fluids harder in tighter zones. Four DFA stations were performed in well B; two clearly identified Figure 15. OH log analysis of the perforated oil zone, well B. 115 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 108-117 Figure 16 shows the CFA and LFA log of this station. The LFA detects free gas, which is also identified with the CFA with pump segregation. The pumpout pressures are quite low, meaning low flow rates. The increasing pressure during the pumpout indicates some cleanup and pumping fluids with higher mobility. Unfortunately the pumpout out time is not enough to make further analysis, though some hints of water presence can be observed on CFA. Figure 16. CFA-LFA-composite plot, oil zone, well B. Gas is clearly identified in this low pressure zone. Though oil is possible with some water, longer pumpout is required for clarity. A subtle increase in fluorescence indicated some oil presence as well. Figure 17 shows the production performance of this oil zone after 4 months of production till May 2007. A net total cumulative 2300 bbl of oil has been produced after perforation. Currently, this well is flowing naturally with net oil flow around 30 BLPD with 70% water cut, which increased from the initial water cut of 12 % with time. Well C 1) The survey objectives and tool string used in C were the same as B. Four DFA stations were performed in well C; two clearly identified oil presence with CFA and LFA, one showed gas presence and one proved to be a water zone. In one oil zone, the pumpout time was shorter then optimum and oil presence was mainly inferred from CFA with increasing fluorescence level. Figure 18 shows the CFA and LFA response at one oil zone. Note the increase in CFA-GOR, CFA Fluorescence and lighter components clearly detecting oil. No gas or water indications are present during the pumpout period. Figure 18. OH log analysis of the perforated oil zone, well C. Figure 19 shows the open hole log analysis of this zone with an Rt of 64.32 ohm-m, a porosity of 24% and a water saturation of 27%. Figure 20 shows production performance of the oil zone detected with 3 months of production history till May 2007. A net total cumulative 2300 bbl of oil has been produced after perforation. Currently, this well is flowing Figure 17. Production performance of oil zone in well B with natural flow with around 82 BOPD and very minor water cut. after perforation. Reservoir Fluid Characterization Determination In Old and Depleted Reservoir in Kalimantan Oilfield (Andry Halim) 116 flowing with natural flow around of 160 BOPD and very minor water cut. Figure 21. Production performance of oil zone in well D after perforation. Conclusions Application of MDT-DFA methodology, has helped to identify fluids in a complex setup in such an “X” oilfield in kalimantan. Issues with unwanted fluids production and open hole log uncertainties due to log misinterpretation were avoided/minimized. Tests results after perforating confirmed the identified fluids in this ageing asset, resulting in increased oil production. Production of the four wells where DFA was applied showed that 33,000 Bbl of oil has been produced within Figure 19. CFA-LFA-composite plot, oil zone, well C. Oil five months after their perforation and production. is clear from CFA composition and Fluorescence. Acknowledgements The authors would like to express their gratitude to Pertamina and Schlumberger to publish this paper. References Figure 20. Production performance of oil zone in well C after perforation. Well D 1) The survey objectives and tool string used in D were the same as previous wells. Five DFA stations were performed in well D; two clearly identified oil presence with CFA and LFA, one showed gas presence and one proved to be a water zone. In one oil zone, the pumpout time was shorter then optimum and fluids could not be determined clearly. Figure 21 shows production performance of detected oil zone with 3 months of production history till May 2007. A net total cumulative oil production of 20300 bbl was recorded after perforation. Currently, this well is Andry Halim, Nicolas Orban, Elin Haryanto, Cosan Ayan, “Reservoir Fluid Characterization using Downhole Fluid Analysis In Kalimantan oilfield”, paper SPE 108925 presented at the SPE APOGCE, Jakarta, 2007 Betancourt, S., Fujisawa, G., Mullins, O.C., Eriksen, K.O., Dong, C., Pop, J., Carnegie, A. 2004. Exploration Applications of Downhole Measurement of Crude Oil Composition and Fluorescence: Paper SPE 87011 presented at the SPE Asia Pacific Conference on Integrated Modeling for Asset Management held in Kuala Lumpur, Malaysia, 29-30 March 2004. ElShahawi, H., Hashem, M., Mullins, O.C., Fujisawa, G. 2005. The Missing Link-Identification of Reservoir Compartmentalization Through Downhole Fluid Analysis: Paper SPE 94709 presented at the SPE Annual Technical 117 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 108-117 Conference and Exhibition held in Dallas, Texas, U.S.A, 9-12 October 2005. ElShahawi, H., Hashem, M., Dong, C., Hegeman, P., Mullins, O.C., Fujisawa, G., Betancourt, S. 2004. Insitu Characterization of Formation Fluid Samples – Case Studies: Paper SPE 90932 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition held in Houston, Texas, U.S.A., 26-29 September 2004. Mullins, O.C., and Schroeter, J. 2000. Real Time Determination of Filtrate Contamination During Openhole Wireline Sampling by Optical Spectroscopy: Paper SPE 63071 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition held in Dallas, Texas, U.S.A., 1-4 October 2000. Suwardji., Buhari, A., Kukuh, K., Prayitno, R., 1994. Low Resistivity Reservoir Study: Sangatta Field Kalimantan: Proceedings Indonesia Petroleum Association, 23rd Annual Convention, October 1994. Baker Hughes, “FAStrack LWD Service Acquires Downhole Samples in Challenging Well”, Baker Hughes Inc, 2012 Tsutomu Yamate, “Fiber-Optic Sensors for the Exploration of oil and Gas”, Schlumberger, Kanagawa, Japan, ElShahawi, H., Melton, H, Cheng Li Dong, Lalitha V, Oliver C.M., Daniel McKinney, Mohammed Hashem, “Integration of Geochemical, Mud Gas, and Downhole-Fluid Analysis for the Assessment of Compositional Gading – Case Studies”, paper SPE 109684, presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition held in Anaheim, California, U.S.A, 11-14 November 2007 Stefan Menger, “Borehole NMR : Different problems – different solutions”, Haliburton, http://www.liaghannover.de/fileadmin/user_upload/dokumente/ FKPE/7.workshop/FKPE2003_Menger.pdf Fraser Golf, J Archuleta, et.al., “Downhole Fluid Sampling at the SSSDP California State 2-14 Well Salton Sea, California”, Los Alamos National Laboratory, New mexico, USA. Adriaan Gisolf,”Real Time Integration of reservoir Modeling and formation Testing”, Schlumberger, Norway, 2010. Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment Penentuan Tekanan Penutupan Rekahan Pada Saat Kalibrasi Sudjati Rachmat(1), Mochammad Abdul Hadi(1)(2) (1) Petroleum Engineering, Institute of Technology Bandung, Bandung 40132, Indonesia (2) Conocophillips Indonesia Inc. Ltd., Jakarta, Indonesia Abstract In order to get an efficient pumping operation and optimum frackpack, a fracture calibration treatment is performed to confirm the fracturing parameter such as fracture closure pressure and fluid efficiency. Previous calibration treatment was complicated by the inability to correctly characterize calibration test for estimating fracture closure pressure or fluid leak off and corresponding fluid efficiency value. The presence of non-ideal fracture behavior such as pressure dependent leak off further compounded the difficulties in analyzing calibration treatment pressure. Consequently the pumping job was screened out prematurely or the frac fluid volume was too excessive which causes higher completion skin. The alternative method to identify the fracture closure pressure has been developed. The method involves several diagnostic plots such as square-root of time plot, G-function plot and its derivative and also G dP/dG plot. The protocol of fracture closure identification is created to avoid misinterpretation. Case study for implementing the protocol is provided by fracture calibration treatment of frackpack completion in DW field. Eight cases from 6 subsea wells in DW field are analyzed. The fracture calibration treatment is performed with Step Rate Test and minifrac. Evaluation on each diagnostic plot is made to identify fracture closure and determine fluid efficiency. The proposed method successfully identifies the fracture closure on all eight cases. The closure pressure resulted has good agreement between each other. The result is also consistent with the existing closure pressure data. The non-ideal fracture behavior such as pressure dependent leak-off (PDL) is successfully identified and no misinterpretation occurred. The database is constructed from eight cases for future reference for subsequent fracturing job. Keywords: fracture closure pressure, fracture calibration treatment, square-root of time plot, G-function plot, G dP/ dG plot, step rate test, mini-frac, non-ideal behavior. Abstrak Dalam rangka untuk mendapatkan operasi pemompaan yang efisien dan operasi frackpack yang optimal, kalibrasi perekahan perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi pengaruh parameter rekah seperti tekanan penutupan rekahan dan efisiensi fluida. Kalibrasi sebelumnya sangat rumit karena ketidakmampuan untuk menentukan uji kalibrasi yang baik untuk memperkirakan tekanan penutupan fraktur atau menentukan kebocoran cairan/leak off yang sesuai dengan nilai efisiensi fluida. Perilaku rekahan yang tidak ideal seperti terjadinya kebocoran akan menyebabkan berbagai kesulitan untuk membuat analisis tekanan perekahan.. Akibatnya akan terjadi screen out yang prematur atau volume cairan perekah yang terlalu berlebihan, yang menyebabkan kerusakan formasi komplesi yang lebih besar. Metode alternatif untuk mengidentifikasi tekanan penutupan rekahan telah dikembangkan. Metode ini melibatkan beberapa bidang diagnostik seperti akar kuadrat plot waktu, plot fungsi G dan plot derivatif dan juga G dP / dG nya. Identifikasi penutupan rekahan dibuat untuk menghindarkan kesalahan penafsiran. Studi kasus untuk menerapkan protokol ditentukan oleh kalibrasi perekahan setelah selesai operasi frackpack di lapangan DW. Delapan kasus dari 6 sumur di bawah permukaan air laut (subsea) di lapangan DW dianalisis. Kalibrasi rekahan dilakukan dengan Step Rate Test dan mini-frac. Evaluasi setiap plot diagnostik dibuat untuk mengidentifikasi penutupan fraktur dan menentukan efisiensi fluida. Metode yang diusulkan berhasil mengidentifikasi penutupan rekahan dari delapan kasus yang ada. Penentuan tekanan penutupan memperoleh hasil perhitungan yang baik. Hasil yang diperoleh juga sesuai dengan data tekanan penutupan yang ada. Perilaku rekahan yang tidak ideal seperti pressure dependent leak-off (PDL) berhasil diidentifikasi dan tidak terdapat kesalahan penafsiran yang terjadi. Basis Data yang diperoleh dari delapan kasus ini bisa dipergunakan sebagai referensi untuk pelaksanaan perekahan berikutnya di masa mendatang. Kata Kunci: fracture closure pressure, fracture calibration treatment, square-root of time plot, G-function plot, G dP/dG plot, step rate test, mini-frac, non-ideal behavior 118 119 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 Introduction Field Overview Frackpack completion was applied in an offshore field in Indonesia due to the producing zone contains high permeability unconsolidated formation which is susceptible to sand production. The purpose of applying frackpack is to consolidate the formation and bypassing near-wellbore damage to provide better connectivity with reservoir. In order to get efficient pumping operation and most optimum frackpack, the fracture calibration treatment was performed to confirm the fracturing parameter such as fracture closure pressure and fluid efficiency. Previous calibration treatment was complicated by the inability to correctly characterize calibration test for estimating fracture closure pressure or fluid leak off and corresponding fluid efficiency value. The presence of non-ideal fracture behavior such as pressure dependent leakoff further compounded the difficulties in analyzing calibration treatment pressure. Consequently the pumping job was screened out prematurely or the frac fluid volume was too excessive which causes higher completion skin. Currently there is no appropriate method used to evaluate fracture closure which cause misinterpretation of fracture closure event. Lack of fracture closure pressure data from previous treatment in such field cause the fracture closure pressure evaluation is difficult to be validated, because no reference can be used. This paper discusses the alternative method to interpret the fracture closure pressure and then apply the method for DW field frackpack completion. A fracture closure pressure database base on the formation is also generated as reference for future hydraulic fracturing or frackpack design. The outcome from this research can be used as fracture closure database as reference for future treatment analysis. By having good approximation of fracture closure pressure and fluid efficiency, the most optimum pumping schedule or job design can be achieved thus it can minimize premature wellbore screen out event or excessive volume of frac fluid. DW field is shallow & low-pressure gas field. The reservoir is dry gas reservoir with vertical gas pay thickness of approximately 140 ft which is distributed into 4 main producing zones (multizone) vertically. The producing zones are located between 2300 and 4000 ftTVDSS depth. The reservoir pressure is 1000 psig at the shallowest depth to 1700 psig at the deepest depth with normal pressure gradient. The reservoir is sandstone reservoir with permeability varied between 7 to 400 mD and porosity varied between 0.20 to 0.28 values. Table 1 below shows the summary of individual reservoir properties of each zone. Table 1. DW Reservoir Properties. DW field is developed as subsea field which total of 7 producing wells which is expected to produce gas up to 150 MMscfd. The gas from all subsea wells in DW field is delivered to the existing platform in nearby field. Figure 1 below shows the layout of all subsea wells. Figure 1. Layout of DW Field Subsea Wells. Rock mechanical properties and reservoir data of DW field was used to model formation failure under various wellbore conditions such as production rate and drawdown and determine the sanding potential. The result is that the major interval is very weak which may lead to sand production and it will be more severe as Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) the reservoir pressure depletes. Moreover high variety of particle size and permeability over the interval is observed. Then cased-hole frackpack was chosen as the sand control completion. This technique separates each producing interval or zone so it allow the frackpack treatment to be performed on individual zone basis instead of perform the treatment commingly. The goal of frackpack completion for DW field is to: • Ensure the casing-screen annulus is packed with high-perm proppant as the primary sand control • Achieve high near-wellbore conductivity for the flowpath from reservoir into the well by bypassing near-wellbore damage • Placing high-perm proppant in perforation tunnel All wells are designed for flowing high-rate gas well so this lead to the need of high density perforation using TCP (Tubing Conveyed Perforation) gun with big hole charges in order to mitigate flow convergence and non-Darcy pressure losses associated with high-velocity gas flow. The TCP gun used in this completion type is 7” gun with 14spf 138deg phase, with 56.5 gram charges, with average entrance hole diameter (EHD) of 1.1 inch. Figure 2 below shows the typical well schematic which consists of 4 zones treated individually. 120 Table 2. Detail Specification of Screen and Proppant. Frac fluid used for frackpack treatment in DW field is VES (Visco-Elastic Surfactant) fluid. VES has unique rheological characteristic when it has adequate viscosity at low temperature but it fades out as the temperature continue to increase. Figure 3 below shows VES rheological plot at various temperatures. Figure 3. Rheological Plot at Various Temperatures. 5 Frackpack treatment is complex job which involve multidisciplinary parties. It requires extensive adequate engineering planning such as gathering log and formation data, simulation in software, laboratory testing, and equipment preparation. The preliminary job design is created based on the available log and formation data. The Mechanical Earth Model (MEM) is created and stress is calculated. However the stress needs to be calibrated, and also some well doesn’t have core data so the Young Modulus need to be calibrated also. All this parameter will be calibrated during fracture calibration treatment. Figure 2. Typical Well Schematic. So the objective of calibration treatment is to calibrate the model including stress and then reScreen and proppant is combined together simulate it in order to get optimum job design to provide sand exclusion system in frackpack and generate the optimum treatment pumping completion. The detail specification of the schedule. Figure 4 below shows the process of screen and proppant used in DW field frackpack calibration treatment which result the treatment completion is summarized in the Table 2 below. pumping schedule. 121 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 Literatures Overview 1. Analysis during Fracture Closure Basic decline analysis is initially presented by Nolte (1979). Fracture behavior during shut-in and prior to closure is governed by the fluid-loss characteristics and the materialbalance relation. A mathematical description of the pressure during the fracture closing period can be developed by also incorporating the fracture compliance relation. Compliance term is used for solid materials which is analogous to the compressibility used for fluid systems. These two relations and fluid loss are combined to develop the specialized G-function, which describes the pressure response during shut-in. G-function represent elapsed time after shut-in normalized to duration of fracture extension. G-function is shown in the equation 1 to equation 3 below. ................................. (1) ...... (2) ................................. (3) Where ∆tD is the ratio of the shut-in time to the pumping time, ∆tD = ∆t / tp The fluid efficiency also can be obtained from dimensionless closure time which is constructed from G-function plot with the equation 4 below. ................................................ (4) 2. Closure Pressure Diagnostic Plots 2.1 Horner Plot The pressure is plotted with BottomHole pressure as the Y-axis on a linear scale, and Horner time Figure 4. Calibration Treatment Proses. , as the X-axis on a logarithmic scale. The example of Horner plot of pressure decline is shown in Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) 122 figure 5 below. If a semi-log straight-line is starting to develop as shown in figure 5 below, and if this line extrapolates to a reasonable value for reservoir pressure, then pseudo-radial flow may be affecting the pressure decline behavior. In order for this pseudo-radial flow effect to start developing, the fracture must already be closed, thus the pressure data falling on the semi-log straight line is excluded from the closure stress analysis. 2.2 Log-log plots of Semilog Derivative A log-log plot of the semilog derivative is used to evaluate characteristic slopes that indicate the pressure response which is being strongly influenced by various flow regimes. This plot considers the difference from the shut-in pressure and the pressure derivative, plotted against the time since shut-in (∆tshut-in) both on a logarithmic scale. This plot can be used to identify closure pressure by investigating linear flow through the fracture after shut-in. Positive trending slopes occur during the fracture closure period. The positive unit slope is characteristic of wellbore or fracture storage, possibly indicating that a closing secondary fracture set is supplying fluid to the primary fracture. Fracture height recession and closing transverse fractures is two potential fracture storage mechanisms. The positive ½ slope trend is indicative of linear flow and suggests the presence of an open fracture. A departure from the positive ½ slope suggests the fracture has closed. Negative trending slopes occur during the afterclosure period and verify that hydraulic fracture closure has occurred. The negative ½ slope and unit slope trends are characteristic of pseudolinear and pseudo-radial flow, respectively. Figure 5 below shows the example of log-log plots of semilog derivative which is conducted in a low permeability reservoir which shows the semilog derivative (red line) and pressure change (ISIP) which measured wellbore/ sand-face pressure (blue line) versus time. Figure 5. Log-log Plots of Semilog Derivative 6 non-wall building fluids are used. With field data, closure can be approximated by the intersection of the two straight lines. Square root of total time is used to magnify slope changes. A change in slope indicates a drastic change in the linear flow behavior which also indicates fracture closure. Figure 6 below shows the square-root of time plots for fracture closure identification. 2.4 G-Function & G dP/dG Derivative plot G-function plots are used for the identification of fracture closure and fracture complexity. The pressure is plotted with bottomhole pressure as the Y-axis and G-function (Eq.14) as the X-axis both on a linear scale. The G dP/dG derivative plot is used together with G-function plot to determine fracture closure pressure and to identify any non-ideal behavior. This plot considers the pressure difference against G-function difference, plotted against the G-function time both on a linear scale. Figure 7 below shows the both G-function and G dP/dG derivative plots for fracture closure identification. 2.3 Square Root of Time plot Square-root of time plot illustrates the pressure during decline versus the square root of pumping time plus shut-in time. This plot proves to be a more accurate analysis for closure when Figure 6. Square-Root of Time Plot 2 123 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 Figure 7. G-function and G dP/dG Derivative Plot 6 Figure 8 above shows the step-rate test result fracture extension of 3440 psi. The gel mini-frac pressure decline (square-root of time plot) shows possible closure event at 3530 and 3220 psi. However the extension pressure at 3440 psi confirms the 3220 psi as closure pressure. And the 3530 psi indicates the end of height recession. Figure-9 shows the G dP/dG curve falling below the final decline line is fairly unique indication of fracture height recession. This case also shows that the fracture extension pressure from StepRate test confirms the correct closure pressure. Using guidelines introduced by Barree et.al (2007), fracture closure is indicated by the break-off from the origin-rooted tangent line in the derivartive (G dP/dG) plot and the stable declining trend from the plateau region in the primary derivative (dP/dG) plot. Since during this straight line decline the derivative dP/dG is constant, then the function G dP/dG is also a straight line. This line will originate at the origin and increases as “G” increases. However at the first deviation from linearity on the “G” plot, the G dP/dG function deviates sharply from linearity, thus giving a much more identifiable indicator for fracture closure. 3. Non-Ideal Behavior 3.1 Fracture Height Recession This is case where the fracture length which is initially confined until near the end of pumping the net pressure increases to a level where significant height growth occurred into “zero” fluid loss shale, and at that point, the pumping stops and the fracture in shale close first prior main pay interval fracture closes. Figure 8 and figure 9 below shows the Step-Rate test (SRT) result and G dP/dG plot of the fracture height recession case respectively. Figure 8. SRT of Height Recession Case 2 Figure 9. G dP/dG of Height Recession Case 2 3.2 Pressure Dependent Leak-Off (PDL) This is case where the fluid loss rate changes as pressure decline. Commonly PDL is only apparent when there is a substantial stress dependent permeability in a composite dualpermeability reservoir. An example of PDL is shown in figure-10 below. In this case, step-rate test is conducted prior to gel mini-frac and shows fracture extension pressure of 7325 psi. This suggests fracture closure pressure in the range of 7100 to 7200 psi. Then the pressure decline after cross-link gel mini-frac is plotted versus squareroot of time and “G” plot. Both analysis plots identify possible closure at 7250 psi. The G dP/ dG plot shows an initial “hump” with the G dP/ dG curve lying above the straight line. Closure is then identified at G = 9.2 at a pressure of 7260 psi. The end of PDL is then identified where the G dP/ dG curve begins ideal, straight line behavior at about G = 7 at a pressure of 7360 psi. However this analysis is not unique. Without step-rate test Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) 124 result the G dP/dG plot could be analyzed with of each zone are shown in figure 12. closure pressure at 7530 psi as seen in the bottom right-hand plot. This example also shows the importance of step-rate test to be taken prior to gel mini-frac. Figure 10. Example of PDL Case 2 Data Processing And Analysis 1. Proposed Decline Analysis Method 4 The proposed method used in this Figure 11. Method of Closure Determination research came from evaluation method presented by Barree et.al (SPE 107877). The other consideration which is taken is that the Step-Rate Test must be done prior to Mini-Frac in order to determine fracture extension pressure as an upper limit of closure pressure. And then Mini-Frac is done and pressure decline is monitored, and shut in pressure is evaluated. The complete proposed method for this research is summarized in figure 11. 2. Case Study Well-E (Zone-2) Figure 12. Well-E Perforation Interval Properties 12 2.1 Zone-2 Step-Rate Test (SRT) Well-E consists of 2 zones, zone-1 and zone-2. Each zone will be evaluated individually. SRT was performed by injecting KCl Only zone-2 will be discussed in this paper. The brine 8.6 ppg up to 20 bpm. SRT data & analysis is perforation interval and the reservoir properties shown in figure 13 below, which the upper figure 125 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 is the plot of pumping rate versus bottomhole pressure decline versus time. Each analysis plot pressure, and bottom figure is the analysis plot. is shown in figure 15 thru figure 20. Figure 15. Well-E Zone-2 Horner Plot. Figure 13. Well-E Zone-2 SRT and Analysis. 2.2 Zone-2 Mini-Frac Figure 16. Well-E Zone-2 Semilog Derivative. Mini Frac is performed by pumping VES fluid with total of 6,286 US gallons (150 bbls) at rate of 22 bpm. Figure 14 below shows the plot of Figure 17. Well-E Zone-2 G dP/dG Derivative Plot Figure 14. Well-E Zone-2 SRT and Analysis. Base on the analysis plots above, the closure pressure obtained from all derivative plot is close each other, and the value is in between fracture extension pressure and pseudo-radial Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) pressure. The fluid efficiency obtained from dimensionless closure time from all derivative plots has good agreement between them, but it is on the G-function method, the fluid efficiency obtained from dP* and Ps is way off than dimensionless closure time. Besides that, all dimensionless closure time based efficiency is slightly higher compare with curve matching method. All derivative plots show no non-ideal behavior observed. 126 3. Case Study Well-F’ (Zone-2) Well-F’ consists of one zone only which will be analyzed, which is zone-2. The perforation interval and the reservoir properties of each zone are shown in figure 21. Figure 21. Well-F’ Perforation Interval Properties. 3.1 Zone-2 Step-Rate Test (SRT) Figure 18. Well-E Zone-2 G-function Plot. SRT was performed by injecting KCl brine 8.6 ppg up to 20 bpm. SRT data & analysis is shown in figure-22 below, where the upper figure is the plot of pumping rate versus bottomhole pressure, and bottom figure is the analysis plot. Figure 19. Well-E Zone-2 Square-root of Time Plot. Figure 20. Well-E Zone-2 Fluid Efficiency Summary Figure 22. Well-F’ Zone-2 SRT and Analysis. 127 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 3.2 Zone-2 Mini-Frac Mini Frac is performed by pumping VES fluid with total of 10,550 US gallons (251 bbls) at rate of 32 bpm. Figure 23 below shows the plot of pressure decline versus time. Each analysis plot is shown in figures 24 thru -29. Figure 26. Well-F’ Zone-2 G dP/dG Derivative Plot. Figure 23. Well-F’ Zone-2 SRT and Analysis. Figure 27. Well-F’ Zone-2 G-function Plot. Figure 24. Well-F’ Zone-2 Horner Plot. Figure 28. Well-F’ Zone-2 Square-root of Time Plot. Figure 25. Well-F’ Zone-2 Semilog Derivative. Figure 29. Well-F’ Zone-2 Fluid Efficiency Summary. Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) 128 Based on the analysis plots above, the closure pressure obtained from all derivative plot is close to each other, and the value is in between fracture extension pressure and pseudo-radial pressure. The fluid efficiency obtained from dimensionless closure time from all derivative plots and also compare with curve matching method has good agreement. The G dP/dG plot shows an initial “hump” which indicates PDL behavior, as well as square-root of time plot and G-function plot, both plots shows obvious PDL type phenomenon. the closure time on G dP/dG doesn’t allow picking in closer G-time interval. However this difference will not give significant impact on the fracture geometry simulation to obtain final pump schedule. This particular attention need to be addressed also into the estimated closure pressure obtained from step-rate test. Most of estimated closure pressure from SRT is much higher than the diagnostic plots. This is because of the different fluid was used during SRT and mini-frac. SRT uses KCl brine while mini-frac uses VES gel as the actual frac fluid. This difference will result 4. Discussion and Analysis difference in fracture geometry and fluid leakoff. However SRT result the fracture extension Total of 8 zones was analyzed from pressure (Pext) which successfully indicate the 6 wells however only 2 zones (2 wells) was upper bound of closure pressure which assists the included in this paper. The remaining 6 zones (4 diagnostic plot for picking closure pressure. wells) were attached in the appendix in table A-1. However the final value of closure pressure and 4.2 Non-Ideal Behavior Identification fluid efficiency of each zone is summarized in table 2 below. There is some non-ideal behavior observed during fracture closure identification. Well-E zone-1 shows a late “hump” on G dP/ dG plot, which indicates PDL behavior. Squareroot of time plot also shows this phenomenon. Well-F’ zone-2 also shows an initial “hump” which indicates PDL behavior, as well as squareroot of time plot and G-function plot, both plots shows obvious PDL type phenomenon. However even the non-ideal behavior observed, the closure pressure can be picked with good agreement among all diagnostic plots which indicate nomisinterpretation occurred. Table 2. Summary of Closure Pressure all zones. 4.1 Closure Pressure Identification Refer to appendix table A-1 that all diagnostic plots indicate fracture closure pressure. All diagnostic plots have good agreement of closure pressure with close pressure number. Particular attention for well D, where the closure pressure obtained from G dP/dG plot, which is 1307 psi, has significant difference with G-function plot, which is 1398 psi, and also has significant difference with square-root of shut in time plot, which is 1389 psi. This is because the graphical method of analyzing and picking 4.3 Closure Time and Fluid Efficiency Refer to appendix table A-1 that all diagnostic plots have good agreement of fluid efficiency. This is because all diagnostic plots have good agreement of picking closure pressure, which also determine the closure time. The efficiency is derived from dimensionless closure time. Beside that the dimensionless closure time derived efficiency has also good agreement with efficiency obtained from type curve matching. The particular attention need to be addressed for well C, the efficiency obtained from G dP/dG plot, which is 7%, is far away below G-function plot, which is 42% and 129 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 46%, and also far away below square-root of the nearby field data. shut in time plot, 44%. The type curve match efficiency also gives 45%. This because the graphical method of picking the closure time on G dP/dG doesn’t allow of picking in closer G-time interval, so it give ambiguous closure time which result significant different of closure time. The detail analysis of this is explained in appendix A. However by having several efficiencies from different diagnostic plot and also from different method (type curve match) could assist QA/QC of the efficiency . The accuracy of fluid efficiency is important because it will be used to calculate pad volume Figure 30. Closure Pressure vs Nearby Field Data. and generate pumping schedule. There are two zones used in this research among the 6 wells, zone-1 and zone4.4 Closure Pressure Database and Consistency 2, where the zone-1 is shallower than zone-2 and can be found only in well-D, well-E and A database of closure pressure from well-F. Figure-31 below shows the closure all 8 zones can be created for future reference pressure plot base on zones category. It is of fracturing job by plotting closure pressure shown that zone-2 which is deeper, has higher on the Y axis and mid-perforation depth in ft- closure pressure than zone-1. TVDKB on the X axis. This database can be shown in figure 29 below. Figure 29. Closure Pressure vs Mid-perforation Depth. Figure 31. Closure Pressure Zone-1 and Zone-2 only. All closure pressure data from all 8 zones falls under the linear y = 0.6663x – 248.23 line. It shows that all closure pressure data is consistent which indicate the proposed method of fracture closure identification is appropriate. Beside that the closure data is overlaid on the closure pressure data from nearby field and it shows that the closure pressure is also close with nearby field data which means the closure pressure estimate is close. It indicates the proposed method for closure pressure identification work well. Figure 30 below shows the closure pressure of 8 zones overlaid Analysis can be done also by comparing zone-1 and zone-2 against zone-3 and zone4 closure pressure from 7 wells in DW field to evaluate the consistency of the proposed diagnostic method. Beside that the comparison also can be done against zone-1 and zone-2 analyzed by other party (service contractor) with different method. The comparison can be shown in figure 32. This figure shows that closure pressure of zone-1 and zone-2 analyzed by proposed diagnostic method has good agreement with analysis by other party, and also it is consistent with zone-3 and zone-4 which follows the same gradient. Fracture Closure Pressure Identification During Calibration Treatment (Sudjati Rachmat dan Mochammad Abdul Hadi) 130 closure pressure of nearby field, consistent with gradient of zone-3 and zone-4 and also has good agreement with closure pressure analyzed by other party. 2. Recommendations Figure 32. Closure Pressure all Zones. Conclusions and Recommendations 1. Conclusions Some recommendations can be made from this research, which are summarized below. 1. The number of sample or well as the case study need to be increased to evaluate the consistency of this proposed method. 2. A limited number of non-ideal behavior is observed. Only two PDL cases are observed. This proposed method need to be evaluated with wide variety of reservoir properties such as permeability and Young Modulus (E). 3. This proposed method need to be evaluated for very low permeability formation and different properties of frac fluid such as wall building fluid in order to evaluate its consistency and its ability to identify other non-ideal behavior. Some conclusions can be obtained from this research, which are summarized below. 1. The proposed method of closure pressure identification by diagnostic plots successfully indicates fracture closure pressure. All diagnostic plots have good agreement of closure pressure and fluid efficiency. 2. Final closure pressure and fluid efficiency of References each zone obtained using the proposed method is summarized in the table 3 below. Table 3. Summary of Closure Pressure all zones. 3. Non-ideal can be identified by proposed method and the closure pressure can be picked with good agreement among all diagnostic plots which indicate no-misinterpretation occurred. PDL behavior is successfully identified by diagnostic plot on well-E zone-1 and well-F’ zone-2. 4. Fracture closure pressure obtained by proposed method also has consistency with Economides, Michael J., and Kenneth G. Nolte. (1989) : Reservoir Stimulation, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Smith, Michael B. (2012) : Fracture Pressure Analysis Training Module, NSI Technologies, Inc., Tulsa, OK 74136. Nolte, Kenneth G. (1979) : Determination of Fracture Parameters from Fracturing Pressure Decline, paper SPE 3841, presented at the Annual Technical Conference and Exhibition, Las Vegas, NV. Barree, R.D., V.L. Barree, Barree&Assocs. LLC, and D.P. Craig. (2007) : Holistic Fracture Diagnostic, paper SPE 107877, presented at the 2007 SPE Rocky Mountain Oil & Gas Technology Symposium held in Denver, Colorado. Pandey, Vibhas J., Robert C. Burton and Manabu Nozaki. (2014) : Evolution of Frack-pack Design and Completion Procedures for High Permeability Gas Wells in Subsea Service, paper SPE 168636, presented at the SPE Hydraulic Fracturing Technology Coneference held in The Woodlands, Texas. Cramer, Dave and Dung Nguyen. (2012) : Hydraulic Fracture Injection / Pressure Fall-off Testing Basics, ConocoPhillips Company, Houston, Texas. JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 118-131 131 Table A-1. Summary of Closure Pressure of All Wells. APPENDIXES Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development Online Quick Looked POD To Foster The Approval Process Of A Plan Of Development Tutuka Ariadji, Rian Maryudi Petroleum Engineering, Institute of Technology Bandung, Bandung 40132, Indonesia Abstrak Metode Quick Looked POD dibangun untuk mempermudah proses persetujuan POD dengan cara memberikan skor pada data-data yang digunakan dalam pembuatan POD, kemudian dari skor yang telah didapat dilakukan pembagian kelas menggunakan simulasi Monte Carlo. Klasifikasi tersebut mengindikasikan tingkat kesiapan dokumen POD untuk disampaikan guna mendapatkan persetujuan. Studi pertama dilakukan dengan cara mengembangkan metode perhitungan cepat berdasarkan parameter data statik (Rommy, 2011) dan data dinamik (Rinno, 2011). Studi kedua dikembangkan dengan menambahkan parameter berupa komersialitas sehingga didapat matriks kelayakan POD (Ramadhan, 2012). Studi ketiga dikembangkan dengan menambahkan parameter kinerja lapangan (Doniberatus, 2013). Dalam tulisan ini, tabel Quick Looked POD diambil dari tulisan yang telah dibuat sebelumnya dan dijadikan referensi untuk melakukan penilaian dari suatu POD. Tulisan ini mengembangkan lebih lanjut dengan memvalidasi menggunakan data lapangan sebenarnya dan mengembangkan ke dalam bentuk website sehingga dapat diterapkan berbasis online. Hasil penilitian ini diberi nama Online Quick Looked POD yang akan lebih mempermudah proses penilaian dan persetujuan POD secara online. Kata Kunci: POD, Quick Looked POD, Monte Carlo, Online Quick Looked POD. Abstrak Quick Looked POD is built to makes POD approval process easier by giving score to data which use to create POD, then from score that have been obtained is conducted class division using Monte Carlo Simulation. The classification indicates the level of preparedness of documents POD to submitted for approval. First study was done by developed quick count method based on static data parameter (Rommy, 2011) and dynamic data parameter (Rinno, 2011). Second study was developed by adding commerciality parameter thus obtained feasibility matrix of POD (Ramadhan, 2012). Third study is developed by adding field performance parameter (Doniberatus, 2013). In this paper, Quick Looked POD’s table is taken from previous paper and become reference to do POD valuation. This paper further develops by validate using real field data and develops into the form of website so it can be applied online. The result of this study is named Online Quick Looked POD which make valuation easier and POD approval online. Keyword: POD, Quick Looked POD, Monte Carlo, Online Quick Looked POD. 1. Pendahuluan Perencanaan Pengembangan (Plan of Development, POD) merupakan suatu rencana pengembangan lapangan minyak dan gas (migas) yang bertujuan untuk menambah nilai perolehan hidrokarbon dengan memperhatikan aspek teknis, ekonomi, serta kesehatan dan keselamatan kerja. Setelah itu SKK Migas melakukan penilaian kepada POD yang telah dibentuk dan membutuhkan waktu 1 tahun tanpa adanya halangan. Waktu penilaian yang lama membuat data yang digunakan saat studi menjadi kadaluarsa. Studi pertama dilakukan dengan cara mengembangkan metode perhitungan cepat (quick count) berdasarkan parameter data statik (data litologi, dan lain-lain) yang dimiliki (Rommy, 2011). Setelah itu ditambahkan parameter data dinamik (data produksi, dan lain-lain) pada Quick Looked POD (Rinno, 2011). 132 133 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Studi kedua dikembangkan dengan cara menambahkan parameter berupa komersialitas (fasilitas permukaan, HSE, dan keekonomian) sehingga didapatkan matriks kelayakan POD dengan komersialitas (Ramadhan, 2012). Studi ketiga dikembangkan dengan cara menambahkan parameter kinerja lapangan (faktor perolehan, withdrawal rate, dan faktor risiko) untuk melihat kelayakan POD (Doniberatus, 2013). Studi keempat berupa implementasi Quick Looked POD secara terintegrasi pada lapangan hidrokarbon untuk validasi dan melakukan penilaian secara online melalui website Quick Looked POD. 1. Studi ini dibatasi untuk lapangan – lapangan yang berada di Indonesia. 2. Tidak memperhitungkan jenis mekanisme pendorongan reservoir. 3. Hanya untuk reservoir minyak. 4. Data yang digunakan pada parameter kinerja lapangan merupakan update terakhir sampai 2012 dan masih akurat sampai saat ini (Februari 2014) serta data tersebut berasal dari perusahaan yang bersangkutan. 5. Cekungan dengan nama yang identik mempunyai karakteristik reservoir yang hampir sama. 6. Belum termasuk tahap pengembangan tertiary recovery. 1.1 Rumusan Masalah 2. Metodologi Pengembangan Quick Looked POD telah dilakukan sebanyak tiga kali dan setiap studi menambahkan parameter-parameter yang penting dalam penilaian POD. Tabel Quick Looked POD dibuat untuk mempermudah seseorang untuk menilai POD. Implementasi Quick Looked POD perlu dilakukan untuk melihat apakah Quick Looked POD layak dipakai dalam menilai POD dari suatu lapangan dan melihat penilaian POD secara online melalui website Quick Looked POD. Quick Looked POD juga dapat digunakan untuk memvalidasi apakah lapangan tersebut layak untuk dilakukan POD atau tidak. Hasil validasi tersebut juga membantu seseorang melihat kelayakan suatu lapangan untuk dilakukan POD. Metodologi sebagai berikut: 1.2 Tujuan Studi ini bertujuan untuk memperbaiki dan memvalidasi tabel Quick Looked POD untuk mempermudah penilaian dengan metode Quick Looked POD. Implementasi metode Quick Looked POD dilakukan dengan cara mengisi tabel Quick Looked POD yang telah dibuat sebelumnya. Untuk lebih mempermudah pengisian tabel Quick Looked POD, maka dibuatlah website Quick Looked POD agar tabel dapat diisi secara online. 1.3 Asumsi yang digunakan adalah 2.1 Studi Literatur Studi literatur bertujuan untuk mempelajari tabel Quick Looked POD terdahulu serta memahami maksud dari tabel tersebut. Selain itu mempelajari juga metode-metode yang akan digunakan dalam pembuatan tabel Quick Looked POD seperti monte carlo, dan lain-lain. 2.2 Pengumpulan Data Lapangan “B” Data yang dibutuhkan dalam melakukan penilaian POD adalah data sebelum pengeboran (seismic, dan lain-lain), data ketika melakukan pengeboran (logging, dan lain-lain), data setelah pengeboran/saat produksi (komplesi, dan lainlain), data fasilitas produksi, HSE, dan ekonomi (komersial). Selanjutnya data tersebut dapat dibagi menjadi data di bawah permukaan, data di permukaan (fasilitas produksi, dan lain-lain), HSE, keekonomian, dan kinerja lapangan (faktor perolehan, dan lain-lain). 2.3 Pendefinisian dan Panduan Pengisian Tabel Quick Looked POD Pendefinisian dan panduan pengisian Asumsi yang digunakan pada Quick Looked POD sebagai berikut (Doniberatus, 2013): tabel dilakukan kembali untuk mencegah adanya Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) kesalahpahaman parameter yang dibutuhkan ketika mengisi tabel Quick Looked POD. Dengan adanya definisi dan panduan, diharapkan tidak ada lagi kesalahan ketika mengisi tabel Quick Looked POD. Panduan tersebut dilakukan secara umum, tetapi terdapat data yang panduannya secara khusus. Panduan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. 2.4 Pembuatan Online Quick Looked POD 134 dilakukan atau masih ada beberapa data yang harus ditambahkan. Hasil penilaian tersebut akan dianalisis dan dievaluasi lalu diberikan kesimpulan terbaik untuk POD Lapangan “B”. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengisian Data pada Online Quick Looked POD Online Quick Looked POD merupakan metode baru yang digunakan untuk memvalidasi apakah lapangan tersebut layak dilakukan POD. Cara pengisian tabel Quick Looked POD yaitu dengan memberikan skor pada tabel yang diberikan. Skor maksimum yang dapat diberikan adalah 4 dan skor minimum yang dapat diberikan adalah 1. Secara umum, skor 4 menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas data tersebut baik dan skor 1 menunjukkan data kualitas dan kuantitas kurang baik dan masih perlu ditambahkan. Masing-masing parameter telah diberikan panduan untuk mengisi tabel Quick Looked POD. Seperti contoh pada parameter kontak fluida, skor 1 diberikan ketika data yang digunakan tidak jelas, skor 2 diberikan ketika diketahui Lowest Known Oil (LKO) tetapi tidak bisa dikorelasikan dengan sumur lain, skor 3 diberikan ketika diketahui 2.5 Pengisian Tabel Quick Looked POD pada Lowest Known Oil (LKO) dan bisa dikorelasikan Lapangan “B” dengan sumur lain, dan skor 4 diberikan ketika terlihat jelas batas kontak dan bisa dikorelasikan Pengisian tabel dilakukan dengan cara dengan sumur lain. memberikan angka 1 – 4 dengan definisi secara umum angka 1 menunjukkan data yang dipunya 3.2 Pre-Drilling tidak baik/jelek secara kualitas dan kuantitas serta angka 4 menunjukkan data yang dipunya Pre-Drilling adalah bagian awal dari baik secara kualitas dan kuantitas. sektor upstream, di mana biasanya pada tahapan Pengisian tabel dilakukan oleh expertist ini ilmu yang terlibat adalah geologi dan yang artinya penilaian data dilakukan dengan geofisika. Tujuan dari Pre-Drilling adalah untuk expert judgement yang dibantu oleh panduan menentukan bentuk/struktur dan posisi reservoir khusus skoring sehingga skor yang diberikan akan serta menentukan perkiraan Original Oil in Place tetap berada pada koridor yang telah ditentukan (OOIP) dan/atau Original Gas in Place (OGIP). secara akurat dan memiliki tingkat justifikasi data Pre-Drilling merupakan salah satu bagian dari yang tinggi dan valid (Ramadhan, 2012). tahapan eksplorasi pada sektor upstream. Ilmu geofisika dipakai untuk menentukan 2.6 Evaluasi Lapangan bentuk/struktur dari reservoir dengan menggunakan seismik. Pada Quick Looked POD, Setelah pengisian tabel di website, maka seismik dinilai berdasarkan kualitas dan kuantitas secara otomatis website akan mengeluarkan dari waktu, kecepatan/impedansi, amplitudo, dan hasil penilaian apakah POD tersebut layak karakter dari seismik. Tujuan pembuatan website adalah untuk mempermudah seseorang dalam melakukan penilaian POD. Selain itu dengan website maka kedua belah pihak antara pengembang lapangan dengan SKK Migas tidak perlu bertemu untuk melakukan penilaian. Hal ini menguntungkan karena mempercepat waktu penilaian. Penilaian melalui website dilakukan dengan menggunakan simulasi monte carlo dan menggunakan 4000 bilangan acak (random number) untuk simulasi. Lalu 4000 data tersebut dilakukan distribusi segiempat sehingga dari data tersebut bisa dilihat bentuk distribusinya. Distribusi segiempat dilakukan pada simulasi monte carlo karena data hanya memiliki nilai maksimum (skor 4) dan nilai minimum (skor 1). 135 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Ilmu geologi ketika Pre-Drilling digunakan untuk melihat struktur geologi secara keseluruhan untuk daerah pada Lapangan “B” seperti lingkungan pengendapan, peta geologi pada daerah Lapangan “B”, dan lainnya. Pada Quick Looked POD, geologi saat Pre-Drilling dinilai berdasarkan regional daerah, lingkungan pengendapan, dan studi geologi untuk daerah tersebut. Jika regional dan lingkungan pengendapan telah diketahui, petroleum system dari Lapangan “B” juga bisa ditentukan. Pada Lapangan “B”, seismik dan geologi dapat menentukan depth markers dan struktur area. Berdasarkan expert judgment, depth markers dan struktur area yang didapat secara seismik dan geologi mendapat nilai/skor 3. Struktur area berdasarkan seismik mendapat nilai/skor 4 sedangkan struktur area berdasarkan ilmu geologi mendapat nilai/skor 3. Petroleum system berdasarkan ilmu geologi mendapat nilai/ skor 4 karena bisa menjelaskan dengan baik. 3.3 During Drilling During Drilling merupakan bagian dari sektor upstream yang berfungsi untuk menghubungkan bagian permukaan (surface) dengan bagian bawah permukaan (sub-surface). Pada tahapan ini, ilmu yang terlibat adalah ilmu pengeboran (drilling) dan logging, Ketika pengeboran (during drilling), data yang bisa didapat adalah data log, cutting, dan core. Data log dapat digunakan untuk menentukan depth markers dari reservoir, ketebalan reservoir, litologi, kontak antar-fluida, porositas, dan saturasi. Data tersebut dapat diambil dengan menggunakan berbagai macam log seperti log resistivitas, gamma ray log, dan lainnya. Data cutting dapat digunakan untuk menentukan litologi batuan dan indikasi adanya hidrokarbon. Indikasi hidrokarbon dapat dilihat dari fluorescence pada litologi. Fluorescence dapat dianalisa pada lab. Selain itu data litologi dapat digunakan untuk pengeboran selanjutnya. Data core dapat digunakan untuk menentukan derajat sementasi dan turtuosity dari batuan. Nilai saturasi air pada reservoir juga dapat dinilai dengan memakai Metode Archie, yaitu menentukan nilai saturasi air berdasarkan resistivitas air dan batuan pada reservoir. Analisis core bisa digunakan untuk Special Core Analysis (SCAL) dan mendapatkan data seperti permeabilitas relatif, tekanan kapiler, kebasahan batuan, mempelajari Enhanced Oil Recovery (EOR), dan corefloods. Pada Lapangan “B”, data log dapat digunakan untuk menentukan depth markers, faktor sementasi, ketebalan, litologi, Water/ Gas Oil Contacts, porositas, dan saturasi fluida. Berdasarkan expert judgment, depth marker dan litologi mendapat nilai/skor 4, faktor sementasi, ketebalan, dan saturasi mendapat nilai/skor 2, serta Water/Gas Oil Contacts dan porositas mendapat nilai/skor 3. Data core dapat digunakan untuk mendapatkan nilai porositas dan permeabilitas. Nilai/skor dari porositas dan permeabilitas adalah 4. 3.4 Post Development Post development adalah bagian pengembangan dari sektor upstream yang berfungsi untuk menjaga/meningkatan perolehan hidrokarbon dari suatu lapangan. Post development biasanya dilakukan ketika pengeboran telah selesai dan mulai memasuki fasa produksi. Terdapat beberapa hal yang dilakukan ketika memasuki fasa post development, yaitu well testing, well completion, well injection, sejarah, dan simulasi reservoir. Well testing berfungsi untuk mengetahui apakah reservoir tersebut dapat diproduksikan secara ekonomis. Secara engineering, ekonomis selain keuntungan berupa nilai permeabilitas yang tidak terlalu kecil, nilai skin yang tidak terlalu besar, dan radius investigasi yang cukup besar. Jenis well testing yang biasa dilakukan berupa pressure transient analysis (PTA) dan deliverability test untuk gas. Jenis dari deliverability test berupa backpressure test, isochronal test, dan modified isochronal test. Well completion adalah penyelesaian akhir sebuah sumur agar sumur tersebut bisa berproduksi dengan baik. Well completion berupa sistem engineering yang meliputi pengaturan casing produksi, penyemenan, perforasi, pemasangan tubing, penyelesaian akhir, dan membuat sumur dapat memproduksikan hidrokarbon (Wan Renpu, 2011). Simulasi reservoir adalah representatif dari reservoir hidrokarbon dengan membuat Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) model reservoir tersebut dan bertujuan untuk memprediksikan performa dari reservoir dan hasil tersebut dapat digunakan untuk mengambil keputusan (Sutopo, 2013). Pembuat model dan prediksi performa reservoir tidak terlepas dari 3 persamaan fundamental, yaitu Hukum Darcy, Pesamaan Material Balance, dan properti fluida (PVT atau EOS). Pada Lapangan “B”, data yang dipunya ketika post development data sejarah dan simulasi reservoir. Data sejarah pada Lapangan “B” meliputi data tekanan, laju alir, jenis fluida yang diproduksikan, serta nilai faktor perolehan. Data tekanan mendapat nilai/skor 3, data laju alir dan jenis fluida yang diproduksikan mendapat nilai/ skor 4, dan nilai faktor perolehan mendapat nilai/ skor 2. Untuk simulasi reservoir, model simulasi yang dibuat merepresentasikan bentuk dan struktur area sehingga mendapat nilai/skor 4. Nilai saturasi dan permeabilitas yang diinput sangat jelas sehingga mendapat nilai/skor 4. 3.5 Fasiilitas Permukaan (Surface Facilities) Fasilitas yang berada di permukaan berupa flowline, separator, dan stock tank. Fasilitas tersebut digunakan untuk mengalirkan fluida dari wellhead menuju storage tank. Sebelum masuk menuju stock tank, fluida harus diolah terlebih dahulu untuk memenuhi spesifikasi. Penilaian fasilitas permukaan difokuskan kepada optimasi desain dan kelengkapannya. Optimasi desain adalah melakukan optimasi pada fasilitas permukaan dengan menggunakan software. Salah satu contoh software yang digunakan adalah GAP. Kelengkapan dari fasilitas permukaan meliputi separator, fluid treating system (gas sweetening, hydrocyclone, gun barrels, dan sebagainya), dan storage tank. Pada Lapangan “B”, optimasi desain dan kelengkapan mendapatkan nilai/skor 2. 3.6 Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (Health, Safety, and Environment, HSE) Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (K3L, HSE) merupakan aspek penting yang harus ada dan kewajiban setiap komponen yang terlibat dalam K3S. Sesuai 136 dengan namanya, K3L difokuskan untuk memperhatikan keadaan pekerja yang terlibat serta dampak lingkungan yang terjadi. Penilaian HSE difokuskan kepada data dan prosedur pengolaan lingkungan serta health and safety. Pada Lapangan “B”, prosedur HSE tidak dicantumkan dalam POD sehingga tidak ada nilai/skor yang diberikan. 3.7 Data Keekonomian Keekonomian diartikan sebagai berapa harga yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh ketika memproduksikan hidrokarbon selama kontrak berlangsung. Analisis keekonomian merupakan salah satu bagian terpenting dari POD karena menyangkut keuntungan dari suatu perusahaan. Selain itu analisis keekonomian merupakan komponen terpenting ketika mengajukan POD kepada SKK Migas. Data keekonomian difokuskan kepada data dan prosedur evaluasi serta asumsi parameter evaluasi. Data dan prosedur evaluasi mencakup harga peralatan untuk produksi hidrokarbon dan banyaknya hidrokarbon yang diproduksikan. Asumsi parameter evaluasi mencakup asumsi harga minyak, discount factor, MARR, DMO, dan biaya operasi. Parameter-parameter tersebut bergantung terhadap kebijakan pemerintah saat itu. Pada Lapangan “B”, data dan prosedur evaluasi serta asumsi parameter evaluasi mendapatkan nilai/skor 4. 3.8 Evaluasi Kinerja Lapangan Evaluasi kinerja kerja merupakan analisis dari suatu perusahaan untuk melihat performa reservoir selama reservoir tersebut berproduksi. Evaluasi ini mencakup faktor perolehan, withdrawal rate, dan analisis faktor resiko. Faktor perolehan adalah rasio antara jumlah hidrokarbon yang diproduksikan dengan IOIP/IGIP. Nilai faktor perolehan yang layak untuk lapangan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 9 (Doniberatus, 2013). Withdrawal rate adalah rasio antara produksi hidrokarbon tahunan dengan cadangan yang berada di reservoir. Nilai withdrawal rate yang layak untuk dan lapangan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10 (Doniberatus, 2013). 137 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Faktor risiko yang dimaksud adalah risiko dari suatu pekerjaan yang bisa dikuantifikasikan, seperti properti fluida, data ketidakseragaman geologi, faktor perolehan, dan lainnya (Doniberatus, 2013). Pada Lapangan “B”, data withdrawal rate dan analisis faktor risiko tidak dapat dinilai karena data yang tidak ada. Berdasarkan Tabel 9, nilai/skor yang diberikan untuk faktor perolehan adalah 2. 3.9 Evaluasi Lapangan Setelah pengisian tabel Quick Looked POD Lapangan “B”, maka terbentuklah seperti Tabel 3. Data kuantifikasi Lapangan “B” dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6. Dari hasil analisa dan pengisian tabel Quick Looked POD, kita bisa menggunakan distribusi segiempat dengan menggunakan 4000 bilangan acak. Rumus distribusi segiempat bisa dilihat pada persamaan berikut (Sudjati Rachmat, 2001): Xf = XL + RN ( XH - XL ) ................................. (1) Dimana: Xf : Nilai “X” yang dicari. XL : Batas nilai “X” yang terkecil. XH : Batas nilai “X” yang terbesar. RN : Bilangan acak. Penggunaan distribusi segiempat bertujuan untuk melihat frekuensi relatif dan frekuensi kumulatif relatif berdasarkan selang nilai/skor yang diinginkan. Persebaran data tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Dengan menggunakan simulasi monte carlo, distribusi/persebaran data bisa dilihat cukup jelas dengan pembagian-pembagian kelas sebagai berikut: 1. Pembagian kelas berdasarkan nilai/skor tetap. 2. Pembagian kelas berdasarkan perubahan grafik persebaran data dengan simulasi monte carlo. Kelas pada nilai/skor tetap dibagi menjadi 4, yaitu: kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4. Kelas 1 merupakan kelas dengan data yang kurang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Kelas 2 merupakan kelas dengan kualitas data yang baik tetapi kuantitas data kurang mencukupi. Kelas 3 merupakan kelas dengan kuantitas data yang mencukupi tetapi kualitas data yang kurang baik. Kelas 4 merupakan kelas dengan kualitas dan kuantitas data yang baik. Kelas pada monte carlo dibagi menjadi 3, yaitu: kelas A, kelas B, dan kelas C. Kelas C menunjukkan bahwa POD yang diajukan belum layak dijalankan karena dari segi kualitas dan kuantitas data yang kurang baik. Kelas B menunjukkan bahwa POD layak dijalankan tetapi dibutuhkan data tambahan untuk menunjang pengambilan keputusan. Kelas A menunjukkan bahwa POD layak dijalankan karena dari segi kualitas dan kuantitas data sudah baik (Rommy, 2011). Dengan langkah-langkah yang telah disebutkan sebelumnya, maka grafik distribusi/ persebaran data dapat dlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Lapangan “B” memiliki data sebanyak 60 dan total nilai/skor sebesar 191. Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3, diketahui bahwa Lapangan “B” berada pada kelas 3 berdasarkan skor tetap dan kelas A berdasarkan monte carlo. Hal tersebut menunjukkan bahwa Lapangan “B” sudah layak untuk dikembangkan lebih lanjut karena data yang dimiliki cukup banyak dan rata-rata kualitas data Lapangan “B” cukup baik. Rata-rata kualitas data yang dimiliki dapat diperbaiki dengan cara menambahkan kuantitas data yang cukup tetapi dengan kualitas data yang baik. 4. Kesimpulan 1. Penggunaan metode Quick Looked POD mempermudah untuk menilai POD dengan melihat kuantitas dan kualitas data. 2. Pengisian tabel Quick Looked POD dengan cara memberikan nilai 1,2,3, dan 4. Nilai 4 berarti kualitas dan kuantitas data baik sedangkan nilai 1 berarti kualitas dan kuantitas data buruk. 3. Penilaian tabel Quick Looked POD menggunakan distribusi segiempat dan simulasi monte carlo. 4. Pembagian kelas pada Quick Looked POD berdasarkan nilai/skor tetap dan perubahan grafik distribusi/ persebaran data. 5. Lapangan “B” layak untuk dikembangkan lebih lanjut dan disarankan untuk menambah kuantitas dan kualitas data . Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) 5. Saran 1. Definisi dan kriteria penilaian dari tabel¬ Quick Looked POD harus diperbaharui sebanyak mungkin sesuai dengan kondisi dan keadaan saat itu. 2. Tabel Quick Looked POD bisa diperbaharui untuk memperkirakan kelayakan dari suatu lapangan ketika lapangan tersebut akan dilakukan tertiary recovery. 3. Untuk mencegah terjadinya kecurangan pada pengisian Tabel Quick Looked POD, pengisian tabel lebih dianjurkan dengan menggunakan artificial intelligent dengan mempertimbangkan definisi dan panduan pengisian Tabel Quick Looked POD. Referensi Abbas Askari, Amir; Behrouz, Turaj: A Fully Integrated Method for Dynamic Rock Type Characterization Development in One of Iranian Off-Shore Oil Reservoir, Research Institute of Petroleum Industry, Tehran, Iran: 2011. Ahmed,Tarek: Reservoir Engineering Handbook Third Edition, Gulf Professional Publishing: 2006. Amyx, J.W., Bass, D.M., and Whiting R.L., Petroleum Reseroir Engineering. McGrawHill, New York: 1960. Chapter 4 - Properties of Rock Material, 2009 (http:// lmrwww.epfl.ch/en/ensei/Rock_Mechanics/ ENS_080312_EN_JZ_Notes_Chapter_4.pdf, diakses tanggal 4 Februari 2014). Geologic Structures – Crustal Deformation, 2009 (http://courses.missouristate.edu/emantei/ creative/glg110/geostruct.html, diakses tanggal 4 Februari 2014). Glasbey, C. A.; G. W. Horgan and J. F. Darbyshire, Image analysis and three-dimensional modelling of pores in soil aggregates, Journal of Soil Science: 1991. Glover, Paul; Formation Evaluation MSc Course Notes Chapter2: Reservoir Fluid. Guéguen, Yves; Palciauskas, Victor, Introduction to the Physics of Rocks, Princeton University Press: 1994. Hamouda, Aly A., Karoussi, Omid: Effect of Temperature, Wettability and Relative Permeability on Oil Recovery from Oil-wet Chalk. Energies: 2008. 138 Hernansjah, Diktat Analisa Log Sumur, Teknik Perminyakan ITB: 2008 Imantoro, Doniberatus; Metode Quick Look POD dengan Parameter Evaluasi Kinerja Lapangan: Recovery Factor, Withdrawal Rate,dan Analisis Faktor Risiko, ITB: 2013. Lithology, Earthquake Glossary. US Geological Survey. Retrieved 29 October 2010. Mazani, M Rinno O., Usulan Percepatan Persetujuan Plan of Future Development (POD) Dengan Metode Quick POD. ITB: 2011 Oilvoice – Pressure Volume and Temperature Analysis, 2008, (http://www.oilvoice.com/ g l o s s a r y w o r d / P r e s s u r e _ Vo l u m e _ A n d _ Temperature_Analysis/5cde557.aspx#gsc. tab=0, diakses tanggal 4 Februari 2014). Permana, I Made Rommy, Klasifikasi Tingkat Kelayakan POD Dengan Metode Quick Look. ITB: 2011 Petrowiki - Water Saturation Determination, 2013, (http://petrowiki.org/Water_ saturation_determination#PouponLeveaux_.28Indonesia.29_model, diakses tanggal 8 Februari 2014). Rachmat, Sudjati: Simulasi Monte Carlo dan Analisis Resiko untuk Pengembangan Lapangan Minyak Bumi. IATMI: 2001. Ramadhan, Muhammad; Kuadran Kelayakan versus Komersialitas POD untuk Mempercepat Proses Persetujuan dengan Menggunakan Metode Quick Look POD, ITB: 2012. Renpu, Wan: Advanced Well Completion Engineering, Gulf Profesional Publishing: 2011. Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta. Schlumberger Oilfield Glossary – Oil Water Contact, 2014, (http://www.glossary.oilfield. slb.com/en/Terms/o/oil-water_contact.aspx, diakses tanggal 26 Februari 2014) Schlumberger Oilfield Glossary – Petroleum Systems Modeling, 2014, (http://www.glossary.oilfield. slb.com/en/Terms.aspx?LookIn=term%20 name&filter=petroleum%20system, dikases tanggal 26 Februari 2014). Schlumberger Oilfield Glossary – Reservoir Drive Mechanism, 2014, (http://www. g l o s s a r y. o i l f i e l d . s l b . c o m / e n / Te r m s . aspx?LookIn=term%20name&filter=reservoirdrive%20mechanisms, dikases tanggal 18 139 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Februari 2014). Standing, M. B.: Notes on Relative Permeability Relationship. Texas: 1975. U.S Environmetal Protection Agency - Environmental Geophysics, 2011, (http:// www.epa.gov/esd/cmb/GeophysicsWebsite/ pages/glossary.htm, diakses tanggal 5 Februari 2014). Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) Table 1. Definisi dari setiap parameter pada tabel Quick Looked POD 140 141 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) Table 2. Panduan skor untuk pengisian tabel Quick Looked POD Table 3. Tabel Quick Looked POD untuk Lapangan “B” 142 143 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Table 4. Analisa kuantitatif dan kualitatif Quick Looked POD untuk Lapangan “B” Table 5. Analisa kuantitatif dan kualitatif Quick Looked POD untuk Lapangan “B” (lanjutan) Table 6. Analisa kuantitatif dan kualitatif Quick Looked POD untuk Lapangan “B” (lanjutan) Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) Table 7. Frekuensi relatif dan frekuensi relatif kumulatif pada Lapangan “B” Table 8. Pembagian kelas Quick Looked POD untuk Lapangan “B” Table 9. Tabel nilai/skor faktor perolehan untuk lapangan di Indonesia (Doniberatus, 2013) Table 10. Tabel nilai/skor withdrawal rate untuk lapangan di Indonesia (Doniberatus, 2013) 144 145 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Gambar 1. Metodologi Penelitian. Gambar 2. Pembagian kelas berdasarkan skor tetap dengan menggunakan Microsoft Excel Gambar 3. Pembagian kelas berdasarkan Monte Carlo dengan menggunakan Microsoft Excel Gambar 4. Pembagian kelas berdasarkan skor tetap dengan menggunakan Online Quick Looked POD Gambar 5. Pembagian kelas berdasarkan Monte Carlo dengan menggunakan Online Quick Looked POD Gambar 6. Tampilan Online Quick Looked POD untuk bagian definisi dan panduan Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) Gambar 7. Tampilan Online Quick Looked POD untuk bagian tabel Gambar 8. Tampilan Online Quick Looked POD untuk bagian tabulasi data 146 147 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 LAMPIRAN Tabel L 1. Bilangan acak dan distribusi segiempat untuk Lapangan “B” Tabel L 2. Bilangan acak dan distribusi segiempat untuk Lapangan “B” (lanjutan) Online Quick Looked Plan Of Development Untuk Mempercepat Proses Persetujuan Plan Of Development (Tutuka Ariadji, Rian Maryudi) Tabel L 3. Bilangan acak dan distribusi segiempat untuk Lapangan “B” (lanjutan) 148 149 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 132-149 Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif A Comprehensive Optimization of Flare Gas Utilization Tutuka Ariadji, Pomto Jaya Petroleum Engineering, Institute of Technology Bandung, Bandung 40132, Indonesia Abstrak Gas Suar merupakan istilah untuk gas buangan sisa produksi yang dibakar ke udara karena kurangnya kapasitas fasilitas permukaan atau karena kelebihan pasokan. Konsiderasi yang menyebabkan gas hidrokarbon ini langsung dibakar ke udara adalah ketidakekonomisannya jika diproduksikan dengan pertimbangan fasilitasfasilitas permukaan yang perlu dipersiapkan untuk memproses gas tersebut. Dari sisi kontrak jual-beli gas suar sendiri, suplai gas suar hanya ditentukan sepihak dari penjual sehingga pemanfaatan gas suar ini semakin berisiko. Pada studi ini dibahas secara komprehensif dari segi teknik, bisnis, dan legal mengenai ekonomi dari penjualan gas suar yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh pihak pembeli. Dalam studi ini dilakukan optimasi terhadap penjualan gas suar dengan pertimbangan parameter keekonomian yaitu Net Present Value dan Internal Rate of Return. Tinjauan pertama untuk skenario optimasi tersebut adalah melakukan pendekatan terhadap prediksi kinerja reservoir dengan simulasi secara sederhana untuk menjadi pertimbangan dalam pengadaan kontrak. Kemudian tinjauan kedua dari aspek teknis yaitu optimasi terhadap kandungan pengotor pada gas suar yang dalam hal ini terdiri dari CO2 dan H2S, kemudian disusul dengan optimasi dari aspek bisnis dan legal dengan melakukan uji sensitivitas terhadap waktu kekosongan pasokan gas selama kontrak dan menghitung keuntungan maksimal untuk waktu kontrak minimal dari kasus-kasus tertentu. Hasil optimasi tinjauan pertama didapat model reservoir yang mendekati keadaan reservoir pada studi dengan nilai OOIP sebesar 16.732 MMSTB, porositas 17%, laju alir gas rata-rata selama waktu kontrak sebesar 1.99 MMSCFD. Kemudian dari uji sensitivitas terhadap kandungan zat pengotor menunjukkan untuk penambahan fasilitas treatment yang ekonomis, laju alir rata-rata minimal yang disarankan adalah 1.20 MMSCFD dengan kadar pengotor minimal 21.96%. Dari aspek bisnis dan legal sendiri didapat nilai-nilai batas waktu toleransi maksimal kekosongan pasokan gas untuk tiap laju alir pada kandungan kadar pengotor tertentu maupun dengan treatment, serta didapat nilai-nilai keuntungan maksimal dari skenario yang memenuhi kriteria IRR pada masa kontrak yang lebih singkat. Dengan memperhatikan faktor-faktor optimasi tersebut, prospek dari segmen pemanfaatan gas suar dapat dievaluasi dari berbagai segi secara komprehensif. Kata kunci: Gas Suar, Keekonomian, Kadar CO2 dan H2S, Laju Alir Gas Suar, Reservoir, Net Present Value, Internal Rate of Return Abstract Flare Gas is a production residual gas that directly flared into air because lack of surface facility or excessive gas production. The reason why this hydrocarbon gas being flared is because the economic factor which is unprofitable to produce gas, with the consideration of required surface facility to treat the gas. From the flare gas contract of sale itself, flare gas supply unilaterally determined only from the suppliers so that the utilization of flare gas is getting more risky. This study comprehensively discuss the economics of gas flare sales from the technic aspect, business aspect, and legal aspect which will be used as a source of energy by buyers. This study consist of optimization for flare gas sales by considering the economic parameters such as Net Present Value and Internal Rate of Return. First observation is conducting an approach to the reservoir performance prediction by simulation for the consideration in the procurement of contract. Then, the second observation for the optimization aspects are from the technical aspect which is represent by content of impurities in flare gas that consist of CO2 and H2S, followed by third observation for the optimization in business aspect by doing a sensitivity test to the absence of gas supply related to the problem of flare gas and calculating maximum profit of minimum contract time from the specific cases. 150 151 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 The first observation resulting the reservoir model that close to the reservoir condition in this study with value of 16.732 MMSTB for OOIP, 17% porosity, and average gas rate around 1.99 MMSCFD during contract period. Result from sensitivity test regarding to impurities content shows that for economical treatment facility procurement, minimum average rate of gas suggested is 1.20 MMSCFD with minimum impurities content 21.96%. From the business side obtained the values of maximum time limit of gas supply absence for every value of average gas rate and specific impurities content or with treatment, as well as the values of maximum profit from specific scenario that meet the IRR criteria on a shorter contract term. By considering such optimization factors, the prospect of flare gas utilization segment can be evaluated comprehensively. Keywords: Flare Gas, Economy, CO2 dan H2S content, Flare Gas Rate, Reservoir, Net Present Value, Internal Rate of Return 1. Pendahuluan teknik maupun bisnis, dihubungkan dengan nilai keuntungan yang direpresentasikan oleh nilai Net Gas Suar merupakan istilah untuk gas Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return buangan sisa produksi yang dibakar ke udara (IRR). karena kurangnya kapasitas fasilitas permukaan atau karena kelebihan pasokan. Konsiderasi 1.1 Studi Literatur yang menyebabkan gas hidrokarbon ini langsung dibakar ke udara adalah ketidakekonomisannya Pada Studi Literatur dijelaskan mengenai jika diproduksikan dengan pertimbangan fasilitas- indikator-indikator keuntungan yang digunakan fasilitas permukaan yang perlu dipersiapkan pada penelitian ini. untuk memproses gas tersebut. Net Present Value dapat diartikan Berdasarkan data dari Dirjen Migas sebagai nilai saat ini dari suatu proyek selama pada tahun 2008 volume gas flare di Indonesia waktu tertentu dengan bunga (discount rate) telah mencapai 113 MMSCFD, yang merupakan sebesar tingkat pengembalian minimum yang jumlah yang besar untuk gas hidrokarbon yang diinginkan. Rumus umum yang digunakan terbuang percuma. Nilai tersebut seharusnya adalah: dapat memberikan keuntungan yang besar jika dimanfaatkan, dengan kata lain kita telah membuang salah satu aspek sumber daya yang berharga. ...................................................................... (1) Pemanfaatan gas suar seringkali terkendala akibat volume dari gas suar yang terlalu kecil, ataupun kadar pengotor dari gas XN : Cashflow di tahun ke N, suar yang terlalu besar sehingga mempengaruhi i : discount rate heating value dari gas tersebut. Dari sisi kontrak jual-beli gas suar sendiri, suplai gas suar hanya Internal Rate of Return merupakan ditentukan sepihak dari penjual (misalnya indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Pertamina). Dengan demikian, dari sisi pembeli Hal ini berarti suatu proyek/investasi dapat juga perlu dilakukan perhitungan keekonomian dilakukan jika Internal Rate of Return lebih yang matang dengan mempertimbangkan besar daripada laju pengembalian apabila berbagai aspek. melakukan investasi di tempat lain, misalnya Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan deposito bank, reksadana, dan lain-lain. Dalam analisa mendalam terhadap faktor-faktor yang persamaan diatas, Internal Rate of Return mempengaruhi keekonomian dari pemanfaatan digambarkan sebagai nilai i yang menyebabkan gas suar, untuk melihat adanya kemungkinan Net Present Value bernilai 0. pemanfaatan gas suar secara ekonomis, sehingga Pay Out Time merupakan periode dapat memberikan nilai tambah terhadap segmen pengembalian, waktu yang diperlukan agar ini. tercapai nilai kumulatif penghasilan bersih yang Pada studi ini, dilakukan analisis terhadap sama dengan biaya investasi. Dengan kata lain, keekonomian gas suar yang dilihat dari aspek waktu disaat nilai Net Present Value 0. Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 1.2 Rumusan Masalah 152 2. Metodologi Penelitian Gas suar merupakan salah satu aset Metodologi penelitian yang digunakan berharga yang masih dapat dimanfaatkan, tetapi pada studi ini ditampilkan pada Gambar 1 sebagai pemanfaatan terhadap gas suar ini terkendala berikut: pada nilai ekonominya. Padahal, tidak semua gas suar tidak ekonomis untuk dimanfaatkan dan diperlukan adanya analisis terhadap keekonomiannya dengan mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari teknis, bisnis, serta legal kontraknya. Berdasarkan hal tersebut muncullah pertanyaan “Bagaimana cara menilai apakah pemanfaatan gas suar pada suatu lapangan ekonomis dengan meninjau berbagai aspek secara komprehensif ?”. 1.3 Tujuan Pemanfaatan gas suar dilakukan dengan menelaah secara ekonomi dari sisi teknik dan bisnis-legal dengan menerapkannya pada suatu kasus dasar yang ditentukan sebelumnya, serta sensitivitas pada laju alir gas suar yang ditetapkan, kemudian dengan memprediksi kinerja reservoir asal gas suar dengan simulasi. Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan optimasi Gambar 1. Metodologi Penelitian pemanfaatan gas suar pada berbagai kondisi serta memberikan pandangan mengenai keuntungan 2.1 Pengumpulan Data yang bisa diperoleh dalam pemanfaatan gas suar Pada studi ini, sebagian data-data yang secara komprehensif. digunakan berasal dari proyek pemanfaatan gas suar dari suatu lapangan di Indonesia. Data 1.4 Asumsi / Batasan yang menjadi referensi berupa biaya-biaya Asumsi dan Batasan yang digunakan operasi yang terdiri dari biaya pembelian lahan, konstruksi, fasilitas pemrosesan gas, fasilitas pada studi ini yaitu: 1. Perhitungan keekonomian yang dibuat hanya pendukung, serta biaya tidak langsung seperti gaji pekerja. Untuk data biaya dalam pengadaan berlaku untuk gas suar di indonesia. 2. Perhitungan biaya dari segi daya listrik yang fasilitas treatment CO2 dan H2S juga diambil dari data salah satu lapangan di Indonesia yang dipakai selama proses diabaikan. 3. Seluruh gas suar yang dimanfaatkan tidak memiliki fasilitas tersebut. mengandung fasa cair (minyak dan air). 2.2 Penetapan Kasus Dasar 4. Segi Teknik • Investasi tambahan untuk fasilitas Penetapan kasus dasar yang treatment hanya berupa alat pemrosesan dilakukan meliputi penentuan laju alir kasus CO2 dan H2S. • Tidak ada perubahan laju alir gas suar dasar, penentuan kapasitas maksimal yang setelah dilakukan pemisahan CO2 dan H2S. direpresentasikan dengan laju alir maksimal gas • Penurunan kadar pengotor pada gas akan suar, serta penentuan nilai kandungan gas suar. diikuti dengan kenaikan pada komponen Kemudian dari data-data yang ada akan dibuat lain dari gas secara linear, berbanding cashflow sebagai parameter untuk optimasi yang akan dilakukan kemudian. lurus. 153 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 2.2.1 Penentuan Komposisi Gas Suar Penentuan komposisi gas suar perlu dilakukan di awal karena komposisi dari gas suar akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh melalui Heating Value dari gas tersebut. Penentuan diawali dengan mengatur komposisi gas suar dengan kadar CO2 sebesar 35%, sementara kadar H2S berada pada ambang batas maksimal yang diperbolehkan, sehingga nantinya sensitivitas untuk kadar pengotor direpresentasikan dari kadar CO2. Penurunan kadar CO2 pada sensitivitas akan diikuti dengan kenaikan komponen lain secara linear/berbanding lurus. dalam hal ini direpresentasikan oleh kadar CO2 dalam gas suar sehingga didapat hasil keekonomian untuk kasus dasar. Kemudian dilakukan uji sensitivitas kombinasi antara kadar pengotor dan laju alir gas suar rata-rata dengan batas laju alir maksimal 2.0 MMSCFD dengan selang sebesar 0.1 MMSCFD. Dari hasil ini akan didapatkan batas-batas kadar pengotor yang disarankan terhadap perlunya penambahan fasilitas treatment gas. Parameter keekonomian utama yang diperhatikan pada analisa sisi teknik yaitu Net Present Value dan Internal Rate of Return. 2.5 Analisa Keekonomian dan Evaluasi Aspek 2.2.2 Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar Bisnis dan Legal: Toleransi Waktu Ketiadaan Gas & Waktu Kontrak Setelah data-data yang diperlukan untuk keekonomian kasus dasar terkumpul, maka dibuat Dari aspek bisnis dan legal, uji sensitivitas cashflow perbulan selama tiga tahun. Terdapat kasus dasar dilakukan terhadap lamanya waktu fasilitas permukaan yang mengalami depresiasi kekosongan gas untuk kasus dasar dengan kadar dan dimasukkan kedalam biaya investai setelah pengotor yang bervariasi. Kemudian dilakukan dihitung terhadap faktor depresiasi dengan uji sensitivitas kombinasi antara laju alir ratametode Straight Line Depreciation. Hasil rata gas dengan kadar pengotor dari gas serta cashflow dimunculkan pertahun dengan nilai pada waktu kekosongan pasokan gas yang akhir berupa Net Present Value, Pay Out Time, berbeda-beda. Dari hasil uji sensitivitas, dibuat Internal Rate of Return, serta Productivity Index. beberapa skenario dengan mengubah waktu Discount Factor ditetapkan sebesar 12%. kontrak gas suar untuk dibandingkan hasilnya. Hasil dari sensitivitas segi bisnis adalah toleransi 2.3 Pembuatan Model Reservoir Prediksi waktu kekosongan gas maksimal sebagai upaya antisipasi dalam kontrak penjualan gas suar serta Model reservoir dibuat dengan software waktu kontrak minimal yang dapat menjadi simulasi dan diatur berbentuk kubus. Penentuan alternatif pilihan. model reservoir ini dititikberatkan terhadap laju alir gas dari reservoir dan dilakukan dengan 3. Hasil Dan Pembahasan merubah ukuran reservoir untuk mendekati keadaan reservoir pada studi ini.. Pembuatan 3.1 Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar model reservoir prediksi ini bertujuan untuk Dalam perhitungan keekonomian, ada memberikan gambaran sederhana mengenai beberapa batasan serta asumsi yang diterapkan kinerja reservoir yang akan memasok gas suar. yaitu: Dengan adanya model reservoir prediksi kita 1. Kontrak penjualan gas suar berlangsung dapat memperkirakan kemampuan reservoir, selama 3 tahun 1 bulan. apakah mampu berproduksi secara optimal 2. Satu bulan terakhir pada masa kontrak sampai masa kontrak berakhir, ataupun membuka dimasukkan kedalam cashflow tahun ke-3. kemungkinan perpanjangan masa kontrak. 3. Kapasitas produksi gas maksimal adalah 2 MMSCFD. 2.4 Analisa Keekonomian dan Evaluasi 4. Nilai tukar rupiah tetap sebesar Rp 9,600.00/ Aspek Teknik: Kadar Pengotor Gas Suar US$. 5. Harga beli gas dari pemasok sebesar US$ 3.00/ Dari aspek teknik, uji sensitivitas kasus MMBTU, harga jual gas sebesar US$ 8.00/ dasar dilakukan terhadap kadar pengotor yang MMBTU, dan tol fee US$ 1.10/MMBTU. Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 154 Untuk perhitungan keekonomian kasus dasar, dari data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya didapat daftar biaya investasi kasus dasar. Daftar biaya investasi tercantum pada Tabel 1 hingga Tabel 9. Tabel 1 merupakan pekerjaan persiapan yang terdiri dari pembelian lahan, pengurusan izin-izin, mobilisasi alat, dan beberapa alat-alat awal dengan besar biaya mencapai Rp 470,609,120.59. Tabel 3. Procurement Pipa Konstruksi Tabel 4 menampilkan biaya investasi untuk konstruksi yang terdiri dari pekerjaan sipil pipa, pekerjaan sipil lapangan, serta pekerjaan mekanis dengan biaya total sebesar Rp 1,067,430,621.11. Tabel 1. Pekerjaan Persiapan Tabel 2 menampilkan biaya investasi untuk engineering secara umum yang terdiri dari survey konstruksi, konstruksi teknik, prosedur, analisa resistivitas tanah dan analisa gas, serta gambar konstruksi dengan biaya total mencapai Rp. 94,269,729.00. Tabel 2. Engineering Tabel 3 menampilkan biaya investasi Tabel 4. Konstruksi. untuk procurement pipa konstruksi yang terdiri Tabel 5 menampilkan biaya investasi dari berbagai desain, instalasi, pipa, gas meter, coating material, dan lain-lain dengan biaya total yang terdiri dari biaya testing serta sertifikasi dengan total biaya mencapai Rp 408,726,116.96. Rp. 1,635,724,638.00. 155 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Tabel 9 menampilkan biaya investasi yaitu biaya fasilitas kantor serta overhead yang terdiri dari laptop, printer, peralatan tulis untuk kantor, transportasi, kendaraan, peralatan keselamatan, seragam personil, dapur, serta tunjangan proyek dengan total Rp 163,020,111.93. Tabel 5. Testing dan Sertifikasi Tabel 6 menampilkan biaya investasi yang terdiri dari kompresor gas, filter gas, FAT, serta biaya pengiriman kompresor dengan total biaya mencapai Rp 3,765,605,450.00. Tabel 6. Unit Gas Kompressor dan Aksesoris. Tabel 7 menampilkan biaya investasi yang Tabel 9. Fasilitas Office dan Overhead terdiri dari kompresor udara, dan tank penampung udara dengan biaya total Rp 200,906,550.00. Biaya investasi total untuk kasus dasar dari Tabel 1 hingga Tabel 9 adalah Rp 7,900,586,797.79. Selain biaya di atas, terdapat fasilitas lainnya berupa peralatan permukaan dari pengelola terdahulu yang akan dihitung nilai setelah depresiasinya berdasarkan lama waktu Tabel 7. Unit Air Compressor dan Aksesoris pemakaian. Alat-alat tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 berisi data mengenai Tabel 8 menampilkan biaya investasi peralatan permukaan yang dipengaruhi oleh yaitu biaya tidak langsung yang terdiri dari faktor depresiasi, peralatan permukaan tersebut biaya personil seperti project manager, terdiri dari fasilitas kompresor, fasilitas separator, project supervisor, administrasi, hubungan pipeline dan metering skid. masyarakat, dan keamanan dengan biaya total Rp Kemudian harga fasilitas diatas akan 94,294,459.46. disesuaikan dengan waktu pemakaiannya dengan menghitung nilai depresiasinya. Fasilitas pada tabel 10 merupakan pembelian pada tahun 2008, maka sampai tahun 2012 alatalat tersebut telah berumur 4 tahun. Dengan menetapkan umur ekonomis selama 12 tahun, maka penyusutan yang terjadi adalah sebesar 33%. Dari perhitungan didapat hasil yang tertera pada Tabel 11. Tabel 11 terdiri dari nilainilai peralatan permukaan pada Tabel 10 setelah mengalami depresiasi. Tabel 8. Indirect Cost. Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 156 Tabel 12. Biaya Operasi Tabel 10. Daftar Fasilitas Permukaan Untuk kasus dasar ini, kadar pengotor dibuat 20% dengan Heating Value sebesar 974.89 MMBTU/MMSCF. Cashflow yang ditampilkan memperhitungkan faktor depresiasi selama masa kontrak. Hasil berupa cashflow dari perhitungan keekonomian untuk kasus dasar dapat dilihat pada Tabel 13. 3.2 Pembuatan Model Reservoir Prediksi. Pada bab ini dijelaskan mengenai pendekatan keadaan reservoir terhadap skenarioskenario pada bagian-bagian sebelumnya. Model reservoir diprekdiksi dengan membuat reservoir berbentuk kubus. Data reservoir yang ditetapkan dan dijaga konstan adalah sebagai berikut: Porositas : 17% Permeabilitas : 100 md (Horizontal), 10 md (Vertikal) Tekanan Reservoir Awal : 4000 psi Tabel 11. Nilai Fasilitas Permukaan Setelah Depresiasi Bubble Point : 4000 psi Gambar 2 menunjukkan bentuk reservoir Maka perkiraan nilai total dari fasilitas prediksi yang dibuat. permukaan setelah penyusutan adalah US$ 1,589,333.00 yang jika diubah kedalam rupiah bernilai Rp 15,257,600,000.00. Selanjutnya dibuat cashflow untuk kontrak selama tiga tahun. Biaya operasi untuk kontrak ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 terdiri dari biaya-biaya operasi yang meliputi gaji, transportasi, komunikasi, makan, akomodasi, hiburan, dan lain-lain. Gambar 2. Model Reservoir 157 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Tabel 13. Cashflow Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar Tabel 13. Cashflow Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar (lanjutan) Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) Tabel 13. Cashflow Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar (lanjutan) Tabel 13. Cashflow Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar (lanjutan) Tabel 13. Cashflow Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar (lanjutan) 158 159 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Kemudian dilakukan uji sensitivitas terhadap ukuran reservoir berdasarkan grid, yaitu 15x15x4, 20x20x4, 25x25x4, serta 30x30x4 yang menghasilkan laju alir ratarata yang berbeda-beda pada periode kontrak (2012 sampai 2014). Hasil dari uji sensitivitas diperlihatkan pada Tabel 14. Hasil uji sensitivitas pada Tabel 14 terdiri dari laju alir rata-rata, OOIP, ukuran grid reservoir, serta volume reservoir. 3.3 Analisa Keekonomian dan Evaluasi Aspek Teknik: Kadar Pengotor Gas Suar. Aspek ekonomi dari segi teknik yang dibahas adalah mengenai pengaruh kadar pengotor, yang dalam hal ini kadar CO2 dan H2S terhadap Net Present Value serta Internal Rate of Return. Kandungan CO2 dan H2S pada gas suar merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya Tabel 14. Hasil Uji Sensitivitas Terhadap Ukuran Reservoir Dari hasil di atas, keadaan reservoir yang paling mendekati studi ini adalah model nomor tiga dengan OOIP sebesar 16.732 MMSTB. Dengan demikian dapat dilihat perkiraan nilai cadangan dari reservoir serta properti reservoir pada bahasan ini yang nantinya akan menyuplai gas suar. Pembuatan model reservoir ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sederhana mengenai kinerja reservoir yang akan menyuplai gas suar serta perlunya dilakukan prediksi kinerja reservoir dengan membuat model reservoir dalam pertimbangan untuk pengadaan kontrak jual-beli gas suar. Dibawah ini merupakan Gambar 3 yang memperlihatkan prediksi performa dari model reservoir 3. Gambar 3. Performa Laju Alir Gas pada Model Reservoir 3 heating value pada gas tersebut, sehingga hal ini akan berdampak kepada harga jual gas itu sendiri, oleh karena itu keberadaan komponen tidak diinginkan pada gas. Untuk menghilangkan/ mengurangi kadar zat tersebut dilakukan suatu proses yang dikenal dengan sweetening. Sweetening yang biasa digunakan melibatkan proses absorpsi secara kimiawi. Untuk CO2 dan H2S sendiri, biasanya digunakan larutan amine sebagai absorban karena sifatnya yang mudah bereaksi dengan CO2 dan H2S. Ada beberapa jenis larutan amine, yaitu diethanol amine (DEA), diglycol amine (DGA), monoethanol amine (MEA). Dari beberapa jenis larutan diatas digunakan diethanol amine sebagai absorban, karena selain dari kelebihannya (selektif terhadap H2S, non-korosif, non-volatile), biaya operasinya paling tinggi sehingga sensitivitas terhadap keekonomian dilakukan dengan biaya operasi maksimal. Selanjutnya terdapat biaya lainnya yaitu untuk proses dehidrasi setelah penghilangan CO2 dan H2S, menggunakan Triethylene glycol (TEG). Perlu diketahui bahwa spesifikasi yang berlaku untuk kadar CO2 dan H2S yaitu 10 ppmmol H2S (±0.001%-mol) dan 1-2%-mol CO2. Dalam perhitungan fasilitas maupun harga-harga alat untuk treatment CO2 dan H2S, digunakan data ekonomi dari perancangan pabrik Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) sweet gas (Sudarwoto, 2010). Pada perancangan pabrik tersebut kapasitas produksi adalah sebesar 122 MMSCFD. Untuk koreksi biaya dalam perhitungan biaya pada treatment gas suar ini digunakan rumus sixth-tenths-rule. Kapasitas produksi pada gas suar ditetapkan sebesar 2 MMSCFD. Rumus korelasinya yaitu: ............................................................ (2) Keterangan: A1 = Kapasitas Produksi 1 (dalam hal ini 122 MMSCFD) A2 = Kapasitas Produksi 2 (dalam hal ini gas suar sebesar 2 MMSCFD) C1 = Biaya pada kapasitas produksi A1 C2 = Biaya pada kapasitas produksi A2 n = 0.6 (sixth-tenths-rule) Untuk kasus penambahan fasilitas treatment CO2 dan H2S, rincian biaya-biaya yang terdiri dari alat-alat treatment ditampilkan pada Tabel 15. 160 1. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 35%) 2. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 30%) 3. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 25%) 4. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 20%) 5. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 15%) 6. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 10%) 7. Tidak dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor 5%) 8. Dilakukan treatment terhadap CO2 dan H2S (kadar total dari pengotor menjadi 1%) Semua skenario dijalankan sesuai kasus dasar dengan rate yang sama yaitu 0.5 MMSCFD pada tahun pertama, 1 MMSCFD pada tahun kedua, dan 2 MMSCFD pada tahun ketiga. Skenario ini dijalankan dengan asumsi komposisi gas yang ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16. Komposisi Gas Diasumsikan kadar H2S tetap kecuali pada skenario 8 setelah dilakukan treatment terhadap gas suar. Kadar dari kandungan gas lain berbanding lurus dengan pengurangan CO2 untuk skenario 2 sampai 5, skenario 1 merupakan kasus dimana kadar CO2 dan H2S maksimal. Skenario diatas akan berpengaruh terhadap heating value dari gas suar yang nantinya mempengaruhi harga gas suar yang akan dijual. Dari Tabel 15. Daftar Biaya Fasilitas Treatment CO2 dan H2S hasil perhitungan ekonomi kasus dasar didapat hasil Dalam optimasi keekonomian dari sisi yang ditampilkan pada Tabel 17. Hasil perhitungan fasilitas treatment CO2 dan H2S dibuat beberapa ekonomi pada Tabel 17 terdiri dari NPV, POT, IRR, serta PI untuk berbagai skenario kadar pengotor. skenario, yaitu: 161 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Tabel 17. Hasil Perhitungan Keekonomian Kasus Dasar Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 17, dapat disimpulkan bahwa untuk skenario empat sampai tujuh, Net Present Value yang dicapai lebih tinggi dari skenario dengan tambahan CO2 dan H2S Treatment. Dari interpolasi polinomial diketahui bahwa untuk kadar pengotor kurang dari 23.18%, penambahan fasilitas treatment tidak ekonomis jika kita hanya melihat dari NPV. Di sisi lain, dilihat dari nilai IRR sebenarnya untuk kasus dasar dengan menambahkan fasilitas treatment cukup berisiko karena nilai IRR yang dicapai hanyalah 24.41%, lebih kecil dari ambang batas nilai IRR yang disarankan yaitu 30.00%. Oleh karena itu untuk kasus dasar pemanfaatan gas suar dengan memanfaatkan fasilitas treatment tidaklah disarankan. Sedangkan jika tanpa skenario treatment, disarankan nilai kadar CO2 maksimal berkisar antara 20-25%. Jika didekati dari hasil pada tabel di halaman sebelumnya hasil interpolasi polinomial memberikan nilai batas maksimum kadar CO2 sebesar 23.78%. Kemudian dilakukan sensitivitas kadar pengotor ekuivalen. Kadar pengotor ekuivalen dimaksudkan sebagai kadar pengotor minimal yang disarankan untuk ditreatment berdasarkan pertimbangan keuntungan / Net Present Value. Kadar pengotor ekuivalen ditentukan berdasarkan Net Present Value dari skenario treatment (dengan kadar pengotor menjadi 1 persen) pada laju alir gas suar rata-rata yang tetap. Didapatkan hasil yang ditampilkan pada Tabel 18 yang terdiri dari nilai kadar pengotor ekuivalen terhadap skenario treatment pada laju alir tertentu serta dilengkapi dengan nilai IRR, POT, dan PI untuk kasus treatment maupun tanpa treatment. Dari hasil pada Tabel 18 dicari persamaan yang menggambarkan perubahan kadar pengotor ekuivalen terhadap laju alir gas suar rata-rata dari grafik yang ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 merupakan grafik hubungan antara laju alir gas suar rata-rata terhadap kadar pengotor ekuivalen. Tabel 18. Hasil Sensitivitas Kadar Pengotor Ekuivalen terhadap Skenario Treatment Keterangan: T = dengan treatment TT = tanpa treatment Dihasilkan persamaan dengan R = 1, yaitu: y = 0.2613x-0.948 .............................(3) Dengan demikian kita dapat menentukan perlu atau tidaknya ditambahkan fasilitas treatment pada sistem produksi gas suar berdasarkan laju alir dan kadar pengotor yang terdapat pada gas suar tersebut sebagai pertimbangan untuk optimasi keekonomian dari sisi CO2 dan H2S. Dari hasil sensitivitas terhadap laju alir gas suar, didapatkan hasil bahwa laju alir minimum untuk mencapai nilai IRR sebesar 30% adalah 1.20 MMSCFD dengan kadar pengotor ekuivalen sebesar 21.96%. Dengan kata lain pemanfaatan dengan treatment disarankan untuk dilakukan dengan syarat laju alir gas suar ratarata sebesar 1.20 MMSCFD dan kadar pengotor lebih dari 21.96%. Namun, di sisi lain kandungan CO2 dan H2S yang besar selain mempengaruhi harga jual gas karena kandungan BTU yang rendah juga akan mempengaruhi peralatan permukaan seperti pipa karena bersifat korosif. Pada kasus yang ditinjau di paper ini, kontrak yang dibuat berjalan selama tiga tahun, tetapi jika direncanakan adanya perpanjangan kontrak opsi skenario 8 sebaiknya dipilih diantara skenario lainnya karena dengan kandungan CO2 dan H2S yang minim masa pakai peralatan permukaan akan lebih lama, sedangkan pada skenario lainnya jika kontrak dilakukan cukup lama maka akan diperlukan penggantian beberapa peralatan permukaan yang berdampak kepada penurunan Net Present Value. Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 3.4 162 Analisa Keekonomian dan Evaluasi Sensitivitas kemudian disusul dengan Aspek Bisnis dan Legal: Toleransi skenario kadar pengotor CO2 sebesar 35% Waktu Ketiadaan Gas & Waktu sehingga heating value menjadi 792 BTU Kontrak. serta dengan biaya investasi yang lebih rendah dibanding skenario treatment. Kemudian Aspek ekonomi dari segi bisnis yang dilanjutkan dengan skenario kadar pengotor CO2 dibahas adalah pengaruh dari kekosongan sebesar 20% (975 BTU), 10% (1097 BTU), serta pasokan gas flare selama kurun waktu tertentu 5% (1158 BTU). selama kontrak terhadap keuntungan dari Hasil sensitivitas untuk kasus base case penjualan gas serta keuntungan maksimal untuk berupa grafik ditampilkan pada Gambar 5 dan waktu kontrak yang lebih singkat. Gambar 6. Gambar-gambar tersebut merupakan Dalam proses penjualan gas flare, salah grafik hubungan antara NPV dan waktu toleransi satu masalah yang mungkin dihadapi yaitu kekosongan pasokan gas dan hubungan IRR kekosongan pasokan gas flare, akibat reservoir dengan waktu toleransi kekosongan pasokan gas itu sendiri maupun alasan-alasan teknis seperti untuk skenario treatment, kadar pengotor 5%, kerusakan fasilitas penunjang transportasi gas kadar pengotor 10%, kadar pengotor 20%, serta maupun treatment gas (jika ada). Hal ini akan kadar pengotor 35% pada rentang nilai laju alir berdampak terhadap keuntungan, yang dapat gas rata-rata dengan batasan selama nilai NPV digambarkan oleh nilai Net Present Value (NPV) positif. serta Internal Rate of Return (IRR). Dalam studi ini akan dibahas mengenai pengaruh penghentian pasokan gas terhadap keekonomian. Sensitivitas dilakukan dengan membuat skenario kekosongan pasokan gas perbulan mulai dari kekosongan selama 1 bulan yang terus dinaikkan dan sensitivitas dihentikan ketika nilai NPV menjadi negatif. Sensitivitas dilakukan mulai dari rate maksimum yaitu 2.00 MMSCFD, terus turun 0.1 MMSCFD dan dihentikan hingga NPV bernilai negatif. Skenario Gambar 5. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa kekosongan pasokan gas ini dimunculkan dari Produksi (Base Case). belakang yang berarti dimulai dari bulan terakhir tahun ketiga. Hal ini bertujuan agar Pay Out Time (POT) dapat dicapai terlebih dulu sebelum kekosongan gas sehingga POT tidak terkesan terlalu lama. Untuk skenario Base Case, sama seperti bab sebelumnya, laju alir gas diatur 0.5 MMSCFD pada tahun pertama, 1.0 MMSCFD pada tahun kedua, dan 2.0 MMSCFD pada tahun ketiga. Sensitivitas pada skenario base case dilakukan terhadap kadar pengotornya, termasuk dengan Gambar 6. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa treatment. Selanjutnya dilakukan sensitivitas Produksi (Base Case). terhadap laju alir rata-rata Sensitivitas laju alir rata-rata yang pertama Untuk skenario base case, terlihat dari dilakukan pada skenario menggunakan gas grafik pada halaman sebelumnya bahwa toleransi treatment facility yang menghasilkan gas dengan jumlah bulan untuk kekosongan pasokan gas kandungan CO2 hanya 1%, dengan heating maksimal sampai NPV bernilai 0 hanya sekitar value bernilai 1206 BTU. Untuk kadar H2S 11 bulan, pada kadar CO2 sebesar 5%. Batas sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, toleransi maksimal terus menurun seiring dibiarkan tetap pada ambang batas maksimal. kenaikan kadar CO2. 163 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Pada skenario base case dengan treatment, NPV yang didapat tergolong kecil, setara dengan 20-25% kadar CO2 (seperti yang telah dijelaskan bab sebelumnya) tetapi terdapat perbedaan dalam hal laju penurunan NPV terhadap kekosongan pasokan gas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nilai investasi serta heating value dari gas. Dilihat dari Nilai IRR, dengan menetapkan ambang batas minimal sebesar 30% hanya 4 nilai Gambar 8. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa kadar CO2 yang memenuhi kriteria ekonomis, yaitu Produksi (Treatment). 5% CO2, 10% CO2, 15% CO2, dan 20% CO2. Batas maksimal kekosongan pasokan gas untuk masingmasing kadar CO2 ditampilkan pada Tabel 19. Gambar 9. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (35% CO2) Tabel 19. Batas Waktu Toleransi Maksimal Kekosongan Pasokan Gas untuk Kasus Dasar Seperti pada pembahasan sebelumnya, kasus dasar dengan treatment hanya menghasilkan IRR sebesar 24.41%. Hal ini menyebabkan tanpa adanya kekosongan pasokan gas pun skenario ini berisiko untuk diterapkan karena nilai IRR maksimal yang lebih kecil dari target minimal. Kemudian hasil sensitivitas untuk berbagai nilai laju alir gas rata-rata berupa grafik ditampilkan pada Gambar 7 hingga Gambar 16. Gambar-gambar tersebut merupakan grafik hubungan antara NPV dan waktu toleransi kekosongan pasokan gas dan hubungan IRR dengan waktu toleransi kekosongan pasokan gas untuk skenario treatment, kadar pengotor 5%, kadar pengotor 10%, kadar pengotor 20%, serta kadar pengotor 35% pada rentang nilai laju alir gas rata-rata dengan batasan selama nilai NPV positif. Gambar 7. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (Treatment) Gambar 10. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (35% CO2) Gambar 11. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (20% CO2) Gambar 12. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (20% CO2) Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 164 Gambar 13. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (10% CO2) Tabel 20. Hasil Sensitivitas Batas Waktu Toleransi Maksimal Terhadap Kekosongan Pasokan Gas pada Internal Rate of Return 30% di berbagai nilai Kadar Pengotor dan Laju Alir Dari tabel di atas terlihat bahwa makin kecil laju alir gas, toleransi penghentian pasokan gas semakin kecil. Hal ini masuk akal karena semakin kecil laju alir gas berarti semakin sedikit volume gas yang terjual. Untuk skenario dengan treatment sendiri, Gambar 14. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa walaupun pada tabel terlihat bahwa toleransi Produksi (10% CO2) waktu maksimal kekosongan pasokan gasnya paling kecil diantara yang lain, tetapi akan terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam nilai NPV karena adanya perbedaan terhadap nilai investasi awal. Biaya investasi pada skenario penambahan fasilitas treatment lebih besar dari skenario tanpa treatment. Hal ini berarti bahwa dengan nilai IRR yang sama antara dua skenario tentu NPV yang dicapai skenario treatment akan lebih besar dari skenario tanpa treatment. Selain itu faktor lainnya yang Gambar 15. Net Present Value vs Jumlah Bulan tanpa mempengaruhi adalah heating value dari gas Produksi (5% CO2) tersebut yang berhubungan dengan kadar pengotor, yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa nilai kadar pengotor ekuivalen terhadap skenario treatment berubah berdasarkan laju alir rata-rata dari gas. Berikut merupakan Tabel 21 yang menunjukkan rasio IRR kasus treatment terhadap tanpa treatment (ekuivalen): Gambar 16. Internal Rate of Return vs Jumlah Bulan tanpa Produksi (5% CO2) Berdasarkan hasil dari Gambar 7 sampai Gambar 16, dengan asumsi IRR minimal sebesar 30%, didapat perbandingan toleransi jumlah bulan maksimal penghentian pasokan gas untuk setiap laju alir antara skenario treatment dengan Tabel 21. Rasio Internal Rate of Return antara Skenario Treatment terhadap Tanpa Treatment (Ekuivalen). skenario kadar CO2 35%, pada Tabel 20. 165 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 Dari tabel di atas, terlihat nilai rasio yang terus menurun seiring dengan kenaikan laju alir gas rata-rata, yang berarti bahwa perbedaan nilai NPV akan semakin besar pada nilai IRR yang sama. Untuk skenario lainnya yaitu skenario tanpa treatment dengan kadar CO2 yang tidak dihitung (30%, 25%, 15%) akan menghasilkan grafik dengan tren yang sama dengan skenario diatas, tetapi toleransi waktu penghentian pasokan gas akan semakin tinggi dengan semakin berkurangnya kadar CO2 untuk rate yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh heating value dari gas, sementara skenario-skenario ini memiliki nilai investasi awal yang sama. keekonomiannya, data dengan waktu toleransi kekosongan pasokan gas yang berkisar antara 13-25 bulan masuk ke kategori waktu kontrak 2 tahun, sedangkan data dengan toleransi waktu kekosongan pasokan gas yang berkisar antara 25-37 bulan masuk ke kategori waktu kontrak 1 tahun. Dilihat dari Tabel 20, ternyata tidak ada data yang memenuhi kriteria untuk kontrak 1 tahun sehingga hanya dilakukan perhitungan keekonomian untuk waktu kontrak 2 tahun. Hasil perhitungan keekonomian untuk waktu kontrak 2 tahun dengan asumsi gas tersedia sepanjang kontrak dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini. Tabel 22 menampilkan nilai IRR dan Tabel 22. NPV dan IRR Maksimal Masa Kontrak 2 Tahun. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terhadap waktu toleransi maksimal terhadap kekosongan pasokan gas, maka dapat dibuat beberapa skema kontrak untuk melihat kemungkinan lama masa kontrak minimal yang diperbolehkan untuk kasus-kasus tertentu. Opsi waktu kontrak yang diajukan ditetapkan pada satuan tahun, sehingga kemungkinan opsi waktu kontrak yang akan diajukan adalah 2 tahun atau 1 tahun. Untuk waktu kontrak 3 tahun sesuai kasus awal, semua hasil yang tertera pada Tabel 20 memenuhi kriteria berdasarkan Internal Rate of Return yang dicapai. Untuk kasus dasar, waktu kontrak 3 tahun merupakan waktu kontrak minimal yang disarankan, terlihat dari toleransi waktu kekosongan pasokan gas terkecil pada kadar pengotor 20% yang hanya sekitar 1.23 bulan. Untuk kasus uji sensitivitas, terdapat dua kategori yang mungkin diterapkan, yaitu waktu kontrak 1 tahun dan waktu kontrak 2 tahun. Untuk klasifikasi data yang akan dihitung NPV maksimal yang akan dicapai oleh skenario terpilih untuk masa kontrak 2 tahun. Dari hasil perhitungan diatas didapat nilai keuntungan maksimal yang diperoleh jika kontrak hanya berlangsung selama 2 tahun. Dengan melakukan hal ini, maka pertimbangan terhadap lama waktu kontrak dapat dilakukan dengan menghubungkannya ke target keuntungan dan waktu. Jika target keuntungan dapat dicapai hanya dengan waktu kontrak kurang dari yang seharusnya (dalam hal ini 3 tahun waktu kontrak ke 2 tahun waktu kontrak), maka dapat dipilih waktu kontrak yang lebih singkat sehingga lebih efisien dalam hal waktu. Pada Tabel 22 diatas, terdapat salah satu data yang tidak memenuhi kriteria karena nilai IRR yang lebih kecil dari 30%. Hal ini mungkin terjadi karena pada hasil uji sensitivitas sebelumnya menunjukkan bahwa skenario tersebut memiliki waktu toleransi sebesar 13.02 bulan yang berarti tepat pada ambang batas minimal untuk dapat masuk ke kategori kontrak Optimasi Pemanfaatan Gas Suar Secara Komprehensif (Tutuka Ariadji, Pomto Jaya) 2 tahun sedangkan pada skenario 3 tahun faktor depresiasi (yang kemudian dikurangi biaya operasi pada tahun ke-3) ikut berperan dalam pencapaian nilai IRR 30%. Faktor depresiasi tahun ke-3 inilah yang menimbulkan perbedaan tersebut. Nilai perbedaannya adalah sekitar Rp 640,388,688.00. Dari hasil sensitivitas didapat data toleransi waktu penghentian pasokan gas pada laju alir gas tertentu yang digambarkan pada grafik dan tabel yang tertera diatas, selain itu juga didapat nilai keuntungan maksimal jika kontrak hanya berjalan selama 2 tahun dengan mempertimbangkan faktor IRR minimal sebesar 30%. Dengan melakukan sensitivitas terhadap faktor ini, maka dalam pengadaan kontrak penjualan gas dapat dibuat perjanjian ataupun kesepakatan untuk menghindari terjadinya kemungkinan-kemungkinan terburuk terkait ketiadaan pasokan gas, serta dapat dilakukan efisiensi waktu kontrak sesuai target keuntungan. Dengan demikian faktor ini dapat menjadi pertimbangan untuk optimasi. 4. Kesimpulan 1. Untuk kasus dasar dengan kadar pengotor sebesar 20%, didapat bahwa penambahan fasilitas treatment tidak ekonomis baik dari NPV maupun IRR. Kasus dasar menghasilkan: • Aspek Teknik, Pemanfaatan dengan treatment disarankan dengan syarat: Laju Alir gas suar rata-rata minimal 1.20 MMSCFD Kadar Pengotor lebih dari 21.96%. • Aspek Bisnis dan Legal, didapat nilainilai batas waktu toleransi maksimal kekosongan pasokan gas untuk tiap laju alir pada kandungan kadar pengotor tertentu maupun skenario dengan treatment, serta didapat prediksi keuntungan maksimal untuk kontrak 2 tahun dengan mempertimbangkan faktor IRR minimal sebesar 30%. 5. Saran Beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya sehingga studi optimasi gas suar ini dapat lebih lengkap dan komprehensif adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai optimasi dari segi kadar CO2 dan H2S dengan mempertimbangkan perubahan laju alir gas sesudah treatment sehingga akan didapat hasil yang lebih mendekati kenyataan. 2. Perlu dilakukan optimasi dengan waktu kontrak yang lebih lama untuk melihat pengaruh dari penambahan fasilitas-fasilitas permukaan dalam jangka waktu yang lama serta dapat dikaitkan dengan keekonomian skenario treatment. Net Present Value Rp 11.049.681.409.00, Internal Rate of Return 32.61%, Provitability Index 1.48 Referensi Pay Out Time 2.16 Tahun Batas Waktu Toleransi Maksimal Kekosongan Pasokan Gas sebesar 1.23 Bulan. 2. Studi Komprehensif dengan uji sensitivitas untuk optimasi gas suar pada studi ini menghasilkan optimasi: • Model Reservoir Prediksi, didapat properti reservoir yang mendekati keadaan reservoir pada studi ini dengan data: OOIP 16.732 MMSTB Volume Reservoir 9.6 x 108 cuft Porositas 17% Tekanan Awal Reservoir 4000 psi Bubble Point 4000 psi Laju Alir Rata-rata 1.99 MMSCFD 166 Arnold, K.; Stewart, M.: 1999. Surface Production Operations Volume 2 : Design of Gas-Handling Systems and Facilities. Elsevier Science : USA h t t p : / / w w w. l e m i g a s . e s d m . g o . i d / i d / prdkpenelitian-272-.html McCain, W.D.: 1990. The Properties of Petroleum Fluids 2nd edition. PennWell Books: Tulsa, Oklahoma Partowidagdo, W.: 2009. Migas dan Energi di Indonesia : Permasalahan dan Analisis Kebijakan. Development Studies Foundation : Bandung Sudarwoto, R.: 2010. Kajian Konseptual Terpadu Kinerja Reservoir, Perancangan Fasilitas Permukaan, dan Keekonomian Lapangan Gas Kondensat yang Memproduksikan Gas Ikutan CO2 dan H2S 167 JTMGB, Vol. 6 No. 3 Desember 2014: 150-167 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 6 Nomor 3, Desember 2014. 1. 2. 3. 4. 5. Prof. Dr. Ir. Pudjo Sukarno Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar Dr. Ir. Sudjati Rachmat Dr. Ir. Trijana Kartoatmojo Dr. Ir. Bambang Widarsono INDEKS A air formasi 31, 32, 33, 34, 36, 38 Amplitudo sesaat 92, 93, 94 B brigth spot 92, 95, 96 C cairan rumen 31, 32, 33, 34, 36, 38 coal bed methane gas 31 CBM 25, 26, 29 candidate well 62 CO2 EOR 72 CO2 sequestration 72, 73, 74, 76, 77 CO2 80, 81, 83, 84, 87, 88, 89, 90 coal 92, 95 CFA (Composition Fluid Analyzer) 108, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116 D DST 41, 42, 43, 45, 46 deterministic 25, 26, 29 data sonik 2 dissolved solids 62, 64 DFA (Downhole Fluid Analysis) 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116 E efisiensi ecovery 80, 82, 86, 88, 89, 90 F formation water 31, 32 Fracturing Fluid 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 23 Fluid Identification 108, 111, 112, 113 fracture closure pressure 118, 119, 122, 123, 128, 130 fracture calibration treatment 118, 119, 120 G Gas metana batubara 31, 32 geomechanical 1, 3, 4, 5, 9 geomekanikal 2 guideline 80gas 92, 93, 94, 95, 96 Gas Suar 150, 151, 152, 153, 159, 160, 161, 166 G-function plot 118, 121, 122, 126, 127, 128 G dP/dG plot 118, 122, 123, 124, 125, 127, 128, 129 H Hydraulic Fracturing 13, 14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23 hydraulic fracture-stimulation 1, 10 Huff & Puff (RF) 48, 49 Hilbert-Huang transform 92, 96 I injeksi uap 63 industrial CO2 sources 72, 77 in-situ combustion 80, 81, 82, 83, 84, 86, 90 instantaneous amplitude 92 J jenis batubara 31, 33, 34, 37, 38 K K-field 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10 Keekonomian 133, 136, 150, 151, 152, 153, 154, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 165, 166 Kadar CO2 dan H2S 150, 159, 160, 166 L Lapangan-K 1, 2 Laju Alir Gas Suar 150, 152, 153, 161, 166 LFA (Live Fluid Analyzer), 108, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116 M mikroba 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38 microbes 31, 32, 38 mineralogi air 62, 63 MDT (Modular Formation Dynamics Tester) 108, 109, 111, 112, 113, 114, 116 mini-frac 118, 123, 124, 125, 127, 128 Monte Carlo 132, 133, 134, 137, 138, 145 N near wellbore 48, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 59 O Oil Field 13, 17, 19, 22 oil production 72, 73 OBM (Oil-Based Mud) 108, 109, 112, 113, 114 OCM (Oil-Based Mud Contamination monitoring) 108, 109, 113 Online Quick Looked POD 132, 134, 145, 146 P Perforation 41, 42, 43, 44, 45, 46 Proppant 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 20, 21, 23 pengendapan scale 63 padatan terlarut 63 pencocokan sumber-reservoar 72 produksi minyak 72 polimer 80, 82, 84, 87, 88, 90 parametrik 80, 82, 90 pedoman 80 polymer 80, 81 parametric 80, 81 POD 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 142, 143, 144, 145, 146 Q Quick Looked POD 132, 133, 134, 135, 137, 138, 140, 142, 143, 144 R rumen liquid 31 recovery efficiency 80, 81 Reservoir 108, 109, 110, 112, 116, 117, 119, 120, 122, 123, 124, 126, 130, 133, 134, 135, 136, 138, 150, 151, 152, 153, 156, 159, 162, 166 S Skin Factor 41, 43, 44, 46 seismic attribute 25, 28 stochastic 25, 26, 29 sonic data 1, 4, 9 stimulasi-rekahan hidraulik 2 Stimulation 48, 49, 50, 51, 54, 59, 60 Stimulasi 48, 49 sekitar lubang bor 49 scale precipitation 62, 63, 65, 66, 67, 69 steamflood 62, 63, 65, 66, 69 sumur kandidat 63 source-sink matching 72, 73, 75, 77, 78 sekuestrasi CO2 72 sumber CO2 industri 72 steam 80, 81, 82, 83, 84, 86, 87, 90 surfaktan 80, 82, 84, 87, 88, 89, 90 screening 80, 82, 83, 87, 89, 90 surfactant 80, 81 seismik refleksi 9 seismic reflection 9 square-root of time plot 118, 122, 123, 126, 127, 128 step rate test 118, 123, 124, 126, 128 T TCP 41, 45 two stages hole diameter drilling 98 the type of coal 31 thin-bed 25 transformasi Hilbert-Huang 92, 93 U Underbalance, 41, 42, 43, 44, 45, 46 W water mineralogy 62, 63, 64, 66 wireline formation tester (WFT) 108, 109, 111 JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN ISI DAN KRITERIA UMUM Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke penulis oleh redaksi untuk diperbaiki. FORMAT Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut: Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada. Abstrak. Abstrak/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah abstrak/abstract dan terdiri atas tiga hingga lima kata. Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian. Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyesaikan permasalahan melalui penelitan atau kajian. Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan. Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan. Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau saran tidak boleh diberi penomoran. Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan. JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20. Buku Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York. Bab dalam Buku Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317. Abstrak Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49. Peta Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prosiding Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8. Skripsi/Tesis/Disertasi Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX. Informasi dari Internet Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006] Software ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997. Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) dengan ukuran minimal A4 dan minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya. PENGIRIMAN Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis. ISSN 021664101-2 ISSN 0216-6410 9 7 7 0 2 1 6 6 4 1 0 1 4