Jurnal Agrivita Volume 32 Nomor 1 Februari
Transcription
Jurnal Agrivita Volume 32 Nomor 1 Februari
VOLUME 32 FEBRUARI-2010 NOMOR: 1 ISSN NO. 0126- 0537 DAFTAR 151 Identifikasi Hasil dan Kurkumin pad a Curcuma xanthorhiza dan Curcuma domestica Hasil Koleksi di Jawa dan Madura Tatik Wardiyati, Yudi Rinanto, Titik Sunami dan Nur Azizah . GA3 and BA Promote Lateral Shoot Production on Several Cut Flower Anthurium Cultivars Kurniawan Budiarto...................................................................................................................................... 13 Pengaruh Inkompatibilitas dan Sterilitas terhadap Pembentukan Kapsul dan Biji Ubijalar Sri Umi Lestari :................................................................................................................................. 19 Fenotip Peroksidase Mutan Pisang Raja Sereh dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS) secara In Vitro Yulmira Yanti....... 29 Analisis Grafik Gge-Biplot Genotipe, Lingkungan dan Interaksinya pada Kandungan Fe Beras Suwarto, Nasrullah, Taryono dan Endang Sulistyaningsih........................................................................... 36 Populasi dan Tingkat Serangan Tungau Kuning Polyphagotarsonemus latus (BANKS) pad a Tanaman Wijen Tukimin, SW................................................................................................................................................. 47 Penentuan Sa at Panen Buah dalam Rangka Pencapaian Benih Aren Berkualitas Nugraheni Widyawati, Tohari, Prapto Yudono. Issirep Soemardi 60 Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskular sebagai Alternatif Pengendali Plasmodiophora pada Tanaman Caisin Oetami Owi Hajoeningtijas dan Gayuh Prasetyo Budi Status Hara Nitrogen sebagai Pedoman Rekomendasi Liferdi L brassicae WORR. 69 Pupuk pada Bibit Manggis 76 Patogenisitas Jamur Entomopatogen Verticillium tricorpus Isaac (Deuteromycetes: Tungau Merah Jeruk Panonychus citti (Mcgregor) (Acari: Tetranychidae) Retno Oyah Puspitarini, Aminudin Afandi dan Fandi Ahmad Soleh Aplikasi Sorbitol untuk Menekan Penurunan Pertumbuhan Cekaman Kekurangan Air Nurul Aini, Suwasono Heddy dan Arum Pratiwi Moniliales) pada ~ ~ dan Hasil Tanaman Bawang Merah Akibat Peningkatan Produktivitas Tanaman Cabai di Lahan Pasang Surut dengan Pemberian Ani Susilawati, Wahida Annisa dan Achmadi Jumberi 90 Pupuk Kandang 97 AGRIVITA Terakreditasi B SK DIKTI No. : 65a I DIKTII Kep I 2008 Adalah Jurnal IImu Pertanian diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Pusat Ketua Redaksi Kuswanto Dewan Redaksi Moch. Dawam Maghfoer Anton Muhibuddin Budi Prasetyo Bendahara Ali Masduki Redaksi Pelaksana Silvia Santi Wahyuni Alamat Redaksi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya JI. Veteran Malang 65145Jawa Timur Telp. (0341) - 575743 Fax. (0341) - 560011 E-mail redaksi:[email protected]@yahoo.com Jadual Penerbitan AGRIVITA diterbitkan tiga kali dalam setahun (Februari. Juni dan Oktober) oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Pusat dengan ISSN 0126-0537. Penyerahan Naskah Naskah merupakan hasil penelitian IImu Pertanian yang belum pernah dipublikasikan/diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun terakhir. Naskah dapat dikirim melalui e-mail atau diserahkan langsung ke Redaksi dalam bentuk rekaman Compact Disk (CD) dan print-out 2 eksemplar, ditulis dalam MS Word atau dengan program pengolah data yang kompatibel. Gambar, ilustrasi dan foto dimasukkan dalam file naskah. Penerbitan Naskah Naskah yang layak terbit ditentukan oleh Dewan Redaksi setelah mendapat rekomendasi dari Mitra Bestari. Perbaikan naskah menjadi tanggung jawab penulis dan Naskah yang tidak layak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis jika disertai perangko secukupnya. 83 AGRIVITA VOLUME 32 No.1 FEBRUARI-2010 ISSN: 0126-0537 PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN Verticillium tricorpus Isaac (Deuteromycetes: Moniliales) PADA TUNGAU MERAH JERUK Panonychus citri (McGregor) (Acari: Tetranychidae) (PATHOGENICITY OF ENTOMOPATHOGENIC FUNGI Verticillium tricorpus Isaac (Deuteromycetes: Moniliales) ON CITRUS RED MITE Panonychus citri (McGregor) (Acari: Tetranychidae) Retno Dyah Puspitarini", Aminudin Afandi dan Fandi Ahmad Soleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya JI. Veteran Malang 65145 0) e-mail: [email protected] ABSTRACT A research to study the pathogenicity of entomopahtogenic fungi Verticilium tricorpus to nymph, male and female stage of citus red mite (CRM) Panonychus citri was conducted on August 2008 until February 2009. The CRM was reared on red bean leaf that had deeped in V. tricorpus isolate around 3 minutes and then was wind dried. This research used Randomized Block Design with four concen-trations of V. tricorpus as treatments and re-peated 3 times. 7 8 9 They were 0 (as control), 10 , 10 , and 10 conidia/ml. The result showed that V. tricorcorpus isolate was pathogenic on all stages of CRM. Mortality of CRM was 37% after 120 hours inoculated by 109 conidia/ml. V. tricorpus isolate was more pathogenic on male and female than on nymph stage of CRM. Keywords: entomopathogenic fungi, pathogenicity, Panonychus citri, Verticillium tricorpus ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui patogenisitas jamur entomopatogen Verticilium tricorpus pada tahap nimfa, jantan dan betina tungau merah jeruk (TMJ) Panonychus citri telah dilakukan pada bulan Agustus 2008 sampai Februari 2009.TMJ dipelihara pad a daun kacang merah yang telah dicelupkan pada suspensi V. tricorpus kemudian dikeringanginkan. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan acak kelompok yang diulang 3 kali. Perlakuan ialah konsentrasi V. tricorpus Terakreditasi B, SK No.: 65a/DIKTI/Kep/2008 7 8 9 yaitu 0 (sebagai kontrol), 10 , 10 , 10 konidial ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat V. tricorpus patogenik terhadap seluruh tahap TMJ. Mortalitas TMJ ialah 37% pada 120 jam setelah ·diperlakukan dengan V. tricorpus pada konsentrasi 109 konidia/ml. Isolat V. tricorpus lebih patogenik pad a imago jantan dan betina daripada nimfa TMJ. Kata kunci: jamur entomopatogen, patogenisitas, Panonychus citri, Verticil/ium tricorpus PENDAHULUAN Tungau merah jeruk (TMJ), Panonychus citri (McGregor) (Acari: Tetranychidae) merupakan salah satu hama penting pada tanaman jeruk (Puspitarini, 2005). TMJ menyerang daun, dan pada tingkat populasi tinggi, buah dan ranting juga menjadi sasarannya. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya pendapatan petani akibat sasaran produksi yang tidak tercapai. TMJ merupakan salah satu hama penting pada pertanaman jeruk di luar negeri, meskipun juga banyak ditemukan pad a tanaman mulberry, plum, persik, dan anggur. Kerusakan yang ditimbulkan pad a daun pada tingkat serangan berat dapat menurunkan produksi pada musim berikutnya (Wu dan Lo, 1989). Petani masih mengandalkan pestisida sintetis dalam mengendalikan hama tungau (Puspitarini, 2005). Penggunaan pestisida seringkali mencemari lingkungan, biaya untuk pembelian pestisida cukup tinggi, residu pestisida dapat tetap menempel pada buah, terjadinya resistensi hama, dan terbunuhnya 84 Retna Oyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen predator hama sekunder sehingga hama sekunder berkesempatan menjadi hama utama. Penggunaan insektisida berspektrum luas dapat membunuh predator tungau fitofag (Smith, 1997). Upaya untuk mengurangi dampak buruk penggunaan pestisida ialah dengan pendekatan ekosistem melalui pengendalian hama terpadu (PHT). Pemanfaataan musuh alami ialah salah satu komponen utama dalam pelaksanaaan PHT. TMJ mempunyai berbagai jenis musuh alami. Salah satu musuh alami tungau fitofag ialah jamur patogen. Hasil penelitian Puspitarini (2005) pada pertanaman jeruk menemukan TMJ yang terinfeksi jamur Hirsutella sp. Jamur patogen marga Verticillium secara alami menginfeksi tanaman, serangga dan nematoda (Goettel et aI., 2008). Chandler et al. (2000) menyatakan bahwa jamur Verticillium merupakan patogen pada trips, aphid, dan tungau (Anonymous, 2008). Verticillium tricorpus Isaac (Oeuteromycetes: Moniliales) dapat menyebabkan kematian hama penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera: Gracillariidae) sebesar 58.67% (Kamarea, 2007). Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae) yang menyerang tanaman Musa cavendish Lambert (Spermatophyta: Musaceae) di wilayah Jupia, Sao Paolo Negara Brazil ditemukan terinfeksi jamur Verticillium sp. (van deer Geest et aI., 2002). Konidia merupakan organ infektif jamur yang menyebabkan infeksi pada integumen serangga yang diakhiri dengan kematian (Prayogo, 2006). Tingkat konsentrasi konidia berbeda yang diaplikasikan untuk mengendalikan serangga hama menunjukkan tingkat mortalitas yang berbeda. Vu et al.(2007) meneliti 4 5 6 7 V. leccanii pada konsentrasi 10 , 10 , 10 , 10 , 8 dan 10 konidia/ml yang diaplikasikan pad a Aphis gossypii Glover dan Myzus persicae (Sulzer) (Homoptera: Aphididae) mendapatkan 7 8 bahwa pad a konsentrasi 10 dan 10 konidia/ml, patogenisitas jamur tersebut lebih ting~i dibandingkan mortalitas pad a konsentrasi 10 , 5 4 10 , 10 konidia/ml. Mortalitas pada konsentrasi 7 8 10 dan 10 konidia/ml ialah 100%, sedangkan 6 5 4 pad a konsentrasi 10 , 10 , 10 konidia/ml, mortalitasnya dibawah 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi konidia, semakin tinggi pula persentase mortalitas aphid. Selain tingkat konsentrasi konidia, tahap perkembangan serangga hama . dapat mempengaruhi patogenisitas jamur entomopatogen seperti yang dinyatakan oleh Abe dan Ikegami (2005). Mereka meneliti jamur Beauveria bassiana (Balsomo) Vuilemin (Moniliales: Moniliaceae) yang dapat menyebabkan tingkat kematian yang berbeda pada tahap perkembangan trips Frankiniella intonsa (Trybom) (Homoptera: Thripidae). Jamur patogen serangga bisa menginfeksi semua tahap inang. Metarhizium anisopliae diketahui menginfeksi semua tahap kepik Blissus antillus (Hemiptera: Lygaeidae) (Samuel et al., 2002 dalam Samuel et al. 2004). Simova dan Oraganova (2003) meneliti patogenisitas jamur V. lecanii pada Tetranychus urticae (Acari: Tetranychidae) mendapatkan nilai LT 50 .alah 1,29-1,42 hari. Verticillium tricorpus sebelum ditetapkan sebagai agens hayati untuk mengendalikan TMJ, perlu pemahaman patogenisitasnya. Nilai patogenisitas V. tricorpus pada berbagai tahap TMJ menjadi· informasi awal dalam pengembangan jamur tersebut sebagai agens hayati. Penelitian bertujuan untuk mengetahui patogenisitas V. tricorpus pad a berbagai tahap perkembangan TMJ. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang, pada bulan Agustus 2008 sampai Februari 2009. Perbanyakan TMJ TMJ diperoleh dari tanaman apel di Desa Poncokusumo Malang yang kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan oleh Puspitarini (2008, komunikasi pribadi). Setelah dipastikan tungau yang ditemukan ialah spesies TMJ, tungau tersebut kemudian diperbanyak. Perbanyakan tungau TMJ dilakukan dengan membiakkan tungau di arena percobaan, yaitu pad a cawan Petri kaca yang di dalamnya diternpatkan busa. Oi atas busa diletakkan selapis kapas, kemudian sepotong daun kacang merah diletakkan di atas kapas. Luas daun kacang merah lebih kecil dari luas kapas. Kapas dan busa dijenuhi dengan air setiap hari untuk menjaga kesegaran daun dan agar tungau tidak keluar dari arena. Oaun kacang merah diganti setiap 5 hari sekali. 85 Retna Oyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen Perbanyakan V. tricorpus Isolat lokal jamur patogen serangga diperoleh dari koleksi BPTP Sorong Papua. Biakan murni ditumbuhkan pad a medium Potato Oextrose Agar (PDA) di laboratorium. Perbanyakan V. tricorpus dilakukan pad a medium PDA dan diinkubasikan pad a suhu ruang selama 10 hari. Isolasi jamur dilakukan di dalam kotak laminair flow untuk menghindari kontaminasi. Identifikasi V. tricorpus Koloni jamur yang tumbuh pada media PDA diamati seeara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan seeara makroskopis dilakukan pada warna dan permukaan koloni jamur yang terdapat pada eawan Petri. Pengamatan seeara mikroskopis dilakukan dengan sebagai berikut: Media PDA dengan tebal lebih kurang1-2 mm ditempatkan di gelas obyek. V. tricorpus pada eawan Petri kemudian diambil sedikit dengan menggunakan jarum Ose dan diletakkan di atas media PDA. Gelas obyek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Gelas obyek kemudian ditempatkan di dalam kotak plastik yang telah dialasi tisu basah dan diinkubasikan selama 24 jam. Setelah 24 jam, gelas objek tersebut ditempatkan di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 1000x untuk mengamati hifa, konidiofor, bentuk dan warna konidia. Pengamatan mikroskopis dan makroskopis disesuaikan dengan buku identifikasi jamur Barnett (1960) untuk memastikan bahwa jamur tersebut ialah V. tricorpus. Pembuatan Suspensi Konidia V. tricorpus Untuk keperluan aplikasi digunakan biakan jamur V. tricorpus dari media PDA. Konidia di permukaan biakan jamur V. tricorpus berumur tiga sampai empat minggu, dipanen dengan disisir menggunakan jarum ose (loop) steril. Suspensi konidia, dibuat dari konidia yang dipanen dieampur dengan 10 ml aquades steril, kemudian dilakukan pengadukan sehingga konidia terlepas dari media PDA. Konsentrasi konidia ditentukan dengan menggunakan haemacytometer Neubauer. Konsentrasi suspensi 7 8 9 konidia yang diujikan yaitu 10 , 10 dan 10 konidia/ml. Perhitungan konsentrasi menurut Hadioetomo (1993) menggunakan rumus: . K= t X d ,X n X 0.25 106 dimana K ialah konsentrasi konidia (konidia/ml), t ialah konidia dalam jumlah kotak sam pel, d ialah faktor pengeneeran, n ialah jumlah sam pel yang diamati dan 0.25 ialah faktor koreksi. Daya keeambah isolat ditentukan sebelum digunakan pada pereobaan dengan teknik standar (Goettle dan Inglis, 1997 dalam Samuel et al., 2004) Uji Patogenisitas V. tricorpus pada TMJ . Raneangan pereobaan yang digunakan untuk uji patogenisitas ialah raneangan aeak kelompok yang diulang tiga kali, dengan menggunakan konsentrasi V. tricorpus yaitu 0 7 8 9 (sebagai kontrol), 10 , 10 , 10 konidia/ml pad a tahap nimfa, imago jantan dan imago betina TMJ sehingga didapatkan kombinasi 12 perlakuan. Perlakuan-perlakuan tersebut ialah sebagai berikut : 1. Nimfa dan konsentrasi 0 konidia/ml 2. Nimfa dan konsentrasi 107 konidia/ml 8 3. Nimfa dan konsentrasi 10 konidia/ml 9 4. Nimfa dan konsentrasi 10 konidia/ml 5. Imago jantan dan konsentrasi 0 konidia/ml 7 6. Imago jantan dan konsentrasi 10 konidia/ml 8 7. Imago jantan dan konsentrasi 10 konidia/ml 9 8. Imago jantan dan konsentrasi 10 konidia/ml 9. Imago betina dan konsentrasi 0 konidia/ml 7 10. Imago betina dan konsentrasi 10 konidia/ml 8 11. Imago betina dan konsentrasi 10 konidia/ml 9 12. Imago betina dan konsentrasi 10 konidia/ml Pada penelitian digunakan 25 ekor untuk setiap tahap perkembangan TMJ yang berumur sehari. Daun kaeang merah untuk setiap perlakuan dengan ukuran 3x3 em dieelupkan dalam suspensi V. tricorpus selama 5 menit kemudian dikeringanginkan selama lebih kurang 2 menit. Setelah kering, daun kaeang merah diletakkan pada arena pereobaan. Tungau tahap nimfa, imago jantan dan imago betina diletakkan dengan kuas, pada daun kaeang merah. Pada setiap arena pereobaan ditutup dengan sangkar yang berbentuk tabung yang terbuat dari plastik mika dengan tujuan untuk melindungi daun dari debu dan tungau dari serangga yang akan memangsa. Pengamatan mortalitas TMJ pertama kali dilakukan 20 jam setelah perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan selang waktu 20 86 Retno Dyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen jam selama 6 hari. TMJ yang terinfeksi ialah yang menghasilkan gejala adanya massa miselia atau konidia di permukaan tubuh tungau. Persentase mortalitas P. citri dihitung dengan rumus menurut Abbot (1925 dalam Busvine 1971)sebagai berikut: p= ~X100% y dimana P ialah persentase kematian, X ialah jumlah tungau yang mati dan Y ialah jumlah tungau yang diuji. Analisis Data Jumlah TMJ tahap nimfa, imago jantan dan imago betina yang mati dihitung persentase mortalitasnya. Data persentase mortalitas TMJ akibat infeksi V.tricorpus yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam. Jika hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Konidia V. tricorpus dan Tahap Perkembangan TMJ terhadap Mortalitas TMJ Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat konsentrasi konidia jamur V. tricorpus dan tahap TMJ berpengaruh nyata pada mortalitas TMJ. Rata-rata mortalitas TMJ akibat infeksi V.tricorpus disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi tungau TMJ mengakibatkan mortalitas TMJ juga semakin tinggi. Menurut Krutmuang dan Mekchay (2005), persentase mortalitas serangga rayap oleh Metarhizium anisopliae tergantung dari tingkat konsentrasi konidia. Semakin tinggi tingkat konsentrasi konidia yang diperlakukan juga menunjukkan tingginya tingkat mortalitas serangga uji. Kondisi tersebut memberi peluang yang lebih baik bagi konidia untuk menempel, berhasil berkecambah dan selanjutnya melakukan penetrasi pad a tubuh inang (Desyanti et al., 2007). Hall (1980 dalam Prayogo, 2006) menyatakan keberhasilan pengendalian ham a dengan jamur entomopatogen juga ditentukan oleh konsentrasi jamur yang diaplikasikan. Konidia jamur deuteromycetes mempunyai hydrophobic surface (Bidochka et aI., 2000) yang dapat membantu interaksi awal antara konidia dan kutikuka inang . TMJ. Proses menempel konidia jamur deutero- , mycetes pada kutikula serangga, ialah interaksi hidrofobik non spesifik (Boucias et al., 1988 dalam Bidochka et aI., 2000). Konsentrasi konidia berpengaruh terhadap mortalitas Tetranychus sp. yang diperlakukan dengan Beauveria bassiana (Balsomo) Vuilemin (Deuteromycetes: Moniliaceae) (Rahardjo et al., 2002). Semakin tinggi konsentrasi konidia yang diberikan pada perlakuan semakin tinggi pula mortalitas tungau 7 yaitu pada konsentrasi 10 konidia/ml adalah 3 76.67% sedangkan pada konsentrasi 10 konidia/ml mortalitas tungau ialah 57.50%. Tabel 1 menunjukkan bahwa pad a kon8 9 sentrasi V.tricorpus (KVt) 10 dan 10 konidia/ml persentase mortalitas stadia imago jantan dan betina TMJ lebih .tinggi daripada mortalitas stadia nimfa. Tingginya mortalitas imago jantan dan imago betina TMJ berhubungan dengan bentuk fisik permukaan (surface topography) kutikula imago jantan dan betina. Menurut Leger et al. (1991 dalam Bidochka et al., 2000) bentuk fisik permukaan kutkula serangga menentukan keberhasilan pembentukan apresorium setelah konidia berkecambah dan sebelum menetrasi masuk kutikula. Hal tersebut menunjukkan imago jantan dan betina mempunyai bentuk fisik permukaan kutikula yang lebih mendukung infeksi V. tricorpus dibanding nimfa. Persentase mortalitas imago jantan pada 8 9 KVt 10 dan 10 konidia/ml lebih tinggi dari imago betina. Hal tersebut diduga terkaitdengan ukuran tubuh imago jantan yang lebih kecil (p=0.24 mm, I = 0.15 mm, dibandingkan imago betina yang ukuran tubuhnya lebih besar (p=O.35 mm, 1=0.23 mm (Puspitarini, 2005). Ukuran tubuh berhubungan dengan bentuk fisik permukaan kutikula. Imago jantan mempunyai ukuran tubuh lebih kecil yang menghasilkan iklim mikro dengan kelembaban tinggi, sehingga mendukung perkecambahan konidia sampai dengan membunuhnya. Abe dan Ikegami (2005) yang meneliti trips menyatakan bahwa mortalitas Thrips coloratus Schmutz (Homop-tera: Thripidae) yang dikendalikan dengan B. bassiana pada imago jantan lebih tinggi dibandingkan dengan trips imago betina. Hal tersebut disebabkan bahwa ukuran thrips imago jantan lebih kecil daripada trips imago betina sehingga jamur lebih cepat menginfeksi. Faktor lain yang menyebabkan tingginya mortalitas imago jantan dan betina TMJ dibandingkan denqan stadia nimfa karena imago jantan dan betina tidak 87 Retne Oyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen berganti kulit, sedangkan pada stadia nimfa masih melalui proses ganti kulit sehingga konidia yang menempel pada tubuh nimfa ikut terlepas bersamaan dengan proses ganti kulit. Dengan demikian konidia yang men em pel pada nimfa menjadi hilang atau sedikit sehingga mortalitas pada nimfa menjadi rendah. Sapdi (1999) mengemukakan apabila penetrasi jamur belum terjadi sampai saat berlangsungnya proses ganti kulit, maka jamur yang men em pel pada integumen serangga kemungkinan hilang bersamaan dengan terlepasnya integumen serangga tersebut. Tingginya persentase mortalitas imago jantan dan . imago betina TMJ tidak terjadi pada KVt 107 konidia/ml, persentase mortalitas stadia nimfa, imago jantan dan imago betina ialah sama. 7 Pad a KVt 10 konidia/ml, infeksi jamur V. tricorpus pada TMJ tidak dapat optimal akibat rendahnya konsentrasi konidia yang diperlakukan sehingga persentase mortalitas tungau juga rendah. Konsentrasi konidia sangat berpengaruh pad a tingkat mortalitas rayap. Pada tingkat konsentrasi konidia tinggi, mortalitas rayap ialah 100% dan pada konsentrasi konidia rendah mortalitas rayap hanya 50% (Yoshimura dan Takahasi, 1998 dalam Desyanti et al., 2007). Tabel 1. Mortalitas stadia nimfa, imago jantan dan imago betina TMJ akibat infeksi V. tricorpus pada berbagai konsentrasi (Table 1. Mortality of CRM nymph, adult male and female that infected by V. tricorpus on several concentration) Konsentrasi konidia (Conidia concentration) (ml) 20 MortalitasTMJ (%) ....... jam setelah aplikasi V. tricorpus (Mortality of CRM (%).... hours after V. tricorpus application) 40 60 80 100 120 0 Nimfa/ nymph 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 O.OOa Jantan/ male 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 O.OOa Betina (female) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 O.OOa Nimfa (nymph) 0.00 0.00 8.00 10.67 16.00 21.33b Jantan (male) 0.00 5.33 12.00 16.00 17.33 21.33b Betina (female) 0.00 6.67 9.333 14.67 17.33 22.67b 0.00 4.00 4.00 10.67 16.00 24.00b 26.67 28.00 32.00c 1.344x10 1.124x10 Nimfa (nymph) Jantan (male) 0.00 9.33 17.33 Betina (female) 0.00 9.33 14.67 18.67 29.33 29.33c 0.00 2.67 8.00 13.33 21.33 29.33c Jantan (male) 0.00 26.67 33.33 37.33d 0.00 10.67 5.33 24.00 Betina (female) 10.67 16.00 25.33 33.33cd 1.026x10 Nimfa (nymph) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolorn yang bersesuaian menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT dengan taraf 5% (Number that followed by the same letter at the same column showed no significantly different at 5% SSD test) 88 Retno Oyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen 7 Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada KVt 10 konidia/ml, 40 jam setelah aplikasi (JSA) belum ditemukan nimfa TMJ yang mati, tetapi kematian sudah terjadi pada imago jantan dan imago betina. Nimfa TMJ baru ditemukan mati pada 60 JSA. Waktu kematian tungau ber-hubungan dengan kecepatan konidia untuk berkecambah di permukaan kutikula. Waktu perkecambahan konidia Nomuraea rileyi ditentu-kan oleh variasi komposisi integumen larva untuk inang berbeda (Srisukchayakul et al., 2000). Proses lnfeksi V. tricorpus pada tubuh nimfa lambat dan akhirnya kematian juga membutuhkan waktu yang lama. Kematian imago jantan dan betina sudah terjadi pada 40 JSA karena imago jantan dan imago betina lebih aktif bergerak dibandingkan dengan stadia nimfa. Hal tersebut mengakibatkan konidia V. tricorpus cepat menempel pada tubuh imago jantan dan imago betina daripada stadia nimfa. Dengan demikian konidia V. tricorpus dapat dengan cepat menginfeksi imago jantan dan imago betina TMJ, sehingga kematian juga terjadi dengan cepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sweetman (1958), bahwa jamur patogen serangga membutuhkan waktu 24 - 120 jam sejak kontak dengan inang, yang selanjutnya melakukan penetrasi sampai dapat menimbulkan gejala infeksi pada inang. Gopal dan Gupta (2001) mengemukakan jamur entomo-patogen Hirsute/la thompsonii (Fisher) (Deuteromycetes: Moniliales) yang diaplikasikan pada tungau yang menyerang tanaman kelapa Aceria guerreronis Keifer (Acari: Eryophiidae) membutuhkan waktu 48 jam untuk dapat menyebabkan kematian tungau tersebut. Tohidin et at. (1993) juga mengemukakan jamur patogen serangga membutuhkan waktu 24 - 96 jam untuk penetrasi sampai dapat menimbulkan gejala infeksi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Vu et al. (2007) bahwa jamur Verticillium sp. membutuhkan waktu 24 jam untuk menginfeksi Myzus persicae (Sulzer) dan Aphis gossypii Glover ' (Homoptera: Aphididae). Konidia jamur entomopatogen membutuhkan waktu 24-48 jam untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi serangga inang (Miran-puri dan Khachatourians, 1991 dalam Tefera dan Pringle, 2003). KESIMPULAN Isolat V. tricorpus dari BPTP Papua patogenik pada imago jantan, betina, serta nimfa TMJ. Kematian TMJ mencapai 37% pada 120 jam . setelah inokulasi 1.026x109 konidia/ml. Patogenisitas beragam menurut konsentrasi konidia dan tahap perkembangan TMJ. Isolat lebih patogenik pada imago jantan dan betina daripada nimfa. Patogenisitas isolat pada TMJ semakin menurun 9 8 dengan semakin rendahnya konsentrasi (10 , 10 , 7 10 konidia/ml). DAFT AR PUST AKA Abe M. and T. Ikegami. 2005. Susceptibility of Five Species of Thrips to Different Strains of the Entomopathogenic Fungus, Beauveria bassiana. Applied Entomology and Zoologu. 40(4) : 667-674. Anonymous. 2008. Beauveria bassiana, Metharizium anisopliae, Verticilium lecanii, dan Hirsute/la thompsonii. Di Kirim oleh Agrinfo. Diunduh dari www. Pikiran Rakyat.Com pada Tanggal 17 Februari 2008. Barnett, H. L. 1960. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publishing Company, Minneapolis. pp.218. Bidochka, M.J., A.M. Kamp and J.N.A.De Croos. 2000. Insect Pathogenic Fungi: from Gene to Populations. In: J.W. Kronstad (Ed.) Fungal Pathology. Kluwer Acad. Publ. Netherland. p:171-193. Busvine, J. R. 1971. A Critical Review of the Techniques for Testing Insecticides. 2 Nd Ed. The Commonwealth Institute of Entomology. London. p. 72-84. Chandler, D., G, Davidson, J. K. Pell, B. V. Ball, K. Shaw and K. D. Sunderland. 2000. Abstrak: Fungal Biocontrol of Acari. Biocontrol Science and Technology. 10:1 Desyanti, S. H. Yusuf, YSulaeman dan S. Teguh. 2007. Keefe ktifan Beberapa Spesies Cendawan Entomopathogen Untuk Mengendalikan Rayap Tanah Coptotermes gestroi Wasmann (Isoptera: Rhinotermitidae) denqan Metode Kontak dan Umpan. Jurnal IImu dan Teknologi Kayu Tropis. 5 (2) : 68-77. Goettel, M. S., K. Masanori, J.K. Jeong, A. Daigo, S. Ryoji and B. Jacques. 2008. Potential of Lecanici/lium spp. for Management of Insects, Nematodes, and Plant Diseases. Journal of Invertebrate Pathology. 98: 256-261. 89 Retno Oyah Puspitarini et al.: Patogenisitas Jamur Entomophatogen Gupta. 2001. Has Hirsutella thompsonii the Wherewithal to Counter Gopal, M. and A Coconut Eriophyid Mite Scourge? Current Science. 80 (7): 831-836. Hadioetomo, R S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta. pp.78. Kamarea, M. 2007. Uji Pengaruh Asam Cuka pada Media Beras terhadap Pertumbuhan Jamur Verticillium tricorpus sebagai Agen Pengendali Hayati. Tugas Akhir. STIPER Jayapura.Diunduh dari Http://Wuryan .Wordpress. Com. Pada 12 Juli 2008. Krutmuang, P. and S. Mekchay 200S. Pathogenicity of Entomopathogenic Fungi Metharizium anisopliae Against Termites. Conference on International Agricultural Research for Development. StutgartHohenheim. 11-13 October 200S. pp.4. Prayogo, y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopathogen untuk Mengendalikan Hama Tana man Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 2S(2): 48-S4. Puspitarini, R D. 200S. Biologi dan Ekologi Tungau Merah Jeruk, Panonychus citri (Mcgregor) (Acari:Tetranychidae). Disertasi. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. pp.120. Rahardjo, I. B., Maryam, ABN., Saefulloh., E. Silvia., dan T. Mulyana. 2002. Uji Residu Empat Isolat Beauveria bassiana terhadap Tungau Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae) sebagai Vektor Virus pada Tanaman Anyelir (Dianthus caryophyllus L.). Jurnal Agrin. S (46): 32-37 Samuel, RI., D.L.A Corocini,CAM. Santos and CAT. Dos Gava. 2004. Infection of Blissus antillus (Hemiptera: Lygaeidae) Eggs by Entomophatogenetic Fungi Metarzhium Anisopliae and Beuveria Bassiana. Journal of Bio Contr. 23:269273. Sapdi. 1999. Mortalitas Nimpha Nezara viridula L. pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Suspensi Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana. Vuill. Agrista. 3(1): 13-19. Simova, S. and Draganova. 2003. Virulence of Entomopathogenic Fungi to Tetranychus urticae Koch (Tetranychidae, Acarina). Rasteniev Dni Nauki. 40:87-90. . Smith, D. 1997. Citrus Pest and Their Natural Enemies Integrated Pest Management in Australia. GAC Beattie and Roger Broadly ..Australia. 2S6-262 Srisukchayakul, P., C. Wiwat and S. Pantuwatana. 2000. Studies on the Pathogenesis of the Local Isolates of N. rileyi Against S. litura. Research Article. Diunduh dari Http://Www.Thaiscience. Info/Article for Tha iscience/ Article/6fT s6.Pdf Tanggal 24 September 2008. pp.4. Sweetman, H.L. 19S8. The Principal of Bio-Iogical Control Interrelation of Hosts and Pests and Utilization in Regulation of Animal and Plant Populations. WM. C. Brown Company Publishers. Dubuque, IOWA pp.212. Tefera, T. and K. L. Pringle. 2003. Effect of Exposure Method to Beauveria bassiana and Conidia Concentration on Mortality, Mycosis, and Sporulation in Cadavers of Chilo partellus (Lepidoptera: Pyrallidae). Journal of Invertebrate Pathology. 84: 909S. Tohidin, AT. Lisrianto, dan B.P. Machdar. 1993. Daya Bunuh Jamur Entomo-patogen Beauveria bassiana (Balsomo) Vuilemin (Deuteromycetes: Moniliaceae) terhadap Leptocorisa ecute Thunberg (Hemiptera: Alididae) di Rumah Kaca. Prosiding Makalah Simposium Patologi Serangga I. PEl. Cabang Yogyakarta dan Fakultas Pertanian, UGM. Yogya-karta. p. 13-18. Van Der Geest, L.P.S., Gilberto, J.M. De, N. Denise., and RT. Marcel. 2002. New Records of Pathogenic Fungi in Mites (Arachnida: Acari) from Brazil. Neotropical Entomology 31(3). Diunduh dari Http://www.Scielo.BrIScielo. Php. Pad a 1 November 2008. Vu. V.H., S.H. Hong, and K. Kim. 2007. Selection of Entomopathogenic Fungi for Aphid Control. Journal of Bioscience and Bioengineering. 104 (6) : 498-S0S. Wu, T. K., and K.C. Lo. 1989. Intregated Control of Citrus Red Spider Mite, Panonychus citri (Acari: Tetranychidae). Chinese Journal Entomology. Special Publication (3): 23S247.