ÿþM icrosoft W ord - J urnal
Transcription
ÿþM icrosoft W ord - J urnal
Jurnal Biology Education Volume ume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Jurnal Biology Education (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) Tingkat Keanakaragaman Hayati dan Pemamfaatannya emamfaatannya di Indonesia Oleh : M. Ridhwan Usaha Usaha-usaha usaha Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar Oleh : Musriadi Penerapan Kurikulum Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains pada SD/MI di Provinsi Aceh Oleh: Ibrahim Kurikulum Tingkat Satuan Pen Pendidikan (KTSP TSP) dan Peningkatan Kumpetensi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA Oleh : Jailani Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar S Sebagai ebagai Media Pembelajaran Zoology Invertebrata Oleh : Armi Tinjauan tentang Perilaku Petani dalam Penggunaan Pestisida di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar Oleh : Jalaluddin Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi di LPTK Oleh : Evi Apriana Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia Polytricha) Yang Tumbuh Pada Alam Oleh : Abdullah Pendidik Menerapkan Strategi Pembelajaran Konvensional Suatu Evaluasi Hasil Penelitian Eksperimen Semu (Quasy experiment) Di SD Kota Ternate Oleh : Said Hasan Penerbit Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) Dewan Redaksi Ketua : Jailani Sekretaris : Musriadi Anggota Redaksi Armi M. Ridhwan Evi Apriana Jalaluddin Erdi Surya Mardiana Rubiah Tata Usaha Ibrahim Almukarramah Azwir Nurul Akmal Mitra Bestari : Prof. Aloius Duran Corebina, M.Pd Prof. Jamaluddin Idris, M.Pd Prof. Murniati AR, M.Pd Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd Dr. Djufri, M.Si Dr. Muhibuddin, M.Si Dr. Abdullah, M.Si (UM – Malang) ( IAIN Ar Raniry) (Unsyiah) (Unimed) (Unimed) (Unsyiah) (Unsyiah) (Unsyiah) Alamat Redaksi Jln. T. Imeum Lueng Bata Universitas Serambi Mekkah Email : [email protected] Contat Person 08126941472/081360010330 Dicetak di Percetakan CV. Azzam Banda Aceh. Isi diluar tanggung jawab percetakan Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) Pedoman Penulisan 1. Artikel di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris, merupakan tulisan orisinil penulis berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori serta tinjauan teoritis yang belum pernah dikirim dan dipublikasi di jurnal lain 2. Artikel di ketik dengan program microsoft word pada kertas ukuran kwarto (A4) minimal 10 halaman dan maksimal 15 halaman dengan jarak baris 2 spasi 3. Abstrak di tulis dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia. Panjang abstrak 100- 150 kata, di tulis dalam satu paragraf dan diketik dalam spasi tunggal 4. Artikel hasil penelitian memuat : judul, nama pengarang ( tanpa gelar akademik). Abstrak bahasa inggris atau bahasa indonesia, kata kunci, pendahuluan, tujuan, metode, hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar rujukan, (berisi pustaka yang dirujuk dalam artikel) 5. Daftar pustaka di sajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan di urutkan secara alfabetis dan kronologi Apriana, E., Munandar, A., Rustaman, N.Y., Surtikanti, H.K. (2011).Kawasan Konservasi Aceh dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Biologi Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Biologi “Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National Achievement with Global Reach”.Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Sabtu, 22 Januari 2011. Creswell, J.W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research.Third Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. 6. Naskah dikirim kealamat sekretariat redaksi Jurnal Biology Education Jln. Tgk. Imuem Lueng Bata Batoh contant person 08126941472/081360010330 atau via internet melaui : email [email protected] 7. Dewan Redaksi akan merespon semua naskah setelah mendapat jawaban dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari 8. Penulis yang artikelnya di muat wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun, dan memberikan konstribusi biaya cetak catak minimal Rp. 200.000,- dilunasi setelah naskah diperiksa dan di nyatakan publikasi oleh Dewan Redaksi serta Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imabalan berupa bukti pemuatan 2 eksampler dan surat keterangan pemuatan yang di tanda tangani oleh Dewan Redaksi Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X PENGANTAR REDAKSI Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt, dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga Jurnal Biology Education ini dapat TERBIT PERDANA. Kemudian selawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari samudera kebathilan menuju pantai ilmu pengetahuan serta yang menuntun hati manusia menuju jalan kebenaran dan berakhlakul karimah. Tulisan Pedana ini memuat serangkain artikel diantaranya Partisipasi Pria dalam Program Keluarga Berencana, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Peningkatan Kumpetensi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA, Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoology Invertebrata, Usaha-usaha Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar, Tingkat Keanakaragaman Hayati dan Pemamfaatannya di Indonesia, Penerapan Kurikulum Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains pada SD/MI di Provinsi Aceh, Tinjauan tentang Perilaku Petani dalam Penggunaan Pestisida di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar, Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi di LPTK, Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia Polytricha) Yang Tumbuh Pada Alam Jurnal Biology Education ini terbit melibatkan banyak pihak dalam memberi bimbingan, motivasi, oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini Tim Dewan Redaksi menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu proses pelaksanaan penerbitan pedana Jurnal Biology Education ini. Semua pihak yang telah membantu Dewan Redaksi untuk menyelesaikan Jurnal Biology Education ini Demikian isi Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ini, dengan ucapan terima kasih kepada penulis. Semoga dengan terbitnya edisi ini memacu para insan akademisi untuk lebih kreatif dan mengungkapkan suatu ide dan pemikiran secara ilmiah dan profesional dalam tulisan Tim Redaksi Jurnal Biology Education Volume ume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Jurnal Biology Education (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) VOLUME 1 OKTOBER 2012 Tingkat Keanekaragaman karagaman Hayati Dan Pemanfaatannya Di Indonesia M. Ridhwan (1-4) Usaha-Usaha Usaha Pengelolaan Kesehatan Lin Lingkungan Sekolah Di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar Musriadi (5-17) Penerapan Kurikulum Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains Pada SD/MI Di Provinsi Aceh Ibrahim (18-22) Kurikulum Tingkat Satuan pen pendidikan (KTSP) dan Peningkatan Kompetensi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA Jailani (23-29) Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoology Invertebrata Armi (30-35) Tinjauan Tentang Perilaku Petani Dalam Penggunaan gunaan Pestisida Di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar Jalaluddin (36-46) Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi Di LPTK Evi Apriana (47-54) Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang ((Volvariella volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) Yang Tumbuh Pada Alam Abdullah (55-59) Pendidik Menerapkan Strategi Pembelajaran Konvensional Suatu Evaluasi Hasil Penelitian Eksperimen Semu ((Quasi experiment)) di SD Kota Ternate Said Hasan (60-65) Diterbitkan Oleh : FKIP Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Jurnal Biology Education Volume 1 Hal 1-65 Banda Aceh Oktober 2012 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X TINGKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PEMANFAATANNYA DI INDONESIA M. Ridhwan** Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh ABSTRAK Keanekaragaman hayati merupakan varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras dan gandum. Sumber lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu sebagai makanan pokok di beberapa daerah mulai ditinggalkan. . Selain tanaman pangan yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia. Kita mempunyai zona ekonomi eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk mencari nafkah. PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati merupakan varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup. Apabila anda mendengar kata “Keanekaragaman”, dalam pikiran anda mungkin akan terbayang kumpulan benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya. Bayangan tersebut memang tidak salah. Kata keanekaragaman memang untuk menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda, yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur ataupun jumlah. Sedangkan kata “Hayati” menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Jurnal Biology Education Sedangkan keanekaragaman dari makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri antara makhluk hidup.Jika Anda perhatikan tumbuhan-tumbuhan itu, maka Anda akan menemukan tumbuhantumbuhan yang berbatang tinggi, misalnya: palem, mangga, beringin, kelapa. Dan yang berbatang rendah, misalnya: cabe, tomat, melati, mawar dan lain-lainnya. Ada tumbuhan yang berbatang keras, dan berbatang lunak. Ada yang berdaun lebar, tetapi ada pula yang berdaun kecil, serta bunga yang berwarna-warni. Begitu pula Anda akan menemukan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki kesamaan ciri seperti: tulang daun menyirip atau sejajar, sistem perakaran tunggang atau serabut, berbiji tertutup atau terbuka, mahkota bunga berkelipatan 3 atau 5 dan lain-lain. Begitu pula pada hewan-hewan yang Anda temukan, terdapat hewan-hewan yang bertubuh besar seperti kucing, sapi, kerbau, dan yang bertubuh kecil seperti semut. PEMBAHASAN Pada masyarakat Sumatra Barat (Minangkabau), Bali, Banjar (Kalimantan) dikenal juga dengan ritual upacara-upacara adat. Jenis tanaman yang banyak dipergunakan dalam upacara adat ini adalah padi, kelapa, jeruk, kapur barus, pinang dan tebu. Budaya Page 1 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan upacara mengirim doa pada leluhur. Upacara ini juga menggunakan berbagai jenis tumbuhan bunga yaitu mawar, kenanga, kantil, dan selasih. Untuk pembuatan kembar mayang pada pesta perkawinan suku Jawa dipergunakan jenis tumbuhan yaitu janur muda dari kelapa, mayang (bunga pinang), beringin, kemuning, daun spa-spa (Flemingialineata), daun kara (phaseolus lunatus), daun maja, daun, alang slang, daun kluwih (Artocarpus cornmunis), daun salam, daun dadap, daun girang, dan daun andhong. Disamping itu dikenal juga pemotongan ayam jantan untuk ingkung yang biasanya ayam berbulu putih mulus atau ayam berbulu hitam mulus (ayam cemani). Aneka tanaman yang dipergunakan untuk upacara memandikan keris di Yogyakarta adalah jeruk nipis, pace, nanas, kelapa, cendana, mawar, melati, kenanga, dan kemenyan Selain melekat pada upacara adat, kekayaan sumber daya hayati Indonesia tampak pada hasil-hasil kerajinan daerah dan kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan kerang-kerangan di Nusa Tenggara dan Ambon, kerajinan kenari di Bogor, daerah. Pada hari lingkungan hidup sedunia ke-18, Presiden RI menetapkan melati sebagai puspa bangsa, anggrek bulan sebagai puspa pesona dan bunga raflesia sebagai puspa langka. Tiga satwa langka yang ditetapkan sebagai satwa nasional adalah Komodo, ikan siluk merah dan elang jawa. Kerajinan batik dan tenun ikat, kerajinan tikar, patung, dan lain-lain. Kekayaan sunber daya hayati juga nampak pada penggunaan maskot flora dan fauna di semua Provinsi di Indonesia sebagai identitas. Guna Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia. Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras. Sumber lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu sebagai makanan pokok di beberapa daerah mulai ditinggalkan. Ketergantungan pada beras ini menimbulkan krisis pangan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Selain tanaman pangan yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia. Kita mempunyai zona ekonomi Jurnal Biology Education eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk mencari nafkah. Budi daya udang , bandeng dan lele dumbo sangat potensial juga sebagai sumber pangan. Oncom , tempe, kecap, tape, laru (minuman khas daerah Timor), gatot, merupakan makanan suplemen yang disukai masyarakat Indonesia. Jasa mikro organisme seperti kapang, yeast dan bakteri sangat diperlukan untuk pembuatan makanan ini. Beberapa jenis tanaman seperti suji, secang, kunir, gula aren, merang padi, pandan banyak digunakan sebagai zat pewarna makanan. Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan. Kapas, rami, yute, kenaf, abaca, dan acave serta ulat sutera potensial sebagai bahan sandang. Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Kalimantan dan Sulawesi. Rumah adat di Indonesia hampir semuanya memerlukan kayu sebagai bahan utama. Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok kelapa (glugu) dipergunakan sebagai bahan bangunan. Dengan makin mahalnya harga kayu jati saat ini berbagai jenis kayu seperti meranti, keruing, ramin dan kayu kalimantan dipakai juga sebagai bahan bangunan.Penduduk Pulau Timor dan Pulau Alor menggunakan lontar (Borassus sundaicus) dan gewang (Corypha gebanga) sebagai atap dan didinding rumah. Beberapa jenis palem seperi Nypa fruticas, Oncosperma horridum, Oncossperma tigillarium dimanfaatkan oleh penduduk Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk bahan bangunan rumah. Masyarakat Dawan di Pulau Timor memilih jenis pohon timun (Timunius sp), matani (Pterocarpus indicus), sublele (Eugenia sp) sebagai bahan bangunan disamping pelepah lontar, gewang dan alang-alang (Imperata cyllndrica) untuk atap. Aspek Kultural Sumberdaya Hayati di Indonesia. Indonesia memiliki kurang lebih 350 etnis dengan keanekaragaman agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Dalam upacara ritual keagamaan atau dalam upacara adat banyak sekali sumber daya hayati yang dipergunakan. Sebagai contoh, ummat Islam menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa pada setiap hari raya korban, sedangkan umat nasrani memerlukan pohon cemara setiap Page 2 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X natal. Umat Hindu membutuhkan berbagai jenis sumber daya hayati untuk setiap upacara keagamaan yang dilakukan. Banyak jenis pohon di Indonesia yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat atau tempat tinggal roh jahat seperti beringin, bambu kuning (di Jawa). Upacara kematian di Toraja menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang dianggap mempunya nilai magis untuk ramuan memandikan mayat misalnya limau, daun kelapa, pisang dan rempah-rempah lainnya. Disamping itu dipergunakan pula kerbau belang . Pada upacara ngaben di Bali dipergunakan 39 jenis tumbuhan. Dari 39 jenis tersebut banyak yang tergolong penghasil minyak atsiri dan bau harum seperti kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih dan cendana. Jenis lain yaitu dadap dan tebu hitam diperlukan untuk, kelapa gading diperlukan untuk menghanyutkan abu ke sungai. Keanekaragaman Hayati Indonesia Tahukah Anda, bahwa Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi? Dua negara lainnya adalah Brazil dan Zaire. Tetapi dibandingkan dengan Brazil dan Zaire, Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah disamping memiliki keanekragaman hayati yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental, Australia, dan peralihannya. Selain itu di Indonesia terdapat banyak hewan dan tumbuhan langka, serta hewan dan tumbuhan endemik (penyebaran terbatas). Untuk lebih memahami materi tersebut, silakan Anda simak uraian mengenai keaneragaman hayati yang terdapat di Indonesia berikut ini! Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri. Jurnal Biology Education Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut sebagai kelompok flora Malesiana. Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohonpohon yang menghasilkan biji bersayap. Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi hutan. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya Keruing ( Dipterocarpus sp), Meranti (Shorea sp), Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu kapur (Drybalanops aromatica). Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian (Durio zibetinus), Mangga (Mangifera indica), dan Sukun (Artocarpus sp) di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi. Sebagai negara yang memiliki flora Malesiana apakah di Malaysia dan Filipina juga memiliki jenis tumbuhan seperti yang dimiliki oleh Indonesia? Ya, di Malaysia dan Filipina juga terdapat tumbuhan durian, mangga, dan sukun. Di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia. Tumbuhan ini tumbuh di akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar, yaitu Tetrastigma. Bagaimana dengan wilayah Indonesia bagian timur? Apakah jenis tumbuhannya sama? Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan non-Dipterocarpaceae. Hutan ini memiliki pohon-pohon sedang, diantaranya beringin (Ficus sp), dan matoa (Pometia pinnata). Pohon matoa merupakan tumbuhan endemik di Irian. Selanjutnya, mari kita lihat hewan (fauna) di Indonesia. Hewan-hewan di Indonesia memiliki tipe Oriental (Kawasan Barat Indonesia) dan Australia (Kawasan Timur Indonesia) serta peralihan. Hewanhewan di bagian Barat Indonesia (Oriental) Page 3 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Banyak species mamalia yang berukuran besar, misalnya gajah, banteng, harimau, badak. Mamalia berkantung jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada. 2. Terdapat berbagai macam kera, misalnya: bekantan, tarsius, orang utan. 3. Terdapat hewan endemik, seperti: badak bercula satu, binturong (Aretictis binturang), monyet (Presbytis thomari), tarsius (Tarsius bancanus), kukang (Nyeticebus coucang). 4. Burung-burung memiliki warna bulu yang kurang menarik, tetapi dapat berkicau. Burung-burung yang endemik, misalnya: jalak bali (Leucopsar nothschili), elang jawa, murai mengkilat (Myophoneus melurunus), elang putih (Mycrohyerax latifrons). Irian Jaya (Papua) memiliki hewan mamalia berkantung, misalnya: kanguru (Dendrolagus ursinus), kuskus (Spiloeus maculatus). Papua juga memiliki kolek si burung terbanyak, dan yang paling terkenal adalah burung Cenderawasih (Paradiseae sp). Di Nusa Tenggara, terutama di pulau Komodo, terdapat reptilian terbesar yaitu komodo (Varanus komodoensis). Sedangkan daerah peralihan meliputi daerah di sekitar garis Wallace yang terbentang dari Sulawesi sampai kepulauan Maluku, jenis hewannya antara lain tarsius (Tarsius bancanus), maleo (Macrocephalon maleo), anoa, dan babi rusa (Babyrousa babyrussa) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keanekaragaman hayati merupakan varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik Jurnal Biology Education yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup. Ada Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam Keanekaragaman Hayati diantaranya adalah: Guna Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan Aspek Kultural Sumberdaya Hayati di Indonesia saran Adapun saran yang dapat pmakalah sampaikan adalah, Dapat dijadikan bahan bacaan yang bermamfaat untuk memahami keanekaragaman hayati. Dapat memberikan pemahan tentang pentingnya melestarikan keaneka ragaman hayati. DAFTAR PUSTAKA Adam dan Dickey (2003), Basic Principles of Student Teaching, Jakarta, Rineka Cipta Dahuri, (2004), Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Jakarta : PT. Pradnya Paramita Daryanto, (2007), Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya : Apollo Nontji, (2005), Laut Nusantara, Jakarta, Djambatan Padmanaba, M. dan Sheil, D., 2007. Finding and promoting a local conservation consensus ina globally important tropical forest landscape, Biodiversity and Conservation, vol 16, no 1, hal. 1137–1151. Rifai, M.A (1992), Keanekaragaman Hayati. Surabaya FPMIPA IKIP Surabaya Sastrapraja, D.S. dkk. ( 1989 ), Keanekaragaman Hayati Untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Bogor : Puslitbang Bioteknologi Sudjono Anas, (2001), Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta, Raja Gravindo Persada Page 4 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X USAHA-USAHA PENGELOLAAN KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMP NEGERI 1 SIMPANG TIGA KABUPATEN ACEH BESAR Oleh Musriadi ** Mahasiswa Doctor Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan ABSTRAK Pengelolaan adalah penyelenggaraan atau kepengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efesien. Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan guru dalam pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah sudah dikelola dengan baik dalam peningkatan proses belajar mengajar. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan siswa dalam pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah sudah dikelola dengan baik dalam peningkatan proses belajar mengajar. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa, dengan metode deskriptif. Tehnik pengumpulan data melalui observasi, angket dan wawancara. Analisis data dengan menggunakan rumus persentase. penelitian ini memberikan kesimpulan Usaha-usaha guru dalam pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal, guru selalu menjaga dan membersihkan lingkungan sekolah dan guru juga selalu memberi bimbingan kepada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Usaha-usaha siswa dalam pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal, siswa selalu menjaga dan membersihkan halaman sekolah antara lain menanami tanaman, menyirami tanaman dan menyapu halaman sekolah agar selalu terjaga kebersihnya. PENDAHULUAN Dewasa ini pemerintah Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang madani, telah melakukan berbagai macam usaha. Salah satu usaha yang sangat ditekankan oleh pemerintah yaitu menciptakan lapangan pekerjaan, serta kehidupan yang layak bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, sektor pembangunan sangat signifikan menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya terpenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Pemerintah juga melakukan pembangunan kesehatan, dimana pembangunan kesehatan menuju Indonesia yang sehat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang serta berusaha mencegah timbulnya penyakit di kalangan penduduk agar terwujudnya kesehatan masyarakat yang optimal. Menurut Depkes RI, (2002:4) bahwa: “Terciptanya kesehatan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup dilingkungan yang sehat, dengan prilaku yang sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau Jurnal Biology Education pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata”. Pembangunan dibidang pendidikan kesehatan juga tak kalah pentingnya, dimana bidang pembangunan pendidikan kesehatan ini akan mempengaruhi pola pikir dari masyarakat Indonesia. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk menanam pengertian tentang kesehatan kepada anak didik sedini mungkin. Didalam penataran Penyegaran yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1999 : 50-51) pendidikan kesehatan mempunyai tujuan sebagai berikut : “Tujuan pendidikan kesehatan ialah agar peserta didik memiliki pengetahuan tentang kesehatan sedini mungkin dan agar dapat menerapkan hidup sehat (sehat fisik, mental dan sosialnya) dalam kehidupannya seharisehari. Selain itu juga untuk meningkatkan taraf/derajat kesehatan kemampuan hidup sehat peserta didik serta dapat mengembangkan dalam lingkungan hidupnya”. Berdasarkan pengertian dari tujuan pendidikan kesehatan tersebut, maka sudah seharusnya golongan masyarakat mendukung Page 5 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X usaha-usaha yang dilakukan dalam hal peningkatan kesehatan. Pemerintah dalam usaha menanamkan pendidikan kesehatan dalam masyarakat, telah berupaya untuk melakukan pemeliharaan serta peningkatan kemampuan hidup. Dimana pemerintah telah menetapkan program Usaha Kesehatan Sekolah untuk dilaksanakan disetiap sekolah. Semua ini dilakukan mengingat anak-anak usia sekolah masih sangat peka terhadap lingkungan, dimana anak-anak yang sehat menjadi modal dalam pembangunan yaitu sebagai sumber daya manusia yang sehat fisik, mental dan sosial. Dengan demikian nantinya mempunyai produktivitas kerja yang optimal. Didalam program usaha kesehatan sekolah pengelolaan lingkungan sekolah merupakan faktor yang penting yang harus diperhatikan karena sangat bermanfaat kepada siswa, jika lingkungan sekolah bersih dan sehat maka siswa akan lebih tenang dalam menimba ilmu pengetahuan. Lingkungan sekolah perlu dikelola dengan baik serta memenuhi syarat kesehatan, karena lingkungan sekolah yang tidak bersih akan mempengaruhi terhadap motivasi belajar siswa. Dalam pengelolaan lingkungan juga perlu tersedianya sarana dan prasarana kebersihan lingkungan sekolah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan pengelolaan lingkungan. Sarana dan prasarana juga mempengaruhi pengelolaan lingkungan sekolah, tanpa adanya sarana dan prasarana yang baik maka akan sulit untuk meningkatkan lingkungan sekolah yang bersih. Sebagaimana disebutkan Apriadji (2000:65) bahwa : “Pemanfaatan dalam meningkatkan wawasan bagi siswa perlu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar, baik lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Sarana dan prasarana yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan sehingga bermanfaat dalam meningkatkan belajar”. Dari pernyataan tersebut, maka didalam pemanfaatan lingkungan sekolah perlu adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti taman apotik hidup, taman gizi, halaman sekolah yang luas, saluran pembuangan air, sumur, serta ditanami Jurnal Biology Education berbagai tanaman untuk kenyamanan dalam proses belajar mengajar. Selain itu pengelolaan lingkungan sekolah sangat diperlukan agar lingkungan sekolah tertata dengan rapi dan dapat dimanfaatkan. Lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar belum maksimal dalam pengelolaan lingkungannya. Dimana di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar memiliki taman apotik hidup, tanaman gizi, obat-obatan dan ditanami berbagai jenis tanaman sayur serta memiliki halaman sekolah yang banyak ditumbuhi tanaman-tanaman yang rindang. Pengelolaan adalah penyelenggaraan atau kepengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Sedangkan lingkungan belajar adalah yang berfungsi sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses belajar mengajar atau pendidikan, tanpa adanya lingkungan, pendidikan tidak akan dapat berlangsung. Makanya lingkungan sekolah harus bersih, nyaman dan sehat. Pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah perlu diperhatikan dengan baik serta harus memenuhi syarat kesehatan, dengan menyediakan fasilitas yang memadai, sehingga upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan sekolah dapat tercapai dengan baik. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, seperti lingkungan tempat tinggal, bimbingan dan perhatian orang tua di rumah, lingkungan sekolah , lingkungan masyarakat dan faktor ekonomi keluarga. Jika faktor tersebut mendukung, maka prestasi belajar siswa ikut mendukung. Sebaliknya jika faktor lingkungan tidak mendukung, maka prestasi siswa akan menurun. Dengan demikian jelaslah bahwa faktor lingkungan sangat erat hubungannya terhadap prestasi belajar. Dengan adanya lingkungan yang baik, maka akan memotivasi siswa untuk dapat belajar dan memperoleh hasil yang lebih baik. Lingkungan merupakan suatu tempat beradanya segala jenis makhluk, pengaruh lingkungan yang tidak sehat dapat membawa efeks terhadap ancaman kesehatan manusia. Lingkungan merupakan bagian mutlak dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta kebutuhan lainnya adalah karena terdapatnya lingkungan sebagai sumber Page 6 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X pertama dan terpenting pemenuhan berbagai kebutuhannya. Menurut Endjang (2001:22) bahwa “lingkungan adalah suatu kombinasi khusus dari keadaan luar yang mempengaruhi organisme. Lingkungan hidup yang merupakan sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmani yang terdapat dari alam”. Dalam pengertian ini maka manusia, hewan dan tumbu-tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani belaka, dalam hal ini lingkungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya. Dari pendapat di atas tersebut sangatlah luas dan kompleks, sedangkan dalam kajian ini hanya membatasi dalam ruang lingkup yang kecil, yaitu mengenai hambatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan sekolah. Salah satu faktor yang di perlu di perhatikan di sekolah adalah menata lingkungan yang baik dan bersih sehingga lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk pengajaran biologi. Pengelolaan lingkungan sekolah perlu di perhatikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat digunakan dalam pengeloalaan lingkungan sekolah. Azwar (2001:54) menyebutkan ada beberapa bentuk keadaan lingkungan sekolah yang umum: Lingkungan sekolah perlu ditata dengan baik, baik keindahan, kebersihan serta kesehatan. Faktor lingkungan sekolah seperti pencemaran dapat mempengaruhi terhadap kesehatan siswa, untuk itu lingkungan perlu dikeloala dengan baik sehingga dapat memberikan manfaat kepada penghuninya. Lingkungan sekolah yang memadai dapat digunakan untuk pengajaran biologi, dan perlu dijaga agarselalu tertata dengan baik bersih dan lingkungan perlu selalu dilakukan perbaikan, pengelolaan dan diperhatikan dari segala yang mencemari lingkungan itu sendiri. Lingkungan sekolah merupakan bagian mutlak bagi kehidupan siswa dalam meningkatkan semangat belajar. Menurut Endjang (2001:22) menyatakan bahwa: “lingkungan sekolah adalah suatu kombinasi khusus dari keadaan luar yang mempengaruhi keindahan sekolah dan tersedianya sarana tersebut dapat dijadikan objek dalam pembelajaran”. Lingkungan sekolah merupakan sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani Jurnal Biology Education yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor unsur jasmani yang terdapat dalam alam. Dalam pengertian ini maka manusia,hewan dan tumbuh-tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani belaka, dalam hal ini lingkungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan yang ada sehingga kegiatan pengelolaan lingkungan dapat dilaksanakan untuk siswa dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Upaya mengembangkan “sekolah sehat” (health promoting school/HPS) melalui program UKS perlu disosialisasikan dan dilakukan dengan baik melalui pelayanan kesehatan (yankes) yang didukung secara mantap dan memadai oleh sektor terkait lainya, seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran harus menjadi HPS, yaitu sekolah yang dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolah. Selain itu, mengupayakan pelayanan kesehatan yang optimal. Sehingga terjamin berlangsungnya proses pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang mendukung tercapainya kemampuan peserta didik untuk berprilaku hidup sehat. Semua upaya ini akan tercapai bila sekolah dan lingkungan dibina dan di kembangkan. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilakukan melalui pemeliharaan sarana fisik dan lingkungan sekolah, melakukan pengadaan sarana sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, melakukan kerja sama dengan masyarakat sekitar sekolah yang mengandung lingkungan bersih dan sehat, dan melakukan penataan halaman, pekarangan, apotik hidup dan pasar sekolah yang aman. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lingkungan Sekolah Faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan sekolah, salah satunya adalah pada diri makhluk hidup itu sendiri, jika manusia dapat mengelola dan menjaga lingkungan tempat tinggal dengan baik dan bebas dari pencemaran, maka lingkungan akan menjadi bersih, aman dan nyaman serta bebas dari berbagai pencemaran. Lingkungan yang sudah tercemar dapat membahayakan bagi makhluk hidup terutama bagi manusia dapat mengancam kesehatannya. Page 7 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan sekolah adalah prasarana, sarana, ketenangan dan dana. Prasarana yang dimaksud disini seperti ruang UKS, ruang perpustakaan, ruang pelatihan, dan lain-lain. Sarana merupakan bahan yang diperlukan untuk pengelolaan lingkungan sekolah, seperti tong sampah, sapu, air yang bersih, dan lain-lain. Tenaga yang memadai juga sangat dibutuhkan seperti guru, petugas kesehatan dari puskesmas, dan lain-lain. Sedangkan dana sebagai faktor untuk membiayai bagi penyediaan prasarana, sarana, dan tenaga (pelaksanaan UKS). Adapun faktor yang mempengaruhi kesehatan lingkungan sekolah antara lain: faktor pendidikan, ekonimi, kependudukan dan sosial budaya. Faktor pendidikan Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dalam rangka mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan. Upaya tersebut hubungan erat dengan factor pendiidkan masyarakat sekolah yang berada di lingkungan tersebut. Pendidikan yang dimaksud adalah pengetahuan yang dapat mendorong kemampuan bertindak sesuai dengan kondisinya dalam memecahkan masalah kebersihan lingkungan hidup. Dalam hubungan dengan kebersihan lingkungan, setiap individu harus mempunyai konsep tentang cara pengelolaan dan pemanfaatan lingkungannya. Pendidikan yang mereka miliki harus dapat membantu mereka dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan pribadi mereka. Entjang (2001:129) menjelaskan bahwa “pendidikan harus membuat perorangan dan masyarakat bebas dari ketidak mengertian sehingga mereka menyadari bahwa pemeliharaan lingkungan dan kebersihan diri merupakan usaha pencegahan berbagai masalah diantaranya kesehatan pribadi”. Faktor ekonomi Kemiskinan merupakan suatu hal yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, dampak negatif kemiskinan terhadap lingkungan alam di Indonesia ini adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan lingkungan yang membahayakan kesehatan manusia (jasmani, rohani dan sosial), karena tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan Jurnal Biology Education yang sehat, yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang suatu penyakit. Faktor kependudukan Masalah kependudukan dewasa ini telah dipandang sebagai masalah dunia yang mendasar, hal itu disebabkan masalah tersebut menyentuh hal-hal yang bersifat asasi bagi manusia yaitu kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Faktor sosial budaya Pola budaya masyarakat mencerminkan tingkah laku sosial dalam kehidupan sehari-hari. Apabila pola hidup tidak ditimbangi oleh sikap mental berwawasan lingkungan maka dapat mengganggu kelestariannya. Kemampuan manusia merubah alam dan membuat hal-hal ynag baru, turut mempengaruhi pengembangan lingkungan hidup. Hakikat pokok dalam pengembangan kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup adalah terpeliharanya keseimbangan alam dan lingkungan hidup social. Hal ini dapat dicapai jika manusia dapat mengendalikan dirinya dan mengindahkan asas keseimbangan serta terhindarnya sikap merusak lingkungan sosial budaya. Hubungan Antara Pengelolaan Lingkungan Sekolah dan Kesehatan Lingkungan Sekolah Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Hubungan yang erat antara pengelolaan lingkungan sekolah dan kesehatan lingkungan sekolah, akan membawa kenyataan bahwa masyarakat sekolah sangat ditentukan oleh kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Sikap terhadap pengelolaan lingkungan yang lestari tidak terlepas dari tingkat pengetahuan masyarakat sekolah tentang lingkungan. Notoatmodjo (2003:45) menyatakan bahwa: “Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan, serta sikap akan mempengaruhi terhadap pengelolaan lingkunga. Dengan tingginya pengetahuan seseorang maka akan meningkatkan/memperluas wawasan berpikir, lebih trampil serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap peningkatan hidup bersih dan sehat. Begitu juga dengan sikap yang positif atau sikap yang bijaksana akan Page 8 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X dapat membawa suatu pengaruh terhadap pengelolaan lingkungan tempat tinggal yang lebih baik dan mampu membimbing keluarganya untuk hidup sehat”. Lingkungan yang bersih dapat dijadikan suatu sumber daya bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekolah dan lingkungan yang kotor dapat membahayakan bagi masyarakat sekolah itu sendiri. Sampah merupakan masalah yang penting di lingkungan sekolah, karena dapat membawa akibat yang buruk bagi kesehatan dan mencemarkan lingkungan. Untuk tidak mencemarkan lingkungan, maka sampah harus dibuang ketempat pembuangan sampah khusus dan perlu penyediaan bak sampah di sekolah. Pengadaan jamban merupakan salah satu usaha untuk mencapai hidup bersih dan sehat. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah adalah pembuangan air limbah. Agar air limbah di sekolah tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekolah, maka pengaturan dan pembuangannya perlu diperhatikan oleh masyarakat di sekolah. Masalah air limbah merupakan masalah yang penting dalam menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Karena air limbah ini akan membawa akibat buruk yaitu dapat mencemarkan lingkungan sekolah. Untuk tidak mencemarkan lingkungan sekolah, air limbah harus dibuang ke tempat yang telah disediakan, supaya dapat menjadikan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat serta lingkungan sekolah yang nyaman dan aman seperti yang diharapkan. Faktor-faktor yang Mendukung dalam Meningkatkan Pengelolaan Lingkungan Sekolah dan Kesehatan Lingkungan Sekolah Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, seperti lingkungan tempat tinggal, bimbingan dan perhatian orang tua di rumah, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan faktor ekonomi keluarga. Jika faktor tersebut mendukung, maka prestasi belajar siswa ikut mendukung. Sebaliknya jika faktor lingkungan tidak mendukung, maka prestasi siswa akan menurun. Pihak sekolah senantiasa menjaga keseimbangan lingkungan belajar sekolah secara intern maupun ekstern yang masih perlu banyak perbaikan, memanajemen dengan meningkatkan usaha-usaha pengelolaan lingkungan belajar yang sudah ada serta Jurnal Biology Education membuat kebijakan-kebijakan baru, lebih meningkatkan kerja sama dengan setiap personal dan masyarakat sekitar agar masalahmasalah pengelolaan lingkungan sekolah dan kesehatan lingkungan sekolah dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukug sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain meliputi: Pengembangan fungsi sarana pendukung untuk pedidikan lingkungan hidup. Meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar sekolah. Meningkatkan kualitas makanan sehat. Menurut WHO (Depkes, 2008:14) ada enam ciri utama yang dapat meningkatkan kesehatan lingkungan sekolah yaitu: Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, yaitu peserta didik, orang tua dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di masyarakat. Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan air yang cukup, bebas dari segala macam bentuk kekerasan,bebas dari pengaruh negatif dan penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat dan percaya. Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman, adanya dukungan masyarakat sepenuhnya. Memberikan pendidikan kesehatan dengan mengembangkan kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan prilaku peserta didik yang positif terhadap kesehatan, serta dapat mengembangkan berbagai ketrampilan hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial. Memberikan askes (kesempatan) untuk dilaksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu penyaringan, diagnose dini, pemantauan dan perkembangan, Imunisasi, serta pengobatan sederhana. Selain itu mengadakan kerja sama dengan puskesmas setempat, dan mengadakan program-program makanan bergizi dengan memperhatikan keamanan makanan. Menerapkan kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di sekolah untuk mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung oleh seluruh staf sekolah termasuk mewujutkan proses pembelajaran yang dapat menciptakan Page 9 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta didik. Terakhir, kebijakan-kebijakan dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan narkotika termasuk alkohol serta pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan. Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan cara memperhatikan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Usaha Kesehatan Sekolah adalah Usaha Kesehatan masyarakat yang dilakukan di sekolah dengan siswa beserta lingkungannya (guru, pegawai dan orangtua siswa) sebagai sasaran utama. Kesehatan lingkungan merupakan bagian dasar kesehatan masyarakat sekolah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Sebab kesehatan yang buruk dapat menimbulkan penyakit. Dan faktor lingkungan turut menentukan baik buruknya kesehatan seseorang dan masyakat sekolah. Azwar (2001 : 66), mengatakan bahwa : “Yang dimaksud dengan Usaha Kesehatan Sekolah adalah bagian dari Usaha Kesehatan pokok yang menjadi beban tugas puskesmas, yang ditujukan kepada sekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan kesehatan sekolah anak yang sebaik-baiknya dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-tingginya”. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Usaha Kesehatan Sekolah adalah suatu usaha bersama dan terorganisir dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang dijalankan di sekolah-sekolah. Programnya telah dituangkan kedalam kurikulum dan dijalankan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dengan anak didik, guru dan pegawai/pesuruh sekolah sebagai sasaran utama. Perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah adalah adanya kerja sama antara 4 departemen, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri. Antara masing-masing Departemen mempunyai tugas-tugas yang saling mendukung. Untuk kelancaran pelaksaan Usaha Kesehatan Sekolah, selain kerja sama antara Jurnal Biology Education Departemen, maka perlu mengadakan hubungan kerja dengan instansi/dinas lain, seperti Dinas Pekerja Umum, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan lain-lain. Selanjutnya tidak boleh mengabaikan peran serta tokohtokoh masyarakat serta orang tua murid. Dengan demikian diharapkan usaha-usaha pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah berjalan dengan lancar, sehingga kualitas kesehatan lingkungan sekolah memenuhi syarat kesehatan. Program Usaha Kesehatan Sekolah dan Kualitas Kesehatan Sekolah Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang baik, tentu memerlukan perencanaan yang baik pula. Demikian juga halnya mengenai pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah, tentu saja memerlukan suatu program pula. Program ini disusun sedemikian rupa dan dilaksanakan pada setiap sekolah. Program sekolah adalah rencana akademik dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam hal pelaksanaannya tentu akan terikat dengan peraturan-peraturan. Peraturan ini akan berlaku langsung untuk semua unsur-unsur sekolah, terutama sekali bagi murid, guru dan karyawan. Kegiatan-kegiatan yang ada kaitan dengan kesehatan akan memacu pencapaian tujuan program sekolah. Oleh sebab itu Usaha Kesehatan Sekolah tidak lepas dari tujuan tersebut. Usaha Kesehatan Sekolah akan memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan program sekolah, antara lain: Salah satu cara yang di tempuh untuk mendapatkan generasi yang sehat fisik dan mental, adalah dengan memberikan kegiatankegiatan olahraga. Usaha dibidang pembinaan olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi. Untuk tercapainya tujuan tersebut antara lain perlu menggalakkan latihan-latihan olahraga serta selalu melaksanakan senam pagi tiap hari. Dengan demikian murid dapat belajar dengan kondisi badan yang segar. Pendidikan jasmani di Indonesia memiliki tujuan kepada keselarasan antara tubuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia yang sehat lahir dan batin. Johansyah Lubis (2007:13) mengemukakan Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai berikut: Page 10 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X 1. Perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani; 2. Perkembangan neuro muskuler; 3. Perkembangan mental emosional; 4. Perkembangan sosial; dan 5. Perkembangan intelektual. Tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk lebih berprestasi. Dengan adanya kegiatan olahraga maka badan siswa lebih segar dan mudah memahami semua mata pelajaran yang di ajarkan guru. Pedidikan kesehatan Pendidikan kesehatan tidak saja dilaksanakan pada salah satu pendidikan, akan tetapi meliputi semua, yaitu : pendidikan informal, pendidikan non formal serta pendidikan formal, dengan demikian mudah untuk memberikan pendidikan kesehatan. Penanaman pengertian kesehatan kepada anakanak sekolah merupakan langkah awal dalam upaya menciptakan derajat kesehatan yang baik di masa depan. Usaha untuk menerapkan kedisiplinan hidup sehat, tidak hanya setuju pada salah satu aspek kepribadian saja, tetapi kebiasaan hidup dapat dilakukan pada semua segi kehidupan, sehingga anak-anak akan sehat fisik, mental dan sosial. Melalui pendidikan kesehatan di sekolah yang diintegrasikan dalam materi pelajaran lain, seperti pada pendidikan olah raga dan kesehatan, melalui pendidikan olah raga dan kesehatan dapat membangkitkan semangat serta menimbulkan kesadaran yang tinggi pada anak-anak didik untuk melaksanakan kebiasaan hidup sehat, sekaligus membantu pelaksanaan kebiasaan hidup sehat, sekaligus membantu pelaksaan program Usaha Kesehatan Sekolah. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan yang dikemukakan oleh Dj. Siregar (2008:77), yaitu: Memberikan pengetahuan tentang kesehatan kepada siswa, terutama tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, sehingga siswa mempunyai pengetahuan, terampil dan mampu mengubah kebiasaan dan sikap sehingga sesuai dengan syarat kesekatan; Agar siswa mengetahui pentingnya kesehatan pribadi sehingga tidak menentang Jurnal Biology Education usaha peningkatan kesehatan, tetapi turut bekerja sama dalam peningkatan kesehatan; Agar siswa dapat menyebarluaskan kebiasaan dan sikap yang sesuai dengan syarat kesehatan; Agar dikemudian hari siswa merupakan golongan masyarakat yang berguna untuk membangun nusa dan bangsa serta menjadi pendidik yang baik untuk generasi berikutnya; Agar siswa sehat jasmani, rohani dan sosialnya setelah dewasa dan dapat berdiri sendiri, dapat menghasilkan (berproduksi), tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri, tetapi dengan masyarakat lainnya juga dapat membangun nusa dan bangsa. Usaha pelayanan kesehatan di sekolah disebut juga usaha pemeliharaan kesehatan di sekolah. Semua ini dilakukan untuk mencegah, memelihara dan meningkatkan sera pengetahuan sedini mungkin segala macam gangguan terhadap kesehatan, baik terhadap murid maupun guru. Untuk melakukan tugas ini maka petugas-petugas dari puskesmas hendaknya melakukan kunjungan rutin kesetiap sekolah meliputi pemeriksaan fisik selengkapnya, pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan, mengadakan imunisasi, melakukan pengobatan ringan serta pengiriman anak-anak didik yang memerlukan pengobatan selanjutnya ke puskesmas atau ke rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugas ini peranan guru sangat menentukan dan juga tidak boleh mengabaikan potensi masyarakat serta orangtua murid. Menurut Sumantri, M (2007:1175). Bahwa “Peserta didik itu harus sehat dan orangtua memperhatikan lingkungan yang sehat dan makan makanan yang bergizi, sehingga akan tercapai manusia soleh, berilmu dan sehat (SIS). Dalam proses belajar dan pembelajaran materi pembelajaran berorientasi pada head, heart dan hand, yaitu berkaitan dengan pengetahuan, sikap/nilai dan ketrampilan. Namun masih diperlukan faktor kesehatan (health) sehingga peserta didik memiliki 4 H (head, heart, hand dan health)”. Kualitas kesehatan perlu memenuhi syarat kesehatan yang baik, sehingga dapat memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap peningkatkan kesehatan siswa. Oleh karena itu perlu pengelolaan lingkungan sekolah yang baik, sehingga tercapai kualitas Page 11 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X lingkungan yang optimal sebagaimana yang diharapkan. Dalam meningkatkan pembelajaran sehingga guru mampu meningkatkan wawasan siswa kearah yang lebih baik. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan guru adalah memanfaatkan lingkungan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan METODE Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 229 siswa. Melihat populasi lebih dari 100 maka, sampel yang ditetapkan berdasarkan teori yang dikemukan oleh Arikunto (2006 : 134) bahwa “ “Apabila populasi lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung dari penelitian”. Atas dasar teori tersebut, maka penulis tetapkan sample sebanyak 15% dari populasi yakni 62 siswa. Sedangkan tehnik pengambilan sampel dilakukan secara random sampling, yakni secara acak atau sembarangan dan wawancara dilakukan dengan kepala sekolah. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data penelitian digunakan instrument penelitian berupa angket. Angket adalah sejumlah pertanyaan yang disusun berhubungan dengan judul penelitian. Penyusunan angket guna mengetahui usaha usaha pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah yang sifatnya tertutup untuk dibagi-bagikan kepada responden. Jumlah pertanyaan dalam angket sebanyak 20 buah. Sebelum angket diberikan kepada responden, diberikan sedikit penjelasan tentang cara pengisian angket agar para responden. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar yang berisikan tentang usaha-usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah. Analisis Data Data yang diperoleh dengan metode wawancara di catat sesuai dengan apa yang didapat sewaktu penelitian dilakukan. Sedangkan data yang diperoleh dengan angket dianalisis, dihitung frekuensinya dari setiap item yang telah dijawab oleh responden Jurnal Biology Education dengan menghitung persentasenya, ditabulasi dalam tabel, ditafsirkan dan diambil kesimpulan. Untuk mencari digunakan rumus persentase sebagai berikut . ANALISIS HASIL PENELITIAN Hasil jawaban para responden yang diperoleh dengan menggunakan angket penulis tabulasikan dalam bentuk tabel persentase (%). Untuk lebih jelas hasil jawaban para responden dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Usaha-usaha Pengelolaan Lingkungan Sekolah Pertanyaan nomor 1: Usaha apa yang saudara lakukan untuk memperindah dan menyegarkan udara di sekitar sekolah? Pada umumnya responden menjawab ditanami tanaman hias/tanaman-tanaman lainnya yaitu 97,33%, dan sebagian kecil responden menjawab ditanami tanaman namun hanya sedikit sekali yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa mengatakan ditanami tanaman hias/tanaman-tanaman lainnya untuk memperindah dan menyegarkan udara di sekitar sekolah. Pertanyaan nomor 2: Jika ada siswa/i membuang sampah di sembarangan tempat, tindakan apa yang saudara lakukan? Pada umumnya responden menjawab menyarankan agar membuang sampah pada tempat yang disediakan yaitu 89,33%, 5,33% responden menjawab melarang membuang sampah sembarangan, serta hanya sedikit sekali responden menjawab menegur saja dan membiarkan saja yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa mengatakan bahwa menyarankan agar membuang sampah pada tempat yang di sediakan, supaya lingkungan sekolah selulu terjaga kebersihannya. Pertanyaan nomor 3: Bagaimana respon saudara kalau ada jamban setelah digunakan tidak disiram? Pada umumnya responden menjawab menyuruh siram sampai bersih yaitu 90,67%, 4% responden menjawab menghukum yang menggunakan, serta hanya sedikit sekali responden menjawab melarang menggunakan dan mendiamkan saja yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika ada jamban setelah digunakan tidak disiram, maka Page 12 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X pada umumya siswa mengatakan menyuruh siram sampai bersih bagi yang menggunakannya. Pertanyaan nomor 4: Bila toilet di sekolah kurang bersih, usaha apa yang saudara lakukan? Berdasarkan hasil kurang dari setengah responden menjawab mau membersihkan yaitu 29,33%, sebagian kecil responden menjawab kadang-kadang mau membersihkan (26,67%), dan hanya sedikit responden menjawab tidak pernah membersihkan (22,67%) serta sangat mau membersihkannya (21,33%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha membersihkan toilet di sekolah kurang dari setengah siswa menjawab mau membersihkan toilet di sekolah Pertanyaan nomor 5: Kemanakah sampah-sampah sekolah dibuang? Berdasarkan hasil di atas, sebagian besar responden menjawab tempat sampah yang disediakan yaitu 73,33%, dan sebagian kecil responden menjawab dibakar yaitu 26,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa menjawab tempat sampah yang disediakan, agar sampah-sampah di lingkungan sekolah tidak berserakan dan tetap terjaga kebersihannya. Pertanyaan nomor 6: Pada suatu saat saudara makan permen, namun ditempat tersebut tidak ada tempat sampah. Kemana kertas permen saudara bawa? Berdasarkan hasil pada umumnya responden menjawab mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat pembuangan sampah yaitu 82,67%, sebagian kecil responden menjawab membeli sendiri tempat pembuangan sampah yaitu 9,33%, dan hanya sedikit responden menjawab membiarkan saja yaitu 8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa menjawab mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat pembuangan sampah, supaya lingkungan sekolah selalu bersih dan nyaman. Pertanyaan nomor 8: Jika dihalaman sekolah banyak menumpuk sampah, usaha apa yang sudara lakukan supaya halaman sekolah menjadi bersih? Berdasarkan hasil, sebagian besar responden menjawab membuang ketempat sampah yaitu 74,67%, sebagian kecil responden menjawab membakar yaitu 22,67%, dan hanya sedikit responden menjawab membiarkan saja yaitu 2,67%. Dengan Jurnal Biology Education demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa menjawab membuang ketempat sampah, supaya halaman sekolah menjadi bersih dan terasa nyaman. Pertanyaan nomor 9: Kalau ada sampah yang membusuk dihalaman sekolah, bagaimana menurut saudara cara mengelola sampah yang telah membusuk? Berdasarkan hasil di atas, sebagian besar responden menjawab segera mananam agar tidak tercium bau busuk yaitu 72%, sebagian kecil responden menjawab membersihkan yaitu 25,33%, dan hanya sedikit responden menjawab membiarkan saja yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cara mengelola sampah yang telah mambusuk dihalaman sekolah, sebagian besar siswa menjawab segera menanam agar tidak tercium bau busuk, dan terasa nyaman dalam proses belajar mengajar. Pertanyaan nomor 10: Jika lembu memasuki pekarangan sekolah dan merusak halaman sekolah, usaha apa yang saudara lakukan? Jawaban Berdasarkan hasil di atas, lebih dari setengah responden menjawab mengecek pagar lewat masuknya lembu dan segera memperbaikinya yaitu 65,33%, sebagian kecil atau 28% responden menjawab melaporkan kewarga agar ternaknya dikurung, hanya sedikit sekali responden menjawab membiarkan saja (4%), dan mengecek saja (2,67%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepedulian siswa terhadap pekarangan sekolah yaitu lebih dari setengah siswa mengatakan mengecek pagar lewat masuknya lembu dan segera memperbaikinya. Kesehatan Lingkungan Sekolah Pertanyaan nomor 11: Apakah setiap mau memulai pelajaran meja guru memperhatikan kebersihannya? Sebagian besar responden menjawab sangat sering memperhatikan yaitu 66,67%, sebagian kecil responden menjawab sering memperhatikan yaitu 21,33%, hanya sedikit sekali responden menjawab kadang-kadang memperhatikan yaitu (9,33%), dan tidak pernah memperhatikan (2,67%). Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa setiap mau memulai pelajaran sebagian besar siswa mengatakan sangat sering memperhatikan kebersihan meja guru. Page 13 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Pertanyaan nomor 12: Apakah siswa/i pernah mendapat bimbingan masalah kesehatan di sekolah? Sebagian besar responden menjawab pernah 74,67%, sebagian kecil atau 10,67% responden menjawab tidak pernah, hanya sedikit sekali responden menjawab kadangkadang (9,33%), dan sering (5,33%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mengatakan pernah mendapat bimbingan masalah kesehatan di sakolah. Pertanyaan nomor 13: Jika ruang belajar kotor dan banyak sampah, apa tindakan yang saudara lakukan? Pada umumnya responden menjawab segera membersihkannya yaitu 90,67%, sebagian kecil responden menjawab menyuruh teman untuk membersihkannya yaitu 6,67%, dan hanya sedikit sekali responden menjawab tidak mau membersihkan yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika ruang belajar kotor dan banyak sampah maka pada umumnya siswa menjawab segera membersihkannya supaya waktu belajar terasa nyaman. Pertanyaan nomor 14: Agar air limbah di sekolah tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekolah, maka usaha apa yang saudara lakukan? Jawaban nomor 14 tertera dalam tabel 4.1.14 berikut. Sebagian besar responden menjawab mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat pembuangan air limbah yaitu 73,33%, hanya sedikit sekali responden menjawab membuat saluran pembuangan air limbah (17,33%), menyediakan tempat pembuangan air limbah (5,33%), dan membiarkan saja (4%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agar air limbah tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekolah, sebagian besar siswa manjawab mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat pembuangan air limbah. Pertanyaan nomor 15: Untuk menjadikan kantin sekolah yang bersih dan sehat, usaha apa yang saudara lakukan? Berdasarkan hasil di atas, lebih dari setengah responden menjawab menata dengan rapi, menanami tanaman hias dan membersihkan sampah-sampah yang ada di sekitar kantin yaitu 65,33%, sebagian kecil atau 16% responden menjawab menyuruh petugas untuk membersihkan, hanya sedikit sekali responden menjawab membersihkan pekarangan disekitar kantin (13,33%), dan membakar sampah-sampah yang ada di sekitar Jurnal Biology Education kantin (5,33%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa menjawab menata dengan rapi, menanami tanaman hias dan membersihkan sampahsampah yang ada di sekitar kantin untuk menjadikan kantin sekolah yang bersih dan sehat. Pertanyaan nomor 16: Bagaimanakah menurut saudara jamban yang sehat? Sebagian besar responden menjawab menata dengan rapi dan selalu menjaga kebersihannya, setiap pagi dan sore menyirami tanaman yang ada di sekitar pekarangan sekolah yaitu 78,67%, hanya sedikit sekali responden menjawab menyirami tanaman yang ada di pekarangan sekolah (9,33%), menata dengan rapi (8%), dan manyapu halaman sekolah (4%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mengatakan menata dengan rapi dan selalu menjaga kebersihannya, setiap pagi dan sore menyirami tanaman yang ada di sekitar pekarangan sekolah untuk menata dan memelihara pekarangan sekolah agar selalu terasa bersih dan nyaman Pertanyaan nomor 18: Bagaimanakah menurut saudara kamar mandi dan tempat cuci tangan yang sehat? Pada umumnya responden menjawab tidak bau, bersih dan nyaman yaitu 94,67%, dan sebagian kecil responden menjawab nyaman yaitu 5,33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kamar mandi dan tempat cuci tangan yang sehat pada umumnya siswa mengatakan tidak bau, bersih dan nyaman. Pertanyaan nomor 19: Bagaimanakah menurut saudara pekarangan sekolah yang sehat? Berdasarakan hasil di atas, pada umumnya responden menjawab halaman sekolah harus selalu kering, penuh dengan taman yang indah juga berguna bagi kesehatan, bersih dan nyaman yaitu 93,33%, sebagian kecil responden menjawab banyak ditanami yang besa-besar yaitu 4%, dan hanya sedikit sekali responden menjawab halaman sekolah selalu lembab dan bersih yaitu 2,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekarangan sekolah yang sehat yaitu pada umumnya siswa mengatakan halaman sekolah harus selalu kering, penuh dengan taman yang indah juga berguna bagi kesehatan, bersih dan nyaman. Page 14 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Pertanyaan nomor 20: Bagaimanakah menurut saudara ruang sekolah yang sehat? Pada umumnya responden menjawab adanya peta dan gambar-gambar yang memacu untuk proses belajar mengajar, adanya ventilasi tempat keluar masuknya udara, kaca jendela selalu bersih dan terasa nyaman yaitu 88%, sebagian kecil responden menjawab bersih dan nyaman yaitu 10,67%, dan hanya sedikit sekali responden menjawab 1,33%. Demikian dapat disimpulkan bahwa ruang sekolah yang sehat pada umumnya siswa menjawab adanya peta dan gambargambar yang memacu untuk proses belajar mengajar, adanya ventilasi tempat keluar masuknya udara, kaca jendela selalu bersih dan terasa nyaman. Hasil Wawancara dengan Guru Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari guru SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar tentang usahausaha pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat sebagai berikut. Usaha-usaha apa saja yang Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan pengelolaan lingkungan sekolah? “Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan guru di SMA Negeri Darul Imarah guru selalu menjaga kebersihan taman, pekarangan, dan kelas serta memberikan pengarahan terhadap seluruh siswa untuk menjaga kebersihan sekolah” Pernahkah Bapak/Ibu memberikan pengarahan secara langsung dalam upaya meningkatkan pengelolaan lingkungan sekolah? “Dari hasil wawancara yang diketahui guru mengatakan Pernah, selain kepala sekolah menghimbau kepada siswa dalam setiap upacara untuk menjaga lingkungan sekolah dan memberlakukan jum’at bersih setiap minggunya” Program-program apakah yang Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan pengelolaan lingkungan sekolah? “Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa guru membuat perlombaan di setiap kelas, halaman kelas dan taman” Apakah Bapak/Ibu selalu mengawasi agar siswa tidak merusak lingkungan sekolah? “Dari hasil wawancara guru mengatakan bahwa guru selalu mengawasi siswanya. Jurnal Biology Education Untuk memotivasi siswa, upaya apakah yang Bapak/Ibu lakukan dalam usaha kesehatan sekolah terhadap program sekolah, berdasarkan hasil wawancara Guru mengatakan bahwa guru sering memperingati siswa untuk tidak membuang sampah sembarangan, selalu memberikan nasehat tentang pentingnya kebersihan, dan selalu menghimbau siswa untuk dapat berpartisipasi terhadap jum’at bersih.” Apakah lingkungan sekolah sering dikelola atau dibersihkan? ”Berdasarkan hasil wawancara Guru mengatakan bahwa Guru dan siswa selalu sering mengelola dan membersihkan lingkungan sekolah. Guru juga selalu memberi arahan kepada siswa, supaya siswa selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah.” Berdasarkan hasil wawancara, Guru mengatakan sebagian siswa peduli dan sebagiannya lagi tidak peduli. Tetapi guru selalu mengarahkannya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Apakah siswa selalu mendapatkan bimbingan tentang kesehatan sekolah? ”Berdasarkan hasil wawancara guru mengatakan bahwa siswa selalu mendapatkan bimbingan, bahkan sering bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Lingkungan hidup dan guru memberi contoh teladan yang baik tentang kebersihan dan menyediakan sarana dan prasarana kebersihan seperti tong sampah dan sapu di setiap kelas. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian dan analisis data usaha-usaha pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah, siswa dan guru selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah, guru juga selalu memberikan bimbingan kepada siswa agar siswa menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Jika lingkungan sekolah bersih dan sehat, maka proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan di sekolah adalah menata lingkungan yang baik dan bersih sehingga lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk pengajaran biologi. Usaha-usaha Pengelolaan Lingkungan Sekolah Berdasarkan hasil analisis data di ketahui bahwa sebagian besar siswa selalu Page 15 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X mengelola dan membersihkan lingkungan sekolah. Usaha siswa mengelola lingkungan sekolah yaitu menanami tanaman di pekarangan sekolah, menyapu halaman, menyirami tanaman-tanaman yang ada di sekitar pekarangan sekolah untuk memperindah dan menyegarkan udara disekitarnya dan lain-lain. Guru selalu memberi motivasi terhadap siswa dalam bentuk mengadakan perlombaan kebersihan masing-masing pekarangan kelas, supaya siswa rajin membersihkan kelas dan pekarangannya. Guru juga selalu mengawasi siswa agar tidak merusak lingkungan sekolah. Pengelolaan lingkungan sekolah perlu diperhatikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat digunakan untuk mengelola lingkungan sekolah. Prasarana yang dimaksud disini seperti ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang pelatihan, dan lain-lain. Sarana merupakan bahan yang diperlukan untuk pengelolaan lingkungan sekolah, seperti tong sampah, sapu, air yang bersih, dan lainlain. Dengan adanya sarana dan prasarana, maka masyarakat sekolah mudah untuk mengelola lingkungan sekolah. Jamban di sekolah perlu tersedia dangan baik, menghindari dari kebocoran dan sumbat. Apabila jamban dalam kondisi tidak baik, maka terjadinya pencemaran lingkungan sekolah. Oleh karena itu, secepatnya jamban di lingkungan sekolah dikelola dengan baik sehingga tidak terjadinya pencemaran lingkungan dan tercium bau yang tidak sedap. Kantin sekolah merupakan tempat penjualan makanan dan minuman yang diorganisir oleh masyarakat sekolah, berada dalam pekarangan sekolah dan selama hari sekolah. Kantin sekolah perlu dikelola dengan baik agar tidak kotor. Kesehatan Lingkungan Sekolah Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa kesehatan lingkungan sekolah sangat memadai, sebagian besar siswa mengatakan bahwa kesehatan lingkungan sekolah sudah bersih dan sehat. Guru juga selalu memberikan bimbingan kepada siswa tentang masalah kesehatan di sekolah. Lingkungan yang bersih dapat dijadikan suatu sumber daya bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekolah dan lingkungan yang kotor dapat membahayakan bagi masyarakat sekolah itu sendiri. Sampah Jurnal Biology Education merupakan masalah yang penting di lingkungan sekolah, karena dapat membawa akibat yang buruk bagi kesehatan dan mencemarkan lingkungan. Untuk tidak mencemarkan lingkungan, maka sampah harus dibuang ketempat pembuangan sampah khusus dan perlu penyediaan bak sampah di sekolah. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah adalah pembuangan air limbah. Agar air limbah di sekolah tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekolah, maka pengaturan dan pembuangannya perlu diperhatikan oleh masyarakat di sekolah. Karena air limbah ini akan membawa akibat buruk yaitu dapat mencemarkan lingkungan sekolah. Untuk tidak mencemarkan lingkungan sekolah, air limbah harus dibuang ke tempat yang telah disediakan, supaya dapat menjadikan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat serta lingkungan sekolah yang nyaman dan aman seperti yang diharapkan. KESIMPULAN Usaha-usaha guru dalam pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal, guru selalu menjaga kebersihan dan memberi bimbingan kepada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Usaha-usaha siswa dalam pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal, siswa selalu menjaga dan membersihkan halaman sekolah antara lain menanami tanaman, menyirami dan menyapu halaman. SARAN Diharapkan kepada masyarakat sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar lebih meningkatkan lagi usaha-usaha pengelolaan lingkungan sekolah. Puskesmas hendaknya selalu memberi bimbingan dan penyuluhan, baik kepada guru yang pernah menerima latihan mengenai kesehatan, agar lebih mengetahui tugas yang harus dilakukan di sekolah dan terbiasa menerapkan dalam kesehatan lingkungan sekolah. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, (2006). Manajemen penelitian, Jakarta: penerbit Rineka Cipta. Page 16 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Apriadji, (2000), Sistem Pengelolaan Lingkungan, Erlangga, Jakarta. Amin Abas, (2009). Kegiatan Kepramukaan, Jakarta. Azwar, (2001). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Mutiara. Basiah,(2004). Manfaat Lingkungan Hidup dalam Pembelajaran Biologi, Banda Aceh. Bapeldalda DIY,( 2006), Kondisi Kesehatan Lingkungan Sekolah, Jakarta. Departemen Kesehatan R.I, (2002). Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1999), Bahan Penataran Guru Pembina UKS SMTP/SMTA Penataran Penyegaran, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Daldjhoni, (2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penataan Lingkungan, Jakarta, Bina Aksara. Departemen Kesehatan, WHO (2008), Pedoman Pelatihan Kader Kesehatan di Sekolah. Jakarta: Departemen Kesehatan. Entjang,(2001). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung. Jurnal Biology Education Eko Yuliastuti ES (2005) Menjadikan uks sebagai upaya promosi tumbuh kembang anak didik, Yogyakarta. Johansyah Lubis,(2007). Sosiokinetika Ilmu Keolahragaan, Jakarta. Menteri Kesehatan RI (2010), Kualitas Kesehatan Sekolah, Jakarta. Notoadjmodjo,S. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Salim, E (1995). Lingkungan Pemukiman, Jakarta: Rineka Cipta. Siregar, DJ.(2008). Usaha kesehatan sekolah dan Narkotika, Medan: Asko. Said, E.G, (1997). Sampah Masalah Kita Bersama, Jakarta: Mediatama Sarana Perkasa. Sumantri, M. (2007). Pendidikan Wanita. Dalam Ali, M. Ibrahim, R, Sukmadinata,N.S. dan Rasjidin,W.(Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Handbook. Bandung: Pedagogiana Pres. Page 17 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X PENERAPAN KURIKULUM INTEGRATIF ISLAMI DALAM PENGAJARAN IPA SAINS PADA SD/MI DI PROVINSI ACEH Ibrahim** Dosen Program studi Pendidikan Biologi Univ Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Departemen Pendidikan di Indonesia telah banyak melakukan upaya untuk meningkatkan kualiti pengajaran dan pembelajaran di sekolah, misalnya dengan melakukan perubahan kurikulum, meningkatkan kualifikasi guru, dan menerapkan beberapa inovasi dalam pengajaran dan pembelajaran sains. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum pendidikan telah diubah sebanyak sembilan kali yaitu pada tahun 1947 sampai tahun 2006. Setiap kurikulum menggunakan pendekatan yang berbeda dan masing-masing kurikulum yang diperkenalkan dan digambarkan sebagai kurikulum yang ideal.Tapi perubahan dari satu kurikulum ke kurikulum yang lainnya tidak menghasilkan perbaikan yang signifikan hingga dengan Kurikulum Integratif yang Islami pada pengajaran dan pembelajaran IPA-Sains dapat meningkatkan kreativitas guru dalam melakukan pembelajaran yang dapat dimuati dengan nilai-nilai dan konsep manajemen air dan sanitasi. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku arif guru dan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah manajemen air dan sanitasi pada kehidupan sehari-hari, menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan.Dapat menumbuhkan kesedaran jati diri budaya lokal serta kesedaran akan keanekaragaman kelompok masyarakat, budaya, dan kesenian yang menjadi identitas bangsanya. Sifat kearifan siswa untuk menerima kenyataan keanekaragaman budaya, agar siswa dapat menyikapi bermacam-macam perbedaan secara toleran dan aktif, kemampuan apresiasi siswa yang meliputi persepsi, pengetahuan, pengertian, analisis, penilaian, dan penghargaan. Kurikulum Integratif yang Islami pada pembelajaran IPASains tingkat SD/MI yang memberikan kesempatan kepada murid untuk lebih bertanggung jawab dan mandiri life skill (pengalaman kehidupan) dalam proses interaksi dalam masyarakat. PENDAHULUAN Kualitas pendidikan juga merupakan masalah yang pernah dihadapi oleh hampir semua negara. Di negara Belanda misalnya juga mengalami hal yang sama, di mana permasalahan tentang rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pengajaran dan pembelajaran (terutama sains dan matematika) juga terjadi. Belanda melakukan reformasi terhadap pengajaran dan pembelajaran sainsmatematika. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap gerakan matematik modern yang bercirikan Amerika yang sering dicakapkan sebagai matematik mekanistik (Van HeuvelPanhuizen, 1998). Selanjutnya, teori ini telah diadopsi oleh sejumlah besar negara di seluruh dunia seperti England, Jerman, Denmark, Sepanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brasil, Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia (de Lange, 1996). Di Amerika Serikat selanjutnya diadopsi menjadi contextual sains, yang selanjutnya berkembang untuk bidang studi lainnya dan dikenal dengan contextual teaching and learning (CTL). Jurnal Biology Education Blanchard (2001) memandang pengajaran dan kontekstual sebagai suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pelajar dalam membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja. Dalam pengajaran dan pembelajaran yang mengacu pada pendekatan CTL, konteks permasalahan merupakan suatu hal yang sangat penting. Kesesuaian konteks permasalahan dengan materi yang diajarkan, dan kedekatan siswa dengan permasalahan yang diajukan sangat membantu siswa memahami materi pelajaran (Johar, 2007). Dengan adanya permasalahan, guru dapat memotivasi siswa memahami materi melalui kegiatan penyelesaian masalah (Problem Solving). Problem Solving adalah suatu metod yang mengharuskan siswa untuk berfikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah itu maka siswa akan dapat mempelajari sesuatu yang baru. Pada Page 18 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X pengajaran dan pembelajaran dengan metod penyelesaian masalah siswa dihadapkan kepada suatu masalah agar dipecahkan atau diselesaikan. Metod ini menuntut kemampuan untuk melihat sebab akibat, mengobservasi masalah, mencari hubungan antara berbagai data terkumpul kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil penyelesaian masalah. Cooney (dalam Ihsan, 2004) menyatakan bahwa penyelesaian masalah merupakan proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu. Sedangkan Polya (dalam Shadiq, 2004) mendefinisikan penyelesaian masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang dapat tertunda pencapaiannya. PEMBAHASAN Kurikulum dan Integrasi Menurut Noor (2000), ada beberapa alasan tidak diperolehnya hasil yang signifikan dari perubahan kurikulum yang dilakukan tersebut. Pertama, perubahan kurikulum selalu dilakukan dalam suatu model-Top Down. Inisiatif untuk mengubah kurikulum berasal dari pemerintah, atau sekelompok orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh pada pemerintah. Sementara itu, kebutuhan akan perubahan, terutama di tingkat sekolah tidak pernah diselidiki secara menyeluruh. Pertanyaan seperti apa yang salah dengan kurikulum lama, atau apa yang terjadi ketika kurikulum sebelumnya diterapkan sebagai kebijakan tidak pernah dijawab secara memuaskan ketika pemerintah mengubah kurikulum. Kedua, setiap kurikulum baru diimplementasikan tidak memiliki strategi implementasi. Kursus yang dilakukan untuk guru tampaknya tidak efektif (Somerset, 1997; Hadi, 2002). Kebanyakan guru yang telah mengikuti kursus, saat akan menerapkan materi kursus yang didapatnya di sekolah tidak mendapat pengawasan yang memadai dan evaluasi setelah pelatihan (Fauzan, 1999). Akhirnya guru kembali mengajar dan menggunakan caranya mengajar sebelum pelatihan. Ketiga, pelaksanaan kurikulum tidak pernah dievaluasi dengan benar. Satu-satunya standar yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan kurikulum adalah Jurnal Biology Education prestasi murid-murid. Sementara itu, informasi dari proses implementasi kurikulum, seperti bagaimana proses pengajaran dan pembelajaran dilakukan di kelas, bagaimana siswa belajar, atau kesulitan yang dihadapi guru dalam melaksanakan kurikulum tidak diketahui. Sistem yang sangat sentralistik dalam pendidikan Indonesia saat ini mulai dijawab dengan diberlakukannya Kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006) mengemukakan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan KTSP beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas (1) standar isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4) tenaga kependidikan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan dan (8) penilaian pendidikan Dua dari delapan standar nasional pendidikan tesebut, iaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal Pelaksanaan kurikulum KTSP diharapkan dapat mengurangi sentralistik dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pemerintah melalui departemen pendidikan tidak lagi menentukan semua kebijakan di bidang pendidikan. Misalnya, saat ini sekolah atau guru dapat mengembangkan sendiri kurikulum (muatan Lokal yang berbasis budaya, agama, bahasa, dan seni) dengan tetap mengacu pada SI dan SKL yang ditetapkan pemerintah), sekolah dan guru juga berhak memilih strategi pengajaran dan pembelajaran, buku panduan belajar yang digunakan muridmuridnya. Akan tetapi karena guru sudah terbiasa menjalankan apa yang sudah digariskan oleh pemerintah (pada pelaksanaan kurikulum-kurikulum sebelumnya), sehingga guru tetap menggunakan cara mengajarnya seperti sebelum KTSP dilaksanakan. Hal ini didukung dengan kenyataan di mana meskipun sekolah atau guru dapat mengembangkan sendiri kurikulum yang dilaksanakan di sekolahnya (dengan tetap Page 19 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X mengacu pada SI dan SKL yang ditetapkan pemerintah), sekolah dan guru juga berhak memilih strategi pengajaran dan pembelajaran, buku panduan belajar yang digunakan muridmuridnya, akan tetapi keberhasilan belajar (kelulusan) siswa tetap ditentukan melalui ujian nasional yang diadakan oleh pemerintah. Kondisi ini menyebabkan guru tidak sepenuhnya menjalankan amanat KTSP. Hal ini dimaksudkan supaya pelajar tidak hanya memiliki kemampuan kognitif tentang suatu matapelajaran tetapi juga memiliki nilai-nilai kearifan yang ada pada masyarakat di sekitarnya (Ibrahim Sufie, 2009). Selain itu Warul Walidin (Kontras, 2008) mengatakan bahawa kepentingan masyarakat di sekitar sekolah harus terakomodi (masuk) dalam kurikulum yang dikembangkan sekolah sebagai muatan lokal. Akan tetapi guru kurang mampu memenuhi harapan tersebut. Guru kesulitan menggali permasalahan yang mengintegrasikan nilainilai kehidupan masyarakat dalam pengajaran dan pembelajaran. Morina Zubainur (2010) mengungkapkan bahawa sebagian besar guru sains dan matemaatika diperingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah kurang pengetahuan (konsep) dan keterampilan menyampaikan permasalahan dalam pengajaran dan pembelajaran matematika dan IPA-sains secara tematik. Kurangnya kemampuan guru dalam memenuhi amanat KTSP mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam pengajaran dan pembelajaran disebabkan karena guru tidak dilatih untuk melakukan kurikulum semacam ini diruang kelas (Syafruddin Nurdin, 2005). Selari dengan ungkapan tersebut, Sukmadinata dalam Mulyasa (2004) mengatakan bahawa hambatan utama dalam pengembangan kurikulum di sekolah terletak pada guru, diantaranya karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri yang belum memadai. Sehingga diperlukan keupayaan agar tersedia model kurikulum operasional yang dapat membantu guru memenuhi tuntutan KTSP. Menurut John Mc Neil (1996), kurikulum operasional merupakan panduan apa yang sebenarnya terjadi di kelas. Salah satu keupayaan tersebut adalah dengan Jurnal Biology Education menyediakan model Kurikulum Integratif yang siap digunakan guru diruang kelas. Sehingga dengan Kurikulum Integratif yang Islami pada pengajaran dan pembelajaran IPA-sains dapat meningkatkan kreativiti guru dalam melakukan pembelajaran yang dapat dimuati dengan nilai-nilai dan konsep manajemen air dan sanitasi, meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku arif guru dan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah manajemen air dan sanitasi pada kehidupan sehari-hari, menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai manajemen air dan sanitasi kepada guru dan siswa, menumbuhkan kesedaran jati diri budaya siswa serta kesedaran akan keanekaragaman kelompok masyarakat, budaya, dan kesenian yang menjadi identitas bangsanya, menumbuhkan kearifan siswa untuk menerima kenyataan keanekaragaman budaya, agar siswa dapat menyikapi bermacam-macam perbedaan secara toleran dan aktif, menumbuhkan kemampuan apresiasi siswa yang meliputi persepsi, pengetahuan, pengertian, analisis, penilaian, keterlibatan, dan penghargaan pada seni. Berdasarkan pendapat-pendapat yang diuraikan di atas, Kurikulum Integratif yang Islami pada pengajaran dan pembelajaran IPASains dalam kajian ini adalah yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif a dalam membangun pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang nyata. KESIMPULAN Proses pewarisan nilai-nilai kebudayaan lokal di integrasikan dalam masyarakat Aceh melalui bahasa lisan, dan bahasa gerak yaitu Tarian Seudati (juga tarian lainnya). Pada tarian ini, penari tidak menggunakan musik pengiring, tetapi syairsyair yang dinyanyikan langsung oleh penari dan sya’i (penyanyi). Syair-syair tersebut berisikan pesan-pesan moral, yang dikemas menarik dan menyentuh penontonnya. Dalam tarian tersebut juga mewarisi keteraturan dan keselarasan, juga ketaatan pada pemimpin melalui gerakan penari. Di mana semua gerakan penari mengikuti tanda yang diberikan oleh pemimpin tari (syeh), tanpa ada ucapan lisan tetapi hanya melalui ketipan jari, hentakan kaki, dan tepukan dada. Semua tanda yang diberikan syeh seudati Page 20 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X tersebut harus diikuti oleh semua penari agar keselarasan gerak tari tetap terjaga. Di samping itu, semua penari dalam tarian Seudati harus menjalankan fungsinya masing-masing, misalnya syeh sebagai pemimpin, sya’i sebagai penyanyi, aneuk syeh membantu syeh dalam memandugerakan tari dan syair, dan nilai kekompakan ini perlu diintegrasikan dalam aktivitassiswa. Kebajikan lokal dalam kajian ini adalah kebajikan lokal Aceh yang lebih diarahkan pada nilai-nilai yang melekat, bermakna, dan yang biasa dikerjakan pada masyarakat Aceh pada tingkat murid-murid sekolah dasar. Nilai-nilai yang melekat, bermakna, dan yang biasa dikerjakan tersebut diintegrasikan dalam konteks kehidupanseharihari. DAFTAR PUSTAKA Abdullah Ishak, (1996). Pendidikan islam dan pengaruhnya di malaysia Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Amir Hasan Dawi, (2002). Penteorian sosiologi dan pendidikan. Edisi Kedua Tanjung Malim: Quantum Books. Aldridge, J. Dan Goldman, R., (2002). Current issuues and trends in education. Boston: Allyn & Bacon. Alamsyah Banta,T (2005). Efektivitas pengelolaaan dana pendidikan NAD). Makalah di sajikan dalam seminar Nasional pada 2-3 Mac 2005 FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh Anonymous, (2007).http://images.google.co.id.diak ses tanggal 9/12/07. Azra Azyumardi, (1999) Modernisasi pendidikan islam ”sistem dan epistemologi ilmu” Jawa Timur: Gontor Ponorogo.Ridya Press. Brobacher, (1962) Modern Philosophis of education. Chicago: University of Chicago. Collins, Gillians & Hazel, Dixon, (1992) Integrated learning planned curiculum. 3 Australia Bookshelf Publishing and Multi Media International (UK) Ltd. Carr, J.F. dan Harris, D.E., (2001). Suceeding with standards: linking curriculum, assessment, and action planning. Alexandria, VA: Asso-ciation for Jurnal Biology Education Supervision and Curriculum Development. Crew, Jr. R.E. dan Anderson, M.R., (2003). Accountability and performance in charter schools in florida:TheoryBased Evaluation. The American Journal of Evaluation,24, 2:189-212. Cox, C., (1999). Teaching language arts: A studentand response-centered classroom. Boston: Allyn and Bacon. Depdikbud, (1984). Program pengembangan kurikulum SLTP. Jakarta: Ditjen Dikbud Dikdasmen. Depdikbud RI. Dirjen Dikdas men, (1996). Naskah keterkaitan 10 mata pelajaran di SMU dengan Imtag. Jakarta: Proyek Peningkatan Kualitas Guru Agama. Daugherty, R., (1995). National curriculum assessment: review of policy 1987 – 1994. London: The Palmer Press. Drost, J.I.G.M., (1998). Sekolah: mengajar atau mendidik? Yogyakarta: USDKanisius. Ferguson, (2002). Medicinal use of citrus scienses department cooperative extension services institute of food agricultural science. Gainesville: University of Florida. Girouk HA, Penna, AN. Pinar, WF, (1981) Curriculum & intructions alternative in educations California, McCutchan Publishing Corporation. Gall, M.D., (1981). Handbook for evaluating and selecting curriculum material. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Guba,E.G. dan Lincoln,Y.S., (1981). Effective evaluation: improving the usefulness of evaluation results through responsive and naturalistic approach. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Halliday, M.K. dan Hasan, R., (1991). Language, context, and text: aspect of language in a social-semiotic perspectif. Melbourne: Oxford University Press. Hamalik, Oemar, (2000). “Model-model pengembangan kurikulum“. Bandung: UPI (Diktat). Hamalik, Oemar,(2010). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hass, G., (1977). Curriculum planning: A new approach. Edisi II. Boston: Allyn and Bacon. Page 21 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Ibrahim,(2009) Penguasaan Konsep sain bagi Guru IPA-Sains Sekolah Dasar Jurnal Akademia No. XVII Vol 21 thn XIV. 21-25. Ibrahim,(2012) Penerapan Kurikulum integratif Pengajaran dalam Pembelajaran IPA-Biologi. Jurnal Serambi Ilmu No.2 Vol 11 Maret 2012. Ibrahim Mamat, (2001) Pengetua sekolah menangani isu dan cabaaran kepimpinan. Kuala Lumpur. Kumpulan Budiman. Jerrold E.Kemp, Gerry R Morisson & Steven M Ross (1994). Designing effective introdutions New York MacMillans College Publising Inc Johar R., (2001). Implementasi belajar anak. Semarang: Grafika Press. Johar R.(2004). Strategi belajar mengajar . Banda Aceh. FKIP Unsyiah. Muhammad Noor (2000). Strategi belajar mengajar . Surabaya Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah Dasar dan Menengah Mulyasa, E (2002). Kurikulum berbasis kompetensi konsep dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E (2008). Kurikulum berbasis kompetensi dalam prakteks. Bandung: Remaja Rosdakarya. McNeil, J.D., (1977), Curriculum: a comprehensive introduction. Boston: Little, Brown and Company. Morina Zubainur Cut,dkk (2008). Kurikulum integratif pada pembelajaran tematik di SD/MI Banda Aceh Unsyiah Darussalam. Morrow, L.M., Smith, J.K., dan Wilkinson, L.Ch., Ed., (1994). Integrated language arts: controversy to concensus. Massachusetts: Allyn & Bacon. Nurdin Syafruddin, (2005). Mengenali profesional guru. Jakarta: Gramedia. Nurdin Abubakar dan Ikhsan, (2003). Falsafah pendidikan dan kurikulum. Jurnal Biology Education Tanjung Malim Malaysia: Quantum Books. Sabda Saifuddin, (2006). Model kurikulum terpadu IPTEK dan IMTAK. Jakarta: Quantum Teaching Ciputat Press Group. Saedah Siraj, (2007) Pendidikan anak-anak (Children education) (2nd ed.). Selangor, Malaysia: Alam Pintar. Saedah Siraj, (2009). Pengurusan kurikulum (Curriculum management). Selangor, Malaysia: Alam Pintar Saedah Siraj, Ahmad Sobri Shuib, & Halimah Salleh (Eds.), (2008). Pengajaran efektif (Effective teaching). [in writing] Sanders, J.R, (1994), The evaluation standards, 2nd Ed., Thousand Oaks: Sage Publications. Santrock, J.W, (1994). Child development. Edisi VI. Wisconsin: Brown & Benchmark. Soefie, Ibrahim,(2009) Penguasaan konsep IPA bagi guru sekolah dasar Jurnal Serambi Ilmu No. XII Vol 3 thn IV. 12-15. Scriven, M, (1991). Evaluation thesaurus, 4th Ed. Thousand Oaks: Sage Publications. Silverman, D, (1993). Interpreting qualitative data: methods for analysing talk, text and interaction. London: Sage Publications. Skilbeck, M. (Ed.), (1984). Reading in schoolbased curriculum development. London: Harper and Row. Tjeerd Plomp, (1997). Educational and training system desing ensched. The Netherland Univercity or Twente. Totok, M, (2005) Pengembangan kurikulum dan bahan ajar dalam bidang sain. Jakarta: Gramedia. Tanner, D. dan L.N. Tanner, (1980). Curriculum development. theory into practice. New York: Macmillan Publishing House. Page 22 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X pedoman bagi DAN pelaksanaan pendidikan untuk KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PENINGKATAN mengembangkan berbagai ranah KUMPETENSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMApendidikan Oleh : Jailani** Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh ABSTRAK Dalam proses pembelajaran, kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting, selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Oleh karena itu, kurikulum digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan, guru diberi kebebasan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus pembelajaran, rencana pembelajaran, memilih strategi pembelajaran, dan penilaian sesuai dengan kondisi dan potensi siswa serta lingkungan masingmasing. Penentuan uraian materi pembelajaran, indikator pencapaian dan penentuan soal ujian dikembangkan oleh masing-masing sekolah. Pada jenjang pendidikan menengah, penekanan muatan kecakapan dasar (basic learning contents) mendapat porsi yang menurun, sedangkan muatan akademik dan keterampilan hidup terus meningkat. Bagian dari kegiatan yang mendasar dan sistematis dalam peningkatan kompetensi siswa pada jenjang skolah lanjutan muatan kecakapan dasar (basic learning contents) perlu ditekankan pada kecakapan berkomunikasi, kecakapan intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab, dan sebagainya), kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama, mempengaruhi/mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan sebagainya). Dalam rangka perluasan pendidikan kecakapan hidup, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan dasar kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman dasar apreasi terhadap estika dan lingkungan hidup. Guna mendorong siswa berprestasi, pemerintah perlu melaksanakan program pembinaan dan fasilitasi untuk mempersiapkan siswa yang berprestasi istimewa mengikuti kompetisi tingkat nasional/internasional seperti olimpiade sains dan matematika bagi siswa SMA. Kata kunci: KTSP, Kompetensi siswa, Pembelajaran biologi PENDAHULUAN Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculan kurikulum tingkat satuan pendidikan seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan (Mulyasa, 2009). Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan KTSP sebagai bentuk implementasi KBK yang mengacu dan Jurnal Biology Education (pengetahuan, keterampilan dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Hal ini terutama terkait dengan “gerakan peningkatan mutu pendidikan”.(Mulyasa, 2009). Di Indonesia tercatat telah lima kali revisi kurikulum pendidikan dasar dan menengah, yaitu pada tahun 1968, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994 dan kurikulum tahun 2004. Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta untuk memberikan guideline atau acuan Page 23 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa standar yang terkait langsung dengan kurikulum adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, tersebut di atas. Berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan yang disusun oleh BSNP, maka Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat mengembangkan Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. KTSP Dan Peningkatan Kompetensi Siswa Secara substansi ada beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah: knowledge (pengetahuan), understanding (pemahaman), skill (keterampilan), value (nilai), attitude (sikap) dan interest (minat). Kompetensi selalu dilandasi oleh “rasionalitas” yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” pekerjaan itu dilakukan. Jadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dapat diartikan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.(Warul Walidi, 2006:4). Jurnal Biology Education Menurut Gropengiesser, D. H., & Kattmann, U. (2005), ada beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut: Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif seperti seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Sikap (attitude) yaitu perasaan (senantiasa senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Minat (interest) adalah kecenderunganseseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Atas dasar hal tersebut dalam rangka melaksanakan peningkatan mutu belajar untuk mengantisipasi perubahan-perubahan global pada era persaingan bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, maka sistem pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang demokratis yang mampu melayani setiap perbedaan dan kebutuhan individu serta mampu membekali siswa dengan sejumlah kemampuan (kompetensi) yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan (Soyomukti, 2010). Melalui keadaan yang demikian, pendidikan diharapkan mampu melahirkan generasi yang mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif serta memiliki kesabaran dan mampu bersaing, siap menghadapi berbagai macam tantangan. Di samping itu hendaknya kecakapan hidup tersebut diupayakan pencapaiannya dengan mengintegrasikan pada pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari (Sukmadinata, 2005). Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah dengan memberikan peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan manajemen berbasis sekolah.(Wina Sanjaya, 2004:12). Page 24 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Berdasarkan hakikat tujuan di atas maka dijabarkan sejumlah kurikulum mulai dari tujuan kurikulum kelembagaan, tujuan pendidikan, tujuan mata pelajaran sampai kepada tujuan pengajaran. Rumusan tujuan kurikulum ini ditetapkan sebelum menyusun dan menentukan isi kurikulum, strategi pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum. Hal ini dilakukan karena, tujuan berfungsi menentukan arah dan corak kegiatan pendidikan. Selain itu tujuan juga dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan, bahkan ia juga dapat dijadikan pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari para pelaksanaan pendidikan (Kanandar, 2009). Apabila dilihat secara khusus mengenai penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam penyajian pembelajaran materi biologi, maka tujuannya dapat dijabarkan sebagai berikut: Agar siswa mampu melaksanakan percobaan dan bernalar untuk memahami .prinsip kerja dan manfaatnya dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Agar siswa dapat berdiskusi tentang materi yang diajarkan dengan menggunakan gambar/charta. Agar siswa dapat mengidentifikasi tentang struktur dan fungsi tumbuhan setelah praktikum. Agar siswa dapat menerima informasi tantang teori-teori dalam pembelajaran Biologi. Agar siswa dapat melakukan percobaan untuk memahami cara kerja materi yang diajarkan serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar siswa dapat menggambarkan dalam bentuk diagram rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan serta menjelaskan masing-masing tingkat tropic (Sujana, N.,2009). Dalam kurikulum Biologi berbasis kompetensi, fungsi kurikulum mata pelajaran Biologi adalah menanamkan Jurnal Biology Education kesadaran terhadap keindahan dan keteraturan alam sehingga siswa dapat meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai warga negara yang menguasai sains dan teknologi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan melanjutkan pendidikan (Azzet, A.M,2011). Mata pelajaran Biologi di SMA bertujuan untuk: 1) Memahami konsepkonsep Biologi dan saling keterkaitannya. 2) Mengembangkan keterampilan dasar Biologi untuk menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah. 3) Menerapkan konsep dan prinsip Biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. 4) Mengembangkan kepekaan nalar untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses kehidupan dalam kejadian sehari-hari. 5) Meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, dan 6) Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas, 2008). Bahwa kejelasan tujuan penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam penyajian materi Biologi lebih ditekankan pada penguasaan kompetensi dan penguasaan keterampilan peserta didik dalam mengembangkan skill atau keahlian pada suatu bidang sains menuju ke arah penciptaan lapangan pekerjaan guna mencapai target kurikulum menuju kesejahteraan di masa depan nantinya. Sesuai dengan pedoman kurikulum tingkat satuan pendidikan proses pembelajaran Biologi dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran Biologi yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, evaluasi dan sumber atau bahan pelajaran (Sagala, Sy,2009). Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa dapat dilihat pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar prosedur tertentu. Page 25 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pada Pembelajaran Biologi Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pembelajaran Biologi mencakup pengembangan silabus mata pelajaran Biologi dan sistem penilaian materi pembelajaran Biologi, sedangkan penilaian mencakup jenis-jenis tagihan pembelajaran Biologi, bentuk tagihan pembelajaran Biologi, seperti ulangan atau tugas-tugas pembelajaran Biologi yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Penerapan silabus dan penilaian pembelajaran Biologi berbasis kompetensi bersifat hierarkis atau berurutan yaitu dengan urutan: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator dan soal ujian. Standar kompetensi, kompetensi dasar dan standar materi pokok dalam pembelajaran Biologi dikembangkan oleh departemen, sedangkan penentuan uraian materi pembelajaran, indikator pencapaian dan penentuan soal ujian dikembangkan oleh masing-masing daerah atau sekolah. Dengan demikian materi pembelajaran dan soal ujian yang digunakan akan menampung keperluan daerah atau sekolah, sesuai dengan karakteristik masing-masing. Di samping itu, sumber daya manusia di semua sekolah akan diberdayakan sehingga tidak tergantung pada departemen pendidikan nasional. Selanjutnya pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini guru diberi kebebasan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus pembelajaran, memilih strategi pembelajaran dan penilaian sesuai dengan kondisi dan potensi siswa serta lingkungan masingmasing. Di samping itu juga diadakan bimbingan untuk melayani perbedaan individual melalui program remedial, pemantapan dan pengayaan diantara siswa yang bersangkutan (Mulyasa. 2008). Sebagai contoh, bila pembelajaran yang menyangkut dengan materi Jurnal Biology Education pembelajaran Biologi, tiap pembahasan harus mengacu pada materi tersebut, dalam waktu yang bersamaan sehingga pemahaman siswa tentang materi tersebut dapat lebih baik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan juga menggunakan pendekatan penguasaan kemampuan tertentu, materinya lebih sedikit, tetapi lebih mendalam, berkelanjutan dan lebih komprehensif. Program yang digulirkan yaitu cara pembelajaran PAIKEM (pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif dan menyenangkan). Secara umum cara penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam pembelajaran Biologi dapat digambarkan sebagai berikut: Menyangkut dengan kegiatan pembelajaran misalnya penelitian atau percobaan tidak semua indikator kerja ilmiah harus dilakukan, guru dapat memilih sesuai dengan kebutuhan ketersediaan alat/bahan, kemampuan siswa, ketersediaan alokasi waktu serta kemampuan guru. Dalam melakukan penyelidikan atau percobaan atau kerja ilmiah selalu dikembangkan pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses yang meliputi kemampuan mengamati, mengukur dengan teliti, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, menyimpulkan, mengkomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal. Di samping itu juga dikembangkan sikap dan nilai meliputi rasa ingin tahu, jujur, terbuka, bersifat kritis, teliti, tekun (ulet), berdaya cipta, bekerja sama dan peduli terhadap lingkungan. Semua siswa perlu terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada “belajar” dari pada mengajar. Kondisi ini menempatkan guru sebagai fasilitator sehingga proses belajar Page 26 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X dapat berlangsung dengan siswa yang lebih aktif. Semua siswa diajak terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada akhir pembelajaran, guru dapat memberikan tugas proyek yang harus dikerjakan serta ditinjau ulang untuk senantiasa menyempurnakan hasil. Tugas proyek ini diharapkan menyangkut sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara nyata dalam konteks pengembangan teknologi sederhana, penelitian dan pengujian, pembuatan sari bacaan, pembuatan kliping, penulisan gagasan dan sebagainya. Sistem penilaian dilakukan melalui penilaian berbasis kelas (PBK) yang terintegrasi dalam pembelajaran di kelas. Penilaian kemajuan belajar siswa dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran sehingga penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode. Kemajuan belajar dinilai dari proses bukan hanya hasil (produk). Penilaian pembelajaran Biologi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti tes perbuatan, tes tulis, porto folio dan hasil kerja (produk). Dengan demikian lingkup penilaian pembelajaran Biologi dapat dilakukan baik dari pada hasil belajar (akhir kegiatan) mampu pada proses pembelajaran (Fensham, P. J. 2004). Hasil penilaian dapat diwujudkan dalam bentuk nilai dengan ukuran kuantitatif atau dalam bentuk komentar deskriptif kualitatif. Peningkatan Mutu Dan Relevansi Pemerintah mengembangkan kurikulum, bahan ajar, model pembelajaran, dan sistem evaluasi/penilaian menuju standar nasional dan internasional. Semua bagian dari sistem dan muatan pembelajaran dikembangkan untuk mencapai pembelajaran yang bermakna dan efektif. Pada jenjang Jurnal Biology Education pendidikan menengah, penekanan muatan kecakapan dasar (basic learning contents) mendapat porsi yang menurun, sedangkan muatan akademik dan keterampilan hidup terus meningkat (Muslich, M. 2008). Bagian dari kegiatan yang mendasar dan sistematis dalam peningkatan mutu pendidikan adalah pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan sistem penilaian. Pengembangan model kurikulum perlu memperhatikan potensi peserta didik, karakteristik daerah, serta akar sosiokultural komunitas setempat, perkembangan Iptek, dinamika perkembangan global, lapangan kerja, lingkungan budaya dan seni, dan lain-lain. Pada jenjang skolah lanjutan muatan kecakapan dasar (basic learning contents) perlu ditekankan pada kecakapan berkomunikasi, kecakapan intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab, dan sebagainya), kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama, mempengaruhi/mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan sebagainya). Dalam rangka perluasan pendidikan kecakapan hidup, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan dasar kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman dasar apreasi terhadap estika dan lingkungan hidup. Guna mendorong siswa berprestasi, pemerintah perlu melaksanakan program pembinaan dan fasilitasi untuk mempersiapkan siswa yang berprestasi istimewa mengikuti kompetisi tingkatnasional/internasional seperti olimpiade sains dan matematika bagi siswa SMA. Kapasitas profesi pendidik juga perlu ditingkatkan agar mereka mampu Page 27 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X membawakan proses pembelajaran efektif, sesuai dengan standar kompetensi pendidik yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran efektif diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, dan mengasyikkan untuk mendorong peserta didik berpartisipasi aktif, berinisiatif, kreatif, dan mandiri, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan kematangan psikologis (Gropengiesser, D. H., & Kattmann, U. 200). Pengembangan mutu dan keunggulan pendidikan menengah, juga disertai dengan program peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan sekolah sehat. Dengan demikian dapat tercipta siswa yang sehat dan bugar, serta sekolah yang memenuhi standar sekolah sehat. Sarana dan bahan belajar seperti perpustakaan, media pembelajaran, laboratorium, alat peraga pendidikan, buku pelajaran, dan buku nonteks pelajaran/buku bacaan lain yang relevan perlu dikembangkan. Pemerintah juga perlu melaksanakan pengembangan naskah buku pendidikan dan melakukan pengendalian mutu buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran/bacaan lainnya yang relevan. Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pemanfaatan ICT dalam berbagai sektor kehidupan, pemerintah perlu terus mengembangkan pemanfaatan ICT untuk sistem informasi persekolahan dan pembelajaran termasuk pengembangan pembelajaran secara elektronik (e-learning) (Muslich, M. 2008). Hingga saat ini, langkah-langkah yang sudah dilakukan adalah (a) merancang sistem jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan intranet sebagai sarana dan media Jurnal Biology Education komunikasi, dan informasi intern sekolah; (b) merancang dan membuat aplikasi database, yang menyimpan dan mengolah data dan informasi persekolahan, manajemen persekolahan, konten-konten pembelajaran; (c) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia interaktif, yang terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool; (d) mengoptimalkan pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan; dan (e)mengimplementasikan pemanfaatan TIK secara bertahap untuk memudahkan manajemen pendidikan dan sekaligus untuk mendukung proses pembelajaran di seluruh wilayah Indonesia. Karena keterbatasan dana pemerintah, program wajib belajar belum dapat ditingkatkan sampai jenjang pendidikan menengah. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup (keterampilan praktis) diberikan kepada lulusan SMP/MTs yang tidak dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi agar mereka dapat bekerja dan melakukan kegiatan produktif di masyarakat. Pengembangan sekolah berkeunggulan pada tingkat sekolah menengah menargetkan paling tidak satu SMA pada masing-masing kabupaten/kota akan menjadi sekolah berkeunggulan lokal telah dilaksanakan sejak tahun 2009, dan target yang sama untuk sekolah bertaraf internasional. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa cara menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam pembelajaran Biologi ditekankan pada pengembangan kompetensi yang dimiliki siswa baik dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun pada hasil akhir proses pembelajaran. Page 28 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Bagian dari kegiatan yang mendasar dan sistematis dalam peningkatan mutu pendidikan adalah pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan sistem penilaian. Pengembangan model kurikulum perlu memperhatikan potensi peserta didik, karakteristik daerah, serta akar sosiokultural komunitas setempat, perkembangan Iptek, dinamika perkembangan global, lapangan kerja, lingkungan budaya dan seni, dan lain-lain. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pembelajaran Biologi mencakup pengembangan silabus mata pelajaran Biologi dan sistem penilaian materi pembelajaran Biologi, sedangkan penilaian mencakup jenis-jenis tagihan pembelajaran Biologi, bentuk tagihan pembelajaran Biologi, seperti ulangan atau tugas-tugas pembelajaran Biologi yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Penerapan silabus dan penilaian pembelajaran Biologi berbasis kompetensi bersifat hierarkis atau berurutan yaitu dengan urutan: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator dan soal ujian. DAFTAR PUSTAKA Ahmad HP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional di Pekan Baru. Bambang Sutrisno. 2002. Solusi Pendidikan Menjawan Tantangan Zaman. Bandung: Rosdakarya. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendidikan Menengah Umum. Jakarta; Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional.2008. Biologi SMP-SMA, Model Jurnal Biology Education Pembelajaran, Rencana Pembelajaran, Model Penilaian. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Silabus, Jakarta: Depdiknas. Fensham, P. J. 2004. Defining an Identity: The Evolution of Science Education as a Field of Research. Dordrecht: Kluweer Academic Publishers. Gropengiesser, D. H., & Kattmann, U. 2005. Toward Science Education research that is Relevant for Improving Practice: The Model of Educational Reconstruction. In H. E. Fischer (Ed). Developing Standards in Research on Science Education, (pp. 1-9). London: Taylor dan Francis. Haryati, M. 2007. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press. Jailani. 2007. Implementasi CTL Dalam Pembelajaran Sain di SD. Banda Aceh. LP2M USM. Lexy J. Moleong. 2008. Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslich, M. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa. 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bina Aksara. Warul Walidin.2006. KBK Sebagai Suatu Alternatif Dalam Pelaksanaan Pendidikan. Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah UNMUHA. Page 29 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X IDENTIFIKASI ECHINODERMATA DI KAWASAN PANTAI DRIENG LEUPUNG KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN ZOOLOGY INVERTEBRATA Armi** Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh ABSTRAK Penelitian tentang “Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoologi Invertebrata” telah dilaksanakan pada 31 Mei sampai 13 Juni 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Drieng Leupung. Parameter yang diukur adalah jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Drieng Leupung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dengan teknik purposive sampling. Data disajikan secara deskriptif dan identifikasi. Hasil penelitian ditemukan 4 kelas Echinodermata yang terdiri dari 17 spesies diwakili oleh 8 spesies kelas Asteroidea, 5 spesies dari kelas Holothuroidea, 4 spesies dari kelas Echinoidea, dan 1 spesies dari kelas Ophiuroidea, sedangkan untuk kelas Crinoidea tidak ditemukan. Jenis spesies yang paling banyak ditemukan adalah dari kelas Echinoidea yaitu Diadema setosum, hal ini disebabkan karena faktor lingkungan yang sangat mendukung salah satunya adalah faktor suhu di kawasan Pantai Drieng Leupung yang sesuai untuk perkembangbiakan Diadema setosum, yaitu kisaran 260C-280C dan adanya ketersediaan pakan yang cukup. Banyaknya hewan Echinodermata ini menunjukkan bahwa Pantai Drieng Leupung masih sesuai sebagai habitat Echinodermata. Kata kunci : Identifikasi, Echinodermata, Pantai Drieng PENDAHULUAN Echinodermata adalah hewanhewan laut yang kulitnya berduri atau berbintil. Hewan-hewan ini dibagi atas lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea), bulu babi (Echinoidea), dan lilia laut (Crinoidea). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Echinodermata merupakan salah satu komponen penting dalam hal ekosistem terumbu karang (Clark,1976 dan Bakus 1973 dalam Yusron, 2006:3), terutama dalam rantai makanan karena Echinodermata umumnya sebagai pemakan detritus dan predator (Birkerland, 1989 dalam Yusron, 2006:4). Jurnal Biology Education Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota yang hidup di air tawar atau darat. Hewan-hewan ini juga mudah dikenali dari bentuk tubuhnya: kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya simetri radial pentameral (terbagi lima). Walaupun terlihat primitif, Echinodermata adalah filum yang berkerabat relatif dekat dengan Chordata (yang di dalamnya tercakup Vertebrata), dan simetri radialnya berevolusi secara sekunder. Larva bintang laut misalnya, masih menunjukkan keserupaan yang cukup besar dengan larvaHemichordata. Echinodermata merupakan hewan invertebrata yang memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang cukup tinggi. Keanekaragaman spesies tersebut sangat bermanfaat, baik terhadap Page 30 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X lingkungan di sekitarnya maupun dilihat secara ekonomis karena dapat menghasilkan pendapatan manusia. Echinodermata merupakan pemakan detritus atau seston, yaitu organisme yang mampu memanfaatkan sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh spesies lain. Terumbu karang juga sangat penting bagi Echinodermata, hal ini karena terumbu karang berperan sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi Echinodermata (Birkerland, 1989 dalam Yusron, 2006:4). METODE Penelitian ini dilakukan di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar.penelitian ini telah dilakukan pada tangal 31 Mei sampai 13 Juni 2012. Objek dalam penelitian ini adalah jenis-jenis Echinodermata di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode transek garis dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah bagian dari metodelogi statistika yang berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi.teknik pengambilan sampel yang dapat diterapkan dan peralatan yang diperlukan dalam suatu pengumpulan data pada komunitas lingkungan alam. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Lokasi pengamatan dibagi atas 3 stasiun sejauh 120 m dari bibir pantai ke laut dan lebar masing-masing kiri dan kanan 2 m sebagai jarak pandang pengamatan. Lokasi pengamatan terdiri atas pantai berpasir, pantai berkarang, dan pantai berpasir dan berkarang. Diperhatikan lokasi dengan tingkat kehadiran Echinodermata terbanyak kemudian dibuat plot 1x1 m dan dihitung Echinodermata pada petak plot. Setiap stasiun dibuat 24 plot. Dihitung juga data fisik 3 x setiap stasiun di bagian pinggir, tengah, dan ujung garis transek. Jurnal Biology Education Setiap Echinodermata yang ditemukan langsung di data dan difoto selanjutnya melalui foto hasil penelitian Echinodermata diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi dan didukung oleh buku lain serta spesimen yang ada. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Indentifikasi Echinodermata yang dilakukan di Kawasan Pantai Drieng leupung pada tiga stasiun diperoleh 4 kelompok kelas yaitu Holothuroidea, Echinoidea, Asteroidea, dan Ophiuroidea, sedangkan kelas Crinoidea tidak ditemukan pada ketiga stasiun. Hal ini disebabkan biota tersebut umumnya hidup di daerah tubir karang sehingga sulit untuk dikoleksi. Selama pengamatan pada tiga stasiun ditemukan 17 jenis fauna Echinodermata yang diwakili oleh 8 jenis Asteroidea, 4 jenis Echinoidea, 4 jenis Holothuroidea, dan 1 jenis Ophiuroidea. Kelompok yang paling tinggi kehadirannya dalam pengamatan ini adalah Diadema setosum dari kelas Echinoidea yang ditemukan melimpah pada ketiga stasiun pengamatan. Kehadiran spesies Echinodermata pada masing-masing stasiun pengamatan juga dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tabel dapat terlihat bahwa spesies terbanyak ditemukan pada stasiun berkarang dan yang paling sedikit ditemukan di stasiun yang berpasir. Pada stasiun berpasir ditemukan 7 jenis spesies, stasiun berkarang ditemukan 11 jenis spesies, dan pada stasiun berpasir dan berkarang ditemukan 10 jenis spesies Echinodermata. Anggota filum Echinodermata adalah penghuni lingkungan bahari, terutama di laut bentik. Ciri khasnya adalah tubuh yang menjurus lima tersusun mengelilingi suatu sumbu polar. Hewan ini memiliki kerangka dalam yang mempunyai duri (spine) Page 31 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Tabel 4.1 Kehadiran Echinodermata pada stasiun penellitian No Kelas Ordo 1 Valvatida 2 Valvatida 3 Valvatida 4 Valvatida Stasiun berkarang Stasiun berpasir Stasiun berpasir berkarang Linckia laevigata √ √ √ √ √ √ √ — — √ — — — — √ — √ — — — √ — √ √ √ — √ √ √ √ √ √ — √ — — √ — √ √ — — √ — — — — √ — √ — Famili Genus Spesies Ophidiast eridae Ophidiast eridae Linckia Ophidiast eridae Ophidiast eridae Echinaste ridae Linckia 6 Paxillosida Astropect enidae Astrope cten 7 spinulosida Echinaste ridae Achant aster Linckia sp (orange) Linckia sp (merah muda) Nardoa tuberculata Echinaster luzonicus Astropecten polyacanth us Achantaste r planci 8 Valvatida Oreasterid Protore ae aster Protoreaste r nodosus 9 Echinoida 5 Asteroidea 10 Echinoidea 11 12 13 14 15 Holothuroide a 16 17 Ophiuroidea spinulosida Echinome tridae Diadematid Diademati a dae Diadematid Diademati a dae Diadematid Diademati a dae Aspidochiro Curculion tida oidae Aspidochiro Holothurii tida dae Aspidochiro Holothurii tida dae Linckia Nardoa Echinas ter Echinometr a mathaei Diadema setosum Diadema antillarum Diadema savignyi Holothuria atra Holothuria edulis Actinopyga lecanora Holothuria Aspidochiro Holothurii Holothu leucospilot tida dae ria a Ophiurida Jurnal Biology Education Ophiocomid ae Echino metra Diadem a Diadem a Diadem a Holothu ria Holothu ria Actinop yga Ophioco ma Ophiocoma scolopendrina Page 32 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Bintang Laut Berbentuk bintang yang memiliki lengan lima dan warna sangat menjolok atau kontras dengan lingkungan yaitu coklat muda, coklat tua, biru, jingga. Tiap lengan berbentuk memanjan dan langsing. Permukaan tubuh halus dan tidak terdapat tonjolan-tonjolan (gambar Linkia laevigata). Nontji (2003), tiap lengan berbentuk memanjang dan langsing sampai kira-kira 15 cm atau lebih, hidup di terumbu karang, pasir dan padang lamun Crown of Thorns Starfish (Achantaster planci) (Sumber : Hasil Penelitian, 2012) Bulu seribu merupakan salah satu jenis hewan laut dari kelompok bintang laut yang paling besar di antara jenis bintang laut lain. Bulu seribu atau dalam istilah aslinya Crown of Thorns Starfish tercatat keberadaannya untuk pertama kali oleh George Rumphius tahun 1705 yang kemudian oleh Carolous Linnaeus (Bapak Taksonomi) diberi nama Acanthaster planci. Sedangkan tubuh bulu seribu sendiri memiliki pewarnaan cukup beragam. Timun Laut Gambar Bintang Laut (foto dilapangan) (Sumber : Hasil Penelitian , 2012) Berbentuk bintang lengan lima dan tergolong besar. Warna coklat kemarahan dan terdapat tonjolantonjolan berwarna hitam. Ujung setiap lengan berwarna hitam (Nontji (2003:23), diameter tubuhnya kira-kira 10 cm. Ukuran hewan ini lebih besar dibanding dengan Linkia laevigata. Hidup di terumbu karang, pasir dan padang lamun. Bulu Seribu Jurnal Biology Education Teripang Hitam (Holothuria leucospilota) (Sumber : Hasil Penelitian, 2012) Holothuria leucospilota dapat ditemukan di perairan Samudera Pasifik dari selatan ke Australia Utara Pulau Lord Howe. Spesies ini juga ditemukan di perairan tropis Indo-Pasifik. Holothuria leucospilota memiliki ciri panjang, hitam, dan tubuhnya simetri bilateral tidak simetri radial. Spesies ini telah memiliki kepala dan ekor dengan mulut dan anus Page 33 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X terletak di ujung masing-masing. Mulut yang dikelilingi tentakel yang digunakan untuk makan dan dapat membantu untuk mengidentifikasi daerah. Organisme ini memakan materi organik yang terlarut pada pasir atau substrat lumpur yang kemudian menyaring nutrisi dan mengeluarkan pasir bersama dengan sampah lainnya. Reproduksi secara seksual, baik telur dan sperma dilepaskan ke dalam air. Kemudian telur melepaskan zat kimia yang menarik sperma sehingga pembuahan dapat terjadi. Setelah pembuahan, larva melayang dengan bebas di laut saat mereka sedang berkembang. Setelah larva menemukan tempat yang tepat mereka menetap di dasar laut. Holothuria leucospilota adalah mentimun laut yang tidak berbahaya yang bergerak pelan-pelan sepanjang dasar laut. Holothuria leucospilota umumnya ditemukan di terumbu karang. Lebih khusus lagi, ditemukan di dasar laut berpasir atau di bawah batu di perairan tropis sampai dengan 3 meter (Martin, 2001). Bintang Ular Bintang Ular (Ophiocoma scolopendrina) (Sumber : Hasil Penelitian, 2012) Ophiocoma scolopendrina merupakan jenis bintang ular yang memiliki lima lengan sederhana. Ada dua alat penangkap biasanya di setiap segmen pori. Ada tiga sampai lima lengan duri di setiap sisi segmen lengan. Jurnal Biology Education Lengan atas punggung dalam setiap segmen yang menebal dan berbentuk cerutu atau silinder. Tulang belakang yang terpanjang panjangnya 2-5 kali panjang segmen. Ada tiga duri di setiap sisi segmen lengan ketiga. Jenis ini tersebar luas di wilayah Indo – Pasifik dengan warna bervariasi, ada yang berwarna pink, coklat tua, coklat muda, krem dan hijau zaitun (Gambar 4.18) (Fatemi, 2010:42-48). Panjang lengan hingga 13 cm dengan lebar diameter disc sampai 20mm. warna disc pada bagian dorsal sangat bervariasi mulai dari hitam hingga coklat (Humphreys, 1981 dalam Fatemi, 2010:42-48). PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian Identifikasi Echinodermata di Pantai Drieng Leupung, dapat disimpulkan bahwa: Ditemukan 17 jenis Echinodermata yang ada di Pantai Drieng Leupung, yang dibagi atas 4 kelas yaitu dari kelas Asteroidea 8 jenis, kelas Echinoidea 4 jenis, kelas Holothuroidea 4 jenis dan kelas Ophiuroidea sebanyak 1 jenis, sedangkan dari kelas Crinoidea tidak ditemukan karena biasanya kelas ini hidup pada tubir karang sehingga sulit untuk dikoleksi. Jumlah spesies terbanyak yang ditemukan yaitu dari kelas Echinoidea, Diadema setosum yang tersebar merata di seluruh wilayah pengamatan. Jenis Echinodermata ditemukan paling banyak di wilayah berpasir berbatuan karena terkait dengan faktor lingkungan yang sesuai dan bahan makanan yang tersedia. DAFTAR PUSTAKA Anonymous(2008)Echinodermata,(Onli ne),(Http//www.id.Wikipedia.or g/wiki/Echinodermata, diakses 13 Maret 2012). Barnes, R. D. (1987). Invertebrate Zoology Fifth Edition. Orlando, Florida: Saunders College Publishing. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1996). Kamus Page 34 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Dahuri, R. H. Dkk. (1996). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Diktat, Jalaluddin.(2012).Zoology Invertebrata. Banda Aceh Jasin, M. (1984). Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata Cetakan I. Surabaya: Sinar Wijaya. Martin, J. (2002). Holothuria leucospilota (lollyfish).(Online).(Http//www. Hobart & William Smith College Term Queensland/ Holothuria leucospilota (lollyfish)., Diakses 12 April 2009. Nontji, A. (2005). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan Nurmayati, D. Dkk. (2006). Seri Kelautan : Kehidupan Laut. Bandung: Remaja Rosdakarya Oemarjati, B. S. (1990). Taksonomi Avertebrata : Pengantar Praktikum Laboratorium. Jakarta: UI Press. Radiopoetroe. (1986). Zoologi. Jakarta: Erlangga. Ria(2008).MarineInvertebrateSpecies.( Online),(Http//www.peteducatio nblog/home/ Marine Invertebrate Species Profiles/sea cucumber/Actinopyga lecanora, diakses 21 April 2009). Romimohtarto, K. Juwana, S. (2005). Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan. Suwignyo, S. Dkk. (2005). Avertebrata Air Jilid II. Jakarta: Penebar Swadaya Toonen,R.(2002).Invertebrate_NonColu mn.(Online).(Http//www.advanc edaquarist.com/images/linckia, diakses 12 Oktober 2009). Jurnal Biology Education Page 35 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X TINJAUAN TENTANG PRILAKU PETANI DALAM PENGGUNAAN PEPTISIDA DI GAMPONG LAM ATEUK KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR Jalaluddin** Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh ABSTRAK Telah di lakukan penelitian yang berjudul “Tinjauan tentang prilaku petani dalam penggunaan peptisida di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prilaku petani dalam penggunaan peptisida dan penggunaan APD dalam penggunaan peptisida Gampong Lam A Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat sebanyak 86 KK. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan data-data tentang prilakuk petani dalam penggunaan peptisida dan penggunaan APD di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Teknik pengumpulan data yang digunakann berupa angket dan dilanjutkan dengan pengolahan data dengan menggunakan analisis statistik persentase. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) prilaku petani dalam penggunaan peptisida 96,5% sudah berprilaku baik, (2) penggunaan APD 95,3% masyarakat di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga PENDAHULUAN Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting diperhatikan oleh setiap negara untuk mendapatkan derajat kesehatan bagi masyarakat yang optimal sehingga diperlukan suatu perencanaan program kesehatan dengan melihat fenomenafenomena yang terjadi didalam masyarakat itu sendiri. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan (seperti masalah status gizi, sanitasi, kebersihan dan sebagainya) yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain disebabkan karena perbedaan status ekonomi, sosial budaya, politik, dan kesehatan. Pengelolaan pestisida yang kurang baik akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar dan tidak Jurnal Biology Education jarang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitarnya. Pengelolaan yang kurang baik yang sifatnya akut (keracunan) ataupun yang kronis (gangguan fungsi tubuh). Provinsi Aceh, dampak pestisida terhadap kesehatan manusia dapat berupa sub lethal (keracunan kronis) maupun keracunan akut. Kasus yang terjadi dari tahun 2002 – 2003 sebanyak 1.795 kasus, dipastikan keracunan berat. 500 orang (28%) keracunan sedang 550 orang (30,8%), dan 85 orang keracunan ringan. Selebihnya 660 orang (36,4%), penyebab utama keracunan pestisida adalah golongan organophosphate/carbanat merupakan keracunan terbanyak. (Dinkes Prov. Aceh, 2009:56). Kabupaten Aceh Besar yang merupakan daerah padat pertanian terutama tanaman padi, kacangkacangan, bawang serta cabai, Page 36 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X merupakan salah satu hasil pertanian yang paling handal. Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia dapat berupa sub lethal (keracunan kronis) maupun keracunan akut. Kasus yang terjadi dari tahun 2005 – 2006 sebanyak 957 kasus, dipastikan keracunan berat. 375 orang (39,18%) keracunan sedang 447 orang (46,70%), dan 135 orang (14,10%), penyebab utama keracunan pestisida ini disebabkan perilaku dalam penggunaan yang berkaitan dengan pengetahuan dalam menggunakan pestisida. (Dinkes. Aceh Besar, 2009:23). Kabupaten Aceh Besar Dalam meningkatkan upaya produksi masyarakat wilayah tersebut selalu menggunakan pestisida untuk membasmi hama dan penyakit tanaman. Kecamatan Lhoknga yang juga merupakan wilayah Kabupaten Aceh Besar, yang sebagian besar penduduknya bergerak dibidang pertanian. Berbagai dampak yang dirasakan oleh petani dalam mengatasi hama pada tanaman yang juga dapat membawa dampak terhadap dirinya ( Puskesmas Lhoknga, 2009 :30). Berdasarkan hasil pemantauan sementara, masalah yang dijumpai di Gampong Sagoe masih banyak petani sehabis melakukan penyemprotan/ penyerbukan mereka langsung makan dan sarapan tanpa mencuci tangan dengan air bersih, mereka hanya mencuci tangan dengan air yang ada disekitar penyemprotan, begitu juga dengan alat pelindung diri terkadang mereka hanya mengikat mulut dan hidung dengan menggunakan kain biasa atau handuk. Data yang didapatkan 25,5% masyarakat petani mengalami keracunan setelah malakukan Jurnal Biology Education penyemprotan. Dimana dari penyakit keracunan yang dialaminya antara lain gatal-gatal, mual/pening dan juga terjadi lukak lambung. Dari data inilah bisa kita liat bahwa masyarakat dalm penggunaan peptisida kurang berhati-hati sehingga akan merusak diri sendiri. (Puskesmas Lhoknga, 2010:12). Menurut data yang diambil Di Gampong Lam Ateuk Kecamataan Lhoknga Kabupaten Besar, dengan jumlah KK (Kepala keluarga) sebanyak 86 KK, dengan jumlah penduduk 350 jiwa. dilihat dari pekerjaan hampir 99% disetiap kepala keluarga jadi petani. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Perilaku Menurut ahli psikologi yang bernama Skinner (1938:21), mengemukakan prilaku adalah suatu respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Sedangkan David. O. Sears (1992:67) Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas daripada manusia itu sendiri. Oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berbicara, berjalan, bereaksi, berpakaian dan lain-lain. Dari itulah perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Secara operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar yang dapat kita amati dan kita pelajari. Bila ditinjau dari bentuk operasionalnya, perilaku dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis, (Notoatmodjo, 1993:34) 1. Perilaku dalam pengetahuan yakni bentuk dengan Page 37 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia untuk hidup didalamnya sesuai dengan sikap dan keadaan alam tersebut. 3. Perilaku dalam bentuk kebiasaan yaitu sesuatu perkerjaan yang dilakukan berdasarkan pengalaman sebelumnya. 4. Perilaku dalam bentuk tindakan yang berupa perbuatan (action) atau rangsangan dari luar. c. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman tidak termasuk pupuk d. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan e. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan. f. Mencegah dan memberantas binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. 2. Kontaminasi Pestisida Racun yang dapat memasuki makanan saat ini juga semakin banyak, sebagai akibat sampingan penerapan teknologi pertanian, perternakan dan pengawetan makanan, dan kesehatan. Berbagai insektisida yang digunakan secara berlebihan di dalam proses pertanian yang akhirnya terdapat di dalam tumbuhan atau tubuh hewan. Insektisida yang tidak dapat diuraikan, seperti DDT, akan terkonsentrasi didalam biota rantai makanan. Bila sampai kepada manusia, maka konsentrasi sangat tinggi. Makanan yang diawetkan juga akan dapat terkontaminasi oleh bahan yang terdapat pada kemasan ataupun sengaja dicampur dengan bahan pengawet, penyedap, pewarna, yang belum tentu aman bagi kesehatan, dan gejala keracunan yang ditimbulkan. Pestisida adalah zat kimia dan bahan lainnya serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : 3. Persyaratan Kesehatan Penggunaan PengelolaanPestisida Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 03/MEN/1986 tentang syarat-syarat keselamatan dan kesehatan di tempat kerja yang mengelola pestisida. Pasal 2 ayat (2), Persyaratan kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk tujuan melindungi, memelihara dan atau mempertinggikan derajat kesehatan. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan : - Memberantas atau menegah hama-hama dan dan penyakitpenyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasilhasil pertanian - Memberantas rerumputan. - Mengatur atau meransang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk. - Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. - Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak a. Memberantas dan mencegah hamahama dan penyakit-penykit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian b. Memberantas rumputan Jurnal Biology Education Page 38 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X - Memberantas atau mencegah hama-hama air. - Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengakutan. - Memberantas atau mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pda manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air. dipersiapkan yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaannya meliputi pengetahuan, sikap dan penggunaan alat pelindung diri. b. Data sekunder Data sekunder yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Aceh yang diambil tentang keracunan, penyakit yang disebabkan oleh akibat kerja, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, Kantor Kecamatan Lhoknga yang diambil jumlah penduduk dan buku-buku perpustakaan yang berhubungan dengan penelitian serta berbagai literatur pendukung lainnya. METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional, dimana hanya melihat gambaran tentang yang mempengaruhi perilaku petani dalam penggunaan pestisida di Gampoeng Lam Ateuk Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gampoeng Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar mulai tanggal 20 Juli sampai dengan 30 Juli 2012. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini, karena sebagian besar KK (kepala keluarga) bekerja sebagai petani selain itu juga mudah memperoleh data baik sekunder maupun primer mudah serta juga belum pernah dilakukan penelitian serupa sebelumnya. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah petani yang penggunaan peptisida di Gampoeng Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Besar dengan jumlah 86 KK (Kepala Keluarga). Teknik Pengumpulan Data a. Data primer Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden di lokasi penelitian menggunakan kuesioner yang telah Jurnal Biology Education TEKNIK PENGOLAHAN DATA a. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif untuk menghitung tiap-tiap variabel dengan menggunakan standar deviasi, lalu ditentukan baik dan kurang. (Winarno Surahmad, 1990:23) ∑ x= (Rumus untuk Rata-Rata hitung) Keterangan: x : Nilai rata-rata responden ∑ : Jumlah semua nilai responden : Jumlah sampel Selanjutnya dikategorikan dalam kriteria ”Positif” jika x ≥ X dan x ≤ ” negatif” jika kemudian X dilakukan persentase dari variabel dan sub variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut : HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang perilaku petani dalam penggunaan pestisida di gampong Lama Ateuk Kecamatan Page 39 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Lhoknga Kabupaten Aceh Besar yang dilakukan dari tanggal 20 Juli sampai 30 Juli 2012, maka didapatkan hasil sebagai berikut. Jurnal Biology Education Page 40 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Tabel 1. Distribusi perilaku responden dala penggunaan pestisida APD dalam penggunaan pestisida.Terdapat 32 responden No Pertanyaan Jawaban Frek % (37,2%) yang memakai APD saat 1 Selalu a. Ya 85 98,9 memperhatikan b. Tidak 1menggunakan 1,1 pestisida, dan 54 responden (62,8%) yang tidak kesehatan diri dalam melakukan memakai APD dalam penggunaan penyemprotan pestisida. Dan Total 2 Jika ia apa selalu berhati-hati a. Ya b. Tidak 86 80 6 100,0 93,0 7,0 a. Ya b. Tidak 86 38 48 100,0 44,1 55,9 86 100,0 Total 3 Hal yang dilakukan untuk mencegah penyakit akibat kerja selain pakai APD apa saudara pernah pakai alat lain Total 4 Selalu menggunakan APD saat menggunakan pestisida a. Ya b. Tidak Total 5 Memperhatikan waktu dalam menggunakan pestisida a. Ya b. Tidak Total 6 Langsung makan selesai melakukan penyemprotan a. Tidak b, Ya Total Dari tabel 1 di atas didapatkan hasil 85 responden (98,9%) selalu memperhatikan kesehatan diri dalam penggunaan pestisida dan 1 responden (1,1%) yang tidak memperhatikan kesehatan diri dalam penggunaan pestisida. Sebanyak 80 responden (93,0%) yang berhati-hati dalam penggunaan pestisida, 6 responden (7,0%) yang tidak berhati-hati dalam penggunaan pestisida dan 38 responden (44,1%) yang menggunakan alat lain selain APD saat menggunakan pestisida dan 48 ( 55,1%) responden yang tidak menggunakan alat lain selain Jurnal Biology Education 32 54 86 17 69 86 79 7 86 37,2 62,8 100,0 19,8 80,2 100,0 91,9 8,1 100,0 ada juga 17 responden ( 19,8%) selalu memperhatikan waktu dalam penggunaan pestisida, dan 69 responden ( 80,2%) selalu tidak memperhatikan waktiu dalam penggunaan pestisida. Sebanyak 79 respoonden (79,9%) tidak langsung makan setelah menggunakan pestisida, dan 7 responden (8,1%) langsung makan setelah penggunaan pestisida. Tabel 2. Distribusi perilaku responden penggunaan pestisida kategori dalam Page 41 Jurnal Biology Education No Perilaku Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Frekuensi % 1 Baik 83 96,5 2 Kurang 3 3,5 Total 86 100,0 Dari tabel 2 di atas didapatkan 83 responden (96,5%) dalam kategori perilaku baik dan 3 responden (3,5%) kurang. Tabel 3. Distribusi pengetahuan responden dalampengetahuan penggunaan Tabel 3. Distribusi responden dalam penggunaan pestisida pestisida No 1 Pertanyaan Tahu bahaya Pestisida Jawaban Pengetahuan a. Ya b. Tidak Dampak bahaya terhadap manusia a. Ya b. Tidak Total 2 Total 3 Total 4 Pestisida Tahu keguanaan APD Cara melindungi akibat kerja a. Ya b. Tidak penyakit a. Ya b. Tidak Frek 85 1 86 67 19 86 71 15 86 % 98,9 1,1 100,0 77,9 22,1 100,0 82,6 17,4 100,0 64 22 74,4 25,6 86 71 15 86 64 22 86 74 12 86 60 26 100,0 82,6 17,4 100,0 74,4 25,6 100,0 86,0 14.0 100,0 69,8 30,2 Total 5 Mamfaat dari topi pengaman a. Ya b. Tidak Total 6 Manfaat kacamata pengaman a. Ya b. Tidak Manfaat menggunakan masker apa saudara tahu. a. Ya b. Tidak Bila tidak menggunakan APD dengan lengkap dapat berbahaya. a Ya b. Tidak 86 100,0 Sering membaca lebel saat menggunakaan pestisida a.Ya b. Tidak 54 32 Cara menggunakaan pestisida yang benar apa saudara tahu a. Ya b. Tidak 86 68 18 62,8 37,2 100,0 79,1 20,9 Adanya manfaat dalam bekerja menggunakan APD a. Ya b. Tidak 86 73 13 100,0 84,9 15,1 Penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan menggunakan APD a. Ya b. Tidak 86 75 11 100,0 87,2 12,8 Total 7 Total 8 Total 9 Total 10 Total 11 Total 12 Jurnal Biology Education Page 42 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Berdasarkan hasil tabel 3 di atas dari 86 responden di dapatkan 98,9% responden yang tahu bahaya pestisida dan 1,1% tidak tahu. 77,9% responden yang tahu dampak bahaya dari pestisida bagi manusia dan 22,1% responden yang tidak tahu dampak pestisida bagi manusia. 82,6% responden yang tahu kegunaan APD dalam menggunakan pestisida, dan 17,4% responden yang tidak tahu kegunaan APD dalam penggunaan pestisida.74,4% responden yang tahu cara melindungi diri dari penyakit akibat kerja, dan 25,6% yang tidak tahu.82,6%% responden yang tahu mamfaat dari topi pengaman, dan 17,4% yang tidak tahu. 74,4% responden yang tahu dari mamfaat dari penggunaan kacamata, dan 25,6%% yang tidak tahu.86% responden tahu mamfaat dari penggunaan masker, dan 30,2% responden tidak tahu. 69,8% responden yang tahu dampak dari tidak menggunakkan APD yang lengkap, dan 30,2% responden yang tidak tahu.62,8% responden yang sering membaca lebel dalam penggunaan pestisida, dan 37,2% responden yang tidak membaca lebel dalam penggunaan pestisida.79,1% responden yang tahu cara penggunaan pestisida yang benar, dan 20,9% responden yang tidak tahu.84,9% responden yang tahu memfaat dalam penggunaan APD, dan 15,1% responden yang tidak tahu. 87,2% responden yang tahu penyakit bisa dicegah dengan penggunaan APD, dan 12,8% responden yang tidak tahu. 54,7% responden yang tahu tata cara penggunaan pestisida menurut undang-undang, dan 45,3% responden yang tidak tahu. 67,4% yang tahu dampak penggunaan pestisida yang berlebihan, dan 32,6% Jurnal Biology Education responden yang tidak tahu.100% responden tidak percaya belajar dari pengalaman tidak berbahaya dalam penggunaan pestisida, dan 0% yang percaya. Tabel 4. Distribusi kategori pengetahuan responden dalam penggunaan pestisida Frekuens No Pengetahuan % i 1 Baik 82 95,3 2 Kurang 4 4,7 100, Total 86 0 Hasil tabel 4. di atas terdapat 95,3% responden berpengetahuan baik tentang APD dan 4,7% responden berpengetahuan kurang. Page 43 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Tabel Tabel 5. 5. Distribusi Distribusisikapsikap responden dalam penggunaan pestisida responden dalam penggunaan pestisida No 1 Pertanyaan Dalam melakukan penyemprotan harus menggunakan APD dengan lengkap Total 2 Pestisida selain dapat membunuh hama juga berbahaya bagi manusia Total Penggunaan Pestisida 3 tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengganggu lingkungan Total Pestisida harus 4 ditempatkan ditempat yang aman Total Setelah menggunakan pestisida harus segera 5 mandi Jawaban Sikap a. Setuju sekali b. Setuju c. Tidak setuju a. Setuju sekali b. Setuju c. Tidak setuju a. Setuju sekali b. Setuju c. Tidak setuju a. Setuju sekali b. Setuju c. Tidak setuju a. Setuju sekali b. Setuju c. Tidak setuju Total 6 Perlu dilakukan gotong a. Setuju sekali royong setiap minggu b. Setuju c. Tidak setuju Total 7 Penyemprotan sebaiknya a. Setuju sekali dilakukan sesuai anjuran b. Setuju pada brosur c. Tidak setuju Total 8 Bila terjadi keluhan a. Setuju sekali segera meneriksa diri b. Setuju pada petugas kesehatan c. Tidak setuju Jurnal Biology Education Frek 42 44 % 48,8 51,2 86 69 17 100,0 80,2 19,8 86 52 33 1 100,0 60,5 38,4 1,2 86 86 100,0 100 86 100,0 8 62 16 86 8 78 9,3 72,1 18,6 100,0 9,3 90,7 86 82 4 100,0 95,3 4,7 86 72 14 100,0 83,7 16,3 Page 44 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Tabel 5. di atas menunjukkan bahwa sikap mereka terhadap penggunaan alat pelindung diri 48,8% setuju sekali jika menyemprot harus menggunakan alat pelindung diri dan 51,2% setuju. Terdapat 80,2% responden yang setuju sekali bahwa pestisida selain membunuh hama juga berbahaya bagi manusia, 19,8% setuju. Responden yang menjawab setuju sekali bahwa penggunaan Pestisida tidak sesuai anjuran dapat mengganggu lingkungan sebesar 60,5%, yang setuju sekali, 38,4% setuju dan yang kurang setuju 1,2%. Terdapat 100% responden yang setuju sekali pestisida diletakkan ditempat yang aman,. Responden yang setuju sekali setelah penggunaan pestisida sebesar 9,3%, yang setuju sebesar 72,1% dan yang kurang setuju sebesar 18,6% .terdapat 9,3% responden setuju sekali dengan diadakan gotong royong, dan 90,7% yang setuju. Responden setuju sekali dalam penggunaan pestisida harus sesuai dengan lebel botol yang tertera sebesar 95,3% dan yang setuju sebesar 4,7% Keluhan segera memeriksa diri pada petugas kesehatan, 83,7% yang setuju sekali dan 16,3% yang setuju, Tabel 6 Distribusi kategori sikap responden dalam penggunaan pestisida No Sikap Frekuensi % 1 Positif 86 100.0 2 Negatif 0 0 Total 86 100,0 Hasil dari tabel 6 didapatkan 100,0% sikapnya terhadap penggunaan APD positif dan 0% sikapnya negatif. Jurnal Biology Education Tabel 7. Distribusi kebiasaan responden penggunaan pestisida No Pertanyaan 1 Biasanya melakukan penyemprotan Total 2 Memperhatikan arah angin saat menyemprot Total Tanpa mencuci 3 tangan saat makan setelah menyemprot Total Diperhatikan kesehatan 4 sebelum menyemprot Total 5 Langsung mandi setelah menyemprot Total Membaca brosur sebelum 6 menyemprot (tentang bahaya racun tersebut) Total Mencuci alat7 alat setelah digunakan Total tentang dalam Jawaban Kebiasaan Frek % a. Ya b.Tidak 7 79 8,1 91,9 a. Ya b.Tidak 86 75 11 100,0 87,2 12,8 a. Tidak b.Ya 86 77 9 100,0 89,5 10,5 86 100,0 100,0 a. Ya b. Tidak a. Ya b.Tidak 86 0 86 8 78 86 a. Ya b.Tidak 100,0 9,3 90,7 100,0 18,6 81,4 16 70 86 a. Ya b. Tidak 100,0 100,0 86 86 Tabel 7. di atas menunjukkan responden yang biasanya menggunakan pestisida pada pagi hari sebanyak 7 orang (8,1%), dan yang tidak tentu sebanyak 79 orang (91,9%). Responden yang memperhatikan arah angin saat menyemprot sebanyak 75 orang Page 45 100,0 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X (87,2%) dan yang tidak 11 orang (12,8%). Responden yang mencuci tangan saat makan setelah menyemprot sebanyak 77 orang (89,5%), sedangkan yang tidak 9 responden (10,5%). Responden yang selalu memperhatikan kesehatan saat penggunaan pestisida sebanyak 86 orang ( 100%). Responden yang setelah menggunakan pestisida langsung mandi sebanyak 8 orang (9,3%) dan yang tidak 78 orang (90,7%). Responden yang selalu membacaa lebel sebelum menggunakan pestisida sebanyak 16 orang (18,6%), dan yang tidak sebanyak 70 orang (81,4%) Responden yang mencuci alat-alat setelah digunakan sebanyak 86 orang (100%). Tabel 8 Distribusi kategori kebiasaan responden dalam penggunaan pestisida Freku No Kebiasaan % ensi 1 Baik 74 86,0 2 Kurang 12 13,9 Total 86 100,0 Tabel 8. menunjukkan sebanyak 74 responden (86,0%) yang kebiasaannya baik dalam penyemprotan. Sedangkan yang kebiasaannya kurang adalah sebanyak 12 responden (13,9%). Begitu penting APD bagi responden sebesar 100%. 51,2% responden menanggapi bahwa semua jenis APD bisa terhindar dari penyakit, dan yang tidak 48,8% responden. 2,3% responden sering sesak nafas dalam menggunakan APD, dan yang tidak 97,7%. Menurut 97,7% responden mengatakan dianjurkan untuk memakai APD, dan 2,3% responden yang tidak. 94,2% responden mengatakan APD adalah salah satu Jurnal Biology Education alat untuk menghindari zat beracun, dan 5,8% yang tidak. Tabel 10. Distribusi kategori penggunaan APD oleh responden dalam penggunaan pestisida Penggunaan Freku No % APD ensi 1 Lengkap 86 100,00 Tidak 2 Lengkap 0 0 Total 86 100,0 Berdasarkan hasil tabel 10. di atas 100.0% APD digunakan secara lengkap saat penggunaan pestisida. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan pada maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut : 1. Perilaku petani dalam penggunaan pestisida 96,5% baik dan 3,5% berperilaku kurang di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. 2. Penggunaan APD oleh petani saat penggunaan pestisida 95,3% sudah baik di karenakan sudah mengetahui kegunaan menggunakan pelindung diri pada setiap penggunaan peptisida. Saran 1. Diharapkan pada petani penggunaan pestisida dapat sebelum melakukan kegiatanya melihat lebel tentang cara dan bahaya dari pestisida yang digunakan, hal ini guna untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja serta mencuci tangan sebelum makan. 2. Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap petani penggunaan pestisida, diharapkan pada petugas terkait khususnya Page 46 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X dinas Pertanian, dapat memberikan penyuluhan secara berkala, sehingga petani dapat mengetahui dengan benar cara penggunaan pestisida. 3. Untuk Dinas Kesehatan diharapkan dapat membuat brosur-brosur atau papan dengan poster yang berkaitan tentang penggunaan pestisida dan resiko dalam menggunakan pestisida bila tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Azwar ( 1998 ), Definisi Pestisida. Hal 10, Jakarta Dinkes Provinsi. NAD, (2004), Profil Kesehatan, Banda Aceh. ______Dir. Jend P2M & PLP. Peraturan Perundang-Undang Pestisida, Jakarta, 1994. Entjang Endang, (1999), Ilmu ksehatan Lingkungan. Jakarta, Rineka Cipta, Endayani, (2001), Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Medan, FKM USU Fakultas FKIP, (2007), Pedoman Penulisan Skripsi, Banda Aceh, Universitas Serambi Mekkah Hartono, (1994), Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Gajah Mada Press. Irwanto, (1996), Prilaku Dan Kesehatan. Hal 113, Jakarta, Rineka Cipta. Khumaidi, (1986), Perilaku Dan Pendidikan Kesehatan, Jakarta. L.W.Green, (1978), Asumsi Determinasi Perilaku Manusia.Jakarta, Rineka Cipta. Jurnal Biology Education M. Taufik, SKM, (2007), Konsep Dasar Prilaku, Jakarta, CV Infomedika. Notoatdmojo Soekidjo, (1993), Metodelogi Penelitian Kebersihan. Jakarta, PT. Rieneka Cipta. ___________, (1996), Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yokyakarta, Andi Offset,. ___________,(1997), Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, PT. Rieneka Cipta. Robert Kwick, (1974), Observasi Prilaku. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Sarwono, (1993), Sikap dan Perbuatan. Jakarta. Siswanto, (1989), Kesehatan Kerja, Bina Pelajar, Jakarta. Suma’mur, (1992), Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja. Jakarta, Gunung Agung. Suparlan, (1993), Perilaku dan Kesehatan, Jakarta, Rieneka Cipta. Saifuddin Azwar, MA, (2005), Sikap Manusia Dan Pengukurannya. Yogyakarta, Pustaka Pelaja. W.J Thomas, (1977), Sikap dan Prilaku, Hal 5, Jakarta. Page 47 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X penghasil guru diharapkan memiliki STUDI TENTANG PEMBELAJARAN BIOLOGI program KONSERVASI DI LPTK penyiapan calon guru biologi yang dapat mendukung program biologi konservasi tersebut. Evi Apriana ** Hasil observasi pada Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi mekkah beberapa LPTK di Aceh saat ini misalnya Jurusan ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan program perkuliahanBiologi Konservasimelalui analisis kebutuhan, studi dokumentasi,danstudi lapangan.Penelitian ini menerapkan desain Penelitian Kualitatif (Qualitative Research),dilakukan analisis kebutuhan program perkuliahan, studi dokumentasi dengan mengkaji kurikulum biologi konservasi dan catatan mahasiswa, studi lapangan dengan menggunakan metode observasi, angket, dan wawancara.Dari analisis kebutuhan, studi dokumentasi, dan studi lapangan diperoleh hasil bahwapembelajaran biologi konservasi hanya mempelajari pengetahuan ekologi dan konservasi saja;dilakukan metode ceramah, informasi, tanya jawab, diskusi, dan tugas;tidak dilakukan praktikum dan kuliah lapangan;dosen tidak mengaitkan materi dengan situasi nyata kehidupan mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh (pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal/adat Aceh tidak digunakan); sebagian mahasiswa kurang aktif, tidak mengajukan pertanyaan, dan tidak mengemukakan pendapat; bahan kuliah/buku sulit didapat (terutama dalam bahasa Indonesia).Sehingga sangat diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan literasi lingkungan dan tindakan konservasi. PENDAHULUAN Upaya untuk melakukan konservasi alam dapat dilakukan melalui pendidikan (Munandar, 2009).Salah satu strategi yang dapat digunakan LPTK untuk meningkatkan SDM calon guru dan memiliki kapasitas pendidik yang baik adalah dengan melaksanakan pembelajaran biologi konservasi. Agar keberlangsungan program perkuliahan biologi konservasi di masa datang tetap terjaga maka perlu adanya respon positif pihak LPTK dalam menerapkan dan mengembangkan program ini.Untuk itu diperlukan pengadaan tenaga pendidik calon guru yang memadai sesuai dengan tuntutan kurikulum biologi konservasi.LPTK sebagai lembaga Jurnal Biology Education Biologi FKIP Unsyiah, FKIP Univ. Serambi Mekkah, Fak. Tarbiyah IAIN Ar-Ranniry Banda Aceh, dan FKIP Al-Muslim Bireuen belum mengembangkan kurikulum biologi konservasi secara khusus. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitianuntuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan program perkuliahan Biologi Konservasi melalui analisis kebutuhan, studi dokumentasi, studi lapangan, dan merupakan penelitian awal untuk pengembangan program perkuliahan Biologi Konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal. Page 48 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X METODE PENELITIAN Penelitian ini menerapkan desain Penelitian Kualitatif (Qualitative Research) (Creswell, 2008).Analisis kebutuhan dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan produk (program perkuliahan).Studi dokumentasi dilakukan dengan mengkaji kurikulum biologi konservasi dancatatan mahasiswa.Studi lapangan dilakukan dengan menggunakan metode observasi, angket, dan wawancara, kemudian diolah menggunakan pendekatan kualitatif sesuai dengan karakter data dan kebutuhan informasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Pembelajaran biologi konservasi idealnya mempelajari pengetahuan (pengetahuan tentang sejarah alam dan ekologi, isu-isu lingkungan dan permasalahannya, sosial-politik-ekonomi), keterampilan (keterampilan kognitif), afektif (faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku bertanggungjawab terhadap lingkungan), tindakan (perilaku bertanggungjawab terhadap lingkungan) sebagai komponen dan sub komponen literasi lingkungan(Erdogan, Kostova and Marcinkowski, 2009). Sementara pembelajaran biologi konservasi yang dilaksanakan selama ini hanya mempelajaripengetahuan ekologi dan konservasi saja.Sehingga sangat diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal yang mempelajari pengetahuan (pengetahuan tentang sejarah alam Jurnal Biology Education dan ekologi, isu-isu lingkungan dan permasalahannya, sosial-politikekonomi daerah Aceh), keterampilan kognitif, afektif, tindakan untuk meningkatkan literasi lingkungan dan tindakan konservasi. STUDI DOKUMENTASI a. Kurikulum Biologi Konservasi Hasil kajian kurikulum biologi konservasi memberikan informasi mengenai kompetensi yang diharapkan yaitu mahasiswa memiliki kemampuan penerapan konsep-konsep biologi konservasi dalam kegiatan akademik dan praktis di kehidupan sehari-hari.Mata kuliah ini mengkaji biologi konservasi dari aspek-aspek latar belakang mutlak pentingnya, kebijakan, strategi dan teknologi konservasi yang meliputi pengertian biologi konservasi dan keanekaragaman hayati (biodiversitas), ancaman keanekaragaman hayati, konservasi pada tingkat spesies dan populasi, konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia. b. Catatan Mahasiswa Hasil kajian catatan mahasiswaA, catatan mahasiswa B, bahan kuliah, slide materi-1, dan slide materi-2 tentang materi biologi konservasi adalah sebagai berikut: Page 49 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Tabel 1. Hasil Kajian Catatan Mahasiswa Catatan Mahasiswa A Catatan Mahasiswa B Bahan Kuliah (Foto Copy) Slide Materi-1 (Foto Copy) Slide Materi-2 (Foto Copy) Tujuan mempelajar i biokonserv asi Cabang ilmu yang diperlukan dalam mendukun g keberhasila n biokonserv asi Konservasi dan landscape Konservasi exsitu dan insitu Heterogenit as dan habitat Pengertian biologi konservasi Tujuan biologi konservasi Kajian dan ruang lingkup biologi konservasi (pengertian biologi konservasi dan keanekaragam an hayati (biodiversitas) , ancaman keanekaragam an hayati, konservasi pada tingkat spesies dan populasi, konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia) Ekologi restorasi Ekologi reklamasi Fungsi ekologi Strategi restorasi Konsep pengelolaan satwa liar (pembagian satwa liar, tujuan pengelolaan, proses pengelolaan, intensitas pengelolaan, peranan pengelola satwa liar, dan dinamika pengelolaan) Perencanaan proyek pengelolaan satwa liar (definisi dan pengertian, tipe perencanaan, komponen perencanaan, dan proses perencanaan) Pengertian biologi konservasi Tujuan biologi konservasi Stateman penting dalam konservasi Keanekaraga man hayati (nilai intrinsik, keanekaraga man spesies, dan keanekaraga man tingkat komunitas) Biologi konservasi dan keanekaraga man hayati Prinsipprinsip etika biologi konservasi Asal usul biologi konservasi Pengertian biologi konservasi Sumber daya alam Tujuan pengelolaan ekosistem Paradigma modern pembangun an berkelanjuta n Pengertian keanekaraga man Keanekaraga man spesies Keanekaraga man genetik Keanekaraga man komunitas dan ekosistem Jurnal Biology Education Page 50 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Dari tabel 1. tersebut dapat dilihat bahwamateri biologi konservasi terdiri dari pengertian biologi konservasi dan keanekaragaman hayati (biodiversitas), ancaman keanekaragaman hayati, konservasi pada tingkat spesies dan populasi, konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia. Tampak bahwa pembelajaran dilakukan 2 jam tatap muka (2 x 50 menit) membahas tentang konsep konservasi.Metode pembelajaran yang dilakukan adalah ceramah, informasi, tanya jawab, diskusi, dan tugas. Metode praktikum dan kuliah lapangan tidak dilakukan pada pembelajaran.Pendekatan kontekstual tidak digunakan dalam pembelajaran.Ujian Akhir Semester dilaksanakan 2 jam tatap muka (2 x 50 menit) untuk mengetahui pemahaman dan penerapan konsep konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia. c. Pendapat Dan Pandangan Dari Peserta Didik Maupun Pendidik Pendapat dan pandangan dari peserta didik (mahasiswa) mengenai karakter dan pelaksanaan pembelajaran biologi konservasiyang berhasil dihimpun melaluiangket tertutup seperti berikut ini : Tabel 3.Jawaban Angket Tertutup untuk Menilai Pendapat Mahasiswa Jurnal Biology Education No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Pernyataan S 1 Dosen mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata kehidupan mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh Mahasiswa membangun sendiri pengetahuan melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar Dosen menyarankan untuk bekerjasama dengan teman lain pada kelompok-kelompok kecil yang anggotanya heterogen Mahasiswa membangun penjelasan dari pengalamannya Mahasiswa termotivasi untuk mengajukan pertanyaan Mahasiswa termotivasi untuk mengemukakan pendapat Dosen merancang kegiatan penemuan Pemahaman mahasiswameningkat terhadap konsep-konsep biologi konservasi Dosen mengajukan pertanyaan Mahasiswa memperoleh banyak kesempatan berdiskusi Mahasiswa belajar di rumah sebelum dosen menjelaskan materi biologi konservasi Mahasiswa menyenangi perkuliahan biologi konservasi Dosen memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum mahasiswa melaksanakan tugas Mahasiswa melakukan refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima Dosen menerangkan dengan jelas Cara dosen mengajar bervariasi, tidak membosankan Dosen menguasai materi dengan baik Praktikum dan kuliah lapangan dilakukan pada pembelajaran biologi konservasi Dosen mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja mahasiswa dalam menyelesaikan suatu tugas (proses), hasil, dilakukan dengan berbagai cara (tes, dll) Dosen mendorong mahasiswa untuk belajar dari sesama teman (belajar bersama) Respon TS 26 21 6 12 15 11 16 5 22 8 19 4 23 24 3 17 17 10 10 7 20 20 7 5 22 11 16 13 9 14 18 21 6 2 25 12 15 9 18 Keterangan : S = setuju ; TS = tidak setuju Total responden = 27 mahasiswa (perempuan = 24 mhs, laki-laki = 3 mhs) Page 51 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Dari tabel 3.tersebut dapat dilihat bahwa mahasiswa menyenangi perkuliahan biologi konservasi, pemahamannya meningkat, aktif dalam proses belajar mengajar, dapat berdiskusi karenadosen menguasai materi dan mengajukan pertanyaan. Namun dosen tidak mengaitkan materi dengan situasi nyata kehidupan mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh, tidak merancang kegiatan penemuan, tidak menyarankan bekerjasama, tidak memberi contoh cara bekerja sesuatu, mengajar tidak bervariasi, membosankan, tidak dilakukan praktikum dan kuliah lapangan, tidak mengutamakan penilaian proses, dan tidak mendorong mahasiswa belajar bersama. Saran perbaikannya ialahpembelajaran aktif, dosen memberi apersepsi dan motivasi pada mahasiswa, berdiskusi, kuliah lapangan, praktek langsung, disediakan buku/bahan kuliah, media, dan gambar. Hasil wawancara dengan pendidik (dosen) adalah pembelajaran biologi konservasidilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan tugas. Praktikum dan kuliah lapangan tidak dilakukan karena memerlukan waktu khusus dan lebih lama, biaya mahal, dan persiapan ke lapangan. Sebagian mahasiswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar, tidak termotivasi mengajukan pertanyaan, dan tidak termotivasi mengemukakan pendapat. Buku sulit didapat (terutama dalam bahasa Indonesia). Berdasarkan hasil analisis kebutuhan ditemukan bahwapembelajaran biologi konservasi yang dilaksanakan selama ini hanya mempelajari pengetahuan ekologi dan konservasi saja. Jurnal Biology Education Sehingga sangat diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal yang mempelajari pengetahuan (pengetahuan tentang sejarah alam dan ekologi, isu-isu lingkungan dan permasalahannya, sosial-politikekonomi daerah Aceh), keterampilan kognitif, afektif, tindakan untuk meningkatkan literasi lingkungan dan tindakan konservasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Erdogan, Kostova and Marcinkowski (2009) yang menyimpulkan bahwa analisa enam komponen dasar literasi lingkungan menunjukkan bahwa banyak perhatian pada pengetahuan (pengetahuan ekologi, pengetahuan sosial-politik, pengetahuan isu-isu lingkungan), sedikit pada keterampilan kognitif dan sikap, beberapa untuk prilaku bertanggungjawab pada lingkungan. Temuan pada studi dokumentasi kurikulum biologi konservasi menunjukkan bahwa kompetensi yang diharapkan yaitu mahasiswa memiliki kemampuan penerapan konsep-konsep biologi konservasi dalam kegiatan akademik dan praktis di kehidupan sehari-hari; mengkaji biologi konservasi dari aspek-aspek latar belakang mutlak pentingnya, kebijakan, strategi dan teknologi konservasi yang meliputi pengertian biologi konservasi dan keanekaragaman hayati (biodiversitas), ancaman keanekaragaman hayati, konservasi pada tingkat spesies dan populasi, konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia Temuan pada studi dokumentasicatatan mahasiswa Page 52 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X ternyata bahwamateri biologi konservasi terdiri dari pengertian biologi konservasi dan keanekaragaman hayati (biodiversitas), ancaman keanekaragaman hayati, konservasi pada tingkat spesies dan populasi, konservasi pada tingkat komunitas, konservasi dan pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan dan praktik konservasi di Indonesia (tabel 1).Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran biologi konservasi yang dilaksanakan membahas materi biologi konservasi telah sesuai dengan kurikulum, namun ketercapaian kompetensi mahasiswa masih perlu diteliti lebih lanjut. Van Den Berg and Dann (2008) telah merancang kurikulum, menerapkan program penuntun, mengevaluasi proses program dan dampak konservasi, dapat menyimpulkan bahwa Conservation Stewards Program (CSP) menarik perhatian audien Extension, meningkatkan pengetahuan ekosistem pelajar, memperbaiki sikap pengelolaan sumber daya, dan membantu perkembangan ketrampilan mengakses informasi ekologis. Dari hasil studi lapangan terlihat bahwa pembelajaran biologi konservasi dilakukan dengan metode ceramah, informasi, tanya jawab, diskusi, dan tugas; tidak dilakukan praktikum dan kuliah lapangan; dosen tidak mengaitkan materi dengan situasi nyata kehidupan mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh (pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal/adat Aceh tidak digunakan); sebagian mahasiswa kurang aktif, tidak mengajukan pertanyaan, dan tidak mengemukakan pendapat; Jurnal Biology Education bahan kuliah/buku sulit didapat (terutama dalam bahasa Indonesia). Hasil observasi dan wawancara mengindikasikan bahwa metode praktikum dan kuliah lapangan tidak dilakukan pada pembelajaran biologi konservasi. Metode praktikum di dalam laboratorium, praktikum di kawasan konservasi/lingkungan, dan kuliah lapangan di kawasan konservasi/lingkungan tidak dilakukan karena memerlukan perencanaan pembelajaran yang lebih matang, survey lapangan terlebih dahulu, waktu khusus (misalnya hari minggu, waktu di luar jadwal kuliah kelas, waktu lebih lama), biaya lebih mahal, dan persiapan ke lapangan (alat, bahan, dan media yang harus dibawa). Pendekatan kontekstual tidak digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran dan pembahasan konsep biologi konservasi yang telah dilakukan tidak konstekstual, tidak membahas masalah-masalah konservasi di Aceh, tidak membahas flora-fauna Aceh, tidak membahas kawasan konservasi Aceh, tidak membahas tindakan konservasi masyarakat Aceh yang berwujud kearifan lokal dan adat Aceh (adat uteun (hutan), adat blang (sawah), adat seuneubok (ladang), adat glee (kebun), adat awe (rotan), adat uno (madu), dan lain-lain). Pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal/adat Aceh belum pernah digunakan dalam pembelajaran. Memasukkan kearifan lokal/adat Aceh ke dalam pembelajaran biologi konservasi akan sangat membantu proses penyadartahuan bagi masyarakat tentang arti penting pelestarian alam, dapat memperjelas aturan-aturan adat Page 53 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X dan kaidah-kaidah tentang hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Sehingga sangat diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan literasi lingkungan dan tindakan konservasi. Tanggapan ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chu, Hye-Eun, et al. (2007) yang menemukan bahwa bahwa korelasi antara sikap dan perilaku adalah paling kuat, sedangkan antara pengetahuan dan perilaku adalah paling lemah; ditemukan jenis kelamin, latar belakang sekolah orang tua, dan sumber dari mana siswa memperoleh informasi lingkungan mempengaruhi literasi lingkungan; pada pengembangan instrumen literasi lingkungan untuk mengukur pengetahuan, sikap, perilaku, dan ketrampilan. Sesuai juga dengan hasil penelitian Meagher (2009) yang melakukan analisis perubahan tahapan peta konsep siswa dalam literasi lingkungan menemukan bahwa terjadi peningkatan signifikan pada peta proposisi dan kompleksitas grafis mendukung bagaimana siswa mengembangkan ketrampilan pengetahuan artikulasi dan menunjukkan lebih banyak pemahaman konten literasi lingkungan. Pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai metode yang menarik.Beberapa konteks sesuai kondisi dan isu yang berkembang di daerah Aceh, dan berbasis kearifan lokal dapat diterapkan untuk meningkatkan pemahaman konsep biologi konservasi. Hasil penelitianApriana (2009) mempertegas bahwa Jurnal Biology Education pembelajaran melalui pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dengan metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman konsep pelestarian sumber daya alam hayati. Dalam pembelajaran, siswa termotivasi untuk mencari isu-isu masyarakat yang berhubungan dengan pelestarian SDA hayati dan siswa aktif menanggapi isu-isu sosial atau masalah aktual yang dihadapi dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat. Pemerintah Aceh sekarang sudah sadar akan kepentingan konservasi lingkungan hidup dan upaya mereka untuk mengikuti gerakan konservasi adalah membentuk beberapa wilayah kawasan konservasi di seluruh Aceh. Kawasan konservasi Aceh ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran biologi konservasi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Apriana, Munandar, Rustaman, dan Surtikanti (2011) bahwa kawasan konservasi Aceh terdiri dari Kawasan Konservasi Hutan Ulu Masen, Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut Pulau Weh, Taman Wisata Alam Kepulauan Banyak, Taman Buru Lingga Isaq, Tahura Pocut Meurah Intan, Pusat Latihan Gajah Aceh – Saree, Cagar Alam Serbajadi, Cagar Alam Pinus Jantho, Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Taman Nasional Gunung Leuser. Pemanfaatan kawasan konservasi Aceh dalam pembelajaran biologi konservasi dapat dilakukan dengan metode kerja ilmiah melalui observasi dan eksperimen pada laboratorium lapangan (field laboratorium), agar mahasiswa mempunyai kapasitas dan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap biologi konservasi. Page 54 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X KESIMPULAN Pembelajaran biologi konservasi yang dilaksanakan selama ini hanya mempelajari pengetahuan ekologi dan konservasi saja; dilakukan metode ceramah, informasi, tanya jawab, diskusi, dan tugas; tidak dilakukan praktikum dan kuliah lapangan; dosen tidak mengaitkan materi dengan situasi nyata kehidupan mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh (pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal/adat Aceh tidak digunakan); sebagian mahasiswa kurang aktif, tidak mengajukan pertanyaan, dan tidak mengemukakan pendapat; bahan kuliah/buku sulit didapat (terutama dalam bahasa Indonesia). Sehingga sangat diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan literasi lingkungan dan tindakan konservasi. DAFTAR PUSTAKA Apriana, E., (2009). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dengan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SMU pada Konsep Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati (Application of Society Technology Science (STS) Approach with Role Playing Method to Improve Comprehension of Senior High School Students’ of Biological Natural Resources Conservation). Proceeding of the Third (3th) International Seminar on Science Education “Challenging Science Education in the Jurnal Biology Education Digital Era”.Prodi P. IPA SPs UPI Bandung. Halaman 69 – 75. ISBN: 978-602-8171-141. Sabtu, 17 Oktober 2009. Apriana, E., Munandar, A., Rustaman, N.Y., Surtikanti, H.K. (2011).Kawasan Konservasi Aceh dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Biologi Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Biologi “Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National Achievement with Global Reach”.Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Sabtu, 22 Januari 2011. Chu, Hye-Eun.et al. (2007). “Korean Year 3 Children's Environmental Literacy: A Prerequisite for a Korean Environmental Education Curriculum”. International Journal of Science Education. 29, (6), 731-746. Creswell, J.W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research.Third Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Erdogan, M., Kostova, Z. and Marcinkowski, T. (2009). “Components of Environmental Literacy in Elementary Science Education Curriculum in Bulgaria and Turkey”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 5, (1), 15-26. Meagher, T., (2009). “Looking Inside a Student’s Mind: Can An Analysis of Student Concept Maps Measure Changes in Environmental Literacy?”.Electronic Journal Page 55 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X of Science Education. 13, (1), 1-28. Munandar, A., dkk., (2009). Konservasi Fauna Indonesia. Bandung: Rizqi Press. Van Den Berg, H.A. and Dann, S.L. (2008). “Evaluation of an Adult Extension Education Initiative: The Michigan Conservation Stewa Jurnal Biology Education Page 56 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X tumbuh dari MERANG media kardus ternyata PERBEDAAN KADAR PROTEIN ANTARA JAMUR (Volvariella keistimewaan tersendiri volvaceae) DENGAN JAMUR KUPINGmemiliki HITAM (Auricularia polytricha) dibanding jamur Merang yang YANG TUMBUH PADA ALAM ditanam di media lain, diantaranya Abdullah** Dosen FKIP Pendidikan Biologi Unsyiah Banda Aceh ABSTRAK Penelitian perbandingan kadar protein antara jamur Merang (Volvariella volvaceae) dengan jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) yang tumbuh di alam telah dilakukan di Laboratorium Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, mulai tanggal 3 sampai dengan 17 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar protein yang terdapat pada jamur Merang dan jamur Kuping Hitam yang tumbuh di alam. Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar protein adalah metode Kjeldahl. Objek dalam penelitian ini adalah jamur Merang dan jamur Kuping Hitam yang tumbuh di alam. Analisis data untuk mengetahui perbedaan kadar protein diantara dua jenis jamur tersebut digunakan uji-t. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa setiap 10 gram sampel rata-rata mengandung sebesar 5,7224 % protein untuk jamur Merang, sedangkan untuk jamur Kuping Hitam rata-rata sebesar 4,0697 % protein. Hasil analisis uji-t diperoleh t-hitung 99,5602 dan t- tabel l,86 pada taraf signifikan 0,05. Penelitian ini menunjukkan perbedaan kadar protein antara jamur Merang dengan jamur Kuping Hitam, perbedaan kadar protein ini diduga karena perbedaan subtrat dasar yang terkandung dalam tempat tumbuh jamur tersebut. PENDAHULUAN Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh tidak bisa didapatkan dari suatu jenis makanan saja, oleh karena itu dianjurkan untuk selalu mengkonsumsi makanan yang bervariasi agar zat gizi yang dibutuhkan terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dianjurkan setiap harinya untuk mengkonsumsi makanan yang disebut dengan empat sehat lima sempurna. Sebagai salah satu makanan yang mengandung nilai gizi yang cukup adalah jamur atau mushroom (Gunawan, 2000:1). Kandungan protein jamur berbeda antara jamur yang satu dengan jamur yang lain, hal ini kemungkinan bisa dipengaruhi Jurnal Biology Education adalah: lebih kenyal, warnanya lebih putih dan aromanya wangi, berbeda dengan warna jamur yang ditanam di media jerami yang cenderung kecokelatan (Anonymous, 2007 : 11 ). Kemungkinan besar dari sifat yang dimiliki oleh jamur yang tumbuh pada medium yang berbeda, proteinnya juga akan berbeda, karena subtrat yang terkandung dalam suatu medium berbeda-beda kandungannya. Oleh karena terdapat perbedaan kadar protein pada jamur yang berbeda maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam Page 57 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X (Auricularia polytricha) Tumbuh pada Alam. Yang METODE PENELITIAN Metode ini adalah metode Deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menerangkan tentang perbedaan kadar protein antara Jamur Merang dengan jamur Kuping Hitam yang tumbuh di alami. Pemeriksaan kadar protein di lakukan di laboratorium dengan metode Kjeldahl melalui tiga tahap (Sudarmadji, 1991:125). 1. Tahap destruksi yaitu proses penghancuran campuran zat sampai menghasilkan cairan yang jernih sehingga mudah didestilasi. 2. Tahap destilasi yaitu pemisahan campuran zat berdasarkan perbedaan titik didih yang tujuannya untuk memisahkan senyawa dari campuran air/ memurnikan senyawa-senyawa yang bersifat mudah menguap. 3. Tahap titrasi yaitu analisis kuantitatif dari reaksi kimia, analisis ini merupakan zat yang ditentukan kadarnya direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan zat yang akan dicari dapat dihitung. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya dengan mengendalikan hasil analisis tersebut dengan angka konvers protein 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Prinsip cara kerja analisis Kjeldahl sebagai berikut, mula-mula bahan didestruksi (proses penghancuran zat) dengan asam sulfat pekat Jurnal Biology Education menggunakan katalis Selenium Oksiklorida (butiran Zn). Amonia yang terjadi di tampung dan dititrasi dengan bantuan indikator (Winarno 1992:76). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sebelum diketahui berapa banyak kadar protein pada jamur Merang dan jamur Kuping Hitam, terlebih dahulu diketahui persentase nitrogen (%N) tiap sampel. Persentase nitrogen (%N) tiap sampel penelitian dapat dibaca pada Tabel 1 di bawah ini. Sedangkan perhitungan dilakukan dengan menggunakan terlebih dahulu persentase nitrogen. Persentase nitrogen dapat dihitung dengan persamaan: % N= ( Blangko- penitraan sampel) x Normalitas NaOH x 0,014 x 100 Gram sampel Normalitas NaOH = 0,5 Blangko = 14,43 Tabel. 4.1 Nilai Prsentase Nitrogen (%N) pada Jamur Merang dan Jamur Kuping Hitam. Jenis Jamur Merang Kuping Hitam 1 0,9121 0.6531 2 0,9261 0,6566 Ulangan 3 0,8981 0,6391 4 0,9226 0,6461 5 0,9191 0,6601 Setelah dilakukan perhitungan persentase nitrogen, maka selanjutnya dapat dihitung kadar protein pada setiap sampel dengan cara menggunakan rumus : % P =NX F Dimana: P = Protein Page 58 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X N = Nitrogen F = Faktor konversi protein Faktor konversi protein = 6,25 Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini. Jenis jamur Merang Kuping Hitam 1 2 Ulangan 3 4 5,7006 4.0818 5,7881 4,1037 5,6131 3,9994 5,7662 4,0381 Jurnal Biology Education Total Rata-rata % P/ %P/gram gram 5,7443 28,4 5,7224 4,1256 20,1 4,0697 5 Page 59 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Dari Tabel 4.2 di atas dapat dapat dilihat kadar rata-rata protein jamur, kadar protein yang lebih banyak terdapat pada jamur Merang yaitu sebesar 5,7224 %, sedangkan pada jamur Kuping Hitam jumlah proteinnya lebih sedikit, yaitu: 4,0697 %. Untuk melihat perbedaan kadar protein pada jamur Merang dan jamur Kuping Hitam, hasil perhitungan persentase protein tersebut kemudian di uji dengan uji-t dengan rumus: X1 X2 t 1 1 Sg n1 n2 ( n 1) S1 ( n 2 1) S 2 1 n1 n2 2 2 Sg 2 S 2 (X i 2 X )2 n 1 (Sudjana, 2002:239) Cara perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisis uji-t diperoleh harga t-hitung sebesar 99,5602. Sedangkan harga ttabel pada taraf signifikan 0,05, dimana t-hitung = 99,5602 > t- tabel 1,86. Tinjauan Terhadap Hipotesis Berdasarkan hasil perhitungan uji-t terhadap kadar protein pada dua jenis jamur ternyata t-hitung > t- tabel pada taraf signifikan 0,05 (99,5602 > 1,86). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan “Terdapat perbedaan kadar protein antara jamur Merang dan jamur Kuping Hitam” diterima. Jurnal Biology Education Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap dua macam sampel yaitu: jamur Merang dan jamur Kuping Hitam, dengan menggunakan metode Kjeldahl dari 5 kali ulangan, tiap-tiap sampel dapat diketahui rata-rata kadar proteinnya. Setiap 10 gram sampel rata-rata mengandung protein sebesar 5,7224 % protein untuk jamur Merang (Volvariella volvaceae), sedangkan pada jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) rata-rata mengandung protein sebesar 4,0697 %. Hasil analisis uji- t terhadap protein pada jamur Merang (Volvariella volvaceae), dan jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) terdapat perbedaan kadar protein yang sangat nyata. Dimana thitung dari hasil perhitungan diperoleh sebesar 99,5602, sedangkan t – tabel pada taraf signifikan 0,05 diperoleh sebesar 1,86. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi yaitu suhu, suhu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, suhu juga dapat mengubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel jamur tersebut. Jamur akan tumbuh dengan baik pada suhu yang berkisar antara 25-40 0C. Seperti dikemukakan oleh Michael (1986:138) bahwa “Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi, dan laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pertumbuhan jamur sangat dipengaruh oleh suhu”. Jamur merang merupakan jamur yang tumbuh di daerah tropika dan membutuhkan suhu dan kelembaban yang cukup tinggi berkisar antara 30 Page 60 Jurnal Biology Education 0 Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X C sampai dengan 380C dalam krudung atau kubung (Agus et all ,2002). Jamur Kuping secara umum dapat tumbuh di daerah beriklim dingin sampai panas. Di daerah yang memiliki 4 musim, jamur Kuping dapat tumbuh pada semua musim. Jenis jamur ini dapat tumbuh pada rentang suhu yang cukup panjang, yaitu antara 120 C, tetapi optimum tumbuh pada suhu 20-300C. Kelembaban ideal yang dibutuhkan oleh jamur Kuping berkisar antara 80-90%. (Cahyana, 2000). Disini terlihat jelas bahwa jamur Merang bisa tumbuh pada suhu yang melebihi dari suhu yang dimiliki oleh jamur Kuping (Auricularia polytricha). Pada fase pembentukan miselium, jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) memerlukan kadar air sekitar 62 %, kelembaban udara 60-75 % dan kadar oksigen yang tidak terlalu tinggi. Saat memasuki pertumbuhan tubuh buah, jamur ini memerlukan suhu 16-220C dengan kelembaban udara 80-90 % dengan kadar oksigen tinggi (Andoko, 2007 :8). Kelembaban untuk jamur Merang (Volvariella volvaceae)8090% dengan oksigen yang cukup jamur ini tidak tahan terhadap matahari langsung, tetapi tetap membutuhkan dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman atau PH yang dibutuhkan oleh jamur Merang adalah 7-8 (Andoko, 2007 :12). Selain faktor suhu, nutrisi sangat berpengaruh terhadap faktor pertumbuhan jamur. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Gunawan (2000:27) bahwa ”Sebagai makhluk hidup, jamur memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan dan Jurnal Biology Education perkembangannya. Nutrisi tersebut dapat langsung diperoleh di media yang ada di sekitarnya secara langsung dalam bentuk ion dan melekul sederhana Jamur Merang (Volvariella volvaceae) mampu menghisap karbohidrat dan mineral dari rumputrumputan yang telah melapuk. Rumput-rumputan terutama jerami padi yang banyak mengandung zat gula dan mineral, antara lain natrium, phosphor, kalsium dan kalium. Selama proses fermentasi, bahan organik berupa karbohidrat dan mineral dapat diambil dalam jumlah yang besar. Begitu terjadi pelapukan, senyawa organiknya dapat tersedia dengan cepat sehingga dapat digunakan oleh jamur untuk pertumbuhannya (Anonymous, 2006:47). Di dalam kayu terdapat sellulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati yang merupakan bahan makanan bagi jamur kuping (Auricularia polytricha) Kandungan bentuk kayu berdasarkan bentuk daunnya, kandungan kimia kayu berdaun lebar yaitu sellulosa 40-45 %, lignin 18-33%, pentosa 21-24%, zat ekstraktif 1-1,5%, abu 0,22-6%, sedangkan kayu berdaun jarum mengandung sellulosa 41-44%, lignin 26-28%, pentosa 8-13% zat ekstraktif 2,03% dan abu 0,89%. Disini terlihat jelas bahwa kayu yang berasal dari pohon berdaun lebar kulit kayunya mudah terurai bila dibandingkan dengan kayu yang berasal dari pohon yang daunnya berjarum, yang berperan disini kadar ligninnya, kayu yang berlignin tinggi kurang baik untuk tempat tumbuh jamur, karena proses penguraiannya lambat (Trubus, 2001:48). Menurut Djarijah (2001:19) Jamur Kuping Hitam (Auricularia Page 61 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X polytricha), membutuhkan zat makanan berupa nutrisi yang terkandung dalam pupuk ataupun bahan lain. Dari penyataan di atas dapat dilihat bahwa jamur yang tumbuh di alam nutrisi yang diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya sehingga kandungan protein yang terkandung dalam tubuhnya juga berkurang. Unsur N pada media tanam dalam jumlah kecil sangat menunjang pertumbuhan jamur. Namun jumlah yang berlebihan akan berdampak menghambat pertumbuhan tumbuh buah (Trubus, 2001:74). Menurut Fairhurst (2000 : 17) bahwa kandungan hara tertinggi dalam jerami selain Si (4-7%) adalah kalium, yaitu sekitar (1,2-1,7 %), sedangkan lainnya adalah N (0,50,8%), P (0,07-0,12%). Sedangkan kandungan hara tertinggi di dalam kayu selain Si (3-5%) adalah kalium, yaitu sekitar (1,1-1,3%), sedangkan lainnya adalah N (0,9-1%), P (0,050,11%). Nitrogen diperlukan dalam sintesis protein, purin, pirimidin, kitin yang merupakan polisakarida yang umum dijumpai pada dinding sel jamur juga mengandung nitrogen (Gunawan, 2004:28). 3. Jamur merupakan salah satu bahan pangan yang berprotein tinggi. DAFTAR RUJUKAN Andoko, A. 2007. Budi Daya Jamur. Jakarta: Agro Media Pustaka. Agus, G. T. K. 2002. Budidaya Jamur Konsumsi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Anonymous. 1990. Kumpulan Cara Uji SII. Jakarta: Penerbit Pusat Standarisasi. Anonymous. 1987. Pengolahan Hasil-hasil Pertanian. Banda Aceh: Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Daerah Istimewa Aceh. Gunawan, A. W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya. Sinaga. 2001. Jamur Merang dan Budidayanya. Jakarta: Penebar Suadaya. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Trubus, R. 2001. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budi Daya Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil simpulan bahwa : 1. Terdapat perbedaan kadar protein pada jamur Merang (Volvariella volvaceae) dan jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha). 2. Jamur Merang (Volvariella volvaceae) kadar proteinnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha). Jurnal Biology Education Page 62 Jurnal Biology Education P Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X PENDIDIK MENERAPKAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SUATU EVALUASI HASIL PENELITIAN EKSPERIMEN SEMU (QUASI EXPERIMENT) DI SD KOTA TERNATE Said Hasan** Universitas Khairun – Ternate ABSTRAK Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengetahui perbandingan potensi antara strategi pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif (STAD, TGT, dan SATD+TGT) dalam memberdayakan keterampilan metakognisi dan hasil belajar akademik peserta didik kelas V SD di Kota Ternate. Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 pada tingkat SD di Kota Ternate, yaitu di SDN Sulamadaha, SDN Tabam, MIS Kulaba, dan SD Inpres Tarau. Penelitian ini tergolong quasi experiment dengan variabel bebas adalah strategi pembelajaran yang terdiri atas empat level, yaitu strategi STAD, TGT, STAD+TGT, dan strategi konvensional; sementara variabel terikatnya yaitu keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif. Keterampilan metakognisi diukur dengan menggunakan rubrik metakognisi yang mengacu kepada Corebima; sementara hasil belajar kognitif diukur dengan menggunakan rubrik yang mengacu kepada Hart. Analisis data terkait terkait parameter yang diukur dilakukan dengan anacova melalui program SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran konvensional menunjukkan potensi paling rendah dibandingkan pembelajaran kooperatif (baik itu STAD, TGT, dan STAD+TGT) dalam memberdayakan keterampilan metakognisi maupun hasil belajar kognitif. PENDAHULUAN “...Metacognition is a highlevel cognitive process and also the ultimate goal of instruction...” (Liu and Shen, 2011). Kutipan tersebut secara gamblang menjelaskan bahwa tujuan dasar pembelajaran adalah memberdayakan keterampilan metakognisi peserta didik. Review terhadap 179 artikel tentang keberhasilan dalam pembelajaran, Liu dan Shen (2011) menemukan bahwa metakognisi menempati peringkat pertama diantara 200 faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Penjelasan terkait peran metakognisi dalam mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah Jurnal Biology Education karena keterampilan tersebut mampu menjadikan peserta didik menjadi pebelajar mandiri atau self-regulated learner (Corebima, 2009). Penjelasan tersebut diperkuat oleh Turner (1989 dalam Liu & Shen, 2011) yang menyatakan bahwa alasan mengapa siswa gagal menjadi pebelajar aktif dan mandiri karena kurangnya kesadaran dan strategi metakognisi Hanafiah (2010) menjelaskan bahwa untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan, harus didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar peserta didik. Lebih lanjut, Hanafiah (2010) berpendapat bahwa kualitas Page 63 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Keterampilan metakognisi dapat diberdayakan melalui pengajaran yang secara sengaja diarahkan untuk memberdayakannya (Azevedo, 2005). Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa harus ada situasi pembelajaran sebagai ruang untuk “eksperimen berpikir” dari pebelajar (de Bono, 1992). Brown (2007) yang mengutip pernyataan Vygotsky, mengemukakan bahwa memberi kesempatan kepada pebelajar untuk melakukan interaksi sosial merupakan suatu tindakan sadar dan sengaja untuk memberikan ruang eksperimen berpikir. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang memungkinkan bagi pebelajar melakukan interaksi sosial. Fenomena empiris menunjukkan bahwa pola pembelajaran konvensional/tradisional yang berpusat pada guru masih mendominasi proses pembelajaran (Sanjaya, 2007; Hanafiah, 2010; Mularsih, 2010), termasuk di dalamnya pembelajaran IPA-Biologi (Aswandi, 2009). Dominasi penerapan pembelajaran konvensional juga terjadi pada pembelajaran tingkat sekolah dasar di Kota Ternate. Survai yang dilakukan pada Januari 2011 terhadap 43 guru kelas V dari 105 SD di Kota Ternate mengungkap fakta-fakta sebagai berikut: (1) 90.69% guru belum pernah menerapkan strategi pembelajaran kooperatif; (2) 65.11% guru belum pernah mendengar strategi pembelajaran kooperatif; dan (3) Jurnal Biology Education 88,37% guru menggunakan strategi tradisional/konvensional. Selain itu, hasil survei juga berhasil mengungkap bahwa rata-rata hasil belajar kognitif siswa masih rendah, yaitu 16.49. Terungkapnya informasi bahwa selama ini implementasi pembelajaran di sebagian besar SD Kota Ternate lebih mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada guru, dan hampir tidak pernah mengimplementasikan pembelajaran kooperatif yang berpusat pada siswa; dan didukung dengan rendahnya capaian hasil belajar; maka dapat dimaknai bahwa selama ini guruguru mengabaikan pemberdayaan berpikir tingkat tinggi (termasuk keterampilan metakognisi). Berlandaskan fakta yang ada, maka proses pembelajaran, dalam hal ini yaitu proses pembelajaran IPABiologi di SD Kota Ternate perlu segera menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang diharapkan mampu memberdayakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (termasuk keterampilan metakognisi). Strategi pembelajaran yang relatif mudah diterapkan pada tingkat sekolah dasar adalah STAD dan TGT (Slavin, 2008) maupun integrasinya (Hasan, 2012). Kelebihan startegistrategi pembelajaran kooperatif tersebut adalah (1) langkah-langkah pembelajaran mudah dilaksanakan oleh guru, (2) merupakan strategi pembelajaran yang paling sederhana dibandingkan strategi pembelajaran kooperatif lainnya, dan (3) merupakan strategi pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi guru-guru yang baru menerapkan strategi pembelajaran kooperatif. Page 64 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Berdasarkan alasan teoritis serta bertolak dari fakta pembelajaran di SD Kota Ternate, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perbandingan potensi antara strategi pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif (STAD, TGT, dan SATD+TGT) dalam memberdayakan keterampilan metakognisi dan hasil belajar akademik peserta didik kelas V SD di Kota Ternate. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 (1 semester) pada tingkat SD di Kota Ternate, yaitu di SDN Sulamadaha, SDN Tabam, MIS Kulaba, dan SD Inpres Tarau. Variabel Penelitian Variabel bebas pada penelitian ini adalah strategi pembelajaran yang terdiri dari empat level. Empat level strategi pembelajaran serta SD tempat penerapan strategi terkait adalah sebagai berikut (1) konvensional (SDN Sulamadaha), STAD (SD Inpres Tarau), TGT (MIS Kulaba), dan STAD+TGT (SDN Tabam). Variabel tergantung atau parameter yang diukur adalah keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif. Keterampilan metakognisi diukur dengan menggunakan rubrik metakognisi yang mengacu kepada Corebima (2009); sementara hasil belajar kognitif diukur dengan menggunakan rubrik hasil belajar kognitif yang mengacu kepada Hart (1994). Data keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif yang telah dikonversi kemudian dianalisis statistik dengan ANAKOVA dalam program SPSS 16.0. Apabila nilai Fhitung signifikan, uji lanjut dilakukan dengan BNT. Atas dasar analisis data tersebut, selanjutnya diketahui perbandingan potensi antara strategi pembelajaran konvensional dengan strategi pembelajaran kooperatif dalam memberdayakan keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif siswa kelas V SD di Kota Ternate selama pembelajaran IPABiologi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ancova melalui program SPSS 16.0 terkait pengukuran keterampilan metakognisi, menunjukkan bahwa strategi pembelajaran konvensional menunjukkan potensi terendah dibandingkan ketiga strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan, bahkan mengalami penurunan sebesar 22% (Gambar 1). Selaras dengan hasil analisis terkait keterampilan metakognisi, pada hasil ancova terkait hasil belajar kognitif, strategi pembelajaran konvensional juga menunjukkan potensi terendah dalam memberdayakan parameter tersebut, bahkan mengalami penurunan sebesar 24% (Gambar 2). Gambar 1. Perbandingan potensi strategi pembelajaran konvensional dan kooperatif dalam memberdayakan keterampilan metakognisi Analisis Data Jurnal Biology Education Page 65 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Gambar 2. Perbandingan potensi strategi pembelajaran konvensional dan kooperatif dalam memberdayakan hasil belajar kognitif Argumen Teoritis yang Menjelaskan Kurang Efektifnya Pembelajaran Konvensional dalam Memberdayakan Keterampilan Metakognisi Pada pembelajaran yang berpusat pada guru atau pembelajaran konvensional, guru mendominasi seluruh kelas dan dianggap sebagai otoritas tunggal, yang membatasi kesempatan pebelajar untuk berpartisipasi pada komunikasi nyata di kelas (Zuo, 2011). Adanya batasan komunikasi diantara pebelajar dapat diartikan bahwa terdapat batasan berdiskusi antar pebelajar terkait materi pelajaran. Materi pelajaran pada situasi pembelajaran konvensional sepenuhnya berasal dari guru. Pada situasi pembelajaran yang tidak memberi kesempatan kepada pebelajar untuk berdiskusi terkait mata pelajaran, maka tidak ada kesempatan bagi pebelajar untuk mengembangkan aktivitas-aktivitas belajar serta kegiatan-kegiatan berpikir dalam rangka memahami suatu materi pelajaran. Keadaan semacam itu benar-benar kurang atau bahkan tidak mampu memicu Jurnal Biology Education keterampilan pebelajar untuk mengembangkan metakognisinya. Pebelajar tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan apakah aktivitas belajarnya ataupun pola berpikirnya adalah efisien untuk memahami suatu materi pelajaran. Hal tersebut dikarenakan informasi atau materi pelajaran telah diberikan langsung kepada pebelajar. Kondisi semacam itu, secara tidak disengaja, guru telah membatasi ruang bagi pebelajar untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya atau dapat dinyatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan oleh guru untuk memberdayakan kemampuan metakognisi pebelajar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, pebelajar perlu latihan dan praktik nyata (Vijayaratnam, 2009), salah satunya yaitu melalui diskusi bersama teman untuk membicarakan suatu materi pelajaran (Brown, 2007). Pada pembelajaran konvensional yang sepenuhnya dikuasai guru, lingkungan kelas semacam itu tidak memungkinkan bagi pebelajar untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hal inilah yang mendasari mengapa pada pembelajaran konvensional menunjukkan potensi terendah dalam upaya memberdayakan keterampilan metakognisi. Argumen Teoritis yang Menjelaskan Kurang Efektifnya Pembelajaran Konvensional dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab mengapa metode pembelajaran konvensional kurang efektif dalam mendukung Page 66 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X keberhasilan pembelajaran antara lain yaitu: 1) pengetahuan yang didapat siswa bersifat hafalan, 2) atmosfer pembelajaran kurang harmonis, 3) sistem penghargaan bersifat individual, dan 4) adanya kompetisi diantara pebelajar (Hasan, 2012). Penjelasan masing-masing faktor tersebut akan diuraikan lebih lanjut. Pada pembelajaran dengan sistem ceramah, sebagian besar pengetahuan yang didapat siswa adalah dari ceramah guru. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara seperti itu adalah pengetahuan yang bersifat hafalan. Khan (2008) menjelaskan bahwa metode hafalan yang ditekankan pada pembelajaran konvensional, menyebabkan pemahaman siswa pada kemampuan pemahaman materi pelajaran menjadi lemah. Lemahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran berasosiasi dengan capaian hasil belajar akademiknya. Pada sistem ceramah/konvensional, kondisi yang muncul adalah pembelajaran individual dan kompetisi. Atmosfer pembelajaran semacam itu tidak menguntungkan bagi pebelajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dibawah tekanan kompetisi antar pebelajar, pebelajar seringkali merasa gelisah dan takut dibandingkan pada pembelajaran kooperatif. Rasa gelisah dan takut itulah yang menyebabkan motivasi belajar dan ketertarikan terhadap materi pelajaran menjadi berkurang. Kondisi tersebut menjadi salah satu penghambat pencapaian keberhasilan pembelajaran (Zuo, 2011). Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Chen (2008), siswa dengan perkembangan afektif yang negatif (motivasi belajar rendah dan merasa Jurnal Biology Education khawatir dalam lingkungan pembelajarannya), akan berdampak pada hasil belajar kognitifnya. Pada pembelajaran konvensional, juga menerapkan sistem insentif atau penghargaan. Akan tetapi, penghargaan yang ditawarkan bersifat kompetitif yang memberi kesempatan kepada siswa yang beruntung untuk menunjukkan superioritasnya melebihi temanteman lainnya. Sistem penghargaan semacam itu hanya mampu meningkatkan hasil belajar akademik siswa perorangan (Chen, 2008). Oleh karena itu, terkait dengan sistem insentif ini, adalah masuk akal pada penelitian ini diperoleh rata-rata hasil belajar kognitif pada kelas konvensional lebih rendah dibandingkan rata-rata hasil belajar kelas kooperatif. Khan (2008) menyatakan bahwa pada pembelajaran konvensional, salah satu atmosfer pembelajaran yang muncul adalah kompetisi. Kompetisi adalah bekerja dalam persaingan satu sama lain untuk mencapai tujuan yang hanya dapat dicapai oleh satu atau sedikit siswa. Dalam situasi kompetitif, setiap individu berupaya mencari hasil belajar yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan merugikan bagi siswa lainnya. Pembelajaran kompetitif terfokus pada upaya siswa untuk menunjukkan yang lebih cepat dan lebih akurat dibanding teman kelas lainnya. Siswa menganggap bahwa mereka dapat mencapai tujuannya jika dan hanya jika siswa lainnya gagal mencapai tujuan belajarnya. Kondisi tersebut menjadi faktor lain yang menjadi penjelas mengapa pada kelas dengan pembelajaran konvensional menunjukkan rata-rata hasil belajar kognitif yang lebih rendah dibanding Page 67 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X pada kelas dengan pembelajaran kooperatif. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran konvensional menunjukkan potensi yang paling rendah dibandingkan tiga strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan, baik itu dalam memberdayakan keterampilan metakognisi maupun hasil belajar kognitif peserta didik. Rendahnya potensi pembelajaran konvensional dalam memberdayakan keterampilan metakognisi yaitu terkait adanya batasan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya atau dapat dinyatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan oleh guru untuk memberdayakan kemampuan metakognisi peserta didik. Sementara itu, faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab mengapa metode pembelajaran konvensional kurang efektif dalam mendukung keberhasilan pembelajaran yang satu diantaranya diukur dari hasil belajar kognitif antara lain yaitu: 1) pengetahuan yang didapat siswa bersifat hafalan, 2) atmosfer pembelajaran kurang harmonis, 3) sistem penghargaan bersifat individual, dan 4) adanya kompetisi diantara pebelajar. SARAN Evaluasi atas hasil-hasil penelitian dan didukung oleh penelitian-penelitian lain terkait, maka disarankan agar para pendidik, meninggalkan strategi pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran; dan mulai menerapkan strategi pembelajaran kooperatif. Saran tersebut sangat dianjurkan Jurnal Biology Education karena strategi pembelajaran konvensional terbukti kurang berpotensi memberdayakan keterampilan berpikir tinggi siswa dibandingkan strategi pembelajaran kooperatif. Atas dasar hasil penelitian juga disarankan agar para pendidik IPA SD; khususnya yang masih awam dengan pembelajaran kooperatif; lebih banyak menggunakan strategi STAD dan TGT dalam proses pembelajaran, sekalipun tidak tertutup peluang untuk menerapkan strategi pembelajaran kooperatif lainnya. DAFTAR PUSTAKA Aswandi. 2009. Pembelajaran Menyenangkan. (Online), (http://www.pontianak post. com/mib=berita.detail.id=223 50), diakses pada 20 Nopember 2010 Azevedo, R. (2005). Computer Environments as metacognitive tools for enhancing learning. Educational Psychologist, 40(4), 193-197 Brown, D. 2007, Principles of Language Learning and Teaching, Fifth Edition, Pearson Longman Chen, H.C. 2008. Cooperative Learning on Second/Foreign Language Education: Theory and Practice. Handout matakuliah. Department of Applied Foreign Languages, Kang Ning Junior College of Medical Care and Management Corebima, AD. 2009. Jadikan Peserta Didik Pebelajar Mandiri. Makalah pada Seminar Nasional dalam Rangkaian Biology Open Page 68 Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X Day di Universitas Negeri Makassar de Bono,E 1992, Teach yourself to Think. Penguin, London Hanafiah. 2010. Model Pembelajaran Think Pair Share dalam Mata Pelajaran Sejarah pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Langsa. Kultura, 1: 1-13. Hasan, S. 2012. Potensi Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif dalam Upaya Memberdayakan Keterampilan Metakognisi Siswa Kelas V SD di Kota Ternate. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret pada 28 Maret 2012 Khan, S.A. 2008. An Experimental Studi To Evaluate The Effectiveness of Cooperative Learning Versus Traditional Learning Method. Disertasi tidak diterbitkan. International Islamic University Liu, H.C. dan Shen, C.Y. 2011. Metacognitive Skills Development: A Web-Based Approach In Higher Education. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology. 10(2): 140-150 Mularsih, H. 2010. Strategi Pembelajaran, Tipe Kepribadian dan hasil Belajar Bahasa Indonesia pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Makara, Sosial Humaniora: 14: 65-74. Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Jurnal Biology Education Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik, Penerjemah Nurulita. Bandung. Nusa Media Vijayaratnam, P. 2009. Cooperative Learning As A Means To Developing Students’ Critical And Creative Thinking Skills. Proceedings of the 2nd International Conference of Teaching and Learning (ICTL 2009) INTI University College, Malaysia. Zuo, W. 2011. The Effects of Cooperative Learning on Improving College Students’ Reading Comprehension. Theory and Practice in Language Studies. 1(8): 986989. Page 69 Jurnal Biology logy Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302 2302-416X Penerbit Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Page 70