Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak)
Transcription
Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak)
Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 2013/2014 Oleh : Laboratorium Epidemiologi LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 Page 1 of 18 Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 2013/2014 Materi I ELEKTROFORESIS Dasar Teori Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti transport atau perpindahan protein melalui perbedaan potesial partikel-partikel listrik. Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari molekul (Titrawani, 1996). Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai contoh jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode (David G. Watson, 2007). Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen protein tersebut akan mulai bermigrasi secara berangsur-angsur (Ricardson dkk. 1986) sesuai dengan porusitas gel. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan (mis: Commasie Blue) atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer. Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan. Dasar elektroforesis adalah pembentukan suatu ketidakhomogenan atau gradasi konsentrasi sepanjang sistem. Koloid, protein enzim menunjukkan mobilitas elektroforesis spesifik dan titik isoelektrik yang dapat digunakan untuk identifikasi zat-zat spesifik. Pemisahan dapat dilakukan bila senyawa-senyawa yang telah terpisah tidak secara spontan bercampur kembali akibat sirkulasi konvektif. Pada elektroforesis, medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Sebagai akibatya adalah terbentuk pita (band) yang dapat diwarnai agar mudah dilakukan identifikasi. Prinsip kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif (anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif (anode), sedangkan partikel-partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (anode) (Klug & Cummings, 1994: A 6). Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk memisahkan molekulmolekul berdasarkan muatannya sehingga pergerakan molekul-molekul tersebut pada suatu fase diam (stationary phase) dalam sebuah medan listrik akan berbeda-beda. Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Kemampuan perpindahan pergerakan muatan molekul tersebut menuju ke arah kutub yang berlawanan merupakan suatu parameter kecepatan dalam proses elektroforesis yang dinyatakan sebagai mobilitas elektroforetik. Mobilitas elektroforetik merupakan laju perpindahan partikel bermuatan dalam cm per detik yang disebabkan karena pengaruh medan listrik 1 V per cm, dinyatakan dalam cm2V-1s-1. Mobilitas elektroforetik dapat ditetapkan hanya untuk elektrolit tertentu pada kondisi pengujian yang tepat. Menurut Stenesh dalam Titrawani (1996) teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu : elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis daerah adalah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga. Media penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat. Adapun menurut Sargent & George (1975) elektroforesis daerah disebut sebagai elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan vertikal. Metode yang biasa digunakan adalah model horizontal, karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga sebagai tempat bemigrasinya molekul-mulekul biologi. Media penyangganya bermacam-macam tergantung pada tujuan dan bahan yang akan dianalisa. Media penyangga yang sering dipakai dalam elektroforesis antara lain yaitu kertas, selulose, asetat dan gel. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam nukleat. Beberapa faktor mempengaruhi kecepatan migrasi dari molekul protein yakni: (Soedarmadji, 1996) 1. Ukuran molekul protein Migrasi molekul protein berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil. 2. Konsentrasi gel Page 2 of 18 3. 4. 5. 6. Migrasi molekul protein pada gel berkosentrasi rendah lebih cepat daripada migrasi molekul protein yang sama pada gel berkosentrasi tinggi. Buffer (penyangga) dapat berperan sebagai penstabil medium pendukung dan dapat mempengaruhi kecepatan gerak senyawa karena ion sebagai pembawa protein yang bermuatan. Kekuatan ion yang tinggi dalam buffer akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik menjadi maksimal. Hal ini dapat mempercepat gerakan molekul protein. Kekuatan ion rendah dalam buffer akan menurunkan panas sehingga aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi molekul protein sangat lambat. Medium penyangga Medium pendukung ideal untuk elektroforesis adalah bahan kimia inert yang bersifat relatif stabil, mudah ditangani dan mempunyai daya serap yang baik, sebagai migrasi elektron atau penyaringan berdasarkan ukuran molekul seperti gel poliakrilamid (Sudarmadji, 1996). Jika ukuran pori dari medium kira-kira sama dengan molekul, maka molekul yang lebih kecil akan berpindah lebih bebas di dalam medan listrik, sedangkan molekul yang lebih besar akan dibatasi dalam migrasinya. Besarnya pori-pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi penyusun gel poliakrilamidnya yaitu akrilamid dan bisakrilamid. Kekuatan voltase Voltase yang dipakai rendah (100-500) V, kecepatan migrasi molekul sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan. Voltase yang dipakai tinggi (500-10000) V, mobolitas molekul meningkat secara lebih tajam dan digunakan untuk memisahkan senyawa dengan BM rendah serta jenis arus yang dipakai selalu harus searah (bukan bolak balik). Temperatur medium disaat proses elektroforesis berlangsung. Jika temperatur tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan sebaliknya jika temperatur rendah akan mengurangi kekuatan bermigrasinya protein. Elektroforesis gel Elektroforesis gel digunakan untuk memisahkan atau melihat kemurnian DNA atau protein yang tidak bisa diperoleh dengan metode lain seperti gradient sentrifugasi. Media yang banyak dipakai dalam proses pemisahan ini adalah agarose atau akrilamid. Agarose digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang lebih besar karena memiliki ukuran partikel yang lebih besar. Sehingga daya pisah dari agarose (resolusi) lebih kasar (lebih lemah) dibandingkan akrilamid. Akrilamid memiliki ukuran partikel yang lebih halus sehingga daya pemisahannya lebih baik. Elektroforesis melalui gel agarosa atau poliakrilamid merupakan Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya yang tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya, seperti sentrifugasi gradient. (David G. Watson, 2007). Jenis-jenis Elektroforesis Gel a. Elektroforesis gel agarosa Metode standar yang digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan fragmen DNA adalah elektroforesis gel agorose. Teknik ini sederhana, cepat terbentuk, dan mampu memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat, dibanding dengan densitas gradient sentrifugasi. (Maniatis T. et al, 1982) Agarosa yang disari dari ganggang laut merupakan polimer dengan dasar struktur D-alaktosa dan 3,6 –anhidro Lgalaktosa. DNA dari 200 basa sampai 50 kilo basa dapat dipisahkan dengan gel agarosa dengan berbagai konsentrasi agarosa. Gel agarosa biasanya dilakukan dalam konfigurasi horizontal dalam kekuatan medan listrik dan arah tetap. (David G. Watson, 2007) Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dengan buffer dan kemudian dituangkan pada cetakan dan diamkan sampai dingin. Setelah mengeras, agarosa membentuk matriks dengan kerapatan yang ditentukan oleh konsentrasi agarosa. Jika medan magnet diberikan antara kedua ujung gel, DNA yang bermuatan negatif pada pH netral, bergerak ke anoda. Kecepatan migrasi ini ditentukan oleh ukuran (panjang) DNA, konformasi DNA, konsentrasi agarosa dan besaran tegangan yang digunakan. (David G. Watson, 2007) Molekul DNA untai ganda linear, yanag diletakkan pada salah satu ujung gel, bergerak melalui matriks gel pada kecepatan yang berbanding terbalik terhadap log jumlah asam basa. Molekul yang lebih besar bergerak lebih lama karena terjadi gesekan lebih besar. (David G. Watson, 2007) Hal ini disebabkan DNA harus melewati pori-pori gel sehingga kurang efisien lajunya daripada molekul yang lebih kecil.Fragmen DNA linear dengan panjang tertentu bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda. Cara yang paling mudah untuk mendeteksi adanya DNA dengan menggunakan etidium bromide, suatu senyawa berfluoresensi yang biasanya digunakan untuk mendeteksi DNA pada gel agarosa atau poliakrilamid. (David G. Watson, 2007) b. Elektroforesis Gel Poliakrilamid Akrilamid merupakan suatu monomer, yang jika ada radikal bebas, biasanya diberikan oleh ammonium persulfat dan distabilkan oleh TEMED, terjadi reaksi berantai sehingga monomer terpolimerisasi menjadi rantai panjang. Page 3 of 18 Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan antar dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas dengan ketebalan tertentu. Gel poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm panjangnya tergantung pada keperluannya dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal. (David G. Watson, 2007) c. Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE) Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan natrium dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino. . (David G. Watson, 2007) Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida. Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat warna seperti Coonassie biru, yang akan menampakkan beberapa pita. (David G. Watson, 2007). Analisis Protein Protein Protein berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim. Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimiawi sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel. Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Untuk mempertahankan fungsi dan nya, setiap jenis protein membutuhkan kondisi tertentu ketika diekstraksi dari normal biological milieu. Protein yang diekstraksi hendaknya dihindarkan dari proteolisis atau dipertahankan aktivitas enzimatiknya. Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel tersebut, diperlukan prosedur fraksinasi sel yaitu (1) memisahkan sel dari jaringannya, (2) menghancurkan membran sel untuk mengambil kandungan sitoplasma dan organelnya serta (3) memisahkan organel-organel dan molekul penyusunnya. Prosedur (1) dan (2) dinamakan homogenasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang paling sederhana seperti homogeniser atau mortal sampai alat yang paling mutakhir seperti pemakaian vibrasi dan sonikasi tergantung pada bahan yang akan dihomogenasi. Prosedur (3) dilakukan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan dan lama sentrifugasi tertentu. Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada kondisi fisiologisnya. Karena itu, untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein, fraksinasi dilakukan pada suhu rendah (0-40C) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari jenis protein yang akan dianalisa). Hasil homogenasi yang dinamakan homogenat biasanya masih berupa larutan keruh yang terdiri dari debris sel (bagian sel yang tidak hancur), organel-organel sel dan makromolekul penyusun sel diantaranya yaitu protein. Dengan sentrifugasi, debris dan organel sel akan mengendap di dasar tabung sentrifus (dinamakan pellet), sedangkan makromolekul (termasuk di dalamnya protein) yang ukurannya jauh lebih kecil daripada debris dan organel sel tidak akan mengendap tetapi terlarut dalam buffer (dinamakan supernatan yang bening). Supernatan inilah yang dipakai sebagai sampel untuk analisa protein dalam jaringan. Untuk analisa protein yang di dalam plasma atau serum darah, prosedur fraksionasi (1) dan (2) tidak diperlukan karena protein sudah terlarut dalam plasma darah, sedangkan sentrifugasi tetap diperlukan untuk mengen-dapkan sel-sel darah sehingga protein yang terlarut dalam plasma atau serum terdapat sebagai supernatan. Beberapa teknik analisa protein membutuhkan prosedur isolasi yaitu memisahkan protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan sifat tertentu dari protein lain yang tidak diinginkan dalam analisa. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein sedemikian rupa sehingga konformasi dan aktifitasnya tidak berubah. Pada tahap awal isolasi, biasanya digunakan metode yang memiliki daya pemisah terendah seperti pengendapan dengan amonium sulfat. Pengendapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jumlah dan posisi gugus polar, berat molekul, pH dan temperatur larutan. Protein hasil sentrifugasi homogenat masih terdiri dari berbagai jenis protein (atau dinamakan crude protein) ataupun protein hasil pengendapan amonium sulfat (jenis protein lebih spesifik) selanjutnya dapat dianalisa secara kuantitatif maupun Page 4 of 18 kualitatif. Analisa kuantitatif protein biasanya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang tertentu tergantung pada jenis protein dan pereaksi yang dipakai. Dengan spektrofotometer dapat diketahui banyaknya atau jumlah protein dalam suatu sampel (biasanya dinyatakan dalam mg protein/ml sampel, g protein/ml sampel atau dalam satuan ppm tergantung dari satuan yang dipakai pada saat membuat kurva standar). Analisa kualitatif protein dapat menggunakan kromatografi ataupun elektroforesis tergantung pada tujuan analisa. Dalam prakteknya, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif dapat dipakai secara terpisah ataupun dipakai secara bersamaan dalam suatu rangkaian analisa. Presipitasi Protein Menggunakan Amonium Sulfat Metode ini dapat dipakai untuk memisahkan protein albumin dari protein globulin dalam plasma darah. Kelarutan protein dalam garam amonium sulfat sangat bervariasi tergantung pada kekuatan ioniknya dan konsentrasi amonium yang ditambahkan. Proses ini dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu salting in dan salting out. Pada salting in, garam yang ditambahkan tidak jenuh atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan menjadi larut dalam larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan kon-sentrasi garam. Bila konsentrasi garam diting-katkan terus, maka justru kelarutan protein menjadi turun. Bahkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi lagi atau jenuh, protein akan mengendap. Proses penambahan garam amo-nium sulfat jenuh pada isolasi protein ini dinamakan salting out. Mekanisme dasar salting out sangat kompleks tetapi dapat diperkirakan bahwa pengendapan terjadi karena persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Pada konsentrasi tinggi, kekuatan ionik garam semakin kuat sehingga garam lebih dapat mengikat molekul air. Dengan demikian, tidak cukup banyak air yang terikat pada protein sehingga gaya tarik menarik antar molekul protein lebih menonjol dibandingkan dengan tarik menarik antara air dan protein. Dalam kondisi seperti itu protein akan mengendap. Setiap jenis protein mempunyai ke-larutan yang berbeda pada amonium sulfat jenuh. Karena itu, salting out biasa dipakai untuk mengisolasi protein tertentu. Dengan metode salting out protein globulin akan mengendap sebagai pelet, sedangkan protein albumin terlarut dalam garam amonium sulfat sebagai supernatan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kelarutan albumin dan globulin dalam garam amonium sulfat. Garam amonium sulfat juga diper-gunakan dalam pemurnian enzim. Garam ini sangat larut dalam air, relatif murah dan dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi serta tidak menurunkan aktifitas molekul yang dianalisa. Selama proses salting out berjalan, sangat penting untuk menjaga konsentrasi garam agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang ingin dimurnikan dengan protein yang tidak diinginkan (protein pencemar). Dengan demikian selalu dilakukan pengadukan selama penambahan garam dalam prosedur salting out. Untuk mendapatkan hasil pengendapan yang sempurna dan maksimal, penambahan amonium sulfat ke dalam larutan protein dilakukan secara bertahap. Pada setiap tahap penambahan garam, endapan protein selalu dipisahkan dengan sentrifugasi. Endapan yang diperoleh disuspensikan dengan larutan bufer fosfat pH 8,2. Dalam keseluruhan proses pemurnian protein, salting out tidak hanya dilakukan sebagai tahap awal melainkan sering juga dilakukan sebagai tahap akhir. Penambahan garam pada proses akhir pemurnian bertujuan untuk memperoleh protein yang lebih pekat. Karena itu cara yang terakhir ini tidak ditujukan untuk memurnikan dan mengidentifikasi protein melainkan ditujukan untuk memekatkan protein hasil. METODE KERJA Bahan : Alat : Cara Kerja : A. B. Aquadest Tris base Glisin SDS Bis-akrilamid Akrilamid Gliserol Elektroforesis Mikropipet Menyiapkan sampel 1. Sampel protein ditambah dengan Reducing Sample Buffer (RSB) 1:1 dalam tabung Eppendorf. 2. Kemudian sampel dipanaskan pada 100oC selama 5 menit 3. Setelah dingin, bila sampel tidak langsung digunakan, sampel bisa simpan pada -20oC Menyiapkan separating dan stacking gel 1. Plate pembentuk gel disusun seperti petunjuk. 2. Separating gel 12,5 % dibuat dengan cara : Page 5 of 18 Siapkan tabung polipropilen 50 ml Masukkan 3,125 ml stock acrilamid dalam tabung polipropilen Masukkan 2,75 ml 1 M Tris pH 8.8, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan Masukkan aquabidest 1,505 ml, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan Masukkan 75µl SDS 10%, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan Masukkan 75 µl APS 10 %, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan Masukkan 6,25 µl TEMED, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan Segera tuang larutan ke dalam plate pembentuk gel menggunakan mikropippet 1 ml (dijaga jangan sampai terbentuk gelembung udara) sampai batas yang terdapat pada plate Perlahan tambahkan aquadest diatas larutan diatas larutan gel dalam plate agar permukaan gel tidak bergelombang 3. Biarkan gel memadat selama kurang lebih 30 menit (ditandai dengan terbentuknya garis transparan diantara batas air dan gel yang terbentuk ). Setelah itu,air yang menutup separating gel dibuang. 4. Sesudah separating gel memadat, stacking gel 3% disiapkan dengan cara yang sama yang sama dengan point B.2 diatas, dengan volume larutan sebagai berikut: Aquabidest 2,11 ml 30% acrylamide – bis 0,45 ml 1 M Tris pH 6.8 0,38 ml 10% SDS 30 µl 10% APS 30 µl TEMED 5 µl C. Memasukkan sampel pada sumur gel 1. Plate yang sudah berisi gel dimasukkan dalam chamber elektroforesis 2. Running buffer dituang sampai bagian atas dan bawah gel terendam 3. Bila terbentuk gelembung udara pada dasar gel atau diantara sumur sampel harus dihilangkan 4. Marker standar sebanyak 3-5 µl dimasukkan pada salah satu sumur (bisa disumur yang paling tepi atau pada sumur yang tengah) 5. Sampel sebanyak 10-20 µl (yang kandungan proteinnya minimal 0,1 µg dan maksimal 20-40 µg) dimasukkan hati-hati ke dalam dasar sumur gel, menggunakan Hamilton syringe 6. Syringe dibilas sampai 3x dengan menggunakan air atau dengan running buffer sebelum dipakai untuk memasukkan sampel yang berbeda pada sumur gel berikutnya D. Running sampel 1. Untuk memulai running perangkat elektroforesis dihubungkan dengan power supply 2. Running dilakuakn pada constant current 20 mA selama kurang lebih 40-50 menit atau sampai tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar gel 3. Setelah selesai, running buffer dituang dan gel diambil dari plate E. Pewarnaan Gel 1. Untuk tahap ini diperlukan larutan staining untuk mewarnai protein gel, pewarnaan yang dipakai adalah Comasie Brilliant Blue atau Silver Stain tergantung kegunaan. Staining dilakukan selama 30 menit 2. Larutan destaining untuk menghilangkan warna pada gel dan memperjelas band protein yang terbentuk. KENDALA PADA ELEKTROPHORESIS Gel mengeras memerlukan waktu lama Terlalu sedikit APS atau TEMED. Naikkan komposisi sekitar 50% Suhu terlalu rendah. Pembuatan gel sebaiknya dilakukan di suhu ruang APS dan TEMED sudah terlalu lama. Gunakan yang baru Kulaitas akrilamida yang buruk. Gunakan akrilamida electrophoresis-grade Ada bahan yang tidak dimasukkan. Pastikan bahan untuk pembuatan gel terdaftar dalam list sehingga mudah dipantau Konsentrasi bahan yang tidak sesuai. Periksa konsentrasi supaya sesuai dengan protokol Gel terlalu lunak Page 6 of 18 Kualitas akrilamida yang buruk Pembentukan ikatan silang yang terlalu sedikit. Perhatikan konsentrasi bahan-bahan penyusun Tidak terjadi polimerisasi Suhu terlalu rendah APS dan TEMED yang terlalu sedikit atau sudah lama Kualitas akrilamida yang buruk Ada lekukan di permukaan gel Katalis yang berlebihan sehingga gel membeku terlalu cepat. Turunkan konsentrasi APS dan TEMED masing-masing sekitar 25% Inhibisi gel karena polimerisasi memerlukan waktu lebih dari 1 jam. Naikkan APS dan TEMED sekitar 50% Gel mudah patah Terlalu banyak ikatan silang. Periksa konsentrasi gel Gel berwarna putih Terlalu banyak bis-akrilamida. Periksa konsentrasi bis Kebocoran gel saat pembuatan Terdapat keretakan atau patahan kecil pada kaca plate. Periksa kaca plate dan apabila keretakan tidak terlalu parah maka bisa ditambal menggunakan parafilm Pemasangan kaca plate yang tidak sesuai. Pastika bagian bawah telah sejajar dan rata sehingga tidak ada larutan yang bisa keluar Gel retak saat polimerisasi Suhu yang terlalu tinggi. Pastikan reagen tidak terlalu panas Sampel tidak jatuh sampai dasar sumur Konsentrasi gliserol yang kurang pada buffer sampel Sisir yang dilepas terlalu cepat saat gel dalam proses polimerisasi sehingga terjadi webbing pada sumur. Pastikan gel terpolimerisasi sempurna sekitar 30 menit sebelum digunakan Larutan sampel berwarna kuning Larutan terlalu asam. Tambahkan sedikit NaOH supaya larutan berwarna biru Bromofenol biru yang terlalu sedikit pada buffer sampel Gel lepas dari kaca selama elektroforesis Kaca yang kurang bersih. Setelah dibersihkan dengan akuades, pastikan tidak ada sisa-sia tetesan air di dalam cetakan Dasar sumur tampak melengkung ke bawah saat elektroforesis Umum terjadi apabila tedapat molekul dengan massa molekul besar dan bermuatan terjebak di sumur. Biasanya ditemukan pada sampel yang mengandung asam nukleat dengan jumlah banyak. Periksa kandungan asam nukleat pada sampel dan bersihkan sampai ke jumlah yang sewajarnya Sumur yang buruk Sumur dapat rusak atau terdistorsi apabila sisir tidak dilepas dengan hati-hati. Lepaskan sisir dengan gerakan vertikal Apabila sisir sulit dilepaskan dari gel penahan, turunkan konsentrasi gel penahan Webbing di sumur dapat disebabkan sisir yang terlalu longgar atau gel mengeras terlalu cepat. Pastikan sisir sesuai dengan cetakan kaca yang tersedia dan periksa konsentrasi APS dan TEMED Gel retak saat elektroforesis Kondisi elektroforesis yang terlalu hangat. Hal ini umum terjadi pada gel dengan konsentrasi tinggi Beberapa pita tidak bergerak turun Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan gelembung udara pada jalur pergerakan pita. Pastikan tidak ada gelembung saat menuang gel Bagian atas gel yang terlalu lengket Terjadi penetrasi etanol yang digunakan untuk meratakan gel pemisah ke dalam gel. Pada saat meratakan gel, jangan sampai etanol ikut tercampur. Jangan membiarkan etanol tertinggal terlalu lama pada gel yang terlah terpolimerisasi atau bisa etanol bisa digantikan dengan air Resolusi pita protein yang tidak sempurna Waktu elektroforesis yang tidak cukup. Tambahkan waktu running Ukuran pori-pori gel pemisah tidak sesuai dengan ukuran protein yang akan dianalisa. Atur konsentrasi gel pemisah Pita protein memiliki ketebalan yang tidak seragam Sampel dimuat dengan tidak seragam. Pastikan dasar sumur lurus semua dan horizontal Page 7 of 18 Gambar Elektroforesis Mini-Protean 3 Page 8 of 18 Page 9 of 18 Proses Pembuatan Gel Page 10 of 18 Proses Memasukkan Sampel Proses Running Page 11 of 18 Tanda Tangan Dosen/Asisten : ………………………………………………… Laporan Sementara : …………………………………. Page 12 of 18 Tanda Tangan Dosen/Asisten : Laporan Sementara : ………………………………………………… …………………………………. Page 13 of 18 Materi II Haemacytometer Haemocytometer adalah alat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah . Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan.(Wiki, 2011). PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH LEUKOSIT / ERITROSIT Menghitung jumlah sel-sel leukosit perliter darah (System International Units = SI unit) atau per satu mmk darah. Nilai normalnya 4000 - 11000 / mmk.Untuk penerapan hitung leukosit ada dua metode, manual dan elektronik. Pada umumnya metode elektronik belum digunakan secara umum. Peralatan dan Bahan : 1. Haemocytometer bilik hitung pipet leukosit pipet eritrosit (untuk menghitung eritrosit) Neubauer Improve : luas seluruh bilik 3 x 3 mm2. tinggi/dalam 0,1 mm. di dalam bilik terdapat : kotak besar : 1 x 1 mm2 kotak sedang ada 2 macam : di tengah : 1/5 x 1/5 mm2 di empat sudut : 1/4 x 1/4 mm2 kotak kecil : 1/20 x 1/20 mm2 2. Kaca penutup 3. Mikroskop Bahan : 1. Spesimen Darah vena atau darah kapiler Cara Kerja Mengisi pipet Leukosit Isaplah darah kapiler (kapiler, EDTA, atau oxalat) sampai pada garis tanda “0,5″ tepat. Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet Masukkan ujung pipet kedalam larutan TURK sambil mempertahankan darah tetap pada garis tanda. Pipet dipegang dengan sudut 45 derajat dan larutan TURK dihisap perlahan-lahan sampai garis tanda “11″ tepat. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara. Angkatlah pipet dari cairan; tutup ujung pipet dengan ujung jari kemudian lepaskan karet penghisap. Kocoklah pipet tadi selama 15-30 detik. jika tidak segera akan dihitung letakkan pipet dalam posisi horizontal. Mengisi kamar hitung Letakkan kamar hitung yang telah benar-benar bersih dengan kaca penutup yang terpasang mendatar di atas meja. Kocoklah pipet yang berisi tadi selama 3 menit terus menerus (jangan samapai ada cairan yang terbuang dari pipet saat mengocok) Buang semua cairan yang ada pada batang kapiler pipet (3 – 4 tetes) dan kemudian sentuhkan ujung pipet (sudut 30 derajat) dengan menyinggung pinggir kaca penutup pada kamar hitung. Biarkan kamar hitung tersebut terisi cairan perlahan-lahan dengan gaya kapilaritasnya sendiri. Biarkan kamar hitung yang sudah terisi tersebut selama 2-3 menit agar leukkosit-leukosit mengendap. jika tidak akan dihitung segera, simpan kamar hitung tersebut dalam cawan peti tertutup yang berisi kapas basah. Cara menghitung sel Pakailah lensa objektif kecil (pembesaran 10x). turunkan lensa kondensor atau kecilkan diafragma mikroskop meja mikroskop harus datar. Kamar hitung dengan bidang bergaris diletakkan di bawah objektif dan fokus mikroskop diarahkan pada garis-garis bagi tersebut. Dengan sendirinya leukosit-leukosit akan jelas terlihat. Page 14 of 18 Hitunglah semua leukosit yang terdapat dalam keempat “bidang besar” pada sudut-sudut “seluruh permukaan yang dibagi”. Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan dari kanan ke kiri dan seterusnya. Kadang ada sel yang menyinggung garis suatu bidang, sel-sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau garis atas haruslah di hitung. Sebaliknya sel-sel yang menyinggung garis sebelah kanan dan bawah tidak boleh dihitung. Perhitungan Pengenceran yang dilakukan pada pipet adalah 20 kali. Jumlah semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah leukosit dalam 0,1 µl. Kalikan angka tersebut dengan 10 (untuk tinggi) dan 20 (untuk pengenceran) untuk mendapatkan jumlah leukosit dalam 1 ul darah. Singkatnya : Jumlah sel yang terhitung dikali 50 = jumlah leukosit per µl darah. Catatan : Pengenceran yang lazim digunakan untuk menghitung leukosit adalah 20 kali, tetapi menurut keadaan (leukositosis tinggi atau leukopenia) pengenceran dapat diubah sesuai keadaan tersebut, lebih tinggi pada leukositosis dan lebih rendah pada leukopenia. Sedian darah dengan oxalat yang tidak segera dipakai ada kemungkinan terjadi penggumpalan leukosit. Jika darah tepi banyak mengandung sel darah merah berinti maka sel tersebut akan diperhitungkan seperti leukosit, untuk koreksi dapat dilakukan pemeriksaan sedian hapus yang dipakai untuk hitung jenis leukosit, persentase sel darah merah berinti di catat. misalnya ; didapatkan 10.000 leukosit per ul darah dan dari hitung jenis didapatkan tiap 100 leukosit ada 25 sel darah merah berinti, maka jumlah leukosit yang sebenarnya adalah : Gambar kamar hitung Luasan untuk menghitung jumlah sel Leukosit Ukuran kamar hitung Page 15 of 18 Tanda Tangan Dosen/Asisten : Laporan Sementara : ………………………………………………… …………………………………. Page 16 of 18 Tanda Tangan Dosen/Asisten : Laporan Sementara : ………………………………………………… …………………………………. Page 17 of 18 DAFTAR PUSTAKA Alberts B, Johnson A., Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell, 4th Edition. Garland Scince. USA. Arnheim, N. And Levenson, C.H. 1990. Special Report: Polymerase Chain reaction. C & EN. Washington pp:36-47. Bollag, D.M. and Edelstein, S.J., 1991, Protein Methods, A John Wiley and Sons Inc., New York Brown TA. 1991. Gene Cloning an Introduction. Van Nostrand Reinhold, UK. Cardenas, E., L.E. Munstermann, O.Martinez, D.Corredor, and C.Ferro. 2001. Genetic Variability Among Populations os Lutzomyia (Psathyomyia) shannoni (Dyr 1929) (Diptera : Psychodidae : Phlebotominae) in Colombia. Mem inst Oswaldo cruz, Rio de Janeiro. 96 (2) : 189-196 Chamberlain, J.R. dan J.D. Hubert. 2002. Molecular Analysis of Genetic Variation. University of Oxford. Oxford. Fatchiyah, 2000, Polymerase Chain reaction. Brawijaya University. Malang. Fatchiyah, Aumingtyas EL, Widyarti S, & Rahayu S. 2011. Biologi Molekuler: Prinsip Dasar Analisis. Penerbit Erlangga. Jakarta. Goers, J., 1993, Immunochemical Techniques Laboratory Manual, Academic Press Inc., California Harlow, E., dan Lane, D., 1988, Antibodies : A Laboratory Manual, Cold Spring Harbor Laboratory, New York Hines, H.C. 1999. Blood groups and biochemical polymorphism. In : the genetic of cattle. New York : CABI Publishing. Innis MA., gelfand DH., Sninsky JJ. 1999. PCR Applications Protocol for functional Genomics. Academic Press. New York. Klug WS. & Cummings MR. 2002. Essentials of Genetics. 4th Ed. Prentice Hall. New Jersey. Nellen, W., Doreen M. and Jann B. 2011. Module I Molecular Biology: IGN-TTRC 2011 Training of Trainer and Student Course Brawijaya University. Unikassel Universitat. German. Robyt, J.F. and White, B.J., 1987, Biochemicals Techniques : Theory and Practice, Brooks/Cole Publishing Co., California Tamarin, R. H. 2002. Principles of Genetics. Seventh Edition. Mc Graw Hill. New York. Walker, J.M., 1994, Methods in Molecular Biology : Basic Protein and Peptida Protocols, Humana Press, New Jersey Wilson, K and J.Walker. 2004. Principles and Techniques of Practical Biochemistry. 4th Edition. Cambridge University Press. Cambridge. Page 18 of 18