analisis strategi pengembangan usaha “elsari

Transcription

analisis strategi pengembangan usaha “elsari
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
“ELSARI BROWNIES & BAKERY”
KOTA BOGOR JAWA BARAT
SKRIPSI
ROZAK ADE RAHMANTO
H34060802
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ii
RINGKASAN
ROZAK ADE RAHMANTO. Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari
Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan
ANITA RISTIANINGRUM)
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping
pakaian dan tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk mempertahankan
hidupnya. Saat ini masyarakat cenderung memilih untuk mengkonsumsi makanan
jadi yang siap dimakan atau siap saji. Masyarakat di daerah perkotaan yang serba
sibuk mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih praktis dan efisien
termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Adanya peningkatan
pengeluaran untuk makanan jadi menjadi peluang bagi industri pengolahan
makanan jadi untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satu jenis industri makanan
jadi yang berkembang di Indonesia adalah industri pengolahan makanan berbahan
baku tepung terigu seperti industri bakery dan mie. Brownies adalah salah satu
jenis produk bakery yang disukai oleh masyarakat karena mampu memberi asupan
gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab
kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi.
Salah satu industri kecil yang mamanfaatkan peluang ini dengan
memproduksi brownies di Kota Bogor adalah “Elsari Brownies & Bakery
(EBB)”. Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor
EBB merupakan produsen brownies pertama di Kota Bogor yang terdaftar oleh
dinas. Selama beberapa waktu jumlah produsen brownies terus tumbuh seiring
dengan meningkatnya jumlah permintaan brownies. Peluang tersebut seharusnya
dapat digunakan dengan baik oleh EBB dengan memproduksi brownies lebih
banyak lagi agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk brownies
tersebut. Namun dikarenakan adanya permasalahan internal perusahaan, seperti
lepasnya bagian pemasaran dan personalia perusahaan, menyebabkan perusahaan
kegiatan pemasaran perusahaan terhambat, sehingga perusahaan harus
mengurangi jumlah produksi yang sebelumnya sempat mengalami peningkatan.
Hal tersebut merupakan kendala perusahaan dalam mengembangkan usahanya.
Selain itu perusahaan juga menghadapi masalah lain seperti keterbatasan peralatan
dan rendahnya sumbersaya manusia. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan perusahaan baik kekuatan, kelemahan,
peluang maupun ancaman yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam
merumuskan strategi pengembangan usaha.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi kondisi lingkungan
internal dan eksternal perusahaan EBB, yang terdiri dari kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman perusahaan, (2) Merumuskan strategi pengembangan usaha
yang tepat bagi EBB. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis
deskriptif dan analisis formulasi strategi. Adapun alat bantu analisis yang
digunakan adalah matriks IFE dan matriks EFE untuk analisis lingkungan
perusahaan, matriks IE untuk memetakan posisi perusahaan, matriks SWOT untuk
merumuskan strategi, dan matriks QSP untuk memilih alternatif strategi
berdasarkan prioritas.
iii
Faktor-faktor lingkungan internal perusahaan EBB terdiri atas kekuatan
dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki EBB yaitu: (1) Layanan purna jual yang
baik kepada konsumen, (2) Memiliki sertifikasi yang lengkap, (3) Harga produk
relatif murah, (4) Kerja sama pemasaran yang efektif, (5) Pembukuan yang baik
dan rapi, (6) Menggunakan bahan baku berkualitas, dan (7) Adanya aktivitas
penelitian dan pengembangan. Kelemahan yang dimiliki oleh EBB yaitu: (1)
Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas, (2) Lokasi usaha kurang
strategis, (3) Kurangnya promosi, (4) Permodalan yang terbatas, (5) Produksi
dilakukan secara manual, (6) Sistem pengadaan bahan baku yang kurang baik, dan
(7) Belum memiliki job description yang jelas.
Faktor-faktor lingkungan eksternal yang dihadapi oleh EBB terdiri dari
peluang dan ancaman. Peluang yang dihadapi oleh EBB adalah (1) Tingginya
daya beli masyarakat, (2) Harga tepung terigu yang semakin menurun, (3) Harga
BBM (premium) yang stabil, (4) Masih tingginya jumlah permintaan brownies,
(5) Kebijakan pemerintah tentang skim kredit, (6) Perkembangan teknologi yang
cepat, (7) Rendahnya kekuatan penawaran pemasok, dan (8) Adanya dukungan
dari pihak dinas terhadap pengembangan UMKM. Ancaman yang dihadapi oleh
EBB adalah (1) Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin meningkat, (2)
Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL), dan (3) Tingginya
tingkat persaingan.
Hasil Matriks IE menunjukkan posisi EBB berada pada sel V yang
memberi rekomendasi untuk menjaga dan mempertahankan. Strategi yang paling
sesuai dengan EBB adalah strategi intensif
yaitu penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Matriks SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi,
keludian melalui matriks QSP diperoleh prioritas strategi yang sebaiknya
dilaksanakan perusahaan yaitu (1) Restrukturisasi sistem manajemen perusahaan
untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan (STAS=10,450), (2)
Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk
mengatasi persaingan (STAS=10,167), (3) Melakukan penetrasi pasar untuk
meningkatkan penjualan (STAS=9,043), (4) Mengoptimalkan saluran distribusi
yang ada untuk meningkatkan penjualan (STAS=8,693), (5) Optimalisasi sistem
produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi (STAS=8,644), (6) Optimalisasi
sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya produksi (STAS=8,633), (7)
Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk
meningkatkan penjualan (STAS=8,567) dan (8) Pemanfaatan skim kredit untuk
mengatasi permodalan (STAS=7,955). Berdasarkan kondisi perusahaan, sebaiknya
perusahaan melaksanakan restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk
mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan, seperti tenaga pemasar dan
keterbatasan peralatan, untuk mengatasi masalah internal perusahaan, dan strategi
meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk
mengatasi persaingan sebagai solusi masalah eksternal perusahaan.
iv
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
“ELSARI BROWNIES & BAKERY”
KOTA BOGOR JAWA BARAT
ROZAK ADE RAHMANTO
H34060802
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
v
Judul Skripsi : Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari Brownies &
Bakery” Kota Bogor Jawa Barat
Nama
: Rozak Ade Rahmanto
NIM
: H34060802
Menyetujui,
Pembimbing
Ir. Anita Ristianingrum, MSi
NIP. 19671024 199302 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Strategi
Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat”
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Rozak Ade Rahmanto
H34060802
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 5 Februari 1988 yang
merupakan anak tunggal dari pasangan Suratmanto dan Sri Rahayu.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Perumnas Banyumanik
08 Semarang pada tahun 2000, pendidikan menengah pertama di SLTPN 21
Semarang pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN
4 Semarang pada tahun 2003. Penulis diterima di Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi seperti
Staf Kominfo Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPMTPB) IPB pada tahun 2006-2007, Ketua Paguyuban Putra Kota Atlas Semarang
(Patra Atlas) pada tahun 2007-2008, Staf Departemen Proyek Himpunan Profesi
Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada tahun 2007-2008 dan Ketua
Departemen Kominfo (d’Prime) Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat
Agribisnis (HIPMA) pada tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga tercatat
sebagai peraih Beasiswa Prestasi Djarum Bakti Pendidikan pada tahun 2008-2009.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Strategi
Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat”.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan
internal perusahaan “Elsari Brownies & Bakery (EBB)”, yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi kondisi lingkungan
eksternal perusahaan EBB, meliputi peluang dan ancaman, serta mencoba untuk
merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi EBB agar dapat
bertahan dalam menghadapi persaingan dan berkembang menjadi lebih besar.
Skripsi ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat kepada
semua pihak, baik mahasiswa, pengajar akademik, pelaku usaha EBB, dan
pemerintah selaku pembuat kebijakan. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan berbagai kritikan dan saran agar hasil penelitian ini dapat menjadi
lebih baik, sehingga mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang terkait.
Bogor, Agustus 2010
Rozak Ade Rahmanto
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan
hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama
dalam penyelesaian skripsi
ini. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa
penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas segala
bimbingan, masukan, koreksi, dan bantuan selama pra, pelaksanaan, hingga
setelah pelaksanaan skripsi ini.
2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji utama pada sidang penulis
yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi sekaligus berdiskusi mengenai strategi pengembangan
usaha pada saat penyusunan skripsi.
3. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji departemen pada sidang penulis yang
bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi.
4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingannya selama merencanakan studi penulis di Departemen Agribisnis.
5. Bapak H. Maman Surahman dan Tomi Rahman yang telah menerima dan
membantu penulis dalam pencarian informasi dan pelaksanaan penelitian
skripsi di EBB.
6. Bapak Gupuh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota
Bogor yang telah memberikan informasi dan menjadi responden eksternal
pada penelitian ini.
7. Orang tua tercinta, Suratmanto dan Sri Rahayu, yang telah memberikan
dukungan moral, material, didikan, motivasi, dan doa yang tulus serta tiada
hentinya bagi penulis. Semoga skripsi ini menjadi bukti kecil atas besarnya
perjuangan bapak dan ibu sebagai orang tua terbaik di mata penulis.
8. Yos Sukarman, Alm. Rochayati, Alm. Hadi Mulyono, Alm. Siti M, Alm.
Mundriah selaku kakek dan nenek penulis yang selalu memberikan dukungan
x
moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan
bermanfaat. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian.
9. Indah Septiana, yang telah memberikan doa, dukungan dan bantuan dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Siti Nurlaela dan Shanny Laura Sianturi sebagai sahabat satu bimbingan
skripsi. Terimakasih atas dukungan, bantuan dan semangatnya dalam
menyelesaikan skripsi secara bersama-sama.
11. Sahabat-sahabat penulis: Dhida, Syura, Fani, Ridy, Ray, Firza, Ribut, Dece,
Maya, Mira, Tiara, Tami, Bayu, Novi, Ine, Mila, Fuji, Emi, Tita, Yadi, Okla,
Aries, Iziel, Randi, Rekso, Anyez, Haris, Rendy, Rieska, Elva, Uin, Jiebhan,
Achmad, Mei, Nanang, Nodi, Gangga, Agis, Hata, Ayu, Oki, Adi, Amel,
Anin, Tami Mbem, Decy, Rendi dan teman-teman AGB 42, 43, 44, 45
lainnya. Terimakasih atas kebersamaan, cerita suka dan duka, serta
bantuannya selama menjadi mahasiswa departemen agribisnis.
12. Teman-teman L4, Patra Atlas Semarang dan Kost Putra Wisma Asri: Idris,
Ma2th, Wahyu, Ronald, Ony, Hoty, Sifa, Metha, Indah, Diaz, Winda, Asa,
Rizki, Ismail, Ashod, Ucok, Onald, Ian, dan semuanya. Terima kasih atas doa
dan dukungannya.
13. Tak lupa pula untuk sahabat-sahabat penulis di Semarang: Osa, Ririez, Diana,
Galih, Rizal, QQ, dan Dhue-Phee. Terimakasih atas semua kisah dan coretan
yang kalian berikan ke dalam kehidupan penulis.
14. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu
penulis selama ini.
15. Keluarga besar PT. Djarum dan teman-teman Beswan Djarum: Mas Sapto,
Pak Hadi, Pak Syahroni, Om Jul, Mas Jim, Mas Dodik, Catur, Tito, Abie,
Afroh, Windi, Tiwi, Secha, dan kawan-kawan beswan di seluruh nusantara.
16. Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
Terimakasih banyak.
Bogor, Agustus 2010
Rozak Ade Rahmanto
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xvii
I
PENDAHULUAN ....................................................................
1.1. Latar Belakang.................................................................
1.2. Perumusan Masalah .........................................................
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................
1
1
5
8
8
II
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
2.1. Bakery .............................................................................
2.1.1. Definisi Bakery ...................................................
2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Roti .........................
2.1.3. Jenis-Jenis Roti ...................................................
2.2. Brownies .........................................................................
2.2.1. Sejarah Brownies .................................................
2.2.2. Brownies Kukus ...................................................
2.3. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ...............
2.1.1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) ...........................................
2.4. Penelitian Terdahulu .......................................................
2.4.1. Penelitian tentang Strategi Pengembangan
Usaha ..................................................................
2.4.2. Penelitian tentang Brownies ...............................
2.4.3. Penelitian tentang “Elsari Brownies & Bakery” ..
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ........................
9
9
9
9
10
11
11
12
13
III
KERANGKA PEMIKIRAN.....................................................
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...........................................
3.1.1. Konsep Manajemen Strategis .............................
3.1.2. Klasifikasi Strategi...............................................
3.1.3. Proses Manajemen Strategis ...............................
3.1.4. Visi dan Misi Perusahaan ...................................
3.1.5. Analisis Lingkungan Perusahaan .........................
3.1.6. Matriks Internal-Eksternal ..................................
3.1.7. Analisis SWOT ...................................................
3.1.8. Matriks QSP (QSPM) .........................................
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................
20
20
20
20
24
25
26
39
40
40
40
IV
METODE PENELITIAN .........................................................
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................
4.2. Metode Penentuan Sampel .............................................
4.3. Desain Penelitian ............................................................
4.4. Data dan Instrumentasi ...................................................
44
44
44
45
45
13
14
14
17
18
18
xii
4.5.
4.6.
Metode Pengumpulan Data ............................................
Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................
4.6.1. Analisis Deskriptif ...............................................
4.6.2. Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi ..............
45
46
46
46
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..................................
5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .........................
5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ...................................
5.3. Lokasi Perusahaan ...........................................................
5.4. Struktur Organisasi Perusahaan .......................................
5.5. Sumberdaya Perusahaan ..................................................
5.5.1. Sumberdaya Manusia...........................................
5.5.2. Sumberdaya Fisik ................................................
5.5.3. Sumberdaya Keuangan ........................................
5.6. Proses Produksi Brownies ...............................................
5.7. Karakteristik Konsumen .................................................
54
54
56
57
57
59
59
59
60
67
64
VI
ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN ........................
6.1. Analisis Lingkungan Internal .........................................
6.1.1. Manajemen .........................................................
6.1.2. Pemasaran ...........................................................
6.1.3. Keuangan/Akuntansi ...........................................
6.1.4. Produksi/Operasi .................................................
6.1.5. Penelitian dan Pengembangan ............................
6.1.6. Sistem Informasi Manajemen .............................
6.2. Analisis Lingkungan Eksternal .......................................
6.2.1. Kekuatan Ekonomi .............................................
6.2.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis
dan Lingkungan ..................................................
6.2.3. Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum .........
6.2.4. Kekuatan Teknologi ............................................
6.2.5. Kekuatan Kompetitif ..........................................
67
67
67
73
81
81
83
84
85
85
VII
FORMULASI STRATEGI ......................................................
7.1. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan ................
7.2. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman .....................
7.3. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) ........
7.4. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) ......
7.5. Analisis Matriks IE (Internal-External) .........................
7.6. Analisis Matriks SWOT .................................................
7.7. Analisis QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix).
105
105
105
106
107
108
109
118
VIII
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
8.1. Kesimpulan .....................................................................
8.2. Saran ...............................................................................
120
120
120
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
122
LAMPIRAN ..........................................................................................
124
92
95
96
97
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010 ..............
1
2.
Persentase Pengeluaran Rata-Rata Persentase Pengeluaran
Rata-Rata Penduduk Indonesia untuk Makanan Jadi
Tahun 1999-2009 .....................................................................
2
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Tepung Terigu
di Indonesia pada Tahun 2000-2008 .........................................
3
Komposisi Gizi Brownies Dibanding Nasi, Mie Basah
dan Roti per 100 gram Bahan ..................................................
5
5.
Daftar Produsen Brownies di Kota Bogor Tahun 2010 ...........
7
6.
Komposisi Angka Kecukupan Gizi per 100 gram Brownies ....
12
7.
Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal ...................
48
8.
Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal .................
48
9.
Format Matriks IFE ..................................................................
49
10.
Format Matriks EFE ...............................................................
50
11.
Format Matriks SWOT ............................................................
52
12.
Format Dasar QSPM ................................................................
53
13.
Daftar Peralatan Produksi Elsari Brownies & Bakery
Tahun 2010 ..............................................................................
60
Karakteristik Konsumen Elsari Brownies & Bakery
Tahun 2010 ..............................................................................
66
Komposisi Karyawan Elsari Brownies & Bakery
Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan
Tahun 2010 ..............................................................................
71
16.
Daftar Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010
76
17.
Perbandingan Harga Produk Elsari Brownies & Bakery
Dibanding Pesaing tahun 2010 ................................................
77
Pola Konsumsi Makanan Penduduk Kota Bogor pada
Tahun 2009 ..............................................................................
86
Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia
Tahun 2004-2009 .....................................................................
87
20.
Perkembangan Harga BBM di Indonesia Tahun 2009-2010 ...
91
21.
Perkembangan Harga Jual Gas Elpiji Ukuran 12 kg
di Indonesia Tahun 2005-2008 .................................................
91
22.
Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004-2008 ..........
94
23.
Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda Tahun 2010 .
100
3.
4.
14.
15.
18.
19.
xiv
24.
Daftar Harga Produk Brownies Bogor Tahun 2010 ................
101
25.
Hasil Analisis Faktor Lingkungan Internal Elsari Brownies
& Bakery ...................................................................................
105
Hasil Analisis Faktor Lingkungan Eksternal Elsari Brownies
& Bakery ...................................................................................
106
27.
Analisis Matrik IFE Elsari Brownies & Bakery ......................
107
28.
Analisis Matriks EFE Elsari Brownies & Bakery ....................
108
29.
Matriks SWOT .........................................................................
117
30.
Hasil Prioritas Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis
QSPM .......................................................................................
118
26.
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Grafik Penjualan Produk Elsari Brownies & Bakery
Tahun 2003-2008 .....................................................................
6
2.
Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif .........
25
3.
Empat P Bauran Pemasaran ......................................................
28
4.
Saluran Distribusi Barang Konsumsi .......................................
30
5.
Lima Kekuatan Kompetitif Menurut Porter .............................
36
6.
Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
43
7.
Format Matriks Internal-Eksternal ...........................................
51
8.
Struktur Organisasi Elsari Brownies & Bakery .......................
58
9.
Saluran Distribusi Elsari Brownies & Bakery .........................
78
10.
Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Tepung Terigu .............
88
11.
Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Gula .............................
89
12.
Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Telur ............................
90
13.
Matriks IE pada Elsari Brownies & Bakery ............................
110
1.
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Daftar Agen dan Counter EBB ...............................................
125
2.
Hasil Kuesioner Karakteristik Konsumen ...............................
127
3.
Dokumentasi Kegiatan Penelitian ............................................
130
xvii
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor industri pengolahan merupakan sektor dalam perekonomian
Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir sektor ini mampu menjadi penyokong
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. PDB merupakan
salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui
peranan dan kontribusi yang diberikan oleh suatu sektor terhadap pendapatan
nasional. Berdasarkan data Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2010),
pada tahun 2008 peran industri pengolahan mencapai lebih dari seperempat (26,79
persen) komponen pembentukan PDB nasional atau sebesar 557.766 milyar
rupiah. Salah satu industri pengolahan yang berkembang di Indonesia adalah
industri pengolahan makanan. Industri pengolahan makanan merupakan bagian
dari industri pengolahan hasil pertanian yang mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan dan penganekaragaman pangan. Pangan merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia disamping pakaian dan tempat tinggal yang diperlukan
manusia untuk mempertahankan hidupnya.
Pertumbuhan penduduk
Indonesia setiap tahun terus
mengalami
peningkatan. Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia
hanya berjumlah 219,85 juta orang, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2010 diperkirakan mencapai 234,18 juta orang. Pertumbuhan penduduk ini
dapat berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan pangan penduduk
Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang pangsa pasar yang cukup besar untuk
mengembangkan industri pangan. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang
terus meningkat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Jumlah Penduduk (ribu orang)
219.852
222.747
225.642
228.523
231.370
234.181
Sumber: BPS (2010)
1
Saat ini masyarakat cenderung memilih untuk mengkonsumsi makanan
jadi yang siap dimakan atau siap saji. Kemajuan teknologi dan informasi telah
banyak mengubah pola hidup masyarakat, termasuk pola konsumsi masyarakat
akan produk makanan dan minuman. Masyarakat di daerah perkotaan yang serba
sibuk mulai mengikuti pola hidup masyarakat kota-kota besar di negara lain
dengan mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih praktis dan efisien
termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Tingginya konsumsi
masyarakat untuk jenis makanan jadi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Rata-Rata Penduduk Indonesia untuk Makanan
Jadi Tahun 1999-20091
Tahun
1999
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Persentase
9,48
9,70
9,81
10,28
11,44
10,29
10,48
11,44
12,63
Sumber: www.bps.go.id [Diakses tanggal 25 Mei 2010]
Adanya peningkatan pengeluaran untuk makanan jadi menjadi peluang
bagi industri pengolahan makanan jadi untuk mengembangkan bisnisnya. Salah
satu jenis industri makanan jadi yang berkembang di Indonesia adalah industri
pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu, seperti industri roti, kue,
biskuit, mie, pasta, pizza dan lain sebagainya. Kepraktisan menjadi salah satu
kelebihan makanan olahan dari tepung terigu karena mendukung aktivitas
masyarakat modern yang semakin sibuk dengan jam kerja yang panjang dan lebih
padat yang mendorong mereka untuk memilih makanan yang praktis untuk
dikonsumsi.
Selain mengandung karbohidrat sebagai sumber tenaga, tepung terigu juga
memiliki kandungan protein tinggi. Tepung terigu merupakan makanan alternatif
1
BPS. 2010. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok
Barang, Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=05&
notab =7 (Diakses tanggal 25 Mei 2010)
2
pengganti beras, hal ini didukung dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 14 Tahun 1974 dan disempurnakan pada Inpres Nomor 20 Tahun 1979.2
Seiring dengan dicanangkannya program pemerintah tersebut, jumlah produksi
dan konsumsi tepung terigu terus bertambah, seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Tepung Terigu di Indonesia pada
Tahun 2000-2008
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Besar Produksi (juta ton)
3,1
2,9
1,1
1,5
2,8
2,9
3,3
3,3
2,7
3,9
Besar Konsumsi (juta ton)
3,6
3,2
1,5
1,8
3,0
3,3
3,7
3,9
3,3
4,6
Sumber: BPS (2010)
Bisnis pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu dapat diusahakan
dari skala kecil setingkat UMKM hingga skala besar. Pada tahun 2006, sektor
usaha kecil dan menengah (UKM) mampu menyerap 64,8 persen produk tepung
terigu untuk industri bahan baku roti, mie, kue kering, gorengan dan lain-lain.3
Salah satu jenis industri makanan jadi yang menggunakan tepung terigu sebagai
bahan baku produksinya adalah industri bakery. Produk bakery merupakan produk
yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Produk bakery sebagian
besar digunakan sebagai snack, camilan, makanan ringan, pengisi waktu
senggang, atau pun sekadar diperlukan untuk acara-acara tertentu.
Produk bakery dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain: roti
(bread), pie, bagel, pastry, cake dan cup cake, biskuit, kue kering (cookies),
crackers, muffin, rolls, pretzel, donat, dan lain-lain.4 Salah satu produk bakery
2
Suprima
A.
24
Mei
2010.
Diversivikasi
Pangan
di
Indonesia.
http://aldinosuprima.blog.uns.ac.id/2010/05/24/diversifikasi-pangan-di-indonesia/
(Diakses
tanggal 31 Mei 2010)
3
Sinar Tani. 20 Juni 2006. Prospek Gandum Menggiurkan. http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr255036.pdf (Diakses tanggal 24 Mei 2010)
4
Halal Guide. 2009. Titik Kritis Kehalalan Bahan Pembuat Produk Bakery dan Kue.
http://www.halalguide.info/?s=titik+kritis+bakery (Diakses tanggal 24 Mei 2010)
3
yang banyak digemari dan dijual di berbagai toko kue adalah berbagai jenis cake,
dan termasuk di dalamnya adalah brownies.
Brownies memiliki perbedaan dengan cake lainnya. Selain memiliki
kandungan cokelat yang lebih banyak, tesktur dari brownies juga dianggap
sebagai persilangan antara cake dan cookies. Ditinjau dari kandungan gizinya,
apabila dibandingkan dengan 100 gram nasi putih, mie basah, maupun roti,
brownies memiliki kandungan karbohidrat dan energi yang lebih tinggi sehingga
dapat menjadi makanan selingan yang cukup bergizi dan memberikan energi yang
cukup untuk beraktivitas (Tabel 4). Brownies mampu memberi asupan gizi yang
baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab kebutuhan zaman
akan makanan yang bergengsi. Keunggulan tersebut menyebabkan brownies
sering kali digunakan sebagai sajian ketika menerima tamu, ketika pertemuan atau
rapat, maupun sebagai oleh-oleh ketika berkunjung ke suatu daerah.
Tabel 4. Komposisi Gizi Brownies Dibanding Nasi, Mie Basah dan Roti per 100
gram Bahan5
Komponen Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Brownies
434,00
4,00
14,00
76,60
19,00
82,00
1,99
11,00
0,30
2,80
Roti
Putih
248,00
8,00
1,20
50,00
10,00
95,00
1,50
0,00
0,00
40,00
Roti
Cokelat
249,00
7,90
1,50
49,70
20,00
140,00
2,50
0,00
0,00
40,00
Nasi
178,00
2,10
0,10
40,60
5,00
22,00
0,50
0,00
0,00
57,00
Mie
Basah
86,00
0,60
3,30
14,00
14,00
13,00
0,80
0,00
0,00
80,00
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
Brownies bukanlah merupakan makanan yang sulit untuk ditemui karena
produsen brownies tersebar di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Kota
Bogor. Di Kota Bogor brownies diusahakan oleh perusahaan-perusahaan dengan
skala usaha kecil, menengah dan besar. Hal ini dikarenakan modal yang
digunakan untuk memulai usaha ini tidaklah begitu besar dan dapat menggunakan
5
Senior. 2007. Pulihkan Stamina dengan Brownies. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/
cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybermed|0|0|6|416 (Diakses tanggal 25 Mei 2010)
4
teknologi yang sederhana sehingga banyak pelaku usaha yang dapat masuk ke
dalam industri ini. Salah satu industri kecil produsen brownies di Kota Bogor
yang memanfaatkan peluang ini adalah “Elsari Brownies & Bakery (EBB)”.
Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor,
EBB merupakan produsen brownies pertama di Kota Bogor. Perusahaan ini
berdiri pada tahun 2003. Seiring dengan berjalannya waktu,jumlah produsen
brownies di Kota Bogor mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah
produsen brownies di Kota Bogor berjumlah dua perusahaan, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah tersebut meningkat menjadi 10 perusahaan. Pertumbuhan
tersebut menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap brownies yang
tinggi. Tingginya tingkat permintaan brownies tersebut merupakan peluang bagi
produsen-produsen brownies yang ada di Kota Bogor untuk mengembangkan
usahanya. Namun,
dalam mengembangkan
usahanya, perusahaan harus
menyesuaikan diri dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Oleh karena
itu diperlukan suatu strategi pengembangan usaha yang tepat agar perusahaan
dapat memenuhi permintaan konsumen akan produk yang dihasilkannya tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Perubahan pola konsumsi masyarakat yang beralih ke jenis makanan siap
sari membawa peluang bagi pengembangan usaha industri makanan jadi, salah
satunya industri bakery. Contoh produk bakery yang digemari masyarakat saat ini
adalah brownies. Di Indonesia, produsen brownies tersebar di seluruh wilayah,
termasuk di Kota Bogor. “Elsari Brownies & Bakery” adalah salah satu produsen
brownies di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri pada 1 Oktober 2003. Pada awal
berdirinya, EBB merupakan satu-satunya produsen brownies di Kota Bogor
(Disperindagkop, 2010). Namun dengan bertambahnya waktu, jumlah produsen
brownies di Kota Bogor pun mengalami peningkatan, yaitu dari dua produsen
pada tahun 2005 menjadi 10 produsen pada tahun 2010. Hal tersebut
menunjukkan adanya permintaan konsumen yang tinggi untuk brownies, sehingga
usaha brownies sangat prospektif untuk dikembangkan. Selama beberapa tahun
EBB terus mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan jumlah produk EBB yang terjual selama beberapa tahun, seperti yang
tercantum pada Gambar 1. Penjualan EBB terus mengalami kenaikan bahkan
5
hingga lebih dari 6.000 kota per bulan pada akhir tahun 2006. Namun, sejak akhir
tahun 2007 jumlah penjualan produk EBB secara berangsur-angsur terus turun
bahkan saat ini pemilik mengakui bahwa perusahaan hanya dapat menjual
produknya sekitar 3.000 kotak sebulan, sama seperti penjualan perusahaan ketika
masih berumur satu tahun. Hal ini menyebabkan kegiatan produksi EBB tidak
berjalan optimal karena berproduksi di bawah kapasitas produksi seharusnya.
Jumlah Penjualan (kotak)
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1. Grafik Penjualan Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2003-2008
Sumber: Elsari Brownies & Bakery
Penurunan jumlah penjualan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik di
lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Di lingkungan internal
perusahaan mengalami perampingan usaha karena berkurangnya jumlah karyawan
yang menyebabkan hilangnya bagian marketing dan personalia. Kondisi ini
menyebabkan aktivitas pemasaran tidak berjalan secara optimal, sehingga secara
berangsur-angsur jumlah penjualan perusahaan menurun karena dikelola oleh
karyawan yang kurang mengerti pemasaran. Hal tersebut juga menyebabkan
terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar bagian sehingga pekerjaan yang
dikerjakan oleh karyawan sering kali tidak sesuai dengan bidang kemapuannya.
Dalam melakukan pengembangan usaha, perusahaan juga memiliki kesulitan
karena keterbatasan modal baik untuk menambah peralatan produksi maupun
untuk pengambangan aktivitas pemasaran. Kondisi ini memang sering kali
dihadapi oleh industri kecil yang biasanya didirikan dengan modal swadaya dan
tidak memiliki agunan untuk melakukan pinjaman dalam jumlah besar.
6
Apabila dilihat dari sisi lingkungan eksternal, perusahaan menghadapi
persaingan industri yang cukup ketat. Banyaknya jumlah produsen brownies skala
kecil maupun menengah baik dari dalam Kota Bogor maupun dari luar,
menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan ketika hendak membeli
brownies sehingga mudah bagi konsumen untuk berpindah ke produk lain yang
lebih murah, lebih berkualitas atau lebih mudah untuk diperoleh. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kota Bogor, pada tahun 2010 terdapat 10 industri kecil yang
memproduksi brownies dan telah memiliki sertifikat pangan industri rumah
tangga, belum termasuk industri skala mikro yang belum terdaftar baik di Dinkes
Kota Bogor maupun Disperindagkop Kota Bogor. Selain itu, beberapa produsen
brownies yang berasal dari kota lain juga ikut memasarkan produknya di Kota
Bogor seperti Brownies Kukus Amanda dan Brownies Atika. Daftar produsen
brownies yang terdaftar oleh Dinkes Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Daftar Produsen Brownies di Kota Bogor Tahun 2010
No.
Nama Perusahaan
6
Elsari Brownies &
Bakery
Annisa Cookies
Brownies Kukus
“Bie-Bie”
Phie Brownies
Brownies “Mitra
Rasa”
Brownies Bogor
7
Honey Brownies
8
Brownies “Dania”
9
Brownies “Anton”
10
Brownies “Keisha”
1
2
3
4
5
Alamat
Tahun
Daftar
Jalan Pondok Rumput Raya No. 18
2003
Komplek Griya Melati B1 No. 6 Cifor
2005
Batu tulis Gg. Lurah No. 13A
2006
Jalan Bratasena II No. 4 Indraprasta II
Bantar Kemang RT04/RW07
Baranangsiang
Jalan Dokter Semeru Blk No. 102
Gg. Kelor RT01/RW10 Kelurahan
Menteng
Flamboyan Ujung No. 10 Taman
Cimanggu
Jalan kebon Pedes RT02/RW10
Jalan Sukasari III No. 35 RT07/RW01
Kelurahan Sukasari
2006
2007
2007
2008
2008
2008
2010
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor (2010)
Adanya peluang pasar yang baik namun belum diimbangi dengan
produktivitas perusahaan yang maksimal, keterbatasan keterampilan karyawan,
keterbatasan permodalan, dan tingginya tingkat persaingan menuntut EBB untuk
7
memiliki strategi pengembangan usaha yang tepat agar usaha yang dijalankan
dapat terus beroperasi dan berkembang, memiliki keunggulan yang berkelanjutan
dan dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dalam menyusun suatu
strategi pengembangan usaha yang tepat, perusahaan harus mampu menyesuaikan
dengan faktor-faktor lingkungan perusahaan saat ini. Analisis lingkungan
perusahaan tersebut meliputi lingkungan internal dan eksternal, yang bertujuan
untuk mengetahui apa saja kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
meminimumkan
kelemahan-kelemahan
yang
dimiliki
perusahaan,
serta
memanfaatkan peluang-peluang yang dimiliki perusahaan untuk mengantisipasi
ancaman yang muncul dari lingkungan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan yang
akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan EBB?
2) Strategi pengembangan usaha apa yang tepat untuk diterapkan oleh EBB?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan EBB,
yang terdiri dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan.
2) Merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi EBB.
1.4. Manfaat Penelitian
1) Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam merumuskan dan
menerapkan strategi pengembangan usaha yang tepat.
2) Bagi Penulis
Penelitian ini dapat dijadikan ajang untuk menerapkan dan mengembangkan
ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
3) Bagi Pembaca
Dengan adanya penelitian in diharapkan dapat dijadikan literatur untuk
memperoleh informasi tambahan pada penelitian selanjutnya.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bakery
2.1.1. Definisi Bakery
Banyak orang menyebut bakery adalah roti. Roti adalah salah satu produk
bakery yang sudah sangat dikenal masyarakat. Produk bakery adalah produk
makanan yang bahan utamanya adalah tepung (kebanyakan tepung terigu) dan
dalam pengolahannya melibatkan proses pemanggangan. Kue sendiri ada yang
dibuat melalui proses pemanggangan, ada yang tidak. Produk bakery contohnya
adalah roti (bread), pie, bagel, pastry, cake dan cup cake, biskuit, kue kering
(cookies), crackers, muffin, rolls, pretzel, donat, dan produk lain yang dibuat oleh
tukang roti.6
2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Roti
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu
dengan ragi atau bahan pengembang lainnya, kemudiaan dipanggang. Sejak
beberapa ratus tahun yang lalu, roti banyak dikonsumsi di berbagai negara, seperti
Cina, India, Pakistan, Mesir dan berbagai negara Eropa. Ada perbedaan jenis,
ukuran, bentuk dan susunan roti yang disebabkan oleh kebiasaan makan di
masing-masing negara.
Roti merupakan salah satu makanan yang paling tua usianya. Sejarah
perkembangan roti diawali semenjak zaman neolitikum dimana biji-bijian
dicampur dengan air, kemudian menjadi adonan lalu dimasak. Pada zaman
mesopotamia tepatnya di Mesir, masyarakat membuat roti terbuat dari biji
gandum. Gandum dihancurkan terlebih dahulu, setelah itu dicampur dengan air.
Pencampuran antara bubuk gandum dengan air tersebut, kemudian menjadi bahan
yang lengket. Setelah itu dilakukan proses pematangan dengan cara dipanggang.7
Perkembangan teknologi mendukung terciptanya roti yang lebih bervariasi
baik dari segi ukuran, penapilan, bentuk, rasa dan bahan pengisiannya karena
adanya pengaruh terhadap perkembangan pembuatan roti yang meliputi aspek
bahan baku, proses percampuran dan metode pengembangan adonan. Variasi ini
6
Op.cit
Bread Info. 2010. Hystory of Bread. http://www.breadinfo.com/history.shtml (Diakses
tanggal 31 Mei 2010)
7
9
membantu konsumen dalam memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan mereka.
2.1.3. Jenis-Jenis Roti
Delfani dalam Miranti (2008), memaparkan bahwa variasi roti terbagi
menjadi lima jenis, yaitu:
1) Roti Manis
Jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, dan
ragi. Jenis roti ini biasa diisi dengan cokelat, keju, srikaya, selai buah, kelapa,
pisang, fla, daging sapi atau ayam, dan sosis. Bentuknya beragam seperti
bulat, lonjong, keong, gulung, sampai dengan bentuk-bentuk hewan.
2) Roti Tawar
Jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, dan air.
Roti ini biasanya tanpa diisi dengan bahan tambahan lain. Bentuknya kotak,
panjang dan tabung.
3) Cake
Jenis roti yang berasa manis dengan tambahan rasa (essense) rhum, jeruk atau
cokelat. Bahan dasarnya antara lain tepung terigu, telur, susu, mentega, tanpa
menggunakan isi. Jenis roti ini dibagi menjadi: spikuk, roll tart, zebra cake,
fruit cake, brownies, muffin, tart cake, cake siram, dan caramel.
4) Pastry
Jenis roti kering yang bisa berupa kue sus, grem, dan croisant. Roti ini dapat
diisi dengan kacang, keju, cokelat, daging ayam dan sapi, sosis, fla, atau tidak
diisi apapun.
5) Donat
Jenis roti tawar atau manis yang pematangannya dengan cara digoreng atau
dipanggang. Roti ini dikenal dengan bentuknya yang khas yaitu terdapat
lubang pada bagian tengahnya. Ada beberapa jenis donat yang sudah dikenal
secara umum antara lain: donat siram, donat keju, donat meses, donat kacang
dan donat isi.
10
2.2. Brownies
2.2.1. Sejarah Brownies
Brownies merupakan kue khas Amerika yang pertama kali dikenal pada
tahun 1897. Seorang koki di Amerika yang sedang membuat cake cokelat lupa
memasukkan baking powder sehingga terciptalah cake bantat yang tidak
mengembang namun lezat rasanya, kegagalan membuat cake cokelat ini justru
menciptakan jenis cake baru yang menjadi terkenal hingga sekarang. Tekstur
brownies dianggap unik karena seperti persilangan antara cake dengan cookies
yang renyah. Pada tahun 1907, Maria Willet Howard dalam Lowney’s Cook Book
memunculkan resep brownies dengan ekstra telur dan cokelat batangan. Menurut
situs The Amazing of Brownies, resep brownies pertama diterbitkan tahun 1897
dalam Sears, Roebuck catalogue. Pertama kali resep ini dibukukan di The Boston
Cooking School Cook Book oleh Fannie Merritt Farmer pada edisi 1906.8
Nama brownies sendiri diambil karena cake tersebut dominan berwarna
cokelat pekat (brown), ditambah lagi karena bahan bakunya juga terdiri dari aneka
cokelat seperti dark chocolate, cokelat pasta dan cokelat bubuk. Dalam
perkembangannya banyak sekali brownies dengan aneka kreasi dan rasa yang
variatif, penampilannya pun lebih cantik dan mengundang selera walaupun tidak
meninggalkan ciri khas asli brownies yang kaya akan rasa cokelatnya. Variasi
tersebut biasanya dengan menambah topping di atasnya seperti krim keju,
chocolate ganache, marshmallow, chocolate chip atau taburan aneka jenis
kacang-kacangan.
Brownies tergolong jenis kue yang mempunyai indeks glikemik tinggi,
artinya dengan mengkonsumsi brownies, gula darah dapat cepat naik sehingga
sesaat setelah mengkonsumsi brownies badan akan lebih segar. Brownies juga
mengandung vitamin yang cukup lengkap seperti vitamin C, thiamin, riboflavin,
niasin, asam, asam pantotenat, vitamin B6, dan vitamin B12. Kandungan
mineralnya juga cukup lengkap seperti kalsium, besi, magnesium, natrium,
kalium, seng, tembaga, mangan, dan selenium. Komposisi angka kecukupan gizi
untuk setiap 100 gram brownies dapat dilihat pada Tabel 6.
8
Medan Brownies. 2010. Stories Brownies.
storiesbrownies.php (Diakses tanggal 31 Mei 2010)
http://www.medanbrownies.com/
11
Tabel 6. Komposisi Angka Kecukupan Gizi per 100 gram Brownies9
Komponen Gizi
Air (g)
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Magnesium (mg)
Fosfor (mg)
Kalium (mg)
Natrium (mg)
Seng (mg)
Tembaga (mg)
Mangan (mg)
Selenium (mcg)
Vitamin C (mg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Asam pantotenat (mg)
Vitamin B6 (mg)
Asam folat (mcg)
Vitamin A (IU)
Kadar
2,80
434,00
4,00
14,00
76,60
19,00
1,99
40,00
82,00
219,00
303,00
0,64
0,27
0,35
2,60
0,30
0,16
0,16
1,88
0,13
0,01
35,00
11,00
Sumber: www.asiamaya.com [Diakses pada tanggal 10 Januari 2010]
2.2.2. Brownies Kukus
Jenis brownies yang pertama kali populer di Indonesia adalah brownies
panggang yang dimasak dengan oven sesuai resep aslinya, namun beberapa tahun
terakhir muncul jenis brownies baru yang sangat popular yaitu brownies kukus
dengan tekstur yang lebih lembut. Brownies kukus dikelompokkan menjadi salah
satu jenis kue basah. Kue ini merupakan hasil modifikasi dari seorang ibu rumah
tangga bernama Ny. Sumiwiludjeng yang berdomisili di Kota Bandung terhadap
resep bolu kukus. Beliau memiliki keahlian di bidang tata boga yang merupakan
latar belakang pendidikannya. Berbekal keahliannya ini, beliau berhasil
menciptakan produk yang inovatif yaitu brownies kukus.
Pada awal tahun 1999, Ny. Sumiwiludjeng mendapatkan resep kue basah
dari saudaranya. Resep itu memiliki kemiripan dengan kue brownies, tetapi tidak
9
Asia Maya. 2010. Brownies. http://www.asiamaya.com/nutrients/brownies.htm (Diakses
tanggal 10 Januari 2010)
12
dipanggang melainkan dengan cara dikukus. Bersama dengan putra pertamanya,
resep itu kemudian diolah, diuji coba, dan dikembangkan untuk menjadi produk
andalan usaha kulinernya.
Kue hasil kreasi ibu dan anak ini akhirnya diberi nama brownies kukus.
Disebut brownies, karena bentuk fisiknya memang hampir sama dengan brownies.
Warnanya cokelat pekat dan bahan bakunya juga terbuat dari cokelat. Sedangkan
kata kukus ditambahkan karena proses pematangannya dengan cara dikukus,
selain untuk membedakan dengan brownies
yang lebih dulu
dikenal
pematangannya dengan cara dipanggang.
Brownies kukus memiliki karakteristik tersendiri antara lain tekstur yang
lebih lembut, lembab, dan menghasilkan rasa yang khas. Dilihat dari segi
kesehatan, brownies kukus dianggap lebih aman karena dengan cara mengukus
dapat mencegah peluang terbentuknya radikal bebas. Kandungan air yang lebih
tinggi menyebabkan kue ini memiliki daya simpan yang cenderung lebih singkat
dibanding dengan brownies biasa. Sekarang ini brownies kukus telah berkembang
mulai dari warnanya yang tidak hanya cokelat tetapi hijau dan kekuning-kuningan
maupun bentuk yang tidak hanya kotak tetapi seperti cake roll. Keanekaragaman
bentuk dan rasa dari brownies dapat menarik konsumen untuk mencoba dan
menikmati kue manis yang kaya akan cokelat ini.
2.3. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
2.3.1. Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki beberapa
pengertian dan kriteria yang berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa lembaga
ataupun undang-undang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan dan
memberikan kriteria tentang UMKM. Berdasarkan undang-undang terbaru, yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, Dan Menengah menyatakan bahwa kriteria dari masing-masing usaha
tersebut adalah sebagi berikut:
1) Usaha Mikro
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
13
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Usaha Kecil
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Usaha Menengah
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Berbeda dengan pernyataan pemerintah di dalam undang-undang tentang
UMKM tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan UMKM
berdasarkan pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Jumlah tenaga kerja yang
harus dipenuhi oleh masing-masing usaha adalah sebagai berikut:
1) Usaha mikro sebanyak dari empat orang
2) Usaha kecil sebanyak lima sampai 19 orang
3) Usaha menengah sebanyak 20-99 orang
4) Usaha besar sebanyak lebih dari 100 orang
2.4. Penelitian Terdahulu
2.4.1. Penelitian tentang Strategi Pengembangan Usaha
Ningtias (2009) dalam penelitiannya menganalisis tentang strategi
pengembangan usaha kecil “Waroeng Coklat”, sebuah kasus usaha kecil dan
menengah di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat menjadi peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki “Waroeng Cokelat”, kemudian
merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang dapat diaplikasikan
14
oleh perusahaan tersebut. Penelitian lain tentang strategi pengembangan usaha di
Kota Bogor dilakukan oleh Apriande (2009) yang meneliti tentang strategi
pengembangan usaha minuman kopi herbal instan “Oriental Coffee” pada CV
Agrifamili Renanthera. Nusawanti (2009) juga melakukan penelitian tentang
strategi pengembangan usaha roti yang juga merupakan salah satu produk bakery
pada industri kecil Bagas Bakery di Kabupaten Kendal. Ketiga penelitian tersebut
menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matriks IE, matriks SWOT dan QSPM
sebagai alat bantu dalam menganalisis lingkungan internal dan eksternal
perusahaan serta digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha
yang tepat bagi perusahaan.
Menurut Ningtias (2009), berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE,
faktor
strategis
eksternal
yang
paling
berpengaruh
yaitu
dukungan
Disperindagkop dalam pelatihan dan pengembangan UKM di Kota Bogor dengan
nilai rata-rata yaitu 0,376. Faktor Strategis eksternal yang menjadi ancaman yaitu
hambatan masuk dalam usaha makanan (cookies dan praline) relatif rendah
dengan nilai rata-rata sebesar 0,120. Faktor strategis internal yang menjadi
kekuatan bagi “Waroeng Cokelat” yaitu kekuatan pemilik dalam mengelola
perusahaan dengan nilai rata-rata sebesar 0,342. Faktor strategis internal yang
menjadi kelemahan terbesar adalah promosi yang belum optimal dengan nilai
rata-rata sebesar 0,106. Hasil perpaduan IFE dan EFE menempatkan perusahaan
di posisi sel V pada matriks IE dengan startegi pertahankan dan pelihara (hold and
maintain) berupa strategi penetrasi pasar (market penetration) dan pengembangan
produk (poduct development). Terdapat delapan alternatif strategi yang dipilih
melalui matriks SWOT. Kemudian dengan menggunakan QSPM diperoleh
prioritas strategi yang dapat diterapkan “Waroeng Cokelat” yaitu (1)
mengoptimalkan promosi, (2) memperluas pasar untuk meningkatkan volume
penjualan, (3) pengembangan produk, (4) meningkatkan modal usaha, (5)
mempertahankan dan meningkatkan jenis serta kualitas produk, (6) menambah
tenaga kerja penyalur/distributor, (7) melakukan produksi secara kontinyu, dan (8)
memilih lokasi usaha yang strategis.
Menurut Apriande (2009), hasil identifikasi faktor eksternal menghasilkan
bahwa dukungan pemerintah terhadap perkembangan industri yang ada
15
merupakan peluang utama bagi perusahaan dengan nilai rata-rata tertimbang
sebesar 0,513 sedangkan faktor yang menjadi ancaman utama adalah tingkat
inflasi yang fluktuatif dengan nilai rata-rata tertimbang sebesar 0,257. Total skor
dari matriks EFE sebesar 3,108. Sedangkan untuk analisis internal perusahaan
menghasilkan kelemahan utama perusahaan adalah kapasitas produksi yang masih
terbatas dengan nilai skor sebesar 0,078 dan mutu produk yang cukup baik
sebagai kekuatan utama perusahaan dengan nilai skor 0,309. Total skor untuk
matrik IFE yaitu sebesar 2,6095 yang membuat perusahaan berada pada sel II
yang berarti pada posisi grow and build sehingga perusahaaan harus menerapkan
strategi intensif dan integrasi. Dengan menggunakan matriks SWOT maka
diperoleh tujuh alternatif strategi yang kemudian diurutkan berdasarkan prioritas
QSPM adalah (1) Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan purna jual
terhadap distributor, (2) Melakukan kerjasama dalam lembaga keuangan dalam
peminjaan modal untuk pengembangan usaha, (3) Meningkatkan promosi yang
lebih intensif, (4) Mengoptimalkan bagian riset dan pengembangan produk, (5)
Meningkatkan brand image bahwa oriental coffee merupakan produk minuman
kesegaran yang berbahan dasar kopi, (6) Mengembangkan produk baru berupa
inovasi dari produk yang sudah ada, dan (7) Memperbaiki manaemen perusahaan.
Dari penelitian Nusawanti (2009) diketahui bahwa kekuatan utama yang
dimiliki oleh industri kecil Bagas Bakery adalah hubungan baik yang terjalin
antara pemilik dan pelanggan sedangkan kelemahan utama perusahaan adalah
pengelolaan manajemen perusahaan yang belum terorganisir dengan baik.
Sedangkan menurut analisis lingkungan ekternal perusahaan, yang menjadi
peluang utama bagi perusahaan adalah turunnya harga BBM dan banyaknya
produk substitusi seperti mie instan, biskuit dan makanan jadi lainnya menjadi
ancaman utama bagi perusahaan. Berdasarkan hasil analisis matriks IE,
perusahaan berada pada sel V yang menunjukkan pada posisi hold and maintain
(pertahankan dan pelihara) sehingga strategi yang dipilih perusahaan adalah
strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil analisis
QSPM maka diperoleh urutan prioritas strategi berdasarkan nilai STAS terbesar
yaitu (1) meningkatkan kualitas SDM, (2) meningkatkan mutu produk dan
pelayanan, (3) melakukan pengaturan dalam pengalokasian, (3) melakukan
16
pengaturan dalam pengalokasian keuangan perusahaan, (4) memanfaatkan skim
kredit yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi, (5)
mengembangkan produk baru pada pasar yang sudah ada, (6) memperbaiki label
kemasan produk, (7) mengoptimalkan saluran distribusi yang adadalam
penyampaian produk dari produsen ke konsumen, serta (8) membuka outlet
khusus untuk direct selling.
2.4.2.
Penelitian tentang Brownies
Sartika (2008) menganalisis strategi pemasaran “Brownies Kukus
Amanda” dengan pendekatan proses hirarki analitik pada CV Amanda di
Bandung. Tujuan penelitian tersebut adalah mengkaji strategi bauran pemasaran
produk “Brownies Kukus Amanda” yang telah diterapkan pada CV Amanda,
menganlisis sikap konsumen terhadap strategi bauran pemasaran produk
“Brownies Kukus Amanda”, dan menyusun alternatif strategi pemasaran produk
“Brownies Kukus Amanda”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis sikap konsumen dan Proses Hirarki Analitik (PHA). Hasil identifikasi
strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” yang telah dilakukan meliputi
strategi produk, harga, promosi, dan distribusi. Strategi produk yang dilakukan
adalah variasi rasa, ketersediaan, pelayanan, kemasan, dan tampilan. Penetapan
harga
yang digunakan
adalah
berdasarkan
geografis.
Perusahaan
juga
memberlakukan diskon kuantitas bagi konsumen. Strategi promosi yang
dilakukan antara lain melalui billboard, brosur, iklan di radio lokal dan surat
kabar setempat. Sedangkan untuk strategi distribusi, perusahaan menerapkan
strategi penyebaran produk yaitu distribusi secara langsung. Berdasarkan hasil
pengolahan metode pengambilan keputusan proses hirarki analisis (PHA)
menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang menjadi prioritas utama adalah
strategi produk dengan bobot nilai 0,127. Strategi pemasaran yang menjadi
prioritas kedua hingga keempat secara berurutan adalah strategi distribusi dengan
bobot nilai sebesar 0,085, strategi harga dengan bobot nilai sebesar 0,081 dan
strategi promosi dengan bobot nilai 0,041. Berdasarkan hasil analisis pengambilan
keputusan tersebut, maka strategi pemasaran yang tepat dilakukan CV Amanda
adalah mempertahankan kualitas rasa, melakukan variasi rasa, memperbaiki dan
17
meningkatkan kualitas pelayanan konsumen, menjaga ketersediaan produk di
pasaran serta memanfaatkan saluran distribusi yang optimal.
2.4.3.
Penelitian tentang “Elsari Brownies & Bakery”
Miranti (2008) meneliti tentang pengembangan usaha “Elsari Brownies &
Bakery” melalui analisis pasar dan keuangan. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi struktur pasar brownies di Kota Bogor, menilai efisiensi saluran
distribusi brownies di Kota Bogor, menilai kinerja keuangan “Elsari Brownies &
Bakery”, menentukan kebutuhan modal untuk mengembangkan usaha “Elsari
Brownies & Bakery”, menentukan kelayakan rencana pengembangan usaha
“Elsari Brownies & Bakery” dan analisis sensitivitasnya. Analisis data yang
digunakan adalah analisis saluran distribusi dan lembaga pemasaran, analisis
margin pemasaran, analisis struktur pasar, analisis peluang dan potensi pasar,
analisis kinerja keuangan dan analisis kelayakan keuangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur pasar pada “Elsari Brownies & Bakery” terdiri dari
dua jenis, yaitu pasar persaingan monopolistis untuk pasar tradisional dan
oligopoli diferensiasi pada pasar modern dan instansi. Saluran distribusi brownies
di Kota Bogor terdiri dari enam saluran yang melibatkan produsen, agen
perorangan, toko kue di pasar tradisional, pasar modern dan instansi. Margin
terbesar diperoleh dari penjualan langsung produsen ke konsumen. Berdasarkan
perhitungan dengan analisis keuangan pengembangan usaha “Elsari Brownies &
Bakery” nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 456.860.170, IRR sebesar 18,66
persen, payback period yang dibutuhkan adalah delapan tahun empat bulan dan
nilai PI yang dihasilkan adalah sebesar 1,55.
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian
mengenai analisis strategi pengembangan usaha pada UMKN “Elsari Brownies &
Bakery”. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan beberapa penelitian
sebelumnya, baik dari alat bantu analisis maupun lokasi penelitian. Ningtias
(2009) melakukan penelitian tentang analisis strategi pengembangan usaha kecil
“Waroeng Coklat”. Meskipun topiknya sama, penelitian ini dilakukan di “Elsari
Brownies & Bakery”. Miranti (2008) meneliti tentang pengembangan usaha
“Elsari Brownies & Bakery” melalui analisis pasar dan keuangan. Meskipun
18
tempat penelitiannya dan mengkaji tentang pengembangan usaha, namun Miranti
(2008) lebih menganalisis tentang kelayakan perusahaan apabila ingin
mengembangkan usahanya dengan membuka cabang baru di Kota Bogor. Aspek
yang dikaji adalah aspek financial dan aspek pemasaran. Penelitian lain yang
membahas tentang bisnis brownies adalah penelitian Sartika (2008) yang
mencoba untuk menganalisis strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda”
dengan pendekatan proses hirarki analitik pada CV Amanda di Bandung. Baik
dari topik maupun tempat, penelitian tersebut berbeda dengan penulis. Selain itu,
semua penelitian di atas sama-sama membahas tentang industri pengolahan
makanan skala UMKM, namun hanya tiga penelitian yang mengambil topik
strategi pengembangan usaha yaitu penelitian Ningtias (2008) tentang strategi
pengembangan usaha “Waroeng Coklat”, Apriande (2009) yang meneliti strategi
pengembangan produk minuman kopi “Oriental Coffee” pada CV. Agrifamili
Renanthera dan Nusawanti (2009) yang meneliti tentang strategi pengembangan
usaha roti pada perusahaan Bagar Bakery. Ketiga penelitian tersebut
menggunakan alat bantu analisis yang sama dengan penelitian ini, yaitu matriks
IFE, matriks EFE, matriks faktor internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT,
dan matriks QSP.
19
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Manajemen Strategis
Strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan
integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat
untuk jangka panjang guna memenangkan kompetisi. Strategi sangat penting bagi
sebuah perusahaan untuk menghadapi kompetisi. Strategi berasal dari bahasa
Yunani kuno yang berarti “seni berperang”. Strategi mempunyai dasar-dasar atau
skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi
merupakan alat untuk mencapai tujuan. Perencanaan strategis merupakan bagian
dari manajemen strategis.
Menurut David (2009) manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai
seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengiplementasikan dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai
objektifnya. Secara garis besar, manajemen strategis adalah serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam
jangka panjang. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi
peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan
perusahaan.
Manajemen strategis sangat penting bagi suksesnya suatu perusahaan, baik
perusahaan kecil maupun perusahaan besar maka konsep analisis strategi sering
kali digunakan sebagai alat bantu utama dalam proses pengambilan keputusan
manajerial. Sebagian manajer, baik di tingkat korporasi, unit bisnis, maupun
fungsional meyakini bahwa penggunaan konsep manajemen strategis dapat
mengurangi ketidakpastian dan kompleksnya permasalahan di dunia bisnis.
Manfaat utama manajemen strategis adalah membantu organisasi merumuskan
strategi-strategi yang lebih baik melalui pendekatan yang lebih sistematis, logis
dan rasional untuk menentukan pilihan strategis.
3.1.2 Klasifikasi Strategi
Strategi dapat diklasifikasikan berdasarkan hirarki organisasi dan
tingkatan tugas. Strategi berdasarkan hirarki organisasi terdiri dari strategi
20
korporasi (corporate strategy), strategi unit bisnis (unit business) dan strategi
fungsional (functional strategy). Sedangkan strategi berdasarkan tingkatan tugas
yaitu strategi generik (generic strategy), strategi utama atau strategi induk (grand
strategy), dan strategi fungsional. Istilah strategi generik pertama kali
dikemukakan oleh Michael E. Porter. Menurut Porter (1991), strategi generik
dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Strategi kepemimpinan biaya menyeluruh (cost leadership)
Strategi kepemimpinan biaya menyeluruh secara umum adalah strategi
dimana perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa dengan biaya lebih
rendah dibanding pesaingnya sehingga mampu memenangkan persaingan.
Strategi ini memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala yang efisien,
pengurangan harga secara gencar, pengendalian biaya dan overhead yang
ketat, penghindaran pelanggan marginal dan minimisasi biaya dalam bidangbidang seperti litbang, pelayanan, armada penjualan, periklanan, dan lain-lain.
Dengan memiliki posisi biaya rendah memungkinkan perusahaan untuk tetap
mendapat laba pada masa-masa persaingan ketat. Selain itu, pangsa pasarnya
yang tinggi memungkinkan memberikan kekuatan penawaran yang
menguntungkan terhadap pemasoknya karena perusahaan membeli dalam
jumlah besar. Oleh karena itu, harga yang murah berfungsi sebagai hambatan
pesaing untuk masuk ke dalam industri dan hanya sedikit yang dapat
menandingi keunggulan biaya memimpin.
2) Strategi diferensiasi (differentiation)
Strategi ini diarahkan kepada pasar luas dan melibatkan penciptaan sebuah
produk baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik.
Pendekatan
untuk
melakukan
diferensiasi
dapat
bermacam-macam
bentuknya, yaitu citra rancangan atau merek, teknologi, keistimewaan atau
ciri khas, pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, dan lain-lain. Jika
penerapan strategi diferensiasi tercapai maka strategi ini merupakan strategi
aktif untuk mendapatkan laba di atas rata-rata dalam suatu bisnis karena
adanya loyalitas merek dari pelanggan akan membuat sensitivitas konsumen
terhadap harga menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan
berfungsi sebagai penghalang masuk industri karena perusahaan-perusahaan
21
baru harus mengembangkan kompetensi tersendiri untuk membedakan
produk mereka melalui cara-cara tertentu.
3) Strategi fokus (focus)
Strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara spesifik.
Strategi fokus dibagi dua, yaitu strategi fokus biaya dan strategi fokus
diferensiasi. Strategi fokus biaya mencari keunggulan biaya pada segmen
sasarannya dan didasarkan atas pemikiran bahwa perusahaan dapat melayani
target strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien daripada
pesaing yang bersaing lebih luas. Sedangkan strategi fokus diferensiasi
berkonsentrasi pada kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar
geografis tertentu dimana segmen sasaran tersebut harus memiliki salah satu
pembeli dengan kebutuhan tidak lazim atau sistem produksi dan penyaluran
yang melayani pasar berbeda dari pesaing lainnya.
Menurut David (2009), strategi generik dibagi empat, yaitu strategi
integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi, dan strategi defensif.
1) Strategi Integrasi
Strategi integrasi merupakan suatu strategi yang memungkinkan perusahaan
untuk mendapatkan kontrol atas distributor, pemasok dan atau pesaing.
Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Integrasi ke Depan (forward integration)
Strategi ini melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol
atas distributor atau pengecer. Biasanya cara yang efektif untuk
mengimplementasikan integrasi ke depan adalah waralaba (franchising).
b) Integrasi ke Belakang (backward integration)
Strategi ini merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Integrasi ke belakang
sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan,
terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.
c) Integrasi Horisontal (horizontal integration)
Integrasi horizontal mengacu pada strategi yang mencari kepemilikan
atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan. Strategi yang dapat
dilakukan adalah merger, akuisisi, dan pengambilalihan antarpesaing.
22
2) Strategi Intensif
Strategi intensif biasanya digunakan perusahaan ketika posisi kompetitif
perusahaan dengan produk yang ada saat ini akan membaik. Strategi ini
dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Penetrasi Pasar (market penetration)
Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa saat
ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar mencakup
meningkatkan jumlah tenaga penjual, jumlah belanja iklan, menawarkan
promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usaha publisitas.
b) Pengembangan Pasar (market development)
Strategi ini melibatkan perkenalan produk yang ada saat ini ke area
geografi yang baru.
c) Pengembangan Produk (product development)
Strategi ini merupakan strategi yang mencari peningkatan penjualan
dengan
memperbaiki
atau
memodifikasi
produk/jasa
saat
ini.
Pengembangan produk biasanya melibatkan biaya litbang yang besar.
3) Strategi Diversifikasi
Terdapat dua tipe umum dari strategi diversifikasi, yaitu:
a) Diversifikasi Terkait
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau
jasa baru yang masih berhubungan.
b) Diversifikasi Tak Terkait
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau
jasa baru, yang tidak berkaitan dengan produk/jasa lama. Tujuan strategi
ini adalah menambah produk baru yang tidak saling berhubungan untuk
pasar yang berbeda.
4) Strategi Defensif
Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu strategi penciutan, divestasi, dan
likuidasi.
a) Penciutan
Strategi ini terjadi ketika suatu organisasi mengelompokkan ulang
melalui pengurangan aset dan biaya untuk membalikkan penjualan dan
23
laba yang menurun. Kadang-kadang strategi ini disebut sebagai strategi
berputar atau reorganisasi.
b) Divestasi
Strategi ini dilakukan dengan menjual satu divisi atau bagian dari suatu
organisasi yang bertujuan meningkatkan modal untuk akuisisi strategis
atau investasi lebih lanjut.
c) Likuidasi
Strategi ini dilakukan dengan menjual seluruh aset perusahaan baik
secara tepisah-pisah untuk kekayaan berwujudnya.
3.1.3. Proses Manajemen Strategis
Salah satu cara yang digunakan untuk mempelajari dan mengaplikasikan
proses manajemen strategis adalah dengan sebuah model, dimana setiap model
mempresentasikan semacam proses. Proses manajemen strategis menurut David
(2009) terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan strategi, penerapan strategi, dan
pengevaluasian strategi.
1) Perumusan strategi
Tahap perumusan strategi merupakan proses untuk merancang, menyeleksi,
dan memilih strategi yang lebih tepat untuk diterapkan dari serangkaian
strategi yang disusun untuk mencapai tujuan organisasi.
2) Penerapan strategi
Tahap penerapan strategi yaitu tahap mengimplementasikan strategi dengan
maksud mengalokasikan sumberdaya dan mengorganisirnya sesuai dengan
strategi. Implementasi strategi termasuk dalam hal menetapkan objektif
tahunan,
melengkapi
mengalokasikan
dengan
sumberdaya
kebijakan,
momotivasi
sehingga
strategi
karyawan
yang
dan
dirumuskan
dilaksanakan.
3) Pengevaluasian strategi
Evaluasi strategi merupakan tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga
dasar aktivitas mendasar dalam mengevaluasi strategi adalah meninjau faktor
internal dan eksternal menjadi dasar strategi yang sekarang, mengukur
prestasi dan mengambil tindakan korektif.
24
Melakukan
Audit
Ekternal
Membuat
Pernyataan
Visi dan Misi
Menetapkan
Tujuan
Jangka
Panjang
Merumuskan,
Mengevaluasi,
dan Memilih
Strategi
Implementasi
Strategi
Isu-isu
Manajemen
Melakukan
Audit
Internal
Perumusan
Strategi
Implementasi
Starategi
Isu-isu
Pemasaran,
Keuangan,
Akuntansi,
Penelitian dan
Pengembangan,
Sistem
Informasi
Manajemen
Penerapan
Strategi
Mengukur
dan
Mengevaluasi
Kinerja
Evaluasi
Strategi
Gambar 2. Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif
Sumber: David (2009)
3.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
Menurut David (2009) penentuan visi dan misi merupakan langkah awal
dalam proses perencanaan, sedangkan penentuan tujuan mengikuti formulasi
strategi. Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan yang saling menunjang
serta mempunyai peran dalam pelaksanaan strategi.
Visi merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar, “Ingin menjadi seperti
apakah kita?” Visi yang jelas akan menjadi dasar untuk mengembangkan
pernyataan misi yang komprehensif. Pernyataan visi seharusnya dibuat terlebih
dahulu dan diutamakan. Pernyataan visi seharusnya singkat, lebih disukai satu
kalimat, dan sebanyak mungkin manajer diminta masukannya dalam proses
pengembangannya (David, 2009). Visi merupakan cita-cita tentang kondisi di
masa yang akan datang yang ingin diwujudkan oleh suatu perusahaan. Dengan
kata lain visi berarti cita-cita suatu perusahaan yang digambarkan dalam suatu
kalimat yang singkat.
25
David (2009) menyebutkan bahwa misi adalah rumusan tentang apa yang
harus kita kerjakan atau selesaikan. Pernyataan misi adalah deklarasi tentang
“alasan keberadaan” sebuah organisasi. Pernyataan misi yang jelas adalah penting
untuk merumuskan tujuan dan formulasi strategi yang efektif. Pernyataan misi ini
menjawab pertanyaan ; “Apakah bisnis kita?”. Misi adalah pernyataan jangka
panjang mengenai tujuan yang membedakan sebuah bisnis dari perusahaan lain
yang serupa. Pernyataan misi menguraikan nilai-nilai dan prioritas dari suatu
organisasi serta menggambarkan arah suatu organisasi di masa depan.
3.1.5. Analisis Lingkungan Perusahaan
3.1.5.1. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal adalah analisis yang dilakukan terhadap
situasi dalam perusahaan. Lingkungan internal sendiri adalah lingkungan
organisasi yang berada dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki
implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Faktor internal perusahaan
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan kinerja perusahaan dalam
pencapaian tujuan yang berasal dari pihak-pihak di dalam perusahaan itu sendiri.
Berdasarkan analisis ini dapat dievaluasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki
perusahaan yang akan digunakan sebagai informasi untuk membangun strategi
pengembangan usaha. Berdasarkan pendekatan fungsional, David (2009)
membagi lingkungan internal menjadi enam bagian yaitu: manajemen, pemasaran,
keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem
informasi manajemen.
1) Manajemen
Berdasarkan tahapan proses dalam manajemen strategis, fungsi manajemen
terdiri dari lima aktivitas pokok yaitu perencanaan (tahap perumusan
strategi), pengorganisasian, pemotivasian, dan penempatan staf (tahap
penerapan strategi), serta pengendalian (tahap pengevaluasian strategi).
a)
Perencanaan. Aktivitas perencanaan terdiri dari semua aktivitas
manajerial yang berkaitan dengan persiapan menghadapi masa depan.
Proses perencanaan harus melibatkan manajer dan karyawan di seluruh
organisasi karena kegiatan pada proses ini meliputi meramalkan,
26
menetapkan
sasaran,
menetapkan
strategi,
dan
mengembangkan
kebijakan.
b) Pengorganisasian. Aktivitas pengorganisasian meliputi semua aktivitas
manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan wewenang.
Bidang spesifik termasuk desain organisasi, spesialisasi pekerjaan, uraian
pekerjaan, rentang kendali, kesatuan komando, dan analisis pekerjaan.
Tujuan dari pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi
dengan menetapkan tugas dan hubungan wewenang. Pengorganisasian
fungsi manajemen dapat dilihat dari tiga aktivitas secara berurutan yaitu
membagi-bagi tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi
pekerjaan), menggabungkan pekerjaan dan membentuk departemen
(departemenisasi), dan mendelegasikan wewenang.
c)
Pemotivasian. Pemotivasian merupakan proses mempengaruhi orang
untuk mencapai sasaran tertentu. Pemotivasian merupakan usaha yang
diarahkan untuk membentuk tingkah laku manusia. Topik spesial
termasuk kepemimpinan, komunikasi, kerja kelompok, modifikasi
tingkah laku, delegasi wewenang, pemerkaryaan pekerjaan, kepuasan
pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasi, moral karyawan
dan moral manajerial.
d) Penempatan staf. Fungsi manajemen penempatan staf, atau yang disebut
juga manajemen personalia dan manajemen sumberdaya manusia
mencakup berbagai aktivitas seperti perekrutan, pewawancaraan,
pengujian, penyeleksian, pengorientasian, pelatihan, pengembangan,
pemeliharaaan,
pengevaluasian,
pemberian
imbalan
(penggajian),
pendisiplinan, pengangkatan (promosi), pentransferan, penskorsan, dan
pemecatan karyawan sekaligus pengelolaan hubungan dengan serikat
pekerja.
e)
Pengendalian. Aktivitas pengendalian
merujuk pada semua aktivitas
manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil yang didapat
sesuai dengan hasil yang telah direncanakan. Pengendalian terdiri dari
empat langkah dasar yaitu: menetapkan standar prestasi, mengukur
prestasi individu dan organisasi, membandingkan prestasi yang
27
sesungguhnya
dengan
standar
prestasi
yang direncanakan,
dan
melakukan tindakan korektif. Bidang kunci yang diperhatikan termasuk
pengendalian mutu, pengendalian keuangan, pengendalian persediaan,
analisis penyimpangan, penghargaan dan sanksi.
2) Pemasaran
Pemasaran
dapat
diuraikan
sebagai
proses
menetapkan,
mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi keinginan pelanggan akan
produk atau jasa. Aspek pemasaran terkait dengan komponen-komponen
strategi pemasaran seperti segmenting, targeting, dan positioning. Menurut
Kotler dan Armstrong (2007), salah satu konsep utama dalam pemasaran
modern yaitu bauran pemasaran seperti yang digambarkan pada Gambar 3.
Harga
Produk
Keragaman
Kualitas
Desain
Fitur
Nama merek
Kemasan
Servis
Promosi
Daftar harga
Diskon
Pencadangan (allowances)
Periode pembayaran
Persyaratan kredit
Pelanggan yang
dibidik
Posisi yang
diharapkan
Iklan
Penjualan langsung
Promosi penjualan
Hubungan masyarakat
Distribusi
Saluran
Cakupan
Kombinasi
Lokasi
Persediaan
Transportasi
Logistik
Gambar 3. Empat P Bauran Pemasaran
Sumber: Kotler dan Armstrong (2007)
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran
taktis yang dapat dikendalikan dan dipadukan oleh perusahaan untuk
menghasilkan respon yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran
pemasaran tersebut disusun oleh empat komponen inti yang dikenal dengan
28
istilah 4P yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi) dan
promotion (promosi). Bauran pemasaran yang terdiri dari 4P adalah
campuran dari beberapa variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan
digunakan perusahaan menjadi tingkat penjualan yang diinginkan dari pasar
sasaran.
a)
Komponen Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, dipakai dan dikonsumsi sehingga memuaskan
keinginan. Komponen bauran produk meliputi keragaman, kualitas,
desain, fitur, nama merek, kemasan dan servis. Kotler dan Armstrong
(2007), mengklasifikasikan produk menjadi dua kategori, produk
konsumen dan produk industri.
Produk konsumen adalah semua produk yang dibeli oleh
konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Produk konsumen
berdasarkan karakteristik produknya dibagi menjadi empat kelompok
produk, meliputi (1) produk sehari-hari, (2) produk belanja, (3) produk
khusus dan (4) produk tidak dicari. Produk-produk tersebut berbeda
menurut cara konsumen membelinya dan karenanya berbeda cara
pemasarannya. Produk industri adalah produk yang dibeli dengan tujuan
untuk diproses lebih lanjut atau digunakan untuk menjalankan bisnis.
Tiga kategori produk dan jasa industri adalah bahan baku dan suku
cadang, barang modal, dan perlengkapan dan jasa.
b) Komponen Harga
Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh
konsumen untuk mendapatkan produk. Harga merupakan sesuatu yang
dihasilkan pendapatan penjualan. Dalam menetapkan harga, perusahaan
harus memperhatikan beberapa faktor yaitu menentukan tujuan harga
perantara, menganalisa harga dan tawaran pesaing, memilih metode
penetapan harga dan menentukan harga akhir.
Menurut Kotler dan Armstrong (2007), dalam melakukan
penetapan harga produk dapat menggunakan tiga macam pendekatan,
yaitu:
29
i)
Pendekatan berdasarkan biaya (the cost-based approach), yang
bentuknya dapat berupa penetapan harga berdasarkan biaya-plus
(cost-plus pricing), analisis titik impas (break-even analysis), dan
penetapan harga berdasarkan laba sasaran (target profit pricing).
ii) Pendekatan berdasarkan pembeli (buyer-based approach), yang
bentuknya berupa penetapan harga berdasarkan nilai (value-based
pricing)
iii) Pendekatan berdasarkan persaingan (competition-based pricing),
yang berupa penetapan harga berdasarkan harga berlaku (going-rate)
dan penetapan harga berdasarkan tender tertutup (sealed-bid
pricing).
Komponen Distribusi
Distribusi merupakan pemindahan barang secara fisik guna
mencapai tujuan perusahaan yang berada dalam lingkungan tertentu.
Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk
menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen. Saluran
distribusi untuk barang konsumsi terdapat empat tingkatan, yaitu: saluran
nol tingkat, saluran satu tingkat, saluran dua tingkat dan saluran tiga
tingkat (Kotler, 1997). Tingkatan saluran untuk distribusi barang
PEDAGANG
BESAR
KONSUMEN
PENGECER
konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4.
PRODUSEN
c)
PEMBORONG
Gambar 4 . Saluran Distribusi Barang Konsumsi
Sumber: Kotler (1997)
Saluran distribusi nol tingkat (pemasaran langsung) adalah
hubungan langsung antara produsen dengan konsumen, saluran distribusi
30
satu tingkat adalah hubungan antara produsen ke konsumen melalui
pengecer. Saluran distribusi dua tingkat terdiri dari produsen, pedagang
besar, pengecer dan konsumen. Saluran distribusi tiga tingkat terdapat
empat pelaku yaitu produsen, pedagang besar, pemborong, pengecer dan
konsumen.
d) Komponen Promosi
Promosi merupakan salah satu elemen bauran pemasaran untuk
menggunakan komunikasi dengan pasarnya. Menurut Tjiptono (2008),
promosi merupakan suatu bentuk aktivitas pemasaran yang berusaha
menyebarkan
informasi,
mempengaruhi/membujuk,
dan/atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar
bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan
perusahaan. Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara
kreatif yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian
produk.
Bauran promosi adalah kombinasi strategi yang paling baik dari
variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat promosi lain, yang
semuanya direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan.
Bauran promosi terdiri dari lima cara utama (Kotler, 1997) yaitu:
i) Periklanan (advertising) adalah segala bentuk penyajian non-personal
dan promosi ide, barang atau jasa suatu sponsor tertentu yang
memerlukan pembayaran.
ii) Penjualan pribadi (personal selling) yaitu interaksi langsung antar satu
atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan pembelian.
Penjualan pribadi merupakan bentuk komunikasi antar individu
dimana tenaga penjual atau wiraniaga menginformasikan dan
melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau
jasa perusahaan.
iii) Promosi penjualan (sales promotion) adalah kumpulan insentif yang
beragam, kebanyakan berjangka pendek, dirancang untuk mendorong
pembelian produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan lebih besar
oleh konsumen atau pedagang.
31
iv) Publisitas dan hubungan masyarakat (publicity and public relation)
melibatkan berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan
atau menjaga citra perusahaan atau tiap produknya.
v) Pemasaran langsung (direct marketing) adalah sistem pemasaran yang
bersifat interaktif yang menggunakan satu atau beberapa media iklan
untuk menghasilkan tanggapan dan atau transaksi yang dapat diukur
pada suatu lokasi. Pemasaran langsung biasanya melalui penggunaan
surat, telepon dan alat penghubung non-personal lainnya untuk
berkomunikasi dengan atau mendapatkan respon dari pelanggan dan
calon pelanggan dan calon pelanggan tertentu.
3) Keuangan/Akuntansi
Kondisi keuangan sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari posisi bersaing
perusahaan dan daya tarik bagi investor. Penetapan kekuatan dan kelemahan
keuangan organisasi penting untuk merumuskan strategi secara efektif.
Indikator keuangan yang sering digunakan untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan
keuangan
adalah
likuiditas,
solvabilitas,
modal
kerja,
profitabilitas, pemanfaatan harta, arus kas, dan modal.
4) Produksi/Operasi
Fungsi produksi dan operasi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang
mengubah masukan menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi dan
operasi berkaitan dengan input, transformasi, dan output yang beragam dari
satu industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain. Manajemen
produksi/operasi terdiri dari lima fungsi atau area keputusan, yaitu proses,
kapasitas, persediaan, angkatan kerja dan kualitas.
5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
Banyak organisasi melakukan investasi dalam bidang penelitian dan
pengembangan karena adanya keyakinan bahwa investasi akan menghasilkan
produk atau jasa yang unggul/superior sehingga organisasi memiliki
keunggulan kompetitif. Anggaran litbang diarahkan pada pengembangan
produk-produk baru sebelum pesaing melakukannya, memperbaiki mutu
produk,
memperbaiki
proses
manufaktur
untuk
mengurangi
biaya.
32
Perusahaan yang menjalankan strategi pengembangan produk harus
mempunyai orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat.
6) Sistem Informasi Manajemen
Menurut David (2006), kekuatan dan kelemahan organisasi perusahaan dapat
dilihat dari kemampuannya dalam menerapkan sistem informasi manajemen.
Fungsi ini menjadi penting karena perusahaan menghadapi era globalisasi.
Sistem informasi manajemen yang efektif memanfaatkan hardware, software,
model analisis dan database komputer untuk memperbaiki pemahaman fungsi
bisnis, memperbaiki komunikasi, pengambilan keputusan yang lebih
informatif, analisis masalah yang lebih baik, dan kontrol yang lebih baik.
Pokok-pokok sebuah SIM adalah perangkat keras komputer, perangkat lunak,
data base, prosedur, dan petugas pengoperasian (Davis, 2002).
3.1.5.2. Analisis Lingkungan Eksternal
Menurut David (2009), lingkungan eksternal dapat dibagi menjadi lima
kategori besar, yaitu (1) kekuatan ekonomi, (2) kekuatan sosial, budaya,
demografis dan lingkungan, (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum, (4)
kekuatan teknologi, dan (5) kekuatan kompetitif.
1) Kekuatan Ekonomi
Lingkungan ekonomi merupakan sesuatu yang mempengaruhi daya beli dan
pola
konsumsi
konsumen.
mempengaruhi kinerja
Keadaan
ekonomi
perusahaan dan industri.
suatu
negara
Adanya
akan
perubahan
pendapatan dan pola konsumsi masyarakat akan berpengaruh terhadap
penerimaan masyarakat atas produk perusahaan. Faktor ekonomi mengacu
pada sifat, cara dan arah dari perekonomian dimana suatu perusahaan akan
atau sedang berkompetisi. Indikator kesehatan perekonomian suatu negara
antara lain adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, defisit atau surplus
perdagangan, ketersediaan kredit, pola konsumsi, tingkat tabungan pribadi
dan bisnis serta produk domestik bruto.
2) Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan
Ketika perubahan preferensi, persepsi, dan perilaku masyarakat terjadi,
adanya perubahan gaya hidup, dan juga perubahan pola konsumsi mereka,
maka perusahaan harus mampu mengantisipasi bagaimana agar perubahan
33
sosial dan budaya tersebut tidak menjadi ancaman tetapi justru menjadi
peluang
yang dapat
dimanfaatkan perusahaan. Faktor sosial
yang
mempengaruhi suatu perusahaan mencakup keyakinan, nilai, sikap, opini
yang berkembang dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan eksternal
perusahaan. Faktor-faktor ini biasanya dikembangkan dari konsisi kultural,
pendidikan dan etnis. Ketika faktor sosial berubah maka permintaan untuk
berbagai produk dan aktivitas juga turut mengalami perubahan.
Kondisi demografis juga menunjukkan tentang populasi manusia atau
orang-orang yang membentuk pasar produk perusahaan. Karenanya kondisi
demografis dapat menunjukkan profil keadaan demografis sasaran perusahaan
tersebut. Dengan memahami keadaan demografis akan dapat diketahui
berbagai peluang maupun ancaman bagi pasar produk perusahaan.
Sumberdaya alam merupakan input produksi dan operasi, dimana sifatnya
adalah terbatas. Kegiatan operasi suatu perusahaan harus memperhatikan
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan atau ekologi harus mendapatkan prioritas perhatian.
Suatu perusahaan dituntut untuk tidak mencemari lingkungan, mengurangi
polusi, kemasan yang dapat didaur ulang, kegiatan operasi yang mengacu
pada penggunaan hemat energi, dan seterusnya.
3) Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum
Kekuatan politik, pemerintah dan hukum dapat mempengaruhi kegiatan
operasi suatu perusahaan. Adanya perubahan dan transisi politik maupun
hukum dapat membawa idealisme baru dan mungkin membuat agenda baru
yang mungkin mengesampingkan agenda lama. Arah dan stabilitas dari faktor
politik merupakan pertimbangan utama dalam memformulasikan strategi
perusahaan. Kendala-kendala politik diberlakukan terhadap perusahaan
melalui
keputusan
perdagangan
yang
wajar,
program
perpajakan,
perundangan gaji minimum, kebijakan polusi dan penetapan harga, batasan
administratif serta tindakan-tidakan lain yang bertujuan untuk melindungi
karyawan, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan. Kebijakan
pemerintah dalam hubungannya dengan perusahaan dapat berubah sewakuwaktu sehingga tindakan pemerintah dapat mempengaruhi pilihan strategi
34
usaha. Perusahaan yang tidak mampu mengikuti perubahan tentunya akan
sulit untuk tumbuh berkembang dan menganggap adanya perubahan politik
dan hukum sebagai ancaman. Sebaliknya jika perusahaan mampu
menyesuaikan diri terhadap tatanan politik dan ketentuan hukum akan
menjadikan ini sebagai peluang yang menguntungkan.
4) Kekuatan Teknologi
Untuk menghindari keusangan dan meningkatkan inovasi suatu perusahaan
maka harus disadari akan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi
aktivitas operasi perusahaan. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat memiliki
dampak terhadap perencanaan perusahaan melalui pengembangan proses
produksi dan pemasaran produk suatu perusahaan. Perusahaan yang tidak
dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi akan tertinggal dan
produknya akan mengalami keusangan. Oleh karena itu perubahan teknologi
ini tidak hanya bisa berarti sebagai peluang bagi perusahaan untuk
memperoleh keuntungan lebih banyak, namun juga dapat menjadi sebuah
ancaman.
5) Kekuatan Kompetitif
Dalam menganalisis suatu perusahaan, aspek persaingan dimana perusahaan
berada merupakan suatu hal yang sangat penting, karena pada dasarnya
perusahaan
harus
melakukan
pengamatan
yang
sistematis
dan
berkesinambungan terhadap pengaruh lingkungan eksternalnya. Dari sisi
perusahaan, kekuatan kompetitif terdiri dari jejaring hubungan bisnis yang
dilakukan perusahaan dengan pihak luar seperti pesaing, pemasok dan
konsumen. Menurut Porter (1991), hakikat persaingan suatu industri dapat
dilihat
sebagai
kombinasi
atas
lima
kekuatan,
yaitu
persaingan
antarperusahaan sejenis, kemungkinan masuknya pesaing baru, potensi
pengembangan produk substitusi, kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok
dan kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen. Walaupun Porter hanya
menyebutkan lima kekuatan, Freeman dalam Wheelen dan Hunger (2009)
menambahkan kekuatan ke enam yaitu stakeholder untuk mencerminkan
kekuatan serikat kerja, pemerintah dan kelompok lain dari lingkungan kerja.
Secara lengkap, keenam aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
35
Pendatang baru potensial
Ancaman masuknya
pendatang baru
Stakeholder lainnya
Kekuatan relatif
pemerintah, persekutuan,
dan lain lain.
Persaingan di kalangan
anggota industri
Pemasok
Kekuatan tawarmenawar pemasok
Pembeli
Persaingan di antara
perusahaan yang ada
Kekuatan tawarmenawar pembeli
Ancaman produk atau
jasa pengganti
Produk pengganti
Gambar 5. Lima Kekuatan Kompetitif Menurut Porter
Sumber : Wheelen-Hunger (2009)
a) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri
Persaingan perusahaan sejenis di dalam industri yang sama menjadi
elemen penting dalam menganalisis lingkungan industri. Persaingan
dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan.
Tingkat persaingan antar perusahaan di dalam industri dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu jumlah pesaing, tingkat pertumbuhan industri,
karakteristik produk, biaya tetap yang dibutuhkan, kapasitas dan
hambatan keluar industri.
b) Ancaman Masuk Pendatang Baru
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri,
maka intensitas persaingan antar perusahaan akan meningkat. Masuknya
sejumlah perusahaan sebagai pendatang baru akan menimbulkan
sejumlah implikasi perusahaan yang ada, misalnya bertambahnya
kapasitas produksi, terjadi perebutan pangsa pasar, serta perebutan
sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi seperti ini menimbulkan
ancaman bagi industri yang telah ada. Besarnya ancaman masuk ke
dalam suatu industri ditentukan oleh beberapa faktor yang disebut dengan
36
hambatan masuk (barrier to entry), yang terdiri skala ekonomis,
diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke
saluran distribusi dan biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala.
i)
Skala ekomomis
Skala ekomomis menggambarkan turunnya biaya satuan suatu
produk apabila volume absolut periode meningkat. Skala ekonomis
menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa pendatang
baru untuk masuk pada skala besar dan mengambil risiko
menghadapi reaksi yang keras dari pesaing yang ada.
ii) Diferensiasi produk
Diferensiasi produk terkait dengan identifikasi merek dan kesetiaan
pelanggan yang disebabkan oleh periklanan, pelayanan pelanggan,
perbedaan produk di masa lampau dan perusahaan pertama yang
memasuki industri. Diferensiasi menciptakan hambatan masuk
dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar
untuk mengatasi kesetiaan pelanggan.
iii) Kebutuhan modal
Kebutuhan modal berhubungan dengan keharusan menanamkan
sumberdaya keuangan yang besar agar dapat bersaing menciptakan
hambatan masuk. Khususnya jika modal tersebut diperlukan untuk
periklanan garis depan yang tidak dapat kembali atau masuk
kegiatan penelitian dan pengembangan yang penuh risiko. Jika
modal tersedia di pasar modal, para pendatang baru tetap harus
menghadapi risiko yang besar terhadap tingginya tingkat bunga.
iv) Biaya beralih pemasok (switching cost)
Biaya beralih pemasok merupakan biaya satu kali yang harus
dikeluarkan pembeli jika berpindah dari produk pemasok tertentu ke
produk pemasok yang lain. Jika biaya peralihan ini tinggi maka
pendatang baru harus menawarkan penyempurnaan yang besar
dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli bersedia beralih dari
pemasok yang lama.
37
v) Akses ke saluran distribusi
Jika saluran distribusi untuk produk tersebut telah ditangani oleh
perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru harus membujuk
saluran tersebut agar menerima produknya.
vi) Biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala
Hal ini terjadi karena kemapanan perusahaan yang telah ada yaitu
mempunyai keunggulan biaya yang tidak dapat ditiru oleh pendatang
baru, seperti pengalaman.
vii) Kebijakan pemerintah
Pemerintah dapat memberikan penghalang masuk ke suatu industri
dengan menetapkan persyaratan lisensi dan membatasi akses kepada
bahan baku.
c) Ancaman dari Produk Pengganti/Substitusi
Produk pengganti (substitusi) adalah produk yang memiliki fungsi sama
dengan produk perusahaan dan dapat mempengaruhi produk perusahaan
selama di pasar. Keberadaan produk substitusi dapat menjadi ancaman
bagi suatu perusahaan jika produk substitusi tersebut memiliki harga
yang lebih murah namun memiliki kualitas yang sama dengan poduk
perusahaan atau bahkan bisa lebih baik. Oleh karena itu faktor harga jual
dan mutu produk sering digunakan oleh pelaku usaha sebagai alat dalam
menghadapi keberadaan produk substitusi.
d) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok
Analisa kekuatan tawar-menawar pemasok bertujuan untuk melihat
sejauh mana kemampuan pemasok dalam mempengaruhi industri melalui
kenaikan harga, pengurangan kualitas produk yang dipasok, peran
produk yang dipasok bagi pelanggan. Kekuatan tawar-menawar pemasok
mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri ketika jumlah
pemasok sedikit, ketika hanya ada sedikit barang substitusi yang baik,
ketika ada biaya pengganti bahan baku yang sangat mahal atau apabila
pemasok mampu melakukan integrasi ke depan dengan mengolah
produknya menjadi produk yang sama dengan yang dihasilkan
perusahaan.
38
e) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli
Konsumen/pembeli merupakan sumber pendapatan perusahaan. Hidup
mati
dan
kontinuitas
perusahaan
ditentukan
oleh
keberadaan
konsumennya. Kekuatan penawaran pembeli (konsumen) dapat dikatakan
cukup kuat ketika konsumen terkonsentrasi atau besar jumlahnya,
konsumen membeli dalam jumlah banyak, produk yang dibeli standar
(tidak terdeferensiasi) dan ketika pembeli menghadapi biaya peralihan
yang kecil untuk berpindah ke produsen lain.
f)
Pengaruh Kekuatan Stakeholder Lainnya
Kekuatan keenam yang ditambahkan Freeman yang dikutip WheelenHunger adalah berupa kekuatan di luar perusahaan yang mempunyai
pengaruh dan kepentingan secara langsung bagi perusahaan. Stakeholder
yang dimaksud antara lain adalah pemerintah, serikat pekerja, lingkungan
masyarakat, kreditor, pemasok, asosiasi dagang, kelompok yang
mempunyai kepentingan lain dan pemegang saham. Pengaruh dari
masing-masing stakeholder adalah bervariasi diantara industri yang satu
dengan yang lain.
3.1.6. Matriks Internal-Eksternal (IE)
Dalam merumuskan strategi perusahaan dapat menggunakan matriks IFE
(Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation) yang
merupakan matriks faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan untuk
mengetahui posisi perusahaan dalam suatu industri. Matriks IFE merupakan alat
perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
utama dalam berbagai bidang fungsional. Matriks EFE merupakan alat perumusan
strategi yang meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman yang ada di
lingkungan luar perusahaan. Gabungan kedua matriks tersebut membentuk
matriks IE yang menghasilkan sembilan macam sel yang memperlihatkan
kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Tujuan dari penggunaan
matriks IE adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat perusahaan yang
lebih detail.
39
3.1.7. Analisis SWOT
Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) adalah sebuah
alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan
empat jenis strategi, yaitu Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO
(kelemahan-peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman) dan Strategi WT
(kelemahan-ancaman). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat
sistematis dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan dalam perusahaan serta peluang,
ancaman lingkungan luar dan strategi yang menyajikan persilangan yang baik
diantara keempatnya. Analisis ini didasarkan atas asumsi bahwa suatu strategi
yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan
kelemahan dan ancaman.
3.1.8. Matriks QSP (QSPM)
Matriks QSP (Quatitative Strategic Planning Matrix) adalah alat yang
memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif
berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk internal dan eksternal yang dikenali
sebelumnya. Sifat positif dari QSPM adalah bahwa strategi dapat diperiksa secara
berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat
dievaluasi atau diperiksa sekaligus, sifat positif lainnya adalah alat ini
mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal
yang terkait dengan proses keputusan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kota Bogor merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan
karakteristik penduduk yang sibuk dan memiliki aktivitas yang padat. Kesibukan
masyarakat di kota-kota besar dengan pekerjaan sehari-hari yang banyak menyita
waktu, serta jam kantor yang semakin meningkat, menyebabkan mereka tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan makanan. Hal ini menimbulkan
kebiasaan baru di kalangan pekerja yaitu mengkonsumsi makanan siap saji, baik
makanan untuk konsumsi sehari-hari maupun makanan untuk keperluankeperluan tetentu. Makanan tersebut biasanya berupa roti ataupun kue. Hal ini
menyebabkan berkembangnya perusahaan bakery di Kota Bogor. Salah satu jenis
bakery yang digemari oleh masyarakat Kota Bogor adalah brownies. Brownies
40
mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji,
sekaligus penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi.
“Elsari Browies & Bakery (EBB)” merupakan salah satu pelaku bisnis
brownies di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri pada Tahun 2003. Pada awal
berdirinya, EBB merupakan satu-satunya produsen brownies di Kota Bogor
(Disperindagkop, 2010). Namun dengan bertambahnya waktu, jumlah produsen
brownies di Kota Bogor pun mengalami peningkatan, yaitu dari dua produsen
pada tahun 2005 menjadi 10 produsen pada tahun 2010. Hal tersebut
menunjukkan adanya permintaan konsumen yang tinggi untuk produk brownies.
Peluang tersebut seharusnya dapat digunakan dengan baik oleh EBB dengan
memproduksi brownies lebih banyak lagi agar mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat akan produk brownies tersebut. Namun dikarenakan adanya
permasalahan internal perusahaan, seperti lepasnya bagian pemasaran dan
personalia perusahaan, menyebabkan perusahaan kegiatan pemasaran perusahaan
terhambat, sehingga perusahaan harus mengurangi jumlah produksi yang
sebelumnya sempat mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan kendala
perusahaan
dalam
mengembangkan
usahanya.
Selain
itu,
untuk
dapat
mengembangkan usahanya, perusahaan harus dapat mengadopsi teknologi baru
dan membuka cabang baru di tempat yang lebih strategis, namun hal ini
dihadapkan dengan keterampilan karyawan yang masih rendah serta sumber
permodalan yang masih terbatas. Kondisi ini menyebabkan perusahaan
membutuhkan strategi pengembangan usaha yang tepat untuk mempertahankan
keberlangsungan usahanya serta agar dapat berkembang menjadi lebih besar.
Proses manajemen strategi diawali dengan visi dan misi yang dibangun
oleh EBB. Selanjutnya diidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi perkembangan EBB. Pada tahap ini dilakukan analisis faktor
internal dan eksternal untuk menetapkan strategi pengambangan EBB agar dapat
meningkatkan kinerja dan daya saingnya. Analisis lingkungan internal EBB
bermanfaat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
perusahaan. Sedangkan analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk melihat
peluang dan ancaman yang dihadapi oleh EBB.
41
Untuk menetapkan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha,
perusahaan perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal
khususnya kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dimilikinya.
Dari identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dapat diketahui apakah pada
saat ini usaha EBB mempunyai potensi untuk dikembangkan dan terus bertahan di
masa yang akan datang. Pengidentifikasian ini dilanjutkan dengan memilih faktor
strategis bagi EBB dalam bentuk matriks IFE dan EFE yang bertujuan untuk
mengetahui apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan atau
sebaliknya dan apakah usaha yang dimiliki oleh EBB mampu memanfaatkan
peluang untuk mengatasi ancaman yang ada. Lalu dengan hasil dari matriks IFE
dan EFE dilakukan penentuan grand strategy yang dapat diterapkan oleh
perusahaan melalui matriks IE kemudian disusun alternatif strateginya
berdasarkan faktor-faktor internal maupun eksternal melalui matriks SWOT.
Penentuan alternatif strategi ini terdiri dari empat alternatif strategi yaitu strategi
penyesuaian kekuatan dan peluang, strategi penyesuaian kelemahan dan peluang,
strategi penyesuaian kekuatan dan ancaman, serta strategi penyesuaian kelemahan
dan ancaman. Keempat strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT tersebut akan
dipilih strategi yang terbaik untuk dapat diterapkan di dalam manajemen EBB
untuk pengembangan usaha perusahaan dengan analisis yang lebih objektif
dengan intuisi yang baik dalam matriks QSP. Dengan alat anilisis ini nantinya
akan diketahui prioritas strategi yang akan diusahakan oleh EBB dilihat dari
nilai/skor daya tarik total yang muncul (Total Actractiveness Score/TAS).
Hasil matriks QSP akan memperlihatkan perolehan skor dari masingmasing alternatif strategi. Semakin tinggi skor yang didapat menunjukkan bahwa
alternatif strategi tersebut semakin menjadi prioritas untuk diterapkan dalam
manajemen EBB. Alternatif strategi yang memiliki skor terendah akan menjadi
prioritas terakhir yang akan dipilih untuk dilaksanakan manajemen EBB.
Kerangka operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
42
Kota Bogor merupakan salah satu kota besar dengan karakteristik penduduk yang memiliki
aktivitas yang padat sehingga membutuhkan makanan siap saji.
Brownies mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus
penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi.
UMKM “Elsari Brownies & Bakery”
Permasalahan:
1. Penurunan penjualan
2. Belum optimalnya jumlah produksi
3. Manajemen perusahaan
4. Persaingan dalam industri yang tinggi
Perlu strategi pengembangan usaha yang tepat
Identifikasi Visi, Misi dan Tujuan
Lingkungan Perusahaan
Faktor Eksternal
Faktor Internal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Manajemen
Pemasaran
Keuangan/akuntansi
Produksi/operasi
Pelatihan dan pengembangan
Sistem informasi manajemen
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
(Analisis Matriks IFE)
1. Kekuatan ekonomi
2. Kekuatan sosial, budaya, demografis dan
lingkungan
3. Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum
4. Kekuatan teknologi
5. Kekuatan kompetitif:
a. Persaingan sesama perusahaan dalam
industri
b. Ancaman masuk pendatang baru
c. Ancaman dari produk
pengganti/substitusi
d. Kekuatan tawar-menawar pemasok
e. Kekuatan tawar-menawar pembeli
f. Pengaruh kekuatan stakeholder lainnya
Identifikasi Peluang dan Ancaman
(Analisis Matriks EFE)
Tahap Pencocokan melalui Matriks IE dan Matriks SWOT
Tahap Keputusan melaui Matriks QSP (QSPM)
Strategi Pengembangan Usaha Perusahaan
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
43
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di “Elsari Brownies & Bakery (EBB)” yang
bertempat di Jalan Raya Pondok Rumput Nomor 18 RT 06/RW 11, Kelurahan
Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi sengaja
dilakukan (purposive) dengan pertimbangan bahwa EBB merupakan salah satu
UMKM produsen brownies yang berpotensi untuk mengembangkan usahanya,
namun masih terkendala oleh permodalan, manajemen dan tingkat persaingan
yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk merumuskan strategi
pengembangan usaha yang tepat agar dapat bertahan di tengah persaingan yang
ada serta dapat membantu dalam mencapai tujuan perusahaan. Pengumpulan data
di lapangan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2010.
4.2. Metode Penentuan Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja dan dengan
pertimbangan tertentu. Menurut David (2006), dalam analisis ini untuk
menentukan responden, tidak ada jumlah minimal yang diperlukan, sepanjang
responden yang dipilih merupakan ahli (expert) di bidangnya.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pihak internal
dan pihak eksternal. Pihak internal meliputi pemilik perusahaan dan koordinator
kepala bagian, dengan pertimbangan bahwa para responden tersebut dapat
mewakili usaha EBB dan memiliki wewenang dalam menentukan strategi
perusahaan. Pihak eksternal berasal dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Kota Bogor, dengan pertimbangan pihak tersebut mengetahui kondisi
lingkungan bisnis di Kota Bogor. Pengambilan sampel dari pihak eksternal juga
dilakukan pada 30 konsumen EBB. Hal ini disebabkan syarat minimal sampel
terdistribusi normal dalam statistik adalah 30 sampel (Siagian, 2000). Konsumen
dipilih dengan menggunakan convenience sampling, dimana konsumen yang
dapat menjadi responden adalah konsumen yang telah mengunjungi dan
mengonsumsi produk EBB. Adanya keterlibatan pihak eksternal dalam penelitian
ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif.
44
4.3. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian ini juga menunjukkan
cara menggunakan variabel-variabel secara efisien dan ekonomis. Desain
penelitian yang digunakan adalah dengan metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah pencarian fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat terhadap status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dan
suatu kelas peristiwa. Adapun metode deskriptif yang diterapkan dalam
pelaksanaan penelitian adalah metode kasus (case study). Metode kasus adalah
prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang diteliti berupa individu,
lembaga, kelompok atau masyarakat, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran
secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, karakter-karakter yang khas dari
kasus ataupun status dari individu yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang
bersifat umum. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di EBB.
4.4. Data dan Instrumentasi
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder, baik kuatitatif maupun kualitatif, yang berasal dari
lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Data primer digunakan untuk
mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang menjadi
dasar perumusan strategi perusahaan. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak
yang terkait dengan penelitian ini. Adapun hasil informasi yang diperoleh
disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar, maupun grafik.
4.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan April-Juni
2010. Jenis data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder.
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Indepth Interview (wawancara mendalam), yaitu melakukan wawancara
langsung dan mendalam dengan pemilik usaha EBB dan pihak manajemen
yang lain serta instansi-instansi terkait seperti Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor.
2) Wawancara langsung dengan karyawan untuk memperoleh informasi terkait
dengan kegiatan operasional perusahaan.
45
3) Pengisian kuisioner, dilakukan kepada 30 orang konsumen EBB untuk
mengetahui karakteristiknya. Pengisian kuisioner juga dilakukan pada saat
pemberian bobot dan rating oleh pihak internal dan eksternal yang dianggap
mengerti tentang lingkungan usaha EBB.
4) Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada
kegiatan-kegiatan yang ada di outlet, arus pasokan, dan penjualan.
Data sekunder berasal dari laporan/catatan perusahaan, hasil riset atau
penelitian terdahulu, dan berbagai literatur baik dari buku maupun situs internet
yang relevan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Data penunjang
dikumpulkan dari informasi instansi terkait seperti Bank Indonesia, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan Badan Pusat Statistik.
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh diolah dengan metode pengolahan data
secara kualitatif dan kuantitatif, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menyusun
sasaran yang merupakan prioritas bagi perusahaan dengan beberapa pendekatan
guna mendapatkan alternatif strategi perusahaan. Metode pengolahan dan analisis
data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis formulasi strategi. Adapun alat
bantu analisis yang digunakan adalah matriks IFE, matriks EFE, matriks faktor
internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT, dan matriks QSP.
4.6.1. Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini, analisis deskriptif melalui metode kasus dilakukan
untuk mendeskripsikan gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah dan
perkembangan perusahaan; visi, misi dan tujuan perusahaan; struktur perusahaan;
karakteristik produk yang dihasilkan; fasilitas usaha; sumberdaya perusahaan,
baik sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya keuangan,
produksi, operasi, serta pemasaran.
4.6.2. Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi
Menurut David (2009), teknik-teknik perumusan strategi yang penting
dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, yang
terdiri dari tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan
46
tahap keputusan (decision stage). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal (IFE dan EFE), analisis IE,
analisis SWOT, dan analisis QSPM.
4.6.2.1. Tahap Input (Input Stage)
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah melakukan analisis lingkungan
internal dan eksternal perusahaan melalui matriks IFE dan EFE. Evaluasi faktor
internal (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap
penting. Menurut David (2006), tahapan-tahapan dalam menyusun matriks IFE
dan EFE adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan
Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi faktorfaktor internal perusahaan dengan mendaftarkan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam penyajiannya, daftar faktor-faktor yang
bersifat kekuatan ditulis terlebih dahulu sebelum faktor-faktor yang termasuk
dalam kelemahan perusahaan. Daftar harus spesifik menggunakan persentase,
rasio dan angka perbandingan. Data berasal dari hasil wawancara atau
kuesioner dengan pihak-pihak yang mengetahui keadaan perusahaan. Begitu
pula dengan identifikasi faktor eksternal perusahaan yang mendaftarkan
faktor-faktor yang termasuk dalam peluang yang dapat diambil perusahaan
dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Hasil identifikasi faktor-faktor
tersebut akan diberikan bobot atau rating.
2) Pemberian Bobot Setiap Faktor
Penentuan bobot pada analisis faktor internal dan eksternal perusahaan
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan pada pihak manajemen atau
ahli strategi dengan metode perbandingan berpasangan (paired comparison).
Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot
setiap variabel penentu internal dan eksternal dengan membandingkan setiap
variabel pada baris (horisontal) dan variabel pada kolom (vertikal).
Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2 dan 3.
Penjelasan dari skala yang digunakan pada pengisian sel tersebut adalah:
1 = Jika faktor horisontal kurang penting dari pada faktor vertikal
47
2 = Jika faktor horisontal sama penting dari pada faktor vertikal
3 = Jika faktor horisontal lebih penting dari pada faktor vertikal
Bentuk penilaian pembobotan faktor internal dan eksternal perusahaan dapat
dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
Faktor Strategis Internal
A
B
C
D
...
Total
A
B
C
D
...
Total
Bobot
Sumber: David (2006)
Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor
terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Bobot yang diberikan pada setiap
faktor berada pada kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting).
Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh besar pada prestasi
perusahaan diberi bobot tertinggi, tanpa mempedulikan apakah faktor tersebut
kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang ancaman. Jumlah seluruh bobot
yang diberikan pada setiap faktor harus sama dengan 1,0. Hal ini berlaku
pada pembobotan faktor-faktor internal maupun eksternal.
Tabel 8. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
D
...
Total
A
B
C
D
...
Total
Bobot
Sumber: David (2006)
Bobot dari setiap faktor diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ai
= Bobot faktor ke-i
Xi = Nilai faktor ke-i
I
= 1, 2, ..., n
48
3) Penentuan Rating
Menurut David (2006), peringkat (rating) menggambarkan seberapa besar
efektivitas strategi yang diterapkan perusahaan saat ini dalam merespon
faktor strategis yang ada (company-based). Penilaian rating untuk lingkungan
internal diberikan dalam skala pembagian sebagai berikut :
4 = kekuatan utama
2 = kelemahan minor
3 = kekuatan minor
1 = kelemahan utama
Sedangkan untuk lingkungan eksternal diberikan skala sebagai berikut:
4 = respon perusahaan superior
2 = respon perusahaan rata-rata
3 = respon perusahaan di atas rata-rata
1 = respon perusahaan jelek
4) Perkalian Bobot dan Peringkat
Langkah selanjutnya, nilai dari pembobotan disusun dengan peringkat
(rating) pada tiap faktor dan nilai tertimbang dari setiap faktor kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh total nilai tertimbang perusahaan. Matriks
IFE merupakan alat untuk formulasi strategi untuk meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam areal fungsional bisnis
juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan
area-area tersebut (David, 2006). Dengan matriks IFE dapat diketahui
kemampuan organisasi dalam menghadapi lingkungan internalnya dan
mengetahui faktor-faktor internal yang penting. Bentuk matriks IFE menurut
David (2006), dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Format Matriks IFE
Faktor Kunci Internal
Kekuatan:
Kelemahan:
Total
Bobot
Rating
Skor (Bobot x Rating)
Sumber: David (2006)
Matriks
EFE
memungkinkan
para
penyusun
strategi
untuk
merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi; sosial, budaya, demografis
49
dan lingkungan; politik, pemerintah dan hukum; serta persaingan. Matriks
EFE
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan
perusahaan
dalam
menghadapi lingkungan eksternal. Matriks EFE terdiri dari kolom faktor
eksternal utama, bobot, peringkat dan rata-rata tertimbang. Bentuk matriks
EFE menurut David (2006) dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Format Matriks EFE
Faktor Kunci Eksternal
Peluang:
Ancaman:
Total
Bobot
Rating
Skor (Bobot x Rating)
Sumber: David (2006)
Total nilai tertimbang matrika IFE dan EFE akan berada pada kisaran
1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi), dengan nilai rata-rata 2,5. Semakin
tinggi total nilai tertimbang perusahaan pada matriks IFE dan EFE
mengindikasikan perusahaan merespon kekuatan dan kelemahan
atau
peluang dan ancaman dengan sangat baik, begitu pula sebaliknya.
4.6.2.2. Tahap Pencocokan (Matching Stage)
Tahap pencocokan merupakan tahapan untuk menghasilkan alternatif
strategi dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah
dihasilkan pada tahap input. Pada tahap pencocokan ini digunakan alat analisis
matriks IE dan SWOT.
1) Matriks Internal-Eksternal (IE)
Matriks IE berguna untuk memetakan posisi perusahaan. Matriks IE didasari
pada dua dimensi, yaitu total nilai tertimbang IFE dan total nilai tertimbang
EFE. Total nilai tertimbang IFE ditetapkan pada sumbu x dan total nilai
tertimbang EFE pada sumbu y. Matriks IE mempunyai sembilan sel strategi,
dapat dikelompokkan menjadi tiga sel strategi utama, yaitu:
a) Divisi pada sel I, II atau IV dapat melaksanakan strategi tumbuh dan
kembangkan (growth and built). Strategi intensif (penetrasi pasar,
50
pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi
ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horisontal) merupakan
strategi yang cocok untuk daerah ini.
b) Divisi
pada
sel
III,
V
dan
VII dapat
melaksanakan
strategi
mempertahankan dan pelihara (hold and maintain). Penetrasi pasar dan
pengembangan produk merupakan dua strategi yang cocok digunakan.
c) Divisi pada sel VI, VIII dan IX yaitu strategi panen dan melepaskan
(harvest and divest). Strategi panen dan melepaskan merupakan strategi
yang paling cocok digunakan pada daerah ini.
Total nilai IFE yang diberi bobot
Kuat
3,0-4,0
Total nilai EFE
yang diberi bobot
4,0
Tinggi
3,0-4,0
Rata-rata
2,0-2,99
3,0
Lemah
1,0-1,99
2,0
1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0
Menengah
2,0-2,99
2,0
Rendah
1,0-1,99
1,0
Gambar 8. Format Matriks Internal-Eksternal
Sumber: David (2006)
2) Matriks Strength-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT)
Matriks SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif akan
memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan
ancaman. Kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam matriks
SWOT terdiri atas strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kelemahanpeluang (W-O), strategi kelemahan-ancaman (W-T) dan strategi kekuatanancaman (S-T). Analisis matriks SWOT akan menghasilkan beberapa
alternatif strategi yang dapat dipilih perusahaan dalam mengembangkan
usahanya. Terdapat delapan langkah dalam membuat matriks SWOT yaitu:
a) Menuliskan peluang eksternal kunci perusahaan.
51
b) Menuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan.
c) Menuliskan kekuatan internal kunci perusahaan.
d) Menuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.
e) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat hasil
strategi SO dalam sel yang ditentukan.
f)
Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat
hasil strategi WO dalam sel yang ditentukan.
g) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat
hasil strategi ST dalam sel yang ditentukan.
h) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat
hasil strategi WT dalam sel yang ditentukan.
Tabel 11. Format Matriks SWOT
Analisis Internal Kekuatan (Strengths-S)
Analisis Eksternal
Peluang
(Opportunities-O)
Peluang-peluang
eksternal perusahaan
Ancaman (Threats-T)
Ancaman-ancaman
eksternal perusahaan
Kekuatan-kekuatan
internal perusahaan
Strategi SO
Kelemahan
(Weakness-W)
Kelemahan-kelemaan
internal perusahaan
Strategi WO
Atasi kelemahan
Gunakan kekuatan untuk
dengan memanfaatkan
memanfaatkan peluang
peluang
Strategi WT
Strategi ST
Meminimalkan
Gunakan kekuatan untuk
kelemahan dan hindari
mengatasi ancaman
ancaman
Sumber: David (2006)
4.6.2.3. Tahap Keputusan (Decision Stage)
Tahap terakhir dalam formulasi strategi yaitu tahap pengambilan
keputusan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks QSP
(Quantitive Strategic Planning Matrix). David (2006) menyatakan bahwa QSPM
adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi
alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal
dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Langkah-langkah penyusunan strategi terpilih melalui QSPM adalah
sebagai berikut:
52
1) Mendaftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Input datanya
diperoleh dari matriks IFE dan EFE yang telah dibuat.
2) Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal.
Bobot ini identik dengan yang digunakan pada matriks IFE dan EFE.
3) Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks SWOT yang
layak untuk diimplementasikan.
4) Menetapkan skor kemenarikan relatif (Attractiveness Score/AS) untuk
masing-masing strategi alternatif yang terpilih.
Nilai 1 = tidak menarik
Nilai 2 = agak menarik
Nilai 3 = menarik
Nilai 4 sangat menarik
Nilai AS adalah seberapa besar daya tarik relatif alternatif strategi dalam
mengatasi faktor-faktor internal dan eksternal.
5) Menghitung Total Attractiveness Score (TAS) yang diperoleh dari perkalian
bobot dengan AS pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative
attractiveness dari masing-masing alternatif strategi.
6) Menghitung jumlah TAS dengan cara menjumlahkan semua TAS pada setiap
kolom QSPM. Nilai TAS yang tertinggi menunjukkan bahwa strategi tersebut
yang paling baik untuk diimplementasikan. Contoh QSPM pada Tabel 12.
Tabel 12. Format Dasar QSPM
Faktor-Faktor
Bobot
Strategi I
AS
TAS
Alternatif Strategi
Strategi II
Strategi III
AS
TAS
AS
TAS
Faktor Internal:
Faktor Eksternal:
Total
Keterangan : Nilai daya tarik (AS)
Total nilai daya tarik (TAS)
Sumber: David (2006)
53
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
“Elsari Brownies & Bakery (EBB)” didirikan oleh Bapak H. Maman
Surahman. Setelah berhenti bekerja di PT. Goodyear Indonesia, pemilik melihat
potensi yang dimiliki oleh istrinya, Hj. Elli Ratnasari, yang pandai membuat kue
dan terkadang mendapatkan pesanan dari tetangga. Pemilik berfikiran untuk
menjadikan keahlian yang dimiliki istrinya tersebut untuk mendatangkan
penghasilan bagi rumah tangga. Pada bulan Agustus 2003 dengan bermodalkan
uang Rp 3.000.000,00 pemilik memulai usaha berjualan kue brownies. Modal
tersebut digunakan untuk membeli peralatan, kemasan dan bahan baku.
Pada saat pertama kali menjalankan usaha, manajemen yang digunakan
sangatlah sederhana. Ibu Elli bertugas di bagian produksi dan pemilik bertugas
untuk memasarkannya secara door to door kepada tetangga, kerabat, pabrik
Goodyear maupun perumahan di sekitar tempat tinggalnya. Pada saat itu Elsari
berhasil menjual 10 kotak brownies panggang per hari atau sekitar 300 kotak per
bulan. Tempat yang digunakan sebagai tempat produksi adalah rumah pemilik di
Jalan Kebon Pedes I No. 2 Bogor. Kemudian pada akhir bulan September 2003
pemilik menyewa sebuah rumah dari tetangganya dan menjadikannya sebagai
pabrik. Kemudian tepat pada tanggal 1 Oktober 2003 pemilik secara resmi
mendirikan “Elsari Brownies & Bakery” yang merupakan singkatan nama dari
istrinya, Elli Ratnasari. Jumlah permintaan brownies meningkat hingga sekitar
1.000 kotak per bulan. EBB memperluas pemasarannya dengan membuka agen
penjualan di Cimanggu, Baratha dan Ciomas.
Pada tahun 2004 EBB merekrut karyawan sebanyak delapan orang demi
mendukung kelancaran usahanya serta untuk memenuhi permintaan konsumen
yang semakin meningkat. EBB mampu memproduksi sekitar 3.000 brownies per
bulan dan mampu memperluas wilayah pemasarannya hingga ke wilayah Jakarta
dan Bandung. Oleh karena itu, EBB memerlukan permodalan lebih untuk
memperbesar usahanya. Permodalan diperoleh dengan mengambil pinjaman dari
BRI senilai Rp 10.000.000,00. Pinjaman tersebut sebagian dibelikan peralatan
berupa 3 buah oven, satu buah kompor gas, satu buah mixer kecil dan satu buah
mixer besar. Mixer besar yang digunakan perusahaan merupakan hasil rancangan
54
pemilik. Selain itu pemilik membeli satu unit motor untuk menunjang aktivitas
pengiriman brownies kepada pelanggan. Pada tahun yang sama EBB mulai
melengkapi perizinan produknya dengan sertifikasi dari Dinas Kesehatan maupun
dari Majelis Ulama Indonesia.
Karena EBB tertib membayar cicilan, BRI memberikan pinjaman yang
lebih besar pada tahun berikutnya yaitu sebesar Rp 30.000.000,00. Pinjaman
tersebut digunakan untuk mengambil kredit mobil dan motor masing-masing
sebanyak dua unit. Hal ini dimanfaatkan perusahaan untuk memperluas wilayah
pemasarannya hingga ke Karawang, Tangerang, Serang, Cilegon dan Banten.
Selain itu EBB terus menambah perlengkapannya hingga dapat memproduksi
brownies sebanyak 4.000 kotak per bulan dengan tenaga kerja sebanyak 15 orang.
Pada awal tahun 2006 EBB telah memiliki karyawan sebanyak 20 orang.
Hal ini sebanding dengan meningkatnya produksi EBB hingga mencapai 5.000
kotak per bulan dengan bantuan oven sebanyak 12 unit. Pemilik juga melihat
peluang pasar di wilayah Cianjur dan Sukabumi, maka pemilik menambah armada
pemasarannya menjadi lima unit motor dan tiga unit mobil. Hal ini terbantu
dengan adanya pinjaman dari BRI sebanyak Rp 50.000.000,00. Selain itu, untuk
menyiasati adanya retur dari brownies yang diperjualkan, maka dibuatlah
brownies kering (broker) yang merupakan hasil olahan kembali dari retur yang
ada. Broker dijual dengan kemasan toples ke warung dan toko di sekitar pabrik.
Setelah dipasarkan selama beberapa bulan ternyata penjualan dari broker
cukup baik. Broker dirasa telah mampu menangkap selera konsumen brownies
yang telah bosan dengan jenis brownies yang ada. Maka pada tahun 2007, produk
broker ini kemudian dikemas secara lebih menarik dan menjadi salah satu produk
unggulan EBB yang laris terjual. Pada tahun yang sama, EBB telah mampu
meningkatkan produksinya hingga lebih dari 6.000 kotak per bulan dan mampu
melayani pesanan-pesanan hingga ke Bali dan Sumatera. Bahkan EBB pernah
melayani pesanan dari kedutaan besar Indonesia di Jepang dan Malaysia.
Kemudian EBB meminjam kepada BRI sebesar Rp 65.000.000,00 dan Citibank
sebanyak Rp 15.000.000,00 untuk membiayai pengembangan usahanya tersebut.
Pada tahun berikutnya EBB menambah tenaga kerjanya menjadi 27 orang.
Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan meningkatnya produksi. Produksi rata-rata
55
EBB
justru
menurun
setiap
bulannya.
Namun
EBB
tetap
berusaha
mengembangkan usahanya dengan mengikuti pelatihan serta pameran di Bogor,
Bandung dan Jakarta. EBB hanya mengandalkan keuntungan penjualan dan
pinjaman dari Citibank sebanyak Rp 15.000.000,00 untuk membiayai usahanya.
Pada tahun 2009 jumlah karyawan EBB menurun menjadi 25 orang
bersamaan dengan penurunan produksi yang mencapai 1.300 kotak per bulan. Hal
ini dikarenakan adanya permasalahan internal yang dihadapi EBB maupun karena
masalah bahan baku dan persaingan industri brownies yang semakin ketat. Karena
dinilai kurang menguntungkan, maka EBB menutup sebagian wilayah
pemasarannya di sekitar Serang, Cilegon dan Banten. Kemudian EBB meminjam
kepada BRI sebanyak Rp 85.000.000,00 untuk membantu operasional perusahaan.
Namun, pada tahun yang sama EBB mampu berprestasi dan merebut juara 2 pada
Konvensi Gugus Kendali Mutu Provinsi Jawa Barat mewakili Kota Bogor.
Di awal tahun 2010, dengan hilangnya bagian personalia dan pemasaran
maka EBB hanya memiliki 16 orang karyawan. Hal ini membuat EBB harus
merestruksturisasi kembali perusahaan dan menyesuaikan pekerjaan setiap bagian
struktur organisasi sebelumnya dengan pembagian kerja yang baru. Sayangnya,
pembagian kerja yang baru dirasa belum mampu beroperasi secara optimal karena
masih terjadi tumpang tindih pekerjaan antar divisi di dalam perusahaan.
Perusahaan berniat untuk terus membenahi kondisi perusahaan agar terus dapat
beroperasi dan berkembang.
5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
Visi merupakan apa yang ingin dicapai, ingin diperoleh dan menjadi
harapan di masa mendatang. Sedangkan misi menyatakan langkah-langkah yang
harus ditempuh dan dilaksanakan untuk mencapai visi tersebut. Visi akan
dilengkapi dengan misi perusahaan yang menyatakan tujuan perusahaan. Pada
dasarnya, EBB belum memiliki visi, misi dan tujuan secara tertulis. Namun dari
hasil wawancara yang dilakukan terhadap pemilik usaha ini tersirat mengenai
ketiga hal tersebut. Perusahaan memiliki motto “belajar, berbagi ilmu, beribadah,
berusaha”. Berdasarkan motto yang dimiliki oleh perusahaan serta pernyataan
pemilik ketika diwawancara, EBB didirikan dengan mengemban visi yang mulia,
yaitu “membuat brownies bukan hanya untuk dinikmati sendiri saja, tetapi agar
56
bisa dicicipi oleh banyak orang”. Dari visi yang masih tersirat tersebut dapat
diketahui misi dan tujuan perusahaan. Pemilik ingin menjadikan EBB sebagai
produsen brownies yang besar dan terkemuka karena harus mampu menghadirkan
brownies bagi banyak orang. EBB juga tidak takut untuk membagi ilmunya
kepada orang lain yang ingin membuat brownies, seperti yang tercantum dalam
motto perusahaan karena dengan berbagi ilmu perusahaan juga ikut mengusung
visinya yaitu untuk membuat setiap orang dapat mencicipi brownies seperti
miliknya.
Selain
itu,
EBB
juga
terus
belajar,
berinovasi
dan
terus
mengembangkan cita rasa browniesnya agar dapat disukai oleh banyak orang.
Untuk membuat brownies dapat dicicipi oleh banyak orang, maka EBB harus
memiliki wilayah pemasaran yang luas. Hal ini harus didukung oleh strategi
pemasaran yang tepat serta saluran distribusi yang luas.
5.3. Lokasi Perusahaan
“Elsari Brownies & Bakery (EBB)” bertempat di Jalan Raya Pondok
Rumput Nomor 18 RT 06/RW 11, Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah
Sareal, Kota Bogor. Lokasi ini merupakan tempat produksi EBB, adapun luas
bangunan tempat usaha sekitar 200 m2 dari luas tanah sebesar 250 m2. Meskipun
dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum, lokasi
produksi yang dimiliki oleh EBB sebenarnya kurang strategis karena berada di
dalam komplek perumahan dan jauh dari jalan raya tempat kendaraan berlalu
lalang. Hal ini menyebabkan EBB kurang dikenal oleh masyarakat Bogor sendiri.
Pemilik mendirikan pabrik di lokasi tersebut pada awalnya adalah karena
dekat dengan rumah pemilik. Lokasi tersebut juga dekat dengan wilayah
pemasaran yang dituju oleh pemilik pada awal berdirinya perusahaan. Selain itu,
lokasi tersebut juga tidak terlalu jauh dengan lokasi dimana bahan baku diperoleh
dan mudah untuk memperoleh tenaga kerja di lokasi tersebut. Namun seiring
dengan perkembangan wilayah pemasaran perusahaan, lokasi menjadi kurang
strategis karena jarang dilewati oleh calon konsumen.
5.4. Struktur Organisasi Perusahaan
EBB adalah sebuah perusahaan perorangan, dimana keputusan tertinggi
dipegang oleh pemilik perusahaan. Selain itu, perusahaan ini merupakan
perusahaan keluarga karena sebagian besar posisi strategis diisi oleh keluarga atau
57
saudara. Berbagai perizinan telah dimiliki EBB dalam menjalankan usahanya.
Perizinan atau sertifikasi yang dimiliki EBB adalah sebagai berikut:
1) Surat
Izin
Usaha
Perdagangan
(SIUP)
Nomor
517/457/PK/
DEPERINDAGKOP
2) Tanda Daftar Industri (TDI) Nomor 535/71/TDL/DEPERINDAGKOP
3) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor 1q00455205704
4) Surat Keterangan Usaha Nomor145/66-Bondes/2007
Gambar 8 menunjukkan bahwa struktur organiasasi EBB termasuk tipe
organisasi fungsional, dimana pihak EBB telah melakukan pembagian kerja dalam
kegiatan operasionalnya. Berdasarkan hasil observasi, struktur organisasi yang
diterapkan EBB saat ini tidaklah lengkap karena terdapat dua divisi penting yang
hilang, yaitu bagian personalia dan bagian pemasaran. Saat ini EBB hanya
memiliki empat divisi di dalam operasional perusahaan, yaitu bagian produksi
brownies, bagian produksi bakery, bagian administrasi keuangan dan bagian
delivery. Keputusan tertinggi perusahaan dipegang oleh pemilik perusahaan.
PENAGGUNG
JAWAB
PEMILIK
KOORDINATOR
KABAG
KABAG
PRODUKSI
BROWNIES
KABAG
PRODUKSI
BAKERY
KABAG
ADMINISTRASI
KEUANGAN
KABAG
DELIVERY
STAF
STAF
STAF
STAF
Gambar 8. Struktur Organisasi Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010
Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010)
Struktur organisasi tersebut dipilih karena dianggap oleh pemilik dapat
mewakili kebutuhan perusahaan dalam operasionalnya. Setiap bagian dalam
struktur organisasi EBB memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda.
Namun pada kenyataannya, EBB tidak memiliki rincian pembagian kerja (job
description) secara tertulis untuk setiap bagian dalam struktur organisasi yang
dimilikinya. Misalnya untuk bagian produksi, karyawan yang bertugas
58
memproduksi brownies panggang terkadang melakukan produksi brownies kukus
atau brownies kering. Bahkan, karyawan bagian administrasi keuangan pun dapat
bekerja di bagian produksi apabila sedang menganggur atau ketika banyak
pesanan. Staf bagian delivery ditangani langsung oleh koordinatur kabag karena
belum memiliki kabag.
Perusahaan ini termasuk ke dalam perusahaan keluarga sehingga
pelimpahan wewenang masih tersentralisasi pada sumberdaya pemilik sebagai
pihak eksekutif. Pada organisasi perusahaan, posisi manajemen ditempati
langsung oleh pemilik. Posisi ini berwenang untuk mengambil keputusankeputusan strategis, baik pra produksi, produksi maupun pasca produksi.
Penanggung jawab perusahaan dan koordinator kepala bagian juga berasal dari
sumberdaya keluarga pemilik. Pengisi kedua posisi ini adalah istri dan anak dari
pemilik perusahaan. Operasional perusahaan didasarkan pada pendekatan top
down dimana komando dilakukan langsung oleh pemilik perusahaan, sedangkan
unit organisasi di bawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan.
EBB berproduksi untuk memenuhi pesanan dan stok atau persediaan perusahaan.
Jika kapasitas pesanan telah terpenuhi, maka perusahaan akan tetap berproduksi
untuk memenuhi stok barang perusahaan.
5.5. Sumberdaya Perusahaan
5.5.1. Sumberdaya Manusia
Tenaga kerja yang dimiliki EBB saat ini sebanyak 16 orang yang terbagi
ke dalam empat divisi. Bagian produksi brownies memiliki lima orang tenaga
kerja, bagian produksi bakery memiliki tiga orang tenaga kerja, bagian
administrasi keuangan memiliki empat orang tenaga kerja dan bagian delivery
memiliki tiga orang tenaga kerja. EBB tidak menetapkan persyaratan terlalu
tinggi bagi tenaga kerjanya. EBB mensyaratkan pendidikan minimal SD untuk
setiap tenaga kerja di tingkat bawah, sedangkan bagi kepala bagian minimal
lulusan SMA.
5.5.2. Sumberdaya Fisik
Perusahaan didirikan di lahan seluas 250 m2 dengan luas bangunan sekitar
200 m2. Bangunan tersebut terbagi menjadi pabrik, kantor dan outlet. Di bagian
59
luar terdapat tempat parkir perusahaan yang berada persis di depan outlet EBB. Di
bagian tengah bangunan terdapat kantor EBB yang digunakan oleh pemilik dan
staf administrasi keuangan bekerja. Kemudian di bagian belakang terdapat tiga
dapur tempat produksi brownies panggang, brownies kering dan bakery.
Untuk mendukung kegiatan produksi perusahaan, saat ini EBB memiliki
berbagai peralatan dan perlengkapan. Pada awal berdirinya perusahaan, EBB
hanya memiliki satu buah kompor gas, satu buah oven dan satu buah mixer kecil.
Peralatan
dan
perlengkapan
tersebut
terus
bertambah
seiring
dengan
perkembangan usaha EBB. Disamping itu EBB juga terus melakukan inovasi
terhadap peralatan yang digunakan agar dapat berproduksi secara lebih efektif dan
efisien. Peralatan yang dimiliki EBB saat ini dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Daftar Peralatan Produksi Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Nama
Mixer besar
Mixer kecil
Kompor gas
Oven tipe 1
Oven tipe 2
Oven tipe 3
Oven tipe 4
Tabung gas
Loyang tipe 1
Loyang tipe 2
Loyang tipe 3
Loyang tipe 4
Loyang tipe 5
Rak pendingin
Meja stainless
Timbangan
Keterangan
2 tungku
Untuk brownies panggang
Untuk brownies kering
Oven bakar bakery
Oven kukus bakery
Ukuran 18 kg
Ukuran 30 x 10 cm2
Ukuran 50 x 50 cm2
Ukuran 24 x 12 cm2
Ukuran 22 x 11 cm2
Ukuran 38 x 21 cm2
Jumlah
2
1
5
8
1
2
2
10
400
20
60
75
10
1
2
5
Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010)
5.5.3. Sumberdaya Keuangan
Modal yang diperlukan perusahaan pada saat pertama kali memulai usaha
adalah sebesar Rp 3.000.000,00. Modal tersebut berasal dari tabungan pemilik.
Kemudian modal tersebut dialokasikan untuk membeli peralatan, membuat
kemasan dan biaya variabel seperti bahan baku. Pembagiannya adalah Rp
60
1.000.000,00 untuk pembelian peralatan, Rp 1.000.000,00 untuk pembuatan
kemasan dan Rp 1.000.000,00 untuk biaya variabel lainnya. Setelah
berkembangnya perusahaan, saat ini biaya variabel untuk sekali produksi setiap
harinya sekitar Rp 2.500.000,00.
5.6. Proses Produksi Brownies
Ketersediaan bahan baku secara kontinyu merupakan salah satu faktor
utama yang harus diperhatikan dalam proses produksi. Dalam proses produksi
brownies, bahan-bahan yang dibutuhkan terdiri dari:
1) Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah
tepung terigu. Tepung terigu yang digunakan oleh EBB dalam memproduksi
brownies adalah tepung terigu cap Cakra Kembar yang dikhususkan untuk
pembuatan roti dan mie. Di dalam tepung terigu terdapat sejenis protein yang
tidak larut di dalam air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal dan elastis.
Pada adonan roti maupun kue, gluten berfungsi untuk menahan adonan saat
dikembangkan sehingga bentuknya tidak mengecil kembali. Sedangkan pada
mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas mie. Kadar gluten
membedakan satu jenis tepung terigu dengan tepung lainnya.
Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein maka kadar gluten yang
dikandung suatu tepung terigu juga semakin besar. Kadar gluten dari terigu
biasanya tergantung dari jenis gandum yang digunakan untuk membuatnya.
Ketepatan penggunaan jenis tepung sangatlah penting dalam pembuatan suatu
jenis makanan. Tepung terigu berprotein 12-14 persen ideal untuk pembuatan
roti, kue dan mie, sedangkan 10,5-11,5 persen biasa dipakai untuk cookies,
pastry, pie dan donat. Gorengan, cake, biscuit dan wafer dapat menggunakan
terigu yang berprotein 8-9 persen.
2) Bahan Penunjang
Bahan penunjang dalam pembuatan brownies adalah telur ayam, gula pasir,
garam, vanili, cokelat bubuk, cokelat cair, cokelat batang, susu bubuk, keju,
margarin, minyak goreng, pandan, kismis, kacang mede, maises, ketan hitam,
pisang dan chocochips. Masing-masing bahan penunjang tersebut memiliki
61
fungsi masing-masing yang berbeda satu sama lain sehingga dapat tercipta
sebuah brownies apabila diolah dengan cara yang tepat.
3) Bahan Bakar
Pada proses produksi brownies, EBB menggunakan gas elpiji. Untuk
menunjang kelancaran proses produksi EBB menggunakan 10 tabung gas
elpiji ukuran 12 kg.
4) Pengemasan
Jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas produk adalah kemasan
karton setebal 0,5 mm dengan beberapa ukuran. Setiap kemasan memiliki
kelengkapan seperti nama produk, logo EBB, komposisi bahan, berat bersih
(netto), nomor Dinkes P-IRT, nomor Halal MUI dan tanggal kadaluarsa.
Produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan adalah brownies panggang
serta produk unggulan lainnya seperti brownies kukus dan brownies kering. Hal
ini karena penjualan brownies panggang paling besar dibanding produk lainnya
yaitu sekitar 60 persen dari total penjualan perusahaan. Berikut akan dijelaskan
proses produksi brownies panggang, brownies kukus dan brownies kering.
1) Brownies Panggang
Proses pembuatan brownies panggang dimulai dengan membersihkan
berbagai peralatan seperti loyang, baskom, oven dan yang lainnya. Kemudian
bahan baku yang harus dipersiapkan pertama kali adalah telur, gula dan
vanili. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam baskom dan dikocok
menggunakan mixer hingga mengembang. Setelah mengembang, hasil
kocokan dicampur dengan cokelat bubuk dan susu kemudian dikocok
kembali secara manual dengan tangan. Pengocokan manual dilakukan untuk
membentuk tekstur brownies yang bantat sehingga berbeda dengan kue bolu.
Setelah tercampur, dimasukkan bahan tambahan berupa minyak goreng untuk
membentuk memberikan rasa gurih dan basah pada kue brownies. Apabila
menggunakan margarin, tekstur brownies akan terlalu lembut sehingga
mudah hancur. Pengocokan dilakukan kembali secara manual. Setelah
pengocokan selesai adonan dimasukkan ke dalam loyang ukuran 30 x 10 cm 2.
Satu adonan dapat dibagi menjadi 16 loyang dengan berat masing-masing 500
gram. Apabila beratnya telah sama dan permukaan adonan telah rata maka
62
proses selanjutnya adalah memberikan topping brownies berupa parutan keju,
kacang mede, irisan pisang, kismis maupun chocochips berdasarkan varian
rasa yang dipilih. Kemudian loyang dimasukkan ke dalam oven. Setelah
matang, brownies segera dikeluarkan dari oven. Untuk menjaga kepercayaan
konsumen akan produknya, EBB melakukan sortasi terhadap produk yang
dibuatnya. Brownies yang hangus, patah, atau pecah-pecah tidak dijual dan
dipisahkan. Kemudian pinggiran brownies dirapikan dan untuk memperindah
tampilannya di bagian atas dilukis gambar bunga dengan menggunakan
cokelat cair. Setelah itu, brownies dikemas ke dalam kardus-kardus khusus
untuk brownies panggang.
2) Brownies Kukus
Berbeda halnya dengan proses pembuatan brownies kukus. Bahan-bahan
yang pertama kali harus dipersiapkan untuk pembuatan brownies kukus
adalah telur, gula, vanili dan SP. Keempat bahan tersebut disatukan di dalam
baskom dan dikocok dengan mixer hingga cukup mengembang. Kemudian
dimasukkan bahan-bahan lain seperti margarin, minyak goreng, cokelat
bubuk, tepung terigu, susu bubuk dan cokelat cair. Semua bahan tersebut
dicampur menjadi satu dengan mengaduknya secara manual. Setelah itu
adonan dituang sebagian ke dalam 4 buah loyang ukuran 24x12 cm2 sebagai
lapisan pertama. Kemudian adonan dikukus ke dalam oven kukus selama 15
menit. Setelah mengembang, loyang dikeluarkan dari oven. Lapisan pertama
yang telah matang kemudian diolesi dengan cokelat batangan yang telah
dicairkan dan ditumpuk dengan sisa adonan yang ada sebagai lapisan kedua.
Setelah itu, loyang dimasukkan kembali ke dalam loyang kukus dan dikukus
selama 15 menit seperti sebelumnya. Pemberian topping dilakukan setelah
pengukusan selesai. Topping untuk kue brownies kukus sedikit berbeda
dengan brownies panggang. Karena tidak melalui proses pemasakan lagi,
maka bahan-bahan taburan untuk brownies kukus harus dipastikan telah
matang dan siap makan. Bahan-bahan taburan tersebut biasanya berupa keju
parut, kacang mede, irisan pisang, maises, ketan hitam, chocochips, cokelat
cair maupun cokelat parut. Setelah itu brownies dikemas ke dalam kemasan
khusus untuk brownies kukus.
63
3) Brownies Kering (Broker)
Pada pembuatan broker, perusahaan menggunakan produk hasil retur dari
konsumen yang masih layak untuk dikonsumsi kembali. Produk brownies
panggang yang tidak laku terjual dan belum kadaluarsa diproses kembali
menjadi broker. Namun apabila permintaan broker sedang meningkat sering
kali perusahaan menggunakan brownies panggang yang baru. Proses
pembuatannya adalah brownies panggang diiris menjadi sekitar 30 bagian
kemudian diletakkan di loyang yang telah diolesi margarin kemudian
dipanggang kembali di oven hingga kering. Broker dikemas ke dalam
kemasan khusus dan dipisahkan sesuai dengan topping yang ada. Seperti
halnya brownies panggang, baik brownies kukus maupun brownies kering
juga dilakukan proses sortasi untuk memisahkan brownies mana yang tidak
layak untuk dijual.
5.7. Karakteristik Konsumen
Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh dari 30 orang konsumen EBB,
dapat diketahui tentang gambaran umum karakteristik konsumen usaha tersebut.
Sebagian besar konsumen EBB termasuk ke dalam kelompok masa pensiun (5165 tahun), yaitu sebesar 36,67 persen, kemudian sebanyak 26,67 persen konsumen
merupakan kelompok masa transisi (17-23 tahun). Hal ini berarti sesuai dengan
target pasar EBB yang ingin menjangkau usia 17-55 tahun. Hal ini karena pada
usia tersebut masyarakat sudah memiliki kemampuan untuk memutuskan
pembelian berdasarkan kemampuan rasionalnya dan hal tersebut diperkuat dengan
latar belakang sebagian besar konsumen adalah sarjana (S1) yang mencapai 40
persen dari seluruh responden. Pada masa pensiun sering kali ingin membeli
brownies sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Berdasarkan Tabel
14, sebanyak 80 persen berjenis kelamin wanita dan sisanya adalah pria yang
sebagian besar belum menikah (63,33 persen). Wanita sering kali lebih memiliki
kekuatan untuk menentukan keputusan pembelian produk makanan.
Perusahaan juga memilih wisatawan yang memutuhkan oleh-oleh sebagai
target pasarnya. Hal tersebut terlihat dari hasil pengisian kuesioner yang
menyatakan bahwa 29 persen responden membeli produk EBB untuk dijadikan
sebagai oleh-oleh. Hal ini juga dikarenakan sebagian besar konsumen EBB justru
64
berasal dari luar Bogor, yaitu sebanyak 16 orang atau 53,33 persen dan sisanya
berasal dari Jakarta, Cikampek, Karawang, Bandung, Cianjur, Sukabumi,
Tasikmalaya,
Garut,
Indramayu,
Karanganyar,
Kendal,
Medan,
Jambi,
Palembang, dan Lampung, dimana konsumen tersebut melakukan kunjungan
sebelum atau setelah mengunjungi objek wisata (40 persen). Hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa konsumen EBB tidak hanya berasal dari Kota Bogor, tetapi
juga berasal dari luar Kota Bogor. Pada umumnya mereka mengetahui lokasi
usaha dari teman atau keluarga yang sudah pernah mengunjungi usaha EBB.
Berdasarkan
pekerjaan,
sebagian
besar
konsumennya
merupakan
karyawan (60 persen). Konsumen EBB adalah manyarakat kelas menengah ke
atas. Hal tersebut terlihat dari rata-rata penghasilan responden apabila
dikelompokkan ke dalam dua bagian maka sebagian besar responden
berpenghasilan antara Rp 3.000.000,00 hingga lebih dari Rp 5.000.000,00 dengan
responden terbanyak pada rentang Rp 3.000.000-3.900.000 per bulan sebanyak
23,33 persen.
Sebagian besar konsumen adalah karena suka dengan rasanya (35 persen)
ataupun karena membutuhkan makanan selingan (21 persen). Hal ini sesuai
dengan pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk EBB adalah karena
rasanya enak, yaitu sebanyak 48,08 persen, kemudian disusul oleh harga yang
murah dan bahan baku yang berkualitas dengan persentase sebesar 21,15 persen
dan 15,38 persen. Berdasarkan penilaian konsumen, sebanyak 28,57 persen
konsumen menginginkan EBB untuk menambah variasi rasa produknya, 21,43
konsumen menginginkan perbaikan pada lokasi penjualan agar lebih strategis dan
16,67 persen menginginkan EBB untuk terus meningkatkan kualitas produknya.
Keterangan lebih lengkap mengenai hasil kuesioner konsumen EBB dapat dilihat
pada Lampiran 2.
65
Tabel 14. Karakteristik Konsumen Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010
Indikator
Asal
Usia
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan Per Bulan
Karakteristik
Persentase
Bogor
Luar Bogor
17-23 tahun
24-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-65 tahun
Pria
Wanita
46,67
53,33
26,67
16,67
6,67
13,33
36,67
20,00
80,00
Menikah
63,33
Belum menikah
SLTP
SMA
Diploma
S1
S2-S3
Karyawan
PNS
Ibu Rumah Tangga
Wirausahawan
Pelajar/Mahasiswa
< Rp 1.000.000
Rp 1.000.000-Rp 1.900.000
Rp 2.000.000-Rp 2.900.000
Rp 3.000.000-Rp 3.900.000
Rp 4.000.000-Rp 4.900.000
> Rp 5.000.000
36,67
6,67
30,00
16,67
46,67
0,00
60,00
10,00
13,33
10,00
6,67
16,67
16,67
13,33
23,33
16,67
13,33
66
VI ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Analisis lingkungan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan
dalam manajemen strategis yang bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan
perusahaan. Lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan internal dan
lingkungan eksternal.
6.1. Analisis Lingkungan Internal
6.1.1. Manajemen
Untuk menganalisis fungsi manajemen usaha EBB, terdapat beberapa
aspek yang perlu dikaji, antara lain aspek perencanaan, pengorganisasian,
pemberian motivasi, pengelolaan motivasi, pengelolaan staf dan aspek
pengendalian.
1) Perencanaan
Saat ini usaha EBB belum memiliki perencanaan tertulis, baik untuk jangka
pendek, menengah, maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari belum
adanya pernyataan visi, misi dan tujuan secara tertulis, jelas, dan spesifik.
Dalam
menentukan
target
produksi
sering
kali
perusahaan
hanya
mengandalkan pesanan dari tiap-tiap agen dan counter serta menyisihkan
sebagian untuk persediaan perusahaan. Pengorganisasian dari setiap aktivitas
operasional perusahaan juga belum berjalan sesuai dengan positioning produk
yang diinginkan perusahaan. Misalnya ketika perusahaan mencoba untuk
meningkatkan jumlah produksi sering kali tidak diikuti dengan peningkatan
aktivitas pemasaran seperti promosi dan perluasan wilayah pemasaran. Hal
ini menyebabkan terjadinya kelebihan jumlah produk yang diproduksi karena
tidak terjual seluruhnya, sehingga untuk menutup biaya produksi perusahaan
tidak dapat menjual dengan harga yang lebih murah. Kondisi-kondisi tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan belum memiliki perencanaan yang jelas
dalam menjalankan usahanya sehingga dapat menjadi kelemahan bagi
perusahaan untuk mengembangkan usahanya.
2) Pengorganisasian
Struktur organisasi EBB seperti yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan
bahwa posisi manajemen puncak dipegang langsung oleh pemilik, dimana
67
pada posisi ini pemilik bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan
strategis yang terkait dengan kelancaran usaha. Struktur organisasi yang
diterapkan perusahaan pada saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan seutuhnya karena masih terjadi tumpang tindih
pekerjaan antar bagiannya. Misalnya, dengan hilangnya bagian pemasaran
perusahaan maka bagian delivery harus bertanggung jawab terhadap tugas
bagian pemasaran untuk mencari wilayah pemasaran baru. Selain itu, bagian
administrasi keuangan juga harus menggantikan tugas bagian pemasaran
untuk mengurus masalah pembayaran dari setiap agen dan counter yang ada.
Bahkan bagian administrasi keuangan terkadang harus membantu kerja
bagian delivery maupun produksi apabila diperlukan. Hal ini dapat menjadi
kelemahan perusahaan ketika ingin meningkatkan pemasarannya.
3) Pemberian Motivasi
Di dalam EBB, budaya atau iklim kerja yang terjadi lebih cenderung
ke arah kekeluargaan. Oleh karena itu, komunikasi yang terjalin antara
pemilik dengan karyawannya cukup baik. Pemilik cukup dekat dengan
karyawannya walaupun tidak terlalu akrab seperti hubungan antar karyawan.
Hal ini merupakan kekuatan bagi perusahaan karena dapat mempermudah
pemilik ketika memberikan tugas kepada karyawannya. Selain itu, karyawan
juga akan lebih mudah ketika ingin menyampaikan sesuatu kepada pemilik
terkait dengan masalah pekerjaan. Dengan iklim kekeluargaan tersebut,
pemilik mencoba untuk menanamkan kepada setiap karyawannya untuk
saling mengawasi dan saling memberi semangat satu sama lain sehingga
tercipta budaya perusahaan yang baik. Dengan mengawasi dan memberi
semangat rekan kerjanya, secara otomatis setiap karyawan tersebut akan
mengawasi dan memotivasi dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum
menasehati orang lain. Dengan demilian karyawan akan lebih rajin untuk
bekerja dan produktivitas karyawan pun akan meningkat.
Setiap seminggu sekali, yaitu tepatnya pada hari Senin, perusahaan
selalu mengadakan kegiatan pengajian yang disertai ceramah dan pemberian
motivasi selama kurang lebih satu jam yang dihadiri oleh pemilik dan seluruh
karyawan. Selain itu, pemilik juga secara rutin melakukan diskusi secara
68
personal dengan setiap karyawan pada awal semester atau setiap enam bulan
sekali. Di dalam diskusi tersebut, satu per satu karyawan bertatap muka
langsung dengan pemilik untuk membicarakan mengenai kinerja mereka
selama enam bulan ke belakang dan menceritakan tentang permasalahan yang
dihadapi di dalam pekerjaan serta permasalahan pribadi karyawan yang
mungkin dapat mempengaruhi kinerja mereka. Dengan demikian pemilik
dapat mengetahui permasalahan karyawan dan memberikan masukan untuk
menyelesaikannya sehingga tidak mengganggu kinerja perusahaan.
4) Penempatan Staf
Sebelumnya perusahaan memiliki bagian personalia yang mengatur
sumberdaya manusia di dalam perusahaan. Namun, sejak akhir tahun 2009
perusahaan tidak memiliki lagi bagian personalia maupun bagian pemasaran
karena semua karyawan di bagian ini tidak lagi bekerja di perusahaan.
Sebagian dari karyawan yang keluar tersebut diberhentikan karena melakukan
kesalahan dalam pekerjaannya dan sebagian lagi mengundurkan diri.
Akibatnya, pemilik harus mengatur sendiri tugas bagian personalia, seperti
perekrutan, pemberhentian, pemberian motivasi dan pelatihan.
Pemilik menegaskan adanya beberapa tenaga kerja yang menjadi
orang kepercayaan dan dapat dianggap sebagai personil kunci bagi
perusahaan. Personil kunci tersebut adalah Lidia Sabariah sebagai kepala
bagian administrasi keuangan, Nurhaenil sebagi staf bagian administrasi
keuangan dan M. Tomi Rahman sebagai koordinator kepala bagian. Lidia
Sabariah dipercaya untuk menentukan kebijakan keuangan perusahaan,
seperti dalam menentukan anggaran belanja harian perusahaan maupun dalam
hal pembukuan. Nurhaenil bertanggung jawab untuk mengatur perihal
pengiriman kepada pelanggan, agen dan counter termasuk pencatatan nota
penjualan. Sedangkan M. Tomi Rahman, yang juga merupakan putra dari
pemilik EBB, bertanggung jawab terhadap penentuan pasar dan sistem
pembayaran bagi agen dan counter yang ada. Adanya personil kunci
seharusnya dapat membuat EBB lebih baik dalam melakukan perencanaan
pengembangan usaha karena personil kunci dapat ikut merumuskan tujuan
perusahaan. Namun pada kenyataannya, perencanaan perusahaan hanya
69
berdasarkan keputusan sepihak dari pemilik dan personel kunci hanya
melanjutkan sesuai wewenangnya saja.
Karyawan yang dipekerjakan oleh EBB saat ini berjumlah 16 orang di
luar sumberdaya dari keluarga pemilik sebanyak tiga orang (pemilik, istri,
dan anak). Pemilik dan keluarganya bekerja sebagai manajemen tertinggi di
dalam perusahaan dan mereka tidak ikut bekerja sesuai jam kerja yang
diterapkan di dalam perusahaan. Pemilik, penanggung jawab dan koordinator
kepala bagian bertugas hanya untuk menentukan keputusan-keputusan
strategis perusahaan, sedangkan keputusan-keputusan fungsional dilakukan
oleh masing-masing kepala bagian.
Perusahaan tidak terlalu sulit untuk mengakses tenaga kerja karena
sebagian besar karyawan berasal dari lingkungan di sekitar pabrik. Hal ini
merupakan keuntungan bagi perusahaan ketika ingin mengembangkan
usahanya. Karyawan yang berkerja di perusahaan rata-rata merupakan lulusan
pendidikan setara dengan SMA dan SLTP. Namun ada sebagian karyawan
yang hanya lulusan SD. Hal ini dapat menjadi kelemahan perusahaan ketika
hendak melakukan pengembangan usaha, karena
karyawan dengan
pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk belajar menggunakan
teknologi baru (modern) dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, karyawan dengan tingkat pendidikan
yang rendah kurang memiliki keberanian untuk bertindak inisiatif terhadap
pekerjaan yang ditanganinya karena mereka hanya mengerti pekerjaan yang
telah diajarkan dahulu kepada mereka. Karyawan bagian produksi dan
delivery didominasi oleh karyawan laki-laki karena pekerjaan yang ditangani
cukup berat dan banyak menggunakan tenaga otot, sedangkan bagian
administrasi keuangan didominasi oleh karyawan perempuan karena dianggap
lebih ringan dan lebih banyak menggunakan kepintaran dan ketelitian.
Komposisi karyawan berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada Tabel 15.
70
Tabel 15. Komposisi Karyawan Elsari Brownies & Bakery Berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No.
1
a.
b.
c.
d.
e.
2
Bagian Produksi Brownies
Rahmat
Yana
Sofyan
Ubuy
Enan
Bagian Produksi Bakery
a. Yusep G.
b. Ahmad A.
c. Neneng
3
a.
b.
c.
d.
4
Divisi
Bagian Administrasi
Keuangan
Lidia Sabariah
Erfi S.
Nurhaenil
Angga
Bagian Delivery
a. Richi I.
b. Lukman F.
c. Yusuf
Jenis Kelamin
Usia
(tahun)
Pendidikan
terakhir
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
22
23
40
28
23
STM
STM
SMP
SD
SMA
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
25
26
27
SMEA
SD
SD
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
48
25
23
23
SMEA
SMEA
SMA
SMA
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
25
28
22
SMP
SMP
SMP
Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010)
Semua karyawan yang bekerja di perusahaan merupakan karyawan
tetap. Apabila ada karyawan yang mangkir maka akan diberi peringatan dan
apabila peringatan tersebut diacuhkan maka akan diberikan skorsing.
Ketikapemberlakukan skorsing tidak merubah kebiasaan karyawan maka
proses selanjutnya adalah pemberhentian karyawan. Apabila semua tugas
karyawan telah selesai namun jam kerja belum berakhir, sering kali pemilik
memberikan kebijakan untuk memperbolehkannya pulang terlebih dahulu.
Sistem perekrutan karyawan adalah melalui wawancara dengan
pemilik bagi setiap orang yang melamar pekerjaan ke EBB. Setelah
wawancara, pemilik akan memberikan masa percobaan selama tiga bulan
bagi pekerja yang baru. Pada masa percobaan tersebut karyawan baru
diajarkan untuk bekerja dan dipantau hasil kerjanya. Apabila hasil kerjanya
baik maka akan diangkat sebagai karyawan tetap dan dinaikkan gajinya,
71
namun apabila hasil kerjanya tidak memuaskan maka perusahaan akan
memberhentikannya. Sistem pengupahan tenaga kerja adalah dengan
memberikan gaji kepada karyawan setiap bulan. Besarnya gaji tergantung
dari posisi dan kedudukan karyawan. Karyawan di bagian administrasi
keuangan memiliki gaji sebesar Rp 900 ribu per bulan. Karyawan di bidang
delivery memiliki gaji sebesar Rp 800 ribu . Gaji tertinggi dimiliki oleh
kepala bagian produksi, yaitu sebesar Rp 1 juta per bulan, sedangkan staf
bagian produksi memperoleh Rp 700 ribu per bulan. Untuk karyawan dalam
masa percobaan perusahaan memberikan gaji sebesar Rp 300 ribu per bulan.
Gaji diberikan perusahaan kepada karyawan setiap tanggal 1 secara tunai
kepada karyawan. Apabila tanggal 1 pada bulan tertentu terdapat pada hari
libur, maka perusahaan akan memberikannya pada hari pertama masuk
setelah tanggal 1.
Selain dengan memberikan gaji terhadap karyawan, perusahaan juga
memberikan sejumlah insentif yang besarnya tergantung dari kinerja
karyawan masing-masing. Insentif tersebut diberikan kepada karyawan secara
cash setiap tanggal 3. Setiap hari raya Idul Fitri perusahaan juga memberikan
tunjangan hari raya (THR) berupa uang tunai sebesar gaji selama 1 bulan
serta brownies kepada setiap karyawan. Pemilik juga memberikan fasilitasfasilitas kepada karyawan berupa makan sebanyak tiga kali sehari dan
tunjangan kesehatan karyawan apabila ada karyawan yang sakit. Insentif
tersebut diberikan kepada karyawan dua hari setelah pembagian gaji.
Pemberian insentif tersebut dirasa cukup efektif oleh pemilik, karena dengan
adanya insentif yang diberikan sesuai dengan kinerja karyawan maka masingmasing karyawan dapat bekerja dengan lebih giat agar mendapat insentif
yang lebih besar sehingga produktivitas karyawan pun meningkat.
5) Pengendalian
Pada dasarnya EBB hanya melakukan pengendalian pada bidang
sumberdaya manusia dan bidang produksi, khususnya pada pengadaan bahan
baku dan pengolahan. Pengendalian karyawan selain didukung oleh kegiatankegiatan yang telah disebutkan sebelumnya, pemilik juga akan menindak
tegas bagi karyawan yang berbuat kecurangan maupun bagi karyawan yang
72
malas untuk bekerja. Pada tahap awal, karyawan tersebut akan diberikan
peringatan, apabila peringatan tersebut dilanggar maka perusahaan akan
memberikan skorsing sebagai langkah kedua. Namun, apabila karyawan
tersebut tetap tidak berubah maka perusahaan akan menindaklanjutinya
dengan jalan pemecatan maupun memberikan penawaran pengunduran diri.
6.1.2. Pemasaran
Pemasaran
merupakan
proses
mendefinisikan,
mengantisipasi,
menciptakan, serta memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan atas barang
dan jasa. Aspek pemasaran terkait dengan komponen-komponen strategi
pemasaran seperti segmenting, targeting, dan positioning.
1) Analisa Segmenting, Targeting, dan Positioning
a) Segmentasi Pasar (Segmenting)
Dalam memasarkan produknya, perusahaan membagi pasar ke dalam
empat segmen pasar berdasarkan aspek geografis, aspek demografis, aspek
psikografis dan aspek perilaku. Segmentasi pasar EBB berdasarkan aspek
geografis terkait dengan wilayah pemasaran. Segmentasi berdasarkan
aspek demografis meliputi usia dan penghasilan. Aspek psikografis yang
menjadi segmen perusahaan adalah kelas sosial, sedangkan aspek perilaku
terkait dengan peristiwa dan manfaat.
b) Targeting
Setelah menetapkan segmentasi pasar perusahaan maka dilakukan
identifikasi dan seleksi pasar sasaran. Target pasar EBB adalah masyarakat
di wilayah Jabodetabek, Bandung dan sekitarnya, dengan konsumen lebih
banyak dari daerah luar Kota Bogor, usia 17-55 tahun dengan penghasilan
antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 5.000.000,00 per bulan yaitu kelas
menengah ke atas yang mengutamakan kualitas serta kecepatan serta
masyarakat yang membutuhkan makanan pada peristiwa-peristiwa khusus,
seperti pada acara pertemuan ataupun makanan sebagai oleh-oleh bagi
wisatawan yang berkunjung ke Bogor.
c) Positioning
Positioning bertujuan untuk menempatkan posisi produk di mata
konsumen sehingga produk perusahaan dapat dipandang berbeda dengan
73
produk-produk lainnya. Perusahaan memposisikan produk browniesnya
sebagai produk yang enak, berkualitas serta terjangkau bagi setiap
konsumennya.
2) Analisa Bauran Pemasaran
Selain itu pemasaran terkait erat dengan bauran pemasaran, yaitu aspek
produk, harga, distribusi dan promosi. Berikut ini merupakan penjelasan
mengenai masing-masing bauran pemasaran pada perusahaan EBB.
a) Produk (Product)
Produk utama yang dihasilkan EBB adalah berbagai macam
brownies, seperti brownies panggang, brownies kukus dan brownies kering
(broker). Di samping itu perusahaan juga memproduksi bermacam-macam
kue lain seperti bolu keju susu (borju) panggang, bolu keju susu (borju)
kukus, lapis legit, lapis surabaya, pastri, pisang bollen, pepe panggang,
cake tape, cake pisang dan marmer cake. Ciri khas yang dimiliki oleh
brownies EBB adalah lukisan bunga-bunga yang terbuat dari cokelat cair
di bagian atas brownies.
Apabila produk telah kadaluarsa atau telah mendekati masa
kadaluarsa maka perusahaan akan menarik produknya dari setiap counter
perusahaan. Penarikan tersebut dilakukan setiap seminggu sekali ataupun
setiap dua minggu sekali tergantung lokasi counter. Sedangkan untuk agen
perusahaan tidak menarik produknya karena menggunakan sistem jual
lepas. Untuk memberikan pilihan kepada pelanggan ketika hendak
membeli produknya, perusahaan membuat variasi pada produknya. Variasi
tersebut berupa variasi topping yang diberikan di bagian permukaan
brownies panggang maupun kukus. Terdapat bermacam-macam variasi
topping brownies panggang antara lain maises, chocochips, kismis, kacang
mede, keju panggang, kombinasi, keju basah/parut dan pisang keju.
Sedangkan untuk produk brownies kukus memiliki variasi topping
chocochips, kismis, kacang mede, keju basah/parut, pisang keju, maises
kombinasi, ketan hitam, pandan dan keju/cokelat parut. Apabila
dibandingkan dengan pesaingnya seperti Brownies Kukus Amanda dan
74
Brownies Bogor, penampilan dan variasi topping produk EBB kurang
memiliki daya saing dibanding produk pesaing.
EBB menggunakan kemasan berbahan dasar karton 0,5 mm dengan
kelengkapan meliputi nama produk, logo EBB, komposisi bahan, berat
bersih (netto), nomor Dinkes P-IRT, nomor Halal MUI dan tanggal
kadaluarsa. Selain itu perusahaan memberikan lapisan plastik transparan
untuk memberikan kemudahan konsumen untuk melihat produk sebelum
membelinya. Ukuran dan desain dari kemasan tersebut disesuaikan dengan
jenis dan ukuran dari setiap produk. EBB telah memiliki sertifikat pangan
industri rumah tangga dari Dinkes Kota Bogor dengan nomor
3063271010512 dan sertifikat halal MUI-JB Nomor 01101007990805.
Kedua sertifikasi ini digunakan perusahaan untuk menambah kepercayaan
konsumen ketika mengkonsumsi produk. Kelengkapan ini merupakan
kekuatan bagi perusahaan sehingga dapat menjadi pertimbangan
konsumen dalam memilih produk yang akan dibelinya.
Perusahaan juga memberikan layanan purna jual bagi para
konsumennya.
Layanan
tersebut
meliputi
layanan
komplain
dan
pengembalian produk serta layanan kritik dan saran konsumen yang
dimaksudkan untuk memfasilitasi konsumen apabila produk yang
dibelinya rusak atau telah kadaluarsa akibat kesalahan perusahaan
sehingga konsumen dapat menukarnya dengan yang baru. Selain itu,
perusahaan juga memberikan penggantian produk-produk di countercounter apabila telah mendekati masa kadaluarsa. Sedangkan layanan
kritik dan saran adalah sebuah layanan untuk memfasilitasi komentar
konsumen terkait dengan perbaikan maupun pengembangan produk
sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Hal ini dapat menjadi
kekuatan bagi perusahaan dalam memperoleh kepercayaan konsumen.
b) Harga (Price)
Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran
yang menghasilkan penerimaan bagi perusahaan. Harga untuk masingmasing produk yang dijual oleh EBB dapat dilihat pada Tabel 16.
75
Tabel 16. Daftar Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010
Jenis
Brownies Panggang
1 Maises
2 Chocochips
3 Kismis
4 Kacang Mede
5 Keju Panggang
6 Keju Basah/Parut
7 Kombinasi
8 Pisang Keju
Harga
(Rp)
27.000
27.000
27.000
27.000
28.000
29.000
28.000
29.000
Bolu Keju Susu (Borju) Panggang
1 Kacang Mede
27.000
2 Keju Panggang
28.000
3 Keju Basah/Parut
29.000
Lain-Lain
1 Lapis Legit
32.000
2 Lapis Surabaya
31.000
3 Pisang Bollen
33.000
4 Pastri
30.000
5 Brownies Kering
17.000
Jenis
Harga
(Rp)
Brownies Kukus
1 Chocochips
29.000
2 Kismis
29.000
3 Kacang Mede
29.000
4 Keju Basah/Parut
30.000
5 Pisang Keju
30.000
6 Maises Kombinasi
29.000
7 Ketan Hitam
29.000
8 Pandan
29.000
9 Keju/Cokelat Parut
31.000
Bolu Keju Susu (Borju) Kukus
1 Kacang Mede
29.000
2 Keju Basah/Parut
30.000
3 Pisang Keju
30.000
6
7
8
9
Pepe Panggang
Cake Tape
Cake Pisang
Marmer Cake
29.000
27.000
27.000
27.000
Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010)
Perusahaan juga memberikan potongan harga kepada para
konsumennya. Berdasarkan peraturan perusahaan, bagi konsumen yang
melakukan pembelian dengan jumlah pembelian langsung di outlet
perusahaan minimal 20 kotak brownies, perusahaan akan memberikan
potongan harga sebesar Rp 2.000,00 hingga Rp 4.000,00 untuk setiap
produknya, meskipun sering kali peraturan tersebut lebih bersifat fleksibel
karena perusahaan sering kali memberikan potongan meskipun konsumen
berbelanja di bawah 10 kotak. Perusahaan juga memberikan potongan
harga sebesar Rp 4.000,00 kepada agen, tetangga, dan pelanggan.
Sedangkan untuk setiap counter perusahaan diberikan potongan harga
sebesar Rp 3.000,00. Hal ini berlaku apabila pelanggan membelinya
langsung di outlet perusahaan. Kemudian perusahaan memberikan
kebebasan bagi agen dan counter untuk menetapkan harga bagi konsumen
akhir asalkan harga tersebut tidak lebih rendah dari harga yang diberikan
76
perusahaan pada konsumen akhir. Namun, sistem pembayaran untuk agen
dan counter pun berbeda. Agen diberikan periode pembayaran bulanan,
sedangkan counter diberikan periode pembayaran mingguan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pihak
perusahaan, EBB menetapkan harga produknya berdasarkan hasil survei
terhadap harga produk pesaing-pesaing terdekatnya yang sedang berlaku
(going rate pricing) yaitu menetapkan harga produk EBB di bawah
pesaingnya. Hal tersebut dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan.
Penetapan harga yang di bawah pesaing tersebut dilakukan perusahaan
agar sesuai dengan positioning produk yang diinginkan perusahaan, yaitu
terjangkau oleh para konsumennya. Perbandingan harga produk EBB
dengan para pesaing utamanya setelah dikonversi pada ukuran kemasan
yang sama dapat dilihat pada Tabel 17. Meskipun selisihnya tidak terlalu
banyak, namun produk EBB untuk jenis brownies panggang dan brownies
kering lebih murah dibanding kedua pesaingnya. Namun, untuk jenis
brownies kukus, EBB sedikit lebih mahal dibanding Brownies Kukus
Amanda. Maskipun demikian, EBB menerapkan sistem potongan harga
hingga sebesar Rp 4.000,00 kepada konsumen, suatu keunggulan yang
tidak dimiliki oleh para pesaingnya. Selain itu, sebesar 21 persen
responden menyatakan bahwa alasan membeli produk EBB adalah karena
memiliki harga yang relatif murah.
Tabel 17. Perbandingan Harga Produk Elsari Brownies & Bakery
Dibanding Pesaing tahun 201010
Jenis Produk
Brownies panggang
Brownies kukus
Brownies kering
Elsari
Brownies &
Bakery
28.000
29.000
13.600
Harga (rupiah)
Brownies
Kukus
Amanda
28.695
26.000
15.000
Brownies
Bogor
45.000
-
c) Distribusi (Place)
Saat ini perusahaan telah mampu secara kontinu memasarkan
produknya ke berbagai wilayah di sekitar Bogor, Jakarta, Depok,
10
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 19 Juli 2010
77
Karawang, Cianjur, Sukabumi dan Bandung. Setiap harinya perusahaan
mendistribusikan produknya ke agen-agen dan counter-counter yang
tersebar di berbagai wilayah tersebut dengan menggunakan mobil dan
motor. Daya tahan yang berbeda-beda dari masing-masing produk yang
ditawarkan menyebabkan perbedaan metode pemasaran dari masingmasing produk tersebut. Untuk produk yang memiliki daya tahan yang
lama seperti brownies panggang dan borju panggang yaitu 14 hari dan
brownies kering yang lebih lama lagi yaitu 30 hari dipasarkan ke agen dan
counter perusahaan ke berbagai daerah dengan sistem konsinyasi maupun
penjualan langsung di outlet perusahaan. Sedangkan untuk produk bakery,
seperti brownies kukus, borju kukus, lapis legit, lapis surabaya, pastri,
pisang bollen, pepe panggang, cake tape, cake pisang dan marmer cake,
perusahaan hanya memasarkannya di outlet perusahaan atau berdasarkan
pesanan yang ada karena daya tahannya hanya selama 4 hari.
Secara umum, pendistribusian yang dilakukan oleh EBB melalui
dua pola saluran. Saluran pertama, produk dari produsen melalui retailer
yang ada diteruskan ke konsumen akhir. Sedangkan saluran ke dua adalah
aliran produk langsung dari produsen kepada konsumen akhir. Saluran ini
lebih pendek dibandingkan saluran distribusi yang pertama. Hal ini
merupakan kekuatan bagi perusahaan yang masih berbentuk UMKM,
karena rantai pemasaran yang lebih pendek menyebabkan perusahaan
dapat memperoleh margin keuntungan yang lebih besar. Kedua saluran
distribusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
RETAILER
PRODUSEN
KONSUMEN AKHIR
Gambar 9. Saluran Distribusi Elsari Brownies & Bakery Tahun 201011
Perusahaan membagi retailer menjadi dua yang biasa disebut
dengan agen dan counter. Terdapat perbedaan antara agen dan counter
11
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 1 Juni 2010
78
yaitu pada sistem penjualan yang digunakan. Sistem penjualan yang
dilakukan kepada agen sama sekali berbeda dengan sistem yang digunakan
kepada counter. Perusahaan menjual barangnya ke counter dengan sistem
konsinyasi, dimana perusahaan hanya menitipkan produknya ke counter
untuk dijual bersama produk-produk lainnya dan perusahaan bertanggung
jawab penuh terhadap produk apabila tidak laku terjual. Sedangkan sistem
penjualan yang diberlakukan kepada agen adalah dengan sistem jual lepas
dimana perusahaan tidak bertanggung jawab kembali terhadap barang
apabila tidak terjual secara keseluruhan. Dalam mendukung proses
distribusinya EBB memiliki 18 agen yang tersebar di Jakarta, Bogor,
Karawang dan Sukabumi (Lampiran 1). Selain itu, pemasaran EBB juga
melalui counter-counter yang tersebar di berbagai wilayah (Lampiran 1).
Kesemua agen dan counter tersebut terdiri dari toko kue, toko oleh-oleh,
ibu rumah tangga, instansi, maupun karyawan perusahaan. Hal ini
dimaksudkan agar produk EBB dapat dijangkau oleh setiap masyarakat,
baik dari Bogor maupun di luar Bogor yang terdiri dari keluarga,
karyawan, instansi, maupun pelajar dan mahasiswa.
Di satu sisi, counter ini dapat dianggap penuh risiko karena sistem
penjualan produknya melalui konsinyasi dimana perusahaan bertanggung
jawab penuh atas produknya apabila terjadi kerusakan ataupun ketika tidak
laku. Namun, di sisi lain sistem ini membuat perusahaan lebih mudah
memperoleh counter. Dengan semakin banyak counter yang memasarkan
produknya maka produk perusahaan akan lebih cepat tersebar luas dan
dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, perusahaan berusaha untuk selalu
menjaga hubungan yang baik dengan para retailernya. Namun, lokasi
outlet penjualan langsung perusahaan yang berada di dalam kompleks
perumahan membuat konsumen sulit untuk menjangkaunya. Selain itu,
lokasi tersebut juga jarang dilewati oleh calon konsumen karena bukan
merupakan jalan raya dalam kota sehingga menjadi kelemahan bagi EBB
untuk memperkenalkan produknya.
79
d) Promosi (Promotion)
Dahulu perusahaan pernah melakukan promosi melalui radio dan
surat kabar lokal Bogor. Namun, karena dinilai kurang efektif oleh pemilik
maka saat ini perusahaan tidak lagi mengalokasikan anggarannya untuk
kegiatan promosi baik di media cetak maupun elektronik. Satu-satunya
promosi yang dilakukan perusahaan adalah melalui cerita dari orang ke
orang (word of mouth). Lewat jenis promosi inilah profil perusahaan
pernah muncul di artikel surat kabar maupun situs internet sebagai pengisi
rublik wirausaha maupun pariwisata khususnya oleh-oleh dari Bogor.
Perusahaan tidak melakukan promosi melalui brosur dan pamflet
melainkan hanya melalui liflet. Liflet yang diproduksi oleh perusahaan pun
saat ini hanya berupa daftar harga produk yang dijual oleh EBB beserta
alamat perusahaan. Liflet tersebut diberikan kepada pengunjung counter
yang berada di pabrik atau ketika ada kunjungan ke perusahaan saja.
Selain itu, untuk menarik minat konsumen perusahaan memiliki papan
nama besar di depan bangunan perusahaan dan memajang beberapa
macam produknya di etalase. Sayangnya hal ini tidak diterapkan di setiap
agen dan counter sehingga produk EBB kurang dikenal oleh masyarakat
bahkan di Kota Bogor sendiri.
Perusahaan melakukan aktivitas penjualan pribadi hanya kepada
konsumen yang datang ke outlet yang berada di pabrik, sedangkan untuk
penjualan melalui counter dan agen proses komunikasi dengan konsumen
diserahkan pada wiraniaga yang bertugas di tempat tersebut sehingga tidak
dapat dikelola langsung oleh perusahaan.
Untuk mempromosikan produknya, perusahaan memberikan free
sample kepada calon pembeli ketika ada kunjungan atau seminar yang
biasanya disajikan sebagai jamuan bagi tamu kunjungan. Free sample juga
diberikan kepada tetangga maupun instansi-instansi sebagai sarana
promosi penjualan kepada calon konsumen. Untuk menarik konsumen
agar membeli dalam jumlah banyak, perusahaan memberikan potongan
harga bagi konsumen maupun retailer yang melakukan pembelian dengan
jumlah banyak.
80
6.1.3. Keuangan/Akuntansi
Untuk mendirikan sebuah perusahaan, diperlukan sejumlah modal. Modal
tersebut dapat berupa uang ataupun aset seperti lahan, bangunan, kendaraan
maupun peralatan produksi. Modal yang digunakan tersebut dapat berasal dari
modal pribadi maupun dari pinjaman. Modal awal yang digunakan oleh pemilik
pada saat mendirikan EBB sepenuhnya merupakan modal sendiri. Pada saat
berdiri, kapasitas produksi EBB belumlah terlalu besar sehingga tidak
membutuhkan banyak modal ketika mendirikannya. Besar biaya variabel yang
dikeluarkan perusahaan setiap harinya sekitar Rp 2.500.000,00 yang digunakan
untuk kegiatan produksi dan delivery. Sedangkan pengalokasian anggaran bulanan
digunakan untuk pembayaran tagihan air bersih, telepon, listrik, pembayaran
pinjaman bank, pembayaran kredit motor dan mobil serta untuk kegiatan litbang
perusahaan seperti pengembangan resep baru. Perusahaan juga setiap tahunnya
mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan pengembangan dan perawatan
teknologi perusahaan seperti kendaraan dan peralatan produksi.
Salah satu kelemahan usaha kecil dan menengah adalah keterbatasan
dalam pengelolaan keuangan secara rapi dan baik. Hal ini tidak berlaku bagi EBB
yang pada dasarnya tidak memiliki sumberdaya manusia yang ahli dalam hal
pembukuan keuangan. Meskipun belum berpedoman pada prinsip-prinsip
akuntansi yang ada, EBB telah memiliki pembukuan yang cukup rapi mengenai
transaksi harian perusahaan sehingga dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan
untuk dapat berkembang menjadi lebih besar. Sayangnya, perusahaan memiliki
keterbatasan modal untuk mewujudkan hal tersebut sehingga menjadi kelemahan
bagi perusahaan ketika ingin membuka cabang baru di tempat yang lebih strategis.
6.1.4. Produksi/Operasi
Setiap harinya, perusahaan melakukan produksi brownies panggang dan
brownies kering secara rutin. Sedangkan brownies kukus dan produk lainnya
diproduksi berdasarkan pesanan. Perusahaan tidak menetapkan target produksi di
setiap awal bulan atau awal tahun sebagai sebuah rencana strategis namun
menetapkannya dengan cara melakukan penambahan sebanyak 20 persen dari
total pesanan yang ada setiap harinya. Perusahaan belum berani untuk
81
memproduksi langsung dalam jumlah banyak untuk memperoleh skala ekonomis
yang menyebabkan biaya produksi dapat lebih murah nantinya.
Bahan baku yang digunakan oleh EBB adalah bahan baku berkualitas. Hal
tersebut dapat dilihat dari penggunaan bahan-bahan pilihan. Tepung terigu yang
digunakan adalah tepung terigu cap Cakra Kembar. Tepung terigu tersebut
memiliki kadar protein yang tepat untuk digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan brownies. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng
merek Tropical dengan dua kali penyaringan, bukan minyak goreng curah yang
kurang sehat. Cokelat yang digunakan pun merupakan cokelat dengan kualitas
baik dalam bentuk bubuk, cair maupun batangan. Bahan baku yang berkualitas
menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki oleh EBB.
Akses terhadap bahan baku juga merupakan faktor yang sangat penting
pada industri manufaktur seperti EBB. Bahan baku diperoleh perusahaan dari
pemasok maupun dari pembelian langsung di pasar. Untuk bahan baku seperti
tepung terigu, telur dan gula diperoleh dari pemasok, sedangkan bahan-bahan
lainnya dibeli langsung oleh bagian produksi di pasar. Hal ini sering kali
menghambat kegiatan produksi karena harus menunggu proses belanja selesai
sehingga kegiatan produksi kurang berjalan optimal. Kondisi ini merupakan
kelemahan bagi perusahaan karena dapat menghambat kegiatan produksi.
Dalam menunjang kegiatan produksi, pihak EBB telah memiliki peralatan
modern seperti mixer listrik besar. Selain itu peralatan yang digunakan oleh
bagian produksi antara lain oven, loyang, timbangan, pisau, baskom, dan
sebagainya. Perawatan terhadap mesin-mesin dan peralatan pabrik dilakukan satu
minggu sekali yaitu pada hari Jumat. Perawatan tersebut meliputi pembersihan
dan pemeriksaan rutin peralatan sehingga peralatan yang rusak dapat segera
diperbaiki atau diganti dengan yang baru. Penggunaan teknologi modern
merupakan salah satu kekuatan bagi perusahaan karena sangat membantu dalam
kegiatan produksi perusahaan karena dapat membuat pekerjaan lebih cepat dan
produktivitas meningkat. Sayangnya jumlah peralatan yang terbatas juga dapat
menjadi kelemahan perusahaan dalam meningkatkan kapasitas produksinya.
Selain menggunakan bahan baku yang berkualitas, perusahaan juga
menerapkan pengendalian terhadap mutu produk agar citra produk yang baik di
82
mata konsumen tetap terjaga. Prosedur pengendalian mutu yang diterapkan di
perusahaan adalah dengan melakukan sortasi produk dan konsisten terhadap resep
yang ada. Hal ini dimaksudkan agar produk EBB tidak berubah kualitasnya dari
waktu ke waktu karena terus menggunakan bahan baku dengan kualitas yang baik.
Selain itu, proses sortasi dilakukan untuk menjaga citra produk di mata konsumen.
6.1.5. Penelitian dan Pengembangan
Bidang penelitian dan pengembangan (litbang) merupakan salah satu
bagian dari suatu perusahaan yang memiliki fungsi terkait dengan pengembangan
produk baru atau riset pasar. Biasanya perusahaan harus memiliki alokasi
pembiayaan tersendiri untuk membiayai kegiatan litbangnya sehingga tidak semua
perusahaan memiliki bagian litbang.
Seperti halnya UMKM pada umumnya, EBB belum memiliki bagian atau
divisi khusus yang bertanggung jawab atas penelitian dan pengembangan
perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan tetap melakukan aktivitas penelitian
dan pengembangan dalam hal pengadaan resep produk baru, teknologi, maupun
kemasan produk. Penelitian dalam pengadaan resep baru yang sesuai dengan
keinginan masyarakat dengan bahan baku yang efisien ditangani langsung oleh
istri pemilik yang juga menjabat sebagai penanggung jawab perusahaan.
Sedangkan pengembangan teknologi seperti peralatan dan kemasan produk
ditangani oleh anak yang juga menjabat sebagai koordinator kepala bagian.
Aktivitas penelitian dan pengembangan ini tidak dilakukan secara rutin
setiap harinya sebagaimana sebuah divisi riset di suatu perusahaan besar.
Aktivitas ini dilakukan berdasarkan kebutuhan perusahaan. Pemilik menugaskan
istri dan anaknya apabila beliau merasa bahwa perusahaan membutuhkan sebuah
inovasi baru di dalam perusahaan. Misalnya ketika masyarakat mulai menyukai
lapis surabaya, maka perusahaan mencoba untuk membuat resep lapis surabaya
dengan komposisi yang tepat sehingga akan disukai oleh masyarakat. Dalam hal
kemasan, perusahaan melakukan pengembangan dan perubahan agar kemasan
lebih menarik perhatian calon konsumen dan berbeda dengan pesaing-pesaingnya.
Dalam hal teknologi, perusahaan melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan berdasarkan kebutuhan perusahaan dalam mencapai efisiensi
pekerjaan. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini dapat dilihat dari
83
penggunaan mixer, oven dan meja serta rak kue di bagian produksi. Baik oven,
rak dan meja dibuat dari bahan stainless steel yang lebih cepat panas, lebih cepat
dingin dan lebih mudah untuk dibersihkan dibandingkan dengan bahan aluminium
atau yang lainnya. Selain itu, oven yang digunakan oleh perusahaan memiliki
pintu yang terbuka ke bawah sehingga lebih memudahkan karyawan ketika
membuka oven dan membuat suhu tetap terjaga. Pada oven brownies kering,
perusahaan sengaja menciptakan oven dengan sumber panas berada langsung di
dalam oven, bukan berasal dari kompor di luar oven sebagaimana jenis oven
lainnya. Pemanas tersebut ditempatkan di bagian atas dan bawah oven sehingga
temperatur akan lebih merata ketika digunakan untuk memanggang. Selain itu,
perusahaan juga memiliki mixer yang merupakan rancangan asli dari pemilik.
Mixer ini diciptakan untuk mempercepat proses pengocokan adonan pada tahap
awal produksi. Pembuatan mixer ini disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan perusahaan. Mixer ini dinilai lebih ekonomis karena memiliki dua
tangkai pengocok dalam satu mesin dengan kecepatan yang cukup tinggi sehingga
dapat mempercepat proses pengocokan. Selain itu, mixer tersebut disesuaikan
dengan beban daya listrik yang digunakan oleh pabrik sehingga tidak
menyebabkan pabrik kelebihan muatan listrik. Selain itu, dengan membuat
peralatan secara pribadi, perusahaan dapat menghemat sebagian anggarannya
karena akan lebih murah apabila dibandingkan dengan membelinya di pasaran.
Setiap harinya perusahaan menyisihkan sebagian keuntungannya untuk
ditabung yaitu sebesar Rp 50.000,00 hingga Rp 100.000,00. Dari tabungan
tersebut sebagian dialokasikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
Besarnya disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Melalui kegiatan penelitian dan pengembangan ini, suatu produk yang diciptakan
akan memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan produk lainnya. Produk
yang dihasilkan dengan proses penelitian dan pengembangan terlebih dahulu akan
disesuaikan dengan keinginan konsumen.
6.1.6. Sistem Informasi Manajemen
Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, sistem informasi manajemen
EBB dilaksanakan secara sederhana. Data-data penting yang dimiliki perusahaan
belum tersimpan baik di dalam sistem database sehingga masih sulit untuk
84
diakses oleh setiap divisi. Selama ini data yang tersimpan di dalam komputer
perusahaan hanya berupa data penjualan dan keuangan perusahaan. Perusahaan
tidak memiliki data mengenai informasi internal maupun eksternal perusahaan
secara lengkap. Perangkat lunak yang digunakan pun hanyalah Microsoft Office
Word dan Excel tanpa adanya sistem pengelola basis data yang saling terintegrasi.
Hal ini menyebabkan pemilik harus melakukan komunikasi langsung dengan
kepala cabang atau karyawan untuk membuat sebuah keputusan, yang seharusnya
sebagai manajer pemilik dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang
terkumpul di database perusahaan dan setiap divisi dapat menyesuaikan
aktivitasnya berdasarkan informasi dari divisi lain yang berhubungan.
Sistem keamanan dari database pun masih mudah untuk dibobol oleh
orang-orang yang tidak berkepentingan sehingga perusahaan pernah mengalami
kerugian yang cukup besar. Sistem absensi yang digunakan perusahaan masih
secara absensi manual dan belum terkomputerisasi. Sistem informasi manajemen
yang efektif memanfaatkan hardware, software, model analisis dan database
komputer
untuk
memperbaiki
pemahaman
fungsi
bisnis,
memperbaiki
komunikasi, pengambilan keputusan yang lebih informatif, analisis masalah yang
lebih baik, dan kontrol yang lebih baik. Namun, dengan kondisi perusahaan saat
ini, penerapan sistem informasi manajemen belum terlalu penting untuk dilakukan
karena memerlukan waktu dan modal yang cukup besar untuk mempersiapkan
fasilitas hardware, software, dan tenaga ahli yang dapat mengoperasikannya.
6.2. Analisis Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar
perusahaan yang secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Analisis
lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang
menjadi peluang dan ancaman perusahaan EBB.
6.2.1. Kekuatan Ekonomi
Pada umumnya kondisi ekonomi secara tidak langsung memiliki pengaruh
terhadap perkembangan suatu pelaku usaha yang terdapat pada suatu daerah
tertentu.
Jika
kondisi
ekonomi
cenderung
stabil
bahkan
menunjukkan
pertumbuhan ke arah positif maka kondisi tersebut dapat mendukung kelancaran
usaha yang berkembang di suatu daerah tertentu dan dapat pula mendorong
85
tumbuhnya kelompok-kelompok usaha yang baru. Akan tetapi jika perekonomian
cenderung menunjukkan ke arah negatif maka akan terjadi sebaliknya, dimana
kondisi
ini dapat
menghambat kelancaran
suatu usaha bahkan dapat
melumpuhkan kelompok usaha tertentu. Adapun beberapa faktor yang berkaitan
dengan kondisi ekonomi suatu daerah antara lain:
a)
Pengeluaran rumah tangga
Pengeluaran rumah tangga adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan
rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Berdasarkan Tabel 18 terlihat
bahwa sebagian besar konsumsi makanan penduduk Kota Bogor digunakan
untuk makanan dan minuman jadi, dimana nilainya mencapai 29,60 persen
dari total pengeluaran penduduk Kota Bogor untuk kelompok makanan. Oleh
karena itu, kondisi ini dapat menjadi peluang bagi kelompok usaha makanan
dan minuman jadi untuk mengembangkan usahanya.
Tabel 18. Pola Konsumsi Makanan Penduduk Kota Bogor pada Tahun 2009
Jenis Pengeluaran
Padi-padian
Umbi-umbian
Ikan
Daging
Telur dan Susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Minyak dan Lemak
Bahan Minuman
Bumbu-bumbuan
Makanan dan Minuman Jadi
Minuman Alkohol
Rokok, Tembakau dan Sirih
Konsumsi Lainnya
Total Makanan
Rata-Rata Per Kapita
Sebulan (rupiah)
37.371
1.762
17.376
18.630
26.876
15.777
11.185
12.905
9.143
8.842
5.020
87.685
18
33.380
10.280
296.250
Persentase
(persen)
12,61
0,59
5,87
6,29
9,07
5,33
3,78
4,36
3,09
2,98
1,69
29,60
0,01
11,27
3,47
100,00
Sumber: BPS Kota Bogor (2010)
b) Laju inflasi
Laju inflasi adalah meningkatnya tingkat harga barang atau jasa
kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Secara sederhana inflasi dapat
diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.
86
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada
barang lainnya. Perkembangan laju inflasi Indonesia pada Tahun 2004-2009
dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-200912
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tingkat Inflasi (persen)
6,40
17,11
6,60
6,59
11,06
2,78
1,15
Sumber : www.bps.go.id [Diakses tanggal 25 Maret 2010]
Pada tahun 2005, inflasi di Indonesia mencapai 17,11 persen. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan yang sangat tajam dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 6,40 persen. Laju inflasi yang
sangat tinggi ini diakibatkan karena naiknya harga BBM pada Maret dan
Oktober 2005. Kenaikan harga BBM secara langsung akan mempengaruhi
kenaikan harga barang lainnya karena BBM merupakan input bagi sebagian
besar industri. Pada tahun 2006 kondisi perekonomian Indonesia mulai
membaik. Hal ini terlihat dari penurunan nilai inflasi yang cukup signifikan
menjadi 6,60 persen, sedangkan pada tahun 2007 hanya sebesar 6,59 persen.
Sejak awal tahun 2008, nilai inflasi terus meningkat dan mengalami
peningkatan yang cukup tajam pada Mei 2008, dimana inflasinya sebesar
10,38 persen. Hal ini seiring dengan kenaikan harga BBM pada saat itu,
dimana harga premium mencapai harga tertinggi yaitu Rp 6.000,00, solar Rp
5.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Pada akhir tahun 2008 inflasi
Indonesia mencapai 11,06 persen, namun pada tahun 2009 inflasi Indonesia
turun menjadi 2,78 persen. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya peraturan
menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2009 yang menurunkan harga eceran BBM,
yaitu premium menjadi Rp 4.500,00, solar menjadi Rp 4.500,00, dan minyak
12
BPS. 2010. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia. http://www.bps.go.
id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=03&notab=4
87
tanah menjadi Rp 2.500,00. Penurunan nilai inflasi tahun 2009 dibandingkan
dengan tahun 2008 menyebabkan penurunan harga barang atau jasa. Hal ini
dapat mengakibatkan penurunan biaya produksi suatu usaha dan peningkatan
daya beli masyarakat.
c)
Perkembangan harga-harga
Terdapat beberapa hal yang akan dianalisis terkait dengan harga yang
memiliki pengaruh besar terhadap biaya produksi pembuatan brownies yaitu
harga tepung terigu, gula, telur dan harga bahan bakar.
a) Harga tepung terigu
Industri brownies merupakan salah satu bagian dari industri
makanan jadi dimana menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku
utama dalam proses produksinya. Saat ini harga tepung terigu di dalam
negeri cenderung turun karena adanya tren penurunan harga gandum di
pasar internasional.
7150
7100
7050
7000
6950
6900
6850
6800
6750
6700
Gambar 11. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Tepung Terigu Kota
Bogor pada Tahun 2010
Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010)
Gambar 11 menunjukkan adanya tren atau kecenderungan
penurunan harga rata-rata tepung terigu di dalam negeri. Kondisi ini
tentunya dapat menguntungkan bagi pelaku usaha yang bergerak di
bidang industri makanan jadi khususnya yang menggunakan bahan baku
tepung terigu. Hal ini karena dengan adanya penurunan harga tepung
88
terigu maka dapat mengurangi biaya produksi sehingga dapat menjadi
peluang bagi perusahaan.
b) Harga gula
Selain tepung terigu bahan baku lain yang juga digunakan dalam
jumlah cukup besar untuk pembuatan roti adalah gula. Berbeda dengan
harga tepung terigu yang cenderung turun, harga gula terjadi sebaliknya
dimana harga gula menunjukkan tren kenaikan. Berikut ini merupakan
perkembangan harga gula dalam negeri.
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Gambar 12. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Gula Terigu Kota
Bogor pada Tahun 2010
Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010)
c) Harga telur
Selain tepung terigu dan gula, bahan baku lain yang memiliki
proporsi besar dalam pembuatan brownies adalah telur. Berbeda dengan
tepung terigu maupun gula, harga telur cenderung fluktuatif seperti yang
terlihat pada gambar 13. Pada bulan Juni tahun 2009 harga telur
mengalami kenaikan dan turun kembali pada bulan Agustus 2009.
Sayangnya, sejak bulan Maret 2010 harga telur mulai bergerak naik
kembali sehingga ada kemungkinan dalam beberapa bulan kemudian
akan berada pada posisi harga yang tinggi. Kondisi ini dapat menjadi
89
ancaman bagi perusahaan. . Berikut ini merupakan perkembangan harga
telur dalam negeri.
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Gambar 13. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Telur Terigu Kota
Bogor pada Tahun 2010
Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010)
d) Harga bahan bakar
Bahan bakar juga memiliki fungsi yang sama besarnya dalam
proses produksi pembuatan roti. Dalam menjalankan aktivitasnya,
perusahaan juga menggunakan bahan bakar minyak, gas dan listrik. Jenis
bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh perusahaan adalah
jenis Premium. Premium digunakan perusahaan sebagai bahan bakar
armada perusahaan baik sepeda motor maupun mobil pada kegiatan
delivery maupun penyediaan input produksi. Harga BBM yang turun
dapat menjadi peluang dan stimulus tumbuhnya usaha-usaha lainnya.
Tabel 20 menunjukkan bahwa perkembangan harga bahan bakar minyak
cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
harga BBM yang mulai turun pada tanggal 15 Januari 2010 dan terus
stabil hingga sekarang. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi
kelangsungan suatu usaha karena dengan adanya penurunan harga BBM
maka dapat menekan biaya transportasi.
90
Tabel 20. Perkembangan Harga BBM di Indonesia Tahun 2009-201013
Tahun
2009
2010
Tanggal
Harga BBM premium (rupiah/liter)
1 September
15 September
1 Oktober
15 Oktober
1 November
15 November
1 Desember
15 Desember
1 Januari
15 Januari
1 Pebruari
15 Pebruari
6.000
6.000
6.000
6.000
6.000
6.000
5.500
5.000
5.000
4.500
4.500
4.500
Sumber: www.pertamina.com [Diakses tanggal 9 April 2010]
Selain menggunakan BBM, saat ini sebagian besar industri
menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakarnya. Beralihnya pelaku
industri atau rumah tangga dari minyak tanah ke gas elpiji karena
kelangkaan minyak tanah yang menyebabkan harga minyak tanah
terkadang menjadi tinggi di tangan pengecer. Selain itu kondisi tersebut
juga didukung oleh adanya himbauan pemerintah untuk melakukan
konversi dari kompor minyak ke kompor gas.
Tabel 21. Perkembangan Harga Jual Gas Elpiji Ukuran 12 kg di
Indonesia Tahun 2005-200814
Periode
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Januari 2008
April 2008
Juli 2008
Agustus 2008
Harga (rupiah)
51.000
51.000
51.000
51.000
51.000
63.000
69.000
Sumber: www.pertamina.com [Diakses tanggal 9 April 2010]
13
Pertamina. 2010. Perkembangan Harga Bahan Bakar Minyak. http://
www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4285&Itemid=846
14
Pertamina. 2010. Perkembangan Harga Elpiji. http://www.pertamina.com/
index.php?option=com_content&task=view&id=3969&Itemid=1218
91
Dari Tabel 21 terlihat bahwa harga gas elpiji cenderung
mengalami kenaikan. Kondisi ini tentunya dapat mengancam pelaku
usaha yang menggunakan gas elpiji ukuran 12 kg untuk kelangsungan
proses produksinya.
d) Tarif Dasar Listrik
Tarif Dasar Listrik (TDL) adalah tarif yang boleh dikenakan oleh
pemerintah untuk para pelanggan PLN. Penurunan TDL perlu dilakukan
sebagai stimulus fiskal bagi sektor riil di tengah dampak krisis ekonomi
global. Akan tetapi dengan keluarnya Peraturan Menteri ESDM No.07
Tahun 2010, pemerintah justru berencana untuk menaikkan TDL. Besar
kenaikan TDL tersebut adalah sebagai berikut:
i)
Pelanggan 6600 VA ke atas golongan rumah tangga, bisnis, dan
pemerintah, dengan batas hemat 30% tidak naik karena tarifnya telah
mencapai keekonomian.
ii) Pelanggan Sosial dinaikkan sebesar 10 persen
iii) Pelanggan Rumah Tangga lainnya dinaikkan sebesar 18 persen
iv) Pelanggan Bisnis naik sebesar 12-16 persen
v) Pelanggan Industri lainnya sebesar 6-15 persen
vi) Pelanggan Pemerintah lainnya sebesar 15-18 persen
vii) Pelanggan Traksi (untuk keperluan KRL) naik sebesar 9 persen
viii) Pelanggan Curah (untuk apartemen) naik 15 persen
ix) Pelanggan Multiguna (untuk pesta, layanan khusus) naik 20 persen
Hal ini dapat menjadi ancaman bagi pelaku usaha seperti EBB
yang menggunakan listrik dalam proses produksinya dengan daya di atas
900 VA, karena hanya pelanggan 450 VA – 900 VA yang tidak
mengalami kenaikan.
6.2.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan
Perubahan sosial, budaya, demografis dan lingkungan mempunyai dampak
besar terhadap produk, jasa, pasar dan pelanggan. Faktor sosial terpusat pada nilai
dan sikap orang, pelanggan dan karyawan yang mempengaruhi strategi
perusahaan. Nilai-nilai ini terwujud ke dalam perubahan gaya gidup yang
mempengaruhi permintaan terhadap produk ataupun cara perusahaan berhubungan
92
dengan karyawan. Nilai sosial budaya memiliki kecenderungan untuk
mempengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat akan suatu produk.
1) Pola konsumsi produk siap saji
Kemajuan teknologi dan globalisasi informasi membawa segala sesuatunya
ke arah yang lebih praktis dan efisien. Seiring dengan kepadatan aktivitas
masyarakat, khususnya masyarakat di kota besar, selera masyarakat juga
berubah kepada produk-produk yang dapat dikonsumsi secara praktis.
Preferensi masyarakat pun berubah termasuk dalam hal pemenuhan
kebutuhan pangan. Perubahan pola konsumsi masyarakat ditunjukkan
kecenderungan masyarakat yang mulai menyukai makanan siap saji. Hal
tersebut berlaku untuk makanan pokok maupun makanan selingan seperti roti
dan kue. Hal ini dapat menjadi peluang bagi industri brownies untuk
mengembangkan usahanya karena masyarakat sering kali menggunakan
brownies sebagai jamuan pada acara-acara pertemuan ataupun hanya sekedar
camilan karena menyukai rasanya. Berdasarkan kuesioner konsumen,
sebanyak 35,29 persen responden membeli brownies karena suka dengan
rasanya dan 20,59 persen membelinya sebagai makanan selingan. Selain itu,
sebanyak 5,88 persen menggunakan brownies untuk acara-acara tertentu serta
2,94 persen responden menggunakan brownies untuk menjamu tamu.
2) Budaya oleh-oleh
Banyaknya objek wisata yang terdapat di Bogor dapat menarik masyarakat
Bogor sendiri maupun masyarakat di luar kota Bogor untuk berkunjung.
Salah satu budaya masyarakat ketika berkunjung ke tempat wisata adalah
membeli oleh-oleh khas daerah tersebut untuk keluarga, tetangga maupun
kerabat dekat. Kebiasaan tersebut dapat menjadi peluang bagi pemasaran
produk yang memiliki citra sebagai makanan khas daerah tersebut, misalnya
brownies yang sering kali dijadikan masyarakat sebagai oleh-oleh karena
praktis dan mudah didapat. Dari 30 orang responden, 29,41 persen orang
membeli brownies EBB sebagai oleh-oleh dari Kota Bogor.
3) Trend gaya hidup sehat dan syariah
Faktor sosial budaya mempengaruhi suatu usaha karena selalu terjadi
perubahan sebagai akibat dari upaya individu ataupun sekelompok orang
93
untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui pengendalian dan
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Dewasa ini meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan dan produk halal memberikan
kesempatan pada produk-produk yang memiliki sertifikasi Dinkes dan MUI
untuk masuk ke dalam persaingan sebagai makanan halal, bersih dan aman
untuk dikonsumsi. Selain itu, semakin tingginya tingkat pendidikan
masyarakat juga berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat akan
makanan jadi. Hal ini terkait dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat
akan pentingnya pemenuhan gizi bagi kesehatan dan bahaya zat pengawet
dan pewarna yang tidak diperbolehkan oleh Dinkes. Kondisi ini merupakan
peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk memperoleh pasar karena
produknya yang telah dilengkapi dengan sertifikasi-sertifikasi tersebut.
Selain itu, salah satu faktor demografis yang berpontensi terhadap
penciptaan pangsa pasar bagi setiap bidang usaha di suatu wilayah adalah jumlah
penduduk. Potensi penduduk Indonesia yang besar ini sering menjadi pusat
perhatian dan pasar sasaran bagi negara lain untuk memasarkan produknya.
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2008 dapat dilihat
pada Tabel 1 yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk setiap
tahunnya selama periode 2005-2010 rata-rata sebesar 1,27 persen. Pertumbuhan
jumlah penduduk Indonesia disebabkan oleh bertambahnya jumlah populasi
penduduk yang terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya di
Kota Bogor. Tabel 22 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor
setiap tahunnya selama periode 2005-2008 rata-rata sebesar 3,17 persen. Jumlah
penduduk Kota Bogor yang semakin meningkat merupakan pangsa pasar yang
potensial dan peluang bagi perusahaan untuk memasarkan produknya.
Tabel 22. Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004-2008
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah Penduduk
831.571
855.085
879.138
905.132
942.208
Sumber: BPS Kota Bogor (2009)
94
6.2.3. Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum
Stabilitas
politik
dan
hukum
merupakan
aspek
penting
yang
mempengaruhi iklim usaha di suatu negara. Politik dan hukum berhubungan
langsung dengan keamanan dan stabilitas pemerintahan suatu negara. Keadaan
politik dan keamanan yang tidak stabil akan memberikan dampak negatif terhadap
keberlangsungan suatu usaha. Pelaku usaha akan merasa khawatir terhadap
keberlangsungan usahanya. Kondisi ini juga berlaku sebaliknya. Beberapa
kebijakan dan peraturan pemerintah yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan usaha EBB antara lain sebagai berikut.
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah
Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan
bantuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan UMKM agar
dapat berkembang serta mampu menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Sedangkan pemberdayaan yang dimaksudkan disini adalah usaha yang
dilakukan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk
penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan. Tujuan dari
pemberdayaan ini adalah untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional
yang seimbang, berkembang dan berkeadilan serta untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri serta juga meningkatkan peranannya dalam pembangunan daerah,
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Pemerintah pusat dan daerah serta BUMN wajib untuk menyediakan
pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan,
hibah, dan pembiayaan lainnya. Selain itu juga dituntut untuk memfasilitasi
dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui
perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan
lembaga pembiayaan lainnya serta mengembangkan lembaga penjamin
kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. Hal ini menjadi
95
peluang bagi perusahaan dalam rangka memperoleh pinjaman untuk
mengembangkan usahanya.
2) Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan
Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM serta Nota Kesepahaman Bersama
antara Pemerintah, Perbankan dan Perusahaan Penjamin
Sesuai dengan kebijakan tersebut, maka pemerintah telah meluncurkan
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan fasilitas penjaminan kredit dari
pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) dan Perum
Sarana Pengembangan Usaha. Adapun bank pelaksana yang menyalurkan
KUR ini adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI),
Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri dan
Bank Bukopin. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses
oleh UMKM dan koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun
mempunyai kendala dalam hal agunan. Oleh karena itu, dengan adanya
program KUR dapat menjadi peluang bagi pelaku UMKM untuk
mendapatkan tambahan modal dengan persyaratan yang cukup mudah guna
mengembangkan usahanya.
6.2.4. Kekuatan Teknologi
Perkembangan teknologi yang sangat cepat dapat memberikan kemudahan
bagi siapa saja termasuk para pelaku usaha yang hendak mengembangkan
usahanya. Kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
aspek produksi dan aspek pemasaran.
1) Perkembangan teknologi pada aspek produksi
Dalam industri brownies, perkembangan pada aspek produksi dapat dilihat
dari mesin-mesin dan peralatan yang digunakan selama proses produksi
brownies. Misalnya pada penggunaan mixer listrik yang membantu
mengerjakan kegiatan pengocokan adonan secara otomatis sehingga
memudahkan produsen. Dengan pemanfaatan teknologi secara optimal, maka
proses produksi akan semakin cepat dan dapat menghasilkan produk dengan
jumlah yang lebih banyak daripada jika dikerjakan secara manual dengan
tangan. Selain itu penggunaan teknologi dalam jumlah yang tepat dapat
mengurangi besarnya biaya produksi perusahaan, sehingga dapat menjual
96
produk dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini menjadi peluang bagi
EBB ketika hendak menambah kapasitas produksinya.
2) Perkembangan teknologi pada aspek pemasaran
Perkembangan teknologi tidak hanya terjadi pada aspek produksi saja
melainkan juga pada aspek pemasaran. Hal ini karena adanya perkembangan
teknologi di bidang telekomunikasi, informasi dan transportasi. Degan adanya
perkembangan teknologi dalam bidang telekomunikasi seperti telepon
maupun hand phone maka akan mempermudah komunikasi antar bagian di
dalam perusahaan, antara pelaku usaha dengan pemasok bahan baku maupun
antara pelaku usaha dengan pelanggan ketika melakukan pemesanan produk.
Sedangkan
perkembangan
teknologi
informasi
sangat
terlihat
dari
berkembangnya berbagai macam media yang dapat digunakan sebagai sarana
promosi penjualan produk. Media-media tersebut meliputi surat kabar,
majalah, tabloid, brosur, pamflet, spanduk, baliho, sticker, radio, televisi,
pesan singkat serta internet yang sudah mulai menjadi kebutuhan pokok
sebagian masyarakat di kota-kota besar.
Selama beberapa tahun cukup banyak perkembangan yang terjadi di
bidang teknologi transportasi misalnya perkembangan teknologi kendaraan
bermotor yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar yang dapat
menghemat biaya perusahaan. Selain itu, hadirnya jasa pengiriman barang via
darat, laut dan udara akan mempermudah dan mempercepat pendistribusian
produk dari produsen kepada konsumen di berbagai wilayah di Indonesia
maupun mancanegara
sehingga dapat
membantu proses pemasaran
perusahaan. Kesemua hal ini juga menjadi peluang bagi EBB ketika hendak
menambah kapasitas produksinya.
6.2.5. Kekuatan Kompetitif
1) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri
Dalam sebagian besar industri, perusahaan saling tergantung.
Persaingan yang digerakkan oleh satu perusahaan dapat dipastikan
mempengaruhi para pesaingnya, dan mungkin menyebabkan pembalasan dan
usaha-usaha perlawanan. Hal ini juga berlaku di industri brownies. Seiring
dengan meningkatnya jumlah produsen brownies, meningkat pula persaingan
97
dari perusahaan-perusahaan yang ada. Hal ini disebabkan karena produsen
baru sering kali mencoba masuk industri dengan variasi produk yang unik
maupun harga yang relatif murah. Strategi ini diikuti oleh seluruh produsen
brownies yang menyebabkan munculnya berbagai macam variasi produk
brownies dengan harga yang beragam. Kondisi ini merupakan ancaman bagi
perusahaan karena harus memperebutkan pasar yang sama.
Berdasarkan wilayah pemasaran dan skala usahanya, terdapat dua
perusahaan yang menjadi pesaing potensial EBB di Kota Bogor yaitu
Brownies Kukus Amanda dan Brownies Bogor. Brownies Kukus Amanda
merupakan perusahaan asal Kota Bandung yang mencoba untuk memperluas
wilayah pemasarannya, sedangkan Brownies Bogor sendiri merupakan
pendatang baru industri brownies di Kota Bogor cukup berkembang dalam
dua tahun terakhir. Kedua produsen tersebut telah dikenal oleh masyarakat
dan telah memiliki pangsa pasar yang cukup besar.
Persaingan yang terjadi di industri brownies cukup kompetitif.
Kondisi ini dapat dilihat dari data Dinas Kesehatan Kota Bogor yang
menunjukkan bahwa pelaku usaha yang bergerak pada bidang pembuatan
brownies semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 hanya
terdapat dua perusahaan yang terdaftar sebagai produsen brownies di Kota
Bogor. Namun pada awal tahun 2010 terdapat sepuluh perusahaan brownies
yang terdaftar, belum termasuk produsen-produsen brownies skala mikro
yang belum mendaftarkan perusahaannya ke Dinas Kesehatan Kota Bogor
serta produsen yang berasal dari kota lain yang mencoba memasarkan
produknya di Kota Bogor. Bertambahnya jumlah produsen brownies berarti
semakin tinggi pula persaingan yang terjadi di antara produsen brownies.
Selain itu skala usaha yang dijalankan oleh masing-masing perusahaan pun
semakin beragam, yaitu mulai dari skala rumah tangga, kecil hingga
menengah.
Secara umum persaingan yang terjadi dalam industri brownies adalah
persaingan pangsa pasar, produk dan harga. Persaingan pangsa pasar terjadi
jika jumlah pelaku usaha brownies yang beroperasi semakin banyak sehingga
para pelaku usaha harus jeli dan berhati-hati dalam menentukan target pasar
98
serta wilayah pemasarannya. Persaingan produk terjadi karena setiap
produsen berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat diterima
dengan baik oleh konsumen baik melalui kualitas bahan baku, cita rasa,
variasi topping, ukuran dan kemasan. Oleh karenanya, produsen harus
mampu melihat selera dan perilaku konsumen tentang produk brownies
seperti apa yang diminati oleh konsumen saat ini. Disamping itu terjadi pula
persaingan harga produk dimana setiap perusahaan mencoba memberikan
harga yang dapat dijangkau oleh konsumen. Biasanya dalam persaingan harga
ini produsen menyesuaikan dengan mutu produk dan target pasar yang dituju.
Berikut ini adalah keragaan dari para pesaing utama EBB.
a) Brownies Kukus Amanda
Brownies Kukus Amanda didirikan pada tahun 2000 oleh Ibu
Sumiwiludjeng di Kota Bandung. Perusahaan ini lebih banyak menjual
produk jenis brownies kukus dibanding brownies panggang dan brownies
kering. Pengembangan produk yang dilakukan oleh Brownies Kukus
Amanda dilakukan dengan teknik line extention, yaitu teknik
pengembangan produk dengan cara penambahan varian lain untuk
kategori produk yang sama pada merek yang sudah ada. Saat ini,
perusahaan ini mampu memproduksi lebih dari 4.000 loyang per hari.
Sebagai pemimpin pasar di bisnis brownies, Brownies Kukus
Amanda memilih masyarakat kelas menengah ke atas sebagai target
pasarnya, dimana mereka bersedia membayar lebih untuk membeli
produk yang berkualitas baik. Saat ini perusahaan ini telah memiliki 14
cabang sebagai outlet penjualan di berbagai kota. Selain itu, Brownies
Kukus Amanda tidak lagi hanya menjual brownies kukus sebagai menu
andalannya, saat ini terdapat 23 menu yang ditawarkan kepada konsumen
baik brownies maupun produk bakery lainnya. Brownies Kukus Amanda
menerapkan kebijakan harga secara geografis dimana untuk setiap
produk Brownies Kukus Amanda baik yang dijual di Kota Bandung,
Bogor, Cirebon, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Yogyakarta dan Medan
adalah sama (uniform delivered pricing). Harga yang ditetapkan oleh
Brownies Kukus Amanda saat ini dapat dilihat pada Tabel 23.
99
Tabel 23. Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda Tahun 2010
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nama Produk
Brownies Kukus Original
Brownies Kukus Cheese Cream
Brownies Kukus Tiramisu
Brownies Kukus Tiramisu Marble
Brownies Kukus Choco Marble
Brownies Kukus Pink Marble
Brownies Kukus Green Marble
Brownies Kukus Blueberry
Brownies Kukus Sarikaya Pandan
Brownies Kukus Banana Biz
Brownies Bakar
Brownies Kering
Harga (Rp)
22.000
45.000
28.000
28.000
26.000
26.000
26.000
26.000
26.000
26.000
22.000
15.000
Sumber: Brownies Kukus Amanda (2010)
b) Brownies Bogor
Brownies Bogor didirikan secara resmi oleh Ibu Ani Chalid pada
tahun 2008 di Kota Bogor. Perusahaan ini merupakan pengembangan
dari bisnis bakery Ibu Ani Chalid dengan merek “3 Roses”. Saat ini
Brownies Bogor telah mampu berproduksi hingga 1.500 loyang per bulan
dengan wilayah pemasaran di sekitar Bogor dan Jakarta. Dibandingkan
dengan EBB maupun Brownies Kukus Amanda, Brownies Bogor lebih
sering melakukan aktivitas promosi seperti memasang iklan di media
massa maupun media elektronik, mengikuti pameran dan pemberian
tester kepada calon konsumen.
Jenis produk yang ditawarkan seluruhnya merupakan produk
brownies panggang dengan dua ukuran kemasan, kotak kecil dan kotak
besar. Saat ini Brownies Bogor memiliki enam variasi rasa yang
ditawarkan kepada konsumen. Kualitas produknya pun baik karena
menggunakan bahan baku yang berkualitas dan harganya mahal.
Brownies Bogor juga memiliki beraneka variasi rasa untuk menarik para
konsumennya. Segmen pasar yang menjadi sasaran Brownies Bogor
adalah golongan menengah ke atas. Harga setiap produk Brownies Bogor
dapat dilihat pada Tabel 24.
100
Tabel 24. Daftar Harga Produk Brownies Bogor Tahun 2010
No.
1
2
3
4
5
6
Nama Produk
Brownies Double Choco
Brownies Cokelat Almond
Brownies Keju
Brownies Tiramisu
Brownies Tutty Fruty
Brownies Ketan Hitam
Harga (Rp)
Kemasan
Kemasan Kecil
Besar
23.000
40.000
20.000
40.000
25.000
45.000
25.000
45.000
20.000
40.000
20.000
-
Sumber: Brownies Bogor (2010)
2) Ancaman Masuk Pendatang Baru
Ancaman masuknya pendatang baru sangat bergantung pada kemampuan
pendatang baru untuk menghadapi hambatan masuk (barriers to entry) ke
dalam industri.
a) Skala Ekonomis
Untuk mendirikan usaha brownies sendiri tidak diharuskan untuk
beroperasi pada skala usaha yang besar. Hal ini dikarenakan setiap orang
dapat memulai usaha brownies pada skala manapun mulai dari skala
rumah tangga yang hanya mengandalkan pesanan musiman hingga skala
besar yang menggunakan peralatan-peralatan modern disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki. Namun dengan skala usaha yang kecil,
pendatang baru akan kesulitan apabila berhadapan dengan perusahaan
besar yang telah mencapai skala ekonomi. Hal ini berhubungan dengan
besarnya keuntungan yang diperoleh. Perusahaan dengan skala kecil akan
memperoleh keuntungan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan
perusahaan besar karena biaya yang dikeluarkan untuk per unit
produknya cenderung lebih besar.
b) Diferensiasi Produk
Pada umumnya produk yang dihasilkan oleh setiap perusahaan brownies
yang ada secara fisik memiliki karakteristik yang hampir sama.
Perbedaan yang dapat ditemui dari setiap produk yang ditawarkan oleh
masing-masing produsen terletak pada cita rasa, variasi topping, variasi
ukuran, harga jual produk serta variasi kemasan dan labelisasi produk
seperti pencantuman merek produk, komposisi bahan baku, nomor izin
101
dari Dinkes (P-IRT) dan sertifikasi halal. Pendatang baru harus memiliki
diferensiasi pada produknya untuk dapat menarik minat konsumen
ataupun membuat konsumen produk lain beralih ke produknya.
c) Kebutuhan Modal
Untuk mendirikan usaha brownies tidak harus memiliki modal yang
besar. Dengan peralatan rumah tangga yang sederhana seperti kompor
minyak, oven panggang, loyang dan mixer kecil seseorang dapat mulai
membuat brownies dengan skala kecil. Sedangkan untuk memproduksi
brownies kukus hanya dengan menambah kukusan. Namun apabila ingin
memproduksi dalam jumlah besar dan merebut pangsa pasar perusahaan
yang sudah ada sebelumnya pendatang baru tersebut harus memiliki
permodalan yang cukup besar.
d) Biaya Beralih Pemasok
Untuk dapat membuat perusahaan brownies yang telah ada beralih ke
pemasok lainnya pendatang baru tidak perlu mengeluarkan biaya yang
cukup besar. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan pada
produksi brownies merupakan bahan baku yang mudah didapat dan tidak
harus melakukan kemitraan dengan pemasok. Hal ini merupakan
ancaman bagi perusahaan yang telah ada karena pendatang baru mudah
untuk masuk ke dalam industri.
e) Akses ke Saluran Distribusi
Pada industri brownies, perusahaan-perusahaan yang telah mapan
memiliki saluran distribusi sendiri untuk memasarkan produknya
sehingga pendatang baru mungkin akan kesulitan dalam memasuki
saluran yang ada. Sedangkan untuk membangun saluran distribusi yang
baru, pendatang baru harus mengeluarkan biaya yang tidaklah sedikit
karena membutuhkan waktu dan usaha yang besar untuk menggeser
produk pesaing dari saluran distribusi yang dimilikinya. Namun apabila
pendatang baru memiliki produk dengan kualitas yang sama atau bahkan
lebih
baik namun dengan harga yang lebih terjangkau akan
memungkinkan pendatang baru tersebut masuk ke dalam saluran
102
distribusi yang telah ada dan merebut pasar pesaing-pesaingnya sehingga
dapat menjadi ancaman bagi perusahaan yang telah ada.
f)
Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala
Perusahaan brownies yang sudah mapan mungkin memiliki keunggulan
yang tidak mudah ditiru oleh pendatang baru. Keunggulan tersebut dapat
berupa pengetahuan tentang pengolahan brownies yang lebih baik
maupun lokasi yang strategis dan sudah dikenal oleh masyarakat atau
konsumen. Selain itu keunggulan biaya juga berasal dari pengaruh kurva
pengalaman (experience curve). Perusahaan yang telah memulai
usahanya lebih dahulu pastinya telah melalui proses pembelajaran yang
cukup lama sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan berupa
efisiensi biaya dan waktu dalam proses produksinya sehingga mampu
menghasilkan produk yang relatif murah dibanding pendatang baru.
g) Kebijakan Pemerintah
Pemerintah dapat memberikan penghalang masuk industri dengan
menetapkan persyaratan lisensi dan membatasi akses kepada bahan baku.
Namun hal ini tidak terjadi pada industri brownies. Bahan baku untuk
industri ini merupakan barang yang bebas diperdagangkan dan bisa
diperoleh dimana saja, bahkan kebijakan pemerintah cenderung
mendukung
tumbuhnya
industri-industri
kecil
dan
memberikan
kemudahan dalam pendiriannya. Hal ini dapat menjadi ancaman karena
memudahkan pendatang baru untuk masuk ke dalam industri.
3) Ancaman dari Produk Pengganti/Substitusi
Pada industri brownies, yang dapat digolongkan sebagai produk substitusi
antara lain adalah cake, bolu, tart, black forest, lapis legit, muffin, martabak
manis, roti unyil dan produk bakery lainnya. Tingginya keberadaan produk
substitusi brownies dengan berbagai rasa, merek, harga dan kualitas dapat
memberikan ancaman bagi EBB sebagai salah satu produsen dalam industri
brownies. Meskipun keberadaan produk substitusi tersebut sangatlah tinggi,
namun keputusan pembelian tergantung oleh konsumen yang memiliki
kebebasan untuk memilih produk yang sesuai dengan seleranya.
103
4) Kekuatan Tawar-Menawar Penjual/Pemasok
Saat ini EBB hanya memiliki satu pemasok untuk bahan baku tepung terigu,
telur dan cokelat sedangkan sisanya adalah membeli langsung di pasar
tradisional. Namun EBB tidak menghadapi biaya peralihan yang tinggi untuk
berpindah ke pemasok lain apabila bahan baku yang dipasok dari pemasok
tersebut tidak memenuhi standar perusahaan baik dari segi harga, kualitas
maupun kuantitasnya karena bahan baku yang dibutuhkan merupakan bahan
baku yang mudah didapat dan dijual bebas oleh pedagang besar maupun
pengecer. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan penawaran pemasok
sangatlah lemah sehingga dapat menjadi peluang bagi perusahaan.
5) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli/Konsumen
Konsumen EBB dapat dikatakan memiliki kekuatan penawaran yang cukup
kuat dan kondisi ini dapat menjadi ancaman bagi EBB. Hal ini dikarenakan
sebagian besar konsumen EBB adalah agen dan counter yang biasanya
melakukan pemesanan dalam jumlah besar dan kontinyu meskipun EBB
masih tetap melayani pembelian oleh konsumen secara langsung ke
perusahaan. Selain itu pembeli memiliki pilihan produk brownies yang sangat
beragam sehingga pembeli dapat memilih produk mana yang disukai dengan
harga yang terjangkau oleh mereka. Kondisi ini menyebabkan pembeli
dengan mudah beralih ke produk pesaing karena pembeli memiliki biaya
peralihan yang rendah dan pembeli juga memiliki informasi yang cukup
mengenai produk pesaing dan lokasi penjualannya.
6) Pengaruh Kekuatan Stakeholder Lainnya
Peluang lain yang dimiliki perusahaan adalah karena perusahaan juga
bekerjasama dengan berbagai instansi terkait untuk mendukung usahanya.
Instansi tersebut antara lain Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Kota Bogor dan Pemerintah Kota Bogor. Instansi tersebut secara aktif
memberikan dukungan kepada seluruh UMKM untuk terus mengembangkan
usahanya. Dukungan tersebut berupa kegiatan penyuluhan, pelatihan dan
pemberian bantuan modal atau peralatan. Selain itu instansi tersebut juga
sering kali mengajak perusahaan untuk ikut aktif dalam kegiatan pameran dan
perlombaan.
104
VII FORMULASI STRATEGI
7.1. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan
Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal perusahaan diperoleh
beberapa faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan usaha
EBB. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan
usaha EBB dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Analisis Faktor Lingkungan Internal Elsari Brownies & Bakery
Faktor
Manajemen
Kekuatan
-
Pemasaran
1. Layanan purna jual yang
baik kepada konsumen
2. Memiliki sertifikasi yang
lengkap
3. Harga produk relatif murah
4. Kerja sama pemasaran yang
efektif
Keuangan dan
Akuntansi
5. Pembukuan yang baik
Produksi dan
Operasi
6. Menggunakan bahan baku
berkualitas
Penelitian dan
Pengembangan
Sistem Informasi
Manajemen
7. Adanya aktivitas penelitian
dan pengembangan
-
Kelemahan
1. Belum memiliki
perencanaan usaha
secara jelas
2. Belum terdapat job
description yang jelas
3. Lokasi usaha kurang
strategis
4. Kurangnya promosi
5. Permodalan yang
terbatas
6. Sistem pengadaan
barang yang kurang baik
7. Terbatasnya jumlah
peralatan
-
7.2. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman
Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal perusahaan, maka
diperoleh beberapa faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan
ancaman bagi usaha EBB. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi
peluang dan ancaman bagi usaha EBB dapat dilihat pada Tabel 26.
105
Tabel 26. Hasil Analisis Faktor Lingkungan Eksternal Elsari Brownies & Bakery
Faktor
Ekonomi
Sosial, Budaya,
Demografis dan
Lingkungan
Politik ,
Pemerintahan dan
Hukum
Teknologi
Kekuatan
Kompetitif
Peluang
1. Tingginya daya beli
masyarakat
2. Harga tepung terigu yang
semakin menurun
3. Harga BBM (premium)
yang turun dan stabil
Ancaman
1. Harga gula, telur dan
gas elpiji yang
semakin meningkat
2. Rencana pemerintah
menaikkan TDL
4. Masih tingginya jumlah
permintaan brownies
-
5. Kebijakan pemerintah
tentang skim kredit
-
6. Perkembangan teknologi
yang cepat
7. Rendahnya kekuatan
penawaran pemasok
8. Adanya dukungan pihak
dinas terhadap
pengembangan UMKM
3. Tingginya tingkat
persaingan
4. Banyaknya produk
pengganti
7.3. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa faktor internal terpenting untuk
berhasil dalam industri brownies adalah permodalan dengan bobot tertinggi yaitu
sebesar 0,092. Berdasarkan nilai rating yang diperoleh, EBB memiliki faktor
kekuatan yang cukup baik namun juga memiliki banyak faktor kelemahan mayor.
Kekuatan dan kelemahan utama perusahaan dapat terlihat dari nilai skor terbesar
dari masing masing faktor. Kekuatan utama EBB adalah “kerjasama pemasaran
yang efektif” dengan nilai skor 0,269, sedangkan kelemahan utama EBB adalah
“terbatasnya jumlah peralatan” dengan nilai skor sebesar 0,058. Total skor faktor
strategis internal adalah 2,420 yang dalam skala 1 sampai 4 berada di tengahtengah, sehingga EBB berada pada posisi rata-rata. Namun skor di bawah 2,5
mengindikasikan bahwa EBB memiliki posisi internal yang kurang kuat sehingga
harus melakukan perbaikan pada kegiatan operasional dan strategi perusahaan.
106
Tabel 27. Analisis Matrik IFE Elsari Brownies & Bakery
Rataan Rataan
Faktor-Faktor Internal
Bobot Peringkat
Kekuatan
Layanan purna jual yang baik kepada
1
0,072
3,5
konsumen
2 Memiliki sertifikasi yang lengkap
0,067
3,5
3 Harga produk relatif murah
0,056
3,5
4 Kerja sama pemasaran yang efektif
0,077
3,5
5 Pembukuan yang baik
0,066
4,0
6 Menggunakan bahan baku berkualitas
0,082
3,0
Adanya aktivitas penelitian dan
7
0,065
4,0
pengembangan
Kelemahan
Belum memiliki perencanaan usaha secara
1
1,5
jelas
0,071
2 Lokasi usaha kurang strategis
1,5
0,069
3 Kegiatan promosi yang kurang
1,5
0,082
4 Permodalan yang terbatas
1,0
0,092
5 Terbatasnya jumlah peralatan
1,0
0,058
Sistem pengadaan bahan baku yang kurang
6
2,0
baik
0,074
7 Belum memiliki job description yang jelas
1,0
0,071
Total Faktor Strategis Internal
Skor
0,253
0,234
0,196
0,269
0,264
0,245
0,260
0,106
0,103
0,122
0,092
0,058
0,148
0,071
2,420
7.4. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa dua faktor eksternal yang menentukan
keberhasilan bisnis brownies adalah jumlah permintaan brownies dan tingkat
persaingan sebagaimana ditunjukkan oleh bobot yang diperoleh secara berturutturut sebesar 0,105 dan 0,106. Dilihat dari nilai rating yang diperoleh, EBB sangat
baik dalam menangani kedua faktor tersebut. Peluang dan ancaman utama
perusahaan juga dapat terlihat dari nilai skor terbesar dari masing-masing faktor.
Peluang utama EBB adalah “masih tingginya jumlah permintaan brownies”
dengan nilai skor 0,367, sedangkan ancaman utama EBB adalah “tingginya
tingkat persaingan” dengan nilai skor sebesar 0,424. Dari matriks di atas dapat
diketahui total skor faktor strategis eksternal sebesar 2,657 yang mengindikasikan
bahwa respon yang diberikan EBB kepada lingkungan eksternal tergolong ratarata dalam menjalankan strategi untuk menarik keuntungan dari peluang dan
menghindari ancaman.
107
Tabel 28. Analisis Matriks EFE Elsari Brownies & Bakery
Rataan Rataan
Faktor-faktor Eksternal
Bobot Peringkat
Peluang
1 Tingginya daya beli masyarakat
0,100
2,5
2 Harga tepung terigu yang semakin menurun
0,076
2,5
3 Harga BBM (premium) yang stabil
0,081
2
Masih tingginya jumlah permintaan
4
0,105
3,5
brownies
5 Kebijakan pemerintah tentang skim kredit
0,090
2,5
6 Perkembangan teknologi yang cepat
0,076
2,5
7 Rendahnya kekuatan penawaran pemasok
0,063
2,0
8 Adanya dukungan pihak dinas terhadap
0,085
3,0
pengembangan UMKM
Ancaman
1 Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin
meningkat
Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar
2
listrik (TDL)
3 Tingginya tingkat persaingan
4 Banyaknya produk pengganti
Total Faktor Strategis Internal
Skor
0,249
0,189
0,162
0,367
0,224
0,189
0,126
0,254
0,066
1,5
0,098
0,059
1,5
0,089
0,106
0,095
4,0
3,0
0,424
0,284
2,657
7.5. Analisis Matriks IE (Internal-External)
Penggunaan Matriks IE bertujuan untuk memperoleh grand strategy
sehingga perusahaan dapat menentukan bisnis apa yang dikembangkan,
dipertahankan atau dilepas. Posisi Matriks IE dapat diketahui melalui
penggabungan hasil total skor Matriks IFE dan EFE. Melalui penggabungan itu,
maka dapat diketahui posisi perusahaaan pada saaat ini dan strategi apa yang
harus diterapkan oleh perusahaan. Saat ini berdasarkan penggabungan antara
Matriks IFE (2,420) dan Matriks EFE (2,657), maka EBB berada pada sel V.
Menurut David (2009), sel V ini merupakan posisi menjaga dan
mempertahankan (hold and maintain), maka strategi yang dapat dilakukan adalah
strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Matriks IE
digunakan untuk menghasilkan gambaran strategi secara umum yang dapat
dilakukan tanpa menghubungkannya dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan
serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Agar diperoleh strategi
yang lebih spesifik maka digunakan matriks SWOT yang dibuat dengan melihat
108
faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga grand strategy yang
dihasilkan matriks IE dapat disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal
perusahaan saat ini. SWOT dapat digunakan oleh perusahaan untuk melengkapi
matriks IE melalui alternatif-alternatif strategi yang lebih spesifik. Dengan kata
lain strategi yang akan diperoleh melalui matriks SWOT dirumuskan berdasarkan
pada pengembangan dari matriks IE.
TOTAL RATA-RATA TERTIMBANG IFE
TOTAL RATA-RATA TERTIMBANG EFE
Kuat
4,0
Tinggi
3,0 - 4,0
Rata-rata
Lemah
2,0 – 2,99
3,0
II
I
2,0
1,0 – 1,99
1,0
III
3,0 - 4,0
3,0
hold &
maintain
Menengah
2,0 – 2,99
IV
2,420
V
2,657
VI
2,0
Rendah
VII
1,0 – 1,99
1,0
VII
IIII
i
IX
Gambar 13. Matriks IE pada EBB
7.6. Analisis Matriks SWOT
Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang diperoleh
melalui analisis internal dan eskternal, maka dapat diformulasikan alternatif
strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Beberapa alternatif strategi yang
dapat diterapkan oleh EBB antara lain adalah:
1) Strategi S-O (Strengths - Opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal EBB untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat diterapkan pada
perusahaan yakni sebagai berikut :
109
a)
Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan
penjualan (Strategi 1/S1)
Kekuatan perusahaan seperti layanan purna jual yang baik kepada
konsumen, adanya aktivitas penelitian dan pengembangan, kerjasama
pemasaran yang efektif, dan pembukuan yang baik dapat dimanfaatkan
perusahaan untuk menangkap peluang-peluang seperti perkembangan
teknologi yang cepat, harga BBM khususnya premium yang stabil,
tingginya daya beli masyarakat dan jumlah permintaan brownies, serta
adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM. Dari
peluang-peluang tersebut sebaiknya perusahaan dapat memelihara kerja
sama yang baik dengan saluran distribusi yang telah dimiliki saat ini agar
tidak goyah akibat hadirnya produk pesaing atau bahkan pendatang baru
pada saluran distribusi yang sama. Oleh karena itu, perusahaan
hendaknya meningkatkan pelayanannya kepada ritel yang dapat
dilakukan melalui pemberian garansi terhadap kualitas produk, prosedur
pembayaran yang tidak merepotkan, ketepatan waktu dalam hal
pengiriman, maupun menjaga stabilitas harga produk. Aktivitas litbang
yang dilakukan oleh perusahaan dapat digunakan untuk mencari
formulasi produk yang tepat yang sesuai dengan keinginan para retailer.
Selain itu, perusahaan juga dapat belajar untuk mengorganisasikan
saluran pemasaran yang baik melalui dinas terkait. Strategi ini
merupakan spesifikasi dari strategi penetrasi pasar yakni strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui aktivitas pemasaran
yang intensif pada pasar yang ada.
b) Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen
untuk meningkatkan penjualan (Strategi 2/S2)
Peningkatan kualitas produk dapat dilakukan dengan meningkatkan
diferensiasi produk serta memperbanyak variasi produk meliputi harga,
jenis, rasa maupun ukuran. Kualitas produk juga mencakup penampilan
fisik yang baik, warna yang menarik, aroma dan rasa yang enak,
sehingga perusahaan perlu melakukan sortasi terhadap produkproduknya.
Selain
itu,
perusahaan
juga
harus
meningkatkan
110
pelayanannya kepada para konsumennya. Pelayanan tersebut meliputi
jaminan kualitas produk (garansi), keramahtamahan penjual dalam
melayani konsumen dan penyajian produk setiap waktu sesuai tuntutan
konsumen. Pelayanan juga termasuk bagaimana perusahaan mengetahui
kebutuhan konsumen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebagian
besar konsumen EBB adalah rombongan keluarga dan relasi kerja.
Apabila
EBB
dapat
menjual
beragam
variasi
produk,
maka
memungkinkan konsumen yang datang akan semakin banyak, karena
konsumen dapat memilih variasi beraneka ragam variasi rasa yang
disediakan. Sebanyak 28,57 persen konsumen menyarankan EBB
menambah variasi produk. Hal ini juga dilakukan untuk memanjakan
konsumen dengan suguhan yang lebih beragam sehingga mencegah
konsumen dari rasa bosan serta dapat meraih pangsa pasar yang lebih
banyak. Strategi meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan
kepada konsumen dapat dilakukan dengan menggunakan hampir semua
kekuatan yang dimiliki perusahaan, seperti layanan purna jual yang baik
kepada konsumen, memiliki sertifikasi yang lengkap, harga produk
relatif murah, kerja sama pemasaran yang efektif, menggunakan bahan
baku berkualitas, serta aktivitas penelitian dan pengembangan, untuk
memanfaatkan peluang yang ada, seperti tingginya daya beli masyarakat
dan tingginya jumlah permintaan terhadap brownies. Strategi ini
merupakan spesifikasi dari strategi pengembangan produk yakni strategi
yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui perbaikan produk
atau jasa saat ini atau mengembangkan produk atau jasa baru.
2) Strategi W-O (Weaknesses - Opportunities)
Strategi W-O adalah strategi yang ditujukan untuk mengatasi kelemahan
dengan memanfaatkan peluang eksternal.
Strategi W-O yang dapat
diterapkan oleh EBB adalah sebagai berikut:
a) Pemanfaatan skim kredit untuk pengembangan usaha (Strategi 3/S3)
Peluang-peluang seperti tingginya daya beli masyarakat dan jumlah
permintaan brownies, kebijakan pemerintah tentang skim kredit, dan
adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM dapat
111
dimanfaatkan perusahaan untuk mengatasi kelemahan perusahaan seperti
permodalan yang terbatas, lokasi usaha kurang strategis, kurangnya
aktivitas promosi, dan terbatasnya jumlah peralatan. Strategi yang dapat
dilakukan
untuk
mengatasi
kelemahan
tersebut
adalah
melalui
pemanfaatan skim kredit yang ditawarkan oleh pemerintah terhadap
pengembangan UMKM untuk mengatasi permodalan yang ada. Apabila
perusahaan dapat memanfaatkan skim kredit tersebut maka perusahaan
dapat membuka outlet penjualan yang baru, memperbaiki aktivitas
promosi, atau membeli peralatan-peralatan baru untuk mendukung
aktivitas produksi. Skim kredit yang dapat diambil oleh perusahaan dapat
berupa kredit usaha rakyat (KUR) maupun kredit usaha lainnya yang
dapat difasilitasi oleh Disperindagkop.
b) Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi
(Strategi 4/S4)
Saat ini perusahaan dinilai belum memiliki perencanaan produksi yang
jelas, sehingga sering kali penjualan perusahaan tidak sesuai dengan
produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini tercermin dari
kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan seperti belum
memiliki perencanaan usaha secara jelas, terbatasnya jumlah peralatan,
sistem pengadaan bahan baku yang kurang baik, serta belum memiliki
job description yang jelas. Perusahaan seharusnya dapat memperbaiki
perencanaan produksinya agar dapat menangkap semua peluang yang
ada. Perbaikan tersebut dapat dengan melakukan penjadwalan produksi
sesuai dengan peramalan jumlah permintaan brownies, perbaikan
pengadaan bahan baku produksi, dan penambahan jumlah peralatan
pendukung kegiatan produksi sehingga perusahaan dapat berproduksi
secara optimal dan kapasitas produksi pun dapat ditingkatkan untuk
memanfaatkan
tingginya
permintaan
ketika
akan
melakukan
pengembangan usaha. Selain itu, kebijakan pemerintah tentang skim
kredit juga mendukung apabila perusahaan hendak menambah jumlah
peralatan maupun pergudangan perusahaan.
112
c) Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan (Strategi 5/S5)
Saat ini perusahaan memiliki kelemahan di bidang perencanaan usaha,
promosi dan lokasi outlet penjualan langsung. Dengan peluang yang ada
perusahaan dapat melakukan berbagai macam strategi penetrasi pasar
untuk meningkatkan angka penjualan produknya. Strategi penetrasi pasar
yang dapat dilakukan pada strategi W-O antara lain adalah dengan
meningkatkan aktivitas promosi ataupun dengan membuka outlet
penjualan langsung di tempat yang lebih strategis dengan target pasar
yang sama. Sebesar 21,43 persen responden konsumen menginginkan
perusahaan memperbaiki lokasi penjualan karena dianggap kurang
strategis. Aktivitas promosi harus ditingkatkan untuk memperkuat merek
dan posisi produk di mata konsumen. Penguatan tersebut dapat melalui
penyebaran pamflet di kalangan pasar yang menjadi sasaran perusahaan,
promosi melalui media massa seperti koran, majalah maupun radio,
menjadi sponsor pada suatu acara, atau dengan menambah atribut
promosi yang diberikan pada setiap ritel perusahaan seperti plang nama
atau stiker EBB, rak khusus berlogo EBB, atau melalui brosur dan
katalog produk. Pendirian outlet penjualan langsung perusahaan di
tempat strategis juga secara tidak langsung dapat mempromosikan
perusahaan kepada masyarakat Kota Bogor yang melewati lokasi
penjualan. Hal ini cocok dengan keinginan pribadi pemilik yang memang
berencana untuk memiliki outlet penjualan di tempat yang strategis
namun belum dirumuskan dalam perencanaan perusahaan. Selain itu
perusahaan juga dapat melakukan upaya peramalan permintaan sehingga
dapat memprediksi jumlah produk yang harus diproduksi. Hal tersebut
dilakukan untuk menangkap peluang perusahaan akan tingginya
permintaan masyarakat akan brownies
dan tingginya daya beli
masyarakat dengan faktor pendukung seperti adanya skim kredit dari
pemerintah, perkembangan teknologi yang cepat dan dukungan dari dinas
untuk membantu perusahaan mengembangkan usahanya.
113
3) Strategi S-T (Strengths - Treaths)
Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Beberapa strategi
S-T yang dapat dijalankan EBB adalah:
a)
Meningkatkan deferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen
untuk mengatasi persaingan (Strategi 6/S6)
Tingginya permintaan akan brownies membuat banyak perusahaan yang
menjadi pesaing dari EBB. Para pesaing tersebut terus melakukan inovasi
untuk memperebutkan pasar yang sama. Selain itu, banyaknya produk
subtitusi yang mampu menjadi pengganti brownies membuat konsumen
memiliki banyak pilihan untuk menentukan produk mana yang akan
mereka konsumsi. Oleh karena itu perusahaan juga harus terus
melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas produk maupun layanan
yang ditawarkan kepada konsumen. Peningkatan kualitas produk dapat
dilakukan dengan meningkatkan diferensiasi atas produk perusahaan
serta memperbanyak variasi produk meliputi jenis, rasa maupun ukuran.
Kualitas produk juga mencakup penampilan fisik yang baik, warna yang
menarik, aroma dan rasa yang enak, sehingga perusahaan perlu
melakukan sortasi terhadap produk-produknya. Perusahaan hendaknya
menambah variasi produk yang berbeda dengan para pesaingnya
sehingga secara tidak langsung perusahaan dapat menjadikan persaingan
tidak relevan bagi pesaing. Saat ini perusahaan telah memiliki berbagai
macam menu brownies dan bakery, namun untuk produk brownies
sendiri perusahaan masih sedikit tertinggal dibanding pesaing-pesaing
potensialnya seperti Brownies Kukus Amanda maupun Brownies Bogor.
Strategi ini dilakukan karena perusahaan memiliki berbagai macam
kekuatan yang dapat mendukung pelaksanaannya, seperti layanan purna
jual yang baik kepada konsumen, memiliki sertifikasi yang lengkap,
harga produk relatif murah, kerja sama pemasaran yang efektif,
menggunakan bahan baku berkualitas, serta aktivitas penelitian dan
pengembangan.
114
b) Optimalisasi sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya
produksi (Strategi 6/S6)
Dalam
menjalankan
kegiatan
operasionalnya,
EBB
harus
mempertimbangkan alokasi anggaran perusahaan. Perusahaan harus
melakukan
penghematan
dalam
setiap
kegiatannya
agar
dapat
memperkecil biaya total perusahaan. Hal tersebut penting untuk
dilakukan untuk mengatasi adanya kenaikan harga gula, telur, gas elpiji
dan tarif dasar listrik yang dimulai pada tanggal 1 Juli 2010. Untuk
menghindari terjadinya kenaikan harga produk yang dijual maka
perusahaan harus meningkatkan efisiensi produksi. Perusahaan juga
harus memperbaiki pengelolaan keuangannya yang dapat dimulai dengan
membuat pembukuan baik pemasukan maupun pengeluaran secara rinci.
Hal ini telah mulai dilakukan oleh EBB untuk membuat catatan harian,
bulanan dan tahunan, namun EBB juga perlu menerapkan pembukuan
akuntansi agar pencatatan keuangan menjadi lebih rapi dan akurat. EBB
dapat melakukannya secara manual maupun dengan menggunakan
komputer, agar perusahaan dapat mengetahui kondisi keuangan secara
akurat. Selain itu EBB harus disiplin dalam pengelolaan keuangan agar
tidak tercampur dengan urusan keluarga.
4) Strategi W-T (Weaknesses - Treaths )
Strategi W-T adalah strategi yang ditujukan untuk mengurangi kelemahan
internal yang dimiliki dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Strategi
W-T yang dapat dijalankan EBB adalah :
a)
Restrukturisasi
sistem
manajemen
perusahaan
untuk
mengatasi
kelemahan sumberdaya perusahaan (Strategi 7/S7)
Perencanaan sangat diperlukan untuk menjalankan suatu usaha agar lebih
terarah dan dapat mencapai tujuannya dengan tepat. Oleh karena itu,
EBB harus menyusun perencanaan usaha dengan jelas, baik jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang dapat dimulai
dengan merumuskan visi, misi dan tujuan perusahaan. Perumusan
rencana usaha juga harus diketahui seluruh SDM perusahaan agar seluruh
SDM tersebut mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan untuk
115
bersama-sama
mencapai
tujuan
perusahaan.
Perusahaan
perlu
membentuk kembali bagian pemasaran untuk menangani aktivitas
pemasaran secara lebih terperinci. Perencanaan ini bukan hanya
dilakukan dalam hal pemasaran saja, tetapi juga untuk kegiatan
operasional perusahaan lainnya. Perusahaan perlu memiliki job
description untuk masing-masing bagian di dalam perusahaan yang
meliputi pembagian wewenang dan kewajiban bagi setiap karyawan serta
kriteria karyawan yang diperlukan pada setiap bagian yang ada sehingga
tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan serta akan memudahkan
perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya dan ketika akan
melakukan proses perekrutan karyawan. Apabila diperlukan, perusahaan
dapat melakukan perekrutan manajer profesional untuk membantu
perusahaan dalam melakukan pengembangan usaha, karena saat ini
perusahaan hanya dikelola oleh pemilik dan karyawan dengan latar
belakang pendidikan yang kurang sesuai dengan pekerjaan yang
dijalankannya. Selain itu, perusahaan sebaiknya mengatur kembali untuk
mengadopsi teknologi seperti penambahan jumlah peralatan yang modern
agar dapat berproduksi secara lebih baik.
116
Tabel 29. Matriks SWOT
Kekuatan (Strengths-S)
1. Layanan purna jual yang baik kepada
konsumen
2. Memiliki sertifikasi yang lengkap
3. Harga produk relatif murah
4. Kerja sama pemasaran yang efektif
5. Pembukuan yang baik
6. Menggunakan bahan baku berkualitas
7. Adanya aktivitas penelitian dan pengembangan
Peluang (Opportunities-O)
1. Tingginya daya beli masyarakat
2. Harga tepung terigu yang semakin
menurun
3. Harga BBM (premium) yang stabil
4. Masih tingginya jumlah permintaan
brownies
5. Kebijakan pemerintah tentang skim kredit
6. Perkembangan teknologi yang cepat
7. Rendahnya kekuatan penawaran pemasok
8. Adanya dukungan pihak dinas terhadap
pengembangan UMKM
Ancaman (Threats-T)
1. Harga gula, telur dan gas elpiji yang
semakin meningkat
2. Rencana pemerintah menaikkan TDL
3. Tingginya tingkat persaingan
4. Banyaknya produk pengganti
Strategi S-O
S1=Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada
untuk meningkatkan penjualan (S1,4,5,7 dan
O1,3,4,6,8)
S2=Meningkatkan diferensiasi produk serta
pelayanan
kepada
konsumen
untuk
meningkatkan penjualan (S1,2,3,4,6,7 dan O1,4)
Kelemahan (Weaknesses-W)
1. Belum memiliki perencanaan usaha secara
jelas
2. Lokasi usaha kurang strategis
3. Kurangnya promosi
4. Permodalan yang terbatas
5. Terbatasnya jumlah peralatan
6. Sistem pengadaan bahan baku yang kurang
baik
7. Belum memiliki job description yang jelas
Strategi W-O
S3=Pemanfaatan skim kredit untuk mengatasi
permodalan (W2,3,4,5 dan O1,4,5,8)
S4=Optimalisasi
sistem produksi
untuk
meningkatkan kapasitas produksi(W1,5,6,7
dan O1,2,3,4,5,6,7,8)
S5=Melakukan
penetrasi
pasar
untuk
meningkatkan penjualan (W1,2,3 dan
O1,4,5,6,8)
Strategi S-T
Strategi W-T
S6=Meningkatkan diferensiasi produk serta S8=Restruksturisasi
sistem
manajemen
pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi
perusahaan untuk mengatasi kelemahan
persaingan (S1,2,3,4,6,7 dan T3,4)
sumberdaya perusahaan (W1,2,3,4,5,6,7 dan
S7=Optimalisasi sistem keuangan perusahaan
T1,2,3)
untuk mengurangi biaya produksi (S3,5,7 dan
T1,2)
117
117
7.7. Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui tahap pencocokan,
yaitu dengan menggunakan matriks IE dan matriks SWOT, maka tahap terakhir
dari penelitian ini adalah pemilihan prioritas strategi yang akan dijalankan melalui
Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning MatrixQSPM). Berdasarkan hasil analisis QSPM, diperoleh prioritas alternatif strategi
yang dapat diterapkan EBB dimulai dari nilai tertinggi yang dapat dilihat pada
Tabel 30.
Tabel 30. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis QSPM
Strategi
Restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi
S8
kelemahan sumberdaya perusahaan
STAS
10,450
Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada
konsumen untuk mengatasi persaingan
10,167
S5 Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan
9,043
S6
S1
Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan
penjualan
8,693
S4
Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas
produksi
8,644
S7
Optimalisasi sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya
produksi
8,633
S2
Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada
konsumen untuk meningkatkan penjualan
8,567
S3 Pemanfaatan skim kredit untuk mengatasi permodalan
7,955
Berdasarkan kondisi lingkungan serta kemampuan yang dimiliki oleh
perusahaan, maka alternatif strategi yang menjadi prioritas bagi perusahaan untuk
dilaksanakan adalah strategi 8 (S8) dan strategi 6 (S6). Strategi 8 perlu dilakukan
perusahaan untuk membenahi kinerja perusahaan dari dalam. Saat ini perusahaan
belum memiliki tujuan yang spesifik untuk dijadikan target perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya, selain itu perusahaan tidak memiliki bagian
pemasaran yang seharusnya merupakan divisi terpenting dalam sebuah
perusahaan manufaktur ataupun perdagangan. Oleh karena itu, sebaiknya
perusahaan merestrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi
kelemahan sumberdaya perusahaan. Dari sisi eksternal, perusahaan perlu
118
meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen. Hal ini perlu
untuk dilakukan sebagai salah satu cara perusahaan dalam mengatasi persaingan
yang ada, karena dengan meningkatkan diferensiasi produk maka akan ikut
meningkatkan daya saing produk EBB dibandingkan produk pesaing-pesaingnya.
Sedangkan apabila perusahaan hendak mengaplikasi strategi 5 (S5) yang
merupakan prioritas ke tiga, yaitu dengan melakukan kegiatan penetrasi pasar,
seperti optimalisasi aktivitas promosi, maka akan memerlukan permodalan yang
cukup besar sehingga secara tidak langsung perusahaan harus mengaplikasikan
strategi 3 (S3) terlebih dahulu yang merupakan prioritas terakhir dalam analisis
matriks QSP.
119
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Faktor-faktor lingkungan internal perusahaan EBB terdiri atas kekuatan
dan kelemahan. Kekuatan utama EBB adalah kerjasama pemasaran yang efektif,
sedangkan kelemahan utama EBB adalah terbatasnya jumlah peralatan. Faktorfaktor lingkungan eksternal yang dihadapi oleh EBB terdiri dari peluang dan
ancaman. Peluang utama EBB adalah masih tingginya jumlah permintaan
brownies, sedangkan ancaman utama EBB adalah tingginya tingkat persaingan.
Hasil Matriks IE menunjukkan posisi EBB berada pada sel V yang
memberi rekomendasi untuk menjaga dan mempertahankan. Strategi yang paling
sesuai dengan EBB adalah strategi intensif
yaitu penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Matriks SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi,
kemudian melalui matriks QSP diperoleh prioritas strategi yang sebaiknya
dilaksanakan perusahaan saat ini adalah restrukturisasi sistem manajemen
perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan, yaitu tenaga
penjualan oleh bagian pemasaran yang belum terisi dan keterbatasan peralatan
oleh bagain produksi, dan meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan
kepada konsumen untuk mengatasi persaingan. Berdasarkan kondisi perusahaan
saat ini, kedua alternatif strategi ini dianggap dapat mengatasi masalah internal
dan eksternal perusahaan.
8.2. Saran
1. Perusahaan sebaiknya membentuk kembali bagian pemasaran yang secara
khusus menangani aktivitas pemasaran perusahaan. Hal ini dikarenakan
aktivitas pemasaran saat ini masih ditangani oleh bagian delivery maupun
bagian administrasi keuangan. Apabila diperlukan perusahaan dapat
menggunakan tenaga ahli sebagai manajer pemasaran perusahaan untuk
meningkatkan penjualan perusahaan.
2.
Perusahaan
sebaiknya
mengoptimalkan
aktivitas
penelitian
dan
pengembangan untuk menciptakan berbagai macam variasi produk yang
berbeda dibanding para pesaingnya dengan kemasan yang lebih menarik. Hal
120
ini dikarenakan baik Brownies Kukus Amanda maupun Brownies Bogor saat
ini memiliki beberapa jenis produk baru dan kemasan yang lebih menarik.
3.
Sebaiknya EBB memperbaiki proses produksinya, seperti menambah jumlah
peralatan untuk membatu mempercepat proses produksi karena kelemahan
utama EBB saat ini adalah terbatasnya jumlah peralatan. Selain itu, dengan
menambah jumlah peralatan dan menambah kapasitas produksinya,
perusahaan dapat berproduksi pada skala ekonomis sehingga produk yang
diciptakan dapat dijual lebih murah.
4.
Sebaiknya perusahaan melakukan survey pasar untuk mengetahui jumlah
permintaan brownies yang dapat dimanfaatkannya dan mengetahui atribut apa
saja yang paling berpengaruh bagi konsumen dalam memilih produk
brownies.
121
DAFTAR PUSTAKA
Apriande C. 2009. Strategi pengembangan usaha minuman kopi herbal instan
“Oriental Coffee” pada CV Agrifamili Renanthera, Bogor [skripsi]. Bogor;
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2009. Bogor dalam Angka 2009. Bogor:
BPS Kota Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2010. Survei Sosial Ekonomi Daerah
Kota Bogor Tahun 2009. Bogor: BPS Kota Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Perkembangan Beberapa
Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS RI.
[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Survei Sosial Ekonomi
Nasional Panel Tahun 2008. Jakarta: BPS RI.
Brownies Bogor. 2010. Daftar Harga Produk Brownies Bogor per Juni 2010.
Bogor: Brownies Bogor.
Brownies Kukus Amanda. 2010. Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda
per Juli 2010. Bandung: Brownies Kukus Amanda.
David FR. 2006. Manajemen Strategis Konsep. Edisi 10. Ichsan SB, penerjemah;
Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Manajement.
David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. Edisi 12. Dono S, penerjemah;
Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Manajement.
Davis GB. 2002. Sistem Informasi Manajemen. Adiwardana AS, penerjemah;
Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Management
Information System: Conceptual Foundations, Structure, and
Development.
[Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.
2010. Produk Domestik bruto Indonesia Tahun 2008. Jakarta: Deperindag
RI.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2010. Daftar Perusahaan Bakery Tahun
2010 di Kota Bogor. Bogor: Dinkes Kota Bogor.
[Disperindagkop] Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor.
2010. Perkembangan Harga Bahan Pokok di Kota Bogor. Bogor:
Disperindagkop Kota Bogor.
Elsari Brownies & Bakery. 2010. Profil Perusahaan. Bogor: Elsari Brownies &
Bakery.
Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Teguh H, Rusli RA, penerjemah;
Surakarta: PT Pabelan.
Kotler P, Armstrong G. 2007. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi 9. Jilid 1.
Alexander S, penerjemah; Jakarta: PT Indexs. Terjemahan dari: Prinsiples
of Marketing.
122
Miranti. 2008. Pengembangan usaha “Elsari Brownies and Bakery” analisis aspek
pasar dan keuangan [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Ningtias WY. 2009. Strategi pengembangan usaha kecil “Waroeng Cokelat”
(Kasus usaha kecil dan menengah di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor,
Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Nusawanti TA. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha roti pada Bagas
Bakery, Kabupaten Kendal [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Porter ME. 1991. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing.
Agus M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive
Strategy.
Rahartanti RY. 2009. Analisis pengambilan keputusan prioritas strategi
pemasaran kopi herbal Oriental Coffee pada CV Agrifamili Renanthera,
kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Sartika D. 2008. Analisis strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” dengan
pendekatan proses hierarki analitik pada CV Amanda di Bandung [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Siagian D. 2000. Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT SUN.
Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi 3. Yogyakarta: CV Andi.
Wheelen TL, Hunger JD. 2009. Manajemen Strategis. Julianto A, penerjemah;
Yogyakarta: Andi. Terjemahan dari: Strategic Manajement.
123
LAMPIRAN
124
Lampiran 1. Daftar Agen dan Counter EBB
1a. Daftar Agen EBB
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Nama Agen
Oka
Candy
Dana
Ida
Sila
Deni
Lilin
Ida
Edi Suryana
Kardi
Euis
Ida
Ida
Suci
Lita
Ayu
Edi Suhendi
Nama Instansi/Perusahaan
Prudential
BRI
Bank Niaga
C&R
PT Tanasin
PT KAI
PT ABC
ADA Swalayan
Yogya Sukasari
PT SGM
Lokasi
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Sukabumi
1b. Daftar Counter EBB
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nama
T Mart
Madu Timur
Venus Lutuye
Toko Ratna I
Toko Buah Fortune
Toko Ria
Eviboy 1
Eviboy 2
Purbasari
Buah Segar Baru
RS Salak
Simpang 3 Bogor
Venus Damri
Toko A&B
Gepuk Karuhun
Belanova
Toko Wahyu
Safari
Lokasi
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
No.
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Nama
H. Marzuki
Rudi
Kosim
Rose Mary
Clarnes
Topuh
Aneka Sari
Toko Moci
Anekasari
Sukasari
Oleh-Oleh Asgar
Toko 67
Toko Maju
RS Assifah
Toko Kita
Degung Raya
Toko Agus
Toko Anugerah
Lokasi
Cipanas
Cipanas
Cipanas
Citeureup
Citeureup
Citeureup
Citeureup
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
125
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
Bogor Islami
Lina Talo
Toko Maret
Toko Sukahati
Sri Cafetaria
Toko Bolu Selera
Toko Bolu Surabaya
Indomas
Mamihku
Toko Tifa Bondes
Toko Palem
Toko Kue Bimo
Toko Ratna 2
Ceppy
Tamam Underpass
Sari Rasa
Toko Farasyina
Harum Manis Pemda
Aneka Cibinong
Toko Aroma
Kedai Nira
Aneka Lama
Pelita Ibu
Clarisa
Ibu Dewi
Harum Manis Pemda
Toko Laras
Rose Mary
Toko Paradita
Toko Kemuning
Toko Minina
Arofah 1
Aneka Cisalak
Aneka Kue
Lina QQ
Mini QQ
Dinar
Neneng
PDP
Venus
Parahiangan
Toko Aziz
Oleh-Oleh Asgar
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibinong
Cibubur
Cibubur
Cibubur
Cibubur
Depok
Depok
Depok
Depok
Depok
Depok
Depok
Depok
Depok
Parung
Parung
Parung
Parung
Parung
Cipayung
Cipanas
Cipanas
Cipanas
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Inti Cake
Toko Ahu
Mukala 2
Dewi Bakery
Toko Lina
Toko Rahmat Jaya
Toko Denpasar
Wiralaba
Toko Baru
Kopi Dewi
Toko Venny
Toko Happy
Toko Seroja
Setia Jaya
Sari Gurih
Citra Rasa
kartika Rasa
barokah Ibu
Sari Pariangan
Sari Nikmat
Isola
Sari Raos 2
Sari Raos 4
Maya
Karya Umbi
Ojo Lai
Camilan
Rumah Snack
Oleh-oOleh
Hanaya
Sari Raos 1
Indo Snack
Sari Rasa
Istana Brownies
Kabita
Cinta Laksana
Rizky
Bintang Laksana
Putri
Ideal Snack
Putri Riau
Wendy Padalarang
Sukabumi
Sukabumi
Sukabumi
Karawang
Karawang
Karawang
Karawang
Karawang
Karawang
Karawang
Bekasi
Bekasi
Bekasi
Bekasi
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
126
Lampiran 2. Hasil Kuesioner Karakteristik Konsumen
Bogor
Jakarta
Cikampek
Karawang
Bandung
Cianjur
Sukabumi
Tasikmalaya
Garut
Indramayu
Karanganyar
Kendal
Medan
Jambi
Palembang
Lampung
Asal Daerah
3%
3%
3% 3% 3%
3%
3%
47%
3%
3%
7%
3%
3% 3% 3%
3%
Usia
17-23 tahun
27%
36%
24-30 tahun
31-40 tahun
17%
13%
41-50 tahun
51-65 tahun
7%
Status Perkawinan
Jenis Kelamin
20%
Wanita
Karyawan
10%
PNS
SLTP
SMA
30%
13%
S1
Ibu Rumah Tangga
60%
Diploma
17%
7%
Pekerjaan
7%
46%
Belum
menikah
63%
80%
Pendidikan
Menikah
37%
Pria
10%
Wirausahawan
Mahasiswa
Pendapatan Per Bulan
13%
17%
23%
< Rp 1.000.000
17%
Rp 1.000.000-Rp 1.900.000
17%
13%
Rp 2.000.000-Rp 2.900.000
Rp 3.000.000-Rp 3.900.000
Rp 4.000.000-Rp 4.900.000
> Rp 5.000.000
127
Apa alasan Anda membeli
dan mengonsumsi brownies?
Suka rasa
3%
6% 6%
Apa yang Anda rasakan jika
tidak mengonsumsi
brownies?
Camilan
35%
17%
Merasa ada
yang kurang
Oleh-oleh
Menjamu tamu
29%
Biasa saja
83%
Acara tertentu
21%
Lainnya
Bila harga barang-barang lain
turun atau pendapatan Anda
meningkat, apakah Anda akan
membelanjakan uang Anda
untuk membeli brownies lebih
banyak/sering?
Produk merek “Elsari” apa
yang pernah Anda konsumsi?
Brownies Kukus
27%
40%
40%
Brownies Kering
Ya
Tidak
60%
Brownies
Panggang
3%
Apa yang menjadi
pertimbangan Anda saat akan
membeli brownies merek
“Elsari”?
30%
Lainnya, sebutkan
.....
Bagaimana Anda
memutuskan pembelian
brownies merek “Elsari”?
Rasa enak
Harga murah
2% 4% 8%
2%
15%
21%
48%
Kualitas
bahan baik
Topping
beragam
Lokasi
strategis
Pelayanan
memuaskan
Display
menarik
27%
40%
33%
Sengaja datang
dari rumah
tanpa ada
tujuan ke
tempat lainnya
Sebelum/sesuda
h mengunjungi
objek wisata
Mendadak
ketika melewati
tempat
penjualan
128
Apabila brownies merek
“Elsari” yang ingin Anda beli
tidak tersedia/habis, apa
yang Anda lakukan?
27%
Membeli
brownies di
tempat lain:
sebutkan .....
Tidak jadi
membeli
brownies.
73%
Apabila harga brownies
merek “Elsari” mengalami
kenaikan, apa yang Anda
lakukan?
Tetap
membelinya
27%
2%
47%
Ya, sebutkan
.....
53%
Tidak
Apakah harga brownies
merek “Elsari” sudah sesuai
dengan kualitas dan
pelayanan yang didapat?
17%
Melakukan
pembelian di
tempat lain,
sebutkan .....
73%
2%
Lalu apakah Anda akan
membeli produk lain sebagai
pengganti brownies?
Ya
83%
Tidak. Alasan
..…
Menurut Anda apa yang harus diperbaiki dari brownies
merek “Elsari”?
Tidak ada
7% 7%
Kualitas produk
Harga produk
Rasa produk
Variasi produk
Lokasi penjualan
Pelayanan
Ketersediaan produk
Display produk
17%
22%
12%
29%
2%
Dari mana Anda mendapat
informasi mengenai
brownies merek “Elsari”?
33%
40%
Teman
Apakah Anda
merekomendasikan kepada
orang lain untuk melakukan
pembelian brownies merek
“Elsari”?
17%
Keluarga
27%
Lainnya
Ya
Tidak
83%
129
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
1. Lokasi perusahaan
2. Display produk
3. Proses produksi
4. Perlengkapan serta sertifikat halal dan P-IRT
130