Untitled - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia
Transcription
Untitled - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BALAI BESAR PULP DAN KERTAS Jl. Raya dayeuhkolot No 132, Kotak Pos 1005. Bandung 40258 Telp (022) 5202980 & 5202871; Fax (022) 5202871 PEDOMAN PEMETAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1) PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI (BPKIMI) 2011 i PEDOMAN PEMETAAN TEKNOLOGI UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1) PEMBINA Menteri Perindustrian M.S Hidayat PENANGGUNG JAWAB Arryanto Sagala TIM PENGARAH Tri Reni Budiharti Shinta D. Sirait TIM PENYUSUN Ngakan Timur Antara Susi Sugesty Henggar Hardiani Sri Purwati Yusup Setiawan Heronimus Judi Tjahyono Rini S Soetopo Yuniarti Puspita Kencana Teddy Kardiansyah TIM EDITOR Sangapan Denny Noviansyah Yuni Herlina Harahap Juwarso Gading Patti Rahmi Rahayu Rangga Maulana DITERBITKAN OLEH Balai Besar Pulp dan Kertas Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan Industri dan Mutu Industri DICETAK OLEH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ii PEDOMAN PEMETAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI CO2 (Fase 1) Edisi I. Jakarta : Kementerian Perindustrian,Januari 2011 vi +120 hlm. Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Alamat Penerbit: Kementerian Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12950 ISBN:............................. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Pedoman Pemetaan Teknologi Di Industri Pulp dan Kertas dalam kerangka Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (PREP-ICCTF PHASE 1) ini dapat diselesaikan pada waktunya. Pedoman ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan dalam pelaksanaan konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri yang telah dibahas oleh unsur pemerintah, tenaga ahli dan praktisi. Diharapkan Pedoman ini bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan dalam menerapkan konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman ini. Jakarta, Januari 2011 Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Kepala, Arryanto Sagala iv RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) telah memberi pengaruh kepada perubahan iklim yang pada akhirnya akan mengubah pola iklim dunia. Kondisi yang dapat membahayakan kehidupan dan ekosistem tersebut telah mendorong diselenggarakannya United National Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang kemudian diluncurkan protokol Kyoto pada Tahun 1997. Indonesia sebagai negara berkembang ikut berperan serta meratifikasi protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004 yang berkomitmen menurunkan emisi CO2 sebesar 26% dengan pendanaan sendiri dan sebesar 41% melalui bantuan donor internasional. Atas dasar tersebut diatas Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) menyusun Guidelines Technology Map for Pulp and Paper Industry. Dari sumber penghasil emisi GRK di Indonesia, sektor industri menduduki peringkat ke-4, yang diantaranya industri pulp dan kertas termasuk industri pengkonsumsi energi tinggi disamping industri semen, baja, tekstil, petrokimia, makananminuman serta keramik dan gelas. Perkembangan teknologi dan peningkatan kapasitas produksi pada industri pulp dan kertas, dapat memberikan peluang penghematan energi yang sekaligus dapat mereduksi emisi GRK secara signifikan. Dalam buku “Pedoman Pemetaan Teknologi untuk Industri Pulp dan Kertas” disampaikan hal-hal sebagai berikut : Gambaran umum proses pembuatan pulp dan kertas serta pengelolaan lingkungan Teknologi proses pembuatan pulp yang hemat energi dan emisi karbon rendah. v - Teknologi proses pembuatan kertas yang hemat energi dan emisi karbon rendah. - Teknologi proses pengelolaan lingkungan dalam kaitannya dengan emisi karbon Gambaran umum tentang teknologi proses pembuatan pulp menunjukkan bahwa proses kimia memiliki sifat dan kualitas produk lebih baik dari proses mekanik dan semikimia, sehingga dapat digunakan untuk bahan baku kertas bermutu tinggi. Pada industri pulp kebutuhan energi dapat disuplai sendiri dari pemanfaatan limbah biomasa seperti recovery boiler dari lindi hitam dan bark boiler dari kulit kayu dan limbah penebangan kayu. Pada pembuatan kertas menggunakan energi yang sangat besar dan diperoleh dari power plant yang biasanya menggunakan bahan bakar fosil. Konsumsi air yang cukup besar untuk pembentukan lembaran kertas akan dikeluarkan sebagai limbah cair. Pengelolaan lingkungan di industri pulp dan kertas merupakan kegiatan mengolah limbah cair hingga memenuhi baku mutu lingkungan, dan sekaligus memanfaatkan limbah padat sebagai energi alternatif serta mengendalikan emisi gas agar tidak mencemari udara sehingga dapat mengurangi emisi GRK di atmosfier. Teknologi pembuatan pulp hemat energi tidak dapat dipisahkan dengan konsep teknologi ramah lingkungan. Dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan pada pembuatan pulp dapat diperoleh beberapa manfaat antara lain : menghemat bahan baku; menghemat air; menghemat energi sehingga mengurangi beban pencemaran dan sekaligus dapat menghemat biaya. Penghematan energi di industri pulp dapat dilakukan dengan konservasi energi pada sistem pemasakan dan pemutihan pulp. Pada sistem pemasakan pulp dapat dilakukan melalui modifikasi digester dengan metoda vi delignifikasi berlanjut (extended delignification); dan aplikasi pulping aid dengan menggunakan bahan kimia antraquinone atau phosphanate. Sedangkan pada sistem pemutihan pulp dapat dilakukan dengan menambah instalasi sistem perpindahan panas pada sistem umpan ClO2. Beberapa aktifitas konservasi energi di unit chemical recovery dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan perolehan energi panas yang maksimal yang dihasilkan dari proses pembakaran. Efisiensi pembakaran dapat ditingkatkan antara lain dengan menambah padatan total lindi hitam yang masuk tungku boiler, penambahan aliran udara kuartener pada recovery boiler, penggunaan superkonsentrator pada evaporator, dan memperbaiki sistem filtrasi CaCO3 dan refactory brick pada lime kiln. Penggunaan bahan bakar biomassa pada pabrik pulp akan menghemat penggunaan batubara. Bahan bakar yang dikembangkan cukup mudah diperoleh disekitar pabrik, antara lain cangkang sawit, batok kelapa sawit, serat sawit dan lainlain. Untuk meningkatkan efisiensi pembakaran digunakan boiler tipe Fluidized Bed (FBC) dan Circulating Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC). Konservasi energi pada power boiler dapat dilakukan dengan beberapa aktivitas diantaranya menghindari adanya kebocoran dan mengurangi udara ekses. Penghematan energi pada proses pembuatan kertas dapat dilakukan pada setiap tahap proses. Unit stock preparation paling banyak mengkonsumsi energi, penghematan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya giling menggunakan aditif diantaranya CMC. Penggunaan enzim dapat menunjukkan penghematan energi hingga 40 %. Penghematan energi pada mesin kertas Fourdrinier dapat dilakukan dengan cara optimasi sistem vakum. Dengan penerapan teknologi Gap Former pada mesin Fourdrinier dapat meningkatkan kapasitas produksi sekitar 30 vii % sehingga dapat menghemat energi sekitar 40 kWh/ton kertas. Penghematan energi pada bagian pengeringan kertas dapat dilakukan dengan cara penurunan penggunaan udara pada dryer jika menerapkan sistem hood tertutup dan mengoptimalkan sistem heat recovery. Selain itu dapat digunakan rekompresi mekanis untuk pemakaian ulang superheated steam ke dalam dryer, sehingga dapat menghemat energi sebesar 50 %. Sejalan dengan perkembangan peningkatan efisiensi diproses produksi melalui penghematan energi seperti yang diuraikan di atas, maka akan dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan. Namun konsekwensinya akan merubah karakteristik air limbah menjadi lebih pekat dengan meningkatnya kadar organik terlarut. Karakteristik limbah cair tersebut akan lebih efektif diolah dengan proses biologi anaerobik. Dengan cara proses biologi anaerobik dapat menghemat energi, bahkan dapat memanfaatkan biogas yang dihasilkan sebagai sumber energi alternatif yang sekaligus mengurangi emisi GRK. Limbah padat yang dihasilkan dari industri pulp dan kertas lebih didominasi oleh limbah organik yang umumnya berasal dari bahan baku serat. Terdapat beberapa cara pengelolaan limbah padat yang pada umumnya dilakukan berdasarkan pada karakteristik dan potensinya yang meliputi pengelolaan dengan sistem landfill; insinerasi; pengomposan dan digestasi anaerobik. Masing-masing dari kegiatan pengelolaan limbah padat tersebut berpotensi menghasilkan energi yang bila dimanfaatkan dapat mengurangi emisi GRK. Pengelolaan emisi gas dari industri pulp dan kertas dilakukan untuk mengendalikan partikulat dan pencemar gas. Sumber emisi terbesar dapat berasal dari digester, CRP dan power plant. Pemilihan teknologi pengelolaan gas dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis pencemar dan ada tidaknya viii potensi untuk dimanfaatkan. Atas dasar hal tersebut dapat dipilih beberapa peralatan yaitu teknologi pengendalian partikulat yaitu siklon, saringan kain, electrostatic precpitator (ESP). Sedangkan teknologi untuk pengendalian gas antara lain menggunakan scrubber, absorber, alat pengendali gas SOx dan NOx dan juga melakukan pengendalian terhadap gas yang tidak terkondensasi. Akhir kata buku pedoman pemetaan teknologi di industri pulp dan kertas ini dapat menjadi petunjuk dan berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………. RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………….. DAFTAR ISI ……………………….………………….. DAFTAR LAMPIRAN ………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………….…………….. DAFTAR TABEL ……………………………………… BAB I 1.1. 1.2. 1.3. BAB II 2.1. 2.2. 2.3. 2.3.1. 2.3.2. 2.3.3. BAB III 3.1. 3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.2.3. 3.3. iv v x xii xiii xiv PENDAHULUAN …………………………….. Isu Lingkungan Terkait dengan Perubahan Iklim ……………………………………………. Kontribusi Emisi GRK di Indonesia ………… Kondisi Industri Pulp dan Kertas …………… GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI PULP DAN KERTAS ………………………… Teknologi Proses Pembuatan Pulp ………… Teknologi Proses Pembuatan Kertas ……… Teknologi Pengelolaan Lingkungan ……….. Pengelolaan Limbah Cair …………………… Pengelolaan limab Padat …………………… Pengelolaan Limbah Gas …………………… TEKNOLOGI PROSES PULPING HEMAT ENERGI DAN KARBON RENDAH ………… Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu ……………………………………………. Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut (extended delignification) pada sistem pemasakan (cooking) ……………………...… RDH (Rapid Displacement Heating) dan Superbatch ……………………………………. ITC (Isothermal Cooking) …………………… Black liquor impregnation …………………… Aplikasi teknologi washing menggunakan metoda displacement baik pada brownstock maupun bleaching ……………………………. x 1 1 4 7 13 13 24 27 28 29 31 32 33 36 38 40 43 45 3.4. Optimasi kinerja Chemical Recovery (recovery boiler, evaporator, recovery boiler, lime kiln) ………………………………………. 3.5. Optimasi kinerja Power Boiler bahan bakar biomassa dan batubara……………………… BAB IV TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN KERTAS HEMAT ENERGI DAN KARBON RENDAH ……………………………………… 4.1. Teknologi Proses Pembuatan Kertas ……… 4.1.1. Stock Prep : Bagian Penggilingan (Refining) ………………………………………………….. 4.1.2. Mesin Kertas : Bagian Pembentukan dan Pengepresan ……………………………….... 4.1.3. Mesin Kertas : Bagian Pengeringan …..…... 4.2. Penghematan Energi dan Sumber Emisi Karbon Di Industri Kertas ……………..……. 4.3. Gambaran Investasi Untuk Beberapa Proses Baru ………………………………….. BAB V PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA INDUSTRI PULP DAN KERTAS …………… 5.1. Pengelolaan Limbah Cair …………………… 5.1.1. Teknologi Proses Pengolahan …………….. 5.1.1.1. Proses Fisika – Kimia ……………………….. 5.1.1.2. Proses Biologi ………………………………. 5.1.1.2.a. Sistem Aerobic ……………………………..... 5.1.1.2.b. Sistem Anaerobik ……………………………. 5.1.1.2.b.i. Sistem Anaerobik Filter ………………….... 5.1.1.2.b.ii. Upflow Anaerobic Sludge Blanked (UASB)... 5.1.2. Pengembangan Teknologi Anaerobik dan Penerapannya ……………………………….. 5.2. Pengelolaan Limbah Padat ………………… 5.2.1. Landfill ………………………………………… 5.2.1.1. Pengembangan Teknologi Landfill dan Penerapannya ……………………………….. 5.2.2. Insinerasi …………………………………….. 5.2.2.1. Pengembangan Teknologi Insinerasi dan Penerapannya ……………………………….. xi 46 50 55 55 55 56 57 60 64 66 67 67 67 67 68 69 70 70 72 72 75 77 79 79 Rotary Kiln Incinerator. ………………………. Fludized Bed Incinerator …………………….. Pengomposan ……………………………….. Pengembangan Teknologi Pengomposan dan Penerapannya ………………………….. 5.2.3.1.a. Proses pengomposan sistem terbuka …….. 5.2.3.1.b. Proses pengomposon sistem tertutup …….. 5.2.4. Proses Digestasi Anaerobik ………………… 5.2.4.1. Teknologi Digestasi Anaerobik …………….. 5.2.4.1.a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah ………. 5.2.4.1.b. Digestasi Dua Tahap ………………………... 5.3. Pengelolaan Emisi Gas …………………….. 5.3.1. Sumber Dan Karakteristik ………………….. 5.3.2. Teknologi Pengelolaan Emisi Partikulat dan Gas ………………………………..…………… 5.3.2.1. Pemisahan Partikulat ………………………. 5.3.2.2. Pemisahan Pencemar Gas ………………… 5.3.2.3. Emisi Gas yang tidak Terkondensasi ……… BAB VI PENUTUP …………………………………… DAFTAR PUSTAKA ………………………………………… 5.2.2.1.a. 5.2.2.1.b. 5.2.3. 5.2.3.1. DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 ……………………………………………. LAMPIRAN 2 ……………………………………………. LAMPIRAN 3 ……………………………………………. 118 124 126 xii 80 80 83 85 85 86 86 88 88 90 92 92 94 94 100 108 110 113 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Prediksi Emisi GRK di Indonesia …………. Diagram Proses Pabrik Pulp Kraft (IPPC, 2001) ………………………………………….. Distribusi Energi pada Proses Pembuatan Pulp …………………………………………… Proses Pembuatan Kertas …………………. Proporsi Pemisahan Air dan Konsumsi Energi …………………………………………. Distribusi Konsumsi Energi di Pabrik Kertas Proporsi Konsumsi Energi di Industri Kertas Mekanisme kerusakan serpih ……………… Dimensi tumpukan serpih yang optimal …... Siklus proses displacement batch cooking... Ringkasan berbagai siklus proses displacement batch cooking ………………... Sistem peralatan RDH/Superbatch ………... Digester kontinyu dengan sistem pemasakan ITC ……………………………… Black liquor impregnation ………………….. Wash master dan twin roll press …………... Penambahan 1 unit superkonsentrator …… Penambahan aliran udara kuaterner ……… FBC dan CFBC ……………………………… Teknologi Pengepresan Terkini (Shoe Press) …………………………………………. Perbandingan Kinerja Pengepresan ………. Sistem Pengeringan Conde belt……………. Air-Impingement Drying …………………….. Fase-Fase Pada Tahapan Proses Anaerobik ……………………………………. Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas Metan dan Pemanfaatan Energinya. ( US.EPA, 2008) …………………………….. Rotary Kiln Incinerator ………………………. xiii 6 16 22 24 25 26 26 35 36 37 38 39 42 43 46 47 47 51 56 57 59 59 76 77 80 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7. Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10 Gambar 5.11 Gambar 5.12 Gambar 5.13 Gambar 5.14 Gambar 5.15 Fludized Bed Incinerator ……………………. 81 Proses Pengomposan dan Emisi Gas yang Dihasilkan …………………………………….. 84 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik …….. 87 Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Basah …………………………………………. 89 Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Kering …………………………………………. 90 Diagram Alir Digestasi Anaerobik 2 Tahap .. 91 (A). Cyclone dan Multiple Cyclone; ………... 96 Saringan Kain (Fabric Filter) ……………….. 97 Electrostatic Precipitator (ESP) ……………. 98 (A).Venturi scrubber, (B). Cyclone Scrubber 99 Packed tower scrubber ……………………... 101 Beberapa Jenis Absober …………………… 102 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 1.7 Tabel 1.8 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Emisi GRK Nasional-Indonesia ………………… Target Reduksi Emisi CO2 Disemua Sektor … Konsumsi Steam dan Listrik Pada Industri Pulp Dan Kertas Di Indonesia ………………………... Konsumsi Steam dan Listrik di Beberapa Negara ……………………………………………. Konsumsi Energi Spesifik Industri Berat …….. Peluang Penghemaan Energi …………………. Besaran Emisi Karbon dari Industri Pulp dan Kertas …………………………………………….. Rincian Besaran Emisi Karbon dari Industri Kertas ……………………………………………... Klasifikasi Umum Proses Pembuatan Pulp …… Ringkasan Hasil Pembuatan Pulp Secara Umum …………………………………………….. Konsumsi Energi pada Pabrik Pulp …………… xiv 5 7 8 9 10 11 11 12 14 15 23 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4. Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu ……………………………………………….. Konservasi energi pada sistem pemasakan (cooking) dan pemutihan (bleaching) …………. Konservasi energi pada sistem pencucian pulp Konservasi energi pada sistem Chemical Recovery (Evaporator, Recovery Boiler, Lime kiln) ………………………………………………... Konservasi energi pada sistem Power Boiler (bahan bakar biomassa atau batubara) ………. Perbandingan Kinerja Teknologi Baru Pengeringan ……………………………………… Peluang Penghematan Energi di Industri Kertas …………………………………………….. Intensitas Energi Terbaik Dunia 2009 ………… Sumber Emisi Karbon pada Pabrik Kertas …… Gambaran Investasi Untuk Penghematan Energi ……………………………………………... Sumber dan Jenis Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas ……………………………………. Keunggulan dan Kelemahan dari Teknologi Pengelolaan Limbah Padat …………………….. Beberapa Faktor yang Berperan dalam Proses Pengomposan …………………………………… Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat ……………………………………… Klasifikasi Teknologi Pemisah Partikulat ……. FGD Tipe Basah dan Tipe Kering ……………. Metode Pengendalian NOx ……………………. Kisaran konsentrasi mudah meledak dari gas sulfur ………………………………………….. xv 34 44 46 48 52 60 62 63 64 65 73 74 84 92 95 103 107 108 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Isu Lingkungan Terkait dengan Perubahan Iklim Peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) CO2, CH4, N2O, SF6, HFC dan PFC menyebabkan meningkatnya radiasi panas (gelombang panjang) yang terperangkap di atmosfer merupakan akibat dari aktivitas manusia. Hal tersebut adalah fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan Iklim. Beberapa perubahan iklim yang terjadi antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara, berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya akan mengubah pola iklim dunia. Emisi gas CO2 yang mempunyai sifat menyerap panas sinar matahari merupakan salah satu gas penyebab pemanasan global, karena. Namun juga sangat dibutuhkan oleh bumi sepanjang konsentrasinya tidak berlebihan. Setiap tahun bumi melepas 8 milyar ton CO2 yang berasal dari manusia dan binatang, fosil dan gas alam (6,5 milyar ton) dan dari kayu bakar 1,5 milyar ton. Manusia merusak keseimbangan tersebut, melalui pembakaran minyak, batubara, gas alam dan pembabatan hutan secara berlebihan, sehingga meningkatkan jumlah CO2 di bumi, baik di atmosfir maupun di laut. Perkembangan pemanasan global akibat emisi CO2, meningkat sampai sekitar 30% sejak tahun 1970-an. Selama 142 tahun antara 1860-2002 suhu bumi naik sebesar 1oC dan dalam 35 tahun antara 1935-1970 suhu Halaman 1 dari 131 bumi naik 0,5 oC, angka ini akan naik lagi menjadi paling sedikit 2-4 oC pada tahun 2100 (IPCC-2007). Sumbangan terbesar pada terjadinya pemanasan global tersebut adalah CO2 sebesar 61%, diikuti oleh CH4 sebesar 15%, CFC sebesar 12%, dan N2O sebesar 4%, serta sumber lainnya sebesar 8% (Callan, 2000). Konvensi Perubahan Iklim atau UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) adalah sebuah kesepakatan dengan tujuan menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfir agar tidak membahayakan kehidupan dan ekosistem serta menjamin pembangunan berkelanjutan. Protokol Kyoto yang lahir tahun 1997 pada Periode Komitmen I (2008-2012) menyebutkan bahwa negaranegara maju diwajibkan melakukan upaya untuk menekan laju peningkatan emisi GRK di dalam negerinya, namun hal ini tidak berlaku bagi negara-negara berkembang. Secara hukum, Protokol Kyoto mewajibkan agar pada tahun 20082012 negara-negara maju menurunkan emisi GRK-nya rata-rata sebesar 5,2% dari total emisi dunia pada tahun 1990 serta membantu negara berkembang dalam hal teknologi transfer. Pada konvensi ini dikenal adanya prinsip “common but differentiated responsibilities”, dimana setiap negara memiliki tanggung jawab yang sama namun dengan peran yang berbeda. Berdasarkan prinsip tersebut, maka disepakati pula bahwa negara maju akan memimpin upaya dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban, namun secara sukarela Indonesia meratifikasi Konvensi UNFCCC melalui Undang-Undang No.6 Tahun 1994 dan berkomitmen untuk berpartisipasi di dalam program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang telah dimulai sejak tahun 1990. Komitmen tersebut semakin menguat Halaman 2 dari 131 dengan diratifikasinya Protokol Kyoto melalui undangundang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Presiden RI di Kopenhagen pada tahun 2009. Kemudian dengan mengacu pada Kyoto Protocol 1997 dan Bali Road Map, Indonesia membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) yang menetapkan komitmen untuk menurunkan emisi CO2 sebesar 26% dengan pendanaan sendiri (BaU, bussiness as usual) dan sebesar 41% dengan bantuan donor internasional. Komitmen tersebut disampaikan oleh Presiden pada pertemuan G20 di Pittsburg, USA (November 2009) dan COP-15 (Desember 2009). Dalam RAN tersebut dinyatakan agar sektor industri dapat menurunkan emisi GRK sebesar 0,001 Giga ton setara CO2 bila pendanaan sendiri atau 0,005 Giga ton setara CO2 dengan bantuan donor luar negeri, pada tahun 2020. Sektor industri merupakan penyumbang GRK terbesar setelah sektor kehutanan, dan sektor transportasi. Di sektor industri ada 3 sumber emisi GRK yaitu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan energi sekitar 40% dan sisanya dari kegiatan proses produksi dan pengelolaan limbah. Terkait dengan penggunaan energi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009 tentang konservasi energi yang mengharuskan penghematan energi diatas 6000 TOE (ton setara minyak) per tahun, pada industri yang tergolong mengkonsumsi energi tinggi. Beberapa industri yang tergolong menggunakan energi diatas 6000 TOE dan industri yang menyerap 80% dari total energi sektor energi antara lain industri semen, industri baja, industri pulp dan Halaman 3 dari 131 kertas, industri tekstil, indusri keramik, industri pupuk industri petrokimia, industri makanan-minuman tertentu. Dalam rangka implementasi PP No 70 tahun 2009, Kementerian Perindustrian melakukan kerjasama dengan ICCTF untuk tahun 2010-2011. Salah satunya adalah program penyusunan Guidelines Technology Map for Pulp and Paper Industry. Pedoman ini diharapkan dapat membantu pihak industri dalam melakukan kegiatan konservasi energi dan pengurangan emisi gas CO2, serta dapat digunakan oleh pemerintah dan pihak terkait sebagai acuan dalam kegiatan konservasi energi di Industri Pulp dan Kertas. Di dalam pedoman ini dijelaskan secara rinci mengenai gambaran umum tentang Industri Pulp dan Kertas meliputi teknologi proses hemat energi dan karbon rendah serta pengelolaan lingkungan. Pedoman ini disusun untuk mendukung terwujudnya industri pulp dan kertas yang berdaya saing tinggi dan berwawasan lingkungan. 1.2 Kontribusi Emisi GRK di Indonesia Di Indonesia, sumber penghasil emisi GRK diklasifikasikan dalam beberapa kegiatan yaitu dari sektor kehutanan dan tata guna lahan, sektor energi, sektor industri, sektor pertanian dan sampah perkotaan. pertanianyang memberi kontribusi emisi GRK. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penghasil emisi GRK terbesar dihasilkan dari sektor kehutanan dan tata guna lahan mencapai 46%, sedangkan dari sektor industri menduduki pada peringkat ke 4 sebesar 2,42% ( Tabel 1.1). Halaman 4 dari 131 Tabel 1.1 Emisi GRK Nasional-Indonesia Sumber CO2 CH4 N2O (Gg) (Gg) (Gg) 305.983 1.221 6 31.938 104 0 2.178 2.419 72 CO2eq (Gg) 333.540 34.197 75.419 Energi Industri Pertanian Perubahan Tata Guna 649.173 3 0 649.254 Lahan dan Kehutanan Pembakaran Lahan 172.000 172.000 Gambut Limbah 1.662 7.020 8,05 151.578 Total 1.415.988 Sumber: KLH - The Indonesian Second National Communication,2009 % 23,56 2,42 5,33 45,85 12,15 10,69 100 Sejalan dengan aktivitas kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, maka emisi GRK yang dihasilkan juga akan mengalami pula peningkatan. Prediksi peningkatan emisi GRK tersebut dari tahun 2000 hingga 2020 dapat dilihat pada Gambar 1.1. Halaman 5 dari 131 Gambar 1.1 Prediksi Emisi GRK di Indonesia ( Sumber : BAPENAS) Atas dasar prediksi tersebut di atas, maka pemerintah membuat kebijakan Energi Nasional dalam rangka menekan peningkatan emisi GRK. Untuk merealisasikan RAN dalam mencapai target penurunkan emisi CO2 sebesar 26%, pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 5 tahun 2006 dengan ketetapan sebagai berikut : • Pangsa minyak bumi turun dibawah 20% (th 2005: 54,78% ) • Pangsa gas naik diatas 30% ( th 2005: 22.24 % ) • Pangsa Batubara naik diatas 33 % ( th 2005 ; 16,77 % ) • Pangsa energi terbarukan naik 17% ( th 2005: 6,20 % ) • Elastisitas energi < 1 ( elastisitas kita 1,84 ) • Intensitas energi turun rata-rata 1% per tahun Halaman 6 dari 131 Tabel 1.2 Target Reduksi Emisi CO2 Disemua Sektor Sektor kegiatan Emisi CO2 tahun 2020 (tanpa reduksi) Emisi CO2 pada tahun 2020 (dengan target reduksi 26% 26% +15% (total 41%) Lahan Gambut 1.09 0.28 0.057 Limbah 0.25 0.048 0.030 Kehutanan 0.49 0.392 0.310 Pertanian 0.06 0.008 0.003 Industri 0.06 0.001 0.004 - 0.008 0.008 Energi 1.00 0.030 0.010 Total 2.95 0.767 0.422 Perhubungan Bila membandingkan nilai prediksi emisi GRK tahun 2020 dari masing-masing kegiatan, dengan melaksanakan kebijakan energi nasional dan tanpa melaksanakan kebijakan, maka akan terlihat perbedaan nilai emisi CO2 dari usaha mandiri maupun yang mendapat tambahan bantuan dari luar negeri seperti terlihat pada Tabel 1.2. 1.3 Kondisi Industri Pulp dan Kertas Sesuai dengan letak geografis Indonesia, yang memiliki areal hutan yang luas sebagai sumber bahan baku kayu, maka Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam pengembangan industri pengolahan kayu, khususnya industri pulp dan kertas. Menurut Directori APKI Halaman 7 dari 131 tahun 2009, perusahaan industri pulp dan kertas di Indonesia berjumlah 81 yang terdiri dari 3 industri pulp dan kerts terpadu, 2 industri pulp, dan 76 industri kertas. Gambaran Penyebaran Industri Pulp dan Kertas di Indonesia berdasarkan jenis produk dan pemakaian energi dapat di lihat pada Lampiran 1. Penyebaran industri pulp dan kertas di wilayah Jawa sekitar 57,96% (6.607.200 Ton/tahun), sedangkan di wilayah Sumatera sekitar 37,43% (4.266.000 Ton/tahun) dan wilayah Kalimatan hanya 4,61% (52.500 Ton/tahun). Di Indonesia, konsumsi kertas per capita sangat rendah yaitu 14 kg/kapita pada tahun 1995 meningkat menjadi 25 kg/kapita pada tahun 2007. Konsumsi kertas tersebut sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara di Eropa seperti Belgia yang mencapai 375 kg/kapita, Finlandia 369 kg/kapita dan Jerman 254 kg/kapita (tahun 2007), sedangkan negara-negara non Eropa seperti USA dapat mencapai 288 kg/kapita , Jepang 246 kg/kapita, China 55 kg/kapita ( tahun 2007). Data –data konsumsi dibeberapa negara lain dapat dilihat pada Lampiran 2. Konsumsi energi untuk produksi kertas di Indonesia, dikelompokkan berdasarkan jenis produk kertas dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Konsumsi Steam dan Listrik Pada Industri Pulp Dan Kertas Di Indonesia No Jenis Produk Kertas 1 2 3 4 5 Koran Sigaret Karton (Liner & medium) Pulp kraft Cetak-Tulis Konsumsi Panas (Heat) kWh/ton 4,4 4,1 2,44 2,2 1,65 Konsumsi Listrik kWh/ton 939,11 1750 420 468 600 Sumber : Hasil Survey BBPK-2010 Halaman 8 dari 131 Berdasarkan survai ke beberapa industri, data menunjukkan bahwa kebutuhan steam terbesar terdapat pada industri yang memproduksi kertas khusus dan pulp kraft dan konsumsi terendah terdapat pada industri cetaktulis. Sebagai pembanding, konsumsi energi di negara lain dapat dilihat pada Tabel 1.4 yang menjelaskan konsumsi listrik dan steam untuk berbagai jenis kertas. Tabel 1.4 Konsumsi Steam dan Listrik di Beberapa Negara. Konsumsi Panas Konsumsi No Jenis Produk Kertas (Heat) Listrik kWh/ton kWh/ton 1 Tissue 1900 - 2800 800 - 2000 2 Khusus/spesial 1600 - 4500 600 - 3000 Karton 3 1000 - 2700 400 - 700 (dengan deinking) 4 Pulp kraft 3800 - 5100 700 - 800 5 Cetak-Tulis 1000 - 1600 1200 - 1400 Sumber :IPCC, 2010 Secara keseluruhan industri pulp dan kertas mengkonsumsi energi yang cukup besar, namun dengan perkembangan teknologi untuk melakukan penghematan, konsumsi energi tersebut masih dapat dilakukan penghematan. Industri kertas adalah industri yang padat modal. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik pulp dengan kapasitas 1 juta ton per tahun adalah 1,2 milyar USD (APKI, 2010). Salah satu penyebab tingginya investasi tersebut adalah karena industri pulp dan kertas banyak mengkonsumsi energi. Tabel 1.5 berikut memperlihatkan besaran konsumsi energi industri Halaman 9 dari 131 pulp dan kertas dibandingkan dengan industri berat lainnya. Tabel 1.5 Konsumsi Energi Spesifik Industri Berat Konsumsi Energi Spesifik Industri ( Gj / Ton ) Baja 2,80 – 37,10 Aluminium 11,95 – 85,19 Tekstil 3,20 – 32,40 Semen 2,20 – 7,90 Pulp dan Kertas 10,70 – 34,30 Sumber : (Ray, 2008) Pada Tabel 1.5, nampak jelas bahwa konsumsi energi spesifik industri pulp dan kertas cukup tinggi, setara dengan industri baja dan kisaran konsumsi energi terendahnya mendekati industri aluminium yang keduanya merupakan industri berat. Dengan konsumsi energi yang begitu tinggi, dan sumber energi utamanya bahan bakar fosil, maka jelas emisi karbon tidak bisa dihindari. Tetapi upaya maksimal dapat dilakukan adalah memperbaiki efisiensi proses dan penghematan energi (Miner, 2007). Peluang penghematan energi yang dapat dilakukan dibandingkan dengan industri-industri yang lain dapat dilihat pada Tabel 1.6. Besaran emisi karbon dari industri pulp dan kertas serta prediksi reduksinya hingga tahun 2030, relatif terhadap industri berat lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.7, serta rincian emisi karbon, baik yang langsung maupun tidak langsung yang dapat dilihat pada Tabel 1.8. Halaman 10 dari 131 Tabel 1.6 Peluang Penghemaan Energi No Industri 1 Industri Tekstil 2 Industri Baja 3 Industri Pulp dan Kertas 4 Industri Keramik & Gelas 5 Industri Makanan & Minuman 6 Industri Petrokimia 7 Industri Semen Sumber : kemenperin-2009 Penghematan Energi 20 – 35 % 11 – 32 % 10 – 20 % 10 – 20 % 13 – 15 % 12 – 17 % 15 – 22 % Tabel 1.7 Besaran Emisi Karbon dari Industri Pulp dan Kertas Industri Emisi (ton CO2/ton produk) Baja 1,6 – 3,8 Aluminium 8,3 -8,6 Semen 0,73 – 0,99 Kilang minyak 0,32 – 0,64 Pulp dan Kertas 0,22 – 1,4 Sumber : (Bernstein, 2007) Potensi Reduksi (%) 20 – 50 15 – 25 11 – 40 10 -20 5 -40 Halaman 11 dari 131 Tabel 1.8 Rincian Besaran Emisi Karbon dari Industri Kertas Million metric Million short Emission Source tons of CO2 e tons of CO2 e 1 per year per year Direct Emission Direct Emission associated with fuel combustion 57.7 63.6 (excluding biomass CO2) Wastewater treatment plant 0.4 0.4 CH4 releases Forest products industry 2.2 2.4 2 landfills Use of carbonate make-up 1 1 chemicals and flue gas 0.39 0.43 desulfurization chemicals Secondary pulp and paper manufacturing operations 2.5 2.8 (i.e., converting primary products into final products) Direct emission of CO2 from biomass fuel combustion 113 125 4 (biogenic) Process-related CO2 5 5 including CO2 emitted from Unavailable Unavailable 4 lime kilns (biogenic) Indirect Emission Electricity purchases by pulp 25.4 28 and paper mills Electricity purchases by secondary manufacturing operations (i.e., converting 8.9 9.8 primary products into final products) Steam purchases 5 5 Unavailable Unavailable Sumber : (US-EPA 2010) Halaman 12 dari 131 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI PULP DAN KERTAS 2.1 Teknologi Proses Pembuatan Pulp Pembuatan pulp diklasifikasikan dalam 3 jenis proses yaitu proses mekanis, semi-kimia dan kimia. Produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik serat yang berbeda. Pemilihan jenis proses tersebut tergantung kepada spesies kayu yang tersedia dan penggunaan akhir dari pulp yang diproduksi. Proses kimia mendominasi hampir diseluruh dunia, karena dari pulp ini dapat dibuat berbagai jenis kertas diantaranya adalah kertas budaya. 90 % dari berbagai jenis proses kimia didominasi oleh proses kraft. Proses pembuatan pulp kimia, dapat melarutkan lignin lebih banyak dibandingkan dengan proses yang lain, sehingga dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik dam penggunaannya lebih luas. Keunggulan pulp kimia adalah lebih baik, lebih teratur, lebih rata dan lebih kompak dengan opasitas yang lebih rendah daripada lembaran pulp mekanis. Disamping itu pada derajat putih yang sama (bleached brightness) pulp kimia lebih stabil. Pulp kimia dapat digunakan sebagai bahan baku kertas dengan tingkat (grade) tidak putih seperti kertas kantong (bag paper), kertas karton linier (linerboard) dan kertas bungkus (wrapper). Untuk jenis pulp kimia dengan grade yang lebih tinggi dan diputihkan dapat dibuat kertas bermutu tinggi seperti kertas budaya (tulis, cetak, fotokopi). Halaman 13 dari 131 Pada pembuatan pulp mekanis lignin tidak dihilangkan atau sebagian saja dihilangkan sehingga mempunyai kandungan serat utuh yang lebih sedikit, bersifat kaku dan lebih pendek. Jika dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang bersifat bulky dan mempunyai opasitas yang baik dan mempunyai sifat mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik. Tabel 2.1 Klasifikasi Umum Proses Pembuatan Pulp Mekanis Pulping dengan energi mekanik Rendemen tinggi (90 - 95 %) Serat pendek, tidak utuh, tidak murni, lemah, tidak stabil Kualitas cetak baik Sulit diputihkan Kombinasi Pulping dengan kombinasi perlakuan kimia dan mekanis kimia mekanis Rendemen sedang (interme-diate) ( 55 – 90 %) Sifat-sifat pulp sedang (inter-mediate) Kimia Pulping dengan bahan kimia dan panas Rendemen rendah (40 - 55 %) Serat pulp utuh, panjang dan murni, kuat, stabil Kualitas cetak rendah dan mudah diputihkan Halaman 14 dari 131 Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Pembuatan Pulp Secara Umum Kekuatan Rendemen Relatif Klasifikasi Nama Proses (%) SW HW Mekanis Mekanis Kimia Semikimia Kimia Stone Groundwood RMP TMP CTMP Chemi Groundwood Cold Soda NSSC High Yield Sulfit High Yield Kraft Kraft Sulfit Soda 90 - 95 90 - 95 90 85 - 90 5 5-6 6-7 7-8 3 3 3-4 4-5 85 - 90 85 - 90 - 5-6 5-6 65 - 80 55 - 75 50 - 70 40 - 50 45 - 55 45 - 55 7 7 10 9 - 6 6 6 7-8 7 7-8 Halaman 15 dari 131 Gambar 2.1 Diagram Proses Pabrik Pulp Kraft (IPPC, 2001) Proses pembuatan pulp mekanis umumnya sederhana dan memiliki rendemen yang tinggi (90 - 95 %), oleh karena itu hanya dapat digunakan untuk kertas-kertas tertentu seperti kertas industri atau kertas koran. Proses semikimia merupakan kombinasi dari proses mekanis kimia. Rendemen dan sifat-sifat pulp semikimia merupakan intermediate pulp kimia dan mekanis. Pulp ini cocok digunakan untuk lapisan tengah kertas karton gelombang (corrugating medium). Halaman 16 dari 131 Diagram alir proses pembuatan pulp dan kertas dapat dilihat pada Gambar 2.1 (EPA, 2010). Pembuatan pulp dibagi dalam lima area proses utama, yaitu : (1) persiapan kayu; (2) pulping; (3) pemutihan; (4) pemulihan kimia; (5) pengeringan pulp (pabrik non-integrasi saja). Uraian dari masing-masing proses adalah sebagai berikut : a. Persiapan Kayu Kayu merupakan bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi pulp. Kayu umumnya berbentuk gelondongan atau serpih dan diproses di daerah penanganan kayu, yang disebut sebagai woodyard. Secara umum, operasi woodyard adalah terpisah dari jenis proses pembuatan pulp. Jika kayu memasuki woodyard dalam bentuk gelondongan, maka perlu dilakukan serangkaian operasi agar gelondongan dipersiapkan untuk memasuki proses pembuatan pulp, biasanya dipersiapkan dalam bentuk serpih kayu. Kayu gelondongan diangkut ke slasher, untuk dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan, diikuti oleh proses penghilangan kulit kayu, penyerpihan, skrining serpih, dan pengangkutan ke tempat penyimpanan. Serpih yang dihasilkan dari gelondongan atau serpih yang dibeli biasanya disimpan di penyimpanan yang besar. b. Pembuatan Pulp Selama proses pembuatan pulp, serpih kayu dipisahkan menjadi serat selulosa individu untuk menghilangkan lignin (bahan perekat antar sel yang merekatkan serat selulosa bersama-sama) dari kayu. Ada lima jenis utama proses pembuatan pulp: (1) kimia; (2) mekanis; (3) semi-kimia; (4) daur ulang, dan (5) lainnya Halaman 17 dari 131 (misalnya, dissolving, non-kayu). Proses pembuatan pulp paling umum adalah proses kimia. Pembuatan pulp secara kimia (yaitu, kraft, soda, dan sulfit) melibatkan "pemasakan" bahan baku (serpih kayu) menggunakan larutan kimia berair, suhu tinggi dan tekanan untuk mengisolasi serat pulp. Pembuatan pulp proses kraft adalah proses pembuatan pulp paling umum digunakan oleh pabrik pulp di Indonesia untuk memproduksi serat virgin. Proses pembuatan pulp kraft menggunakan larutan pemasak alkali yang terdiri dari sodium hidroksida (NaOH) dan sodium sulfida (Na2S) untuk melarutkan lignin kayu, sementara proses soda hanya menggunakan NaOH. Larutan pemasak (white liquor) dicampur dengan serpih kayu dalam suatu reaktor (digester). Setelah serpih kayu masak, isi digester dikeluarkan dengan tekanan ke dalam tangki penampung. Kayu yang melunak, diuraikan menjadi serat pulp. Pulp dan sisa larutan pemasak (lindi hitam) kemudian dipisahkan dalam serangkaian pencucian pulp coklat. Dissolving pulp dapat dibuat melalui proses kraft ataupun sulfit, dengan tujuan untuk memperoleh pulp kayu dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk dikonversi menjadi produk rayon, viskosa, asetat dan selofan. c. Pemutihan Pulp Proses pemutihan menghilangkan warna dari pulp (karena adanya residu lignin) dengan menambahkan bahan kimia pada pulp dengan kombinasi yang bervariasi, tergantung pada penggunaan akhir produk. Proses pemutihan yang sama dapat digunakan untuk setiap kategori proses pembuatan pulp. Halaman 18 dari 131 Bahan kimia pemutihan yang paling umum adalah klor, klor dioksida, hidrogen peroksida, oksigen, sodium hidroksida dan sodium hipoklorit. Kekhawatiran terbentuknya senyawa terklorinasi seperti dioksin, furan, dan kloroform telah mengakibatkan pergeseran dari penggunaan senyawa klorinasi dalam proses pemutihan. Bahan kimia pemutih ditambahkan ke dalam pulp secara bertahap di reaktor pemutihan. Sisa larutan pemutihan dikeluarkan pada setiap tahap melalui pencucian. Efluen pencucian dikumpulkan dalam tangki tertentu dan digunakan kembali sebagai air pencuci pada tahap lain atau dikirim ke bagian pengolahan limbah. d. Pemulihan Bahan Kimia Untuk alasan ekonomi dan lingkungan, pabrik pulp kimia melakukan proses pemulihan bahan kimia untuk memperoleh kembali bahan kimia sisa proses pemasakan. Di pabrik pulp kraft, larutan sisa pemasakan dikenal sebagai weak black liquor yang berasal dari pencucian stok pulp coklat dialirkan ke area pemulihan bahan kimia. Proses pemulihan bahan kimia meliputi proses pemekatan lindi hitam, pembakaran senyawa organic, reduksi senyawa anorganik dan menghasilkan larutan pemasak kembali. Proses pemulihan bahan kimia terdiri dari beberapa tahapan yang dijelaskan pada beberapa tahapan proses sebagai berikut : - Pemekatan Lindi Hitam Lindi hitam encer (12 – 15 % padatan) dari proses pembuatan pulp yang mengandung lignin, senyawa organik dan anorganik teroksidasi (natrium sulfat dan natrium karbonat) dan lindi putih (Na2S dan NaOH) dipekat melalui serangkaian multiple-effect evaporator (MEE) untuk Halaman 19 dari 131 meningkatkan kandungan padatannya menjadi sekitar 50 %. Lindi hitam pekat dari sistem MEE selanjutnya dioksidasi dalam sistem pengoksidasi lindi hitam atau dipekatkan lebih lanjut dalam direct contact evaporator (DCE) atau diarahkan langsung ke dalam nondirect contact evaporator (NDCE), yang biasa dikenal dengan konsentrator. Oksidasi lindi hitam sebelum penguapan dalam DCE akan mengurangi emisi bau senyawa total reduced sulfur (TRS), yang dikeluarkan lindi hitam dalam DCE ketika terjadi kontak dengan gas buang panas dari recovery furnace. Kandungan padatan lindi hitam dari evaporator akhir/konsentrator berkisar antara 65-68 %. - Recovery Furnace Lindi hitam pekat disemprotkan ke dalam recovery furnace, dimana senyawa organik dibakar, dan Na2SO4 direduksi menjadi Na2S. Lindi hitam yang dibakar dalam recovery furnace memiliki kandungan energi yang tinggi (5.800 - 6.600 Btu/lb padatan kering), yang diperoleh kembali sebagai uap untuk kebutuhan proses, seperti pemasakan serpih kayu, pemanasan dan penguapan lindi hitam, pra-pemanasan udara pembakaran, dan pengeringan produk pulp atau kertas. Uap proses dari tungku pemulihan sering digabung dengan uap dari ketel pembangkit tenaga berbahan bakar fosil atau pembakaran kayu. Na2SO4 sebagai makeup, atau "saltcake," juga dapat ditambahkan ke dalam lindi hitam sebelum pembakaran. Lelehan garam anorganik, biasa disebut dengan "smelt", terkumpul dalam char bed di bagian bawah tungku. Smelt ditarik dan dilarutkan dalam air pencuci encer dalam smelt dissolving tank (SDT) sehingga menghasilkan larutan garam karbonat disebut lindi hijau, dengan kandungan utama Na2S dan Na2CO3. Lindi hijau juga mengandung Halaman 20 dari 131 pengotor tidak larut dari karbon yang tidak terbakar dan kotoran anorganik, yang disebut dengan dregs, yang dikeluarkan dalam serangkaian clarification tanks. - Kaustisasi dan Kalsinasi Lindi hijau dipindahkan ke area kaustisasi, dimana Na2CO3 dikonversikan menjadi NaOH dengan penambahan kapur (CaO). Selanjutnya dipindahkan ke tangki slake, dimana CaO dari kiln kapur bereaksi dengan air untuk membentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Dari slaker tersebut, lindi hijau didalam causticizers terjadi reaksi kaustisasi sempurna membentuk NaOH dan kalsium karbonat (CaCO3). Produk kaustisasi ini kemudian diteruskan ke clarifier lindi putih, yang akan menghilangkan endapan CaCO3, disebut sebagai lime mud. Lime mud dicuci untuk menghilangkan sisa natrium. Lumpur dari pencucian kemudian dikeringkan dan dikalsinasi dalam kiln kapur untuk menghasilkan kapur, yang digunakan kembali dalam tangki slaker. Filtrat pencucian lumpur, digunakan dalam SDT untuk melarutkan smelt dari recovery furnace. Lindi putih (NaOH dan Na2S) dari clarifier digunakan kembali untuk proses pemasakan dalam digester. - Pengeringan Pulp Setelah proses pembuatan pulp dan pemutihan, pulp diolah menjadi stok yang digunakan untuk pembuatan kertas. Pada pabrik non-integrasi, pulp yang akan djual dikeringkan, dikemas dan kemudian dikirim ke pabrik kertas. Pada pabrik terintegrasi, pabrik kertas langsung menggunakan pulp yang diproduksi pabrik pulp. Halaman 21 dari 131 Recovery boiler HPS Kondensat Panas sekunder (air) Power Boiler (biomassa dan fosil fuel) Proses pembuatan pulp Turbin dan generator MPS LPS Power Air tambahan o HPS : high pressure steam (62 – 100 bar, 460 – 500 C) o MPS : medium pressure steam (12,5 bar, 205 C) o LPS : low preessure steam (4,1 bar, 145 C) Gambar 2.2 Distribusi Energi pada Proses Pembuatan Pulp Pabrik pulp dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi yang disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Jenis boiler yang digunakan tergantung dari jenis produk yang dihasilkan, untuk pabrik pulp saja energi disediakan oleh recovery boiler dan bark boiler. Untuk pabrik pulp dan kertas terintegrasi selain jenis dua boiler tersebut juga ditambah dengan fossil fuel boiler. Halaman 22 dari 131 Tabel 2.3 Konsumsi Energi pada Pabrik Pulp No Proses 1. 2. Persiapan bahan baku Pemasukan serpih ke sistem digester Pemasakan dalam digester Pencucian dan penyaringan pulp Delignifikasi oksigen Pemutihan pulp Pulp machine Evaporator Power plant Lime kiln dan rekaustisasi Penyediaan air panas Pengolahan air dan air limbah Lain-lain Total konsumsi 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Steam (GJ/ADT) - Listrik (kWh/ADT) 50 20 1.7 - 40 30 0.5 2.3 2.3 3.1 2.3 12.2 75 100 141 30 60 50 32 30 30 688 Pabrik pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi yang disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Di pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu yaitu recovery boiler dan power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power boiler. Gambar 2.2 menunjukkan diagram distribusi energi pada proses pembuatan pulp. Bahan bakar recovery boiler diperoleh dari lindi hitam yang merupakan cairan hasil reaksi antara bahan kimia pemasak (lindi putih) dengan bahan baku kayu. Cairan ini diperoleh dari proses pembuatan pulp setelah melalui pemekatan. Penyediaan energi pada recovery boiler merupakan salah satu siklus Halaman 23 dari 131 dari proses pemulihan kembali bahan kimia pada proses pembuatan pulp kraft. Bahan bakar power boiler terdiri dari biomassa yang berasal dari proses pengulitan dan reject penyaringan serpih kayu (pin chips dan fines chips). Untuk menambahan nilai kalor pada biomassa biasanya dicampur dengan batubara. Secara teoritis Recovery Boiler dapat memproduksi steam 15,8 GJ/ADt dan listrik 655 kWh/ADt. Kebutuhan steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler, untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari power boiler berbahan bakar kulit kayu. 2.2 Teknologi Proses Pembuatan Kertas Kertas terbuat dari tiga bahan utama, yaitu serat, air, dan aditif. Ketiga bahan ini diproses di bagian stockpreparation, kemudian dikirim ke mesin kertas untuk dibentuk lembaran, selanjutnya dipres dan dikeringkan. Secara umum, proses pembuatan kertas dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Proses Pembuatan Kertas Proses pembuatan kertas adalah mencampurkan serat dan aditif dengan air, kemudian airnya dipisahkan Halaman 24 dari 131 kembali sambil membentuk lembaran. Ada karakteristik khas pabrik kertas berkaitan dengan operasional pemisahan air ini, sebagaimana tampak pada Gambar 2.4. Proses pemisahan air terjadi pada bagian pembentukan, pengepresan, dan pengeringan. Proporsi air terbanyak dipisahkan di bagian pembentukan, tetapi proporsi energi terbesar digunakan di bagian pengeringan. Gambar 2.4 Proporsi Pemisahan Air dan Konsumsi Energi Sumber energi utama yang digunakan di industri kertas adalah steam dan listrik. Berbagai satuan operasi di pabrik kertas menggunakan kedua jenis energi ini, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6. Halaman 25 dari 131 Gambar 2.5 Distribusi Konsumsi Energi di Pabrik Kertas Sumber : (FAPET, 1999) Gambar 2.6 Proporsi Konsumsi Energi di Industri Kertas Halaman 26 dari 131 2.3 Teknologi Pengelolaan Lingkungan Perkembangan teknologi pengelolaan lingkungan di industri pulp dan kertas (IPK) mengarah pada usaha pencegahan yaitu yang bertujuan untuk meminimalkan jumlah limbah yang terbentuk, dan usaha penanggulangan pencemaran yang bertujuan untuk mengelola limbah dengan cara mengolahnya hingga mencapai persyaratan untuk dibuang ke lingkungan, serta upaya memanfaatkan limbah menjadi produk yang layak dan aman digunakan. Penggunaan teknologi yang mencegah terbentuknya limbah adalah strategi pengelolaan lingkungan melalui program produksi bersih. Pada umumnya penerapannya di IPK Indonesia sudah cukup baik. Pada prinsipnya teknologi ini digunakan untuk mencegah atau meminimisasi limbah dengan melakukan modifikasi proses yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi melalui pengurangan konsumsi bahan baku serat , air , bahan kimia , dan energi serta terbentuknya limbah yang bersifat B3. Sedangkan teknologi yang mengarah pada pengelolaan limbah baik dalam bentuk cair,padat maupun gas , pada penerapannya ditentukan atas dasar karakteristik limbah, kinerja dan kehandalan proses /operasi yang digunakan, pertimbangan lingkungan dan kelayakan ekonominya. Penentuan teknologi dan sistem pengelolaan limbah didasarkan atas karakteristik limbah, baik dari beban pencemarannya khususnya sejauh mana dapat berkontribusi dalam menghasilkan emisi carbon, dan potensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Halaman 27 dari 131 2.3.1 Pengelolaan Limbah cair Ditinjau dari sumbernya limbah cair IPK dapat berasal dari beberapa tahap proses yang masing-masing memberikan karakteristik yang berbeda. Limbah cair dari proses pembuatan pulp umumnya menimbulkan masalah warna yang coklat kehitaman, pH basa, tingginya cemaran COD, BOD dan bersifat toksik. Limbah cair dari proses pembuatan kertas 9memberikan karakteristik dengan kadar padatan tersuspensi, COD dan BOD terlarut yang tinggi. Pengelolaan limbah cair dilakukan dengan cara pengolahan limbah cair yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan bahan-bahan cemaran organik dan anorganik tersuspensi, koloid dan terlarut dalam limbah cair hingga batas tertentu yang dipersyaratkan untuk dibuang kelingkungan. Teknologi pengolahan yang digunakan terbagi dalam beberapa tahap sesuai karakteristik dan kualitas hasil yang ingin dicapai yaitu meliputi proses fisika, kimia dan biologi. Pengolahan fisika digolongkan dalam proses awal untuk memisahkan bahan cemaran yang besar dan berat dengan cara penyaringan, flotasi dan sedimentasi. Pengolahan kimia diperlukan untuk memisahkan padatan tersuspensi yang halus dan koloid dengan penambahan senyawa kimia melalui proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Pengolahan biologi bertujuan untuk mengurangi kandungan cemaran organik terlarut yang tidak dapat dipisahkan pada pengolahan sebelumnya. Saat ini pengolahan biologi merupakan pengolahan limbah yang penting dan banyak digunakan di IPK karena bersifat ramah lingkungan dan merupakan konsekwensi dari penerapan daur ulang serat dan air yang semakin ketat, sehingga jumlah air limbah menjadi sedikit namun Halaman 28 dari 131 kadar organiknya menjadi tinggi dan bersifat terlarut. Limbah cair IPK memiliki karakteristik yang pencemar utamanya adalah bahan organik dan merupakan sumber carbon tinggi, oleh karena itu akan sangat efektif diolah dengan proses biologi baik dengan cara aerobik maupun anaerobik. Pengolahan anaerobik saat ini mulai dikembangkan di IPK karena adanya perubahan karakteristik air limbah yang beban organiknya tinggi, bersifat kompleks dan terlarut sehingga sistem pengolahan anaerobik merupakan alternatif paling menguntungkan. Keunggulan lain adalah energi yang dibutuhkan rendah, bahkan dapat memproduksi biogas yang dapat dimanfaatkan. Namun demikian, teknologi ini bila tidak dikelola secara terkendali dapat menimbulkan masalah didalam pengeluaran emisinya keudara. Biogas yang terbentuk dari hasil biodegradasi oleh mikroba sebagai gas CO2 dan CH4 dapat terlepas ke atmosfer memberikan kontribusi peningkatan gas rumah kaca (GRK) dan berpengaruh pada perubahan iklim (Climate Change) 2.3.2 Pengelolaan Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan di IPK jumlahnya cukup besar dengan jenis dan karakteristik yang bervariasi, tergantung pada unit proses dimana limbah tersebut terbentuk. Namun pada dasarnya limbah padat tersebut terbagi atas limbah organik yang dapat berupa sisa-sisa bahan baku atau sludge dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan limbah anorganik yang dapat berupa abu hasil pembakaran (fly ash) dari unit power plant dan unit insinerator. Dari beberapa jenis limbah padat yang dihasilkan, limbah berupa sludge IPAL yang paling banyak menimbulkan masalah dalam hal penanganannya. Halaman 29 dari 131 Teknologi pengelolaan melalui pemanfaatan limbah merupakan solusi yang sangat direkomendasikan dan mulai mendorong pihak industri untuk melakukannya karena merupakan alternatif pemecahan masalah lingkungan dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah bagi industri. Limbah padat IPK terutama yang limbah organik memiliki prospek menguntungkan untuk dimanfaatkan karena berpotensi menghasilkan energi. Potensi lain dari limbah padat adalah dapat dibuat kompos untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Ada beberapa alternatif teknologi pengelolaan limbah padat yang dapat dilakukan di IPK, diantaranya adalah dengan landfill, insinerasi, pengomposan, dan digestasi anaerobik, yang dasar pemilihannya ditinjau dari berbagai aspek teknis, lingkungan dan ekonomi. Mengingat bahwa limbah padat IPK adalah sumber carbon, maka didalam proses kegiatan pengelolaan tersebut akan dihasilkan emisi carbon yang utamanya berupa gas CO2 dan atau gas CH4 yang dapat terlepas ke atmosfer sebagai gas rumah kaca. Landfill adalah pengelolaan limbah padat yang sudah tidak akan dimanfaatkan lagi dengan cara penimbunan pada media tanah secara terkendali. Selama penimbunan dilakukan pengendalian terhadap lindi (leachated) yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah, dan pengendalian terhadap emisi gas yang dapat menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca. Insinerasi adalah pengelolaan dengan cara membakar limbah padat organic yang harus dilengkapi dengan pengendalian pencemaran udara karena memberikan kontribusi efek rumah kaca. Pengelolaan limbah padat dengan cara pengomposan adalah alternatif yang cukup prospektif, Halaman 30 dari 131 namun sampai saat ini masih terkendala dengan peraturan terhadap persyaratan penggunaan produk kompos. Sedangkan pengelolaan dengan cara digestasi anaerobik pada umumnya masih dalam kajian dan ujicoba penerapannya di IPK Indonesia. Teknologi ini prospeknya cukup tinggi untuk diaplikasikan , selain dapat mengatasi permasalahan limbah sludge biologi , dapat menghasilkan biogas yang merupakan bahan bakar gas yang terbaharukan. Namun teknologi ini memerlukan pengendalian proses dan emisi gas yang lebih spesifik, baik dari sisi pemanfaatan produk gas metan (CH4) sebagai energi maupun emisi yang terlepaskan ke atmosfer. 2.3.3 Pengelolaan Limbah Gas Sumber penghasil emisi gas dan partikulat atau debu yang terbesar adalah pada industri pulp kraft di unit Chemical Recovery Plant (CRP). Emisi gas ini mengandung senyawa sulfur yang berbau dan bersifat racun, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan bila terlepas di atmosfer tanpa pengendalian yang baik. Pengelolaan limbah gas melalui pengolahan dengan peralatan electrostatic precipitator (ESP), cyclone ,dan wet scrubber. Emisi yang terolah dibuang ke udara melalui cerobong dengan ketinggian cukup sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya. Namun demikian adanya gas CO2 yang terlepas ke atmosfer masih memberikan dampak terhadap efek gas rumah kaca dan terjadinya perubahan iklim. Halaman 31 dari 131 BAB III TEKNOLOGI PROSES PULPING HEMAT ENERGI DAN KARBON RENDAH Konsep teknologi pembuatan pulp hemat energi tidak dapat dipisahkan dengan konsep teknologi ramah lingkungan. Dalam prinsip konservasi energi di industri pulp sudah pasti terjadi proses ramah lingkungan, begitu pula sebaliknya. Prinsip penghematan energi yang paling mudah dilakukan dan beresiko kecil serta tidak memerlukan biaya besar adalah tindakan preventif, antara lain mencegah kebocoran-kebocoran pada sistem perpipaan terutama pencegahan hilangnya panas yang mengalir pada pipa steam. Tindakan lain yang paling penting adalah perilaku atau kebiasaan personil industri untuk selalu memperlakukan area kerja atau unit produksi sebagai area dan mesin hemat energi. Seperti diketahui bahwa industri pulp adalah salah satu industri yang sangat potensial mencemari lingkungan terutama pencemaran yang dihasilkan buangan cair dari proses pemutihan. Upaya penerapan teknologi pembuatan pulp berwawasan lingkungan saat ini telah menjadi suatu keharusan bagi industri pulp dan kertas dan telah menjadi teknologi standar. Mengingat bahaya senyawa klor-organik yang dinilai sangat toksik dari limbah pemutihan dengan khlor, maka penggunaan klor harus ditinggalkan. Untuk mendukung usaha ini, selain memperbaiki proses pemutihan yang ada ke arah teknologi pemutihan bebas klor, yang lebih penting lagi adalah memperbaiki proses sebelumnya yaitu pada proses pemasakannya. Teknologi pembuatan pulp ke arah perolehan bilangan kappa rendah (low kappa pulping) Halaman 32 dari 131 dengan delignifikasi berlanjut (extended delignification) harus diterapkan tanpa mengurangi kualitas pulp atau bahkan dapat memperbaiki kualitas sebelumnya. Target bilangan kappa yang serendah mungkin sangat memungkinkan industri menerapkan teknologi pemutihan yang berwawasan lingkungan. Dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan pada pembuatan pulp akan bermanfaat antara lain : • Menghemat bahan baku, dan air serta energi • Mengurangi beban pencemaran, dan emisi udara (low carbon) • Menghemat biaya Proses-proses yang dapat menghemat energi dan mengurangi emisi pada industri pulp (konservasi energi) antara lain : 1. Penanganan bahan baku, penyerpihan, penyaringan serpih kayu 2. Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut (extended delignification) pada sistem pemasakan (cooking) 3. Aplikasi teknologi washing menggunakan metoda displacement baik pada brownstock maupun bleaching 4. Optimasi kinerja Chemical Recovery (evaporator, recovery boiler, lime kiln) 5. Optimasi kinerja sistem Power Boiler (bahan bakar biomassa atau batubara) 3.1 Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini. Halaman 33 dari 131 Tabel 3.1 Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu No Aktifitas Konservasi energi Investasi 1. Hindari log blocking menghindari mesin Tanpa investasi pada saat masuk beroperasi tanpa chipper beban 2. Minimalkan tinggi mengurangi panas Tanpa atau tumpukan serpih yang terjadi akibat sedikit investasi tumpukan 3. Ikuti prosedur fifo serpih kayu akan Tanpa atau (first in first out) mengalami waktu sedikit investasi dalam penyimpanan tinggal yang sama serpih di chip pile dalam tumpukan dengan derajat degradasi yang sama pula mengurangi wood loss Memasang silo 4. Simpan serpih dalam chips silo 5. Aplikasi Cradle mengurangi kerusakan Modifikasi Debarker kayu, mengurangi sistem wood loss. Hemat pengulitan energi debarking 30% (debarking) yang ada 6. Mengganti Hemat listrik dari 18,5 Investasi pneumatic chips kWh/ton (pneumatic) dilakukan conveyor dengan menjadi 1 kWh/ton dengan belt conveyor (belt), memodifikasi atau mengganti conveyor 7. Aplikasi automatic Untuki mendukung Melengkapi chip handling and terwujudnya sistem control, thickness screening manajemen fi-fo, ROI 15 – 20% meningkatkan yield, hemat bahan baku, Halaman 34 dari 131 Tabel 3.1 Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu (lanjutan) No Aktifitas Konservasi energi Investasi Life-time lebih panjang Mengganti 8. Aplikasi penyaring serpih tipe bar (bardibanding tipe sistem type chip screens) konvensional, biaya penyaringan pemeliharaan rendah, konvensional yield naik 2%, hemat energi 0,33 MMBtu/ton pulp Aplikasi Chips 9. Reject turun 1,2%, modifikasi/men conditioner hemat energi pulping gganti slicer 0,19 MMBtu/ton, yang ada hemat biaya $30/hari Gambar 3.1 Mekanisme kerusakan serpih Halaman 35 dari 131 Gambar 3.2 Dimensi tumpukan serpih yang optimal 3.2 Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut (extended delignification) pada sistem pemasakan (cooking) Prinsip dasar memperoleh pulp bilangan kappa rendah adalah mengatur selektifitas delignifikasi dengan metoda antara lain : Konsentrasi alkali aktif harus rendah pada awal pemasakan dan dipertahankan agar relatif seragam selama pemasakan Konsentrasi SH- harus tinggi, terutama selama awal delignifikasi Kandungan lignin yang terlarut dalam cairan pemasak harus dipertahankan agar tetap rendah, terutama pada tahap akhir pemasakan Prinsip prosesnya adalah menyimpan black liquor pada proses cooking untuk digunakan (re-use) pada cooking berikutnya. Semakin banyak siklus proses yang Halaman 36 dari 131 harus dilalui seperti pada Gambar 3, semakin hemat energi yang diperlukan. Gambar 3.3 Siklus proses displacement batch cooking Metoda yang dapat digunakan pada sistem batch adalah modifikasi digester displacement cooking dengan cara cold blow, rapid displacement cooking, superbatch, enerbatch. Sedangkan modifikasi pada digester digester kontinyu adalah isothermal cooking, lo-solids, black liquor impregnation (compact cooking atau impregnation bin). Halaman 37 dari 131 Gambar 3.4 Ringkasan berbagai siklus proses displacement batch cooking 3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) dan Superbatch Proses pembuatan pulp pada prinsipnya dilakukan dengan cara memanfaatkan lindi hitam hangat dan panas yang dipakai untuk merendam serpih sebelum dilakukan proses pemasakan dengan menggunakan lindi hitam dan lindi putih panas. Heating pada suhu tinggi sehingga konsumsi steam lebih rendah dan hemat energi, proses lebih selektif dan menghasilkan pulp bilangan kappa rendah. - Sistem peralatan utama : digester displacement screen hot black liquor accumulator (tangki lindi hitam panas) hot white liquor accumulator (tangki lindi putih panas) Halaman 38 dari 131 - warm black liquor accumulator (tangki lindi hitam hangat) cool black liquor accumulator (tangki lindi hitam dingin) white/black liquor exchanger (alat pemindah panas lindi putih/hitam) Gambar 3.5 Sistem peralatan RDH/Superbatch Proses RDH/Superbatch : Pengisian serpih ke dalam digester (dengan steam packing, isi digester meningkat 25%) Pengisian warm liquor ke dalam digester dari tangki lindi hitam hangat. Discharge valve ditutup, digester ditekan dengan warm liquor hingga 5,5 bar. Serpih mengalami pre-impregnasi oleh lindi hitam encer Kelebihan (ekses) hot black liquor dari tangki lindi hitam panas dilewatkan melalui heater (alat pemindah panas) dan digunakan untuk memanaskan white liquor Halaman 39 dari 131 - - - yang selanjutnya disimpan dalam hot white liquor accumulator. Hot white liquor dan hot black liquor dari tangki lindi hitam panas dipompa ke dalam digester, memindahkan (displacement) warm liquor ke dalam tangki lindi hitam dingin, kelebihan lindi hitam encer di pompa ke evaporator Cooking dimulai dengan suhu awal digester sekitar 160oC, faktor H dicatat melalui sistem kontrol terdistribusi (DCS). Proses cooking terjadi tanpa banyak menambahakan steam Setelah target faktor-H tercapai, washer filtrate dipompa ke dalam digester dan memindahkan hot liquor ke dalam tiga accumulator berdasarkan perbedaan suhu. Black liquor paling panas dipindahkan ke tangki lindi hitam panas (166oC), black liquor hangat ke tangki lindi hitam hangat (93-132oC), black liquor dingin ke tangki lindi hitam dingin (di bawah 93oC). Setalah massa pulp dalam digester dingin, pulp diblow dengan udara tekan tanpa penambahan steam). Teknologi terbaru menggunakan sistem pemompaan (pump out), dengan sistem ini kerusakan serat akibat gesekan dapat dihindari sehingga kekuatan serat lebih tinggi. 3.2.2 ITC (Isothermal Cooking) Teknologi ITC merupakan modifikasi dari MCC (modified continuous cooking) dan EMCC (extended modified continuous cooking). Proses didalam digester dibagi menjadi zona yang lebih panjang dibandingkan kontinyu konvensional, yaitu zona impregnation, concurrent cooking zone, countercurrent cooking zone dan extended cooking zone. Dalam sistem konvensional hanya ada 3 Halaman 40 dari 131 zona, yaitu impreganation zone, heating and cooking zone, washing zone. Dalam ITC suhu ditingkatkan secara drastis pada zona washing (hi-heat washing) sampai pada titik dimana tercapai suhu yang seragam pada seluruh digester. 6% pemakaian alkali pada proses pemasakan dikonsumsi pada zona hi-heat washing. Dengan menyeragamkan suhu pada seluruh digester akan menurunkan suhu pada zona cooking, suhu zona cooking dapat dicapai lebih rendah 10oC dibanding pada sistem MCC. Dengan demikian pemakaian steam pada sirkulasi cairan pemasak pada sistem digester akan turun. Efisiensi washing tidak turun meskipun pada zona hi-heat washing ditambahkan alkali sekitar 6%, hal ini disebabkan proses pencucian pada sistem ITC menggunakan temperatur yang sangat tinggi, sama dengan temperatur pemasakan. Halaman 41 dari 131 Gambar 3.6 Digester kontinyu dengan sistem pemasakan ITC Halaman 42 dari 131 3.2.3 Black liquor impregnation Gambar 3.7 Black liquor impregnation Prinsip black liquor impregnation adalah menambah 1 unit reactor impregnasi yang berfungsi untuk merendam serpih dengan black liquor. Prinsip ini mirip dengan displacement batch cooking, yaitu penggunaan black liquor pada awal proses. Keuntungan dari proses ini adalah kecepatan proses pemasakan semakin cepat sehingga dapat menagemat energi. Konservasi energi yang dapat dilakukan pada unit pemutihan pulp adalah memanfaatkan panas yang terbentuk dari proses pemutihan. Panas ini diperoleh pada recovery panas (heat recovery) pencucian pulp. Halaman 43 dari 131 Ringkasan konservasi energi pada pada system pemasakan dan pemutihan pulp dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 No 1. 2. 3 Konservasi energi pada sistem pemasakan (cooking) dan pemutihan (bleaching) Aktifitas Konservasi energi Investasi Hemat steam dari 1,38 Modifikasi batch menambah heat digester dengan ton/ton pulp metoda delignifikasi (konvensional) menjadi exchanger, berlanjut (extended 0,30 ton/ton (RDH), pompa dan delignification) : yield naik tangki - RDH 2 – 3% penampung - Superbatch filtrat - Coldblow displacement - Enerbatch hangat dan panas Hemat steam dari 0,72 Modifikasi batch Menambah zona cooking digester dengan ton/ton pulp teknologi delignifikasi (konvensional) menjadi pada sistem berlanjut (extended 0,4 – 0,5 ton/ton pulp, ITC dan Loyield naik sekitar 1% delignification) : solids, - Isothermal menambah 1 cooking (ITC) buah vessel - Lo-solids ukuran sedang dan auxiliary - Black liquor impregnation untuk BLI (BLI) Aplikasi pulping aid : Dengan anthraquinone Tambahan - Antrhraquinone yield naik 2-5%, rejects biaya produksi - Phosphanate makin turun, Kappa langsung rendah, emisi sulfur rendah. Phosphanate menghemat steam 8 – 10%, yield pulp naik 4 – 6%. Halaman 44 dari 131 Lanjutan Tabel 3.2 Konservasi energi pada pemasakan (cooking) dan pemutihan (bleaching) No Aktifitas Konservasi energi 4. Heat recovery dari Memanfaatkan panas unit bleaching dari kap pencuci (washer hood) untuk memperoduksi air panas Preheating ClO2 5. Chlorine dioxide (ClO2) heat exchange sebelum masuk mixer dapat menghemat steam 3.3 sistem Investasi menambah unit heat exchanger dan tangki. Menambah instalasi heat exchanger pada sistem umpan ClO2. Biaya investasi $124000, pay back period 2 tahun. Aplikasi teknologi washing menggunakan metoda displacement baik pada brownstock maupun bleaching Teknologi pencucian pulp banyak menggunakan teknologi yang bekerja dengan prinsip pengenceran pulp dengan air (dilution) dilanjutkan dengan displacement. Dengan proses ini diperlukan dilution faktor sekitar 1 – 3. Tipe peralatan seperti ini adalah rotary vacuum washer dan diffusion washer (atmosferic displacement). Untuk menghemat energi pada proses pencucian dimodifikasi sistem pressurized displacement, dimana dengan meniadakan proses pengenceran, waktu lebih cepat dan konsumsi air lebih kecil. Tipe peralatan seperti ini adalah pressure diffusion, twin roll press, wash press, Halaman 45 dari 131 wash master. Dilution factor sekitar 0,6 – 0,9, selain menghemat energi juga menghemat penggunaan air. Gambar 3.8 Wash master dan twin roll press Tabel 3.3 Konservasi energi pada siistem pencucian pulp Aktifitas Konservasi energi Investasi Perbaikan proses Lebih efisien, menghilangkan Mengganti pencucian pulp lebih banyak solids, konsumsi sistem power, steam, bahan kimia menggunakan pencucian sistem pemutih lebih rendah. Hemat konvensional steam 9,500 Btu/ton dan displacement hemat listrik 12 kWh/ton. 3.4 Optimasi kinerja Chemical Recovery (recovery boiler, evaporator, recovery boiler, lime kiln) Peluang konservasi energi Recovery Boiler dilakukan dengan cara meningkatkan perolehan energi panas yang maksimal yang dihasilkan dari proses Halaman 46 dari 131 pembakaran. Efisiensi pembakaran dapat ditingkatkan antara lain dengan menambah padatan total lindi hitam yang masuk tungku boiler, menambah satu tingkat udara kuartener, dan lain-lain. B L 6 5 4 3 2 1 Super Konsen trator RECOVERY BOILER Mixing tank Condensate segregation Gambar 3.9. Penambahan 1 unit superkonsentrator Udara kuaterner Udara sekunder tingkat atas Udara tersier Udara primer Udara sekunder Gambar 3.10. Penambahan aliran udara kuaterner Konservasi energi pada sistem Chemical Recovery selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.3 dibawah ini. Halaman 47 dari 131 Tabel 3.4 Konservasi energi pada sistem Chemical Recovery (Evaporator, Recovery Boiler, Lime kiln) No. Aktifitas Konservasi energi Investasi 1. Penggunaan - Lindi hitam pekat Menambah alat superkonsentrator naik dari 70 superkonsentrator pada evaporator menjadi 80% dan pompa dalam - Steam economy sistem evaporator. 6 kg H2O/ton steam, 1,6 kg solid/kg pulp - Konsumsi steam 3,1 GJ/ADt, listrik 30 kWh/ADt 2. Perbaikan Meningkatkan Mengganti pipa composite tubes efisiensi boiler, carbon steel untuk pipa menurunkan menjadi co-extruded Recovery boiler shutdown, tube terutama di menurunkan korosi bagian superheater 3. Sistem monitoring Kontrol dan inspeksi Menambah deposit Recovery yang baik akan handheld infrared boiler inspection sistem meningkatkan heat transfer surfaces, deteksi dini penyumbatan (plugging) dan kerusakan pipa (fouling) dapat dimonitor sehingga akan mengurangi shut down. Halaman 48 dari 131 Lanjutan Tabel 3.4. Konservasi energi pada sistem Chemical Recovery (Evaporator, Recovery Boiler, Lime kiln) No. Aktifitas Konservasi energi Investasi 4. Aplikasi intelligent monitoring deposit Modifikasi sootblowing (plugging dan fouling) sootblowing yang dilanjutkan dengan ada menjadi sistem pembersihan dengan intelligent metoda intelligent sootblowing shoot blowing, akan menghemat steam tekanan tinggi 2% 5. Penambahan Menurunkan particle Investasi $300,000 aliran udara carry over dan tube - $500,000 untuk kuartener pada fouling, menurunkan menambah level Recovery boiler frekwensi recovery udara baru boiler washing, menurunkan shut down, HPS 100 bar 500 oC, meningkatkan energi 3 – 5% dan reheat. 6. Lime kiln oxygen Meningkatkan Investasi rendah, enrichment efisiensi hanya perlu pipa pembakaran, dan sistem injeksi mengurangi O2. Pay back konsumsi bahan period 1 – 3 tahun. bakar 7 – 12%. 7. Memperbaiki Menghemat energi Modifikasi atau sistemfiltrasi 0,47 MMBtu/ton CaO mengganti sistem CaCO3 dan atau hemat energi yang sudah ada refactory brick 5% pada lime kiln Halaman 49 dari 131 3.5 Optimasi kinerja Power Boiler bahan bakar biomassa dan batubara Penggunaan bahan bakar biomassa pada pabrik pulp akan menghemat penggunaan batubara. Karena berbasis bioenergi maka emisi CO2 yang dihasilkan rendah. Untuk meningkatkan efisiensi pembakaran digunakan boiler tipe Fluidized Bed (FBC) dan Circulating Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC. Keuntungan menggunakan boiler tipe FBC selain fleksibel terhadap bahan bakar padat, efisiensi pembakaran yang tinggi dan berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. Dalam sistim sirkulasi pada boiler tipe CFBC, parameter bed dijaga untuk membentuk padatan melayang dari bed. Padatan diangkat pada fase yang relatif terlarut dalam pengangkat padatan, dan sebuah down-comer dengan sebuah siklon merupakan aliran sirkulasi padatan. Tipe ini lebih menguntungkan karena dapat beroperasi pada kapasitas yang lebih besar, mengurangi emisi SO2 dan NOx yang lebih besar pula. Halaman 50 dari 131 Gambar 3.11. FBC dan CFBC Halaman 51 dari 131 Tabel 3.5.Konservasi energi pada sistem Power Boiler (bahan bakar biomassa atau batubara) No. Konservasi energi Keuntungan Investasi 1. Monitoring dan Sistem pengendalian Mengaplikasikan control kontinyu yang dapat mengukur, sistemcontinuous sistem memonitor dan monitoring dan pembakaran mengontrol oksigen kontrol mutakhir. dan karbon dapat Investasi mengoptimalkan $200000, pay campuran bahan back period 6 bakar/udara untuk bulan mencapai suhu flame yang tinggi, untuk mencapai efisiensi energi maksimal dan mengurangi emisi udara. 2. Menurunkan Mencegah kebocoran Pemeliharaan, jumlah flue gas dan menghemat energi monitoring dan dengan 2 – 5%. inspeksi rutin menghindari kebocoran 3. Mengurangi udara Penggunaan udara ekses ekses (excess air) selama ± 15% dapat munurunkan emisi NOx 4. Memperbaiki Menghemat energi Pemeliharaan sistemisolasi 6 – 26% rutin dan sistemperpipaan mengganti dengan material baru Halaman 52 dari 131 Lanjutan Tabel 3.5. Konservasi energi pada sistem Power Boiler (bahan bakar biomassa atau batubara) No. Konservasi energi Keuntungan Investasi 5. Pemeliharaan Untuk menjaga boiler Mengaplikasikan boiler (boiler selalu bekerja program maksimal (peak maintenance) manajemen performance), dengan pemeliharaan memperbaiki boiler sistemmanajemen boiler maintenance yang baik dapat menghemat energi sebesar 10%. 6. Penggunaan Menghemat air (fresh Memasang kembali water) dan bahan kimia sistem kondensat pengolahan air boiler condensate (ccndensate return return) 7. Menimimalkan Blowdown yang Memasang boiler blow down optimal akan sistemblow down meminimalkan otomatis systems pembentukan depost can be installed boiler, menghemat to optimize bahan bakar 1,1% blow down rates Blow down steam Dapat menjaga sifat8. Menambah recovery sifat termodinamika instalasi steam dan air, sisteminstalasi menurunkan potensi continuous blow korosi dalam down heat sistemperpipaan, recovery systems menghemat bahan bakar 1,2%. Halaman 53 dari 131 Konservasi energi lain yang dapat ditempuh pada industri pulp adalah aplikasi teknologi gasifikasi batubara, dimana dalam proses gasifikasi ini, hidrokarbon diubah menjadi gas sintetis (syngas) yang berupa campuran karbon monoksida dan hidrogen. Gas sintetis ini digunakan untuk membakar kapur (lime mud/CaCO3) pada proses kalsinasi (lime kiln) sehingga dapat menghemat konsumsi minyak dan dapat menurunkan emisi CO2. Gasifikasi juga dapat dilakukan terhadap biomassa yang terdapat pada pabrik pulp, antara lain kulit kayu, pin chips dan fines. Bahan bakar biomassa tersebut dibuat atau dicetak menjadi pellet kemudian dilakukan gasifikasi dalam reactor gasifier. Nilai kalor dari syngas yang terbentuk bisas mencapai sekitar 4 (empat) kali lipat jika biomassa tersebut langsung dibakar pada power boiler. Syngas dari gasifikasi biomassa ini dapat digunakan sebagai bahan bakar power plant yang terintegrasi recovery boiler maupun sebagai bahan bakar untuk lime kiln. Penggunaan bahan bakar bio lainnya yang dapat dikembangkan adalah memanfaatkan kandungan energi yang terdapat dalam NCG (non-condensible gases). Dengan kandungan metanol sebesar 1 % dalam NCG memungkinkan gas ini dapat diisolasi dan dapat digunakan untuk bahan bakar limekiln sehingga akan mengurangi kebutuhan minyak dan batubara serta mengurangi emisi CO2. Halaman 54 dari 131 BAB IV TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN KERTAS HEMAT ENERGI DAN KARBON RENDAH 4.1 Teknologi Proses Pembuatan Kertas 4.1.1 Stock Prep : Bagian Penggilingan (Refining) Bagian penggilingan adalah unit di stock prep yang paling banyak mengkonsumsi energi. Pada dasarnya tindakan penghematan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan refinability (daya giling) dari serat yang akan digiling. Cara yang paling konvensional untuk melakukan ini adalah dengan menggunakan aditif penggilingan. Salah satu contoh aditif seperti ini misalnya CMC (Carboxy Methylcellulose), yang cara kerjanya sebenarnya mirip komponen hemiselulosa dalam serat. Serat yang mengandung hemiselulosa lebih tinggi daya gilingnya juga lebih baik. Pemilihan model pisau refiner (refiner bar pattern) juga turut menentukan knsumsi energi penggilingan. Model-model mutakhir biasanya dirancang agar energi refiner serendah mungkin, dan yang terpenting lagi adalah model pisau untuk serat pendek jangan sampai disamakan dengan untuk serat panjang. Teknologi terkini untuk penghematan energi penggilingan adalah dengan menggunakan enzim. Untuk enzim tertentu, percobaan skala lab menunjukkan penghematan energi bisa terjadi hingga 40 %. Penggunaan enzim untuk penggilingan terus dikembangkan karena sangat efektif dan bahkan lebih ramah lingkungan dari pada menggunakan aditif kimia. Halaman 55 dari 131 4.1.2 Mesin Kertas : Bagian Pembentukan dan Pengepresan Semua mesin kertas menggunakan sistem vakum di bagian pembentukannya. Kerja sistem vakum yang tidak efektif menyebabkan peningkatan konsumsi energi dan steam untuk proses pemisahan air dari lembaran kertas. Oleh karena itu optimasi sistem vakum harus selalu dilakukan untuk mesin kertas. Bagian pembentukan yang umum digunakan adalah mesin Fourdrinier. Saat ini teknologi Gap Former sudah berkembang sedemikian sehingga merupakan alternatif dari mesin Fourdrinier dengan peningkatan kapasitas produksi sekitar 30 % dan penghematan energi sekitar 40kWh / ton kertas. Gambar 4.1 Teknologi Pengepresan Terkini (Shoe Press) Halaman 56 dari 131 Gambar 4.2 Perbandingan Kinerja Pengepresan Biasanya, proses pengepresan lembaran kertas dilakukan oleh dua permukaan rol yang berputar. Inovasi baru menunjukkan bahwa salahsatu rol, khususnya alas untuk pengepresan dapat digantikan oleh suatu material yang bertindak sebagai alas saat lembaran dipres oleh rol yang berputar (shoe press). Dengan cara seperti ini maka pijakan pengepresan menjadi lebih luas dibandingkan dengan yang konvensional. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas pengeluaran air saat pengepresan. Kekeringan lembaran bisa mencapai 35 – 50% dibandingkan dengan 5 – 7 % untuk konvensional. 4.1.3 Mesin Kertas : Bagian Pengeringan Penerapan teknologi maju untuk kontrol dryer menunjukkan adanya penghematan energi sebesar 4500 lb steam/jam, penurunan konsumsi energi, pengurangan biaya pemeliharaan, dan peningkatan produktivitas. Penurunan penggunaan udara untuk dryer dapat dilakukan jika menerapkan sistem hood tertutup dan mengoptimalkan sistem heat recovery. Sistem heat recovery dapat Halaman 57 dari 131 ditingkatkan dari 15 % menjadi 60 – 70 % bila disertai dengan perawatan yang benar. Suhu ventilasi pocket seringkali dikendalikan dengan suhu udara yang tinggi lebih dari kebutuhan minimalnya. Akibatnya banyak energi terbuang. Bila suhu ini diturunkan menjadi 180 – 195 °C, maka akan terjadi penghematan steam sekitar 1000 – 2000 lb / jam. Beberapa tindakan untuk memanfaatkan waste heat akan sangat membantu program penghematan energi. Penggunaan stationery syphon dalam dryer akan menghemat energi sebesar 0,85 MMBTU per ton karena ada perbaikan efisiensi pengeringan. Penggunaan rekompresi mekanis untuk pemakaian ulang superheated steam ke dalam dryer, dapat menghemat energi sebesar 50 %. Sedangkan penggunaan sistem heat pump untuk memanfaatkan waste heat dalam dryer, akan memberikan penghematan energi sebesar 0,4 MMBtu per ton kertas. Panas dari ventilasi udara juga dapat dimanfatkan untk memanaskan fasilitas lain. Untuk hood yang menggunakan udara panas seperti di mesin tisu, panas udara buangnya dapat dimanfaatkan untuk memanaskan udara masuk. Penggunaan teknologi baru untuk proses pengeringan juga dimungkinkan, misalnya sistem pengeringan Condebelt. Dalam sistem ini, lembaran kertas dikeringkan dalam keadaan kontak dengan sabuk baja panas. Sistem ini diklaim 5 – 15 kali lebih cepat dari sistem konvensional, tetapi tidak cocok untuk kertas gramatur tinggi. Sistem Air Impingement Drying, menggunakan udara panas sehingga penggunaan steam lebih sedikit tetapi listriknya meningkat. Sistem ini sebenranya sangat cocok untuk pengeringan proses salut, tetapi untuk proses biasa pun dapat digunakan sebagai alternatif sistem pengeringan Halaman 58 dari 131 silinder konvensional. Penghematan steam bisa mencapai 10 – 40 %, tetapi listriknya meningkat 5 %. Gambar 4.3 Sistem Pengeringan Condebelt A. Langsung B. Tak Langsung Gambar 4.4 Air-Impingement Drying Halaman 59 dari 131 Tabel 4.1 Perbandingan Kinerja Teknologi Baru Pengeringan Secara ringkas, tindakan yang dapat dilakukan untuk efisiensi proses pengeringan kertas adalah : a. Pengendalian Proses Drying b. Pengendalian Titik Embun c. Optimasi Pengeluaran Air di Forming dan Pressing d. Penurunan Kehilangan Energi Pada Blowthrough e. Penurunan Konsumsi Udara f. Optimasi Suhu Ventilasi Pocket g. Pemanfaatan Kembali Sisa Panas h. Penggunaan Shoe (Extended Nip) Press i. Optimasi Sistem Vakum mesin Kertas j. Penggunaan Teknologi Maju : Gap Forming; CondeBelt Drying; Air Impingement Drying 4.2 Penghematan Energi dan Sumber Emisi Karbon Di Industri Kertas Energi digunakan pada berbagai satuan proses di industri kertas. Energi digunakan untuk menggerakkan motor, pompa, vakum, pengeringan, dan sebagainya. Peluang penghematan energi diberbagai tingkatan tentu Halaman 60 dari 131 saja ada, tetapi sebaiknya dipilah agar tindakan penghematan energi cukup efektif. Peran dan peluang penghematan energi pada berbagai proses utama di industri kertas, terlihat pada Tabel 4.2. Pada tabel tersebut, industri kertas dikategorikan ke dalam 2 kelompok : pabrik kertas berbahan baku pulp dan pabrik kertas terintegrasi. Pabrik kertas terintegrasi terdiri dari pabrik berbahan baku kayu dan berbahan baku kertas bekas. Ada perbedaan konsumsi energi antara kedua kategori pabrik untuk jenis kertas yang sama karena berbeda sumber bahan bakunya. Untuk pabrik kertas berbahan baku pulp, pulp berbentuk lembaran kering yang didatangkan atau dibeli dari luar, didalamnya ada faktor transportasi. Sedangkan pabrik terintegrasi pulp sudah tersedia di dalam pabrik dan dalam bentuk buburan sehingga bisa langsung dipakai. Pada Tabel 4.2 tersebut juga dapat dilihat, peluang terbesar untuk penghematan energi ada di dua tempat, yaitu refining dan drying. Refining adalah proses mekanis untuk memodifikasi serat agar layak dibuat lembaran dan berkontribusi langsung pada kualitas kertas. Drying atau pengeringan adalah proses pengeluaran air dari dalam lembaran dengan cara penguapan. Berbagai teknik pengeringan dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi proses pengeringan ini. Secara keseluruhan, penggunaan energi di industri kertas terbaik didunia (Best Available Technology,BAT) tahun 2009 berdasarkan jenis bahan baku dan produknya dapat dilihat pada Tabel 4.2. Halaman 61 dari 131 Tabel 4.2 Peluang Penghematan Energi di Industri Kertas Sumber : (EU-China, 2009) Pada Tabel 4.3, dijelaskan kisaran intensitas energi untuk pabrik kertas 7,2 – 10,5 GJ/ADt, sedangkan pabrik terintegrasi 6,6 – 22,4 GJ/ADt. Data di atas adalah data BAT 2009, yang berarti teknologi terbaik yang ada dan paling praktis digunakan sat ini. Halaman 62 dari 131 Tabel 4.3 Intensitas Energi Terbaik Dunia 2009 Bahan Baku Produk Intensitas Energi (Gj / Adt) 9,0 10,4 7,2 9,6 7,8 10,5 Pulp Uncoated Fine (wood free) Coated Fine (wood free) Koran Karton Kraft Lainer Tisu Recovered Paper Karton (Tanpa Deinking) Koran (Deinking) Tisu (Deinking) 11,2 7,6 11,3 Kayu Bleached Uncoated Fine KraftLiner & Bag Paper Bleached Coated Fine Bleached Uncoated Fine Koran Kertas Majalah Karton 18,3 17,6 22,4 22,3 6,6 7,3 11,8 Sumber : (Eu-China, 2009) Menurut (NCASI, 2005), emisi karbon dari industri pulp dan kertas dapat dikategorikan sebagai emisi langsung dan tidak langsung. Emisi langsung berarti emisi dari sumber yang berada dibawah kendali perusahaan. Sedangkan emisi tak langsung berarti emisi yang timbul akibat aktivitas perusahaan tetapi sumbernya ada dibawah kendali perusahaan lain. Beberapa contoh operasional pabrik kertas yang bisa menjadi sumber emisi karbon baik yang langsung maupun tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 4.4. Halaman 63 dari 131 Tabel 4.4 Sumber Emisi Karbon pada Pabrik Kertas Emisi Sumber Emisi Karbon Emisi Langsung - Power boiler, turbin, atau peralatan pembakaran lain yang menghasilkan steam atau power untuk pabrik - Insinerator - Dryer dengan bahan bakar gas atau bahan bakar fosil lainnya - Kendaraan dan permesinan setempat - Kendaraan transportasi dari dan ke dalam perusahaan Emisi Tak - Penyiapan serat virgin atau serat Langsung sekunder - Screening, thickening, washing - Produksi kertas dan karton termasuk pembersihan stok dan refining - Proses salut - Trimming, roll wrapping, sheet cutting - Operasi normal kantor dan bangunan untuk pegawai - Peralatan pengolahan limbah - Peralatan kontrol emisi seperti ESP dan biofilter 4.3 Gambaran Investasi Untuk Beberapa Proses Baru Berbagai peluang penghematan energi yang dipaparkan di atas adalah upaya yang sudah dilakukan industri kertas pada skala komersial, sehingga dengan demikian faktor tekno-ekonominya sudah teruji. Namun demikian untuk mendapatkan gambaran yang kongkrit, akan disajikan besaran investasi beberapa proses baru, yang akan dirangkum pada tabel berikut. Halaman 64 dari 131 Tabel 4.5 Gambaran Investasi Untuk Penghematan Energi Proses / Teknologi Penghematan Energi Shoe Press Gap Former Steam 2-15% Listrik 40 kWh/ton Advanced Dryer Control Closed Hood and Ventilation System Waste Heat Recovery Condebelt Drying Steam 2 kg/jam Steam 0,72 MMBTU/ton Listrik 6,3 kWh/ton Steam 0,4 MMBTU/ton Steam 15 % Listrik 20 kWh/ton Perkiraan Investasi USD 40,24 /ton USD 75.750/ inci lebar Pay Back Period : 3 tahun USD 9,57 / ton USD 18 /ton USD 28 /ton Sumber : (EPA, 2010) Halaman 65 dari 131 BAB V PENGELOLAAN LINGKUNG AN PADA INDUSTRI PULP DAN KERTAS 5.1 Pengelolaan Limbah Cair Limbah cair industri pulp dan kertas bersifat sangat mencemari sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap kesetimbangan lingkungan terutama badan air penerima.Karakteristik limbah sangat bervariasi tergantung dari tahapan proses dimana limbah cair tersebut berasal. Bahan cemaran utama yang terkandung dalam limbah adalah bahan organik dari bahan baku serat, dan bahan kimia organik dan anorganik yang ditambahkan selama proses produksi , diantaranya adalah logam berat. Perkembangan teknologi yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi dan daur ulang air telah dapat mengurangi jumlah limbah cair yang terbentuk namun merubah karakteristik limbah menjadi lebih pekat. Karakteristik limbah cair yang mengandung bahan cemaran dengan kadar organik tinggi dan bersifat kompleks akan mendatangkan permasalahan apabila dibuang tanpa pengelolaan yang baik. Dalam pengelolaan limbah cair diperlukan pengolahan agar ketika dibuang keluar pabrik mencapai baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungan penerima Pemilihan teknologi proses pengolahan limbah cair didasarkan atas karakteristik limbah, kehandalan dan kinerja proses, serta pertimbangan lingkungan. Pengolahan limbah cair pulp dan kertas dapat dilakukan dengan tahapan proses melalui perlakuan fisika, kimia, dan Halaman 66 dari 131 biologi atau kombinasinya sesuai dengan target hasil yang diharapkan 5.1.1 Teknologi Proses Pengolahan 5.1.1.1. Proses Fisika – Kimia Proses ini biasanya digunakan diawal pengolahan, tujuannya adalah untuk menghilangkan pencemar padatan tersuspensi terutama pada industri kertas yang menggunakan kertas bekas pada bahan bakunya. Pemisahan padatan tersuspensi berukuran halus dengan koloid perlu ditambahkan koagulan alum dan flokulan polielektrolit (PE). Proses sedimentasi yang merupakan rangkaian proses setelah koagulasi – flokulasi digunakan untuk memisahkan lumpur yang terbentuk dari limbah cair yang terolah. Konsumsi energi pada sistem pengolahan fisika – kimia secara keseluruhan adalah sekitar 20 – 30 KW/m3. Energi tersebut digunakan untuk menjalankan pompa dan agitator di bak equalisasi, bak pencampur bak kimia dan clarifier 5.1.1.2. Proses Biologi Pengolahan limbah cair industri pulp dengan proses biologi tujuan utamanya adalah menyisihkan pencemar senyawa organik terlarut dengan bantuan aktivitas mikroba. Saat ini proses biologi merupakan pengolahan limbah cair yang penting, terutama untuk indutri yang menerapkan sistem daur ulang air atau sistem tertutup. Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba, perlakuan biologi dibedakan atas proses aerobik dan anaerobik. Proses aerobik digunakan untuk mengolah limbah cair yang kandungan bahan organiknya relatif sederhana atau bersifat mudah dibiodegradasi. Proses anaerobik Halaman 67 dari 131 diutamakan untuk mengolah air limbah yang beban organiknya tinggi dan merupakan senyawa kompleks yang sulit dibiodegradasi. 5.1.1.2.a. Sistim aerobic Dalam sistem aerobik, bahan-bahan pencemar organik teroksidasi secara biologis menjadi air (H2O) dan gas CO2, dan juga menghasilkan sel-sel baru sebagai lumpur serta bahan sisa organik yang tidak terbiodegradasi. Pada umumnya pengolahan secara biologi proses aerobik yang banyak diterapkan di industri pulp dan kertas adalah sistim lumpur aktif karena mempunyai effesiensi pengolahan yang tinggi dan lahan yang digunakan tidak terlalu luas. Efektivitas proses lumpur aktif sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor lingkungan dan kondisi proses. Faktor lingkungan terdiri dari kebutuhan oksigen, nutrisi, temperatur,pH dan senyawa yang bersifat racun terhadap mikroorganisma lumpur aktif, sedangkan kondisi proses terdiri dari beban organik, umur lumpur dan daur ulang lumpur aktif. Tahapan proses pengolahannya terdiri dari equalisasi, aerasi lumpur aktif, sedimentasi, dan sistem pengembalian lumpur. Kebutuhan energi yang diperlukan secara keseluruhan sekitar 70-120 kW/m3. Energi tersebut sebagian besar digunakan untuk proses aerasi dan juga untuk menjalankan pompa dan agitator pada bak equalisasi, bak penambahan nutrisi dan clarifier serta thickener. Kondisi proses sistem lumpur aktif pada umumnya dioperasikan pada beban organik 0,10 – 0,55 kgBOD/kgMLSS,hari, dengan konsentrasi mixed liquor suspended solid (MLSS) antara 2000-4000 ppm , waktu Halaman 68 dari 131 tinggal di bak aerasi antara 10 – 24 jam , dan dengan umur lumpur 5 – 15 hari. 5.1.1.2.b. Sistim anaerobik Proses anaerobik adalah proses biodegradasi senyawa organik menjadi gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) oleh bakteri anaerob . Proses ini banyak dikembangkan untuk pengolahan air limbah pulping yang mempunyai kandungan bahan organik kompleks seperti senyawa lignin, tanin dan zat ekstraktif lainnya, dan juga pada air limbah pabrik kertas yang sistem daur ulang airnya tinggi. Proses penguraian senyawa organik komplek menjadi biogas oleh aktivitas bakteri yang hidup dalam lingkungan anaerob yang pada dasarnya dilakukan oleh 2 kelompok bakteri yang dominan yaitu : - Bakteri asidogenik , terdiri dari bakteri pembentuk asam organik, butirat dan propionat , serta asam asetat oleh bakteri asetogenik. - Bakteri metanogenik , terdiri bakteri asetofilik yang merubah asam asetat menjadi gas metan (CH4) , dan bakteri hidrogenofilik yang dapat merubah gas H2 dan CO2 menjadi gas CH4. Efektivitas pengolahan limbah cair dengan sistim anaerobik dipengaruruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, pH, alkalinitas dan nutrisi dengan kondisi optimum sebagai berikut : - Suhu : 35 oC – 37 oC (mesofilik), : 45 oC – 55 oC (termofilik) - Alkalinitas : 1000 – 5000 mg/l CaCO3 - Nutrisi : COD : N : P = 350 : 5 : 1 - pH : asidifikasi < 6 ; metanasi > 6,5 Halaman 69 dari 131 Untuk mengoptimalkan dan mendistribusikan aktivitas mikroba agar proses biodegradasi maksimal dapat digunakan bio reaktor yang diklasifikasikan sebagai bioreaktor pertumbuhan terdispersi dan bioreaktor biofilm. Pengolahan air limbah proses anaerobik pada industri pulp dan kertas umumnya menggunakan bioreaktor biofilm yaitu sistim anaerobik filter dan upflow anaerobic sludge blanket (UASB). 5.1.1.2.b.i. Sistim anaerobik filter Sistim anaerobik filter didalam reaktornya dilengkapi media penunjang untuk melekatnya mikroorganisma, dan sebagai mekanisme perangkap bagi mikroorganisma yang berbentuk flok. Tempat menempelnya mikroorganisma dapat berupa batuan yang bersifat porous seperti kerikil, cincin keramik dan sekarang berkembang menjadi platik. Kebutuhan energi yang digunakan untuk pompapompa seperti pompa nutrisi,bahan kimia, resirkulasi masing-masing antara (0,75 – 1 kW). Sedangkan energi yang digunakan untuk agitator pada bak nutrisi ( larutan urea, H3PO4), antara (1,5 – 2,0 kW/m3) 5.1.1.2.b.ii.Upflow Anaerobic Sludge Blanked (UASB) Pengolahan air limbah sistim anaerobik yang menggunakan reaktor upflow anaerobik sludge blanket (UASB) akan efektif digunakan pada sistem yang dilengkapi dengan unit pemanfatan biogas menjadi energi . Pada proses ini aliran limbah dipompa masuk kedalam reaktor adalah dari bawah keatas (up-flow). Pada pengoperasian awal bioreaktor adalah merupakan proses aklimatisasi mikroorganisme dan pembentukan lumpur Halaman 70 dari 131 granular dengan pengaturan laju aliran up-flow , maka mikroorganisma yang semula tersuspensi dalam cairan akan mengalami pertumbuhan biomasa lumpur membentuk granular . Granular adalah bentuk biomassa yang memiliki ukuran diameter 1 – 5 mm dan berat jenis yang besar. sehingga memiliki kemampuan mengendap yang baik. Pembentukan lumpur granular ini memerlukan pengendalian proses dengan persyaratan kondisi operasi tertentu dan penambahan mikronutrisi spesifik yang prosesnya berlangsung relatif lama tergantung pada karakterisitik air limbah yang diolah. Tercapai keadaan steady state dapat diidentifikasi berdasarkan : Fluktuasi efisiensi penurunan COD yang relative stabil Ratio (nilai perbandingan) konsentrasi asam volatile terhadap konsentrasi alkalinitas atau adalah 0,1 Nilai pH larutan berfluktuasi pada daerah pH netral ,yaitu berkisar antara 6,8 – 7,5 Kebutuhan energi yang digunakan pada anaerobik sistem UASB ini relatif sama dengan sistem anaerobik filter. Sistim anaerobik UASB dapat beroperasi pada beban organik 10 – 30 kg COD/m3 hari. Efesiensi pengolahan limbah cair industri pulp dan kertas dapat dicapai sebesar 80–85 % dalam mereduksi pencemar COD. Produksi gas metan (CH4) yang terbentuk pada suhu 35 0C adalah 0,41 l/g COD reduksi. Berdasarkan hasil efesiensi pengolahan limbah cair yang sudah diterapkan di industri pulp mencapai reduksi COD sebesar 80 %, sedangkan komposisi gas metan mencapai 55-70 % atau dengan produksi sebanyak 0,3 – 0,4 m3/kg COD reduksi. Halaman 71 dari 131 5.1.2 Pengembangan Teknologi Anaerobik dan Penerapannya Pada umumnya emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pada pengolahan limbah cair terdapat pada pengolahan sistim anaerobik dan digestasi sludge(lumpur). Pada pengolahan limbah cair sistim anaerobik, gas CH4 yang dihasilkan akan terurai menjadi gas CO2 yang tidak termasuk dalam perhitungan sebagai gas rumah kaca. Selain gas metan, dihasilkan juga gas N2O yang jumlahnya sangat kecil. Pengembangan teknologi anaerobik menuju emisi karbon rendah pada proses pengolahan limbah cair harus dilengkapi dengan sistim pengumpul off-gas dengan tujuan untuk mengendalikan emisi gas agar tidak lepas ke atmosfir, selain itu juga untuk menghilangkan bau. Dengan pengumpulan emisi gas tersebut memungkinkan gas metan yang terbentuk dari proses anaerobic dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative pengganti bahan bakar fuel. 5.2 Pengelolaan Limbah Padat Industri pulp dan kertas selain menghasilkan limbah cair juga menghasilkan limbah padat yang jumlahnya cukup besar. Jenis dan karakteristik limbah padat yang dihasilkan dari industri pulp dan kertas bervariasi jenisnya, tergantung pada bahan baku, jenis produk yang dihasilkan, dan unit proses dimana limbah tersebut terbentuk. Pengelompokan jenis limbah padat dari sumber berdasarkan unit proses yang menghasilkannya akan memberikan gambaran karakteristik dari limbah padat tersebut, apakah termasuk limbah organik atau anorganik, dan apakah termasuk limbah bahan berbahaya dan Halaman 72 dari 131 beracun (limbah B3) atau limbah non B3. Dengan mengetahui karakteristik limbah padat ini, akan dapat menentukan teknologi pengelolaannya yang tepat. Sumber dan jenis limbah padat dari industri pulp dan kertas secara umum dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Sumber dan Jenis Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas Sumber limbah Jenis limbah 1. Unit penyediaan bahan - Kulit dan serbuk kayu, lumpur, baku kayu pasir 2. Unit pencucian dan - Padatan sisa saring (reject) penyaringan pulp berupa mata kayu 3. Unit pemulihan bahan - Lumpur kapur (lime mud), kimia (CRP) dreg dan grit 4. Unit persiapan kertas - Lumpur serat, plastik, lumpur bekas tinta 5. Unit pengolahan air - Lumpur primer, lumpur limbah (IPAL) sekunder - Abu (fly ash dan bottom ash) 6. Unit power plant Dari beberapa limbah padat yang dihasilkan tersebut yang jumlahnya besar dan menimbulkan masalah adalah limbah organik berupa sludge dari unit IPAL; limbah anorganik berupa abu hasil pembakaran (fly ash) unit power plant dan unit insinerator. Abu yang dihasilkan dari unit power plant dibedakan dari jenis bahan bakarnya yaitu yang berasal dari fosil (batubara, minyak, dan lainlain), dan biomas (kulit kayu, cangkang kelapa sawit dan lain-lain). Menurut peraturan lingkungan abu dari batubara termasuk klasifikasi limbah B3 sedangkan abu biomas merupakan limbah non B3. Limbah padat tersebut perlu dikelola dengan baik untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya limbah organik yang Halaman 73 dari 131 merupakan sumber karbon yang berkontribusi dalam memproduksi emisi karbon (GRK) yang berkaitan dengan issue global warming. Tabel 5.2 Keunggulan dan Kelemahan dari Teknologi Pengelolaan Limbah Padat Teknologi Item Landfill Insinerasi Pengomposan Digestasi Aerobik Anaerobik Daya hancur lambat cepat Sedang sedang limbah Efektifitas rendah tinggi Sedang sedang proses Konsumsi rendah tinggi Rendah sedang energi Pengendalia mudah sulit Sedang sulit n proses Kebutuhan besar kecil Besar sedang lahan Investasi alat besar besar Sedang besar Biaya rendah tinggi Sedang tinggi operasional Potensi rendah tinggi Rendah tinggi pemanfaatan energi Potensi emisi rendah tinggi Sedang sedang gas Ada beberapa teknologi pengelolaan limbah padat yang digunakan di industri pulp dan kertas, yang pemilihannya didasarkan atas tinjauan dari beberapa aspek baik teknis, ekonomi, maupun lingkungan. Di sisi lain juga mempertimbangkan kemungkinan adanya potensi limbah tersebut untuk dimanfaatkan menjadi produk Halaman 74 dari 131 samping. Pengelolaan limbah padat di industri pulp dan kertas pada umumnya menggunakan teknologi : (1) landfill; (2). insinerasi; (3). digestasi anaerobik dan (4). pengomposan. Pemilihan penerapan teknologi tersebut di industri pulp dan kertas dipertimbangkan atas dasar keunggulan dan kelemahan dari masing-masing teknologi (Tabel 5.2.). 5.2.1 Landfill Pengelolaan limbah padat dengan landfill dipilih atas dasar tujuan bahwa limbah padat tersebut tidak dimanfaatkan dan akan dibuang ke lingkungan melalui proses penimbunan ke media tanah. Limbah padat industri pulp dan kertas yang dikelola melalui penimbunan di landfill pada umumnya meliputi limbah yang terkontaminasi limbah B3, abu insinerator dan abu pembakaran batu bara yang masuk klasifikasi limbah B3 , dan limbah padat lain yang tidak dapat dimanfaatkan dan harus dibuang ke lingkungan. Dari jenis limbah padat yang ditimbun, limbah organik akan diuraikan oleh mikroba menjadi gas yang lepas ke atmosfer yang dapat mengkontribusi GRK. Sedangkan limbah anorganik akan terakumulasi dan terlarut dalam lindi atau leachate yang dapat menimbulkan pencemaran air tanah. Mekanisme proses yang terjadi dalam landfill berlangsung lambat dan terdiri dari beberapa fase penguraian seperti terlihat pada Gambar 5.1. fase-fase tersebut meliputi beberapa tahap yaitu proses aerobik; aerobik fakultatif, anaerobik. Halaman 75 dari 131 Gambar 5.1 Fase-Fase Pada Tahapan Proses Anaerobik Gas hasil penguraian mikroba di dalam landfill didominasi oleh gas CH4 dan CO2 yang masing-masing memiliki konsentrasi relatif sama. Sedangkan gas lainnya yang terbentuk dapat berupa gas organik volatile non metan, NOx, CO dan H2. Gas metan (CH4) yang dihasilkan dari landfill besarnya sangat variasi yang ditentukan oleh teknologi yang digunakan dan fungsi dari beberapa faktor(EPA, 2009), diantaranya yaitu: 1. Jumlah total dari limbah yang dibuang ke landfill per tahun 2. Umur penimbunan landfill 3. Karakteristik limbah, seperti temperatur dan kadar air tanah Halaman 76 dari 131 5.2.1.1. Pengembangan Teknologi Landfill dan Penerapannya Teknologi landfill yang berkembang saat ini dilengkapi dengan pengendalian terhadap jumlah dan jenis limbah yang masuk landfill dan adanya penanganan lindi (leachate). Pada pengembangan teknologi selanjutnya dilengkapi dengan sistem pengumpulan gas untuk flaring dan penggunaan gas untuk menghasilkan energi. Instalasi landfill dan kelengkapan komponennya yang menghasilkan emisi karbon rendah dapat dilihat pada Gambar 5.2. Gambar 5.2 Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas Metan dan Pemanfaatan Energinya. ( US.EPA, 2008) Sistem pengumpul gas pada landfill diantaranya terdiri dari penangkap gas (wells), pipa-pipa, blower, dan teknologi lain yang memungkinkan dapat meningkatkan kinerja pengendalian gas. Pada beberapa landfill sistem flare hanya ada bila gas landfill dibakar dan dibuang. Sedangkan landfill yang memanfaatkan gas untuk energi menggunakan teknologi pembakaran gas landfiil dengan Halaman 77 dari 131 memasang peralatan seperti turbin, mesin reciprocating, boiler, heater, atau kiln sebagai unit utama. Untuk tujuan regulasi dan keamanan , rancangan landfill dengan teknologi pemanfaatan gas untuk produk energi tetap harus dilengkapi pula dengan sistem flare Landfill dirancang pula dengan tujuan untuk mencegah pencemaran dari timbulan lindi dari limbah yang termasuk katagori limbah B3. Landfill didesain atas dasar klasifikasi kontruksi pelapisan yang disesuaikan dengan tingkatan potensi dampak pencemaran. Menurut peraturan lingkungan di Indonesia, kontruksi landfill dibagi atas 3 kategori, yaitu : kategori I (double liner ), kategori II (single liner), kategori III (clay liner) , yang secara berurutan merupakan landfill dengan persyaratan berat , sedang , dan ringan. Untuk mengaplikasikan teknologi landfill ini harus melalui tata cara perizinan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pada umumnya landfill yang ada pada industri pulp dan kertas di Indonesia masih menggunakan teknologi yang hanya bertujuan untuk mencegah pencemaran air tanah. Berdasarkan karakteristik limbahnya dan mengikuti peraturan yang berlaku, pada umumnya kontruksi landfill di industri pulp dan kertas didesain mengikuti kategori III, yang dilengkapi dengan instalasi pengumpulan dan pengolahan lindi. Landfill ini belum dilengkapi dengan sistem pengendalian gas atau instalasi pengumpul gas atau sistem flare , sehingga gas landfill terlepas ke atmosfer. Halaman 78 dari 131 5.2.2 Insinerasi Proses insinerasi adalah alternatif pengelolaan limbah padat yang dipilih atas dasar kemampuannya dalam mengurangi jumlah limbah dengan cepat dan hanya menyisakan sedikit abu. Pada proses insinerasi senyawa organik dioksidasi membentuk gas CO2 dan uap air serta energi dalam bentuk panas yang dapat direkaveri. Cara insinerasi ini akan menguntungkan bila limbah yang dibakar mengandung bahan organik tinggi dengan kadar abu yang rendah (< 10%), kadar air rendah (< 60%), serta memiliki nilai kalor yang tinggi (> 3000 kalori). 5.2.2.1. Pengembangan Teknologi Insinerasi dan Penerapannya Teknologi insinerator mengalami perkembangan yang cukup pesat, sejalan dengan peningkatan kebutuhan energi serta timbulnya isu lingkungan yang berkaitan dengan pemanasan global (global warming). Teknologi selanjutnya memberikan peluang untuk memanfaatkan energi yang dihasilkannya untuk produksi steam dan akhirnya menjadi produk listrik. Perkembangan desain insinerator yang semula hanya dilengkapi penanganan emisi gas dengan cara sederhana melalui cyclone saja, menjadi dapat menangani pula permasalahan limbah B3. Berdasarkan karakteristik limbah bervariasi dan pertimbangan aspek teknis, lingkungan dan ekonomi, maka dapat dipilih tipe-tipe insinerator yang umum dipakai di industri, diantaranya adalah sebagai berikut dibawah ini. Halaman 79 dari 131 5.2.2.1.a. Rotary Kiln Incinerator Tipe insinerator ini banyak digunakan karena dapat digunakan untuk mengolah berbagai jenis limbah dengan kisaran kadar air yang bervariasi. Gambar 5.3 Rotary Kiln Incinerator (http://www.google.co.id/search?hl=id&source=Rotary +Kiln+Incinerator) Rotary kiln berbentuk silinder horizontal yang berputar dengan kecepatan antara 0,75 – 2,5 rpm sehingga terjadi pencampuran antara limbah dengan udara pembakaran. Waktu tinggal limbah dalam kiln bervariasi antara beberapa detik hingga beberapa jam. Suhu pembakaran mempunyai rentang antara 815 – 16500 C. 5.2.2.1.b. Fluidized Bed Incinerator Insinerator tipe ini mempunyai ruang bakar sistem fluidisasi dengan kontruksi rapat dan kedap udara untuk menjaga sistem pada tekanan positif dan mencegah Halaman 80 dari 131 kebocoran panas dari hasil pembakaran. Ruang bakar berisi tumpukan pasir yang akan terfluidisasi oleh hembusan udara yang mengalir masuk dengan dipanaskan dulu oleh gas hasil pembakaran. Limbah yang akan dibakar masuk melalui conveyor dengan pemanfaatan udara panas yang kontak sepanjang conveyor hingga limbah mengalami pengeringan lanjut untuk meningkatkan kadar padatan. Umpan limbah yang masuk jatuh pada tumpukan pasir yang kemudian terfluidisasi oleh aliran udara panas dengan turbulensi tinggi. Gambar 5.4 Fludized Bed Incinerator (http://www.google.co.id/images?um=fludized+bed+incinerator) Dengan sistem fluidisasi ini maka terjadi kontak antara pasir panas dengan limbah , sehingga air yang terkandung dalam limbah berubah menjadi uap, dan akhirnya terjadi pembakaran yang optimum. Bagian dalam ruang bakar dilapisi bahan tahan api, sedangkan pipa-pipa dibuat dari baja tahan karat untuk mencegah abrasi dan erosi serta kerusakan akibat pengaruh gas hasil pembakaran. Pada insinerator ini juga dirancang sistem yang mencegah terbawanya pasir dan abu ikut kedalam aliran gas hasil pembakaran. Halaman 81 dari 131 Di Indonesia, penerapan insinerator untuk pengelolaan limbah industri harus mengikuti peraturan dan pedoman yang telah ditetapkan oleh Kementerian KLH antara lain : Desain insinerator memiliki spesifikasi yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Melakukan uji coba pengoperasian insinerator dan pengendalian pencemaran emisi gas Mencatat kondisi operasi, hasil pembakaran, dan efisiensi pembakaran Melaksanakan pemantauan sesuai ketentuan yang ditetapkan. Pada umumnya penerapan insinerator untuk pengelolaan limbah padat banyak dilakukan oleh industri kertas yang menggunakan bahan baku kertas bekas, terutama yang ada proses deinking. Saat ini pertimbangan penggunaan insinerator di industri pulp dan kertas, masih terbatas pada pemenuhan peraturan dalam pengelolaan limbah. Teknologi yang mengarah pada pemanfaatan energi hasil pembakaran masih dalam tahap kajian dan uji coba. khususnya untuk menghasilkan steam dan tenaga listrik. Dari pemilihan tipe insinerator, baik yang tipe Rotary Kiln maupun yang Fluidized Bed, keduanya sudah diterapkan di industri kertas di Indonesia. Dengan berkembangnya teknologi insenerasi memungkinan pula pemanfaatan limbah padat melalui proses gasifikasi. Untuk mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi, limbah padat dapat diumpankan dalam bentuk pelet atau briket. Halaman 82 dari 131 5.2.3 Pengomposan Tujuan pengomposan adalah untuk menstabilkan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah, mengurangi bau, membunuh organisme patogen dan akhirnya menghasilkan produk yang disebut pupuk organik (kompos) dan sesuai untuk diaplikasikan di tanah (land application) dan tanaman. Mekanisme proses pengomposan bahan organik menjadi kompos dan emisi gas dapat dilihat pada Gambar 5.5. Udara (O2) Mikroorganisme Kelembaban Karbohidrat/lipid Selulosa Protein Lignin Abu (ash) CO Metabolit intermediate 2 H2 O Nitrogen anorganik Siklus nitrogen Organisme baru mati Humus/kompos panas Panas Gambar 5.5 Proses Pengomposan dan Emisi Gas yang Dihasilkan (Sumber : Valzano, F. et al, 2001) Pada proses pengomposan akan terjadi peningkatan suhu dari mesofilik ke termofilik. Ketika suhu mencapai 40°C, aktivitas mikroba mesofilik diganti oleh Halaman 83 dari 131 mikroba termofilik. Pada suhu di atas 55°C beberapa mikroorganisme yang bersifat pathogen akan mati. Selama fase termofilik, suhu tinggi mempercepat penguraian protein, lemak dan karbohidrat seperti selulosa dan hemiselulosa. Setelah sebagian besar bahan terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain rasio C/N; ukuran partikel; aerasi; porositas; kandungan air; suhu; pH; kandungan bahan-bahan berbahaya. Kondisi optimum dari beberapa faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4. Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan dan aktivator yang ditambahkan. Tabel 5.3 Beberapa Faktor yang Berperan dalam Proses Pengomposan Parameter Nilai Optimum C/N ratio 35 : 1 kadar air 50 – 75%, tergantung jenis bahan yang akan dikomposkan. Ukuran 50 mm untuk pengomposan cara windrow partikel Aliran udara 0,6 – 1,8 m3 udara.hari-1,kg-1padatan tervolatil selama phase termofilik dan menurun pada phase pematangan. pH 6,5 – 8,0 Oksigen > 10% v/v o o Temperatur 55 C ( 50-65 C) Sumber : Turpeinen, 2007 Halaman 84 dari 131 5.2.3.1. Teknologi Proses Pengomposan dan Penerapannya Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan telah banyak dikembangkan teknologi pengomposan dari teknologi sederhana, sedang, sampai teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan untuk mengoptimalkan proses biodegradasi bahan organik, sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sesuai dapat mempercepat proses pengomposan. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Proses pengomposan dapat diklasifikasikan dalam 2 sistem, yaitu: - Sistem terbuka (Unconfined process) - Sistem tertutup (Confined processes) 5.2.3.1.a. Proses pengomposan sistem terbuka Proses ini meliputi proses windrow dan aerated static pile. Secara umum, tahapan dari kedua proses tersebut adalah serupa, hanya teknologi prosesnya yang berbeda. Pada metoda windrow, kontak oksigen dengan tumpukan kompos berlangsung secara konveksi alami dengan pembalikan; sedangkan pada aerated static pile dilakukan dengan pengaliran udara. Halaman 85 dari 131 5.2.3.1.b. Proses pengomposon sistem tertutup Mekanisasi proses pengomposan berlangsung dalam sistem atau reaktor tertutup. Sistem ini dirancang untuk mengatasi masalah bau dan mempercepat waktu proses dengan pengaturan kondisi lingkungan, seperti aliran udara, temperatur dan konsentrasi oksigen. Sistem tertutup ini membutuhkan biaya investasi yang jauh lebih mahal dibandingkan sistem terbuka. Industri pulp dan kertas di beberapa negara, telah melakukan pengelolaan limbah sludgenya dengan cara memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas yang telah memenuhi syarat (Carter,1983). Beberapa industri pulp dan kertas di Indonesia telah mengkaji pula pemanfaatan limbah sludgenya sebagai kompos dan uji cobanya ke tanaman. Hasil kajian mengindikasikan bahwa aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan produktivitas berbagai tanaman keras dan kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI. 5.2.4. Proses Digestasi Anaerobik Mekanisme reaksi biokimia yang terjadi dalam proses anaerobic dapat dilihat pada Gambar 5.6. Proses digestasi anaerobik merupakan proses biodegradasi senyawa organik oleh aktivitas bakteri anaerob melalui beberapa tahapan yaitu hidrolisis, asidifikasi dan metanasi. Biodegradasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri dari gas metana (50 – 70%), CO2 (25 – 45 %) dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen dan H2S (Elizabeth. 1981; kharistya. 2004). Halaman 86 dari 131 Gambar 5.6 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik Hidrolisis merupakan proses pemecahan insoluble organics yang besar dan komplek menjadi molekul kecil yang dapat dihantarkan ke sel mikroba dan dapat dimetabolisasi (Thompson, 2008). Proses hidrolisis dapat dilakukan secara enzimatis mengubah organik kompleks tersuspensi menjadi organik sederhana terlarut secara yang dapat digunakan oleh bakteri (Thompson, 2008). Tahap asidifikasi yaitu tahap kompleks yang melibatkan proses pembentukan asam, produksi hidrogen, dan tahap asetogenik. Gula, asam lemak rantai panjang dan asam amino yang terbentuk dari hidrolisis digunakan sebagai substrat. Asam organik dengan berat molekul rendah yang dihasilkan dari tahap asidogenesis akan diurai menjadi gas metan (CH4) dan CO2 oleh bakteri metanogenik. Biogas sebagai produk samping dekomposisi Halaman 87 dari 131 zat organik telah dipertimbangkan sebagai sumber energi alternatif. Komposisi biogas umumnya terdiri dari CH4 55 – 70%; CO2 27 – 45%; N2 0 – 3%; H20 – 1%; H2S <3%. CH4 merupakan gas yang memiliki nilai kalor tertinggi yaitu sekitar 9.000 kcal./m3. Nilai panas biogas adalah 4.500 – 6.300 kcal./m3 tergantung dari kandungan gas selain CH4. Oleh karena itu 1 m3 biogas ekivalen dengan 0,4 kg minyak diesel atau 0,6 kg bensin atau 0,8 kg batubara. 5.2.4.1.Teknologi Digestasi Anaerobik Pengembangan teknologi digestasi anaerobik yang inovatif adalah yang bertujuan untuk mengoptimalkan laju proses digestasi sehingga menghasilkan gas metan maksimal. Optimasi proses dan maksimasi produksi dapat dicapai diantaranya dengan cara perlakuan awal terhadap bahan/feed, mengembangkan kondisi optimum inokulum dan pengaturan kondisi lingkungan seperti suhu, pH, penambahan nutrisi dan pengendalian komponen toksik. Pemilihan desain reaktor yang tepat adalah parameter kunci di dalam keberhasilan proses. Terdapat beberapa jenis reaktor digestasi anaerobik yaitu ; 5.2.4.1.a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah Digestasi satu tahap sistem basah ini, cocok untuk pengolahan limbah padat yang memiliki kadar padatan lebih kecil dari 15%, sedangkan untuk pengolahan limbah padat yang memiliki kadar padatan tinggi 20 % - 40 % lebih cocok dilakukan dengan digestasi satu tahap sistem kering. Diagram alir digestasi satu tahap sistem basah dan sistem kering dapat dilihat pada Gambar 5.7. dan Gambar 5.8. Halaman 88 dari 131 Gambar 5.7. Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Basah. http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/ Halaman 89 dari 131 Gambar 5.8 Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Kering (http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/) 5.2.4.1.b. Digestasi Dua Tahap Sistem digestasi anaerobik dua tahap merupakan suatu proses dimana langkah-langkah pembentukan asam (hidrolisis dan fermentasi asam volatil) secara fisik terpisah dari langkah pembentukan biogas (gas metan). Hal ini berbeda dengan digestasi anaerobik satu tahap, dimana asidogenesis dan metanogenesis terjadi bersama-sama (Shuizhou, et al, 2005). Sistem digestasi dua tahap yang memisahkan pembentukan asam lemak volatil (VFA) dari proses metanogenesis dapat meningkatkan kinerja digestasi secara keseluruhan (Elliott, et al. 2007). Hal ini ditunjukkan dari kinerja proses digestasi anaerobik dua tahap yang dapat mencapai bukan hanya produksi hidrogen tetapi juga Halaman 90 dari 131 produksi metan yang lebih tinggi yang diperoleh dengan cara meningkatkan kinerja proses hidrolisa pada tahap awal. Produksi gas metan yang dicapai sekitar 21% lebih tinggi daripada yang diperoleh dalam proses digestasi satu tahap (Liu, et al. 2008). Dengan demikian proses digestasi anaerobik dua-tahap menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan produksi biogas untuk menghasilkan metan (Medhat, et al. 2004). Diagram alir digestasi anaerobik 2 tahap dapat dilihat pada Gambar 5.9. Gambar 5.9 Diagram Alir Digestasi Anaerobik 2 Tahap (Sumber : http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/) Industri pulp dan kertas di beberapa negara, telah melakukan pengelolaan limbah sludgenya dengan cara memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas yang telah memenuhi syarat (Carter,1983). Beberapa industri pulp dan kertas di Indonesia telah mengkaji pula pemanfaatan limbah sludgenya sebagai kompos dan uji cobanya ke tanaman. Hasil kajian mengindikasikan bahwa aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat Halaman 91 dari 131 meningkatkan produktivitas berbagai tanaman keras dan kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI. 5.3 Pengelolaan Emisi Gas 5.3.1 Sumber dan Karakteristik Sumber emisi terbesar pada indutri pulp dan kertas adalah dari unit proses yang menggunakan bahan kimia seperti unit pulping, unit proses pemulihan bahan kimia (chemicals recovery unit), unit pemutihan pulp dan pembuatan kertas. Dari proses ulping akan menghasilkan pencemar gas berupa senyawa sulfur, senyawa karbon dan senyawa nitrogen, sedangkan emisi dari unit CRP terutama berupa partikulat seperti Na2SO4, Na2CO3, dan gas-gas sulfur yang menimbulkan sumber bau. Serta dari proses pemutihan menghasilkan gas klorin. Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.4. Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat Unit proses Emisi Gas Partikulat Persiapan Bahan Baku Kayu Unit pulping senyawa metil merkaptan (CH3HS), dimetil sulfida (CH3CH3S), dimetil disulfida (CH3CH3S2), gas-gas yang tidak terkondensasi Unit CRP Halaman 92 dari 131 Lanjutan Tabel 5.4. Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat Unit proses Emisi Gas Partikulat partikulat Recovery senyawa metil merkaptan boiler (CH3HS), dimetl sulfida (CH3CH3S), dimetil disulfida (CH3CH3S2) H2S, dan NOx Evaporator H2S metil merkaptan (CH3HS). partikulat Lime kiln NOx, H2S. Unit pemutihan gas klor, pulp klor dioksida volatile organic compounds (VOCs) Unit Power plant partikulat SO2, termasuk NOx, cogeneration CO dan trace element Unit pembuatan formaldehid kertas Proses pembuatan pulp secara kimia dan semi kimia menghasilkan sejumlah emisi termasuk volatile organic seperti metanol, formaldehid, asetaldehid dan metil etil keton maupun gas-gas sulfur tereduksi. Emisi gas yang mengandung sulfur tereduksi (H2S, metil merkaptan, dimetil sulfida dan dimetil disulfida) menimbulkan bau yang sangat mengganggu walaupun dalam konsentrasi rendah. Secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut dinyatakan sebagai senyawa sulfur tereduksi total (TRS) yang dilepaskan dari berbagai sumber dalam proses pembuatan pulp kimia kraft dan semi kimia. Emisi gas yang dikeluarkan dari proses pembuatan pulp proses kraft dapat Halaman 93 dari 131 menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Sebelum dilepaskan ke lingkungan emisi gas tersebut harus dikendalikan terlebih dahulu agar tidak melewati batas baku mutu emisi. Pada dasarnya pengendalian emisi gas adalah melalui pembersihan emisi dengan memisahkan partikulat dan gas pencemarnya. Umumnya pengendalian emisi gas selain bertujuan untuk mengurangi dampak pencemaran terhadap kualitas udara setempat, juga untuk memperkecil kehilangan bahan kimia. 5.3.2 Teknologi Pengelolaan Emisi Partikulat dan Gas Pengelolaan emisi partikulat dan gas di industri pulp dan kertas dilakukan dengan cara pemisahan emisi partikulat dan gas atau pengumpulan dan pembakaran gas yang tidak terkondensasi (Non-Condensible Gases) agar konsentrasinya tidak melewati batas tertentu yang dapat berakibat mengganggu kesehatan. Pada dasarnya pengelolaan limbah gas dapat dilakukan dengan pengendalian dari dalam prosesnya sendiri , melalui pengoperasian yang tepat dari semua peralatan proses dalam rangka meminimalkan limbah gas yang terbentuk dari setiap unit proses. 5.3.2.1 Pemisahan Partikulat Teknologi pemisahan partikulat dari aliran limbah gas dapat dilakukan dengan beberapa unit peralatan yang dapat diklasifikasikan seperti terlihat dalam Tabel 5.5. Halaman 94 dari 131 Tabel 5.5. Klasifikasi Teknologi Pemisah Partikulat Teknologi Keterangan Cyclone Efektif untuk pemisahan partikulat ukuran > 20 μm ; efisiensi pemisahan antara 75 – 95% Electrostatic Efektif untuk pemisahan partikulat Precipitator (ESP) ukuran 10 - 20 μm Efisiensi pemisahan > 99 % Saringan Kain (Fabric Efektif untuk pemisahan partikulat Filter) ukuran halus efisiensi pemisahan 99 % Partikulat Scrubber : Efektif untuk pemisahan partikulat ukuran halus efisiensi akan meningkat Venturi scubber Cyclone Scrubber dengan menambahkan cairan bahan penyerap. Spray scubber a). Cyclone Cyclone adalah suatu peralatan mekanis yang digunakan untuk menyisihkan partikel yang berukuran relatif besar dari suatu aliran gas. Gas masuk dari atas secara tangensial berputar ke bawah yang membuat partikel jatuh dan keluar dari bagian bawah kerucut. Gas bersih yang keluar dari bagian atas alat diantaranya adalah gas CO2. Cyclone mempunyai efisiensi pemisahan antara 75 – 95% untuk partikel ytang berat dan berukuran > 20 μm. Gambar 5.10 memperlihatkan cyclone dan multiple cyclone yang tempat pemasangannya di boiler. Halaman 95 dari 131 Gambar 5.10. (A). Cyclone dan Multiple Cyclone; (B). Multiple Cyclone Dipasang Di Boiler b). Saringan Kain (Fabric Filter) Saringan kain sangat efisien untuk memisahkan partikel-partikel halus. Penyaringnya adalah kantong berbentuk silinder. Partikel halus terkumpul dalam kantong penyaring dari bahan kain berbentuk silinder yang kemudian dipisahkan Partikel-partikel yang menempel dan terkumpul dalam kantong dilepaskan atau dipisahkan salah satunya dengan cara digoyang hingga partikel-partikel jatuh ke dalam tempat pengumpul dibawah penyaring. Efisiensi penyaringan dapat hmencapai 99%. Kelemahan alat ini adalah sensitifnya bahan penyaring terhadap suhu tinggi (> 315oC), sehingga kain sering rusak, biasanya lama pemakaian antara 1 – 2 tahun. Halaman 96 dari 131 . Gambar 5.11. Saringan Kain (Fabric Filter) c). Electrostatic Precipitator (ESP) Electrostatic Precipitator (ESP) merupakan alat pemisah partikulat yang didasari pada konsep presipitasi akibat gaya elektrostatik yang sangat efektif memisahkan partikulat yang berukuran 10 - 20 μm. Partikel-partikel yang bermuatan negatif dalam aliran gas akan tertarik oleh elektroda pengumpul yang bermuatan positif, kemudian dilepaskan dengan sistem rapping menggunakan air spray atau sistem vibrasi yang hsilnya terkumpul pada hopper di bagian bawah ESP. Halaman 97 dari 131 Gambar 5.12. Electrostatic Precipitator (ESP) Umumnya ESP dipakai pada recovery boiler dengan efisiensi > 99%. Peningkatan efisiensi dipengaruhi oleh naiknya luas permukaan pelat dan menurunnya temperature. Alat ESP ini memerlukan pemeliharaan yang tinggi, dan membutuhkan energi untuk pengoperasiannya berkisar antara 6 – 10 kw-hr/ton pulp (Cici, 1988). d). Partikulat Scrubber Scrubber ini memberikan kinerja yang berfungsi ganda yaitu pemisahan gas pencemar dan sekaligus partikulat. Pemisahan pencemar dilakukan dengan menggunakan cairan yang akan mengikat dan mencucinya , yang dapat dipisahkan dan digunakan kembali. Beberapa jenis scrubber dapat dilihat pada Gambar 5.13. Halaman 98 dari 131 Gambar 5.13. (A).Venturi scrubber, (B). Cyclone Scrubber, (C). Spray Scrubber, Pada prinsipnya gas pencemar harus mempunyai kelarutan yang baik dan terjadi reaksi kimia dengan cairan penyerap . Biasanya digunakan air sebagai penyerap karena murah, tidak korosif dan mudah penanganannya yang dapat dipakai untuk menyerap partikulat dan gas SO2. Larutan alkali biasanya dipakai untuk pemisahan TRS, H2S, dan gas Cl2. Efisiensi penyerapan dapat ditingkatkan dengan cara pencampuran dengan sejumlah serbuk karbon aktif. Penjelasan beberapa jenis scrubber adalah sebagai berikut : Venturi Scrubber : Cairan yang diinjeksikan ke dalam venturi throat membentuk percikan halus dan kontak dengan partikel pencemar dalam aliran turbulen. Cairan yang membawa partikel dipisahkan dari gas di dalam cyclone. Cyclone Scrubber : Dengan alat ini cairan disemprotkan kedalam cyclone hingga terjadi penyerapan partikel dari aliran gas masuk. Partikel akan terperangkap oleh percikan cairan yang Halaman 99 dari 131 disemprotkan dan mengalir ke bawah ke bagian pengeluaran, sedangkan gas bersih mengalir ke atas keluar cyclone. Spray Scrubber : Menggunakan tipe penyemprotan berlawanan arah dengan aliran gas yang bekerja pada tekanan rendah , namun dengan debit aliran yang cukup besar. Karena sistem gerak aliran memungkinkan adanya produk aerosol keluar sistem, maka dibagian outletnya dipasang alat mist eliminator 5.3.2.2 Pemisahan Pencemar Gas A . Packed Tower Scrubber Packed tower scrubber terdiri dari tangki silinder yang diisi dengan bahan pengisi yang berfungsi sebagai media pendistribusian aliran dengan memberikan luas permukaan yang besar untuk kontak kedua fase cairan dan gas. Aliran gas masuk dari bagian bawah tangki mengalir ke atas. Sedangkan cairan penyerap masuk dari bagian atas tangki dan mengalir ke bawah. Gas bersih bersih mengalir kebagian atas tangki, sedangkan cairan penyerap yang mengikat bahan pencemar mengalir ke bagian bawah tangki. Bahan pengisi yang sering digunakan adalah keramik, plastic atau batuan yang berbentuk seperti cincin atau bola. Kebutuhan energi pemakaian scrubber di pabrik pulp berkisar antara 20 – 40 kw-hr/ton pulp (Cici, 1988). Halaman 100 dari 131 Gambar 5.14. Packed tower scrubber B. Absorber Absorber adalah unit pemisahan gas yang menggunakan prinsip absorpsi atau penyerapan pencemar dalam aliran gas yang dieliminasi atau dihilangkan dengan cara melarutkannya dalam cairan. Penyerapan gas pencemar dilakukan dengan cara aliran gas yang mengandung gas pencemar dialirkan berlawanan arah (counter current) dengan aliran cairan yang digunakan sebagai penyerap. Aliran gas yang mengandung gas pencemar masuk melewati bagian bawah unit absorber dan aliran gas yang sudah bersih keluar lewat bagian atas unit absorber. Cairan penyerap (absorben) dialirkan dengan cara disemprotkan (spray) dari bagian atas absorber, dan cairan yang sudah menyerap gas pencemar dapat diregenerasi pada unit regenerator sehingga dapat digunakan kembali sebagai absorben. Beberapa jenis absorber ditunjukkan pada Gambar 5.15. Halaman 101 dari 131 Counter Current Packed Tower Bubble Cap Tray Scrubber Gambar 5.15. Beberapa Jenis Absober C. Pengendalian Gas Sox Gas SOx dapat dikendalikan dengan menggunakan Flue Gas Desulphurization (FGD) metode basah atau metode kering (Tabel 5.6). FGD tipe basah lebih banyak dipakai, menggunakan penyerap (absorben) larutan slurry yang mengandung senyawa seperti Na, Ca, atau Mg. Kapur CaCO3 paling banyak digunakan karena harga relatif murah,dan menghasilkan produk CaSO4 (gypsum). Penyerapan dengan alkali dikembangkan untuk menghilangkan masalah utama yang berkaitan dengan kapur, yaitu pengendapan dan penyumbatan pada scrubbing tower. Dual alkaly menggunakan dua reagen dan dua proses yang berulang untuk menghilangkan SO2 Larutan Na2SO3 atau NaOH berperan untuk Halaman 102 dari 131 menetralisasikan SO2 dalam kolom absorber. Karena Na2SO3 dan Na2SO4 bersifat larut dalam air, tidak terjadi pengendapan di dalam scrubber. Dengan sistem ini menimbulkan masalah pencemaran air, selain itu alkali NaOH harganya jauh lebih mahal dibandingkan kapur. Terdapat empat sub proses dalam sistem ini, yaitu : pengolahan pendahuluan pada aliran gas dengan prescrubber penyerapan SO2 oleh larutan Na2SO3 pembersihan Na2SO4 regenerasi Na2SO3 melalui penambahan Na2CO3 Tabel 5.6. FGD Tipe Basah dan Tipe Kering Metode Absorben Reaksi FGD FGD Tipe Non Regenerasi Limestone CaCO3+ H2O+2SO2 2CaSO3 scrubbing + CO2 + H2O CaCO3 - CaSO3+1/2O2 CaSO4 slurry Metode Lime CaO+H2O Ca(OH)2 Basah scrubbing SO2+ H2O H2SO3 CaO – H2SO3+Ca(OH)2 CaSO3.2H2O slurry CaSO3.2H2O+1/2O2 CaSO4. 2H2O Reaksi Absorben Metode FGD Dual alkaly Larutan NaOH atau Na2SO3 Mg(OH)2 – slurry Produk samping CaSO4 CaSO3, CaSO4 2NaOH+SO2Na2SO3+H2O Na2SO3+H2O+SO22NaHSO 3 Produk samping Na2SO3, Na2S O4 Mg(OH)2+SO3MgSO3+H2O Mg(OH)2+2SO2Mg(HSO3)2 MgSO3, MgSO4 Halaman 103 dari 131 Metode FGD Absorben NH3 air dan Reaksi Reaksi pada tangki oksidasi : MgSO3+1/2O2MgSO4 Mg(HSO3)2+Mg(OH)22MgSO 3+2H2O 2NH4OH+SO2(NH4)2SO3+H 2O (NH4)2SO3+SO3+SO2+H2O 2NH4HSO3+H2 Lime Spray Drying Bubuk CaO dan CaCO3 FGD Tipe Regenerasi Metode Wellman Basah Lord (W-L) Process (NH4)2S O4 CaSO3, CaSO4 Metode Kering Produk samping Na2SO3 + SO2 + H2O 2NaHSO3 Na2SO3 + 1/2O2 Na2SO4 2Na2SO3+ SO3+ H2O Na2SO4 + 2NaHSO3 2NaHSO3 + panas Na2SO3 + SO2 + H2O Na2CO3 + SO2 Na2SO3 + CO2 Pertama-tama gas buang dilewatkan ke ventury prescrubber. Prescubber ini menyisihkan partikel serta SO3 dan HCl yang ada dalam aliran gas buang yang akan mengganggu absorpsi SO2. Prescrubber juga berfungsi untuk menurunkan suhu dan menaikkan kelembaban gas buang. Temperatur dan kelembaban pada inlet prescrubber umumnya adalah sekitar 150oC dan 20%, sedangkan pada outlet temperatur dan kelembaban berubah menjadi 50oC dan 95%. Halaman 104 dari 131 Sebagian sulfit akan dioksidasi menjadi sulfat oleh oksigen, demikian pula SO3 yang masih terdapat pada aliran gas buang yang melewati prescruber akan teroksidasi menjadi sulfat.Natrium Sulfat (Na2SO4) tidak lagi berkontribusi dalam absorpsi SO2 dan harus disisihkan dari sistem. Akumulasi sulfat yang berlebihan dicegah dengan adanya pembersihan secara kontinu dari dasar absorber menggunakan surge tank. Aliran dari gas buang pada dasar tray tower banyak mengandung NaHSO3 yang berguna untuk proses selanjutnya. Gas buang dari dasar tray tower sebagian dikirim ke chiller/crystalllizer dimana terbentuk kristal Na2SO4 yang lebih sukar terlarut, kemudian slurry disentrifugasi, dan padatan dikeringkan dan disisihkan. Gas yang telah disentrifugasi masih banyak mengandung bisulfit kemudian dikembalikan ke proses. Gas buang dari dasar tray tower sebagian juga dikirim ke evaporator dimana SO2 dilepaskan dan kristal Na2SO3. Uap kemudian dikondensasikan dan direcovery, menghasilkan SO2 terkonsentrasi (mengandung sekitar 85% SO2 dan 15% H2O). Gas SO2 dapat direduksi menjadi elemen sulfur atau dioksidasi menjadi asam sulfat. D. Pengendalian Gas NOx Emisi gas NOx dapat berupa gas NO dan NO2 yang terbentuk dengan dua mekanisme sebagai hasil dari proses pembakaran sebagai berikut : Fuel NOx : NOx yang terbentuk dari hasil reaksi antara nitrogen (N) yang terdapat dalam bahan bakar dengan oksigen pada temperatur tinggi Thermal : : NOx yang terbentuk dari hasil reaksi antara N2 NOx : dan O2 pada suhu tinggi dalam ruang bakar Halaman 105 dari 131 NOx yang terbentuk sebagai hasil pembakaran terutama dapat dikendalikan dengan cara sebagai berikut : a. Modifikasi pembakaran untuk mengurangi atau mencegah terbentuknya NOx Flue gas resirculation dilakukan dengan mereduksi peak flame temperatur dan jumlah oksigen untuk mengurangi NOx yang terbentuk Low NOx burner didisain untuk membakar bahan bakar dengan menggunakan excess air yang rendah Staged combustion digunakan untuk mereduksi temperatur puncak b. Mengendalikan NOx yang telah terbentuk dengan cara mengkonversikannya menjadi N2. Selective Catalytic Reduction (SCR) adalah cara sederhana merubah NOx menjadi N2 dan H2O, dimana aliran gas yang mengandung NOx diinjeksi dengan NH3 dan dilewatkan pada lapisan katalis, cocok digunakan untuk mengolah volume udara yang besar Non Selective Catalytic Reduction (NSCR) adalah merubah NOx menjadi N2 dan H2O dengan melewatkan aliran gas pada lapisan katalis yang mengandung logam mulia seperti platina (Pt) dan CH4, CO atau H2 sebagai reducing agent. Proses ini sulit diaplikasikan untuk volume udara yang besar dengan konsentrasi NOx yang rendah. Catalytic cracking process menggunakan logam mulia pada suhu sekitar 450oC. Halaman 106 dari 131 Tabel 5.7. Metode Pengendalian NOx Metoda Jenis NOx yang dikendalikan Penyisihan NOx (%) Flue gas recirculation Low NOx burner Staged burner Selective catalytic reduction (SCR) Thermal NOx 70 - 80 Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx 10-25 Selective non catalytic reduction (SNCR) Fuel NOx, Thermal NOx 60-80 Keterangan 40-70 80-90 Diinjeksikan NH3, Katalis: logam, Bahan penyangga katalis: keramik (Ti, Al, dll) Bentuk: granul, honeycomb, pelat Temperatur optimum 300400oC Reaksi: 4NO+4NH3+O24 N2+6H2O 2NO+4NH3+O23 N2+6H2O Proses sederhana, mudah dioperasikan, tidak dihasilkan libah, tidak terdapat produk samping NH3, temperatur antara 800-1000oC Halaman 107 dari 131 Metoda Non selective catalytic reduction (NSNCR) Catalytic cracking Jenis NOx yang dikendalikan Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx Penyisihan NOx (%) Keterangan Katalis: Pt + CH4, atau CO, atau H2 Katalis: Pt 5.3.2.3 Emisi Gas yang tidak Terkondensasi Dalam sistem pengumpulan gas yang tidak terkondensasi dari digester dan evaporator diperlukan suatu kondisi tertentu agar resiko terjadinya peledakan dapat dihindari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan pada kondisi pekat yaitu diatas batas konsentrasi mudah meledak atau dengan pengenceran pada kondisi dibawah konsentrasi mudah meledak. Batasan konsentrasi gas senyawa sulfur yang mudah meledak dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.8. Kisaran konsentrasi mudah meledak dari gas sulfur Gas Senyawa Kisaran konsentrasi Sulfur peledakan (% volume) 1) H2S 4,3 – 45,5 2) CH3SH 2,2 – 9,2 3) CH3CH3S 3,9 – 21,9 Pengumpulan gas kondisi pekat dari gas yang tidak terkondensasi lebih sulit dilakukan karena besarnya fluktuasi aliran dan komposisi. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan penampungan gas yang dioperasikan pada tekanan dan aliran konstan dan diatur Halaman 108 dari 131 pada konsentrasi gas yang tidak mudah meledak. Sesudah gas terkumpul dalam komposisi dan aliran dijaga tetap konstan maka gas dapat dioalah dengan pembakaran. Pengumpulan dalam bentuk encer dibawah batas konsentrasi gas yang mudah meledak dilakukan dengan penggunaan penampung gas yang dihubungkan dengan pipa ke atmosfir. Untuk mentransformasikan gas dengan aliran besar digunakan kipas untuk pengaliran udara sebagai pengencer dengan ukuran yang lebih besar dari kipas gas yang masuk. Untuk menghindari resiko pengenceran tidak cukup, sistem dilengkapi dengan peralatan yang berfungsi untuk penanggulangan adanya bahaya peledakan dan kerusakan alat. Pembakaran merupakan cara efektif untuk menghilangkan gas-gas pencemar beracun, berbau, atau gas yang sulit diolah, dan untuk mengurangi bahaya ledakan. Dalam pembakaran, senyawa organik dalam bentuk gas tersebut diubah menjadi karbon dioksida (CO2) dan air, dan sulfur diubah menjadi sulfur dioksida (SO2). Untuk proses pembakaran, biasanya diperlukan tambahan bahan bakar dan dibutuhkan waktu yang cukup untuk terjadinya pembakaran sempurna. Efisiensi pembakaran tergantung pada banyaknya oksigen, tingginya suhu pembakaran, pencampuran gas dan waktu yang cukup untuk pembakaran. Efisiensi yang dapat dicapai umumnya sekitar 90%. Umumnya untuk membakar limbah gas dibutuhkan bahan bakar dengan nilai kalor sekurangkurangnya 50% dari nilai kalor campuran pembakaran. Apabila dibutuhkan terlalu banyak tambahan bahan bakar maka proses pembakaran dilakukan dengan bantuan katalisator berupa logam berat seperti platina, tembaga, kobal, nikel, krom dan besi. Halaman 109 dari 131 BAB VI PENUTUP Indonesia ikut berperan serta meratifikasi protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004 yang berkomitmen menurunkan emisi CO2 yang berpotensi sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). Target penurunan GRK di Indonesia ditetapkan sebesar 26% dengan pendanaan sendiri dan sebesar 41% melalui bantuan donor internasional. Menindaklanjuti komitmen tersebut, Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) menyusun pedoman pemetaan teknologi di industri pulp dan kertas (Guidelines Technology Map for Pulp and Paper Industry). Dari sumber penghasil emisi GRK di Indonesia, sektor industri menduduki peringkat ke-4, yang diantaranya industri pulp dan kertas karena termasuk industri pengkonsumsi energi tinggi. Perkembangan teknologi dan peningkatan kapasitas produksi yang tinggi pada industri pulp dan kertas, dapat memberikan peluang penghematan energi yang sekaligus dapat mereduksi emisi GRK secara signifikan. Secara keseluruhan penghematan energi di industri pulp dan kertas dapat dilakukan dengan konservasi energi pada setiap unit proses yaitu sistem pemasakan, pemutihan pulp, Chemical Recovery, stock preparation, mesin kertas, dan power plant serta pengelolaan limbah. Implementasi teknologi ramah lingkungan pada pembuatan pulp dan kertas pada dasarnya juga melakukan penghematan energi yang sekaligus dapat meningkatkan efisiensi produksi. Beberapa maanfaat yang dapat Halaman 110 dari 131 diperoleh dari implementasi teknologi ramah lingkungan yaitu menghemat energi; menghemat bahan baku; menghemat air; mengurangi emisi udara; menghemat biaya, mengurangi beban pencemaran. Beberapa proses yang dapat menghemat energi dan mengurangi emisi pada industri pulp antara lain : o penanganan bahan baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu o modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut pada sistem pemasakan o aplikasi teknologi washing menggunakan metoda displacement baik pada brownstock maupun bleaching o optimasi kinerja chemical recovery (evaporator, recovery boiler, lime kiln) o optimasi kinerja sistem power boiler (bahan bakar biomassa atau batubara) Implementasi penghematan energi di industri kertas dapat dilakukan terutama pada unit pengeringan kertas dengan cara sebagai berikut : o pengendalian proses drying o pengendalian titik embun o optimasi pengeluaran air di forming dan pressing o penurunan kehilangan energi pada blowthrough o penurunan konsumsi udara o optimasi suhu ventilasi pocket o pemanfaatan kembali sisa panas o penggunaan shoe (extended nip) press o optimasi sistem vakum mesin kertas o penggunaan teknologi maju seperti gap forming; air impingement drying Halaman 111 dari 131 Teknologi pengelolaan lingkungan merupakan kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah baik dalam bentuk cair, padat maupun gas. Pada penerapannya ditentukan atas dasar karakteristik limbah, dan beban pencemarannya serta sejauh mana dapat berpotensi dalam menghasilkan emisi karbon dan peluang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengelolaan limbah cair di industri pulp dan kertas dengan menggunakan teknologi proses anaerobik yang dilengkapi penampung gas merupakan teknologi hemat energi dan ramah lingkungan. Pengelolaan limbah padat dengan cara landfill, insinerasi, pengomposan dan digestasi anaerobik secara umum semua alternatif tersebut dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah dengan syarat dilengkapi pengendalian emisi gas untuk dimanfaatkan. Dengan demikian, dapat mereduksi emisi gas ke atmosfier. Halaman 112 dari 131 DAFTAR PUSTAKA Adams, Terry N., 1997,. “Kraft Recovery Boilers”, Tappi Press, Atlanta. APPI, 2008. Executive Summary of APP‟s Carbon Footprint Assessment. Environmental resources management. Bernstein, L., Roy, J., 2007. Fourth Assesment Report of IPCC of Working Group 3, Cambridge University Press. Borman, G.L., Ragland K.W., 1998,. “Combustion Engineering”, McGraw-Hill, Singapore,Brunner. Calvin R. 1994. Hazardous Waste Incineration. 2nd Ed.. McGraw-Hill International Edition. Buku Pegangan Manajer Pengendalian Pencemaran Udara. Badan Pengendalian Lingkungan hidup Daerah Provinsi Jawa Barat Cici. Mehmet . 1968. Energy Consumption and Air Pollution in the manufacture of Pulp and Paper. Erc.Univ. Fen Bil. Derg.. 4. 1-2. 646 – 656. CEPI. 2009. Transport Carbon Footprint – Assesment Guidelines. Brussels CEPI. 2007. Europian Paper Industry Develops Carbon Footprint Framework for Paper and Board. Bussels. DoE. 2005. Energy and Environmental Profile of the US Pulp and Paper Industry. US Department of Energy. ----------- EPA, 2010. “Available and Emerging Technologies for Reducing Greenhouse Gas Emissions from the Pulp and Paper Manufacturing Industry” October 2010 Halaman 113 dari 131 Gavrilescu, D. 2008. “Energy from Biomass in Pulp and Paper” Environmental Engineering and Management Journal, September/October 2008, Vol.7.No.5, 537546. Gielen,D; Tam,C. 2006. “ Energy Use, Technologies and CO2 Emissions in the Pulp and Paper Industry” WBCSD, IEA, Paris, 9 October 2006. Green, R.P., and G. Hough, 1992,. “Chemical Recovery in The Alkaline Pulping Processes”, Third edition, Tappi Press, Atlanta, Elizabeth C.P.. paul N. C. 1981. Biogas production and utilization. Ann Arbor Science publishers Inc. Eriksson. E. Striple, H., Karlsson, P.E., 2009. Executive Summary for Billerud Carbon Footprint, Svenska Miljoinstitutet, Stockholm. Hayashi, D., Krey, M., CO2 .2005. Emission Reduction Potential of Large Scale Efficiency Energy Measures in Heavy Industry in China, India, Brazil, Indonesia, and South Africa, HWWI Research Paper No. 6, Hamburg. Johan Gullichsen, Hannu Paulapuro., 1998., “Papermaking Science and Technology”, Published in cooperation with the Finnish Paper Engineers' Association and TAPPI, Helsinki Kilponen, L., P. Ahtila., J. Parpala., Matti Pihko., 2000,. “Improvement of Pulp Mill Energy Efficiency in An Integrated Pulp and Paper Mill”, Publication of the Laboratory of Energy Economics and Power Plant Engineering, Helsinki University of Technology. Kocurek, M.J., 1989., “Pulp and Paper Manufacture, Vol. 5: Alkaline Pulping”, Joint Textbook Committee of The Paper Industry. Halaman 114 dari 131 Kramer K.J., et al, 2009. Energy Efficiency Improvement and Cost Saving Opportunities for the Pulp and Paper Industry, Berkeley Lab University of California, Berkeley. Kraristya. 2004. Teknologi digester. kharistya.wordpress.com Lawrence, E.O., 2009., “Energy efficiency Improvement and Cost Saving opportunities for the Pulp and Paper Industry”, Environmental Energy Technologies Division, US Environmental Protection Agency. Miner, R., Garcia, J.P. 2007. The Greenhouse Gas and Carbon Profile of the Global Forest Products Industry, NCASI Special Report No. 07-02. NCASI-IFC, 2009. A Calculation Tool for Characterizing the Emissions from the Forest Products Value Chain, Including Forest Carbon. NCASI, 2005. Calculation Tools for Estimating Greenhouse Gas Emissions from Pulp and paper Mills. Research Triangle Park.NC.USA. Noel de Nevers. 2000. Air pollution Control Engineering, 2nd Ed., McGraw-Hill International Edition. Ohman, F., H. Theliander., 2007., Filtration Preperties of Lignin Precipitated from Black Liquor, Tappi Journal, Vol. 6 No. 7. Paramsothy, 2004. Optimizing Hydrolysis/Acidogenesis Anaerobic Reactor With TheApplication of Microbial Reaction Kinetic. University of Peradeniya. Tropical Agricultural Research Vol 16: 327-338. Ray, B.K., Reddy, B.S., 2008. Understanding Industrial Energy Use, Indira Gandhi Institute, Mumbai. Halaman 115 dari 131 Stultz, S.C., and J.B. Kitto., 2000., “Steam / Its Generation and Use”, The Babcock & Wilcox Company. Springer, Allan. 1993., Pollution Control for Pulp and Paper Industry, McGraw-Hill International Edition. Smith. A., et al. 2001. Waste Management Options and Climate Change. AEA Technology. Abingdon. Tomas, R.A. 2009. “ Allocation of GHG Emissions in a Paper Mill an Application Tool to Reduce Emissions” Universitat de Girona, ISBN: 978-84-692-5159-1 Thomas. 2003.. Anaerobic Digester Methane to Energy. Focus On energy. Mc mahon Associates.Inc. Wisconsin. Hal 4-6. Tomas, R.A., 2009. Allocation of GHG Emission in a Paper Mill – An Appliction Tools to Reduce Emissions, Universitat de Girona. Upton, B.H., 2001. Technologies for Reducing Carbondioxide Emission: A Resource Manual for Pulp,Paper, and Products Manufacturers, NCASI Special Report No. 01-05. Udgata, T.,2005. “Global Warming and Paper Industries Roles”, W&F Snippet, Vol.9 Issue 7. US EPA 2008. Climate Leaders Greenhouse Gas Inventory Protocol Offset Project Methology for landfill methane collection and combustion. Climate Protection Partnerships Division. Tersedia pada http:/www.epa.gov/climateleaders/resources/optionalmodule.html Valzano. F; Jackson M., Campbell A.; 2001. Greenhouse Gas Emissions from Composting facilities. ROU. The Ubiversiy of New South Wales. Australia. Halaman 116 dari 131 Wintoko, J., H. Theliander, T. Richards., 2007., “Experimental Investigation of Black Liquor Pyrolysis using Single Droplet TGA”, Tappi Journal, Vol. 6 No. 5. Worrell, E.; Martin, N. 200. “Opportunities to Improve Energy efficiency in the U.S. pulp and Paper Industry” Ernest Orlando Lawrence, Berkely National Laboratory Halaman 117 dari 131 APPENDIX 1 DISTRIBUTION OF INDONESIAN PULP AND PAPER INDUSTRIES 2009 National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No Company Name Mill Site 1 Adiprima Suraprinta Gresik 2 Asia Paper Mills Tangerang 3 Aspex Kumbong CileungsiBogor 4 5 Kertas Basuki Rachmat Kertas Bekasi Teguh Banyuwangi Bekasi 6 Kertas Blabak Magelang 7 Bukir Muria Jaya Karawang 8 Cipta Paperia Serang Product Grades Newsprint Kraft Liner Medium Newsprint Printing Kraft Liner Medium Printing Medium Cigarette Kraft Liner Medium 6.607.200 Ton / year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- 150.000 --- --- --- --- --- 157.500 --- --- --- --- --- --- --- 430.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 13.700 --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- --- --- --- 54.800 --- --- --- --- --- --- 5.500 --- --- --- --- --- --- --- 72.000 --- --- --- --- --- --- --- 37,43% Halaman 118 dari 131 LANJUTAN National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No Company Name Mill Site 9 Ekamas Fortuna Malang 10 Esa Kertas Nusantara Karawang 11 Fajar Surya Wisesa Cikarang Barat 12 13 14 Graha Cemerlang Paper Utama Gunung Jaya Agung Indo Paper Primajaya Karawang Tangerang Banten 15 Indah Kiat Pulp & Paper Tangerang 16 Java Paperindo Utama Industries Mojokerto 17 Jaya Kertas Kertosono Product Grades Kraft Liner Medium Coated paper Kraft Liner Medium Duplex Tissue Printing Tissue Tissue Kraft Liner Medium Printing Printing, Carbon, MG Paper Kraft Liner Medium Tissue 6.607.200 Ton / year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- 156.000 --- --- --- --- --- 156.000 --- --- --- --- --- --- --- 700.000 --- --- --- --- --- --- --- 40.000 --- --- --- --- --- --- --- 36.000 --- --- --- --- --- --- --- 49.500 --- --- --- --- --- --- --- 106.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 82.500 --- --- --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- 37,43% Halaman 119 dari 131 LANJUTAN National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No 18 Company Name Kertas Nusantara Mill Site Berau, Kalimatan Timur 19 Kertas Leces Probolinggo 20 Lispap Raya Sentosa Banten 21 Lontar Papyrus Jambi 21 Kertas Noree Indonesia Bekasi 22 Niki Tunggal Lumajang 23 Kertas Padalarang Padalarang 24 Pakerin Mojokerto Product Grades 6.607.200 Ton / year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- --- --- --- 525.000 --- --- 195.000 --- --- --- --- --- 7.200 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- 701.000 345.000 --- --- 145.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 3.600 --- --- --- --- --- 7.900 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 700.000 --- --- --- --- --- 37,43% Pulp Kraft Liner Medium Printing Newsprint Tissue Pulp Tissue Printing Kraft Liner Medium Board Joss Paper Printing Security Kraft Liner Medium Halaman 120 dari 131 LANJUTAN National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No Company Name Mill Site 27 Panca Usahatama Paramita Papertech Indonesia Papyrus Sakti 28 Parisindo Pratama Bogor 29 PDM Indonesia Medan 30 Pelita Cengkareng Tangerang 31 Pindo Deli Pulp&Paper Mills Karawang 32 Pura Barutama Kudus 33 Pura Nusapersada Kudus 25 26 Tangerang Subang Bandung Product Grades Tissue MG Paper Board Duplex Printing Specialty Cigarette Kraft Liner Medium Duplex Printing Kraft Liner Medium Security Sack Paper Medium Board 6.607.200 Ton / year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 7.000 --- --- --- --- --- --- --- 60.000 --- --- --- --- --- --- --- 150.500 --- --- --- --- --- --- --- 24.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 9000 --- --- --- --- 157.800 --- --- --- --- --- --- --- 1.465.000 --- --- --- --- --- --- --- --- 93.000 --- --- --- --- --- --- --- 62.000 --- --- --- --- --- --- 37,43% Halaman 121 dari 131 LANJUTAN National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No 34 35 36 Company Name Riau Andalan Kertas Riau Andalan Pulp & Kertas Sarana Kemas Utama Mill Site PelawanPekanbaru PelawanPekanbaru Pulogadung 37 Setia Kawan Tulungagun g 38 Sinar Hoperindo Cileungsi 39 Sopanusa Tissue & Packaging Mojokerto 40 Suparma Surabaya 41 42 Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Surabaya Mekabox Gresik Gresik 43 Surya Pamenang Kediri 44 Surya Zig Zag Kediri Product Grades Printing Pulp Kraft Liner Medium Printing, Newsprint MG Paper Kraft MG Paper Tissue Kraft, Board, Tissue Printing Boards Kraft Liner Medium Board Art Paper Cigarette 6.607.200 Ton / year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- 350.000 --- --- --- --- --- --- --- 2.000.000 --- --- --- 6000 --- --- --- --- --- --- --- --- 33.000 --- --- --- --- --- --- 8000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 48.000 --- --- --- --- --- --- --- 165.000 --- --- --- --- --- --- --- 486.800 --- --- --- --- --- --- --- 85.200 --- --- --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- --- --- 24.000 --- --- --- --- --- 37,43% Halaman 122 dari 131 LANJUTAN National Production Capacity 11.398.200 Ton/year 29782.200 Java No Company Name Mill Site 45 Tanjung Enim Lestari Pulp & Kertas Muara Enim 46 Toba Pulp Lestari Toba Samosir 47 Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto 48 Unipa Daya Tangerang Production Grade 6.607.200 Ton /year Kalimantan 52.500 Ton/year Sumatera Ton / Thn 4.266.000 Ton / year Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Riau Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 34.69% 2,13% 21,14% 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- --- --- 450.000 --- --- --- --- 420.000 --- --- --- --- --- --- 1.134.000 --- --- --- --- --- 15.000 --- --- --- --- --- --- --- 37,43% Pulp Dissolving Pulp Kerkas Cetak Kraft Lainer Medium Source : APKI Directory 2009 Halaman 123 dari 131 APPENDIX 2 PAPER CONSUMPTION IN VARIOUS COUNTRIES Country Austria Belgium Cyprus Czechoslovakia Denmark Finland French Germany Greece Hungary Ireland Italia Latvia Lithuania Consumption per capita (kg) 1995 2007 192 268 237 3752 NA 132 NA 159 214 229 175 369 164 144 194 254 82 108 NA 97 102 115 140 205 NA 87 NA 50 Consumption1 Country-Based (1000 t) 1995 2007 1550 2196 26632 4089 NA 105 NA 1622 1134 1256 896 1933 9631 8754 15821 20873 857 1157 NA 967 361 476 8076 11894 NA 195 NA 180 Halaman 124 dari 131 Country Luxemburg Nederland Norway Malta Poland Portugal Slovakia Slovenia Spain Sweden UK Non Europe Countries USA China Indonesia Japan APPENDIX 2 (continuation) Consumption per capita Consumption1 Country-Based (kg) 1995 2007 (1000 t) 2 168 375 See Belgium See Belgium 201 210 3120 3502 176 188 756 874 NA 84 NA 34 NA 109 NA 4209 82 120 802 1277 NA 91 NA 496 NA 210 NA 421 129 190 5147 7708 210 256 1857 2314 194 200 11288 12157 332 22 14 239 288 55 25 246 87409 26499 NA 30018 87496 72900 5985 31255 Halaman 125 dari 131 Country Brazil Egypt Total APPENDIX 2 (continuation) Consumption per capita Consumption1 Country-Based (kg) 1995 2007 (1000 t) 35 42 5433 8091 9 NA NA NA 49 59 276231 391799 Notes: When „NA‟ reveals for EU-27 missing countries, not available information or information is not given due to competition rule Source: [255, VDP 2009], [256, VDP 1997] 1 Consumption = production + Import – Export 2 For Belgium and Luxemburg just that value available Halaman 126 dari 131 APPENDIX 3 SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION FOR PULP AND PAPER INDUSTRY Energy Consumption Range Source of data Paper Grades (Number of Unit From Up to Industry) Kraft pulp Non-Integrated Electricity 700 800 (1) (5 (kWh/t) 3800 5100 industry) Heat (kWh/t) Uncoated wood-containing Electricity 1200 1400 (2)(1 Industry) paper – integrated (kWh/t) 1000 1600 (4) (2 Heat (kWh/t) Industry) Coated wood-containing Electricity 1200 2100 (2) (2 paper – integrated (kWh/t) 1300 1800 Industry) Heat (kWh/t) (3) (8 Industry) (4) (3 Industry) Uncoated wood-free paper – Electricity 600 800 (2)(1 Industry) integrated (kWh/t) 1200 2100 (3) (1 Heat (kWh/t) Industry) Halaman 127 dari 131 Coated wood-free paper integrated Paper Grades Electricity 600 (kWh/t) 1200 Heat (kWh/t) 1000 2100 APPENDIX 3 Energy Consumption Range Unit Unit Unit Recycled Paper Packaging Without Deinking Electricity 300 (kWh/t) 1100 Heat (kWh/t) 700 1800 Recycled Printing Paper Without Deinking Electricity 900 (kWh/t) 1000 Heat (kWh/t) 1400 1600 Recycled Board With Deinking Electricity 400 (kWh/t) 1000 Heat (kWh/t) 700 2700 (3)(5 Industry) (4) (2 Industry) Source of data (Number of Industry) (2)(1 Industry) (3)(11 Industry) (4) (7 Industry) (2)(1 Industry) (3)(7 Industry) (4) (4 Industry) (2)(1 Industry) (3)(4 Industry) (4) (5 Halaman 128 dari 131 Tissue Non-Integrated (Without through-air-drying) Recycled Tissue (Without through-air-drying) Wood-free specialty paper Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) 900 1900 1200 2300 800 1900 2000 2800 600 1600 3000 4500 Industry) (2)(2 Industry) (3) (4 Industry) (2)(1 Industry) (4) (3 Industry) (2)(3 Industry) (3) (3 Industry) Source : all data taken from [249, Blum et al. 2007]: (1) Swedish EPA, statistical data of Swedish Kraft pulp mills, 2005 (2) PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007 (3) PTS, Internal data collection of German pulp and paper mills (not published), Munich 2004 to 2006 (4) Institution for Paper Science and Technology GmBh, Questionnaire based survey (not published) Darmstadt, 2007 Halaman 129 dari 131 APPENDIX 4 ENERGY CONSUMPTION FOR UTILITY IN THE MILL GENERALLY Energy Process/Activities Consumption Description (kWh/t) Biological Effluent Treatment Using pump, agitator, and aeration. 4–8 Biogas product and utilization not Mechanical + aerobic 5 – 10 considered. Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas Energy balance by using biogas (waste not considered) Surplus 20 – 15 water treatment of recycled fiber industry Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas produce around 25 kWh/t) considered) Raw Water Treatment 2–5 Using raw water pump and preparation Pressurized Air 20 – 30 Using compressor and air-dryer Work Transportation 1–2 Using Forklift and Industrial Truck Finishing (Without packaging) 10 – 40 1 Using rewinder, broke pulping, including packaging line Not Considered (for office, canteen, etc.) Administration NA ( ) (1) NA : Not Available Source : PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007 unpublished from [249, Blum et al. 2007] Halaman 130 dari 131 GHG EMISSION FROM VARIOUS COUNTRIES No. Country 1. USA 2. China 3. EU-25 4. Russia 5. India 6. Japan 7. Germany 8. Brazil 9. Canada 10. UK 11. Italy 12. South Korea 13. French 14. Mexico 15. Indonesia 16. Australia 17. Ukraine 18. Iran 19. South Africa 20. Spain 21. Poland 22. Turk 23. Arab Saudi 24. Argentina 25. Pakistan Top 25 Rest of World Developed Countries Developing Countries MtCO2 equivalent % from World GHG 6928 4938 4725 1915 1884 1317 1009 851 680 654 531 521 513 512 503 491 482 480 417 381 381 355 341 289 285 27915 5751 17355 16310 20,6 14,7 14 5,7 5,6 3.9 3 2,5 2 1,9 1,6 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4 1,4 1,2 1,1 1,1 1.1 1 0,9 0,8 83 17 52 48 Notes: Data year 2000. Total emission not included fuel and the changing of land and forest usage Halaman 131 dari 131 MINISTRY OF INDUSTRY CENTER FOR PULP AND PAPER RESEARCH AND DEVELOPMENT Jl. Raya dayeuhkolot No 132, Kotak Pos 1005. Bandung 40258 Telp (022) 5202980 & 5202871; Fax (022) 5202871 TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE FOR PULP AND PAPER INDUSTRY IN IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1) CENTER FOR ASSESSMENT ON GREEN INDUSTRY AND ENVIRONMENT AGENCY FOR ASSESSMENT ON POLICY, CLIMATE AND QUALITY OF INDUSTRY 2011 i TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE FOR PULP AND PAPER INDUSTRY IN IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1) FOUNDER Industry Minister M.S Hidayat ADVISOR Arryanto Sagala STEERING COMMITTTEE Tri Reni Budiharti Shinta D. Sirait AUTHORS Ngakan Timur Antara Susi Sugesty Henggar Hardiani Sri Purwati Yusup Setiawan Heronimus Judi Tjahyono Rini S Soetopo Yuniarti Puspita Kencana Teddy Kardiansyah EDITORS Sangapan Denny Noviansyah Yuni Herlina Harahap Juwarso Gading Wiwiek Sari Wijiastuti Patti Rahmi Rahayu PUBLISHED BY Center for Pulp and Paper Research and Development Center for Green Industry and Environment Assessment Agency for Industrial Policy, Climate and Quality Assessment PRINTED BY MINISTRY OF INDUSTRY ii TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE FOR PULP AND PAPER INDUSTRY IN IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1) 1st Edition. Jakarta : Ministry of Industry (MOI), January 2011 xiii + 133 pages. Version: Presented in Bahasa Indonesia and English Publisher Address: MINISTRY OF INDUSTRY Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12950 ISBN:....................... iii FOREWORD Praise the Lord giving us His mercy and grace so this Technology Mapping Guideline For Pulp and Paper Industry within the framework of Implementation of Energy Conservation and CO2 Emission Reduction in Industrial Sector (Phase 1) can be finalized in time. This Guideline is structured to enhance knowledge in implementation of energy conservation and reduction of CO2 emission and discussed with among stakeholders comprising of representatives from governments, experts and practitioners. It is expected that this Guideline is useful for the related parties to implement energy conservation and reduction of CO2 emission. Finally, we would like to thank all those who have participated in the preparation of this guideline. Jakarta, January 2011 Head of Agency for Assessment on Policy, Climate and Quality of Industry Arryanto Sagala iv EXECUTIVE SUMMARY The development of global warming due to increasing concentrations of Greenhouse Gases (GHG) emissions have an impact on climate change that will ultimately change the world climate patterns. This conditions could endanger the lives and ecosystems has led convening of the United National Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), to launch the Kyoto protocol in 1997. Indonesia as a developing country binding to Kyoto protocol ratification, and issued the Regulation no. 17/2004 as a commitment to reduce CO2 emissions by 26% with its own funding and 41% through the assistance of international donors. Based on this policy, the Ministry of Industry in cooperation with Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) prepare the Guidelines of Technology Mapping for Pulp and Paper Industry. Among the sources of GHG emissions in Indonesia, industrial sector is ranked 4th, including pulp and paper industries, cement, steel, textile, petrochemical, food-beverage and ceramics and glass. The development of technology and production capacity in pulp and paper industries, provide the opportunities for energy savings and reduce GHG emissions all at once significantly. The book "Guide to Technology Mapping for Pulp and Paper Industries" consist the following: - Overview of pulp and paper making process and environmental management - Pulping technology which is energy efficient and low carbon emissions. v - Paper making technology which is energy efficient and low carbon emissions. - Environmental technology management in relation to carbon emissions In the view of pulping technology, characteristics and product quality of chemical process is better than a mechanical and semi-chemical, so it can be used for high-quality paper materials. The pulp industry supplied its own energy needs from biomass waste such as black liquor in recovery boilers or the bark and timber waste boiler Paper manufacturing using a very large energy obtained from the power plant which normally uses fossil fuels. Consumption of water is large enough for the formation of sheets, partly recycled and wasting. Environmental management in the pulp and paper industry is managing wastewater to meet environmental quality standards, and simultaneously utilize solid waste as alternative energy and control greenhouse gas emissions, not to pollute the air, so it can reduce GHG emissions into atmosphere. Pulping technology energy saving can not be separated with the concept of environmentally friendly technologies. With the adoption of environmentally friendly technology in the manufacture of pulp, it can be obtained several benefits including saving of : raw materials, water, and energy, thereby reducing the pollution load and simultaneously costs saving. Energy savings in the pulp industry can be done with conservation in cooking and pulp bleaching system. Saving in the pulp cooking system can be done through modification of digester delignification method (extended delignification), and pulping aid applications by using chemicals or phosphanate antraquinone. While on the vi pulp bleaching done by adding a heat transfer system installation on ClO2 feed system. Some energy conservation activities in the chemical recovery unit can be done by increasing the maximum cost of heat energy generated from the combustion process. Combustion efficiency can be improved by adding the total black liquor solids entering the boiler furnace, the addition of quaternary air flow in the recovery boiler, the use super concentrator on the evaporator, and improved filtration system CaCO3 and refractory bricks in lime kilns. The use of biomass fuels in the pulp mill will save the use of coal. Biomass fuel is being developed and fairly easy to get around the mill, such as shell oil, coconut oil, palm fiber and others. To improve the efficiency of combustion, used the type of Fluidized Bed Boiler (FBC) and circulating Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC). Conservation of energy in the power boiler can be done with some of the activities of which avoids the leakage and reducing excess air. Energy savings in paper making process can be done at each stage of the process. Unit stock preparation to consume much energy and the use of additives such as CMC in refining can save energy. A preliminary study showed that the use of certain enzymes can show energy savings up to 40%. Energy savings on Fourdrinier paper machine can be done by optimization of vacuum system. With the application of Gap Former technology to replace Fourdrinier machine, increase production capacity of about 30% and save energy around 40 kWh / ton of paper. Energy conservation in paper drying section can be done by decreasing the use of air in the dryer if you apply a vii closed hood system and optimize the heat recovery system. In line with the development of increasing efficiency of production, water and energy savings as described above, it will reduce the amount of waste produced. But the consequences will change the characteristics of the waste water, becomes denser with increasing levels of dissolved organic. Liquid waste will be more effectively treated with anaerobic biological processes. By way of anaerobic biological processes it will conserve energy, utilize biogas as alternative energy, and reducing GHG emissions. Solid waste generated from the pulp and paper industry is dominated by organic waste that is generally derived from the raw material fiber. There are several ways of solid waste management, in general is based on the characteristics and potentials, which include the managing of landfills, incineration, composting and anaerobic digestion. Each of the solid waste management activities have the potential to generate energy when used to reduce GHG emissions. Management of gas emissions from pulp and paper industry is to control particulates and pollutant gases. Largest emission sources may come from a digester, CRP and power plant. Selection of gas management technology is based on the number and types of pollutants and the presence or absence of potential to be exploited. On that ground can be selected several appliances that particulate control technology namely cyclones, fabric filters, electrostatic precipitator (ESP). While the technology to control gas, among others, use the scrubber, absorber, the gas controlling viii device SOx and NOx and also controlling over the noncondensable gas. Last but hopefully, this manual of technology mapping in the pulp and paper industry can be a guidance and useful for all parties concerned. ix TABLE OF CONTENT FOREWORD …………………………………………. iv EXECUTIVE SUMMARY …………………………… v TABLE OF CONTENT ……………………………… ix LIST OF APENDICES ………………………………. xii LIST OF FIGURES ............................................... xii LIST OF TABLES ……………………………………xiv CHAPTER I INTRODUCTION …………………………. 1 1.1. Environmental Issues Related to Climate Change.. 1 1.2. Contribution of Pulp and Paper Industry ………….. 4 1.3. Condition of Pulp and Paper Industry …………… 7 CHAPTER II OVERVIEW OF THE PULP AND PAPER INDUSTRY ………………………………………………. 13 2.1. Pulp Technology …………………………………… 13 2.2. Papermaking Technology ………………………… 24 2.3. Environmental Management Technology ………. 27 2.3.1. Liquid Waste Management ……………………. 27 2.3.2. Solid Waste Management …………………….. 29 2.3.3. Gas Waste Management ……………………… 30 CHAPTER III PULPING TECHNOLOGY FOR ENERGY SAVING AND LOW CARBON ………………………… 32 3.1. Conservation of Energy in Wood raw Material Handling, Chipping, Wood Chip Screening …….. 33 3.2. Modification Of Continues Delignification Technology (Extended Delignification) On Cooking System …………………………..………………… 36 3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) and Superbatch ……………………………………………………. 39 3.2.2 ITC (Isothermal Cooking) ……………………... 41 3.2.3 Black liquor impregnation ……………………… 43 x 3.3 3.4 3.5 Application Washing Technologies Using Both On The Displacement Method And Bleaching Brownstock …………………………………… 46 Optimization Of The Performance Of Chemical Recovery (Recovery Boilers, Evaporators, Recovery Boilers, Lime Kilns) ………………… 47 Optimization of Biomass and Coal Fuel Power Boilers Performance …………………………. 51 CHAPTER IV PAPERMAKING TECHNOLOGY FOR SAVING ENERGY AND LOW CARBON ………..….. 55 4.1 Papermaking Technology ………………….. 55 4.1.1 Stock Prep: Refining ………………............... 55 4.1.2 Paper Machine: The Forming and Pressing … 55 4.1.3 Paper Machinery: Drying Section ……………. 57 4.2 Saving Energy and Carbon Emissions in the Paper Industry ……………………………………… 60 4.3 Short Overview of Investment For Some New Process ……………………………………… 63 CHAPTER V ENVIRONMENTAL MANAGEMENT IN PULP AND PAPRE INDUSTRY …………………………….. 65 5.1 Liquid Waste Management ………………… 65 5.1.1 Processing Technology …………………….. 66 5.1.2 Anaerobic Technology Development and Application …………………………………………………… 68 5.2. Solid Waste Management …..……………… 71 5.2.1 Landfill ………………………………………… 74 5.2.2 Incineration …………………………………… 77 5.2.3 Composting …………………………………… 81 5.2.4 Anaerobic Digestion Process ……………….. 84 5.3. Gas Emissions Management ………………… 91 5.3.1 Sources and Characteristics ………….……… 91 5.3.2 Technology of Management Particulate Emissions and Gas ………………………………………… 93 5.3.2.1. Separation of Particulate ……………………. 94 5.3.2.2. Separation of Gas Pollutants ……….………. 99 xi 5.3.2.3. Emission of Non Condensable Gas ………. 109 CHAPTER VI CLOSING REMARKS …………….. 111 REFFERENCES ………………….…………………… 114 LIST OF APPENDICES APPENDIX 1 …………………………………………… 119 APPENDIX 2 …………………………………………… 125 APPENDIX 3 …………………………………………… 128 APPENDIX 4 …………………………………………… 132 LIST OF FIGURES Figure 1.1 Figure 2.1 Figure 2.2 Figure 2.3 Figure 2.4 Figure 2.5 Figure 2.6 Figure 3.1 Figure 3.2 Figure 3.3 Figure 3.4 Figure 3.5 Figure 3.6 Forecast of GHG Emissions in Indonesia Process Diagram of Kraft Pulp Mill ……. Distribution of Energy in the Pulping Process …………………………………… Papermaking Process …………………. Proportion of Water Separation and Energy Consumption ……………………. Distribution of Energy Consumption in Paper Mill ………………………………… Share of Energy Consumption in Paper Industry …………………………………… Mechanism of chip damage …………… Dimensions of optimal chip stack …… Cycle Of Displacement Batch Cooking Process …………………………………. Summary Of The Various Cycles Of Displacement Batch Cooking Process … System RDH equipment / Superbatch… ITC Digester Continuous Cooking System …………………………………. 6 16 22 25 25 26 26 36 36 38 39 40 42 xii Figure 3.7 Figure 3.8 Figure 3.9 Figure 3.10 Figure 3.11 Figure 4.1 Figure 4.2 Figure 4.3 Figure 4.4 Figure 5.1 Figure 5.2 Figure 5.3 Figure 5.4 Figure 5.5 Figure 5.6 Figure 5.7 Figure 5.8 Figure 5.9 Figure 5.10 Figure 5.11 Figure 5.12 Figure 5.13 Figure 5.14 Figure 5.15 Black Liquor Impregnation ……………… 43 Wash The Master And Twin Roll Press.. 46 Addition Of 1 Unit Superconcentrator … 47 Addition Of Quaternary Air Flow ………. 48 FBC and CFBC …………………………. 52 Current Technology Pressing (Shoe Press) …………………………………….. 56 Comparison of Performance Pressing 56 Drying System Condebelt ……………… 58 Air Impingement Drying ………………… 59 Phase on Anaerobic Process …………. 75 Landfill Methane Gas Collection System and Utilization of Energy ……………….. 76 Rotary Kiln Incinerator ………………….. 78 Fludized Bed Incinerator ……………….. 79 Composting Process and Gas Emission 81 Stage of Anaerobic Digestion Process.. 85 Anaerobic Digestion Wet One Step System ……………………………………. 87 Anaerobic Digestion One Stage dry System ……………………………………. 88 Flowchart of Two Phase Anaerobic Digestion …………………………………. 90 (A) Multiple Cyclone and Cyclone, (B) Multiple Cyclone installed in Boilers …… 95 Fabric Filter ……………………………….. 96 Electrostatic Precipitator ………………… 97 (A) Venturi Scrubber (B) Cyclone Scrubber (C) Spray Scrubber………….… 98 Packed Tower Scrubber …………………. 100 Several types of absorber ………………. 101 xiii LIST OF TABLES Table 1.1 Indonesian National Greenhouse Gas Emissions …………………………………… Table 1.2 CO2 Emission Reduction Targets in all Sectors ……………………………………… Table 1.3 Consumption of Steam and Electricity Pulp and Paper Industry in Indonesia …………. Table 1.4 Consumption of Steam and Electricity to Various Types of Paper ………………….. Table 1.5 Specific Energy Consumption of Heavy Industry …………………………………….. Table 1.6 Energy Saving Opportunities ……………. Table 1.7 Carbon Emissions from Heavy Industries………………………………. Table 1.8 Details of Carbon Emissions from Paper Industry ……………………………………… Table 2.1 General Classification of Pulping Process Table 2.2 Summary of General Pulping Results ….. Table 2.3 Energy Consumption in Pulp Mill ……….. Table 3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw Material Handling, Chipping, Wood Chip Screening ………………………………….. Table 3.2 Conservation Of Energy in the System Of Cooking and Bleaching ………………….. Table 3.3 Conservation Of Energy in Pulp Washing System ……………………………………… Table 3.4 Energy Conservation in Chemical Recovery System (Evaporator, Recovery Boiler, Lime Kiln) …………………………… 5 7 8 9 10 11 11 12 15 23 34 44 47 49 xiv Table 3.5 Conservation Of Energy In The System Of Power Boilers (Biomass Fuel Or Coal) ….. Table 4.1 Comparison of Performance of New Drying Technology ………………………………… Table 4.2 Energy Conservation Opportunities in Paper Industry ……………………………… Table 4.3 Best 2009 World Energy Intensity ……….. Table 4.4 Source of Carbon Emissions at Paper Mill……………………………………… Table 4.5 Overview of Investment For Energy Savings …………………………………….. Table 5.1 Sources and Types of Solid Wastes Pulp and Paper Industry ………………………… Table 5.2 Advantages and Weaknesses of Solid Waste Management Technology…………. Table 5.3 Several Factors Affecting the Composting Process ……………………………………… Table 5.4 Sources and Characteristics of Gas and Particulate Emissions ……………………. Table 5.5 Classification of Particulate Separator Technology ……………………………….. Table 5.6 Wet FGD and Dry Type ………………….. Table 5.7 Nox Control Methods …………………….. Table 5.8 The Range Of Explosive Concentrations Of Sulfur Gases ……………………………. 53 59 61 62 63 64 72 73 82 92 94 103 107 109 xv CHAPTER I INTRODUCTION 1.1 Environmental Change Issues Related to Climate Increasing the concentration of Greenhouse Gases (GHG) emission such as CO2, CH4, N2O, SF6, HFCs and PFCs are the result of human activities that cause increased heat radiation (long wave) that are trapped in the atmosphere. This causes the phenomenon of global warming resulting in climate change. Some climate change is happening, among others, the earth's surface temperature increases, the increased evaporation in the air, the changing patterns of rainfall and air pressure that will ultimately change the world climate patterns. Carbon dioxide is one of the gases that cause global warming, because it has heat absorbing properties of sunlight. Each year, the earth releases 8 billion tons of CO2 that comes from humans and animals, fossils and natural gas (6.5 billion tons) and from 1.5 billion tons of firewood. Humans have destroyed the balance, through burning oil, coal, natural gas and excessive deforestation, thus increasing the amount of CO2 throughout the earth, surface, both in the atmosphere and the sea. The development of global warming due to CO2 emission has risen to about 30 % since the 1970s. During the 142 years between 1860 to 2002 world temperatures rose by 1oC and in 35 years between 1935 to 1970 world temperatures rose by 0.5 o C. This figure will rise again to at least 2-4 o C in the year 2100 (IPCC, 2007). The biggest contribution to global warming is CO2 by 61%, followed by Page 1 of 132 15% CH4, CFCs by 12% and 4% N2O, and other sources up to 8% (Callan, 2000). Convention on Climate Change or UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) is an agreement that aims to stabilize greenhouse gas concentrations in the atmosphere, the conditions do not endanger the lives and ecosystems to ensure sustainable development. Kyoto Protocol was born in 1997 at the First Commitment Period (2008-2012) states that developed countries must make efforts to reduce the rate of increase of GHG emission in the country, but this does not apply to developing countries. Legally, based on the Kyoto Protocol for the year 2008-2012, developed countries must reduce its GHG emission by an average of 5.2% of world total in 1990 as well as assist the developing countries in terms of technology transfer. It is known at this convention, the principle of "common but differentiated responsibilities", where every country has the same responsibilities but with a different role. Based on these principles, it was agreed also that the developed countries will lead efforts to tackle climate change. Although Indonesia does not have an obligation, Indonesia ratifies the UNFCCC through regulation No. 6/1994, that is Indonesia commits to participate in the program of mitigation and adaptation to climate change that has started since 1990. The commitment is further strengthened with the ratification of the Kyoto Protocol through Act No. 17 of 2004 on Ratification of the Kyoto Protocol on UN Framework Convention on Climate Change. This is forced by statements of Indonesian President in Copenhagen in 2009. Then with reference to the Kyoto Protocol of 1997 and the Bali Road Map, the Indonesian National Action Plan (RAN), which establishes Page 2 of 132 a commitment to reduce CO2 emission by 26% with own funding (BaU, Business as Usual) and by 41% with the help of international donors. The commitment was conveyed by the President at the G20 meeting in Pittsburg, USA (November 2009) and COP-15 (December 2009). The RAN is stated for the industrial sector to reduce GHG emission is 0,001 Gt CO2 equivalent if the funds themselves or 0.005 Gt CO2 equivalent with the help of foreign donors, in 2020. The industrial sector is the largest contributor to greenhouse gases after the forestry, and transportation. In the industrial sector there are 3 sources of GHG emission i.e the activities to meet the energy needs of approximately 40%, and the rest were production process and waste management. Related with energy use, the Indonesian government has issued Government Regulation no. 70/2009 concerning the obligation of conservation of energy for industry which use energy above 6,000 TOE (ton oil equivalent) per year. These are the industries that consume relatively high energy. Some industries are classified using energy above 6,000 TOE such as cement industry, steel industry, pulp and paper industry, textile industry, industry-ceramic, fertilizer industries of petrochemical industry, food industry-specific drinks. These industries absorb 80% of the total energy. Regarding to the implementation of Regulation No. 70/2009, the Ministry of Industry in cooperation with ICCTF Program for the years of 2010-2011. Two of the programs are preparing the Technology Mapping Guidelines for Pulp and Paper Industry and Carbon Calculation Guidelines for Pulp and Paper Industry. These guidelines are expected to assist the industry in energy conservation activities and the reduction of CO2 emission, and could be used by Page 3 of 132 governments and stakeholders as a benchmark for energy conservation in pulp and paper industry. In these guidelines it is explained in detail about the overview of Pulp and Paper Industry includes energy-efficient, low carbon, and environmental management. These guidelines have been prepared to support the high competitiveness and environmentally sound of pulp and paper industry. 1.2 Contribution of GHG Emission in Indonesia In Indonesia, the sources of GHG emission are classified into several activities, namely from forestry and land use, energy sector, industrial sector, agriculture and urban waste, and farm. The data in Table 1.1 shows that the largest emitters of greenhouse gases generated from forestry and land use was 46%, while the industrial sector occupied on the 4th rank of 2.42% (Table 1.1). Page 4 of 132 Table 1.1 Indonesian National Greenhouse Gas Emission Sources CO2 (Gg) CH4 (Gg) N2O (Gg) Energy 305.983 1.221 6 Industries 31.938 104 0 Agriculture 2.178 2.419 72 Land Use Change and Forestry 649.173 3 0 Burning Peat land 172.000 Waste 1.662 7.020 8,05 Total Source: KLH - The Indonesian Second National Communication,2009 CO2eq (Gg) % 333.540 34.197 75.419 649.254 172.000 151.578 1.415.988 23,56 2,42 5,33 45,85 12,15 10,69 100 In line with the increasing activities mentioned above from year to year, then the GHG emission will also increase. Prediction of increasing GHG emission from 2000 to 2020 can be seen in Figure 1.1. Page 5 of 132 Figure 1.1 Forecast of GHG Emission in Indonesia (Source: BAPENAS) On the basis of the above predictions, the government's National Energy make a policy to suppress the increasing of GHG emission. To actualize RAN (The National Action Plan) in achieving the reduction target of CO2 emission by 26%, the government has issued Presidential Regulation No. 5/2006 with the following items: • Decrease the share of fossil oil to less than 20% (yr 2005: 54.78%) • Increase the share of gas to more than 30% (yr 2005: 22:24%) • Increase the share of coal to more than 33% (yr 2005; 16.77%) • Increase the share of renewable energy to more than 17% (yr 2005: 6.20%) • Energy Elasticity less than 1 (existing elasticity is 1.84) • Decrease Average Energy Intensity to less than 1% per year When comparing the predictive value of GHG emission in 2020 from their respective activities, to implement national energy policy and without implementing Page 6 of 132 the policy, it will show the difference in CO2 emission value of self efforts or by help of country donors as seen in Table 1.2. Table 1.2 CO2 Emission Reduction Targets in all Sectors Activities Sector Sector Emission of CO2 2020 (Without Reduction) CO2 Emission in 2020 (with reduction target 26%) 26% +15% (total 41%) Peat lands 1.09 0.28 0.057 Waste 0.25 0.048 0.030 Forestry 0.49 0.392 0.310 Agriculture 0.06 0.008 0.003 Industry 0.06 0.001 0.004 - 0.008 0.008 1.00 0.030 0.010 2.95 0.767 0.422 Transportation Energy Total 1.3 Condition of Pulp and Paper Industry In accordance with the geographical position of Indonesia, which has vast areas of forest as a source of wood raw material, then Indonesia has a comparative advantage in the development of wood processing industries, particularly pulp and paper industry. According to the Directory APKI in 2009, the company's pulp and Page 7 of 132 paper industry in Indonesia are 81 mills, which consist of 3 integrated pulp and paper, 2 pulp industries, and 76 paper industries. Overview of Pulp and Paper Industry distribution in Indonesia based on the type of product and energy consumption can be seen in Appendix 1. Pulp and paper industry spread in the area of Java around 57.96% (6,607,200 tons / year), while in Sumatra of about 37.43% (4.266 million tons / year) and Kalimantan region is only 4.61% (52 500 Tons / year). In Indonesia, paper consumption per capita is very low at 14 kg / capita in 1995 increased to 25 kg / capita in 2007. Paper consumption is very low compared to European countries like Belgium who reached 375 kg / capita, Finland 369 kg / capita and Germany 254 kg / capita (in 2007), while non-European countries like the USA can reach 288 kg / capita, Japan 246 kg / capita, China 55 kg / capita (in 2007). Consumption data in some other countries can be found in Appendix 2. Energy consumption for paper production in Indonesia, classified by type of paper products can be seen in Table 1.3. Table 1.3 Consumption of Steam and Electricity Pulp and Paper Industry in Indonesia No 1 2 3 4 5 Paper Product Type Newspapers Cigarettes Heat Consumption ton/ton Electricity Consumption KWh/ton 4,4 939,11 4,1 1750 Carton (Lainer 2,44 420 & medium) Kraft Pulp 2,2 468 Printing-Writing 1,65 600 Source: Center for Pulp and Paper, 2010 Page 8 of 132 According to several industry surveys, the data shows that the largest steam requirements contained in the industry that manufactures specialty paper and Kraft pulp and lowest consumption found in the printing-writing industry. For comparison, the energy consumption in other countries can be seen in Table 1.4 which describes the consumption of electricity and steam for various types of paper. Table 1.4 Consumption of Steam and Electricity to Various Types of Paper Electricity Heat Consumption No Paper Products Consumption kWh/ton kWh/ton 1 Tissue 1900 - 2800 800 - 2000 2 Spesialty 1600 - 4500 600 - 3000 Board 3 1000 - 2700 400 - 700 (deinking) 4 Kraft Pulp 3800 - 5100 700 - 800 5 Printing-Writing 1000 - 1600 1200 - 1400 Source: IPPC, 2010 Pulp and paper industries consume considerable energy, but with the development of technology, energy consumption still can be savings. The paper industry is capital-intensive industries. Investment required to build a pulp mill with a capacity of 1 million tons per year is 1.2 billion USD (APKI, 2010). One of the causes of high investment is due to pulp and paper industry consumes a lot of energy. Table 1.5 shows the magnitude of energy consumption of pulp and paper industry compared with other heavy industries. Page 9 of 132 Table 1.5 Specific Energy Consumption of Heavy Industry Specific Energy Industry Consumption ( GJ / Ton ) Steel 2,80 – 37,10 Aluminum 11,95 – 85,19 Textile 3,20 – 32,40 Cement 2,20 – 7,90 Pulp and Paper 10,70 – 34,30 Source: (Ray, 2008) In Table 1.5, it is clear that the specific energy consumption of pulp and paper industry is quite high, equivalent to the steel industry and the range of low energy consumption close to the aluminum industry which both of them are heavy industries. With that such a high energy consumption, and its main energy source of fossil fuels, it is clearly that carbon emission cannot be avoided. But the best efforts can be done to improve the efficiency and energy saving (Miner, 2007). Energy saving opportunities that can be compared with other industries can be seen in Table 1.6. The amount of carbon emission from pulp and paper industry as well as prediction of reduction by the year 2030, relative to other heavy industry can be seen in Table 1.7, and direct or indirect emission carbon detail can be seen in Table 1.8. Page 10 of 132 Table 1.6 Energy Saving Opportunities No Industry Energy Saving Potential 1 Textile 20 – 35 % 2 Steel 11 – 32 % 3 Pulp adn Paper 10 – 20 % 4 Ceramics and Galsses 10 – 20 % 5 Food and Beverages 13 – 15 % 6 Petrochemicals 12 – 17 % 7 Cement 15 – 22 % Source: kemenperin-2009 Industry Steel Aluminum Cement Oil Refinery Pulp and Paper Source: (Bernstein, 2007) Table 1.7 Carbon Emission from Heavy Industries Specific Emission Reduction Potential (ton CO2/ton product) (%) 1,6 – 3,8 20 – 50 8,3 -8,6 15 – 25 0,73 – 0,99 11 – 40 0,32 – 0,64 10 -20 0,22 – 1,4 5 -40 Page 11 of 132 Table 1.8 Details of Carbon Emission from Paper Industry Million metric tons of CO2 e 1 per year Million short tons of CO2 e per year 57.7 63.6 Wastewater treatment plant CH4 releases 0.4 0.4 Forest products industry 2 landfills 2.2 2.4 Emission Source Direct Emission Direct Emission associated with fuel combustion (excluding biomass CO2) Use of carbonate make-up chemicals and flue gas desulfurization chemicals 0.39 0.43 Secondary pulp and paper manufacturing operations (i.e., converting primary products into final products) 2.5 2.8 Direct emission of CO2 from biomass fuel combustion 4 (biogenic) 113 125 Process-related CO2 including CO2 emitted from 4 lime kilns (biogenic) Unavailable Indirect Emission Electricity purchases by pulp and paper mills Electricity purchases by secondary manufacturing operations (i.e., converting primary products into final products) Steam purchases 1 1 5 Unavailable 25.4 28 8.9 9.8 Unavailable 5 Unavailable 5 5 Source: (US-EPA 2010) Page 12 of 132 CHAPTER II OVERVIEW OF THE PULP AND PAPER INDUSTRY 2.1 Pulp Technology Pulping process is classified into 3 types namely mechanical, chemical, and semi-chemical. The product has the different fibers characteristics. Selection of the process depends on the available wood species and end use of pulp produced. Chemical processes dominate nearly all the world, because this pulp can be made into various types of paper including fine paper. About 90% of various types of chemical processes are dominated by the Kraft process. Chemical pulping process, it can dissolve more lignin than the other processes, which can lead to better quality and more extensive usage. The advantages of chemical pulp are better, more organized, more flat and more compact with a lower opacity than the mechanical pulp sheets. In addition to the same degree of white (bleached brightness) is more stable chemical pulp. Chemical pulp can be used as raw material for paper with the level not white such as paper bags, linerboard, and wrapping paper. Higher grade and bleached type of chemical pulp can make a high quality paper such as fine paper (writing, printing, photocopying). In mechanical pulping lignin is not removed or partially removed, so that the fiber has less intact, rigid, and shorter. The paper made from mechanical pulp will bulky, Page 13 of 132 have a good opacity, and easy to absorb ink for good printing properties. Table 2.1 General Classification of Pulping Process Process Mechanical Characteristics pulping by mechanical energy high yield (90-95%) short fibers, not whole, not pure, weak, unstable good print quality Difficult to bleach The combination of chemical mechanical pulping with a combination of chemical and mechanical treatment The yield is (intermediate) (55-90%) The properties of the pulp is medium (intermediate) Chemical pulping with chemicals and heat low yield (40-55%) Fiber pulp intact, long and pure, strong, stable The print quality is low and easily bleached Source: Smook, 1989 Page 14 of 132 Table 2.2 Summary of General Pulping Results Classification Mechanical ChemiMechanical Semichemical Chemical Process Yield (%) Stone Groundwood RMP TMP CTMP Chemi Groundwood Cold Soda NSSC High Yield Sulfit High Yield Kraft Kraft Sulfit Soda 90 - 95 90 - 95 90 85 - 90 85 - 90 85 - 90 65 - 80 55 - 75 50 - 70 40 - 50 45 - 55 45 - 55 Relative Strength SW HW 5 5-6 6-7 7-8 7 7 10 9 - 3 3 3-4 4-5 5-6 5-6 6 6 6 7-8 7 7-8 Source: Smook, 1989 Page 15 of 132 Figure 2.1 Process Diagram of Kraft Pulp Mill (IPPC, 2010) Mechanical pulping processes are generally simple and have a high yield (90-95%), and therefore can only be used for certain papers such as newsprint. Semi-chemical process is a combination of chemical mechanical process. Yield and pulp properties of semi-chemical are an intermediate between chemical and mechanical pulps. Pulp is suitable for the middle layer of corrugating medium. Flowchart of pulp manufacturing process can be seen in Figure 2.1 (EPA, 2010). Pulping process is divided into five main areas, namely: (1) wood preparation, (2) pulping, (3) bleaching, (4) chemical recovery, (5) drying the Page 16 of 132 pulp (non-integrated mill only). The description of each process is as follows: a. Wood Preparation Wood is the main raw material used to produce pulp. Wood is generally shaped log or chip and processed in the timber handling area, referred to as wood-yard. In general, wood-yard operation is separate from the type of pulping process. When the timber enter the wood-yard in the form of log, it is necessary to do a series of operations for logs entering the pulping process, usually prepared in the form of wood chips. Logs are transported to the slasher, to be withheld in accordance with the desired size, followed by the removal of bark, flakiness, chip screening, and transportation to storage. Chips produced from logs or purchased chip typically stored in a large storage pile. b. Pulping During the pulping process, wood chips are separated into individual cellulose fibers to remove lignin (adhesive material between cells that glue the cellulose fibers together) of wood. There are five main types of pulping processes: (1) chemical, (2) mechanical, (3) semichemical, (4) recycling, and (5) other (eg, dissolving, nonwood). The most common pulping processes are chemical processes. Manufacture of chemical pulp (ie, Kraft, soda, and sulfite) involves "cooking" raw materials (wood chip) using an aqueous chemical solution, high temperature and pressure to isolate the fiber pulp. Kraft pulping process is the most common pulping process used by pulp mills in Indonesia to produce virgin fiber. Page 17 of 132 Kraft pulping process using alkaline cooking solution consisting of sodium hydroxide (NaOH) and sodium sulfide (Na2S) to dissolve the lignin of wood, while the soda process uses only NaOH. Cooking condensation (white liquor) is mixed with wood chips in a reactor (digester). After the flakes of wood to cook, the digester contents removed by pressure into the tank. Wood is softened, broken down into pulp fibers. Pulp and waste cooking condensation (black liquor) and then separated in a series of brown pulp washing. Dissolving pulp can be made via the sulfite or Kraft process, in order to obtain wood pulp with high purity which is used for conversion into products such as rayon, viscose, acetate and cellophane. c. Pulp Bleaching This process removes color from the pulp (due to the residual lignin) by adding chemicals to the pulp with varying combinations, depending on end use product. The same bleaching process can be used for each category of pulping process. The most common bleaching chemicals are chlorine, chlorine dioxide, hydrogen peroxide, oxygen, sodium hydroxide and sodium hypochlorite. Concerns the formation of chlorinated compounds such as dioxins, furans, and chloroform, has resulted in a shift from the use of chlorinated compounds in the bleaching process. Chemicals are added to bleach pulp in the reactor bleaching gradually. Spent bleaching liquor remove at every washing stage. Washing effluent is collected in a particular tank and reused as washing water at another stage or sent to the waste processing. Page 18 of 132 d. Chemical Recovery For reasons of economy and environment, chemical pulp mill has a recovery process to reclaim the remaining chemical ripening process. In Kraft pulp mills, spent cooking liquor is known as weak black liquor, a solution derived from the pulp brown stock washing, is poured into the area of chemical recovery. Chemical recovery process includes the process of concentrated black liquor, combustion of organic compounds, reduction of inorganic compounds and produce cooking liquor again. Chemical recovery process consists of several stages which are described as follows: - Black Liquor Concentration Dilute black liquor (12-15% solids) from the pulping process containing lignin, oxidized organic compounds and inorganic (sodium sulfate and sodium carbonate) and white liquor (Na2S and NaOH) concentrated through a series of multiple-effect evaporator (MEE) to improve the solid content to about 50%. Concentrated black liquor from the EEC system further oxidized in the oxidizing system of black liquor or concentrated further in the direct contact evaporator (DCE) or be directed to the non-direct contact evaporator (NDCE), commonly known as the concentrator. Oxidation of black liquor prior to evaporation in the DCE will reduce odor emission of total reduced sulfur compounds (TRS), which excluded black liquor in DCE upon contact with hot exhaust gases from the recovery furnace. Solids content of black liquor from the final evaporator / concentrator range between 65-68%. - Recovery Furnace Concentrated black liquor is sprayed into the recovery furnace, where organic compounds were Page 19 of 132 burned, and Na2SO4 reduced to Na2S. Black liquor is burnt in a recovery furnace has a high energy content (5800-6600 Btu / lb dry solids), which recovered as steam for process needs, such as wood chip cooking, heating and evaporation of black liquor, pre-heating combustion air, and drying the pulp or paper products. Steam from recovery is often combined with steam from the boilers of fossil-fueled power plants or burning wood. Addition of Na2SO4 as makeup, or "salt cake," can also be added to the black liquor prior to combustion. The molten inorganic salt, commonly called the "smelt", collected in the char bed at the bottom of the furnace. Smelt withdrawn and dissolved in dilute washing water in the smelt dissolving tank (SDT) that produce carbonate salt solution is called green liquor, with the main content of Na2S and Na2CO3. Green liquor also contains insoluble impurities of unburned carbon and inorganic impurities, which is called the dregs, released in a series of clarification tanks. - Caustization and Calcination Green liquor moved to the caustization area, where Na2CO3 converted to NaOH with the addition of lime (CaO). Subsequently transferred to the tank slaker, where CaO from the lime kiln reacts with water to form calcium hydroxide (Ca (OH) 2). From these slaker, green liquor causticizers in caustisizer react with NaOH and calcium carbonate (CaCO3). Caustization product is then forwarded to the clarifier white liquor, which would eliminate the deposition of CaCO3, referred to as lime mud. Lime mud washed to remove residual sodium. Mud from washing and then Page 20 of 132 dried and calcined in a lime kiln to produce lime, which is used back in the tank slaker. Washing mud filtrate, used in the SDT for dissolving smelt from recovery furnaces. White liquor (NaOH and Na2S) from the clarifier is used again for cooking in the digester. - Pulp Drying After the process of pulping and bleaching, the pulp is processed into stock used for making paper. In nonintegrated mill, the pulp will be sold dried, packaged and then shipped to paper mills. At integrated mills, paper mills use pulp produced directly from pulp mill. Page 21 of 132 Power Boiler (biomass and fossil fuel) Recovery boiler Turbine and generator HPS Kondensat Secondary Heat (water) Making pulp Process MPS LPS Power Additional Water HPS: High pressure steam (62-100 bar, 460-500 °C) o MPS: medium pressure steam (12.5 bar, 205 C) o LPS: low pressure steam (4.1 bar, 145 C) Figure 2.2 Distribution of Energy in the Pulping Process Page 22 of 132 Pulp mills can produce the energy by themselves to power plant operations through co-generation systems (cogeneration system). The energy provided in the form of heat energy (steam) or electricity energy to drive machinery. Types of boilers are used depending on the type of product produced, pulp mill recovery of the energy supplied by boilers, and the bark boiler. In addition for integrated pulp and paper mill, also coupled with the fossil fuel boiler. Table 2.3 Energy Consumption in Pulp Mill No 1. 2. Process Raw Material Preparation Chip Feeding System into digester 3. Cooking in digester 4. Pulp Washing and Screening 5. Oxygen Delignification 6. Pulp Bleaching 7. Pulp machine 8. Evaporator 9. Power plant 10. Lime kiln and Recaustization 11. Hot Water Preparation 12. Water and Waste Water Treatment 13. Others Total Consumption Source: Lawrence, 2009 Steam (GJ/ADT) Electricity - (kWh/ADT) 50 20 1.7 0.5 2.3 2.3 3.1 2.3 - 40 30 75 100 141 30 60 50 32 30 12.2 30 688 Page 23 of 132 Pulp mills in Indonesia fulfill their energy requirement by them self by power plant operations through co-generation systems (cogeneration system). The energy provided in the form of heat or steam and electricity energy to drive machinery. In the pulp mill there are only 2 types of boilers is the recovery boiler and power boiler. Approximately 70% of energy supplied from the recovery boiler while the rest is supplied from the power boiler. Figure 2.2 shows a diagram of energy distribution in the pulping process. For recovery boiler, fuel obtained from black liquor which is a liquid reaction products between cooking chemicals (white liquor) with wood raw material. This fluid is obtained from the pulping process after concentration. Energy supply in the recovery boiler is one cycle of the chemicals recovery process in the Kraft pulping process. Fuel power boilers consist of biomass derived from barking and reject screening process wood flakes (pin chips and fines chips). To add calorific value of biomass it is usually mixed with coal. Theoretically, the Recovery Boiler produce steam is 15.8 GJ / ADT and electricity 655 kWh / ADT. Steam needed is fulfilled by the Recovery Boiler, and the rest of electricity needed met by the bark-fired boilers. 2.2 Papermaking Technology Paper is made from three main materials, namely fiber, water, and additives. All of these materials are processed in stock preparation, then sent to the paper machine to form sheets, then pressed and dried. In general, the process of papermaking can be seen in Figure 2.3. Page 24 of 132 Figure 2.3 Papermaking Process In the process of papermaking, fibers and additives are mixed with water, and then the water is separated again while forming the sheet. There are unique characteristics associated with the operation of paper mill water separation, as shown in Figure 2.4. Water separation process occurs in the formation, pressing, and drying. The proportion of water the most separated in the formation, but the largest proportion of energy used in drying sections. Figure 2.4 Proportion of Water Separation and Energy Consumption Page 25 of 132 The main energy source used in the paper industry is the steam and electricity. The various unit operations in paper mills using both types of energy, as shown in Figure 2.5 and Figure 2.6. Figure 2.5 Distribution of Energy Consumption in Paper Mill Source: (FAPET, 1999) Figure 2.6 Share of Energy Consumption in Paper Industry Page 26 of 132 2.3 Environmental Management Technology Technology development of environmental management in the pulp and paper industry (PPI) leads to minimize the amount of formed waste, to manage waste in a treatment until it reaches the requirements for disposal into the environment, and to utilize waste become a feasible and safe product. Technology that leads to prevent the formation of waste is a strategy for environmental management through clean production programs, which generally apply has been quite good in Indonesia. In principle, this technology is used to prevent or minimize waste by modifying the process that aims to improve the efficiency of the production process by reducing raw material consumption of fiber, water, chemicals, and energy and the formation of waste that is hazardous. While the technology that lead to better management of waste in liquid, solid or gas, in its application is determined on the basis of waste characteristics, performance and reliability of process / operating system, the consideration of environmental and economic feasibility. Determination of technology and waste management systems based on waste characteristics, either from the extent to which pollution load can contribute in producing carbon emission, and the potential to be used as alternative energy. 2.3.1 Liquid Waste Management Judging from the source wastewater PPI can come from several stages of the process that each provide different characteristics. The liquid waste from the pulping process generally cause problems blackish brown color, Page 27 of 132 alkaline pH, high contamination COD, BOD and toxic. Liquid waste from paper manufacturing process provides the characteristics with high levels of suspended solids, COD and BOD dissolved high. Wastewater management is done by eliminating or reducing the contaminant content of organic materials and inorganic suspended, colloidal and dissolved in the liquid waste to the extent required to be disposed to the environment. Technology used is divided into several stages according to the characteristics and quality of results to be achieved, covering the physics, chemistry and biology. Physical processing is classified in the initial process for separating material that big and heavy contamination by filtration, flotation and sedimentation. Chemical processing is required to separate the fine suspended solids and colloids with the addition of chemical compounds through the process of coagulation, flocculation and sedimentation. Biological Treatment aims to reduce the content of dissolved organic contaminants that cannot be separated in the previous processing. Currently, biological treatment is an important waste treatment and is widely used in the PPI because it is environmentally friendly and is a consequence of the application of recycled fiber and water are increasingly stringent, so the amount of waste water a little but a high organic content and is dissolved. PPI wastewater has main pollutant characteristics of organic matter and a source of high carbon, therefore, be very effectively treated with biological processes either by aerobic or anaerobic. Anaerobic processing now starting to be developed in the PPI due to a change in the characteristics of wastewater of high organic load, is complex and dissolved so that the anaerobic treatment system is the most profitable Page 28 of 132 alternative. Another advantage is the low energy required, even to produce biogas which can be exploited. However, if this technology not managed properly, it caused problems in emission. Biogas is formed from the biodegradation by microbes as CO2 and CH4 gas can be released into the atmosphere contributes to the increase of greenhouse gases (GHG) emission and affect climate change. 2.3.2 Solid Waste Management Solid waste produced in PPI is large enough and type and characteristics vary, depending on the unit processes where the waste is formed. Solid waste is divided into organic waste that can be either the remnants of the raw material or sludge from wastewater treatment plants (WWTP), and inorganic waste that can be either ash combustion products (fly ash) from the unit power plant and incinerator units. Of the several types of solid wastes, WWTP sludge is the most problematic in terms of handling. Through utilization of waste management technology solution that is recommended to do by the industry, because it is an alternative to solving environmental problems and also can provide added value to the industry. Solid waste is mainly organic waste, has favorable prospects to be exploited because of the potential to produce energy. Other potential of solid waste is to be made compost to improve soil fertility and crop productivity. There are several alternative waste management technologies that can be done in the PPI, such as landfill, incineration, composting, and anaerobic digestion, which their selection reviewed from various aspects of technical, environmental and economic. Because solid waste of PPI is carbon sources, then in process management activities Page 29 of 132 will be generated carbon emission such as CO2 and CH4 which can be released into the atmosphere as a greenhouse gas. Landfill is solid waste management by put the unused solid waste on the ground in a controlled way. During the accumulation performed on leachate control which can cause contamination of ground water, and control of gas emission that can lead to increased greenhouse gases. Incineration is the management of solid waste by burning organic must be equipped with air pollution control due to the greenhouse effect. Management of solid waste through composting is an alternative way that is prospective, but is still constrained by regulation to the requirements of the use of compost products. While anaerobic digestion in general is still in the study and test its application in Indonesian PPI. This technology is high prospects to be applied, to overcoming the problems of biological sludge, to produce biogas which is a renewable fuel gas. But this technology requires process control and more specific gas emission, both from the utilization of product gas methane (CH4) as well as emission of energy that's released into the atmosphere. 2.3.3 Management of Gas Waste Source of the largest particulate and gas emission in the Kraft pulp mill is in Chemical Recovery Plant (CRP). These emission contain sulfur compounds that smell and are toxic, so it can cause problems if released in the atmosphere without good control. Management of waste gases can be done through processing with equipment electrostatic precipitator (ESP), cyclone, and wet scrubber. Emission discharged into the air processed through the chimney with a sufficient height so as not to cause any Page 30 of 132 disturbance to the surrounding environment. However, the CO2 released into the atmosphere is still an impact on greenhouse gas effect and climate change. Page 31 of 132 CHAPTER III PULPING TECHNOLOGY FOR ENERGY SAVING AND LOW CARBON The concept of pulping technology for energysaving cannot be separated with the concept of environmentally friendly technologies. In the principle of energy conservation in the pulp industry is definitely going environmentally friendly process, and vice versa. The principle of energy conservation which is most easily performed and a small risk and do not require high costs are preventive measures, such as preventing leaks on piping systems, especially prevention of loss of heat that flows in a steam pipe. The next most important action is the behavior or habits of industry personnel to always treat your work area or unit of production as the area and energy-efficient machine. As it is known that the pulp industry is one of the industry with huge potential to pollute the environment, especially pollution resulting from liquid effluent in the bleaching process. The implementation of environmentally sound pulping technology has now become a must for the pulp and paper industry and has become the standard technology. Given the dangers of chlorine-organic compounds are considered highly toxic waste from the bleaching with chlorine, then the use of chlorine should be abandoned. To support this effort, in addition to improving existing bleaching process towards chlorine-free bleaching technology, which is even more important is improving the process previously during cooking processes. Pulping Page 32 of 132 technology toward the acquisition of low kappa number with continues delignification (extended delignification) shall be applied without reducing the quality of the pulp or even to improve the quality of the previous. The target kappa numbers as low as possible so allow industry to apply the bleaching of environmentally sound technologies. With the adoption of environmentally friendly technology in the manufacture of pulp would be useful include: • Saves raw materials, water, and energy • Reduce the pollution load, and air emission (low carbon) • Save costs The processes that save energy and reduce emission in the pulp industry (energy conservation), among others: 1. Handling of raw materials, chipping, wood chip screening 2. Modifications continued delignification technology (extended delignification) on cooking system 3. Washing technology applications using the displacement method both brown stock and bleaching 4. Optimization of the performance of Chemical Recovery (evaporators, recovery boilers, lime kilns) 5. Power Boiler Optimization of system performance (biomass fuels or coal) 3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw Material Handling, Chipping, Wood Chip Screening Energy conservation in timber handling, chipping, wood chip screening can be seen in Table 3.1 below. Page 33 of 132 Table 3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw Material Handling, Chipping, Wood Chip Screening No Activities Energy Conservation Investment 1. Avoid log blocking at chipper feeding Avoid unload machine operation No Investment 2. Minimize the chip pile high Avoid heat due to the pile No or small investment 3. Follow fifo procedure (first in first out) in storage chip pile Chip will stay at the same time and the same degree of degradation No or small investment 4. Put Chip in chips silo Reduce wood loss Silo installation 5. Apply Cradle Debarker Reduce wood degradation and loss. Saving energy 30% for debarking Debarking System modification 6. Change pneumatic chips conveyor with belt conveyor Save electrical power from 18,5 kWh/ton (pneumatic) to 1 kWh/ton (belt), Inmvestment through conveyor changing or modification 7. Apply automatic chip handling and thickness screening Supporting fifo management, yield, and raw materials saving Control system completed, ROI 15 – 20% Page 34 of 132 8. Apply Chip screening bar-type chip screens Long life-time compare to conventional, low maintenance cost, increase yield 2%, save energy 0,33 MMBtu/ton pulp Change the conventional screening 9. Apply Chips conditioner Decrease Reject 1,2%, pulping energy save 0,19 MMBtu/ton, Cost save $30/day Change or modification existing slicer Page 35 of 132 Figure 3.1 Mechanism of chip damage Figure 3.2 Dimensions of optimal chip stack Page 36 of 132 3.2 Modification Of Continues Delignification Technology (Extended Delignification) On Cooking System The basic principle of obtaining a low kappa number of pulp is to regulate the selectivity of delignification with method, among others: - The concentration of active alkali must be low at the beginning of cooking and maintained for a relatively uniform during cooking - The concentration of SH-must be high, especially during the initial delignification - Content of lignin dissolved in liquor consumption must be maintained to remain low, especially at the final stage of cooking The principle of the process is to save the black liquor in the cooking process to be used (re-use) in the subsequent cooking. The more cycles of the process that must be passed as in Figure 3, the more efficient the energy required. Page 37 of 132 Figure 3.3 Cycle Of Displacement Batch Cooking Process The method can be used in a batch system is a modification of displacement cooking digester by blow cold way, rapid displacement cooking, superbatch, enerbatch. While modifications to the continuous digester are isothermal cooking, lo-solids, black liquor impregnation (compact cooking or impregnation bin). Page 38 of 132 Figure 3.4 Summary Of The Various Cycles Of Displacement Batch Cooking Process 3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) and Superbatch Pulping process, in principle, be done by utilizing warm and hot black liquor used to soak the chip prior to the process of cooking by using black liquor and hot white liquor. Heating at high temperatures so that a lower steam consumption and energy efficient, more selective process and produce low pulp kappa number. The system main equipment consists of: - Digester displacement screen - Hot black liquor accumulator - Hot white liquor accumulator - Warm black liquor accumulator - Cool black liquor accumulator - White / black liquor exchanger Page 39 of 132 Figure 3.5 System RDH equipment / Superbatch Process RDH / Superbatch: Charging of chip into the digester (with steam packing, the contents of the digester increased by 25%) Charging of warm liquor into the digester tank of warm black liquor. Discharge valve closed, the digester liquor is pressed with a warm up to 5.5 bar. Chips had preimpregnation by a dilute black liquor. Excess hot black liquor from the hot black liquor tank is passed through a heater (heat transfer equipment) and used to heat white liquor and then stored in a hot white liquor accumulator. Hot white liquor and hot black liquor from the hot black liquor tank is pumped into the digester, move (displacement) warm liquor into the tank cool black liquor, weak black liquor excess is pumped into the evaporator Page 40 of 132 Cooking starts with an initial digester temperature of about 160oC, factor H is recorded through a distributed control system (DCS). Cooking process occurs without adding a lot of steam After the target H-factor is achieved, washer filtrate is pumped into the digester and move the hot liquor into three accumulator based on temperature differences. The most heat of black liquor is transferred to the hot black liquor tank (166oC), warm black liquor to warm black liquor tank (93-132oC), cold black liquor into the cold black liquor tank (below 93oC). After mass of pulp is cold in the digester, pulp is to be blow with compressed air without the steam addition. The latest technology uses a pumping system (pump out), and fiber damage due to friction can be avoided so that we have a higher fiber strength. 3.2.2 ITC (Isothermal Cooking) ITC Technology is a modification of the MCC (modified continuous cooking) and EMCC (extended modified continuous cooking). The process is divided into zones in the digester is longer than the continuous conventional, i.e. impregnation zone, concurrent cooking zone, countercurrent cooking zone and extended cooking zone. In conventional systems there are only 3 zones, namely impregnation zone, heating and cooking zone, washing zone. ITC temperature drastically improved in a washing zone (hi-heat washing) to the point where a uniform temperature is reached on the whole digester. 6% of alkali consumption in cooking process is consumed in hiheat washing zone. Page 41 of 132 With a uniform temperature throughout the digester will reduce the temperature in the cooking zone. The temperature of cooking zone can be reached 10 °C lower than the MCC system. Thus the use of steam on the circulation of liquor consumption in the digester system will go down. Washing efficiency is not decreased despite the hiheat washing zone is added alkali about 6%. This is due to the washing process in the ITC system uses very high temperatures, together with cooking temperature. Figure 3.6 ITC Digester Continuous Cooking System Page 42 of 132 3.2.3 Black Liquor Impregnation Figure 3.7 Black Liquor Impregnation The principle of black liquor impregnation is to add 1 unit of impregnation reactor which is used to soak the chips with black liquor. This principle is similar to the displacement batch cooking, the use of black liquor at the beginning of the process. The advantage of this process is faster cooking process so it can save energy. Energy conservation performed in the pulp bleaching units is utilizing heat from the bleaching process. This heat is obtained at the heat recovery in pulp washing. Summary of energy conservation in the cooking and bleaching of pulp can be seen in Table 3.2. Page 43 of 132 No 1. 2. 3 Table 3.2 Conservation Of Energy in The System Of Cooking and Bleaching Activities Energy Conservation Investment Steam saving from 1,38 Install heat exchanger, Batch digester modification to extended ton/ton pulp (conventional) to pump and filtrate tank for delignification : 0,30 ton/ton (RDH), yield hot and warm - RDH increase 2 – 3% - Superbatch - Coldblow - Enerbatch Batch digester Steam saving from 0,72 Add cooking zone at ITC modification to extended ton/ton pulp (conventional) to system and Lo-solids, add delignification : 0,4 – 0,5 ton/ton pulp, yield 1 vessel medium unit, and - Isothermal cooking increase about 1% auxiliary for BLI (ITC) - Lo-solids - Black liquor impregnation (BLI) Apply pulping aid : By anthraquinone yield Additional direct production increase 2-5%, rejects - Antrhraquinone cost - Phosphanate decrease, Kappa lower, Sulfur emission low. Page 44 of 132 Phosphanate can save steam 8 – 10%, yield pulp increase 4 – 6%. 4. Heat recovery bleaching unit Use heat from washer hood to produce hot water Add a heat exchanger unit and tank 5. Chlorine dioxide (ClO2) heat exchange Preheating ClO2 before entering mixer can save steam Add heat exchanger installation at ClO2 feeding system. Investment $124000, pay back period 2 years. Page 45 of 132 3.3 Application Washing Technologies Using Both On The Displacement Method And Bleaching Brownstock Pulp washing technology works use a lot of technologies that work with the principle of diluting the pulp with water followed by displacement. With this process required dilution factor of about 1-3. This is the type of equipment such as Rotary and Diffusion vacuum washer (atmospheric displacement). To save energy, washing process is modified by pressurized displacement system, which eliminating the process of dilution. Time is faster and less water consumption. This type of equipment is pressure diffusion consist of twin roll press, a press wash, and wash master. Dilution factor of approximately 0.6 to 0.9, this means beside saving energy also saves water usage. Figure 3.8 Wash The Master And Twin Roll Press Page 46 of 132 Table 3.3 Conservation Of Energy in Pulp Washing System Activities Energy Conservation Investment Pulp washing More efficient, remove Replacing improvement use more solid, and low Conventional displacement consumption of power, Washing system steam, and chemical. System Steam saving 9,500 Btu/ton dan electricity saving 12 kWh/ton 3.4 Optimization Of The Performance Of Chemical Recovery (Recovery Boilers, Evaporators, Recovery Boilers, Lime Kilns) Energy conservation opportunities recovery boiler is taken by increasing the maximum cost of heat energy generated from the combustion process. Combustion efficiency can be improved by adding the total black liquor solids entering the boiler furnace, add one level of quaternary air, and others. Super B L 6 5 4 3 2 1 RECOVERY KonsenMixing BOILER trator tank Condensate segregation Figure 3.9 Addition Of 1 Unit Superconcentrator Page 47 of 132 Udara kuaterner Udara tersier Udara sekunder tingkat atas Udara primer Udara sekunder Figure 3.10 Addition Of Quaternary Air Flow Page 48 of 132 Energy Conservation in Chemical Recovery systems can be seen in Table 3.3 below. Table 3.4 Energy Conservation in Chemical Recovery system (Evaporator, Recovery Boiler, Lime Kiln) No. Activities Energy Conservation Investment Using - Heavy Black Liquor increase from Menambah alat 1. Superconcentrator 70 to 80% superkonsentrator dan - Steam economy 6 kg H2O/ton pompa dalam sistem in evaporator steam, 1,6 kg solid/kg pulp evaporator. - steam consumption 3,1 GJ/ADt, electricity 30 kWh/ADt Mengganti pipa carbon Improvement of Increasing Boiler efficiency, 2. steel menjadi cocomposite tubes decreasing shutdown and corrosion extruded tube for Recovery terutama di bagian boiler piping superheater 3. Deposit Monitoring System of Recovery boiler Control and inspection to increase heat transfer surfaces, early detection of plugging and pipe fouling, monitoring to reduce shut down Additional handheld infrared inspection system 4. Application of intelligent monitoring deposit (plugging and fouling) followed by cleaning use sootblowing modification to be Page 49 of 132 sootblowing intelligent sootblowing method, will save high pressure steam 2% intelligent shoot blowing 5. Additional Quarternary Air flow at Recovery boiler Reducing particle carry over and tube fouling, decreasing recovery boiler washing frequency, reducing shut o down, HPS 100 bar 500 C energy increase by 3 – 5% and reheat. Investmenti $300,000 $500,000 for additional fresh air level 6. Lime kiln oxygen enrichment Improving burning efficiency, reducing fuel consumption 7 – 12 % Investment is low, only need pipe and injection system of O2. Pay back period 1 – 3 year 7. Improving filtration system of CaCO3 and refactory brick at lime kiln Saving energy 0,47 MMBtu/ton CaO or 5% Modification or replacing existing system Page 50 of 132 3.5 Optimization of Biomass and Coal Fuel Power Boilers Performance The use of biomass fuels in the pulp mill will save the use of coal. Because it is bio-energy based so CO2 emission is low. To improve the efficiency of combustion used type of Fluidized Bed Boiler (FBC) and Circulating Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC). The advantages of using FBC boiler are flexible to solid fuel, high combustion efficiency, and reduced emission of harmful pollutants such as SOx and NOx. In a circulating system of CFBC bed parameters are kept to form the floating solids from the bed. Solids removed in a relatively dilute phase in the riser, and a down-comer with a cyclone of a cyclone the solids. This type is more profitable because it can operate at greater capacity, reducing SO2 and NOx emission are greater as well. Page 51 of 132 Figure 3.11 FBC and CFBC Page 52 of 132 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Table 3.5. Conservation Of Energy In The System Of Power Boilers (Biomass Fuel Or Coal) Energy Conservation Advantages Investment Monitoring and control Control system for measuring, monitoring Application of advanced of continuos burning oxygen and carbon to optimize the mixing of continuous monitoring system system fuel/air and get a higher flame temperature, so and control. Investment efficiency is maximum and air emission $200000, payback period 6 decrease months Decreasing flue gas to Avoided leaking can save energy 2 – 5% Maintenance, monitoring and avoid leaking routine inspection Reducing Excess Air Using of excess air around 15% can reduce NOx emission Improving isolation of Saving energy 6 – 26% Maintenance routine and piping system replacing with new materials Boiler maintenance To keep boiler at peak performance by Implementation of Boiler improving boiler management, saving energy Maintenance Program 10%. condensate returning Saving fresh water and chemical processing of Installation of condensate boiler feed water return system Reducing boiler blow Optimize blow down to minimize boiler deposit, Installation of automatic blow down saving fuel 1,1% down system to improve blow down rate Blow down steam Maintain thermodynamic properties of steam Additional continuous blow recovery and water, reducing corrosion in piping system, down heat recovery systems saving fuel 1,2%. installation Page 53 of 132 Other energy conservation can be done in the pulp industry is the application of coal gasification technology, which in this gasification process, hydrocarbon is converted into synthetic gas (syngas) that is a mixture of carbon monoxide and hydrogen. The synthesis gas is used to burn lime (lime mud/CaCO3) on the calcination process (lime kilns) in order to save oil consumption and to reduce CO 2 emission. Gasification can also be made to the biomass contained in the pulp mill, such as bark, pin chips and fines. Biomass fuel is made or molded into pellets and then carried out gasification in the gasifier reactor. The calorific value of syngas formed larger than the biomass if directly burned in power boilers. Syngas from biomass gasification can be used to fuel power plants with integrated recovery boilers and as fuel for lime kilns. The use of other biofuels that can be developed to utilize the energy content in the NCG (non-condensable gases). With the methanol content of 1% in the NCG allow this gas be isolated and used to fuel limekiln, that will reduce demand for oil and coal and also reduce CO2 emission. Page 54 of 132 CHAPTER IV PAPERMAKING TECHNOLOGY FOR SAVING ENERGY AND LOW CARBON 4.1 Papermaking Technology 4.1.1 Stock Prep: Refining Refining is a unit in stock prep with the most energy consuming. Basically saving measures that can be done is to increase refineability of the fiber that will be refined. The most conventional way to do this is by using refining additive. One example of such additives is CMC (carboxy methylcellulose), which works exactly like a component of hemicellulose in the fiber. Fiber-containing hemicellulose has a higher refineability and also better. Selection of refiner bar pattern also determine the energy consumption of refining. Current models are usually designed for refiner energy as low as possible, and most importantly is the knife model for short fiber should not be equals with for a long fiber. Current refining technology for energy saving is to use enzymes. For certain enzymes, lab-scale experiments showed energy savings can occur up to 40%. The Using of enzymes continues developed because it is very effective and even more environmentally friendly than using chemical additives. 4.1.2 Paper Machine: The Forming and Pressing All paper machines using a vacuum system in the formation. Vacuum system is not working effectively causing increased consumption of energy and steam to the Page 55 of 132 process of separating water from the sheet of paper. Therefore, optimization of vacuum system should always be made to the paper machine. The commonly used of forming part is the Fourdrinier machine. Currently Gap Former technology has offered as an alternative to the Fourdrinier machine with the advantages increasing production capacity of about 30% and energy savings of about 40kWh / ton of paper. Figure 4.1 Current Technology Pressing (Shoe Press) Figure 4.2 Comparison Of Performance Pressing Page 56 of 132 Typically, the sheet pressing process carried out by two rotating roller surface. A new innovation shows that one of the main rollers, especially the base for pressing can be replaced by a material that acts as the base sheet when pressed by a roller that rotates (shoe press). In this way then pressed into a broader nip than the conventional. This causes an increase in water discharge capacity during pressing. Drought sheets can reach 35-50% more than 57% from the conventional one. 4.1.3 Paper Machinery: Drying Section Application of advanced technologies to control dryer showed energy savings of 4500 lb of steam / hour, reduced energy consumption, reduced maintenance costs, and increase productivity. Decrease the use of air to the dryer can be done if you apply a closed hood system and optimize the heat recovery system. Heat recovery system can be increased from 15% to 60-70% when coupled with proper treatment. The temperature is often controlled with ventilation pocket of high air temperature is more than the minimum requirement. As a result a lot of wasted energy disposed. When the temperature is lowered to 180-195 ° C, there will be a saving of steam around 1000 to 2000 lb / hr. Some actions to take advantage of waste heat will be very helpful energy saving program. The use of stationary syphon in the dryer will save energy of 0.85 MMBTU per ton due to improved drying efficiency. The use of mechanical recompression to reuse superheated steam into the dryer, can save energy by 50%. While the use of heat pump system for utilizing waste heat in the dryer, will provide energy savings of 0.4 MMBtu per ton of paper. The heat from the air vents can also be utilized to heat other Page 57 of 132 facilities. For the hood that uses hot air as in a tissue machine, dump the hot air can be used to heat the incoming air. The use of new technology for the drying process is also possible, for example Conde belt drying system. In this system, a sheet of paper is dried in a state of contact with the hot steel belt. The system is claimed to be 5-15 times faster than conventional systems, but not suitable for high paper grammage. Air Impingement Drying System, uses hot air, so use less steam, but electricity increases. This system is suitable for drying of coating process, but for the ordinary process can be used as an alternative to conventional cylinder drying system. Steam savings can reach 10-40%, but electricity increased by 5%. Figure 4.3 Drying System Condebelt Page 58 of 132 A. Direct B. Indirect Figure 4.4 Air-Impingement Drying Table 4.1 Comparison of Performance of New Drying Technology In summary, a number of measures that can be done to improve efficiency of paper drying process are: a. Drying Process Control b. Dew Point Control c. Optimization of Water Removal on Forming and Pressing d. Impairment Loss of Energy Blow through e. Decreasing of Air Consumption f. Pocket Ventilation Temperature Optimization g. Waste Heat Recovery h. Using Shoe Press (Extended Nip) i. Optimization of Vacuum System for Paper machine j. Use of Advanced Technology: Gap Forming; Conde Belt Drying: Air Impingement Drying Page 59 of 132 4.2 Saving Energy and Carbon Emission in the Paper Industry Energy is used in various unit processes in the paper industry. Energy used to drive motors, pumps, vacuum, drying, and so forth. Energy saving opportunities in various levels certainly exist, but should be sorted for effective energy saving measures. Roles and opportunities for energy conservation in various key processes in the paper industry, is seen in Table 4.2. At the table, the paper industry are categorized into 2 groups: paper mills with pulp as raw material and integrated mills. The plant consists of an integrated paper mill raw material made from raw wood and waste paper. There is a difference in energy consumption between the two categories of plants for the same type of paper because the different sources of raw material. Raw material for paper pulp mill, pulp dry flat imported or purchased from outside, inside there are factors of transportation. While the integrated pulp mills already available in the factory and in the form of slurry that can be directly used. In Table 4.2 it can also be seen, the greatest opportunities for energy savings exist in two places, namely refining and drying. Refining is a mechanical process to modify the fiber to be worthy created sheet and contribute directly to the quality of the paper. Drying is the process of dewatering of the sheet by means of evaporation. Various drying techniques can be applied to improve the efficiency of this drying process. Overall, energy use in the industrial world's Best Available Technology BAT in 2009 based on the type of raw materials and products can be seen in Table 4.2. Page 60 of 132 Table 4.2 Energy Conservation Opportunities in Paper Industry Source: (EU-China, 2009) In Table 4.3, described the range of energy intensity for the paper mill from 7.2 to 10.5 GJ / ADT, while the integrated mill from 6.6 to 22.4 GJ / ADT. The above data is data BAT 2009, which means the best technology available and most practical to use at this time. Page 61 of 132 Table 4.3 Best 2009 World Energy Intensity Energy Raw Materials Product Intensity ( GJ / adt ) Pulp Uncoated Fine (wood free) 9,0 Coated Fine (wood free) 10,4 Newsprint 7,2 Board 9,6 Kraft Liner 7,8 Tissue 10,5 Recovered Paper Board (Without Deinking) Newsprint (Deinking) Tissue (Deinking) 11,2 7,6 11,3 Bleached Uncoated Fine KraftLiner & Bag Paper Bleached Coated Fine Bleached Uncoated Fine Newsprint Magazine Paper Board Source: (Eu-China, 2009) 18,3 17,6 22,4 22,3 6,6 7,3 11,8 Wood According to (NCASI, 2005), carbon emission from pulp and paper industry can be categorized as direct and indirect emission. Direct emission means emission from sources that are under the control of the company. While the indirect emission means the emission arising from corporate activities but its source is under the control of another company. Some examples of paper mill operations that can be a source of carbon emission either directly or indirectly can be seen in Table 4.4. Page 62 of 132 Table 4.4 Source of Carbon Emission at Paper Mill Emission Sources of Carbon Emission Direct - Power boiler, turbin, or other combustion Emission appliances produce steam or power for mill - Incinerator - Dryer fuels with gas or other fossil fuels - Local Vehicles and machineries - Transportation vehicle to and from the mill Indirect - Preparation of virgin or secondary fiber Emission - Screening, thickening, washing - Paper and board production, including cleaning and refining - Coating process - Trimming, roll wrapping, sheet cutting - Normal operation of office and building for the employees - Waste water treatment equipment - Equipment for emission control such as ESP and biofilter 4.3 Short Overview of Investment For Some New Process Various energy saving opportunities described above is the effort that has been done on commercial paper industry, so that the techno-economic factors have been considered. However, to get a concrete figures, the amount of investment in some new process will be summarized in the following table. Page 63 of 132 Table 4.5 Overview of Investment For Energy Savings Process/ Technology Shoe Press Gap Former Advanced Dryer Control Closed Hood and Ventilation System Waste Heat Recovery Condebelt Drying Saving Energy Steam 2-15% electricity 40 kWh/ton Steam 2 kg/jam Investment Estimation USD 40,24 /ton USD 75.750/ inch width Pay Back Period : 3 years Steam 0,72 MMBTU/ton electricity 6,3 kWh/ton USD 9,57 / ton Steam 0,4 MMBTU/ton USD 18 /ton Steam 15 % electricity 20 kWh/ton USD 28 /ton Source: (EPA, 2010) Page 64 of 132 CHAPTER V ENVIRONMENTAL MANAGEMENT IN PULP AND PAPER INDUSTRY 5.1 Liquid Waste Management The liquid waste pulp and paper industry is highly polluting, so can have an impact on the environmental equilibrium in particular bodies of receiver water. Waste characteristics varies greatly depending on the stage of the process in which wastewater is derived. The main contaminant material in waste is organic material from raw materials of fibers, and organic and inorganic chemicals are added during the production process, such as heavy metals. Technological developments that lead to increased efficiency of production processes and recycling of water has been reducing the amount of liquid waste that is formed, but the changing characteristics of the waste becomes more concentrated. Characteristics of wastewater containing contaminant materials with high organic content are complex and will bring problems if disposed off without proper management. In the management of wastewater treatment is needed so that when thrown out of the factory achieve effluent quality standards as required so as not to exceed the carrying capacity of the receiving environment Decision on wastewater treatment technologies process is based on waste characteristics, reliability and performance of the process, as well as environmental considerations. Wastewater treatment of pulp and paper can be done by steps through the treatment of physics, Page 65 of 132 chemistry, and biology process or a combination thereof in accordance with the target expected results 5.1.1 i. Processing Technology Physics - Chemistry Process This process is usually used at the beginning of processing; the goal is to eliminate pollutants, especially suspended solids in the paper industry that uses recycled paper in its raw material. The separation of suspended solids and colloidal fines required the addition of alum coagulant and flocculants polyelectrolytes (PE). Sedimentation process is a series of processes after coagulation - flocculation is used to separate the sludge that is formed from the processed wastewater. Energy consumption in the processing system of physics - chemistry as a whole is about 20 30 kW/m3. The energy used to run pumps and agitators in the equalization basin, bath tub mixer and clarifier chemical. ii. Biological Process Industrial wastewater treatment of pulp with the primary objective is to set aside biological contaminants dissolved organic compounds with the aid of microbial activity. This process of biological wastewater treatment is important, especially for industries that implement water recycling system or a closed system. Based on the need for oxygen to support growth and microbial activity, biological treatment is divided into aerobic and anaerobic processes. Aerobic process is used to process liquid waste organic matter content is relatively simple or easy to biodegrade. While anaerobic preferred to treat wastewater of high organic Page 66 of 132 loads and are complex compounds that are difficult to biodegrade. ii. a. Aerobic System In aerobic systems, organic contaminants are biologically oxidized into water (H2O) and CO2, and also produce new cells as mud and organic waste materials are not biodegradable. In general, aerobic biological treatment processes that are widely applied in the pulp and paper industry is the activated sludge system, because it has a high processing efficiency and the land used is not too large. The effectiveness of activated sludge process is influenced by several factors including environmental factors and process conditions. Environmental factors consist of the need for oxygen, nutrients, temperature, pH, and compounds that are toxic to activated sludge microorganisms, while the condition of the process consists of organic loading, sludge age and recycled activated sludge. Stages of processing process consists of equalization, aeration activated sludge, sedimentation, and sludge return system. The Needs of overall energy required approximately 70-120 kW/m3. Energy is mainly used for the aeration process and also to run the pumps and agitators in the equalization basin, bath addition of nutrients and clarifier and thickener. The condition of the activated sludge systems are generally operated at organic loading from 0.10 to 0.55 kgBOD / kgMLSS, today, with a concentration of mixed liquor suspended solid (MLSS) between 2000-4000 ppm, residence time in aeration basin between 10-24 hours, and the sludge age 5-15 days. Page 67 of 132 ii. b. Anaerobic System Anaerobic process is the process of biodegradation of organic compounds into methane (CH4) and carbon dioxide (CO2) by anaerobic bacteria. This process has been developed for pulping waste water treatment that have complex organic matter, such as compounds of lignin, tannins and other extractive substances, and also in paper mill waste water recycling system of high water. The process of decomposition of complex organic compounds into biogas by bacterial activity that live in anaerobic environment which is basically done by two dominant bacterial groups, namely: Bacteria acidogenic, consisting of an organic acidforming bacteria, butyric and propionic, and acetic acid by bacteria acetogenic. Bacteria methanogenic, composed of bacteria that converts acetophilic acetic acid into methane (CH4), and bacteria that can alter hidrogenophilic H2 and CO2 into CH4. The effectiveness of wastewater treatment with anaerobic system influenced by several factors, such as temperature, pH, alkalinity and nutrients with optimum conditions as follows: Temperature: 35 ° - 37 ° C (mesophilic), : 45 oC - 55 oC (thermophilic) Alkalinity: 1000 - 5000 mg / l CaCO3 Nutrition: COD: N: P = 350: 5: 1 PH: acidification <6; methanation> 6.5 Page 68 of 132 To optimize and distribute the microbial activity for a maximum biodegradation process can be used in bioreactors that are classified as dispersed growth bioreactor and bioreactor biofilms. Anaerobic wastewater treatment processes in pulp and paper industry using a bioreactor biofilms are generally anaerobic filter system and the fixed bed were placed in anaerobic sludge blanket (UASB). - Anaerobic Filter System Anaerobic filter reactor system fitted in the supporting media for the attachment of microorganisms, and as a trapping mechanism for microorganisms in the form of flock. Place the attachment of microorganisms to form rocks that are porous such as gravel, ceramic rings and now developed into plastic. Needs of the energy used to pump such as nutrition, chemicals, each recirculation between (0.75 to 1 kW). Meanwhile, energy used for the agitator in bath nutrients (urea solution, H3PO4), between (1.5 to 2.0 kW/m3) - Fixed Bed Were Placed Anaerobic Sludge Blanked (UASB) Anaerobic wastewater treatment system that uses a fixed bed were placed anaerobic sludge blanket reactor (UASB) will be effective on a system equipped with a unit of utilization of biogas into energy. In this process the waste stream is pumped into the reactor from below and above (up-flow). At the initial operation of the bioreactor is a process of acclimatization of microorganisms and the formation of granular sludge by setting the flow rate up-flow, then the microorganism which was originally suspended in a fluid will Page 69 of 132 experience growth to form granular sludge biomass. Granular is a form of biomass that has a diameter of 15 mm and large densities. So have a good ability to settle. This requires the formation of granular sludge process control with the requirements of specific operating conditions and the addition of specific micronutrients that lasted a relatively long process depending on the characteristics of waste water treated. Granular condition is achieved when the situation is steady state which can be identified by: Fluctuations COD reduction efficiency is relatively stable Ratio (value ratio) against the concentration of volatile acid concentration is 0.1 alkalinity or pH values fluctuate in neutral pH region, ranging from 6.8 to 7.5 Needs of the energy used in the anaerobic UASB system is relatively similar to anaerobic filter system. UASB anaerobic systems can operate on organic load 10-30 kg COD/m3, today. Efficiency of wastewater treatment of pulp and paper industry can be achieved by 80-85% in reducing pollutant COD. Production of methane (CH4) formed at 35 o C is 0.41 l / g COD reduction. Based on the results of the efficiency of wastewater treatment has been applied in the pulp industry achieve COD reduction of 80%, while the methane gas composition reaches 55-70% or with the production as much as 0.3 to 0.4 m3/kg COD reduction. 5.1.2 Anaerobic Technology Development and Application In general, emission of gas produced in wastewater treatment contained in the processing systems and Page 70 of 132 anaerobic digestion sludge (mud). In anaerobic waste water treatment system, resulting CH4 will break down into CO2 gas that is not included in the calculation as a greenhouse gas. Beside methane, it produced a very small number of N2O. The development of anaerobic technology to lower carbon emission at the wastewater treatment process shall be equipped with off-gas collection system in order to control gas emission so as not to escape into the atmosphere, while also to remove the smell. By collecting the gas emission allows methane formed from the anaerobic process be used as a substitute fuel alternative fuel. 5.2 Solid Waste Management Pulp and paper industries produce liquid waste and solid waste quite big. Types and characteristics of solid wastes from pulp and paper industry varied, depending on raw material, product type, and unit processes where the waste is formed. Grouping types of solid waste from sources on the basis of unit processes that produce will illustrate the characteristics of solid waste, whether organic or inorganic including waste, and whether including hazardous and toxic waste. By knowing the characteristics of this solid waste, will be able to determine appropriate management technology. Sources and types of solid waste from pulp and paper industry in general can be seen in Table 5.1. Page 71 of 132 Table 5.1. Sources and Types of Solid Wastes Pulp and Paper Industry Sources of waste 1. Wood raw material supply unit 2. pulp washing and screening unit 3. Chemical recovery units (CRP) 4. waste paper preparation unit 5. wastewater treatment (WWTP) 6. power plant unit Types of waste - Leather and wood dust, mud, sand - Solid residual strain (reject, knot) - lime mud, dreg and grit - fibers mud, plastics, ink sludge - primary mud, secondary sludge - fly ash and bottom ash From some solid wastes such a large amount and cause problems is the organic waste in the form of sludge from WWTP unit; inorganic waste in the form of ash combustion products (fly ash) unit power plant and incinerator units. Ash generated from power plant units are distinguished from the type of fuel that is derived from fossil (coal, oil, etc.), and biomass (bark, palm shells, etc.). According to the environmental regulation of coal ash, including ash waste classified as hazardous while the waste biomass is a non-hazardous. Solid waste needs to be managed properly to prevent negative impacts on the environment, especially organic waste which is a source of carbon that contribute in producing carbon emission (GHG), emission associated with global warming issues. Page 72 of 132 Table 5.2 Advantages and Weaknesses of Solid Waste Management Technology Technology Items Landfill Incineration Aerobic Composting Anaerobic digestion Power was quickly crushed waste slow cepat medium medium The effectiveness process low high medium medium low high medium medium process control Easy difficult medium difficult Needs area large small large medium equipment investment large large medium large operating costs low high medium high The potential use of energy low high low high Potential gas emission low high medium medium of energy consumption the Page 73 of 132 There are several solid waste management technologies used in the pulp and paper industry, the selection is based upon a review of some aspects of technical, economic, or environmental. On the other hand also consider the possibility of a potential waste is to be utilized as a side product. Solid waste management in pulp and paper industry in general uses of technology: (1) landfills, (2). incineration; (3). Anaerobic digestion and (4). composting. Selection of the application of these technologies in the pulp and paper industry to be considered on the basis of advantages and disadvantages of each technology (Table 5.2.). 5.2.1 Landfill Landfills are management of solid waste chosen for the solid waste that is not utilized and will be discharged into the environment through a process of piling into the soil media. Solid waste pulp and paper industry which is managed through accumulation in landfills generally includes waste contaminated hazardous materials from incinerator ash and coal combustion ash, and other solid waste that can not be used and should be discarded into the environment. From the type of solid waste dumped, the organic waste will be broken down by microbes into the gas escape into the atmosphere that can contribute to greenhouse gasses. While inorganic waste will accumulate and dissolved in leachate that can pollute ground water. The mechanism of processes occurring in landfill take place slowly and consist of several phases of decomposition as shown in Figure 5.1. These phases covering four stages: aerobic process; facultative aerobic, anaerobic. Page 74 of 132 Figure 5.1 Phase on Anaerobic Proces Gas result from microbial decomposition in the landfill is dominated by CH4 and CO2, which each have the same relative concentration. While other gases can be either non-methane volatile organic gases, NOx, CO and H2. Methane gas (CH4) generated from the landfill is varied , determined by the technology used and the function of several factors (EPA, 2009), among which: 1. The total amount of waste being dumped into landfills per year 2. Age landfill 3. Waste characteristics, such as temperature and soil moisture content Landfill Technology Development and Application Landfill technology developed at this time equipped with a control over the amount and type of waste entering landfills and the handling of leachate. In the next Page 75 of 132 technology development is equipped with gas collection system for the flaring and use of gas to produce energy. Installation of landfill and completeness of its components which produce low carbon emission can be seen in Figure 5.2. Figure 5.2 Landfill Methane Gas Collection System and Utilization of Energy. (EPA, 2008) Landfill gas collection system at catcher of them consisting of gas (wells), the pipes, blowers, and other technologies that allow to improve the performance of the gas control. At some landfills flare system only if the landfill gas was burned and discarded. While the use of landfill gas for energy use landfill gas combustion technology by installing equipment such as turbines, reciprocating engines, boiler, heater, or kiln as the main unit. For the purposes of regulation and safety, the design of landfill gas utilization technology for energy products still must be equipped also with a flare system Landfill is also designed with the aim to prevent pollution of the generation of leachate from the waste, including hazardous waste category. Landfill construction was designed on the basis of classification of coatings, adjusted Page 76 of 132 for the potential impact of pollution levels. According to environmental regulations in Indonesia, landfill construction is divided into 3 categories: category I (double liner), category II (single liner), category III (clay liner), which is sequentially landfills with the requirements of heavy, medium, and light. To apply this landfill technology has to go through licensing procedures established by the Ministry of Environment. In general, the existing landfill on the pulp and paper industry in Indonesia is still using a technology that only aims to prevent pollution of ground water. Based on the characteristics of waste and follow the regulations, in general construction of landfills in the pulp and paper industry are designed to follow the category III, which is equipped with a leachate collection and treatment installations. Landfill is not equipped with gas control system or the installation of gas gathering systems or flares, so that the landfill gas released into the atmosphere. 5.2.2 Incineration The process of incineration is the alternative solid waste management is selected on the basis of its ability to reduce the amount of waste quickly and leaving little ash. In the process of incineration of organic compounds are oxidized to form CO2 and water vapor and heat energy in a form that can be recovered. This will benefit if the incineration of waste containing organic materials burned high with low ash content (<10%), low water content (<60%), and has a high calorific value (> 3000 calories). Incineration Technology Development and Application Incinerator technology progress very rapidly, in line with the increasing energy demand and the emergence of environmental issues associated with global warming. The next technology provides opportunities to utilize the Page 77 of 132 resulting energy for steam production and eventually into electricity products. Development of incinerator design which was originally only equipped handling gas emission in a simple way through the cyclone alone be able to handle all the problems of B3 waste. Based on the waste characteristics vary and consideration of technical aspects, environmental and economic, it can choose the types of incinerators are commonly used in industry, among others, are as follows below. a-1. Rotary Kiln Incinerator These types of incinerators are widely used because it can be used to treat various types of waste with a varied range of water content. Figure 5.3 Rotary Kiln Incinerator (Http://www.google.co.id/search?hl=id&source=Rotary+Kiln+Incinerator) Horizontal cylindrical rotary kiln rotating at speeds between 0.75 to 2.5 rpm resulting in mixing of waste with combustion air. Waste residence time in the kiln varies Page 78 of 132 between a few seconds to several hours. Combustion temperature has a range 815-16500 C. a-2. Fluidized Bed Incinerator Incinerator of this type has a combustion chamber with the fluidization system and airtight construction meetings to keep the system at positive pressure and prevent leakage of heat from the burning. Combustion chamber contains a pile of sand that will be fluidized by a blast of air that flows into the first heated by the gases of combustion. Waste to be burned in through the conveyor with the use of hot air those contacts along the conveyor until the waste has continued to increase levels of drying solids. Incoming waste bait falls on a pile of sand which is then fluidized by hot air flow with high turbulence. Figure 5.4 Fludized Bed Incinerator (Http://www.google.co.id/images?um=fludized+bed+incinerator) Page 79 of 132 With this system, the fluidization of contact between the hot sand with waste, so that the water contained in the waste turned into steam, and finally there is an optimum combustion. The inside of the combustion chamber is coated with refractory material, while the pipes are made from stainless steel to prevent abrasion and erosion and damage caused by the gases of combustion. At the incinerator are also designed systems that prevent the entrainment of sand and ash go into the gas stream of combustion. In Indonesia, the implementation of incinerators for waste management industry must follow the rules and guidelines established by the Ministry of Environment, among others: - Design incinerator has a specification that meets the specified requirements. - Perform trial operation of the incinerator and pollution control gas emission - Record operating conditions, the result of combustion, and combustion efficiency - Carry out monitoring according to the provisions established. In general the application of incinerators for solid waste management is mostly done by the paper industry which uses waste paper raw materials, especially the deinking process. Currently, consideration of the use of incinerators in the pulp and paper industry is still limited to regulatory compliance in waste management. The technology that led to the utilization of energy from combustion is still in the stage of assessment and testing, especially to generate steam and electricity. From selecting the type of incinerators, Rotary Kiln and Fluidized Bed, both Page 80 of 132 has already implemented in the paper industry in Indonesia. With the development of incineration technology also enables the utilization of solid waste via gasification process. To get higher efficiency, solid waste can be fed in the form of pellets or briquettes. 5.2.3 Composting The purpose of composting is to stabilize the organic materials derived from waste, reduce odor, kill pathogenic organisms and finally produce the so-called organic fertilizers (compost) and suitable to be applied on land application and plants. The mechanism of the process of composting organic material into compost and gas emission can be seen in Figure 5.5. Udara (O2) Mikroorganisme Kelembaban Karbohidrat/lipid Selulosa Protein Lignin Abu (ash) CO2 Metabolit intermediate H 2O Nitrogen anorganik Siklus nitrogen Organisme baru mati Humus/kompos panas Panas Figure 5.5 Composting Process and Gas Emission (Source: Valzano, F. et al, 2001) Page 81 of 132 In the composting process temperature will increase from mesophilic to thermophilic. When the temperature reaches 40 °C, mesophilic microbial activity is replaced by thermophilic microbes. At temperatures above 55 ° C some of pathogenic microorganisms will die. During the thermophilic phase, high temperatures accelerate the decomposition of proteins, fats and carbohydrates such as cellulose and hemicellulose. After most of the materials decompose, the temperature will gradually decrease. During the composting process will occur shrinkage volume and biomass material. This reduction can reach 30-40% of the volume / weight of initial material. Factors affecting the composting process include C / N ratio, particle size, aeration, porosity, water content, temperature, pH, content of harmful substances. The optimum condition of some of these factors can be seen in Table 5.4. Long composting time depends on the characteristics of the composted materials, methods of composting and activators are added. Table 5.3 Several Factors Affecting the Composting Process Parameter Optimum Values C/N ratio water content particle size Air flow pH Oxygen Temperature 35 : 1 50 – 75%, depend on the substrate 50 mm for windrow composting 3 0,6 – 1,8 m air.day-1,kg-1volatile solid during thermophilic phase and decrease during maturation 6,5 – 8,0 > 10% v/v o o 55 C ( 50-65 C) Page 82 of 132 Composting Process Technology and Application The composting process that occurs naturally is long and slow. To speed up the composting process has been developed composting technology from the simple technology, moderate, to high technology. In principle, based composting technology development to optimize the biodegradation process of organic material, so that composting can run more quickly and efficiently. Composting technology is very diverse, both aerobically and anaerobically, with or without activator composting. Appropriate composting activators to accelerate the composting process. Aerobic composting is the most widely used, because it is easy and cheap to do, and do not require control processes that are too difficult. The composting process can be classified into 2 systems, namely: - An open system (unconfined process) - A closed system (Confined processes) a-1. The Composting Process Open Systems This process includes the process of Windrow and aerated static pile. In general, the stages of both processes are similar, just a different process technologies. At Windrow method, the contact of oxygen with the compost pile takes place with the reversal of natural convection, while in aerated static pile is done by air conduction. a-2. Closed System Composting Process Mechanization of the composting process takes place in a closed system or reactor. This system is designed to address odor problems and speed up processing time by setting environmental conditions, such as air flow, temperature and oxygen concentration. This Page 83 of 132 closed system requires an investment cost that much more expensive than open systems. Pulp and paper industries in some countries, have made sludge waste management with use it as compost with a good quality (Carter, 1983). Some pulp and paper industry in Indonesia has also examined the utilization of sludge waste as compost and test try to plant. The study indicates that the sludge compost application at a dose of 10 tons / ha to increase the productivity of various crops and soil quality significantly. However, continuous application is only done by an industry that has timber estate. 5.2.4. Anaerobic Digestion Process The mechanism of biochemical reactions that occurred in anaerobic process can be seen in Figure 5.6. The process of anaerobic digestion is the process of biodegradation of organic compounds by anaerobic bacterial activity through several stages of hydrolysis, acidification and methanation. Anaerobic biodegradation produces biogas consisting of methane (50-70%), CO2 (2545%) and small amounts of hydrogen, nitrogen and H 2S (Elizabeth. 1981; kharistya. 2004). Page 84 of 132 Figure 5.6 Stages of Anaerobic Digestion Process Hydrolysis is the process of solving insoluble organics large and complex to small molecules that can be delivered to the microbial cells and can be metabolized (Thompson, 2008). Hydrolysis process can be done enzymatically convert complex organic suspended dissolved into simple organic that can be used by bacteria (Thompson, 2008). Acidification of the complex phase which involves the formation of acid, hydrogen production, and stage acetogenic. Sugar, long chain fatty acids and amino acids formed from hydrolysis is used as a substrate. Organic acids with low molecular weight resulting from acidogenesis stage will be parsed into methane (CH4) and CO2 by bacteria methanogenic. Biogas as by product of decomposition of organic matter has been considered as an alternative energy source. The composition of biogas is Page 85 of 132 generally composed of CH 4 55-70%; CO2 27-45%; N2 03%; H20 - 1%; H2S <3%. CH4 is a gas that has the highest calorific value is around 9,000 kcal./m3. Heat value of biogas is 4500-6300 kcal./m3 depends on gas content in addition to CH4. Therefore, 1 m3 of biogas is equivalent to 0.4 kg 0.6 kg of diesel oil or gasoline, or 0.8 kg of coal. Anaerobic Digestion Technology The development of innovative anaerobic digestion technology is intended to optimize the rate of the digestion process so as to produce maximum methane gas. Optimization processes and maximizing production can be achieved among others by way of early treatment of the material / feed, develop optimum conditions of inoculum and environmental conditions such as temperature settings, pH, addition of nutrients and control of toxic components. Selection of proper reactor design is the key parameter in the success of the process. There are several types of anaerobic digestion reactor that is; a-1. Wet Digestion One Step System Digestion of this single stage wet systems, suitable for processing solid waste that has a solid content less than 15%, whereas for the processing of solid waste that has a high solid content of 20% - 40% more suited done with a single stage digestion system is dry. Flow diagram of single stage digestion system is wet and dry system can be seen in Figure 5.7 and Figure 5.8. Page 86 of 132 Figure 5.7 Anaerobic Digestion Wet One Step System. http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/ Page 87 of 132 Figure 5.8 Anaerobic Digestion One Stage Dry System (Http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/) Page 88 of 132 a-2. Phase Two Digestion Two-phase anaerobic digestion system is a process where acid formation steps (hydrolysis and fermentation of volatile acid) are physically separate from the step formation of biogas (methane gas). This is different from one stage anaerobic digestion, where acidogenesis and methanogenesis occurs together (Shuizhou, et al, 2005). Two-stage digestion system which separates the formation of volatile fatty acid (VFA) from the process of methanogenesis can enhance overall digestion performance (Elliott, et al. 2007). It is shown from the performance of two-phase anaerobic digestion process which can reach not only the production of hydrogen but also a higher methane production obtained by increasing the hydrolysis process performance at an early stage. Methane gas production reached about 21% higher than that obtained in the digestion process one stage (Liu, et al. 2008). Thus the process of anaerobic digestion of twophase becomes very important to increase the production of biogas to produce methane (Medhat, et al. 2004). Flowchart 2-stage anaerobic digestion can be seen in Figure 5.9. Page 89 of 132 Figure 5.9 Flowchart of Two Phase Anaerobic Digestion (Source: http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/) Page 90 of 132 Pulp and paper industries in some countries, have made sludge waste management with how to use it as compost with a good quality (Carter, 1983). Some pulp and paper industry in Indonesia has also examined the utilization of sludge waste as compost and test try to plant. The study indicates that the sludge compost application at a dose of 10 tons / ha to increase the productivity of various crops and soil quality significantly. However, continuous application is only done by an industry that has timber estate. 5.3 Gas Emission Management 5.3.1 Sources and Characteristics The biggest source of emission in the pulp and paper industry is the unit that uses chemical processes such as pulping unit, chemicals recovery units, pulp bleaching units and paper manufacturing. Pulping process will produce gas polluters in the form of sulfur compounds, carbon compounds and nitrogen compounds, while emission from the unit CRP, especially in the form of particulates such as Na2SO4, Na2CO3, and sulfur gases that cause odor source. And the bleaching process produces chlorine gas. Sources and Characteristics of Gas and Particulate Emission can be seen in Table 5.5. Page 91 of 132 Table 5.4 Sources and Characteristics of Gas and Particulate Emission Unit Process Gas Emission Preparation of Wood Raw Materials - Pulping Unit • compound methyl mercaptan (CH3HS) • dimethyl sulfide (CH3CH3S) • dimethyl disulfide (CH3CH3S2) • gases are not condensed Particulate - CRP Unit Recovery boiler compound methyl mercaptan (CH3HS) dimetl sulfide (CH3CH3S) dimethyl disulfide (CH3CH3S2) H2S, NOx Evaporator H2S metil merkaptan (CH3HS). Lime kiln NOx, H2S. particulate particulate • chlorine gas, • chlorine dioxide • volatile organic compounds (VOCs) Pulp bleaching units power plant Units including cogeneration Papermaking Unit formaldehyde SO2, NOx, CO dan trace element particulate Page 92 of 132 Chemical pulping process and semi-chemical produces a number of emission including volatile organic such as methanol, formaldehyde, acetaldehyde and methyl ethyl ketone and reduced sulfur gases. Emission of reduced sulfur-containing gases (H2S, methyl mercaptan, and dimethyl disulfide), cause the smell is very disturbing, although in low concentrations. Overall, the compounds are expressed as total reduced sulfur compounds (TRS) that is released from various sources in the Kraft chemical pulping process and semi-chemical. Emission of gases that are emitted from the Kraft pulping process can cause air pollution. Before the gas emission released into the environment must be controlled in advance so as not to cross the line emission standard. Basically gas emission control is through cleaning and particulate emission by separating the pollutant gas. Generally, in addition gas emission control aims to reduce the impact of pollution on local air quality, as well as to minimize the loss of chemicals. 5.3.2 Technology of Management Particulate Emission and Gas Management of particulate and gas emission in the pulp and paper industry conducted by the separation of particulate and gas emission or the collection and combustion gases are not condensed (Non-Condensable Gases) for concentrations do not exceed certain limits which can effected health. Basically, the management of waste gases can be done with control of the process itself, through the proper operation of all process equipment in order to minimize the waste gas that is formed from each unit process. Page 93 of 132 5.3.2.1 Separation of Particulate Particulate separation technology of gas from the waste stream can be done with some units of equipment that can be classified as shown in Table 5.5. Table 5.5 Classification of Particulate Separator Technology Technology Cyclone Electrostatic Precipitator (ESP) Filter Cloth Filter) (Fabric Particulate Scrubber Venturi scubber Cyclone Scrubber Spray scubber Information Effective for separation of particulate size> 20 μm; separation efficiency between 75 - 95% Effective for the separation of particulate size of 10-20 μm separation efficiency> 99% Effective for separation of fine particulate size 99% separation efficiency Effective for separation of fine particulate size efficiency will be increased by adding a liquid absorbent material a). Cyclone Cyclone is a mechanical device that is used to set aside relatively large-sized particles from a gas stream. Gas entering from above in a tangential spin to the bottom that make the particles fall in and out of the bottom of the cone. Clean gas that comes out of the top of the appliance such as CO2 gas. Cyclone has separation efficiency between 75-95% for weight and particles size > 20 μm. Figure 5.10 shows the cyclone and multiple cyclones that place in the boiler installation. Page 94 of 132 Figure 5.10 (A). Multiple Cyclone and Cyclone, (B). Multiple Cyclone installed in Boilers Page 95 of 132 b). Filter Cloth (Fabric Filter) The filter fabric is very efficient to separate the fine particles. Is a cylindrical bag filters. Fine particulates are collected in a bag of fabric filter cylinder which is then separated particles are collected in a bag attached and removed or separated either by way shaken until the particles fall into the collector under the filter. Filtration efficiency can reach 99%. The weakness of this tool is a filter material sensitive to high temperatures (> 315oC), so that the fabric is often broken, usually the duration of use are between 1-2 years. Figure 5.11 Fabric Filter c). Electrostatic Precipitator (ESP) Electrostatic precipitator (ESP) is a particulate separator based on the concept of precipitation due to electrostatic forces is very effective to separate particulate size 10-20 μm. The particles are negatively charged in the Page 96 of 132 gas flow will be attracted by the positively charged collector electrode, then released with a rapping system using a water spray or vibration system that collected in the hopper at the bottom of the ESP. Figure 5.12 Electrostatic Precipitator (ESP) ESP is generally used in the recovery boiler with an efficiency> 99%. Increased efficiency is influenced by the increase in plate surface area and decreasing temperature. These ESP tools require high maintenance, and require energy for operation ranged between 60-10 kWh/ton pulps (Cici, 1988). d). Particulate Scrubber Scrubber provides double performance of the separation of pollutant gases and particulates at the same Page 97 of 132 time. Separation of pollutants carried out using a liquid that will be binding and washing, which can be separated and reused. Several types of scrubber can be seen in Figure 5.13. Figure 5.13 (A). Venturi Scrubber, (B). Cyclone Scrubber, (C). Spray Scrubber, In principle pollutant gases must have a good solubility and chemical reaction occurs with a liquid absorbent. Usually used water as an absorber because it is cheap, not corrosive and easy handling that can be used to absorb particulates and SO2 gas. Alkali solution is usually used for the separation of TRS, H2S, and Cl2 gas. Absorption efficiency can be improved by mixing with a number of active carbon powders. Explanation of some type of scrubber is as follows: Page 98 of 132 Venturi Scrubber: The liquid that is injected into the venturi throat to form soft splashes and contact with the pollutant particles in turbulent flow. The fluid carrying the particles is separated from the gas in the cyclone. Cyclone Scrubber: With this tool until the liquid is sprayed into the cyclone occurs absorption of particles from the inlet gas stream. The particles will be trapped by sparks sprayed liquid and flows down to the expenditure, while the clean gas flows upward out of cyclone. Spray Scrubber: Using the type of spraying the opposite direction to the flow of working gas at low pressure, but with a fairly large flow rates. Because the motion flow system allows the aerosol product out the system, the outlet section mounted mist eliminator equipment 5.3.2.2 Separation of Gas Pollutants A. Packed Tower Scrubber Packed tower scrubber consists of a cylindrical tank filled with filler material that serves as a distribution medium flow by providing a large surface area for contacts both the liquid and gas phases. The flow of gas enters from the bottom of the tank to flow upward. While the absorbent liquid entering from the top of the tank and flows downward go to clean gas to flow over the tank, while absorbing liquid that binds the contaminants flowing into the bottom of the tank. Filler material frequently used is ceramic, plastic or rock shaped like a ring or a ball. Energy requirement in pulp mill scrubber usage ranges from 20-40 kWh/ton pulp (Cici, 1988). Page 99 of 132 Figure 5.14 Packed Tower Scrubber B. Absorber Absorber is a gas separation unit that uses the principle of absorption of contaminants in gas streams that are eliminated or removed by dissolving it in liquids. The absorption of pollutant gases is done by the gas stream containing pollutant gas flowed in the opposite direction (counter current) with a flow of liquid is used as absorbent. The flow of gas containing pollutant gases entered through the bottom of the absorber unit and the gas flow is clean out through the top of the absorber unit. The liquid absorbent flowed by way of spraying from the top of the absorber, and the liquid has been absorbed pollutant gas can be regenerated in the regenerator unit so it can be reused as an absorbent. Several types of absorbers are shown in Figure 5.15. Page 100 of 132 Figure 5.15 Several Types of Absorbers Page 101 of 132 C. SOx Gas Control SOx gases can be controlled by using Flue Gas Desulphurization (FGD) wet method or dry method (Table 5.6). FGD wet type is more widely used, use absorbent (absorbent) slurry solution containing compounds such as Na, Ca, or Mg. Lime CaCO3 most widely used because it is relatively inexpensive price, and produce CaSO4 (gypsum). Absorption with alkali was developed to eliminate major problems associated with lime, namely precipitation and blockage of the scrubbing tower. Dual alkali using two reagents and the two processes are repeated to remove SO2 Na2SO3 or NaOH solution to neutralize role of SO2 in absorber column. Because Na2SO3 and Na2SO4 is soluble in water, no precipitation occurred in the scrubber. With this system cause water pollution problems, besides the alkali NaOH is much more expensive than lime. There are four sub-processes in this system, namely: • Preliminary processing of the gas flow pre-scrubber • absorption of SO2 by Na2SO3 solution • cleaning Na2SO4 • regeneration through the addition of Na2CO3 Na2SO3 Page 102 of 132 Table 5.6 Wet FGD and Dry Type Type of Absorbent Reaction FGD Method Type of FGD Non-Regeneration Limestone CaCO3+ H2O+2SO2 2CaSO3 + CO2 + Wet scrubbing H2O Method CaCO3 - slurry CaSO3+1/2O2 CaSO4 FGD Absorbent Reaction Method Lime scrubbing CaO+H2O Ca(OH)2 CaO – slurry SO2+ H2O H2SO3 H2SO3+Ca(OH)2 CaSO3.2H2O CaSO3.2H2O+1/2O2 CaSO4. 2H2O FGD Absorbent Reaction Method Dual alkali 2NaOH+SO2Na2SO3+H2O NaOH solution or Na2SO3+H2O+SO22NaHSO3 Na2SO3 Mg(OH)2 – slurry Mg(OH)2+SO3MgSO3+H2O Mg(OH)2+2SO2Mg(HSO3)2 Reaction in Oxidized Tank: MgSO3+1/2O2MgSO4 Mg(HSO3)2+Mg(OH)22MgSO3+2H2 By Product CaSO4 By Product CaSO3, CaSO4 By Product Na2SO3, Na2SO4 MgSO3, MgSO4 Page 103 of 132 Type of FGD Method Absorbent NH3 and water Lime Spray Drying Dry Method CaO and CaCO3 powder Type of FGD Regeneration Wet Wellman-Lord (WMethod L) Process Reaction O 2NH4OH+SO2(NH4)2SO3+H2O (NH4)2SO3+SO3+SO2+H2O2NH4HS O3+H2 By Product (NH4)2SO4 CaSO3, CaSO4 Na2SO3 + SO2 + H2O 2NaHSO3 Na2SO3 + 1/2O2 Na2SO4 2Na2SO3+ SO3+ H2O Na2SO4 + 2NaHSO3 2NaHSO3 + heat Na2SO3 + SO2 + H2O Na2CO3 + SO2 Na2SO3 + CO2 Page 104 of 132 First of all exhaust gas is passed into venturi prescrubber. This Pre-scrubber aside and SO3 and HCl particles contained in exhaust gas stream that would interfere with absorption of SO2. Pre-scrubber also serves to reduce the temperature and humidity increase the exhaust gas. Temperature and humidity at the inlet prescrubber generally is around 150oC and 20%, while the outlet temperature and humidity changes to 50oC and 95%. Some sulfite will be oxidized to sulfate by oxygen, as well as SO3 is still contained in the exhaust gas flow through sulfat. Natrium pre-scrubber will be oxidized to sulfate (Na2SO4) no longer contribute to the absorption of SO2 and should be excluded from the system. To prevent from excessive accumulation of sulfate in continuous cleaning of the base absorber can be done by using a surge tank. The flow of exhaust gas at the base of the tray tower contains NaHSO3 useful for further processing. Exhaust gas from the bottom of the tray tower partially delivered to the chiller / crystallizer which formed crystals are more difficult Na2SO4 dissolved, then centrifuged slurry, and solids are dried and set aside. Gas that has been centrifuged still contains a lot of bisulfite and then returned to the process. Exhaust gas from the bottom of the tray tower partly also sent to the evaporator where SO2 is released and crystal Na2SO3. Steam then condensed and recovered, resulting SO2 concentrations (containing about 85% SO2 and 15% H2O). SO2 gas can be reduced to elemental sulfur or oxidized to sulfuric acid. Page 105 of 132 D. NOx Gas Control NOx emission can form NO and NO2 gases which are formed by two mechanisms as a result of the combustion process as follows: Fuel NOx : NOx is formed from the reaction between nitrogen (N) contained in the fuel with oxygen at high temperature Thermal NOX: NOx is formed from the reaction between N2 and O2 at high temperatures in the combustion chamber NOx is primarily formed as a result of combustion can be controlled in the following manner: a. Combustion modification to reduce or prevent the formation of NOx Flue gas recirculation done by reducing the peak flame temperature and the amount of oxygen to reduce NOx formed Low NOx burner designed to burn off excess fuel using low water staged combustion is used to reduce the peak temperature b. Controlling NOx that has been shaped in a way to convert them into N2. Selective Catalytic Reduction (SCR) is a simple way to change the NOx into N2 and H2O, where the gas stream containing NOx and NH3 injected with passes to the catalyst layer, suitable for processing a large volume of air Non-Selective Catalytic Reduction (NSCR) is changing the NOx into N2 and H2O by passing the Page 106 of 132 gas stream in a catalytic coating containing precious metals such as platinum (Pt) and CH4, CO or H2 as a reducing agent. This process is difficult to apply to a large volume of air with a low NOx concentration. Catalytic cracking process using noble metal at a temperature of around 450oC. Table 5.7 NOx Control Methods Method Flue gas recirculation Low NOx burner Staged burner Selective catalytic reduction (SCR) - NOx controlled Type NOx Allowance (%) Thermal NOx 70 - 80 Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx 10-25 Description 40-70 80-90 NH3 injected Catalyst: metal, catalyst support materials: ceramic (Ti, Al, etc.) Form: granules, honeycomb, plate Page 107 of 132 Method - NOx controlled Type NOx Allowance (%) Description temperature optimum: 300-400oC Reaction: 4NO+4NH3+O24N2+6H2O 2NO+4NH3+O23N2+6H2O The process is simple, easy to operate, not produced waste, there are no byproducts Selective non catalytic reduction (SNCR) Non selective catalytic reduction (NSNCR) Fuel NOx, Thermal NOx Catalytic cracking Fuel NOx, Thermal NOx Fuel NOx, Thermal NOx 60-80 o NH3, temperatures 800-1000 C catalysts: Pt + CH4, or CO, or H2 catalysts: Pt Page 108 of 132 5.3.2.3 Emission of Non-Condensable Gas In the system of non-condensable gas collection from the digester and evaporator required certain conditions for the risk of detonation be avoided. This can be done by collecting the solid condition that is above the limit concentration of explosive or by dilution at concentrations below the explosive conditions. Limitation of gas concentration of sulfur compound that is explosive can be seen in Table 5.8. Table 5.8 The Range Of Explosive Concentrations Of Sulfur Gases Sulfur Compounds Gas The Range of Explosion Concentrations (% Volume) 1) H2S 4,3 – 45,5 2) CH3SH 2,2 – 9,2 3) CH3CH3S 3,9 – 21,9 Gas collection concentrated condition of the noncondensable gas is more difficult because of the fluctuations in the flow and composition. Ways you can do is to use gas reservoirs operated at a pressure and a constant and regulated flow of gas at concentrations that do not easily explode. After the gas collects in the composition and flow is kept constant, the gases can treat with combustion. The collection in the form of aqueous concentrations below the explosive gas is done by use of a gas reservoir connected to the pipe to the atmosphere. To transform the gas with large flow fan used for air conduction as a diluents with a size larger than the Page 109 of 132 incoming gas fan. To avoid the risk of dilution is not enough; the system is equipped with equipment that serves to overcome the danger of explosion and damage to equipment. Burning is an effective way to eliminate the toxic pollutant gases, odor, or gas is difficult to be processed, and to reduce the danger of explosion. In combustion, the organic compound in gaseous form is converted into carbon dioxide (CO2) and water, and sulfur is converted into sulfur dioxide (SO2). For the combustion process, typically required additional fuel and it takes time to perfect combustion. The combustion efficiency depends on the number of oxygen, the high combustion temperature, gas mixing and sufficient time for combustion. Efficiency can be achieved is generally about 90%. Generally it takes to burn waste fuel gas with heating value of at least 50% of the calorific value of combustion mixture. If it takes too much extra fuel the combustion process carried out with the aid of a catalyst in the form of heavy metals such as platinum, copper, cobalt, nickel, chromium and iron. Page 110 of 132 CHAPTER VI CLOSING REMARKS Indonesia ratified the Kyoto Protocol and participate through regulation No. 17/ 2004 which committed to reduce CO2 emission of potentially Greenhouse Gas (GHG) emission. Indonesia's GHG reduction target set at 26% with its own funding and 41% through the assistance of international donors. Following up on this commitment, the Ministry of Industry in cooperation with Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) formulates guidelines for technology mapping in the pulp and paper industry. One of the source emitters in Indonesia is industrial sector, was ranked 4th, which including pulp and paper industry because it includes high energy consuming industries. The development of technology and high production capacity in the pulp and paper industry can provide opportunities for energy savings and reduce emission significantly all at once. Overall energy savings in the pulp and paper industry can be done with energy conservation at each unit process of cooking systems, pulp bleaching, chemical recovery, stock preparation, paper machines, and power plant and waste management. Implementation of environmentally friendly technology in the manufacture of pulp and paper basically also do energy saving at the same time can increase production efficiency. Some benefits which can be obtained from the implementation of environmentally friendly technologies that save energy, conserve materials, save water, reduce air emission, cut costs, reduce pollution load. Page 111 of 132 Some processes that can save energy and reduce emission in the pulp industry, among others: handling of wood raw material, chipping, wood chip screening modification delignification technology continues on cooking system washing technology applications using both the displacement method and bleaching brown stock optimizing the performance of chemical recovery (evaporators, recovery boilers, lime kilns) optimize the performance of power system boiler (biomass fuels or coal) Implementation of energy saving in the paper industry can be done mainly on paper drying units in the following way: control of drying process control of dew point optimization of dewatering in the forming and pressing reduction blow through energy loss reduction of air consumption optimization pocket ventilation temperature residual heat recovery the use of shoe (extended nip) press optimization of paper machine vacuum system The use of advanced technologies such as gap forming; water impingement drying Technology for environmental management is an activity of processing and utilization of waste in the form of liquid, solid or gas. In its application is determined on the basis of waste characteristics, and the burden of pollution Page 112 of 132 and the extent to which can potentially generate carbon emission and opportunities can be utilized as an energy source. Wastewater management in the pulp and paper industry using an anaerobic process technology that features a gas container for energy-efficient technology and environmentally friendly. Management of solid waste by landfill, incineration, composting and anaerobic digestion in general all of these alternatives can be applied in accordance with the characteristics of the waste to be treated with the terms fitted gas emission control to be used. Thus, to reduce gas emission into atmosphere. Page 113 of 132 REFERENCES Adams, Terry N., 1997,. “Kraft Recovery Boilers”, Tappi Press, Atlanta. APPI, 2008. Executive Summary of APP‟s Carbon Footprint Assessment. Environmental resources management. Bernstein, L., Roy, J., 2007. Fourth Assesment Report of IPCC of Working Group 3, Cambridge University Press. Borman, G.L., Ragland K.W., 1998,. “Combustion Engineering”, McGraw-Hill, Singapore,Brunner. Calvin R. 1994. Hazardous Waste Incineration. 2nd Ed.. McGraw-Hill International Edition. Buku Pegangan Manajer Pengendalian Pencemaran Udara. Badan Pengendalian Lingkungan hidup Daerah Provinsi Jawa Barat CEPI. 2009. Transport Carbon Footprint – Assesment Guidelines. Brussels CEPI. 2007. Europian Paper Industry Develops Carbon Footprint Framework for Paper and Board. Bussels. Cici. Mehmet . 1968. Energy Consumption and Air Pollution in the manufacture of Pulp and Paper. Erc.Univ. Fen Bil. Derg.. 4. 1-2. 646 – 656. DoE. 2005. Energy and Environmental Profile of the US Pulp and Paper Industry. US Department of Energy. Elizabeth C.P.. paul N. C. 1981. Biogas production and utilization. Ann Arbor Science publishers Inc. Eriksson. E. Striple, H., Karlsson, P.E., 2009. Executive Summary for Billerud Carbon Footprint, Svenska Miljoinstitutet, Stockholm. Gavrilescu, D. 2008. “Energy from Biomass in Pulp and Paper” Environmental Engineering and Management Page 114 of 132 Journal, September/October 2008, Vol.7.No.5, 537546. Gielen,D; Tam,C. 2006. “ Energy Use, Technologies and CO2 Emission in the Pulp and Paper Industry” WBCSD, IEA, Paris, 9 October 2006. Green, R.P., and G. Hough, 1992,. “Chemical Recovery in The Alkaline Pulping Processes”, Third edition, Tappi Press, Atlanta, Hayashi, D., Krey, M., CO2 .2005. Emission Reduction Potential of Large Scale Efficiency Energy Measures in Heavy Industry in China, India, Brazil, Indonesia, and South Africa, HWWI Research Paper No. 6, Hamburg. Johan Gullichsen, Hannu Paulapuro., 1998., “Papermaking Science and Technology”, Published in cooperation with the Finnish Paper Engineers' Association and TAPPI, Helsinki Kilponen, L., P. Ahtila., J. Parpala., Matti Pihko., 2000,. “Improvement of Pulp Mill Energy Efficiency in An Integrated Pulp and Paper Mill”, Publication of the Laboratory of Energy Economics and Power Plant Engineering, Helsinki University of Technology. Kocurek, M.J., 1989., “Pulp and Paper Manufacture, Vol. 5: Alkaline Pulping”, Joint Textbook Committee of The Paper Industry. Kramer K.J., et al, 2009. Energy Efficiency Improvement and Cost Saving Opportunities for the Pulp and Paper Industry, Berkeley Lab University of California, Berkeley. Kraristya. 2004. Teknologi digester. kharistya.wordpress.com Lawrence, E.O., 2009., “Energy efficiency Improvement and Cost Saving opportunities for the Pulp and Paper Page 115 of 132 Industry”, Environmental Energy Technologies Division, US Environmental Protection Agency. Miner, R., Garcia, J.P. 2007. The Greenhouse Gas and Carbon Profile of the Global Forest Products Industry, NCASI Special Report No. 07-02. NCASI-IFC, 2009. A Calculation Tool for Characterizing the Emission from the Forest Products Value Chain, Including Forest Carbon. NCASI, 2005. Calculation Tools for Estimating Greenhouse Gas Emission from Pulp and paper Mills. Research Triangle Park.NC.USA. Noel de Nevers. 2000. Air Pollution Control Engineering, 2nd Ed., McGraw-Hill International Edition. Ohman, F., H. Theliander., 2007., Filtration Preperties of Lignin Precipitated from Black Liquor, Tappi Journal, Vol. 6 No. 7. Paramsothy, 2004. Optimizing Hydrolysis/Acidogenesis Anaerobic Reactor With TheApplication of Microbial Reaction Kinetic. University of Peradeniya. Tropical Agricultural Research Vol 16: 327-338. Ray, B.K., Reddy, B.S., 2008. Understanding Industrial Energy Use, Indira Gandhi Institute, Mumbai. Smith. A., et al. 2001. Waste Management Options and Climate Change. AEA Technology. Abingdon. Smook, G.A., “Handbook for Pulp dan Paper Technologists”, Joint Textbook Committee of the Paper Industry. Springer, Allan. 1993., Pollution Control for Pulp and Paper Industry, McGraw-Hill International Edition. Stultz, S.C., and J.B. Kitto., 2000., “Steam / Its Generation and Use”, The Babcock & Wilcox Company. Page 116 of 132 Thomas. 2003.. Anaerobic Digester Methane to Energy. Focus On energy. Mc mahon Associates.Inc. Wisconsin. Hal 4-6. Tomas, R.A. 2009. “ Allocation of GHG Emission in a Paper Mill an Application Tool to Reduce Emission” Universitat de Girona, ISBN: 978-84-692-5159-1 Tomas, R.A., 2009. Allocation of GHG Emission in a Paper Mill – An Appliction Tools to Reduce Emission, Universitat de Girona. Udgata, T.,2005. “Global Warming and Paper Industries Roles”, W&F Snippet, Vol.9 Issue 7. Upton, B.H., 2001. Technologies for Reducing Carbondioxide Emission: A Resource Manual for Pulp,Paper, and Products Manufacturers, NCASI Special Report No. 01-05. US EPA 2008. Climate Leaders Greenhouse Gas Inventory Protocol Offset Project Methology for landfill methane collection and combustion. Climate Protection Partnerships Division. Tersedia pada http:/www.epa.gov/climateleaders/resources/optionalmodule.html Valzano. F; Jackson M., Campbell A.; 2001. Greenhouse Gas Emission from Composting facilities. ROU. The University of New South Wales. Australia. Wintoko, J., H. Theliander, T. Richards., 2007., “Experimental Investigation of Black Liquor Pyrolysis using Single Droplet TGA”, Tappi Journal, Vol. 6 No. 5. Worrell, E.; Martin, N. 200. “Opportunities to Improve Energy efficiency in the U.S. pulp and Paper Industry” Ernest Orlando Lawrence, Berkely National Laboratory Page 117 of 132 _____EPA, 2010. “Available and Emerging Technologies for Reducing Greenhouse Gas Emission from the Pulp and Paper Manufacturing Industry” October 2010 _____ Integated Pollution Prevention and Control (IPPC)Techniques in the pulp and paper industry., 2010., Europeun Commision-Directorate General TRC- Joint Reseach Centre. Spain. _____ 2010, IPPC, Best Available Techniques in the Pulp and Paper Industry. European Commision Integrated Pollution Prevention and Control (IPPC). Directorate General JRC, Joint Research Center, Spanyol, Spain. Page 118 of 132 APPENDIX 1 DISTRIBUTION OF INDONESIAN PULP AND PAPER INDUSTRIES 2009 National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Java No Company Name Mill Site 1 Adiprima Suraprinta Gresik 2 Asia Paper Mills Tangerang 3 Aspex Kumbong CileungsiBogor 4 5 Kertas Basuki Rachmat Kertas Bekasi Teguh Banyuwangi Bekasi 6 Kertas Blabak Magelang 7 Bukir Muria Jaya Karawang 8 Cipta Paperia Serang Product Grades Newsprint Kraft Liner Medium Newsprint Printing Kraft Liner Medium Printing Medium Cigarette Kraft Liner Medium 6.607.200 Sumatera Ton / year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% --- --- 157.500 Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 150.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- 430.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 13.700 --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- --- --- --- 54.800 --- --- --- --- --- --- 5.500 --- --- --- --- --- --- --- 72.000 --- --- --- --- --- --- --- Page 119 of 132 CONTINUE National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Sumatera Java No Company Name Mill Site 9 Ekamas Fortuna Malang 10 Esa Kertas Nusantara Karawang 11 Fajar Surya Wisesa Cikarang Barat 12 13 14 Graha Cemerlang Paper Utama Gunung Jaya Agung Indo Paper Primajaya Karawang Tangerang Banten 15 Indah Kiat Pulp & Paper Tangerang 16 Java Paperindo Utama Industries Mojokerto 17 Jaya Kertas Kertosono Product Grades Kraft Liner Medium Coated paper Kraft Liner Medium Duplex Tissue Printing Tissue Tissue Kraft Liner Medium Printing Printing, Carbon, MG Paper Kraft Liner Medium Tissue 6.607.200 Ton / year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% --- --- 156.000 Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 156.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- 700.000 --- --- --- --- --- --- --- 40.000 --- --- --- --- --- --- --- 36.000 --- --- --- --- --- --- --- 49.500 --- --- --- --- --- --- --- 106.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 82.500 --- --- --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- Page 120 of 132 CONTINUE National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Sumatera Java No 18 Company Name Kertas Nusantara Mill Site Berau, Kalimatan Timur 19 Kertas Leces Probolinggo 20 Lispap Raya Sentosa Banten 21 Lontar Papyrus Jambi 21 Kertas Noree Indonesia Bekasi 22 Niki Tunggal Lumajang 23 Kertas Padalarang Padalarang 24 Pakerin Mojokerto Product Grades 6.607.200 Ton / year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% --- --- --- Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- --- 525.000 --- 195.000 --- --- --- --- --- 7.200 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- 701.000 345.000 --- --- 145.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 3.600 --- --- --- --- --- 7.900 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 700.000 --- --- --- --- --- Pulp Kraft Liner Medium Printing Newsprint Tissue Pulp Tissue Printing Kraft Liner Medium Board Joss Paper Printing Security Kraft Liner Medium Page 121 of 132 CONTINUE National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Sumatera Java No Company Name Mill Site 27 Panca Usahatama Paramita Papertech Indonesia Papyrus Sakti 28 Parisindo Pratama Bogor 29 PDM Indonesia Medan 30 Pelita Cengkareng Tangerang 31 Pindo Deli Pulp&Paper Mills Karawang 32 Pura Barutama Kudus 33 Pura Nusapersada Kudus 25 26 Tangerang Subang Bandung Product Grades Tissue MG Paper Board Duplex Printing Specialty Cigarette Kraft Liner Medium Duplex Printing Kraft Liner Medium Security Sack Paper Medium Board 6.607.200 Ton / year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% 7.000 --- 60.000 Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- 150.500 --- --- --- --- --- --- --- 24.000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 9000 --- --- --- --- 157.800 --- --- --- --- --- --- --- 1.465.000 --- --- --- --- --- --- --- --- 93.000 --- --- --- --- --- --- --- 62.000 --- --- --- --- --- --- Page 122 of 132 CONTINUE National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Sumatera Java No 34 35 36 Company Name Riau Andalan Kertas Riau Andalan Pulp & Kertas Sarana Kemas Utama Mill Site PelawanPekanbaru PelawanPekanbaru Pulogadung 37 Setia Kawan Tulungagun g 38 Sinar Hoperindo Cileungsi 39 Sopanusa Tissue & Packaging Mojokerto 40 Suparma Surabaya 41 42 Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Surabaya Mekabox Gresik Gresik 43 Surya Pamenang Kediri 44 Surya Zig Zag Kediri Product Grades Printing Pulp Kraft Liner Medium Printing, Newsprint MG Paper Kraft MG Paper Tissue Kraft, Board, Tissue Printing Boards Kraft Liner Medium Board Art Paper Cigarette 6.607.200 Ton / year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% --- --- --- Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- 350.000 --- --- --- --- --- --- 2.000.000 --- --- --- 6000 --- --- --- --- --- --- --- --- 33.000 --- --- --- --- --- --- 8000 --- --- --- --- --- --- --- --- --- 48.000 --- --- --- --- --- --- --- 165.000 --- --- --- --- --- --- --- 486.800 --- --- --- --- --- --- --- 85.200 --- --- --- --- --- --- --- 150.000 --- --- --- --- --- --- --- 24.000 --- --- --- --- --- Page 123 of 132 CONTINUE National Production Capacity 11.398.200 Ton/year Sumatera Java No Company Name Mill Site 45 Tanjung Enim Lestari Pulp & Kertas Muara Enim 46 Toba Pulp Lestari Toba Samosir 47 Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto 48 Unipa Daya Tangerang Production Grade 6.607.200 Ton /year 29782.200 4.266.000 Ja-Bar-Banten 57,96% Ja-Teng Ja-Tim Sum-Ut Ton / Thn 34.69% 2,13% 21,14% --- --- --- Kalimantan 52.500 Ton/year Ton / year Riau 37,43% Jambi Sum-Sel 4,61% Kal-Tim 3,68% 20,62% 9,18% 3,95% 4,61 --- --- --- --- 450.000 --- --- --- 420.000 --- --- --- --- --- --- 1.134.000 --- --- --- --- --- 15.000 --- --- --- --- --- --- --- Pulp Dissolving Pulp Kerkas Cetak Kraft Lainer Medium Source : APKI Directory 2009 Page 124 of 132 APPENDIX 2 PAPER CONSUMPTION IN VARIOUS COUNTRIES Country Austria Belgium Cyprus Czechoslovakia Denmark Finland French Germany Greece Hungary Ireland Italia Latvia Lithuania Consumption per capita (kg) 1995 192 237 NA NA 214 175 164 194 82 NA 102 140 NA NA 2007 268 3752 132 159 229 369 144 254 108 97 115 205 87 50 Consumption1 Country-Based (1000 t) 1995 2007 1550 2196 26632 4089 NA 105 NA 1622 1134 1256 896 1933 9631 8754 15821 20873 857 1157 NA 967 361 476 8076 11894 NA 195 NA 180 Page 125 of 132 Country Luxemburg Nederland Norway Malta Poland Portugal Slovakia Slovenia Spain Sweden UK Non Europe Countries USA China Indonesia Japan APPENDIX 2 (continuation) Consumption per capita (kg) Consumption1 Country-Based (1000 t) 1995 2007 2 168 375 See Belgium See Belgium 201 210 3120 3502 176 188 756 874 NA 84 NA 34 NA 109 NA 4209 82 120 802 1277 NA 91 NA 496 NA 210 NA 421 129 190 5147 7708 210 256 1857 2314 194 200 11288 12157 332 22 14 239 288 55 25 246 87409 26499 NA 30018 87496 72900 5985 31255 Page 126 of 132 Country Brazil Egypt Total APPENDIX 2 (continuation) Consumption per capita (kg) Consumption1 Country-Based (1000 t) 1995 2007 35 42 5433 8091 9 NA NA NA 49 59 276231 391799 Notes: When „NA‟ reveals for EU-27 missing countries, not available information or information is not given due to competition rule Source: [255, VDP 2009], [256, VDP 1997] 1 Consumption = production + Import – Export 2 For Belgium and Luxemburg just that value available Page 127 of 132 APPENDIX 3 SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION FOR PULP AND PAPER INDUSTRY Energy Consumption Range Paper Grades Kraft pulp Non-Integrated Unit From Up to Uncoated wood-containing paper – integrated Coated wood-containing paper – integrated Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) 700 3800 1200 1000 1200 1300 800 5100 1400 1600 2100 1800 Uncoated wood-free paper – integrated Coated wood-free paper integrated Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) 600 1200 600 1200 800 2100 1000 2100 Source of data (Number of Industry) (1) (5 industry) (2)(1 Industry) (4) (2 Industry) (2) (2 Industry) (3) (8 Industry) (4) (3 Industry) (2)(1 Industry) (3) (1 Industry) (3)(5 Industry) (4) (2 Industry) Page 128 of 132 Paper Grades APPENDIX 3 Energy Consumption Range Unit Unit Unit Recycled Paper Packaging Without Deinking Electricity (kWh/t) 300 Heat (kWh/t) 1100 700 1800 Recycled Printing Paper Without Deinking Electricity (kWh/t) 900 Heat (kWh/t) 1000 1400 1600 Recycled Board With Deinking Electricity (kWh/t) 400 Heat (kWh/t) 1000 700 2700 Tissue Non-Integrated (Without through-air-drying) Recycled Tissue (Without through-air-drying) Wood-free specialty paper Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) Electricity (kWh/t) Heat (kWh/t) 1200 2300 2000 2800 3000 4500 900 1900 800 1900 600 1600 Source of data (Number of Industry) 2 ( )(1 Industry) (3)(11 Industry) (4) (7 Industry) (2)(1 Industry) (3)(7 Industry) (4) (4 Industry) (2)(1 Industry) (3)(4 Industry) (4) (5 Industry) (2)(2 Industry) (3) (4 Industry) (2)(1 Industry) (4) (3 Industry) (2)(3 Industry) (3) (3 Industry) Page 129 of 132 Source : all data taken from [249, Blum et al. 2007]: (1) Swedish EPA, statistical data of Swedish Kraft pulp mills, 2005 (2) PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007 (3) PTS, Internal data collection of German pulp and paper mills (not published), Munich 2004 to 2006 (4) Institution for Paper Science and Technology GmBh, Questionnaire based survey (not published) Darmstadt, 2007 Page 130 of 132 APPENDIX 4 ENERGY CONSUMPTION FOR UTILITY IN THE MILL GENERALLY Energy Process/Activities Consumption Description (kWh/t) Biological Effluent Treatment Using pump, agitator, and aeration. 4–8 Biogas product and utilization not Mechanical + aerobic 5 – 10 considered. Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas Energy balance by using biogas (waste not considered) Surplus 20 – 15 water treatment of recycled fiber industry Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas produce around 25 kWh/t) considered) Raw Water Treatment Pressurized Air Work Transportation 2–5 20 – 30 1–2 Using raw water pump and preparation Using compressor and air-dryer Using Forklift and Industrial Truck Finishing (Without packaging) 10 – 40 Using rewinder, broke pulping, including packaging line Not Considered (for office, canteen, etc.) 1 Administration NA ( ) (1) NA : Not Available Source : PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007 unpublished from [249, Blum et al. 2007] Page 131 of 132 APENDIX 4 GHG EMISSION FROM VARIOUS COUNTRIES MtCO2 % from World equivalent GHG 1. USA 6928 20,6 2. China 4938 14,7 3. EU-25 4725 14 4. Russia 1915 5,7 5. India 1884 5,6 6. Japan 1317 3.9 7. Germany 1009 3 8. Brazil 851 2,5 9. Canada 680 2 10. UK 654 1,9 11. Italy 531 1,6 12. South Korea 521 1,5 13. French 513 1,5 14. Mexico 512 1,5 15. Indonesia 503 1,5 16. Australia 491 1,5 17. Ukraine 482 1,4 18. Iran 480 1,4 19. South Africa 417 1,2 20. Spain 381 1,1 21. Poland 381 1,1 22. Turk 355 1.1 23. Arab Saudi 341 1 24. Argentina 289 0,9 25. Pakistan 285 0,8 Top 25 27915 83 Rest of World 5751 17 Developed Countries 17355 52 Developing Countries 16310 48 Notes: Data year 2000. Total emission not included fuel and the changing of land and forest usage No. Country Page 132 of 132