Untitled - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia

Transcription

Untitled - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
BALAI BESAR PULP DAN KERTAS
Jl. Raya dayeuhkolot No 132, Kotak Pos 1005. Bandung
40258
Telp (022) 5202980 & 5202871; Fax (022) 5202871
PEDOMAN PEMETAAN TEKNOLOGI
DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS
DALAM
IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN
PENGURANGAN EMISI CO2 DI SEKTOR INDUSTRI
(FASE 1)
PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU
DAN LINGKUNGAN HIDUP
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM
DAN MUTU INDUSTRI (BPKIMI)
2011
i
PEDOMAN PEMETAAN TEKNOLOGI
UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS
DALAM
IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN PENGURANGAN EMISI
CO2 DI SEKTOR INDUSTRI (FASE 1)
PEMBINA
Menteri Perindustrian
M.S Hidayat
PENANGGUNG JAWAB
Arryanto Sagala
TIM PENGARAH
Tri Reni Budiharti
Shinta D. Sirait
TIM PENYUSUN
Ngakan Timur Antara Susi Sugesty
Henggar Hardiani Sri Purwati
Yusup Setiawan Heronimus Judi Tjahyono
Rini S Soetopo Yuniarti Puspita Kencana
Teddy Kardiansyah
TIM EDITOR
Sangapan
Denny Noviansyah
Yuni Herlina Harahap
Juwarso Gading
Patti Rahmi Rahayu
Rangga Maulana
DITERBITKAN OLEH
Balai Besar Pulp dan Kertas
Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup
Badan Pengkajian Kebijakan Industri dan Mutu Industri
DICETAK OLEH
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
ii
PEDOMAN
PEMETAAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS
DALAM IMPLEMENTASI KONSERVASI ENERGI DAN
PENGURANGAN EMISI CO2 (Fase 1)
Edisi I. Jakarta : Kementerian Perindustrian,Januari 2011
vi +120 hlm.
Disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Alamat Penerbit:
Kementerian Perindustrian
Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53
Jakarta Selatan 12950
ISBN:.............................
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Pedoman Pemetaan Teknologi Di Industri Pulp dan
Kertas dalam kerangka Implementasi Konservasi Energi dan
Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (PREP-ICCTF
PHASE 1) ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Pedoman ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan
dalam pelaksanaan konservasi energi dan pengurangan emisi
CO2 di sektor industri yang telah dibahas oleh unsur pemerintah,
tenaga ahli dan praktisi.
Diharapkan Pedoman ini bermanfaat bagi para pihak
yang berkepentingan dalam menerapkan konservasi energi dan
pengurangan emisi CO2 di sektor industri. Akhir kata kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan Pedoman ini.
Jakarta, Januari 2011
Badan Pengkajian Kebijakan,
Iklim dan Mutu Industri
Kepala,
Arryanto Sagala
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan pemanasan global akibat peningkatan
konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) telah memberi pengaruh
kepada perubahan iklim yang pada akhirnya akan mengubah
pola iklim dunia. Kondisi yang dapat membahayakan kehidupan
dan ekosistem tersebut telah mendorong diselenggarakannya
United National Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC) yang kemudian diluncurkan protokol Kyoto pada
Tahun 1997.
Indonesia sebagai negara berkembang ikut berperan
serta meratifikasi protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004
yang berkomitmen menurunkan emisi CO2 sebesar 26%
dengan pendanaan sendiri dan sebesar 41% melalui bantuan
donor internasional. Atas dasar tersebut diatas Kementerian
Perindustrian bekerjasama dengan Indonesian Climate Change
Trust Fund (ICCTF) menyusun Guidelines Technology Map for
Pulp and Paper Industry.
Dari sumber penghasil emisi GRK di Indonesia, sektor
industri menduduki peringkat ke-4, yang diantaranya industri
pulp dan kertas termasuk industri pengkonsumsi energi tinggi
disamping industri semen, baja, tekstil, petrokimia, makananminuman serta keramik dan gelas. Perkembangan teknologi
dan peningkatan kapasitas produksi pada industri pulp dan
kertas, dapat memberikan peluang penghematan energi yang
sekaligus dapat mereduksi emisi GRK secara signifikan.
Dalam buku “Pedoman Pemetaan Teknologi untuk
Industri Pulp dan Kertas” disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Gambaran umum proses pembuatan pulp dan kertas serta
pengelolaan lingkungan
Teknologi proses pembuatan pulp yang hemat energi dan
emisi karbon rendah.
v
-
Teknologi proses pembuatan kertas yang hemat energi dan
emisi karbon rendah.
- Teknologi proses pengelolaan lingkungan dalam
kaitannya dengan emisi karbon
Gambaran umum tentang teknologi proses pembuatan
pulp menunjukkan bahwa proses kimia memiliki sifat dan
kualitas produk lebih baik dari proses mekanik dan semikimia,
sehingga dapat digunakan untuk bahan baku kertas bermutu
tinggi. Pada industri pulp kebutuhan energi dapat disuplai
sendiri dari pemanfaatan limbah biomasa seperti recovery
boiler dari lindi hitam dan bark boiler dari kulit kayu dan limbah
penebangan kayu. Pada pembuatan kertas menggunakan
energi yang sangat besar dan diperoleh dari power plant yang
biasanya menggunakan bahan bakar fosil. Konsumsi air yang
cukup besar untuk pembentukan lembaran kertas akan
dikeluarkan sebagai limbah cair.
Pengelolaan lingkungan di industri pulp dan kertas
merupakan kegiatan mengolah limbah cair hingga memenuhi
baku mutu lingkungan, dan sekaligus memanfaatkan limbah
padat sebagai energi alternatif serta mengendalikan emisi gas
agar tidak mencemari udara sehingga dapat mengurangi emisi
GRK di atmosfier.
Teknologi pembuatan pulp hemat energi tidak dapat
dipisahkan dengan konsep teknologi ramah lingkungan.
Dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan pada
pembuatan pulp dapat diperoleh beberapa manfaat antara lain :
menghemat bahan baku; menghemat air; menghemat energi
sehingga mengurangi beban pencemaran dan sekaligus dapat
menghemat biaya. Penghematan energi di industri pulp dapat
dilakukan dengan konservasi energi pada sistem pemasakan
dan pemutihan pulp. Pada sistem pemasakan pulp dapat
dilakukan melalui modifikasi digester dengan metoda
vi
delignifikasi berlanjut (extended delignification); dan aplikasi
pulping aid dengan menggunakan bahan kimia antraquinone
atau phosphanate. Sedangkan pada sistem pemutihan pulp
dapat dilakukan dengan menambah instalasi sistem
perpindahan panas pada sistem umpan ClO2.
Beberapa aktifitas konservasi energi di unit chemical
recovery dapat dilakukan antara lain dengan cara
meningkatkan perolehan energi panas yang maksimal yang
dihasilkan dari proses pembakaran. Efisiensi pembakaran
dapat ditingkatkan antara lain dengan menambah padatan total
lindi hitam yang masuk tungku boiler, penambahan aliran udara
kuartener pada recovery boiler, penggunaan superkonsentrator
pada evaporator, dan memperbaiki sistem filtrasi CaCO3 dan
refactory brick pada lime kiln.
Penggunaan bahan bakar biomassa pada pabrik pulp
akan menghemat penggunaan batubara. Bahan bakar yang
dikembangkan cukup mudah diperoleh disekitar pabrik, antara
lain cangkang sawit, batok kelapa sawit, serat sawit dan lainlain. Untuk meningkatkan efisiensi pembakaran digunakan
boiler tipe Fluidized Bed (FBC) dan Circulating Fluidized Bed
Combustion Boilers (CFBC). Konservasi energi pada power
boiler dapat dilakukan dengan beberapa aktivitas diantaranya
menghindari adanya kebocoran dan mengurangi udara ekses.
Penghematan energi pada proses pembuatan kertas
dapat dilakukan pada setiap tahap proses. Unit stock
preparation
paling
banyak
mengkonsumsi
energi,
penghematan yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya giling menggunakan aditif diantaranya
CMC. Penggunaan enzim dapat menunjukkan penghematan
energi hingga 40 %. Penghematan energi pada mesin kertas
Fourdrinier dapat dilakukan dengan cara optimasi sistem
vakum. Dengan penerapan teknologi Gap Former pada mesin
Fourdrinier dapat meningkatkan kapasitas produksi sekitar 30
vii
% sehingga dapat menghemat energi sekitar 40 kWh/ton
kertas. Penghematan energi pada bagian pengeringan kertas
dapat dilakukan dengan cara penurunan penggunaan udara
pada dryer jika menerapkan sistem hood tertutup dan
mengoptimalkan sistem heat recovery. Selain itu dapat
digunakan rekompresi mekanis untuk pemakaian ulang
superheated steam ke dalam dryer, sehingga dapat
menghemat energi sebesar 50 %.
Sejalan dengan perkembangan peningkatan efisiensi
diproses produksi melalui penghematan energi seperti yang
diuraikan di atas, maka akan dapat mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan. Namun konsekwensinya akan merubah
karakteristik air limbah menjadi lebih
pekat dengan
meningkatnya kadar organik terlarut. Karakteristik limbah cair
tersebut akan lebih efektif diolah dengan proses biologi
anaerobik. Dengan cara proses biologi anaerobik dapat
menghemat energi, bahkan dapat memanfaatkan biogas yang
dihasilkan sebagai sumber energi alternatif yang sekaligus
mengurangi emisi GRK.
Limbah padat yang dihasilkan dari industri pulp dan
kertas lebih didominasi oleh limbah organik yang umumnya
berasal dari bahan baku serat. Terdapat beberapa cara
pengelolaan limbah padat yang pada umumnya dilakukan
berdasarkan pada karakteristik dan potensinya yang meliputi
pengelolaan dengan sistem landfill; insinerasi; pengomposan
dan digestasi anaerobik. Masing-masing dari kegiatan
pengelolaan limbah padat tersebut berpotensi menghasilkan
energi yang bila dimanfaatkan dapat mengurangi emisi GRK.
Pengelolaan emisi gas dari industri pulp dan kertas
dilakukan untuk mengendalikan partikulat dan pencemar gas.
Sumber emisi terbesar dapat berasal dari digester, CRP dan
power plant. Pemilihan teknologi pengelolaan gas dilakukan
berdasarkan jumlah dan jenis pencemar dan ada tidaknya
viii
potensi untuk dimanfaatkan. Atas dasar hal tersebut dapat
dipilih beberapa peralatan yaitu teknologi pengendalian
partikulat yaitu siklon, saringan kain, electrostatic precpitator
(ESP). Sedangkan teknologi untuk pengendalian gas antara
lain menggunakan scrubber, absorber, alat pengendali gas SOx
dan NOx dan juga melakukan pengendalian terhadap gas yang
tidak terkondensasi.
Akhir kata buku pedoman pemetaan teknologi di industri
pulp dan kertas ini dapat menjadi petunjuk dan berguna bagi
semua pihak yang berkepentingan.
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………….
RINGKASAN EKSEKUTIF …………………………..
DAFTAR ISI ……………………….…………………..
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………
DAFTAR GAMBAR …………………….……………..
DAFTAR TABEL ………………………………………
BAB I
1.1.
1.2.
1.3.
BAB II
2.1.
2.2.
2.3.
2.3.1.
2.3.2.
2.3.3.
BAB III
3.1.
3.2.
3.2.1.
3.2.2.
3.2.3.
3.3.
iv
v
x
xii
xiii
xiv
PENDAHULUAN ……………………………..
Isu Lingkungan Terkait dengan Perubahan
Iklim …………………………………………….
Kontribusi Emisi GRK di Indonesia …………
Kondisi Industri Pulp dan Kertas ……………
GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI
PULP DAN KERTAS …………………………
Teknologi Proses Pembuatan Pulp …………
Teknologi Proses Pembuatan Kertas ………
Teknologi Pengelolaan Lingkungan ………..
Pengelolaan Limbah Cair ……………………
Pengelolaan limab Padat ……………………
Pengelolaan Limbah Gas ……………………
TEKNOLOGI PROSES PULPING HEMAT
ENERGI DAN KARBON RENDAH …………
Konservasi energi pada penanganan bahan
baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih
kayu …………………………………………….
Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut
(extended delignification) pada sistem
pemasakan (cooking) ……………………...…
RDH (Rapid Displacement Heating) dan
Superbatch …………………………………….
ITC (Isothermal Cooking) ……………………
Black liquor impregnation ……………………
Aplikasi teknologi washing menggunakan
metoda displacement baik pada brownstock
maupun bleaching …………………………….
x
1
1
4
7
13
13
24
27
28
29
31
32
33
36
38
40
43
45
3.4. Optimasi kinerja Chemical Recovery
(recovery boiler, evaporator, recovery boiler,
lime kiln) ……………………………………….
3.5. Optimasi kinerja Power Boiler bahan bakar
biomassa dan batubara………………………
BAB IV
TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN
KERTAS HEMAT ENERGI DAN KARBON
RENDAH ………………………………………
4.1. Teknologi Proses Pembuatan Kertas ………
4.1.1. Stock Prep : Bagian Penggilingan (Refining)
…………………………………………………..
4.1.2. Mesin Kertas : Bagian Pembentukan dan
Pengepresan ………………………………....
4.1.3. Mesin Kertas : Bagian Pengeringan …..…...
4.2. Penghematan Energi dan Sumber Emisi
Karbon Di Industri Kertas ……………..…….
4.3. Gambaran Investasi Untuk Beberapa
Proses Baru …………………………………..
BAB V
PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA
INDUSTRI PULP DAN KERTAS ……………
5.1. Pengelolaan Limbah Cair ……………………
5.1.1. Teknologi Proses Pengolahan ……………..
5.1.1.1. Proses Fisika – Kimia ………………………..
5.1.1.2. Proses Biologi ……………………………….
5.1.1.2.a. Sistem Aerobic …………………………….....
5.1.1.2.b. Sistem Anaerobik …………………………….
5.1.1.2.b.i. Sistem Anaerobik Filter …………………....
5.1.1.2.b.ii. Upflow Anaerobic Sludge Blanked (UASB)...
5.1.2. Pengembangan Teknologi Anaerobik dan
Penerapannya ………………………………..
5.2. Pengelolaan Limbah Padat …………………
5.2.1. Landfill …………………………………………
5.2.1.1. Pengembangan Teknologi Landfill dan
Penerapannya ………………………………..
5.2.2. Insinerasi ……………………………………..
5.2.2.1. Pengembangan Teknologi Insinerasi dan
Penerapannya ………………………………..
xi
46
50
55
55
55
56
57
60
64
66
67
67
67
67
68
69
70
70
72
72
75
77
79
79
Rotary Kiln Incinerator. ……………………….
Fludized Bed Incinerator ……………………..
Pengomposan ………………………………..
Pengembangan Teknologi Pengomposan
dan Penerapannya …………………………..
5.2.3.1.a. Proses pengomposan sistem terbuka ……..
5.2.3.1.b. Proses pengomposon sistem tertutup ……..
5.2.4. Proses Digestasi Anaerobik …………………
5.2.4.1. Teknologi Digestasi Anaerobik ……………..
5.2.4.1.a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah ……….
5.2.4.1.b. Digestasi Dua Tahap ………………………...
5.3. Pengelolaan Emisi Gas ……………………..
5.3.1. Sumber Dan Karakteristik …………………..
5.3.2. Teknologi Pengelolaan Emisi Partikulat dan
Gas ………………………………..……………
5.3.2.1. Pemisahan Partikulat ……………………….
5.3.2.2. Pemisahan Pencemar Gas …………………
5.3.2.3. Emisi Gas yang tidak Terkondensasi ………
BAB VI PENUTUP ……………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………
5.2.2.1.a.
5.2.2.1.b.
5.2.3.
5.2.3.1.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 …………………………………………….
LAMPIRAN 2 …………………………………………….
LAMPIRAN 3 …………………………………………….
118
124
126
xii
80
80
83
85
85
86
86
88
88
90
92
92
94
94
100
108
110
113
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Prediksi Emisi GRK di Indonesia ………….
Diagram Proses Pabrik Pulp Kraft (IPPC,
2001) …………………………………………..
Distribusi Energi pada Proses Pembuatan
Pulp ……………………………………………
Proses Pembuatan Kertas ………………….
Proporsi Pemisahan Air dan Konsumsi
Energi ………………………………………….
Distribusi Konsumsi Energi di Pabrik Kertas
Proporsi Konsumsi Energi di Industri Kertas
Mekanisme kerusakan serpih ………………
Dimensi tumpukan serpih yang optimal …...
Siklus proses displacement batch cooking...
Ringkasan berbagai siklus proses
displacement batch cooking ………………...
Sistem peralatan RDH/Superbatch ………...
Digester kontinyu dengan sistem
pemasakan ITC ………………………………
Black liquor impregnation …………………..
Wash master dan twin roll press …………...
Penambahan 1 unit superkonsentrator ……
Penambahan aliran udara kuaterner ………
FBC dan CFBC ………………………………
Teknologi Pengepresan Terkini (Shoe
Press) ………………………………………….
Perbandingan Kinerja Pengepresan ……….
Sistem Pengeringan Conde belt…………….
Air-Impingement Drying ……………………..
Fase-Fase Pada Tahapan Proses
Anaerobik …………………………………….
Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas
Metan dan Pemanfaatan Energinya.
( US.EPA, 2008) ……………………………..
Rotary Kiln Incinerator ……………………….
xiii
6
16
22
24
25
26
26
35
36
37
38
39
42
43
46
47
47
51
56
57
59
59
76
77
80
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7.
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
Gambar 5.13
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Fludized Bed Incinerator …………………….
81
Proses Pengomposan dan Emisi Gas yang
Dihasilkan ……………………………………..
84
Tahapan Proses Digestasi Anaerobik ……..
87
Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem
Basah ………………………………………….
89
Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem
Kering ………………………………………….
90
Diagram Alir Digestasi Anaerobik 2 Tahap ..
91
(A). Cyclone dan Multiple Cyclone; ………...
96
Saringan Kain (Fabric Filter) ………………..
97
Electrostatic Precipitator (ESP) …………….
98
(A).Venturi scrubber, (B). Cyclone Scrubber
99
Packed tower scrubber ……………………... 101
Beberapa Jenis Absober …………………… 102
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 1.5
Tabel 1.6
Tabel 1.7
Tabel 1.8
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Emisi GRK Nasional-Indonesia …………………
Target Reduksi Emisi CO2 Disemua Sektor …
Konsumsi Steam dan Listrik Pada Industri Pulp
Dan Kertas Di Indonesia ………………………...
Konsumsi Steam dan Listrik di Beberapa
Negara …………………………………………….
Konsumsi Energi Spesifik Industri Berat ……..
Peluang Penghemaan Energi ………………….
Besaran Emisi Karbon dari Industri Pulp dan
Kertas ……………………………………………..
Rincian Besaran Emisi Karbon dari Industri
Kertas ……………………………………………...
Klasifikasi Umum Proses Pembuatan Pulp ……
Ringkasan Hasil Pembuatan Pulp Secara
Umum ……………………………………………..
Konsumsi Energi pada Pabrik Pulp ……………
xiv
5
7
8
9
10
11
11
12
14
15
23
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4.
Tabel 3.5
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
Tabel 5.7.
Tabel 5.8.
Konservasi energi pada penanganan bahan
baku kayu, penyerpihan, penyaringan serpih
kayu ………………………………………………..
Konservasi energi pada sistem pemasakan
(cooking) dan pemutihan (bleaching) ………….
Konservasi energi pada sistem pencucian pulp
Konservasi energi pada sistem Chemical
Recovery (Evaporator, Recovery Boiler, Lime
kiln) ………………………………………………...
Konservasi energi pada sistem Power Boiler
(bahan bakar biomassa atau batubara) ……….
Perbandingan Kinerja Teknologi Baru
Pengeringan ………………………………………
Peluang Penghematan Energi di Industri
Kertas ……………………………………………..
Intensitas Energi Terbaik Dunia 2009 …………
Sumber Emisi Karbon pada Pabrik Kertas ……
Gambaran Investasi Untuk Penghematan
Energi ……………………………………………...
Sumber dan Jenis Limbah Padat Industri Pulp
dan Kertas …………………………………….
Keunggulan dan Kelemahan dari Teknologi
Pengelolaan Limbah Padat ……………………..
Beberapa Faktor yang Berperan dalam Proses
Pengomposan ……………………………………
Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan
Partikulat ………………………………………
Klasifikasi Teknologi Pemisah Partikulat …….
FGD Tipe Basah dan Tipe Kering …………….
Metode Pengendalian NOx …………………….
Kisaran konsentrasi mudah meledak dari gas
sulfur …………………………………………..
xv
34
44
46
48
52
60
62
63
64
65
73
74
84
92
95
103
107
108
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Isu Lingkungan Terkait dengan Perubahan Iklim
Peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK)
CO2, CH4, N2O, SF6, HFC dan PFC menyebabkan
meningkatnya radiasi panas (gelombang panjang) yang
terperangkap di atmosfer merupakan akibat dari aktivitas
manusia. Hal tersebut adalah fenomena pemanasan global
yang mengakibatkan perubahan Iklim. Beberapa
perubahan iklim yang terjadi antara lain naiknya suhu
permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara,
berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang
pada akhirnya akan mengubah pola iklim dunia.
Emisi gas CO2 yang mempunyai sifat menyerap
panas sinar matahari merupakan salah satu gas penyebab
pemanasan global, karena. Namun juga sangat dibutuhkan
oleh bumi sepanjang konsentrasinya tidak berlebihan.
Setiap tahun bumi melepas 8 milyar ton CO2 yang berasal
dari manusia dan binatang, fosil dan gas alam (6,5 milyar
ton) dan dari kayu bakar 1,5 milyar ton. Manusia merusak
keseimbangan tersebut, melalui pembakaran minyak,
batubara, gas alam dan pembabatan hutan secara
berlebihan, sehingga meningkatkan jumlah CO2 di bumi,
baik di atmosfir maupun di laut.
Perkembangan pemanasan global akibat emisi CO2,
meningkat sampai sekitar 30% sejak tahun 1970-an.
Selama 142 tahun antara 1860-2002 suhu bumi naik
sebesar 1oC dan dalam 35 tahun antara 1935-1970 suhu
Halaman 1 dari 131
bumi naik 0,5 oC, angka ini akan naik lagi menjadi paling
sedikit 2-4 oC pada tahun 2100 (IPCC-2007). Sumbangan
terbesar pada terjadinya pemanasan global tersebut
adalah CO2 sebesar 61%, diikuti oleh CH4 sebesar 15%,
CFC sebesar 12%, dan N2O sebesar 4%, serta sumber
lainnya sebesar 8% (Callan, 2000).
Konvensi Perubahan Iklim atau UNFCCC (United
Nations Framework Convention on Climate Change)
adalah sebuah kesepakatan dengan tujuan menstabilkan
konsentrasi GRK di atmosfir agar tidak membahayakan
kehidupan dan ekosistem serta menjamin pembangunan
berkelanjutan.
Protokol Kyoto yang lahir tahun 1997 pada Periode
Komitmen I (2008-2012) menyebutkan bahwa negaranegara maju diwajibkan melakukan upaya untuk menekan
laju peningkatan emisi GRK di dalam negerinya, namun hal
ini tidak berlaku bagi negara-negara berkembang. Secara
hukum, Protokol Kyoto mewajibkan agar pada tahun 20082012 negara-negara maju menurunkan emisi GRK-nya
rata-rata sebesar 5,2% dari total emisi dunia pada tahun
1990 serta membantu negara berkembang dalam hal
teknologi transfer. Pada konvensi ini dikenal adanya prinsip
“common but differentiated responsibilities”, dimana setiap
negara memiliki tanggung jawab yang sama namun
dengan peran yang berbeda. Berdasarkan prinsip tersebut,
maka disepakati pula bahwa negara maju akan memimpin
upaya dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban, namun
secara sukarela Indonesia meratifikasi Konvensi UNFCCC
melalui Undang-Undang No.6 Tahun 1994 dan
berkomitmen untuk berpartisipasi di dalam program
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang telah dimulai
sejak tahun 1990. Komitmen tersebut semakin menguat
Halaman 2 dari 131
dengan diratifikasinya Protokol Kyoto melalui undangundang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim.
Hal tersebut diperkuat dengan
pernyataan Presiden RI di Kopenhagen pada tahun 2009.
Kemudian dengan mengacu pada Kyoto Protocol 1997 dan
Bali Road Map,
Indonesia membuat Rencana Aksi
Nasional (RAN) yang menetapkan komitmen untuk
menurunkan emisi CO2 sebesar 26% dengan pendanaan
sendiri (BaU, bussiness as usual) dan sebesar 41%
dengan bantuan donor internasional. Komitmen tersebut
disampaikan oleh Presiden pada pertemuan G20 di
Pittsburg, USA (November 2009) dan COP-15 (Desember
2009). Dalam RAN tersebut dinyatakan agar sektor
industri dapat menurunkan emisi GRK sebesar 0,001 Giga
ton setara CO2 bila pendanaan sendiri atau 0,005 Giga ton
setara CO2 dengan bantuan donor luar negeri, pada tahun
2020.
Sektor industri merupakan penyumbang GRK
terbesar setelah sektor kehutanan, dan sektor transportasi.
Di sektor industri ada 3 sumber emisi GRK yaitu kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan energi sekitar 40% dan
sisanya dari kegiatan proses produksi dan pengelolaan
limbah. Terkait dengan penggunaan energi, pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
70 tahun 2009 tentang konservasi energi yang
mengharuskan penghematan energi diatas 6000 TOE (ton
setara minyak) per tahun, pada industri yang tergolong
mengkonsumsi energi tinggi. Beberapa industri yang
tergolong menggunakan energi diatas 6000 TOE dan
industri yang menyerap 80% dari total energi sektor energi
antara lain industri semen, industri baja, industri pulp dan
Halaman 3 dari 131
kertas, industri tekstil, indusri keramik, industri pupuk
industri petrokimia, industri makanan-minuman tertentu.
Dalam rangka implementasi PP No 70 tahun 2009,
Kementerian Perindustrian melakukan kerjasama dengan
ICCTF untuk tahun 2010-2011. Salah satunya adalah
program penyusunan Guidelines Technology Map for Pulp
and Paper Industry. Pedoman ini diharapkan dapat
membantu pihak industri dalam melakukan kegiatan
konservasi energi dan pengurangan emisi gas CO2, serta
dapat digunakan oleh pemerintah dan pihak terkait sebagai
acuan dalam kegiatan konservasi energi di Industri Pulp
dan Kertas. Di dalam pedoman ini dijelaskan secara rinci
mengenai gambaran umum tentang Industri Pulp dan
Kertas meliputi teknologi proses hemat energi dan karbon
rendah serta pengelolaan lingkungan. Pedoman ini disusun
untuk mendukung terwujudnya industri pulp dan kertas
yang berdaya saing tinggi dan berwawasan lingkungan.
1.2
Kontribusi Emisi GRK di Indonesia
Di Indonesia, sumber penghasil emisi GRK
diklasifikasikan dalam beberapa kegiatan yaitu dari sektor
kehutanan dan tata guna lahan, sektor energi, sektor
industri, sektor pertanian dan sampah perkotaan.
pertanianyang memberi kontribusi emisi GRK. Data pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa penghasil emisi GRK terbesar
dihasilkan dari sektor kehutanan dan tata guna lahan
mencapai 46%, sedangkan dari sektor industri menduduki
pada peringkat ke 4 sebesar 2,42% ( Tabel 1.1).
Halaman 4 dari 131
Tabel 1.1 Emisi GRK Nasional-Indonesia
Sumber
CO2
CH4 N2O
(Gg)
(Gg) (Gg)
305.983 1.221
6
31.938
104
0
2.178
2.419 72
CO2eq
(Gg)
333.540
34.197
75.419
Energi
Industri
Pertanian
Perubahan
Tata Guna
649.173
3
0
649.254
Lahan dan
Kehutanan
Pembakaran
Lahan
172.000
172.000
Gambut
Limbah
1.662
7.020 8,05 151.578
Total
1.415.988
Sumber: KLH - The Indonesian Second National
Communication,2009
%
23,56
2,42
5,33
45,85
12,15
10,69
100
Sejalan dengan aktivitas kegiatan-kegiatan tersebut di atas
yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
maka emisi GRK yang dihasilkan juga akan mengalami
pula peningkatan. Prediksi peningkatan emisi GRK
tersebut dari tahun 2000 hingga 2020 dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
Halaman 5 dari 131
Gambar 1.1 Prediksi Emisi GRK di Indonesia
( Sumber : BAPENAS)
Atas dasar prediksi tersebut di atas, maka
pemerintah membuat kebijakan Energi Nasional dalam
rangka menekan peningkatan emisi GRK. Untuk
merealisasikan RAN dalam mencapai target penurunkan
emisi CO2 sebesar 26%, pemerintah telah mengeluarkan
Perpres No. 5 tahun 2006 dengan ketetapan sebagai
berikut :
• Pangsa minyak bumi turun dibawah 20% (th 2005:
54,78% )
• Pangsa gas naik diatas 30% ( th 2005: 22.24 % )
• Pangsa Batubara naik diatas 33 % ( th 2005 ; 16,77 % )
• Pangsa energi terbarukan naik 17% ( th 2005: 6,20 % )
• Elastisitas energi < 1 ( elastisitas kita 1,84 )
• Intensitas energi turun rata-rata 1% per tahun
Halaman 6 dari 131
Tabel 1.2 Target Reduksi Emisi CO2 Disemua Sektor
Sektor
kegiatan
Emisi CO2
tahun 2020
(tanpa reduksi)
Emisi CO2 pada tahun
2020 (dengan target
reduksi 26%
26%
+15%
(total 41%)
Lahan Gambut
1.09
0.28
0.057
Limbah
0.25
0.048
0.030
Kehutanan
0.49
0.392
0.310
Pertanian
0.06
0.008
0.003
Industri
0.06
0.001
0.004
-
0.008
0.008
Energi
1.00
0.030
0.010
Total
2.95
0.767
0.422
Perhubungan
Bila membandingkan nilai prediksi emisi GRK tahun
2020 dari masing-masing kegiatan, dengan melaksanakan
kebijakan
energi nasional dan tanpa melaksanakan
kebijakan, maka akan terlihat perbedaan nilai emisi CO2
dari usaha mandiri maupun yang mendapat tambahan
bantuan dari luar negeri seperti terlihat pada Tabel 1.2.
1.3
Kondisi Industri Pulp dan Kertas
Sesuai dengan letak geografis Indonesia, yang
memiliki areal hutan yang luas sebagai sumber bahan baku
kayu, maka Indonesia mempunyai keunggulan komparatif
dalam
pengembangan industri pengolahan kayu,
khususnya industri pulp dan kertas. Menurut Directori APKI
Halaman 7 dari 131
tahun 2009, perusahaan industri pulp dan kertas di
Indonesia berjumlah 81 yang terdiri dari 3 industri pulp dan
kerts terpadu, 2 industri pulp, dan 76 industri kertas.
Gambaran Penyebaran Industri Pulp dan Kertas di
Indonesia berdasarkan jenis produk dan pemakaian energi
dapat di lihat pada Lampiran 1.
Penyebaran industri pulp dan kertas di wilayah Jawa
sekitar 57,96% (6.607.200 Ton/tahun), sedangkan di
wilayah Sumatera sekitar 37,43% (4.266.000 Ton/tahun)
dan wilayah Kalimatan hanya 4,61% (52.500 Ton/tahun).
Di Indonesia, konsumsi kertas per capita sangat rendah
yaitu 14 kg/kapita pada tahun 1995 meningkat menjadi 25
kg/kapita pada tahun 2007. Konsumsi kertas tersebut
sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara di
Eropa seperti Belgia yang mencapai 375 kg/kapita,
Finlandia 369 kg/kapita dan Jerman 254 kg/kapita (tahun
2007), sedangkan negara-negara non Eropa seperti USA
dapat mencapai 288 kg/kapita , Jepang 246 kg/kapita,
China 55 kg/kapita ( tahun 2007). Data –data konsumsi
dibeberapa negara lain dapat dilihat pada Lampiran 2.
Konsumsi energi untuk produksi kertas di Indonesia,
dikelompokkan berdasarkan jenis produk kertas dapat
dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Konsumsi Steam dan Listrik Pada Industri Pulp Dan
Kertas Di Indonesia
No
Jenis Produk Kertas
1
2
3
4
5
Koran
Sigaret
Karton (Liner & medium)
Pulp kraft
Cetak-Tulis
Konsumsi Panas
(Heat) kWh/ton
4,4
4,1
2,44
2,2
1,65
Konsumsi Listrik
kWh/ton
939,11
1750
420
468
600
Sumber : Hasil Survey BBPK-2010
Halaman 8 dari 131
Berdasarkan survai ke beberapa industri, data
menunjukkan bahwa kebutuhan steam terbesar terdapat
pada industri yang memproduksi kertas khusus dan pulp
kraft dan konsumsi terendah terdapat pada industri cetaktulis. Sebagai pembanding, konsumsi energi di negara lain
dapat dilihat pada Tabel 1.4 yang menjelaskan konsumsi
listrik dan steam untuk berbagai jenis kertas.
Tabel 1.4 Konsumsi Steam dan Listrik di Beberapa Negara.
Konsumsi Panas
Konsumsi
No Jenis Produk Kertas
(Heat)
Listrik
kWh/ton
kWh/ton
1
Tissue
1900 - 2800
800 - 2000
2
Khusus/spesial
1600 - 4500
600 - 3000
Karton
3
1000 - 2700
400 - 700
(dengan deinking)
4
Pulp kraft
3800 - 5100
700 - 800
5
Cetak-Tulis
1000 - 1600
1200 - 1400
Sumber :IPCC, 2010
Secara keseluruhan industri pulp dan kertas
mengkonsumsi energi yang cukup besar, namun
dengan perkembangan teknologi untuk melakukan
penghematan, konsumsi energi tersebut masih dapat
dilakukan penghematan. Industri kertas adalah
industri yang padat modal. Investasi yang dibutuhkan
untuk membangun pabrik pulp dengan kapasitas 1
juta ton per tahun adalah 1,2 milyar USD (APKI,
2010). Salah satu penyebab tingginya investasi
tersebut adalah karena industri pulp dan kertas
banyak mengkonsumsi energi. Tabel 1.5 berikut
memperlihatkan besaran konsumsi energi industri
Halaman 9 dari 131
pulp dan kertas dibandingkan dengan industri berat
lainnya.
Tabel 1.5 Konsumsi Energi Spesifik Industri Berat
Konsumsi Energi Spesifik
Industri
( Gj / Ton )
Baja
2,80 – 37,10
Aluminium
11,95 – 85,19
Tekstil
3,20 – 32,40
Semen
2,20 – 7,90
Pulp dan Kertas
10,70 – 34,30
Sumber : (Ray, 2008)
Pada Tabel 1.5, nampak jelas bahwa konsumsi
energi spesifik industri pulp dan kertas cukup tinggi, setara
dengan industri baja dan kisaran konsumsi energi
terendahnya mendekati industri aluminium yang keduanya
merupakan industri berat. Dengan konsumsi energi yang
begitu tinggi, dan sumber energi utamanya bahan bakar
fosil, maka jelas emisi karbon tidak bisa dihindari. Tetapi
upaya maksimal dapat dilakukan adalah memperbaiki
efisiensi proses dan penghematan energi (Miner, 2007).
Peluang penghematan energi yang dapat dilakukan
dibandingkan dengan industri-industri yang lain dapat
dilihat pada Tabel 1.6. Besaran emisi karbon dari industri
pulp dan kertas serta prediksi reduksinya hingga tahun
2030, relatif terhadap industri berat lainnya dapat dilihat
pada Tabel 1.7, serta rincian emisi karbon, baik yang
langsung maupun tidak langsung yang dapat dilihat pada
Tabel 1.8.
Halaman 10 dari 131
Tabel 1.6 Peluang Penghemaan Energi
No
Industri
1
Industri Tekstil
2
Industri Baja
3
Industri Pulp dan Kertas
4
Industri Keramik & Gelas
5
Industri Makanan & Minuman
6
Industri Petrokimia
7
Industri Semen
Sumber : kemenperin-2009
Penghematan Energi
20 – 35 %
11 – 32 %
10 – 20 %
10 – 20 %
13 – 15 %
12 – 17 %
15 – 22 %
Tabel 1.7 Besaran Emisi Karbon dari Industri Pulp dan Kertas
Industri
Emisi
(ton CO2/ton produk)
Baja
1,6 – 3,8
Aluminium
8,3 -8,6
Semen
0,73 – 0,99
Kilang minyak
0,32 – 0,64
Pulp dan Kertas
0,22 – 1,4
Sumber : (Bernstein, 2007)
Potensi
Reduksi
(%)
20 – 50
15 – 25
11 – 40
10 -20
5 -40
Halaman 11 dari 131
Tabel 1.8 Rincian Besaran Emisi Karbon dari Industri Kertas
Million metric
Million short
Emission Source
tons of CO2 e
tons of CO2 e
1
per year
per year
Direct Emission
Direct Emission associated
with fuel combustion
57.7
63.6
(excluding biomass CO2)
Wastewater treatment plant
0.4
0.4
CH4 releases
Forest products industry
2.2
2.4
2
landfills
Use of carbonate make-up
1
1
chemicals and flue gas
0.39
0.43
desulfurization chemicals
Secondary pulp and paper
manufacturing operations
2.5
2.8
(i.e., converting primary
products into final products)
Direct emission of CO2 from
biomass fuel combustion
113
125
4
(biogenic)
Process-related CO2
5
5
including CO2 emitted from
Unavailable
Unavailable
4
lime kilns (biogenic)
Indirect Emission
Electricity purchases by pulp
25.4
28
and paper mills
Electricity purchases by
secondary manufacturing
operations (i.e., converting
8.9
9.8
primary products into final
products)
Steam purchases
5
5
Unavailable
Unavailable
Sumber : (US-EPA 2010)
Halaman 12 dari 131
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI
PULP DAN KERTAS
2.1
Teknologi Proses Pembuatan Pulp
Pembuatan pulp diklasifikasikan dalam 3 jenis
proses yaitu proses mekanis, semi-kimia dan kimia. Produk
yang dihasilkan mempunyai karakteristik serat yang
berbeda. Pemilihan jenis proses tersebut tergantung
kepada spesies kayu yang tersedia dan penggunaan akhir
dari pulp yang diproduksi. Proses kimia mendominasi
hampir diseluruh dunia, karena dari pulp ini dapat dibuat
berbagai jenis kertas diantaranya adalah kertas budaya.
90 % dari berbagai jenis proses kimia didominasi oleh
proses kraft. Proses pembuatan pulp kimia, dapat
melarutkan lignin lebih banyak dibandingkan dengan
proses yang lain, sehingga dapat menghasilkan kualitas
yang lebih baik dam penggunaannya lebih luas.
Keunggulan pulp kimia adalah lebih baik, lebih
teratur, lebih rata dan lebih kompak dengan opasitas yang
lebih rendah daripada lembaran pulp mekanis. Disamping
itu pada derajat putih yang sama (bleached brightness)
pulp kimia lebih stabil. Pulp kimia dapat digunakan sebagai
bahan baku kertas dengan tingkat (grade) tidak putih
seperti kertas kantong (bag paper), kertas karton linier
(linerboard) dan kertas bungkus (wrapper). Untuk jenis pulp
kimia dengan grade yang lebih tinggi dan diputihkan dapat
dibuat kertas bermutu tinggi seperti kertas budaya (tulis,
cetak, fotokopi).
Halaman 13 dari 131
Pada pembuatan pulp mekanis lignin tidak
dihilangkan atau sebagian saja dihilangkan sehingga
mempunyai kandungan serat utuh yang lebih sedikit,
bersifat kaku dan lebih pendek. Jika dibuat kertas akan
menghasilkan lembaran yang bersifat bulky dan
mempunyai opasitas yang baik dan mempunyai sifat
mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik.
Tabel 2.1 Klasifikasi Umum Proses Pembuatan Pulp
Mekanis
 Pulping dengan energi mekanik
 Rendemen tinggi (90 - 95 %)
 Serat pendek, tidak utuh, tidak murni, lemah,
tidak stabil
 Kualitas cetak baik
 Sulit diputihkan
Kombinasi
 Pulping dengan kombinasi perlakuan kimia dan
mekanis kimia
mekanis
 Rendemen sedang (interme-diate) ( 55 – 90 %)
 Sifat-sifat pulp sedang (inter-mediate)
Kimia
 Pulping dengan bahan kimia dan panas
 Rendemen rendah (40 - 55 %)
 Serat pulp utuh, panjang dan murni, kuat, stabil
 Kualitas cetak rendah dan mudah diputihkan
Halaman 14 dari 131
Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Pembuatan Pulp Secara Umum
Kekuatan
Rendemen
Relatif
Klasifikasi
Nama Proses
(%)
SW
HW
Mekanis
Mekanis
Kimia
Semikimia
Kimia
Stone
Groundwood
RMP
TMP
CTMP
Chemi
Groundwood
Cold Soda
NSSC
High Yield Sulfit
High Yield Kraft
Kraft
Sulfit
Soda
90 - 95
90 - 95
90
85 - 90
5
5-6
6-7
7-8
3
3
3-4
4-5
85 - 90
85 - 90
-
5-6
5-6
65 - 80
55 - 75
50 - 70
40 - 50
45 - 55
45 - 55
7
7
10
9
-
6
6
6
7-8
7
7-8
Halaman 15 dari 131
Gambar 2.1 Diagram Proses Pabrik Pulp Kraft (IPPC, 2001)
Proses pembuatan pulp mekanis umumnya
sederhana dan memiliki rendemen yang tinggi (90 - 95 %),
oleh karena itu hanya dapat digunakan untuk kertas-kertas
tertentu seperti kertas industri atau kertas koran. Proses
semikimia merupakan kombinasi dari proses mekanis
kimia. Rendemen dan sifat-sifat pulp semikimia merupakan
intermediate pulp kimia dan mekanis. Pulp ini cocok
digunakan untuk lapisan tengah kertas karton gelombang
(corrugating medium).
Halaman 16 dari 131
Diagram alir proses pembuatan pulp dan kertas
dapat dilihat pada Gambar 2.1 (EPA, 2010). Pembuatan
pulp dibagi dalam lima area proses utama, yaitu : (1)
persiapan kayu; (2) pulping; (3) pemutihan; (4) pemulihan
kimia; (5) pengeringan pulp (pabrik non-integrasi saja).
Uraian dari masing-masing proses adalah sebagai berikut :
a. Persiapan Kayu
Kayu merupakan bahan baku utama yang
digunakan untuk memproduksi pulp. Kayu umumnya
berbentuk gelondongan atau serpih dan diproses di daerah
penanganan kayu, yang disebut sebagai woodyard. Secara
umum, operasi woodyard adalah terpisah dari jenis proses
pembuatan pulp. Jika kayu memasuki woodyard dalam
bentuk gelondongan, maka perlu dilakukan serangkaian
operasi agar gelondongan dipersiapkan untuk memasuki
proses pembuatan pulp, biasanya dipersiapkan dalam
bentuk serpih kayu. Kayu gelondongan diangkut ke
slasher, untuk dipotong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan, diikuti oleh proses penghilangan kulit kayu,
penyerpihan, skrining serpih, dan pengangkutan ke tempat
penyimpanan. Serpih yang dihasilkan dari gelondongan
atau serpih yang dibeli biasanya disimpan di penyimpanan
yang besar.
b. Pembuatan Pulp
Selama proses pembuatan pulp, serpih kayu
dipisahkan menjadi serat selulosa individu untuk
menghilangkan lignin (bahan perekat antar sel yang
merekatkan serat selulosa bersama-sama) dari kayu. Ada
lima jenis utama proses pembuatan pulp: (1) kimia; (2)
mekanis; (3) semi-kimia; (4) daur ulang, dan (5) lainnya
Halaman 17 dari 131
(misalnya, dissolving, non-kayu). Proses pembuatan pulp
paling umum adalah proses kimia.
Pembuatan pulp secara kimia (yaitu, kraft, soda,
dan sulfit) melibatkan "pemasakan" bahan baku (serpih
kayu) menggunakan larutan kimia berair, suhu tinggi dan
tekanan untuk mengisolasi serat pulp. Pembuatan pulp
proses kraft adalah proses pembuatan pulp paling umum
digunakan oleh pabrik pulp di Indonesia untuk
memproduksi serat virgin.
Proses pembuatan pulp kraft menggunakan larutan
pemasak alkali yang terdiri dari sodium hidroksida (NaOH)
dan sodium sulfida (Na2S) untuk melarutkan lignin kayu,
sementara proses soda hanya menggunakan NaOH.
Larutan pemasak (white liquor) dicampur dengan serpih
kayu dalam suatu reaktor (digester). Setelah serpih kayu
masak, isi digester dikeluarkan dengan tekanan ke dalam
tangki penampung. Kayu yang melunak, diuraikan menjadi
serat pulp. Pulp dan sisa larutan pemasak (lindi hitam)
kemudian dipisahkan dalam serangkaian pencucian pulp
coklat.
Dissolving pulp dapat dibuat melalui proses kraft
ataupun sulfit, dengan tujuan untuk memperoleh pulp kayu
dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk dikonversi
menjadi produk rayon, viskosa, asetat dan selofan.
c. Pemutihan Pulp
Proses pemutihan menghilangkan warna dari pulp
(karena adanya residu lignin) dengan menambahkan
bahan kimia pada pulp dengan kombinasi yang bervariasi,
tergantung pada penggunaan akhir produk. Proses
pemutihan yang sama dapat digunakan untuk setiap
kategori proses pembuatan pulp.
Halaman 18 dari 131
Bahan kimia pemutihan yang paling umum adalah
klor, klor dioksida, hidrogen peroksida, oksigen, sodium
hidroksida
dan
sodium
hipoklorit.
Kekhawatiran
terbentuknya senyawa terklorinasi seperti dioksin, furan,
dan kloroform telah mengakibatkan pergeseran dari
penggunaan senyawa klorinasi dalam proses pemutihan.
Bahan kimia pemutih ditambahkan ke dalam pulp secara
bertahap di reaktor pemutihan. Sisa larutan pemutihan
dikeluarkan pada setiap tahap melalui pencucian. Efluen
pencucian dikumpulkan dalam tangki tertentu dan
digunakan kembali sebagai air pencuci pada tahap lain
atau dikirim ke bagian pengolahan limbah.
d. Pemulihan Bahan Kimia
Untuk alasan ekonomi dan lingkungan, pabrik pulp
kimia melakukan proses pemulihan bahan kimia untuk
memperoleh kembali bahan kimia sisa proses pemasakan.
Di pabrik pulp kraft, larutan sisa pemasakan dikenal
sebagai weak black liquor yang berasal dari pencucian stok
pulp coklat dialirkan ke area pemulihan bahan kimia.
Proses pemulihan bahan kimia meliputi proses pemekatan
lindi hitam, pembakaran senyawa organic, reduksi
senyawa anorganik dan menghasilkan larutan pemasak
kembali. Proses pemulihan bahan kimia terdiri dari
beberapa tahapan yang dijelaskan pada beberapa tahapan
proses sebagai berikut :
- Pemekatan Lindi Hitam
Lindi hitam encer (12 – 15 % padatan) dari proses
pembuatan pulp yang mengandung lignin, senyawa
organik dan anorganik teroksidasi (natrium sulfat dan
natrium karbonat) dan lindi putih (Na2S dan NaOH) dipekat
melalui serangkaian multiple-effect evaporator (MEE) untuk
Halaman 19 dari 131
meningkatkan kandungan padatannya menjadi sekitar 50
%.
Lindi hitam pekat dari sistem MEE selanjutnya
dioksidasi dalam sistem pengoksidasi lindi hitam atau
dipekatkan lebih lanjut dalam direct contact evaporator
(DCE) atau diarahkan langsung ke dalam nondirect contact
evaporator (NDCE), yang biasa dikenal dengan
konsentrator. Oksidasi lindi hitam sebelum penguapan
dalam DCE akan mengurangi emisi bau senyawa total
reduced sulfur (TRS), yang dikeluarkan lindi hitam dalam
DCE ketika terjadi kontak dengan gas buang panas dari
recovery furnace. Kandungan padatan lindi hitam dari
evaporator akhir/konsentrator berkisar antara 65-68 %.
-
Recovery Furnace
Lindi hitam pekat disemprotkan ke dalam recovery
furnace, dimana senyawa organik dibakar, dan Na2SO4
direduksi menjadi Na2S. Lindi hitam yang dibakar dalam
recovery furnace memiliki kandungan energi yang tinggi
(5.800 - 6.600 Btu/lb padatan kering), yang diperoleh
kembali sebagai uap untuk kebutuhan proses, seperti
pemasakan serpih kayu, pemanasan dan penguapan lindi
hitam,
pra-pemanasan
udara
pembakaran,
dan
pengeringan produk pulp atau kertas. Uap proses dari
tungku pemulihan sering digabung dengan uap dari ketel
pembangkit tenaga berbahan bakar fosil atau pembakaran
kayu. Na2SO4 sebagai makeup, atau "saltcake," juga dapat
ditambahkan ke dalam lindi hitam sebelum pembakaran.
Lelehan garam anorganik, biasa disebut dengan "smelt",
terkumpul dalam char bed di bagian bawah tungku. Smelt
ditarik dan dilarutkan dalam air pencuci encer dalam smelt
dissolving tank (SDT) sehingga menghasilkan larutan
garam karbonat disebut lindi hijau, dengan kandungan
utama Na2S dan Na2CO3. Lindi hijau juga mengandung
Halaman 20 dari 131
pengotor tidak larut dari karbon yang tidak terbakar dan
kotoran anorganik, yang disebut dengan dregs, yang
dikeluarkan dalam serangkaian clarification tanks.
-
Kaustisasi dan Kalsinasi
Lindi hijau dipindahkan ke area kaustisasi, dimana
Na2CO3
dikonversikan
menjadi
NaOH
dengan
penambahan kapur (CaO). Selanjutnya dipindahkan ke
tangki slake, dimana CaO dari kiln kapur bereaksi dengan
air untuk membentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Dari
slaker tersebut, lindi hijau didalam causticizers terjadi
reaksi kaustisasi sempurna membentuk NaOH dan kalsium
karbonat (CaCO3). Produk kaustisasi ini kemudian
diteruskan ke clarifier lindi putih, yang akan menghilangkan
endapan CaCO3, disebut sebagai lime mud. Lime mud
dicuci untuk menghilangkan sisa natrium. Lumpur dari
pencucian kemudian dikeringkan dan dikalsinasi dalam kiln
kapur untuk menghasilkan kapur, yang digunakan kembali
dalam tangki slaker. Filtrat pencucian lumpur, digunakan
dalam SDT untuk melarutkan smelt dari recovery furnace.
Lindi putih (NaOH dan Na2S) dari clarifier digunakan
kembali untuk proses pemasakan dalam digester.
-
Pengeringan Pulp
Setelah proses pembuatan pulp dan pemutihan, pulp
diolah menjadi stok yang digunakan untuk pembuatan
kertas. Pada pabrik non-integrasi, pulp yang akan djual
dikeringkan, dikemas dan kemudian dikirim ke pabrik
kertas. Pada pabrik terintegrasi, pabrik kertas langsung
menggunakan pulp yang diproduksi pabrik pulp.
Halaman 21 dari 131
Recovery
boiler
HPS
Kondensat
Panas sekunder (air)
Power
Boiler
(biomassa
dan fosil
fuel)
Proses
pembuatan
pulp
Turbin dan generator

MPS
LPS
Power
Air tambahan
o
HPS : high pressure steam (62 – 100 bar, 460 – 500 C)
o
MPS : medium pressure steam (12,5 bar, 205 C)
o
LPS : low preessure steam (4,1 bar, 145 C)
Gambar 2.2 Distribusi Energi pada Proses Pembuatan Pulp
Pabrik pulp dapat menyediakan sendiri energi yang
diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui
sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi yang
disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap maupun
energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Jenis
boiler yang digunakan tergantung dari jenis produk yang
dihasilkan, untuk pabrik pulp saja energi disediakan oleh
recovery boiler dan bark boiler. Untuk pabrik pulp dan
kertas terintegrasi selain jenis dua boiler tersebut juga
ditambah dengan fossil fuel boiler.
Halaman 22 dari 131
Tabel 2.3 Konsumsi Energi pada Pabrik Pulp
No
Proses
1.
2.
Persiapan bahan baku
Pemasukan serpih ke sistem
digester
Pemasakan dalam digester
Pencucian dan penyaringan
pulp
Delignifikasi oksigen
Pemutihan pulp
Pulp machine
Evaporator
Power plant
Lime kiln dan rekaustisasi
Penyediaan air panas
Pengolahan air dan air limbah
Lain-lain
Total konsumsi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Steam
(GJ/ADT)
-
Listrik
(kWh/ADT)
50
20
1.7
-
40
30
0.5
2.3
2.3
3.1
2.3
12.2
75
100
141
30
60
50
32
30
30
688
Pabrik pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri
energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik
melalui sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi
yang disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap
maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Di
pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu yaitu recovery
boiler dan power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari
recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power
boiler.
Gambar 2.2 menunjukkan diagram distribusi energi
pada proses pembuatan pulp. Bahan bakar recovery boiler
diperoleh dari lindi hitam yang merupakan cairan hasil
reaksi antara bahan kimia pemasak (lindi putih) dengan
bahan baku kayu. Cairan ini diperoleh dari proses
pembuatan pulp setelah melalui pemekatan. Penyediaan
energi pada recovery boiler merupakan salah satu siklus
Halaman 23 dari 131
dari proses pemulihan kembali bahan kimia pada proses
pembuatan pulp kraft. Bahan bakar power boiler terdiri dari
biomassa yang berasal dari proses pengulitan dan reject
penyaringan serpih kayu (pin chips dan fines chips). Untuk
menambahan nilai kalor pada biomassa biasanya dicampur
dengan batubara.
Secara teoritis Recovery Boiler dapat memproduksi
steam 15,8 GJ/ADt dan listrik 655 kWh/ADt. Kebutuhan
steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler,
untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari
power boiler berbahan bakar kulit kayu.
2.2
Teknologi Proses Pembuatan Kertas
Kertas terbuat dari tiga bahan utama, yaitu serat, air,
dan aditif. Ketiga bahan ini diproses di bagian
stockpreparation, kemudian dikirim ke mesin kertas untuk
dibentuk lembaran, selanjutnya dipres dan dikeringkan.
Secara umum, proses pembuatan kertas dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Proses Pembuatan Kertas
Proses pembuatan kertas adalah mencampurkan
serat dan aditif dengan air, kemudian airnya dipisahkan
Halaman 24 dari 131
kembali sambil membentuk lembaran. Ada karakteristik
khas pabrik kertas berkaitan dengan operasional
pemisahan air ini, sebagaimana tampak pada Gambar 2.4.
Proses pemisahan air terjadi pada bagian pembentukan,
pengepresan, dan pengeringan. Proporsi air terbanyak
dipisahkan di bagian pembentukan, tetapi proporsi energi
terbesar digunakan di bagian pengeringan.
Gambar 2.4 Proporsi Pemisahan Air dan Konsumsi Energi
Sumber energi utama yang digunakan di industri
kertas adalah steam dan listrik. Berbagai satuan operasi di
pabrik kertas menggunakan kedua jenis energi ini,
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Halaman 25 dari 131
Gambar 2.5 Distribusi Konsumsi Energi di Pabrik Kertas
Sumber : (FAPET, 1999)
Gambar 2.6 Proporsi Konsumsi Energi di Industri Kertas
Halaman 26 dari 131
2.3
Teknologi Pengelolaan Lingkungan
Perkembangan teknologi pengelolaan lingkungan di
industri pulp dan kertas (IPK) mengarah pada usaha
pencegahan yaitu yang bertujuan untuk meminimalkan
jumlah limbah yang terbentuk, dan usaha penanggulangan
pencemaran yang bertujuan untuk mengelola limbah
dengan cara mengolahnya hingga mencapai persyaratan
untuk dibuang ke lingkungan, serta upaya memanfaatkan
limbah menjadi produk yang layak dan aman digunakan.
Penggunaan
teknologi
yang
mencegah
terbentuknya limbah adalah strategi pengelolaan
lingkungan melalui program produksi bersih. Pada
umumnya penerapannya di IPK Indonesia sudah cukup
baik.
Pada prinsipnya teknologi ini digunakan untuk
mencegah atau meminimisasi limbah dengan melakukan
modifikasi proses yang bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi proses produksi melalui pengurangan konsumsi
bahan baku serat , air , bahan kimia , dan energi serta
terbentuknya limbah yang bersifat B3. Sedangkan
teknologi yang mengarah pada pengelolaan limbah baik
dalam bentuk cair,padat maupun gas , pada penerapannya
ditentukan atas dasar karakteristik limbah, kinerja dan
kehandalan proses /operasi yang digunakan, pertimbangan
lingkungan dan kelayakan ekonominya. Penentuan
teknologi dan sistem pengelolaan limbah didasarkan atas
karakteristik limbah, baik dari beban pencemarannya
khususnya sejauh mana dapat berkontribusi dalam
menghasilkan emisi carbon, dan potensi untuk dapat
dimanfaatkan sebagai energi alternatif.
Halaman 27 dari 131
2.3.1
Pengelolaan Limbah cair
Ditinjau dari sumbernya limbah cair IPK dapat
berasal dari beberapa tahap proses yang masing-masing
memberikan karakteristik yang berbeda. Limbah cair dari
proses pembuatan pulp umumnya menimbulkan masalah
warna yang coklat kehitaman, pH basa, tingginya cemaran
COD, BOD dan bersifat toksik. Limbah cair dari proses
pembuatan kertas 9memberikan karakteristik dengan kadar
padatan tersuspensi, COD dan BOD terlarut yang tinggi.
Pengelolaan limbah cair dilakukan dengan cara
pengolahan
limbah
cair
yang
bertujuan
untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan bahan-bahan
cemaran organik dan anorganik tersuspensi, koloid dan
terlarut dalam limbah cair hingga batas tertentu yang
dipersyaratkan untuk dibuang kelingkungan. Teknologi
pengolahan yang digunakan terbagi dalam beberapa tahap
sesuai karakteristik dan kualitas hasil yang ingin dicapai
yaitu meliputi proses fisika, kimia dan biologi. Pengolahan
fisika digolongkan dalam proses awal untuk memisahkan
bahan cemaran yang besar dan berat dengan cara
penyaringan, flotasi dan sedimentasi. Pengolahan kimia
diperlukan untuk memisahkan padatan tersuspensi yang
halus dan koloid dengan penambahan senyawa kimia
melalui proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi.
Pengolahan
biologi
bertujuan
untuk
mengurangi
kandungan cemaran organik terlarut yang tidak dapat
dipisahkan pada pengolahan sebelumnya.
Saat ini pengolahan biologi merupakan pengolahan
limbah yang penting dan banyak digunakan di IPK karena
bersifat ramah lingkungan dan merupakan konsekwensi
dari penerapan daur ulang serat dan air yang semakin
ketat, sehingga jumlah air limbah menjadi sedikit namun
Halaman 28 dari 131
kadar organiknya menjadi tinggi dan bersifat terlarut.
Limbah cair IPK memiliki karakteristik yang pencemar
utamanya adalah bahan organik dan merupakan sumber
carbon tinggi, oleh karena itu akan sangat efektif diolah
dengan proses biologi baik dengan cara aerobik maupun
anaerobik. Pengolahan anaerobik saat ini mulai
dikembangkan di IPK karena adanya perubahan
karakteristik air limbah yang beban organiknya tinggi,
bersifat kompleks dan terlarut sehingga sistem pengolahan
anaerobik merupakan alternatif paling menguntungkan.
Keunggulan lain adalah energi yang dibutuhkan rendah,
bahkan dapat memproduksi biogas yang dapat
dimanfaatkan. Namun demikian, teknologi ini bila tidak
dikelola secara terkendali dapat menimbulkan masalah
didalam pengeluaran emisinya keudara. Biogas yang
terbentuk dari hasil biodegradasi oleh mikroba sebagai gas
CO2 dan CH4 dapat terlepas ke atmosfer memberikan
kontribusi peningkatan gas rumah kaca (GRK) dan
berpengaruh pada perubahan iklim (Climate Change)
2.3.2
Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan di IPK jumlahnya
cukup besar dengan jenis dan karakteristik yang bervariasi,
tergantung pada unit proses dimana limbah tersebut
terbentuk. Namun pada dasarnya limbah padat tersebut
terbagi atas limbah organik yang dapat berupa sisa-sisa
bahan baku atau sludge dari instalasi pengolahan air
limbah (IPAL), dan limbah anorganik yang dapat berupa
abu hasil pembakaran (fly ash) dari unit power plant dan
unit insinerator. Dari beberapa jenis limbah padat yang
dihasilkan, limbah berupa sludge IPAL yang paling banyak
menimbulkan masalah dalam hal penanganannya.
Halaman 29 dari 131
Teknologi pengelolaan melalui pemanfaatan limbah
merupakan solusi yang sangat direkomendasikan dan
mulai mendorong pihak industri untuk melakukannya
karena merupakan
alternatif pemecahan masalah
lingkungan dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah
bagi industri. Limbah padat IPK terutama yang limbah
organik
memiliki
prospek
menguntungkan
untuk
dimanfaatkan karena berpotensi menghasilkan energi.
Potensi lain dari limbah padat adalah dapat dibuat kompos
untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas
tanaman.
Ada beberapa alternatif teknologi pengelolaan
limbah padat yang dapat dilakukan di IPK, diantaranya
adalah dengan landfill, insinerasi, pengomposan, dan
digestasi anaerobik, yang dasar pemilihannya ditinjau dari
berbagai aspek teknis, lingkungan dan ekonomi. Mengingat
bahwa limbah padat IPK adalah sumber carbon, maka
didalam proses kegiatan pengelolaan
tersebut akan
dihasilkan emisi carbon yang utamanya berupa gas CO2
dan atau gas CH4 yang dapat terlepas ke atmosfer sebagai
gas rumah kaca.
Landfill adalah pengelolaan limbah padat yang
sudah tidak akan dimanfaatkan lagi dengan cara
penimbunan pada media tanah secara terkendali. Selama
penimbunan dilakukan pengendalian terhadap lindi
(leachated) yang dapat menyebabkan pencemaran air
tanah, dan pengendalian terhadap emisi gas yang dapat
menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca. Insinerasi
adalah pengelolaan dengan cara membakar limbah padat
organic yang harus dilengkapi dengan pengendalian
pencemaran udara karena memberikan kontribusi efek
rumah kaca. Pengelolaan limbah padat dengan cara
pengomposan adalah alternatif yang cukup prospektif,
Halaman 30 dari 131
namun sampai saat ini masih terkendala dengan peraturan
terhadap persyaratan penggunaan produk kompos.
Sedangkan pengelolaan dengan cara digestasi anaerobik
pada umumnya masih dalam kajian dan ujicoba
penerapannya di IPK Indonesia. Teknologi ini prospeknya
cukup tinggi untuk diaplikasikan , selain dapat mengatasi
permasalahan limbah sludge biologi , dapat menghasilkan
biogas yang merupakan bahan bakar gas yang
terbaharukan.
Namun
teknologi
ini
memerlukan
pengendalian proses dan emisi gas yang lebih spesifik,
baik dari sisi pemanfaatan produk gas metan (CH4)
sebagai energi maupun emisi yang terlepaskan ke
atmosfer.
2.3.3
Pengelolaan Limbah Gas
Sumber penghasil emisi gas dan partikulat atau
debu yang terbesar adalah pada industri pulp kraft di unit
Chemical Recovery Plant (CRP). Emisi gas ini
mengandung senyawa sulfur yang berbau dan bersifat
racun, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan bila
terlepas di atmosfer tanpa pengendalian yang baik.
Pengelolaan limbah gas melalui pengolahan dengan
peralatan electrostatic precipitator (ESP), cyclone ,dan wet
scrubber. Emisi yang terolah dibuang ke udara melalui
cerobong dengan ketinggian cukup sehingga tidak
menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.
Namun demikian adanya gas CO2 yang terlepas ke
atmosfer masih memberikan dampak terhadap efek gas
rumah kaca dan terjadinya perubahan iklim.
Halaman 31 dari 131
BAB III
TEKNOLOGI PROSES PULPING HEMAT ENERGI
DAN KARBON RENDAH
Konsep teknologi pembuatan pulp hemat energi
tidak dapat dipisahkan dengan konsep teknologi ramah
lingkungan. Dalam prinsip konservasi energi di industri
pulp sudah pasti terjadi proses ramah lingkungan, begitu
pula sebaliknya. Prinsip penghematan energi yang paling
mudah dilakukan dan beresiko kecil serta tidak
memerlukan biaya besar adalah tindakan preventif, antara
lain mencegah kebocoran-kebocoran pada sistem
perpipaan terutama pencegahan hilangnya panas yang
mengalir pada pipa steam. Tindakan lain yang paling
penting adalah perilaku atau kebiasaan personil industri
untuk selalu memperlakukan area kerja atau unit produksi
sebagai area dan mesin hemat energi.
Seperti diketahui bahwa industri pulp adalah salah
satu industri yang sangat potensial mencemari lingkungan
terutama pencemaran yang dihasilkan buangan cair dari
proses pemutihan. Upaya penerapan teknologi pembuatan
pulp berwawasan lingkungan saat ini telah menjadi suatu
keharusan bagi industri pulp dan kertas dan telah menjadi
teknologi standar. Mengingat bahaya senyawa klor-organik
yang dinilai sangat toksik dari limbah pemutihan dengan
khlor, maka penggunaan klor harus ditinggalkan.
Untuk mendukung usaha ini, selain
memperbaiki proses pemutihan yang ada ke arah teknologi
pemutihan bebas klor, yang lebih penting lagi adalah
memperbaiki proses sebelumnya yaitu pada proses
pemasakannya. Teknologi pembuatan pulp ke arah
perolehan bilangan kappa rendah (low kappa pulping)
Halaman 32 dari 131
dengan delignifikasi berlanjut (extended delignification)
harus diterapkan tanpa mengurangi kualitas pulp atau
bahkan dapat memperbaiki kualitas sebelumnya. Target
bilangan kappa yang serendah mungkin sangat
memungkinkan industri menerapkan teknologi pemutihan
yang berwawasan lingkungan.
Dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
pada pembuatan pulp akan bermanfaat antara lain :
• Menghemat bahan baku, dan air serta energi
• Mengurangi beban pencemaran, dan emisi udara (low
carbon)
• Menghemat biaya
Proses-proses yang dapat menghemat energi dan
mengurangi emisi pada industri pulp (konservasi energi)
antara lain :
1. Penanganan bahan baku, penyerpihan, penyaringan
serpih kayu
2. Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut (extended
delignification) pada sistem pemasakan (cooking)
3. Aplikasi teknologi washing menggunakan metoda
displacement baik pada brownstock maupun bleaching
4. Optimasi kinerja Chemical Recovery (evaporator,
recovery boiler, lime kiln)
5. Optimasi kinerja sistem Power Boiler (bahan bakar
biomassa atau batubara)
3.1
Konservasi energi pada penanganan bahan baku
kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu
Konservasi energi pada penanganan bahan baku
kayu, penyerpihan, penyaringan serpih kayu dapat dilihat
pada Tabel 3.1 dibawah ini.
Halaman 33 dari 131
Tabel 3.1 Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu,
penyerpihan, penyaringan serpih kayu
No
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
1.
Hindari log blocking
menghindari mesin
Tanpa investasi
pada saat masuk
beroperasi tanpa
chipper
beban
2.
Minimalkan tinggi
mengurangi panas
Tanpa atau
tumpukan serpih
yang terjadi akibat
sedikit investasi
tumpukan
3.
Ikuti prosedur fifo
serpih kayu akan
Tanpa atau
(first in first out)
mengalami waktu
sedikit investasi
dalam penyimpanan tinggal yang sama
serpih di chip pile
dalam tumpukan
dengan derajat
degradasi yang sama
pula
mengurangi wood loss Memasang silo
4.
Simpan serpih
dalam chips silo
5.
Aplikasi Cradle
mengurangi kerusakan Modifikasi
Debarker
kayu, mengurangi
sistem
wood loss. Hemat
pengulitan
energi debarking 30%
(debarking)
yang ada
6.
Mengganti
Hemat listrik dari 18,5
Investasi
pneumatic chips
kWh/ton (pneumatic)
dilakukan
conveyor dengan
menjadi 1 kWh/ton
dengan
belt conveyor
(belt),
memodifikasi
atau mengganti
conveyor
7.
Aplikasi automatic
Untuki mendukung
Melengkapi
chip handling and
terwujudnya
sistem control,
thickness screening
manajemen fi-fo,
ROI 15 – 20%
meningkatkan yield,
hemat bahan baku,
Halaman 34 dari 131
Tabel 3.1 Konservasi energi pada penanganan bahan baku kayu,
penyerpihan, penyaringan serpih kayu (lanjutan)
No
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
Life-time lebih panjang Mengganti
8.
Aplikasi penyaring
serpih tipe bar (bardibanding tipe
sistem
type chip screens)
konvensional, biaya
penyaringan
pemeliharaan rendah,
konvensional
yield naik 2%, hemat
energi 0,33 MMBtu/ton
pulp
Aplikasi Chips
9.
Reject turun 1,2%,
modifikasi/men
conditioner
hemat energi pulping
gganti slicer
0,19 MMBtu/ton,
yang ada
hemat biaya $30/hari
Gambar 3.1 Mekanisme kerusakan serpih
Halaman 35 dari 131
Gambar 3.2 Dimensi tumpukan serpih yang optimal
3.2
Modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut (extended
delignification) pada sistem pemasakan (cooking)
Prinsip dasar memperoleh pulp bilangan kappa
rendah adalah mengatur selektifitas delignifikasi dengan
metoda antara lain :
Konsentrasi alkali aktif harus rendah pada awal
pemasakan dan dipertahankan agar relatif seragam
selama pemasakan
Konsentrasi SH- harus tinggi, terutama selama awal
delignifikasi
Kandungan lignin yang terlarut dalam cairan pemasak
harus dipertahankan agar tetap rendah, terutama pada
tahap akhir pemasakan
Prinsip prosesnya adalah menyimpan black liquor
pada proses cooking untuk digunakan (re-use) pada
cooking berikutnya. Semakin banyak siklus proses yang
Halaman 36 dari 131
harus dilalui seperti pada Gambar 3, semakin hemat energi
yang diperlukan.
Gambar 3.3 Siklus proses displacement batch cooking
Metoda yang dapat digunakan pada sistem batch
adalah modifikasi digester displacement cooking dengan
cara cold blow, rapid displacement cooking, superbatch,
enerbatch. Sedangkan modifikasi pada digester digester
kontinyu adalah isothermal cooking, lo-solids, black liquor
impregnation (compact cooking atau impregnation bin).
Halaman 37 dari 131
Gambar 3.4
Ringkasan berbagai siklus proses displacement
batch cooking
3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) dan
Superbatch
Proses pembuatan pulp pada prinsipnya dilakukan
dengan cara memanfaatkan lindi hitam hangat dan panas
yang dipakai untuk merendam serpih sebelum dilakukan
proses pemasakan dengan menggunakan lindi hitam dan
lindi putih panas. Heating pada suhu tinggi sehingga
konsumsi steam lebih rendah dan hemat energi, proses
lebih selektif dan menghasilkan pulp bilangan kappa
rendah.
-
Sistem peralatan utama :
digester displacement screen
hot black liquor accumulator (tangki lindi hitam panas)
hot white liquor accumulator (tangki lindi putih panas)
Halaman 38 dari 131
-
warm black liquor accumulator (tangki lindi hitam
hangat)
cool black liquor accumulator (tangki lindi hitam dingin)
white/black liquor exchanger (alat pemindah panas
lindi putih/hitam)
Gambar 3.5 Sistem peralatan RDH/Superbatch
Proses RDH/Superbatch :
Pengisian serpih ke dalam digester (dengan steam
packing, isi digester meningkat 25%)
Pengisian warm liquor ke dalam digester dari tangki
lindi hitam hangat. Discharge valve ditutup, digester
ditekan dengan warm liquor hingga 5,5 bar. Serpih
mengalami pre-impregnasi oleh lindi hitam encer
Kelebihan (ekses) hot black liquor dari tangki lindi
hitam panas dilewatkan melalui heater (alat pemindah
panas) dan digunakan untuk memanaskan white liquor
Halaman 39 dari 131
-
-
-
yang selanjutnya disimpan dalam hot white liquor
accumulator. Hot white liquor dan hot black liquor dari
tangki lindi hitam panas dipompa ke dalam digester,
memindahkan (displacement) warm liquor ke dalam
tangki lindi hitam dingin, kelebihan lindi hitam encer di
pompa ke evaporator
Cooking dimulai dengan suhu awal digester sekitar
160oC, faktor H dicatat melalui sistem kontrol
terdistribusi (DCS). Proses cooking terjadi tanpa
banyak menambahakan steam
Setelah target faktor-H tercapai, washer filtrate
dipompa ke dalam digester dan memindahkan hot
liquor ke dalam tiga accumulator berdasarkan
perbedaan suhu. Black liquor paling panas
dipindahkan ke tangki lindi hitam panas (166oC), black
liquor hangat ke tangki lindi hitam hangat (93-132oC),
black liquor dingin ke tangki lindi hitam dingin (di
bawah 93oC).
Setalah massa pulp dalam digester dingin, pulp diblow
dengan udara tekan tanpa penambahan steam).
Teknologi terbaru menggunakan sistem pemompaan
(pump out), dengan sistem ini kerusakan serat akibat
gesekan dapat dihindari sehingga kekuatan serat lebih
tinggi.
3.2.2
ITC (Isothermal Cooking)
Teknologi ITC merupakan modifikasi dari MCC
(modified continuous cooking) dan EMCC (extended
modified continuous cooking). Proses didalam digester
dibagi menjadi zona yang lebih panjang dibandingkan
kontinyu konvensional, yaitu zona impregnation, concurrent
cooking zone, countercurrent cooking zone dan extended
cooking zone. Dalam sistem konvensional hanya ada 3
Halaman 40 dari 131
zona, yaitu impreganation zone, heating and cooking zone,
washing zone. Dalam ITC suhu ditingkatkan secara drastis
pada zona washing (hi-heat washing) sampai pada titik
dimana tercapai suhu yang seragam pada seluruh digester.
6% pemakaian alkali pada proses pemasakan dikonsumsi
pada zona hi-heat washing.
Dengan menyeragamkan suhu pada seluruh
digester akan menurunkan suhu pada zona cooking, suhu
zona cooking dapat dicapai lebih rendah 10oC dibanding
pada sistem MCC. Dengan demikian pemakaian steam
pada sirkulasi cairan pemasak pada sistem digester akan
turun.
Efisiensi washing tidak turun meskipun pada zona
hi-heat washing ditambahkan alkali sekitar 6%, hal ini
disebabkan proses pencucian pada sistem ITC
menggunakan temperatur yang sangat tinggi, sama
dengan temperatur pemasakan.
Halaman 41 dari 131
Gambar 3.6 Digester kontinyu dengan sistem pemasakan ITC
Halaman 42 dari 131
3.2.3
Black liquor impregnation
Gambar 3.7 Black liquor impregnation
Prinsip black liquor impregnation adalah menambah
1 unit reactor impregnasi yang berfungsi untuk merendam
serpih dengan black liquor. Prinsip ini mirip dengan
displacement batch cooking, yaitu penggunaan black liquor
pada awal proses. Keuntungan dari proses ini adalah
kecepatan proses pemasakan semakin cepat sehingga
dapat menagemat energi.
Konservasi energi yang dapat dilakukan pada unit
pemutihan pulp adalah memanfaatkan panas yang
terbentuk dari proses pemutihan. Panas ini diperoleh pada
recovery panas (heat recovery) pencucian pulp.
Halaman 43 dari 131
Ringkasan konservasi energi pada pada system
pemasakan dan pemutihan pulp dapat dilihat pada Tabel
3.2.
Tabel 3.2
No
1.
2.
3
Konservasi energi pada sistem pemasakan
(cooking) dan pemutihan (bleaching)
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
Hemat steam dari 1,38
Modifikasi batch
menambah
heat
digester dengan
ton/ton pulp
metoda delignifikasi
(konvensional) menjadi exchanger,
berlanjut (extended
0,30 ton/ton (RDH),
pompa dan
delignification) :
yield naik
tangki
- RDH
2 – 3%
penampung
- Superbatch
filtrat
- Coldblow
displacement
- Enerbatch
hangat dan
panas
Hemat
steam
dari
0,72
Modifikasi batch
Menambah
zona cooking
digester dengan
ton/ton pulp
teknologi delignifikasi (konvensional) menjadi pada sistem
berlanjut (extended
0,4 – 0,5 ton/ton pulp,
ITC dan Loyield naik sekitar 1%
delignification) :
solids,
- Isothermal
menambah 1
cooking (ITC)
buah vessel
- Lo-solids
ukuran sedang
dan auxiliary
- Black liquor
impregnation
untuk BLI
(BLI)
Aplikasi pulping aid :
Dengan anthraquinone Tambahan
- Antrhraquinone
yield naik 2-5%, rejects biaya produksi
- Phosphanate
makin turun, Kappa
langsung
rendah, emisi sulfur
rendah. Phosphanate
menghemat steam
8 – 10%, yield pulp
naik 4 – 6%.
Halaman 44 dari 131
Lanjutan Tabel 3.2
Konservasi
energi
pada
pemasakan (cooking) dan pemutihan (bleaching)
No
Aktifitas
Konservasi energi
4. Heat recovery dari
Memanfaatkan panas
unit bleaching
dari kap pencuci
(washer hood) untuk
memperoduksi air
panas
Preheating ClO2
5. Chlorine dioxide
(ClO2) heat exchange sebelum masuk mixer
dapat menghemat
steam
3.3
sistem
Investasi
menambah
unit heat
exchanger dan
tangki.
Menambah
instalasi heat
exchanger
pada sistem
umpan ClO2.
Biaya investasi
$124000, pay
back period 2
tahun.
Aplikasi teknologi washing menggunakan metoda
displacement baik pada brownstock maupun
bleaching
Teknologi pencucian pulp banyak menggunakan
teknologi yang bekerja dengan prinsip pengenceran pulp
dengan air (dilution) dilanjutkan dengan displacement.
Dengan proses ini diperlukan dilution faktor sekitar 1 – 3.
Tipe peralatan seperti ini adalah rotary vacuum washer dan
diffusion washer (atmosferic displacement).
Untuk menghemat energi pada proses pencucian
dimodifikasi sistem pressurized displacement, dimana
dengan meniadakan proses pengenceran, waktu lebih
cepat dan konsumsi air lebih kecil. Tipe peralatan seperti
ini adalah pressure diffusion, twin roll press, wash press,
Halaman 45 dari 131
wash master. Dilution factor sekitar 0,6 – 0,9, selain
menghemat energi juga menghemat penggunaan air.
Gambar 3.8 Wash master dan twin roll press
Tabel 3.3 Konservasi energi pada siistem pencucian pulp
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
Perbaikan proses Lebih efisien, menghilangkan
Mengganti
pencucian
pulp lebih banyak solids, konsumsi sistem
power, steam, bahan kimia
menggunakan
pencucian
sistem
pemutih lebih rendah. Hemat
konvensional
steam 9,500 Btu/ton dan
displacement
hemat listrik 12 kWh/ton.
3.4
Optimasi kinerja Chemical Recovery (recovery
boiler, evaporator, recovery boiler, lime kiln)
Peluang konservasi energi Recovery Boiler
dilakukan dengan cara meningkatkan perolehan energi
panas yang maksimal yang dihasilkan dari proses
Halaman 46 dari 131
pembakaran. Efisiensi pembakaran dapat ditingkatkan
antara lain dengan menambah padatan total lindi hitam
yang masuk tungku boiler, menambah satu tingkat udara
kuartener, dan lain-lain.
B
L
6
5
4
3
2
1
Super
Konsen
trator
RECOVERY
BOILER
Mixing
tank
Condensate
segregation
Gambar 3.9. Penambahan 1 unit superkonsentrator
Udara kuaterner
Udara sekunder tingkat atas
Udara tersier
Udara primer
Udara sekunder
Gambar 3.10. Penambahan aliran udara kuaterner
Konservasi energi pada sistem Chemical
Recovery selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.3
dibawah
ini.
Halaman 47 dari 131
Tabel 3.4 Konservasi energi pada sistem Chemical Recovery
(Evaporator, Recovery Boiler, Lime kiln)
No.
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
1. Penggunaan
- Lindi hitam pekat
Menambah alat
superkonsentrator
naik dari 70
superkonsentrator
pada evaporator
menjadi 80%
dan pompa dalam
- Steam economy
sistem evaporator.
6 kg H2O/ton
steam, 1,6 kg
solid/kg pulp
- Konsumsi steam
3,1 GJ/ADt, listrik
30 kWh/ADt
2. Perbaikan
Meningkatkan
Mengganti pipa
composite tubes
efisiensi boiler,
carbon steel
untuk pipa
menurunkan
menjadi co-extruded
Recovery boiler
shutdown,
tube terutama di
menurunkan korosi
bagian superheater
3. Sistem monitoring Kontrol dan inspeksi Menambah
deposit Recovery yang baik akan
handheld infrared
boiler
inspection sistem
meningkatkan heat
transfer surfaces,
deteksi dini
penyumbatan
(plugging) dan
kerusakan pipa
(fouling) dapat
dimonitor sehingga
akan mengurangi
shut down.
Halaman 48 dari 131
Lanjutan Tabel 3.4. Konservasi energi pada sistem Chemical
Recovery (Evaporator, Recovery Boiler, Lime kiln)
No.
Aktifitas
Konservasi energi
Investasi
4. Aplikasi intelligent monitoring deposit
Modifikasi
sootblowing
(plugging dan fouling) sootblowing yang
dilanjutkan dengan
ada menjadi sistem
pembersihan dengan intelligent
metoda intelligent
sootblowing
shoot blowing, akan
menghemat steam
tekanan tinggi 2%
5. Penambahan
Menurunkan particle
Investasi $300,000
aliran udara
carry over dan tube
- $500,000 untuk
kuartener pada
fouling, menurunkan
menambah level
Recovery boiler
frekwensi recovery
udara baru
boiler washing,
menurunkan shut
down, HPS 100 bar
500 oC,
meningkatkan energi
3 – 5% dan reheat.
6. Lime kiln oxygen
Meningkatkan
Investasi rendah,
enrichment
efisiensi
hanya perlu pipa
pembakaran,
dan sistem injeksi
mengurangi
O2. Pay back
konsumsi bahan
period 1 – 3 tahun.
bakar 7 – 12%.
7. Memperbaiki
Menghemat energi
Modifikasi atau
sistemfiltrasi
0,47 MMBtu/ton CaO mengganti sistem
CaCO3 dan
atau hemat energi
yang sudah ada
refactory brick
5%
pada lime kiln
Halaman 49 dari 131
3.5
Optimasi kinerja Power Boiler bahan bakar
biomassa dan batubara
Penggunaan bahan bakar biomassa pada pabrik
pulp akan menghemat penggunaan batubara. Karena
berbasis bioenergi maka emisi CO2 yang dihasilkan
rendah. Untuk meningkatkan efisiensi pembakaran
digunakan boiler tipe Fluidized Bed (FBC) dan Circulating
Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC. Keuntungan
menggunakan boiler tipe FBC selain fleksibel terhadap
bahan bakar padat, efisiensi pembakaran yang tinggi dan
berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOx
dan NOx.
Dalam sistim sirkulasi pada boiler tipe CFBC,
parameter bed dijaga untuk membentuk padatan melayang
dari bed. Padatan diangkat pada fase yang relatif terlarut
dalam pengangkat padatan, dan sebuah down-comer
dengan sebuah siklon merupakan aliran sirkulasi padatan.
Tipe ini lebih menguntungkan karena dapat beroperasi
pada kapasitas yang lebih besar, mengurangi emisi SO2
dan NOx yang lebih besar pula.
Halaman 50 dari 131
Gambar 3.11. FBC dan CFBC
Halaman 51 dari 131
Tabel 3.5.Konservasi energi pada sistem Power Boiler (bahan
bakar biomassa atau batubara)
No. Konservasi energi
Keuntungan
Investasi
1.
Monitoring dan
Sistem pengendalian
Mengaplikasikan
control kontinyu
yang dapat mengukur,
sistemcontinuous
sistem
memonitor dan
monitoring dan
pembakaran
mengontrol oksigen
kontrol mutakhir.
dan karbon dapat
Investasi
mengoptimalkan
$200000, pay
campuran bahan
back period 6
bakar/udara untuk
bulan
mencapai suhu flame
yang tinggi, untuk
mencapai efisiensi
energi maksimal dan
mengurangi emisi
udara.
2.
Menurunkan
Mencegah kebocoran
Pemeliharaan,
jumlah flue gas
dan menghemat energi monitoring dan
dengan
2 – 5%.
inspeksi rutin
menghindari
kebocoran
3.
Mengurangi udara Penggunaan udara
ekses
ekses (excess air)
selama ± 15% dapat
munurunkan emisi
NOx
4.
Memperbaiki
Menghemat energi
Pemeliharaan
sistemisolasi
6 – 26%
rutin dan
sistemperpipaan
mengganti
dengan material
baru
Halaman 52 dari 131
Lanjutan Tabel 3.5. Konservasi energi pada sistem Power Boiler
(bahan bakar biomassa atau batubara)
No. Konservasi energi
Keuntungan
Investasi
5.
Pemeliharaan
Untuk menjaga boiler
Mengaplikasikan
boiler (boiler
selalu bekerja
program
maksimal (peak
maintenance)
manajemen
performance), dengan
pemeliharaan
memperbaiki
boiler
sistemmanajemen
boiler maintenance
yang baik dapat
menghemat energi
sebesar 10%.
6.
Penggunaan
Menghemat air (fresh
Memasang
kembali
water) dan bahan kimia sistem
kondensat
pengolahan air boiler
condensate
(ccndensate
return
return)
7.
Menimimalkan
Blowdown yang
Memasang
boiler blow down
optimal akan
sistemblow down
meminimalkan
otomatis systems
pembentukan depost
can be installed
boiler, menghemat
to optimize
bahan bakar 1,1%
blow down rates
Blow down steam Dapat menjaga sifat8.
Menambah
recovery
sifat termodinamika
instalasi
steam dan air,
sisteminstalasi
menurunkan potensi
continuous blow
korosi dalam
down heat
sistemperpipaan,
recovery systems
menghemat bahan
bakar 1,2%.
Halaman 53 dari 131
Konservasi energi lain yang dapat ditempuh pada
industri pulp adalah aplikasi teknologi gasifikasi batubara,
dimana dalam proses gasifikasi ini, hidrokarbon diubah
menjadi gas sintetis (syngas) yang berupa campuran
karbon monoksida dan hidrogen. Gas sintetis ini digunakan
untuk membakar kapur (lime mud/CaCO3) pada proses
kalsinasi (lime kiln) sehingga dapat menghemat konsumsi
minyak dan dapat menurunkan emisi CO2.
Gasifikasi juga dapat dilakukan terhadap biomassa
yang terdapat pada pabrik pulp, antara lain kulit kayu, pin
chips dan fines. Bahan bakar biomassa tersebut dibuat
atau dicetak menjadi pellet kemudian dilakukan gasifikasi
dalam reactor gasifier. Nilai kalor dari syngas yang
terbentuk bisas mencapai sekitar 4 (empat) kali lipat jika
biomassa tersebut langsung dibakar pada power boiler.
Syngas dari gasifikasi biomassa ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar power plant yang terintegrasi
recovery boiler maupun sebagai bahan bakar untuk lime
kiln.
Penggunaan bahan bakar bio lainnya yang dapat
dikembangkan adalah memanfaatkan kandungan energi
yang terdapat dalam NCG (non-condensible gases).
Dengan kandungan metanol sebesar 1 % dalam NCG
memungkinkan gas ini dapat diisolasi dan dapat digunakan
untuk bahan bakar limekiln sehingga akan mengurangi
kebutuhan minyak dan batubara serta mengurangi emisi
CO2.
Halaman 54 dari 131
BAB IV
TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN KERTAS
HEMAT ENERGI DAN KARBON RENDAH
4.1
Teknologi Proses Pembuatan Kertas
4.1.1
Stock Prep : Bagian Penggilingan (Refining)
Bagian penggilingan adalah unit di stock prep yang
paling banyak mengkonsumsi energi. Pada dasarnya
tindakan penghematan yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan refinability (daya giling) dari serat
yang akan digiling. Cara yang paling konvensional untuk
melakukan ini adalah dengan menggunakan aditif
penggilingan. Salah satu contoh aditif seperti ini misalnya
CMC (Carboxy Methylcellulose), yang cara kerjanya
sebenarnya mirip komponen hemiselulosa dalam serat.
Serat yang mengandung hemiselulosa lebih tinggi daya
gilingnya juga lebih baik.
Pemilihan model pisau refiner (refiner bar pattern)
juga turut menentukan knsumsi energi penggilingan.
Model-model mutakhir biasanya dirancang agar energi
refiner serendah mungkin, dan yang terpenting lagi adalah
model pisau untuk serat pendek jangan sampai disamakan
dengan untuk serat panjang.
Teknologi terkini untuk penghematan energi
penggilingan adalah dengan menggunakan enzim. Untuk
enzim tertentu, percobaan skala lab menunjukkan
penghematan energi bisa terjadi hingga 40 %. Penggunaan
enzim untuk penggilingan terus dikembangkan karena
sangat efektif dan bahkan lebih ramah lingkungan dari
pada menggunakan aditif kimia.
Halaman 55 dari 131
4.1.2
Mesin Kertas : Bagian Pembentukan dan
Pengepresan
Semua mesin kertas menggunakan sistem vakum di
bagian pembentukannya. Kerja sistem vakum yang tidak
efektif menyebabkan peningkatan konsumsi energi dan
steam untuk proses pemisahan air dari lembaran kertas.
Oleh karena itu optimasi sistem vakum harus selalu
dilakukan untuk mesin kertas. Bagian pembentukan yang
umum digunakan adalah mesin Fourdrinier. Saat ini
teknologi Gap Former sudah berkembang sedemikian
sehingga merupakan alternatif dari mesin Fourdrinier
dengan peningkatan kapasitas produksi sekitar 30 % dan
penghematan energi sekitar 40kWh / ton kertas.
Gambar 4.1 Teknologi Pengepresan Terkini (Shoe Press)
Halaman 56 dari 131
Gambar 4.2 Perbandingan Kinerja Pengepresan
Biasanya, proses pengepresan lembaran kertas
dilakukan oleh dua permukaan rol yang berputar. Inovasi
baru menunjukkan bahwa salahsatu rol, khususnya alas
untuk pengepresan dapat digantikan oleh suatu material
yang bertindak sebagai alas saat lembaran dipres oleh rol
yang berputar (shoe press). Dengan cara seperti ini maka
pijakan pengepresan menjadi lebih luas dibandingkan
dengan yang konvensional. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan kapasitas pengeluaran air saat
pengepresan. Kekeringan lembaran bisa mencapai 35 –
50% dibandingkan dengan 5 – 7 % untuk konvensional.
4.1.3
Mesin Kertas : Bagian Pengeringan
Penerapan teknologi maju untuk kontrol dryer
menunjukkan adanya penghematan energi sebesar 4500 lb
steam/jam, penurunan konsumsi energi, pengurangan
biaya pemeliharaan, dan peningkatan produktivitas.
Penurunan penggunaan udara untuk dryer dapat dilakukan
jika menerapkan sistem hood tertutup dan mengoptimalkan
sistem heat recovery. Sistem heat recovery dapat
Halaman 57 dari 131
ditingkatkan dari 15 % menjadi 60 – 70 % bila disertai
dengan perawatan yang benar.
Suhu ventilasi pocket seringkali dikendalikan dengan
suhu udara yang tinggi lebih dari kebutuhan minimalnya.
Akibatnya banyak energi terbuang. Bila suhu ini diturunkan
menjadi 180 – 195 °C, maka akan terjadi penghematan
steam sekitar 1000 – 2000 lb / jam. Beberapa tindakan
untuk memanfaatkan waste heat akan sangat membantu
program penghematan energi. Penggunaan stationery
syphon dalam dryer akan menghemat energi sebesar 0,85
MMBTU per ton karena ada perbaikan efisiensi
pengeringan. Penggunaan rekompresi mekanis untuk
pemakaian ulang superheated steam ke dalam dryer,
dapat menghemat energi sebesar 50 %. Sedangkan
penggunaan sistem heat pump untuk memanfaatkan waste
heat dalam dryer, akan memberikan penghematan energi
sebesar 0,4 MMBtu per ton kertas. Panas dari ventilasi
udara juga dapat dimanfatkan untk memanaskan fasilitas
lain. Untuk hood yang menggunakan udara panas seperti
di mesin tisu, panas udara buangnya dapat dimanfaatkan
untuk memanaskan udara masuk.
Penggunaan
teknologi
baru
untuk
proses
pengeringan juga dimungkinkan, misalnya sistem
pengeringan Condebelt. Dalam sistem ini, lembaran kertas
dikeringkan dalam keadaan kontak dengan sabuk baja
panas. Sistem ini diklaim 5 – 15 kali lebih cepat dari sistem
konvensional, tetapi tidak cocok untuk kertas gramatur
tinggi.
Sistem Air Impingement Drying, menggunakan udara
panas sehingga penggunaan steam lebih sedikit tetapi
listriknya meningkat. Sistem ini sebenranya sangat cocok
untuk pengeringan proses salut, tetapi untuk proses biasa
pun dapat digunakan sebagai alternatif sistem pengeringan
Halaman 58 dari 131
silinder konvensional. Penghematan steam bisa mencapai
10 – 40 %, tetapi listriknya meningkat 5 %.
Gambar 4.3 Sistem Pengeringan Condebelt
A. Langsung
B. Tak Langsung
Gambar 4.4 Air-Impingement Drying
Halaman 59 dari 131
Tabel 4.1 Perbandingan Kinerja Teknologi Baru
Pengeringan
Secara ringkas, tindakan yang dapat dilakukan
untuk efisiensi proses pengeringan kertas adalah :
a. Pengendalian Proses Drying
b. Pengendalian Titik Embun
c. Optimasi Pengeluaran Air di Forming dan Pressing
d. Penurunan Kehilangan Energi Pada Blowthrough
e. Penurunan Konsumsi Udara
f. Optimasi Suhu Ventilasi Pocket
g. Pemanfaatan Kembali Sisa Panas
h. Penggunaan Shoe (Extended Nip) Press
i. Optimasi Sistem Vakum mesin Kertas
j. Penggunaan Teknologi Maju : Gap Forming;
CondeBelt Drying; Air Impingement Drying
4.2
Penghematan Energi dan Sumber Emisi Karbon Di
Industri Kertas
Energi digunakan pada berbagai satuan proses di
industri kertas. Energi digunakan untuk menggerakkan
motor, pompa, vakum, pengeringan, dan sebagainya.
Peluang penghematan energi diberbagai tingkatan tentu
Halaman 60 dari 131
saja ada, tetapi sebaiknya dipilah agar tindakan
penghematan energi cukup efektif.
Peran dan peluang penghematan energi pada
berbagai proses utama di industri kertas, terlihat pada
Tabel 4.2. Pada tabel tersebut, industri kertas
dikategorikan ke dalam 2 kelompok : pabrik kertas
berbahan baku pulp dan pabrik kertas terintegrasi. Pabrik
kertas terintegrasi terdiri dari pabrik berbahan baku kayu
dan berbahan baku kertas bekas. Ada perbedaan
konsumsi energi antara kedua kategori pabrik untuk jenis
kertas yang sama karena berbeda sumber bahan bakunya.
Untuk pabrik kertas berbahan baku pulp, pulp berbentuk
lembaran kering yang didatangkan atau dibeli dari luar,
didalamnya ada faktor transportasi. Sedangkan pabrik
terintegrasi pulp sudah tersedia di dalam pabrik dan dalam
bentuk buburan sehingga bisa langsung dipakai.
Pada Tabel 4.2 tersebut juga dapat dilihat, peluang
terbesar untuk penghematan energi ada di dua tempat,
yaitu refining dan drying. Refining adalah proses mekanis
untuk memodifikasi serat agar layak dibuat lembaran dan
berkontribusi langsung pada kualitas kertas. Drying atau
pengeringan adalah proses pengeluaran air dari dalam
lembaran dengan cara penguapan. Berbagai teknik
pengeringan dapat diterapkan untuk meningkatkan
efisiensi proses pengeringan ini. Secara keseluruhan,
penggunaan energi di industri kertas terbaik didunia (Best
Available Technology,BAT) tahun 2009 berdasarkan jenis
bahan baku dan produknya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Halaman 61 dari 131
Tabel 4.2 Peluang Penghematan Energi di Industri Kertas
Sumber : (EU-China, 2009)
Pada Tabel 4.3, dijelaskan kisaran intensitas energi
untuk pabrik kertas 7,2 – 10,5 GJ/ADt, sedangkan pabrik
terintegrasi 6,6 – 22,4 GJ/ADt. Data di atas adalah data
BAT 2009, yang berarti teknologi terbaik yang ada dan
paling praktis digunakan sat ini.
Halaman 62 dari 131
Tabel 4.3 Intensitas Energi Terbaik Dunia 2009
Bahan Baku
Produk
Intensitas Energi
(Gj / Adt)
9,0
10,4
7,2
9,6
7,8
10,5
Pulp
Uncoated Fine (wood free)
Coated Fine (wood free)
Koran
Karton
Kraft Lainer
Tisu
Recovered
Paper
Karton (Tanpa Deinking)
Koran (Deinking)
Tisu (Deinking)
11,2
7,6
11,3
Kayu
Bleached Uncoated Fine
KraftLiner & Bag Paper
Bleached Coated Fine
Bleached Uncoated Fine
Koran
Kertas Majalah
Karton
18,3
17,6
22,4
22,3
6,6
7,3
11,8
Sumber : (Eu-China, 2009)
Menurut (NCASI, 2005), emisi karbon dari industri
pulp dan kertas dapat dikategorikan sebagai emisi
langsung dan tidak langsung. Emisi langsung berarti emisi
dari sumber yang berada dibawah kendali perusahaan.
Sedangkan emisi tak langsung berarti emisi yang timbul
akibat aktivitas perusahaan tetapi sumbernya ada dibawah
kendali perusahaan lain. Beberapa contoh operasional
pabrik kertas yang bisa menjadi sumber emisi karbon baik
yang langsung maupun tidak langsung dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Halaman 63 dari 131
Tabel 4.4 Sumber Emisi Karbon pada Pabrik Kertas
Emisi
Sumber Emisi Karbon
Emisi Langsung
- Power boiler, turbin, atau peralatan
pembakaran lain yang menghasilkan
steam atau power untuk pabrik
- Insinerator
- Dryer dengan bahan bakar gas atau
bahan bakar fosil lainnya
- Kendaraan dan permesinan setempat
- Kendaraan transportasi dari dan ke dalam
perusahaan
Emisi Tak
- Penyiapan serat virgin atau serat
Langsung
sekunder
- Screening, thickening, washing
- Produksi kertas dan karton termasuk
pembersihan stok dan refining
- Proses salut
- Trimming, roll wrapping, sheet cutting
- Operasi normal kantor dan bangunan
untuk pegawai
- Peralatan pengolahan limbah
- Peralatan kontrol emisi seperti ESP dan
biofilter
4.3
Gambaran Investasi Untuk Beberapa Proses Baru
Berbagai peluang penghematan energi yang
dipaparkan di atas adalah upaya yang sudah dilakukan
industri kertas pada skala komersial, sehingga dengan
demikian faktor tekno-ekonominya sudah teruji. Namun
demikian untuk mendapatkan gambaran yang kongkrit,
akan disajikan besaran investasi beberapa proses baru,
yang akan dirangkum pada tabel berikut.
Halaman 64 dari 131
Tabel 4.5 Gambaran Investasi Untuk Penghematan Energi
Proses / Teknologi
Penghematan Energi
Shoe Press
Gap Former
Steam 2-15%
Listrik 40 kWh/ton
Advanced Dryer
Control
Closed Hood and
Ventilation System
Waste Heat
Recovery
Condebelt Drying
Steam 2 kg/jam
Steam 0,72 MMBTU/ton
Listrik 6,3 kWh/ton
Steam 0,4 MMBTU/ton
Steam 15 %
Listrik 20 kWh/ton
Perkiraan
Investasi
USD 40,24 /ton
USD 75.750/ inci
lebar
Pay Back Period : 3
tahun
USD 9,57 / ton
USD 18 /ton
USD 28 /ton
Sumber : (EPA, 2010)
Halaman 65 dari 131
BAB V
PENGELOLAAN LINGKUNG AN PADA INDUSTRI
PULP DAN KERTAS
5.1
Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair industri pulp dan kertas bersifat sangat
mencemari sehingga dapat
menimbulkan dampak
terhadap kesetimbangan lingkungan terutama badan air
penerima.Karakteristik limbah sangat bervariasi tergantung
dari tahapan proses dimana limbah cair tersebut berasal.
Bahan cemaran utama yang terkandung dalam limbah
adalah bahan organik dari bahan baku serat, dan bahan
kimia organik dan anorganik yang ditambahkan selama
proses produksi , diantaranya adalah logam berat.
Perkembangan teknologi yang mengarah pada
peningkatan efisiensi proses produksi dan daur ulang air
telah dapat mengurangi jumlah limbah cair yang terbentuk
namun merubah karakteristik limbah menjadi lebih pekat.
Karakteristik limbah cair yang mengandung bahan
cemaran dengan kadar organik tinggi dan bersifat
kompleks akan mendatangkan permasalahan apabila
dibuang tanpa pengelolaan yang baik. Dalam pengelolaan
limbah cair diperlukan pengolahan agar ketika dibuang
keluar pabrik mencapai baku mutu limbah cair yang
dipersyaratkan sehingga tidak melampaui daya dukung
lingkungan penerima
Pemilihan teknologi proses pengolahan limbah cair
didasarkan atas karakteristik limbah, kehandalan dan
kinerja
proses,
serta
pertimbangan
lingkungan.
Pengolahan limbah cair pulp dan kertas dapat dilakukan
dengan tahapan proses melalui perlakuan fisika, kimia, dan
Halaman 66 dari 131
biologi atau kombinasinya sesuai dengan target hasil yang
diharapkan
5.1.1 Teknologi Proses Pengolahan
5.1.1.1. Proses Fisika – Kimia
Proses ini biasanya digunakan diawal pengolahan,
tujuannya adalah untuk menghilangkan pencemar padatan
tersuspensi terutama pada industri kertas yang
menggunakan kertas bekas pada bahan bakunya.
Pemisahan padatan tersuspensi berukuran halus dengan
koloid perlu ditambahkan koagulan alum dan flokulan
polielektrolit (PE). Proses sedimentasi yang merupakan
rangkaian proses setelah koagulasi – flokulasi digunakan
untuk memisahkan lumpur yang terbentuk dari limbah cair
yang terolah. Konsumsi energi pada sistem pengolahan
fisika – kimia secara keseluruhan adalah sekitar 20 – 30
KW/m3. Energi tersebut digunakan untuk menjalankan
pompa dan agitator di bak equalisasi, bak pencampur bak
kimia dan clarifier
5.1.1.2. Proses Biologi
Pengolahan limbah cair industri pulp dengan proses
biologi tujuan utamanya adalah menyisihkan pencemar
senyawa organik terlarut dengan bantuan aktivitas
mikroba. Saat ini proses biologi merupakan pengolahan
limbah cair yang penting, terutama untuk indutri yang
menerapkan sistem daur ulang air atau sistem tertutup.
Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk mendukung
pertumbuhan dan aktivitas mikroba, perlakuan biologi
dibedakan atas proses aerobik dan anaerobik. Proses
aerobik digunakan untuk mengolah limbah cair yang
kandungan bahan organiknya relatif sederhana atau
bersifat mudah dibiodegradasi. Proses anaerobik
Halaman 67 dari 131
diutamakan untuk mengolah air limbah yang beban
organiknya tinggi dan merupakan senyawa kompleks yang
sulit dibiodegradasi.
5.1.1.2.a. Sistim aerobic
Dalam sistem aerobik, bahan-bahan pencemar
organik teroksidasi secara biologis menjadi air (H2O) dan
gas CO2, dan juga menghasilkan sel-sel baru sebagai
lumpur serta bahan sisa organik yang tidak
terbiodegradasi.
Pada umumnya pengolahan secara biologi proses
aerobik yang banyak diterapkan di industri pulp dan kertas
adalah sistim lumpur aktif karena mempunyai effesiensi
pengolahan yang tinggi dan lahan yang digunakan tidak
terlalu luas. Efektivitas proses lumpur aktif sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor
lingkungan dan kondisi proses. Faktor lingkungan terdiri
dari kebutuhan oksigen, nutrisi, temperatur,pH dan
senyawa yang bersifat racun terhadap mikroorganisma
lumpur aktif, sedangkan kondisi proses terdiri dari beban
organik, umur lumpur dan daur ulang lumpur aktif.
Tahapan proses pengolahannya terdiri dari
equalisasi, aerasi lumpur aktif, sedimentasi, dan sistem
pengembalian lumpur. Kebutuhan energi yang diperlukan
secara keseluruhan sekitar 70-120 kW/m3. Energi tersebut
sebagian besar digunakan untuk proses aerasi dan juga
untuk menjalankan pompa dan agitator pada bak
equalisasi, bak penambahan nutrisi dan clarifier serta
thickener. Kondisi proses sistem lumpur aktif pada
umumnya dioperasikan pada beban organik 0,10 – 0,55
kgBOD/kgMLSS,hari, dengan konsentrasi mixed liquor
suspended solid (MLSS) antara 2000-4000 ppm , waktu
Halaman 68 dari 131
tinggal di bak aerasi antara 10 – 24 jam , dan dengan umur
lumpur 5 – 15 hari.
5.1.1.2.b. Sistim anaerobik
Proses anaerobik adalah proses biodegradasi
senyawa organik menjadi gas metan (CH4) dan karbon
dioksida (CO2) oleh bakteri anaerob . Proses ini banyak
dikembangkan untuk pengolahan air limbah pulping yang
mempunyai kandungan bahan organik kompleks seperti
senyawa lignin, tanin dan zat ekstraktif lainnya, dan juga
pada air limbah pabrik kertas yang sistem daur ulang
airnya tinggi.
Proses penguraian senyawa organik komplek menjadi
biogas oleh aktivitas bakteri yang hidup dalam lingkungan
anaerob yang pada dasarnya dilakukan oleh 2 kelompok
bakteri yang dominan yaitu :
- Bakteri asidogenik , terdiri dari bakteri pembentuk asam
organik, butirat dan propionat , serta asam asetat oleh
bakteri asetogenik.
- Bakteri metanogenik , terdiri bakteri asetofilik yang
merubah asam asetat menjadi gas metan (CH4) , dan
bakteri hidrogenofilik yang dapat merubah gas H2 dan
CO2 menjadi gas CH4.
Efektivitas pengolahan limbah cair dengan sistim
anaerobik dipengaruruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah suhu, pH, alkalinitas dan nutrisi dengan kondisi
optimum sebagai berikut :
- Suhu
:
35 oC – 37 oC (mesofilik),
:
45 oC – 55 oC (termofilik)
- Alkalinitas :
1000 – 5000 mg/l CaCO3
- Nutrisi
:
COD : N : P = 350 : 5 : 1
- pH
:
asidifikasi < 6 ; metanasi > 6,5
Halaman 69 dari 131
Untuk mengoptimalkan dan mendistribusikan
aktivitas mikroba agar proses biodegradasi maksimal dapat
digunakan bio reaktor yang diklasifikasikan sebagai
bioreaktor pertumbuhan terdispersi dan bioreaktor biofilm.
Pengolahan air limbah proses anaerobik pada industri pulp
dan kertas umumnya menggunakan bioreaktor biofilm yaitu
sistim anaerobik filter dan upflow anaerobic sludge blanket
(UASB).
5.1.1.2.b.i. Sistim anaerobik filter
Sistim anaerobik filter
didalam reaktornya
dilengkapi
media
penunjang
untuk
melekatnya
mikroorganisma, dan sebagai mekanisme perangkap bagi
mikroorganisma
yang
berbentuk
flok.
Tempat
menempelnya mikroorganisma dapat berupa batuan yang
bersifat porous seperti kerikil, cincin keramik dan sekarang
berkembang menjadi platik.
Kebutuhan energi yang digunakan untuk pompapompa seperti pompa nutrisi,bahan kimia, resirkulasi
masing-masing antara (0,75 – 1 kW). Sedangkan energi
yang digunakan untuk agitator pada bak nutrisi ( larutan
urea, H3PO4), antara (1,5 – 2,0 kW/m3)
5.1.1.2.b.ii.Upflow Anaerobic Sludge Blanked (UASB)
Pengolahan air limbah sistim anaerobik yang
menggunakan reaktor upflow anaerobik sludge blanket
(UASB) akan efektif digunakan pada sistem yang
dilengkapi dengan unit pemanfatan biogas menjadi energi .
Pada proses ini aliran limbah dipompa masuk kedalam
reaktor adalah dari bawah keatas (up-flow). Pada
pengoperasian awal bioreaktor adalah merupakan proses
aklimatisasi mikroorganisme dan pembentukan lumpur
Halaman 70 dari 131
granular dengan pengaturan laju aliran up-flow , maka
mikroorganisma yang semula tersuspensi dalam cairan
akan mengalami pertumbuhan
biomasa lumpur
membentuk granular . Granular adalah bentuk biomassa
yang memiliki ukuran diameter 1 – 5 mm dan berat jenis
yang besar. sehingga memiliki kemampuan mengendap
yang baik. Pembentukan lumpur granular ini memerlukan
pengendalian proses dengan persyaratan kondisi operasi
tertentu dan penambahan mikronutrisi spesifik yang
prosesnya berlangsung relatif lama tergantung pada
karakterisitik air limbah yang diolah. Tercapai keadaan
steady state dapat diidentifikasi berdasarkan :
 Fluktuasi efisiensi penurunan COD yang relative stabil
 Ratio (nilai perbandingan) konsentrasi asam volatile
terhadap konsentrasi alkalinitas atau adalah 0,1
 Nilai pH larutan berfluktuasi pada daerah pH netral
,yaitu berkisar antara 6,8 – 7,5
Kebutuhan energi yang digunakan pada anaerobik
sistem UASB ini relatif sama dengan sistem anaerobik
filter. Sistim anaerobik UASB dapat beroperasi pada beban
organik 10 – 30 kg COD/m3 hari. Efesiensi pengolahan
limbah cair industri pulp dan kertas dapat dicapai sebesar
80–85 % dalam mereduksi pencemar COD. Produksi gas
metan (CH4) yang terbentuk pada suhu 35 0C adalah 0,41
l/g COD reduksi. Berdasarkan hasil efesiensi pengolahan
limbah cair yang sudah diterapkan di industri pulp
mencapai reduksi COD sebesar 80 %, sedangkan
komposisi gas metan mencapai 55-70 % atau dengan
produksi sebanyak 0,3 – 0,4 m3/kg COD reduksi.
Halaman 71 dari 131
5.1.2 Pengembangan Teknologi Anaerobik dan
Penerapannya
Pada umumnya emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan pada pengolahan limbah cair terdapat pada
pengolahan
sistim
anaerobik
dan
digestasi
sludge(lumpur).
Pada pengolahan limbah cair sistim
anaerobik, gas CH4 yang dihasilkan akan terurai menjadi
gas CO2 yang tidak termasuk dalam perhitungan sebagai
gas rumah kaca. Selain gas metan, dihasilkan juga gas
N2O yang jumlahnya sangat kecil.
Pengembangan teknologi anaerobik menuju emisi
karbon rendah pada proses pengolahan limbah cair harus
dilengkapi dengan sistim pengumpul off-gas dengan tujuan
untuk mengendalikan emisi gas agar tidak lepas ke
atmosfir, selain itu juga untuk menghilangkan bau. Dengan
pengumpulan emisi gas tersebut memungkinkan gas
metan yang terbentuk dari proses anaerobic dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative pengganti
bahan bakar fuel.
5.2
Pengelolaan Limbah Padat
Industri pulp dan kertas selain menghasilkan limbah
cair juga menghasilkan limbah padat yang jumlahnya
cukup besar. Jenis dan karakteristik limbah padat yang
dihasilkan dari industri pulp dan kertas bervariasi jenisnya,
tergantung pada bahan baku, jenis produk yang dihasilkan,
dan
unit proses dimana limbah tersebut terbentuk.
Pengelompokan jenis limbah padat dari sumber
berdasarkan unit proses yang menghasilkannya akan
memberikan gambaran karakteristik dari limbah padat
tersebut, apakah termasuk limbah organik atau anorganik,
dan apakah termasuk limbah bahan berbahaya dan
Halaman 72 dari 131
beracun (limbah B3) atau limbah non B3. Dengan
mengetahui karakteristik limbah padat ini, akan dapat
menentukan teknologi pengelolaannya yang tepat.
Sumber dan jenis limbah padat dari industri pulp dan
kertas secara umum dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Sumber dan Jenis Limbah Padat Industri Pulp dan
Kertas
Sumber limbah
Jenis limbah
1. Unit penyediaan bahan
- Kulit dan serbuk kayu, lumpur,
baku kayu
pasir
2. Unit pencucian dan
- Padatan sisa saring (reject)
penyaringan pulp
berupa mata kayu
3. Unit pemulihan bahan
- Lumpur kapur (lime mud),
kimia (CRP)
dreg dan grit
4. Unit persiapan kertas
- Lumpur serat, plastik, lumpur
bekas
tinta
5. Unit pengolahan air
- Lumpur primer, lumpur
limbah (IPAL)
sekunder
- Abu (fly ash dan bottom ash)
6. Unit power plant
Dari beberapa limbah padat yang dihasilkan
tersebut yang jumlahnya besar dan menimbulkan masalah
adalah limbah organik berupa sludge dari unit IPAL;
limbah anorganik berupa abu hasil pembakaran (fly ash)
unit power plant dan unit insinerator. Abu yang dihasilkan
dari unit power plant dibedakan dari jenis bahan bakarnya
yaitu yang berasal dari fosil (batubara, minyak, dan lainlain), dan biomas (kulit kayu, cangkang kelapa sawit dan
lain-lain). Menurut peraturan lingkungan abu dari batubara
termasuk klasifikasi limbah B3 sedangkan abu biomas
merupakan limbah non B3. Limbah padat tersebut perlu
dikelola dengan baik untuk mencegah dampak negatif
terhadap lingkungan, khususnya limbah organik yang
Halaman 73 dari 131
merupakan sumber karbon yang berkontribusi dalam
memproduksi emisi karbon (GRK) yang berkaitan dengan
issue global warming.
Tabel 5.2 Keunggulan dan Kelemahan dari Teknologi
Pengelolaan Limbah Padat
Teknologi
Item
Landfill
Insinerasi
Pengomposan
Digestasi
Aerobik
Anaerobik
Daya hancur
lambat
cepat
Sedang
sedang
limbah
Efektifitas
rendah
tinggi
Sedang
sedang
proses
Konsumsi
rendah
tinggi
Rendah
sedang
energi
Pengendalia
mudah
sulit
Sedang
sulit
n proses
Kebutuhan
besar
kecil
Besar
sedang
lahan
Investasi alat
besar
besar
Sedang
besar
Biaya
rendah
tinggi
Sedang
tinggi
operasional
Potensi
rendah
tinggi
Rendah
tinggi
pemanfaatan
energi
Potensi emisi rendah
tinggi
Sedang
sedang
gas
Ada beberapa teknologi pengelolaan limbah padat
yang digunakan di industri pulp dan kertas, yang
pemilihannya didasarkan atas tinjauan dari beberapa
aspek baik teknis, ekonomi, maupun lingkungan. Di sisi lain
juga mempertimbangkan kemungkinan adanya potensi
limbah tersebut
untuk dimanfaatkan menjadi produk
Halaman 74 dari 131
samping. Pengelolaan limbah padat di industri pulp dan
kertas pada umumnya menggunakan teknologi : (1) landfill;
(2). insinerasi; (3). digestasi anaerobik dan (4).
pengomposan. Pemilihan penerapan teknologi tersebut di
industri pulp dan kertas dipertimbangkan atas dasar
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing teknologi
(Tabel 5.2.).
5.2.1
Landfill
Pengelolaan limbah padat dengan landfill dipilih
atas dasar tujuan bahwa limbah padat tersebut tidak
dimanfaatkan dan akan dibuang ke lingkungan melalui
proses penimbunan ke media tanah. Limbah padat industri
pulp dan kertas yang dikelola melalui penimbunan di landfill
pada umumnya meliputi limbah yang terkontaminasi limbah
B3, abu insinerator dan abu pembakaran batu bara yang
masuk klasifikasi limbah B3 , dan limbah padat lain yang
tidak dapat dimanfaatkan dan harus dibuang ke
lingkungan. Dari jenis limbah padat yang ditimbun, limbah
organik akan diuraikan oleh mikroba menjadi gas yang
lepas ke atmosfer yang dapat mengkontribusi GRK.
Sedangkan limbah anorganik akan terakumulasi dan
terlarut dalam lindi atau leachate yang dapat menimbulkan
pencemaran air tanah.
Mekanisme proses yang terjadi dalam landfill
berlangsung lambat dan terdiri dari beberapa fase
penguraian seperti terlihat pada Gambar 5.1. fase-fase
tersebut meliputi beberapa tahap yaitu proses aerobik;
aerobik fakultatif, anaerobik.
Halaman 75 dari 131
Gambar 5.1 Fase-Fase Pada Tahapan Proses Anaerobik
Gas hasil penguraian mikroba di dalam landfill
didominasi oleh gas CH4 dan CO2 yang masing-masing
memiliki konsentrasi relatif sama. Sedangkan gas lainnya
yang terbentuk dapat berupa gas organik volatile non
metan, NOx, CO dan H2. Gas metan (CH4) yang dihasilkan
dari landfill besarnya sangat variasi yang ditentukan oleh
teknologi yang digunakan dan fungsi dari beberapa
faktor(EPA, 2009), diantaranya yaitu:
1. Jumlah total dari limbah yang dibuang ke landfill per
tahun
2. Umur penimbunan landfill
3. Karakteristik limbah, seperti temperatur dan kadar air
tanah
Halaman 76 dari 131
5.2.1.1.
Pengembangan
Teknologi
Landfill
dan
Penerapannya
Teknologi landfill yang berkembang saat ini
dilengkapi dengan pengendalian terhadap jumlah dan jenis
limbah yang masuk landfill dan adanya penanganan lindi
(leachate). Pada pengembangan teknologi selanjutnya
dilengkapi dengan sistem pengumpulan gas untuk flaring
dan penggunaan gas untuk menghasilkan energi. Instalasi
landfill dan kelengkapan komponennya yang menghasilkan
emisi karbon rendah dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas
Metan dan Pemanfaatan Energinya. (
US.EPA, 2008)
Sistem pengumpul gas pada landfill diantaranya
terdiri dari penangkap gas (wells), pipa-pipa, blower, dan
teknologi lain yang memungkinkan dapat meningkatkan
kinerja pengendalian gas. Pada beberapa landfill sistem
flare hanya ada bila gas landfill dibakar dan dibuang.
Sedangkan landfill yang memanfaatkan gas untuk energi
menggunakan teknologi pembakaran gas landfiil dengan
Halaman 77 dari 131
memasang peralatan seperti turbin, mesin reciprocating,
boiler, heater, atau kiln sebagai unit utama. Untuk tujuan
regulasi dan keamanan , rancangan landfill dengan
teknologi pemanfaatan gas untuk produk energi tetap
harus dilengkapi pula dengan sistem flare
Landfill dirancang pula dengan tujuan untuk
mencegah pencemaran dari timbulan lindi dari limbah yang
termasuk katagori limbah B3. Landfill didesain atas dasar
klasifikasi kontruksi pelapisan yang disesuaikan dengan
tingkatan potensi dampak pencemaran. Menurut peraturan
lingkungan di Indonesia, kontruksi landfill dibagi atas 3
kategori, yaitu : kategori I (double liner ), kategori II (single
liner), kategori III (clay liner) , yang secara berurutan
merupakan landfill dengan persyaratan berat , sedang ,
dan ringan. Untuk mengaplikasikan teknologi landfill ini
harus melalui tata cara perizinan yang ditetapkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Pada umumnya landfill yang ada pada industri pulp
dan kertas di Indonesia masih menggunakan teknologi
yang hanya bertujuan untuk mencegah pencemaran air
tanah. Berdasarkan karakteristik limbahnya dan mengikuti
peraturan yang berlaku, pada umumnya kontruksi landfill di
industri pulp dan kertas didesain mengikuti kategori III,
yang dilengkapi dengan instalasi pengumpulan dan
pengolahan lindi. Landfill ini belum dilengkapi dengan
sistem pengendalian gas atau instalasi pengumpul gas
atau sistem flare , sehingga gas landfill terlepas ke
atmosfer.
Halaman 78 dari 131
5.2.2
Insinerasi
Proses insinerasi adalah alternatif pengelolaan
limbah padat yang dipilih atas dasar kemampuannya dalam
mengurangi jumlah limbah dengan cepat dan hanya
menyisakan sedikit abu. Pada proses insinerasi senyawa
organik dioksidasi membentuk gas CO2 dan uap air serta
energi dalam bentuk panas yang dapat direkaveri. Cara
insinerasi ini akan menguntungkan bila limbah yang
dibakar mengandung bahan organik tinggi dengan kadar
abu yang rendah (< 10%), kadar air rendah (< 60%), serta
memiliki nilai kalor yang tinggi (> 3000 kalori).
5.2.2.1. Pengembangan Teknologi Insinerasi dan
Penerapannya
Teknologi insinerator mengalami perkembangan
yang cukup pesat, sejalan dengan peningkatan kebutuhan
energi serta timbulnya isu lingkungan yang berkaitan
dengan pemanasan global (global warming). Teknologi
selanjutnya memberikan peluang untuk memanfaatkan
energi yang dihasilkannya untuk produksi steam dan
akhirnya menjadi produk listrik.
Perkembangan desain insinerator yang semula
hanya dilengkapi penanganan emisi gas dengan cara
sederhana melalui cyclone saja, menjadi dapat menangani
pula permasalahan limbah B3. Berdasarkan karakteristik
limbah bervariasi dan pertimbangan aspek teknis,
lingkungan dan ekonomi, maka dapat dipilih tipe-tipe
insinerator yang umum dipakai di industri, diantaranya
adalah sebagai berikut dibawah ini.
Halaman 79 dari 131
5.2.2.1.a. Rotary Kiln Incinerator
Tipe insinerator ini banyak digunakan karena
dapat digunakan untuk mengolah berbagai jenis limbah
dengan kisaran kadar air yang bervariasi.
Gambar 5.3 Rotary Kiln Incinerator
(http://www.google.co.id/search?hl=id&source=Rotary
+Kiln+Incinerator)
Rotary kiln berbentuk silinder horizontal yang
berputar dengan kecepatan antara 0,75 – 2,5 rpm
sehingga terjadi pencampuran antara limbah dengan udara
pembakaran. Waktu tinggal limbah dalam kiln bervariasi
antara beberapa detik hingga beberapa jam. Suhu
pembakaran mempunyai rentang antara 815 – 16500 C.
5.2.2.1.b. Fluidized Bed Incinerator
Insinerator tipe ini mempunyai ruang bakar
sistem fluidisasi dengan kontruksi rapat dan kedap udara
untuk menjaga sistem pada tekanan positif dan mencegah
Halaman 80 dari 131
kebocoran panas dari hasil pembakaran. Ruang bakar
berisi tumpukan pasir yang akan terfluidisasi oleh
hembusan udara yang mengalir masuk dengan dipanaskan
dulu oleh gas hasil pembakaran. Limbah yang akan
dibakar masuk melalui conveyor dengan pemanfaatan
udara panas yang kontak sepanjang conveyor hingga
limbah mengalami pengeringan lanjut untuk meningkatkan
kadar padatan. Umpan limbah yang masuk jatuh pada
tumpukan pasir yang kemudian terfluidisasi oleh aliran
udara panas dengan turbulensi tinggi.
Gambar 5.4 Fludized Bed Incinerator
(http://www.google.co.id/images?um=fludized+bed+incinerator)
Dengan sistem fluidisasi ini maka terjadi kontak antara
pasir panas dengan limbah , sehingga air yang terkandung
dalam limbah berubah menjadi uap, dan akhirnya terjadi
pembakaran yang optimum. Bagian dalam ruang bakar
dilapisi bahan tahan api, sedangkan pipa-pipa dibuat dari
baja tahan karat untuk mencegah abrasi dan erosi serta
kerusakan akibat pengaruh gas hasil pembakaran. Pada
insinerator ini juga dirancang sistem yang mencegah
terbawanya pasir dan abu ikut kedalam aliran gas hasil
pembakaran.
Halaman 81 dari 131
Di Indonesia, penerapan insinerator
untuk
pengelolaan limbah industri harus mengikuti peraturan dan
pedoman yang telah ditetapkan oleh Kementerian KLH
antara lain :
Desain insinerator memiliki spesifikasi yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
Melakukan uji coba pengoperasian insinerator dan
pengendalian pencemaran emisi gas
Mencatat kondisi operasi, hasil pembakaran, dan
efisiensi pembakaran
Melaksanakan pemantauan sesuai ketentuan yang
ditetapkan.
Pada umumnya penerapan insinerator untuk
pengelolaan limbah padat banyak dilakukan oleh industri
kertas yang menggunakan bahan baku kertas bekas,
terutama yang ada proses deinking. Saat ini pertimbangan
penggunaan insinerator di industri pulp dan kertas, masih
terbatas pada pemenuhan peraturan dalam pengelolaan
limbah. Teknologi yang mengarah pada pemanfaatan
energi hasil pembakaran masih dalam tahap kajian dan uji
coba. khususnya untuk menghasilkan steam dan tenaga
listrik. Dari pemilihan tipe insinerator, baik yang tipe Rotary
Kiln maupun yang Fluidized Bed, keduanya sudah
diterapkan di industri kertas di Indonesia. Dengan
berkembangnya teknologi insenerasi memungkinan pula
pemanfaatan limbah padat melalui proses gasifikasi. Untuk
mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi, limbah padat
dapat diumpankan dalam bentuk pelet atau briket.
Halaman 82 dari 131
5.2.3
Pengomposan
Tujuan pengomposan adalah untuk menstabilkan
bahan-bahan organik yang berasal dari limbah,
mengurangi bau, membunuh organisme patogen dan
akhirnya menghasilkan produk yang disebut pupuk organik
(kompos) dan sesuai untuk diaplikasikan di tanah (land
application)
dan
tanaman.
Mekanisme
proses
pengomposan bahan organik menjadi kompos dan emisi
gas dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Udara
(O2)
Mikroorganisme
Kelembaban
Karbohidrat/lipid
Selulosa
Protein
Lignin
Abu (ash)
CO
Metabolit
intermediate
2
H2
O
Nitrogen
anorganik
Siklus
nitrogen
Organisme baru
mati
Humus/kompos
panas
Panas
Gambar 5.5 Proses Pengomposan dan Emisi Gas yang
Dihasilkan
(Sumber : Valzano, F. et al, 2001)
Pada
proses
pengomposan
akan
terjadi
peningkatan suhu dari mesofilik ke termofilik. Ketika suhu
mencapai 40°C, aktivitas mikroba mesofilik diganti oleh
Halaman 83 dari 131
mikroba termofilik. Pada suhu di atas 55°C beberapa
mikroorganisme yang bersifat pathogen akan mati. Selama
fase termofilik, suhu tinggi mempercepat penguraian
protein, lemak dan karbohidrat seperti selulosa dan
hemiselulosa. Setelah sebagian besar bahan terurai, maka
suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan
volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
pengomposan antara lain rasio C/N; ukuran partikel;
aerasi; porositas; kandungan air; suhu; pH; kandungan
bahan-bahan berbahaya. Kondisi optimum dari beberapa
faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4. Lama waktu
pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan dan aktivator yang
ditambahkan.
Tabel 5.3
Beberapa Faktor yang Berperan dalam Proses
Pengomposan
Parameter
Nilai Optimum
C/N ratio
35 : 1
kadar air
50 – 75%, tergantung jenis bahan yang akan
dikomposkan.
Ukuran
50 mm untuk pengomposan cara windrow
partikel
Aliran udara
0,6 – 1,8 m3 udara.hari-1,kg-1padatan
tervolatil selama phase termofilik dan menurun
pada phase pematangan.
pH
6,5 – 8,0
Oksigen
> 10% v/v
o
o
Temperatur
55 C ( 50-65 C)
Sumber : Turpeinen, 2007
Halaman 84 dari 131
5.2.3.1. Teknologi Proses Pengomposan dan
Penerapannya
Proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses
pengomposan telah banyak dikembangkan teknologi
pengomposan dari teknologi sederhana, sedang, sampai
teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan untuk mengoptimalkan proses
biodegradasi bahan organik, sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien.
Teknologi pengomposan sangat beragam, baik
secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa
aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang
sesuai dapat mempercepat proses pengomposan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan,
karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Proses
pengomposan dapat diklasifikasikan dalam 2 sistem, yaitu:
- Sistem terbuka (Unconfined process)
- Sistem tertutup (Confined processes)
5.2.3.1.a. Proses pengomposan sistem terbuka
Proses ini meliputi proses windrow dan aerated
static pile. Secara umum, tahapan dari kedua proses
tersebut adalah serupa, hanya teknologi prosesnya yang
berbeda. Pada metoda windrow, kontak oksigen dengan
tumpukan kompos berlangsung secara konveksi alami
dengan pembalikan; sedangkan pada aerated static pile
dilakukan dengan pengaliran udara.
Halaman 85 dari 131
5.2.3.1.b. Proses pengomposon sistem tertutup
Mekanisasi proses pengomposan berlangsung
dalam sistem atau reaktor tertutup. Sistem ini dirancang
untuk mengatasi masalah bau dan mempercepat waktu
proses dengan pengaturan kondisi lingkungan, seperti
aliran udara, temperatur dan konsentrasi oksigen. Sistem
tertutup ini membutuhkan biaya investasi yang jauh lebih
mahal dibandingkan sistem terbuka.
Industri pulp dan kertas di beberapa negara, telah
melakukan pengelolaan limbah sludgenya dengan cara
memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas yang
telah memenuhi syarat (Carter,1983). Beberapa industri
pulp dan kertas di Indonesia telah mengkaji pula
pemanfaatan limbah sludgenya sebagai kompos dan uji
cobanya ke tanaman. Hasil kajian mengindikasikan bahwa
aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat
meningkatkan produktivitas berbagai tanaman keras dan
kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara
kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI.
5.2.4. Proses Digestasi Anaerobik
Mekanisme reaksi biokimia yang terjadi dalam
proses anaerobic dapat dilihat pada Gambar 5.6. Proses
digestasi anaerobik merupakan proses biodegradasi
senyawa organik oleh aktivitas bakteri anaerob melalui
beberapa tahapan yaitu hidrolisis, asidifikasi dan metanasi.
Biodegradasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri
dari gas metana (50 – 70%), CO2 (25 – 45 %) dan sejumlah
kecil hidrogen, nitrogen dan H2S (Elizabeth. 1981;
kharistya. 2004).
Halaman 86 dari 131
Gambar 5.6 Tahapan Proses Digestasi Anaerobik
Hidrolisis merupakan proses pemecahan insoluble
organics yang besar dan komplek menjadi molekul kecil
yang dapat dihantarkan ke sel mikroba dan dapat
dimetabolisasi (Thompson, 2008). Proses hidrolisis dapat
dilakukan secara enzimatis mengubah organik kompleks
tersuspensi menjadi organik sederhana terlarut secara
yang dapat digunakan oleh bakteri (Thompson, 2008).
Tahap
asidifikasi yaitu tahap kompleks yang
melibatkan proses pembentukan asam, produksi hidrogen,
dan tahap asetogenik. Gula, asam lemak rantai panjang
dan asam amino yang terbentuk dari hidrolisis digunakan
sebagai substrat.
Asam organik dengan berat molekul
rendah yang dihasilkan dari tahap asidogenesis akan diurai
menjadi gas metan (CH4) dan CO2 oleh bakteri
metanogenik. Biogas sebagai produk samping dekomposisi
Halaman 87 dari 131
zat organik telah dipertimbangkan sebagai sumber energi
alternatif. Komposisi biogas umumnya terdiri dari CH4 55 –
70%; CO2 27 – 45%; N2 0 – 3%; H20 – 1%; H2S <3%.
CH4 merupakan gas yang memiliki nilai kalor tertinggi yaitu
sekitar 9.000 kcal./m3. Nilai panas biogas adalah 4.500 –
6.300 kcal./m3 tergantung dari kandungan gas selain CH4.
Oleh karena itu 1 m3 biogas ekivalen dengan 0,4 kg minyak
diesel atau 0,6 kg bensin atau 0,8 kg batubara.
5.2.4.1.Teknologi Digestasi Anaerobik
Pengembangan teknologi digestasi anaerobik yang
inovatif adalah yang bertujuan untuk mengoptimalkan laju
proses digestasi sehingga menghasilkan gas metan
maksimal. Optimasi proses dan maksimasi produksi dapat
dicapai diantaranya dengan cara perlakuan awal terhadap
bahan/feed, mengembangkan kondisi optimum inokulum
dan pengaturan kondisi lingkungan seperti suhu, pH,
penambahan nutrisi dan pengendalian komponen toksik.
Pemilihan desain reaktor yang tepat adalah parameter
kunci di dalam keberhasilan proses. Terdapat beberapa
jenis reaktor digestasi anaerobik yaitu ;
5.2.4.1.a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah
Digestasi satu tahap sistem basah ini, cocok untuk
pengolahan limbah padat yang memiliki kadar padatan
lebih kecil dari 15%, sedangkan untuk pengolahan limbah
padat yang memiliki kadar padatan tinggi 20 % - 40 % lebih
cocok dilakukan dengan digestasi satu tahap sistem kering.
Diagram alir digestasi satu tahap sistem basah dan sistem
kering dapat dilihat pada Gambar 5.7. dan Gambar 5.8.
Halaman 88 dari 131
Gambar 5.7. Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Basah.
http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/
Halaman 89 dari 131
Gambar 5.8 Digestasi Anaerobik Satu Tahap Sistem Kering
(http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
5.2.4.1.b. Digestasi Dua Tahap
Sistem digestasi anaerobik dua tahap merupakan
suatu proses dimana langkah-langkah pembentukan asam
(hidrolisis dan fermentasi asam volatil) secara fisik terpisah
dari langkah pembentukan biogas (gas metan). Hal ini
berbeda dengan digestasi anaerobik satu tahap, dimana
asidogenesis dan metanogenesis terjadi bersama-sama
(Shuizhou, et al, 2005).
Sistem digestasi dua tahap yang memisahkan
pembentukan asam lemak volatil (VFA) dari proses
metanogenesis dapat meningkatkan kinerja digestasi
secara keseluruhan (Elliott, et al. 2007). Hal ini ditunjukkan
dari kinerja proses digestasi anaerobik dua tahap yang
dapat mencapai bukan hanya produksi hidrogen tetapi juga
Halaman 90 dari 131
produksi metan yang lebih tinggi yang diperoleh dengan
cara meningkatkan kinerja proses hidrolisa pada tahap
awal. Produksi gas metan yang dicapai sekitar 21% lebih
tinggi daripada yang diperoleh dalam proses digestasi satu
tahap (Liu, et al. 2008). Dengan demikian proses digestasi
anaerobik dua-tahap menjadi hal yang sangat penting
untuk meningkatkan produksi biogas untuk menghasilkan
metan (Medhat, et al. 2004). Diagram alir digestasi
anaerobik 2 tahap dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Diagram Alir Digestasi Anaerobik 2 Tahap
(Sumber : http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
Industri pulp dan kertas di beberapa negara, telah
melakukan pengelolaan limbah sludgenya dengan cara
memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas yang
telah memenuhi syarat (Carter,1983). Beberapa industri
pulp dan kertas di Indonesia telah mengkaji pula
pemanfaatan limbah sludgenya sebagai kompos dan uji
cobanya ke tanaman. Hasil kajian mengindikasikan bahwa
aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat
Halaman 91 dari 131
meningkatkan produktivitas berbagai tanaman keras dan
kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara
kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI.
5.3
Pengelolaan Emisi Gas
5.3.1
Sumber dan Karakteristik
Sumber emisi terbesar pada indutri pulp dan kertas
adalah dari unit proses yang menggunakan bahan kimia
seperti unit pulping, unit proses pemulihan bahan kimia
(chemicals recovery unit), unit pemutihan pulp dan
pembuatan kertas. Dari proses ulping akan menghasilkan
pencemar gas berupa senyawa sulfur, senyawa karbon
dan senyawa nitrogen, sedangkan emisi dari unit CRP
terutama berupa partikulat seperti Na2SO4, Na2CO3, dan
gas-gas sulfur yang menimbulkan sumber bau. Serta dari
proses pemutihan menghasilkan gas klorin. Sumber dan
Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat dapat dilihat pada
Tabel 5.5.
Tabel 5.4. Sumber dan Karakteristik Emisi Gas dan Partikulat
Unit proses
Emisi Gas
Partikulat
Persiapan Bahan Baku Kayu
Unit pulping
 senyawa metil merkaptan
(CH3HS),
 dimetil sulfida (CH3CH3S),
 dimetil disulfida (CH3CH3S2),
 gas-gas yang tidak
terkondensasi
Unit CRP
Halaman 92 dari 131
Lanjutan Tabel 5.4. Sumber dan Karakteristik Emisi Gas
dan Partikulat
Unit proses
Emisi Gas
Partikulat
partikulat
 Recovery
 senyawa
metil
merkaptan
boiler
(CH3HS),
 dimetl sulfida (CH3CH3S),
 dimetil disulfida (CH3CH3S2)
 H2S, dan NOx
 Evaporator
 H2S
 metil merkaptan (CH3HS).
partikulat
 Lime kiln
 NOx, H2S.
Unit pemutihan
 gas klor,
pulp
 klor dioksida
 volatile
organic
compounds
(VOCs)
Unit Power plant
partikulat
 SO2,
termasuk
 NOx,
cogeneration
 CO dan
 trace element
Unit pembuatan
formaldehid
kertas
Proses pembuatan pulp secara kimia dan semi
kimia menghasilkan sejumlah emisi termasuk volatile
organic seperti metanol, formaldehid, asetaldehid dan metil
etil keton maupun gas-gas sulfur tereduksi. Emisi gas yang
mengandung sulfur tereduksi (H2S, metil merkaptan,
dimetil sulfida dan dimetil disulfida) menimbulkan bau yang
sangat mengganggu walaupun dalam konsentrasi rendah.
Secara
keseluruhan
senyawa-senyawa
tersebut
dinyatakan sebagai senyawa sulfur tereduksi total (TRS)
yang dilepaskan dari berbagai sumber dalam proses
pembuatan pulp kimia kraft dan semi kimia. Emisi gas yang
dikeluarkan dari proses pembuatan pulp proses kraft dapat
Halaman 93 dari 131
menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Sebelum
dilepaskan ke lingkungan emisi gas tersebut harus
dikendalikan terlebih dahulu agar tidak melewati batas
baku mutu emisi. Pada dasarnya pengendalian emisi gas
adalah melalui pembersihan emisi dengan memisahkan
partikulat dan gas pencemarnya. Umumnya pengendalian
emisi gas selain bertujuan untuk mengurangi dampak
pencemaran terhadap kualitas udara setempat, juga untuk
memperkecil kehilangan bahan kimia.
5.3.2
Teknologi Pengelolaan Emisi Partikulat dan Gas
Pengelolaan emisi partikulat dan gas di industri pulp
dan kertas dilakukan dengan cara pemisahan emisi
partikulat dan gas atau pengumpulan dan pembakaran gas
yang tidak terkondensasi (Non-Condensible Gases) agar
konsentrasinya tidak melewati batas tertentu yang dapat
berakibat mengganggu kesehatan. Pada dasarnya
pengelolaan limbah gas dapat dilakukan dengan
pengendalian dari dalam prosesnya sendiri , melalui
pengoperasian yang tepat dari semua peralatan proses
dalam rangka meminimalkan limbah gas yang terbentuk
dari setiap unit proses.
5.3.2.1
Pemisahan Partikulat
Teknologi pemisahan partikulat dari aliran limbah
gas dapat dilakukan dengan beberapa unit peralatan yang
dapat diklasifikasikan seperti terlihat dalam Tabel 5.5.
Halaman 94 dari 131
Tabel 5.5. Klasifikasi Teknologi Pemisah Partikulat
Teknologi
Keterangan
Cyclone
Efektif untuk pemisahan partikulat
ukuran > 20 μm ; efisiensi pemisahan
antara 75 – 95%
Electrostatic
Efektif untuk pemisahan partikulat
Precipitator (ESP)
ukuran 10 - 20 μm Efisiensi pemisahan
> 99 %
Saringan Kain (Fabric Efektif untuk pemisahan partikulat
Filter)
ukuran halus efisiensi pemisahan 99 %
Partikulat Scrubber :
Efektif untuk pemisahan partikulat
ukuran halus efisiensi akan meningkat
 Venturi scubber
 Cyclone Scrubber dengan menambahkan cairan bahan
penyerap.
 Spray scubber
a). Cyclone
Cyclone adalah suatu peralatan mekanis yang
digunakan untuk menyisihkan partikel yang berukuran
relatif besar dari suatu aliran gas. Gas masuk dari atas
secara tangensial berputar ke bawah yang membuat
partikel jatuh dan keluar dari bagian bawah kerucut. Gas
bersih yang keluar dari bagian atas alat diantaranya adalah
gas CO2. Cyclone mempunyai efisiensi pemisahan antara
75 – 95% untuk partikel ytang berat dan berukuran > 20
μm. Gambar 5.10 memperlihatkan cyclone dan multiple
cyclone yang tempat pemasangannya di boiler.
Halaman 95 dari 131
Gambar 5.10. (A). Cyclone dan Multiple Cyclone;
(B). Multiple Cyclone Dipasang Di
Boiler
b). Saringan Kain (Fabric Filter)
Saringan kain sangat efisien untuk memisahkan
partikel-partikel halus. Penyaringnya adalah kantong
berbentuk silinder. Partikel halus terkumpul dalam kantong
penyaring dari bahan kain
berbentuk silinder yang
kemudian dipisahkan Partikel-partikel yang menempel dan
terkumpul dalam kantong dilepaskan atau dipisahkan salah
satunya dengan cara digoyang hingga partikel-partikel
jatuh ke dalam tempat pengumpul dibawah penyaring.
Efisiensi penyaringan dapat hmencapai 99%. Kelemahan
alat ini adalah sensitifnya bahan penyaring terhadap suhu
tinggi (> 315oC), sehingga kain sering rusak, biasanya
lama pemakaian antara 1 – 2 tahun.
Halaman 96 dari 131
.
Gambar 5.11. Saringan Kain (Fabric Filter)
c). Electrostatic Precipitator (ESP)
Electrostatic Precipitator (ESP) merupakan alat
pemisah partikulat yang didasari pada konsep presipitasi
akibat gaya elektrostatik yang sangat efektif memisahkan
partikulat yang berukuran 10 - 20 μm. Partikel-partikel
yang bermuatan negatif dalam aliran gas akan tertarik oleh
elektroda pengumpul yang bermuatan positif, kemudian
dilepaskan dengan sistem rapping menggunakan air spray
atau sistem vibrasi yang hsilnya terkumpul pada hopper di
bagian bawah ESP.
Halaman 97 dari 131
Gambar 5.12. Electrostatic Precipitator (ESP)
Umumnya ESP dipakai pada recovery boiler
dengan efisiensi > 99%. Peningkatan efisiensi dipengaruhi
oleh naiknya luas permukaan pelat dan menurunnya
temperature. Alat ESP ini memerlukan pemeliharaan yang
tinggi, dan membutuhkan energi untuk pengoperasiannya
berkisar antara 6 – 10 kw-hr/ton pulp (Cici, 1988).
d). Partikulat Scrubber
Scrubber ini memberikan kinerja yang berfungsi
ganda yaitu pemisahan gas pencemar dan sekaligus
partikulat. Pemisahan pencemar dilakukan dengan
menggunakan cairan yang akan mengikat dan mencucinya
, yang dapat dipisahkan dan digunakan kembali. Beberapa
jenis scrubber dapat dilihat pada Gambar 5.13.
Halaman 98 dari 131
Gambar 5.13. (A).Venturi scrubber, (B). Cyclone Scrubber,
(C). Spray Scrubber,
Pada prinsipnya gas pencemar harus mempunyai
kelarutan yang baik dan terjadi reaksi kimia dengan cairan
penyerap . Biasanya digunakan air sebagai penyerap
karena murah, tidak korosif dan mudah penanganannya
yang dapat dipakai untuk menyerap partikulat dan gas
SO2. Larutan alkali biasanya dipakai untuk pemisahan
TRS, H2S, dan gas Cl2. Efisiensi penyerapan dapat
ditingkatkan dengan cara pencampuran dengan sejumlah
serbuk karbon aktif. Penjelasan beberapa jenis scrubber
adalah sebagai berikut :
 Venturi Scrubber : Cairan yang diinjeksikan ke dalam
venturi throat membentuk percikan halus dan kontak
dengan partikel pencemar dalam aliran turbulen. Cairan
yang membawa partikel dipisahkan dari gas di dalam
cyclone.
 Cyclone Scrubber : Dengan alat ini cairan
disemprotkan kedalam cyclone hingga terjadi
penyerapan partikel dari aliran gas masuk. Partikel
akan terperangkap oleh percikan cairan yang
Halaman 99 dari 131

disemprotkan dan mengalir ke bawah ke bagian
pengeluaran, sedangkan gas bersih mengalir ke atas
keluar cyclone.
Spray Scrubber : Menggunakan tipe penyemprotan
berlawanan arah dengan aliran gas yang bekerja pada
tekanan rendah , namun dengan debit aliran yang
cukup besar. Karena sistem gerak aliran
memungkinkan adanya produk aerosol keluar sistem,
maka dibagian outletnya dipasang alat mist eliminator
5.3.2.2 Pemisahan Pencemar Gas
A . Packed Tower Scrubber
Packed tower scrubber terdiri dari tangki silinder
yang diisi dengan bahan pengisi yang berfungsi sebagai
media pendistribusian aliran dengan memberikan luas
permukaan yang besar untuk kontak kedua fase cairan dan
gas. Aliran gas masuk dari bagian bawah tangki mengalir
ke atas. Sedangkan cairan penyerap masuk dari bagian
atas tangki dan mengalir ke bawah. Gas bersih bersih
mengalir kebagian atas tangki, sedangkan cairan penyerap
yang mengikat bahan pencemar mengalir ke bagian bawah
tangki. Bahan pengisi yang sering digunakan adalah
keramik, plastic atau batuan yang berbentuk seperti cincin
atau bola. Kebutuhan energi pemakaian scrubber di pabrik
pulp berkisar antara 20 – 40 kw-hr/ton pulp (Cici, 1988).
Halaman 100 dari 131
Gambar 5.14. Packed tower scrubber
B. Absorber
Absorber adalah unit pemisahan gas yang
menggunakan
prinsip absorpsi
atau
penyerapan
pencemar dalam aliran gas yang dieliminasi atau
dihilangkan dengan cara melarutkannya dalam cairan.
Penyerapan gas pencemar dilakukan dengan cara aliran
gas yang mengandung gas pencemar dialirkan berlawanan
arah (counter current) dengan aliran cairan yang digunakan
sebagai penyerap. Aliran gas yang mengandung gas
pencemar masuk melewati bagian bawah unit absorber
dan aliran gas yang sudah bersih keluar lewat bagian atas
unit absorber. Cairan penyerap (absorben) dialirkan
dengan cara disemprotkan (spray) dari bagian atas
absorber, dan cairan yang sudah menyerap gas pencemar
dapat diregenerasi pada unit regenerator sehingga dapat
digunakan kembali sebagai absorben. Beberapa jenis
absorber ditunjukkan pada Gambar 5.15.
Halaman 101 dari 131
Counter Current
Packed Tower
Bubble Cap Tray Scrubber
Gambar 5.15. Beberapa Jenis Absober
C. Pengendalian Gas Sox
Gas SOx dapat dikendalikan dengan menggunakan
Flue Gas Desulphurization (FGD)
metode basah atau
metode kering (Tabel 5.6). FGD tipe basah lebih banyak
dipakai, menggunakan penyerap (absorben) larutan slurry
yang mengandung senyawa seperti Na, Ca, atau Mg.
Kapur CaCO3 paling banyak digunakan karena harga relatif
murah,dan menghasilkan produk
CaSO4 (gypsum).
Penyerapan
dengan
alkali
dikembangkan
untuk
menghilangkan masalah utama yang berkaitan dengan
kapur, yaitu pengendapan dan penyumbatan pada
scrubbing tower. Dual alkaly menggunakan dua reagen
dan dua proses yang berulang untuk menghilangkan SO2
Larutan
Na2SO3
atau
NaOH
berperan
untuk
Halaman 102 dari 131
menetralisasikan SO2 dalam kolom absorber. Karena
Na2SO3 dan Na2SO4 bersifat larut dalam air, tidak terjadi
pengendapan di dalam scrubber. Dengan sistem ini
menimbulkan masalah pencemaran air, selain itu alkali
NaOH harganya jauh lebih mahal dibandingkan kapur.
Terdapat empat sub proses dalam sistem ini, yaitu :
 pengolahan pendahuluan pada aliran gas dengan
prescrubber
 penyerapan SO2 oleh larutan Na2SO3
 pembersihan Na2SO4
 regenerasi Na2SO3 melalui penambahan Na2CO3
Tabel 5.6. FGD Tipe Basah dan Tipe Kering
Metode
Absorben
Reaksi
FGD
FGD Tipe Non Regenerasi
Limestone
 CaCO3+ H2O+2SO2  2CaSO3
scrubbing
+ CO2 + H2O
CaCO3
-  CaSO3+1/2O2 CaSO4
slurry
Metode
Lime
 CaO+H2O  Ca(OH)2
Basah
scrubbing
 SO2+ H2O  H2SO3
CaO
–  H2SO3+Ca(OH)2 CaSO3.2H2O
slurry
 CaSO3.2H2O+1/2O2  CaSO4.
2H2O
Reaksi
Absorben
Metode
FGD
Dual alkaly
Larutan
NaOH atau
Na2SO3
Mg(OH)2 –
slurry
Produk
samping
CaSO4
CaSO3,
CaSO4


2NaOH+SO2Na2SO3+H2O
Na2SO3+H2O+SO22NaHSO
3
Produk
samping
Na2SO3,
Na2S
O4


Mg(OH)2+SO3MgSO3+H2O
Mg(OH)2+2SO2Mg(HSO3)2
MgSO3,
MgSO4
Halaman 103 dari 131
Metode
FGD
Absorben
NH3
air
dan
Reaksi
Reaksi pada tangki oksidasi :
 MgSO3+1/2O2MgSO4
 Mg(HSO3)2+Mg(OH)22MgSO
3+2H2O
 2NH4OH+SO2(NH4)2SO3+H
2O
 (NH4)2SO3+SO3+SO2+H2O
2NH4HSO3+H2
Lime Spray
Drying
Bubuk CaO
dan CaCO3
 FGD Tipe Regenerasi
Metode Wellman
Basah
Lord (W-L)
Process



(NH4)2S
O4
CaSO3,
CaSO4
Metode
Kering

Produk
samping
Na2SO3 + SO2 + H2O 
2NaHSO3
Na2SO3 + 1/2O2  Na2SO4
2Na2SO3+ SO3+ H2O  Na2SO4
+ 2NaHSO3
2NaHSO3 + panas  Na2SO3 +
SO2 + H2O
Na2CO3 + SO2  Na2SO3 + CO2
Pertama-tama gas buang dilewatkan ke ventury
prescrubber. Prescubber ini menyisihkan partikel serta SO3
dan HCl yang ada dalam aliran gas buang yang akan
mengganggu absorpsi SO2. Prescrubber juga berfungsi
untuk menurunkan suhu dan menaikkan kelembaban gas
buang. Temperatur dan kelembaban pada inlet
prescrubber umumnya adalah sekitar 150oC dan 20%,
sedangkan pada outlet temperatur dan kelembaban
berubah menjadi 50oC dan 95%.
Halaman 104 dari 131
Sebagian sulfit akan dioksidasi menjadi sulfat oleh
oksigen, demikian pula SO3 yang masih terdapat pada
aliran gas buang yang melewati prescruber akan
teroksidasi menjadi sulfat.Natrium Sulfat (Na2SO4) tidak
lagi berkontribusi dalam absorpsi SO2 dan harus disisihkan
dari sistem. Akumulasi sulfat yang berlebihan dicegah
dengan adanya pembersihan secara kontinu dari dasar
absorber menggunakan surge tank. Aliran dari gas buang
pada dasar tray tower banyak mengandung NaHSO3 yang
berguna untuk proses selanjutnya. Gas buang dari dasar
tray tower sebagian dikirim ke chiller/crystalllizer dimana
terbentuk kristal Na2SO4 yang lebih sukar terlarut,
kemudian slurry disentrifugasi, dan padatan dikeringkan
dan disisihkan. Gas yang telah disentrifugasi masih banyak
mengandung bisulfit kemudian dikembalikan ke proses.
Gas buang dari dasar tray tower sebagian juga dikirim ke
evaporator dimana SO2 dilepaskan dan kristal Na2SO3. Uap
kemudian dikondensasikan dan direcovery, menghasilkan
SO2 terkonsentrasi (mengandung sekitar 85% SO2 dan
15% H2O). Gas SO2 dapat direduksi menjadi elemen sulfur
atau dioksidasi menjadi asam sulfat.
D. Pengendalian Gas NOx
Emisi gas NOx dapat berupa gas NO dan NO2 yang
terbentuk dengan dua mekanisme sebagai hasil dari
proses pembakaran sebagai berikut :
Fuel NOx : NOx yang terbentuk dari hasil reaksi antara
nitrogen (N) yang terdapat dalam bahan bakar
dengan oksigen pada temperatur tinggi
Thermal : : NOx yang terbentuk dari hasil reaksi antara N2
NOx
: dan O2 pada suhu tinggi dalam ruang bakar
Halaman 105 dari 131
NOx yang terbentuk sebagai hasil pembakaran
terutama dapat dikendalikan dengan cara sebagai berikut :
a. Modifikasi pembakaran untuk mengurangi atau
mencegah terbentuknya NOx
 Flue gas resirculation dilakukan dengan mereduksi
peak flame temperatur dan jumlah oksigen untuk
mengurangi NOx yang terbentuk
 Low NOx burner didisain untuk membakar bahan
bakar dengan menggunakan excess air yang
rendah
 Staged combustion digunakan untuk mereduksi
temperatur puncak
b. Mengendalikan NOx yang telah terbentuk dengan cara
mengkonversikannya menjadi N2.
 Selective Catalytic Reduction (SCR) adalah cara
sederhana merubah NOx menjadi N2 dan H2O,
dimana aliran gas yang mengandung NOx diinjeksi
dengan NH3 dan dilewatkan pada lapisan katalis,
cocok digunakan untuk mengolah volume udara
yang besar
 Non Selective Catalytic Reduction (NSCR) adalah
merubah NOx menjadi N2 dan H2O dengan
melewatkan aliran gas pada lapisan katalis yang
mengandung logam mulia seperti platina (Pt) dan
CH4, CO atau H2 sebagai reducing agent. Proses ini
sulit diaplikasikan untuk volume udara yang besar
dengan konsentrasi NOx yang rendah.
 Catalytic cracking process menggunakan logam
mulia pada suhu sekitar 450oC.
Halaman 106 dari 131
Tabel 5.7. Metode Pengendalian NOx
Metoda
Jenis NOx yang
dikendalikan
Penyisihan
NOx (%)
Flue gas
recirculation
Low NOx
burner
Staged
burner
Selective
catalytic
reduction
(SCR)
Thermal NOx
70 - 80
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
10-25
Selective non
catalytic
reduction
(SNCR)
Fuel NOx,
Thermal NOx
60-80
Keterangan
40-70
80-90
 Diinjeksikan NH3,
 Katalis: logam,
 Bahan penyangga
katalis: keramik
(Ti, Al, dll)
 Bentuk: granul,
honeycomb, pelat
 Temperatur
optimum 300400oC
 Reaksi:
4NO+4NH3+O24
N2+6H2O
2NO+4NH3+O23
N2+6H2O
 Proses
sederhana, mudah
dioperasikan, tidak
dihasilkan libah,
tidak terdapat
produk samping
NH3, temperatur
antara 800-1000oC
Halaman 107 dari 131
Metoda
Non selective
catalytic
reduction
(NSNCR)
Catalytic
cracking
Jenis NOx yang
dikendalikan
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
Penyisihan
NOx (%)
Keterangan
Katalis: Pt + CH4,
atau CO, atau H2
Katalis: Pt
5.3.2.3 Emisi Gas yang tidak Terkondensasi
Dalam sistem pengumpulan gas yang tidak
terkondensasi dari digester dan evaporator diperlukan
suatu kondisi tertentu agar resiko terjadinya peledakan
dapat dihindari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan pada kondisi pekat yaitu diatas batas
konsentrasi mudah meledak atau dengan pengenceran
pada kondisi dibawah konsentrasi mudah meledak.
Batasan konsentrasi gas senyawa sulfur yang mudah
meledak dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.8. Kisaran konsentrasi mudah meledak dari gas sulfur
Gas Senyawa
Kisaran konsentrasi
Sulfur
peledakan (% volume)
1) H2S
4,3 – 45,5
2) CH3SH
2,2 – 9,2
3) CH3CH3S
3,9 – 21,9
Pengumpulan gas kondisi pekat dari gas yang tidak
terkondensasi lebih sulit dilakukan karena besarnya
fluktuasi aliran dan komposisi. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan menggunakan penampungan gas yang
dioperasikan pada tekanan dan aliran konstan dan diatur
Halaman 108 dari 131
pada konsentrasi gas yang tidak mudah meledak. Sesudah
gas terkumpul dalam komposisi dan aliran dijaga tetap
konstan maka gas dapat dioalah dengan pembakaran.
Pengumpulan dalam bentuk encer dibawah batas
konsentrasi gas yang mudah meledak dilakukan dengan
penggunaan penampung gas yang dihubungkan dengan
pipa ke atmosfir. Untuk mentransformasikan gas dengan
aliran besar digunakan kipas untuk pengaliran udara
sebagai pengencer dengan ukuran yang lebih besar dari
kipas gas yang masuk. Untuk menghindari resiko
pengenceran tidak cukup, sistem dilengkapi dengan
peralatan yang berfungsi untuk penanggulangan adanya
bahaya peledakan dan kerusakan alat.
Pembakaran merupakan cara efektif untuk
menghilangkan gas-gas pencemar beracun, berbau, atau
gas yang sulit diolah, dan untuk mengurangi bahaya
ledakan. Dalam pembakaran, senyawa organik dalam
bentuk gas tersebut diubah menjadi karbon dioksida (CO2)
dan air, dan sulfur diubah menjadi sulfur dioksida (SO2).
Untuk proses pembakaran, biasanya diperlukan tambahan
bahan bakar dan dibutuhkan waktu yang cukup untuk
terjadinya pembakaran sempurna. Efisiensi pembakaran
tergantung pada banyaknya oksigen, tingginya suhu
pembakaran, pencampuran gas dan waktu yang cukup
untuk pembakaran. Efisiensi yang dapat dicapai umumnya
sekitar 90%. Umumnya untuk membakar limbah gas
dibutuhkan bahan bakar dengan nilai kalor sekurangkurangnya 50% dari nilai kalor campuran pembakaran.
Apabila dibutuhkan terlalu banyak tambahan bahan bakar
maka proses pembakaran dilakukan dengan bantuan
katalisator berupa logam berat seperti platina, tembaga,
kobal, nikel, krom dan besi.
Halaman 109 dari 131
BAB VI
PENUTUP
Indonesia ikut berperan serta meratifikasi protokol
Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004 yang berkomitmen
menurunkan emisi CO2 yang berpotensi sebagai Gas
Rumah Kaca (GRK). Target penurunan GRK di Indonesia
ditetapkan sebesar 26% dengan pendanaan sendiri dan
sebesar 41% melalui bantuan donor internasional.
Menindaklanjuti
komitmen
tersebut,
Kementerian
Perindustrian bekerjasama dengan Indonesian Climate
Change Trust Fund
(ICCTF) menyusun pedoman
pemetaan teknologi di industri pulp dan kertas (Guidelines
Technology Map for Pulp and Paper Industry).
Dari sumber penghasil emisi GRK di Indonesia,
sektor industri menduduki peringkat ke-4, yang diantaranya
industri pulp dan kertas karena termasuk industri
pengkonsumsi energi tinggi. Perkembangan teknologi dan
peningkatan kapasitas produksi yang tinggi pada industri
pulp dan kertas, dapat memberikan peluang penghematan
energi yang sekaligus dapat mereduksi emisi GRK secara
signifikan.
Secara keseluruhan penghematan energi di industri
pulp dan kertas dapat dilakukan dengan konservasi energi
pada setiap unit proses yaitu sistem pemasakan,
pemutihan pulp, Chemical Recovery, stock preparation,
mesin kertas, dan power plant serta pengelolaan limbah.
Implementasi teknologi ramah lingkungan pada pembuatan
pulp dan kertas pada dasarnya juga melakukan
penghematan energi yang sekaligus dapat meningkatkan
efisiensi produksi. Beberapa maanfaat yang dapat
Halaman 110 dari 131
diperoleh dari implementasi teknologi ramah lingkungan
yaitu menghemat energi; menghemat bahan baku;
menghemat air; mengurangi emisi udara; menghemat
biaya, mengurangi beban pencemaran.
Beberapa proses yang dapat menghemat energi
dan mengurangi emisi pada industri pulp antara lain :
o penanganan bahan baku kayu,
penyerpihan,
penyaringan serpih kayu
o modifikasi teknologi delignifikasi berlanjut pada sistem
pemasakan
o aplikasi teknologi washing menggunakan metoda
displacement baik pada brownstock maupun bleaching
o optimasi kinerja chemical recovery (evaporator,
recovery boiler, lime kiln)
o optimasi kinerja sistem power boiler (bahan bakar
biomassa atau batubara)
Implementasi penghematan energi di industri kertas
dapat dilakukan terutama pada unit pengeringan kertas
dengan cara sebagai berikut :
o pengendalian proses drying
o pengendalian titik embun
o optimasi pengeluaran air di forming dan pressing
o penurunan kehilangan energi pada blowthrough
o penurunan konsumsi udara
o optimasi suhu ventilasi pocket
o pemanfaatan kembali sisa panas
o penggunaan shoe (extended nip) press
o optimasi sistem vakum mesin kertas
o penggunaan teknologi maju seperti gap forming; air
impingement drying
Halaman 111 dari 131
Teknologi pengelolaan lingkungan merupakan
kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah baik dalam
bentuk cair, padat maupun gas. Pada penerapannya
ditentukan atas dasar karakteristik limbah, dan beban
pencemarannya serta sejauh mana dapat berpotensi
dalam menghasilkan emisi karbon dan peluang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengelolaan limbah
cair di industri pulp dan kertas dengan menggunakan
teknologi proses anaerobik yang dilengkapi penampung
gas merupakan teknologi hemat energi dan ramah
lingkungan. Pengelolaan limbah padat dengan cara landfill,
insinerasi, pengomposan dan digestasi anaerobik secara
umum semua alternatif tersebut dapat diterapkan sesuai
dengan karakteristik limbah yang akan diolah dengan
syarat dilengkapi pengendalian emisi gas untuk
dimanfaatkan. Dengan demikian, dapat mereduksi emisi
gas ke atmosfier.
Halaman 112 dari 131
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Terry N., 1997,. “Kraft Recovery Boilers”, Tappi
Press, Atlanta.
APPI, 2008. Executive Summary of APP‟s Carbon
Footprint Assessment. Environmental resources
management.
Bernstein, L., Roy, J., 2007. Fourth Assesment Report of
IPCC of Working Group 3, Cambridge University
Press.
Borman, G.L., Ragland K.W., 1998,. “Combustion
Engineering”,
McGraw-Hill,
Singapore,Brunner.
Calvin R. 1994. Hazardous Waste Incineration. 2nd
Ed.. McGraw-Hill International Edition.
Buku Pegangan Manajer Pengendalian Pencemaran
Udara. Badan Pengendalian Lingkungan hidup
Daerah Provinsi Jawa Barat
Cici. Mehmet . 1968. Energy Consumption and Air Pollution
in the manufacture of Pulp and Paper. Erc.Univ. Fen
Bil. Derg.. 4. 1-2. 646 – 656.
CEPI. 2009. Transport Carbon Footprint – Assesment
Guidelines. Brussels
CEPI. 2007. Europian Paper Industry Develops Carbon
Footprint Framework for Paper and Board. Bussels.
DoE. 2005. Energy and Environmental Profile of the US
Pulp and Paper Industry. US Department of Energy.
----------- EPA, 2010. “Available and Emerging
Technologies for Reducing Greenhouse Gas
Emissions from the Pulp and Paper Manufacturing
Industry” October 2010
Halaman 113 dari 131
Gavrilescu, D. 2008. “Energy from Biomass in Pulp and
Paper” Environmental Engineering and Management
Journal, September/October 2008, Vol.7.No.5, 537546.
Gielen,D; Tam,C. 2006. “ Energy Use, Technologies and
CO2 Emissions in the Pulp and Paper Industry”
WBCSD, IEA, Paris, 9 October 2006.
Green, R.P., and G. Hough, 1992,. “Chemical Recovery in
The Alkaline Pulping Processes”, Third edition, Tappi
Press, Atlanta,
Elizabeth C.P.. paul N. C. 1981. Biogas production and
utilization. Ann Arbor Science publishers Inc.
Eriksson. E. Striple, H., Karlsson, P.E., 2009. Executive
Summary for Billerud Carbon Footprint, Svenska
Miljoinstitutet, Stockholm.
Hayashi, D., Krey, M., CO2 .2005. Emission Reduction
Potential of Large Scale Efficiency Energy Measures
in Heavy Industry in China, India, Brazil, Indonesia,
and South Africa, HWWI Research Paper No. 6,
Hamburg.
Johan
Gullichsen,
Hannu
Paulapuro.,
1998.,
“Papermaking Science and Technology”, Published
in
cooperation with the Finnish Paper Engineers'
Association and TAPPI, Helsinki
Kilponen, L., P. Ahtila., J. Parpala., Matti Pihko., 2000,.
“Improvement of Pulp Mill Energy Efficiency in An
Integrated Pulp and Paper Mill”, Publication of the
Laboratory of Energy Economics and Power Plant
Engineering, Helsinki University of Technology.
Kocurek, M.J., 1989., “Pulp and Paper Manufacture, Vol. 5:
Alkaline Pulping”, Joint Textbook Committee of The
Paper Industry.
Halaman 114 dari 131
Kramer K.J., et al, 2009. Energy Efficiency Improvement
and Cost Saving Opportunities for the Pulp and
Paper Industry, Berkeley Lab University of California,
Berkeley.
Kraristya.
2004.
Teknologi
digester.
kharistya.wordpress.com
Lawrence, E.O., 2009., “Energy efficiency Improvement
and Cost Saving opportunities for the Pulp and Paper
Industry”, Environmental Energy Technologies
Division, US Environmental Protection Agency.
Miner, R., Garcia, J.P. 2007. The Greenhouse Gas and
Carbon Profile of the Global Forest Products
Industry, NCASI Special Report No. 07-02.
NCASI-IFC, 2009. A Calculation Tool for Characterizing the
Emissions from the Forest Products Value Chain,
Including Forest Carbon.
NCASI, 2005. Calculation Tools for Estimating Greenhouse
Gas Emissions from Pulp and paper Mills. Research
Triangle Park.NC.USA.
Noel de Nevers. 2000. Air pollution Control Engineering,
2nd Ed., McGraw-Hill International Edition.
Ohman, F., H. Theliander., 2007., Filtration Preperties of
Lignin Precipitated from Black Liquor, Tappi Journal,
Vol. 6 No. 7.
Paramsothy, 2004. Optimizing Hydrolysis/Acidogenesis
Anaerobic Reactor With TheApplication of Microbial
Reaction Kinetic. University of Peradeniya. Tropical
Agricultural Research Vol 16: 327-338.
Ray, B.K., Reddy, B.S., 2008. Understanding Industrial
Energy Use, Indira Gandhi Institute, Mumbai.
Halaman 115 dari 131
Stultz, S.C., and J.B. Kitto., 2000., “Steam / Its Generation
and Use”, The Babcock & Wilcox Company.
Springer, Allan. 1993., Pollution Control for Pulp and Paper
Industry, McGraw-Hill International Edition.
Smith. A., et al. 2001. Waste Management Options and
Climate Change. AEA Technology. Abingdon.
Tomas, R.A. 2009. “ Allocation of GHG Emissions in a
Paper Mill an Application Tool to Reduce Emissions”
Universitat de Girona, ISBN: 978-84-692-5159-1
Thomas. 2003.. Anaerobic Digester Methane to Energy.
Focus On energy. Mc mahon Associates.Inc.
Wisconsin. Hal 4-6.
Tomas, R.A., 2009. Allocation of GHG Emission in a Paper
Mill – An Appliction Tools to Reduce Emissions,
Universitat de Girona.
Upton, B.H., 2001. Technologies for Reducing
Carbondioxide Emission: A Resource Manual for
Pulp,Paper, and Products Manufacturers, NCASI
Special Report No. 01-05.
Udgata, T.,2005. “Global Warming and Paper Industries
Roles”, W&F Snippet, Vol.9 Issue 7.
US EPA 2008. Climate Leaders Greenhouse Gas Inventory
Protocol Offset Project Methology for landfill methane
collection and combustion. Climate Protection
Partnerships
Division.
Tersedia
pada
http:/www.epa.gov/climateleaders/resources/optionalmodule.html
Valzano. F; Jackson M., Campbell A.; 2001. Greenhouse
Gas Emissions from Composting facilities. ROU. The
Ubiversiy of New South Wales. Australia.
Halaman 116 dari 131
Wintoko, J., H. Theliander, T. Richards., 2007.,
“Experimental Investigation of Black Liquor Pyrolysis
using Single Droplet TGA”, Tappi Journal, Vol. 6 No.
5.
Worrell, E.; Martin, N. 200. “Opportunities to Improve
Energy efficiency in the U.S. pulp and Paper Industry”
Ernest Orlando Lawrence, Berkely National
Laboratory
Halaman 117 dari 131
APPENDIX 1
DISTRIBUTION OF INDONESIAN PULP AND PAPER INDUSTRIES 2009
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
Company
Name
Mill Site
1
Adiprima
Suraprinta
Gresik
2
Asia Paper Mills
Tangerang
3
Aspex Kumbong
CileungsiBogor
4
5
Kertas Basuki
Rachmat
Kertas Bekasi
Teguh
Banyuwangi
Bekasi
6
Kertas Blabak
Magelang
7
Bukir Muria Jaya
Karawang
8
Cipta Paperia
Serang
Product
Grades
Newsprint
Kraft Liner
Medium
Newsprint
Printing
Kraft Liner
Medium
Printing
Medium
Cigarette
Kraft Liner
Medium
6.607.200
Ton / year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
150.000
---
---
---
---
---
157.500
---
---
---
---
---
---
---
430.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
13.700
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
---
---
---
54.800
---
---
---
---
---
---
5.500
---
---
---
---
---
---
---
72.000
---
---
---
---
---
---
---
37,43%
Halaman 118 dari 131
LANJUTAN
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
Company Name
Mill Site
9
Ekamas Fortuna
Malang
10
Esa Kertas
Nusantara
Karawang
11
Fajar Surya
Wisesa
Cikarang
Barat
12
13
14
Graha Cemerlang
Paper Utama
Gunung Jaya
Agung
Indo Paper
Primajaya
Karawang
Tangerang
Banten
15
Indah Kiat Pulp &
Paper
Tangerang
16
Java Paperindo
Utama Industries
Mojokerto
17
Jaya Kertas
Kertosono
Product
Grades
Kraft Liner
Medium
Coated
paper
Kraft Liner
Medium
Duplex
Tissue
Printing
Tissue
Tissue
Kraft Liner
Medium
Printing
Printing,
Carbon,
MG Paper
Kraft Liner
Medium
Tissue
6.607.200
Ton / year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
156.000
---
---
---
---
---
156.000
---
---
---
---
---
---
---
700.000
---
---
---
---
---
---
---
40.000
---
---
---
---
---
---
---
36.000
---
---
---
---
---
---
---
49.500
---
---
---
---
---
---
---
106.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
82.500
---
---
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
37,43%
Halaman 119 dari 131
LANJUTAN
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
18
Company Name
Kertas Nusantara
Mill Site
Berau,
Kalimatan
Timur
19
Kertas Leces
Probolinggo
20
Lispap Raya
Sentosa
Banten
21
Lontar Papyrus
Jambi
21
Kertas Noree
Indonesia
Bekasi
22
Niki Tunggal
Lumajang
23
Kertas
Padalarang
Padalarang
24
Pakerin
Mojokerto
Product
Grades
6.607.200
Ton / year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
---
---
---
525.000
---
---
195.000
---
---
---
---
---
7.200
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
701.000
345.000
---
---
145.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
3.600
---
---
---
---
---
7.900
---
---
---
---
---
---
---
---
---
700.000
---
---
---
---
---
37,43%
Pulp
Kraft Liner
Medium
Printing
Newsprint
Tissue
Pulp
Tissue
Printing
Kraft Liner
Medium
Board
Joss
Paper
Printing
Security
Kraft Liner
Medium
Halaman 120 dari 131
LANJUTAN
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
Company Name
Mill Site
27
Panca Usahatama
Paramita
Papertech
Indonesia
Papyrus Sakti
28
Parisindo Pratama
Bogor
29
PDM Indonesia
Medan
30
Pelita Cengkareng
Tangerang
31
Pindo Deli
Pulp&Paper Mills
Karawang
32
Pura Barutama
Kudus
33
Pura
Nusapersada
Kudus
25
26
Tangerang
Subang
Bandung
Product
Grades
Tissue
MG Paper
Board
Duplex
Printing
Specialty
Cigarette
Kraft Liner
Medium
Duplex
Printing
Kraft Liner
Medium
Security
Sack
Paper
Medium
Board
6.607.200
Ton / year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
7.000
---
---
---
---
---
---
---
60.000
---
---
---
---
---
---
---
150.500
---
---
---
---
---
---
---
24.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
9000
---
---
---
---
157.800
---
---
---
---
---
---
---
1.465.000
---
---
---
---
---
---
---
---
93.000
---
---
---
---
---
---
---
62.000
---
---
---
---
---
---
37,43%
Halaman 121 dari 131
LANJUTAN
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
34
35
36
Company Name
Riau Andalan
Kertas
Riau Andalan
Pulp & Kertas
Sarana Kemas
Utama
Mill Site
PelawanPekanbaru
PelawanPekanbaru
Pulogadung
37
Setia Kawan
Tulungagun
g
38
Sinar Hoperindo
Cileungsi
39
Sopanusa Tissue
& Packaging
Mojokerto
40
Suparma
Surabaya
41
42
Surabaya Agung
Industri Pulp &
Kertas
Surabaya
Mekabox
Gresik
Gresik
43
Surya Pamenang
Kediri
44
Surya Zig Zag
Kediri
Product
Grades
Printing
Pulp
Kraft Liner
Medium
Printing,
Newsprint
MG Paper
Kraft
MG Paper
Tissue
Kraft,
Board,
Tissue
Printing
Boards
Kraft Liner
Medium
Board
Art Paper
Cigarette
6.607.200
Ton / year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
350.000
---
---
---
---
---
---
---
2.000.000
---
---
---
6000
---
---
---
---
---
---
---
---
33.000
---
---
---
---
---
---
8000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
48.000
---
---
---
---
---
---
---
165.000
---
---
---
---
---
---
---
486.800
---
---
---
---
---
---
---
85.200
---
---
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
---
---
24.000
---
---
---
---
---
37,43%
Halaman 122 dari 131
LANJUTAN
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
29782.200
Java
No
Company Name
Mill Site
45
Tanjung Enim
Lestari Pulp &
Kertas
Muara Enim
46
Toba Pulp Lestari
Toba
Samosir
47
Kertas Tjiwi Kimia
Mojokerto
48
Unipa Daya
Tangerang
Production
Grade
6.607.200
Ton /year
Kalimantan
52.500
Ton/year
Sumatera
Ton
/ Thn
4.266.000
Ton / year
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Riau
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
34.69%
2,13%
21,14%
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
---
---
450.000
---
---
---
---
420.000
---
---
---
---
---
---
1.134.000
---
---
---
---
---
15.000
---
---
---
---
---
---
---
37,43%
Pulp
Dissolving
Pulp
Kerkas
Cetak
Kraft
Lainer
Medium
Source : APKI Directory 2009
Halaman 123 dari 131
APPENDIX 2
PAPER CONSUMPTION IN VARIOUS COUNTRIES
Country
Austria
Belgium
Cyprus
Czechoslovakia
Denmark
Finland
French
Germany
Greece
Hungary
Ireland
Italia
Latvia
Lithuania
Consumption per capita
(kg)
1995
2007
192
268
237
3752
NA
132
NA
159
214
229
175
369
164
144
194
254
82
108
NA
97
102
115
140
205
NA
87
NA
50
Consumption1 Country-Based
(1000 t)
1995
2007
1550
2196
26632
4089
NA
105
NA
1622
1134
1256
896
1933
9631
8754
15821
20873
857
1157
NA
967
361
476
8076
11894
NA
195
NA
180
Halaman 124 dari 131
Country
Luxemburg
Nederland
Norway
Malta
Poland
Portugal
Slovakia
Slovenia
Spain
Sweden
UK
Non Europe Countries
USA
China
Indonesia
Japan
APPENDIX 2 (continuation)
Consumption per capita
Consumption1 Country-Based
(kg)
1995
2007
(1000 t)
2
168
375
See Belgium
See Belgium
201
210
3120
3502
176
188
756
874
NA
84
NA
34
NA
109
NA
4209
82
120
802
1277
NA
91
NA
496
NA
210
NA
421
129
190
5147
7708
210
256
1857
2314
194
200
11288
12157
332
22
14
239
288
55
25
246
87409
26499
NA
30018
87496
72900
5985
31255
Halaman 125 dari 131
Country
Brazil
Egypt
Total
APPENDIX 2 (continuation)
Consumption per capita
Consumption1 Country-Based
(kg)
1995
2007
(1000 t)
35
42
5433
8091
9
NA
NA
NA
49
59
276231
391799
Notes:
When „NA‟ reveals for EU-27 missing countries, not available information or information is not given due to competition
rule
Source: [255, VDP 2009], [256, VDP 1997]
1
Consumption = production + Import – Export
2
For Belgium and Luxemburg just that value available
Halaman 126 dari 131
APPENDIX 3
SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION FOR PULP AND PAPER INDUSTRY
Energy Consumption Range
Source of data
Paper Grades
(Number of
Unit
From
Up to
Industry)
Kraft pulp Non-Integrated
Electricity 700
800
(1) (5
(kWh/t) 3800
5100
industry)
Heat (kWh/t)
Uncoated wood-containing
Electricity 1200
1400
(2)(1 Industry)
paper – integrated
(kWh/t) 1000
1600
(4) (2
Heat (kWh/t)
Industry)
Coated wood-containing
Electricity 1200
2100
(2) (2
paper – integrated
(kWh/t) 1300
1800
Industry)
Heat (kWh/t)
(3) (8
Industry)
(4) (3
Industry)
Uncoated wood-free paper –
Electricity 600
800
(2)(1 Industry)
integrated
(kWh/t) 1200
2100
(3) (1
Heat (kWh/t)
Industry)
Halaman 127 dari 131
Coated wood-free paper integrated
Paper Grades
Electricity 600
(kWh/t) 1200
Heat (kWh/t)
1000
2100
APPENDIX 3
Energy Consumption Range
Unit
Unit
Unit
Recycled Paper Packaging
Without Deinking
Electricity 300
(kWh/t) 1100
Heat (kWh/t)
700
1800
Recycled Printing Paper
Without Deinking
Electricity 900
(kWh/t) 1000
Heat (kWh/t)
1400
1600
Recycled Board With
Deinking
Electricity 400
(kWh/t) 1000
Heat (kWh/t)
700
2700
(3)(5 Industry)
(4) (2
Industry)
Source of data
(Number of
Industry)
(2)(1 Industry)
(3)(11
Industry)
(4) (7
Industry)
(2)(1 Industry)
(3)(7 Industry)
(4) (4
Industry)
(2)(1 Industry)
(3)(4 Industry)
(4) (5
Halaman 128 dari 131
Tissue Non-Integrated
(Without through-air-drying)
Recycled Tissue (Without
through-air-drying)
Wood-free specialty paper
Electricity
(kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity
(kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity
(kWh/t)
Heat (kWh/t)
900
1900
1200
2300
800
1900
2000
2800
600
1600
3000
4500
Industry)
(2)(2 Industry)
(3) (4
Industry)
(2)(1 Industry)
(4) (3
Industry)
(2)(3 Industry)
(3) (3
Industry)
Source : all data taken from [249, Blum et al. 2007]:
(1) Swedish EPA, statistical data of Swedish Kraft pulp mills, 2005
(2) PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007
(3) PTS, Internal data collection of German pulp and paper mills (not published), Munich 2004 to 2006
(4) Institution for Paper Science and Technology GmBh, Questionnaire based survey (not published)
Darmstadt, 2007
Halaman 129 dari 131
APPENDIX 4
ENERGY CONSUMPTION FOR UTILITY IN THE MILL GENERALLY
Energy
Process/Activities
Consumption
Description
(kWh/t)
Biological Effluent Treatment
Using pump, agitator, and aeration.
4–8
Biogas product and utilization not
 Mechanical + aerobic
5
–
10
considered.
 Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas
Energy balance by using biogas (waste
not considered)
Surplus 20 – 15
water treatment of recycled fiber industry
 Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas
produce around 25 kWh/t)
considered)
Raw Water Treatment
2–5
Using raw water pump and preparation
Pressurized Air
20 – 30
Using compressor and air-dryer
Work Transportation
1–2
Using Forklift and Industrial Truck
Finishing (Without packaging)
10 – 40
1
Using rewinder, broke pulping, including
packaging line
Not Considered (for office, canteen, etc.)
Administration
NA ( )
(1) NA : Not Available
Source : PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007
unpublished from [249, Blum et al. 2007]
Halaman 130 dari 131
GHG EMISSION FROM VARIOUS COUNTRIES
No.
Country
1.
USA
2.
China
3.
EU-25
4.
Russia
5.
India
6.
Japan
7.
Germany
8.
Brazil
9.
Canada
10. UK
11. Italy
12. South Korea
13. French
14. Mexico
15. Indonesia
16. Australia
17. Ukraine
18. Iran
19. South Africa
20. Spain
21. Poland
22. Turk
23. Arab Saudi
24. Argentina
25. Pakistan
Top 25
Rest of World
Developed Countries
Developing Countries
MtCO2
equivalent
% from World
GHG
6928
4938
4725
1915
1884
1317
1009
851
680
654
531
521
513
512
503
491
482
480
417
381
381
355
341
289
285
27915
5751
17355
16310
20,6
14,7
14
5,7
5,6
3.9
3
2,5
2
1,9
1,6
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,4
1,4
1,2
1,1
1,1
1.1
1
0,9
0,8
83
17
52
48
Notes: Data year 2000. Total emission not included fuel and the
changing of land and forest usage
Halaman 131 dari 131
MINISTRY OF INDUSTRY
CENTER FOR PULP AND PAPER RESEARCH AND
DEVELOPMENT
Jl. Raya dayeuhkolot No 132, Kotak Pos 1005. Bandung 40258
Telp (022) 5202980 & 5202871; Fax (022) 5202871
TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE
FOR PULP AND PAPER INDUSTRY
IN
IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION
AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL
SECTOR (PHASE 1)
CENTER FOR ASSESSMENT ON GREEN INDUSTRY
AND ENVIRONMENT
AGENCY FOR ASSESSMENT ON POLICY, CLIMATE
AND QUALITY OF INDUSTRY
2011
i
TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE
FOR PULP AND PAPER INDUSTRY IN
IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION AND CO2
EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL SECTOR (PHASE 1)
FOUNDER
Industry Minister
M.S Hidayat
ADVISOR
Arryanto Sagala
STEERING COMMITTTEE
Tri Reni Budiharti
Shinta D. Sirait
AUTHORS
Ngakan Timur Antara Susi Sugesty
Henggar Hardiani Sri Purwati
Yusup Setiawan Heronimus Judi Tjahyono
Rini S Soetopo Yuniarti Puspita Kencana
Teddy Kardiansyah
EDITORS
Sangapan
Denny Noviansyah
Yuni Herlina Harahap
Juwarso Gading
Wiwiek Sari Wijiastuti
Patti Rahmi Rahayu
PUBLISHED BY
Center for Pulp and Paper Research and Development
Center for Green Industry and Environment Assessment
Agency for Industrial Policy, Climate and Quality Assessment
PRINTED BY
MINISTRY OF INDUSTRY
ii
TECHNOLOGY MAPPING GUIDELINE
FOR PULP AND PAPER INDUSTRY IN
IMPLEMENTATION OF ENERGY CONSERVATION
AND CO2 EMISSION REDUCTION IN INDUSTRIAL
SECTOR (PHASE 1)
1st Edition. Jakarta : Ministry of Industry (MOI), January
2011
xiii + 133 pages.
Version: Presented in Bahasa Indonesia and English
Publisher Address:
MINISTRY OF INDUSTRY
Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53
Jakarta Selatan 12950
ISBN:.......................
iii
FOREWORD
Praise the Lord giving us His mercy and grace so this
Technology Mapping Guideline For Pulp and Paper Industry
within the framework of Implementation of Energy Conservation
and CO2 Emission Reduction in Industrial Sector (Phase 1) can
be finalized in time.
This Guideline is structured to enhance knowledge in
implementation of energy conservation and reduction of CO2
emission and discussed with among stakeholders comprising of
representatives from governments, experts and practitioners.
It is expected that this Guideline is useful for the related
parties to implement energy conservation and reduction of CO2
emission. Finally, we would like to thank all those who have
participated in the preparation of this guideline.
Jakarta,
January 2011
Head of
Agency for Assessment on Policy,
Climate and Quality of Industry
Arryanto Sagala
iv
EXECUTIVE SUMMARY
The development of global warming due to
increasing concentrations of Greenhouse Gases (GHG)
emissions have an impact on climate change that will
ultimately change the world climate patterns. This
conditions could endanger the lives and ecosystems has
led convening of the United National Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC), to launch
the Kyoto protocol in 1997.
Indonesia as a developing country binding to
Kyoto protocol ratification, and issued the Regulation no.
17/2004 as a commitment to reduce CO2 emissions by
26% with its own funding and 41% through the
assistance of international donors. Based on this policy,
the Ministry of Industry in cooperation with Indonesian
Climate Change Trust Fund (ICCTF) prepare the
Guidelines of Technology Mapping for Pulp and Paper
Industry.
Among the sources of GHG emissions in
Indonesia, industrial sector is ranked 4th, including pulp
and
paper
industries,
cement,
steel,
textile,
petrochemical, food-beverage and ceramics and glass.
The development of technology and production capacity
in pulp and paper industries, provide the opportunities for
energy savings and reduce GHG emissions all at once
significantly.
The book "Guide to Technology Mapping for Pulp
and Paper Industries" consist the following:
- Overview of pulp and paper making process and
environmental management
- Pulping technology which is energy efficient and low
carbon emissions.
v
- Paper making technology which is energy efficient and
low carbon emissions.
- Environmental technology management in relation to
carbon emissions
In the view of pulping technology, characteristics
and product quality of chemical process is better than a
mechanical and semi-chemical, so it can be used for
high-quality paper materials. The pulp industry supplied
its own energy needs from biomass waste such as black
liquor in recovery boilers or the bark and timber waste
boiler Paper manufacturing using a very large energy
obtained from the power plant which normally uses fossil
fuels. Consumption of water is large enough for the
formation of sheets, partly recycled and wasting.
Environmental management in the pulp and
paper industry is managing wastewater to meet
environmental quality standards, and simultaneously
utilize solid waste as alternative energy and control
greenhouse gas emissions, not to pollute the air, so it
can reduce GHG emissions into atmosphere.
Pulping technology energy saving can not be
separated with the concept of environmentally friendly
technologies. With the adoption of environmentally
friendly technology in the manufacture of pulp, it can be
obtained several benefits including saving of : raw
materials, water, and energy, thereby reducing the
pollution load and simultaneously costs saving. Energy
savings in the pulp industry can be done with
conservation in cooking and pulp bleaching system.
Saving in the pulp cooking system can be done through
modification of digester delignification method (extended
delignification), and pulping aid applications by using
chemicals or phosphanate antraquinone. While on the
vi
pulp bleaching done by adding a heat transfer system
installation on ClO2 feed system.
Some energy conservation activities in the
chemical recovery unit can be done by increasing the
maximum cost of heat energy generated from the
combustion process. Combustion efficiency can be
improved by adding the total black liquor solids entering
the boiler furnace, the addition of quaternary air flow in
the recovery boiler, the use super concentrator on the
evaporator, and improved filtration system CaCO3 and
refractory bricks in lime kilns.
The use of biomass fuels in the pulp mill will save
the use of coal. Biomass fuel is being developed and
fairly easy to get around the mill, such as shell oil,
coconut oil, palm fiber and others. To improve the
efficiency of combustion, used the type of Fluidized Bed
Boiler (FBC) and circulating Fluidized Bed Combustion
Boilers (CFBC). Conservation of energy in the power
boiler can be done with some of the activities of which
avoids the leakage and reducing excess air.
Energy savings in paper making process can be
done at each stage of the process. Unit stock
preparation to consume much energy and the use of
additives such as CMC in refining can save energy. A
preliminary study showed that the use of certain
enzymes can show energy savings up to 40%. Energy
savings on Fourdrinier paper machine can be done by
optimization of vacuum system. With the application of
Gap Former technology to replace Fourdrinier machine,
increase production capacity of about 30% and save
energy around 40 kWh / ton of paper. Energy
conservation in paper drying section can be done by
decreasing the use of air in the dryer if you apply a
vii
closed hood system and optimize the heat recovery
system.
In line with the development of increasing
efficiency of production, water and energy savings as
described above, it will reduce the amount of waste
produced. But the consequences will change the
characteristics of the waste water, becomes denser with
increasing levels of dissolved organic. Liquid waste will
be more effectively treated with anaerobic biological
processes. By way of anaerobic biological processes it
will conserve energy, utilize biogas as alternative energy,
and reducing GHG emissions.
Solid waste generated from the pulp and paper
industry is dominated by organic waste that is generally
derived from the raw material fiber. There are several
ways of solid waste management, in general is based on
the characteristics and potentials, which include the
managing of landfills, incineration, composting and
anaerobic digestion. Each of the solid waste
management activities have the potential to generate
energy when used to reduce GHG emissions.
Management of gas emissions from pulp and
paper industry is to control particulates and pollutant
gases. Largest emission sources may come from a
digester, CRP and power plant. Selection of gas
management technology is based on the number and
types of pollutants and the presence or absence of
potential to be exploited. On that ground can be selected
several appliances that particulate control technology
namely cyclones, fabric filters, electrostatic precipitator
(ESP). While the technology to control gas, among
others, use the scrubber, absorber, the gas controlling
viii
device SOx and NOx and also controlling over the noncondensable gas.
Last but hopefully, this manual of technology
mapping in the pulp and paper industry can be a
guidance and useful for all parties concerned.
ix
TABLE OF CONTENT
FOREWORD …………………………………………. iv
EXECUTIVE SUMMARY …………………………… v
TABLE OF CONTENT ……………………………… ix
LIST OF APENDICES ………………………………. xii
LIST OF FIGURES ............................................... xii
LIST OF TABLES ……………………………………xiv
CHAPTER I INTRODUCTION …………………………. 1
1.1. Environmental Issues Related to Climate Change..
1
1.2. Contribution of Pulp and Paper Industry ………….. 4
1.3. Condition of Pulp and Paper Industry …………… 7
CHAPTER II OVERVIEW OF THE PULP AND PAPER
INDUSTRY ………………………………………………. 13
2.1. Pulp Technology …………………………………… 13
2.2. Papermaking Technology ………………………… 24
2.3. Environmental Management Technology ………. 27
2.3.1. Liquid Waste Management ……………………. 27
2.3.2. Solid Waste Management …………………….. 29
2.3.3. Gas Waste Management ……………………… 30
CHAPTER III PULPING TECHNOLOGY FOR ENERGY
SAVING AND LOW CARBON ………………………… 32
3.1. Conservation of Energy in Wood raw Material
Handling, Chipping, Wood Chip Screening …….. 33
3.2. Modification Of Continues Delignification
Technology (Extended Delignification) On Cooking
System …………………………..………………… 36
3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) and Superbatch
……………………………………………………. 39
3.2.2 ITC (Isothermal Cooking) ……………………... 41
3.2.3 Black liquor impregnation ……………………… 43
x
3.3
3.4
3.5
Application Washing Technologies Using Both On
The Displacement Method And Bleaching
Brownstock …………………………………… 46
Optimization Of The Performance Of Chemical
Recovery (Recovery Boilers,
Evaporators,
Recovery Boilers, Lime Kilns) ………………… 47
Optimization of Biomass and Coal Fuel Power
Boilers Performance …………………………. 51
CHAPTER IV PAPERMAKING TECHNOLOGY FOR
SAVING ENERGY AND LOW CARBON ………..….. 55
4.1
Papermaking Technology ………………….. 55
4.1.1 Stock Prep: Refining ………………............... 55
4.1.2 Paper Machine: The Forming and Pressing … 55
4.1.3 Paper Machinery: Drying Section ……………. 57
4.2
Saving Energy and Carbon Emissions in the Paper
Industry ……………………………………… 60
4.3
Short Overview of Investment For Some New
Process ……………………………………… 63
CHAPTER V ENVIRONMENTAL MANAGEMENT IN PULP
AND PAPRE INDUSTRY …………………………….. 65
5.1
Liquid Waste Management ………………… 65
5.1.1 Processing Technology …………………….. 66
5.1.2 Anaerobic Technology Development and Application
…………………………………………………… 68
5.2. Solid Waste Management …..……………… 71
5.2.1 Landfill ………………………………………… 74
5.2.2 Incineration …………………………………… 77
5.2.3 Composting …………………………………… 81
5.2.4 Anaerobic Digestion Process ……………….. 84
5.3. Gas Emissions Management ………………… 91
5.3.1 Sources and Characteristics ………….……… 91
5.3.2 Technology of Management Particulate Emissions
and Gas ………………………………………… 93
5.3.2.1. Separation of Particulate ……………………. 94
5.3.2.2. Separation of Gas Pollutants ……….………. 99
xi
5.3.2.3. Emission of Non Condensable Gas ………. 109
CHAPTER VI CLOSING REMARKS …………….. 111
REFFERENCES ………………….…………………… 114
LIST OF APPENDICES
APPENDIX 1 …………………………………………… 119
APPENDIX 2 …………………………………………… 125
APPENDIX 3 …………………………………………… 128
APPENDIX 4 …………………………………………… 132
LIST OF FIGURES
Figure 1.1
Figure 2.1
Figure 2.2
Figure 2.3
Figure 2.4
Figure 2.5
Figure 2.6
Figure 3.1
Figure 3.2
Figure 3.3
Figure 3.4
Figure 3.5
Figure 3.6
Forecast of GHG Emissions in Indonesia
Process Diagram of Kraft Pulp Mill …….
Distribution of Energy in the Pulping
Process ……………………………………
Papermaking Process ………………….
Proportion of Water Separation and
Energy Consumption …………………….
Distribution of Energy Consumption in
Paper Mill …………………………………
Share of Energy Consumption in Paper
Industry ……………………………………
Mechanism of chip damage ……………
Dimensions of optimal chip stack ……
Cycle Of Displacement Batch Cooking
Process ………………………………….
Summary Of The Various Cycles Of
Displacement Batch Cooking Process …
System RDH equipment / Superbatch…
ITC Digester Continuous Cooking
System ………………………………….
6
16
22
25
25
26
26
36
36
38
39
40
42
xii
Figure 3.7
Figure 3.8
Figure 3.9
Figure 3.10
Figure 3.11
Figure 4.1
Figure 4.2
Figure 4.3
Figure 4.4
Figure 5.1
Figure 5.2
Figure 5.3
Figure 5.4
Figure 5.5
Figure 5.6
Figure 5.7
Figure 5.8
Figure 5.9
Figure 5.10
Figure 5.11
Figure 5.12
Figure 5.13
Figure 5.14
Figure 5.15
Black Liquor Impregnation ………………
43
Wash The Master And Twin Roll Press..
46
Addition Of 1 Unit Superconcentrator …
47
Addition Of Quaternary Air Flow ……….
48
FBC and CFBC ………………………….
52
Current Technology Pressing (Shoe
Press) ……………………………………..
56
Comparison of Performance Pressing
56
Drying System Condebelt ………………
58
Air Impingement Drying …………………
59
Phase on Anaerobic Process ………….
75
Landfill Methane Gas Collection System
and Utilization of Energy ………………..
76
Rotary Kiln Incinerator …………………..
78
Fludized Bed Incinerator ………………..
79
Composting Process and Gas Emission
81
Stage of Anaerobic Digestion Process..
85
Anaerobic Digestion Wet One Step
System …………………………………….
87
Anaerobic Digestion One Stage dry
System …………………………………….
88
Flowchart of Two Phase Anaerobic
Digestion ………………………………….
90
(A)
Multiple Cyclone and Cyclone, (B)
Multiple Cyclone installed in Boilers ……
95
Fabric Filter ………………………………..
96
Electrostatic Precipitator …………………
97
(A)
Venturi Scrubber (B) Cyclone
Scrubber (C) Spray Scrubber………….… 98
Packed Tower Scrubber …………………. 100
Several types of absorber ………………. 101
xiii
LIST OF TABLES
Table 1.1 Indonesian National Greenhouse Gas
Emissions ……………………………………
Table 1.2 CO2 Emission Reduction Targets in all
Sectors ………………………………………
Table 1.3 Consumption of Steam and Electricity Pulp
and Paper Industry in Indonesia ………….
Table 1.4 Consumption of Steam and Electricity to
Various Types of Paper …………………..
Table 1.5 Specific Energy Consumption of Heavy
Industry ……………………………………..
Table 1.6 Energy Saving Opportunities …………….
Table 1.7 Carbon Emissions from Heavy
Industries……………………………….
Table 1.8 Details of Carbon Emissions from Paper
Industry ………………………………………
Table 2.1 General Classification of Pulping Process
Table 2.2 Summary of General Pulping Results …..
Table 2.3 Energy Consumption in Pulp Mill ………..
Table 3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw
Material Handling, Chipping, Wood Chip
Screening …………………………………..
Table 3.2 Conservation Of Energy in the System Of
Cooking and Bleaching …………………..
Table 3.3 Conservation Of Energy in Pulp Washing
System ………………………………………
Table 3.4 Energy Conservation in Chemical
Recovery System (Evaporator, Recovery
Boiler, Lime Kiln) ……………………………
5
7
8
9
10
11
11
12
15
23
34
44
47
49
xiv
Table 3.5 Conservation Of Energy In The System Of
Power Boilers (Biomass Fuel Or Coal) …..
Table 4.1 Comparison of Performance of New Drying
Technology …………………………………
Table 4.2 Energy Conservation Opportunities in
Paper Industry ………………………………
Table 4.3 Best 2009 World Energy Intensity ………..
Table 4.4 Source of Carbon Emissions at Paper
Mill………………………………………
Table 4.5 Overview of Investment For Energy
Savings ……………………………………..
Table 5.1 Sources and Types of Solid Wastes Pulp
and Paper Industry …………………………
Table 5.2 Advantages and Weaknesses of Solid
Waste Management Technology………….
Table 5.3 Several Factors Affecting the Composting
Process ………………………………………
Table 5.4 Sources and Characteristics of Gas and
Particulate Emissions …………………….
Table 5.5 Classification of Particulate Separator
Technology ………………………………..
Table 5.6 Wet FGD and Dry Type …………………..
Table 5.7 Nox Control Methods ……………………..
Table 5.8 The Range Of Explosive Concentrations
Of Sulfur Gases …………………………….
53
59
61
62
63
64
72
73
82
92
94
103
107
109
xv
CHAPTER I
INTRODUCTION
1.1 Environmental
Change
Issues
Related
to
Climate
Increasing the concentration of Greenhouse Gases
(GHG) emission such as CO2, CH4, N2O, SF6, HFCs and
PFCs are the result of human activities that cause
increased heat radiation (long wave) that are trapped in the
atmosphere. This causes the phenomenon of global
warming resulting in climate change. Some climate change
is happening, among others, the earth's surface
temperature increases, the increased evaporation in the
air, the changing patterns of rainfall and air pressure that
will ultimately change the world climate patterns.
Carbon dioxide is one of the gases that cause
global warming, because it has heat absorbing properties
of sunlight. Each year, the earth releases 8 billion tons of
CO2 that comes from humans and animals, fossils and
natural gas (6.5 billion tons) and from 1.5 billion tons of
firewood. Humans have destroyed the balance, through
burning oil, coal, natural gas and excessive deforestation,
thus increasing the amount of CO2 throughout the earth,
surface, both in the atmosphere and the sea.
The development of global warming due to CO2
emission has risen to about 30 % since the 1970s. During
the 142 years between 1860 to 2002 world temperatures
rose by 1oC and in 35 years between 1935 to 1970 world
temperatures rose by 0.5 o C. This figure will rise again to
at least 2-4 o C in the year 2100 (IPCC, 2007). The biggest
contribution to global warming is CO2 by 61%, followed by
Page 1 of 132
15% CH4, CFCs by 12% and 4% N2O, and other sources
up to 8% (Callan, 2000).
Convention on Climate Change or UNFCCC (United
Nations Framework Convention on Climate Change) is an
agreement that aims to stabilize greenhouse gas
concentrations in the atmosphere, the conditions do not
endanger the lives and ecosystems to ensure sustainable
development. Kyoto Protocol was born in 1997 at the First
Commitment Period (2008-2012) states that developed
countries must make efforts to reduce the rate of increase
of GHG emission in the country, but this does not apply to
developing countries. Legally, based on the Kyoto Protocol
for the year 2008-2012, developed countries must reduce
its GHG emission by an average of 5.2% of world total in
1990 as well as assist the developing countries in terms of
technology transfer. It is known at this convention, the
principle of "common but differentiated responsibilities",
where every country has the same responsibilities but with
a different role. Based on these principles, it was agreed
also that the developed countries will lead efforts to tackle
climate change.
Although Indonesia does not have an obligation,
Indonesia ratifies the UNFCCC through regulation No.
6/1994, that is Indonesia commits to participate in the
program of mitigation and adaptation to climate change that
has started since 1990. The commitment is further
strengthened with the ratification of the Kyoto Protocol
through Act No. 17 of 2004 on Ratification of the Kyoto
Protocol on UN Framework Convention on Climate
Change. This is forced by statements of Indonesian
President in Copenhagen in 2009. Then with reference to
the Kyoto Protocol of 1997 and the Bali Road Map, the
Indonesian National Action Plan (RAN), which establishes
Page 2 of 132
a commitment to reduce CO2 emission by 26% with own
funding (BaU, Business as Usual) and by 41% with the
help of international donors. The commitment was
conveyed by the President at the G20 meeting in Pittsburg,
USA (November 2009) and COP-15 (December 2009). The
RAN is stated for the industrial sector to reduce GHG
emission is 0,001 Gt CO2 equivalent if the funds
themselves or 0.005 Gt CO2 equivalent with the help of
foreign donors, in 2020.
The industrial sector is the largest contributor to
greenhouse gases after the forestry, and transportation. In
the industrial sector there are 3 sources of GHG emission
i.e the activities to meet the energy needs of approximately
40%, and the rest were production process and waste
management. Related with energy use, the Indonesian
government has issued Government Regulation no.
70/2009 concerning the obligation of conservation of
energy for industry which use energy above 6,000 TOE
(ton oil equivalent) per year. These are the industries that
consume relatively high energy. Some industries are
classified using energy above 6,000 TOE such as cement
industry, steel industry, pulp and paper industry, textile
industry,
industry-ceramic,
fertilizer
industries
of
petrochemical industry, food industry-specific drinks. These
industries absorb 80% of the total energy.
Regarding to the implementation of Regulation No.
70/2009, the Ministry of Industry in cooperation with ICCTF
Program for the years of 2010-2011. Two of the programs
are preparing the Technology Mapping Guidelines for Pulp
and Paper Industry and Carbon Calculation Guidelines for
Pulp and Paper Industry. These guidelines are expected to
assist the industry in energy conservation activities and the
reduction of CO2 emission, and could be used by
Page 3 of 132
governments and stakeholders as a benchmark for energy
conservation in pulp and paper industry. In these guidelines
it is explained in detail about the overview of Pulp and
Paper Industry includes energy-efficient, low carbon, and
environmental management. These guidelines have been
prepared to support the high competitiveness and
environmentally sound of pulp and paper industry.
1.2 Contribution of GHG Emission in Indonesia
In Indonesia, the sources of GHG emission are
classified into several activities, namely from forestry and
land use, energy sector, industrial sector, agriculture and
urban waste, and farm. The data in Table 1.1 shows that
the largest emitters of greenhouse gases generated from
forestry and land use was 46%, while the industrial sector
occupied on the 4th rank of 2.42% (Table 1.1).
Page 4 of 132
Table 1.1 Indonesian National Greenhouse Gas Emission
Sources
CO2 (Gg)
CH4 (Gg)
N2O (Gg)
Energy
305.983
1.221
6
Industries
31.938
104
0
Agriculture
2.178
2.419
72
Land Use Change and Forestry
649.173
3
0
Burning Peat land
172.000
Waste
1.662
7.020
8,05
Total
Source: KLH - The Indonesian Second National Communication,2009
CO2eq (Gg)
%
333.540
34.197
75.419
649.254
172.000
151.578
1.415.988
23,56
2,42
5,33
45,85
12,15
10,69
100
In line with the increasing activities mentioned above from year to year, then the GHG emission will
also increase. Prediction of increasing GHG emission from 2000 to 2020 can be seen in Figure 1.1.
Page 5 of 132
Figure 1.1 Forecast of GHG Emission in Indonesia (Source: BAPENAS)
On the basis of the above predictions, the
government's National Energy make a policy to suppress
the increasing of GHG emission. To actualize RAN (The
National Action Plan) in achieving the reduction target of
CO2 emission by 26%, the government has issued
Presidential Regulation No. 5/2006 with the following items:
• Decrease the share of fossil oil to less than 20% (yr 2005:
54.78%)
• Increase the share of gas to more than 30% (yr 2005:
22:24%)
• Increase the share of coal to more than 33% (yr 2005;
16.77%)
• Increase the share of renewable energy to more than
17% (yr 2005: 6.20%)
• Energy Elasticity less than 1 (existing elasticity is 1.84)
• Decrease Average Energy Intensity to less than 1% per
year
When comparing the predictive value of GHG
emission in 2020 from their respective activities, to
implement national energy policy and without implementing
Page 6 of 132
the policy, it will show the difference in CO2 emission value
of self efforts or by help of country donors as seen in Table
1.2.
Table 1.2 CO2 Emission Reduction Targets in all Sectors
Activities
Sector
Sector
Emission of
CO2 2020
(Without
Reduction)
CO2 Emission in 2020
(with reduction target 26%)
26%
+15%
(total 41%)
Peat lands
1.09
0.28
0.057
Waste
0.25
0.048
0.030
Forestry
0.49
0.392
0.310
Agriculture
0.06
0.008
0.003
Industry
0.06
0.001
0.004
-
0.008
0.008
1.00
0.030
0.010
2.95
0.767
0.422
Transportation
Energy
Total
1.3 Condition of Pulp and Paper Industry
In accordance with the geographical position of
Indonesia, which has vast areas of forest as a source of
wood raw material, then Indonesia has a comparative
advantage in the development of wood processing
industries, particularly pulp and paper industry. According
to the Directory APKI in 2009, the company's pulp and
Page 7 of 132
paper industry in Indonesia are 81 mills, which consist of 3
integrated pulp and paper, 2 pulp industries, and 76 paper
industries. Overview of Pulp and Paper Industry distribution
in Indonesia based on the type of product and energy
consumption can be seen in Appendix 1.
Pulp and paper industry spread in the area of Java around
57.96% (6,607,200 tons / year), while in Sumatra of about
37.43% (4.266 million tons / year) and Kalimantan region is
only 4.61% (52 500 Tons / year). In Indonesia, paper
consumption per capita is very low at 14 kg / capita in 1995
increased to 25 kg / capita in 2007. Paper consumption is
very low compared to European countries like Belgium who
reached 375 kg / capita, Finland 369 kg / capita and
Germany 254 kg / capita (in 2007), while non-European
countries like the USA can reach 288 kg / capita, Japan
246 kg / capita, China 55 kg / capita (in 2007).
Consumption data in some other countries can be found in
Appendix 2. Energy consumption for paper production in
Indonesia, classified by type of paper products can be seen
in Table 1.3.
Table 1.3 Consumption of Steam and Electricity Pulp and Paper
Industry in Indonesia
No
1
2
3
4
5
Paper Product
Type
Newspapers
Cigarettes
Heat
Consumption
ton/ton
Electricity
Consumption
KWh/ton
4,4
939,11
4,1
1750
Carton (Lainer
2,44
420
& medium)
Kraft Pulp
2,2
468
Printing-Writing
1,65
600
Source: Center for Pulp and Paper, 2010
Page 8 of 132
According to several industry surveys, the data
shows that the largest steam requirements contained in the
industry that manufactures specialty paper and Kraft pulp
and lowest consumption found in the printing-writing
industry. For comparison, the energy consumption in other
countries can be seen in Table 1.4 which describes the
consumption of electricity and steam for various types of
paper.
Table 1.4 Consumption of Steam and Electricity to Various Types
of Paper
Electricity
Heat Consumption
No Paper Products
Consumption
kWh/ton
kWh/ton
1
Tissue
1900 - 2800
800 - 2000
2
Spesialty
1600 - 4500
600 - 3000
Board
3
1000 - 2700
400 - 700
(deinking)
4
Kraft Pulp
3800 - 5100
700 - 800
5
Printing-Writing
1000 - 1600
1200 - 1400
Source: IPPC, 2010
Pulp and paper industries consume considerable
energy, but with the development of technology, energy
consumption still can be savings. The paper industry is
capital-intensive industries. Investment required to build a
pulp mill with a capacity of 1 million tons per year is 1.2
billion USD (APKI, 2010). One of the causes of high
investment is due to pulp and paper industry consumes a
lot of energy. Table 1.5 shows the magnitude of energy
consumption of pulp and paper industry compared with
other heavy industries.
Page 9 of 132
Table 1.5 Specific Energy Consumption of Heavy Industry
Specific Energy
Industry
Consumption ( GJ / Ton )
Steel
2,80 – 37,10
Aluminum
11,95 – 85,19
Textile
3,20 – 32,40
Cement
2,20 – 7,90
Pulp and Paper
10,70 – 34,30
Source: (Ray, 2008)
In Table 1.5, it is clear that the specific energy
consumption of pulp and paper industry is quite high,
equivalent to the steel industry and the range of low energy
consumption close to the aluminum industry which both of
them are heavy industries. With that such a high energy
consumption, and its main energy source of fossil fuels, it is
clearly that carbon emission cannot be avoided. But the
best efforts can be done to improve the efficiency and
energy saving (Miner, 2007).
Energy saving opportunities that can be compared
with other industries can be seen in Table 1.6. The amount
of carbon emission from pulp and paper industry as well as
prediction of reduction by the year 2030, relative to other
heavy industry can be seen in Table 1.7, and direct or
indirect emission carbon detail can be seen in Table 1.8.
Page 10 of 132
Table 1.6 Energy Saving Opportunities
No
Industry
Energy Saving Potential
1
Textile
20 – 35 %
2
Steel
11 – 32 %
3
Pulp adn Paper
10 – 20 %
4
Ceramics and Galsses
10 – 20 %
5
Food and Beverages
13 – 15 %
6
Petrochemicals
12 – 17 %
7
Cement
15 – 22 %
Source: kemenperin-2009
Industry
Steel
Aluminum
Cement
Oil Refinery
Pulp and Paper
Source: (Bernstein, 2007)
Table 1.7 Carbon Emission from Heavy Industries
Specific Emission
Reduction Potential
(ton CO2/ton product)
(%)
1,6 – 3,8
20 – 50
8,3 -8,6
15 – 25
0,73 – 0,99
11 – 40
0,32 – 0,64
10 -20
0,22 – 1,4
5 -40
Page 11 of 132
Table 1.8 Details of Carbon Emission from Paper Industry
Million metric
tons of CO2 e
1
per year
Million short
tons of CO2 e
per year
57.7
63.6
Wastewater treatment plant
CH4 releases
0.4
0.4
Forest products industry
2
landfills
2.2
2.4
Emission Source
Direct Emission
Direct Emission associated
with fuel combustion
(excluding biomass CO2)
Use of carbonate make-up
chemicals and flue gas
desulfurization chemicals
0.39
0.43
Secondary pulp and paper
manufacturing operations
(i.e., converting primary
products into final products)
2.5
2.8
Direct emission of CO2 from
biomass fuel combustion
4
(biogenic)
113
125
Process-related CO2
including CO2 emitted from
4
lime kilns (biogenic)
Unavailable
Indirect Emission
Electricity purchases by pulp
and paper mills
Electricity purchases by
secondary manufacturing
operations (i.e., converting
primary products into final
products)
Steam purchases
1
1
5
Unavailable
25.4
28
8.9
9.8
Unavailable
5
Unavailable
5
5
Source: (US-EPA 2010)
Page 12 of 132
CHAPTER II
OVERVIEW OF THE PULP AND PAPER
INDUSTRY
2.1 Pulp Technology
Pulping process is classified into 3 types namely
mechanical, chemical, and semi-chemical. The product has
the different fibers characteristics. Selection of the process
depends on the available wood species and end use of
pulp produced. Chemical processes dominate nearly all the
world, because this pulp can be made into various types of
paper including fine paper. About 90% of various types of
chemical processes are dominated by the Kraft process.
Chemical pulping process, it can dissolve more lignin than
the other processes, which can lead to better quality and
more extensive usage.
The advantages of chemical pulp are better, more
organized, more flat and more compact with a lower
opacity than the mechanical pulp sheets. In addition to the
same degree of white (bleached brightness) is more stable
chemical pulp. Chemical pulp can be used as raw material
for paper with the level not white such as paper bags,
linerboard, and wrapping paper. Higher grade and
bleached type of chemical pulp can make a high quality
paper such as fine paper (writing, printing, photocopying).
In mechanical pulping lignin is not removed or
partially removed, so that the fiber has less intact, rigid, and
shorter. The paper made from mechanical pulp will bulky,
Page 13 of 132
have a good opacity, and easy to absorb ink for good
printing properties.
Table 2.1 General Classification of Pulping Process
Process
Mechanical
Characteristics
pulping by mechanical energy
high yield (90-95%)
short fibers, not whole, not pure, weak, unstable
good print quality
Difficult to bleach
The
combination
of chemical
mechanical
pulping with a combination of chemical and
mechanical treatment
The yield is (intermediate) (55-90%)
The properties of the pulp is medium
(intermediate)
Chemical
pulping with chemicals and heat
low yield (40-55%)
Fiber pulp intact, long and pure, strong, stable
The print quality is low and easily bleached
Source: Smook, 1989
Page 14 of 132
Table 2.2 Summary of General Pulping Results
Classification
Mechanical
ChemiMechanical
Semichemical
Chemical
Process
Yield
(%)
Stone Groundwood
RMP
TMP
CTMP
Chemi Groundwood
Cold Soda
NSSC
High Yield Sulfit
High Yield Kraft
Kraft
Sulfit
Soda
90 - 95
90 - 95
90
85 - 90
85 - 90
85 - 90
65 - 80
55 - 75
50 - 70
40 - 50
45 - 55
45 - 55
Relative Strength
SW
HW
5
5-6
6-7
7-8
7
7
10
9
-
3
3
3-4
4-5
5-6
5-6
6
6
6
7-8
7
7-8
Source: Smook, 1989
Page 15 of 132
Figure 2.1 Process Diagram of Kraft Pulp Mill (IPPC, 2010)
Mechanical pulping processes are generally simple
and have a high yield (90-95%), and therefore can only be
used for certain papers such as newsprint. Semi-chemical
process is a combination of chemical mechanical process.
Yield and pulp properties of semi-chemical are an
intermediate between chemical and mechanical pulps. Pulp
is suitable for the middle layer of corrugating medium.
Flowchart of pulp manufacturing process can be
seen in Figure 2.1 (EPA, 2010). Pulping process is divided
into five main areas, namely: (1) wood preparation, (2)
pulping, (3) bleaching, (4) chemical recovery, (5) drying the
Page 16 of 132
pulp (non-integrated mill only). The description of each
process is as follows:
a. Wood Preparation
Wood is the main raw material used to produce pulp.
Wood is generally shaped log or chip and processed in the
timber handling area, referred to as wood-yard. In general,
wood-yard operation is separate from the type of pulping
process. When the timber enter the wood-yard in the form
of log, it is necessary to do a series of operations for logs
entering the pulping process, usually prepared in the form
of wood chips. Logs are transported to the slasher, to be
withheld in accordance with the desired size, followed by
the removal of bark, flakiness, chip screening, and
transportation to storage. Chips produced from logs or
purchased chip typically stored in a large storage pile.
b. Pulping
During the pulping process, wood chips are separated
into individual cellulose fibers to remove lignin (adhesive
material between cells that glue the cellulose fibers
together) of wood. There are five main types of pulping
processes: (1) chemical, (2) mechanical, (3) semichemical, (4) recycling, and (5) other (eg, dissolving, nonwood). The most common pulping processes are chemical
processes.
Manufacture of chemical pulp (ie, Kraft, soda, and
sulfite) involves "cooking" raw materials (wood chip) using
an aqueous chemical solution, high temperature and
pressure to isolate the fiber pulp. Kraft pulping process is
the most common pulping process used by pulp mills in
Indonesia to produce virgin fiber.
Page 17 of 132
Kraft pulping process using alkaline cooking
solution consisting of sodium hydroxide (NaOH) and
sodium sulfide (Na2S) to dissolve the lignin of wood, while
the soda process uses only NaOH. Cooking condensation
(white liquor) is mixed with wood chips in a reactor
(digester). After the flakes of wood to cook, the digester
contents removed by pressure into the tank. Wood is
softened, broken down into pulp fibers. Pulp and waste
cooking condensation (black liquor) and then separated in
a series of brown pulp washing. Dissolving pulp can be
made via the sulfite or Kraft process, in order to obtain
wood pulp with high purity which is used for conversion into
products such as rayon, viscose, acetate and cellophane.
c. Pulp Bleaching
This process removes color from the pulp (due to the
residual lignin) by adding chemicals to the pulp with varying
combinations, depending on end use product. The same
bleaching process can be used for each category of
pulping process.
The most common bleaching chemicals are
chlorine, chlorine dioxide, hydrogen peroxide, oxygen,
sodium hydroxide and sodium hypochlorite. Concerns the
formation of chlorinated compounds such as dioxins,
furans, and chloroform, has resulted in a shift from the use
of chlorinated compounds in the bleaching process.
Chemicals are added to bleach pulp in the reactor
bleaching gradually. Spent bleaching liquor remove at
every washing stage. Washing effluent is collected in a
particular tank and reused as washing water at another
stage or sent to the waste processing.
Page 18 of 132
d. Chemical Recovery
For reasons of economy and environment, chemical
pulp mill has a recovery process to reclaim the remaining
chemical ripening process. In Kraft pulp mills, spent
cooking liquor is known as weak black liquor, a solution
derived from the pulp brown stock washing, is poured into
the area of chemical recovery. Chemical recovery process
includes the process of concentrated black liquor,
combustion of organic compounds, reduction of inorganic
compounds and produce cooking liquor again. Chemical
recovery process consists of several stages which are
described as follows:
- Black Liquor Concentration
Dilute black liquor (12-15% solids) from the pulping
process containing lignin, oxidized organic compounds
and inorganic (sodium sulfate and sodium carbonate)
and white liquor (Na2S and NaOH) concentrated
through a series of multiple-effect evaporator (MEE) to
improve the solid content to about 50%. Concentrated
black liquor from the EEC system further oxidized in
the oxidizing system of black liquor or concentrated
further in the direct contact evaporator (DCE) or be
directed to the non-direct contact evaporator (NDCE),
commonly known as the concentrator. Oxidation of
black liquor prior to evaporation in the DCE will reduce
odor emission of total reduced sulfur compounds
(TRS), which excluded black liquor in DCE upon
contact with hot exhaust gases from the recovery
furnace. Solids content of black liquor from the final
evaporator / concentrator range between 65-68%.
- Recovery Furnace
Concentrated black liquor is sprayed into the
recovery furnace, where organic compounds were
Page 19 of 132
burned, and Na2SO4 reduced to Na2S. Black liquor is
burnt in a recovery furnace has a high energy content
(5800-6600 Btu / lb dry solids), which recovered as
steam for process needs, such as wood chip cooking,
heating and evaporation of black liquor, pre-heating
combustion air, and drying the pulp or paper products.
Steam from recovery is often combined with steam
from the boilers of fossil-fueled power plants or
burning wood. Addition of Na2SO4 as makeup, or "salt
cake," can also be added to the black liquor prior to
combustion. The molten inorganic salt, commonly
called the "smelt", collected in the char bed at the
bottom of the furnace. Smelt withdrawn and dissolved
in dilute washing water in the smelt dissolving tank
(SDT) that produce carbonate salt solution is called
green liquor, with the main content of Na2S and
Na2CO3. Green liquor also contains insoluble
impurities of unburned carbon and inorganic
impurities, which is called the dregs, released in a
series of clarification tanks.
- Caustization and Calcination
Green liquor moved to the caustization area,
where Na2CO3 converted to NaOH with the addition of
lime (CaO). Subsequently transferred to the tank
slaker, where CaO from the lime kiln reacts with water
to form calcium hydroxide (Ca (OH) 2). From these
slaker, green liquor causticizers in caustisizer react
with NaOH and calcium carbonate (CaCO3).
Caustization product is then forwarded to the clarifier
white liquor, which would eliminate the deposition of
CaCO3, referred to as lime mud. Lime mud washed to
remove residual sodium. Mud from washing and then
Page 20 of 132
dried and calcined in a lime kiln to produce lime, which
is used back in the tank slaker. Washing mud filtrate,
used in the SDT for dissolving smelt from recovery
furnaces. White liquor (NaOH and Na2S) from the
clarifier is used again for cooking in the digester.
- Pulp Drying
After the process of pulping and bleaching, the pulp
is processed into stock used for making paper. In nonintegrated mill, the pulp will be sold dried, packaged
and then shipped to paper mills. At integrated mills,
paper mills use pulp produced directly from pulp mill.
Page 21 of 132
Power Boiler
(biomass and
fossil fuel)
Recovery boiler
Turbine and generator

HPS
Kondensat
Secondary Heat (water)
Making pulp
Process
MPS
LPS
Power
Additional Water
HPS: High pressure steam (62-100 bar, 460-500 °C)
o
MPS: medium pressure steam (12.5 bar, 205 C)
o
LPS: low pressure steam (4.1 bar, 145 C)
Figure 2.2 Distribution of Energy in the Pulping Process
Page 22 of 132
Pulp mills can produce the energy by themselves to
power plant operations through co-generation systems
(cogeneration system). The energy provided in the form of
heat energy (steam) or electricity energy to drive
machinery. Types of boilers are used depending on the
type of product produced, pulp mill recovery of the energy
supplied by boilers, and the bark boiler. In addition for
integrated pulp and paper mill, also coupled with the fossil
fuel boiler.
Table 2.3 Energy Consumption in Pulp Mill
No
1.
2.
Process
Raw Material Preparation
Chip Feeding System into
digester
3. Cooking in digester
4. Pulp Washing and Screening
5. Oxygen Delignification
6. Pulp Bleaching
7. Pulp machine
8. Evaporator
9. Power plant
10. Lime kiln and Recaustization
11. Hot Water Preparation
12. Water and Waste Water
Treatment
13. Others
Total Consumption
Source: Lawrence, 2009
Steam
(GJ/ADT)
Electricity
-
(kWh/ADT)
50
20
1.7
0.5
2.3
2.3
3.1
2.3
-
40
30
75
100
141
30
60
50
32
30
12.2
30
688
Page 23 of 132
Pulp mills in Indonesia fulfill their energy
requirement by them self by power plant operations
through co-generation systems (cogeneration system). The
energy provided in the form of heat or steam and electricity
energy to drive machinery. In the pulp mill there are only 2
types of boilers is the recovery boiler and power boiler.
Approximately 70% of energy supplied from the recovery
boiler while the rest is supplied from the power boiler.
Figure 2.2 shows a diagram of energy distribution in
the pulping process. For recovery boiler, fuel obtained from
black liquor which is a liquid reaction products between
cooking chemicals (white liquor) with wood raw material.
This fluid is obtained from the pulping process after
concentration. Energy supply in the recovery boiler is one
cycle of the chemicals recovery process in the Kraft pulping
process. Fuel power boilers consist of biomass derived
from barking and reject screening process wood flakes (pin
chips and fines chips). To add calorific value of biomass it
is usually mixed with coal.
Theoretically, the Recovery Boiler produce steam is
15.8 GJ / ADT and electricity 655 kWh / ADT. Steam
needed is fulfilled by the Recovery Boiler, and the rest of
electricity needed met by the bark-fired boilers.
2.2 Papermaking Technology
Paper is made from three main materials, namely
fiber, water, and additives. All of these materials are
processed in stock preparation, then sent to the paper
machine to form sheets, then pressed and dried. In
general, the process of papermaking can be seen in Figure
2.3.
Page 24 of 132
Figure 2.3 Papermaking Process
In the process of papermaking, fibers and additives
are mixed with water, and then the water is separated
again while forming the sheet. There are unique
characteristics associated with the operation of paper mill
water separation, as shown in Figure 2.4. Water separation
process occurs in the formation, pressing, and drying. The
proportion of water the most separated in the formation, but
the largest proportion of energy used in drying sections.
Figure 2.4 Proportion of Water Separation and Energy
Consumption
Page 25 of 132
The main energy source used in the paper industry
is the steam and electricity. The various unit operations in
paper mills using both types of energy, as shown in Figure
2.5 and Figure 2.6.
Figure 2.5 Distribution of Energy Consumption in Paper Mill
Source: (FAPET, 1999)
Figure 2.6 Share of Energy Consumption in Paper Industry
Page 26 of 132
2.3 Environmental Management Technology
Technology
development
of
environmental
management in the pulp and paper industry (PPI) leads to
minimize the amount of formed waste, to manage waste in
a treatment until it reaches the requirements for disposal
into the environment, and to utilize waste become a
feasible and safe product.
Technology that leads to prevent the formation of
waste is a strategy for environmental management through
clean production programs, which generally apply has been
quite good in Indonesia. In principle, this technology is
used to prevent or minimize waste by modifying the
process that aims to improve the efficiency of the
production process by reducing raw material consumption
of fiber, water, chemicals, and energy and the formation of
waste that is hazardous. While the technology that lead to
better management of waste in liquid, solid or gas, in its
application is determined on the basis of waste
characteristics, performance and reliability of process /
operating system, the consideration of environmental and
economic feasibility. Determination of technology and
waste
management
systems
based
on
waste
characteristics, either from the extent to which pollution
load can contribute in producing carbon emission, and the
potential to be used as alternative energy.
2.3.1 Liquid Waste Management
Judging from the source wastewater PPI can come
from several stages of the process that each provide
different characteristics. The liquid waste from the pulping
process generally cause problems blackish brown color,
Page 27 of 132
alkaline pH, high contamination COD, BOD and toxic.
Liquid waste from paper manufacturing process provides
the characteristics with high levels of suspended solids,
COD and BOD dissolved high.
Wastewater management is done by eliminating or
reducing the contaminant content of organic materials and
inorganic suspended, colloidal and dissolved in the liquid
waste to the extent required to be disposed to the
environment. Technology used is divided into several
stages according to the characteristics and quality of
results to be achieved, covering the physics, chemistry and
biology. Physical processing is classified in the initial
process for separating material that big and heavy
contamination by filtration, flotation and sedimentation.
Chemical processing is required to separate the fine
suspended solids and colloids with the addition of chemical
compounds through the process of coagulation, flocculation
and sedimentation. Biological Treatment aims to reduce the
content of dissolved organic contaminants that cannot be
separated in the previous processing.
Currently, biological treatment is an important waste
treatment and is widely used in the PPI because it is
environmentally friendly and is a consequence of the
application of recycled fiber and water are increasingly
stringent, so the amount of waste water a little but a high
organic content and is dissolved. PPI wastewater has main
pollutant characteristics of organic matter and a source of
high carbon, therefore, be very effectively treated with
biological processes either by aerobic or anaerobic.
Anaerobic processing now starting to be developed in the
PPI due to a change in the characteristics of wastewater of
high organic load, is complex and dissolved so that the
anaerobic treatment system is the most profitable
Page 28 of 132
alternative. Another advantage is the low energy required,
even to produce biogas which can be exploited. However, if
this technology not managed properly, it caused problems
in emission. Biogas is formed from the biodegradation by
microbes as CO2 and CH4 gas can be released into the
atmosphere contributes to the increase of greenhouse
gases (GHG) emission and affect climate change.
2.3.2 Solid Waste Management
Solid waste produced in PPI is large enough and
type and characteristics vary, depending on the unit
processes where the waste is formed. Solid waste is
divided into organic waste that can be either the remnants
of the raw material or sludge from wastewater treatment
plants (WWTP), and inorganic waste that can be either ash
combustion products (fly ash) from the unit power plant and
incinerator units. Of the several types of solid wastes,
WWTP sludge is the most problematic in terms of handling.
Through utilization of waste management
technology solution that is recommended to do by the
industry, because it is an alternative to solving
environmental problems and also can provide added value
to the industry. Solid waste is mainly organic waste, has
favorable prospects to be exploited because of the
potential to produce energy. Other potential of solid waste
is to be made compost to improve soil fertility and crop
productivity.
There are several alternative waste management
technologies that can be done in the PPI, such as landfill,
incineration, composting, and anaerobic digestion, which
their selection reviewed from various aspects of technical,
environmental and economic. Because solid waste of PPI
is carbon sources, then in process management activities
Page 29 of 132
will be generated carbon emission such as CO2 and CH4
which can be released into the atmosphere as a
greenhouse gas.
Landfill is solid waste management by put the
unused solid waste on the ground in a controlled way.
During the accumulation performed on leachate control
which can cause contamination of ground water, and
control of gas emission that can lead to increased
greenhouse gases. Incineration is the management of solid
waste by burning organic must be equipped with air
pollution control due to the greenhouse effect.
Management of solid waste through composting is an
alternative way that is prospective, but is still constrained
by regulation to the requirements of the use of compost
products. While anaerobic digestion in general is still in the
study and test its application in Indonesian PPI. This
technology is high prospects to be applied, to overcoming
the problems of biological sludge, to produce biogas which
is a renewable fuel gas. But this technology requires
process control and more specific gas emission, both from
the utilization of product gas methane (CH4) as well as
emission of energy that's released into the atmosphere.
2.3.3 Management of Gas Waste
Source of the largest particulate and gas emission
in the Kraft pulp mill is in Chemical Recovery Plant (CRP).
These emission contain sulfur compounds that smell and
are toxic, so it can cause problems if released in the
atmosphere without good control. Management of waste
gases can be done through processing with equipment
electrostatic precipitator (ESP), cyclone, and wet scrubber.
Emission discharged into the air processed through the
chimney with a sufficient height so as not to cause any
Page 30 of 132
disturbance to the surrounding environment. However, the
CO2 released into the atmosphere is still an impact on
greenhouse gas effect and climate change.
Page 31 of 132
CHAPTER III
PULPING TECHNOLOGY FOR ENERGY SAVING AND
LOW CARBON
The concept of pulping technology for energysaving cannot be separated with the concept of
environmentally friendly technologies. In the principle of
energy conservation in the pulp industry is definitely going
environmentally friendly process, and vice versa. The
principle of energy conservation which is most easily
performed and a small risk and do not require high costs
are preventive measures, such as preventing leaks on
piping systems, especially prevention of loss of heat that
flows in a steam pipe. The next most important action is the
behavior or habits of industry personnel to always treat
your work area or unit of production as the area and
energy-efficient machine.
As it is known that the pulp industry is one of the
industry with huge potential to pollute the environment,
especially pollution resulting from liquid effluent in the
bleaching process. The implementation of environmentally
sound pulping technology has now become a must for the
pulp and paper industry and has become the standard
technology. Given the dangers of chlorine-organic
compounds are considered highly toxic waste from the
bleaching with chlorine, then the use of chlorine should be
abandoned.
To support this effort, in addition to improving
existing bleaching process towards chlorine-free bleaching
technology, which is even more important is improving the
process previously during cooking processes. Pulping
Page 32 of 132
technology toward the acquisition of low kappa number
with continues delignification (extended delignification)
shall be applied without reducing the quality of the pulp or
even to improve the quality of the previous. The target
kappa numbers as low as possible so allow industry to
apply the bleaching of environmentally sound technologies.
With the adoption of environmentally friendly
technology in the manufacture of pulp would be useful
include:
• Saves raw materials, water, and energy
• Reduce the pollution load, and air emission (low carbon)
• Save costs
The processes that save energy and reduce
emission in the pulp industry (energy conservation), among
others:
1. Handling of raw materials, chipping, wood chip screening
2. Modifications continued delignification technology
(extended delignification) on cooking system
3. Washing technology applications using the displacement
method both brown stock and bleaching
4. Optimization of the performance of Chemical Recovery
(evaporators, recovery boilers, lime kilns)
5. Power Boiler Optimization of system performance
(biomass fuels or coal)
3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw Material
Handling, Chipping, Wood Chip Screening
Energy conservation in timber handling, chipping, wood
chip screening can be seen in Table 3.1 below.
Page 33 of 132
Table 3.1 Conservation Of Energy In Wood Raw Material Handling, Chipping, Wood Chip Screening
No
Activities
Energy Conservation
Investment
1.
Avoid log blocking at chipper
feeding
Avoid unload machine operation
No Investment
2.
Minimize the chip pile high
Avoid heat due to the pile
No or small investment
3.
Follow fifo procedure (first in
first out) in storage chip pile
Chip will stay at the same time and the
same degree of degradation
No or small investment
4.
Put Chip in chips silo
Reduce wood loss
Silo installation
5.
Apply Cradle Debarker
Reduce wood degradation and loss.
Saving energy 30% for debarking
Debarking System
modification
6.
Change pneumatic chips
conveyor with belt conveyor
Save electrical power from 18,5
kWh/ton (pneumatic) to 1 kWh/ton
(belt),
Inmvestment through
conveyor changing or
modification
7.
Apply automatic chip handling
and thickness screening
Supporting fifo management, yield, and
raw materials saving
Control system
completed, ROI 15 –
20%
Page 34 of 132
8.
Apply Chip screening bar-type
chip screens
Long life-time compare to conventional,
low maintenance cost, increase yield
2%, save energy 0,33 MMBtu/ton pulp
Change the
conventional screening
9.
Apply Chips conditioner
Decrease Reject 1,2%, pulping energy
save 0,19 MMBtu/ton, Cost save
$30/day
Change or modification
existing slicer
Page 35 of 132
Figure 3.1 Mechanism of chip damage
Figure 3.2 Dimensions of optimal chip stack
Page 36 of 132
3.2 Modification Of Continues Delignification Technology
(Extended Delignification) On Cooking System
The basic principle of obtaining a low kappa number
of pulp is to regulate the selectivity of delignification with
method, among others:
- The concentration of active alkali must be low at the
beginning of cooking and maintained for a relatively
uniform during cooking
- The concentration of SH-must be high, especially during
the initial delignification
- Content of lignin dissolved in liquor consumption must be
maintained to remain low, especially at the final stage
of cooking
The principle of the process is to save the black
liquor in the cooking process to be used (re-use) in the
subsequent cooking. The more cycles of the process that
must be passed as in Figure 3, the more efficient the
energy required.
Page 37 of 132
Figure 3.3 Cycle Of Displacement Batch Cooking Process
The method can be used in a batch system is a
modification of displacement cooking digester by blow cold
way, rapid displacement cooking, superbatch, enerbatch.
While modifications to the continuous digester are
isothermal cooking, lo-solids, black liquor impregnation
(compact cooking or impregnation bin).
Page 38 of 132
Figure 3.4 Summary Of The Various Cycles Of Displacement
Batch Cooking Process
3.2.1 RDH (Rapid Displacement Heating) and Superbatch
Pulping process, in principle, be done by utilizing
warm and hot black liquor used to soak the chip prior to the
process of cooking by using black liquor and hot white
liquor. Heating at high temperatures so that a lower steam
consumption and energy efficient, more selective process
and produce low pulp kappa number. The system main
equipment consists of:
- Digester displacement screen
- Hot black liquor accumulator
- Hot white liquor accumulator
- Warm black liquor accumulator
- Cool black liquor accumulator
- White / black liquor exchanger
Page 39 of 132
Figure 3.5 System RDH equipment / Superbatch
Process RDH / Superbatch:
 Charging of chip into the digester (with steam packing,
the contents of the digester increased by 25%)
 Charging of warm liquor into the digester tank of warm
black liquor. Discharge valve closed, the digester liquor
is pressed with a warm up to 5.5 bar. Chips had preimpregnation by a dilute black liquor. Excess hot black
liquor from the hot black liquor tank is passed through a
heater (heat transfer equipment) and used to heat white
liquor and then stored in a hot white liquor accumulator.
Hot white liquor and hot black liquor from the hot black
liquor tank is pumped into the digester, move
(displacement) warm liquor into the tank cool black
liquor, weak black liquor excess is pumped into the
evaporator
Page 40 of 132



Cooking starts with an initial digester temperature of
about 160oC, factor H is recorded through a distributed
control system (DCS). Cooking process occurs without
adding a lot of steam
After the target H-factor is achieved, washer filtrate is
pumped into the digester and move the hot liquor into
three accumulator based on temperature differences.
The most heat of black liquor is transferred to the hot
black liquor tank (166oC), warm black liquor to warm
black liquor tank (93-132oC), cold black liquor into the
cold black liquor tank (below 93oC).
After mass of pulp is cold in the digester, pulp is to be
blow with compressed air without the steam addition.
The latest technology uses a pumping system (pump
out), and fiber damage due to friction can be avoided
so that we have a higher fiber strength.
3.2.2 ITC (Isothermal Cooking)
ITC Technology is a modification of the MCC
(modified continuous cooking) and EMCC (extended
modified continuous cooking). The process is divided into
zones in the digester is longer than the continuous
conventional, i.e. impregnation zone, concurrent cooking
zone, countercurrent cooking zone and extended cooking
zone. In conventional systems there are only 3 zones,
namely impregnation zone, heating and cooking zone,
washing zone. ITC temperature drastically improved in a
washing zone (hi-heat washing) to the point where a
uniform temperature is reached on the whole digester. 6%
of alkali consumption in cooking process is consumed in hiheat washing zone.
Page 41 of 132
With a uniform temperature throughout the digester
will reduce the temperature in the cooking zone. The
temperature of cooking zone can be reached 10 °C lower
than the MCC system. Thus the use of steam on the
circulation of liquor consumption in the digester system will
go down.
Washing efficiency is not decreased despite the hiheat washing zone is added alkali about 6%. This is due to
the washing process in the ITC system uses very high
temperatures, together with cooking temperature.
Figure 3.6 ITC Digester Continuous Cooking System
Page 42 of 132
3.2.3 Black Liquor Impregnation
Figure 3.7 Black Liquor Impregnation
The principle of black liquor impregnation is to add
1 unit of impregnation reactor which is used to soak the
chips with black liquor. This principle is similar to the
displacement batch cooking, the use of black liquor at the
beginning of the process. The advantage of this process is
faster cooking process so it can save energy.
Energy conservation performed in the pulp
bleaching units is utilizing heat from the bleaching process.
This heat is obtained at the heat recovery in pulp washing.
Summary of energy conservation in the cooking and
bleaching of pulp can be seen in Table 3.2.
Page 43 of 132
No
1.
2.
3
Table 3.2 Conservation Of Energy in The System Of Cooking and Bleaching
Activities
Energy Conservation
Investment
Steam saving from 1,38
Install heat exchanger,
Batch digester
modification to extended ton/ton pulp (conventional) to pump and filtrate tank for
delignification :
0,30 ton/ton (RDH), yield
hot and warm
- RDH
increase 2 – 3%
- Superbatch
- Coldblow
- Enerbatch
Batch digester
Steam saving from 0,72
Add cooking zone at ITC
modification to extended ton/ton pulp (conventional) to system and Lo-solids, add
delignification :
0,4 – 0,5 ton/ton pulp, yield
1 vessel medium unit, and
- Isothermal cooking
increase about 1%
auxiliary for BLI
(ITC)
- Lo-solids
- Black liquor
impregnation (BLI)
Apply pulping aid :
By anthraquinone yield
Additional direct production
increase 2-5%, rejects
- Antrhraquinone
cost
- Phosphanate
decrease, Kappa lower,
Sulfur emission low.
Page 44 of 132
Phosphanate can save
steam 8 – 10%, yield pulp
increase 4 – 6%.
4.
Heat recovery bleaching
unit
Use heat from washer hood
to produce hot water
Add a heat exchanger unit
and tank
5.
Chlorine dioxide (ClO2)
heat exchange
Preheating ClO2 before
entering mixer can save
steam
Add heat exchanger
installation at ClO2 feeding
system. Investment
$124000, pay back period 2
years.
Page 45 of 132
3.3 Application Washing Technologies Using Both On The
Displacement Method And Bleaching Brownstock
Pulp washing technology works use a lot of
technologies that work with the principle of diluting the pulp
with water followed by displacement. With this process
required dilution factor of about 1-3. This is the type of
equipment such as Rotary and Diffusion vacuum washer
(atmospheric displacement).
To save energy, washing process is modified by
pressurized displacement system, which eliminating the
process of dilution.
Time is faster and less water
consumption. This type of equipment is pressure diffusion
consist of twin roll press, a press wash, and wash master.
Dilution factor of approximately 0.6 to 0.9, this means
beside saving energy also saves water usage.
Figure 3.8 Wash The Master And Twin Roll Press
Page 46 of 132
Table 3.3 Conservation Of Energy in Pulp Washing System
Activities
Energy Conservation
Investment
Pulp washing
More efficient, remove
Replacing
improvement use more solid, and low
Conventional
displacement
consumption of power,
Washing
system
steam, and chemical.
System
Steam saving 9,500
Btu/ton dan electricity
saving 12 kWh/ton
3.4 Optimization Of The Performance Of Chemical
Recovery (Recovery Boilers, Evaporators, Recovery
Boilers, Lime Kilns)
Energy conservation opportunities recovery boiler is
taken by increasing the maximum cost of heat energy
generated from the combustion process. Combustion
efficiency can be improved by adding the total black liquor
solids entering the boiler furnace, add one level of
quaternary air, and others.
Super
B
L
6
5
4
3
2
1
RECOVERY
KonsenMixing
BOILER
trator
tank
Condensate
segregation
Figure 3.9 Addition Of 1 Unit Superconcentrator
Page 47 of 132
Udara kuaterner
Udara tersier
Udara sekunder tingkat atas
Udara primer
Udara sekunder
Figure 3.10 Addition Of Quaternary Air Flow
Page 48 of 132
Energy Conservation in Chemical Recovery systems can be seen in Table 3.3 below.
Table 3.4 Energy Conservation in Chemical Recovery system (Evaporator, Recovery Boiler, Lime Kiln)
No.
Activities
Energy Conservation
Investment
Using
- Heavy Black Liquor increase from
Menambah alat
1.
Superconcentrator
70 to 80%
superkonsentrator dan
- Steam economy 6 kg H2O/ton
pompa dalam sistem
in evaporator
steam, 1,6 kg solid/kg pulp
evaporator.
- steam consumption 3,1 GJ/ADt,
electricity 30 kWh/ADt
Mengganti pipa carbon
Improvement of
Increasing Boiler efficiency,
2.
steel menjadi cocomposite tubes
decreasing shutdown and corrosion
extruded tube
for Recovery
terutama di bagian
boiler piping
superheater
3.
Deposit
Monitoring System
of Recovery boiler
Control and inspection to increase
heat transfer surfaces, early
detection of plugging and pipe
fouling, monitoring to reduce shut
down
Additional handheld
infrared inspection
system
4.
Application of
intelligent
monitoring deposit (plugging and
fouling) followed by cleaning use
sootblowing
modification to be
Page 49 of 132
sootblowing
intelligent sootblowing method, will
save high pressure steam 2%
intelligent shoot
blowing
5.
Additional
Quarternary Air
flow at Recovery
boiler
Reducing particle carry over and tube
fouling, decreasing recovery boiler
washing frequency, reducing shut
o
down, HPS 100 bar 500 C energy
increase by 3 – 5% and reheat.
Investmenti $300,000 $500,000 for additional
fresh air level
6.
Lime kiln oxygen
enrichment
Improving burning efficiency,
reducing fuel consumption 7 – 12 %
Investment is low, only
need pipe and
injection system of O2.
Pay back period 1 – 3
year
7.
Improving
filtration system of
CaCO3 and
refactory brick at
lime kiln
Saving energy 0,47 MMBtu/ton CaO
or 5%
Modification or
replacing existing
system
Page 50 of 132
3.5 Optimization of Biomass and Coal Fuel Power Boilers
Performance
The use of biomass fuels in the pulp mill will save
the use of coal. Because it is bio-energy based so CO2
emission is low. To improve the efficiency of combustion
used type of Fluidized Bed Boiler (FBC) and Circulating
Fluidized Bed Combustion Boilers (CFBC). The
advantages of using FBC boiler are flexible to solid fuel,
high combustion efficiency, and reduced emission of
harmful pollutants such as SOx and NOx.
In a circulating system of CFBC bed parameters are
kept to form the floating solids from the bed. Solids
removed in a relatively dilute phase in the riser, and a
down-comer with a cyclone of a cyclone the solids. This
type is more profitable because it can operate at greater
capacity, reducing SO2 and NOx emission are greater as
well.
Page 51 of 132
Figure 3.11 FBC and CFBC
Page 52 of 132
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Table 3.5. Conservation Of Energy In The System Of Power Boilers (Biomass Fuel Or Coal)
Energy Conservation
Advantages
Investment
Monitoring and control
Control system for measuring, monitoring
Application of advanced
of continuos burning
oxygen and carbon to optimize the mixing of
continuous monitoring system
system
fuel/air and get a higher flame temperature, so
and control. Investment
efficiency is maximum and air emission
$200000, payback period 6
decrease
months
Decreasing flue gas to
Avoided leaking can save energy 2 – 5%
Maintenance, monitoring and
avoid leaking
routine inspection
Reducing Excess Air
Using of excess air around 15% can reduce
NOx emission
Improving isolation of
Saving energy 6 – 26%
Maintenance routine and
piping system
replacing with new materials
Boiler maintenance
To keep boiler at peak performance by
Implementation of Boiler
improving boiler management, saving energy
Maintenance Program
10%.
condensate returning
Saving fresh water and chemical processing of Installation of condensate
boiler feed water
return system
Reducing boiler blow
Optimize blow down to minimize boiler deposit, Installation of automatic blow
down
saving fuel 1,1%
down system to improve blow
down rate
Blow down steam
Maintain thermodynamic properties of steam
Additional continuous blow
recovery
and water, reducing corrosion in piping system, down heat recovery systems
saving fuel 1,2%.
installation
Page 53 of 132
Other energy conservation can be done in the pulp
industry is the application of coal gasification technology,
which in this gasification process, hydrocarbon is converted
into synthetic gas (syngas) that is a mixture of carbon
monoxide and hydrogen. The synthesis gas is used to burn
lime (lime mud/CaCO3) on the calcination process (lime
kilns) in order to save oil consumption and to reduce CO 2
emission.
Gasification can also be made to the biomass
contained in the pulp mill, such as bark, pin chips and fines.
Biomass fuel is made or molded into pellets and then
carried out gasification in the gasifier reactor. The calorific
value of syngas formed larger than the biomass if directly
burned in power boilers. Syngas from biomass gasification
can be used to fuel power plants with integrated recovery
boilers and as fuel for lime kilns.
The use of other biofuels that can be developed to
utilize the energy content in the NCG (non-condensable
gases). With the methanol content of 1% in the NCG allow
this gas be isolated and used to fuel limekiln, that will
reduce demand for oil and coal and also reduce CO2
emission.
Page 54 of 132
CHAPTER IV
PAPERMAKING TECHNOLOGY FOR SAVING
ENERGY AND LOW CARBON
4.1 Papermaking Technology
4.1.1 Stock Prep: Refining
Refining is a unit in stock prep with the most
energy consuming. Basically saving measures that can be
done is to increase refineability of the fiber that will be
refined. The most conventional way to do this is by using
refining additive. One example of such additives is CMC
(carboxy methylcellulose), which works exactly like a
component of hemicellulose in the fiber. Fiber-containing
hemicellulose has a higher refineability and also better.
Selection of refiner bar pattern also determine the
energy consumption of refining. Current models are usually
designed for refiner energy as low as possible, and most
importantly is the knife model for short fiber should not be
equals
with
for
a
long
fiber.
Current refining technology for energy saving is to use
enzymes. For certain enzymes, lab-scale experiments
showed energy savings can occur up to 40%. The Using of
enzymes continues developed because it is very effective
and even more environmentally friendly than using
chemical
additives.
4.1.2 Paper Machine: The Forming and Pressing
All paper machines using a vacuum system in the
formation. Vacuum system is not working effectively
causing increased consumption of energy and steam to the
Page 55 of 132
process of separating water from the sheet of paper.
Therefore, optimization of vacuum system should always
be made to the paper machine. The commonly used of
forming part is the Fourdrinier machine. Currently Gap
Former technology has offered as an alternative to the
Fourdrinier machine with the advantages increasing
production capacity of about 30% and energy savings of
about 40kWh / ton of paper.
Figure 4.1 Current Technology Pressing (Shoe Press)
Figure 4.2 Comparison Of Performance Pressing
Page 56 of 132
Typically, the sheet pressing process carried out by
two rotating roller surface. A new innovation shows that
one of the main rollers, especially the base for pressing can
be replaced by a material that acts as the base sheet when
pressed by a roller that rotates (shoe press). In this way
then pressed into a broader nip than the conventional. This
causes an increase in water discharge capacity during
pressing. Drought sheets can reach 35-50% more than 57% from the conventional one.
4.1.3 Paper Machinery: Drying Section
Application of advanced technologies to control
dryer showed energy savings of 4500 lb of steam / hour,
reduced energy consumption, reduced maintenance costs,
and increase productivity. Decrease the use of air to the
dryer can be done if you apply a closed hood system and
optimize the heat recovery system. Heat recovery system
can be increased from 15% to 60-70% when coupled with
proper treatment.
The temperature is often controlled with ventilation
pocket of high air temperature is more than the minimum
requirement. As a result a lot of wasted energy disposed.
When the temperature is lowered to 180-195 ° C, there will
be a saving of steam around 1000 to 2000 lb / hr. Some
actions to take advantage of waste heat will be very helpful
energy saving program. The use of stationary syphon in the
dryer will save energy of 0.85 MMBTU per ton due to
improved drying efficiency. The use of mechanical
recompression to reuse superheated steam into the dryer,
can save energy by 50%. While the use of heat pump
system for utilizing waste heat in the dryer, will provide
energy savings of 0.4 MMBtu per ton of paper. The heat
from the air vents can also be utilized to heat other
Page 57 of 132
facilities. For the hood that uses hot air as in a tissue
machine, dump the hot air can be used to heat the
incoming air.
The use of new technology for the drying process is
also possible, for example Conde belt drying system. In this
system, a sheet of paper is dried in a state of contact with
the hot steel belt. The system is claimed to be 5-15 times
faster than conventional systems, but not suitable for high
paper grammage.
Air Impingement Drying System, uses hot air, so
use less steam, but electricity increases. This system is
suitable for drying of coating process, but for the ordinary
process can be used as an alternative to conventional
cylinder drying system. Steam savings can reach 10-40%,
but electricity increased by 5%.
Figure 4.3 Drying System Condebelt
Page 58 of 132
A. Direct
B. Indirect
Figure 4.4 Air-Impingement Drying
Table 4.1 Comparison of Performance of New Drying Technology
In summary, a number of measures that can be
done to improve efficiency of paper drying process are:
a. Drying Process Control
b. Dew Point Control
c. Optimization of Water Removal on Forming and
Pressing
d. Impairment Loss of Energy Blow through
e. Decreasing of Air Consumption
f. Pocket Ventilation Temperature Optimization
g. Waste Heat Recovery
h. Using Shoe Press (Extended Nip)
i. Optimization of Vacuum System for Paper machine
j. Use of Advanced Technology: Gap Forming; Conde
Belt Drying: Air Impingement Drying
Page 59 of 132
4.2 Saving Energy and Carbon Emission in the Paper
Industry
Energy is used in various unit processes in the
paper industry. Energy used to drive motors, pumps,
vacuum, drying, and so forth. Energy saving opportunities
in various levels certainly exist, but should be sorted for
effective energy saving measures.
Roles and opportunities for energy conservation in
various key processes in the paper industry, is seen in
Table 4.2. At the table, the paper industry are categorized
into 2 groups: paper mills with pulp as raw material and
integrated mills. The plant consists of an integrated paper
mill raw material made from raw wood and waste paper.
There is a difference in energy consumption between the
two categories of plants for the same type of paper
because the different sources of raw material. Raw material
for paper pulp mill, pulp dry flat imported or purchased from
outside, inside there are factors of transportation. While the
integrated pulp mills already available in the factory and in
the form of slurry that can be directly used.
In Table 4.2 it can also be seen, the greatest
opportunities for energy savings exist in two places, namely
refining and drying. Refining is a mechanical process to
modify the fiber to be worthy created sheet and contribute
directly to the quality of the paper. Drying is the process of
dewatering of the sheet by means of evaporation. Various
drying techniques can be applied to improve the efficiency
of this drying process. Overall, energy use in the industrial
world's Best Available Technology BAT in 2009 based on
the type of raw materials and products can be seen in
Table 4.2.
Page 60 of 132
Table 4.2 Energy Conservation Opportunities in Paper
Industry
Source: (EU-China, 2009)
In Table 4.3, described the range of energy intensity
for the paper mill from 7.2 to 10.5 GJ / ADT, while the
integrated mill from 6.6 to 22.4 GJ / ADT. The above data is
data BAT 2009, which means the best technology available
and most practical to use at this time.
Page 61 of 132
Table 4.3 Best 2009 World Energy Intensity
Energy
Raw Materials
Product
Intensity
( GJ / adt )
Pulp
Uncoated Fine (wood free)
9,0
Coated Fine (wood free)
10,4
Newsprint
7,2
Board
9,6
Kraft Liner
7,8
Tissue
10,5
Recovered Paper
Board (Without Deinking)
Newsprint (Deinking)
Tissue (Deinking)
11,2
7,6
11,3
Bleached Uncoated Fine
KraftLiner & Bag Paper
Bleached Coated Fine
Bleached Uncoated Fine
Newsprint
Magazine Paper
Board
Source: (Eu-China, 2009)
18,3
17,6
22,4
22,3
6,6
7,3
11,8
Wood
According to (NCASI, 2005), carbon emission from
pulp and paper industry can be categorized as direct and
indirect emission. Direct emission means emission from
sources that are under the control of the company. While the
indirect emission means the emission arising from corporate
activities but its source is under the control of another
company. Some examples of paper mill operations that can
be a source of carbon emission either directly or indirectly can
be seen in Table 4.4.
Page 62 of 132
Table 4.4 Source of Carbon Emission at Paper Mill
Emission
Sources of Carbon Emission
Direct
- Power boiler, turbin, or other combustion
Emission
appliances produce steam or power for mill
- Incinerator
- Dryer fuels with gas or other fossil fuels
- Local Vehicles and machineries
- Transportation vehicle to and from the mill
Indirect
- Preparation of virgin or secondary fiber
Emission
- Screening, thickening, washing
- Paper and board production, including
cleaning and refining
- Coating process
- Trimming, roll wrapping, sheet cutting
- Normal operation of office and building for the
employees
- Waste water treatment equipment
- Equipment for emission control such as ESP
and biofilter
4.3 Short Overview of Investment For Some New Process
Various energy saving opportunities described
above is the effort that has been done on commercial
paper industry, so that the techno-economic factors have
been considered. However, to get a concrete figures, the
amount of investment in some new process will be
summarized in the following table.
Page 63 of 132
Table 4.5 Overview of Investment For Energy Savings
Process/
Technology
Shoe Press
Gap Former
Advanced
Dryer
Control
Closed
Hood and
Ventilation
System
Waste Heat
Recovery
Condebelt
Drying
Saving Energy
Steam 2-15%
electricity 40 kWh/ton
Steam 2 kg/jam
Investment
Estimation
USD 40,24 /ton
USD 75.750/ inch
width
Pay Back Period :
3 years
Steam 0,72
MMBTU/ton
electricity 6,3 kWh/ton
USD 9,57 / ton
Steam 0,4 MMBTU/ton
USD 18 /ton
Steam 15 %
electricity 20 kWh/ton
USD 28 /ton
Source: (EPA, 2010)
Page 64 of 132
CHAPTER V
ENVIRONMENTAL MANAGEMENT IN PULP AND
PAPER INDUSTRY
5.1 Liquid Waste Management
The liquid waste pulp and paper industry is highly
polluting, so can have an impact on the environmental
equilibrium in particular bodies of receiver water. Waste
characteristics varies greatly depending on the stage of the
process in which wastewater is derived. The main
contaminant material in waste is organic material from raw
materials of fibers, and organic and inorganic chemicals
are added during the production process, such as heavy
metals.
Technological developments that lead to increased
efficiency of production processes and recycling of water
has been reducing the amount of liquid waste that is
formed, but the changing characteristics of the waste
becomes more concentrated. Characteristics of wastewater
containing contaminant materials with high organic content
are complex and will bring problems if disposed off without
proper management. In the management of wastewater
treatment is needed so that when thrown out of the factory
achieve effluent quality standards as required so as not to
exceed the carrying capacity of the receiving environment
Decision on wastewater treatment technologies
process is based on waste characteristics, reliability and
performance of the process, as well as environmental
considerations. Wastewater treatment of pulp and paper
can be done by steps through the treatment of physics,
Page 65 of 132
chemistry, and biology process or a combination thereof in
accordance with the target expected results
5.1.1
i.
Processing Technology
Physics - Chemistry Process
This process is usually used at the beginning of
processing; the goal is to eliminate pollutants,
especially suspended solids in the paper industry that
uses recycled paper in its raw material. The separation
of suspended solids and colloidal fines required the
addition of
alum coagulant and flocculants
polyelectrolytes (PE). Sedimentation process is a series
of processes after coagulation - flocculation is used to
separate the sludge that is formed from the processed
wastewater. Energy consumption in the processing
system of physics - chemistry as a whole is about 20 30 kW/m3. The energy used to run pumps and
agitators in the equalization basin, bath tub mixer and
clarifier chemical.
ii. Biological Process
Industrial wastewater treatment of pulp with the
primary objective is to set aside biological contaminants
dissolved organic compounds with the aid of microbial
activity. This process of biological wastewater treatment
is important, especially for industries that implement
water recycling system or a closed system.
Based on the need for oxygen to support growth
and microbial activity, biological treatment is divided
into aerobic and anaerobic processes. Aerobic process
is used to process liquid waste organic matter content
is relatively simple or easy to biodegrade. While
anaerobic preferred to treat wastewater of high organic
Page 66 of 132
loads and are complex compounds that are difficult to
biodegrade.
ii. a. Aerobic System
In aerobic systems, organic contaminants are
biologically oxidized into water (H2O) and CO2, and also
produce new cells as mud and organic waste materials
are not biodegradable.
In general, aerobic biological treatment
processes that are widely applied in the pulp and paper
industry is the activated sludge system, because it has
a high processing efficiency and the land used is not
too large. The effectiveness of activated sludge process
is influenced by several factors including environmental
factors and process conditions. Environmental factors
consist of the need for oxygen, nutrients, temperature,
pH, and compounds that are toxic to activated sludge
microorganisms, while the condition of the process
consists of organic loading, sludge age and recycled
activated sludge.
Stages of processing process consists of
equalization, aeration activated sludge, sedimentation,
and sludge return system. The Needs of overall energy
required approximately 70-120 kW/m3. Energy is
mainly used for the aeration process and also to run the
pumps and agitators in the equalization basin, bath
addition of nutrients and clarifier and thickener. The
condition of the activated sludge systems are generally
operated at organic loading from 0.10 to 0.55 kgBOD /
kgMLSS, today, with a concentration of mixed liquor
suspended solid (MLSS) between 2000-4000 ppm,
residence time in aeration basin between 10-24 hours,
and the sludge age 5-15 days.
Page 67 of 132
ii. b. Anaerobic System
Anaerobic process is the process of
biodegradation of organic compounds into methane
(CH4) and carbon dioxide (CO2) by anaerobic bacteria.
This process has been developed for pulping waste
water treatment that have complex organic matter, such
as compounds of lignin, tannins and other extractive
substances, and also in paper mill waste water
recycling system of high water.
The process of decomposition of complex organic
compounds into biogas by bacterial activity that live in
anaerobic environment which is basically done by two
dominant bacterial groups, namely:
 Bacteria acidogenic, consisting of an organic acidforming bacteria, butyric and propionic, and acetic
acid by bacteria acetogenic.
 Bacteria methanogenic, composed of bacteria that
converts acetophilic acetic acid into methane (CH4),
and bacteria that can alter hidrogenophilic H2 and
CO2 into CH4.
The effectiveness of wastewater treatment with
anaerobic system influenced by several factors, such
as temperature, pH, alkalinity and nutrients with
optimum conditions as follows:
 Temperature: 35 ° - 37 ° C (mesophilic),
: 45 oC - 55 oC (thermophilic)
 Alkalinity: 1000 - 5000 mg / l CaCO3
 Nutrition: COD: N: P = 350: 5: 1
 PH: acidification <6; methanation> 6.5
Page 68 of 132
To optimize and distribute the microbial activity for a
maximum biodegradation process can be used in bioreactors that are classified as dispersed growth bioreactor
and bioreactor biofilms. Anaerobic wastewater treatment
processes in pulp and paper industry using a bioreactor
biofilms are generally anaerobic filter system and the fixed
bed were placed in anaerobic sludge blanket (UASB).
- Anaerobic Filter System
Anaerobic filter reactor system fitted in the
supporting
media
for
the
attachment
of
microorganisms, and as a trapping mechanism for
microorganisms in the form of flock. Place the
attachment of microorganisms to form rocks that are
porous such as gravel, ceramic rings and now
developed into plastic.
Needs of the energy used to pump such as
nutrition, chemicals, each recirculation between (0.75 to
1 kW). Meanwhile, energy used for the agitator in bath
nutrients (urea solution, H3PO4), between (1.5 to 2.0
kW/m3)
- Fixed Bed Were Placed Anaerobic Sludge Blanked
(UASB)
Anaerobic wastewater treatment system that uses
a fixed bed were placed anaerobic sludge blanket
reactor (UASB) will be effective on a system equipped
with a unit of utilization of biogas into energy. In this
process the waste stream is pumped into the reactor
from below and above (up-flow). At the initial operation
of the bioreactor is a process of acclimatization of
microorganisms and the formation of granular sludge
by setting the flow rate up-flow, then the microorganism
which was originally suspended in a fluid will
Page 69 of 132
experience growth to form granular sludge biomass.
Granular is a form of biomass that has a diameter of 15 mm and large densities. So have a good ability to
settle. This requires the formation of granular sludge
process control with the requirements of specific
operating conditions and the addition of specific
micronutrients that lasted a relatively long process
depending on the characteristics of waste water
treated. Granular condition is achieved when the
situation is steady state which can be identified by:
 Fluctuations COD reduction efficiency is
relatively stable
 Ratio (value ratio) against the concentration of
volatile acid concentration is 0.1 alkalinity or
 pH values fluctuate in neutral pH region, ranging
from 6.8 to 7.5
Needs of the energy used in the anaerobic UASB
system is relatively similar to anaerobic filter system. UASB
anaerobic systems can operate on organic load 10-30 kg
COD/m3, today. Efficiency of wastewater treatment of pulp
and paper industry can be achieved by 80-85% in reducing
pollutant COD. Production of methane (CH4) formed at 35
o
C is 0.41 l / g COD reduction. Based on the results of the
efficiency of wastewater treatment has been applied in the
pulp industry achieve COD reduction of 80%, while the
methane gas composition reaches 55-70% or with the
production as much as 0.3 to 0.4 m3/kg COD reduction.
5.1.2 Anaerobic Technology Development and Application
In general, emission of gas produced in wastewater
treatment contained in the processing systems and
Page 70 of 132
anaerobic digestion sludge (mud). In anaerobic waste
water treatment system, resulting CH4 will break down into
CO2 gas that is not included in the calculation as a
greenhouse gas. Beside methane, it produced a very small
number of N2O.
The development of anaerobic technology to lower
carbon emission at the wastewater treatment process shall
be equipped with off-gas collection system in order to
control gas emission so as not to escape into the
atmosphere, while also to remove the smell. By collecting
the gas emission allows methane formed from the
anaerobic process be used as a substitute fuel alternative
fuel.
5.2 Solid Waste Management
Pulp and paper industries produce liquid waste and
solid waste quite big. Types and characteristics of solid
wastes from pulp and paper industry varied, depending on
raw material, product type, and unit processes where the
waste is formed. Grouping types of solid waste from
sources on the basis of unit processes that produce will
illustrate the characteristics of solid waste, whether organic
or inorganic including waste, and whether including
hazardous and toxic waste. By knowing the characteristics
of this solid waste, will be able to determine appropriate
management technology. Sources and types of solid waste
from pulp and paper industry in general can be seen in
Table 5.1.
Page 71 of 132
Table 5.1. Sources and Types of Solid Wastes Pulp and Paper
Industry
Sources of waste
1. Wood raw material
supply unit
2. pulp washing and
screening unit
3. Chemical recovery units
(CRP)
4. waste paper
preparation unit
5. wastewater treatment
(WWTP)
6. power plant unit
Types of waste
- Leather and wood dust,
mud, sand
- Solid residual strain
(reject, knot)
- lime mud, dreg and grit
- fibers mud, plastics, ink
sludge
- primary mud, secondary
sludge
- fly ash and bottom ash
From some solid wastes such a large amount and
cause problems is the organic waste in the form of sludge
from WWTP unit; inorganic waste in the form of ash
combustion products (fly ash) unit power plant and
incinerator units. Ash generated from power plant units are
distinguished from the type of fuel that is derived from fossil
(coal, oil, etc.), and biomass (bark, palm shells, etc.).
According to the environmental regulation of coal ash,
including ash waste classified as hazardous while the
waste biomass is a non-hazardous. Solid waste needs to
be managed properly to prevent negative impacts on the
environment, especially organic waste which is a source of
carbon that contribute in producing carbon emission
(GHG), emission associated with global warming issues.
Page 72 of 132
Table 5.2 Advantages and Weaknesses of Solid Waste Management Technology
Technology
Items
Landfill
Incineration
Aerobic
Composting
Anaerobic
digestion
Power was quickly crushed
waste
slow
cepat
medium
medium
The effectiveness
process
low
high
medium
medium
low
high
medium
medium
process control
Easy
difficult
medium
difficult
Needs area
large
small
large
medium
equipment investment
large
large
medium
large
operating costs
low
high
medium
high
The potential use of energy
low
high
low
high
Potential gas emission
low
high
medium
medium
of
energy consumption
the
Page 73 of 132
There are several solid waste management
technologies used in the pulp and paper industry, the
selection is based upon a review of some aspects of
technical, economic, or environmental. On the other hand
also consider the possibility of a potential waste is to be
utilized as a side product. Solid waste management in pulp
and paper industry in general uses of technology: (1)
landfills, (2). incineration; (3). Anaerobic digestion and (4).
composting. Selection of the application of these
technologies in the pulp and paper industry to be
considered on the basis of advantages and disadvantages
of each technology (Table 5.2.).
5.2.1 Landfill
Landfills are management of solid waste chosen for
the solid waste that is not utilized and will be discharged
into the environment through a process of piling into the
soil media. Solid waste pulp and paper industry which is
managed through accumulation in landfills generally
includes waste contaminated hazardous materials from
incinerator ash and coal combustion ash, and other solid
waste that can not be used and should be discarded into
the environment. From the type of solid waste dumped, the
organic waste will be broken down by microbes into the gas
escape into the atmosphere that can contribute to
greenhouse gasses. While inorganic waste will accumulate
and dissolved in leachate that can pollute ground water.
The mechanism of processes occurring in landfill
take place slowly and consist of several phases of
decomposition as shown in Figure 5.1. These phases
covering four stages: aerobic process; facultative aerobic,
anaerobic.
Page 74 of 132
Figure 5.1 Phase on Anaerobic Proces
Gas result from microbial decomposition in the
landfill is dominated by CH4 and CO2, which each have the
same relative concentration. While other gases can be
either non-methane volatile organic gases, NOx, CO and
H2. Methane gas (CH4) generated from the landfill is varied
, determined by the technology used and the function of
several factors (EPA, 2009), among which:
1. The total amount of waste being dumped into landfills
per year
2. Age landfill
3. Waste characteristics, such as temperature and soil
moisture content
Landfill Technology Development and Application
Landfill technology developed at this time equipped
with a control over the amount and type of waste entering
landfills and the handling of leachate. In the next
Page 75 of 132
technology development is equipped with gas collection
system for the flaring and use of gas to produce energy.
Installation of landfill and completeness of its components
which produce low carbon emission can be seen in Figure
5.2.
Figure 5.2 Landfill Methane Gas Collection System and
Utilization of Energy. (EPA, 2008)
Landfill gas collection system at catcher of them
consisting of gas (wells), the pipes, blowers, and other
technologies that allow to improve the performance of the
gas control. At some landfills flare system only if the landfill
gas was burned and discarded. While the use of landfill gas
for energy use landfill gas combustion technology by
installing equipment such as turbines, reciprocating
engines, boiler, heater, or kiln as the main unit. For the
purposes of regulation and safety, the design of landfill gas
utilization technology for energy products still must be
equipped
also
with
a
flare
system
Landfill is also designed with the aim to prevent pollution of
the generation of leachate from the waste, including
hazardous waste category. Landfill construction was
designed on the basis of classification of coatings, adjusted
Page 76 of 132
for the potential impact of pollution levels. According to
environmental regulations in Indonesia, landfill construction
is divided into 3 categories: category I (double liner),
category II (single liner), category III (clay liner), which is
sequentially landfills with the requirements of heavy,
medium, and light. To apply this landfill technology has to
go through licensing procedures established by the Ministry
of Environment.
In general, the existing landfill on the pulp and paper
industry in Indonesia is still using a technology that only
aims to prevent pollution of ground water. Based on the
characteristics of waste and follow the regulations, in
general construction of landfills in the pulp and paper
industry are designed to follow the category III, which is
equipped with a leachate collection and treatment
installations. Landfill is not equipped with gas control
system or the installation of gas gathering systems or
flares, so that the landfill gas released into the atmosphere.
5.2.2 Incineration
The process of incineration is the alternative solid
waste management is selected on the basis of its ability to
reduce the amount of waste quickly and leaving little ash.
In the process of incineration of organic compounds are
oxidized to form CO2 and water vapor and heat energy in a
form that can be recovered. This will benefit if the
incineration of waste containing organic materials burned
high with low ash content (<10%), low water content
(<60%), and has a high calorific value (> 3000 calories).
Incineration Technology Development and Application
Incinerator technology progress very rapidly, in line
with the increasing energy demand and the emergence of
environmental issues associated with global warming. The
next technology provides opportunities to utilize the
Page 77 of 132
resulting energy for steam production and eventually into
electricity products.
Development of incinerator design which was originally
only equipped handling gas emission in a simple way
through the cyclone alone be able to handle all the
problems of B3 waste. Based on the waste characteristics
vary and consideration of technical aspects, environmental
and economic, it can choose the types of incinerators are
commonly used in industry, among others, are as follows
below.
a-1. Rotary Kiln Incinerator
These types of incinerators are widely used because it
can be used to treat various types of waste with a varied
range of water content.
Figure 5.3 Rotary Kiln Incinerator
(Http://www.google.co.id/search?hl=id&source=Rotary+Kiln+Incinerator)
Horizontal cylindrical rotary kiln rotating at speeds
between 0.75 to 2.5 rpm resulting in mixing of waste with
combustion air. Waste residence time in the kiln varies
Page 78 of 132
between a few seconds to several hours. Combustion
temperature has a range 815-16500 C.
a-2. Fluidized Bed Incinerator
Incinerator of this type has a combustion chamber
with the fluidization system and airtight construction
meetings to keep the system at positive pressure and
prevent leakage of heat from the burning. Combustion
chamber contains a pile of sand that will be fluidized by a
blast of air that flows into the first heated by the gases of
combustion. Waste to be burned in through the conveyor
with the use of hot air those contacts along the conveyor
until the waste has continued to increase levels of drying
solids. Incoming waste bait falls on a pile of sand which is
then fluidized by hot air flow with high turbulence.
Figure 5.4 Fludized Bed Incinerator
(Http://www.google.co.id/images?um=fludized+bed+incinerator)
Page 79 of 132
With this system, the fluidization of contact between
the hot sand with waste, so that the water contained in the
waste turned into steam, and finally there is an optimum
combustion. The inside of the combustion chamber is
coated with refractory material, while the pipes are made
from stainless steel to prevent abrasion and erosion and
damage caused by the gases of combustion. At the
incinerator are also designed systems that prevent the
entrainment of sand and ash go into the gas stream of
combustion.
In Indonesia, the implementation of incinerators for
waste management industry must follow the rules and
guidelines established by the Ministry of Environment,
among others:
- Design incinerator has a specification that meets the
specified requirements.
- Perform trial operation of the incinerator and pollution
control gas emission
- Record operating conditions, the result of combustion,
and combustion efficiency
- Carry out monitoring according to the provisions
established.
In general the application of incinerators for solid
waste management is mostly done by the paper industry
which uses waste paper raw materials, especially the
deinking process. Currently, consideration of the use of
incinerators in the pulp and paper industry is still limited to
regulatory compliance in waste management. The
technology that led to the utilization of energy from
combustion is still in the stage of assessment and testing,
especially to generate steam and electricity. From selecting
the type of incinerators, Rotary Kiln and Fluidized Bed, both
Page 80 of 132
has already implemented in the paper industry in
Indonesia. With the development of incineration technology
also enables the utilization of solid waste via gasification
process. To get higher efficiency, solid waste can be fed in
the form of pellets or briquettes.
5.2.3 Composting
The purpose of composting is to stabilize the
organic materials derived from waste, reduce odor, kill
pathogenic organisms and finally produce the so-called
organic fertilizers (compost) and suitable to be applied on
land application and plants. The mechanism of the process
of composting organic material into compost and gas
emission can be seen in Figure 5.5.
Udara (O2)
Mikroorganisme
Kelembaban
Karbohidrat/lipid
Selulosa
Protein
Lignin
Abu (ash)
CO2
Metabolit
intermediate
H 2O
Nitrogen anorganik
Siklus
nitrogen
Organisme baru
mati
Humus/kompos
panas
Panas
Figure 5.5 Composting Process and Gas Emission
(Source: Valzano, F. et al, 2001)
Page 81 of 132
In the composting process temperature will increase
from mesophilic to thermophilic. When the temperature
reaches 40 °C, mesophilic microbial activity is replaced by
thermophilic microbes. At temperatures above 55 ° C some
of pathogenic microorganisms will die. During the
thermophilic phase, high temperatures accelerate the
decomposition of proteins, fats and carbohydrates such as
cellulose and hemicellulose. After most of the materials
decompose, the temperature will gradually decrease.
During the composting process will occur shrinkage volume
and biomass material. This reduction can reach 30-40% of
the volume / weight of initial material.
Factors affecting the composting process include C /
N ratio, particle size, aeration, porosity, water content,
temperature, pH, content of harmful substances. The
optimum condition of some of these factors can be seen in
Table 5.4. Long composting time depends on the
characteristics of the composted materials, methods of
composting and activators are added.
Table 5.3 Several Factors Affecting the Composting
Process
Parameter
Optimum Values
C/N ratio
water content
particle size
Air flow
pH
Oxygen
Temperature
35 : 1
50 – 75%, depend on the substrate
50 mm for windrow composting
3
0,6 – 1,8 m air.day-1,kg-1volatile solid
during thermophilic phase and decrease
during maturation
6,5 – 8,0
> 10% v/v
o
o
55 C ( 50-65 C)
Page 82 of 132
Composting Process Technology and Application
The composting process that occurs naturally is
long and slow. To speed up the composting process has
been developed composting technology from the simple
technology, moderate, to high technology. In principle,
based composting technology development to optimize the
biodegradation process of organic material, so that
composting can run more quickly and efficiently.
Composting technology is very diverse, both
aerobically and anaerobically, with or without activator
composting. Appropriate composting activators to
accelerate the composting process. Aerobic composting is
the most widely used, because it is easy and cheap to do,
and do not require control processes that are too difficult.
The composting process can be classified into 2 systems,
namely:
- An open system (unconfined process)
- A closed system (Confined processes)
a-1. The Composting Process Open Systems
This process includes the process of Windrow and
aerated static pile. In general, the stages of both processes
are similar, just a different process technologies. At
Windrow method, the contact of oxygen with the compost
pile takes place with the reversal of natural convection,
while in aerated static pile is done by air conduction.
a-2. Closed System Composting Process
Mechanization of the composting process takes
place in a closed system or reactor. This system is
designed to address odor problems and speed up
processing time by setting environmental conditions, such
as air flow, temperature and oxygen concentration. This
Page 83 of 132
closed system requires an investment cost that much more
expensive than open systems.
Pulp and paper industries in some countries, have
made sludge waste management with use it as compost
with a good quality (Carter, 1983). Some pulp and paper
industry in Indonesia has also examined the utilization of
sludge waste as compost and test try to plant. The study
indicates that the sludge compost application at a dose of
10 tons / ha to increase the productivity of various crops
and soil quality significantly. However, continuous
application is only done by an industry that has timber
estate.
5.2.4. Anaerobic Digestion Process
The mechanism of biochemical reactions that
occurred in anaerobic process can be seen in Figure 5.6.
The process of anaerobic digestion is the process of
biodegradation of organic compounds by anaerobic
bacterial activity through several stages of hydrolysis,
acidification and methanation. Anaerobic biodegradation
produces biogas consisting of methane (50-70%), CO2 (2545%) and small amounts of hydrogen, nitrogen and H 2S
(Elizabeth. 1981; kharistya. 2004).
Page 84 of 132
Figure 5.6 Stages of Anaerobic Digestion Process
Hydrolysis is the process of solving insoluble
organics large and complex to small molecules that can be
delivered to the microbial cells and can be metabolized
(Thompson, 2008). Hydrolysis process can be done
enzymatically convert complex organic suspended
dissolved into simple organic that can be used by bacteria
(Thompson, 2008).
Acidification of the complex phase which involves
the formation of acid, hydrogen production, and stage
acetogenic. Sugar, long chain fatty acids and amino acids
formed from hydrolysis is used as a substrate. Organic
acids with low molecular weight resulting from
acidogenesis stage will be parsed into methane (CH4) and
CO2 by bacteria methanogenic. Biogas as by product of
decomposition of organic matter has been considered as
an alternative energy source. The composition of biogas is
Page 85 of 132
generally composed of CH 4 55-70%; CO2 27-45%; N2 03%; H20 - 1%; H2S <3%. CH4 is a gas that has the highest
calorific value is around 9,000 kcal./m3. Heat value of
biogas is 4500-6300 kcal./m3 depends on gas content in
addition to CH4. Therefore, 1 m3 of biogas is equivalent to
0.4 kg 0.6 kg of diesel oil or gasoline, or 0.8 kg of coal.
Anaerobic Digestion Technology
The development of innovative anaerobic digestion
technology is intended to optimize the rate of the digestion
process so as to produce maximum methane gas.
Optimization processes and maximizing production can be
achieved among others by way of early treatment of the
material / feed, develop optimum conditions of inoculum
and environmental conditions such as temperature
settings, pH, addition of nutrients and control of toxic
components. Selection of proper reactor design is the key
parameter in the success of the process. There are several
types of anaerobic digestion reactor that is;
a-1. Wet Digestion One Step System
Digestion of this single stage wet systems, suitable
for processing solid waste that has a solid content less than
15%, whereas for the processing of solid waste that has a
high solid content of 20% - 40% more suited done with a
single stage digestion system is dry. Flow diagram of single
stage digestion system is wet and dry system can be seen
in Figure 5.7 and Figure 5.8.
Page 86 of 132
Figure 5.7 Anaerobic Digestion Wet One Step System.
http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/
Page 87 of 132
Figure 5.8 Anaerobic Digestion One Stage Dry System
(Http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
Page 88 of 132
a-2. Phase Two Digestion
Two-phase anaerobic digestion system is a process
where acid formation steps (hydrolysis and fermentation of
volatile acid) are physically separate from the step
formation of biogas (methane gas). This is different from
one stage anaerobic digestion, where acidogenesis and
methanogenesis occurs together (Shuizhou, et al, 2005).
Two-stage digestion system which separates the
formation of volatile fatty acid (VFA) from the process of
methanogenesis
can
enhance
overall
digestion
performance (Elliott, et al. 2007). It is shown from the
performance of two-phase anaerobic digestion process
which can reach not only the production of hydrogen but
also a higher methane production obtained by increasing
the hydrolysis process performance at an early stage.
Methane gas production reached about 21% higher than
that obtained in the digestion process one stage (Liu, et al.
2008). Thus the process of anaerobic digestion of twophase becomes very important to increase the production
of biogas to produce methane (Medhat, et al. 2004).
Flowchart 2-stage anaerobic digestion can be seen in
Figure 5.9.
Page 89 of 132
Figure 5.9 Flowchart of Two Phase Anaerobic Digestion
(Source: http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
Page 90 of 132
Pulp and paper industries in some countries, have
made sludge waste management with how to use it as
compost with a good quality (Carter, 1983). Some pulp and
paper industry in Indonesia has also examined the
utilization of sludge waste as compost and test try to plant.
The study indicates that the sludge compost application at
a dose of 10 tons / ha to increase the productivity of
various crops and soil quality significantly. However,
continuous application is only done by an industry that has
timber estate.
5.3 Gas Emission Management
5.3.1 Sources and Characteristics
The biggest source of emission in the pulp and
paper industry is the unit that uses chemical processes
such as pulping unit, chemicals recovery units, pulp
bleaching units and paper manufacturing. Pulping process
will produce gas polluters in the form of sulfur compounds,
carbon compounds and nitrogen compounds, while
emission from the unit CRP, especially in the form of
particulates such as Na2SO4, Na2CO3, and sulfur gases
that cause odor source. And the bleaching process
produces chlorine gas. Sources and Characteristics of Gas
and Particulate Emission can be seen in Table 5.5.
Page 91 of 132
Table 5.4 Sources and Characteristics of Gas and Particulate
Emission
Unit Process
Gas Emission
Preparation of Wood
Raw Materials
-
Pulping Unit
• compound methyl
mercaptan (CH3HS)
• dimethyl sulfide
(CH3CH3S)
• dimethyl disulfide
(CH3CH3S2)
• gases are not
condensed
Particulate
-
CRP Unit
 Recovery boiler
 compound methyl
mercaptan (CH3HS)
 dimetl sulfide
(CH3CH3S)
 dimethyl disulfide
(CH3CH3S2)
 H2S, NOx
 Evaporator
 H2S
 metil
merkaptan
(CH3HS).
 Lime kiln
 NOx, H2S.
particulate
particulate
• chlorine gas,
• chlorine dioxide
• volatile organic
compounds (VOCs)
Pulp bleaching units
power plant Units
including
cogeneration




Papermaking Unit
formaldehyde
SO2,
NOx,
CO dan
trace element
particulate
Page 92 of 132
Chemical pulping process and semi-chemical
produces a number of emission including volatile organic
such as methanol, formaldehyde, acetaldehyde and methyl
ethyl ketone and reduced sulfur gases. Emission of
reduced sulfur-containing gases (H2S, methyl mercaptan,
and dimethyl disulfide), cause the smell is very disturbing,
although in low concentrations. Overall, the compounds are
expressed as total reduced sulfur compounds (TRS) that is
released from various sources in the Kraft chemical pulping
process and semi-chemical. Emission of gases that are
emitted from the Kraft pulping process can cause air
pollution. Before the gas emission released into the
environment must be controlled in advance so as not to
cross the line emission standard. Basically gas emission
control is through cleaning and particulate emission by
separating the pollutant gas. Generally, in addition gas
emission control aims to reduce the impact of pollution on
local air quality, as well as to minimize the loss of
chemicals.
5.3.2 Technology of Management Particulate Emission and
Gas
Management of particulate and gas emission in the
pulp and paper industry conducted by the separation of
particulate and gas emission or the collection and
combustion gases are not condensed (Non-Condensable
Gases) for concentrations do not exceed certain limits
which can effected health. Basically, the management of
waste gases can be done with control of the process itself,
through the proper operation of all process equipment in
order to minimize the waste gas that is formed from each
unit process.
Page 93 of 132
5.3.2.1 Separation of Particulate
Particulate separation technology of gas from the
waste stream can be done with some units of equipment
that can be classified as shown in Table 5.5.
Table 5.5 Classification of Particulate Separator Technology
Technology
Cyclone
Electrostatic
Precipitator (ESP)
Filter Cloth
Filter)
(Fabric
Particulate Scrubber

Venturi scubber
 Cyclone Scrubber
 Spray scubber
Information
Effective for separation of particulate
size> 20 μm;
separation efficiency between 75 - 95%
Effective for the separation of particulate
size of 10-20 μm separation efficiency>
99%
Effective for separation of fine
particulate size
99% separation efficiency
Effective for separation of fine
particulate size
efficiency will be increased by adding a
liquid absorbent material
a). Cyclone
Cyclone is a mechanical device that is used to set
aside relatively large-sized particles from a gas stream.
Gas entering from above in a tangential spin to the bottom
that make the particles fall in and out of the bottom of the
cone. Clean gas that comes out of the top of the appliance
such as CO2 gas. Cyclone has separation efficiency
between 75-95% for weight and particles size > 20 μm.
Figure 5.10 shows the cyclone and multiple cyclones that
place in the boiler installation.
Page 94 of 132
Figure 5.10 (A). Multiple Cyclone and Cyclone, (B). Multiple
Cyclone installed in Boilers
Page 95 of 132
b). Filter Cloth (Fabric Filter)
The filter fabric is very efficient to separate the fine
particles. Is a cylindrical bag filters. Fine particulates are
collected in a bag of fabric filter cylinder which is then
separated particles are collected in a bag attached and
removed or separated either by way shaken until the
particles fall into the collector under the filter. Filtration
efficiency can reach 99%. The weakness of this tool is a
filter material sensitive to high temperatures (> 315oC), so
that the fabric is often broken, usually the duration of use
are between 1-2 years.
Figure 5.11 Fabric Filter
c). Electrostatic Precipitator (ESP)
Electrostatic precipitator (ESP) is a particulate
separator based on the concept of precipitation due to
electrostatic forces is very effective to separate particulate
size 10-20 μm. The particles are negatively charged in the
Page 96 of 132
gas flow will be attracted by the positively charged collector
electrode, then released with a rapping system using a
water spray or vibration system that collected in the hopper
at the bottom of the ESP.
Figure 5.12 Electrostatic Precipitator (ESP)
ESP is generally used in the recovery boiler with an
efficiency> 99%. Increased efficiency is influenced by the
increase in plate surface area and decreasing temperature.
These ESP tools require high maintenance, and require
energy for operation ranged between 60-10 kWh/ton pulps
(Cici, 1988).
d). Particulate Scrubber
Scrubber provides double performance of the
separation of pollutant gases and particulates at the same
Page 97 of 132
time. Separation of pollutants carried out using a liquid that
will be binding and washing, which can be separated and
reused. Several types of scrubber can be seen in Figure
5.13.
Figure 5.13 (A). Venturi Scrubber, (B). Cyclone Scrubber, (C).
Spray Scrubber,
In principle pollutant gases must have a good solubility
and chemical reaction occurs with a liquid absorbent.
Usually used water as an absorber because it is cheap, not
corrosive and easy handling that can be used to absorb
particulates and SO2 gas. Alkali solution is usually used for
the separation of TRS, H2S, and Cl2 gas. Absorption
efficiency can be improved by mixing with a number of
active carbon powders. Explanation of some type of
scrubber is as follows:
Page 98 of 132



Venturi Scrubber: The liquid that is injected into the
venturi throat to form soft splashes and contact with the
pollutant particles in turbulent flow. The fluid carrying
the particles is separated from the gas in the cyclone.
Cyclone Scrubber: With this tool until the liquid is
sprayed into the cyclone occurs absorption of particles
from the inlet gas stream. The particles will be trapped
by sparks sprayed liquid and flows down to the
expenditure, while the clean gas flows upward out of
cyclone.
Spray Scrubber: Using the type of spraying the
opposite direction to the flow of working gas at low
pressure, but with a fairly large flow rates. Because the
motion flow system allows the aerosol product out the
system, the outlet section mounted mist eliminator
equipment
5.3.2.2 Separation of Gas Pollutants
A. Packed Tower Scrubber
Packed tower scrubber consists of a cylindrical tank
filled with filler material that serves as a distribution medium
flow by providing a large surface area for contacts both the
liquid and gas phases. The flow of gas enters from the
bottom of the tank to flow upward. While the absorbent
liquid entering from the top of the tank and flows downward
go to clean gas to flow over the tank, while absorbing liquid
that binds the contaminants flowing into the bottom of the
tank. Filler material frequently used is ceramic, plastic or
rock shaped like a ring or a ball. Energy requirement in
pulp mill scrubber usage ranges from 20-40 kWh/ton pulp
(Cici, 1988).
Page 99 of 132
Figure 5.14 Packed Tower Scrubber
B. Absorber
Absorber is a gas separation unit that uses the
principle of absorption of contaminants in gas streams that
are eliminated or removed by dissolving it in liquids. The
absorption of pollutant gases is done by the gas stream
containing pollutant gas flowed in the opposite direction
(counter current) with a flow of liquid is used as absorbent.
The flow of gas containing pollutant gases entered through
the bottom of the absorber unit and the gas flow is clean
out through the top of the absorber unit. The liquid
absorbent flowed by way of spraying from the top of the
absorber, and the liquid has been absorbed pollutant gas
can be regenerated in the regenerator unit so it can be
reused as an absorbent. Several types of absorbers are
shown in Figure 5.15.
Page 100 of 132
Figure 5.15 Several Types of Absorbers
Page 101 of 132
C. SOx Gas Control
SOx gases can be controlled by using Flue Gas
Desulphurization (FGD) wet method or dry method (Table
5.6). FGD wet type is more widely used, use absorbent
(absorbent) slurry solution containing compounds such as
Na, Ca, or Mg. Lime CaCO3 most widely used because it is
relatively inexpensive price, and produce CaSO4 (gypsum).
Absorption with alkali was developed to eliminate major
problems associated with lime, namely precipitation and
blockage of the scrubbing tower. Dual alkali using two
reagents and the two processes are repeated to remove
SO2 Na2SO3 or NaOH solution to neutralize role of SO2 in
absorber column. Because Na2SO3 and Na2SO4 is soluble
in water, no precipitation occurred in the scrubber. With this
system cause water pollution problems, besides the alkali
NaOH is much more expensive than lime. There are four
sub-processes in this system, namely:
• Preliminary processing of the gas flow pre-scrubber
• absorption of SO2 by Na2SO3 solution
• cleaning Na2SO4
• regeneration through the addition of Na2CO3 Na2SO3
Page 102 of 132
Table 5.6 Wet FGD and Dry Type
Type of
Absorbent
Reaction
FGD
Method
Type of FGD Non-Regeneration
Limestone
 CaCO3+ H2O+2SO2  2CaSO3 + CO2 +
Wet
scrubbing
H2O
Method
CaCO3 - slurry
 CaSO3+1/2O2 CaSO4
FGD
Absorbent
Reaction
Method
Lime scrubbing
 CaO+H2O  Ca(OH)2
CaO – slurry
 SO2+ H2O  H2SO3
 H2SO3+Ca(OH)2 CaSO3.2H2O
 CaSO3.2H2O+1/2O2  CaSO4. 2H2O
FGD
Absorbent
Reaction
Method
Dual alkali
 2NaOH+SO2Na2SO3+H2O
NaOH solution or  Na2SO3+H2O+SO22NaHSO3
Na2SO3
Mg(OH)2 – slurry
 Mg(OH)2+SO3MgSO3+H2O
 Mg(OH)2+2SO2Mg(HSO3)2
Reaction in Oxidized Tank:
 MgSO3+1/2O2MgSO4
 Mg(HSO3)2+Mg(OH)22MgSO3+2H2
By Product
CaSO4
By Product
CaSO3, CaSO4
By Product
Na2SO3,
Na2SO4
MgSO3, MgSO4
Page 103 of 132
Type of
FGD
Method
Absorbent
NH3 and water
Lime
Spray
Drying
Dry Method
CaO and CaCO3
powder
 Type of FGD Regeneration
Wet
Wellman-Lord (WMethod
L) Process
Reaction


O
2NH4OH+SO2(NH4)2SO3+H2O
(NH4)2SO3+SO3+SO2+H2O2NH4HS
O3+H2
By Product
(NH4)2SO4
CaSO3, CaSO4





Na2SO3 + SO2 + H2O  2NaHSO3
Na2SO3 + 1/2O2  Na2SO4
2Na2SO3+ SO3+ H2O  Na2SO4 +
2NaHSO3
2NaHSO3 + heat  Na2SO3 + SO2 +
H2O
Na2CO3 + SO2  Na2SO3 + CO2
Page 104 of 132
First of all exhaust gas is passed into venturi prescrubber. This Pre-scrubber aside and SO3 and HCl
particles contained in exhaust gas stream that would
interfere with absorption of SO2. Pre-scrubber also serves
to reduce the temperature and humidity increase the
exhaust gas. Temperature and humidity at the inlet prescrubber generally is around 150oC and 20%, while the
outlet temperature and humidity changes to 50oC and 95%.
Some sulfite will be oxidized to sulfate by oxygen,
as well as SO3 is still contained in the exhaust gas flow
through sulfat. Natrium pre-scrubber will be oxidized to
sulfate (Na2SO4) no longer contribute to the absorption of
SO2 and should be excluded from the system. To prevent
from excessive accumulation of sulfate in continuous
cleaning of the base absorber can be done by using a
surge tank. The flow of exhaust gas at the base of the tray
tower contains NaHSO3 useful for further processing.
Exhaust gas from the bottom of the tray tower partially
delivered to the chiller / crystallizer which formed crystals
are more difficult Na2SO4 dissolved, then centrifuged slurry,
and solids are dried and set aside. Gas that has been
centrifuged still contains a lot of bisulfite and then returned
to the process. Exhaust gas from the bottom of the tray
tower partly also sent to the evaporator where SO2 is
released and crystal Na2SO3. Steam then condensed and
recovered, resulting SO2 concentrations (containing about
85% SO2 and 15% H2O). SO2 gas can be reduced to
elemental sulfur or oxidized to sulfuric acid.
Page 105 of 132
D. NOx Gas Control
NOx emission can form NO and NO2 gases which are
formed by two mechanisms as a result of the combustion
process as follows:
 Fuel NOx : NOx is formed from the reaction between
nitrogen (N) contained in the fuel with oxygen at high
temperature
 Thermal NOX: NOx is formed from the reaction
between N2 and O2 at high temperatures in the
combustion chamber
NOx is primarily formed as a result of combustion can
be controlled in the following manner:
a. Combustion modification to reduce or prevent the
formation of NOx
 Flue gas recirculation done by reducing the peak
flame temperature and the amount of oxygen to
reduce NOx formed
 Low NOx burner designed to burn off excess fuel
using low water
 staged combustion is used to reduce the peak
temperature
b. Controlling NOx that has been shaped in a way to
convert them into N2.
 Selective Catalytic Reduction (SCR) is a simple way
to change the NOx into N2 and H2O, where the gas
stream containing NOx and NH3 injected with
passes to the catalyst layer, suitable for processing
a large volume of air
 Non-Selective Catalytic Reduction (NSCR) is
changing the NOx into N2 and H2O by passing the
Page 106 of 132

gas stream in a catalytic coating containing precious metals such as platinum (Pt) and CH4,
CO or H2 as a reducing agent. This process is difficult to apply to a large volume of air with
a low NOx concentration.
Catalytic cracking process using noble metal at a temperature of around 450oC.
Table 5.7 NOx Control Methods
Method
Flue gas
recirculation
Low NOx burner
Staged burner
Selective catalytic
reduction (SCR)
- NOx
controlled
Type
NOx
Allowance
(%)
Thermal NOx
70 - 80
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
10-25
Description
40-70
80-90
 NH3 injected
 Catalyst: metal,
 catalyst support materials: ceramic (Ti,
Al, etc.)
 Form: granules, honeycomb, plate
Page 107 of 132
Method
- NOx
controlled
Type
NOx
Allowance
(%)
Description


temperature optimum: 300-400oC
Reaction:
4NO+4NH3+O24N2+6H2O
2NO+4NH3+O23N2+6H2O
 The process is simple, easy to operate,
not produced waste, there are no
byproducts
Selective non
catalytic reduction
(SNCR)
Non selective
catalytic reduction
(NSNCR)
Fuel NOx,
Thermal NOx
Catalytic cracking
Fuel NOx,
Thermal NOx
Fuel NOx,
Thermal NOx
60-80
o
NH3, temperatures 800-1000 C
catalysts: Pt + CH4, or CO, or H2
catalysts: Pt
Page 108 of 132
5.3.2.3 Emission of Non-Condensable Gas
In the system of non-condensable gas collection
from the digester and evaporator required certain
conditions for the risk of detonation be avoided. This can
be done by collecting the solid condition that is above the
limit concentration of explosive or by dilution at
concentrations below the explosive conditions. Limitation of
gas concentration of sulfur compound that is explosive can
be seen in Table 5.8.
Table 5.8 The Range Of Explosive Concentrations Of Sulfur
Gases
Sulfur Compounds Gas
The Range of Explosion
Concentrations
(% Volume)
1) H2S
4,3 – 45,5
2) CH3SH
2,2 – 9,2
3) CH3CH3S
3,9 – 21,9
Gas collection concentrated condition of the noncondensable gas is more difficult because of the
fluctuations in the flow and composition. Ways you can do
is to use gas reservoirs operated at a pressure and a
constant and regulated flow of gas at concentrations that
do not easily explode. After the gas collects in the
composition and flow is kept constant, the gases can treat
with combustion.
The collection in the form of aqueous
concentrations below the explosive gas is done by use of a
gas reservoir connected to the pipe to the atmosphere. To
transform the gas with large flow fan used for air
conduction as a diluents with a size larger than the
Page 109 of 132
incoming gas fan. To avoid the risk of dilution is not
enough; the system is equipped with equipment that serves
to overcome the danger of explosion and damage to
equipment.
Burning is an effective way to eliminate the toxic
pollutant gases, odor, or gas is difficult to be processed,
and to reduce the danger of explosion. In combustion, the
organic compound in gaseous form is converted into
carbon dioxide (CO2) and water, and sulfur is converted
into sulfur dioxide (SO2). For the combustion process,
typically required additional fuel and it takes time to perfect
combustion. The combustion efficiency depends on the
number of oxygen, the high combustion temperature, gas
mixing and sufficient time for combustion. Efficiency can be
achieved is generally about 90%. Generally it takes to burn
waste fuel gas with heating value of at least 50% of the
calorific value of combustion mixture. If it takes too much
extra fuel the combustion process carried out with the aid
of a catalyst in the form of heavy metals such as platinum,
copper, cobalt, nickel, chromium and iron.
Page 110 of 132
CHAPTER VI
CLOSING REMARKS
Indonesia ratified the Kyoto Protocol and participate
through regulation No. 17/ 2004 which committed to reduce
CO2 emission of potentially Greenhouse Gas (GHG)
emission. Indonesia's GHG reduction target set at 26%
with its own funding and 41% through the assistance of
international donors. Following up on this commitment, the
Ministry of Industry in cooperation with Indonesian Climate
Change Trust Fund (ICCTF) formulates guidelines for
technology mapping in the pulp and paper industry.
One of the source emitters in Indonesia is industrial
sector, was ranked 4th, which including pulp and paper
industry because it includes high energy consuming
industries. The development of technology and high
production capacity in the pulp and paper industry can
provide opportunities for energy savings and reduce
emission significantly all at once.
Overall energy savings in the pulp and paper industry
can be done with energy conservation at each unit process
of cooking systems, pulp bleaching, chemical recovery,
stock preparation, paper machines, and power plant and
waste management. Implementation of environmentally
friendly technology in the manufacture of pulp and paper
basically also do energy saving at the same time can
increase production efficiency. Some benefits which can be
obtained from the implementation of environmentally
friendly technologies that save energy, conserve materials,
save water, reduce air emission, cut costs, reduce pollution
load.
Page 111 of 132
Some processes that can save energy and reduce
emission in the pulp industry, among others:
 handling of wood raw material, chipping, wood chip
screening
 modification delignification technology continues on
cooking system
 washing technology applications using both the
displacement method and bleaching brown stock
 optimizing the performance of chemical recovery
(evaporators, recovery boilers, lime kilns)
 optimize the performance of power system boiler
(biomass fuels or coal)
Implementation of energy saving in the paper
industry can be done mainly on paper drying units in the
following way:
 control of drying process
 control of dew point
 optimization of dewatering in the forming and pressing
 reduction blow through energy loss
 reduction of air consumption
 optimization pocket ventilation temperature
 residual heat recovery
 the use of shoe (extended nip) press
 optimization of paper machine vacuum system
 The use of advanced technologies such as gap
forming; water impingement drying
Technology for environmental management is an
activity of processing and utilization of waste in the form of
liquid, solid or gas. In its application is determined on the
basis of waste characteristics, and the burden of pollution
Page 112 of 132
and the extent to which can potentially generate carbon
emission and opportunities can be utilized as an energy
source. Wastewater management in the pulp and paper
industry using an anaerobic process technology that
features a gas container for energy-efficient technology and
environmentally friendly. Management of solid waste by
landfill, incineration, composting and anaerobic digestion in
general all of these alternatives can be applied in
accordance with the characteristics of the waste to be
treated with the terms fitted gas emission control to be
used. Thus, to reduce gas emission into atmosphere.
Page 113 of 132
REFERENCES
Adams, Terry N., 1997,. “Kraft Recovery Boilers”, Tappi
Press, Atlanta.
APPI, 2008. Executive Summary of APP‟s Carbon
Footprint Assessment. Environmental resources
management.
Bernstein, L., Roy, J., 2007. Fourth Assesment Report of
IPCC of Working Group 3, Cambridge University
Press.
Borman, G.L., Ragland K.W., 1998,. “Combustion
Engineering”,
McGraw-Hill,
Singapore,Brunner.
Calvin R. 1994. Hazardous Waste Incineration. 2nd
Ed.. McGraw-Hill International Edition.
Buku Pegangan Manajer Pengendalian Pencemaran
Udara. Badan Pengendalian Lingkungan hidup
Daerah Provinsi Jawa Barat
CEPI. 2009. Transport Carbon Footprint – Assesment
Guidelines. Brussels
CEPI. 2007. Europian Paper Industry Develops Carbon
Footprint Framework for Paper and Board. Bussels.
Cici. Mehmet . 1968. Energy Consumption and Air Pollution
in the manufacture of Pulp and Paper. Erc.Univ. Fen
Bil. Derg.. 4. 1-2. 646 – 656.
DoE. 2005. Energy and Environmental Profile of the US
Pulp and Paper Industry. US Department of Energy.
Elizabeth C.P.. paul N. C. 1981. Biogas production and
utilization. Ann Arbor Science publishers Inc.
Eriksson. E. Striple, H., Karlsson, P.E., 2009. Executive
Summary for Billerud Carbon Footprint, Svenska
Miljoinstitutet, Stockholm.
Gavrilescu, D. 2008. “Energy from Biomass in Pulp and
Paper” Environmental Engineering and Management
Page 114 of 132
Journal, September/October 2008, Vol.7.No.5, 537546.
Gielen,D; Tam,C. 2006. “ Energy Use, Technologies and
CO2 Emission in the Pulp and Paper Industry”
WBCSD, IEA, Paris, 9 October 2006.
Green, R.P., and G. Hough, 1992,. “Chemical Recovery in
The Alkaline Pulping Processes”, Third edition, Tappi
Press, Atlanta,
Hayashi, D., Krey, M., CO2 .2005. Emission Reduction
Potential of Large Scale Efficiency Energy Measures
in Heavy Industry in China, India, Brazil, Indonesia,
and South Africa, HWWI Research Paper No. 6,
Hamburg.
Johan
Gullichsen,
Hannu
Paulapuro.,
1998.,
“Papermaking Science and Technology”, Published
in
cooperation with the Finnish Paper Engineers'
Association and TAPPI, Helsinki
Kilponen, L., P. Ahtila., J. Parpala., Matti Pihko., 2000,.
“Improvement of Pulp Mill Energy Efficiency in An
Integrated Pulp and Paper Mill”, Publication of the
Laboratory of Energy Economics and Power Plant
Engineering, Helsinki University of Technology.
Kocurek, M.J., 1989., “Pulp and Paper Manufacture, Vol. 5:
Alkaline Pulping”, Joint Textbook Committee of The
Paper Industry.
Kramer K.J., et al, 2009. Energy Efficiency Improvement
and Cost Saving Opportunities for the Pulp and
Paper Industry, Berkeley Lab University of California,
Berkeley.
Kraristya.
2004.
Teknologi
digester.
kharistya.wordpress.com
Lawrence, E.O., 2009., “Energy efficiency Improvement
and Cost Saving opportunities for the Pulp and Paper
Page 115 of 132
Industry”, Environmental Energy Technologies
Division, US Environmental Protection Agency.
Miner, R., Garcia, J.P. 2007. The Greenhouse Gas and
Carbon Profile of the Global Forest Products
Industry, NCASI Special Report No. 07-02.
NCASI-IFC, 2009. A Calculation Tool for Characterizing the
Emission from the Forest Products Value Chain,
Including Forest Carbon.
NCASI, 2005. Calculation Tools for Estimating Greenhouse
Gas Emission from Pulp and paper Mills. Research
Triangle Park.NC.USA.
Noel de Nevers. 2000. Air Pollution Control Engineering,
2nd Ed., McGraw-Hill International Edition.
Ohman, F., H. Theliander., 2007., Filtration Preperties of
Lignin Precipitated from Black Liquor, Tappi Journal,
Vol. 6 No. 7.
Paramsothy, 2004. Optimizing Hydrolysis/Acidogenesis
Anaerobic Reactor With TheApplication of Microbial
Reaction Kinetic. University of Peradeniya. Tropical
Agricultural Research Vol 16: 327-338.
Ray, B.K., Reddy, B.S., 2008. Understanding Industrial
Energy Use, Indira Gandhi Institute, Mumbai.
Smith. A., et al. 2001. Waste Management Options and
Climate Change. AEA Technology. Abingdon.
Smook, G.A., “Handbook for Pulp dan Paper
Technologists”, Joint Textbook Committee of the
Paper Industry.
Springer, Allan. 1993., Pollution Control for Pulp and Paper
Industry, McGraw-Hill International Edition.
Stultz, S.C., and J.B. Kitto., 2000., “Steam / Its Generation
and Use”, The Babcock & Wilcox Company.
Page 116 of 132
Thomas. 2003.. Anaerobic Digester Methane to Energy.
Focus On energy. Mc mahon Associates.Inc.
Wisconsin. Hal 4-6.
Tomas, R.A. 2009. “ Allocation of GHG Emission in a
Paper Mill an Application Tool to Reduce Emission”
Universitat de Girona, ISBN: 978-84-692-5159-1
Tomas, R.A., 2009. Allocation of GHG Emission in a Paper
Mill – An Appliction Tools to Reduce Emission,
Universitat de Girona.
Udgata, T.,2005. “Global Warming and Paper Industries
Roles”, W&F Snippet, Vol.9 Issue 7.
Upton, B.H., 2001. Technologies for Reducing
Carbondioxide Emission: A Resource Manual for
Pulp,Paper, and Products Manufacturers, NCASI
Special Report No. 01-05.
US EPA 2008. Climate Leaders Greenhouse Gas Inventory
Protocol Offset Project Methology for landfill methane
collection and combustion. Climate Protection
Partnerships Division. Tersedia pada
http:/www.epa.gov/climateleaders/resources/optionalmodule.html
Valzano. F; Jackson M., Campbell A.; 2001. Greenhouse
Gas Emission from Composting facilities. ROU. The
University of New South Wales. Australia.
Wintoko, J., H. Theliander, T. Richards., 2007.,
“Experimental Investigation of Black Liquor Pyrolysis
using Single Droplet TGA”, Tappi Journal, Vol. 6 No.
5.
Worrell, E.; Martin, N. 200. “Opportunities to Improve
Energy efficiency in the U.S. pulp and Paper Industry”
Ernest Orlando Lawrence, Berkely National
Laboratory
Page 117 of 132
_____EPA, 2010. “Available and Emerging Technologies
for Reducing Greenhouse Gas Emission from the
Pulp and Paper Manufacturing Industry” October
2010
_____ Integated Pollution Prevention and Control (IPPC)Techniques in the pulp and paper industry., 2010.,
Europeun Commision-Directorate General TRC- Joint
Reseach Centre. Spain.
_____ 2010, IPPC, Best Available Techniques in the Pulp
and Paper Industry. European Commision Integrated
Pollution Prevention and Control (IPPC). Directorate
General JRC, Joint Research Center, Spanyol, Spain.
Page 118 of 132
APPENDIX 1
DISTRIBUTION OF INDONESIAN PULP AND PAPER INDUSTRIES 2009
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Java
No
Company
Name
Mill Site
1
Adiprima
Suraprinta
Gresik
2
Asia Paper Mills
Tangerang
3
Aspex Kumbong
CileungsiBogor
4
5
Kertas Basuki
Rachmat
Kertas Bekasi
Teguh
Banyuwangi
Bekasi
6
Kertas Blabak
Magelang
7
Bukir Muria Jaya
Karawang
8
Cipta Paperia
Serang
Product
Grades
Newsprint
Kraft Liner
Medium
Newsprint
Printing
Kraft Liner
Medium
Printing
Medium
Cigarette
Kraft Liner
Medium
6.607.200
Sumatera
Ton / year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
---
---
157.500
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
150.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
430.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
13.700
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
---
---
---
54.800
---
---
---
---
---
---
5.500
---
---
---
---
---
---
---
72.000
---
---
---
---
---
---
---
Page 119 of 132
CONTINUE
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Sumatera
Java
No
Company Name
Mill Site
9
Ekamas Fortuna
Malang
10
Esa Kertas
Nusantara
Karawang
11
Fajar Surya
Wisesa
Cikarang
Barat
12
13
14
Graha Cemerlang
Paper Utama
Gunung Jaya
Agung
Indo Paper
Primajaya
Karawang
Tangerang
Banten
15
Indah Kiat Pulp &
Paper
Tangerang
16
Java Paperindo
Utama Industries
Mojokerto
17
Jaya Kertas
Kertosono
Product
Grades
Kraft Liner
Medium
Coated
paper
Kraft Liner
Medium
Duplex
Tissue
Printing
Tissue
Tissue
Kraft Liner
Medium
Printing
Printing,
Carbon,
MG Paper
Kraft Liner
Medium
Tissue
6.607.200
Ton / year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
---
---
156.000
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
156.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
700.000
---
---
---
---
---
---
---
40.000
---
---
---
---
---
---
---
36.000
---
---
---
---
---
---
---
49.500
---
---
---
---
---
---
---
106.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
82.500
---
---
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
Page 120 of 132
CONTINUE
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Sumatera
Java
No
18
Company Name
Kertas Nusantara
Mill Site
Berau,
Kalimatan
Timur
19
Kertas Leces
Probolinggo
20
Lispap Raya
Sentosa
Banten
21
Lontar Papyrus
Jambi
21
Kertas Noree
Indonesia
Bekasi
22
Niki Tunggal
Lumajang
23
Kertas
Padalarang
Padalarang
24
Pakerin
Mojokerto
Product
Grades
6.607.200
Ton / year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
---
---
---
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
---
525.000
---
195.000
---
---
---
---
---
7.200
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
701.000
345.000
---
---
145.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
3.600
---
---
---
---
---
7.900
---
---
---
---
---
---
---
---
---
700.000
---
---
---
---
---
Pulp
Kraft Liner
Medium
Printing
Newsprint
Tissue
Pulp
Tissue
Printing
Kraft Liner
Medium
Board
Joss
Paper
Printing
Security
Kraft Liner
Medium
Page 121 of 132
CONTINUE
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Sumatera
Java
No
Company Name
Mill Site
27
Panca Usahatama
Paramita
Papertech
Indonesia
Papyrus Sakti
28
Parisindo Pratama
Bogor
29
PDM Indonesia
Medan
30
Pelita Cengkareng
Tangerang
31
Pindo Deli
Pulp&Paper Mills
Karawang
32
Pura Barutama
Kudus
33
Pura
Nusapersada
Kudus
25
26
Tangerang
Subang
Bandung
Product
Grades
Tissue
MG Paper
Board
Duplex
Printing
Specialty
Cigarette
Kraft Liner
Medium
Duplex
Printing
Kraft Liner
Medium
Security
Sack
Paper
Medium
Board
6.607.200
Ton / year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
7.000
---
60.000
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
150.500
---
---
---
---
---
---
---
24.000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
9000
---
---
---
---
157.800
---
---
---
---
---
---
---
1.465.000
---
---
---
---
---
---
---
---
93.000
---
---
---
---
---
---
---
62.000
---
---
---
---
---
---
Page 122 of 132
CONTINUE
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Sumatera
Java
No
34
35
36
Company Name
Riau Andalan
Kertas
Riau Andalan
Pulp & Kertas
Sarana Kemas
Utama
Mill Site
PelawanPekanbaru
PelawanPekanbaru
Pulogadung
37
Setia Kawan
Tulungagun
g
38
Sinar Hoperindo
Cileungsi
39
Sopanusa Tissue
& Packaging
Mojokerto
40
Suparma
Surabaya
41
42
Surabaya Agung
Industri Pulp &
Kertas
Surabaya
Mekabox
Gresik
Gresik
43
Surya Pamenang
Kediri
44
Surya Zig Zag
Kediri
Product
Grades
Printing
Pulp
Kraft Liner
Medium
Printing,
Newsprint
MG Paper
Kraft
MG Paper
Tissue
Kraft,
Board,
Tissue
Printing
Boards
Kraft Liner
Medium
Board
Art Paper
Cigarette
6.607.200
Ton / year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
---
---
---
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
350.000
---
---
---
---
---
---
2.000.000
---
---
---
6000
---
---
---
---
---
---
---
---
33.000
---
---
---
---
---
---
8000
---
---
---
---
---
---
---
---
---
48.000
---
---
---
---
---
---
---
165.000
---
---
---
---
---
---
---
486.800
---
---
---
---
---
---
---
85.200
---
---
---
---
---
---
---
150.000
---
---
---
---
---
---
---
24.000
---
---
---
---
---
Page 123 of 132
CONTINUE
National Production Capacity
11.398.200 Ton/year
Sumatera
Java
No
Company Name
Mill Site
45
Tanjung Enim
Lestari Pulp &
Kertas
Muara Enim
46
Toba Pulp Lestari
Toba
Samosir
47
Kertas Tjiwi Kimia
Mojokerto
48
Unipa Daya
Tangerang
Production
Grade
6.607.200
Ton /year
29782.200
4.266.000
Ja-Bar-Banten
57,96%
Ja-Teng
Ja-Tim
Sum-Ut
Ton / Thn
34.69%
2,13%
21,14%
---
---
---
Kalimantan
52.500
Ton/year
Ton / year
Riau
37,43%
Jambi
Sum-Sel
4,61%
Kal-Tim
3,68%
20,62%
9,18%
3,95%
4,61
---
---
---
---
450.000
---
---
---
420.000
---
---
---
---
---
---
1.134.000
---
---
---
---
---
15.000
---
---
---
---
---
---
---
Pulp
Dissolving
Pulp
Kerkas
Cetak
Kraft
Lainer
Medium
Source : APKI Directory 2009
Page 124 of 132
APPENDIX 2
PAPER CONSUMPTION IN VARIOUS COUNTRIES
Country
Austria
Belgium
Cyprus
Czechoslovakia
Denmark
Finland
French
Germany
Greece
Hungary
Ireland
Italia
Latvia
Lithuania
Consumption per capita (kg)
1995
192
237
NA
NA
214
175
164
194
82
NA
102
140
NA
NA
2007
268
3752
132
159
229
369
144
254
108
97
115
205
87
50
Consumption1 Country-Based
(1000 t)
1995
2007
1550
2196
26632
4089
NA
105
NA
1622
1134
1256
896
1933
9631
8754
15821
20873
857
1157
NA
967
361
476
8076
11894
NA
195
NA
180
Page 125 of 132
Country
Luxemburg
Nederland
Norway
Malta
Poland
Portugal
Slovakia
Slovenia
Spain
Sweden
UK
Non Europe Countries
USA
China
Indonesia
Japan
APPENDIX 2 (continuation)
Consumption per capita (kg)
Consumption1 Country-Based
(1000 t)
1995
2007
2
168
375
See Belgium
See Belgium
201
210
3120
3502
176
188
756
874
NA
84
NA
34
NA
109
NA
4209
82
120
802
1277
NA
91
NA
496
NA
210
NA
421
129
190
5147
7708
210
256
1857
2314
194
200
11288
12157
332
22
14
239
288
55
25
246
87409
26499
NA
30018
87496
72900
5985
31255
Page 126 of 132
Country
Brazil
Egypt
Total
APPENDIX 2 (continuation)
Consumption per capita (kg)
Consumption1 Country-Based
(1000 t)
1995
2007
35
42
5433
8091
9
NA
NA
NA
49
59
276231
391799
Notes:
When „NA‟ reveals for EU-27 missing countries, not available information or information is not given due to competition
rule
Source: [255, VDP 2009], [256, VDP 1997]
1
Consumption = production + Import – Export
2
For Belgium and Luxemburg just that value available
Page 127 of 132
APPENDIX 3
SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION FOR PULP AND PAPER INDUSTRY
Energy Consumption Range
Paper Grades
Kraft pulp Non-Integrated
Unit
From
Up to
Uncoated wood-containing
paper – integrated
Coated wood-containing paper –
integrated
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
700
3800
1200
1000
1200
1300
800
5100
1400
1600
2100
1800
Uncoated wood-free paper –
integrated
Coated wood-free paper integrated
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
600
1200
600
1200
800
2100
1000
2100
Source of data
(Number of
Industry)
(1) (5 industry)
(2)(1 Industry)
(4) (2 Industry)
(2) (2 Industry)
(3) (8 Industry)
(4) (3 Industry)
(2)(1 Industry)
(3) (1 Industry)
(3)(5 Industry)
(4) (2 Industry)
Page 128 of 132
Paper Grades
APPENDIX 3
Energy Consumption Range
Unit
Unit
Unit
Recycled Paper Packaging
Without Deinking
Electricity (kWh/t) 300
Heat (kWh/t) 1100
700
1800
Recycled Printing Paper Without
Deinking
Electricity (kWh/t) 900
Heat (kWh/t) 1000
1400
1600
Recycled Board With Deinking
Electricity (kWh/t) 400
Heat (kWh/t) 1000
700
2700
Tissue Non-Integrated (Without
through-air-drying)
Recycled Tissue (Without
through-air-drying)
Wood-free specialty paper
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
Electricity (kWh/t)
Heat (kWh/t)
1200
2300
2000
2800
3000
4500
900
1900
800
1900
600
1600
Source of data
(Number of
Industry)
2
( )(1 Industry)
(3)(11 Industry)
(4) (7 Industry)
(2)(1 Industry)
(3)(7 Industry)
(4) (4 Industry)
(2)(1 Industry)
(3)(4 Industry)
(4) (5 Industry)
(2)(2 Industry)
(3) (4 Industry)
(2)(1 Industry)
(4) (3 Industry)
(2)(3 Industry)
(3) (3 Industry)
Page 129 of 132
Source : all data taken from [249, Blum et al. 2007]:
(1) Swedish EPA, statistical data of Swedish Kraft pulp mills, 2005
(2) PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007
(3) PTS, Internal data collection of German pulp and paper mills (not published), Munich 2004 to 2006
(4) Institution for Paper Science and Technology GmBh, Questionnaire based survey (not published)
Darmstadt, 2007
Page 130 of 132
APPENDIX 4
ENERGY CONSUMPTION FOR UTILITY IN THE MILL GENERALLY
Energy
Process/Activities
Consumption
Description
(kWh/t)
Biological Effluent Treatment
Using pump, agitator, and aeration.
4–8
Biogas product and utilization not
 Mechanical + aerobic
5
–
10
considered.
 Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas
Energy balance by using biogas (waste
not considered)
Surplus 20 – 15
water treatment of recycled fiber industry
 Mechanical + aerobic/anaerobic (biogas
produce around 25 kWh/t)
considered)
Raw Water Treatment
Pressurized Air
Work Transportation
2–5
20 – 30
1–2
Using raw water pump and preparation
Using compressor and air-dryer
Using Forklift and Industrial Truck
Finishing (Without packaging)
10 – 40
Using rewinder, broke pulping, including
packaging line
Not Considered (for office, canteen, etc.)
1
Administration
NA ( )
(1) NA : Not Available
Source : PTS, Examination studies: Energy optimization in European mills (not published), Munich 2004 to 2007
unpublished from [249, Blum et al. 2007]
Page 131 of 132
APENDIX 4
GHG EMISSION FROM VARIOUS COUNTRIES
MtCO2
% from World
equivalent
GHG
1.
USA
6928
20,6
2.
China
4938
14,7
3.
EU-25
4725
14
4.
Russia
1915
5,7
5.
India
1884
5,6
6.
Japan
1317
3.9
7.
Germany
1009
3
8.
Brazil
851
2,5
9.
Canada
680
2
10. UK
654
1,9
11. Italy
531
1,6
12. South Korea
521
1,5
13. French
513
1,5
14. Mexico
512
1,5
15. Indonesia
503
1,5
16. Australia
491
1,5
17. Ukraine
482
1,4
18. Iran
480
1,4
19. South Africa
417
1,2
20. Spain
381
1,1
21. Poland
381
1,1
22. Turk
355
1.1
23. Arab Saudi
341
1
24. Argentina
289
0,9
25. Pakistan
285
0,8
Top 25
27915
83
Rest of World
5751
17
Developed Countries
17355
52
Developing Countries
16310
48
Notes: Data year 2000. Total emission not included fuel and the
changing of land and forest usage
No.
Country
Page 132 of 132