analisis strategi pengembangan usaha “elsari
Transcription
analisis strategi pengembangan usaha “elsari
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA “ELSARI BROWNIES & BAKERY” KOTA BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI ROZAK ADE RAHMANTO H34060802 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii RINGKASAN ROZAK ADE RAHMANTO. Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM) Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pakaian dan tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Saat ini masyarakat cenderung memilih untuk mengkonsumsi makanan jadi yang siap dimakan atau siap saji. Masyarakat di daerah perkotaan yang serba sibuk mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih praktis dan efisien termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Adanya peningkatan pengeluaran untuk makanan jadi menjadi peluang bagi industri pengolahan makanan jadi untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satu jenis industri makanan jadi yang berkembang di Indonesia adalah industri pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu seperti industri bakery dan mie. Brownies adalah salah satu jenis produk bakery yang disukai oleh masyarakat karena mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi. Salah satu industri kecil yang mamanfaatkan peluang ini dengan memproduksi brownies di Kota Bogor adalah “Elsari Brownies & Bakery (EBB)”. Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor EBB merupakan produsen brownies pertama di Kota Bogor yang terdaftar oleh dinas. Selama beberapa waktu jumlah produsen brownies terus tumbuh seiring dengan meningkatnya jumlah permintaan brownies. Peluang tersebut seharusnya dapat digunakan dengan baik oleh EBB dengan memproduksi brownies lebih banyak lagi agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk brownies tersebut. Namun dikarenakan adanya permasalahan internal perusahaan, seperti lepasnya bagian pemasaran dan personalia perusahaan, menyebabkan perusahaan kegiatan pemasaran perusahaan terhambat, sehingga perusahaan harus mengurangi jumlah produksi yang sebelumnya sempat mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan kendala perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Selain itu perusahaan juga menghadapi masalah lain seperti keterbatasan peralatan dan rendahnya sumbersaya manusia. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan perusahaan baik kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam merumuskan strategi pengembangan usaha. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan EBB, yang terdiri dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan, (2) Merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi EBB. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis formulasi strategi. Adapun alat bantu analisis yang digunakan adalah matriks IFE dan matriks EFE untuk analisis lingkungan perusahaan, matriks IE untuk memetakan posisi perusahaan, matriks SWOT untuk merumuskan strategi, dan matriks QSP untuk memilih alternatif strategi berdasarkan prioritas. iii Faktor-faktor lingkungan internal perusahaan EBB terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki EBB yaitu: (1) Layanan purna jual yang baik kepada konsumen, (2) Memiliki sertifikasi yang lengkap, (3) Harga produk relatif murah, (4) Kerja sama pemasaran yang efektif, (5) Pembukuan yang baik dan rapi, (6) Menggunakan bahan baku berkualitas, dan (7) Adanya aktivitas penelitian dan pengembangan. Kelemahan yang dimiliki oleh EBB yaitu: (1) Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas, (2) Lokasi usaha kurang strategis, (3) Kurangnya promosi, (4) Permodalan yang terbatas, (5) Produksi dilakukan secara manual, (6) Sistem pengadaan bahan baku yang kurang baik, dan (7) Belum memiliki job description yang jelas. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang dihadapi oleh EBB terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang yang dihadapi oleh EBB adalah (1) Tingginya daya beli masyarakat, (2) Harga tepung terigu yang semakin menurun, (3) Harga BBM (premium) yang stabil, (4) Masih tingginya jumlah permintaan brownies, (5) Kebijakan pemerintah tentang skim kredit, (6) Perkembangan teknologi yang cepat, (7) Rendahnya kekuatan penawaran pemasok, dan (8) Adanya dukungan dari pihak dinas terhadap pengembangan UMKM. Ancaman yang dihadapi oleh EBB adalah (1) Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin meningkat, (2) Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL), dan (3) Tingginya tingkat persaingan. Hasil Matriks IE menunjukkan posisi EBB berada pada sel V yang memberi rekomendasi untuk menjaga dan mempertahankan. Strategi yang paling sesuai dengan EBB adalah strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Matriks SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi, keludian melalui matriks QSP diperoleh prioritas strategi yang sebaiknya dilaksanakan perusahaan yaitu (1) Restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan (STAS=10,450), (2) Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan (STAS=10,167), (3) Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan (STAS=9,043), (4) Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan penjualan (STAS=8,693), (5) Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi (STAS=8,644), (6) Optimalisasi sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya produksi (STAS=8,633), (7) Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk meningkatkan penjualan (STAS=8,567) dan (8) Pemanfaatan skim kredit untuk mengatasi permodalan (STAS=7,955). Berdasarkan kondisi perusahaan, sebaiknya perusahaan melaksanakan restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan, seperti tenaga pemasar dan keterbatasan peralatan, untuk mengatasi masalah internal perusahaan, dan strategi meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan sebagai solusi masalah eksternal perusahaan. iv ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA “ELSARI BROWNIES & BAKERY” KOTA BOGOR JAWA BARAT ROZAK ADE RAHMANTO H34060802 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 v Judul Skripsi : Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat Nama : Rozak Ade Rahmanto NIM : H34060802 Menyetujui, Pembimbing Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP. 19671024 199302 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus : vi PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Rozak Ade Rahmanto H34060802 vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 5 Februari 1988 yang merupakan anak tunggal dari pasangan Suratmanto dan Sri Rahayu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Perumnas Banyumanik 08 Semarang pada tahun 2000, pendidikan menengah pertama di SLTPN 21 Semarang pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 4 Semarang pada tahun 2003. Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi seperti Staf Kominfo Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPMTPB) IPB pada tahun 2006-2007, Ketua Paguyuban Putra Kota Atlas Semarang (Patra Atlas) pada tahun 2007-2008, Staf Departemen Proyek Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada tahun 2007-2008 dan Ketua Departemen Kominfo (d’Prime) Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga tercatat sebagai peraih Beasiswa Prestasi Djarum Bakti Pendidikan pada tahun 2008-2009. viii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha “Elsari Brownies & Bakery” Kota Bogor Jawa Barat”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan internal perusahaan “Elsari Brownies & Bakery (EBB)”, yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal perusahaan EBB, meliputi peluang dan ancaman, serta mencoba untuk merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi EBB agar dapat bertahan dalam menghadapi persaingan dan berkembang menjadi lebih besar. Skripsi ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat kepada semua pihak, baik mahasiswa, pengajar akademik, pelaku usaha EBB, dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan berbagai kritikan dan saran agar hasil penelitian ini dapat menjadi lebih baik, sehingga mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terkait. Bogor, Agustus 2010 Rozak Ade Rahmanto ix UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, koreksi, dan bantuan selama pra, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan skripsi ini. 2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi sekaligus berdiskusi mengenai strategi pengembangan usaha pada saat penyusunan skripsi. 3. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji departemen pada sidang penulis yang bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi. 4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama merencanakan studi penulis di Departemen Agribisnis. 5. Bapak H. Maman Surahman dan Tomi Rahman yang telah menerima dan membantu penulis dalam pencarian informasi dan pelaksanaan penelitian skripsi di EBB. 6. Bapak Gupuh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor yang telah memberikan informasi dan menjadi responden eksternal pada penelitian ini. 7. Orang tua tercinta, Suratmanto dan Sri Rahayu, yang telah memberikan dukungan moral, material, didikan, motivasi, dan doa yang tulus serta tiada hentinya bagi penulis. Semoga skripsi ini menjadi bukti kecil atas besarnya perjuangan bapak dan ibu sebagai orang tua terbaik di mata penulis. 8. Yos Sukarman, Alm. Rochayati, Alm. Hadi Mulyono, Alm. Siti M, Alm. Mundriah selaku kakek dan nenek penulis yang selalu memberikan dukungan x moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian. 9. Indah Septiana, yang telah memberikan doa, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Siti Nurlaela dan Shanny Laura Sianturi sebagai sahabat satu bimbingan skripsi. Terimakasih atas dukungan, bantuan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi secara bersama-sama. 11. Sahabat-sahabat penulis: Dhida, Syura, Fani, Ridy, Ray, Firza, Ribut, Dece, Maya, Mira, Tiara, Tami, Bayu, Novi, Ine, Mila, Fuji, Emi, Tita, Yadi, Okla, Aries, Iziel, Randi, Rekso, Anyez, Haris, Rendy, Rieska, Elva, Uin, Jiebhan, Achmad, Mei, Nanang, Nodi, Gangga, Agis, Hata, Ayu, Oki, Adi, Amel, Anin, Tami Mbem, Decy, Rendi dan teman-teman AGB 42, 43, 44, 45 lainnya. Terimakasih atas kebersamaan, cerita suka dan duka, serta bantuannya selama menjadi mahasiswa departemen agribisnis. 12. Teman-teman L4, Patra Atlas Semarang dan Kost Putra Wisma Asri: Idris, Ma2th, Wahyu, Ronald, Ony, Hoty, Sifa, Metha, Indah, Diaz, Winda, Asa, Rizki, Ismail, Ashod, Ucok, Onald, Ian, dan semuanya. Terima kasih atas doa dan dukungannya. 13. Tak lupa pula untuk sahabat-sahabat penulis di Semarang: Osa, Ririez, Diana, Galih, Rizal, QQ, dan Dhue-Phee. Terimakasih atas semua kisah dan coretan yang kalian berikan ke dalam kehidupan penulis. 14. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu penulis selama ini. 15. Keluarga besar PT. Djarum dan teman-teman Beswan Djarum: Mas Sapto, Pak Hadi, Pak Syahroni, Om Jul, Mas Jim, Mas Dodik, Catur, Tito, Abie, Afroh, Windi, Tiwi, Secha, dan kawan-kawan beswan di seluruh nusantara. 16. Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terimakasih banyak. Bogor, Agustus 2010 Rozak Ade Rahmanto xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii I PENDAHULUAN .................................................................... 1.1. Latar Belakang................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ......................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... 1 1 5 8 8 II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1. Bakery ............................................................................. 2.1.1. Definisi Bakery ................................................... 2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Roti ......................... 2.1.3. Jenis-Jenis Roti ................................................... 2.2. Brownies ......................................................................... 2.2.1. Sejarah Brownies ................................................. 2.2.2. Brownies Kukus ................................................... 2.3. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ............... 2.1.1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ........................................... 2.4. Penelitian Terdahulu ....................................................... 2.4.1. Penelitian tentang Strategi Pengembangan Usaha .................................................................. 2.4.2. Penelitian tentang Brownies ............................... 2.4.3. Penelitian tentang “Elsari Brownies & Bakery” .. 2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ........................ 9 9 9 9 10 11 11 12 13 III KERANGKA PEMIKIRAN..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................... 3.1.1. Konsep Manajemen Strategis ............................. 3.1.2. Klasifikasi Strategi............................................... 3.1.3. Proses Manajemen Strategis ............................... 3.1.4. Visi dan Misi Perusahaan ................................... 3.1.5. Analisis Lingkungan Perusahaan ......................... 3.1.6. Matriks Internal-Eksternal .................................. 3.1.7. Analisis SWOT ................................................... 3.1.8. Matriks QSP (QSPM) ......................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 20 20 20 20 24 25 26 39 40 40 40 IV METODE PENELITIAN ......................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 4.2. Metode Penentuan Sampel ............................................. 4.3. Desain Penelitian ............................................................ 4.4. Data dan Instrumentasi ................................................... 44 44 44 45 45 13 14 14 17 18 18 xii 4.5. 4.6. Metode Pengumpulan Data ............................................ Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................ 4.6.1. Analisis Deskriptif ............................................... 4.6.2. Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi .............. 45 46 46 46 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................. 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ......................... 5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ................................... 5.3. Lokasi Perusahaan ........................................................... 5.4. Struktur Organisasi Perusahaan ....................................... 5.5. Sumberdaya Perusahaan .................................................. 5.5.1. Sumberdaya Manusia........................................... 5.5.2. Sumberdaya Fisik ................................................ 5.5.3. Sumberdaya Keuangan ........................................ 5.6. Proses Produksi Brownies ............................................... 5.7. Karakteristik Konsumen ................................................. 54 54 56 57 57 59 59 59 60 67 64 VI ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN ........................ 6.1. Analisis Lingkungan Internal ......................................... 6.1.1. Manajemen ......................................................... 6.1.2. Pemasaran ........................................................... 6.1.3. Keuangan/Akuntansi ........................................... 6.1.4. Produksi/Operasi ................................................. 6.1.5. Penelitian dan Pengembangan ............................ 6.1.6. Sistem Informasi Manajemen ............................. 6.2. Analisis Lingkungan Eksternal ....................................... 6.2.1. Kekuatan Ekonomi ............................................. 6.2.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan .................................................. 6.2.3. Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum ......... 6.2.4. Kekuatan Teknologi ............................................ 6.2.5. Kekuatan Kompetitif .......................................... 67 67 67 73 81 81 83 84 85 85 VII FORMULASI STRATEGI ...................................................... 7.1. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan ................ 7.2. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman ..................... 7.3. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) ........ 7.4. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) ...... 7.5. Analisis Matriks IE (Internal-External) ......................... 7.6. Analisis Matriks SWOT ................................................. 7.7. Analisis QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix). 105 105 105 106 107 108 109 118 VIII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 8.1. Kesimpulan ..................................................................... 8.2. Saran ............................................................................... 120 120 120 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 122 LAMPIRAN .......................................................................................... 124 92 95 96 97 xiii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010 .............. 1 2. Persentase Pengeluaran Rata-Rata Persentase Pengeluaran Rata-Rata Penduduk Indonesia untuk Makanan Jadi Tahun 1999-2009 ..................................................................... 2 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Tepung Terigu di Indonesia pada Tahun 2000-2008 ......................................... 3 Komposisi Gizi Brownies Dibanding Nasi, Mie Basah dan Roti per 100 gram Bahan .................................................. 5 5. Daftar Produsen Brownies di Kota Bogor Tahun 2010 ........... 7 6. Komposisi Angka Kecukupan Gizi per 100 gram Brownies .... 12 7. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal ................... 48 8. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ................. 48 9. Format Matriks IFE .................................................................. 49 10. Format Matriks EFE ............................................................... 50 11. Format Matriks SWOT ............................................................ 52 12. Format Dasar QSPM ................................................................ 53 13. Daftar Peralatan Produksi Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 .............................................................................. 60 Karakteristik Konsumen Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 .............................................................................. 66 Komposisi Karyawan Elsari Brownies & Bakery Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 .............................................................................. 71 16. Daftar Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 76 17. Perbandingan Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Dibanding Pesaing tahun 2010 ................................................ 77 Pola Konsumsi Makanan Penduduk Kota Bogor pada Tahun 2009 .............................................................................. 86 Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-2009 ..................................................................... 87 20. Perkembangan Harga BBM di Indonesia Tahun 2009-2010 ... 91 21. Perkembangan Harga Jual Gas Elpiji Ukuran 12 kg di Indonesia Tahun 2005-2008 ................................................. 91 22. Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004-2008 .......... 94 23. Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda Tahun 2010 . 100 3. 4. 14. 15. 18. 19. xiv 24. Daftar Harga Produk Brownies Bogor Tahun 2010 ................ 101 25. Hasil Analisis Faktor Lingkungan Internal Elsari Brownies & Bakery ................................................................................... 105 Hasil Analisis Faktor Lingkungan Eksternal Elsari Brownies & Bakery ................................................................................... 106 27. Analisis Matrik IFE Elsari Brownies & Bakery ...................... 107 28. Analisis Matriks EFE Elsari Brownies & Bakery .................... 108 29. Matriks SWOT ......................................................................... 117 30. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis QSPM ....................................................................................... 118 26. xv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Grafik Penjualan Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2003-2008 ..................................................................... 6 2. Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif ......... 25 3. Empat P Bauran Pemasaran ...................................................... 28 4. Saluran Distribusi Barang Konsumsi ....................................... 30 5. Lima Kekuatan Kompetitif Menurut Porter ............................. 36 6. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 43 7. Format Matriks Internal-Eksternal ........................................... 51 8. Struktur Organisasi Elsari Brownies & Bakery ....................... 58 9. Saluran Distribusi Elsari Brownies & Bakery ......................... 78 10. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Tepung Terigu ............. 88 11. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Gula ............................. 89 12. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Telur ............................ 90 13. Matriks IE pada Elsari Brownies & Bakery ............................ 110 1. xvi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Daftar Agen dan Counter EBB ............................................... 125 2. Hasil Kuesioner Karakteristik Konsumen ............................... 127 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ............................................ 130 xvii I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri pengolahan merupakan sektor dalam perekonomian Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir sektor ini mampu menjadi penyokong dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh suatu sektor terhadap pendapatan nasional. Berdasarkan data Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2010), pada tahun 2008 peran industri pengolahan mencapai lebih dari seperempat (26,79 persen) komponen pembentukan PDB nasional atau sebesar 557.766 milyar rupiah. Salah satu industri pengolahan yang berkembang di Indonesia adalah industri pengolahan makanan. Industri pengolahan makanan merupakan bagian dari industri pengolahan hasil pertanian yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan dan penganekaragaman pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pakaian dan tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia hanya berjumlah 219,85 juta orang, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 234,18 juta orang. Pertumbuhan penduduk ini dapat berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang pangsa pasar yang cukup besar untuk mengembangkan industri pangan. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Penduduk (ribu orang) 219.852 222.747 225.642 228.523 231.370 234.181 Sumber: BPS (2010) 1 Saat ini masyarakat cenderung memilih untuk mengkonsumsi makanan jadi yang siap dimakan atau siap saji. Kemajuan teknologi dan informasi telah banyak mengubah pola hidup masyarakat, termasuk pola konsumsi masyarakat akan produk makanan dan minuman. Masyarakat di daerah perkotaan yang serba sibuk mulai mengikuti pola hidup masyarakat kota-kota besar di negara lain dengan mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih praktis dan efisien termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Tingginya konsumsi masyarakat untuk jenis makanan jadi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Pengeluaran Rata-Rata Penduduk Indonesia untuk Makanan Jadi Tahun 1999-20091 Tahun 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Persentase 9,48 9,70 9,81 10,28 11,44 10,29 10,48 11,44 12,63 Sumber: www.bps.go.id [Diakses tanggal 25 Mei 2010] Adanya peningkatan pengeluaran untuk makanan jadi menjadi peluang bagi industri pengolahan makanan jadi untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satu jenis industri makanan jadi yang berkembang di Indonesia adalah industri pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu, seperti industri roti, kue, biskuit, mie, pasta, pizza dan lain sebagainya. Kepraktisan menjadi salah satu kelebihan makanan olahan dari tepung terigu karena mendukung aktivitas masyarakat modern yang semakin sibuk dengan jam kerja yang panjang dan lebih padat yang mendorong mereka untuk memilih makanan yang praktis untuk dikonsumsi. Selain mengandung karbohidrat sebagai sumber tenaga, tepung terigu juga memiliki kandungan protein tinggi. Tepung terigu merupakan makanan alternatif 1 BPS. 2010. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=05& notab =7 (Diakses tanggal 25 Mei 2010) 2 pengganti beras, hal ini didukung dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1974 dan disempurnakan pada Inpres Nomor 20 Tahun 1979.2 Seiring dengan dicanangkannya program pemerintah tersebut, jumlah produksi dan konsumsi tepung terigu terus bertambah, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Tepung Terigu di Indonesia pada Tahun 2000-2008 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Besar Produksi (juta ton) 3,1 2,9 1,1 1,5 2,8 2,9 3,3 3,3 2,7 3,9 Besar Konsumsi (juta ton) 3,6 3,2 1,5 1,8 3,0 3,3 3,7 3,9 3,3 4,6 Sumber: BPS (2010) Bisnis pengolahan makanan berbahan baku tepung terigu dapat diusahakan dari skala kecil setingkat UMKM hingga skala besar. Pada tahun 2006, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) mampu menyerap 64,8 persen produk tepung terigu untuk industri bahan baku roti, mie, kue kering, gorengan dan lain-lain.3 Salah satu jenis industri makanan jadi yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku produksinya adalah industri bakery. Produk bakery merupakan produk yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Produk bakery sebagian besar digunakan sebagai snack, camilan, makanan ringan, pengisi waktu senggang, atau pun sekadar diperlukan untuk acara-acara tertentu. Produk bakery dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain: roti (bread), pie, bagel, pastry, cake dan cup cake, biskuit, kue kering (cookies), crackers, muffin, rolls, pretzel, donat, dan lain-lain.4 Salah satu produk bakery 2 Suprima A. 24 Mei 2010. Diversivikasi Pangan di Indonesia. http://aldinosuprima.blog.uns.ac.id/2010/05/24/diversifikasi-pangan-di-indonesia/ (Diakses tanggal 31 Mei 2010) 3 Sinar Tani. 20 Juni 2006. Prospek Gandum Menggiurkan. http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr255036.pdf (Diakses tanggal 24 Mei 2010) 4 Halal Guide. 2009. Titik Kritis Kehalalan Bahan Pembuat Produk Bakery dan Kue. http://www.halalguide.info/?s=titik+kritis+bakery (Diakses tanggal 24 Mei 2010) 3 yang banyak digemari dan dijual di berbagai toko kue adalah berbagai jenis cake, dan termasuk di dalamnya adalah brownies. Brownies memiliki perbedaan dengan cake lainnya. Selain memiliki kandungan cokelat yang lebih banyak, tesktur dari brownies juga dianggap sebagai persilangan antara cake dan cookies. Ditinjau dari kandungan gizinya, apabila dibandingkan dengan 100 gram nasi putih, mie basah, maupun roti, brownies memiliki kandungan karbohidrat dan energi yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi makanan selingan yang cukup bergizi dan memberikan energi yang cukup untuk beraktivitas (Tabel 4). Brownies mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi. Keunggulan tersebut menyebabkan brownies sering kali digunakan sebagai sajian ketika menerima tamu, ketika pertemuan atau rapat, maupun sebagai oleh-oleh ketika berkunjung ke suatu daerah. Tabel 4. Komposisi Gizi Brownies Dibanding Nasi, Mie Basah dan Roti per 100 gram Bahan5 Komponen Gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Air (g) Brownies 434,00 4,00 14,00 76,60 19,00 82,00 1,99 11,00 0,30 2,80 Roti Putih 248,00 8,00 1,20 50,00 10,00 95,00 1,50 0,00 0,00 40,00 Roti Cokelat 249,00 7,90 1,50 49,70 20,00 140,00 2,50 0,00 0,00 40,00 Nasi 178,00 2,10 0,10 40,60 5,00 22,00 0,50 0,00 0,00 57,00 Mie Basah 86,00 0,60 3,30 14,00 14,00 13,00 0,80 0,00 0,00 80,00 Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992) Brownies bukanlah merupakan makanan yang sulit untuk ditemui karena produsen brownies tersebar di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Kota Bogor. Di Kota Bogor brownies diusahakan oleh perusahaan-perusahaan dengan skala usaha kecil, menengah dan besar. Hal ini dikarenakan modal yang digunakan untuk memulai usaha ini tidaklah begitu besar dan dapat menggunakan 5 Senior. 2007. Pulihkan Stamina dengan Brownies. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/ cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybermed|0|0|6|416 (Diakses tanggal 25 Mei 2010) 4 teknologi yang sederhana sehingga banyak pelaku usaha yang dapat masuk ke dalam industri ini. Salah satu industri kecil produsen brownies di Kota Bogor yang memanfaatkan peluang ini adalah “Elsari Brownies & Bakery (EBB)”. Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, EBB merupakan produsen brownies pertama di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2003. Seiring dengan berjalannya waktu,jumlah produsen brownies di Kota Bogor mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah produsen brownies di Kota Bogor berjumlah dua perusahaan, sedangkan pada tahun 2010 jumlah tersebut meningkat menjadi 10 perusahaan. Pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap brownies yang tinggi. Tingginya tingkat permintaan brownies tersebut merupakan peluang bagi produsen-produsen brownies yang ada di Kota Bogor untuk mengembangkan usahanya. Namun, dalam mengembangkan usahanya, perusahaan harus menyesuaikan diri dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pengembangan usaha yang tepat agar perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen akan produk yang dihasilkannya tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Perubahan pola konsumsi masyarakat yang beralih ke jenis makanan siap sari membawa peluang bagi pengembangan usaha industri makanan jadi, salah satunya industri bakery. Contoh produk bakery yang digemari masyarakat saat ini adalah brownies. Di Indonesia, produsen brownies tersebar di seluruh wilayah, termasuk di Kota Bogor. “Elsari Brownies & Bakery” adalah salah satu produsen brownies di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri pada 1 Oktober 2003. Pada awal berdirinya, EBB merupakan satu-satunya produsen brownies di Kota Bogor (Disperindagkop, 2010). Namun dengan bertambahnya waktu, jumlah produsen brownies di Kota Bogor pun mengalami peningkatan, yaitu dari dua produsen pada tahun 2005 menjadi 10 produsen pada tahun 2010. Hal tersebut menunjukkan adanya permintaan konsumen yang tinggi untuk brownies, sehingga usaha brownies sangat prospektif untuk dikembangkan. Selama beberapa tahun EBB terus mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah produk EBB yang terjual selama beberapa tahun, seperti yang tercantum pada Gambar 1. Penjualan EBB terus mengalami kenaikan bahkan 5 hingga lebih dari 6.000 kota per bulan pada akhir tahun 2006. Namun, sejak akhir tahun 2007 jumlah penjualan produk EBB secara berangsur-angsur terus turun bahkan saat ini pemilik mengakui bahwa perusahaan hanya dapat menjual produknya sekitar 3.000 kotak sebulan, sama seperti penjualan perusahaan ketika masih berumur satu tahun. Hal ini menyebabkan kegiatan produksi EBB tidak berjalan optimal karena berproduksi di bawah kapasitas produksi seharusnya. Jumlah Penjualan (kotak) 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Gambar 1. Grafik Penjualan Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2003-2008 Sumber: Elsari Brownies & Bakery Penurunan jumlah penjualan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Di lingkungan internal perusahaan mengalami perampingan usaha karena berkurangnya jumlah karyawan yang menyebabkan hilangnya bagian marketing dan personalia. Kondisi ini menyebabkan aktivitas pemasaran tidak berjalan secara optimal, sehingga secara berangsur-angsur jumlah penjualan perusahaan menurun karena dikelola oleh karyawan yang kurang mengerti pemasaran. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar bagian sehingga pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan sering kali tidak sesuai dengan bidang kemapuannya. Dalam melakukan pengembangan usaha, perusahaan juga memiliki kesulitan karena keterbatasan modal baik untuk menambah peralatan produksi maupun untuk pengambangan aktivitas pemasaran. Kondisi ini memang sering kali dihadapi oleh industri kecil yang biasanya didirikan dengan modal swadaya dan tidak memiliki agunan untuk melakukan pinjaman dalam jumlah besar. 6 Apabila dilihat dari sisi lingkungan eksternal, perusahaan menghadapi persaingan industri yang cukup ketat. Banyaknya jumlah produsen brownies skala kecil maupun menengah baik dari dalam Kota Bogor maupun dari luar, menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan ketika hendak membeli brownies sehingga mudah bagi konsumen untuk berpindah ke produk lain yang lebih murah, lebih berkualitas atau lebih mudah untuk diperoleh. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, pada tahun 2010 terdapat 10 industri kecil yang memproduksi brownies dan telah memiliki sertifikat pangan industri rumah tangga, belum termasuk industri skala mikro yang belum terdaftar baik di Dinkes Kota Bogor maupun Disperindagkop Kota Bogor. Selain itu, beberapa produsen brownies yang berasal dari kota lain juga ikut memasarkan produknya di Kota Bogor seperti Brownies Kukus Amanda dan Brownies Atika. Daftar produsen brownies yang terdaftar oleh Dinkes Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Daftar Produsen Brownies di Kota Bogor Tahun 2010 No. Nama Perusahaan 6 Elsari Brownies & Bakery Annisa Cookies Brownies Kukus “Bie-Bie” Phie Brownies Brownies “Mitra Rasa” Brownies Bogor 7 Honey Brownies 8 Brownies “Dania” 9 Brownies “Anton” 10 Brownies “Keisha” 1 2 3 4 5 Alamat Tahun Daftar Jalan Pondok Rumput Raya No. 18 2003 Komplek Griya Melati B1 No. 6 Cifor 2005 Batu tulis Gg. Lurah No. 13A 2006 Jalan Bratasena II No. 4 Indraprasta II Bantar Kemang RT04/RW07 Baranangsiang Jalan Dokter Semeru Blk No. 102 Gg. Kelor RT01/RW10 Kelurahan Menteng Flamboyan Ujung No. 10 Taman Cimanggu Jalan kebon Pedes RT02/RW10 Jalan Sukasari III No. 35 RT07/RW01 Kelurahan Sukasari 2006 2007 2007 2008 2008 2008 2010 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor (2010) Adanya peluang pasar yang baik namun belum diimbangi dengan produktivitas perusahaan yang maksimal, keterbatasan keterampilan karyawan, keterbatasan permodalan, dan tingginya tingkat persaingan menuntut EBB untuk 7 memiliki strategi pengembangan usaha yang tepat agar usaha yang dijalankan dapat terus beroperasi dan berkembang, memiliki keunggulan yang berkelanjutan dan dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dalam menyusun suatu strategi pengembangan usaha yang tepat, perusahaan harus mampu menyesuaikan dengan faktor-faktor lingkungan perusahaan saat ini. Analisis lingkungan perusahaan tersebut meliputi lingkungan internal dan eksternal, yang bertujuan untuk mengetahui apa saja kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk meminimumkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, serta memanfaatkan peluang-peluang yang dimiliki perusahaan untuk mengantisipasi ancaman yang muncul dari lingkungan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan EBB? 2) Strategi pengembangan usaha apa yang tepat untuk diterapkan oleh EBB? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan EBB, yang terdiri dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan. 2) Merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi EBB. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam merumuskan dan menerapkan strategi pengembangan usaha yang tepat. 2) Bagi Penulis Penelitian ini dapat dijadikan ajang untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. 3) Bagi Pembaca Dengan adanya penelitian in diharapkan dapat dijadikan literatur untuk memperoleh informasi tambahan pada penelitian selanjutnya. 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakery 2.1.1. Definisi Bakery Banyak orang menyebut bakery adalah roti. Roti adalah salah satu produk bakery yang sudah sangat dikenal masyarakat. Produk bakery adalah produk makanan yang bahan utamanya adalah tepung (kebanyakan tepung terigu) dan dalam pengolahannya melibatkan proses pemanggangan. Kue sendiri ada yang dibuat melalui proses pemanggangan, ada yang tidak. Produk bakery contohnya adalah roti (bread), pie, bagel, pastry, cake dan cup cake, biskuit, kue kering (cookies), crackers, muffin, rolls, pretzel, donat, dan produk lain yang dibuat oleh tukang roti.6 2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Roti Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya, kemudiaan dipanggang. Sejak beberapa ratus tahun yang lalu, roti banyak dikonsumsi di berbagai negara, seperti Cina, India, Pakistan, Mesir dan berbagai negara Eropa. Ada perbedaan jenis, ukuran, bentuk dan susunan roti yang disebabkan oleh kebiasaan makan di masing-masing negara. Roti merupakan salah satu makanan yang paling tua usianya. Sejarah perkembangan roti diawali semenjak zaman neolitikum dimana biji-bijian dicampur dengan air, kemudian menjadi adonan lalu dimasak. Pada zaman mesopotamia tepatnya di Mesir, masyarakat membuat roti terbuat dari biji gandum. Gandum dihancurkan terlebih dahulu, setelah itu dicampur dengan air. Pencampuran antara bubuk gandum dengan air tersebut, kemudian menjadi bahan yang lengket. Setelah itu dilakukan proses pematangan dengan cara dipanggang.7 Perkembangan teknologi mendukung terciptanya roti yang lebih bervariasi baik dari segi ukuran, penapilan, bentuk, rasa dan bahan pengisiannya karena adanya pengaruh terhadap perkembangan pembuatan roti yang meliputi aspek bahan baku, proses percampuran dan metode pengembangan adonan. Variasi ini 6 Op.cit Bread Info. 2010. Hystory of Bread. http://www.breadinfo.com/history.shtml (Diakses tanggal 31 Mei 2010) 7 9 membantu konsumen dalam memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. 2.1.3. Jenis-Jenis Roti Delfani dalam Miranti (2008), memaparkan bahwa variasi roti terbagi menjadi lima jenis, yaitu: 1) Roti Manis Jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, dan ragi. Jenis roti ini biasa diisi dengan cokelat, keju, srikaya, selai buah, kelapa, pisang, fla, daging sapi atau ayam, dan sosis. Bentuknya beragam seperti bulat, lonjong, keong, gulung, sampai dengan bentuk-bentuk hewan. 2) Roti Tawar Jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, dan air. Roti ini biasanya tanpa diisi dengan bahan tambahan lain. Bentuknya kotak, panjang dan tabung. 3) Cake Jenis roti yang berasa manis dengan tambahan rasa (essense) rhum, jeruk atau cokelat. Bahan dasarnya antara lain tepung terigu, telur, susu, mentega, tanpa menggunakan isi. Jenis roti ini dibagi menjadi: spikuk, roll tart, zebra cake, fruit cake, brownies, muffin, tart cake, cake siram, dan caramel. 4) Pastry Jenis roti kering yang bisa berupa kue sus, grem, dan croisant. Roti ini dapat diisi dengan kacang, keju, cokelat, daging ayam dan sapi, sosis, fla, atau tidak diisi apapun. 5) Donat Jenis roti tawar atau manis yang pematangannya dengan cara digoreng atau dipanggang. Roti ini dikenal dengan bentuknya yang khas yaitu terdapat lubang pada bagian tengahnya. Ada beberapa jenis donat yang sudah dikenal secara umum antara lain: donat siram, donat keju, donat meses, donat kacang dan donat isi. 10 2.2. Brownies 2.2.1. Sejarah Brownies Brownies merupakan kue khas Amerika yang pertama kali dikenal pada tahun 1897. Seorang koki di Amerika yang sedang membuat cake cokelat lupa memasukkan baking powder sehingga terciptalah cake bantat yang tidak mengembang namun lezat rasanya, kegagalan membuat cake cokelat ini justru menciptakan jenis cake baru yang menjadi terkenal hingga sekarang. Tekstur brownies dianggap unik karena seperti persilangan antara cake dengan cookies yang renyah. Pada tahun 1907, Maria Willet Howard dalam Lowney’s Cook Book memunculkan resep brownies dengan ekstra telur dan cokelat batangan. Menurut situs The Amazing of Brownies, resep brownies pertama diterbitkan tahun 1897 dalam Sears, Roebuck catalogue. Pertama kali resep ini dibukukan di The Boston Cooking School Cook Book oleh Fannie Merritt Farmer pada edisi 1906.8 Nama brownies sendiri diambil karena cake tersebut dominan berwarna cokelat pekat (brown), ditambah lagi karena bahan bakunya juga terdiri dari aneka cokelat seperti dark chocolate, cokelat pasta dan cokelat bubuk. Dalam perkembangannya banyak sekali brownies dengan aneka kreasi dan rasa yang variatif, penampilannya pun lebih cantik dan mengundang selera walaupun tidak meninggalkan ciri khas asli brownies yang kaya akan rasa cokelatnya. Variasi tersebut biasanya dengan menambah topping di atasnya seperti krim keju, chocolate ganache, marshmallow, chocolate chip atau taburan aneka jenis kacang-kacangan. Brownies tergolong jenis kue yang mempunyai indeks glikemik tinggi, artinya dengan mengkonsumsi brownies, gula darah dapat cepat naik sehingga sesaat setelah mengkonsumsi brownies badan akan lebih segar. Brownies juga mengandung vitamin yang cukup lengkap seperti vitamin C, thiamin, riboflavin, niasin, asam, asam pantotenat, vitamin B6, dan vitamin B12. Kandungan mineralnya juga cukup lengkap seperti kalsium, besi, magnesium, natrium, kalium, seng, tembaga, mangan, dan selenium. Komposisi angka kecukupan gizi untuk setiap 100 gram brownies dapat dilihat pada Tabel 6. 8 Medan Brownies. 2010. Stories Brownies. storiesbrownies.php (Diakses tanggal 31 Mei 2010) http://www.medanbrownies.com/ 11 Tabel 6. Komposisi Angka Kecukupan Gizi per 100 gram Brownies9 Komponen Gizi Air (g) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Kalium (mg) Natrium (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Selenium (mcg) Vitamin C (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam pantotenat (mg) Vitamin B6 (mg) Asam folat (mcg) Vitamin A (IU) Kadar 2,80 434,00 4,00 14,00 76,60 19,00 1,99 40,00 82,00 219,00 303,00 0,64 0,27 0,35 2,60 0,30 0,16 0,16 1,88 0,13 0,01 35,00 11,00 Sumber: www.asiamaya.com [Diakses pada tanggal 10 Januari 2010] 2.2.2. Brownies Kukus Jenis brownies yang pertama kali populer di Indonesia adalah brownies panggang yang dimasak dengan oven sesuai resep aslinya, namun beberapa tahun terakhir muncul jenis brownies baru yang sangat popular yaitu brownies kukus dengan tekstur yang lebih lembut. Brownies kukus dikelompokkan menjadi salah satu jenis kue basah. Kue ini merupakan hasil modifikasi dari seorang ibu rumah tangga bernama Ny. Sumiwiludjeng yang berdomisili di Kota Bandung terhadap resep bolu kukus. Beliau memiliki keahlian di bidang tata boga yang merupakan latar belakang pendidikannya. Berbekal keahliannya ini, beliau berhasil menciptakan produk yang inovatif yaitu brownies kukus. Pada awal tahun 1999, Ny. Sumiwiludjeng mendapatkan resep kue basah dari saudaranya. Resep itu memiliki kemiripan dengan kue brownies, tetapi tidak 9 Asia Maya. 2010. Brownies. http://www.asiamaya.com/nutrients/brownies.htm (Diakses tanggal 10 Januari 2010) 12 dipanggang melainkan dengan cara dikukus. Bersama dengan putra pertamanya, resep itu kemudian diolah, diuji coba, dan dikembangkan untuk menjadi produk andalan usaha kulinernya. Kue hasil kreasi ibu dan anak ini akhirnya diberi nama brownies kukus. Disebut brownies, karena bentuk fisiknya memang hampir sama dengan brownies. Warnanya cokelat pekat dan bahan bakunya juga terbuat dari cokelat. Sedangkan kata kukus ditambahkan karena proses pematangannya dengan cara dikukus, selain untuk membedakan dengan brownies yang lebih dulu dikenal pematangannya dengan cara dipanggang. Brownies kukus memiliki karakteristik tersendiri antara lain tekstur yang lebih lembut, lembab, dan menghasilkan rasa yang khas. Dilihat dari segi kesehatan, brownies kukus dianggap lebih aman karena dengan cara mengukus dapat mencegah peluang terbentuknya radikal bebas. Kandungan air yang lebih tinggi menyebabkan kue ini memiliki daya simpan yang cenderung lebih singkat dibanding dengan brownies biasa. Sekarang ini brownies kukus telah berkembang mulai dari warnanya yang tidak hanya cokelat tetapi hijau dan kekuning-kuningan maupun bentuk yang tidak hanya kotak tetapi seperti cake roll. Keanekaragaman bentuk dan rasa dari brownies dapat menarik konsumen untuk mencoba dan menikmati kue manis yang kaya akan cokelat ini. 2.3. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.3.1. Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki beberapa pengertian dan kriteria yang berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa lembaga ataupun undang-undang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan dan memberikan kriteria tentang UMKM. Berdasarkan undang-undang terbaru, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah menyatakan bahwa kriteria dari masing-masing usaha tersebut adalah sebagi berikut: 1) Usaha Mikro a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 13 b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Usaha Kecil a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3) Usaha Menengah a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Berbeda dengan pernyataan pemerintah di dalam undang-undang tentang UMKM tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan UMKM berdasarkan pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Jumlah tenaga kerja yang harus dipenuhi oleh masing-masing usaha adalah sebagai berikut: 1) Usaha mikro sebanyak dari empat orang 2) Usaha kecil sebanyak lima sampai 19 orang 3) Usaha menengah sebanyak 20-99 orang 4) Usaha besar sebanyak lebih dari 100 orang 2.4. Penelitian Terdahulu 2.4.1. Penelitian tentang Strategi Pengembangan Usaha Ningtias (2009) dalam penelitiannya menganalisis tentang strategi pengembangan usaha kecil “Waroeng Coklat”, sebuah kasus usaha kecil dan menengah di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat menjadi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki “Waroeng Cokelat”, kemudian merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang dapat diaplikasikan 14 oleh perusahaan tersebut. Penelitian lain tentang strategi pengembangan usaha di Kota Bogor dilakukan oleh Apriande (2009) yang meneliti tentang strategi pengembangan usaha minuman kopi herbal instan “Oriental Coffee” pada CV Agrifamili Renanthera. Nusawanti (2009) juga melakukan penelitian tentang strategi pengembangan usaha roti yang juga merupakan salah satu produk bakery pada industri kecil Bagas Bakery di Kabupaten Kendal. Ketiga penelitian tersebut menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matriks IE, matriks SWOT dan QSPM sebagai alat bantu dalam menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan serta digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi perusahaan. Menurut Ningtias (2009), berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE, faktor strategis eksternal yang paling berpengaruh yaitu dukungan Disperindagkop dalam pelatihan dan pengembangan UKM di Kota Bogor dengan nilai rata-rata yaitu 0,376. Faktor Strategis eksternal yang menjadi ancaman yaitu hambatan masuk dalam usaha makanan (cookies dan praline) relatif rendah dengan nilai rata-rata sebesar 0,120. Faktor strategis internal yang menjadi kekuatan bagi “Waroeng Cokelat” yaitu kekuatan pemilik dalam mengelola perusahaan dengan nilai rata-rata sebesar 0,342. Faktor strategis internal yang menjadi kelemahan terbesar adalah promosi yang belum optimal dengan nilai rata-rata sebesar 0,106. Hasil perpaduan IFE dan EFE menempatkan perusahaan di posisi sel V pada matriks IE dengan startegi pertahankan dan pelihara (hold and maintain) berupa strategi penetrasi pasar (market penetration) dan pengembangan produk (poduct development). Terdapat delapan alternatif strategi yang dipilih melalui matriks SWOT. Kemudian dengan menggunakan QSPM diperoleh prioritas strategi yang dapat diterapkan “Waroeng Cokelat” yaitu (1) mengoptimalkan promosi, (2) memperluas pasar untuk meningkatkan volume penjualan, (3) pengembangan produk, (4) meningkatkan modal usaha, (5) mempertahankan dan meningkatkan jenis serta kualitas produk, (6) menambah tenaga kerja penyalur/distributor, (7) melakukan produksi secara kontinyu, dan (8) memilih lokasi usaha yang strategis. Menurut Apriande (2009), hasil identifikasi faktor eksternal menghasilkan bahwa dukungan pemerintah terhadap perkembangan industri yang ada 15 merupakan peluang utama bagi perusahaan dengan nilai rata-rata tertimbang sebesar 0,513 sedangkan faktor yang menjadi ancaman utama adalah tingkat inflasi yang fluktuatif dengan nilai rata-rata tertimbang sebesar 0,257. Total skor dari matriks EFE sebesar 3,108. Sedangkan untuk analisis internal perusahaan menghasilkan kelemahan utama perusahaan adalah kapasitas produksi yang masih terbatas dengan nilai skor sebesar 0,078 dan mutu produk yang cukup baik sebagai kekuatan utama perusahaan dengan nilai skor 0,309. Total skor untuk matrik IFE yaitu sebesar 2,6095 yang membuat perusahaan berada pada sel II yang berarti pada posisi grow and build sehingga perusahaaan harus menerapkan strategi intensif dan integrasi. Dengan menggunakan matriks SWOT maka diperoleh tujuh alternatif strategi yang kemudian diurutkan berdasarkan prioritas QSPM adalah (1) Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan purna jual terhadap distributor, (2) Melakukan kerjasama dalam lembaga keuangan dalam peminjaan modal untuk pengembangan usaha, (3) Meningkatkan promosi yang lebih intensif, (4) Mengoptimalkan bagian riset dan pengembangan produk, (5) Meningkatkan brand image bahwa oriental coffee merupakan produk minuman kesegaran yang berbahan dasar kopi, (6) Mengembangkan produk baru berupa inovasi dari produk yang sudah ada, dan (7) Memperbaiki manaemen perusahaan. Dari penelitian Nusawanti (2009) diketahui bahwa kekuatan utama yang dimiliki oleh industri kecil Bagas Bakery adalah hubungan baik yang terjalin antara pemilik dan pelanggan sedangkan kelemahan utama perusahaan adalah pengelolaan manajemen perusahaan yang belum terorganisir dengan baik. Sedangkan menurut analisis lingkungan ekternal perusahaan, yang menjadi peluang utama bagi perusahaan adalah turunnya harga BBM dan banyaknya produk substitusi seperti mie instan, biskuit dan makanan jadi lainnya menjadi ancaman utama bagi perusahaan. Berdasarkan hasil analisis matriks IE, perusahaan berada pada sel V yang menunjukkan pada posisi hold and maintain (pertahankan dan pelihara) sehingga strategi yang dipilih perusahaan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil analisis QSPM maka diperoleh urutan prioritas strategi berdasarkan nilai STAS terbesar yaitu (1) meningkatkan kualitas SDM, (2) meningkatkan mutu produk dan pelayanan, (3) melakukan pengaturan dalam pengalokasian, (3) melakukan 16 pengaturan dalam pengalokasian keuangan perusahaan, (4) memanfaatkan skim kredit yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi, (5) mengembangkan produk baru pada pasar yang sudah ada, (6) memperbaiki label kemasan produk, (7) mengoptimalkan saluran distribusi yang adadalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen, serta (8) membuka outlet khusus untuk direct selling. 2.4.2. Penelitian tentang Brownies Sartika (2008) menganalisis strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” dengan pendekatan proses hirarki analitik pada CV Amanda di Bandung. Tujuan penelitian tersebut adalah mengkaji strategi bauran pemasaran produk “Brownies Kukus Amanda” yang telah diterapkan pada CV Amanda, menganlisis sikap konsumen terhadap strategi bauran pemasaran produk “Brownies Kukus Amanda”, dan menyusun alternatif strategi pemasaran produk “Brownies Kukus Amanda”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sikap konsumen dan Proses Hirarki Analitik (PHA). Hasil identifikasi strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” yang telah dilakukan meliputi strategi produk, harga, promosi, dan distribusi. Strategi produk yang dilakukan adalah variasi rasa, ketersediaan, pelayanan, kemasan, dan tampilan. Penetapan harga yang digunakan adalah berdasarkan geografis. Perusahaan juga memberlakukan diskon kuantitas bagi konsumen. Strategi promosi yang dilakukan antara lain melalui billboard, brosur, iklan di radio lokal dan surat kabar setempat. Sedangkan untuk strategi distribusi, perusahaan menerapkan strategi penyebaran produk yaitu distribusi secara langsung. Berdasarkan hasil pengolahan metode pengambilan keputusan proses hirarki analisis (PHA) menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang menjadi prioritas utama adalah strategi produk dengan bobot nilai 0,127. Strategi pemasaran yang menjadi prioritas kedua hingga keempat secara berurutan adalah strategi distribusi dengan bobot nilai sebesar 0,085, strategi harga dengan bobot nilai sebesar 0,081 dan strategi promosi dengan bobot nilai 0,041. Berdasarkan hasil analisis pengambilan keputusan tersebut, maka strategi pemasaran yang tepat dilakukan CV Amanda adalah mempertahankan kualitas rasa, melakukan variasi rasa, memperbaiki dan 17 meningkatkan kualitas pelayanan konsumen, menjaga ketersediaan produk di pasaran serta memanfaatkan saluran distribusi yang optimal. 2.4.3. Penelitian tentang “Elsari Brownies & Bakery” Miranti (2008) meneliti tentang pengembangan usaha “Elsari Brownies & Bakery” melalui analisis pasar dan keuangan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur pasar brownies di Kota Bogor, menilai efisiensi saluran distribusi brownies di Kota Bogor, menilai kinerja keuangan “Elsari Brownies & Bakery”, menentukan kebutuhan modal untuk mengembangkan usaha “Elsari Brownies & Bakery”, menentukan kelayakan rencana pengembangan usaha “Elsari Brownies & Bakery” dan analisis sensitivitasnya. Analisis data yang digunakan adalah analisis saluran distribusi dan lembaga pemasaran, analisis margin pemasaran, analisis struktur pasar, analisis peluang dan potensi pasar, analisis kinerja keuangan dan analisis kelayakan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar pada “Elsari Brownies & Bakery” terdiri dari dua jenis, yaitu pasar persaingan monopolistis untuk pasar tradisional dan oligopoli diferensiasi pada pasar modern dan instansi. Saluran distribusi brownies di Kota Bogor terdiri dari enam saluran yang melibatkan produsen, agen perorangan, toko kue di pasar tradisional, pasar modern dan instansi. Margin terbesar diperoleh dari penjualan langsung produsen ke konsumen. Berdasarkan perhitungan dengan analisis keuangan pengembangan usaha “Elsari Brownies & Bakery” nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 456.860.170, IRR sebesar 18,66 persen, payback period yang dibutuhkan adalah delapan tahun empat bulan dan nilai PI yang dihasilkan adalah sebesar 1,55. 2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian mengenai analisis strategi pengembangan usaha pada UMKN “Elsari Brownies & Bakery”. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan beberapa penelitian sebelumnya, baik dari alat bantu analisis maupun lokasi penelitian. Ningtias (2009) melakukan penelitian tentang analisis strategi pengembangan usaha kecil “Waroeng Coklat”. Meskipun topiknya sama, penelitian ini dilakukan di “Elsari Brownies & Bakery”. Miranti (2008) meneliti tentang pengembangan usaha “Elsari Brownies & Bakery” melalui analisis pasar dan keuangan. Meskipun 18 tempat penelitiannya dan mengkaji tentang pengembangan usaha, namun Miranti (2008) lebih menganalisis tentang kelayakan perusahaan apabila ingin mengembangkan usahanya dengan membuka cabang baru di Kota Bogor. Aspek yang dikaji adalah aspek financial dan aspek pemasaran. Penelitian lain yang membahas tentang bisnis brownies adalah penelitian Sartika (2008) yang mencoba untuk menganalisis strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” dengan pendekatan proses hirarki analitik pada CV Amanda di Bandung. Baik dari topik maupun tempat, penelitian tersebut berbeda dengan penulis. Selain itu, semua penelitian di atas sama-sama membahas tentang industri pengolahan makanan skala UMKM, namun hanya tiga penelitian yang mengambil topik strategi pengembangan usaha yaitu penelitian Ningtias (2008) tentang strategi pengembangan usaha “Waroeng Coklat”, Apriande (2009) yang meneliti strategi pengembangan produk minuman kopi “Oriental Coffee” pada CV. Agrifamili Renanthera dan Nusawanti (2009) yang meneliti tentang strategi pengembangan usaha roti pada perusahaan Bagar Bakery. Ketiga penelitian tersebut menggunakan alat bantu analisis yang sama dengan penelitian ini, yaitu matriks IFE, matriks EFE, matriks faktor internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT, dan matriks QSP. 19 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Manajemen Strategis Strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk jangka panjang guna memenangkan kompetisi. Strategi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk menghadapi kompetisi. Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “seni berperang”. Strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Perencanaan strategis merupakan bagian dari manajemen strategis. Menurut David (2009) manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengiplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya. Secara garis besar, manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan. Manajemen strategis sangat penting bagi suksesnya suatu perusahaan, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar maka konsep analisis strategi sering kali digunakan sebagai alat bantu utama dalam proses pengambilan keputusan manajerial. Sebagian manajer, baik di tingkat korporasi, unit bisnis, maupun fungsional meyakini bahwa penggunaan konsep manajemen strategis dapat mengurangi ketidakpastian dan kompleksnya permasalahan di dunia bisnis. Manfaat utama manajemen strategis adalah membantu organisasi merumuskan strategi-strategi yang lebih baik melalui pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional untuk menentukan pilihan strategis. 3.1.2 Klasifikasi Strategi Strategi dapat diklasifikasikan berdasarkan hirarki organisasi dan tingkatan tugas. Strategi berdasarkan hirarki organisasi terdiri dari strategi 20 korporasi (corporate strategy), strategi unit bisnis (unit business) dan strategi fungsional (functional strategy). Sedangkan strategi berdasarkan tingkatan tugas yaitu strategi generik (generic strategy), strategi utama atau strategi induk (grand strategy), dan strategi fungsional. Istilah strategi generik pertama kali dikemukakan oleh Michael E. Porter. Menurut Porter (1991), strategi generik dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Strategi kepemimpinan biaya menyeluruh (cost leadership) Strategi kepemimpinan biaya menyeluruh secara umum adalah strategi dimana perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa dengan biaya lebih rendah dibanding pesaingnya sehingga mampu memenangkan persaingan. Strategi ini memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala yang efisien, pengurangan harga secara gencar, pengendalian biaya dan overhead yang ketat, penghindaran pelanggan marginal dan minimisasi biaya dalam bidangbidang seperti litbang, pelayanan, armada penjualan, periklanan, dan lain-lain. Dengan memiliki posisi biaya rendah memungkinkan perusahaan untuk tetap mendapat laba pada masa-masa persaingan ketat. Selain itu, pangsa pasarnya yang tinggi memungkinkan memberikan kekuatan penawaran yang menguntungkan terhadap pemasoknya karena perusahaan membeli dalam jumlah besar. Oleh karena itu, harga yang murah berfungsi sebagai hambatan pesaing untuk masuk ke dalam industri dan hanya sedikit yang dapat menandingi keunggulan biaya memimpin. 2) Strategi diferensiasi (differentiation) Strategi ini diarahkan kepada pasar luas dan melibatkan penciptaan sebuah produk baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik. Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam bentuknya, yaitu citra rancangan atau merek, teknologi, keistimewaan atau ciri khas, pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, dan lain-lain. Jika penerapan strategi diferensiasi tercapai maka strategi ini merupakan strategi aktif untuk mendapatkan laba di atas rata-rata dalam suatu bisnis karena adanya loyalitas merek dari pelanggan akan membuat sensitivitas konsumen terhadap harga menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan berfungsi sebagai penghalang masuk industri karena perusahaan-perusahaan 21 baru harus mengembangkan kompetensi tersendiri untuk membedakan produk mereka melalui cara-cara tertentu. 3) Strategi fokus (focus) Strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara spesifik. Strategi fokus dibagi dua, yaitu strategi fokus biaya dan strategi fokus diferensiasi. Strategi fokus biaya mencari keunggulan biaya pada segmen sasarannya dan didasarkan atas pemikiran bahwa perusahaan dapat melayani target strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien daripada pesaing yang bersaing lebih luas. Sedangkan strategi fokus diferensiasi berkonsentrasi pada kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar geografis tertentu dimana segmen sasaran tersebut harus memiliki salah satu pembeli dengan kebutuhan tidak lazim atau sistem produksi dan penyaluran yang melayani pasar berbeda dari pesaing lainnya. Menurut David (2009), strategi generik dibagi empat, yaitu strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi, dan strategi defensif. 1) Strategi Integrasi Strategi integrasi merupakan suatu strategi yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kontrol atas distributor, pemasok dan atau pesaing. Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Integrasi ke Depan (forward integration) Strategi ini melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas distributor atau pengecer. Biasanya cara yang efektif untuk mengimplementasikan integrasi ke depan adalah waralaba (franchising). b) Integrasi ke Belakang (backward integration) Strategi ini merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Integrasi ke belakang sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. c) Integrasi Horisontal (horizontal integration) Integrasi horizontal mengacu pada strategi yang mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan. Strategi yang dapat dilakukan adalah merger, akuisisi, dan pengambilalihan antarpesaing. 22 2) Strategi Intensif Strategi intensif biasanya digunakan perusahaan ketika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini akan membaik. Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Penetrasi Pasar (market penetration) Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar mencakup meningkatkan jumlah tenaga penjual, jumlah belanja iklan, menawarkan promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usaha publisitas. b) Pengembangan Pasar (market development) Strategi ini melibatkan perkenalan produk yang ada saat ini ke area geografi yang baru. c) Pengembangan Produk (product development) Strategi ini merupakan strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini. Pengembangan produk biasanya melibatkan biaya litbang yang besar. 3) Strategi Diversifikasi Terdapat dua tipe umum dari strategi diversifikasi, yaitu: a) Diversifikasi Terkait Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau jasa baru yang masih berhubungan. b) Diversifikasi Tak Terkait Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan dengan produk/jasa lama. Tujuan strategi ini adalah menambah produk baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang berbeda. 4) Strategi Defensif Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu strategi penciutan, divestasi, dan likuidasi. a) Penciutan Strategi ini terjadi ketika suatu organisasi mengelompokkan ulang melalui pengurangan aset dan biaya untuk membalikkan penjualan dan 23 laba yang menurun. Kadang-kadang strategi ini disebut sebagai strategi berputar atau reorganisasi. b) Divestasi Strategi ini dilakukan dengan menjual satu divisi atau bagian dari suatu organisasi yang bertujuan meningkatkan modal untuk akuisisi strategis atau investasi lebih lanjut. c) Likuidasi Strategi ini dilakukan dengan menjual seluruh aset perusahaan baik secara tepisah-pisah untuk kekayaan berwujudnya. 3.1.3. Proses Manajemen Strategis Salah satu cara yang digunakan untuk mempelajari dan mengaplikasikan proses manajemen strategis adalah dengan sebuah model, dimana setiap model mempresentasikan semacam proses. Proses manajemen strategis menurut David (2009) terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan strategi, penerapan strategi, dan pengevaluasian strategi. 1) Perumusan strategi Tahap perumusan strategi merupakan proses untuk merancang, menyeleksi, dan memilih strategi yang lebih tepat untuk diterapkan dari serangkaian strategi yang disusun untuk mencapai tujuan organisasi. 2) Penerapan strategi Tahap penerapan strategi yaitu tahap mengimplementasikan strategi dengan maksud mengalokasikan sumberdaya dan mengorganisirnya sesuai dengan strategi. Implementasi strategi termasuk dalam hal menetapkan objektif tahunan, melengkapi mengalokasikan dengan sumberdaya kebijakan, momotivasi sehingga strategi karyawan yang dan dirumuskan dilaksanakan. 3) Pengevaluasian strategi Evaluasi strategi merupakan tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga dasar aktivitas mendasar dalam mengevaluasi strategi adalah meninjau faktor internal dan eksternal menjadi dasar strategi yang sekarang, mengukur prestasi dan mengambil tindakan korektif. 24 Melakukan Audit Ekternal Membuat Pernyataan Visi dan Misi Menetapkan Tujuan Jangka Panjang Merumuskan, Mengevaluasi, dan Memilih Strategi Implementasi Strategi Isu-isu Manajemen Melakukan Audit Internal Perumusan Strategi Implementasi Starategi Isu-isu Pemasaran, Keuangan, Akuntansi, Penelitian dan Pengembangan, Sistem Informasi Manajemen Penerapan Strategi Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja Evaluasi Strategi Gambar 2. Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif Sumber: David (2009) 3.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan Menurut David (2009) penentuan visi dan misi merupakan langkah awal dalam proses perencanaan, sedangkan penentuan tujuan mengikuti formulasi strategi. Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan yang saling menunjang serta mempunyai peran dalam pelaksanaan strategi. Visi merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar, “Ingin menjadi seperti apakah kita?” Visi yang jelas akan menjadi dasar untuk mengembangkan pernyataan misi yang komprehensif. Pernyataan visi seharusnya dibuat terlebih dahulu dan diutamakan. Pernyataan visi seharusnya singkat, lebih disukai satu kalimat, dan sebanyak mungkin manajer diminta masukannya dalam proses pengembangannya (David, 2009). Visi merupakan cita-cita tentang kondisi di masa yang akan datang yang ingin diwujudkan oleh suatu perusahaan. Dengan kata lain visi berarti cita-cita suatu perusahaan yang digambarkan dalam suatu kalimat yang singkat. 25 David (2009) menyebutkan bahwa misi adalah rumusan tentang apa yang harus kita kerjakan atau selesaikan. Pernyataan misi adalah deklarasi tentang “alasan keberadaan” sebuah organisasi. Pernyataan misi yang jelas adalah penting untuk merumuskan tujuan dan formulasi strategi yang efektif. Pernyataan misi ini menjawab pertanyaan ; “Apakah bisnis kita?”. Misi adalah pernyataan jangka panjang mengenai tujuan yang membedakan sebuah bisnis dari perusahaan lain yang serupa. Pernyataan misi menguraikan nilai-nilai dan prioritas dari suatu organisasi serta menggambarkan arah suatu organisasi di masa depan. 3.1.5. Analisis Lingkungan Perusahaan 3.1.5.1. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal adalah analisis yang dilakukan terhadap situasi dalam perusahaan. Lingkungan internal sendiri adalah lingkungan organisasi yang berada dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Faktor internal perusahaan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan kinerja perusahaan dalam pencapaian tujuan yang berasal dari pihak-pihak di dalam perusahaan itu sendiri. Berdasarkan analisis ini dapat dievaluasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan yang akan digunakan sebagai informasi untuk membangun strategi pengembangan usaha. Berdasarkan pendekatan fungsional, David (2009) membagi lingkungan internal menjadi enam bagian yaitu: manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi manajemen. 1) Manajemen Berdasarkan tahapan proses dalam manajemen strategis, fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas pokok yaitu perencanaan (tahap perumusan strategi), pengorganisasian, pemotivasian, dan penempatan staf (tahap penerapan strategi), serta pengendalian (tahap pengevaluasian strategi). a) Perencanaan. Aktivitas perencanaan terdiri dari semua aktivitas manajerial yang berkaitan dengan persiapan menghadapi masa depan. Proses perencanaan harus melibatkan manajer dan karyawan di seluruh organisasi karena kegiatan pada proses ini meliputi meramalkan, 26 menetapkan sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan kebijakan. b) Pengorganisasian. Aktivitas pengorganisasian meliputi semua aktivitas manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan wewenang. Bidang spesifik termasuk desain organisasi, spesialisasi pekerjaan, uraian pekerjaan, rentang kendali, kesatuan komando, dan analisis pekerjaan. Tujuan dari pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi dengan menetapkan tugas dan hubungan wewenang. Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dilihat dari tiga aktivitas secara berurutan yaitu membagi-bagi tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan dan membentuk departemen (departemenisasi), dan mendelegasikan wewenang. c) Pemotivasian. Pemotivasian merupakan proses mempengaruhi orang untuk mencapai sasaran tertentu. Pemotivasian merupakan usaha yang diarahkan untuk membentuk tingkah laku manusia. Topik spesial termasuk kepemimpinan, komunikasi, kerja kelompok, modifikasi tingkah laku, delegasi wewenang, pemerkaryaan pekerjaan, kepuasan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasi, moral karyawan dan moral manajerial. d) Penempatan staf. Fungsi manajemen penempatan staf, atau yang disebut juga manajemen personalia dan manajemen sumberdaya manusia mencakup berbagai aktivitas seperti perekrutan, pewawancaraan, pengujian, penyeleksian, pengorientasian, pelatihan, pengembangan, pemeliharaaan, pengevaluasian, pemberian imbalan (penggajian), pendisiplinan, pengangkatan (promosi), pentransferan, penskorsan, dan pemecatan karyawan sekaligus pengelolaan hubungan dengan serikat pekerja. e) Pengendalian. Aktivitas pengendalian merujuk pada semua aktivitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil yang didapat sesuai dengan hasil yang telah direncanakan. Pengendalian terdiri dari empat langkah dasar yaitu: menetapkan standar prestasi, mengukur prestasi individu dan organisasi, membandingkan prestasi yang 27 sesungguhnya dengan standar prestasi yang direncanakan, dan melakukan tindakan korektif. Bidang kunci yang diperhatikan termasuk pengendalian mutu, pengendalian keuangan, pengendalian persediaan, analisis penyimpangan, penghargaan dan sanksi. 2) Pemasaran Pemasaran dapat diuraikan sebagai proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi keinginan pelanggan akan produk atau jasa. Aspek pemasaran terkait dengan komponen-komponen strategi pemasaran seperti segmenting, targeting, dan positioning. Menurut Kotler dan Armstrong (2007), salah satu konsep utama dalam pemasaran modern yaitu bauran pemasaran seperti yang digambarkan pada Gambar 3. Harga Produk Keragaman Kualitas Desain Fitur Nama merek Kemasan Servis Promosi Daftar harga Diskon Pencadangan (allowances) Periode pembayaran Persyaratan kredit Pelanggan yang dibidik Posisi yang diharapkan Iklan Penjualan langsung Promosi penjualan Hubungan masyarakat Distribusi Saluran Cakupan Kombinasi Lokasi Persediaan Transportasi Logistik Gambar 3. Empat P Bauran Pemasaran Sumber: Kotler dan Armstrong (2007) Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan dan dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran tersebut disusun oleh empat komponen inti yang dikenal dengan 28 istilah 4P yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi) dan promotion (promosi). Bauran pemasaran yang terdiri dari 4P adalah campuran dari beberapa variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan menjadi tingkat penjualan yang diinginkan dari pasar sasaran. a) Komponen Produk Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai dan dikonsumsi sehingga memuaskan keinginan. Komponen bauran produk meliputi keragaman, kualitas, desain, fitur, nama merek, kemasan dan servis. Kotler dan Armstrong (2007), mengklasifikasikan produk menjadi dua kategori, produk konsumen dan produk industri. Produk konsumen adalah semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Produk konsumen berdasarkan karakteristik produknya dibagi menjadi empat kelompok produk, meliputi (1) produk sehari-hari, (2) produk belanja, (3) produk khusus dan (4) produk tidak dicari. Produk-produk tersebut berbeda menurut cara konsumen membelinya dan karenanya berbeda cara pemasarannya. Produk industri adalah produk yang dibeli dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut atau digunakan untuk menjalankan bisnis. Tiga kategori produk dan jasa industri adalah bahan baku dan suku cadang, barang modal, dan perlengkapan dan jasa. b) Komponen Harga Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk. Harga merupakan sesuatu yang dihasilkan pendapatan penjualan. Dalam menetapkan harga, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor yaitu menentukan tujuan harga perantara, menganalisa harga dan tawaran pesaing, memilih metode penetapan harga dan menentukan harga akhir. Menurut Kotler dan Armstrong (2007), dalam melakukan penetapan harga produk dapat menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: 29 i) Pendekatan berdasarkan biaya (the cost-based approach), yang bentuknya dapat berupa penetapan harga berdasarkan biaya-plus (cost-plus pricing), analisis titik impas (break-even analysis), dan penetapan harga berdasarkan laba sasaran (target profit pricing). ii) Pendekatan berdasarkan pembeli (buyer-based approach), yang bentuknya berupa penetapan harga berdasarkan nilai (value-based pricing) iii) Pendekatan berdasarkan persaingan (competition-based pricing), yang berupa penetapan harga berdasarkan harga berlaku (going-rate) dan penetapan harga berdasarkan tender tertutup (sealed-bid pricing). Komponen Distribusi Distribusi merupakan pemindahan barang secara fisik guna mencapai tujuan perusahaan yang berada dalam lingkungan tertentu. Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen. Saluran distribusi untuk barang konsumsi terdapat empat tingkatan, yaitu: saluran nol tingkat, saluran satu tingkat, saluran dua tingkat dan saluran tiga tingkat (Kotler, 1997). Tingkatan saluran untuk distribusi barang PEDAGANG BESAR KONSUMEN PENGECER konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4. PRODUSEN c) PEMBORONG Gambar 4 . Saluran Distribusi Barang Konsumsi Sumber: Kotler (1997) Saluran distribusi nol tingkat (pemasaran langsung) adalah hubungan langsung antara produsen dengan konsumen, saluran distribusi 30 satu tingkat adalah hubungan antara produsen ke konsumen melalui pengecer. Saluran distribusi dua tingkat terdiri dari produsen, pedagang besar, pengecer dan konsumen. Saluran distribusi tiga tingkat terdapat empat pelaku yaitu produsen, pedagang besar, pemborong, pengecer dan konsumen. d) Komponen Promosi Promosi merupakan salah satu elemen bauran pemasaran untuk menggunakan komunikasi dengan pasarnya. Menurut Tjiptono (2008), promosi merupakan suatu bentuk aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan. Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk. Bauran promosi adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat promosi lain, yang semuanya direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan. Bauran promosi terdiri dari lima cara utama (Kotler, 1997) yaitu: i) Periklanan (advertising) adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang atau jasa suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. ii) Penjualan pribadi (personal selling) yaitu interaksi langsung antar satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan pembelian. Penjualan pribadi merupakan bentuk komunikasi antar individu dimana tenaga penjual atau wiraniaga menginformasikan dan melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa perusahaan. iii) Promosi penjualan (sales promotion) adalah kumpulan insentif yang beragam, kebanyakan berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. 31 iv) Publisitas dan hubungan masyarakat (publicity and public relation) melibatkan berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau menjaga citra perusahaan atau tiap produknya. v) Pemasaran langsung (direct marketing) adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif yang menggunakan satu atau beberapa media iklan untuk menghasilkan tanggapan dan atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi. Pemasaran langsung biasanya melalui penggunaan surat, telepon dan alat penghubung non-personal lainnya untuk berkomunikasi dengan atau mendapatkan respon dari pelanggan dan calon pelanggan dan calon pelanggan tertentu. 3) Keuangan/Akuntansi Kondisi keuangan sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari posisi bersaing perusahaan dan daya tarik bagi investor. Penetapan kekuatan dan kelemahan keuangan organisasi penting untuk merumuskan strategi secara efektif. Indikator keuangan yang sering digunakan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan adalah likuiditas, solvabilitas, modal kerja, profitabilitas, pemanfaatan harta, arus kas, dan modal. 4) Produksi/Operasi Fungsi produksi dan operasi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang mengubah masukan menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi dan operasi berkaitan dengan input, transformasi, dan output yang beragam dari satu industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain. Manajemen produksi/operasi terdiri dari lima fungsi atau area keputusan, yaitu proses, kapasitas, persediaan, angkatan kerja dan kualitas. 5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Banyak organisasi melakukan investasi dalam bidang penelitian dan pengembangan karena adanya keyakinan bahwa investasi akan menghasilkan produk atau jasa yang unggul/superior sehingga organisasi memiliki keunggulan kompetitif. Anggaran litbang diarahkan pada pengembangan produk-produk baru sebelum pesaing melakukannya, memperbaiki mutu produk, memperbaiki proses manufaktur untuk mengurangi biaya. 32 Perusahaan yang menjalankan strategi pengembangan produk harus mempunyai orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. 6) Sistem Informasi Manajemen Menurut David (2006), kekuatan dan kelemahan organisasi perusahaan dapat dilihat dari kemampuannya dalam menerapkan sistem informasi manajemen. Fungsi ini menjadi penting karena perusahaan menghadapi era globalisasi. Sistem informasi manajemen yang efektif memanfaatkan hardware, software, model analisis dan database komputer untuk memperbaiki pemahaman fungsi bisnis, memperbaiki komunikasi, pengambilan keputusan yang lebih informatif, analisis masalah yang lebih baik, dan kontrol yang lebih baik. Pokok-pokok sebuah SIM adalah perangkat keras komputer, perangkat lunak, data base, prosedur, dan petugas pengoperasian (Davis, 2002). 3.1.5.2. Analisis Lingkungan Eksternal Menurut David (2009), lingkungan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori besar, yaitu (1) kekuatan ekonomi, (2) kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan, (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum, (4) kekuatan teknologi, dan (5) kekuatan kompetitif. 1) Kekuatan Ekonomi Lingkungan ekonomi merupakan sesuatu yang mempengaruhi daya beli dan pola konsumsi konsumen. mempengaruhi kinerja Keadaan ekonomi perusahaan dan industri. suatu negara Adanya akan perubahan pendapatan dan pola konsumsi masyarakat akan berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat atas produk perusahaan. Faktor ekonomi mengacu pada sifat, cara dan arah dari perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang berkompetisi. Indikator kesehatan perekonomian suatu negara antara lain adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, defisit atau surplus perdagangan, ketersediaan kredit, pola konsumsi, tingkat tabungan pribadi dan bisnis serta produk domestik bruto. 2) Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan Ketika perubahan preferensi, persepsi, dan perilaku masyarakat terjadi, adanya perubahan gaya hidup, dan juga perubahan pola konsumsi mereka, maka perusahaan harus mampu mengantisipasi bagaimana agar perubahan 33 sosial dan budaya tersebut tidak menjadi ancaman tetapi justru menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan mencakup keyakinan, nilai, sikap, opini yang berkembang dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan. Faktor-faktor ini biasanya dikembangkan dari konsisi kultural, pendidikan dan etnis. Ketika faktor sosial berubah maka permintaan untuk berbagai produk dan aktivitas juga turut mengalami perubahan. Kondisi demografis juga menunjukkan tentang populasi manusia atau orang-orang yang membentuk pasar produk perusahaan. Karenanya kondisi demografis dapat menunjukkan profil keadaan demografis sasaran perusahaan tersebut. Dengan memahami keadaan demografis akan dapat diketahui berbagai peluang maupun ancaman bagi pasar produk perusahaan. Sumberdaya alam merupakan input produksi dan operasi, dimana sifatnya adalah terbatas. Kegiatan operasi suatu perusahaan harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan atau ekologi harus mendapatkan prioritas perhatian. Suatu perusahaan dituntut untuk tidak mencemari lingkungan, mengurangi polusi, kemasan yang dapat didaur ulang, kegiatan operasi yang mengacu pada penggunaan hemat energi, dan seterusnya. 3) Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum Kekuatan politik, pemerintah dan hukum dapat mempengaruhi kegiatan operasi suatu perusahaan. Adanya perubahan dan transisi politik maupun hukum dapat membawa idealisme baru dan mungkin membuat agenda baru yang mungkin mengesampingkan agenda lama. Arah dan stabilitas dari faktor politik merupakan pertimbangan utama dalam memformulasikan strategi perusahaan. Kendala-kendala politik diberlakukan terhadap perusahaan melalui keputusan perdagangan yang wajar, program perpajakan, perundangan gaji minimum, kebijakan polusi dan penetapan harga, batasan administratif serta tindakan-tidakan lain yang bertujuan untuk melindungi karyawan, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan. Kebijakan pemerintah dalam hubungannya dengan perusahaan dapat berubah sewakuwaktu sehingga tindakan pemerintah dapat mempengaruhi pilihan strategi 34 usaha. Perusahaan yang tidak mampu mengikuti perubahan tentunya akan sulit untuk tumbuh berkembang dan menganggap adanya perubahan politik dan hukum sebagai ancaman. Sebaliknya jika perusahaan mampu menyesuaikan diri terhadap tatanan politik dan ketentuan hukum akan menjadikan ini sebagai peluang yang menguntungkan. 4) Kekuatan Teknologi Untuk menghindari keusangan dan meningkatkan inovasi suatu perusahaan maka harus disadari akan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi aktivitas operasi perusahaan. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat memiliki dampak terhadap perencanaan perusahaan melalui pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu perusahaan. Perusahaan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi akan tertinggal dan produknya akan mengalami keusangan. Oleh karena itu perubahan teknologi ini tidak hanya bisa berarti sebagai peluang bagi perusahaan untuk memperoleh keuntungan lebih banyak, namun juga dapat menjadi sebuah ancaman. 5) Kekuatan Kompetitif Dalam menganalisis suatu perusahaan, aspek persaingan dimana perusahaan berada merupakan suatu hal yang sangat penting, karena pada dasarnya perusahaan harus melakukan pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan terhadap pengaruh lingkungan eksternalnya. Dari sisi perusahaan, kekuatan kompetitif terdiri dari jejaring hubungan bisnis yang dilakukan perusahaan dengan pihak luar seperti pesaing, pemasok dan konsumen. Menurut Porter (1991), hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu persaingan antarperusahaan sejenis, kemungkinan masuknya pesaing baru, potensi pengembangan produk substitusi, kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok dan kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen. Walaupun Porter hanya menyebutkan lima kekuatan, Freeman dalam Wheelen dan Hunger (2009) menambahkan kekuatan ke enam yaitu stakeholder untuk mencerminkan kekuatan serikat kerja, pemerintah dan kelompok lain dari lingkungan kerja. Secara lengkap, keenam aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 35 Pendatang baru potensial Ancaman masuknya pendatang baru Stakeholder lainnya Kekuatan relatif pemerintah, persekutuan, dan lain lain. Persaingan di kalangan anggota industri Pemasok Kekuatan tawarmenawar pemasok Pembeli Persaingan di antara perusahaan yang ada Kekuatan tawarmenawar pembeli Ancaman produk atau jasa pengganti Produk pengganti Gambar 5. Lima Kekuatan Kompetitif Menurut Porter Sumber : Wheelen-Hunger (2009) a) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri Persaingan perusahaan sejenis di dalam industri yang sama menjadi elemen penting dalam menganalisis lingkungan industri. Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Tingkat persaingan antar perusahaan di dalam industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah pesaing, tingkat pertumbuhan industri, karakteristik produk, biaya tetap yang dibutuhkan, kapasitas dan hambatan keluar industri. b) Ancaman Masuk Pendatang Baru Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri, maka intensitas persaingan antar perusahaan akan meningkat. Masuknya sejumlah perusahaan sebagai pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi perusahaan yang ada, misalnya bertambahnya kapasitas produksi, terjadi perebutan pangsa pasar, serta perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi seperti ini menimbulkan ancaman bagi industri yang telah ada. Besarnya ancaman masuk ke dalam suatu industri ditentukan oleh beberapa faktor yang disebut dengan 36 hambatan masuk (barrier to entry), yang terdiri skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke saluran distribusi dan biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala. i) Skala ekomomis Skala ekomomis menggambarkan turunnya biaya satuan suatu produk apabila volume absolut periode meningkat. Skala ekonomis menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa pendatang baru untuk masuk pada skala besar dan mengambil risiko menghadapi reaksi yang keras dari pesaing yang ada. ii) Diferensiasi produk Diferensiasi produk terkait dengan identifikasi merek dan kesetiaan pelanggan yang disebabkan oleh periklanan, pelayanan pelanggan, perbedaan produk di masa lampau dan perusahaan pertama yang memasuki industri. Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan. iii) Kebutuhan modal Kebutuhan modal berhubungan dengan keharusan menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar dapat bersaing menciptakan hambatan masuk. Khususnya jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan garis depan yang tidak dapat kembali atau masuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang penuh risiko. Jika modal tersedia di pasar modal, para pendatang baru tetap harus menghadapi risiko yang besar terhadap tingginya tingkat bunga. iv) Biaya beralih pemasok (switching cost) Biaya beralih pemasok merupakan biaya satu kali yang harus dikeluarkan pembeli jika berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok yang lain. Jika biaya peralihan ini tinggi maka pendatang baru harus menawarkan penyempurnaan yang besar dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli bersedia beralih dari pemasok yang lama. 37 v) Akses ke saluran distribusi Jika saluran distribusi untuk produk tersebut telah ditangani oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru harus membujuk saluran tersebut agar menerima produknya. vi) Biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala Hal ini terjadi karena kemapanan perusahaan yang telah ada yaitu mempunyai keunggulan biaya yang tidak dapat ditiru oleh pendatang baru, seperti pengalaman. vii) Kebijakan pemerintah Pemerintah dapat memberikan penghalang masuk ke suatu industri dengan menetapkan persyaratan lisensi dan membatasi akses kepada bahan baku. c) Ancaman dari Produk Pengganti/Substitusi Produk pengganti (substitusi) adalah produk yang memiliki fungsi sama dengan produk perusahaan dan dapat mempengaruhi produk perusahaan selama di pasar. Keberadaan produk substitusi dapat menjadi ancaman bagi suatu perusahaan jika produk substitusi tersebut memiliki harga yang lebih murah namun memiliki kualitas yang sama dengan poduk perusahaan atau bahkan bisa lebih baik. Oleh karena itu faktor harga jual dan mutu produk sering digunakan oleh pelaku usaha sebagai alat dalam menghadapi keberadaan produk substitusi. d) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok Analisa kekuatan tawar-menawar pemasok bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan pemasok dalam mempengaruhi industri melalui kenaikan harga, pengurangan kualitas produk yang dipasok, peran produk yang dipasok bagi pelanggan. Kekuatan tawar-menawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri ketika jumlah pemasok sedikit, ketika hanya ada sedikit barang substitusi yang baik, ketika ada biaya pengganti bahan baku yang sangat mahal atau apabila pemasok mampu melakukan integrasi ke depan dengan mengolah produknya menjadi produk yang sama dengan yang dihasilkan perusahaan. 38 e) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Konsumen/pembeli merupakan sumber pendapatan perusahaan. Hidup mati dan kontinuitas perusahaan ditentukan oleh keberadaan konsumennya. Kekuatan penawaran pembeli (konsumen) dapat dikatakan cukup kuat ketika konsumen terkonsentrasi atau besar jumlahnya, konsumen membeli dalam jumlah banyak, produk yang dibeli standar (tidak terdeferensiasi) dan ketika pembeli menghadapi biaya peralihan yang kecil untuk berpindah ke produsen lain. f) Pengaruh Kekuatan Stakeholder Lainnya Kekuatan keenam yang ditambahkan Freeman yang dikutip WheelenHunger adalah berupa kekuatan di luar perusahaan yang mempunyai pengaruh dan kepentingan secara langsung bagi perusahaan. Stakeholder yang dimaksud antara lain adalah pemerintah, serikat pekerja, lingkungan masyarakat, kreditor, pemasok, asosiasi dagang, kelompok yang mempunyai kepentingan lain dan pemegang saham. Pengaruh dari masing-masing stakeholder adalah bervariasi diantara industri yang satu dengan yang lain. 3.1.6. Matriks Internal-Eksternal (IE) Dalam merumuskan strategi perusahaan dapat menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation) yang merupakan matriks faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan untuk mengetahui posisi perusahaan dalam suatu industri. Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional. Matriks EFE merupakan alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman yang ada di lingkungan luar perusahaan. Gabungan kedua matriks tersebut membentuk matriks IE yang menghasilkan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Tujuan dari penggunaan matriks IE adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat perusahaan yang lebih detail. 39 3.1.7. Analisis SWOT Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman) dan Strategi WT (kelemahan-ancaman). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan dalam perusahaan serta peluang, ancaman lingkungan luar dan strategi yang menyajikan persilangan yang baik diantara keempatnya. Analisis ini didasarkan atas asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. 3.1.8. Matriks QSP (QSPM) Matriks QSP (Quatitative Strategic Planning Matrix) adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk internal dan eksternal yang dikenali sebelumnya. Sifat positif dari QSPM adalah bahwa strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus, sifat positif lainnya adalah alat ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dengan proses keputusan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kota Bogor merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan karakteristik penduduk yang sibuk dan memiliki aktivitas yang padat. Kesibukan masyarakat di kota-kota besar dengan pekerjaan sehari-hari yang banyak menyita waktu, serta jam kantor yang semakin meningkat, menyebabkan mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan makanan. Hal ini menimbulkan kebiasaan baru di kalangan pekerja yaitu mengkonsumsi makanan siap saji, baik makanan untuk konsumsi sehari-hari maupun makanan untuk keperluankeperluan tetentu. Makanan tersebut biasanya berupa roti ataupun kue. Hal ini menyebabkan berkembangnya perusahaan bakery di Kota Bogor. Salah satu jenis bakery yang digemari oleh masyarakat Kota Bogor adalah brownies. Brownies 40 mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi. “Elsari Browies & Bakery (EBB)” merupakan salah satu pelaku bisnis brownies di Kota Bogor. Perusahaan ini berdiri pada Tahun 2003. Pada awal berdirinya, EBB merupakan satu-satunya produsen brownies di Kota Bogor (Disperindagkop, 2010). Namun dengan bertambahnya waktu, jumlah produsen brownies di Kota Bogor pun mengalami peningkatan, yaitu dari dua produsen pada tahun 2005 menjadi 10 produsen pada tahun 2010. Hal tersebut menunjukkan adanya permintaan konsumen yang tinggi untuk produk brownies. Peluang tersebut seharusnya dapat digunakan dengan baik oleh EBB dengan memproduksi brownies lebih banyak lagi agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk brownies tersebut. Namun dikarenakan adanya permasalahan internal perusahaan, seperti lepasnya bagian pemasaran dan personalia perusahaan, menyebabkan perusahaan kegiatan pemasaran perusahaan terhambat, sehingga perusahaan harus mengurangi jumlah produksi yang sebelumnya sempat mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan kendala perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Selain itu, untuk dapat mengembangkan usahanya, perusahaan harus dapat mengadopsi teknologi baru dan membuka cabang baru di tempat yang lebih strategis, namun hal ini dihadapkan dengan keterampilan karyawan yang masih rendah serta sumber permodalan yang masih terbatas. Kondisi ini menyebabkan perusahaan membutuhkan strategi pengembangan usaha yang tepat untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya serta agar dapat berkembang menjadi lebih besar. Proses manajemen strategi diawali dengan visi dan misi yang dibangun oleh EBB. Selanjutnya diidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan EBB. Pada tahap ini dilakukan analisis faktor internal dan eksternal untuk menetapkan strategi pengambangan EBB agar dapat meningkatkan kinerja dan daya saingnya. Analisis lingkungan internal EBB bermanfaat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk melihat peluang dan ancaman yang dihadapi oleh EBB. 41 Untuk menetapkan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal khususnya kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dimilikinya. Dari identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dapat diketahui apakah pada saat ini usaha EBB mempunyai potensi untuk dikembangkan dan terus bertahan di masa yang akan datang. Pengidentifikasian ini dilanjutkan dengan memilih faktor strategis bagi EBB dalam bentuk matriks IFE dan EFE yang bertujuan untuk mengetahui apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan atau sebaliknya dan apakah usaha yang dimiliki oleh EBB mampu memanfaatkan peluang untuk mengatasi ancaman yang ada. Lalu dengan hasil dari matriks IFE dan EFE dilakukan penentuan grand strategy yang dapat diterapkan oleh perusahaan melalui matriks IE kemudian disusun alternatif strateginya berdasarkan faktor-faktor internal maupun eksternal melalui matriks SWOT. Penentuan alternatif strategi ini terdiri dari empat alternatif strategi yaitu strategi penyesuaian kekuatan dan peluang, strategi penyesuaian kelemahan dan peluang, strategi penyesuaian kekuatan dan ancaman, serta strategi penyesuaian kelemahan dan ancaman. Keempat strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT tersebut akan dipilih strategi yang terbaik untuk dapat diterapkan di dalam manajemen EBB untuk pengembangan usaha perusahaan dengan analisis yang lebih objektif dengan intuisi yang baik dalam matriks QSP. Dengan alat anilisis ini nantinya akan diketahui prioritas strategi yang akan diusahakan oleh EBB dilihat dari nilai/skor daya tarik total yang muncul (Total Actractiveness Score/TAS). Hasil matriks QSP akan memperlihatkan perolehan skor dari masingmasing alternatif strategi. Semakin tinggi skor yang didapat menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut semakin menjadi prioritas untuk diterapkan dalam manajemen EBB. Alternatif strategi yang memiliki skor terendah akan menjadi prioritas terakhir yang akan dipilih untuk dilaksanakan manajemen EBB. Kerangka operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. 42 Kota Bogor merupakan salah satu kota besar dengan karakteristik penduduk yang memiliki aktivitas yang padat sehingga membutuhkan makanan siap saji. Brownies mampu memberi asupan gizi yang baik dalam bentuk yang praktis, cepat saji, sekaligus penjawab kebutuhan zaman akan makanan yang bergengsi. UMKM “Elsari Brownies & Bakery” Permasalahan: 1. Penurunan penjualan 2. Belum optimalnya jumlah produksi 3. Manajemen perusahaan 4. Persaingan dalam industri yang tinggi Perlu strategi pengembangan usaha yang tepat Identifikasi Visi, Misi dan Tujuan Lingkungan Perusahaan Faktor Eksternal Faktor Internal 1. 2. 3. 4. 5. 6. Manajemen Pemasaran Keuangan/akuntansi Produksi/operasi Pelatihan dan pengembangan Sistem informasi manajemen Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan (Analisis Matriks IFE) 1. Kekuatan ekonomi 2. Kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan 3. Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum 4. Kekuatan teknologi 5. Kekuatan kompetitif: a. Persaingan sesama perusahaan dalam industri b. Ancaman masuk pendatang baru c. Ancaman dari produk pengganti/substitusi d. Kekuatan tawar-menawar pemasok e. Kekuatan tawar-menawar pembeli f. Pengaruh kekuatan stakeholder lainnya Identifikasi Peluang dan Ancaman (Analisis Matriks EFE) Tahap Pencocokan melalui Matriks IE dan Matriks SWOT Tahap Keputusan melaui Matriks QSP (QSPM) Strategi Pengembangan Usaha Perusahaan Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional 43 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di “Elsari Brownies & Bakery (EBB)” yang bertempat di Jalan Raya Pondok Rumput Nomor 18 RT 06/RW 11, Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi sengaja dilakukan (purposive) dengan pertimbangan bahwa EBB merupakan salah satu UMKM produsen brownies yang berpotensi untuk mengembangkan usahanya, namun masih terkendala oleh permodalan, manajemen dan tingkat persaingan yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat agar dapat bertahan di tengah persaingan yang ada serta dapat membantu dalam mencapai tujuan perusahaan. Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2010. 4.2. Metode Penentuan Sampel Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja dan dengan pertimbangan tertentu. Menurut David (2006), dalam analisis ini untuk menentukan responden, tidak ada jumlah minimal yang diperlukan, sepanjang responden yang dipilih merupakan ahli (expert) di bidangnya. Responden yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal meliputi pemilik perusahaan dan koordinator kepala bagian, dengan pertimbangan bahwa para responden tersebut dapat mewakili usaha EBB dan memiliki wewenang dalam menentukan strategi perusahaan. Pihak eksternal berasal dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, dengan pertimbangan pihak tersebut mengetahui kondisi lingkungan bisnis di Kota Bogor. Pengambilan sampel dari pihak eksternal juga dilakukan pada 30 konsumen EBB. Hal ini disebabkan syarat minimal sampel terdistribusi normal dalam statistik adalah 30 sampel (Siagian, 2000). Konsumen dipilih dengan menggunakan convenience sampling, dimana konsumen yang dapat menjadi responden adalah konsumen yang telah mengunjungi dan mengonsumsi produk EBB. Adanya keterlibatan pihak eksternal dalam penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif. 44 4.3. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian ini juga menunjukkan cara menggunakan variabel-variabel secara efisien dan ekonomis. Desain penelitian yang digunakan adalah dengan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat terhadap status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dan suatu kelas peristiwa. Adapun metode deskriptif yang diterapkan dalam pelaksanaan penelitian adalah metode kasus (case study). Metode kasus adalah prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang diteliti berupa individu, lembaga, kelompok atau masyarakat, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di EBB. 4.4. Data dan Instrumentasi Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik kuatitatif maupun kualitatif, yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Data primer digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang menjadi dasar perumusan strategi perusahaan. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Adapun hasil informasi yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar, maupun grafik. 4.5. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan April-Juni 2010. Jenis data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Indepth Interview (wawancara mendalam), yaitu melakukan wawancara langsung dan mendalam dengan pemilik usaha EBB dan pihak manajemen yang lain serta instansi-instansi terkait seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. 2) Wawancara langsung dengan karyawan untuk memperoleh informasi terkait dengan kegiatan operasional perusahaan. 45 3) Pengisian kuisioner, dilakukan kepada 30 orang konsumen EBB untuk mengetahui karakteristiknya. Pengisian kuisioner juga dilakukan pada saat pemberian bobot dan rating oleh pihak internal dan eksternal yang dianggap mengerti tentang lingkungan usaha EBB. 4) Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada kegiatan-kegiatan yang ada di outlet, arus pasokan, dan penjualan. Data sekunder berasal dari laporan/catatan perusahaan, hasil riset atau penelitian terdahulu, dan berbagai literatur baik dari buku maupun situs internet yang relevan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Data penunjang dikumpulkan dari informasi instansi terkait seperti Bank Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan Badan Pusat Statistik. 4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh diolah dengan metode pengolahan data secara kualitatif dan kuantitatif, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menyusun sasaran yang merupakan prioritas bagi perusahaan dengan beberapa pendekatan guna mendapatkan alternatif strategi perusahaan. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis formulasi strategi. Adapun alat bantu analisis yang digunakan adalah matriks IFE, matriks EFE, matriks faktor internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT, dan matriks QSP. 4.6.1. Analisis Deskriptif Dalam penelitian ini, analisis deskriptif melalui metode kasus dilakukan untuk mendeskripsikan gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah dan perkembangan perusahaan; visi, misi dan tujuan perusahaan; struktur perusahaan; karakteristik produk yang dihasilkan; fasilitas usaha; sumberdaya perusahaan, baik sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya keuangan, produksi, operasi, serta pemasaran. 4.6.2. Analisis Tiga Tahap Formulasi Strategi Menurut David (2009), teknik-teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, yang terdiri dari tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan 46 tahap keputusan (decision stage). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal (IFE dan EFE), analisis IE, analisis SWOT, dan analisis QSPM. 4.6.2.1. Tahap Input (Input Stage) Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan melalui matriks IFE dan EFE. Evaluasi faktor internal (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Menurut David (2006), tahapan-tahapan dalam menyusun matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi faktorfaktor internal perusahaan dengan mendaftarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam penyajiannya, daftar faktor-faktor yang bersifat kekuatan ditulis terlebih dahulu sebelum faktor-faktor yang termasuk dalam kelemahan perusahaan. Daftar harus spesifik menggunakan persentase, rasio dan angka perbandingan. Data berasal dari hasil wawancara atau kuesioner dengan pihak-pihak yang mengetahui keadaan perusahaan. Begitu pula dengan identifikasi faktor eksternal perusahaan yang mendaftarkan faktor-faktor yang termasuk dalam peluang yang dapat diambil perusahaan dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Hasil identifikasi faktor-faktor tersebut akan diberikan bobot atau rating. 2) Pemberian Bobot Setiap Faktor Penentuan bobot pada analisis faktor internal dan eksternal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan pada pihak manajemen atau ahli strategi dengan metode perbandingan berpasangan (paired comparison). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap variabel penentu internal dan eksternal dengan membandingkan setiap variabel pada baris (horisontal) dan variabel pada kolom (vertikal). Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2 dan 3. Penjelasan dari skala yang digunakan pada pengisian sel tersebut adalah: 1 = Jika faktor horisontal kurang penting dari pada faktor vertikal 47 2 = Jika faktor horisontal sama penting dari pada faktor vertikal 3 = Jika faktor horisontal lebih penting dari pada faktor vertikal Bentuk penilaian pembobotan faktor internal dan eksternal perusahaan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Internal A B C D ... Total A B C D ... Total Bobot Sumber: David (2006) Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Bobot yang diberikan pada setiap faktor berada pada kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh besar pada prestasi perusahaan diberi bobot tertinggi, tanpa mempedulikan apakah faktor tersebut kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang ancaman. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama dengan 1,0. Hal ini berlaku pada pembobotan faktor-faktor internal maupun eksternal. Tabel 8. Format Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Faktor Strategis Eksternal A B C D ... Total A B C D ... Total Bobot Sumber: David (2006) Bobot dari setiap faktor diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: ai = Bobot faktor ke-i Xi = Nilai faktor ke-i I = 1, 2, ..., n 48 3) Penentuan Rating Menurut David (2006), peringkat (rating) menggambarkan seberapa besar efektivitas strategi yang diterapkan perusahaan saat ini dalam merespon faktor strategis yang ada (company-based). Penilaian rating untuk lingkungan internal diberikan dalam skala pembagian sebagai berikut : 4 = kekuatan utama 2 = kelemahan minor 3 = kekuatan minor 1 = kelemahan utama Sedangkan untuk lingkungan eksternal diberikan skala sebagai berikut: 4 = respon perusahaan superior 2 = respon perusahaan rata-rata 3 = respon perusahaan di atas rata-rata 1 = respon perusahaan jelek 4) Perkalian Bobot dan Peringkat Langkah selanjutnya, nilai dari pembobotan disusun dengan peringkat (rating) pada tiap faktor dan nilai tertimbang dari setiap faktor kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total nilai tertimbang perusahaan. Matriks IFE merupakan alat untuk formulasi strategi untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam areal fungsional bisnis juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan area-area tersebut (David, 2006). Dengan matriks IFE dapat diketahui kemampuan organisasi dalam menghadapi lingkungan internalnya dan mengetahui faktor-faktor internal yang penting. Bentuk matriks IFE menurut David (2006), dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Format Matriks IFE Faktor Kunci Internal Kekuatan: Kelemahan: Total Bobot Rating Skor (Bobot x Rating) Sumber: David (2006) Matriks EFE memungkinkan para penyusun strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi; sosial, budaya, demografis 49 dan lingkungan; politik, pemerintah dan hukum; serta persaingan. Matriks EFE digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan eksternal. Matriks EFE terdiri dari kolom faktor eksternal utama, bobot, peringkat dan rata-rata tertimbang. Bentuk matriks EFE menurut David (2006) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Format Matriks EFE Faktor Kunci Eksternal Peluang: Ancaman: Total Bobot Rating Skor (Bobot x Rating) Sumber: David (2006) Total nilai tertimbang matrika IFE dan EFE akan berada pada kisaran 1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi), dengan nilai rata-rata 2,5. Semakin tinggi total nilai tertimbang perusahaan pada matriks IFE dan EFE mengindikasikan perusahaan merespon kekuatan dan kelemahan atau peluang dan ancaman dengan sangat baik, begitu pula sebaliknya. 4.6.2.2. Tahap Pencocokan (Matching Stage) Tahap pencocokan merupakan tahapan untuk menghasilkan alternatif strategi dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap input. Pada tahap pencocokan ini digunakan alat analisis matriks IE dan SWOT. 1) Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks IE berguna untuk memetakan posisi perusahaan. Matriks IE didasari pada dua dimensi, yaitu total nilai tertimbang IFE dan total nilai tertimbang EFE. Total nilai tertimbang IFE ditetapkan pada sumbu x dan total nilai tertimbang EFE pada sumbu y. Matriks IE mempunyai sembilan sel strategi, dapat dikelompokkan menjadi tiga sel strategi utama, yaitu: a) Divisi pada sel I, II atau IV dapat melaksanakan strategi tumbuh dan kembangkan (growth and built). Strategi intensif (penetrasi pasar, 50 pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horisontal) merupakan strategi yang cocok untuk daerah ini. b) Divisi pada sel III, V dan VII dapat melaksanakan strategi mempertahankan dan pelihara (hold and maintain). Penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang cocok digunakan. c) Divisi pada sel VI, VIII dan IX yaitu strategi panen dan melepaskan (harvest and divest). Strategi panen dan melepaskan merupakan strategi yang paling cocok digunakan pada daerah ini. Total nilai IFE yang diberi bobot Kuat 3,0-4,0 Total nilai EFE yang diberi bobot 4,0 Tinggi 3,0-4,0 Rata-rata 2,0-2,99 3,0 Lemah 1,0-1,99 2,0 1,0 I II III IV V VI VII VIII IX 3,0 Menengah 2,0-2,99 2,0 Rendah 1,0-1,99 1,0 Gambar 8. Format Matriks Internal-Eksternal Sumber: David (2006) 2) Matriks Strength-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT) Matriks SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam matriks SWOT terdiri atas strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kelemahanpeluang (W-O), strategi kelemahan-ancaman (W-T) dan strategi kekuatanancaman (S-T). Analisis matriks SWOT akan menghasilkan beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Terdapat delapan langkah dalam membuat matriks SWOT yaitu: a) Menuliskan peluang eksternal kunci perusahaan. 51 b) Menuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan. c) Menuliskan kekuatan internal kunci perusahaan. d) Menuliskan kelemahan internal kunci perusahaan. e) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat hasil strategi SO dalam sel yang ditentukan. f) Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat hasil strategi WO dalam sel yang ditentukan. g) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasil strategi ST dalam sel yang ditentukan. h) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasil strategi WT dalam sel yang ditentukan. Tabel 11. Format Matriks SWOT Analisis Internal Kekuatan (Strengths-S) Analisis Eksternal Peluang (Opportunities-O) Peluang-peluang eksternal perusahaan Ancaman (Threats-T) Ancaman-ancaman eksternal perusahaan Kekuatan-kekuatan internal perusahaan Strategi SO Kelemahan (Weakness-W) Kelemahan-kelemaan internal perusahaan Strategi WO Atasi kelemahan Gunakan kekuatan untuk dengan memanfaatkan memanfaatkan peluang peluang Strategi WT Strategi ST Meminimalkan Gunakan kekuatan untuk kelemahan dan hindari mengatasi ancaman ancaman Sumber: David (2006) 4.6.2.3. Tahap Keputusan (Decision Stage) Tahap terakhir dalam formulasi strategi yaitu tahap pengambilan keputusan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks QSP (Quantitive Strategic Planning Matrix). David (2006) menyatakan bahwa QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Langkah-langkah penyusunan strategi terpilih melalui QSPM adalah sebagai berikut: 52 1) Mendaftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Input datanya diperoleh dari matriks IFE dan EFE yang telah dibuat. 2) Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal. Bobot ini identik dengan yang digunakan pada matriks IFE dan EFE. 3) Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks SWOT yang layak untuk diimplementasikan. 4) Menetapkan skor kemenarikan relatif (Attractiveness Score/AS) untuk masing-masing strategi alternatif yang terpilih. Nilai 1 = tidak menarik Nilai 2 = agak menarik Nilai 3 = menarik Nilai 4 sangat menarik Nilai AS adalah seberapa besar daya tarik relatif alternatif strategi dalam mengatasi faktor-faktor internal dan eksternal. 5) Menghitung Total Attractiveness Score (TAS) yang diperoleh dari perkalian bobot dengan AS pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. 6) Menghitung jumlah TAS dengan cara menjumlahkan semua TAS pada setiap kolom QSPM. Nilai TAS yang tertinggi menunjukkan bahwa strategi tersebut yang paling baik untuk diimplementasikan. Contoh QSPM pada Tabel 12. Tabel 12. Format Dasar QSPM Faktor-Faktor Bobot Strategi I AS TAS Alternatif Strategi Strategi II Strategi III AS TAS AS TAS Faktor Internal: Faktor Eksternal: Total Keterangan : Nilai daya tarik (AS) Total nilai daya tarik (TAS) Sumber: David (2006) 53 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan “Elsari Brownies & Bakery (EBB)” didirikan oleh Bapak H. Maman Surahman. Setelah berhenti bekerja di PT. Goodyear Indonesia, pemilik melihat potensi yang dimiliki oleh istrinya, Hj. Elli Ratnasari, yang pandai membuat kue dan terkadang mendapatkan pesanan dari tetangga. Pemilik berfikiran untuk menjadikan keahlian yang dimiliki istrinya tersebut untuk mendatangkan penghasilan bagi rumah tangga. Pada bulan Agustus 2003 dengan bermodalkan uang Rp 3.000.000,00 pemilik memulai usaha berjualan kue brownies. Modal tersebut digunakan untuk membeli peralatan, kemasan dan bahan baku. Pada saat pertama kali menjalankan usaha, manajemen yang digunakan sangatlah sederhana. Ibu Elli bertugas di bagian produksi dan pemilik bertugas untuk memasarkannya secara door to door kepada tetangga, kerabat, pabrik Goodyear maupun perumahan di sekitar tempat tinggalnya. Pada saat itu Elsari berhasil menjual 10 kotak brownies panggang per hari atau sekitar 300 kotak per bulan. Tempat yang digunakan sebagai tempat produksi adalah rumah pemilik di Jalan Kebon Pedes I No. 2 Bogor. Kemudian pada akhir bulan September 2003 pemilik menyewa sebuah rumah dari tetangganya dan menjadikannya sebagai pabrik. Kemudian tepat pada tanggal 1 Oktober 2003 pemilik secara resmi mendirikan “Elsari Brownies & Bakery” yang merupakan singkatan nama dari istrinya, Elli Ratnasari. Jumlah permintaan brownies meningkat hingga sekitar 1.000 kotak per bulan. EBB memperluas pemasarannya dengan membuka agen penjualan di Cimanggu, Baratha dan Ciomas. Pada tahun 2004 EBB merekrut karyawan sebanyak delapan orang demi mendukung kelancaran usahanya serta untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat. EBB mampu memproduksi sekitar 3.000 brownies per bulan dan mampu memperluas wilayah pemasarannya hingga ke wilayah Jakarta dan Bandung. Oleh karena itu, EBB memerlukan permodalan lebih untuk memperbesar usahanya. Permodalan diperoleh dengan mengambil pinjaman dari BRI senilai Rp 10.000.000,00. Pinjaman tersebut sebagian dibelikan peralatan berupa 3 buah oven, satu buah kompor gas, satu buah mixer kecil dan satu buah mixer besar. Mixer besar yang digunakan perusahaan merupakan hasil rancangan 54 pemilik. Selain itu pemilik membeli satu unit motor untuk menunjang aktivitas pengiriman brownies kepada pelanggan. Pada tahun yang sama EBB mulai melengkapi perizinan produknya dengan sertifikasi dari Dinas Kesehatan maupun dari Majelis Ulama Indonesia. Karena EBB tertib membayar cicilan, BRI memberikan pinjaman yang lebih besar pada tahun berikutnya yaitu sebesar Rp 30.000.000,00. Pinjaman tersebut digunakan untuk mengambil kredit mobil dan motor masing-masing sebanyak dua unit. Hal ini dimanfaatkan perusahaan untuk memperluas wilayah pemasarannya hingga ke Karawang, Tangerang, Serang, Cilegon dan Banten. Selain itu EBB terus menambah perlengkapannya hingga dapat memproduksi brownies sebanyak 4.000 kotak per bulan dengan tenaga kerja sebanyak 15 orang. Pada awal tahun 2006 EBB telah memiliki karyawan sebanyak 20 orang. Hal ini sebanding dengan meningkatnya produksi EBB hingga mencapai 5.000 kotak per bulan dengan bantuan oven sebanyak 12 unit. Pemilik juga melihat peluang pasar di wilayah Cianjur dan Sukabumi, maka pemilik menambah armada pemasarannya menjadi lima unit motor dan tiga unit mobil. Hal ini terbantu dengan adanya pinjaman dari BRI sebanyak Rp 50.000.000,00. Selain itu, untuk menyiasati adanya retur dari brownies yang diperjualkan, maka dibuatlah brownies kering (broker) yang merupakan hasil olahan kembali dari retur yang ada. Broker dijual dengan kemasan toples ke warung dan toko di sekitar pabrik. Setelah dipasarkan selama beberapa bulan ternyata penjualan dari broker cukup baik. Broker dirasa telah mampu menangkap selera konsumen brownies yang telah bosan dengan jenis brownies yang ada. Maka pada tahun 2007, produk broker ini kemudian dikemas secara lebih menarik dan menjadi salah satu produk unggulan EBB yang laris terjual. Pada tahun yang sama, EBB telah mampu meningkatkan produksinya hingga lebih dari 6.000 kotak per bulan dan mampu melayani pesanan-pesanan hingga ke Bali dan Sumatera. Bahkan EBB pernah melayani pesanan dari kedutaan besar Indonesia di Jepang dan Malaysia. Kemudian EBB meminjam kepada BRI sebesar Rp 65.000.000,00 dan Citibank sebanyak Rp 15.000.000,00 untuk membiayai pengembangan usahanya tersebut. Pada tahun berikutnya EBB menambah tenaga kerjanya menjadi 27 orang. Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan meningkatnya produksi. Produksi rata-rata 55 EBB justru menurun setiap bulannya. Namun EBB tetap berusaha mengembangkan usahanya dengan mengikuti pelatihan serta pameran di Bogor, Bandung dan Jakarta. EBB hanya mengandalkan keuntungan penjualan dan pinjaman dari Citibank sebanyak Rp 15.000.000,00 untuk membiayai usahanya. Pada tahun 2009 jumlah karyawan EBB menurun menjadi 25 orang bersamaan dengan penurunan produksi yang mencapai 1.300 kotak per bulan. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan internal yang dihadapi EBB maupun karena masalah bahan baku dan persaingan industri brownies yang semakin ketat. Karena dinilai kurang menguntungkan, maka EBB menutup sebagian wilayah pemasarannya di sekitar Serang, Cilegon dan Banten. Kemudian EBB meminjam kepada BRI sebanyak Rp 85.000.000,00 untuk membantu operasional perusahaan. Namun, pada tahun yang sama EBB mampu berprestasi dan merebut juara 2 pada Konvensi Gugus Kendali Mutu Provinsi Jawa Barat mewakili Kota Bogor. Di awal tahun 2010, dengan hilangnya bagian personalia dan pemasaran maka EBB hanya memiliki 16 orang karyawan. Hal ini membuat EBB harus merestruksturisasi kembali perusahaan dan menyesuaikan pekerjaan setiap bagian struktur organisasi sebelumnya dengan pembagian kerja yang baru. Sayangnya, pembagian kerja yang baru dirasa belum mampu beroperasi secara optimal karena masih terjadi tumpang tindih pekerjaan antar divisi di dalam perusahaan. Perusahaan berniat untuk terus membenahi kondisi perusahaan agar terus dapat beroperasi dan berkembang. 5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan Visi merupakan apa yang ingin dicapai, ingin diperoleh dan menjadi harapan di masa mendatang. Sedangkan misi menyatakan langkah-langkah yang harus ditempuh dan dilaksanakan untuk mencapai visi tersebut. Visi akan dilengkapi dengan misi perusahaan yang menyatakan tujuan perusahaan. Pada dasarnya, EBB belum memiliki visi, misi dan tujuan secara tertulis. Namun dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pemilik usaha ini tersirat mengenai ketiga hal tersebut. Perusahaan memiliki motto “belajar, berbagi ilmu, beribadah, berusaha”. Berdasarkan motto yang dimiliki oleh perusahaan serta pernyataan pemilik ketika diwawancara, EBB didirikan dengan mengemban visi yang mulia, yaitu “membuat brownies bukan hanya untuk dinikmati sendiri saja, tetapi agar 56 bisa dicicipi oleh banyak orang”. Dari visi yang masih tersirat tersebut dapat diketahui misi dan tujuan perusahaan. Pemilik ingin menjadikan EBB sebagai produsen brownies yang besar dan terkemuka karena harus mampu menghadirkan brownies bagi banyak orang. EBB juga tidak takut untuk membagi ilmunya kepada orang lain yang ingin membuat brownies, seperti yang tercantum dalam motto perusahaan karena dengan berbagi ilmu perusahaan juga ikut mengusung visinya yaitu untuk membuat setiap orang dapat mencicipi brownies seperti miliknya. Selain itu, EBB juga terus belajar, berinovasi dan terus mengembangkan cita rasa browniesnya agar dapat disukai oleh banyak orang. Untuk membuat brownies dapat dicicipi oleh banyak orang, maka EBB harus memiliki wilayah pemasaran yang luas. Hal ini harus didukung oleh strategi pemasaran yang tepat serta saluran distribusi yang luas. 5.3. Lokasi Perusahaan “Elsari Brownies & Bakery (EBB)” bertempat di Jalan Raya Pondok Rumput Nomor 18 RT 06/RW 11, Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Lokasi ini merupakan tempat produksi EBB, adapun luas bangunan tempat usaha sekitar 200 m2 dari luas tanah sebesar 250 m2. Meskipun dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum, lokasi produksi yang dimiliki oleh EBB sebenarnya kurang strategis karena berada di dalam komplek perumahan dan jauh dari jalan raya tempat kendaraan berlalu lalang. Hal ini menyebabkan EBB kurang dikenal oleh masyarakat Bogor sendiri. Pemilik mendirikan pabrik di lokasi tersebut pada awalnya adalah karena dekat dengan rumah pemilik. Lokasi tersebut juga dekat dengan wilayah pemasaran yang dituju oleh pemilik pada awal berdirinya perusahaan. Selain itu, lokasi tersebut juga tidak terlalu jauh dengan lokasi dimana bahan baku diperoleh dan mudah untuk memperoleh tenaga kerja di lokasi tersebut. Namun seiring dengan perkembangan wilayah pemasaran perusahaan, lokasi menjadi kurang strategis karena jarang dilewati oleh calon konsumen. 5.4. Struktur Organisasi Perusahaan EBB adalah sebuah perusahaan perorangan, dimana keputusan tertinggi dipegang oleh pemilik perusahaan. Selain itu, perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga karena sebagian besar posisi strategis diisi oleh keluarga atau 57 saudara. Berbagai perizinan telah dimiliki EBB dalam menjalankan usahanya. Perizinan atau sertifikasi yang dimiliki EBB adalah sebagai berikut: 1) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor 517/457/PK/ DEPERINDAGKOP 2) Tanda Daftar Industri (TDI) Nomor 535/71/TDL/DEPERINDAGKOP 3) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor 1q00455205704 4) Surat Keterangan Usaha Nomor145/66-Bondes/2007 Gambar 8 menunjukkan bahwa struktur organiasasi EBB termasuk tipe organisasi fungsional, dimana pihak EBB telah melakukan pembagian kerja dalam kegiatan operasionalnya. Berdasarkan hasil observasi, struktur organisasi yang diterapkan EBB saat ini tidaklah lengkap karena terdapat dua divisi penting yang hilang, yaitu bagian personalia dan bagian pemasaran. Saat ini EBB hanya memiliki empat divisi di dalam operasional perusahaan, yaitu bagian produksi brownies, bagian produksi bakery, bagian administrasi keuangan dan bagian delivery. Keputusan tertinggi perusahaan dipegang oleh pemilik perusahaan. PENAGGUNG JAWAB PEMILIK KOORDINATOR KABAG KABAG PRODUKSI BROWNIES KABAG PRODUKSI BAKERY KABAG ADMINISTRASI KEUANGAN KABAG DELIVERY STAF STAF STAF STAF Gambar 8. Struktur Organisasi Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010) Struktur organisasi tersebut dipilih karena dianggap oleh pemilik dapat mewakili kebutuhan perusahaan dalam operasionalnya. Setiap bagian dalam struktur organisasi EBB memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda. Namun pada kenyataannya, EBB tidak memiliki rincian pembagian kerja (job description) secara tertulis untuk setiap bagian dalam struktur organisasi yang dimilikinya. Misalnya untuk bagian produksi, karyawan yang bertugas 58 memproduksi brownies panggang terkadang melakukan produksi brownies kukus atau brownies kering. Bahkan, karyawan bagian administrasi keuangan pun dapat bekerja di bagian produksi apabila sedang menganggur atau ketika banyak pesanan. Staf bagian delivery ditangani langsung oleh koordinatur kabag karena belum memiliki kabag. Perusahaan ini termasuk ke dalam perusahaan keluarga sehingga pelimpahan wewenang masih tersentralisasi pada sumberdaya pemilik sebagai pihak eksekutif. Pada organisasi perusahaan, posisi manajemen ditempati langsung oleh pemilik. Posisi ini berwenang untuk mengambil keputusankeputusan strategis, baik pra produksi, produksi maupun pasca produksi. Penanggung jawab perusahaan dan koordinator kepala bagian juga berasal dari sumberdaya keluarga pemilik. Pengisi kedua posisi ini adalah istri dan anak dari pemilik perusahaan. Operasional perusahaan didasarkan pada pendekatan top down dimana komando dilakukan langsung oleh pemilik perusahaan, sedangkan unit organisasi di bawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan. EBB berproduksi untuk memenuhi pesanan dan stok atau persediaan perusahaan. Jika kapasitas pesanan telah terpenuhi, maka perusahaan akan tetap berproduksi untuk memenuhi stok barang perusahaan. 5.5. Sumberdaya Perusahaan 5.5.1. Sumberdaya Manusia Tenaga kerja yang dimiliki EBB saat ini sebanyak 16 orang yang terbagi ke dalam empat divisi. Bagian produksi brownies memiliki lima orang tenaga kerja, bagian produksi bakery memiliki tiga orang tenaga kerja, bagian administrasi keuangan memiliki empat orang tenaga kerja dan bagian delivery memiliki tiga orang tenaga kerja. EBB tidak menetapkan persyaratan terlalu tinggi bagi tenaga kerjanya. EBB mensyaratkan pendidikan minimal SD untuk setiap tenaga kerja di tingkat bawah, sedangkan bagi kepala bagian minimal lulusan SMA. 5.5.2. Sumberdaya Fisik Perusahaan didirikan di lahan seluas 250 m2 dengan luas bangunan sekitar 200 m2. Bangunan tersebut terbagi menjadi pabrik, kantor dan outlet. Di bagian 59 luar terdapat tempat parkir perusahaan yang berada persis di depan outlet EBB. Di bagian tengah bangunan terdapat kantor EBB yang digunakan oleh pemilik dan staf administrasi keuangan bekerja. Kemudian di bagian belakang terdapat tiga dapur tempat produksi brownies panggang, brownies kering dan bakery. Untuk mendukung kegiatan produksi perusahaan, saat ini EBB memiliki berbagai peralatan dan perlengkapan. Pada awal berdirinya perusahaan, EBB hanya memiliki satu buah kompor gas, satu buah oven dan satu buah mixer kecil. Peralatan dan perlengkapan tersebut terus bertambah seiring dengan perkembangan usaha EBB. Disamping itu EBB juga terus melakukan inovasi terhadap peralatan yang digunakan agar dapat berproduksi secara lebih efektif dan efisien. Peralatan yang dimiliki EBB saat ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Daftar Peralatan Produksi Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nama Mixer besar Mixer kecil Kompor gas Oven tipe 1 Oven tipe 2 Oven tipe 3 Oven tipe 4 Tabung gas Loyang tipe 1 Loyang tipe 2 Loyang tipe 3 Loyang tipe 4 Loyang tipe 5 Rak pendingin Meja stainless Timbangan Keterangan 2 tungku Untuk brownies panggang Untuk brownies kering Oven bakar bakery Oven kukus bakery Ukuran 18 kg Ukuran 30 x 10 cm2 Ukuran 50 x 50 cm2 Ukuran 24 x 12 cm2 Ukuran 22 x 11 cm2 Ukuran 38 x 21 cm2 Jumlah 2 1 5 8 1 2 2 10 400 20 60 75 10 1 2 5 Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010) 5.5.3. Sumberdaya Keuangan Modal yang diperlukan perusahaan pada saat pertama kali memulai usaha adalah sebesar Rp 3.000.000,00. Modal tersebut berasal dari tabungan pemilik. Kemudian modal tersebut dialokasikan untuk membeli peralatan, membuat kemasan dan biaya variabel seperti bahan baku. Pembagiannya adalah Rp 60 1.000.000,00 untuk pembelian peralatan, Rp 1.000.000,00 untuk pembuatan kemasan dan Rp 1.000.000,00 untuk biaya variabel lainnya. Setelah berkembangnya perusahaan, saat ini biaya variabel untuk sekali produksi setiap harinya sekitar Rp 2.500.000,00. 5.6. Proses Produksi Brownies Ketersediaan bahan baku secara kontinyu merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam proses produksi. Dalam proses produksi brownies, bahan-bahan yang dibutuhkan terdiri dari: 1) Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah tepung terigu. Tepung terigu yang digunakan oleh EBB dalam memproduksi brownies adalah tepung terigu cap Cakra Kembar yang dikhususkan untuk pembuatan roti dan mie. Di dalam tepung terigu terdapat sejenis protein yang tidak larut di dalam air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal dan elastis. Pada adonan roti maupun kue, gluten berfungsi untuk menahan adonan saat dikembangkan sehingga bentuknya tidak mengecil kembali. Sedangkan pada mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas mie. Kadar gluten membedakan satu jenis tepung terigu dengan tepung lainnya. Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein maka kadar gluten yang dikandung suatu tepung terigu juga semakin besar. Kadar gluten dari terigu biasanya tergantung dari jenis gandum yang digunakan untuk membuatnya. Ketepatan penggunaan jenis tepung sangatlah penting dalam pembuatan suatu jenis makanan. Tepung terigu berprotein 12-14 persen ideal untuk pembuatan roti, kue dan mie, sedangkan 10,5-11,5 persen biasa dipakai untuk cookies, pastry, pie dan donat. Gorengan, cake, biscuit dan wafer dapat menggunakan terigu yang berprotein 8-9 persen. 2) Bahan Penunjang Bahan penunjang dalam pembuatan brownies adalah telur ayam, gula pasir, garam, vanili, cokelat bubuk, cokelat cair, cokelat batang, susu bubuk, keju, margarin, minyak goreng, pandan, kismis, kacang mede, maises, ketan hitam, pisang dan chocochips. Masing-masing bahan penunjang tersebut memiliki 61 fungsi masing-masing yang berbeda satu sama lain sehingga dapat tercipta sebuah brownies apabila diolah dengan cara yang tepat. 3) Bahan Bakar Pada proses produksi brownies, EBB menggunakan gas elpiji. Untuk menunjang kelancaran proses produksi EBB menggunakan 10 tabung gas elpiji ukuran 12 kg. 4) Pengemasan Jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas produk adalah kemasan karton setebal 0,5 mm dengan beberapa ukuran. Setiap kemasan memiliki kelengkapan seperti nama produk, logo EBB, komposisi bahan, berat bersih (netto), nomor Dinkes P-IRT, nomor Halal MUI dan tanggal kadaluarsa. Produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan adalah brownies panggang serta produk unggulan lainnya seperti brownies kukus dan brownies kering. Hal ini karena penjualan brownies panggang paling besar dibanding produk lainnya yaitu sekitar 60 persen dari total penjualan perusahaan. Berikut akan dijelaskan proses produksi brownies panggang, brownies kukus dan brownies kering. 1) Brownies Panggang Proses pembuatan brownies panggang dimulai dengan membersihkan berbagai peralatan seperti loyang, baskom, oven dan yang lainnya. Kemudian bahan baku yang harus dipersiapkan pertama kali adalah telur, gula dan vanili. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam baskom dan dikocok menggunakan mixer hingga mengembang. Setelah mengembang, hasil kocokan dicampur dengan cokelat bubuk dan susu kemudian dikocok kembali secara manual dengan tangan. Pengocokan manual dilakukan untuk membentuk tekstur brownies yang bantat sehingga berbeda dengan kue bolu. Setelah tercampur, dimasukkan bahan tambahan berupa minyak goreng untuk membentuk memberikan rasa gurih dan basah pada kue brownies. Apabila menggunakan margarin, tekstur brownies akan terlalu lembut sehingga mudah hancur. Pengocokan dilakukan kembali secara manual. Setelah pengocokan selesai adonan dimasukkan ke dalam loyang ukuran 30 x 10 cm 2. Satu adonan dapat dibagi menjadi 16 loyang dengan berat masing-masing 500 gram. Apabila beratnya telah sama dan permukaan adonan telah rata maka 62 proses selanjutnya adalah memberikan topping brownies berupa parutan keju, kacang mede, irisan pisang, kismis maupun chocochips berdasarkan varian rasa yang dipilih. Kemudian loyang dimasukkan ke dalam oven. Setelah matang, brownies segera dikeluarkan dari oven. Untuk menjaga kepercayaan konsumen akan produknya, EBB melakukan sortasi terhadap produk yang dibuatnya. Brownies yang hangus, patah, atau pecah-pecah tidak dijual dan dipisahkan. Kemudian pinggiran brownies dirapikan dan untuk memperindah tampilannya di bagian atas dilukis gambar bunga dengan menggunakan cokelat cair. Setelah itu, brownies dikemas ke dalam kardus-kardus khusus untuk brownies panggang. 2) Brownies Kukus Berbeda halnya dengan proses pembuatan brownies kukus. Bahan-bahan yang pertama kali harus dipersiapkan untuk pembuatan brownies kukus adalah telur, gula, vanili dan SP. Keempat bahan tersebut disatukan di dalam baskom dan dikocok dengan mixer hingga cukup mengembang. Kemudian dimasukkan bahan-bahan lain seperti margarin, minyak goreng, cokelat bubuk, tepung terigu, susu bubuk dan cokelat cair. Semua bahan tersebut dicampur menjadi satu dengan mengaduknya secara manual. Setelah itu adonan dituang sebagian ke dalam 4 buah loyang ukuran 24x12 cm2 sebagai lapisan pertama. Kemudian adonan dikukus ke dalam oven kukus selama 15 menit. Setelah mengembang, loyang dikeluarkan dari oven. Lapisan pertama yang telah matang kemudian diolesi dengan cokelat batangan yang telah dicairkan dan ditumpuk dengan sisa adonan yang ada sebagai lapisan kedua. Setelah itu, loyang dimasukkan kembali ke dalam loyang kukus dan dikukus selama 15 menit seperti sebelumnya. Pemberian topping dilakukan setelah pengukusan selesai. Topping untuk kue brownies kukus sedikit berbeda dengan brownies panggang. Karena tidak melalui proses pemasakan lagi, maka bahan-bahan taburan untuk brownies kukus harus dipastikan telah matang dan siap makan. Bahan-bahan taburan tersebut biasanya berupa keju parut, kacang mede, irisan pisang, maises, ketan hitam, chocochips, cokelat cair maupun cokelat parut. Setelah itu brownies dikemas ke dalam kemasan khusus untuk brownies kukus. 63 3) Brownies Kering (Broker) Pada pembuatan broker, perusahaan menggunakan produk hasil retur dari konsumen yang masih layak untuk dikonsumsi kembali. Produk brownies panggang yang tidak laku terjual dan belum kadaluarsa diproses kembali menjadi broker. Namun apabila permintaan broker sedang meningkat sering kali perusahaan menggunakan brownies panggang yang baru. Proses pembuatannya adalah brownies panggang diiris menjadi sekitar 30 bagian kemudian diletakkan di loyang yang telah diolesi margarin kemudian dipanggang kembali di oven hingga kering. Broker dikemas ke dalam kemasan khusus dan dipisahkan sesuai dengan topping yang ada. Seperti halnya brownies panggang, baik brownies kukus maupun brownies kering juga dilakukan proses sortasi untuk memisahkan brownies mana yang tidak layak untuk dijual. 5.7. Karakteristik Konsumen Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh dari 30 orang konsumen EBB, dapat diketahui tentang gambaran umum karakteristik konsumen usaha tersebut. Sebagian besar konsumen EBB termasuk ke dalam kelompok masa pensiun (5165 tahun), yaitu sebesar 36,67 persen, kemudian sebanyak 26,67 persen konsumen merupakan kelompok masa transisi (17-23 tahun). Hal ini berarti sesuai dengan target pasar EBB yang ingin menjangkau usia 17-55 tahun. Hal ini karena pada usia tersebut masyarakat sudah memiliki kemampuan untuk memutuskan pembelian berdasarkan kemampuan rasionalnya dan hal tersebut diperkuat dengan latar belakang sebagian besar konsumen adalah sarjana (S1) yang mencapai 40 persen dari seluruh responden. Pada masa pensiun sering kali ingin membeli brownies sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Berdasarkan Tabel 14, sebanyak 80 persen berjenis kelamin wanita dan sisanya adalah pria yang sebagian besar belum menikah (63,33 persen). Wanita sering kali lebih memiliki kekuatan untuk menentukan keputusan pembelian produk makanan. Perusahaan juga memilih wisatawan yang memutuhkan oleh-oleh sebagai target pasarnya. Hal tersebut terlihat dari hasil pengisian kuesioner yang menyatakan bahwa 29 persen responden membeli produk EBB untuk dijadikan sebagai oleh-oleh. Hal ini juga dikarenakan sebagian besar konsumen EBB justru 64 berasal dari luar Bogor, yaitu sebanyak 16 orang atau 53,33 persen dan sisanya berasal dari Jakarta, Cikampek, Karawang, Bandung, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Garut, Indramayu, Karanganyar, Kendal, Medan, Jambi, Palembang, dan Lampung, dimana konsumen tersebut melakukan kunjungan sebelum atau setelah mengunjungi objek wisata (40 persen). Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa konsumen EBB tidak hanya berasal dari Kota Bogor, tetapi juga berasal dari luar Kota Bogor. Pada umumnya mereka mengetahui lokasi usaha dari teman atau keluarga yang sudah pernah mengunjungi usaha EBB. Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar konsumennya merupakan karyawan (60 persen). Konsumen EBB adalah manyarakat kelas menengah ke atas. Hal tersebut terlihat dari rata-rata penghasilan responden apabila dikelompokkan ke dalam dua bagian maka sebagian besar responden berpenghasilan antara Rp 3.000.000,00 hingga lebih dari Rp 5.000.000,00 dengan responden terbanyak pada rentang Rp 3.000.000-3.900.000 per bulan sebanyak 23,33 persen. Sebagian besar konsumen adalah karena suka dengan rasanya (35 persen) ataupun karena membutuhkan makanan selingan (21 persen). Hal ini sesuai dengan pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk EBB adalah karena rasanya enak, yaitu sebanyak 48,08 persen, kemudian disusul oleh harga yang murah dan bahan baku yang berkualitas dengan persentase sebesar 21,15 persen dan 15,38 persen. Berdasarkan penilaian konsumen, sebanyak 28,57 persen konsumen menginginkan EBB untuk menambah variasi rasa produknya, 21,43 konsumen menginginkan perbaikan pada lokasi penjualan agar lebih strategis dan 16,67 persen menginginkan EBB untuk terus meningkatkan kualitas produknya. Keterangan lebih lengkap mengenai hasil kuesioner konsumen EBB dapat dilihat pada Lampiran 2. 65 Tabel 14. Karakteristik Konsumen Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 Indikator Asal Usia Jenis Kelamin Status Perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Per Bulan Karakteristik Persentase Bogor Luar Bogor 17-23 tahun 24-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-65 tahun Pria Wanita 46,67 53,33 26,67 16,67 6,67 13,33 36,67 20,00 80,00 Menikah 63,33 Belum menikah SLTP SMA Diploma S1 S2-S3 Karyawan PNS Ibu Rumah Tangga Wirausahawan Pelajar/Mahasiswa < Rp 1.000.000 Rp 1.000.000-Rp 1.900.000 Rp 2.000.000-Rp 2.900.000 Rp 3.000.000-Rp 3.900.000 Rp 4.000.000-Rp 4.900.000 > Rp 5.000.000 36,67 6,67 30,00 16,67 46,67 0,00 60,00 10,00 13,33 10,00 6,67 16,67 16,67 13,33 23,33 16,67 13,33 66 VI ANALISIS LINGKUNGAN PERUSAHAAN Analisis lingkungan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen strategis yang bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. 6.1. Analisis Lingkungan Internal 6.1.1. Manajemen Untuk menganalisis fungsi manajemen usaha EBB, terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji, antara lain aspek perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengelolaan motivasi, pengelolaan staf dan aspek pengendalian. 1) Perencanaan Saat ini usaha EBB belum memiliki perencanaan tertulis, baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari belum adanya pernyataan visi, misi dan tujuan secara tertulis, jelas, dan spesifik. Dalam menentukan target produksi sering kali perusahaan hanya mengandalkan pesanan dari tiap-tiap agen dan counter serta menyisihkan sebagian untuk persediaan perusahaan. Pengorganisasian dari setiap aktivitas operasional perusahaan juga belum berjalan sesuai dengan positioning produk yang diinginkan perusahaan. Misalnya ketika perusahaan mencoba untuk meningkatkan jumlah produksi sering kali tidak diikuti dengan peningkatan aktivitas pemasaran seperti promosi dan perluasan wilayah pemasaran. Hal ini menyebabkan terjadinya kelebihan jumlah produk yang diproduksi karena tidak terjual seluruhnya, sehingga untuk menutup biaya produksi perusahaan tidak dapat menjual dengan harga yang lebih murah. Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan belum memiliki perencanaan yang jelas dalam menjalankan usahanya sehingga dapat menjadi kelemahan bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya. 2) Pengorganisasian Struktur organisasi EBB seperti yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan bahwa posisi manajemen puncak dipegang langsung oleh pemilik, dimana 67 pada posisi ini pemilik bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan strategis yang terkait dengan kelancaran usaha. Struktur organisasi yang diterapkan perusahaan pada saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan operasional perusahaan seutuhnya karena masih terjadi tumpang tindih pekerjaan antar bagiannya. Misalnya, dengan hilangnya bagian pemasaran perusahaan maka bagian delivery harus bertanggung jawab terhadap tugas bagian pemasaran untuk mencari wilayah pemasaran baru. Selain itu, bagian administrasi keuangan juga harus menggantikan tugas bagian pemasaran untuk mengurus masalah pembayaran dari setiap agen dan counter yang ada. Bahkan bagian administrasi keuangan terkadang harus membantu kerja bagian delivery maupun produksi apabila diperlukan. Hal ini dapat menjadi kelemahan perusahaan ketika ingin meningkatkan pemasarannya. 3) Pemberian Motivasi Di dalam EBB, budaya atau iklim kerja yang terjadi lebih cenderung ke arah kekeluargaan. Oleh karena itu, komunikasi yang terjalin antara pemilik dengan karyawannya cukup baik. Pemilik cukup dekat dengan karyawannya walaupun tidak terlalu akrab seperti hubungan antar karyawan. Hal ini merupakan kekuatan bagi perusahaan karena dapat mempermudah pemilik ketika memberikan tugas kepada karyawannya. Selain itu, karyawan juga akan lebih mudah ketika ingin menyampaikan sesuatu kepada pemilik terkait dengan masalah pekerjaan. Dengan iklim kekeluargaan tersebut, pemilik mencoba untuk menanamkan kepada setiap karyawannya untuk saling mengawasi dan saling memberi semangat satu sama lain sehingga tercipta budaya perusahaan yang baik. Dengan mengawasi dan memberi semangat rekan kerjanya, secara otomatis setiap karyawan tersebut akan mengawasi dan memotivasi dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum menasehati orang lain. Dengan demilian karyawan akan lebih rajin untuk bekerja dan produktivitas karyawan pun akan meningkat. Setiap seminggu sekali, yaitu tepatnya pada hari Senin, perusahaan selalu mengadakan kegiatan pengajian yang disertai ceramah dan pemberian motivasi selama kurang lebih satu jam yang dihadiri oleh pemilik dan seluruh karyawan. Selain itu, pemilik juga secara rutin melakukan diskusi secara 68 personal dengan setiap karyawan pada awal semester atau setiap enam bulan sekali. Di dalam diskusi tersebut, satu per satu karyawan bertatap muka langsung dengan pemilik untuk membicarakan mengenai kinerja mereka selama enam bulan ke belakang dan menceritakan tentang permasalahan yang dihadapi di dalam pekerjaan serta permasalahan pribadi karyawan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja mereka. Dengan demikian pemilik dapat mengetahui permasalahan karyawan dan memberikan masukan untuk menyelesaikannya sehingga tidak mengganggu kinerja perusahaan. 4) Penempatan Staf Sebelumnya perusahaan memiliki bagian personalia yang mengatur sumberdaya manusia di dalam perusahaan. Namun, sejak akhir tahun 2009 perusahaan tidak memiliki lagi bagian personalia maupun bagian pemasaran karena semua karyawan di bagian ini tidak lagi bekerja di perusahaan. Sebagian dari karyawan yang keluar tersebut diberhentikan karena melakukan kesalahan dalam pekerjaannya dan sebagian lagi mengundurkan diri. Akibatnya, pemilik harus mengatur sendiri tugas bagian personalia, seperti perekrutan, pemberhentian, pemberian motivasi dan pelatihan. Pemilik menegaskan adanya beberapa tenaga kerja yang menjadi orang kepercayaan dan dapat dianggap sebagai personil kunci bagi perusahaan. Personil kunci tersebut adalah Lidia Sabariah sebagai kepala bagian administrasi keuangan, Nurhaenil sebagi staf bagian administrasi keuangan dan M. Tomi Rahman sebagai koordinator kepala bagian. Lidia Sabariah dipercaya untuk menentukan kebijakan keuangan perusahaan, seperti dalam menentukan anggaran belanja harian perusahaan maupun dalam hal pembukuan. Nurhaenil bertanggung jawab untuk mengatur perihal pengiriman kepada pelanggan, agen dan counter termasuk pencatatan nota penjualan. Sedangkan M. Tomi Rahman, yang juga merupakan putra dari pemilik EBB, bertanggung jawab terhadap penentuan pasar dan sistem pembayaran bagi agen dan counter yang ada. Adanya personil kunci seharusnya dapat membuat EBB lebih baik dalam melakukan perencanaan pengembangan usaha karena personil kunci dapat ikut merumuskan tujuan perusahaan. Namun pada kenyataannya, perencanaan perusahaan hanya 69 berdasarkan keputusan sepihak dari pemilik dan personel kunci hanya melanjutkan sesuai wewenangnya saja. Karyawan yang dipekerjakan oleh EBB saat ini berjumlah 16 orang di luar sumberdaya dari keluarga pemilik sebanyak tiga orang (pemilik, istri, dan anak). Pemilik dan keluarganya bekerja sebagai manajemen tertinggi di dalam perusahaan dan mereka tidak ikut bekerja sesuai jam kerja yang diterapkan di dalam perusahaan. Pemilik, penanggung jawab dan koordinator kepala bagian bertugas hanya untuk menentukan keputusan-keputusan strategis perusahaan, sedangkan keputusan-keputusan fungsional dilakukan oleh masing-masing kepala bagian. Perusahaan tidak terlalu sulit untuk mengakses tenaga kerja karena sebagian besar karyawan berasal dari lingkungan di sekitar pabrik. Hal ini merupakan keuntungan bagi perusahaan ketika ingin mengembangkan usahanya. Karyawan yang berkerja di perusahaan rata-rata merupakan lulusan pendidikan setara dengan SMA dan SLTP. Namun ada sebagian karyawan yang hanya lulusan SD. Hal ini dapat menjadi kelemahan perusahaan ketika hendak melakukan pengembangan usaha, karena karyawan dengan pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk belajar menggunakan teknologi baru (modern) dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, karyawan dengan tingkat pendidikan yang rendah kurang memiliki keberanian untuk bertindak inisiatif terhadap pekerjaan yang ditanganinya karena mereka hanya mengerti pekerjaan yang telah diajarkan dahulu kepada mereka. Karyawan bagian produksi dan delivery didominasi oleh karyawan laki-laki karena pekerjaan yang ditangani cukup berat dan banyak menggunakan tenaga otot, sedangkan bagian administrasi keuangan didominasi oleh karyawan perempuan karena dianggap lebih ringan dan lebih banyak menggunakan kepintaran dan ketelitian. Komposisi karyawan berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 15. 70 Tabel 15. Komposisi Karyawan Elsari Brownies & Bakery Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 No. 1 a. b. c. d. e. 2 Bagian Produksi Brownies Rahmat Yana Sofyan Ubuy Enan Bagian Produksi Bakery a. Yusep G. b. Ahmad A. c. Neneng 3 a. b. c. d. 4 Divisi Bagian Administrasi Keuangan Lidia Sabariah Erfi S. Nurhaenil Angga Bagian Delivery a. Richi I. b. Lukman F. c. Yusuf Jenis Kelamin Usia (tahun) Pendidikan terakhir Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki 22 23 40 28 23 STM STM SMP SD SMA Laki-laki Laki-laki Perempuan 25 26 27 SMEA SD SD Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki 48 25 23 23 SMEA SMEA SMA SMA Laki-laki Laki-laki Laki-laki 25 28 22 SMP SMP SMP Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010) Semua karyawan yang bekerja di perusahaan merupakan karyawan tetap. Apabila ada karyawan yang mangkir maka akan diberi peringatan dan apabila peringatan tersebut diacuhkan maka akan diberikan skorsing. Ketikapemberlakukan skorsing tidak merubah kebiasaan karyawan maka proses selanjutnya adalah pemberhentian karyawan. Apabila semua tugas karyawan telah selesai namun jam kerja belum berakhir, sering kali pemilik memberikan kebijakan untuk memperbolehkannya pulang terlebih dahulu. Sistem perekrutan karyawan adalah melalui wawancara dengan pemilik bagi setiap orang yang melamar pekerjaan ke EBB. Setelah wawancara, pemilik akan memberikan masa percobaan selama tiga bulan bagi pekerja yang baru. Pada masa percobaan tersebut karyawan baru diajarkan untuk bekerja dan dipantau hasil kerjanya. Apabila hasil kerjanya baik maka akan diangkat sebagai karyawan tetap dan dinaikkan gajinya, 71 namun apabila hasil kerjanya tidak memuaskan maka perusahaan akan memberhentikannya. Sistem pengupahan tenaga kerja adalah dengan memberikan gaji kepada karyawan setiap bulan. Besarnya gaji tergantung dari posisi dan kedudukan karyawan. Karyawan di bagian administrasi keuangan memiliki gaji sebesar Rp 900 ribu per bulan. Karyawan di bidang delivery memiliki gaji sebesar Rp 800 ribu . Gaji tertinggi dimiliki oleh kepala bagian produksi, yaitu sebesar Rp 1 juta per bulan, sedangkan staf bagian produksi memperoleh Rp 700 ribu per bulan. Untuk karyawan dalam masa percobaan perusahaan memberikan gaji sebesar Rp 300 ribu per bulan. Gaji diberikan perusahaan kepada karyawan setiap tanggal 1 secara tunai kepada karyawan. Apabila tanggal 1 pada bulan tertentu terdapat pada hari libur, maka perusahaan akan memberikannya pada hari pertama masuk setelah tanggal 1. Selain dengan memberikan gaji terhadap karyawan, perusahaan juga memberikan sejumlah insentif yang besarnya tergantung dari kinerja karyawan masing-masing. Insentif tersebut diberikan kepada karyawan secara cash setiap tanggal 3. Setiap hari raya Idul Fitri perusahaan juga memberikan tunjangan hari raya (THR) berupa uang tunai sebesar gaji selama 1 bulan serta brownies kepada setiap karyawan. Pemilik juga memberikan fasilitasfasilitas kepada karyawan berupa makan sebanyak tiga kali sehari dan tunjangan kesehatan karyawan apabila ada karyawan yang sakit. Insentif tersebut diberikan kepada karyawan dua hari setelah pembagian gaji. Pemberian insentif tersebut dirasa cukup efektif oleh pemilik, karena dengan adanya insentif yang diberikan sesuai dengan kinerja karyawan maka masingmasing karyawan dapat bekerja dengan lebih giat agar mendapat insentif yang lebih besar sehingga produktivitas karyawan pun meningkat. 5) Pengendalian Pada dasarnya EBB hanya melakukan pengendalian pada bidang sumberdaya manusia dan bidang produksi, khususnya pada pengadaan bahan baku dan pengolahan. Pengendalian karyawan selain didukung oleh kegiatankegiatan yang telah disebutkan sebelumnya, pemilik juga akan menindak tegas bagi karyawan yang berbuat kecurangan maupun bagi karyawan yang 72 malas untuk bekerja. Pada tahap awal, karyawan tersebut akan diberikan peringatan, apabila peringatan tersebut dilanggar maka perusahaan akan memberikan skorsing sebagai langkah kedua. Namun, apabila karyawan tersebut tetap tidak berubah maka perusahaan akan menindaklanjutinya dengan jalan pemecatan maupun memberikan penawaran pengunduran diri. 6.1.2. Pemasaran Pemasaran merupakan proses mendefinisikan, mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan atas barang dan jasa. Aspek pemasaran terkait dengan komponen-komponen strategi pemasaran seperti segmenting, targeting, dan positioning. 1) Analisa Segmenting, Targeting, dan Positioning a) Segmentasi Pasar (Segmenting) Dalam memasarkan produknya, perusahaan membagi pasar ke dalam empat segmen pasar berdasarkan aspek geografis, aspek demografis, aspek psikografis dan aspek perilaku. Segmentasi pasar EBB berdasarkan aspek geografis terkait dengan wilayah pemasaran. Segmentasi berdasarkan aspek demografis meliputi usia dan penghasilan. Aspek psikografis yang menjadi segmen perusahaan adalah kelas sosial, sedangkan aspek perilaku terkait dengan peristiwa dan manfaat. b) Targeting Setelah menetapkan segmentasi pasar perusahaan maka dilakukan identifikasi dan seleksi pasar sasaran. Target pasar EBB adalah masyarakat di wilayah Jabodetabek, Bandung dan sekitarnya, dengan konsumen lebih banyak dari daerah luar Kota Bogor, usia 17-55 tahun dengan penghasilan antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 5.000.000,00 per bulan yaitu kelas menengah ke atas yang mengutamakan kualitas serta kecepatan serta masyarakat yang membutuhkan makanan pada peristiwa-peristiwa khusus, seperti pada acara pertemuan ataupun makanan sebagai oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Bogor. c) Positioning Positioning bertujuan untuk menempatkan posisi produk di mata konsumen sehingga produk perusahaan dapat dipandang berbeda dengan 73 produk-produk lainnya. Perusahaan memposisikan produk browniesnya sebagai produk yang enak, berkualitas serta terjangkau bagi setiap konsumennya. 2) Analisa Bauran Pemasaran Selain itu pemasaran terkait erat dengan bauran pemasaran, yaitu aspek produk, harga, distribusi dan promosi. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai masing-masing bauran pemasaran pada perusahaan EBB. a) Produk (Product) Produk utama yang dihasilkan EBB adalah berbagai macam brownies, seperti brownies panggang, brownies kukus dan brownies kering (broker). Di samping itu perusahaan juga memproduksi bermacam-macam kue lain seperti bolu keju susu (borju) panggang, bolu keju susu (borju) kukus, lapis legit, lapis surabaya, pastri, pisang bollen, pepe panggang, cake tape, cake pisang dan marmer cake. Ciri khas yang dimiliki oleh brownies EBB adalah lukisan bunga-bunga yang terbuat dari cokelat cair di bagian atas brownies. Apabila produk telah kadaluarsa atau telah mendekati masa kadaluarsa maka perusahaan akan menarik produknya dari setiap counter perusahaan. Penarikan tersebut dilakukan setiap seminggu sekali ataupun setiap dua minggu sekali tergantung lokasi counter. Sedangkan untuk agen perusahaan tidak menarik produknya karena menggunakan sistem jual lepas. Untuk memberikan pilihan kepada pelanggan ketika hendak membeli produknya, perusahaan membuat variasi pada produknya. Variasi tersebut berupa variasi topping yang diberikan di bagian permukaan brownies panggang maupun kukus. Terdapat bermacam-macam variasi topping brownies panggang antara lain maises, chocochips, kismis, kacang mede, keju panggang, kombinasi, keju basah/parut dan pisang keju. Sedangkan untuk produk brownies kukus memiliki variasi topping chocochips, kismis, kacang mede, keju basah/parut, pisang keju, maises kombinasi, ketan hitam, pandan dan keju/cokelat parut. Apabila dibandingkan dengan pesaingnya seperti Brownies Kukus Amanda dan 74 Brownies Bogor, penampilan dan variasi topping produk EBB kurang memiliki daya saing dibanding produk pesaing. EBB menggunakan kemasan berbahan dasar karton 0,5 mm dengan kelengkapan meliputi nama produk, logo EBB, komposisi bahan, berat bersih (netto), nomor Dinkes P-IRT, nomor Halal MUI dan tanggal kadaluarsa. Selain itu perusahaan memberikan lapisan plastik transparan untuk memberikan kemudahan konsumen untuk melihat produk sebelum membelinya. Ukuran dan desain dari kemasan tersebut disesuaikan dengan jenis dan ukuran dari setiap produk. EBB telah memiliki sertifikat pangan industri rumah tangga dari Dinkes Kota Bogor dengan nomor 3063271010512 dan sertifikat halal MUI-JB Nomor 01101007990805. Kedua sertifikasi ini digunakan perusahaan untuk menambah kepercayaan konsumen ketika mengkonsumsi produk. Kelengkapan ini merupakan kekuatan bagi perusahaan sehingga dapat menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk yang akan dibelinya. Perusahaan juga memberikan layanan purna jual bagi para konsumennya. Layanan tersebut meliputi layanan komplain dan pengembalian produk serta layanan kritik dan saran konsumen yang dimaksudkan untuk memfasilitasi konsumen apabila produk yang dibelinya rusak atau telah kadaluarsa akibat kesalahan perusahaan sehingga konsumen dapat menukarnya dengan yang baru. Selain itu, perusahaan juga memberikan penggantian produk-produk di countercounter apabila telah mendekati masa kadaluarsa. Sedangkan layanan kritik dan saran adalah sebuah layanan untuk memfasilitasi komentar konsumen terkait dengan perbaikan maupun pengembangan produk sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Hal ini dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan dalam memperoleh kepercayaan konsumen. b) Harga (Price) Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan penerimaan bagi perusahaan. Harga untuk masingmasing produk yang dijual oleh EBB dapat dilihat pada Tabel 16. 75 Tabel 16. Daftar Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Tahun 2010 Jenis Brownies Panggang 1 Maises 2 Chocochips 3 Kismis 4 Kacang Mede 5 Keju Panggang 6 Keju Basah/Parut 7 Kombinasi 8 Pisang Keju Harga (Rp) 27.000 27.000 27.000 27.000 28.000 29.000 28.000 29.000 Bolu Keju Susu (Borju) Panggang 1 Kacang Mede 27.000 2 Keju Panggang 28.000 3 Keju Basah/Parut 29.000 Lain-Lain 1 Lapis Legit 32.000 2 Lapis Surabaya 31.000 3 Pisang Bollen 33.000 4 Pastri 30.000 5 Brownies Kering 17.000 Jenis Harga (Rp) Brownies Kukus 1 Chocochips 29.000 2 Kismis 29.000 3 Kacang Mede 29.000 4 Keju Basah/Parut 30.000 5 Pisang Keju 30.000 6 Maises Kombinasi 29.000 7 Ketan Hitam 29.000 8 Pandan 29.000 9 Keju/Cokelat Parut 31.000 Bolu Keju Susu (Borju) Kukus 1 Kacang Mede 29.000 2 Keju Basah/Parut 30.000 3 Pisang Keju 30.000 6 7 8 9 Pepe Panggang Cake Tape Cake Pisang Marmer Cake 29.000 27.000 27.000 27.000 Sumber: Elsari Brownies & Bakery (2010) Perusahaan juga memberikan potongan harga kepada para konsumennya. Berdasarkan peraturan perusahaan, bagi konsumen yang melakukan pembelian dengan jumlah pembelian langsung di outlet perusahaan minimal 20 kotak brownies, perusahaan akan memberikan potongan harga sebesar Rp 2.000,00 hingga Rp 4.000,00 untuk setiap produknya, meskipun sering kali peraturan tersebut lebih bersifat fleksibel karena perusahaan sering kali memberikan potongan meskipun konsumen berbelanja di bawah 10 kotak. Perusahaan juga memberikan potongan harga sebesar Rp 4.000,00 kepada agen, tetangga, dan pelanggan. Sedangkan untuk setiap counter perusahaan diberikan potongan harga sebesar Rp 3.000,00. Hal ini berlaku apabila pelanggan membelinya langsung di outlet perusahaan. Kemudian perusahaan memberikan kebebasan bagi agen dan counter untuk menetapkan harga bagi konsumen akhir asalkan harga tersebut tidak lebih rendah dari harga yang diberikan 76 perusahaan pada konsumen akhir. Namun, sistem pembayaran untuk agen dan counter pun berbeda. Agen diberikan periode pembayaran bulanan, sedangkan counter diberikan periode pembayaran mingguan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pihak perusahaan, EBB menetapkan harga produknya berdasarkan hasil survei terhadap harga produk pesaing-pesaing terdekatnya yang sedang berlaku (going rate pricing) yaitu menetapkan harga produk EBB di bawah pesaingnya. Hal tersebut dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan. Penetapan harga yang di bawah pesaing tersebut dilakukan perusahaan agar sesuai dengan positioning produk yang diinginkan perusahaan, yaitu terjangkau oleh para konsumennya. Perbandingan harga produk EBB dengan para pesaing utamanya setelah dikonversi pada ukuran kemasan yang sama dapat dilihat pada Tabel 17. Meskipun selisihnya tidak terlalu banyak, namun produk EBB untuk jenis brownies panggang dan brownies kering lebih murah dibanding kedua pesaingnya. Namun, untuk jenis brownies kukus, EBB sedikit lebih mahal dibanding Brownies Kukus Amanda. Maskipun demikian, EBB menerapkan sistem potongan harga hingga sebesar Rp 4.000,00 kepada konsumen, suatu keunggulan yang tidak dimiliki oleh para pesaingnya. Selain itu, sebesar 21 persen responden menyatakan bahwa alasan membeli produk EBB adalah karena memiliki harga yang relatif murah. Tabel 17. Perbandingan Harga Produk Elsari Brownies & Bakery Dibanding Pesaing tahun 201010 Jenis Produk Brownies panggang Brownies kukus Brownies kering Elsari Brownies & Bakery 28.000 29.000 13.600 Harga (rupiah) Brownies Kukus Amanda 28.695 26.000 15.000 Brownies Bogor 45.000 - c) Distribusi (Place) Saat ini perusahaan telah mampu secara kontinu memasarkan produknya ke berbagai wilayah di sekitar Bogor, Jakarta, Depok, 10 Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 19 Juli 2010 77 Karawang, Cianjur, Sukabumi dan Bandung. Setiap harinya perusahaan mendistribusikan produknya ke agen-agen dan counter-counter yang tersebar di berbagai wilayah tersebut dengan menggunakan mobil dan motor. Daya tahan yang berbeda-beda dari masing-masing produk yang ditawarkan menyebabkan perbedaan metode pemasaran dari masingmasing produk tersebut. Untuk produk yang memiliki daya tahan yang lama seperti brownies panggang dan borju panggang yaitu 14 hari dan brownies kering yang lebih lama lagi yaitu 30 hari dipasarkan ke agen dan counter perusahaan ke berbagai daerah dengan sistem konsinyasi maupun penjualan langsung di outlet perusahaan. Sedangkan untuk produk bakery, seperti brownies kukus, borju kukus, lapis legit, lapis surabaya, pastri, pisang bollen, pepe panggang, cake tape, cake pisang dan marmer cake, perusahaan hanya memasarkannya di outlet perusahaan atau berdasarkan pesanan yang ada karena daya tahannya hanya selama 4 hari. Secara umum, pendistribusian yang dilakukan oleh EBB melalui dua pola saluran. Saluran pertama, produk dari produsen melalui retailer yang ada diteruskan ke konsumen akhir. Sedangkan saluran ke dua adalah aliran produk langsung dari produsen kepada konsumen akhir. Saluran ini lebih pendek dibandingkan saluran distribusi yang pertama. Hal ini merupakan kekuatan bagi perusahaan yang masih berbentuk UMKM, karena rantai pemasaran yang lebih pendek menyebabkan perusahaan dapat memperoleh margin keuntungan yang lebih besar. Kedua saluran distribusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. RETAILER PRODUSEN KONSUMEN AKHIR Gambar 9. Saluran Distribusi Elsari Brownies & Bakery Tahun 201011 Perusahaan membagi retailer menjadi dua yang biasa disebut dengan agen dan counter. Terdapat perbedaan antara agen dan counter 11 Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 1 Juni 2010 78 yaitu pada sistem penjualan yang digunakan. Sistem penjualan yang dilakukan kepada agen sama sekali berbeda dengan sistem yang digunakan kepada counter. Perusahaan menjual barangnya ke counter dengan sistem konsinyasi, dimana perusahaan hanya menitipkan produknya ke counter untuk dijual bersama produk-produk lainnya dan perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap produk apabila tidak laku terjual. Sedangkan sistem penjualan yang diberlakukan kepada agen adalah dengan sistem jual lepas dimana perusahaan tidak bertanggung jawab kembali terhadap barang apabila tidak terjual secara keseluruhan. Dalam mendukung proses distribusinya EBB memiliki 18 agen yang tersebar di Jakarta, Bogor, Karawang dan Sukabumi (Lampiran 1). Selain itu, pemasaran EBB juga melalui counter-counter yang tersebar di berbagai wilayah (Lampiran 1). Kesemua agen dan counter tersebut terdiri dari toko kue, toko oleh-oleh, ibu rumah tangga, instansi, maupun karyawan perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar produk EBB dapat dijangkau oleh setiap masyarakat, baik dari Bogor maupun di luar Bogor yang terdiri dari keluarga, karyawan, instansi, maupun pelajar dan mahasiswa. Di satu sisi, counter ini dapat dianggap penuh risiko karena sistem penjualan produknya melalui konsinyasi dimana perusahaan bertanggung jawab penuh atas produknya apabila terjadi kerusakan ataupun ketika tidak laku. Namun, di sisi lain sistem ini membuat perusahaan lebih mudah memperoleh counter. Dengan semakin banyak counter yang memasarkan produknya maka produk perusahaan akan lebih cepat tersebar luas dan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, perusahaan berusaha untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan para retailernya. Namun, lokasi outlet penjualan langsung perusahaan yang berada di dalam kompleks perumahan membuat konsumen sulit untuk menjangkaunya. Selain itu, lokasi tersebut juga jarang dilewati oleh calon konsumen karena bukan merupakan jalan raya dalam kota sehingga menjadi kelemahan bagi EBB untuk memperkenalkan produknya. 79 d) Promosi (Promotion) Dahulu perusahaan pernah melakukan promosi melalui radio dan surat kabar lokal Bogor. Namun, karena dinilai kurang efektif oleh pemilik maka saat ini perusahaan tidak lagi mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan promosi baik di media cetak maupun elektronik. Satu-satunya promosi yang dilakukan perusahaan adalah melalui cerita dari orang ke orang (word of mouth). Lewat jenis promosi inilah profil perusahaan pernah muncul di artikel surat kabar maupun situs internet sebagai pengisi rublik wirausaha maupun pariwisata khususnya oleh-oleh dari Bogor. Perusahaan tidak melakukan promosi melalui brosur dan pamflet melainkan hanya melalui liflet. Liflet yang diproduksi oleh perusahaan pun saat ini hanya berupa daftar harga produk yang dijual oleh EBB beserta alamat perusahaan. Liflet tersebut diberikan kepada pengunjung counter yang berada di pabrik atau ketika ada kunjungan ke perusahaan saja. Selain itu, untuk menarik minat konsumen perusahaan memiliki papan nama besar di depan bangunan perusahaan dan memajang beberapa macam produknya di etalase. Sayangnya hal ini tidak diterapkan di setiap agen dan counter sehingga produk EBB kurang dikenal oleh masyarakat bahkan di Kota Bogor sendiri. Perusahaan melakukan aktivitas penjualan pribadi hanya kepada konsumen yang datang ke outlet yang berada di pabrik, sedangkan untuk penjualan melalui counter dan agen proses komunikasi dengan konsumen diserahkan pada wiraniaga yang bertugas di tempat tersebut sehingga tidak dapat dikelola langsung oleh perusahaan. Untuk mempromosikan produknya, perusahaan memberikan free sample kepada calon pembeli ketika ada kunjungan atau seminar yang biasanya disajikan sebagai jamuan bagi tamu kunjungan. Free sample juga diberikan kepada tetangga maupun instansi-instansi sebagai sarana promosi penjualan kepada calon konsumen. Untuk menarik konsumen agar membeli dalam jumlah banyak, perusahaan memberikan potongan harga bagi konsumen maupun retailer yang melakukan pembelian dengan jumlah banyak. 80 6.1.3. Keuangan/Akuntansi Untuk mendirikan sebuah perusahaan, diperlukan sejumlah modal. Modal tersebut dapat berupa uang ataupun aset seperti lahan, bangunan, kendaraan maupun peralatan produksi. Modal yang digunakan tersebut dapat berasal dari modal pribadi maupun dari pinjaman. Modal awal yang digunakan oleh pemilik pada saat mendirikan EBB sepenuhnya merupakan modal sendiri. Pada saat berdiri, kapasitas produksi EBB belumlah terlalu besar sehingga tidak membutuhkan banyak modal ketika mendirikannya. Besar biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan setiap harinya sekitar Rp 2.500.000,00 yang digunakan untuk kegiatan produksi dan delivery. Sedangkan pengalokasian anggaran bulanan digunakan untuk pembayaran tagihan air bersih, telepon, listrik, pembayaran pinjaman bank, pembayaran kredit motor dan mobil serta untuk kegiatan litbang perusahaan seperti pengembangan resep baru. Perusahaan juga setiap tahunnya mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan pengembangan dan perawatan teknologi perusahaan seperti kendaraan dan peralatan produksi. Salah satu kelemahan usaha kecil dan menengah adalah keterbatasan dalam pengelolaan keuangan secara rapi dan baik. Hal ini tidak berlaku bagi EBB yang pada dasarnya tidak memiliki sumberdaya manusia yang ahli dalam hal pembukuan keuangan. Meskipun belum berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang ada, EBB telah memiliki pembukuan yang cukup rapi mengenai transaksi harian perusahaan sehingga dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan untuk dapat berkembang menjadi lebih besar. Sayangnya, perusahaan memiliki keterbatasan modal untuk mewujudkan hal tersebut sehingga menjadi kelemahan bagi perusahaan ketika ingin membuka cabang baru di tempat yang lebih strategis. 6.1.4. Produksi/Operasi Setiap harinya, perusahaan melakukan produksi brownies panggang dan brownies kering secara rutin. Sedangkan brownies kukus dan produk lainnya diproduksi berdasarkan pesanan. Perusahaan tidak menetapkan target produksi di setiap awal bulan atau awal tahun sebagai sebuah rencana strategis namun menetapkannya dengan cara melakukan penambahan sebanyak 20 persen dari total pesanan yang ada setiap harinya. Perusahaan belum berani untuk 81 memproduksi langsung dalam jumlah banyak untuk memperoleh skala ekonomis yang menyebabkan biaya produksi dapat lebih murah nantinya. Bahan baku yang digunakan oleh EBB adalah bahan baku berkualitas. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan bahan-bahan pilihan. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu cap Cakra Kembar. Tepung terigu tersebut memiliki kadar protein yang tepat untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan brownies. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng merek Tropical dengan dua kali penyaringan, bukan minyak goreng curah yang kurang sehat. Cokelat yang digunakan pun merupakan cokelat dengan kualitas baik dalam bentuk bubuk, cair maupun batangan. Bahan baku yang berkualitas menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki oleh EBB. Akses terhadap bahan baku juga merupakan faktor yang sangat penting pada industri manufaktur seperti EBB. Bahan baku diperoleh perusahaan dari pemasok maupun dari pembelian langsung di pasar. Untuk bahan baku seperti tepung terigu, telur dan gula diperoleh dari pemasok, sedangkan bahan-bahan lainnya dibeli langsung oleh bagian produksi di pasar. Hal ini sering kali menghambat kegiatan produksi karena harus menunggu proses belanja selesai sehingga kegiatan produksi kurang berjalan optimal. Kondisi ini merupakan kelemahan bagi perusahaan karena dapat menghambat kegiatan produksi. Dalam menunjang kegiatan produksi, pihak EBB telah memiliki peralatan modern seperti mixer listrik besar. Selain itu peralatan yang digunakan oleh bagian produksi antara lain oven, loyang, timbangan, pisau, baskom, dan sebagainya. Perawatan terhadap mesin-mesin dan peralatan pabrik dilakukan satu minggu sekali yaitu pada hari Jumat. Perawatan tersebut meliputi pembersihan dan pemeriksaan rutin peralatan sehingga peralatan yang rusak dapat segera diperbaiki atau diganti dengan yang baru. Penggunaan teknologi modern merupakan salah satu kekuatan bagi perusahaan karena sangat membantu dalam kegiatan produksi perusahaan karena dapat membuat pekerjaan lebih cepat dan produktivitas meningkat. Sayangnya jumlah peralatan yang terbatas juga dapat menjadi kelemahan perusahaan dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Selain menggunakan bahan baku yang berkualitas, perusahaan juga menerapkan pengendalian terhadap mutu produk agar citra produk yang baik di 82 mata konsumen tetap terjaga. Prosedur pengendalian mutu yang diterapkan di perusahaan adalah dengan melakukan sortasi produk dan konsisten terhadap resep yang ada. Hal ini dimaksudkan agar produk EBB tidak berubah kualitasnya dari waktu ke waktu karena terus menggunakan bahan baku dengan kualitas yang baik. Selain itu, proses sortasi dilakukan untuk menjaga citra produk di mata konsumen. 6.1.5. Penelitian dan Pengembangan Bidang penelitian dan pengembangan (litbang) merupakan salah satu bagian dari suatu perusahaan yang memiliki fungsi terkait dengan pengembangan produk baru atau riset pasar. Biasanya perusahaan harus memiliki alokasi pembiayaan tersendiri untuk membiayai kegiatan litbangnya sehingga tidak semua perusahaan memiliki bagian litbang. Seperti halnya UMKM pada umumnya, EBB belum memiliki bagian atau divisi khusus yang bertanggung jawab atas penelitian dan pengembangan perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan tetap melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan dalam hal pengadaan resep produk baru, teknologi, maupun kemasan produk. Penelitian dalam pengadaan resep baru yang sesuai dengan keinginan masyarakat dengan bahan baku yang efisien ditangani langsung oleh istri pemilik yang juga menjabat sebagai penanggung jawab perusahaan. Sedangkan pengembangan teknologi seperti peralatan dan kemasan produk ditangani oleh anak yang juga menjabat sebagai koordinator kepala bagian. Aktivitas penelitian dan pengembangan ini tidak dilakukan secara rutin setiap harinya sebagaimana sebuah divisi riset di suatu perusahaan besar. Aktivitas ini dilakukan berdasarkan kebutuhan perusahaan. Pemilik menugaskan istri dan anaknya apabila beliau merasa bahwa perusahaan membutuhkan sebuah inovasi baru di dalam perusahaan. Misalnya ketika masyarakat mulai menyukai lapis surabaya, maka perusahaan mencoba untuk membuat resep lapis surabaya dengan komposisi yang tepat sehingga akan disukai oleh masyarakat. Dalam hal kemasan, perusahaan melakukan pengembangan dan perubahan agar kemasan lebih menarik perhatian calon konsumen dan berbeda dengan pesaing-pesaingnya. Dalam hal teknologi, perusahaan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan kebutuhan perusahaan dalam mencapai efisiensi pekerjaan. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini dapat dilihat dari 83 penggunaan mixer, oven dan meja serta rak kue di bagian produksi. Baik oven, rak dan meja dibuat dari bahan stainless steel yang lebih cepat panas, lebih cepat dingin dan lebih mudah untuk dibersihkan dibandingkan dengan bahan aluminium atau yang lainnya. Selain itu, oven yang digunakan oleh perusahaan memiliki pintu yang terbuka ke bawah sehingga lebih memudahkan karyawan ketika membuka oven dan membuat suhu tetap terjaga. Pada oven brownies kering, perusahaan sengaja menciptakan oven dengan sumber panas berada langsung di dalam oven, bukan berasal dari kompor di luar oven sebagaimana jenis oven lainnya. Pemanas tersebut ditempatkan di bagian atas dan bawah oven sehingga temperatur akan lebih merata ketika digunakan untuk memanggang. Selain itu, perusahaan juga memiliki mixer yang merupakan rancangan asli dari pemilik. Mixer ini diciptakan untuk mempercepat proses pengocokan adonan pada tahap awal produksi. Pembuatan mixer ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan. Mixer ini dinilai lebih ekonomis karena memiliki dua tangkai pengocok dalam satu mesin dengan kecepatan yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat proses pengocokan. Selain itu, mixer tersebut disesuaikan dengan beban daya listrik yang digunakan oleh pabrik sehingga tidak menyebabkan pabrik kelebihan muatan listrik. Selain itu, dengan membuat peralatan secara pribadi, perusahaan dapat menghemat sebagian anggarannya karena akan lebih murah apabila dibandingkan dengan membelinya di pasaran. Setiap harinya perusahaan menyisihkan sebagian keuntungannya untuk ditabung yaitu sebesar Rp 50.000,00 hingga Rp 100.000,00. Dari tabungan tersebut sebagian dialokasikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Besarnya disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan penelitian dan pengembangan. Melalui kegiatan penelitian dan pengembangan ini, suatu produk yang diciptakan akan memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan produk lainnya. Produk yang dihasilkan dengan proses penelitian dan pengembangan terlebih dahulu akan disesuaikan dengan keinginan konsumen. 6.1.6. Sistem Informasi Manajemen Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, sistem informasi manajemen EBB dilaksanakan secara sederhana. Data-data penting yang dimiliki perusahaan belum tersimpan baik di dalam sistem database sehingga masih sulit untuk 84 diakses oleh setiap divisi. Selama ini data yang tersimpan di dalam komputer perusahaan hanya berupa data penjualan dan keuangan perusahaan. Perusahaan tidak memiliki data mengenai informasi internal maupun eksternal perusahaan secara lengkap. Perangkat lunak yang digunakan pun hanyalah Microsoft Office Word dan Excel tanpa adanya sistem pengelola basis data yang saling terintegrasi. Hal ini menyebabkan pemilik harus melakukan komunikasi langsung dengan kepala cabang atau karyawan untuk membuat sebuah keputusan, yang seharusnya sebagai manajer pemilik dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang terkumpul di database perusahaan dan setiap divisi dapat menyesuaikan aktivitasnya berdasarkan informasi dari divisi lain yang berhubungan. Sistem keamanan dari database pun masih mudah untuk dibobol oleh orang-orang yang tidak berkepentingan sehingga perusahaan pernah mengalami kerugian yang cukup besar. Sistem absensi yang digunakan perusahaan masih secara absensi manual dan belum terkomputerisasi. Sistem informasi manajemen yang efektif memanfaatkan hardware, software, model analisis dan database komputer untuk memperbaiki pemahaman fungsi bisnis, memperbaiki komunikasi, pengambilan keputusan yang lebih informatif, analisis masalah yang lebih baik, dan kontrol yang lebih baik. Namun, dengan kondisi perusahaan saat ini, penerapan sistem informasi manajemen belum terlalu penting untuk dilakukan karena memerlukan waktu dan modal yang cukup besar untuk mempersiapkan fasilitas hardware, software, dan tenaga ahli yang dapat mengoperasikannya. 6.2. Analisis Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar perusahaan yang secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan EBB. 6.2.1. Kekuatan Ekonomi Pada umumnya kondisi ekonomi secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap perkembangan suatu pelaku usaha yang terdapat pada suatu daerah tertentu. Jika kondisi ekonomi cenderung stabil bahkan menunjukkan pertumbuhan ke arah positif maka kondisi tersebut dapat mendukung kelancaran usaha yang berkembang di suatu daerah tertentu dan dapat pula mendorong 85 tumbuhnya kelompok-kelompok usaha yang baru. Akan tetapi jika perekonomian cenderung menunjukkan ke arah negatif maka akan terjadi sebaliknya, dimana kondisi ini dapat menghambat kelancaran suatu usaha bahkan dapat melumpuhkan kelompok usaha tertentu. Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi ekonomi suatu daerah antara lain: a) Pengeluaran rumah tangga Pengeluaran rumah tangga adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa sebagian besar konsumsi makanan penduduk Kota Bogor digunakan untuk makanan dan minuman jadi, dimana nilainya mencapai 29,60 persen dari total pengeluaran penduduk Kota Bogor untuk kelompok makanan. Oleh karena itu, kondisi ini dapat menjadi peluang bagi kelompok usaha makanan dan minuman jadi untuk mengembangkan usahanya. Tabel 18. Pola Konsumsi Makanan Penduduk Kota Bogor pada Tahun 2009 Jenis Pengeluaran Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan Lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Makanan dan Minuman Jadi Minuman Alkohol Rokok, Tembakau dan Sirih Konsumsi Lainnya Total Makanan Rata-Rata Per Kapita Sebulan (rupiah) 37.371 1.762 17.376 18.630 26.876 15.777 11.185 12.905 9.143 8.842 5.020 87.685 18 33.380 10.280 296.250 Persentase (persen) 12,61 0,59 5,87 6,29 9,07 5,33 3,78 4,36 3,09 2,98 1,69 29,60 0,01 11,27 3,47 100,00 Sumber: BPS Kota Bogor (2010) b) Laju inflasi Laju inflasi adalah meningkatnya tingkat harga barang atau jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Secara sederhana inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. 86 Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Perkembangan laju inflasi Indonesia pada Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-200912 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tingkat Inflasi (persen) 6,40 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 1,15 Sumber : www.bps.go.id [Diakses tanggal 25 Maret 2010] Pada tahun 2005, inflasi di Indonesia mencapai 17,11 persen. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang sangat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 6,40 persen. Laju inflasi yang sangat tinggi ini diakibatkan karena naiknya harga BBM pada Maret dan Oktober 2005. Kenaikan harga BBM secara langsung akan mempengaruhi kenaikan harga barang lainnya karena BBM merupakan input bagi sebagian besar industri. Pada tahun 2006 kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik. Hal ini terlihat dari penurunan nilai inflasi yang cukup signifikan menjadi 6,60 persen, sedangkan pada tahun 2007 hanya sebesar 6,59 persen. Sejak awal tahun 2008, nilai inflasi terus meningkat dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada Mei 2008, dimana inflasinya sebesar 10,38 persen. Hal ini seiring dengan kenaikan harga BBM pada saat itu, dimana harga premium mencapai harga tertinggi yaitu Rp 6.000,00, solar Rp 5.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Pada akhir tahun 2008 inflasi Indonesia mencapai 11,06 persen, namun pada tahun 2009 inflasi Indonesia turun menjadi 2,78 persen. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya peraturan menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2009 yang menurunkan harga eceran BBM, yaitu premium menjadi Rp 4.500,00, solar menjadi Rp 4.500,00, dan minyak 12 BPS. 2010. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia. http://www.bps.go. id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=03¬ab=4 87 tanah menjadi Rp 2.500,00. Penurunan nilai inflasi tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 menyebabkan penurunan harga barang atau jasa. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan biaya produksi suatu usaha dan peningkatan daya beli masyarakat. c) Perkembangan harga-harga Terdapat beberapa hal yang akan dianalisis terkait dengan harga yang memiliki pengaruh besar terhadap biaya produksi pembuatan brownies yaitu harga tepung terigu, gula, telur dan harga bahan bakar. a) Harga tepung terigu Industri brownies merupakan salah satu bagian dari industri makanan jadi dimana menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya. Saat ini harga tepung terigu di dalam negeri cenderung turun karena adanya tren penurunan harga gandum di pasar internasional. 7150 7100 7050 7000 6950 6900 6850 6800 6750 6700 Gambar 11. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Tepung Terigu Kota Bogor pada Tahun 2010 Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010) Gambar 11 menunjukkan adanya tren atau kecenderungan penurunan harga rata-rata tepung terigu di dalam negeri. Kondisi ini tentunya dapat menguntungkan bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang industri makanan jadi khususnya yang menggunakan bahan baku tepung terigu. Hal ini karena dengan adanya penurunan harga tepung 88 terigu maka dapat mengurangi biaya produksi sehingga dapat menjadi peluang bagi perusahaan. b) Harga gula Selain tepung terigu bahan baku lain yang juga digunakan dalam jumlah cukup besar untuk pembuatan roti adalah gula. Berbeda dengan harga tepung terigu yang cenderung turun, harga gula terjadi sebaliknya dimana harga gula menunjukkan tren kenaikan. Berikut ini merupakan perkembangan harga gula dalam negeri. 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Gambar 12. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Gula Terigu Kota Bogor pada Tahun 2010 Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010) c) Harga telur Selain tepung terigu dan gula, bahan baku lain yang memiliki proporsi besar dalam pembuatan brownies adalah telur. Berbeda dengan tepung terigu maupun gula, harga telur cenderung fluktuatif seperti yang terlihat pada gambar 13. Pada bulan Juni tahun 2009 harga telur mengalami kenaikan dan turun kembali pada bulan Agustus 2009. Sayangnya, sejak bulan Maret 2010 harga telur mulai bergerak naik kembali sehingga ada kemungkinan dalam beberapa bulan kemudian akan berada pada posisi harga yang tinggi. Kondisi ini dapat menjadi 89 ancaman bagi perusahaan. . Berikut ini merupakan perkembangan harga telur dalam negeri. 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Gambar 13. Tren Perkembangan Harga Rata-Rata Telur Terigu Kota Bogor pada Tahun 2010 Sumber: Disperindagkop Kota Bogor (2010) d) Harga bahan bakar Bahan bakar juga memiliki fungsi yang sama besarnya dalam proses produksi pembuatan roti. Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan juga menggunakan bahan bakar minyak, gas dan listrik. Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh perusahaan adalah jenis Premium. Premium digunakan perusahaan sebagai bahan bakar armada perusahaan baik sepeda motor maupun mobil pada kegiatan delivery maupun penyediaan input produksi. Harga BBM yang turun dapat menjadi peluang dan stimulus tumbuhnya usaha-usaha lainnya. Tabel 20 menunjukkan bahwa perkembangan harga bahan bakar minyak cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan harga BBM yang mulai turun pada tanggal 15 Januari 2010 dan terus stabil hingga sekarang. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi kelangsungan suatu usaha karena dengan adanya penurunan harga BBM maka dapat menekan biaya transportasi. 90 Tabel 20. Perkembangan Harga BBM di Indonesia Tahun 2009-201013 Tahun 2009 2010 Tanggal Harga BBM premium (rupiah/liter) 1 September 15 September 1 Oktober 15 Oktober 1 November 15 November 1 Desember 15 Desember 1 Januari 15 Januari 1 Pebruari 15 Pebruari 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 5.500 5.000 5.000 4.500 4.500 4.500 Sumber: www.pertamina.com [Diakses tanggal 9 April 2010] Selain menggunakan BBM, saat ini sebagian besar industri menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakarnya. Beralihnya pelaku industri atau rumah tangga dari minyak tanah ke gas elpiji karena kelangkaan minyak tanah yang menyebabkan harga minyak tanah terkadang menjadi tinggi di tangan pengecer. Selain itu kondisi tersebut juga didukung oleh adanya himbauan pemerintah untuk melakukan konversi dari kompor minyak ke kompor gas. Tabel 21. Perkembangan Harga Jual Gas Elpiji Ukuran 12 kg di Indonesia Tahun 2005-200814 Periode Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Januari 2008 April 2008 Juli 2008 Agustus 2008 Harga (rupiah) 51.000 51.000 51.000 51.000 51.000 63.000 69.000 Sumber: www.pertamina.com [Diakses tanggal 9 April 2010] 13 Pertamina. 2010. Perkembangan Harga Bahan Bakar Minyak. http:// www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4285&Itemid=846 14 Pertamina. 2010. Perkembangan Harga Elpiji. http://www.pertamina.com/ index.php?option=com_content&task=view&id=3969&Itemid=1218 91 Dari Tabel 21 terlihat bahwa harga gas elpiji cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ini tentunya dapat mengancam pelaku usaha yang menggunakan gas elpiji ukuran 12 kg untuk kelangsungan proses produksinya. d) Tarif Dasar Listrik Tarif Dasar Listrik (TDL) adalah tarif yang boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan PLN. Penurunan TDL perlu dilakukan sebagai stimulus fiskal bagi sektor riil di tengah dampak krisis ekonomi global. Akan tetapi dengan keluarnya Peraturan Menteri ESDM No.07 Tahun 2010, pemerintah justru berencana untuk menaikkan TDL. Besar kenaikan TDL tersebut adalah sebagai berikut: i) Pelanggan 6600 VA ke atas golongan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah, dengan batas hemat 30% tidak naik karena tarifnya telah mencapai keekonomian. ii) Pelanggan Sosial dinaikkan sebesar 10 persen iii) Pelanggan Rumah Tangga lainnya dinaikkan sebesar 18 persen iv) Pelanggan Bisnis naik sebesar 12-16 persen v) Pelanggan Industri lainnya sebesar 6-15 persen vi) Pelanggan Pemerintah lainnya sebesar 15-18 persen vii) Pelanggan Traksi (untuk keperluan KRL) naik sebesar 9 persen viii) Pelanggan Curah (untuk apartemen) naik 15 persen ix) Pelanggan Multiguna (untuk pesta, layanan khusus) naik 20 persen Hal ini dapat menjadi ancaman bagi pelaku usaha seperti EBB yang menggunakan listrik dalam proses produksinya dengan daya di atas 900 VA, karena hanya pelanggan 450 VA – 900 VA yang tidak mengalami kenaikan. 6.2.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan Perubahan sosial, budaya, demografis dan lingkungan mempunyai dampak besar terhadap produk, jasa, pasar dan pelanggan. Faktor sosial terpusat pada nilai dan sikap orang, pelanggan dan karyawan yang mempengaruhi strategi perusahaan. Nilai-nilai ini terwujud ke dalam perubahan gaya gidup yang mempengaruhi permintaan terhadap produk ataupun cara perusahaan berhubungan 92 dengan karyawan. Nilai sosial budaya memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat akan suatu produk. 1) Pola konsumsi produk siap saji Kemajuan teknologi dan globalisasi informasi membawa segala sesuatunya ke arah yang lebih praktis dan efisien. Seiring dengan kepadatan aktivitas masyarakat, khususnya masyarakat di kota besar, selera masyarakat juga berubah kepada produk-produk yang dapat dikonsumsi secara praktis. Preferensi masyarakat pun berubah termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Perubahan pola konsumsi masyarakat ditunjukkan kecenderungan masyarakat yang mulai menyukai makanan siap saji. Hal tersebut berlaku untuk makanan pokok maupun makanan selingan seperti roti dan kue. Hal ini dapat menjadi peluang bagi industri brownies untuk mengembangkan usahanya karena masyarakat sering kali menggunakan brownies sebagai jamuan pada acara-acara pertemuan ataupun hanya sekedar camilan karena menyukai rasanya. Berdasarkan kuesioner konsumen, sebanyak 35,29 persen responden membeli brownies karena suka dengan rasanya dan 20,59 persen membelinya sebagai makanan selingan. Selain itu, sebanyak 5,88 persen menggunakan brownies untuk acara-acara tertentu serta 2,94 persen responden menggunakan brownies untuk menjamu tamu. 2) Budaya oleh-oleh Banyaknya objek wisata yang terdapat di Bogor dapat menarik masyarakat Bogor sendiri maupun masyarakat di luar kota Bogor untuk berkunjung. Salah satu budaya masyarakat ketika berkunjung ke tempat wisata adalah membeli oleh-oleh khas daerah tersebut untuk keluarga, tetangga maupun kerabat dekat. Kebiasaan tersebut dapat menjadi peluang bagi pemasaran produk yang memiliki citra sebagai makanan khas daerah tersebut, misalnya brownies yang sering kali dijadikan masyarakat sebagai oleh-oleh karena praktis dan mudah didapat. Dari 30 orang responden, 29,41 persen orang membeli brownies EBB sebagai oleh-oleh dari Kota Bogor. 3) Trend gaya hidup sehat dan syariah Faktor sosial budaya mempengaruhi suatu usaha karena selalu terjadi perubahan sebagai akibat dari upaya individu ataupun sekelompok orang 93 untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui pengendalian dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Dewasa ini meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan produk halal memberikan kesempatan pada produk-produk yang memiliki sertifikasi Dinkes dan MUI untuk masuk ke dalam persaingan sebagai makanan halal, bersih dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu, semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat akan makanan jadi. Hal ini terkait dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi bagi kesehatan dan bahaya zat pengawet dan pewarna yang tidak diperbolehkan oleh Dinkes. Kondisi ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk memperoleh pasar karena produknya yang telah dilengkapi dengan sertifikasi-sertifikasi tersebut. Selain itu, salah satu faktor demografis yang berpontensi terhadap penciptaan pangsa pasar bagi setiap bidang usaha di suatu wilayah adalah jumlah penduduk. Potensi penduduk Indonesia yang besar ini sering menjadi pusat perhatian dan pasar sasaran bagi negara lain untuk memasarkan produknya. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2008 dapat dilihat pada Tabel 1 yang telah dikemukakan sebelumnya. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya selama periode 2005-2010 rata-rata sebesar 1,27 persen. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia disebabkan oleh bertambahnya jumlah populasi penduduk yang terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya di Kota Bogor. Tabel 22 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor setiap tahunnya selama periode 2005-2008 rata-rata sebesar 3,17 persen. Jumlah penduduk Kota Bogor yang semakin meningkat merupakan pangsa pasar yang potensial dan peluang bagi perusahaan untuk memasarkan produknya. Tabel 22. Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Penduduk 831.571 855.085 879.138 905.132 942.208 Sumber: BPS Kota Bogor (2009) 94 6.2.3. Kekuatan Politik, Pemerintah dan Hukum Stabilitas politik dan hukum merupakan aspek penting yang mempengaruhi iklim usaha di suatu negara. Politik dan hukum berhubungan langsung dengan keamanan dan stabilitas pemerintahan suatu negara. Keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil akan memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan suatu usaha. Pelaku usaha akan merasa khawatir terhadap keberlangsungan usahanya. Kondisi ini juga berlaku sebaliknya. Beberapa kebijakan dan peraturan pemerintah yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan usaha EBB antara lain sebagai berikut. 1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan UMKM agar dapat berkembang serta mampu menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Sedangkan pemberdayaan yang dimaksudkan disini adalah usaha yang dilakukan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan. Tujuan dari pemberdayaan ini adalah untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan serta untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta juga meningkatkan peranannya dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Pemerintah pusat dan daerah serta BUMN wajib untuk menyediakan pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. Selain itu juga dituntut untuk memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya serta mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. Hal ini menjadi 95 peluang bagi perusahaan dalam rangka memperoleh pinjaman untuk mengembangkan usahanya. 2) Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM serta Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah, Perbankan dan Perusahaan Penjamin Sesuai dengan kebijakan tersebut, maka pemerintah telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan fasilitas penjaminan kredit dari pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha. Adapun bank pelaksana yang menyalurkan KUR ini adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun mempunyai kendala dalam hal agunan. Oleh karena itu, dengan adanya program KUR dapat menjadi peluang bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan tambahan modal dengan persyaratan yang cukup mudah guna mengembangkan usahanya. 6.2.4. Kekuatan Teknologi Perkembangan teknologi yang sangat cepat dapat memberikan kemudahan bagi siapa saja termasuk para pelaku usaha yang hendak mengembangkan usahanya. Kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek produksi dan aspek pemasaran. 1) Perkembangan teknologi pada aspek produksi Dalam industri brownies, perkembangan pada aspek produksi dapat dilihat dari mesin-mesin dan peralatan yang digunakan selama proses produksi brownies. Misalnya pada penggunaan mixer listrik yang membantu mengerjakan kegiatan pengocokan adonan secara otomatis sehingga memudahkan produsen. Dengan pemanfaatan teknologi secara optimal, maka proses produksi akan semakin cepat dan dapat menghasilkan produk dengan jumlah yang lebih banyak daripada jika dikerjakan secara manual dengan tangan. Selain itu penggunaan teknologi dalam jumlah yang tepat dapat mengurangi besarnya biaya produksi perusahaan, sehingga dapat menjual 96 produk dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini menjadi peluang bagi EBB ketika hendak menambah kapasitas produksinya. 2) Perkembangan teknologi pada aspek pemasaran Perkembangan teknologi tidak hanya terjadi pada aspek produksi saja melainkan juga pada aspek pemasaran. Hal ini karena adanya perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi, informasi dan transportasi. Degan adanya perkembangan teknologi dalam bidang telekomunikasi seperti telepon maupun hand phone maka akan mempermudah komunikasi antar bagian di dalam perusahaan, antara pelaku usaha dengan pemasok bahan baku maupun antara pelaku usaha dengan pelanggan ketika melakukan pemesanan produk. Sedangkan perkembangan teknologi informasi sangat terlihat dari berkembangnya berbagai macam media yang dapat digunakan sebagai sarana promosi penjualan produk. Media-media tersebut meliputi surat kabar, majalah, tabloid, brosur, pamflet, spanduk, baliho, sticker, radio, televisi, pesan singkat serta internet yang sudah mulai menjadi kebutuhan pokok sebagian masyarakat di kota-kota besar. Selama beberapa tahun cukup banyak perkembangan yang terjadi di bidang teknologi transportasi misalnya perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar yang dapat menghemat biaya perusahaan. Selain itu, hadirnya jasa pengiriman barang via darat, laut dan udara akan mempermudah dan mempercepat pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen di berbagai wilayah di Indonesia maupun mancanegara sehingga dapat membantu proses pemasaran perusahaan. Kesemua hal ini juga menjadi peluang bagi EBB ketika hendak menambah kapasitas produksinya. 6.2.5. Kekuatan Kompetitif 1) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri Dalam sebagian besar industri, perusahaan saling tergantung. Persaingan yang digerakkan oleh satu perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi para pesaingnya, dan mungkin menyebabkan pembalasan dan usaha-usaha perlawanan. Hal ini juga berlaku di industri brownies. Seiring dengan meningkatnya jumlah produsen brownies, meningkat pula persaingan 97 dari perusahaan-perusahaan yang ada. Hal ini disebabkan karena produsen baru sering kali mencoba masuk industri dengan variasi produk yang unik maupun harga yang relatif murah. Strategi ini diikuti oleh seluruh produsen brownies yang menyebabkan munculnya berbagai macam variasi produk brownies dengan harga yang beragam. Kondisi ini merupakan ancaman bagi perusahaan karena harus memperebutkan pasar yang sama. Berdasarkan wilayah pemasaran dan skala usahanya, terdapat dua perusahaan yang menjadi pesaing potensial EBB di Kota Bogor yaitu Brownies Kukus Amanda dan Brownies Bogor. Brownies Kukus Amanda merupakan perusahaan asal Kota Bandung yang mencoba untuk memperluas wilayah pemasarannya, sedangkan Brownies Bogor sendiri merupakan pendatang baru industri brownies di Kota Bogor cukup berkembang dalam dua tahun terakhir. Kedua produsen tersebut telah dikenal oleh masyarakat dan telah memiliki pangsa pasar yang cukup besar. Persaingan yang terjadi di industri brownies cukup kompetitif. Kondisi ini dapat dilihat dari data Dinas Kesehatan Kota Bogor yang menunjukkan bahwa pelaku usaha yang bergerak pada bidang pembuatan brownies semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 hanya terdapat dua perusahaan yang terdaftar sebagai produsen brownies di Kota Bogor. Namun pada awal tahun 2010 terdapat sepuluh perusahaan brownies yang terdaftar, belum termasuk produsen-produsen brownies skala mikro yang belum mendaftarkan perusahaannya ke Dinas Kesehatan Kota Bogor serta produsen yang berasal dari kota lain yang mencoba memasarkan produknya di Kota Bogor. Bertambahnya jumlah produsen brownies berarti semakin tinggi pula persaingan yang terjadi di antara produsen brownies. Selain itu skala usaha yang dijalankan oleh masing-masing perusahaan pun semakin beragam, yaitu mulai dari skala rumah tangga, kecil hingga menengah. Secara umum persaingan yang terjadi dalam industri brownies adalah persaingan pangsa pasar, produk dan harga. Persaingan pangsa pasar terjadi jika jumlah pelaku usaha brownies yang beroperasi semakin banyak sehingga para pelaku usaha harus jeli dan berhati-hati dalam menentukan target pasar 98 serta wilayah pemasarannya. Persaingan produk terjadi karena setiap produsen berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat diterima dengan baik oleh konsumen baik melalui kualitas bahan baku, cita rasa, variasi topping, ukuran dan kemasan. Oleh karenanya, produsen harus mampu melihat selera dan perilaku konsumen tentang produk brownies seperti apa yang diminati oleh konsumen saat ini. Disamping itu terjadi pula persaingan harga produk dimana setiap perusahaan mencoba memberikan harga yang dapat dijangkau oleh konsumen. Biasanya dalam persaingan harga ini produsen menyesuaikan dengan mutu produk dan target pasar yang dituju. Berikut ini adalah keragaan dari para pesaing utama EBB. a) Brownies Kukus Amanda Brownies Kukus Amanda didirikan pada tahun 2000 oleh Ibu Sumiwiludjeng di Kota Bandung. Perusahaan ini lebih banyak menjual produk jenis brownies kukus dibanding brownies panggang dan brownies kering. Pengembangan produk yang dilakukan oleh Brownies Kukus Amanda dilakukan dengan teknik line extention, yaitu teknik pengembangan produk dengan cara penambahan varian lain untuk kategori produk yang sama pada merek yang sudah ada. Saat ini, perusahaan ini mampu memproduksi lebih dari 4.000 loyang per hari. Sebagai pemimpin pasar di bisnis brownies, Brownies Kukus Amanda memilih masyarakat kelas menengah ke atas sebagai target pasarnya, dimana mereka bersedia membayar lebih untuk membeli produk yang berkualitas baik. Saat ini perusahaan ini telah memiliki 14 cabang sebagai outlet penjualan di berbagai kota. Selain itu, Brownies Kukus Amanda tidak lagi hanya menjual brownies kukus sebagai menu andalannya, saat ini terdapat 23 menu yang ditawarkan kepada konsumen baik brownies maupun produk bakery lainnya. Brownies Kukus Amanda menerapkan kebijakan harga secara geografis dimana untuk setiap produk Brownies Kukus Amanda baik yang dijual di Kota Bandung, Bogor, Cirebon, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Yogyakarta dan Medan adalah sama (uniform delivered pricing). Harga yang ditetapkan oleh Brownies Kukus Amanda saat ini dapat dilihat pada Tabel 23. 99 Tabel 23. Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama Produk Brownies Kukus Original Brownies Kukus Cheese Cream Brownies Kukus Tiramisu Brownies Kukus Tiramisu Marble Brownies Kukus Choco Marble Brownies Kukus Pink Marble Brownies Kukus Green Marble Brownies Kukus Blueberry Brownies Kukus Sarikaya Pandan Brownies Kukus Banana Biz Brownies Bakar Brownies Kering Harga (Rp) 22.000 45.000 28.000 28.000 26.000 26.000 26.000 26.000 26.000 26.000 22.000 15.000 Sumber: Brownies Kukus Amanda (2010) b) Brownies Bogor Brownies Bogor didirikan secara resmi oleh Ibu Ani Chalid pada tahun 2008 di Kota Bogor. Perusahaan ini merupakan pengembangan dari bisnis bakery Ibu Ani Chalid dengan merek “3 Roses”. Saat ini Brownies Bogor telah mampu berproduksi hingga 1.500 loyang per bulan dengan wilayah pemasaran di sekitar Bogor dan Jakarta. Dibandingkan dengan EBB maupun Brownies Kukus Amanda, Brownies Bogor lebih sering melakukan aktivitas promosi seperti memasang iklan di media massa maupun media elektronik, mengikuti pameran dan pemberian tester kepada calon konsumen. Jenis produk yang ditawarkan seluruhnya merupakan produk brownies panggang dengan dua ukuran kemasan, kotak kecil dan kotak besar. Saat ini Brownies Bogor memiliki enam variasi rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Kualitas produknya pun baik karena menggunakan bahan baku yang berkualitas dan harganya mahal. Brownies Bogor juga memiliki beraneka variasi rasa untuk menarik para konsumennya. Segmen pasar yang menjadi sasaran Brownies Bogor adalah golongan menengah ke atas. Harga setiap produk Brownies Bogor dapat dilihat pada Tabel 24. 100 Tabel 24. Daftar Harga Produk Brownies Bogor Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 Nama Produk Brownies Double Choco Brownies Cokelat Almond Brownies Keju Brownies Tiramisu Brownies Tutty Fruty Brownies Ketan Hitam Harga (Rp) Kemasan Kemasan Kecil Besar 23.000 40.000 20.000 40.000 25.000 45.000 25.000 45.000 20.000 40.000 20.000 - Sumber: Brownies Bogor (2010) 2) Ancaman Masuk Pendatang Baru Ancaman masuknya pendatang baru sangat bergantung pada kemampuan pendatang baru untuk menghadapi hambatan masuk (barriers to entry) ke dalam industri. a) Skala Ekonomis Untuk mendirikan usaha brownies sendiri tidak diharuskan untuk beroperasi pada skala usaha yang besar. Hal ini dikarenakan setiap orang dapat memulai usaha brownies pada skala manapun mulai dari skala rumah tangga yang hanya mengandalkan pesanan musiman hingga skala besar yang menggunakan peralatan-peralatan modern disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki. Namun dengan skala usaha yang kecil, pendatang baru akan kesulitan apabila berhadapan dengan perusahaan besar yang telah mencapai skala ekonomi. Hal ini berhubungan dengan besarnya keuntungan yang diperoleh. Perusahaan dengan skala kecil akan memperoleh keuntungan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan perusahaan besar karena biaya yang dikeluarkan untuk per unit produknya cenderung lebih besar. b) Diferensiasi Produk Pada umumnya produk yang dihasilkan oleh setiap perusahaan brownies yang ada secara fisik memiliki karakteristik yang hampir sama. Perbedaan yang dapat ditemui dari setiap produk yang ditawarkan oleh masing-masing produsen terletak pada cita rasa, variasi topping, variasi ukuran, harga jual produk serta variasi kemasan dan labelisasi produk seperti pencantuman merek produk, komposisi bahan baku, nomor izin 101 dari Dinkes (P-IRT) dan sertifikasi halal. Pendatang baru harus memiliki diferensiasi pada produknya untuk dapat menarik minat konsumen ataupun membuat konsumen produk lain beralih ke produknya. c) Kebutuhan Modal Untuk mendirikan usaha brownies tidak harus memiliki modal yang besar. Dengan peralatan rumah tangga yang sederhana seperti kompor minyak, oven panggang, loyang dan mixer kecil seseorang dapat mulai membuat brownies dengan skala kecil. Sedangkan untuk memproduksi brownies kukus hanya dengan menambah kukusan. Namun apabila ingin memproduksi dalam jumlah besar dan merebut pangsa pasar perusahaan yang sudah ada sebelumnya pendatang baru tersebut harus memiliki permodalan yang cukup besar. d) Biaya Beralih Pemasok Untuk dapat membuat perusahaan brownies yang telah ada beralih ke pemasok lainnya pendatang baru tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan pada produksi brownies merupakan bahan baku yang mudah didapat dan tidak harus melakukan kemitraan dengan pemasok. Hal ini merupakan ancaman bagi perusahaan yang telah ada karena pendatang baru mudah untuk masuk ke dalam industri. e) Akses ke Saluran Distribusi Pada industri brownies, perusahaan-perusahaan yang telah mapan memiliki saluran distribusi sendiri untuk memasarkan produknya sehingga pendatang baru mungkin akan kesulitan dalam memasuki saluran yang ada. Sedangkan untuk membangun saluran distribusi yang baru, pendatang baru harus mengeluarkan biaya yang tidaklah sedikit karena membutuhkan waktu dan usaha yang besar untuk menggeser produk pesaing dari saluran distribusi yang dimilikinya. Namun apabila pendatang baru memiliki produk dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik namun dengan harga yang lebih terjangkau akan memungkinkan pendatang baru tersebut masuk ke dalam saluran 102 distribusi yang telah ada dan merebut pasar pesaing-pesaingnya sehingga dapat menjadi ancaman bagi perusahaan yang telah ada. f) Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala Perusahaan brownies yang sudah mapan mungkin memiliki keunggulan yang tidak mudah ditiru oleh pendatang baru. Keunggulan tersebut dapat berupa pengetahuan tentang pengolahan brownies yang lebih baik maupun lokasi yang strategis dan sudah dikenal oleh masyarakat atau konsumen. Selain itu keunggulan biaya juga berasal dari pengaruh kurva pengalaman (experience curve). Perusahaan yang telah memulai usahanya lebih dahulu pastinya telah melalui proses pembelajaran yang cukup lama sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan berupa efisiensi biaya dan waktu dalam proses produksinya sehingga mampu menghasilkan produk yang relatif murah dibanding pendatang baru. g) Kebijakan Pemerintah Pemerintah dapat memberikan penghalang masuk industri dengan menetapkan persyaratan lisensi dan membatasi akses kepada bahan baku. Namun hal ini tidak terjadi pada industri brownies. Bahan baku untuk industri ini merupakan barang yang bebas diperdagangkan dan bisa diperoleh dimana saja, bahkan kebijakan pemerintah cenderung mendukung tumbuhnya industri-industri kecil dan memberikan kemudahan dalam pendiriannya. Hal ini dapat menjadi ancaman karena memudahkan pendatang baru untuk masuk ke dalam industri. 3) Ancaman dari Produk Pengganti/Substitusi Pada industri brownies, yang dapat digolongkan sebagai produk substitusi antara lain adalah cake, bolu, tart, black forest, lapis legit, muffin, martabak manis, roti unyil dan produk bakery lainnya. Tingginya keberadaan produk substitusi brownies dengan berbagai rasa, merek, harga dan kualitas dapat memberikan ancaman bagi EBB sebagai salah satu produsen dalam industri brownies. Meskipun keberadaan produk substitusi tersebut sangatlah tinggi, namun keputusan pembelian tergantung oleh konsumen yang memiliki kebebasan untuk memilih produk yang sesuai dengan seleranya. 103 4) Kekuatan Tawar-Menawar Penjual/Pemasok Saat ini EBB hanya memiliki satu pemasok untuk bahan baku tepung terigu, telur dan cokelat sedangkan sisanya adalah membeli langsung di pasar tradisional. Namun EBB tidak menghadapi biaya peralihan yang tinggi untuk berpindah ke pemasok lain apabila bahan baku yang dipasok dari pemasok tersebut tidak memenuhi standar perusahaan baik dari segi harga, kualitas maupun kuantitasnya karena bahan baku yang dibutuhkan merupakan bahan baku yang mudah didapat dan dijual bebas oleh pedagang besar maupun pengecer. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan penawaran pemasok sangatlah lemah sehingga dapat menjadi peluang bagi perusahaan. 5) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli/Konsumen Konsumen EBB dapat dikatakan memiliki kekuatan penawaran yang cukup kuat dan kondisi ini dapat menjadi ancaman bagi EBB. Hal ini dikarenakan sebagian besar konsumen EBB adalah agen dan counter yang biasanya melakukan pemesanan dalam jumlah besar dan kontinyu meskipun EBB masih tetap melayani pembelian oleh konsumen secara langsung ke perusahaan. Selain itu pembeli memiliki pilihan produk brownies yang sangat beragam sehingga pembeli dapat memilih produk mana yang disukai dengan harga yang terjangkau oleh mereka. Kondisi ini menyebabkan pembeli dengan mudah beralih ke produk pesaing karena pembeli memiliki biaya peralihan yang rendah dan pembeli juga memiliki informasi yang cukup mengenai produk pesaing dan lokasi penjualannya. 6) Pengaruh Kekuatan Stakeholder Lainnya Peluang lain yang dimiliki perusahaan adalah karena perusahaan juga bekerjasama dengan berbagai instansi terkait untuk mendukung usahanya. Instansi tersebut antara lain Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor dan Pemerintah Kota Bogor. Instansi tersebut secara aktif memberikan dukungan kepada seluruh UMKM untuk terus mengembangkan usahanya. Dukungan tersebut berupa kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pemberian bantuan modal atau peralatan. Selain itu instansi tersebut juga sering kali mengajak perusahaan untuk ikut aktif dalam kegiatan pameran dan perlombaan. 104 VII FORMULASI STRATEGI 7.1. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal perusahaan diperoleh beberapa faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan usaha EBB. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan usaha EBB dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Analisis Faktor Lingkungan Internal Elsari Brownies & Bakery Faktor Manajemen Kekuatan - Pemasaran 1. Layanan purna jual yang baik kepada konsumen 2. Memiliki sertifikasi yang lengkap 3. Harga produk relatif murah 4. Kerja sama pemasaran yang efektif Keuangan dan Akuntansi 5. Pembukuan yang baik Produksi dan Operasi 6. Menggunakan bahan baku berkualitas Penelitian dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen 7. Adanya aktivitas penelitian dan pengembangan - Kelemahan 1. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas 2. Belum terdapat job description yang jelas 3. Lokasi usaha kurang strategis 4. Kurangnya promosi 5. Permodalan yang terbatas 6. Sistem pengadaan barang yang kurang baik 7. Terbatasnya jumlah peralatan - 7.2. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal perusahaan, maka diperoleh beberapa faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha EBB. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha EBB dapat dilihat pada Tabel 26. 105 Tabel 26. Hasil Analisis Faktor Lingkungan Eksternal Elsari Brownies & Bakery Faktor Ekonomi Sosial, Budaya, Demografis dan Lingkungan Politik , Pemerintahan dan Hukum Teknologi Kekuatan Kompetitif Peluang 1. Tingginya daya beli masyarakat 2. Harga tepung terigu yang semakin menurun 3. Harga BBM (premium) yang turun dan stabil Ancaman 1. Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin meningkat 2. Rencana pemerintah menaikkan TDL 4. Masih tingginya jumlah permintaan brownies - 5. Kebijakan pemerintah tentang skim kredit - 6. Perkembangan teknologi yang cepat 7. Rendahnya kekuatan penawaran pemasok 8. Adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM 3. Tingginya tingkat persaingan 4. Banyaknya produk pengganti 7.3. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa faktor internal terpenting untuk berhasil dalam industri brownies adalah permodalan dengan bobot tertinggi yaitu sebesar 0,092. Berdasarkan nilai rating yang diperoleh, EBB memiliki faktor kekuatan yang cukup baik namun juga memiliki banyak faktor kelemahan mayor. Kekuatan dan kelemahan utama perusahaan dapat terlihat dari nilai skor terbesar dari masing masing faktor. Kekuatan utama EBB adalah “kerjasama pemasaran yang efektif” dengan nilai skor 0,269, sedangkan kelemahan utama EBB adalah “terbatasnya jumlah peralatan” dengan nilai skor sebesar 0,058. Total skor faktor strategis internal adalah 2,420 yang dalam skala 1 sampai 4 berada di tengahtengah, sehingga EBB berada pada posisi rata-rata. Namun skor di bawah 2,5 mengindikasikan bahwa EBB memiliki posisi internal yang kurang kuat sehingga harus melakukan perbaikan pada kegiatan operasional dan strategi perusahaan. 106 Tabel 27. Analisis Matrik IFE Elsari Brownies & Bakery Rataan Rataan Faktor-Faktor Internal Bobot Peringkat Kekuatan Layanan purna jual yang baik kepada 1 0,072 3,5 konsumen 2 Memiliki sertifikasi yang lengkap 0,067 3,5 3 Harga produk relatif murah 0,056 3,5 4 Kerja sama pemasaran yang efektif 0,077 3,5 5 Pembukuan yang baik 0,066 4,0 6 Menggunakan bahan baku berkualitas 0,082 3,0 Adanya aktivitas penelitian dan 7 0,065 4,0 pengembangan Kelemahan Belum memiliki perencanaan usaha secara 1 1,5 jelas 0,071 2 Lokasi usaha kurang strategis 1,5 0,069 3 Kegiatan promosi yang kurang 1,5 0,082 4 Permodalan yang terbatas 1,0 0,092 5 Terbatasnya jumlah peralatan 1,0 0,058 Sistem pengadaan bahan baku yang kurang 6 2,0 baik 0,074 7 Belum memiliki job description yang jelas 1,0 0,071 Total Faktor Strategis Internal Skor 0,253 0,234 0,196 0,269 0,264 0,245 0,260 0,106 0,103 0,122 0,092 0,058 0,148 0,071 2,420 7.4. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa dua faktor eksternal yang menentukan keberhasilan bisnis brownies adalah jumlah permintaan brownies dan tingkat persaingan sebagaimana ditunjukkan oleh bobot yang diperoleh secara berturutturut sebesar 0,105 dan 0,106. Dilihat dari nilai rating yang diperoleh, EBB sangat baik dalam menangani kedua faktor tersebut. Peluang dan ancaman utama perusahaan juga dapat terlihat dari nilai skor terbesar dari masing-masing faktor. Peluang utama EBB adalah “masih tingginya jumlah permintaan brownies” dengan nilai skor 0,367, sedangkan ancaman utama EBB adalah “tingginya tingkat persaingan” dengan nilai skor sebesar 0,424. Dari matriks di atas dapat diketahui total skor faktor strategis eksternal sebesar 2,657 yang mengindikasikan bahwa respon yang diberikan EBB kepada lingkungan eksternal tergolong ratarata dalam menjalankan strategi untuk menarik keuntungan dari peluang dan menghindari ancaman. 107 Tabel 28. Analisis Matriks EFE Elsari Brownies & Bakery Rataan Rataan Faktor-faktor Eksternal Bobot Peringkat Peluang 1 Tingginya daya beli masyarakat 0,100 2,5 2 Harga tepung terigu yang semakin menurun 0,076 2,5 3 Harga BBM (premium) yang stabil 0,081 2 Masih tingginya jumlah permintaan 4 0,105 3,5 brownies 5 Kebijakan pemerintah tentang skim kredit 0,090 2,5 6 Perkembangan teknologi yang cepat 0,076 2,5 7 Rendahnya kekuatan penawaran pemasok 0,063 2,0 8 Adanya dukungan pihak dinas terhadap 0,085 3,0 pengembangan UMKM Ancaman 1 Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin meningkat Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar 2 listrik (TDL) 3 Tingginya tingkat persaingan 4 Banyaknya produk pengganti Total Faktor Strategis Internal Skor 0,249 0,189 0,162 0,367 0,224 0,189 0,126 0,254 0,066 1,5 0,098 0,059 1,5 0,089 0,106 0,095 4,0 3,0 0,424 0,284 2,657 7.5. Analisis Matriks IE (Internal-External) Penggunaan Matriks IE bertujuan untuk memperoleh grand strategy sehingga perusahaan dapat menentukan bisnis apa yang dikembangkan, dipertahankan atau dilepas. Posisi Matriks IE dapat diketahui melalui penggabungan hasil total skor Matriks IFE dan EFE. Melalui penggabungan itu, maka dapat diketahui posisi perusahaaan pada saaat ini dan strategi apa yang harus diterapkan oleh perusahaan. Saat ini berdasarkan penggabungan antara Matriks IFE (2,420) dan Matriks EFE (2,657), maka EBB berada pada sel V. Menurut David (2009), sel V ini merupakan posisi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain), maka strategi yang dapat dilakukan adalah strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Matriks IE digunakan untuk menghasilkan gambaran strategi secara umum yang dapat dilakukan tanpa menghubungkannya dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Agar diperoleh strategi yang lebih spesifik maka digunakan matriks SWOT yang dibuat dengan melihat 108 faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga grand strategy yang dihasilkan matriks IE dapat disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan saat ini. SWOT dapat digunakan oleh perusahaan untuk melengkapi matriks IE melalui alternatif-alternatif strategi yang lebih spesifik. Dengan kata lain strategi yang akan diperoleh melalui matriks SWOT dirumuskan berdasarkan pada pengembangan dari matriks IE. TOTAL RATA-RATA TERTIMBANG IFE TOTAL RATA-RATA TERTIMBANG EFE Kuat 4,0 Tinggi 3,0 - 4,0 Rata-rata Lemah 2,0 – 2,99 3,0 II I 2,0 1,0 – 1,99 1,0 III 3,0 - 4,0 3,0 hold & maintain Menengah 2,0 – 2,99 IV 2,420 V 2,657 VI 2,0 Rendah VII 1,0 – 1,99 1,0 VII IIII i IX Gambar 13. Matriks IE pada EBB 7.6. Analisis Matriks SWOT Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang diperoleh melalui analisis internal dan eskternal, maka dapat diformulasikan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh EBB antara lain adalah: 1) Strategi S-O (Strengths - Opportunities) Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal EBB untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat diterapkan pada perusahaan yakni sebagai berikut : 109 a) Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan penjualan (Strategi 1/S1) Kekuatan perusahaan seperti layanan purna jual yang baik kepada konsumen, adanya aktivitas penelitian dan pengembangan, kerjasama pemasaran yang efektif, dan pembukuan yang baik dapat dimanfaatkan perusahaan untuk menangkap peluang-peluang seperti perkembangan teknologi yang cepat, harga BBM khususnya premium yang stabil, tingginya daya beli masyarakat dan jumlah permintaan brownies, serta adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM. Dari peluang-peluang tersebut sebaiknya perusahaan dapat memelihara kerja sama yang baik dengan saluran distribusi yang telah dimiliki saat ini agar tidak goyah akibat hadirnya produk pesaing atau bahkan pendatang baru pada saluran distribusi yang sama. Oleh karena itu, perusahaan hendaknya meningkatkan pelayanannya kepada ritel yang dapat dilakukan melalui pemberian garansi terhadap kualitas produk, prosedur pembayaran yang tidak merepotkan, ketepatan waktu dalam hal pengiriman, maupun menjaga stabilitas harga produk. Aktivitas litbang yang dilakukan oleh perusahaan dapat digunakan untuk mencari formulasi produk yang tepat yang sesuai dengan keinginan para retailer. Selain itu, perusahaan juga dapat belajar untuk mengorganisasikan saluran pemasaran yang baik melalui dinas terkait. Strategi ini merupakan spesifikasi dari strategi penetrasi pasar yakni strategi yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui aktivitas pemasaran yang intensif pada pasar yang ada. b) Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk meningkatkan penjualan (Strategi 2/S2) Peningkatan kualitas produk dapat dilakukan dengan meningkatkan diferensiasi produk serta memperbanyak variasi produk meliputi harga, jenis, rasa maupun ukuran. Kualitas produk juga mencakup penampilan fisik yang baik, warna yang menarik, aroma dan rasa yang enak, sehingga perusahaan perlu melakukan sortasi terhadap produkproduknya. Selain itu, perusahaan juga harus meningkatkan 110 pelayanannya kepada para konsumennya. Pelayanan tersebut meliputi jaminan kualitas produk (garansi), keramahtamahan penjual dalam melayani konsumen dan penyajian produk setiap waktu sesuai tuntutan konsumen. Pelayanan juga termasuk bagaimana perusahaan mengetahui kebutuhan konsumen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebagian besar konsumen EBB adalah rombongan keluarga dan relasi kerja. Apabila EBB dapat menjual beragam variasi produk, maka memungkinkan konsumen yang datang akan semakin banyak, karena konsumen dapat memilih variasi beraneka ragam variasi rasa yang disediakan. Sebanyak 28,57 persen konsumen menyarankan EBB menambah variasi produk. Hal ini juga dilakukan untuk memanjakan konsumen dengan suguhan yang lebih beragam sehingga mencegah konsumen dari rasa bosan serta dapat meraih pangsa pasar yang lebih banyak. Strategi meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen dapat dilakukan dengan menggunakan hampir semua kekuatan yang dimiliki perusahaan, seperti layanan purna jual yang baik kepada konsumen, memiliki sertifikasi yang lengkap, harga produk relatif murah, kerja sama pemasaran yang efektif, menggunakan bahan baku berkualitas, serta aktivitas penelitian dan pengembangan, untuk memanfaatkan peluang yang ada, seperti tingginya daya beli masyarakat dan tingginya jumlah permintaan terhadap brownies. Strategi ini merupakan spesifikasi dari strategi pengembangan produk yakni strategi yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau mengembangkan produk atau jasa baru. 2) Strategi W-O (Weaknesses - Opportunities) Strategi W-O adalah strategi yang ditujukan untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi W-O yang dapat diterapkan oleh EBB adalah sebagai berikut: a) Pemanfaatan skim kredit untuk pengembangan usaha (Strategi 3/S3) Peluang-peluang seperti tingginya daya beli masyarakat dan jumlah permintaan brownies, kebijakan pemerintah tentang skim kredit, dan adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM dapat 111 dimanfaatkan perusahaan untuk mengatasi kelemahan perusahaan seperti permodalan yang terbatas, lokasi usaha kurang strategis, kurangnya aktivitas promosi, dan terbatasnya jumlah peralatan. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah melalui pemanfaatan skim kredit yang ditawarkan oleh pemerintah terhadap pengembangan UMKM untuk mengatasi permodalan yang ada. Apabila perusahaan dapat memanfaatkan skim kredit tersebut maka perusahaan dapat membuka outlet penjualan yang baru, memperbaiki aktivitas promosi, atau membeli peralatan-peralatan baru untuk mendukung aktivitas produksi. Skim kredit yang dapat diambil oleh perusahaan dapat berupa kredit usaha rakyat (KUR) maupun kredit usaha lainnya yang dapat difasilitasi oleh Disperindagkop. b) Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi (Strategi 4/S4) Saat ini perusahaan dinilai belum memiliki perencanaan produksi yang jelas, sehingga sering kali penjualan perusahaan tidak sesuai dengan produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini tercermin dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan seperti belum memiliki perencanaan usaha secara jelas, terbatasnya jumlah peralatan, sistem pengadaan bahan baku yang kurang baik, serta belum memiliki job description yang jelas. Perusahaan seharusnya dapat memperbaiki perencanaan produksinya agar dapat menangkap semua peluang yang ada. Perbaikan tersebut dapat dengan melakukan penjadwalan produksi sesuai dengan peramalan jumlah permintaan brownies, perbaikan pengadaan bahan baku produksi, dan penambahan jumlah peralatan pendukung kegiatan produksi sehingga perusahaan dapat berproduksi secara optimal dan kapasitas produksi pun dapat ditingkatkan untuk memanfaatkan tingginya permintaan ketika akan melakukan pengembangan usaha. Selain itu, kebijakan pemerintah tentang skim kredit juga mendukung apabila perusahaan hendak menambah jumlah peralatan maupun pergudangan perusahaan. 112 c) Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan (Strategi 5/S5) Saat ini perusahaan memiliki kelemahan di bidang perencanaan usaha, promosi dan lokasi outlet penjualan langsung. Dengan peluang yang ada perusahaan dapat melakukan berbagai macam strategi penetrasi pasar untuk meningkatkan angka penjualan produknya. Strategi penetrasi pasar yang dapat dilakukan pada strategi W-O antara lain adalah dengan meningkatkan aktivitas promosi ataupun dengan membuka outlet penjualan langsung di tempat yang lebih strategis dengan target pasar yang sama. Sebesar 21,43 persen responden konsumen menginginkan perusahaan memperbaiki lokasi penjualan karena dianggap kurang strategis. Aktivitas promosi harus ditingkatkan untuk memperkuat merek dan posisi produk di mata konsumen. Penguatan tersebut dapat melalui penyebaran pamflet di kalangan pasar yang menjadi sasaran perusahaan, promosi melalui media massa seperti koran, majalah maupun radio, menjadi sponsor pada suatu acara, atau dengan menambah atribut promosi yang diberikan pada setiap ritel perusahaan seperti plang nama atau stiker EBB, rak khusus berlogo EBB, atau melalui brosur dan katalog produk. Pendirian outlet penjualan langsung perusahaan di tempat strategis juga secara tidak langsung dapat mempromosikan perusahaan kepada masyarakat Kota Bogor yang melewati lokasi penjualan. Hal ini cocok dengan keinginan pribadi pemilik yang memang berencana untuk memiliki outlet penjualan di tempat yang strategis namun belum dirumuskan dalam perencanaan perusahaan. Selain itu perusahaan juga dapat melakukan upaya peramalan permintaan sehingga dapat memprediksi jumlah produk yang harus diproduksi. Hal tersebut dilakukan untuk menangkap peluang perusahaan akan tingginya permintaan masyarakat akan brownies dan tingginya daya beli masyarakat dengan faktor pendukung seperti adanya skim kredit dari pemerintah, perkembangan teknologi yang cepat dan dukungan dari dinas untuk membantu perusahaan mengembangkan usahanya. 113 3) Strategi S-T (Strengths - Treaths) Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Beberapa strategi S-T yang dapat dijalankan EBB adalah: a) Meningkatkan deferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan (Strategi 6/S6) Tingginya permintaan akan brownies membuat banyak perusahaan yang menjadi pesaing dari EBB. Para pesaing tersebut terus melakukan inovasi untuk memperebutkan pasar yang sama. Selain itu, banyaknya produk subtitusi yang mampu menjadi pengganti brownies membuat konsumen memiliki banyak pilihan untuk menentukan produk mana yang akan mereka konsumsi. Oleh karena itu perusahaan juga harus terus melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas produk maupun layanan yang ditawarkan kepada konsumen. Peningkatan kualitas produk dapat dilakukan dengan meningkatkan diferensiasi atas produk perusahaan serta memperbanyak variasi produk meliputi jenis, rasa maupun ukuran. Kualitas produk juga mencakup penampilan fisik yang baik, warna yang menarik, aroma dan rasa yang enak, sehingga perusahaan perlu melakukan sortasi terhadap produk-produknya. Perusahaan hendaknya menambah variasi produk yang berbeda dengan para pesaingnya sehingga secara tidak langsung perusahaan dapat menjadikan persaingan tidak relevan bagi pesaing. Saat ini perusahaan telah memiliki berbagai macam menu brownies dan bakery, namun untuk produk brownies sendiri perusahaan masih sedikit tertinggal dibanding pesaing-pesaing potensialnya seperti Brownies Kukus Amanda maupun Brownies Bogor. Strategi ini dilakukan karena perusahaan memiliki berbagai macam kekuatan yang dapat mendukung pelaksanaannya, seperti layanan purna jual yang baik kepada konsumen, memiliki sertifikasi yang lengkap, harga produk relatif murah, kerja sama pemasaran yang efektif, menggunakan bahan baku berkualitas, serta aktivitas penelitian dan pengembangan. 114 b) Optimalisasi sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya produksi (Strategi 6/S6) Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, EBB harus mempertimbangkan alokasi anggaran perusahaan. Perusahaan harus melakukan penghematan dalam setiap kegiatannya agar dapat memperkecil biaya total perusahaan. Hal tersebut penting untuk dilakukan untuk mengatasi adanya kenaikan harga gula, telur, gas elpiji dan tarif dasar listrik yang dimulai pada tanggal 1 Juli 2010. Untuk menghindari terjadinya kenaikan harga produk yang dijual maka perusahaan harus meningkatkan efisiensi produksi. Perusahaan juga harus memperbaiki pengelolaan keuangannya yang dapat dimulai dengan membuat pembukuan baik pemasukan maupun pengeluaran secara rinci. Hal ini telah mulai dilakukan oleh EBB untuk membuat catatan harian, bulanan dan tahunan, namun EBB juga perlu menerapkan pembukuan akuntansi agar pencatatan keuangan menjadi lebih rapi dan akurat. EBB dapat melakukannya secara manual maupun dengan menggunakan komputer, agar perusahaan dapat mengetahui kondisi keuangan secara akurat. Selain itu EBB harus disiplin dalam pengelolaan keuangan agar tidak tercampur dengan urusan keluarga. 4) Strategi W-T (Weaknesses - Treaths ) Strategi W-T adalah strategi yang ditujukan untuk mengurangi kelemahan internal yang dimiliki dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Strategi W-T yang dapat dijalankan EBB adalah : a) Restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan (Strategi 7/S7) Perencanaan sangat diperlukan untuk menjalankan suatu usaha agar lebih terarah dan dapat mencapai tujuannya dengan tepat. Oleh karena itu, EBB harus menyusun perencanaan usaha dengan jelas, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang dapat dimulai dengan merumuskan visi, misi dan tujuan perusahaan. Perumusan rencana usaha juga harus diketahui seluruh SDM perusahaan agar seluruh SDM tersebut mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan untuk 115 bersama-sama mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan perlu membentuk kembali bagian pemasaran untuk menangani aktivitas pemasaran secara lebih terperinci. Perencanaan ini bukan hanya dilakukan dalam hal pemasaran saja, tetapi juga untuk kegiatan operasional perusahaan lainnya. Perusahaan perlu memiliki job description untuk masing-masing bagian di dalam perusahaan yang meliputi pembagian wewenang dan kewajiban bagi setiap karyawan serta kriteria karyawan yang diperlukan pada setiap bagian yang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan serta akan memudahkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya dan ketika akan melakukan proses perekrutan karyawan. Apabila diperlukan, perusahaan dapat melakukan perekrutan manajer profesional untuk membantu perusahaan dalam melakukan pengembangan usaha, karena saat ini perusahaan hanya dikelola oleh pemilik dan karyawan dengan latar belakang pendidikan yang kurang sesuai dengan pekerjaan yang dijalankannya. Selain itu, perusahaan sebaiknya mengatur kembali untuk mengadopsi teknologi seperti penambahan jumlah peralatan yang modern agar dapat berproduksi secara lebih baik. 116 Tabel 29. Matriks SWOT Kekuatan (Strengths-S) 1. Layanan purna jual yang baik kepada konsumen 2. Memiliki sertifikasi yang lengkap 3. Harga produk relatif murah 4. Kerja sama pemasaran yang efektif 5. Pembukuan yang baik 6. Menggunakan bahan baku berkualitas 7. Adanya aktivitas penelitian dan pengembangan Peluang (Opportunities-O) 1. Tingginya daya beli masyarakat 2. Harga tepung terigu yang semakin menurun 3. Harga BBM (premium) yang stabil 4. Masih tingginya jumlah permintaan brownies 5. Kebijakan pemerintah tentang skim kredit 6. Perkembangan teknologi yang cepat 7. Rendahnya kekuatan penawaran pemasok 8. Adanya dukungan pihak dinas terhadap pengembangan UMKM Ancaman (Threats-T) 1. Harga gula, telur dan gas elpiji yang semakin meningkat 2. Rencana pemerintah menaikkan TDL 3. Tingginya tingkat persaingan 4. Banyaknya produk pengganti Strategi S-O S1=Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan penjualan (S1,4,5,7 dan O1,3,4,6,8) S2=Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk meningkatkan penjualan (S1,2,3,4,6,7 dan O1,4) Kelemahan (Weaknesses-W) 1. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas 2. Lokasi usaha kurang strategis 3. Kurangnya promosi 4. Permodalan yang terbatas 5. Terbatasnya jumlah peralatan 6. Sistem pengadaan bahan baku yang kurang baik 7. Belum memiliki job description yang jelas Strategi W-O S3=Pemanfaatan skim kredit untuk mengatasi permodalan (W2,3,4,5 dan O1,4,5,8) S4=Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi(W1,5,6,7 dan O1,2,3,4,5,6,7,8) S5=Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan (W1,2,3 dan O1,4,5,6,8) Strategi S-T Strategi W-T S6=Meningkatkan diferensiasi produk serta S8=Restruksturisasi sistem manajemen pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi perusahaan untuk mengatasi kelemahan persaingan (S1,2,3,4,6,7 dan T3,4) sumberdaya perusahaan (W1,2,3,4,5,6,7 dan S7=Optimalisasi sistem keuangan perusahaan T1,2,3) untuk mengurangi biaya produksi (S3,5,7 dan T1,2) 117 117 7.7. Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui tahap pencocokan, yaitu dengan menggunakan matriks IE dan matriks SWOT, maka tahap terakhir dari penelitian ini adalah pemilihan prioritas strategi yang akan dijalankan melalui Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning MatrixQSPM). Berdasarkan hasil analisis QSPM, diperoleh prioritas alternatif strategi yang dapat diterapkan EBB dimulai dari nilai tertinggi yang dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis QSPM Strategi Restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi S8 kelemahan sumberdaya perusahaan STAS 10,450 Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan 10,167 S5 Melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan 9,043 S6 S1 Mengoptimalkan saluran distribusi yang ada untuk meningkatkan penjualan 8,693 S4 Optimalisasi sistem produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi 8,644 S7 Optimalisasi sistem keuangan perusahaan untuk mengurangi biaya produksi 8,633 S2 Meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk meningkatkan penjualan 8,567 S3 Pemanfaatan skim kredit untuk mengatasi permodalan 7,955 Berdasarkan kondisi lingkungan serta kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan, maka alternatif strategi yang menjadi prioritas bagi perusahaan untuk dilaksanakan adalah strategi 8 (S8) dan strategi 6 (S6). Strategi 8 perlu dilakukan perusahaan untuk membenahi kinerja perusahaan dari dalam. Saat ini perusahaan belum memiliki tujuan yang spesifik untuk dijadikan target perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, selain itu perusahaan tidak memiliki bagian pemasaran yang seharusnya merupakan divisi terpenting dalam sebuah perusahaan manufaktur ataupun perdagangan. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan merestrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan. Dari sisi eksternal, perusahaan perlu 118 meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen. Hal ini perlu untuk dilakukan sebagai salah satu cara perusahaan dalam mengatasi persaingan yang ada, karena dengan meningkatkan diferensiasi produk maka akan ikut meningkatkan daya saing produk EBB dibandingkan produk pesaing-pesaingnya. Sedangkan apabila perusahaan hendak mengaplikasi strategi 5 (S5) yang merupakan prioritas ke tiga, yaitu dengan melakukan kegiatan penetrasi pasar, seperti optimalisasi aktivitas promosi, maka akan memerlukan permodalan yang cukup besar sehingga secara tidak langsung perusahaan harus mengaplikasikan strategi 3 (S3) terlebih dahulu yang merupakan prioritas terakhir dalam analisis matriks QSP. 119 VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Faktor-faktor lingkungan internal perusahaan EBB terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan utama EBB adalah kerjasama pemasaran yang efektif, sedangkan kelemahan utama EBB adalah terbatasnya jumlah peralatan. Faktorfaktor lingkungan eksternal yang dihadapi oleh EBB terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang utama EBB adalah masih tingginya jumlah permintaan brownies, sedangkan ancaman utama EBB adalah tingginya tingkat persaingan. Hasil Matriks IE menunjukkan posisi EBB berada pada sel V yang memberi rekomendasi untuk menjaga dan mempertahankan. Strategi yang paling sesuai dengan EBB adalah strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Matriks SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi, kemudian melalui matriks QSP diperoleh prioritas strategi yang sebaiknya dilaksanakan perusahaan saat ini adalah restrukturisasi sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan, yaitu tenaga penjualan oleh bagian pemasaran yang belum terisi dan keterbatasan peralatan oleh bagain produksi, dan meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan. Berdasarkan kondisi perusahaan saat ini, kedua alternatif strategi ini dianggap dapat mengatasi masalah internal dan eksternal perusahaan. 8.2. Saran 1. Perusahaan sebaiknya membentuk kembali bagian pemasaran yang secara khusus menangani aktivitas pemasaran perusahaan. Hal ini dikarenakan aktivitas pemasaran saat ini masih ditangani oleh bagian delivery maupun bagian administrasi keuangan. Apabila diperlukan perusahaan dapat menggunakan tenaga ahli sebagai manajer pemasaran perusahaan untuk meningkatkan penjualan perusahaan. 2. Perusahaan sebaiknya mengoptimalkan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk menciptakan berbagai macam variasi produk yang berbeda dibanding para pesaingnya dengan kemasan yang lebih menarik. Hal 120 ini dikarenakan baik Brownies Kukus Amanda maupun Brownies Bogor saat ini memiliki beberapa jenis produk baru dan kemasan yang lebih menarik. 3. Sebaiknya EBB memperbaiki proses produksinya, seperti menambah jumlah peralatan untuk membatu mempercepat proses produksi karena kelemahan utama EBB saat ini adalah terbatasnya jumlah peralatan. Selain itu, dengan menambah jumlah peralatan dan menambah kapasitas produksinya, perusahaan dapat berproduksi pada skala ekonomis sehingga produk yang diciptakan dapat dijual lebih murah. 4. Sebaiknya perusahaan melakukan survey pasar untuk mengetahui jumlah permintaan brownies yang dapat dimanfaatkannya dan mengetahui atribut apa saja yang paling berpengaruh bagi konsumen dalam memilih produk brownies. 121 DAFTAR PUSTAKA Apriande C. 2009. Strategi pengembangan usaha minuman kopi herbal instan “Oriental Coffee” pada CV Agrifamili Renanthera, Bogor [skripsi]. Bogor; Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2009. Bogor dalam Angka 2009. Bogor: BPS Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2010. Survei Sosial Ekonomi Daerah Kota Bogor Tahun 2009. Bogor: BPS Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS RI. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Survei Sosial Ekonomi Nasional Panel Tahun 2008. Jakarta: BPS RI. Brownies Bogor. 2010. Daftar Harga Produk Brownies Bogor per Juni 2010. Bogor: Brownies Bogor. Brownies Kukus Amanda. 2010. Daftar Harga Produk Brownies Kukus Amanda per Juli 2010. Bandung: Brownies Kukus Amanda. David FR. 2006. Manajemen Strategis Konsep. Edisi 10. Ichsan SB, penerjemah; Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Manajement. David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. Edisi 12. Dono S, penerjemah; Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Manajement. Davis GB. 2002. Sistem Informasi Manajemen. Adiwardana AS, penerjemah; Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Management Information System: Conceptual Foundations, Structure, and Development. [Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. 2010. Produk Domestik bruto Indonesia Tahun 2008. Jakarta: Deperindag RI. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2010. Daftar Perusahaan Bakery Tahun 2010 di Kota Bogor. Bogor: Dinkes Kota Bogor. [Disperindagkop] Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. 2010. Perkembangan Harga Bahan Pokok di Kota Bogor. Bogor: Disperindagkop Kota Bogor. Elsari Brownies & Bakery. 2010. Profil Perusahaan. Bogor: Elsari Brownies & Bakery. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Teguh H, Rusli RA, penerjemah; Surakarta: PT Pabelan. Kotler P, Armstrong G. 2007. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi 9. Jilid 1. Alexander S, penerjemah; Jakarta: PT Indexs. Terjemahan dari: Prinsiples of Marketing. 122 Miranti. 2008. Pengembangan usaha “Elsari Brownies and Bakery” analisis aspek pasar dan keuangan [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ningtias WY. 2009. Strategi pengembangan usaha kecil “Waroeng Cokelat” (Kasus usaha kecil dan menengah di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nusawanti TA. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha roti pada Bagas Bakery, Kabupaten Kendal [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Porter ME. 1991. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Agus M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive Strategy. Rahartanti RY. 2009. Analisis pengambilan keputusan prioritas strategi pemasaran kopi herbal Oriental Coffee pada CV Agrifamili Renanthera, kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sartika D. 2008. Analisis strategi pemasaran “Brownies Kukus Amanda” dengan pendekatan proses hierarki analitik pada CV Amanda di Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siagian D. 2000. Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT SUN. Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi 3. Yogyakarta: CV Andi. Wheelen TL, Hunger JD. 2009. Manajemen Strategis. Julianto A, penerjemah; Yogyakarta: Andi. Terjemahan dari: Strategic Manajement. 123 LAMPIRAN 124 Lampiran 1. Daftar Agen dan Counter EBB 1a. Daftar Agen EBB No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Nama Agen Oka Candy Dana Ida Sila Deni Lilin Ida Edi Suryana Kardi Euis Ida Ida Suci Lita Ayu Edi Suhendi Nama Instansi/Perusahaan Prudential BRI Bank Niaga C&R PT Tanasin PT KAI PT ABC ADA Swalayan Yogya Sukasari PT SGM Lokasi Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Sukabumi 1b. Daftar Counter EBB No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Nama T Mart Madu Timur Venus Lutuye Toko Ratna I Toko Buah Fortune Toko Ria Eviboy 1 Eviboy 2 Purbasari Buah Segar Baru RS Salak Simpang 3 Bogor Venus Damri Toko A&B Gepuk Karuhun Belanova Toko Wahyu Safari Lokasi Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor No. 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 Nama H. Marzuki Rudi Kosim Rose Mary Clarnes Topuh Aneka Sari Toko Moci Anekasari Sukasari Oleh-Oleh Asgar Toko 67 Toko Maju RS Assifah Toko Kita Degung Raya Toko Agus Toko Anugerah Lokasi Cipanas Cipanas Cipanas Citeureup Citeureup Citeureup Citeureup Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi Sukabumi 125 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Bogor Islami Lina Talo Toko Maret Toko Sukahati Sri Cafetaria Toko Bolu Selera Toko Bolu Surabaya Indomas Mamihku Toko Tifa Bondes Toko Palem Toko Kue Bimo Toko Ratna 2 Ceppy Tamam Underpass Sari Rasa Toko Farasyina Harum Manis Pemda Aneka Cibinong Toko Aroma Kedai Nira Aneka Lama Pelita Ibu Clarisa Ibu Dewi Harum Manis Pemda Toko Laras Rose Mary Toko Paradita Toko Kemuning Toko Minina Arofah 1 Aneka Cisalak Aneka Kue Lina QQ Mini QQ Dinar Neneng PDP Venus Parahiangan Toko Aziz Oleh-Oleh Asgar Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibinong Cibubur Cibubur Cibubur Cibubur Depok Depok Depok Depok Depok Depok Depok Depok Depok Parung Parung Parung Parung Parung Cipayung Cipanas Cipanas Cipanas 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 Inti Cake Toko Ahu Mukala 2 Dewi Bakery Toko Lina Toko Rahmat Jaya Toko Denpasar Wiralaba Toko Baru Kopi Dewi Toko Venny Toko Happy Toko Seroja Setia Jaya Sari Gurih Citra Rasa kartika Rasa barokah Ibu Sari Pariangan Sari Nikmat Isola Sari Raos 2 Sari Raos 4 Maya Karya Umbi Ojo Lai Camilan Rumah Snack Oleh-oOleh Hanaya Sari Raos 1 Indo Snack Sari Rasa Istana Brownies Kabita Cinta Laksana Rizky Bintang Laksana Putri Ideal Snack Putri Riau Wendy Padalarang Sukabumi Sukabumi Sukabumi Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Bekasi Bekasi Bekasi Bekasi Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung 126 Lampiran 2. Hasil Kuesioner Karakteristik Konsumen Bogor Jakarta Cikampek Karawang Bandung Cianjur Sukabumi Tasikmalaya Garut Indramayu Karanganyar Kendal Medan Jambi Palembang Lampung Asal Daerah 3% 3% 3% 3% 3% 3% 3% 47% 3% 3% 7% 3% 3% 3% 3% 3% Usia 17-23 tahun 27% 36% 24-30 tahun 31-40 tahun 17% 13% 41-50 tahun 51-65 tahun 7% Status Perkawinan Jenis Kelamin 20% Wanita Karyawan 10% PNS SLTP SMA 30% 13% S1 Ibu Rumah Tangga 60% Diploma 17% 7% Pekerjaan 7% 46% Belum menikah 63% 80% Pendidikan Menikah 37% Pria 10% Wirausahawan Mahasiswa Pendapatan Per Bulan 13% 17% 23% < Rp 1.000.000 17% Rp 1.000.000-Rp 1.900.000 17% 13% Rp 2.000.000-Rp 2.900.000 Rp 3.000.000-Rp 3.900.000 Rp 4.000.000-Rp 4.900.000 > Rp 5.000.000 127 Apa alasan Anda membeli dan mengonsumsi brownies? Suka rasa 3% 6% 6% Apa yang Anda rasakan jika tidak mengonsumsi brownies? Camilan 35% 17% Merasa ada yang kurang Oleh-oleh Menjamu tamu 29% Biasa saja 83% Acara tertentu 21% Lainnya Bila harga barang-barang lain turun atau pendapatan Anda meningkat, apakah Anda akan membelanjakan uang Anda untuk membeli brownies lebih banyak/sering? Produk merek “Elsari” apa yang pernah Anda konsumsi? Brownies Kukus 27% 40% 40% Brownies Kering Ya Tidak 60% Brownies Panggang 3% Apa yang menjadi pertimbangan Anda saat akan membeli brownies merek “Elsari”? 30% Lainnya, sebutkan ..... Bagaimana Anda memutuskan pembelian brownies merek “Elsari”? Rasa enak Harga murah 2% 4% 8% 2% 15% 21% 48% Kualitas bahan baik Topping beragam Lokasi strategis Pelayanan memuaskan Display menarik 27% 40% 33% Sengaja datang dari rumah tanpa ada tujuan ke tempat lainnya Sebelum/sesuda h mengunjungi objek wisata Mendadak ketika melewati tempat penjualan 128 Apabila brownies merek “Elsari” yang ingin Anda beli tidak tersedia/habis, apa yang Anda lakukan? 27% Membeli brownies di tempat lain: sebutkan ..... Tidak jadi membeli brownies. 73% Apabila harga brownies merek “Elsari” mengalami kenaikan, apa yang Anda lakukan? Tetap membelinya 27% 2% 47% Ya, sebutkan ..... 53% Tidak Apakah harga brownies merek “Elsari” sudah sesuai dengan kualitas dan pelayanan yang didapat? 17% Melakukan pembelian di tempat lain, sebutkan ..... 73% 2% Lalu apakah Anda akan membeli produk lain sebagai pengganti brownies? Ya 83% Tidak. Alasan ..… Menurut Anda apa yang harus diperbaiki dari brownies merek “Elsari”? Tidak ada 7% 7% Kualitas produk Harga produk Rasa produk Variasi produk Lokasi penjualan Pelayanan Ketersediaan produk Display produk 17% 22% 12% 29% 2% Dari mana Anda mendapat informasi mengenai brownies merek “Elsari”? 33% 40% Teman Apakah Anda merekomendasikan kepada orang lain untuk melakukan pembelian brownies merek “Elsari”? 17% Keluarga 27% Lainnya Ya Tidak 83% 129 Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian 1. Lokasi perusahaan 2. Display produk 3. Proses produksi 4. Perlengkapan serta sertifikat halal dan P-IRT 130