konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat zakiah
Transcription
konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat zakiah
KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA MENURUT PENDAPAT ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI Oleh MUSLIHUN NIM. 105052001761 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA MENURUT PENDAPAT ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI Skripsi ini diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I) Oleh MUSLIHUN NIM. 105052001761 Di Bawah Pembimbing Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd. NIP. 19690322 199603 2 001 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M ABSTRAK Muslihun Konsep Perawatan Kesehatan Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan Dadang Hawari. Tersedianya materi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat di samping membawa pengaruh positif, ternyata juga membawa pengaruh negatif terhadap kehidupan. Pengaruh negatif itu tampak adanya manusia diliputi kecemasan dan kegelisahan yang tidak beralasan, hidup bahagiapun semakin sulit diraih. Kondisi ini telah menyadarkan manusia untuk mengisi kekeringan rohani dari ajaran agama. Memperdalam ajaran agama senantiasa memberikan pedoman dalam kehidupan sehingga manusia akan memahami secara utuh arti sebuah kenyakina. Timbulnya berbagai macam gejolak seperti cemas, gelisah, dan penyakit jiwa lainnya mendorong para ahli untuk tetap terus beruhasa memberikan bantuan penanggulangan, baik dalam bentuk langkah preventif, konsultasi, konseling, maupun pengobatan secara medis (psikofarmaka). Inilah yang mendasari penulis untuk meneliti konsep perawatan kesehatan jiwa menurut pendapat Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari. Konsep kedua tokoh ini sangat relevan dan membatu manusia dalam upaya menjaga kesehatan jiwa, sehingga pikiran, perasaan, sikap dan keyakinan hidup bisa berjalan seiring menuju keharmonisan di dalam dirinya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian ini akan dilakukan eksporasi tentang konsep dari Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari. Dimuali dari biografi kehidupannya, karya-karyanya, aktifitasnya dan penulis mencoba mendeskripsikan tentang temuan kedua tokoh tersebut dalam upaya penanggulangan atau perawatan kesehatan jiwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Zakiah Daradjat, perawatan/penanggulangan gangguan kejiwaan adalah dengan terapi psikologis dan religius melalui media konseling. Dalam proses terapi psikologis Zakiah Daradjat menyentuh aspek kognitif, afektif dan konasi, sementara dalam terapi religius, klien diberikan pemahaman-pemahaman yang utuh untuk menerima kenyataan yang dihadapi dengan menjalankan perintah-perintah agama dengan maksimal. Dari semua itu Zakiah Daradjat tetap memanfaatkan potensi klien dalam upaya penyembuhan diri klien dari gangguan kejiwaan. Sementara menurut Dadang Hawari memberikan empat langkah yang harus ditempuh dalam perawatan/penanggulangan gangguan jiwa yakni; terapi psikofarmaka dengan memberikan obat-obatan secara medis, terapi sosial (psikoterapi) yang berupa suportif, re-edukatif, re-konstruktif, kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan keluarga. Terapi sosial (psiko terapi) dengan menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat). Terapi psikoreligius dengan tujuan untuk memperkuat iman pasien yang dapat berupa kegiatan ritual keagamaan dengan memperdalam rukun iman yang berjumlah enam. Sehingga merasa bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. i ii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah dan para pengikutnya, karena dengan semua itu penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa rasa hormat penulis cucurkan kepada para intelektual muslim yang mengajarkan kita tanpa lelah untuk mejadi manusia yang pintar dan berahlak mulia. Salam dan do’aku untuk para intektual muslim. Sembah sujud untuk kedua orangtuaku Hj. Siti Rahmah dan H. Yakub HM. Noor, atas jerih payah dan banting tulangnya selama ini, insya Allah akan ananda balas dengan menjadi anak yang berbakti di jalan Allah SWT. Tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu proses pembuatan skripsi ini, kecuali terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin selaku Pembatu Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jajal selaku Pembantu Dekan Bidang Anggaran, Bapak Drs. Study Rizal LK., MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan yang telah membantu penulis ketika bergelut menjadi mahasiswa dan pengurus HMJ BPI. 2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam berserta Drs. Sugiharto, MA. selaku Sekretaris jurusan. Berjuta-juta terimakasih untuk keduanya yang banyak membantu dan membimbing penulis tanpa lelah selama mengecap status mahasiswa BPI. iii 3. Bapak Drs. M. Lutfi, MA. dan Dra. Nasichah, MA. selaku mantan Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan BPI, terima kasih atas bantuan dan bimbingannya selama ini. 4. Ibu Nurul Hidayati, S.Ag., M.Pd. beribu terima kasih penulis ucapkan atas bantuan dan bimbingan selama skripsi ini ditulis. Semoga amal dan niat baik dibalas oleh Allah SWT. 5. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas yang memadai atas buku-bukunya. 6. Para dosen yang mengajarkan dengan tulus dan ikhlas tentang dunia BPI . semua itu insya Allah mendapatkan balasan dari Allah SWT. 7. Para Senior-seniorku yakni kanda-kanda Deni Agusta, Endang, Deki, M. Yusuf, Yayat Rosyidi, Ahmad Rukyat, Ahmad Mubarok, Pizaro, Abel Fahsa, M. Taher, Diah W, Fina, Syujai Shobah, Habibi, Khafit Rosyid, (Angkatan 1998-2004 dan 2005-2013) kenangan indah itu entah kapan akan terulang. 8. Sahabat-sahabatku satu angkatan 2005 diantaranya, Wahyu Dwi Saputro, Rahmat Hidayat, Harid Isnaini, M. Jaya Supriyatna, Jamaludin Shidiq, Jupenra, Jepriadi, Ruyatna, Dino Irensah, Ade Nurfahmi, Mufi Setiana, Bari Roqiabiano, Mulia Rahmawati, Khairul Mutaqorribain, Galun Yuni Utami, Maya Maulana, Dwika Novariyanti, Hera Sa’adiati, Yuni Fitriani, Sinta Paramita. Kenangan itu terus menghiasi perjalanan panjang hingga kelak tua nanti. 9. Adik-adik kelasku. Fita Nivariyanti, Abdul, Rizqon Agung, Sarifah, Zaura Sylviana, Diah W Larasati, (Angkatan 2006). Alimudin Sugiarto, Ade iv Nurzaman, Maria Ulfa, Nurhasanuddin, Abdul Hakim, Nurul, Vina, Veni, (Angkatan 2007). Tri Prasetiyo, Boy Capah, Oki Devace, Nan Nurzaman, M. Rosyid, Nila, Mahmudah, Nong Via, Kamalia (angkatan 2008). Adrian, Yofie, Sadam H., (2009). walaupun kalian telah lebih dulu meninggalkan BPI, namun rasa sayang ini masih melekat di hati penulis 10. Organ-organ ekstra kampus serta forum-forum diskusi yang selalu kritis dengan wacana keilmuannya antara lain: HMI, FORMACI, PMII, IMM, FORKOT, LS-ADI: Taufik Akbar, Jakariah, Ample, Aphoy, Pipit, Saiful Bahri, Ahmad Fadli, M. Roiz, Alfi, Erik Z, Otoy, Arifin Yahya, Fuad, atas kerja samanya selama ini dan mohon maaf atas kebandelanku di HMI. 11. Kawan-kawan KMBJ, KMBSD-JAYA dan BOM-BJ teruslah berjuang. Antara lain Ismailah, Suhardin, Didin Syafrudin, Johari, Jaenal, Sahrul, Ismail Abdullah, Suaeb, ZulChijjah, Muamar, Munir (KMBJ). Anhar, Hasan, Ida, Ruwaida, Mufti, Kalisom, Burhan, Taufan (KMBSD). Arif Kurniadi, Farid, Badir, Bambang, Bulqis, David (BOM-BJ). Pesanku warnai hari-harimumu dengan wacana-wacana keilmuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, baik dalam penyusunan maupun bahasanya. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Penulis Muslihun NIM. 105052001761 v DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI .............................................................................................. v Bab I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………....................... 1 B. Pembatasan dan perumusan Masalah ......................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6 E. Metodologi Penelitian ................................................................ 8 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11 BAB II. TINJAUAN TEORITIS ............................................................... 13 A. Perawatan Kesehatan Jiwa ...................................................... 13 1. Pengertian Perawatan Kesehatan Jiwa .................................. 13 2. Kesehatan Jiwa .................................................................... 14 3. Ciri-ciri Jiwa yang Sehat ...................................................... 17 4. Faktor-Faktor Kesehatan Jiwa ............................................. 20 5. Gangguan Kejiwaan ............................................................ 23 BAB III. PEMIKIRAN Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari .............. 25 A. Prof. Dr. Zakiah Daradjat .................................................... 25 1. Riwayat Hidup ................................................................... 25 2. Aktifitas ............................................................................. 28 3. Karya-Karya ...................................................................... 31 4. Konsep Zakiah Daradjat dalam Merawat Kesehatan Jiwa .................................................................. 32 B. Prof. Dr. dr. Dadang Hawari Psikiatri ................................ 45 1. Riwayat Hidup ................................................................... 45 2. Aktifitas ............................................................................. 46 vi 3. Karya-Karya ...................................................................... 48 4. Penghargaan ...................................................................... 49 5. Konsep Dadang Hawari dalam Merawat Kesehatan Jiwa ................................................................. 51 BAB IV. ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN JIWA .... 66 A. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dalam Perawatan Kesehatan Jiwa ................................................... 66 1. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dalam Memelihara Kesehatan Jiwa ................................................. 66 2. Analisis Konsep Dadang Hawari dalam Memelihara Kesehatan Jiwa ................................................ 76 BAB V PENUTUP ...................................................................................... 86 B. Kesimpulan …………………………………………………... ... 86 C. Saran-Saran ………………………………………...…………... 87 D. Penutup …………………..…………………….………………. 87 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akal dan fikiran merupakan anugerah tertinggi yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia sehingga manusia berbeda dengan makhlukmakhluk lain yang diciptakan Allah SWT.1 Bertambah maju kehidupannya bertambah maju pula fikiran. Kekuatan pikiran bisa bertambah kuat dan bisa lemah, bisa menyala dan bisa padam dan mati, semuanya dengan penjagaan.2 Manusia sebagai hamba Allah SWT lahir ke dunia ini adalah dalam keadaan suci (fithrah), suci dari noda dan dosa, namun setelah hidup dan berinteraksi dengan sesama makhluk dan lingkungan, maka sadar atau tidak manusia telah banyak melakukan kesalahan sehingga mengakibatkan timbulnya dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Allah SWT telah memberikan perangkat akal dan nafsu agar digunakan dengan sebaikbaiknya. Kemuliaan dan keutamaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya adalah karena memiliki hati dan akal yang dengan bantuan dan pertolongan-Nya manusia dapat mengenal Allah. Dengan sarana hati manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah dan meraih derajat denganNya serta melakukan usaha untuk mengetahui dan menyadari keberadaanNya. Hati yang beruntung adalah hati yang bersih dan suci karena senantiasa 1 2 Hamka, Renungan Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), h.4. Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h.49. 1 2 dibersihkan dan disucikan, dan hati yang merugi adalah hati yang dibiarkan kotor dan rusak.3 Manusia sebagai makhluk sosial seringkali mengahadapi berbagai macam masalah dalam kehidupannya sehari-hari, arti dari kata masalah adalah sesuatu keadaan yang membuat kita tidak merasa enak dan harus segera diselesaikan.4 Dalam proses penyelesaian masalah yang sedang dihadapi di samping memerlukan bantuan pertolongan orang lain, juga diselesaikan dengan potensi yang kita miliki sehingga kita mampu berfikir secara rasional. Menurut Deliar Noer masyarakat moderen adalah masyarakat yang bersifat rasional, obyektif, terbuka, menghargai waktu dan kecendrungan berfikirnya selalu untuk masa depan yang lebih jauh.5 Jaman modern seharusnya membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketegengan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan. Agama merupakan salah satu kebutuhan psikis dan rohani manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan6. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama. Agama Islam adalah jalan bagi perawatan kesehatan jiwa dan merupakan obat bagi penanggulangan 3 gangguan penyakit kejiwaan, serta membina dan Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Bandung: Marja, 2005), h.9 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001), h. 3. Cet. Ke-23. 5 Deliar Noer, Pembangunan Di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1997), h.24. 6 Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), h. 178. Cet. Ke- 1. 4 3 mengembangkan kehidupan jiwa manusia. Tanpa agama, jiwa manusia tidak dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Jadi, agama dan kepercayaan pada Allah adalah kebutuhan pokok manusia, yang akan menolong manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.7 Di samping agama merupakan kebutuhan psikis juga memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan hidup. Hal semacam ini terjadi pada seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat modern, agak modern maupun primitif mereka akan merasakan ketenangan dan ketentraman dikala mereka mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.8 Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d. Artinya:”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman, beramal sholeh bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”.(QS. Ar-Ra’d): 28-29). 9 Ayat tersebut merupakan petunjuk yang jelas sekaligus sebagai landasan dalam menjaga keseimbangan jiwa. Sementara fungsi iman dan mengingat Allah harus ditanamkan sejak dini kepada semua umat manusia 7 Moh. Sholeh, Agama Sebagai Terapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 42. Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia,1993) h.74. Cet ke-2. 9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 584. 8 4 terutama umat Islam sehinggga memiliki ketahanan baik secara fisik maupun psikis dan dapat menyesuaikan diri dari kegagalan, tekanan perasaan, baik yang terjadi di rumah tangga, di kantor ataupun dalam masyarakat. Gangguan psikis seperti tekanan perasaan, cemas, depresi, dan gangguan psikis lainnya merupakan kendala manusia untuk meraih hidup sehat. Cara penanggulangannya tidak hanya semata melalui jalan agama tetapi juga dengan pengobatan-pengobatan secara fisik dengan cara pendekatan medis. Menyadari kondisi sebagaimana telah disampaikan di atas, para pakar berupaya merumuskan konsep kesehatan jiwa agar jiwa manusia tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit dan gangguan jiwa. Dari berbagai tokoh muslim, terdapat beberapa tokoh yang mengkaji tentang kesehatan jiwa dan badan, di antaranya adalah Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari. Zakiah Daradjat dengan rinci mengkaji dan membagi unsur-unsur yang harus ditempuh manusia untuk memperoleh kesehatan, baik sehat secara kejiwaan maupun sehat secara fisik. Dalam memberikan bantuan dan pertolongan kepada klien Zakiah Daradjat mengggunakan pengobatan psikologi dengan menganalisa unsur kognitif, afektif, psikomotorik dan konasi, dari situlah dapat diketahui penyebab-penyebab atas timbulnya gangguan kejiwaan pada kliennya. Selanjutnya mengunakan pengobatan religius, pengobatan ini dimaksudkan untuk membangun kembali naluri keagamaan yang telah lama pudar. Sementara Dadang Hawari dalam melakukan pengobatan kepada kliennya lebih dalam dari Zakiah Daradjat, Dadang Hawari tidah hanya mengggunakan pengobatan psikologi dan religi, tetapi juga mengggunakan pengobata dengan cara biologi dan sosial. Pelaksanaan pengobatan yang 5 dilakukan oleh Dadang Hawari dimulai dari aspek biologi, dimaksudkan untuk membersihkan dengan obat (medis) atas ketergantungan seseorang terhadap zat-zat adiktif, baru dilakukan pengobatan psikologi, religi dan terakhir sosial dengan menempatkan klien di rumah singgah Madani Mental Health Care Foundation. Dari sini barangkali yang melatarbelakangi Zakah Daradjat dan Dadang Hawari tetap konsisten dalam penanganan masalah-masalah gangguan psikis dan fisik. Dari sini pulalah penulis termotivasi untuk mengkaji lebih dalam konsep kedua tokoh tersebut. Di samping menambah khazanah dan kontribusi bagi jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam kancah kehidupan moderen. Berdasarkan uraian diatas sehingga mendorong penulis untuk mengangkat skripsi ini dengan judul: Konsep Perawatan Kesehatan Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan Dadang Hawari. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membatasi pembahasan pada teori Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam penanggulangan gangguangangguan kejiwaan. Zakiah Daradjat menggunakan terapi psikologi dan religi dengan media konseling, sementara Dadang Hawari dengan terapi biologi, psikologi, religi, dan sosial. Dari pembatasan masalah tersebut dapat dimunculkan rumusan masalah tentang bagaimana konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari tentang perawatan kesehatan jiwa? 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengisi kekosongan dan menambah literatur mengenai konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah: a. Untuk menambah khazanah kajian kesehatan jiwa terutama untuk memahami kasus-kasus seperti cemas, depresi, dan gangguan kejiwaan yang dialami oleh manusia di era modern seperti sekarang ini. b. Dapat memberikan sumbangan berharga bagi pengembangan dasar-dasar keilmuan Bimbingan dan PenyuluhanIslam. c. Dapat dijadikan bahan dalam pembuatan silabus dan makalah khsusnya bagi dosen dan mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam. D. Tinjauan Pustaka Setelah penulis membaca beberapa karya Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari antara lain; Zakiah Daradjat dengan karya; Kesehatan Mental, Ilmu Jiwa Agama, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Pokok Kesehatan Mental/Jiwa. Dadang Hawari dengan karya; Al-Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Dimensi Religius dan Praktek psikologi dan Psikiatri, Konsep Agama Islam Menanggulangi HIV/AIDS, maka dari itu penulis 7 terkesima dengan pandangan-pandang kedua tokoh ini terutama yang berkaitan kajian kejiwaan. Kemudian penulis melakukan penelusuran pada perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis hanya menemukan dua karya ilmiah (skripsi), pertama ditulis oleh Marzoqum “Terapi Islam Sebagai Metode Dakwah: Kajian Tentang Aplikasi Terapi Islam Zakiah Daradjat Terhadap Berbagai Gangguan Kejiwaan” tahun 2002. Fokus penelitiannya hanya pada penerapan dan aplikasi ajaran Islam dalam menanggulangi berbagai gangguan kejiwaan. Ajaran agama Islam mempunyai hikmah yang berkaitan erat dengan perkembangan dan pemenuhan kebutuhan jiwa manusia sehingga ritualnya tidak dapat ditinggalkan. Yang kedua skripsi yang tulis oleh Fitri Suryani “Terapi Qurani Terhadap Ganguan Kejiwaan Studi Karya Dadang Hawari Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa” tahun 2004. Al-Qur’an menjawab perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi atas modernisasi dan industrialisasi sehingga manusia meninggalkan nilai-nilai moral keagamaan dan etika kehidupan. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Suryani hanya fokus buku Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Dari hasil penelusuran tadi yang ternyata tidak menemukan judul penelitian yang sama, inilah yang menjadikan penulis yakin untuk menjadikan Konsep Perawatan Kesehatan Jiwa Menurut Pendapat Zakiah Daradjat Dan Dadang Hawari sebagai karya ilmiah (skripsi) diajukan pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi 8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai syarat memperoleh gelar sarjana S.Sos I. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian a. Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif, penelitian dengan mengumpulkan lalu menganalisa satu persatu konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dengan maksud mengungkapkan pengalaman-pengalaman kedua toko tersebut dalam menangani berbagai macam fenomena kejiwaan seperti depresi, cemas, pindak agama, ketagihan obat-obatan terlarang sehingga mendapatkan wawasan yang baru tentang konsep kedua tokoh tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan eksploratif yaitu menata dan melihatnya berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga dapat ditemukan pola atau tema tertentu. Mencari hubungan logis antara pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran tersebut. Di samping itu, peneliti juga berupaya untuk menentukan arti di balik pemikiran tersebut berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya. Selanjutnya mengklasifikasikan dalam arti membuat pengelompokan pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari sehingga dapat dikelompokkan ke dalam berbagai aspek. 9 b. Waktu Penelitian Penelitia skripsi ini dimulai bulan Februari 2011, sampai bulan perawatan kesehatan jiwa dengan Bimbingan dan Konseling Islam. c. Definisi Operasional Secara operasional, kesehatan jiwa adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, dan ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram, dengan indikator sebagai berikut: a. Terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan; b. Mampu menyesuaikan diri; c. Sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan- kegoncangan biasa; d. Adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik); e. Merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia; f. Dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin g. Senantiasa mendekatkan diri pada Allah. 2. Sumber dan Jenis Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data teoritis yang dibahas. Untuk itu sebagai jenis datanya sebagai berikut: 10 a. Data Primer yaitu karya-karya Zakiah Daradjat: (1) Kesehatan Mental; (2) Psikoterapi Islam; (3) Islam dan kesehatan Mental; (4) Peranan agama Dalam Kesehatan mental; (5) Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Dadang Hawari: (1) Al-Qur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa; (2) Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi; (3) Konsep Agama Islam Menanggulangi HIV/AIDS. b. Data Sekunder yaitu karya-karya tulis ahli lain yang relevan dengan tema skripsi ini. 3. Fokus Penelitian Fokus penelitian dalam penulisan skripsi ini hanya pada pemikiran dan konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam memelihara kesehatan jiwa. 4. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan penelitian dan data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi yaitu mencari data yang berhungan dengan pokok-pokok pembahasan berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, artikel, dan lain sebagainya. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data adalah suatu proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang dinginkan dalam penelitian ini. Analisis data tersebut dengan cara 11 mengelompokkan konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari lalu dilakukan analisis satu persatu tentang konsep kedua tokoh tersebut. 6. Teknik Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah ( skripsi, tesis dan disertasi) yang disusun oleh Hamid Nasuhi, Ismatu Rofi, Oman Fathurahman, M. Syairozi Dimyati, Netty Hatati, Syopiansyah Jaya Putra. Cetakan ke-2 tahun 2007, diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi, sangat dibutuhkan sebuah sistematika penulisan yang menjadi inti penelitian. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN terdiri dari: Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS terdiri dari: Kesehatan jiwa meliputi: Kesehatan jiwa (pengertian kesehatan jiwa, ciri-ciri jiwa yang sehat dan kepribadiannya, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa dan upaya perawatan kesehatan jiwa). BAB III BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA terdiri dari: Latar belakang kehidupan dengan rincian: Pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa, meliputi: 12 (Riwayat hidup, aktifitas, karya-karyanya, konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa,). Dadang Hawari (Riwayat hidup, aktifitas, karya-karyanya dan penghargaan, konsep Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa,). BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN JIWA berisi: analisis konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa, persamaan dan perbedaan Konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa, konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa ditinjau dari bimbingan dan konseling Islam. BAB V PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran-saran. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perawatan Kesehatan Jiwa 1. Pengertian Perawatan Kesehatan Jiwa Perawatan kesehatan jiwa tidak lagi terbatas pada menghilangkan gejala penyakit yang diderita si sakit, akan tetapi ia juga menghadapi pengobatan kegoncangan kelakuan yang diderita oleh sementara orang, yang telah menghalangi meraka dari penyesuaian diri secara sehat dalam kehidupan pada umumnya. Disinilah tampak begitu penting perawatan kesehatan jiwa. Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong integritas fungsi, meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat.1 Perawatan kesehatan jiwa adalah satu bentuk diskusi tentang problema yang bersifat emisional, yang dilakukan oleh orang-orang yang terlatih melakukan tugas membuat hubungan teknis dengan si sakit, yang dengan itu ia berusaha menghilangkan, mengubah atau menunda gejolak tertentu, atau mengubah pola tingkah laku. Tujuan dari semua itu adalah untuk memperkuat segi-segi positif dari sisi pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Ada beberapa metode perawatan kesehatan jiwa antara lain: 1 Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, alih bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 65 13 14 1. Perawatan yang bertujuan untuk menolong si sakit. 2. Perawatan melalui cara psikoanalisa. 3. Perawatan langsung (derectif theraphy) 4. Perawatan tidak langsung (non-directive theraphy). 5. Perawatan dengan cara khusus, antara lain: a. Pengobatan dengan permainan. b. Pengobatan dengan seni (music, gambar dan sandiwara). c. Pengobatan dengan obat dan kejutan. d. Pengobatan kelompok.2 2. Kesehatan Jiwa Kesehatan jiwa yang biasa disebut mental hygiene, berasal dari kata Hygiene dan Mental. Hygiene adalah nama dewi kesehatan Yunani. Hygiene berarti “ilmu pengetahuan”. Sedangkan jiwa dari kata latin “mens, metis” yang berarti “jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat”.3 Dalam pengertian yang lain bahwa mental adalah “mental, batin, rohaniah, berkenaan dengan jiwa. Di lain pengertian sesungguhnya, menyangkut masalah-masalah ingatan, pikiran atau akal”.4 Dalam usaha untuk menanggulangi kesukaran-kesukaran yang diderita orang-orang dalam masyarakat modern itu, bermacam-macam ilmu pengetahuan kemanusiaan berkembang cepat, terutama pada abad ke-XX ini. 2 Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, alih bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 67. 3 Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, (Bandung: Maju Mundur, 2000), h. 4. 4 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Cet. I, 1987, h. 152 15 Dalam ilmu jiwa dan kedokteran jiwa muncullah ahli-ahli dengan teorinya masing-masing, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan kebahagiaan kepada tiap orang yang menderita itu. Bermacam-macam teori telah timbul dan telah menunjukkan jasanya, di antaranya ialah aliran "Psikhoanalisa" yang dipelopori oleh seorang Psikhiater bernama Sigmund Freud (1856—1939). Kemudian disusul oleh pengikut-pengikutnya yang terkenal antara lain: Jung, Adler dan Karen Homey.5 Sesungguhnya kesehatan jiwa mempunyai pengertian dan batasan yang banyak, disini akan dikemukan beberapa pengertian saja agar mendapat batasan yang dapat digunakan dengan cara yang memungkinkan kita memanfaatkan batassan tersebut. Dalam mengarahkan orang kepada pemahaman hiidup mereka dan dapat mengatasi kesukarannya, sehingga mereka dapat hidup bahagia dan melaksanakan misinya sebagai anggota masyarakat yang aktif dan serasi. Pengertian kesehatan jiwa mempunyai beberapa arti yang berbeda antara lain: a. Kesehattan jiwa adalah bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan gangguan kejiwaan. Pengertian ini banyak dipakai dalam lapangan kedokteran jiwa (Psikiatri). b. Kesehatan jiwa adalah kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungannya, hal itu membawanya pada kehidupan yang sunyi dari kegoncangan, penuh vitalitas.6 5 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung), cet. Ke- XVI, h. 68. 6 Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid I, alih Bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 20-21. Cet 1. 16 c. Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.7 d. Kesehatan jiwa adalah kematangan emosi dan sosial seseorang disertai adanya kesesuaian dengan dirinya dan lingkungan sekitar.8 e. Kesehatan jiwa ialah terwujudnya ketenangan pada diri seseorang dengan perkembangan kepribadian yang normal.9 f. Kesehatan jiwa adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan goncangan-goncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin.10 g. Kesehatan jiwa adalah terhindarnya seseorang dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.11 h. Kesehatan jiwa adalah keadaan psikologi secara umum, sedangkan kesehatan jiwa yang wajar adalah keadaan terpadu dari berbagai tenaga 7 Zakiah Draddjat, Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung 1996), h.12-13. Cet. Ke 23. 8 Musfir Az-Zahrani Bin Said, Konseling Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h.4. 9 Sayyid Abdul Hamid Mursi, Jiwa Yang Tenang, (Malang: Al-Qayyim, 2004), h.9. 10 Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996), cet. Ke-VIII, h.9. 11 Siti Sundari, HS., Kesehatan Jiwa Dalam Kehidupan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 1. 17 seseorang yang menyebabkan ia menggunakan dan mengeksploitasikannya sebaik-baiknya yang selanjutnya menyebabkan ia mewujudkan diirinya atau mewujudkan kemanusiaannya.12 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud kesehatan jiwa ialah keadaan jiwa seseorang yang mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah yang dihadapi dan terhindarnya dari gangguan kejiwaan yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 3. Ciri-Ciri Jiwa Yang Sehat Orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas (dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya. Maka orang yang sehat jiwanya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya 12 214. Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1996), h. 18 digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolongmenolong. Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang sehat, Zakiah Daradjat mengungkapkan secara rinci beberapa ciri orang yang mempunyai jiwa yang sehat, yaitu: a. Terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa b. Mampu menyesuaikan diri c. Sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-goncangan biasa d. Adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia. e. Dapat menggunakan potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin.13 Sedangkan Dadang Hawari mengungkapkan ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang sehat, yaitu: 1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan buruk baginya. 2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya. 13 Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996), cet. Ke-VIII, h. 9. 19 3. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima. 4. Secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas dan depresi. 5. Berhubungan dengan orang lain dengan tolong menolong. 6. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran dikemudian hari. 7. menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan kostruktif. 8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.14 Adapun jiwa yang sehat memiliki gejala: posisi pribadinya harmonis dan seimbang, baik ke dalam, terhadap diri sendiri, maupun keluar, terhadap lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, ciri-ciri khas pribadi yang berjiwa sehat, antara lain berikut ini: 1. Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya sehingga mudah mengadakan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan norma sosial, serta perubahan-perubahan sosial yang serba cepat. 2. Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat. 3. Senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup, dan selalu mengarah pada transendensi diri, berusaha untuk melebihi kondisinya yang sekarang. 4. Bergairah, sehat lahir dan batin, tenang dan harmonis kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya. 14 Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 34. 20 Orang yang sehat jiwanya adalah orang-orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena merasakan bahwa dirinya berguna, bermakna, mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya, sehingga membuatnya bahagia terhindar dari kegelisahan dan gangguan kejiwaan.15 Salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri (self control). Pengendalian diri amat penting bagi kesehatan jiwa sehingga daya tahan jiwa dapat mengatasi stres dalam kehidupan. Karenanya problem utama kesehatan jiwa adalah timbulnya berbagai stressor psikososial yang mengakibatkan seseorang menderita ketegangan, kecemasan, depresi, ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, kekecewaan, prasangka buruk, niat jahat (ill will).16 Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwasanya tolok ukur orang yang sehat jiwanya adalah orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berusaha secara sadar merealisasikan nilai-nilai agama sehingga kehidupannya itu dijalaninya sesuai dengan tuntutan agama. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu: Pertama, faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang seperti keimanan ketaqwaan, sikap dalam menghadapi problem hidup, keseimbangan dalam berfikir dan kondisi kejiwaan seseorang. 15 Zakiah Dradjat, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996), cet. Ke-VIII, h. 39. 16 Imam Musbikin, Rahasia Puasa, (Yoyakarta: Mitra Pustaka, 2004), cet. Ke-I, h. 40. 21 Seseorang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, maka ia akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman. Bila ia menghadapi problematika hidup, maka ia akan sabar dan tidak putus asa dalam menghadapinya. Karena sebenarnya dalam diri manusia yang beriman tidak terjadi putus asa. Reaksi-reaksi kompensasi dan mekanisme pertahanan diri yang sifatnya merugi.17 Dengan demikian iman dan taqwa seseorang yang merupakan faktor penting yang dapat membimbing sehat atau tidaknya jiwa seseorang. Di samping itu sikap seseorang dalam menghadapi problem hidup dan kemampuan berfikir secara seimbang serta dapat mengantisipasi berbagai persoalan akan mampu menciptakan kondisi jiwa yang sehat. Untuk memperoleh kesehatan jiwa, Allah memerintahkan manusia lewat firman-Nya: Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. ar-Ra'd: 28).18 Ketenangan hati seseorang akan muncul karena mengingat hatinya dipenuhi keimanan, sehingga batinnya langsung berhubungan dengan Allah dan ia merasakan kedamaian, aman serta mendapatkan ketenangan dan kedamaian.19 17 Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan jiwa Dalam Islam, (Bandung: Maju Mundur, 1989), h. 305. 18 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 584. 19 Sayyid Abdul Hamid Mursi, Jiwa Yang Tenang, (Malang: Al-Qayyim,2004), h. 38. 22 Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa orang-orang yang beriman akan diberikan ketenangan hati (jiwa) oleh Allah. Hal ini membuktikan bahwa iman merupakan titik pokok bagi kehidupan manusia, iman dapat mengendalikan sikap, ucapan, tindakan, dan perbuatan seseorang. Jadi iman kepada Allah akan membuat jiwa seseorang menjadi terang dan tenteram. Dengan menyerahkan diri kepada-Nya, maka kita akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Dengan keyakinan dan kepercayaan dapat memperoleh keseimbangan jiwa. Kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang, seperti kondisi lingkungan, keluarga, masyarakat maupun lingkungan pendidikan seseorang, serta keadaan ekonomi, sosial dan faktor yang lain. Sebagaimana pendapat yang disampaikan bahwa sesungguhnya ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin tergantung pada faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, adat istiadat dan sebagainya. Akan tetapi tergantung pada cara dan sikap dalam menghadapi faktor tersebut.20 Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa faktor yang menyebabkan jiwa seseorang menjadi sehat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dari keduanya, faktor internal lebih dominan pengaruhnya dari pada faktor eksternal. Sebab faktor internal menyangkut keadaan jiwa, ini sungguh sangat berpengaruh. Jika keadaan jiwa tidak stabil, maka komunikasi dengan orang lain dan lingkungan akan tergangggu. 20 23, h. 15. Zakiah Draddjat, Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung 1996), cet. Ke 23 5. Gangguan Kejiwaan Dalam kesehatan jiwa gangguan kejiwaan berarti gangguan dari keadaan yang tidak normal yang berhubungan dengan rohani maupun jasmani. Keabnormalan bukan disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagianbagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik, tetapi penyebabnya adalah gangguan kejiwaan.21 Dijelaskan bahwa gangguan kejiwaan terbagi menjadi tiga macam yaitu psikopat (kekalutan jiwa), neurosis (gangguan jiwa) dan psikosis (sakit jiwa). Psikopat adalah bentuk kekalutan jiwa ditandai dengan ketidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi. Orang tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu berkonflik dengan normanorma sosial dan hukum.22 Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih dalam keadaan sadar. Perubahan tingkah laku tidak hanya disebabkan oleh kerusakan susunan syaraf, tetapi dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap orang lain.23 Psikosis adalah penyakit jiwa yang parah yang ditandai adanya disorganisasi proses berfikir, gangguan emosional, diorientasi ruang dan waktu disertai halusinasi dan delusi.24 21 Zakiah Daradjat, Kesehatan Jiwa, h. 33. Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, (Bandung: Maju Mundur, 2000), h. 91. 23 Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 152153. 24 Kartini Kartono, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dan Kesehatan Jiwa Dalam Islam, h. 128. 22 24 Orang yang mengalami psikopat akan cenderung melanggar norma dan ketentuan yang ada tanpa merasa ada penyesalan atas tindakannya tersebut. Orang yang mengidam neurosi masihmengetahui, mengalami dan merasakan kesukaran dan masih hidup dalan lingkungan umum, sementara orang yang mengalami psikosis sudah tidak mengenal lingkungan sekitar, karena struktur berpikir, osional tidak terkontrol. Jiwa yang terganggu akan berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh gangguan atau penyakit jiwa tersebut antara lain dapat dilihat dari perasaan dan gejalanya, antara lain menunjukkan rasa gelisah, iri, dengki, sedih, risau, kecewa, putus asa, bimbang dan marah. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa jiwa seseorang dapat terganggu atau jiwanya tidak sehat ditandai dengan rasa ketakutan, selalu patah hati, hambar hati, apatis, iri hati, cemburu, selalu marah dan batinnya tidak tenang. Gangguan jiwa tersebut dapat berpengaruh pada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. BAB III PROFIL ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG HAWARI A. Prof. Dr. Zakiah Daradjat 1. Riwayat Hidup Prof. Zakiah Daradjat adalah putri dari pasangan H. Daradjat Bin Husein dengan Hj. Rapi’ah binti Abdul Karim. Zakiah Daradjat adalah putrid sulung dari 6 bersaudara, Zakiah Daradjat dilahirkan di Kampung Koto Merapak, Kecamatan Ampek Angkek, Kotamadya Bukit Tinggi pada tanggal 6 November 1929.1 Dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2013. Daradjat Husain memiliki dua isteri. Dari istrinya yang pertama bernama Rafiah, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak pertama dari keenam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua, Hj. Rasunah, ia dikaruniai lima orang anak. Dengan demikian, dari dua istrinya tersebut, H. Daradjat memiliki 11 orang putra. Walaupun memiliki dua isteri, ia cukup berhasil membina keluarganya. Hal itu terlihat dari kerukunan putraputrinya. Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, seperti ibu kandungnya. H. Daradjat, ayah kandung Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi Muhammadiyah. Sedangkan ibunya aktif di Serikat Islam. Kedua organisasi yang berdiri pada akhir penjajahan Belanda ini tercatat sebagai organisasi yang cukup disegani masyarakat, karena kiprah dan komitmennya pada perjuangan kemerdekaan Indonesia serta berhasil menangani mengelola 1 Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 4. 25 26 pendidikan modern serta mengatasi problema sosial keagamaan dan sebagainya.2 Sebagai aktivis yang kental keagamaannya, ia memberikan dorongan yang kuat untuk memasukkan Zakiah ke sekolah Standard School Muhammadiyah di Bukit Tinggi. Di lembaga pendidikan inilah pertama kali Zakiah mendapatkan pendidikan agama serta ilmu pengetahuan dan pengalaman intelektual. Semenjak belajar di lembaga pendidikan ini, Zakiah telah memperlihatkan minatnya yang cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat pada usianya yang baru 12 tahun, Zakiah telah berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan cukup baik, tepatnya pada tahun 1941.3 Kecenderungan, bakat, dan minat Zakiah untuk menjadi ahli agama Islam terlihat pula dalam mengikuti kulliyatul mubalighat di Padang Panjang selama hampir enam tahun. Di lembaga pendidikan ini, Zakiah memperoleh pendidikan agama secara lebih mendalam. Namun demikian, perhatiannya terhadap bidang studi umum juga tetap besar. Hal ini terlihat pada aktivitas Zakiah dalam memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di kota yang sama. Di dua lembaga pendidikan ini, Zakiah berhasil menyelesaikannya dengan tepat waktu.4 Setelah menamatkan pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama, Zakiah melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Pemuda Bukit 2 Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 38. 3 Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 55. 4 Nunung alawiyah, h. 40. 27 Tinggi. Di lembaga pendidikan menengah atas ini Zakiah memilih program B, yaitu program yang mendalami ilmu alam dan selesai dengan tepat waktu juga. Masuknya Zakiah pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan program B tersebut bukan merupakan petunjuk bahwa ia akan menjadi ahli ilmu umum, melainkan ilmu umum itu hanya sebagai pengetahuan yang suatu saat dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami agama lebih mendalam lagi. Ketika Zakiah memasuki perguruan tinggi, ternyata yang ia pilih adalah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta. Bakat dan minat serta dasar pengetahuan agama dan umum yang cukup, ternyata menjadi dasar bagi Zakiah Daradjat untuk menyelesaikan studinya dengan baik dan berprestasi di perguruan tinggi tersebut. Prestasinya telah membuka peluang bagi Zakiah untuk mendapatkan tawaran melanjutkan studi di Kairo. Tawaran tersebut tidak disia-siakan oleh Zakiah. Kemudian ia berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang yang diminati, yaitu psikologi. Sesampainya di Kairo, Zakiah mendaftarkan diri di Universitas Ain Syam Fakultas Tarbiyah dengan konsentrasi diploma for education, dan Zakiah diterima tanpa tes.5 Di tingkat IV Fakultas Tarbiyah, Kiah demikian panggilan akrab Zakiah Dardjat ditawari meneruskan ke Universitas Ein Shams, Kairo, Mesir. Merasa bingung, dia menyurati orang tuanya. Jawaban Haji Daradjat dan Hajjah Rafiah singkat saja, “'Pergilah. Kami tahu kau bisa menjaga diri”.Delapan setengah tahun (1956-1964) di Mesir, Zakiah belajar ilmu 5 Kasyifa Al-Ghito, Psikoterapi islam Zakiah Daradjat Dalam Menangani Neurosis, (skripsi S1 pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2008), h. 36. 28 pendidikan dengan spesialisasi psikoterapi, sampai meraih gelar doktor.6 Pulang kampung, ia langsung bekerja pada Departemen Agama. Sampai Maret 1984, Zakiah Daradjat menjabat Direktur Pembinaan Agama Islam. Ia satu-satunya wanita anggota DPA. Di samping itu, sudah 20 tahun lebih Zakiah membuka praktek konsultasi psikologi di rumah kediamannya. Ratarata ia menerima lima pasien setiap petang, terdiri dari kaum ibu, bapak, dan remaja. “Tidak saya pungut bayaran. Kalau mereka memberi, saya terima”, ujarnya. Tetapi, wanita berkulit kuning ini lebih dikenal sebagai penceramah. Pada 1960-an, ia bisa berceramah lima atau enam kali sehari.7 2. Aktifitas Selama 35 tahun beliau aktif dan menjabat di DepartemanAgama sebagai permulaan kepala sub direktorat pada pendidikan agama, tidak lama kemudian diangkat menjadi direktur pada direktoral pendidikan agama selama 2 periode dan beliau juga di angkat sebagai direktur pada direktorat perguruan tingggi selama 2 periode pula. Disela waktu luang selain beliau menjabat sebagai direktur, beliau juga meluangkan waktunya untuk mengunjungi klinik yang berada di Departemen Agama untuk melakuakan bimbingan dan konseling terhadap tamu yang datang (khusus kalangan Departemen Agama). Ternyata selama beliau membantu selama di klinik Departemen Agama banyak orang suka dan senang dengan cara beliau dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Para klien menyarankan untuk dibukanya klinik di Departemen Agama pada sore hari akan tetapi tidak bisa. Maka pada saat itulah timbul perasan dan keingianan beliau, untuk membuka klinik konsultasi 6 Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 55. 7 http://www.pdat.co.id. 29 di rumah pada sore hari, dengan tujuan untuk mempermudah orang-orang dalam berkonsultasi yang hingga saat ini kegiatan konsultasi masih dilaksanakan.8 Selain menjabat sebagai direktur, beliau juga mengajar diberbagai Perguruan Tinggi di antaranya: di Aceh, Medan, Padang, Yogyakarta dan lain-lain. Selain itu beliau juga menulis berbagai buku dan melakukan praktek konsultasi, beliau juga Sering tampil di RRI dan TVRI, Zakiah tiap hari, kecuali Ahad, memberikan kuliah subuh di Radio El-shinta, Jakarta. Di IAIN Jakarta dan Yogyakarta, Zakiah menjadi guru besar dan memimpin Fakultas Pasca Sarjana. Sebagai realisasi ide-idenya dalam bidang pendidikan dan kaitannya dengan kesehatan mental, beliau mendirikan sekaligus bertindak sebagai ketua di Yayasan Pendidikan Ruhama yang berlokasi di Ciputat. Yayasan ini merupakan suatu lembaga pendidikan Islam uyang secara langsung mencoba meerapkan suatu pandangan yang mengaitkan antara agama dan kesehatan mental.9 Selain beberapa aktifitas yang telah dilakukan, ada juga beberapa penghargaan di dapat selama ini anatara lain memdapat tanda kehormatan bintang jasa utama, mendapat medali ilmu pengetahuan dari presiden mesir dan lain sebagainya. Selama melakukan beberapa aktifitas mengisi seminar atau ceramah, biasanya beliau sebagai pengisi acara, beberapa aktifitas beliau yang berupa seminar symposium yang bersifat internasional berjumlah 24 seminar 8 Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 42-43. 9 Badri Yatim, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 25. 30 sedangkan seminar yang bersifat nasional dan daerah berjumlah 200 seminar yang di catat mulai pada tahun 1975sampai 1988. Beberapa aktifitas seminar symposium yang bersifat internasional diantaranya: 1. Dialod Muslim-Kristen (anggota Delegasi Indonesia) Januari tahun 1975 di Hongkong. 2. The Impact Of Cultural Exchange On Adolesence in Indonesia, Agustus tahun 1975 di Vancover Canada. 3. Res ponsible Marriage and Planned Parenthood yang disampaikan pada International Young women Seminar and Population Education and Development Maret 1975 di Jakarta. 4. Pendidikan di Indonesia (Internasional seminar on Middle East Indonesian Relations) Januari 1976 di Jakarta. 5. islam sebagai sulung pegangan hidup (seminar tentang pembinaan belia islam) yang diselengarakan oleh Nahdatul slam bersatu, 1776 di Kucing Sarawak Malaysia. 6. Experts Meeting on the Basic Need of Women of Asian Pacific, Desember 1977 di Teheran Iran. 7. Asean Workshop on Child and Adolesence Psychiatry, 1977 di Jakarta. 8. Islam and Women Role (seminar ASEAN) 1987 di Jakarta. 9. Keadaan ilmu islam pada perguruan tinggi di Indonesia dan dimasa dating, 1978 Kuala Lumpur Malaysia. 10. Regional Conference for Women, November 1979 di New Delhi India. 11. The Rule of Women in Education anf Dakwah, Januari 1980 di Kuala Lumpur Malaysia. 12. Konferensi PBB tentang wanita, Juli 1980 di Denmark. 13. Perundingan kerja sama ilmiah IAIN dengan Belanda, Agustus 1980 di Belanda. 14. Muktamar media masa islam sedunia, September 1980 di Jakarta. 15. Islamic Concepst and Modern society, Desember 1980 di Kuwait. 16. Hak wanita dalam islam, Januari 1981 di Kedah Malaysia. 17. Penataran P4 untuk mahasiswa Indonesia se-Eropa Barat, Maret 1981 di Jerman. 18. Proses membesarkan anak ditinjau dari sudut islam, Desember 1981 di Singapura. 19. Teaching methodology of religion at secondary school, Agustus 1982 di Jakarta. 20. International seminar on islam in south east asia, November 1982 di Jakarta. 21. Experts panel on the rule of the mosque in literacy adull education, September 1983 di Sirs el Layyan Menofia. 22. Women education and their dual role in the family and society, 1987 di Mekkah. 23. Kongres tentang mukjizat Al-Qur’an, di Bandung. 31 24. Indonesian unility in diversity, Juni 1995 di Stockholom sweedan.10 3. Karya-Karya Selama kurang lebih 35 tahun beliau telah menghasilkan 51 karya yang berbentuk buku-buku bacan, baik untuk kalangan mahasiswa maupun untuk kalangan umum. Alasan beliau menulis buku, karena setelah pulang ke Indonesia ia melakukan kinsulrasi dan ceramah-ceramah diberbagai televise swasta yang membuat penerbit tahu atas bakat-bakat beliau dan mengunjunginya untuk menulis buku. Selain itu beliau merasa akan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang meliuti kesehatan mental seseorang dan juga karma atas desakan para penerbit buku yaitu mas Agung, took (Gunung Agung), dan bapak Alm amelz (Bulan Bintang). Buku-buku karangan beliua yang berjumlah 51 buah terdiri dari beberapa penerbit diantaranya: 1. Gunung Agung 3 buah 2. Bulan Bintang 34 buah 3. Ruhama 9 buah 4. Pestaka antara 5 buah Beberapa karya beliau antara lain: 1. Kesehatan Mental 2. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental 3. Islam dan Kesehatan Mental 4. Pendidikan Agama Dalam Kesehatan Mental 5. Ilmu Jiwa Agama 10 Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 44-45. 32 6. Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga 7. Menghadapi Masa monophouse 8. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia 9. Pembinaan Jiwa 10. Problema Remaja di Indonesia 11. Perawatan Kejiawaan Bagi Anak-anak yang Bermasalah 12. Haji Ibadah yang Unik 13. Psikoterapi Islam.11 4. Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa Dalam kehidupan sehari-hari sering melihat dan mendengar berbagai macam komentar orang terhadap orang yang gelisah, goncang emosinya dan tidak stabil dalan hidupnya dengan ungkapan “tidak beriman”. Ungkapan seperti itu sering terdengar terutama dikalangan orang awam. Di samping itu banyak pula peristiwa atau keadaan yang terjadi di luar perhitungan ilmiah. Maka kaum ilmuwan mencari, mengkaji dan melakukan uji coba tidak henti-hentinya. Karena apa yang ditemukan oleh seorang ilmuwan dan dianggap sebagai kebenaran, kemuadian dibatalkan atau dibuktikan tidak benar oleh ilmuwan lain dengan mengkaji dan uji coba pula (tesis antitesis dan sintesis). Maka ilmuwa yang tidak beriman, tidak akan pernah tenang jiwanya, sebab ia selalu mencari, mengolah, melakukan uji coba terus-menerus, terutama apabila terbentur kepada kegagalan-kegagalan dalam usahanya. 11 Nunung Alawiyah, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006), h. 46-47. 33 Menurut Zakiah Daradjat, dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagianbagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan itu dapat dibagi atas dua golongan yaitu: gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa(psychose). a. Bentuk dan Fenomena Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala, yang terpenting di antaranya adalah: ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup, misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya.12 Gangguan perasaan yang disebabkan oleh karena terganggunya kesehatan mental ialah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Macam-macam perasaan itu mungkin satu saja yang menonjol, mungkin pula dua atau lebih, bahkan mungkin semuanya terdapat pada satu orang. Dari penelitian yang dilakukan terhadap pasien-pasien yang menderita mental disorder terbukti bahwa sebab- 12 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 33. 34 sebab yang terbesar terletak pada pendidikan yang diterimanya baik pendidikan formal maupun non formal.13 Sebenarnya dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukumhukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang akhirnya membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka agama memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun kepada Tuhan. Dengan cara memberi nasehat dan bimbinganbimbingan khusus dalam kehidupan manusia para pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan memperhubungkan silaturahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-menyayangi jelas tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan perintah agamanya.14 b. Diagnosis Penyebabnya Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepatnya, sehingga segala keperluan hidup hampir tercapai, tampaknya manusia makin menjauh dari agamanya. Kehidupan yang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing, berjuang, dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup yang seperti ini membawa akibat yang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirnya banyaklah manusia yang terganggu ketentraman batinnya dan kebahagiaan 13 h. 64. Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 14 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001), h. 67. 35 semakin jauh dari kehidupan orang. Bahkan berbagai penderitaan akan meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani. c. Upaya Perawatan atau Penanggulangannya Dalam usaha untuk menanggulangi kesukaran-kesukaran yang diderita orang-orang dalam masyarakat modern itu, bermacam-macam ilmu pengetahuan kemanusiaan berkembang cepat, terutama pada abad ke-XX ini. Dalam ilmu jiwa dan kedokteran jiwa muncullah ahli-ahli dengan teorinya masing-masing, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan kebahagiaan kepada tiap orang yang menderita itu. Bermacam-macam teori telah timbul dan telah menunjukkan jasanya, di antaranya ialah aliran "Psikhoanalisa" yang dipelopori oleh seorang Psikhiater bernama Sigmund Freud (1856— 1939). Kemudian disusul oleh pengikut-pengikutnya yang terkenal antara lain: Jung, Adler dan Karen Homey.15 Dalam perawatan jiwa yang menggunakan teori psiko-analisa itu diperlukan pengetahuan ahli jiwa tentang segala pengalaman yang telah dilalui oleh penderita. Setelah itu barulah dibuat diagnosa dan kemudian therapi. Itulah sebabnya maka perawatan dengan cara ini memakan waktu yang-agak lama, terutama apabila penderita tidak mau berterus terang atau menolak menceritakan segala sesuatu yang pernah dialaminya. Di antara pendapat Freud yang tidak disetujui oleh pengikut-pengikutnya, yaitu teori "Libido" yang mendasarkan segala macam gangguan kejiwaan kepada dorongan-dorongan seks. Setiap aktivitas individu dihubungkan dengan seks, bahkan kesukaran anakanak pun dihubungkan dengan seks. 15 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68. 36 Teori kedua dari perawatan jiwa yang tumbuh dan berkembang kemudian ialah teori "Non Directive-Therapy" yang dipelopori oleh Carl Rogers. d. Pengobatan Psikologis Dalam pengobatan psikologis ini, penulis menyajikan teknik pengobatan non-directive. pengobatan non-directive ialah terapi dengan penganalisaan lebih dulu terhadap semua pengalaman yang telah dilalui oleh penderita. Ahli jiwa menerima penderita sebagaimana adanya dan mulai perawatan langsung, atau dapat dikatakan bahwa diagnosa merupakan bagian dari perawatan. Teori ini mengakui bahwa tiap-tiap individu mampu menolong dirinya, apabila ia mendapat kesempatan untuk itu. Maka perawatan jiwa merupakan pemberian kesempatan bagi si penderita untuk mengenal dirinya dan problema-problema yang dideritanya serta kemudian mencari jalan untuk mengatasi.16 Pelaksanaan pengobatan dengan teknik non-directive, sebaiknya konselor memanfaatkan peristiwa-peristiwa dan mendorong klien untuk mengungkapkan secara bebas perasaannya tentang prsoalan yang sedang dihadapinya.17 Dalam hal ini, konselor harus melatih klien untuk tidak menghambat dikeluarkannya perasaan bersalah, cemas, rasa dosa atau perasaan lain yang biasanya tampak apabila orang merasakan kebebasan yang sempurna. Di samping itu konselor harus berupaya membangun hubungan 16 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 68. 17 Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, alih bahasa Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), jilid III, h.69. 37 yang harmonis dengan klien sehingga dalam proses pengobatan tidak menemui kendala. Ada baiknya konselor mengatakan kepada klien misalnya “anda merasa pahit sekali pengalaman, dan apakah anda ingin memperbaikinya. Dalam hal ini konselor sebaiknya menerima perasaan tanpa melakukan pujian, klien benar-benar akan mengenal dirinya dan pengenalan terhadap kandungan jiwanya dan rasa hatinya yang mendalam akan mulai muncul dengan sendirinya secara berangsur-angsur tentang pengetahuan, perenungan, serta penerimaan terhadap dirinya. Konselor memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tetntang berbagai kemungkinan dan keinginan yang mengarah kepadanya. Dan perlu diingatkan apa yang mungkin diungkapkan oleh penderita tentang rasa takut atau ketidak beranian menghadapi kemungkinan yang terjadi dalam proses penyembuhan. Pengalaman-pengalamannya yang dilalui sendiri dalam menghadapi para penderita gangguan kejiwaan, yaitu sangat eratnya hubungan antara agama dan ketenangan jiwa dan betapa besar sumbangan agama dalam mempercepat penyembuhan. Ternyata agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam perawatan jiwa. Karena masyarakat Barat telah meninggalkan hidup beragama, atau sekurang-kurangnya tampak acuh tak acuh terhadap agamanya, maka kesukaran-kesukaran batin atau komplekskompleks jiwa yang diderita itu memerlukan perawatan yang langsung diberikan oleh para ahli jiwa. Mereka secara individu kurang/tidak mampu menolong menentramkan batinnya, sedangkan kebutuhan hidup, kondisi 38 masyarakat dan suasana lingkungan pada umumnya, lebih mendorong kepada kegelisahan dan rasa tidak puas. Untuk menghadapi jumlah yang begitu besar dari para penderita, baik yang sadar ataupun tidak sadar bahwa mereka mempunyai problema jiwa, diperlukan ahli-ahli yang cukup banyak pula. Tentunya jumlah ahli-ahli itu masih jauh dari mencukupi. Sebaliknya kita mendengar betapa cepat menjalar dan berkembangnya model-model kelakuan dan sikap hidup yang merupakan pemantulan dari ketidak-tentraman jiwa. Misalnya pemuda-pemudi hippies yang meminta agar ada kebebasan bagi mereka untuk berhubungan seksuil semau-maunya, atau orang-orang yang mempunyai kecenderungan homoseks, disamping tidak merasakan kebahagiaan pada tiap-tiap individu jadi masalahnya bukan masalah kemampuan ahli jiwa, akan tetapi masalah kebutuhan yang sangat meningkat.18 Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam menghadapi para penderita gangguan jiwa tersebut, ditemui bahwa di samping merawat mereka secara teknis ilmiah, perlu pula mereka didorong untuk berusaha menolong dirinya sendiri, terutama dalam melegakan perasaan hatinya. Untuk maksud ini ternyata bahwa agama mempunyai kekuatan yang besar dalam mempercepat kesembuhan penderita gangguan jiwa tersebut. Di samping itu terbukti pula bahwa seseorang yang kurang teguh pegangannya terhadap agama seringkali membawa kepada gangguan jiwa. e. Pengobatan Religi 18 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 2001), cet. Ke- XVI, h. 69. 39 Dalam pengobatan religi penulis akan menyajikan lima konsep perawatan atau penanggulangan antara lain: 1) Dengan Sabar Allah menyuruh orang Islam agar menjadikan sabar dan shalat untuk menolong dirinya. Sabar dapat manjadi obat terhadap gangguan kejiwaan, sabar juga dapat mencegah agar tidak terserang oleh gangguan kejiwaan dan sabar dapat pula meninggakatkan kesehatan jiwa.19 Ada orang yang mudah tersinggung, cepat marah, dan tidak dapat bepikir jernih, karena ia tidak sabar. Sungguh banyak pertengkaran dan permusuhan bahkan saling membunuh akibat tidak adanya kesabaran. Dalam kehidupan berkeluarga, sering terjadi pertikaian karena kurangnya kesabaran antara suami, istri, dan anak-anak, bahkan perceraianpun sering terjadi akibat ketidaksabaran kedua belah pihak. Untuk meraih kesabaran itu perlu latihan dan pembiasaan, serta doa kepada Allah, sebab sabar itu berat dan manusia biasanya tidak sabar bila ia diganggu, ditakuti, atau disinggung harga dirinya dan juga jika haknya diambil orang lain. Allah menyuruh orang memanfaatkan kesabaran dan shalat sebagai penolongnya.20 2) Dengan Taubat Nasuha Sesungguhnya banyak orang yang melakukan kesalahan dan pelangggaran terhadap ketentuan agama Islam, akan tetapi tidak semua orang yang bersalah itu merasa dirinya berdosa, boleh jadi karena keinginan yang 19 20 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 142. Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 136. 40 amat besar terhadap sesuatu, akan tetapi tidak ada kemampuan untuk mencapai secara wajar.\ Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun Maha Penerima tobat dan orang yang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan setiap orang yang beriman disarankan suapaya membiasakan diri untuk memohon ampun kepada Allah, baik dia merasa bersalah ataupun tidak, karena orang tidak selamanya sadar atas perkataannya, perbuatan dan kelakuannya. Dorongan Allah kepada manusia agar senantiasa memohon ampun dan tobat atas kesalah yang terlanjut dia lakukan, dia akan diampuni Allah, dengan syarat jangan sampai perbuatan tersebut diulangi kembali dan benarbenar bertekad tidak akan mengulanginya untuk masa-masa yang akan datang. Jika ini benar-benar dilaksanakan dengan baik, aubat nasuha untuk merawat dan menjaga agar jiwa tetap sehat dapat kita rasakan manfaatnya. 3) Dengan Tawakkal Kepada Allah Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar orang berkata “tawakkal sajalah”. Dengan ungkapan tersebut seolah-olah orang menyerah saja kepada Allah, tanpa berusaha. Padahal tawakkal itu adalah menyerahkan urusan yang dihadapi itu kepada Allah dengan sepenuh hati, tidak ragu-ragu, setelah usaha dilakukan dan segala pertimbangan sudah dibuat dan pendapat sudah bulat, maka lakukanlah dan serahkanlah selanjutnya kepada Allah.21 21 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 136. 41 Tawakkal adalah perbuatan hati, pikiran dan seluruh jiwa dan raganya. Karena itu proses untuk dapat tawakkal kepada Allah itu membutuhkan iman yang kokoh dan mengerti tentang ajaran agama, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang tidak mudah bagi yang imannya kurang kuat, serta pemahaman terhadap ajaran agama kurang. Boleh jadi orang yang belum selesai perkembangan kecerdasan dan kepribadiannya juga tidak mampu mencapai tawakkal yang sesungguhnya kepada Allah. Membangun jiwa yang sehat tidak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilainilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau polisi yang mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu.22 a. Dengan Pembinaan Moral Zakiah Daradjat melihat moral sebagai sebuah kelakuan/perbuatan (tindak moral/moral behavior), karena menurut Zakiah Daradjat dalam pembinaan moral, hal yang harus didahulukan adalah tindak moral baru kemudian diajarkan pengertian tentang moral (moral concepts). Selain kata moral sering dijumpai kata yang senada dengan kata moral yaitu etika dan akhlak. Ketiga kata ini (moral, etika dan akhlak) memiliki makna etimologis yang sama yaitu perangai, watak, dan adat kebiasaan. 22 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 39-42. 42 Namun, tidak mudah untuk menerjemahkan secara persis sama untuk ketiga istilah ini, mengingat ketiganya berasal dari budaya yang berbeda. Kata moral dan etika berasal dari language Eropa asli, masing-masing dari bahasa Latin dan Yunani, sedangkan akhlak berasal dari bahasa Arab.23 Pembinaan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama. Karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tetap, tidak akan berubah karena keadaan, tempat dan waktu, sebab nilai-nilai moral bersumber dari agama.24 Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini adalah kaburnya nilai-nilai agama di mata generasi muda. Mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih yang terbaik untuk mereka. Ini disebabkan berkecamuknya aneka ragam kebudayaan barat yang masuk seolah-olah tanpa saringan. Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang didahulukan adalah tindak moral (moral behavior). Caranya yaitu dengan melatih anak untuk bertingkah laku menurut ukuran-ukuran lingkungan di mana ia hidup sesuai dengan umur yang dilaluinya. Setelah si anak terbiasa bertindak sesuai yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral dan kecerdasan serta kematangan berpikir telah tercapai, barulah pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan.25 23 Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), Cet. I, hlm. 11. 24 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, hal. 131. 25 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. IV, hal. 44. 43 Pembinaan moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya. Karena setiap anak dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang salah dan belum tahu batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Pendidikan moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan yang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral, serta kecerdasan dalam kematangan berfikir telah terjadi, barulah pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan. Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka pendidikan agama yang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir (di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan masyarakat tempat ia hidup.26 Gagalnya pembinaan moral akan menyebabkan berbagai masalah, terutama yang berkaitan dengan kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas dan lain-lain. b. Dengan Pembinaan Jiwa Taqwa Setelah pengetahuan modern berkembang dengan cepat, sehingga segala keperluan hidup hampir tercapai, tampaknya manusia makin menjauh dari agamanya. Kehidupan yang rukun-aman dan cinta-mencintai mulai pudar dan menghilang sedikit demi sedikit, berganti dengan hidup bersaing, berjuang dan mementingkan diri sendiri. Keadaan hidup yang seperti ini membawa akibat yang kurang baik terhadap ketentraman jiwa dan akhirnya `26 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, h. 10. 44 banyaklah manusia yang terganggu ketentraman batinnya dan kebahagiaan semakin jauh dari kehidupan orang. Bahkan berbagai penderitaan akan meliputi kehidupan, baik perasaan, pikiran, kelakuan atau kesehatan jasmani. Salah satu ciri fitrah adalah bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan, dengan kata lain, manusia itu dari asal mempunyai kecenderungan beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrahnya.27 Oleh karena itu pembinaan jiwa yang taqwa bagi pembentukan pribadi yang sehat. Saya hanya ingin mengatakan bahwa Islam telah menggambarkan cara yang yang benar untuk membentuk kepribadian, akal, hati dan perilaku seseorang supaya ia bisa menjadi manusia yang sehat secara jasmani dan rohani menjadi unsur yang positif yang patut menjadi perhatian masyarakat luas.28 Jika menginginkan anak dan generasi yang akan datang hidup bahagia, tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) yang unsur-unsurnya terdiri dari antara lain keyakinan beragama, maka dengan sendirinya keyakinan itu akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam hidup. Karena mental sehat yang penuh dengan keyakinan beragama itulah yang menjadi polisi, pengawas dari segala tindakan. Pembangunan mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilai-nilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau polisi yang 27 Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulius, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hal. 72. 28 Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hal. 113. 45 mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada perbuatanperbuatan yang kurang baik itu.29 Taqwa dan iman sama pentingnya dalam kesehatan mental, fungsi iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang ditanamkan sejak kecil. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan dalam kesehatan mental seseorang.30 B. Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiatri 1. Riwayat Hidup Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Juni 1940. Lulus pendidikan dokter (umum) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada tahun 1965. Lulus pendidikan dokter ahli jiwa (psikiater) di FKUI pada tahun 1969. Pendidikan lanjutan di Inggris (Program Colombo Flan) di bidang Psikiatri Sosial/Kemasyarakatan pada tahun 1970-1971. Memperoleh gelar Doktor (Cum Laude) dalam Ilmu Kedokteran dengan judul disertasi Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat di Fakultas Pasca Sarjana UI pada tahun 1990. Dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap FKUI pada tahun 1993. 29 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 39-42. 30 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 13-14. 46 2. Aktivitas dan Pengalaman Bekerja a. Pengalaman Pekerjaaan 1. Staf Pengajar Psikiatri FKUI (1969) 2. Kepala Kesehatan Jiwa DKK-DKI (1972-1975) 3. Kepala Proyek Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas DKI (19731975) 4. Direksi Rumah Sakit Islam Jakarta (1972- 1978) 5. Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) FKUI (1977-1979) 6. Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan) (1979-1982) 7. Guru Besar Tetap FKUI (1993) 8. Staf Pengajar Program Pasca Sarjana UI (1995) 9. Staf Pengajar Agama Islam FKUI (1997) 10. Staf ahli Bidang Narkotika BAKOLAK INPRES 6/71 (1993-2000) 11. Anggota BKPN (Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional) Depkes RI (1994-1997) 12. Tim Ahli DP RI Komisi VI-VII-VIII - (1995-2000) 13. Drug Expert Colombo Plan (1995-) 14. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (1995-2000) 15. Anggota PANWASLU (Panitia Pengawas Pemilu) Pusat (1999) 16. Staf Ahli BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional, 2000-2001) 17. Staf Ahli BNN (Badan Narkotika Nasional), (2001) 18. Anggota Pleno MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat (2000-2005) 19. Anggota Kolegium Psikiatri Indonesia (2001-). (Dadang Hawari,1991: 130). 47 b. Pengalaman organisasi antara lain sebagai: 1. Ketua PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jakarta (1966-1969) 2. Ketua Bidang Pendidikan PB IDI (1977-1980) 3. Ketua Umum PNPNCh (Perhimpunan Neurologi, Psikiatri dan NeuroChirurgi) Pusat (1980-1984) 4. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode 1988-1992 5. Ketua Umum IDAJI (Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia) periode 1992-1997 6. President AFMPH (ASEAN Federation for Psychiatry and Mental Health, 1993-1995) 7. International Member WFMH (World Federation for Mental Health, 1989-) 8. International Member WFSAD (World Fellowship for Schizophrenia and Allied Disorders, 1990-) 9. International Member WPA (World Psychiatric Association, 1993-) 10. International Member APA (American Psychiatric Association, 1993-) 11. International Member NIHR (National Institute for Healthcare Research, 2000) 12. International Member APNAB (Asia Pacific Neuroscience Advisory Board, 2000-) 13. International Member AHRN (Asia Harm Reduction Network, 2000-) 48 3. Karya-karya ilmiah yang telah diterbitkan: 1. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif". BP. FKUI, 1991 2. Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Indonesia Menyongsong Hari Esok”. UI Press, 1993 3. Konsep Islam memerangi AIDS dan NAZA". Dana Bhakti Prima Yasa, Cetakan I, 1995; Cetakan XII, 1999 4. Al-Qur'an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa". Dana Bhakti Prima Yasa, Cetakan I, 1996; Cetakan X, 2001 5. Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis”. Dana Bhakti Prima Yasa, Edisi II, Cetakan I, 2001 6. Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir (Sistem Terpadu) Pasien “NAZA” (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif) Metode Prof Dadang Hawari”, UI Press, Cetakan I, Edisi V, 2001 7. Gerakan Nasional Anti “MO-LIMO” (Madat, Minum, Main, Maling dan Madon)”, Dana Bhakti Prima Yasa, Cetakan, II, 2001 8. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif), BP. FKUI. Cetakan II, 2001 9. Pendekatan Holostik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia". BP. FKUI, Cetakan II, 2001 10. Manajemen Stres, (Semas dan Depresi", BP. FKUI, Cetakan II, 2001 11. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi HIV/AIDS". PT. Dana Bhakti Prima Yasa,2001 12. Konsep Agama (lslam) Menanggulangi NAZA PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2001 49 13. Love Affair (Perselingkuhan) Prevensi dan Solusi BP. FKUI, 2002. Penelitian yang telah dilakukan: 1. Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat (Tesis, 1990) 2. Angka Kesakitan dan Kematian Penderita Ketergantungan Narkotika Jenis Opiat/Heroin (1999) 3. Kelainan Paru dan Lever Pada Penderita, Ketergantungan Narkotika Jenis Opiat/Heroin (1999) 4. Angka Rawat Inap Ulang (“Kekambuhan/”Relapse”) Pasien NAZA (2000) 5. Infeksi HIV Pada Penderita Ketergantungan Narkotika Jenis Opiat/Heroin (2000) 4. Penghargaan: 1. Medika Award (Maj'alah Kedokteran dan Farmasi, 1979) 2. M.H. Thamrin International Hospital Award, 2001 (SistemTerpadu NAZA) 3. Bakti Ekatama Award (PKBI, 2002) Pembicara dalam berbagai pertemuan ilmiah di bidang kedokteran jiwa, kesehatan jiwa dan NAZA baik di dalam maupun di luar negeri dan juga pertemuan ilmiah populer untuk awam. Menulis berbagai publikasi ilmiah dan populer di berbagai media cetak; dan sebagai narasumber di berbagai media elektronik (radio dan TV). (Hawari,1999:517) Menurut Dadang Hawari bahwa pentingnya peranan agama dan kesehatan mental telah diakui para pakar kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa diseluruh dunia. Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menerangkan 50 beberapa topik pembahasan yang berjudul Psychiatry and Religion dan Mental Health and Religion dalam berbagai kongres Internasional; misalnya pada Ist Pan Pacific Conference on Drughs and Alcohol, 1980 di Canberra, Australia; World Congress of Mental Healt, 1989 di Aukland, Selandia Baru dan 1990 di Tokyo, Jepang; World Congress of the World Psychiatric Association; 1989 di Athena, Yunani, dan 1993 di Rio de Janerio, Brazil; Annual Meeting of the American Psychiatric Association, 1992 di Washington DC, 1993 di San Francisco, 1994 di Philadelphia, dan 1995 di Miami, Amerika Serikat; dan pada 5th ASEAN Congress for Psychiatry and Mental Health, 1995 di Bandung, Indonesia, dan 1996 di Bangkok,Thailand. Dadang Hawari memperkuat pendapatnya dengan mengemukakan, dari berbagai penelitian para pakar dapat di simpulkan: (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat penyembuhan (dengan catatan terapi medis diberikan sebagaimana mestinya); (2) agama lebih bersifat protektif (memberi perlindungan bagi pemeluknya yang beriman) dan pencegahan; (3) komitmen agama mempunyai hubungan yang signifikan dan positif dengan keuntungan klinis. Dengan mengutip pendapat Larson, menurut Dadang Hawari bahwa dalam memandu kehidupan dan kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, komitmen agama merupakan faktor yang tidak dapat di abaikan. Dalam perspektif Dadang Hawari, yang dimaksud peranan agama antara lain rukun iman yang berjumlah enam. Selanjutnya ia mengutip ayat al-Qur’an surat al-Fajr ayat 27-30 51 Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridaiNya. Maka masuklah ke dalam surga-Ku” (Q.S. 89: 27-30) Dalam agama Islam, Rukun Iman ada 6, yaitu, (1) Iman kepada Allah SWT; (2) Iman kepada Malaikat; (3) Iman kepada para Nabi; (4) Iman kepada Kitab-Kitab; (5) Iman pada Hari Kiamat; (6) Iman pada Takdir. 5. Konsep Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa Perawatan kesehatan jiwa tidak hanya dari segi medik atau psikiatri saja melainkan integrasi antara medik, psikiatrik, sosial dan agama Islam. Menurut Dadang Hawari bahwa: “Sehubungan dengan pentingnya dimensi agama dalam kesehatan, maka pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan Sedunia WHO (World Healt Organization) telah menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4 pilar kesehatan; yaitu kesehatan manusia seutuhnya meliputi: (a) sehat secara jasmani/fisik (biologik), (b) sehat secara kejiwaan (psikiatrik/psikologik); (c) sehat secara sosial; dan (d) sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Atau dengan kata lain manusia yang sehat seutuhnya adalah manusia yang beragama dan hal ini sesuai dengan fitrah manusia, yang kemudian diadopsi oleh APA dengan paradigma pendekatan bio-psychosocio-spiritual.”31 Secara skematis pendekatan holistic konsep Dadang Hawari dapat digolongkan dalam dalam 4 dimensi yaitu: 31 Dadang Hawari,. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: FKUI, 2002), h. 7-8. 52 a) Perawatan Organo-Biologik Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan saraf pusat (otak) yang berkembang memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan seterusnya mulai tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut.32 Di bidang kedokteran dikenal berbagai macam pengobatan antara lain dengan menggunakan bahan-bahan kimia (tablet, cairan suntik atau minum obat), chitro-practic (pijat) dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap hingga ke cara perdukunan. Dari berbagai jenis perawatan gangguan afektif, maka parawatan melalui psikofarma (farmaka terapi) dengan obat anti depresi merupakan pilihan utama baik pada gangguan bipolar ataupun pada depresi.33 Adapun obat psikofarmaka harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Obat psikofarmaka ini dapat dibagi dalam dua golongan. Yaitu golongan pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical). Dari berbagai jenis obat psikofarmaka tersebut di atas efek samping yang sering dijumpai meskipun relatif kecil dan jarang adalah gejala ekstra-piramidal (extra-phyramidal syndrome EPS) yang mirip dengan penyakit Parkinson (Parkinsonism). Dan bila itu terjadi maka dapat diberikan 32 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 34. 33 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), cet. Ke-III, h. 69 53 obat penawarnya yaitu obat dengan nama generik Thrihexyphenidryl HCL, Benzhecol HCL, Lvodapa + Benserazide dan Bromocriptine Mesilate, sedangkan nama dagannya adalah Arkine, Artane, Madopar dan Parlodel.34 b) Perawatan Psikologis Perawatan pikologi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka. Dan perawatan ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (pramorbid). Perawatan ini dapat berupa suportif, re-edukatif, rekonstruktif, kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan keluarga. 1) Perawatan suportif Perawatan ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan atau semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi hidup. 2) Perawatan Re-edukatif Perawatan ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang serta dapat mengubah pola pendidikan sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar. 3) Perawatan Re-konstruktif Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekontruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan. 4) Perawatan Kognitif 34 Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, (Jakarta: FKUI, 2002), cet. Ke-II, h. 9-10. 54 Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan. Perawatan ini juga dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional. 5) Perawatan Psiko-dinamik Perawatan ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. 6) Perawatan Perilaku Perawatan ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu (mal adaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri). 7) Perawatan Keluarga Perawatan ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.35 c) Perawatan Psiko-sosial (Re-adaptasi) Parawatan Psiko-sosial dimaksudkan agar penderita kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Dan selama menjalani ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka. Terapi Psiko-sosial ini penting karena salah satu kebutuhan manusia selain kebutuhan fisik adalah kebutuhan “psiko-sosio”, misalnya rasa diakui, rasa bebas, rasa diperhatikan 35 www. Madanionline.org, 20 Mei 2013. 55 dianggap modern. Menurut Dadang Hawari, perawatan psiko-sosial harus disesuaikan dengan jenis stresor psiko-sosial yang dihadapi. Tehnik ini bisa dilakukan dengan cara analisa SWOT. (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) sebagai berikut.36 1) Strenght adalah upaya untuk mencari aspek-aspek yang positif dari diri seseorang yang merupakan kekuatan yang perlu digali dan dikembangkan agar ia mempunyai kemampuan untuk mengatasi stresor psikososial yang sedang dihadapinya. 2) Weakness adalah upaya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang merupakan kelemahan atau kekurangan pada diri seseorang. 3) Opportunity adalah usaha untuk melihat ke depan akan adanya kesempatan atau peluang yang lebih baik untuk dijadikan faktor yang menentukan bagi keberhasilan penanggulangan stresor psiko-sosial pada diri seseorang. 4) Threat adalah upaya untuk mengetahui dan menyadari adanya “ancaman” yang dapat merupakan faktor pengganggu bagi penanggulangan stresor. d) Perawatan Psikoreligius Perawatan spiritual dimaksudkan untuk memperkuat iman pasien dan bukan sekali-kali mengubah kepercayaan atau agama pasien yang dapat berupa kegiatan keagamaan, seperti sembahyang, berdo’a memanjatkan pujipujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci dan lain sebagainya. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau 36 Dadang Hawari,. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, (Jakarta: BP-FKUI, 2002), Edisi ke-I, cet. Ke-3, h. 4. 56 keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar. Praktek ajaran agama yang membuat orang sembuh dari gangguan jiwa dapat diambil dalam dasar agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Disamping menjalankan sepenuh hati rukun Islam dan rukun Iman, juga harus melaksanakan do’a dan dzikir. Menurut Dadang Hawari, bagi mereka yang dapat menjalankan dengan khusyu’ artinya menghayati serta mengerti apa yang diucapkan akan banyak memperoleh manfaat; antara lain ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung dari berperilaku salah.37 Dan terapi keagamaan ini diberikan dengan menekankan bahwa apa yang dialaminya itu sebagai ujian atau cobaan keimanan dengan shalat, doa, dan dzikir sebagai obat.38 Dadang Hawari mengungkapkan pemikirannya tentang rukun iman dan implementasinya bagi kesehatan jiwa dalam buku yang berjudul “al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa”. Dalam buku tersebut, ia menuangkan pendapatnya dalam bab tujuh mulai halaman 429 sampai dengan 440. Konsep Dadang Hawari dapat dikategorisasikan sebagai berikut: 1) Iman Kepada Allah SWT FirmanAllah dalam surat Ar Ra’d ayat 28: 37 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-XI, h. 444. 38 Dadang Hawari,. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, (Jakarta: BP-FKUI, 2002), Edisi ke-I, cet. Ke-3, h. 192. 57 Artinya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (Q.S.13:28). Iman atau percaya bahwa Allah SWT itu ada, Pencipta alam semesta ini termasuk manusia sebagai makhluk-Nya, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Pengampun, Maha Adil, Maha Mengetahui, dan seterusnya; serta kepada-Nya kita semua kelak akan kembali, merupakan keimanan yang besar pengaruhnya bagi kesehatan mental manusia. Salah satu kebutuhan utama manusia adalah kebutuhan akan rasa aman dan terlindung (security feeling). Menurutnya, rasa aman dan terlindung ini tumbuh dan dirasakan sebagai suatu kekuatan spiritual dengan doa atau salat yang dilakukan 5 kali sehari semalam, belum lagi dengan salat sunnah lainnya. Dengan beriman kepada Allah SWT, berarti orang akan menjauhi larangan-Nya, dan melaksanakan apa yang diperintahkan, agar diperoleh keselamatan/kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Orang yang beriman adalah orang yang selalu ingat kepada Allah SWT (dzikrullah/zikir), perasaan tenang, aman dan terlindung selalu menyertainya. Dalam menjalani kehidupan di dunia ini tiada yang perlu ditakutkan selain Allah SWT karena Allah SWT selalu memberikan petunjuk, taufik, serta hidayah-Nya; sehingga orang yang beriman itu senantiasa memperoleh bimbingan dan perlindungan-Nya. Orang yang beriman akan malu berbuat sesuatu yang tidak baik/mungkar meski tiada satu orang lain pun yang mengetahui atau melihat atas perbuatannya itu. Bukankah Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Melihat? Kalau seseorang itu benar-benar beriman dalam arti sesungguhnya, 58 menghayati dan mengamalkan apa yang diimaninya itu bahwa Allah Maha Mengetahui dan Melihat, pastilah ia tidak akan berbuat yang melanggar hukum, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Keimanan inilah yang sebenarnya merupakan waskat (pengawasan melekat) dalam arti sesungguhnya. Kalau yang diminta untuk waskat tadi adalah sesama manusia untuk saling mengawasi, bukankah manusia dapat diajak kolusi? Keimanan kepada Allah SWT ini kalau benar-benar dihayati dan diamalkan besar manfaatnya bagi kesehatan mental manusia, rasa sejahtera (well being) akan di rasakan tidak hanya bagi perorangan, tetapi juga dirasakan bagi keluarga, masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. 2) Iman Kepada Malaikat Firman Allah dalam surat Qaaf ayat 17: Artinya: “Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri” (Q.S.50:17). Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (disisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S.82:10-12). Selanjutnya Dadang Hawari menguraikan, ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia; dan perilaku manusia itu merupakan manifestasi dari alam pikir dan alam perasaannya. Perilaku manusia ini dalam perjalanan hidupnya di dunia seringkali melanggar “rambu-rambu”, moral dan etika dalam hubungannya dengan sesama manusia lainnya, yang 59 pada gilirannya dapat merugikan dirinya dan juga orang lain. Dan, siapakah yang mengontrol, mencatat serta mengawasi apakah seseorang itu melakukan perbuatan yang baik buruk? Kalau yang di maksud itu juga sesama manusia, bukankah manusia juga dapat diajak kolusi? Di sinilah letak pentingnya keimanan kepada Malaikat makhluk Allah yang tidak dapat diajak kolusi. Bukankah pada setiap diri kita selalu di dampingi oleh dua Malaikat yang selalu terjaga tidak tidur meskipun kita tidur? Sejauh manakah kita beriman atau percaya bahwa disebelah kanan kita ada Malaikat yang selalu mencatat semua amal kebajikan, sedangkan di sebelah kiri kita ada Malaikat yang mencatat semua perilaku kita yang tidak baik? Semua catatan Malaikat itu merupakan penilaian (konduite) diri kita semasa hidup; yang akan dipertanggungjawabkan kelak pada Hari Pembalasan (Hari Kiamat). Menurut Dadang Hawari, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang pikiran, perasaan serta perilakunya baik, tidak melanggar hukum, norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Apa yang dilakukannya selalu berpedoman pada amar ma’ruf nahi munkar, berlomba-lomba dalam kebajikan amal saleh, karena ia tahu benar dan yakin bahwa apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh Malaikat. Oleh karena itu ia selalu berhati-hati dalam bertindak. Iman kepada Malaikat, bila benar-benar dihayati dan diamalkan merupakan waskat (pengawasan melekat) dalam arti yang sesungguhnya, sebagaimana halnya iman kepada Allah SWT. 3) Iman Kepada Para Nabi Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21: 60 Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu( yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah” (Q.S.33:21). Allah SWT mengutus para Nabi adalah untuk memperbaiki akhlak perilaku manusia. Nabi Mahammad SAW adalah Nabi penutup/terakhir yang merupakan suri teladan bagi umat manusia, yaitu bagi mereka yang mengharapkan rahmat Allah serta keselamatan di dunia dan di akhirat kelak. Hanya dalam waktu 23 tahun Nabi Muhammad SAW telah dapat merubah total masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang adil dan makmur dengan rida Allah SWT. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW lanjut Dadang Hawari telah diakui oleh dunia sebagaimana dituliskan oleh Michael H. Hart (non muslim) dalam bukunya berjudul Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah; dan Nabi Muhammad SAW di tokohkan nomor 1 (satu) dari 100 tokoh dalam buku tersebut. Selanjutnya Dadang Hawari memaparkan, bila kita telaah sejarah para Nabi–Nabi terdahulu sebagaimana dikisahkan dalam kitab suci Al Qur’an, dapat disimpulkan bahwa para Nabi adalah tokoh panutan bagi umatnya dalam zamannya. Nabi Muhammad adalah tokoh panutan terakhir bagi umat Islam hingga nanti pada akhir zaman. Salah satu ajaran Nabi Muhammad SAW adalah pengendalian diri; bahkan pernah dikatakan bahwa sesungguhnya peperangan terbesar di muka bumi ini adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan salah satu asas 61 kesehatan mental, yaitu bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu mengendalikan diri (self control) terhadap segala rangsangan, baik yang timbul dari lingkunganya (dunia luar) maupun yang datang dari dirinya sendiri.(dunia dalam) Ambisi materi dan karier seseorang seringkali tidak mengindahkan hukum, norma, nilai dan etika kehidupan. Tidak jarang dijumpai bahwa untuk mencapai tujuannya itu orang menghalalkan segala cara yang justru bertentangan dengan hukum, norma, nilai dan etika dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah bukan sekedar agama yang ritual sifatnya, tetapi merupakan agama yang memberikan tuntunan bagi tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa serta bernegara. 4) Iman Terhadap Kitab-Kitab Firman Allah dalam surah az-Zukhruf ayat 4: Artinya: “Dan sesungguhnya Al Qur'an itu dalam induk Al-Kitab Lauh Mahfuzh disisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah" (Q.S.43:4). Iman atau percaya terhadap kitab-kitab yang dibawa oleh para Nabi misalnya kitab Zabur, Taurat, Injil dan terakhir Al Qur'an merupakan satu dan keenam Rukun Iman. Al Qur'an merupakan buku petunjuk bagi umat manusia agar dalam kehidupan ini serasi, selaras dan seimbang dalam hubungannya dengan Tuhannya (vertikal), dengan sesama manusia dan lingkungan alam sekitarnya (horizontal). 62 Al Qur'an merupakan Kitabullah yang terakhir diturunkan melalui utusannya yang terakhir pula Nabi Muhammad SAW. Al Qur'an merupakan penyempurnaan dari Kitab-Kitab sebelumnya, ibaratnya buku merupakan edisi terakhir dan terlengkap serta tersempurna, karena isinya merupakan wahyu ilahi, bukan buah pikiran manusia, tiada seorang pun yang mencampuri dan selalu terjaga kesuciannya olehNya. Firman Allah dalam surah Yunus ayat 37: Artinya: “Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya (diturunkan) dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37). Firman Allah dalam surah Al Hijr ayat 9: Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar perawatannya (Q.S. 15:9). Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang hak dan mana yang batil, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan yang tidak, mana yang manfaat dan mana yang mudarat, dan lain sebagainya. Semua dimensi kehidupan manusia yang menyangkut aspek hukum, norma, nilai dan etika kehidupan termaktub dalam kitab suci Al Qur'an; serta petunjuk pelaksanaannya (juklak) terdapat dalam Al Hadis sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bila para dokter selalu membaca "textbook" 63 kedokteran guna menambah ilmunya untuk diamalkan bagi kesehatan pasien; maka sesungguhnya Al Qur'an merupakan "textbook kesehatan mental terlengkap dan tersempurna di dunia. Bagi mereka yang mengerti menghayati dan mengamalkannya akan beroleh manfaat serta kesejahteraan lahir dan batin, selamat di dunia dan selamat pula di akhirat kelak. 5) Iman Terhadap Hari Kiamat Firman Allah dalam surah Al Anbiyaa' ayat 47 Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (Q.S. 21:47). Iman atau percaya pada Hari Akhir atau Hari Kiamat mempunyai makna penting bagi orang-orang yang beriman. Pada hari itu setiap diri manusia akan menjalani proses "pengadilan" Allah SWT; di mana setiap diri mempertanggungjawabkan terhadap apa-apa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia. Hanya ada dua pilihan, yaitu surga bagi mereka yang beramal kebajikan, dan neraka bagi mereka yang berbuat kejahatan. Dadang Hawari lebih lanjut mengatakan, suatu kenyataan yang tiada dapat dipungkiri, bahwa pengadilan manusia di dunia jauh dari rasa adil. Pelaksanaan hukum di dunia yang seharusnya tidak pandang bulu teryata dalam prakteknya masih saja pandang bulu. Lagi pula masih banyak mereka yang berbuat kejahatan selama di dunia "lolos" dari pengadilan manusia. 64 Tetapi kelak di akhirat pada Hari Kiamat tiada seorangpun dapat lolos dari "pengadilan" Allah SWT yang tidak pandang bulu. Allah SWT tidak memandang hamba-Nya dari pangkat, kekayaan, kekuasaan, serta atribut-atribut keduniawian lainnya, melainkan yang dilihat adalah hati mereka, iman dan takwa serta amal kebajikan selama menjalani masa kehidupan di dunia. Oleh karena itu bagi orang yang beriman tidak perlu merasa stres apabila diperlakukan tidak adil oleh sesama manusia selama hidup di dunia. Bukankah Allah SWT Maha Adil, Pengasih dan Penyayang ? 6) Iman Terhadap Takdir Firman Allah dalam surat At Taubah ayat 105 : Artinya: “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (Q.S. 9:105). Iman atau percaya pada takdir penting artinya bagi kesehatan mental. Orang yang beriman pada takdir tidak akan mengalami frustrasi dan stres. Manusia boleh berusaha, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ambillah sebuah contoh. Seseorang telah berusaha dengan berbagai cara secara sah untuk memperoleh suatu tujuan yang menurutnya baik. Tetapi ternyata apa yang diinginkannya tidak berhasil, bukan semata-mata karena kesalahannya tetapi ada faktor lain di luar kemampuannya; nasib telah menentukan lain ia 65 tidak sampai pada tujuannya. Adakah orang yang beriman akan frustrasi dan stres karenanya? Jawabannya tentulah tidak, mengapa? Bagi orang yang beriman kegagalan itu dipandang sebagai takdir, bahwa Allah SWT berkehendak lain, Orang yang beriman yakin bahwa tidak semua apa yang dipandangnya baik, di mata Allah SWT pun baik pula; begitu pula sebaliknya.39 Bagi orang yang beriman, kegagalan yang dialaminya itu dianggap sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya. Orang yang beriman akan bersabar dan berserah diri pada Allah SWT, mohon kekuatan lahir dan batin terhadap "cobaan" yang dialaminya; disertai doa "Ya Allah, janganlah Engkau beri hamba beban serta cobaan yang hamba tidak mampu memikul dan mengatasinya". Dadang Hawari lebih lanjut menekankan, sekali lagi Iman pada takdir merupakan unsur kesehatan mental yang amat penting bagi terbentuknya kekebalan orang terhadap stres. “Terapi medis tanpa do’a dan dzikir, tidak lengkap; do’a dan zikir saja tanpa terapi medis tidak efektif”40 39 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa 2004), h. 429-440. Cet. Ke- 2. 40 Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, (Jakarta: FKUI, 2002), cet. Ke-II, h. 114. BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKIAH DARADJAT DAN DADANG DADANG HAWARI DALAM PERAWATAN KESEHATAN JIWA A. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa 1. Analisis Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam menghadapi para penderita gangguan jiwa, ditemui bahwa di samping merawat mereka secara teknis ilmiah, perlu pula mereka didorong untuk berusaha menolong dirinya sendiri, terutama dalam melegakan perasaan hatinya. Untuk maksud ini ternyata bahwa agama mempunyai kekuatan yang besar dalam mempercepat kesembuhan penderita gangguan jiwa tersebut. Di samping itu terbukti pula bahwa seseorang yang kurang teguh pegangannya terhadap agama seringkali membawa kepada gangguan jiwa. Unsur terpenting, yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka dalam Islam prinsip pokok yang menjadi sumbu kehidupan manusia adalah iman, karena iman itu yang menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut akan mudahlah orang terdorong melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain dan 66 67 menimbulkan penyesalan dan kecemasan, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan jiwa.1 a. Pengobatan Psikologis Dalam pengobatan psikologis ini, penulis menyajikan teknik pengobatan non-directive Pelaksanaan pengobatan dengan teknik nondirective, sebaiknya konselor memanfaatkan peristiwa-peristiwa dan mendorong klien untuk mengungkapkan secara bebas perasaannya tentang prsoalan yang sedang dihadapinya.2 Dalam hal ini, konselor harus melatih klien untuk tidak menghambat dikeluarkannya perasaan bersalah, cemas, rasa dosa atau perasaan lain yang biasanya tampak apabila orang merasakan kebebasan yang sempurna. Selanjutnya adalah proses mendiagnosa, apa sesungguhnya penyebab sehingga menimbulkan ganggguan pada si penderita. Dalam proses diagnosa ini perlu membangun keakraban antara klien dan konselor merupakan hal yang utama dalam pelaksanaan terapi non-directive, jika sudah terbangun keakraban antara klien dan konselor, maka proses pengobatan tidak menemui kendala. Menetukan waktu pemberian bantuan dan ruang lingkupnya, serta keadaan klien. Artinya klien telah merasa pada pertemuan sebelumnya bahwa tugas konselor bukan untuk menjawab semua pertanyaan dan menyelesaikan seluruh persoalan, akan tetapi tugasnya adalah mempersiapkan suasana yang memungkinkan klien berbuat untuk mengatakan persoannya. 1 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h. 11. 2 Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, alih bahasa Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), jilid III, h.69. 68 Setelah klien mengenal dirinya, hubungan pribadinya dengan konselor telah sampai pada derajat yang paling tinggi. Pada tahap ini dalam pengobatan, klien mulai campur tangan dan ingin mengetahui pribadi konselor sebagai orang, dan klien banyak menjauhkan arti persahabatan dan kasih sayang, serta untuk pertama kalinya klien menyampaikan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepadanya. Di samping pengobatan psikologis, penulis akan menganalisa lima konsep Zakiah Daradjat dengan cara religi antara lain: Pertama Sabar, Allah menyuruh orang Islam agar menjadikan sabar dan shalat untuk menolong dirinya. Sabar dapat manjadi obat terhadap gangguan kejiwaan, sabar juga dapat mencegah agar tidak terserang oleh gangguan kejiwaan dan sabar dapat pula meninggakatkan kesehatan jiwa.3 Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Baqarah: 153). 4 Dalam contoh kasus yang di uraikan oleh Zakiah Daradjat, ada seseorang telah berusia senja, telah ditipu dan bohongi oleh orang yang telah lama dia kenal, sehingga dia merasa marah, kesewa dan sakit hatinya. Sampai dia berjanji tidak akan menolong orang tersebut untuk masa yang akan datang dan tidak akan memaafkan kesalahan orang tersebut. 3 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 142. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 47. 4 69 Atas kejadian tersebut dia kadang-kadang terserang psikosomatik, kepala pusing, dada, dan hatinya sesak, seolah-olah dalam dirinya berkecamuk perang amat dasyat, menyenangkan, untunglah ia lari diantara perasaan yang tidak kepada Allah memohon kesabaran, kesabaran dan kesabaran. Akhirnya dia memohon kepada Allah, agar diberi-Nya petunjuk dan sabar dalam menerima musibah tersebut. Dia menangis dan meratap kepada Allah dan mohon agar ia tetap sehat jasmani dan rohani, ia sangat-sangat takut akan terserang gangguan kejiwaan. Setelah berjuang cukup lama, sabar benar-benar dia rasakan, dia semakin rajin beribadah, hampir setiap hari membaca al-Qur’an dan melaksanakan shalat wajib dan shalt sunnah, dia menjadi penyabar, tidak tersinggung atau balas dendam atas kejadian yang menimpa dirinya. Dari kejadian di atas dapat kita ambil hikmah, bahwa mendekatkan diri kepada Allah dan menjalankan seluruh perintah-Nya, insya Allah keadaan diri kita, baik jasmani maupun rohani akan terjaga dari gangguan kejiawaan. Kedua Taubat Nasuha, salah satu penyebab gangguan kejiwaan adalah perasaan berdosa. Banyak orang yang merasa sangat menderita, bila ia merasa dirinya berdosa, jika perasaan dosa lama tidak diatasi mungkin saja orang tersebut akan mengalami gangguan kejiwaan dengan berbagai macam 70 gejala antara lain penyakit fisik, seperti lumpuh, kemampuan melihat hilang (buta).5 Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun Maha Penerima tobat dan orang yang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan setiap orang yang beriman disarankan suapaya membiasakan diri untuk memohon ampun kepada Allah, baik dia merasa bersalah ataupun tidak, karena orang tidak selamanya sadar atas perkataannya, perbuatan dan kelakuannya. Orang yang merasa dirinya bersalah sehingga hati dan perasaan goncang, diharapkan dapat melakukan taubat nasuha agar kegoncangan tersebut tidak bertambah berat dan makin parah. Mengadu dan memohon kepada Allah merupakan satu-satunya cara agar yang bersangkuta dapat tertolong. Fiman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 48. Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(surat An-Nisaa’ ayat 48).6 5 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 149. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 180. 6 71 Ayat di atas menegaskan bahwa hanya dosa syirik yang tidak dapat diampuni oleh Allah, jika kita tinjau dalam psikoterapi Islam akan terbukti bahwa syirik itu menimbulkan kebimbangan. Ketiga Tawakkal Kepada Allah, tawakkal adalah perbuatan hati, pikiran dan seluruh jiwa dan raganya. Karena itu proses untuk dapat tawakkal kepada Allah itu membutuhkan iman yang kokoh dan mengerti tentang ajaran agama, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang tidak mudah bagi yang imannya kurang kuat, serta pemahaman terhadap ajaran agama kurang. Boleh jadi orang yang belum selesai perkembangan kecerdasan dan kepribadiannya juga tidak mampu mencapai tawakkal yang sesungguhnya kepada Allah.7 Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayan 159. Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (surat Ali-Imran ayat: 159).8 7 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), hal. 153. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 159-160. 8 72 Dalam ayat diatas terdapat suatu bimbingan Allah terhadap Nabi Muhammad dalam menghadapi ummatnya. Bimbingan akhlak yang oleh Allah telah diakui bahwa cara beliau cara beliau lemah-lembut dalam menghadapi mereka. Memohon ampon atas segala kesalahan dan kekeliruan yang telah mereka lakukan. Tawakkal memang tidak mudah, bagi orang yang imannya kurang kuat, serta pemahamannya terhadap ajaran agama kurang. Dalam proses psikoterapi Islam yang dilaksanakan dengan bantuan konselor yang berwenang dan terlatih, insya Allah hasilnya bisa menolong.9 Bila seseorang telah berketetapan hati tentang sesuatu, maka selanjutnya, jangan takut atau ragu-ragu lagi, serahkan sepenuhnya kepada Allah. Keempat Pembinaan Moral, moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa bertanggung jawab atas tindakan tersebut.10 Menurut Franz Magnis Suseno, moral dipahami sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, peraturan-peraturan, patokan-patokan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral dapat berupa agama, nasehat para bijak, orang tua, guru dan sebagainya. Dari sini dapat dipahami 9 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), h. 154. Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), Cet. Ke-7, hal. 63 10 73 bahwa sumber ajaran moral meliputi agama, tradisi, adat istiadat, dan ideologi-ideologi tertentu.11 Pembinaan kehidupan moral itu lebih banyak terjadi melalui pengalaman hidup daripada melalui pendidikan formal dan pengajaran.12 Karena moral itu tumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan di mana seseorang hidup kemudian berkembang menjadi kebiasaan, mengerti mana yang baik yang perlu dilakukan dan mana yang buruk yang perlu dihindari. Kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung.13 Menurut Zakiah Daradjat, pembinaan moral yang berdampak positif terhadap perkembangan jiwa keagamaan remaja adalah pembinaan yang dilakukan secara terus-menerus semenjak seseorang dilahirkan melalui pencontohan oleh orang tua, pengalaman langsung dalam kehidupan seharihari dengan membiasakan anak mematuhi ajaran agama dan menjauhi larangannya sehingga menjadi pola hidupnya dan terjalin kuat dalam pribadinya Kegoncangan-kegoncangan dalam jiwa dalam setiap individu sangat berpotensi menjerumuskan yang bersangkutan pada tindakan-tindakan yang negatif. Jika saja kepribadian individu tersebut lemah dan ia kurang mendapat didikan nilai-nilai moral/agama, maka bisa dipastikan kegoncangan- 11 Franz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 14. 12 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-17, hal. 134. 13 Daradjat, Zakiah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977, Cet. 4, hal. 119. 74 kegoncangan tersebut menimbulkan ekses-ekses yang negatif yang merugikan dirinya sendiri dan masyarakat di mana dia hidup. Menurut hemat penulis bahwa konsep keempat yang ditawarkan Zakiah Daradjat bisa dimengerti karena pemahaman bahwa moral merupakan perbuatan yang didasarkan pada ajaran agama dan unsur sosial budaya yang diakui sebagai kebenaran dalam masyarakat yang dilakukan dengan penuh kesadaran pribadi yang bersangkutan. Penulis berpendapat pembinaan moral terhadap seseorang harus dilakukan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit, wajar, sehat dan harus memperhatikan perkembangan dan ciri khas dari setiap umur yang dilalui oleh seseorang tersebut. Pembinaan ini diupayakan sejak seorang anak masih kecil dengan jalan pembiasaan secara langsung yaitu, membiasakan anak mematuhi ajaran agama dan menjauhi larangannya, karena anak kecil belum memahami konsep-konsep yang abstrak. Setelah si anak mampu memahami hal-hal yang abstrak barulah pengertian-pengertian tentang baik dan buruk yang abstrak boleh diajarkan. Kelima Pembinaan Jiwa Taqwa. Menurut Zakiah Dardjat, jiwa yang sehat ialah yang menjalankan seluruh perintah dan menjauhi larangan Allah S.W.T, dan jiwa yang beginilah yang akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat dan bangsa.14 Sikap taqwa sering diulang oleh khotib pada setiap hari Jum’at, namun realitanya kefahaman masyarakat terhadap taqwa masih pada tahap kulit dan tidak pada isinya. Pada era modern seperti sekarang ini taqwa tidak lagi 14 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang 1970), h. 39-40. 75 difahami dengan betul. Taqwa pada umumnya difahami dalam ruang lingkup spiritual dan peribadi yang sempit. Akhirnya ia menjadi konsep yang asing dan terpisah daripada pelbagai aspek kehidupan lainnya. Zakiah Daradjat berpendapat, jika setiap orang mempunyai keyakinan beragama, dan menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu ada polisi dalam masyarakat karena setiap orang tidak mau melanggar laranganlarangan agama karena merasa bahwa Tuhan Maha Melihat dan selanjutnya masyarakat adil makmur akan tercipta, karena semua potensi manusia (man power) dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirinya sendiri.15 Menurut penulis, sejak dahulu agama dengan ketentuan dan hukumhukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang akhirnya membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka agama memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun kepada Tuhan. Dengan cara memberi nasehat dan bimbingan-bimbingan khusus dalam kehidupan manusia. Para pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki jiwa taqwa dan memperhubungkan silaturahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-menyayangi jelas tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan agamanya. 15 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang 1970), h. 42. 76 2. Analisis Dadang Dadang Hawari dalam Perawatan Kesehatan Jiwa Pentingnya dimensi agama dalam menanggulangi gangguan mental, maka pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan se Dunia (WHO : World Health Organization) telah menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4 (empat) pilar kesehatan; yaitu kesehatan manusia seutuhnya meliputi: sehat secara jasmani/fisik (biologik); sehat secara kejiwaan (psikiatrik/psikologik); sehat secara sosial; dan sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Dengan kata lain manusia yang sehat seutuhnya adalah manusia yang beragama, dan hal ini sesuai dengan fitrah manusia. Keempat dimensi sehat tersebut di atas diadopsi oleh the American Psychiatric Association dengan paradigma pendekatan biopsycho- socio-spiritual.16 Secara skematis pendekatan holistic konsep Dadang Hawari dapat digolongkan dalam dalam 4 dimensi yaitu: Pertama Perawatan Organo-Biologik, perawatan ini mengandung arti perawatan secara fisik (tubuh/jasmani) dengan memberikan obat-obat kimia (tablet, cairan suntik atau minum obat), dan lain sebagainya. Menurut Dadang Hawari, dalam perawatan ini harus hati-hati dalam memberikan obat, pemberian obat harus sesuai dosis terutam pada pasien depresi, banyak terjadi kesalahan dalam pemberian obat dengan dosis yang sangat tingggi, sehingga mengakibatkan kematian pada pasien. Kedua Perawatan Psikologis, Perawatan ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan atau semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi 16 Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002), h. 5. 77 hidup. Perawatan ini memberikan pendidikan ulang serta dapat mengubah pola pendidikan sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar. Disamping itu, perawatan ini juga dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-kontruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan dan memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan keluarga dan lingkungannya. Ketiga Perawatan Psiko-sosial (Re-adaptasi), Parawatan Psiko-sosial dimaksudkan agar penderita kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dalam menjalani perawatan psiko-sosial ini, hendaknya pasien masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, harus banyak menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sosial. Keempat Perawatan Psikoreligius, Perawatan psikoreligias dimaksudkan untuk memperkuat iman pasien dan bukan sekali-kali mengubah kepercayaan atau agama pasien yang dapat berupa kegiatan keagamaan, seperti sembahyang, berdo’a memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci dan lain sebagainya. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar. Praktek ajaran agama 78 yang membuat orang sembuh dari gangguan jiwa dapat diambil dalam dasar agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Menurut Dadang Dadang Hawari peranan tauhid atau rukun iman yang enam itu sangat penting dalam perawatan dan membentuk kesehatan jiwa seseorang. Dadang Dadang Hawari menghubungkan tauhid dengan rukun iman yang berjumlah enam. Rukun iman tersebut, jika dihayati dan diamalkan dengan sebaik-baiknya kecil kemungkinan sesorang terkena penyakit jiwa. Dalam pemikirannya bila seseorang menjalankan dan menyakini serta menghayati rukun iman yang berjumlah enam sangat mustahil mentalnya terganggu. Justru sebaliknya orang yang beriman bisa dipastikan memiliki mental yang sehat. Dalam konteks ini peneliti sependapat dan mendukung pendapat Dadang Dadang Hawari karena pemikirannya relevan dengan al-Qur’an dan Hadits. Alasan lainnya karena tidak ditemukan bukti bahwa orang yang imannya teguh serta menjalankan segala perintah Allah terkena penyakit mental. Dengan menyakini rukun iman yang pertama akan menimbulkan rasa cinta kepada Allah SWT. Kalau seseorang itu benar-benar beriman dalam arti sesungguhnya, menghayati dan mengamalkan apa yang diimaninya itu, pastilah ia tidak akan berbuat yang melanggar hukum, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Keimanan kepada Allah SWT ini jika dihayati dan diamalkan besar manfaatnya bagi kesehatan mental seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan membuahkan hal-hal sebagai berikut: a. Membebaskan diri dari penguasaan dan pengaruh negatif orang lain 79 b. Membesarkan hati dan menumbuhkan keberanian c. Menenangkan hati dan menentramkan mental Manusia kadang takut dan cemas karena berbagai sebab. Orang beriman tidak kesal atau berkeluh kesah menghadapi apa yang sedang dialami dan tidak takut atau cemas menanti masa-masa datang. Ia menutup segala pintu ketakutan. Kedua, imam kepada malaikat. Orang yang beriman kepada malaikat akan merasakan bahwa dirinya selalu diawasi oleh malaikat karena ada malaikat yang selalu mencatat semua amal kebajikan, sedangkan di sebelah kiri kita ada malaikat yang mencatat semua prilaku kita yang tidak baik. Semua catatan malaikat itu merupakan penilaian diri kita semasa hidup; yang akan dipertanggung-jawabkan kelak pada hari pembalasan (hari kiamat). Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang pikirannya, perasaan serta prilakunya baik, tidak melanggar hukum, norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain. Apa yang dilakukannya selalu berpedoman pada amar ma’ruf nahi mungkar, berlomba-lomba dalam kebajikan amal saleh, karena ia tahu benar dan yakin bahwa apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh malaikat. Oleh karena itu ia selalu berhati-hati dalam bertindak. Orang mu’min percaya sepenuhnya adanya malaikat di alam ruh. Mereka selalu menyertai manusia dan mencatat amal-amalnya, termasuk segala kebaikan dan keburukan kita. Mereka bertindak dengan benar dan jujur; tidak kenal suap atau sogokan. Oleh karena itu menurut peneliti keimanan ini membangkitkan semangat mu’min untuk selalu berbuat baik di 80 segala tempat dan waktu. Ia juga mendorong mu’min untuk menghampirkan diri kepada Allah dan malaikat-Nya, menyucikan hati dan membersihkan diri dari sifat-sifat yang tidak disukai Allah dan rasul-Nya. Ketiga, iman terhadap kitab-kitab. Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang hak dan mana yang bathil, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan yang tidak, mana yang manfaat dan mana yang mudharat, dan lain sebagainya. Semua dimensi kehidupan manusia yang menyangkut aspek hukum, norma, nilai dan etika kehidupan termaktub dalam kitab suci alQur’an; serta petunjuk pelaksanaanya terdapat dalam al-Hadits sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sedangkan al-Qur’an merupakan pembeda antara yang hak dan yang bathil, antara yang salah dan yang benar. Iman kepada al-Qur’an mengandung kepercayaan akan kebenaran segala sesuatu yang tersurat di dalamnya. Segala aturannya sempurna, baik dan berlaku sepanjang zaman. Mu’min tidak berpendapat bahwa aturan Islam tidak tepat lagi diterapkan pada abad ini, atau berpandangan bahwa aturan Islam itu penyebab kemunduran, atau bahwa melaksanakan hukum Allah dalam memotong tangan pencuri, merajam pezina tak sesuai lagi di masa kini. Itu semua jauh dari pikiran orang mu’min. sebaliknya, ia akan berusaha agar segala tuntutan al-Qur’an menjiwai seluruh segi kehidupan umat manusia di bumi Allah. Kenyataannya, memang, iman kita belum cukup kuat mendorong dan memberikan spirit untuk maju terus dengan al-Qur’an Keempat, Iman kepada para Nabi. Allah SWT mengutus para Nabi adalah untuk memperbaiki akhlak perilaku manusia. Nabi Muhammad SAW 81 adalah Nabi penutup/terakhir yang merupakan suri tauladan bagi umat manusia, yaitu bagi mereka yang mengharapkan rahmat Allah serta keselamatan di dunia dan di akherat kelak. Salah satu ajaran Nabi Muhammad SAW adalah pengendalian diri, bahkan pernah dikatakan bahwa sesungguhnya peperangan terbesar di muka bumi ini adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya sendiri. hal ini sesuai dengan salah satu asas kesehatan mental, yaitu bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu mengendalikan diri terhadap segala rangsangan, baik yang timbul dari lingkungannya maupun yang datang dari dirinya sendiri. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah bukan sekedar agama yang ritual sifatnya, tetapi merupakan agama yang memberikan tuntunan bagi tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa serta bernegara. Iman kepada rasul membuka cakrawala pengetahuan tentang rasulrasul yang diutus Allah kepada manusia sejak dahulu. Yaitu dari Nabi Adam berangsur-angsur hingga Nabi terakhir, Muhammad SAW. Ini mendorong muslim untuk lebih mengenal mereka satu persatu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, lalu mengetahui rangkaian mata rantai ajaran Islam dari rasul ke rasul dan tahap-tahap penyempurnaannya Dengan mengetahui jejak rasul-rasul Allah, makin mantaplah keyakinan akan kesempurnaan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan makin teguh berpegang pada ajaran Tuhan Yang Maha Sempurna. Selanjutnya berusaha meneladani jejaknya secara optimal lewat pendalaman 82 sunnah-sunnah, baik berupa ucapan, sikap, tingkah laku, maupun putusanputusannya terhadap langkah-langkah para sahabatnya. Kelima, iman kepada hari akhir. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa pengadilan manusia di dunia jauh dari rasa adil. Pelaksanaan hukum di dunia yang seharusnya tidak pandang bulu ternyata dalam prakteknya masih saja pandang bulu. Lagi pula masih banyak mereka yang berbuat kejahatan selama di dunia lolos dari pengadilan manusia. Tetapi kelak di akherat pada hari kiamat tidak ada seorangpun dapat lolos dari pengadilan Allah SWT. Hari akhir itu mutlak. Kehancuran total meliputi seluruh isi alam. Segala yang ada mempunyai ujung atau batasnya, sebagaimana perputaran masa; dari zaman purbakala hingga masa penghabisan; saat kerusakan dan kehancuran. Gambaran hari akhir begitu dahsyat. Segala sesuatu telah ditata sedemikian rupa; tahap-tahap penghancuran langit dan bumi, penciptaan bumi dan langit yang baru sebagai ajang persidangan semesta hingga masingmasing orang menghuni tempat yang layak berdasarkan keputusan mahkamah Maha Agung ini membuat kita mengerti dan bertambah yakin bahwa bagi masing-masing orang sekedar apa yang pernah ia usahakan dalam hidupnya. Bagi orang yang beriman tidak perlu merasa stres apabila diperlakukan tidak adil oleh sesama manusia selama hidup di dunia. Bukankah Allah SWT Maha Adil, Pengasih dan Penyayang? Keenam, iman kepada taqdir. Iman atau percaya pada taqdir penting artinya bagi kesehatan jiwa. Dengan iman pada taqdir ini orang tidak akan mengalami frustasi dan stres. Manusia boleh berusaha tetapi Allah SWT yang 83 menentukan. Dalam hidup ini terkadang sebuah harapan dan cita-cita jauh dari kenyataan, tak jarang kenyataan pahit mengiringi kehidupan manusia tak ubahnya pergantian siang dan malam. Namun demikian orang yang beriman kepada taqdir mentalnya akan tetap sehat manakala ditimpa sebuah cobaan atau ujian hidup. Ia percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Ia pun percaya bahwa tak seorangpun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan Tuhan. Ia berhenti di situ saja berpikir tentang taqdir. Masalahnya, taqdir itu tidak mungkin dijangkau akal pikiran manusia. Manusia cuma bisa melihat kenyataan atau kepastian dari sesuatu yang telah terjadi. Di situ manusia baru bisa mengetahui taqdir baik dan buruk atas seseorang, dan baik buruknya taqdir Tuhan itu berdasarkan sunnah-Nya. Tak seorangpun dapat menghalangi apa yang telah ditentukan Tuhan, namun sebelum ketentuan Tuhan itu menjadi kepastian, manusia berhak menentukan sesuatu untuk dirinya. Berdasar atas hak, kebebasan dan kesempatan untuk menentukan itu, manusia harus konsekuen dengan keputusannya. Justru karena itu manusia mu’min tidak sembarangan mengambil keputusan, karena setiap keputusan berakibat kepada dirinya. Keadaan demikian tidak membuat seorang mu’min apatis, bahkan sebaliknya. Timbullah semangat dan gairah untuk bekerja dan berusaha menggapai kebaikan-kebaikan. Iman kepada taqdir menimbulkan keberanian, melahirkan kepahlawanan dan menumbuhkan kesanggupan menghadapi berbagai situasi. Apabila seseorang telah mengerti bahwa ia berada di pihak Tuhan, ia tidak akan mundur. 84 Iman kepada taqdir memberikan pelajaran bahwa sesuatu berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Zat Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, jika ia ditimpa sesuatu yang negatif, tidak menyesal. Sebaliknya, jika mendapat sesuatu yang menguntungkan, ia tidak bergembira sampai lupa daratan. Demikianlah yang dikehendaki Tuhan dalam kitab suciNya. Menurut analisis penulis bahwa konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari dalam perawatan kesehatan jiwa relevan dengan kondisi manusia saat ini. Di tengah-tengah persaingan hidup yang makin tajam dan seiring dengan makin cenderungnya manusia pada materi, kedudukan dan berbagai ambisi lainnya maka konsep kedua tokoh ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya perawatan kesehatan jiwa. Penulis berpendapat bahwa terlepas dari kelemahan atau kekurangan konsep kedua tokoh tersebut namun yang jelas masalah perawatan kesehatan jiwa merupakan persoalan yang terus menghinggapi manusia-manusia modern. Ketidakberdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu, menyebabkan sebagian besar "manusia modern" itu terperangkap dalam situasi yang disebut situasi yang sulit, satu istilah yang menggambarkan "satu derita manusia modern". Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan yang disebabkan oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang 85 gersang, (c) lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, (d) masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial. Seiring dengan kondisi tersebut muncul konflik-konflik batin yang pada puncaknya menimbulkan gangguan jiwa, dan ciri-ciri gangguan jiwa yang diderita orang-orang modern sudah demikian mengkhawatirkan. Dari sini tampak perlunya konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari dikaji lebih dalam lagi. Dalam menganalisa konsep Zakiah Daradjat dan Dadang Dadang Hawari, penulis menggunakan konsep psikologi Islam yang pada dasarnya merupakan sumber al-Qur'an dan hadist. Dengan menggunakan teori psikologi Islam maka konsep kedua tokoh itu itu dapat dipertemukan dalam hubungannya dengan kehidupan manusia saat ini. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat sebelumnya, maka sebagai upaya memahaminya secara lebih sederhana, singkat dan padat, akan penulis lengkapi pula dengan beberapa poin kesimpulan. 1. Menurut Zakiah Daradjat, perawatan dan penanggulangan gangguan jiwa adalah dengan memaksimalkan terapi psikologis melalui aspek kognitif, afektif dan konasi, dalam pemberian bantuan, Zakiah Daradjat mendahuluinya dengan mendoagnosa penyebab tibulnya ganggguan pada pasien/klien, selanjutanya baru tahap pemberian bantuan. Tahap pemberian bantuan kepada klien selalu dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki klien. Di samping itu juga Zakiah Daradjat menggunakan terapi religius, pemberian bantuan melalui terapi religius dengan cara menggali dan mempertebal nilai-nilai keagamaan klien melalui pelaksanaan keimana dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi segala larangan agama. 2. Sementara menurut Dadang Hawari memberikan empat langkah yang harus ditempuh dalam perawatan/penanggulangan gangguan jiwa yakni; terapi psiko farmaka dengan memberikan obat-obatan secara medis, terapi sosial (psikoterapi) yang berupa suportif, re-edukatif, re-konstruktif, kognitif, psiko-dinamik, perilaku dan keluarga. Terapi sosial (psiko terapi) 86 87 dengan menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat). Terapi psikoreligius dengan tujuan untuk memperkuat iman pasien yang dapat berupa kegiatan ritual keagamaan dengan memperdalam rukun iman yang berjumlah enam. B. Saran-Saran 1. Untuk Prakti Pemikiran Zakiah Daradjat dan Dadang Hawari dalam memelihara kesehatan jiwa dapat dijadikan materi dakwah, karena pada hakekatnya mengajak manusia untuk mengamalkan ajaran Islam. 2. Untuk Masyarakat Pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari sangat relevan dengan kehidupan masyarakat yang serba modern dan rasional. Karena bersamaan dengan itu krisis kerohanian makin dirasakan sebagai masalah sangat urgen yang perlu ditanggulangi. 3. Untuk Lembaga Perguruan Tinggi Implementasi pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari sangat efektif untuk memelihara kesehatan jiwa manusia. Meskipun uraiannya terasa masih bersifat umum tetapi cukup baik sebagai sebuah pengantar dalam membangun jiwa yang sehat. Atas dasar itu maka penelitian terhadap pemikiran Zakiah Daradjat dan Hawari dapat lebih diperdalam oleh peneliti lainnya. 4. Penutup Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari 88 bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzaky, M. Hamdani Bakran, Psikoterapi dan Konseling Islam, Surabaya: Fajar Pustaka Baru, 2002. Al-Ghazali, Imam Ihya Ulumuddin, Bandung: Marja, 2005. Alawiyah, Nunung, Analisis Terhadap Metode Non Directif Pada Pelaksanaan Bimbingan Konseling Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Skripsi S1 pada fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2006. Al-Ghito, Kasyifa, Psikoterapi Islam Zakiah Daradjat Dalam Menangani Neurosis, Skripsi S1 pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2008. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2002), h. 584. Daradjat, Zakiah, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001. ______ _____, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996 ______ _____, Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996. ______ _____, Islam dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Toko Gunung agung, 1996. ______ _____, Kesehatan Mental dalam Pendidikan dan Pengajaran, Pidato Pengukuhan Guru Besar tetap di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: 1984. ______ _____, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005. ______ _____, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1982. ______ _____, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1970. ______ _____, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1982 ______ _____, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. ______ _____, Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Keimanan, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001 ______ _____, Psikoterapi Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002. Fahmi, Mustafa, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid I, alih bahasa, Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. Faqih, Aunur Rohim ¸ Bimbingan dan Koseling Dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001. http://www.salafy.or.id/pelajaran-dari-surat-al-ashr-massa/ Hawari, Dadang, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1999. ______ _____, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. ______ _____, Pendekatan Holistik Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta: FKUI, 2002. ______ _____, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, Jakarta FKUI, 2002. ______ _____, Do’a dan Dzikir sebagai Pelengkap Terapi Medis, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2001. Hamka, Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985. ______, Lembaga Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Kartono, Kartini, Hygiene Jiwa dan Kesehatan Jiwa dalam Islam, Bandung: maju Mundur, 2000. Langgulung, Hasan, Teori-Teori Kesehatan Jiwa, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1996 Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. Mashudi,Farid, Psikologi Konseling, Yogyakarta: IRCiSoD, 2012. Mursi, Sayyid Abdul Hamid, Jiwa Yang Tenang, Malang: Al-Qayyim, 2004. Musbikin, Imam, Rahasia Puasa, Yoyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Noer, Deliar, Pembangunan Di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1997. Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Rahmat, Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia,1993. Said, Musfir, Az-Zahrani, Bin, Konseling Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Sundari, Siti, Kesehatan Jiwa Dalam Kehidupan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005. Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius, 1987. Sholeh, Moh., Agama Sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Yogyakarta: Gama Media, 2002. Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling Pernikahan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM 1984. Yatim, Badri, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999. www.madanionline.org.