Skripsi Aqilatul Munawaroh Watermark
Transcription
Skripsi Aqilatul Munawaroh Watermark
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI MADANI MENTAL HEALTH CARE Skripsi Diajukan kepada fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I) Disusun oleh: AQILATUL MUNAWAROH (1110011000019) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 ABSTRAK AQILATUL MUNAWAROH Peranan Pendidikan Agama dalam Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba di Madani Mental Health Care, Jakarta Timur Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani secara serius dan menjadi tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan remaja yang tidak terhitung jumlahnya akibat penyalahgunaan narkoba. kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. Prof. Dadang Hawari menyatakan bahwa jumlah penyalahgunaan narkoba di masyarakat 10 kali lipat dari angka resmi. Melihat kenyataan pahit ini, banyak elemen masyarakat dan lembaga-lembaga berupaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Walaupun dengan cara yang berbeda-beda, namun tujuannya ingin menyelamatkan masyarakat Indonesia dari obat-obatan yang merusak tidak hanya fisik tapi juga jiwa penyalahgunannya.Salah satu lembaga yang ikut andil dalam penanggulangan ini adalah Yayasan Madani Mental Healt Care. Sebuah lembaga rehabilitasi di Cipinang Besar, Jakarta Timur dengan metode pemulihan BioPsiko-Sosial-Spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care. Adapun jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, metode deskriftif analisis. Dengan proses wawancara, observasi, dokumentasi serta angket, fokus penelitiannya adalah pada peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba di Madani Mental Health Care. Keadaan santri narkoba di Madani mengalami ketergantungan narkoba dan pada umumnya mempunyai pengetahuan agama yang kurang. Adapun materi pendidikan agama Islam yang diterapkan secara umum adalah pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah Dengan metode yang bervariasi diantaranya ceramah, simulasi, diskusi. Sedangkan teknik penerapan pendidikan agama Islam dengan keteladanan, nasehat, kisah, hadiah dan hukuman, menjadikan santri narkoba memahami dan menghayati pendidikan keagamaan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan pendidikan agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses rehabilitasi. Perubahanperubahan positif yang ditampakkan oleh santri narkoba ialah rajin melaksanakan shalat, bersikap tenang dan dewasa, berpikir positif, dan menjadi lebih baik dari sebelumnya iv ABSTRACT Aqilatul Munawaroh (NIM: 1110011000019). The role of Islamic Education in the Process of Drug’s Abuser Rehabilitation in Madani Mental Health Care, Jakarta Timur This research aims to know how the role islamic education in the process of rehabilitation in Madani Mental Health Care, Jakarta Timur. This research was conducted in Madani Mental Health Care Foundation from June-July 2014. The research uses qualitative approach, descriptive analysis method. The method of data collecting used is interview, observation, documentation, and questionnaire. The result of this research shows that drug abuser students have a condition where they have deep dependence on drugs and generally having poor religious knowledge. The material of Islamic education applied is generally belief, behavior, and worship education. It uses various teaching methods such as sermon, simulation, and discussion. Whereas the technique of Islamic education applying is by using example, advice, story, reward, and punishment, it enables drug abuser students to understand and to think deeply Islamic education. The Islamic education in Madani Mental Health Care has a role in fulfilling the basic spiritual need of drug abuser students, which consists of the need of basic belief, the need of the essence of life, the need of worship, the need of belief, the need of freedom from the guilty, the need of self-acceptance, the need of security, the need of high morality achievement, the need of interaction with nature and among others, and the need of social life. By applying Islamic education, each drug abuser students’ basic need is accomplished. The positive changes appeared from drug abuser students are the diligence in praying, calm and adulterous deed, positive thinking, and better than before. v KATA PENGANTAR Tiada kata yang pantas penulis ungkapkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing umatnya menuju jalan yang di ridhai Allah. Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka menggapai gelar sarjana pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi maupun dorongan materil. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Ibu Dra. Nurlena Rifa’i,MA,Ph.D beserta staffnya. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr. H. Abdul Majid Khan, M.Ag dan sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Marhamah Saleh, Lc beserta staff 3. Bapak Prof. Dr. H. Syafi’i Noor yang telah sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullah khairan katsiran 4. Bapak Muhammad Zuhdi dan Bapak Prof.Rif’at Syauqi yang telah bersedia menjadi dosen penguji penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kritikan dan sarannya sehingga penulis memperbaiki skripsi ini 5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari. 6. Bapak pimpinan Perpustakaan Utama beserta staff, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi ini. vi 7. Rasa terima kasih, cinta, dan bakti penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Subana S.Pd dan Ibunda Nunung Nurjanah S.Pd, atas segala kasih sayang, doa, dan cinta yang tak pernah berkurang, dan tak pernah tergantikan. Untuk adik-adik tersayang, Ulfah Azizah, Evi Latifah, Elis Nurkholisoh yang turut simpatik dan mendoakan penulis, dan tak lupa Syifa yang menjadi salah satu alasan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Juga terima kasih untuk seluruh keluarga besar yang tak henti mendoakan penulis. Semoga Allah selalu membahagiakan orang-orang yang penulis cintai. Amiin. 8. Bapak Ust. Darmawan, pimpinan yayasan Madani Mental Health Care beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan membantu untuk melakukan penelitian skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan pula kepada Ust. Harid atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis. Hatur nuhun pisan. 9. Teruntuk Muhammad Reza Fahlevi S.Pd.I, yang selalu menemani suka dan duka penulisan skripsi ini. Terimakasih atas motivasi, doa dan bantuan tiada henti yang menjadi pendorong agar penulis cepat-cepat menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga UKM pramuka Racana Fatahillah-Nyi Mas Gandasari, khususnya angkatan Lemot yang selalu membuat penulis tersenyum dan termotivasi. Terima kasih atas pengalaman yang luar biasa 11. Kakak-kakak yang selalu mengarahkaan penulis disaat sedang buntu, kak Imran Satria Muchtar, S.Pd.I ; kak Khadafi, S.Pd.I; dan kak Hamdi S.Pd.I. 12. Para sahabat penulis, Herdiyanti Fhauziah, Shofa Muaz, Siti Fujiyanti, Septia Rahayu S.Pd.I, Drifal S.Pd.I, Esa Nurjanah S.Pd, dan Tyas Gusman S.Ds, yang telah memberikan semangat untuk terus berkarya. 13. Teman-temanku mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2010, khususnya kelas A yang sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain. Terima kasih atas keceriaan yang telah kalian berikan. 14. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatunya, yang telah berjasa membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. vii Penulis hanya dapat mendoakan kepada semua pihak yang turut berpartisipasi dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga menjadi amal baik yang akan dibalas oleh Allah SWT dengan berlipat ganda. Karya tulis yang sangat sederhana ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis tidak menutup kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Tak lupa penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan skripsi ini ada yang kurang berkenan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca sekalian. Jakarta, Aqilatul Munawaroh viii 2014 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ..................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN................................... ................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................... .................. iii ABSTRAK .......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 5 C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 6 D. Perumusan Masalah ............................................................................... 6 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7 BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 8 A. Pendidikan Agama Islam ....................................................................... 8 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................................... 8 2. Dasar Pendidikan Agama Islam ....................................................... 9 3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ..................................................... 11 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ....................................... 13 5. Metode Pendidikan Agama Islam .................................................... 13 6. Fungsi Agama Islam ........................................................................ 15 7. Peranan Agama Islam .................................................................... .. 16 B. Rehabilitasi Pecandu Narkoba ............................................................... 18 1. Pengertian Narkoba ......................................................................... . 18 2. Jenis Narkoba ................................................................................. .. 19 3. Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba ...................................... 21 4. Akibat Penyalahgunaan Narkoba ................................................... .. 22 5. Pengertian Rehabilitasi .................................................................... 23 ix 6. Landasan Rehabilitasi ................................................................... .. 24 7. Tahapan rehabilitasi ......................................................................... 25 8. Faktor Pendukung Keberhasilan Rehabilitasi Pecandu Narkoba ..... 26 C. Kerangka Berfikir ................................................................................... 26 D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................... 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 29 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... . 29 B. Metode & Jenis Penelitian ...................................................................... 29 C. Teknik Pengumpulan data ....................................................................... 30 1. Observasi ........................................................................................ 30 2. Wawancara ...................................................................................... 30 3. Angket / Kuesioner ........................................................................ 31 4. Dokumentasi .................................................................................. 32 D. Teknik Pengolahan Data ...................................................................... . 32 E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data .................................. 33 F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 35 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 38 A. Sejarah Singkat MMHC ...................................................................... .. 38 1. Latar Belakang MMHC................................................................... 38 2. Visi dan Misi MMHC...................................................................... 39 B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian .............................................. 40 1. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba ............................................. 40 2. Pendidikan Agama Islam dalam Proses Rehabilitasi di MMHC..... 45 C. Analisis Hasil Temuan........................................................................ ... 63 BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 69 A. Kesimpulan ...................................................................... .................... 69 B. Saran ..................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 71 LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Hal TABEL 3.1 Pembinaan spiritual menjadi wadah mengenal Islam ................. TABEL 3.2 Pembinaan spiritual menjadi sarana untuk mendekatkan diri 57 pada Allah .................................................................................... 58 TABEL 3.3 Pembinaan spiritual tidak membuat pasien pulih ....................... 58 TABEL 3.4 Pembinaan spiritual membuat pasien terbiasa beribadah ............ 59 TABEL 3.5 Pasien menjadi sadar akan dosa yang telah diperbuat ................. 59 TABEL 3.6 Kegiatan keagamaan hanya membuang waktu saja .................... 60 TABEL 3.7 Iman menjadi benteng ada keinginan untuk mengkonsumsi narkoba kembali................................................................. TABEL 3.8 60 Dengan bekal iman dalam hati, pasien menjadi lebih jernih pikirannya..................... ..................................................... 61 Keinginan untuk pulih berasal dari diri sendiri ........................... 61 TABEL 3.10 Tidak adanya hubungan pemulihan dengan ibadah..................... 62 TABEL 3.11 Lantunan ayat al Quran dan dzikir memberi kedamaian............ . 62 TABEL 3.12 Keluarga tidak mendukung dalam proses pemulihan ................. 63 TABEL 3.13 Peran Ustad (terapis) dalam memotivasi pasien untuk pulih..... 63 TABEL 3.9 TABEL 3.14 Pasien merasa tertekan di Madani karena terlalu banyak kegiatan agama.................................................................. 64 TABEL 3.15 Pasien selalu berdoa setelah sholat agar segera pulih............... 64 TABEL 3.16 Melaksanakan ibadah karena diperintah oleh ustad................... 65 TABEL 3.17 Muhasabah merupakan sarana untuk introspeksi atas kesalahan yang pernah diperbuat.......................................... . 65 TABEL 3.18 Pembinaan agama mendorong pasien untuk terbiasa beribadah. . 66 TABEL 3.19 Tekad dari dalam diri sendiri lah yang utama dalam Proses pemulihan.................................................................. TABEL 3.20 Pasien melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri.... xi 66 67 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu masalah yang penting bagi kehidupan suatu bangsa, karena hal tersebut pendidikan mendapat perhatian dari berbagai lapisan elemen, baik dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan sekolah. Untuk itu pemerintah melakukan usaha dan upaya untuk memantapkan pembangunan di bidang pendidikan Nasional. Sebab pendidikan itu sendiri merupakan kebutuhan yang pokok bagi setiap bangsa. Dengan pendidikan diharapkan terciptanya manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan terampil agar nantinya dapat membangun kemajuan suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas yang bertuang pada Bab II pasal 3, ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. 1 Tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang tersebut sesuai dengan pendapat Hasan Langgulung yang dikutip oleh Ramayulis tentang pendidikan Islam yaitu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”.2 Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional ataupun pendidikan Islam sama-sama berupaya mengarahkan generasi muda pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan perkembangan jasmani dan rohani untuk terciptanya generasi muda yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan terampil dalam membangun Indonesia. Karena pemuda dalam setiap bangsa adalah tulang punggung yang menjadi unsur penggeraknya sehingga tidak ada suatu bangsa pun 1 Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hal.7 2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kalam Mulia, 2013), cet.10, h.36 1 2 yang mampu bangkit kecuali di atas pundak para pemudanya. Ketika pemudanya menjalani berbagai aktivitas yang positif, maka kedepan akan kita saksikan bangsa ini akan menjadi sebuah bangsa yang maju, besar dan berperadaban Namun, saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan. Seakan-akan fenomena ini sudah tidak dapat dibendung lagi. Generasi muda yang diharapkan meneruskan untuk membangun negeri ini justru masuk dalam jajaran manusia yang amoral. Salah satu permasalahan terbesar di negara ini adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Dari data BNN Januari tahun 2009, di Indonesia, kasus narkoba juga membuat khawatir berbagai pihak. Berdasarkan latar belakang pendidikan, penyalahguna narkoba yang berlatar belakang pendidikan SD sekitar 10,6 %, kemudian tingkat SMP sekitar 22,9%, tingkat SMA sekitar 63,1%, dan tingkat perguruan tinggi sekitar 3,4%.3 Sangat memprihatinkan melihat kenyataan yang terjadi saat ini. Mereka calon generasi penerus justru terjerumus dalam bayangan obat yang sangat berbahaya. Akibat penyalahgunaan narkoba, tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisiknya, tapi perkembangan mental-emosional dan sosial penyalahguna juga terhambat. Bahkan ia mengalami kemunduran perkembangan. Menurut BNN akibat terhadap mental-emosional “contohnya antara lain sikap acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, hubungan dengan keluarga dan sesama terganggu. Terjadi perubahan mental diantaranya gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala parkinson”.4 Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia menunjukkan “sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia merupakan pemakai narkoba. Berarti sekitar 3,2 hingga 3,6 juta penduduk Indonesia berkutat dengan penyalahgunaan zat-zat terlarang tersebut. Dari angka itu, sekitar 15 ribu orang 3 BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 4 BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta: BNN),cet. II, 36 hlm 41 3 harus meregang nyawa setiap tahun karena memakai narkoba. Tak kurang dari 78 % korban yang tewas merupakan anak muda berusia antara 19-21 tahun”.5 Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani serius dan menjadi tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan pemuda akibat penyalahgunaan narkoba. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. Menurut Nashih Ulwan, narkoba merupakan obat yang merusak kehidupan, salah satunya fisik. Para dokter dan pakar kesehatan telah menyatakan bahwa minuman keras dan narkoba dapat menyebabkan penyakit gila, melemahkan daya ingat, mengganggu syaraf dan pencernaan, melumpuhkan ketajaman berpikir, menghilangkan selera makan, melemahkan daya seksual, membekukan jaringan dan urat-urat darah serta penyakit berbahaya lainnya.6 Penyebab penyalahgunaan narkoba ini salah satunya karena lunturnya nilai-nilai keagamaan dalam diri manusia. Menurut Jalaluddin, “Kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekular yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan, khususnya di kalangan generasi muda”.7 Pola pikir generasi muda di kehidupan global ini sedikit demi sedikit terpengaruh oleh nilai sekular dalam kehidupan keagamaannya. Sehingga kemudian tanpa disadari, mereka mulai melupakan aturan agama. Menurut Akhmad Taufik, akibat proses sekularisasi hidup terasa menjadi hampa dan tidak bermakna jika tidak bergelimang harta. Selain itu, muncul tanda-tanda kehancuran nilai dan moral, yaitu meningkatnya tingkat hubungan seks di luar pernikahan dengan menjamurnya tempat-tempat pelacuran, orang tua memperkosa anaknya, kakek memperkosa cucunya, tingginya tingkat perceraian, tingginya kejahatan dan penyalahgunaan narkoba, dll.8 Lunturnya nilai-nilai keagamaan membuat manusia menjadi tak bermoral. Mereka mulai melupakan tujuan utama hidup di dunia ini. Tujuan hidup beralih 5 BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 21 6 Syeikh Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia, (Jakarta: PT Ikrar Mandiriabdi, 2012), jilid 3 hlm.27-28 7 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.13, h.236 8 Akhamd Taufik,dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.47-48 4 pada berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan dunia. Ketika terpuruk, karena jauh dari nilai agama, mereka mencari obat-obat penawar depresi, salah satunya narkoba. Syariat Islam dengan tegas dan jelas menetapkan bahwa minuman keras dan narkoba hukumnya haram. Karena hal itu merupakan perbuatan setan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:90-91 : )19-19: )املاء ده “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) minuman keras (khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) minuman keras (khamar) dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (mengerjakan) salat. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan-perbuatan setan itu)” (Q.S. Al Ma’idah:90-91) Ada dua tahapan yang dapat dilakukan sebagai solusi, yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan agar korban penyalahguna narkoba tidak bertambah banyak, dan juga pengobatan diberikan pada mereka yang sudah menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Setelah mengetahui penyebab penyalahgunaan narkoba karena lunturnya nilai keagamaan, maka dalam pencegahan maupun pengobatan perlu memasukkan nilai-nilai keagamaan. Pengobatan terhadap korban penyalahguna narkoba salah satunya dengan rehabilitasi. Pembinaan pecandu narkoba saat ini telah banyak ditangani oleh berbagai lembaga, termasuk Yayasan Madani Mental Health Care. Madani Mental Health Care adalah panti rehabilitasi korban narkoba yang berada dibawah naungan Prof. 5 Dadang Hawari. Lembaga ini sedikit berbeda dengan lembaga rehabilitasi lainnya. Karena selain memulihkan dari segi medis, MMHC ini mengunakan terapi psikiatri, sosial dan juga menanamkan spiritual/ nilai-nilai keagamaan. Menurut Prof. Dadang Hawari, tujuan menanamkan nilai-nilai keagamaan karena: Setiap orang, apakah ia orang yang beragama atau sekuler sekalipun mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohaniaan (spiritual meeds). Setiap orang membutuhkan rasa aman, tentram, terlindungi bebas dari rasa cemas, depresi stres dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama, kebutuhan rohani ini dapat diperoleh lewat agama, namun bagi mereka yang sekuler menempuh lewat penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol atau berbagai zat yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketergantungan dengan segala dampaknya.9 Berpijak dari hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang peranan pendidikan agama Islam yang diberikan kepada pecandu narkoba dalam proses rehabilitasi. Sehingga penulis mengambil judul penelitian “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI MADANI MENTAL HEALTH CARE”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah : 1. Saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan terutama pada generasi muda yang diharapkan untuk meneruskan pembangunan bangsa ini 2. Arus globalisasi yang semakin gencar perlahan mempengaruhi sikap keberagamaan masyarakat. Masyarakat mulai melupakan nilai-nilai agama 3. Lunturnya agama membuat hidup manusia menjadi tidak beraturan dan menjadi penyebab kehancuran hidup manusia itu sendiri. 9 Ibid, h. 22 6 4. Korban penyalahgunaan narkoba semakin meningkat, yang berujung pada kematian. Sekitar 78 % korban yang tewas merupakan anak muda usia 1921 tahun C. Pembatasan Masalah Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yang erat kaitannya dengan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Agama Islam yang dimaksud adalah seluruh pendidikan agama Islam yang diterapkan di Madani yang dijalani oleh pasien pecandu narkoba sebagai salah satu bentuk pembinaan dalam rehabilitasi pecandu narkoba 2. Proses Rehabilitasi di Madani Mental Health Care adalah proses pemulihan yang terdiri dari terapi medis, terapi psikoterapi, terapi sosial dan terapi spiritual dengan tujuan memulihkan pasien dari ketergantungan narkoba 3. Pasien pecandu narkoba dalam penelitian ini adalah pasien yang beragama Islam yang mengikuti proses rehabilitasi pecandu narkoba di Madani Mental Health Care, Jakarta Timur. D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi korban narkoba di Madani Mental Health Care?” E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui bagaimana peranan pendidikan Agama Islam dalam dalam merehabilitasi korban narkoba di Madani Mental health Care 7 2. Manfaat Penelitian a. Diharapkan menambah informasi tentang peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba, dan juga menambah khazanah keislaman serta membuka wawasan baik bagi peneliti maupun pembaca. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan atau masukan dalam pembuatan kebijakan, khususnya Madani Mental Health Care, sehingga pelaksanaan terapi dengan pendidikan agama Islam pada korban penyalahgunaan narkoba bisa lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat. c. Sebagai pertimbangan bagi orangtua, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam mendidik anak-anak dan remaja agar tidak terjerumus kembali dalam dunia narkoba. BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah “Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan dan cara mendidik”.1 Pendidikan dalam UU Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas adalah “ Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat dan negara”.2 Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.”3 Abdul Rahman An-Nahlawi mengartikan pendidikan “merupakan kegiatan yang betul-betul memiliki tujuan, sasaran, dan target”.4 Dengan demikian, pendidikan adalah proses bimbingan yang diberikan secara sengaja oleh pendidik melalui upaya pengajaran dan pelatihan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju kedewasaan, sehingga terbentuklah kepribadian utama yang berguna bagi peranannya dimasa yang akan datang. Jika pendidikan disandarkan pada kata agama Islam, “Pendidikan agama Islam” atau “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998), h.667 2 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2013), hal. 2 3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.38 4 Abdul Rahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,(Bina Insani Press, 1995),h.21 8 9 pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam menurut Zakiyah Darajat adalah “Suatu usaha untuk membina dan mengasuh pesrta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.5 Sedangkan menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam adalah “Upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilanilai ajaran Islam.”6 Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam atau pendidikan Islami merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah dikumpulkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia mempunyai landasan yang kuat. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Abdul Majid, “Dasar pendidikan Islam dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: a. Dasar Yuridis/Hukum, b. Segi Religus, c. Aspek Psikologis”.7 5 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h.130 6 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.7, h. 292 7 Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h h.132-134 10 Keterangan ketiga tujuan tersebut adalah: a. Dasar Yuridis/Hukum Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: 1) Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Dasar Struktural/Konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. b. Segi Religus Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepadaNya. Dalam al Qur’an banyak ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain: 1) QS. An Nahl:125 : )سورة النحل )522 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Q.S. An Nahl [16]: 125) 2) QS. Al Imran:104 )501: (سورة العمران 11 “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al Imran [3]:104) 3) Al Hadis : )1463 :َب ِلّ ُغ عنِّى َولَوْ آيَة(رواه البخارى “Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya sedikit.”(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 3641) c. Aspek Psikologis Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini, dkk semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung, dan tempat mereka memohon pertolonganNya. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa. Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa hati membuat hati tenang dan tentram dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. 3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Islam menghendaki manusia dididik agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu adalah beribadah kepada Allah. Ini diketahui dar هayat 56 surat al-Dzariyat: )23 : (سوراة اذلاراي ت “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56 Pendidikan Agama Islam menurut Abdul Majid mempunyai maksud dan tujuan, yaitu : Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta 12 didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 8 Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islami adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.9 Aspek tujuan pendidikan Islam menurut Ramayulis meliputi empat hal, yaitu: a. Tujuan Jasmaniah (Ahdaf al Jismiyyah) Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki keterampilan yang tinggi. b. Tujuan Rohaniah (Ahdaf al Ruhyyah) Tujuan ini dikaitkan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkanNya dengan mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW c. Tujuan akal (ahdaf al aqliyyah Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia yang berada dalam otak sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini d. Tujuan Sosial (Ahdaf al Ijtima’iyah) Pendidikan menitikberatkan perkembangan karakter-karakter yang unik, agar manusia mampu beradaptasi dengan standar masyarakat bersamasama dengan cita-cita yang ada padanya. 10 Ahmad Tafsir mengatakan tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Untuk menjadi manusia yang sempurna. Adapun ciri manusia sempurna adalah jasmaninya sehat dan kuat, akalnya cerdas serta pandai dan hatinya penuh iman kepada Allah”. 11 Tujuan Pendidikan Islam menurut Alisuf Sabri, “yaitu membentuk kepribadian muslim atau insan kamil yang beriman, berakhlak, berilmu, dan berketerampilan yang senantiasa berupaya mewujudkan dirinya dengan baik 8 Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3 h.135 9 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami (Bandung: PT Rosdakaya, 2012), h.64 10 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h. 222-225 11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.63 13 secara maksimal guna memperoleh kesempurnaan hidup karena didorong oleh sikap ketakwaan dan penyerahan diri kepada Allah agar memperoleh ridhoNya.”12 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan secara Islami adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan mengenai Islam dan juga membentuk akhlakul karimah agar menjadi muslim yang cerdas. 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam sebagai ilmu dan amaliyah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yang dijadikan landasan spiritual, dan bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, maka kehidupan manusia akan baik. Adapun urutan prioritas pendidikan Islam dalam upaya pembentukan kepribadian muslim menurut Zuhairini adalah a. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT, b. Pendidikan akhlakul karimah, c. Pendidikan ibadah13 Menurut Muhammad Daud, “Ruang lingkup pendidikan agama Islam terdiri atas akidah, syariah, dan akhlak.” 14 Sedangkan menurut Zakiah Darajat, “ruang lingkup pengajaran pendidikan agama Islam meliputi pengajaran keimanan, pengajaran akhlak, pengajaran ibadat, pengajaran fiqh, pengajaran ushul fiqh, pengajaran qiraat qur’an, pengajaran tafsir, pengajaran ilmu tafsir, dan pengajaran hadis.”15 Walaupun dari ketiga pendapat tersebut terdapat perbedaan mengenai ruang lingkup pendidikan agama Islam, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam antara lain ketauhidan (keimanan), akhlak (tingkah laku seorang muslim dan muslimah), syariah (termasuk ibadah sehari-hari). 5. Metode dan Teknik Pendidikan Agama Islam Samsul Nizar mengutip pendapat Hamka yang membagi metode pendidikan Islam kepada empat macam metode, yaitu: 12 Alisuf Sabri, Ilmu Penddikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 109 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.5, h.155-158 14 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 133 15 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet.4, h. 63-101 13 14 a. metode diskusi b. metode darmawisata c. metode eksperimen d. metode resitasi atau assignment (pemberian tugas) 16 Keterangan keempat metode tersebut sebagai berikut: a. Metode diskusi Diskusi merupakan proses saling bertukar pikiran antara dua orang atau lebih. Melalui proses ini, kedua belah pihak akan saling berdialog dan mengemukakan pandangannya secara argumentatif. Proses ini dilakukan dengan penuh keterbukaan dan persaudaraan. Tujuan utamanya adalah mencari kebenaran b. Metode darmawisata Metode ini dimaksudkan agar tumbuh kepekaan sosial pada peserta didik. Seorang pendidik bisa mempergunakan metode darmawisata untuk mengenalkan peserta didik pada realitas lingkungannya secara dekat dan konkret. c. Metode eksperimen Melalui eksperimen, peserta didik akan diformulasi untuk melakukan serangkaian observasi dan latihan-latihan yang berfungsi untuk memperkaya pengalaman mereka terhadap materi (teori) ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Melalui pendekatan metode eksperimen secara langsung terhadap objek yang dipelajari, maka peserta didik akan memperoleh pengalaman langsung terhadap berbagai fenomena sosialnya d. Metode resitasi atau assignment (pemberian tugas) Agar peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanat yang diberikan kepadanya, maka pendidik dapat melakukan pendekatan dengan menggunakan metode resitasi, yaitu memberikan sejumlah soal-soal pendidikan untuk dikerjakannya secara baik dan benar. Sedangkan metode pendidikan Islam menurut Ramayulis dibagi kepada sepuluh, yaitu : “(a) Metode Ceramah, (b) Metode Tanya Jawab, (c) Metode Diskusi, (d) Metode Pemberian Tugas, (e) Metode Demonstrasi, (f) Metode 16 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008),h.178-180 15 Eksperimen, (g) Metode kerja kelompok, (h) Metode kisah, (i) Metode Amsal, (j) Metode Targhib dan (k) Tarhib."17 Adapun teknik mengajar menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Ramayulis, terdiri dari: a. Mendidik melalui keteladanan b. Mendidik melalui kebiasaan c. Mendidik melalui nasihat dan cerita d. Mendidik melalui disiplin e. Mendidik melalui partisipasi f. Mendidik melalui pemeliharaan18: Penggunaan teknik dan metode dapat digunakan bersama-sama atau saling menunjang. Misal mendidik melalui disiplin akan lebih efektif bisa diikuti dengan cara keteladanan. e. Fungsi Agama Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Menurut Bambang Syamsul Arifin , potensi tersebut adalah: 1. Hidayat al ghariziyyat (naluriah) 2. Hidayat al Hissiyat (inderawi) 3. Hidayat al aqliyyat (nalar) 4. Hidayat al Diniyyat (agama)”19 Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi fitrah yang dibawa sejak lahir. Bambang Syamsul Arifin menyatakan tentang fungsi agama dalam kehidupan individu: Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Agama dalam kehidupan individu berfungsi memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa sukses, dan rasa puas. Perasaaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. 17 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h..280-286 Ibid. h.287-290 19 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h.145 18 16 Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik, juga merupakan harapan.”20 Hampir sama dengan Bambang S, Jalaluddin pun berpendapat bahwa : Fungsi agama sebagai motivasi dan harapan. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban, sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Dan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.21 f. Peranan Agama Islam Agama tampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama menurut Jalaluddin “dikarenakan faktorfaktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Dzat yang gaib.”22 Agama sebagai fitrah manusia telah tercantum dalam QS. Ar Ruum : 30 )00 : (سوراة الروم Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar Ruum [30]:30) Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. Kondisi mental memang sangat menentukan dalam hidup ini. Hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat merasa bahagia, mampu, berguna dan 20 Ibid Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), cet.13, h.321 22 Ibid. h. 165 21 17 sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau rintangan-rintangan dalam hidup. Apabila kesehatan mental terganggu, akan tampaklah gejalanya dalam segala aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan. Maka, perlu adanya pembinaan mental dengan agama baik sejak kecil maupun ketika sudah dewasa. Seyogyanya agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan dalam konstruksi pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi remaja atau dewasa, tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan mendorongnya kearah kelakuan-kelakuan kurang baik. Kehilangan makna hidup menyebabkan manusia mencari jalan sendirisendiri, bertualang tanpa arah. Terus mencari siapa dan apa yang diduga mampu mengiklankan obat penawar kesepian batin akan dihampiri. Sayangnya agama sering dipandang hanya sebagai anutan. Padahal potensinya sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah manusia. Agama memberikan berbagai pedoman dan petunjuk agar ketentraman jiwa tercapai, dalam al Qur’an banyak sekali ayat-ayat tentang itu. Misal dalam QS. Ar Ra’du: 28 ) سوراة )13-13 : الرعْد ّ “Yaitu orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.”(Q.S. Ar-Ra’du[13]: 28) Apabila ketentraman batin terganggu, orang mungkin menjadi lesu, malas bekerja, bahkan akan sering merasa sakit. Gangguan itu kadang-kadang disebabkan oleh karena kegagalan. Gangguan itu kadang-kadang disebabkan oleh karena kegagalan. Bagi orang yang beriman dan mampu menggunakan keyakinannya kepada Tuhan dalam menghadapi segala persoalan hidup ia tidak akan sampai patah semangat, malas atau tersesat. Karena ia yakin di balik kesulitan pasti ada kemudahan. 18 Ramayulis menyatakan bahwa pendidikan agama sangatlah penting: Setiap manusia dalam hidupnya menginginkan kebahagiaan dan pada hakikatnya setiap usaha yang dilakukan oleh manusia adalah dalam rangka mewujudkan kebahagiaan tersebut. Secara fisik materil kebutuhan manusia terpenuhi, namun secara mental spiritual mengalami pendangkalan. Padahal dimensi spiritual inilah yang mampu menjamin kebahagiaan manusia. Oleh karena itu maka dalam rangka terlaksananya usaha untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan agama.23 B. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba 1. Pengertian Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan zat adiktif lainnya. Menurut BNN, “narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan.”24 Sebagian jenis narkoba dapat digunakan, tetapi karena menimbulkan ketergantungan, penggunaannya sangat terbatas sehingga harus berhati-hati dan harus mengikuti petunjuk dokter atau aturan pakai. Menurut Lydia Harlina & Satya Joewana contoh narkoba yang dapat dimanfaatkan di dunia medis diantaranya: “morfin yang berasal dari opium mentah), petidin (opioda sintetik), untuk menghilangkan rasa sakit pada penyakit kanker, amfetamin untuk mengurangi nafsu makan, serta berbagai jenis pil tidur dan obat penenang. Kodein, yang merupakan bahan alami yang terdapat pada candu, secara luas digunakan pada pengobatan sebagai obat batuk.”25 Namun dampak negatifnya menurut BNN, “ketika penggunaannya disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis akan berdampak terhadap gangguan kesehatan, mental dan sosial. Narkoba disebut berbahaya karena tidak 23 24 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ... h. 151 BNN,Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, h.27 25 Lydia Harlina M & Satya Joewana, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah, (Jakarta:Balai Pustaka, 2006), h. 5-6 19 aman digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan peredarannya diatur oleh undang-undang”26 Sebagaimana dalam UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pasal 7, bahwa “narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”27 2. Jenis Narkoba Lydia Harlina & Satya Joewana mengutip penggolongan narkoba berdasarkan Undang-undang nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. Penggolongan jenisjenis narkoba tersebut antara lain: a. Narkotika 1) Narkotika golongan I, 2) Narkotika golongan II, 3) Narkotika golongan III, b. Psikotropika 1) Psikotropika golongan I 2) Psikotropika golongan II 3) Psikotropika golongan III 4) Psikotropika golongan IV c. Zat Psiko-aktif lain28 Adapun penjelasan dari jenis narkoba diatas, sebagai berikut: a. Narkotika. Menurut undang-undang nomor 22 tahun 1997, narkotika di bagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya adalah sebagai berikut: 26 BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, hlm 27 27 BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 132 28 dr.Lydia H & dr. SatyaJoewana, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah, Buku Panduan Untuk Guru, Konselor, Dan Administrator, (Jakarta: BalaiPustaka, 2006), hlm. 6-7 20 1) Narkotika golongan I: berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi (pengobatan). Contoh: heroin, kokain, dan ganja. Putaw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. 2) Narkoba golongan II: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin, petidin, dan metadon. 3) Narkoba golongan III: berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh kodein. Masing-masing zat atau obat-obatan tadi jika digunakan dengan benar melalui saran dan resep dokter memang tidak berbahaya apalagi sampai menimbulkan ketergantungan. Tapi sayangnya banyak yang menyalahgunakannya diluar kepentingan medis guna mendapatkan efek-efeknya membuat tubuh dan perasaan lebih ringan dan santai. b. Psikotropika. Menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya, psikotropika terbagi menjadi 4 bagian: 1) Psikotropika golongan I, amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi), LSD, dan STP 2) Psikotropika golongan II, kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan amat terbatas pada terapi: amfetamin, metafetamin (sabu), fensiklidin, dan ritalin. 3) Psikotropika golongan III, ptensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital dan flunitrazpam. 4) Psikotropika golongan IV, potensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital, barbital, klorazepam, klordiazepoxide dan nitrazepam (Nipam, pil KB/koplo, DUM, MG, Lexo, Rohyp, dll) c. Zat Psiko-aktif lain. Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika pada kerja otak. Tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan tentang narkotika dan psikotropika. Yang sering disalahgunakan adalah: 1) Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras 21 2) Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga. 3) Nikotin yang terdapat pada tembakau 4) Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala tertentu. 3. Faktor Penyebab penyalahgunaan narkoba Menurut Dadang Hawari, faktor-faktor yang berperan dalam penyalahgunaan narkoba diantaranya: a. Faktor kepribadian (antisosial/psikopatik, b. Kondisi kejiwaan kecemasan atau depresi, c. Kondisi keluarga yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, dan hubungan antara orang tua dan anak, d. Kelompok teman sebaya, e. Dan Naza-nya itu sendiri, mudah diperoleh dan tersedia di pasaran baik resmi maupun tidak resmi (easy availability)29 Sedangkan dalam buku BNN, Mencegah lebih baik daripada mengobati, “faktor penyebab penyalahgunaan narkoba antara lain: a) Mencari pengalaman yang menyenangkan. b) Mengatasi stres. c) Menanggapi pengaruh sosial menjadikan pemakai tampak jantan dan keren.”30 Kadarmanta sedikit berbeda dalam istilah faktor penyebab narkoba. Ia menggunakan istilah COBA. “COBA yaitu Curiosity (rasa ingin tahu); mendorong seseorang untuk mencoba-coba sesuatu, Opportunity (kesempatan); adanya peluang maka ada rasa ingin mencoba-coba. Biological (kondisi biologis); tidak seimbangnya mentalitas dan kondisi biologis. Availability (ketersediaan); ketersediaan narkoba membuat rasa ingin mencoba.”31 Dapat ditarik kesimpulan, seseorang menyalahgunakan narkoba, karena adanya perasaan ingin tahu (coba-coba) pada awalnya, kemudian berakibat 29 Dadang Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 1998), h. 149 30 BNN, Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati. (Jakarta: 2007), h.91-92 31 A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media Utama, 2010), h. 71 22 ketergantungan terhadap narkoba sulit dikendalikan. Selain itu, karena tidak adanya iman yang kuat, seseorang beranggapan narkoba menjadi solusi yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. 4. Akibat penyalahgunaan narkoba Akibat dari penyalahgunaan narkoba sangat fatal, karena efek narkoba tidak hanya menimpa penyalahguna, melainkan lingkungan sekitar penyalahguna. Menurut BNN, ada 4 (empat) aspek yang akan mendapatkan efek akibat penyalahgunaan narkoba, diantaranya: a. Bagi Diri Sendiri, b. Bagi Keluarga, c. Bagi Sekolah, d. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara32 Adapun penjelasan mengenai akibat penyalahgunaan narkoba menurut BNN adalah sebagai berikut: a. Bagi Diri Sendiri 1) Terganggunya fungsi otak dan perkembangan penyalahguna 2) Overdosis (OD), dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu). 3) Gangguan prilaku/mental. 4) Gangguan kesehatan: kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh, seperti hati, jantung, paru, ganjil, kelenjar endokrin, alat reproduksi infeksi {hepatitis B/C (80%); HIV/AIDS (40-50%)}, penyakit kulit dan kelamin, kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang. b. Bagi Keluarga 1) Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, karena barangbarang berharga hilang 2) Keluarga malu melihat salah satu anggotanya menjadi asosial, sikap kasar, berbohong, hidup semaunya. 32 40-43 BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, h. 23 c. Bagi Sekolah Siswa penyelahguna mengganggu suasana belajar-mengajar. Mereka menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain. d. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok narkoba. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat; belum lagi sarana dan prasarana yang harus disediakan, disamping itu rusaknya generasi penerus. Senada dengan keterangan diatas, BNN menjelaskan dampak dari penyalahgunaan narkoba dalam buku yang lain ialah: a. Bagi tubuh manusia Dampak langsung bagi jasmani adalah adanya gangguan pada jantung, hemoprosik, urinarius, otak, tulang, pembuluh darah, endokrin, kulit, sistem syaraf, paru-paru, gangguan pada sistem pencernaan (dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HV/AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll). b. Bagi Kesehatan/mental Dampak lain pada kejiwaan manusia adalah menyebabkan depresi mental dan gangguan jiwa berat/psikotik, bunuh diri, melakukan tindak kejahatan, kekerasan serta pengrusakan.33 5. Pengertian rehabilitasi Ungkapan bahwa “pencegahan lebih baik daripada pengobatan”, sampai sekarang masih berlaku, tetapi bagi yang sudah terlanjur terkena atau menjadi penderita penyakit atau ketergantungan narkoba, pencegahan walaupun lebih baik, sudah terlambat sehingga bagi mereka yang terbaik adalah pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi baru kemudian pencegahan jangan sampai mereka kambuh lagi. Rehabilitasi menurut Kamus Ilmiah Populer, merupakan pemulihan (perbaikan atau pembetulan); seperti sedia kala; pengembalian nama baik secara hukum, pembaharuan kembali.34 33 BNN, Pencegahan & Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), (Jakarta: BNN, 2010), h.59 34 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 404 24 Pengertian rehabilitasi menurut Prof. Dadang Hawari- seorang psikiater, adalah : “upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi mantan penyalahguna/ketergantungan NAZA (Narkoba) kembali sehat dan psikologik, sosial, dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi seperti tersebut diharapkan mereka akan kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan di lingkungam sosialnya.35 Jadi, rehabilitasi merupakan tahapan penting bagi pecandu narkoba untuk lepas dari ketergantungan narkoba. pemulihan ini merupakan proses panjang dan sering diibaratkan perjalanan dari pikiran(adiktif) ke hati. Program rehabilitasi ini menurut Kadarmanta dikenal sebagai “koversi hati dan perubahan internal.”36 6. Landasan rehabilitasi BNN menyatakan, Kewajiban menjalani pengobatan dan perawatan bagi pecandu narkotika diatur dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pasal 54, pasal 56, pasal 57, dan pasal 58: a. Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. b. Pasal 56 (1) Rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri (2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecansu narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri. c. Pasal 57 Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. d. Pasal 58 Rehabilitasi sosial antan pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.37 35 Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) (Jakarta: Penerbit FKUI, 2006), edisi ke-2, cetakan ke-1, h. 132 36 A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media Utama, 2010), h. 180 37 BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 133-135 25 7. Tahapan rehabilitasi Tahapan utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba menurut BNN, yaitu: a. Tahap detoksifikasi b. Tahap stabilisasi c. Tahap rehabilitasi38 Adapun penjelasan mengenai tahapan rehabilitasi adalah sebagai berikut: a. Tahap detoksifikasi terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome) dan terapi fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh, mengurangi akibat putus narkoba serta mengobati komplikasi mental penderita b. Tahap stabilisasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi sehingga penderita secara bertahap dapat menyesuaikan diri dengan situasi perawatan dan situasi sosialnya c. Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan sosial penderita seperti bersekolah belajar bekerja serta bergaul secara normal dengan lingkungan sosial selanjutnya. Menurut BNN proses perawatan dan penderita ketergantungan narkoba merupakan proses yang panjang mulai dari detoksifikasi, pengobatan dan pemulihan kondisi fisik, pemberian dukungan psikologis melalui konseling psikologis, terapiperilaku (behaviour modification) bila penderita menunjukkan gejala penyimpangan prilaku, intervensi psikiatris rehabilitasi sosial, rehabilitasi vokasional serta upaya pembinaan lanjutan baik dalam keluarganya, dilingkungan kerjanya, atau dalam situasi yang sengaja diciptakan yang disebut therapeutic community. 39 Masih menurut BNN, “perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba memerlukan waktu yang panjang, biaya yang besar, fasilitas dan obat yang memadai serta tenaga profesional yang kompeten.”40 38 BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN, 2004), h. 124 39 BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN, 2004), h. 124 40 Ibid h. 125 26 8. Faktor pendukung keberhasilan Pengobatan dan rehabilitasi ketergantungan narkoba juga memerlukan dukungan, perhatian serta keterlibatan orang tua penderita. Menurut BNN, keberhasilan dan efektifitas program dan rehabilitasi penderita ketergantungan narkoba ditentukan oleh banyak faktor, seperti diantaranya sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. Kemauan kuat serta kerjasama penderita sendiri Profesionalisme kompetensi serta komitmen para pelaksananya Sistem rujukan antara lembaga yang baik Prasarana, sarana dan fasilitas yang memadai Perhatian dan keterlibatan orang tua atau keluarga Dukungan dana yang memadai Kerjasama dan koordinasi lintas propesi yang baik41 C. Kerangka Berfikir Bambang Syamsul Arifin mengatakan “Allah dengan tegas menerangkan bahwa ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir (mengingat Allah).” 42 Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna Sedangkan menurut Dadang Hawari mengenai peranan agama bagi manusia adalah: Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat negara maju telah kehilangan aspek spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah ia seorang yang beragama ataupun yang sekuler sekalipun. Kekosongan spiritual, kerohanian dan rasa keagamaan inilah yang menimbulkan permasalahan psikososial di bidang kesehatan jiwa. Sehubungan dengan itu para ahli kini berpendapat bahwa manusia bukanlah makhluk biopsikososial semata, melainkan juga biopsikosio spiritual.43 Dalam hal ini pendekatan terapi keagamaan menurut Dadang Hawari “dalam praktek kedokteran (khususnya psikiatri), bukan untuk tujuan mengubah 41 Ibid, h. 125-126 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h. 156 43 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h. 13-14 42 27 keyakinan pasien mengembangkan terhadap kekuatan agama yang dianutnya, kerohanian/spiritualnya melainkan dalam untuk menghadapi penderitaan penyakit.”44 Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa juga memberikan manfaat. Menurut Dadang Hawari “penderita-penderita yang diikutsertakan dalam berbagai kegiatan keagamaan/ibadah/sembahyang, menunjukkan hasil yang nyata dalam penurunan berbagai gejala-gejala psikiatrik”45 Jiwa seorang penyalahguna narkoba yang mengalami depresi mental, dan gangguan jiwa berat/psikotik mencari ketenangan jiwa. Ketika manusia mengalami kegelisahan, agama memberikan ketenangan batin pada orang tersebut dengan berdoa dan meminta ampun pada Allah SWT. Sebagaimana pemaparan Zakiah Darajat, untuk memperkuat jiwa agamanya, supaya mampu merasa diterima kembali oleh Allah, perlu pendidikan agama yang lebih serius dan intensif, maka dalam usaha rehabilitasi itu perlu sekali peningkatan pendidikan agama bagi mereka. Kepada mereka juga perlu diberi pengertian tentang hukum dan ketentuan agama, yang akan menjamin keamanan dan ketentraman batinnya.46 Dari uraian di atas, nampak jelas kiranya pendidikan agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kegiatan antara manusia yang dilakukan secara sadar yaitu untuk membimbing, mengarahkan, mengajarkan, latihan, pembiasaan pada peserta didik untuk mengembangkan kepribadian, bakat, kemampuan, minat pada tingkat kedewasaan. Dengan demikian, eksistensi agama memang sangat penting dalam proses rehabilitasi narkoba. Mengingat bahwa para penyalahguna NAZA telah kehilangan basic spiritual needs, turunnya iman karena permasalahan yang menimpa, maka untuk mengembalikan basic spiritual needs ini, penyembuhan pasien narkoba disertai dengan pendidikan keagamaan. 44 Ibid, h.28-29 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, ... h.19 46 Dr. Zakiah Darajat, Membina nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet.4, h.103-104 45 28 D. Hasil Penelitian yang Relevan Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis mengkaji terlebih dahulu karya ilmiah yang mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun maksud tinjauan pustaka ini untuk mengetahui permasalahan yang penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya. Setelah penulis melakukan suatu kajian pustaka, penulis menemukan beberapa judul skripsi yang hampir sama dengan judul yang akan penulis teliti. Diantaranya adalah: 1. Judul skripsi “Peranan Keluarga Terhadap Keberhasilan Rehabilitasi Pengguna Narkoba”, penulis Arif Rahman, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, 2011 2. Judul “Pendekatan Family Support Group dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri Yogyakarta”, penulis Zakiyah Darojah, Fakultas Dakwah, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2008 3. Rahmat Hafizulloh-Judul “Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok”, penulis Rahmat Hafizulloh, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 2011. Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan diatas bahwa, penelitian sebelumnya adalah: Skripsi pertama dan kedua meneliti bagaimana peranan dan support keluarga dalam proses pemulihan korban penyalahguna narkoba. Dan skripsi yang ketiga ingin mengetahui bagaimana peranan KH. Muhammad Djunaidi dengan pendekatan dzikirnya dalam menangani korban penyalahguna narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis ingin mencari tahu bagaimana peranan pendidikan agama dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care. Dalam menulis skripsi ini, tidak ada penelitian yang sama dengan yang akan penulis teliti, maka dari itu, skripsi ini murni hasil karya penulis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Madani Mental Health Care yang beralamat di Jl. Pancawarga III Rt. 003/04 No. 34 Cipinang Besar Selatan Jatinegara Jakarta Timur 13410. Telepon/fax (021) 8578228 – 0816 1342 931 Waktu penelitian berlangsung selama 1 bulan 21 hari. Mulai pada tanggal 1 Juni 2014 sampai dengan 22 Juli 2014. B. Metode dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah melalui metode kualitatif. Metode kualitatif menurut Lexy J.Moleong, “adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”1 Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Hadeli, pendekatan deskriptif adalah “penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, situasi-situasi atau kejadian-kejadian dan karakteristik populasi”.2 Dengan demikian, kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care. 1 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), cet.32, h.6 2 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2006), h. 63 29 30 Sedangkan jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti secara langsung objek penelitian yang ditentukan C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan penelitian berikut: 1. Penelitian pustaka (library research), yaitu menelaah buku-buku yang relevan dengan pembahasan untuk informasi dan data mengenai peranan pendidikan agama islam dan proses rehabilitasi pecandu narkoba. 2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di Yayasan Madani Mental Health Care, dengan teknik sebagai berikut: a. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Observasi merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait penelitian. Dalam penelitian ini ialah semua yang mencakup ruang lingkup sekolah. Hasil observasi ini akan digunakan untuk sumber data penelitian. Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian, yaitu: Place (Tempat), Actor (pelaku) dan Activities (aktivitas).3 Place atau tempat disini adalah lingkungan rehabilitasi di Madani. Actor atau pelaku disini adalah terapis atau ustadz. Activities atau aktivitas disini adalah kegiatan rehabilitasi (pemulihan). b. Wawancara Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Wawancara ini merupakan langkah kedua setelah observasi. Dalam wawancara peneliti akan berdialog dengan narasumber yang terkait penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari responden dan menilai keadaan responden terkait hal penelitian. 3 Ibid., h. 228 31 Dalam wawancara disini, yang akan diwawancarai ialah terapis atau ustadz yang merehabilitasi pecandu narkoba, dan juga pasien yang direhabilitasi pecandu narkoba. Dalam wawancara terdapat pedoman wawancara. Dalam wawancara disini, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur. Pedoman wawancara yang digunakan untuk wawancara adalah sebagai berikut: 1) Wawancara terhadap terapis atau ustadz yang merehabilitasi pecandu narkoba mengenai: a) Mulai diterapkannya kegiatan keagamaan b) Cara atau metode dalam penerapan kegiatan keagamaan c) Kendala dalam proses penerapan kegiatan keagamaan d) Strategi dalam menghadapi pasien pecandu narkoba yang membandel e) Seberapa besar peranan kegiatan keagamaan (pendidikan agama Islam) dalam memulihkan pasien pecandu narkoba 2) Wawancara terhadap pasien pecandu narkoba mengenai: a) Kehidupan sebelum menggunakan narkoba b) Sebab menyalahgunakan pecandu narkoba c) Respon pasien terhadap kegiatan keagamaan d) Motivasi kesembuhan c. Angket Kuesioner menurut Suharsimi Arikunto adalah “Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”4 Dengan menggunakan angket ini penulis ingin mendapatkan data yang objektif dari responden melalui sejumlah pertanyaan yang telah disediakan. Angket berfungsi sebagai data penunjang dari wawancara. 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. 12, h.128 32 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Suharsimi Arikunto dengan kuesioner tertutup, “yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.”5 Angket ini diberikan kepada pasien pecandu narkoba dan juga alumni pecandu narkoba yang masih ada di Madani Mental Health Care. d. Dokumentasi Adapun dokumentasi yang dimaksud disini ialah dokumentasi berupa fotofoto kegiatan pembinaan santri narkoba di Madani Mental Health Care. D. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data angket dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik yaitu: 1. Editing Yaitu meneliti kembali data yang telah dikumpulkan dalam rangka mengetahui apakah data itu sudah lengkap atau belum, serta melengkapi data yang kurang. Tujuan dari editing adalah untuk meminimalisir data-data yang kurang diperlukan dalam penelitian, sehingga proses mengolah data efektif. 2. Tabulating Tabulating adalah mengolah data dengan memindahkan jawaban yang terdapat di dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam bentuk tabel frekuensi yang tujuannya memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah diedit. Tujuan dari tabulasi untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap item yang penulis kemukakan. Sehingga tampak jawaban angket yang satu dengan yang lainnya. Kemudian, pedoman yang penulis gunakan untuk mencari presentase data adalah: P = F x 100% N 5 Ibid, h.129 33 Keterangan: P = Prosentasi F= Frekuensi jawaban responden N = Jumlah responden Sebelum membuat tabel frekuensi, maka terlebih dahulu dinilai pada tiaptiap alternatif jawaban angket yang dipilih responden, penulis memberikan skor setiap pilihan sebagai berikut: Apabila pernyataan dalam angket bersifat positif, maka skornya sebagai berikut: a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 4 b. Pilihan setuju dengan skor = 3 c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 2 d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 1 Sedangkan untuk pernyataan dalam angket bersifat negatif, maka skornya adalah kebalikan dari skor yang positif, yaitu: a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 1 b. Pilihan setuju dengan skor = 2 c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 3 d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 4 Adapun jumlah pertanyaan dalam bentuk angket adalah 20 pertanyaan Kemudian, data yang diperoleh dari hasil wawancara dan juga angket dianalisa dengan deskriptif analisi yaitu menggambarkan apa adanya, kemudian dituangkan dengan membuat tabel frekuensi dan dilengkapi dengan prosentase. E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data Dalam penelitian deskriptif kualitatif, pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Lexy Moleong adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain”.6 Dengan kata lain triangulasi adalah proses melakukan pengujian kebenaran data. 6 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014) cet.32, h. 330 34 Lexy mengutip pendapat Denzin, triangulasi yang dilakukan biasanya berupa triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori. 7 Sedangkan menurut Sugiyono, triangulasi yang dilakukan biasanya berupa triangulasi sumber, teknik pengumpulan data dan waktu.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga triangulasi sebagai berikut: 1. Triangulasi Sumber Menurut Sugiyono, “triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.”9 Dalam penelitian ini triangulasi sumber dilakukan dengan mewawancarai tiga orang ustad yang berperan dalam pendidikan agama Islam, kemudian wawancara dengan santri narkoba, dan juga pimpinan yayasan Madani Mental Health Care 2. Triangulasi Metode Pengumpulan Data Metode pemeriksaan keabsahan data berikutnya dilakukan dengan cara melakukan pengecekan kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda.10 Seperti telah dijelaskan di atas bahwa penulis menggunakan empat metode pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu wawancara, observasi, angket, dan dokumentasi. Pertama-tama dilakukan pengumpulan data dengan wawancara terhadap narasumber. Setelah itu penulis melakukan kegiatan observasi dilapangan untuk memperoleh data pendukung dan pembanding dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan dokumentasi untuk memperkuat data yang telah diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dan terakhir, data diperkuat dengan hasil penyebaran angket kepada para santri narkoba. 3. Triangulasi Waktu Terkadang data yang diperoleh seorang peneliti ketika melakukan wawancara atau observasi di lapangan dapat berbeda disebabkan faktor waktu. 7 Ibid, h. 330 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 372. 9 Ibid, h.373. 10 Ibid, h.373 8 35 Wawancara yang dilakukan ketika siang hari dapat menghasilkan data yang berbeda dengan data wawancara yang dilakukan pada pagi hari. 11 Triangulasi waktu dilakukan untuk mendapatkan data pembanding yang lebih komprehensif. Untuk memperkuat data dan mendapatkan data yang lebih handal, maka dilakukan pula observasi tiga sampai empat kali di hari dan waktu yang berbeda. F. Analisis Data Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Lexy Moleong adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.12 Sementara itu, menurut Sugiyono, analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.13 Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah model analisis mengalir (flow model analysis) yang dikemukakan Miles dan Hubarman. Proses analisis ini melalui empat aktifitas dalam pelaksanaannya. Empat aktifitas tersebut ialah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan14 1. Pengumpulan Data (Data Collection) Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang penelitian, dengan menggunakan seperangkat instrumen yang telah disiapkan, guna memperoleh informasi data melalui wawancara, observasi, angket dan dokumentasi. Pada proses pengumpulan data, peneliti mencatat dan mengumpulkan data apa saja yang dianggap penting dan kredibel (dapat dipercaya). Data yang diperoleh dikumpulkan dan belum mengalami seleksi, 11 Ibid, h.374 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014) cet.32, h. 280 13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan kombinasi (Mix Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 334-335 14 Ibid. h. 335 12 36 meskipun peneliti sudah memulai mengira-ngira data mana yang penting dan kurang penting (analisis selama pengumpulan data). 2. Reduksi Data (Data Reduction) Menurut Sugiyono, “Inti dari reduksi data adalah menyiapkan dan mengolah data dalam rangka menarik kesimpulan.”15 Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah pada temuan. Maka dalam melakukan reduksi data, peneliti harus memperhatikan hal-hal baru yang didapat selama proses pengumpulan data. Reduksi data merupakan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan dan mentransformasi data mentah yang muncul dalam penelitian di lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis data. Reduksi data haruslah tajam, ringkas, terfokus, memilih data yang penting dan membuang data yang tidak penting.16 Dalam penelitian ini, penulis hanya memilih (mereduksi) data-data yang terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba di Madani Mental Health Care. 3. Penyajian Data (Data Display) Setelah data mengalami reduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.17 Fenomena sosial yang bersifat kompleks dan dinamis terkadang menjadi penghambat dalam penyajian data. Perkembangan data dapat terjadi setelah penelitian dilakukan, sehingga peneliti harus terus menguji apa yang telah ditemukan di lapangan.18 4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions) Penarikan kesimpulan merupakan aktivitas analisis, di mana pada awal pengumpulan data, seorang analis mulai memutuskan apakah sesuatu bermakna, 15 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 339. 16 Ibid. h. 135 17 Ibid. h. 341 18 Ibid. h. 342. 37 atau tidak mempunyai keteraturan, atau tidak mempunyai keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proporsi. Dalam penyajian data harus dapat menjelaskan hasil penelitian dengan jelas. Penyajian data harus bisa menemukan makna dari data, disusun secara sistematis supaya diperoleh sajian singkat dan efektif, artinya tidak ada makna ganda. Sajian data berupa kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf singkat agar tidak ada kerancuan.19 Dalam analisis yang dikemukakan Miles dan Hiberman, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat sebagai pendukung. Namun apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan tetap pada saat peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.20 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. XI, h. 30. 20 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,(Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 345. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Madani Mental Health Care 1. Latar Belakang MMHC Kenyataan yang terjadi, para pasien pecandu narkoba mengalami relapse (kekambuhan), walaupun telah selesai menjalani rehabilitasi. Hasil wawancara Ust. Darmawan dengan para pasien yang mengalami kekambuhan, mereka tidak menyukai suasana tempat rehabilitasi yang tidak bersahabat. Akhirnya Ust.Darmawan membuat konsep tempat rehabilitasi yang nyaman, dan tidak dengan kekerasan dan juga berbasis masyarakat. Namun konsep tersebut belum terealisasikan, karena beberapa faktor. “Suatu ketika, tahun 1999 mantan santrinya (ex-junkies) yang sudah sering relapse (kekambuhan) dan keluar masuk panti rehabilitasi tapi sulit melepaskan ketergantungan dari narkoba, datang ke rumah Ust.Darmawan dan tinggal lama di rumah beliau. Akhirnya beliau bersedia menampung mantan santrinya dengan tekad dan keberanian.”1Atas keuletan dalam membina santri tersebut dan dengan dibantu oleh keluarga dan teman-teman, alhamdulillah santri tersebut berhasil dibina. Seiring berjalannya waktu, informasi dari mulut ke mulut tentang adanya rumah ustadz yang berbentuk kost-kostan korban NAZA dengan cepat menyebar. Banyak orang tua lain yang menitipkan anak-anaknya untuk dapat dibina sampai berhasil. Sebagaimana hal ini menjadikan tantangan untuk membantu santri terlepas dari NAZA dan memberikan motivasi dengan didasari landasan agama agar mereka dapat kembali di kehidupan yang normal dalam arti kehidupan sebenarnya. Hingga pembinaan pun dikaji ulang dan terus berupaya untuk menjadi lebih baik. Adapaun pembinaan santri, yang dibantu oleh SDM (instruktur religi) direkrut dari beberapa panti rehab diantaranya Darul Ihsan, Wisma Ibrahim, Wisma Ismail dan Rumah Sakinah. 1 Hasil wawancara dengan Ust. Darmawan (pimpinan yayasan Madani), pada tanggal 19 Juli 2014 38 39 Dengan tenaga yang telah memiliki pengalaman dan pembinaan santri, memadukan dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada baik metode pembinaan, maupun kekuatan visi dan misi untuk membina para santri. Sehingga pada bulan Agustus 2003, “tercetuslah ide pembinaan dengan metode Prof. Dadang Hawari Bio-Psiko-Sosio-Spiritual (BPSS) dengan nama Yayasan Madani Home Care.”2 Namun, keputusan belum sepenuhnya, karena menunggu restu dari Porf. Dadang Hawari. Ust. Darmawan sebagai penghubung menyampaikan berita dan tawaran mereka kepada beliau dan mempresentasikan ide tersebut. Alhamdulillah gayung pun bersambut, akhirnya pada tanggal 1 september 2003 di RS. Thamrin jam 13.00 WIB, Prof. Dadang Hawari menyetujui metode Prof. Dadang Hawari, Psikiater “Bio-Psiko-Sosio-Spiritual (BPSS)” digunakan pada pembinaan di Yayasan Madani Home Care. Dengan dorongan berbagai pihak mereka memberanikan diri untuk mendirikan Madani mental health Care (pembinaan berbasis masyarakat atau community basis), sebagai wujud untuk berperan aktif dalam menyelamatkan anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan NAZA. Setelah beberapa tahun berlangsung, akhirnya MHC diajukan ke notaris agar lembaga ini berbadan hukum. Dengan berbagai perjuangan yang cukup berat, akhirnya MMHC berhasil memperoleh kelegalan dalam menjalankan lembaga ini. 11 November 2007 yayasan Madani Mental Health Care disahkan oleh negara. 2. Visi dan Misi Madani Mental Health Care a. Visi Menyelamatkan dan mengembalikan masa depan dan citra keluarga, masyarakat, dan bangsa serta meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik. b. Misi Melaksanakan usaha pencegahan melalui penyuluhan, bimbingan, pembinaan 2 Juli 2014 dan konsultasi mengenai bahaya yang ditimbulkan dari Hasil wawancara dengan Ust. Darmawan (pimpinan yayasan Madani), pada tanggal 19 40 penyalahgunaan NAZA, maupun mengobati serta meningkatkan kualitas hidup korban NAZA dan penderita Skizofrenia sehingga dapat kembali ke masyarakat dan lingkungannya secara baik dan benar. B. Hasil Temuan 1. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba Program pembinaan dengan metode BPSS dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan oleh tenaga-tenaga yang berpengalaman pada bidangnya. Program pembinaan bagi korban penyalahguna NAZA maupun penderita SKIZOFRENIA dijalankan melalui beberapa tahap: “dimulai dengan tahap pertama stabilisasi/detoksifikasi, lalu tahap kedua rehabilitasi dalam jangka 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang sesuai perkembangan, kemudian program lanjutan Day Care selama 3 (tiga) bulan serta masuk tahap terakhir kemandirian selama 3 (tiga) bulan.”3 Dengan beberapa program terapi dalam pembinaan yang berbasis masyarakat (community base), Yayasan Madani Mental Health Care memakai sistem terpadu Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS) metode Prof. Dr. dr. Dadang Hawari, psikiater. Penjelasan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual menurut Prof. Dadang Hawari yang dikutip oleh Samsuludin yaitu: Perawatan biologik, artinya pendekatan medis. Pasien narkoba atau napza memerlukan penanganan secara medis dengan obat-obatan psikiatrik. Psikologis artinya pendekatan kejiwaan dilakukan dengan terapi-terapi psikologis atau pendekatan kejiwaan baik pasien ataupun keluarga pasien untuk menyelesaikan masalah kejiwaan mereka. Sosial artinya pendekatan pemulihan NAPZA dengan berbasis kemasyarakatan (community base), dengan keterlibatan keluarga dalam proses pembinaan, sehingga pasien dapat melanjutkan aktifitas lainnya dengan pendampingan satu pasien satu ustadz pendamping (konselor individu). Spiritual artinya pendekatan keagamaan untuk menjelaskan pentingnya agama dalam kehidupan (pendekatan fungsi dan makna ibadah) tanpa adanya unsur paksaan.4 3 Hasil dari dokumen Yayasan Madani Mental Health care Samsuluddin, “Islam dan Psikoterapi Spiritual (Analisis Terhadap Program Rehabilitasi Napza di Madani Mental Health Care)”, Tesis pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: 2013, h. 62, tidak dipublikasikan 4 41 Adapun tujuan program pembinaan di Madani Mental Health Care adalah “agar mereka para santri (pasien) dapat sehat jasmani, jiwa, meningkatnya perilaku sosial yang baik dan bertambahnya pemahaman agama”.5 Sehingga pasien dapat menjalani kehidupan sesuai dengan tahap kehidupannya dalam keluarga yang bahagia. Prof. Dr. Dr. H. Dadang Hawari, Psikiater sebagai pembina yayasan ini menggunakan metode penggabungan antara ilmu kesehatan dan ilmu spiritual. Menurutnya, “Komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat penyembuhan dengan catatan terapi medik diberikan sebagaimana mestinya”6 Adapun tahapan-tahapan pembinaan di Madani Mental Health Care, yaitu: a. Detoksifikasi/stabilisasi Terapi medis yang diberikan berupa pemberian obat anti depressant yang sifatnya non adiktif dan juga obat analgentika (anti nyeri) yang sifatnya non adiktif dan tidak mengandung unsur opiat atau turunannya. Menurut Ust.Samsul, Prof.Dadang Hawari pernah menyampaikan, bahwa proses pembinaan mental pasien Napza harus dilakukan terlebih dahulu proses detoxsifikasi/stabilisasi. Hal ini didasarkan pada diagnosis awal, bahwa perubahan perilaku, perubahan emosi, dan pikiran pengguna Napza dilatar belakangi dari rusaknya susunan syaraf pusat (neurotransmitter).7 Menurut Prof.Dadang Hawari, “metode detoksifikasi ini, tidak menggunakan obat-obatan yang merupakan substitusi (pengganti) yang masih merupakan turunan atau sintesis opiat (heroin/morfin), misalnya Methadon, Buprhrenorphine HCI (subutex), Tramadol HCI (tramal, tradosix) codein dan zat lain yang sejenis”.8 Karena bila menggunakan substitusi berarti tidak mengobati dan tidak menyembuhkan, sebab sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel5 2014 6 Hasil wawancara dengan Ust.Samsul (Kepala Rumah Transit), pada tanggal 16 Juni Dadang Hawari, Integrasi Agama Dalam Pelayanan Medik. Doa dan Zikir Sebagai Pelengkap Terapi Medik. (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia2009), h.2. 7 Hasil Wawancara dengan Ust. Samsul, pada tanggal 16 Juni 2014 8 Dadang Hawari, Terapi (detoksifikasi) dan rehabilitasi (pesantren) Mutakhir (sistem terpadu) pasien naza (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lain), (Jakarta: UI-Press, 2008), cet.IV, h. 5 42 sel otak masih tetap terganggu atau dengan kata lain gangguan mental dan prilaku tetap diderita oleh pasien. Pasien belum dapat diberikan pembinaan, karena pasien lebih banyak ditidurkan pada fase ini (bukan karena minum obat tidur). Kesadaran penuh dicapai pada hari kelima atau keenam. b. Program Transit House Program Transit House adalah program pembinaan mental yang dilaksanakan di lingkungan Madani Mental Health Care selama 24 jam x 3 bulan. Jadi, pasien atau santri narkoba harus berada di rumah transit (rumah kesadaran) selama 3 bulan penuh. Di lingkungan pembinaan, para pasien menyebut para konselor, pengajar, instruktur atau pembina lainnya dengan sebutan atau panggilan ustad. Dan para pasien, disebut dengan para santri. Menurut Ust.Samsul, “walaupun masa stabilisasi telah selesai, santri narkoba tetap melakukan konsultasi medis dengan Prof. Dadang Hawari secara berkala dan meminum obat yang diberikan secara teratur”.9 Langkah pertama yang dilakukan adalah menumbuhkan rasa nyaman, penerimaan keterbukaan dan asesmen awal terhadap adiksi pasien serta menemukan permasalahan dasar yang dialami oleh pasien. Bulan kedua, pasien yang dinilai sudah memiliki kesadaran penuh dalam memahami penyakit dan mengerti program pemulihan, diberikan waktu untuk cuti dengan keluarga. Harapannya keluarga dapat mengevaluasi perkembangan pasien, sehingga keluarga dapat ikut serta dalam proses pembinaan selanjutnya. Bulan ketiga pasien yang telah menyelesaikan masalah kehidupannya, disiapkan untuk program kemandirian mental. Adapun penerapan program metode BPSS dalam masa program transit adalah: 1) Perawatan medik Dalam masa program transit, pasien konsultasi dengan dokter Psikiater dalam 10 hari sekali dengan didampingi oleh konselor. Selain itu, minum obat secara teratur dalam pengawasan konselor, mengkonsumsi makanan yang bergizi. 9 Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 16 Juni 2014 43 2) Program Psikologis Program psikologis dilaksanakan dengan konseling individu, tes psikologis, tes minat dan bakat, dan tes kepribadian yang diarahkan langsung oleh psikolog. 3) Sosial Program sosial meliputi peningkatan kemampuan minat dan bakat pasien dengan berbagai program keterampilan, keterampilan berkomunikasi yang baik dengan teman, keluarga dan masyarakat, family terapy dan keterampilan tambahan lainnya. Pendidikan pilihan yang diberikan di Madani Mental Health Care mencakup bahasa Inggris, desain grafis, komputer, musik, kaligrafi, handycraft dan lainnya disesuaikan dengan minat dan bakat pasien. 4) Pendidikan agama Tujuan pendidikan agama atau terapi religius diberikan untuk menyentuh satu sisi spiritualitas manusia, mengaktifkan titik ketuhanan dan mengembalikan santri narkoba pada fitrahnya, darimana ia berasal. Menurut Ust.Jami, “program keagamaan dijalankan dalam bentuk kajian keagamaan, praktek ibadah (shalat, baca al Qur’an, puasa, doa, zikir), akhlak dan tasawuf, fiqh, pengetahuan wawasan Islam, kajian tematik tafsir Napza dan Skizofrenia, muhadharah, dan tugas aktualisasi diri santri untuk mempimpin kegiatan keagamaan”.10 c. Day Care (Rumah Kemandirian) Setelah pasien dievaluasi dari berbagai aspek dan memiliki perkembangan yang baik dalam masa transit house, pasien dirujuk untuk mengikuti program rehabilitasi lanjutan, yaitu program Day Care. Pada program ini, santri diperkenankan memilih waktu dalam satu minggu, dapat 2-3 hari/pertemuan dalam satu minggu datang untuk mengikuti program. Tujuan dari program ini adalah untuk menjaga kestabilan mental setelah 10 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 44 program transit, sebelum pasien benar-bnar memiliki kemandirian mental yang utuh dan sebelum pasien mendapatkan komunitas yang baik dan bersih.11 Sebagaimana diketahui mereka yang baru pulih dan tidak mempunyai pekerjaan sangat rentan atau beresiko tinggi untuk kambuh kembali mengkonsumsi NAZA. Lagipula pada umumnya mereka mengalami kebingungan menghadapi masa depannya, demikian pula dengan orangtuanya mengalami kebingungan harus berbuat apa bagi anaknya karena dihantui oleh trauma masa lalu yaitu ketakutan anaknya kambuh kembali. Atas dasar hal tersebut, maka perlu ditindak lanjuti dengan program terminal (pasca rehabilitasi), yaitu suatu program untuk mempersiapkan para santri narkoba untuk dapat kembali melanjutkan studi maupun sebagai tenaga siap pakai (bekerja). Santri tidak diwajibkan untuk tinggal di wisma, namun pada waktunya pelatihan, santri narkoba harus sudah ada di tempat pelatihan. Menurut Ust.Jami, “pembinaan di tahap ini tidak padat seperti pembinaan di rehabilitasi. Santri sudah dianggap sudah mandiri untuk mengurus kamarnya. Namun konsultasi dengan dokter dan meminum obat tetap dilakukan.”12 Adapun program terminal (pasca rehabilitasi) menurut Dadang Hawari, lamanya sekitar 1-2 bulan, dengan kurikulum mencakup : 1) Kursus intensif (misalnya bahasa arab, bahasa inggris, komputer dan lainnya). 2) Keterampilan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan permintaan tenaga kerja. 3) Bimbingan belajar. 4) Pendidikan agama intensif, yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. 5) Psikoterapi (suportif, dan psiko-edukatif). 6) Dan lain-lain yang terkait.13 d. Forum Silaturahmi (Home care) Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahgunaan/ketergantungan NAZA (yang telah selesai menjalani tahapan 11 Hasil wawancara dengan Ust. Samsul, pada tanggal 18 Juli 2014 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 13 Dadang Hawari, Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir (Sistem Terpadu) Pasien Naza, (Jakarta: FKUI, 2008), h. 36 12 45 rehabilitasi) dan keluarganya (ayah dan ibu). Forum silaturahmi ini dijalankan secara periodik (1-2 kali dalam sebulan ) dan berkesinambungan selama 2 tahun. Sebagaimana menurut A. Fattah, keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Sehingga, keluarga harus mampu menampilkan pola prilaku yang positif.14 Maka dari itu, peranan keluarga dalam proses rehabilitasi ini sangat diperlukan untuk membantu proses pemulihan dengan mendukung dan juga ikut serta membentuk lingkungan seperti di tempat rehabilitasi. Agar ketika santri narkoba tersebut kembali ke rumah, suasana rumah dengan suasana di tempat rehabilitasi tidak berbeda, sehingga mantan penyalahguna tersebut merasa nyaman. Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini menurut penuturan Ust.Harid adalah “untuk memantapkan terwujudnya rumah tangga/ keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan/ketergantungan NAZA”.15 2. Pendidikan Agama Islam dalam proses Rehabilitasi Pasien atau santri narkoba mendapat pendidikan agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Setelah selesai masa stabilisasi, pasien menetap di rumah kesadaran (transit house). Santri narkoba terlebih dahulu dibangun kesadarannya, mengapa ia harus sembuh, diberikan edukasi tentang yang telah ia lakukan selama ini (menyalahgunakan narkoba) adalah salah. Salah satu cara menumbuhkan kesadaran itu dengan pendidikan agama. Ust. Jami menuturkan, tujuan diterapkannya pendidikan agama di yayasan Madani Mental Health Care ini adalah untuk membantu mengembalikan para santri narkoba kembali pada fitrahnya, yaitu insan yang beragama. Keyakinan (iman) kepada Tuhan dibutuhkan agar santri narkoba sadar dan meyakini bahwa narkoba merupakan barang haram yang tentunya dilarang oleh agama. Agama diharapkan menjadi benteng dalam dirinya saat tawaran atau keinginan menyalahgunakan narkoba kembali datang.16 14 A. Fattah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang, 2008), h. 221 Hasil wawancara dengan Ust. Harid pada tanggal 22 Juli 2014 16 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 15 46 Sebelum mereka melakukan treatment panjang, mereka diajak untuk kembali merenung darimana ia berasal, untuk apa ia diciptakan. Santri narkoba juga diajak untuk mengenal siapa dirinya, bagaimana kehidupannya sebelum ia mengenal narkoba, siapa keluarganya, dan ketika berada di tempat rehabilitasi, bagaimana perasaannya. Menurut Ust. Indra, “jika ia tidak memahami dan mengenal dirinya sendiri, maka pembinaan apapun yang diberikan padanya itu tidak akan masuk dalam dirinya”.17 a. Materi pendidikan agama 1) Pendidikan Keimanan Sebelum membiasakan kebiasaan-kebiasaan baik yang lain, santri narkoba diberikan pendidikan keimanan melalui siraman rohani yang diberikan oleh para ustadz, dan juga melalui bedah buku Prof. Dadang Hawari. Siraman rohani menanamkan kembali kepada diri santri narkoba tentang ajaran Islam atau kepercayaan tentang agama yang hilang dari dirinya. Agama diturunkan kepada umat manusia untuk memberi kedamaian dan rasa aman dalam kehidupannya. Dengan pemahaman ini, santri narkoba diajak untuk lebih jernih dalam menyelesaikan masalah, dan juga santri narkoba diberi arahan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Menurut terapis MMHC tujuan dari pendidikan keimanan yang menjadi kajian pokok dalam membangun spiritualitas pasien Napza di Madani Mental Health Care adalah untuk menemukan tujuan kehidupan yang utama, yaitu Allah SWT. Dengan harapan santri narkoba dapat mengenal diri, mengenal Tuhannya, mengenal tujuan dan tugas kehidupannya. Sehingga menjadi dasar untuk meningkatkan kesadaran diri terhadap fungsinya sebagai manusia, dapat memaknai dasar-dasar keimanan sebagai kontrol dan solusi dari permasalahan kehidupan, sehingga menjadi kuat dan tidak tergoda lagi untuk menggunakan Napza. 18 17 18 Hasil wawancara dengan Ust. Indra pada tanggal 12 Juli 2014 Hasil wawancara dengan ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 47 2) Pendidikan akhlakul karimah Pendidikan akhlak yang baik salah satunya dengan mengadakan muhasabah setiap senin malam setelah shalat maghrib.19 Program ini dibimbing oleh Ust.Samsul, yang mana tempat dilaksanakannya Muhasabah ini di Mushola MMHC. Menurut ustad Samsul, “tujuan program muhasabah ini adalah pasien merasa diterima secara spiritual, dengan diampunkannya segala dosa yang pernah dilakukan dan memberikan harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.”20 Adapun pelaksanaan muhasabah, terlebih dahulu dibuka oleh pemandu acara, untuk menjelaskan dan menegaskan pentingnya muhasabah dalam kehidupan. Selanjutnya membacakan asma al husna, dan fungsinya sebagai harapan dan tujuan manusia kepada Tuhannya. Untuk menjaga keheningan situasi ruangan dimatikan lampunya dan mulai terapis menyampaikan instruksiinstruksinya. Para santri diajak untuk merenungkan bagaimana perilakunya terhadap orang tua, terhadap orang di sekelilingnya, kesalahan apa yang telah ia lakukan. Dengan muhasabah ini, santri diajak untuk introspeksi diri. Selain muhasabah, pendidikan akhlak pun diterapkan dengan sikap teladan dari para ustadznya. Para ustadz memberikan teladan (contoh) pada santri narkoba, tidak hanya dengan teori saja. Karena mereka (para ustadz), masing-masing mendapat tugas 3 x 24 jam menemani santri narkoba selama satu minggu. Sehingga pembiasaan yang dilakukan oleh para ustadz lebih bisa diterima oleh para santri karena mereka bisa praktek bersama-sama. 3) Pendidikan Ibadah Santri narkoba diajak untuk membiasakan diri menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Salah satunya membiasakan diri untuk menjalankan ibadah baik itu wajib maupun sunnah. 19 20 Data dokumen program pembinaan harian santri pada tahun 2013-2014 Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 18 Juli 2014 48 a) Berwudhu Wudu merupakan kegiatan membersihkan diri dari segala kotoran yang melekat pada tubuh. Wudhu, biasanya dilakukan dengan mencuci menggunakan air bersih seluruh anggota tubuh, mulai dari tangan, mulut, hidung, wajah, lengan, telinga, kepala, dan kaki, lima kali sehari sebelum shalat. Sebelum melaksanakan shalat, santri dibiasakan untuk berwudhu. Selain sebelum shalat, santri diajak berwudhu sebelum melaksanakan kegiatan lain, misalnya bedah buku, hafalan do’a harian dan lain-lain. Bagi para santri yang belum bisa berwudhu, maka ustad-ustad membimbing wudhu, mempraktekkan bagaimana tata cara berwudhu. b) Shalat, doa, dan dzikir Program ini dipandu oleh Ust. Jami, dilaksanakan setiap waktu shalat. Program shalat, doa dan dzikir ini adalah kajian yang tidak hanya menjelaskan praktek ibadah harian, juga menjelaskan makna-makna ibadah dalam kehidupan dan hubungan antara ibadah dengan kesehatan jiwa dengan buku rujukan karya Dadang Hawari. 21 Santri diberikan kesempatan untuk adzan dan iqamat secara bergiliran. Setelah selesai, barulah dilaksanakan shalat berjamaah. Selesai shalat, doa dan dzikir bersama. Dalam pelaksanaan membacakan doa dan dzikir, pasien diberikan kesempatan untuk memimpin dzikir dan doa. Jika ada pasien yang belum bisa membaca huruf Arab, diperbolehkan membaca latinnya, bahkan untuk doa diperbolehkan untuk membaca artinya saja.22 Ini bertujuan agar mereka yang diberi kesempatan untuk memimpin, merasa dihargai dan merasa orang-orang di sekelilingnya menganggap ada.23 Adapun tema-tema yang menjadi program shalat, zikir dan doa diantaranya: makna thaharah untuk kesehatan, makna shalat untuk istirahat dan berkomunikasi dengan Allah, makna zikir untuk ketenangan pikiran, makna doa untuk menumbuhkan rasa optimisme. 21 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 Hasil observasi pada tanggal 16 Juni 2014 23 Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 12 Juli 2014 22 49 Terapis atau ustad menjelaskan fenomena kesalahan dalam melaksanakan shalat. Bahwa selama belajar sholat yang diajarkan hanya menghafal bacaannya dan gerakannya, tidak ada unsur kejiwaan apalagi keruhanian yang ikut sholat. Baru setelah itu, terapis menjelaskan bagaimana sholat yang khusyu. Dilain kesempatan, terapis menjelaskan gerakan shalat yang tuma’ninah dapat menambah ketenangan fisik yang nantinya akan mempengaruhi ketenangan jiwa. Dalam kajian lain, terapis menjelaskan fungsi zikir dan doa untuk ketenangan dan menumbuhkan rasa optimisme. Pertama, terapis menjelaskan bahwa tahap kesadaran akan menghantarkan pada kesadaran terhadap kehambaan dan kesadaran akan kelemahan sebagai manusia. Tanpa adanya kesadaran akan kelemahan diri, maka kesungguhan dalam berdoa sulit dicapai. 24 c) Kajian al Quran Program kajian al Quran ini, tidak hanya mengajarkan bagaimana membaca al Quran dengan baik dan benar, melainkan menjelaskan makna-makna dan nilai kandungan al Quran yang berhubungan dalam kehidupan. Menurut Ust.Jami, “program ini terdiri dari baca tulis al Qur’an, tajwid, tafsir tematik al Quran tentang Napza dan Skizofrenia dan juga hafalan al Quran. Kajian tematik tafsir Napza dan skizofrenia dilaksanakan setiap pagi setelah shalat Duha, dipandu oleh Ust. Heria Widya. Program hafalan al Quran di jadwalkan setelah shalat Subuh oleh Ust. Yanto.”25 Terapis menyampaikan keutamaan orang yang menghafal al Qur’an dari tinjauan Islam. Bahwa al Qur’an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Selain menghafal al Qur’an, para santri juga menghafal asma ul Husna. b. Metode Pembinaan Metode pembinaan dan pengajarannya lebih mengedepankan pendekatan individual daripada klasikal (general) karena didasarkan kepada latar belakang santri narkoba, masalah yang dihadapi, dan harapan serta cita-citanya. 24 25 Hasil Observasi pada tanggal 18 Juni 2014 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 50 Sebagaimana metode Ramayulis, metode pendidikan di Madani Mental Health Care adalah: 1) Ceramah Metode pembinaan dengan nasehat dan penyampaian cerita lebih cocok dengan teknik ceramah. Karena nasihat yang secara langsung face to face bisa lebih mengena ke dalam hati seseorang. Misal ceramah ustadz pada para santri, penyampaian informasi tentang pengetahuan agama, dan lain-lain. Terapis atau ustad dikelilingi oleh para santri membentuk lingkaran mendengarkan ceramah atau nasehat dari sang ustad. Sambil diselingi tanya jawab apabila ada yang tidak dimengerti oleh santri. 2) Metode Tanya Jawab Selain ceramah, para ustad atau terapis mengadakan tanya jawab dengan para santri. Metode ini bertujuan untuk menggali pengetahuan santri, Seberapa jauh mereka menguasai materi. Metode ini dilakukan secara bergantian, terkadang terapis yang bertanya kepada santri, dan juga sebaliknya santri yang bertanya. Biasanya digunakan saat pemahaman mengenai pelaksanaan ibadah, dan lain-lain. Dengan metode ini, pembelajaran tidak hanya satu arah, tetapi dua arah. 3) Metode Diskusi Agar santri tidak merasa jenuh dengan kajian-kajian yang diadakan di MMHC, kajian diselingi dengan metode diskusi. Para santri diberi kesempatan untuk diskusi mengenai tema tertentu. Sedangkan terapis menjadi fasilitator dan meluruskan apabila ada yang tidak sesuai. 4) Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas salah satunya dengan memberikan kesempatan pada para santri untuk bertugas sebagai pemimpin. Menjadi muadzin, imam shalat berjamaah, dan memimpin doa dan dzikir. 5) Metode Demonstrasi Metode demonstrasi digunakan saat terapis mengajarkan materi yang bersifat praktikum, misalnya tentang shalat. Terapis sebagai media langsung mendemonstrasikan bagaimana gerakan-gerakan shalat yang benar, dan tidak lupa 51 menjelaskan makna-maknanya. Materi lain yang memerlukan praktikum misalnya berwudhu, tayamum dan lain-lain 6) Metode Eksperimen Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu percobaan. Jadi para ustad memberikan kesempatan kepada para santri untuk bereksperimen. Misal santri di beri kesempatan untuk berwudhu dan shalat yang ia bisa. Kemudian guru meluruskan apabila ada yang tidak sesuai. 7) Metode kerja kelompok Santri diberi kesempatan untuk kerja kelompok membahas mengenai tema yang telah diberikan oleh terapis atau santri. 8) Metode Kisah Salah satu pendidikan akhlak di MMHC yaitu dengan metode kisah. Kisah dari Al Qur’an, kisah para nabi, kisah-kisah yang memberikan pelajaran. Para terapis menceritakan kepada santri tentang kisah-kisah, sedangkan santri menyimak. Dan juga sebaliknya, para santri diberikan kesempatan untuk bercerita, sedang terapis dan santri yang lain menyimak. 9) Metode Amsal Terapis menyampaikan materi pembelajaran dengan membuat atau melalui contoh atau perumpamaan. 10) Metode Targhib dan Tarhib Metode targhib dan tarhib adalah cara mengajar dimana terapis memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar para santri melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Selain itu, metode ini memberikan pelajaran dengan memberi dorongan (motivasi) untuk memperoleh kegembiraan dalam kebaikan, misal diberi hadiah. Dan mendapat hukuman, jika melanggar aturan.26 c. Teknik Pembinaan Teknik pembinaan yang digunakan dalam proses pembelajaran diantaranya: 26 HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 77 52 1) Teladan Dalam menerapkan pendidikan Islam, para ustadz menggunakan metode teladan. Para Ustadz 3 x 24 jam tinggal bersama para santri. Para Ustadz shalat berjamaah, dzikir dan doa, dan tidur bersama dengan para santri. Sehingga para santri bisa melihat dan mengenal kepribadian para ustadz. Dengan demikian, akhlak yang baik lebih mudah tebentuk dengan metode teladan ini. Para ustadz berbaur dengan semua santri. Tujuannya agar santri merasakan kenyamanan tinggal di rumah kesadaran Madani. 2) Kebiasaan Para santri dengan kesadarannya dibiasakan untuk menjalankan ibadah. Contohnya dengan pembiasaan shalat berjamaah, dzikir dan doa bersama, dan lain-lain. Selain itu, para santri dibiasakan untuk belajar menghargai orang lain, bersahabat dengan santri lain, selalu berkata yang baik, dll. Teknik pembiasaan ini lama kelamaan, tanpa mereka sadari akan membentuk akhlak para santri. Menurut Muhammad Sayyid, “jika ditelaah dengan cermat kehidupan keseharian seseorang, kebanyakan aktivitas tubuh, mental, dan intelektual berdasarkan kebiasaan-kebiaasaan yang telah terbentuk pada diri melalui pendidikan dan interaksi dengan lingkungan masyarakat.”27 3) Nasehat dan cerita Nasehat yang baik bermanfaat untuk jiwa yang tengah haus akan siraman rohani. Nasehat bermacam-macam, bisa dengan bedah buku, mengambil hikmahhikmah atau nasehat bijak dari penulis buku. Saat-saat tertentu, di Madani mengadakan bedah buku Prof. Dadang Hawari. Selain itu, pendidikan Islam dengan metode nasehat ini dilaksanakan dari hati ke hati maupun menyeluruh untuk semua santri. Selain bedah buku, metode penanaman nilai-nilai religius di Madani dengan menyampaikan cerita-cerita atau kisah para nabi. Para Ustadz menceritakan kisah-kisah dengan sedemikian rupa, sehingga para santri dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari kisah tersebut. 27 Muhammad Sayyid Muhammad, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h. 348 53 4) Disiplin Sesuatu yang membanggakan, tidak ada salahnya diberikan hadiah. Saat ada santri yang berprestasi, maka diberi reward atau apresiasi. Salah satu contohnya adalah Eki (bukan nama sebenarnya) mendapatkan penghargaan karena dapat menghafal asma’ul husna. 28 Sebaliknya, jika ada santri yang melanggar aturan, tidak mau mengikuti pembinaan di Madani, santri tersebut diberikan hukuman agar jera. Namun hukuman disini tidak pada fisik, melainkan pada sesuatu yang mendidik pula. Misal santri tersebut dihukum untuk menuliskan lafaz istighfar sebanyak 100 kali. d. Hasil Angket Setelah memperoleh data dari hasil angket yang telah penulis sebar, lalu dianalisa dalam bentuk tabel dengan menggunakan teknik deskriptif prosentase untuk mengetahui bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses pemulihan pecandu narkoba di Madani Mental Health Care. Dan mengenai hasilnya, dapat dilihat lebih jelas pada tabel-tabel berikut: Tabel 3.1 Pembinaan spiritual menjadi wadah mengenal Islam No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 3 25% 2 Setuju 8 66,66% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% N 12 100% Hal ini menunjukkan bahwa pasien Madani setuju pembinaan spiritual di Madani Mental Health Care membantu pasien mengenal Islam. Dengan pembinaan dan pendidikan di Madani, pasien mendapatkan pengetahuan yang lebih sehingga bisa memahami Islam lebih dalam. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan para santri narkoba, bahwa “di Madani, mereka mendapat 28 Hasil observasi pada tanggal 22 Juli 2014 54 banyak pengetahuan Islam. Belajar membaca al Qur’an, praktek ibadah, mendalami sejarah, dan masih banyak lagi”29 Tabel 3.2 Pembinaan spiritual menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Allah No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 2 16,66% 2 Setuju 9 75% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dari tabel diatas, hal ini menunjukkan bahwa pasien Madani setuju pembinaan spiritual di Madani Mental Health Care membantu pasien untuk mendekatkan diri pada Allah dengan pembiasaan beribadah. Selain itu, mendekatkan diri pada Allah dengan senantiasa berdzikir dan berdoa. Tabel 3.3 Pembinaan spiritual tidak membuat pasien pulih No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 1 8,33% 3 Tidak Setuju 10 83,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Dari data diatas, lebih dari setengahnya jumlah pasien Madani tidak sepakat dengan pernyataan pembinaan spiritual tidak membantu proses pemulihan. Artinya, para pasien lebih banyak yang setuju bahwa pembinaan spiritual berperan penting dalam proses pemulihan mereka. 29 Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014 55 Tabel 3.4 Pembinaan spiritual membuat pasien terbiasa beribadah No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 9 75% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa para pasien setuju bahwa kegiatan-kegiatan agama di Madani mental Health Care membantu pasien membiasakan diri untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan penuturan para santri narkoba, “pada awalnya mereka merasa sulit untuk sholat, namun karena dibimbing dan lingkungan yang mendukung, akhirnya mereka terbiasa untuk sholat berjamaah, berdzikir, membaca al Qur’an, dan lain-lain”.30 Tabel 3.5 Pasien menjadi sadar akan dosa yang telah diperbuat No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 9 75% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien yang merasa timbul kesadarannya atas dosa yang telah diperbuat berjumlah lebih banyak dari pada yang tidak setuju dan sangat tidak setuju atas pernyataan tersebut. Pada umumnya, santri narkoba merasa bersalah atas dosa yang telah 30 Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014 56 diperbuat. “Melalui muhasabah, mereka bersama-sama merenungkan perbuatan yang telah mereka perbuat. Mereka mengekspresikan perasaan bersalah dengan bermacam-macam. Namun setelah muhasabah ini, ada perasaan tenang menyelimuti hati”.31 Tabel 3.6 Kegiatan keagamaan hanya membuang waktu saja No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 1 8,33% 3 Tidak Setuju 9 83,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Dapat diambil kesimpulan, sebagian besar pasien tidak setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan keagamaan di Madani hanya membuang waktu saja. Intinya, para pasien sepakat, kegiatan keagamaan justru membantu proses pembinaan. Tabel 3.7 Iman menjadi benteng ada keinginan untuk mengkonsumsi narkoba No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 10 83,33% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Dapat diambil kesimpulan, bahwa sebagian besar para pasien menyetujui iman yang kokoh tertanam dalam hati menjadi benteng saat tawaran narkoba kembali datang. 31 Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014 57 Tabel 3.8 Dengan bekal iman dalam hati, pasien menjadi lebih jernih pikirannya No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 11 91,66% 3 Tidak Setuju 0 0% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dapat diambil kesimpulan, bahwa lebih dari setengah jumlah pasien menyetujui bahwa mereka tampak lebih tenang setelah mendapat pencerahan dari para ustad dalam meningkatkan iman mereka. Tabel 3.9 Keinginan untuk pulih berasal dari diri sendiri No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 9 75% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Dengan demikian, pasien madani rata-rata datang ke Madani melakukan pembinaan karena adanya keinginan dari diri sendiri untuk pulih. Walaupun ada beberapa yang merasa terpaksa mengikuti pembinaan di Madani. Menurut hasil wawancara, para santri narkoba menyatakan “sebanyak apapun tempat rehabilitasi yang didatangi, dan sebanyak apapun cara untuk melepaskan ketergantungan dari narkoba, jika tidak diiringi dengan tekad yang kuat ingin pulih, itu akan sia-sia.32 32 Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014 58 Tabel 3.10 Tidak adanya hubungan pemulihan dengan ibadah No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 1 8,33% 2 Setuju 1 8,33% 3 Tidak Setuju 9 75% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Pasien lebih banyak yang tidak menyetujui bahwa pelaksanaan ibadah di Madani tidak berhubungan dengan proses pemulihan. Lebih dari setengah dari jumlah pasien menyetujui bahwa ibadah memang berpengaruh terhadap proses pemulihan. Tabel 3.11 Lantunan ayat al Quran dan dzikir memberi kedamaian No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 4 33,33% 2 Setuju 7 58,33% 3 Tidak Setuju 1 33,33% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dengan demikian, lebih dari setengah jumlah pasien menyetujui bahwa lantunan ayat al Quran dan dzikir usai sholat menentramkan jiwa, memberi kedamaian atas jiwa yang gersang. Para santri narkoba merasakan ketenangan saat setelah membaca ayat suci al Qur’an. Selain itu, mendengarkan ayat suci al Qur’an pun membuat jiwa mereka damai, ditambah dengan berdoa meminta segera pulih dan sehat jasmani rohaninya. 59 Tabel 3.12 Keluarga tidak mendukung dalam proses pemulihan No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 1 8,33% 3 Tidak Setuju 8 66,66% 4 Sangat Tidak Setuju 3 25% 12 100% Jumlah Peran keluarga ikut serta dalam proses pemulihan, keluarga diharapkan untuk menciptakan iklim yang sama seperti di Madani, salah satunya ikut serta melakukan ibadah. Dengan melihat hasil angket tersebut, terlihat bahwa keluarga ikut mendukung dalam proses pemulihan. Madani Mental Health Care berupaya mengikutsertakan peran keluarga. Karena, keluargalah yang akan mendorong dan memotivasi santri narkoba untuk segera pulih. Tabel 3.13 Peran Ustad (terapis) dalam memotivasi pasien untuk pulih No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 2 16,66% 2 Setuju 7 58,33% 3 Tidak Setuju 2 16,66% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33 % 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran ustad (terapis) sangat penting dalam mengembalikan percaya diri pasien, memotivasi pasien untuk bangkit dan segera pulih. Para konselor yang disebut ustad memainkan peran yang sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan para santri narkoba. Mereka juga tidak hanya sebagai pembimbing, tapi juga sebagai motivator, pendorong untuk para santri narkoba agar segera pulih. 60 Tabel 3.14 Pasien merasa tertekan di Madani karena terlalu banyak kegiatan agama No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 2 16,66% 3 Tidak Setuju 7 58,33% 4 Sangat Tidak Setuju 3 25 % 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien merasa nyaman mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan di Madani, terutama kegiatan agama. Tabel 3.15 Pasien selalu berdoa setelah sholat agar segera pulih No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 2 16,66% 2 Setuju 9 75% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai harapan untuk kesembuhannya. Ia menggantungkan harapannya dalam setiap doa terutama setelah sholat. Dan dapat disimpulkan, pasien memiliki keyakinan bahwa dengan ia meminta dalam doanya, Allah menjawab permintaannya. Dalam setiap kesempatan, para ustad pun menekankan bahwa agar proses pemulihan segera membuahkan hasil harus diiringi usaha dan doa. Para santri narkoba mengakui, “setelah melakukan ritual berdoa, timbul ketenangan hati dan harapan taubatnya diterima dan juga harapan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.”33 33 Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014 61 Tabel 3.16 Melaksanakan ibadah karena diperintah oleh ustad No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 3 25% 3 Tidak Setuju 8 66,66% 4 Sangat Tidak Setuju 1 8,33% 12 100% Jumlah Salah satu faktor yang mendukung untuk pemulihan adalah kesadaran dari diri sendiri. Jika tidak ada keinginan dari pribadi pasien untuk mengikuti proses pembinaan, maka proses pemulihan akan terhambat. Melihat hasil angket diatas, pasien melaksanakan ibadah karena keinginannya. Menurut Ust. Harid, “pada umumnya, ustad (terapis) tidak memaksakan untuk mengikuti ibadah, pasien dibina untuk sadar dan merasa butuh untuk melaksanakan ibadah tersebut”.34 Tabel 3.17 Muhasabah merupakan sarana untuk introspeksi atas kesalahan yang pernah diperbuat No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 10 83,33% 3 Tidak Setuju 2 16,66% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dapat disimpulkan bahwa hampir semua pasien menyetujui bahwa muhasabah sebagai tempat untuk merenungkan atas perbuatan yang telah dilakukan. 34 Wawancara dengan Ust.Harid pada tanggal 12 Juli 2014 62 Tabel 3.18 Pembinaan agama mendorong pasien untuk terbiasa beribadah No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 11 91,66% 3 Tidak Setuju 1 8,33% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ibadah membantu pasien untuk terbiasa dalam melaksanakan ibadah. Pembiasaan ini termasuk salah satu tujuan dari pembinaan, agar pasien tetap imannya, tetap berpegang pada agama. Sehingga ketika selesai masa pembinaan dan tinggal di luar Madani, pasien tidak kembali terjerumus dengan pengetahuan agama yang melekat dalam hatinya. Tabel 3.19 Tekad dari dalam diri sendiri lah yang utama dalam proses pemulihan No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 4 33,33% 2 Setuju 8 66,66% 3 Tidak Setuju 0 0% 4 Sangat Tidak Setuju 0 0% 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien setuju faktor utama dalam proses pemulihan selain pembinaan yang lain adalah tekad dan keinginan dalam diri sendiri agar segera pulih. Jika dalam pribadi pasien tidak ada keinginan untuk itu, maka akan menjadi sia-sia proses pembinaan. 63 Tabel 3.20 Pasien melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri No Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat setuju 0 0% 2 Setuju 1 8,33% 3 Tidak Setuju 9 75% 4 Sangat Tidak Setuju 2 16,66% 12 100% Jumlah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien tidak setuju atas pernyataan melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri. Mereka melaksanakan ibadah karena keinginan diri sendiri. Dari hasil angket ini, dapat disimpulkan secara keseluruhan, bahwa peranan pendidikan agama Islam membantu proses pemulihan pecandu narkoba. C. Analisis Hasil Temuan Hasil dari analisis peneliti selama terlibat dalam proses pembinaan, menilai bahwa “pendidikan agama di Madani Mental Health Care diutamakan, ini bisa dibuktikan dari jadwal harian, memang selalu disisipkan materi-materi pendidikan agama Islam.”35 a. Materi Pendidikan Islam Materi pendidikan Islam menurut di Madani Mental Health Care terdiri atas pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah. Pertama, pendidikan keimanan. Program ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya meningkatkan rasa kepercayaan diri, menghilangkan perasaan ketidakberdayaan dan depresi, perasaan bersalah, tidak memiliki tempat untuk menggantungkan harapan dengan mengaktifkan sisi ketuhanannya. 35 Hasil dari data dokumen jadwal mingguan Madani Mental Health care 64 Sesuai dengan pendapat Dadang Hawari, “bahwa manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan spiritual, salah satunya kebutuhan akan pengisian keimanan dengan selalu mengadakan hubungan dengan Tuhan.”36 Pendidikan keimanan ini mengajarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, Penyayang lagi Pengampun. Sehingga pasien tidak perlu merasa stres, depresi dan cemas. Untuk menyelesaikan masalah kehidupan, tidak harus dengan menggunakan narkoba, melainkan dengan berusaha dan memanjatkan doa kepada Tuhan,Allah SWT. Menurut Jalaluddin, “sikap pasrah seseorang terhadap kekuasaan Yang Maha Tinggi, diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk ber-Tuhan”.37 Memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan dapat membantu pasien dalam mengendalikan prilaku dan pola berpikir. Beribadah secara rutin akan membantu proses penyembuhan. Selain kebutuhan akan pengisian keimanan, menurut Dadang Hawari penyalahguna narkoba pun membutuhkan bebas dari rasa bersalah dan 38 berdosa” . Rasa bersalah dan berdosa merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa. Bebas dari rasa bersalah dan berdosa merupakan ciri jiwa yang sehat, sebab kedua hal tersebut merupakan gejala bagi gangguan kejiwaan depresi yang dialami seseorang. Hampir seluruh pasien narkoba mengakui bahwa “mereka menjadi lebih tenang setelah mengikuti program Muhasabah.”39 Dengan muhasabah, mereka merenungkan dan menyesali perbuatan-perbuatan mereka, sehingga mereka tidak lagi stres, bahkan depresi. Muhasabah juga sebagai media untuk bertaubat, dengan taubatan nasuha. 36 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h.495 37 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.13 38 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h.495 39 Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 12 Juli 2014 65 Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan yang dikutip oleh Dadang Hawari, ternyata “tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stresor psikososial.”40 Pendidikan keimanan, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan atas makna dan tujuan hidup. Pendidikan keimanan ini pada akhirnya mencapai kesadaran diri, mengetahui apa yang diyakini dan mengetahui tentang sesuatu yang memberikan motivasi yang paling dalam bagi dirinya, dan juga kesadaran akan tujuan hidupnya. Kesadaran terhadap kekuatan yang Maha Besar, perlu dilanjutkan dengan penerimaan terhadap kondisi masa lalunya, dengan perasaan diterima yaitu dengan program pertaubatan. Materi kedua, pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan akhlak dengan metode dan teknik yang tepat membuat perubahan-perubahan terhadap sudut pandang para pasien (santri). Pendidikan akhlak dengan mengkaji program muhadhoroh dan family terapy. Menurut terapis, tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk memahami fungsi-fungsi dirinya terhadap lingkungannya, baik keluarga atau lingkungan sosialnya 41. Menurutnya, dengan memahami fungsifungsi akhlak, pasien diharapkan memiliki kepercayaan diri untuk merubah kepribadian yang negatif menjadi kepribadian yang kuat dan mandiri secara mental. Dengan demikian, pasien menjadi nyaman dengan kondisi dirinya dan nyaman dengan lingkungannya. Kenyamanan dalam diri dan hubungan baik dengan lingkungannya dapat menjadi motivasi dalam proses pemulihan pasien narkoba. Adapun tema-tema yang menjadi program muhadhoroh diantaranya: hak dan kewajiban terhadap orang tua, sifat syukur dan kebahagiaan hidup, sifat sabar dan ketahanan hidup, kisah-kisah anak durhaka kepada orang tua, dan lain-lain.42 Pasien diberi kesempatan untuk menemukan pentingnya memiliki kepribadian 40 Dadang Hawari, Panduan Psikoterapi Agama (Islam), (Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 2010), h.9 41 Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014 42 Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 18 Juli 2014 66 yang baik dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya dan selanjutnya dihubungkan dengan berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi. Materi ketiga adalah pendidikan ibadah. Pendidikan ibadah bertujuan untuk memahami fungsi-fungsi ibadah dalam kehidupan. Menurut terapis MMHC, dengan memahami fungsi-fungsi ibadah, pasien diharapkan untuk menjalankan ibadah bukan karena paksaan, bukan karena kebiasaan tapi karena kesadaran. Para santri pun mengakui, “mereka pada umumnya tidak dipaksa untuk melaksanakan ibadah atau kegiatan lain.”43 Para ustad tidak hanya mengajak untuk beribadah, tapi mereka menjelaskan makna dari pelaksanaan ibadah tersebut. Dengan pendekatan seperti itu, akhirnya mereka mau beribadah. Sejumlah penelitian ilmiah membuktikan, melaksanakan ibadah kepada Allah mempunyai implikasi terhadap penyakit. Pada umumnya, para santri merasa lebih sehat dan segar badannya setelah mereka berada di MMHC dan mengikuti semua program, ternasuk ibadah tersebut.44 Aliah berpendapat, secara ilmiah wudhu mempunyai manfaat untuk fisik seseorang: Dengan sifat air yang membersihkan, wudu merupakan prosedur preventif dalam kesehatan. Air merupakan media penyembuhan yang paling tua, yang digunakan oleh manusia dan hewan, misalnya untuk menyembuhkan luka, untuk memberikan relaksasi pada otot, membersihkan tubuh dan jiwa. Air dapat membantu untuk menghilangkan rasa sakit baik secara fisik maupun emosi. Seseorang merasa segar ketika membiarkan air membasuh dirinya dan membiarkan keluar perasaan frustasi, kemarahan, stres yang dialaminya bersama dengan air, dan merasakan kepasrahan total pada waktu itu. 45 Selain wudhu, pelaksanaan shalat pun memberikan dampak positif terhadap kondisi fisik pasien penyalahguna narkoba. Sejumlah riset ilmiah melakukan penelitian atas praktik sembahyang dari berbagai agama, termasuk Islam. Hasilnya menunjukkan bahwa ritual sembahyang memiliki manfaat fisik dan psikis. 43 Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 11 Juli 2014 Hasil wawancara dengan santri pada tanggal 12 Juli 2014 45 Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 128 44 67 Hasil penelitian yang dikutip oleh Aliah, Woods dan kawan-kawan(1999) melakukan penelitian terhadap 106 HIV-seropositiratve pria homoseksual, dan menemukan bahwa kegiatan religius, seperti sembahyang dan diskusi spiritual, erat kaitannya dengan peningkatan kekebalan tubuh.46 Selain wudhu, shalat pun mempunyai dampak yang positif terhadap fisik. Salah satunya dengan sujud. Menurut Aliah, selama sujud, otot dilatih, peredaran darah meningkat, kapasitas paru-paru dipergunakan. Semua itu akan mendorong kesehatan fisik. Hal ini juga berpengaruh terhadap kesehatan mental yang lebih baik, bukan hanya karena keggiatan fisiknya, melainkan karena proses spiritual juga.47 Selain shalat, santri narkoba dianjurkan untuk berdoa dan berzikir kepada Allah. Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, menurut Dadang Hawari, doa dan zikir mengandung psikoterapeutik yang mendalam. Kemudian dari segi psikologis, doa dan dzikir mengandung kekuatan spiritual yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme.48 Dua hal ini yaitu rasa percaya diri dan optimisme merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatana dan tindakan medik lainnya. Dengan demikian, program pelaksanaan ibadah memberikan dampak yang positif terhadap proses pemulihan pasien. b. Metode Pendidikan Agama Islam Metode pendidikan agama Islam yang diterapkan di Madani Mental Health Care cukup bervariasi, sehingga santri narkoba sebagai peserta didik tidak merasa jenuh. Hampir sebagian santri narkoba senang terhadap materi kisah-kisah, yaitu kisah para nabi, kisah yang inspiratif, yang dapat menginspirasi mereka untuk memperbaiki diri. Metode demonstrasi juga bisa dilakukan dengan pemutaran film atau video. Setiap malam, santri narkoba bersama para ustad nonton bareng (nobar).49 46 Ibid, h. 140 Ibid, h. 133 48 Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik , (Jakarta: FKUI, 2009), cet.2, h. 17 49 Hasil dari data dokumen jadwal harian MMHC 47 68 Film yang mereka tonton adalah film-film inspiratif, yang memberikan pelajaran hidup bagi yang menontonnya.50 Selain metode diatas, dalam muhasabah disisipkan metode tobat dan ampunan. Metode tobat dan ampunan menurut HM. Arifin adalah “cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan optimisme pada seseorang, dengan memberikan kesempatan untuk bertobat dari kesalahan yang lampau.”51 Dengan cara demikian, orang akan mengalami katarisasi (pembersihan batin) sehingga memungkinkan timbulnya sikap dan perasaan mampu untuk berbuat yang lebih baik lagi diiringi dengan optimisme dan harapan-harapan hidup di masa depannya. Program pembinaan dan pendidikan agama Islam di Madani Mental Health Care sudah memenuhi kebutuhan dasar spiritual para santri narkoba. Dengan demikian, peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care yaitu dengan memenuhi kebutuhan dasar spiritual santri narkoba melalui materi pendidikan keimanan, akhlakul karimah dan juga pendidikan ibadah. 50 51 Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 18 Juli 2014 H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Madani Mental Health Care di bawah naungan Prof. Dadang Hawari menggunakan metode BPSS (Bio, Psiko, Sosial, Spiritual). Perawatan biologik maksudnya perawatan medis. Pasien narkoba atau napza memerlukan penanganan secara medis dengan obat-obatan psikiatrik. Kemudian Psikologis, pendekatan kejiwaan dilakukan dengan terapi-terapi psikologis atau pendekatan kejiwaan baik pasien ataupun keluarga pasien untuk menyelesaikan masalah kejiwaan mereka. Sosial artinya pendekatan pemulihan NAPZA dengan berbasis kemasyarakatan, sehingga pasien dapat berinteraksi dan juga melanjutkan aktifitasnya. Dan terakhir spiritual. Spiritual diberikan agar membantu mengembalikan fitrah para pasien. Peranan spiritual atau pendidikan agama Islam inilah yang diteliti. Adapun peranan pendidikan agama Islam di Madani Mental Health Care diantaranya: dengan materi keimanan,akhlakul karimah, dan ibadah. Tingkat keimanan pasien erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi problem kehidupan. Dengan tempaan akhlak yang baik, pasien atau santri narkoba memiliki kepercayaan diri untuk merubah kepribadian negatif menjadi kepribadian yang kuat dan mandiri. Dan dengan pembiasaan ibadah, pasien menjadi terbiasa untuk melaksanakan ibadah dan melaksanakan perintahNya dan mencoba menjauhi laranganNya sedikit demi sedikit. Sehingga secara psikologis, pendidikan agama Islam berperan menumbuhkan rasa optimis, emosi menjadi stabil, pembiasaan ibadah. Sehingga, jika kondisi psikologis membaik, maka akan membantu proses pemulihannya. Integrasi medik, psikologis, sosial dan spiritual berpadu dalam suatu sistematika sehingga apabila dijalankan dengan benar, insya Allah dapat mengobati dan merehabilitasi pasien penyalahguna narkoba kembali sehat sehingga mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari. B. Saran-saran Hasil dari penelitian ini,diharapkan memberikan kontribusi bagi para konselor adiksi, psikiater dan institusi yang bergerak di bidang pemulihan dan 69 70 pengobatan korban penyalahguna narkoba, untuk membentuk kesehatan spritiual pasien dengan cara yang tepat. Sehingga proses pemulihan akan lebih efektif. Dengan demikian, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Kurangnya tenaga terapis membuat pembinaan yang diberikan para terapis kurang maksimal. Dengan demikian perlu adanya penambahan tenaga terapis agar pembinaan menjadi lebih terfokus. Selain itu, bagi para terapis atau konselor, penting mengembangkan strategi perawatan dengan spiritual pasien narkoba, sehingga kebutuhan spiritual dapat terpenuhi. 2. Bagi pasien dan keluarga pasien narkoba, penting mempelajari dan mengamalkan kembali fungsi-fungsi agama dalam kehidupan, sehingga agama menjadi sumber tuntunan kehidupan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. 3. Bagi pemerintah, hasil dari penelitian ini diharapkan agar mengintegrasikan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga rehabilitasi. Dan juga mendukung dan membantu lembaga rehabilitasi ini agar tetap berdiri kokoh untuk memulihkan para korban penyalahgunaan narkoba. 4. Bagi masyarakat, diharapkan memberikan kontribusi untuk lembaga yang bergerak di bidang ini khususnya yayasan Madani Mental Health Care ini. Karena lembaga seperti ini sangat membantu dalam memulihkan para korban penyalahgunaan narkoba dari ketergantungan narkoba. DAFTAR PUSTAKA Alqur’an dan Terjemah, Departemen Agama RI. Al-Hikmah. Bandung: Diponegoro, 2010 Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2008 Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara,2003 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 an-Nahlawi Abdul Rahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Bina Insani Press, 1995 Az Za’labawi, Muhammad Sayyid Muhammad. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani, 2007 BNN, Pencegahan & Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Jakarta: BNN. 2010. Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN, 2009 Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati. Jakarta: BNN, 2007 Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda. Jakarta: BNN, 2004 Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: BNN Darajat,Zakiah. Membina nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1977 Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: PT.Bumi Aksara. 2008. cet.4 Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2006 Hawari, Dadang. Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 1996 Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 2009. cet.2 Panduan Psikoterapi Agama (Islam), (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 71 72 Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Jakarta: Penerbit FKUI, 2006 Petunjuk Praktis Terapi (Detoksifikasi), Miras & Narkoba (NAZA) Tanpa Anestesi Dan Substitusi Dan HIV/AIDS. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 2011 Imam Bukhari, Shahih al Bukhari no 3641 (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 2013) Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 Kadarmanta,A. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: PT Forum Media Utama, 2010 Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006 Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002. Cet.7 Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2013 Sabri, Alisuf. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999 Samsuludin, Islam dan Psikoterapi Spiritual, Jakarta: Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2013 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: alfabeta, 2010. cet. XI Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Mix Methods. Bandung:Alfabeta, 2011 Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012 Taufik,Akhamd dkk. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998) Tim Prima Pena. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Gitamedia Press, 2006 73 Ulwan, Syeikh Abdullah Nasih. Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabdi, 2012 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara, 2003 Yasin, A. Fattah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008 Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009 74 Pedoman wawancara Dengan pimpinan Madani 1. Bagaimanakah sejarah lembaga ini berdiri? 2. Apa hambatan yang bapak temui dalam keberlangsungan lembaga ini? 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dengan konselor (pembimbing) Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini? Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri narkoba? Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan? Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di MMHC ini? Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut kegiatan? Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Dengan santri narkoba 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? 6. Pernahkah saudara di rehabilitasi ditempat lain? 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? 75 ANGKET PENELITIAN “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI MADANI MENTAL HEALTH CARE” Identitas Responden Nama : Jenis Kelamin : Petunjuk Pengisian a. Bacalah petunjuk pengisian sebelum mengisi angket b. c. Sebelum menjawab, bacalah terlebih dahulu setiap pernyataan dengan teliti, kemudian tentukan jawaban anda terhadap masing-masing pernyataan, dan Berilah tanda centrang ( v ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda SS (Sangat Setuju) S (Setuju) TS (Tidak Setuju) STS (Sangat Tidak Setuju) NO PERNYATAAN 1 Pendidikan dan pembinaan di Madani sangat membantu saya untuk mengenal Islam 2 Pembinaan spiritual yang diberikan mendorong saya untuk mendekatkan diri kepada Allah 3 Pembinaan di Madani tidak membuat saya segera pulih 4 Kegiatan di Madani membiasakan saya untuk mengamalkan ajaran Islam dan memotivasi saya untuk sembuh 5 Pembinaan agama yang diberikan membuat saya menjadi tersadar akan dosa yang telah saya perbuat 6 Kegiatan keagamaan di tempat ini hanya membuang waktu saya saja 7 Iman yang tertanam dalam dada menjadi benteng saat tawaran untuk mengkonsumsi narkoba kembali datang 8 Dengan bekal iman yang ada dalam hati, saya menjadi lebih jernih dalam menyelesaikan masalah 9 Saya ada di tempat ini karena ingin terlepas dari jeratan narkoba 10 Saya tidak benar-benar melakukan ibadah seperti yang lain, karena ibadah tidak ada hubungannya dengan penyembuhan saya 11 Lantunan ayat al Quran dan dzikir usai sholat membuat hati saya damai SS S TS STS 76 NO PERNYATAAN 12 Keluarga saya tidak pernah mendampingi proses pemulihan saya 13 Ustad sangat membantu dalam mengembalikan kepercayaan diri saya 14 Saya merasa kondisi saya lebih buruk tinggal di tempat ini karena terlalu banyak kegiatannya 15 Saya selalu berdoa kepada Allah agar segera pulih dari ketergantungan narkoba 16 Saya melaksanakan shalat jika diperintah oleh ustad atau teman yang lain 17 Muhasabah membantu saya untuk merenungkan atas kesalahan yang telah saya perbuat selama ini dan introspeksi diri agar menjadi insan yang lebih baik 18 Kegiatan agama Islam disini, membantu saya membiasakan diri melaksanakan ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah 19 Saya sadari, selain dorongan dari para ustad, tekad dari diri sendirilah yang membuat saya berusaha untuk pulih 20 Saya belum merasa melaksanakan sholat karena keinginan diri sendiri SS S TS STS 77 Hasil wawancara dengan santri narkoba I 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya berada di lingkungan pemakai sejak di sekolah menengah atas. Sejak itu, saya pun ikut mengkonsumsi. Saya mencoba hal tersebut karena tertekan dengan sikap orang tua yang keras terhadap saya 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi ganja, sabusabu 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saya jarang melaksanakan shalat, jauh dari agama sebelum. Keadaan lebih parah saat saya mengenal narkoba. sering berbohong dan sering bertengkar dengan orang tua 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di tempat ini. Sebentar lagi saya selesai masa pembinaan 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? Tentu ada perubahan dalam diri saya. Saya jadi lebih tenang dan berpikir positif 6. Pernahkah saudara di rehabilitasi ditempat lain? Sudah dua kali. Namun saya lebih nyaman tinggal di tempat ini. Karena para ustad memperlakukan saya dengan baik dan tidak seperti di tempat rehab lain, kami dibiarkan untuk keluar 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Semua menurut saya memberikan manfaat, sehingga saya ikuti setiap pembinaan 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? Menurut saya, dengan berdzikir saya menjadi lebih jernih dan berfikir positif. Selain itu, saya dapat belajar lebih dalam mengenai agama. 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Pada awalnya saya tidak mau melaksanakan kegiatan,saya tidak mau sholat. Namun, lama kelamaan, saya malu melihat teman-teman sholat berjamaah, akhirnya saya mengikuti sholat berjamaah 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? saya sangat menyesal atas perbuatan saya. Narkoba menurut agama itu haram, jadi wajib dihindari. 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Saya rasa itu tidak benar. Karena dengan agama, saya merasakan ketenangan saya kembali. Saya merasa lebih dekat pada Allah 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? Motivasi terkuat menurut para ustad adalah keinginan dari diri sendiri. bertaubat, untuk tidak menyalahgunakan narkoba kembali Informan I 78 Hasil wawancara dengan informan II 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya dimasukkan ke dalam pesantren modern. Disana tersedia sekolah menengah lanjutan. Namun, ada beberapa teman saya yang hanya sekolah saja, tidak tinggal di pesantren. Dari teman luar itulah saya dapatkan narkoba ini. Selain itu, saya merasa tertekan dengan kondisi keluarga saya. 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Sejak kelas 6 SD saya sudah merokok. Di sekolah menengah lanjutan, saya mulai mengenal alkohol dan obat-obatan (tramadol, bodrex, CTM, paramex) 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Setelah mengenal narkoba, kondisi emosi saya semakin tidak stabil. Selain itu, saya mulai merasakan fisik saya lemah, mudah lelah, dan sakit kepala yang sangat. 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya baru 3 minggu tinggal disini 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? Saya merasakan fisik saya semakin lemah, sehingga saya ingin segera berobat dan lepas dari pengaruh narkoba. 6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah. 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Saya merasakan tenang saat di Madani. Shalat, dzikir. Walaupun saya masih kecil, tapi di Madani saya diberi kesempatan untuk menjadi muadzin. Saya jadi nyaman tinggal disini 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? Kondisi fisik saya kembali bugar. Walaupun terkadang, saya merasakan lemah. Tapi semoga ke depannya, saya menjadi sehat seutuhnya 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Terkadang saya malas untuk sholat. Tapi ustad dengan sabar dan juga tegas mengajak saya untuk sholat 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? Saya menyesal, semoga tidak kembali masuk dunia tersebut dan pulih 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Tidak. Yang saya tahu, dengan mengikuti pembinaan keagamaan disini, saya menjadi lebih baik dan sehat 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? Saya ingin melanjutkan sekolah dan kembali sehat seperti sebelum saya mengenal narkoba. Informan II 79 Hasil wawancara dengan informan III 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Kehidupan saya biasa saja, lurus-lurus saja. Sampai suatu hari, ada teman menelpon dan mengajak beremu. Teman tersebut menawarkan narkoba pada saya. Akhirnya saya ketagihan dan sempat menjadi bandar juga. 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Berawal dari merokok, berlanjut mengkonsumsi ganja, puta, sabu-sabu dan ekstasi 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Sebelum mengkonsumsi narkoba, saya hidup normal, rajin sholat, mengaji. Saya ini anak rumahan. Tapi setelah mengenal narkoba, saya menjadi brutal, sering main diluar. 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di tempat ini 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? Saya merasa nyaman tinggal disini. Kembali tersadarkan untuk melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang muslim yang taat 6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Pernah satu kali. Lebih nyaman disini, karena saya lebih bebas bergerak. 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Muhasabah menjadi momen yang penting untuk merenungkan atas dosa yang telah saya kerjakan. Saat saya masuk rumah transit, saya menangis. Saya menyesal atas perbuatan saya 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? Saya merasakan perubahan yang luar biasa. Berpikir positif dan kembali melaksanakan shalat lima waktu 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Atas kemauan sendiri 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? Saya sesali atas perbuatan ang lalu, semoga tidak terulang kembali 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Kegiatan agama disini tidak membebani. Justru pembinaan tersebut membawa saya untuk bertaubat, meminta ampun kepada Allah. Dengan sholat dan mengaji, hati saya menjadi tentram 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? Keinginan sembuh dari diri sendiri itu penting. Saya ingin segera pulih, da segera melanjutkan kuliah yang tertunda. Informan III 80 Hasil wawancara dengan informan IV 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Sejak sekolah menengah atas saya mengenal rokok. Kemudian duduk di bangku kuliah, saya mulai mengenal alkohol dan narkoba. faktor penyebabnya karena saya ingin kondisi badan saya tetap semangat dengan seabrek aktivitas 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi shabu-shabu dan inex. Selain itu, alkohol jua 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saya memang tidak mengenal agama sebelum mengenal narkoba. Setelah mengenal narkoba, semakin jauh dari agama. Kondisi emosi saya tidak stabil. Namun, saya mengkonsumsi narkoba saat saya sedang depresi saja 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya disini sudah empat bulan lebih 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? Saya merasa kondisi saya lebih baik, fisik saya sehat, batin saya pun terasa tenang 6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah. 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Muhasabah menjadi media untuk saya mengintrospeksi apa saja dosa yang telah saya lakukan. Kemudian juga bedah buku membuka mata hati saya untuk mendalami agama Islam dengan tekun karena masih banyak yang belum saya ketahui 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? Saya merasakan hati menjadi nyaman dan tenang. 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Sejak tinggal di Madani, saya menjadi rajin untuk sholat, mengaji, kemarin belajar puasa ramadhan, dan juga belajar untuk menjadi imam. Itu sangat berkesan menurut saya. 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? Semoga saya tidak mengulang kesalahan yang sama dan tidak kembali ke dunia yang hitam tersebut 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Tentu saja tidak. 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? Saya teringat akan keluarga yang mengharapkan kesembuhan saya. Sehingga saya termotivasi untuk segera sembuh. Informan IV 81 Hasil wawancara dengan pasien V 1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya menggunakanyan karena coba-coba, penasaran dengan rasanya seperti apa. Sejak sekolah menengah pertama, saya sudah mengenal rokok. Kemudian, dari merokok berlanjut ke narkoba dan alkohol 2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi ganja, sabusabu, obat-obatan psikotropika (dumolit) 3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saat di sekolah dasar, saya seorang anak yang baik-baik. Tapi saat di kelas menengah pertama, saya bergabung dengan teman yang senang hura-hura. Akhirnya saya terpengaruh dan mengikuti pola hidup mereka 4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di tempat ini 5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan? Tentu ada perubahan dalam diri saya. Saya jadi lebih tenang dan berpikir positif 6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah 7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Saya tidak mengenal agama. Yang saya lakukan ketika depresi adalah mengkonsumsi hal-hal yang membuat saya tenang 8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah saudara merasa lebih baik kondisinya? Nasihat dari para ustad memberikan petunjuk dan memberikan ketenangan saat saya tuturkan apa yang saya rasakan 9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Pada awalnya saya tidak mau melaksanakan kegiatan,saya tidak mau sholat. Karena saya tidak bisa. Tapi para ustad membimbing saya, hingga saya bisa dan rajin melaksanakan sholat 10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi narkoba? saya sangat menyesal atas perbuatan saya. Narkoba menurut agama itu haram, jadi wajib dihindari 11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Saya merasakan ketenangan batin saat berada disini. Dengan muhasabah bersama ustad, dzikir setelah sholat, memberikan ketenangan tersendiri. 12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan saudara? Motivasi kesembuhan yang terkuat lahir dari diri sendiri. tekad yang kuat akan menghasilkan kesuksesan Informan V 82 Hasil Wawancara dengan Konselor 1 1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Alumunus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Manajemen Dakwah. Awalnya karena saya tertarik dengan pekerjaan ini, mengenal dan mengajak para santri narkoba kembali kepada fitrahnya. 2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini? Tujuan penerapan pendidikan keagamaan ini adalah karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Keyakinan (iman) kepada Tuhan dibutuhkan agar tidak kembali menggunakan kembali, gunanya menjadi benteng bagi dirinya. Secara umum, mereka yang sudah mempunyai landasan agama yang cukup. Orang yang mempunyai landasan agama, lebih mudah kembali lagi. Dibanding mereka yang tidak mengenal agama, jauh lebih sulit. 3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri narkoba? Penerapan ini bermanfaat sebagai benteng mereka, sebagai rem untuk mereka untuk tidak terjerumus kembali ke dunia narkoba dan lainnya. Kemudian belajar tentang keimanan, pengakuan, ketauhidan, terpancar akhlaknya. Banyak yang berhasil. Namun ada saja yang kembali menyalahgunakan kembali. Faktornya banyak, salah satunya karena mereka tidak mengikuti semua treatmentnya. Santri yang kembali menyalahgunakan karena putus obat sebelum waktunya.. 4. Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan? Metode (cara) menerapkan pendidikan agama di Madani salah satunya dengan memberikan informasi. Ada form taubatan nasuha, setelah selesai detox, kita melakukan diskusi, menyampaikan butuhnya mereka kepada agama. Lebih kepada menggugah hatinya untuk melakukan ibadah secara sadar tanpa keterpaksaan. Membangun, menanam, menyuburkan cinta mereka kepada kebutuhan spiritual. Jika dipaksa untuk beribadah tanpa tahu maknanya itu akan hampa. Intinya mengajak mereka dengan cara persuasif, diskusi, muhasabah. Mengajak bukan memaksa. 83 5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di MMHC ini? Hambatan yang dihadapi saat memulihkan mereka, yaitu merubah prilaku mereka yang serba enak, dikondisikan untuk mengikuti kegiatan secara massal. Karakter setiap santri yang beragam, berusaha menyikapi permasalahan santri. Lebih tepatnya menjadi tantangan bukan hambatan. 6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut kegiatan? Santri yang membandel, tidak mau mengikuti kegiatan, awalnya di biarkan terlebih dahulu. Jika memang terus berlanjut tidak mengikuti, maka santri tersebut dipanggil. Menanyakan apa yang menjadi kebutuhan mereka, mungkin mereka lupa bacaan sholatnya. Jika memang sudah tetap membandel, mereka dihukum. 7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Materi yang diajarkan misal penerapan akhlak dalam muhasabah, bagaimana akhlak pada orang tua, merenungkan dosa yang telah dilakukan, dan lainlain. Kemudian shirah nabawiyah, dari cerita tersebut diambil akhlaknya, nilai-nilai baiknya. Pewawancara Konselor 1 Aqilatul Munawaroh Ust.Jami 84 Hasil Wawancara dengan Konselor 2 1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Pendidikan terakhir saya adalah psikologi Islam. Sejak akhir 2009, saya mulai mengabdikan diri saya di Madani Mental Health Care atau MMHC. Motivasinya karena memang ini sesuai dengan bidang yang saya kaji 2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini? Yang pertama, mengembalikan mereka (santri narkoba) kepada fitrahnya; kedua, mendekatkan diri kepada Allah; ketiga, mandiri dalam arti santri narkoba bisa mengembangkan kemampuannya. 3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri narkoba? Pendidikan agama untuk pasien narkoba sangat penting perannya. Agama bisa menangkal dari virus-virus di luar. Dia tidak hanya tahu bahwa Allah itu ada, tapi ia juga harus merasa bahwa Allah itu ada dihadapannya. Tidak hanya ia belajar sholat, tapi juga mengetahui maknanya. Dengan ia merasa bahwa Allah ada dihadapannya, insya Allah ia akan terhindar dari menyalahgunakan kembali. Menurut hasil penelitian Prof. Dadang Hawari, resiko kekambuhan pasien yang mendapatkan pendidikan agama dibawah 7 %. Sedangkan ditempat lain, yang tidak menerapkan pendidikan agama. 4. Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan? Metode yang diterapkan untuk pendidikan agama ini dengan dzikir, taubatan nasuha, diskusi, simulasi, pembahasan film, nonton film, jalan-jalan, bermain, dan lain-lain. Tapi, pada awalnya sebelum semua program dijalankan, kita terlebih dahulu mengkondisikan santri tersebut agar merasa nyaman. Dengan merasa nyaman, ia merasa kehadirannya diakui, ia akan dengan mudah mengikuti program. 5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di MMHC ini? Yang pertama, latar belakang pasien yang berbeda-beda. Ada pasien yang baru bergabung dan juga ada yang sudah mengikuti materi lama. 85 Sehingga harus menyesuaikan materi untuk semua pasien. Kedua, mental pecandu yang selalu bosan dan merasa tidak membutuhkan agama. Sehingga harus ekstra dalam menanamkan pendidikan agama bahwa mereka membutuhkannya. 6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut kegiatan? Tidak semua pasien mau mengikuti kegiatan di Madani. Strategi yang dilakukan oleh para ustad adalah dengan membuat ia nyaman terlebih dahulu. Ketika ia sudah nyaman, diajak berbicara, apa masalah yang ia hadapi. Kalau tetap membandel juga, diberikan opsi untuk pindah ke tempat rehabilitasi lain. 7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Kajian keagamaan di Madani ada 3 (tiga) aspek, yaitu: 1. Keimanan. Terdiri dari bagaimana mengenal dirinya, mengenal Allah, dan memandang bagaimana kehidupan selanjutnya. 2. Ibadah. Materi ibadah terdiri dari pembiasaan sholat, dzikir, doa dan lain-lain. 3. Akhlak. Pembinaan akhlak dengan teladan dari para ustad dan juga adanya kegiatan muhasabah. Pewawancara Konselor 2 Aqilatul Munawaroh Ust.Samsul 86 Hasil Wawancara dengan Konselor 3 1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Pendidikan terakhir saya yaitu jurusan bimbingan dan konseling. Sehngga ini yang mendasari saya untuk terjun dibidang ini. Disini saya bisa belajar banyak tentang makna kehidupan, belajar kembali bagaimana menangani santri naarkoba atau skizofrenia. 2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) Menanamkan kesadaran pentingnya agama dalam kehidupan ini. Karena jika sudah merasakan pentingnya beragama, akan berimplikasi pada kehidupannya, cara pandang santri tersebut terhadap kehidupan dan permasalahannya. 3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri narkoba? Sangat berpengaruh. Medis tanpa agama, pengobatan akan sia-sia. Karena manusia mempunyai fitrahnya masing-masing untuk beragama. Santri narkoba cenderung lebih tenang dan mempunyai pola pikir yang positif 4. Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan? Cara menanamkan kesadaran, dilihat dari kondisi santrinya terlebih dahulu. Apabila memungkinkan, mereka langsung diajak untuk beribadah. Namun bagi mereka yang sulit dan tidak mau mengikuti kegiatan, maka dikondisikan terlebih dahulu. Santri tersebut dibuat nyaman terlebih dahulu, melakukan pendekatan. Jika ia sudah nyaman, baru bisa ditanyakan mengapa ia tidak mau mengikuti. 5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di MMHC ini? Hambatannya adalah uji mental. Kesabaran sangat diuji dalam merehabilitasi santri narkoba. Jika kuat mentalnya, maka segala hal dapat diatasi 6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut kegiatan? Strategi bagi mereka yang tetap membandel, adakan pendekatan yang lebih. Dicari tahu penyebab mereka enggan beribadah. Jika sudah diketahui akarnya, maka akan lebih mudah mengatasinya. 87 7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Materi yang diajarkan shirah nabawiyah, membedah dan mengkaji buku Prof Dadang Hawari, Muhasabah, hafalan al qur’an, shalat dan dzikir berjamaa. Selain itu, agar tidak monoton, kita mengajak para santri untuk pergi keluar dari tempat rehabilitasi, misal ke tempat rekreasi, wisata alam. Tujuannya mengajak para santri untuk bertadabbur atas ciptaan Allah yang Maha Khalik. Selain wisata keluar, kita juga mengadakan nonton bersama film-film yang sarat akan makna. Nantinya setelah film selesai, mereka merefleksikan makna film tersebut dalam kehidupan. Pewawancara Konselor 3 Aqilatul Munawaroh Ust. Harid . Foto Kegiatan Yayasan Madani Mental Health Care 1. Terapi Psikologis/mental 2. Terapi medis (konsultasi ke klinik prof. Dadang Hawari 3. Terapi Sosial 4. Terapi religius (pendidikan agama Islam) 5. Keterampilan dan pengetahuan umum BIODATA PENULIS Aqilatul Munawaroh, yang akrab disapa ‘aqila’ ini lahir di Rabak, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, 22 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 01 Agustus. Aqila terlahir dari pasangan Subana dan Nunung Nurjanah sebagai anak cikal dari lima bersaudara. Ia mengawali pendidikan dasarnya di SDN Sampay pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan di SMPN 1 Rumpin pada tahun 2004 dan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Rumpin. Hingga akhirnya takdir membawanya untuk mengenyam pendidikan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai anak pertama, Aqila termotivasi untuk segera menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini agar adik-adik yang lain dapat merasakan pendidikan juga. Motto yang selalu ia pegang adalah Allah tidak akan menguji hambaNya di luar batas kemampuan hambaNya. Saat hati hampir putus asa dengan jalanan terjal yang dihadapi, kalimat ini menjadi penawarnya. walaupun dengan tertatih-tatih, dengan izin Allah akhirnya ia sampai di garis finish pendidikan tingginya.