Skripsi Aqilatul Munawaroh Watermark

Transcription

Skripsi Aqilatul Munawaroh Watermark
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI
MADANI MENTAL HEALTH CARE
Skripsi
Diajukan kepada fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I)
Disusun oleh:
AQILATUL MUNAWAROH (1110011000019)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
AQILATUL MUNAWAROH
Peranan Pendidikan Agama dalam Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba di
Madani Mental Health Care, Jakarta Timur
Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani secara serius dan
menjadi tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan remaja yang tidak
terhitung jumlahnya akibat penyalahgunaan narkoba. kehilangan remaja sama
dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. Prof. Dadang Hawari
menyatakan bahwa jumlah penyalahgunaan narkoba di masyarakat 10 kali lipat
dari angka resmi. Melihat kenyataan pahit ini, banyak elemen masyarakat dan
lembaga-lembaga berupaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Walaupun
dengan cara yang berbeda-beda, namun tujuannya ingin menyelamatkan
masyarakat Indonesia dari obat-obatan yang merusak tidak hanya fisik tapi juga
jiwa penyalahgunannya.Salah satu lembaga yang ikut andil dalam
penanggulangan ini adalah Yayasan Madani Mental Healt Care. Sebuah lembaga
rehabilitasi di Cipinang Besar, Jakarta Timur dengan metode pemulihan BioPsiko-Sosial-Spiritual.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan
pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care.
Adapun jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, metode deskriftif
analisis. Dengan proses wawancara, observasi, dokumentasi serta angket, fokus
penelitiannya adalah pada peranan pendidikan agama Islam dalam proses
rehabilitasi pecandu narkoba di Madani Mental Health Care.
Keadaan santri narkoba di Madani mengalami ketergantungan narkoba dan
pada umumnya mempunyai pengetahuan agama yang kurang. Adapun materi
pendidikan agama Islam yang diterapkan secara umum adalah pendidikan
keimanan, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah Dengan metode yang
bervariasi diantaranya ceramah, simulasi, diskusi. Sedangkan teknik penerapan
pendidikan agama Islam dengan keteladanan, nasehat, kisah, hadiah dan
hukuman, menjadikan santri narkoba memahami dan menghayati pendidikan
keagamaan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan pendidikan agama Islam
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses rehabilitasi. Perubahanperubahan positif yang ditampakkan oleh santri narkoba ialah rajin melaksanakan
shalat, bersikap tenang dan dewasa, berpikir positif, dan menjadi lebih baik dari
sebelumnya
iv
ABSTRACT
Aqilatul Munawaroh (NIM: 1110011000019). The role of Islamic Education
in the Process of Drug’s Abuser Rehabilitation in Madani Mental Health
Care, Jakarta Timur
This research aims to know how the role islamic education in the process
of rehabilitation in Madani Mental Health Care, Jakarta Timur.
This research was conducted in Madani Mental Health Care Foundation
from June-July 2014. The research uses qualitative approach, descriptive analysis
method. The method of data collecting used is interview, observation,
documentation, and questionnaire.
The result of this research shows that drug abuser students have a
condition where they have deep dependence on drugs and generally having poor
religious knowledge.
The material of Islamic education applied is generally belief, behavior, and
worship education. It uses various teaching methods such as sermon, simulation,
and discussion. Whereas the technique of Islamic education applying is by using
example, advice, story, reward, and punishment, it enables drug abuser students to
understand and to think deeply Islamic education.
The Islamic education in Madani Mental Health Care has a role in
fulfilling the basic spiritual need of drug abuser students, which consists of the
need of basic belief, the need of the essence of life, the need of worship, the need
of belief, the need of freedom from the guilty, the need of self-acceptance, the
need of security, the need of high morality achievement, the need of interaction
with nature and among others, and the need of social life. By applying Islamic
education, each drug abuser students’ basic need is accomplished. The positive
changes appeared from drug abuser students are the diligence in praying, calm and
adulterous deed, positive thinking, and better than before.
v
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas penulis ungkapkan selain puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing umatnya menuju jalan
yang di ridhai Allah.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka menggapai gelar sarjana
pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan ini penulis menyadari sepenuhnya
bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan memberikan motivasi maupun dorongan materil.
Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Ibu Dra. Nurlena Rifa’i,MA,Ph.D
beserta staffnya.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr. H. Abdul Majid Khan,
M.Ag dan sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Marhamah Saleh,
Lc beserta staff
3. Bapak Prof. Dr. H. Syafi’i Noor yang telah sabar dan meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullah
khairan katsiran
4. Bapak Muhammad Zuhdi dan Bapak Prof.Rif’at Syauqi yang telah bersedia
menjadi dosen penguji penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kritikan dan
sarannya sehingga penulis memperbaiki skripsi ini
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga
bapak dan ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Semoga
ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.
6. Bapak pimpinan Perpustakaan Utama beserta staff, Perpustakaan Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan kepada
penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi
ini.
vi
7. Rasa terima kasih, cinta, dan bakti penulis persembahkan kepada kedua orang
tua, Ayahanda Subana S.Pd dan Ibunda Nunung Nurjanah S.Pd, atas segala
kasih sayang, doa, dan cinta yang tak pernah berkurang, dan tak pernah
tergantikan. Untuk adik-adik tersayang, Ulfah Azizah, Evi Latifah, Elis
Nurkholisoh yang turut simpatik dan mendoakan penulis, dan tak lupa Syifa
yang menjadi salah satu alasan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Juga terima kasih untuk seluruh keluarga besar yang tak henti mendoakan
penulis. Semoga Allah selalu membahagiakan orang-orang yang penulis
cintai. Amiin.
8. Bapak Ust. Darmawan, pimpinan yayasan Madani Mental Health Care beserta
staff yang telah memberikan kesempatan dan membantu untuk melakukan
penelitian skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan pula kepada Ust. Harid
atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis. Hatur nuhun pisan.
9. Teruntuk Muhammad Reza Fahlevi S.Pd.I, yang selalu menemani suka dan
duka penulisan skripsi ini. Terimakasih atas motivasi, doa dan bantuan tiada
henti yang menjadi pendorong agar penulis cepat-cepat menyelesaikan skripsi
ini.
10. Keluarga UKM pramuka Racana Fatahillah-Nyi Mas Gandasari, khususnya
angkatan Lemot yang selalu membuat penulis tersenyum dan termotivasi.
Terima kasih atas pengalaman yang luar biasa
11. Kakak-kakak yang selalu mengarahkaan penulis disaat sedang buntu, kak
Imran Satria Muchtar, S.Pd.I ; kak Khadafi, S.Pd.I; dan kak Hamdi S.Pd.I.
12. Para sahabat penulis, Herdiyanti Fhauziah, Shofa Muaz, Siti Fujiyanti, Septia
Rahayu S.Pd.I, Drifal S.Pd.I, Esa Nurjanah S.Pd, dan Tyas Gusman S.Ds,
yang telah memberikan semangat untuk terus berkarya.
13. Teman-temanku mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2010,
khususnya kelas A yang sama-sama berjuang dan saling mendukung satu
sama lain. Terima kasih atas keceriaan yang telah kalian berikan.
14. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatunya, yang telah berjasa
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
Penulis hanya dapat mendoakan kepada semua pihak yang turut
berpartisipasi dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga menjadi amal
baik yang akan dibalas oleh Allah SWT dengan berlipat ganda.
Karya tulis yang sangat sederhana ini tentunya masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis tidak menutup kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Tak lupa penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya
jika dalam penulisan skripsi ini ada yang kurang berkenan. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bagi para
pembaca sekalian.
Jakarta,
Aqilatul Munawaroh
viii
2014
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH .....................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN................................... .................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................... ..................
iii
ABSTRAK ..........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...............................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ..............................................................................
6
D. Perumusan Masalah ...............................................................................
6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................
7
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................
8
A. Pendidikan Agama Islam .......................................................................
8
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ...............................................
8
2. Dasar Pendidikan Agama Islam .......................................................
9
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam .....................................................
11
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam .......................................
13
5. Metode Pendidikan Agama Islam ....................................................
13
6. Fungsi Agama Islam ........................................................................
15
7. Peranan Agama Islam .................................................................... ..
16
B. Rehabilitasi Pecandu Narkoba ...............................................................
18
1. Pengertian Narkoba ......................................................................... .
18
2. Jenis Narkoba ................................................................................. ..
19
3. Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba ......................................
21
4. Akibat Penyalahgunaan Narkoba ................................................... ..
22
5. Pengertian Rehabilitasi ....................................................................
23
ix
6. Landasan Rehabilitasi ................................................................... ..
24
7. Tahapan rehabilitasi .........................................................................
25
8. Faktor Pendukung Keberhasilan Rehabilitasi Pecandu Narkoba .....
26
C. Kerangka Berfikir ...................................................................................
26
D. Hasil Penelitian yang Relevan ...............................................................
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... .
29
B. Metode & Jenis Penelitian ......................................................................
29
C. Teknik Pengumpulan data .......................................................................
30
1. Observasi ........................................................................................
30
2. Wawancara ......................................................................................
30
3. Angket / Kuesioner ........................................................................
31
4. Dokumentasi ..................................................................................
32
D. Teknik Pengolahan Data ...................................................................... .
32
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ..................................
33
F. Teknik Analisis Data ..............................................................................
35
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................
38
A. Sejarah Singkat MMHC ...................................................................... ..
38
1. Latar Belakang MMHC...................................................................
38
2. Visi dan Misi MMHC......................................................................
39
B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ..............................................
40
1. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba .............................................
40
2. Pendidikan Agama Islam dalam Proses Rehabilitasi di MMHC.....
45
C. Analisis Hasil Temuan........................................................................ ...
63
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................
69
A. Kesimpulan ...................................................................... ....................
69
B. Saran .....................................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
71
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Hal
TABEL 3.1
Pembinaan spiritual menjadi wadah mengenal Islam .................
TABEL 3.2
Pembinaan spiritual menjadi sarana untuk mendekatkan diri
57
pada Allah ....................................................................................
58
TABEL 3.3
Pembinaan spiritual tidak membuat pasien pulih .......................
58
TABEL 3.4
Pembinaan spiritual membuat pasien terbiasa beribadah ............
59
TABEL 3.5
Pasien menjadi sadar akan dosa yang telah diperbuat .................
59
TABEL 3.6
Kegiatan keagamaan hanya membuang waktu saja ....................
60
TABEL 3.7
Iman menjadi benteng ada keinginan untuk mengkonsumsi
narkoba kembali.................................................................
TABEL 3.8
60
Dengan bekal iman dalam hati, pasien menjadi lebih
jernih pikirannya..................... .....................................................
61
Keinginan untuk pulih berasal dari diri sendiri ...........................
61
TABEL 3.10 Tidak adanya hubungan pemulihan dengan ibadah.....................
62
TABEL 3.11 Lantunan ayat al Quran dan dzikir memberi kedamaian............ .
62
TABEL 3.12 Keluarga tidak mendukung dalam proses pemulihan .................
63
TABEL 3.13 Peran Ustad (terapis) dalam memotivasi pasien untuk pulih.....
63
TABEL 3.9
TABEL 3.14 Pasien merasa tertekan di Madani karena terlalu banyak
kegiatan agama..................................................................
64
TABEL 3.15 Pasien selalu berdoa setelah sholat agar segera pulih...............
64
TABEL 3.16 Melaksanakan ibadah karena diperintah oleh ustad...................
65
TABEL 3.17 Muhasabah merupakan sarana untuk introspeksi atas
kesalahan yang pernah diperbuat..........................................
.
65
TABEL 3.18 Pembinaan agama mendorong pasien untuk terbiasa beribadah. .
66
TABEL 3.19 Tekad dari dalam diri sendiri lah yang utama dalam
Proses pemulihan..................................................................
TABEL 3.20 Pasien melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri....
xi
66
67
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi salah satu masalah yang penting bagi kehidupan suatu
bangsa, karena hal tersebut pendidikan mendapat perhatian dari berbagai lapisan
elemen, baik dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan sekolah. Untuk itu
pemerintah melakukan usaha dan upaya untuk memantapkan pembangunan di
bidang pendidikan Nasional. Sebab pendidikan itu sendiri merupakan kebutuhan
yang pokok bagi setiap bangsa. Dengan pendidikan diharapkan terciptanya
manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan
terampil agar nantinya dapat membangun kemajuan suatu bangsa.
Hal ini sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang
Sisdiknas yang bertuang pada Bab II pasal 3, ditegaskan bahwa “Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab”. 1
Tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang tersebut sesuai dengan
pendapat Hasan Langgulung yang dikutip oleh Ramayulis tentang pendidikan
Islam yaitu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”.2
Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional ataupun pendidikan Islam
sama-sama berupaya mengarahkan generasi muda pada keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan perkembangan jasmani dan rohani untuk terciptanya
generasi muda yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan terampil
dalam membangun Indonesia. Karena pemuda dalam setiap bangsa adalah tulang
punggung yang menjadi unsur penggeraknya sehingga tidak ada suatu bangsa pun
1
Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
(Bandung: Citra Umbara, 2003), hal.7
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kalam Mulia, 2013), cet.10, h.36
1
2
yang mampu bangkit kecuali di atas pundak para pemudanya. Ketika pemudanya
menjalani berbagai aktivitas yang positif, maka kedepan akan kita saksikan
bangsa ini akan menjadi sebuah bangsa yang maju, besar dan berperadaban
Namun, saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan.
Seakan-akan fenomena ini sudah tidak dapat dibendung lagi. Generasi muda yang
diharapkan meneruskan untuk membangun negeri ini justru masuk dalam jajaran
manusia yang amoral.
Salah satu permasalahan terbesar di negara ini adalah maraknya
penyalahgunaan narkoba. Dari data BNN Januari tahun 2009, di Indonesia, kasus
narkoba juga membuat khawatir berbagai pihak. Berdasarkan latar belakang
pendidikan, penyalahguna narkoba yang berlatar belakang pendidikan SD sekitar
10,6 %, kemudian tingkat SMP sekitar 22,9%, tingkat SMA sekitar 63,1%, dan
tingkat perguruan tinggi sekitar 3,4%.3
Sangat memprihatinkan melihat kenyataan yang terjadi saat ini. Mereka
calon generasi penerus justru terjerumus dalam bayangan obat yang sangat
berbahaya. Akibat penyalahgunaan narkoba, tidak hanya berpengaruh terhadap
kesehatan fisiknya, tapi perkembangan mental-emosional dan sosial penyalahguna
juga terhambat. Bahkan ia mengalami kemunduran perkembangan. Menurut BNN
akibat terhadap mental-emosional “contohnya antara lain sikap acuh tak acuh,
sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan,
hubungan dengan keluarga dan sesama terganggu. Terjadi perubahan mental
diantaranya gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide
paranoid, dan gejala parkinson”.4
Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia
menunjukkan “sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia merupakan pemakai
narkoba. Berarti sekitar 3,2 hingga 3,6 juta penduduk Indonesia berkutat dengan
penyalahgunaan zat-zat terlarang tersebut. Dari angka itu, sekitar 15 ribu orang
3
BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h.
4
BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta: BNN),cet. II,
36
hlm 41
3
harus meregang nyawa setiap tahun karena memakai narkoba. Tak kurang dari 78
% korban yang tewas merupakan anak muda berusia antara 19-21 tahun”.5
Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani serius dan menjadi
tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan pemuda akibat
penyalahgunaan narkoba. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber
daya manusia bagi bangsa.
Menurut Nashih Ulwan, narkoba merupakan obat yang merusak
kehidupan, salah satunya fisik. Para dokter dan pakar kesehatan telah
menyatakan bahwa minuman keras dan narkoba dapat menyebabkan penyakit
gila, melemahkan daya ingat, mengganggu syaraf dan pencernaan,
melumpuhkan ketajaman berpikir, menghilangkan selera makan, melemahkan
daya seksual, membekukan jaringan dan urat-urat darah serta penyakit
berbahaya lainnya.6
Penyebab penyalahgunaan narkoba ini salah satunya karena lunturnya
nilai-nilai keagamaan dalam diri manusia. Menurut Jalaluddin, “Kebudayaan
dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekular yang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan jiwa keagamaan, khususnya di kalangan generasi muda”.7
Pola pikir generasi muda di kehidupan global ini sedikit demi sedikit terpengaruh
oleh nilai sekular dalam kehidupan keagamaannya. Sehingga kemudian tanpa
disadari, mereka mulai melupakan aturan agama.
Menurut Akhmad Taufik, akibat proses sekularisasi hidup terasa menjadi
hampa dan tidak bermakna jika tidak bergelimang harta. Selain itu, muncul
tanda-tanda kehancuran nilai dan moral, yaitu meningkatnya tingkat
hubungan seks di luar pernikahan dengan menjamurnya tempat-tempat
pelacuran, orang tua memperkosa anaknya, kakek memperkosa cucunya,
tingginya tingkat perceraian, tingginya kejahatan dan penyalahgunaan
narkoba, dll.8
Lunturnya nilai-nilai keagamaan membuat manusia menjadi tak bermoral.
Mereka mulai melupakan tujuan utama hidup di dunia ini. Tujuan hidup beralih
5
BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h.
21
6
Syeikh Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia, (Jakarta: PT
Ikrar Mandiriabdi, 2012), jilid 3 hlm.27-28
7
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.13, h.236
8
Akhamd Taufik,dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2005), h.47-48
4
pada berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan dunia. Ketika terpuruk,
karena jauh dari nilai agama, mereka mencari obat-obat penawar depresi, salah
satunya narkoba.
Syariat Islam dengan tegas dan jelas menetapkan bahwa minuman keras
dan narkoba hukumnya haram. Karena hal itu merupakan perbuatan setan,
sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:90-91 :
          
     
    
             
)19-19:‫ )املاء ده‬ 
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) minuman keras
(khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran (meminum) minuman keras (khamar) dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (mengerjakan) salat. Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan-perbuatan setan itu)” (Q.S.
Al Ma’idah:90-91)
Ada dua tahapan yang dapat dilakukan sebagai solusi, yaitu pencegahan
dan pengobatan. Pencegahan agar korban penyalahguna narkoba tidak bertambah
banyak, dan juga pengobatan diberikan pada mereka yang sudah menjadi korban
penyalahgunaan narkoba.
Setelah mengetahui penyebab penyalahgunaan narkoba karena lunturnya
nilai keagamaan, maka dalam pencegahan maupun pengobatan perlu memasukkan
nilai-nilai keagamaan. Pengobatan terhadap korban penyalahguna narkoba salah
satunya dengan rehabilitasi.
Pembinaan pecandu narkoba saat ini telah banyak ditangani oleh berbagai
lembaga, termasuk Yayasan Madani Mental Health Care. Madani Mental Health
Care adalah panti rehabilitasi korban narkoba yang berada dibawah naungan Prof.
5
Dadang Hawari. Lembaga ini sedikit berbeda dengan lembaga rehabilitasi lainnya.
Karena selain memulihkan dari segi medis, MMHC ini mengunakan terapi
psikiatri, sosial dan juga menanamkan spiritual/ nilai-nilai keagamaan.
Menurut Prof. Dadang Hawari, tujuan menanamkan nilai-nilai keagamaan karena:
Setiap orang, apakah ia orang yang beragama atau sekuler sekalipun
mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohaniaan (spiritual meeds).
Setiap orang membutuhkan rasa aman, tentram, terlindungi bebas dari rasa
cemas, depresi stres dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama, kebutuhan
rohani ini dapat diperoleh lewat agama, namun bagi mereka yang sekuler
menempuh lewat penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol atau berbagai zat
yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketergantungan dengan segala
dampaknya.9
Berpijak dari hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan
mengkaji lebih dalam tentang peranan pendidikan agama Islam yang diberikan
kepada pecandu narkoba dalam proses rehabilitasi. Sehingga penulis mengambil
judul penelitian “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI MADANI MENTAL
HEALTH CARE”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan terutama
pada generasi muda yang diharapkan untuk meneruskan pembangunan
bangsa ini
2. Arus globalisasi yang semakin gencar perlahan mempengaruhi sikap
keberagamaan masyarakat. Masyarakat mulai melupakan nilai-nilai agama
3. Lunturnya agama membuat hidup manusia menjadi tidak beraturan dan
menjadi penyebab kehancuran hidup manusia itu sendiri.
9
Ibid, h. 22
6
4. Korban penyalahgunaan narkoba semakin meningkat, yang berujung pada
kematian. Sekitar 78 % korban yang tewas merupakan anak muda usia 1921 tahun
C. Pembatasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yang erat
kaitannya dengan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama Islam yang dimaksud adalah seluruh pendidikan
agama Islam yang diterapkan di Madani yang dijalani oleh pasien
pecandu narkoba sebagai salah satu bentuk pembinaan dalam rehabilitasi
pecandu narkoba
2. Proses Rehabilitasi di Madani Mental Health Care adalah proses
pemulihan yang terdiri dari terapi medis, terapi psikoterapi, terapi sosial
dan
terapi
spiritual
dengan
tujuan
memulihkan
pasien
dari
ketergantungan narkoba
3. Pasien pecandu narkoba dalam penelitian ini adalah pasien yang
beragama Islam yang mengikuti proses rehabilitasi pecandu narkoba di
Madani Mental Health Care, Jakarta Timur.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka
masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peranan
pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi korban narkoba di Madani
Mental Health Care?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan:
untuk mengetahui bagaimana peranan pendidikan Agama Islam dalam dalam
merehabilitasi korban narkoba di Madani Mental health Care
7
2. Manfaat Penelitian
a. Diharapkan menambah informasi tentang peranan pendidikan agama
Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba, dan juga menambah
khazanah keislaman serta membuka wawasan baik bagi peneliti maupun
pembaca.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan atau masukan dalam
pembuatan kebijakan, khususnya Madani Mental Health Care, sehingga
pelaksanaan terapi dengan pendidikan agama Islam pada korban
penyalahgunaan narkoba bisa lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai
yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat.
c. Sebagai pertimbangan bagi orangtua, tokoh agama dan tokoh
masyarakat dalam mendidik anak-anak dan remaja agar tidak terjerumus
kembali dalam dunia narkoba.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah “Proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan
dan cara mendidik”.1
Pendidikan dalam UU Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
sisdiknas adalah “ Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi
dirinya, masyarakat dan negara”.2
Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah usaha mengembangkan
seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.”3
Abdul Rahman An-Nahlawi mengartikan pendidikan “merupakan kegiatan
yang betul-betul memiliki tujuan, sasaran, dan target”.4
Dengan demikian, pendidikan adalah proses bimbingan yang diberikan
secara sengaja oleh pendidik melalui upaya pengajaran dan pelatihan terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju kedewasaan, sehingga
terbentuklah kepribadian utama yang berguna bagi peranannya dimasa yang akan
datang.
Jika pendidikan disandarkan pada kata agama Islam, “Pendidikan agama
Islam” atau “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998), h.667
2
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2013), hal. 2
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.38
4
Abdul Rahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat,(Bina Insani Press, 1995),h.21
8
9
pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang
berdasarkan Islam.
Pendidikan Islam menurut Zakiyah Darajat adalah “Suatu usaha untuk
membina dan mengasuh pesrta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran
Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.5
Sedangkan menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam adalah “Upaya
membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara
sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilanilai ajaran Islam.”6
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama
Islam atau pendidikan Islami merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik
dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan
yang telah dikumpulkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di
Indonesia mempunyai landasan yang kuat.
Sebagaimana yang di kemukakan oleh Abdul Majid, “Dasar pendidikan
Islam dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a. Dasar Yuridis/Hukum,
b. Segi Religus,
c. Aspek Psikologis”.7
5
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h.130
6
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
cet.7, h. 292
7
Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h
h.132-134
10
Keterangan ketiga tujuan tersebut adalah:
a. Dasar Yuridis/Hukum
Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
1) Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan
Yang Maha Esa
2) Dasar Struktural/Konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam bab XI pasal 29
ayat 1 dan 2 yang berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
b. Segi Religus
Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan
merupakan perwujudan ibadah kepadaNya. Dalam al Qur’an banyak ayat yang
menunjukkan perintah tersebut, antara lain:
1) QS. An Nahl:125
            
:‫ )سورة النحل‬            
)522
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.(Q.S. An Nahl [16]: 125)
2) QS. Al Imran:104
           
)501:‫ (سورة العمران‬   
11
“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al Imran [3]:104)
3) Al Hadis :
)1463 :‫َب ِلّ ُغ عنِّى َولَوْ آيَة(رواه البخارى‬
“Sampaikanlah
ajaran
kepada
orang
lain
walaupun
hanya
sedikit.”(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 3641)
c. Aspek Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini, dkk semua
manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut
agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang
mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung, dan tempat
mereka memohon pertolonganNya. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya
kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa.
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa hati membuat hati tenang dan tentram
dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Islam menghendaki manusia dididik agar mampu merealisasikan tujuan
hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia
itu adalah beribadah kepada Allah. Ini diketahui dar‫ ه‬ayat 56 surat al-Dzariyat:
)23 :‫ (سوراة اذلاراي ت‬      
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”(Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56
Pendidikan Agama Islam menurut Abdul Majid mempunyai maksud dan
tujuan, yaitu :
Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta
12
didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara,
serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 8
Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islami
adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.9
Aspek tujuan pendidikan Islam menurut Ramayulis meliputi empat hal,
yaitu:
a. Tujuan Jasmaniah (Ahdaf al Jismiyyah)
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia muslim
yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki keterampilan yang
tinggi.
b. Tujuan Rohaniah (Ahdaf al Ruhyyah)
Tujuan ini dikaitkan dengan kemampuan manusia menerima agama
Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai
moralitas yang diajarkanNya dengan mengikuti keteladanan Nabi
Muhammad SAW
c. Tujuan akal (ahdaf al aqliyyah
Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia yang
berada dalam otak sehingga mampu memahami dan menganalisis
fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini
d. Tujuan Sosial (Ahdaf al Ijtima’iyah)
Pendidikan menitikberatkan perkembangan karakter-karakter yang unik,
agar manusia mampu beradaptasi dengan standar masyarakat bersamasama dengan cita-cita yang ada padanya. 10
Ahmad Tafsir mengatakan tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Untuk
menjadi manusia yang sempurna. Adapun ciri manusia sempurna adalah
jasmaninya sehat dan kuat, akalnya cerdas serta pandai dan hatinya penuh iman
kepada Allah”. 11
Tujuan Pendidikan Islam menurut Alisuf Sabri, “yaitu membentuk
kepribadian muslim atau insan kamil yang beriman, berakhlak, berilmu, dan
berketerampilan yang senantiasa berupaya mewujudkan dirinya dengan baik
8
Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), cet. 3 h.135
9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami (Bandung: PT Rosdakaya, 2012), h.64
10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h. 222-225
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.63
13
secara maksimal guna memperoleh kesempurnaan hidup karena didorong oleh
sikap ketakwaan dan penyerahan diri kepada Allah agar memperoleh ridhoNya.”12
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan secara
Islami adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan mengenai
Islam dan juga membentuk akhlakul karimah agar menjadi muslim yang cerdas.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam sebagai ilmu dan amaliyah mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas yang dijadikan landasan spiritual, dan bila dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari, maka kehidupan manusia akan baik.
Adapun urutan prioritas pendidikan Islam dalam upaya pembentukan
kepribadian muslim menurut Zuhairini adalah
a. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT,
b. Pendidikan akhlakul karimah,
c. Pendidikan ibadah13
Menurut Muhammad Daud, “Ruang lingkup pendidikan agama Islam
terdiri atas akidah, syariah, dan akhlak.” 14
Sedangkan menurut Zakiah Darajat, “ruang lingkup pengajaran pendidikan
agama Islam meliputi pengajaran keimanan, pengajaran akhlak, pengajaran ibadat,
pengajaran fiqh, pengajaran ushul fiqh, pengajaran qiraat qur’an, pengajaran
tafsir, pengajaran ilmu tafsir, dan pengajaran hadis.”15
Walaupun dari ketiga pendapat tersebut terdapat perbedaan mengenai
ruang lingkup pendidikan agama Islam, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
pendidikan agama Islam antara lain ketauhidan (keimanan), akhlak (tingkah laku
seorang muslim dan muslimah), syariah (termasuk ibadah sehari-hari).
5. Metode dan Teknik Pendidikan Agama Islam
Samsul Nizar mengutip pendapat Hamka yang membagi metode
pendidikan Islam kepada empat macam metode, yaitu:
12
Alisuf Sabri, Ilmu Penddikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 109
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.5, h.155-158
14
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h. 133
15
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2008), cet.4, h. 63-101
13
14
a. metode diskusi
b. metode darmawisata
c. metode eksperimen
d. metode resitasi atau assignment (pemberian tugas) 16
Keterangan keempat metode tersebut sebagai berikut:
a. Metode diskusi
Diskusi merupakan proses saling bertukar pikiran antara dua orang atau
lebih. Melalui proses ini, kedua belah pihak akan saling berdialog dan
mengemukakan pandangannya secara argumentatif. Proses ini dilakukan dengan
penuh keterbukaan dan persaudaraan. Tujuan utamanya adalah mencari kebenaran
b. Metode darmawisata
Metode ini dimaksudkan agar tumbuh kepekaan sosial pada peserta didik.
Seorang pendidik bisa mempergunakan metode darmawisata untuk mengenalkan
peserta didik pada realitas lingkungannya secara dekat dan konkret.
c. Metode eksperimen
Melalui eksperimen, peserta didik akan diformulasi untuk melakukan
serangkaian observasi dan latihan-latihan yang berfungsi untuk memperkaya
pengalaman mereka terhadap materi (teori) ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
Melalui pendekatan metode eksperimen secara langsung terhadap objek yang
dipelajari, maka peserta didik akan memperoleh pengalaman langsung terhadap
berbagai fenomena sosialnya
d. Metode resitasi atau assignment (pemberian tugas)
Agar peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanat yang
diberikan kepadanya, maka pendidik dapat melakukan pendekatan dengan
menggunakan metode resitasi, yaitu memberikan sejumlah soal-soal pendidikan
untuk dikerjakannya secara baik dan benar.
Sedangkan metode pendidikan Islam menurut Ramayulis dibagi kepada
sepuluh, yaitu : “(a) Metode Ceramah, (b) Metode Tanya Jawab, (c) Metode
Diskusi, (d) Metode Pemberian Tugas, (e) Metode Demonstrasi, (f) Metode
16
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008),h.178-180
15
Eksperimen, (g) Metode kerja kelompok, (h) Metode kisah, (i) Metode Amsal, (j)
Metode Targhib dan (k) Tarhib."17
Adapun teknik mengajar menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh
Ramayulis, terdiri dari:
a. Mendidik melalui keteladanan
b. Mendidik melalui kebiasaan
c. Mendidik melalui nasihat dan cerita
d. Mendidik melalui disiplin
e. Mendidik melalui partisipasi
f. Mendidik melalui pemeliharaan18:
Penggunaan teknik dan metode dapat digunakan bersama-sama atau saling
menunjang. Misal mendidik melalui disiplin akan lebih efektif
bisa diikuti
dengan cara keteladanan.
e. Fungsi Agama
Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam
kehidupan manusia. Menurut Bambang Syamsul Arifin , potensi tersebut adalah:
1. Hidayat al ghariziyyat (naluriah)
2. Hidayat al Hissiyat (inderawi)
3. Hidayat al aqliyyat (nalar)
4. Hidayat al Diniyyat (agama)”19
Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi fitrah yang dibawa
sejak lahir. Bambang Syamsul Arifin menyatakan tentang fungsi agama dalam
kehidupan individu:
Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada
potensi yang dimilikinya itu. Agama dalam kehidupan individu berfungsi
memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa sukses, dan rasa
puas. Perasaaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat.
17
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h..280-286
Ibid. h.287-290
19
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h.145
18
16
Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik, juga
merupakan harapan.”20
Hampir sama dengan Bambang S, Jalaluddin pun berpendapat bahwa :
Fungsi agama sebagai motivasi dan harapan. Agama berpengaruh sebagai
motivasi dalam mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan
maupun berkorban, sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku
jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Dan harapan mendorong
seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa.
Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari
keyakinan terhadap agama.21
f. Peranan Agama Islam
Agama tampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Pengingkaran manusia terhadap agama menurut Jalaluddin “dikarenakan faktorfaktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan
masing-masing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan
dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsur
batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Dzat yang gaib.”22
Agama sebagai fitrah manusia telah tercantum dalam QS. Ar Ruum : 30
                
)00 : ‫ (سوراة الروم‬        
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar Ruum [30]:30)
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah.
manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.
Kondisi mental memang sangat menentukan dalam hidup ini. Hanya orang
yang sehat mentalnya sajalah yang dapat merasa bahagia, mampu, berguna dan
20
Ibid
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), cet.13, h.321
22
Ibid. h. 165
21
17
sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau rintangan-rintangan dalam hidup.
Apabila kesehatan mental terganggu, akan tampaklah gejalanya dalam segala
aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan. Maka,
perlu adanya pembinaan mental dengan agama baik sejak kecil maupun ketika
sudah dewasa. Seyogyanya agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan
dalam konstruksi pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi
remaja atau dewasa, tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan
mendorongnya kearah kelakuan-kelakuan kurang baik.
Kehilangan makna hidup menyebabkan manusia mencari jalan sendirisendiri, bertualang tanpa arah. Terus mencari siapa dan apa yang diduga mampu
mengiklankan obat penawar kesepian batin akan dihampiri. Sayangnya agama
sering dipandang hanya sebagai anutan. Padahal potensinya sudah bersemi dalam
batin sebagai fitrah manusia.
Agama memberikan berbagai pedoman dan petunjuk agar ketentraman
jiwa tercapai, dalam al Qur’an banyak sekali ayat-ayat tentang itu. Misal dalam
QS. Ar Ra’du: 28
‫ ) سوراة‬            
)13-13 : ‫الرعْد‬
ّ
“Yaitu orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi
tentram.”(Q.S. Ar-Ra’du[13]: 28)
Apabila ketentraman batin terganggu, orang mungkin menjadi lesu, malas
bekerja, bahkan akan sering merasa sakit. Gangguan itu kadang-kadang
disebabkan oleh karena kegagalan. Gangguan itu kadang-kadang disebabkan oleh
karena kegagalan. Bagi orang yang beriman dan mampu menggunakan
keyakinannya kepada Tuhan dalam menghadapi segala persoalan hidup ia tidak
akan sampai patah semangat, malas atau tersesat. Karena ia yakin di balik
kesulitan pasti ada kemudahan.
18
Ramayulis menyatakan bahwa pendidikan agama sangatlah penting:
Setiap manusia dalam hidupnya menginginkan kebahagiaan dan pada
hakikatnya setiap usaha yang dilakukan oleh manusia adalah dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan tersebut. Secara fisik materil kebutuhan manusia
terpenuhi, namun secara mental spiritual mengalami pendangkalan. Padahal
dimensi spiritual inilah yang mampu menjamin kebahagiaan manusia. Oleh
karena itu maka dalam rangka terlaksananya usaha untuk mewujudkan
kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan agama.23
B. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba
1. Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan zat
adiktif lainnya. Menurut BNN, “narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan
tergolong makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,
berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering
menyebabkan ketergantungan.”24
Sebagian jenis narkoba dapat digunakan, tetapi karena menimbulkan
ketergantungan, penggunaannya sangat terbatas sehingga harus berhati-hati dan
harus mengikuti petunjuk dokter atau aturan pakai. Menurut Lydia Harlina &
Satya Joewana contoh narkoba yang dapat dimanfaatkan di dunia medis
diantaranya: “morfin yang berasal dari opium mentah), petidin (opioda sintetik),
untuk menghilangkan rasa sakit pada penyakit kanker, amfetamin untuk
mengurangi nafsu makan, serta berbagai jenis pil tidur dan obat penenang.
Kodein, yang merupakan bahan alami yang terdapat pada candu, secara luas
digunakan pada pengobatan sebagai obat batuk.”25
Namun dampak negatifnya menurut BNN, “ketika penggunaannya
disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis akan berdampak terhadap
gangguan kesehatan, mental dan sosial. Narkoba disebut berbahaya karena tidak
23
24
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ... h. 151
BNN,Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II,
h.27
25
Lydia Harlina M & Satya Joewana, Pencegahan Dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah, (Jakarta:Balai Pustaka, 2006), h. 5-6
19
aman digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan
peredarannya diatur oleh undang-undang”26
Sebagaimana dalam UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam
pasal 7, bahwa “narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”27
2. Jenis Narkoba
Lydia Harlina & Satya Joewana mengutip penggolongan narkoba
berdasarkan Undang-undang nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. Penggolongan jenisjenis narkoba tersebut antara lain:
a. Narkotika
1) Narkotika golongan I,
2) Narkotika golongan II,
3) Narkotika golongan III,
b.
Psikotropika
1) Psikotropika golongan I
2) Psikotropika golongan II
3) Psikotropika golongan III
4) Psikotropika golongan IV
c. Zat Psiko-aktif lain28
Adapun penjelasan dari jenis narkoba diatas, sebagai berikut:
a. Narkotika. Menurut undang-undang nomor 22 tahun 1997, narkotika di bagi
menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya adalah sebagai
berikut:
26
BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II,
hlm 27
27
BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h.
132
28
dr.Lydia H & dr. SatyaJoewana, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkoba Berbasis Sekolah, Buku Panduan Untuk Guru, Konselor, Dan Administrator, (Jakarta:
BalaiPustaka, 2006), hlm. 6-7
20
1) Narkotika
golongan
I:
berpotensi
sangat
tinggi
menyebabkan
ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi (pengobatan). Contoh:
heroin, kokain, dan ganja. Putaw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.
2) Narkoba golongan II: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan.
Digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin, petidin,
dan metadon.
3) Narkoba golongan III: berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan
dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh kodein.
Masing-masing zat atau obat-obatan tadi jika digunakan dengan benar
melalui saran dan resep dokter memang tidak berbahaya apalagi sampai
menimbulkan ketergantungan. Tapi sayangnya banyak yang menyalahgunakannya
diluar kepentingan medis guna mendapatkan efek-efeknya membuat tubuh dan
perasaan lebih ringan dan santai.
b. Psikotropika. Menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya,
psikotropika terbagi menjadi 4 bagian:
1) Psikotropika golongan I, amat kuat menyebabkan ketergantungan dan
tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi), LSD, dan STP
2) Psikotropika golongan II, kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan
amat terbatas pada terapi: amfetamin, metafetamin (sabu), fensiklidin, dan
ritalin.
3) Psikotropika golongan III, ptensi sedang menyebabkan ketergantungan,
banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital dan flunitrazpam.
4) Psikotropika golongan IV, potensi ringan menyebabkan ketergantungan,
dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam,
fenobarbital, barbital, klorazepam, klordiazepoxide dan nitrazepam
(Nipam, pil KB/koplo, DUM, MG, Lexo, Rohyp, dll)
c. Zat Psiko-aktif lain. Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika
pada kerja otak. Tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan
tentang narkotika dan psikotropika. Yang sering disalahgunakan adalah:
1) Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras
21
2) Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat
pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga.
3) Nikotin yang terdapat pada tembakau
4) Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala
tertentu.
3. Faktor Penyebab penyalahgunaan narkoba
Menurut
Dadang
Hawari,
faktor-faktor
yang
berperan
dalam
penyalahgunaan narkoba diantaranya:
a. Faktor kepribadian (antisosial/psikopatik,
b. Kondisi kejiwaan kecemasan atau depresi,
c. Kondisi keluarga yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan orang tua,
dan hubungan antara orang tua dan anak,
d. Kelompok teman sebaya,
e. Dan Naza-nya itu sendiri, mudah diperoleh dan tersedia di pasaran baik
resmi maupun tidak resmi (easy availability)29
Sedangkan dalam buku BNN, Mencegah lebih baik daripada mengobati,
“faktor penyebab penyalahgunaan narkoba antara lain:
a) Mencari pengalaman yang menyenangkan.
b) Mengatasi stres.
c) Menanggapi pengaruh sosial menjadikan pemakai tampak jantan dan keren.”30
Kadarmanta sedikit berbeda dalam istilah faktor penyebab narkoba. Ia
menggunakan istilah COBA. “COBA yaitu Curiosity (rasa ingin tahu);
mendorong seseorang untuk mencoba-coba sesuatu, Opportunity (kesempatan);
adanya peluang maka ada rasa ingin mencoba-coba. Biological (kondisi biologis);
tidak seimbangnya mentalitas dan kondisi biologis. Availability (ketersediaan);
ketersediaan narkoba membuat rasa ingin mencoba.”31
Dapat ditarik kesimpulan, seseorang menyalahgunakan narkoba, karena
adanya perasaan ingin tahu (coba-coba) pada awalnya, kemudian berakibat
29
Dadang Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bakti Prima Yasa, 1998), h. 149
30
BNN, Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati. (Jakarta: 2007), h.91-92
31
A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media
Utama, 2010), h. 71
22
ketergantungan terhadap narkoba sulit dikendalikan. Selain itu, karena tidak
adanya iman yang kuat, seseorang beranggapan narkoba menjadi solusi yang tepat
atas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi.
4. Akibat penyalahgunaan narkoba
Akibat dari penyalahgunaan narkoba sangat fatal, karena efek narkoba
tidak hanya menimpa penyalahguna, melainkan lingkungan sekitar penyalahguna.
Menurut BNN, ada 4 (empat) aspek yang akan mendapatkan efek akibat
penyalahgunaan narkoba, diantaranya:
a. Bagi Diri Sendiri,
b. Bagi Keluarga,
c. Bagi Sekolah,
d. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara32
Adapun penjelasan mengenai akibat penyalahgunaan narkoba menurut
BNN adalah sebagai berikut:
a. Bagi Diri Sendiri
1) Terganggunya fungsi otak dan perkembangan penyalahguna
2) Overdosis (OD), dapat menyebabkan kematian karena terhentinya
pernapasan (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu).
3) Gangguan prilaku/mental.
4) Gangguan kesehatan: kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh, seperti
hati, jantung, paru, ganjil, kelenjar endokrin, alat reproduksi infeksi
{hepatitis B/C (80%); HIV/AIDS (40-50%)}, penyakit kulit dan kelamin,
kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang.
b. Bagi Keluarga
1) Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, karena barangbarang berharga hilang
2) Keluarga malu melihat salah satu anggotanya menjadi asosial, sikap kasar,
berbohong, hidup semaunya.
32
40-43
BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, h.
23
c. Bagi Sekolah
Siswa penyelahguna mengganggu suasana belajar-mengajar. Mereka
menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain.
d. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara
Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok narkoba. Masyarakat
yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan
pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak
produktif dan tingkat kejahatan meningkat; belum lagi sarana dan prasarana yang
harus disediakan, disamping itu rusaknya generasi penerus.
Senada dengan keterangan diatas, BNN menjelaskan dampak dari
penyalahgunaan narkoba dalam buku yang lain ialah:
a. Bagi tubuh manusia
Dampak langsung bagi jasmani adalah adanya gangguan pada jantung,
hemoprosik, urinarius, otak, tulang, pembuluh darah, endokrin, kulit,
sistem syaraf, paru-paru, gangguan pada sistem pencernaan (dapat
terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HV/AIDS, Hepatitis,
Herpes, TBC, dll).
b. Bagi Kesehatan/mental
Dampak lain pada kejiwaan manusia adalah menyebabkan depresi mental
dan gangguan jiwa berat/psikotik, bunuh diri, melakukan tindak kejahatan,
kekerasan serta pengrusakan.33
5. Pengertian rehabilitasi
Ungkapan bahwa “pencegahan lebih baik daripada pengobatan”, sampai
sekarang masih berlaku, tetapi bagi yang sudah terlanjur terkena atau menjadi
penderita penyakit atau ketergantungan narkoba, pencegahan walaupun lebih baik,
sudah terlambat sehingga bagi mereka yang terbaik adalah pengobatan,
perawatan, dan rehabilitasi baru kemudian pencegahan jangan sampai mereka
kambuh lagi.
Rehabilitasi menurut Kamus Ilmiah Populer, merupakan pemulihan
(perbaikan atau pembetulan); seperti sedia kala; pengembalian nama baik secara
hukum, pembaharuan kembali.34
33
BNN, Pencegahan & Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN), (Jakarta: BNN, 2010), h.59
34
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 404
24
Pengertian rehabilitasi menurut Prof. Dadang Hawari- seorang psikiater,
adalah :
“upaya
memulihkan
dan
mengembalikan
kondisi
mantan
penyalahguna/ketergantungan NAZA (Narkoba) kembali sehat dan psikologik,
sosial, dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi seperti tersebut
diharapkan mereka akan kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari baik dirumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan di
lingkungam sosialnya.35
Jadi, rehabilitasi merupakan tahapan penting bagi pecandu narkoba untuk
lepas dari ketergantungan narkoba. pemulihan ini merupakan proses panjang dan
sering diibaratkan perjalanan dari pikiran(adiktif) ke hati. Program rehabilitasi ini
menurut Kadarmanta dikenal sebagai “koversi hati dan perubahan internal.”36
6. Landasan rehabilitasi
BNN menyatakan, Kewajiban menjalani pengobatan dan perawatan bagi
pecandu narkotika diatur dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika dalam pasal 54, pasal 56, pasal 57, dan pasal 58:
a. Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
b. Pasal 56
(1) Rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang
ditunjuk oleh Menteri
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis
pecansu narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.
c. Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan
Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
d. Pasal 58
Rehabilitasi sosial antan pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh
instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.37
35
Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan
Zat Adiktif) (Jakarta: Penerbit FKUI, 2006), edisi ke-2, cetakan ke-1, h. 132
36
A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media
Utama, 2010), h. 180
37
BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h.
133-135
25
7. Tahapan rehabilitasi
Tahapan utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan
narkoba menurut BNN, yaitu:
a. Tahap detoksifikasi
b. Tahap stabilisasi
c. Tahap rehabilitasi38
Adapun penjelasan mengenai tahapan rehabilitasi adalah sebagai berikut:
a. Tahap detoksifikasi terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome) dan terapi
fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh,
mengurangi akibat putus narkoba serta mengobati komplikasi mental
penderita
b. Tahap stabilisasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan
jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi
sehingga penderita secara bertahap dapat menyesuaikan diri dengan situasi
perawatan dan situasi sosialnya
c. Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan sosial
penderita seperti bersekolah belajar bekerja serta bergaul secara normal
dengan lingkungan sosial selanjutnya.
Menurut BNN proses perawatan dan penderita ketergantungan narkoba
merupakan proses yang panjang mulai dari detoksifikasi, pengobatan dan
pemulihan kondisi fisik, pemberian dukungan psikologis melalui konseling
psikologis, terapiperilaku (behaviour modification) bila penderita menunjukkan
gejala penyimpangan prilaku, intervensi psikiatris rehabilitasi sosial,
rehabilitasi vokasional serta upaya pembinaan lanjutan baik dalam
keluarganya, dilingkungan kerjanya, atau dalam situasi yang sengaja diciptakan
yang disebut therapeutic community. 39
Masih menurut BNN, “perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan
narkoba memerlukan waktu yang panjang, biaya yang besar, fasilitas dan obat
yang memadai serta tenaga profesional yang kompeten.”40
38
BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN,
2004), h. 124
39
BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN,
2004), h. 124
40
Ibid h. 125
26
8. Faktor pendukung keberhasilan
Pengobatan dan rehabilitasi ketergantungan narkoba juga memerlukan
dukungan, perhatian serta keterlibatan orang tua penderita.
Menurut BNN, keberhasilan dan efektifitas program dan rehabilitasi
penderita ketergantungan narkoba ditentukan oleh banyak faktor, seperti
diantaranya sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kemauan kuat serta kerjasama penderita sendiri
Profesionalisme kompetensi serta komitmen para pelaksananya
Sistem rujukan antara lembaga yang baik
Prasarana, sarana dan fasilitas yang memadai
Perhatian dan keterlibatan orang tua atau keluarga
Dukungan dana yang memadai
Kerjasama dan koordinasi lintas propesi yang baik41
C. Kerangka Berfikir
Bambang Syamsul Arifin mengatakan “Allah dengan tegas menerangkan
bahwa ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir (mengingat Allah).” 42
Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam
menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa
sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan
memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna
Sedangkan menurut Dadang Hawari mengenai peranan agama bagi
manusia adalah:
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat negara maju telah kehilangan
aspek spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah
ia seorang yang beragama ataupun yang sekuler sekalipun. Kekosongan
spiritual, kerohanian dan rasa keagamaan inilah yang menimbulkan
permasalahan psikososial di bidang kesehatan jiwa. Sehubungan dengan itu
para ahli kini berpendapat bahwa manusia bukanlah makhluk biopsikososial
semata, melainkan juga biopsikosio spiritual.43
Dalam hal ini pendekatan terapi keagamaan menurut Dadang Hawari
“dalam praktek kedokteran (khususnya psikiatri), bukan untuk tujuan mengubah
41
Ibid, h. 125-126
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h. 156
43
Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h. 13-14
42
27
keyakinan
pasien
mengembangkan
terhadap
kekuatan
agama
yang
dianutnya,
kerohanian/spiritualnya
melainkan
dalam
untuk
menghadapi
penderitaan penyakit.”44
Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa juga
memberikan manfaat. Menurut Dadang Hawari “penderita-penderita yang
diikutsertakan
dalam
berbagai
kegiatan
keagamaan/ibadah/sembahyang,
menunjukkan hasil yang nyata dalam penurunan berbagai gejala-gejala
psikiatrik”45
Jiwa seorang penyalahguna narkoba yang mengalami depresi mental, dan
gangguan jiwa berat/psikotik mencari ketenangan jiwa. Ketika manusia
mengalami kegelisahan, agama memberikan ketenangan batin pada orang tersebut
dengan berdoa dan meminta ampun pada Allah SWT.
Sebagaimana pemaparan Zakiah Darajat, untuk memperkuat jiwa agamanya,
supaya mampu merasa diterima kembali oleh Allah, perlu pendidikan agama
yang lebih serius dan intensif, maka dalam usaha rehabilitasi itu perlu sekali
peningkatan pendidikan agama bagi mereka. Kepada mereka juga perlu diberi
pengertian tentang hukum dan ketentuan agama, yang akan menjamin
keamanan dan ketentraman batinnya.46
Dari uraian di atas, nampak jelas kiranya pendidikan agama Islam
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan
kegiatan antara manusia yang dilakukan secara sadar yaitu untuk membimbing,
mengarahkan, mengajarkan, latihan, pembiasaan pada peserta didik untuk
mengembangkan
kepribadian,
bakat,
kemampuan,
minat
pada
tingkat
kedewasaan.
Dengan demikian, eksistensi agama memang sangat penting dalam proses
rehabilitasi narkoba. Mengingat bahwa para penyalahguna NAZA telah
kehilangan basic spiritual needs, turunnya iman karena permasalahan yang
menimpa, maka untuk mengembalikan basic spiritual needs ini, penyembuhan
pasien narkoba disertai dengan pendidikan keagamaan.
44
Ibid, h.28-29
Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, ... h.19
46
Dr. Zakiah Darajat, Membina nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan
Bintang, 1977), cet.4, h.103-104
45
28
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis mengkaji terlebih dahulu
karya ilmiah yang mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis
teliti. Adapun maksud tinjauan pustaka ini untuk mengetahui permasalahan yang
penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya. Setelah penulis melakukan
suatu kajian pustaka, penulis menemukan beberapa judul skripsi yang hampir
sama dengan judul yang akan penulis teliti. Diantaranya adalah:
1. Judul skripsi “Peranan Keluarga Terhadap Keberhasilan Rehabilitasi
Pengguna Narkoba”, penulis Arif Rahman, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jurusan Antropologi, 2011
2. Judul “Pendekatan Family Support Group dalam Pemulihan Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri
Yogyakarta”,
penulis
Zakiyah
Darojah,
Fakultas
Dakwah,
Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam, 2008
3. Rahmat Hafizulloh-Judul “Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam
Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ien Sawangan Depok”, penulis Rahmat Hafizulloh, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
2011.
Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan diatas
bahwa, penelitian sebelumnya adalah:
Skripsi pertama dan kedua meneliti bagaimana peranan dan support
keluarga dalam proses pemulihan korban penyalahguna narkoba. Dan skripsi yang
ketiga ingin mengetahui bagaimana peranan KH. Muhammad Djunaidi dengan
pendekatan dzikirnya dalam menangani korban penyalahguna narkoba di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini
penulis ingin mencari tahu bagaimana peranan pendidikan agama dalam proses
rehabilitasi di Madani Mental Health Care.
Dalam menulis skripsi ini, tidak ada penelitian yang sama dengan yang
akan penulis teliti, maka dari itu, skripsi ini murni hasil karya penulis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Madani Mental Health Care yang
beralamat di Jl. Pancawarga III Rt. 003/04 No. 34 Cipinang Besar Selatan
Jatinegara Jakarta Timur 13410. Telepon/fax (021) 8578228 – 0816 1342 931
Waktu penelitian berlangsung selama 1 bulan 21 hari. Mulai pada tanggal
1 Juni 2014 sampai dengan 22 Juli 2014.
B. Metode dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah melalui metode
kualitatif.
Metode kualitatif menurut Lexy J.Moleong, “adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”1
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Hadeli,
pendekatan deskriptif adalah “penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, situasi-situasi atau
kejadian-kejadian dan karakteristik populasi”.2
Dengan demikian, kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses
rehabilitasi pecandu narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care.
1
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), cet.32, h.6
2
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2006), h. 63
29
30
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dan
informasi adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan meneliti secara langsung objek penelitian yang ditentukan
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan
penelitian berikut:
1. Penelitian pustaka (library research), yaitu menelaah buku-buku yang relevan
dengan pembahasan untuk informasi dan data mengenai peranan pendidikan
agama islam dan proses rehabilitasi pecandu narkoba.
2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di
Yayasan Madani Mental Health Care, dengan teknik sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam
pendekatan penelitian kualitatif. Observasi merupakan langkah awal yang
dilakukan peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung kegiatan
sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait penelitian. Dalam penelitian ini
ialah semua yang mencakup ruang lingkup sekolah. Hasil observasi ini akan
digunakan untuk sumber data penelitian.
Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian,
yaitu: Place (Tempat), Actor (pelaku) dan Activities (aktivitas).3 Place atau tempat
disini adalah lingkungan rehabilitasi di Madani. Actor atau pelaku disini adalah
terapis atau ustadz. Activities atau aktivitas disini adalah kegiatan rehabilitasi
(pemulihan).
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam
pendekatan penelitian kualitatif. Wawancara ini merupakan langkah kedua setelah
observasi. Dalam wawancara peneliti akan berdialog dengan narasumber yang
terkait penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari
responden dan menilai keadaan responden terkait hal penelitian.
3
Ibid., h. 228
31
Dalam wawancara disini, yang akan diwawancarai ialah terapis atau ustadz
yang merehabilitasi pecandu narkoba, dan juga pasien yang direhabilitasi pecandu
narkoba. Dalam wawancara terdapat pedoman wawancara. Dalam wawancara
disini, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur.
Pedoman wawancara yang digunakan untuk wawancara adalah sebagai
berikut:
1) Wawancara terhadap terapis atau ustadz
yang merehabilitasi pecandu
narkoba mengenai:
a) Mulai diterapkannya kegiatan keagamaan
b) Cara atau metode dalam penerapan kegiatan keagamaan
c) Kendala dalam proses penerapan kegiatan keagamaan
d) Strategi dalam menghadapi pasien pecandu narkoba yang membandel
e) Seberapa besar peranan kegiatan keagamaan (pendidikan agama Islam)
dalam memulihkan pasien pecandu narkoba
2) Wawancara terhadap pasien pecandu narkoba mengenai:
a) Kehidupan sebelum menggunakan narkoba
b) Sebab menyalahgunakan pecandu narkoba
c) Respon pasien terhadap kegiatan keagamaan
d) Motivasi kesembuhan
c. Angket
Kuesioner menurut Suharsimi Arikunto adalah “Sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”4
Dengan menggunakan angket ini penulis ingin mendapatkan data yang
objektif dari responden melalui sejumlah pertanyaan yang telah disediakan.
Angket berfungsi sebagai data penunjang dari wawancara.
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), cet. 12, h.128
32
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Suharsimi Arikunto
dengan kuesioner tertutup, “yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya
sehingga responden tinggal memilih.”5 Angket ini diberikan kepada pasien
pecandu narkoba dan juga alumni pecandu narkoba yang masih ada di Madani
Mental Health Care.
d. Dokumentasi
Adapun dokumentasi yang dimaksud disini ialah dokumentasi berupa fotofoto kegiatan pembinaan santri narkoba di Madani Mental Health Care.
D. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data angket dalam penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa teknik yaitu:
1. Editing
Yaitu meneliti kembali data yang telah dikumpulkan dalam rangka
mengetahui apakah data itu sudah lengkap atau belum, serta melengkapi data yang
kurang. Tujuan dari editing adalah untuk meminimalisir data-data yang kurang
diperlukan dalam penelitian, sehingga proses mengolah data efektif.
2. Tabulating
Tabulating adalah mengolah data dengan memindahkan jawaban yang
terdapat di dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam bentuk tabel frekuensi
yang tujuannya memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah diedit.
Tujuan dari tabulasi untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap
item yang penulis kemukakan. Sehingga tampak jawaban angket yang satu dengan
yang lainnya.
Kemudian, pedoman yang penulis gunakan untuk mencari presentase data
adalah:
P = F x 100%
N
5
Ibid, h.129
33
Keterangan:
P = Prosentasi
F= Frekuensi jawaban responden
N = Jumlah responden
Sebelum membuat tabel frekuensi, maka terlebih dahulu dinilai pada tiaptiap alternatif jawaban angket yang dipilih responden, penulis memberikan skor
setiap pilihan sebagai berikut:
Apabila pernyataan dalam angket bersifat positif, maka skornya sebagai
berikut:
a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 4
b. Pilihan setuju dengan skor = 3
c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 2
d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 1
Sedangkan untuk pernyataan dalam angket bersifat negatif, maka skornya
adalah kebalikan dari skor yang positif, yaitu:
a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 1
b. Pilihan setuju dengan skor = 2
c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 3
d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 4
Adapun jumlah pertanyaan dalam bentuk angket adalah 20 pertanyaan
Kemudian, data yang diperoleh dari hasil wawancara dan juga angket dianalisa
dengan deskriptif analisi yaitu menggambarkan apa adanya, kemudian dituangkan
dengan membuat tabel frekuensi dan dilengkapi dengan prosentase.
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian deskriptif kualitatif, pemeriksaan keabsahan data
dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Lexy Moleong adalah
“teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain”.6
Dengan kata lain triangulasi adalah proses melakukan pengujian kebenaran data.
6
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014) cet.32, h. 330
34
Lexy mengutip pendapat Denzin, triangulasi yang dilakukan biasanya
berupa triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori. 7 Sedangkan menurut
Sugiyono, triangulasi yang dilakukan biasanya berupa triangulasi sumber, teknik
pengumpulan data dan waktu.8
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga triangulasi sebagai berikut:
1. Triangulasi Sumber
Menurut Sugiyono, “triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.”9 Dalam penelitian ini
triangulasi sumber dilakukan dengan mewawancarai tiga orang ustad yang
berperan dalam pendidikan agama Islam, kemudian wawancara dengan santri
narkoba, dan juga pimpinan yayasan Madani Mental Health Care
2. Triangulasi Metode Pengumpulan Data
Metode pemeriksaan keabsahan data berikutnya dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda.10
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa penulis menggunakan empat metode
pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu wawancara, observasi, angket, dan
dokumentasi.
Pertama-tama dilakukan pengumpulan data dengan wawancara terhadap
narasumber. Setelah itu penulis melakukan kegiatan observasi dilapangan untuk
memperoleh data pendukung dan pembanding dari hasil wawancara yang telah
dilakukan. Kemudian dilakukan dokumentasi untuk memperkuat data yang telah
diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dan terakhir, data diperkuat dengan
hasil penyebaran angket kepada para santri narkoba.
3. Triangulasi Waktu
Terkadang data yang diperoleh seorang peneliti ketika melakukan
wawancara atau observasi di lapangan dapat berbeda disebabkan faktor waktu.
7
Ibid, h. 330
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 372.
9
Ibid, h.373.
10
Ibid, h.373
8
35
Wawancara yang dilakukan ketika siang hari dapat menghasilkan data yang
berbeda dengan data wawancara yang dilakukan pada pagi hari. 11 Triangulasi
waktu dilakukan untuk mendapatkan data pembanding yang lebih komprehensif.
Untuk memperkuat data dan mendapatkan data yang lebih handal, maka
dilakukan pula observasi tiga sampai empat kali di hari dan waktu yang berbeda.
F. Analisis Data
Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Lexy Moleong adalah
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori
dan satuan uraian dasar.12
Sementara itu, menurut Sugiyono, analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah
selesai di lapangan. Namun analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.13
Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah model analisis
mengalir (flow model analysis) yang dikemukakan Miles dan Hubarman. Proses
analisis ini melalui empat aktifitas dalam pelaksanaannya. Empat aktifitas tersebut
ialah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan14
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang
penelitian, dengan menggunakan seperangkat instrumen yang telah disiapkan,
guna memperoleh informasi data melalui wawancara, observasi, angket dan
dokumentasi.
Pada
proses
pengumpulan
data,
peneliti
mencatat
dan
mengumpulkan data apa saja yang dianggap penting dan kredibel (dapat
dipercaya). Data yang diperoleh dikumpulkan dan belum mengalami seleksi,
11
Ibid, h.374
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014) cet.32, h. 280
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan kombinasi (Mix Methods),
(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 334-335
14
Ibid. h. 335
12
36
meskipun peneliti sudah memulai mengira-ngira data mana yang penting dan
kurang penting (analisis selama pengumpulan data).
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Menurut Sugiyono, “Inti dari reduksi data adalah menyiapkan dan mengolah data
dalam rangka menarik kesimpulan.”15 Reduksi data merupakan proses berfikir
sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang
tinggi. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah pada temuan. Maka dalam
melakukan reduksi data, peneliti harus memperhatikan hal-hal baru yang didapat
selama proses pengumpulan data.
Reduksi data merupakan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,
mengabstraksikan dan mentransformasi data mentah yang muncul dalam
penelitian di lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis data. Reduksi
data haruslah tajam, ringkas, terfokus, memilih data yang penting dan membuang
data yang tidak penting.16 Dalam penelitian ini, penulis hanya memilih
(mereduksi) data-data yang terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
dalam Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba di Madani Mental Health Care.
3. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data mengalami reduksi, maka langkah selanjutnya adalah
penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data disajikan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.17
Fenomena sosial yang bersifat kompleks dan dinamis terkadang menjadi
penghambat dalam penyajian data. Perkembangan data dapat terjadi setelah
penelitian dilakukan, sehingga peneliti harus terus menguji apa yang telah
ditemukan di lapangan.18
4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions)
Penarikan kesimpulan merupakan aktivitas analisis, di mana pada awal
pengumpulan data, seorang analis mulai memutuskan apakah sesuatu bermakna,
15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 339.
16
Ibid. h. 135
17
Ibid. h. 341
18
Ibid. h. 342.
37
atau tidak mempunyai keteraturan, atau tidak mempunyai keteraturan, pola,
penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proporsi.
Dalam penyajian data harus dapat menjelaskan hasil penelitian dengan
jelas. Penyajian data harus bisa menemukan makna dari data, disusun secara
sistematis supaya diperoleh sajian singkat dan efektif, artinya tidak ada makna
ganda. Sajian data berupa kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf singkat agar
tidak ada kerancuan.19
Dalam analisis yang dikemukakan Miles dan Hiberman, kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat sebagai pendukung. Namun apabila kesimpulan
yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan tetap pada
saat peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.20
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), cet. XI, h. 30.
20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D,(Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 345.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Madani Mental Health Care
1. Latar Belakang MMHC
Kenyataan yang terjadi, para pasien pecandu narkoba mengalami relapse
(kekambuhan), walaupun telah selesai menjalani rehabilitasi. Hasil wawancara
Ust. Darmawan dengan para pasien yang mengalami kekambuhan, mereka tidak
menyukai suasana tempat rehabilitasi yang tidak bersahabat. Akhirnya
Ust.Darmawan membuat konsep tempat rehabilitasi yang nyaman, dan tidak
dengan kekerasan dan juga berbasis masyarakat. Namun konsep tersebut belum
terealisasikan, karena beberapa faktor.
“Suatu ketika, tahun 1999 mantan santrinya (ex-junkies) yang sudah sering
relapse (kekambuhan) dan keluar masuk panti rehabilitasi tapi sulit melepaskan
ketergantungan dari narkoba, datang ke rumah Ust.Darmawan dan tinggal lama di
rumah beliau. Akhirnya beliau bersedia menampung mantan santrinya dengan
tekad dan keberanian.”1Atas keuletan dalam membina santri tersebut dan dengan
dibantu oleh keluarga dan teman-teman, alhamdulillah santri tersebut berhasil
dibina.
Seiring berjalannya waktu, informasi dari mulut ke mulut tentang adanya
rumah ustadz yang berbentuk kost-kostan korban NAZA dengan cepat menyebar.
Banyak orang tua lain yang menitipkan anak-anaknya untuk dapat dibina sampai
berhasil. Sebagaimana hal ini menjadikan tantangan untuk membantu santri
terlepas dari NAZA dan memberikan motivasi dengan didasari landasan agama
agar mereka dapat kembali di kehidupan yang normal dalam arti kehidupan
sebenarnya. Hingga pembinaan pun dikaji ulang dan terus berupaya untuk
menjadi lebih baik. Adapaun pembinaan santri, yang dibantu oleh SDM
(instruktur religi) direkrut dari beberapa panti rehab diantaranya Darul Ihsan,
Wisma Ibrahim, Wisma Ismail dan Rumah Sakinah.
1
Hasil wawancara dengan Ust. Darmawan (pimpinan yayasan Madani), pada tanggal 19
Juli 2014
38
39
Dengan tenaga yang telah memiliki pengalaman dan pembinaan santri,
memadukan dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada baik metode
pembinaan, maupun kekuatan visi dan misi untuk membina para santri.
Sehingga pada bulan Agustus 2003, “tercetuslah ide pembinaan dengan
metode Prof. Dadang Hawari Bio-Psiko-Sosio-Spiritual (BPSS) dengan nama
Yayasan Madani Home Care.”2
Namun, keputusan belum sepenuhnya, karena menunggu restu dari Porf.
Dadang Hawari. Ust. Darmawan sebagai penghubung menyampaikan berita dan
tawaran mereka kepada beliau dan mempresentasikan ide tersebut.
Alhamdulillah gayung pun bersambut, akhirnya pada tanggal 1 september
2003 di RS. Thamrin jam 13.00 WIB, Prof. Dadang Hawari menyetujui metode
Prof. Dadang Hawari, Psikiater “Bio-Psiko-Sosio-Spiritual (BPSS)” digunakan
pada pembinaan di Yayasan Madani Home Care.
Dengan dorongan berbagai pihak mereka memberanikan diri untuk
mendirikan Madani mental health Care (pembinaan berbasis masyarakat atau
community basis), sebagai wujud untuk berperan aktif dalam menyelamatkan
anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan NAZA.
Setelah beberapa tahun berlangsung, akhirnya MHC diajukan ke notaris
agar lembaga ini berbadan hukum. Dengan berbagai perjuangan yang cukup berat,
akhirnya MMHC berhasil memperoleh kelegalan dalam menjalankan lembaga ini.
11 November 2007 yayasan Madani Mental Health Care disahkan oleh negara.
2. Visi dan Misi Madani Mental Health Care
a. Visi
Menyelamatkan dan mengembalikan masa depan dan citra keluarga,
masyarakat, dan bangsa serta meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik.
b. Misi
Melaksanakan usaha pencegahan melalui penyuluhan, bimbingan,
pembinaan
2
Juli 2014
dan
konsultasi
mengenai
bahaya
yang
ditimbulkan
dari
Hasil wawancara dengan Ust. Darmawan (pimpinan yayasan Madani), pada tanggal 19
40
penyalahgunaan NAZA, maupun mengobati serta meningkatkan kualitas hidup
korban NAZA dan penderita Skizofrenia sehingga dapat kembali ke masyarakat
dan lingkungannya secara baik dan benar.
B. Hasil Temuan
1. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba
Program pembinaan dengan metode BPSS dilaksanakan secara terpadu
dan berkesinambungan oleh tenaga-tenaga yang berpengalaman pada bidangnya.
Program pembinaan bagi korban penyalahguna NAZA maupun penderita
SKIZOFRENIA dijalankan melalui beberapa tahap: “dimulai dengan tahap
pertama stabilisasi/detoksifikasi, lalu tahap kedua rehabilitasi dalam jangka 3
(tiga) bulan dan dapat diperpanjang sesuai perkembangan, kemudian program
lanjutan Day Care selama 3 (tiga) bulan serta masuk tahap terakhir kemandirian
selama 3 (tiga) bulan.”3
Dengan beberapa program terapi dalam pembinaan yang berbasis
masyarakat (community base), Yayasan Madani Mental Health Care memakai
sistem terpadu Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (BPSS) metode Prof. Dr. dr. Dadang
Hawari, psikiater.
Penjelasan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual menurut Prof. Dadang Hawari yang
dikutip oleh Samsuludin yaitu:
Perawatan biologik, artinya pendekatan medis. Pasien narkoba atau napza
memerlukan penanganan secara medis dengan obat-obatan psikiatrik.
Psikologis artinya pendekatan kejiwaan dilakukan dengan terapi-terapi
psikologis atau pendekatan kejiwaan baik pasien ataupun keluarga pasien
untuk menyelesaikan masalah kejiwaan mereka. Sosial artinya pendekatan
pemulihan NAPZA dengan berbasis kemasyarakatan (community base),
dengan keterlibatan keluarga dalam proses pembinaan, sehingga pasien dapat
melanjutkan aktifitas lainnya dengan pendampingan satu pasien satu ustadz
pendamping (konselor individu). Spiritual artinya pendekatan keagamaan
untuk menjelaskan pentingnya agama dalam kehidupan (pendekatan fungsi dan
makna ibadah) tanpa adanya unsur paksaan.4
3
Hasil dari dokumen Yayasan Madani Mental Health care
Samsuluddin, “Islam dan Psikoterapi Spiritual (Analisis Terhadap Program Rehabilitasi
Napza di Madani Mental Health Care)”, Tesis pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta: 2013, h. 62, tidak dipublikasikan
4
41
Adapun tujuan program pembinaan di Madani Mental Health Care adalah
“agar mereka para santri (pasien) dapat sehat jasmani, jiwa, meningkatnya
perilaku sosial yang baik dan bertambahnya pemahaman agama”.5 Sehingga
pasien dapat menjalani kehidupan sesuai dengan tahap kehidupannya dalam
keluarga yang bahagia.
Prof. Dr. Dr. H. Dadang Hawari, Psikiater sebagai pembina yayasan ini
menggunakan metode penggabungan antara ilmu kesehatan dan ilmu spiritual.
Menurutnya, “Komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari
penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat
penyembuhan dengan catatan terapi medik diberikan sebagaimana mestinya”6
Adapun tahapan-tahapan pembinaan di Madani Mental Health Care, yaitu:
a. Detoksifikasi/stabilisasi
Terapi medis yang diberikan berupa pemberian obat anti depressant yang
sifatnya non adiktif dan juga obat analgentika (anti nyeri) yang sifatnya non
adiktif dan tidak mengandung unsur opiat atau turunannya.
Menurut Ust.Samsul, Prof.Dadang Hawari pernah menyampaikan, bahwa
proses pembinaan mental pasien Napza harus dilakukan terlebih dahulu proses
detoxsifikasi/stabilisasi. Hal ini didasarkan pada diagnosis awal, bahwa perubahan
perilaku, perubahan emosi, dan pikiran pengguna Napza dilatar belakangi dari
rusaknya susunan syaraf pusat (neurotransmitter).7
Menurut
Prof.Dadang
Hawari,
“metode
detoksifikasi
ini,
tidak
menggunakan obat-obatan yang merupakan substitusi (pengganti) yang masih
merupakan turunan atau sintesis opiat (heroin/morfin), misalnya Methadon,
Buprhrenorphine HCI (subutex), Tramadol HCI (tramal, tradosix) codein dan zat
lain yang sejenis”.8 Karena bila menggunakan substitusi berarti tidak mengobati
dan tidak menyembuhkan, sebab sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel5
2014
6
Hasil wawancara dengan Ust.Samsul (Kepala Rumah Transit), pada tanggal 16 Juni
Dadang Hawari, Integrasi Agama Dalam Pelayanan Medik. Doa dan Zikir
Sebagai Pelengkap Terapi Medik. (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia2009), h.2.
7
Hasil Wawancara dengan Ust. Samsul, pada tanggal 16 Juni 2014
8
Dadang Hawari, Terapi (detoksifikasi) dan rehabilitasi (pesantren) Mutakhir (sistem
terpadu) pasien naza (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lain), (Jakarta: UI-Press, 2008), cet.IV, h.
5
42
sel otak masih tetap terganggu atau dengan kata lain gangguan mental dan prilaku
tetap diderita oleh pasien. Pasien belum dapat diberikan pembinaan, karena pasien
lebih banyak ditidurkan pada fase ini (bukan karena minum obat tidur). Kesadaran
penuh dicapai pada hari kelima atau keenam.
b. Program Transit House
Program Transit House adalah program pembinaan mental yang
dilaksanakan di lingkungan Madani Mental Health Care selama 24 jam x 3 bulan.
Jadi, pasien atau santri narkoba harus berada di rumah transit (rumah kesadaran)
selama 3 bulan penuh.
Di lingkungan pembinaan, para pasien menyebut para konselor, pengajar,
instruktur atau pembina lainnya dengan sebutan atau panggilan ustad. Dan para
pasien, disebut dengan para santri.
Menurut Ust.Samsul, “walaupun masa stabilisasi telah selesai, santri
narkoba tetap melakukan konsultasi medis dengan Prof. Dadang Hawari secara
berkala dan meminum obat yang diberikan secara teratur”.9
Langkah pertama yang dilakukan adalah menumbuhkan rasa nyaman,
penerimaan keterbukaan dan asesmen awal terhadap adiksi pasien serta
menemukan permasalahan dasar yang dialami oleh pasien.
Bulan kedua, pasien yang dinilai sudah memiliki kesadaran penuh dalam
memahami penyakit dan mengerti program pemulihan, diberikan waktu untuk cuti
dengan keluarga. Harapannya keluarga dapat mengevaluasi perkembangan pasien,
sehingga keluarga dapat ikut serta dalam proses pembinaan selanjutnya. Bulan
ketiga pasien yang telah menyelesaikan masalah kehidupannya, disiapkan untuk
program kemandirian mental.
Adapun penerapan program metode BPSS dalam masa program transit adalah:
1) Perawatan medik
Dalam masa program transit, pasien konsultasi dengan dokter Psikiater
dalam 10 hari sekali dengan didampingi oleh konselor. Selain itu, minum obat
secara teratur dalam pengawasan konselor, mengkonsumsi makanan yang bergizi.
9
Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 16 Juni 2014
43
2) Program Psikologis
Program psikologis dilaksanakan dengan konseling individu, tes
psikologis, tes minat dan bakat, dan tes kepribadian yang diarahkan langsung oleh
psikolog.
3) Sosial
Program sosial meliputi peningkatan kemampuan minat dan bakat pasien
dengan berbagai program keterampilan, keterampilan berkomunikasi yang baik
dengan teman, keluarga dan masyarakat, family terapy dan keterampilan
tambahan lainnya.
Pendidikan pilihan yang diberikan di Madani Mental Health Care
mencakup bahasa Inggris, desain grafis, komputer, musik, kaligrafi, handycraft
dan lainnya disesuaikan dengan minat dan bakat pasien.
4) Pendidikan agama
Tujuan pendidikan agama atau terapi religius diberikan untuk menyentuh
satu sisi spiritualitas manusia, mengaktifkan titik ketuhanan dan mengembalikan
santri narkoba pada fitrahnya, darimana ia berasal.
Menurut Ust.Jami, “program keagamaan dijalankan dalam bentuk kajian
keagamaan, praktek ibadah (shalat, baca al Qur’an, puasa, doa, zikir), akhlak dan
tasawuf, fiqh, pengetahuan wawasan Islam, kajian tematik tafsir Napza dan
Skizofrenia, muhadharah, dan tugas aktualisasi diri santri untuk mempimpin
kegiatan keagamaan”.10
c. Day Care (Rumah Kemandirian)
Setelah pasien dievaluasi dari berbagai aspek dan memiliki perkembangan
yang baik dalam masa transit house, pasien dirujuk untuk mengikuti program
rehabilitasi lanjutan, yaitu program Day Care.
Pada program ini, santri diperkenankan memilih waktu dalam satu
minggu, dapat 2-3 hari/pertemuan dalam satu minggu datang untuk mengikuti
program. Tujuan dari program ini adalah untuk menjaga kestabilan mental setelah
10
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
44
program transit, sebelum pasien benar-bnar memiliki kemandirian mental yang
utuh dan sebelum pasien mendapatkan komunitas yang baik dan bersih.11
Sebagaimana diketahui mereka yang baru pulih dan tidak mempunyai
pekerjaan
sangat
rentan atau
beresiko
tinggi
untuk
kambuh
kembali
mengkonsumsi NAZA. Lagipula pada umumnya mereka mengalami kebingungan
menghadapi masa depannya, demikian pula dengan orangtuanya mengalami
kebingungan harus berbuat apa bagi anaknya karena dihantui oleh trauma masa
lalu yaitu ketakutan anaknya kambuh kembali. Atas dasar hal tersebut, maka perlu
ditindak lanjuti dengan program terminal (pasca rehabilitasi), yaitu suatu program
untuk mempersiapkan para santri narkoba untuk dapat kembali melanjutkan studi
maupun sebagai tenaga siap pakai (bekerja).
Santri tidak diwajibkan untuk tinggal di wisma, namun pada waktunya
pelatihan, santri narkoba harus sudah ada di tempat pelatihan.
Menurut Ust.Jami, “pembinaan di tahap ini tidak padat seperti pembinaan
di rehabilitasi. Santri sudah dianggap sudah mandiri untuk mengurus kamarnya.
Namun konsultasi dengan dokter dan meminum obat tetap dilakukan.”12
Adapun program terminal (pasca rehabilitasi) menurut Dadang Hawari,
lamanya sekitar 1-2 bulan, dengan kurikulum mencakup :
1) Kursus intensif (misalnya bahasa arab, bahasa inggris, komputer dan lainnya).
2) Keterampilan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan permintaan tenaga
kerja.
3) Bimbingan belajar.
4) Pendidikan agama intensif, yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotor.
5) Psikoterapi (suportif, dan psiko-edukatif).
6) Dan lain-lain yang terkait.13
d. Forum Silaturahmi (Home care)
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu
program
atau
kegiatan
yang
dapat
diikuti
oleh
mantan
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA (yang telah selesai menjalani tahapan
11
Hasil wawancara dengan Ust. Samsul, pada tanggal 18 Juli 2014
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
13
Dadang Hawari, Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir (Sistem
Terpadu) Pasien Naza, (Jakarta: FKUI, 2008), h. 36
12
45
rehabilitasi) dan keluarganya (ayah dan ibu). Forum silaturahmi ini dijalankan
secara periodik (1-2 kali dalam sebulan ) dan berkesinambungan selama 2 tahun.
Sebagaimana menurut A. Fattah, keluarga merupakan lembaga pendidikan
pertama bagi anak. Sehingga, keluarga harus mampu menampilkan pola prilaku
yang positif.14 Maka dari itu, peranan keluarga dalam proses rehabilitasi ini sangat
diperlukan untuk membantu proses pemulihan dengan mendukung dan juga ikut
serta membentuk lingkungan seperti di tempat rehabilitasi. Agar ketika santri
narkoba tersebut kembali ke rumah, suasana rumah dengan suasana di tempat
rehabilitasi tidak berbeda, sehingga mantan penyalahguna tersebut merasa
nyaman.
Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini menurut
penuturan Ust.Harid adalah “untuk memantapkan terwujudnya rumah tangga/
keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius, sehingga dapat
memperkecil kekambuhan penyalahgunaan/ketergantungan NAZA”.15
2. Pendidikan Agama Islam dalam proses Rehabilitasi
Pasien atau santri narkoba mendapat pendidikan agama sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing. Setelah selesai masa stabilisasi, pasien menetap
di rumah kesadaran (transit house). Santri narkoba terlebih dahulu dibangun
kesadarannya, mengapa ia harus sembuh, diberikan edukasi tentang yang telah ia
lakukan selama ini (menyalahgunakan narkoba) adalah salah. Salah satu cara
menumbuhkan kesadaran itu dengan pendidikan agama.
Ust. Jami menuturkan, tujuan diterapkannya pendidikan agama di yayasan
Madani Mental Health Care ini adalah untuk membantu mengembalikan para
santri narkoba kembali pada fitrahnya, yaitu insan yang beragama. Keyakinan
(iman) kepada Tuhan dibutuhkan agar santri narkoba sadar dan meyakini
bahwa narkoba merupakan barang haram yang tentunya dilarang oleh agama.
Agama diharapkan menjadi benteng dalam dirinya saat tawaran atau keinginan
menyalahgunakan narkoba kembali datang.16
14
A. Fattah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang, 2008), h. 221
Hasil wawancara dengan Ust. Harid pada tanggal 22 Juli 2014
16
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
15
46
Sebelum mereka melakukan treatment panjang, mereka diajak untuk
kembali merenung darimana ia berasal, untuk apa ia diciptakan. Santri narkoba
juga diajak untuk mengenal siapa dirinya, bagaimana kehidupannya sebelum ia
mengenal narkoba, siapa keluarganya, dan ketika berada di tempat rehabilitasi,
bagaimana perasaannya. Menurut Ust. Indra, “jika ia tidak memahami dan
mengenal dirinya sendiri, maka pembinaan apapun yang diberikan padanya itu
tidak akan masuk dalam dirinya”.17
a. Materi pendidikan agama
1) Pendidikan Keimanan
Sebelum membiasakan kebiasaan-kebiasaan baik yang lain, santri narkoba
diberikan pendidikan keimanan melalui siraman rohani yang diberikan oleh para
ustadz, dan juga melalui bedah buku Prof. Dadang Hawari.
Siraman rohani menanamkan kembali kepada diri santri narkoba tentang
ajaran Islam atau kepercayaan tentang agama yang hilang dari dirinya. Agama
diturunkan kepada umat manusia untuk memberi kedamaian dan rasa aman dalam
kehidupannya. Dengan pemahaman ini, santri narkoba diajak untuk lebih jernih
dalam menyelesaikan masalah, dan juga santri narkoba diberi arahan mana yang
baik dan mana yang tidak baik.
Menurut terapis MMHC tujuan dari pendidikan keimanan yang menjadi
kajian pokok dalam membangun spiritualitas pasien Napza di Madani Mental
Health Care adalah untuk menemukan tujuan kehidupan yang utama, yaitu Allah
SWT. Dengan harapan santri narkoba dapat mengenal diri, mengenal Tuhannya,
mengenal tujuan dan tugas kehidupannya. Sehingga menjadi dasar untuk
meningkatkan kesadaran diri terhadap fungsinya sebagai manusia, dapat
memaknai dasar-dasar keimanan sebagai kontrol dan solusi dari permasalahan
kehidupan, sehingga menjadi kuat dan tidak tergoda lagi untuk menggunakan
Napza. 18
17
18
Hasil wawancara dengan Ust. Indra pada tanggal 12 Juli 2014
Hasil wawancara dengan ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
47
2) Pendidikan akhlakul karimah
Pendidikan akhlak yang baik salah satunya dengan mengadakan
muhasabah setiap senin malam setelah shalat maghrib.19 Program ini dibimbing
oleh Ust.Samsul, yang mana tempat dilaksanakannya Muhasabah ini di Mushola
MMHC. Menurut ustad Samsul, “tujuan program muhasabah ini adalah pasien
merasa diterima secara spiritual, dengan diampunkannya segala dosa yang pernah
dilakukan dan memberikan harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih
baik.”20
Adapun pelaksanaan muhasabah, terlebih dahulu dibuka oleh pemandu
acara, untuk menjelaskan dan menegaskan pentingnya muhasabah dalam
kehidupan. Selanjutnya membacakan asma al husna, dan fungsinya sebagai
harapan dan tujuan manusia kepada Tuhannya. Untuk menjaga keheningan situasi
ruangan dimatikan lampunya dan mulai terapis menyampaikan instruksiinstruksinya.
Para santri diajak untuk merenungkan bagaimana perilakunya terhadap
orang tua, terhadap orang di sekelilingnya, kesalahan apa yang telah ia lakukan.
Dengan muhasabah ini, santri diajak untuk introspeksi diri. Selain muhasabah,
pendidikan akhlak pun diterapkan dengan sikap teladan dari para ustadznya. Para
ustadz memberikan teladan (contoh) pada santri narkoba, tidak hanya dengan teori
saja. Karena mereka (para ustadz), masing-masing mendapat tugas 3 x 24 jam
menemani santri narkoba selama satu minggu. Sehingga pembiasaan yang
dilakukan oleh para ustadz lebih bisa diterima oleh para santri karena mereka bisa
praktek bersama-sama.
3) Pendidikan Ibadah
Santri narkoba diajak untuk membiasakan diri menjalankan perintah dan
menjauhi laranganNya. Salah satunya membiasakan diri untuk menjalankan
ibadah baik itu wajib maupun sunnah.
19
20
Data dokumen program pembinaan harian santri pada tahun 2013-2014
Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 18 Juli 2014
48
a) Berwudhu
Wudu merupakan kegiatan membersihkan diri dari segala kotoran yang
melekat pada tubuh. Wudhu, biasanya dilakukan dengan mencuci menggunakan
air bersih seluruh anggota tubuh, mulai dari tangan, mulut, hidung, wajah, lengan,
telinga, kepala, dan kaki, lima kali sehari sebelum shalat.
Sebelum melaksanakan shalat, santri dibiasakan untuk berwudhu. Selain
sebelum shalat, santri diajak berwudhu sebelum melaksanakan kegiatan lain,
misalnya bedah buku, hafalan do’a harian dan lain-lain.
Bagi para santri yang belum bisa berwudhu, maka ustad-ustad
membimbing wudhu, mempraktekkan bagaimana tata cara berwudhu.
b) Shalat, doa, dan dzikir
Program ini dipandu oleh Ust. Jami, dilaksanakan setiap waktu shalat.
Program shalat, doa dan dzikir ini adalah kajian yang tidak hanya menjelaskan
praktek ibadah harian, juga menjelaskan makna-makna ibadah dalam kehidupan
dan hubungan antara ibadah dengan kesehatan jiwa dengan buku rujukan karya
Dadang Hawari. 21
Santri diberikan kesempatan untuk adzan dan iqamat secara bergiliran.
Setelah selesai, barulah dilaksanakan shalat berjamaah. Selesai shalat, doa dan
dzikir bersama. Dalam pelaksanaan membacakan doa dan dzikir, pasien diberikan
kesempatan untuk memimpin dzikir dan doa. Jika ada pasien yang belum bisa
membaca huruf Arab, diperbolehkan membaca latinnya, bahkan untuk doa
diperbolehkan untuk membaca artinya saja.22 Ini bertujuan agar mereka yang
diberi kesempatan untuk memimpin, merasa dihargai dan merasa orang-orang di
sekelilingnya menganggap ada.23
Adapun tema-tema yang menjadi program shalat, zikir dan doa
diantaranya: makna thaharah untuk kesehatan, makna shalat untuk istirahat dan
berkomunikasi dengan Allah, makna zikir untuk ketenangan pikiran, makna doa
untuk menumbuhkan rasa optimisme.
21
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
Hasil observasi pada tanggal 16 Juni 2014
23
Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 12 Juli 2014
22
49
Terapis atau ustad menjelaskan fenomena kesalahan dalam melaksanakan
shalat. Bahwa selama belajar sholat yang diajarkan hanya menghafal bacaannya
dan gerakannya, tidak ada unsur kejiwaan apalagi keruhanian yang ikut sholat.
Baru setelah itu, terapis menjelaskan bagaimana sholat yang khusyu. Dilain
kesempatan, terapis menjelaskan gerakan shalat yang tuma’ninah dapat
menambah ketenangan fisik yang nantinya akan mempengaruhi ketenangan jiwa.
Dalam kajian lain, terapis menjelaskan fungsi zikir dan doa untuk
ketenangan dan menumbuhkan rasa optimisme. Pertama, terapis menjelaskan
bahwa tahap kesadaran akan menghantarkan pada kesadaran terhadap kehambaan
dan kesadaran akan kelemahan sebagai manusia. Tanpa adanya kesadaran akan
kelemahan diri, maka kesungguhan dalam berdoa sulit dicapai. 24
c) Kajian al Quran
Program kajian al Quran ini, tidak hanya mengajarkan bagaimana
membaca al Quran dengan baik dan benar, melainkan menjelaskan makna-makna
dan nilai kandungan al Quran yang berhubungan dalam kehidupan.
Menurut Ust.Jami, “program ini terdiri dari baca tulis al Qur’an, tajwid,
tafsir tematik al Quran tentang Napza dan Skizofrenia dan juga hafalan al Quran.
Kajian tematik tafsir Napza dan skizofrenia dilaksanakan setiap pagi setelah shalat
Duha, dipandu oleh Ust. Heria Widya. Program hafalan al Quran di jadwalkan
setelah shalat Subuh oleh Ust. Yanto.”25
Terapis menyampaikan keutamaan orang yang menghafal al Qur’an dari
tinjauan Islam. Bahwa al Qur’an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji
dan mulia. Selain menghafal al Qur’an, para santri juga menghafal asma ul Husna.
b. Metode Pembinaan
Metode pembinaan dan pengajarannya lebih mengedepankan pendekatan
individual daripada klasikal (general) karena didasarkan kepada latar belakang
santri narkoba, masalah yang dihadapi, dan harapan serta cita-citanya.
24
25
Hasil Observasi pada tanggal 18 Juni 2014
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
50
Sebagaimana metode Ramayulis, metode pendidikan di Madani Mental
Health Care adalah:
1) Ceramah
Metode pembinaan dengan nasehat dan penyampaian cerita lebih cocok
dengan teknik ceramah. Karena nasihat yang secara langsung face to face bisa
lebih mengena ke dalam hati seseorang. Misal ceramah ustadz pada para santri,
penyampaian informasi tentang pengetahuan agama, dan lain-lain.
Terapis atau ustad dikelilingi oleh para santri membentuk lingkaran
mendengarkan ceramah atau nasehat dari sang ustad. Sambil diselingi tanya jawab
apabila ada yang tidak dimengerti oleh santri.
2) Metode Tanya Jawab
Selain ceramah, para ustad atau terapis mengadakan tanya jawab dengan
para santri. Metode ini bertujuan untuk menggali pengetahuan santri, Seberapa
jauh mereka menguasai materi.
Metode ini dilakukan secara bergantian, terkadang terapis yang bertanya
kepada santri, dan juga sebaliknya santri yang bertanya. Biasanya digunakan saat
pemahaman mengenai pelaksanaan ibadah, dan lain-lain. Dengan metode ini,
pembelajaran tidak hanya satu arah, tetapi dua arah.
3) Metode Diskusi
Agar santri tidak merasa jenuh dengan kajian-kajian yang diadakan di
MMHC, kajian diselingi dengan metode diskusi. Para santri diberi kesempatan
untuk diskusi mengenai tema tertentu. Sedangkan terapis menjadi fasilitator dan
meluruskan apabila ada yang tidak sesuai.
4) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas salah satunya dengan memberikan kesempatan
pada para santri untuk bertugas sebagai pemimpin. Menjadi muadzin, imam shalat
berjamaah, dan memimpin doa dan dzikir.
5) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi digunakan saat terapis mengajarkan materi yang
bersifat praktikum, misalnya tentang shalat. Terapis sebagai media langsung
mendemonstrasikan bagaimana gerakan-gerakan shalat yang benar, dan tidak lupa
51
menjelaskan makna-maknanya. Materi lain yang memerlukan praktikum misalnya
berwudhu, tayamum dan lain-lain
6) Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar dengan menyuruh murid
melakukan suatu percobaan. Jadi para ustad memberikan kesempatan kepada para
santri untuk bereksperimen. Misal santri di beri kesempatan untuk berwudhu dan
shalat yang ia bisa. Kemudian guru meluruskan apabila ada yang tidak sesuai.
7) Metode kerja kelompok
Santri diberi kesempatan untuk kerja kelompok membahas mengenai tema
yang telah diberikan oleh terapis atau santri.
8) Metode Kisah
Salah satu pendidikan akhlak di MMHC yaitu dengan metode kisah. Kisah
dari Al Qur’an, kisah para nabi, kisah-kisah yang memberikan pelajaran. Para
terapis menceritakan kepada santri tentang kisah-kisah, sedangkan santri
menyimak. Dan juga sebaliknya, para santri diberikan kesempatan untuk
bercerita, sedang terapis dan santri yang lain menyimak.
9) Metode Amsal
Terapis menyampaikan materi pembelajaran dengan membuat atau melalui
contoh atau perumpamaan.
10) Metode Targhib dan Tarhib
Metode targhib dan tarhib adalah cara mengajar dimana terapis
memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap
kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar para santri melakukan kebaikan
dan menjauhi keburukan.
Selain itu, metode ini memberikan pelajaran dengan memberi dorongan
(motivasi) untuk memperoleh kegembiraan dalam kebaikan, misal diberi hadiah.
Dan mendapat hukuman, jika melanggar aturan.26
c. Teknik Pembinaan
Teknik
pembinaan
yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran
diantaranya:
26
HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 77
52
1) Teladan
Dalam menerapkan pendidikan Islam, para ustadz menggunakan metode
teladan. Para Ustadz 3 x 24 jam tinggal bersama para santri. Para Ustadz shalat
berjamaah, dzikir dan doa, dan tidur bersama dengan para santri.
Sehingga para santri bisa melihat dan mengenal kepribadian para ustadz.
Dengan demikian, akhlak yang baik lebih mudah tebentuk dengan metode teladan
ini. Para ustadz berbaur dengan semua santri. Tujuannya agar santri merasakan
kenyamanan tinggal di rumah kesadaran Madani.
2) Kebiasaan
Para santri dengan kesadarannya dibiasakan untuk menjalankan ibadah.
Contohnya dengan pembiasaan shalat berjamaah, dzikir dan doa bersama, dan
lain-lain. Selain itu, para santri dibiasakan untuk belajar menghargai orang lain,
bersahabat dengan santri lain, selalu berkata yang baik, dll. Teknik pembiasaan ini
lama kelamaan, tanpa mereka sadari akan membentuk akhlak para santri. Menurut
Muhammad Sayyid, “jika ditelaah dengan cermat kehidupan keseharian
seseorang, kebanyakan aktivitas tubuh, mental, dan intelektual berdasarkan
kebiasaan-kebiaasaan yang telah terbentuk pada diri melalui pendidikan dan
interaksi dengan lingkungan masyarakat.”27
3) Nasehat dan cerita
Nasehat yang baik bermanfaat untuk jiwa yang tengah haus akan siraman
rohani. Nasehat bermacam-macam, bisa dengan bedah buku, mengambil hikmahhikmah atau nasehat bijak dari penulis buku. Saat-saat tertentu, di Madani
mengadakan bedah buku Prof. Dadang Hawari. Selain itu, pendidikan Islam
dengan metode nasehat ini dilaksanakan dari hati ke hati maupun menyeluruh
untuk semua santri.
Selain bedah buku, metode penanaman nilai-nilai religius di Madani
dengan menyampaikan cerita-cerita atau kisah para nabi. Para Ustadz
menceritakan kisah-kisah dengan sedemikian rupa, sehingga para santri dapat
mengambil hikmah atau pelajaran dari kisah tersebut.
27
Muhammad Sayyid Muhammad, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h. 348
53
4) Disiplin
Sesuatu yang membanggakan, tidak ada salahnya diberikan hadiah. Saat
ada santri yang berprestasi, maka diberi reward atau apresiasi. Salah satu
contohnya adalah Eki (bukan nama sebenarnya) mendapatkan penghargaan karena
dapat menghafal asma’ul husna. 28
Sebaliknya, jika ada santri yang melanggar aturan, tidak mau mengikuti
pembinaan di Madani, santri tersebut diberikan hukuman agar jera. Namun
hukuman disini tidak pada fisik, melainkan pada sesuatu yang mendidik pula.
Misal santri tersebut dihukum untuk menuliskan lafaz istighfar sebanyak 100 kali.
d. Hasil Angket
Setelah memperoleh data dari hasil angket yang telah penulis sebar, lalu
dianalisa dalam bentuk tabel dengan menggunakan teknik deskriptif prosentase
untuk mengetahui bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses
pemulihan pecandu narkoba di Madani Mental Health Care. Dan mengenai
hasilnya, dapat dilihat lebih jelas pada tabel-tabel berikut:
Tabel 3.1
Pembinaan spiritual menjadi wadah mengenal Islam
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
3
25%
2
Setuju
8
66,66%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
N
12
100%
Hal ini menunjukkan bahwa pasien Madani setuju pembinaan spiritual di
Madani Mental Health Care membantu pasien mengenal Islam. Dengan
pembinaan dan pendidikan di Madani, pasien mendapatkan pengetahuan yang
lebih sehingga bisa memahami Islam lebih dalam. Hal ini senada dengan hasil
wawancara dengan para santri narkoba, bahwa “di Madani, mereka mendapat
28
Hasil observasi pada tanggal 22 Juli 2014
54
banyak pengetahuan Islam. Belajar membaca al Qur’an, praktek ibadah,
mendalami sejarah, dan masih banyak lagi”29
Tabel 3.2
Pembinaan spiritual menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Allah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
2
16,66%
2
Setuju
9
75%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dari tabel diatas, hal ini menunjukkan bahwa pasien Madani setuju
pembinaan spiritual di Madani Mental Health Care membantu pasien untuk
mendekatkan diri pada Allah dengan pembiasaan beribadah. Selain itu,
mendekatkan diri pada Allah dengan senantiasa berdzikir dan berdoa.
Tabel 3.3
Pembinaan spiritual tidak membuat pasien pulih
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
1
8,33%
3
Tidak Setuju
10
83,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Dari data diatas, lebih dari setengahnya jumlah pasien Madani tidak
sepakat dengan pernyataan pembinaan spiritual tidak membantu proses
pemulihan. Artinya, para pasien lebih banyak yang setuju bahwa pembinaan
spiritual berperan penting dalam proses pemulihan mereka.
29
Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014
55
Tabel 3.4
Pembinaan spiritual membuat pasien terbiasa beribadah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
9
75%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa para pasien setuju
bahwa kegiatan-kegiatan agama di Madani mental Health Care membantu pasien
membiasakan diri untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan
penuturan para santri narkoba, “pada awalnya mereka merasa sulit untuk sholat,
namun karena dibimbing dan lingkungan yang mendukung, akhirnya mereka
terbiasa untuk sholat berjamaah, berdzikir, membaca al Qur’an, dan lain-lain”.30
Tabel 3.5
Pasien menjadi sadar akan dosa yang telah diperbuat
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
9
75%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien yang
merasa timbul kesadarannya atas dosa yang telah diperbuat berjumlah lebih
banyak dari pada yang tidak setuju dan sangat tidak setuju atas pernyataan
tersebut. Pada umumnya, santri narkoba merasa bersalah atas dosa yang telah
30
Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014
56
diperbuat. “Melalui muhasabah, mereka bersama-sama merenungkan perbuatan
yang telah mereka perbuat. Mereka mengekspresikan perasaan bersalah dengan
bermacam-macam. Namun setelah muhasabah ini, ada perasaan tenang
menyelimuti hati”.31
Tabel 3.6
Kegiatan keagamaan hanya membuang waktu saja
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
1
8,33%
3
Tidak Setuju
9
83,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Dapat diambil kesimpulan, sebagian besar pasien tidak setuju dengan
pernyataan bahwa kegiatan keagamaan di Madani hanya membuang waktu saja.
Intinya, para pasien sepakat, kegiatan keagamaan justru membantu proses
pembinaan.
Tabel 3.7
Iman menjadi benteng ada keinginan untuk mengkonsumsi narkoba
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
10
83,33%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Dapat diambil kesimpulan, bahwa sebagian besar para pasien menyetujui
iman yang kokoh tertanam dalam hati menjadi benteng saat tawaran narkoba
kembali datang.
31
Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014
57
Tabel 3.8
Dengan bekal iman dalam hati, pasien menjadi lebih jernih pikirannya
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
11
91,66%
3
Tidak Setuju
0
0%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dapat diambil kesimpulan, bahwa lebih dari setengah jumlah pasien
menyetujui bahwa mereka tampak lebih tenang setelah mendapat pencerahan dari
para ustad dalam meningkatkan iman mereka.
Tabel 3.9
Keinginan untuk pulih berasal dari diri sendiri
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
9
75%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian, pasien madani rata-rata datang ke Madani melakukan
pembinaan karena adanya keinginan dari diri sendiri untuk pulih. Walaupun ada
beberapa yang merasa terpaksa mengikuti pembinaan di Madani. Menurut hasil
wawancara, para santri narkoba menyatakan “sebanyak apapun tempat rehabilitasi
yang didatangi, dan sebanyak apapun cara untuk melepaskan ketergantungan dari
narkoba, jika tidak diiringi dengan tekad yang kuat ingin pulih, itu akan sia-sia.32
32
Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014
58
Tabel 3.10
Tidak adanya hubungan pemulihan dengan ibadah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
1
8,33%
2
Setuju
1
8,33%
3
Tidak Setuju
9
75%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Pasien lebih banyak yang tidak menyetujui bahwa pelaksanaan ibadah di
Madani tidak berhubungan dengan proses pemulihan. Lebih dari setengah dari
jumlah pasien menyetujui bahwa ibadah memang berpengaruh terhadap proses
pemulihan.
Tabel 3.11
Lantunan ayat al Quran dan dzikir memberi kedamaian
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
4
33,33%
2
Setuju
7
58,33%
3
Tidak Setuju
1
33,33%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian, lebih dari setengah jumlah pasien menyetujui bahwa
lantunan ayat al Quran dan dzikir usai sholat menentramkan jiwa, memberi
kedamaian atas jiwa yang gersang. Para santri narkoba merasakan ketenangan saat
setelah membaca ayat suci al Qur’an. Selain itu, mendengarkan ayat suci al
Qur’an pun membuat jiwa mereka damai, ditambah dengan berdoa meminta
segera pulih dan sehat jasmani rohaninya.
59
Tabel 3.12
Keluarga tidak mendukung dalam proses pemulihan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
1
8,33%
3
Tidak Setuju
8
66,66%
4
Sangat Tidak Setuju
3
25%
12
100%
Jumlah
Peran keluarga ikut serta dalam proses pemulihan, keluarga diharapkan
untuk menciptakan iklim yang sama seperti di Madani, salah satunya ikut serta
melakukan ibadah. Dengan melihat hasil angket tersebut, terlihat bahwa keluarga
ikut mendukung dalam proses pemulihan. Madani Mental Health Care berupaya
mengikutsertakan peran keluarga. Karena, keluargalah yang akan mendorong dan
memotivasi santri narkoba untuk segera pulih.
Tabel 3.13
Peran Ustad (terapis) dalam memotivasi pasien untuk pulih
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
2
16,66%
2
Setuju
7
58,33%
3
Tidak Setuju
2
16,66%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33 %
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran ustad (terapis) sangat
penting dalam mengembalikan percaya diri pasien, memotivasi pasien untuk
bangkit dan segera pulih. Para konselor yang disebut ustad memainkan peran yang
sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan para santri narkoba. Mereka
juga tidak hanya sebagai pembimbing, tapi juga sebagai motivator, pendorong
untuk para santri narkoba agar segera pulih.
60
Tabel 3.14
Pasien merasa tertekan di Madani karena terlalu banyak kegiatan agama
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
2
16,66%
3
Tidak Setuju
7
58,33%
4
Sangat Tidak Setuju
3
25 %
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien merasa nyaman
mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan di Madani, terutama kegiatan agama.
Tabel 3.15
Pasien selalu berdoa setelah sholat agar segera pulih
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
2
16,66%
2
Setuju
9
75%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai harapan
untuk kesembuhannya. Ia menggantungkan harapannya dalam setiap doa terutama
setelah sholat. Dan dapat disimpulkan, pasien memiliki keyakinan bahwa dengan
ia meminta dalam doanya, Allah menjawab permintaannya. Dalam setiap
kesempatan, para ustad pun menekankan bahwa agar proses pemulihan segera
membuahkan hasil harus diiringi usaha dan doa. Para santri narkoba mengakui,
“setelah melakukan ritual berdoa, timbul ketenangan hati dan harapan taubatnya
diterima dan juga harapan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.”33
33
Hasil wawancara dengan para santri narkoba pada tanggal 16 Juni – 12 Juli 2014
61
Tabel 3.16
Melaksanakan ibadah karena diperintah oleh ustad
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
3
25%
3
Tidak Setuju
8
66,66%
4
Sangat Tidak Setuju
1
8,33%
12
100%
Jumlah
Salah satu faktor yang mendukung untuk pemulihan adalah kesadaran dari
diri sendiri. Jika tidak ada keinginan dari pribadi pasien untuk mengikuti proses
pembinaan, maka proses pemulihan akan terhambat. Melihat hasil angket diatas,
pasien melaksanakan ibadah karena keinginannya. Menurut Ust. Harid, “pada
umumnya, ustad (terapis) tidak memaksakan untuk mengikuti ibadah, pasien
dibina untuk sadar dan merasa butuh untuk melaksanakan ibadah tersebut”.34
Tabel 3.17
Muhasabah merupakan sarana untuk introspeksi atas kesalahan yang
pernah diperbuat
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
10
83,33%
3
Tidak Setuju
2
16,66%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dapat disimpulkan bahwa hampir semua pasien menyetujui bahwa
muhasabah sebagai tempat untuk merenungkan atas perbuatan yang telah
dilakukan.
34
Wawancara dengan Ust.Harid pada tanggal 12 Juli 2014
62
Tabel 3.18
Pembinaan agama mendorong pasien untuk terbiasa beribadah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
11
91,66%
3
Tidak Setuju
1
8,33%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ibadah membantu
pasien untuk terbiasa dalam melaksanakan ibadah. Pembiasaan ini termasuk salah
satu tujuan dari pembinaan, agar pasien tetap imannya, tetap berpegang pada
agama. Sehingga ketika selesai masa pembinaan dan tinggal di luar Madani,
pasien tidak kembali terjerumus dengan pengetahuan agama yang melekat dalam
hatinya.
Tabel 3.19
Tekad dari dalam diri sendiri lah yang utama dalam proses pemulihan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
4
33,33%
2
Setuju
8
66,66%
3
Tidak Setuju
0
0%
4
Sangat Tidak Setuju
0
0%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien setuju faktor utama
dalam proses pemulihan selain pembinaan yang lain adalah tekad dan keinginan
dalam diri sendiri agar segera pulih. Jika dalam pribadi pasien tidak ada keinginan
untuk itu, maka akan menjadi sia-sia proses pembinaan.
63
Tabel 3.20
Pasien melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
1
Sangat setuju
0
0%
2
Setuju
1
8,33%
3
Tidak Setuju
9
75%
4
Sangat Tidak Setuju
2
16,66%
12
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien tidak setuju atas
pernyataan melaksanakan ibadah bukan karena keinginan sendiri. Mereka
melaksanakan ibadah karena keinginan diri sendiri. Dari hasil angket ini, dapat
disimpulkan secara keseluruhan, bahwa peranan pendidikan agama Islam
membantu proses pemulihan pecandu narkoba.
C. Analisis Hasil Temuan
Hasil dari analisis peneliti selama terlibat dalam proses pembinaan,
menilai bahwa “pendidikan agama di Madani Mental Health Care diutamakan, ini
bisa dibuktikan dari jadwal harian, memang selalu disisipkan materi-materi
pendidikan agama Islam.”35
a. Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan Islam menurut di Madani Mental Health Care terdiri
atas pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah.
Pertama, pendidikan keimanan. Program ini dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan dalam upaya meningkatkan rasa kepercayaan diri, menghilangkan
perasaan ketidakberdayaan dan depresi, perasaan bersalah, tidak memiliki tempat
untuk menggantungkan harapan dengan mengaktifkan sisi ketuhanannya.
35
Hasil dari data dokumen jadwal mingguan Madani Mental Health care
64
Sesuai dengan pendapat Dadang Hawari, “bahwa manusia mempunyai
kebutuhan-kebutuhan spiritual, salah satunya
kebutuhan akan pengisian
keimanan dengan selalu mengadakan hubungan dengan Tuhan.”36
Pendidikan keimanan ini mengajarkan keyakinan kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih, Penyayang lagi Pengampun. Sehingga pasien tidak perlu merasa
stres, depresi dan cemas. Untuk menyelesaikan masalah kehidupan, tidak harus
dengan menggunakan narkoba, melainkan dengan berusaha dan memanjatkan doa
kepada Tuhan,Allah SWT.
Menurut Jalaluddin, “sikap pasrah seseorang terhadap kekuasaan Yang
Maha Tinggi, diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga
muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa
dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari
kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk ber-Tuhan”.37
Memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan dapat membantu pasien
dalam mengendalikan prilaku dan pola berpikir. Beribadah secara rutin akan
membantu proses penyembuhan.
Selain kebutuhan akan pengisian keimanan, menurut Dadang Hawari
penyalahguna narkoba
pun membutuhkan bebas dari rasa bersalah dan
38
berdosa” . Rasa bersalah dan berdosa merupakan beban mental bagi seseorang
dan tidak baik bagi kesehatan jiwa. Bebas dari rasa bersalah dan berdosa
merupakan ciri jiwa yang sehat, sebab kedua hal tersebut merupakan gejala bagi
gangguan kejiwaan depresi yang dialami seseorang.
Hampir seluruh pasien narkoba mengakui bahwa “mereka menjadi lebih
tenang setelah mengikuti program Muhasabah.”39 Dengan muhasabah, mereka
merenungkan dan menyesali perbuatan-perbuatan mereka, sehingga mereka tidak
lagi stres, bahkan depresi. Muhasabah juga sebagai media untuk bertaubat, dengan
taubatan nasuha.
36
Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h.495
37
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.13
38
Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h.495
39
Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 12 Juli 2014
65
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan yang dikutip oleh Dadang
Hawari, ternyata “tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stresor psikososial.”40
Pendidikan keimanan, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan atas
makna dan tujuan hidup. Pendidikan keimanan ini pada akhirnya mencapai
kesadaran diri, mengetahui apa yang diyakini dan mengetahui tentang sesuatu
yang memberikan motivasi yang paling dalam bagi dirinya, dan juga kesadaran
akan tujuan hidupnya. Kesadaran terhadap kekuatan yang Maha Besar, perlu
dilanjutkan dengan penerimaan terhadap kondisi masa lalunya, dengan perasaan
diterima yaitu dengan program pertaubatan.
Materi kedua, pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan akhlak dengan
metode dan teknik yang tepat membuat perubahan-perubahan terhadap sudut
pandang para pasien (santri). Pendidikan akhlak dengan mengkaji program
muhadhoroh dan family terapy. Menurut terapis, tujuan dari pendidikan akhlak
adalah untuk memahami fungsi-fungsi dirinya terhadap lingkungannya, baik
keluarga atau lingkungan sosialnya 41. Menurutnya, dengan memahami fungsifungsi akhlak, pasien diharapkan memiliki kepercayaan diri untuk merubah
kepribadian yang negatif menjadi kepribadian yang kuat dan mandiri secara
mental.
Dengan demikian, pasien menjadi nyaman dengan kondisi dirinya dan
nyaman dengan lingkungannya. Kenyamanan dalam diri dan hubungan baik
dengan lingkungannya dapat menjadi motivasi dalam proses pemulihan pasien
narkoba.
Adapun tema-tema yang menjadi program muhadhoroh diantaranya: hak
dan kewajiban terhadap orang tua, sifat syukur dan kebahagiaan hidup, sifat sabar
dan ketahanan hidup, kisah-kisah anak durhaka kepada orang tua, dan lain-lain.42
Pasien diberi kesempatan untuk menemukan pentingnya memiliki kepribadian
40
Dadang Hawari, Panduan Psikoterapi Agama (Islam), (Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI, 2010), h.9
41
Hasil wawancara dengan Ust. Jami pada tanggal 11 Juli 2014
42
Hasil wawancara dengan Ust. Samsul pada tanggal 18 Juli 2014
66
yang baik dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya dan
selanjutnya dihubungkan dengan berbagai permasalahan kehidupan yang
dihadapi.
Materi ketiga adalah pendidikan ibadah. Pendidikan ibadah bertujuan
untuk memahami fungsi-fungsi ibadah dalam kehidupan. Menurut terapis
MMHC, dengan memahami fungsi-fungsi ibadah, pasien diharapkan untuk
menjalankan ibadah bukan karena paksaan, bukan karena kebiasaan tapi karena
kesadaran.
Para santri pun mengakui, “mereka pada umumnya tidak dipaksa untuk
melaksanakan ibadah atau kegiatan lain.”43 Para ustad tidak hanya mengajak
untuk beribadah, tapi mereka menjelaskan makna dari pelaksanaan ibadah
tersebut. Dengan pendekatan seperti itu, akhirnya mereka mau beribadah.
Sejumlah penelitian ilmiah membuktikan, melaksanakan ibadah kepada
Allah mempunyai implikasi terhadap penyakit. Pada umumnya, para santri merasa
lebih sehat dan segar badannya setelah mereka berada di MMHC dan mengikuti
semua program, ternasuk ibadah tersebut.44
Aliah berpendapat, secara ilmiah wudhu mempunyai manfaat untuk fisik
seseorang:
Dengan sifat air yang membersihkan, wudu merupakan prosedur preventif
dalam kesehatan. Air merupakan media penyembuhan yang paling tua, yang
digunakan oleh manusia dan hewan, misalnya untuk menyembuhkan luka,
untuk memberikan relaksasi pada otot, membersihkan tubuh dan jiwa. Air
dapat membantu untuk menghilangkan rasa sakit baik secara fisik maupun
emosi. Seseorang merasa segar ketika membiarkan air membasuh dirinya dan
membiarkan keluar perasaan frustasi, kemarahan, stres yang dialaminya
bersama dengan air, dan merasakan kepasrahan total pada waktu itu. 45
Selain wudhu, pelaksanaan shalat pun memberikan dampak positif
terhadap kondisi fisik pasien penyalahguna narkoba. Sejumlah riset ilmiah
melakukan penelitian atas praktik sembahyang dari berbagai agama, termasuk
Islam. Hasilnya menunjukkan bahwa ritual sembahyang memiliki manfaat fisik
dan psikis.
43
Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 11 Juli 2014
Hasil wawancara dengan santri pada tanggal 12 Juli 2014
45
Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 128
44
67
Hasil penelitian yang dikutip oleh Aliah, Woods dan kawan-kawan(1999)
melakukan penelitian terhadap 106 HIV-seropositiratve pria homoseksual, dan
menemukan bahwa kegiatan religius, seperti sembahyang dan diskusi spiritual,
erat kaitannya dengan peningkatan kekebalan tubuh.46
Selain wudhu, shalat pun mempunyai dampak yang positif terhadap fisik.
Salah satunya dengan sujud. Menurut Aliah, selama sujud, otot dilatih, peredaran
darah meningkat, kapasitas paru-paru dipergunakan. Semua itu akan mendorong
kesehatan fisik. Hal ini juga berpengaruh terhadap kesehatan mental yang lebih
baik, bukan hanya karena keggiatan fisiknya, melainkan karena proses spiritual
juga.47
Selain shalat, santri narkoba dianjurkan untuk berdoa dan berzikir kepada
Allah. Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, menurut Dadang Hawari, doa dan
zikir mengandung psikoterapeutik yang mendalam. Kemudian dari segi
psikologis, doa dan dzikir mengandung kekuatan spiritual yang membangkitkan
rasa percaya diri dan rasa optimisme.48 Dua hal ini yaitu rasa percaya diri dan
optimisme merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu
penyakit disamping obat-obatana dan tindakan medik lainnya.
Dengan demikian, program pelaksanaan ibadah memberikan dampak yang
positif terhadap proses pemulihan pasien.
b. Metode Pendidikan Agama Islam
Metode pendidikan agama Islam yang diterapkan di Madani Mental Health
Care cukup bervariasi, sehingga santri narkoba sebagai peserta didik tidak merasa
jenuh. Hampir sebagian santri narkoba senang terhadap materi kisah-kisah, yaitu
kisah para nabi, kisah yang inspiratif, yang dapat menginspirasi mereka untuk
memperbaiki diri.
Metode demonstrasi juga bisa dilakukan dengan pemutaran film atau
video. Setiap malam, santri narkoba bersama para ustad nonton bareng (nobar).49
46
Ibid, h. 140
Ibid, h. 133
48
Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik , (Jakarta: FKUI, 2009),
cet.2, h. 17
49
Hasil dari data dokumen jadwal harian MMHC
47
68
Film yang mereka tonton adalah film-film inspiratif, yang memberikan pelajaran
hidup bagi yang menontonnya.50
Selain metode diatas, dalam muhasabah disisipkan metode tobat dan
ampunan. Metode tobat dan ampunan menurut HM. Arifin adalah “cara
membangkitkan jiwa dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan optimisme
pada seseorang, dengan memberikan kesempatan untuk bertobat dari kesalahan
yang lampau.”51 Dengan cara demikian, orang akan mengalami katarisasi
(pembersihan batin) sehingga memungkinkan timbulnya sikap dan perasaan
mampu untuk berbuat yang lebih baik lagi diiringi dengan optimisme dan
harapan-harapan hidup di masa depannya.
Program pembinaan dan pendidikan agama Islam di Madani Mental
Health Care sudah memenuhi kebutuhan dasar spiritual para santri narkoba.
Dengan demikian, peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi di
Madani Mental Health Care yaitu dengan memenuhi kebutuhan dasar spiritual
santri narkoba melalui materi pendidikan keimanan, akhlakul karimah dan juga
pendidikan ibadah.
50
51
Hasil wawancara dengan santri narkoba pada tanggal 18 Juli 2014
H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Madani Mental Health Care di bawah naungan Prof. Dadang Hawari
menggunakan metode BPSS (Bio, Psiko, Sosial, Spiritual). Perawatan biologik
maksudnya perawatan medis. Pasien narkoba atau napza memerlukan penanganan
secara medis dengan obat-obatan psikiatrik. Kemudian Psikologis, pendekatan
kejiwaan dilakukan dengan terapi-terapi psikologis atau pendekatan kejiwaan baik
pasien ataupun keluarga pasien untuk menyelesaikan masalah kejiwaan mereka.
Sosial artinya pendekatan pemulihan NAPZA dengan berbasis kemasyarakatan,
sehingga pasien dapat berinteraksi dan juga melanjutkan aktifitasnya. Dan terakhir
spiritual. Spiritual diberikan agar membantu mengembalikan fitrah para pasien.
Peranan spiritual atau pendidikan agama Islam inilah yang diteliti. Adapun
peranan pendidikan agama Islam di Madani Mental Health Care diantaranya:
dengan materi keimanan,akhlakul karimah, dan ibadah. Tingkat keimanan pasien
erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi problem
kehidupan. Dengan tempaan akhlak yang baik, pasien atau santri narkoba
memiliki kepercayaan diri untuk merubah kepribadian negatif menjadi
kepribadian yang kuat dan mandiri. Dan dengan pembiasaan ibadah, pasien
menjadi terbiasa untuk melaksanakan ibadah dan melaksanakan perintahNya dan
mencoba menjauhi laranganNya sedikit demi sedikit. Sehingga secara psikologis,
pendidikan agama Islam berperan menumbuhkan rasa optimis, emosi menjadi
stabil, pembiasaan ibadah. Sehingga, jika kondisi psikologis membaik, maka akan
membantu proses pemulihannya.
Integrasi medik, psikologis, sosial dan spiritual berpadu dalam suatu
sistematika sehingga apabila dijalankan dengan benar, insya Allah dapat
mengobati dan merehabilitasi pasien penyalahguna narkoba kembali sehat
sehingga mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
B. Saran-saran
Hasil dari penelitian ini,diharapkan memberikan kontribusi bagi para
konselor adiksi, psikiater dan institusi yang bergerak di bidang pemulihan dan
69
70
pengobatan korban penyalahguna narkoba, untuk membentuk kesehatan spritiual
pasien dengan cara yang tepat. Sehingga proses pemulihan akan lebih efektif.
Dengan demikian, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Kurangnya tenaga terapis membuat pembinaan yang diberikan para terapis
kurang maksimal. Dengan demikian perlu adanya penambahan tenaga
terapis agar pembinaan menjadi lebih terfokus. Selain itu, bagi para terapis
atau konselor, penting mengembangkan strategi perawatan dengan
spiritual pasien narkoba, sehingga kebutuhan spiritual dapat terpenuhi.
2. Bagi pasien dan keluarga pasien narkoba, penting mempelajari dan
mengamalkan kembali fungsi-fungsi agama dalam kehidupan, sehingga
agama menjadi sumber tuntunan kehidupan, menuju kebahagiaan dunia
dan akhirat.
3. Bagi
pemerintah,
hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
agar
mengintegrasikan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga rehabilitasi.
Dan juga mendukung dan membantu lembaga rehabilitasi ini agar tetap
berdiri kokoh untuk memulihkan para korban penyalahgunaan narkoba.
4. Bagi masyarakat, diharapkan memberikan kontribusi untuk lembaga yang
bergerak di bidang ini khususnya yayasan Madani Mental Health Care ini.
Karena lembaga seperti ini sangat membantu dalam memulihkan para
korban penyalahgunaan narkoba dari ketergantungan narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’an dan Terjemah, Departemen Agama RI. Al-Hikmah. Bandung:
Diponegoro, 2010
Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara,2003
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002
an-Nahlawi Abdul Rahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Bina Insani Press, 1995
Az Za’labawi, Muhammad Sayyid Muhammad. Pendidikan Remaja antara Islam
dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani, 2007
BNN, Pencegahan & Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN). Jakarta: BNN. 2010.
Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN, 2009
Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati. Jakarta: BNN, 2007
Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda. Jakarta:
BNN, 2004
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: BNN
Darajat,Zakiah. Membina nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang,
1977
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
2008. cet.4
Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2006
Hawari, Dadang. Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa
Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 1996
Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI, 2009. cet.2
Panduan Psikoterapi Agama (Islam), (Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010
71
72
Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif). Jakarta: Penerbit FKUI, 2006
Petunjuk Praktis Terapi (Detoksifikasi), Miras & Narkoba (NAZA)
Tanpa Anestesi Dan Substitusi Dan HIV/AIDS. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran UI, 2011
Imam Bukhari, Shahih al Bukhari no 3641 (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah,
2013)
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010
Kadarmanta,A. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: PT Forum Media
Utama, 2010
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Cet.7
Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2013
Sabri, Alisuf. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999
Samsuludin, Islam dan Psikoterapi Spiritual, Jakarta: Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah, 2013
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: alfabeta, 2010. cet. XI
Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
Mix Methods. Bandung:Alfabeta, 2011
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012
Taufik,Akhamd dkk. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998)
Tim Prima Pena. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Gitamedia Press, 2006
73
Ulwan, Syeikh Abdullah Nasih. Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia. Jakarta:
PT Ikrar Mandiriabdi, 2012
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: Citra Umbara, 2003
Yasin, A. Fattah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press,
2008
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009
74
Pedoman wawancara
Dengan pimpinan Madani
1. Bagaimanakah sejarah lembaga ini berdiri?
2. Apa hambatan yang bapak temui dalam keberlangsungan lembaga ini?
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dengan konselor (pembimbing)
Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini?
Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini?
Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut bapak
apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri narkoba?
Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan?
Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di
MMHC ini?
Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut kegiatan?
Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba?
Dengan santri narkoba
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba?
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi?
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba?
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini?
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
6. Pernahkah saudara di rehabilitasi ditempat lain?
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara?
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya?
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain?
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah mengkonsumsi
narkoba?
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini?
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara?
75
ANGKET PENELITIAN
“PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA
DI MADANI MENTAL HEALTH CARE”
Identitas Responden
Nama
:
Jenis Kelamin :
Petunjuk Pengisian
a.
Bacalah petunjuk pengisian sebelum mengisi angket
b.
c.
Sebelum menjawab, bacalah terlebih dahulu setiap pernyataan dengan teliti,
kemudian tentukan jawaban anda terhadap masing-masing pernyataan, dan
Berilah tanda centrang ( v ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda
 SS (Sangat Setuju)
 S (Setuju)
 TS (Tidak Setuju)
 STS (Sangat Tidak Setuju)

NO
PERNYATAAN
1
Pendidikan dan pembinaan di Madani sangat membantu saya untuk mengenal
Islam
2
Pembinaan spiritual yang diberikan mendorong saya untuk mendekatkan diri
kepada Allah
3
Pembinaan di Madani tidak membuat saya segera pulih
4
Kegiatan di Madani membiasakan saya untuk mengamalkan ajaran Islam dan
memotivasi saya untuk sembuh
5
Pembinaan agama yang diberikan membuat saya menjadi tersadar akan dosa
yang telah saya perbuat
6
Kegiatan keagamaan di tempat ini hanya membuang waktu saya saja
7
Iman yang tertanam dalam dada menjadi benteng saat tawaran untuk
mengkonsumsi narkoba kembali datang
8
Dengan bekal iman yang ada dalam hati, saya menjadi lebih jernih dalam
menyelesaikan masalah
9
Saya ada di tempat ini karena ingin terlepas dari jeratan narkoba
10
Saya tidak benar-benar melakukan ibadah seperti yang lain, karena ibadah tidak
ada hubungannya dengan penyembuhan saya
11
Lantunan ayat al Quran dan dzikir usai sholat membuat hati saya damai
SS S TS STS
76
NO
PERNYATAAN
12
Keluarga saya tidak pernah mendampingi proses pemulihan saya
13
Ustad sangat membantu dalam mengembalikan kepercayaan diri saya
14
Saya merasa kondisi saya lebih buruk tinggal di tempat ini karena terlalu banyak
kegiatannya
15
Saya selalu berdoa kepada Allah agar segera pulih dari ketergantungan narkoba
16
Saya melaksanakan shalat jika diperintah oleh ustad atau teman yang lain
17
Muhasabah membantu saya untuk merenungkan atas kesalahan yang telah saya
perbuat selama ini dan introspeksi diri agar menjadi insan yang lebih baik
18
Kegiatan agama Islam disini, membantu saya membiasakan diri melaksanakan
ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah
19
Saya sadari, selain dorongan dari para ustad, tekad dari diri sendirilah yang
membuat saya berusaha untuk pulih
20
Saya belum merasa melaksanakan sholat karena keinginan diri sendiri
SS S TS STS
77
Hasil wawancara dengan santri narkoba I
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya berada di
lingkungan pemakai sejak di sekolah menengah atas. Sejak itu, saya pun ikut
mengkonsumsi. Saya mencoba hal tersebut karena tertekan dengan sikap
orang tua yang keras terhadap saya
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi ganja, sabusabu
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saya
jarang melaksanakan shalat, jauh dari agama sebelum. Keadaan lebih parah
saat saya mengenal narkoba. sering berbohong dan sering bertengkar dengan
orang tua
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di
tempat ini. Sebentar lagi saya selesai masa pembinaan
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
Tentu ada perubahan dalam diri saya. Saya jadi lebih tenang dan berpikir
positif
6. Pernahkah saudara di rehabilitasi ditempat lain? Sudah dua kali. Namun saya
lebih nyaman tinggal di tempat ini. Karena para ustad memperlakukan saya
dengan baik dan tidak seperti di tempat rehab lain, kami dibiarkan untuk
keluar
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Semua menurut saya
memberikan manfaat, sehingga saya ikuti setiap pembinaan
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya? Menurut saya, dengan berdzikir saya
menjadi lebih jernih dan berfikir positif. Selain itu, saya dapat belajar lebih
dalam mengenai agama.
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Pada
awalnya saya tidak mau melaksanakan kegiatan,saya tidak mau sholat.
Namun, lama kelamaan, saya malu melihat teman-teman sholat berjamaah,
akhirnya saya mengikuti sholat berjamaah
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah
mengkonsumsi narkoba? saya sangat menyesal atas perbuatan saya. Narkoba
menurut agama itu haram, jadi wajib dihindari.
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Saya
rasa itu tidak benar. Karena dengan agama, saya merasakan ketenangan saya
kembali. Saya merasa lebih dekat pada Allah
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara? Motivasi terkuat menurut para ustad adalah keinginan dari diri
sendiri. bertaubat, untuk tidak menyalahgunakan narkoba kembali
Informan I
78
Hasil wawancara dengan informan II
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya dimasukkan ke
dalam pesantren modern. Disana tersedia sekolah menengah lanjutan.
Namun, ada beberapa teman saya yang hanya sekolah saja, tidak tinggal di
pesantren. Dari teman luar itulah saya dapatkan narkoba ini. Selain itu, saya
merasa tertekan dengan kondisi keluarga saya.
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Sejak kelas 6 SD saya sudah
merokok. Di sekolah menengah lanjutan, saya mulai mengenal alkohol dan
obat-obatan (tramadol, bodrex, CTM, paramex)
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba?
Setelah mengenal narkoba, kondisi emosi saya semakin tidak stabil. Selain itu,
saya mulai merasakan fisik saya lemah, mudah lelah, dan sakit kepala yang
sangat.
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya baru 3 minggu tinggal disini
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
Saya merasakan fisik saya semakin lemah, sehingga saya ingin segera berobat
dan lepas dari pengaruh narkoba.
6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah.
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Saya merasakan
tenang saat di Madani. Shalat, dzikir. Walaupun saya masih kecil, tapi di
Madani saya diberi kesempatan untuk menjadi muadzin. Saya jadi nyaman
tinggal disini
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya? Kondisi fisik saya kembali bugar.
Walaupun terkadang, saya merasakan lemah. Tapi semoga ke depannya, saya
menjadi sehat seutuhnya
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain?
Terkadang saya malas untuk sholat. Tapi ustad dengan sabar dan juga tegas
mengajak saya untuk sholat
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah
mengkonsumsi narkoba? Saya menyesal, semoga tidak kembali masuk dunia
tersebut dan pulih
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Tidak.
Yang saya tahu, dengan mengikuti pembinaan keagamaan disini, saya
menjadi lebih baik dan sehat
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara? Saya ingin melanjutkan sekolah dan kembali sehat seperti sebelum
saya mengenal narkoba.
Informan II
79
Hasil wawancara dengan informan III
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Kehidupan saya biasa
saja, lurus-lurus saja. Sampai suatu hari, ada teman menelpon dan mengajak
beremu. Teman tersebut menawarkan narkoba pada saya. Akhirnya saya
ketagihan dan sempat menjadi bandar juga.
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Berawal dari merokok, berlanjut
mengkonsumsi ganja, puta, sabu-sabu dan ekstasi
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba?
Sebelum mengkonsumsi narkoba, saya hidup normal, rajin sholat, mengaji.
Saya ini anak rumahan. Tapi setelah mengenal narkoba, saya menjadi brutal,
sering main diluar.
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di
tempat ini
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
Saya merasa nyaman tinggal disini. Kembali tersadarkan untuk melaksanakan
kewajiban saya sebagai seorang muslim yang taat
6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Pernah satu kali. Lebih
nyaman disini, karena saya lebih bebas bergerak.
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Muhasabah menjadi
momen yang penting untuk merenungkan atas dosa yang telah saya kerjakan.
Saat saya masuk rumah transit, saya menangis. Saya menyesal atas perbuatan
saya
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya? Saya merasakan perubahan yang luar
biasa. Berpikir positif dan kembali melaksanakan shalat lima waktu
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Atas
kemauan sendiri
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah
mengkonsumsi narkoba? Saya sesali atas perbuatan ang lalu, semoga tidak
terulang kembali
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini?
Kegiatan agama disini tidak membebani. Justru pembinaan tersebut
membawa saya untuk bertaubat, meminta ampun kepada Allah. Dengan
sholat dan mengaji, hati saya menjadi tentram
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara? Keinginan sembuh dari diri sendiri itu penting. Saya ingin segera
pulih, da segera melanjutkan kuliah yang tertunda.
Informan III
80
Hasil wawancara dengan informan IV
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Sejak sekolah menengah
atas saya mengenal rokok. Kemudian duduk di bangku kuliah, saya mulai
mengenal alkohol dan narkoba. faktor penyebabnya karena saya ingin kondisi
badan saya tetap semangat dengan seabrek aktivitas
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi shabu-shabu
dan inex. Selain itu, alkohol jua
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saya
memang tidak mengenal agama sebelum mengenal narkoba. Setelah
mengenal narkoba, semakin jauh dari agama. Kondisi emosi saya tidak stabil.
Namun, saya mengkonsumsi narkoba saat saya sedang depresi saja
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya disini sudah empat bulan lebih
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
Saya merasa kondisi saya lebih baik, fisik saya sehat, batin saya pun terasa
tenang
6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah.
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Muhasabah menjadi
media untuk saya mengintrospeksi apa saja dosa yang telah saya lakukan.
Kemudian juga bedah buku membuka mata hati saya untuk mendalami agama
Islam dengan tekun karena masih banyak yang belum saya ketahui
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya? Saya merasakan hati menjadi nyaman
dan tenang.
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Sejak
tinggal di Madani, saya menjadi rajin untuk sholat, mengaji, kemarin belajar
puasa ramadhan, dan juga belajar untuk menjadi imam. Itu sangat berkesan
menurut saya.
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah
mengkonsumsi narkoba? Semoga saya tidak mengulang kesalahan yang sama
dan tidak kembali ke dunia yang hitam tersebut
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Tentu
saja tidak.
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara? Saya teringat akan keluarga yang mengharapkan kesembuhan saya.
Sehingga saya termotivasi untuk segera sembuh.
Informan IV
81
Hasil wawancara dengan pasien V
1. Apa latar belakang saudara mengkonsumsi narkoba? Saya menggunakanyan
karena coba-coba, penasaran dengan rasanya seperti apa. Sejak sekolah
menengah pertama, saya sudah mengenal rokok. Kemudian, dari merokok
berlanjut ke narkoba dan alkohol
2. Narkoba jenis apa yang saudara konsumsi? Saya mengkonsumsi ganja, sabusabu, obat-obatan psikotropika (dumolit)
3. Bagaimana kehidupan saudara sebelum dan sesudah mengenal narkoba? Saat
di sekolah dasar, saya seorang anak yang baik-baik. Tapi saat di kelas
menengah pertama, saya bergabung dengan teman yang senang hura-hura.
Akhirnya saya terpengaruh dan mengikuti pola hidup mereka
4. Sudah berapa lama saudara di tempat ini? Saya sudah dua bulan lebih di
tempat ini
5. Apa yang saudara rasakan saat ini? Apakah ada perubahan yang signifikan?
Tentu ada perubahan dalam diri saya. Saya jadi lebih tenang dan berpikir
positif
6. Pernahkah saudara direhabilitasi ditempat lain? Belum pernah
7. Kegiatan agama apa saja yang menarik menurut saudara? Saya tidak mengenal
agama. Yang saya lakukan ketika depresi adalah mengkonsumsi hal-hal yang
membuat saya tenang
8. Apakah kegiatan keagamaan membantu proses pemulihan saudara? Apakah
saudara merasa lebih baik kondisinya? Nasihat dari para ustad memberikan
petunjuk dan memberikan ketenangan saat saya tuturkan apa yang saya
rasakan
9. Melaksanakan ibadah, apakah atas kemauan sendiri atau dari orang lain? Pada
awalnya saya tidak mau melaksanakan kegiatan,saya tidak mau sholat.
Karena saya tidak bisa. Tapi para ustad membimbing saya, hingga saya bisa
dan rajin melaksanakan sholat
10. Apakah saudara benar-benar merasakan penyesalan karena telah
mengkonsumsi narkoba? saya sangat menyesal atas perbuatan saya. Narkoba
menurut agama itu haram, jadi wajib dihindari
11. Apakah saudara merasa terbebani dengan kegiatan keagamaan disini? Saya
merasakan ketenangan batin saat berada disini. Dengan muhasabah bersama
ustad, dzikir setelah sholat, memberikan ketenangan tersendiri.
12. Apakah saudara ingin segera pulih? Apa yang menjadi motivasi kesembuhan
saudara? Motivasi kesembuhan yang terkuat lahir dari diri sendiri. tekad yang
kuat akan menghasilkan kesuksesan
Informan V
82
Hasil Wawancara dengan Konselor 1
1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Alumunus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Manajemen Dakwah. Awalnya karena
saya tertarik dengan pekerjaan ini, mengenal dan mengajak para santri
narkoba kembali kepada fitrahnya.
2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini? Tujuan
penerapan pendidikan keagamaan ini adalah karena merupakan kebutuhan
dasar manusia. Keyakinan (iman) kepada Tuhan dibutuhkan agar tidak
kembali menggunakan kembali, gunanya menjadi benteng bagi dirinya.
Secara umum, mereka yang sudah mempunyai landasan agama yang cukup.
Orang yang mempunyai landasan agama, lebih mudah kembali lagi.
Dibanding mereka yang tidak mengenal agama, jauh lebih sulit.
3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut
bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri
narkoba? Penerapan ini bermanfaat sebagai benteng mereka, sebagai rem
untuk mereka untuk tidak terjerumus kembali ke dunia narkoba dan lainnya.
Kemudian belajar tentang keimanan, pengakuan, ketauhidan, terpancar
akhlaknya. Banyak yang berhasil. Namun ada saja yang kembali
menyalahgunakan kembali. Faktornya banyak, salah satunya karena mereka
tidak mengikuti semua treatmentnya. Santri yang kembali menyalahgunakan
karena putus obat sebelum waktunya..
4. Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan?
Metode (cara) menerapkan pendidikan agama di Madani salah satunya
dengan memberikan informasi. Ada form taubatan nasuha, setelah selesai
detox, kita melakukan diskusi, menyampaikan butuhnya mereka kepada
agama. Lebih kepada menggugah hatinya untuk melakukan ibadah secara
sadar tanpa keterpaksaan. Membangun, menanam, menyuburkan cinta
mereka kepada kebutuhan spiritual. Jika dipaksa untuk beribadah tanpa tahu
maknanya itu akan hampa. Intinya mengajak mereka dengan cara persuasif,
diskusi, muhasabah. Mengajak bukan memaksa.
83
5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di
MMHC ini? Hambatan yang dihadapi saat memulihkan mereka, yaitu
merubah prilaku mereka yang serba enak, dikondisikan untuk mengikuti
kegiatan secara massal. Karakter setiap santri yang beragam,
berusaha
menyikapi permasalahan santri. Lebih tepatnya menjadi tantangan bukan
hambatan.
6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut
kegiatan?
Santri yang membandel, tidak mau mengikuti kegiatan, awalnya di biarkan
terlebih dahulu. Jika memang terus berlanjut tidak mengikuti, maka santri
tersebut dipanggil. Menanyakan apa yang menjadi kebutuhan mereka,
mungkin mereka lupa bacaan sholatnya. Jika memang sudah tetap
membandel, mereka dihukum.
7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba?
Materi yang diajarkan misal penerapan akhlak dalam muhasabah, bagaimana
akhlak pada orang tua, merenungkan dosa yang telah dilakukan, dan lainlain. Kemudian shirah nabawiyah, dari cerita tersebut diambil akhlaknya,
nilai-nilai baiknya.
Pewawancara
Konselor 1
Aqilatul Munawaroh
Ust.Jami
84
Hasil Wawancara dengan Konselor 2
1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Pendidikan
terakhir saya adalah psikologi Islam. Sejak akhir 2009, saya mulai
mengabdikan diri saya di Madani Mental Health Care atau MMHC.
Motivasinya karena memang ini sesuai dengan bidang yang saya kaji
2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) ini? Yang pertama,
mengembalikan
mereka
(santri
narkoba)
kepada
fitrahnya;
kedua,
mendekatkan diri kepada Allah; ketiga, mandiri dalam arti santri narkoba
bisa mengembangkan kemampuannya.
3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut
bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri
narkoba? Pendidikan agama untuk pasien narkoba sangat penting perannya.
Agama bisa menangkal dari virus-virus di luar. Dia tidak hanya tahu bahwa
Allah itu ada, tapi ia juga harus merasa bahwa Allah itu ada dihadapannya.
Tidak hanya ia belajar sholat, tapi juga mengetahui maknanya. Dengan ia
merasa bahwa Allah ada dihadapannya, insya Allah ia akan terhindar dari
menyalahgunakan kembali.
Menurut hasil penelitian Prof. Dadang Hawari, resiko kekambuhan pasien
yang mendapatkan pendidikan agama dibawah 7 %. Sedangkan ditempat lain,
yang tidak menerapkan pendidikan agama.
4. Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan?
Metode yang diterapkan untuk pendidikan agama ini dengan dzikir, taubatan
nasuha, diskusi, simulasi, pembahasan film, nonton film, jalan-jalan, bermain,
dan lain-lain. Tapi, pada awalnya sebelum semua program dijalankan, kita
terlebih dahulu mengkondisikan santri tersebut agar merasa nyaman. Dengan
merasa nyaman, ia merasa kehadirannya diakui, ia akan dengan mudah
mengikuti program.
5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di
MMHC ini? Yang pertama, latar belakang pasien yang berbeda-beda. Ada
pasien yang baru bergabung dan juga ada yang sudah mengikuti materi lama.
85
Sehingga harus menyesuaikan materi untuk semua pasien. Kedua, mental
pecandu yang selalu bosan dan merasa tidak membutuhkan agama. Sehingga
harus ekstra dalam menanamkan pendidikan agama bahwa mereka
membutuhkannya.
6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut
kegiatan?
Tidak semua pasien mau mengikuti kegiatan di Madani. Strategi yang
dilakukan oleh para ustad adalah dengan membuat ia nyaman terlebih
dahulu. Ketika ia sudah nyaman, diajak berbicara, apa masalah yang ia
hadapi. Kalau tetap membandel juga, diberikan opsi untuk pindah ke tempat
rehabilitasi lain.
7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Kajian keagamaan di
Madani ada 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Keimanan. Terdiri dari bagaimana mengenal dirinya, mengenal Allah,
dan memandang bagaimana kehidupan selanjutnya.
2. Ibadah. Materi ibadah terdiri dari pembiasaan sholat, dzikir, doa dan
lain-lain.
3. Akhlak. Pembinaan akhlak dengan teladan dari para ustad dan juga
adanya kegiatan muhasabah.
Pewawancara
Konselor 2
Aqilatul Munawaroh
Ust.Samsul
86
Hasil Wawancara dengan Konselor 3
1. Latar belakang pendidikan & motivasi bapak berada disini? Pendidikan
terakhir saya yaitu jurusan bimbingan dan konseling. Sehngga ini yang
mendasari saya untuk terjun dibidang ini. Disini saya bisa belajar banyak
tentang makna kehidupan, belajar kembali bagaimana menangani santri
naarkoba atau skizofrenia.
2. Apa tujuan dari penerapan psikoreligius (kegiatan agama) Menanamkan
kesadaran pentingnya agama dalam kehidupan ini. Karena jika sudah
merasakan pentingnya beragama, akan berimplikasi pada kehidupannya, cara
pandang santri tersebut terhadap kehidupan dan permasalahannya.
3. Spiritual/ pendidikan agama menjadi salah satu metode di MMHC, menurut
bapak apakah ada pengaruhnya terhadap proses pemulihan para santri
narkoba? Sangat berpengaruh. Medis tanpa agama, pengobatan akan sia-sia.
Karena manusia mempunyai fitrahnya masing-masing untuk beragama. Santri
narkoba cenderung lebih tenang dan mempunyai pola pikir yang positif
4.
Bagaimana cara (metode) penerapan psikoreligius yang bapak lakukan? Cara
menanamkan kesadaran, dilihat dari kondisi santrinya terlebih dahulu.
Apabila memungkinkan, mereka langsung diajak untuk beribadah. Namun
bagi mereka yang sulit dan tidak mau mengikuti kegiatan, maka dikondisikan
terlebih dahulu. Santri tersebut dibuat nyaman terlebih dahulu, melakukan
pendekatan. Jika ia sudah nyaman, baru bisa ditanyakan mengapa ia tidak
mau mengikuti.
5. Apa hambatan yang bapak temukan daat menerapkan nilai-nilai religius di
MMHC ini? Hambatannya adalah uji mental. Kesabaran sangat diuji dalam
merehabilitasi santri narkoba. Jika kuat mentalnya, maka segala hal dapat
diatasi
6. Apa strategi bapak saat ada pecandu yang membandel tidak ingin ikut
kegiatan? Strategi bagi mereka yang tetap membandel, adakan pendekatan
yang lebih. Dicari tahu penyebab mereka enggan beribadah. Jika sudah
diketahui akarnya, maka akan lebih mudah mengatasinya.
87
7. Materi apa saja yang diberikan kepada santri narkoba? Materi yang diajarkan
shirah nabawiyah, membedah dan mengkaji buku Prof Dadang Hawari,
Muhasabah, hafalan al qur’an, shalat dan dzikir berjamaa. Selain itu, agar
tidak monoton, kita mengajak para santri untuk pergi keluar dari tempat
rehabilitasi, misal ke tempat rekreasi, wisata alam. Tujuannya mengajak para
santri untuk bertadabbur atas ciptaan Allah yang Maha Khalik. Selain wisata
keluar, kita juga mengadakan nonton bersama film-film yang sarat akan
makna. Nantinya setelah film selesai, mereka merefleksikan makna film
tersebut dalam kehidupan.
Pewawancara
Konselor 3
Aqilatul Munawaroh
Ust. Harid
.
Foto Kegiatan Yayasan Madani Mental Health Care
1. Terapi Psikologis/mental
2. Terapi medis (konsultasi ke klinik prof. Dadang Hawari
3. Terapi Sosial
4. Terapi religius (pendidikan agama Islam)
5. Keterampilan dan pengetahuan umum
BIODATA PENULIS
Aqilatul Munawaroh, yang akrab
disapa ‘aqila’ ini lahir di Rabak,
Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor, 22 tahun lalu, tepatnya pada
tanggal 01 Agustus.
Aqila terlahir dari pasangan Subana
dan Nunung Nurjanah sebagai anak
cikal dari lima bersaudara. Ia mengawali pendidikan dasarnya di SDN Sampay
pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan di SMPN 1 Rumpin pada tahun 2004
dan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Rumpin. Hingga akhirnya takdir
membawanya untuk mengenyam pendidikan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sebagai anak pertama, Aqila termotivasi untuk segera menyelesaikan pendidikan
di perguruan tinggi ini agar adik-adik yang lain dapat merasakan pendidikan juga.
Motto yang selalu ia pegang adalah Allah tidak akan menguji hambaNya di luar
batas kemampuan hambaNya. Saat hati hampir putus asa dengan jalanan terjal
yang dihadapi, kalimat ini menjadi penawarnya. walaupun dengan tertatih-tatih,
dengan izin Allah akhirnya ia sampai di garis finish pendidikan tingginya.