PERBEDAAN LONELINESS PADA PRIA DAN WANITA USIA LANJUT

Transcription

PERBEDAAN LONELINESS PADA PRIA DAN WANITA USIA LANJUT
PERBEDAAN KOMPETENSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA PENYIAR
RADIO PRIA DAN WANITA
Liza Akmalia Arkam
10502143
Fakultas Psikologi
ABSTRAKSI
Untuk menjadi penyiar radio yang berkualitas dibutuhkan kompetensi komunikasi interpersonal
yang tinggi, karena penyiar radio menjadi salah satu yang langsung berinteraksi dengan
pendengarnya, dimana radio merupakan medium yang amat efektif dalam memberi kontak-kontak
antar pribadi yang diliputi oleh sifat kehangatan, keakraban, dan kejujuran. Dengan kompetensi
komunikasi interpersonal, perilaku komunikasi penyiar radio (verbal dan non verbal) dapat tepat
sesuai dengan peraturan-peraturan komunikasi interpersonal yang berlaku dan membantu tujuan
komunikasi. Kompetensi komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh penyiar radio pria dan wanita
dalam penelitian ini tergolong tinggi dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan walaupun pria dan
wanita mempunyai gaya komunikasi khusus yang berbeda, wanita cenderung menggunakan rapporttalk dan pria cenderung menggunakan report-talk. Kemungkinan perbedaan tersebut disebabkan oleh
faktor lain yang lebih berpengaruh seperti: pendidikan penyiar radio yang 50% lebih adalah sarjana
ke atas, telah terbiasanya penyiar radio berkomunikasi dalam keragaman budaya, pengalaman
lamanya subjek menjadi penyiar radio, serta profesi selain menjadi penyiar yang subjek jalani sangat
mendukung kemampuan berkomunikasinya.
Kata kunci : Kompetensi komunikasi interpersonal, Penyiar radio, Pria dan Wanita
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Radio siaran adalah salah satu alat komunikasi. Di radio muncul proses komunikasi antara
penyampai pesan (komunikator) dengan penerima (komunikan). Menurut Roman (dalam Ishadi, 1999)
salah satu keunggulan radio adalah sifat radio yang amat personal (radio menjadi medium yang amat
efektif dalam memberi kontak-kontak antar pribadi yang diliputi oleh sifat kehangatan, keakraban, dan
kejujuran). Dalam industri radio, penyiar radio menjadi salah satu yang langsung berinteraksi dengan
pendengarnya, maka untuk menjadi penyiar radio yang berkualitas dibutuhkan juga kompetensi
komunikasi interpersonal yang tinggi. Dengan kompetensi komunikasi interpersonal, perilaku
komunikasi (verbal dan non verbal) dapat tepat sesuai dengan peraturan-peraturan komunikasi
interpersonal yang berlaku, dan membantu mencapai tujuan komunikasi.
Penyiar radio memang lebih sering berkomunikasi secara tidak langsung dengan pendengarnya
(melalui radio) atau menggunakan media telepon. Adakalanya penyiar harus berkomunikasi secara
langsung (face to face), seperti saat melaporkan suatu kejadian/keadaan di luar studio, ketika
pendengar datang ke stasiun radio dan bertemu langsung, atau ketika chating mempergunakan
webcam. Semua ini tentu dalam konteks menjalin dan memelihara hubungan antara pendengar dengan
penyiar sebagai wakil dari stasiun radio. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyiar radio,
mereka sebaiknya memiliki kompetensi komunikasi interpersonal yang tinggi, baik ketika melakukan
komunikasi secara tidak langsung (menggunakan media) maupun langsung. Menurut Yuanita (2004)
perkembangan teknologi telah memungkinkan proses komunikasi dua arah antara media dan
audiensnya. Audiens saat ini dapat menyampaikan feedback kepada media dengan lebih cepat,
sehingga proses komunikasi menjadi interaktif dan efektif.
Kompetensi komunikasi interpersonal pada setiap individu akan berbeda, perbedaan ini
kemungkinan terjadi di antara penyiar radio pria dan wanita. Perbedaan jenis kelamin kemungkinan
ikut menentukan perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal, karena jenis kelamin merupakan
perbedaan yang paling fundamental baik secara fisik maupun psikologis.
Secara fisik, umumnya karakter suara wanita bersahabat, lembut, dan manja, sedangkan pria
tegas dan jelas (Masduki, 2004). Perbedaan secara psikologis, wanita lebih emosional, lebih pasif,
lebih submisif, sedangkan pria lebih rasional, lebih aktif, dan lebih agresif (Men’s Guide, 2006).
Menurut Tannen (dalam Benokraitis, 1996) pria dan wanita mempunyai gaya komunikasi khusus yang
memasukkan perbedaan tujuan, kebiasaan, dan cara dalam menginterpretasi komunikasi. Wanita
cenderung menggunakan ”rapport-talk” (cara untuk menjalin relasi dan mengatasi/menjalani
hubungan). Pria cenderung menggunakan ”report-talk” (cara untuk menunjukkan pengetahuan dan
kemampuan yang terus berpusat pada tingkat performa/prestasi verbal, seperti pada saat bercerita,
bersenda gurau, atau dalam memberikan informasi).
Dari uraian di atas menguatkan kemungkinan adanya perbedaan kompetensi komunikasi
interpersonal antara penyiar radio pria dan wanita, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui apakah
ada perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal antara penyiar radio pria dan wanita?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris ada tidaknya perbedaan kompetensi
komunikasi interpersonal antara penyiar radio pria dan wanita.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini, memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi komunikasi
interperpersonal yang signifikan antara penyiar radio pria dan wanita. Dengan demikian hasil
penelitian ini memperkuat teori psikologi yang menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam
komunikasi interpersonal tidak hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin, tetapi dipengaruhi pula oleh
faktor lain seperti: kebudayaan, lingkungan, pengalaman, pekerjaan, minat, pengetahuan, sikap, dan
nilai-nilai yang dianut oleh individu tersebut.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini, menunjukkan tidak terdapat perbedaan kompetensi komunikasi
interpersonal yang signifikan antara penyiar radio pria dan wanita. Dengan demikian, penelitian ini
memberi masukan bagi para pembaca, khususnya bagi subjek penelitian diharapkan untuk tetap
mempertahankan kompetensi komunikasi ineterpesonal yang sudah tinggi. Selain itu penelitian ini
diharapkan berguna bagi para pengusaha yang bergerak dalam industri radio agar dalam menyeleksi
penyiarnya tidak mengkhususkan pada jenis kelamin tertentu, akan tetapi lebih memperhatikan
kompetensi komunikasi interpersonal yang dimiliki.
TINJAUAN PUSTAKA
Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Pengertian Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Kompetensi komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan
pada seseorang atau sekelompok orang sehingga tercapai tujuan personal dan relasional.
Tujuan Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Tujuan kompetensi komunikasi interpersonal menurut Hardjana (2003), antara lain:
1. Perilaku komunikasi interpersonal (verbal dan non verbal) dapat tepat dan sesuai dengan peraturanperaturan komunikasi interpersonal yang berlaku.
2. Membantu individu mencapai tujuan komunikasinya.
Dimensi Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Menurut Fisher dan Adams (1994) kompetensi komunikasi interpersonal terdiri dari tiga
dimensi, yaitu:
1. Appropriateness (ketepatan)
Dalam berkomunikasi individu tidak melanggar norma/aturan yang diharapkan orang lain atau
interaksi antar individu. Perilaku individu “pas” dengan konteks, namun disesuaikan dengan
pertimbangan yang tepat.
2. Effectiveness (keefektivan)
Individu dapat berkomunikasi dengan paling sedikit gangguan/kerugian.
3. Flexibility (fleksibilitas)
Individu mampu beradaptasi dengan kumpulan perilaku dari pedoman perilaku disetiap situasi,
hubungan, dan mitranya.
Aspek Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Menurut trenholm dan Jensen (1996) kompetensi komunikasi interpersonal meliputi:
1. Kompetensi pesan
Kemampuan untuk memilih pesan yang dapat dimengerti orang lain dan untuk merespon pesan yang
orang lain berikan.
2. Kompetensi interpretatif
Kemampuan untuk mendeskripsikan, mengorganisasikan, dan menterjemahkan kondisi yang terjadi
sewaktu individu berinteraksi dengan orang lain.
3. Kompetensi peran
Kemampuan untuk mengambil suatu peran sosial dan mengetahui perilaku apa yang tepat untuk
peran tersebut.
4. Kompetensi diri
Kemampuan untuk menetukan dan menampilkan imej diri yang diinginkan.
5. Kompetensi tujuan
Kemampuan untuk menentukan tujuan, kemampuan untuk mengantisipasi konsekuensi yang
mungkin terjadi,dengan perilaku yang efektif.
Selain itu aspek kompetensi komunikasi interpersonal menurut Reardon (1987) yaitu, sebagai
berikut:
1. Kompetensi: tingkat permasalahan
2. Kompetensi: individual dan membangun relasi
3. Kompetensi: perilaku yang tepat dan efektif
4. Kompetensi: berbeda disetiap situasi
5. Kompetensi: perilaku spontan, perilaku menurut kebiasaan, dan perilaku sadar
Kemampuan-kemampuan yang Berperan dalam Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Menurut Reardon (1987), terdapat dua jenis kemampuan sosial yang penting dimiliki dan
berkaitan dengan kompetensi komunikasi, yaitu:
1. Kemampuan-kemampuan kognitif, meliputi: empati, pengambilan perspektif sosial, kompleksitas
kognitif, sensitivitas terhadap standar-standar suatu hubungan, pengetahuan situasional, dan
mengawasi diri.
2. Kemampuan-kemampuan behavioral, meliputi: keterlibatan interaksi (sikap tanggap, sikap perseptif,
dan sikap penuh perhatian), manajemen interaksi, fleksibilitas perilaku, mendengarkan, gaya sosial,
dan kecemasan komunikasi.
Jenis Kelamin
Defenisi Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah istilah yang mengacu pda perbedaan biologis antara pria dan wanita yang
dibawa sejak lahir.
Perbedaan Sifat dan Karakteristik antara Pria dan Wanita
Kesatuan totalitas tingkah laku wanita terletak pada kehidupan perasaannya, yang didorong oleh
afek-afek dan sentimen-sentimen yang kuat. Jika wanita tidak menyukai atau membenci seseorang, ia
cenderung menolak, menghukum, dan mengadili semua tingkah laku serta pribadi orang yang
dibencinya itu. Wanita juga cenderung sangat emosional, tidak memendamkan emosi, sangat subjektif,
sangat tidak suka logika, mudah terluka perasaannya, keterkaitan pikiran dan perasaan, segan
membicarakan seks dengan pria, peka terhadap perasaan orang lain, sangat religius, mudah meluapkan
perasaan, berorientasi ke rumah (masalah kehidupan sehari-hari), cerewet, kurang percaya diri, mudah
terpengaruh, lebih akurat dan mendetil, tidak suka menggunakan bahasa kasar.
Adapun pria memiliki sifat yang tidak emosional, hampir memendamkan emosi, sangat objektif,
sanggat menggunakan logika, tidak mudah terluka perasaannya, mudah memisahkan pikiran dan
perasaan, bebas membicarakan seks dengan teman pria, tidak peka terhadap perasaan orang lain, tidak
religius, tidak mudah meluapkan perasaan, lebih mendunia (memahami seluk-beluk perkembangan
dunia), penuh percaya diri, tidak mudah terpengaruh, lebih kritis, sangat suka menggunakan bahasa
kasar.
Perbedaan Bahasa dan Komunikasi antara Pria dan Wanita
Menurut Tannen (dalam Benokraitis, 1996) pria dan wanita mempunyai gaya komunikasi
khusus yang memasukkan perbedaan tujuan, kebiasaan/peraturan, dan perbedaan cara-cara dalam
menginterpretasi komunikasi. Wanita paling memungkinkan untuk menggunakan “rapport-talk”, suatu
cara menjalin koneksi dan memelihara suatu hubungan. Wanita lebih mengkhawatirkan bagaimana
perasaan orang lain dan membuat orang tersebut merasa senang. Berbeda dengan pria, lebih
memungkinkan untuk menggunakan “report-talk”, suatu cara menunjukkan pengetahuan dan
kemampuan, dan terus berpusat pada tingkat/taraf performa verbal seperti bercerita, bersenda gurau,
atau dalam memberikan informasi.
Wood (dalam Benokraitis, 1996) mengusulkan beberapa perbedaan karakteristik kemampuan
berbicara antara pria dan wanita, antara lain:
1. Karakteristik kemampuan berbicara pada wanita
a. Komunikasi
digunakan
untuk
mengembangkan
dan
memelihara
hubungan,
pembicaraan/percakapan mereka lebih sering berujung pada pembicaran tentang diri mereka
sendiri.
b. Berusaha membuat persamaan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Wanita
sering kali mendorong pembicara untuk melanjutkan pembicaraannya dengan menunjukkan
ketertarikan atau perhatian.
c. Secara khusus menunjukkan dukungannya pada orang lain.
d. Lebih sering bertanya untuk suatu pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan-perasaan dan
persepsi-persepsi.
e. Percakapan “maintenance work”. Wanita lebih sering menanyakan sejumlah pertanyaan yang
mendorong percakapan.
f. Personal, concrete style (gaya yang konkrit). Wanita lebih sering menggunakan detil,
pengungkapan pribadi, dan anekdot. Lebih menggunakan bahasa konkrit daripada bahasa yang
samar-samar, pembicaraan wanita menjelaskan isu-isu dan perasaan-perasaan sedemikian rupa
sehingga orang lain bisa memahami dan mengidentifikasi.
g. Tentativeness (bersifat sementara), kemungkinan diekspresikan dalam sejumlah cara, yaitu:
1). Verbal hedges (memagari kata-kata) dan qualifiers (pemberi sifat)
Wanita cenderung membatasi, melembutkan atau melemahkan kata-kata atau frase-frase. Pria
lebih sering memberikan komentar-komentar langsung, sedangkan wanita terlihat ragu-ragu.
2). Menghaluskan sangkalan/penolakan pesan
Wanita memberi kesan kepada pendengar bahwa pembicara tidak sungguh-sungguh, tulus
hati, dan sangat tertarik untuk bertukar pikiran.
3). Wanita menggunakan verbal fillers (kata-kata/frase-frase seperti, “oke” atau ”baiklah”) dan
verbal fluencies (suara-suara seperti, “mmh”, ”ahh”, dan “unhuh”) untuk mengisi kesunyian.
2. Karakteristik kemampuan berbicara pada pria
a. Instrumentally (secara instrumental)
Cenderung menggunakan kemampuan berbicara untuk menyelesaikan tujuan khusus. Pria lebih
sering terfokus pada pemecahan masalah (dengan mendapatkan informasi, mengumpulkan faktafakta, dan mengusulkan jalan keluar pada suatu tindakan/solusi).
b. Exerting control (menggunakan kontrol)
Menggunakan kontrol untuk memperlihatkan, meningkatkan, atau mempertahankan status
personal, dan ide-idenya secara tegas, serta sering juga untuk menantang orang lain. Sedikit
kemungkinan bagi pria menawarkan apa yang dianggap oleh wanita sebagai kata-kata/ucapan
empati. Pria kurang mungkin untuk mengekspresikan simpati atau membuka informasi rahasia
pribadi tentang dirinya sendiri.
c. Conversational dominance (mendominasi percakapan)
Berbicara lebih sering dan dalam periode waktu yang lama. Pria menunjukkan dominansi dengan
memotong pembicaraan orang lain, menginterpretasi kembali makna/arti yang telah orang
katakan, atau mengubah arah percakapan. Pria cenderung menyatakan diri mereka tegas, penganut
kemutlakan (absolutist). Dibandingkan wanita bahasa pria secara khas lebih kuat, langsung, dan
autoritataif (memerintah), jarang sekali bersifat tentatif (sementara). Pria cenderung untuk
berkomunikasi lebih sering dalam terminologi abstrak, suatu refleksi dari gayanya yang umum
bukan perseorangan.
Penyiar Radio
Definisi Penyiar Radio
Penyiar radio adalah orang yang bertugas mengantarkan acara siaran dengan kepribadiannya
yang khas, berwawasan, dan menguasai teknik serta segala kemampuan vokal.
Sifat-sifat yang Seharusnya Dimiliki Penyiar Radio
Menurut Stokkink (1997) penyiar radio harus mengembangkan gaya pribadinya sendiri, berani
tampil beda, tidak boleh menjadi peniru seseorang, harus memiliki identitasnya sendiri, mampu
mengungkapkan dirinya, dan harus memiliki profilnya sendiri. Selain itu penyiar radio harus mampu
berpikir cepat dan memiliki pengetahuan yang luas, menaruh perhatian kepada permasalahan manusia,
ahli dalam masalah-masalah aktual, cakap/cerdik, pada kesempatan lain mampu bersikap ramah,
cerdas, halus, dan mampu pula bersikap sangat sederhana. Keberhasilan programa-programa phone-in
sangat tergantung pada kepribadian penyiar.
Menurut Masduki (2004) secara psikologis ada lima sifat yang perlu dimiliki oleh penyiar, yaitu
humoris, petualang, adaptif, penguji (examiner), dan tidak pemalu, selain itu penyiar perlu membentuk
sikap (attitude), bahasa (language), dan memiliki wawasan profesional (knowledge).
Peran Penyiar Radio
Menurut Stokkink (1997) seorang penyiar radio dapat berperan sebagai: penasihat, entertainer,
komentator, pelawak, penolong, pemberi inspirasi, penjual, pendidik, penemu atau penentu trend
(mode baru), orang yang berusaha meyakinkan atau membujuk, reporter.
Menurut Oemie (1984) dalam kaitannya dengan komunikasi yang dilancarkan melalui medium
radio, tentunya peranan penyiar adalah sebagai wakil dari Lembaga/Badan/Organisasi sangat besar.
Penyiar dalam penyampaian pesannya harus memperhatikan kepentingan individu, menyampaikan
pesan yang menunjukkan kepentingan bersama, dan komunikasi secara terbuka. Selain itu, harus dapat
menarik perhatian pendengar. Pesan tidak disampaikan dengan cara menggurui, tetapi dengan suatu
obrolan atau dialog.
Kriteria Penyiar Radio
Menurut Bakhtiar (2006) kriteria penyiar yang berkualitas harus memiliki disiplin diri, teliti dan
kritis, kreatif, terbuka, mampu bekerja sama di dalam tim, dan menjaga citra diri agar tetap positif,
karena citra penyiar adalah citra radio. Selain itu menurut Bakhtiar (2006) penyiar diharapkan
memiliki senjata ampuh untuk menaklukan siapaun, yaitu: berwawasan luas, kecakapan siaran
(announcing skill), fisik yang sehat, penguasaan bahasa asing, bahasa tubuh, empati, percaya diri,
berpikir dan bertindak cepat, serta humoris.
Gambaran Tugas Penyiar Radio
Departemen Perburuan AS dalam paparan seputar lowongan pekerjaan di radio siaran di
Amerika Serikat menggambarkan penyiar radio sebagai sosok dengan banyak aktivitas atau tugas
kerjanya (Masduki, 2004), yaitu sebagai berikut:
a. Penyiar bertugas menuturkan informasi program radio secara rutin, memberitahukan nama, isi, dan
jadwal acara, menurutkan kalimat untuk jeda iklan komersial dan pelayanan publik,
memperkenalkan dan menutup suatu acara siaran.
b. Membaca naskah yang sudah disiapkan dan memberikan komentar (ad-lib commentary) di udara
ketika menyajikan berita aktual, olah raga, cuaca, waktu, dan materi komersial. Penyiar juga harus
bisa menggali bahan-bahan dan menuliskannya sehingga menjadi naskah siaran.
c. Mewawancarai tamu siaran atau menjadi pemandu diskusi panel radio, membahas isu sosial,
hiburan, dan politik, serat melayani interaksi pendengar.
d. Penyiar bisa pula disebut disc jockey yang mengoperasikan peralatan pemutaran materi siaran seperti
tape, mixer, dan komputer; mampu menyeleksi dan memutuskan penyiaran lagu/musik sesuai format
stasiun radio.
e. Saat siaran (on air) memberikan komentar spontan terhadap lagu, musik, cuaca, dan permintaan lagu
(request) pendengar.
Ada penyiar yang spesialis sebagai pemutar lagu saja, musik tertentu saja, hanya pemandu
perbincangan saja atau hanya menyampaikan informasi di radio. Namun demikian menurut Masduki
(2004), penyiar sangat dianjurkan menguasai kelima keterampilan di atas.
Perbedaan Kompetensi Komunikasi Interpersonal antara Penyiar Radio Pria dan Wanita
Kompetensi komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan
pada seseorang atau sekelompok orang sehingga tercapai tujuan personal dan relasional.
Kompetensi komunikasi interpersonal penting juga dimiliki oleh penyiar radio, karena
pembicaraan di radio bersifat personal, intim, dan akrab. Selain itu sebagai salah satu alat komunikasi,
radio merupakan medium yang amat efektif dalam memberi kontak-kontak antar pribadi. Penyiar radio
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari industri radio, merupakan salah satu yang langsung
berinteraksi dengan pendengar. Kompetensi komunikasi interpersonal membantu penyiar mencapai
tujuan personal dan relasionalnya dengan memilih perilaku-perilaku yang tepat dan efektif.
Kompetensi komunikasi interpersonal penyiar radio kemungkinan berbeda, antara penyiar radio
pria dan wanita. Perbedaan jenis kelamin ini merupakan perbedaan yang paling fundamental baik
secara fisik maupun psikologis. Perbedaan dalam kehidupan sosial antara pria dan wanita dapat
mempengaruhi kompetensi komunikasi interpersonalnya. Pria dan wanita mempunyai gaya
komunikasi khusus yang memasukkan perbedaan tujuan, kebiasaan, dan cara dalam menginterpretasi
komunikasi. Misalnya, Wanita cenderung menggunakan “rapport-talk” (cara untuk menjalin relasi dan
mengatasi/menjalani hubungan) sedangkan pria cenderung menggunakan “report-talk” (cara untuk
menunjukkan pengetahuan dan kemampuan yang terus berpusat pada tingkat performa/prestasi verbal),
seperti pada saat bercerita, bersenda gurau, atau dalam memberikan informasi (Tannen dalam
Benokraits, 1996). Wanita lebih berempati dari pria bardasarkan tes skala empati (Rudiger dkk, 2005).
Wanita lebih takut/cemas untuk berkomunikasi (Williams, 2001), dan secara signifikan wanita
memiliki kemampuan sosial yang lebih tinggi dari pria (Anthony dkk, 1993).
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada
perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal antara penyiar radio pria dan wanita.
METODE PENELITIAN
Indentifikasi Variabel-variabel Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan diuji adalah :
1. Variabel Prediktor
: Jenis Kelamin
2. Variabel Kriterium
: Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Definisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Kompetensi komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan pada
seseorang atau sekelompok orang sehingga tercapai tujuan personal dan relasional, ini diukur dengan
menggunakan skala kompetensi komunikasi interpersonal yang disusun berdasarkan aspek
kompetensi komunikasi interpersonal menurut Trenholm dan Jensen (1996) yang meliputi:
kompetensi pesan, kompetensi interpretatif, kompetensi peran, kompetensi diri, dan kompetensi
tujuan.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah istilah yang mengacu pada perbedaan anatomi antara pria dan wanita yang
dibawa sejak lahir. Dalam hal ini diketahui melalui identitas subjek.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pria maupun wanita yang berprofesi sebagai penyiar radio berusia
18-41 tahun, dan minimal telah menjadi penyiar radio selama dua bulan. Subjek yang telah dua bulan
menjalani profesinya sebagai penyiar radio paling tidak telah melakukan dua kali evaluasi kerja,
karena umumnya stasiun radio akan melakukan evaluasi kerja minimal sekali dalam satu bulan.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data mengenai perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal antara
penyiar radio pria dan wanita, digunakan skala kompetensi komunikasi interpersonal dalam bentuk
Skala Likert yang disusun berdasarkan aspek kompetensi komunikasi interpersonal menurut Trenholm
dan Jensen (1996).
Item terdiri atas pernyataan yang bersifat favorabel dan unfavorabel, dengan menggunakan
kategori respon tingkat kesesuaian, yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: Sangat Setuju
(SS); Setuju (S); Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Adapun untuk mengetahui jenis kelamin dan identitas subjek lainnya dapat dilihat dengan
menggunakan daftar isian identitas subjek penelitian yang tercantum pada skala kompetensi
komunikasi interpersonal.
Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data
Validitas sebuah tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa mengukur.
Validitas sebuah tes memberitahu kita tentang apa yang bisa kita simpulkan dari skor-skor tes
(Anastasi & Urbina, 2003). Suatu instrumen dinyatakan valid jika instrumen tersebut mampu
mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 1998). Pengujian validitas item bagi alat pengumpul
data adalah kuesioner mengenai kompetensi komunikasi interpersonal. Uji validitas dalam penelitian
ini akan dilakukan dengan cara mengkoralasikan skor tiap-tiap item dengan total skor item dalam
skala, dan menggunakan analisis Product Moment dari Pearson.
Reliabilitas merujuk pada konsisitensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka
diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir
ekuivalen yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi & Urbina, 2003).
Reliabilitas merupakan tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki
reliabilitas tinggi, mampu memeberikan hasil ukur yang terpercaya (Azwar, 2005). Reliabilitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Teknik Alpha Cronbach.
Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan
program komputer SPSS for Windows Versi 12.0.
Teknik Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik Independent Sample t-Test, yaitu
menganalisis perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal penyiar radio sebagai variabel kriterium
(Y) berdasarkan jenis kelamin sebagai variabel prediktor (X). Analisis data, dengan menggunakan
program komputer SPSS for Windows Versi 12.0.
PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN
Persiapan Penelitian
Persiapan dalam penelitian ini yaitu dengan mempersiapkan alat ukur. Alat ukur dalam
penelitian ini disiapkan dengan menyusun skala kompetensi komunikasi interpersonal yang
dikembangkan berdasarkan aspek kompetensi komunikasi interpersonal menurut Trenholm dan Jensen
(1996) yang meliputi: kompetensi pesan, kompetensi interpretatif, kompetensi peran, kompetensi diri,
dan kompetensi tujuan. Di samping itu juga memperhatikan gambaran tugas penyiar, peran, kriteria,
dan sifat-sifat yang seharusnya dimiliki penyiar radio. Selain mempersiapkan alat ukur, peneliti
mempersiapkan surat pengambilan data dari Universitas Gunadarma untuk mempermudah proses
birokrasi pengambilan data.
Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan try out terpakai. Hal ini dilakukan karena keterbatasan
tenaga dan waktu peneliti. Angket disebarkan kepada subjek yang minimal telah dua bulan berprofesi
sebagai penyiar radio, yaitu pada stasiun radio yang berada di wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 26 Juli - 14 Agustus 2007.
Dalam proses pengambilan data tersebut peneliti mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami
adalah proses birokrasi dengan stasiun radio terkait, kuesioner yang harus ditinggal karena banyaknya
tugas yang harus diselesaikan penyiar radio, dan jumlah penyiar wanita yang cenderung lebih sedikit
pada suatu stasiun radio. Kuesioner yang dapat peneliti kumpulkan (terisi semua) sebanyak 60, terdiri
dari 30 kuesioner dari penyiar radio pria dan 30 kuesioner dari penyiar radio wanita.
Hasil Penelitian
Uji Validitas dan Reliabilitas Skala
Pada skala kompetensi komunikasi interpersonal yang disusun dengan menggunakan Skala
Likert, dari 41 item yang digunakan diperoleh 32 item yang valid, sementara 9 item yang lainnya
dinyatakan gugur. Item yang valid memiliki nilai korelasi antara 0,301 sampai 0,589. Pengujian
validitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows Ver. 12.
Tabel 1
Sebaran Item Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal Sebelum dan Sesudah Try Out
Aspek Kompetensi
Komunikasi Interpersonal
Kompetensi Pesan
Kompetensi Interpretatif
Kompetensi Peran
Kompetensi Diri
Kompetensi Tujuan
Item
Favorabel
*10, 20, *35
*4, 14, 29, 41
*8, 18, 28, 37
*2, 12, 27, 39
6, *16, *26
TOTAL
Total
Unfavorabel
Item
5, 15, 25, 30
9, 19, 24, 34, 38
*3, 13, 23, 33, 40
7, 17, 22, 32, 36
*1, 11, 21, 31
7
9
9
9
7
41
Item
Valid
5
8
7
8
4
32
(*) : Item yang tidak valid
Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien
reliabilitas sebesar 0,890. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan SPSS for windows Ver.
12.0.
Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 2
Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Identitas
No
1.
Identitas
2.
Jenis
Kelamin
Usia
3.
Pendidikan
4.
Suku
Bangsa
5.
Lama
menjadi
Penyiar
Radio
Penggolongan
Pria
Wanita
19-26 tahun
27-34 tahun
35-41 tahun
SMU, SMK,
sedang kuliah
D1, D3
S1, S2
Campuran
Jawa
Sunda
Betawi
Minang
Ambon
Madura
Melayu
Asian
2 bulan – 3 tahun
4 – 8 tahun
> 8 tahun
Jumlah
%
Mean Skala
Kompetensi
Komunikasi
Interpersonal
Penyiar Radio
30
30
41
16
3
50
50
68,33
26,66
5
97,33
96,26
96
98,93
95,33
20
8
32
23
14
9
2
3
1
1
5
2
32
18
10
33,33
13,33
53,33
38,33
23,33
15
3,33
5
1,66
1,66
8,33
3,33
53,33
30
16,66
94
95,75
98,81
97,13
98,35
96,11
84,5
95,33
96
87
98,8
100
96,53
96,11
98,9
No
6.
7.
Identitas
Profesi
Selain
Menjadi
Penyiar
Radio
Nama
Stasiun
Radio
Tempat
Bekerja
Penggolongan
Jumlah
tidak ada, variatif, mahasiswa
relawan, mengajar, konsultan,
karyawan swasta, wiraswasta.
MC, presenter, reporter,
narator infotainment dan iklan,
aktor, musisi, model,
fotografer, WO, VO Talent,
marketing, staf produksi.
Mustang Jakarta
Prambors Jakarta
Trax Jakarta
ARH Global Jakarta
Kis Jakarta
Kisi Bogor
Lesmana Bogor
Megaswara Bogor
Bens Radio
Pop FM
%
Mean Skala
Kompetensi
Komunikasi
Interpersonal
Penyiar Radio
18
9
30
15
92,27
100,66
33
55
98,21
9
5
4
10
6
4
6
8
3
5
15
8,33
6,66
16,66
10
6,66
10
13,33
5
8,33
98,33
93
92,75
98,5
98
101,25
102,16
94,37
96
90,6
Uji Asumsi
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri
dari uji normalitas dan uji homogenitas, dalam hal ini yaitu dapat terpenuhinya normalitas dan
homogenitas sebaran data.
1. Uji Normalitas
Untuk uji normalitas digunakan alat bantu program SPSS for windows Ver. 12.0 yaitu uji
Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas sebaran skor. Berdasarkan pengujian normalitas
pada variabel kompetensi komunikasi interpersonal, penyiar radio pria mempunyai signifikansi
sebesar 0,100 (p > 0,05) dan penyiar radio wanita mempunyai signifikansi sebesar 0,093 (p > 0,05).
Secara umum dikatakan bahwa distribusi skor kompetensi komunikasi interpersonal pada sampel
yang telah diambil adalah normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Table 3
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a)
JENIS KELAMIN
KOMPETENSI KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
PRIA
WANITA
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.146
30
.100
.951
30
.180
.148
30
.093
.896
30
.007
2. Uji Homogenitas
Dari hasil pengujian homogenitas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,427 (p > 0,05), hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa keduanya mempunyai varians yang sama (homogen). Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Table 4
Test of Homogeneity of Variance
KOMPETENSI
KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
Levene
Statistic
df1
df2
Sig.
Based on Mean
.781
1
58
.381
Based on Median
.542
1
58
.465
Based on Median and
with adjusted df
.542
1
57.694
.465
Based on trimmed
mean
.640
1
58
.427
Analisis Data
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji T (t-test) yaitu Independent
Sample t-Test, diperoleh nilai t sebesar 0,428 dengan signifikansi 0,670 (p > 0,05). Hal ini berarti tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam kompetensi komunikasi interpersonal antara penyiar radio pria
dan wanita. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa hipotesis yang berbunyi ada perbedaan kompetensi
komunikasi interpersonal antara penyiar radio pria dan wanita , ditolak.
Tabel 5
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
KOMPETENSI
KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
t-test for Equality of
Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
.781
.381
.428
58
.670
.428
57.144
.670
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal
antara penyiar radio pria dan wanita. Berdasarkan hasil analisis, diketahui tidak terdapat perbedaan
kompetensi komunikasi interpersonal yang signifikan antara penyiar radio pria dan wanita.
Tidak adanya perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal yang signifikan antara penyiar
radio pria dan wanita dalam penelitian ini, kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti:
pendidikan, kebudayaan, lingkungan, pengalaman, dan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Fardiah (2002) bahwa orang-orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan, lingkungan, pengalaman, pekerjaan, minat, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang
dianutnya.
Sebagaimana diketahui berdasarkan deskripsi subjek penelitian, baik penyiar radio pria maupun
wanita memiliki profesi lain selain menjadi penyiar radio. Dalam penelitian ini, kurang lebih 50% dari
keseluruhan subjek penelitian baik pria maupun wanita memiliki profesi lain yang sangat menuntut
kemampuan berkomunikasi yang baik, seperti: MC (master of ceremony), presenter, reporter, narator
infotainment dan iklan, marketing, WO (wedding organizer), relawan, pengajar, dan konsultan.
Lamanya subjek menjadi penyiar radio dan profesi lain yang dijalani membantu subjek mengasah
keterampilan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supratiknya (1995) bahwa belajar
melalui pengalaman (experiential learning) adalah metode belajar yang paling efektif dalam
mempelajari keterampilan berkomunikasi.
Secara umum alasan tidak terdapatnya perbedaan kompetensi komunikasi interpersonal antara
penyiar radio pria dan wanita, disebabkan karena profesi penyiar radio adalah profesi yang tidak
mengkhususkan pada jenis kelamin tertentu. Baik pria maupun wanita memiliki kesempatan yang
sama untuk menjadi penyiar radio asalkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, memiliki
dasar suara yang bagus, serta lulus seleksi. Setelah lulus seleksi, mereka mendapatkan pembekalan
(training) yang sama baik pria maupun wanita. Menurut Bakhtiar (2006) walaupun setiap stasiun radio
menggunakan tahap yang berbeda dalam merekrut penyiarnya, tetapi pada umumnya terdapat beberapa
tahap yang harus dilewati calon penyiar, yaitu: tes vokal, tes psikologi, tahap wawancara, dan training.
Berdasarkan perhitungan Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH) pada skala kompetensi
komunikasi interpersonal penyiar radio, dapat diketahui skor Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik
(MH), sebagai berikut:
Tabel 6
Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Skala
Kompetensi
Komunikasi
Interpersonal
Penyiar Radio
Subjek
ME
(Mean Empirik)
MH
(Mean Hipotetik)
Std. Deviasi
Pria
97,33
80
16
Wanita
96,26
80
16
Kurva Normal Kompetensi Komunikasi Interpersonal Penyiar Radio
Wanita: 96,26
Pria: 97,33
-3SD
32
-2SD
48
-1SD
64
MH
80
+1SD
96
+2SD
112
+3SD
128
Gambar 1. Kurva Normal Kompetensi Komunikasi Interpersonal Penyiar Radio
Mean empirik pria memiliki skor sebesar 97,33 dan wanita sebesar 96,26. Pada kurva normal,
kedua mean empirik tersebut berada di rentang +1SD sampai dengan +2SD, hal ini berarti kedua mean
empirik kelompok tersebut masuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian
baik pria maupun wanita, memiliki kompetensi komunikasi interpersonal yang tergolong tinggi.
Kompetensi komunikasi interpersonal yang tinggi dapat dikarenakan oleh telah terbiasanya
penyiar radio berkomunikasi dalam keragaaman budaya. Penyiar radio harus memperhatikan budaya
dari segment dengar radio tempat mereka bekerja (misalnya: segment dengar muda, dewasa, atau
keluarga), memperhatikan hal-hal apa saja yang menjadi kebiasaan dan dapat membuat pendengar
tertarik. Dengan begitu penyiar radio memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam berperilaku. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fisher dan Adams (1994) bahwa fleksibilitas adalah hal terpenting dari
dimensi kompetensi komunikasi interpersonal, dan individu yang kompeten adalah tingkat dimana
individu mampu beradaptasi dengan kumpulan perilaku dari pedoman perilaku disetiap situasi,
hubungan, dan mitranya. Hal ini sejalan pula dengan pernyataan Trenholm dan Jensen (1996) bahwa
komunikasi dalam keragaman budaya adalah hal yang sulit, tetapi dapat menjadi reward karena
memungkinkan individu menjalin hubungan baru serta melihat dunia dengan cara-cara yang baru.
Tabel 7
Deskripsi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Pendidikan
Jumlah
SMU, SMK,
sedang kuliah
20
D1, D3
8
S1, S2
32
Total
60
%
Pria : 7
Wanita : 13
Pria : 2
Wanita : 6
Pria : 21
Wanita : 11
Pria : 30
Wanita : 30
33,34
13,33
53,33
100
Pria : 11,67
Wanita : 21,67
Pria : 3.33
Wanita : 10
Pria : 35
Wanita : 18.33
Pria : 50
Wanita : 50
Mean Skala Kompetensi
Komunikasi
Interpersonal Penyiar
Radio
94
95,75
98,81
Pria : 91,57
Wanita : 95,30
Pria : 96
Wanita : 95,67
Pria : 99,38
Wanita : 97,72
Berdasarkan data tersebut di atas, penyiar radio dengan tingkat pendidikan Sarjana ke atas
memiliki kompetensi komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dari Diploma atau SMU sederajat.
Pada tabel terlihat bahwa pria dengan pendidikan Sarjana ke atas memiliki kompetensi komunikasi
interpersonal yang lebih tinggi dibanding wanita. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan
penyiar menambah pengetahuan dan wawasan, sehingga membantu penyiar dalam berkomunikasi
(memberi dan bertukar informasi). Menurut Bakhtiar (2006) dengan knowledge atau koleksi
pengetahuannya, penyiar mampu menjadi jembatan informasi kepada pendengarnya dengan informasi
yang up to date serta dapat meningkatkan keterampilan problem solving.
Tabel 8
Deskripsi Subjek Brdasarkan Lama Menjadi Penyiar Radio
Lama
2 bulan – 3 tahun
4 – 8 tahun
> 8 tahun
Total
Jumlah
%
Mean Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Penyiar Radio
32
18
10
60
53,33
30
16,66
99,99
96,53
96,11
98,9
Berdasarkan hasil deskripsi lamanya subjek menjadi penyiar radio, subjek yang telah lebih dari
8 tahun menjadi penyiar radio cenderung memiliki kompetensi komunikasi interpersonal yang lebih
tinggi. Pengalaman yang subjek miliki, membantu subjek mengasah kompetensi komunikasi
interpersonalnya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Fardiah (2002) mengenai faktor pengalaman
yang turut mempengaruhi komunikasi interpersonal individu.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di ketahui bahwa tidak ada perbedaan kompetensi komunikasi
interpersonal yang signifikan antara penyiar radio pria dan wanita. Hal ini kemungkinan dikarenakan
oleh faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kompetensi komunikasi interpersonal, seperti:
pendidikan, kebudayaan, lingkungan, pengalaman, dan profesi selain menjadi penyiar yang subjek
jalani.
Dari hasil penelitian juga diketahui subjek penelitian memiliki kompetensi komunikasi
interpersonal yang tinggi. Demikian pula jika ditinjau dari tingkat pendidikan dan lamanya subjek
menjadi penyiar radio. Subjek dengan tingkat pendidikan Sarjana ke atas memiliki kompetensi
komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dari Diploma atau SMU sederajat, dan kompetensi
komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dimiliki oleh subjek yang telah lebih dari 8 tahun menjadi
penyiar radio.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Bagi subjek penelitian, diharapkan dapat mempertahankan kompetensi komunikasi interpersonal
yang dimilikinya, agar benar-benar mampu menjadikan radio sebagai medium yang bersifat
personal, intim, dan akrab khususnya terhadap pendengarnya.
2. Bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti kompetensi komunikasi interpersonal pada penyiar
radio, disarankan untuk melihat faktor-faktor lain yang kemungkinan lebih mempengaruhi, seperti:
pendidikan, kebudayaan, lingkungan, pengalaman, dan profesi selain menjadi penyiar yang subjek
jalani.
3. Bagi stasiun radio, disarankan untuk turut memperhatikan pentingnya faktor tingkat pendidikan pada
saat merekrut penyiar radio, agar diperoleh penyiar yang berkompeten dalam menyampaikan
informasi kepada pendengarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, A., & Urbina. S. (2003). Tes psikologi. Alih bahasa: Robertus H. Imam. Jakarta: PT Indeks
Gramedia Grup.
Anonim, dalam Interpersonal communication. (http://www.studystack.com/studytable-52640). 2007.
Anthony, H. T., dkk. (1993). Social skills, attractiveness and gender: Factors in perceived social
support.
(http://eric.ed.gov/ERICWebPortal/Home.portal?_nfpb=true&_pageLabel=RecordDetails&
ERICExtSearch_SearchValue_0=ED247500&ERICExtSearch_SearchType_0=eric_accno
&objectId=0900000b800faf2e). 2007.
Anwar, D. (1984). Sedikit tentang: Program pengembangan siaran radio. Komunika: Majalah Ilmiah
Populer Komunikasi dalam Pembangunan, Tahun ke V Nomor 3, hal 32.
Azwar, S. (2005). Sikap manusia: Teori dan pengukuranya. Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, S. (2006). Cara gampang jadi penyiar radio. Yogyakarta: Indonesia Cerdas.
Badudu & Zain. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Baron, R. A., & Byrne. D. (1994). Social psychology: Undestanding human interaction. Boston: Allyn
and Bacon.
Basow, S. A. (1992). Gender stereotype and roles. California: Brooks/Cole Publ, Co.
Benokraitis, N. V. (1996). Marriages and families: Change schoices, and constraints (2nd. Ed). New
Jersey: Prentice Hall.
Berko, R. M., Wolvin, A. D., & Wolvin, D. R.( 2001). Communicating (8th. Ed.). New York:
Houghton Mifflin Company.
Brannon, L. (1996). Gender: Psychological perspectives. Boston : Allyn and Bacon.
Chaplin, J. P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Dr. Kartini Kartono. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
DeCenzo, D. A., & Silhanek, B. (2002). Human-relation: Personal and proffesional development
(2nd. ed). New Jersey: Prentice Hall.
Effendy, O. U. (1990). Radio siaran: Teori dan praktek. Bandung: Mandar Maju
Fardiah, D. (2002). Komunikasi antarpersona: Perspektif komunikasi cyberspace. Mediator: Jurnal
Komunikasi Volume 3 Nomor 1, hal 65.
Fisher, B. A., & Adams, K. L. (1994). Interpersonal communication: Pragmatics of human
relationship (2nd. Ed.). New York: McGeaw-Hill, Inc.
Handayani, T., & Sugiarti. (2002). Konsep dan teknik penelitian gender. Malang: Universitas
Muhamadyah Malang (UMM) Press.
Hardjana, A. M. (2003). Komunikasi intrapersonal dan interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.
Ishadi. (1999). Dunia penyiaran: Prospek dan tantangannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Masduki. (2001). Jurnalistik radio: Menata profesionalisme reporter dan penyiar. Yogyakarta: LKIS.
Masduki. (2004). Menjadi broadcaster profesional. Yogyakarta: LKIS.
McCroskey, J. C. (1984). Communication Competence: The Elusive Construck. Dalam Bostrom R. N.
(Editor), Competence in communication: A multidiciplinary approach. Beverly Hills: Sage
Publications, Inc.
Men’s
Guide.
(2006).
Menyingkap
cinta
wanita
maskulin.
(http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cyberman/detail.aspx?x=Men’s+Guide&y=cyberman%7C0%
7C6%7C1678). 2006.
Oemie S. (1984). Karakteristik radio sebagai medium komunikasi. Komunika: Majalah Ilmiah Populer
Komunikasi dalam Pembangunan, Tahun ke V Nomor 3, hal 2.
Panambang, S. R. (1984). Karakteristik radio sebagai medium komunikasi. Komunika: Majalah Ilmiah
Populer Komunikasi dalam Pembangunan, Tahun ke V Nomor 3, hal 25.
Pareek, U. (1996). Perilaku organisasi: Pedoman ke arah pemahaman proses komunikasi antar
pribadi dan motivasi kerja. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Reardon, K. K. (1987). Interpersonal communication: Where minds meet. California: Wadsworth Inc.
Rudiger. P., Michael, B., & Gregor, L. (2005). Autobiographical memory and social skills of men and
women. (http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=17121500). 2007
Santrock, J. W. (2002). A topical approach to life-span development (International edition). New
York: McGraw-Hill.
Segall, M. H., Dasen, P. R., Berry, J. W., & Poortinga. (1990). Human behavior in global perspective:
An introduction to cross-cultural psychology (Pregamon General Psychology Series). New
York: Pregamon Press, Inc.
Soemiati, K. (1987). Komunikasi Antarpersona. Dalam Riyono Pratikto (Editor), Berbagai aspek ilmu
komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Spitzberg,
B.
H.,
&
Cupach,
W.
R.
(1984).
Interpersonal
communication.
(http://www.uky.edu/~drlane/capstone/interpersonal/competence.htm). 2007.
Stokkink, T. (1997). Penyiar radio profesional. Penerjemah: Elisabeth Fadjaringsih. Yogyakarta:
Kanisius.
Sugiyono. (1999). Metode penelitian administrasi. Bandung: CV Alfabeta.
Suprapto, T. (2006). Berkarir di bidang broadcasting. Yogyakarta: Media Pressindo.
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi antar pribadi: Tinjauan psikologis. Yogyakarta: Kanisius.
Trenholm, S., & Jensen, A. (1996). Interppersonal communication (3th. Ed). California: Wadsworth
Publishing Company.
Williams, K. (2001). Understanding, communication anxiety, and gender in physics: Taking the fear
out of physics learning. Journal of College Science Teaching, 30(4), 232-237.
(http://www.cirtl.net/diversityresources/cgibin/webnote.pl?REQUEST=show_entry&entry=97#97). 2007.
Yuanita, A. (2004). Segmentasi pendengar radio dan pola hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi
evaluasi pendengar terhadap radio. Thesis: Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi Volume
III/No.1/Januari-Apri, hal 148. Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.