topik utama - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Transcription
topik utama - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DARI REDAKSI Gambar Sampul: Isa Islamawan SUSUNAN REDAKTUR PENGANTAR Alat kesehatan sesuai fungsinya antara lain digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, serta memperbaiki fungsi tubuh. Dengan jumlah penduduk yang hampir 250 juta jiwa dan dengan adanya program JKN menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar alat kesehatan yang menarik bagi industri alat kesehatan. Dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI melakukan pengawasan pra dan pasca peredaran secara terus menerus. Kerjasama sinergis antara pemerintah, industri, penyalur, pemberi layanan kesehatan dan masyarakat harus dilakukan bersama-sama untuk melaksanakan pengawasan, pembinaan, dan pengendalian melalui komunikasi, partisipasi, edukasi, risk/cost assessment. Oleh karena itu Buletin Infarkes pada edisi kali ini mengangkat tema tentang Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Dalam mendukung program pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT, kami mengangkat tulisan tentang penggunaan alat kesehatan yang memenuhi standar dan pengawasan iklan alat kesehatan. Selain itu terdapat juga informasi liputan kegiatan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, beberapa diantaranya ialah mengenai pameran Indomedicare, kegiatan Saka Bakti Husada, dan pentingnya menggunakan obat secara rasional. Akhir kata, semoga informasi yang ada di dalam Buletin yang kami sajikan ini bisa bermanfaat untuk pembaca semua. Salam Sehat! PENASIHAT Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan PENANGGUNG JAWAB Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan KETUA REDAKSI Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan Hubungan Masyarakat SEKRETARIS REDAKSI Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat ANGGOTA REDAKSI Dra. Rully Makarawo, Apt Dra. Ardiyani, Apt, M.Si Aji Wicaksono, S.Farm, Apt Isnaeni Diniarti, S.Farm, Apt Wasiyah, S.AP Muhammad Isyak Guridno, S.Si, Apt Radiman, S.E Rudi, Amd. MI ALAMAT REDAKSI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9 Jakarta Selatan Kementerian Kesehatan RI Setditjen Binfar dan Alkes, Subbagian Humas Lt. 8 R.801 (021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009 DAFTAR ISI Tingkatkan Transparansi dan Akuntabilitas, Kementerian Kesehatan Luncurkan “Faralkes Online” Gerai Konsultasi Alkes dan Obat di Pameran Indomedicare JIExpo Pembalut Berklorin Berbahaya. Benarkah? Meriahnya Peringatan Hari Ulang Tahun Saka Bakti Husada ke-30 di Kementerian Kesehatan 03 04 06 08 11 Sekilas Tentang Revisi SNI 16-63632000, Pembalut Wanita, Terkait Isu Klorin Gunakan Alat Kesehatan yang Memenuhi Standar Rekapitulasi Alat Kesehatan Yang Memiliki Nomor Standar Nasional Indonesia (SNI) Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2015 Pengawasan Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 16 19 22 23 Peningkatan Pemantapan Sistem Akuntansi Instansi (SAK-SIMAK BMN) dalam rangka Persiapan Penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Binfar dan Alkes Semester I 25 26 27 28 29 Pelantikan Pejabat Eselon II di Kementerian Kesehatan RI Pentingnya Penggunaan Obat Secara Rasional Peringatan 17 Agustus 2015 Ke 70 di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI Etos Kerja Profesional TOPIK UTAMA D alam upaya mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah merilis 3 (tiga) produk farmasi dan alat kesehatan (faralkes) online. Dengan sistem online tersebut, segala bentuk pelayanan dan transaksi dapat lebih mudah ditelusuri. “Dengan sistem online ini, segala bentuk transaksi bisa lebih terbuka. Ini merupakan upaya untuk lebih transparan dan akuntabel,” kata Menteri Kesehatan (Menkes), Prof. Dr. Nila Moeloek Sp.M(K) saat acara launching Faralkes Online di Ruang Leimena Kemenkes RI Jakarta, Selasa (16/6). Menkes mengatakan, mengelola perizinan alat kesehatan memerlukan konsistensi, efisiensi, akurasi, simplisitas, dan koordinasi lintas sektor. Kementerian Kesehatan berkewajiban menerapkannya dengan baik. Salah satunya, melalui layanan Faralkes Online. Sistem Faralkes yang di-launching antara lain; Pertama, “Track & Trace System e-Regalkes”, yang memungkinkan setiap tahapan proses evaluasi sertifikasi atau perizinan dapat dilacak dan ditelusuri. Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, sistem ini Tingkatkan Transparansi dan Akuntabilitas, Kementerian Kesehatan Luncurkan “Faralkes Online” juga terkoneksi dengan portal Indonesia National Single Window (INSW), yang akan memfasilitasi perdagangan, baik ekspor dan impor. Dengan sistem ini, pemohon dapat memantau proses perizinannya sesuai janji layanan. Kedua adalah sistem pembayaran dengan metode e-Payment. Melalui metode ini, pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dilakukan secara online yang terkoneksi dengan Sistem Informasi PNBP Online (Simponi) milik Kementerian Keuangan RI. Dengan sistem ini maka stakeholder dapat melakukan pembayaran PNPB pada bank yang telah bekerjasama dengan Kemenkes melalui ATM, Internet Banking, dan EDC yang telah diakui oleh Bank Indonesia sebagai upaya mendukung program e-money. Ketiga, pelayanan Surat Keterangan secara online atau e-Suka, yang diterapkan untuk mempercepat waktu layanan, di mana salah satu layanan yang diberikan adalah surat keterangan pendukung ekspor-impor alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) tertentu. Menkes menambahkan, sejak 2010, Kementerian Kesehatan RI juga telah membentuk Unit Layanan Terpadu (ULT), yang menghimpun seluruh pelayanan publik yang ada di Kementerian Kesehatan. Layanan publik yang dilayani dalam bidang alat kesehatan dan PKRT antara lain izin penyalur alat kesehatan, izin produksi alat kesehatan, izin edar alat kesehatan dan PKRT, pemberian Certificate of Free Sales (CFS), dan surat keterangan alat kesehatan dan PKRT. Hal. 3 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA P ada 7 Juli 2015, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengumumkan beberapa merk pembalut ternama yang dianggap mengandung klorin. Hal ini tentu saja membuat heboh masyarakat khususnya kaum wanita. Bagaimana tidak, klorin (Cl2) dianggap zat berbahaya yang dapat menyebabkan kanker pada wanita. Namun apakah memang benar bahwa pembalut yang diteliti oleh YLKI itu berbahaya dan mengandung klorin? Apakah yang dimaksud dengan zat klorin? Dirjen Bina Indonesia (SNI). Pembalut yang saat ini telah mendapatkan izin edar telah melalui proses evaluasi pada saat pendaftaran dan telah melalui tes fluoresensi serta daya serap. Justru yang lebih berbahaya adalah dioksin karena dalam suhu panas dan terlalu lama digunakan bisa menguap. Proses inilah yang dicurigai bisa meningkatkan risiko terjadinya kanker”, ujar Dirjen Binfar dan Alkes. Lebih lanjut Dirjen Binfar dan Alkes mengatakan dalam program Trending Topic Metro TV di studio Metro TV Jakarta pada Rabu 8/7 bahwa yang dilarang dalam proses pembuatan pembalut adalah menghasilkan senyawa dioksin. Sebagai informasi, dioksin adalah senyawa pencemar lingkungan yang dapat mempengaruhi beberapa organ dan sistem dalam tubuh. Sifat dioksin dapat larut dalam lemak, dan dapat bertahan dalam tubuh karena stabilitas kimianya. Zat dioksin akan dilepaskan melalui proses penguapan dengan suhu yang sangat tinggi, yakni 446,5 derajat celcius. “Kekhawatiran terhadap klorin dalam pembalut wanita yang menyebabkan kanker tidak beralasan karena semua pembalut wanita yang beredar di pasaran telah memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan PEMBALUT BERKLORIN BERBAHAYA BENARKAH? Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D, mengatakan dalam konferensi pers di gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan RI pada Rabu 8/7 bahwa pembalut wanita yang mengandung klorin sejauh ini aman digunakan. Pembalut wanita maupun pantyliner yang beredar di Indonesia, telah melewati proses uji laboratorium dan mendapat izin edar. Oleh karena itu ambang batas untuk klorin tidak dicantumkan di persyaratan internasional. “Klorin memang bersifat sebagai racun jika dimakan. Namun, FDA juga tidak menetapkan standar penggunaan klorin pada pembalut, begitu pula dengan Standar Nasional Hal. 4 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 pemakaian gas klorin, bukan senyawa klorin. Kalau bicara senyawa klorin, itu bisa ditemukan dimana saja dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya pada garam, pembersih kolam renang dan lain-lain. “Jadi, kalau sebuah pembalut diuji lalu ada jejak residu klorinnya, ya enggak masalah, dan tidak ada ambang batas juga untuk jumlahnya,” tambahnya. Lebih lanjut, Dirjen Binfar dan Alkes menjelaskan dua metode produksi pembalut wanita. Pada prosesnya, produksi pembalut wanita yang berasal dari serat organik selulosa akan mengalami bleaching atau pemutihan. Dalam proses tersebut, Kemenkes melarang penggunaan gas klorin karena dapat dan kemanfaatan serta dilakukan pengawasan rutin melalui pengujian ulang”, ujar Dirjen Binfar dan Alkes dalam wawancaranya dengan NetTV di Jakarta, Kamis 9/7. Kemenkes menyarankan agar YLKI seyogyanya dapat memberikan klarifikasi terhadap temuannya terkait dengan metode uji yang digunakan dalam pengujian kadar klorin pada pembalut wanita dan menjelaskan lebih detail wujud dan senyawa kimia dari klorin yang ditemukan. Hal ini perlu dilakukan agar tidak meresahkan masyarakat. Dalam kesempatan yang sama, ketika ditanya oleh reporter NetTV, kenapa Kemenkes sendiri belum punya standar keamanan soal alat kesehatan rumah tangga, Dirjen TOPIK UTAMA Binfar dan Alkes menegaskan, Kemenkes telah memiliki standar tentang alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga sejak tahun 1991 dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengacu kepada standar Internasional dalam memberikan izin edar terhadap alat kesehatan, termasuk pembalut wanita, melalui Permenkes RI No. 140 Tahun 1991 tentang Pengumuman/ Peraturan Pemerintah Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang diperbarui dengan Permenkes RI No. 1184 Tahun 2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan kemudian diperbarui dengan Permenkes RI No. 1190 Tahun 2010 tentang Izin edar Alat Kesehatan dan PKRT. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga telah mengatur bahwa semua alat kesehatan harus mendapatkan izin edar dari Menteri Kesehatan sebelum dipasarkan. Dengan demikian, Kemenkes telah memiliki standar – standar yang mengatur tentang alat kesehatan dan PKRT yang beredar di Indonesia. Standar regulasi alat kesehatan Indonesia telah terharmonisasi di tingkat ASEAN, Asia dan Global. Terhadap acuan Permenkes RI No. 472 Tahun 1996 yang digunakan oleh YLKI merupakan peraturan tentang penanganan bahan berbahaya dalam hal ini untuk mengatur produsen, distributor dan importir bahan berbahaya. “Dalam peraturan tersebut dicantumkan klorin tetapi YLKI harus mengerti bahwa klorin yang dimaksud adalah Cl2 yang tidak sama sekali digunakan dalam proses produksi pembalut wanita” tambah Bu Dirjen. Mengenai standar maksimum penggunaan klorin dalam pembalut, Dirjen Binfar dan Alkes mengungkapkan bahwa hasil pengujian sampling yang dilakukan oleh Kemenkes tidak pernah ditemukan penggunaan klorin (Cl2) pada proses produksi pembalut wanita. Adanya jejak residu klorin dalam pembalut merupakan hasil dari proses pemutihan bahan baku dan merupakan pemutihan yang tidak menggunakan elemen gas klorin, tetapi klorin dioksida. Metode ini dinyatakan bebas dioksin. 2. Totally Chlorine-Free (TCF), merupakan pemutihan yang tidak menggunakan senyawa klorin, melainkan hidrogen peroksida. Metode ini dinyatakan bebas dioksin. Berdasarkan acuan tersebut, bukan merupakan klorin (Cl2). Jejak residu klorin tersebut ada dengan kadar yang sangat rendah dan hanya dapat diukur secara kualitatif melalui metode fluoresensi dengan melihat kekuatan daya pendar. “Metode yang digunakan oleh YLKI dengan spektrofotometri dapat menyebabkan terukurnya bukan hanya Cl2 yang berbahaya tetapi semua senyawa yang mengandung Cl sehingga hasilnya tidak dapat dijadikan tolok ukur kadar Cl2” ujar Dirjen Binfar dan Alkes. Berikut, dua metode bleaching yang diperbolehkan dalam produksi pembalut. 1. Elemental Chlorine-Free (ECF) Kemenkes menyatakan produk yang beredar di pasaran saat ini adalah aman. Hal tersebut telah diuji keamanan dan mutunya sejak 2012 hingga pertengahan 2015. Untuk menghindari produk pembalut maupun pantyliner yang tidak memenuhi syarat, masyarakat bisa melihat apakah produk tersebut telah terdaftar, dengan melihat izin edar Alat Kesehatan Luar Negeri (AKL) atau Alat Kesehatan Dalam Negeri (AKD) yang tercantum pada kemasan. Jika masih kurang yakin, masyarakat juga bisa mengeceknya melalui situs www.infoalkes.Kemenkes.go.id atau lewat line telepon di HALO Kemenkes 500567. Hal. 5 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA sekilas Revisi SNI 16-6363-2000, tentang Pembalut Wanita Terkait Isu Klorin U ndang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyebutkan sebagai berikut: ❧Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. ❧Penilaian Kesesuaian adalah kegiatan untuk menilai bahwa barang, jasa, sistem, proses, atau personal telah memenuhi persyaratan acuan. ❧Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan: ✓ Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; ✓ Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan ✓ Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan barang dan atau jasa di dalam negeri Hal. 6 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 dan luar negeri. ❧Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat BSN adalah lembaga pemerintah nonKementerian yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang memiliki tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Berdasarkan undang-undang tersebut diatas BSN mengambil inisiatif melakukan rapat koordinasi untuk merevisi SNI 16-6363-2000, Pembalut wanita yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi saat ini karena merujuk ke Guide to Quasi Drug and Cosmetic Regulation in Japan, Standars for Sanitary Napkins, MHW Notification No. 285, May 24, 1966, dan khususnya terkait dengan isu kandungan klorin yang batasannya belum diatur secara jelas dalam SNI 16-6363-2000. Rapat koordinasi ini dihadiri seluruh produsen pembalut wanita baik Pemilik Modal Asing (PMA) maupun lokal, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Standardisasi Nasional. Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) Code of Federal Regulations Subpart F - Obstetrical and gynecological devices §884.5425 Scented or scented deodorized menstrual pad dan §884.5435 Unscented menstrual pad maka pembalut wanita masuk dalam definisi alat kesehatan oleh karena itu harus memenuhi standar dan harus memiliki izin edar bila beredar di wilayah Indonesia. Tetapi perlu diketahui sampai saat ini ISO (International Organization for Standarization) belum pernah menerbitkan standar produk tentang pembalut wanita. Baik tentang metode uji, standar kinerja maupun TOPIK UTAMA merupakan persyaratan minimal. ❧Terkait referensi yang digunakan khususnya cara pengambilan contoh (SNI 19-0428 Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan) dan www.wikihow.com keselamatan. Dari hasil rapat koordinasi ini diharapkan mendapatkan masukan dan saran terkait dengan SNI 166363-2000 Pembalut wanita yang akan direvisi baik dari produsen pembalut wanita maupun regulator. Masukan dan saran dapat Syarat Penandaan (Permenkes No. 96 Tahun 1977 tentang Wadah, Pembungkus, Penandaan serta Periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan) disarankan untuk segara direvisi juga karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi saat ini. ❧Forum sepakat terkait dengan jenis uji dan persyaratan yang diwajibkan agar tidak hanya dinyatakan dalam bentuk kualitatif tetapi juga dalam kuantitatif seperti Fluoresensi, Keasaman atau mitochi.wordpress.com berupa standar acuan dan metode uji yang digunakan oleh produsen selama ini. Berdasarkan masukan dan saran tersebut akan dirumuskan SNI pembalut wanita yang tertelusur dengan standar internasional dan dapat diterapkan oleh laboratorium uji, pelaku usaha khususnya produsen pembalut wanita di Indonesia dan regulator dalam memberikan izin edar. Rapat koordinasi revisi SNI 166363-2000 menghasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut: ❧Pada prinsipnya semua produsen/ pabrikan yang hadir pada Rakor tersebut telah menerapkan semua persyaratan yang tertera pada SNI 16-6363:2000 karena persyaratan yang diharuskan oleh SNI tersebut Kebasaan. Selain itu yang belum diperjelas pada SNI 16-6363-2000 hendaknya dapat lebih diperjelas pada saat revisi SNI tersebut. ❧Untuk menghasilkan SNI Pembalut wanita yang lebih transparan, tertelusur dengan standar internasional dan dapat diterapkan oleh produsen/ pabrikan produk pembalut wanitia, diharapkan peran semua produsen untuk dapat mengirimkan metode dan rujukan/ standar yang digunakan saat ini ke BSN dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Metode dan rujukan/standar tersebut digunakan sebagai data acuan untuk merevisi SNI 166363-2000 yang akan disepakati bersama oleh BSN, Produsen, Regulator dan laboratorium uji. Hal. 7 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA Mungkin Anda pernah mendengar, melihat dan bersentuhan dengan alat kesehatan, apalagi pada saat Anda menjadi pasien, penggunaan alat kesehatan tidak bisa dihindari, mulai dari yang berteknologi sederhana dan murah seperti penekan lidah (tongue pressure), termometer, stetoskop, hingga yang berteknologi tinggi dan-tentu saja-mahal seperti external/internal cardiac pacemaker with internal power source, CT Scan (computed tomography), MRI (magnetic resonance image), mesin kemoterapi dan lain-lain. S GUNAKAN ALAT KESEHATAN YANG MEMENUHI STANDAR (Beluh Mabasa Ginting, ST, M. Si) udah tahukah Anda, apakah alat kesehatan itu? Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, perkakas, dan/ atau implant, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan , dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia , dan dapat mengandung obat yang tidak Hal. 8 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 mencapai kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme untuk dapat membantu fungsi/kinerja yang diinginkan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2014 tentang Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang diadospi dari ASEAN Medical Devices Directive (AMDD)). Food and Drug Administration (FDA) menyebutkan alat kesehatan mulai dari alat penekan lidah (tongue pressure), bedpans sampai alat pacemakers yang kompleks yang dapat diprogam dengan micro-chip technology dan peralatan bedah laser, termasuk produk diagnostic in vitro (IVD), seperti peralatan laboratorium untuk tujuan umum, reagents, dan test kits, termasuk monoclonal antibody technology, emisi radiasi elektronik (contoh alat ultrasound diagnostic, x-ray machines dan medical lasers). Sementara menurut World Health Organization (WHO), saat ini, tersedia lebih dari 1,5 juta (satu setengah juta) alat kesehatan (https://www.linkedin. com/today/post/article/2014072821 5309-16808-the increasingimportance-of-software-in-medicaldevices?trk=eml-ced-b-sum-Ch-68736273323849560585&midToken TOPIK UTAMA =AQHk4fvDaWfbtA&fromEmail= fromEmail&ut=2Rh55TNXtNL6k1). Pemilihan dan petimbangan alat kesehatan yang digunakan selalu tergantung pada kebutuhan lokal, regional atau nasional, termasuk jenis fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang menggunakan alat tersebut, tenaga kerja kesehatan yang ada, serta jenis dan beban penyakit di daerah tertentu. Peralatan kesehatan lengkap dengan aksesorisnya dan e-Health solution merupakan komponen penting teknologi kesehatan, yang berpotensi untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan masyarakat. Namun, banyak orang di dunia tidak memiliki kemampuan untuk mengakses teknologi kesehatan tersebut khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia. Apa pula yang dimaksud dengan “standar”. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. (Undang-Undang No.20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian) Berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, kementerian/ lembaga pemerintah nonKementerian berwenang menetapkan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah non-Kementerian. Clinical Engineering Handbook by Joseph Dyro The Biomedical Engineering Series. page 557 menyebutkan sebagai berikut: Most standars are voluntary. However, a standar may be mandated by a company, a professional society, an industry, or a government. A standar may be called a “regulation” when it is mandatory. When a standar is mandated by a government, it normally becomes legally obligatory based on regulations or a law established by the government. Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan alat kesehatan yang memenuhi standar? Alat kesehatan yang memenuhi standar adalah alat kesehatan yang dalam proses produksinya telah memenuhi standar produk alat kesehatan (seperti SNI, ISO, IEC ) oleh pabrik alat kesehatan yang sistem mutunya telah mendapat sertifikat ISO 13485, Medical Devices – Quality management systems – Requirements for regulatory purposes. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan UndangUndang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa ”teknologi dan produk teknologi harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan”. Sertifikat ISO 13485 adalah suatu pengakuan terhadap sistem manajemen mutu pabrik alat kesehatan yang telah mampu menghasilkan alat kesehatan dan layanan terkait yang secara konsisten memenuhi persyaratan konsumen dan persyaratan regulasi serta memfasilitasi harmonisasi persyaratan regulasi alat kesehatan. Pabrik alat kesehatan sebagai salah satu dari pemangku kepentingan (stakeholder) wajib membuat keputusan yang terkait dengan keamanan alat kesehatan, termasuk resiko yang dapat diterima, dengan mempertimbangkan perkembangan terkini yang berlaku umum (the generally accepted state of the art) dalam rangka menentukan kesesuaian alat kesehatan untuk ditempatkan di pasar sesuai dengan maksud penggunaannya (the intended use), atau dengan kata lain menerapkan manajemen risiko (ISO 14971, Medical Devices – Application Hal. 9 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA of risk management to medical devices) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem manajemen mutu (ISO 13485) pabrik alat kesehatan itu sendiri. Menteri Kesehatan dalam kebijakannya mengelompokkan alat kesehatan menjadi lima kelompok besar yaitu : a) Alat kesehatan elektromedik radiasi b) Alat kesehatan elektromedik non radiasi c) Alat kesehatan non elektromedik steril d) Alat kesehatan non elektromedik non steril; dan e) Alat kesehatan Diagnostik in Vitro Dimana proses produksi, penyaluran dan peredaran alat kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia untuk keselamatan pasien (patient safety). Dengan kata lain alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar. Kelompok alat kesehatan tersebut diatas adalah kelompok alat kesehatan yang dapat disalurkan oleh penyalur alat kesehatan setelah mendapatkan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dari Kementerian Kesehatan RI berdasarkan kemampuan sarana yang dimilikinya. Sampai saat ini terdapat kurang lebih 1.600 Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), diantaranya baru 287 yang mempunyai sole agent dan sebayak 277 beredar atau tersebar di wilayah Jabotabek. Pabrik alat kesehatan yang telah menerapkan SNI alat kesehatan dan ingin mendapat pengakuan bahwa mutu produk alat kesehatan tersebut Hal. 10 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 sudah sesuai dengan ketentuan SNI yang ditetapkan, maka produsen/ pabrik harus meminta penilaian kesesuaian/pensertifikasian produk tersebut ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). LSPro akan melakukan dua langkah, yaitu : 1. Mengaudit pabrik yang mengajukan permohonan sertifikasi produk tersebut. Disini akan dinilai apakah sistem manajemen mutu pabrik tersebut telah menerapkan SNI ISO 13485: Alat kesehatan yang terdiri dari: – Sistem manajemen mutu – Persyaratan untuk tujuan regulasi 2. LSPro akan mengambil contoh produk yang akan disertifikasi dan mengirim produk tersebut ke laboratorium pengujian yang terakreditasi. Selanjutnya laboratorium pengujian akan memberikan laporan dan sertifikat hasil uji pada LSPro. Bila pabrik tersebut lulus uji dan hasil audit proses produksi pada pabrik tersebut sudah sesuai dengan ketentuan SNI yang ditetapkan, maka produk tersebut akan mendapatkan hak untuk mencantumkan tanda SNI. Proses ini dikenal sebagai pengajuan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI). Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan sampai saat ini belum ada alat kesehatan yang bersertifikat SNI, karena Kementerian Kesehatan belum memberlakukan SNI alat kesehatan secara wajib (regulasi teknis berbasis standar) dan belum tersedianya laboratorium uji dan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) lingkup alat kesehatan yang terakreditasi, sedangkan permintaan sertifikat produk SNI beserta tanda SNI oleh pabrik alat kesehatan dalam negeri saat ini semakin meningkat. Berdasarkan data dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) sampai saat ini telah ada 164 SNI alat kesehatan. (Daftar alat kesehatan yang telah memiliki nomor Standar Nasional Indonesia (SNI) terlampir). Kementerian Kesehatan sangat mendukung pemberlakuan SNI alat kesehatan secara wajib melalui Program Nasional Regulasi Teknis (PNRT) khususnya untuk alat kesehatan yang berteknologi sederhana dan sedang, serta habis pakai. Produk tersebut telah banyak digunakan dalam sarana pelayanan kesehatan dan telah dapat diproduksi di dalam negeri, seperti jarum suntik (disposable syringe), sarung tangan untuk pemeriksaan dan sarung tangan bedah steril, kondom, pembalut wanita, kontak lensa, tensi meter, tempat tidur pasien dst. Dengan demikian, SNI dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk impor karena SNI merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing bangsa dan memperlancar perdagangan secara global khususnya dalam rangka menghadapi pasar bebas ASEAN. TOPIK UTAMA REKAPITULASI ALAT KESEHATAN YANG MEMILIKI NOMOR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) REKAPITULASI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) ALAT KESEHATAN YANG TELAH MEMILIKI NOMOR SNI No. Nomor SNI Tahun Terbit 1 SNI ISO 15223-1:2015 2015 Alat kesehatan – Simbol yang digunakan pada label, penandaan dan informasi alat kesehatan – Bagian 1: Persyaratan umum (ISO 152231:2012, IDT) 2 SNI ISO 14971:2015 2015 Alat kesehatan – Penerapan manajemen risiko pada alat kesehatan (ISO 14971:2007, IDT) 3 SNI ISO 14630:2015 2015 Implan bedah tidak aktif - Persyaratan umum (ISO 14630:2012, IDT) 4 SNI ISO 10993-13:2015 2015 Evaluasi biologis alat kesehatan - Bagian 13: Identifikasi dan kuantifikasi produk degradasi alat kesehatan polimer (ISO 10993-13:2010, IDT) 5 SNI ISO 10993-9:2015 2015 Evaluasi biologis alat kesehatan - Bagian 9: Kerangka kerja untuk identifikasi dan kuantifikasi produk degradasi potensial (ISO 10993-9:2010, IDT) 6 SNI ISO 10993-5:2015 2015 Evaluasi biologis alat kesehatan - Bagian 5: Uji sitotoksisitas secara in vitro (ISO 10993-5:2009, IDT) 7 SNI ISO 10993-1:2015 2015 Evaluasi biologis alat kesehatan - Bagian 1: Evaluasi dan pengujian dalam proses manajemen risiko (ISO 10993-1:2009, IDT) 8 SNI ISO 10993-16:2015 2015 Evaluasi biologis alat kesehatan - Bagian 16: Desain studi toksikokinetik produk degradasi dan luluhan (ISO 10993-16:2010, IDT) 9 SNI IEC/TR 60878:2014 2014 10 SNI IEC 80601-2-60:2014 2014 11 SNI IEC 60601-2-47:2014 2014 12 SNI ISO 11607-2:2014 2014 13 SNI ISO 11135-1:2014 2014 14 SNI ISO 80601-2-61:2014 2014 15 SNI ISO 80601-2-13:2014 2014 16 SNI IEC 62653:2014 2014 17 SNI IEC 60601-2-2:2014 2014 18 SNI IEC 80601-2-30:2014 2014 19 SNI IEC 62353:2014 2014 20 SNI IEC 60601-2-52:2014 2014 Judul SNI Simbol grafis untuk peralatan elektrik pada praktek medis (IEC/TR 60878:2003, IDT) Peralatan elektromedika Bagian 2-60: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial peralatan dental (IEC 80601-260:2012, IDT) Peralatan elektromedik Bagian 2-47: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial sistem elektrokardiografis ambulatori (IEC 60601-2-47 : 2012, IDT) Pengemasan alat kesehatan untuk terminally sterilized - Bagian 2: Persyaratan validasi untuk proses forming, sealing dan perakitan (ISO 11607-2:2006, IDT) Sterilisasi produk kesehatan Etilene oksida Bagian 1: Persyaratan untuk pengembangan, validasi dan kontrol rutin proses sterilisasi untuk alat kesehatan (ISO 11135-1:2007, IDT) Peralatan Elektromedik - Bagian 2-61: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial peralatan oksimeter pulsa (ISO 80601-2-61:2011, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-13: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial unit anestesi (ISO 80601-213:2011, IDT) Pedoman Keselamatan Pengoperasian Peralatan Medis pada Layanan Hemodialisis (IEC/TR 62653:2012, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-2: Persyaratan khusus keselamatan dasar dan kinerja esensial untuk peralatan bedah frekuensi tinggi dan aksesorinya (IEC 60601-2-2:2009, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-30: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial tensimeter non invasive otomatis (IEC 80601-2-30:2009, IDT) Peralatan elektromedik Pengujian berkala dan pengujian setelah perbaikan pada peralatan elektromedik IDT) Edisi IV - Juli 2015 Hal.(IEC 11 l62353:2007, Buletin INFARKES Peralatan elektromedik - Bagian 2-52: Persyaratan khusus keselamatan dasar dan kinerja esensial tempat tidur pasien (IEC 60601-2-52:2009, IDT) 17 SNI IEC 60601-2-2:2014 2014 TOPIK18UTAMA SNI IEC 80601-2-30:2014 2014 19 SNI IEC 62353:2014 2014 20 SNI IEC 60601-2-52:2014 2014 21 SNI IEC 60601-2-51:2014 2014 22 SNI IEC 60601-2-20:2014 2014 23 SNI IEC 60513:2014 2014 24 SNI IEC 60601-1:2014 2014 25 SNI IEC 60601-1-1:2014 2014 26 SNI IEC 60601-2-19:2014 2014 27 SNI IEC 60601-2-20:2014 2014 28 SNI IEC 60601-1-2:2012 2012 29 SNI IEC 80601-2-35:2012 2012 30 SNI ISO 9170-1:2012 2012 31 SNI ISO 8536-4:2012 2012 32 SNI ISO 8638:2012 2012 33 34 SNI ISO 15747:2012 SNI ISO 22413:2012 2012 2012 35 SNI ISO 80601-2-56:2012 2012 36 37 38 39 40 41 SNI ISO 81060-2:2012 SNI ISO 7885:2012 SNI ISO 8612:2012 SNI ISO 10651-4:2012 SNI ISO 21987:2012 SNI ISO 7199:2011 2012 2012 2012 2012 2012 2011 42 SNI ISO 9168:2011 2011 43 SNI ISO 11663:2011 2011 44 SNI ISO 15002:2011 2011 45 SNI ISO 21534: 2011 2011 46 SNI ISO 21969:2011 2011 47 48 SNI ISO 22882:2011 SNI ISO 28620:2011 2011 2011 49 SNI IEC 60601-2-22:2010 2010 Hal. 12 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 Peralatan elektromedik - Bagian 2-2: Persyaratan khusus keselamatan dasar dan kinerja esensial untuk peralatan bedah frekuensi tinggi dan aksesorinya (IEC 60601-2-2:2009, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-30: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial tensimeter non invasive otomatis (IEC 80601-2-30:2009, IDT) Peralatan elektromedik Pengujian berkala dan pengujian setelah perbaikan pada peralatan elektromedik (IEC 62353:2007, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-52: Persyaratan khusus keselamatan dasar dan kinerja esensial tempat tidur pasien (IEC 60601-2-52:2009, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 2-51: Persyaratan khusus untuk keselamatan, termasuk kinerja esensial EKG perekam dan penganalisis kanal tunggal dan multikanal (IEC 60601-2-51:2003, IDT) Peralatan elektromedik Bagian 2-20: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial inkubator infant transpor (IEC 60601-2-20:2009, IDT) Aspek fundamental standar keselamatan untuk peralatan elektromedik (IEC 60513:1994, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 1 : Persyaratan umum keselamatan dasar dan kinerja esensial (IEC 60601-1: 2005, IDT) Peralatan elektromedik Bagian 1-1: Persyaratan Umum untuk keselamatan Standar kolateral: Persyaratan keselamatan untuk sistem elektromedik (IEC 60601-1-1:2000, IDT) Peralatan elektromedik Bagian 2-19: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial inkubator infant (IEC 60601-219:2009, IDT) Peralatan elektromedik Bagian 2-20: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial inkubator infant transpor (IEC 60601-2-20:2009, IDT) Peralatan elektromedik - Bagian 1-2: Persyaratan umum untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial - Standar kolateral: elektromagnetik - Persyaratan dan pengujian Peralatan elektromedik - Bagian 2-35: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial alat pemanas yang menggunakan selimut, alas atau matras dan yang dimaksudkan untuk pemanas dalam penggunaan medis Unit terminal untuk sistem pemipaan gas medik - Bagian 1: Unit terminal yang digunakan dengan gas medik bertekanan dan vakum Peralatan infus untuk pemakaian medik - Bagian 4: Set infus sekali pakai, berdasarkan gravitasi Implan kardiovaskular dan sistem ekstrakorporeal - Sirkuit darah ekstrakorporeal untuk hemodialiser, hemodiafilter dan hemofilter Wadah plastik untuk injeksi intravena Set transfer untuk sediaan farmasi - Persyaratan dan metode uji Peralatan elektromedik - Bagian 2-56: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dan kinerja esensial termometer klinis pengukur temperatur badan Tensimeter non-invasif - Bagian 2: Validasi klinis tipe pengukuran otomatis Kedokteran gigi - Jarum suntik steril sekali pakai Peralatan optalmik - Tonometer Ventilator paru Bagian 4: Persyaratan khusus untuk resusitator manual Optik optalmik - Lensa kacamata terpasang Implan kardiovaskular dan organ tiruan - Penukar gas-darah (oksigenator) Kedokteran gigi-Penghubung selang untuk henpis dental yang digerakkan oleh udara Kualitas cairan dialisis untuk hemodialisis dan terapi sejenis Alat ukur aliran pada penghubung ke unit teminal sistem pemipaan gas medis Implan bedah no aktif - Implan pengganti sendi - Persyaratan khusus Penghubung fleksibel tekanan tinggi untuk digunakan pada sistem gas medis Kastor dan roda - Persyaratan kastor untuk tempat tidur rumah sakit Alat kesehatan - Alat infus portabel yang diatur secara non-elektrik Peralatan listrik medik - Bagian 2-22: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dankinerja utama-peralatan laser bedah, kosmetik, 43 SNI ISO 11663:2011 2011 44 SNI ISO 15002:2011 2011 45 SNI ISO 21534: 2011 2011 46 SNI ISO 21969:2011 2011 47 48 SNI ISO 22882:2011 SNI ISO 28620:2011 2011 2011 49 SNI IEC 60601-2-22:2010 2010 50 51 SNI ISO 6710:2010 SNI ISO 8836:2010 2010 2010 52 SNI ISO 10555-5:2010 2010 53 SNI ISO11978:2010 2010 54 55 56 SNI ISO 13959:2010 SNI ISO 14630:2010 SNI ISO 8537:2009 2010 2010 2009 57 SNI ISO 8536-4:2009 2009 58 SNI ISO 81060-1:2009 2009 59 SNI ISO 7886-4:2009 2009 60 SNI ISO 7886-3:2009 2009 61 SNI ISO 7494-2:2009 2009 62 SNI ISO 7494-1:2009 2009 63 64 65 SNI ISO 7493:2009 SNI ISO 5367:2009 SNI ISO 22413:2009 2009 2009 2009 66 SNI ISO 21649:2009 2009 67 SNI ISO 15747:2009 2009 68 SNI ISO 14243-1:2009 2009 69 SNI ISO 14242-1:2009 2009 70 SNI IEC 60601-2-7:2009 2009 71 SNI IEC 60601-2-5:2009 2009 72 SNI IEC 60601-2-40:2009 2009 73 SNI IEC 60601-2-36:2009 2009 74 SNI IEC 60601-2-28:2009 2009 75 SNI ISO 15197:2009 2009 76 SNI ISO 15198:2009 2009 77 SNI ISO 19001:2009 2009 78 SNI ISO 10936-2:2008 2008 79 SNI ISO 10936-1:2008 2008 oleh udara Kualitas cairan dialisis untuk hemodialisis dan terapi sejenis Alat ukur aliran pada penghubung ke unit teminal sistem pemipaan gas medis Implan bedah no aktif - Implan pengganti sendi - Persyaratan khusus Penghubung fleksibel tekanan tinggi untuk digunakan pada sistem gas medis Kastor dan roda - Persyaratan kastor untuk tempat tidur rumah sakit Alat kesehatan - Alat infus portabel yang diatur secara non-elektrik Peralatan listrik medik - Bagian 2-22: Persyaratan khusus untuk keselamatan dasar dankinerja utama-peralatan laser bedah, kosmetik, terapetik dan diagnostik Wadah sekali pakai penampung specimen darah vena Kateter hisap untuk penggunaan pada saluran pernapasan Kateter intravascular sekali pakai, steril - Bagian 5: Kateter periferal overneedle Optik oftalmik - Lensa kontak dan produk perawatan lensa kontak Informasi yang disediakan oleh pabrikan Air untuk hemodialisis dan terapi sejenis Implan bedah tidak aktif - Persyaratan umum Alat suntik steril sekali pakai, dengan atau tanpa jarum, untuk insulin Peralatan infus untuk pemakaian medik - Bagian 4: Set infus sekali pakai, berdasarkan gravitasi Tensimeter non-invasif (non-invasive sphygmomanometers) - Bagian 1: Persyaratan dan metode uji untuk tipe pengukuran- non-otomatis Alat suntik hipodermik steril sekali pakai - Bagian 4: Alat suntik dengan fitur pencegahan ulang Alat suntik hipodermik steril sekali pakai - Bagian 3: Alat suntik rusak otomatis untuk imunisasi dosis tetap Kedokteran gigi – Dental unit – Bagian 2: Suplai air dan udara Kedokteran gigi – Dental unit – Bagian 1: Persyaratan umum dan metode pengujian Kedokteran gigi – Kursi operator Slang pernapasan untuk pemakaian pada peralatan anestesi dan ventilator Set transfer untuk sediaan farmasi - Persyaratan dan metode uji Penyuntik tanpa jarum untuk penggunaan medik - Persyaratan dan metode uji Wadah plastik untuk injeksi intravena Implan untuk pembedahan – Keausan prostesis persendian tulang lutut total – Bagian 1: Pembebanan dan parameter perpindahan untuk mesin pengujian keausan dengan pengendali beban dan persyaratan lingkungan untuk pengujian Implan untuk pembedahan – Keausan prostesis persendian tulang paha total – Bagian 1: Pembebanan dan parameter perpindahan untuk mesin pengujian-keausan dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pengujian Peralatan listrik medik – Bagian 2-7: Persyaratan khusus untuk keselamatan pembangkit tegangan tinggi pesawat sinar-X diagnostik Peralatan listrik medik – Bagian 2-5: Persyaratan khusus untuk keselamatan peralatan fisioterapi ultrasonik Peralatan listrik medik – Bagian 2-40: Persyaratan khusus untuk keselamatan alat elektromiograf dan pemicunya Peralatan listrik medik – Bagian 2-36: Persyaratan khusus untuk keselamatan alat induksi litotripsi ekstrakorporeal Peralatan listrik medik – Bagian 2-28: Persyaratan khusus untuk keselamatan rakitan sumber sinar-X dan rakitan tabung sinar-X untuk diagnostik Sistem uji diagnostik in vitro - Persyaratan untuk sistem pemantauan gula darah yang dapat melakukan pengujian sendiri dalam pengelolaan diabetes meletus Laboratorium klinik - Alat kesehatan diagnostik invito - Validasi prosedur kontrol mutu penggunaan oleh produsen Alat kesehatan diagnostik in vitro - Informasi yag disetakan oleh produsen pada reagensia in vitro untuk pewarnaan biologi Mikroskop operasi - Bagian 2: Bahaya radiasi cahayaINFARKES dari mikroskop Hal. 13 l Buletin Edisi IV - Juli 2015 operasi yang digunakan dalam bedah okular Mikroskop operasi - Bagian 1: Persyaratan dan metode uji TOPIK UTAMA 74 SNI IEC 60601-2-28:2009 2009 75 SNI ISO 15197:2009 2009 TOPIK76UTAMA SNI ISO 15198:2009 2009 77 SNI ISO 19001:2009 2009 78 SNI ISO 10936-2:2008 2008 79 80 SNI ISO 10936-1:2008 SNI ISO 9918:2008 2008 2008 81 SNI ISO 8835-2:2008 2008 82 SNI 16-7010.2-2004 2004 83 SNI 16-7010.1-2004 2004 84 SNI 16-7009.1-2004 2004 85 86 87 88 89 90 91 92 SNI 16-2723-2003 SNI 16-6657-2002 SNI 16-6656-2002 SNI 16-6655-2002 SNI 16-6654-2002 SNI 16-6649-2002 SNI 16-6647-2002 SNI 16-6646-2002 2003 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 93 SNI 16-6645.4-2002 2002 94 SNI 16-6645.3-2002 2002 95 SNI 16-6645.2-2002 2002 96 SNI 16-6645.1-2002 2002 97 98 SNI 16-6644-2002 SNI 16-6643-2002 2002 2002 99 SNI 16-6642-2002 2002 100 101 SNI 16-6641-2002 SNI 16-6639-2002 2002 2002 102 SNI 16-6638-2002 2002 103 SNI 16-6637-2002 2002 104 SNI 16-6636-2002 2002 105 106 107 108 109 SNI 16-6635-2002 SNI 16-6634.2-2002 SNI 16-6634.1-2002 SNI 16-6633-2002 SNI 16-6632-2002 2002 2002 2002 2002 2002 110 SNI 16-6631-2002 2002 111 SNI 16-4774.3-2002 2002 112 SNI 16-2623-2002 2002 113 SNI 16-2622-2002 114 SNI 06-0043-2002 115 SNI 16-6357.1-2001 116 SNI 18-6479-2000 117 SNI 16-6362-2000 SNI 16-6361-2000 Hal. 14 l118 Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 119 SNI 16-6360-2000 120 SNI 16-6359-2000 2002 2002 2001 2000 2000 2000 2000 2000 keselamatan rakitan sumber sinar-X dan rakitan tabung sinar-X untuk diagnostik Sistem uji diagnostik in vitro - Persyaratan untuk sistem pemantauan gula darah yang dapat melakukan pengujian sendiri dalam pengelolaan diabetes meletus Laboratorium klinik - Alat kesehatan diagnostik invito - Validasi prosedur kontrol mutu penggunaan oleh produsen Alat kesehatan diagnostik in vitro - Informasi yag disetakan oleh produsen pada reagensia in vitro untuk pewarnaan biologi Mikroskop operasi - Bagian 2: Bahaya radiasi cahaya dari mikroskop operasi yang digunakan dalam bedah okular Mikroskop operasi - Bagian 1: Persyaratan dan metode uji Persyaratan keselamatan kapnometer untuk digunakan pada manusia Sistem anestesi inhalasi- Bagian 2: Sistem pernapasan anestesi untuk orang dewasa Alat suntik hipodermik steril sekali pakai - Bagian 2: Digunakan bersama dengan pompa alat suntik berdaya listrik Alat suntik hipodermik steril sekali pakai - Bagian 1: Untuk penggunaan manual Fiting konikal dengan ketirusan 6% (Luer) untuk alat suntik, jarum dan perlengkapan medik tertentu lain - Bagian 1: Persyaratan umum Kondom lateks Sarung tangan proteksi radiasi sinar - X Kaca timbal untuk proteksi radiasi sinar-X Spesifikasi timbangan balita, anak dan dewasa Set infus steril sekali pakai untuk pemakaian medik umum Meja sinar-X dan tempat berdiri untuk penggunaan medik Resusitator untuk manusia Spesifikasi timbangan bayi Kuret periodental, skeler dan ekskavator gigi - Bagian 4 : Ekskavator gigi Tipe diskoid Kuret periodental, skeler dan ekskavator gigi - Bagian 3 : Skeler gigi - Tipe H. Kuret periodental, skeler dan ekskavator gigi - Bagian 2 : Kuret periodental - Tipe Gr Kuret periodental, skeler dan ekskavator gigi - Bagian 1 : Persyaratan umum Jarum hipodermik steril sekali pakai Kasa penutup bedah - Kemasan sekali pakai Gawai intravena bersayap steril sekali pakai untuk pemakaian medik umum Tang pencabut gigi - Tipe engsel sekrup dan engsel pasak Laser diagnostik dan terapi - Persyaratan keselamatan Peralatan sinar-X terapi julat pengoperasian 10 kV sampai dengan 1 MV Persyaratan keselamatan Konsentrator oksigen medik - Persyaratan keselamatan Implan kardiovaskuler dan organ artifisial - Penukar gas-darah (oksigenator) Kursi operator gigi Henpis bor gigi - Bagian 2 : Henpis lurus dan bersudut Henpis bor gigi - Bagian 1 : Henpis turbin-udara kecepatan tinggi Meja operasi - Persyaratan keselamatan Ventilator medik - Ventilator darurat dan transportasi Monitor oksigen pemantau campuran udara pernafasan pasien Persyaratan keselamatan Alat transfusi untuk pemakaian medik - Bagian 3: Set transfusi sekali pakai Sarung tangan karet, sekali pakai untuk keperluaan pemeriksaan kesehatan Sarung tangan steril, sekali pakai untuk keperluan bedah Nitrous oksida untuk medis Mesin anestesia berventilator - Aspek keselamatan Pakaian proteksi sinar-X untuk pasien Peralatan endoskopi Elektroensefalograf Oksimeter pulsa penggunaan medik Kantong penampung urine - Persyaratan dan metode uji 112 SNI 16-2623-2002 2002 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 SNI 16-2622-2002 SNI 06-0043-2002 SNI 16-6357.1-2001 SNI 18-6479-2000 SNI 16-6362-2000 SNI 16-6361-2000 SNI 16-6360-2000 SNI 16-6359-2000 SNI 16-6357-2000 SNI 16-6356-2000 SNI 16-6355.5-2000 SNI 16-6355.4-2000 SNI 16-6355.3-2000 SNI 16-6355.2-2000 SNI 16-6355.1-2000 2002 2002 2001 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 128 SNI 04-6284.2-2000 2000 129 130 131 SNI 16-6363-2000 SNI 12-6358-2000 SNI 16-6155-1999 2000 2000 1999 132 SNI 16-6073-1999 1999 133 SNI 16-6071-1999 1999 134 SNI 16-6155-1999 1999 135 SNI 04-6191.2.4-1999 1999 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 SNI 16-4945-1998 SNI 16-4944-1998 SNI 16-4942-1998 SNI 16-4941-1998 SNI 16-4940.2-1998 SNI 16-4940.1-1998 SNI 16-4939-1998 SNI 16-4938-1998 SNI 16-4778-1998 SNI 16-4777-1998 SNI 16-4776-1998 SNI 16-4775-1998 SNI 16-4774-1998 SNI 16-4415-1997 SNI 16-4286-1996 SNI 16-4223-1996 SNI 16-4222-1996 SNI 16-4221-1996 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1998 1997 1996 1996 1996 1996 154 SNI 16-3599-1994 1994 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 SNI 16-3598-1994 SNI 16-3368-1994 SNI 16-3367-1994 SNI 16-3366-1994 SNI 16-3346-1994 SNI 16-2635-1992 SNI 16-2633-1992 SNI 16-2632-1992 SNI 16-2608-1992 SNI 16-1001-1989 1994 1994 1994 1994 1994 1992 1992 1992 1992 1989 Sarung tangan karet, sekali pakai untuk keperluaan pemeriksaan kesehatan Sarung tangan steril, sekali pakai untuk keperluan bedah Nitrous oksida untuk medis Mesin anestesia berventilator - Aspek keselamatan Pakaian proteksi sinar-X untuk pasien Peralatan endoskopi Elektroensefalograf Oksimeter pulsa penggunaan medik Kantong penampung urine - Persyaratan dan metode uji Mesin anestesi untuk manusia Ventilator rawat rumah Kateter intravaskuler sekali pakai, steril - Kateter intravena Kateter intravaskuler sekali pakai, steril - Kateter dilatasi balon Kateter intravaskuler sekali pakai, steril - Kateter vena sentral Kateter intravaskuler sekali pakai, steril - Kateter angiografi Kateter intravaskuler sekali pakai, steril - Persyaratan umum Peralatan listrik untuk medik. Bagian 2: Persyaratan khusus untuk keselamatan pada peralatan terapi gelombang pendek Pembalut wanita Sikat gigi Peralatan terapi gelombang mikro Sirkuit darah ekstra korporeal hemodialiser, hemofilter dan hemokonsentrator Hemodialiser, hemofilter dan hemokonsentrator Peralatan listrik untuk medik Bagian 2: Persyaratan khusus untuk keselaman pada peralatan terapi gelombang mikro Peralatan elektromedik. Bagian 2.4: Persyaratan khusus untuk keselamatan defibrilator jantung dan monitor - Defibrilator jantung Plester perekat elastik untuk bedah Gunting bedah Incubator transportasi Termometer klinik berselubung Alat hisap medik dengan sumber daya kevakuman dan tekanan Alat hisap medik dengan sumber daya listrik Elektrokardiograf Pelat penyambung tulang dari baja tahan karat Persyaratan khusus keamanan peralatan bedah frekuensi tinggi Kateter saluran kemih steril sekali pakai untuk penggunaan medik umum Alat suntik steril sekali pakai untuk insulin dengan atau tanpa jarum Alat isap medik manual Alat transfusi untuk pemakaian medik - Alat pengambil darah Sphygmomanometer/Tensimeter non otomatis Unit fototerapi tipe bergerak Kateter isap saluran napas Lampu perawatan gigi Inkubator perawatan bayi Syarat mutu dan cara uji bahan tanam dengan pengikat gips untuk pengecoran logam paduan emas dalam kedokteran gigi Syarat mutu dan cara uji malam lempeng basis untuk kedokteran gigi Logam paduan untuk amalgam penambal gigi Logam paduan cor logam dasar untuk kerangka gigi tiruan Benang operasi serap hologen sekali pakai Benang operasi tanserap sekali pakai Alat bantu dengar Kursi pasien kedokteran gigi Unit kedokteran gigi Alat suntik sekali pakai (disposable syringe) Perlak karet untuk rumah sakit TOPIK UTAMA Hal. 15 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2015 D Tema: “Koordinasi dan Sinkronisasi Pusat dan Daerah Dalam Rangka Terwujudnya Kemandirian Alat Kesehatan dan PKRT serta Terjaminnya Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Syarat di Peredaran” irektorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes mengadakan kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi Teknis Perizinan Alat Kesehatan pada tanggal 4-7 Agustus 2015, di Hard Rock Hotel Bali. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dirjen Binfar & Alkes, Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D., Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, LKPP, Dewan Pengawasan Pariwara, Gakeslab, para profesional di bidang Alat Kesehatan, pejabat & staf dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam sambutannya, Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D mengatakan isu strategis di bidang kesehatan antara lain peningkatan status kesehatan pada setiap kelompok usia, pengendalian beban ganda penyakit dan Penyakit Tidak Menular (PTM), peningkatan status gizi, penguatan sistem kesehatan serta peningkatan akses pelayanan Hal. 16 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 kesehatan. Hal ini sudah sejalan dengan Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2015 – 2019 yaitu meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas alat kesehatan. “Sesuai Arah Kebijakan & Strategis Nasional (RPJMN tahun 2015 - 2019) serta Arah Kebijakan Kementerian Kesehatan bahwa kemandirian alat kesehatan serta terjaminnya produk Alat Kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat di peredaran harus dapat diwujudkan melalui upaya – upaya penguatan Kemandirian Alat Kesehatan, peningkatan daya saing industri alat kesehatan dalam negeri serta peningkatan pengawasan pre-market dan post – market Alat Kesehatan dan PKRT”, ujar Dirjen Binfar dan Alkes. Tantangan program untuk Pilar Pelayanan Kesehatan membutuhkan koordinasi lintas proram dan sektor dalam rangka peningkatan akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan terpadunya upaya : 1. Penguatan manajemen obat dan perbekes di fasilitas kesehatan 2. Peningkatan penggunaan obat rasional dan swamedikasi 3. Peningkatan kapasitas SDM 4. Penyusunan FORNAS dan DOEN 5. Revitalisasi Pelayanan Kefarmasian 6. Pengawasan Pra dan Pasca pemasaran alat kesehatan Dirjen Binfar dan Alkes menambahkan, tahun 2015 ada 4 (empat) indikator yang harus dicapai oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 2 (dua) dari belakang merupakan indikator baru yaitu: Persentase produk Alat Kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat, Persentase sarana produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/ CPPKRTB), dan Persentase evaluasi market sesuai Good Review Practices yang tepat waktu, serta jumlah jenis TOPIK UTAMA Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri. “Untuk mencapai hal tersebut diperlukan strategi yang harus didukung oleh berbagai pihak termasuk oleh stakeholder pelaku usaha. Strategi tersebut adalah peningkatan keamanan, mutu dan manfaat Alat Kesehatan melalui pengawasan pre-market dan postmarket, peningkatan pelayanan publik dalam perizinan Alat Kesehatan dan PKRT, serta peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap Alat Kesehatan. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Bina Produksi & Distribusi Alat Kesehatan, Drg. Arianti Anaya, MKM mengatakan, Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) di bidang Alat Kesehatan dan PKRT secara garis besar ditujukan pada 4 (empat) faktor utama yaitu: 1. Sarana (Produksi dan Distribusi); 2. Tenaga; 3. Produk/ Komoditi; dan 4. Penggunaan. Pada penggunaannya di sarana layanan kesehatan, keberpihakan pada produk dalam negeri telah dilakukan dengan adanya Permenkes Nomor 86 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri yang disusun berdasarkan prioritas kebutuhan, kemampuan sarana produksi yang telah ada dan sumber daya yang tersedia. Pada pemanfaatannya, telah ditetapkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, Lembaga Penelitian dan Masyarakat harus berperan aktif dalam pelaksanaan Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri untuk meningkatkan pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri”. Pembangunan Kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Alat Kesehatan merupakan salah satu komponen penting di samping tenaga dan obat dalam sarana pelayanan kesehatan. Teknologi Alat Kesehatan berkembang sangat pesat seiring dengan semakin berkembangnya Ilmu Pengetahuan & Teknologi (IPTEK), mulai dari teknologi sederhana hingga teknologi tinggi; dan digunakan di sarana pelayanan kesehatan, di layanan kesehatan pribadi maupun di rumah tangga. Hal ini perlu diiringi pula dengan penilaian kemanfaatan dan biaya (cost-benefit assessment) dalam pemanfaatannya. Dalam rangka menghadapi perdagangan bebas pada Masyarakat Ekonomi Asean, perlu dilakukan peningkatan pengawasan alat kesehatan sebagai salah satu unsur untuk menjamin keselamatan pasien (patient safety) di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan tersedianya informasi produsen dan produk dalam negeri, serta informasi kapasitas laboratorium uji alat kesehatan, maka produk alat kesehatan dalam negeri dapat berkembang dan memiliki daya saing serta pada gilirannya dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dalam kaitannya dengan tayangan iklan alat kesehatan, Direktur Bina Prodis Alkes menjelaskan bahwa pengawasan iklan alat kesehatan dan PKRT diatur dalam Permenkes No 76 Tahun 2013 tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Iklan tersebut harus memiliki izin edar, materi iklan harus sesuai dengan penandaan yang disetujui dalam izin edar, harus Hal. 17 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA sesuai dengan etika periklanan Alkes dan PKRT yang dapat diiklankan. Iklan PKRT hanya dapat dimuat atau ditampilkan pada media setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan RI. Penyesuaian Penyelenggara Iklan Alkes dan PKRT paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri mulai berlaku. Syarat iklan adalah obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Dari Kominfo telah menghapus 600 situs online berkaitan dengan iklan Alkes. Mengenai e-purchasing alat kesehatan, dalam kesempatan yang sama Dwi Satrianto, Kasubdit Pengelolaan Katalog LKPP mengatakan dalam paparannya, Tujuan e-purchasing: efisiensi dan efektifitas proses dan administrasi; cost reduction karena agregasi; menjamin supply untuk jenis barang/ jasa yang tertentu (critical items) atau yang bersifat mendesak (urgent); rantai supply yang lebih baik; memilih barang/jasa pada pilihan terbaik. Kewajiban K/L/D/I melakukan e-purchasing, dikecualikan dalam hal: barang/jasa belum tercantum dalam e-catalogue; spesifikasi teknis barang/jasa yang tercantum pada e-catalogue tidak sesuai kebutuhan K/L/D/I; penyedia barang/jasa tidak mampu menyediakan barang baik sebagian maupun keseluruhan karena ketersediaan barang atau keterbatasan jangkauan layanan; penyedia barang/jasa dikenakan Hal. 18 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 sanksi administratif berupa penghentian sementara dalam sistem transaksi e-purchasing; dan atau Harga Katalog Elektronik pada komoditas online shop dan hasil negosiasi harga barang /jasa melalui e-purchasing untuk komoditas online shop tersebut pada periode penjualan, jumlah, merek, tempat, spesifikasi teknis, dan persyaratan yang sama, lebih mahal dari harga barang/jasa yang diadakan selain melalui e-purchasing. Di dalam Rapat Konsultasi Teknis (Rakontek) tersebut juga dipaparkan mengenai aplikasi-aplikasi elektronik yang ada di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan oleh Kasubdit Inspeksi Alat Kesehatan Drs, Rahbudi Helmi, MKM. Aplikasi-aplikasi tersebut antara lain e-Payment, e-Watchalkes, e-Regalkes, e-Infoalkes, e-Reportalkes, INSW, dan SSO. Rekomendasi dalam pertemuan Rakontek Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: 1) Koordinasi dan Sinkronisasi pusat dan daerah sangat penting untuk mewujudkan kemandirian Alkes dan PKRT serta terjaminnya Alkes dan PKRT memenuhi syarat diperedaran melalui: a.upaya penguatan kemandirian Alkes; b.peningkatan daya saing industri Alkes dalam negeri; c. Peningkatan pengawasan pre-market dan post-market Alkes dan PKRT. 2) Strategi yang telah diformulasikan harus didukung oleh berbagai pihak termasuk oleh stakeholder pelaku usaha. Strategi dimaksud berupa peningkatan keamanan mutu dan manfaat Alkes melalui pengawasan pre-market dan postmarket meningkatkan pelayanan publik dalam perizinan Alkes dan PKRT serta peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan Alkes. 3) Antisipasi era perdagangan bebas berupa: a. Peningkatan kesadaran penggunaan produk Alkes dalam negeri melalui pembinaan; b. Peningkatan Industri berupa pengurangan ketergantungan impor untuk ketahanan ekonomi; c. Pemberdayaan tenaga kerja didalam negeri. 4) Peningkatan layanan publik berupa integrasi sistem perizinan dan pengawasan secara online dan realtime serta dapat ditelusuri pendaftar melalui track and trace system memerlukan prakondisi berupa edukasi dan asistensi kepada pelaku usaha bekerja sama dengan provinsi dan kabupaten/kota, rumah sakit vertikal dan daerah, serta asosiasi Gakeslab pusat dan daerah. TOPIK UTAMA Pengawasan Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga I klan adalah tiap bentuk komunikasi massa yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan mempromosikan penjualan suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik , memenangkan dukungan publik agar berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginan sipemasang iklan. Tujuan akhir promosi adalah kenaikan penjualan. Jadi iklan merupakan bagian dari promosi dan promosi bagian dari pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk. Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan seharihari. Penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang salah, berlebihan, tidak tepat dan tidak rasional serta dapat merugikan kesehatan pemakainya. Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan peredaran alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat akibat label dan periklanan tidak benar atau menyesatkan, pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga antara lain melalui pengendalian dan pengawasan terhadap penyebaran informasi atau promosi melalui periklanan. Saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar dan digunakan masyarakat semakin bertambah Informasi iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga harus sesuai dengan klaim dan label yang disetujui pada izin edar, sedangkan produk atau barang yang tidak disetujui saat pendaftarannya tidak boleh diiklankan sebagai produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Upaya yang dilakukan agar iklan yang ditayangkan dapat mencapai sasaran diperlukan pengawasan yang baik sehingga iklan tersebut memberikan informasi yang bermanfaat dan tidak menyesatkan. Bentuk pengawasan yang dilakukan adalah postmarket evaluation yaitu pengawasan terhadap iklan yang telah beredar di masyarakat. Pengawasan dilaksanakan dengan memperdayakan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota dengan bimbingan pusat. Agar mencapai hasil yang optimal, kegiatan Hal. 19 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 TOPIK UTAMA pengawasan dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, produsen, distributor dan masyarakat. Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 76 tahun 2013 tentang Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), menyatakan bahwa Iklan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)harus : a) memuat keterangan secara obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan, b) menggunakan bahasa indonesia, angka arab dan huruf latin yang mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda, dan c) tidak bertentangan dengan etika kesusilaan. Sedangkan dalam Pasal 7 menyatakan, bahwa materi iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga tidak diperbolehkan apabila menyesatkan melalui penekanan, perbandingan yang mencolok atau menghilangkan fakta, membandingkan dengan produk lain yang sejenis, mendorong baik secara langsung atau tidak penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang berlebihan, memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat, menimbulkan ketakutan dengan memanfaatkan mitos yang ada, memberikan testimoni, menggunakan nama lain atau inisial, logo, lambang, atau referensi yang bergerak dibidang kesehatan, Hal. 20 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 menggunakan jargon/slogan medis yang membingungkan dan menyalahgunakan hasil penelitian atau menggunakan kutipan dari publikasi teknik atau ilmiah dan/atau menyarankan secara langsung dapat mencegah penyakit. Hak Konsumen Dan Kewajiban Produsen Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, bahwa setiap konsumen mempunyai hak atas Jasa, Informasi yang benar, Jelas, Jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa dan hak untuk mendapatkan kompesasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan kewajiban pelaku usaha antara lain adalah memberikan informasi yang benar berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku. Peran Serta Masyarakat Melalui Lembaga Masyarakat a. Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa tujuan Perlindungan Konsumen adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen. Sebagai upaya dalam rangka mengembangkan perlindungan konsumen telah dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sesuai Pasal 31 UU No. 8 tahun 1999 tentang TOPIK UTAMA Perlindungan Konsumen yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Keanggotaan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini terdiri dari unsur Pemerintah, Pelaku Usaha, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat ( LPKSM ), Akademisi dan Tenaga Ahli. LPKSM merupakan Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Tugas LPKSM antara lain memberi bantuan kepada konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen dan melakukan pengawasan iklan bersama pemerintah, dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlingdungan konsumen. b. Komisi Penyiaran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, antara lain menyebutkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran dibentuk sebuah komisi penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terdiri dari KPI Pusat dibentuk di pusat dan KPI Daerah dibentuk di Tingkat Provinsi. Siaran Iklan Niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran. Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan atau isi siaran yang merugikan. KPI dan KPID merupakan lembaga untuk pengawasan iklan dimedia penyiaran, yaitu televisi dan radio. c. Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, dinyatakan bahwa dalam upaya menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik pada media cetak dibentuk dewan pers yang bersifat independen. Masyarakat dapat memantau dan melaporkan mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. d. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) merupakan asosiasi perusahaan periklanan yang bergerak dibidang komunikasi pemasaran. Tujuan adanya PPPI ini adalah: a) menghimpun, membina dan mengarahkan segenap potensi perusahaan periklanan, agar secara aktif , positif dan kreatif, turut serta dalam upaya mewujudkan cita-cita dengan persaingan yang sehat dan bertanggung Jawab, dan b) mewujudkan kehidupan periklanan nasional yang sehat, jujur dan bertanggung jawab dengan cara menegakkan tata krama dan tata cara periklanan indonesia secara murni dan konsisten, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Hal. 21 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 LIPUTAN Gerai Konsultasi Alkes dan Obat di Pameran Indomedicare JIExpo “Industri alat kesehatan saat ini berkembang sangat baik, data menunjukkan bahwa ekspor oleh industri alat kesehatan pada tahun 2014 mencapai US$ 750 Juta, dengan pertumbuhan 10% per tahun. Hubungan perdagangan Indonesia dengan Uni Emirat Arab (UEA) sebesar US$ 3,57 miliar, meningkat 31,79% selama periode Januari-Oktober 2014 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa alat kesehatan produksi Indonesia dapat diterima diluar negeri.”, demikian disampaikan Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. D irektur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian – Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.Si mewakili Kementerian Kesehatan membuka Pameran INDOMEDICARE Tahun 2015 bersama-sama dengan perwakilan ARSADA (Asosiasi Rumah Sakit Daerah Se-Indonesia), Kristamedia dan Gakeslab (Gabungan Perusahaan AlatAlat Kesehatan dan Laboratorium). Pameran yang diselenggarakan di Jakarta International Expo – Kemayoran pada tanggal 6-8 Agustus 2015 ini diadakan tiap tahun dan menampilkan alat-alat kesehatan, obat dan obat tradisional, peralatan kedokteran gigi, alat-alat rehabilitasi. “Produsen di dalam negeri saat in sudah mampu untuk memproduksi hospital furniture, sphygmomanometer & stethoscope, handschoen (hand gloves), alat kesehatan elektromedik, seperti infant incubator, nebulizer, oxygen concentrator, dental chair, EKG, fetal doppler, dll. serta alat kesehatan Hal. 22 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 disposables, seperti syringes, urine bags, infusion set, masker, dll. Di samping itu dapat memproduksi medical apparels, seperti operating gown, bed sheet, dan produk-produk consumable, yaitu reagensia, anti-septic, dan band-aid. Hal ini tidak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri, termasuk pembinaan industri alat kesehatan dalam negeri. Di masa depan perlu ditingkatkan pengembangan dan riset, untuk dapat dihasilkan produk-produk alat kesehatan inovasi, yang memiliki daya saing berskala nasional dan internasional”, sambungnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah akan diberlakukan pada 31 Desember 2015, Indonesia dan negara-negara ASEAN akan memasuki babak baru dalam era perdagangan bebas. Untuk itu diperlukan penguatan terhadap produk-produk lokal dalam menghadapi persaingan yang terjadi akibat perdagangan bebas, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan. Hal ini juga ditunjang oleh income per capita negara anggota ASEAN yang meningkat, menghasilkan peningkatan kelas menengah sebesar 20% yang diproyeksikan menjadi 65% pada akhir 2020, suatu pasar yang sangat besar. Kementerian Kesehatan sangat mengapresiasi atas diadakannya Pameran INDOMEDICARE ini sebagai wadah untuk mengenalkan produkproduk dan jasa pelayanan yang aman, bermutu dan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan mendukung perekonomian bangsa. Di samping itu, kepada pengguna alat kesehatan dihimbau untuk mulai menggunakan produk alkes dalam negeri, sebagai bentuk dukungan terhadap Industri alkes dalam negeri. Selain Pameran, pada acara ini juga berlangsung seminar dan workshop mengenai manajemen rumah sakit, seperti manajemen mutu dan biaya atas sarana dan prasarana rumah sakit, akreditasi rumah sakit program khusus serta sistem informasi dan teknologi rumah sakit. LIPUTAN Meriahnya Peringatan Hari Ulang Tahun Saka Bakti Husada Ke-30 di Kementerian Kesehatan D alam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Saka Bakti Husada ke-30, Kementerian Kesehatan menggelar serangkaian acara pada tanggal 12 Agustus 2015. Selain upacara, rangkaian peringatan HUT SBH ke-30 terdiri dari Sosialisasi Krida SBH dan Pameran Krida SBH. Tema yang dipilih pada peringatan ulang tahun Saka Bakti Husada ke-30 adalah “Memantapkan Saka Bakti Husada sebagai Wadah Pembinaan Kader Kesehatan yang Berkarakter”. Karakter yang diharapkan dari seorang Saka Bakti Husada adalah Pramuka berjiwa Pancasila yang senantiasa berlandaskan pada sila pertama, yaitu mengutamakan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME. “Dalam rangka memantapkan SBH sebagai wadah untuk membina kader kesehatan yang berkarakter, saya mengajak semua pihak terkait untuk memperkuat jejaring yang sudah terbentuk dalam ikatan solidaritas dan nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia Sehat.” Ujar Menkes dalam sambutannya pada saat pelaksanaan upacara. Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Saka Bakti Husada ke30 dihadiri oleh pejabat eselon I Kementerian Kesehatan, Staf Khusus Menteri, pejabat eselon II Kementerian Kesehatan, perwakilan unit utama dan Sekretariat Jenderal, Direktur Rumah Sakit Vertikal, Kepala Dinas Kesehatan se-DKI Jakarta dengan membawa adik-adik binaan SBH, Kwarnas Gerakan Pramuka, anggota PIN Saka se-Jabodetabek, organisasi profesi kesehatan, perwakilan Poltekkes, Pramuka Gugusdepan BBPK dan Bapelkes, Pramuka RS Syamsudin Sukabumi, Pramuka Gugus depan Cibubur, Pramuka Gugus depan Perguruan Tinggi (UNJ, Universitas Trisakti, UI, IPB, UHAMKA), SBH KKP Tanjung Priok, SBH Jakarta Timur, dan SBH BBPK Ciloto. Pada tanggal 17 Juli 1985, Departemen Kesehatan bersama dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, membina sekelompok generasi muda di Indonesia dalam bidang kesehatan melalui pembentukan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada (Saka Bakti Husada). Tujuan pembentukan Saka Bakti Husada adalah untuk mewujudkan kader pembangunan di bidang kesehatan, yang dapat membantu melembagakan norma hidup sehat bagi semua anggota Gerakan Pramuka dan masyarakat di lingkungannya. Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-21 pada tanggal 12 November 1985 di Magelang dijadikan momentum untuk meresmikan Saka Bakti Husada. Peran Saka Bakti Husada sebagai pelopor hidup sehat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya, sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan Hal. 23 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 LIPUTAN yang optimal. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar. Oleh sebab itu, masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan harus melalui proses belajar. Selanjutnya, kemauan atau kehendak merupakan bentuk lanjutan dari kesadaran dan manifestasinya adalah kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang diberikan dan dilatihkan kepada Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat, yang tidak hanya dimanfaatkan untuk diri sendiri, tetapi diharapkan dapat ditularkan kepada keluarga, dan masyarakat di sekitarnya. Disinilah peran vital Pramuka dalam menciptakan kader bangsa sebagai subjek yang aktif dalam pembangunan kesehatan di tanah air. Pada awal terbentuknya Saka Bakti Husada terdapat 5 krida, yaitu Krida Bina Obat, Krida Pengendalian Penyakit, Krida Keluarga Sehat, Krida Bina Gizi, dan Krida Bina Lingkungan Sehat. Kini dengan penambahan Krida Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menggenapkannya menjadi 6 Krida yang terdiri dari 37 Syarat Kecakapan Khusus (SKK). Dengan krida dan kecakapan khusus yang dimiliki, Saka Bakti Husada telah memberikan arah keterlibatan kaum muda di bidang kesehatan. Beberapa kegiatan antara lain kampanye PHBS di beberapa sekolah dan lingkup masyarakat kecil, peningkatan kesadaran akan bahaya HIV/AIDS dan tuberkulosis, kampanye pentingnya imunisasi, pengendalian vektor Hal. 24 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 penyakit serta pemahaman tentang obat. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, Saka Bakti Husada juga dididik untuk tanggap dalam situasi bencana. Kesigapan Pramuka dalam pertolongan pertama gawat darurat telah ditunjukkan dalam simulasi tanggap bencana, sebagai manifestasi peran SBH pada penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Lebih lanjut, Menkes mengatakan bahwa Saka Bakti Husada juga berperan sebagai pelopor hidup sehat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya, sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang diberikan dan dilatihkan kepada Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat, yang tidak hanya dimanfaatkan untuk diri sendiri, tetapi diharapkan dapat ditularkan kepada keluarga, dan masyarakat di sekitarnya. Setelah Upacara, Menteri Kesehatan berkesempatan untuk membuka Pameran Saka Bakti Husada yang menampilkan 6 stand Krida dan 1 stand Kwarnas Pramuka. Menteri menggunting roncean melati untuk membuka pameran tersebut, dilanjutkan dengan mengunjungi stand-stand yang menampilkan tema sesuai masing-masing krida. Sementara itu Sosialisasi Krida SBH dilaksanakan di Ruang Siwabessy Gedung Sujudi Kementerian Kesehatan yang meliputi Krida Bina Lingkungan Sehat, Krida Pengendalian Penyakit, Krida Bina Keluarga Sehat, Krida Bina Gizi, Krida Bina Obat, dan Krida Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. LIPUTAN Peningkatan Pemantapan Sistem Akuntansi Instansi (SAK-SIMAK BMN) Dalam Rangka Persiapan Penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Binfar dan Alkes Semester I K egiatan Pertemuan Peningkatan Pemantapan Sistem Akuntansi Instansi (SAK-SIMAK BMN) dalam rangka Persiapan Penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Binfar dan Alkes Semester I Tahun 2015 dilaksanakan di hotel Pratama Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 3 – 6 Juni 2015, dibuka oleh Plt Sesditjen Binfar dan Alkes, Dra. Engko Sosialine M, Apt. Dikatakan oleh ketua penyelenggara, Kepala Bagian Keuangan Setditjen Binfar dan Alkes, Heri Radison, SKM, MKM dalam sambutan pembukaannya bahwa tujuan pertemuan ini adalah dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes dalam hal pengolahan data menggunakan aplikasi terbaru yaitu Sistim Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) yang baru dalam rangka persiapan penyusunan Laporan Keuangan Semester I TA 2015. Pertemuan ini diikuti oleh peserta petugas/pengelola Keuangan Satker satker di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang berasal dari 5 Satker Kantor Pusat dan 34 Satker Dekonsentrasi Dinas Kesehatan Provinsi. Materi yang disampaikan pada pertemuan ini antara lain mengenai kebijakan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Binfar dan Alkes; Implementasi Aplikasi Laporan Keuangan Sistem Akuntasi Instasi Berbasis Akrual SAIBA (SAKSIMAK BMN) tahun 2015; Implementasi Aplikasi SIMAK-BMN Tahun 2015. Dengan narasumber kegiatan yang berasal dari Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes, DAPK Kementerian Keuangan dan Biro Keuangan dan BMN Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 270/PMK.05/2014 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Pusat, dinyatakan bahwa di setiap Kementerian Negara atau Lembaga wajib menyelenggarakan akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku melalui Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara yang Akuntable sesuai Standar Akuntansi Pemerintah. Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, maka tahun 2014 merupakan tahun terakhir pemerintah Laporan Keuangan menggunakan basis kas. Mulai semester I Tahun 2015 pemerintah pusat dan daerah harus sudah membuat laporan keuangan menggunakan basis akrual. Sistem Akuntansi Instansi Basis Akrual (SAIBA) adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan penyusunan Laporan Keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif dan lebih baik bagi para pemangku kepentingan sehingga didapat pengungkapan yang lebih paripurna atau full disclosure. SAIBA mempunyai dua Subsistem yaitu Subsistem Akuntansi keuangan (SAK) meliputi pencatatan Laporan Realisasi Sistem Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Equitas (LPE) dan Neraca. Subsistem yang kedua adalah Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat SIMAK-BMN. Untuk Aplikasi SIMAK-BMN, Kementerian Keuangan selaku pembuat aplikasi, masih pelakukan proses penyempurnaan, diharapkan pada waktunya menyusun Laporan Keuangan Semester I tahun 2015 SIMAK BMN sudah dapat terintegrasi dengan SAIBA. Penguasaan dari kedua sistem tersebut menjadi mutlak bagi para pengelola keuangan khususnya para petugas SAIBA dan SIMAK – BMN sehingga target dari pertemuan ini adalah petugas SAIBA SIMAK-BMN dapat memahami Aplikasi SAIBA (untuk petugas SAIBA) dan pemahaman Aplikasi Persediaan dan Aplikasi SIMAKBMN (untuk petugas BMN) yang pada akhirnya dapat meningkatkan Kualitas Penyusunan Laporan Ditjen Binfar dan Alkes . Hal. 25 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 LIPUTAN J abatan Eselon II adalah jabatan yang sangat menentukan keberhasilan program dalam melaksanakan misi organisasi guna mewujudkan visi Kementerian Kesehatan. Parameter yang juga diperhatikan dalam pengisian jabatan di Kementerian Kesehatan adalah: kapasitas, integritas, loyalitas, moralitas, pendidikan-pelatihan, serta pengabdian dan komitmen para calon pejabat pada tugas negara. Demikian sambutan Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M dalam acara pelantikan pejabat eselon II dilingkungan Kementerian Kesehatan RI, Jumat (10/7) di Ruang dr. Johanes Leimeina, Kementerian Kesehatan RI. Dalam sambutannya Menkes menerangkan bahwa penempatan dan promosi jabatan pimpinan tinggi pratama di laksanakan secara terbuka dan kompetitif, dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, rekam jejak jabatan, pendidikan dan pelatihan serta integritas. Pemilihan pejabat eselon II ini tentunya telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menkes berpesan kepada pejabat yang dilantik agar dapat mempertahankan dan melanjutkan prestasi – prestasi yang sudah dirintis oleh pejabat lama serta meningkatkan kualitas SDM Pengawasan agar mampu mendukung pelaksanaan Nawacita kedua, yaitu pembangunan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Lebih lanjut, Menkes berpesan Hal. 26 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 Pelantikan Pejabat Eselon II di Kementerian Kesehatan RI kepada seluruh pejabat Kementerian Kesehatan, untuk meningkatkan kinerja dan prestasi unit kerja sehingga organisasi Kementerian Kesehatan akan bergerak semakin dinamis, responsif, efisien dan efektif, serta semakin cepat tanggap dan tepat dalam menyikapi dinamika masyarakat, kemajuan pembangunan kesehatan, serta derasnya arus globalisasi. Diakhir sambutan Menkes memberikan ucapan selamat kepada para pejabat yang baru dilantik dan memberikan apresiasi serta terimakasih kepada pejabat lama atas dedikasi dan pengabdiannya selama bertugas. Adapun pejabat eselon II yang dilantik sebagai berikut: 1. Di lingkungan Sekretariat Jenderal: dr. Eni Gustina, MPH sebagai Kepala Pusat Promosi Kesehatan. 2. Di lingkungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan: dr. Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko, Sp.M. MPH sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan 3. Di lingkungan Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt. MARS. sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Kefamasian dan Alat Kesehatan 4. Di lingkungan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: a. dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular b. drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang c. dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO sebagai Direktur Penyehatan Lingkungan LIPUTAN K ita mungkin pernah mendengar seorang pasien tiba-tiba menderita shock setelah diberikan obat atau ada petugas medis yang dilaporkan ke Polisi karena salah memberikan obat kepada pasiennya. Untuk itu perlu upaya mencegah agar tidak terjadi kasus yang terjadi akibat penggunaan/pemakaian obat yang tidak sesuai. Salah satunya adalah pentingnya mengetahui penggunaan obat yang aman dan rasional, baik oleh penulis resep, penyerah obat (dispenser) maupun oleh pasien/ masyarakat pengguna obat. “Penggunaan obat yang tidak rasional/ irasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Penggunaan obat tanpa kegunaan yang jelas; cara, dan lama pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan sebagian contoh dari ketidakrasionalan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya”, ujar Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Talkshow Program 811 Metro TV tanggal 28/7. Dalam Talkshow tersebut, Dirjen Binfar dan Alkes menambahkan penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas; penentuan dosis, cara, dan lama pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan sebagian contoh dari ketidakrasionalan peresepan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika tidak mengikuti prinsip-prinsip penggunaan obat yang rasional. Pentingnya Penggunaan Obat Secara Rasional (Talkshow dengan Dirjen Binfar dan Alkes pada Program 811 Metro TV) “Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam cara pemakaian dapat memberi konsekuensi berupa ketidak berhasilan terapi”, ujar Dirjen Binfar dan Alkes. Ketika ditanya mengenai dampak penggunaan obat irasional atau tidak rasional, Dirjen Binfar dan Alkes menjelaskan, di samping berakibat pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping. Dampak lainnya sebagai contoh adalah ketergantungan pasien terhadap pemberian antibiotik yang selanjutnya secara luas akan meningkatkan risiko terjadinya resistensi bakteri akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. “Selain itu, dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum”, jelas Dirjen Binfar dan Alkes. Hal. 27 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 LIPUTAN K PERINGATAN 17 AGUSTUS 2015 KE 70 Di Lingkungan KEMENTERIAN KESEHATAN RI. ementerian Kesehatan Republik Indonesia turut memeriahkan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 70. Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 70 yang digelar di Gedung Kementerian Kesehatan RI pada tanggal 17 Agustus 2015 ini diawali dengan mengadakan upacara Detik-Detik hari Kemerdekaan RI yang dipimpin langsung sebagai Inspektur Upacara oleh Meneteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) dengan petugas upacara dari Rumah Sakit Jantung harapan Kita. Dalam upacara yang diikuti oleh seluruh pejabat dan pegawai lingkungan Kementerian Kesehatan RI, juga memberikan penghargaan kepada 10 orang karyawan berprestasi di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Hal. 28 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 Termasuk diantaranya dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu Drs. Riza Sultoni, Apt,MM, Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Kegiatan rutin tahunan ini juga dimeriahkan dengan Jalan sehat, senam sehat, dan minum jamu bersama dalam Gerakan Bude Jamu (Bugar Dengan Jamu). Selain itu, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang tahun ini mendapatkan giliran sebagai Ketua panitia penyelenggara juga mengadakan lombalomba seperti permainan balap karung, balap kelereng, menangkap belut, makan kerupuk dan membuat nasi goreng. ARTIKEL D alam bukunya yang berjudul “8 Etos Kerja Profesional” (2002), Bapak Etos Kerja Indonesia, Jansen Sinamo, menjelaskan bahwa kata “Etos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya spirit, semangat, dan motivasi yang selanjutnya menjelma menjadi perilaku kerja seperti rajin, gigih, antusias, tekun, sabar, jujur, kerja keras, loyal, kompak, dan rendah hati, berupa perilaku kerja positif sebagai buah kesadaran dan keyakinan kuat, serta sebagai penggerak luhur di hati manusia. Etos kerja, menurut tesis Weber (1958) adalah kunci keberhasilan suatu masyarakat dapat diterima secara aklamasi. Samuel Huntington (1997) menceritakan dalam bukunya yang berjudul Culture Matters bahwa pada tahun 1960-an data ekonomi negara Ghana dan Korea Selatan nyaris sama, tetapi 3 dasawarsa kemudian keadaan berubah secara drastis, kondisi kedua negara tersebut bagai bumi dan langit. Hal ini disebabkan perbedaan budaya, dalam arti perilaku khas suatu kelompok sosial termasuk cara hidup dan kebiasaan, yang semua itu mencerminkan perbedaan etos. Korea Selatan berkembang menjadi raksasa industri, dan termasuk dalam 14 negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi didunia, memiliki perusahaan multinasional dan mengekspor produk otomotif dan elektronik, sedangkan Ghana tetap sebagai negara miskin. Korea Selatan mempunyai prinsip: “take it easy, make it better“, dengan etos ETOS KERJA PROFESIONAL Oleh: Drs Jenry W. Badjongga H.T. Simanjuntak Apt.MSi *) Email: [email protected] berupa kerja keras, disiplin, berhemat, menabung dan mengutamakan pendidikan. Didalam pendidikan Ilmu Fisika dikenal istilah cahaya matahari yang adalah partikel gelombang berupa materi dan memiliki energi. Apabila seberkas cahaya matahari yang monokromatis dilewatkan dalam suatu prisma maka akan terjadi peristiwa refraksi (pembiasan) cahaya dengan munculnya 8 cahaya polikromatis dengan panjang gelombang yang berbeda-beda yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila ungu, dan magenta yang sesuai juga dengan formulasi 8 etos kerja sebagai berikut: 1. Etos 1.Kerja adalah rahmat; aku bekerja tulus penuh syukur. 2. Etos 2.Kerja adalah amanah; aku bekerja benar penuh tanggung jawab. 3. Etos 3.Kerja adalah panggilan; aku bekerja tuntas penuh integritas. 4. Etos 4.Kerja adalah aktualisasi; aku bekerja keras penuh semangat. 5. Etos 5.Kerja adalah ibadah; aku bekerja serius penuh kecintaan. 6. Etos 6.Kerja adalah seni; aku bekerja cerdas penuh kreativitas. 7. Etos 7.Kerja adalah kehormatan; aku bekerja tekun penuh keunggulan. 8. Etos 8.Kerja adalah pelayanan; aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati. karena etos kerja dan roh keberhasilan ibarat 2 wajah koin yang sama. Roh Keberhasilan akan mewujud melalui pekerjaan di Ruang Kerja yang dibingkai oleh Kompetensi, Karisma, Konfidensi, dan Karakter (4 K), dengan 4 jenis kunci sukses kecerdasan yaitu FQ (Financial Quotient), EQ (Emotional Quotient), AQ (Adversity Quotient), dan SQ (Spritual Quotient). Kecerdasan Finansial (FQ) adalah kecerdasan dalam bergaul dengan uang, meliputi pemahaman hakekat, dinamika, teknik cerdas kelola dan menggandakan serta mendayakan uang sehingga bebas dari kekurangan uang dan perhambaan uang. Kecerdasan Emosional (EQ) adalah kesadaran diri, kehormatan diri, kemampuan memahami diri, menerima, mempercayai dan memimpin orang lain. Kecerdasan Adversitas (AQ) adalah kecerdasan menghadapi serba serbi masalah kerja di kantor, sedangkan Kecerdasan Spiritual (SQ) terkait proses Jika 8 Etos tersebut secara sadar dibangun dan diperkuat, maka 8 Roh Keberhasilan akan semakin bergelora Hal. 29 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 ARTIKEL penyebarangan dari wilayah material ke wilayah spiritual. Tiga Wajah Etos terdiskripsi sebagai Spirit yang meliputi semangat, motivasi, dan antusiasme. Kompetensi yang merupakan bakat alamiah karunia Tuhan berupa kebijakan profesional yang khas pada seseorang, meliputi talenta, keahlian, keterampilan; serta Karakter yang merupakan sifat alamiah anugerah Tuhan, berupa kebajikan moral yang khas pada seseorang, meliputi akhlak, kebajikan, kesusilaan. Kompetensi-karakter, dari 8 ethos kerja profesional yaitu: 1. Kerja adalah rahmat disimbolkan ubun-ubun kepala, dengan kompetensi-karakter kerja berupa ikhlas, positif, apresiasif; 2. Kerja adalah amanah, disimbolkan mata, dengan kompetensi-karakter berupa jujur, integritas, Etos kerja yang rendah membuat semua strategi dan rencana kerja instansi tidak mampu dijalankan oleh para pekerja dengan maksimal. Akibatnya, institusi akan kekurangan energi sukses dari para pekerjanya. Oleh karena itu, sudah saatnya instansi peduli kepada pengembangan etos kerja secara berkelanjutan dalam semua aspek aktivitasnya melalui prinsip bekerja dengan hati melalui filosofi burung merpati putih situlus hati. Salah satu cara terefektif untuk pengembangan etos kerja adalah melalui penginternalisasian budaya kerja ke mind set setiap pekerja. Budaya kerja institusi yang wajib diwujudkan dalam berbagai macam kebijakan, aturan, sistem, dan prosedur kerja. Termasuk di dalamnya, seperti panduan tanggung jawab; 3. Kerja adalah panggilan, disimbolkan mulut, dengan kompetensi-karakter berupa visi, fokus, terarah; 4. Kerja adalah aktualisasi, disimbolkan tangan, kompetensi-karakter dengan kerja keras, antusias, semangat; 5. Kerja adalah ibadah, disimbolkan hati, dengan kompetensi-karakter berupa tulus, perduli, mengabdi; 6. Kerja adalah seni, disimbolkan pinggang, dengan kompetensi-karakter cerdas, kreatif, inovatif; 7. Kerja adalah kehormatan, disimbolkan kantong celana berisi dompet uang dengan kompetensi-karakter tekun, spesialitas, kualitas; 8. Kerja adalah pelayanan, disimbolkan kaki, dengan kompetensi-karakter paripurna, baik hati, komunikasi ke-8 etos kerja profesional tersebut dapat dipraktekkan dalam kegiatan Capacity Building. etika kerja, panduan code of conduct, dan panduan SOP yang jelas, dimana nilai-nilai perjuangan yang ada dalam budaya perusahaan tersebut harus dieksplorasi untuk dicerahkan kepada setiap individu dan terkadang diperlukan doktrin yang tegas untuk membangun etos kerja yang unggul. Pengembangan etos kerja dapat dimulai dari aksi pencerahan atau pun aksi doktrinisasi terhadap mind set karyawan; untuk menjalankan rencana dan strategi bisnis perusahaan sesuai sasaran; untuk menjalankan birokrasi administrasi yang efektif dan efisien; untuk melakukan prosesing yang teliti dan cermat; untuk melakukan efisiensi di semua aspek biaya; pemanfaatan teknologi secara efisien dan efektif; bersikap ramah dan baik serta profesional; mampu memaksimalkan kualitas aset-aset produktif sehingga bertaraf Standar International. Etos kerja yang berkualitas tinggi haruslah menjadi jati diri, etika, budaya, dan moralitas institusi dalam relasinya dengan stakeholder. Tanpa adanya etos kerja berkualitas, kehidupan institusi menjadi beban buat Negara dan tetap dalam kondisi Negara berkembang/Negara miskin. Cara Mengembangkan Etos Kerja Pada umumnya kehidupan di tempat kerja lebih banyak dihabiskan untuk melakukan aktivitas perencanaan, operasional, pengawasan, dan evaluasi. Sangat jarang ada aktivitas pencerahan batin karyawan untuk memahami budaya instansi, etika kerja, visi, misi, dan nilai-nilai perjuangan dalam perkantoran. Padahal sebagian besar kegagalan ditempat kerja diakibatkan oleh rendahnya etos kerja para pekerjanya. Hal. 30 l Buletin INFARKES Edisi IV - Juli 2015 *) Penulis memperoleh materi etos kerja yang disampaikan oleh Guru Etos Indonesia pada kegiatan Capacity Building Dit Bina Yanfar 2015 di Bandung. ALUR PROSES PERIZINAN ALAT KESEHATAN DAN PKRT Alur Proses Registrasi Regalkes Alur Tahap Registrasi Online