Draft Buletin Infarkes Edisi VI Desember 2014_revisi002
Transcription
Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan MEDICAL DEVICES REGULATORY HARMONIZATION TRAINING WORKSHOP Medical Devices Regulatory Harmonization Training Workshop dilaksanakan di Hotel Grand Inna Kuta Bali pada tanggal 27 s.d 31 Oktober 2014. Pelaksanaan ini merupakan kali kedua setelah DKI Jakarta, dimana training ini di bagi menjadi dua sesi yaitu training bagi para regulator dilanjutkan dengan training untuk pelaksana Industri alat kesehatan. Kegiatan ini dinilai penting dalam rangka kesiapan para regulator dan industri alat kesehatan di Indonesia untuk menyongsong pasar bebas ASEAN tahun 2015. Untuk training bagi para regulator (28/10) dibuka oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drg. Arianti Anaya, MKM, sedangkan untuk training bagi industri pada tanggal (29/10) dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD. Medical Devices Regulatory Harmonization Training Workshop ini dilaksanakan dalam tujuang untuk menyiapkan para regulator serta Industri Alat Kesehatan dalam negeri menyongsong Pasar Bebas ASEAN Tahun 2015. Penjelasan Medical Devices Regulatory Harmonization AEM (ASEAN Economic Ministry) menetapkan bahwa alat kesehatan (medical devices or health care technology) adalah salah satu dari 12 (dua belas) sektor prioritas yang dipercepat proses integrasinya di kawasan ASEAN. Untuk mewadahi ini khususnya dalam proses harmonisasi standar, penilaian kesesuaian dan regulasi alat kesehatan maka forum Working Group/Product Working Group ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (WG/PWGACCSQ) telah ditetapkan sebagai salah satu Subsidiary Bodies yang bertindak sebagai implementing agency dalam Roadmap of ASEAN integration for 12 priority sectors. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional tentang Penetapan Instansi Koordinator Sektor maka Kementerian Kesehatan RI c/q Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Ditjen BIna Kefarmasian dan Alat Kesehatan ditunjuk sebagai Instansi Koordinator Sektor untuk alat kesehatan (ACCSQ Medical Device Product Working Group/ ACCSQ-MDPWG) 1. Lembaga penilaian kesesuaian (conformity assessment body) Semua lembaga penilai kesesuaian (lembaga sertifikasi produk/LSPro, Lab.Pengujian, Lab.Kalibrasi dan Lembaga Inspeksi) di Indonesia harus terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan KAN sendiri sudah terakreditasi ISO/IEC 17011 dan menjadi anggota badan sejenis di dunia, yaitu : International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC), Asia Pacific Laboratory Accreditation Cooperation (APLAC), (hasil akreditasi KAN akan diakui oleh negara-negara yang menjadi anggota badan-badan dunia tersebut). Sampai saat ini belum tersedia lembaga sertifikasi produk (LSPro) alat kesehatan yang terakreditasi dan laboratorium uji produk alat kesehatan terakreditasi. LSPro yang terkemuka di Indonesia saat ini adalah Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standardisasi (LSPro-Pustan) Kementerian Perindustrian. LSProPustan telah terakreditasi oleh KAN sejak 2 Mei 2007 dengan Nomor Akreditasi : LSPr-004-IDN dan sampai saat ini ada sekitar 21 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang tersebar di seluruh Indonesia. Laboratorium uji alat kesehatan yang dimiliki kementerian kesehatan sampai saat ini yaitu Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) tetapi bukan dipersiapkan sebagai laboratorium uji produk alat kesehatan tetapi untuk menguji dan mengkalibarasi alat-alat kesehatan yang ada di sarana fasilitas kesehatan (medical device in use). Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000 tentang Standardisasi menyebutkan sebagai berikut: a) Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) adalah lembaga yang melakukan kegiatan sertifikasi Produk. b) Laboratorium Penguji adalah laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian terhadap contoh barang sesuai spesifikasi/metode uji SNI. Hal.03 l Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan c) Lembaga Inspeksi adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan suatu desain produk, barang, jasa, proses atau pabrik dan penentuan kesesuaiannya terhadap persyaratan tertentu atau persyaratan umum berdasarkan pembuktian secara profesional. d) Penerapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional Indonesia oleh pelaku usaha. e) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa. f) Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI ( SPPT SNI) adalah sertifikat produk penggunaan tanda SNI yang diberikan kepada produsen/pabrik yang mampu menghasilkan barang dan atau jasa yang sesuai dengan persyaratan SNI. Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, artinya produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang, namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, kesehatan masyarakat, keselamatann, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan secara wajib sebagian sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. 2. Regulasi teknis Regulasi adalah ketentuan yang ditetapkan dan diimplementasikan berdasarkan kewenangan Pemerintah, dengan tujuan mengatur perilaku masyarakat, kelompok, atau individu, dengan konteks tujuan tertentu. Regulasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI yang terkait dengan alat kesehatan yang akan diharmonisasikan dengan ASEAN Medical Devices Directive (AMDD) dalam rangka menyongsong pasar bebas ASEAN 2015 adalah sebagai berikut: Permenkes No. 1189/Menkes/Per/VIII/ 2010 tentang Produksi Alkes dan PKRT. Permenkes No. 1190/Menkes/Per/VIII/ 2010 tentang Izin Edar Alkes dan PKRT. Permenkes No. 1191/Menkes/Per/VIII/ 2010 tentang Penyalur Alkes dan PKRT. Sehubungan dengan telah ditetapkan dan diaplikasikannya regulasi/permenkes tersebut diatas, maka beberapa perkembangan penting yang harus dapat diukur oleh Kementerian Kesehatan selaku lead sector ASEAN Consultative Committee for Standar and Quality Medical Devices Product Working Group (ACCSQ-MDPWG) dalam rangka menyongsong pasar bebas ASEAN 2015 adalah sebagai berikut: Sejauh mana Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) atau ISO 13485 :2003, Medical devices — Quality Management Systems — Requirements for regulatory purposes telah diterapkan oleh pabrik alat Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 l Hal. 04 kesehatan dalam negeri sampai saat ini? Sampai dimana pencapaian penerapan Common Submission Dossier Template (CSDT) pada proses registriasi alat kesehatan sampai saat ini dan apa saja hambatannya. Apakah Indonesia/kemkes telah memberikan input terhadap persyaratan good distribution practice of medical devices dan draft Good Distribution Practice for Medical Device yang telah disirkulasikan ke negara anggota ASEAN. Apakah pengklasifikasian alat kesehatan telah mengacu kepada kesepakatan ASEAN/Global Harmonization Task Force (GHTF)? (selama ini mengacu ke Food and Drug Administration (FDA) Bagaimana tanggap Kementerian Kesehatan terkait dengan standar alat kesehatan yang diidentifikasi untuk diharmonisasikan ( lihat: Annex 10 of the 12th MDPWG meeting) dan apakah ada usulan atau saran terhadap standar yang akan diharmonisakan tersebut? Langkah-langkah apa yang telah diambil oleh Indonesia /kemkes sampai saat ini terkait dengan akan disahkannya ASEAN Medical Diveces Directive (AMDD)? Sejauh mana tanggapan Indonesia/kemkes sampai saat ini terkait dengan pertukaran “ Alert System “ Permenkes berbasis standar yang akan dirumuskan oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan baik ekspor maupun impor adalah Pemberlakuan SNI Alat Kesehatan Secara Wajib yang akan dimulai dari alat kesehatan yang berteknologi sederhana sampai sedang dan jumlahnya banyak digunakan dalam sarana pelayanan kesehatan seperti jarum suntik, kondom, sphygmomanometer/tensimeter dan lain-lain. *** Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PENYUSUNAN PROFIL INSTALASI FARMASI PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA “Dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah, maka pemerintah melalui penanggung jawab kefarmasian tingkat provinsi dan kabupaten/kota melakukan pengendalian persediaan pada fasilitas distribusi yaitu Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten”, demikian disampaikan Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dra. Engko Sosialine M.,Apt, dalam sambutannya ketika membuka acara Pertemuan Penyusunan Profil Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diadakan pada tanggal 22 s.d 25 Oktober 2014 di Denpasar, Bali. Lebih lanjut disampaikan bahwa peran Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak saja hanya melakukan pengendalian persediaan akan tetapi menerapkan manajemen pengelolaan obat secara utuh termasuk di dalamnya tersedia sarana dan prasarana yang memenuhi standar. Salah satu sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Rencana Strategis 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator sasarannya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin. sebesar 100% pada tahun 2014. Hal ini diwujudkan melalui upaya penyediaan obat dan vaksin di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang senantiasa dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable effort) yang sudah dilakukan sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Indikator ini juga merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di lingkungan Unit Eselon I Kementerian Kesehatan RI. Selain itu Pembentukan organisasi kesehatan khususnya kefarmasian di daerah perlu mempertimbangkan fungsi organisasi, kapasitas SDM dan kesiapan sarana pendukung dalam melaksanakan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menjabarkan visi Kementerian Kesehatan. Kedudukan organisasi teknis pengelolaan barang farmasi yang akan dibentuk mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Namun pada implementasinya, masih banyak provinsi/kabupaten/kota yang belum membentuk struktur organisasi Hal.05 l Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan c. Komputer dan Printer d. Telepon dan Faksimili e. Sarana penyimpanan, seperti: rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain Pertemuan ini dihadiri oleh 49 peserta undangan yang terdiri dari 34 peserta daerah yang merupakan penanggung jawab kefarmasian provinsi atau yang mewakili, dan 15 peserta dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Turut hadir pula beberapa narasumber dari Pusat Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, serta Konsultan pengembang Sistem Pelaporan ELogistic. tersebut. Pada tahun 2013 secara nasional sebanyak 48% (238 kab/kota) instalasi farmasi kabupaten/kota sudah berstatus Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), sedangkan sebanyak 47% (233 kab/kota) instalasi farmasi masih dikelola oleh Seksi Farmasi di Dinas KesehatanKabupaten/Kota. Sedangkan untuk pengelolaan obat yang masih dikelola unit kerja selain seksi farmasi atau UPTD sebanyak 4% (18 kab/kota). Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di instalasi farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut: a. Gedung, dengan luas ≥ 500 m2 b. Kendaraan roda dua dan roda empat Pertemuan Penyusunan Profil Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota ini bertujuan untuk menyusun profil Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyampaikan bahwa pertemuan ini sangat penting, karena dalam pertemuan ini para peserta meng-update database sarana dan prasarana Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai salah satu dasar perencanaan strategi dan intervensi program kefarmasian dan alat kesehatan akan dimutakhirkan, dalam rangka mewujudkan visi masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, melalui verifikasi dan validasi data yang dilaporkan secara berjenjang. Selanjutnya database tersebut dipergunakan sebagai bahan penyusunan Profil Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada pertemuan ini dipaparkan pula mengenai harmonisasi data profil instalasi farmasi provinsi/kabupaten /kota. Ditjen Binfar dan Alkes mengembangkan suatu database Aplikasi Pemetaan Sarana Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 l Hal. 06 Kefarmasian (APIF). Data sarana kefarmasian yang tercakup dalam aplikasi ini antara lain data Instalasi Farmasi, data sarana produksi, serta data sarana distribusi kefarmasian. Adapun strategi dalam rangka harmonisasi data sarana kefarmasian antara lain dengan membangun Source Repository yang merupakan instrumen yang berfungsi sebagai rumah utama seluruh data baik itu format software maupun hardware yang ada, standarisasi data dan aplikasi dengan kebutuhan organisasi, sentralisasi data dengan membangun database sistem perancangan dan pembuatan Sistem yang ter-Integrasi, perangkat sarana pendukung serta peningkatan Kompetensi SDM. Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan SEBAGIAN BESAR PUSKESMAS DI INDONESIA BELUM MEMILIKI APOTEKER “Peran Apoteker sangat dibutuhkan di fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan yang profesional. Akan tetapi kondisinya sekarang, hampir sebagian besar puskesmas di Indonesia belum Ada Apoteker. Tugas-tugas yang berhubungan dengan obat, baik pengelolaan maupun pelayanan obat, belum dilaksanakan oleh Apoteker” demikian disampaikan oleh Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Purwadi, Apt, MM, ME ketika membacakan sambutan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian pada acara Koordinasi Lintas Sektor Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pelayanan Kefarmasian yang digelar pada tanggal 8 s.d 10 Oktober 2014, di Nagoya Mansion Hotel and Residence Batam, Kepulauan Riau. Lebih lanjut Sesditjen Binfar dan Alkes menyatakan bahwa pengelolaan obat selama ini dikerjakan oleh tenaga kesehatan lain, atau tenaga lain yang tidak berkompeten di bidangnya, sehingga dapat menyebabkan terjadi penumpukan obat yang sudah kadaluarsa di puskesmas. Hal ini dikarenakan permintaan obat tidak sesuai de- ngan pola penyakit, sehingga dapat mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar. Sehingga dalam hal ini diperlukan advokasi bagi para stake holder terkait. Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi para peneliti dalam mengkomunikasikan hasil kajian dan isu-isu penting, dilakukan dengan perencanaan strategis dengan target utama adalah pengambil kebijakan dan korporasi. Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, prosesproses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik. Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi tim peneliti. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi. Dalam tahap ini dilakukan pula pengumpulan dan analisis data untuk dapat mengidentifikasi dan memilih masalah kefarmasian serta dikembangkan dalam tujuan advokasi, membuat pesan, memperluas basis dukungan dan mempengaruhi pembuat kebijakan. Data hasil riset akademik yang dilakukan mendukung pelaksanaan kegiatan advokasi, terutama untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi problematik, keadaan sarana prasarana, dan kebijakan yang berlaku termasuk kebijakan anggaran. Kegaitan advokasi juga ditunjang oleh pakar secara akademis sehingga menghasilkan daya dorong kuat karena akan bersifat mendesak kepada stakeholder Kegiatan evaluasi dan monitoring terjadi selama proses advokasi dilakukan, sebelum melaksanakan advokasi perlu ditentukan bagaimana akan memantau rencana pelaksanaannya. Dalam hal ini indikator sebagai ukuran ke- Hal.07 l Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan majuan dan hasil yang dicapai, perlu dipersiapkan. Dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya? Secara spesifik, apa yang akan berbeda setelah selesainya kampanye advokasi? Bagaimana kita tahu bahwa situasi telah berubah? Kegiatan advokasi yang sering kali dilakukan di lingkungan yang bergejolak. Seringkali, kita tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti setiap langkah dalam proses advokasi sesuai dengan model yang disajikan di sini. Namun demikian, pemahaman yang sistematis dari proses advokasi akan membantu advokat merencanakan dengan bijaksana, menggunakan sumber daya secara efisien, dan tetap fokus pada tujuan advokasi. .Berdasarkan Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 108 dan PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian telah disebutkan bahwa praktik kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehat-an yang mempunyai keahlian dan ke-wenangan sesuai dengan ketentuan perundangundangan, yaitu Apoteker. Padahal sejalan dengan perubahan paradigma dari drug oriented menjadi patient oriented, Apoteker ikut berperan penting dalam mendukung patient safety. Apoteker harus turut serta da- lam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang langsung pada pasien. Dengan adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented tersebut, serta diperlukannya apoteker dalam mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, maka apoteker sebagai tenaga profesi kefarmasian mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan kefarmasian yang baik. Pertemuan ini bertujuan untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui pelayanan kefarmasian serta membahas peran penting Apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Hasil Kesepakatan 1. DINKES KAB/KOTA Membuat pemetaan kebutuhan Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang disertai dengan analisa jabatan dan analisa beban kerja di puskesmas kepada kepala daerah melalui BKD kab/kota. Mengusulkan ke dinkes provinsi mengenai kebutuhan pembiayaan tugas belajar untuk TTK dalam rangka melanjutkan pendidikan Apoteker. Mengusulkan kebutuhan Apoteker dan TTK sebagai PNS atau pegawai Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 l Hal. 08 pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mulai tahun 2015. 2. BKD KAB/KOTA Menindaklanjuti usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK dari dinkes kab/kota ke KemenPAN-RB dan BKN. 3. DINKES PROVINSI Menindaklanjuti hasil kompilasi usulan pemetaan kebutuhan Apoteker dan TTK di puskesmas dari dinkes kab/kota ke Kemenkes Advokasi/Supervisi kepada dinkes kab/kota tentang kesiapan Dinkes Kab/Kota membuat Analisa Jabatan dan analisis beban kerja Apoteker dan TTK di Puskesmas 4. BKD PROVINSI Mengkoordinasikan dan memfasilitasi usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK di puskesmas dari dinkes provinsi ke KemenPAN-RB dan BKN 5. IKATAN APOTEKER INDONESIA (IAI) Meningkatkan profesionalisme Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di komunitas (puskesmas, klinik dan apotek) Meningkatkan komunikasi antara PP, PD, PC IAI dalam pemberian rekomendasi SIPA/SIKA Berkoordinasi dengan Komite Farmasi Nasional (KFN) dalam penyusunan MoU dengan perguruan tinggi/PKPA untuk berpraktek di puskesmas 6. KEMENTERIAN KESEHATAN Menindaklanjuti usulan kebutuhan tenaga Apoteker dan TTK di puskesmas dari seluruh dinkes provinsi sebagai bahan perumusan NSPK Melakukan advokasi ke KemenPANRB dan BKN agar apoteker menjadi salah satu tenaga yang diprioritaskan dalam penyusunan formasi tenaga kesehatan di puskesmas sesuai dengan Permenkes tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmaskoordinasi dengan Pusrengunakes BPPSDMK Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan 40% MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TIDAK MEMENUHI SYARAT KESEHATAN Seringkali orang tua tidak sepenuhnya memperhatikan kebutuhan gizi anak, terutama ketika si kecil sedang jajan di sekolah Tentu saja hal itu berada di luar pengawasan orang tua sehingga dengan bebas anak jajan sepuasnya, yang berpotensi menggangu kesehatannya. Faktanya, kebanyakan jajanan di sekolah mengandung zat aditif yang dapat membahayakan gangguan metabolisme tubuh si kecil dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Sebanyak 99 persen anak sekolah ternyata memilih jajan di sekolah. Makanan yang tersedia di sekitar sekolah padahal tidak selalu layak dikonsumsi “Makanan jajanan anak sekolah mempunyai peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi peserta didik/siswa sekolah. Namun, keamanan makanan jajanan anak sekolah masih perlu menjadi perhatian kita semua, masih sekitar 40 – 44% makanan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat kesehatan”. Demikian disampaikan oleh Direktur Bina Produksi & Distribusi Kefarmasian Dra. Dettie Yuliati, Apt ketika membuka acara Sosialisasi Makanan Jajanan Anak Sekolah (MJAS) Aman, Bermutu dan Bergizi, yang berlangsung pada tanggal 16 s.d 18 Oktober 2014 di Hotel Grand Zuri Padang, Sumatera Barat. Angka kecukupan energi dan protein anak usia 7-12 tahun adalah: Energi 71,6 - 89,1%, dan Protein 85,1 – 137,4%. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan sekitar 44,4% anak mengkonsumsi energi di bawah kecukupan minimal tersebut, dan 30,6% mengkonsumsi protein di bawah kecukupan minimal. Makanan Jajanan Anak Sekolah merupakan contoh dimana sekolah memiliki peran penting dalam pencapaian kesehatan masyarakat, terutama kesehatan siswa sekolah. Peran penting ini telah diakui dan didorong oleh WHO pada tahun 2008 melalui pencanangan Konsep Sekolah Sehat, atau sekolah yang mempromosikan kesehatan (health promoting school). Hal serupa telah diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 79 tentang Kesehatan Sekolah. Sekolah merupakan institusi yang dapat menciptakan pembelajaran, pertumbuhan, dan perkembangan harmonis peserta didik untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karenanya, kemampuan hidup sehat peserta didik, dan lingkungan pendidikan yang sehat, perlu diwujudkan dan menjadi tujuan penyelenggaraan kesehatan sekolah. Dalam konteks lingkungan pendidikan yang sehat, maka makanan jajanan anak sekolah yang aman, bermutu dan bergizi menjadi suatu keharusan. Permendiknas No. 57 Tahun 2009 mengembankan program sekolah sehat melalui pemberian bantuan pengembangan sekolah sehat salah satu cirinya adalah memiliki “Kantin Sehat”. 5 (lima) kunci keamanan pangan untuk anak sekolah yang perlu diperhatikan adalah: 1. Kenali pangan yang aman (bebas bahaya biologis, kimia dan benda lainnya), belilah pangan yang aman dan bacalah label 2. Perhatikan warna, rasa dan aroma 3. Ketahui kandungan gizinya 4. Konsumsi air yang cukup 5. Kurangi minuman yang berwarna dan beraroma Guru juga memiliki peran signifikan dalam higiene dan sanitasi makanan jajanan anak sekolah, yaitu mengawasi kantin sekolah melalui kegiatan Usaha Hal.09 l Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Kesehatan Sekolah (UKS), dengan mengontrol pangan apa yang dijual, kebersihan kantin, serta memberikan pelatihan bagi petugas kantin. Selain itu guru juga berperan dalam memberikan pengertian dan pengetahuan kepada anak-anak mengenai dampak negatif yang timbul apabila jajan di sembarang tempat. Guna mewujudkan makanan jajanan anak sekolah yang aman, bermutu dan bergizi diperlukan pula upaya pembinaan kepada penyedia dan pedagang makanan jajanan. Upaya ini bersifat lintas sektor dan program, melibatkan pihak swasta dan masyarakat mengingat luasnya cakupan. Untuk itu, diperlukan kesamaan pemahaman, keterpaduan komitmen, dan kesatuan langkah agar pembinaan makanan jajanan anak sekolah dapat memperoleh hasil yang optimal. Dalam merealisasikan hal ini diperlukan peran para pengusaha/ penjual makanan agar menggunakan bahan pangan yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan konsumen; wajib memperhatikan higiene dan sanitasi peralatan dan tempat penjualan untuk mencegah kontaminasi silang terhadap produk; serta mempraktekkan cara pengolahan pangan yang baik dan benar. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir bahaya pangan, khususnya makanan jajanan anak sekolah, adalah: 1. Biasakan sarapan pagi 2. Sediakan kantin sekolah 3. Lakukan sosialisasi terkait makanan 4. Lakukan pembinaan terhadap pedagang jajanan di sekolah dan luar sekolah 5. Kerjasama antara sekolah dengan Puskesmas terdekat Pada acara ini peserta juga diperkenalkan pada model permainan ular tangga makanan sehat gizi seimbang yang lebih komunikatif dan atraktif untuk digunakan di sekolah sebagai salah satu sarana mempromosikan makanan jajanan anak sekolah yang aman, bermutu dan bergizi. Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 l Hal. 10 Sosialisasi ini diikuti oleh 110 peserta, yang terdiri dari 55 orang unsur pendidikan di wilayah Kota Padang, serta 55 orang dari petugas Puskesmas, Dinkes Kota Padang, dan Dinkes Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan materi makanan jajanan anak sekolah yang aman, bermutu dan bergizi dalam rangka pembinaan dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Narasumber yang terlibat dalam kegiatan ini diantaranya dari Dit. Penyehatan Lingkungan, Dit. Bina Gizi, Dit. Bina Kesehatan Anak, Pusat Promosi Kesehatan, dan Dit. Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Sosialisasi Makanan Jajanan Anak Sekolah ini juga dilaksanakan sebagai bagian dari Gerakan Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi, yang telah dicanangkan oleh Wakil Presiden RI tanggal 31 Januari 2011 lalu. Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan HARAPAN BARU MENYAMBUT MENTERI KESEHATAN YANG BARU Presiden Joko Widodo menunjuk Prof. Dr. Nila F. Moeloek, Sp.M sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Kerja. Hal ini adalah keputusan yang tepat karena saat ini sektor kesehatan sedang mengejar ketertinggalan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDG's). Nila F. Moeloek adalah utusan khusus Presiden yang mengurus masalah MDG ini, jadi sangat tepat kalau sekarang diberi tanggung jawab langsung untuk memimpin kementerian teknis masalah kesehatan. Dengan adanya Nila Moeloek, diharapkan bisa memuluskan program-program kesehatan untuk pencapaian MDGs, antara lain menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, menurunkan angka kesakitan HIV AIDS, Malaria, TBC dan infeksi lainnya. Angka ranking terburuk Indonesia atas berbagai penyakit harus diturunkan. Misalnya saja, Indonesia adalah negara dengan peningkatan kasus HIV AIDS tercepat di negara-negara Asia Tenggara. Kita juga harus bisa mengurangi kontribusi Indonesia sebagai penyumbang terbesar kasus TBC dunia. Dalam hal penyakit tidak menular, peningkatan penyakit jantung koroner, dan peningkatan kejadian obesitas dan DM, itu semua harus diperlambat. Jumlah perokok juga harus dikendalikan di bumi yang tercinta ini. Data riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa lebih dari 30 % masyarakat kita merokok. Rokok menjadi penyebab utama terjadinya penyakit tidak menular ini. hasil riset kesehatan dasar Kemenkes bahkan menunjukkan angka perokok Indonesia terus bergerak naik. Bahkan untuk penduduk di atas 15 tahun, angka perokok orang Indonesia sudah mencapai 36,3 %. Angka-angka ini harus diperbaiki. Untuk memperbaiki ini, semua Menteri Kesehatan yang akan datang harus mengedepankan Upaya Kesehatan Masyarakat dari pada Upaya Kesehatan Perorangan. Penyakit tidak menular jelas berhubungan dengan gaya hidup dari masyarakat kita yang berubah sehingga penyakit degeneratif lebih banyak ditemukan pada usia yang lebih muda. Peningkatan penyakit degeneratif ini berhubungan dengan gaya hidup masyarakat perkotaan yang cende-rung mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang melakukan aktivitas olah raga. Saat ini memang telah diluncurkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sistem ini ke depannya akan memungkinkan seluruh masyarakat Indonesia menerima asuransi (universal coverage). Sistem ini harus diikuti oleh program-program promosi dan prevensi penyakit agar sistem JKN ini dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Sebesar apapun dana yang digelontorkan, kalau hanya untuk upaya pengobatan pasti akan selalu kekurangan. Pencegahan penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular harus menjadi prioritas utama. Di bidang upaya kesehatan perseorangan (UKP), Menkes yang akan datang harus mendorong pemerataan peralatan kesehatan dan distribusi dok-ter baik dokter layanan primer maupun dokter spesialis. Harus ada upaya yang konstruktif agar dokter bisa terdistribusi diseluruh Indonesia. Pusat harus membuat peraturan pemerintah maupun permenkes untuk ketersediaan dokter baik untuk pelayanan primer maupun pelayanan sekunder. Harus ada aturan-aturan yang jelas untuk pendirian RS. Rumah sakit baru selain gedung dan peralatan juga harus menyiapkan petugas kesehatan yang akan bekerja. Saat ini kita masih melihat RSUD baru yang belum operasional optimal karena belum adanya dokter spesialis, karena Hal.11 l Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan pembangunan RS tidak disertai sumber daya manusia. Upaya-upaya perbaikan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan yang hanya bersifat reaktif seharusnya sudah ditinggalkan. Konsep pembangunan kesehatan adalah Masyarakat Hidup Sehat Tanpa Sakit. Di sisi lain, masalah desentralisasi juga merupakan salah satu faktor yang menjadi alasan kenapa masalah penanganan kesehatan tidak optimal. Saat ini sebagian besar Puskesmas terutama yang di kota-kota besar lebih berperan sebagai rumah sakit kecil ketimbang sebagai ujung tombak pembangunan. Pemerintah daerah termasuk jajaran kesehatan tentunya mengerti bahwa diadakannya Puskesmas, baik di tingkat kelurahan maupun kecamatan bukan saja sebagai pusat pelayanan kesehatan pertama, tetapi Puskesmas juga bisa berperan sebagai ujung tombak pembangunan dan pusat pemberdayaan masyarakat. Screening kesehatan harus ditingkatkan. Deteksi dini kasus HIV harus ditingkatkan pula untuk menjaring kasus-kasus baru agar dapat diobati dan tidak menjadi sumber penularan panyakit. Upaya-upaya screening penyakit lain termasuk TBC (seperti pemeriksaan-pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) gratis) juga harus ditingkatkan. Upaya deteksi dini berbagai penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular seperti kanker usus dan kanker payudara juga harus ditingkatkan. Konsep ”Pencegahan lebih baik dari pada mengobati” harus terus digelorakan agar masyarakat tetap sehat dan tidak sakit. Iklan-iklan rokok harus dibatasi dan begitu pula iklan-iklan yang membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif. Konsumsi gula masyarakat harus dibatasi. Kota-kota harus menyediakan taman kota sehingga masyarakat dapat berolah raga. Jalan-jalan di kota juga harus menyediakan jalan untuk sepeda sehingga memberi akses bagi masyarakat yang ingin sehat dengan Buletin INFARKES Edisi VI -Desember 2014 l Hal. 12 cara bersepeda untuk beraktivitas atau berolah raga. Korupsi di bidang kesehatan teru-tama pengadaan alat-alat kesehatan baik di tingkat daerah dan pusat harus dicegah. Tidak ada lagi alat kesehatan yang tidak terpakai karena memang tidak ada yang mengerjakan atau pe-ralatan yang dibeli merupakan pera-latan yang cepat rusak. Korupsi harus diberantas karena akibat korupsi, uang rakyat menjadi terampas dan hak-hak rakyat menjadi terkoyak. Harapan selalu ada untuk Menkes yang baru untuk memperbaiki ini se-mua. Menkes menjadi motor pengge-rak instansi pemerintah terkait untuk membantu melakukan pembangunan kesehatan. Berbagai terobosan yang dilakukan perlu biaya. Oleh karena itu, seharusnya anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN di luar gaji. Begitu pula dengan daerah. Daerah juga harus mengoptimalkan minimal 10 % dari APBD-nya untuk kesehatan sesuai dengan amanat UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. selasar.com Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-50 TAHUN 2014 Menteri Kesehatan RI Prof. dr Nila F. Moeloek, Sp.M bersama para pejabat dan pegawai Kementerian Kesehatan RI melakukan senam sehat bugar bersama dalam acara puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50 di Lapangan Silang Monas Jakarta, Minggu (16/11). Usai senam bersama, Menkes melepas para peserta Run 5K Golden Health, Jalan Sehat, dan Sepeda Sehat. Selanjutnya, Menkes melakukan cap lima jari tangan sebagai tanda dukungan terhadap komitmen tidak merokok. Puncak peringatan HKN ke-50 ini memang ditandai dengan diraihnya Rekor MURI Cap Tangan untuk Komitmen Tidak Merokok Secara Estafet oleh peserta terbanyak, bahkan menurut MURI jumlah partisipan komitmen tidak merokok ini adalah yang terbanyak di dunia. Menkes juga menyambut kedatangan Tim Gowes Sepeda SELAWASUTA, yang merupakan singkatan dari "Selatan Jawa from Surabaya to Jakarta" yang terdiri dari tujuh orang dokter dan 10 orang tenaga kesehatan dari RSUD dr. Haryoto Kabupaten Lumajang. Selain itu, Menkes melakukan pemotongan tumpeng secara simbolis dan memberikannya kepada salah satu peserta jalan sehat. Juga tak lupa Bude Jamu. Hari Kesehatan Nasional (HKN) sendiri diperingati pada 12 November setiap tahunnya. Namun penyelenggaraan peringatan HKN ke-50 ini sendiri berlangsung mulai dari tanggal 12 sampai dengan 16 November 2014. Tahun ini HKN mencapai usia emas dengan bertemakan “Sehat Bangsaku Sehat Negeriku”. Dalam perayaan HKN Emas kali ini, juga digelar Pameran Pembangunan Kesehatan yang dibuka untuk umum mulai dari tanggal 14 s.d 16 November 2014 di Silang Monas Jakarta. Pameran pembangunan kesehatan merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) Emas ke 50 tahun 2014. Pameran bertujuan untuk menyampaikan pengetahuan, informasi dan edukasi berupa kebijakan kesehatan, produk dan komoditi kesehatan, juga hasil serta keberhasilan pembangunan kesehatan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, juga membuka secara resmi kegiatan Aksi Pengabdian Masyarakat. Dalam kegiatan tersebut, berbagai unit kerja di Kementerian Kesehatan RI, Organisasi Profesi, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, serta Puskesmas di Wilayah DKI Jakarta, memberikan pelayanan bagi Hal.13 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONALKE-50 TAHUN 2014 masyarakat, baik berupa pemeriksaan kesehatan, deteksi dini, tes dan konseling. Melalui kegiatan tersebut, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan, antara lain: 1. Pemeriksaan gerak dan fungsi tubuh; 2. Pemeriksaan dan pelayanan refraksi optis (kesehatan mata); 3. Deteksi dini penyakit tidak menular (PTM), seperti pemeriksaan gula darah, kolesterol, tekanan darah, berat dan tinggi ideal (BB/TB), identifikasi kanker payudara melalui metode periksa payudara sendiri (SADARI); clinical breast examination, dan identifikasi kanker servix melalui metode papsmear dan IVA test; 4. Deteksi tingkat kecemasan dan stres agar masyarakat mampu mengenai status mental emosional melalui metode self-report questioner (SQR); 5. Bakti bidan dalam pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Komprehensif, seperti pemeriksaan kesehatan ibu hamil; konseling KB, kuesioner kesehatan jiwa dan brain booster; 6. Konseling dan tes sukarela HIV-AIDS, serta narkoba, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA). Selain itu, juga terdapat konseling berhenti merokok dan alkohol. Menkes juga melakukan teleconference dengan enam daerah, di antaranya adalah Surabaya, Lampung, Banten, Palangkaraya. Daerah pertama yang disapa dalam teleconference dengan Menteri Kesehatan adalah Surabaya di Provinsi Jawa Timur dan yang terakhir adalah Provinsi Banten. Melalui televisi berukuran besar, salah seorang pria dari perwakilan Dinas Kesehatan Surabaya menyata-kan puncak kegiatan HKN di sana Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 14 berlangsung lancar dan meriah. Pada kesempatan tersebut, Menkes meminta agar komitmen Gerakan Lima Jari Antirokok bisa terus ditegakkan. "Saya juga minta kepada semua daerah di Indonesia, agar gerakan senamnya tidak hanya dilakukan saat HKN saja. Tapi minimal seminggu sekali, setiap hari Jumat," kata Menkes. Berdasarkan keterangan dari sejumlah daerah saat teleconference tersebut, acara puncak HKN di daerah rata-rata dihadiri oleh 2.000-5.000 orang. Ulasan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Hal.15 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Snap Shoot Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 16 Snap Shoot Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Hal.17 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT KINI DIHITUNG DI PUSKESMAS “Lima tahun terakhir, tahun 20102014 kita bersama telah kawal pencapaian indikator ketersediaan 144 item obat di Instalasi Farmasi Kab/Kota, untuk itu saya sampaikan penghargaan kepada kita semua atas keberhasilan kita bersama. Pada kesempatan yang berbahagia ini, mengawali rencana strategi tahun 2015-2019, saya sampaikan bahwa indikator ketersediaan untuk lima tahun ke depan bukan lagi di Instalasi Farmasi Kab/Kota tetapi di Puskesmas. Namun yang didata hanya sekitar 17 item obat, kami sebut obat indikator (basket of drug) yang merupakan obat program kesehatan ibu, anak dan penanggulangan penyakit. Harapan kami, jika obat tersebut tetap tersedia di Puskesmas maka tentunya akan mendukung program kesehatan ibu, anak maupun penanggulangan penyakit. Disinilah peran aplikasi elogistik untuk membantu pelaporan indikator ketersediaan obat tersebut.”. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D ketika membuka acara Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat Nasional, yang berlangsung pada tanggal 12 s.d 15 November 2014 di Hotel Amaroosa Bekasi, Jawa Barat. Pertemuan ini sendiri diselenggarakan dalam rangka mewujudkan pengelolaan obat yang terpadu dan terintegrasi dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin. Manfaat dari pertemuan ini sendiri adalah sebagai dasar penawaran dalam proses e-Catalogue, dan untuk perencanaan penyediaan obat program. Tanpa terasa sudah lebih dari 6 (enam) bulan di tahun 2014 ini sudah dilaksanakan pengadaan obat secara elektronik melalui e-tendering atau epurchasing maupun secara manual berdasarkan E-Catalogue. Banyak cerita sukses yang didapatkan, namun masih ada pula cerita permasalahan dalam implementasi E-Catalogue yang pada akhirnya berdampak pada ketersediaan obat. Sistem yang baru ini memang masih belum sempurna betul, oleh karenanya harus dikawal penerapannya. Pengadaan obat berdasarkan ecatalogue bertujuan agar proses pengadaan obat menjadi lebih Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 18 transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat melaksanakan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (ECatalogue) yang prosedurnya dapat menyesuaikan dengan langkahlangkah pada juklak pengadaan obat secara manual pada Industri Farmasi yang tercantum dalam E-Catalogue (Permenkes No 63 Tahun 2014). Penyediaan dan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, serta mendukung percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan status gizi masyarakat dan pengendalian penyakit. Alokasi dana pemerintah untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik relatif terbatas, untuk itu prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan dana untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan mutlak diperlukan. Dengan melakukan perencanaan kebutuhan melalui analisa kebutuhan yang dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat mendekati kebutuhan nyata dari unit Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan instalasi farmasi baik Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun rumah sakit. Sejalan dengan penerapan manajemen pengelolaan obat yang terintegrasi, maka perencanaan kebutuhan obat harus dilakukan secara terpadu dengan pendekatan epidemiologi (surveilance based) dan metode konsumsi yang mempertimbangkan ketersediaan (sisa stok), pemakaian rata-rata serta ketersediaan anggaran pembiayaan obat dari berbagai sumber. Dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan perhitungan kebutuhan obat dapat mendekati kebutuhan riil di unit pelayanan kesehatan sehingga anggaran yang digunakan untuk belanja obat dapat sejalan dengan prinsip efektifitas dan efisiensi. Sementara itu narasumber dari Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri memaparkan mengenai pengelolaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah yang belum menerapkan PPK-BLUD. Dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Sedangkan pengelolaan dana kapitasi adalah tata cara penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan **** PRESIDEN LUNCURKAN KARTU INDONESIA SEHAT Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, meluncurkan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, di Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin, 3 November 2014. Pemerintah meresmikan pembagian KIP dan KIS yang merupakan bagian dari program perlindungan sosial bagi masyarakat Indonesia yang tidak mampu. Di hari yang sama, Presiden menandatangani Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga produktif. Inpres tersebut ditujukan kepada: 1. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK); 2. Menko Polhukam; 3. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas; 4. Mendagri; 5. Menteri Keuangan; 6. Menteri Kesehatan; 7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; 8. Menteri Sosial; 9. Menteri Agama. Selain itu, Inpres No. 7/2014 juga ditujukan kepada 10. Menkominfo; 11. Hal.19 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Liputan Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Menteri BUMN; 12. Jaksa Agung; 13. Panglima TNI; 14. Kapolri 15. Kepala BPKP; 16. Kepala Badan Pusat Statistik; 17 Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 18. Dirut BPJS Kesehatan; 19. Para Gubernur; dan 20. Para Bupati/Walikota. Kepada para pejabat tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat bagi keluarga kurang mampu, dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dan dunia usaha. Adapun kepada Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Presiden menginstruksikan untuk meningkatkan koordinasi dengan Menteri Sosial, Dirut BPJS Kesehatan, dan Tim Nasional Percepatam dan Penanggulangan Kemiskinan untuk: 1. Menetapkan sasaran Program Indonesia Sehat yang juga merupakan Penerima Bantuan Iuran; 2. Membayarkan iuran Penerima Bantuan Iuran kepada BPJS Kesehatan; dan 3. Menyediakan dan memperbaiki fasilitas kesehatan dalam rangka pelaksanaan Program Indonesia Sehat. Presiden Jokowi juga meminta Menteri Kesehatan untuk melaksanakan sosialisasi secara intensif kepada penerima Program Indonesia Sehat, dan menjadi Pengguna Anggaran dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat. “Melaporkan pelaksanaan Program Indonesia Sehat sekurang-kurangnya 3 (tuga) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan kepada Menko PMK,” bunyi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 itu. Menteri Kesehatan sendiri secara tegas menyatakan, sangat mendukung adanya Kartu Indonesia Sehat (KIS). Menkes berharap seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses kepada pelayanan kesehatan melalui KIS. "Dengan KIS, sekarang tercover. Artinya, mereka yang memiliki kartu ini bisa datang ke layanan kesehatan, dan mendapatkan pelayanan yang memadai," ujar Menkes usai berziarah di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (4/11) Meski memiliki Kartu Indonesia Sehat, lanjut Menkes, diharapkan agar masyarakat Indonesia tetap menjaga kesehatannya. "Memiliki kartu itu, bukan berarti langsung berpikir 'Aduh, ketika saya sakit pasti akan diobati'," kata Menkes menerangkan. Artinya, masyarakat diimbau untuk tetap sehat dan produktif. Menkes juga mencontohkan, kepada seluruh perempuan agar tidak takut atau malu melakukan skrining atau cek dini, agar terhindar dari penyakit yang tidak diinginkan. "Jangan tunggu sampai sakit, baru ngecek. Pun ketika sudah sakit, jangan menunggu sampai lanjut. Berobatlah sebelum terlambat," kata Menkes. Intinya, apa pun yang kita alami atau derita, jangan menunggu sampai parah atau kronis baru berobat. Meski ketika parah masih bisa direhabilitasi, alangkah baiknya jika kita mencegah agar terhindar dari penyakit tidak diinginkan. Sementara itu, adanya sejumlah kritikan yang mengatakan bahwa Kartu Indonesia Sehat (KIS) tidak memiliki dasar hukum dibantah oleh Kepala Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 20 "KIS merupakan perluasan dari masyarakat miskin yang tidak tercakup dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pasal 34 UUD 194 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan adalah badan yang menyelenggarakan, sedangkan KIS adalah programnya. Sehingga KIS pun dasar hukumnya adalah undang-undang BPJS Kesehatan dan undang-undang DJSN," terang Usman Sumantri di gedung Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu (5/11). Secara bertahap, nantinya seluruh kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga akan menjadi KIS. Perubahan ini menurut Usman adalah hal yang wajar. "Filosofi keduanya (JKN dan KIS) menganut undang-undang yang sama. Soal programnya ada perubahan, itu oke-oke saja karena itu kan hanya programnya," jelas dia. Menkes juga menegaskan, KIS akan menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu yang belum tercover dalam PBI untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan. Secara bertahap, cakupan peserta juga akan diperluas meliputi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan bayi yang lahir dari PBI. Saat ini jumlah PBI sebanyak 86,4 juta jiwa. Sementara PMKS jumlahya diperkirakan mencapai 1,7 juta jiwa meliputi gelandangan, yatim piatu, orang cacat, penghuni panti asuhan dan panti jompo. ********* “Jangkauan JKN terbatas pada keluarga miskin, bukan untuk perseorangan. Sedangkan jangkauan KIS lebih luas, yaitu mencapai masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)” Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan BAHAN BAKU OBAT HEWAN TERGANTUNG KONDISI EKONOMI GLOBAL Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Rahmat Nuryanto menjelaksan bahwa kondisi industri obat hewan nasional sangat dipenga-ruhi oleh perkembangan ekonomi global. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan beberapa bahan baku obat masih diimpor dan belum diproduksi di Indonesia. Beberapa bahan baku yang masih diimpor tersebut adalah farmasetik seperti vitamin, antiobiotik, dan obat semprot. Meski demikian, industri obat hewan juga sudah melakukan ekspor bahkan untuk produksi vaksin sudah 90 % diproduksi secara lokal. Di tahun 2015 nanti diharapkan kondisi ekonomi global membaik sehingga tidak terjadi gejolak harga bahan baku obat. Bila kondisinya stabil maka diperkirakan pertumbuhan industri obat hewan bisa mencapai 7%. Persentase pertumbuhan itu setidaknya sama dengan pertumbuhan tahun ini. Tahun depan diharapkan pasar hewan ternak besar bisa mencapai Rp 800 miliar sementara untuk unggas bisa mencapai Rp 5 triliun. Bagaimana prospek Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) tahun 2015? Kondisi saat ini masih berbisnis hanya untuk obat hewan dan vaksin di unggas, tetapi sudah cukup berkembang juga untuk hewanhewan yang besar seperti sapi dan kambing, sudah menggunakan obatobatan juga, yang tadinya hanya menggu-nakan jamu. Karena untuk merang-sang reproduksi menggunakan jamu belum bisa digunakan. Dan dengan hanya menggunakan obat-obatan ini dapat membantu kelahiran hewan ini. Untuk pasar unggas bisa mencapai Rp 5 triliun pertahun sedangkan hewan besar bisa mencapai Rp 800 miliar per tahun. Ekonomi global sangat mempengaruhi sekali. Bahan baku farmasetik seperti vitamin, antiobiotik, dan obat semprot kita masih impor, sehingga ketergantungan itu masih ada, tidak hanya untuk obat hewan, obat manu-sia juga masih untuk vitamin dan bahan baku. **** Untuk pertumbuhan aspek mikro rata-rata sekitar 7-8% , untuk tahun depan sekitar 6-7% pertumbuhannya, hanya mungkin untuk tahun ini khusus unggas memang hanya naik sekitar 78%, tetapi untuk khusus hewan besar juga diharapkan sebesar 7 %. Kita memproduksi obat biologik yaitu vaksin, farmasetik (vitamin, antibiotik dan obat semprot) dan premix yaitu jenis obat yang dicampur dalam pakan. Dari ketiga jenis itu omset yang terbesar adalah obat premix. Obat ini berguna untuk grufumotor, untuk merangsang pertumbuhan dan untuk mengatasi berak darah bagi ayam unggas dengan memasukan obat antioksidan ke dalam pakan. Obat premix adalah obat yang dapat membersihkan usus dan dapat menyerap makanan dengan sempurna, dan akan membuat pertumbuhan akan cepat. Omset terbesar kedua adalah farmasetik, dan yang ketiga vaksin. Berapa Jenis Obat Yang Diproduksi Di Indonesia? Sebenarnya ada 21 jenis obat yang diproduksi. Tetapi kita berencana akan ada pengurangan hingga menjadi 6 jenis obat, karena ada isu dari masyarakat dengan adanya diberikan antiobiotik terus-menerus dalam pakan, akan menimbulkan resistensi terhadap masyarakat yang memakan ayam, dan isu itu dilontarkan kepada Kementerian Kesehatan. Tetapi seharusnya resistensi itu harus dibuktikan dahulu apakah benar itu ditimbulkan dari ayam atau daging itu. Karena kalau kita lihat amoksisilin juga bisa dibeli di warung, itu juga dapat menjadi faktor. Padahal kita memakai obat yang tidak boleh digunakan oleh manusia atau tidak penting untuk manusia. Maka harus benar-benar dilacak karena isunya banyak anak-anak yang sakit jika diobati tidak sembuhsembuh, kebal, dan berfikir karena akibat nmemakan ayam ini. Karena kita juga berbisnis tidak hanya mengejar keuntungan saja. Ekonomi global sangat mempengaruhi sekali. Bahan baku farmasetik seperti vitamin, antiobiotik, dan obat semprot kita masih impor, sehingga ketergantungan itu masih ada, tidak hanya untuk obat hewan, obat manu-sia juga masih untuk vitamin dan bahan baku. Tetapi walaupun kita mengimpor bahan baku, dar kita juga mengekspor dan nilai ekspor kita lebih tinggi dari yang diimpor. Nah untuk yang kita ekspor di tahun 2012 sekitar Rp 9 triliun, sementara ekspor negara lain Rp 5 triliun, berarti pasar kita yang dikeluarkan jauh lebih banyak. 2013 kita mengekspor sekitar Rp 8 triliun memang ada penurunan, dan ini memang sangat mempengaruhi pasar global. Ketersedian bahan baku untuk vaksin sudah ada 98% lokal; untuk farmasetik seperti vitamin, antiobiotik, obat semprot, baik untuk hewan maupun manusia masih tersedia, jadi ternyata kalau menginvestasinya kita telat, karena mereka sudah memulai dari dulu, jadi kita tidak akan bisa mengejar. Hanya kita masih menang di Hal.21 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan obat herbal, dan disini mungkin kita masih bisa bersaing. Jadi anggota–anggota ASOHI ini selalu mengajukan untuk merintis di obat herbal, karena kalau dengan bahan baku membuat tidak akan terkejar, ketinggalan terus di Indonesia. Maka dari itu anggota ASOHI sudah meneliti yang namanya temuprakasa. Untuk impor kita terdapat di berbagai negara, karena kita terbuka lebar dari negara manapun dapat masuk, dari Eropa, Amerika, Amerika Latin, China, dan lain-lain. Tapi sebaliknya untuk ekspor juga kita sudah ke berbagai negara. Total ada 36 negara, seperti Belgia, Nigeria, Bangladesh, Prancis, Jerman, India, Itali, Lebanon, Pakistan, yang jelas negaranegara maju, tetapi dalam wajtu dekan akan menambah negara lagi seperti turki. Jadi kita bisa terima dari manapun tapi juga bisa keluar juga dari manapun. Kendala Dan Tantangan Di Bisnis Ini Tantangan ada pastinya, tapi yang jelas dari peluang, sapi masih sangat besar, kompanian animal masih banyak, kemudian di unggas itu sebenernya peluangnya masih sangat besar, sekalipun yang tadi Rp 5 triliun menjadi Rp 4 triliun, tapi ini masih bisa naik lagi. Karena konsumsi kita masih rendah, kita konsumsi ayam tuh masih 7 kg per orang per tahun, sedangkan di negara lain di Thailand itu sudah 18 kg per orang per tahun, sedangnya di Malaysia sudah 30 kg per orang dan per tahun. kalau saja Indonesia bisa mengangkat 50 % saja dari 7 kiloan, obatnya pasti akan bisa naik. Caranya dalah kita melakukan kampanye konsumsi ayam dan telur, makanya kenapa ASOHI mengadakan hari telur dan ayam nasional pada tahun 2011 adalah setiap tanggal 15 Oktober. Dan paling tidak setiap 1 tahun sekali akan diperingati, untuk menimbulkan kesadaran bahwa ada sumber protein yang terjangkau dari pada sapi. Karena kalau kalangan menengah ke bawah malah senang mengkonsumsi ayam dan telur, sedangkan menengah ke atas justru menghindari makan telur dan ayam karena takut hormon, itu yang kita jelaskan nanti di kampanye itu, bahwa kita tidak memakai hormon. Kalau dulu tahun 60 an memang menggunakan hormon suntik, kalau sekarang tidak menggunakan itu, tetapi masyarakat masih saja menilai itu. Nah tugas kita adalah bagaimana untuk meningkatkan ini. jitunews.com INDONESIA PERSEMBAHKAN PIL KB PRIA UNTUK DUNIA ; Sementara itu bagi pria, pilihan yang tersedia hanyalah kondom atau mengikuti metode kalender dengan menghitung masa subur pasangan Banyak cara dilakukan oleh pemerintah untuk mengampanyekan keluarga berencana (KB), guna menekan laju pertumbuhan penduduk. Pada berbagai kampanye KB, perempuan merupakan objek utama yang harus mengkontrol kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi tersebut berupa pil, spiral (IUD), suntikan, dan menggunakan metode kalender. Sementara itu bagi pria, pilihan yang tersedia hanyalah kondom atau mengikuti metode kalender dengan menghitung masa subur pasangan. Bersyukurlah seorang ilmuwan asal Indonesia, Profesor Bambang Prajogo dari Departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, telah menemukan pil kontrasepsi khusus untuk pria. Yang paling mengagumkan adalah, penemuan ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di dunia. Berkat Bambang, para istri yang masih ingin mengkontrol kehamilan boleh sedikit merasa lega. Pasalnya, kini kewajiban untuk mengkonsumsi pil kontrasepsi tidak hanya ditanggung oleh perempuan, namun kewajiban Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 22 tersebut kini bisa digantikan oleh pria. Adalah Gendarussa, nama pil KB khusus pria yang ditemukan oleh Bambang. Nama Gendarussa sesuai dengan bahan baku utama obat ini yang menggunakan ekstrak tanaman perdu bernama gandarusa atau dengan nama latin Justicia gendarussa Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Burm. Sejak tahun 1983, Bambang Prajogo sudah melakukan penelitian pada bidang reproduksi terutama untuk kaum pria. "Maka sekitar tahun tersebut saya sedang meneliti obat herbal untuk reproduksi khusus pria, namun tahun 1985 ada informasi bahwa ada salah satu suku di pedalaman Papua yang menggunakan tanaman tersebut sebagai alat kontrasepsi," kata Bambang. Mahalnya mahar yang harus diserahkan oleh mempelai pria kepada mempelai perempuan, terkadang membuat pasangan di Papua memutuskan untuk tidak menikah secara adat dan menunda hadirnya keturunan dengan mencegah kehamilan hingga mahar itu terbayar. Untuk mencegah kehamilan tersebut, Bambang mendengar kabar bahwa para pria Papua meminum rebusan daun gandarusa tiga puluh menit sebelum melakukan hubungan seksual. "Namun karena pada waktu itu temuan masih bersifat empiris, maka saya memutuskan untuk melakukan penelitian atas kebenaran dari manfaat tanaman tersebut," kata Bambang. Daun gandarusa pada awalnya dikenal sebagai tanaman obat yang memiliki manfaat untuk mengobat luka memar, terkilir, patah tulang, nyeri akibat reumatik, bengkak, bisul, atau pun borok. Namun setelah Bambang melakukan penelitian lebih jauh, tanaman ini ternyata memiliki kandungan senyawa yang mampu menurunkan aktivitas sperma. Namun Bambang menampik ketakutan para pria yang enggan mengkonsumsi pil KB karena takut efek dari pil ini akan berlangsung secara permanen. "Sekali lagi, pil ini tidak akan mengganggu kualitas sperma karena yang disasar hanyalah enzim. Selain itu, begitu berhenti mengkonsumsi pil ini maka kondisi sperma dan enzim akan kembali normal," jelas Bambang. Untuk kelancaran penelitian dan kelancaran produksi, maka Bambang membudidayakan tanaman gendarusa di wilayah sekitar Universitas Airlangga dan Sidoarjo. Sekitar 5.000 tumbuhan gandarusa telah dia tanam dan tumbuh subur pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. "Tanaman ini banyak ditemukan di wilayah Papua dan Asia Tenggara, namun sengaja saya budidaya supaya lebih mudah untuk sumber bahan bakunya," ungkapnya. Flavonoid Senyawa bernama flavonoid adalah kandungan utama yang menyebabkan aktivitas sperma tersebut menurun. Namun Bambang menjelaskan bahwa flavonoid ini bersifat non-hormonal. Maksudnya adalah, pil KB yang diciptakan oleh Bambang tidak akan memberikan efek samping pada tubuh pria. Flavonoid ini bekerja dengan menghambat enzim yang keluar bersamaan dengan sperma pada saat ejakulasi. Fungsi enzim ini adalah untuk melisiskan dinding sel telur, sehingga sperma dengan mudah dapat menembus sel telur untuk membuahi. "Enzim ini menjadi semacam pembuka jalan. Nah, enzim ini dibuat tidak aktif oleh kandungan flavonoid dalam Genderussa," lanjut Bambang. Kebanyakan flavonoid merupakan pigmen yang memberi warna pada tumbuhanm seperti pada daun ataupun buah. Senyawa yang juga berfungsi sebagai antioksidan ini, ditemukan pada daun gandarusa yang banyak mengandung klorofil atau zat hijau daun. "Daun gandarusa yang mengandung flavonoid itu saya ekstrak lalu dikemas dalam bentuk kapsul, lantas lebih mudah untuk dikonsumsi," ujar Bambang. Hingga kini, Bambang baru menemukan lima dari dua belas senyawa yang terkandung dalam gandarusa. Lima senyawa itu kemudian dia namakan Gendarussa A, Gendarussa B, Gendarussa C, Gendarussa D, dan Gendarussa E. Atas kerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bambang melakukan uji klinis terhadap 350 subjek yang merupakan pasangan usia subur. Hasilnya, 99,9 persen pasangan mengaku puas dengan cara kerja pil Gendarussa ini. "Dari 150 subjek pada fase ketiga, ada satu yang ternyata masih hamil, Ini tampaknya karena kurang disiplin dalam konsumsi pil karena kurangnya kontrol, semua pasien merupakan pasien rawat jalan," ungkap Bambang. Ketika disinggung mengenai kontra indikasi, Bambang pun tertawa dan mengungkapkan sesuatu mengenai temuannya tersebut. Flavonoid pada Gendarussa ternyata tidak hanya berfungsi untuk membuat enzim pada sperma menjadi tidak aktif, namun ada fungsi lain yang menurut Bambang memang dicari oleh kaum pria yaitu meningkatkan gairah seksual alias afrodisiak. "Jadi ini kan kita uji secara multicenter. Hal.23 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Sejalan dengan uji klinis tadi (sebagai pil KB pria), ternyata bapak-bapaknya merasakan keinginannya (seksual) semakin meningkat. Jadi manfaat ganda," tambah Bambang. Pertama di dunia Sejak awal penelitian, Bambang mengaku tidak mengetahui apapun perihal tanaman ini, sehingga semua penelitian dia lakukan secara pararel. "Saya tidak tahu ada kandungan apa atau bagaimana, maka prosesnya wajar bila memakan waktu lama dari perjalanan klinik hingga menemukan senyawanya," jelas Bambang yang membutuhkan waktu hingga lebih dari 20 tahun untuk menemukan senyawa tersebut. Namun kerja keras Bambang tidak siasia karena dia mendapatkan Anugerah Kekayaan Intelektual dari Presiden RI pada tahun 2010. Sebelumnya pada 2009, Bambang sudah mematenkan pil kontrasepsi khusus pria tersebut. Tidak sampai di situ, nama Bambang dan hasil temuannya dicari oleh banyak media mancanegara yang ingin mempublikasi bahwa Indonesia tidak hanya dikenal dari kekisruhan panggung politiknya saja. Namun ada anak bangsa Indonesia yang mampu menemukan pil kontrasepsi khusus pria yang pertama di dunia. "Sudah ada tujuh jurnalis dari berbagai media mancanegara datang ke Surabaya untuk mempublikasi temuan saya. Hehehe, mohon maaf, tapi jurnalis Indonesia sedikit telat publikasinya nih," ujarnya yang berkelakar. Siap edar Bambang menjelaskan bahwa hingga kini pihaknya masih mencari cara pola konsumsi yang nyaman bagi para konsumen. Untuk sementara ini, pil KB ini masih harus dikonsumsi setiap hari dan satu pil dalam satu hari. "Dalam satu botol ada tiga puluh pil karena ini masih uji coba, pola minumnya menyesuaiakan dengan siklus haid istri," jelas Bambang dan menambahkan bahwa semakin pendek waktu untuk mengkonsumsi pil ini, maka akan semakin baik. Maksudnya suami mulai mengkonsumsi Gendarussa saat istri mulai haid sejak hari pertama. Sehingga pada saat istri mengalami masa ovulasi atau masa subur, enzim sperma suami sudah melemah. Bambang lalu mengingatkan bahwa kondisi lambung harus terisi sebelum mengkonsumsi pil KB ini. Hingga kini Gendarussa memang belum dipasarkan karena masih harus melalui proses registrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun ternyata, tidak hanya Indonesia yang menginginkan pil KB ini agar segera beredar. Bambang mengaku bahwa sejawatnya yang berada di Amerika sedang membantunya untuk proses di Food and Drugs Administration di Amerika, sehingga obat ini nantinya tidak hanya untuk konsumsi nasional namun bisa mencapai skala global. "Targetnya kalau bisa registrasi di BPOM bisa tahun ini sehingga tahun depan sudah bisa dipasarkan," ujar Bambang yang mengaku bahwa sudah ada beberapa industri obat yang melirik untuk memproduksi temuannya ini. Sementara itu kisaran harga yang Bambang harapkan untuk beredar di pasaran haruslah murah. "Tapi yang perlu dicatat, jika benar ini sudah diedarkan jangan sampai disalahgunakan," imbuh dia. aktual.co Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 24 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan SEKILAS TENTANG STANDAR KEAMANAN LISTRIK UNTUK ALAT KESEHATAN International Electrotechnical Commission (IEC) 60601-1:2005 Third Edition Medical Electrical Equipment – Part 1: General Requirement For Basic Safety And Essential Beluh Mabasa: Ginting, S.Si, Apt. International Electrotechnical Commission (IEC) adalah organisasi internasional untuk standardisasi dalam bidang kelistrikan, elektronik dan teknologi terkait (dari power generation, transmission and distribution to home appliances and office equipment, medical electrical equipment, semiconductors, fibre o p t i c s , b a t t e r i e s , s o l a r e n e rg y, nanotechnology and marine energy) yang anggotanya terdiri dari semua panitia elektroteknik setiap negera dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya dan salah satu sasarannya adalah medorong kerjasama internasional dan menjawab semua pertanyaan mengenai standardisasi dibidang tersebut diatas. Mulai dari 01 Januari 2007, semua publikasi yang diterbitkan oleh IEC dimulai dari nomor seri 60000, sebagai contoh IEC 601-1 menjadi 60601-1. Publikasi IEC mencakup: Standar internasional, Spesifikasi teknis, Laporan teknis dan Publicly available specification (PAS) dan Pedoman yang terkait dengan kelistrikan. IEC berkerjasama dengan ISO (International Organization for Standardization) sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan diantara kedua organisasi tersebut. Semua standardisasi peralatan listrik medik/medical electrical equipment baik yang bersifat umum maupun teknis dirumuskan oleh Technical Committee/TC 62: Electrical equipment in medical practice. Technical Committee/TC 62: Electrical equipment in medical practice dibagi menjadi beberapa subpanitia teknis/ subcommittee sebagai berikut: 1. Subcommittee 62A: Common aspects of electrical equipment used in medical practice 2. Subcommittee 62B: Diagnostic imaging Equipment 3. Subcommittee 62C: Equipment for radiotherapy, nuclear medicine and radiation dosimetry 4. Subcommittee 62D: Electromedical Equipment yang masing-masing mempunyai tugas untuk merumuskan standar yang terkait dengan standardisasi peralatan listrik medik/medical electrical equipment. Contoh IEC 60601-1:2005, Third edition, Medical electrical equipment – Part 1: General requirement for basic safety and essential performance, dirumuskan oleh subcommittee 62A: Common aspects of electrical equipment used in medical practice. Pada tahun 1976, IEC subpanitia teknis 62A mempublikasikan edisi pertamanya yaitu IEC/TR 60513, Basic aspects of the safety philosophy for electrical equipments uses in medical practice. Edisi pertama IEC/TR 60513 menjadi dasar untuk pengembangan : edisi pertama IEC 60601-1 (standar keamanan umum untuk peralatan listrik medik); -seri IEC 60601-1-xx sebagai standar kolateral untuk peralatan listrik medik; -seri IEC 60601-2-xx sebagai standar khusus untuk tipe khusus peralatan listrik medik; dan -seri IEC 60601-3-xx sebagai standar kinerja untuk tipe khusus peralatan listrik medik. Menyadari akan penting dan perlunya suatu standar yang mencakup peralatan listrik medik yang digunakan dalam praktek medis maka sebagian besar dari national committees pada tahun 1977 sepakat untuk mendukung edisi pertama IEC 60601-1. Perluasan ruang lingkup, kerumitan alat kesehatan itu sendiri, dan sifat spesifik dari beberapa tindakan protektif dan pengujian terkait untuk memverifikasi alat itu sendiri, membutuhkan usaha yang cukup lama untuk menyiapkankan standar edisi pertama ini, yang sekarang dapat dikatakan telah menjadi acuan Hal.25 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan yang bersifat universal sejak dipublikasikan. Penggunaan berulang edisi yang pertama menciptakan ruang untuk pengembangan. Pengembangan ini merupakan harapan semua pihak yang menggambarkan bahwa standar ini telah dimanfaatkan sejak dipublikasikan. Setelah melakukan revisi secara seksama dan berlangsung bertahun-tahun maka terbitlah edisi yang kedua pada tahun 1988. Edisi ini mencakup semua perubahan yang merupakan pengharapan yang mendasar pada saat itu. Pengembangan yang lebih jauh tetap dilakukan dalam studi yang berkelanjutan. Edisi kedua ini telah diamandemen pada tahun 1991 dan kemudian diamandemen lagi pada tahun 1995. Pendekatan yang utama yang dilakukan oleh IEC 60601-1 edisi yang ke tiga ini adalah melakukan pemisahan antara standar keamanan dasar dan standar kinerja untuk peralatan listrik medik. Ini merupakan suatu perubahan yang alamiah dari pendekatan yang bersifat historis yang dilakukan pada level nasional dan internasional terhadap standar peralatan listrik yang lain (contoh untuk peralatan domestik), dimana keamanan dasar diatur melalui standar wajib tetapi spesifikasi kinerja diatur oleh tekanan pasar. Telah diakui bahwa banyak peralatan listrik medik, fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pemeliharaan harus tergantung pada standar untuk menjamin kinerja utama dan keamanan dasar. Kinerja utama dan keamanan dasar yang dimaksud termasuk keakurasian peralatan mengendalikan pemberian energi atau zat terapi yang diberikan kepada pasien, atau memproses dan menampilkan data pisiologi yang akan mempengaruhi manejemen pasien. Pemisahan keamanan dasar dan kinerja utama merupakan langkah yang tepat untuk mengatakan bahwa bahaya dapat terjadi akibat dari desain peralatan listik yang tidak benar. Banyak standar khusus dalam seri IEC 60601-2-xx memuat rentang persyaratan kinerja utama yang tidak dapat dievaluasi secara langsung oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pemeliharaan tanpa mengaplikasikan standar khusus tersebut, (atau dapat dikatakan, seri IEC 60601 terbaru memuat lebih sedikit persyaratan tentang kinerja utama dari pada keamanan dasar). Untuk mengantisipasi edisi ketiga IEC 60601-1, subpanitia teknis 62A dari IEC mempersiapkan edisi kedua IEC/TR 60513 [12] 1) pada tahu 1994. Edisi kedua Ini dimaksudkan sebagai petunjuk untuk pengembangan edisi IEC 60601-1 ini, dan untuk pengembangan lebih jauh seri IEC 60601-1-xx (collateral standar) dan IEC 60601-2-xx (standar khusus/produk). Edisi kedua IEC/TR 60513 mencakup dua perubahan utama berikut: perubahan pertama adalah konsep ”keamanan” telah diperluas dari keamanan dasar dengan mempertimbangkan edisi pertama dan kedua IEC 60601-1 dengan memasukkan hal yang terkait dengan kinerja utama, (contoh akurasi peralatan pemantau pisiologi). Penerapan prinsip ini mengarah kepada perubahan judul standar ini dari ” Medical electrical equipment, Part 1: General requirements for safety pada edisi kedua, menjadi ” Medical electrical equipment, Part 1: General requirements for safety and essential performance ”; pada edisi ketiga. perubahan kedua adalah, menetapkan persyaratan keamanan minimum, persyaratan dibuat untuk Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 26 penilaian kecukupan proses desain ketika hanya metode ini yang dapat dipraktekkan untuk penilaian keamanan teknologi tertentu seperti sistem elektronik yang dapat diprogram. Penerapan prinsip ini merupakan salah satu faktor yang m e n g a ra h ke p a d a p e m a h a m a n persyaratan standar umum dalam menerapkan proses manejemen resiko. Pararel dengan pengembangan edisi ketiga IEC 60601-1, IEC/TC 210 telah mempublikasikan standar umum untuk manejemen resiko alat kesehatan. Kesesuaian dengan edisi IEC 60601-1 ini mensyaratkan agar pabrik alat kesehatan mempunyai proses manajemen resiko yang sesuai dengan ISO 14971, Medical devices – Application of risk management to medical devices yang salah satu ruang lingkupnya menetapkan satu proses agar pabrik alat kesehatan dapat mengidentifikasi, memperkirakan dan mengevaluasi bahaya yang terkait dengan alat kesehatan, mengendalikan risiko dan memantau keefektifan dari pengendalian risiko tersebut dari semua tahap siklus hidup (life-cycle) alat kesehatan. Standar IEC 60601-1:2005, Third edition, Medical electrical equipment – Part 1: General requirement for basic safety and essential performance yang memuat persyaratan mengenai keamanan dasar dan kinerja utama yang dapat diterapkan pada semua peralatan listrik medik. Untuk peralatan listrik medik tipe tertentu, persyaratan dalam standar ini perlu disuplemen atau dimodifikasi dengan persyaratan standar kolateral (seri IEC 60601-1-xx) atau standar khusus (seri IEC 60601-2xx). Ketika standar khusus ada, standar ini sebaiknya tidak digunakan sendiri. Standar IEC 60601-1:2005 telah dirumuskan menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Panitia Teknis 1103 Peralatan Kesehatan Elektromedik dan telah mendapatkan nomor SNI. Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Persyaratan untuk peralatan listrik medik dan sistem listrik medik berbeda dengan peralatan listrik jenis lainnya karena adanya hubungan tertentu antara peralatan listrik medik dan sistem listrik medik dengan pasien , operator dan lingkungan sekitarnya. Aspek-aspek berikut memainkan peran penting dalam hubungan tersebut : a) ketidakmampuan pasien atau operator untuk mendeteksi keberadaan bahaya tertentu seperti bahaya radiasi pengion dan non - pengion ; c ) tidak adanya perlindungan normal terhadap arus listrik yang bersumber dari kulit pasien , jika perlindungan normal ini diperlakukan untuk mendapatkan resistensi kulit yang rendah; d ) dukungan atau penggantian fungsi tubuh yang vital , tergantung pada keandalan peralatan listriki medik atau sistem listrik medik; e ) koneksi simultan ke pasien lebih dari satu peralatan listrik medik ; f ) Kombinasi peralatan listrik medik berdaya tinggi dan peralatan listrik medik sinyal-rendah seringkali dalam kombinasi ad hoc ; g ) penerapan rangkaian listrik secara langsung ke tubuh manusia , baik melalui kontak ke kulit atau melalui penyisipan probe ke dalam organ internal ; h) kondisi, terutama dalam ruang operasi, yang dapat menimbulkan kelembaban atau kebakaran atau bahaya ledakan yang disebabkan oleh air , oksigen atau nitrous oxide . Ketika peralatan listrik medik dikombinasikan dengan peralatan listrik lain untuk membentuk suatu sistem peralatan listrik maka dibutuhkan persyaratan tambahan seperti pengembangan perangkat lunak (software) alat kesehatan yang harus memenuhi standar IEC 62304 dimana hal ini diatur di dalam Pasal 16. Jika pasal atau subpasal dimaksudkan hanya berlaku secara spesifik untuk peralatan listrik medik saja, judul dan isi dari pasal atau subpasal akan menyatakan demikian . Jika tidak, pasal atau subpasal bisa berlaku untuk sistem listrik medik juga untuk peralatan sistem listrik medik . Keamanan dasar dan kinerja utama peralatan listrik medik dan sistem listrik medik, seperti dijelaskan dalam IEC / TR 60 513 [ 12 ] merupakan bagian dari gambaran dari keamanan menyeluruh yang terdiri keamanan peralatan listrik medik, keamanan instalasi kemana peralatan listrik medik atau sistem listrik medik terhubung dan keamanan aplikasi . Keamanan dasar dan kinerja utama peralatan listrik medik dan sistem listrik medik diperlukan untuk penggunaan normal dan kesalahan guna yang dapat diperkirakan secara wajar di dalam kondisi normal dan kondisi kesalahan tunggal. Keandalan fungsi dianggap sebagai aspek keamanan untuk peralatan listrik medik penopang hidup dan gangguan terhadap pemeriksaan atau pengobatan dianggap sebagai bahaya bagi pasien. kinerja utama, (contoh akurasi p e ra l a t a n p e m a n t a u p i s i o l o g i ) . Penerapan prinsip ini mengarah kepada perubahan judul standar ini dari ” Medical electrical equipment, Part 1: General requirements for safety pada edisi kedua, menjadi ” Medical electrical equipment, Part 1: General requirements for safety and essential performance ”; pada edisi ketiga. perubahan kedua adalah, menetapkan persyaratan keamanan minimum, persyaratan dibuat untuk penilaian kecukupan proses desain ketika hanya metode ini yang dapat dipraktekkan untuk penilaian keamanan teknologi tertentu seperti sistem elektronik yang dapat diprogram. Penerapan prinsip ini merupakan salah satu faktor yang mengarah kepada pemahaman persyaratan standar umum dalam menerapkan proses manejemen resiko. Pararel dengan pengembangan edisi ketiga IEC 606011, IEC/TC 210 telah mempublikasikan standar umum untuk manejemen resiko alat kesehatan. Kesesuaian dengan edisi IEC 60601-1 ini mensy ara t kan ag ar p a b r i k a l a t kesehatan mempunyai proses manajemen resiko yang sesuai dengan ISO 14971, Medical devices – Application of risk management to medical devices yang salah satu ruang lingkupnya menetapkan satu proses agar pabrik alat kesehatan dapat mengidentifikasi, memperkirakan dan mengevaluasi *** Hal.27 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan MASA DEPAN PENGOBATAN PADA REKAYASA GENETIKA & TANAMAN TRANSGENIK Perkembangan teknologi yang semakin pesat didunia, saat ini sudah mulai merambah menuju dunia rekayasa genetika dan dikenal sebagai salah satu teknologi baru dalam bidang biologi. Salah satu produk RG yang mulai menjadi perbincangan di masyarakat saat ini adalah tanaman transgenik. Tanaman ini dihasilkan dengan cara menggabungkan gen tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Teknologi rekayasa genetika secara singkat bisa diartikan sebagai transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rekayasa genetika ini juga bisa diartikan sebagai perpindahan gen hingga menjadi tanaman transgenik. Sementara itu, jenis-jenis tanaman transgenik yang sudah dikenal adalah: tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman dengan produktivitas lebih tinggi. Teknologi transgenik yang berhasil melakukan transfer gen ini sebenarnya sudah mulai direncanakan oleh Gordon bersama p e n e l i t i l a i n nya p a d a ta h u n 1 9 8 0 . Perkembangannya yang semakin menjanjikan untuk meningkatkan hasil produktivitas berhasil membuat beberapa pengembang lain untuk memberikan teknik transfer gen yang bisa digunakan, yakni : Teknik mikroinjeksi dilakukan dengan cara menyuntikkan konstruksi gen ke dalam blastodisk telur yang sudah dibuahi dengan bantuan mikromanipulator. Teknik Elektroporasi, telur yang sudah dibuahi direndam dalam jutaan copy DNA dengan dialiri listrik bervoltase tertentu selama beberapa saat. Teknik Biolistik diterapkan dengan memadukan konsep balistik dan biologi. Dengan demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik yang dilapisi dengan suatu konstruksi DNA dan diarahkan langsung ke dalam sel. Serta Teknik Lipofeksi diterapkan dengan cara mengenkapsulasi konstruksi DNA di dalam fesikel lemak yang kemudian dibawa ke dalam sel target. Beberapa jenis dan teknik pengembangan rekayasa genetika diatas merupakan sebuah konsep awal yang menunggu pengembangpengembang lainnya untuk ikutserta berkarya dalam bidang biologi molekular ini. Salah satu profesor di Universitas Jember pun telah membuktikan hasil karya dengan menemukan Tanaman Tebu Transgenik erkembangan ilmu biologi molekular yang saat ini telah berkembang, berhasil membuat beberapa tanaman varietas baru yang mengalami proses transgen. Berikut ini adalah beberapa Tanaman Transgenik utama yang beredar informasinya : Kedelai Transgenik, Tanaman yang merupakan hasil dari proses rekayasa genetika. Sebuah proses yang Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 28 dipakai dalam dunia kedokteran untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru yang lebih bernilai dapat dengan mudah dimaksudkan, meskipun rekayasa yang dilakukan adalah rekayasa populasi (melalui seleksi). Penananam jenis varietas ini telah menguasai 36 persen dari 72 juta hektar (ha) area global tanaman kedelai. Bahkan Menurut Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan, Husnia, semua produk kedelai impor asal Amerika Serikat merupakan kedelai transgenik. Kapas Transgenik, Kapas transgenik yang dimaksud disebut sebagai Kapas Bt, yang telah disuntikkan gen toksin insektisida dari Bacillus thuringiensis (Bt), bakteri tanah alami yang biasa digunakan sebagai Perkembangan teknologi yang semakin pesat didunia, saat ini sudah mulai merambah menuju dunia rekayasa genetika dan dikenal sebagai salah satu teknologi baru dalam bidang biologi. Salah satu produk RG yang mulai menjadi perbincangan di masyarakat saat ini adalah tanaman transgenik. Tanaman ini dihasilkan dengan cara menggabungkan gen tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Teknologi rekayasa genetika secara singkat bisa diartikan sebagai transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rekayasa genetika ini juga bisa diartikan sebagai perpindahan gen hingga menjadi tanaman transgenik. Sementara itu, jenis-jenis tanaman transgenik yang sudah dikenal adalah: tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman dengan produktivitas lebih tinggi. Teknologi transgenik yang berhasil melakukan transfer gen ini sebenarnya sudah mulai direncanakan oleh Gordon bersama peneliti lainnya pada tahun Artikel Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan 1980. Perkembangannya yang semakin menjanjikan untuk meningkatkan hasil produktivitas berhasil membuat beberapa pengembang lain untuk memberikan teknik transfer gen yang bisa digunakan, yakni : Teknik mikroinjeksi dilakukan dengan cara menyuntikkan konstruksi gen ke dalam blastodisk telur yang sudah dibuahi dengan bantuan mikromanipulator. Teknik Elektroporasi, telur yang sudah dibuahi direndam dalam jutaan copy DNA dengan dialiri listrik bervoltase tertentu selama beberapa saat. Teknik Biolistik diterapkan dengan memadukan konsep balistik dan biologi. Dengan demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik yang dilapisi dengan suatu konstruksi DNA dan diarahkan langsung ke dalam sel. Serta Teknik Lipofeksi diterapkan dengan cara mengenkapsulasi konstruksi DNA di dalam fesikel lemak yang kemudian dibawa ke dalam sel target. Beberapa jenis dan teknik pengembangan rekayasa genetika diatas merupakan sebuah konsep awal yang menunggu pengembangpengembang lainnya untuk ikutserta berkarya dalam bidang biologi molekular ini. Salah satu profesor di Universitas Jember pun telah membuktikan hasil karya dengan menemukan Tanaman Tebu Transgenik Perkembangan ilmu biologi molekular yang saat ini telah berkembang, berhasil membuat beberapa tanaman varietas baru yang mengalami proses transgen. Berikut ini adalah beberapa Tanaman Transgenik utama yang beredar informasinya : Kedelai Transgenik, Tanaman yang merupakan hasil dari proses rekayasa genetika. Sebuah proses yang dipakai dalam dunia kedokteran untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru yang lebih bernilai dapat dengan mudah dimaksudkan, meskipun rekayasa yang dilakukan adalah rekayasa populasi (melalui seleksi). Penananam jenis varietas ini telah menguasai 36 persen dari 72 juta hektar (ha) area global tanaman kedelai. Bahkan Menurut Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan, Husnia, semua produk kedelai impor asal Amerika Serikat merupakan kedelai transgenik. Kapas Transgenik, Kapas transgenik yang dimaksud disebut sebagai Kapas Bt, yang telah disuntikkan gen toksin insektisida dari Bacillus thuringiensis (Bt), bakteri tanah alami yang biasa digunakan sebagai pestisida biologi sejak awal 1960, yang dikloning dan dimasukkan ke dalam tanaman. Tanaman tersebut kemudian memproduksi sendiri toksin, di beberapa bagian maupun seluruh tanaman. Penananam jenis varietas ini mencakup 36 persen dari 34 juta hektar lahan. Jagung Transgenik, Di sisi yang lain terbentang tanaman jagung varietas hibrida-transgenik atau hasil rekayasa genetika (genetic modified organism/GMO. Benih jagung transgenik (Bacillus Thuringiensis/BT Corn) yang ditanam itu sudah dimasukkan gen yang tahan terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol, juga tahan terhadap insektisida pembasmi rumput. Penananam jenis varietas ini7 persen dari 140 juta hektar. Tebu Transgenik, Tanaman Transgenik jenis varietas tebu ini masih belum ada penjelasan terkait rencana luas penanamannya, namun PTPN XI pernah memberikan informasi diwebsite-nya bahwa melakukan penanaman terhadap jenis tebu ini. Itulah beberapa jenis tanaman transgenik yang didapatkan informasinya, tentu saja ini lebih banyak lagi yang lain belum bisa ditemukan dan dijelaskan dalam artikel ini. Namun ada yang patut dibanggakan bahwa Tanaman Tebu Transgenik yang beredar saat ini merupakan hasil karya dari Universitas Jember, ditemukan oleh CDAST yang dipimpin Prof. Dr. Bambang Sugiharto ransformasi genetik tanaman tembakau dengan gen AV1 Begomovirus telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dan telah menghasilkan tanaman tembakau transgenik putatif yang membawa gen ketahanan terhadap antibiotik kanamisin. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) memperoleh tanaman tembakau transgenik generasi T0 yang membawa gen AV1 Begomovirus berdasarkan teknik PCR, (2) mendapatkan informasi integrasi dan jumlah kopi gen AV1 pada genom tanaman tembakau transgenik generasi T0 dengan teknik Southern Blot dan korelasinya dengan respon ketahanan, (3) memperoleh tanaman tembakau transgenik generasi T0 yang mempunyai ketahanan terhadap Begomovirus. Deteksi gen AV1 dengan PCR pada tanaman tembakau transgenik dilakukan menggunakan primer spesifik untuk gen AV1-Begomovirus. Sedangkan untuk analisis Southern Blot dilakukan dengan menggunakan pelacak (probe) untuk gen AV1. Keefektifan gen AV1 pada tanaman tembakau transgenik diuji dengan skrining menggunakan virus target yang diinokulasikan dengan vektor kutu kebul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara keberadaan atau integrasi gen AV1 Begomovirus pada tanaman tembakau transgenik dengan fenotipe ketahanan terhadap infeksi virus. Integrasi gen AV1 yang bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan integrasi gen yang multikopi. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman. Analisis hibridisasi Northern atau Western perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail. Hal.29 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Kementerian Kesehatan Dukung Pelaporan Gratifikasi Aparatur Sipil Negara memiliki kewajiban untuk menjaga integritas kerja termasuk dalam hal menolak terjadinya g ra t i f i k a s i y a n g m e m i l i k i ko n f l i k kepentingan dengan jabatan ataupun kewenangannya. Untuk itu Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi dan K e p m e n k e s n o m o r HK.02.02/Menkes/306/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi. Guna mensosialisasikan kedua peraturan tersebut, Inspektorat Jenderal melaksanakan workshop pengendalian gratifikasi di Denpasar, Bali pada tanggal 27-30 November 2014 dengan mengundang unit utama, termasuk Ditjen Binfar dan Alkes, serta unit-unit vertikal Kementerian Kesehatan. Acara dibuka oleh Sekretaris Itjen dan diisi oleh materi antara lain oleh Bapak Yudhi Prayudha Ishak serta narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Gratifikasi menurut definisinya adalah p e m b e ri a n u a n g , b a ra n g , ra b a t (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangan. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi wajib dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu 30 (hari) sejak diterima. Penerima gratifikasi dikenai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda Workshop Pengendalian Gratifikasi di Hotel Dinasty Bali 27 - 30/11/14 paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Guna mendukung pelaporan gratifikasi, Kementerian Kesehatan, telah mengembangkan suatu aplikasi pelaporan gratifikasi yang dapat dipergunakan oleh seluruh aparatur di lingkungan kementerian kesehatan. Gratifikasi dikategorikan menjadi gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak dianggap suap. Gratifikasi yang dianggap suap meliputi penerimaan namun tidak terbatas pada; marketing fee atau imbalan trasaksional yang terkait dengan pemasaran suatu produk, cashback yang diterima instansi yang digunakan untuk kepentingan pribadi, gratifikasi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik dan sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau penelitian produk. Sementara gratifikasi yang tidak dianggap suap terdiri dari gratifikasi yang tidak dianggap suap terkait kedinasan Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014 l Hal. 30 dan yang tidak terkait kedinasan seperti yang lebih lanjut tercantum di Kepmenkes no HK.02.02/Menkes/306/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi. Dalam hal pelaporan gratifikasi, telah dibentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) untuk menerima setiap laporan gratifikasi dari Aparatur Kesehatan. Selain UPG Kementerian Kesehatan di tingkat Pusat, berdasarkan Permenkes Nomor 14 Tahun 2014 juga diwajibkan untuk membentuk UPG Unit Utama dan UPG Unit Pelaksana Teknis di masing-masing Satker. Untuk Ditjen Binfar dan Alkes sendiri telah terbentuk UPG Unit Utama Ditjen Binfar dan Alkes yang diketuai oleh Kabag Keuangan. Dalam waktu dekat masingmasing satker diharapkan agar dapat segera membentuk UPG Unit Pelaksana Teknis. Untuk melaporkan gratifikasi, aparatur di Kementerian Kesehatan dapat melapor kepada UPG ataupun melalui aplikasi pelaporan gratifikasi online di web www.itjen.kemkes.go.id. K Artikel Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Sejarah KORPRI sebagai Abdi Negara Korps Pegawai Republik Indonesia merupakan suatu organisasi profesi beranggotakan seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah non Departemen. Korpri berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 82 Tahun 1971, 29November 1971 Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negerinetral dari kekuasaan partaipartai yang berkuasa. Melalui Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa ... Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3). Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang. Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis. Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang Korpri. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, Korpri “ merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan ” (Pasal 2 ayat 2). Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”. Akan tetapi Korpri kembali menjadi alat politik. UU No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai. Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu. Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep mono loyalitas Korpri, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri. Setelah Reformasi dengan demikian Korpri bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik. Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad Korpri untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme. Senantiasa berpegang teguh pada Panca Prasetya Korpri PP Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS yang ingin jadi anggota Parpol. Dengan adanya ketentuan di dalam PP ini membuat anggota Korpri tidak dimungkinkan untuk ikut dalam kancah partai politik apapun. Korpri hanya bertekad berjuang untuk mensukseskan tugas negara, terutama dalam me l a k s a n a k a n p e n g a b d i a n b a g i masyarakat dan negara. Insert : Upacara Peringatan HUT KORPRI di Silang Monas Jakarta Hal.31 l Buletin INFARKES Edisi VI - Desember 2014
Similar documents
topik utama - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
konsep Pharmaceutical Care untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Saat ini masih banyak rumah sakit yang belum melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar, dimana apoteker sering terjebak pad...
More informationUntitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tanah Air,” kata Menkes Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2014 l Hal. 07
More informationsosialisasi peraturan alat kesehatan
beredar di pasaran telah memenuhi persyaratan, mutu dan kemanfaatan adalah dengan diharuskannya setiap produsen alat kesehatan untuk menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan Yang Baik (CPAKB). Hal ...
More informationUntitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
bervariasi dari tiap-tiap negara, sesuai dengan kebijakan dan tingkat perkembangan pelayanan kesehatan. Namun demikian, tujuan utamanya tetaplah sama, yaitu memperoleh kualitas hidup terbaik dan ke...
More information