PENGARUH INFLASI, HARGA MINYAK DUNIA, JUMLAH UANG
Transcription
PENGARUH INFLASI, HARGA MINYAK DUNIA, JUMLAH UANG
ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, HARGA MINYAK DAN HARGA EMAS TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Kasus Pada Pasar Modal Indonesia) Disusun oleh: Fauzan Yasmiandi 107081003240 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama : Fauzan Yasmiandi Tempat / Tanggal Lahir : Bandung, 25 Oktober 1989 Agama : Islam Alamat : Jl. Gurame III No. 57 RT.01/01 Bambu Apus – Ciputat, Tangerang selatan. Telp / Hp : 085722578767 E-mail : [email protected] PENDIDIKAN FORMAL 2007 – 2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004 – 2007 : SMAN 5 Cimahi 2001 – 2004 : SMPN 3 Padalarang 1995 – 2001 : SDN Ciburuy I ABSTRACT The main purpose of this study was to analyze the effects of inflation, exchange rates, interest rates, oil prices and gold prices to stock returns. The data used in this study is the data for inflation, exchange rate, SBI rates, fluctuations in crude oil prices and world gold, and stock returns from January 2007 - December 2010. The method of determining the sample used in this study was purposive sampling and statistical tests used to test the hypothesis is to use multiple regression analysis. Empirical results of this study indicate that: (a) Inflation effect on stock returns. (b) Exchange effect on stock returns. (c) Interest rate does not affect stock returns. (d) Oil prices affect the stock return. (e) Gold price affect the stock return. Key words: Inflation, Exchange Rates, Interest Rates, Oil Prices, Gold Price, Stock Return. i ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas terhadap return saham. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, fluktuasi harga minyak mentah dan emas dunia, dan return saham dari Januari 2007 – Desember 2010. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil empiris penelitian ini menunjukkan bahwa : (a) Inflasi berpengaruh terhadap return saham. (b) Nilai Tukar berpengaruh terhadap return saham. (c) Suku Bunga tidak berpengaruh terhadap return saham. (d) Harga Minyak berpengaruh terhadap return saham. (e) Harga Emas berpengaruh terhadap return saham.. Kata kunci: Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, Harga Minyak, Harga Emas, Return Saham. ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat, karunia, serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, SUKU BUNGA, HARGA MINYAK DAN HARGA EMAS TERHADAP RETURN SAHAM”. Tak lupa sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasullullah SAW. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril dan materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada: 1. Kedua Orang Tuaku yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta dosen pembimbing I yang telah mengarahkan dan memotivasi penulis selama penulis menyusun penelitian ini. iii 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta selaku penasehat akademik, yang selalu memberikan arahan, motivasi, dan nasihat serta saran – saran yang berharga kepada penulis. 4. Bapak Suhendra,S.Ag.,MM, selaku Kepala Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 5. Ibu Titi Dewi Warninda, SE, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis. 6. Seluruh dosen manajemen yang telah mengajarkan ilmu manajemen selama penulis kuliah, semoga amal baktinya dijadikan amalan sholeh. Amin. 7. Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain – lain. 8. Keluarga besarku khususnya yang ada di Bandung dan dimanapun berada yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis. semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberikan kebahagiaan kepada keluarga besar kami, Amin. 9. Kakakku Ir. Adri Darmawan beserta istri yang senantiasa selalu membantu penulis, dan tak pernah letih untuk memberi semangat. 10. Tanteku Betty Suwiharyati, terima kasih atas bantuannya selama penulis kuliah dan mohon maaf telah merepotkan selama penulis kuliah. iv 11. Keluarga Besar Pramono (Bapak Pramono, Mamah Yanti, Niken, Niko, Dede, Mas Rowi, Mbak Yuni, Mas Aris, De Anah) yang selalu memberi semangat dan sindiran. 12. Sahabat – sahabat Cah Ready (Afry, Kiki, Achal, Adji, Opa, Emon, Mpi, Piyo, Gie, Wawa, Rudy, Icha, Yunus, Dhole, Robby, Tony, Irsyam, Indra, Dika, Abloy, Novi, dll) yang selalu menemani penulis dan senantiasa satu dalam tawa dan canda. 13. Kawan – kawan seperjuangan di Manajemen FEB Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 yang selalu semangat dalam berjuang menempuh gelar strata satu. 14. Kawan – kawan Manajemen D 2007 dan Manajemen Keuangan B 2010, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima Kasih banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini. 15. Kawan – kawan di Al – Barkah, terima kasih atas dukungannya. 16. Safitri Setyo Utami sekeluarga, yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang membangun demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Akhirnya hanya kepada Allah semua ini penulis serahkan, karena hanya dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. v Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri. Jakarta, September 2011 Penulis vi DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ABSTRACT ... ............................................................................................................... i ABSTRACT .. ............................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah......................................................................................... 18 C. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 18 D. Manfaat Penelitian........................................................................................ 19 BAB II. LANDASAN TEORI A. Pasar Modal Indonesia .................................................................................. 23 1. Pengertian Pasar Modal ............................................................................ 23 2. Fungsi Pasar Modal ................................................................................... 24 3. Pasar Perdana dan Pasar Sekunder ............................................................. 25 B. Saham ........................................................................................................... 28 1. Pengertian Saham ...................................................................................... 28 2. Jenis – Jenis Saham ................................................................................... 29 C. Inflasi ............................................................................................................ 38 1. Pengertian Inflasi....................................................................................... 38 2. Macam – Macam Aliran Inflasi ................................................................. 39 3. Jenis – Jenis Inflasi.................................................................................... 41 4. Dampak Inflasi .......................................................................................... 42 vii D. Nilai Tukar .................................................................................................... 45 1. Pengertian Nilai Tukar............................................................................... 45 2. Sistem Nilai Tukar..................................................................................... 46 3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang.............................. 48 4. Prediksi Pasar ............................................................................................ 49 5. Dampak Kurs Mata Uang .......................................................................... 50 E. Suku Bunga................................................................................................... 54 1. Pengertian Suku Bunga.............................................................................. 54 2. Pola Pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ........................................ 55 3. Tujuan Penerbitan SBI............................................................................... 56 4. Dampak Suku Bunga ................................................................................. 57 F. Harga Minyak ............................................................................................... 59 1. Faktor Penggerak Harga Minyak Dunia ..................................................... 61 2. Dampak Kenaikan Harga Minyak.............................................................. 61 G. Harga Emas................................................................................................... 62 H. Penelitian Terdahulu...................................................................................... 64 I. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 67 J. Hipotesis ....................................................................................................... 70 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 71 B. Metode Penentuan Sampel............................................................................. 71 1. Populasi..................................................................................................... 71 2. Sampel ...................................................................................................... 72 C. Metode Pengumpulan Data............................................................................ 73 D. Metode Analisis ............................................................................................ 74 1. Menghitung Return Saham ........................................................................ 74 2. Uji Asumsi Klasik ..................................................................................... 74 3. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 77 4. Analisis Model Regresi.............................................................................. 79 5. Koefisien Determinasi ............................................................................... 80 viii E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ........................................ 81 1. Variabel Endogen ...................................................................................... 81 2. Variabel Eksogen ...................................................................................... 81 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 85 1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia ....................................................... 85 2. Lembaga – Lembaga Penunjang Bursa Efek Indonesia ............................. 86 3. Instrumen Pasar Modal ............................................................................. 89 B. Analisis dan Pembahasan .............................................................................. 91 1. Analisis Deskriptif..................................................................................... 91 2. Pengujian Asumsi Klasik........................................................................... 103 a. Uji Normalitas Data.............................................................................. 103 b. Uji Heteroskedastisitas......................................................................... 104 c. Uji Multikolinieritas ............................................................................. 105 d. Uji Autokorelasi................................................................................... 106 3. Analisis Regresi Linier Berganda.............................................................. 107 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................................... 116 B. Saran ............................................................................................................. 117 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 118 LAMPIRAN – LAMPIRAN......................................................................................... 121 ix DAFTAR TABEL Tabel Keterangan Halaman 2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 64 4.1. Return Saham Perusahaan Manufaktur..................................................................... 92 4.2. Tingkat Inflasi Indonesia.......................................................................................... 93 4.3. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS .................................................................. 95 4.4. Tingkat Suku Bunga ................................................................................................ 96 4.5. Harga Minyak (dalam Dollar) .................................................................................. 97 4.6. Harga Emas (dalam Dollar)...................................................................................... 100 4.7. Hasil Pengujian Multikolinieritas ............................................................................. 105 4.8. Pengujian Autokorelasi ............................................................................................ 106 4.9. Uji T ....................................................................................................................... 107 4.10. Uji F ..................................................................................................................... 113 4.11. Koefisien Determinasi............................................................................................ 115 x DAFTAR GAMBAR Gambar Keterangan Halaman 1.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ................................................ 4 1.2. Pergerakan Inflasi Indonesia .................................................................................... 5 2.1. Kerangka Pemikiran................................................................................................. 68 2.2. Model Konseptual.................................................................................................... 69 4.1. Pengujian Normalitas Data....................................................................................... 103 4.2. Pengujian Heteroskedastisitas .................................................................................. 104 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia sampai dengan akhir tahun 2006 menunjukkan stabilitas makro yang terjaga, sebagaimana tercermin dari inflasi yang mecapai 6,6%, nilai tukar rupiah yang menguat, dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kegiatan ekonomi yang pada awal 2006 melemah akibat merosotnya daya beli masyarakat paska kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, secara berangsur – angsur tumbuh membaik. Untuk keseluruhan 2006, perekonomian diperkirakan tumbuh 5,5%. Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia sampai akhir tahun 2007 cukup menggembirakan, yaitu diperkirakan tumbuh sebesar 6,3%, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi sejak krisis 1997. Pencapaian ini cukup signifikan, terutama jika dibandingkan fakta bahwa tahun 2007 perekonomian Indonesia dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan sebagai akibat dari krisis utang subprime mortgage di Amerika Serikat yang mendorong terjadinya gejolak di pasar uang internasional dan meningkatnya harga minyak dunia. Seperti pada hasil akhir pertumbuhan ekonomi Indonesia 2006, perbaikan kinerja ekspor yang cukup signifikan berdampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). NPI justru mencatat surplus di tengah berbagai gejolak serta melemahnya perekonomian di negara – negara industri maju. 1 Hal ini disebabkan oleh perubahan pasar ekspor regional, antara lain dengan adanya diversifikasi pasar komoditas ekspor Indonesia ke Cina dan India, dari sebelumnya yang lebih terfokus ke negara maju. Selain itu, nilai tukar rupiah juga semakin menurun sensitivitasnya terhadap pergerakan minyak dunia. Kondisi nilai tukar rupiah pada paruh pertama tahun 2007 secara rata – rata mengalami apresiasi sebesar 1,8%. Sementara dengan terjadinya krisis subprime dan kenaikan harga minyak dunia, nilai tukar rupiah mengalami sedikit pelemahan sebesar 1,1%. Dengan demikian, untuk keseluruhan tahun 2007, nilai tukar Rupiah tercatat Rp. 9.140 atau terapresiasi 0,29% dibanding 2006 sebesar Rp. 9167. Dengan kondisi tersebut, cadangan devisa pada akhir 2007 mencapai sebesar USD 56,9 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (Yanuar, SE.MM). Pada saat terjadi krisis global, negara adidaya Amerika Serikat mengalami resesi yang serius, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menggerus daya beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi negara – negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara – negara lain termasuk Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian ekspor Indonesia pun menurun. Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2 miliar pada tahun 2008. 2 Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Derasnya aliran modal keluar tersebut menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak kuartal III – 2008 dan terus meningkat pada kuartal IV – 2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit. Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati – hati. Namun sejak pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,- per USD. Pergerakan Kurs Rupiah selama tahun 2008 dan awal 2009 dapat dilihat dari grafik dibawah ini: 3 Gambar1.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Pada masa krisis global yang terjadi sejak beberapa waktu yang lalu, terjadi keketatan likuiditas global, dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang memberikan efek depresiasi terhadap Rupiah. Sebenarnya depresiasi Rupiah menguntungkan kondisi dalam negeri, karena secara teoritis akan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Harga – harga produk dalam negeri menjadi relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan harga – harga produk sejenis yang diimpor dari negara lain. Di pasar negara tujuan ekspor Indonesia, konsumen akan lebih memilih produk dari Indonesia karena harganya lebih murah. Kondisi ini menyebabkan ekspor Indonesia meningkat. Namun hal itu tidak terjadi karena negara lain juga mengalami hal yang sama seperti Indonesia dimana mata uangnya juga mengalami depresiasi. Krisis global membuat daya beli masyarakat di setiap negara pada umumnya menurun. Sehingga Depresiasi tidak serta merta membuat ekspor Indonesia meningkat, bahkan ekspor justru turun. Berdasarkan laporan BPS awal Maret 2009 lalu, disebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada Januari 2009 hanya 4 sebesar USD 7,15 miliar. Angka ini turun 17,7% dibandingkan nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD 8,69 miliar. Bahkan, jika dibandingkan dengan Januari 2008, nilai penurunannya lebih besar lagi, yakni sebesar 36%. Dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Tekanan inflasi makin tinggi akibat harga komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga subsidi BBM. Pergerakan inflasi di Indonesia dapat dilihat dari grafik berikut: Grafik 1.2 Pergerakan Inflasi Indonesia Dari grafik tersebut terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga triwulan III – 2008 yakni hingga bulan September 2008. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga komoditi dunia terutama minyak dan pangan. Lonjakan harga tersebut berdampak pada kenaikan harga barang yang ditentukan 5 pemerintah (administered prices) seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Setelah bulan September 2008, tingkat inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan energi dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya tingkat inflasi adalah kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM jenis solar dan premium pada Desember 2008, dan produksi pangan dalam negeri yang relatif bagus. Bahkan awal Desember 2008 terjadi deflasi sebesar 0,04 persen. Deflasi tersebut terjadi karena menurunnya harga pada sektor transportasi, konsumsi, dan jasa keuangan. Keberhasilan menurunkan inflasi secara berangsur – angsur tak lepas dari keberhasilan instansi terkait dalam memitigasi akselerasi ekspektasi inflasi yang sempat meningkat tajam pasca kenaikan harga BBM. Secara keseluruhan, inflasi IHK pada tahun 2008 mencapai 11,06 persen, sementara inflasi inti mencapai 8,29 persen. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter yang mempunyai independensi dari pemerintah mempunyai kewajiban menjaga stabilitas moneter serta mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang dapat meminimalisir dampak dari krisis global. Bank Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan yakni: Pertama, Kebijakan dalam sektor moneter. BI mengarahkan kebijakan pada penurunan tekanan inflasi yang didorong oleh tingginya permintaan agregat dan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM yang sempat mendorong inflasi mencapai 12,14 persen pada bulan September 2008. Untuk mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, BI menaikkan BI rate dari 8 6 persen secara bertahap menjadi 9,5 persen pada Oktober 2008. Dengan kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi. Selanjutnya, memasuki triwulan II – 2008, seiring dengan turunnya harga komoditi dunia serta melambatnya permintaan agregat sebagai imbas dari krisis keuangan global, BI memperkirakan tekanan inflasi ke depan menurun, sehingga BI Rate pada bulan Desember 2008 diturunkan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 9,25 bps. Kedua, Kebijakan dalam sektor perbankan. Kebijakan tersebut diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan, khususnya dalam upaya persiapan implementasi Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional. Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward – looking approach yang memungkinkan untuk melakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa 7 framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan – perkembangan dalam manajemen risiko. Kebijakan dalam sektor perbankan lainnya adalah meningkatkan kapasitas pelayanan industri perbankan syariah. Sistem perbankan syariah terbukti lebih tahan terhadap hantaman krisis. Sistem perbankan ini juga sudah mulai digiatkan oleh negara – negara non – muslim seperti Inggris, Italia, Hong Kong, China, Malaysia, dan Singapura. Bahkan menurut anggota Komite Ahli Bank Indonesia, perbankan syariah tetap stabil di saat krisis global berlangsung dikarenakan perbankan syariah merupakan pilihan yang komprehensif, progresif, dan menguntungkan. Seiring dengan semakin dalamnya tekanan krisis global, sejak semester II – 2008, kebijakan perbankan ditujukan pada upaya mengurangi imbas krisis global pada perbankan domestik. Keketatan likuiditas yang terjadi akibat krisis disikapi BI dengan mempermudah akses bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap fasilitas pendanaan. Namun upaya tersebut tetap dilakukan BI dengan memperhatikan risiko yang terjadi pada perbankan nasional serta dampak yang lebih luas pada perekonomian rakyat. Untuk itu, upaya menjaga ketersediaan pendanaan bagi sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai bantalan perekonomian rakyat, juga senantiasa dicermati. Terkait dengan kebijakan di sektor perbankan ini, BI telah mengeluarkan ketentuan – ketentuan yang bertujuan untuk memberikan ruang bagi perbankan dalam menyalurkan kredit dengan tetap memperhatikan unsur kehati – hatian dan kestabilan ekonomi secara umum. Ketentuan – 8 ketentuan tersebut mencakup beberapa hal seperti: memperpanjang masa transisi penerapan Basel II untuk perhitungan beban modal risiko operasional, menyederhanakan tata cara pembukuan kantor bank (termasuk syariah), menyesuaikan bobot Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil dengan skim penjaminan, menyesuaikan tata cara penilaian kredit dalam jumlah tertentu, memberikan fasilitas transaksi USD repurchase agreement (repo) bank kepada BI, dan mengurangi kewajiban pembentukan penyisihan penghapusan aktiva non produktif. Selanjutnya ketentuan – ketentuan tersebut akan diikuti dengan langkah pengaturan secara lebih mendalam, terkait dengan upaya peningkatan transparansi perbankan, penguatan efektifitas manajemen risiko likuiditas, dan produk – produk derivatif perbankan. Dengan demikian diharapkan seluruh pelaku industri perbankan, baik bank umum, konvensional maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk menjalankan fungsi intermediasinya tanpa mengesampingkan prinsip kehati – hatian dan manajemen risiko, sebagai prioritas utama. Ketiga, Kebijakan di sektor pembayaran. Bank Indonesia turut berupaya mencegah terjadinya guliran krisis global terhadap kelancaran sistem pembayaran nasional. Dalam mencegah risiko sistemik dari risiko gagal bayar peserta yang cenderung meningkat pada kondisi krisis dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, BI telah melakukan perubahan jadwal setelmen sistem pembayaran pada hari tertentu. Kebijakan BI dalam sistem pembayaran terus dilakukan untuk meningkatkan pengedaran uang yang 9 cepat, efisien, aman, dan handal, meningkatkan layanan kas prima, dan meningkatkan kualitas uang. Sementara kebijakan non tunai diarahkan untuk memitigasi risiko sistem pembayaran melalui pengawasan sistem pembayaran, mengatur kegiatan money remittances, meningkatkan efisiensi pengelolaan rekening pemerintah, dan meningkatkan pembayaran non tunai. Sebagai Bank Sentral, BI memang mempunyai tanggung jawab dalam membuat kebijakan – kebijakan dalam menstabilkan kondisi moneter Indonesia. Dengan demikian diharapkan kebijakan – kebijakan yang dibuat BI merupakan kebijakan yang strategis dan tepat sasaran dalam meminimalisir dampak krisis keuangan. Kebijakan moneter yang diambil BI juga diharapkan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sektor riil dan selanjutnya pada kesejahteraan masyarakat. (Catatan : Bahan tulisan ini, antara lain bersumber dari laporan Bank Indonesia) (Ibnu Purna / Hamidi / Prima). Setelah masa krisis berlalu, Indonesia berusaha memperbaiki tatanan ekonomi negara yang sempat hancur. Dalam hal ini pasar modal tentu saja berperan penting dan sangat strategis untuk mendukung langkah tersebut. Dari pasar modal diharapkan banyak investor – investor yang akan menginvestasikan dananya baik dalam bentuk aset riil maupun aset finansial. Namun kegiatan tersebut tentu saja tidak lepas dari pengaruh kondisi makroekonomi dan stabilitas politik negara. Seperti contoh inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, dll. 10 Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang – barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama secara terus – menerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu – waktu sebelumnya dan berlaku di mana – mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama (Perpustakaan Online Indonesia). Ratna Prihantini (2009) inflasi yang tinggi akan mengakibatkan penurunan harga saham, karena menyebabkan kenaikan harga barang secara umum. Kondisi ini mempengaruhi biaya produksi dan harga jual barang akan menjadi semakin tinggi. Harga jual yang tinggi akan menyebabkan menurunnya daya beli, hal ini akan mempengaruhi keuntungan perusahaan dan akhirnya berpengaruh terhadap harga saham yang mengalami penurunan. Pada saat tingkat inflasi mengalami kenaikan, dimana harga barang – barang naik maka tentu saja akan mempengaruhi kondisi pasar modal. Begitu juga dengan kurs atau nilai tukar. Menurut Paul R Krugman dan Maurice (1994:73) kurs adalah Harga sebuah Mata Uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Maka dari itu apabila kurs suatu negara mengalami perubahan maka akan mempengaruhi kondisi pasar modal negara tersebut. Banyak studi empiris memperdebatkan bahwa nilai tukar akan berpengaruh pada pasar modal melewati dua sumber. Sumber pertama depresi terhadap nilai mata uang lokal meningkatkan ekspor dan menurunkan nilai impor. Peningkatan nilai ekspor menimbulkan harapan akan pendapatan dari domestik ekspor perusahaan, menguasai dalam penambahan persediaan harga 11 ekspor domestik perusahaan. Oleh karena itu, penguasaan ekspor secara ekonomi meningkatkan keuntungan dari pasar modal sebaliknya menurunkan penguasaan impor. Sumber kedua, krisis dari menurunnya tingkat mata uang lokal akan membuat keadaan bergejolak, karena itu investor akan bersiap menyimpan dollar untuk equity, yang mana itu akan menguasai mata uang domestik. Di saat yang sama, risiko nilai tukar adalah faktor harga untuk investor asing dalam menentukan stock market model dan krisis dari mata uang domestik karena investor asing pindah dari pasar modal ke pasar uang. Sebagai hasil, krisis mata uang berkemungkinan mempengaruhi pasar modal. (Ali Fikri Hasibuan, 2009: 11 – 12). Sertifikat Bank Indonesia adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, dan agen pemerintah, yang umumnya berjangka waktu maksimum satu tahun. Surat utang yang demikian merupakan investasi yang sangat likuid, yang dapat dijual (money market instruments) dan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) disebut dealer primer. www.bi.go.id Jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan suku bunga, misalnya deposito akan naik. Ini dapat menarik minat investor saham untuk memindahkan dana ke deposito, sehingga banyak yang akan menjual saham dan harga saham akan turun. Oleh karena itu perubahan suku bunga mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Kenaikan harga minyak dunia tentu saja sangat mempengaruhi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan harga BBM selalu 12 mempunyai akibat langsung terutama kepada semua sektor ekonomi yang menggunakan Bahan Bakar Minyak sebagai sumber energi. Oleh karena setiap barang membutuhkan jasa angkutan untuk sampai kepada konsumen, maka mau tidak mau barang – barang pun pada gilirannya akan turut naik harganya, menyesuaikan dengan kenaikan tarif angkutan dan tentu saja akan mengakibatkan inflasi. Pemerintah terus memantau harga minyak internasional dikaitkan dengan kebijakan harga BBM dalam negeri. Dalam tiga minggu terakhir, sejalan dengan pemotongan produksi OPEC, realisasi pasar riil & pasar perumahan Amerika Serikat yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya serta kebijakan perbankan Amerika Serikat, harga minyak mentah dunia telah mengalami koreksi yang signifikan dari kisaran US$45 per barel menjadi US$ 50 per barel. Perkembangan harga minyak untuk waktu – waktu selanjutnya masih mengalami tekanan dari rendahnya kebutuhan minyak akibat krisis ekonomi global. Perkembangan ICP terus merangkak naik dari US$ 43,1 per barel pada bulan Februari 2009, dan rata – rata bulan Maret 2009 telah mencapai US$ 46,75 per barel. Berdasarkan perhitungan harga rata – rata minyak dunia tahun 2009 masih berada pada kisaran US$40 – US$60/barel. Sementara itu dalam situasi perekonomian global yang tidak menentu, perkembangan harga BBM belakangan ini masih menunjukkan pola yang berbeda dengan pola perkembangannya pada waktu – waktu sebelumnya. 13 Gejolak harga minyak dunia terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara – negara produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi. Kekhawatiran ini menyebabkan naiknya harga minyak dari 36,05 dollar AS per barel menjadi 65,64 dollar AS per barel. Pada tahun 2006 harga minyak adalah sebesar 70,08 dollar AS per barel meningkat lagi pada tahun 2007 yaitu menjadi sebesar 89,61 dollar AS per barel. Harga minyak dunia terus meningkat hingga sekarang. Dimana harga minyak kembali membumbung tinggi hingga mencapai angka yang jauh dari perkiraan. Terlebih dengan adanya permintaan akan minyak yang terus meningkat, terutama dari negara industri baru seperti China dan India. Budi Santoso (2009) Meningkatnya harga minyak mentah dunia juga dapat mempengaruhi harga saham pada berbagai sektor. Pengaruh yang diberikan dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif. Selain itu dampak yang diberikan oleh meningkatnya harga minyak mentah dunia terhadap harga saham juga dapat bersifat langsung dan tidak langsung pada 14 kegiatan operasi suatu perusahaan. Maka dari itu pergerakan harga minyak dunia akan di respon secara beragam oleh saham yang tercatat di bursa. Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas resiko (Sunariyah,2006). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan risiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan risiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com). India dan China merupakan negara dengan permintaan emas paling tinggi di dunia. Pada musim – musim tertentu seperti musim kawin di India, permintaan emas di pasar lokal India menjadi sangat tinggi, dan karenanya dapat mempengaruhi permintaan emas dunia. Hal ini biasanya terjadi pada bulan September, kemudian disusul dengan musim Natal di Amerika dan Eropa, pada saat – saat seperti ini permintaan akan emas terus meningkat yang menyebabkan harga emas menjadi naik. www.semuasaudara.com. Bagi yang mempersepsikan emas sebagai investasi, 2010 adalah tahun yang menggembirakan karena emas mengalami apresiasi nilai sekitar 23% dalam Rupiah atau sekitar 3,5 kali hasil deposito atau tabungan. Akhir tahun 2009 lalu harga emas ditutup di angka Rp 1,444,040 sedangkan akhir tahun 15 2010 ditutup pada harga Rp 1,777,760,-. Dalam US$ kenaikan ini lebih menyolok lagi karena harga emas dunia akhir 2009 adalah US$ 1,087.50 sedangkan akhir 2010 harga emas ini ditutup pada angka US$ 1,421.60 atau mengalami peningkatan sekitar 30%. Diantara penyebab kenaikan harga emas dunia tersebut yang bersifat sangat fundamental adalah apa yang dilakukan oleh bank central-nya Amerika atau the Fed, dengan perilaku kontroversialnya dalam mencetak uang dari awang – awang atau yang disebut quantitative easing. Kenaikan harga emas 2010 masih terkait langsung dengan dampak quantitative easing 1 yang dilakukan Amerika sejak November 2008. Saat itu mereka mulai ‘mencetak uang’ US$ 600 milyar untuk membeli apa yang disebut Mortgage – Backed Securities (MBS) dan berbagai bentuk surat hutang lainnya, namun karena kompleksitas problem negeri itu angka ini menggelembung sampai US$ 2.1 trilyun pertengahan tahun 2010. Angka yang US$ 2.1 trilyun tersebut seharusnya menurun bila ekonomi negeri itu berhasil dipulihkan, namun kenyataannya kemudian di bulan November 2010 the Fed mengumumkan lagi akan dilakukannya quantitative easing 2 yang akan diimplementasikan hingga pertengahan 2011. Belajar dari quantitative easing 1 yang dampaknya terhadap kenaikan harga emas berlanjut sampai 2 tahun kemudian, maka dampak dari implementasi quantitative easing 2 juga sangat mungkin akan mendongkrak harga emas di tahun 2011 atau bahkan sampai 2012 nanti. 16 Jadi penyebab utama yang menjadikan harga emas melonjak sampai 30% dalam US$ tahun 2010, juga masih ada disana di tahun 2011. Ketika quantitative easing 1 diputuskan November 2008, tahun berikutnya (2009) harga emas dalam US$ naik 25%, dan tahun berikutnya lagi (2010) naik hingga 30%. Kenaikan harga emas dalam Rupiah tahun 2010 yang tidak setinggi kenaikannya dalam US$ adalah karena faktor penguatan Rupiah terhadap US$. Bila kurs rata – rata bulanan Desember 2009 adalah Rp 9,454/US$, Desember 2010 ini rata – ratanya adalah Rp 9,024/US$ atau mengalami penguatan 4.5%. Penguatan yang sama tidak bisa diharapkan untuk tahun 2011 ini karena akan menurunkan daya saing ekspor kita, sebaliknya kecenderungan melemah ke kisaran angka tahun sebelumnya (2009) atau di angka Rp 9,400-an lebih memungkinkan bila negeri ini ingin terus menjaga surplus di neraca perdagangannya. GeraiDinar.Com Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, harga minyak, dan harga emas terhadap return saham, maka penulis membuat judul: “ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, HARGA MINYAK DAN HARGA EMAS TERHADAP RETURN SAHAM”. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian – penelitian sebelumnya. Adapun kelebihan penelitian ini dari penelitian – penelitian 17 sebelumnya yaitu dalam penelitian ini lebih terfokus kepada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penelitian ini juga menggunakan lima variabel independen yakni inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas, lebih banyak dari penelitian – penelitian sebelumnya yang sebagian besar hanya menggunakan tiga variabel independen, selain itu periode penelitian lebih lama dan lebih terbaru dari penelitian – penelitian sebelumnya yakni empat tahun periode penelitian dari tahun 2007 sampai tahun 2010. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh inflasi terhadap return saham 2. Bagaimanakah pengaruh nilai tukar terhadap return saham 3. Bagaimanakah pengaruh tingkat suku bunga terhadap return saham 4. Bagaimanakah pengaruh harga minyak terhadap return saham 5. Bagaimanakah pengaruh harga emas terhadap return saham 6. Bagaimanakah pengaruh inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, harga minyak dan harga emas terhadap return saham secara keseluruhan C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap return saham 2. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap return saham 3. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap return saham 18 4. Untuk menganalisis pengaruh harga minyak terhadap return saham 5. Untuk menganalisis pengaruh harga emas terhadap return saham 6. Untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, harga minyak dan harga emas terhadap return saham secara keseluruhan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dalam bidang keuangan dan pasar modal serta penerapan teori – teori yang telah dipelajari terhadap keadaan yang sebenarnya. 2. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam rangka pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan. 3. Bagi pembaca, dapat menambah pengetahuan serta melengkapi literatur bidang keuangan dan pasar modal. 4. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menjadi referensi atau acuan yang nantinya dapat dikembangkan untuk penelitian – penelitian selanjutnya. 19 BAB II LANDASAN TEORI Banyak hal yang mempengaruhi naik turunnya kinerja saham di antaranya faktor makroekonomi seperti inflasi, nilai tukar uang, dan suku bunga sebagaimana yang ditemukan oleh Tirapat dan Nitayagasetwat (1999). Dalam analisis ekonomi makro tidak semua variabel diperhitungkan. Biasanya yang diperhitungkan adalah yang pengaruhnya besar dan langsung seperti munculnya gejala inflasi yang tidak terkendali, perubahan tingkat bunga atau kurs yang merugikan, serta jumlah pengeluaran untuk belanja rutin bukan untuk pembangunan, adalah hal yang konkret. (Kuntjoro, 2003: 68). Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Samsul, 2006:200). Faktor makroekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain: 1. Tingkat bunga umum domestik 2. Tingkat inflasi 3. Peraturan perpajakan 4. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu. 5. Kurs valuta asing 6. Tingkat bunga pinjaman luar negeri. 7. Kondisi perekonomian internasional. 8. Siklus ekonomi. 9. Faham ekonomi. 10. Peredaran uang. 20 Perubahan faktor makroekonomi di atas tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makroekonomi itu karena para investor lebih cepat bereaksi. Ketika perubahan faktor makroekonomi itu terjadi, investor akan mengkalkulasi dampaknya baik yang positif maupun negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, kemudian mengambil keputusan membeli atau menjual saham yang bersangkutan. Reaksi berlebihan tampak pada perubahan harga saham yang tajam, yaitu naik atau turun secara tajam, kemudian terkoreksi oleh pasar sehingga tercapai harga yang normal. Investor yang dapat mengestimasi perubahan faktor makro akan mampu bertindak terlebih dahulu dalam membuat keputusan jual beli, dan akan memperoleh keuntungan yang besar daripada investor yang terlambat dalam mengambil keputusan jual beli saham. Bodie (2006) untuk menentukan harga yang tepat bagi saham suatu perusahaan, analis sekuritas harus memprediksi dividen dan laba yang dapat diharapkan dari perusahaan tersebut. Ini merupakan inti dari analisis fundamental yaitu analisis untuk menentukan nilai seperti prospek laba. Keberhasilan usaha suatu perusahaan akan menentukan dividen yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham serta harga yang akan terbentuk di pasar saham. Karena prospek suatu perusahaan terkait dengan kondisi ekonomi secara umum, maka analisis fundamental harus mempertimbangkan lingkungan bisnis dimana perusahaan beroperasi. Bagi beberapa perusahaan, lingkungan ekonomi 21 makro dan industri mungkin mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar dibandingkan kinerja di dalam industri. Dengan kata lain, investor harus selalu mempertimbangkan gambaran besar ekonomi. Perekonomian makro merupakan lingkungan dimana seluruh perusahaan beroperasi. Pentingnya perekonomian makro dalam menentukan kinerja investasi bisa dilihat dengan membandingkan tingkat indeks harga saham untuk memprediksi laba per lembar saham dari perusahaan – perusahaan dimana harga saham cenderung meningkat selaras dengan laba. Rasio yang tepat dari harga saham terhadap laba (P/E Ratio) berubah terkait dengan tingkat bunga, risiko, tingkat inflasi, dan variabel – variabel lainnya. Kemampuan untuk memprediksi perekonomian makro dapat diterjemahkan ke dalam kinerja investasi yang spektakuler. Tetapi, tidaklah cukup untuk memprediksi seluruh perekonomian makro dengan baik. Menurut Pananda Pasaribu (2009:2), faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia. Dan faktor luar negeri yang cukup memegang peranan penting dalam pergerakan bursa Indonesia adalah harga komoditi, dalam hal ini harga komoditi diproksi oleh harga minyak dunia. Sedangkan emas adalah cadangan devisa suatu negara, sehingga jika suatu saat negara mengahadapi krisis maka dapat menggunakan cadangannya untuk menangani krisisnya. 22 A. Pasar Modal Indonesia 1. Pengertian Pasar Modal Dermawan Sjahrial (2006:15) mengungkapkan bahwa pengertian pasar modal ada dua, yaitu: a. Dalam Arti Sempit Pasar modal merupakan kegiatan yang mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang. b. Dalam Arti Luas 1) Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank – bank komersial dan semua perantara dibidang keuangan serta surat – surat berharga jangka panjang dan pendek. 2) Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembaga – lembaga yang memperdagangkan warkat – warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham – saham, obligasi, hipotek dan tabungan serta deposito berjangka. Brigham dan Houston (2009:150) pasar modal (capital market) adalah pasar untuk saham – saham dan utang jangka panjang atau jangka menengah perusahaan. Pasar modal adalah pasar yang relatif berjangka panjang (lebih lama dari waktu jatuh tempo satu tahun) untuk berbagai instrumen keuangan seperti obligasi dan saham. (Van Horne dan Wachowicz, 2007:322). 23 Menurut Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal, pengertian pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Warsono, 2003:355). Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat terorganisasi di mana efek – efek diperdagangkan yang disebut Bursa Efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui wakil – wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini antara lain adalah menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran (Siamat Dahlan, 2001:249). Pengertian Pasar Modal menurut Kamus Pasar Uang dan Modal adalah kongkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas. Abstrak dalam pengertian pasar modal adalah transaksi yang dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) (Siamat Dahlan, 2001: 249). 2. Fungsi pasar Modal Menurut Yulfasni (2005:2) pasar modal dapat memainkan peranan penting dalam suatu perkembangan ekonomi suatu negara. Karena suatu pasar modal berfungsi sebagai: 24 a. Sarana untuk menghimpun dana – dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan – kegiatan yang produktif b. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional c. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja d. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi e. Memperkokoh beroperasinya mekanisme market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu – waktu oleh Bank sentral f. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable dan g. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. 3. Pasar Perdana dan Pasar Sekunder a. Pasar Perdana (Primary Market) Menurut Brigham dan Houston (2009:150) pasar primer atau pasar perdana adalah pasar dimana perusahaan – perusahaan mendapatkan modal baru. Jika suatu perusahaan ingin menerbitkan saham – saham biasa baru untuk mendapatkan modal, maka hal tersbut merupakan transaksi pasar primer. Perusahaan yang menjual saham yang baru diterbitkan tersebut akan menerima dana hasil penjualan atas penjualan di dalam suatu transaksi pasar primer. 25 Van Horne dan Wachowicz (2007:322) mengungkapkan pasar perdana (primary market) adalah pasar untuk “penerbitan” baru. Di pasar inilah dana dikumpulkan melalui penjualan arus sekuritas baru dari para pembeli sekuritas tersebut (sektor simpanan) kepada para penerbit sekuritas (sektor investasi). Kemudian Weston dan Copeland (1995:98) menambahkan bahwa pasar primer (primary market) merupakan pasar di mana saham dan obligasi pertama kali dijual. Pasar perdana merupakan penawaran surat berharga oleh penjamin emisi dibantu oleh broker pertama kali dibeli oleh kumpulan individu dan lembaga investasi (Dermawan Sjahrial, 2006:15). Terdapat dua jenis saham biasa (common stock) yang diterbitkan melalui pasar perdana. Pertama, penawaran perdana (initial public offering – IPO) adalah saham perusahaan yang dijual pertama kali ke publik oleh perusahaan yang tadinya berbentuk perseroan terbatas. Kedua, saham baru musiman (seasoned new issues) ditawarkan oleh perusahaan yang sudah pernah menerbitkan saham (Bodie, et.al, 2006:86). Apabila dalam pasar perdana terjadi kelebihan jumlah permintaan di atas jumlah penawaran (over subscription) maka pendistribusian efek didasarkan pada sistem penjatahan (allotment). Adapun pembayaran kembali atas kelebihan uang pesanan (refund) dilakukan penjamin emisi dalam waktu selambat – lambatnya 4 hari setelah penjatahan kepada pemodal. Selanjutnya pada tanggal yang telah 26 ditentukan penjamin emisi wajib menyerahkan seluruh hasil penjualan efek. (Yulfasni, 2005:49). b. Pasar Sekunder (Secondary Market) Brigham dan Houston (2009:150) mengungkapkan pasar sekunder (secondary market) adalah pasar dimana sekuritas yang telah ada dan beredar diperdagangkan diantara para investor. Senada dengan Brigham dan Houston, Weston dan Copeland (1995:98) menambahkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar di mana saham dan obligasi yang telah dijual di pasar perdana kemudian diperdagangkan. Pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang telah ada (telah dibeli sebelumnya), bukan untuk emisi saham baru (Van Horne dan Wachowicz, 2007:322). Pasar sekunder merupakan transaksi surat berharga oleh penjamin yang terjadi di pasar modal yang tidak akan mempengaruhi posisi keuangan perusahaan, dan pengaruhnya hanya pada komposisi kepemilikan saham perusahaan (Dermawan Sjahrial 2006:15). Bodie, et. al (2006:86) menambahkan bahwa pasar sekunder (secondary market) merupakan tempat terjadinya pembelian dan penjualan antar investor atas sekuritas yang telah diterbitkan. Setelah melakukan penawaran pada pasar perdana dan semua efek tercatat atas nama masing – masing investor atau efek yang bersangkutan berada di tangan para investor, baru saham dicatatkan di bursa efek. Ini berarti bahwa efek tersebut hanya boleh 27 diperdagangkan di bursa efek, sehingga kegiatan jual beli saham perusahaan terjadi di luar perusahaan. Uang hasil perdagangan di pasar sekunder tidak masuk kepada perusahaan melainkan ke dalam kas penjual saham yang bersangkutan yakni investor (Yulfasni, 2005:50). B. Saham 1. Pengertian Saham Saham dapat didefinisikan sebagai salah satu instrumen keuangan berupa surat atau lembar berharga yang diterbitkan perusahaan sebagai tanda bukti penyertaan modal di perusahaan tersebut. Perusahaan yang menerbitkan saham disebut perusahaan go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan pihak yang membeli saham perusahaan disebut dengan pemodal. Pemodal itu sendiri dikategorikan menjadi dua yaitu investor dan spekulator. Tujuan pemodal membeli saham yaitu untuk mencari keuntungan baik dari dividen maupun capital gain. Investor yaitu pihak yang membeli saham dengan tujuan jangka panjang, sementara spekulator membeli saham dengan tujuan untuk diperjualbelikan di pasar modal sehingga mendapat capital gain. Berikut ini merupakan beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian saham antara lain: a. Menurut Gitman: Saham adalah bentuk paling murni dan sederhana dari kepemilikan perusahaan. (Gitman:2000,7) b. Menurut Bernstein: Saham adalah selembar kertas yang menyatakan kepemilikan dari sebagian perusahaaan. (Bernstein:1995,197) 28 c. Menurut Mishkin: Saham adalah suatu sekuritas yang memiliki klaim terhadap pendapatan dan asset sebuah perusahaan. Sekuritas sendiri dapat diartikan sebagai klaim atas pendapatan masa depan seorang peminjam yang dijual oleh peminjam kepada yang meminjamkan, sering juga disebut instrumen keuangan. (Mishkin:2001,4). 2. Jenis – Jenis Saham Saham itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga yaitu common stock (saham biasa), preferred stock (saham preferen) dan saham treasuri. Berikut ini akan dibahas mengenai saham preferen terlebih dahulu diikuti oleh saham biasa dan saham treasuri. a. Saham Preferen Untuk menarik investor potensial lainnya, suatu perusahaan mungkin juga mengeluarkan kelas lain dari saham, yaitu yang disebut dengan saham preferen (preferred stock). Saham preferen merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Saham preferen mempunyai hak – hak prioritas lebih dari saham biasa. Hak – hak prioritas dari saham preferen yaitu hak atas dividen yang tetap dan hak terhadap aktiva jika terjadi likuidasi. Akan tetapi, saham preferen umumnya tidak mempunyai hak veto seperti yang dimiliki oleh saham biasa. (Jogiyanto, 2009). Adapun ciri – ciri dari saham preferen menurut Dahlan Siamat (1995:385) adalah: 29 1) Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen. 2) Tidak memiliki hak suara. 3) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus. 4) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi. Dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas dividen tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah – tengah antara bond dan saham biasa. 1) Karakteristik Saham Preferen Beberapa karakteristik saham preferen adalah sebagai berikut: a) Preferen terhadap dividen Pemegang saham preferen mempunyai hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. b) Saham preferen juga umumnya memberikan hak dividen kumulatif, yaitu memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen tahun – tahun sebelumnya yang belum 30 dibayarkan sebelum pemegang saham biasa menerima dividennya. Jika saham preferen disebutkan memberikan hak dividen kumulatif, maka dividen – dividen tahun sebelumnya yang belum dibayarkan disebut dengan dividens in arrears. Nilai dari dividens in arrears ini harus diungkapkan (disclose) di catatan dalam laporan keuangan, sehingga investor dan calon investor saham biasa dapat mengetahui dan dapat menilai pengaruh dari kewajiban ini terhadap harga dari saham biasa. Jika saham preferen tidak mempunyai bentuk dividen kumulatif, maka suatu dividen yang tidak dibayar di periode lalu akan hilang selamanya. Hal ini mungkin saja terjadi jika perusahaan mengalami kerugian atau tidak mempunyai cukup kas untuk membayarnya. Akan tetapi perusahaan akan berpikir dua kali untuk tidak memenuhi kewajibannya membayar dividen preferen. Sekali perusahaan tidak memenuhi kewajiban ini, maka pasar akan memasukkannya ke dalam daftar hitam. c) Preferen pada waktu likuidasi Saham preferen mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan dibandingkan dengan hak yang dimiliki oleh saham biasa pada saat terjadi likuidasi. Besarnya hak atas aktiva pada saat likuidasi adalah sebesar nilai nominal saham preferennya termasuk semua dividen yang belum dibayar jika bersifat kumulatif. Karena karakteristik ini, investor umumnya 31 menganggap saham preferen dibandingkan dengan saham lebih biasa. kecil Akan risikonya tetapi jika dibandingkan dengan bond, saham preferen dianggap lebih berisiko, karena klaim dari pemegang saham preferen dibawah klaim dari pemegang bond. 2) Macam Saham Preferen Untuk menarik minat investor terhadap saham preferen dan untuk memberikan beberapa alternatif yang menguntungkan baik bagi investor atau bagi perusahaan yang mengeluarkan saham preferen, beberapa macam saham preferen telah dibentuk diantaranya adalah sebagai berikut: a) Convertible Preferred Stock Untuk menarik minat investor yang menyukai saham biasa, beberapa saham preferen menambah bentuk di dalamnya yang memungkinkan pemegangnya untuk menukar saham ini dengan saham biasa dengan rasio penukaran yang sudah ditentukan. Pertukaran dari saham preferen ke saham biasa tidak menimbulkan keuntungan (gain) atau kerugian (loss) di perusahaan emiten. Di perusahaan emiten, nilai yang dicatat untuk saham – saham ini adalah sebesar nilai nominalnya dan selisih yang diterima yang berbeda dengan nilai nominalnya dicatat sebagai rekening Agio Saham (Paid-in Capital in Excess of Par Value). Juga di dalam catatan perusahaan emiten, nilai 32 pasar saat penukaran tidak diperhitungkan karena alasannya adalah pertukaran saham tersebut dilakukan langsung dengan perusahaan. b) Callable Preferred Stock Bentuk lain dari saham preferen adalah memberikan hak kepada perusahaan yang mengeluarkan untuk membeli kembali saham ini dari pemegang saham pada tanggal tertentu di masa mendatang dengan nilai yang tertentu. Harga tebusan ini biasanya lebih tinggi dari nilai nominal sahamnya. c) Floating atau Adjustable-rate Preferred Stock (ARP). Saham preferen ini merupakan saham inovasi baru di Amerika Serikat yang dikenalkan pada tahun 1982. Saham preferen ini tidak membayar dividen secara tetap, tetapi tingkat dividen yang dibayar tergantung dari tingkat return dari sekuritas t-bill (treasury bill). Saham preferen tipe baru ini cukup populer sebagai investasi jangka pendek untuk investor yang mempunyai kelebihan kas. b. Saham Biasa Jogiyanto (2009) Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. 33 Menurut Dahlan Siamat (1995:385) ciri – ciri dari saham biasa adalah sebagai berikut: 1) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. 2) Memiliki hak suara (one share one vote). 3) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut dilakukan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasa mempunyai beberapa hak. Beberapa hak yang dimiliki oleh pemegang saham biasa antara lain: 1) Hak Kontrol Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi. Ini berarti bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa saja yang akan memimpin perusahaannya. Pemegang saham dapat melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi di rapat tahunan pemegang saham atau memveto pada tindakan – tindakan yang membutuhkan persetujuan pemegang saham. 2) Hak Menerima Pembagian Keuntungan Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasa berhak mendapat bagian dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba dibagikan, sebagian laba akan ditanamkan kembali ke dalam perusahaan. Laba yang ditahan ini (retained earnings) merupakan sumber dana intern perusahaan. Laba yang tidak ditahan dibagikan 34 dalam bentuk dividen. Tidak semua perusahaan membayar dividen. Keputusan perusahaan membayar dividen atau tidak dicerminkan dalam kebijakan dividennya (dividend policy). Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayarkan dividen untuk saham preferen. 3) Hak Preemptive Hak preemptive merupakan hak untuk mendapatkan persentasi pemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham, maka jumlah saham yang beredar akan lebih banyak dan akibatnya persentase kepemilikan pemegang saham yang lama akan turun. Hak preemptive memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru, sehingga persentase kepemilikannya tidak berubah. Hak ini mempunyai dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah untuk melindungi hak kontrol dari pemegang saham lama. Tujuan kedua dari hak ini adalah untuk melindungi pemegang saham lama dari nilai yang merosot. c. Saham Treasuri Saham treasuri (treasury stock) adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli 35 kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri. Perusahaan emiten membeli kembali saham beredar sebagai saham treasuri dengan alasan – alasan sebagai berikut: 1) Akan digunakan dan diberikan kepada manajer – manajer atau karyawan – karyawan di dalam perusahaan sebagai bonus dan kompensasi dalam bentuk saham. 2) Meningkatkan volume perdagangan di pasar modal dengan harapan meningkatkan nilai pasarnya. 3) Menambahkan jumlah lembar saham yang tersedia untuk digunakan menguasai perusahaan lain. 4) Mengurangi jumlah lembar saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembarnya. 5) Alasan khusus lainnya yaitu dengan mengurangi jumlah saham yang beredar sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan lain untuk menguasai jumlah saham secara mayoritas dalam rangka pengambilan alih tidak bersahabat (hostile takeover). Sedangkan dari segi harga, menurut Sawidji Widoatmojo (1996;46) harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga): a. Harga Nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya 36 harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. b. Harga Perdana Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana. c. Harga pasar Kalau harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar – benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar. Penetapan harga tersebut tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Weston dan Brigham (1993:26-27) faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham adalah proyeksi laba per lembar saham, saat diperoleh laba, tingkat risiko dari proyeksi laba, proporsi utang 37 perusahaan terhadap ekuitas, serta kebijakan pembagian dividen. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham adalah kendala eksternal seperti kegiatan perekonomian pada umumnya, pajak dan keadaan bursa saham. Investor harus benar – benar menyadari bahwa di samping akan memperoleh keuntungan tidak menutup kemungkinan mereka akan mengalami kerugian. Keuntungan atau kerugian tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan investor menganalisis keadaan harga saham merupakan penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk diantaranya kondisi (performance) dari perusahaan, kendala – kendala eksternal, kekuatan penawaran dan permintaan saham di pasar, serta kemampuan investor dalam menganalisis investasi saham. Menurut Sawidji (1996:81) : "Faktor utama yang menyebabkan harga saham adalah persepsi yang berbeda dari masing – masing investor sesuai dengan informasi yang di dapat". A. Inflasi 1. Pengertian Inflasi Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga – harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga – harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Dornbusch dan Fischer (1987:6), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus – menerus. 38 Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5). Inflasi adalah tingkat kenaikan harga barang – barang secara umum. Inflasi yang tinggi sering dikaitkan dengan perekonomian terlalu panas yaitu perekonomian dimana permintaan atas barang dan jasa melampaui kapasitas produksinya, yang akan mendorong kenaikan harga. 2. Macam – Macam Aliran Inflasi Sejak tahun 1970–an, analisis ekonomi terhadap inflasi dibedakan menjadi dua kelompok aliran, yakni Keynesian dan Monetaris. Namun dalam beberapa literatur disebutkan versi yang berbeda, dimana aliran inflasi dibagi menjadi, Klasik, Keynesian, Moneterisme, dan Ekspektasi. a. Teori Inflasi Klasik Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut Klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi maka obatnya adalah membatasi jumlah uang beredar dan kredit. 39 b. Teori Inflasi Keynes Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employement. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi. Analisa Keynes mengenai inflasi permintaan dirumuskan berdasarkan konsep inflationary gap. Menurut Keynes, inflasi permintaan yang benar – benar penting adalah yang ditimbulkan oleh pengeluran pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peperangan, program investasi yang besar – besaran dalam kapital sosial. c. Teori Inflasi Moneterisme Teori ini berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau 40 melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing. d. Teori Ekspektasi Menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada. 3. Jenis – Jenis Inflasi Menurut Boediono (1985:162) Inflasi dapat di golongkan menjadi dua golongan, golongan pertama didasarkan pada “parah” atau tidaknya inflasi tersebut, yaitu; a. Inflasi ringan ( dibawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara10 – 30% setahun) c. Inflasi berat ( antara 30 – 100% setahun) d. Hiperinflasi (diatas 100% setahun). Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini di bedakan 2 macam inflasi: a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Infasi ini disebut demand pull inflation. b. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, ini disebut cost push inflation. 41 2. Dampak Inflasi Jika inflasi suatu negara meningkat relatif dibandingkan negara – negara rekanan dagangnya, maka neraca berjalan negara tersebut akan menurun, jika faktor lain tidak berubah. Konsumen dan perusahaan pada negara tersebut mungkin membeli lebih banyak barang di luar negeri (karena tingginya inflasi lokal), sementara ekspor negara tersebut akan menurun. Andrie Setiadi (2009) Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi hiperinflasi keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi. Maulidah (2004) pada saat terjadi inflasi, harga barang – barang cenderung naik maka hal ini menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Peningkatan biaya produksi menyebabkan harga jual produk meningkat sehingga akan mengurangi kuantitas produk yang dijual, akibatnya laba menurun. Dengan menurunnya kinerja keuangan perusahaan, menyebabkan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham berkurang, sehingga investor enggan untuk mempertahankan kepemilikannya atas saham perusahaan. 42 Nasution dan Maharani (2006) tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga input produk naik sehingga biaya produksi naik, akibatnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan turun, maka dapat dikatakan inflasi mempunyai hubungan negatif dengan harga saham. Ratna Prihantini (2009) inflasi yang tinggi akan mengakibatkan penurunan harga saham, karena menyebabkan kenaikan harga barang secara umum. Kondisi ini mempengaruhi biaya produksi dan harga jual barang akan menjadi semakin tinggi. Harga jual yang tinggi akan menyebabkan menurunnya daya beli, hal ini akan mempengaruhi keuntungan perusahaan dan akhirnya berpengaruh terhadap harga saham yang mengalami penurunan. Nurdin (1999) juga mengatakan bahwa inflasi yang semakin tinggi maka harga – harga barang atau bahan baku mempunyai kecenderungan yang meningkat juga. Peningkatan harga barang dan bahan baku ini akan membuat biaya produksi tinggi, sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan secara individual maupun menyeluruh. Penurunan jumlah permintaan ini pada akhirnya akan menurunkan pendapatan perusahaan sehingga akan berpengaruh pada return yang diterima perusahaan. Penelitian Widjojo (dalam Almilia, 2003) mengatakan bahwa makin tinggi tingkat inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Sedangkan penelitian Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empirik semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. 43 Penelitian Adams et al. (2004) dan Nurdin (1999) bahwa secara signifikan inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham. Menurut Sukirno (2004: 338), efek – efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut: a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek – efek terhadap individu dan masyarakat. c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang – orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga – harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu – individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. 44 d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi – institusi Keuangan lain merupakan simpanan Keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku. e. Memperburuk pembagian kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Sebagian penjual / pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik – pemilik harta tetap dan penjual / pedagang akan menjadi semakin tidak merata. B. Nilai Tukar 1. Pengertian Nilai Tukar Nilai tukar mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain (Mishkin, 2008: 107). Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan pembelanjaan, karena kurs 45 memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga – harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. (Kurgmen, 2004:40). Menurut Sadono Sukirno (2004:197) kurs (nilai tukar) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Menurut Adiningsih, dkk (1998: 155) nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Fabozzi dan Franco (1996:724), an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency. Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9). Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurnisari, 2003). 2. Sistem Nilai Tukar Menurut Bank Indonesia (2003) Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar yaitu: a. Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap) b. Managed floating rate (sistem nilai tukar mengambang terkendali) c. Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang) Menurut sistem moneter internasional, standar kurs tetap dewasa ini lebih merupakan komitmen pemerintah untuk mempertahankan kurs mata 46 uangnya pada tingkat tertentu, Bank Sentral secara aktif akan menarik atau melepas cadangan mata uangnya pada saat mata uang mengalami depresiasi atau apresiasi, karena dampak dari apresiasi atau depresiasi ini terkait erat dengan tingkat inflasi, maka pertimbangan tingkat inflasi menjadi penting dalam penentuan kurs tetap. Menurut Sadono Sukirno (2006: 404) kurs dalam pertukaran tetap yaitu kurs yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kepada beberapa pertimbangan, misalnya pemerintah Indonesia menentukan bahwa kurs pertukaran di antara Dollar US dan Rupiah adalah satu Dollar US sama dengan Rp. 12.500, jadi berbeda dengan kurs yang berdasarkan pertukaran bebas yaitu bisa saja setiap Dollar US dibeli dengan harga Rp. 10.000. Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Selain kedua sistem tersebut di atas, terdapat variasi sistem nilai tukar diantara keduanya, seperti sistem nilai tukar mengambang terkendali. Dalam sistem nilai tukar ini, nilai tukar tidak ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang dalam intervention band (batas pita intervensi) yang ditetapkan bank sentral. Intervensi dapat untuk menjaga dari timbulnya gangguan terhadap keseimbangan kurs yang sifatnya sementara atau 47 dilakukan secara permanen. Fluktuasi kurs sistem ini dipengaruhi oleh pita intervensi yaitu besarnya toleransi kurs mata uang yang di izinkan untuk berfluktuasi, dengan demikian bank sentral akan membutuhkan devisa yang memadai untuk melakukan intervensi. (Purnomo Yusgiantoro, 2004: 16). Bodie (2006) Satu faktor nyata yang mempengaruhi kompetisi internasional dari industri suatu negara adalah nilai tukar mata uang negara tersebut dengan negara lain. Nilai tukar atau kurs adalah tingkat dimana mata uang domestik dapat di konversi menjadi mata uang asing. Ketika nilai tukar berfluktuasi, nilai dolar dari barang yang dihargai menggunakan mata uang asing juga akan berfluktuasi. 3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang a. Tingkat Inflasi Relatif Perubahan pada tingkat inflasi relatif dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar. b. Suku Bunga Relatif Perubahan pada suku bunga relatif mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar. 48 c. Tingkat Pendapatan Relatif Karena pendapatan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor, maka pendapatan dapat mempengaruhi kurs mata uang. d. Pengendalian Pemerintah 1) Mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing 2) Mengenakan batasan atas perdagangan asing 3) Mencampuri pasar mata uang asing 4) Mempengaruhi variabel makro seperti inflasi, suku bunga, dan tingkat pendapatan. 4. Prediksi Pasar a. Interaksi Faktor Transaksi dalam pasar mata uang asing memfasilitasi baik arus perdagangan maupun arus keuangan. Transaksi mata uang asing terkait perdagangan biasanya tidak terlalu bereaksi terhadap berita tertentu. Namun transaksi arus modal sangat responsif terhadap berita, karena keputusan untuk mempertahankan sekuritas dalam mata uang tertentu sering kali bergantung pada antisipasi perubahan nilai mata uang tersebut. Sering kali faktor yang terkait perdagangan maupun keuangan berinteraksi dan mempengaruhi pergerakan mata uang secara simultan. b. Risiko Pergerakan Nilai Tukar Sebagian bisnis internasional mengharuskan pertukaran satu mata uang dengan mata uang lain untuk melakukan pembayaran. Karena kurs mata uang berfluktuasi sepanjang waktu, arus keluar kas yang 49 dibutuhkan untuk melakukan pembayaran juga berubah. Karenanya, jumlah mata uang asal perusahaan yang dibutuhkan untuk membeli produk asing dapat berubah meskipun pemasok produk tidak mengubah harga. Bahkan jika seorang eksportir menggunakan mata uang asalnya, fluktuasi kurs juga akan mempengaruhi permintaan asing atas produk perusahaan. Saat mata uang negara asal meningkat, produk yang menggunakan mata uang tersebut menjadi lebih mahal di negara asing, sehingga dapat menyebabkan penurunan permintaan dan berakibat pada penurunan arus kas masuk. Bagi MNC yang memiliki anak perusahaan di negara lain, fluktuasi nilai tukar mempengaruhi nilai pembayaran arus kas dari anak perusahaan ke induknya. Jika mata uang induk perusahaan lebih kuat, maka dana yang dibayarkan akan ditukar oleh jumlah mata uang asal induk perusahaan yang lebih kecil. 5. Dampak Kurs Mata Uang Mata uang tiap negara dinilai dalam kaitannya dengan mata uang lain melalui kurs mata uang, sehingga mata uang dapat ditukar untuk memfasilitasi transaksi internasional. Nilai dari sebagian besar mata uang dapat berfluktuasi sepanjang waktu karena kekuatan pasar dan pemerintah. Jika mata uang suatu negara meningkat nilainya dibandingkan dengan mata uang lain, maka saldo neraca berjalan akan turun, jika hal lain tidak berubah. Saat mata uang menguat, barang yang diekspor oleh negara 50 tersebut akan menjadi lebih mahal bagi negara pengimpor. Akibatnya, permintaan barang tersebut akan berkurang. Menurut Moh. Mansur (2009:3) melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahaan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan. Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal. Menurut Madura (2000) penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan demikian hal itu akan sangat bergantung pada kekuatan faktor – faktor ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Faktor – faktor tersebut antara lain adalah perbedaan tingkat inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat pendapatan nasional. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Misalnya ketika terjadi apresiasi kurs rupiah, akan berdampak pada perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam 51 persaingan harga. Sebaliknya, bila terjadi depresiasi rupiah, akan berdampak pada perusahaan – perusahaan go public, terutama yang menggantungkan faktor produksi terhadap bahan – bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat, laba yang diperoleh menurun dan berakibat jatuhnya harga saham perusahaan tersebut (Fahrudin, 2006). Dalam penelitian Joko Sangaji tahun 2003 mengenai pengaruh nilai tukar terhadap return saham LQ45 terdapat berbagai teori tentang pengaruh nilai tukar terhadap return saham yaitu sebagai berikut: Model flow oriented tentang penentuan nilai tukar (Dombusch dan Fisher, 1980) menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan output riil sebuah Negara, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap aliran kas perusahaan – perusahaan baik sekarang dan masa depan serta harga saham mereka. Pergerakan pasar saham juga mempengaruhi nilai tukar. Saham mempengaruhi nilai tukar melalui permintaan uang menurut model moneteris (Gavin, 1989). Menurut Aggarwal (1981), Ma dan Kao (1990) perubahan dalam nilai tukar mempunyai dua efek terhadap harga saham, yaitu efek langsung melalui perusahaan multinasional dan efek tidak langsung melalui perusahaan domestik. Ketika posisi laba atau rugi diumumkan, harga sahamnya juga berpengaruh bagi perusahaan domestik. Di satu pihak, devaluasi mata uang lokal akan meningkatkan atau menurunkan harga saham, yang tergantung dari sifat operasi perusahaan. Perusahaan 52 domestik yang mengekspor sebagian outputnya akan memperoleh manfaat langsung dari devaluasi karena peningkatan permintaan outputnya, yang berarti penjualan meningkat dan profit juga meningkat. Ini berarti devaluasi lokal akan menyebabkan harga saham meningkat secara umum. Di lain pihak, bagi perusahaan yang menggunakan input impor dalam proses produksinya, devaluasi mata uang lokal akan meningkatkan biaya, menurunkan profit, dan akan menurunkan harga saham perusahaan. Studi tentang hubungan antara nilai tukar dengan harga saham memberikan berbagai hasil. Loudun (1993), Frang dan Loo (1994), Amain dan Hook (2000) menunjukkan hubungan negatif antara harga saham dan nilai tukar. Penelitian oleh Bahmani, Oskooee dan Sohrabian (1992) mendapatkan adanya hubungan kausalitas dua arah antara harga saham dan nilai tukar di pasar Amerika Serikat. Hasil yang sama, untuk Hongkong dilakukan oleh Mok (1993) dan untuk Tokyo dilakukan oleh Qio (1997). Selanjutnya penelitian Abdalla dan Murinde (1997) menyimpulkan bahwa nilai tukar mempengaruhi harga saham untuk India, Korea dan Pakistan, tetapi untuk Filipina, harga saham mempengaruhi nilai tukar. Penelitian Friberg dan Nydhal (1997) untuk menguji hubungan valuasi pasar saham dan nilai tukar efektif di 10 negara industri menghasilkan kesimpulan bahwa semakin terbuka perekonomian, semakin kuat dan positif hubungan antara return pasar saham dan nilai tukar. Ramasamy dan Yeung (2001) menggunakan uji kausalitas Granger untuk menentukan hubungan antara saham dan nilai tukar di 9 negara Asia 53 Timur dan menyimpulkan arah kausalitas menggambarkan perilaku hit and run dan berubah berdasarkan periode waktu yang dipilih sehingga perlu kehati – hatian dalam menginterpretasikan hasil kausalitas Granger. Hubungan secara teoritis antara nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat negatif yaitu apabila terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar maka akan menurunkan tingkat pengembalian investasi saham. Dengan merosotnya nilai tukar rupiah menunjuk kepada merosotnya kemampuan ekonomi nasional Indonesia, maka kemampuan fundamental perusahaan juga cenderung merosot, sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham. Sedangkan nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat positif yaitu apabila terjadi sebaliknya. (Ruhendi dan Johan A, 2003). C. Suku Bunga 1. Pengertian Suku Bunga Suku bunga adalah harga atas dana yang dipinjam (Reilly dan Brown, 1997). Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang (Herinan, 2003). Sedangkan Keynes dalam Boediono tahun 1985 berpendapat bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, dan agen pemerintah, yang umumnya berjangka waktu maksimum satu tahun. Surat utang yang demikian merupakan investasi 54 yang sangat likuid, yang dapat dijual (money market instruments) dan bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai peserta lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) disebut dealer primer. www.bi.go.id Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. (Selamet Riyadi, 2006: 45). 2. Pola Pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) a. Pembelian Melalui Pasar Perdana (langsung ke BI) Pembelian SBI yang langsung ke BI yang dilakukan oleh bank atau broker yaitu dengan melalui: (Rachmadi Usman, 2001: 77). 1) Lelang tetap mingguan yang dilakukan setiap hari Rabu / hari kerja berikutnya apabila hari Rabu libur. 2) Lelang harian, yaitu transaksi intervensi Rupiah yang merupakan suatu mekanisme untuk melakukan kontraksi atau ekspansi moneter melalui kegiatan pinjam meminjam dana yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara langsung di pasar uang antar bank (PUAB). Tentunya pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengendalian moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 3) BI dapat membeli kembali atas SBI yang telah beredar, baik secara outright maupun secara repo. 55 b. Pembelian Melalui Pasar Sekunder Selain pembelian melalui pasar perdana SBI juga ditransaksikan melalui pasar sekunder, yaitu kegiatan SBI di luar pasar perdana, baik langsung antarbank maupun melalui broker pasar uang. Transaksi ini biasanya dilakukan: 1) Pembelian melalui broker maupun yang akan menjual SBI 2) Pembelian SBI dimaksud, baik secara repo maupun outright. 2. Tujuan penerbitan SBI Tujuan diterbitkannya SBI yaitu guna mendorong mobilisasi dana dari dalam negeri dan untuk mendorong pengembangan pasar uang. (Rachmadi Usman, 2001: 77). Tujuan diterbitkannya SBI, antara lain: a. Mempengaruhi reserve money Bank Pembangunan Daerah (BPD). b. Menarik minat bank – bank agar mereka dapat menanamkan kelebihan cadangannya. c. Menyediakan instrument pasar uang dalam denominasi rupiah yang menghasilkan bunga, likuid dan bebas resiko (yang dapat digunakan sebagai pengatur posisi cadangan bank). d. Memperbesar likuiditas bank dalam perdagangan SBI di pasar sekunder, selain itu juga ditujukan untuk mempengaruhi suku bunga pasar. 56 3. Dampak Suku Bunga Hermawan Darmawi (2006:188) tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator moneter yang mempunyai dampak dalam berbagai kegiatan perekonomian sebagai berikut: a. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan melakukan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan pemilik modal apakah ia akan berinvestasi pada real asset ataukah pada financial asset. c. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi kelangsungan usaha pihak bank dan lembaga keuangan lainnya, d. Tingkat suku bunga dapat mempengaruhi volume uang beredar. Fitria Anggraeni (2011) Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar – besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya harga saham. Begitupun 57 sebaliknya, penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. Menurut Cahyono (2000:117) terdapat dua penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pembeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham. Menurut Stanley S. C. Huang bahwa perubahan suku bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan tiga cara, antara lain sebagai berikut: a. Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, kondisi bisnis secara umum dan tingkat profitabilitas perusahaan yang tentunya akan mempengaruhi harga saham di pasar modal. b. Perubahan suku bunga juga akan mempengaruhi hubungan perolehan dari obligasi dan perolehan dividen saham. Oleh karena itu daya tarik yang relatif kuat antara saham dan obligasi. 58 c. Perubahan suku bunga juga akan mempengaruhi psikologis para investor sehubungan dengan investasi kekayaan sehingga mempengaruhi harga saham. Menurut Iswardono (1999) menyatakan bahwa kenaikan suku bunga akan berakibat terhadap menurunnya return saham begitu juga sebaliknya. Akibat meningkatnya suku bunga, para investor lebih suka menginvestasikan dana di bank daripada investasi dalam bentuk saham (Dombusch & Fisher, 1992). Jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan suku bunga, misalnya deposito akan naik. Ini dapat menarik minat investor saham untuk memindahkan dana ke deposito, sehingga banyak yang akan menjual saham dan harga saham akan turun. Oleh karena itu perubahan suku bunga mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. A. Harga Minyak Firman (2010:25), mengatakan bahwa para ahli berpendapat kenaikan harga minyak disebabkan oleh ketatnya cadangan prasarana pengadaan minyak: kapasitas produksi, pengangkutan dan terutama kapasitas kilang. Berbagai faktor geopolitik maupun teknik telah berakumulasi dalam meningkatkan atau juga menurunkan harga, di samping meningkatnya harga permintaan akan minyak. Dimas Ngurah Indraloka (2010), harga minyak dunia dinilai memiliki pengaruh terhadap kelangsungan perekonomian di Indonesia khususnya di sektor pasar modal, sehingga perubahan yang terjadi pada harga minyak dunia 59 tersebut dapat mempengaruhi kinerja pasar modal di Indonesia yang tercermin pada pergerakan IHSG di BEI. Naik dan turunnya harga minyak dunia dipengaruhi kemampuan Negara – Negara anggota OPEC memenuhi kuota (N. Gregory Mankiw, 2003). Pada dasarnya OPEC menentukan harga di depan koma dan para pedagang menentukan yang dibelakangnya. Harga minyak dunia dapat mempengaruhi harga saham, sebanyak 60% dari harga minyak saat ini adalah murni spekulasi. Budi Santoso (2009) Meningkatnya harga minyak mentah dunia juga dapat mempengaruhi harga saham pada berbagai sektor. Pengaruh yang diberikan dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif. Selain itu dampak yang diberikan oleh meningkatnya harga minyak mentah dunia terhadap harga saham juga dapat bersifat langsung dan tidak langsung pada kegiatan operasi suatu perusahaan. Maka dari itu pergerakan harga minyak dunia akan di respon secara beragam oleh saham yang tercatat di bursa. Naiknya minyak mentah dunia pada tahun 2008 telah membuat sebagian besar bursa dunia meningkat cukup tajam termasuk Indonesia. Harga minyak OPEC merupakan harga minyak campuran dari negara – negara yang tergabung dalam OPEC, seperti Algeria, Indonesia, Nigeria, Saudi Arabia, Dubai, Venezuela, dan Mexico. OPEC menggunakan harga ini untuk mengawasi kondisi pasar minyak dunia. Harga minyak OPEC lebih rendah karena minyak dari beberapa negara anggota OPEC memiliki kadar 60 belerang yang cukup tinggi sehingga lebih susah untuk dijadikan sebagai bahan bakar (www.opec.org). 1. Faktor Penggerak Harga Minyak Dunia Menurut Mankiw (2003:223), pergerakan naik turunnya harga minyak dunia dipasar sangat bergantung kepada kemampuan negara – negara penghasil minyak dunia yang tergabung dalam memenuhi kuota. Beberapa hal yang mempengaruhi harga minyak dunia antara lain (www.useconomy.about.com): a. Penawaran minyak dunia, terutama kuota suplai yang ditentukan oleh OPEC. b. Cadangan minyak Amerika Serikat, terutama yang terdapat di kilang – kilang minyak Amerika Serikat dan yang tersimpan dalam Cadangan minyak strategis. c. Permintaan minyak dunia, ketika musim panas, permintaan minyak diperkirakan dari perkiraan jumlah permintaan oleh maskapai penerbangan untuk perjalanan wisatawan. Sedangkan ketika musim dingin, diramalkan dari ramalan cuaca yang digunakan untuk memperkirakan permintaan potensial minyak untuk penghangat ruangan. 2. Dampak Kenaikan Harga Minyak Kenaikan harga minyak secara umum akan mendorong kenaikan harga saham sektor pertambangan. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan harga minyak akan memicu kenaikan harga bahan tambang 61 secara umum. Ini mengakibatkan perusahaan pertambangan berpotensi meningkatkan labanya. Kenaikan harga saham pertambangan akan mendorong kenaikan IHSG. (http://www.inilah.com/news/ekonomi/2010/01/02/256392/sahamtambang52masih-berkibar/). B. Harga Emas Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko (Sunariyah,2006). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan risiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan risiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com). Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan risiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya (Adrienne Roberts FT Personal Finance, October 27th 2001, p 14). Ketika banyak investor yang mengalihkan portofolionya investasi ke dalam bentuk emas batangan, hal ini akan mengakibatkan turunnya indeks 62 harga saham di negara yang bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan investor. Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London. Sistem ini disebut London Gold Fixing. London Gold Fixing ialah penetapan harga emas ditentukan dua kali sehari setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggotanya yaitu Bank of Nova Scottia, Barclays Capital, Deutsche Bank, HSBC, Societe Generale. 63 C. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Metode Hasil 1 Joko Pengaruh Nilai Error Sebanyak 44 saham LQ45 Sangaji Tukar Correction kecuali KAEF mempunyai 2003 Rupiah/Dollar Model koefisien regresi jangka Terhadap Return (ECM) panjang dengan arah positif. Saham LQ45: Hasil ini penting bagi Aplikasi Model investor untuk Koreksi mempertimbangkan nilai Kesalahan tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebagai salah satu indikator dalam berinvestasi ke dalam saham – saham LQ45. 2 Murti Pengaruh Model Linier Variabel makro berpengaruh Lestari Variabel Makro Klasik, cukup signifikan terhadap 2005 Terhadap Return Model fluktuasi harga saham, tetapi Saham di Bursa Autoregressi untuk mempengaruhinya Efek Jakarta: ve, Model dibutuhkan time lag antara 1 Pendekatan kausalitas sampai 3 bulan. Beberapa Model Granger 3 Neni Astuti Analisa Ordinary Variabel independen 2005 Pengaruh Suku Least Square (perubahan suku bunga, Bunga, Inflasi, (OLS) perubahan inflasi, perubahan Kurs dan kurs dan perubahan volume Volume perdagangan saham) Perdagangan berdampak negatif terhadap Saham Terhadap variabel dependen Perubahan Stock (perubahan stock return). Return di BEJ 4 Zulfi Analisis Analisis Inflasi tidak berpengaruh Skendra Pengaruh Inflasi, Regresi secara nyata terhadap return 2005 Nilai Tukar dan pasar, sebaliknya indeks Bunga Deposito nilai tukar serta bunga Terhadap deposito pemerintah Portofolio berpengaruh secara nyata. Optimum Saham – Saham Blue Chips di BEJ 64 No Peneliti 5 Suyanto 2007 6 7 Judul Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga dan Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Properti yang Tercatat di BEJ Tahun 2001 – 2005 Acmad Ath Analisis Thobarry Pengaruh Nilai 2009 Tukar, Suku Bunga, Inflasi dan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Kajian Empiris Pada BEI Tahun 2000 – 2008) Metode Regresi Linier Berganda Hasil Nilai tukar uang berpengaruh negatif terhadap return saham Suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham Inflasi berpengaruh positif terhadap return saham. Regresi Berganda Ali Fikri Hasibuan 2009 Regresi Linier Berganda Nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP secara bersama – sama berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti, sedangkan secara parsial nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti sedangkan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap saham sektor properti. secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar mata uang dan indeks harga saham global (nasdaq, taiex, Nikkei, kospi) terhadap pergerakan IHSG. Secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan indeks taiex terhadap IHSG, tetapi terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar mata uang dan indeks harga saham global (nasdaq, Nikkei, kospi) terhadap IHSG. Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang dan Indeks Harga Saham Global Terhadap Pergerakan IHSG 65 No Peneliti 8 Indoyama Nasarudin dan Sepuan Adityawati (2009) 9 Ratna Prihantini 2009 Judul Perbandingan Analisis Karakteristik Perusahaan, Industri, dan Ekonomi Makro Terhadap Return dan Beta Saham (Studi Kasus IHSG dan JII Tahun 20032008) Metode Structural Equation Modelling (SEM) Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER, dan CR Terhadap Return Saham Regresi Linier Berganda Hasil Hasil untuk JII: a)EPS, BV, ROA pengaruh signifikan thdp return & beta saham sedangkan DER&ROE tidak pengaruh signifikan thdp return & beta saham b)Jenis industri & ukuran industri pengaruh signifikan thdp Return dan Beta saham. c)PDB, kurs, dan inflasi pengaruh signifikan thdp return & beta shm Hasil untuk IHSG: a)EPS, BV, ROE, ROA pengaruh signifikan thdp return & beta saham sedangkan DER tidak pengaruh signifikan thdp Return dan Beta saham. b)Jenis dan ukuran industri pengaruh signifikan thdp Return dan Beta saham. c)PDB, Kurs, dan Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return dan Beta saham. Inflasi,kurs,&DER pengaruh negatif signifikn thdp return saham sedangkan ROA dan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham pada industry real estate dan properti. 66 D. Kerangka Pemikiran Para investor selaku pemilik modal dalam menentukan keputusan investasi terutama dalam bentuk saham tentunya mengharapkan pengembalian atau return investasi. Return investasi tersebut dapat digolongkan dalam dua jenis yakni dividen dan capital gain. Pasar modal yang biasa dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan sarana atau media yang menyediakan dan membantu investor dalam rangka melakukan investasi terutama dalam bentuk saham. Dari pasar modal ini terjadi perdagangan saham yang nantinya dapat memberikan keuntungan bagi investor. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda, penelitian ini akan menguji pengaruh variabel makroekonomi yakni inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga, harga minyak dan harga emas terhadap return saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: 67 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Bursa Efek Indonesia Perusahaan Manufaktur Variabel Independen: 1. Inflasi 2. Nilai Tukar 3. Suku Bunga 4. Harga Minyak 5. Harga Emas Variabel Dependen: Return Saham Model Regresi R = b0 + b1I + b2K + b3B + b4O + b4G + e Asumsi Klasik Normalitas Heteroskedastisitas Multikolinieritas Autokorelasi Analisis Model Regresi Uji T (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi Interpretasi 68 Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka dapat diperoleh model konseptual dari penelitian ini sebagai berikut: Gambar 2.2 Model Konseptual Return Saham Yang Dipengaruhi Variabel Makroekonomi Inflasi (X1) Nilai Tukar (X2) Suku Bunga (X3) Return Saham (Y) Harga Minyak (X4) Harga Emas (X5) 69 E. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori tersebut, maka hipotesis yang dapat dibangun dalam penelitian ini adalah: H0 : Inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, harga minyak dan harga emas tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham. Ha : Inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, harga minyak dan harga emas mempunyai pengaruh terhadap return saham. H01 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap return saham Ha1 : Inflasi berpengaruh terhadap return saham H02 : Nilai Tukar tidak berpengaruh terhadap return saham Ha2 : Nilai tukar berpengaruh terhadap return saham H03 : Tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap return saham Ha3 : Tingkat suku bunga berpengaruh terhadap return saham H04 : Harga minyak tidak berpengaruh terhadap return saham Ha4 : Harga minyak berpengaruh terhadap return saham H05 : Harga emas tidak berpengaruh terhadap return saham Ha5 : Harga emas berpengaruh terhadap return saham 70 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel – variabel makroekonomi domestik dan makroekonomi asing terhadap return saham. Variabel makroekonomi domestik tersebut yakni inflasi, nilai tukar rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI. Sedangkan makroekonomi asing yaitu harga minyak dan harga emas. Variabel – variabel tersebut akan diuji dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007 – 2010. Adapun data – data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data return saham dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Nazir (2004) mengatakan bahwa, “Populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya”. Nawawi (2003) menyebutkan bahwa, “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil 71 menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian atau populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 sampai tahun 2010. 2. Sampel Arikunto (2003) mengatakan “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi”. Sugiyono (2004) memberikan pengertian “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. (Abdul Hamid, 2010:17) purposive sampling, sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk menentukan bahan penelitian. Purposive sampling 72 adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan atau kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki data harga saham aktif selama periode penelitian yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data – data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber yaitu yahoo finance, Bank Indonesia, situs resmi OPEC, Biro Pusat Statistik dan jurnal – jurnal serta literatur lainnya. Data yang digunakan meliputi: 1. Data return saham dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Seluruh data return saham tersebut diperoleh dari Historical Price perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia melalui situs Yahoo Finance. 2. Data inflasi, nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga Bank Indonesia selama periode tahun 2007 – 2010 yang diperoleh dari Bank Indonesia melalui situs resmi www.bi.go.id 3. Data harga minyak bulanan selama periode Januari 2007 – Desember 2010 diperoleh dari situs resmi OPEC yaitu www.opec.org 4. Data harga emas yang digunakan adalah harga emas penutupan pada sore hari (harga emas Gold P.M). Data yang digunakan adalah data rata – rata harga emas bulanan yang diperoleh dari www.goldfixing.org 73 Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari berbagai teori – teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dan hal lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Yang dapat menjadi sumber dari studi kepustakaan ini yaitu jurnal – jurnal, buku – buku literatur, internet ataupun media lainnya yang dapat menunjang penelitian ini. D. Metode Analisis 1. Menghitung return saham Untuk dapat menentukan variabel return saham diperlukan data harga saham pembukaan dan harga saham pada penutupan pada hari saham tersebut dipedagangkan di pasar sekunder. Penentuan variabel return dilakukan dengan rumus sebagai berikut: r = Stock Return Opening Price = harga saham pembukaan Closing Price = harga saham penutupan 2. Uji Asumsi Klasik Untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen baik secara parsial maupun secara simultan, maka digunakan regresi linear berganda (Multiple Regression) dan alpha yang digunakan adalah 5%. Sebelum dilakukan pengujian dengan regresi berganda, 74 variabel – variabel penelitian diuji dengan asumsi klasik atau bisa dikenal dengan uji BLUE (Best Linear Unbiased Estimate) yaitu data terdistribusi normal (uji normalitas), tidak terjadinya heteroskedastisitas, tidak terjadinya autokorelasi dan tidak terjadinya multikolinearitas (Suyatmin dan Sujadi, 2006: 22). Uji asumsi klasik terdiri dari pengujian – pengujian sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji normalitas model regresi adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-Plot-nya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Imam Ghozali, 2005: 147-149). b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut 75 homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada grafik Scatterplot. Jika titik – titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar di daerah positif dan negatif, maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Imam Ghozali, 2005:125–126). c. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan melihat nilai Tolerance dan VIF pada table Coefficients. Jika nilai Tolerance >0.1 dan nilai VIF <10, maka dapat dikatakan model regresi tidak ada masalah multikolinieritas (Imam Ghozali, 2005:95-96). d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-i (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual 76 (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Salah satu cara untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan melihat nilai DW (Durbin-Watson) pada tabel Model Summary. Berikut ini adalah pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi menurut Singgih Santoso, yaitu jika: -2 < DW < 2 Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi atau terdapat autokorelasi (Imam Ghozali, 2005:99-100). 3. Pengujian Hipotesis a. Uji Parsial / Uji t Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan rumus: T = B / Std. Error Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut: 1) Quick look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepekaan sebesar 5%, maka H1 dapat diterima bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut). Dengan kata lain, suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. 77 2) Membandingkan nilai t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima (Imam Ghozali, 2005:88–89). b. Uji Simultan Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel dependen atau terikat. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini apakah H0 diterima yang berarti secara bersama – sama variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat atau H1 diterima yang berarti secara bersama – sama variabel berpengaruh terhadap variabel terikat, maka dapat digunakan uji F dengan rumus berikut: F = Mean Square Regression / Mean Square Residual Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1) Quick look: bila nilai F lebih besar daripada 4 maka H1 dapat diterima pada derajat kepekaan 5%. Dengan kata lain, semua variabel bebas secara serentak berpengaruh terhadap variabel terikat. 2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima (Imam Ghozali, 2005: 88). 78 4. Analisis Model Regresi Regresi adalah alat analisis statistik yang berguna untuk mempelajari arah dan besarnya pengaruh dari satu atau lebih variabel (selanjutnya disebut sebagai variabel independen – Independent variable) terhadap satu atau lebih variabel lain (selanjutnya disebut sebagai variabel dependen – dependent variable). Regresi yang mengandung satu variabel indepeden sering disebut sebagai regresi sederhana (simple regression), sedangkan bila variabel independennya lebih dari satu sering disebut sebagai regresi berganda (multiple regression) (Utomo, 2007: 147). Metode yang digunakan dalam penelititan ini adalah analisis regresi linear berganda (multiple regression). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabe dependen. Model persamaan regresi adalah sebagai berikut: R = b0 + b1 X1 + b2X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5X5 + e R = Variabel dependen Return Saham b0 = konstanta b1 – b5 = koefisien regresi dari setiap variabel bebas X1 = Inflasi X2 = Nilai Tukar X3 = Suku Bunga X4 = Harga Minyak X5 = Harga Emas e = error term 79 Apabila model regresi sudah memenuhi asumsi klasik, setelah itu dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda untuk menjawab rumusan masalah yang ada. 5. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel – variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat meskipun variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R Square pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R Square dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Imam Ghozali, 2005: 87). 80 E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya 1. Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen atau variabel bebas. Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu Return Saham (Y). Pada saat investor melakukan investasi dalam bentuk saham tentunya investor tersebut mengharapkan keuntungan dari investasinya atau return dari saham tersebut. Return atau keuntungan tersebut dibagi menjadi dua yakni dalam bentuk dividen dan capital gain. Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham pada saat rapat umum pemegang saham, sedangkan capital gain merupakan selisih antara harga jual dan harga beli saham. Perhitungan return saham dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 2. Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen). Adapun variabel – variabel independen yang terdapat dalam penelitian ini yaitu: 81 a. Inflasi (X1) Menurut Dornbusch dan Fischer (1987:6) inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus – menerus. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5). Data inflasi dalam penelitian ini menggunakan data tingkat inflasi per bulan selama periode Januari 2007 – Desember 2010 yang diperoleh dari situs resmi www.bi.go.id b. Nilai Tukar (X2) Nilai Tukar merupakan banyaknya unit mata uang yang dapat ditukar atau dibeli dengan satu satuan mata uang lain atau harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lain (Sartono: 2002 dalam Darminto:2010). Nilai tukar mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain (Mishkin, 2008: 107). Data nilai tukar dalam penelitian ini menggunakan kurs tengah bulanan selama periode Januari 2007 – Desember 2010 yang diperoleh dari situs www.bi.go.id c. Tingkat Suku Bunga (X3) Suku bunga adalah harga atas dana yang dipinjam (Reilly dan Brown, 1997). Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang 82 yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang (Herinan, 2003). Suku bunga yang dimaksud dalam penelitian ini yakni Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.6/4/DPM tanggal 16 Februari 2004 adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. (Selamet Riyadi, 2006: 45). Data suku bunga SBI dalam penelitian ini menggunakan data perkembangan suku bunga SBI bulanan selama periode Januari 2007 – Desember 2010 yang diperoleh dari situs www.bi.go.id d. Harga Minyak (X4) Harga minyak dunia merupakan salah satu indikator makroekonomi yang secara universal perubahan – perubahan yang terjadi dan fluktuasinya memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekonomi dunia khususnya pasar modal. Data harga minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perkembangan harga minyak dunia selama periode Januari 2007 – Desember 2010 yang diperoleh dari situs www.opec.org. e. Harga Emas (X5) Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik 83 yang baik dengan kenaikan harganya. Data harga emas yang digunakan dalam penelitian ini adalah perkembangan harga emas bulanan selama periode Januari 2007 – Desember 2010 yang diperoleh dari situs www.goldfixing.com 84 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia Pada tahun 1912, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1912 pemerintahan Hindia Belanda mendirikan Bursa Efek di Batavia yang diselenggarakan oleh Vereniging voor de Effectenhandel. Kemudian pada tanggal 11 Januari 1925, didirikan Bursa Efek di Surabaya, lalu disusul dengan pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Akan tetapi, Bursa Efek ditutup pada awal tahun 1940 karena pada saat itu terjadi perang dunia ke – 2, sehingga secara otomatis pasar modal yang sudah ada menjadi vakum serta tidak ada perkembangannya. Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, sejarah pasar modal Indonesia memasuki alam kemerdekaan yang tentunya akan memberikan angin segar bagi perkembangan pasar modal dengan dimensi dan situasi berbeda. Pemerintahan orde lama membentuk suatu badan yang disebut PPUE (Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek – efek). Salah satu tugas dari badan ini adalah melakukan berbagai kajian tentang kemungkinan didirikannya Bursa Efek pasca kemerdekaan. Berbagai kajian yang dilakukan tentunya menyangkut faktor ekonomi makro maupun ekonomi mikro, karena pasar modal sangat erat kaitannya dengan faktor – faktor ekonomi suatu Negara (Tuti Amalia, 2008: 46). 85 Pada tahun 1952, PPUE membuka Bursa Efek di Jakarta, yang sangat diharapkan dapat menjadi penunjang perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2002 Bursa Efek juga mulai menerapkan sistem perdagangan jarak jauh yang disebut Remote Trading System (RTS), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi perdagangan. Dan akhirnya, pada tahun 2007 dilakukan penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang kemudian berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (Mutia Desanti, 2008: 56). 2. Lembaga – Lembaga Penunjang Bursa Efek Indonesia Dalam kegiatannya, Bursa Efek Indonesia melibatkan banyak lembaga yang mempunyai fungsi atau peran berbeda – beda yang saling menunjang antara satu dengan yang lainnya. Pihak – pihak yang terkait dalam kegiatan Bursa Efek Indonesia dalam Mutia Desanti (2008: 60 – 63) adalah: a. Perusahaan go public (Emiten) Emiten adalah perusahaan yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran dalam surat berharga. b. Perusahaan Efek Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan seperti penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, manajer investasi, atau penasehat investasi. c. Lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan adalah suatu lembaga yang menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek, penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain. 86 d. Perusahaan Reksadana Perusahaan reksadana adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, dan investasi kembali (reinvestasi). e. Lembaga penunjang pasar modal Lembaga penunjang meliputi tempat penitipan harta, wali amanat atau penanggung yang menyediakan jasa. Tempat penitipan harta adalah pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. f. Profesi Penunjang Profesi penunjang terdiri dari akuntan publik, notaris, perusahaan penilai (appraisal) dan konsultan hukum. Akuntan publik adalah pihak yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing). Fungsi akuntan adalah memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten dan calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang membuat akte otentik sebagaimana dimaksudkan dalam Staad Glad 1860 No. 3 tentang pengaturan jabatan notaris. Peranan notaris adalah membuat perjanjian, menyusun anggaran dasar dan perubahannya, perubahan milik modal dan lain – lain. Penilaian appraisal adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani laporan penilai. Laporan penilai mencakup pendapatan atas aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian penilai. Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan dan 87 menandatangani pendapat hukum mengenai emisi atau emiten. Fungsi utama konsultan hukum adalah melindungi pemodal atau calon pemodal dari segi hukum. Tugasnya antara lain meneliti akte pendirian, izin usaha, dan lain – lain. g. Pemodal (Investor) Pemodal adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya dalam efek – efek yang diperdagangkan. f. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) BAPEPAM merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Memonitor dan mengatur pasar modal sebagai tempat sekuritas – sekuritas yang dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, efisien dengan maksud untuk melindungi kepentingan para pemodal dan masyarakat. 2) Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, kliring, dan lembaga – lembaga penyimpanan reksadana, perusahaan sekuritas dan para pialang, serta berbagai lembaga pendukung pasar modal dan para professional. 3) Untuk memberikan rekomendasi tentang pasar modal kepada menteri keuangan. Dengan fungsi tersebut diharapkan BAPEPAM lebih bisa melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kegiatan pendanaan efek dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan yang diselenggarakan 88 oleh Bursa Efek, selain itu peraturan mulai dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) secara konsisten. 3. Instrumen Pasar Modal Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat berharga (efek) yang umumnya diperjualbelikan melalui pasar modal. Efek adalah surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, rights, warrants, opsi atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrument yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal biasanya berjangka waktu panjang. Instrument yang paling umum diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia saat ini adalah saham, obligasi, dan rights. a. Saham Saham adalah surat bukti atau tanda kepemilikan modal pada suatu perseroan terbatas. Dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham atau disebut share merupakan instrument yang paling dominan diperdagangkan. Saham tersebut dapat diterbitkan dengan cara atas nama atau atas unjuk. Saham dapat dibedakan antara saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Perbedaan kedua saham itu antara lain: 1) Saham Biasa a) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh data. b) Memiliki hak suara (one share one vote) 89 c) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut dilakukan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. 2) Saham Preferen a) Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen b) Tidak memiliki hak suara c) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus d) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor apabila perusahaan dilikuidasi. e) Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dan pembagian laba perusahaan disamping penghasilan yang diterima secara tetap. b. Right Yaitu hak yang diberikan kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru yang diterbitkan oleh suatu perusahaan, penerbitan right di pasar modal Indonesia juga disebut penawaran efek terbatas dengan hak membeli lebih dahulu. Biasanya perusahaan menetapkan bahwa setiap pemegang saham lama diberi hak untuk membeli sejumlah saham baru dengan suatu perbandingan yang ditentukan. c. Obligasi Obligasi atau bonds adalah bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang memegang janji pembayaran bunga atau janji lainnya secara pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal 90 jatuh tempo. Obligasi pada prinsipnya merupakan instrument pasar modal yang berjangka waktu panjang yaitu 3 s/d 30 tahun. Namun demikian dilihat dari jangka waktu pendek yaitu antara 3 – 5 tahun, berjangka waktu menengah 5 – 15 tahun dan berjangka waktu panjang 15 – 30 tahun (Tuti Amalia, 2008: 47 – 49). B. Analisis dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0 yang dapat menjelaskan variabel – variabel yang diteliti yakni variabel independen (variabel bebas) inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas serta variabel dependen (variabel terikat) return saham. a. Return Saham Return saham didefinisikan sebagai aktifnya harga saham dari periode sebelumnya. Saham – saham yang memiliki return tertinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan dan dealer tidak akan lama menyimpan saham tersebut sebelum diperdagangkan. Berikut data keseluruhan return saham perusahaan manufaktur dari tahun 2007 – 2010: 91 Tabel 4.1 Return Saham Perusahaan Manufaktur Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 10.68 10.15 6.75 6.86 Februari 8.59 6.60 9.80 7.30 Maret 6.70 12.70 19.59 9.26 April 13.84 9.98 17.37 15.29 Mei 9.12 14.61 18.98 10.66 Juni 16.77 16.36 13.76 12.01 Juli 8.79 8.74 11.84 13.34 Agustus 10.19 9.48 10.75 8.14 September 11.27 13.53 10.91 19.77 Oktober 11.88 26.19 8.64 12.32 November 9.15 8.07 8.82 12.44 Desember 9.32 9.31 11.86 5.61 Sumber: yahoofinance Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa return saham perusahaan manufaktur mempunyai angka tertinggi pada bulan Oktober tahun 2008 yaitu sebesar 26,19 dan angka terendah pada bulan Desember tahun 2010 yaitu sebesar 5,61. 92 b. Inflasi Tabel 4.2 Tingkat Inflasi Indonesia Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 0.00087 0.00048 0.00010 0.00070 Februari 0.00052 0.00054 0.00020 0.00025 Maret 0.00020 0.00079 0.00020 0.00012 April 0.00013 0.00048 0.00030 0.00013 Mei 0.00080 0.00048 0.00030 0.00024 Juni 0.00019 0.00020 0.00010 0.00081 Juli 0.00060 0.00014 0.00040 0.00020 Agustus 0.00063 0.00043 0.00050 0.00021 September 0.00067 0.00081 0.00090 0.00019 Oktober 0.00066 0.00038 0.00020 0.00018 November 0.00015 0.00010 0.00030 0.00021 Desember 0.00092 0.00030 0.00030 0.00023 Sumber: www.bi.go.id Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi di Indonesia mempunyai angka rata – rata tertinggi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,00053 dan tingkat inflasi terendah pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,00029. Peningkatan inflasi tersebut dominan disebabkan oleh adanya kenaikan harga minyak dunia dan menyebabkan naiknya harga BBM sebesar 126% dari harga normal. Naiknya tingkat inflasi pada tahun 2007 banyak disebabkan oleh Administered Price, seperti harga BBM diatas. 93 Di samping dampak langsung (first round) pada inflasi sebesar 3,47%, pemerintah menyesuaikan tarif angkutan umum sesuai dengan kenaikan BBM, sehingga kenaikan harga BBM tersebut juga memberikan dampak lanjutan (second round) melalui kenaikan tarif angkutan sebesar 2,07%, sehingga secara keseluruhan memberikan sumbangan pada kenaikan inflasi sebesar 5,54%, tetapi dalam kenyataannya banyak pengusaha angkutan umum yang menaikkan harga diatas ketetapan pemerintah, sehingga menjadikan harga – harga semakin melambung. Administered price lainnya yang juga ikut mengalami kenaikan adalah elpiji, tarif PAM, cukai rokok, dan tarif tol. Sehingga pada tahun 2007 Administered Price menyumbang inflasi sebesar 8,1% naik 8% dari tahun sebelumnya, ini merupakan angka sumbangan tertinggi dibanding sumbangan komponen penentu lainnya. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah Inflasi Inti sebesar 6,1% dan naik sebesar 2% dari tahun sebelumnya. Inflasi Inti adalah inflasi yang diukur dari segala hal yang dapat diatur oleh kebijakan moneter. Di tahun ini contohnya adalah jatuhnya harga jual rupiah sebesar 8,6% yang memberikan tekanan terhadap perkembangan harga barang dan jasa. (http://ariwibowoivan.wordpress.com/2008/12/08/inflasi-2005) 94 c. Nilai Tukar Tabel 4.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Tahun Bulan 2007 2008 2009 2010 Januari 9090 9291 11355 9365 Februari 9160 9051 11980 9335 Maret 9118 9217 11575 9115 April 9083 9234 10713 9012 Mei 8828 9318 10340 9180 Juni 9054 9225 10225 9083 Juli 9186 9118 9920 8952 Agustus 9410 9153 10060 9041 September 9137 9378 9681 8924 Oktober 9103 10995 9545 8928 November 9376 12151 9480 9013 Desember 9419 10950 9400 8991 Sumber: www.bi.go.id Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS di Indonesia mempunyai angka tertinggi pada November tahun 2008 yaitu sebesar 12151 dan angka terendah pada bulan Mei tahun 2007 yaitu sebesar 8828. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semula relatif menguat, namun dengan kenaikan harga minyak internasional dan kasus subprime mortgage rupiah dalam beberapa bulan terakhir mengalami pelemahan. Sampai hari terakhir tahun 2007 kurs rupiah mencapai Rp 9419 per dolar AS, sehingga secara rata – rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 9139 per dolar AS. Kenyataan bahwa cadangan devisa 95 mencapai lebih dari 57 miliar dolar AS (meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 41,6 miliar dolar AS) ternyata tidak membantu banyak terhadap penguatan rupiah. Nilai cadangan devisa yang cukup besar sementara nilai tukar relatif melemah dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2007, dapat dikatakan sebagai anomali yang terjadi dalam nilai tukar rupiah kita. d. Tingkat Suku Bunga Tabel 4.4 Tingkat Suku Bunga Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 0.0079 0.0067 0.0079 0.0054 Februari 0.0077 0.0066 0.0073 0.0053 Maret 0.0075 0.0066 0.0068 0.0052 April 0.0075 0.0067 0.0063 0.0052 Mei 0.0073 0.0069 0.0060 0.0053 Juni 0.0071 0.0073 0.0058 0.0052 Juli 0.0069 0.0077 0.0056 0.0054 Agustus 0.0069 0.0077 0.0055 0.0054 September 0.0069 0.0081 0.0054 0.0054 Oktober 0.0069 0.0092 0.0054 0.0054 November 0.0069 0.0094 0.0054 0.0054 Desember 0.0067 0.0095 Sumber: www.bi.go.id 0.0054 0.0054 Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat suku bunga di Indonesia mempunyai angka tertinggi pada bulan Desember tahun 2008 yaitu sebesar 0,0095 dan tingkat suku bunga terendah terjadi pada awal tahun 2010 yaitu sebesar 0,00052. 96 Peningkatan tingkat suku bunga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan jumlah uang beredar dan menarik uang tersebut untuk menstabilkan kondisi ekonomi dan menurunkan tingkat inflasi, sedangkan penurunan tingkat suku bunga dilakukan pemerintah untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan menstabilkan tingkat inflasi. Perkembangan tingkat suku bunga dari tahun 2007 sampai 2009 cenderung mengalami penurunan. Penurunan suku bunga ini bukan hanya akan mampu menggerakan investasi, namun juga meningkatkan kegiatan konsumsi yang mengalami kelesuan pasca kenaikan harga BBM. Kegairahan transaksi ekonomi dan kepercayaan yang cukup tinggi dari pelaku pasar juga tercermin dari transaksi di pasar modal. e. Harga Minyak Tabel 4.5 Harga Minyak (dalam Dollar) Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 50.73 88.50 41.52 76.01 Februari 54.45 90.64 41.41 72.99 Maret 58.47 99.03 45.78 77.21 April 63.39 105.16 50.20 82.33 Mei 64.36 119.39 56.98 74.48 Juni 66.77 128.33 68.36 72.95 Juli 71.75 131.22 64.59 67.91 Agustus 68.71 112.41 71.35 68.34 September 74.18 96.85 67.17 67.18 Oktober 79.36 69.16 72.67 73.63 November 88.99 49.76 76.29 76.00 Desember 87.19 38.60 74.01 81.01 Sumber: www.opec.org 97 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa harga minyak tertinggi terjadi pada bulan Juli tahun 2008 yaitu sebesar 131,22 dan harga minyak terendah terjadi pada bulan Desember tahun 2008 yaitu sebesar 38,60. Kenaikan harga minyak dunia tentu saja sangat mempengaruhi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan harga BBM selalu mempunyai akibat langsung terutama kepada semua sektor ekonomi yang menggunakan Bahan Bakar Minyak sebagai sumber energi. Oleh karena setiap barang membutuhkan jasa angkutan untuk sampai kepada konsumen, maka mau tidak mau barang – barang pun pada gilirannya akan turut naik harganya, menyesuaikan dengan kenaikan tarif angkutan dan tentu saja akan mengakibatkan inflasi. Harga minyak terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara – negara produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi. Kekhawatiran ini menyebabkan naiknya harga minyak dari 36,05 dollar AS per barel menjadi 65,64 dollar AS per barel. Pada tahun 98 2006 harga minyak adalah sebesar 70,08 dollar AS per barel meningkat lagi pada tahun 2007 yaitu menjadi sebesar 89,61 dollar AS per barel. Harga minyak dunia terus meningkat hingga sekarang. Dimana harga minyak kembali membumbung tinggi hingga mencapai angka yang jauh dari perkiraan. Terlebih dengan adanya permintaan akan minyak yang terus meningkat, terutama dari negara industri baru seperti China dan India. Pemerintah terus memantau harga minyak internasional dikaitkan dengan kebijakan harga BBM dalam negeri. Dalam tiga minggu terakhir, sejalan dengan pemotongan produksi OPEC, realisasi pasar riil & pasar perumahan Amerika Serikat yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya serta kebijakan perbankan Amerika Serikat, harga minyak mentah dunia telah mengalami koreksi yang signifikan dari kisaran US$45 per barel menjadi US$ 50 per barel. Perkembangan harga minyak untuk waktu – waktu selanjutnya masih mengalami tekanan dari rendahnya kebutuhan minyak akibat krisis ekonomi global. Perkembangan ICP terus merangkak naik dari US$ 43,1 per barel pada bulan Februari 2009, sampai rata – rata bulan Maret 2009 telah mencapai US$ 46,75 per barel. Berdasarkan perhitungan harga rata – rata minyak dunia tahun 2009 masih berada pada kisaran US$40 – US$60/barel. Sementara itu kurs rupiah dalam 2 bulan terakhir telah mengalami tekanan yang cukup berat. Selain itu, dalam situasi perekonomian global yang tidak 99 menentu, perkembangan harga BBM belakangan ini masih menunjukkan pola yang berbeda dengan pola perkembangannya pada waktu – waktu sebelumnya. f. Harga Emas Tabel 4.6 Harga Emas (dalam Dollar) Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 631.16 889.59 858.69 1117.96 Februari 664.74 922.29 943.16 1095.41 Maret 654.89 968.43 924.27 1113.34 April 679.36 909.70 890.20 1148.69 Mei 666.85 888.66 928.64 1205.43 Juni 655.49 889.48 946.67 1232.92 Juli 665.29 939.77 934.23 1192.97 Agustus 665.41 839.02 949.38 1215.81 September 712.65 829.93 996.59 1271.10 Oktober 754.60 806.61 1043.16 1342.02 November 806.24 760.86 1127.04 1369.89 Desember 803.20 816.09 1134.72 1390.55 Sumber: www.goldfixing.org Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa harga emas tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2010 yaitu sebesar 1390,55 dan harga emas terendah terjadi pada bulan Januari tahun 2007 yaitu sebesar 631,16. Secara jangka panjang emas cenderung meningkat harganya di pasar dunia. Memang emas tak selalu naik. Dalam jangka pendek emas 100 sering mengalami masa fluktuasi yang curam juga. Harga emas sempat mengalami fluktuasi yang cukup tajam pada awal tahun 2006 dan selama periode akhir 2007 hingga awal 2009. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir harga emas cenderung naik. Tujuh tahun lalu pada September 2002 harga emas Rp. 88,964/gram, lima tahun kemudian, september 2007 harganya menjadi Rp. 204,152/gram. Berarti dalam lima tahun harga emas meningkat sebesar 129%. Pada Desember 2009 harga emas menjadi Rp. 350,000/gram atau naik 293% dalam waktu tujuh tahun. Oleh karena itu, investasi emas untuk jangka waktu pendek mungkin tak menarik. Tetapi akan menarik jika investasi dimaksudkan untuk jangka panjang. Beberapa hal yang mempengaruhi pergerakan naik/turunnya harga emas, diantaranya : Inflasi. Inflasi tidak pernah mengalahkan harga Emas, kenaikan harga Emas selalu di atas nilai Inflasi. Berbeda dengan bunga bank, bunga bank tidak akan pernah melibihi nilai inflasi. Bank akan merugi jika memberikan suku bunga tabungan melebihi nilai Inflasi. Biasanya pemerintah akan menentukan asumsi nilai Inflasi pada periode Anggaran yang sedang berjalan, apabila prediksi tersebut di tengah jalan berubah drastis menjadi lebih tinggi, maka harga Emas akan meroket naik. Terjadi Krisis Finansial. Setiap lima tahun biasanya terjadi krisis finansial berskala kecil dan setiap sepuluh tahun krisis yang sama 101 dalam skala yang lebih besar biasanya terulang. Di saat seperti ini timbul pula krisis kepercayaan, orang banyak yang tidak mau menyimpan surat berharga bahkan uang. Mereka kemudian mengalihkannya ke dalam bentuk Emas. Akibatnya harga Emas akan melonjak tinggi. Kurs Dollar Menguat Tajam. Bagi kita di Indonesia ber-investasi Emas tampaknya merupakan sebuah keharusan. Selain faktor harga Emas dunia yang terus menguat, faktor nilai rupiah terhadap dollar yang tidak pernah menguat membuat harga Emas di Indonesia terus naik. Walaupun di pasar dunia harga Emas menurun, seandainya kondisi Rupiah kita justru melemah banyak terhadap Dollar, maka harga Emas di pasaran Indonesia akan naik tajam. Harga Minyak. Ada hal yang menarik antara harga Emas dan Harga Minyak Mentah. Apabila minyak dibeli dengan Emas, maka jumlah Emas yang dibutuhkan untuk membeli minyak relatif tidak berubah dari 60 tahun terahir ini. Jadi apabila terjadi kenaikan harga Minyak mentah dunia, maka harga Emas akan ikut naik. Semakin tinggi kenaikan harga minyak, maka harga Emas-pun akan meroket, dan tentunya akan diikuti oleh kenaikan harga Emas di pasar domestik. Naiknya Permintaan Emas di Pasar Lokal. India dan China merupakan negara dengan permintaan Emas paling tinggi di dunia. Pada musim – musim tertentu seperti musim kawin di India, permintaan Emas di pasar lokal India menjadi sangat tinggi, dan 102 karenanya dapat mempengaruhi permintaan Emas dunia. Hal ini biasanya terjadi pada bulan September, kemudian disusul dengan musim Natal di Amerika dan Eropa, pada saat – saat seperti ini permintaan akan Emas terus meningkat yang menyebabkan harga Emas menjadi naik. (source: www.semuasaudara.com) 2. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini mempunyai distribusi normal atau tidak. Data yang baik adalah data yang mempunyai distribusi normal. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah dengan melihat Normal P Plot. Jika titik – titik yang mewakili sampel dalam penelitian ini mendekati garis diagonal maka dapat dikatakan data tersebut berdistribusi normal. Berikut ini hasil uji normalitas data: Gambar 4.1 Pengujian Normalitas Data 103 Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa data dalam penelitian ini memiliki penyebaran dan distribusi yang normal karena data memusat pada garis diagonal PP-Plot. Maka dapat dikatakan bahwa distribusi data adalah normal. a. Uji Hesteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah terdapat ketidaksamaan varian dalam fungsi regresi. Data yang baik adalah data yang memiliki kesamaan varian atau yang disebut Homoskedastisitas. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah dengan melihat Scatter Plot. Jika penyebaran titik – titik yang mewakili sampel berada di daerah positif dan negatif dalam Scatterplot, maka dapat dikatakan data tersebut memiliki kesamaan varian atau homoskedastisitas. Gambar 4.2 Pengujian Heteroskedastisitas 104 Dari tampilan scatter plot dapat disimpulkan bahwa data tersebut memiliki kesamaan varians atau bersifat homoskedastisitas karena titik – titiknya menyebar di daerah positif dan negatif serta tidak membentuk pola. b. Uji Multikolinieritas Dalam penelitian perlu dilakukan pengujian data bahwa data harus terbebas dari Multikolinieritas, multikolinieritas terjadi ketika variabel bebasnya saling berkorelasi satu sama lain. Gejala ini ditunjukkan dengan korelasi antar variabel independen. Data regresi yang baik variabel bebasnya tidak boleh berkorelasi satu sama lain. Pengujian Multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat table coefficient pada kolom Tollerance dan VIF (Variance Inflation Factor) yang mana nilai Tollerance >0.1 dan VIF <10 yang akan dijelaskan sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Pengujian Multikolinearitas Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error Coefficients Beta t -1.757 1.589 inf .012 .014 kurs .197 .153 sbi .209 .090 oil -.110 .041 .649 .068 .798 gold Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF -1.106 .275 .047 .911 .367 .808 1.238 .091 1.291 .204 .434 2.306 .201 2.321 .025 .285 3.509 -.170 -2.709 .010 .546 1.831 9.566 .000 .307 3.255 a. Dependent Variable: return2 Tabel diatas menjelaskan bahwa di dalam data yang ada tidak terjadi Multikolinearitas antara variabel independen karena tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai Tollerance <0.1 dan nilai VIF >10. Maka dapat dikatakan memenuhi uji multikolinearitas. 105 c. Uji Autokorelasi Autokorelasi terjadi ketika kesalahan pengganggunya saling berkorelasi satu sama lain. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problema autokorelasi. Untuk mendeteksi Autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW) pada tabel Model Summary. Jika -2 < DW < 2, maka tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini. Tabel 4.8 Pengujian Auto Korelasi b Model Summary Model 1 R .954 R Square a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .910 .899 .05664 Durbin-Watson .487 a. Predictors: (Constant), gold, kurs, inf, oil, sbi b. Dependent Variable: return2 Pada tabel di atas, diketahui nilai Durbin Watson (d) adalah sebesar 0,487. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel (n) 26 dan jumlah variabel independen (k) adalah 5. Berdasarkan tabel hasil pengujian autokorelasi diatas di dapat nilai Durbin Watson adalah -2 < 0,487 < 2, maka dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif. 106 1. Analisis Regresi Linier Berganda a. Uji T Signifikansi parsial Tabel 4.9 Uji T Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Coefficients Std. Error Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF -1.757 1.589 -1.106 .275 inf .012 .014 .047 .911 .367 .808 1.238 kurs .197 .153 .091 1.291 .204 .434 2.306 sbi .209 .090 .201 2.321 .025 .285 3.509 oil -.110 .041 -.170 -2.709 .010 .546 1.831 .649 .068 .798 9.566 .000 .307 3.255 gold a. Dependent Variable: return2 Uji t bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh variabel independen (Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, Harga Minyak dan Harga Emas) secara parsial terhadap variabel dependen (return saham) dengan angka signifikansi (ɑ) sebesar 0.05. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel Coefficients di atas. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1) Inflasi memiliki angka signifikansi sebesar 0,367 dimana 0,367 > 0,05 serta angka t hitung sebesar 0,911 < 2, maka H0 diterima yang berarti bahwa inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham secara parsial dalam penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian Zulfi Skendra tahun 2005 yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap return saham. Serta penelitian Indoyama Nasarudin dan Sepuan Adityawati (2009) yang menyatakan bahwa PDB, Kurs, dan Inflasi tidak berpengaruh 107 secara signifikan terhadap Return dan Beta saham. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyanto pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap return saham. Hasil uji parsial yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap return saham dikarenakan tingkat inflasi pada tahun 2007 – 2010 mengalami penurunan dan secara perlahan mulai stabil. Memang terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga bulan September 2008, hal ini dipicu oleh kenaikan harga komoditi dunia terutama minyak dan pangan. Setelah bulan September 2008, tingkat inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional pangan dan energy dunia. 2) Nilai Tukar memiliki angka signifikansi sebesar 0,204 dimana 0,204 > 0,05 serta nilai t hitung sebesar 1,291 < 2, maka H0 diterima yang berarti bahwa nilai tukar tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham secara parsial dalam penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indoyama Nasarudin dan Sepuan Adityawati (2009) yang menyatakan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap return saham. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Acmad Ath Thobarry (2009) yang menyatakan bahwa secara parsial nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham. Hubungan secara teoritis antara nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat negatif yaitu apabila terjadi penurunan nilai tukar 108 rupiah terhadap dollar maka akan menurunkan tingkat pengembalian investasi saham. Dengan merosotnya nilai tukar rupiah menunjuk kepada merosotnya kemampuan ekonomi nasional Indonesia, maka kemampuan fundamental perusahaan juga cenderung merosot, sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham. Sedangkan nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat positif yaitu apabila terjadi sebaliknya. (Ruhendi dan Johan A, 2003). Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati – hati. Namun sejak pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,per USD. 3) Suku Bunga memiliki angka signifikansi sebesar 0,025 dimana 0,025 < 0,05 serta nilai t hitung sebesar 2,321 > 2 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel suku bunga mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham secara parsial dalam penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyanto 2007 yang menyatakan bahwa suku bunga 109 berpengaruh negatif terhadap return saham. Serta sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stanley S. C. Huang bahwa perubahan suku bunga dapat mempengaruhi harga saham. Menurut Cahyono (2000:117) terdapat dua penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pembeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham. 4) Harga Minyak memiliki angka signifikansi sebesar 0,010 dimana 0,010 < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa harga minyak mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham secara parsial dalam penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardian Agung Witjaksono (2010) yang menyatakan bahwa harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap IHSG. Harga minyak dunia di pasar Asia relatif stabil bahkan mengalami penurunan. Hal itu disebabkan optimisme akibat perkiraan yang menunjukkan peningkatan cadangan minyak 110 mentah milik pemerintah Amerika Serikat. Perusahaan minyak dan gas asal Prancis Total Energy & Petrolium memperkirakan dunia akan kekurangan pasokan minyak pada 2015 akibat minimnya investasi pasca krisis ekonomi. Perusahaan minyak raksasa di beberapa negara dunia mulai mengurangi produksi minyak menyusul minimnya permintaan di tengah krisis ekonomi global. Langkah ini juga dilakukan untuk menjaga harga minyak. Banyak negara turut terimbas krisis sehingga sulit meneruskan investasi jangka panjang guna persiapan saat permintaan dan kondisi ekonomi pulih. Padahal langkah investasi yang dilakukan saat ini merupakan bekal produksi gas bumi dan minyak mentah pada 2010 hingga 2015. Karena itu dunia akan menghadapi kurangnya pasokan minyak dalam menghadapi tingginya permintaan. Harga minyak dunia juga diperkirakan melonjak lebih tinggi dari US$ 100 per barel dari harga saat ini sekitar US$ 70. 5) Harga Emas memiliki angka signifikansi sebesar 0,000 dimana 0,000 < 0,05 maka dapat dikatakan harga emas mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham secara parsial dalam penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardian Agung Witjaksono (2010) yang menyatakan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif terhadap IHSG. Harga emas kembali mencetak rekor dan mencapai titik tertinggi baru. Dalam kontrak pengiriman April, harga emas naik US$ 10.4 menjadi US$ 111 1.438 per troy ounce dalam penutupan perdagangan bursa komoditas New York, Rabu pekan lalu. Harga emas mencapai harga tertinggi US$ 1.437,7 per troy ounce pada 2 Maret lalu. Naiknya harga emas tak lepas dari aksi para investor yang memburu logam mulia ini. Memanasnya situasi politik di Timur Tengah dan Libya, bencana di Jepang, kebijakan bank sentral Amerika Serikat, dan ancaman inflasi global juga mengerek harga emas. “Dalam kondisi seperti itu, tak ada alasan untuk tidak membeli emas," kata Adam Klopfenstein, ahli strategi pasar Lind Waldock di Chicago. Analis dari Olympus Futures Charles Nedoss memperkirakan harga emas akan kembali merangkak naik setelah harga minyak melonjak di atas US$ 105 per barel akibat serangan koalisi Amerika, Prancis, dan Inggris terhadap Libya. Jadi dalam penelitian ini variabel Suku Bunga, Harga Minyak dan Harga Emas terbukti mempunyai pengaruh secara parsial terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan variabel Inflasi dan Nilai Tukar tidak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap return saham karena memiliki angka signifikansi diatas 0,05. 112 b. Uji F Signifikansi Simultan Tabel 4.10 Uji F b ANOVA Model 1 Sum of Squares Regression Residual Total df Mean Square 2.828 5 .566 .155 54 .003 2.983 59 F 197.350 Sig. .000 a a. Predictors: (Constant), GOLD, INF, RES_2KURS, SBI, OIL b. Dependent Variable: RETURN Berdasarkan hasil SPSS diatas dapat diketahui bahwa signifikansi atau probabilitas adalah sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikan atau F hitung sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05 atau 5% maka Ho ditolak yang artinya variabel independen inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas secara simultan atau bersama – sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Acmad Ath Thobarry (2009) yang menyatakan bahwa nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP secara bersama – sama berpengaruh terhadap indeks harga saham. Serta penelitian yang dilakukan oleh Ratna Prihantini (2009) yang menyatakan bahwa Inflasi, kurs, dan DER berpengaruh negatif signifikn terhadap return saham. 113 c. Persamaan Regresi Berikut adalah persamaan regresi dalam penelitian ini: Y = -1,75 + 0,20 X3 – 0,11 X4 + 0,65 X5 Keterangan: Y = Return Saham X3 = SBI X4 = Harga Minyak X5 = Harga Emas Berdasarkan persamaan tersebut diketahui nilai konstanta sebesar -1,75 menunjukan bahwa jika variabel kurs, suku bunga, dan harga emas bernilai 0 maka nilai return saham adalah -1,75 dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel suku bunga bertanda positif artinya jika variabel SBI mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan return saham sebesar 0,20 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel harga minyak bertanda negatif artinya jika variabel harga minyak mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan menurunkan return saham sebesar 0,11 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel harga emas bertanda positif artinya jika variabel harga emas mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan return saham sebesar 0,65 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. 114 d. Koefisien Determinasi (Adj RSquare) Melalui pengujian serentak dapat diketahui besar koefisien determinasi (Adj R2). Dari koefisien determinasi (Adj R2) dapat diketahui derajat ketepatan dari analisis regresi linear berganda menunjukkan besar variasi sumbangan seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Tabel 4.11 Koefisien Determinasi b Model Summary Model 1 R R Square a .954 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .910 .899 .05664 Durbin-Watson .487 a. Predictors: (Constant), gold, kurs, inf, oil, sbi b. Dependent Variable: return2 Pada tabel di atas dapat dilihat nilai Adjusted R Square sebesar 0,899 atau 89,9% yang artinya variabel Y (Return Saham) dapat dijelaskan oleh variabel X1 (Inflasi), X2 (Nilai Tukar), X3 (Suku Bunga), X4 (Harga Minyak), X5 (Harga Emas) sebesar 89,9% sedangkan sisanya sebesar 10,1% dijelaskan oleh faktor – faktor lain seperti kondisi politik, kebijakan pemerintah, peraturan perpajakan, peredaran uang dan sebagainya. 115 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas pada bab – bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil uji secara parsial (uji t) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari semua variabel bebas yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas yang telah diuji, variabel inflasi dan nilai tukar tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham sedangkan variabel suku bunga, harga minyak dan harga emas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada α = 5%. 2. Hasil uji simultan (uji F) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas mempunyai pengaruh terhadap return saham pada α = 5%. 3. Nilai Adjusted R Square dalam penelitian ini adalah sebesar 89,9%, yang berarti variabel bebas yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga, harga minyak dan harga emas mampu menjelaskan return saham sebesar 89,9%, sedangkan sisanya sebesar 10,1% dijelaskan oleh faktor – faktor lain di luar model regresi seperti kondisi politik, kebijakan pemerintah, peraturan perpajakan, peredaran uang dan sebagainya. 116 B. SARAN Berikut ini adalah beberapa saran dari penulis bagi para peneliti yang ingin melanjutkan penelitian berikutnya berkaitan dengan penelitian ini: 1. Dalam penelitian ini hanya melihat dari faktor eksternal perusahaan saja, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan faktor – faktor fundamental perusahaan seperti rasio keuangan, rasio profitabilitas dan lainnya agar mendapat hasil yang lebih baik. 2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar menambah jumlah sampel penelitian karena dalam penelitian ini hanya menggunakan 26 perusahaan dari sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar menambah periode penelitian dengan periode yang paling baru agar mendapat hasil yang lebih baik. 117 DAFTAR PUSTAKA Amalia, Tuti. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI dan Harga Emas Terhadap Tingkat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008. Astuti, Neni. Analisa Pengaruh Perubahan Suku Bunga, Perubahan Inflasi, Perubahan Kurs Valas Dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Perubahan Stock Return Di Bursa Efek Jakarta. Sosekhum, vol. 1, No. 1. 2005. Atmaja, Lukas Setia. Teori & Praktik Manajemen Keuangan. Yogyakarta: CV ANDI. 2008. Bodie, Kane dan Marcus. Investasi. Jakarta: Salemba Empat. 2006. Brigham, F. Eugene. Joel F. Houston. Dasar – Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. 2009. Gregory, Mankiw N. Teori Makro Ekonomi. Edisi 4. Jakarta: Erlangga. 2000. Krugman, R. Paul dan Maurice, Obstfield. Ekonomi Internasional Dan Teori Kebijakan. Jilid Kedua Edisi Keempat. Terjemahan PT. Indeks kelompok. Jakarta: Gramedia. 2000. M. G. Wright. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Penerbitan Yayasan Kanisius. 1976. 118 Madura, Jeff. International Corporate Finance (Keuangan Perusahaan Internasional) Buku 2 edisi 8. Jakarta: Salemba Empat. 2006. Madura, Jeff. International Corporate Finance (Keuangan Perusahaan Internasional) Buku 1 edisi 8. Jakarta: Salemba Empat. 2009. Mohammad D. Sulaiman, Adnan Hussain, Adnan Ali. Impact Of Macroeconomics Variables On Stock Prices: Emperical Evidance In Case Of KSE (Karachi Stock Exchange). European of Journal Scientific Research. 2009. Nanga, Muana. Teori Masalah Dan Kebijakan Makro Ekonomi. Edisi Perdana. Jakarta: Rajawali Pers. 2001. Nopirin. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Dan Mikro. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. 1994. Riduwan dan Ahmad Kuncoro, Engkos. Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur ( PATH Analisis ), Jakarta: Alfabeta Rodoni, Ahmad & Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2010. Rodoni, Ahmad dan Yong, Othman. Analisis Investasi dan Portofolio. Jakarta: Murai Kencana. 2001. Sadono, Sukirno. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Edisi 2. Jakarta: Radja Grafindo Persada. 2000. 119 Sangaji, Joko. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/Dollar Terhadap Return Saham LQ45: Aplikasi Model Koreksi Kesalahan. Scripta Economica, Vol. 6, No. 3. 2003. Sartono, Agus. Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE. 2001. Sarwono. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis Dengan SPSS, Edisi Satu. Yogyakarta: Audi, 2007 Singh, Bhupender. Inter-Relation Between FII, Inflation And Exchange Rate. Sundjaja, S Ridwan. Inge Barlian. Dharma Putra Sundjaja. Manajemen Keuangan 2 Edisi 6. Bandung: Literata Lintas Media. 2010. Utami, Mudji dan Mudjilah Rahayu. Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi, Dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra. 2003. Vale, A. Philip. Manajemen Keuangan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 1993. 120 LAMPIRAN 1 HASIL OUTPUT SPSS 121 122 LAMPIRAN 2 DATA – DATA Return Saham Perusahaan Manufaktur Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 10.68 10.15 6.75 6.86 Februari 8.59 6.60 9.80 7.30 Maret 6.70 12.70 19.59 9.26 April 13.84 9.98 17.37 15.29 Mei 9.12 14.61 18.98 10.66 Juni 16.77 16.36 13.76 12.01 Juli 8.79 8.74 11.84 13.34 Agustus 10.19 9.48 10.75 8.14 September 11.27 13.53 10.91 19.77 Oktober 11.88 26.19 8.64 12.32 November 9.15 8.07 8.82 12.44 Desember 9.32 9.31 11.86 5.61 Tingkat Inflasi Indonesia Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 0.00087 0.00048 0.00010 0.00070 Februari 0.00052 0.00054 0.00020 0.00025 Maret 0.00020 0.00079 0.00020 0.00012 April 0.00013 0.00048 0.00030 0.00013 Mei 0.00080 0.00048 0.00030 0.00024 Juni 0.00019 0.00020 0.00010 0.00081 Juli 0.00060 0.00014 0.00040 0.00020 Agustus 0.00063 0.00043 0.00050 0.00021 September 0.00067 0.00081 0.00090 0.00019 Oktober 0.00066 0.00038 0.00020 0.00018 November 0.00015 0.00010 0.00030 0.00021 Desember 0.00092 0.00030 0.00030 0.00023 123 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Tahun Bulan 2007 2008 2009 2010 Januari 9090 9291 11355 9365 Februari 9160 9051 11980 9335 Maret 9118 9217 11575 9115 April 9083 9234 10713 9012 Mei 8828 9318 10340 9180 Juni 9054 9225 10225 9083 Juli 9186 9118 9920 8952 Agustus 9410 9153 10060 9041 September 9137 9378 9681 8924 Oktober 9103 10995 9545 8928 November 9376 12151 9480 9013 Desember 9419 10950 9400 8991 Tingkat Suku Bunga Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 0.0079 0.0067 0.0079 0.0054 Februari 0.0077 0.0066 0.0073 0.0053 Maret 0.0075 0.0066 0.0068 0.0052 April 0.0075 0.0067 0.0063 0.0052 Mei 0.0073 0.0069 0.0060 0.0053 Juni 0.0071 0.0073 0.0058 0.0052 Juli 0.0069 0.0077 0.0056 0.0054 Agustus 0.0069 0.0077 0.0055 0.0054 September 0.0069 0.0081 0.0054 0.0054 Oktober 0.0069 0.0092 0.0054 0.0054 November 0.0069 0.0094 0.0054 0.0054 Desember 0.0067 0.0095 0.0054 0.0054 Sumber: www.bi.go.id 124 Harga Minyak (dalam Dollar) Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 50.73 88.50 41.52 76.01 Februari 54.45 90.64 41.41 72.99 Maret 58.47 99.03 45.78 77.21 April 63.39 105.16 50.20 82.33 Mei 64.36 119.39 56.98 74.48 Juni 66.77 128.33 68.36 72.95 Juli 71.75 131.22 64.59 67.91 Agustus 68.71 112.41 71.35 68.34 September 74.18 96.85 67.17 67.18 Oktober 79.36 69.16 72.67 73.63 November 88.99 49.76 76.29 76.00 Desember 87.19 38.60 74.01 81.01 Sumber: www.opec.org Harga Emas (dalam Dollar) Bulan Tahun 2007 2008 2009 2010 Januari 631.16 889.59 858.69 1117.96 Februari 664.74 922.29 943.16 1095.41 Maret 654.89 968.43 924.27 1113.34 April 679.36 909.70 890.20 1148.69 Mei 666.85 888.66 928.64 1205.43 Juni 655.49 889.48 946.67 1232.92 Juli 665.29 939.77 934.23 1192.97 Agustus 665.41 839.02 949.38 1215.81 September 712.65 829.93 996.59 1271.10 Oktober 754.60 806.61 1043.16 1342.02 November 806.24 760.86 1127.04 1369.89 Desember 803.20 816.09 1134.72 1390.55 Sumber: www.goldfixing.org 125
Similar documents
analisis pengaruh suku bunga sbi, kurs rupiah/us$, harga minyak
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. 8. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi, Mbak Tika, Mas Yoga, Mbak Silvy, Mas Andri, Vika, Feli, Anast...
More information