Mozaik Semau

Transcription

Mozaik Semau
mozaik
mozaik
semau
kehati
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL ii
Mozaik
Mozaik
Semau
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL iii
Mozaik Mozaik Semau
Penulis : Rio R Bunet; Kontributor tulisan : Dr. Prijo Soetedjo (Yayasan Pandu Lestari), Dwi Pujiyanto (KEHATI), Titik Sri
Harini, Yoke Ivony Benggu (UNDANA), Sumino (LPTP - Solo)
Editor : Dwi Pujiyanto, Puji Sumedi
Lay out : M Syukur.
ISBN : 978-979-3598-29-1
Kredit foto : Rio R Bunet, h.5, h.9, h.16, h.18, h.20 , h. 23, h.31, h.34, h.36, h.37, h.50, h.56, h.62, h.80, h.86, h.90, h.93,
h.94, h.95, h.99, h.101, h.109, h.111, h.121, h.122, h.127, h.129, h.130, h.132, h.136, h.138, h.141, h.152, h.158; Puji
Sumedi : h.iii, h.2, h.3, h.4, 7, h.11, h.13, h.15, h.24, h.25, h.27, h.32, h.33, h.38, h.40, h.41, h.43, h.54, h.106, h.112, h.114,
h.125, h.131, h.133, h.135, h.147, h.148, h.151, h.154, h.155; Dwi Pujiyanto : ,h11. 29, h.45, h.49, h.52, h.55, h.58, h.60,
h.63, h.64, h.67, h.75, h.77, h.81, h.82, h.83, h.84, h.85, h.88, h.91, h.92 , h.97, h.98, h.105, h.143, h.145; Prijo Soetedjo, :
h.28, h.68, h.69, h.71, h. 72, h.73 .
Diterbitkan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia – KEHATI, The Indonesian Biodiversity Foundation – IBF
Jl. Bangka VIII No. 3B, Pela Mampang
Jakarta 12720, INDONESIA
Tel. (62-21) 718 3187
Fax. (62-21) 719 6131
Website : www.kehati.or.id
Copyright © Yayasan KEHATI 2011.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL iv
Daftar isi
Pengantar
Mozaik 0 : Pada akhir sebuah perjalanan
Mozaik 1 : Gagasan
1
6
13
Mozaik 2 : PRA
16
Mozaik 3 : Pandu Lestari
24
Mozaik 4 : Proposal
30
Mozaik 5 : Semau pulau hantu?
38
Mozaik 6 : Menanam manusia
50
Mozaik 7 : Sekolah lapang
62
Mozaik 8 : Kompor, prototype, dan etos
68
Mozaik 8A : Di puskesmas kami belajar
75
Mozaik 8B : Bertani sambil belajar
86
Mozaik 8C : Menangkap perubahan
99
Mozaik 8D : Membingkai sinergi kampus-kampung
106
Mozaik 9 : Dari Semau menuju dunia
118
Mozaik 9A : Kisah semusim tanam
126
Mozaik 10 : Kesaksian
142
Mozaik 11 : Bertahan di tengah badai
151
Mozaik 12 : Awal dari sebuah akhir perjalanan
155
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL v
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL vi
Pengantar
Program di Pulau Semau Kabupaten Kupang adalah program
kedua di Nusa Tenggara Timur yang pernah didukung oleh KEHATI
setelah Sumba Timur, sejak 1999-2002.
Program di Semau direncanakan berjalan tiga tahun dari 2004 hingga 2007, dimulai
dengan studi penjajagan yang dilakukan Tim UNDANA di dua lokasi yaitu di Pulau Rote
dan Pulau Semau.
Dalam perjalanannya, Pulau Semau diputuskan dipilih sebagai lokasi program, selain
jaraknya yang lebih dekat dari Kupang, juga memperhitungkan kesibukan para penanggungjawab program ini yang sebagian besar adalah staf pengajar di UNDANA. Pada
akhirnya dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan dan pengembangan program
ke depan maka pengelolaan program dilakukan di bawah kerjasama KEHATI dengan
Yayasan Pandu Lestari, yang dibentuk oleh beberapa anggota Tim UNDANA yang memulai kerjasama ini.
Pelaksanaan program di Pulau Semau juga menemui beberapa hambatan, selain
persoalan teknis, dimana kapasitas Yayasan Pandu Lestari sebagai lembaga baru perlu
mendapat bantuan dari lembaga lain, juga ada kendala non teknis seperti pengadaan
dan pembinaan staf administrasi yang memerlukan pendampingan intensif dari KEHATI.
Selain itu pengelolaan di lapangan juga harus disesuaikan dengan jadwal akademik kampus ataupun upacara adat masyarakat yang semuanya berkontribusi pada penundaan
kegiatan yang telah direncanakan.
Disisi lain, KEHATI saat itu tengah berbenah. Struktur organisasi dirombak demi efisiensi
pengelolaan. Dan yang tak kalah sibuk memakan waktu adalah merampungkan penyusunan RENSTRA KEHATI 2008/2012 ditengah badai krisis moneter yang memuncak pada
2009.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 1
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 2
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 3
Di tengah banyaknya gangguan itu, evaluasi program di Pulau Semau dilakukan untuk menajamkan pengembangan program Semau pada Renstra yang tengah disusun dan memastikan
pengembangannya di masa depan. Namun sayangnya hasil evaluasi itu hingga kini tak pernah
sampai ke manajemen KEHATI meski kunjungan tim independen telah dilakukan.
Karenanya pada Juli 2010 sebuah evaluasi pamungkas dibuat untuk memperoleh gambaran
kemajuan program di Semau. Evaluasi ini juga dimaksudkan untuk memulai “mengisi” kebutuhan
Knowledge Management sebagaimana telah dimandatkan pada Renstra KEHATI 2008-2012. Boleh
jadi laporan evaluasi ini merupakan laporan yang dikemas untuk memenuhi pengembangan
pengelolaan pengetahuan di KEHATI.
Menulis laporan evaluasi ini dalam kontek pengelolaan pengetahuan direncanakan untuk memenuhi standar dasarnya yaitu merubah “My Knowledge” menjadi “Our Knowlegde”, sehingga bila
menuliskannya dalam bentuk laporan seperti biasanya mungkin akan bernasib sama dengan laporan lainnya yang hanya akan memenuhi lemari. Terobosan kali ini mesti diciptakan. Laporan hasil
evaluasi ini disajikan dengan merangkum berbagai mozaik yang merangkai hasil pengamatan
atas fakta dengan cerita-cerita lain yang tumbuh disekitarnya. Hal-hal diluar lingkup proyek, coba
dihadirkan dalam laporan untuk menunjukkan betapa banyak hal dapat dipelajari dan menjadi
pembelajaran bagi pembaca terkait penyelenggaraan program kerjasama ini.
Pembaca dibiarkan terlibat dalam alur yang memungkinkan menarik pembelajaran sehingga tidak
terjebak untuk sekedar memahami hasil laporan berdasarkan pengamatan atas indikator tertentu
seperti lazimnya. Meski formulasi penulisannya bukan suatu yang baru dalam dunia tulis menulis,
tetapi penyajian laporan yang “tidak lazim” ini diharapkan dapat menarik bagi pembaca karena
tidak hanya menyajikan informasi seputar proyek Semau tetapi juga mendapatkan knowledge dari
banyak proses yang terjadi dan memberi pengkayaan pada proyek itu sendiri.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 4
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 5
mozaik
p
0
ada akhir
sebuah perjalanan
Lima Belas Agustus 2010, Terms of Reference (TOR) untuk
mendokumentasikan program di Pulau Semau terkirim
sudah melalui internet. TOR itu berisi rencana untuk melakukan “semacam” evaluasi. Beberapa hari sebelumnya saya
telah diminta untuk menuliskan penyelenggaraan program di Pulau Semau yang telah berakhir untuk keperluan
pengelolaan pengetahuan di KEHATI. Meski dulu saya
terlibat dalam pengelolaan program ini selama kurang lebih
setahun, namun kekuatiran menerima tawaran Ibu Anida,
Direktur Program KEHATI tetap ada. Saya sudah lebih dari
tiga tahun tidak mengikuti berbagai kegiatan konservasi di
KEHATI, apalagi perkembangan program di Pulau Semau
yang sudah pula berakhir pada 2008.
Dalam waktu dekat kunjungan harus direncanakan, mengatur jadwal bertemu
dengan mereka yang pernah terlibat pada saat program di Pulau Semau yang
sudah tiga tahun berakhir merupakan tantangan tersendiri. Beruntung, pengelola program P. Semau, Dr. Prijo Soetedjo masih berkarya dengan warga Desa
Uiboa, melanjutkan program yang pernah dirintisnya bersama KEHATI. Kali ini
ia didukung program Global Environment Facility-Small Grant Program untuk
pelestarian lontar (Borassus sundaicus bechari). Desa Uiboa tempatnya berkarya
kini adalah salah satu desa yang pernah mendapat support dari KEHATI. Harapan
untuk menyusuri berbagai pengalaman yang pernah terjadi di P. Semau mulai
terbuka.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 6
Lebih dari dari lima tahun lalu saya saat
mengunjungi P. Semau, nampaknya
tidak terjadi perubahan. Meski ada jeti di
dermaga, kapal nelayan tetap merapat
di “dermaga alam” yang masih dikelilingi
bakau dan berbatu tajam.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 7
Meski laporan akhir yang resmi dikirimkan oleh Yayasan Pandu Lestari telah saya dapatkan di
KEHATI, namun belum memberi gambaran apa yang terjadi selama penyelenggaraan program.
Dalam laporan tampak sepi data dan informasi ilmiah tentang program. Ia tak berbunyi mendukung perubahan yang terjadi. Hasil evaluasi yang telah ditunggu-tunggu tak dapat diandalkan
untuk memberi petunjuk tentang adakah perubahan setelah program ini berjalan tiga tahun
dan apa yang terjadi sesudahnya?.
Maka, ketika TOR disetujui, segera dipilih rekan kerja yang dapat mendukung misi ini. Sumino,
dari Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo menyatakan kesediaannya mengunjungi P. Semau pada 5 Oktober 2010. Ia terpilih karena pernah mendampingi warga desa membuat rencara strategis, melakukan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan memfasilitasi pembentukan kelompok belajar desa pada awal program di P. Semau. Hal itu juga untuk menjaga
subyektifitas saya yang pernah menjadi manager program di P. Semau sebelumnya.
Kami pun segera terdampar di P. Semau yang nampaknya tidak terjadi perubahan setelah lebih
dari lima tahun lalu saya mengunjunginya. Meski ada jeti di dermaga, kapal nelayan tetap
merapat di “dermaga alam” yang masih dikelilingi bakau dan berbatu tajam. Kami memulai misi,
menjelajahi P Semau menuju Uiboa melewati jalan aspal sepanjang 2 km yang nampak baru saja
dibuat. Dari desa Uiboa, kami akan menyibak sebuah perjalanan, menelusuri proses bersama
pelaku di dua desa lainnya, Akle dan Utihiuana.
Selama tiga hari di Kupang merupakan waktu yang terbatas dan sangat berharga sehingga kami
manfaatkan sebaik-baiknya untuk menjumpai sebanyak mungkin orang yang terlibat program
ini, mulai dari dosen UNDANA, mahasiswa yang saat ini masih terlibat kegiatan di Semau sampai
eks mahasiswa peneliti yang kini sudah berkarya di tempat kerja. Bahkan Dominggus, seorang
ketua kelompok belajar dari desa yang saat ini tengah kuliah di Kupang dapat dihadirkan di
sela-sela kesibukan kuliah malam di kampus, dengan alasan bahwa informasinya teramat sangat
dibutuhkan oleh kami.
Malam itu, 7 Oktober 2010, pukul 21:00 WITA di lobby hotel tempat kami menginap, Sumino
mewawancarai Dominggus yang baru selesai kuliah malam, dan saya segera menyusulnya
setelah menyelesaikan wawancara dengan Titik dan Yoke, dosen UNDANA yang menjadi peserta
Sekolah Lapang kala itu. Ketika menuju hotel, di handphone saya menyampaikan pesan bahwa
dua eks mahasiswa peneliti UNDANA yang dulu juga terlibat akan datang memenuhi undangan
wawancara.
Semua upaya yang dicurahkan dalam misi tiga hari itu menjadi bagian dari suatu proses untuk
menemukan awal perjalanan yang baru di akhir program. Di sana kami tidak hanya berupaya
mendengar sejarah perjalanan, tetapi dengan cermat menyimak cerita-cerita dan perjalanan
baru yang tumbuh dari sebuah proses panjang yang telah dimulai oleh segelintir orang di Kupang dan Pulau Semau.
Ini adalah suatu proses untuk menemukan awal perjalanan yang baru di akhir program. Karena
disanalah kami tidak hanya berupaya mendengar sejarah perjalanan, tetapi dengan cermat menyimak
cerita-cerita dan perjalanan baru yang tumbuh dari sebuah proses panjang yang telah dimulai oleh
segelintir orang di Kupang dan Pulau Semau.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 8
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 9
Karena harapan dari sebuah proses yang berjalan adalah menemukan peran-peran baru, cerita-cerita
sukses yang lahir melalui sebuah proses panjang. Cerita baru diharapkan selalu memberi inspirasi, dan
menjadi bagian penting dalam proses pengelola pengetahuan, menjadikan pelajaran berharga di masa
depan.
Metode evaluasi kali ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan kebanyakan lazimnya suatu evaluasi.
Sebelum keberangkatan sudah disiapkan questioner dan untuk wawancara semi terstruktur. Selain itu
untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan di lapang, disiapkan pula tehnik fasilitasi pada kelompok belajar desa, untuk memudahkan mereka mengingat peristiwa, menceritakannya dan melakukan
analisa bersama anggota kelompok.
Agar pengungkapan fakta di lapangan lebih jernih dan independen akan digunakan riset kualitatif dan
laporan mendalam. Wawancara dengan tujuan menggali dan mengungkap informasi dan fakta dilakukan dengan riset social partisipatif. Wawancara semi terstuktur dilakukan secara berkelompok maupun
secara sendiri-sendiri terhadap pelaku sesuai kebutuhan.
Penulisan hasil evaluasi akan dilakukan dengan semangat appreciative , yaitu menghargai proses yang
telah berjalan, dan tidak untuk mencari kesalahan dan kelemahan, melainkan menempatkan pembelajaran dan memberi apresiasi pada hal-hal inspiratif atas kesuksesan yang ada serta sebaliknya memberi
makna secara utuh mengapa suatu proses tidak berjalan sesuai rencana, termasuk memberikan informasi atas berbagai kelemahan yang mungkin ada.
Namun yang terjadi di lapangan memang di luar kemampuan perencanaan. Ternyata sulit mencari
jadwal bertemu dengan target kelompok yang akan diwawancarai. Berbagai acara adat yang telah
dijadwalkan warga sama sekali tak bisa diinterupsi. Juga ada pula penolakan untuk wawancara karena
sang ketua kelompok sedang tidak berada di desa, dan ini memerlukan pendekatan tersendiri sehingga
memungkinkan pertemuan terus dapat berjalan, meski tak sepenuhnya dapat menggunakan metode
yang sudah dirancang sebelumnya. Kesibukan para dosen yang dulu terlibat dalam program ini dan tak
bisa berkumpul pada waktu interview disiasati dengan mengundang mereka yang hadir untuk menuliskan kesaksian mereka atas subyek informasi yang ingin didapat. Wawancara jarak jauh dengan telpon,
surat elektronik hingga mengatur pertemuan mendadak di Jakarta juga dilakukan demi mendapat
sebanyak mungkin informasi dari nara sumber penting dalam program ini.
Tak sampai disitu, pelaku kegiatan di kantor KEHATI juga di wawancarai dan diminta menuliskan
pengalaman yang diikutinya ketika terlibat dalam proses sekolah lapang. Tak ketinggalan semua
laporan dan bahan-bahan terkait dipelajari dan dikonfirmasi kembali pada nara sumber yang relevan
dengan sumber data itu.
Akhirnya, perlahan dapat diurai kembali apa yang telah terjadi, dan upaya menemukan cerita-cerita
baru dapat dituliskan untuk menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang berkepentingan, tentu
dengan segala keterbatasan yang ada pada kami yang menuliskannya kembali untuk para pembaca.
Penulisan hasil evaluasi akan dilakukan dengan semangat appreciative , yang maksudnya adalah
menghargai proses yang telah berjalan, dan tidak untuk mencari kesalahan dan kelemahan, melainkan menempatkan pembelajaran dan memberi apresiasi pada hal-hal inspiratif atas kesuksesan yang
ada serta memberi makna secara utuh mengapa suatu proses tidak berjalan sesuai rencana, termasuk
memberikan informasi atas berbagai kelemahan yang mungkin ada.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 10
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 11
g
agasan
mozaik
1
Suatu gagasan bisa muncul dari bermacam peristiwa dan cara. Sesuatu yang menginspirasi tumbuhnya suatu gagasan sangat terkait dengan sifat manusia yang curious, yang
dianugerahkan pada manusia, mempunyai mekanisme untuk mengelola pengalaman,
peristiwa dan pengetahuan yang dimilikinya hingga akhirnya dapat memunculkan gagasan.
Gagasan adalah pertautan antara keingintahuan dan kemampuan untuk mewujudkannya.
Itulah yang terjadi pada seorang Prijo Soetedjo, dosen Ilmu Tanah Universitas UNDANA, Kupang NTT. Ia sudah lama menjadi langganan KEHATI dalam membantu program-program
konservasi sumberdaya hayati, khususnya yang berhubungan dengan aspek perbaikan
kesuburan lahan atau pengelolaan sumberdaya lahan milik petani dan masyarakat mitra
kerja KEHATI.
Sejak 1998, ia telah banyak membantu berbagai program konservasi diberbagai tipe ekosistem seperti di Pulau kecil Nusa Ceningan Bali, dalam pengelolaan pola tanam konservasi.
Ia juga melakukan analisa pengelolaan lahan di Desa Saba, Biak untuk memungkinkan
masyarakat nelayan memanfaatkan lahan desa untuk bertani. Di Jogjakarta, ia memberikan
analisa pola pemanfaatan pekarangan lahan kering, agar petani dapat mengoptimalkan
sumberdaya lahan yang tak terlalu subur bagi pertanian berkelanjutan. Sedangkan di
Sumba Timur, ia mencoba berbagai konsep pertanian lahan kering, dengan memadukan
sistem ternak semi intensif, penggunaan bahan alami dan pengelolaan lahan untuk mensiasati musim kering dan memperbaiki pola bertani membakar padang rumput.
Sepanjang perjalanannya mendampingi pengelola program konservasi ekosistem di
berbagai wilayah itulah yang membuatnya dikenal luas oleh masyarakat desa, belasan
LSM pendamping, dan tentunya oleh pengelola program konservasi di KEHATI. Gayanya
yang santai dan humoris meniadakan jarak bagi siapa saja yang tengah bekerja dengannya. Sebaliknya masyarakat di desa hormat pada pak dosen yang bergelar PhD itu karena
ia rendah hati dan kerap terjun bersama masyarakat. Ia dikenal punya banyak gagasan
yang mudah dimengerti dan dipraktekkan bersama petani dan warga desa, jauh dari kesan
seorang ilmuwan yang disiplin pada metode dan cara kerja scientific.
Pada suatu siang di Solo, tahun 2002 ketika tengah melakukan assessment pengembangan
program bio energi biji jarak (Jatropha curcas) di bengkel Lembaga Pengkajian Teknologi
Pedesaan. Program bioenergi saat itu merupakan gagasan baru terdampak eforia program
bioenergi yang digaungkan pemerintah. Gagasan pengembangan bioenergi rencananya
akan dicangkokkan pada program di Sumba, yang kebetulan di bawah penyelia teknis Dr.
Prijo. Namun tidak seperti biasanya, ia terlihat lebih banyak diam. Hari itu mungkin dibenaknya muncul banyak gagasan. Selain paham tentang inovasi teknologi dari pengalamannya
berkelana di India, Tibet dan beberapa negara lain, ia paham juga bahwa di Kupang NTT,
potensi tanaman jarak , pertanian lahan kering dan iklim kering tipe khas ekosistem semi
arid punya potensi untuk dikembangkan program terpadu. Dalam diskusi lanjutan siang
itu, ia memberanikan diri bertanya, “Apakah saya bisa melakukannya di NTT?.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 12
Pagi itu, di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta, KEHATI memenuhi undangan PT Gikoko
Kogyo. Pabrik milik investor Jepang itu bergerak dibidang pengelolaan limbah menjadi energi.
Direktur Gikoko, Joseph Hwang tengah mencari mitra kerja untuk mendapatkan limbah organik
yang dapat diubah menjadi energi. Ia berencana mengikutsertakan rencana programnya untuk
mendapat fasilitas pendanaan dalam mekanisme pembangunan bersih.
Setelah berkeliling pabrik, meninjau berbagai fasilitas pengolah limbah yang dimiliki, kesepakatan untuk mempertemukan gagasan itu pun mulai didiskusikan. Mr. Joseph bersemangat menemukan partner kerja di desa nun jauh sebagai bagian dari proyek ujicobanya mengembangkan
pembangkit energi dari pembakaran limbah pertanian (insenerator), sekalipun ia belum pernah
tahu kondisi dan situasi di sana. Harapannya untuk dapat mengembangkan kerjasama itu
segera diungkap-kan pada pertemuan pagi itu. “Kapan saya bisa berkunjung ke NTT ?,” tukasnya
dengan tawa ramahnya yang khas. Jadwal pun diatur dan rencana kunjungan ke Kupang telah
diagendakan oleh sang sekertaris.
Seminggu sebelumnya secara tak sengaja kami bertemu di kantor UNDP Jakarta. Ternyata ada
kesamaan gagasan, ingin menyediakan energi dengan mengolah sampah organik menjadi
energi non fosil untuk menggerakan perekonomian di desa.
Di Kupang NTT, potensi tanaman jarak , pertanian lahan kering
dan iklim kering tipe khas ekosistem semi arid punya potensi
untuk dikembangkan program terpadu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 13
Kunjungan ke P. Semau, Kupang NTT waktu itu bermaksud mengidentifikasi kebutuhan kerjasama
itu. Tim UNDANA menjembatani kunjungan tersebut dan diskusi dengan masyarakat. Kunjungan
setengah hari itu cukup memberikan informasi penting bagi Mr. Joseph. Informasi itu adalah
bahwa ia tak mungkin merakit dan merancang infrastruktur alat pembangkit energi panas yang
disebut insenerator di desa di Pulau Semau karena tak ada moda transportasi pengangkut alat
berat bagian dari komponen-komponen pembangkitnya. Lagi pula saat itu tidak ada dermaga
di P. Semau yang dapat dilalui mobil pengangkut. “Sekarang saya baru paham, mengapa Anda
meminta saya datang langsung ke sini,” ujar Joseph sejenak ketika ia mendaratkan kakinya di
bebatuan karang salah satu sudut pulau itu yang disepakati sebagai “dermaga” untuk menurunkan
penumpang dan barang kelontong dari kota.
Kunjungan Presiden Direktur PT Gikoko Kogyo itu sendiri memang pembuka pintu menuju jalan
yang tak mudah diwujudkan yaitu meramu potensi desa dan mencari teknologi yang memungkinkan dikembangkan di desa. Namun gagasan besar yang sempat didiskusikan di balai desa
itu kiranya tak membuahkan hasil menggembirakan. Warga perwakilan desa dan pejabat desa
nampaknya kesulitan memahami penuturan Mr. Joseph soal teknologi canggih yang ingin
dibangunnya. Sebaliknya Mr. Joseph tak yakin masyarakat bisa memahami bahwa yang ia butuhkan adalah limbah pertanian dalam jenis yang sama dan jumlah yang cukup besar. Apalagi
kebiasaan masyarakat adalah membakar limbah pertanian begitu saja di ladang. Meski begitu,
kunjungan itu justru telah memicu Dr. Prijo dan kawan dari UNDANA untuk mewujudkan gagasan pengembangan energi alternatif dari sumber hayati di lahan-lahan petani dengan teknologi
yang lebih tepat guna. Tim UNDANA semakin yakin bahwa tak mungkin memulai sesuatu di P.
Semau dengan gagasan yang besar, bahkan terhitung canggih. Sesuatu yang kemudian disadari
bersama bahwa yang lebih diperlukan adalah melihat persoalan dan menawarkan solusi bersama
dengan masyarakat untuk membangun harapan yang lebih realistis. Gagasan besar memang
terkadang terlalu sulit untuk dilakukan tanpa berpijak pada kenyataan yang ada. Bila diteruskan
malah menjadi tidak realistis. Itulah pelajaran penting sore hari dalam perjalanan pulang menuju
pelabuhan Tenau, Kupang.
Menaklukan kerasnya alam di P. Semau haruslah membangun kapasitas pelakunya, ya masyarakat
dan pemerintah desa. Dari merekalah sebenarya sumber gagasan seharusnya berawal.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 14
Pasca kunjungan itu, komunikasi semakin intensif dilakukan Tim UNDANA dengan pengelola program
konservasi di KEHATI. Hal pertama adalah bagaimana memulai program di Pulau Semau dan dengan cara seperti apa? Hasil kunjungan sebelumnya memberi sinyal bahwa menaklukan kerasnya alam di P. Semau haruslah
membangun kapasitas pelakunya, ya masyarakat dan pemerintah desa. Dari merekalah sebenarnya sumber
gagasan itu berawal. Gagasan yang sederhana seringkali tak diperhitungkan, namun justru dari sesuatu yang
sederhana itulah didapatkan berbagai kemungkinan pengembangan gagasan yang lebih menantang.
Tim UNDANA menyarankan agar dilakukan penilaian lebih detail dan cermat pada tiga desa : Uiboa, Uithiuhana, dan Akle. Bersama wakil-wakil desa, mereka bekerja sama dengan Tim UNDANA dan fasilitator yang
telah disiapkan dan tentu memiliki pengalaman melakukan assessment bersama masyarakat. Dari sanalah
penggalian gagasan akan dimulai, diformulasikan dan dipetakan potensi, permasalahan dan harapan-harapan
yang ingin dicapai. Komunikasi antara Tim UNDANA dengan warga masyarakat melalui tokoh di desa mulai
diintensifkan, sambil menunggu rencana lebih lanjut.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 15
PRA
mozaik
2
Periode pra proposal merupakan suatu kegiatan studi pendahuluan, penjajagan kebutuhan atau pertemuan perencanaan awal. Semua tahap itu telah dilalui Tim UNDANA. Pekerjaan
assessment dilakukan ditengah buruknya cuaca yang mengombang-ambingkan kapal ferri
menuju Rote. Bahkan kunjungan ke P. Semau yang hanya tiga puluh menit ditempuh dari
Pelabuhan Tenau Kupang pun tidak lepas dari gempuran ombak laut. Artinya musim kala itu
sebenarnya bukan waktu yang tepat melakukan perjalanan. P. Rote dan P. Semau sengaja dipilih
sebagai alternatif, dan tentu dengan asumsi keduanya mewakili kriteria yang sesuai dengan
tema program konservasi, yaitu pulau kecil, bertipe ekosistem semi arid di propinsi NTT yang
dipercaya memiliki sumberdaya hayati yang khas.
Jadwal studi dan hasil analisa sudah disepakati harus selesai dalam tiga bulan. Terkadang siklus
proyek memang tak kenal musim, apalagi bagi calon pengaju proposal penyerahan laporan
hasil studi jika terlambat sangatlah tak lazim .
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 16
Tim bertemu dengan warga, berdiskusi dan membicarakan banyak persoalan yang dirasakan warga desa,
khususnya terkait ekonomi keluarga dan pembanguan di desa. Waktu yang dihabiskan bermalam-malam
bersama warga tak lain adalah upaya mencari akar masalah dan kemungkinan cara mengatasi secara
bersama.
Laporan Tim UNDANA memaparkan hasil identifikasi kebutuhan, disertai analisa kondisi agroklimat, aktifitas
perekonomian, telaah potensi sumberdaya alam dan informasi lainnya tentang P. Semau, dan memilihnya
menjadi lokasi program konservasi yang sesuai dengan target yang dicanangkan untuk tahun 2005.
Meski analisa kesiapan pemerintah daerah dan duku-ngan masyarakat untuk terlibat dalam program di Rote
sangat antusias, namun pertimbangan jarak dan rentang kendali pengelolaan program agak sulit dilakukan.
Hal ini terjadi karena pengelolaan program yang dikoordinasi Tim UNDANA yang umumnya anggotanya
adalah para dosen memiliki jam mengajar lebih diutamakan, maka agar pendampingan lebih intensif, Semau
akhirnya ditetapkan menjadi lokasi program.
Tindaklanjut pun segera dimulai. Sebelum proposal disusun, dilakukan pertemuan dengan kelompok masyarakat secara intensif. Pertemuan untuk membuat perencanaan awal menggunakan metode Participatory
Rural Appraisal (PRA), guna melakukan penilaian secara partisipatif melibatkan warga desa dan Pemda setempat. Bahan-bahan itu akan menjadi amunisi untuk membuat proposal.
PRA dilakukan di tiga desa, Uiboa, Uthihuana, Akle, selama hampir dua minggu. Masing-masing desa secara
bergilir dikunjungi oleh Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo yang mendampingi Tim UNDANA. Pertemuan dengan warga, berdiskusi dan membicarakan banyak persoalan yang dirasakan warga desa,
khususnya terkait ekonomi keluarga dan pembanguan di desa. Waktu yang dihabiskan bermalam-malam
bersama warga tak lain adalah upaya mencari akar masalah dan kemungkinan cara mengatasi bersama.
Pekerjaan itu memang dan kemudian dilanjutkan deng-an pertemuan-pertemuan untuk membentuk kelompok di setiap desa. Masing-masing desa mendapat jatah waktu untuk difasilitasi 2-3 hari sehingga setiap kelompok mampu menuangkan rencana kerjanya secara sistematis. Kelompok di setiap desalah yang kemudian
bertanggungjawab atas rancangan kegiatan yang dihasilkannya. Dari pertemuan dua minggu itulah terbentuk dua kelompok dari masing-masing desa. Sebagian besar waktu digunakan untuk berdiskusi, menganalisa
permasalahan yang dihadapi, memilah-milah kebutuhan dan keinginan sehingga hanya daftar kebutuhan
yang dirasakan perlu dan menyangkut urusan perbaikan sistem bertani dan pengelolaan lahan dan kegiatan
terkait lain yang akan diformulasikan dalam proposal.
Kunjungan bergilir LPTP-Solo dan Tim UNDANA pada akhirnya telah berhasil meyakinkan warga masyarakat
membentuk kelompok. Mereka memilih sendiri nama-nama anggota kelompoknya. Kini masing-masing
kelompok tani telah memiliki rencana kerja di desa yang kemudian akan dikemas oleh Tim UNDANA menjadi
sebuah proposal yang akan diajukan ke KEHATI.
Enam kelompok yang terbentuk, diakhir acara merasa bangga bahwa mereka telah mewakili warga desa
berhasil menelurkan rencana kerja meskipun dalam waktu relatif singkat. Hasilnya meski tak sepenuhnya sempurna, cukup membanggakan warga desa dalam kelompok –kelompok itu. Energi dan semangat menyongsong perubahan yang mereka rencanakan itu terlihat dari padatnya acara yang terus diikuti warga hingga
larut malam. Tentu saja mereka disiapkan makan malam dan kudapan seadanya untuk mengisi energi yang
terlepas seharian berdiskusi.
Dalam dua hari itu mereka ternyata dapat menganalisa permasalahan yang dihadapi, mengembangkan
rencana sesuai dengan potensi desa yang dimiliki, dan menuliskannya dalam kertas plano berlembar-lembar
rencana-rencana mereka tanpa kenal lelah. Peta-peta sederhana ilustratif dari potensi sumberdaya berhasil
dibuat untuk memuat informasi penting modal pembangunan desa melalui kegiatan berkelompok nantinya.
Lebih dari itu warga masyarakat merasa percaya diri mempresentasikan hasil perencanaan kelompok itu
kepada wakil pejabat pemerintahan desa dalam sebuah diskusi kelompok di akhir sesi dua hari itu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 17
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 18
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 19
Pra persetujuan proposal adalah sebuah masa
bernegosiasi, dimana pengaju proposal dan calon
pendonor (dalam hal ini KEHATI), menimbang logika
perencanaan dengan rumusan jalan keluar yang
ditawarkan berikut metode dan tahap kegiatan yang
dicanangkan. Negosiasi juga menyangkut telaah
siapakah lembaga pelaku yang akan mengkoordinasi
dan bertanggungjawab setiap kegiatan dan rancangan yang diajukan.
lahan kritis sebagai bahan ajar terintegrasi bagi para mahasiswanya. Dalam
rencana kegiatan proposalnya bahkan
mengikutsertakan jurusan ilmu gizi untuk membangun kerangka hubungan
gizi, ketersediaan pangan dan ketahanan pangan warga desa.
Dr. Prijo sebagai penanggungjawab dengan sigap
dapat menjelaskan berbagai aspek teknis atas rancangan ke-giatan dalam proposal yang diajukan. Namun pengalaman mendampingi masyarakat secara
egaliter, mengelola program berbasis aspirasi masyarakat diakui bukan bidangnya. Di sisi lain metode
dan cara kerja sistematis dan terukur menggunakan
metode ilmiah menjadi andalan programnya. Hal
itu tak lain karena ia dan Tim UNDANA melakukan
pengukuran awal dan akhir dari aktifitas pengolahan
lahan untuk menunjukkan adanya hasil yang dapat
dibuktikan secara ilmiah. Beberapa diantaranya
bahkan melibatkan mahasiswa untuk melakukan
penelitian bersama petani, sehingga diharapkan ada
pembelajaran antara petani dan mahasiswa.
Setelah beberapa kali komunikasi melalui surat elektronik, maka jadilah kesepakatan. Untuk menjamin
perencanaan dan penguatan kapasitas masyarakat
terlaksana dengan baik, dibutuhkan lembaga yang
mumpuni dibidangnya, yaitu pertanian dan pemberdayaan petani. Ditunjuklah FIELD (Farmers’ Initiatives for Food Ecological Livelihood and Democracy)
yang bermarkas di Jakarta, namun memiliki petani
pengajar yang dihasilkan dari berbagai pelatihan dan
kemudian diterjunkan kembali ke masyarakat untuk
melatih petani lainnya. Sedangkan untuk pengorganisasi program, Tim UNDANA memilih untuk mendirikan lembaga yang menampung minat para dosen
yang memiliki perhatian pengembangan kegiatan
masyarakat. Hal itu juga untuk memangkas birokrasi
kampus yang mensyaratkan semacam institutional
fee bagi fakultas dan kampus. Dana amanah yang tak
terlalu besar yang dikelola KEHATI tak memungkinkan syarat itu. Tim UNDANA pun memahami dan
memilih mendirikan Yayasan Pandu Lestari yang
berkomitmen transparan dan amanah mengelola
dana hibah itu.
Pendekatan itu menarik dan coba dikukuhkan sebagai hubungan kampung dan kampus. Satu hal
yang menggelisahkan Doktor ahli ilmu
tanah UNDANA itu karena kampusnya
tak pernah punya model pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 20
Tabel 1. Hasil Perencanaan Desa
DESA
Akle
KELOMPOK TANI
Nukela
PENCANA KELOMPOK
BERDASAR PERMASALAHAN DI DESA
• Merencanakan usahatani lombok, kacang tanah, dan cara budidaya
dalam persiapan bahan tanam, persiapan lahan, pemupukan, pengendalian hayati hama, penyakit, gulma, dan penanganan pasca
panen.
• Usaha tani tambahan musim panas berupa budidaya rumput laut
lebih mefokuskan pada tehnik pemilihan bibit, persiapan bibit,
tehnik pembudidayaan, dan pengendalian penyakit ais-ais
Uithiuhana
Mekarsari
• Merencanakan usaha tani lombok, bawang merah dan cara penanganan budidaya dalam persiapan bahan tanam, persiapan lahan,
pemupukan, pengendalian hayati hama, penyakit, gulma) dan
penanganan pasca panen.
• Membutuhkan teknologi mencari sumber air dan mengelola air
secara efisien.
Sehati
• Merencanakan
Dael Kollo
• Ingin memperbaiki pola pembudidayaan tanaman jagung, ubi,
kacang tanah, lombok, dan bawang merah dengan mempelajari
& mempraktekan tehnik budidaya, dengan memanfaatkan bahan
dasar lokal untuk pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit secara hayati serta tehnik pemupukan dengan mempelajari
penentuan dosis, cara dan waktu aplikasi yang tepat dan pengendalian hama dan penyakit.
usaha tani jagung, ubikayu, dan lombok dan pengelolaan tanaman jarak yang berinteraksi dengan usahatani yang
nantinya digunakan sebagai sumber energi rumah tangga, disamping lontar dan sisa hasil panen.
• Ingin mempraktekan budidaya tanaman pangan dan sayuran dari
persiapan bibit, lahan, identifikasi hama penyakit, gulma dan cara
pengendaliannya, dan pemakaian pupuk yang tepat, serta penanganan pasca panen.
• Ingin memperbaiki teknologi penyulingan nira lontar menjadi gasohol sebagai bakar bakar kompor. Kelompok ini juga tertarik untuk
memanfaatkan sisa panen dan bahan buangan organik lain sebagai
sumber energi pembakaran.
• Ingin membudidayakan tanaman jarak dengan pola tanam yang
benar serta pengelolaan panen jarak sebagai sumber energi atau
bahan organik.
• Ingin mempelajari dan mempraktekkan proses penyulingan nira
lontar menjadi gasohol dan diolah sebagai bahan bakar kompor. Kelompok ini juga ingin mempelajari pemanfaatan sisa panen sebagai
sumber energi bakar.
Kampus UNDANA tak pernah punya model pengembangan dan pengelolaan sumberdaya lahan kritis
sebagai bahan ajar terintegrasi bagi para mahasiswanya. Sehingga model pendekatan mahasiswa dan
warga Pulau Semau adalah pendekatan yang baik dalam hubungan kampung dan kampus.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 21
DESA
Uiboa
KELOMPOK TANI
Karya Nyata
Gemilang
PENCANA KELOMPOK BERDASAR
PERMASALAHAN DI DESA
•
Ingin memperbaiki pola usaha tani jagung, ubi kayu,
dan kacang tanah pada tahun tanam 2007-2008 tentang
persiapan bahan tanam, persiapan lahan, pemeliharaan
tanaman, dan penanganan pasca panen.
•
Ingin tahu tehnik pemeliharaan seperti penentuan dosis,
penggunaan pupuk, pemilihan jenis pupuk, waktu dan cara
aplikasinya.
•
Ingin tahu pengendalian hama dan penyakit lebih difokuskan pada pemilihan jenis pestisida ramah lingkungan,
dosis, cara dan waktu aplikasi yang tepat.
•
Ingin belajar cara mendapatkan air dengan tehnologi
sederhana, mengelola air sesuai kebutuhan tanaman.
•
Ingin budidaya tanaman jarak, pengolahan sopi menjadi
gasohol, pemanfaatan sisa tanaman sebagai bahan bakar,
dan pemanfaatan kotoran sapi sebagai biogas untuk kebutuhan energi rumah tangga (kompor).
• Ingin memperbaiki dan sekaligus mempraktekan usaha tani
jagung, kacang tanah, ubikayu, lombok yang berwawasan
lingkungan terutama yang berhubungan dengan pemilihan
dan cara aplikasi pupuk dan pestisida serta penanganan
pasca panen.
• Ingin tahu pemanfaatan tanaman jarak pagar, kotoran sapi,
dan sisa hasil panen sebagai sumber energi bakar untuk
konsumsi rumah tangga untuk mendukung perbaikan
usahatani yang lakukan saat ini.
“Memangnya siapa saya ini menghadapi beliau-beliau itu?,” kata Stefanya Tausbelle dengan nada suara
minder. Rekannya sang dosen itu hanya tersenyum sambil berkata, “makanya kita ke Jakarta untuk
belajar pak.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 22
Pendeta yang juga Kepala Desa Uiboa, Stefanya Tausbelle, sudah sehari meninggalkan Pulau Semau, ia bersiap ke Jakarta dan harus menginap di Kupang agar tak tertinggal pesawat
menuju Jakarta. Ia terpilih mewakili enam desa untuk mempertanggungjawabkan proposal
di hadapan tim penelaah independen di kantor Yayasan KEHATI Jakarta. Seminggu sebelumnya ia bersama dengan ketua kelompok tani dan Tim UNDANA memadukan perencanaan
kelompok tani di desa dalam kerangka program bersama.
Pagi yang cerah menyambut kedatangan tamu jauh itu. Sebentar saja mereka beristirahat
dan menyiapkan bahan dan pikiran sebelum akhirnya terlibat dalam tanya-jawab dengan
para penilai independen yang menguji metodologi, cara kerja dan berbagai hal lainnya.
Hingga mentari beranjak siang, Kepala Desa Uiboa nampak gugup menghadapi momen
dimana sebagai kepala desa ia harus mempertahankan rencana dalam proposalnya di hadapan panelis yang terdiri dari wartawan senior, peneliti senior LIPI dan pejabat dari Departemen Pertanian Pusat.
Penelaahan itu berakhir dengan banyak catatan yang harus segera dilakukan revisi sebelum
akhirnya diputuskan untuk didanai. Tuntas sudah momen “penyiksaan” bagi dirinya. Ia hanya
bisa berkata, “memangnya siapa saya ini menghadapi beliau-beliau itu?” dengan nada suara
minder. Rekannya sang dosen itu hanya tersenyum sambil berkata, “makanya kita ke Jakarta
untuk belajar pak.”
Sore yang hangat menutup pertemuan itu, mengantar mereka kembali ke hotel menyiapkan berbagai perbaikan yang diperlukan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 23
p
mozaik
3
andu lestari
Diseberang telpon terdengar suaranya bersemangat. Pak Prijo
Dosen Fakultas Pertanian UNDANA mengabarkan bahwa ia telah
mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah yayasan yang
menghimpun civitas akademis UNDANA dari berbagai latar belakang
pendidikan yang memiliki minat penelitian dan pengabdian pada
masyarakat di Pulau berekosistem kering itu. Diperlukan beberapa
hari mengurus pendirian Yayasan dan macam-macam persyaratan
administarasi yang harus dipenuhi.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 24
“Kami bukan tak mampu melakukan PRA, tapi
pendekatan dan metode yang dibawakan LSM
memang lebih luwes dan mudah diterima
warga”.
Dr. Prijo, dosen UNDANA
Seminggu berlalu, ia kembali mengabari staf administrasi KEHATI di Jakarta dan beberapa
lembar profil organisasi dan dasar hukum Yayasan itu telah dikirimnya melalui mesin faksimile. PANDU LESTARI namanya.
Keputusan itu merupakan pergulatan pengalaman akademis dan pribadinya yang selalu ingin dekat dengan masyarakat dan berbagi ilmu. Pak Prijo tak sendiri, koleganya di UNDANA
yang merupakan tim kerja pada tugas-tugas penelitian dan pengabdian di lingkup kampus
mendukungnya. Keputusan mendirikan yayasan itu juga untuk melebarkan misi pengabdian yang terikat dengan birokrasi di tempat kerja, bahkan dapat saling mendukung.
Motor penggerak Pandu Lestari adalah Dr. Prijo sendiri dan istrinya, Dr. Ida, dibantu kolega
sesama dosen kampus UNDANA dari berbagai jurusan dan fakultas. Me-reka yang terhimpun dalam Pandu Lestari ini adalah sekelompok profesi yang ingin memiliki sumbangsih bagi masyarakat. Mereka juga paham, terlibat dalam kegiatan pelestarian alam dan
pengembangan masyarakat adalah lebih banyak kerja sosial daripada berharap mendapat
tambahan income, bahkan bisa jadi harus merelakan biaya tambahan dari kantong sendiri.
Waktu yang akan membuktikan.
Di NTT sendiri, sudah banyak lembaga swadaya masyarakat berbasis gerakan keagamaan
dengan dukungan dana dari jemaah, LSM “plat merah” sebutan yang menggolongkan anggotanya adalah pekerja instansi pemerintah yang turut mencari sponsor agar dapat terlibat
pada proyek-proyek pengembangan masyarakat dan pembangunan pedesaan. Pandu
Lestari boleh jadi satu-satunya yayasan yang anggotanya adalah para dosen dan peneliti.
Anggota Tim UNDANA yang sejak awal melakukan penjajakan kebutuhan dan penelitian
bagi pengembangan program pelestarian alam dan pengembangan masyarakat, langsung
didaftar sebagai anggota dan pengurus. Akta pendirian yayasan diurus de-ngan modal
pribadi yang dikumpulkan dari anggotanya. Selain itu komitmen bekerja untuk masyarakat
adalah modal mereka lainnya. Hubungan dengan kolega di kampus tetap bisa dijalin dan
bahkan mendorong otoritas kampus untuk lebih mengamalkan kredo pendidikan tinggi:
TRI DARMA PERGURUAN TINGGI, mengabdi pada ilmu, mengabdi pada negara, mengabadi
pada masyarakat.
Selain kumpulan para dosen pengajar, Pandu Lestari juga merekrut mahasiswa semester
akhir dan lulusan sarjana S1 dari kampus untuk turut mendukung program kegiatan mereka. Hal mana bagi para mahasiswa tingkat akhir, tawaran itu adalah kesempatan menimba
pengalaman sebelum terjun ke masyarakat menguji ilmu yang di dapat, atau bahkan
gemblengan di kawah candradimuka dalam melakukan penelitian berbasis persoalan nyata
yang ada di sekitar dan banyak dihadapi para petani dan warga desa.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 25
Meski Pandu Lestari belum banyak memiliki pengalaman pendampingan masyarakat ala LSM
lazimnya yang menganut paham partisipatif, gender perspektif dan lain-lainnya, namun strategi
dan pendekatan kerja keilmuan dalam berbagai kegiatan merupakan ciri dan kekuatan utama lembaga ini. Dukungan penguasaan ilmu dan fasilitas laboratorium dalam banyak hal amat membantu
dalam melakukan analisa, mengkaji metode dan mengukur dampak lebih sistematis.
Berbagai keterbatasan yang dimilikinya oleh Yayasan yang baru lahir itu membuat para pegiatnya terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai lembaga, termasuk LSM yang mumpuni dalam
pendampingan masyarakat dan melakukan perencanaan partisipatif. Hal itu diakui sendiri oleh
pendirinya. Dr. Prijo suatu saat mengatakan bahwa, “kami bukan tak mampu melakukan PRA, tapi
pendekatan dan metode yang dibawakan LSM memang lebih luwes dan mudah diterima warga”.
Hal mana dibuktikan pada perjalanan awal kegiatan di Pulau Semau, Pandu Lestari bermitra dengan
Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan – Solo dan FIELD Jakarta.
Namun, kesibukan dan tanggungjawab para anggotanya sebagai pengajar di kampus, seringkali
menyulitkan mereka membagi waktu. Namun berbagai terobosan dapat dilakukan untuk menyiasatinya. Berbagai kegiatan ilmiah kemahasiswaan diarahkan dilakukan di Pulau Semau, dan dalam
berbagai kesempatan melibatkan mahasiswa melakukan penelitian, atau praktek ekstra kurikuler
membuka kesempatan berlatih bagi mahasiswa untuk menjadi pendamping dan fasilitator bagi
warga desa.
Sejak berdiri tahun 2005, anggota Pandu Lestari tumbuh berganti menandakan terjadi regenerasi.
Kelompok awal yang juga merupakan Tim UNDANA terdiri dari dosen, dan mahasiswa serta staf
Departemen Kehutanan. Seiring dengan waktu, beberapa anggotanya memilki pekerjaan baru atau
mahasiswa yang setelah lulus harus merantau mencari pengalaman di tempat lain. Namun pada
periode berikutnya, dukungan dari kolega di kampus turut memperkuat struktur kepengurusan
Pandu Lestari.
Tabel 2. Regenerasi Yayasan Pandu Lestari
No
Anggota pandu lestari 2002
latar belakang
1
2
3
4
5
6
7
Prijo Soetedjo
Made Tusan
Utma Aspardia
Jerry
Febby
Jacko
Ida Rahmawati
Ilmu Tanah/ Pendiri
Sosial Ekonomi Pertanian
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Tidak aktif (sekarang PNS Dinas Peternakan P. Rote
Ilmu Administrasi
Mahasiswa Pertanian/ fasilitator (sudah tidak/ lulus 2003),
Litbang Dinas Kehutanan Kupang
No
Anggota pandu lestari 2010
latar belakang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Prijo Soetedjo
Made Tusan
Utma Aspardia
Titik
Yoke
Agnes Simamora
Ida Rahmawati
Yesayas
Maya Vira
Ismawan Tallo
Diana
Dosen Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Tanah/ Pendiri
Sosial Ekonomi Pertanian
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
Doktor bidang Ilmu Tanah
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
Litbang Dinas Kehutanan Kupang
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 26
Biologi Kelautan
Ilmu Tanah
Delapan tahun kemudian, setelah memulai debut pertamanya melalui kerjasama sama dengan
Yayasan KEHATI, melakukan pendampingan dan perbaikan pengelolaan lahan pertanian, Pandu Lestari berhasil mengembangkan sayap dan mendapatkan sumberdaya lain, yaitu dengan diperolehnya
kerjasama dengan Yayasan Bina Usaha Lingkungan yang menyalurkan dan menyokong pendanaan
dari Global Environment Facility SGP untuk melestarikan sumber daya hayati lokal khususnya pohon
lontar di P. Semau.
Meskipun nampaknya Prijo Soetedjo terlihat sebagai one man show untuk seluruh koordinasi dan
penanggungjawab kegiatan-kegiatan Pandu Lestari, terutama karena ia lebih sering muncul dan dikenal warga masyarakat di Semau, ia tetap meluangkan waktunya untuk membangun kapasitas Yayasan
Pandu Lestari. Tak heran ketika kembali dari lapangan, ia masih harus membuat laporan berkala
proyek termasuk menjadi supervisi menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan dan lain-lain.
Namun ia tidak benar-benar sendiri. Dibantu tunas-tunas muda mahasiswa maupun mantan mahasiswa bimbingannya yang terpanggil membantunya, berbagai kegiatan Pandu Lestari mendapat
darah baru dalam melakukan pendampingan masyarakat yang membutuhkan kesinambungan dan
ketela-tenan itu. Selain memberikan kesempatan mahasiswa menambah ilmu, umumnya mereka juga
menjadi terpanggil jiwa pengabdiannya meneladani sang guru.
Bertho yang tengah menyelesaikan penelitiannya di P. Semau misalnya, termotivasi ingin menjadi
pendamping dalam pengembangan program berbasis masyarakat setelah semakin aktif membantu
Yayasan Pandu Lestari. Oriance, mantan mahasiswi lulusan Fakultas Pertanian sambil menunggu
panggilan atas surat lamarannya ke berbagai instansi, selalu menyempatkan diri membantu kegiatan
di Semau, khususnya untuk mengadministrasi penggunaan dana dan traksaksi dalam pengelolaan
program. Sius, mahasiswa Fakultas Pertanian UNDANA yang sebelumnya tidak pernah tergabung
dalam urusan di P. Semau kini menjadi koordinator untuk kegiatan konservasi pohon lontar yang
menunjang penelitiannya.
Selain dukungan dari mahasiswa dan mantan mahasiswanya, dosen-dosen muda di Kampus juga
tertarik untuk terjun ke lapangan, mengenal lebih jauh kerja dengan masyarakat. Ibu Titik dan Yoke,
dua dosen muda yang beranjak ke jenjang senior pun masih menyempatkan diri “turun tangan ” ke
lapangan terlibat berbagai aktivitas, termasuk membimbing mahasiswa penelitian di Semau dan
diskusi-diskusi setelah di luar jam kerja dan tanggungjawab utamanya sebagai staf pengajar memperlihatkan dukungan luar biasa terhadap kiprah Pandu Lestari.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 27
Meski banyak memiliki anggota dengan latarbelakang pendidikan dan keahlian akademik
yang boleh dibilang cukup lengkap, Pandu Lestari tidak memiliki staf yang menguasai dan
memiliki kemampuan pemberdayaan masyarakat yang lazimnya menggunakan pendekatan egaliter dan mampu menggerakan modal sosial di desa, dan dapat tinggal bersama
masyarakat di desa dalam waktu lama untuk terlibat dalam berbagai dinamika yang terjadi
di desa. Beruntung, Bertho yang masih mahasiswa dapat mendedikasikan waktunya di desa.
Akan lebih baik lagi jika lahir “Bertho” yang lain dalam proses perkembangan kelembagaan
Pandu Lestari di masa depan. Tantangan ke depan dalam pengelolaan program memang
akan selalu membutuhkan skill baru seperti advokasi atas kebijakan pemerintah daerah,
penggalangan sumberdaya dan menjembatani proses-proses pengembangan gagasan dan
kemitraan dengan lembaga lainnya.
Di sisi lain, Nusa Tenggara Timur membutuhkan lembaga yang memiliki konsep keilmuan
seperti Pandu Lestari sehingga teknologi dan ilmu pengetahuan dapat menjadi pendukung berbagai kegiatan di masyarakat, dan dapat mengisi ruang bagi kerja-kerja kemitraan
dengan lembaga lokal yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat tani dan pembangunan desa di Provinsi itu.
Nusatenggara Timur membutuhkan lembaga yang memiliki konsep keilmuan seperti Yayasan
Pandu Lestari sehingga teknologi dan ilmu pengetahuan dapat menjadi mendukung berbagai
kegiatan di masyarakat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 28
Selain dukungan dari mahasiswa dan mantan mahasiswanya, dosen-dosen muda dari UNDANA tertarik
untuk terjun ke lapangan, mengenal lebih jauh kerja dengan masyarakat di P. Semau.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 29
mozaik
4
p
roposal
Dalam bahasa Indonesia, proposal sebenarnya adalah usulan kegiatan.
Dalam bahasa aslinya proposal dideskripsikan “ a plan or suggestion, especially the formal or written one, put forward for consideration and discussion by
others” menurut oxford american dictionary.
Proposal menurut sistematika dan “tradisi administrasi” di KEHATI dan hampir di semua lembaga donor, adalah gagasan, ide yang dituangkan secara tertulis yang harus disertai sistem logika kerangka
kerja yang diperinci menjadi kegiatan-kegiatan saling terkait mendukung keluaran dan tujuan yang
hendak dicapai. Rincian masing-masing kegiatan haruslah berdimensi 5 W (what, where, who, why,
when) dan 1 H (How). Sementara itu latar belakang proposal haruslah memuat problem statement dan
jalan keluar yang ditawarkan dan bagaimana semua itu dilakukan dalam tata kelola program, sumberdaya dan waktu seefisien mungkin. Lebih rumit lagi semua asumsi yang menyebabkan program
tak berjalan mulus sesuai rencana harus diantisipasi, harus ditampilkan dalam format kerangka kerja
logis. Tak ketinggalan adalah rincian kebutuhan dana yang mampu menggambarkan kebutuhan dan
disiplin dalam perencanaan dan penggunaan persatuan waktu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 30
Tak terkecuali, Yayasan Pandu Lestari yang baru saja berdiri harus tunduk pada aturan itu.
Meski tergopoh-gopoh memenuhi segala aturan, format dan substansi yang dipersyaratkan,
bangunan proposal itu secara umum mulai mewujud. Tahap demi tahap semua bagian disempurnakan, hingga proposal ideal dan siap dikirimkan. Tentu saja ini adalah bagian dari kompromi.
Atau lebih tepatnya ejawantah dari pendekatan adaptive management yang dianut KEHATI.
Sejak awal, telah diantisipasi, bahwa sebagian rencana kegiatan adalah disusun dan milik kelompok tani di enam desa. Menggabungkan program berbasis masyarakat dengan gagasan sekelas
peneliti dan kaum cendikia tentulah tak mudah. Belum lagi formatnya juga harus sesuai format
dan formula lembaga donor, pastilah menambah kerepotan. Belum soal minimnya pengalaman
melakukan kegiatan pengembangan masyarakat, semuanya dapat diwadahi dengan membuka
celah bagi keterlibatan lembaga lain, dan diajukan secara tertulis dan peran masing-masing pihak
yang disepakati.
Adalah sebuah kredo pemberdayaan yang tepat guna, ditilik bahwa adaptive management harus
mampu menghadirkan kompromi bahkan dalam proses penyusunan proposal. Karena menjegal
proposal yang didasarkan semata-mata karena faktor ketidaksiapan, minim pengalaman dan
kapasitas minimum, bukankah itu awal kegagalan dari proses pemberdayaan itu sendiri?.
Kebijakan yang ditempuh KEHATI itu relevan bila dikaitkan dengan fakta bahwa Pandu Lestari
adalah lembaga yang baru berdiri. Dan keberanian para pengajar dan peneliti itu mau menceburkan diri dalam program pemberdayaan petani di ekosistem yang kering tanpa imbalan memadai perlu dibantu. Tidak meratanya program pemberdayaan petani baik oleh pemerintah dan
lembaga donor yang bahkan sebagian besar alokasi sumber dana untuk NTT dialihkan ke soal
urusan HAM, dan pengungsi diperbatasan Timor Timur, memang perlu diberi peluang. Lebih lagi
P. Semau adalah pulau kecil yang perlu dipertahankan fungsi fisik, hayati dan potensinya demi
memberi kesejahteraan pada penduduknya dan terhindar dari ancaman kekeringan, kerusakandan kepunahan dari fenomena perubahan iklim global.
Keberpihakan seperti itu sungguh diperlukan untuk membuka kesempatan bagi sebanyak mungkin pihak berperan dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Selebihnya, lets the ball rolling….
Perubahan social-ekonomi masyarakat telah menyeret penduduk
P. Semau ke budaya instan serba cepat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 31
Proposal Yayasan Pandu Lestari secara umum mengetengahkan sebuah konsep ideal pembangun
lingkung-an yang memerhatikan daya dukung dan kemampuan menyesuaikan dengan perubahan sosialekonomi dan sosial-budaya masyarakat pengelola. Konsep itu menjadi dasar seluruh gagasan dalam proposal untuk merespon kondisi umum pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan yang kian rusak dan
diperparah oleh salah tindak dan kelola masyarakat. Pembukaan hutan dan praktek ladang berpindah dengan
tebang bakar tanpa disadari menurunkan kesuburuan lahan.
Perubahan sosial-ekonomi masyarakat telah menyeret penduduk P. Semau ke budaya instan serba cepat.
Kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi direspon petani dengan menanam komoditi paling cepat laku seperti bawang merah, dan cabai, namun menomorduakan jagung dan biji-bijian lokal yang telah lama menjadi
makanan pokok dan lumbung kehidupan desa. Pertumbuhan tanaman di tanah yang relatif kurang subur
digenjot pupuk organik yang mengakibatkan tanah mengeras. Salah kaprah berladang dengan membuka
hutan dan membakar memperparah kondisi sumberdaya. Demi menjaga kesuburan komoditi tanaman yang
laku pasar tadi, tak segan petani menyewa mesin menyedot air tanah tanpa berhitung efisiensi penggunaan
air yang terbatas di lahan kering berbatu itu.
Akar masalah yang teridentifikasi pada aktivitas penjajagan kebutuhan sebelumnya menguak fakta rendahnya pengetahuan dan kapasitas petani dan nelayan sehingga tak mungkin menjadikan pekerjaan itu
sebagai sanding-an mendapat nafkah layak atau setidaknya cukup. Tak berdaya mereka melawan
kerasnya alam, dan mensiasati berbagai faktor pembatas untuk meningkatkan
taraf hidup selain berdampak pada perekonomian keluarga dan desa, juga mengakibatkan terganggunya fungsi ekologi utamanya sumberdaya lahan yang terus
menurun kualitasnya, sehingga hasil tani tak menjanjikan lagi, dan kesejahteraan
dari ladang kian menjauh, berkejaran dengan kemiskinan dan angka keluarga
kekurangan gizi.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 32
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 33
Proposal Pandu Lestari menyajikan fakta menarik, yaitu berbagai potensi tersembunyi
yang siap diubah menjadi senjata ampuh mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
petani dan nelayan. Ilmu dan transfer pengetahuan melalui pelatihan kepada kelompok
tani menjadi jembatan pembuktian berhasilnya pemberdayaan petani sesuai yang direncanakan dalam proposal. Potensi lain yang diungkap adalah ketersediaan bahan organik
dari pekarangan, ladang dan hutan yang dapat diolah menjadi pupuk organik dan bio
pestisida yang dapat memperbaiki hara tanah dan pengendalian hayati serangan hama
penyakit tanaman yang ramah lingkungan.
Keanekaragaman hayati lokal seperti jagung, kacang-kacangan kurang mendapat perhatian. Lahan kering yang mudah ditumbuhi jarak pagar (Jatrophacurcas sp) dan pemanfaatan limbah pertanian untuk bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang
harganya kian tak terjangkau bahkan semakin langka didapat di Pulau Semau.
Akhirnya, inti dari kegiatan yang dirancang adalah membekali petani dan sebagian
warga yang melaut dengan teknik pengelolaan lahan dan budidaya tanaman, melakukan
praktek di lahan sesuai musim tanam dan melakukan penguatan fungsi kelompok tani
sebagai wadah belajar dan berbagi pengalaman diantara peserta belajar. Hal baru dalam
pendekatan ini adalah dilibatkanya mahasiswa UNDANA dalam penelitian-penelitian
terkait persoalan pertanian yang sesuai dengan misi kegiatan di P. Semau.
Farmer day, dalam proposal disebutkan sebagai perayaan bersama kelompok tani. Pada
farmer day itu anggota kelompok saling menyampaikan hasil pembelajaran sekolah
lapang dan memperlihatkan hasil praktek di lahan masing-masing, baik itu lahan kelompok maupun lahan milik sendiri. Beberapa kegiatan tukar informasi dan pengalaman
dilakukan oleh petani dan mahasiswa peneliti untuk memperkaya pengalaman sebelum
menuju farmer day.
Secara keseluruhan keterkaitan antar kegiatan, urutan kegiatan menuju puncak kegiatan
dan tujuan kegiatan dapat digambarkan seperti dalam skema dibawah ini.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 34
Tabel 3. Model konsep pengelolaan program
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 35
Inovasi teknologi tepat guna di
desa, dipercaya dapat membantu
pencapaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Membangun visi
perubahan yang lebih baik dikelompok tani membutuhkan dukungan alat dan teknologi untuk
memudahkan misi perbaikan dan
perubahan dalam cara pandang
petani mengelola lahan.
Inovasi teknologi tepat guna di desa,dipercaya dapat membantu
pencapaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Membangun visi
perubahan yang lebih baik dikelompok tani membutuhkan dukungan alat dan teknologi untuk memudahkan misi perbaikan dan
perubahan dalam cara pandang petani mengelola lahan, meningkatkan teknik budidaya dan pembibitan di ladang-ladang petani dan di
lingkungan desa.
Karenanya, kebutuhan itu diletakkan sebagai bagian dari proposal.
Ia menempati hirarki ketiga yaitu mengembangkan sistem teknologi
tepat guna yang mendukung sistem pertanian, khususnya pengelolaan air dan energi terbarukan. Hirarki pertama, pemberdayaan petani melalui sekolah lapang dan hirarki kedua berupa menguji coba
model pengelolaan ekosistem terpadu yang merupakan prasyarat,
karena bersifat pengembangan keberdayaan petani dan praktekpraktek ujicoba di lapangan setelah melalui Sekolah Lapang.
Keterkaitan masing-masing hirarki digambarkan oleh sebuah skema
yang harapannya dapat menjelaskan kontribusi masing-masing
kegiatan selain memperlihatkan intervensi program untuk mencapai
target yang diharapkan terwujud diakhir program kerjasama di Pulau
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 36
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 37
mozaik
5
Semau pulau hantu?
Bila Anda berada di Kupang, tanyalah sesuatu hal tentang
Pulau Semau, bisa jadi akan banyak Anda terima jawaban
negatif dan hal-hal mengerikan tentang pulau itu. Semau
adalah segala sesuatu yang buruk di Kupang.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 38
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 39
Bila Anda berada di Kupang, tanyalah sesuatu hal tentang Pulau
Semau, bisa jadi akan banyak Anda terima jawaban negatif dan
hal-hal mengerikan tentang pulau itu. Semau adalah segala sesuatu
yang buruk di Kupang. Jika ada pertandingan sepak bola dimana
salah satu tim bermain buruk, maka orang akan bilang tim lawan
pasti menggunakan guna-guna Semau, atau pasti ada pemain asal
Semau dalam kesebelasan itu.
Tapi itu belum seberapa. Mahasiswa yang tengah mengurus perijinan melakukan penelitian di Pulau Semau dinasehati oleh pejabat di sebuah kantor begini: “mengapa kau
memilih Semau, macam tak ada tempat lain saja? “ –orang bilang siapa pergi ke Semau,
mereka tak akan pernah kembali. Demikian cerita Oriance dan Bertho mahasiswa peneliti
UNDANA.
Kepala Desa Uiboa, punya cerita lain lagi. “Banyak pejabat yang menolak ditugaskan disini,
mereka umumnya minta pindah sebelum sempat menginjakkan kaki di pulau ini,” ceritanya dengan wajah pilu. Katanya lagi, “Pantas saja desa-desa di sini sulit maju, karena tidak
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 40
pernah ada pejabat yang mau dinas di P. Semau”. Mungkin pembaca kurang percaya dengan
fakta ini karena disampaikan oleh pejabat desa di sana. Baiklah, kalo begitu coba buka wikipedia Indonesia akan ditemukan di laman itu tertulus :”Pulau Semau termasuk pemerintahan
Kabupaten Kupang, walaupun demikian pulau ini tergolong tertinggal, sepertinya tidak pernah
diperhatikan oleh pemerintah. Dari berbagai pembangunan yang dilakukan pemerintah di
Pulau ini, saat ini hanyalah jalan raya beraspal yang baru sekitar 3 km saja di Semau. Informasi
lainnya dari berbagai website dengan kata kunci Semau, disebutkan P Bungtilu nama lain
pulau itu memiliki potensi wisata karena keelokan alam dan budaya asli penduduknya.
Namun begitulah kebanyakan orang mengenal Semau, pulau kecil tempat semua ilmu
hitam dan perbuatan mengerikan terjadi. Tempat manusia pembawa sial bermukim, dan
tempat yang harus dijauhi karena dapat membawa tulah buruk bagi siapapun.
Bagi pejabat pemerintahan desa, hantu itu adalah diskriminasi kebijakan pemerintah
propinsi yang tak mampu memajukan pembangunan di Semau. Sejak kanak-kanak hingga
menjadi Kepala Desa Uiboa, Sefanya Tausbele tidak pernah merasakan layanan listrik untuk
penerangan, dan banyak juga desa lainnya bernasib gelap gulita.
Bagi penduduk, yang menghantui mereka adalah ketidakberdayaan melawan kerasnya
alam, langkanya air di musim kemarau dan serangan hama yang melenyapkan harapan
mendapat rupiah dari sepetak lahan. Kemiskinan serta hutang yang menghantui ketika
musim tanam tiba dan belum tentu terbayar ketika gagal panen.
Pembaca yang budiman, kemiskinan dan hutang adalah dua jenis hantu yang paling
mengerikan di muka bumi ini !.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 41
Bila Anda seorang naturalis, pencinta alam dan avonturis, boleh jadi Anda langsung
jatuh cinta pada pemandangan P. Semau. Alasan pertama adalah di pulau itu campur
tangan manusia nampaknya sangat terbatas. Keasrian alamnya ditandai dengan keunikan ekosistemnya. Pohon lontar, semak-semak, pohon-pohon tua berjajar di sepanjang
jalan yang sebagian besar belum beraspal. Pohon bercabang , beranting lebat dipenuhi
buah merah ranum seperti menyambut siapa saja yang datang. Padang rumput berselang seling dengan batu karang adalah kombinasi keindahan bersahaja dan kekerasan
alam khas Nusa Tenggara. Sesekali akan terlihat rumah sederhana beratap rumbia,
berpapan pelepah lontar dikelilingi pagar batu-batu karang yang disusun rapi tanpa
perekat semen, atau kayu dan batang lontar yang disusun membentuk pagar dengan
bentuk yang nyaris simetris seperti buatan pandai besi. Kerbau dan sapi yang dilepas liar
adalah pemandangan yang lazim di sana. Pemiliknya tak pernah mengurus mereka dan
menyiapkan kandang, bahkan sang pemilik tak pernah mau mengaku jumlah ternak
yang dimilikinya.
Di musim kemarau, warna coklat dan abu-abu akan mendominasi
pandangan. Itu tak lain karena semak , ranting dan pohon kayu
kehilangan daun. Rumput seperti karpet kusam tertutup debu
yang berterbangan dihembus angin dari pantai. Sedangkan ketika
musim hujan tiba, pupus hijau daun menambah keindahan lahan
dan pekarangan desa. Padi gogo, jagung, sayur dibudidaya memanfaatkan curah hujan yang tidak akan lama tercurah. Itu karena
bulan basah lebih pendek dari bulan kering yang panjang.
Di beberapa sudut pulau dan desa-desa masih didapati vegetasi pepohonan lebat dan
membentuk ekosistem hutan yang mengagumkan. Namun demikian kita dapat saksikan
juga pembukaan hutan menjadi ladang untuk menopang kebutuhan pangan dan lahan
garapan dari populasi yang terus tumbuh di desa. Namun begitu, apapun yang ada dan
tumbuh di Pulau Semau, telah membuat penduduknya bertahan dan membentuk kearifan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi. Interaksi dengan daratan Kupang
telah membawa berbagai perubahan sosial budaya dan tentu dengan dampak lainnya
termasuk cara-cara yang mempengaruhi warga mengambil keputusan dalam bertani dan
mengelola sumberdaya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 42
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 43
Pembaca yang budiman, bila ingin tahu Tim UNDANA mengekspresikan pandangan mereka dari
sudut keilmuwan tentang keunikan alam Pulau Semau, berikut dicuplikan hasil survey yang dituangkan dalam laporan dan proposal mereka sebagai berikut :
Pulau Semau sebagai salah satu pulau yang ada di Kabupaten Kupang merupakan salah satu dari
lima belas Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Kupang wilayahnya mencakup
cukup banyak pulau yaitu sebanyak 27 pulau, dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang
belum memiliki nama. Dari 27 pulau tersebut yang telah dihuni hingga saat ini hanya sebanyak 5
pulau yaitu Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Raijua, Pulau Semau, dan Pulau Kera.
Pulau Semau letaknya yang paling dekat dengan kota Kupang, terletak antara 121o30 Bujur Timur
dan 124o11 Bujur Timur, dan antara 9o19 Lintang Selatan dan 10o57 Lintang Selatan. Batas administratif Pulau Semau yaitu sebelah utara berbatasan dengan laut Sawu, sebelah selatan berbatasan
dengan selat Pukuafu dan samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan teluk Tenau.
Pulau Semau terdiri atas dua kecamatan yaitu Kecamatan Semau dan Kecamatan Semau Selatan.
Luas kecamatan Semau adalah 126,11 km2 yang terdiri atas delapan desa yaitu Desa Bokonusan,
Otan, Uitao, Huilelot, Uiasa, Hansisi, Batuinan, dan Letbaun.Sedangkan Kecamatan Semau Selatan mempunyai luas 122,55 km2 terdiri atas enam desa yaitu Desa Akle, Uithiutuan, Uithiuhana,
Onansila, Naikean dan Uiboa.
Secara umum topografi di Pulau Semau relatif datar dan bergelombang, dimana ketinggian
dominan berkisar antara 0 - 150 m dan kelerengan dominan berkisar antara 2-15 % (16.700 ha).
Pada Tabel 4 tampak bahwa Pulau Semau didominasi daerah dataran rendah sehingga potensi
degradasi lahan juga relatif sedang.
Iklim di Pulau Semau termasuk daerah dengan iklim tropis dengan jumlah bulan kering lebih
panjang dibandingkan bulan basah. Rerata jumlah hujan yang turun selama kurun waktu lima
tahun adalah berkisar atara 1819 mm – 2009 mm dengan hari hujan berkisar antara 100 – 133
hari hujan dalam setahun. Litologinya didominasi oleh batuan gamping dan lempung sehingga
mempengaruhi tingkat penguapan yang tinggi di areal permukaan lahan.
Kondisi kering ini akan semakin nyata pada saat musim kemarau yang panjang. Suhu udara disuatu
tempat antara lain disebabkan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan
jarak tempat tersebut dari pantai. Suhu udara di Pulau Semau khususnya dan Kabupaten Kupang
umumnya rata-rata siang hari berkisar antara 30,0 sampai dengan 33,7oC, sementara pada malam
hari suhu udara berkisar antara 21,2oC sampai dengan 24,3oC. Kelembaban udaranya relatif cukup
tinggi dengan rata-rata berkisar antara 69 persen yaitu pada bulan September sampai dengan 91
persen pada bulan Februari.
Tingkat penyinaran sangat bervariasi rerata di Pulau Semau dengan bentang lahan relative datar
sampai bergelombang mempunyai tingkat penyinaran antara 93 persen pada bulan September
dan 40 persen pada bulan Februari (BPS, 2008). Tingkat evapotranspirasi sangat mempengaruhi
penguapan sehingga berpengaruh pada ketersediaan air tanah bagi tanaman. Evapotranspirasi
rerata di Pulau Semau berkisar antara 4,06 – 5,80 mm per hari. Tingkat penguapan ini termasuk
tinggi sehingga tingkat ketersediaan air di Pulau Semau menjadi terbatas terutama pada daerah
terbuka.
Jenis tanah yang dijumpai di Pulau Semau, yaitu tanah Mediteran, Latosol, Aluvial. Tingkat
kejenuhan basa sedang sampai tinggi, kandungan liatnya terbatas terutama liat kaolinit,
kemampuan ikat unsur hara cukup tinggi sehingga unsur hara menjadi kurang tersedia.Terdapat
tiga jenis batuan utama di Pulau Semau, yaitu batu lempung, bobonaro, dan batu endapan
alluvium serta batu gamping coral. Batu lempung bobonaro bersifat kedap air sehingga dapat menampung air permukaan tetapi sulit meresapkan air hujan sehingga air hujan yang ada masuk ke
dalam aliran sungai, sedangkan batu endapan alluvium dan batu gamping coral merupakan jenis
batuan porous, potensial sebagai penyimpan air bawah tanah.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 44
Tabel 4. Keadaan Topografi Berdasarkan Ketinggian dan Kelerengan di Pulau Semau
Ketinggian
0 m – 50 m
50 m – 100 m
100 m – 150 m
150 m – 500 m
Jumlah
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap
luas Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
19250
2,62
5430
0,74
1410
0,19
410
0,06
26500
3,61
Kelerengan
0%-2%
2 % - 15 %
15 % - 40 %
> 40 %
Jumlah
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap
luas Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
Luas (ha)
% terhadap luas
Kabupaten
7060
0,94
16700
2,27
2740
0,40
-
-
26500
3,61
Sumber : BP DAS, 2003
Sebagian besar lahan di Pulau Semau merupakan kawasan hutan belukar (>60%) dari luas wilayah 248,66 km2
(BPS, 2008), dan sisanya yang digunakan untuk perkebunan/ladang/sawah. Penggunaan lahan kecamatan
Semau dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penggunaan Lahan di Pulau Semau
NO
Guna Lahan
Luas
Persentase
1
Kebun
10.73
4.32
2
Tegalan
28.09
11.30
3
Sawah
2.515
1.01
4
Hutan
31.32
12.60
5
Semak belukar
151.225
60.82
6
Rumput
6.78
2.73
7
Pemukiman
18
7.24
Jumlah
248.66
100
Data sekunder yang dianalisa (BPS, 2008)
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 45
Dari Peta Tata Guna Lahan menunjukkan bahwa semak belukar melingkupi hampir seluruh wilayah pulau
Semau (Tabel 5.3), sedangkan hutan dengan luasan yang cukup besar hanya terdapat di bagian Tenggara desa
Akle (hutan terluas) dan pada wilayah perbatasan antara Desa Uiasa dengan Desa Uitao/calon desa persiapan
Duhun serta pada wilayah perbatasan antara Desa Uiasa, Desa Uitao, dan Desa Huilelot. Sedangkan desa-desa
yang memiliki luasan hutan yang lebih kecil adalah Desa Uitiuhtuan, Desa Uiboa, Desa Uitiuhana, Desa Bokunusan, serta Desa Huilelot.
Tabel 6. Luasan Lahan (Ha) Berdasar Fungsi dan Peruntukan Budidaya, Perkebunan, Hutan Di Pulau Semau.
Desa
Sawah
(tadah
hujan)
Padi
ladang
Jagung
Ubi
jalar
Ubi
kayu
Kacang
tanah
Kelapa
Lontar
Hutan
rakyat
Hutan
negara
5
37
33
861
350
50
Akle
30
1
30
Uitiuhtuan
50
1,5
38
2
7
39
29
601
720
30
Uitiuhana
40
1,5
67
4
6
56
31
844
433
12
Onansila
5
2
38
2
6
11
355
*)
-
5
35
Naikean
Uiboa
31
3
43
Bokonusan
14
1
53
2
9
39,5
46
24
622
683
10
Otan
21
1
43
2
11
60
18
288
113
18
Uitao
29
2
22
1
8
22
23
697
196
100
Huilelot
9
1
25
1
9
28
12
372
200
75
Uiasa
27
2,5
36
2
6
35,5
29
550
49
5
Hansisi
5
3
4
19
468
74
14
23
Sumber: Semau dalam Angka, 2008
Tabel 7. Produksi (ton) Tanaman Budidaya, Perkebunan, Hutan di Pulau Semau
Desa
Sawah
(tadah
hujan)
Padi
ladang
Jagung
Ubi jalar
Ubi kayu
Kacang
tanah
Kelapa
Lontar
Akle
*
1,5
33
-
27
74
*
375
Uitiuhtuan
*
2,25
41,8
19
30
78
*
216
Uitiuhana
*
2,25
73,7
16
22
104
*
368
Onansila
*
3
44,5
-
27
12
*
97
Naikean
*
2,5
38,5
-
-
62
*
-
Uiboa
*
4,5
47,5
-
-
79
*
-
Bokonusan
*
1,5
58,3
11
40
92
*
256
Otan
*
1,5
47,3
15
33
120
*
114
Uitao
*
3
24,2
12
20
44
*
300
Huilelot
*
1,5
27,5
7
26
57
*
121
Uiasa
*
2,25
39,6
10
38
74
*
200
Hansisi
*
40
8
*
174
Sumber: Semau dalam Angka, 2008
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 46
25,3
Tabel 8. Pemanfaatan Tanaman Pangan dan Sayur yang Dikenal Masyarakat
Desa
Jenis Tanaman
Variasi Jenis
Uiboa
Jagung
Jagung kuning, jagung putih, jagung
pulut, jagung non lokal yaitu jagung
hibrida (arjuna, pioner, bisma dan
lamuru).
Padi
Padi kaca pulut (ael pulut), padi umur
dua bulan (ael bukdua), padi hitam
(ael kakalo)
Sorgum
Sorgum lokal , dengan sebutan
jagung rote
Kacang-kacangan
Kacang tanah (jenis kacang yang
paling banyak di budidayakan oleh
masyarakat Desa Uiboa), kacang nasi
(biji putih, merah, hitam dan bintikbintik) dan kacang hijau.
Umbi-umbian
Ubi kayu, mae, uwi atau simu, buhu
(bui), engan (ubi berbulu). Jenis ubi
yang di tanam adalah ubi kayu saja
sedangkan jenis yang lain tumbuh
alami di hutan dan apabila diperlukan untuk konsumsi ataupun pakan
ternak maka masyarakat mengambil
di hutan secara bebas. Tetapi ada
juga sebagian petani yang membudidayakan mae dan enggan di
pekarangan
Sayur-sayuran
Labu lilin (labu siam), marungga
(daun kelor), daun singkong, buah
pepaya muda, daun dan bunga
pepaya, cabai, bawang merah merupakan jenis sayuran yang ditanam
oleh masyarakat desa Uiboa
Buah-buahan
Pola pengelolaan
Pada umumnya ditanam di Dusun Pahlelo, Desa Uiboa karena
dusun lain tidak membudidayakan tanaman padi.
Jenis sayuran lainnya seperti
kangkung, sayur putih, bayam,
kol, kacang panjang tidak ditanam di desa dan membeli dari
desa Otan dan Uitiuhana
Cabai varietas cakra putih dan
bawang merah ditanam pada
musim kering dengan menyewa lahan di desa sekitar.
Mangga (udang, biasa (buahnya bulat dan kecil), mangga golek), pisang
(goreng, rote, susu, amerika, liong),
semangka, bonteng/ ketimun
Meski terdapat pohon lontar,
buahnya tidak dimanfaatkan.
Biji-bijian
Wijen (lena)
Ditanam beberapa petani
karena kurangnya pengetahuan cara budidaya yaitu tidak
ada perlakuan khusus tetapi
disebar saja ke lahan kosong
tapi sebelumnya dicampur
dengan pasir dengan tujuan
agar tumbuhnya tidak terlalu
rapat.
Selain itu, mereka menganggap
bahwa wijen
mempunyai nilai
jual yang rendah.
Serat
Rumput laut
Masyarakat di desa ini budidaya rumput laut di dusun lain
Onanbalu dan Akle yang kondisi lautnya memungkinkan
kondisi laut di
desa ini kurang
mendukung
untuk budidaya
rumput laut
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 47
Pembaca budiman, tidakkah cermatan kita atas pemaparan kondisi geografi dan potensi
kekayaan di pulau Semau hasil survei itu mengubah pandangan bahwa Semau adalah pulau
hantu yang mengerikan?.
Data dan fakta tadi sebaliknya justru menunjukkan betapa kaya dan banyak potensi yang belum
termanfaatkan di Pulau itu. Semak belukar lebih dari 60% luas di sana menunggu pemanfaatan
yang memberi makna lebih berarti, hutan penyeimbang ekosistem pulau kecil, tegalan dan
sawah serta padang rumput memberikan pilihan usaha beragam menjadi lumbung persediaan
berbagai pangan. Hutan rakyat yang luasnya lebih dari 2000 ha dan lebih besar dari hutan negara mengukuhkan sistem kepemilikan lahan miliki keluarga dan akses pemanfaat yang berkelanjutan, merupakan tambang kehidupan yang bisa diandalkan lintas generasi dan nampaknya lebih
dari cukup menyediakan kebutuhan pangan, papan bagi sekitar 10.000 populasi penduduk di
pulau seluas 143,42 km2 ini.
Rasanya tidak berlebihan bila survey ini kemudian oleh Tim UNDANA menempatkan Pulau
Semau sebagai lokasi strategis dalam program ini seperti sebuah harta zambrud khatulistiwa
terpendam yang menggoda untuk ditemukan dan ditampilkan kecantikannya.
Pulau Semau ternyata kaya dan memiliki banyak potensi yang belum termanfaatkan. Semak
belukar lebih dari 60% luas di sana menunggu pemanfaatan yang memberi makna lebih
berarti, hutan penyeimbang ekosistem pulau kecil, tegalan dan sawah dan padang rumput
memberikanpilihan usaha beragam menjadi lumbung persediaan berbagai pangan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 48
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 49
mozaik
6
Menanam Manusia
Pelajar dan mahasiswa dipisahkan dari persoalan masyarakat yang sebenarnya. Mereka
hanya belajar, belajar, dan belajar…
Padahal ketidakadilan terus berlangsung
Mereka mengejar ijazah sementara rakyat megap-megap cari sesuap nasi
Apakah sekolah macam itu masih ada?
(Sekolah itu Candu, Roem Topatimasang, 1983)
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 50
Pepatah bijak mengatakan: “Tanamlah padi dan biji-bijian untuk keluargamu esok, tanamlah pohonpohon untuk anak cucumu kelak. Tanamlah manusia untuk melanjutkan generasimu mendatang.”
Menanam manusia adalah menginvestasikan ilmu dan ketrampilan jangka panjang. Dalam kurun waktu
generasi ke generasi keahlian manusia akan pengembangan dan penerapan ilmu telah dirasakan buktinya melalui proses pendidikan dan pengajaran selama ini.
Itulah langkah awal yang ingin dilakukan Yayasan Pandu Lestari dan KEHATI di Desa Uiboa, Uithiuhana
dan Akle, di Kecamatan Semau Selatan. Program sekolah lapang untuk kelompok tani
ini bertujuan membuka kesempatan bagi masyarakat yang mewakili desanya
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang pertanian. Benih-benih generasi petani yang memiliki pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan bisa tumbuh dan berkembang membawa perubahan
dan perbaikan di ladang petani, di kebun-kebun desa dan diteruskan oleh
generasi demi generasi. Tidak terlalu berlebihan harapan itu digantungkan, karena kenyataan-
nya kebanyakan petani di P. Semau sesungguhnya hanya menjalani saja pekerjaan petani tanpa sempat
meluangkan waktu mempelajari apa yang dilakukannya. Sehingga pengetahuan yang ada dari pengalaman petani dan masyarakat itu tidak sepenuhnya berkembang.
Ketua kelompok Dalkolo, Yevta mengakui, “Walaupun kita sejak dulu jadi petani, tetapi kita pikir tidak
ada orang lain yang tahu pertanian dan berkebun selain kami petani ini. Ternyata ada banyak orang
yang memahaminya dan bisa membantu persoalan kami.” Kesan Yevta itu ia ungkapkan dalam wawancana evaluasi atau lima tahun sejak ia dan teman-teman petani mengikuti sekolah lapang yang dikelola
FIELD dan Yayasan Pandu Lestari ketika mengawali program pemberdayaan masyarakat di Pulau Semau.
Sekolah lapang yang dimaksud adalah sebuah pelatihan sederhana yang dirancang khusus untuk petani. Pengajarnya adalah petani alumni training serupa. Iwan dan Enceng, petani alumnus training dari
berbagai proyek FIELD menjadi fasilitator training, didamping Kang Engkoes, Manajer Proyek FIELD yang
mengaku profesi utamanya adalah petani.
Berbagai kebutuhan menyusun “agenda belajar” bagi kelompok tani disiapkan lebih dulu dengan
cermat, sesuai kondisi dan situasi yang ada. Semua kebutuhan Sekolah Lapang itu dipersiapkan melalui
serangkaian penelitian yang melibatkan mahasiswa, dosen pengajar di lokasi terpilih yaitu Desa Uiboa,
Uitiuhuana, dan Akle beberapa bulan sebelumnya.
Kegiatan penelitian itu sendiri memiliki beragam cerita dari para pelakunya. Namun inti dari keputusannya melibatkan civitas akademika dalam penelitian ini tidak lain karena Dr. Prijo sebagai penanggungjawab program ingin menanamkan para mahasiswa pada rancangan penelitian berbasis persoalan nyata
yang dihadapi masyarakat. Ia percaya mahasiswa harus punya kepekaan sosial atas subyek penelitiannya, tidak sekedar mendapatkan data dan informasi, tetapi lebih dari itu harapannya adalah ingin
menyiapkannya sarjana terampil siap terjun di bidangnya dengan pemahaman luas dan lintas ilmu dan
berkontribusi memberi solusi pada setiap masalah yang dihadapi petani. Upaya itu boleh jadi investasi
terbaik yang diupayakannya bagi mahasiswa UNDANA.
“Walaupun kita sejak dulu jadi petani, tetapi kita pikir tidak ada orang lain yang tahu pertanian
dan berkebun selain kami petani ini. Ternyata ada banyak orang yang memahaminya dan bisa
membantu persoalan kami” .
Yevta, Ketua kelompok Dalkolo
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 51
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 52
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 53
Bertho adalah mahasiswa pertanian UNDANA yang merupakan angkatan kedua yang
terlibat dalam proyek Semau, di bawah bimbingan Prijo Soetedjo. Rekannya Orienace,
yang sudah lulus atau lebih dulu melakukan penelitian di Semau saat ini membantu
kegiatan Pandu Lestari.
Dece dan Rosty, adalah mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat, “kakak kelas” Oriance
dan Bertho yang mengawali kegiatan penelitian mahasiswa di Semau pada tahun
ajaran 2006 . Mereka bersama lima rekan lainnya dari Fakultas Pertanian UNDANA:
Jacko, Arif, Polce, Oket dan Hildos adalah “generasi pertama” mahasiswa yang sempat
merasakan kelas Sekolah Lapang bersama masyarakat dan diakhir masa penelitiannya
sempat bergabung dalam kelas Sekolah Lapang yang difasilitasi FIELD.
Tujuan penelitian Dece dan Rosty (angkatan 2003) yang merupakan angkatan III di
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah melihat hubungan antara ketersediaan
pangan dari hasil pertanian pada status gizi dan kesehatan masyarakat. Mereka awalnya
juga takut masuk P. Semau karena berbagai mitos negatif yang kerap mereka dengar.
Dece ingat, saat memutuskan penelitiannya di P. Semau, orang bilang, “ Orang yang ke
sana tidak akan pernah pulang. Tapi karena kami ditawari bantuan dan fasilitas penelitian oleh Pandu Lestari melalui dosen di Kampus, kami jauh lebih tertarik dengan biaya
yang ditawarkan Rp. 4,8juta.”
Dece dan Rosty ditawari oleh dosen pembimbing, Pak Outma Aspatria dan Lewi Jutomo. Dari Jurusan Ilmu Kesehatan ada tiga orang yang ditawari, tetapi yang seorang
mundur karena tidak diijinkan pergi oleh orangtuanya.
“Biasanya yang ditawari dalam “project penelitian Semau “ ini adalah mahasiswa yang
memiliki prestasi akademik,” kata Rosty yang kini telah bekerja PAM SIMAS salah satu
proyek World Bank. Tidak semua mahasiswa dapat terlibat dalam penelitian itu dan
harus melalui proses penilaian proposal yang ketat yang dilakukan antara dosen pembimbing dengan penanggungjawab program di Pandu Lestari. Karenanya di Kampus
kegiatan penelitian mahasiswa di P. Semau disebut Riset Kompetitif.
“Kami dibimbing dan disiapkan
untuk lebih memahami persoalan, bukan sekedar melakukan
penilitian untuk persyaratan
S1 oleh pembimbing kami Dr.
Prijo Soetedjo. Dan saya tertarik
karena memang diajak oleh Pak
Prijo,” kata Bertho.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 54
Dece dan Rosty mengembangkan proposal penelitian didampingi oleh dosen, termasuk menyusun
biaya penelitiannya. Dana penelitian yang difasilitasi adalah transportasi, akomodasi dan konsumsi
selama satu bulan di desa, dan analisa data lapang biasanya ditanggung separuhnya (50%) melalui
program Pandu Lestari. Sebagai kompensasinya, hasil penelitian harus “diseminarkan” di desa dihadapan kelompok tani yang menjadi mitra kerja mahasiswa. Pertanyaan dari masyarakat biasanya
menjadi input untuk perbaikan hasil laporan penelitian. Hasil penelitian, disampaikan kepada
petani seperti layaknya sebuah seminar di kampus, namun disederhanakan bahasa dan penyampaiannya di depan petani di balai desa.
Dece mengisahkan pengalamannya ketika baru saja melakukan penelitian di sebuah desa di
“Masyarakat P. Semau terbelakang, padahal dekat dengan ibukota
propinsi NTT ini. Kaum ibu dan anak kurang gizi, makanan tidak beragam,
kondisi terbatas, sayur dan air minum, paling-paling ikan dan daun kelor
saja. Itulah potret di tiga desa yang kami kunjungi.”
Semau.
Namun dari hasil berinteraksi, mereka menjadi tahu bahwa masyarakat punya beragam cara untuk
bertahan hidup, salah satunya melalui pertanian dan itu berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
Selama melakukan penelitian bidang kesehatan masyarakat, Dece dan Rosty mengukur indikator kesehatan, yaitu antropometri untuk mengetahui status gizi. Ada dua puluh responden yang
mereka cacah dan semuanya berstatus buruk gizi. Mereka menggunakan metodologi yang menjadi standar WHO, dimana pengukuran pada responden didasarkan pada berat badan dan umur.
Metode itu juga diadopsi oleh Depkes. Hasil rekaman status gizi tadi lalu dihubungkan dengan
analisis ketahanan dan ketersediaan pangan, sehingga mereka harus mendiskusikannya dengan
teman-teman mahasiswa dari Fakultas Pertanian yang melakukan penelitian pertanian. Topik diskusi biasanya menyangkut jenis pangan apa saja yang ditanam masyarakat, apa yang dikonsumsi
dan yang dijual sebagai komoditi. Dari sana kita tahu bagaimana pemenuhan kebutuhan pangan
dan gizi masyarakat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 55
Penelitian Dece dan Rosty merupakan variable penelitian, yaitu status gizi hubungannya
dengan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan. Semuanya berhubungan dengan
ketersediaan sumberdaya akam, sumberdaya lahan dan daya bertahan hidup. Kesimpulan
hasil penelitian mereka adalah penduduk P. Semau mempunyai bermacam cara untuk
bertahan hidup.
Oriance dan Bertho, mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2006 dan 2007 adalah peneliti
generasi kedua dan ketiga proyek Semau. Mereka punya kesan lain. “Kami dibimbing dan
disiapkan untuk lebih memahami persoalan, bukan sekedar melakukan penilitian untuk
persyaratan S1 oleh pembimbing kami Dr. Prijo Soetedjo. Dan saya tertarik karena memang
diajak oleh Pak Prijo,” kata Bertho. Ia mengakui tidak banyak mahasiswa yang mau meneliti
di P. Semau, karena berbagai mitos buruk tentang Pulau itu. Kebanyakan mahasiswa lebih
memilih bidang penelitian dengan “ikut” proyek dosen pembimbingnya yang diperoleh dari
Dikti di kampus misalnya.
Bertho meneliti soal tehnik irigasi tetes dan pemupukan yang dilarutkan dalam air yang
dialirkan dengan tehnik dript irrgation, yang juga dipraktekan atau didemonstrasikan oleh
Pandu Lestari di lahan petani untuk komoditi lombok (cabe). Ia terlibat langsung dengan
petani, belajar dari petani, juga mempelajari bagaimana efisiensi penggunaan air, tetapi
juga hemat tenaga, biaya dan waktu.
Rekannya, Oriance, meneliti efesiensi penggunaan air melalui penggunaan mulsa organik
dan frekuensi penyiraman atau pemberian air. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pemberian air empat hari sekali memberikan hasil yang lebih bagus. Penelitian dilakukan
bersama petani dan mahasiswa, berdiskusi dan melakukan treatment atau perlakuan penelitian bersama.
Pendekatan itu mampu membekali mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dan
fenomena nyata di lapangan yang lebih luas, karena didalamnya terdapat berbagai faktor,
yaitu diantaranya kemampuan dan kapasitas petani dalam mengatasi atau memahami
problem pertanian yang mereka hadapi.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 56
Kegiatan penelitian mahasiswa yang mengawali program akhirnya dapat dilaksanakan dan berhasil melibatkan empat belas mahasiwa, dua diantaranya dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,
dan lainnya dari Jurusan Budidaya, Sosial Ekonomi, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Hasil-hasil
penelitian mahasiswa menjadi bahan kajian Tim Pandu Lestari dalam menyusun dan menentukan
skala prioritas bagi penyelenggaraan Sekolah Lapang bagi petani. Tema-tema belajar akan disesuaikan dengan persoalan yang ada dihadapi masyarakat yang umumnya petani dan sebagian kecil
nelayan, khususnya di Desa Akle.
Hasil kegiatan riset kompetitif pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Pulau Semau khususnya di Desa Akle, Uitiuhuana, dan Uiboa menunjukkan bahwa petani di desa pewakil mengelola usahataninya berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, pertanian mereka sangat tergantung pada
kondisi lingkungan. Misalnya dalam mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman,
mereka hanya melihat jenis serangan tersebut berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan dari
pengetahuan sebelumnya tanpa melihat lebih detail penyebab serangan yang terjadi, apakah hama
atau penyakit. Sehingga kesalahan mengidentifikasikan hama dan penyakit tersebut berpengaruh
pada ketidaktepatan usaha pengendalian hama dan penyakit. Hal tersebut diperburuk dengan penggunaan jenis pestisida dan takaran dosis tidak tepat bahkan cenderung berlebihan. Hal ini berakibat
kecenderungan meningkatnya kekebalan hama penyakit terhadap penggunaan pestisida tertentu.
Hal yang sama terjadi pada penggunaan pupuk. Petani justru terus meningkatkan jumlah penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman mereka walaupun daya dukung lahan dan
komponen ikutan lain sudah menurun. Hal ini berpengaruh pada peningkatan ketergantungan pemakaian pupuk an-organik yang justru akan berdampak buruk pada keseimbangan lingkungan lahan.
Pemakaian air untuk usaha tani sayuran cenderung kurang efektif dengan penggunaan air yang berlebihan pada kondisi lingkungan yang justru memerlukan efesiensi penggunaan air. Mereka beranggapan bahwa dengan pemberian air tersebut, tanaman akan tumbuh subur. Semakin menurunnya
daya dukung lahan khususnya dan lingkungan pada umumnya berpengaruh pada pola makan dan
jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Hasil penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat menunjukkan bahwa rerata penduduk
di desa pewakil tergolong mempunyai nilai gizi buruk dan pendapatan petani yang sangat rendah.
Kebutuhan rumah tangga mereka tergantung pada hasil pertanian secara luas (tanaman pangan,
perkebunan, perikanan) dan pemenuhan energi keluarga tergantung pada pengumpulan kayu bakar
dari hutan serta pembelian minyak tanah yang cenderung memberatkan ekonomi keluarga.
Hasil penelitian mahasiswa yang kemudian disosialisasikan ke masyarakat dan ditindaklanjuti dengan
Sekolah Lapang cepat difasilitasi dosen-dosen dari Ilmu Hama Penyakit Tanaman, Sosial-ekonomi
Pertanian, Ilmu Tanah, Agronomi, dan Kesehatan Masyarakat UNDANA. Mereka mampu memberikan
kesegaran dan penambahan wawasan pengelolaan usahatani dengan benar dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu energi terbarukan.
Untuk mendukung model Sekolah Lapang tersebut terutama dalam menyusun kegiatan berikutnya,
maka dibentuklah kelompok yang beranggotakan masyarakat yang mewakili kepentingan petani,
pedagang, wanita, pemuda, dan pemerintahan. Setiap kelompok terdiri atas 15 orang dan setiap desa
dibentuk 2 kelompok. Dengan fasilitasi dari FIELD Jakarta dan Pandu Lestari kelompok-kelompok
tersebut berdiskusi untuk merencanakan dan merumuskan kaji tindak perbaikan pengelolaan usaha
tani dan penggunaan energi terbarukan berbasis masyarakat melalui bentuk Sekolah Lapang yang
akan dibangun pada lahan kelompok.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 57
Di Desa Uiboa, mereka yang terpilih mewakili pemuda, petani di masing-masing kelompok sudah tak sabar menunggu dimulai Sekolah Lapang. Suasana hampir sama juga terjadi di Akle dan
Uitiuhuana. Mereka saling bertanya kabar dimulainya Sekolah Lapang dengan saling mengunjungi
desa. Namun sebagian besar dari mereka merasa tak percaya diri. Sudah setua ini masih mau belajar,
apa mungkin? Sekolah formal saja di dalam kelas tak semua dapat menyelesaikannya, mengapa pula
sekarang ada Sekolah Lapang?, begitu kira-kira yang ada dalam benak Marten ketua kelompok Karya
Nyata. Di bangunan Puskemas yang belum digunakan itulah mereka tengah mendapat pengarahan
tentang agenda Sekolah Lapang dan tujuan-tujuan yang akan dicapai sambil menunggu Tim FIELD dari
Jakarta memastikan jadwal keberangkatan mereka ke Kupang.
Di Jakarta, Tim FIELD sebelum turun ke lapangan, membahas hasil penelitian mahasiswa yang telah
dikemas menjadi skala prioritas pelatihan oleh Tim Pandu Lestari. Semua itu untuk mempelajari situasi
dan kondisi guna menyusun strategi pelatihan dan agenda Sekolah Lapang. Kordinasi dilakukan
melalui berbagai cara: tatap muka Tim FILED dan KEHATI dilakukan beberapa kali di kantor KEHATI di
Jakarta. Kemudian diskusi sambung menyambung melalui email dengan Tim Pandu Lestari berkejarkejaran dengan datangnya musim tanam agar praktek lapangan dapat disesuaikan dengan kegiatan
pertanian, berbagai kalender kerja petani, mulai penyiapan lahan, pembibitan, budidaya, pengamatan
hama dan penyakit dan mengembangkan kerja kelompok untuk membantu proses pembelajaran
bersama.
Kesepakatan akhirnya tercapai seiring datangnya musim penghujan memasuki provinsi terkering di
Republik ini. Pada musim basah itu, Pandu Lestari dan FIELD telah bersama mengikat itikad saling
mendukung. Dalam hitungan proyek masih dimungkinkan membekali kelompok tani sebelum mereka
mempraktekan di ladang dan pekarangan. Karenanya koordinasi semakin dimatangkan. Beberapa mahasiswa yang tengah melakukan penelitian diterjunkan mengurus berbagai persiapan. Beberapa dosen
diterjunkan untuk mengikuti proses Sekolah Lapang sekaligus berfungsi sebagai narasumber.
FIELD akan memulai Sekolah Lapang dengan penyegaran dengan re-assesment guna memastikan
rencana yang disusun di atas kertas sesuai dengan cara petani memahami situasi dan permasalahan di
ladang pekarangan mereka masing-masing. Pada putaran pertama itu FIELD sepakat mendatangkan
dua petani ahli dari Jawa Barat, Iwan dan Enceng, untuk pendampingan praktek lapang, dan Kang Koes
melakukan rapid assessment dan pelatihan Trainer of Trainer kepada kelompok tani.
Maret 2008, angin yang bertiup mengandung uap air siap dijatuhkan. Hujan sebentar lagi datang,
pertanda musim tanam tiba. Orang-orang berkumpul menanamkan harapan di Sekolah Lapang untuk
mengubah ladang pekarangan mereka lebih hijau ketika panen tiba.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 58
Tabel 9. Daftar Nama Mahasiswa yang Melakukan Penelitian di Bawah Program Kerjasama Kehati – Pandu Lestari
NO
NAMA
JUDUL PENELITIAN
1.
Oscar Antonius Pale
Uji Adaptasi dan Kemampuan Konservasi Lahan Beberapa Jenis Rumput Pakan
2.
Arip A. Riwu
Analisis Kontribusi Usahatani Cabai (Capsicum sp) terhadap Total Pendapatan
Usahatani Sayuran di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa,
Uithiuhana)
3
Oktovianus Ulnang
Keragaan Usahatani Padi Ladang di Kecamatan Semau Kabupaten Kupang
(Akle, Uiboa, Uithiuhana)
4
Dece Mery Pay
Ketahanan Pangan Masyarakat Pulau Dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhinya Di Pulau Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa, Uithiuhana)
5
Endang R Nenoliu
Studi Keberlanjutan Hidup Pada Masyarakat di Pulau Semau dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya di Pulau Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa,
Uithiuhana)
6
Yublina Lay
Inventarisasi dan Identifikasi Serangga Penting pada Tanaman Cabai di Desa
Akle, Kecamatan Semau
7
Philipus Dos
Perkembangan Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Kacang Tanah dan Tehnik
Pengendalian yang Dilakukan oleh Petani di Desa Uithiuhana, Kecamatan
Semau
8
Yohanes P Serang
Inventarisasi dan Identifikasi Serangga Hama Penting pada Tanaman Jagung
dan Evaluasi Pengendalian yang Dilakukan Petani di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang (Akle dan Uiboa)
9
Ycobus Meno Aome
Inventarisasi dan Identifikasi Hama Penting pada Kacang Tanah serta Tehnik
Pengendalian yang Dilakukan Petani di Kecamatan Semau (Uiboa dan Uithiuhana)
10
Agnes A Meomau
Aplikasi Pupuk Organik Cair Nitas dan Johar terhadap Perbaikan Kimia Tanah
dan Hasil Cabai Rawit di Desa Uithiuhana
11
Berlianb P Fanggidae
Aplikasi Pupuk Organik Cair Babonik dan Widuri terhadap Perbaikan Kimia
Tanah dan Hasil Cabai Rawit di Desa Uiboa
12
Ester Y Mantolas
Efesiensi Penggunaan Air dan Penerapan Irigasi Tetes dan Mulsa pada Tanaman
Cabai Merah di Desa Uithiuhana
13
Oriance Ledoh
Pengaruh Pemberian Mulsa dan Frequensi Pemberian Air Sistem Irigasi Tetes
terhadap Sifat Fisik tanah , Efisiensi penggunaan Air dan Hasil cabai
14
Wilhelmus H R Wona (Berto)
Interaksi Irigasi Tetes dan Pupuk Organik Cair Nitas dan Babonik terhadap Kimia
Tanah, Efisensi Penggunaan Air dan hasil Cabai di Desa Uiboa
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 59
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 60
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 61
mozaik
7
Sekolah Lapang
Sebelum penjajah tiba
Nenek moyang kita tak kenal ijazah atau gelar. Sekolah juga tak ada
Tapi mereka belajar, belajar segala soal..
Bertani, berladang, mengenal alat-alat penting..
Semua orang guru, semua tempat sekolah.
(Sekolah itu Candu, Roem Topatimasang, 1998)
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 62
Sekolah lapangan maksudnya adalah semacam pelatihan, pembekalan
ketrampilan dan ilmu pertanian untuk dipraktekkan langsung di ladang,
tegalan dan pekarangan kebun. Sekolah Lapang petani ini sudah banyak
berkembang di Indonesia, khususnya yang dipelopori oleh Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu. Khusus di P. Semau, sekolah lapang yang juga
mengadopsi pendekatan Sekolah Lapang lainnya di Indonesia, disesuaikan
oleh LSM bernama FIELD (Farmers’ Initiatives for Food Ecological Livelihood
and Democracy).
Inti pemberdayaan petani melalui model Sekolah Lapang adalah melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada para petani dengan memampukan petani menjadi fasilitator atau pemandu lokal
bagi kepentingan petani lainnya. Para pengajar adalah mereka yang telah melalui proses pelatihan
Sekolah Lapang berjenjang dan mencapai jenjang pemandu lokal atau pemandu lapang di desa.
Jadi ini adalah pembelajaran dari, untuk dan oleh petani. Kelas mereka sebenarnya adalah kebun,
pekarangan dan aktivitas di dunia pertanian yang merujuk pada kata lapang. Sementara spirit sekolah lebih dekat dengan arti sebenarnya dari kata Schola (Latin) yaitu waktu luang yang secara khusus
digunakan untuk belajar.
Ya, di Sekolah Lapang di Semau itu, anggota kelompok tani yang mewakili desanya memang harus
meluangkan waktunya untuk mengikuti pelatihan dan praktek yang dipandu oleh FIELD. Pada tahap
awal Sekolah Lapang memberikan pelatihan Training of Trainers (ToT) dipandu dua orang fasilitator
dari FIELD selama enam bulan . Dalam ToT itu akan dijaring calon petani pemandu lokal untuk dilatih
dalam Sekolah Lapang pertanian selain juga akan dilakukan Sustainable Livelihood Analysis yang
mendiskusikan segala kebutuhan pengembangan program terkait masalah pertanian setempat dan
menjadi fokus dalam pelatihan Sekolah Lapang yang akan dilaksanakan secara bertahap selama dua
bulan.
Telah diceritakan sebelumnya, bagaimana Pandu Lestari dan FIELD saling mengikat itikad dan
kerjasama dimana KEHATI memposisikan diri sebagai penjembatan hubungan dan kerjasama itu.
FIELD telah melakukan analisis dari hasil studi yang didapat dari Tim UNDANA, Pandu Lestari dan
para mahasiswa yang berkontribusi melakukan penelitian di desa. Seluruh hasil-hasil penelitian itu
telah dipelajari dan dirumuskan dalam pendekatan dan strategi oleh FIELD.
Kepada Yayasan Pandu Lestari, FIELD menuangkan strategi dan pendekatan yang dibawanya ke
desa untuk melatih kelompok tani dari tiga desa terpilih. Pandu Lestari pun dapat menerima strategi
dan pendekatan yang ditawarkan, maka jadilah kesepakat itu seperti ini:
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 63
Sekolah Lapang difasilitasi jaringan FIELD yang akan memulai program Sekolah Lapang
dengan training ToT untuk petani lokal wakil dari kelompok dari desa-desa pewakil. Selain
itu forum ini juga mengikutsertakan dosen UNDANA untuk memperkaya pengetahuan
bagi civitas akademis dalam kegiatan pertanian berbasis masyarakat.
Tujuan peyelenggaraan Sekolah Lapangan Usaha Tani Lestari dan Energi Terbarukan
(SLUTLET) di Semau adalah :
a. Meningkatkan kemampuan petani dalam pengelolaan usaha tani sehingga mampu
meningkatkan produktifitas lahan dan pendapatan
b. Menjadikan aktivitas Sekolah Lapang sebagai wadah belajar yang efektif antar kelompok agar masing-masing kelompok tani di desa dapat saling memberikan pengalamannya dalam pengelolaan tani berkelanjutan
c. Mengembangkan sains petani dalam rangka meningkatkan rangka pengentasan
potensi lokal dan menumbuhkan kemampuan petani dalam menemukan teknologi
budidaya tanaman sesuai dengan karakteristik komponen lingkungan setempat
d. Meningkatkan pengetahuan petani dalam hal menemukan teknologi terbarukan
untuk mengatasi keterbatasan sumber energi di rumah tangga petani.
Untuk mencapai tujuan tersebut peserta Sekolah Lapang berperan aktif sebagai subyek
belajar untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi, melalui :
• Identifikasi dan analisis permasalahan petani melalui kegiatan SLA (Sustainanble Livelihoods Assessment) oleh masyarakat;
• Mengembangkan perencanaan oleh masyarakat dan keluarga dalam hal pemecahan
masalah budidaya tanaman, air dan energi;
• Mengembangkan prinsip-prinsip sains petani untuk meningkatkan keanekaragaman
hayati, pengelolaan potensi lokal dan mendorong terciptanya teknologi tepat guna
oleh masyarakat;
• Meningkatkan sikap kritis, kerjasama petani dalam hal pengambilan keputusan untuk
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh mereka;
• Membangun dinamika dan nilai-nilai dalam pengembangan kemandirian petani /
masyarakat;
• Mengembangkan pendidikan orang dewasa kritis / belajar dari pengalaman bagi
masyarakat .
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 64
Prinsip Dasar Pelaksanaan Sekolah Lapang (SL)
1. Lahan (kebun dan pekarangan) dan sosial budaya (social culture) merupakan sarana belajar utama peserta;
2. Cara belajar lewat pengalaman dan mengembangkan sistem aksi dan refleksi;
3. Tempat belajar di ruang terbuka dan dekat dengan lahan praktek;
4. Mengembangkan perencanaan dari bawah ( waktu, peserta dan materi seluruhnya ditentukan bersama antara peserta dan fasilitator/pemandu latihan);
5. Dalam SL tidak ada guru dan murid yang ada adalah warga belajar, dan kegiatan dipandu
oleh satu atau dua orang fasilitator yang berfungsi sebagai pelayan dan pelancar aktivitas
belajar peserta atas pengalaman mereka sendiri;
6. Pelaksanaan kegiatan SL terbagi atas tiga tahap : perencanaan melalui penelusuran SLA,
pelaksanaan (aksi) dan Farmer Field Day (FFD) (untuk mendapatkan dukungan dalam
kegiatan tindak lanjut baik masyarakat lainya maupun pihak terkait);
7. Jumlah peserta dalam satu kali SL antara 15 - 25 orang, komposisi peserta perempuan
dan laki-laki disesuaikan dengan hasil analisis peran perempuan dan laki-laki dalam hal
pengelolaan ekosistem dan energi, namun demikian untuk memberikan peran yang
besar kepada perempuan makin baik jika peserta terdiri dari laki dan perempuan masingmasing 50 %;
8. Dalam satu putaran SL terdiri dari 16 kali pertemuan : 6 kali pertemuan adalah perencanaan (SLA) dan 10 kali pertemuan untuk kegiatan tindak lanjut.
Daur Belajar
Kegiatan belajar peserta dilakukan dengan proses “Daur Belajar dari Pengalaman”. Ini merupakan proses belajar yang alamiah yang sengaja dituangkan dalam setiap kegiatan latihan.
Daur belajar itu adalah sebagai berikut :
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 65
Kegiatan Harian Sekolah Lapangan
1. Pengamatan agroekosistem /sosial budaya setempat /sumber-sumber energi lokal;
2. Diskusi kelompok;
3. Presentasi dan pengambilan keputusan;
4. Dinamika kelompok;
5. Topik khusus (materi yang berhubungan dengan budidaya tanaman, pengelolaan
air dan energi);
6. Evaluasi harian.
Pemandu
Kegiatan SL pada musim pertama dipandu oleh pemandu dari FIELD sambil mempersiapkan calon pemandu yang sudah mengikuti kegiatan ToT, setelah selesai SL calon
pemandu melanjutkan ToT dengan tekanan pada penguatan kepemanduan dan penyusunan kurikulum SL, pada kegiatan tindak lanjut dan seterusnya maka kegiatan akan
dipandu petani pemandu setempat.
Lahan Belajar Peserta
Kebutuhan lahan belajar (lahan studi), lahan yang diperlukan untuk kegiatan tersebut
adalah lahan yang dikelola oleh kelompok (dikelola bersama ) luas lahan yang dibutuhkan kurang lebih 1.000 m2 dan lahan pekarangan masing-masing peserta. Kebutuhan
untuk lahan pekarangan peserta adalah agar seluruh peserta dapat mempraktekan
hasil-hasil diskusi dan keputusan kelompok di lahan pekarangan peserta selain menerapkan di lahan studi kelompok, luas lahan pekarangan yang digunakan tergantung
kesiapan peserta.
Waktu Penyelenggaraan SL
Sekolah Lapang dilaksanakan pada Pebruari – Juli 2008, jumlah pertemuan 18 kali
pertemuan. Kegiatan terbagi dalam dua bagian yaitu tahap perencanaan (SLA) selama
5 kali pertemuan dilaksanakan 2 kali dalam satu minggu. Kegiatan aksi dilaksanakan 12
kali pertemuan satu minggu sekali sedang hari pertemuan ditentukan bersama sesuai
keputusan, dan 1 hari Farmers Field Day
Famers Field Day
Pada akhir penyelenggaraan SL dilaksanakan Farmer Field Day (FFD), waktu pelaksanaan satu hari. Dalam kegiatan ini peserta dapat melakukan pameran meliputi : proses
belajar, hasil-hasil kegiatan, dan teknologi yang ditemukan selama SL. Selain itu peserta
melakukan presentasi dan dialog dengan para tamu undangan. Peserta yang hadir
kurang lebih 35 orang, terdiri dari masyarakat yang belum mengikuti SL, aparat setempat, desa, Kecamatan dan peserta SL. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 66
Selain itu tujuan strategis lainnya yang ingin didapatkan dengan adanya pelatihan ToT,
SLA dan Sekolah Lapang adalah :
1) Pembenahan kelompok untuk memperkuat kebersamaan kelompok dalam mengelola usaha tani di lahan kelompok sebagai media pembelajaran dan bagian dari sekolah
lapangan yang akan dialihkan ke kebun masing-masing;
2) Memperbaiki karakter anggota kelompok agar mempunyai kepentingan dalam
berkelompok sehingga tercipta komunikasi bersama secara partisipatif bagi semua
anggota;
3) Melaksanakan proses analisis agro-ekosistem barsama kelompok untuk mengetahui
mengidentifikasi, dan mampu menganalisa variabel lingkungan yang berpengaruh secara langsung dan tak langsung terhadap usaha tani mereka khususnya, dan
perubahan lingkungan lain dalam interaksinya dengan pengelolaan sumberdaya
alam dan perubahan komponen lingkungan yang lain. Kegiatan ini akan dilaksanakan
secara mingguan selama musim tanam;
4) Mengajak anggota kelompok bersama-sama dalam kelompok secara partisipatif
menemukan sendiri permasalahan perubahan lingkungan yang berkaitan dengan
usaha taninya, berusaha berdiskusi untuk menentukan kaji tindak pemecahan
masalah berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan lokal, dan anggota kelompok
secara partisipatif secara bersama-sama dapat menyusun rencana kegiatan perbaikan
masalah yang terjadi;
5) Melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk membangun dinamika kelompok
terutama yang berhubungan dengan kerjasama tim dalam kelompok, penguatan
kelompok dan menjaga motivasi kelompok, dan membantu memunculkan nilai
ketrampilan anggota kelompok dalam mengorganisasikan usahataninya.
6) Melaksanakan kegiatan alih tukar informasi ke kelompok yang lain sebagai bagian
penyebarluasan informasi yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok. Kegiatan ini
diharapkan pula akan memacu tumbuhnya kelompok baru dalam pengelolaan usaha
tani secara bersama-sama;
7) Kegiatan tambahan dilakukan terutama untuk memperbaiki kebutuhan energi keluarga yang bersumber dari sisa hasil pertanian yang tidak digunakan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 67
mozaik
8
Kompor,
prototype,
dan etos
Di suatu siang di pasar kawasan Sidoarjo, lelaki jangkung itu
tengah asyik ngobrol dengan seorang lelaki pekerja bengkel. Dari
peralatan dan perobatan yang ada disekelilingnya dapat disimpulkan
tempat itu adalah bengkel pembuatan kompor. Lelaki jangkung itu
tengah berkonsultasi dengan Sulkan, sang pemilik bengkel. Mereka
berdua tampak sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Gerakangerakan tangan mereka seolah sedang menirukan sebentuk model
pada bagian kompor. Me-reka tenggelam dalam hasrat yang sama,
memodifikasi kompor!.
Beberapa waktu diskusi di
pinggir pasar itu pun berakhir. Lelaki jangkung itu tampak puas, ia menyodorkan tangannya mengajak Sulkan bersalaman. Hari itu terlahir
penciptaan paling modern dari sejarah perjalanan industri kompor. Sebuah model kompor yang dapat diisi bahan bakar dari sampah organik
biji-bijian telah lahir ke dunia, tanpa paten lagi. Biji-biji mengandung
minyak dengan nilai viscositas 1-2%, seperti biji jarak pagar yang biasa
digunakan, termasuk biji-biji tanaman pangan seperti kemiri, jagung,
kacang tanah yang afkir dan busuk hasil penapisan panen bisa dimanfaatkan daripada dibuang. Biomasa lain, serbuk kayu ranting, tongkol
jagung dan limbah pertanian lainnya dapat pula menjadi bahan
bakarnya.
Lelaki jangkung itu kemudian memesan model kompor model terbaru
itu dalam jumlah cukup banyak. Sulkan mendongakkan kepala dan
bertanya, “Untuk apa Pak Prijo kompor sebanyak itu.?,” yang ditanya
hanya tersenyum saja.
Sambil berpamitan, ia teringat rencana besar yang pernah ditawarkan
PT. Gikoko Kogyo yang ingin membangun pabrik pengolah limbah pertanian berskala besar dan panas hasil pembakaran limbahnya dapat
dialirkan sehingga menjadi energi penggerak dynamo pembangkit
listrik. Ah..gagasan besar itu sudah mati sejak awal pikirnya, sebelum
sempat dibuat rancangannya. Kini dengan teknologi dan bahan yang
sederhana, ia baru saja dapatkan model rancangan kompormas alias
kompor biomassa. Ia semakin optimis untuk menyelesaikan rencananya itu. Kompormas adalah prototypenya yang kedua. Sebelumnya ia
bersama para mahasiswanya telah berhasil menguji coba gagasan
kompor dengan metode combustion dengan bahan kaleng bekas. Kini
dengan dengan beberapa modifikasi sederhana, ia berharap dapat
mewujudkan kompormas prototype ketiga.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 68
Kupang panas terik siang itu. Di halaman rumah komplek BTN Kolhua kediaman Dr. Prijo dan
istrinya Dr. Ida yang juga pendiri Yayasan Pandu Lestari, beberapa mahasiswa telah berkumpul. Sambil
menunggu beberapa teman lain yang akan bergabung, mereka melihat-lihat blue print skema sederhana tentang peraga kompor combustion prototype I yang diadopsi dari India. Tujuan mereka berkumpul kali ini adalah akan memodifikasi menjadi kompor biomasa pengolah briket. Para mahasiswa
itu membawa beberapa kaleng bekas beragam ukuran. Ada kaleng bekas cat yang besar, ada kaleng
biskuit persegi dan kaleng lebih kecil seperti kaleng sarden.
Setelah semua lengkap berkumpul, Pak Prijo, demikian ia biasa dipanggil mahasiswanya, segera memberi instruksi: Kaleng persegi (KP) dilubangi dan di dalam kaleng persegi itu diletakkan kaleng kecil
(KK) yang juga diberi lubang pori. Kaleng cat besar (KCB) berbentuk silender atau drum diletakkan
paling luar sehingga menutupi dua kaleng tadi. “Ingat susunannya seperti rumus : KK+KP=KCB,” seru
Pak Prijo kepada mahasiswanya.
Lubang pori pada kaleng berfungsi sebagai aliran udara yang dapat membuat api tetap menyala.
Sementara kaleng persegi berlubang berguna menghantar panas tetapi sekaligus mencegah api
membakar bahan organik seperti alang-alang atau rumput yang akan dimasukan diantara kaleng
persegi (KP) dan kaleng cat besar (KCB), dan itu akan membuat bahan organik tidak habis terbakar
melainkan melayu, menjadi arang dan kering. Kaleng cat besar (KCB) tidak ditutup rapat sehingga
memungkinkan kontak udara luar dengan udara dalam terjadi dalam kaleng-kaleng tadi yang akan
menjadi jalan keluar asap panas yang melayukan bahan organik.
Sementara itu sebagian mahasiswa lainnya telah diperintahkan mencari sampah organik, seresah
daun, alang-alang, rumput yang tumbuh liar di sekitar halaman rumahnya, dicacah dengan golok.
Bahan biomassa itulah yang akan dibakar dalam susunan kaleng-kaleng tadi dan kemudian diolah
sebagai briket setelah proses pembakaran selesai.
Setelah biomasa sampah tadi dimasukan, percobaan pembakaran pertama sukses. Tapi para mahasiswa itu masih penuh tanda tanya, apa langkah selanjutnya?.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 69
Dengan hati-hati, kaleng diangkat dan asap terus mengepul meninggalkan biomasa yang mengering dan
menghitam. Kali ini Dr Prijo memerintahkan langkah berikutnya: siapkan wajan atau panci untuk merebus
biomasa yang telah menjadi arang dan mencampurkan bubuk kanji secukupnya agar adonan itu mengental
dan saling merekat. Diatas panci mendidih, diaduklah adonan sampai mengental. Api kompor dimatikan dan
adonan didinginkan.
Kini Dr Prijo memberikan instruksi terakhir: adonan kental itu harus dicetak dengan tangan, dibentuk bulat
menyerupai bola tennis dan dijemur dibawah terik matahari hingga menjadi bola-bola briket. Jika kadar air
telah menguap dalam penjemuran, bola-bola briket itulah bahan bakar alternatif. Diperlukan semacam tungku
tanah liat atau modifikasi bahan-bahan sederhana untuk menjadikan bola briket itu bahan bakar memasak.
Para mahasiswa nampak puas dengan hasil ujicoba itu. Mereka tertawa gembira menyambut hasil karya mereka yang tidak pernah mereka dapatkan di ruang kelas kampus mereka. Inilah prototipye pertama yang harus
segera mereka sosialisasikan dan mendemonstrasikannya kepada warga di desa. Ah alangkah bangganya
mereka, tak terbayang perjalanan ke Semau berbagi ilmu dengan warga desa. Ah indahnya masa mahasiswa
bisa seperti itu…. Sore itu pertemuan mereka ditutup dengan kegembiaraan seadanya.
Keberhasilan membuat bola briket telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan mahasiswa kampus UNDANA. Meski hanya sedikit saja di kampus itu yang tertarik mendalaminya, namun sebuah perjalanan untuk
mensosialisasikan alat peraga dan cara pembuatannya telah direncanakan. Para relawan mahasiswa berangkat
ke Pulau Semau. Dengan semangat di dada, mereka akan berdemonstrasi di desa bersama warga.
Tak lama, sampai juga mereka ke agenda utama kunjungan. Dengan alat peraga kaleng-kaleng bekas yang
dibawa dari Kupang, mereka bergiliran memperagakan pembuatan bola briket dan tentu dengan menjelaskan
cara kerja kaleng-kaleng bersusun itu dan tujuan membuat bola briket. Dalam beberapa hari saja, praktek
dengan kelompok tani di desa-desa itu dijalani. Hingga para mahasiswa itu kembali di kampus. Mereka harus
membuat laporan kerja.
Sebuah model kompor yang dapat diisi bahan bakar dari sampah organik, biji-bijian telah lahir ke
dunia, tanpa paten lagi. Biji-biji mengandung minyak dengan nilai viscositas 1-2%, seperti biji jarak
pagar yang biasa digunakan, termasuk biji-biji tanaman pangan seperti kemiri, jagung, kacang
tanah yang afkir dan busuk hasil penapisan panen bisa dimanfaatkan daripada dibuang. Biomasa
lain, serbuk kayu ranting, tongkol jagung dan limbah pertanian lainnya dapat pula menjadi bahan
bakarnya
Beberapa bulan telah berlalu. Pak Prijo Dosen ilmu tanah itu tercenung membaca laporan kemajuan yang
disusun mahasiswanya yang bertugas ke lapangan. Ia tak pernah menyangka idenya memperkenalkan bola
briket dan kompor pembakaran itu hanya berlangsung ketika demonstrasi itu diadakan pada saat kunjungan
para mahasiswanya. Namun kearifannya selalu bisa memahami berbagai alasan warga yang muncul dalam
laporan itu.
Umumnya warga tidak mau direpotkan dengan segala macam pekerjaan lain, meskipun warga mengakui
bola briket itu bisa menggantikan kayu bakar atau minyak tanah, tapi itu tidaklah praktis, buang waktu. Ketua
kelompok Gemilang Ibu Rita yang tambun mengeluh.” Kalau kita bikin bola briket, kita mesti beli lagi tungku
untuk memasak di Jawa, tidak ada dijual tungku itu di Kupang. Saya sudah coba, memang bisa untuk menggoreng dan memasak. Sisa pembakaran bisa jadi pupuk, tapi ahh…repot!.”
Maka Kompor prototype I yang sudah diuji itu hanya menjadi kenangan saja di sebagian warga desa.
Meskipun warga mengakui bola briket itu bisa menggantikan kayu bakar atau minyak tanah,
tapi itu tidaklah praktis, buang waktu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 70
Pesawat Batavia Air dari Kupang baru saja tinggal
landas menuju Jakarta, membawanya untuk rapat
di sebuah lembaga inovasi The Emelson Foundation
yang berpusat di Amerika. Ia mendapat undangan
untuk menilai berbagai karya dengan sentuhan
inovasi teknologi yang diusulkan oleh para perancangnya untuk diuji dan bagi yang lolos memenuhi
persyaratan akan mendapatkan dukungan pengembangan secara komersial. Ia adalah anggota lembaga
itu, pandangan dan advisnya sangat dibutuhkan
untuk memutuskan inovasi apa yang diajukan perancangnya. Sementara itu berkas-berkas kandidat
dan informasi alat inovasi serta hasil ujicoba telah
dibacanya. Namun dalam kabin pesawat, lelaki pencipta kompor itu terus memikirkan prototype kompor
biomassanya yang kedua. Ia tak menyerah ketika
kompor prototype pertamanya harus menghadapi
“kemalasan” masyarakat calon penggunanya. Tapi
baginya, itu pertanda inovasi kompor biomassanya
tidak praktis bagi user.
Menjelang pesawat mendarat di Soekarno-Hatta, ia
mendapatkan ide, buru-buru ia menulis sekenanya,
lalu catatan itu ia masukan map berisi file-filenya.
Kini ia fokuskan pikirannya pada acara penjurian di
kantornya di kawasan Senayan. Catatannya tadi akan
menjadi bagian weekend-nya di Sidoardjo tempat
yang selalu ia singgahi sebelum kembali ke rutinitasnya mengajar di UNDANA Kupang.
.” Kalau kita bikin bola briket, kita mesti beli
lagi tungku untuk memasak di Jawa, tidak
ada dijual tungku itu di Kupang. Saya sudah
coba, memang bisa untuk menggoreng dan
memasak. Sisa pembakaran bisa jadi pupuk,
tapi ahh…repot!.”
“Semua ilmu kompor tadi hanya kami simpan sampai sekarang,” kata Marten sambil senyum
tersipu. Bahkan ada warga yang membeli kompor itu hingga kini belum digunakan, jadi pajangan dan bahan cerita kalau ada tamu berkunjung ke rumah.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 71
Waktu yang ditunggunya telah tiba. Dari Juanda Surabaya ia perlu beberapa menit ke Sidoardjo
menuju pasar untuk menemui Sulkan si tukang kompor. Catatannya disiapkan, diskusi ilmiah di
tengah pasar akan digelar. Ia telah mendapatkan gagasan untuk memodifikasi kompor. Kompor
biomassa prototype II!. Kali ini kompor minyak tanah yang bersumbu itu ia ubah menjadi ruang
combustion. Tidak ada yang berbeda secara prinsip dari prototipenya yang pertama, ia hanya
menyempurnakan lubang pori dan kedudukan silender yang menjadi tempat pembakaran, dengan
meletakkan kedudukan lubang udara yang mengelilinginya sehingga ruang pembakaran memiliki
akses tempat mengalirnya udara lebih baik.
Prinsip kerja kompor ini adalah terletak pada pengaturan lubang udara pada silender berbagai
ukuran yang digunakannya. Pada dasar ruang pembakaran itu ada lubang utama yang harus
tertutup oleh sebuah silender berlubang pori, namun disekelilingnya ada beberapa lubang yang
akan berada di dalam silender yang besar yaitu tempat bahan organik diletakkan di ruang bakar.
Silender besar itu sendiri juga berlubang pori di seluruh permukaan. Konstruksi ini memungkinkan
bara api di ruang pembakaran (dalam silender besar) ditekan oleh hembusan udara (02) sehingga
menghasilkan panas yang merata, namun tidak cepat membakar habis bahan organik di dalamnya.
Meski tak pernah direncanakan, hubungannya dengan Sulkan terus berlanjut seiring tumbuhnya ide-ide memodifikasi kompor itu. Kali ini modifikasi yang dilakukan adalah mengubah ruang
silender di tengah kompor yang biasanya menjadi tempat sumbu-sumbu diubah menjadi ruang
bakar. Setelah diubah, ruang itu akan menjadi ruang pembakaran, dimana biomassa seperti bijibijian yang mengandung minyak seperti jarak, biji-biji kemiri, kacang tanah, dan jagung yang afkir
dapat diletakkan di silender ruang pembakaran.
Di Kupang, Dr. Prijo masih meluangkan waktunya untuk terus memodifikasi kompornya itu. Berbulan-bulan hasil ketekunannya mengutak-atik kompor telah berhasil melahirkan prototype III. Ia
terus mencoba memperluas fungsi kompornya sesuai dengan dinamika yang dihadapinya. Kompor
prototype I untuk memperkenalkan teknologi membuat briket. Prototype II, ia sesuaikan dengan
eforia biji jarak bahan biodiesel yang bijinya ia manfaatkan langsung dibakar bersama biji-bijian
lainnya, dan prototype III, dimana ruang bakar diperluas, sehingga biomassa lainnya seperti tongkol
jagung, ranting kecil dan jerami serta dedaunan dapat dijadikan bahan bakarnya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 72
Di Desa Uiboa, Pak kepala desa yang mengenal
pribadi dosen sederhana UNDANA yang selalu berjuang untuk masyarakat merasa kecewa. Ia berharap
“program kampus”, demikian ia menyebutkan kegiatan Pak Prijo itu harusnya dapat dilakukan warga
desa. Teringat olehnya ketika mendampingi Pak Prijo
dalam penelaah proposal di Kantor KEHATI Jakarta,
program bahan bakar alternatif adalah mata kegiatan
yang diperuntukan bagi penyadaran warga desa agar
tidak menggunakan kayu bakar dan mau menanam
jarak pagar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati.
Setengah mengadu kepada Sumino yang mewawancarainya dalam lawatan untuk evaluasi itu, ia bercerita
begini: Di Kecamatan Semau Selatan, “kompor jarak”
diperkenal-kan melalui anggota kelompok. Dulu
idenya adalah agar warga menanam jarak pagar
sekaligus menjadi pagar hidup di pekarangan agar
buahnya dapat digunakan. “Waktu itu pabrik biodiesel mau dibangun dan katanya bijinya bisa dijual.
Sebagian warga malah sudah menanam,” tukasnya.
Tetapi kemudian kelompok belajar desa diperkenalkan dengan berbagai teknologi kompor berbahan
alternatif. Warga desa yang turut nimbrung mengiyakan komentar kadesnya.
“Kompor kaleng blek dulu diajarkan oleh mahasiswa
KKL yang mereka buat sendiri. Lalu ada kompor biji
jarak, dengan dua puluh biji jarak yang dihancurkan
lebih dulu, cukup untuk menanak nasi dan memasak
sayur,.
“Tapi kita juga susah dapat biji jarak disini karena
musiman,” kata Rita, ketua kelompok Gemilang.
“Serbuk kayu kompor blek lebih sering digunakan
karena lebih simple dan lebih hemat karena biasanya
pakai seikat kayu bakar dalam sehari, ” jelas Marthen
dari Kelompok Karya Nyata menambahkan. Kompor
alternatif lainnya menggunakan serbuk kayu, kulit kacang dan jerami dan biji-bijian memerlukan sepiritus
untuk membakar biji pada mulanya.
“Kita sulit cari spiritus di desa, harus beli di Kupang,”
jelas Rita. Anggota kelompok juga pernah membuat
kompor blek (kaleng) untuk menghasilkan briket,
tetapi butuh waktu. Untuk penggunaan kompor alternatif memang hanya diperkenalkan saja dan setiap
kelompok diberi satu unit secara gratis. Meski menurut Rita teknologi itu tidak praktis baginya, namun
banyak anggota keluar-ganya di kota Kupang banyak
yang menginginkan dan warga di desa banyak yang
membelinya. “Ada 300 yang pesan kompor modifikasi
Pak Prijo itu, dijual Rp. 75.000,-,“ tambah Rita.
“Semua ilmu kompor tadi hanya kami simpan sampai
sekarang,” kata Marten sambil senyum tersipu. Pak
Kades pun menambahkan dengan wajah pilu, “bahkan ada warga yang membeli kompor itu hingga kini
belum digunakan, jadi pajangan dan bahan cerita
kalau ada tamu berkunjung ke rumah.” Nada suaranya
getir menutup perbincangan sore itu di beranda
Puskesmas.
Beberapa menit berlalu, peserta yang ikut ngobrol
telah berpamitan. Pak Kades dan Marthen membenahi diesel yang digunakan sebagai penerangan selama
diskusi. Sumino mendiskusikan hasil wawancaranya
dengan kepala desa dan warga Uiboa tadi soal
kompor biomassa dan bahan bakar nabati kepada
rekan seperjalanannya melakukan evaluasi. Sebagai
pendamping masyarakat yang berpengalaman keluar
masuk desa hampir di seluruh nusantara, ia berusaha
menarik kesimpulan sementara seobyektif mungkin.
“Gila…, ini pekerjaan besar, tapi sayang…,” kalimat itu
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 73
tidak diteruskannya. Ia manggut-manggut sejenak. “Coba kamu bayangkan.., ini etos kerja seorang dosen
yang ingin membantu warga, tapi de-ngan etos kerja community organizer yang sudah dilatih ketemu
sikap malasnya warga….klop,” ujarnya dalam sambil menggelengkan kepala. Rekan kerjanya hanya bisa
menatap wajahnya yang gelisah perlahan ditelan gelap malam dan pelita yang meredup kehabisan minyak.
Tiga tahun berlalu sudah, ketika diwawancarai ditengah kesibukannya di Emelson Foundation Jakarta,
Desember 2010, Prio menceritakan kembali pengalamannya itu. Baginya kreativitas pada kompor berbahan alternatif itu memang menjadi minatnya pada inovasi teknologi.
Selain itu, ia berupaya menemukan “media belajar” yang pas untuk memperkenalkan bahan bakar nabati,
yang ketika masih melaksanakan program KEHATI, ia memulai dengan mensosialisasikan penamaman jarak
pagar (Jatropha curcas) di desa agar bijinya dapat diolah menjadi minyak jarak. Mengetahui warga dan
kelompok tani tidak berminat menanam jarak, ia merubah pendekatan. Inovasi teknologi pemba-
karan sistem combustion ia perkenalkan agar masyarakat bisa membuat sendiri
briket dari bahan organik yang melimpah di desa. Upayanya terus berkembang
hingga prototype II dan III ia hasilkan untuk memenuhi keluhan masyarakat
sebagai pengguna yang menuntut kepraktisan, namun tidak terlepas dari penemuan yang semakin inovatif dalam alternatif pemilihan bahan bakarnya. “Awalnya saya melihat banyak hasil panen biji-bijian dibuang, padahal bisa digunakan
sebagai bahan bakar,” katanya. Namun ia juga prihatin melihat masyarakat
masih cenderung menggunakan kayu bakar yang ditebangnya dari hutan dan
pekarangan. “Kompor modifikasi ketiga itu untuk memungkinkan masyarakat
menggunakan ranting-rantingnya saja, tidak sampai menebang pohon,” katanya
menjelaskan.
Prijo mengatakan, “Fokus dan investasi, saya arahkan ke inovasi teknologi, memikirkan penerapannya dan
memodifikasi kompornya.” Teknologinya ia sosialisasi kepada masyarakat. Pembuatan kompor hasil modifikasi ia serahkan Pak Sulkan, tukang kompor dari Sidoarjo. Jika ada masyarakat di desa yang menginginkanya, ia memesan ke Sidoarjo, dan tak jarang ia membawanya sendiri ketika transit di Surabaya. Mantan
mahasiswa bimbingannya yang membantu di Yayasan Pandu Lestari yang mengkordinasi penjualan kompor itu di desa. Namun bagi kelompok tani, ia bagikan cuma-cuma, masing-masing satu unit sebagai bahan belajar dan stimulan anggota kelompok belajar tani lainnya. “Saya tak pernah mengambil untung dari
penjualan kompor itu, bagi saya sudah cukup jika bisa memasarkan kompor alternatif dan laku di pasar.”
Karena pengalamannya memodifikasi kompor itu, suatu kali pernah ia dikunjungi tim dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) Jakarta untuk melihat aplikasi kompor biomassa itu. Mereka
terperangah melihat kompor prototype III yang tidak saja bisa menggunakan biji jarak tanpa harus diolah
untuk diambil minyaknya, tetapi bahan biomassa lain juga bisa digunakan. Saat itu BPPT ingin mensosialisasikan kompor berbahan bakar minyak jarak ke Provinsi NTT. Menurut Prijo, kompor BPPT itu selain mahal
juga kurang praktis jika masyarakat hanya diminta menggunakannya tanpa dibekali cara mengolah biji
jarak menjadi minyak, belum lagi soal budidaya jarak dan lain-lain. Menurutnya kompor prototype III-nya
lebih praktis karena tak perlu repot mengolah biji jarak, cukup dihancurkan saja biji jaraknya agar minyak
yang terkandung dalam biji jarak tersebut keluar dan langsung dibakar di ruang combustion kompor.
Kini ia terlibat bersama tim teknis BPPT dan Kementrian Sosial untuk memberi advis dan penyuluhan soal
bahan bakar alternatif dan penggunaan kompor biomassa di P. Rote NTT. “Saya menyanggupi mas, tapi
saya tidak melakukan bersama-sama tim dari pusat itu karena mereka nampaknya hanya mementingkan
mengejar target saja berkunjung ke daerah, tanpa persiapan,” katanya menutup pembicaraan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 74
mozaik
8A
Di Puskesmas
Kami Belajar
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 75
Waktu telah menunjukkan pukul dua menuju sore, matahari sedang
panas-panasnya menyulut Desa Uiboa. Apalagi di dalam ruang Puskesmas
yang sempit, peserta pelatihan berkumpul menunggu pelatihan dimulai.
Mereka tak beranjak sedikit pun, mengobrol dalam kelompok-kelompok
di beranda Puskemas menanti tim fasilitator datang. Siang itu acara
Training of Trainer bagi pemandu sekolah lapangan akan dimulai pukul
15.00 WITA, namun sebagian besar peserta sudah berdatangan lebih awal.
Selama seminggu peserta dipersiapkan menerima teori di dalam ruangan,
dan empat bulan ke depan peserta mengabdikan ilmunya di pekarangan
dan kebun.
Tepat pukul tiga sore, semua peserta masuk ruangan Puskemas berukuran 5x5 meter. Beberapa
ruang periksa pasien terpaksa disulap sebagai tempat tim pelatih dan fasilitator beristirahat. Pak
Prijo berdiri membuka acara menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim. ”Bapak dan Ibu,
hari ini kita akan memulai belajar bersama seperti yang telah kita rencanakan tentang mengelola
tanah dan tanaman dengan benar.” Rencananya pelatihan akan dilakukan selama tujuh hari,
dimulai siang itu tanggal 27 Januari hingga 2 Februari 2008. Suasana tegang terpancar dari wajah
para peserta, nampak seperti airmuka setiap murid dihari pertama mereka masuk sekolah. Panas
matahari yang menerobos jendela menambah ketegangan dan sumpek suasana dalam Puskesmas.
Selesai Pak Prijo menutup kata pembuka, fasilitator Engkus Kuswara dari FIELD mengambil alih
kendali. “Kita akan banyak bermain-main dan berkunjung ke kebun, setuju….?,” tanyanya mencairkan ketegangan. Serempak para peserta menjawab “Setuju pak…!.” Ia lalu mulai menguasai panggung dan merontokkan ketegangan dengan sesi perkenalan yang kreatif yang ia sebut sebagai
rantai nama. “Tata caranya sebagai berikut, orang pertama yang akan saya lempar bola ini (dari
gulangan kecil tali rafia) akan menyebutkan nama saya dan menyebut namanya sendiri, kemudian
selanjutnya bola akan dilempar kepada teman lainnya dan yang menerima lemparan bola tersebut
langsung menyebut nama saya, nama yang melempar bola dan juga menyebut namanya sendiri,
demikian seterusnya. Paham?.”
“Pahaammmm…!” peserta berseru semakin cair.
Siang itu ruang Puskesmas semarak, terik tak dirasa, derai tawa membahana, dinamika peserta mulai dibentuk. Peserta duduk melingkar dan bergembira dengan permainan sederhana itu. “Zefata..
Engkus….. Beti, Engkus, Zefata….. Selomita, Beti..Zefata,…Engkus…. “ demikian seterusnya. Sang
fasilitator telah menaklukan tiga belas peserta pelatihan yang baru ia kenal hari itu.
Ketika suasana cair, Engkus meneruskan misinya. Ia menjelaskan sekolah lapangan yang akan
dilakukan sangat berbeda dengan latihan-latihan pada umumnya, karena akan banyak mengambil
contoh langsung di kebun dan pekarangan sekitar. Sebagai bagian dari kegiatan belajar bersama
ini dua orang dosen UNDANA yang diberi waktu memberikan teori ilmu tanah dan perlindungan
tanaman dari hama dan penyakit kepada peserta. Tiga orang fasilitator lain dari Kang Enceng, Kang
Iwan dan Kang Agus dari FIELD bertugas mendampingi peserta selama pelatihan.
“Permainan pemandu” dimulai setelah orang terakhir menyebutkan nama semua peserta yang
hadir pada sore itu.
Game pertama diawali dengan membagi peserta dalam tiga kelompok. Tugas bagi setiap peserta
adalah mencari benda apapun sebanyak lima jenis yang berbeda di luar ruangan selama sepuluh
menit.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 76
Selama enam hari Puskesmas menjadi tempat peserta berkumpul dan belajar bersama. Pengenalan
teori dasar tentang budidaya pertanian, pengolahan tanah dan pencegahan hama penyakit menjadi
”mata pelajaran” wajib yang harus diserap peserta.
Setelah masuk ruangan kembali, peserta harus bergabung dengan kelompoknya, membawa benda
yang diperoleh. Tugas diberikan pada kelompok adalah membuat sebuah bentuk yang mempunyai
makna dan berhubungan dengan pelatihan yang akan dilakukan. Selama 10-15 menit berikutnya,
kelompok berkreasi dan menyiapkan konsep untuk untuk dipresentasikan secara bergiliran.
Hasil Kelompok I mampu mengungkap gagasan mereka untuk memanfaatkan benih sendiri sebagai
sumber benih, mengatasi kondisi kering dengan pengelolaan air secara efisien (irigasi tetes), dan
pemanfaatan lahan sempit sebagai sumber ekonomi.
Kelompok II menunjukkan minat membangun sebuah kebun campur dengan budidaya tanaman
yang baik dan berisi berbagai jenis tanaman yang dibatasi pagar agar tidak terganggu oleh ternak
yang berkeliaran. Diharapkan dengan pegelolaan kebun campur selain dapat mencukupi kebutuhan
pangan keluarga, juga meningkatkan ekonomi keluarga.
Kelompok III membuat perahu dengan harapan akan dapat mengangkut hasil pertanian dari Pulau
Semau ke berbagai daerah atau pulau disekitarnya, sehingga diharapkan akan mempercepat peningkatan ekonomi masyarakat.
Refleksi atas hasil diskusi dan presentasi kelompok dilakukan fasilitator yang mengungkapkan adanya gagasan tentang: pemanfaatan lahan lebih optimal dan sumber benih lokal, perbaikan pemasaran melalui organisasi di desa, merupakan wacana dari keterlibatan semua peserta dan harapan
bersama yang harus diperjuangkan dan menjadi cita-cita bersama.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 77
Sebagai penutup fasilitator mengajak peserta untuk memahami prinsip-prinsp belajar kepemanduan yaitu : belajar dari pengalaman, membangun kebersamaan, membangun komunikasi, bersikap
kritis dan bersikap setara diantara sesama peserta dan warga belajar.
Sore itu peserta merasa senang, mereka baru saja melalui satu babak belajar yang lain dari yang
pernah mereka alami. Gegap budaya mungkin saja terjadi, malam itu setiap peserta tertantang
mencerna materi belajar di hari pertama. Mereka baru bubar pulang ke rumah dan desa masingmasing pada pukul delapan malam.
Selama enam hari selanjutnya Puskesmas masih menjadi tempat peserta berkumpul dan belajar
bersama. Pengenalan teori dasar tentang budidaya pertanian, pengolahan tanah dan pencegahan hama penyakit menjadi ”mata pelajaran” wajib yang harus diserap peserta. Selain itu tehnik
kepemanduan untuk penguatan organisasi kelompok tani juga diberikan agar peserta bertambah
percaya diri dan mampu mengatasi persoalannya sendiri dengan memecahnya secara bersama
pula. Tanggal 2 Pebruari adalah hari akhir mereka mempelajari teori dan praktek lapangan di sekitar
Puskesmas. Praktek lapangan sesungguhnya telah ditetapkan di masing-masing desa di pekarangan
kelompok untuk masa lima bulan ke depan di bawah bimbangan fasilitator Sekolah Lapang. Praktek
itu tak lain adalah penerapan ilmu dan teori sekaligus melakukan pengamatan yang disesuaikan
dengan datangnya musim tanam.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 78
Hari Kedua, 28 Januari, pukul delapan pagi, peserta sudah berkumpul. Mereka seperti mendapat
energi baru meski hari sebelumnya mereka meninggalkan Puskesmas menjelang malam.
Pagi itu peserta diajak ”memahami energi kehidupan”. Fasilitator memperkenalkan para peserta materi
ekosistem pertanian sebagai bagian dari kontrak belajar yang dibangun dengan menetapkan bersama
Visi & Misi Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan.
Fasilitator memulai materi ini dengan mengajak peserta untuk mengenal realita dunia, yaitu apa saja
yang Tuhan ciptakan di bumi ini, apa saja yang ada, dan kenapa mereka ada?. Meski perta-nyaan itu
sangat filosofis dan berat disampaikan pada pagi hari, namun didalamnya terkandung maksud agar
peserta dapat mengenal filosofi kehidupan, unsur-unsur ekosistem kebun, peran dan fungsinya serta
hubungan keterkaitan diantara unsur-unsur yang ada di kebun dan keberadaan peserta sebagai
pemilik kebun.
Tanpa membuang waktu, fasilitator mengajukan permainan di alam sekitar yang segera diikuti peserta
tanpa banyak bertanya, entah masih terlalu pagi atau karena berharap ada kejutan seperti yang
dialami sebelumnya. Peserta dibagi dalam tiga kelompok, dan masing masing kelompok dibagikan
kantong plastik untuk menangkap serangga atau binatang yang ditemukan, lop (kaca pembesar)
untuk mengamati, dan buku untuk mencatat.
Peserta diminta menuju kebun mengamati semua ciptaan Tuhan yang ada selama lebih kurang dua
puluh lima menit, dan kemudian kembali ke dalam kelas untuk berdiskusi kelompok. Fasilitator memberi instruksi agar diskusi dilakukan membahas tentang apa saja yang ada, apa keterkaitan hubungan
satu sama lain. Hasil pengamatan peserta dalam kelompok didiskusikan dan menggambarkan hasil
pengamatan di atas kertas dan kemudian menghubungkan keterkaitan antar bagian yang mereka
ditemukan tersebut.
Diakhir diskusi fasilitator melemparkan pertanyaan kunci: ”Apakah tanaman itu tumbuh
sendiri?, lihatlah kembali hasil pengamatan kalian!.” Peserta memutar otak
berusaha menebak kemana arah pelajaran kali ini. Belum sempat
mereka
memberi tanggapan, fasilitator mengajak peserta untuk membahas ”aliran
energi yang terjadi di alam” dengan memanfaatkan hasil diskusi dari kelompok. Fasilitator bersama peserta menempelkan hasil temuan pengamatan ke dalam kertas plano
dan mengelompokkan sesuai peran dalam aliran energi, yaitu mulai dari tanaman, matahari, binatang
pemakan tanaman, binatang pemakan hama pemakan tanaman, awan, cuaca, binatang lain, kayu,
seresah atau daun-daun kering, tanah, air, jasad renik (mikro organisme), binatang pengurai, cacing
dan lain-lain.
Beberapa pertanyaan yang muncul seputar aliran energi alam diantaranya bagaimana hubu-ngan
diantara matahari yang berpengaruh pada proses tanaman dan hasil yang diharapkan oleh petani.
Diskusi memberikan pemahaman dan wawasan akan adanya perlakuan manusia mempengaruhi
hubungan tanaman dan ekosistem sekitarnya. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia mementingkan keselamatan hasil tanamannya dengan penyemprotan pestisida berlebihan
sehingga mengakibatkan banyak serangga berguna bagi penyerbukan atau predator hama dan penyakit mati. Keseimbangan ekosistem terganggu, malah merugikan pertumbuhan tanaman.
Pada akhir sesi, fasilitator menanyakan kepada peserta semua bahwa di lahan/ kebun terdapat banyak
kehidupan saling membutuhkan, saling melindungi, saling memelihara dan saling memberi manfaat,
yang disebut sistem kehidupan atau Ekosistem Pertanian. Fasilitator menambahkan”Nah apakah
kita sudah melakukan hal ini di kebun?.” ”Belum pak,” jawab sebagian besar peserta yang dilanjutkan
dengan tertawa bersama. Meski terasa ringan peserta menjadi semakin paham arti saling kebergantungan petani, serangga, dan lingkungan sekitarnya bagi pertumbuhan tanaman.
Materi pengenalan ekosistem yang disampaikan dalam kesempatan itu difokuskan bagi peserta
pelatihan yang akan menjadi calon pemandu kelompok tani dari desa masing-masing. Penekanannya
adalah bagaimana peserta dapat menyampaikan konsep pengenalan ekosistem dengan cara sederhana dan memandu diskusi di dalam kelompoknya kelak.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 79
Kegiatan pelatihan pada tanggal 30 januari 2008 dimulai pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Materi
yang disampaikan adalah mengenal ekosistem pertanian menu hari itu. Pada materi ekosistem pertanian peserta dibagi dalam dua kelompok, setiap kelompok mempunyai tugas mengenal ekosistem tanaman jagung dan kacang tanah. Para peserta diajak turun ke kebun dan pekarangan untuk melakukan
observasi pada tanaman atau kasus nyata yang terjadi di kebun. Peserta dalam kelompok-kelompok
mengunjungi kebun cabe, kacang tanah dan jagung didampingi fasilitator lapangan FIELD yang juga
petani.
Dalam pengamatan ini, peserta dalam kelompok mulai diminta ”berpikir” tentang hasil observasinya,
menyusun dan merencanakan tindakan lainnya.
Marthen dan kelompoknya melaporkan hasil pengamatannya:
• Kondisi tanaman cabe sedang berbuah lebat, namun kelihatan layu karena kurang air. Selain itu
juga pucuk daun keriting karena banyak terdapat kutu daun.
• Rumput jumlahnya sedang dan jenisnya ada beberapa macam, dapat bersaing dengan tanaman
dalam mendapatkan makanan dan matahari.
• Cuaca pada saat pengamatan mendung, tanah kering namun cukup gembur.
• Serangga yang ditemukan ada empat jenis dan belum diketahui fungsinya di ekosistem tersebut.
Kelompok yang lain juga melakukan hal serupa. Mereka kemudian secara bergiliran mempresentasikan
hasil pengalamatan dan mendiskusikannya bersama diantara peserta. Fasilitator memberikan teladan
memandu diskusi agar semua peserta terlibat dan berkontribusi memberikan pemikirannya.
Dari hasil diskusi itu didapatkan input untuk masing-masing kelompok. Marthen dan kelompoknya
kemudian membuat aksi tindak lanjut seperti melakukan penyiraman dan diikuti dengan melakukan
penutupan tanah menggunakan tanaman untuk mengurangi penguapan agar tanaman tidak layu lagi,
dilakukan penyemprotan pestisida untuk menghilangkan kutu dan juga perlu dilakukan penyia-ngan
rumput agar tidak menjadi pesaing dengan tanaman pokok.
Itulah simulasi bagaimana para calon pemandu kelak akan memfasilitasi kelompok petani dari desa
masing-masing. Diharapkan ada perubahan cara bertani dalam proses sekolah lapang yang melibatkan
anggota kelompok tani untuk berkontribusi dalam pemikiran dan pengamatan.
Untuk sementara hasil diskusi itu dijadikan acuan bagi petani untuk mengambil rencana tindakan bagi
aplikasi sekolah lapang lima bulan ke depan saat datangnya musim tanam bersama anggota kelompok
tani lainnya. Disitulah calon pemandu akan diuji untuk mempraktekkan ketrampilan kepemanduannya
di sekolah lapang dan proses belajar bersama petani di desa.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 80
Setelah beberapa hari peserta belajar memahami arti ekosistem pertanian dengan fokus pada budidaya
tanaman dan pengenalan hama pada tanaman, bagian akhir dari materi belajar bersama adalah tentang
ekologi tanah. Camat Semau Selatan, Haludin Abdullah hadir turut bersama peserta dalam ”permainan
tanah”. Permainan dimaksud adalah mengamati tekstur tanah dan kemampuan tanah mengikat air.
Untuk mengamati tekstur tanah peserta harus mengambil sampel tanah di
berbagai tempat pekarangan, kemudian kelompok memasukan sampel tanah
tadi dalam plastik yang disiapkan. Tanah kemudian diberi air, lalu dikocok-kocok
sehingga tanah dan air bercampur. Wadah plastik digantung pada seutas tambang dan biarkan beberapa menit sampai tanah mengendap. Setelah itu dilakukan pengamatan. Peserta segera dapat mengidentifikasi, wadah yang airnya terlihat jernih mengan-
dung cukup banyak pasir, sedangkan yang terlihat keruh namun tanah cepat mengendap mengandung
lempung. Wadah lainnya menunjukkan air keruh dan tanah dalam wadah itu relatif lama mengendap yang
kemudian diketahui mengandung lumpur.
Metode yang digunakan sangat sederhana dan memberi kesan mendalam bagi dua dosen UNDANA yang
turut serta. Peserta juga diyakinkan bahwa pengamatan tidak harus menggunakan alat-alat yang mahal dan
pengamatan jenis tanah bisa dilakukan dimana saja, menggunakan alat sederhana yang ada disekitar kita.
Setelah pemahaman atas jenis-jenis tanah yang ada disekitar kebun dipahami peserta, fasilitator menjelaskan pengetahuan tadi akan memudahkan petani memberikan perlakukan-perlakuan pada tanah yang ada di
kebun atau ladang mereka.
Untuk lebih meyakinkan kepada peserta maka semua peserta diajak membuktikan kemampuan tanah
mengikat air. Setiap kelompok diberi empat botol plastik yang bagian bawahnya berlubang kecil. Botolbotol itu kemudian diisi berbagai media antara lain tanah saja, tanah campur pasir, tanah campur bahan
organik dan pasir campur bahan organik selanjutnya wadah-wadah itu diisi air. Peserta mengamati tetes air
yang jatuh, jumlah air yang masuk, dan air yang terikat di tanah (dalam botol). Peserta diminta menjelaskan
hubungan banyak sedikitnya air merembes, jatuh melalui lubang botol dikaitkan kemampuan tanah mengikat dan menyimpan air.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 81
Selain itu, pembahasan dihubungan dengan pengamatan proses tanaman membutuhkan makanan
dan air dengan melalui daya kapiler. Setiap kelompok harus mencari minimal dua tanaman yang
sama untuk mengetahui proses pergerakan air dari dalam tanah menuju batang dan daun. Untuk itu
setiap kelompok dibagikan dua gelas plastik. Gelas pertama diisi air yang berfungsi sebagai kontrol.
Gelas kedua berisi air dengan larutan berwarna merah. Setiap kelompok diminta mengamati proses
perubahan warna batang dan daun. Tanaman di gelas kedua berubah warna dan semakin lama
perubahan warna terus bertambah pada batang dan daun. Peserta juga dapat melihat setiap jenis
tanaman memiliki daya serap berbeda. Kelompok pertama yang menggunakan anakan tanaman
randu memiliki daya serap paling cepat dibandingkan kelompok lain yang menggunakan tanaman
jagung dan tanaman waluh. Peserta menjadi yakin bahwa dalam tubuh tanaman terjadi pergerakan
cairan dari akar hingga daun.
Pengamatan daya serap jenis tanaman jagung lokal pulut, jagung bunga, dan harapan juga dilakukan dan dibandingkan dengan jenis jagung hybrida. Pemetaan kelebihan dan kekurangan masingmasing jenis jagung tadi dijadikan pengamatan oleh kelompok untuk menunjukkan daya serap
kapilernya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 82
Peserta juga dikenalkan dengan sistem penyerapan nutrisi atau hara oleh tanaman. Disampaikan bahwa tanaman memerlukan nutrisi atau hara, dimana unsur-unsur dalam menu
makanan tanaman itu mengandung unsur-unsur kimia bermuatan listrik (ion dan kation).
Untuk membuktikannya fasilitator memperkenalkan tehnik pembuktian sederhana bahwa
tanaman mempunyai daya hantar listrik. Melalui materi pelajaran daya kapiler tanaman , nutrisi
disalurkan melalui jaringan tanaman disambungkan dengan kabel listrik yang ujungnya telah
dipasangi bola lampu ukuran kecil. Ketika kabel ditautkan ke bagian tanaman lampu menyala,
dan peserta berdecak kagum sambil menganggguk tanda mengerti proses yang disampaikan.
Fasilitator kemudian bertanya, mengapa ada lampu yang menyala redup dan ada yang terang?
Seorang peserta segera menyambar, ”itu tandanya tanah mengandung cukup banyak makanan (nutrisi/ hara) sehingga mampu lampunya menyala lebih terang”
Pak Prijo dan Ibu Yoke Dosen Ilmu Tanah UNDANA pun menambahkan pada peserta, ”Itulah
kenapa penting hara harus tersedia, kapan disediakan dan apa yang harus ada agar hara
dapat digunakan oleh tanaman untuk tumbuh berkembang sambil mengingatkan pentingnya
hubungan antara tanah yang subur mengandung nutrisi, air, dan tanaman yang sehat untuk
mendukung pertumbuhan.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 83
Sebagai pelengkap teori budidaya tanaman, pengenalan tentang hama dan penyakit tanaman
juga diberikan. Pelajaran mengenali serangga yang umumnya belum diketahui peserta dilakukan
cara membuat ”kebun serangga”, yaitu memasukkan serangga tanaman jagung yang sebelumnya sudah diselimuti dengan kelambu atau jaring. Tujuannya tak lain adalah untuk mengetahui
apakah serangga-serangga tersebut memangsa bagian dari tanaman jagung atau tidak. Selain
itu pada peserta diminta untuk mengkoleksi bermacam serangga yang diambil dari pekarangan
dan kebun, dan meminta mereka mengidentifikasi jenis, nama, ancaman dan perannya pada
ekosistem pertanian di pekarangan dan kebun petani.
Ibu Titik, dosen Ilmu Hama Penyakit Tanaman memberi landasan teori untuk menggenapkan
pemahaman peserta untuk mengenal hama dan penyakit serta hubungan kondisi lingkungan
dengan kehadiran hama dan penyakit tertentu. ”Hama dan penyakit perlu makan dan makanan
yang disukai ada pada kondisi lingkungan yang disenangi oleh hama dan penyakit tersebut,”
jelas ibu Titik dengan lembut membuat peserta merasa nyaman dan seperti dikuliahi.
Dalam penjelasan dan uraiannya, ia memberi contoh, misalnya kondisi yang disenangi penyakit
adalah bila kondisi sangat lembab. Sebaliknya hama lebih suka pada kondisi kering dan tidak
terawat. Untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah membuat kondisi tanaman dan
lingkungan tidak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan si hama dan penyakit. Bisa juga
menggunakan zat lain yang tidak disukai oleh hama dan penyakit tersebut. ”Zat ini ada di sekitar
lingkungan tumbuh tanaman itu sendiri,” tegas ibu Titik.
Untuk hasil diskusi kelompok 2 dan 3 (tanaman kacang tanah dan jagung) hasil yang diperoleh
hampir mirip dengan kelompok 1.
Setelah presentasi berakhir, fasilitator mangajak peserta untuk mengkritisi kembali, terutama
pengendalian serangga pemakan tanaman bukan hanya mengandalkan pestisida kimia, namun
mencari alternatif lain seperti dengan musuh alaminya, pemanfatan agen hayati dan pengendalian nabati. Selanjutnya fasilitator mengajak peserta untuk melakukan studi untuk menindaklanjuti terhadap hal-hal yang belum terpecahkan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 84
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 85
mozaik
8b
Bertani Sambil Belajar
Seminggu sudah peserta pelatihan bersarang di Puskesmas Desa Uiboa
dari pagi hingga petang. Menjelang sore dibabak akhir training, kelompok
dibagi berdasarkan perwakilan desa. Mereka adalah wakil desa yang akan
menguji ilmu yang didapat untuk memfasilitasi kelompok tani dan masyarakat di desa masing-masing dalam Sekolah Lapang selama lima bulan.
Selain itu calon pemandu dibekali peralatan praktek untuk pelatihan di desa masing-masing berupa
botol air minum kemasan plastik dan gelas plastik bekas, terpal, spidol, pensil, buku, kertas plano,
dan lain-lain. Dalam lima bulan ke depan, kegiatan belajar dipindahkan ke pekarangan dan diskusi
dilakukan di kelompok pe-tani di desa. Dua fasilitator lapangan, Kang Iwan dan Kang Enceng siap
mendampingi selama empat bulan kedepan.
Hari berganti, musim berulang, peserta yang memasuki hari akhir training for the trainers atau pelatihan bagi pemandu lokal mengkhatamkan materi pelatihan, bersiap memasuki jenjang pendidikan
lanjutan ”sekolah lapang” menjelang musim tanam yang diharapkan datang pada bulan tiga hingga
juli mendatang.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 86
Peserta bersama fasilitator pendamping Sekolah Lapang telah menyusun jadwal untuk lima bulan ke
depan. Dalam rencana itu Sekolah Lapangan dirancang untuk pertemuan sebanyak delapan belas kali
untuk masing-masing kelompok di setiap desa (kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana, kelompok
Gemilang dan kelompok Tani Karya di Desa Uiboa, kelompok Tani Mekarsari dan kelompok tani Nuleka
di Desa Akle).
Kegiatan terbagi dalam dua bagian yaitu tahap perencanaan melalui Sustainable Livelihood Assessment
selama lima kali pertemuan, dalam seminggu dua kali pertemuan. Kegiatan aksi atau implementasi
direncanakan dua belas kali pertemuan yang dilaksanakan seminggu sekali. Peserta dan fasilitator
sepakat kegiatan dimulai jam 08.00 sampai jam 13.00.
Fasilitator dari FIELD memfasilitasi perencanaan menggunakan pendekatan terpadu, sehingga hasil
penjajagan dalam pengelolaan pertanian yang dilakukan oleh kelompok di tiga desa pewakil dikemas dalam konsep pertanian terpadu dan pengelolaan sumberdaya tanah dan air secara lebih efisien
hal itu merupakan konsep yang dikembangkan Yayasan KEHATI yaitu WEHAB (Water, Energi, Health,
Agriculture dan Biodiversity). Konsep itu juga merupakan strategi adaptasi dari kemungkinan dampak
perubahan iklim atau masalah keterbatasan air (ketersediaan dan distribusinya) yang saat ini dirasakan
oleh masyarakat Semau.
Pendekatan lainnya yang diperkenalkan fasilitator adalah peserta atau kelompok diharuskan melakukan praktek dan pengamatan pada dua areal atau kebun yaitu pada lahan yang menerapkan cara-cara
bertani sebagaimana lazimnya dilakukan masyarakat, dan lahan ”kebun belajar” yang menerapkan
cara-cara baru dari hasil pengamatan. Selain itu peserta juga melakukan diskusi kelompok selama Sekolah Lapang. Oleh peserta areal kebun belajar sering disebut ”lahan mikir”. Metode itu dimaksudkan
agar dalam belajar cara-cara baru dalam bertani ala Sekolah Lapang akan ada hasil pembanding.
Untuk meyakinkan adanya hasil yang nyata dari cara bertani yang lama dan cara bertani baru dalam
pengelolaan kebun dan pekarangan, dilakukan pengukuran dan uji laboratorium sifat fisik dan kimia
tanah oleh peneliti UNDANA. Tujuannya untuk membuktikan sejauh mana pengaruh perbaikan tanah
terjadi dari perubahan cara bercocok tanam melalui cara yang lebih lestari seperti cara bertanam tumpangsari, penggunaan kompos, pupuk cair organik, biopestisida, semua itu merupakan bagian praktek
Sekolah Lapang yang langsung diterapkan pada lahan pekarangan. Sampel tanah yang diambil untuk
uji laboratorium mewakili dua areal kebun belajar dari tiga desa.
Untuk tujuan evaluasi dan penyegaran, diakhir Sekolah Lapang disiapkan Farmers Field Day sebagai hari
penutupan Sekolah Lapang yang bertujuan memamerkan hasil-hasil yang didapat dari Sekolah Lapang
dan mendiskusikan hasil-hasil belajar bersama dan berdialog dengan para tamu undangan dan siapa
saja yang ingin hadir. Kegatan ini dilakukan satu hari penuh.
Yayasan Pandu Lestari dan fasilitator beserta peserta akan sangat terbantu dengan penyusunan agenda
dan kerangka belajar Sekolah Lapang itu sebagai mata pelajaran bersama. Terutama diantaranya selain
materi pelatihan budidaya yang akan didapat dari Sekolah Lapang seperti latihan pembibitan, cara bercocok tanam, pembuatan pupuk organik dan penerapannya, juga diselingi dengan aktivitas penelitian
mahasiswa UNDANA yang juga disesuaikan dengan jadwal Sekolah Lapang di musim tanam itu.
Peserta atau kelompok diharuskan melakukan praktek dan pengamatan pada dua areal atau kebun
yaitu satu lahan menerapkan cara-cara bertani sebagaimana lazimnya dilakukan masyarakat, dan
lahan ”kebun belajar” yang menerapkan cara-cara baru yang diperoleh dari hasil pengamatan dan
diskusi kelompok selama sekolah lapang. Para peserta menyebut areal kebun adalah ”lahan mikir” .
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 87
Sebelum semua agenda Sekolah Lapang dimulai, terlebih dulu peserta bersama fasilitator
lapang melakukan Sustainable Livelihood Assessment untuk mengkaji kebutuhan tiap kelompok yang
mewakili kegiatan pertanian tiga desa pewakil. Jadwal yang telah ditetapkan banyak membantu
pertemuan dengan kelompok tani peserta Sekolah Lapang. Fasilitator lapang yang tinggal di desa
tempat berlangsungnya Sekolah Lapang mempermudah proses penyusunan assessment dan membangun komunikasi kepada kelompok petani. Setelah assessment dilakukan di masing-masing desa,
maka teridentifikasilah seluruh kebutuhan dan kepentingan pencapaian program yang direncanakan
dalam agenda Sekolah Lapang di masing-masing desa.
Agenda itu secara umum disebut Sekolah Lapangan Usaha Tani Lestari dan Energi Terbarukan
(SLUTLET), maksudnya adalah menetapkan tujuan dan agenda melalui tahapan yang dipahami
bersama. Agenda itu disusun untuk memudahkan pembagian waktu dalam implementasi dan
mengukur target yang akan dicapai. Melalui agenda SLUTLET berbagai ketrampilan diajarkan, baik
yang sifatnya pengembangan pemikiran maupun praktek bertani seperti pembuatan kompos yang
langsung diterapkan di lahan petani.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 88
Hari demi hari seperti berlari mengejar semua persiapan dan memenuhi jadwal belajar dari setiap
kelompok. Minggu demi minggu seperti menunggu hasil pengamatan kelompok di pekarangan dan
lahan desa. Apa yang akan terjadi? Adakah perubahan nyata dari hasil jerih payah belajar? Itulah pergulatan penuh pasang surut yang dirasakan oleh setiap peserta belajar dan fasilitator yang mendampingi
selama lima bulan. Semangat terkadang menurun, dinamika kelompok kendur, tetapi materi yang telah
disepakati terus diajarkan, diberikan dan didiskusikan bersama oleh anggota kelompok belajar. Praktek
berpindah dari kebun kelompok desa satu ke desa lainnya. Pelan tapi pasti semua kegiatan dijalani
bersama di Sekolah Lapang.
Pada kegiatan Sekolah Lapang ini sejumlah dosen dari Program Studi Ilmu Tanah dan Program Studi
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Peranian Universitas Nusa Cendana (UNDANA) beberapa kali
terlibat langsung di lapangan bersama dengan tim dari FILED dan Pandu Lestari. Mereka ingin mengetahui model dan proses sambil memberikan masukan bagi pemandu lokal, melakukan diskusi, evaluasi
dan kaji tindak berikutnya. Mahasiswa peneliti terpilih juga dilibatkan langsung di lapangan bersama
petani. Momen itu menjadi pengusir kejenuhan pertemuan antara fasilitator dan kelompok petani yang
rutin bertemu. Interaksi itu menjadikan proses pembelajaran yang menyenangkan karena pertukaran
informasi dari pengalaman petani, fasilitator pendamping dan staf pengajar terjadi pada setiap pertemuan sehingga menambah kaya pengetahuan masing-masing peserta diskusi dan tentu saja menjadi
menu belajar tersendiri bagi mahasiswa peneliti.
Untuk memacu anggota kelompok bersifat kritis dalam membangun dan mengelola usaha tani, maka
kegiatan harian Sekolah Lapang dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungannya serta keinginan para
petani mengelola pekarangan mereka. Kegiatan harian yang boleh dibilang rutin adalah melakukan
pengamatan agroekosistem dan diskusi kelompok. Kelompok tani mulai terbiasa dengan presentasi
dan mengambil keputusan untuk usaha bertani di pekarangannya serta evaluasi harian. Selain itu untuk
pemandu dan anggota kelompok petani pembahasan tentang dinamika kelompok, topik khusus seperti
budidaya tanaman, pengelolaan air dan energi, dan pengenalan sumber-sumber energi lokal.
Meskipun pertemuan fasilitator dan kelompok tani dilakukan secara bergiliran dari satu desa ke desa
lain namun tak terbayangkan kesibukan anggota kelompok belajar meluangkan waktu terutama bagi
mereka yang memiliki pekerjaan lain, seperti guru, pegawai pemerintahan kelurahan. Karenanya, dinamika kelompok ditiap desa pun berbeda. Di Akle, ketua kelompok menjadi penanggungjawab praktek
pembuatan kompos dan pupuk cair, sementara para anggotanya membantu implementasi di lahan
mereka termasuk dalam pengamatan. Di Uiboa, fasilitator kelompok memimpin kelompoknya secara
bersama dalam setiap aktifitas, hal itu tak lain karena mereka selalu diawasi oleh kepala desa yang selalu
terlibat aktif. Di Uithiuhana, beberapa anggota kelompok terlibat aktif, sementara lainnya menunggu
jika ujicoba mereka memperlihatkan hasil yang bagus. Tetapi fasilitator juga memberikan materi bersifat
tambahan pengetahuan atau teori yang dapat diikuti semua kelompok bahkan warga lainnya dan para
perempuan.
Rangkaian materi baik teori dan praktek dirisalahkan sesuai yang dilaporkan oleh Yayasan Pandu Lestari
sebagai berikut:
Selama kegiatan Sekolah Lapang berlangsung dilakukan kegiatan harian untuk memacu anggota kelompok bersifat kritis dalam membangun dan mengelola usaha tani yang dilakukan
sesuai dengan kondisi lingkungannya serta keinginan para petani mengelola pekarangan
mereka.
Minggu demi minggu seperti menunggu hasil pengamatan kelompok di pekarangan dan lahan desa.
Apa yang akan terjadi? Adakah perubahan berarti hasil jerih payah belajar? Itulah pergulatan penuh
pasang surut yang dirasakan oleh setiap peserta belajar dan fasilitator yang mendampingi dalam lima
bulan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 89
Analisis kebutuhan sehari-hari. Fasilitator lapang yang tinggal di desa, menyempatkan waktu
untuk membimbing petani membuat catatan sederhana tentang kebutuhan rumah tangga seharihari, terutama yang berhubungan dengan pangan dan bagaimana cara mereka mendapatkannya.
Hal ini untuk memberikan pemahaman pada keluarga petani tentang apa yang sebenarnya terjadi
dalam pengelolaan waktu, tenaga, dan keuangan keluarga. Informasi yang dikumpulkan kemudian
dianalisa bersama dengan petani sehingga mereka mempunyai landasan untuk mengambil keputusan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan lain, misalnya bahan pangan apa yang dapat
dipenuhi dari potensi pertanian di pekarangan, bagaimana menyiapkan modal kerja dan berapa
yang harus disiapkan maupun dihemat untuk kebutuhan lain. Cara bercocok tanam dan pilihan
jenis tanaman akan menjadi pertimbangan keluarga petani merencanakan pemenuhan kebutuhan
mereka tersebut dan mengelolanya agar cukup bagi keluarga.
Peranan perempuan dalam bidang pertanian tak luput dari perhatian fasilitator untuk lebih
mendukung kontribusi perempuan dan menyiapkan ketrampilan bagi mereka seperti mengelola
usaha tani keluarga, mengatur pasca panen hingga menjual hasil panen tanaman pangan, sayuran
dan lainnya. Materi ini memberikan pengetahuan pengelolaan pasca panen dan pemasaran hasil
yang berhubungan dengan cara-cara penyimpanan maupun pengolahan bahan agar mendapatkan hasil pemasaran yang optimal, maupun mampu menyediakan bahan pangan untuk kebutuhan
jangka panjang, termasuk menyiapkan benih untuk saat bertani.
Pengalaman belajar bercocok tanam merupakan upaya fasilitator pendamping menggali
pengalaman-pengalaman warga bercocok tanam selama ini. Pemandu yang didampingi fasilitator memberi kesempatan kepada petani untuk menyampaikan pengalaman mereka mulai dari
persiapan lahan hingga tiba saat panen. Diskusi antara petani secara bergiliran di masing-masing
desa pada akhirnya berhasil menemukan kekurangan-tepatan bercocok tanam. Dari hasil diskusi
itu juga diketahui hasil panen belum optimal atau tidak sesuai dengan potensinya. Kelompok
dipandu membuat rencana perbaikan untuk meningkatkan hasil panen dengan memperbaiki
cara budidaya yang benar, melakukan pengamatan hama dan penyakit, membuat pupuk organik,
dan pembuatan pestisida nabati. Agenda itu pun disepakati dilakukan di pekarangan atau kebun
masing-masing peserta dan di ”lahan mikir” kelompok.
Kontribusi perempuan dalam pertanian diarahkan untuk menyiapkan ketrampilan bagi mereka seperti
dalam mengelola usaha tani keluarga, mengatur pasca panen hingga menjual hasil panen tanaman
pangan, sayuran dan lainnya
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 90
Pengenalan kalender kerja dan musim, diperkenalkan dengan cara peserta Sekolah Lapang diminta
mengungkapkan pengalaman bertani sesuai waktu mereka menyiapkan lahan, menanam dan kegiatan lain
setelah panen. Petani dalam kelompok belajar diminta catatan dan menyusunnya sebagai kelender musim
mencakup kegiatan bertani dan lainnya seperti kegiatan agama, adat, dan kegiatan sosial rutin lainnya. Dalam
presentasi kelompok ditemukan fakta secara tentang kegagalan panen meski biaya yang dikeluarkan cukup
besar tapi tidak tertutupi karena hasil berkurang. Setelah mendiskusikan berbagai masalah yang menyebabkan gagal panen tadi fasilitator meminta peserta memodifikasi kelender musim yang telah dibuat dengan
mengusulkan penanaman lebih awal sehingga curah hujan yang sedikit ini dapat memenuhi kebutuhan air.
Fisiologi akar dan jaringan pengangkut. Fasilitator dan pemandu sepakat tidak memberi informasi terlebih
dulu soal materi ini. Kelompok petani atau biasa disebut warga belajar diminta menyiapkan bahan praktek
yaitu bayam yang dimasukkan dalam wadah berisi air yang dilarutkan zat pewarna masakan. Wadah tanpa zat
pewarna atau berisi air saja juga disiapkan. Mereka diminta mengamati gejala yang terjadi dalam dua wadah
berbeda tadi dan menjelaskan mengapa zat pewarna dapat berada di dalam jaringan bayam?. Pemandu
kemudian menjelaskan bagaimana fungsi akar dan jaringan pengangkut terhadap pertumbuhan. Begitu pula
bila tanaman disemprot pestisida, akan diserap dan tinggal di jaringan tanaman yang tentunya berdampak
bahaya bagi manusia. Dari praktek tadi, warga belajar mengetahui bahwa pestisida dapat bertahan di dalam
sel-sel tanaman dalam jangka waktu lama dan mengetahui bahaya pestisida bagi manusia bila mengkonsumsinya. Kegiatan akar dan jaringan pengangkut dalam sistem pengangkutan nutrisi menjadi pengetahuan baru
bagi peserta.
Ekologi tanah (sifat fisik, kimia dan mikrobiologi tanah). Sebelum praktek, pemandu menyampaikan materi
mengenai tanah kepada warga belajar: apa itu tanah dan apa saja yang terdapat dalam tanah. Diskusi berjalan
lancar, warga belajar bersemangat mengungkap pengetahuannya mengenai tanah dan kandungannya. Praktek dilakukan untuk memberi pemahaman warga belajar tentang kemampuan tanah mengikat air.
Peserta dibagi dalam tiga kelompok untuk menyiapkan bahan praktek yaitu tanah, kotoran hewan, botol dan
gelas plastik dan air. Setelah bahan-bahan sudah disiapkan, pemandu mengajak warga belajar untuk menghaluskan tanah dan kotoran hewan yang kemudian mencampurnya dalam komposisi 250 gram tanah dan 250
gram kotoran hewan ke dalam botol. Sebagai pembanding disiapkan botol kedua diisi tanah saja seberat 500
gram.
Selanjutnya air dengan volume 440 ml (setara dengan dua plastik air minum kemasan) dimasukan dalam
botol yang sudah diisi dengan tanah dan kotoran hewan. Air yang dituangkan bertahap. Hal serupa dilakukan pada botol kedua yang hanya berisi tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap botol : air yang menetes
pertama dan air yang terikat dalam tanah.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 91
Hasil pengamatan menunjukkan tanah campur kotoran hewan (kompos) airnya menetes terlebih dahulu.
Setelah dilakukan praktek mengenai kemampuan tanah mengikat air pemandu menanyakan apa yang
didapat dari praktek ini, warga belajar menyatakan bahwa botol yang berisi tanah campur kompos yang
sangat baik dalam menyerap dan mengikat air. Dari hasil diskusi ini pemandu menjelaskan mengenai
manfaat kompos atau kotoran hewan terhadap tanah selain fungsinya sebagai pupuk bagi tanaman.
Pengenalan aerasi tanah. Praktek ini bertujuan agar petani lebih memahami dan mengetahui pentingnya aerasi tanah bagi tanaman. Dalam melakukan praktek ini petani dibagi dalam tiga kelompok. Sebelum
melakukan praktek, petani menyiapkan bahan dan alat parktek yang dibutuhkan seperti balon, tanah,
kotoran hewan, botol aqua, kain kasa dan air, stop watch atau jam. Setelah bahan dan alat disiapkan
pemandu memberikan arahan tentang cara praktek aerasi tanah yaitu :
1) Tanah dan kotoran hewan dihaluskan.
2) Botol plastik kemasan dipotong bagian bawahnya dan diikat dengan kain kasa.
3) Botol pertama diisi dengan tanah saja, dan botol yang kedua diisi dengan tanah ditambah dengan
kompos.
4) Balon yang disiapkan, ditiup dengan ukuran yang sama, lalu jepit agar udara tak keluar.
5) Memasukan isi botol pertama dan kedua pada dua wadah yang lain yang sudah diisi dengan air.
6) Balon yang sudah ditiup dipasang pada ujung masing-masing botol percobaan, kemudian lepas jepit
bersamaan agar udara dapat berhembus keluar.
7) Mengamati gejala : botol mana menunjukan terjadi aliran udara yang ditandai dengan gelembung
udara pada wadah berisi air dalam waktu tertentu.
Pemandu menanyakan pada peserta apa makna dari percobaan tadi yang didapat dari praktek ini.
Menanggapi pertanyaan pemandu, warga belajar menyatakan bahwa udara pada balon yang diikatkan
pada tanah botol yang isinya tanah campur kompos lebih cepat menunjukan gejala yaitu air menggelembung dan udara pada balon cepat habis, sedangkan pada botol yang hanya berisi tanah lambat dalam
menunjukan gejala. Selanjutnya pemandu menjelaskan makna dari praktek ini, bahwa tanah yang dicampurkan dengan kotoran hewan mudah dalam pertukaran udaranya sehingga memudahkan akar tanaman
dalam mengambil udara. Sedangkan tanah yang tidak dicampurkan dengan kotoran hewan pertukaran
udaranya lambat sehingga menyebabkan akar tanaman sulit mengambil udara tanah.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 92
Pengenalan struktur tanah yang sangat mempengaruhi kemampuan cekam air tanah dalam menyediakan
makanan bagi tanaman. Struktur tanah oleh pemandu dijelaskan sebagai partikel-pertikel atau bagianbagian yang terdapat di dalam tanah yang menyusun tanah. Setelah menjelaskan tentang struktur tanah
pemandu mengarahkan warga belajar untuk melakukan kegiatan praktek tentang struktur tanah. Cara-cara
dalam praktek struktur tanah adalah sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan bahan yaitu tanah, plastik, linggis atau parang, cutter, air dan mistar.
2. Galilah tanah dengan linggis atau parang sedalam 30 cm.
3. Sayatlah atau mengikis tanah tepi dari tanah yang digali dengan menggunakan linggis atau parang.
4. Ambil tanah yang disayat tadi kemudian masukan ke dalam plastik yang sudah disiapkan sampai ukuran 20 cm.
5. Masukan air ke dalam plastik yang sudah berisi tanah dan kocoklah sampai tanahnya menjadi seperti
lumpur.
6. Ikatkan plastik yang telah diisi pada tempat yang sudah disiapkan dan tunggu sampai airnya bening
dan tanahnya mengendap.
7. Amati gejala yang terjadi dan ukurlah struktur tanah dengan menggunakan mistar (pasir, debu, dan
liat).
Pemanfaatan sisa tanaman sebagai bahan mulsa. Kegiatan pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa
dilakukan di kelompok Karya Nyata dan kelompok Gemilang di Desa Uiboa yang mempunyai masalah
dengan keterbatasan air tanah khususnya untuk usaha tani tanaman sayuran atau semusim. Kegiatan bertujuan mencegah penguapan air berlebih yang terjadi pada tanaman cabai.
Sumber mulsa yang digunakan adalah sisa panen tanaman kacang (batang, cabang, daun), rumput, dan
sisa biji kacang tak digunakan. Hasil praktek menunjukkan bahwa penyiraman tanaman cabai bermulsa
memerlukan penyiraman 3-4 hari sekali dengan kenampakan pertumbuhan dan perkembangan yang sama
dengan tanaman cabai tanpa mulsa yang disiram setiap hari.
Dalam praktek ini, jumlah mulsa diberikan dan saat pemberian belum dilakukan sesuai dengan kebutuhan
lahan sehingga diharapkan pada aplikasi berikutnya takaran jumlah mulsa yang tepat sesuai dengan luas
areal, jenis tanah, dan jenis tanaman dapat diuji coba lebih teliti lagi.
Pengelolaan hama dan penyakit serta tanaman pengganggu. Pemandu memberikan materi tentang serangga dengan pertanyaan apa itu serangga? Beragam jawaban diberikan peserta, namun semua jawaban
menyimpulkan serangga sebagai mahluk hidup perusak tanaman. Pemandu merangkum semua jawaban
itu, kemudian menjelaskan bahwa serangga merupakan organisme yang tubuhnya beruas-ruas, ada yang
menjadi hama namun ada juga yang membantu petani.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 93
Serangga dibagi dalam dua golongan yaitu serangga yang tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala
(caput), dada (thoraks) dan perut (abdomen) serta serangga yang tubuhnya terdiri dari dua bagian yaitu
kepala (caput) dan perut (abdomen). Serangga juga memiliki siklus hidup yang berbeda-beda, ada yang
siklus hidupnya sempurna (telur-larva-pupa-imago) dan siklus hidup tidak sempurna (telur-nimfa-imago).
Penjelasan mengenai siklus hidup serangga bertujuan agar petani bisa memahami pada saat mana mereka akan melakukan pengendalian, misalnya pengendalian serangga yang bermetamorfosis sempurna
sebaiknya dilakukan pada stadia larva, karena larvalah yang menjadi hama tanaman, sedangkan pada
stadia dewasa, serangga justru membantu penyerbukan tanaman. Untuk serangga yang metamorfosisnya tidak sempurna, pengendaliannya dapat dilakukan pada stadia nimfa dan imago karena pada tingkat
itu serangga menjadi hama bagi tanaman.
Selain menjadi hama, serangga juga berperan penting dalam membantu petani dalam penyerbukan
tanaman dan membantu petani dalam pengendalian, khususnya serangga predator atau yang memangsa hama perusak tanaman petani.
Tanaman penggangu atau gulma. Pemandu memberikan pertanyaan kepada petani apa itu gulma?
Jawaban petani gulma adalah rumput yang tumbuh di dalam kebun. Pemandu kemudian memberikan
penjelasan bahwa gulma merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan dan tumbuh di dalam kebun tempat tanaman dipelihara. Pemandu memberikan tips melakukan tindakan pengendalian sebagai berikut:
• Tepat waktu, bila kita mengendalikan gulma lakukanlah pada saat rumput baru tumbuh sehingga
mudah untuk dikendalikan;
• Tepat sasaran, pengendalian gulma dilakukan jika gulma sudah mengganggu tanaman;
• Tepat guna, pengendalian gulma itu harus bermanfaat dan tidak mengganggu ekosistim yang lain;
• Tepat dosis, bila menggunakan herbisida, pengendalian gulma harus sesuai dosis dan takaran dengan
kondisi tumbuhan pengganggu.
Praktek membuat pupuk cair dan pupuk kompos. Keterampilan membuat pupuk cair dan kompos merupakan
salah satu materi yang diberikan. Sebelum praktek dimulai, petani diminta menceritakan pengalaman mereka
tentang jenis pupuk yang pernah dipakai dan manfaat
pupuk untuk tanaman. Fasilitator menyajikan materi soal
pupuk dan pemupukan yang dilanjutkan dengan praktek
membuat kompos dan pupuk cair.
Pembuatan kompos menggunakan bahan-bahan organik
yang ada di sekitar, seperti daun gamal, rumput, nitas, dan
kotoran hewan. Semua bahan tadi dicampur dan diaduk
merata dalam wadah terpal yang sudah dibentuk seperti
bak, kemudian dibiarkan selama dua minggu. Pupuk
organik cair dibuat dengan mencampurkan gula, nitas,
batang pisang, dan air cucian beras dalam wadah yang
disiapkan yang kemudian dibiarkan selama tiga minggu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 94
Pengolahan lahan dan penanaman. Pada materi pembelajaran ini, warga belajar mengolah lahan
(bedeng dan lubang) sesuai kebiasaan dan di pekarangan lainnya (lahan mikir) membuatnya secara
berbeda, yaitu merupakan cara baru yang dipilih hasil pemikiran bersama untuk ditanami bawang
dan cabai. Setelah dilakukan pengolahan lahan dilanjutkan dengan materi tentang manfaat pengolahan lahan. Dari pokok materi ini petani diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat tentang
kekurangan dan kelebihan pembuatan bedeng atau pengolahan lahan menurut kebiasaannya serta
kelemahan dan kelebihan dari pengolahan bedeng secara mikir.
Penanaman di ”pekarangan mikir”, sebelum ditanami cabai, bawang merah, tomat, kangkung,
bawang merah, sawi dan bayam, terlebih dahulu bedengan dicampur dengan pupuk organik yang
sudah disiapkan. Sedangkan pada bedengan ”cara biasa” langsung ditanami bawang merah, kangkung dan cabai tanpa penggunaan pupuk organik.
Setelah penanaman, dilanjutkan dengan teknik pengamatan terhadap agro-ekosistim tanaman.
Pemandu memberikan tehnik pengamatan fisiologi tanaman dengan cara mengukur dan mencatat
pertumbuhan: tinggi tanaman, jumlah anakan dan cabang, mengamati cuaca, keadaan tanah dan
keadaan tanaman serta hama dan penyakit.
Pembuatan pestisida organik. Pemandu memberikan materi tentang pestisida organik. Diskusi
dilakukan dengan semua warga belajar pada setiap kelompok di desa masing-masing sekaligus
mengidentifikasi tumbuhan lokal. Hasil diskusi menunjukkan beberapa tumbuhan dapat menjadi
bahan pestisida organik seperti mindi, gewang, akar tuba, daun sirih, bawang putih, serai, kemangi,
buah gewang, buah majan/bilak, dan widuri.
Pemandu juga menjelaskan cara pembuatannya dan cara aplikasinya pada lahan petani untuk
me-ngurangi kebiasaan cara bertani lama yang menggunakan bahan kimia berlebihan dalam
menum-pas serangan hama. Praktek pembuatan pestisida organik ini memungkinkan petani
menghemat biaya dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tertentu dengan menggunakan
bahan yang tersedia di sekitarnya. Daun sirih, lengkuas dan kunyit misalnya mampu mencegah
dan mengatasi penyakit antracnosa yang menyerang tanaman cabai/ lombok. Selain lebih murah,
penggunaan pestisida organik lebih aman bagi kesehatan dan aman bagi lingkungan dan serangga
penyerbuk.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 95
Analisis agro-ekosistim telah diberikan dalam pelatihan ToT sebagai pengantar. Dalam Sekolah Lapang
diterapkan untuk mengamati perkembangan tanaman baik di ”lahan mikir” dan lahan dengan cara bertani lama untuk mencermati perbedaan atau perubahan yang terjadi. Pengamat dibagi menjadi empat
kelompok dimana masing-masing kelompok melakukan pengamatan dan mencatat hasilnya untuk
dipresentasikan secara bergantian.
Selain melakukan pengamatan dan menganalisa faktor penyebab, kelompok juga diminta menyusun
rencana tindak lanjut dan mengagendakan tugas anggota kelompok. Pengamatan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dilakukan hingga panen tiba, sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat
dipelajari, Kelompok terlibat diskusi menanggapi perubahan yang tercatat dalam pengamatan. Salah
satu hasil pembelajaran dalam pengamatan ini adalah kelompok tani dapat merubah kalender musim
tanam yang disesuai dengan keadaan yang menguntungkan bagi tanaman yang akan ditanam terutama
terhadap gangguan hama dan penyakit.
Pengamatan kelompok Dalkollo pada tanaman lombok atau cabai pada ”lahan mikir” dan pekarangan
dengan cara bertani lazimnya, menunjukkan bahwa tanaman di ”lahan mikir” tidak ditemukan kasus
tanaman layu. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan dalam proses pembibitan, pengolahan lahan
dengan yang dapat menekan penguapan air dari tanah. Sementara itu tindakan yang diambil petani
peserta Sekolah Lapang menunjukkan adanya pemahaman peserta menggunakan inovasi dan hasil
pembelajaran seperti direkam dalam salah satu hasil pengamatan kelompok Dalkolo, Desa Uithiuhana.
Tabel 10. Hasil Pengamatan Agroekosistem
NO
MASALAH/KASUS
LAHAN MIKIR
LAHAN DENGAN CARA BERTANI
LAZIMNYA
1.
Tanaman Layu
Tidak ada, karena tanah cukup
gembur menggunakan pupuk
kandang
•
Ada, karena tanah padat ketika
pengolahan menggunakan pupuk
anorganik
•
indakan yang dilakukan :
penggemburan tanah dan penyiraman
2.
3
Daun rusak/ mengkerut dan
menguning
Gangguan Tanaman liar/ Gulma
•
Ada: disebabkan hama
seperti lalat, semut
•
Ada: disebabkan hama seperti
lalat, kutu daun
•
Tindakan: pengendalian
dengan pestisida organik
•
Tindakan: pembasmian
•
Ada dan tindakan berupa
penyiangan
•
Ada dan tindakan berupa penyiangan
Analisa sistem usaha tani, warga belajar diajak untuk menghitung usaha tani yang telah dilakukan
untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diperolehnya. Perhitungan usaha
tani dilakukan sendiri oleh kelompok dan terbukti dapat memberikan informasi atas usaha tani mereka,
apakah memberikan keuntungan atau tidak, termasuk informasi tentang meningkat atau menurunnya
produktivitas tanaman. Informasi itu akan berguna bagi petani dan kelompok tani dalam merencanakan
kegiatan pengelolaan usahataninya kearah yang lebih menguntungkan.
Penyusun kalender kegiatan dimaksudkan agar kelompok tani tetap dapat merencanakan pengelolaan usahatani dan faktor lainnya yang berpengaruh dengan memperhatikan perubahan dari semua
komponen terkait seperti kondisi fisik, perubahan keragaman vegetasi, perubahan pasar, dan kondisi
sosial budaya setempat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 96
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 97
Penyusunan program kegiatan selama musim tanam dan musim kering diperkenalkan pada
kelompok tani agar mereka menyusun kalender program kegiatan pada setiap musim tanam
dan musim kering. Penyusun kalender kegiatan ini dimaksudkan agar kelompok tani tetap dapat
merencanakan pengelolaan usahatani dan faktor lainnya yang berpengaruh dengan memperhatikan komponen terkait seperti kondisi fisik, perubahan keragaman vegetasi, perubahan pasar,
dan kondisi sosial budaya setempat.
Dalam jangka pendek penyusunan kalender program kegiatan ini akan membantu petani dan
kelompok tani dalam menindaklanjuti program kegiatan yang telah dilakukan dalam praktek
Sekolah Lapang yang telah mereka praktekan bersama. Banyak kendala-kendala yang harus
ditindaklanjuti dengan kegiatan berikutnya hingga kendala-kendala tersebut dapat diminimumkan. Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan semua komponen lingkungan terkait
harus dianalisa secara menyeluruh dan berkesinambungan. Oleh karena itu pengelolaan yang
telah dilakukan dalam suatu sistem usaha tani akan senantiasa terkait dengan komponen lain
sehingga diharapkan pengelolaan yang dilakukan memberikan nilai keseimbangan bagi komponen lainnya.
Misalnya praktek penggunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan akan mampu
memperbaiki struktur tanah dan kimia tanah. Namun aplikasi pada lahan yang agak luas petani
kesulitan untuk mendapatkan sumber kotoran hewan ini. Untuk memperbaiki sifat kimia, kemampuan kotoran hewan dapat digantikan dengan penggunaan pupuk organik cair yang relatif
lebih mudah dan tidak memerlukan volume yang banyak dan perbaikan terhadap sifat fisik tanah
dapat dikombinasikan dengan pemberian mulsa yang dibenamkan. Kegiatan ini belum dipraktekan dan harus direncanakan dan diskusikan untuk pelaksanakaan kegiatan berikutnya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 98
mozaik
8C
Menangkap
Perubahan
“Menangkap perubahan sama sulitnya dengan menangkap angin.
Kita dapat merasakan keberadaan angin, tapi tak pernah benarbenar dapat menggengamnya”
(Dani Wahyu Munggoro, INSPIRIT)
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 99
Program kerjasama Pandu Lestari dan KEHATI yang hanya berlangsung
kurang lebih setahun itu boleh dibilang sukses dalam melaksanakan setiap
tahapan kegiatan. Mulai dari perencanaan dan pembentukan kelompok tani,
berbagai pelatihan, praktek kelompok tani, penelitian mahasiswa dan ditutup
dengan Farmers Field Day dapat diselenggarakan sesuai rencana. Namun hampir dapat dipastikan kesulitan yang dihadapi, yaitu mengukur perubahan yang
terjadi. Apalagi sasaran utama yang menjadi tujuan dalam program ini sesungguhnya adalah perubahan prilaku kelompok tani untuk meninggal cara-cara
bertani yang tak ramah pada alam, seperti membakar ladang, boros benih dan
abai pada potensi sumber daya yang dimiliki.
Setahun program kerjasama itu belum berarti apa-apa, karena ibarat orang menuntut ilmu, perlu jam
terbang untuk menguji kemampuan dan bukti hasil belajar. Sedangkan perubahan itu sendiri masih harus
melalui proses penyadartahuan, pembiasaan sikap dan akhirnya membudaya yaitu mampu mengembangkan prilaku dan menyesuaikannya dengan tantangan yang ada secara sendiri-sendiri ataupun berkelompok dan mandiri.
Dari awal merencanakan kerjasama ini hal-hal tersebut telah diantisipasi, diantaran salah satunya adalah
menerapkan cara-cara baru bercocok tanam secara berkelompok tanpa meninggalkan cara bertani
lama agar pada saat musim panen tiba dapat dilihat perbedaan yang terjadi. FIELD dengan pengalaman
pendampingan masyarakat tani sudah mengusulkan adanya lahan bertani kelompok sambil berpikir dan
lahan pekarangan sendiri-sendiri sebagai kontrol atas terjadinya perubahan tersebut. Pandu Lestari dan
Fakultas Pertanian UNDANA berupaya melakukan uji laboratorium atas sampel tanah pada dua contoh
lahan bertani tadi pada setiap desa untuk membuktikan terjadinya perubahan signifikan yang dapat
dipertanggungjawaban secara ilmiah. Salah satu metode pembuktian itu adalah melalui pengukuran dan
analisis perubahan pada struktur tanah.
Farmers Field Days merupakan rancangan untuk menunjukkan bagaimana proses belajar dan saling
bertukar pengalaman dan pengetahuan terjadi diantara sesama warga belajar dan masyarakat Semau
secara luas. Petani yang biasa bekerja dalam kesendirian dan memecahkan masalah sendirian, melalui
ajang Farmer Field Days mereka diajak untuk terbuka menerima masukan dari beragam pengalaman
rekan kelompok tani lainnya, dan secara aktif membagi pengetahuan yang dimiliki selama satu musim
tanam sebagai refleksi adanya perubahan sikap dalam proses belajar dan pengambilan keputusan dalam
bercocok tanam. Pengalaman bertani secara tertutup atau pasif menunggu datangnya tenaga penyuluh
pertanian desa diubah menjadi cara bertani aktif menjemput gagasan yang ada atau berdasarkan keinginan- keinginan mencoba bertani yang baru dan bahkan proaktif melakukan pengamatan atas masalah
dan mencari solusi secara mandiri. Farmer Field Days bukan semacam wisuda warga belajar bertani, tetapi
justru permulaan memulai proses belajar mandiri dan interaktif.
Bila Farmers Field Days merupakan salah satu metode untuk menangkap perubahan sikap dari warga
belajar, maka dukungan tenaga ahli pertanian dari UNDANA yang melakukan uji analisis tanah diharapkan dapat menggungkapkan perubahan yang terjadi pada kondisi lahan yang dikelola dengan cara-cara
bertani yang mengedepankan penggunaan bahan organik, hijauan sisa tanaman sebagai mulsa pupuk
dengan budidaya tumpangsari dan pengolahan lahan tanpa bakar.
Evaluasi pasca program berakhir yang dilakukan KEHATI dapat melengkapi cerita dan fakta tentang
perubahan-perubahan yang terjadi seiringan berjalannya waktu.
Hasil yang menonjol sejak dilaksanakan kegiatan Sekolah Lapang sampai dengan kegiatan Farmer
Field Day adalah tumbuhnya kepercayaan diri warga belajar tentang pekerjaan bertani yang selama ini
digeluti, diperkaya dengan cara-cara mengamati gejala dan melakukan keputusan berdasarkan diskusi
bersama, sehingga mendorong mereka melakukan perubahan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 100
Pada akhir penyelenggaraan Sekolah Lapang dilaksanakan Famer Field Day, selama satu hari,
dalam kegiatan ini peserta melakukan pameran yang meliputi pameran proses belajar, hasil-hasil
kegiatan, dan teknologi yang ditemukan selama di Sekolah Lapang.
Dalam prakteknya ternyata kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana, kelompok Tani Karya di Desa
Uiboa, kelompok tani Mekarsari di Desa Akle tidak dapat menyelenggarakan pertemuan itu. Hal
ini disebabkan tanaman yang ada di lahan mikir dan lahan sendiri tidak tumbuh dan berkembang
dengan baik akibat serangan penyakit. Oleh karena itu pelaksanaan Famer Field Day kelompok
tani Daelkollo dan kelompok tani Mekarsari disatukan dengan kegiatan di kelompok Nuleka di
Desa Akle. Sementara pertemuan “hari tani” kelompok tani Karya Nyata digabung dengan kelompok tani Gemilang di Desa Uiboa.
Kegiatan ini difasilitasi oleh tim dari FIELD dan tim dari Pandu Lestari dan diikuti oleh petani yang
belum masuk kelompok, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan aparat desa.
Hasil yang menonjol sejak dilaksanakan kegiatan Sekolah Lapang sampai dengan kegiatan
Farmer Field Day adalah tumbuhnya kepercayaan diri warga belajar tentang pekerjaan bertani yang selama ini digeluti, diperkaya dengan cara-cara mengamati gejala dan melakukan
keputusan berdasarkan diskusi bersama, sehingga mendorong mereka melakukan perubahan.
Petani khususnya yang menjadi warga belajar mulai memahami hubungan kegiatan pertaniannya dalam konteks pengelolaan ekosistem. Itu terbukti ketika mereka tak ragu lagi mengolah
kotoran hewan sebagai penyubur tanah, mengamati serangan hama dan bahkan mencari dan
meracik racun nabati dengan coba-coba seperti di lakukan Marthen dari kelompok Gemilang
merupakan terobosan penting yang dilakukan petani. Pengetahuan mereka tentang tumbuhan
yang dapat dijadikan bahan pestisida alami dari hasil pelatihan dengan cepat mampu diterapkan
karena sesungguhnya mereka sudah mengenal jenis tumbuhan itu di lingkungan mereka selama
ini. Kebiasaan membersihkan lahan dengan membakar sebelum musim tanam mulai ditinggalkan, bahkan di Desa Uiboa Kepala Desanya semakin yakin cara pengelolaan lahan yang baru
mampu memberi kesuburan lahan dan membuatnya semakin percaya diri mengeluarkan PERDES
(peraturan desa) yang melarang warga desanya melakukan pembakaran lahan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 101
Perubahan lain yang tampak adalah bagaimana petani secara berkelompok menjalankan usaha
taninya dan menjadikan kelompoknya menjadi bagian dalam mengambil keputusan, tempat
berdiskusi dan mengorganisasikan kegiatan. Misalnya di Uithiuhana, kelompok tani berinisiatif
mencari bantuan kepada Pemerintah Desa untuk mendapat pompa air guna mengatasi kelangkaan air di musim tanam. Sayangnya program bantuan serupa (pinjaman dana untuk membeli
pompa) yang ditawarkan Pandu Lestari belum direspon oleh kelompok yang ada. Namun kreatifitas anggota kelompok dalam mengatasi kekeringan justru timbul ketika mereka berorganisasi,
misalnya keputusan agar masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab membawa air
ke ladang untuk mencegah pekarangan tempat belajar bertani tidak kekeringan justru terbukti
berhasil dan efektif. Itu dilakukan karena warga belajar ingin tahu dan terus belajar menghadapi
masalah-masalah bercocok tanam hingga saat panen tiba. Bahkan dalam diskusi di Farmers Field
Day juga ditemui pengalaman individu anggota kelompok yang secara mandiri mempraktekkan
hasil belajarnya di lahan milik sendiri.
Selain berbagai pengalaman, dilakukan pula workshop sebagai puncak acara setelah sebelumnya berbagai penagalaman hanya dilakukan diantara anggota kelompok. Pada workshop yang
dilaksanakan di Desa Uiboa, diskusi dan tukar informasi dilakukan untuk semua kelompok tani
selama kegiatan Sekolah Lapang dan Farmers Field Day diikuti oleh semua kepala desa dari Desa
Uithiuhana, Akle, Camat Semau Selatan, petugas penyuluh lapangan, dan perwakilan dari Fakultas
Pertanian Universitas Nusa Cendana. Kegiatan ini difasilitasi oleh tim dari FIELD dan tim dari Pandu
Lestari. Kegiatan itu sendiri merupakan terobosan segar dimana pejabat desa diundang untuk
mendengarkan pengalaman petani yang diwakili pemandu lokal. Bila lazimnya masyarakat yang
duduk mendengarkan pejabat desa berceramah, pada pertemuan kali itu giliran petani berdiri di
depan memaparkan hasil belajar sekaligus mengajukan rencana kegiatan pertanian pada musim
kering periode Juni-Desember 2008 dilengkapi siasat mengatasi masalah yang bakal menghadang
di musim kering itu.
Upaya menangkap perubahan dan fakta ilmiah yang mendukungnya terekam di lahan-lahan
petani di Desa Uiboa dengan mulai mempraktekan pola tanam yang berbeda yaitu: jagung-kacang
tanah yang ditanam dalam pola campuran, tumpangsari dan pola baris bahkan dipagari tanaman
kehutanan sebagai pelindung atau semacam pagar hijau. Praktek menggunakan beberapa pola
tanam baru dan pola tanam yang biasa dilakukan petani kemudian dianalisis mulai dari kemungkinan terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia tanah, pola pemilihan jenis tanaman dan pola tanam
yang berdampak meningkatkan pendapatan bertujuan untuk menyajikan fakta dan bukti yang
mendukung warga belajar dan petani untuk mengambil keputusan atas usaha taninya.
Catatan khusus dibuat tim UNDANA dalam ujicoba ini yaitu hasil jagung dan kacang tanah tersebut
sebenarnya masih dibawah potensi hasil jagung dan kacang tanah bila ditanam di tanah yang
subur, sebab kondisi awal lahan saat praktek dilakukan memang tergolong tidak subur. Penanaman
jagung dan kacang tanah dengan pola tanam berbeda tersebut sengaja tanpa dilakukan pemupukan dengan tujuan utama untuk melihat perubahan pertumbuhan, perkembangan dan hasil
tanaman sebagai akibat perubahan ketersediaan unsur hara alami tanpa adanya tambahan unsur
hara dari luar.
Untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia lahan sebelum dan sesudah dipraktekannya pola
multikultur, dilakukan analisa di lokasi ujicoba milik kelompok tani Mekarsari dan Gemilang yang
tanahnya berjenis mediteran itu, hasilnya dapat dilihat dalam tabel 11.
Pengetahuan mereka tentang tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pestisida alami dari hasil pelatihan
dengan cepat mampu diterapkan karena sesungguhnya mereka sudah mengenal jenis tumbuhan itu di
lingkungan mereka selama ini. Kebiasaan membersihkan lahan dengan membakar sebelum musim tanam
mulai ditinggalkan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 102
Tabel 11. Rerata Hasil Analisa Kerapatan isi Tanah, Kandungan Nitrogen (N), Phospor (P), Kalium (K), dan Carbon (C)
Lahan
Perlakuan
KERAPATAN ISI
TANAH
Awal
Karya
Nyata
Gemilang
Akhir
N TOTAL (%)
Awal
Akhir
P (PPM)
Awal
Akhir
K (ME/100G)
Awal
Akhir
C ORG (%)
Awal
Akhir
Tunggal
jagung
1,56
0,97
0,26
0,27
61,98
59,66
0,36
0.46
1,12
2.02
Tunggal kacang tanah
1,67
0,91
0,31
0,45
62,96
77.96
0,38
0.49
0,68
2.97
Jagung +
kacang tanah
Tumpangsari
1,65
0,87
0,31
0,42
64,24
80.77
0,45
0.61
1,12
3,07
1,50
0,90
0,26
0,37
65,40
93.93
0,42
0.57
1,12
3,12
Polapetani
1,53
0,91
0,26
0,33
67,8
80.63
0,42
0.61
1,08
2.67
Tunggal
jagung
0,89
0,77
0,18
0,25
54,81
56.77
0,21
0.43
0,25
1,87
Tunggal kacang tanah
0,96
0,76
0,19
0,28
51,26
65.23
0,35
0.49
0,46
3,01
Jagung +
kacang tanah
Tumpangsari
0,87
0,79
0,23
0,31
56,0
66,87
0,35
0.46
0,34
3,34
0,72
0,67
0,21
0,23
51,3
67,34
0,45
0.56
0,45
3,52
0,72
0,66
0,19
47,8
60,24
0,33
0.43
0,44
3,46
Polapetani
Hasil analisa sebelum penerapan pola multikultur menunjukkan kondisi awal lahan digolongkan pada tingkat
kesu-buran rendah sampai sedang yang ditandai angka rerata kandungan N, K, dan C organik tergolong rendah, sedangkan kandungan P relatif tinggi. Rendahnya kandungan hara (N, K, C organik) pada lahan dengan
jenis tanah Mediteran itu mempunyai kemampuan cekam air yang sangat tinggi akibatnya unsur hara yang
ada dalam tanah menjadi terjerap kuat sekali dan sulit tersedia bagi tanaman.
Analisa sifat fisik dan kimia tanah yang dilakukan setelah lahan ditanami menggunakan pola multikultur
menunjukkan perubahan kandungan unsur hara terutama N dan peningkatan kerapatan isi tanah pada pola
tumpangsari dan tanam baris. Peningkatan kerapatan isi tanah diduga sistem perakaran jagung dan kacang tanah serta pembentukan polong kacang tanah mengakibatkan perubahan struktur tanah dari prisma
kasar cenderung berubah menjadi granular yang menyebabkan terjadinya perbaikan sifat fisik tanah. Hasil
analisa itu sesuai dengan studi yang pernah dilakukan Pak Prijo dan sejawat pada 1999 dan 2000, bahwa akar
tanaman kacang-kacangan, dan ubi-ubian mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam memperbaiki
kerapatan isi tanah yang didominasi dengan kandungan liat yang tinggi. Kemampuan memperbaiki sifat fisik
tanah ini ternyata diikuti dengan perbaikan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman
terutama unsur hara nitrogen.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa rata-rata tanaman kacang tanah pada semua pola tanam mampu
memberikan sumbangan nitrogen bagi lahan dibandingkan bila lahan hanya ditanam jagung saja. Hal ini
disebabkan tanaman kacang tanah mampu menambat dan memberikan sumbangan nitrogen di sekitar daerah perakaran. Itu artinya tanaman dengan pola multikultur atau lebih dari satu jenis yang bila salah satunya
adalah kacang tanah akan mampu memberikan sumbangan nitrogen dan menguntungkan bagi jagung atau
tanaman lainnya. Kemampuan sumbangan nitrogen ini menjadi lebih meningkat sejalan dengan meningkatnya kemampuan kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lain dalam memperbaiki sifat kerapatan isi tanah.
Dari ketiga pola tanam yang dicoba, analisa terhadap produksi tanaman menunjukkan bahwa pola tumpangsari dan baris lebih menguntungkan per satuan luasan lahan dibandingkan dengan bila tanaman tersebut
ditanam secara tunggal atau monokultur. Tabel 12 menunjukkan total hasil persatuan lahan untuk pola tanam
tumpangsari dan berbaris yang memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan jika lahan hanya ditanami jagung atau kacang tanah saja.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 103
Tabel 12. Total Produksi Jagung dan Kacang Tanah yang Ditanam dengan Pola Berbeda
Kelompok
Model Tanam
Produksi Tanaman
Jagung (kg/
ha)
Mekarsari
Total
Kacang tanah
(kg/ha)
Monokultur
- Jagung
1,243
1,243.21
- Kacang tanah
768.00
768.00
Tumpangsari
1,243
682.67
1,925.88
Berbaris
1,284
800.01
2,083.96
Pola Petani
- Jagung
1,309
1,308.64
- Kacang tanah
Gemilang
810.67
810.67
Tunggal
- Jagung
1093.974
- Kacang tanah
1,093.97
776.19
776.19
Tumpangsari
924.103
775.71
1,699.82
Berbaris
1158.974
734.32
1,893.30
Pola Petani
- Jagung
1168.718
- Kacang tanah
1,168.72
769.52
769.52
Dari hasil uji tadi diproyeksikan bahwa usaha tani dengan pendapatan bersih tertinggi akan dicapai bila
petani menggunakan pola tanam tanaman jagung dan kacang tanah dalam bentuk baris kemudian secara
berturut-turut pendapatan bersih akan menurun bila menggunakan pola tumpang sari, pola petani,
penamanan jagung tunggal dan penanaman kacang tanah tunggal (lihat Tabel 13). Tingginya pendapatan
petani dari pola tanaman pangan secara baris dan tumpangsari tercapai karena hasil analisis pertumbuhan dan hasil kedua tanaman pangan tersebut lebih baik dibandingkan dengan pola yang lain.
Table 13. Pendapatan Bersih Petani dalam Pola Tanam Berbeda per ha per Tahun
Kelompok
Model Tanam
Produksi Tanaman
Jagung
Mekarsari
Total
Kacang tanah
Monokultur
- Jagung
115,628.52
- Kacang tanah
115,628.52
2,511,230.00
2,511,230.00
Tumpangsari
115,628.52
2,189,300.00
2,304,928.52
Berbaris
1,272,807.41
2,698,050.00
3,970,857.41
Pola Petani
- Jagung
1,309,203.70
- Kacang tanah
Gemilang
1,309,203.70
2,857,000.00
2,857,000.00
Tunggal
- Jagung
976,951.92
- Kacang tanah
976,951.92
820,892.86
820,892.86
Tumpangsari
658,742.31
637,835.71
1,296,578.02
Berbaris
978,826.92
589,392.86
1,568,219.78
Pola Petani
- Jagung
- Kacang tanah
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 104
917,096.15
917,096.15
560,392.86
560,392.86
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 105
Membingkai Sinerg
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 106
mozaik
8D
gi Kampus-Kampung
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 107
Kegiatan pelatihan bagi pemandu lokal bersama mahasiswa praktek kerja
lapangan dilaksanakan selama satu minggu. Kegiatan dilaksanakan di Desa Uiboa. Tujuan utama pada dasarnya sama dengan tujuan pelatihan pemandu lokal
pada kegiatan sebelumnya, hanya saja materinya berbeda yaitu mempersiapkan
pemandu lokal secara teori maupun praktek konsep pertanian terpadu khususnya
pertanian sayuran hemat air dan pemanfaatan biomasa tanaman, rumput, daun,
gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah sebagai sumber energi rumah
tangga terbarukan.
Keramaian dan kerepotan praktek sekolah lapang telah menjadi babak baru setelah usai pelatihan pemandu
lokal di Puskemas Desa Uiboa. Kelompok belajar dari desa akan memulai praktek Sekolah Lapang pada musim
tanam kali ini. Tugas mereka akan bertambah berat, karena akan bertani di dua tempat, di pekarangan sendiri
dan di kebun praktek atau “lahan mikir”. Kerepotan petani bakal bertambah pada musim tanam kali ini, karena
akan kedatangan mahasiswa yang juga akan berpraktek selama seminggu.
Praktek kerja lapangan adalah agenda kampus yang sudah rutin dilakukan oleh hampir semua perguruan
tinggi di negeri ini. Namun yang berbeda dengan apa yang dilakukan Universitas Nusa Cendana dan Yayasan
Pandu Lestari adalah menerjunkan mahasiswa untuk berinteraksi langsung pada permasalahan yang dirasakan petani dan warga desa. Mahasiswa yang terpilih telah diminta untuk dapat bersama pemandu lokal
di desa untuk mempraktekan “ilmu kampus” dengan “kondisi kampung”, sehingga diharapkan mahasiswa
peserta praktek kerja lapangan mengetahui persis persoalan nyata yang dihadapi petani dan mengasah kepekaan mereka. Sebaliknya duet pemandu lokal dan mahasiswa ini dapat menambah wawasan dan kepercayaan
diri pemandu lokal dalam memulai misinya memandu anggota kelompok belajar di desa.
Kegiatan itu melibatkan mahasiswa Faperta UNDANA Program Studi Ilmu Tanah Jurusan Budidaya Pertanian.
Mahasiswa ini dilatih selama dua minggu di Pandu Lestari yang diharapkan mampu sebagai fasilitator bagi
pemandu lokal dan kelompok tani sekaligus sebagai bentuk model praktek lapangan bagi sepuluh mahasiswa
yang terpilih.
Kegiatan Sekolah Lapang pada awal Agustus sampai pertengahan Desember 2008 merupakan kegiatan
kedua setelah sebelumnya UNDANA menurunkan mahasiswa angkatan pertama Sekolah Lapang di P.
Semau. Kesepuluh mahasiswa Sekolah Lapang bertemu, berdiskusi, dan praktek bersama pemandu lokal dan
masyarakat di kebun kelompok selama satu minggu sekali dimulai pagi hari pukul 08.00 sampai 13.00 siang.
Malam hari terkadang pembicaraan dan diskusi masih terus berlangsung. Wawancara dan pengumpulan data
juga banyak dilakukan pada pagi-siang hari dari desa ke desa bertemu kelompok-kelompok petani.
Selama diterjunkan di P. Semau, pemandu lokal bersama mahasiswa juga melakukan kegiatan belajar bersama
di kebun kelompok dengan beragam materi seperti pembuatan briket dari biomasa tanaman dari rumput,
dedaunan, gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah organik yang diolah dengan teknologi sederhana
menjadi sumber bahan bakar kompor alternatif untuk rumah tangga. Selain itu materi budidaya tanaman jarak
pagar diberikan dan dipraktekkan sebagai bagian dari pelatihan pembuatan briket untuk mendukung praktek
penggunaan kompor berbahan bakar biji jarak pagar dan bahan lain yang mengandung minyak. Khusus bagi
kelompok belajar di Desa Akle yang kebanyakan adalah nelayan, maka mahasiswa dan pelatih yang disiapkan
UNDANA juga memberikan pelatihan budidaya rumput laut khususnya untuk meningkatkan produksi panen
dari cara budidaya yang tepat.
Mahasiswa yang terpilih telah diminta untuk dapat bersama pemandu lokal di desa untuk mempraktekan “ilmu kampus” dengan “kondisi kampung”, sehingga diharapkan mahasiswa peserta praktek kerja
lapangan mengetahui persis persoalan nyata yang dihadapi petani dan mengasah kepekaan mereka.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 108
Hasil-hasil belajar bersama pemandu lokal banyak mendapatkan perhatian, karena merupakan ilmu
yang baru di desa. Kegiatan pelatihan ini dipandu oleh pemandu lokal yang telah dilatih oleh mahasiswa
Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian UNDANA yang melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) dan tim Pandu Lestari sebagai fasilitator kegiatan. Hasil-hasil belajar itu sebagaimana dimaksud bila
dikelompokkan dalam materi belajar sebagai berikut :
1) Pembuatan briket
Latarbelakang diagendakannya praktek pembuatan briket dari bahan organik adalah untuk mengurangi
penggunaan kayu bakar sekaligus memberikan pengetahuan untuk memanfaatkan keberadaan sumber
organik yang ada di sekitar desa. Prinsip dasar pembuatan briket ini adalah bahan bahan dari limbah tanaman,
penggergajian, sampah, dan gulma yang dibakar secara tidak langsung dengan tehnik pembakaran udara panas sampai kurun waktu tertentu (tergantung pada volume bahan yang dibakar). Kemudian hasil pembakaran
berupa arang didinginkan, dan dicampur tepung kanji dengan perbandingan 1:10 untuk menjadi adonan perekat arang briket tadi. Langkah berikutnya adalah mencetak adonan arang briket tersebut dengan ukuran dan
bentuk yang sesuai dengan yang dibutuhkan, misalnya berbentuk bola dan kemudian dikeringkan dengan
bantuan sinar matahari dan angin selama 2-3 hari. Setelah penge-ringan maka briket arang sudah berbentuk
bola padat dan dapat digunakan sebagai briket bahan bakar kompor.
Kegiatan pembuatan briket ini dilakukan di kelompok Karya Nyata dan Gemilang di Desa Uiboa, kelompok
Nuleka dan Mekarsari di Desa Akle, dan kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana. Hampir semua anggota
kelompok (≥75% dari 15 orang) pada setiap kelompok di desa terpilih tersebut terlibat dalam praktek kegiatan
pembuatan briket ini. .
Sayangnya hasil belajar ini tidak diinternalisasi dengan baik oleh pemandu lokal ke anggotanya maupun
dicoba sebagai model percontohan di desa. Akibatnya tidak memasyarakat dan hanya berhenti sebagai pengetahuan tambahannya. Menurut pendapat ketua kelompok Karya Nyata, membuat briket itu butuh waktu,
lagi pula jenis kompor untuk bola-bola arang briket tidak ada dijual di Semau. “Kita repot sekali, selain butuh
waktu membuat briketnya, tetap harus pake minyak tanah untuk memulainya, dan harga minyak di Kupang
sudah mahal, jadi kami simpan saja ilmunya,” lanjut bu Rita memerinci alasan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 109
2) Pembuatan kompor
Maksud tujuan pembuatan kompor ini untuk memungkinkan areng briket yang sudah diajarkan
dapat termanfaatkan dengan adanya kompor dari kaleng bekas. Prinsip dasar pembuat-
an kompor ini adalah memampatkan bahan-bahan seperti biomasa
tanaman, rumput, daun, gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah
yang sudah kering dengan kandungan karbon sedang sampai tinggi
pada wadah tertentu sebagai kompor, sedangkan bagian tengah dan
samping berlubang sebagai tempat aliran udara. Wadah ini dapat dibuat dari
bekas kaleng roti, drum minyak ukuran kecil, atau dibuat dari bahan alumunium. Pembakaran
dilakukan pada lubang bagian samping kompor dan bara api akan tertiup oleh angin ke lubang
di tengah sebagai api layaknya kompor gas.
Pada kesempatan lain, kepada kelompok belajar, didemonstrasikan model kompor lain yang
menggunakan biji jarak dan bijian lainnya. Kepada masing-masing kelompok dibagikan 15
kompor berbahan bakar biji jarak yang diproduksi PT Garlina bekerjasama dengan Universitas
Brawijaya, Malang. Kompor itu telah dimodifikasi Tim Pandu Lestari sehingga dapat menggunakan sumber bahan bakar lainnya seperti kulit kemiri, biji kemiri, biji mete, biji nitas, biji kacang
tanah yang telah rusak atau cacat dan biji-biji lain yang mengandung minyak. Praktek dilakukan
untuk mempersiapkan bahan bakar yang bersumber dari biji-bijian tersebut, serta bagaimana
pengoperasikan kompor, memelihara, dan memodifikasikan bila memungkinkan dengan sumber bahan bakar yang lain.
Anggota kelompok sangat antusias terhadap praktek kompor berbahan bakar jarak dan bahan
biji-bijian lain yang mengandung minyak. Hal ini disebabkan kompor mudah sekali dioperasikan
dan dimodifikasi, sumber bahan bakarnya melimpah di lokasi kegiatan. Kegiatan ini diikuti oleh
kurang lebih 75 persen anggota kelompok di Desa Uiboa, Akle, dan Uithiuhana. Namun dengan
dalih tidak tersedia biji jarak cukup dan tidak selalu tersedia, masyarakat tidak menggunakannya.
Dalam diskusi evaluasi program di Desa Uiboa, kepala desa menyindir bahwa kompor itu kini
hanya menjadi koleksi dan pajangan saja di rumah anggota kelompok yang menyimpannya.
3) Pelatihan budidaya penanaman jarak pagar
Pelatihan budidaya penanaman jarak pagar ini adalah bagaimana petani yang tergabung dalam
kelompok tani dapat mengerti, memahami, dan dapat melaksanakan praktek penamanan jarak
pagar sejak persiapan bahan tanam, persiapan pembibitan, persiapan lahan, dan pemeliharaan.
Kegiatan ini dilakukan di semua kelompok yaitu di kelompok Karya Nyata dan Gemilang di
Desa Uiboa, kelompok Nuleka dan Mekarsari di Desa Akle, dan kelompok Daelkollo di Desa
Uithiuhana.
Kegiatan awal difokuskan pada penyediaan bibit yang berasal dari sekitar lokasi kegiatan baik di
desa masing masing kelompok dan atau di desa terdekat. Bibit yang digunakan berasal dari stek
dan biji jarak, jumlah anakan pada setiap kelompok diharapkan dapat mencapai minimal 100
anakan. Pemeliharaan anakan di lakukan di kebun kelompok. Penanaman akan dilakukan pada
musim tanam berikutnya (2009) dengan lokasi penananaman yang akan ditentukan kemudian
dalam musyawarah kelompok yang difasilitasi oleh tim dari Pandu Lestari. Pak kades Uiboa
menambahkan bahwa dulu ide budidaya jarak pagar adalah agar warga menanam jarak dan
membuat pagar bagi kebun dan pekarangan, agar buahnya dapat digunakan, karena waktu itu
pabrik biodiesel mau dibangun, biji bisa dijual untuk tambahan penghasilan. Sebagian warga
malah sudah menanam.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 110
5) Pelatihan lainnya dan Irigasi Tetes (drip irrigation)
Kegiatan lainnya yang dilakukan mahasiswa dan pemandu lokal juga melaksanakan praktek sekolah lapangan
tentang perbaikan daya ikat air tanah dan memperkecil kehilangan air tanah dengan tehnologi pemulsaan
dari beragam sumber, perbaikan kemampuan tukar kation tanah sebagai bentuk ikatan unsur hara dengan
perbaikan struktur tanah dari bahan-bahan nabati atau biomasa tanaman seperti gamal, turi, lamtoro, pisang,
kedodong hutan, nitas, biduri, dan beberapa jenis pohon lokal dan rumput alang-alang, dan rumput teki.
Praktek kegiatan itu sebenarnya merupakan penguatan atas materi yang diberikan para program Sekolah Lapang, dengan pengembangan khusus pada prinsip dasar irigasi tetes pada tanaman sayuran (bawang merah
dan Lombok) Kegiatan itukemudian ditindaklanjuti dengan praktek interaksi model pengelolaan mulsa dan
irigasi tetes untuk memperbaiki ketersediaan air, pengehematan air, dan produksi tanaman sayuran. Dari serangkaian praktek bersama,
kegiatan inilah yang diikuti tekun oleh kelompok belajar, karena menyangkut
teknik budidaya yang berkaitan langsung dengan hasil panen komoditas pilihan masyarakat selama ini, yaitu
bawang dan lombok.
Umumnya, kelompok dapat memahami esensi praktek sistem irigasi tetes, yaitu ujicoba pemberian air sehemat mungkin tanpa mengganggu proses pertumbuhan tanaman. Bersama mahasiswa mereka mencoba cara
penyiraman yang berbeda, termasuk melakukan penghitungan jumlah tunas daun tumbuh yang menjadi indikator pertumbuhan awalnya pemandu lokal dari Uiboa bingung, akhirnya melalui diskusi dan kunjungan ke
tempat percobaan, kami menjadi paham tujuan penghitungan jumlah daun itu dilakukan, aku Rita, pemandu
lokal Kelompok Gemilang. Bila secara umum petani memahami konsep efisiensi penyiraman tanaman sebagai
hasil akhir kegiatan ini, maka bagi mahasiswa yang merupakan praktek pertama, mereka harus melakukan
analisis untuk mengetahui hasil akhir dari setiap per-lakuan penyiraman yang dilakukan. Hasil analisis itu
disampaikan di bagian akhir dari mozaik ini.
6) Praktek Budidaya rumput laut
Sebagai tambahan dilaksanakan Sekolah Lapangan pembudidayaan rumput laut terutama bagi kelompok di
Desa Akle yang sebagain besar warga kelompoknya hidup dari penghasilan menjual rumput laut. Kegiatan
perbaikan rumput laut tersebut meliputi materi:
1) Diskusi dengan semua anggota kelompok bagi kelompok di tiga desa tentang budidaya rumput laut yang
selama ini mereka praktekan. Kendala kendala pengelolaanya dan pemasaranannya.
2) Melaksanakan praktek pembuatan rakit pengembangan rumput laut
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 111
Pengalaman melakukan praktek di lapangan bersama pemandu lokal menunjukkan bahwa apa yang
didapat mahasiswa di kampus ternyata tidak mudah untuk dipraktekan oleh petani dengan kemampuan dan ketrampilan yang sederhana.
Hasil-hasil belajar bagi mahasiswa dan kelompok pemandu selama melakukan kegiatan bersama
itu menghasilkan kontemplasi bagi pengembangan kemampuan mahasiswa, dosen pembimbing
dan masyarakat seperti dialami pemandu lokal. Makna tersebut sangat penting bagi pengembangan
program serupa di masa depan, dimana interaksi komunitas kampung dan kampus memerlukan pendekatan yang dapat memperkaya diskusi dan ujicoba di lapangan.
Pengalaman melakukan praktek di lapangan bersama pemandu lokal menunjukkan bahwa apa yang
didapat mahasiswa di kampus ternyata tidak mudah untuk dipraktekan oleh petani dengan kemampuan dan ketrampilan yang sederhana. Berbagai interaksi harus dilakukan antara mahasiswa dan petani
dalam proses alih pengetahuan dan teknologi dalam masa praktek tersebut ternyata harus selalu
difasilitasi oleh tim Pandu Lestari yang telah berpengalaman dalam melaksanakan proses tersebut.
Petani yang tergabung pada kelompok tani dapat pula berdiskusi dengan mahasiswa melalui bantuan
dari pemandu lokal yang dimediasi oleh tim dari Pandu Lestari. Petani dapat memberikan pengetahuan
praktis yang diperoleh dari pengalaman bertaninya secara alamiah selama ini untuk dikomunikasikan
kepada mahasiswa, sehingga dibutuhkan pendekatan praktis ilmiah untuk menjembataninya, sehingga
dimungkinkan terjadinya diskusi dan pengkayaan khazanah bercocok tanam dalam realitas yang
dialami warga.
Bagi tim Pandu Lestari, proses pembelajaran ini memberikan masukan untuk dapat menyusun model
sekolah lapangan yang sesuai untuk dipraktekan dan dikembangkan di tingkat petani dengan memadukan pengetahuan praktis dan ilmiah. Bila model tersebut sudah dapat disusun, maka komitmen
kerjasama antara masyarakat ilmiah (mahasiswa dan pengajar) dan masyarakat petani dapat diwujudkan secara berkesinambungan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 112
Menurut catatan Pandu Lestari, ada berbagai manfaat bagi warga belajar dari kegiatan Sekolah Lapangan
lanjutan ini yang dapat dicatat sebagai perubahan menuju cara bertani yang relatif lebih baik, yaitu :
1) Warga belajar pada kelompok tani mulai mempraktekan penggunaan mulsa dengan jumlah dan bahan
mulsa yang benar, walaupun masih perlu diperbaiki saat pengelolaan mulsa tersebut;
2) Warga belajar bersama-sama dengan mahasiswa mendapatkan pengetahuan tambahan dari praktek
model penggunaan mulsa diinteraksikan dengan sistem irigasi tetes dalam menghemat air pada budidaya sayuran;
3) Terjadi interaksi positif mahasiswa dan warga belajar/pemandu lokal dalam mendiskusikan keberhasilan, dan kekurangan kegiatan yang dilaksanakan bersama, sehingga sebagian tujuan mempertemukan
komunitas kampus dan masyarakat warga desa untuk pengembangan keilmuan dan khazanah pengelolaan pertanian berbasis masyarakat dapat terselenggara dengan melibatkan mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian. Ini memberikan pengaruh positf bagi mahasiswa, masyarakat petani,
dan Pandu Lestari;
4) Mahasiswa dapat memahami dengan benar ilmu yang secara teori mereka dapatkan di bangku kuliah
kemudian dipadukan dengan pengetahuan praktis selama pelatihan di Pandu Lestari dan bagaimana
mahasiswa dapat melaksanakan proses alih teknologi sederhana ke tingkat petani dengan ketrampilan
dan bahasa yang sederhana pula.
Salah satu bingkai dari kolaborasi dan sinergi mahasiswa, warga belajar dan pemandu lokal adalah keberhasilan melaksanakan budidaya lombok dengan sistem irigasi tetes dan pemulsaan . Irigasi tetes bertujuan
memberikan penyiraman yang hemat air, karena diberikan melalui selang-selang kecil melalui bak air yang
aliran airnya dikontrol sehemat mungkin. Sedangkan pemulsaan adalah cara atau metoda untuk menutupi
tanah dan daerah perakaran dengan bahan organik dari limbah pertanian untuk menekan penguapan air
tanah karena panas matahari.
Di sana, mahasiswa melakukan serangkaian ujicoba, bagaimana air diberikan melalui selang-selang tadi
dalam beberapa frekuensi penyiraman yang beragam dan mengkombinasikan penutupan tanah dan daerah
perakaran dengan kulit kacang dalam berbagai ketebalan yang berbeda. Perlakuan-perlakuan tadi diamati
dengan menghimpun data dari setiap tahap percobaan bersama petani. Hasilnya kemudian dikomunikasikan dengan petani atau warga belajar. Alat dan bahan dalam percobaan itu disediakan oleh Yayasan Pandu
Lestari dan pembimbingan mahasiwa oleh dosen Faperta UNDANA.
Kolaborasi itu memungkinkan mahasiswa melakukan penelitian dan hasil-hasil uji statistik dari data yang
dihimpun dikonsultasikan dengan pembimbing sebelum hasilnya dikomunikasikan pada warga belajar. Mahasiswa secara rutin melakukan pengukuran tumbuh tanaman lombok, menghitung dan mencatat jumlah
daun. Rita, pemadu kelompok Gemilang mengatakan, “saya bingung dengan mahasiswa yang tiap hari ukur
dia punya tinggi tanaman, hitung daun dan catat semua itu.” Kami tak tau sebenarnya apa gunanya, kami
Petani dapat memberikan pengetahuan praktis yang diperoleh dari pengalaman bertaninya secara
alamiah selama ini untuk dikomunikasikan kepada mahasiswa, sehingga dibutuhkan pendekatan
praktis ilmiah untuk menjembataninya, sehingga dimungkinkan terjadinya diskusi dan pengkayaan
khazanah bercocok tanam dalam realitas yang alami warga.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 113
hanya ikut-ikut saja. Tapi diakhir penelitian, kami jadi mengerti bahwa ada hasil untuk menghemat air dan
tetap tumbuh subur”.
Bertho, mahasiswa pertanian yang melakukan ujicoba ini merasa senang karena hasil penelitiannya dapat
memberi manfaat bagi masyarakat, disamping mendapat kredit point bagi persyaratan kelulusannya. Ia
merasa bangga karena tidak banyak mahasiswa yang melakukan penelitian seperti itu.
Ia menjelaskan hasil prakteknya yang tengah ia tulis sebagai skripsinya. Sistem irigasi tetes dan pemulsaan
melalui sejumlah kombinasi perlakuan yaitu lahan tanpa mulsa disirami air 4 hari sekali, 5 hari sekali dan 6 hari
sekali. Kombinasi perlakukan lainnya yaitu: lahan ditebar mulsa kulit kacang 7,5 t/ha memanfaatkan limbah
panen kacang tanah dengan frekuensi siram berturut-turut: 4, 5, 6 hari sekali. Kombinasi lainnya adalah menggunakan mulsa kulit kacang 10t/ha dengan frekuensi penyiraman yang sama dengan dua perlakuan lainnya.
Hasilnya terbaik dari ketiga kombinasi tadi adalah penyiram melalui irigasi tetes 5 hari sekali dan pemberian
mulsa 7,5 t/ha mampu menghemat waktu pemberian air dengan nilai efisiensi pemberian air mencapai 27.91.
Untuk jenis tanah podsolik merah kuning, efisiensi penggunaan air tertinggi dicapai dengan perlakukan pemberian mulsa 7,5 t/ha dengan penyiraman selang 6 hari dengan sistem irigasi tetes. Hasil analisis itu terekam
dalam nilai Efisiensi Penggunaan Air pada setiap perlakuan dpat dilihat pada Tabel 14.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 114
Table 14.
Hasil Lombok per ha, Nilai Efisiensi Penggunaan Air, dan Nilai Ekonomi per ha pada Tanah Mediteran dan
Tanah Podsolik merah Kuning
PERLAKUAN
HASIL LOMBOK (KG/HA)
MEDITERAN
PODZOLIK
MERAH KUNING
EFISIENSI PENGGUNAAN AIR
MEDITERAN
PODZOLIK
MERAH KUNING
NILAI EKONOMI (RP/HA)
MEDITERAN
PODZOLIK
MERAH KUNING
Tanpa mulsa dengan
pemberian air 4 hari
sekali
865.33
382.67
23.59
7.48
17,306,667
7,653,333
Tanpa mulsa dengan
pemberian air 5 hari
sekali
496.22
365.56
26.88
7.48
9,924,444
7,311,111
Tanpa mulsa dengan
pemberian air 6 hari
sekali
708.44
285.33
26.49
2.46
14,168,889
5,706,667
Pemberian mulsa kulit
kacang 7,5 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
4 hari sekali
1,342.22
848.67
25.00
2.52
26,844,444
16,973,333
Pemberian mulsa kulit
kacang 7.5 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
5 hari sekali
1,698.67
1,201.33
27.91
4.69
33,973,333
24,026,667
Pemberian mulsa kulit
kacang 7,5 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
6 hari sekali
1,114.44
523.78
27.29
11.45
22,288,889
10,475,556
Pemberian mulsa kulit
kacang 10 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
4 hari sekali
883.33
357.11
27.73
3.83
17,666,667
7,142,222
Pemberian mulsa kulit
kacang 10 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
5 hari sekali
702.22
627.78
25.22
2.44
14,044,444
12,555,556
Pemberian mulsa kulit
kacang 10 t/ha dengan
frekuensi pemberian air
6 hari sekali
959.11
712.89
26.48
4.66
19,182,222
14,257,778
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 115
Tak hanya itu, ia juga menghitung peningkatan efisiensi penggunaan air dan hubungannya dengan hasil lombok per hektar. Penelitian itu memberi gambaran hasil lombok per hektar dan nilai ekonomi lombok (Rp/ha)
terbaik didapat dengan pemberian mulsa 7,5 t/ha diinteraksikan dengan pemberian air 5 hari sekali melalui
irigasi tetes.
Tingginya hasil lombok ini menyebabkan pula pada tingginya nilai jual lombok tersebut (Tabel 14) walaupun
tidak berbeda nyata secara statistika dibandingkan dengan perlakukan yang lain. Namun dengan angka mencapai Rp 24,026,667 – Rp.33,973,333 petani tentu akan memilih penggunaan mulsa 7,5 t/ha dikombinasikan
dengan pe-nyiraman melalui sistem irigasi tetes dengan interval penyiraman 5 hari sekali pada tanah podsolik
merah kuning dan tanah mediteran secara berurutan.
Selain itu, praktek juga bertujuan memperbaiki sifat kimia lahan dan hasil tanaman lombok dengan memanfaatkan bahan yang tumbuh dan berkembang di sekitar kebun yang mudah didapat dan diolah menjadi
pupuk cair. Praktek di kelompok DelKollo, Desa Uithiuhana menggunakan pupuk cari dari tumbuhan nitas dan
johar sebagai sumber pupuk organik, dan di kelompok tani Gemilang, Desa Uiboa menggunakan babonik dan
widuri.
Hasil analisa kimia tanah pada lahan sebelum dan setelah praktek dengan aplikasi pemberian konsentrasi berbeda dan pada jenis tanah yang berbeda. Menunjukkan pemberian pupuk organik cair mampu meningkatkan
kandungan hara dbandingkan bila pertanaman Lombok tidak dilakukan pemupukan (Tabel 15 dan 16)
Tabel 15.
Hasil Analisa Unsur Hara Sebelum dan Sesudah Praktek Dilakukan Dengan Perlakuan Berbeda pada
Tanah Podsolik Merah Kuning di desa Uithiuhana
kandungan unsur hara
PERLAKUAN
Tanpa pupuk
C ORGANIK (%)
AWAL
0.26
AKHIR
1.29
N TOTAL (%)
P2O5 (PPM)
K2O (PPM)
AWAL
AKHIR
AWAL
AKHIR
AWAL
AKHIR
0.14
0.14
53.43
49.00
0.27
0.25
Pupuk organik nitas konsentrasi 100%
0.26
1.30
0.14
0.16
53.43
64.60
0.27
0.30
Pupuk organik nitas konsentrasi 75%
0.26
1.32
0.14
0.15
53.43
59.53
0.27
0.36
Pupuk organik nitas konsentrasi 50%
0.26
1.35
0.14
0.18
53.43
60.07
0.27
0.39
Pupuk organik johar konsentrasi 100%
0.26
1.08
0.14
0.14
53.43
66.90
0.27
0.29
Pupuk organik johar konsentrasi 75%
0.26
1.04
0.14
0.14
53.43
84.30
0.27
0.36
Pupuk organik johar konsentrasi 50%
0.26
1.10
0.14
0.15
53.43
70.07
0.27
0.33
Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 100%
0.26
1.21
0.14
0.16
53.43
69.63
0.27
0.29
Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 75%
0.26
1.15
0.14
0.15
53.43
66.90
0.27
0.28
Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 50%
0.26
1.08
0.14
0.16
53.43
98.50
0.27
0.28
Potensi pengembangan penelitian yang mensinergikan basis kampus dan kampung di desa ini
sebe-narnya sudah mampu memperlihatkan manfaat lebih jauh misalnya untuk potensi desa
dalam mengelola komoditas pertanian yang tepat sesuai dengan kemampuan dan daya dukung
di setiap desa, termasuk potensi kampus mengembangkan penelitian berbasis kebutuhan dan
mendorong civitas akademika untuk lebih berperan mengaplikasikan ilmunya untuk kesejahteraan masyarakat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 116
Tabel 16.
Hasil Analisa Unsur Hara Sebelum dan Sesudah Praktek Dilakukan Dengan Perlakuan Berbeda pada
Tanah Mediteran di Desa Uiboa
KANDUNGAN UNSUR HARA
PERLAKUAN
C ORGANIK (%)
N TOTAL (%)
P2O5 (PPM)
K2O (PPM)
AWAL
AKHIR
AWAL
AKHIR
AWAL
AKHIR
AWAL
AKHIR
Tanpa pupuk
3.45
3.35
0.25
0.24
64.2
59.67
1.02
1.12
Pupuk organik babonik konsentrasi 100%
3.45
4.97
0.25
0.40
64.2
98.53
1.02
1.45
Pupuk organik babonik konsentrasi 75%
3.45
4.59
0.25
0.37
64.2
80.63
1.02
1.51
Pupuk organik babonik konsentrasi 50%
3.45
5.07
0.25
0.41
64.2
1.02
1.48
Pupuk organik widuri konsentrasi 100%
3.45
5.59
0.25
0.38
64.2
52.67
1.02
1.45
Pupuk organik widuri konsentrasi 75%
3.45
5.60
0.25
0.33
64.2
93.13
1.02
1.40
Pupuk organik widuri konsentrasi 50%
3.45
4.82
0.25
0.43
64.2
1.02
1.58
Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 100%
3.45
5.88
0.25
0.40
64.2
1.02
1.48
Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 75%
3.45
4.92
0.25
0.40
64.2
93.93
1.02
1.50
Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 50%
3.45
7.08
0.25
0.50
64.2
62.77
1.02
1.49
Hasil pengamatan di lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning dan tanah mediteran menunjukkan
bahwa rerata semua jenis pupuk organik cair dengan konsentrasi 50 % baik diaplikasikan secara tunggal maupun dicampur mampu memperbaiki kandungan C organik, N total, P2O5 dan K2O lebih baik dibandingkan
konsentrasi yang lain. Hal ini sangat menguntungkan karena dengan konsentrasi yang kecil saja sudah mampu
memperbaiki kondisi kimia lahan. Meski tidak berbeda nyata secara statistik, pupuk organik dari nitas lebih
baik dibandingkan johar karena
jaringan tanaman nitas mengandung unsur hara N, P, dan K lebih tinggi.
Pada lahan yang didominasi jenis tanah mediteran seperti di Desa Uiboa pupuk organik cair dari babonik lebih
baik dengan dedaunan widuri dalam memperbaiki sifat kimia tanah meski menurut uji statistik tidak berbeda
nyata, sehingga kedua jenis tanaman itu dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperbaiki kondisi
tanah di Desa Uiboa.
Artinya bila sebagian petani tidak melakukan pemupukan karena alasan harga pupuk tak terjangkau atau
karena alasan lainnya, dengan hasil itu, petani dapat mendapatkan bahan di sekitar kebun dan dengan
ketrampilan membuat pupuk organik yang diajarkan dalam Sekolah Lapang, ia mempunyai peluang memperbaiki sifat kimia secara alami dengan menjaga keseimbangan lingkungan bila dibandingkan menggunakan
pupuk anorganik seperti Urea, SP 36, KCL.
Pada pengamatan terhadap hasil dan nilai ekonomi menunjukkan bahwa hasil lombok tertinggi bila ditanam
di tanah podsolik merah kuning di Desa Uithiuhana dicapai bila dilakukan pemberian pupuk organik campuran nitas dan johar pada konsentrasi 50%. Hal yang sama terjadi pada pengamatan hasil dan nilai ekonomi
di lahan yang didominasi tanah mediteran di Desa Uiboa, bahwa hasil lombok tertinggi dicapai dengan pemberian campuran pupuk organik widuri dan babonik pada konsentrasi 50%,
Penelitian itu juga mampu menarik kesimpulan bahwa hasil lombok atau cabe di Desa Uiboa (dominasi tanah
medi-teran) lebih tinggi dibandingkan di Desa Uithiuhana (dominasi tanah podsolik merah kuning).
Masih ada beberapa informasi dari penelitian yang dilakukan mahasiswa bersama petani, warga belajar yang
tidak ditampilkan disini terkait penelitian lombok ini. Namun potensi pengembangan penelitian yang mensinergikan basis kampus dan kampung di desa ini sebenarnya sudah mampu memperlihatkan manfaat lebih jauh
misalnya untuk potensi desa dalam mengelola komoditas pertanian yang tepat sesuai dengan kemampuan
dan daya dukung di setiap desa, termasuk potensi kampus mengembangkan penelitian berbasis kebutuhan
dan mendorong civitas akademika lebih berperan mengaplikasikan ilmunya untuk kesejahteraan masyarakat.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 117
Dari Semau
Menuju Dunia
mozaik
9
Pembaca budiman, mozaik ini khusus menceritakan liputan
BBC yang berpusat di London, melalui kantor beritanya di
Jakarta mencari berita aktual dalam meramaikan Konferensi
Dunia di Copenhagen dengan memasok berita liputannya dari
berbagai belahan dunia. Crew BBC kantor Jakarta tiba di Semau
pada Desember 2009 melakukan liputan selama sehari disana.
Boleh jadi liputan ini merupakan liputan satu-satunya dari
media yang peduli dengan kiprah dan kerja keras warga Semau
menyelamatkan pulau mereka dari kekeringan.
Bermula dari dunia maya, Dr. Prijo mengisi halaman BLOG-nya dengan cerita tentang
pekerjaan yang dilakukannya bersama warga desa di PulauS emau, menghadapi
kekeringan, dan perubahan iklim di pulau kecil itu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 118
Tanpa sengaja, seorang reporter BBC yang tengah mencari berita tentang upaya anak manusia di dunia yang
iklimnya tengah berubah, mengklik salah satu hasil browsingnya dan menemukan cerita menarik dari blog Dr,
Prijo Soetedjo berjudul “Mitigation and adaptation of Climate Change in Small Island Semau Nusatenggara.”
Sang pencari berita segera mencari alamat duniamaya si pemilik laman blog itu dan terjadi kesepakatan. BBC
akan mengutus reporter BBC di kantor Jakarta untuk meliput kegiatan di Semau sebagai bahan reportase BBC
dalam memperingati hari kenaekaragaman hayati dunia.
Dalam waktu tak terlalu lama, seperti etos kerja para journalis tingkat dunia itu, waktu demikian berharga
bagi sebuah berita yang penting disampaikan. Pertukaran informasi di dunia maya kembali dilakukan. Kali ini
sang jurnalis menghubungi Pak Prijo melalui pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawabnya untuk menguji
pemahamannya atas bahan-bahan yang telah ia terima melalui surat elektronik. Pertanyaan dan jawaban itu
akan memberi gambaran bagi sang jurnalis menangkap insipirasi kegiatan di Pulau Semau sebelum dikemas
menjadi program radio yang mengudara ke seantero dunia.
Tanya:
1) Untuk Pulau Semau, apakah musim kemarau yang terjadi sekarang ini, bila dibandingkan
dengan katakan lima sampai sepuluh tahun lalu, semakin panjang?
Jawab:
Ada kecenderungan musim kering lebih panjang, mengacu pada data dan pengamatan lapangan
sejak tahun 2004
Tanya:
2) Bagaimana dampaknya terhadap ketersediaan pangan bagi masyarakat setempat, sebelum dilakukannya pembinaan oleh UNDANA dan Kehati?
Jawab:
Dampaknya cukup nyata terutama pada daerah yang masyarakatnya hanya mengandalkan tanaman
jagung sebagai sumber pangan yang pertumbuhannya tergantung pada hujan. Setelah dilakukan
pembinaan selama dua tahun dengan masukan tehnologi hemat air, nampak bahwa petani khususnya
yang tergabung dalam kelompok tani mulai melakukan keanekaragaman usaha tani dengan tehnologi
hemat air terutama pada tanaman sayuran
Tanya:
3) Apa alasan sebelum dimulainya langkah pembinaan terhadap para petani/masyarakat di Semau
ini?
Jawab:
Alasan utama adalah bagaimana memperbaiki kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang
cenderung terus menurun daya dukungnya yang dimulai dengan perbaikan pola usaha tani
menuju pada pengaanekaragaman usaha tani yang berwawasan lingkungan dengan tehnologi
kerakyatan
Tanya:
4) Apakah masyarakat sudah mulai kekurangan pangan? Apa pekerjaan mereka pada umumnya?
(petani?)
Jawab:
Secara umum di beberapa desa binaan (Uiboa, Uithiuhana, dan Akle) memang belum terasa adanya
kekurangan pangan, tetapi menurunnya produktivitas lahan dan tanaman sudah nyata terjadi yang
bila tidak dilakukan usaha perbaikan akan menyebabkan menurunnya daya dukung lahan , keanekaragaman hayati, dan lingkungan. Hampir 80% masyarakatnya hidup dari hasil pertanian
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 119
Tanya:
5) Pada awal dimulainya kegiatan ini, bagaimana tanggapan masyarakat?
Jawab:
Masyarakat sangat antusias untuk mengikuti segala program kegiatan yang dilakukan. Karena metode
pelaksanaan kegiatan yang kita lakukan adalah model sekolah lapangan yang melibatkan kelompok tani,
Lembaga Swadaya Masyarakat, mahasiswa Universitas Nusa Cendana khususnya Fakultas Pertanian, staf
dosen UNDANA , aparat pemerintahan desa, dan Kehati
Tanya:
6) Apa kesulitan dalam menerapkan kegiatan ini?
Jawab:
Dalam pelaksaaan kegiatan sering terganggu oleh kesibukan mereka sebagai petani yang
harus mengelola kebunnya sehingga jadual kegiatan menjadi lebih lama, iklim yang kurang
bersahabat seperti musim kering yang panjang dan angin yang kencang juga menghambat kegiatan di lapangan
Tanya:
7) Saat ini, apa hasil yang dapat dirasakan masyarakat?
Jawab:
Masyarakat terutama yang tergabung dalam kelompok tani mulai mampu untuk mengembangkan ketrampilan yang mereka miliki untuk pengelolaan usaha tani dengan penganekaragaman usaha tani, pemanfaatan sumberdaya alam sebagai sumber pupuk organik, dan pestisida organik dan lain-lain
Tanya:
8) Apakah ada rencana untuk menerapkan kegiatan ini di tempat lain di NTT yang juga dilanda kekeringan?
Jawab:
Memang ada rencana terutama di daerah Timor Tengah Selatan (TTS), namun sementara ini masih banyak
yang harus dilakukan di desa binaan di Pulau Semau sampai menjadi desa mandiri dengan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan secara benar termasuk pemanfaatan sumber lokal sebagai sumber energi
rumah tangga
Tanya:
9) Sejauh ini, berdasarkan data terakhir, berapa luas daerah yang dilanda atau terancam kekeringan di
NTT dan berapa banyak penduduk yang terancam kekurangan pangan akibat kekeringan?
Jawab:
Sejauh ini saya tidak mempunyai data yang akurat berapa keluasan daerah yang dilanda kekeringan, karena
masing-masing instansi yang membidani mempunyai data sendiri-sendiri dengan nilai bias yang tinggi.
Namun dari data meningkatnya lahan kritis di wilayah NTT setiap tahun, menunjukkan pada tahun 1999
luasan lahan di NTT adalah 1,356 juta ha, dan pada tahun 2005 luas lahan kritis tersebut menjadi 4,427 juta
ha. Pada tahun 2005 menunjukkan bahwa 68,48 % dari % luas total lahan hutan terdapat pada kondisi kritis
dan sangat kritisdan kondisi ini terus meningkat walaupun sudah dilakukan usaha pengelolaannya. Namun
keberhasilan yang dilakukan sangat lambat sehingga dengan kondisi ini akan lebih memacu keluasan kekeringan yang terjadi
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 120
Pembaca budiman, tahukah anda, bahwa setelah dilakukan tanya-jawab melalui surat elektronik tadi,
bagian produksi BBC London itu kemudian membangun skenario peliputan live di Pulau Semau. Agar
para crew BBC London yang datang ke Semau dapat merekam suasana yang diharapkan bisa ditampilkan dalam kemasan liputan, skenario itu ditulis kembali dalam scrip berjudul “The Longer Drought”
seperti ini bentuknya:
Suara-suara/atmosfir yang perlu direkam: (Zacky atau Oscar)(untuk
merekam atmos, tolong minimal 1 menit)
- suara para petani ngobrol
- arahan/obrolan pak Prijo dengan para petani
- suara petani mencangkul/suara kegiatan mereka di ladang yang
dapat direkam
- suara irigasi/sistem hemat air
- vox pop petani
(dengan pertanyaan: 1 hasil kebun mereka apa saja? 2.cukup untuk
makan? 2. Dengan tidak menentunya hujan, apakah mereka kawatir,
suatu saat lahan tidak menghasilkan karena kering?)
Foto(Zacky atau Oscar)
- pak Prijo sedang berikan arahan kepada para petani
- para petani tengah berladang
- foto ladang para petani
- foto lahan yang masih kering dan belum dikerjakan (bila ada)
- foto irigasi/sumber air petani
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 121
Skrip Program Radio
Presenter: Prijo Sotedjo, dosen lingkungan Fakultas Paska Sarjana, Universitas Nusa Cendana Kupang.
Pres:
Saya Prijo Sotedjo, staf dosen Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas
Nusa Cendana
Saat ini saya berada di pulau Semau tepatnya di Desa Uiboa, Kecamatan
Semau Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pulau ini terletak sebelah barat
kota Kupang dengan jarak sekitar 1 jam 30 menit dengan perahu dari
Kupang. Pulau ini merupakan salah satu tempat kering di NTT. Mengacu
hasil pengamatan lima tahun terakhir, musim kemarau di wilayah ini dapat
dikatakan cenderung semakin panjang ditandai dengan mundurnya musim hujan dan pendeknya masa hujan turun di wilayah ini. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap pola usaha tani masyarakat di pulau ini yang sebagian besar masih menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian khususnya
tanaman pangan dan sayuran seperti jagung, padi, bawang, lombok, sawi
dll.
Pres
Salah seorang petani di desa ini adalah Pak Marten dan Ibu Rita. Mereka
berdua dan umumnya petani di Desa Uiboa ini dan desa lain di pulau ini
menggantungkan hidupnya dari hasil jagung dan tanaman sayuran sebagai
sumber pangan keluarga,Mereka berusaha tani tergantung pada hujan sehingga sering diluar musim hujan mereka harus berusaha lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang belum tentu mencukupi. Untuk jelasnya coba
kita tanyakan pada kedua petani ini yang sebenarnya mewakili kelompok
tani Karya Nyata (Pak Marten) dan Gemilang (Ibu Rita).
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 122
Pak Prijo bertanya
Pak Marten dan Ibu Rita
1)Selain menanam jagung tanaman lain apa yang diusahakan ?
2)Bagaimana hasil tanaman tersebut?
3)Apakah hasilnya cukup untuk pangan keluarga?
4)Selama musim kering yang panjang apakah usaha tani tersebut mencukupi?
5)Bila tidak mencukupi apa yang bapak dan ibu dan kelompok tani lakukan?
6)Apakah kondisi selalu terjadi setiap tahun dan apakah kondisi ini bertambah menyulitkan bagi keluarga?
Pres
Mengacu pada kondisi seperti yang dijelaskan oleh kedua petani tersebut
dan kondisi lingkungan yang ada di wilayah ini, maka kami berusaha untuk memperbaiki pola usaha tani mereka yang tergantung alam dengan memperkenalkan tehnologi usaha tani hemat air seperti praktek irigasi mikro
pada tanaman sayuran dan berapa tehnologi pembuatan pestisida dan pupuk
organik berbahan baku lokal agar pola usaha tani yang dilakukan benarbenar berwawasan lingkungan bukan semakin merusak lingkungan yang justru
cenderung terus menurun akibat musim kemarau yang panjang. Hal ini nampak dari data keluasan lahan kritis yang cenderung terus
meningkat
setiap tahun. Pada tahun 1999 keluasan lahan kritis berkisar 1,3 juta dan
meningkat menjadi 4,4 juta ha pada tahun 2005. Kondisi ini terus meningkat walaupun sudah dilakukan usaha pengelolaannya. Sayangnya kondisi kemarau yang panjang sering disalahkan bukan kita berusaha untuk menyesuaikan dengan kondisi alam yang berubah ini dan bagaimana memperkecil sampai
memperbaiki daya dukung alam ini.
Pres
Tehnologi yang kami tawarkan pada petani di wilayah ini khususnya di beberapa desa yaitu Desa Uiboa, Uithiuhana, dan Akle adalah tehnologi yang
praktis, ramah lingkungan dan membantu meminimalisir akibat keke-ringan
yang panjang.
[atmosfir: arahan teknologi hemat air] Sebagaimana yang sedang dipraktekkan disini adalah usaha tani sayuran lombok dengan praktek irigasi mikro
yang dikombinasikan dengan penggunaan pupuk cair nitas dan johar pada
tanaman cabai.
Pres
Dalam pelaksanaan kegiatan aplikasi tehnologi ini kami melibatkan
kelompok tani yang masing-masing terdiri atas 10 -15 anggota kelompok termasuk Pak Marten dari kelompok karya Nyata, Ibu Rita dari kelompok Gemilang, Pak Zefta dari kelompok Karya Nyata.
Hal yang para petani cukup antusias dari awal, kami melakukan upaya ini
yang merupakan kerjasama antara Universitas Nusa Cendana, Kehati, Pandu
Lestari, aparat desa,petugas penyuluh lapangan dari Dinas Pertanian dan
Perkebunan. Kami menerapkan model sekolah lapangan dimana petani dan
pemandu lokal belajar bersama-sama dengan tenaga ahlisesuai dengan kondisi di lapangan. Model sekolah lapangan ini akan memacu petani untuk
belajar secara langsung dengan alam bagaimana mengelola usaha taninya
berdasarkan ketrampilan dan pengetahuan mereka. Mereka bisa membandingkan
bagaimana model yang bisa mereka lakukan dan model perbaikan yang dilaku-
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 123
kan secara bersama sama. Contohnya bagaimana mereka mampu meng-analisa
kondisi tanah yang kurang air dengan cara sederhana, bagaimana mengukur kandungan unsur hara dalam tanah, sampai mereka bisa dengan sendiri
bagaimana usaha yang dapat dilakukan bila tanaman kurang air dan seterusnya.
Pres
Salah satu model yang sedang dikembangkan oleh kelompok tani khususnya
di Desa Uiboa ini adalah usaha tani dengan praktek irigasi mikro yang
dikombinasikan dengan pemulsaan. Dengan irigasi tetes dan pemulsaan ini
petani tidak perlu menyiram air setiap hari tetapi cukup 4-5 hari sekali
dan itupun tidak langsung disiram ke tanaman tetapi cukup pemberian air
ke wadah penampung. Tanam sayuran menjadi model awal karena tanaman ini
secara langsung dapat dimanfaatkan keluarga, dapat dijual dan tidak memerlukan areal luas sehingga penebangan pohon dapat diminimasikan.
[atmosfir: petani ngobrol]
Pres
Selain mengembangkan usaha tani hemat air,petani diajak untuk memfaatkan
sumberdaya alam yang ada sebagai sumber pupuk organik cair dan pestisida
cair. Sebelum tehnologi ini diperkenalkan, mereka tergantung pada pestisida anoragnik dan pupuk anorganik seperti Urea, SP 36, KCL yang harus
dibeli dengan harga yang cukup mahal. Dampak yang nyata dari penggunaan
pupuk anorganik ini adalah pemadatan tanah sehingga penguapan menjadi
berlebihan, kemampuan menahan air menjadi sangat berkurang. Terjadinya
serangan hama penyakit dan lain-lain. Dengan memanfaatkan baha alam yang
dapat dibuat sendiri secara sederhana, maka petani dengan kelompok taninya mampu memproduksi pupuk dan pestisida alami yang ramah lingkungan.
Sumber alami tersebut antara lain daun tanaman johar, nitas, kirinyu,
babonik, kedondong hutan, lamtoro, turi, sere, kosambi dan lain-lain.
Disamping pupuk cair dari bahan tanaman, mereka juga berusaha memanfaatkan kotoran sapi pada tanaman sayuran, namun pemakaian dengan jumlah dan
waktu pemberian yang masih kurang tepat.
Pres
Disamping perbaikan usaha tani, kami bersama-sama dengan Kehati, dan
Pandu Lestari berusaha melakukan perbaikan pemakaian energi rumah tangga
khususnya untuk masak. Kami kembangkan tehnologi pembuatan kompor sedehana berbahan baku dari rumput, sisa tanaman, dan biomassa lain seperti
guguran daun, ranting dan lain-lain. Juga mengembangkan kompor berbahan
bakar biji-bijian yang mengandung minyak seperti nitas, kemiri, kosambi,
jarak, jambu mete dan lain-lain. Tujuan utama dari penggunaan energi
rumah tanga berbahan bakar lokal ini adalah untuk mengganti pemakaian
kayu bakar dan minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga sekaligus
dapat memanfaatkan sisa tanaman dan bagian tanaman dan biji tanaman yang
tidak laku dijual. Pada akhirnya diharapkan petani dapat mandiri dalam
pemenuhan energi rumah tangganya.
Pres
Disamping penduduk di Pulau Semau khususnya di tiga desa tersebut, kami
berusaha untuk mengembangkan tehnologi ini ke berbagai desa lain di Pulau Semau yang proses pembelajarannya akan dilakukan sendiri oleh kelompok tani yang sudah terbina dan kami hanya sebagai fasilitator.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 124
Kami juga merencanakan untuk mengembangkan tehnologi ini di kelompok
tani yang ada di daerah lain. Kami memang ada rencana untuk melakukan
usaha
serupa seperti yang kami lakukan di Pulau Semau ini, terutama
di daerah
kering lain di NTT seperti di daerah Timor Tengah Selatan.
Namun sementara ini masih banyak yang harus dilakukan di desa binaan di
pulau Semau. Kami ingin desa di pulau timor dengan kondisi wilayah yang
kering dengan daya dukung lingkungan yang menurun dengan tingkat keragaman usaha tani yang rendah.
Perlu juga saya tekankan disini bahwa peran orang tua yang menjadi panutan seperti Kepala Desa, Tetua Adat sangat menentukan keberhasilan
transfer tehnologi ke tingkat petani. Kondisi ini secara umum terjadi
pada daerah yang didominasi oleh iklim kering yang panjang dengan karakteristik sosial yang khas.
Untuk Pulau Semau khususnya di Desa Uiboa dan desa-desa disekitarnya
peranan bapak Kepala Desa Zefanya besar sekali sebagai motivator sekaligus media antara petani, pemandu lokal, dan pelatih dari Universitas
Nusa Cendana,
Kehati, dan Pandu Lestari.
Mungkin kita tanyakan sendiri pada pak Zefanya untuk dapat bercerita
tentang perannya untuk memotivator kelompok tani dan kunci keberhasilan
untuk membawa petani secara iklas mempraktekan tehnologi yang mereka
dapatkan dalam sekolah lapangan dan kebun mereka.
Pak Zefanya bercerita singkat dan jelas [ monolog diambil live...]
Pres
Saya Prijo Sotedjo, dosen pada Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana
Program Studi Pengelolaanan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Nusa Cendana Kupang. Dari pulau Semau, Nusa Tenggara Timur, saya
ucapkan sampai jumpa.
Begitulah program singkat rancangan BBC di Pulau Semau. Sayangnya liputan berharga itu tak terdokumentasi di Yayasan Pandu Lestari, kecuali berbagai persiapan kerja, script dan materi bahan yang semua dikomunikasikan melalui surat elektronik. Beruntung, disaat-saat akhir semua bahan tadi dapat ditemukan dalam
laptop Pak Prijo. Meski minim ulasan, upaya mengkomunikasikan keberadaan program ini patut dihargai,
karena mendapat liputan dari BBC yang mendunia itu cukup sulit, tapi kesempatan yang langka itu berhasil
dimanfaatkan untuk mengabarkan pada dunia tentang semangat masyarakat terpencil di P. Semau yang
berjuang menyelamatkan masa depannya dari ancaman perubahan iklim. Semoga dengan liputan BBC tadi,
dunia tergugah mendengar kegigihan masyarakat Semau mengatasi persoalan kekeringan di pulau kecil itu.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 125
Kt
mozaik
9A
isah Semusim
anam
Siang sedang terik-teriknya, ketika kami mendatangi Bu Minggus yang
tengah mengasuh balitanya, ia enggan menerima kedatangan kami.
“Saya tidak tahu lagi soal kegiatan itu, kami sudah tidak aktif lagi.” Kami
pun melanjutkan perjalanan mencari anggota kelompok lain dan berharap
dapat menjelaskan maksud kedatangan sambil meminta waktu dan ijin
untuk berkumpul di Kelompok Mekarsari Desa Akle.
Akhirnya, kami berhasil menjumpai Carik Desa Akle yang kebetulan adalah anggota Kelompok
Mekarsari. Darinya, kami mendapatkan cerita singkat tentang perjalanan kelompok Mekarsari dalam
program yang sudah berakhir itu. Ia pun berjanji memberitahu kelompok agar mereka mau berkumpul dan berbagai cerita dengan kami. Dan itulah pembuka jalan bagi kami yang siang itu dapat
meneruskan misi mendatangi kelompok petani yang terlibat program sekolah lapang di desa-desa
lainnya.
Cerita dan keluh kesah warga di desa pasca Sekolah Lapang cukup beragam. Mereka dalam berbagai
ekspresi bercerita lugu dan terbuka. Ada juga yang sambil tersipu malu menutupi pernyataannya.
Tapi keramahan warga menerima kami selalu terpancar dari wajah-wajah mereka sepanjang hari
itu, adapula yang mengaku malu karena belum berhasil. Selebihnya adalah canda gurau memecah
kebekuan suasana sambil mencoba meyakinkan peserta bahwa kedatangan kami hanya bermaksud
menggali pengalaman semua yang terlibat dalam program yang telah berlalu tiga tahun yang lalu.
Kami pewawancara hanya terdiri dari dua orang saja. Dalam berbagai pertemuan, kami selalu
meminta kelompok untuk menceritakan pengalaman apasaja yang dipelajari dan dilakukan serta
bagaimana hasilnya menurut pandangan mereka. Pertanyaan dan diskusi difokuskan pada masa
atau musim tanam tahun 2008 ketika para peserta pelatihan Sekolah Lapang memulai praktek di
ladang mereka, termasuk di lahan kelompok tempat mereka membandingkan cara bertani lama dan
bertani cara baru.
Tehnik dasar fasilitasi dilakukan seperlunya untuk memastikan jawaban yang diberikan peserta diskusi dapat dipahami dengan benar maknanya oleh pewawancara. Selain sibuk mencatat keterangan para anggota pada kertas plano ukuran besar, diselingi memberi pertanyaan yang sudah kami
siapkan, diskusi selalu berupaya mengupas sisi lain dari pengalaman para peserta diskusi.
Inilah rangkuman kisah semusim tanam yang pernah mewarnai perjalanan warga desa dan anggota
kelompok tani mempraktekkan ilmunya dan mengamati hasil pekerjaan mereka seperti diamanatkan para pembimbingnya, Kang Enceng, Kang Engkus, dan Mas Iwan dari FIELD.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 126
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 127
Cerita dari Kelompok Mekar Sari, Desa Akle
Ny.Dominggus atau biasa dipanggil rekan-rekan sedesanya dengan Bu Minggus, adalah istri
ketua kelompok Mekar Sari. Ketika kami datang pertama kali untuk mengatur jadwal pertemuan dengan anggota kelompok, ia membuka pembicaraan dengan mengatakan, “ Kelompok
kami tidak lagi aktif, karena ketua kelompok-yang juga suaminya, sedang mengambil kuliah
S1 di Fakultas Hukum di UNDANA, Kupang.” Namun begitu, Minggus sempat mempraktekkan
hasil latihan Sekolah Lapang di desa dengan dua kali tanam bawang merah, membuat pupuk
organik dan melakukan pengamatan hasil budidaya dan hama di lahan. “Hasilnya bagus,”
katanya tersenyum.
Mercy Raja, usia sekitar 35 tahun berputra dua, adalah carik desa yang menjadi anggota Mekar
Sari yang juga sempat kami wawancarai. Ia mendukung cerita Bu Minggus yang kami temui
terpisah. Menurut ceritanya, praktek hasil pelatihan membuat anggota lebih yakin menanam
bawang. Ia mengisahkan, “dulu kita langsung tanam saja, tetapi setelah mendapat pelatihan
kami melakukan pengelolahan lahan, menggunakan kompos untuk menanam bawang. “
“Anggota kelompok kami saja yang membuat kompos di desa ini,” kata Mercy bangga. “Selain
itu kami membuat pupuk cair untuk bawang dan juga tanaman sayur.”
Pola penanaman bawang dulu mengikuti cara orang tua, tapi sekarang ada peningkatan
yang diaplikasikan di lahan kelompok dan lahan milik sendiri dimana ada tujuh belas orang
melakukan bersama karena kami di kelompok masih memiliki ikatan keluarga. Pembibitan
bawang menggunakan uang kas kelompok, kemudian setelah panen, kami mengembalikan
uang yang dipinjami ketua kelompok, karena dia yang talangi dana.
“Selain bawang, penghasilan dari tanam jagung di 3 ha lahan yang dulu hanya mencapai 6 ton
setelah kami melakukan oleh tanah bisa mencapai 8 ton dengan menggunakan bibit hibrida. “
Menurut pengamatan kelompoknya, sebelum menggunakan pengolahan tanah dan pupuk
organik, bawang yang ditanam jika terkena air umbinya busuk dan daunnya menjadi keriting.
Kacang panjang juga dikembangkan, tetapi gagal karena gangguan ternak.
“Dulu kami hanya pake Urea saja, dan akibatnya tanah menjadi keras. Setelah menggunakan
pupuk organik atau kompos dan pupuk cair, tanah tidak keras.”
Ia menambahkan, produksi jagung yang meningkat tidak serta merta diikuti kenaikan biaya
produksi. Dulu untuk mengingkatkan produksi mereka memacu dengan menggunakan Urea.
“Kami sekarang membuat pupuk kompos sendiri, jadi lebih irit,” kata Mercy menegaskan.
Ketika diminta merinci biaya yang dikeluarkan, Mercy memberi perbandingan biaya produksi
tanaman bawang sebelum dan setelah pelatihan. “Dulu untuk membeli bibit bawang untuk
140 bedeng atau sekitar 3 ha dibutuhkan pupuk Urea yang kami beli seharga Rp. 150.000, lalu
hormon pertumbuhan Rp.215.000, sekarang kami dapat membuat sendiri pupuk kompos dan
pupuk cair pengganti hormon pertumbuhan, dan tanpa biaya karena semua bahan tersedia
di desa. Bukan itu saja keuntungannya, jika dulu produksi hanya bisa mencapai 4 ton, kini
dengan pupuk organik dan pengolahan lahan kami bisa dapat 6-7 ton / 3 ha.”
“Dulu kita langsung tanam saja, tetapi setelah mendapat pelatihan kami melakukan pengelolahan
lahan, menggunakan kompos untuk menanam bawang. Kami anggota kelompok saja yang membuat
kompos di desa ini.”
Mercy Raja
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 128
Anggota kelompok Mekar Sari lainnya yang hadir pada pertemuan kedua adalah : Jibraliman (60),
Christian (38), Jitron, Julius Liman(50), Melcuriman (70). Kelompok wanita (tidak bersedia menyebut usia): Orpamuna, Juplina, seniwati, dan Ibu Minggus istri ketua Kelompok. Mercy Raja yang
mengatur pertemuan ini tidak hadir karena tugas mengurus raskin ke Kupang. Ia yang meminta
Ibu Minggus agar pertemuan diadakan di rumahnya.
Senada dengan Bu Minggus dan Mercy, anggota kelompok yang hadir itu menyatakan sudah dua
kali membuat pupuk kandang, pupuk cair serta melakukan pengamatan.
“Semua pupuk kandang itu hanya diperuntukan bagi anggota kelompok tidak dibagi-bagi untuk
warga petani lainnya,” kata Jibraliman setengah berseru. “Tapi hasil panen tahun ini (2010) jelek,
banyak tumbuh rumput dan pekarangan tidak dirawat.”
Christian yang lebih muda menyambar, “kerja kita lebih repot, tapi hasil lebih bagus daripada kita
pakai pupuk urea, hasil panen lebih berat.” Hanya saja, menurut anggota kelompok Mekar Sari,
tugas membuat pupuk organik diserahkan kepada ketua kelompok yang kebetulan ikut pelatihan
tapi hasilnya digunakan bersama-sama.
“Mengapa anggota kelompok tidak membuat sendiri?,” tanya Sumino, fasilitator, kepada kelompok.
Ia bertanya sambil mencatat di kertas plano.
“Kami tak punya lahan, jadi melaut saja menjadi nelayan,” jawab Christian seolah mewakili jawaban
anggota lainnya.
“Kalau ada ketua kelompok, kami bisa berkumpul dan menggunakan lahan milik ketua bersamasama.” timpal Julius Liman.
Jitron tak mau tinggal diam. “Pekerjaan utama mereka adalah budidaya rumput laut dan sudah
berjalan lebih dari 10 tahun. Bila musim hujan tiba, bersama-sama kami menanam bawang, kita
harus siram, sehingga pulang melaut kami urus ladang.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 129
Melcurian yang dari tadi diam saja, angkat bicara. “Dulu sebelum SL (sekolah lapang) kita menanam jagung, usai Sekolah Lapang, kami praktek menanam bawang dan sayur, tapi bagi kami berkumpul itu buang-buang waktu saja,” katanya tak ramah. Christian mencoba menjelaskan maksud
Melcurian. “Jika dibandingkan harga jual, rumput laut lebih baik. Kalau bawang cacat tidak laku
dijual, kalo rumput laut ada penyakitnya masih dibeli orang, dicari pengepul. Rumput laut panen
setiap bulan, sedangkan bawang baru panen tiga bulan,” kata Christian memberi analisis.
Christian juga punya keluhan. “Dulu kami menanam 20 bedeng bawang dan sayur, sekarang ini
kami menanam bawang, sawi, kangkung untuk dijual dan dikonsumsi sendiri, hasilnya tak seberapa. Kalo jual kangkung ke Kupang ongkos transportnya mahal.”
Situasi di rumah Bu Minggus murung seketika. Melihat kondisi itu fasilitator dari Solo itu buru-buru
melontarkan pertanyaan berikutnya. “Observasi masih dilakukan?,” tanyanya.
“Ya, kami masih mencatat pertumbuhan, tinggi tanaman, subur atau tidak, sampai menangkap
hama, ulat, belalang dan dimasukkan toples sama seperti waktu latihan dulu, dimana tiga orang
perhari bergiliran melakukannya. Hasil pengamatan dicatat dalam buku, tapi kita sudah lupa semua
ilmunya,” cetus Julius Liman disambut tawa menggelar semua peserta diskusi.
Suasana diskusi bertambah hangat dan semakin cair.
Box 1. Analisis usaha tani bawang dan rumput laut
Bawang
Rumput Laut
Biaya produksi : tenaga pengolahan lahan tidak dihitung,
pupuk dan pestisida
Biaya produksi (diluar tenaga dan makan) Rp. 1,3 juta.
Ada hasil Rp. 700 ribu perbulan
Hasil panen 300 kg harga Rp. 2000/kg = 600.000
per tiga bulan.
Hasil panen rumput laut 1 tali mencapai 10 kg, ada 20
tali= 200 kg. harga jual perkilogram rp 10.000 = Rp 2
juta rupiah per bulan
Informasi yang berhasil kami himpun dua hari itu cukup lengkap, termasuk menggambarkan
dinamika kelompok. Kelompok Mekarsari beranggotakan 8 laki-laki dan 9 perempuan yang merupakan pasangan suami istri. Dari wawancara itu didapat informasi anggota kelompok Mekar Sari
berkurang 3 orang dari 20 personal anggotanya. Setelah Ketua kelompok melanjutkan pendidikan
S1 di Kupang, kelompok tidak lagi aktif dan bertemu lagi dalam sebulan terakhir. Tercatat pertemuan kelompok terakhir pada 14 September 2010. Waktu berkumpul yang biasanya dua kali
dalam sebulan, pun tidak lagi bisa dipertahankan. Dalam pertemuan kelompok itu, biasanya yang
didiskusikan adalah sumbangan bibit dari Dinas Pertanian. Persoalan Sekolah Lapang justru tidak
dibahas. Forum itu juga menjadi ajang tanya jawab diantara anggota kelompok jika ada anggota
yang kurang paham.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 130
Kelompok Mekarsari juga berhasil mengajukan
proposal kepada Dinas Pertanian. Proposal mereka
pada akhirnya diganjar dengan sumbangan dari
Dinas Pertanian senilai Rp 12 juta untuk memasang
pompa air.
Adanya kelompok Mekar Sari di Akle, memicu
pembentukan kelompok tani lainnya. Diantaranya
Kelompok Benteng Kota yang telah mengantongi SK
Kepala Desa yang dipercaya warga dapat mempermudah pekerjaan dan peningkatan penghasilan
kelompok tani. Kelompok lainnya, DALMESA mengkhususkan bertani lombok organik secara swadaya.
Sebagai penutup diskusi, diajukan pertanyaan, “apa
kesan-kesan Anda ?”
Kami ingin di Akle dapat pengalaman baru, peningkatan hasil dan turut mendapat pekerjaan juga,
misalnya untuk ilmu pengamatan hama masih
diterapkan dan sangat membantu untuk mengetahui apa penyebab serangan pada tanaman. Itu kami
terapkan di lahan kami sendiri dan untuk tanaman
lain seperti kelapa. Hasilnya kami diberikan predator
musuh alami hama kelapa itu oleh petugas PPL di
desa. Setelah usai Sekolah Lapang, bila kelompok
menemukan masalah pertanian lainnya, mereka
berusaha meminta bantuan PPL untuk memfasilitasi.
Namun tanggapan PPL dingin, tidak memberi bantuan bagi kelompok, malah bertanya kalian mendapat
pelatihan pertanian darimana?
“Meski hasil panen tahun ini jelek, musim tanam
berikutnya kami akan mencoba menanam tomat,”
kata Jimbrolin menutup pertemuan. Kami pun meminta diri, sambil mencatat nomor handphone Pak
Dominggus untuk membuat janji temu di Kupang
nanti. Acara kami akhiri dengan meninjau ladang
usaha bawang dan sayuran di belakang rumah
keluarga Dominggus.
Cerita dari Kelompok DAELKOLO, Desa
Uithiuhana
Perjalanan dari Akle ke Uithiuhana ditempuh dalam
30 menit, mengendarai sepada motor di jalan berdebu dan bergelombang. Suasana desa nampak kusam,
dedaunan semak dan pohon kelabu diselimuti debu
yang didera angin. Kami pun tiba di rumah Yevta,
ketua Kelompok Dalkolo.
Di depan rumahnya yang berpagar pelepah lontar
yang dianyam rapi itu, ditempatkan selusinan semangka ukuran dua kilograman yang disusun dalam
rak yang memanfaatkan tonggak pagar kayu di
halaman. Buah semanggka itu memanggil-manggil
kami untuk membawanya sambil bertamu menemui
pemilik rumah. Menuju pintu rumah, kami melewati
bedeng-bedeng sayur mayur yang subur dan nampaknya cukup mendapat air. Kami melihat terong,
kubis, selada, sawi yang tumbuh subur.
Si pemilik rumah Ibu Yevta membuka pintu dan
mempersilahkan masuk rumahnya. Sejenak kami
berbasa-basi memuji semangka hasil kebunnya seraya meminjam pisau untuk membelahnya. Kemudian
percakapanpun meluncur sambil memangsa buah
semangka yang segar mengusir dahaga.
“Bapak belum kembali, masih di perjalanan dari persiapan hajatan di rumah famili kami di desa lain,” kata
Bu Yevta. Kami pun fokus menghabiskan irisan-irisan
semangka.
“Boleh ibu ceritakan waktu pelatihan sekolah lapang
dulu?,” tanya kami.
“ Ah saya tidak ikut pelatihan, karena saya bantubantu di dapur,” jawabnya jujur.
Setelah dua buah semangka kami habiskan,
datanglah Pak Yevta.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 131
Ia tak langsung masuk rumah, ia menghidupkan pompa air dulu di samping rumah, dan kemudian
menemui kami.
“Maaf, saya tak bisa mengundang kelompok karena mereka semua akan pergi upacara adat besok.”
“Tak apa Pak, bisakah kami diceritakan proses dahulu bapak terlibat dalam program ini?,” tanya
kami untuk menyingkat waktu yang mulai berangkat senja.
Yevta menuturkan, bahwa kelompoknya menerapkan hasil pelatihan dalam dua kali musim dengan mengusahakan bawang, bayam, sawi putih, dan jagung.
“Waktu itu masih didampingi Pak Aceng dan Iwan (FIELD), kami membuat petak biasa dan petak
percobaan. Sampai sekarang petak percobaan itu masih bertahan,tapi buahnya kecil-kecil.”
Petak percobaan adalah lahan yang dikelola dengan cara bertani yang didapat dari hasil pelatihan
Sekolah Lapang. Hasil dalam petak percobaan itu kelak akan dibandingkan dengan hasil panen
dari lahan yang dikelola dengan cara seperti yang biasanya dilakukan.
Yevta, memberikan perincian, lalu Sumino mencatat dalam kertas planonya:
Box 2. Perbedaan antara Petak Biasa dan Petak Percobaan
Petak Biasa (tanpa mulsa atau bahan organik)
Petak percobaan,dengan mulsa
Perbedaan jelas: bawang bulirnya lebih sedikit tapi
bobotnya lebih berat
Bawang 1 bedeng= 55 kg
Bawang 1 bedeng= 70 kg, bwg lebih padat
Lombok10 pohon = 10 kg
5-6 pohon= 10 pohon
Urea 1 gayung utk 1 bedeng
Pake pupuk kandang 2 gayung
Perlakukan untuk Hama dan Penyakit:
Daun nites + bw putih direndam semalam -> tidak
keluar biaya
Semprot 1 botol Rp. 8.500
3x semprot alami: 8500
ceprin = 8500
gandasil b= 15.000
Catatan: biaya BBM utk diesel angkat air 70 liter utk 1
musim tanam
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 132
“Mengapa tidak diteruskan?,” tanya kami berbarengan..
“Kami coba sendiri-sendiri di lokasi masing-masing,
semua ada enam orang yang mulai melakukannya
pada 15 Agustus. Keenam orang itulah yang memulai
dan mencoba pemupukan organik.”
Menurut Yevta saat itu banyak orang di luar kelompok yang datang ingin belajar pupuk cair organik.
Namun begitu mereka tidak mengaplikasikan kompos kotoran hewan karena sulit didapat. Kemudian
mereka melakukan diskusi dalam pelatihan secara
berkelompok dan melakukan pengamatan di pekarangan atau petak percobaan.
Yevta dan kelompoknya juga melakukan pengukuran
tinggi tanaman dan lebar daun sambil mendapat
kunjungan oleh Aceng dan Iwan sebagai fasilitator.
“Dalam praktek itu, kami termasuk gagal panen,” kata Yevta. “Banyak bawang
kami yang dimakan ulat di daerah akar.”
Tapi kegagalan tak terjadi pada panen kacang
tanah dan jagung. Sebagian besar kelompok yang
menanam kacang tanah dan jagung boleh sedikit
berbangga akan hasilnya selama percobaan itu.
Ketika ditanya apakah semua kegiatan dari membuat
rencana, hingga pelatihan ToT, Sekolah Lapang dan
kemudian praktek lapang sudah saling terkait dan
memenuhi kebutuhan, Yevta menegaskan bahwa
semuanya sudah nyambung. Meski begitu ia merefleksikan pengalamannya itu sebagai kegagalan dan
membuatnya patah arang. “Kompos yang kami buat
belum mampu merubah tanah, sementara orang diluar sana yang tidak ikut Sekolah Lapang memprovokasi tentang ketidakberhasilan itu kepada warga lain,”
katanya sedih. Meski begitu, ia secara pribadi dan
untuk kepentingan pribadi, berniat menerapkan hasil
Sekolah Lapang. Menurutnya ilmu pupuk cair sangat
pas karena tidak perlu dana meski untuk membuatnya cukup merepotkan. “ Hemat tapi pembuatan
kompos prosesnya terlalu lama dan pupuk kandang
sulit di dapat karena hewan ternak dilepas atau tidak
dikandang di sini pak,” katanya menegaskan.
Ketika diminta informasi soal dinamika kelompoknya,
Yevta menjelaskan bahwa anggota kelompoknya
hadir pada hari sabtu untuk berdiskusi. “ Tahun
lalu (2009) kita gagal di ladang sendiri. Kacang tanah, jagung satu bedeng
gagal, itu menyebabkan anggota pecah
karena mereka harus cari makan sendiri-sendiri dan tidak ada waktu untuk
menghadiri pertemuan kelompok,” jelas
Yevta.
Kelompok Dalkolo terbentuk sejak 2001 dan secara
teratur mengadakan pertemuan setiap dua kali
seminggu. Hasil usaha kelompok disepakati masuk
kas kelompok sedangkan hasil bawang dibagi untuk
bibit bagi para anggota kelompok, “Tetapi hasilnya
gagal panen juga,” kata Yevta. Perhatian dari Dinas
Pertanian juga tak ada ketika dirinya menyampaikan
kegagalannya ini. “ Tapi saya belum puas dengan capaian ini. Dengan keterbatasan yang ada, saya akan
coba-coba lagi mengulang hasil belajar, mengolah
daun nites, batang pisang dicincang dengan direndam air beras dan menggunakan kulit kayu LHIU/
lakin yang direndam untuk pengendalian hama penyakit yang merupakan warisan dari moyang kami.”
Meski masih menerapkan ilmu sekolah lapang, ia
mengakui bahwa melakukan pengamatan (observasi) di kelompoknya belum sepenuhnya dilakukan
anggota kelompoknya. Semua tergantung pada
ketua kelompok, jadi belum berjalan secara mandiri.
Setelah Sekolah lapang berakhir Yevta melakukan
pengamatan sendiri.
Ia melanjutkan cerita tentang ide awal membentuk
kelompok ketika mengikuti pelatihan penanganan
hama jagung dan kacang yang diberikan Pak Prijo
dan maha-siswanya yang datang meminta sepuluh
orang dari desanya menjadi responden.
“Kami diundang ke kecamatan mendengar mahasiswa presentasi,” kenang Yevta.
“Pada waktu Sekolah Lapang, beberapa anggotanya
merasa rugi, waktu mereka tersita, sehingga lima
Dulu pembersihan ladang benar-benar dibersihkan, bahkan satu daun pun tidak boleh ada di ladang.
Sekarang ini ladang diolah tanahnya, dibiarkan sampah organik menjadi humus.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 133
orang memutuskan keluar dari kelompok.”
“ Saya sendiri hingga kini belum ada niat utk membubarkan kelompok, tapi juga belum ada rencana untuk ke depan.”
Sejak berkelompok dan akhirnya mengikuti Sekolah Lapang, manfaat yang sangat ia rasakan
adalah usaha menyuburkan tanah.
“Materi yang disampaikan menambah pengetahuan kita dan melalui percobaan-percobaan kita
jadi tahu tentang keadaan tanah dan tanaman termasuk kesalahan budidaya yang kita buat sendiri. Sebagian manfaat sudah kami rasakan, tetapi kami maunya cepat!,” katanya.
Ungkapan Yevta itu didasarkan pada masa sewa mesin air untuk mencukupi kebutuhan air pertanian yang biasanya hanya selama dua minggu, sementara waktu yang dibutuhkan membuat
pupuk organik dan pupuk cair memerlukan waktu lebih dari satu bulan.
Sejak dulu jadi petani Yevta berpikir tidak ada orang lain yang tahu tentang bertani selain para
petani itu sendiri. Ternyata di Sekolah Lapang ada orang lain yang lebih mengerti dari petani. Kesan itu melekat begitu kuat padanya sehingga ketika Pak Iwan dan Enceng pulang mereka semua
di desa merasa sangat kehilangan.
Diakhir pertemuan, kami menanyakan kesan-kesannya dan hambatan yang dialaminya. “Membentuk kelompok dan memiliki teman berdiskusi adalah kesan yang sangat bagus,” jelas Yevta. Ia
mengatakan bahwa hambatan sebagai petani adalah mereka harus mati-matian mendapatkan air
untuk mencukupi usaha taninya. “Kami tak punya mesin untuk “mengangkat air”, jadi kami harus
sewa mesin, dan itu butuh uang, nanti hasil panen untuk membayar sewa mesin atau bagi hasil
1/3 untuk pemilik mesin pompa,” jelasnya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 134
Cerita dari Kepala Desa Uiboa, Stefanya Tausbelle
Pagi itu, seusai sarapan di rumah Stefanya Tausbele, Kepala Desa Uiboa, kami meminta waktu untuk
mewawancarainya. Saat ditemui, pak kades sedang bersiap memimpin proses penawaran tender
pembangunan jalan desa, yang oleh masyarakat disebut “lelang”. Proses tender kali itu bukanlah
yang pertama ia hadapi. Melalui program PNPM, ia mengajukan proposal pembangunan diantaranya
membangun inftrastruktur jalan desa, pengadaan bak air tadah hujan, membangun sekolah SD, SMP
dan SMA.
Proposalnya akan dikompetisikan dengan proposal desa lain. Desanya mengirim utusan (tokoh
masyarakat dan lembaga adat) untuk turut berunding, musyarawah antar desa menentukan prioritas
rencana pembangunan desa. Usulan-usulan antardesa itulah yang kemudian diperingkat oleh PNPM
untuk dinilai.
Gagasan-gagasan yang didapat dari konsultasi dengan masyarakat di tingkat RT/RW itu dikemas
dalam proposal, pernah berhasil memenangkan penilaian pada 2009, dan mendapatkan bantuan
senilai proyek Rp. 350 juta. Untuk tahun 2010 desanya juga mengajukan proposal pembangunan, dan
ia berharap setidaknya dapat memenangkannya untuk nilai proyek yang sama.
Stefanya bercerita, desanya mempunyai berbagai program kegiatan seperti pemberdayaan masyarakat melalui usaha simpan pinjam perempuan. “Dananya ada di kecamatan,”tukasnya.
Progam pengembangan kecamatan diperuntukan untuk pembangunan kantor desa, pemberdayaan
masyarakat, membeli ternak untuk dipelihara masyarakat, dimana satu ekor per kepala keluarga atau
KK diberikan secara bergulir. Progrtam itu sudah dimulai 2007, dan berkembang dari 10 KK, kini sudah
bergulir dan berkembang menjadi 60 KK yang difasilitasi.
Agenda “pelelangan” hari ini untuk pembangunan jalan desa dan gedung untuk pendidikan anak usia
dini (PAUD).
“ Di bidang pertanian, kami membagikan 5000 bibit jambu mete pada 2009 dari Dinas Pertanian.
Pembagian skala kecil 1 KK mendapat 2-3 pohon jambu dan jati. Pertanggungjawaban dalam bentuk
administrasi. Satu polybag Rp. 8500 per pohon, 1 KK mendapat Rp 2500 per pohon. (ada potongan
dari dana yang diterima dan disalurkan),” terang Stefanya menerangkan program desanya.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 135
Bagaimana dengan program Sekolah Lapang? Stefanya mengatakan bahwa program “Pak Prijo”
(Warga menyebut Sekolah Lapang dengan program “pak Prijo”-red) itu diterapkan di ladang
dan dilaksanakan sesuai musim tanam. “ Ada pelatihan irigasi tetes, rumput laut dan lain-lain,”
katanya.
Dalam dua tahun terakhir ini, Stefanya melihat perbedaan yang jauh berbeda. Masyarakat,
katanya, dituntut lebih kreatif dan ikut kegiatan. Bila program pemerintah tergantung bantuan,
khusus untuk program bersama Pak Prijo (program dengan YBUL) tidak ada kompensasi “uang
hadir”, tetapi dipikirkan kompensasi berupa pemberian ayam, asal masyarakat menyiapkan
kandangnya.
“ Pada awal program (KEHATI) setiap kali ada pertemuan musyawarah disediakan uang transport.
Namun saya meminta agar tidak lagi disediakan uang transport. Yang penting itu masyarakat
butuh keterbukaan. Saya katakan penelitian UNDANA itu tidak ada uangnya. Tapi Pandu Lestari
memikirkan kompensasi dalam bentuk lain seperti memberi ternak (ayam dan kambing), dan
bantuan itu memang sangat diharapkan dapat diberikan,” terang Stefanya.
“ Ada masyarakat yang bertanya, mengapa kita harus menanam lontar.Itu untuk penelitian mahasiswa, tapi kalo kita menanam lontar, pohon itu untuk kita.”
Jauh berbeda pula dalam pengelolaan ladang.
“ Dulu pembersihan ladang benar-benar dibersihkan, bahkan satu daun pun tidak boleh ada di
ladang. Sekarang ini ladang diolah tanahnya, dibiarkan sampah organik menjadi humus. ”.
Hasil pelatihan Sekolah Lapang memberi dampak pada masyarakat yang tidak lagi berpindah
ladang. Anggota kelompok peserta Sekolah Lapang mencoba untuk terus melanjutkan lahan
pertanian. Ladang yang dulu dibakar, kini dibiarkan, karena tanah subur, dan humus tidak hilang
karena “run off”.
“ Dulu semua dibakar, sekarang pembersihan ladang tidak lagi dibakar, tidak berpindah tempat,”
kata Stefanya. “Tiga tahun belakangan saya lihat mereka tidak pindah-pindah ladang.”
Pada tahun 2007, Stefanya mengeluarkan PERDES yang melarang perladangan berpindah.
Pendekatan dilakukan kepada kepala suku agar masyarakat tidak boleh pindah-pindah ladang,
yang dahulu bebas dilakukan. “Kalo ladang berpindah ke hutan kan tidak boleh sesuai dengan
petunjuk Dinas Kehutanan. Tetapi penebangan untuk kebutuhan kayu masyarakat sepanjang ada
ijin dari desa, diperbolehkan,” kata Stefanya.
Stefanya mengakui setelah ada Sekolah Lapang dan fasilitator FIELD memang ada keterbukaan
pikiran. “Pak Aceng dan Iwan membawa perubahan. Masyarakat jadi berani bertanya, terbuka
dan berani protes. Kebanyakan protes kepada saya, tetapi itu lebih pada masalah bahasa (kadang
sulit mengerti bahasa Indonesia).”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 136
“ Warga masih tergantung pada bahan an-organik. Sudah dihimbau, tetapi belum berani mengeluarkan
PERDES untuk larangan bahan an-organik untuk mengurangi langsung itu berat. Tetapi anggota SL juga
mengalami masalah karena gulma tinggi, dan harus disemprot (herbisida), dan waktu hujan datang ternyata
rumput habis (tidak tumbuh).”
“Pak camat sangat respon dengan kegiatan ini, terutama Camat Udin. Namun sejak beliau diganti dan ada
pemilihan camat baru, tidak ada lagi kunjungan ke Kecamatan Semau Selatan/Kecamatan Semau.”
“ Bagaimana dengan peningkatan penghasilan?, “ tanya kami.
“ Ada tim desa yang memantau. Tahun ini gagal panen!. Ada upaya bikin embung-embung besar untuk menampung air, tetapi dana tidak cukup sementara ini,” jawab Stefanya
Kordinasi antardesa antara kades, BPD dan masyarakat sering mengangkat topik SL, khususnya di desa Uiboa,
Akle dan Uthiuhana. PPL dari Pemda malah tidak ada kegiatan. Masyarakat umumnya tidak fokus pada satu
kegiatan. Mereka bertani pada musim hujan. Di musim kemarau mereka melaut menjadi nelayan dan memanen nira.
Cerita dari Kelompok Gemilang dan Karya Nyata, Desa Uiboa
Dua hari setelah mewawancarai Kepala Desa, kami telah memiliki janji bertemu dengan kelompok Mekar Sari
di Desa Akle, dan sore menjelang petang dengan Kekompok Gemilang dan Karya Nyata. Sekembali dari Akle,
sepeda motor yang kami tumpangi melintas jalan utama Desa Uiboa. Beberapa warga telah bergegas menuju
Puskemas balai desa, tempat pertemuan sore itu.
Kegiatan dilakukan di Balaidesa, difasilitasi Sumino. Anggota kelompok yang datang berasal dari dua kelompok yang berjumlah kurang lebih sepuluh orang. Pak Kades ikut diantara mereka menyimak proses. Masingmasing kelompok diminta menuliskan pengalamannya dan menceritakan kembali proses yang dilalui mulai
dari Sekolah Lapang hingga praktek di lapangan.
Diskusi dimulai dengan metode irigasi tetes yang diperkenalkan Yayasan Pandu Lestari. Rita ketua kelompok
Gemilang angkat bicara. “Hasil irigasi tetas ini bagus, tanaman bertahan dari kemarau, tetapi hasilnya tetap
tergantung panas/cuaca,” katanya. “ Kami mengganti wadah air irigasi tetes dengan botol air min um agar
lebih praktis.”. Menurut Rita memang hasil percobaan mahasiswa UNDANA menunjukkan irigasi tetes membuktikan bahwa efisiensi air bisa dilakukan dan hasil Lombok juga bagus.
Sementara itu Marthen yang mewakili teman-temannya di Kelompok Karya Nyata mengungkapkan pengalamannya lebih runtun.
“Pertama kali kami diajarkan identifikasi jenis tanah, lalu membuat pupuk organik. Kami belajar kalo pake
pupuk akan ada keracunan dalam jaringan tanaman. Kita membuktikan dengan zat warna yang merembet di
jaringan tanaman tersebut. Sementara untuk menggunakan pupuk organik, kita punya bahan-bahannya dan
lebih murah. Pake pupuk organik/kompos tanah tetap gembur, sedangkan pake urea tanah jadi keras,” jelas
Marthen bersemangat.
Lalu Rita menyambar tak mau kalah, “Kami juga belajar ekologi tanah dan unsur hari, tapi kami sudah lupa.
Sedangkan untuk membuat pupuk organik, pupuk cair, kami masih mempraktekkannya, jadi tidak lupa. Pake
Urea tanaman menjadi subur, tetapi tanah mengeras dan butuh air banyak. Jika pake kompos tanaman subur,
tanah gembur dan tidak boros air karena tetap lembab.”
Rita menjelaskan, dari sepuluh orang di kelompok Gemilang, semuanya memakai pupuk organik. Akan tetapi,
kata Rita, meski pupuk cair lebih bagus, menyiapkan dalam jumlah besar masih kesulitan dalam mencari
kotoran hewan sebagai bahan bakunya. Sementara ini kegiatan praktis saja yang dipilih masyarakat. Praktek
itu selanjutnya di kembangkan di pekarangan, belum di ladang yang luas.
Kami juga belajar ekologi tanah dan unsure hari, tapi kami sudah lupa…, sedangkan untuk membuat
pupuk organic, pupuk cair kami mempraktekkannya, jadi tidak lupa.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 137
Pada saat mencoba pupuk cair, hasil lombok lebat sekali, tetapi ketika hama dan penyakit menyerang,
racikan obat (pestisida organik) yang diaplikasikan tetap membuat buah gugur. “Kami kecewa sekali,
padahal semua bahan seperti kunyit, kirinyu, lada, semangka, ujung labu, batang pisang, nites, selasih,
terasi, kemang semua sudah dicoba,” keluh Rita.
Peristiwa itu pada akhirnya membuat anggota kelompok tidak mau mencobanya lagi.“Bukan kami tidak
mau mencoba, tetapi semua upaya telah dilakukan dan lombok tetap rontok” ujar Rita menegaskan.
“Faktor keterbatasan air membuat pekerjaan ini berat. Karena air yang ada diprioritaskan untuk minum,
cuci dan mandi. Untuk mendapat air selain harus gotong diesel juga masih memikul air” sambung Marten dan diamini oleh peserta yang lain.
Kelompok Gemilang memiliki rencana kedepan yaitu ingin minta ada tehnik membunuh hama yang
diharapkan dapat difasilitasi dosen UNDANA, sebab racikan biopestisida belum mampu menghentikan
hama penyakit. Pupuk kompos dan cair tetap akan dibuat untuk diterapkan di lahan masing-masing untuk menanam sayuran. Tapi semua rencana itu masih menunggu hingga datangnya musim hujan tahun
ini. Saat ini mereka sibuk bersih-bersih lahan, membuat pagar, dan ada pula yang membuat kandang.
“Itu semua harus dihitung,” ujar Rita.
Marthen menceritakan pengalaman yang didapat di sekolah lapang. “Kita pilih dan mengamati Jagung,
ternyata kami menemukan ada hama kecil dan halus. Kalo matahari terbit/hama tadi tidak kelihatan
lagi, dan kami coba menggunakan umbi gadung lalu disemprot dan ternyata berhasil mengatasi serangan itu,” ujarnya bangga.
Dari diskusi itu juga didapat informasi dari peserta, bahwa sebelum Sekolah Lapang mereka tidak pernah melakukan pengamatan.
Anggota Karya Nyata lainnya berujar, “misalnya pada lombok yang daunnya kuning ternyata setelah
diamati ada ulatnya. Dulu kalo ada penyakit kita langsung berpikir obat, tetapi setelah Sekolah Lapang,
kita amati dulu penyebabnya dan lalu membuat racikan.”
Hasil pengamatan kelompok Gemilang menunjukkan bahwa hasil panen juga berbeda setelah mencoba pemupukan organik. Bawang, misalnya, berat dan jumlah umbinya bertambah dan tahan lama
waktu disimpan. Perubahan lain adalah dalam pengelolaan tanah, tanah kini lebih subur dan lebih
mudah dipacul, pertumbuhan sangat bagus terutama kualitas bibit juga bagus. “Kami juga menguji
kualitas bibit jagung dengan merencam biji dalam air, yang tenggelam akan digunakan” ujar Rita
menjelaskan manfaat Sekolah Lapang yang ia dan kelompoknya dapatkan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 138
“Kami juga belajar ekologi tanah dan unsur hari, tapi kami sudah lupa. Sedangkan untuk membuat pupuk
organik, pupuk cair, kami masih mempraktekkannya, jadi tidak lupa. Pake Urea tanaman menjadi subur,
tetapi tanah mengeras dan butuh air banyak. Jika pake kompos tanaman subur, tanah gembur dan tidak
boros air karena tetap lembab.”
Marten buru-buru menambahkan, “keuntungan lain, dulu kita bersihkan lahan dan dibakar, setelah
Sekolah Lapang kita langsung mencangkul campur semua bahan organik.”
“Apa yang dilakukan saat Farmerd Days?,” tanya kami.
Marten mewakili teman-temannya menceritakan. “Dari desa Oiboa, kami menyampaikan pengalaman
tentang penggunaan mulsa dan efektivitas pemberian air. Penemuan hama dan racikan racunnya dari
umbi gadung dari hasil Sekolah Lapang juga kami sampaikan di forum,” katanya bangga.
“Desa Daelkolo, menyampaikan materi kompos untuk bawang, yang hasilnya bagus”, sambung Rita. Ia
melanjutkan, “dengan mahasiswa kami saling berbagi, timbal balik mendapatkan pengetahuan.”
“ Aneh juga, baru pertama kali kami melihat daun dihitung dan diukur, untuk melihat perkembangan.”
Ujar Rita diiringi tawa berderai.
Menurut kelompok Gemilang, hasil pembelajaran penghematan air dengan irigasi tetes sangat
bermanfaat. Meskipun semua hasil penelitian bisa diterapkan, namun terkendala masalah biaya bila
untuk melakukan budidaya irigasi tetes harus menggunakan teknologi selang dan kran seperti yang
diperkenalkan Yayasan Pandu Lestari. “Kami mensiasati dengan menggunakan botol plastik air minum
kemasan,” tambah Rita.
“Bagaimana dengan progam Bio-energi?.”
“ Kami memang hanya diperkenalkan saja bagaimana membuat dan manfaat kompor dengan bahan
bakar alternatif yang dapat menggunakan serbuk kayu, kulit kacang dan jerami juga biji jarak dan bijibijian lain limbah panen atau hasil sortir biji yang cacat. Tetapi untuk menyalakan apinya dibutuhkan
sepiritus untuk membakar biji,” kata Rita.
“Cari sepiritus harus beli di Kupang dan kita dapat kabar minyak tanah habis sulit didapat, jadi ilmu tadi
di simpan saja.”
Menurut informasi anggota lainnya, untuk mendapat biji-biji seperti nitas itu musiman, biji jarak sebagai bahan bakar tidak ada di desa.
Pak Kades yang sejak awal diam, menengahi. “Dulu idenya adalah agar warga menanam jarak dan
membuat pagar tanaman di pekarangan agar buahnya dapat digunakan. Waktu itu pabrik biodiesel
mau dibangun, biji bisa dijual. Sebagian warga malah sudah menanam.”
Marten menambahkan bahwa kelompok juga diajari menggunakan sisa-sisa panen atau seresah
tanaman agar dapat digunakan sebagai energi. “Kami diperkenalkan melalui praktek, tetapi setelah itu
memang tidak dibikin lagi.”
Rita menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari, briket bisa untuk masak dan menggoreng di dapur dan
sisa pembakaran bisa jadi pupuk. “Tetapi repot membuatnya,” ujar anggota kelompok lainnya.
Kami bertanya lagi. “Apa bedanya sesudah dan sebelum berkelompok?.”
Marten, ketua kelompok Karya Nyata mengatakan sebelum berkelompok kerja di kebun sendiri-sendiri. “Tetapi kita sekarang kerja bersama-sama,” katanya. Marten juga mengatakan bahwa kelompoknya
telah menerapkan penghematan bibit dan jarak tanam yang merupakan hasil dari Sekolah Lapang.
“Sebelumnya kami tanam 5 biji per lubang, setelah Sekolah Lapang kami cuma tanam 2 biji perlubang,
hasilnya meningkat dan kita terapkan sampai sekarang.”
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 139
Sebelum Sekolah lapang (SL) kami
tidak pernah tahu dan tidak pernah
mengamati, misalnya Lombok daun
kuning ternyata setelah diamati ada
ulatnya. Dulu kalo ada penyakit kita
langsung berpikir obat, tetapi setelah
SL, kita amati dulu penyebabnya dan
bisa buat racikan.
Rita menyambar, “rasa percaya diri meningkat, komunikasi lebih baik terutama antara pasangan
perempuan dan laki-laki, serta membangun sikap kritis.”
“Tapi ada dampak lain,” Pak Kades tiba-tiba menyela.
“Setelah ikut Sekolah Lapang jadi sombong dan tidak mau bergabung lagi. Saya sebagai kepala desa
menganjurkan agar mereka mau mentransfer ilmu pengetahuan,” kata Pak Kades.
“ Kelompok bisa lebih diatur jika ada peraturan desa, misalnya aturan mengurangi penebangan pohon. Kebun yang dulu dirawat –dibersihkan bahkan tidak boleh ada satu daun pun, setelah Sekolah
Lapang kebun dibiarkan kemudian dedaunan itu di campur waktu olah tanah. “
“ Bila di dalam rapat orang yang berpendidikan yang banyak bicara, sekarang anggota Sekolah
Lapang sudah punya keberanian dan kreatif. ”
“Bagaimana Pak Prijo di mata kalian ?”
“ Orangnya humoris, pintar tetapi mau bergaul dengan masyarakat. Orang yang memiliki spriritual,
sangat memperhatikan hal-hal bersifat rohani. Mau makan apa adanya dan selalu menanyakan
kebutuhan teman-teman.”
Rita buru-buru menambahkan, “beliau kalau bicara pelan sekali, saya sering tidak bisa dengar apa
yang disampaikan.”
Ungkapan Rita disambut tawa terbahak kami semua. Pertemuan baru berakhir sore menjelang
malam.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 140
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 141
Kesaksian
mozaik
10
Ada empat pelaku kegiatan yang terlibat dalam program ini yang diminta opini dan pandangannya.
Mereka adalah dosen UNDANA yang terlibat dalam putaran Sekolah Lapang untuk petani yaitu ibu Titik,
pengajar ilmu Hama Tanaman Fakultas Pertanian UNDANA dan Ibu Yoke, pengajar Ilmu Tanah Fakulktas
Pertanian UNDANA. Kemudian Pak Prijo sebagai penanggungjawab kegiatan mewakili Pandu Lestari dan
Sumino dari LPTP yang dari awal turut membantu proses pembentukan kelompok tani dan perencanaan
kelompok, dan kebetulan turut dalam perjalanan evaluasi program di Semau ini. Kepada mereka berempat, mereka diminta menuliskan pandangannya untuk menjadi bagian dari buku ini.
Meski keseharian mereka adalah mengajar di kampus dan sesekali mengajar praktek di laboratorium bersama mahasiswa, namun keikutsertaan mereka bersama mahasiswa dan kelompok petani yang mengikuti
pelatihan Sekolah Lapang adalah terobosan tersendiri. Mereka melepas “baju dosen” dan berbaur menjadi
bagian sekolah lapang.
Keduanya punya kesan, atas terobosan seniornya di kampus, Dr. Prijo melakukan pemberdayaan kelompok tani dengan Sekolah Lapang yang metodenya sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan di
Kampus. “Ini memang terobosan hubungan Kampus dan Kampung,” ujar Pak Prijo menegaskan.
Pada suatu makan malam bersama di Kupang, Oktober 2010 untuk mewawancarai mereka, Yoke mengutarakan pandangannya, “hal yang formal di kampus, disampaikan pada petani
dengan metode sederhana dan masyarakat senang. Di laboratorium terlalu
canggih, hasilnya sama, tetapi kita tidak bisa buat mahasiswa senang.”
Sementara Titik punya kesan lain, “interaksi antara pengajar dan masyarakat tidak berjarak, sangat santai,
pesan yang disampaikan sebenarnya cukup berat, metodenya yang memungkinkan itu diterima masyarakat, misalnya cara analisis fisik tanah, dengan metode yang sederhana bisa cepat diterima peserta
pelatihan.”
Mereka sependapat, bahwa penyelenggaraan sekolah lapang itu tepat sasaran, karena fokus dengan
usaha tani para peserta,. “Jadi bisa langsung dipraktekkan, misalnya dalam budidaya dan perawatan
tanaman. Ini pendekatan applied science, dan tanpa disadari, pendekatan itu memberikan coaching clinic
untuk masyarakat.”
“ Dari kacamata kami sebagai staf pengajar, bila ada hal praktis di laboratorium yang bisa dimodifikasi
dan bisa diterapkan pada praktek mahasiswa akan lebih baik, sebab itu akan membuat kami lebih kreatif
dengan sumberdaya kampus yang terbatas, agar tetap bisa menyelenggarakan proses belajar sekalipun
dengan operator dan alat praktikum terbatas.”
Lain halnya dengan Sumino, dalam perjalanan evaluasi itu, ia berupaya mencari hubungan rencana-rencana kerja kelompok tani yang pernah ia fasilitasi dengan berbagai pengalaman petani dan kelompoknya
dalam menjalani program. Ia segera menyadari bahwa proses perencanaan awal yang dibuatnya dulu
bersama anggota petani telah mengalami perubahan dengan rencana-rencana yang kemudian menjadi
acuan dalam proposal. Sementara Pak Prijo, yang mengelola program ini, seperti sudah diniatkannya
untuk berkontribusi pada pengembangan masyarakat di Semau semampu yang ia dapat lakukan, merasa
bagian penting dari perjalanannya itu adalah teman, mitra dan kolega yang telah membantunya melakukan semua itu.
Pembaca budiman, kesan mereka dituangkan dalam sebuah tulisan singkat tentang pengalaman mengikuti Sekolah Lapang bersama kelompok tani di Desa Uiboa dan pengalaman Sumino mengawali program
ini bersama Pak Prijo.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 142
Box 3. Kesaksian Titik Sriharini, staf pengajar pada P.S. Agroteknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Undana,
Kupang taf pengajar pada P.S. Agroteknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Undana, Kupang.
Ir. Titik Sri Harini, MP,
staf pengajar pada
P.S. Agroteknologi
Pertanian,Fakultas
Pertanian Undana,
Kupang
SEKOLAH LAPANGAN
Ditinjau dari Prespektif Perguruan Tinggi
Sekolah lapangan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di luar
kampus bisa di lahan atau di suatu tempat yang berdekatan dengan lahan atau kebun
milik masyarakat, khususnya lahan atau kebun petani karena metode pelatihan yang
dilaksanakan tidak menekankan pada teori tetapi lebih menekankan pada aktivitas
petani untuk mengembangkan dirinya sendiri sebagai orang yang sudah dewasa
dan memiliki potensi untuk maju dan berkembang termasuk di dalam mempelajari
pendekatan dan teknologi baru. Sekolah lapangan lebih banyak berinteraksi langsung
dengan masyarakat, khususnya petani, dengan metode pembelajaran orang dewasa
sehingga lebih banyak mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani
di lahannya masing-masing dan mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh petani dan metode atau cara-cara yang
sederhana dan praktis tetapi dapat memecahkan masalah atau kendala-kendala yang
dihadapi oleh petani dalam mengelola lahan mereka. Peranan para pelatih bagi petani
dalam kegiatan Sekolah Lapangan adalah sebagai motivator, fasilitator, dan nara
sumber.
Dalam kegiatan Sekolah Lapangan yang dilaksanakan bulan Januari tahun 2009 di
desa Uiboa yang diikuti oleh wakil dari kelompok tani dari Desa Uitiuhana, Desa Akle,
dan Desa Uiboa, Kecamatan Semau Selatan, materi yang diberikan cukup lengkap baik
dari bidang ilmu agronomi, tanah, hama dan penyakit tanaman maupun analisis usaha
tani (sosektan). Khusus untuk hama dan penyakit tanaman materi cukup menarik
karena petani dibawa langsung ke lahan oleh pelatih dan pendamping untuk mengamati tanaman yang terserang oleh hama dan patogen, mengambil sampel tanaman
yang terserang dan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ditemukan di lahan
untuk dibawa ke tempat pelatihan sebagai bahan diskusi.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 143
Dalam diskusi selanjutnya petani diajak untuk mengenal apa saja yang termasuk hama, penyakit dan
penyebab penyakit (patogen) dengan menggambar model tanamannya plus hama yang menyerang dan
ditambahkan pula siklus hidupnya baik yang mengalami metamorfosis sederhana (telur -> pradewasa/
nimfa -> dewasa/imago) dan metamorfosis sempurna (telur -> ulat -> kepompong -> kupu-kupu), apabila ada peserta yang menemukan belalang hijau (Acrida turrita), belalang kayu (Valanga nigricornis) pada
tanaman jagung, kutu daun hijau (Myzus persizae) pada tanaman lombok/cabai, ulat grayak (Spodoptera
litura), ulat penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) pada tanaman jagung, ulat penggerek buah
tomat (Helicoverpa armigera) pada tanaman tomat. Disamping itu peserta juga diajak untuk mengenal
beberapa predator yang kebetulan ditemukan di lahan seperti capung, belalang sembah, dan kumbang
Coccinelidae.
Untuk pengendalian OPT dibuat dengan cara membuat potongan-potongan kertas yang berisi tentang
jenis-jenis hama dan cara pengendalian, bersama-sama pelatih dan pendamping peserta diminta untuk
menempelkan sesuai dengan pasangannya. Penyakit yang ditemukan di lahan pada saat kegiatan tersebut adalah bercak daun dan karat daun pada kacang tanah serta penyakit bulai pada tanaman jagung.
Dalam diskusi ternyata yang paling banyak ditanyakan adalah pengendalian kimiawi atau penggunaan
pestisida sintetik dan cara mendapatkannya. Petani dan masyarakat di ketiga desa peserta sekolah
lapangan tersebut belum mengetahui bahwa di daerah mereka terdapat beberapa tumbuhan lokal yang
dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang murah dan aman lingkungan, karena mereka mempunyai presepsi bahwa hanya dengan pestisida sintetik yang mereka sebut sebagai “obat” bukan “racun”
dapat menyelamatkan tanaman mereka dari serangan OPT.
Selain istirahat makan siang, untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh dan mengantuk, pelatih menyisipkan permainan misalnya dengan membuat burung dari kertas yang dilipat atau dengan mengajak
peserta olah raga sebentar dengan gerakan-gerakan ringan yang lucu dan membuat suasana menjadi
segar dan akrab. Peserta juga diberi kesempatan untuk makan sirih pinang sesuai kebiasaan daerah
setempat.
Setelah kegiatan sekolah lapangan di desa Uiboa, kecamatan Semau Selatan tersebut diharapkan peserta/petani yang merupakan wakil-wakil kelompok tani di desa Uiboa, Akle, dan Uitiuhana dapat menyampaikan informasi atau tambahan pengetahuan yang sudah diperoleh dalam kegiatan sekolah lapangan
kepada anggota-anggota yang lain dalam kelompok tani masing-masing. Sehingga apabila ada masalah
yang dihadapi petani di lahan dalam pengelolaan tanamannya, mereka dapat cepat mengatasinya
dengan cara yang sederhana tetapi hasilnya dapat terbukti dan dapat meningkatkan produksi.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 144
Box 4. Kesaksian Yoke Ivony Benggu, Lektor pada Pusat Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Undana, Kupang
Yoke Ivony Benggu , M.
Phil, Lektor P.S. Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Undana,
Kupang
Sekolah Lapangan Ditinjau Dari Perspektif
Perguruan Tinggi
Upaya mencerdaskan bangsa tidak hanya dapat ditempuh dengan pengadaan pendidikan formal saja tetapi juga dapat ditempuh dengan pendidikan
non formal. Sebagai contohnya adalah pengadaan Sekolah Lapangan yang
merupakan suatu upaya memberikan pendidikan bagi masyarakat untuk
meningkatkan ilmu dan pengetahuan serta ketrampilan masyarakat secara
langsung di lapang. Tujuannya agar masyarakat umumnya dan petani secara
khusus mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
dapat merubah sikap, perilaku dan pola pikir kearah yang lebih baik. Manfaat
yang diperoleh dari sekolah lapangan adalah dengan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan secara praktis masyarakat dapat mempergunakannya
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka dan mempunyai kemampuan mengelola usaha mereka secara baik demi peningkatan kesejahteraan nya. Bagi
pendidik, manfaatnya adalah dapat mengetahui secara langsung keadaan/
kondisi nyata dilapangan sehingga dapat mengaitkan ilmu yang dimilki
dengan kondisi yang ada di lapangan.
Sekolah lapangan yang dilakukan bagi petani di Semau merupakan suatu
bentuk pendidikan nonformal yang sangat berguna untuk meningkatkan
pengetahuan mereka memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang ada
dilingkungan sekitar untuk meningkatkan produktifitas pertanian mereka,
serta dapat dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang
mereka temui dalam bidang pertanian. Karena pelaksanaannya langsung di
lapangan, ditengah-tengah petani, sehingga masalah-masalah yang sedang
dialami petani dapat langsung diketahui dan dicari solusinya
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 145
Materi dan metode yang diberikan dalam sekolah lapangan di Semau sangat berkaitan erat dengan kebutuhan petani dan masalah yang ditemui petani selama ini seperti penurunan kesuburan
tanah dan perkembangan hama dan penyakit yang menyebabkan penurunan produksi pertanian.
Petani diberikan pengetahuan praktis antara lain tentang faktor-faktor yang menyebabkan
penurunan kesuburan tanah, cara mengukur kesuburan tanah secara praktis, cara meningkatkan
kesuburan tanah dan cara pembuatan pupuk alam (organik) dengan memanfaatkan sumber-sumber bahan baku pupuk yang berada disekitar petani. Alat-alat yang digunakan dalam praktekpun
sangat sederhana, murah dan sangat mudah diperoleh petani.
Selain memberikan materi dan metode yang berkaitan dengan pertanian, masyarakat dalam hal
ini peserta didik juga diberi bekal pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan kebersamaan
dan kerjasama dalam suatu kelompok untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Penyampaian materi dan metode pun dikemas sedemikian rupa sehingga petani sangat antusias
meng-ikuti kegiatan yang dilakukan, bahkan terkesan petani sangat menikmati kegiatan ini. Hal
ini terlihat dari kehadiran mereka setiap hari dan keaktifan mereka selama sekolah berlangsung.
Pengajarnya pun sangat professional dan berpengalaman dalam menjalankan tugas mereka.
Interaksi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik sangat baik dan kooperatif.
Sebagai dosen dari bidang ilmu tanah kami terkesan dengan materi dan metode yang diberikan pada sekolah lapangan di Semau. Sangat praktis tetapi secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan dan keakuratannya pun relative sama dengan apa yang didapatkan di perguruan
tinggi sebagai sekolah formal. Hal ini tentu saja memberikan inspirasi kepada kami untuk dapat
mengembangkan ilmu (teori) dan praktek bagi mahasiswa di perguruan tinggi, terutama hal-hal
yang berkaitan dengan praktek baik di laboratorium maupun di lapangan. Pembuatan pupukpupuk organik dengan memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan yang sangat banyak terdapat di
lingkungan sekitar dan konsep pengelolaan pertanian yang berbasis konservasi merupakan hal
menarik yang perlu juga dikembangkan melalui penelitian-penelitian oleh mahasiswa dan dosen
di perguruan tinggi.
Akhirnya, agar tujuan dari sekolah lapangan ini berhasil maka masih diperlukan kontinuitas
program dan pendampingan sampai dapat dipastikan ada perubahan tingkah laku dan pola pikir
masyarakat ke arah yang lebih baik. Dampak lainnya adalah adanya peningkatan ilmu pengetahuan secara umum.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 146
Box 5. Kesaksian Sumino, Penggiat LSM Lembaga Pengkajian Tehnik Pedesaan, Solo
Sumino, Fasilitator
Lembaga Pengkajian
Tehnik Pedesaan, Solo
Begitu masuk desa – desa mitra dampingan Yayasan Pandu Lestari (YPL), secara
fisik tidak tampak perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
empat tahun yang lalu ketika pertama kali masuk desa – desa tersebut melakukan assesment. Saya begitu terkesima ketika bertemu dan berdialog dengan
beberapa anggota kelompok di tiga desa tersebut (Akle, Uiboa dan Uithiuhana). Jalannya diskusi begitu dinamis, semakin banyak orang yang berani untuk
mengemukakan pendapatnya. Dinamika forum diskusi empat tahun yang lalu
hanya didominasi oleh beberapa orang, sehingga fasilitator harus mengeluarkan banyak cara untuk mendorong orang berani bicara. Tetapi sekarang sangat
jauh berbeda, meskipun dominasi masih terasa tetapi jalannya diskusi sudah
mulai dinamis. Beberapa orang yang semula tidak memiliki cukup keberanian
untuk mengemukakan pendapat mulai berani bicara. Perubahan yang nyata
terjadi pada perempuan, dimana perempuan mulai tidak sungkan lagi untuk
bicara di forum, dimana laki – laki begitu dominan disitu meskipun diskusi yang
terjadi masih bersifat teknis pertanian maupun energi alternatif yang selama ini
dipelajari.
Perubahan ini terjadi karena strategi pendekatan yang dilakukan YPL selama
ini.Pendekatan yang dilakukan adalah mulai melakukan mendekatkan civitas
akademika kampus ke dalam permasalahan – permasalahan riil ditingkat masyarakat.Mulai melibatkan dosen dan mahasiswa untuk melakukan penelitian
menjawab permasalahan di tingkat masyarakat atau sebaliknya mendorong
dosen untuk mengaplikasikan hasil penelelitiannya di tingkat masyarakat.
Sehingga yang terlibat diprogram ini sebagian besar merupakan dosen dan
mahasiswa. Meskipun dalam perjalanan penuh dengan dinamika dan beberapa hasil penelitian tidak seluruhnya bisa diaplikasikan di tingkat masyarakat,
tetapi strategi ini merupakan terobosan baru dalam melakukan perubahan
sosial ditingkat masyarakat.
Namun demikian ada beberapa catatan yang bisa dilakukan untuk mendorong
percepatan perubahan, antara lain :
Pilihan Materi Belajar; Pilihan materi belajar seyogjanya tidak hanya berorientasi pada upaya peningkatan ekonomi dari komoditi – komoditi yang hanya
memenuhi kebutuhan pasar, tetapi perlu juga dipertimbangkan komoditi – komoditi untuk pemenuhan kebutuhan sendiri seperti pangan, karena perubahan kesejahteraan tidak bisa dicapai hanya dengan peningkatan pendapatan.
Hal ini berdasarkan hasil assesment belanja rumah tangga yang dilakukan sebelumnya pengeluaran terbesar adalah dari sektor pangan (beras dan lauk pauk).
Sehingga selain komoditi yang berorientasi ekonomi, perlu juga dikembangkan komoditi yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Dengan demikian maka pengeluaran akan bisa ditekan lebih rendah.
Pada hasil riset sebelumnya baik yang dilakukan oleh Undana, YPL maupun
LPTP ancaman krisis pangan dipulau ini tampak begitu nyata.Ancaman tersebut disebabkan kondisi ekosistem baik tanah maupun pertanian yang sudah
mulai mengalami kerusakan, dan keaneka ragaman pangan yang sudah mulai
ditinggalkan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 147
Kapasitas dan Orientasi Fasilitator; Selama ini fasilitator Pandu Lestari tinggal didesa bersama komunitas. Strategi ini merupakan strategi yang cukup tepat, karena akan terjadi satu hubungan emosional
yang cukup kuat antara fasilitator dengan masyarakat. Kuatnya komitmen fasilitator untuk live in di
desa merupakan nilai positif dari program ini. Strategi ini juga memungkinkan bagi fasilitator untuk
menangkap setiap perubahan – perubahan yang terjadi di masyarakat. Untuk ini dibutuhkan kapasitas fasilitator yang mampu membangun komunikasi dan memilki kepekaan sosial yang cukup tinggi.
Kapasitas tersebut menjadi pra sayarat utama, karena apabila tidak dimilki maka fasilitator tidak akan
meringankan beban, tetapi malah akan menjadi beban baru bagi masyarakat, sehingga perlu penyiapan kapasitas yang cukup bagi fasilitator serta orientasi yang jelas sehingga akan mampu mengimplementasikan program dengan baik.
Mungkin perlu dipertimbangkan fasilitator yang berasal dari desa – desa setempat yang setiap hari
bergelut dengan topik/materi yang akan dipelajari, sehingga mereka akan langsung memberikan contoh di lahannya sendiri dan mampu menjelaskan dengan bahasa mereka kepada teman – teman yang
lain. Keberhasilan fasilitator akan menjadi panutan bagi anggota yang lain. Selain itu fasilitator inilah
yang akan mengawal
keberlanjutan program. Beberapa anggota kelompok sudah tampak bisa
dikader untuk menjadi fasilitator bagi kelompoknya. Dibutuhkan capasity building melalui asistensi
intensif.
Orientasi belajar, untuk memotivasi komunitas melakukan perubahan perlu ditunjukkan indikator – indikator keberhasilan riil yang akan dicapai dari proses pendampingan. Agar terjadi perubahan
penting kiranya perlu dilakukan kunjungan ke lokasi yang sudah mengalami keberhasilan pada saat
pendampingan sehingga peserta belajar akan memiliki orientasi perubahan yang akan dicapai.
Legalisasi kelompok; ada pandangan bahwa kelompok yang dibentuk tidak perlu mendapat legalisasi
dari pemerintah setempat. Karena kelompok ini merupakan kelompok mainstream yang berbeda dengan kelompok bentukan pemerintah. Tetapi untuk membangun gerakan perubahan dan keberlanjutan
program tentunya legalisasi tidak bisa dinafikan. Sehingga pengakuan dari pemerintah desa menjadi
sangat penting, karena dengan pengakuan ini kader kelompok akan berpeluang untuk memberi
masukan ke pemerintah desa tentang hasil belajar dan kebutuhan belajar yang sesuai dengan kondisi
setempat. Disamping itu juga akan mendapatkan akses untuk pembiayaan proses belajar. Bila ini terjadi maka proses penyebarluasan dari hasil belajar akan didukung oleh pemerintah.
Pendekatan teknis oriented; pilihan pendekatan awal berupa pendekatan teknis merupakan pilihan
yang tepat, karena ini akan menjawab langsung pada kebutuhan dan masyarakat akan mudah tertarik.
Karena merupakan persoalan yang dihadapi sehari – hari. Tetapi pendekatan ini perlu diikuti dengan
pendekatan sosial secara sistematis dan terstruktur.Hal ini untuk menjaga sustainable kegiatan dilapangan, pendekat-an sosial terdiri dari pengorganisasian, pelembagaan, dan internalisasi setiap proses
– proses belajar yang dilakukan. Dengan pendekatan formal melalui media pertemuan, praktek dilahan
dan pertemuan non formal. Internalisasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendorong
masyarakat menerapkan dalam kehidup-an sehari – hari.sehingga dibutuhkan staf dengan kemampuan menganalisis sosial dan menyusun strategi perubahan di desa.
Salah satu kelemahan yang tampak dalam proses belajar yang dilakukan di desa adalah sangat kering
nuansa internalisasi dari proses – proses belajar. Sebagai contoh “beberapa alasan masyarakat enggan
untuk me- nerapkan hasil belajar di lahan sendiri – sendiri, meskipun hasil uji coba menunjukan ada
perubahan. “ Padahal Pandu Lestari menyadari bahwa perubahan budaya membutuhkan waktu yang
cukup lama, karena selama ini mereka terjebak pada budaya instan. Minimnya penerapan hasil belajar
disebabkan belum maksimalnya proses – proses internalisasi terhadap proses – proses belajar, sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mencerna, menganalisi dan masyarakat menjadi yakin
bahwa proses belajar ini akan membawa perubah-an lebih baik bagi mereka ke depan.
Terlepas dari itu saya secara pribadi sangat salut dan memberikan apresiasi atas ketekunan dari teman
– teman YPL dalam melakukan pendampingan di desa – desa tersebut.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 148
Box 6. Kesaksian Prijo Soetedjo, dosen dan pengelola program Yayasan Pandu Lestari
S
elama kurang lebih sembilan tahun berkerjasama dengan Kehati
sejak bersama Cliff kemudian dilanjutkan dengan Rio, Dwi, hingga
Puji, banyak kenangan indah dan berkesan walaupun endingnya
sedih. Beberapa hal yang berkesan antara lain:
1) Kehati dan individu-individu yang langsung bekerjasama dengan
saya sangat menyenangkan, banyak saya mendapatkan pengalaman
lapangan baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya dengan
individu lain dan lembaga lain. Saya dengan mudah bisa berdiskusi tentang kegiatan yang sedang dan akan dilakukan. Saya bangga dengan
anak-anak muda seperti Rio dan Dwi yang mempunyai ide-ide cemerlang khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
dengan mengkaitkan para pihak terkait seperti mahasiswa, masyarakat,
tenaga profesional yang berpengalaman (LPTP Solo dan Field Jakarta),
universitas, pemerintahan dan lembaga lain.
2) Kegiatan-kegiatan yang sekarang sedang berlangsung di Semau pun
secara langsung maupun tak langsung merupakan hasil diskusi dengan
teman-teman di Kehati (bu Anida, Rio, Dwi, Puji, Christien) dan teman
teman dari LPTP dan Field. Ide-ide tersebut dapat berjalan dengan
dukungan dana dari Kehati. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi
praktis sangat mudah dijalankan bersama-sama dengan teman-teman
dari kehati.
3) Kerjasama ini menular dengan baik pada masyarakat di
pedesaan yang menjadi objek sekaligus subjek kegiatan.
Hal ini memudahkan saya untuk selalu berinterksi
dengan masyarakat tersebut sehingga secara umum
rencana kegiatan yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik.
4) Masalah pendanaan selalu diberikan tepat
waktu dengan jumlah, detail kegiatan dan
laporan yang komplit. Kesalahan-kesalahan
atau kekurang tepatan dalam pencairan,
penggunaan dana, dan pelaporan penggunaan dana dengan mudah didiskusikan bersama untuk dicari jalan terbaik
(terima kasih mbak Sheila dan yang
lain).
Dr. Prijo Soetedjo
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 149
5) Dalam hal publikasi hasil kegiatan saya dan teman-teman baik di Undana dan Pandu Lestari
sangat terbantukan dengan terbitnya buku dengan ISBN. Ini penting dalam mendukung angka
kredit saya dan teman-teman di Undana dan berharap ini dapat diteruskan walaupun kerjasama
secara langsung sudah berhenti.
6) Yang membuat saya sedih adalah bahwa kegiatan yang sudah disusun secara berkelanjutan dan
bertahap tidak dapat ditindaklanjuti sehingga saya dan teman-teman harus mencari sumber
dana lain yang tentunya belum tentu memahami dengan benar pola kerja yang selama ini
terbina bersama dengan masyarakat. Alhamdulilah dengan bantuan Puji dan Rio, GEF tahun ini
dapat mendukung kaji tindak kegiatan yang harus dilanjutkan dengan fokus lebih banyak pada
pembudidayaan lontar dan usahatani 3 strata.
7) Saya sangat berharap bahwa kehati atau individunya tetap dapat membantu saya mewujudkan
masyarakat di Semau Selatan khususnya di Desa Uiboa, Uithiuhana dan Akle sehingga dapat
mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari, mampu mewujudkan sumber energi
rumah tangga terbarukan, pemulihan keanekaragaman hayati dengan potensi yang tinggi untuk
terus dikembangkan, mampu menggunakan ilmu pengetahuan praktis dalam memanfaatkan
sumberdaya air yang terbatas, dan mampu memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat
setempat
Demikian catatan perjalanan saya dengan Kehati secara lembaga dan teman-teman di kehati
secara profesional.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 150
mozaik
11
Bertahan
di Tengah Badai
Kemungkinan “demam” ekonomi Amerika Serikat
bakal menular ke Asia dan juga Eropa bukannya tertutup sama sekali. Sebab, uang milik bank atau lembaga
keuangan di Asia dan Eropa yang nyangkut di Lehman
tak bisa dibilang kecil. Dari Aozora Bank, Mizuho Corporate Bank, dan lima bank lain di Jepang saja ada US$
1,6 miliar. UBS AG, bank asal Swiss, mengaku kehilangan US$ 300 juta.
Beberapa bank besar di Cina sepertinya juga mesti siap
menanggung rugi akibat kebangkrutan Lehman. Rabu
pekan lalu, China Merchant Bank mengaku memegang
surat utang Lehman US$ 70 juta.
pekan lalu langsung terjun bebas dari posisi 1.804,06 ke
level 1.719,25-walaupun setelah itu kembali membal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku
salah meramal dampak krisis kredit perumahan itu
terhadap perekonomian Indonesia. Ketika Bear Stearns
kolaps Maret lalu, dia memperkirakan dampaknya tak
seberapa.Namun, ketika Fannie Mae, Freddie Mac, dan
pekan lalu Lehman angkat tangan, dampaknya menjadi lebih serius.Terutama terkait dengan penurunan
nilai rupiah dan rontoknya harga komoditas, termasuk
minyak bumi. Menurut Sri Mulyani, dampak krisis di
Amerika Serikat mungkin masih bakal berlanjut. Nilai
tukar rupiah masih akan bergerak liar.
Badai Lehman juga berembus kencang hingga lantai
Bursa Efek Indonesia. Indeks bursa pada Senin kelam
(Tempo Online: 22 September 2008 “Terempas Badai
Lehman”)
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 151
Krisis Moneter melanda dunia! Inilah krisis moneter terparah sepanjang tahun
2008 - 2009, yang dipicu skandal keuangan mortgage giant dan krisisnya terus
menggelindingkan dampak ikutan terhadap investasi lainnya di pasar bursa dunia.
Tak pelak, krisis moneter melanda Amerika, dan mempengaruhi pasar bursa dunia
khususnya Eropa. Berbagai spekulasi, perhitungan-perhitungan terhadap investasi
agar tidak turut anjlok menjadi bagian pengambilan keputusan para direktur dan
CEO di seluruh kantor perusahaan di dunia. Tak terkecuali, di sebuah kantor di
bilangan Pela Mampang, Jakarta, para direktur dan manajer tengah memasang
strategi guna meminimalkan resiko karena terkena dampak krisis moneter itu.
Endowment Fund Yayasan KEHATI di Wall Street meluncur bebas mendekati titik terendah. Begitu derasnya
investasi itu terkikis di pasar bursa dunia hingga mampu memberi tekanan atas kelangsungan yayasan.
Seorang direktur senior yayasan itu sampai bergumam, “kita tak pernah tahu apakah besok kantor ini masih
buka?.”
Berita krismon itu bak sebuah virus yang menyebar ketakutan pada siapa saja. Kali ini bahkan telah membuat
Puji Sumedi, manager progam hibah KEHATI tak bergairah memulai sarapannya pagi itu di kantor. Namun
sesungguhnya berita itu telah menjadi menu utama bagi semua staf Yayasan KEHATI beberapa bulan terakhir
di tahun 2009. Ditengah semangat menyusun dan meyempurnakan Rencana Strategis KEHATI periode 20092014, berita krisis keuangan hebat itu membuat suasana tidak kondusif. Mau pasang target ideal dihantui
keadaan keuangan yang terus merosot, mau “menjual” program penggalang sumberdana baru, tetap butuh
modal memadai. Jika menyelesaikan kerangka program dan uraian kegiatan dapat dilalui relatif mudah,
namun tidak begitu ketika harus menyesuaikan dengan keadaan keuangan yang semakin terbatas. Itu bukan
perkara mudah. Prioritas program dibuat, tetapi tetap saja harus melakukan scaling down, meski beberapa
gagasan segar untuk menggalang sumberdaya lain muncul dan dapat diformulasikan, tentu ketersediaan
dana dalam waktu dekat tetap merupakan masalah utama menjaga keberlangsungan program kala itu.
Dalam berbagai rapat-rapat internal setelah penetapan Renstra KEHATI 2009/2014 krismon telah menjadi
faktor utama yang dipertimbangan seluruh staf. Semua kegiatan yang dicanangkan harus dihitung kembali
anggaran yang telah dialokasikan menyusul semakin memburuknya nilai investasi KEHATI di pasar bursa.
Beberapa program konservasi yang telah berjalan bahkan perlu ditinjau kembali sebelum semuanya terhenti
tanpa ada antisipasi memadai dari pengelola program karena disitu ada masalah komitmen dengan banyak
pihak. Namun keadaan memaksa dan tak dapat dihindari, manajemen meminta pemangkasan anggaran,
pengetatan dan negosiasi kepada beberapa mitra harus dilakukan.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 152
Di seberang telpon, penanggungjawab program P. Semau, Pak Prijo mendengarkan berita tak
nyaman soal programnya di tahun ketiga yang harus terhenti. Puji, lawan bicaranya, mencoba menjelaskan
situasinya. Ia baru saja menyelesaikan Rencana Strategik yang baru periode 2009/2010 dimana kegiatan di
P. Semau masuk sebagai prioritas pengembangan khususnya untuk ekosistem pertanian dan pulau kecil.
Scale Up !. Namun Krismon telah memaksanya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan rencana
pendanaan yang semula dijadwalkan berlangsung tiga tahun itu. Alih-alih mencari mengembangkan
programnya di Semau, dengan terpaksa ia menggantikannya dengan riset kecil dan terbatas tentang
keane-karagaman hayati pangan lokal di P. Semau. Scale down!
Akhirnya disepakati, program diarahkan untuk melakukan riset kekayaan hayati pangan lokal yang harapannya akan berguna untuk menyokong hasil-hasil praktek Sekolah Lapang. Tawaran itu sebenarnya berat
untuk dilaksanakan karena dinamika kegiatan kala itu tak mudah diarahkan ke penelitian dimaksud. Tapi
itulah win-win solution terbaik yang dapat ditawarkan.
Meski berat hati harus memotong program kerja di Semau NTT itu, Puji terus mencoba mencari jalan keluar. Melalui jejaring yang dimilikinya, ia berhasil memperoleh akses dalam program Desa Mandiri Pangan
menuju Desa Sejahtera yang digagas oleh Pemerintah Provinsi NTT, beberapa lembaga donor, LSM dan
aliansi lainnya. Harapannya, program di P. Semau dapat dipromosikan pada tingkat provinsi dan kabupaten
dari gugus kerja pemerintah NTT, mengingat jaringan itu diperuntukan sebagai model pengembangan
progam ketahanan pangan di NTT. Sebagai sebuah model yang baru dirancang oleh Pemerintah Provinsi
NTT tersebut, tentu KEHATI bersama UNDANA dan Pandu Lestari sudah memulainya lebih dulu melalui
serangkaian riset ilmiah dan program pemberdayaan masyarakat.
Ia juga berharap Yayasan Pandu Lestari dapat melihatnya sebagai tantangan untuk mengadvokasi Pemda
mengalokasikan dana bagi adopsi model serupa yang telah dikembangkan di P. Semau. Ia pun mulai
melibatkan Yayasan Pandu Lestari dalam diskusi dengan jejaring kerja itu.
Meski Yayasan Pandu Lestari tidak secara khusus menjadikan jejaring Desa Mandiri Pangan Menuju Desa
Sejahtera sebagai aliansi strategisnya, namun KEHATI sendiri bersama aliansi pendukungnya bernama
Sekertariat NTT Food Summit kemudian dapat mengembangkan proposal berjudul PENGEMBANGAN
DESA MANDIRI PANGAN MENUJU DESA SEJAHTERA Dalam Rangka PENANGANAN KERAWANAN PANGAN,
PENGURANGAN KEMISKINAN SERTA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMAMPUAN AKSES MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR diajukan ke VECO Indonesia, sebuah lembaga dana dari
Kanada pada 2009.
Tak cuma itu, demi menyelamatkan sumberdaya dan investasi sosial yang telah ditanamkan di Pulau
Semau, Puji rajin mengontak teman-temannya di lembaga donor lain, menawarkan kemungkinan joint
project atau sekaligus meneruskan pengembangan program. Suatu sore, tawarannya itu diminati oleh
sebuah lembaga pendanaan.
Krisis moneter telah memaksa KEHATI mengambil keputusan untuk tidak meneruskan rencana pendanaan yang semula dijadwalkan berlangsung tiga tahun itu. Alih-alih mencari mengembangkan programnya di Semau, dengan terpaksa KEHATI menggantikannya dengan riset kecil dan terbatas tentang
keanekaragaman hayati pangan lokal di P. Semau.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 153
Akibat pengalihan program tahun ke tiga karena krisis moneter, Yayasan Pandu Lestari
membuat perhitungan dan pencermatan atas rencana-rencana yang tidak akan terlaksana.
Sebaliknya ia perlu segera mengalokasikan sumberdaya untuk menyelesaikan riset potensi
kekayaan hayati tanaman pangan di Pulau Semau. Tim segera dibentuk, dengan mengandalkan hubungan kerja selama ini dengan masyarakat, riset itu bisa berjalan. Berbagai
keterbatasan yang dimiliki Yayasan Pandu Lestari tak memungkinkannya terlibat aktif
dalam beberapa diskusi program Desa Mandiri Pangan menuju Desa Sejahtera. Di sisi lain,
perubahan program menjadi riset potensi pangan lokal yang diharapkan dapat tersambung
dengan program Desa Mandiri Pangan milik Pemprov NTT itu tak terlalu mendapat respon
warga yang ketika itu berharap ada tindaklanjut program sebelumnya. Saat itu mereka belum sepenuhnya berhasil mengaplikasikan hasil Sekolah Lapang di ladang mereka. Situasi
serba sulit itu membuat Pandu Lestari harus fokus dan segera menyelesaikan riset dan
pendataan potensi pangan lokal.
Dalam perbincangan santai, sambil mengenang perjalanan program masa silam itu ,
ketika ia mampir di Jakarta, Dr. Prijo menuturkan, “Kami tak mungkin menyele-
saikan kegiatan penyusunan model pengelolaan ekosistem lahan
kering yang kami rencanakan di tahun ketiga. Praktek kelompok
tani selepas Sekolah Lapang hanya satu musim tanam saja, tidak
cukup untuk melihat dampak lebih luas dan menganalisanya sebagai
sebuah model”. “Sayangnya kami tak punya sumberdaya yang cukup untuk merespon
berbagai keluhan dan pertanyaan dari kelompok tani seputar temuan mereka di ladang”
lanjutnya sambil menerawang.“Tapi untunglah, mbak Puji berhasil menghubungkan kami
dengan program GEF SGP di Jakarta, sehingga kami masih bisa berhubungan dengan
kelompok tani di sana, meski sekarang programnya melestarikan lontar” ujarnya sambil
tersenyum optimis.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 154
mozaik
12
Awal dari
Sebuah Akhir
Perjalanan
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 155
Dalam sebuah pertemuan di Jakarta pada sebuah sore, Dr.
Prijo pernah menyatakan bahwa apa yang ia kerjakan bersama
masyarakat di P. Semau sebenarnya belum selesai. Sedikitnya
dibutuhkan 2 sampai 3 kali ulangan agar dapat ditarik model
pembelajaran yang diharapkan dapat dijadikan modul pembelajaran secara akademis dan praktis. Sayangnya project
selalu punya batas administratif, dan selalu punya akhir. Akan
tetapi di alam kehidupan yang sebenarnya selalu memunculkan hal baru di akhir episode siklus kehidupan.
Proses kegiatan yang diinisiasi Yayasan Pandu Lestari, seperti sebuah proses penyerbukan dalam episode pembungaan. Penyerbukan itu sendiri selalu menghadapi
kenyataan bahwa tak semua serbuk sari berhasil melekat di kepala putik sehingga
memungkinkan berlangsungnya proses pembuahan. Bakal buah yang terbentuk
juga tak semua atau belum tentu dapat mencapai kematangan dan siap di petik.
Apa yang sudah dimulai oleh kelompok tani dan mitra-mitra lainnya di P. Semau
adalah sebuah babak awal yang masih memerlukan proses panjang hingga sampai
pada peran dan kontribusi dari setiap pihak yang berperan dalam prikehidupan di
pulau kecil itu. Proses yang sudah dimulai Yayasan Pandu Lestari baru menyentuh
sebagian kecil prikehidupan itu, namun keikutsertaan civitas akademi dan petani
dalam program konservasi itu adalah sebuah permulaan yang penting yang menandai sebuah itikad kesungguhan melakukan perubahan.
Dari enam desa yang awalnya direncanakan dalam program ini, ternyata hanya
empat desa yang warganya belajar benar-benar memiliki perhatian untuk meneruskannya ketika pelatihan usai. Hal itu bukan tanpa sebab, kebutuhan dan himpitan
ekonomi menjadikan petani mengutamakan urusan dapur mereka dan terpaksa
mengorbankan urusan belajar.
Dari enam pemandu lokal yang diharapkan dapat menjadi pemimpin kelompok
belajar itu dalam kehidupan nyata, setidaknya baru menghasilkan seorang Marthen yang masih menunjukkan kegigihan melakukan pengamatan dan melakukan
ujicoba menghasilkan biopestisida. Itupun bukan tanpa sebab, pekerjaan utama
ketua kelompok atau local organizer begitu menyita waktu dan masih memberikan
penghasilan rutin membuat sulit untuk memerankan sebagai fasilitator kelompok
secara total dan efektif mendampingi anggota kelompok maupun warga desa.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 156
Secara umum semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan masih terkalahkan dengan kepraktisan dan
kebiasaan lama warga yang memang sulit berubah sebelum mereka benar-benar membuktikan cara-cara
baru dari Sekolah Lapang yang dapat mengubah pendapatan mereka secara drastis. Padahal faktor musim
terutama kemarau memang sulit ditundukkan dengan satu atau dua kali praktek saja. Perubahan kolektif
mengimplementasikan hasil belajar dengan dukungan perangkat desa sangat mungkin dapat membalikkan
nasib ekonomi pertanian mereka di masa depan.
Apa yang belum tercapai, misalnya proses transformasi ilmu dan pengalaman belum berhasil dilembagakan di
tingkat kelompok dan menjadi ujicoba bersama untuk menjadi pengetahuan, menghasilkan ketrampilan dan
mempengaruhi proses belajar, pengambilan keputusan dan merubah sikap, prilaku dan budaya yang lebih
baik adalah bagian dari dinamika itu.
Meski jejak-jejak itu sudah mulai terlihat dalam kegiatan kelompok dan di pekarangan sendiri, dapat menggerak kesadaran pimpinan desa untuk menetapkan peraturan desa yang melarang pembakaran dan pembukaan hutan, namun masih dibutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga
pembagunan lainnya untuk menyebarluaskan proses belajar yang baru saja dimulai, memperkokoh praktek
baik yang telah ada sehingga sinambung.
Mungkin Pak Prijo benar, ia butuh melakukan pendekatan dan repetisi kegiatan untuk mengubah kebiasaan
yang sudah lama dilakukan petani dalam pengelolaan pertanian dan sumberdaya alam ke sikap dan pemikiran kritis. Seperti dunia ilmu pengetahuan membutuhkan ujian untuk mendapat rerata hasil yang sesuai
harapan, begitu kira-kira ilmu statistik. Itupula mengapa kegiatan akhir dari rencana besar di P. Semau yaitu
menuangkan pengalaman pembelajaran menjadi modul pembelajaran akademik dan praktis tak dapat diteruskan.
Pada situasi seperti itu masih ada asa, ketika Tim Yayasan Pandu Lestari masih datang ke Pulau Semau, bertemu setidaknya warga di Uiboa untuk memulai pekerjaan baru melestarikan pohon lontar program lanjutan
dengan dukung-an GEF Small Grant Program. Semangat warga dan kelompok di desa (Gemilang dan Karya
Nyata) itu masih terlihat ketika mereka datang ke balai desa, atau ketika secara sukarela mengumpulkan biji
lontar yang berserak untuk disemai. Semangat dari para penggiat konservasi dari kalangan kampus dan yang
relatif berusia lebih muda sangat melegakan hati. Meski program itu hanya untuk Desa Uiboa, namun silahturahmi dan pendampingan tetap dilakukan tim Pandu Lestari yang tak kenal lelah. Tanpa kegiatan-kegiatan
itu Pulau Semau akan selalu dalam kesepian dan ketertinggalan dari derap pembangunan.
Namun apapun hasilnya, dalam perjalanan evaluasi ini telah memperlihatkan kesungguhan dan ketekunan
semua pihak. Tidaklah mudah mau terlibat melakukan sesuatu pembenahan agar didapat perbaikan kehidupan di pulau kecil yang nyaris tak tersentuh derap pembangunan itu. Kami juga menyaksikan babak baru
justru mulai lahir dan muncul diakhir program itu, itulah sebuah awal diakhir perjalanan, meski saat ini sulit
untuk diekspresikan melalui tulisan ini. Untuk itu atas segala capaian dan dedikasi semua yang terlibat, kami
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.
Secara umum semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan masih terkalahkan dengan kepraktisan dan kebiasaan lama warga yang memang sulit berubah sebelum mereka benar-benar membuktikan cara-cara baru dari sekolah lapang dapat mengubah pendapatan mereka secara drastis. Padahal
faktor musim terutama kemarau memang sulit ditundukkan dengan satu atau dua kali praktek saja.
Perubahan kolektif mengimplementasikan hasil belajar dengan dukungan perangkat desa sangat
mungkin dapat membalikkan nasib ekonomi pertanian mereka di masa depan
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 157
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 158
Terima kasih kepada :
Dr. Prijo Soetedjo, setelah bersinggungan dengan program pemberdayaan masyarakat di berbagai
program KEHATI, yang bersangkutan akhirnya dapat mewujudkan mimpinya untuk mengelola sebuah program konservasi di NTT. Keterlibatannya di proyek Semau semakin mengukuhkannya sebagai pemerhati
masalah energi terbarukan atau biomass energi. “Orang pusat” dari BPPT dan Kemensos kerap meminta
advisnya ketika menggelar programnya tentang biofuel, kompor biomassa, hingga pertanian lahan kering
di Nusa Tenggara. Bahkan P Semau telah dikunjungi staf BPPT Pusat Jakarta untuk melihat kompor biomassa modifikasinya. Kini Pak Prijo bersama warga di Desa Uiboa memiliki kegiatan lainnya, melestarikan
pohon lontar yang kian berkurang populasinya karena tidak dimanfaatkan.
IbuTitik, Ahli hama dan penyakit tanaman Fakultas Pertanian UNDANA ini termotifasi dengan model Sekolah Lapang. Meski sibuk luar biasa sebagai staf pengajar, ia berjanji akan membantu petani-petani yang
ingin berkonsultasi atas temuan serangan hama pada tanaman yang diidentifikasi oleh petani di Semau.
Ibu Yoke, meski beliau lulusan S2 dari Inggris, tak sungkan menimba ilmu berbaur dengan petani di Sekolah Lapang. Ia terinspirasi contoh cara mengajar praktek ilmu tanah lebih creatif dan tidak hanya mengandalkan fasilitas laboratorium yang juga terbatas.
Oriance, Selalu bersedia membantu Pak Prijo sebagai mantan pembimbingnya itu untuk kerja sosial di P.
Semau. Sambil menunggu panggilan dari lamaran yang ia kirimkan ke berbagai instransi pemerintah, ia
mengerjakan administrasi keuangan di Pandu Lestari.
Delce, ia telah bekerja di Departemen Kesehatan Provinsi Kupang. Pekerjaannya itu adalah mimpi dan
cita-citanya. Tak percuma skripsinya di P. Semau yang ditempuh susah payah, menjadi skripsi terbaik di
angkatannya dan mendapat pekerjaan yang ia dambakan sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Rossty, pengalamannya Di Semau, ia asah di tempat kerjanya sekarang, di sebuah proyek World Bank PAM
SIMAS. Pengalaman bekerja bersama masyarakat di Semau ia terapkan sebagai bagian dari profesionalismenya di tempat kerjanya yang baru. “Saya beruntung ketika mahasiswa sudah sering ikut membantu
dosen ke lapangan melakukan komunikasi dengan rakyat jelata, begitu juga pengalaman melakukan penelitian dengan masyarakat ternyata sangat bermanfaat bagi pekerjaan saya sekarang..
Bertho Wona, mahasiswa asal Flores tingkat akhir di Fakultas Pertanian UNDANA, sejak berkenalan dengan
Pak Prijo lewat program penelitiannya, ia memutuskan menjadi pendamping masyarakat. “Dulu saya ingin
jadi pegawai negeri, sekarang semua berubah ketika saya terjun langsung di masyarakat,” katanya. Kini ia
bangga bisa keluar masuk desa dengan sepeda motor tua pinjaman dari Pak Prijo. Ia juga menjadi relawan
pengangkut dan pendistribusi buku ke perpustakaan komunitas di Uiboa.
Jacko , mahasiswa pertama yang meneliti di Semau, setelah lulus menjadi pendamping masyarakat dan
membantu aktivitas di Yayasan Pandu Lestari. Kini ia mendapat pekerjaan di sebuah perkebunan di Kalimantan.
Dwi Pujiyanto, Satu-satunya staf KEHATI yang ikut program Sekolah Lapang itu terpaksa dimintai tolong
untuk menuliskan proses selama pelatihan, dan kemungkinan ia masih dapat melacak file-file laporan program Semau. Sekarang ia menjabat sebagai manajer khusus project The Tropical Forest Act untuk wilayah
Sumatera.
Sumino, aktvis pendamping masyarakat yang pada awal proagram membantu membuat rencana strategis
di kelompok tani dan memfasilitasi pembentukan dan tata kelembagaan kelomnpok tani. Sumino akhirnya
bersedia membantu evaluasi ini. Sepulang dari Semau melakukan evaluasi, ia bergabung menjadi relawan
bencana Merapi di Jogjakarta. Laporannya diselesaikan ditengah keterlibatannya sebagai relawan Merapi.
Puji Sumedi, meski tak intensif menangani program di P. Semau yang harus terhenti terkena badai
Krismon, ia telah berupaya membuat jejaring dengan Pempov NTT untuk mengusulkan P. Semau sebagai
model program Desa Mandiri Pangan. Ia juga berhasil mendapat kepercayaan sebagai jembatan penyambung program P. Semau dengan sebuah proyek GEF SGP di Jakarta untuk mendukung pelestarian lontar di
P. Semau.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 159
Sulkan, sang perajin dan ahli kompor itu, partner Dr Prijo memodifikasi kompor, secara diam-diam
memutuskan mengadu nasib di Kalimantan tanpa meninggalkan jejak kabar. Ia tak bisa dihubungi untuk
menjadi narasumber dalam buku ini.
Marthen, ketua kelompok Karya Nyata, setelah mengikuti Sekolah Lapang ia mampu mengidentifikasi
serangan hama di tanaman jagungnya. Ia meracik sendiri pestisida alami dan berhasil menghentikan
serangan itu. Tapi syaratnya, air racikan pestisidanya itu harus langsung dari air sumur dekat rumahnya.
Hingga kini ia menunggu penjelasan ilmiah dari doses-dosen di UNDANA atas temuannya itu.
Sefanya Tausbele, Kepala Desa Uiboa yang menjadi tokoh penggerak kelompok tani di desanya, mungkin
satu-satunya kades yang berani mengeluarkan Perdes tentang larangan membuka hutan dan membersihkan ladang dengan cara bakar. Ia yakin setelah melihat Sekolah Lapang mengajarkan cara mengelola
lahan dengan bahan seresah dan organik lainnya dapat menyuburkan tanah. Ia membangun rumah dan
membuat tempat khusus membaca untuk sebuah perpustakaan bagi anak-anak di Desa Uiboa.
Dominggus, setelah mengikuti program Sekolah Lapang dan praktek di lahannya yang luas selama satu
musim tanam bersama keluarga besarnya, ia melanjutkan studi S1 di sebuah perguruan tinggi di Kupang.
Selama masa pendidikannya, ia akan melimpahkan tugas ketua kelompok kepada adiknya. Di tengah
kesibukan kuliahnya, ia mendatangi kami di hotel untuk sekedar berbagai cerita tentang kegiatannya di
Sekolah Lapang bersama kelompoknya.
Ny. Minggus, ia tidak aktif lagi di kebun, meski rumahnya menjadi tempat berkumpul para anggota kelompok Mekarsari. Ia setia menunggu suaminya Dominggus menuntut ilmu di Kupang.
Jibraliman ,Christian, Jitron, Julius Liman, Melcuriman , Orpamuna, Juplina, Seniwati, anggota
kelompok Mekar Sari berpendapat : kami hanya mau jalan kalau ada ketua kelompok kami.
Mercy Raja, ia masih bingung karena ditinggal ketua kelompok kuliah di Kupang. Ia sendiri sebagai aparat
desa sibuk mengurusi pengambilan beras raskin tiap bulan di Kupang.
Rita, Ketua kelompok Gemilang yang cerewet itu masih tetap seperti sediakala, yaitu lebih banyak memotivasi kelompoknya dengan suaranya.
Enceng dan Iwan, petani Jawa barat yang menjadi fasilitator selama enam bulan di P Semau, masih
menekuni profesinya sebagai petani dan fasilitator di Sekolah Lapang Tani.I a masih sering menerima
telpon dari para muridnya kelompok tani di Semau, dan terkadang diminta mengirim pulsa oleh mantan
didikannya.
Bapak dan Ibu Yevta, suami dan istri yang kompak, setelah pelatihan Sekolah Lapang, mereka hanya
mempraktekkan sekali saja, seterusnya kembali menggunakan pupuk anorganik dan berhasil membudidayakan sayur dan buah semangka. “Kami mau tanam cepat saja, karena harus bayar sewa mesin pompa
air untuk mengairi kebunnya,” katanya suatu ketika.
Sheila Suharmono. Staf keuangan yang bolak-balik ke Kupang mentraining pengelolaan administrasi
keuangan Yayasan Pandu Lestari, tergerak hatinya mendukung program Senyum Untuk Semau oleh
koleganya karena terinspirasi kegigihan dan kerajinan anak-anak sekolah dasar yang berjalan kaki hingga
empat jam menuju sekolah. Ia menyumbangkan dana untuk biaya pengiriman buku ke P Semau. Kini ia
aktif di project TFCA di KEHATI.
Antonius Ponco dan Zaenal, dari Kompas Gramedia Group yang bersimpati dengan perjuangan petani
di P. Semau dan menyumbangkan 250 buku bacaan bagi pendidikan anak sekolah dan perpustakaan
komunitas di Desa Uiboa.
Joseph Hwang. Direktur PT.Gikoko Kogyo yang pernah mengunjungi Semau untuk suatu kerjasama,
setelah gagal mewujudkan impiannya membuat insenerator di P. Semau, ia tak putus asa. Melalui jaringan
kerja dan keuletannya ia berhasil mendapatkan proyek Clean Development Mechanism untuk pengelolaan
sampah ramah lingkungan dan rendah karbon. Ia mendapatkan proyek di Bali pada tahun 2002, dan
kemudian disusul proyek di Kalimantan Tengah. Kini melalui jaringan Yayasan KEHATI ia tengah menjajagi
kemungkinan untuk pembangunan proyek serupa di Bengkalis.
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 160
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 161
MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 162