KONSTRUKSIA KONSTRUKSIA

Transcription

KONSTRUKSIA KONSTRUKSIA
ISSN 2086 - 7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
VOLUME 6 NOMOR 1
DESEMBER 2014
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGANAN KEGAGALAN BANGUNAN DAN
KEGAGALAN KONSTRUKSI (MENURUT
MENURUT UU NO 18 TAHUN 1999 JO PP 29
TAHUN 2000)
Sarwono Hardjomuljadi
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG
Deden Matri Wirabakti / Rahman Abdullah / Andi Maddeppungeng
CUTTER SUCTION DREDGER DAN JENIS MATERIAL (PADA PEKERJAAN CAPITAL
DREDGING PEMBANGUNGAN PELABUHAN TELUK LAMONGAN)
Juris Mahendra
PERBANDINGAN PELAKSANAAN DINDING PRECAST DENGAN DINDING
KONVENSIONAL DITINJAU DARI SEGI WAKTU & BIAYA
Yulistianingsih / Trijeti
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI AKIBAT
GAYA HORIZONTAL
Syano Verdio Juvientrian / Hidayat Mughnie
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209 L
DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA
Davit Fikri / Heri Khoeri
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS
SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR
Moh. Ainun Najib / Nadia
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA TANAH
BERKOHESI RENDAH TERHADAP PENAMBAHAN SOLDIER PILE
Gilang Aditya / Tanjung Rahayu
TEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Volume 6  Nomor 1| Halaman 1 – 105  Desember 2014
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 1 | Desember 2014
JURNAL
KONSTRUKSIA
REDAKSI
Penanggung Jawab
: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.
Pemimpin Redaksi
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Mitra Bestari
: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD.
DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME.
DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng.
DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi
Staf Redaksi
: Ir. Nadia, MT.
Ir. Trijeti, MT.
Ir. Iskandar Zulkarnaen
Tanjung Rahayu, ST., MT.
Basit Al Hanif, ST
Seksi Umum
: Ir. Saifullah
Imam Susandi
Disain Kreatif
: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.
Administrator Web
: Riyadi, ST
Terbit
: Per Semester – Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )
Alamat Redaksi
: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510
Website
: www.konstruksia.org
Email
: [email protected]
Ilustrasi cover diambil dari:
http://mechanical-engineers.regionaldirectory.us/mechanical-engineer-720.jpg
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 1 | Desember 2014
JURNAL
KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 1 Desember 2014
Diterbitkan oleh: Divisi Jurnal, Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta
ISSN 2086-7352
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 1 | Desember 2014
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 1 Desember 2014
PENGANTAR REDAKSI
Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 6
Nomer 1 di bulan Agustus 2014 ini.
Pada edisi ini mendapatkan beberapa penulis dari kalangan profesional, praktisi dan mahasiswa.
Adapun materi yang disampaikanpun sangat beragam, mulai dari manajemen konstruksi, kontrak,
hingga aplikasi beton dengan penggunaan ban kendaraan bermotor. Dengan semakin beragamnya
materi mautun penulis yang mengisi dalam jurnal ini diharapkan dapat menaikkan khasanah
penelitian dikalangan pendidik maupun praktisi.
Penerbitan ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu
tonggak untuk dapat segera terakreditasi. Aamiin.
Jakarta, Desember 2014
Pemimpin Redaksi
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 1 | Desember 2014
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 1 Desember 2014
DAFTAR ISI
Redaksi
Pengantar Redaksi
Daftar Isi
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGANAN KEGAGALAN BANGUNAN DAN
KEGAGALAN KONSTRUKSI (MENURUT UU NO 18 TAHUN 1999 JO PP 29 TAHUN 2000)
1 – 113
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG...............................…………………………………………………………………………
15 – 29
CUTTER SUCTION DREDGER DAN JENIS MATERIAL (PADA PEKERJAAN CAPITAL
DREDGING PEMBANGUNGAN PELABUHAN TELUK LAMONGAN) …………………………..
31 – 42
PERBANDINGAN PELAKSANAAN DINDING PRECAST DENGAN DINDING KONVENSIONAL
DITINJAU DARI SEGI WAKTU & BIAYA ……………………………………………………………………
43 – 64
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI AKIBAT
GAYA HORIZONTAL ………………..………………………………………………………………………………
65 – 76
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209 L DI PELABUHAN
TANJUNG PRIOK JAKARTA ……………………………………………………...………………...…................
77 – 87
KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS
SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR ..……………………………………………………………….
89 – 96
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA TANAH BERKOHESI
RENDAH TERHADAP PENAMBAHAN SOLDIER PILE ……………………………………………….
97 – 105
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGANAN
KEGAGALAN BANGUNAN DAN KEGAGALAN KONSTRUKSI
(MENURUT UU NO 18 TAHUN 1999 JO PP 29 TAHUN 2000)
Sarwono Hardjomuljadi 1
Dr,Ir,MS (Civ); MSBA (Bus); MH (Law); MDBF (ADR); ACPE (Eng); ACIArb (Arb)
Lektor Kepala Aspek Hukum dan Admionistrasi Proyek Konstruksi
Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Universitas Mercu Buana Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK : Pada Undang Undang No 18 tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2000
mendefinisikanbagi dua kegagalan dalam upaya pemenuhan kebutuhan infrastruktur, yaitu kegagalan
bangunan dan kegagalan pekerjaan konstruksi.
Dalam penanganan kedua kegagalan di atas, sesuai amanat perundangan, melibatkan seseorang dengan
kualifikasi penilai ahli. Pada kegagalan bangunan sesuai Undang Undang No 18 Tahun 1999 pasal 25,
penilai ahli adalah pelaku utama yang memberikan penetapan atas kegagalan bangunan. Pada kegagalan
konstruksi sesuai dengan definisi pada Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2000 Pasal 31, maka penilai
ahli akan berperan membantu bilamana diperlukan seperti dinyatakan pada Peraturan Pemerintah No 29
Tahun 2000 Pasal 49.
Kata kunci: kegagalan bangunan, kegagalan pekerjaan konstruksi, penilai ahli.
ABSTRACT: In On the constitution no 18 years 1999 jo government regulation no 29 years 2000
mendefinisikanbagi two failure in an effort to the fulfillment of a need infrastructure , namely building
failure and failure construction work .
In handling the second failure on , according to the legislative mandate , involving someone with an
appraiser qualifications expert .On the failure of buildings according to invite invite no 18 1999 article 25 ,
was an expert assessment that gives the main building for failure .In accordance with the definition of
construction on the failure of government regulation no 29 on article 31 of year 2000 , then an appraiser
experts will help if necessary as stated role in government regulation no 29 2000 article 49 ...
Keywords: Structure Building failure, failure construction work, an appraiser expert.
1
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum (2009-2014)
Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional membidangi Hukum, Kontrak dan sengketa konstruksi
(2011-2015)
FIDIC Affiliate Member, FIDIC Adjudicator, FIDIC Accredited Trainer
Country Representative, Dispute Resolutuion Board Foundation (DRBF)
Sekretaris, Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI)
Lektor Kepala Administrasi Kontrak, Universitas Mercu Buana Jakarta, UJniversitas Parahyangan Bandung, Universitas
Tarumanagara Jakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
1|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
LATAR BELAKANG
Kegiatan
pembangunan
infrastruktur
merupakan suatu rangkaian kegiatan,
diawali dari perencanaan, pelaksanaan,
beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan sipil, arsitektur, mekanikal
elektrikal, dan tata lingkungan masing–
masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk
fisik.2
Pelaksanaan
pembangunan
infrastruktur/ konstruksi, pada umumnya
dilaksanakan oleh penyedia jasa, 3 melalui
suatu proses pengadaan barang/ jasa yang
dilakukan oleh pengguna jasa,4 yang
kemudian
dilanjutkan
dengan
penandatanganan suatu perjanjian kontrak
kerja konstruksi, 5 antara pengguna jasa
dan penyedia jasa.
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
yang lazim dilakukan di Indonesia,
pelaksanaan pengawasan pekerjaan yang
harus dilaksanakan oleh pengguna jasa
dalam pelaksanaan pekerjaan, umumnya
akan dibantu oleh penyedia jasa pengawas
konstruksi 6 dengan suatu perjanjian jasa
konsultansi pengawas konstruksi.
2
Undang Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi, Pasal 1 Ayat 2
3
Ibid, Pasal 1 ayat 4, Penyedia jasa adalah orang
perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi;
4
Ibid, Pasal 1 ayat 3, Pengguna jasa adalah orang
perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau
pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa
konstruksi;
5
Ibid, Pasal 1 ayat 5, Kontrak kerja konstruksi adalah
keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
6
Ibid, Pasal 1 ayat 11, Pengawas konstruksi adalah
penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan
jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan
pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
2|K o n s t r u k s i a
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional
dalam
fungsinya
sebagai
regulator,
berupaya
menindaklanjuti
dengan
melaksanakan
pembekalan
sekaligus seleksi untuk pembuatan daftar
penilai ahli, sehingga para pihak akan
dengan mudah menentukan pilihannya
dalam hal terjadi kegagalan bangunan
ataupun kegagalan pekerjaan konstruksi.
Kedua kegagalan tersebut, sesuai dengan
definisi masing-masing berdasarkan PP
Nomor 29 tahun 2000 adalah:
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 34
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan
bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian dari segi
teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan
kerja, dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau
Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 31
Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah
keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang
tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
sebagaimana disepakati dalam kontrak
kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat kesalahan
pengguna jasa atau penyedia jasa.
Dari kedua definisi di atas, jelaslah bahwa
seorang penilai ahli harus mempunyai
keahlian pada bidang tertentu yang
dibuktikan dengan SKA.
Selain melalui litigasi, saat ini penyelesaian
sengketa yang dikenal di Indonesia adalah
arbitrase dan altenatif penyelesaian
sengketa yang terdiri dari konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli
dan penyelesaian di pengadilan, seperti
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
dinyatakan dalam Pasal 1 dari Undang
Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. 7 Sedangkan Undang Undang
Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi secara spesifik menyatakan
bahwa penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. 8. Dalam PP 29 tahun 2000
dinyatakan penyelesaian sengketa dapat
dilakukan
oleh
arbiter,
mediator,
konsiliator dan jika diperlukan bisa minta
bantuan penilai ahli.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang
Arbitrase
dan
Alternatif
Penyelesaian Sengketa kurang memberikan
penjelasan
menyangkut
Alternatif
Penyelesaian Sengketa, karena dalam
undang undang tersebut hanya dua pasal
yang
memuat
tentang
Alternatif
Penyelesaian Sengketa, selebihnya adalah
tentang
arbitrase.
Kondisi
ini
mengakibatkan penggunaan alternatif
penyelesaian sengketa di luar arbitrase
yang sebenarnya bisa lebih cepat, murah
dan tidak mengakibatkan memburuknya
hubungan antara kedua pihak yang
bersengketa,
saat
ini
diragukan
efektifitasnya, sehingga para pihak enggan
menggunakannya dan kurang berminat,
sehingga
penggunaan
alternatif
penyelesaian sengketa ini di samping cepat,
7
Undang undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 Angka 10.
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian
di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
8
Undang Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi, Pasal 36
murah dan menjaga hubungan baik, relatif
tidak berkembang secara luas.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999
memberikan peluang bagi masuknya
kegagalan konstruksi ke ranah pidana, yang
kalau dilihat dari definisi PP 29 tahunn
2000 Pasal 31 adalah
suatu pelanggaran hubungan perjanjian
kerja yang termasuk kategori perdata, baru
jika mengakibatkan dan dapat dibuktikan
adanya kesengajaan ataupun kelalaian
sehingga
menyebabkan
terjadinya
kegagalan bangunan, maka dapat dikenai
sanksi pidana.
MATERI DAN DISKUSI
Kegagalan Bangunan
Dalam hal terjadi suatu kegagalan
bangunan sesuai dengan definisi kegagalan
bangunan PP No 29 Tahun 2000 Pasal 34,
dampak kegagalan bangunan dapat dilihat
secara jelas dan nyata tanpa diperlukan
adanya interpretasi kontraktual. Pelaku
utama penyelesai permasalahan sesuai
dengan peraturan perundangan yang
berlaku adalah “penilai ahli” yang
berwenang menetapkan pihak yang
bertanggung jawab atas kegagalan yang
terjadi dan menentukan besaran ganti rugi
yang harus dibayarkan kepada pihak yang
dirugikan.
II.1.1 Penilaian Ahli:
Black’s Law Dictionary, mendefinisikan ahli
atau expert sebagai berikut: A person who,
through education or experience, has
developed skill or knowledge in a particular
subject, so
that he or she may form an
opinion that will assist the fact-finder.9
9
Ibid
3|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Black’s Law Dictionary juga mendefinisikan
impartial expert sebagai: An expert who is
appointed by the court to present an
unbiased opinion.
Dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun
1999 dinyatakan “penilaian ahli” sebagai
salah satu
dasar dari suatu alternatif
penyesaian sengketa, penilaian ahli
merupakan suatu produk hasil penilaian
oleh seseorang yang dapat dikategorikan
sebagai seorang yang mempunyai keahlian
untuk bidang tertentu.
Penilai Ahli.
Sesuai Undang Undang Nomor 18 Tahun
1999:
UU No 18 Tahun 1999 Pasal 25
(1)Pengguna Jasa dan penyedia jasa wajib
bertanggung
jawab
atas
kegagalan
bangunan.
(2)Kegagalan bangunan yang menjadi
tanggung jawabpenyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3)Kegagalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku
penilai ahli.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 29
tahun
2000
Kegagalan
Bangunan
didefinisikan:
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 34
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan
bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian dari segi
teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan
kerja, dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau
4|K o n s t r u k s i a
Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 36
 Kegagalan bangunan dinilai dan
ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih
penilai ahli yang profesional
dan
kompeten dalam bidangnya serta
bersifat independen dan mampu
memberikan penilaian secara obyektif,
yang harus dibentuk dalam waktu
paling lambat 1 (satu) bulan sejak
diterimanya
laporan
mengenai
terjadinya kegagalan bangunan.
 Penilai ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati
bersama oleh penyedia jasa dan
pengguna jasa.
 Pemerintah
berwenang
untuk
mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan bangunan mengakibatkan
kerugian dan atau menimbulkan
gangguan pada keselamatan umum,
termasuk memberikan pendapat dalam
penunjukan, proses penilaian dan hasil
kerja penilai ahli yang dibentuk dan
disepakati oleh para pihak.
Penjelasan PP 29 Tahun 2000 Pasal 36
Ayat (1)Yang dimaksud penilai ahli adalah
penilai ahli di bidang konstruksi. Penilai
ahli terdiri dari orang perseorangan, atau
kelompok orang atau badan usaha yang
disepakati para pihak, yang bersifat
independen
dan
mampumemberikan
penilaian secara obyektif dan profesional.
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 37
Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) harus memiliki sertifikat
keahlian dan terdaftar pada Lembaga.
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 48
 Biaya penilai ahli menjadi beban pihak
atau pihak-pihak yang melakukan
kesalahan.
 Selama
penilai
ahli
melakukan
tugasnya,
maka
pengguna
jasa
menanggung pembiayaan pendahuluan.
Pasal di atas, menunjukkan dengan jelas
bahwa para penilai ahli harus mempunyai
sertifikat keahlian, yang selama ini dikenal
sebagai SKA untuk keahlian bidang tertentu
di samping itu para penilai ahli harus
terdaftar pada lembaga, dalam hal ini
adalah Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nasional.
Upaya Pemerintah sebagai regulator jelas di
sini, karena untuk dapat bertindak
sebagai penilai ahli, seseorang harus
seseorang yang telah mempunyai SKA dan
mengikuti suatu proses seleksi untuk dapat
dimasukkan dalam daftar penilai ahli dari
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional (LPJKN).
Penilai ahli dipilih dan disepakati bersama
oleh pengguna jasa dan penyedia jasa
terkait, dalam hal ini merujuk pada daftar
dari
Lembaga
Pengembangan
Jasa
Konstruksi
Nasional
yang
akan
dipublikasikan oleh Lembaga, di samping
melalui web site milik Lembaga. Penilai ahli
yang dipilih akan melakukan suatu
penilaian ahli dan menetapkan penyebab
kegagalan bangunan secara teknis seperti
yang ditentukan dalam perundangundangan.
Tugas penilai ahli sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000:
o menetapkan sebab-sebab terjadinya
kegagalan bangunan;
o menetapkan tidak berfungsinya
sebagian atau keseluruhan
bangunan;
o menetapkan pihak yang
bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan serta tingkat dan sifat
kesalahan yang dilakukan;
o menetapkan besarnya kerugian,
serta usulan besarnya ganti rugi
yang harus dibayar oleh pihak atau
pihak-pihak yang melakukan
kesalahan;
o menetapkan jangka waktu
pembayaran kerugian.
2. Penilai ahli berkewajiban untuk
melaporkan hasil penilaiannya kepada
pihak
yang
menunjuknya
dan
menyampaikan kepada Lembaga dan
instansi yang mengeluarkan izin
membangun, paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah melaksanakan tugasnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29
tahun 2000 didefinisikan suatu kegagalan
lain di samping Kegagalan Bangunan yaitu
Kegagalan Pekerjaan Konstruksi yang
didefinisikan sebagai:
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 31
Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah
keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang
tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
sebagaimana disepakati dalam kontrak
kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat kesalahan
pengguna jasa atau penyedia jasa.
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 38
1. Penilai ahli, bertugas untuk antara lain :
5|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 32
 Perencana konstruksi bebas dari
kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi.
 Pelaksana konstruksi bebas dari
kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, perencana
konstruksi, dan pengawas konstruksi.
 Pengawas konstruksi bebas dari
kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, perencana
konstruksi, dan pelaksana konstruksi.
 Penyedia jasa wajib mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 yang
disebabkan kesalahan penyedia jasa
atas biaya sendiri.
Tugas dan tanggung jawab pelaksana dan
pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan
kontrak konstruksi, cukup jelas, yaitu:
pelaksana, melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan spesifikasi yang merupakan bagian
dari
dokumen
kontrak
sedangkan
pengawas,
mengawasi
pelaksanaan
pekerjaan agar tidak menyimpang dari
spesifikasi yang merupakan bagian dari
dokumen kontrak. Tugas dan tanggung
jawab pelaksana dan pengawas pekerjaan
konstruksi secara mudah dapat diukur,
karena suatu kontrak konstruksi secara
jelas mencantumkan spesifikasi yang
merupakan bagian dokumen kontrak yang
6|K o n s t r u k s i a
harus dipatuhi dan dikerjakan dengan tidak
menyimpang,
sehingga
jika
terjadi
penyimpangan, maka pihak pelaksana
dapat dinyatakan melanggar perjanjian
sedangkan pengawas dapat dinyatakan lalai
dalam melaksanakan pengawasan atas
penerapan spesifikasi.
Tugas dan tanggung jawab perencana,
harus secara lebih hati-hati ditafsirkan,
karena sebenarnya sama sekali tidak ada
sanksi bagi perencana dalam kaitannya
dengan kegagalan pekerjaan konstruksi,
sesuai definisi Pasal 31 di atas. Hal ini
dapat
dipahami,
karena
pekerjaan
perencanaan
adalah
kegiatan
prakonstruksi, sehingga tugas dan tanggung
jawab perencana adalah dalam hal terjadi
kesalahan desain yang tidak sesuai dengan
best
practice
yang
mengakibatkan
terjadinya kegagalan bangunan.
Berbeda dengan kegagalan bangunan yang
dapat berkembang menjadi perkara pidana,
terhadap perencana, pelaksana maupun
pengawas, didasari hasil penilaian ahli
sesuai UU 18 tahun 1999 Pasal 25 jo PP
Nomor 29 Tahun 2000 Pasal 38 (1), maka
kegagalan konstruksi adalah murni perkara
perdata, karena sesuai dengan definisi
Pasal 31 definisi kegagalan konstruksi
adalah ketidaksesuaian dengan spesifikasi
yang merupakan bagian dari dokumen
kontrak.
Penilai ahli mempunyai fungsi utama dalam
hal terjadinya kegagalan bangunan, sesuai
dengan Pasal 38 di atas, tugas dan
kewenangan penilai ahli dalam kaitannya
dengan kegagalan bangunan sangat jelas,
yaitu memberikan pendapat sesuai dengan
bidang keahliannya yang dibuktikan
dengan sertifikat keahlian (SKA) bidang
tertentu, mulai dari menetapkan penyebab
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
kegagalan bangunan, menetapkan pihak
yang bertanggung jawab, menetapkan
besarnya kerugian dan pihak mana yang
harus membayar termasuk jangka waktu
pembayarannya.
Dalam kaitannya dengan hasil kerja penilai
ahli, pemerintah mempunyai kewenangan:
PP No 29 Tahun 2000, Pasal 36
(3)
Pemerintah
berwenang
untuk
mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan
bangunan
mengakibatkan
kerugian dan atau menimbulkan gangguan
padq keselamatan umum, termasuk
memberikanpendapat dalam penunjukan,
proses penilaian dan hasil kerja penilai ahli
yang dibentuk dan disepakati oleh para
pihak.
Dalam hal terjadinya kegagalan
konstruksi sesuai definisi pada PP No 29
Tahun 2000 Pasal 31 dan sanksi pada Pasal
32
adalah
untuk
mengganti
dan
memperbaiki, dimana tugas penilai ahli
sesuai dengan Pasal 49 (2) adalah
membantu mediator dan konsiliator jika
diminta untuk memberikan penilaian
sesuai dengan bidang keahliannya.
PP No 29 Tahun 1999 Pasal 49
 Penyelesaian
sengketa
dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi di luar
pengadilan dapat dilakukan dengan
cara :
 melalui pihak ketiga yaitu :
1) mediasi (yang ditunjuk oleh para
pihak atau oleh Lembaga
Arbitrase
dan
Lembaga
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa);
2) konsiliasi; atau
 arbitrase melalui Lembaga Arbitrase
atau Arbitrase Ad Hoc.
 Penyelesaian sengketa secara mediasi
atau konsiliasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dapat dibantu
penilai
ahli
untuk
memberikan
pertimbangan
profesional
aspek
tertentu sesuai kebutuhan.
II.2 Kegagalan Pekerjaan Konstruksi
Dalam hal terjadi suatu kegagalan
konstruksi sesuai dengan definisi pada PP
No 29 Tahun 2000 Pasal 31, yang terjadi
adalah sengketa dua pihak, sehingga yang
diperlukan adalah penyelesai sengketa
dalam hal ini mediator dan/atau konsiliator
dan/atau cara lain yang melibatkan pihak
ketiga yang memenuhi persyaratan
perundangan yang berlaku, di mana khusus
untuk bidang jasa konstruksi disyaratkan
dalam PP 29 pasal 50 dan 51. harus
mempunyai SKA dan dimana perlu dapat
meminta bantuan “penilai ahli”.
Gambar 1 Penyelesaian Sengketa Kontrak
Konstruksi di Indonesia
Sumber: Sarwono Hardjomuljadi: DRBF
Conference “Future of Dispute Board in The
ASEAN Region, Regulation and Culture n
Indonesia”, DRBF World Conference, May
17, 2014, Singapore
7|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Mediasi
Dalam Black’s Law Dictionary, mediation
didefinisikan sebagai berikut: A method of
non binding dispute resolution involving a
neutral third party who tries to help the
disputing parties reach a mutually agreeable
solution.10
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
mendefinisikan mediasi sebagai: Proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam
penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasehat. 11
Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 yang
merupakan
pengganti
Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003,
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
mediasi adalah: Cara penyelesaian sengketa
melalui
proses
perundingan
untuk
memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. 12 Yang
dimaksud dengan mediator dalam Perma
ini adalah pihak netral yang membantu
para pihak dalam proses perundingan guna
mencari
berbagai
kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan
cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. 13
Jadi jelaslah bahwa mediasi adalah suatu
cara penyelesaian sengketa dimana pihak
ketiga yang netral memfasilitasi diskusi
antara para pihak dengan tujuan untuk
mencapai kesepakatan. Mediasi yang
mengikat adalah suatu cara penyelesaian
sengketa dimana pihak
ketiga
10
Garner, Brian A.: Black’s Law Dictionary, West Group,
Seventh Edition , 1999
11
Lukman Ali et al : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, h 640
12
Peraturan Mahkamah agung Nomor 1 Tahun 2008 ,
Pasal 1 ayat 7
13
Ibid, Pasal 1 ayat 6.
8|K o n s t r u k s i a
memfasilitasi diskusi antara kedua pihak
yang bersengketa agar kedua pihak dapat
mencapai kesepakatan.
Pada Undang Undang Nomor 30 tahun
1999 Pasal 1 butir 10 mediasi hanya
dinyatakan sebagai salah satu cara
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan
oleh mediator. Dengan
demikian
mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa dengan melibatkan pihak ketiga
sebagai Pengantara (mediator)
untuk mencapai kesepakatan penyelesaian
di antara para pihak atas sengketa yang
terjadi. Mediasi dilakukan setelah para
pihak
sulit
mencapai
kesepakatan
melalui negosiasi. Mediator harus
netral serta mampu menciptakan suasana
yang kondusif.
Mediator tidak dapat
memaksakan pendapatnya kepada para
pihak, Artinya kesepakatan untuk
mengakhiri sengketa tetap berada pada
para pihak. Pasal 6 ayat (4) membedakan
a). Mediator yang ditunjuk secara bersama
oleh para pihak; dan b). Mediator yang
ditunjuk oleh lembaga
arbitrase
atau
lembaga alternatif penyelesaian sengketa
yang disepakati para pihak.
Dalam kaitan dengan mediasi Mahkamah
Agung Republik Indonesia telah menerbitan
Peraturan Mahkamah Agung No. I Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi, yang isinya
mengatur hukum acara mediasi bagi “court
annexed mediation” atau “court connected
mediation”, dengan alasan penerbitan
sebagai berikut: Hukum acara yang berlaku
selama ini baik Pasal 130 HIR ataupun
Pasal 154 RBg, mendorong para pihak yang
bersengketa untuk menempuh
proses
mediasi yang dapat diintensifkan dengan
cara
menggabungkan
proses
mediasikedalam
prosedur
berperkara di Pengadilan Negeri, seiring
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
terbentuknya
peraturan
perundangundangan dan dengan memperhatikan
wewenang Mahkamah Agung dalam
mengatur acara peradilan yang belum
cukup diatur oleh peraturan perundangundangan, maka
demi
kepastian,
ketertiban, dan kelancaran dalam proses
mendamaikan
para
pihak
dalam
menyelesaikan
suatu
sengketa
perdata, kedua aturan tersebut menjadi
landasan. Patut dicatat bahwa Pasal 2 dari
Perma ini menjelaskan tentang ruang
lingkup dan kekuatan berlaku Perma,
dimana hanya berlaku untuk mediasi yang
terkait proses berperkara di pengadilan.
Khusus untuk mediasi jenis ini, mediator
harus memiliki sertifikat mediator 14
setelah
mengikuti
pelatihan
yang
diselenggarakan oleh lembaga yang telah
mendapat akreditasi dari Mahkamah
Agung. Upaya Mahkamah agung sebagai
regulator
terlihat
di
sini,
bahwa
Mahkamah
agung
telah
mengeluarkan peraturan yang mngatur
bahwa para mediator harus mempunyai
sertifikat mediator yang diterbitkan oleh
Mahkamah Agung.
hari15. Proses mediasi ini bersifat tertutup
kecuali ditentukan lain oleh para pihak 16.
Tanggung jawab mediator dalam alternatif
penyelesaian sengketa yang dilakukan
berdasarkan Perma Nomor 1 tahun 2008
adalah:
Mediator tidak bertanggungjawab secara
perdata dan pidana atas isi kesepakatan
[Pasal 19 ayat (4)]. Dalam PERMA
sebelumnya hal ini tidak diatur. Kelompok
Kerja menganggap hal ini perlu diatur
karena
untuk
mempertegas
bahwa
Kesepakatan Perdamaian merupakan hasil
mufakat para pihak bukan hasil yang
ditetapkan oleh mediator. Selain itu,
pengaturan ini untuk melindungi mediasi
yang terintegrasi di Pengadilan dan
mediator dari tuntutan yang tidak
semestinya diajukan kepadanya.
Khusus untuk bidang konstruksi, maka PP
No 29 Tahun 2000 mengatur:
Ketentuan mengenai batas waktu proses
mediasi berlangsung paling lama 40 (empat
puluh) hari sejak pemilihan mediator dan
dapat diperpanjang 14 (empat belas) hari
sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh)
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 50
 Penyelesaian
sengketa
dengan
menggunakan
jasa
mediasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (1) huruf a angka 1) dilakukan
dengan bantuan satu orang mediator.
 Mediator sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(1)
ditunjuk
berdasarkan
kesepakatan
para
pihak
yang
bersengketa.
 Mediator tersebut harus mempunyai
sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh
Lembaga.
 Apabila diperlukan, mediator dapat
minta bantuan penilai ahli.
 Mediator bertindak sebagai fasilitator
yaitu hanya membimbing para pihak
yang bersengketa untuk mengatur
14
15
Ketentuan mengenai honorarium mediator
jenis ini, cukup menarik, dengan adanya
ketentuan
mengenai
honorarium
mediator dimana jika mediator hakim tidak
dipungut biaya namun mediator bukan
hakim
ditanggung
bersama
atau
kesepakatan para pihak.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008,
pasal 2
16
Ibid, pasal 13 (3) dan (4)
Ibid, pasal 6
9|K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
pertemuan dan mencapai suatu
kesepakatan.
 Kesepakatan tersebut pada ayat (5)
dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.
Pengaturan di atas secara tegas mengatur
bahwa seorang yang akan menjadi
mediator
bidang
konstruksi
harus
mempunyai sertifikat keahlian (SKA)
bidang keahlian tertentu dan mediator
dapat meminta bantuan penilai ahli jika
diperlukan.
Konsiliasi
Dalam Black’s Law Dictionary concilliation
didefinisikan
sebagai
berikut:
1).A
settlement of a dispute in an agreeable
manner, 2). A process in which a neutral
person meets with the parties to a dispute
and explores how the dispute might be
resolved. 17
Konsiliasi dapat ditemukan dalam Pasal 1
butir 10 Undang Undang Nomor No. 30
Tahun 1999 dan alinea ke-9 Penjelasan
Umum Undang-undang tersebut. Selain
pada kedua tempat tersebut Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak
menyebutnya
termasuk
menguraikan
definisi atau pengertiannya ataupun
mengatur
tentang
mekanismenya.
Sebenarnya antara konsiliasi dan mediasi
hampir tidak dapat dibedakan.
Konsiliasi tidak berbeda jauh dengan arti
perdamaian yang dinyatakan pada pasal
1864 KUHPer, di mana dinyatakan bahwa
hasil kesepakatan para pihak pada
alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi
harus
dibuat
secara
tertulis
dan
17
Garner, Brian A.: Black’s Law Dictionary, West Group,
Seventh Edition , 1999
10 | K o n s t r u k s i a
ditandatangani bersama oleh
para
pihak yang bersengketa , Kesepakatan
tertulis tersebut harus didaftarkan di
Pengadilan
Negeri dalam jangka waktu
30 (tigapuluh ) hari terhitung sejak tanggal
penandatanganan dan dilaksanakan dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak
tanggal pendaftaran di pengadilan negeri,
Kesepakatan tertulis ini bersifat final dan
mengikat para pihak.
PP No 29 Tahun 2000 Pasal 51
 Penyelesaian
sengketa
dengan
menggunakan
jasa
konsiliasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (1) huruf a angka 2) dilakukan
dengan bantuan seorang konsiliator.
 Konsiliator sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan
kesepakatan
para
pihak
yang
bersengketa.
 Konsiliator tersebut harus mempunyai
sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh
Lembaga.
 Konsiliator menyusun dan merumuskan
upaya penyelesaian untuk ditawarkan
kepada para pihak.
 Jika rumusan tersebut disetujui oleh
para pihak, maka solusi yang dibuat
konsiliator
menjadi
rumusan
pemecahan masalah.
 Rumusan
pemecahan
masalah
sebagaimana tersebut pada ayat (5)
dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.
Pengaturan di atas secara tegas
mengatur bahwa seorang yang akan
menjadi konsiliator bidang
konstruksi
harus
mempunyai
sertifikat keahlian (SKA) bidang keahlian
tertentu dan konsiliator dapat menyusun
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
serta merumuskan upaya penyelesaian
masalah sebagai suatu
solusi.
denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak
Sanksi pidana atas kegagalan bangunan
dan kegagalan pekerjaan konstruksi
Ketentuan di atas ternyata telah banyak
menghadapkan para kontraktor, konsultan
perencana, konsultan pengawas dan
pengguna jasa ke ranah pidana. Bahkan
untuk suatu pekerjaan yang sedang
dilaksanakan dan ditemukan adanya
ketidaksesuaian dengan spesifikasi, yang
menurut pendapat saya sebenarnya secara
fisik masih dapat diperbaiki, karena
kontrak
konstruksi masih berlaku,
mengingat pekerjaan konstruksi sedang
dalam pelaksanaan ataupun dalam masa
perbaikan cacat mutu 18.
Penting untuk dicatat bahwa pada UU
Nomor 18 Tahun 1999, terdapat beberapa
pasal yang
merupakan pintu masuk bagi
penegak hukum untuk penerapan hukum
pidana pada perencana,
pelaksana dan
pengawas pekerjaan konstruksi:
UU No 18 Tahun 1999 Pasal 43
 Barang
siapa
yang
melakukan
perencanaan pekerjaan konstruksi yang
tidak memenuhi ketentuan keteknikan
dan
mengakibatkan
kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.
 Barang
siapa
yang
melakukan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan
ketentuan keteknikan yang telah
ditetapkan
dan
mengakibatkan
kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenakan pidana
paling lama 5 (lima) tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 5%
(lima per seratus) dari nilai kontrak.
 Barang
siapa
yang
melakukan
pengawasan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi dengan sengaja memberi
kesempatan kepada orang lain yang
melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan
keteknikan
dan
menyebabkan timbulnya kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan
Ayat (1): bagi perencana dalam hal
kegagalan bangunan sesuai definisi PP 29
Tahun 2000 Pasal 34 jika perencana
membuat desain yang tidak sesuai dengan
standar keteknikan adalah wajar
jika
sanksi pidana dikenakan padanya, tetapi
bagi kegagalan konstruksi sesuai definisi
PP 29 Tahun 2000 Pasal 31, tidaklah
mungkin perencana dikenai sanksi pidana
dengan alasan pada alinea di atas, apalagi
perencanalah yang membuat spesifikasi
sehingga sudah tidak dipastikan bahwa
perencana tidak terkait samasekali dengan
kegagalan konstruksi.
Ayat (2): bagi pelaksana dalam hal
kegagalan bangunan sesuai definisi PP 29
Tahun 2000 Pasal 34 sanksi pidana adalah
wajar, sebaliknya dalam hal kegagalan
konstruksi sesuai
definisi PP 29 Tahun
2000 Pasal 31, harus dilihat apa alasan
18
Terminologi “masa perbaikan cacat mutu atau defects
liability period” adalah istilah yang dipergunakan dalam
standar kontrak FIDIC Conditions of Contract sebenarnya
paling cocok dipergunakan, karena penggunaan istilah
“masa pemeilharaan” yang banyak dipakai pada kontrakkontrak nasional, dapat menimbulkan perbedaan
interpretasi yang berujung pada sengketa.
11 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
ketidaksesuaian dengan
spesifikasi,
jika memang pelaksana berniat demikian
dapat dikategorikan sebagai penipuan,
tetapi menurut pendapat saya kegagalan
konstruksi lebih banyak terjadi karena
kelalaian ataupun karena kurangnya
kemampuan, misalnya dalam pelaksanaan
pelapisan aspal pada konstruksi jalan
dimana ketebalan setelah dicek ternyata
ketebalannya tidak seragam, sehingga
terasa agak memberatkan jika perjanjian
kontrak konstruksi yang merupakan suatu
perjanjian dikenai sanksi pidana.
Ayat (3): bagi pengawas dalam hal
kegagalan bangunan sesuai definisi PP 29
Tahun 2000 Pasal 34 dapat dibuktikan
bahwa pengawas dengan sengaja memberi
kesempatan terjadinya penyimpangan atas
ketentuan keteknikan adalah wajar jika
sanksi
pidana
dikenakan
padanya,
sedangkan dalam hal kegagalan
konstruksi jika dapat dibuktikan pengawas
dengan sengaja bersekongkol untuk
menguntungkan dirinya dan orang lain,
bisa dikenai sanksi pidana, sebaliknya jika
itu adalah akibat kelalaian, maka menurut
pendapat saya hukuman administratif lebih
sesuai.
KESIMPULAN
Kegagalan bangunan
Penilai ahli dalam bidang jasa konstruksi
mempunyai bertugas untuk menetapkan
pihak yang bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan sesuai UU 18 Tahun
1999 Pasal 12 ayat(3). Penilaian ahli atas
suatu kejadian kegagalan bangunan
maupun kegagalan konstruksi dapat
berdampak luas, karena dapat dikenai
pidana, sehingga jika tidak ditangani oleh
seorang yang mempunyai kompetensi
sesuai dengan keahlian dalam bidang
12 | K o n s t r u k s i a
tertentu yang dibuktikan dengan SKA yang
diterbitkan oleh LPJKN dan namanya
terdaftar sebagai penilai ahli di LPJKN.
Dalam hal terjadi kegagalan bangunan
sesuai definisi pada PP 29 tahun 2000 pasal
34, kewenangan Penilai Ahli dan
kewenangan pemerintah diatur pada pasal
36. Tugas penilai ahli dinyatakan pada
pasal 38. Penilai Ahli dapat menilai dan
menetapkan pihak yang bertanggung jawab
atas terjaadinya kegagalan bangunan,
dengan dasar keahlian yang dimilikinya
yang dibuktikan dengan kepemilikan SKA
bidang tertentu. Termasuk dalam tugas
Penilai Ahli adalah penetapan besarnya
ganti rugi kepada para pihak yang
dirugikan. Peran dan tanggung jawan
Penilai Ahli dalam hal kegagalan bangunan
ini sangat penting, karena hasil penilaian
dan
penetapannya
terkait
dengan
kemungkinan pengenaan pidana penjara.
Pelaku utama penyelesai permasalahan
kegagalan bangunan adalah Penilai Ahli,
sesuai dengan kewenangan dan tugas yang
diatur dalam perundangan yang berlaku.
Kegagalan pekerjaan konstruksi
Upaya penyelesaian sengketa proyek
konstruksi di luar pengadilan di Indonesia,
dapat dilakukan dengan cara Arbitrase
ataupun Alternatif Penyelesaian Sengketa
sesuai dengan UU 30 Tahun 1999 pada
pasal 1 angka 10, yang bunyinya: Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli, sedangkan khusus untuk bidang jasa
konstruksi UU No 18 Tahun 1999 jo PP 29
tahun
2000
menyatakan
bahwa
penyelesaian sengketa sesuai pasal 49
PERAN PENILAI AHLI DALAM PENANGAN KEGAGALAN BANGUNAN (Sarwono Hardjomuljadi)
dapat dilakukan dengan mediasi, konsiliasi
dan dapat dibantu oleh penilai ahli.
Dalam hal terjadi kegagalan pekerjaan
konstruksi sesuai definisi pada PP No 29
tahun 2000 pasal 31, tugas Penilai Ahli
adalah membantu mediator dan/atau
konsiliator jika diperlukan dan diminta oleh
para pihak.
Pelaku utama penyelesai permasalahan
kegagalan pekerjaan konstruksi adalah
mediator dan/atau konsiliator dan/atau
cara lain yang diatur dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Mediator dan Konsiliator dalam bidang jasa
konstruksi harus mempunyai sertifkat
keahlian (SKA) dalam bidang keahlian
tertentu sesuai PP 29 Tahun 2000 Pasal 50
dan Pasal 51.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor
30 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
DAFTAR PUSTAKA
Garner, Brian A.: Black’s Law Dictionary,
West Group, Seventh Edition , 1999
Hardjomuljadi, Sarwono: Future of Dispute
Board in The ASEAN Region, Regulation and
Culture in Indonesia, Dispute Resolution
Board
Foundation
(DRBF)
World
Conference, May 17-18, 2014, Singapore
Lukman Ali et al : Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka,
Jakarta, 1994
Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Nomor
29
Tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor
18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
13 | K o n s t r u k s i a
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG
Deden Matri Wirabakti1, Rahman Abdullah2, Andi Maddeppungeng2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Agung Tirtayasa
1PenelitiUtama, 2Mentor
ABSTRAK : Pemerintah Yang besar dari kawasan tangerang yang terdiri dari kabupaten tangerang , kota
tangerang , dan kota tangerang selatan . Pertumbuhan gedung dan industri konstruksi bangunan yang
sangat tinggi dan meningkat dari waktu ke waktu .Ada beberapa kendala juga ditemukan di sepanjang
bangunan proces yang dihasilkan akibat keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan yang sesuai
dengan jadwal dalam dokumen kontrak. Beberapa masalah telah diidentifikasi sebagai penyebab itu yakni
masalah keuangan, tenaga kerja keterampilan, bahan bangunan perangkat pasir lingkungan, dan
manajemen isu.Penelitian ini bertujuan menelaah beberapa faktor yang menunda incompletion causethe
dari proyek tersebut, mencari peringkat urutan setiap faktor dan mencari faktor utama mempengaruhi
penundaan selesainya pengerjaan di wilayah studi. Studi ini menggunakan metode anon-probability
purposive sampling , dan satu set pertanyaan nairedistributed kepada 10 perusahaan kontraktor .Analisis
deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan hubungan variabel. Sebagai temuan utama, ada faktor
terbesar berdasarkan nilai dari data berarti.Fisrtly, pengiriman penundaan dari bahan bangunan, 2
terbatas ketersediaan bahan bangunan di pasar, 3 isthe kekurangan pasokan oflabor, 4 adalah tingginya
intensityof hujan, 6 adalah kurangnya tenaga kerja kehadiran, 6 dan faktor ke-7 adalah kurangnya buruh
membunuh dan disiplin, 8 adalah faktor komunikasi antara perusahaan kontraktor dan pemilik 9 adalah
miss komunikasi antara pekerja badan penasihat, andit dan las faktor adalah uncomplet desain dengan
arsitek atau penata. Asosiasi antara kisaran penundaan 10 dan faktor yang menunjukkan keterampilan
tenaga kerja dan tingginya intensitas curah hujan sebagai faktor penting yang menyebabkan
keterlambatan penyelesaian proyek .
Kata Kunci : delay factors of completion the project, building cosntion industry, the association between
variables,
ABSTRACT : The Great of Tangerang area consist of Tangerang County, City of Tangerang, and City of
South Tangerang. The gowth of building and construction industries was very high and increase from time
to time. There are some constrains also found along building proces which are resulting the delays in the
completion of the building project based on schedule in contract document. Some of the problems were
identified as a cause of it such as financial problems, labor skills, building material sand equipment,
environment, and management issues. This study aims to analyze some factors that causethe delay
incompletion of the project, looking for a rank order of each factor and look for the main factors affecting
the delay completion of the project in the study areas. This study used anon-probability purposive sampling
method, and a set of question nairedistributed to10 contractors compnanies. The descriptive analysis used
to explain the association of variables. As the main findings, there are greatest factors based on the value of
the data mean. Fisrtly, the delivery delay of building materials, 2nd is limited availability of building
materials in the market, 3rd isthe lack oflabor supply, 4th is the high intensityof rain, 6th is lack of labor
attendance, 6th and 7th factor are the lack of labors kills and discipline, 8th factor is communication between
contractor company and the owner, 9th is the poor communication between workers agency andit
counselors, and the las factor is uncomplet design by the architect or planners. The association between the
levels of delay and the 10 factors show that the labor skills and the high intensity of rain as significant
factors caused the delay of the completion of the project.
Keywords: delayfactors of completion the project, building cosntion industry, the association between
variables,
15 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Tangerang meliputi Tangerang
Kota,
Tangerang
Kabupaten,
dan
Tangerang Selatan merupakan kota yang
terus
berkembang
dengan
tingkat
pembangunan
yang
tidak
pernah
menunjukan
angka
penurunan.
Perkembangan
pembangunan
yang
semakin meningkat melahirkan pesatnya
perkembangan perusahaan jasa yang
bergerak di bidang konstruksi. Pada
kenyataannya
pelaksanaan
proyek
konstruksi selalu mengalami kendala yang
mengakibatkan
keterlambatan
penyelesaian pekerjaan, sehingga waktu
penyelesaian pekerjaan tidak sesuai
dengan yang telah ditetepkan pada
dokumen kontrak pekerjaan.
Pekerjaan yang mengalami masalah dan
menyebabkan
keterlambatan
akan
mengakibatkan kerugian baik moril
ataupun material. Berbagai cara dilakukan
guna
menghindari
masalah
yang
mengakibatkan
keterlambatan
dan
kerugian.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang menjadi
penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi,
dengan
memperkecil
keterlambatan
maka
membantu
memajukan
pembangunan
Negara
Republik Indonesia.
Rumusan Masalah
Latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka masalah yang akan diteliti adalah
1. Faktor – faktor apa saja penyebab
keterlambatan
pekerjaaan
proyek
konstruksi.
2. Bagaimana solusi dari masalah dengan
memproses dan menyimpulkan data
yang didapat.
Lokasi Studi
Proyek konstruksi bangunan gedung yang
ada di Daerah Tangerang meliputi
Tangerang Kota, Tangerang Kabubaten,
dan Tangerang Selatan pada Tahun 2012.
16 | K o n s t r u k s i a
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi dan menganalisis faktor –
faktor
penyebab
keterlambatan
penyelesaian proyek, mencari urutan
rangking dari tiap faktor dan mencari
faktor utama yang memepengaruhi
keterlambatan penyelesaian proyek di
Daerah Tangerang.
Batasan Masalah
Dalam Penulisan Tugas Akhir ini, proyek
yang ditinjau yaitu proyek konstruksi
bangunan gedung yang ada di Daerah
Tangerang pada tahun 2012, Agar
penulisan
Tugas
Akhir
ini
tidak
menyimpang dari tujuan awal penulisan
maka dilakukan pembatasan penelitian ini
yaitu:
1. Studi kasus terletak di Daerah
Tangerang meliputi Tangerang Kota,
Tangerang Kabupaten, dan Tangerang
Selatan, yaitu proyek konstruksi pada
tahun 2012.
2. Proyek yang diteliti adalah jenis proyek
pembangunan
gedung:
bangunan
gedung rendah, bangunan gedung
sedang, dan bangunan gedung tinggi.
3. Faktor – faktor yang diteliti adalah yang
berkaitan langsung dengan penyebab
keterlambatan penyelesaian proyek.
4. Metode pengumpulan data dengan cara
Kuesioner.
5. Analisis data dengan cara pemprograan
computer SPSS for windows.
TinjauanPustaka&KajianTeori
Penelitian tentang studi keterlambatan
proyek konstruksi sudah pernah dilakukan.
Berikut ini ditampilkan perbandingan
penelitian lain:
Leonda (2008) melakukan penelitian tugas
akhir tentang Studi Keterlambatan
Penyelesaian Proyek Konstruksi Pada
Tahun 2007 Di Daerah Belitung.
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
Majid dan McCaffer (1998) melakukan
Penelitian tentang Factor Of NonExxcusable Delay That Influence
Contraktors’ Performance.
1. Proyek Konstruksi
Soeharto (1995), kegiatan proyek dapat
diartikan sebagai satu kegiatan sementara
yang berlangsung dalam jangka waktu
terbatas, dengan alokasi sumber daya
tertentu
dan
dimaksudkan
untuk
melaksanakan tugas yang sasarannya telah
digariskan dengan jelas.
2. Manajemen Konstruksi
Dipohusodo
(1996),
manajemen
merupakan proses terpadu dimana
individu-individu sebagai bagian dari
organisasi diliatkan untuk memelihara,
mengembangkan, mengendalikan, dan
menjalankan
program-program,yang
semuanya diarahkan pada sasaran yang
telah ditetapkan dan berlangsung menerus
seiring dengan berjalannya waktu.
3. Keterlambatan Proyek
Kusjadmikahadi (dalam Leonda 2008)
bahwa, keterlambatan proyek konstruksi
berarti bertambahnya waktu pelaksanaan
penyelesaian
proyek
yang
telah
direncanakan dan tercantum dalam
dokumen kontrak.
Praboyo
(1999),
keterlambatan
pelaksanaan proyek umumnya selalu
menimbulkan akibat yang merugikan bagi
pemilik maupun kontraktor karena
dampak keterlambatan adalah konflik dan
perdebatan tentang apa dan siapa yang
menjadi penyebab, juga tuntutan waktu,
dan biaya tambah.
d.
e.
f.
g.
2.
3.
4.
4. Penyebab Keterlambatan Proyek
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keterlambatan waktu pelaksanaan proyek
konstruksi adalah:
5.
1. Tenaga Kerja
a. Kurangnya keahlian tenaga kerja
b. Kurangnya kedisiplinan tenaga kerja
c. Kurangnya motivasi kerja para
pekerja
6.
Kurangnya kehadiran tenaga kerja
Kurangnya ketersediaan tenaga kerja
Penggantian tenaga kerja baru
Buruknya Komunikasi antara tenaga
kerja dan badan pembimbing
Bahan
a. Keterlambatan pengiriman bahan
b. Ketersediaan bahan terbatas di
pasaran
c. Kualitas bahan jelek
d. Kelangkaan
material
yang
dibutuhkan
e. Adanya Perubahan material oleh
owner
f. Kerusakan
bahan
di
tempat
penyimpanan
Karakteristik tempat
a. Keadaan
permukaan
dan
di
permukaan bawah tanah
b. Tanggapan dari lingkungan sekitar
proyek
c. Karakter fisik bangunan sekitar
proyek
d. Tempat
penyimpanan
bahan/material
e. Akses kelokasi proyek yang sulit
f. Kebutuhan ruang kerja yang kurang
g. Lokasi proyek yang jauh dari pusat
kota/pusat distribusi peralatan dan
material
Manajerial
a. Pengawasan proyek
b. Kualitas pengontrolan pekerjaan
c. Pengalaman manajer lapangan
d. Perhitungan kebutuhan
e. Komunikasi antara konsultan dan
kontraktor
f. Komunikasi antara kontraktor dan
pemilik
g. Kesalahan manejemen material dan
peralatan
Peralatan
a. Ketersediaan peralatan
b. Kerusakanperalatan
c. Kualitas peralatan yang buruk
d. Produktifitas peralatan
Keuangan
a. Pembayaran dari
b. Harga bahan/material yang mahal
c. Alokasi dana yang tidak cukup
17 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
d. Telatnya pembayaran kepada pekerja
7. Fisik Bangunan
a. Luas wilayah
b. Jumlah unit
c. Jumlah lantai
8. Design
a. Perubahan design oleh pemilik
b. Kesalahan design oleh perencana
c. Ketidak lengkapan gambar design
d. Keterlambatan pemberian detail
gambar
e. Kerumitan design
9. cuaca
a. Intensitas (curah) hujan)
b. Cuaca panas
c. Cuaca yang berubah-ubah
10.
Kejadian yang tidak terduga
a. Kerusuhan
b. Bencana alam
c. Pemogokan buruh
d. Kecelakaan
11.
Kebijakan pemerintah
a. Kenaikan BBM
b. Nilai tukar mata uang
MetodePenelitian
Studi keterlambatan proyek konstruksi
inidilakukan metode penelitian untuk
mengarahkan pembahasan studi secara
terstruktur
mulai
dari
penelitian
pendahuluan,
penemuan
masalah,
pengamatan, pengumpulan data baik dari
referensi tertulis maupun observasi
langsung
dilapangan,
melakukan
pengolahan dan interpretasi data sampai
penarikan kesimpulan atas permasalahan
yang diteliti.
1. Metode Pengumpulan Data
 Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer merupakan data
yang diperoleh langsung berhubungan
dengan responden. Kuesioner digunakan
sebagai alat pengumpulan data.
 Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder berupa data
yang diperoleh dari referensi tertentu atau
literature – literature yang berkaitan
18 | K o n s t r u k s i a
dengan keterlambatan. Pengumpulan data
sekunder bertujuan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah
proyek bangunan gedung yang terdaftar
oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
di daerah tangerang, meliputi Kota
Tangerang, KabupatenTangerang, dan
Tangerang Selatan pada tahun 2012.
penelitian
ini
pengambilan
sampel
menggunakan sistem non probability
purposive sampling, pemilihan metode ini
dikarenakan data jumlah populasi yang
diperoleh dari BPPT tidak sesuai dengan
jumlah populasi yang ada dilapangan, biaya
sedikit, dan populasi menempati daerah
yang sangat luas.
Sampel dalam penelitian ini adalah proyek
pembangunan gedung swasta maupun
pemerintah, meliputi bangunan gedung
rendah, bangunan gedung sedang, dan
bangunan gedung tinggi yang selesai atau
pernah dibangun pada tahun 2012 yang
memiliki manajemen yang jelas di lokasi
proyek.
responden dalam penelitian ini adalah
kontraktor swasta maupun pemerintah
yang terkait dengan proyek yang sedang
berlangsung, dan dalam satu proyek
bangunan gedung yang kontraktornya
menjadi responden akan diberikan satu
kuesioner yang diisi oleh project manager,
site manager, engineer, atau pihak yang
mengetahui seluk beluk proyek dan
dipercaya untuk mengisi kuesioner.
Daftar
pertanyaan
atau
kuesioner
dibagikan kepada responden untuk diisi
dengan mendatangi langsung responden
serta memberikan penjelasan tentang halhal yang berkaitan dengan penelitian, dan
pengisian kuesioner didampingi langsung
oleh peneliti.
3. Pengolahan Data Penelitian
Setelah seluruh data yang diperoleh
melalui kuesioner terkumpul, data yang
terkumpul masih bersifat kualitatif maka
perlu dikuantitatifkan dengan memberikan
nilai / skor pada masing-masing variabel,
adapun nilai / skor sebagai berikut:
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
1. Untuk jawaban tidak berpengaruh diberi
skore 1
2. Untuk jawaban agak berpengaruh
diberikan skor 2
3. Untuk jawaban berpengaruh diberikan
skor 3
4. Untuk jawaban sangat berpengaruh
diberikan skor 4
Setelah data dikuantitatifkan, selanjutnya
data dianalisa menggunakan metode
kuantitatif,
menggunakan
SPSS
for
windows, untuk mencari seberapa besar
pengaruh faktor-faktor yang diberikan
terhadap keterlambatan proyek konstruksi
bangunan gedung, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dan paling menentukan
berdasarkan urutan rangking dalam setiap
penilaian dari masing-masing responden.
1. Analisis Rangking
Metode analisis ini berguna untuk
menentukan rangking para responden dan
memberikan prioritas terhadap variabel
studi. Maka data yang diperoleh dianalisis
dengan mean rank atau nilai rata-rata yang
akan digunakan untuk menentukan faktorfaktor
yang
berpengaruh
dalam
keterlambatan
proyek
konstruksi
bangunan gedung.
Mean rank atau nilai rata-rata didapat
dengan menjumlahkan data seluruh
individu dalam kelompok, kemudian dibagi
jumlah individu yang ada pada kelompok
tersebut.
……………………….(1)
Dimana:
Me = nilai rata-rata (mean)
N = jumlah responden
Xi = frekuensi (i) yang diberikan
responden
i
= kategori index responden (i=1,2,3,…)
X1 =
frekuensi
jawaban
“tidak
berpengaruh”
X2 =
freuensi
jawaban
“agak
berpengaruh”
X3 = frekuensi jawaban “berpengaruh”
X4 =
frekuensi
jawaban
“sangat
berpengaruh”
…………………..(2)
Dimana :
= standar deviasi
= nilai rata-rata
xi = titik tengah interval i
Xi = frekuensi (i) yang diberikan
responden
i
= kategori index responden (i=1,2,3,…)
X1 =
frekuensi
jawaban
“tidak
berpengaruh”
X2 =
freuensi
jawaban
“agak
berpengaruh”
X3 = frekuensi jawaban “berpengaruh”
X4 =
frekuensi
jawaban
“sangat
berpengaruh”
Dari hasil data perhitungan nilai rata-rata
(mean) dapat ditentukan dari masingmasing faktor dengan cara mengurutkan
dari nilai rata-rata yang paling tinggi
sebagai rangking pertama. Apabila ada
faktor yang memiliki nilai rata-rata sama
maka dibandingkan kembali dengan nilai
standar deviasi dengan faktor yang nilai
standar deviasi yang paling rendah sebagai
peringkat pertama.
2. Korelasi Jenjang Spearman
Fitri et.al (2012) Motode analisis korelasi
jenjang
spearman
berguna
untuk
mengetahui hubungan antara variabel
bebas
dan
variabel
terikat
yang
mengandung unsur pemeringkatan atau
terkait dengan urutan data.
Formula
yang
diterapkan
untuk
menentukan nilai korelasinya adalah:
……….……………..(3)
Dimana:
= nilai koefiensi korelasi spearman
D
= perbedaan atau selisih peringkat
antara variabel bebas dan variabel
terikat
n
= jumlah sampel
1 dan 6 = konstanta
19 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
3. Uji Reliabilitas
Trihendradi (2012) instrument sebuah
kuesioner harus andal. Andal berati
instrument tersebut menghasilkan ukuran
yang konsisten apabila digunakan untuk
mengukur
berulangkali.
Instrument
kuesioner dinyatakan andal apabila
memiliki nilai alpha Cronbach> dari 0.6.
2
 k    b 
r11  
1


 ……….……….(4)
Vt 2 
 k  1 
Dimana:
r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan atau
banyaknya soal
2
 b = jumlah varian butir/item
= varian total
Vt 2
Kriteria suatu instrumen penelitian
dikatakan reliabel dengan menggunakan
teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) >
0,6.
Flowchart
Penelitian
Mulai
StudiPustaka
Pengumpulan Data
Primer Dan Sekunder
Pengolahan Data
DenganMotode SPSS
AnalisisHasilPengujian Data
Kesimpulan Dan
Selesai
Gambar 1. Flowchart Penelitian
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Hasil dan Pembahasan
1. Pelaksanaan Penyebaran Kuesioner
Pelaksanaan penyebaran kuesioner oleh
peneliti dilakukan selama kurang lebih satu
bulan yaitu selama bulan januari 2013,
dalam pelaksanaan penyebaran kuesioner
peneliti
melakukan
pengumpulan
informasi dan melaksanakan survey
terlebih dahulu guna mencari tempat
proyek pembangunan gedung yang sesuai
dengan kriteria sebagai responden yang
ada di Daerah Tangerang. Peneliti
mendapatkan 10 responden yang sesuai
dengan kriteria.
20 | K o n s t r u k s i a
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
Hambatan yang sering terjadi dalam
pelaksanaan penyebaran kuesioner adalah
kesibukan para responden sehingga sulitan
dalam meluangkan waktu untuk mengisi
kuesioner penelitian ini.
Kesepuluh responden memiliki pandangan
yang berbeda-beda tentang penelitian ini,
dari kesepuluh responden hanya ada
empat yang memiliki sikap baik tentang
penelitian ini, karena adanya pertanyaanpertanyaan yang berkaitan tentang
penelitian ini dari para responden kepada
peneliti, dan pada saat menjawab poin
pertanyaan tak lupa dengan memberikan
bukti dan tidak hanya asal menjawab, dan
enam responden lainnya besikap biasa saja
hanya menjawab poin pertanyaan tanpa
memberikan bukti guna menguatkan
jawaban mereka.
2. Analisis Responden
Data hasil pengisian kuesioner dari
responden dapat dilihat dari pembahasan
dibawah yaitu:
a. Letak Proyek
b. Jenis Proyek Bangunan Responden
Gambar 3. Data Jenis Bangunan Proyek
Responden
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 3 menunjukan jenis proyek
responden yang berpartisipasi dalam
pengisian
kuesioner.
Jenis
proyek
responden adalah sebanyak 70% (7
responden) proyek responden adalah jenis
proyek
pembangunan
apartemen,
sebanyak 10% (1 responden) proyek
responden
adalah
jenis
proyek
pembangunan Hotel, dan 20% (2
responden) proyek responden adalah jenis
royek pembangunan bangunan komersial.
c. Nilai Proyek
10%
10% 10% Nilai Proyek Rp 20.504.494.824
10%
10%
10%
10%
10%
10%
Gambar 2. Data Letak Proyek Responden
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 2 menunjukan letak proyek
responden yang berpartisipasi dalam
pengisian kuesioner. Penyebaran letak
proyek dalam penelitian ini adalah
sebanyak 50% (5 responden) proyek
responden
dari
Kota
Tangerang,
Kabupaten Tangerang sebanyak 40% (4
responden), dan Tangerang Selatan
sebanyak 10% (1 responden)
10%
Rp 27.000.000.000
Rp 54.950.000.000
Rp 58.000.000.000
Rp 92.000.000.000
Rp 149.000.000.000
Rp 100.000.000.000
Rp 131.000.000.000
Gambar 4. Nilai Proyek
Sumber : Hasil Analisis, 2013
d. Jenis Kontrak
Jenis Kontrak
10%
90%
Lumpsum
SAP
Gambar 5. Jenis kontrak
Sumber : Hasil Analisis, 2013
21 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gambar 5 menunjukan bahwa jenis proyek
konstruksi yang sedang dilaksanakan oleh
responden adalah 90% (9 responden)
dengan jenis kontrak Lumsum, dan 10% (1
responden) dengan jenis kontrak SAP.
f. Persentasi Kenaikan
Keterlambatan
Biaya
Akibat
e. Persentasi keterlambatan
Gambar 7. Kenaikan Biaya Akibat
Keterlambatan
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar. 6. Persentasi keterlambatan
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar
6 menunjukan persentasi
keterlambatan yang terjadi pada proyek
konstruksi bangunan gedung yang sedang
dilaksanakan oleh responden adalah 20%
(2
responden)
untuk
persentasi
keterlambatan sebesar 1% , 10% (1
responden)
untuk
persentasi
keterlambatan sebesar 1.67%, , 10% (1
responden)
untuk
persentasi
keterlambatan sebesar 1.9%, 10% (1
responden)
untuk
persentasi
keterlambatan sebesar 5%, , 10% (1
responden)
untuk
persentasi
keterlambatan sebesar 9%, , 10% (1
responde) untuk persentasi keterlambatan
sebesar 12%, 20% (2 responden) untuk
persentasi keterlambatan sebesar 15%, ,
dan 10% (1 responden) untuk persentasi
keterlambatan sebesar 17.7535%.
Gambar 7 menunjukan besarnya persentasi
kenaikan biaya yang terjadi akibat
keterlambatan yang terjadi pada royek
konstruksi bangunan gedung sebesar 30%
(3 responden) untuk persentase kenaikan
biaya sebesar 1%, 10% (1 responden)
untuk persentase kenaikan biaya sebesar
2%, 20% (2 responden) untuk persentase
kenaikan biaya sebesar 5%, 10% (1
responden) untuk persentase kenaikan
biaya sebesar 25%, dan 30% (3
responden) untuk proyek yang belum bisa
menghitung persentasi keterlambatan, hal
ini disebabkan oleh proyek yang baru
beberapa bulan berjalan dan belum bisa
memprediksi dengan pasti persentasi
kenaikan biaya yang terjadi.
g. Jabatan Responden Dalam Proyek
Gambar 8. Jabatan Responden Dalam
Proyek
Sumber : Hasil Analisis, 2013
22 | K o n s t r u k s i a
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
Gambar 8 menunjukan jabatan responden
pada proyek yang dikerjakan adalah 20%
(2 responden) menjabat sebagai project
manager, 20% (2 responden) menjabat
sebagai site manager, 40% (4 responden)
menjabat sebagai site engineer, 10% (1
responden) menjabat sebagai quality
control, dan 10% (1 responden) menjabat
sebagai Administrasi kontrak.
h. Pengalaman Kerja Di Proyek
Pengalaman Kerja Responden
10%
10%
20%
4 tahun
10%
20%
10%
2 tahun
20%
5 tahun
7 tahun
14 tahun
Gambar 9. Pengalaman Kerja Responden
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 9 menunjukan pengalaman kerja
dalam proyek konstruksi, sebanyak 20% (2
responden) memiliki pengalaman proyek
selama 2 tahun, 20% (2 responden)
memiliki pengalaman proyek selama 4
tahun, 20 % (2 responden) memiliki
pengalaman proyek selama 5 tahun, 10%
(1 responden) memiliki pengalaman
proyek selama 7 tahun, 10% (1 responden)
memiliki pengalaman proyek selama 14
tahun, 10% (1 responden) memiliki
pengalaman proyek selama 18 tahun, 10%
(1 responden) memiliki pengalaman
proyek selama 18 tahun.
i. Pendidikan Terakhir Responden
Gambar 10. Pendidikan Terakhir
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 10 menunjukan pendidikan
terakhir responden adalah sebanyak 80%
(8 responden) memiliki pendidikan
terakhir S1, dan 20% (2 responden)
memiliki pendidikan terakhir SMA.
3. Hasil Penelitian
Hasil pengisian kuesioner oleh responden,
maka
didapat
data
mengenai
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan gedung, untuk memperoleh
rangking dari faktor-faktor keterlambatan
akan diolah menggunakan SPSS for
windows menggunakan analisis descriptive
untuk mencari nilai tingkat rata-rata
masing-masing
faktor
penyebab
keterlambatan, hasil yang diperoleh dari
analisis ini menggunakan SPSS for windows.
4. Pembahasan
Setelah diolah dan didapatkan nilai meam
ranknya maka setiap faktor dapat
dirangking berdasarkan nilai mean rank
dan standar deviasinya.
a. Analisis Rangking Secara Keseluruhan
Analisis rangking secara keseluruhan
memperlihatkan hasil secara umum
peringkat
semua
faktor-faktor
keterlambatan yang penyelesaian proyek
konstruksi bangunan gedung di Daerah
Tangerang yang dilaksanakan pada tahun
2012.
b. Analisis Rangking 10 (sepuluh)
Terbesar
Analisis rangking 10 (sepuluh) terbesar
menunjukan peringkat 10 (sepuluh)
terbesar faktor penyebab keterambatan
proyek bangunan gedung pada tahun 2012
di Daerah Tangerang.
23 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Tabel 3. Rangking Faktor Sepuluh Terbesar Secara Keseluruhan
No
Faktor Keterlambatan
Mean
Std.
Deviation
Rank
1
keterlambatan pengiriman bahan
3.20
0.63246
1
2
ketersediaan bahan terbatas di pasaran
3.00
1.05409
2
3
kurangnya ketersediaan tenaga kerja
3.00
1.24722
3
4
curah (intensitas) hujan
2.70
0.82327
4
5
kurangnya kehadiran tenaga kerja
2.70
1.05935
5
6
kurangnya kedisiplinan tenaga kerja
2.60
0.69921
6
7
kurangnya keahlian tenaga kerja
2.60
0.84327
7
8
komunikasi antara kontraktor dan owner
2.60
1.26491
8
2.50
1.08012
9
2.50
1.2693
10
9
buruknya komunikasi antara tenaga kerja dan
badan pembimbing
kesalahan design oleh perencana
10
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Tabel 3 menunjukan 10 (sepuluh) faktor
terbesar
yang
mempengaruhi
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang pada tahun 2012.
Faktor
keterlambatan
pengiriman
bahan/material menjadi faktor utama
yang menyebabkan keterlambatan proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah
tangerang,
keterlambatan
pengiriman bahan/material dapat terjadi
akibat lalulintas menuju lokasi proyek
merupakan daerah yang ramai dan rawan
kemacetan.
Faktor ketersediaan bahan terbatas di
pasaran menjadi faktor kedua yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah Tangerang. Ketrsediaan bahan
terbatas di pasaran bisa di akibatkan oleh
banyaknya proyek lain di daerah yang
sama menyebabkan permintaan bahan
menjadi sangat banyak.
Faktor kurangnya ketersediaan tenaga
kerja menjadi faktor ketiga yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah
Tangerang.
Kurangnya
ketersediaan
tenaga
kerja
dapat
disebabkan oleh banyaknya jumlah proyek
lain yang di daerah yang sama
menyebabkan tenaga kerja yang ada di
24 | K o n s t r u k s i a
sekitar proyek terbatas karena telah
banyak bekerja di proyek lain.
Faktor curah (intensitas) hujan menjadi
faktor keempat ketiga yang menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang. Curah (intensitas) hujan yang
terjadi saat proyek sedang berlangsung
dapat berakibat tertundanya sebagian
pekerjaan.
Faktor kurangnya kehadiran tenaga kerja
menjadi faktor kelima yang menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang. Kurangnya kehadiran tenaga
kerja maksudnya adalah para pekerja baik
para pekerja kantor ataupun tukang yang
sering membolos atau sering tidak ada
ditempat saat jam kerja, hal ini dapat
menyebabkan tidak maksimalnya kinerja
para pekerja yang menyebabkan adanya
pekerjaan yang tertunda.ha ini dapat
disebabkan oleh tidak adanya control
kepada para pekerja dan sangsi yang tegas
tentang kehadiran.
Faktor kurangnya kedisiplinan tenaga
kerja menjadi faktor keenam yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah
Tangerang.
Kurangnya
kedisiplinan
dimaksudkan
adalah
kurangnya ketaatan tenaga kerja dalam
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
mematuhi peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan
oleh
pihak
kontraktor
khususnya pihak K3L. seperti merokok,
makan, dan minum saat bekerja,
membuang sampah atau puntung rokok
sembarangan
saat
bekerja,
tidak
menggunakan peralatan safety dengan
lengkap dan benar, hal ini dapat
menyebabkan
keterlambatan
karena
menambah pekerjaan untuk pembersihan
sampah-sampah dan sisa-sisa puntung
rokok sebelum mengerjakan pengecoran,
dan tidak menggunakan peralatan safety
dengan lengkap dan benar dapat
mengakibatkan
tingginya
angka
kecelakaan. Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya penyuluhan, peringatan dan
pengawasan dari pihak kontraktor.
Faktor kurangnya keahlian tenaga kerja
menjadi faktor ketujuh yang menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang. Kurangnya tenaga kerja yang
memiliki keahlian / keterampilan yang
kurang dalam bidang pekerjaan konstruksi
seperti pemasangan bekisting yang kurang
rapih
yang
dapat
mengakibatkan
buruknya
hasil
pengecoran
beton,
pabrikasi baja yang kurang benar
pemasangannya, atau tenaga kerja yang
tidak yang ada tidak sesuai dengan
keriteria yang ditentukan.
Faktor komunikasi antara kontraktor dan
owner menjadi faktor kedelapan yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah Tangerang. Komunikasi antara
kontraktor dan owner bisa menjadi
masalah apabila komunikasi antara
keduanya kurang, hal ini menyebabkan
sering
terjadi
kesalahan
pahaman
keinginan owner dengan hasil pekerjaan
yang dikerjaakan kontraktor.
Faktor buruknya komunikasi antara
pekerja dengan badan pembimbing
menjadi
faktor
kesembilan
yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah Tangerang. Komunikasi yang
buruk
antarapekerja
dan
badan
pembimbing dapat terjadi karena badan
pembimbing menyepelekan para pekerja
membiarkan pekerja bekerja tanpa ada
arahan yang jelas dan akan menyebabkan
kesalahan pahaman dalam pekerjaan
antara keinginan kontraktor dengan hasil
pekerjaan para pekerja.
Faktor kesalahan design oleh perencana
menjadi
faktor
kesepuluh
yang
menyebabkan
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah Tangerang. Kesalahan design oleh
perencana bisa terjadi akibat perencana
yang tidak professional dalam bekerja,
atau akibat seringnya penggantian design
oleh owner. Hal ini dapat menyebabkan
kesalahan fatal dalam pembangunan
proyek yang sedang dilaksanakan.
c. Analisis Korelasi Jenjang Spearman
Setelah
memperoleh
rangking
10
(sepuluh) terbesar dari faktor-faktor
penyebab keterlambatan, selanjutnya
dilakukan Analisis korelasi jenjang
Spearman terhadap 10 (sepuluh) faktor
terbesar tersebut, yang akan akan
dikorelasikan
dengan
persentase
keterlambatan yang terjadi pada setiap
proyek responden untuk melihat apakah
ada hubungan antara 10 (sepuluh) faktor
terbesar dengan persentase keterlambatan
yang terjadi. Data dianalisis korelasi jejang
Spearman mengunakan SPSS for windows.
Hasil korelasi jenjang Spearman antara 10
(sepuluh) faktor terbesar yang paling
mempengaruhi keterlambatan proyek
dapat dilihat di bawah:
25 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi Jenjang Spearman Antara Sepuluh Faktor Terbesar Dengan
Persentae Keterlambatan.
Spearman's rho
PK
FB1
FB2
FTK5
FC1
FTK4
FTK2
FTK1
FM6
FTK7
FD2
PK
Correlation
Coefficient
1.000
FB1
Correlation
Coefficient
0.084
1.000
FB2
Correlation
Coefficient
0.035
0.349
1.000
FTK5
Correlation
Coefficient
-0.065
0.041
0.324
1.000
FC1
Correlation
Coefficient
-0.003
0.012
0.061
.747*
1.000
FTK4
Correlation
Coefficient
0.429
0.343
0.338
0.507
0.434
1.000
FTK2
Correlation
Coefficient
0.305
0.270
0.389
0.495
0.572
.857**
1.000
FTK1
Correlation
Coefficient
0.521
0.098
0.083
0.401
0.341
.845**
.754*
1.000
FM6
Correlation
Coefficient
0.025
0.209
0.376
0.527
0.619
.757*
.817**
0.497
1.000
FTK7
Correlation
Coefficient
-0.204
0.250
0.030
0.497
0.184
0.178
0.197
0.129
0.019
1.000
FD2
Correlation
Coefficient
0.418
0.401
0.380
0.131
0.095
0.557
.638*
0.379
0.481
0.055
1.000
Total
Correlation
Coefficient
.832**
0.247
0.210
0.323
0.358
.800**
.766**
.796**
0.486
0.013
0.630
Total
1.000
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Dimana:
PK
= Persentasi Keterlambatan
FB1
= Keterlambatan
pengiriman bahan
FB2 = Ketersediaan bahan terbatas di
pasaran
FTK5 = Kurangnya ketersediaan tenaga
kerja
FC1 = Curah (intensitas) hujan
FTK4 = Kurangnya kehadiran tenaga
kerja
FTK2 = Kurangnya kedisiplinan tenaga
kerja
FTK1 = Kurangnya keahlian tenaga kerja
FM6 = Komunikasi antara kontraktor
dan owner
FTK7 = Buruknya komunikasi antara
pekerja dengan badan pembimbing
FD2 = Kesalahan design oleh perencana
Total = Jumlah total 10 faktor
keterlambatan dan persentasi
keterlambatan
26 | K o n s t r u k s i a
Tabel 5 menunjukan hasil analisis
korelasi jenjang Spearman antara 10
(sepuluh)
faktor
terbesar
dengan
persentase keterlambatan dimana analisis
korelasi jenjang Spearman menggunakan
SPSS for windows.
Santoso (2012), koefisien angka korelasi
untuk Spearman berkisar antara 0 (tidak
ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi
sempurna). Sebagai pedoman sederhana
angka korelasi di atas 0,5 menunjukan
korelasi yang cukup kuat, sedangkang di
bawah 0,5 korelasi lemah.
Tanda korelasi Spearman berpengaruh
pada penafsiran hasil. Tanda – (negatif)
pada output menunjukan adanya arah
hubungan berlawanan, sedangkan tanda +
(positif) menunjukan arah hubungan
sama.
Hasil analisis korelasi antara faktor FTK1
(Kurangnya keahlian tenaga kerja)
dengan PK (Persentasi Keterlambatan)
menjadi faktor dengankorelasi terbesar
menghasilkan angka +0.521, karena
+0.521 > 0.5 menunjukan korelasi cukup
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
kuat antara faktor FTK1 (Kurangnya
keahlian tenaga kerja) dengan PK
(Persentasi Keterlambatan), dan tanda +
(positif) menunjukan semakin tinggi
kurangnya keahlian tenaga kerja maka,
semakin
tinggi
pula
persentasi
keterlambatannya.
Hasil analisis korelasi antara faktor FC1
(Curah (intensitas) hujan) dengan PK
(Persentasi Keterlambatan) menghasilkan
angka -0.003, karena -0.003 < 0.5
menunjukan kurang kuatnya korelasi
antara faktor FC1 (Curah (intensitas)
hujan)
dengan
PK
(Persentasi
Keterlambatan),dan tanda – (negative)
menujukan
semakin
tinggi
curah
(intensitas) hujan semakin rendah
persentase keterlambatannya.
Hasil analisis korelasi antara faktor Total
(Jumlah total 10 (sepuluh) faktor
keterlambatan
dan
persentasi
keterlambatan) dengan PK (Persentasi
Keterlambatan) menghasilkan angka +
0.832, karena +0.832 > 0.5 menunjukan
kuatnya korelasi korelasi antara Total
(Jumlah total 10 (sepuluh) faktor
keterlambatan
dan
persentasi
keterlambatan) dengan PK (Persentasi
Keterlambatan), dan tanda + (positif)
menujukan semakin tinggi nilai Total
semakin
tinggi
pula
persentasi
keterlambatannya.
d. Analisis Uji Reabilitas
Setelah dilakukan analisis korelasi pada
10 (sepuluh) terbesar dari faktor-faktor
penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi pembangunan gedung di
Daerah
Tangerang.
Selanjutnya
melakukan analisis uji Reabilitas, analisis
ini bertujuan untuk menguji keandalan
(reliable) instrument kuesiner atau
menguji apakah 10 (sepuluh) faktor
terbesar tersebut menghasilkan ukuran
yang konsisten apabila digunakan untuk
mengukur
berulangkali.
Instrument
kuesioner dinyatakan andal (reliable)
apabila memiliki nilai alpha Cronbach >
0.6.
analisis
uji
reabilitas
ini
menggunakan SPSS for windows.
Hasil analisis menunjukan nilai alpha
cronbach 10 (sepuluh) faktor terbesar
dari
faktor-faktor
penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang sebesar 0.8422, karena 0.8422
> 0.6 maka 10 (sepuluh) faktor terbesar
dari
faktor-faktor
penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi
pembangunan
gedung
di
Daerah
Tangerang instrumentnya andal (reliable)
atau menghasilkan ukuran yang konsisten
apabila digunakan untuk mengukur
berulangkali.
5. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai studi faktor-faktor penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi
bangunan gedung di Daerah Tangerang
meliputi Tangerang Kota, Tangerang
Kabupaten, Dan Tangerang Selatan, dapat
disimpulkan:
a. Berdasarkan
hasil
uji
analisis
descriptive berdasarkan nilai mean
rank diperoleh rangking dari tiap
faktor-faktor penyebab keterlambatan
proyek konstruksi bangunan gedung di
Daerah Tangerang rangking pertama
adalah
factor
keterlambatan
pengiriman bahan dan rangking ketiga
puluh Sembilan adalah factor bencana
alam.
b. Berdasarkan
hasil
uji
anaslisis
descriptive diperoleh 10 (sepuluh)
faktor terbesar berdasarkan nilai mean
rank yaitu: pertama adalah faktor
keterlambatan pengiriman bahan,
kedua adalah ketersediaan bahan
terbatas dipasaran, ketiga adalah,
kurangnya ketersediaan tenaga kerja,
keempat adalah curah (intensitas)
hujan, kelima adalah kurangnya
kehadiran tenaga kerja, keenam
kurangnya kedisiplinan tenaga kerja,
ketujuh adalah kurangnya keahlian
tenaga kerja, kedelapan adalah
komunikasi antara kontraktor dan
owner yang buruk, kesembilan adalah
buruknya komunikasi antara tenaga
kerja
dan
badan
pembimbing,
27 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
kesepuluh adalah kesalahan design
oleh perencaran.
c. Faktor keterlambatan pengiriman
bahan merupakan factor utama
penyebab
keterlambatan
proyek
konstruksi bangunan gedung di Daerah
Tangerang.
d. Berdasarkan hasil korelasi jenjang
Spearman
antara
persentasi
keterlambatan dan 10 (sepuluh) factor
keterlambatan
terbesar
factor
kurangnya keahlian tenaga kerja
memiliki angka korelasi terbesar, dan
factor curah (intensitas hujan memiliki
angka korelasi yang paling rendah.
e. Berdasarkan hasil analisis uji reabilitas
terhadap
10
(sepuluh)
faktor
keterlambatan
terbesar
memiliki
instrument yang andal (reliable) atau
menghasilkan ukuran yang konsisten
apabila digunakan untuk mengukur
berulangkali dengan nilai alpha
cronbach 0.8422 > 0.6.
6. Saran
a. Kepada para kontraktor yang hendak
melaksanakan proyek di Daerah
Tangerang meliputi Tangerang Kota,
Tangerang Kabupaten, Dan Tangerang
Selatan, hendaknya memperhatikan 10
(sepuluh) faktor terbesar penyebab
keterlambatan sehingga 10 (sepuluh)
faktor
penyebab
keterlambatan
tersebut dapat diatasi.
b. Untuk para kontraktor agar lebih teliti
dalam pemilihan pekerja, jangan hanya
mencari para pekerja dengan bayaran
yang murah, tapi harus lebih
mementingkang
kualitas
para
pekerjanya.
c. Untuk para kontraktor agar lebih
meningkatkan kualitas para pengelola
proyek agar lebih dapat memahami
keterlambatan yang terjadi agar setiap
keterlambatan yang terjadi dapat
diketahui penyebabnya dan cepat
diatasi.
d. Untuk penelitian selanjutnya perlu
dilakukan
penambahan
kriteria
28 | K o n s t r u k s i a
responden tidak hanya kontraktor
yang melaksanakan tapi juga MK
(manajemen kontruksi) dan pemilik
proyek (owner), juga penambahan
daerah penelitian disekitar daerah
Tangerang agar mendapatkan hasil
penelitian yang lebih teliti lagi.
e. Untuk penelitian lanjutan dapat
dilakukan analisis 10 (sepuluh) factor
terbesar penyebab keterlambatan
proyek konstruksi bangunan gedung di
Daerah Tangerang lebih teliti lagi
dengan cara mencari keterkaitan
dampaknya terhadap biaya proyek.
DAFTAR PUSTAKA
Abd.Majid
M.Z.
and
Ronald
McCaffer.(2002),
“Factors
of
Non
Excusable
Delays
That
Influence
Contractor's Performance”, Journal of
Construction
Engineering
and
Management, ASCE.
Andi.et al, (2003), On Representing Factors
Influencing Time Performance Of ShopHouse
Construction
In
Surabaya,
Universitas Kristen Petra,
Arikunto,
Suharsimi,
(2006),
ProsedurPenilitianSuatuPendekatanPrakti
k, ed. Rev. IV. Rinekacipta, Yogyakarta.
Dipohusodo.I, (1996), Manajemen Proyek
dan Konstruksi Jilid 1, Kanisius,
Yogyakarta.
Ervianto.Wulfram I, (2005), Manajemen
Proyek
Konstruksi,
Penerbit
Andi,
Yogyakarta.
Kampey Fangky, (2009), Analisis FaktorFaktor Keterlambatan Pada Proyek
bangunan Keairan, Universitas Tadulako,
Palu.
Leonda Gesti, (2008), Studi Keterlambatan
Penyelesaian Proyek Konstruksi Pada
Tahun 2007 Di Daerah Belitung,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
STUDY FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI (Matri – Rahman - Andi)
Lukiastuti. Fitri. Et al, (2012), Statistik
Non Parametris Aplikasi Dalam Bidang
Ekonomi Dan Bisnis, Caps, Yogyakarta.
Makulsawatudom Dan Emsley, (2001),
Factor Affecting The Production Industry in
Thailand: The Craftmen’s Perception,
Universitas Manchester. U.K.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia, nomor 36 tahun 2005 tentang
peraturan pelaksanaan Undang-Undang
nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan
gedung pasal 5 ayat 7.
Proboyo Budiman, (1999), Keterlambatan
Waktu Pelaksanaan Proyek :Klasifikasi
Dan
Peringkat
Dari
PenyebabPenyebabnya, Universitas Kristen Petra,
JawaTimur.
Reksoatmodjo.N.Tedjo, (2009), Statistika
Teknik, Refika Aditama, Bandung.
Santoso.Singgih,
(2012),
Panduan
Lengkap SPSS Versi 20, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Soeharto.I, (1995), Manajemen Proyek
dari Konsep tuak Sampai Operasional,
Erlangga, Jakarta.
Suanda Budi, (2011), 25 Faktor Penyebab
Keterlambatan Proyek, Artikel.
Suyatno, (2010), Analisis Faktor Penyebab
Keterlambatan
penyelesaian
Proyek
Gedung Aplikasi Model Regresi, Universitas
Diponogoro, Semarang.
Trihendradi.C, (2012), Step By Step SPSS
20 Analisis Data Statistik, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Widhiawati.
I.
A.
Rai,
(2009),
AnalisisFaktor-Faktor
Penyebab
Keterlambatan
Pelaksanaan
Proyek
Konstrusi, Universitas Udayana, Bali.
Wiguna.
Of The
Project
Building
I. P. A Dan Scott, (2005), Nature
Critical Risk Factors Affecting
Performance In Indonesian
Contracts, Universitas Newcastle
Upon Tyne, UK.
29 | K o n s t r u k s i a
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
CUTTER SUCTION DREDGER DAN JENIS MATERIAL (PADA PEKERJAAN CAPITAL
DREDGING PEMBANGUNGAN PELABUHAN TELUK LAMONGAN)
Juris Mahendra
Ahli Pengerukan, Freelancer Independent
Email: [email protected]
ABSTRAK : Secara teknis, pengerukan itu adalah merelokasi sedimen bawah air untuk pembangunnan
dan pemeliharaan saluran air, tanggul dan prasarana transportasi laut, serta untuk perbaikan tanah atau
reklamasi. Jadi pada gilirannya nanti, pengerukan itu juga menopang pembangunan dan pengembangan
sosial, ekonomi dan restorasi lingkungan. Pekerjaan pengerukan itu sendiri untuk pembangunan yang
berkelanjutan, seperti proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan pendekatan holistik, artinya
pekerjaan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pekerjaan lainnya dan merupakan satu-kesatuan yang
utuh serta saling keterkaitan. Dengan pemanfaatan yang semakin berkembang, maka tentunya
perkembangan peralatan keruk juga akan menyesuaikan dan mengikuti perkembangan itu dengan
maksud untuk meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomisnya. Maka dibangunlah peralatan keruk
yang sangat spesifik dan berbeda dengan peralatan darat yang menggunakan alat berat. Dan peralatan
ini dapat disebut kapal keruk (Dredger), yang memiliki ukuran yang bervariasi dan beragam jenis. Kapal
Keruk jenis CSD dapat mengeruk berbagai jenis material tanah (kecuali tanah SPT>60), sesuai dengan
kemampuan pompa keruk dan Cutter Head-nya;
Kata Kunci : pengerukan, produktivitas, kapal keruk
ABSTRACT: Technically , dredging it is sedimentary relocate its underwater to pembangunnan and
maintenance of water channel , levee and sea transportation infrastructure , as well as for the soil
improvement or reclaimed .So in turn later , dredging it also upholds development and social development ,
economic and environmental restoration. Dredging work itself to the sustainable development , such as
infrastructure projects that use holistic approach , it means the job cannot be separated by other
occupations and are satu-kesatuan the whole and each other . From the utilization of which keeps growing
, then surely the development of dredging equipment will also adjust and closely follow the developments
that with a view to increasing productivity and their economic value. The dredging equipment was built a
very specific and different land with the equipment that uses heavy equipment .And this equipment can be
called dredgers (dredger ) , having varying size and of various kinds .Dredgers type csd could dredge
various types of material land unless the ground like & gt; 60 ) , in accordance with the ability to pump
dredging and cutter head.
Keyword : dredging, productivity, dredger ship
PENDAHULUAN
Industri Pengerukan masa kini telah
berkembang
pesat
baik
metode
pelaksanaannya,
peralatannya
dan
fungsinya. Yang awalnya hanya untuk
memperdalam alur pelayaran lalu-lintas
kapal laut dan pertambangan Timah, saat
ini berkembang untuk membangun dan
memerbaiki kawasan, dan berbagai bidang
industri lainnya yang juga memerlukan
jasa pengerukan.
URAIAN UMUM
Pengerukan merupakan bagian dari ilmu
Sipil,
yang
memiliki
pengertian
31 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
pemindahan material dari dasar bawah air
dengan menggunakan peralatan keruk
atau setiap kegiatan yang merubah
konfigurasi dasar atau kedalaman perairan
seperti laut, sungai, danau, pantai ataupun
daratan sehingga mencapai elevasi
tertentu dengan menggunakan peralatan
kapal keruk.
Secara teknis, pengerukan itu adalah
merelokasi sedimen bawah air untuk
pembangunnan dan pemeliharaan saluran
air, tanggul dan prasarana transportasi
laut, serta untuk perbaikan tanah atau
reklamasi. Jadi pada gilirannya nanti,
pengerukan
itu
juga
menopang
pembangunan dan pengembangan sosial,
ekonomi dan restorasi lingkungan.
Pekerjaan pengerukan itu sendiri untuk
pembangunan yang berkelanjutan, seperti
proyek-proyek
infrastruktur
yang
menggunakan pendekatan holistik, artinya
pekerjaan tersebut tidak dapat dipisahkan
dengan pekerjaan lainnya dan merupakan
satu-kesatuan yang utuh serta saling
keterkaitan.
Pemanfaatan pengerukan dapat dibagi
atas 2 manfaat, yaitu :
1. Pemanfaatan Material Yang Dikeruk
Material hasil kerukan, dimanfaatkan
sebagai hasil Tambang, seperti pasir
Timah, Emas, Batubara dan lain-lain.
Material hasil kerukan, dimanfaatkan
sebagai
bahan
baku
untuk
reklamasi/timbunan daerah basah,
sehingga menjadi daerah yang siap
dibangun. Seperti pembangunan lahan
kawasan industri, perumahan dan
perbaikan pantai.
2. Pemanfaatan Lokasi Yang Dikeruk
Biasanya untuk lalu-lintas air, suplai
air, pengendalian banjir ataupun
32 | K o n s t r u k s i a
untuk mendirikan konstruksi pada
tanah yang kurang baik daya
dukungnya. Pemanfaatan ini dapat
dibagi atas 2 jenis pekerjaan, yaitu :
 Capital Dredging (Pengerukan
Baru)
Mengeruk pada daerah yang belum
pernah dikeruk, dan biasanya
merupakan material sedimentasi
yang sudah solid.
 Maintenance
Dredging
(Pengerukan Perawatan)
Pengerukan jenis ini dilaksanakan
secara rutin atau berkala, sesuai
dengan kebutuhan penggunaan
area tersebut. Biasanya material
yang dikeruk merupakan material
hasil sedimentasi.
Dengan pemanfaatan yang semakin
berkembang,
maka
tentunya
perkembangan peralatan keruk juga akan
menyesuaikan
dan
mengikuti
perkembangan itu dengan maksud untuk
meningkatkan produktivitas dan nilai
ekonomisnya. Maka dibangunlah peralatan
keruk yang sangat spesifik dan berbeda
dengan
peralatan
darat
yang
menggunakan alat berat. Dan peralatan ini
dapat disebut kapal keruk (Dredger), yang
memiliki ukuran yang bervariasi dan
beragam jenis.
Salah satu jenis kapal keruk yang
mengalami perkembangan yang cukup
pesat adalah CUTTER SUCTION DREDGER.
Kapal keruk yang bisa memotong
materialnya dan menghisap material
untuk dibuang. Kapal ini dapat mengeruk
berbagai macam material dan pada
kedalaman yang bervariasi. Seluruh alur
pelayaran yang menuju pelabuhan di
Indonesia dibuat dengan menggunakan
kapal keruk jenis ini. Terutama pelabuhan
yang
berposisi
di
daerah
sungai/pedalaman. Untuk studi kasus ini
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
pada Proyek Pekerjaan capital dredging
Teluk Lamong Surabaya.
Pada proyek ini, area basin sekitar
dermaga
dilaksanakan
pendalaman
berupa Capital dredging dan material
dibuang ke lokasi pantai yang nantinya
dapat dipergunakan sebagai area terbuka.
Dan tentunya memerlukan waktu yang
lama agar material buangan tersebut dapat
jenuh konsolidasinya. Dalam hal ini, terjadi
permasalahan pada produksi CSD yang
sangat rendah sehingga proyek mengalami
kemunduran waktu penyelesaiannya dan
tentunya memerlukan biaya tambahan.
ANALISA
Proyek Pelabuhan Teluk Lamong yang
berfungsi sebagai Terminal Multipurpose
berlokasi di Surabaya memiliki kapasitas
1,5 juta TEUs dan memiliki kedalaman
pelabuhan
-10,5m
LWS.
Kolam
pelabuhannya dikeruk menggunakan
kapal kerk Jenis CSD dengan ukuran 20”30“.
Zona
3
untuk
Penumpukan/Container Yard.
Volume ±1.600.00M3
Lapangan
Cutter Suction Dredger (CSD)
Kapal Keruk berdasarkan cara penggalian
dan operasinya dapat dibagi dalam 3 jenis,
yaitu cara mekanik, cara hidrolik dan cara
hidrodinamik. Kapal keruk Hidrolik itu
mencakup seluruh peralatan keruk yang
menggunakan Pompa sentrifugal dalam
sistem transportasinya memindahkan
material
hasil
pengerukan.
CSD
diklasifikasikan kedalam kapal keruk
Hidrolik, yang memiliki kemampuan untuk
mengeruk hampir seluruh jenis tanah
(Pasir, Tanah liat, Batu).
Gambar 2. Cutter Suction Dredger
Gambar 1. Layout Lokasi Pengerukan dan
Disposal
Design kedalaman – 10,5 m LWS, dan
material dibuang ke lokasi Zona 2 dan
Bagian yang sangat berpengaruh pada
produksi CSD adalah :
33 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gambar 6. Gambar Whinch jangkar
Gambar 3. Cutter dan Cutter Drive
“The most obvious differences are based
on the type of dredging vessel and type
of soil” (IHC). Memang setiap jenis kapal
keruk akan mengeruk sesuai dengan jenis
material yang akan dikeruk.
Gambar 4. Cutter Head
Gambar 7. Jenis Tanah
Gambar 5. Gambar Pompa Keruk
34 | K o n s t r u k s i a
“Dredging equipment does its work in
one
of
the
most
unforgiving
environments in the world. The material
to be dredged is almost always
erosional, sometimes extremely so”
(IHC). Betul, material yang telah dikeruk
akan mengalami kelongsoran dan akan
terhenti jika terjadi keseimbangan.
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
Prosedure pekerjaan pengerukan dengan
menggunakan Cutter Suction Dredger.
Pergerakan
CSD
dalam
mengeruk
menggunakan Jangkar yang disambung
dengan Sling yang diikatkan pada
Cutterhead, dengan Winch Draghead
ditarik kekiri-kanan untuk memotong
material di dalam air. Sedangkan satu
Spud bekerja agar CSD tetap pada
posisinya. Untuk menggerakkan CSD pada
lokasi lain dengan menggunakan Spud
(seperti melangkah) salah satu Spud
station dan Spud lainnya bergerak maju.
Untuk pergerakan vertikal Draghead,
dengan menggunakan Winch yang
disambungkan dengan sling dan diikatkan
pada Pontoon/Barge. Segala kegiatan
dalam air dimonitor melalui Komputer,
yaitu pergerakan Draghead, sudut CSD dan
tekanan pada pipa buang. Material
disalurkan
melalui
pipa.
Yang
mempengaruhi kerja CSD adalah :
 karakteristik
tanah,
besaran
butiran, SPT, plastisitas, berat isi;
 kedalaman keruk;
 kondisi cuaca, ombak, arus;
 lalu-lintas;
 pasang-surut;
 daya pompa;
 jenis Cutterhead;
 panjang pipa;
 daya winch;
 ketebalan material yang dikeruk;
Produksi dan Material
Silt
0.002 to 0.05 mm
Very fine sand 0.05 to 0.10 mm
Fine sand
0.10 to 0.25 mm
Medium sand
0.25 to 0.5 mm
Coarse sand
0.5 to 1.0 mm
Very coarse sand
1.0 to 2.0 mm
Gravel
2.0 to 75.0 mm
Rock greater
than 75.0 mm (~2
inches)
Produksi CSD sangat dipengaruhi oleh
jenis material yang dikeruknya. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Besaran Butiran
Gambar 9. Perbandingan Ukuran
Sand, Clay dan Silt
Texture tanah yang berdasarkan
ukuran partikelnya. Syarat ukuran
pasir (sand), lumpur (silt) dan tanah
liat (clay) sangat relatif, Pasir memiliki
ukuran yang lebih besar (berpasir),
Lumpur berukuran lebih moderat dan
texturenya halus atau bertepung.
Sedang Tanah Liat berukuran sangat
kecil (ada 12.000 partikel setiap 1
inch) dan sifatnya lengket.
Tanah menjadi faktor utama yang
mempengaruhi dalam pemelihan kapal
keruk dan produktivitas kapal. Material
tanah ada beberapa macam sesuai dengan
ukuran menurut Colorado State :
Name
particle diameter
Clay
below 0.002 mm
35 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gambar 10. Soil Texture Triangle (USDA
Soil Texture Triangle memberikan namanama yang terkait dengan berbagai
kombinasi pasir, lumpur dan tanah liat.
Sebuah tanah kasar bertekstur atau
berpasir adalah salah satu terdiri terutama
dari partikel pasir berukuran. Sebuah
tanah bertekstur halus atau liat adalah
salah satu didominasi oleh partikel tanah
liat kecil. Karena sifat fisik yang kuat liat,
tanah dengan partikel tanah liat hanya
20% berperilaku sebagai lengket, bergetah
liat tanah. Lempung merujuk pada tanah
dengan kombinasi pasir, lumpur, dan liat
partikel berukuran. Sebagai contoh,
sebuah tanah dengan 30% tanah liat, 50%
pasir, dan 20%lumpur disebut lempung
liat berpasir.
Tabel 1. Kecepatan Aliran
JENIS TANAH
KECEPATAN (M/Dtk)
Lumpur
Pasir Halus
Pasir Kasar
Kerikil
Batuan
2,5
3,0 – 4,0
4,0 – 4,5
4,5 – 5,5
6
Besaran butiran mempengaruhi
kecepatan aliran material di dalam
pipa.
P =
......................(1)
dimana, P = Tenaga pompa (PK)
W = Berat jenis tanab
dasar (t/m3)
Q = Debit pompa
(m3/jam)
H = Total tinggi
penghisapan (m)
n = Efisiensi pompa
(0,5 - 0,6).
Adapun Q = A x V........................(2)
Dimana Q = Debit pompa
(m3/jam)
A = Luasan pipa (m2)
=
x  D2 (D =
diameter pipa)
V = Kecepatan aliran
(m/detik).
36 | K o n s t r u k s i a
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
Tabel 2. Headloss Pada CSD dan Pipa
Tabel 3. koefisien tanah pada headloss di pipa (a)
Pada Rumusan Tabel di atas :
H3 = E3.a.(L/D).(V2/2.g)
E3 = Koefisien :
Pipa baru = 0,02 + 0,0005 x L/D
Pipa lama = 0,02 + 0,0005 x L/D
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
a = Koefisien tanah
Produksi CSD Berdasarkan Grafik
37 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gambar 11. Grafik " DRAGON®" Model Series 1870 - 20" (508mm) I.D. Pipeline
Gambar 12. Grafik " SUPER-DRAGON®" Model Series 4170 Using 27" (686mm) I.D.
Pipeline
Pengaruh Besaran Butiran :
 Semakin besar diameter butiran,
maka kecepatan material semakin
besar dan memperbesar debit air
serta materialnya lebih sedikit,
sehingga mengurangi produksi.
 Semakin besar diameter butiran,
maka Koefisien Tanah semakin
besar dan meningkatkan Headloss
serta mengurangi produksi.
38 | K o n s t r u k s i a
 Semakin kecil diameter butiran,
maka
semakin
besar
plastisitasnya
akan
semakin
lengket dan mengurangi produksi.
2.
Berat Isi
Berat Isi pada Formula (1) di atas (W),
jika semakin besar maka Pompa
memerlukan daya yang lebih besar
lagi. Jika Dayanya tetap, maka kan
mengurangi produktifitas CSD.
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
3.
SPT/N-Value
Tabel Jenis Kapal Keruk dan Jenis
Tanah Yang Mampu Dikeruk
Tabel 4. Tabel Jenis Kapal Keruk dan Jenis Tanah Yang Mampu Dikeruk
39 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
texturenya halus atau bertepung.
Sedang Tanah Liat berukuran sangat
kecil (ada 12.000 partikel setiap 1
inch) dan sifatnya lengket. Ini juga
mempengaruhi jenis Cutter Head
(lihat Gambar Cutter Head).
Gambar 13. Jenis Cutterhead sesuai
jenis Material
Ini berhubungan juga dengan Daya Pompa
kapal keruk CSD. Jika yang dikeruk
material
keras
dan
menggunakan
Cutterhead biasa, maka akan terjadi
penurunan produksi. CSD yang digunakan
harus sesuai dengan N-Value material dan
Cutter Headnya juga harus sesuai dengan
jenis material.
Pengaruh SPT/N-Value :
 Semakin
tinggi
N-Value
memerlukan CSD yang berukuran
besar, jika dengan CSD standar
maka akan mengurangi produksi
serta waktu menjadi lama;
 Kerja Cutter Head dan Pompa
keruk
semakin
berat,
akan
mempercepat keausan material
Cutter Head dan Pompa, dan
mungkin akan merusak alat
tersebut jika dipaksakan.
4.
Plastisitas
Texture tanah yang berdasarkan
ukuran partikelnya. Syarat ukuran
pasir (sand), lumpur (silt) dan tanah
liat (clay) sangat relatif, Pasir memiliki
ukuran yang lebih besar (berpasir),
Lumpur berukuran lebih moderat dan
40 | K o n s t r u k s i a
Gambar Cutter Head dan Stiff Clay
Pengaruh Plastisitas :
 Semakin besar plastisitasnya akan
semakin lengket dan semakin kuat
menempel pada Cutter Head,
sehingga
akan
memperkecil
produksi;
 Material yang menempel pada
Cutter Head harus dibersihkan,
sehingga Jam kerja kapal CSD akan
berkurang.
Karena
waktu
pembersihan membutuhkan waktu
dan tenaga yang lebih besar.
CUTTER SUCTION DEDGER DAN JENIS MATERIAL (Juris Mahendra)
Tabel 5. Biaya dan Jam Kerja CSD (Kondisi baru) *Ciria
Dengan Jenis Tanah yang lebih keras (Nvalue), diameter lebih besar (grain size),
density lebih besar (δ) dan sifat plastik
lebih besar dari pada yang direncanakan,
mengakibatkan :
1. Produksi CSD menurun;
Dikarenakan material lebih berat dan
kecepatan alir di pipa menjadi rendah,
serta koefisien tanah juga lebih besar.
2. Waktu menjadi lebih lama;
Dengan produksi yang rendah, maka
waktu penyelesaian menjadi mundur.
Juga jam kerja efektif yang normal 18
jam/hari menjadi turun karena harus
membersihkan
material
pada
cutterhead,
3. Keausan alat menjadi lebih cepat
The Cutter head, pump housing and
pipelines operate in harsh conditions;
they suffer important wear and tear. As a
result, the various components which
together make the Cutter head, pump
housing and pipelines, need regular
maintenance or replacement (DAMEN
Dredging Equipment). Ke-Ausan alat
akibat dari perubahan MATERIAL
(Lunak menjadi Keras), menjadi lebih
cepat umur sparepart.
KESIMPULAN
1. Kapal Keruk jenis CSD dapat
mengeruk berbagai jenis material
tanah (kecuali tanah SPT>60), sesuai
dengan kemampuan pompa keruk dan
Cutter Head-nya;
2. Bagian penting pada kapal keruk CSD
yang mempengaruhi produksi adalah
Daya pompa, Cutter Head dan
kemampuan olah gerak kapal (whinch
Jangkar);
3. Faktor lainnya yang mempengaruhi
produksi (selain bagian CSD) adalah
Kareteristik tanah, Kondisi sekitar
proyek dan panjang pipa pembuangan
material;
4. Kareteristik
tanah
yang
mempengaruhi produksi adalah :
 Besaran Butiran Tanah / Diamater
/ Grain Size.
Semakin besar diameter material,
maka akan semakin berat material
41 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
tersebut didorong oleh air,
sehingga
produktifitas
CSD
menurun. Pada jenis tanah di teluk
Lamong tidak terlalu besar;
 Berat Isi Tanah/Density Berat
isi/density.
mempengaruhi daya pompa. Jika
density
besar,
maka
membutuhkan daya pompa yang
besar dan mempengaruhi keausan
pompa dan pipa buang. Jika daya
pompa
tidak
sesuai,
maka
produktifitas kapal CSD akan
menurun.
 N-Value-SPT/Kekerasan Tanah
Kekerasan
material,
mempengaruhi
kemampuan
Cutter
Head
untuk
memotong/Cutting
material.
Semakin keras, maka dibutuhkan
Cutter Head yang khusus. Cutter
Head standar yang digunakan
untuk memotong material yang
keras,
mengakibatkan
produktifitas kapal CSD menurun,
keausan pada Cutter Head/Cutter
Teeth, pompa keruk dan pipa
buang. Jenis tanah di Teluk
Lamong cukup keras dan Stiff.
 Plastisitas/Kekenyalan
Material dengan nilai plastisitas
yang tinggi akan sangat lengket dan
akan menempel pada Cutter Head.
Material yang menempel akan
mengurangi/menghabiskan
permukaan hisap di Cutter head,
sehingga daya hisap menjadi
rendah dan kadang malah tertutup.
Ini mengakibatkan produktifitas
menurun atau kapal CSD harus
dihentikan operasionalnya untuk
membersihkan Cutter Head dan
material tanah yang menempel.
Jenis Tanah di Teluk Lamong
42 | K o n s t r u k s i a
plastisitasnya cukup tinggi dan
lengket.
 Wear & Tear kapal keruk CSD
sanga tinggi untuk mengeruk tanah
dengan
N-Value
tinggi
dan
Plastisitas tinggi, yang dikarenakan
percepatan keausan peralatan
keruk, seperti Cutter Head (adaptor
cepat rusak), Cutter Teeth (cepat
rusah atau hilang), Pompa Keruk
(casing pump dan impeller cepat
tipis) dan pipa buang yang menjadi
cepat menipis.
5.
Material Stiff Clay pada Cutterhead.
Dengan kondisi material seperti ini
Kapal Keruk CSD yang cocok adalah
yang
menggunakan
Cutterhead
khusus, yaitu Cutter Wheel Suction
atau Clay Cutter Head dengan
kemampuan pompa yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Dunia Dredging dan Reklamasi
Indonesia, Juris Mahendra
Royal IHC,
Netherland
Cutter
Suction
Dredger,
Ellicot, Dragon Dredge, USA
Ciria, London, UK
Estimating Soil Texture, Colorado State
Dredging & Dredger, T Okude, Jepang
Proyek Teluk Lamong
di
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
PERBANDINGAN PELAKSANAAN DINDING PRECAST DENGAN DINDING
KONVENSIONALDITINJAU DARI SEGI WAKTU & BIAYA
(STUDI KASUS GEDUNG APARTEMEN DI JAKARTA SELATAN)
Oleh :
Yulistianingsih
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Trijeti
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK : Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yangberfungsi memisahkan / membentuk
ruang. Pada bangunan rumah tinggal maupun bangunan gedung sampai sekarang masih banyak yang
menggunakan dinding bata / bata ringan (metode konvensional). Seiring kemajuan teknologi, maka
banyak pilihan metode pekerjaan dinding yang diciptakan, salah satunya adalah dinding pracetak (panel
precast). Pada proyek pembangunan gedung apartemen di Jakarta Selatan, dinding perimeter luarnya
menggunakan panel precast. Penelitian yang dilakukan untuk menganalisa apakah metode precast lebih
efisien dari segi waktu dan biaya dibandingkan dengan metode konvensional. Hasil perhitungan
menunjukkan variasi tingkat efisiensi dari metode pekerjaan dinding precast dan konvensional
Kata Kunci :precast, konvensional , waktu , biaya
ABSTRAK : wall is one element building that serves / form separate space.In residential buildings and the
building until now are still many who uses the brick wall lightly / brick ( method conventional ).As
technology advances and then many jobs the choice of method walls created, one of them is a wall in precast
( panel ).On projects of the construction of an apartment building in south jakarta the wall uses the
perimeter of its outside panel precast.Research conducted to analyze whether a method of precast more
efficient in terms of time and cost compared with conventional. methodA result of calculation shows
variations in the level of efficiency of a method of precast work walls and conventional
Key Words : Precast time the cost of conventional
43 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
PENDAHULUAN
Dinding merupakan salah satu elemen
bangunan yang berfungsi memisahkan /
membentuk ruang. Pada bangunan rumah
tinggal maupun gendung tinggi, sampai
sekarang
masih
banyak
yang
menggunakan dinding bata merah.
Metode
pasangan
dinding
bata
konvensional harus disusun bergerigi
atau bertangga dengan perkuatan kolom
dan balok praktis setiap jarak maksimal
2,5 meter.
Seiring kemajuan teknologi konstruksi
bangunan gedung yang semakin pesat
mulai beralih ke metode yang lain. Banyak
variasi bahan material dan sistem
pelaksanaan untuk berbagai macam
pekerjaan. Salah satu dari hasil inovasi
dibidang bangunan adalah adanya dinding
pracetak (precast). Produk precast
concrete dapat dipasang dengan cepat
dan kualitasnya sangat baik dari sisi
struktur (kekuatan dan kekakuannya),
maupun dari sisi arsitektur (kerapihan
dan keindahan). Pada umumnya produk
precast
adalah
untuk
komponenkomponen yang berulang (repetitif),
sehingga prosesnya cukup dibuat satu
sebagai contoh, jika memuaskan akan
dikerjakan yang lainnya dengan kualitas
sama. Metode ini sering digunakan untuk
proyek – proyek apartemen dan
bangunan tinggi lainya dengan alasan
praktis dan lebih rapih. Seperti yang
dilaksanakan pada proyek apartemen di
Jakarta Selatan.
Gambaran tentang perbandingan tersebut
dapat dilihat pada diagram fishbone
berikut
Gambar 1. Fishbone perbandingan dinding precast dengan konvensional
44 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Batasan Masalah
 Penelitian dikhususkan pada pekerjaan
dinding parimeter luar mulai lantai 2
sampai selesai.
 Analisa biaya pekerjaan dinding yang
digunakan berdasarkan analisa harga
di lapangan (proyek apartemen di
Jakarta Selatan kontrak tahun 20122013).
 Analisa harga satuan pekerjaan
dinding precast dihitung secara global,
sehingga mendapatkan harga satuan
per meter persegi.
 Analisa waktu pelaksanaan dinding
precast menggunakan schedule proyek
yang telah dijalankan dan analisa
produktifitas alat per hari.
 Analisa waktu pelaksanaan dinding
konvensional
(bata
ringan)
menggunakan
asumsi
kebutuhan
tenaga perhari atau rata-rata nilai
produktifitas
pekerja
perhari,
berdasarkan analisa data pekerjaan
dinding bata ringan yang ada di proyek
tersebut.
 Pembahasan
perhitungan
hanya
sebatas analisa biaya pekerjaan
dinding dan tidak menghitung dari segi
kekuatan struktur.
 Hal yang berkaitan dengan waktu
pelaksanaan
adalah
metode
pelaksanaan, metode yang dipakai
untuk
perhitungan
pekerjaan
pemasangan dinding precast yaitu
menggunakan alat berat tower crane,
sedangkan
metode
pelaksanaan
pekerjaan
dinding
bata
ringan
menggunakan scaffolding.
 Perhitungan harga sebatas material,
upah tenaga dan alat, tidak menghitung
faktor resiko dan lansir material.
 Beton yang digunakan untuk dinding
precast adalah K350 tebal 10cm dan
tidak memperhitungkan pembebanan.
Begitu juga dengan spesifikasi bata
ringan yang digunakan adalah tebal
10cm.
Hypotesa : Biaya untuk pekerjaan dinding
konvensional (Pasangan Bata) lebih
murah dibanding dinding pracetak
(precast). Waktu pelaksanaan pekerjaan
dinding konvensional (Pasangan Bata)
lebih lama dibanding dinding pracetak
(precast).
LANDASAN TEORI
Proyek adalah suatu kegiatan sementara
yang memiliki tujuan dan sasaran yang
jelas, berlangsung dalam jangka waktu
terbatas, dan alokasi sumberdaya
tertentu. Ciri pokok proyek adalah sbb:
Memiliki tujuan dan sasaran berupa
produk akhir ; Proyek memiliki sifat
sementara, yaitu jelas titik awal mulai dan
selesai ; Biaya, waktu dan mutu dalam
pencapaian tujuan dan sasaran tersebut
telah ditentukan ; Jenis dan intensitas
kegiatan berubah sepanjang proyek
berlangsung
menyebabkan
proyek
memiliki sifat nonrepetitif, atau tidak
berulang.
Dinding Precast
Precast Concreteadalah suatu metode
percetakan komponen secara mekanisasi
dalam pabrik atau workshop dengan
memberi
waktu
pengerasan
dan
mendapatkan
kekuatan
sebelum
dipasang.
Sistem
pracetak
telah
banyak
diaplikasikan di Indonesia, baik yang
dikembangkan di dalam negeri maupun
yang didatangkan dari luar negeri. Sistem
pracetak berbentuk komponen, salah
satunya komponen dinding yang biasa
pasang tanpa adanya kolom praktis
sebagai perkuatan. Dinding precast
memiliki beberapa keunggulan, antara
45 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
lain mutu yang terjamin, produksi dan
pembangunan
yang
cepat,
ramah
lingkungan dan rapi dengan kualitas
produk yang baik.
Dinding Konvensional
Macam-macam dinding yang dikerjakan
dengan sisten konvensional, diantaranya
adalah pasangan bata merah dan
selanjutnya berkembang bata ringan.
Dinding bata ringan memiliki bobot yang
lebih ringan dibandingkan dengan bata
merah, banyak digunakan pada bangunan
bertingkat biasanya digunakan untuk
mengurangi pembebanan. Selain itu bata
ringan memiliki ukuran yang besar,
sehingga hanya memerlukan spesi yang
tipis atau yang sering dikenal dengan
mortar.
Analisa Biaya Proyek Konstruksi
Menurut Mukomoko (2007), Anggaran
biaya
proyek
adalah
menghitung
banyaknya biaya yang diperlukan untuk
bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan
analisis, serta biaya-biaya lain yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan
pekerjaan atau proyek. Harga satuan
pekerjaan merupakan jumlah harga
material dan upah tenaga kerja
berdasarkan perhitungan analisis.
Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSSNI) adalah alat untuk menghitung harga
satuan pekerjaan konstruksi yang
diterbitkan oleh instansi terkait pada
setiap Pemerintah Daerah di seluruh
wilayah
Indonesia.
Yang
biasa
menggunakan AHS-SNI adalah para
konsultan
perencana,
konsultan
pengawas, dan kontraktor pelaksana
konstruksi dalam rangka melaksanakan
kegiatan yang berkaitan dengan bidang
yang menjadi kewenangan masing-masing
dalam melaksanakan pekerjaan jasa
konstruksi.
46 | K o n s t r u k s i a
Analisa
harga
Satuan
Pekerjaan
Konstruksi (AHS-SNI) diterbitkan setiap
tahun, yang berubah dari setiap terbitan
AHS-SNI biasanya harga satuan bahan dan
upah yang diberlakukan. Koefisien AHS
relatif tetap, yang berubah hanya format.
Sebagai contoh pada AHS-SNI 2011 setiap
satuan pekerjaan dikelompokan sendirisendiri, seperti analisa pekerjaan pondasi,
analisa pekerjaan tanah, analisa pekerjaan
beton dst., sehingga pengguna lebih
mudah menggunakannya.
Dalam hal ini penulis tidak menggunakan
analisa harga satuan SNI, tetapi
menggunakan analisa harga satuan
berdasarkan lapangan. Analisa harga
satuan tersebut merupakan standar
perusahaan kontraktor yang dilaksanakan
pada proyek apartemen di Jakarta Selatan
sebagai objek penelitian.
Waktu Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Time schedule adalah rencana alokasi
waktu untuk menyelesaikan masingmasing item pekerjaan proyek yang
secara keseluruhan adalah rentang waktu
yang ditetapkan untuk melaksanakan
sebuah proyek.Berdasarkan pengertian
diatas bahwa schedule proyek merupakan
waktu
yang
direncanakan
untuk
menyelesaikan proyek tersebut. Dalam
hal ini adalah schedule pelaksanaan
khusus pekerjaan dinding lantai 2 sampai
dengan lantai 8. Bahwa terdapat
perbedaan waktu antara peleksanaan
pekerjaan dinding dengan sistem precast
dan
konvensional.
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Pembahasan
Gambar 2. Denah lantai 2
Gambar 3. Denah lantai 3 – 23
47 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Tabel 1. DaftarHasil Perhitungan Volume Dinding
NO
AREA
KELILING TINGGI
LUAS
DINDING DINDING DINDING
(m')
(m')
(m2)
OPENING
PINTU
JENDELA
(m2)
VOLUME
BERSIH
(m2)
1
Lantai 2
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
2
Lantai 3
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
3
Lantai 4
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
4
Lantai 5
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
5
Lantai 6
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
6
Lantai 7
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
7
Lantai 8
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
8
Lantai 9
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
9
Lantai 10
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
10
Lantai 11
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
11
Lantai 12
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
12
Lantai 13
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
13
Lantai 14
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
14
Lantai 15
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
15
Lantai 16
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
16
Lantai 17
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
17
Lantai 18
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
18
Lantai 19
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
19
Lantai 20
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
20
Lantai 21
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
21
Lantai 22
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
22
Lantai 23
117.200
3.225
377.970
98.437
279.533
TOTAL
6,149.726
48 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
PERHITUNGAN BIAYA PEKERJAAN DINDINGPRECAST
Tabel 2. Daftar analisa harga satuan fabrikasi dinding precast/m2pada pekerjaan
pembuatan dinding precast (fabrikasi)
Kebutuhan
Bahan
Tenaga
Kerja
Harga Satuan
Bahan/Upah
(Rp.)
Satuan
Koefisie
n
m3
0.080
750,000
60,000
kg
4.841
11,500
55,672
m2
1.000
55,000
55,000
m2
1.000
50,000
50,000
Jumlah harga per satuan pekerjaan
220,672
Beton Readymix
K350
Besi Tulangan D5150Vt & D5-200Hz
Cetakan (Fabrikasi
Precast)
Upah Produksi
Jumlah
(Rp.)
Tabel 3. Daftar analisa harga satuan erection& perapihan sambungan dinding
precast/m2
Harga Satuan
Kebutuhan
Satuan
Koefisien
Bahan/ Upah
(Rp.)
Plat t=6mm
1.574
17,000
26,758
kg
0.689
11,500
7,924
kg
1.929
17,000
32,793
kg
0.792
13,000
10,296
Sealent
m'
1.955
34,000
66,470
Upah Pemasangan
m2
1.000
55,000
55,000
Jumlah harga per satuan pekerjaan
199,241
Hook Chainblok Besi
D10/D12
Bracket joint t=810mm
Dyna Bolt M12 &
M10
Tenaga
Kerja
(Rp.)
kg
(embedded)
Bahan
Jumlah
Biaya Peralatan Dinding Precast
Peralatan
yang
digunakan
untuk
pekerjaan dinding precast, menggunakan
alat berat tower
kelengkapanya.
crane
(TC)
dan
49 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Total biaya tower crane (TC) per hari =
Rp. 4.780.000,- dengan rincian: Sewa T=
Rp. 2.000.000,- ; Sewa Genset= Rp.
400.000,- ; Solar= Rp. 960.000,- ;
Pelumas= Rp. 1.120.000,- ; Gaji Operator=
Rp.
300.000,- . Biaya peralatan per
meter persegi (m2)dinding precast, dapat
dihitung dari rata-rata penyelesaian
pemasangan per hari kerja efektif yaitu 50
m2 per hari. Jadi biaya pemasangan per
meter persegi(m2) dinding precast adalah
biaya peralatan per hari dibagi dengan
volume pekerjaan dinding terpasang ratarata per hari = Rp. 4.780.000,- / 50 = Rp.
95.600,- / m2
Perhitungan Biaya Total Pekerjaan
Dinding Precast : menjumlahkan semua
biaya dari segi material, upah dan
peralatan = Rp. 515.512,- per m2 (Rp.
220.672,- per m2+Rp. 199.241,- per
m2+Rp.
95.600,per m2) . Untuk
memperoleh biaya total suatu bangunan
gedung khususnya untuk biaya pekerjaan
dinding luar, maka harga satuan dinding
terpasang dikalikan dengan volume
pekerjaan
dinding
disetiap
lapis
bangunan (tiap lantai). Volume Total
Lantai 2= 279.533 m2
Total Biaya = Volume Total x Harga
Satuan Per m2= 279.533 x Rp. 515.512,- =
Rp. 144.102.616,-
Tabel 4.Total Hasil Perhitungan Biaya Pekerjaan Dinding Precast
Harga Satuan Dinding Precast
No
Area
Volume
(m2)
Fabrikas
i (Rp.)
Erection
&
Sealent
(Rp)
Sewa
Alat
(Rp.)
Total Harga
/m2 (Rp.)
1
LANTAI 2
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
2
LANTAI 3
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
3
LANTAI 4
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
4
LANTAI 5
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
5
LANTAI 6
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
6
LANTAI 7
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
7
LANTAI 8
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
8
LANTAI 9
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
9
LANTAI 10
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
10
LANTAI 11
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
11
LANTAI 12
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
50 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
12
LANTAI 13
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
13
LANTAI 14
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
14
LANTAI 15
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
15
LANTAI 16
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
16
LANTAI 17
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
17
LANTAI 18
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
18
LANTAI 19
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
19
LANTAI 20
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
20
LANTAI 21
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
21
LANTAI 22
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
22
LANTAI 23
279.533
220,672
199,241
95,600
144,102,616
Total Biaya Pekerjaan Dinding Precast
3,170,257,550
PERHITUNGAN BIAYA PEKERJAAN DINDING KONVENSIONAL
Tabel 5 Daftar analisa harga satuan pasangan bata ringan/ m2
Kebutuhan
Bahan
Satuan
Koefisien
Harga
Satuan
Bahan /
Upah (Rp.)
Jumlah
(Rp.)
Bata ringan t=10cm
m3
0.103
750,000
77,250
Mortar perekat bata
ringan @ 40 kg
zak
0.087
50,000
4,331
Kolom praktis
m'
0.667
40,000
26,667
Pekerja
OH
0.350
55,000
19,250
OH
0.150
65,000
9,750
OH
0.015
70,000
1,050
OH
0.015
80,000
1,200
Jumlah harga per satuan pekerjaan
139,498
Tenaga Tukang Batu
Kerja Kepala Tukang
Mandor
51 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Tabel 6. Daftar analisa harga satuan pekerjaan pelesteran dinding/m2
Kebutuhan
Bahan
Tenaga
Kerja
Satuan
Koefisien
Harga Satuan
Bahan / Upah
(Rp.)
Jumlah
(Rp.)
Mortar plesteran
@ 40 kg
zak
0.550
40,000
22,000
Pekerja
OH
0.300
55,000
16,500
Tukang Batu
OH
0.100
65,000
6,500
Kepala Tukang
OH
0.010
70,000
700
Mandor
OH
0.015
80,000
1,200
Jumlah harga per satuan pekerjaan
46,900
Tabel 7. Daftar analisa harga satuan pekerjaan acian dinding / m2
Kebutuhan
Bahan
Tenaga
Kerja
Satuan
Koefisien
Harga Satuan
Bahan / Upah
(Rp.)
Jumlah
(Rp.)
Mortar Acian
@40 kg
zak
0.150
60,000
9,000
Pekerja
OH
0.200
55,000
11,000
Tukang Batu
OH
0.100
65,000
6,500
Kepala Tukang
OH
0.010
70,000
700
Mandor
OH
0.010
80,000
800
Jumlah harga per satuan pekerjaan
28,000
Dari analisa harga satuan di atas dapat di jumlahkan total biaya pekerjaan dinding bata
ringan per m2= Rp. 289.298,- ; perhitunganya sebagai berikut :
Pasangan bata ringan
Pekerjaan plesteran
= Rp. 139.498,luar + dalam = Rp. 46.900,- X 2 sisi= Rp. 93.800,-
Pekerjaan acian luar + dalam
52 | K o n s t r u k s i a
= Rp. 28.000,- X 2 sisi= Rp. 56.000,-
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Analisa Biaya Peralatan Pekerjaan
Dinding Bata Ringan Dengan Alat
Scafolding
Biaya sewa per 1 hari= Rp. 1.866,- / hari ;
Jumlah scafolding Horizontal
=
keliling banguan / Panjang 1 set
scaffolding ; Jumlah skafolding Vertikal=
Tinggi bangunan / Tinggi scaffolding .
Peralatan
yang
digunakan
untuk
pekerjaan dinding bata ringan (sistem
konvensional)
termasuk
pekerjaan
plester acian bagian dalam menggunakan
alat scafolding. Khusus untuk pekerjaan
plester acian dinding luar menggunakan
alat skafolding untuk lantai 1 sampai
lantai 10, sedangkan untuk lantai 11
sampai lantai 23 tidak diperhitungkan.
Jumlah Kebutuhan Scafolding Luar per
lantai = 54 set x 2 set= 108 set
Biaya untuk Lantai 2 (pekrjaan luar)=
harga sewa 1 set x kebutuhan scafolding x
jumlah lantai= Rp. 1.866,- x (108) set x 2=
Rp. 403.056,-
Tabel 8. Kebutuhan Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Luar
No
Lantai
Jumlah
Lantai
Jumlah
Alat (Set)
Harga / Set
/ Hari (Rp.)
Total Biaya
/ Lantai
(Rp.)
1
Lantai 2
2
108
1,866
403,056
2
Lantai 3
3
108
1,866
604,584
3
Lantai 4
4
108
1,866
806,112
4
Lantai 5
5
108
1,866
1,007,640
5
Lantai 6
6
108
1,866
1,209,168
6
Lantai 7
7
108
1,866
1,410,696
7
Lantai 8
8
108
1,866
1,612,224
8
Lantai 9
9
108
1,866
1,813,752
9
Lantai 10
10
108
1,866
2,015,280
53 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Biaya untuk Lantai 2 (pekerjaan dalam)= harga sewa 1 set x kebutuhan scafolding per
lantai= Rp. 1.866,- x 54= Rp. 100.764,-
Tabel 9. Kebutuhan Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Dalam
No
Lantai
Jumlah
Lantai
Jumlah
Alat
(Set)
Harga /
Set / Hari
(Rp.)
Total Biaya
/ Lantai
(Rp.)
1
Lantai 2
1
54
1,866
100,764
2
Lantai 3
1
54
1,866
100,764
3
Lantai 4
1
54
1,866
100,764
4
Lantai 5
1
54
1,866
100,764
5
Lantai 6
1
54
1,866
100,764
6
Lantai 7
1
54
1,866
100,764
7
Lantai 8
1
54
1,866
100,764
8
Lantai 9
1
54
1,866
100,764
9
Lantai 10
1
54
1,866
100,764
Biaya Peralatan Per m2 Pekerjaan Pasangan Bata ; Biaya untuk Lantai 2 (pekerjaan dalam)
Ketentuanproduktifitas per hari (1 tukang, 1 kenek)= 10 m2 ; asumsi (3 tukang, 3
kenek)=3x10m2= 30 m2 ; Biaya per m2= Rp. 3.359,- / m2
Tabel 10 Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Pasang Bata (per m2)
No
Lantai
Volume/
Lantai
(m2)
Biaya Alat
Per Lantai
(Rp.)
Volume
per hari
(m2)
Biaya /
m2 (Rp.)
1
Lantai 2
279.53
100,764
30
3,359
2
Lantai 3
279.53
100,764
30
3,359
3
Lantai 4
279.53
100,764
30
3,359
4
Lantai 5
279.53
100,764
30
3,359
5
Lantai 6
279.53
100,764
30
3,359
6
Lantai 7
279.53
100,764
30
3,359
7
Lantai 8
279.53
100,764
30
3,359
8
Lantai 9
279.53
100,764
30
3,359
9
Lantai 10
279.53
100,764
30
3,359
54 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Biaya Peralatan Per m2 Pekerjaan Plesteran ; Biaya untuk Lantai 2 (pekerjaan luar)
Biaya per m2= Biaya Sewa Lantai 2 / Produksi per hari= Rp.13,435,- / m2
Tabel 11. Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Plester Luar (per m2)
Volume/
Biaya Alat
Volume
Biaya /m2
No
Lantai
Lantai
Per Lantai
per hari
(Rp.)
(m2)
(Rp.)
(m2)
1
Lantai 2
279.53
403,056
30
13,435
2
Lantai 3
279.53
604,584
30
20,152
3
Lantai 4
279.53
806,112
30
26,870
4
Lantai 5
279.53
1,007,640
30
33,588
5
Lantai 6
279.53
1,209,168
30
40,305
6
Lantai 7
279.53
1,410,696
30
47,023
7
Lantai 8
279.53
1,612,224
30
53,740
8
Lantai 9
279.53
1,813,752
30
60,458
9
Lantai
10
279.53
2,015,280
30
67,176
Biaya untuk Lantai 2 (pekerjaan Dalam) : Biaya Sewa Lantai 2 / Produksi per hari= Rp.
3.359,- / m2
Tabel 12. Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Plester Dalam
No
Lantai
Volume/
Lantai
(m2)
Biaya Alat
Per Lantai
(Rp.)
Volume
per hari
(m2)
Biaya
/m2 (Rp.)
1
Lantai 2
279.53
100,764
30.00
3,359
2
Lantai 3
279.53
100,764
30.00
3,359
3
Lantai 4
279.53
100,764
30.00
3,359
4
Lantai 5
279.53
100,764
30.00
3,359
5
Lantai 6
279.53
100,764
30.00
3,359
6
Lantai 7
279.53
100,764
30.00
3,359
7
Lantai 8
279.53
100,764
30.00
3,359
8
Lantai 9
279.53
100,764
30.00
3,359
9
Lantai 10
279.53
100,764
30.00
3,359
55 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Tabel 13. Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Acian Luar
No
Lantai
Volume/
Lantai
(m2)
Biaya Alat
Per Lantai
(Rp.)
Volume
per hari
(m2)
Biaya / m2
(Rp.)
1
Lantai 2
279.53
403,056
45
8,957
2
Lantai 3
279.53
604,584
45
13,435
3
Lantai 4
279.53
806,112
45
17,914
4
Lantai 5
279.53
1,007,640
45
22,392
5
Lantai 6
279.53
1,209,168
45
26,870
6
Lantai 7
279.53
1,410,696
45
31,349
7
Lantai 8
279.53
1,612,224
45
35,827
8
Lantai 9
279.53
1,813,752
45
40,306
9
Lantai 10
279.53
2,015,280
45
44,784
Tabel 14 Biaya Sewa Peralatan Pekerjaan Acian Dalam
Biaya Alat
Per
Lantai
(Rp.)
Volume
per hari
(m2)
Total
Biaya/
Lantai (Rp.)
No
Lantai
Volume/
Lantai
(m2)
1
Lantai 2
279.53
100,764
45.00
2,239
2
Lantai 3
279.53
100,764
45.00
2,239
3
Lantai 4
279.53
100,764
45.00
2,239
4
Lantai 5
279.53
100,764
45.00
2,239
5
Lantai 6
279.53
100,764
45.00
2,239
6
Lantai 7
279.53
100,764
45.00
2,239
7
Lantai 8
279.53
100,764
45.00
2,239
8
Lantai 9
279.53
100,764
45.00
2,239
9
Lantai 10
279.53
100,764
45.00
2,239
56 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Dari analisa harga satuan di atas, dapat di
jumlahkan total biaya sewa alat untuk
pekerjaan dinding bata ringan per m2,
khusus untuk biaya sewa alat pekerjaan
dinding
luar
memang
berbeda
perhitunganya dengan biaya sewa alat
pekerjaan dalam, = Rp. 31.349,- / m2
Perhitungan Biaya Sewa Alat Pekerjaan
Dinding Bata Ringan Lantai 2 Sampai
Dengan
Lantai10.
Perhitungan
selanjutnya adalah menjumlahkan semua
biaya dari segi material, upah dan
peralatan. Untuk memperoleh biaya total
suatu bangunan gedung khususnya untuk
biaya pekerjaan dinding luar, maka harga
satuan dinding terpasang dikalikan
dengan volume pekerjaan dinding
disetiap lapis bangunan (tiap lantai). =
Rp.
89.631.283,-
Tabel 15.Total Hasil Perhitungan Biaya Pekerjaan Dinding Bata Ringan Lantai 2 s/d Lantai10
Harga Satuan Dinding Bata
Ringan
No
Area
Volume
(m2)
Harga Satuan
Pekerjaan
(Rp.)
Biaya Sewa
Alat (Rp.)
Total
Harga (Rp.)
1
LANTAI 2
279.533
289,298
31,349
89,631,306
2
LANTAI 3
279.533
289,298
42,545
92,760,958
3
LANTAI 4
279.533
289,298
53,741
95,890,609
4
LANTAI 5
279.533
289,298
64,937
99,020,260
5
LANTAI 6
279.533
289,298
76,133
102,149,912
6
LANTAI 7
279.533
289,298
87,329
105,279,563
7
LANTAI 8
279.533
289,298
98,525
108,409,215
8
LANTAI 9
279.533
289,298
109,721
111,538,866
9
LANTAI
10
279.533
289,298
120,917
114,668,518
57 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
PERBANDINGAN BIAYA PEKERJAAN DINDING PRECAST DAN KONVENSIONAL (BATA
RINGAN)
Tabel. 16 Perbandingan Biaya Material (Pembuatan Dinding)
No
Volume
(m2)
Area
Harga pekerjaan per
m2 tiap lantai (Rp.)
Precast
Bata
Ringan
Selisih
(Rp.)
Prose
ntase
1
LANTAI 2
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
2
LANTAI 3
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
3
LANTAI 4
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
4
LANTAI 5
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
5
LANTAI 6
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
6
LANTAI 7
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
7
LANTAI 8
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
8
LANTAI 9
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
9
LANTAI 10
279.533
419,912
289,298
130,614
31%
Berdasarkan tabel di atasdapat dilihat prosentase selilisih dari perbandingan biaya
material antara dinding precast dan bata ringan yaitu masing-masing lantai
mendapatkan selisih 31 %. Bahwa biaya fabrikasi (material) pekerjaan dinding
precast lebih mahal jika dibandingkan dengan material pekerjaan dinding bata
ringan.Keadaan tersebut dapat digambarkan dalam diagram dibawah ini
400,000
300,000
Precast
200,000
Bata Ringan
100,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 4 Diagram batang perbandingan biaya material
58 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
Tabel. 17 Perbandingan Biaya Peralatan (Pembuatan Dinding)
No
Area
Volume
(m2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
LANTAI 2
LANTAI 3
LANTAI 4
LANTAI 5
LANTAI 6
LANTAI 7
LANTAI 8
LANTAI 9
LANTAI 10
279.533
279.533
279.533
279.533
279.533
279.533
279.533
279.533
279.533
Harga Sewa per m2
tiap lantai (Rp.)
Bata
Precast
Ringan
95,600
31,349
95,600
42,545
95,600
53,741
95,600
64,937
95,600
76,133
95,600
87,329
95,600
98,525
95,600
109,721
95,600
120,917
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
prosentase selilisih dari perbandingan
biaya sewa alat antara dinding precast
dan bata ringan.Prosentase tersebut
didapat
perbedaan
nilai
disetiap
lantainya. Bahwa biaya sewa alat
pekerjaan dinding precast lebih mahal,
jika dibandingkan dengan dinding bata
ringan pada lantai 2 sampai dengan lantai
7.
Selisih
(Rp.)
Prose
ntase
64,251
53,055
41,859
30,663
19,467
8,271
-2,925
-14,121
-25,317
67%
55%
44%
32%
20%
9%
-3%
-15%
-26%
mahal dibandingkan dinding precast. Hal
tersebut dikarenakan pada metode
pelaksanaan dinding bata ringan, untuk
sewa
alat
dilakukan
secara
bertahap.Semakin tinggi lantai yang
dikerjakan, semakin banyak alat yang
harus disewa (digunakan). Berbeda
dengan sewa peralatan untuk memasang
dinding precast,harganya cenderung
stabil karena 1 kali sewa alat dapat dibagi
rata biayanya untuk masing-masing
lantai.Hal
tersebut
lebih
jelas
digambarkan dalam diagram dibawah ini.
Sedangkan pada lantai 8 sampai dengan
lantai 10 adalah sebaliknya, yaitu sewa
alat pekerjaan dinding bata ringan lebih
1 20,000
1 00,000
80,000
60,000
Precast
40,000
Bata Ringan
20,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 5. Diagram batang perbandingan biaya peralatan
59 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Tabel. 18 Perbandingan Biaya Total Pekerjaan Dinding
No
Volume
(m2)
Area
Total Harga Tiap Lantai (Rp.)
Selisih (Rp.)
Precast
Bata Ringan
Prose
ntase
1
LANTAI 2
279.533
144,102,616
89,631,306
54,471,310
38%
2
LANTAI 3
279.533
144,102,616
92,760,958
51,341,658
36%
3
LANTAI 4
279.533
144,102,616
95,890,609
48,212,007
33%
4
LANTAI 5
279.533
144,102,616
99,020,260
45,082,355
31%
5
LANTAI 6
279.533
144,102,616
102,149,912
41,952,704
29%
6
LANTAI 7
279.533
144,102,616
105,279,563
38,823,053
27%
7
LANTAI 8
279.533
144,102,616
108,409,215
35,693,401
25%
8
LANTAI 9
279.533
144,102,616
111,538,866
32,563,750
23%
9
LANTAI
10
279.533
144,102,616
114,668,518
29,434,098
1,296,923,543
919,349,207
377,574,336
GRAND TOTAL
20%
29%
Dari hasil perbandingan biaya secara total, didapat selisih biaya rata-rata 29%. Dimana
biaya pekerjaan dinding bata ringan lebih murah dibandingkan dengan biaya pekerjaan
dinding precast seperti disebutkan dalam diagram berikut.
160,000,000
140,000,000
120,000,000
100,000,000
80,000,000
Precast
60,000,000
Bata Ringan
40,000,000
20,000,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 6. Diagram batang perbandingan biaya total pekerjaan dindingprecast dengan
konvensional
60 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
PERBANDINGAN WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN DINDING PRECAST DAN
KONVENSIONAL (BATA RINGAN)
1. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan dinding precast
Berdasarkan perhitungan pada analisa data, bahwa produksi alat per hari kerja efektif
dapat menyelesaikan volume sebesar 50 m2 per hari. Apabila dihitung secara matematis
dengan mengabaikan faktor cuaca, kendala, dan faktor lainya dilapangan maka akan
diperoleh perhitungan sebagai berikut :
Tabel 19. Perhitungan waktu pekerjaan dinding precast
No
Area
Volume
(m2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
LANTAI 2
LANTAI 3
LANTAI 4
LANTAI 5
LANTAI 6
LANTAI 7
LANTAI 8
LANTAI 9
LANTAI 10
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
Produksi
alat per hari
Waktu
diperlukan
(hari)
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
SCHEDULE PELAKSANAAN PEKERJAAN DINDING PRECAST
NO
ITEM PEKERJAAN
1
PEKERJAAN PERSIAPAN
SHOPDRAWING
JOINT SURVEY
2
FABRIKASI
PEMBUATAN CETAKAN
PRODUKSI PRECAST PANEL
3
PEMASANGAN DAN FINISH SEALENT
DINDING LANTAI 2 S/D LANTAI 10
JANUARI 2013
1
2
3
4
WAKTU PELAKSANAAN
FEBRUARI 2013
MARET 2013
1
2
3
4
1
2
3
4
1
APRIL 2013
2
3
4
2. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan dinding konvensional bata ringan.
Pekerjaan dinding bata ringan terdiri dari beberapa tahapan, seperti yang disebutkan
dalam metode diatas.Apabila dihitung secara matematis dengan mengabaikan faktor
cuaca, kendala, dan faktor lainya dilapangan maka akan diperoleh perhitungan seperti
berikut :
61 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Tabel 20 Perhitungan waktu pekerjaan pasang bata ringan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Area
LANTAI 2
LANTAI 3
LANTAI 4
LANTAI 5
LANTAI 6
LANTAI 7
LANTAI 8
LANTAI 9
LANTAI 10
Volume
(m2)
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
Produktifitas
Waktu
tenaga per
diperlukan
hari
(hari)
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
9.00
9.00
9.00
9.00
9.00
9.00
9.00
9.00
9.00
Tabel 21 Perhitungan waktu pekerjaan plesteran
No
Area
Volume
(m2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
LANTAI 2
LANTAI 3
LANTAI 4
LANTAI 5
LANTAI 6
LANTAI 7
LANTAI 8
LANTAI 9
LANTAI 10
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
279.53
Produktifitas
tenaga per
hari
Waktu
diperlukan
(hari)
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
5.00
Tabel 22 Perhitungan waktu pekerjaan acian
Produktifitas
tenaga per
hari
Waktu
diperlukan
(hari)
No
Area
Volume
(m2)
1
LANTAI 2
279.53
90.00
3.00
2
LANTAI 3
279.53
90.00
3.00
3
LANTAI 4
279.53
90.00
3.00
62 | K o n s t r u k s i a
PERBANDINGAN PELAKSAAN DINDING PRECAST DENGAN KONVENSIONAL (Yulistianingsih - Trijeti)
4
LANTAI 5
279.53
90.00
3.00
5
LANTAI 6
279.53
90.00
3.00
6
LANTAI 7
279.53
90.00
3.00
7
LANTAI 8
279.53
90.00
3.00
8
LANTAI 9
279.53
90.00
3.00
9
LANTAI 10
279.53
90.00
3.00
Waktu yang diperlukan untun mengerjakan dinding precast lantai 2 lebih efisien yaitu 10
hari dan untuk pekerjaan dinding bata ringan memerlukan waktu 25 hari. Hasil
perbandingan waktu dapat dilihat dalam rincian tabel berikut
30
25
20
Waktu Pelaksanaan Precast
15
Waktu Pelaksanaan Bata
Ringan
10
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 7. Diagram batang perbandingan waktu pelaksanaan dinding precast dengan
konvensional.
1
PEKERJAAN PERSIAPAN
LEVELING
2
PEKERJAAN PASANG BATA
LANTAI 2 S/D 10
3
PEKERJAAN PLESTERAN LANTAI 2 S/D 10
PLESTERAN LUAR
PLESTERAN DALAM
4
PEKERJAAN ACIA LANTAI 2 S/D 10
ACIAN LUAR
ACIAN DALAM
JANUARI
1 2 3 4
FEBRUARI
1 2 3 4
MARET
1 2 3 4
WAKTU PELAKSANAAN TAHUN 2013
APRIL
MEI
JUNI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
JULI
2 3
4
AGUSTUS
1 2 3 4
SEPTEMBER
1 2 3 4
CO
ITEM PEKERJAAN
CO
NO
CO
CO
Gambar 8. Schedule pelaksanaan pekerjaan dinding bata ringan (konvensional)
63 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
 Metode pekerjaan dinding bata ringan
lebih efisien dan dapat menghemat
biaya sebesar 31%.
 Peralatan untuk memasang dinding
precast dapat dirata-rata dari biaya
total sewa, sedangkan peralatan untuk
dinding bata ringan tersebut tidak bisa.
Diketahui bahwa biaya sewa peralatan
dinding bata ringan dengan alat
scafolding lebih mahal untuk bangunan
diatas 7 lantai, jika jumlah lantai
bertambah maka biaya sewa semakin
tinggi.Dengan
demikian
metode
pekerjaan dinding precast lebih efisien
dan menguntungkan dari segi biaya
sewa peralatan.
 Metode pekerjaan dinding bata ringan
sampai dengan lantai 10 lebih murah
jika dibandingkan dengan dinding
precast.
 Pekerjaan dinding precast lebih efektif
waktu pelaksanaanya dibandingkan
dengan
dinding
bata
ringan
(konvensional).
 Pekerjaan dinding precast lebih mahal
dengan selisih 29%, tetapi waktu
pelaksanaanya jauh lebih cepat bahkan
mencapai angka 150%. Sedangkan
pekerjaan dinding konvensional bata
ringan lebih murah dari segi biaya,
tetapi waktu pelaksanaanya lebih
lama.Dengan kata lain pekerjaan
dinding precast lebih efektif dikerjakan
tetapi kurang efisien dari segi biaya,
apabila bangunan yang dikerjakan
dibawah 10 lantai.
Irika Widiasanti& Lenggogeni. 2013.
Manajemen Konstruksi. Penerbit Remaja
Rosdakarya, Bandung.
64 | K o n s t r u k s i a
Precast Concrete, dala http://yogiecivil.blogspot.com/2010/07/precastconcrete.html, diunduh pada jumat, 2 Mei
2014 jam 19.40
Dinding
Bata
ringan,
dalam
http://artikelproperti.blogspot.com/2012/
10/dinding-bata-ringan.html,
diunduh
pada jumat, 2 Mei 2014 jam 19.00
Mukomoko, J.A, 2007. Dasar Penyusunan
Anggaran Biaya Bangunan, Penerbit Gaya
Media Pratama, Jakarta.
Analisa
Harga
Satuan
Pekerjaan
Konstruksi - AHS SNI dalam
http://www.softwarerab.com/analisaharga-satuan-pekerjaan-konstruksi-ahssni.htm, diunduh pada senin, 28 April 2014
jam 13.00
Time
Schedule
Proyek
dalamhttp://www.ilmusipil.com/timeschedule-proyek,diunduh pada jumat, 2 Mei
2014 jam 17.00.
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI
AKIBAT GAYA HORIZONTAL
Syano Verdio Juvientrian
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
email: [email protected]
Hidayat Mughnie
PT Perencana Jaya
email : [email protected]
ABSTRAK : Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku struktur bangunan
asimetris yang diakibatkan gaya horizontal (gempa). Syarat-syarat yang digunakan yaitu PPIUG 1983
(pembebanan gedung), SNI 03-1726-2002 (analisis gempa), SNI 03-2847-2002 (analisis beton). Bangunan
yang menjadi objek penelitian adalah gedung rumah sakit yang berada di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.
Struktur dimodelkan secara tiga dimensi dengan menggunakan Program Komputer ETABS
Pembebanan yang diperhitungkan adalah beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban
Karena lokasi bangunan yang berada pada Wilayah Gempa 3 maka bangunan dianalisis
menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) yang berada di atas tanah
kondisi sedang.
V.9.7.1.
gempa.
dengan
dengan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, delatasi (pemisahan) bangunan memiliki dampak yang cukup
signifikan terhadap bangunan asimetris. Dampak tersebut terdapat pada perbedaan perilaku bangunan
yang dapat dilihat pada simpangan yang terjadi, gaya-gaya dalam pada struktur (kolom, balok, dan plat),
dan penulangan yang digunakan pada bangunan tanpa delatasi dan bangunan dengan delatasi.
Kata kunci : Bangunan Asimetris, Delatasi, Gaya Horizontal, Gempa
ABSTRACT: The purpose of this research is done to analyze the behavior of structure building
asymmetrical earthquake caused the style of a horizontal ( ) .The terms used ppiug 1983 ( the imposition is
building , sni 03-1726-2002 ) ( analysis of the quake , sni 03-2847-2002 ( concrete ) analysis .Who became
the object of research building is located in the hospital building cibitung , bekasi , west java .
A structure modeled in three dimensions using a computer program etabs v.9.7.1 .The imposition that
counts is the burden of dead , the burden of living , the burden of the wind , and the burden of the quake
.Because the location of buildings in earthquake areas analyzed by building 3 then use the middle order
pemikul moment ( srpmm located above the ground with the condition of being .
Based on the analysis that has been done delatasi ( splitting ) building have a significant impact on the
asymmetrical.What the difference was in the building can be seen in a byway that happens, gaya-gaya in
on a structure ( a column joist, and plate ) and penulangan that is used in building and building without
delatasi with delatasi.
Keywords: Asymmetrical, building delatasi, horizontally, style earthquake
65 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
PENDAHULUAN
Objek penelitian yang merupakan gedung
rumah sakit adalah pembangunan gedung
baru. Pada pembangunan gedung baru ini,
gedung akan dirancang menjadi konstruksi
bangunan gedung 4 Lantai. Kemudian jika
ditinjau dari bentuk bangunannya, maka
bangunan ini termasuk bangunan yang
tidak simetris (asimetris) berdasarkan
kriteria yang ditentukan oleh SNI-17262002.
Dengan kondisi bangunan yang asimetris
tersebut, letak titik berat bangunan tidak
berada di tengah bangunan, hal ini tentu
akan menimbulkan efek torsi yang cukup
besar jika bangunan menerima beban
horizontal, dalam hal ini beban gempa. Jika
beban gempa terjadi secara berkelanjutan
dengan periode yang cukup lama, maka
efek torsi pun akan semakin besar,
dampaknya bangunan akan mengalami
deformasi yang besar sehingga bangunan
menjadi inelastis. Maka diperkirakan hal
yang
berpengaruh
besar
terhadap
kerusakan bangunan adalah diakibatkan
efek torsi tersebut.
Salah satu yang dapat dilakukan untuk
mereduksi efek torsi ini adalah dengan
membuat pemisahan elemen struktur antar
unit bangunan yang memilki bentuk
ataupun orientasi berbeda, dikenal dengan
istilah delatasi. Hal ini dilakukan agar
beban yang bekerja dapat terbagi pada titik
berat bangunan masing-masing. Dengan
demikian efek kerusakan yang parah pada
bangunan
asimetris
akibat
beban
horizontal
(beban
gempa)
dapat
diminimalisir. Lain halnya jika bangunan
asimetris tidak memiliki delatasi, tentu
akan berdampak rawannya bangunan
terhadap kerusakan akibat beban gempa
serta akan membutuhkan struktur yang
66 | K o n s t r u k s i a
relatif lebih besar dibandingkan dengan
bangunan dengan delatasi.
Menteri Pekerjaan Umum telah mengatur
pedoman persyaratan teknis untuk
bangunan gedung asimetris yang termuat
pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor
:
29/PRT/M/2006
tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung, seperti yang disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Pemisahan
Bangunan Asimetris
Struktur
pada
Dari latar belakang tersebut diuraikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Dengan adanya beban yang bekerja
pada bangunan seperti beban
gravitasi maupun beban lateral
(horizontal), apakah struktur kuat
menahan beban tersebut?
2. Bagaimana tingkat kenyamanan
bangunan jika ditinjau terhadap
lendutan yang terjadi?
3. Seperti apakah perilaku struktur
bangunan akibat beban horizontal
yang bekerja?
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
4. Bagaimana
beban
horizontal
mempengaruhi bangunan sehingga
dapat menyebabkan efek torsi yang
besar?
5. Metode delatasi seperti apakah yang
tepat untuk mereduksi efek torsi
tersebut?
6. Apakah terjadi perubahan bentuk
struktur dengan adanya delatasi
tersebut?
7. Berapa besarkah perubahan volume
yang
terjadi
jika
bangunan
menggunakan
delatasi
jika
dibandingkan tanpa delatasi?
Struktur Bangunan Asimetris
Secara umum berdasarkan SNI-1726-2002
pada Bab 4.2 tentang Struktur Gedung
Beraturan dan Tidak Beraturan, yang
dimaksud dengan bangunan asimetris yaitu
bangunan yang memiliki ketentuan sebagai
berikut:
 Tinggi struktur gedung diukur dari
taraf penjepitan lateral melebihi
dari 10 tingkat atau di atas 40 m.
 Denah struktur gedung berbentuk
tidak beraturan atau persegi
panjang yang memiliki tonjolan
lebih dari 25% dari ukuran terbesar
denah struktur gedung dalam arah
tonjolan tersebut.
 Denah
struktur
gedung
menunjukkan coakan sudut, dengan
panjang sisi coakan tersebut
melebihi 15% dari ukuran terbesar
denah struktur gedung dalam arah
sisi coakan tersebut.
 Sistem struktur gedung terbentuk
oleh subsistem-subsistem penahan
beban lateral yang arahnya saling
tegak lurus dan sejajar dengan
sumbu-sumbu utama orthogonal
denah struktur gedung secara
keseluruhan.
 Sistem
struktur
gedung
menunjukkan loncatan bidang muka
yang signifikan terhadap gedung
sebelah bawahnya.
 Sistem struktur gedung memiliki
kekakuan
lateral yang
tidak
beraturan, yaitu kekakuan lateral
suatu tingkat adalah melebihi 70%
kekakuan lateral tingkat di atasnya
atau melebihi 80% kekakuan lateral
rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan
kekakuan lateral suatu tingkat
adalah gaya geser yang bila bekerja
di tingkat itu menyebabkan satu
satuan simpangan antar-tingkat.
 Sistem struktur gedung memiliki
berat lantai tingkat yang tidak
beraturan, setiap lantai tingkat
memiliki berat yang lebih dari 150%
dari berat lantai tingkat di atasnya
atau di bawahnya.
 Sistem struktur gedung memiliki
unsur-unsur vertikal dari sistem
penahan beban lateral dengan
perpindahan titik berat lebih dari
setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
 Sistem struktur gedung memiliki
lantai lubang atau bukaan yang
luasnya lebih dari 50% luas seluruh
lantai tingkat. Jumlah lantai tingkat
dengan lubang atau bukaan seperti
itu melebihi 20% dari jumlah lantai
tingkat seluruhnya.
Kemudian juga disebutkan dalam SNI1726-2002 Bab 4.2.2. untuk bangunan
struktur asimetris, pengaruh gempa
rencana harus ditinjau sebagai pengaruh
gempa dinamik, sehingga analisisnya harus
dilakukan berdasarkan analisis respons
dinamik.
67 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Perencanaan Struktur Gedung Tidak
Beraturan
Berdasarkan SNI-1726-2002, pada struktur
gedung tidak beraturan pengaruh Gempa
Rencana terhadap struktur gedung tersebut
harus ditentukan melalui analisis respons
dinamik 3 dimensi. Untuk mencegah
terjadinya
respon
struktur
gedung
terhadap pembebanan gempa yang
dominan dalam rotasi, dari hasil analisis
vibrasi bebas 3 dimensi, paling tidak gerak
ragam pertama (fundamental) harus
dominan dalam translasi.
Daktilitas struktur gedung tidak beraturan
harus ditentukan yang representatif
mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat
daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam
faktor reduksi gempa R representatif, yang
nilainya dapat dihitung sebagai nilai ratarata berbobot dari faktor reduksi gempa
untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal
dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh
struktur gedung dalam masing-masing arah
tersebut sebagai besaran pembobotnya
menurut persamaan di bawah ini.
Nilai akhir respon dinamik struktur gedung
terhadap pembebanan gempa nominal
akibat pengaruh Gempa Rencana dalam
suatu arah tertentu, tidak boleh diambil
kurang dari 80% nilai respon ragam yang
pertama. Bila respon dinamik struktur
gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar
nominal V, maka persyaratan tersebut
dapat dinyatakan menurut persamaan
seperti di bawah ini.
68 | K o n s t r u k s i a
Vt  0.8 V1
V1 = C1 x I x Wt / R
Perhitungan respons dinamik struktur
gedung
tidak
beraturan
terhadap
pembebanan gempa nominal akibat
pengaruh Gempa Rencana, dapat dilakukan
dengan metoda analisis ragam spektrum
respons dengan memakai Spektrum
Respons Gempa Rencana menurut Gambar
2 yang nilai ordinatnya dikalikan faktor
koreksi I/R, di mana I adalah Faktor
Keutamaan, sedangkan R adalah faktor
reduksi gempa representatif dari struktur
gedung yang bersangkutan. Dalam hal ini,
jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam
penjumlahan respons ragam menurut
metoda ini harus sedemikian rupa,
sehingga
partisipasi
massa
dalam
menghasilkan respons total harus mencapai
sekurang-kurangnya 90%.
Ketentuan Delatasi untuk Bangunan
Gedung
Besarnya delatasi pada bangunan gedung
sangat
dipengaruhi
oleh
besarnya
simpangan yang terjadi. Pada SNI 17262002
simpangan
gedung
ditinjau
berdasarkan kinerja batas layan dan
kinerja batas ultimit.
1. Kinerja Batas Layan
Kinerja batas layan struktur gedung
ditentukan oleh simpangan antartingkat akibat pengaruh Gempa
Rencana, yaitu untuk membatasi
terjadinya
pelelehan baja dan
peretakan beton yang berlebihan, di
samping untuk mencegah kerusakan
non-struktur dan ketidaknyamanan
penghuni. Simpangan antar-tingkat ini
harus dihitung dari simpangan struktur
gedung tersebut akibat pengaruh
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
Gempa Nominal yang telah dibagi
Faktor Skala.
 ≤ 0.03 x h / R
 = 30 mm
nilai simpangan diambil yang terkecil
dari kedua rumus di atas.
 ≤ 0.02 x h
Jarak pemisah antar-gedung harus
ditentukan sebagai berikut:
s =  ultimit
s ≥ 0.025 x h
s ≥ 75 mm
Rancangan Penelitian
2. Kinerja Batas Ultimit
Kinerja batas ultimit struktur gedung
ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat maksimum
struktur gedung akibat pengaruh
Gempa Rencana dalam kondisi struktur
gedung di ambang keruntuhan, yaitu
untuk
membatasi
kemungkinan
terjadinya keruntuhan struktur gedung
yang dapat menimbulkan korban jiwa
manusia dan untuk mencegah benturan
berbahaya antar-gedung atau antar
bagian struktur gedung yang dipisah
dengan sela pemisah (sela delatasi).
Simpangan dan simpangan antartingkat ini harus dihitung dari
simpangan struktur gedung akibat
pembebanan gempa nominal, dikalikan
dengan suatu faktor pengali ξ sebagai
berikut :
Dalam penelitian ini hanya akan difokuskan
untuk membahas perilaku bangunan
asimetris dengan adanya delatasi. Untuk
mengaplikasikan teori tentang pengaruh
gempa pada bangunan asimetris, model
bangunan akan dipisah menjadi empat
bidang bangunan yang dikelompokkan
berdasarkan pusat massa strukturnya.
Struktur asimetris akan dianalisis dengan
pemodelan struktur menggunakan aplikasi
ETABS V.9.7.1. Data yang diperlukan untuk
menyelesaikan analisis ini adalah PPIUG
1983, SNI 03-1726-2002, dan SNI 03-28472002. Pemodelan struktur disajikan pada
gambar 2 sampai dengan gambar 6.
 untuk struktur gedung beraturan
 = 0.7 x R
 untuk struktur gedung tidak
beraturan
 = 0.7 x R / faktor skala
faktor skala = (0.8 x V1 / Vt) ≥ 1
Untuk memenuhi persyaratan kinerja
batas ultimit struktur gedung, dalam
segala hal simpangan antar-tingkat yang
dihitung dari simpangan struktur
gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali
tinggi tingkat yang bersangkutan.
Gambar 2. Pemodelan struktur tiga
dimensi
69 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gambar 3. Rencana Delatasi
Gambar 6. Pusat massa bangunan
dengan delatasi Bidang C
Gambar 4. Pusat massa bangunan
dengan delatasi Bidang A
Gambar 5. Pusat massa bangunan
dengan delatasi Bidang B
Gambar 6. Pusat massa bangunan
dengan delatasi Bidang D
Bangunan gedung rumah sakit ini berlokasi
di Cibitung. Jika ditinjau terhadap peta
wilayah gempa, maka gedung ini termasuk
ke dalam Wilayah Gempa 3. Diasumsikan
bangunan didirikan di atas tanah sedang.
Sistem struktur menggunakan Sistem
Rangka Pemikul Momen Menengah dengan
faktor reduksi beban gempa sebesar 5,5.
Seluruh elemen struktur (kolom, balok, dan
plat lantai) direncanakan menggunakan
material beton bertulang dengan mutu F’c
25 MPa.
Metode Analisis
Struktur akan dianalisis berdasarkan
simpangan
yang
terjadi
untuk
mendapatkan jarak delatasi bangunan.
70 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
Semakin besar simpangan yang terjadi,
maka jarak delatasi yang dibutuhkan akan
semakin besar.
Kemudian struktur akan dianalisis untuk
mendapatkan dimensi elemen struktur
yang aman untuk menahan beban-beban
yang bekerja. Analisis ini ditinjau
berdasarkan gaya-gaya dalam yang bekerja.
Pada akhirnya akan dilakukan studi
berdasarkan perilaku struktur dan volume
penulangan struktur.
Konfigurasi dan Spesifikasi Gedung
Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh
data spesifikasi elemen-elemen struktur
bangunan seperti yang disajikan pada tabel
1.
Tabel 1. Konfigurasi dan spesifikasi gedung
Lantai
1
2
3
4
Tinggi
Lantai
Mutu
(f'c)
Elastisitas (Ec)
(m)
(Mpa)
(Mpa)
Kolom (cm)
Balok (cm)
Plat (cm)
4.2
4.25
4.25
4.2
25
25
25
25
23500
23500
23500
23500
30/30
30/30
30/30
30/30
30/60
30/60
30/60
30/60
14
14
14
14
Pembebanan Gedung
Beban yang bekerja pada struktur adalah
sebagai berikut:
a. Beban Mati
- Beban sendiri struktur kolom, balok,
dan plat
- Pada lantai (lantai 2 – 4)
 plafon dan rangka : 18 kg/m2
 spesi (2 cm)
: 42
kg/m2
 penutup keramik :
24kg/m2
 dinding setengah bata :
250kg/m2
- Pada atap dak
 plafon dan rangka :
18kg/m2
b. Beban Hidup
- Pada lantai (lantai 2 – 4)
:250kg/m2
Dimensi Struktur
Pada atap dak
:100kg/m2
c. Beban Angin
:
40kg/m2
d. Pembebanan Gempa
- Lokasi :
Cibitung, Jawa Barat
- Wilayah gempa
:
Wilayah Gempa 3
- Sistem Struktur
:
Sistem
Rangka Pemikul Momen Menengah
- Tanah dasar :
Tanah Sedang
- Jenis Bangunan
:
Rumah
Sakit
- Faktor Keutamaan (I) :
1.4
- Faktor Reduksi (R) :
5.5
- Gravitasi
:
9.81
2
m/s
- Skala Gempa
:
2.497
-
Analisis Beban Gempa Respon Spektra
71 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Kontrol
partisipasi
massa
untuk
menghasilkan respon total melebihi 90%
pada arah sumbu x, sumbu y, dan sumbu
rotasi z disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Partisipasi massa pada tiap
mode gempa
Ragam
Perioda
SumUX
SumUY
SumRZ
1
1.192612
0.7628
67.6088
19.1747
2
1.072769
83.3562
68.5985
19.1888
3
0.855787
83.4632
81.1622
72.2042
4
0.514813
84.3455
90.7063
90.597
5
0.439408
95.5572
92.2845
90.6112
6
0.407837
96.5347
96.3483
95.3941
7
0.266265
96.7779
98.2364
95.4081
8
0.261871
98.7384
98.6395
95.5511
9
0.247328
99.0931
98.6959
97.0805
10
0.231161
99.2271
99.7178
99.5058
11
0.220466
99.9538
99.8945
99.511
12
0.206392
100
100
100
Tabel 3. Kontrol gaya geser nominal
terhadap gaya geser ragam pertama
Lantai
1
2
3
4
Total
Rasio
Vx
kN
2639.89
2185.62
1588.91
921.87
7336.29
1.694
Vy
kN
2095.87
1750.86
1280.13
707.72
5834.58
1.347
0.8 x V1
kN
4329.933
Simpangan Lantai yang Terjadi
Dari hasil analisis beban gempa
zona 3 dengan program ETABS V.9.7.1
didapat simpangan simpangan total dan per
lantai arah x seperti yang disajikan pada
tabel 4.
Kontrol nilai gaya geser nominal
total melebihi 80% dari nilai gaya geser
pada respon ragam yang pertama (V1) pada
arah x dan arah y disajikan pada tabel 3.
Tabel 4. Simpangan total dan per lantai
Tinjauan
Simpangan
Total (x)
(mm)
Simpangan
Total (y)
(mm)
72 | K o n s t r u k s i a
Lantai
4
3
2
1
4
3
2
1
Bidang A
15.90
9.40
18.70
10.80
Bidang B
47.00
41.10
30.10
15.20
34.60
30.40
22.30
11.40
Bidang C
35.80
30.90
22.30
11.10
46.50
39.60
28.10
13.70
Bidang D
29.90
25.90
18.80
9.50
31.70
28.10
20.60
10.20
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
Simpangan
Per Lantai (x)
(mm)
Simpangan
Per Lantai (y)
(mm)
4
3
2
1
4
3
2
1
6.50
9.40
7.90
10.80
Grafik perbandingan simpangan arah x dan
arah
y
untuk
masing-masing
bidang
bangunan ditampilkan pada gambar 7 dan
gambar 8.
5.90
11.00
14.90
15.20
4.20
8.10
10.90
11.40
4.90
8.60
11.20
11.10
6.90
11.50
14.40
13.70
4.00
7.10
9.30
9.50
3.60
7.50
10.40
10.20
Jarak Delatasi yang Digunakan
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 nilai
simpangan ditentukan berdasarkan nilai
simpangan ultimit yang terjadi atau tidak
boleh kurang dari 75 mm atau tidak boleh
kurang dari 2,5 % dari tinggi lantai.
∆ ultimit maksimum
Gambar 7. Grafik perbandingan
simpangan total arah x
- Batasan jarak delatasi:
Minimum 75 mm,
atau 2.5 % x tinggi lantai = 0.02
5x
4.25
=
1.0625 m
=
106.25mm
Sehingga jarak delatasi yang digunakan
sebesar 106.25 mm.
Tabel 5. Kontrol jarak delatasi terhadap
jumlah simpangan maksimum antar bidang
bangunan
Tinjauan
Gambar 8. Grafik perbandingan
simpangan total arah y
=
58.52mm
A
B
(sumbu x)
B
C
(sumbu x)
B - D
(sumbu x)
C
D
(sumbu y)
(∑ ∆total) Jarak
Delatasi
Tinjauan
46.00
106.25
Aman
82.80
106.25
Aman
76.90
106.25
Aman
78.20
106.25
Aman
73 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Gaya-gaya Dalam Struktur Delatasi
Dari hasil analisis beban gempa zona 3
dengan program ETABS V.9.7.1 didapat
Tinjauan
Gaya Aksial
(kN)
Gaya Geser
(kNm)
Gaya Momen
(kNm)
Tinjauan
Gaya Geser
(kNm)
Gaya Momen
(kNm)
Tinjauan
Gaya Momen
(kNm)
74 | K o n s t r u k s i a
gaya-gaya dalam untuk kolom, balok, dan
plat setiap bidang bangunan seperti yang
disajikan pada tabel 6 sampai dengan tabel
8.
Tabel 6. Gaya-gaya dalam kolom
Lantai Bidang A
Bidang B
Bidang C
1
635.06
2575.98
1843.13
2
262.40
1795.86
1315.43
3
1086.55
777.73
4
389.06
253.05
1
33.39
45.72
43.28
2
33.86
62.11
51.96
3
58.74
48.26
4
49.66
38.65
1
65.06
82.44
84.81
2
70.43
131.99
110.76
3
123.32
100.91
4
107.41
85.39
Bidang D
1677.83
1145.25
668.40
212.99
35.29
46.59
44.40
37.45
65.46
98.72
93.13
80.62
Tabel 7. Gaya-gaya dalam balok
Lantai Bidang A
Bidang B
Bidang C
1
135.12
232.85
169.29
2
110.83
224.67
164.63
3
222.87
162.85
4
122.62
81.14
1
209.64
330.71
257.42
2
155.26
297.16
271.95
3
300.12
263.01
4
188.50
126.21
Bidang D
156.52
147.00
148.17
79.35
193.90
199.57
205.85
134.09
Tabel 8. Gaya-gaya dalam plat
Lantai Bidang A
Bidang B
Bidang C
1
13.47
36.46
15.93
2
10.24
37.53
16.74
3
35.60
16.29
4
19.81
8.23
Bidang D
24.60
24.42
23.41
15.61
ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI (Syano – Hidayat)
Luas Penulangan Terpasang
Dari hasil analisis beban gempa zona 3 dengan program ETABS V.9.7.1 didapat luas
penulangan terpasang untuk kolom, balok, dan plat setiap bidang bangunan seperti yang
disajikan pada tabel 9 sampai dengan tabel 11.
Tabel 9. Luas penulangan terpasang kolom
Tinjauan
Tulangan
Longitudinal
(mm2)
Tulangan
Geser
(mm2)
Lantai
1
2
3
4
1
2
Bidang A
3359.00
1839.00
Bidang B
13120.00
8888.00
Bidang C
8769.00
8959.00
Bidang D
7035.00
8224.00
431.00
1131.00
7532.00
3878.00
2522.00
2279.00
5565.00
2664.00
1595.00
1886.00
3805.00
2472.00
1227.00
1098.00
2475.00
711.00
2069.00
1770.00
1060.00
1569.00
3
4
Tabel 9. Luas penulangan terpasang balok
Tinjauan
Tulangan
Longitudinal
(mm2)
Tulangan
Geser
(mm2)
Lantai
1
2
3
4
1
2
Bidang A
1884.00
1434.00
Bidang B
4118.00
3862.00
Bidang C
1172.00
1279.00
Bidang D
1151.00
1187.00
594.00
431.00
3809.00
2044.00
2692.00
2519.00
1312.00
739.00
1724.00
1606.00
1228.00
780.00
1493.00
1332.00
2478.00
882.00
1529.00
431.00
1296.00
431.00
3
4
Tabel 10. Luas penulangan terpasang plat
Tinjauan
Tulangan
Longitudinal
Lantai
1
2
(mm2)
3
4
Bidang A
470.14
357.57
Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis terhadap
bangunan asimetris gedung rumah sakit
yang berlokasi di Cibitung terhadap
Bidang B
1273.13
1310.23
Bidang C
556.13
584.62
Bidang D
858.79
852.71
1242.98
691.61
568.69
287.50
817.25
544.94
tinjauan delatasi akibat beban horizontal
gempa menurut SNI 03-1726-2002,
diperoleh kesimpulan:
a. Kontrol partisipasi massa
75 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Partisipasi massa pada tiap-tiap derajat
kebebasan
bangunan
untuk
menghasilkan respon total melebihi
90% tercapai pada ragam 5.
b. Kontrol gaya geser gempa
Hasil kontrol gaya geser dasar diperoleh
gaya geser nominal (Vt) memenuhi
persyaratan batas minimum 80%
terhadap gaya geser ragam pertama
(V1).
c. Kontrol simpangan
- Simpangan tiap lantai yang terjadi
pada bangunan untuk arah sumbu x
dan
sumbu
y
memenuhi
persyaratan kinerja batas layan.
Adapun syarat nilai kinerja batas
layan tiap lantai berturut-turut dari
lantai satu sampai lantai empat
yaitu 22,91 mm, 23,18 mm, 23,18
mm, dan 22,91 mm.
- Simpangan batas ultimit yang
terjadi pada bangunan untuk arah
sumbu x dan sumbu y memenuhi
persyaratan simpangan maksimum.
Adapun syarat nilai simpangan
maksimum berturut-turut dari
lantai satu sampai lantai empat
yaitu 84 mm, 85 mm, 85 mm, dan 84
mm.
- Jarak delatasi yang digunakan untuk
bangunan delatasi sebesar 106.25
mm. Jarak ini masih aman jika
dibandingkan
dengan
jumlah
simpangan total maksimum antar
bidang bangunan yang saling
bersampingan pada arah yang
memungkinkan terjadinya benturan.
d. Gaya-gaya dalam
Perbedaan nilai gaya-gaya dalam pada
setiap bidang bangunan dipengaruhi
oleh pusat massa bangunan yang tidak
berada pada satu titik.
76 | K o n s t r u k s i a
e. Luas penulangan terpasang
Perbedaan nilai gaya-gaya dalam pada
setiap bidang bangunan dipengaruhi
oleh nilai gaya-gaya dalam yang ada.
Luas penulangan terpasang sebanding
dengan gaya-gaya dalam yang terjadi.
Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata
Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, SNI 03 – 2847 – 2002
Badan Standardisasi Nasional. 2002.
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI 03
– 1726 – 2002
Dipohusodo, Istimawan. 1994. Struktur
Beton Bertulang. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Depok: 1994
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan.
1983. Peraturan Pembebanan Indonesia
Untuk Gedung 1983. Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan. Bandung:
1981
Universitas Ngurah Rai. 2010. Astriani, Ni
Kadek. Pengaruh Torsi Pada Bangunan.
GaneC Swara. Denpasar: 2010
Menteri
Pekerjaan
Umum.
2006
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor:
29/PRT/M/2006.
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209 L
DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA
Davit Fikri
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
[email protected]
Heri Khoeri
PT. Hesa Laras Cemerlang
[email protected]
ABSTRAK : Dermaga adalah fasilitas penting yang harus dimiliki oleh sebuah pelabuhan untuk menunjang
kegiatan operasionalnya. Dermaga merupakan tempat dimana terjadinya proses bongkar muat. Dalam
analisis perencanaan dermaga, diperlukan data-data antara lain spesifikasi kapal yang akan bersandar,
alat yang akan digunakan di dermaga tersebut seperti Container Crane atau Harbour Mobile Crane, dan
kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut komoditas dari atau ke dermaga. Struktur dermaga
akan menahan beban dari kapal, alat, dan kendaraan tersebut.
Tugas akhir ini membandingkan model dari 2 (dua) dermaga berbeda yaitu Dermaga 209 dan Dermaga
209L dengan mengacu pada 2 (dua) peraturan yang berbeda yaitu SNI 2002 dan PBI 1971. Dua program
yang berbeda juga digunakan yaitu Staad Pro dan SAP2000.
Pada hipotesis awal, model yang mengacu pada SNI 2002 dan dibuat menggunakan program SAP2000
dinyatakan lebih andal dari model yang mengacu pada PBI 1971 dan menggunakan program Staad Pro.
Hipotesis tersebut terbukti melalui hasil perhitungan dan analisis untuk masing-masing dermaga pada
tugas akhir ini.
Kata kunci : dermaga 209, 209L, SNI, PBI, Staad Pro, SAP 2000
ABSTRACT : Berth is an important facility for a port to support its operational activity. It is a place where
stevedoring activity been held. In order to design a berth, it is necessary to compile some datas such as ship
specifications, crane specifications (Container Crane or Harbour Mobile Crane), and vehicles which will carry
the goods from and to the berth. The berth structure will retain the loads from ships, cranes, and vehicles.
This final project compares the model of two different berth : Berth 209 and Berth 209L by referring to two
different standards : SNI 2002 and PBI 1971. It also will uses two different programs : Staad Pro and
SAP2000.
In the early hypothesis, the model that refer to SNI 2002 standard and use SAP2000 is state to be more
reliable than the model that refer to PBI 1971 and use Staad Pro. This final project successfully proof the
hypothesis through its results which show by the calculation and analysis of each berth.
Kata kunci : Berht 209, 209L, SNI, PBI, Staad Pro, SAP 2000
77 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
PENDAHULUAN
Pelabuhan tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan manusia sebab sejak zaman
dahulu kala pelabuhan sangat penting untuk
melaksanakan aktivitas yang berkaitan
dengan pelayaran. Sebab pada zaman dahulu
belum ada yang namanya kapal udara,
sehingga aktivitas kehidupan antar pulau,
negara dan benua dilakukan melalui lautan.
Salah satu Pelabuhan di Indonesia adalah
Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan
pelabuhan sangat sibuk dengan segala
aktivitas transfer logistik di Indonesia. oleh
karena itu Pelabuhan Tanjung Priok harus
mampu dan dapat melayani segala
kebutuhan operasional. Untuk mendukung
hal itu harus memiliki dermaga yang siap
melayani transfer logistik dengan kapasitas
yang banyak secara baik. Untuk itu PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) selaku
Operator Pelabuhan di Pelabuhan Tanjung
Priok senantiasa melakukan peningkatanpeningkatan pelayanannya. Salah satu
bentuk peningkatan pelayanan yang
dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero)
Cabang
Pelabuhan
Priok
diantaranya adanya Pekerjaan Perkuatan
Dermaga 208-209 dan 209 L, 210 dan 211.
Bentuk peningkatan pelayanan tersebut
diwujudkan dengan menambah fasilitas alat
bongkar muat di dermaga dengan tujuan
menambah kapasitas bongkar muat. Dengan
akan dipasangnya alat bongkar muat
(Luffing Crane) tersebut maka perlu
dilakukan pekerjaan perkuatan Dermaga
209 L, 210 dan 211. Sebelum dilakukan
pekerjaan perkuatan dermaga tersebut
maka
perlu
dilakukan
pekerjaan
perencanaan perkuatan di Dermaga 209 L,
210 dan 211.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari penulisan ini adalah untuk
menganalisis tebal Pelat Lantai Dermaga 209
dan Dermaga 209 L.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui apakah tebal pelat pada
Dermaga 209 dan 209 L merupakan tebal
78 | K o n s t r u k s i a
efektif yang seharusnya dipakai akibat dari
beban opersional yang berada diatasnya.
DERMAGA YANG DI ANALISIS
Gambar 1. Dermaga 209
Tabel 1. Data Teknis Dermaga 209
Uraian
Spesifikasi
Mutu Beton
K-350
Tulangan
D 19 -100
Tebal Pelat Lantai
35 cm
Peraturan Perhitungan
PBI 1971
Program Perhitungan
Staad pro
Fungsi Dermaga
Petikemas
Alat Yang Dipakai
HMC DAN CC
Gambar 2. Dermaga 209L
Tabel 2. Data Teknis Dermaga 209L
Uraian
Spesifikasi
Mutu Beton
K-430
Tulangan
D 25 -250
D 25 - 500
Tebal Pelat Lantai
40 cm
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
Peraturan Perhitungan
SNI 2002
Program Perhitungan
SAP 2000
Fungsi Dermaga
Petikemas
Alat Yang Dipakai
HMC DAN CC
METODA ANALISIS
Secara garis besar dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Melakukan inventarisasi / pendataan
mengenai data tebal Pelat, beban
yang bekerja dari hasil perhitungan
masing-masing dermaga.
2. Beban yang dipakai adalah beban
maksimum dari pelat lantai, yang
didapat dari pola operasional yang
bekerja diatasnya.
3. Mencoba memasukan nilai tebal pelat
dengan cara coba-coba sampai
mencapai nilai yang efisien.
4. Proses Perhitungan : menghitung
dan menanalisis masing-masing
struktur pelat lantai dermaga dengan
memakai peraturan SNI tahun 2002
dan PBI tahun 1971.
5. Periksa hasil perhitungan, (tebal min
pelat,
chek
geser,
chek
ρ)
berdasarkan peraturan SNI dan PBI.
apabila tidak memenuhi syarat maka
kembali ke proses no 3.
6. Perbandingan hasil perhitungan :
setelah didapat hasil analisis dari
masing - masing pelat lantai
dermaga, kemudian dibandingkan
tebal pelat lantai yang efektif.
7. Penarikan kesimpulan.
Bekerja adalah berat sendiri pada
pelat lantai.
Berat
sendiri
material
yang
diperhitungkan dalam perencanaan
struktur
adalah
sebagai
berikut:
- Beton
=2.400 ton/m3
- Baja =7.850ton/m3
Berat-berat
ini
diperhitungkan
sebagai beban mati (DEAD Load)
ataupun beban superimposed dead
load (SDL).
2. Beban Hidup yang diterima Oleh Plat
Lantai adalah beban HMC
Beban HMC yang digunakan adalah
HMC 300 E , pada Tabel akan
diuraikan karakteristik dari HMC 300
E.
Tabel 3. Karakteristik HMC 300 E
Karakteristik
Besaran
Beban Sendiri
416000 kg
Kapasitas angkat
100000 kg
maksimum
Jumlah As Roda
7 buah
Jumlah Pad
8 buah
Lebar Pad
1,8 m
Panjang Pad
3,6 m
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero)
PEMBEBANAN DAN KOMBINASI
1. Beban yang dipakai pada kedua
dermaga adalah sama, baik itu di
Dermaga 209, maupun 209L. karena
fungsi nya pun sama sebagai
dermaga petikemas. Jadi alat-alat
yang digunakan dan pola operasional
juga sama. beban maksimum yang
dipakai adalah beban HMC, karena
struktur yang ditinjau pada tugas
akhir ini adalah struktur pelat
dermaga saja. Beban Mati Yang
Gambar 3. Skema Pembebanan HMC
dengan 8 buah Pad
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia II
79 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Gambar 4. Skema pembebanan HMC
pada saat berjalan diatas dermaga
Gambar 6. Grafik Respon Spectrum
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero)
Sumber : SNI – 1726 – 2002Respon
spectrum gempa rencana untuk
wilayah gempa 3
3. Truck yang beroperasi di area
dermaga direncanakan memiliki
berat maksimum 500 kN. Spesifikasi
truck mengacu kepada RSNI T-022005: Pembebanan untuk Jembatan.
PEMODELAN PERHITUNGAN PELAT
4.
Plat Lantai pada dermaga 209L telah
dimodelkan menggunakan dua buah
perangkat lunak dan dua acuan perencanaan
yang berbeda. Masing-masing pemodelan
tersebut dalam tugas akhir ini kemudian
disebut sebagai model I dan model II.
1. DERMAGA 209L
Model I
Model I dilakukan dengan bantuan SAP 2000
V.11 dan acuan perencanaan SNI 03-28472002.
Kombinasi
Pembebanan
yang
digunakan pada perhitungan :
Gambar 5. Beban Truck T-500 kn
S = 1.0 DL
S = 1.0 DL+ 1.0 UDL
5. Beban Gempa
Beban gempa yang diperhitungkan
adalah untuk wilayah Gempa 3,
dengan kondisi tanah sedang.
U = 1.2 DL
U = 1.2 DL+ 1.6 UDL
Analisis tersebut memberikan hasil sebagai
berikut :
Service Limit State
M (+)
= 10.027 ton.m
M (-)
= 16.553 ton.m
V
= 26.421 ton
Ultimate Limit State
80 | K o n s t r u k s i a
SLS
ULS
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
M (+)
= 15.652 ton.m
M (-)
= 25.729 ton.m
V
= 41.595 ton
Selimut beton
: 50 mm
Momen ultimate akibat beban bekerja: 7.42
ton.m
Momen dan gaya geser tersebut adalah per
meter panjang pelat.
Jumlah tulangan terpasang per meter
panjang =
= 10 buah
As terpasang = 10 π (19)2 = 11335.4 mm2
Model II
Tinggi efektif (d)
= tebal pelat – selimut
beton – ø tulangan/2
= 350 – 50 – 19/2
=290.5 mm
Model II dilakukan dengan bantuan Staad
Pro dan acuan perencanaan PBI 71
(menggunakan metode elastis). Kombinasi
Pembebanan
yang
digunakan
pada
perhitungan :
COMB 1 = DL + LL
COMB 2 = DL + TRUK
Analisis dilakukan dengan asumsi bahwa
semua tulangan leleh. Tulangan mencapai
kondisi leleh jika nilai regangannya lebih
besar dari fy/Es.
COMB 3 = DL + LL + QCC
COMB 4 = DL + HMC + TANAH
COMB 5 = DL + LL +QCC + GEMPA
COMB 6 = DL + LL + BOLLARD
COMB 7 = DL + LL + FENDER
Analisis tersebut memberikan hasil sebagai
berikut :
Ultimate Limit State
Gambar 7. Analisis Tegangan dan Regangan
Pada Balok Beton Bertulang
ULS
M (+)
= 7.15 ton.m
M (-)
= 7.42 ton.m
Momen dan gaya geser tersebut adalah per
meter panjang pelat.
PERHITUNGAN PEMODELAN
Analisis Perhitungan Plat lantai 209 (
Perhitungan Berdasarkan SNI)
 Analisis Model 2
Data plat lantai yang akan dianalisis adalah
sebagai berikut :
Sisi terpanjang
: 6 meter
Sisi terpendek
: 5,5 meter
Tebal pelat
: 350mm
Fy
: 400 MPa
Fc’
: 35 MPa
Es
: 200000 MPa
Tulangan Terpasang : D19-100
Dari gambar diatas, dapat disimpulkan
resultan gaya-gaya dalamnya menjadi gaya
tekan pada beton (Cc) sama dengan gaya
tarik pada baja (T).
ΣH
=0
Cc
=T
0.85 fc’ a b
= As fy
0.85 (29.05) (a) (1000)= (11335.4) (400)
a
= 183.62 mm
c
= 0.85 a
c
= 156.077 mm
.
=
.
.
=
.
εs = 0.005584
=
= 0.002
81 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
εs >
leleh
, maka tulangan mencapai kondisi
Momen kapasitas penampang berdasarkan
tulangan terpasang :
Momen Nominal
=0.85.fc’.a.b.(d-0.5a)
=0.85(29.05)(183.62)(1000)
(290.5 −
)
= 90.08 ton.m
Faktor reduksi (φ) = 0.85
Momen Ultimate
= φ * Mn
= 0.85 * 43.2 ton.m
= 76.57 ton.m
Momen kapasitas penampang adalah 76.57
ton.m sedangkan momen ultimate akibat
beban bekerja adalah 7.42 ton.m ; maka
dapat disimpulkan pelat dapat memikul
beban bekerja dengan angka keamanan 1.10
.
Analisis Perhitungan Plat lantai 209 L (
Perhitungan Berdasarkan PBI)
 Analisis Model 1
Data plat lantai yang akan
sebagai berikut :
Sisi terpanjang
Sisi terpendek
Tebal pelat
Fy
Fc’
Es
Tulangan Terpasang
Selimut beton
Mu akibat beban bekerja
dianalisis adalah
: 10 meter
: 5.5 meter
: 400mm
: 400 MPa
: 35 MPa
: 200000 MPa
: D25-150
: 50 mm
: 25.729 ton.m
Jumlah tulangan terpasang per meter
panjang =
= 7 buah
As terpasang = 7 π (25)2 = 3436.12 mm2
Tinggi efektif (d)= t. pelat – selimut beton –
øtul/2
= 400 – 50 – 25/2
=337.5 mm
Mutu Bahan Konstruksi
Mutu Bahan Konstruksi Akibat Beban Tetap
Tegangan Tekan Ijin Beton σbk'
=115,5
g/cm2 Tegangan Tarik Ijin Beton
σb
=
8,98 kg/cm2 Tegangan Geser Ijin Tanpa
Tulangan Geser τb = 8,04 kg/cm2
Tegangan Geser Ijin dengan Tulangan Geser
τbm = 20,2 kg/cm2
Modulus Elastisitas Beton Ec=119700
kg/cm2 Angka Ekivalensi
N=
17,64
Modulus
Elastisitas
Baja
Es=2111508kg/cm2 Tegangan Tarik Ijin
Bajaσa =2250kg/cm2
Pehitungan Penulangan Lentur Beban
Sementara
Perhitungan Tulangan Lentur
Momen Ultimate pada Tumpuan Mu +
=25.729 ton.m
øo = σ'a / (σ'b x n)
= 1.10434
h = ht - 5 cm
= 35
Ca = (h / √(n x Mu / b x σ'a) = 77.9289
δ
= 0.6
Dari tabel lentur "n" dengan nilai Ca & δ
diperoleh :
ø
= 8,091
ø'
= 89
100n ω
= 0,684ω
= 0,00039
Luas Tulangan tumpuan yang dibutuhkan,
As = ω x b x h = 1,16327 cm2
As' = δ x As = 0,69796 cm2
Menggunakan Tulangan D 25
Jumlah Tulangan terpasang As terpasang = 7
π (25)2 = 3436.12 mm2< As yang dibutuh
kan Aman
ΣH
=0
Cc
=T
0.85 fc’ a b
= As fy
0.85 (35) (a) (1000) = (3436.12)
(400)
a
= 46.19 mm
c
= 0.85 a
c
= 54.34 mm
.
=
.
.
82 | K o n s t r u k s i a
=
.
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
εs = 0.018
=
Pemodelan dilakukan dengan bantuan SAP
2000 V.11 dan acuan perencanaan SNI 032847-2002.
= 0.002
εs >
, maka tulangan mencapai
kondisi leleh
Momen
kapasitas
penampang
berdasarkan tulangan terpasang :
Momen Nominal = 0.85 fc’ a b (d-0.5a)
=
0.85(35)
.
(337.5 −
)
(46.19)
(1000)
= 43.2 ton.m
Faktor reduksi (φ)
= 0.85
Momen Ultimate
= φ * Mn
= 0.85 * 43.2
Beban yang bekerja pada dermaga :
Dead Load (DL) : Berat Sendiri Struktur
Live Load (LL) : Beban merata 3 ton/m2
Beban Crane : 12.28 ton/m2
Perhitungan Beban Crane
Tipe Crane: Harbour Mobile Crane Gottwald
HMK 6406
Counterweight : 82 ton
Total Weight of Fully Rigged Crane: 360 ton
Total Weight: 442 ton
Proping Base: 14 m x 12.5 m
Number of Proping Pads: 4
Size of Proping Pads: 2 m x 4.5 m
ton.m
= 36.7 ton.m
Momen kapasitas penampang adalah
36.7 ton.m sedangkan momen ultimate
akibat beban bekerja adalah 25.729
ton.m ; maka dapat disimpulkan pelat
dapat memikul beban bekerja dengan
angka keamanan 1.4
Setelah dianalisis dari kedua Model diatas
perhitungan pelat lantai menggunakan PBI
dan SNI terdapat perbedaan hasil
perhitungan dikarenakan karena beban yang
bekerja pada masing-masing pelat dermaga
berbeda, yaitu Dermaga 209L menggunakan
beban sebesar 25, 729 tonm sedangkan
untuk Dermaga 209 sebesar 7,42 tonm.
Sehingga perlu dilakukan analis terhadap
beban momen yang bekerja pada Masing –
masing dermaga. Selanjutnya akan di
lakukan simulasi momen yang bekerja pada
Dermaga dengan bantuan program SAP
2000 v.11.
CEK ANALISIS PERHITUNGAN MOMEN
PELAT LANTAI DERMAGA 209L &
DERMAGA 209 DENGAN MENGGUNAKAN
PROGRAM SAP 2000 V.11
Area of Each Proping Pads: 9 m2
Uniform Gravity Load: 12.28 ton/m2
Kombinasi Pembebanan yang digunakan
pada perhitungan :
Service = 1.0 DL+ 1.0 UDL
Ultimate = 1.2 DL+ 1.6 UDL
Crane = 1.2 DL + 1.0 UDL + 1.0 HMC
Dibuat 4 model berbeda yaitu :
Model 1  dermaga dimodelkan antar
dilatasi dengan tebal plat lantai 35 cm
Model 2 dermaga dimodelkan antar
dilatasi dengan tebal plat lantai 40 cm
83 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Model 3 dermaga dimodelkan sebagai
segmen dengan tebal plat lantai 35 cm
Model 4 dermaga dimodelkan sebagai
segmen dengan tebal plat lantai 40 cm
Gambar 10. Diagram Momen Model 1
Gambar 11. Diagram Momen Model 2
Gambar 7. Input Live Load pada Model
Gambar 8. Input Beban Crane pada Model
Gambar 9 . Shell Information Load
Gambar 12. Diagram Momen Model 3
Gambar 13. Diagram Momen Model 4
84 | K o n s t r u k s i a
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
Dari analisis tersebut didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 4. Momen Maksimum
Model
1
2
3
4
Momen Maximum
Kombinasi
Service
Ultimate
Crane
9.41601
13.27088
24.41114
10.25666
14.32151
9.41601
9.41601
13.27088
24.38477
10.25666
14.32151
25.67559
Tabel 5. Momen Maksimum
Model
1
2
3
4
Momen Minimum
Kombinasi
Service
Ultimate
Crane
-17.38723
-23.99975
-33.3898
-24.77015
-33.89694
-17.38723
-17.38722
-23.99975
-33.38979
-24.77014
-33.89692
-46.84301
Fy= 400 MPa
Selimut beton= 40 mm
Lebar plat= 1000 mm
Diameter tulangan rencana= 19 mm
Tinggi efektif (d)= 400 – 40 - = 350.5 mm
Lengan Momen (jd)= 0.925 d = 324.213 mm
As perlu=
.
=
Service
Ultimate
Crane
Momen Ultimate
Design
Momen
Max
10.25666
14.32151
25.67559
25.67559
Momen Min
-24.77015
-33.89694
-46.84301
-46.84301
,
,
∗
.
.
= 2426.95 mm2
= 9 buah
.
Spasi tulangan =
≈ 111.11
Spasi tulangan rencana= 100 mm
Analisis tegangan regangan
ΣH
=0
Cc
=T
0.85 fc’ a b
= As fy
0.85 (35) (a) (1000)= (0.25 π 192) (10)
(400)
a
= 38.12 mm
c
= 0.85 a
c
= 32.4 mm
.
Kombinasi
=
As rencana per tulangan= 0.25 π (19)2
= 283.529 mm2
Jumlah Tulangan=
=
Tabel 6. Momen Ultimate Design
∗
.
.
=
.
εs = 0.032
=
εs >
leleh
= 0.002
, maka tulangan mencapai kondisi
 Tulangan rencana D19-100
Penulangan Momen Negatif
Penulangan Momen Positif
Mu= 25.67 ton-m/m
Faktor reduksi (Φ)= 0.8
.
Mn=
= 32.1 ton-m/m
.
Mn= 314,739,406.8 Nmm
Tebal Plat= 40 cm
Mu
= -46.8 ton-m/m
Faktor reduksi (Φ)= 0.8
.
Mn
= . = 58.6 ton-m/m
Mn
= 574,216,256.7 Nmm
Tebal Plat= 40 cm
Fy
= 400 MPa
Selimut beton= 40 mm
85 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Lebar plat= 1000 mm
Diameter tulangan rencana= 25 mm
Tinggi efektif (d)
= 400 – 40 - = 347.5
mm
Lengan Momen (jd) =
0.925
d
=
321.438mm
,
,
.
As perlu
=
=
=
∗
4466.002 mm2
As rencana per tulangan
= 490.874 mm2
Jumlah Tulangan
=
.
∗
.
= 0.25 π (25)2
=
= 9 buah
.
Spasi tulangan
=
Spasi tulangan rencana
3.
≈ 111.11
= 100 mm
Analisis tegangan regangan
ΣH
=0
Cc
=T
0.85 fc’ a b
= As fy
0.85 (35) (a) (1000)= (0.25 π 252) (10)
(400)
a
= 65.9 mm
c
= 0.85 a
c
= 56.09 mm
=
.
.
2.
4.
.
5.
=
.
εs = 0.018
=
εs >
leleh
6.
= 0.002
, maka tulangan mencapai kondisi
Momen pelat Dermaga 209 = 7,42 ton m
Momen pelat Dermaga 209L = 25,72 ton
m
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
Menggunakan
peraturan
PBI
Perbandingan Safety Factor
pada
Dermaga 209 adalah 1:10, sedangkan
untuk
perhitungan
menggunakan
peraturan SNI 2002 pada Dermaga 209L
diketahui Safety Factor yang dihasilkan
perbandingan 1:4 sehingga, penggunaan
peraturan PBI menghasilkan Desain yang
lebih Konservatif.
Perbedaan desain rencana pada Dermaga
209 dan Dermaga 209L dipengaruhi oleh
peraturan yang dipakai, yaitu 209 PBI
tahun 1971 dan SNI tahun 2002.
Berdasarkan pemodelan yang dibuat
dengan ukuran masing-masing dermaga
dan beban yang diambil adalah beban
HMC maksimum, dihasilkan momen pelat
sebesar 24,77 ton m, lebih mendekati
momen yang diinput pada Dermaga 209L
25,729 ton m. dari hasil pemodelan
tersebut dapat disimpulkan Dermaga 209
memakai momen pelat lebih kecil dari
momen pelat yang dipakai pada Dermaga
209L.
Berdasarkan hasil pemodelan yang telah
dibuat, dengan menggunakan program
SAP 2000. Momen pelat Dermaga 209 L
lebih mendekati momen plat yang
dihasilkan dari perhitungan.
Hipotesis awal bahwa dermaga 209 L
over Design tidak bisa dibuktikan dengan
cara membandingkan hasil desain (tebal
pelat, mutu pelat, tulangan pelat lantai)
secara langsung antar Dermaga 209 dan
209L, tetapi harus melihat konsep dari
perencana Dermaga.
 Tulangan rencana D25-100
KESIMPULAN :
Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik
beberapa kesimpulan, antara lain
1. Perhitungan momen yang di input pada
masing - masing perencana Dermaga 209
dan 209L berbeda sehingga menghasilkan
Tebal plat, mutu beton, dan tulangan
pelat lantai yang berbeda.
86 | K o n s t r u k s i a
DAFTAR PUSTAKA
1. Bambang
Triatmodjo
Prof.,
“Pelabuhan”,Beta Offset, Yogyakarta,
1996
2. OCDI, The Overseas Coastal Area
DevelopmentInstitute
Of
Japan
–
Technical Standards and Commentaries
for Port and Harbour Facilities In Japan,
Tokyo, 2002
ANALISIS PERBANDINGAN PELAT LANTAI DERMAGA 209 DAN 209L (Davit - Heri)
3. Direktori PelabuhanTanjung PriokEdisi
2008, PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) CabangTanjungPriok
4. SNI 03-2847-2002Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
5. PBI 1971Peraturan Beton Bertulang
Indonesia.
6. Wangsadinata, Ir. Wiratman. Perhitungan
Lentur dengan cara "n" : 1979.
7. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
“Pedoman Pembangunan Pelabuhan”. Japan
International Cooperatin Agency. Jakarta,
2000.:
8. Desain Konstruksi Plat & Rangka Beton
Bertulang dengan SAP 2000 Versi ; Handi
Pramono & Rekan
87 | K o n s t r u k s i a
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS (Ainun - Nadia)
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN
BAN BEKAS SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR
Oleh :
Moh. Ainun Najib
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Nadia
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK : Beton merupakan salah satu elemen terpenting dalam Struktur Bangunan, dengan sifat beton
yang mudah untuk dibuat ,mudah untuk dicetak dan perawatannya pun terbilang mudah. Beton yang
dicampur dengan potongan ban bekas diharapkan mempunyai berat yang ringan, sehingga menjadikan
beton ini tidak terlalu membebani struktur pada konstruksi bangunan. Adapun bahan ban bekas itu
sendiri sangatlah mudah didapat, karena ban adalah salah satu bahan limbah. Namun disamping ringan,
mutu Beton atau Kuat Tekan Beton tetap harus menjadi factor utama dalam menentukan pilihan
penggunaannya.Penelitian ini bermaksud untuk mencari besarnya kuat tekan beton dengan penambahan
potongan ban bekas sebagai pengganti sebagian dari agregat kasar pada Beton. Benda uji berupa silinder
berdiameter 15 x 30 cm dengan variasi penambahan ban sebesar 5% , 10%, dan 15% dari volume agregat
kasar.. Mutu beton rencana yaitu K-225 (18,68 MPa) dengan uji tekan pada umur 28 hari. Hasil pengujian
untuk 5% ban menghasilkan 139,11 kg/cm2, untuk 10% ban menghasilkan 109,55 kg/cm2, dan untuk 15%
ban menghasilkan 83,47 kg/cm2. Untuk penurunan berat beton yaitu untuk 5% = 33,77% dari berat
normal, untuk 10%=47,85% dari berat normal dan untuk 15% = 60,26 % dari berat normal.
Kata Kunci: kuat tekan, ban bekas, beton normal, beton ringan
ABSTRAK : : Concrete is one of the most important element in the structure of buildings , with the nature of
concrete that is easy to be made , easy for printing and its treatment is quite easy .Concrete is mixed with
pieces of tire of the former is expected to have a light weight , that made this concrete not too burdensome
structures on the construction of buildings. The former tire material itself is very readily obtainable ,
because of the tires is one of waste materials .But besides light , the quality of concrete or strong press
concrete still have to be the main factor in determining the choice of penggunaannya.penelitian it intends
to search for the amount of strong concrete press with the addition of pieces of tire former as a substitute
for some of the aggregate rough on concrete . Objects of the cylindrical 15 x diameter of 30 cm with
variations of the ban amounted to 5 percent , 10 percent , and 15 percent of the volume of the aggregate
rough ..Quality concrete plan namely k-225 ( 18,68 mpa ) with the press at the age of 28 days .The results of
tests to 5 percent of the tire produce 139,11 kg per cm2 , to 10 percent of the tire produce 109,55 kg per
cm2 , and to 15 percent of the tire produce 83,47 kg per cm2 .To decline in heavy concrete that is to 5
percent = 33,77 percent of normal weight , to 10 percent = 47,85 percent of normal weight and to 15
percent = 60,26 percent of normal weight .
Keywords: strength, waste of tires, normally concrete, light concrete
89 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
PENDAHULUAN
Limbah
ban
bekas
adalah
penyumbang
sampah
terbesar
didunia dan termasuk kedalam
golongan material yang tidak dapat
diuraikan oleh organisme (non biodegradable), serta bersifat tahan lama
(persistent)
yang
tidak
akan
membusuk. Apabila limbah ban bekas
tersebut dibakar akan menghasilkan
salah satu bahan paling berbahaya di
dunia, yaitu Dioksin.
Dari bahaya limbah ban bekas bagi
manusia maupun lingkungan ini, ada
sisi positifnya yaitu dari bahan
penyusun utama ban tahan terhadap
air, memiliki kestabilan yang cukup,
ketahanan yang tinggi, dan memiliki
tingkat fleksibilitas dan sifat lentur
yang cukup baik serta karet memiliki
sifat menyerap getaran, maka
diadakan
uji
coba
mengenai
pemanfaatan limbah ban bekas
sebagai bahan dasar penggati agregat
kasar pada campuran beton normal.
Identifikasi
Masalah
dan
Perumusan Masalah
1. Apakah penambahan ban bekas
sebagai
pengganti
sebagian
agregat
kasar
dapat
mempengaruhi kuat tekan beton?
2. Berapa besar pengaruhnya ban
bekas pada campuran beton untuk
penambahan 5 % ; 10 % dan 15
%.ban bekas terhadap kuat tekan
beton normal.
3. Apakah Campuran beton dengan
ban bekas dapat mempengaruhi
berat volume Beton, agar dapat
mengurangi pengaruh buruk dari
Diagram Fish Bone
90 | K o n s t r u k s i a
limbah ban
lingkungan.
bekas
terhadap
Batasan Masalah
a. Ukuran ban bekas 1cm3 (1 cm x 1
cm x 1 cm ).dengan variasi
penambahan sebesar 5%, 10%
dan 15% terhadap volume agregat
kasar.
b. Beton rencana adalah beton
dengan mutu f’c 18,68 Mpa.
c. Semen yang digunakan adalah
Semen Portlad tipe I merk Tiga
Roda.
d. Pasir yang digunakan adalah Pasir
Bangka ukuran < 5 mm
e. Batu pecah yang digunakan
adalah Batu pecah yang berasal
dari Gunung Sembung berukuran
< 40 mm
f. Air yang dugunakan adalah PDAM.
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh
penambahan ban bekas sebagai
pengganti sebagian agregat kasar
terhadap Kuat Tekan Beton dan
Berat volume Beton.
b. Untuk mengetahui perubahan
kuat
tekan
beton
dengan
tambahan ban bekas dengan
prosentase 5%, 10% dan 15%.
c. Untuk
memanfaatkan
bahan
limbah ban bekas yang dapat
mencemari lingkungan, menjadi
bahan yang berguna.
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS (Ainun - Nadia)
Hipotesis
a. Kuat
tekan
beton
dengan
penambahan 5% ban bekas pada
agregat kasar akan lebih besar
dari pada penambahan 10%
bahan bekas pada agregat kasar.
b. Kuat tekan beton dengan 10%
ban bekas pada agregat kasar
akan lebih besar dari pada 15%
ban bekas pada agregat kasar.
c. Berat volume beton dengan ban
sebagai pengganti agregat kasar
akan lebih ringan dibandingkan
dengan beton normal
(admixture) untuk merubah sifat-sifat
tertentu beton.
Bahan
yang
digunakan
harus
disesuaikan,
dicampur
atau
digunakan
pada
beton
untuk
menghasilkan beton dengan sifat-sifat
khusus yang diinginkan untuk tujuan
tertentu dengan cara yang paling
ekonomis. Bahan-bahan campuran
beton tersebut harus mempunyai
perbandingan yang optimal agar
menghasilkan beton yang memiliki
kekuatan yang diharapkan.
LANDASAN TEORI
Beton
Beton adalah campuran antara semen
portland atau semen hidrolik yang
lain, agregat kasar dan air dalam
perbandingan tertentu, dengan atau
tanpa bahan campuran tambahan
yang membentuk masa padat Bahan
Campuran Beton
Beton memiliki beberapa bahan
campuran, yaitu semen, air, agregat
halus dan agregat kasar. Beton juga
dapat ditambah bahan pembantu
Semen
Semen adalah bahan anorganik yang
mengeras pada pencampuran dengan
air atau larutan garam.
Semen yang digunakan untuk
pekerjaan beton harus disesuaikan
dengan rencana kekuatan dan
spesifikasi teknik yang diberikan.
Pemilihan tipe semen ini kelihatannya
mudah dilakukan karena semen dapat
langsung diambil dari sumbernya
(pabrik). Hal itu hanya benar jika
standar deviasi yang ditemui kecil,
sehingga semen yang berasal dari
91 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
beberapa sumber langsung dapat
digunakan. Akan tetapi, jika standar
deviasi hasil uji kekuatan semen
besar, hal tersebut akan menjadi
masalah.
Fungsi utama semen adalah mengikat
butir-butir
agregat
hingga
membentuk suatu massa padat dan
mengisi
rongga-rongga
udara
diantara butir-butir agregat.
Agregat
Agregat terdiri dari Agregat halus dan
agregat kasar. Agregat ini adalah
butiran mineral alami yang berfungsi
sebagai
bahan
pengisi
dalam
campuran beton atau mortar.Agregat
(bahan pengisi) didalam adukan
beton menempati 70% dari volume
beton. Oleh karena itu, sifat-sifat
agregat sangat mempengaruhi sifatsifat beton yang dihasilkan. Sifat yang
paling penting dari agregat adalah
kekuatan hancur dan ketahanan
terhadap benturan yang dapat
mempengaruhi ikatannya dengan
pasta semen.
Air
Air diperlukan pada pembuatan beton
untuk memicu proses kimiawi semen
sebagai perekat, membasahi agregat
dan memberikan kemudahan dalam
pekerjaan
beton.
Hal
ini,
berhubungan dengan perbandingan
air dan semen atau yang biasa
92 | K o n s t r u k s i a
Agregat Buatan (Ban Bekas)
Ban Bekas merupakan salah satu
bahan buangan dan bekas pakai yang
dapat dengan mudah di cari dan
ditemukan di setiap daerah di
Indonesia dan jumlahnya relative
cukup tinggi. Penggunaan Ban bekas
ini sebagai pengganti sebagian
agregat adalah di dasarkan pada
keterbatasan agregat alami yang
tersedia di alam, contohnya pasir,
batu, sirtu, tanah liat, dan lain lain,
dimana agregat alam tersebut
jumlahnya semakin lama semakin
berkurang karena merupakan bahan
baku yang tidak dapat di perbaharui.
Limbah Ban bekas terbuat dari karet
sintetis dan karet alam di campur
dengan karbon black dan unsur unsur
kimia lain seperti silica, resin, anti
oksidan, sulfur, paraffin, cobalt, salt,
cure accelerators, aktifators, dan di
tambah dengan benang dan gabungan
kawat baja di mana benang berfungsi
sebagai rangka atau tulangan ban.
Benang yang dipakai pada umumnya
seperti polyester, rayon atau nilon.
Berdasarkan bahan bahan penyusun
utamanya yaitu karet alam dan karet
sintetis, dimana karet memiliki sifat
tahan terhadap cuaca, tahan terhadap
air, memiliki kestabilan yang cukup,
ketahanan yang tinggi, dan memiliki
tingkat fleksibilitas dan sifat lentur
yang cukup baik serta karet memiliki
sifat menyerap getaran sehingga
memberikan kenyamanan dalam
menggunakan kendaraan.
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS (Ainun - Nadia)
METODOLOGI PENELITIAN
MULAI
PENYIAPAN BAHAN & ALAT
PENYIAPAN DATA PENDUKUNG
PENGUJIAN BAHAN
STUDI LITERATUR
AGREGAT HALUS
1.
2.
AGREGAT KASAR
BERAT JENIS &
PENYERAPAN AIR
ANALISA SARINGAN
TIDAK
1.
2.
3.
4.
BAN
BERAT JENIS &
PENYERAPAN AIR
KADAR AIR
KADAR LUMPUR
ANALISA SARINGAN
BJ SSD 2,7
YA
PERHITUNGAN MIX DESIGN
PROPORSI CAMPURAN
BAN 0%
BAN 5%
BAN 10%
BAN 15%
PROSES PENGADUKAN DAN BENDA UJI
CURING DAN CAPPING
TIDAK
UJI KUAT TEKAN K
225
YA
UJI STUDENT - T
ANALISA HASIL DENGAN KORELASI KURVA
KESIMPULAN
SELESAI
93 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
HASIL PENELITIAN
Berat volume Beton dan Kuat
Tekan Beton
Pengujian
Kuat
Tekan
Beton
dilakukan pada benda uji umur 28
hari dengan kuat tekan
yang
direncanakan (f’c) sebesar 18,6 Mpa
atau K.225 (beton normal).
Hasil pengujian Berat volume Beton
dan Kuat Tekan Beton dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Kuat Tekan Beton
Berat volume Beton (Kg/m3)
Ban
0%
5%
10 %
15 %
2286.,7
2265,39
2198,14
2142,42
Kuat tekan σ’kbk (Kgf/cm2)
210,06
139,11
109,55
83,47
Gambar 1. Berat Volume Rata-rata
Gambar 2. Kuat Tekan Beton Rata-rata
94 | K o n s t r u k s i a
BETON NORMAL DENGAN MENGGUNAKAN BAN BEKAS (Ainun - Nadia)
Gambar 3 Grafik Kolerasi
KESIMPULAN
1.
Beton dengan campuran ban bekas
sebagai pengganti sebagian dari
agregat
kasar,
tidak
dapat
menaikkan mutu beton bahkan
cenderung
menurun
dengan
bertambahnya prosentasi ban
bekas yaitu pada campuran 5%,
kuat tekan beton = 139,11 kg/cm2
(turun 34%) , 10% ban, kuat tekan
beton
=
109,55kg/cm2
(turun48%), 15% ban, kuat tekan
beton = 83,47 kg/cm2 (turun 60%).
2.
Penambahan ban pada beton tidak
menghasilkan penurunan kuat
tekan beton secara linier terhadap
beton normal, dengan persamaan
f’c = 3617 Db2 – 1343,8 Db +
206,86
3.
Campuran
Beton
dengan
penambahan ban bekas akan
mengurangi berat beton normal
yaitu berat beton normal = 2286,7
kg/m3 ,campuran 5% = 2252,63
kg/m3 ,campuran 10% = 2178,15
kg/m3 ,campuran 15% = 2115,56
kg/m3.
4.
Ban yang dicampur pada agregat
kasar pada beton tidak bisa
digunakan
sebagai
beton
5.
struktural, karena kuat tekan yang
terlalu rendah.
Campuran
Beton
dengan
penambahan ban bekas, ternyata
kurang cocok untuk menaikkan
mutu beton, sehingga perlu diteliti
lagi manfaat lain dari campuran
ini,
kemungkinan
alternatif
lainnya,
misalnya
untuk
perkerasan Jalan Raya (rigid
pavement).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1990. SKSNI T-15-1990-01. -03
Bandung. Yayasan LPBM Bandung
Djedjen, Achmad. Drs. ST. MSi, 2008.
Jobsheet Pengujian Bahan II. Depok :
Politeknik Negeri Jakarta.
Eva Zahra Lativa. 2003. Teknologi Bahan
II, Depok. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik
Negeri Jakarta
Michele
L.
Poureiau,
2006,
Web,http://www.suara merdeka.com
Muhtarom
Riyadi
dan
Amalia.2005.Teknologi Bahan I, Depok.
95 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
Susilowati, Anni. ST, 2003. Jobsheet
Laboratorium Uji Bahan. Pemanfaatan
Limbah Ban Bekas Sebagai Pengganti
Agregat Pada Pembuatan Beton Tanpa
Proses Pemadatan Depok : Politeknik
Negeri Jakarta.
Tjokrodimuljo Kardiyono.2007.Teknologi
Beton,Yogyakarta.Jurusan Teknik Sipil
dan Lingkungan, Universitas Gadjah
Mada.
96 | K o n s t r u k s i a
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH (Suwandi - Tanjung)
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA TANAH BERKOHESI
RENDAH TERHADAP PENAMBAHAN SOLDIER PILE
Oleh,
Gilang Aditya
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
email: [email protected]
Tanjung Rahayu
DosenTeknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
email: [email protected]
ABSTRAK : Karna letaknya dibawah tanah maka dalam perencanaannya dinding basement ada yang di
desain untuk menahan tanah dan ada juga yang tidak didesain untuk menahan tanah. Evaluasi yang
dilakukan disini adalah membandingkan pengaruh dinding basement sebagai dinding penahan tanah
sebelum menggunakan tiang soldier pile terhadap dinding basement setelah menggunakan tiang soldier pile
sebagai dinding penahan tanah. Perhitungan yang digunakan didasarkan pada rumusan konvensional dan
tidak dilakukan simulasi dengan software komputer. Pada tahap awal, dihitung stabilitas global dan lokal
menggunakan metode irisan Fellenius, teori Coulomb dan teori Rankine untuk dinding basement sebelum
menggunakan tiang soldier pile yang selanjutnya dianalisa kekuatan dinding basement hingga didapatkan
volume beton dan tulangan tanpa tiang soldier pile. Tahap selanjutnya melakukan analisa kesetimbangan
menggunakan metode Burland, et.al pada dinding basementdengan tiang soldier pile sebagai dinding
penahan tanah untuk kemudian dihitung volume beton dan tulangan kondisi tersebut. Terakhir dilakukan
komparasi volume beton dan tulangan antara dinding basement sebelum dan setelah menggunakan tiang
soldier pile hingga didapat reduksi volume beton 61,10 % dan volume tulangan 58,56 % lebih sedikit
dibandingkan dinding basement dengan soldier pile.
Kata kunci : Dinding basement, soldier pile.
ABSTRACT: It is in the ground and in planning the wall is designed to withstand any land and there is not
designed to hold land.The evaluation is done to compare the impact of this basement wall as a retaining wall
ground before using a soldier piles against the wall after using the ground soldier pile as a retaining wall.Of
calculations used based on the formulation conventional and not done the simulation by computer
softwareThe initial stages calculated global stability and local uses the method a wedge fellenius, the theory
and the theory of coulomb rankine for the walls of the basement prior to the use the mast soldier pile which
later were analysed the power of the walls of the basement until obtained the volume of concrete and
tulangan without a pole soldier pile.The next stage of equilibrium do analysis in a burland , et.al
basementdengan on the wall a mast soldier pile as a retaining wall ground to then calculated the volume of
concrete and tulangan this condition .Last done komparasi the volume of concrete and tulangan between
walls basement before and after using a mast soldier pile until they reached the reduction of the volume of
concrete 61,10 % and volume tulangan 58,56 % to be lower than the walls of the basement with soldier pile . `
Keywords: Basement wall, soldier pile
97 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
PENDAHULUAN
d. Untuk
mengetahui
pengaruh
penggunaan tiang soldier pile
terhadap volume beton bertulang
Latar belakang
Berdasarkan PERDA DKI Jakarta No.7-2010
Pembatasan masalah
BAB 5 Paragraf 3 Pasal 42 bahwa “setiap
gedung harus menyediakan lahan parkir”
a. Perhitungan
tidak
menggunakan
hal tersebut yang membuat pengadaan
program struktur tetapi dihitung
lahan parkir menjadi wajib. Oleh sebab itu
secara manual
pembuatan Basement menjadi salah satu
b. Basement yang dianalisa hanya
basement satu lantai
solusi dengan terbatasnya lahan terutama
dikota besar. Karna letaknya dibawah tanah
c. Stabilitas global diperhitungkan
maka
d. Stabilitas lokal diperhitungkan
dalam
perencanaannya
basement ada
yang di
dinding
desain
untuk
e. Soil investigation merupakan data
sekunder
menahan tanah dan ada juga yang tidak
didesain untuk menahan tanah. Jika dinding
f.
perlu
dibuatkan
penahan
tanah
konstruksi
dinding
struktural
permanen.
Pemilihan
yang
digunakan
mempertimbangkan banyak aspek dan
teori Coulomb
h. Dengan
i.
98 | K o n s t r u k s i a
tanah
dan stabilitas global menggunakan
metode irisan Fellenius
Metode analisis yang digunakan
adalah dengan metode penyelesaian
Tujuan penelitian
c. Untuk mengetahui keadaan struktur
dinding
basement
jika
tidak
menggunakan tiang soldier pile
tekanan
menggunakan teori Rankine
j.
b. Untuk
mengetahui
pengaruh
dinding
basement
sebelum
menggunakan tiang soldier pile
bertulang
g. Untuk stabilitas lokal menggunakan
dipilih yang paling efisien.
a. Untukmengetahui
pengaruh
penggunaan tiang soldier pile
sebagai dinding penahan tanah
terhadap dinding basement
beton
diperhitungkan
tersebut tidak didesain untuk menahan
tanah maka dalam pelaksanaan biasanya
Volume
masalah (data primer dan data
sekunder)
dan
metode
pengumpulan data (Kepustakaan)
k. Tekanan
air
diperhitungkan
tanah
yang
adalah
dalam
kondisi muka air banjir
l.
Tidak meninjau metode kerja
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH (Suwandi - Tanjung)
DASAR TEORI
Macam – macam Dinding
Pendahuluan
Tanah
Asal mula dibuatnya konstruksi dinding
Jenis – jenis dinding penahan tanah
penahan tanah adalah akibat bertambah
beraneka
luasnya kebutuhan konstruksi penahan
keadaan lapangan dan aplikasi yang akan
yang digunakan untuk mencegah agar tidak
digunakan. O’Rourke dan Jones (1990)
terjadi kelongsoran menurut kemiringan
mengklasifikasikan dinding penahan tanah
alaminya. Sebagian besar bentuk dinding
menjadi
penahan tanah adalah tegak (vertikal) atau
stabilisasi eksternal dan sistem stabilisasi
hampir
internal
tegak
kecuali
pada
keadaan
ragam,
dua
serta
Penahan
disesuaikan
kategori
sistem
tertentu yang dinding penahan tanah
merupakan
dibuat condong kearah urugan.
tersebut (lihat gambar 1)
kombinasi
dengan
yaitu
sistem
hybrid
kedua
yang
metode
Definisi dinding penahan tanah
Menurut beberapa sumber terkait dinding
penahan tanah memiliki beberapa definisi
dengan pendekatan yang berbeda – beda
diantaranya :

Dinding penahan tanah adalah struktur
yang didesain untuk menjaga dan
mempertahankan dua muka elevasi
tanah yang berbeda. (Donald P.Coduto,
Gambar1. Klasifikasi Dinding Penahan
2001)

Tanah
Dinding penahan tanah adalah suatu
konstruksi penahan agar tanah tidak
Angka
longsor. (Zainal N, ING.HTL dan Ir.Sri
Tanah
Keamanan
Dinding
Penahan
Respati N, 1995)

Dinding penahan tanah adalah sebuah
a.
Sebelum Ditambah Tiang Soldier
dinding yang dibangun untuk menahan
Pile
tanah yang akan runtuh. (Laurence D.
 Stabilitas Lokal
Wesley,2010)
Kekuatan dan kestabilan struktur
dinding
basement
sebelum
99 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
ditambahkan tiang soldier pile harus
 Stabilitas Global
ditinjau terhadap faktor keamanan
Stabilitas global lebih ditujukan
yang dalam hal ini menggunakan
untuk stabilitas tanah terhadap
teori Coulomb untuk kestabilan
keruntuhan jangka panjang atau
lokal / kestabilan dinding itu sendiri
jangka pendek tergantung fungsi
terhadap gaya – gaya yang terjadi
bangunan tersebut. untuk itu
yang terdiri dari :
kekuatan dan kestabilan struktur
-
Base sliding
dinding
Faktor keamanan untuk base
ditambahkan tiang soldier pile
sliding yang diizinkan yaitu
juga
harus lebih dari 1,5. Faktor
faktor
keamanan
jangka panjang untuk lereng
base
sliding
diperoleh dari :
FK 
-
paling
over
turning
nilai
harus
Bearing capacity failure
FK 
untuk
Bearingcapacity failure yang

diizinkan yaitu harus lebih
dari 3,0. Faktor keamanan
diperoleh dari :
qult
 3, 0
qmaks
yang
menahan
keruntuhan
jangka
panjang,
M
M
penahan
penyebab
capacity
karena
dinding
didesain
lereng
dengan
keamanan sebagai berikut :
Mt
FK 
 1, 5
Mg
keamanan
kecil
pendekatan rumus untuk faktor
diperoleh dari :
100 | K o n s t r u k s i a
dengan
basement
harus lebih dari 1,5. Faktor
FK 
keruntuhan
mendekati 1,0 atau dicari yang
turning yang diizinkan yaitu
Bearing
keamanan
Fellenius
Over turning
Faktor
ditinjau terhadap
menggunakan metode irisan dari
Faktor keamanan untuk over
-
harus
sebelum
terbatas yang dalam hal ini
(W  Pav). tan 
 1, 5
Pah
keamanan
basement
failure
 .
1,0
W. x
c.b.sec (W u)cos.tan 1,0
W sin




 h1 h2 

.b. sub  hw. w cos .tan
2 

 1,0
h
1

h
2


 2 .b. sin 
c.b.sec 

EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH (Suwandi - Tanjung)
b.
Setelah Ditambah Tiang Soldier
Komparasi Volume Beton Bertulang
Pile
a.
 Stabilitas Lokal
Perhitungan dimensi beton bertulang
Kekuatan dan kestabilan struktur
dinding
basement
ditinjau terhadap kapasitas tulangan
setelah
terpasang
ditambahkan tiang soldier pile
pendekatan
keamanan yang dalam hal ini
soldier
menggunakan
-
Sehingga
horizontal
-  = 0,8
sebagai
berikut:
-
 FaktorKeamanan Burland,etal untukkesetimbangan
Tiangsoldierpile
As 
Dimana, d  h  selimut beton 
-
nilai deflection yang terjadi dan harus
terpenuhi dengan menggunakan perhitungan unit load
sebagai berikut:
0

L
Mu
dx
EI
.
Mnada
Fy  0,9 d 
 2,0
Jika tidak setimbang, maka perlu dipertimbangkan

Perhitungan momen Nominal
Ada pada dinding basement
. PaLa
. 0
M  PpLp
Pa1 La1  Pa2 La2

- PaH=Total Tekanan Tanah aktif
komponen Horizontal
- L = Jarak resultan gaya komponen
– gaya yang terjadi dengan
PpnLpn
Mu
dimana:
langsung ditinjau terhadap gaya
FK 
Perhitungan momen Nominal
Mn perlu 
pengaruh
terhadap dinding basement dapat
rumus
lentur
Mu  PaH . L
yang
penggunaan tiang soldier pile
pendekatan
terhadap
Perlu pada dinding basement
dan metode unit load untuk
terjaadi.
setelah
tentang beton bertulang yaitu :
metode
deflection
dan
maksimum sesuai SNI 03-2847-2002
pile
kesetimbangan dari Burland,et al
mengetahui
dinding
ditambahkan tiang soldier pile dengan
harus ditinjau terhadap faktor
tiang
pada
basementsebelum
sebagai turap beton permanen
untuk
Dimensi Beton Bertulang
Perhitungan kapasitas dinding
basement dinyatakan aman jika:
Mnada  Mn perlu
b.
Volume Beton Bertulang
Volume beton bertulang dihitung
secara langsung terhadap pengaruh
101 | K o n s t r u k s i a
D
2
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
dinding
basement
sebelum
dan
Analisa Terhadap Stabilitas Lokal
setelah ditambah tiang soldier pile
dengan rumus berikut :
1
Pa   .H2.Ka 2.c. H Ka
2
Volume beton  Panjang x Lebar xTinggi
1
Pw  w .H2
2
Berat Tulangan  Luas tulangan x BJ Besi x Panjang Tulangan
 0, 25  D 2 x 78,5 Kg / cm2 x L
Pq  q.HKa
.
1
Ppw  w .H2
2
DATA DAN ANALISA
1
Pp   .H 2.Kp  2.c. H Kp
2
Perhitungan Struktur Dinding Basement
Perhitungan
dilakukan
pada
kondisi
dinding basement sebelum menggunakan
Gambar 2 Tekanan tanah aktif dan pasif
tiang soldier pile. Dengan pendekatan
a.
perhitungan sebagai berikut :
a. Analisa Terhadap Stabilitas
Global
Berdasarkan
metode
Fellenius
untuk kasus ini lingkaran gelincir
dibagi menjadi sepuluh segmen dan
lereng tersebut merupakan lereng
Mencari tekanan tanah.(Teori Rankine)
Didapat :
Tekanan tanah aktif total = 19,306
t/m ; bekerja pada jarak = 2,308 m
Tekanan tanah pasif total= 2,46 t/m ;
bekerja pada jarak = 0,167 m
b.
Kontrol stabilitas dinding basement.
(Teori Coulomb)
 Kontrol terhadap geser
jangka panjang maka digunakan
FK 
rumus untuk Faktor Keamanan (FK)
syarat :
yaitu
FK 
M
M
penahan

penyebab
 .
W.x
W  PaV  tan   c.B  PpH  RPH 1  RPH 2  1,5
PaH
1,0
Dari tabel didapat :
FK 
(a  b) c.b.sec  (W u)cos .tan

1,0
c
W sin 
FK 
 22,25  (20,55)  3,50
12,24
............... Ok lebihdari 1
Sesuai perhitungan tersebut didapat area
yg terpengaruh keruntuhan dengan jarak
tiitik gelincir berada di “5,520 meter dari
tepi pinggir lereng (titik O) ”.
102 | K o n s t r u k s i a
Gambar 3. Geseran disebabkan gaya PaH
Maka didapat:
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH (Suwandi - Tanjung)
FK = 2,136 > 1,5(aman / tidak bergeser)
 Kontrol terhadap guling
Maka didapat :
FK = 4,187 > 3,0(aman / mendukung)
c.
Cek
kekuatan
struktur
dinding
basement. (SNI 03-2847-2002)
Hitung momen nominal perlu
Mn perlu 
Mu

Coba digunakan :
2 D10-150 ; Dengan T=300 mm
Cek momen nominal ada
Gambar 4 Terguling disebabkan gaya PaH
As 
Mnada
Fy  0, 9 d 
Syarat :
M tahanan  M T 1  M T 2
Mnada  Mn perlu
M tahanan  21, 613  10,373
M tahanan  31,99 ton
Dimana, MTP 1  16, 7 t.m
; MTP 2  16, 7 t.m
M
 MTP 1  MTP 2
FK  tahanan
 1,5
M guling
FK 
31,99 ton  MTP1 MTP 2 31,99  16,7 16,7

PaH x lengan
19,306 x1,810
65,39
34,94
FK  1,87 1,5...........(tidak guling / "OK ")
FK 
Maka didapat :
Mnada  Mn perlu
94,509 ton. m  55, 75 ton. m ......( Aman)
Analisis dinding basement
menggunakan tiang soldier pile
setelah
Perhitungan dilakukan terhadap pengaruh
kondisi
dinding
basement
setelah
menggunakan tiang soldier pile. Dengan
pendekatan perhitungan kesetimbangan
 Kontrol terhadap daya dukung
syarat :
q
FK  ultimate  3, 0
qmaks
titik momen menurut Burland, et al sebagai
berikut :
a. Cek kesetimbangan tiang soldier pile
 Mencari tekanan tanah.
(TEORI RANKINE)
1
Pw   w .H2
2
1
Pa   .H2.Ka  2.c. H Ka
2
Pq  q.H.Ka
1
Ppw   w .H2
2
1
Pp   .H 2.Kp  2.c. H Kp
2
103 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1| Desember 2014
Gambar 5 Pemodelan struktur soldier
Maka :
pileakibat gaya yang terjadi
 M  43, 45 x1, 6  67, 72 x3, 79
 M  187,139 ton ....(tidak setimbang )
Didapat :
-
Tekanan tanah aktif total = 67,716
b. Cek deflection pada tiang soldier pile
Pada kondisi
t/m ; pada jarak = 3,79 m
-
Tekanan tanah pasif total = 43,45
t/m ; Pada jarak = 1,6 m
 M  187,139 ton
maka
tiang soldier pile mengalami deflection atau
pergeseran.
Untuk
itu
perlu
ditinjau
seberapa jauh deflection yang terjadi pada
 Cek kesetimbangan momen pada tiang
soldier pile
tiang soldier pile dengan metode unit load
adalah sebagai berikut :
S ya ra t :
M
M
0
 P p .L p  P a .L a
Gambar 4.17 Deflection pada tiang soldier
pile
Gambar 6. Titik tangkap tekanan aktif
horizontal tiang soldier pile
 Mencari tekanan pada tiang bebas.
(Teori Rankine)
 Cek deflection yang terjadi. (metode unit
load)
Didapat :
Dari gaya yang terjadi tersebut dapat
dihitung deflection yang terjadi yaitu
-
Tekanan tanah aktif total = 15,82 t/m
-
Pada jarak = 2,13 meter
104 | K o n s t r u k s i a
EVALUASI PENGGUNAAN DINDING PENAHAN TANAH (Suwandi - Tanjung)

0

L
Mu
dx 
EI
0

L
 PaH '.x  x dx
E .I
L
2

0

L
Dinding basement dinyatakan aman dan
dapat digunakan sebagai dinding penahan
tanah karena memiliki nilai kestabilan lokal
yang disyaratkan Coulomb.
 PaH '. x3 
PaH '. x


E.I
 3 E .I  0
PaH '. L3
3 E .I
dimana,

 Deflection pada tiang soldier pile
E  4700 f ' c  25310 Mpa  2531000 t/m
Berdasarkan metode unit load terjadi
deflection 3,0 cm tetapi masih diizinkan.
h 4 0,34

 0, 00067
12 12
15,82 x 2,133

 0, 030 m  3, 0 cm
3 x 2531000 x 0, 00067
I=
bergeser 3, 0 cm
0,5
x 900 cm
100
Syarat  4,5 cm  3, 0 cm .........(masih aman)
Syarat  0,5% x H 
Komparasi volume beton bertulang
Volume beton bertulang pada dinding
basement
sebelum
dan
setelah
ditambahkan tiang soldier pile dilakukan
perbandingan
sehingga
didapatkan
kesimpulan pengaruh terhadap volume
dinding basement sebelum ditambahkan
tiang soldier pile adalah sebagai berikut :
 Reduksi volume beton bertulang
Tanpa penggunaan tiang soldier pile
mampu mereduksi beton 61,10% dan
tulangan 58,56%
Daftar Pustaka
Donald
P.Conduto,
2001.”Foundation
Design”.
Pomona,
California
State
Polytechnic University.
Zainal N, ING.HTL dan Ir.Sri Respati N,
1995.”Pondasi”. Depok, Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Jakarta.
Laurence D. Wesley,2010.”Mekanika Tanah
Untuk Tanah Endapan dan Residu”.
Yogyakarta, Penerbit Andi.
R.F.Craig dan Budi Susilo, 1987.”Mekanika
Tanah”. Depok, Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
Tanjung Rahayu Raswitaningrum, Ir, MT,
2013.”Dinding Penahan Tanah”. Jakarta,
Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
A. Kesimpulan
SNI 03-2847-2002,”Beton Bertulang”.
 Stabilitas global dinding
Chu Kia Wang, Ph.D, 1983.”Statically
Indeterminate Structure”. Surabaya, yustadi
book series.
Dinding basement dinyatakan aman dan
dapat digunakan sebagai dinding penahan
tanah karena memiliki nilai kestabilan
global yang disyaratkan Fellenius.
 Stabilitas lokal dinding
105 | K o n s t r u k s i a
Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 1 | Desember 2014
ISSN 2086-7352
JURNAL
KONSTRUKSIA
Kriteria Penulisan
1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi
bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori
dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan.
2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan Juni dan Desember.
3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik
dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA
Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan.
4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas
yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan.
5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat :
a. Judul
b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email
c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas
d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak
tidak lebih dari 200 kata
e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran
(jika ada)
6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan,
atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt
(kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10.
7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out atau soft copy (CD) atau email ke
[email protected].
Alamat redaksi :
Jurnal KONSTRUKSIA
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih tengah 27 – Jakarta Pusat.
Telp. 42882505, Fax. 42882505
Website: konstruksia.umj.ac.id
Email: [email protected]
ISSN 2086 - 7352