Kajian Emisi Gas Rumah Kaca
Transcription
Kajian Emisi Gas Rumah Kaca
Kajian EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, Laporan Kajian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi tahun 2012 ini dapat selesai. Laporan Kajian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi ini memberikan gambaran tentang Kondisi sektor Transportasi saat ini dan emisi Gas Rumah Kaca yang ditimbulkannya serta perkiraan Emisi Gas Rumah Kaca-nya hingga tahun 2025. Sebagian besar data dan informasi dalam Laporan ini diperoleh dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Bappenas, Pusdatin KESDM, BPS, IPCC dan ADB. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penyusunan Laporan ini. Diharapkan Laporan ini dapat menjadi referensi kepada Pimpinan Kementerian ESDM maupun BUMN dan pihak lain dalam pengembangan kebijakan dan memberikan rekomendasi dalam mengatasi emisi GRK khususnya sektor transportasi. Jakarta, Desember 2012 Penyusun 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Pengembangan transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan. Sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Secara umum sektor transportasi dapat dikelompokkan menjadi 3 moda, yaitu transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Berdasar prakiraan kebutuhan energi maka subsektor transportasi darat merupakan sub-sektor yang paling besar menggunakan energi di sektor transportasi dengan pangsa mencapai 90%. Sedangkan sektor transportasi darat yang paling besar dalam menggunakan bahan bakar adalah sub-sektor kendaraan bermotor. Oleh karena itu transportasi darat merupakan sub-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan efisiensi penggunaan energi untuk jangka panjang. Studi ini melakukan inventori emisi GRK di sektor tranportasi untuk rentang waktu 2010-2025. Parameter yang mempengaruhi emisi adalah penggunaan energi. Oleh karena itu sebelum melakukan perhitungan emisi GRK akan ditentukan terlebih dahulu proyeksi permintaan energi untuk jangka panjang. Proyeksi permintaan energi ditentukan berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta perkembangan teknologi dan ketersediaan cadangan sumber daya energi merupakan proses perencanaan yang harus dilakukan. Ada tiga skenario yang akan digunakan yaitu: Skenario BaU. Skenario BaU (Business as Usual) mengasumsikan bahwa tidak ada intervensi kebijakan apapun. Penggunaan bahan bakar fosil saat ini akan terus berlanjut sepanjang masih tersedia cadangannya. Skenario Reference. Skenario Reference (REF) sudah memasukkan kebijakan, seperti: penggunaan teknologi yang lebih 2 efisien, mandatori bahan bakar nabati (BBN) dan optimalisasi pasokan energi. • Skenario KEN. Skenario KEN (Kebijakan Energi Nasional) mengacu pada Rancangan KEN sampai saat ini yang didalamnya ada upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan EBT. Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini secara total dapat mengurangi emisi GRK. Penggunaan energi di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM untuk skenario BaU, 1246 juta SBM untuk skenario REF dan 1240 juta SBM untuk skenario KEN pada tahun 2025. Pada periode 20102025 penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat rata-rata 12,8% per tahun untuk skenario BaU, 11,1% per tahun untuk skenario REF dan skenario KEN. Pada skenario BaU, pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode 2010-2025 hampir sama yaitu sekitar 12,1% - 12,9% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil dibandingkan dengan total penggunaan energi final. Namun demikian pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 13,9% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM yang bersubsidi. Penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada skenario REF, penggunaan BBG, listrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun 2025. Pertumbuhan penggunaan BBG hampir sama dengan skenario BaU yaitu sekitar 12,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi adalah dari penggunaan biodiesel yakni 32,6% per tahun yang diikuti oleh penggunaan bioethanol yakni 24,4% per tahun. Sedangkan pada skenario KEN, pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 74,1% per tahun, diikuti oleh pertumbuhan penggunaan biodiesel 31,3% per tahun dan bioethanol 24,0% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. 3 Salah satu tolok ukur dalam pembangunan berkelanjutan adalah faktor lingkungan. Dalam studi ini faktor lingkungan yang diperhitungkan adalah emisi GRK. Dalam kajian ini emisi GRK yang diperhitungkan adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oxide (N2O). Pada skenario BaU emisi GRK meningkat dari 105 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2010 menjadi 645 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata 12,9% per tahun. Pada tahun 2025 untuk skenario REF meningkat menjadi 438 juta ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 10,0% per tahun, dan untuk skenario KEN meningkat menjadi juta 434 ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 9,9% per tahun. Skenario KEN lebih rendah emisi GRKnya karena sudah mengakomodasi kebijakan substitusi bahan bakar serta konsumsi energinya lebih rendah dari pada skenario BaU. Bahan bakar minyak (BBM) dan moda transportasi darat merupakan faktor kunci dalam menurunkan emisi GRK di sektor transportasi masa mendatang. Substitusi BBM dengan bahan bakar yang rendah emisi sperti penggunaan bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN) merupakan salah satu opsi untuk menurunkan emisi GRK. Disamping itu, pengalihan moda transportasi dapat digunakan untuk lebih mengefisienkan penggunaan energi yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi CO2. Sejalan dengan itu, penerapan standar untuk kendaraan bermotor, seperti standar Euro merupakan opsi yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara. 4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN BAB 2 METODOLOGI 2.1. Pengumpulan Data 2.2. Studi Literatur 2.3. Model dan Skenario 2.3.1. Model LEAP 2.3.2. Asumsi dan Skenario 2.4. Focus Group Discussion 2.5. Analisis dan Rekomendasi BAB 3 PENGGUNAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI 3.1. Klasifikasi Sektor Transportasi 3.1.1. Transportasi Darat 3.1.2. Transportasi Laut 3.1.3. Transportasi Udara 3.2. Sistem Transportasi Nasional 3.2.1. Sistem Transportasi 3.2.2. Teknologi Transportasi 3.3. Kebijakan Sektor Transportasi 3.4. Konsumsi Energi di Sektor Transportasi 3.5. Proyeksi Penggunaan Energi di Sektor Transportasi 3.5.1. Skenario BaU 3.5.2. Skenario Reference 3.5.3. Skenario KEN BAB 4 EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI 4.1. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim 4.1.1. Mekanisme Perdagangan Emisi 4.1.2. Inventori, Mitigasi dan Adaptasi 4.2.Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah 4.2.1. Kebijakan 4.2.2. Rencana Aksi Sektor Transportasi 4.3. Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Saat Ini 4.4. Prakiraan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi 4.4.1. Skenario BaU 4.4.2. Skenario Reference 4.4.3. Skenario KEN 4.5. Sektor Transportasi yang Rendah Karbon 01 02 05 07 08 09 12 12 13 13 14 17 18 18 20 20 21 22 23 23 24 25 35 39 41 42 44 45 48 48 50 52 57 57 58 64 66 67 68 69 70 5 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 6 74 74 75 77 79 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Tahapan Studi Tampilan Layar LEAP Klasifikasi Moda Transportasi Teknologi i-DSI Teknologi i-VTEC Pangsa Penggunaan Energi untuk Setiap Moda Transportasi Perbandingan Proyeksi Penggunaan Energi Setiap Skenario Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Gambar 3.7. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Gambar 3.8. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario REF) Gambar 3.9. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario REF) Gambar 3.10. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Gambar 3.11. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Gambar 4.1. Opsi Bahan Bakar Alternatif dan Kontribusi terhadap Keamanan Pasokan dan Pengurangan Emisi GRK Gambar 4.2. Emisi GRK di Sektor Transportasi (2010) Gambar 4.3. Emisi GRK Per Moda Transportasi (2010) Gambar 4.4. Perbandingan Emisi GRK untuk Setiap Skenario Gambar 4.5. Emisi GRK Skenario BaU Per Moda dan Per Jenis (2025) Gambar 4.6. Emisi GRK Skenario REF Per Moda dan Per Jenis (2025) Gambar 4.7. Emisi GRK Skenario KEN Per Moda dan Per Jenis (2025) Gambar 4.8. Emisi GRK Skenario KEN Per Jenis Bahan Bakar (2025) Gambar 4.9. Penerapan Standar Euro di Berbagai Negara 12 16 20 27 29 40 42 43 43 45 45 46 47 54 65 66 67 68 68 47 70 73 7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Kebutuhan Energi Final Sektor Transportasi Tabel 4.1. Sumber Emisi GRK dan Kekuatan Daya Rusak Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat Tabel 4.3. Koefisien Emisi GRK Tabel 4.4. Standar Euro untuk Mobil Bensin dan Diesel 8 40 50 65 72 -- BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dari kondisi Business as Usual yang dicapai pada tahun 2020 tanpa bantuan negara lain dan sebesar 41% bila memperoleh bantuan dari negara lain. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Presiden RI pada pertemuan G-20 di PittsburghUSA pada 25 September 2009, dimana pernyataan tersebut merupakan pernyataan Non-Binding Commitment karena Indonesia bukan merupakan negara annex 1. Pada pengurangan emisi sebesar 26%, sektor kehutanan diharapkan dapat menurunkan emisi kurang lebih 14% melalui pengelolaan hutan seperti pencegahan deforestasi, degradasi, kegiatan penanaman kembali serta penurunan jumlah hot spot kebakaran hutan. Sektor energi dan pengelolaan limbah diharapkan dapat menurunkan emisi masing-masing kurang lebih 6%. Target ini tentu perlu didukung oleh seluruh sektor termasuk sektor transportasi. Berikut adalah tabel target penurunan emisi GRK per sektor yang telah di tetapkan oleh pemerintah: Sumber: Kementerian ESDM, 2011 Dari tabel di atas terlihat bahwa target penurunan emisi untuk sektor transportasi menjadi satu dengan sektor energi dengan total target penurunannya sebesar 0,038 Giga ton CO2e. Penggabungan sektor transportasi dengan sektor energi ini dikarenakan sektor transportasi dalam melakukan aktivitasnya selalu menggunakan energi sehingga mengakibatkan emisi CO2. 9 Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan perekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana penting bagi masyarakat modern untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang. Gas buang sisa pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) mengandung bahan-bahan pencemar seperti CO2 (Carbon Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida), CO (Carbon Monoksida), VHC (Volatile Hydro Carbon) dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor mengakibatkan peningkatan penggunaan BBM untuk sektor transportasi, maka gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara. Pengembangan transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan. Sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Program diversifikasi energi pada sektor transportasi menemui beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Beberapa kendala tersebut antara lain adalah energi pengganti BBM tidak bisa memberikan kenyamanan dan effisiensi yang tinggi serta masih kurang kompetitif, sehingga menyebabkan konsumsi BBM masih tetap dominan. Program diversifikasi energi yang telah dan sedang dilakukan adalah pemakaian gas dan bahan bakar nabati (BBN) untuk kendaraan bermotor serta penggunaan listrik untuk kereta api. Oleh karena itu perlu dicari terobosan pengembangan sektor transportasi untuk dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dalam jangka panjang. Dasar hukum untuk melakukan pengurangan dan mitigasi gas rumah kaca adalah: 1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi • 10 Ketentuan Pasal 3 butir (d) dan (i) menyatakan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi nasional adalah terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal serta terjaganya kelestarian lingkungan hidup; • Ketentuan Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa pemanfaatan energi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi dan mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi dan lingkungan. 2. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca • Ketentuan Pasal 2 butir (2c) menyatakan bahwa Kegiatan RAN-GRK meliputi bidang Energi dan transportasi; • Ketentuan Pasal 3 butir (a) menyatakan bahwa RAN-GRK merupakan pedoman bagi Kementerian/Lembaga untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi aksi penurunan emisi GRK. 3. Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional • Ketentuan Pasal 2 butir (a) menyatakan bahwa penyelenggaraan inventarisasi GRK Nasional bertujuan untuk menyediakan informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota; • Ketentuan Pasal 3 butir (3b) menyatakan bahwa Inventarisasi GRK dilakukan pada sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon pada pengadaan dan penggunaan energi yang mencakup diantaranya adalah transportasi. Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan Kajian Inventory Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi. Kajian ini disusun untuk dapat mengetahui perkembangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi di Indonesia. 11 BAB 2 METODOLOGI Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi ini dilakukan melalui metodologi kuantitatif dan kualitatif. Metodologi kuantitatif berdasarkan data sekunder yang digunakan sebagai masukan untuk perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK) dan untuk melihat prospek pengembangan sektor transportasi di masa depan. Metodologi kualitatif dilakukan melalui studi literatur untuk melihat permasalahan serta kebijakan sektor transportasi saat ini. Studi literatur ini merupakan bahan dalam pembuatan rekomendasi untuk pengembangan sektor transportasi yang mempunyai emisi GRK lebih rendah. Tahapan kajian ini dibagi menjadi enam tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Tahapan Studi 12 2.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari lembaga pemerintah yang terkait, antara lain: Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Pertamina, dan BPS. Data yang dikumpulkan meliputi: • Data historis penggunaan energi di sektor transportasi; • Kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor transportasi; • Data kondisi sektor transportasi saat ini, seperti: moda transportasi, jumlah kendaraan bermotor, statistik transportasi darat, laut dan udara, dan penggunaan bahan bakar; • Data perekonomian sektortransportasi. secara makro yang terkait dengan Data lain yang penting adalah data koefisien emisi GRK yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Saat ini IPCC Guideline yang digunakan sebagai pegangan untuk perhitungan koefisien emisi adalah IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. tahun 2006 2.2. Studi Literatur Studi literatur dimaksudkan untuk memperoleh gambaran awal dari permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sektor transportasi yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan studi literatur ini dapat lebih berfokus pada penyelesaian persoalan yang dihadapi tanpa membuat pengulangan dengan studi yang sudah ada. Beberapa instansi pemerintah, seperti: Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, BPPT dan Kementerian Keuangan; serta institusi Internasional seperti Bank Dunia dan Asean Development Bank; maupun para pakar yang telah melakukan studi tentang sektor transportasi merupakan sumber informasi yang penting untuk pembuatan rekomendasi. 13 2.3. Model dan Skenario Berdasarkan temuan-temuan kondisi yang ada saat ini dan kebijakan atau program yang telah dilaksanakan maka dapat dibuat proyeksi kebutuhan energi sektor transportasi jangka panjang. Kebutuhan energi ke depan akan meningkat seiring dengan dinamika pembangunan ekonomi. Dengan adanya peningkatan ke depan, kemudian dihitung kembali emisi GRK. Berdasarkan perhitungan data historis dan proyeksi maka dapat dilakukan analisis tentang emisi GRK di sektor transportasi. Perhitungan dan analisis dalam kajian ini menggunakan Model LEAP. 2.3.1. Model LEAP Model LEAP (Long–Range Energy Alternatives Planning System) merupakan model untuk memproyeksikan permintaan dan penyediaan energi jangka panjang. Model LEAP sudah berupa perangkat lunak komputer yang dapat secara interaktif digunakan untuk melakukan analisis dan evaluasi kebijakan dan perencanaan energi. LEAP dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute, Boston, USA. LEAP telah digunakan dibanyak negara terutama negara-negara berkembang karena menyediakan simulasi untuk memilih pasokan energi mulai dari energi fosil sampai energi terbarukan, seperti: biomasa. Di Indonesia Model LEAP sudah digunakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sejak tahun 2002. LEAP digunakan untuk membuat perencanaan permintaan dan penyediaan energi di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010. Dari studi ini sudah diterbitkan buku Prakiraan Energi Indonesia 2010 yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan dalam rangka mendukung pengembangan sektor energi. Pada tahun 2004, KESDM menggunakan Model LEAP untuk melaksanakan kegiatan dalam proyek “Contributing to Poverty Alleviation through Regional Energy Planning in Indonesia” yang disingkat menjadi Carepi. Proyek ini untuk mendukung pengentasan kemiskinan melalui perencanaan energi daerah di Indonesia. Daerah yang turut serta dalam melaksanakan proyek ini diantaranya adalah Provinsi Papua Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Sulawesi 14 Tengah, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.Daerah Istimewa Yogyakarta mewakili daerah yang memiliki sumber daya energi rendah. Sedangkan Nusa Tenggara Barat mewakili daerah luar Jawa yang sedang tumbuh, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan mewakili Jawa dan Luar Jawa yang memiliki sumber daya energi yang cukup besar. Pada tahun 2010, KESDM dengan Pemerintah Belanda melakukan kerjasama dalam Program Casindo. Program ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pengelolaan energi yang berkelanjutan, melalui peningkatkan kemampuan daerah dalam penyusunan formulasi perencanaan energi dan mengimplementasikan kebijakan energi baik nasional dan daerah. Casindo merupakan singkatan dari Capacity development and strengthening for energy policy formulation and implementation of Sustainable energy project in Indonesia. Dalam melaksanakan Program Casindo ini juga digunakan Model LEAP. Prakiraan energi dihitung berdasarkan besarnya aktivitas pemakaian energi dan besarnya pemakaian energi per aktivitas (intensitas pemakaian energi). Aktivitas energi dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Sedangkan intensitas energi merupakan tingkat konsumsi energi per pendapatan (Produk Domestik Bruto - PDB) atau jumlah penduduk dalam waktu tertentu. Intensitas energi dapat dianggap tetap selama periode simulasi atau mengalami penurunan untuk menunjukkan skenario meningkatnya efisiensi pada sisi permintaan. Secara garis besar rumus matematis untuk perhitungan ditunjukkan pada rumus berikut ini: Permintaan Energi = Intensitas Pemakaian Energi X Aktivitas Pemakaian Energi (1) LEAP mempunyai 4 modul utama yaitu Modul Variabel Penggerak (Driver Variable), Modul Permintaan (Demand), Modul Transformasi (Transformation) dan Modul Sumber Daya Energi (Resources). Proses 15 proyeksi penyediaan energi dilakukan pada Modul Transformasi dan Modul Sumber Daya Energi. Sebelum memasukkan data ke dalam Modul Transformasi untuk diproses, terlebih dahulu dimasukkan data cadangan sumber daya energi primer dan sekunder ke Modul Sumber Daya Energi yang akan diakseskan ke Modul Transformasi. Demikian juga data permintaan dengan beberapa skenario yang telah dimasukkan ke dalam Modul Permintaan, diakseskan ke Modul Transformasi. Gambar 2.2. Tampilan Layar LEAP LEAP adalah perangkat lunak berbasis Windows. Pertama kali menjalankan LEAP layar yang muncul seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.2. Layar LEAP terdiri atas beberapa bagian, yaitu : • • 16 Baris teratas terdapat tulisan LEAP dan nama file yang sedang dibuka. Baris kedua adalah menu-menu utama (main menu): Area, Edit, View, General, tree, dan Help. • • • • • Baris ketiga adalah main toolbar: New, Save, Fuels, Effects, Units, References, dan sebagainya. View bar adalah menu vertikal di sisi kiri layar, yang terdiri atas: Analysis, Detailed Result, Energy Balance, Summaries, Overviews, Technology Database, dan Notes. Kolom di sebelah view bar adalah tempat untuk menuliskan diagram pohon (Tree). Pada baris paling atas dari kolom ini terdapat toolbar untuk membuat/mengedit Tree. Kolom berikutnya terdiri atas tiga bagian, yaitu: (a) toolbar untuk membuat/meng-edit skenario, (b) bagian untuk memasukkan data, dan (c) tampilan input data. Baris terbawah adalah status bar, yang berisi: nama file yang sedang dibuka, view yang sedang dibuka, dan status registrasi. 2.3.2. Asumsi dan Skenario Pembangunan ekonomi ke depan memiliki sejumlah ketidakpastian. Oleh karena itu untuk menangkap dinamika tersebut harus dikembangkan beberapa skenario. Informasi mengenai variabel ekonomi, demografi dan karakteristik pemakai energi dapat digunakan untuk membuat alternatif skenario. Kondisi masa depan dapat diprakirakan berdasarkan skenario-skenario tersebut. Skenario dapat berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi dimasa depan mengarah pertumbuhan yang optimis atau yang pesimis. Penetapan skenario terkait dengan evolusi sosial dan ekonomi suatu negara yang menggabungkan isu-isu yang terkait dengan kebijakan pembangunan nasional suatu negara seperti: pertumbuhan ekonomi, modifikasi struktur ekonomi, evolusi demografi, perbaikan taraf hidup (perumahan, kepemilikan mobil, mobilitas, dan elektrifikasi), serta kemajuan teknologi (intensitas energi), dan efisiensi penggunaan energi. Proyeksi permintaan energi di sektor transportasi berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta perkembangan teknologi dan ketersediaan cadangan sumber daya energi merupakan proses perencanaan yang harus dilakukan. Ada tiga skenario yang akan digunakan yaitu: 17 A. Skenario BaU Skenario BaU (Business as Usual) mengasumsikan bahwa tidak ada intervensi kebijakan apapun. Penggunaan bahan bakar fosil saat ini akan terus berlanjut sepanjang masih tersedia cadangannya. B. Skenario Reference Skenario Reference (REF) sudah memasukkan kebijakan, seperti:penggunaan teknologi yang lebih efisien, mandatori bahan bakar nabati (BBN) dan optimalisasi pasokan energi. C. Skenario KEN Skenario KEN (Kebijakan Energi Nasional) mengacu pada Rancangan KEN sampai saat ini yang didalamnya ada upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan EBT. Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini secara total dapat mengurangi emisi GRK. 2.4. Focus Group Discussion Focus Group Discussion (FGD) dilakukan bersama pemangku kepentingan untuk membahas permasalahan pengembangan sektor transportasi yang berwawasan lingkungan. Pembahasan meliputi kebijakan dan regulasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah seperti Undang-Undang, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri (Kepmen) serta implementasinya. Regulasi tersebut akan dilihat secara objektif mengenai: konsistensi dengan peraturan yang lain, tingkat kesulitan dalam implementasi, dan fairness terhadap semua pihak. Disamping itu juga dibahas masalah tetapan emisi GRK, pertumbuhan perekonomian jangka panjang transportasi serta hal-hal lain yang terkait untuk perhitungan emisi sektor transportasi. Pemangku kepentingan ini dipilih yang terkait dengan sektor transportasi baik dari sisi pelaku usaha maupun pembuat kebijakan supaya memperoleh hasil analisis yang komprehensif. 18 2.5.Analisis dan Rekomendasi Sebelum membuat rekomendasi harus dilakukan perhitungan emisi GRK berdasarkan data, studi literatur dan FGD yang telah dilakukan. Dengan menggunakan Model LEAP maka hasil-hasil perhitungan tersebut dapat dianalisis berdasarkan beberapa skenario yang sudah dibuat. Dari hasil analisis ini maka dapat dibuat rekomendasi yang tajam serta dapat diimplementasikan. Keseluruhan pembahasan ini dituangkan dalam laporan akhir yang dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan. 19 BAB 3 PENGGUNAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI 3.1. Klasifikasi Sektor Transportasi Secara umum sektor transportasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 moda transportasi, yaitu: transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Masing-masing moda dapat dirinci lagi sesuai dengan jenis teknologi, bahan bakar maupun fungsinya. Secara garis besar klasifikasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1. Moda Transportasi Umum Darat Mobil Penumpang Pribadi Mobil Barang Bus Sepeda Motor Penumpang Kereta Api Barang Penumpang Laut Barang Penumpang Udara Barang Gambar 3.1. Klasifikasi Moda Transportasi Bahan bakar yang digunakan untuk setiap moda bisa beragam. Untuk kendaraan penumpang dapat menggunakan bensin, minyak solar, CNG, hybrid, maupun LGV. Untuk sepeda motor hanya menggunakan bensin, sedangkan untuk kereta api dapat menggunakan minyak diesel atau listrik. Untuk transportasi udara dapat menggunakan avtur maupun avgas. 20 3.1.1. Transportasi Darat Pada transportasi darat, dirinci lagi menjadi mobil penumpang, mobil barang, bus, sepeda motor dan kereta api. Rincian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: • Mobil penumpang, yaitu semua mobil penumpang baik berupa mobil pribadi maupun mobil yang digunakan untuk angkutan umum dan tidak termasuk dalam kelompok bus. Berdasarkan jenis bahan bakarnya, mobil penumpang bisa dibagi lagi menjadi mobil premium dan mobil diesel/solar. Sedangkan untuk masa mendatang penetrasi yang mungkin adalah mobil berbahan bakar gas (CNG, LGV), biodiesel, dan bioetanol. Taksi juga termasuk dalam kategori ini. Taksi adalah kelompok angkutan penumpang umum jenis sedan. Diasumsikan bahwa seluruh taksi saat ini berbahan bakar premium. Sementara untuk masa mendatang terdapat penetrasi dari bahan bakar gas (CNG/LGV) dan bioetanol. Disamping taksi, minibus juga masuk kategori ini. Minibus, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang mempunyai kapasitas mesin dibawah 2500 cc. Kelompok ini terdiri dari angkutan jenis mikrolet, angkutan pedesaan, taksi, bemo dan bajaj. Bus kantor/perusahaan, bus wisata dan lain-lain juga ada yang termasuk dalam kelompok ini. Minibus dibagi ke dalam jenis berbahan bakar diesel/solar, minibus berbahan bakar premium. Untuk proyeksi, diasumsikan terdapat penetrasi dari bahan bakar gas (CNG/LGV), biodiesel dan bioetanol. • Mobil barang, yaitu semua jenis truk yaitu truk besar, truk sedang dan truk kecil (pick-up). Pengklasifikasian truk besar, truk sedang dan truk kecil (pick-up) selain dilakukan melalui pendekatan berdasarkan besarnya daya atau kapasitas mesin, bahan bakar yang dipakai, juga dipisahkan berdasarkan daya angkutnya (tonasenya). Semua truk besar dan truk sedang saat ini diasumsikan berbahan bakar diesel/solar, sementara truk kecil dipisahkan lagi menjadi dua bagian, yaitu truk kecil yang berbahan bakar premium dan truk kecil berbahan bakar diesel/ solar. Termasuk truk kecil adalah mobil boks. Sementara untuk masa mendatang, penetrasi yang dimungkinkan adalah CNG/ LGV dan biodesel untuk jenis truk besar dan sedang. Sementara untuk truk kecil, selain CNG/LGV dan biodesel juga ada bioetanol. 21 • Bus termasuk di dalamnya bus sedang dan bus besar. Bus sedang, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang mempunyai kapasitas mesin antara 2500 - 3500 cc (misalnya Metromini). Termasuk juga dalam kelompok ini, bus wisata, bus bukan untuk umum seperti bus kantor/perusahaan dan lain-lain yang sejenis. Seluruh bus sedang adalah diesel/berbahan bakar solar. Untuk masa mendatang diasumsikan akan terjadi penetrasi dari biodisel dan CNG/LGV. Bus besar, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang terdiri dari seluruh jenis angkutan umum yang mempunyai mesin berkapasitas diatas 3500 cc. Berdasarkan jenis bahan bakarnya, baik bus sedang maupun bus besar saat ini hanyalah berbahan bakar solar/diesel. Sama seperti pada bus sedang, penetrasi dimasa mendatang adalah berbahan bakar CNG/LGV dan biodiesel. • Sepeda motor, yaitu semua kendaraan bermotor beroda dua. Diasumsikan bahwa semua sepeda motor berbahan bakar bensin. • Kereta api, yaitu alat transportasi melalui rel yang mempunyai penggerak berupa lokomotif. Lokomotif diesel merupakan penggerak yang paling banyak digunakan. Lokomotif diesel digunakan sebagai penarik rangkaian kereta api penumpang dan kereta api barang yang menggunakan motor diesel sebagai penggerak mula (prime mover). Motor diesel ini dioperasikan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang berupa minyak solar yang sering disebut minyak HSD (high speed diesel). 3.1.2. Transportasi Laut • 22 Dalam studi ini transportasi laut dibagi menjadi transportasi penumpang dan transportasi barang. Transportasi laut dapat juga dibagi berdasarkan daya jelajahnya, yaitu: Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), transportasi laut antar pulau, dan transportasi laut antar negara. ASDP dapat menggunakan kapal Roro (Roll On Roll Off) ataupun penggunakan speed boat. Pengelompokan transportasi laut umumnya dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu: kapal jelajah (cuising boat), kapal dredger and tug, kapal ferry dan kapal nelayan. Kapal jelajah terdiri dari kapal internasional, kapal antar pulau dan kapal non-schedule. Untuk kapal ferry ada yang kecepatan tinggi (high speed) dan ada yang biasa (regular), sedangkan kapal nelayan bibagi lagi menjadi perahu besar, menengah dan tradisional. Pendekatan dalam memperkirakan konsumsi bahan bakar untuk kapal pada umumnya dibedakan menjadi kapal umum dan perahu tradisional. Dasar yang digunakan untuk mengestimasi konsumsi bahan bakar adalah waktu operasi untuk kapal umum dan dengan menggunakan frekuensi perjalanan untuk kapal tradisional. Bahan bakar yang digunakan untuk transportasi laut biasanya adalah ADO, IDO, dan FO. Sementara perahu kecil dalam transportasi laut biasanya menggunakan bensin, solar, dan minyak tanah. Parameter penting untuk menentukan konsumsi bahan bakar adalah intensitas energi (liter bahan bakar per trip), jumlah kapal, waktu operasi efektif, dan rata-rata penggunaan dalam satu tahun. 3.1.3. Transportasi Udara Transportasi udara memiliki keunggulan kecepatan dibanding moda transportasi lainnya. Secara umum transportasi udara dapat dikelompokkan menjadi transportasi internasional dan transportasi domestik. Disamping itu dapat juga dirinci lagi menjadi transportasi penumpang dan transportasi barang. Bahan bakar yang digunakan adalah avgas dan avtur. Avgas (aviation gasoline) adalah bahan bakar minyak berkadar oktan tinggi untuk pesawat bermesin torak. Avtur (aviation turbine) adalah bahan bakar khusus untuk turbin/pesawat terbang, jenis khusus minyak tanah dengan proses penyulingan. Parameter penting yang sering digunakan untuk mengestimasi penggunaan bahan bakar adalah: penumpang yang diangkut (orang/ person), km-penumpang terpakai, tingkat penggunaan tempat duduk, barang yang diangkut (ton) dan ton-km yang terpakai. 3.2. Sistem Transportasi Nasional Transportasi mempunyai peran strategis dalam mendukung pembanguan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Di masa depan potensi dan peran sistem transportasi nasional harus terus dikembangkan untuk mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah sesuai dengan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Transportasi merupakan sektor yang 23 sangat penting sebagai penunjang pembangunan ekonomi nasional dan daerah dalam penyelenggaraan sistem angkutan umum dan angkutan barang. 3.2.1. Sistem Transportasi Secara umum sistem transportasi dapat dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu sistem transportasi laut, transportasi darat dan transportasi udara. Sistem transportasi udara dan sistem transportasi laut mempunyai karakteristik sebagai angkutan yang tetap artinya meliputi angkutan orang dan barang dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lain secara tetap, pada waktu yang tetap dan menggunakan jenis bahan bakar yang tetap pula. Di lain pihak sistem transportasi darat memiliki karakteristik yang fleksibel, mudah berubah, baik dalam tujuan perjalanan, jenis angkutan maupun jenis bahan bakar yang digunakan. Pada transportasi darat dijumpai perbedaan karakteristik antara transportasi perkotaan dan transportasi antar wilayah. Transportasi darat antar wilayah terdiri dari kendaraan pribadi, kereta api, truk dan bus. Masalah pada transportasi antar wilayah timbul pada saat-saat tertentu seperti waktu Lebaran, Natal, atau Tahun Baru. Sedangkan permasalahan yang sering timbul adalah pada transportasi perkotaan yang komplek, dan merupakan masalah yang sehari-hari. Transportasi darat terdiri dari angkutan pribadi, angkutan penumpang, dan angkutan barang, dimana angkutan pribadi terdiri dari mobil pribadi dan sepeda motor, angkutan penumpang terdiri dari bus, mikrobus, angkot, dan angkutan barang yang terdiri dari truk besar, truk kecil dan mobil pickup. Jenis infrastruktur jalan di perkotaan antara lain, jalan umum, jalan perumahan, busway, dan jalan tol, sementara infrastruktur jalan lain antara lain adalah jembatan layang (flyover) dan trowongan lintas (underpass) yang bertujuan untuk mengurai kemacetan yang terjadi pada persimpangan tertentu. Kebijakan sektor transportasi darat pada umumnya adalah untuk memecahkan masalah dalam penyediaan sistem angkutan baik orang dan barang, dalam kota maupun antara wilayah, mengurangi kemacetan di dalam kota maupun antar wilayah, substitusi BBM 24 dengan bahan bakar alternatif, serta mengurangi dampak lingkungan lokal maupun global. Transportasi masal yang ada di perkotaan pada umumnya terdiri dari, angkutan bus, angkutan kota (mikrolet, bemo, bajaj), serta kereta rel (KRL dan kereta diesel). Kecuali kereta rel, angkutan kota yang ada dianggap makan waktu perjalanan yang lama serta merepotkan karena harus berganti-ganti, relatif mahal, kurang nyaman, dan tidak aman. Belum terselenggarakannya transportasi masal yang baik dan memadai, khususnya untuk kota besar akan menyebabkan masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil, maupun sepeda motor untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Hal ini menjadikan peningkatan efisiensi kendaraan menjadi salah satu unsur utama dalam pengembangan industri kendaraan di Indonesia. 3.2.2. Teknologi Transportasi Saat ini teknologi transportasi terus mengalami pengembangan. Pengembangan yang terbesar adalah untuk teknologi otomotif, teknologi kereta api, dan teknologi pesawat terbang. Berikut ini akan dibahas secara singkat ketiga teknologi tersebut. • Teknologi Otomotif Teknologi otomotif terus berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat baik dari sisi kenyamanan maupun lingkungan. Perkembangan teknologi otomotif dewasa ini ditandai dengan hadirnya berbagai teknologi baru yang berbasis elektronik, seperti EFI (Electronic Fuel Injection) sebagai pengganti karburator; CDI dan i-DSI (Intelligent Dual Sequential Ignition) sebagai penyempurnaan sistem pengapian. Untuk yang berbasis mekanik mulai dari Double Overhead Camshaft (DOHC), VVT, VVT-i (Variable Valve Timing with intelligence), i-VTEC (Intelligent Variable Valve Timing and Lift Electronic Control) atau VANOS untuk mengatur pola pembukaan katup secara variabel, agar mendapatkan pasokan campuran bahan bakar yang lebih efisien, CVT (Continuously Variable Transmission) pada sistem transmisi otomatik dan bahkan hingga hybrid. Sedangkan perkembangan teknologi pada mesin diesel tidak banyak perubahan, sampai hadirnya teknologi Common Rail pada era tahun 1990-an. 25 Teknologi EFI (Electronic Fuel Injection) sebenarnya bukan yang terbaru, karena sudah diterapkan pada kendaraan keluaran tahun 1990-an. Penggunaan EFI saat itu masih terbatas pada jenis sedan (passenger car), dan pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000, kendaraan jenis minivan seperti Kijang atau SUV ikut mengadopsi. Saat ini teknologi EFI mulai disusul oleh PGM-FI, EPFI, ECFI, T-DIS, dan sebagainya. Teknologi EFI sebetulnya merupakan bagian dari sistem manajemen mesin yang dikendalikan oleh ECU (Electronic Control Unit). Di sini bahan bakar minyak (BBM) dikabutkan ke dalam silinder dengan cara injeksi. Sebelum muncul teknologi EFI, untuk mencampur bahan bakar dengan udara digunakan karburator. Dalam karburator ini BBM dikabutkan sebagai akibat dari isapan vakum dari venturi. Sebagai alat yang murni mekanikal, karburator mempunyai keterbatasan sehingga hanya efektif pada daerah operasi tertentu, sehingga karburator hanya efektif untuk mesin putaran tinggi/mobil sport. Jadi, kurang sempurna untuk dipasang pada kendaraan minivan yang lebih mementingkan torsi dan tenaga di putaran menengah. ECU juga mengendalikan sistem pengapian. Pada sistem pengapian konvensional, arus listrik dari ignition coil disalurkan ke masing-masing busi melalui distributor. Di sini terdapat mekanisme untuk memajukan atau memundurkan waktu pengapian agar sesuai dengan putaran mesin, yang merupakan gabungan dari vacuum advancer dan centrifugal advancer. Namun, sebagaimana karburator, sistem distributor konvensional ini juga punya keterbatasan, karena hanya optimum pada daerah operasi yang terbatas sesuai dengan karakteristik mesin. Mengingat keterbatasan sistem mekanis itu, maka muncul penggabungan sistem mekanis dengan kontrol elektronik, agar diperoleh fleksibilitas di daerah operasi mesin yang optimal, sehingga menghasilkan mesin dengan kinerja yang lebih maksimal. EFI kemudian menjadi perlengkapan standar bagi mobilmobil modern. Selain teknologi sistem pasokan bahan bakar, maka teknologi sistem pengapian pada kendaraan bermotor berkapasitas di bawah 1.500 CC dilengkapi dengan i-DSI (intelligent dual sequential ignition). Teknologi i-DSI memakai dua busi yang dipasang secara diagonal pada setiap ruang bakarnya. Busi tersebut bekerja sesuai putaran dan beban, sehingga memberikan percikan api yang menyebar dan menghasilkan kontrol pembakaran yang lebih sempurna. 26 Pada putaran rendah, kedua busi tersebut menyala secara berurutan sehingga campuran bahan bakar dan udara yang cenderung gemuk, dapat dibakar seluruhnya. Pada saat putaran tinggi, kedua busi dapat berubah tanpa jeda (menyala secara bersamaan) mengimbangi pasokan bahan bakar yang jumlahnya relatif lebih tinggi, akan tetapi harus dibakar habis dalam waktu yang relatif lebih cepat. Hasilnya proses pembakaran menjadi lebih sempurna pada berbagai tingkat putaran mesin dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih efisien, lebih jelas disajikan pada Gambar 3.2. Sumber: Honda (2012) Gambar 3.2. Teknologi i-DSI Pada tahun 1991, Toyota mulai memperkenalkan teknologi VVT pada sport tipe 4A-GE dengan tujuan untuk meningkatkan daya. Mekanisme VVT mempunyai 2 katup pemasukan (intake) bahan bakar. Pembukaan katup-katup tersebut diatur oleh suatu sistem yang berkaitan dengan putaran mesin, yaitu pada saat putaran rendah atau beban kecil, maka hanya satu katup intake yang bekerja, dan kedua katup akan bekerja pada saat putaran tinggi. 27 Pada perkembangan selanjutnya, teknologi VVT-i yang merupakan penyempurnaan dari mekanisme VVT, dapat merubah waktu awal pembukaan dan akhir penutupan katup intake (dapat dipercepat atau diperlambat antara 30 sampai dengan 60 derajat sudut cam-shaft). Pada saat putaran tinggi, awal pembukaan katup intake dipercepat sehingga akan menambah waktu masuknya udara ke dalam silinder. Sebaliknya pada saat putaran rendah, awal pembukaan katup intake diperlambat sehingga akan mengurangi waktu masuknya udara ke dalam silinder. Selain mengurangi atau menambah volume udara untuk pembakaran, perbedaan saat pemasukan udara pada putaran tinggi dan putaran rendah adalah untuk menyesuaikan kecepatan gerakan piston pada saat langkah isap. Kecepatan gerakan piston pada saat langkah isap dapat meningkat 4 – 6 kali, padahal pada gerakan yang makin cepat tersebut kebutuhan udara untuk pembakaran juga lebih besar. Agar kebutuhan udara untuk campuran bahan bakar dapat sempurna (sekitar 1 : 16) pada saat putaran tinggi maupun putaran rendah, maka perbedaan waktu awal membuka dan akhir menutupnya katup intake, adalah jalan keluarnya. Teknologi VVT-i juga meningkatkan efisiensi volumetrik campuran bahan bakar dan udara, sehingga kerja mesin menjadi lebih efisien. Karena volume campuran bahan bakar dan udara yang lebih sesuai, maka pembakaran menjadi lebih sempurna dan akan menurunkan kadar nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO) pada gas buang. Dari hasil uji, diperoleh data efisiensi bahan bakar meningkat 6% dan menaikkan momen 10% pada putaran rendah dan sedang. Teknologi semacam ini juga dikembangkan oleh Honda dengan menamakan i-VTEC, lihat Gambar 3.3. 28 Sumber: Solusimobil (2012) Gambar 3.3. Teknologi i-VTEC Selanjutnya, sistem penonaktifan mesin digunakan pada kendaraan bermotor yang memiliki 6 sampai 8 silinder. Industri pembuat kendaraan bermotor terkemuka dunia, seperti Chrysler, General Motors dan Honda, telah menciptakan sistem yang dapat mengaktifkan dan menon-aktifkan silinder sehingga mesin yang bertenaga ekstra besar itu tetap efisien dalam mengonsumsi bahan bakar. Chrysler menamakan Multiple Displacement System (MDS), General Motors menyebutnya Displacement on Demand (DOD), dan Honda memberi nama Variable Cylinder Management (VCM). 29 Walaupun namanya berbeda-beda, pada prinsipnya sistemnya sama, yakni saat mobil tidak memerlukan tenaga besar, hanya separuh dari seluruh silinder yang aktif. Dengan kata lain, pada mobil yang menyandang 8 silinder, saat mobil tidak memerlukan tenaga besar, hanya 4 silinder yang aktif, sementara 4 silinder lainnya dinon-aktifkan. Demikian juga pada 6 silinder. Pada saat mobil memerlukan tenaga ekstra besar, barulah ke-8 atau ke-6 silinder bekerja penuh. Dengan menggunakan sistem mengaktifkan dan menon-aktifkan silinder itu, bahan bakar yang dikonsumsi dapat diturunkan sekitar 25% pada saat mesin stasioner, serta 8% pada saat kendaraan berjalan. Cara kerja sistem menon-aktifkan silinder sangat sederhana, mengingat pada jenis mesin terkini semua silinder bekerja secara otonom, yaitu setiap silinder mempunyai sistem pengapian dan sistem injeksi bahan bakar sendiri-sendiri. Setiap saat silinder dapat diaktifkan dan dinonaktifkan tanpa mengganggu silinder-silinder lain. Teknologi hybrid telah dikembangkan oleh beberapa industri otomotif terkemuka, seperti Honda, Toyota, Nissan dari Jepang dan Daimler, BMW, VW dari Eropa serta General Motor dan Ford dari Amerika. Teknologi hybrid adalah persilangan sumber daya mekanik yang berasal dari motor bakar dan motor listrik. Karena memiliki sumber daya dari motor listrik, kapasitas motor bakarnya dapat diperkecil sehingga konsumsi bahan bakar minyak (BBM) menjadi menurun. Sebagai contoh, pada mesin konvensional berkapasitas 1.800 CC yang menghasilkan daya 120 HP, akan sebanding dengan mesin hybrid berkapasitas 1.300 CC. Teknologi hybrid juga memiliki sistem untuk meregenerasi energi mekanik yang terbuang (karena proses de-aselerasi) menjadi energi yang tersimpan dalam bentuk energi listrik. Hasilnya adalah pemakaian bahan bakar menjadi sangat efisien (hasil uji laboratorium membuktikan untuk 1 liter pertamax plus dapat menempuh jarak 31 kilometer). Kelebihan lain dari teknologi hybrid adalah kandungan gas-gas berbahaya pada gas buang menjadi sangat rendah. Pada tahun 1998 mesin diesel modern dilahirkan dengan teknologi common rail injection. Teknologi ini ditemukan oleh insinyur Fiat dan diproduksi oleh Bosch. Seri pertama common rail, adalah 19 TJD yang dipasangkan pada mobil Alfa Romeo 156 buatan Italia. Pada konstruksi common rail terdapat suatu katup selenoid yang dikendalikan secara sangat presisi oleh sistem elektronik, mampu 30 mengatur jumlah bahan bakar dan waktu penyemprotannya ke dalam silinder. Periode penyemprotan bahan bakar ke dalam silinder dalam satu siklus pembakaran juga dapat dilakukan 5 kali secara bertahap. Pada penyemprotan pertama, sistem kontrol elektronik akan mengatur volume bahan bakar yang jumlahnya sedikit untuk memicu proses pembakaran, yang kemudian diikuti oleh penyemprotan berikutnya sebagai proses pembakaran untuk menghasilkan daya. Cara ini akan mengurangi getaran dan kebisingan yang diakibatkan oleh proses pembakaran yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada mesin diesel generasi sebelumnya. Sistem pembakaran bertahap juga akan mempermudah cara menghidupkan mesin pada kondisi dingin, sehingga tidak memerlukan lagi alat pemanasan awal (glow-plug). Teknologi common rail tidak lagi menggunakan distributor injection pump dan sebagai gantinya digunakan pompa kompresi tekanan ekstra tinggi yang sanggup menghasilkan bahan bakar bertekanan 2,000 bars (29,000 psi) dan menampungnya ke dalam tabung yang dinamakan common rail. Tabung tersebut dicabangkan ke masing-masing silinder yang dilengkapi dengan injektor. Di dalam injektor terdapat nozzle dan plunyer yang digerakkan oleh selenoid. Karena tekanan yang sangat tinggi, bentuk kabut bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder oleh nozzle menjadi lebih halus, sehingga proses pembakarannya menjadi lebih sempurna. Hasil uji coba yang dilakukan terhadap kendaraan diesel dengan rute Merak-Jakarta-Bandung pergi pulang secara terus menerus hingga 10.000 km dan penelitian di BTMP Serpong, menunjukkan performansi mesin yang maksimal, knalpot tidak mengeluarkan asap, dan hampir tidak terasa getaran mesin diesel. Kendaraan yang dipacu hingga 120 km/jam di ruas jalan yang menanjak, suara mesin tetap halus, tanpa getaran dan tanpa asap. Hasil uji teknologi common rail juga menunjukkan emisi gas buangnya memiliki kandungan sulfur, hidrokarbon, NOx dan partikel yang sangat rendah. Hasil uji juga menunjukkan peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar sebesar 13,3% dengan moda yang sama. Angkutan penumpang untuk umum di kota-kota besar Indonesia, terdiri dari kendaraan bermotor roda tiga, empat dan enam sedangkan kendaraan roda dua atau sepeda motor (ojek) secara regulasi tidak masuk kategori angkutan umum. Sedangkan di Jakarta 31 telah beroperasi angkutan penumpang berupa bus gandeng yang mempunyai tiga poros/axle dengan lebih dari 6 roda. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan penumpang berkapasitas 15 orang ke bawah terdiri dari jenis MPV (Toyota Kijang, Suzuki Carry, Daihatsu, Mitsubishi); sedan (untuk taksi); bajaj, bemo dan ojek sepeda motor. Kendaraan yang digunakan biasanya berbahan bakar premium atau BBG untuk yang bekapasitas 15 penumpang ke bawah (angkot, taksi, bajaj dan bemo), sedangkan yang berkapasitas diatasnya menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar atau beberapa jenis bus menggunakan mesin Otto berbahan bakar CNG. Kendaraankendaraan tersebut khususnya jenis MPV, masih menggunakan mesin konvensional, kecuali sedan untuk taksi yang teknologinya mengikuti perkembangan terkini. Penggunaan teknologi baru pada kendaraan berarti menambah ongkos konstruksi, sehingga yang dikembangkan terbatas pada jenis kendaraan penumpang (sedan, SUV dan kendaraan keluarga) yang masuk kategori kendaraan mewah. Untuk kendaraan angkutan umum, yang dibutuhkan adalah teknologi yang sederhana, handal dan mudah dalam perawatan. Sedangkan taksi dengan teknologi terkini, dengan tarif yang telah memperhitungkan nilai investasinya, menjadi layak untuk dioperasikan sebagai angkutan umum. Untuk kendaraan bajaj, telah dikembangkan generasi baru dengan mesin 4 langkah dan berbahan bakar gas, akan tetapi teknologinya masih tatap konvensional. Untuk bemo seharusnya sudah tidak layak dioperasikan, karena menggunakan mesin 2 langkah dan sudah tidak dikembangkan oleh industri pembuatnya (Daihatsu). Dari hasil pengamatan lapangan, banyak ditemukan kendaraan angkutan umum yang usianya sudah lebih dari 5 tahun tetap dioperasikan. • Teknologi Kereta Api Teknologi kereta api yang ada di Indonesia saat ini adalah Kereta Rel Diesel (KRD), Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE), Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) dan Kereta Pembangkit Listrik (power car yang disingkat P atau BP). Semua teknologi ini menggunakan 32 BBM sebagai sumber energi. Kebutuhan BBM untuk sarana PT. Kereta Api (Persero) sebagai satu-satunya BUMN yang mengelola perkeretaapian dipasok oleh PT. Pertamina. Energi lain yang digunakan sebagai penggerak kereta api adalah energi listrik yang digunakan pada Kereta Rel Listrik (KRL) di wilayah Jakarta - Bogor Depok -Tangerang - Bekasi (Jabodetabek). Energi listrik yang dipasok dari PT. PLN disalurkan melalui trafo penurun tegangan bolak-balik dari 70 kV ke 20 kV dan kemudian disearahkan melalui rectifier di gardu induk (substation) menjadi tegangan searah 1500 Volt DC. Berdasarkan perkembangan teknologi dan industri perkeretaapian di berbagai negara maka lokomotif di Indonesia diharapkan dapat juga tumbuh berkembang. Masa depan kereta diesel Indonesia harus dipersiapkan dari sekarang supaya tidak ketinggal dalam hal teknologi dibanding negara lain. Penggunaan lokomotif diesel elektrik ke depan harus lebih ditingkatkan. Sifat dan karaklteristik yang penting pada lokomotif diesel elektrik adalah berat lokomotif dan daya mesinnya lebih besar dari pada diesel hidrolik. Dengan memperhatikan korelasi karakteristik daya mesin yang lebih besar dan bobot yang berat, maka lokomotif diesel elektrik dapat menarik beban rangkaian KA yang lebih panjang atau lebih berat. Sejak digunakan lokomotif diesel elektrik maka dikenal sistem kontrol yang bermacam-macam. Mula-mula dikenal sistem kontrol dengan teknologi DC-DC yang kemudian berkembang ke ACDC. Pengaturan gaya tarik, kecepatan dan fungsi komponen lain menggunakan sistem analog dengan kontaktor dan relay. Komponen elektrik yang digunakan adalah resistor, kapasitor, induktor, varistor dan seterusnya. Sistem kontrol pada lokomotif kemudian berkembang lagi dengan sistem digital yang menggunakan microprocessor, sehingga proses bekerjanya dapat lebih cepat dan akurat. Pengaturan daya motor diesel, penyemprotan bahan bakar pada injektor, alat pencegah selip, deteksi kerusakan komponen sampai dengan diagnostic semuanya menggunakan micro-processor control yang dilengkapi dengan layar monitor (display) setelah diproses oleh komputer. Pengembangan selanjutnya adalah lokomotif dengan teknologi AC-AC yang menggunakan sistem kontrol digital dengan micro-processor sebagai pengatur traction inverter dan fungsi-fungsi komponen lainnya. Micro-processor terutama digunakan untuk pengaturan pada traction inverter dengan input DC dan output AC 33 melalui pengaturan tegangan dan frekuensi untuk menghasilkan karakteristik momen torsi dan putaran atau gaya tarik dari kecepatan yang diperlukan oleh lokomotif. Sistem kontrol ini disebut variable voltage variabel frequency (VVVF). • Teknologi Pesawat Terbang Teknologi pesawat terbang berdasarkan mesin penggeraknya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: piston, turboprop, dan turbofan. Pesawat yang menggunakan teknologi piston merupakan pesawat ekonomis yang sangat sesuai untuk penerbangan jarak dekat. Kapasitas biasanya berkisar antara 3 sampai 8 penumpang. Pesawat jenis seperti ini biasanya digunakan untuk kebutuhan pribadi, photo udara, latihan, penyemproton hama. Mesin penggerak dapat berupa mesin diesel yang menggunakan bahan bakar aviation turbine fuel (avtur) yang merupakan turunan dari kerosine yang mempunyai persyaratan yang ketat; dan mesin piston yang dirancang untuk dijalankan dengan aviation gasoline dengan standar yang lebih tinggi dari bahan bakar mobil agar dapat digunakan pada compression ratio yang lebih tinggi yang dapat meningkat tenaga mesian pada ketinggian yang lebih tinggi, bahan bakat yang biasanya digunakan adalah aggas 100LL yang berarti mempunyai angka oktan 100 dan LL merupakan singkatan dari low lead. Kelangkaan avgas menyebabkan avgas dapat digantikan dengan Mogas (mobile gasoline) dari oktan yang tertinggi. Pesawat yang menggunakan teknologi turboprop merupakan jenis pesawat terbang untuk perjalanan jarak menengah antara 2 sampai 4 jam. Pesawat turboprop digunakan pada pesawat dengan 4 sampai dengan 70 penumpang. Prinsip kerja Mesin Turboprop diawali mesin menghirup udara yang kemudian dipadatkan oleh kompresor untuk kemudian dibakar, hasil pembakaran akan memutar turbin pembakaran keluar melalui nosel/jet yang mengakibatkan sebagian kecil daya dorong, poros turbin memutar propoler yang mengakibatkan daya dorong pesawat. Propeler tidak begitu efisien pada kecepatan tinggi, sehingga tidak digunakan untuk pesawat kecepatan tinggi. Kecepatan pesawat turboprop bisa mencapai 500 knot (926 km/h, 575 mph). 34 Mengingat suhu didalam ruang bakar yang sangat tinggi maka bahan yang digunakan merupakan bahan tahan terhadap suhu yang tinggi serta regangan yang besar. Untuk itu biasanya digunakan alloy nikel yang tahan terhadap suhu yang tinggi, ataupun bahan-bahan baru seperti mono-crystalline yang dapat bekerja pada suhu yang lebih tinggi. Pesawat yang menggunakan teknologi turbofan sering disebut pesawat jet. Pesawat jet menggunakan turbofan yang prinsip kerjanya hampir sama dengan turboprop hanya tidak menggunakan propeler tetapi menggunakan fan untuk memasok udara ke turbin. Udara yang masuk ke turbin dibuat bertekanan untuk menambah daya dorong serta ikut mendinginkan dinding luar turbin/ruang bakar. Turbofan merupakan jet yang menghirup udara yang kemudian dimampatkan pada kompresor untuk kemudian dibakar. Hasil pembakaran akan memutar turbin tekanan tinggi dan kemudian dikembangkan oleh turbin tekanan rendah dan gas hasil pembakaran keluar melalui nosel/jet yang mengakibatkan daya dorong. Semua mesin jet yang digunakan untuk pesawat jet komersial masa kini adalah mesin turbofan. Mesin ini lebih banyak digunakan karena sangat efesien dan relatif dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah. 3.3. Kebijakan Sektor Transportasi Permen ESDM No. 0031 Tahun 2005, pasal 5 mengatur tentang pelaksanaan penghematan energi pada transportasi. Penghematan ditujukan untuk: • • Kendaraan pribadi dengan kapasitas ruang bakar diatas 2000 cc, khususnya di pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan pulau bali menggunakan BBM jenis Pertamax. Memacu pemakaian bahan bakar gas pada kendaraan umum. Peraturan menteri ESDM ini bertujuan untuk menurunkan subsidi BBM yang sebagian besar adalah dinikmati oleh sektor transportasi, dan lebih khusus lagi oleh pengguna kendaraan pribadi. Oleh karena itu sasaran dari penurunan subsidi BBM adalah penggunaan pertamax yang tidak disubsidi pada kendaraan pribadi, serta pemanfaatan CNG pada kendaraan penumpang baik pribadi maupun umum. 35 Dalam transportasi perkotaan masalah yang harus dipecahkan ialah masalah kemacetan, sebab kemacetan akan menaikkan tingkat keborosan bahan bakar kendaraan, memperlama waktu tempuh kendaraan, meningkatkan emisi CO2, timah hitam, karbon bebas dan lain-lain. Masalah lain ialah sektor transportasi merupakan sektor yang sangat dominan menggunakan BBM pada tahun 2010 sejumlah 99,90%, dan sisanya gas dan listrik. Mengingat potensi sumberdaya minyak yang terus menurun, sementara jumlah kendaraan terus meningkat sehingga kebutuhan BBM pada sektor ini akan terus meningkat pula, maka di masa mendatang impor minyak bumi dan BBM dipastikan akan terus meningkat dan kondisi ini akan dapat menyebabkan krisis bila tidak diambil tindakan yang memadai. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), beban subsidi BBM dan listrik yang makin membengkak menyebabkan makin tidak efisiennya pembangunan ekonomi Indonesia, dimana bila pada tahun 2010 subsidi BBM mencapai lebih dari Rp. 100 Triliun, maka diperkirakan pada tahun 2011 akan meningkat menjadi Rp. 123 Triliun. Suatu sistem transportasi perkotaan yang baik ialah sistem transportasi yang mampu untuk mengangkut seluruh penumpang, efisien yaitu mempunyai intensitas energi per penumpang kilometer yang rendah, dan menghasilkan emisi yang bersih, baik terhadap pencemaran lokal seperti CO, timah hitam, asap dan lain-lain maupun pencemaran global seperti CO2, NOx, maupun CH4. Saat ini sebagian bensin di Indonesia menggunaan additif TEL (Tetra-ethyl Lead) yang dinyatakan sebagai racun yang dapat menurunkan tingkat kecerdasan (IQ), serta merusak organ penting seperti hati, otak, dan ginjal. Pengurangan penggunaan TEL antara lain dengan HOMC yang dapat menghasilkan NOx dan UHC (unburn hydrocarbon) yang dapat bereaksi menjadi pencemar udara lain seperti O3, PM10 bahkan PM25 yang berbahaya bagi kesehatan. Peningkatan kebutuhan oktan tinggi serta volume bensin akan meningkatkan penggunaan TEL, MTBE serta HOMC. Peningkatan penggunaan bensin secara aman dapat dipenuhi dengan penggunaan MTBE dan HOMC dalam bentuk isomerate atau alkalate, selain itu semua cara akan berakibat buruk bagi lingkungan. 36 Sebenarnya semua pihak telah menyadari bahwa masalahmasalah dan isu-isu di sektor transportasi adalah saling terkait dan tidak berdiri sendiri, misalnya antara kemacetan, diversifikasi energi, pengurangan subsidi BBM, maupun dengan lingkungan, oleh karena itu kebijakan sektor transportasi yaitu pemecahan masalah kemacetan, diversifikasi bahan bakar dari BBM ke energi alternatif, pengurangan subsidi BBM di sektor transportasi dan masalah lingkungan dalam studi ini tidak akan dibahas satu persatu. Pemecahan masalah kemacetan dapat dilakukan antara lain dengan: • Penerapan pengelolaan trafik yang baik dan optimal, sehingga mengurangi penghentian yang terlalu lama di perempatan jalan dan pada akhirnya meningkatkan kecepatan rata-rata berkendaraan. • Menerapkan strategi pemindahan dari mobil pribadi ke angkutan umum adalah dengan melakukan penambahan dan pengembangan transportasi masal, baik bus, monorail, kereta listrik maupun subway. Penggunaan transportasi massal dan angkutan umum merupakan salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mengurangi subsidi BBM secara langsung karena konsumsi spesifik bahan bakar angkutan umum jauh lebih rendah dibanding konsumsi spesifik bahan bakar angkutan pribadi. Sebagai contoh, konsumsi spesifik bahan bakar mobil pribadi di Jakarta adalah 10,04 liter/km-penumpang. Sementara konsumsi bahan bakar spesifik bus besar di Jakarta adalah 0.88 liter/ km-penumpang. Kebijakan peningkatan penggunaan angkutan umum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: • • Pada kota-kota kecil dan sedang dimana permintaan jasa transportasi tidak begitu tinggi, maka pendekatan pengembangan angkutan umum adalah dengan menyediakan sarana angkutan menengah kecil yang mampu menampung pergerakan orang serta menjangkau seluruh kawasan perkotaan. Pada kota-kota besar dan metropolitan dimana permintaan jasa transportasi tingi, pendekatan yang dilakukan adalah dengan menjamin ketersediaan saran angkutan umum berkapasitas 37 besar yang mampu menampung mobilitas orang dengan cepat, dan menjangkau pelosok kawasan perkotaan. • Penambahan jalur jalan baru, melebarkan jalur yang sudah ada, dan menyediakan sistem angkutan umum masal pada koridorkoridor yang sesuai di setiap wilayah perkotaan dan terintegrasi dengan jaringan pengumpan angkutan umum yang terdistribusi secara merata pada daerah-daerah bangkitan perjalanan. • Menyediakan lahan untuk ‘Park and Ride’ pada daerah-daerah potensial. • Mengusahakan tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Pada prinsipnya tarif angkutan umum ditentukan berdasarkan mekanisme pasar, namun dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pemerintah dapat menetapkan tarif angkutan umum. Dalam hal besaran tarif yang ditentukan oleh pemerintah lebih rendah dari biaya pokok untuk memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) dan margin, maka pemerintah berkewajiban memberikan subsidi. • Diversifikasi energi dilakukan untuk mensubstitusi BBM dengan sumber energi lainnya yang cadangannya relatif masih banyak, dan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan karena potensinya melimpah dan termasuk energi bersih guna menciptakan campuran energi yang optimal dan manfaat ekonomi. Percepatan program diversifikasi dimaksudkan agar sumber energi non BBM dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin, sehingga dapat mengurangi pemakaian BBM dan menciptakan energi bersih dan manfaat ekonomi. Percepatan program diversifikasi dapat dilakukan dengan peningkatan pemanfaatan gas di dalam negeri yang mencakup perbaikan dan pengembangan infrastruktur pasokan gas serta pengembangan pemanfaatan CNG, GTL, DME, LPG dan gas kota. Mengkaji dan menerapkan penggunaan bahan bakar alternatif pengganti BBM seperti biofuel atau bahan bakar nabati, CNG atau gas bumi, serta Dimethyl Ether (DME) pada kendaraan. • Memberikan insentif bagi kendaraan dengan bahan bakar selain BBM, dengan pembebasan pajak masuk, maupun pengurangan atau pembebasan PPN, serta subsidi terhadap investasi. 38 • Penggunaan teknologi mesin yang efisien dan ramah lingkungan. Pada saat ini mulai diterapkan teknologi hibrid yaitu integrasi antara mesin listrik dan mesin bensin, dimana kombinasi ini dapat mengurangi kehilangan daya karena setiap pelepasan daya seperti pada turunan, pengereman dan lain-lain diubah menjadi tenaga listrik yang akan dipergunakan kembali pada saat penambahan kecepatan atau saat kendaraan menanjak. Selain dari itu juga penerapan teknologi turbo charger, common rail pada mesin diesel meningkatkan. • Peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum yang mencakup: ◊ Kenyamanan dalam kendaraan, antara lain: kesesuaian terhadap SPM. ◊ Keandalan pelayanan, antara lain: * Kepastian untuk mendapatkan angkutan tanpa harus menunggu lama, * Kepastian untuk mencapai tujuan dengan lancar tanpa terhambat kemacetan. ◊ Menjamin keselamatan penumpang dan pemakai jalan lainnya melalui: * Uji kelayakan kendaraan umum dan pribadi secara periodik, * Pengawasan terhadap sopir kendaraan mengenai kemampuan mengemudi dan kepemilikan ijin mengemudi. 3.4. Konsumsi Energi di Sektor Transportasi Sektor transportasi merupakan sektor penunjang untuk menggerakkan sektor lainnya, seperti pergerakkan barang komoditas di sektor industri, pergerakan orang di sektor rumah tangga, maupun kegiatan komersial maka sektor ini diprakirakan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan sektor lainnya. Kebutuhan energi pada sektor transportasi dalam kurun waktu 2005-2010 meningkat dengan laju pertumbuhan 8,1% per tahun. Dari 178 juta SBM pada tahun 2005 menjadi 263 juta SBM pada tahun 2010. Berdasarkan energi final yang digunakan maka dapat dikatakan BBM mendominasi konsumsi energi di sektor transportasi dengan pangsa lebih dari 99,9%. Pada Tabel 3.1. ditunjukkan kebutuhan energi final sektor transportasi per jenis bahan bakar pada tahun 2005-2010. Diantara BBM sendiri, penggunaan premiun dan ADO sangat mendominasi karena mobilitas 39 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi masyarakat banyak yang menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan penggunaan gas dan listrik masih kecil. Penggunaan gas hanya pemerintah, terbatas pada bus Trans dan beberapa kendaraan kendaraan sedangkan listrikJakarta hanya digunakan untuk kereta rel pemerintah, sedangkan listrik hanya digunakan untuk kereta rel listrik listrik (KRL) di wilayah Jabobek. (KRL) di wilayah Jabobek. Tabel 3.1. Kebutuhan Energi Final Sektor Transportasi (Ribu SBM) Bahan Bakar Gas BBM Avgas Avtur Premium Bio Premium Pertamax Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar Minyak Tanah ADO IDO FO Sub-total BBM Listrik Total Sumber: CDIEMR (2011) 2005 43 17 13,682 96,863 0 1,450 0 579 0 25 65,262 193 304 178,375 34 178,452 2006 42 19 14,303 92,901 9 2,947 0 748 1,408 22 57,268 105 314 170,044 41 170,127 2007 49 12 14,845 98,847 326 2,752 58 921 5,692 22 55,241 57 269 179,042 52 179,143 2008 124 11 15,526 111,377 257 1,736 95 669 6,041 18 60,812 34 194 196,770 50 196,944 2009 56 9 16,262 121,226 617 3,478 118 829 15,558 11 67,328 29 163 225,628 68 225,752 2010 70 12 20,779 130,486 0 3,985 0 971 28,503 6 70,655 35 244 255,676 54 255,800 Berdasarkan prakiraan konsumsi energi untuk setiap sub-sektor Berdasarkan prakiraan energi bahwa untuk transportasi setiap sub-sektor transportasi, maka dapat konsumsi diperlihatkan darat merupakan sub-sektor yang paling besar menggunakan energi transportasi, maka dapat diperlihatkan bahwa transportasi darat merupakan di sektor transportasi dengan mencapai Sedangkan subsub-sektor yang paling besar pangsa menggunakan energi 90%. di sektor transportasi sektor transportasi udara dengan pangsa 8% dan transportasi laut dengan pangsa mencapai 90%. Sedangkan sub-sektor transportasi udara hanya 2% (lihat Gambar 3.4). dengan pangsa 8% dan transportasi laut hanya 2% (lihat Gambar 3.4). 2010 : 256 Juta SBM Laut 2% Udara 8% Darat 90% 34 Gambar 3.4. Pangsa Penggunaan Energi untuk Setiap Moda Transportasi 40 Transportasi darat paling besar kebutuhan energinya dibandingkan untuk transportasi laut dan udara. Oleh karena itu transportasi darat merupakan sub-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan efisiensi penggunaan energi maupun dalam mengurangi emisi GRK untuk jangka panjang. 3.5. Proyeksi Penggunaan Energi di Sektor Transportasi Ada banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan enegi di sektor transportasi. Gaya hidup masyarakat yang berpengaruh terhadap penggunaan energi di sektor transportasi adalah perilaku pengendara dalam menjalankan alat transportasi baik berupa angkutan barang, penumpang dan mobil pribadi. Perilaku pengendara dalam menjalankan alat transportasi tersebut, akan berpengaruh terhadap lamanya jarak tempuh per jam dan kebutuhan bahan bakar per km per jam. Kebutuhan bahan bakar per km per jam dinyatakan sebagai intensitas energi yang besarnya selain dipengaruhi oleh perilaku pengendara juga dipengaruhi oleh jenis kendaraan. Sedangkan peningkatan banyak kendaraan dari tahun ke tahun merupakan sisi aktivitas sektor transportasi. Dalam memproyeksikan pemanfaatan energi sektor transportasi ini sisi aktivitas diasumsikan sesuai dengan skenario yang sudah ditetapkan sebelumnya. Skenario tersebut yaitu: skenario BaU, skenario REF, dan skenario KEN. Dalam model pemanfaatan premium, pertamax, pertamax plus digabung dengan menjadi satu dengan bensin. Perbandingan proyeksi penggunaan energi untuk setiap skenario ditunjukkan pada Gambar 3.5. Penggunaan energi di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM untuk skenario BaU, 1246 juta SBM untuk skenario REF dan 1240 juta SBM untuk skenario KEN pada tahun 2025. Skenario BaU mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi, sedangkan untuk skenario REF dan KEN hampir sama pertumbuhannya. Skenario REF dan KEN lebih rendah dari skenario BaU karena sudah menerapkan program penggunaan teknologi yang lebih efisien. 41 Juta SBM 1800 1600 BAU 1400 REF 1200 KEN 1000 800 600 400 200 2025 2024 2023 2022 2021 2020 2019 2018 2017 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010 0 Gambar 3.5. Perbandingan Proyeksi Penggunaan Energi Setiap Skenario 3.5.1. Skenario BaU Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario BaU ditunjukkan pada Gambar 3.6. Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 12,8% per tahun. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode 2010-2025 hampir sama yaitu sekitar 12,1% - 12,9% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil dibandingkan dengan total penggunaan energi final. Namun demikian pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 13,9% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM yang bersubsidi. Penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. 42 Juta SBM 1600 1400 Bioethanol 1200 Biodiesel 1000 Listrik 800 BBG 600 Avgas/Avtur 400 M.Bakar 200 M.Diesel/Solar 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 0 Bensin Gambar 3.6. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Gambar 3.7. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Pada Gambar 3.7 ditampilkan pangsa penggunaan energi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario BaU. Pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53%. Hal ini terjadi karena moda kendaraan didominasi oleh kendaraan darat yang berupa sepeda motor dan kendaraan penumpang. Kemudian diikuti oleh minyak diesel/solar, yaitu sebesar 29% sebagai bahan bakar kendaraan bus, truk dan kereta api, sedangkan sisanya adalah penggunaan avgas/ 43 avtur 8% dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini tidak banyak berubah hingga tahun 2025. Pada skenario BaU ini tidak ada kebijakan tertentu untuk mensubstitusi penggunaan BBM, khususnya pengunaan bensin 3.5.2. Skenario Reference Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario REF ditunjukkan pada Gambar 3.8. Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1246 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 11,1% per tahun. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode 2010-2025 hampir sama yaitu sekitar 8,6% - 10,5% per tahun. Penggunaan BBG, listrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun 2025. Pertumbuhan penggunaan BBG hampir sama dengan skenario BaU yaitu sekitar 12,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi adalah dari penggunaan biodiesel yakni 32,6% per tahun yang diikuti oleh penggunaan bioethanol yakni 24,4% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. Sama dengan pada skenario BaU, penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada Gambar 3.9 ditampilkan pangsa penggunaan enegi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario REF. Sama dengan skenario BaU, pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53% diikuti oleh minyak diesel/solar 29%, avgas/avtur 8%, dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini berubah cukup signifikan pada tahun 2025. Pada skenario REF sudah memasukkan beberapa kebijakan untuk substitusi dan konservasi energi. Pada tahun 2025 pangsa penggunaan energi yang terbesar adalah bensin 45%, diikuti oleh minyak diesel/solar 32%, avgas/avtur 7%, dan biodisel serta bioethanol masing-masing 8% pangsanya terhadap total kebutuhan energi finalnya. 44 Juta SBM 1400 1200 Bioethanol 1000 Biodiesel Listrik 800 BBG 600 M.Bakar 400 Avgas/Avtur 200 M.Diesel/Solar 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 0 Bensin Gambar 3.8. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario REF) Gambar 3.9. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario REF) 3.5.3. Skenario KEN Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario KEN ditunjukkan pada Gambar 3.10. Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1240 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 11,1% per tahun. 45 Juta SBM 1400 1200 Bioethanol 1000 Biodiesel Listrik 800 BBG 600 Avgas/Avtur 400 M.Bakar 200 M.Diesel/Solar 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 0 Bensin Gambar 3.10. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Hasil prakiraan energi final untuk skenario KEN ini hampir sama dengan skenario REF. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode 2010-2025 hampir sama yaitu sekitar 8,6% - 10,5% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun 2025. Pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 74,1% per tahun, diikuti oleh pertumbuhan penggunaan biodiesel 31,3% per tahun dan bioethanol 24,0% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. Sama dengan pada skenario BaU, penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada Gambar 3.11 ditampilkan pangsa penggunaan enegi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario KEN. Sama dengan skenario BaU, pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53% diikuti oleh minyak diesel/solar 29%, avgas/avtur 8%, dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini berubah cukup signifikan pada tahun 2025. Pada skenario KEN sudah memasukkan beberapa kebijakan 46 untuk substitusi dan konservasi energi seperti pada skenario REF. Pada tahun 2025 pangsa penggunaan energi yang terbesar adalah bensin 44%, diikuti oleh minyak diesel/solar 27%, avgas/avtur 7%, BBG 7%, dan biodisel serta bioethanol masing-masing 7% pangsanya terhadap total kebutuhan energi finalnya. Pertumbuhan penggunaan BBG sudah cukup signifikan untuk skenario ini. Gambar 3.11. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario KEN) 47 BAB 4 EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI Pengembangan sektor transportasi di Indonesia di masa depan perlu memperhatikan kelestarian lingkungan. Sektor transportasi dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pencemaran udara. Emisi GRK berdampak secara global sedangkan pencemaran udara berdampak secara lokal. Berbagai teknologi bersih yang ramah lingkungan perlu dikaji untuk dapat diterapkan sebagai opsi dalam pengembangan sektor transportasi. Dengan menggunakan teknologibersih secara tidak langsung akan mengurangiemisi GRK dan mempunyai peluang untuk menerapkan Clean Development Mechanism (CDM). Dalam kajian ini hanya akan dibahas mengenai emisi GRK di sektor transportasi yang akan berdampak secara global. 4.1. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan fenomena yang mendapatkan perhatian penuh dunia Internasional karena efeknya yang dapat mengganggu kelangsungan kehidupan manusia secara global. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) atau greenhouse gas (GHG) diyakini sebagai salah satu penyebab dari terjadinya pemanasan global. Peningkatan konsentrasi GRK ini memicu meningkatnya suhu permukaan bumi, karena GRK ini mempunyai sifat menyerap energi panas dari matahari. Sehingga menimbulkan apa yang disebut efek rumah kaca. Peningkatan suhu dipermukaan bumi akhir-akhir ini telah secara nyata menimbulkan perubahan iklim secara global. Beberapa hal yang dapat kita ketahui dan lihat adalah adanya musim salju yang sangat dingin dan suhu musim panas yang sangat ekstrem di negara-negara belahan bumi Utara dan Selatan. Sedangkan di negara-negara tropis, dapat kita temui berita yang menunjukkan perubahan pola iklim hujan di beberapa daerah, juga adanya peningkatan curah hujan yang sangat ekstrim. Perubahan iklim ini menimbulkan dampak kepada pola pertanian, pola ekosistem dan juga menimbulkan wabah penyakit tertentu. Intinya memberikan dampak perubahan terhadap kehidupan manusia secara global. 48 Pemanasan global mulai mendapatperhatian yang serius pada pertengahan tahun1980 sejak World Meteorological Organization (WMO) melakukan penelitian dan mengeluarkan scientific background tentang perubahan iklim global. WMO bersama-sama dengan United Nation Environment Programme (UNEP) membentuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1988dan mengusulkan Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB) untuk melakukan tindakan untuk menanggulangi pemanasan global. PBB kemudian mengeluarkan resolusi tentang penanggulangan pemanasan global untuk saat ini dan generasi mendatang. Resolusi ini ditindak lanjuti dengan mengadakan World Summit di Rio de Janeiro tahun 1992. Hasil pertemuan World Summit adalah konvensi di bidang: biodiversitas, perubahan iklim dan agenda 21. Untuk selanjutnya konvensi untuk perubahan iklim disebut United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Selanjutnya berdasarkan UNFCCC sepakat untuk mengadakan rapat tahunan tingkat menteri yang disebut Conference Of the Party (COP) dan rapat lima tahunan setingkat kepala negara. Beberapa hasil yang penting dari penyelenggaraan COP dapat dirangkumkan sebagai berikut. COP 1 di Berlin pada tahun 1995 melahirkan mekanisme pendanaan yang disebut Joint Implementation yang dapat dilakukan antar negara-negara maju dan Activities Implemented Jointly antara negara maju dengan negara berkembang. COP2 di Genewa pada tahun 1996 tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Baru pada COP 3 di Kyoto pada tahun 1997 dikeluarkan Protokol Kyoto yang mengharuskan negara maju untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 5% dari level tahun 1990 pada periode 2008 sampai 2012. COP 9 yang diadakan di Milan, Italia membahas lebih lanjut prosedur pengajuan CDM. COP 12 yang diadakan pada tahun 2006 di Nairobi, Kenya membahas pendanaan spesial dalam rangka menanggulangi pemanasan global. Ada tujuh jenis GRK yang didefiniskan oleh UNFCCC (United Nations Frameworks Convention on Climate Change), yaitu, CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrous oxide), HFCs (hidrofluorokarbon), PFCs (perfluorokarbon) dan SF6 (sulfur heksafluorida). Kekuatan daya rusak untuk setiap gas dan sumber emisinya di tunjukkan pada Tabel 4.1. 49 Frameworks Convention on Climate Change), yaitu, CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrous oxide), HFCs (hidrofluorokarbon), PFCs (perfluorokarbon) dan SF6 (sulfur heksafluorida). Kekuatan daya rusak untuk setiap gas dan sumber emisinya di tunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel Tabel 4.1. Sumber Emisi danKekuatan Kekuatan 4.1. Sumber EmisiGRK GRK dan DayaDaya RusakRusak Jenis CO2 Kekuatan 1 CH4 21 N2O 310 HFCs 140 - 11.700 PFCs 6.500 – 9.200 SF6 23.900 Sumber Emisi pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit energiPembuatan batu kapur, semen fermentasi anaerobic di TPA sampah pengolahan anaerobic limbah organic cair, kotoranternak, dan lain-lain industriasamnitrat proses pencernaankotoranternak produksi HCFC-22 kebocorandari media pendingin pada kulkas dan AC penggunaan bahan etching dalam proses produksi semi konduktor penggunaan bahan fluxing pada proses pembersihan metal penggunaan penutup gas dalam proses pencairan magnesium penggunaan dalam proses produksi bahan semi konduktor Sumber: UNFCCC (2005) Satuan yang digunakan untuk besarnya menunjukkan besarnya Satuan yang digunakan untuk menunjukkan pengurangan emisi pengurangan emisi adalah t-CO2, sehinga jika kita mengurangi 1 ton adalah t-CO2, sehinga jika kita mengurangi 1 ton dari GRK yang lain (selain dari GRK yang lain (selain CO2), maka hasilnya dikalikan dengan CO2), maka hasilnya dikalikan dengan daya kekuatannya dibandingkan CO2. daya kekuatannya dibandingkan CO2. Emisi CO2 merupakan bagian Emisi CO2dari merupakan bagianyang terbesar dari emisi GRK yang ada. terbesar emisi GRK ada. 4.1.1. Mekanisme Perdagangan Emisi 45 Sebagai upaya untuk stabilisasi konsentrasi GRK telah diambil langkah penting berupa kesepakatan Protokol Kyoto sebagai instrumen hukum yang mengikat negara-negara maju untuk menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebesar rata-rata 5% dari tingkat emisinya pada tahun 1990. Penurunan tingkat emisi GRK tersebut harus dicapai pada tahun 2008 - 2012. Dalam protokol ini ada tiga mekanisme pendanaan yang dapat digunakan yaitu: Joint Implementation (JI), Clean Development Mechanism (CDM) dan Emission Trading (ET). Indonesia sebagai negara berkembang hanya dapat mengikuti mekanisme CDM secara sukarela. CDM merupakan mekanisme perdagangan karbon yang unik, karena menggabungkan kepentingan lingkungan dengan mekanisme perdagangan, dan menjembatani kepentingan negara maju dengan negara berkembang. 50 Melalui program CDM, negara maju dan negara berkembang bekerja sama untuk mengurangi emisi GRK secara bersama-sama. Bagi negara berkembang program CDM merupakan jalur investasi dan transfer teknologi dari negara maju, sedangkan bagi negara maju program CDM merupakan cara pengurangan emisi gas rumah kaca dengan harga murah, dengan cara mendapatkan kuota emisi GRK. Keuntungan penerapan mekanisme CDM pada suatu proyek di negara berkembang diantaranya adalah sebagai berikut: • Membantu proyek ramah lingkungan menjadi lebih feasible karena adanya pendapatan tambahan dari hasil penjualan besarnya pengurangan emisi GRK yang terjadi pada saat proyek dioperasikan. Hal ini, selain menjadikan proyek ini lebih kompetitif, dengan melaksanakan mekasnime CDM, dapat meningkatkan good image perusahaan, karena telah melaksanakan kegiatan ramah lingkungan. • Adanya kemungkinan transfer teknologi dari negara maju ke suatu proyek di negara berkembang. • Melalui program CDM, negara maju (disebut Annex I) mendapat keuntungan, dengan dapat melakukan upaya penurunan emisi GRK dengan harga investasi yang relatif lebih murah dibanding jika mereka harus membangun proyek tersebut di negara mereka sendiri. • Negara berkembang sebagai tuan rumah mendapat keuntungan berupa bantuan keuangan, peningkatan kapasitas SDM, transfer teknologi dan pembangunan berkelanjutan. • Tahap pertama dari Protokol Kyoto akan berakhir tahun 2012 dan sampai saat ini belum ada kesepakatan yang mengikat (legally binding) untuk meneruskan protokol Kyoto tahap kedua. Kelanjutan Protokol Kyoto setelah tahun 2012 masih menjadi perdebatan di forum-forum Internasional tentang perubahan iklim. Negaranegara berkembang mengusulkan ada keberlanjutan Protokol Kyoto menjadi fase kedua. Pada fase kedua ini diharapkan ada kemajuan dalam penurunan emisi GRK untuk negara maju yang bisa mencapai 45% terhadap emisi tahun 1990 pada tahun 2020 nanti. Sedangkan negara-negara maju lebih condong untuk 51 mengakhiri Protokol Kyoto dan mencari alternatif mekanisme yang lain. Upaya negara-negara maju untuk mengakhiri Protokol Kyoto dianggap sebagai upaya memaksa negara-negara berkembang dengan emisi besar, seperti Cina, India, Brasil, dan Afrika Selatan untuk sama-sama berkomitmen mengurangi emisi GRK mereka serta menghapus perbedaan antara negara Annex I dan nonAnnex I. Uni Eropa memegang peran penting karena sebagai pemasok Certified Emission Reduction (CER) saat ini maupun setelah 2012. Selama ini pengembangan CDM masih terkendala banyak hal seperti pengurusan yang lama dan ketidakpastian akan mekanisme CDM paska 2012. Skema baru CDM bermunculan dan masih diperdebatkan. Skema baru tersebut seharusnya tidak hanya mempertimbangkan pembangunan dengan kadar karbon rendah tetapi juga sekaligus mengurangi kemiskinan, menghapus ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial menuju dunia global yang lebih adil antara negara maju dan negara berkembang. Beberapa pendekatan yang dipertimbangkan antara lain pendekatan sektoral. Dalam sektoral CDM, kredit diberikan tidak lagi berdasarkan proyek per proyek, tetapi atas pengurangan emisi yang bisa dicapai dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan untuk sektor tersebut. 4.1.2. Inventori, Mitigasi dan Adaptasi Dalam rangka menanggulangi dampak pemanasan global, perlu adanya inventori, mitigasi, dan adaptasi. Berikut akan dibahas secara ringkas ketiga terminologi tersebut. • Inventori Inventori dilakukan untuk mengetahui sumber emisi gas rumah kaca serta besarnya emisi yang dihasilkan. Indonesia secara berkala melaporkan inventori emisi GRK kepada UNFCCC. Kementerian atau Lembaga yang berkewajiban membuat inventori adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan sudah mengirimkan laporannya berjudul First National Communication of Republic of Indonesia for 1990 – 1994. Emisi CO2 yang merupakan bagian terbesar dari emisi GRK di Indonesia dengan pangsa sebesar hampir 70% sedangkan gas lainnya sebesar 30%. Pada tahun 1994 total emisi GRK sekitar 470 52 juta ton ekivalen CO2. Sumber utama emisi GRK adalah sektor energi dan sektor kehutanan. Sektor energi mempunyai pangsa sebesar 46 % dari total emisi GRK yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil pada bermacam-macam aktivitas seperti: produksi energi, pengolahan energi dan juga pembakaran energi yang digunakan baik untuk pembangkit listrik maupun untuk keperluan industri lainnya. Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Komunikasi Nasional Kedua (Second National Communication). Berdasarkan Komunikasi Nasional Kedua tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 2005 total emisi GRK di Indonesia mencapai 1,1 Gton dan dari sektor energi menyumbang 0,375 Gton atau sekitar 34 persen dari total emisi GRK. Pada tahun 2009 pemerintah juga mengeluarkan dokumen TNA (Technology Needs Assessment) yang berisi potensi pengembangan teknologi untuk mitigasi GRK di Indonesia. • Mitigasi Setelah tahapan inventori, kemudian dilakukan mitigasi untuk melihat opsi teknologi yang mempunyai peluang untuk diterapkan dalam mengurangi emisi GRK. Mitigasi dilakukan untuk memperoleh level emisi tertentu dengan mengganti teknologi yang sudah ada dengan teknologi yang baru. Teknologi untuk mitigasi gas rumah kaca dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: untuk sisi penawaran dan untuk sisi permintaan. Untuk sisi penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan sistem konversi yang lebih efisien, mengubah bahan bakar dari energi yang mempunyai emisi tinggi menjadi energi yang mempunyai emisi rendah, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Untuk sisi permintaan dapat menggunakan demand side management, dan menggunakan peralatan yang lebih efisien. Ada empat faktor utama yang mendorong terjadinya peningkatan emisi di sektor transportasi, yaitu: • Jarak tempuh atau aktivitas perjalanan(vehicle kilometer) • Intensitas energi kendaraan bermotor • Moda transportasi yang digunakan, dan • Kandungan karbon bahan bakar. 53 Tiga faktor pertama berkaitan dengan efisiensi energi yang dapat dicapai melalui perbaikan teknologi maupun manajemen pengelolaan sistem transportasi. Sedangkan faktor terakhir berhubungan dengan substitusi penggunaan energi. Substitusi dari penggunaan BBM dengan bahan bakar bersih seperti Bahan Bakar Nabati (BBN) akan dapat mengurangi emisi GRK. Berbagai opsi teknologi serta bahan bakar yang dapat dijadikan untuk mitigasi GRK ditunjukkan pada Gambar 4.1. Makin tinggi emisi GRK yang dapat dikurangi maka teknologi yang harus digunakan juga semakin rumit dan mahal. Begitu juga dengan masalah keamanan pasokan energi (security of supply), makin tinggi keamanan pasokan maka memerlukan teknologi dan biaya yang tinggi. Secara garis besar penggunaan BBN (biodiesel, bioethanol dan Fischer-Tropschbiomasa), hidrogen, dan meningkatkan efisiensi energi merupakan opsi yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi emisi GRK di masa depan. Penggunaan BBN baik dalam bentuk biodiesel maupun bioethanol dengan teknologi konvensional sudah mulai dikembangkan. Namun penggunaan proses FischerTropsch masih dalam tahap pengembangan karena biaya produksi bahan bakar dengan proses ini masih kurang kompetitif saat ini. Begitu juga penggunaan hidrogen masih banyak kendala baik dari segi pembuatan maupun teknik penyimpanannya. Sumber: IEA (2008) Gambar 4.1. Opsi Bahan Bakar Alternatif dan Kontribusi KeamananPasokan dan Pengurangan Emisi GRK 54 terhadap Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi mesin kendaraan yang lebih maju. Teknologi ini bervariasi mulai dari perbaikan sistem pengapian mesin, peningkatan perbandingan kompresi antara bahan bakar dan udara, sampai penggunaan teknologi hibrida. Teknologi ini sudah mulai digunakan saat ini dan terus dilakukan inovasi supaya harganya lebih murah. • Adaptasi Berdasarkan laporan Bank Dunia (2009) disebutkan bahwa perubahan iklim akan berdampak pada masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan yang peka terhadap perubahan iklim. Masyarakat Indonesia 65% bermukim di wilayah pesisir dan akan terpengaruh, baik yang berada di kota pesisir yang padat penduduk, maupun masyarakat desa nelayan. Hal ini juga berarti, masyarakat pedesaan yang memilki penghidupan dari aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, perikanan dan hutan, akan sangat terkena dampaknya. Kebanyakan masyarakat diwilayah pesisir umumnya adalah masyarakat termiskin di Indonesia dan memiliki sumber daya terbatas dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim di Indonesia diperkirakan akan sangat besar, namun masih sulit untuk dikuantifikasi. Perhitungan kerugian bagi perekomoniam Indonesia jangka panjang, baik akibat dampak langsung dan tidak langsung, menunjukkan angka yang signifikan. Pada tahun 2100, kerugian PDB diperkirakan akan mencapai 2.5%, yaitu empat kali kerugian PDB rata-rata global akibat perubahan iklim. Apabila peluang terjadinya bencana turut diperhitungkan, kerugian dapat mencapai 7% dari PDB. Biaya ini cukup besar bagi Indonesia dan perlu dicari solusinya untuk jangka panjang. Untuk melindungi masyarakat termiskin dan mencegah biaya ekonomi yang dapat mengurangi keberhasilan pembangunan, Pemerintah perlu segera melaksanakan tindakan adaptasi atas perubahan iklim. Ada banyak pilihan beradaptasi, yang mencakup sektor sumber daya air, pertanian, kehutanan, pesisir/bahari dan kesehatan. Mengintegrasikan opsi-opsi tersebut ke dalam rencana dan implementasi pembangunan merupakan tantangan terbesar Indonesia dalam abad mendatang. 55 Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak ganda perubahan iklim. Meskipun kepastian mengenai besarnya bahaya masih belum dapat dipastikan, namun beberapa yang diperkirakan akan sangat signifikan adalah: • Kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Temperatur ratarata tahunan di Indonesia telah mengalami kenaikan 0,3oC (pengamatan sejak 1990). Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad ini, dengan kenaikan hampir 1oC (di atas rata-rata dari tahun 1961 – 1990). • Curah hujan yang lebih tinggi. Perubahan iklim diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan curah hujan 2-3% per tahun, serta musim hujan yang lebih pendek (lebih sedikit jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan resiko banjir meningkat secara signifikan. Hal ini akan merubah keseimbangan air di lingkungan dan mempengaruhi pembangkit listrik tenaga air dan suplai air minum. • Kenaikan permukaan air laut. Daerah berpopulasi padat akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan permukaan air laut. Ada sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10m dari permukaan air laut rata-rata, yang berarti sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut. • Ketahanan pangan. Perubahan iklim akan mengubah curah hujan, penguapan, limpasan air, dan kelembapan tanah; yang akan mempengaruhi produktivitas pertanian. Kesuburan tanah akan berkurung 2-8% dalam jangka panjang, yang akan berakibat pada penurunan produksi tahunan padi sebesar 4%, kedelai sebesar 10%, dan jagung sebesar 50%. Sebagai tambahan, kenaikan permukaan air laut akan menggenangi tambak di pesisir, dan berpengaruh pada produksi ikan dan udang di seluruh negeri. • Pengaruh pada keanekaragaman bahari. Diperkirakan bahwa iklim yang berubah akan meningkatkan suhu air laut Indonesia sebesar 0.2 – 2.5oC. Hal ini akan menambah tekanan pada 50,000km2 terumbu karang, yang sudah dalam keadaan darurat. Pemutihan 56 terumbu karang diperkirakan akan meningkat secara konstanpada suhu air laut, seperti yang diamati pada saatterjadinya El Nino. 4.2.Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Pada pertemuan G-20 di Pittsburgh bulan September 2009, Pemerintah Indonesia mengeluarkan komitmen yang tidak mengikat untuk menurunkan emisi GRK di Indonesia sebesar 26% pada 2020 dengan usaha sendiri dan akan meningkat menjadi 41% apabila ada bantuan dari Internasional. Sektor kehutanan diharapkan dapat menurunkan emisi kurang lebih 14% melalui pengelolaan hutan seperti pencegahan deforestasi, degradasi, kegiatan penanaman kembali serta penurunan jumlah hot spot kebakaran hutan. Sektor energi dan pengelolaan limbah diharapkan dapat menurunkan emisi masing-masing kurang lebih 6%. Pengurangan emisi GRK untuk sektor energi dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Komitmen penurunan emisi GRK tersebut disampaikan kembali pada konferensi perubahan iklim di Kopenhagen pada Desember 2009. Sejalan dengan komitmen penurunan emisi pada tahun 2020, pemerintah mengeluarkan Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) pada bulan Maret 2010. ICCSR ini memuat strategi sembilan sektor, yaitu kehutanan, energi, industri, transportasi, limbah, pertanian, kelautan dan perikanan, sumber daya air, dan kesehatan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim hingga tahun 2030 ke depan. ICCSR ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 4.2.1. Kebijakan Pada bulan September 2011, pemerintah mengeluarkan rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2011. Sesuai peraturan tersebut, pemerintah pusat dan daerah, serta kementerian dan lembaga terkait mendapat tugas dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca atau disebut RAN-GRK. RAN-GRK tersebut meliputi bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, serta pengolahan limbah. Peraturan ini juga 57 memerintahkan gubernur untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) paling lambat satu tahun setelah keluarnya peraturan ini. Rencana aksi itu kemudian diserahkan ke Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan menteri dan pimpinan lembaga diminta menyampaikan pelaksanaan RAN-GRK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diwajibkan melapor kepada Presiden mengenai pelaksanaan RAN-GRK paling sedikit satu tahun sekali. Pemantauan, pelaporan dan verifikasi (Monitoring, Reporting and Verification – MRV) terhadap pengurangan emisi GRK merupakan proses penting dalam RAN GRK. Melalui proses ini upaya pengurangannya dapat efektif dan biayanya efisien sehingga semua dapat terukur secara kuantitafif dan manfaatnya dapat terbagi secara adil. MRV merupakan bagian dari sistem monitoring dan evaluasi dari aksi mitigasi yang akan diambil oleh negara-negara peratifikasi UNFCCC yang dibentuk berdasarkan Bali Action Plan. Konsep MRV dapat dianggap sebagai sebuah pelengkap kegiatan dan proses yang diikuti oleh sebuah negara untuk memperkirakan emisi GRK, mengembangkan dan melaksanakan aksi mitigasi, dan memonitor dan melaporkan dukungan berbasis finansial, teknologi dan kapasitas yang diterima dari negara lain. 4.2.2. Rencana Aksi Sektor Transportasi Sektor transportasi menyumbang polusi udara yang besar, terutama di perkotaan yang menjadi pusat penggunaan kendaraan bermotor. Sektor transportasi mengeluarkan gas buang yang langsung mengakibatkan efek rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). Keseluruhan emisi tersebut dihitung totalnya dengan persamaan CH4 sama dengan 12 kali CO2 dan N2O sama dengan 310 kali CO2, Emisi gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar potensial dari sumber bergerak sehingga jumlah kendaraan bermotor serta kegiatan lalu lintas jalan, baik yang tercatat maupun yang melintas menjadi perhatian serta perlu dikendalikan emisi yang dikeluarkan. Dalam RAN-GRK rencana pengendalian emisi untuk sektor transportasi secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 4.2. 58 Rencana aksi penurunan emisi GRK di sektor transportasi dilakukan dengan konsep sustainable transport dan multimoda transport. Perencanaan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) sudah menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional yang sudah ada sampai saat ini. Penggunaan multimoda transport diharapkan dapat lebih efisien dan efektif dari pada menggunaan kendaraan pribadi yang tidak ada alternatif lain kecuali dengan menggunakan BBM. Angkutan multimoda (multimoda transport) adalah rangkaian angkutan barang dan orang yang menggunakan dua atau lebih moda tranportasi, yang mempunyai kombinasi dan saling ketersambungan pada transfer point. Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat No . RencanaAksi Lokasi ReformasiSistem Transit: Bus Rapid Transit (BRT)/ Semi BRT 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin Peremajaan Armada AngkutanUmum 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin PemasanganConverter Kit (gasifikasiangkutanumum) 9 kota : Medan, Palembang, Jabodetabek, Cilegon, Cirebon, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, danSengkang Pelatihan dan Sosialisasi Smart Driving (ecodriving) 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin MembangunNon Motorized Transport (pedestrian danjalursepeda) 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang,Yogyakarta , Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin 1. 2. 3. 4. 5. 59 56 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi Pembangunan Intelligent Transport System (ITS) Jabodetabek + 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin PenerapanPengendalianDampakLalu-Lintas (Traffic Impact Control/TIC) 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin PenerapanManajemenParkir 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin PenerapanCongestion ChargingdanRoad Pricing (dikombinasikandenganangkutanumummassalcepat ) 2 kota : Jakarta dan Surabaya 6. 7. 8. 9. Kemenhub (2012) Sumber:Sumber: Kemenhub (2012) yang mungkin diterapkanditerapkan dapat dibagi menjadi avoid,dibagi shift, StrategiStrategi aksiaksiyang mungkin dapat menjadi dan improve. Avoid atau Avoid reduce atau berarti reduce menghindari atau mengurangi avoid, shift, dan improve. berarti menghindari atau perjalanan atau kebutuhan untuk perjalanan (terutama di daerah perkotaan) mengurangi perjalanan atau kebutuhan untuk perjalanan (terutama di melalui penatagunaan lahan, regulasi, dan lain-lain. Shift berarti beralih ke daerah perkotaan) melalui penatagunaan lahan, regulasi, dan lain-lain. moda transportasi yang lebih ramah lingkungan (dari penggunaan pribadi ke Shift berarti beralih ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan transportasi umum dan transportasi tidak bermotor. Improve berarti (dari penggunaan pribadi ke transportasi umum dan transportasi tidak meningkatkan efisiensi energi dari moda transportasi dan teknologi bermotor. Improve berartiRencana meningkatkan efisiensi energi kendaraan. Pada dokumen Aksi Nasional penuruan emisi-GRK telah dari moda transportasi dan teknologi kendaraan. Pada dokumen Rencana Aksi dipilih beberapa aksi mitigasi secara nasional. Beberapa aksi mitigasi yang Nasional penuruan emisi-GRK 57telah dipilih beberapa aksi mitigasi secara nasional. Beberapa aksi mitigasi yang dapat mengurangi emisi GRK di sektor transportasi akan dijelaskan di bawah ini. • Reformasi Sistem Bus Rapid Transit (BRT)/ Semi BRT. Semi BRT merupakan sistem transit bagian dari angkutan masal perkotaan sebagai tahapan transisi dari BRT. BRT merupakan sistem angkutan masal berbasis jalan yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat masal. • Peremajaan Armada Angkutan Umum. Peremajaan armada 60 angkutan umum adalah pergantian kendaraan angkutan umum yang lama, yang sudah tidak laik jalan digantikan dengan kendaraan yang baru. Pergantian bisa menggunaan jenis kendaraan yang sama untuk dioperasikan pada rute yang sama dengan kendaraan angkutan umum yang digantikannya. Kendaraan yang baru tentunya akan lebih efisien dalam penggunaan energi dari pada kendaraan lama. • Pemasangan Converter Kit. Gasifikasi angkutan umum adalah kegiatan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) pada angkutan umum dengan menggunakan converter kit. Terpasangnya converter kit pada angkutan kota yang menggunakan bensin untuk menurunkan emisi CO2 hingga 20% (Kemenhub, 2012). • Pelatihan dan Sosialisasi Smart Driving. Smart driving adalah metode berkendaraan yang hemat energi, ramah lingkungan, selamat dan nyaman. Metode smart driving menggunakan strategi perilaku pengemudi dalam berkendaraan agar dicapai konsumsi bahan bakar yang paling efisien. Hasil uji coba studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan metoda berkendaraan ini berpotensi untuk dapat menghemat bahan bakar antara 10%40% dan menurunkan emisi gas buang kendaraan hingga 20% (Kemenhub, 2012). Beberapa teknik yang umum digunakan untuk menghemat bahan bakar antara lain mematikan mesin saat berhenti lebih dari 30 detik, menggunakan AC dengan bijak, hindari penggunaan rak diatap, turunkan muatan yang tidak perlu, periksa tekanan ban secara berkala, gunakan peralatan pemantau pemakaian bahan bakar di dalam kendaraan, saat berhenti ditanjakan gunakan rem tangan untuk menahan agar kendaraan tidak meluncur mundur, saat menaiki tanjakan gunakan gigi setinggi mungkin dengan menekan pedal gas hampir penuh, saat jalan menurun gunakan gigi tinggi dan injak kopling dan biarkan kendaraan meluncur. • Membangun Non-Motorized Transport (Pedestarian dan Jalur Sepeda). Non-Motorized Transport (NMT) adalah moda dasar yang dapat mengintegrasikan suatu pelayanan transportasi dengan pelayanan transportasi lainnya dan merupakan bagian dari link untuk terhubung ke asal dan tujuan perjalanan. Misalnya, 61 pengguna transportasi umum biasanya memanfaatkan NMT untuk mengakses perjalanan dari simpul transportasi umum dan tujuan akhir mereka. Fasilitas NMT digunakan untuk menghubungkan dari fasilitas parkir ke tujuan akhir perjalanan. NMT juga merupakan suatu pilihan untuk mewujudkan mobilitas zero emission. Keberhasilan dalam penerapan NMT dapat meningkatkan kualitas udara, meningkatkan kesehatan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kondisi saat ini, perkembangan kota-kota di Indonesia cenderung kurang mendukung penyelenggaraan NMT. Ketersediaan fasilitas pejalan kaki di perkotaan masih minim. Kota metropolitan hanya menyediakan fasilitas NMT sebesar 3,2%, kota besar sebesar 1,5%, kota sedang sebesar 5,3%, dan kota kecil sebesar 7,8%. Jumlah pengguna sepeda di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia seperti Tianjin (77%), Shenyang (65%), Groningen (50%), Beijing (49%), Dhaka (40%), Erlangen (26%), Odense (25%), Moscow (24%), New Delhi (22%), Copenhagen dan Basel (20%) serta Strassbough (15%. Walaupun komunitas pesepeda di Indonesia telah ada, tetapi penggunaannya masih sangat minim, seperti penggunaan sepeda di Jakarta hanya sebesar 1,04%. • Pembangunan Intelligent Transport System (ITS). ITS adalah teknologi komunikasi dan informasi yang diterapkan pada sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi. Penggunaan ITS berpengaruh pada: (1) efisiensi kenderaan yang makin meningkat, (2) efisiensi berlaluintas yang makin meningkat, (3) tingkah laku pengemudi yang makin tertib, dan (4) pengurangan emisi GRK karena panjang perjalanan yang tidak perlu dan waktu terjebak kemacetan yang makin berkurang. • Penerapan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin). Andalalin adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. Tujuan dari pelaksanaan andalalin adalah upaya pengendalian dampak lalu lintas yang diakibatkan oleh adanya pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur. Hasil analisis dampak lalu lintas akan dijadikan salah satu syarat pengembang atau pembangun untuk memperoleh 62 izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan. Penerapan Andalin yang baik dapat memberikan pengurangan emisi dari BaU. Pengurangan emisi didapat dengan mengurangkan emisi pembangunan tanpa adanya TIC (Traffic Impact Control) dan pembangunan setelah dilaksanakan TIC. • Penerapan Manajemen Parkir. Strategi manajemen perparkiran mempengaruhi kenyamanan dan kemudahan untuk mencapai tujuan (aksesibilitas secara keseluruhan) serta bagaimana parkir dapat membantu mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas, strategi manajemen perparkiran perlu diikutsertakan dengan elemen elemen lain dari manajemen kebutuhan transportasi. Kebijakan manajemen perparkiran dapat berperan sebagai faktor tolak (push) untuk mendorong perpindahan moda ke angkutan umum dan menghindari perjalanan yang tidak terlalu penting yang membentuk strategi manajemen kebutuhan transportasi (Transport Demand Management -TDM) seutuhnya. • Penerapan Road Pricing atau Congestion Charging. Road pricing adalah pengenaan biaya secara langsung terhadap pengguna jalan karena melewati ruas jalan atau wilayah (area) tertentu yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan atau, menjadi sumber pendapatan daerah dan mengurangi dampak lingkungan. Sebagai sarana untuk pengendalian lalu lintas, yang “memaksa” pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke angkutan umum, sehingga beban lalu lintas menjadi berkurang. Road pricing ini lebih efektif diterapkan di suatu kawasan (area bases), bukan hanya pada ruas jalan tertentu. Dana yang terkumpul, bisa dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk mendukung beroperasinya moda transportasi yang lebih efektif, sehat, dan ramah lingkungan seperti bus rapid transit, mass tapid transit, dan lain-lain. • Car Free Day. Car Free Day (CFD) atau menutup suatu pusat keramaian pada waktu-waktu tertentu dapat dijadikan suatu alternatif pengurangan emisi. Tidak hanya pengurangan emisi, tetapi aksi ini dapat juga dijadikan sebagai daya tarik wisata suatu kota. 63 4.3. Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Saat Ini Salah satu tolok ukur dalam pembangunan berkelanjutan adalah faktor lingkungan. Dalam studi ini faktor lingkungan yang diperhitungkan adalah emisi GRK. Dalam kajian ini emisi GRK yang diperhitungkan adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oxide (N2O). IPCC Guideline merupakan panduan umum untuk menghitung emisi GRK yang dikeluarkan oleh Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) bila belum ada koefisien emisi spesifik untuk negara tersebut.Tahapan ini sering disebut inventori dan panduan yang paling sering digunakan adalah IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. 2006 Besarnya emisi GRK dalam ton secara umum dapat dihitung berdasarkan rumus: Emisi GRK = (konsumsi bahan bakar) x (koefisien emisi GRK) Dengan data kebutuhan energi sektor transportasi per jenis bahan bakar dan data koefisien emisi maka dapat dihitung emisinya. Koefisien emisi GRK yang ditentukan meliputi CO2,CH4 dan N2O. Total emisi GRK merupakan penjumlahan dari masing-masing emisi dikalikan dengan bobot kekuatan daya rusaknya (Lihat Tabel 4.1) yang dinyatakan dalam CO2 ekuivalen. Koefisien emisi GRK dari masing-masing bahan bakar untuk masing-masing emisi ditunjukkan pada Tabel 4.2. 64 penjumlahan dari masing-masing emisi dikalikan dengan bobot kekuatan daya rusaknya (Lihat Tabel 4.1) yang dinyatakan dalam CO2 ekuivalen. Koefisien emisi GRK dari masing-masing bahan bakar untuk masing-masing emisi ditunjukkan pada Tabel 4.2. TabelTabel 4.2.4.2. Koefisien Emisi Koefisien Emisi GRKGRK BahanBakar Gas BBM Avgas Avtur Premium Bio Premium Pertamax Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar Minyak Tanah Minyak Solar (ADO) Minyak Diesel (IDO) MinyakBakar (FO) Listrik KoefisienEmisi CO2 CH4 N2O ton/GJ g/GJ g/GJ 0.056 50.00 0.10 0.070 0.50 2.00 0.072 0.50 2.00 0.069 5.00 0.60 0.062 4.75 0.57 0.069 5.00 0.60 0.062 4.75 0.57 0.069 5.00 0.60 0.062 4.75 0.57 0.072 5.00 0.60 0.074 5.00 0.60 0.074 5.00 0.60 0.077 5.00 0.60 0.000 0.00 0.00 Catatan: - Sumber: diolah dari IPCC - BBN yang dipertimbangkan adalah E-5 dan B-5 - Emisi listrik dianggap nol karena sudah dihitung di sektor pembangkit Total emisi GRK pada tahun 62 2010 di sektor transportasi adalah sebesar105,1 juta ton CO2 ekuivalen, yang meliputi emisi CO2 sebesar 104,4 juta ton CO2 ekuivalen, CH4 sebesar 0,4 juta ton CO2 ekuivalen dan N2O sebesar 0,3 juta ton CO2 ekuivalen. Kontributor utama emisi di sektor transportasi adalah CO2 dengan pangsa mencapai 99% (lihat Gambar 4.1). Bahan bakar minyak merupakan kontributor utama bagi emisi GRK ini. Penggunaan BBG masih sangat sedikit sehingga belum signifikan terhadap emisi GRK pada tahun 2010. 2010 : Total 105,1 Juta Ton CO2 Ekuivalen NO2 0% CH4 1% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.2. Emisi GRK di Sektor Transportasi (2010) 65 Emisi GRK per moda transportasi ditunjukkan pada Gambar 4.3. Moda transportasi darat mendominasi pangsa penghasil emisi GRK yaitu sebesar 91% dari total emisi di sektor transportasi. Sedangkan moda transportasi udara menempati posisi kedua dengan pangsa sebesar 9% dan untuk moda transportasi laut pangsanya sangat kecil. Dengan demikian BBM dan moda transportasi darat merupakan faktor kunci dalam menurunkan emisi GRK di sektor transportasi masa mendatang. 2010 : Total 105,1 Juta Ton CO2 Ekuivalen Laut 0% Udara 9% Darat 91% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.3. Emisi GRK Per Moda Transportasi (2010) 4.4. Prakiraan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Dengan metode perhitungan yang sama dengan untuk perhitungan kondisi saat ini maka prakiraan emisi GRK untuk jangka panjang dapat ditentukan. Prakiraan emisi ini berdasarkan prakiraan energi untuk periode 2010-2025 dengan tiga skenario, yaitu skenario BaU, skenario REF dan skenario KEN. Perbandingan emisi GRK untuk setiap skenario ditunjukkan pada Gambar 4.4. 66 Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.4.Perbandingan Emisi GRK untuk Setiap Skenario Pada skenario BaU emisi GRK meningkat dari 105 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2010 menjadi 645 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata 12,9% per tahun. Pada tahun 2025 untuk skenario REF meningkat menjadi 438 juta ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 10,0% per tahun, dan untuk skenario KEN meningkat menjadi juta 434 ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 9,9% per tahun. Skenario KEN lebih rendah emisi GRKnya karena sudah mengakomodasi kebijakan substitusi bahan bakar serta konsumsi energinya lebih rendah daripada skenario BaU. 4.4.1. Skenario BaU Pada tahun 2025 pangsa emisi GRK yang terbesar adalah dari moda transportasi darat dan dari emisi CO2 untuk skenario BaU (lihat Gambar 4.5). Pangsa emisi dari moda transportasi darat dari 2010 hingga tahun 2025 terus dominan, begitu pula pangsa emisi CO2. Pada skenario BaU tren masing-masing jenis emisi relatif sama karena pertumbuhannya sesuai dengan kondisi tahun dasar 2010. Tanpa ada usaha mitigasi (BaU) maka jumlah emisi dari sektor transportasi akan berjumlah 907,9 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 1.554,4 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025. 67 BaU - 2025 : Total 645 Juta Ton CO2 Ekuivalen Laut 0% Udara 8% BaU - 2025 : Total 645 Juta Ton CO2 Ekuivalen NO2 0% CH4 1% Darat 92% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.5. Emisi GRK Skenario BaU Per Moda dan Per Jenis (2025) 4.4.2. Skenario Reference Komposisi emisi GRK per moda transportasi maupun per jenis emisi untuk jangka panjang untuk skenario REF tidak berbeda secara signifikan dengan skenario BaU. Moda transportasi darat dan emisi CO2 pangsanya akan dominan pada tahun 2025 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Emisi GRK pada tahun 2025 sedikit lebih rendah dari pada skenario BaU karena kebutuhan energinya juga lebih rendah. Dengan usaha mitigasi untuk skenario REF maka emisi GRK dapat dikurangi menjadi sebesar 787,7 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 atau sekitar 13,2% dari skenario BaU dan dapat dikurangi menjadi sebesar 1.246,3 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025 atau sekitar 19,8% dari skenario BaU. REF - 2025 : Total 438 Juta Ton CO2 Ekuivalen REF - 2025 : Total 438 Juta Ton CO2 Ekuivalen Laut 0% Udara 9% NO2 0% CH4 1% Darat 91% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.6. Emisi GRK Skenario REFPer Moda dan Per Jenis (2025) 68 4.4.3. Skenario KEN Komposisi emisi GRK per moda transportasi maupun per jenis emisi untuk jangka panjang untuk skenario KEN ini tidak berbeda secara signifikan dengan skenario BaU. Moda transportasi darat dan emisi CO2 pangsanya akan dominan pada tahun 2025 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7. Perbedaan utama dengan skenario BaU dan REF adalah mulai banyak digunakan BBG sehingga pangsa emisi dari penggunaan gas meningkat pada tahun 2025 yang mencapai 6% dari total seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8. Dengan usaha mitigasi untuk skenario KEN maka emisi GRK dapat dikurangi menjadi sebesar 782,7 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 atau sekitar 13,8% dari skenario BaU dan dapat dikurangi menjadi sebesar 1.240,6 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025 atau sekitar 20,2% dari skenario BaU. KEN - 2025 : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen KEN - 2025 : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen Laut 0% Udara 9% NO2 0% CH4 1% Darat 91% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.7. Emisi GRK Skenario KENPer Moda dan Per Jenis (2025) 69 KEN - 2025 : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen Gas 6% BBM 94% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.8. Emisi GRK Skenario KEN Per Jenis Bahan Bakar (2025) 4.5. Sektor Transportasi yang Rendah Karbon Masyarakat rendah karbon (low-carbon society) adalah masyarakat yang mempunyai komitmen secara berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas sehari-hari. Dengan mengubah perilaku yang lebih banyak menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan serta melakukan efisiensi maka dapat dihindari proses perubahan iklim yang merugikan masyarakat dunia. Salah satu aktivitas masyarakat yang banyak menggunakan energi adalah sektor transportasi, khususnya penggunaan kendaraan bermotor. Ada tiga cara untuk mengurangi emisi GRK di sektor transportasi, yaitu: • Mengurangi emisi per kilometer • Mengurangi emisi per unit transportasi • Mengurangi jarak atau jumlah perjalanan. Proyek mengurangi emisi per kilometer dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi (menggunakan teknologi baru atau memperbaiki manajemen pengoperasian kendaraan), meningkatkan infrastruktur, dan menggunakan bahan bakar yang rendah emisi. Penggunaan mobil hibrid maupun mobil listrik dapat mengurangi emisi tetapi biayanya cukup mahal sehingga belum ada yang mengajukan opsi ini sebagai proyek CDM. Opsi ini dapat digabung dengan perbaikan infrastruktur transportasi masal dengan mengguakan bus yang mempunyai efisiensi tinggi. 70 Penggunaan BBG sebagai bahan bakar yang mempunyai emisi rendah dapat mengurangi emisi sekitar 10 - 20% dibandingkan dengan penggunaan minyak solar atau bensin. Sehingga opsi ini secara individu terlalu kecil sebagai proyek CDM. Penggunaan BBN yang ramah lingkungan mempunyai potensi yang besar untuk mengurangi emisi bila hanya ditinjau dari sisi penggunaannya. Opsi ini masih perlu dianalisis lebih jauh mulai dari sumber bahan baku BBN sampai pemanfaatannya sebagai bahan bakar kendaraan. Analisis ini harus dilakukan secara keseluruhan dengan membandingkan emisi secara life-cycle atau sering disebut weel-to-wheel analysis. Proyek mengurangi emisi per unit transportasi dapat dilakukan dengan menggunakan moda transportasi yang lebih efisien, menggunakan unit yang lebih besar seperti penggunaan angkutan masal, dan meningkatkan tingkat isian penumpang. Proyek transportasi masal menggunakan bus maupun kereta api sudah banyak dilakukan di berbagai kota besar. Salah satu contoh proyek CDM dengan opsi ini adalah proyek Trans Mileneo Bogota yang menggunakan bus. Sedangkan untuk opsi dengan menggunakan kereta api listrik masih harus mempertimbangkan sumber pembangkit listrik yang digunakan. Bila berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil maka dapat digunakan untuk mengurangi emisi GRK. Proyek mengurangi jumlah perjalanan erat kaitannya dengan perubahan perilaku masyarakat dalam bekerja. Perubahan sistem kerja ataupun pengembangan kota yang membuat jarak antara tempat tinggal dengan kantor menjadi dekat akan dapat mengurangi jumlah penggunaan kendaraan khususnya kendaraan pribadi. Namun opsi ini sangat kompleks dalam perhitungan emisinya dan belum ada yang diajukan sebagai proyek CDM. Pengembangan transportasi rendah karbon dapat dilakukan melalui pengembangan angkutan umum masal, karena dengan menggunakan angkutan masal maka tingkat konsumsi energi perpenumpang akan semakin kecil. Angkutan masal ini diharapkan dapat menciptakan adanya perpindahan penggunaan dari mobil pribadi dan sepeda motor ke angkutan masal. Kondisi tersebut dapat dicapai jika operasi angkutan umum masal berjalan sesuai dengan standar pelayanan yang baik, yaitu aman, nyaman dan dapat diandalkan. Keandalan dapat di indikasikan dari adanya jadwal yang 71 konsisten dan tepat waktu. Pelayanan diharapkan dapat menjangkau pusat perekonomian dan dapat terpadu dengan angkutan umum lainnya melalui sistem pengumpan. Dalam upaya melakukan pengurangan emisi, Uni Eropa (European Union – EU) sudah melakukan mitigasi untuk penggunaan teknologi transportasi yang lebih ramah lingkungan. Sejak awal tahun 1990 EU sudah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penggunaan katalis untuk mobil bensin yang sering disebut standar Euro 1 dan secara bertahap diperketat menjadi standar Euro 2 pada tahun 1996, Euro 3 pada tahun 2000 dan Euro 4 pada tahun 2005. Persyaratan yang sama juga diadopsi untuk mobil diesel dan mobil komersial ukuran kecil dan besar. Dalam kaitannya dengan pengetatan standar kendaraan tersebut, diperlukan juga peningkatan kualitas bahan bakar. Dalam beberapa kasus, modifikasi bahan bakar diperlukan untuk memungkinkan pengenalan teknologi mobil yang baru untuk memenuhi standar emisi yang baru. Sebagai contoh, penerapan standar Euro 1 untuk mobil bensin memerlukan penggunaan bensin tanpa timbal. Penerapan standar Euro 2 untuk mobil diesel akan memerlukan penggunaan solar dengan kadar sulfur yang lebih rendah dari 500 ppm. Pengurangan lebih lanjut kadar sulfur di kedua mesin bensin dan solar dihubungkan dengan standar Euro 3, Euro 4, dan untuk truk diesel dengan standar Euro 5 (lihat Tabel 4.3). Dalam menetapkan standar kendaraan yang baru, pembuat kebijakan harus mengetahui betul hubungan erat antara standar kendaraan dengan teknologi kendaraan dan kualitas bahan bakar sehingga dapat menjamin bahwa kualitas bahan bakar yang tepat sudah harus tersedia pada saat standar kendaraan diperkenalkan. Tabel 4.3. Standar Euro untuk Mobil Bensin dan Diesel Sumber: ADB(2003) 72 Perkembangan penerapan standar Euro di beberapa negara ditunjukkan pada Gambar 4.9. Indonesia sampai dengan tahun 2010 masih dalan tahap perencanaan penerapan standar Euro 1 dan Euro 2. Pada 1 Agustus 2013 mulai diterapkan stándar Euro 3 pada kendaraan bermotor roda dua. Sepeda motor harus menggunakan bahan bakar sesuai dengan standar yakni bahan bakar dengan nilai oktan 91 dan tanpa timbal. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 23 tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2012 tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru kategori L3. Sumber: ADB(2003) Gambar 4.9. Penerapan Standar Euro di Berbagai Negara 73 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Secara umum sektor transportasi dapat dikelompokkan menjadi 3 moda, yaitu transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Berdasar prakiraan kebutuhan energi maka subsektor transportasi darat merupakan sub-sektor yang paling besar menggunakan energi di sektor transportasi dengan pangsa mencapai 90%. Sedangkan sektor transportasi darat yang paling besar dalam menggunakan bahan bakar adalah sub-sektor kendaraan bermotor. Oleh karena itu transportasi darat merupakan sub-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan efisiensi penggunaan energi untuk jangka panjang. Penggunaan energi di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM untuk skenario BaU, 1246 juta SBM untuk skenario REF dan 1240 juta SBM untuk skenario KEN pada tahun 2025. Pada periode 20102025 penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat rata-rata 12,8% per tahun untuk skenari BaU, 11,1% per tahun untuk skenario REF dan skenario KEN. Pada skenario BaU, pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode 2010-2025 hampir sama yaitu sekitar 12,1% - 12,9% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil dibandingkan dengan total penggunaan enrgi final. Namun demikian pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 13,9% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM yang bersubsidi. Penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada skenario REF, penggunaan BBG, listrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun 2025. Pertumbuhan penggunaan BBG hampir sama dengan skenario BaU yaitu sekitar 12,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi 74 adalah dari penggunaan biodiesel yakni 32,6% per tahun yang diikuti oleh penggunaan bioethanol yakni 24,4% per tahun. Sedangkan pada skenario KEN, pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 74,1% per tahun, diikuti oleh pertumbuhan penggunaan biodiesel 31,3% per tahun dan bioethanol 24,0% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. Salah satu tolok ukur dalam pembangunan berkelanjutan adalah faktor lingkungan. Dalam studi ini faktor lingkungan yang diperhitungkan adalah emisi GRK. Dalam kajian ini emisi GRK yang diperhitungkan adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oxide (N2O). Pada skenario BaU emisi GRK meningkat dari 105 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2010 menjadi 645 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata 12,9% per tahun. Pada tahun 2025 untuk skenario REF meningkat menjadi 438 juta ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 10,0% per tahun, dan untuk skenario KEN meningkat menjadi juta 434 ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 9,9% per tahun. Skenario KEN lebih rendah emisi GRKnya karena sudah mengakomodasi kebijakan substitusi bahan bakar serta konsumsi energinya lebih rendah dari pada skenario BaU. Bahan bakar minyak (BBM) dan moda transportasi darat merupakan faktor kunci dalam menurunkan emisi GRK di sektor transportasi masa mendatang. Substitusi BBM dengan bahan bakar yang rendah emisi sperti penggunaan bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN) merupakan salah satu opsi untuk menurunkan emisi GRK. Disamping itu, pengalihan moda transportasi dapat digunakan untuk lebih mengefisienkan penggunaan energi yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi CO2. Sejalan dengan itu, penerapan standar untuk kendaraan bermotor, seperti standar Euro merupakan opsi yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara. 5.2. Saran Pengurangan emisi GRK dapat ditempuh dengan pengalihan moda transportasi dari kendaran pribadi ke transportasi umum masal. Penggunaan transportasi umum ini perlu terus disosialisaikan. Namun 75 demikian, pengalihan moda dari kendaran pribadi ke transportasi umum masal masih banyak menghadapi kendala. Kondisi ini disebabkan adanya dampak lanjutan dengan dikembangkannya transportasi masal, terutama pada angkutan umum eksisting yang trayeknya bersinggungan baik sebagian maupun seluruhnya dengan koridor angkutan umum masal tersebut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dampak sosial ekonominya lebih lanjut. Untuk mewujudkan sistem transportasi yang rendah karbon selain pengubahan moda transportasi masih banyak alternatif yang bisa dijalankan. Substitusi bahan bakar dari penggunaan BBM ke BBG juga menjadi alternatif yang saat ini sudah mulai disosialisasikan. Sosialisasi penggunaan BBG ini perlu diikuti dengan pembangunan infrastruktur SPBG, pengadaan converter kit dan bengkel khusus BBG sehingga masyarakat tertarik untuk beralih dari penggunaan BBM ke penggunaan BBG. Pengurangan subsidi harga BBM juga secara tidak langsung akan mengurangi emisi GRK. Dengan pengurangan subsidi harga BBM ini maka harga BBG dan BBN dapat bersaing yang memberi sinyal bagi masyarakat untuk beralih menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk mengurangi emisi GRK juga perlu terus ditingkatkan. Disamping itu, pemberian insentif/subsidi untuk penggunaan energi alternatif seperti BBN secara langsung juga akan mengurangi emisi GRK untuk jangka panjang. Dengan kombinasi berbagai alternatif efisiensi maka akan dapat diperoleh pengurangan emisi GRK yang optimal. 76 DAFTAR PUSTAKA ADB (2003) Policy Guidelines for Reducing Vehicle Emissions in Asia, Asian Development Bank, Manila. Bank Dunia (2009) Adaptasi terhadap Perubahan Iklim, Policy Brief, Jakarta. Bappeda DIY (2012) Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bappenas (2010) Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), National Development Planning Agency, Jakarta. BPS (2011) Statistik Indonesia 2011, Badan Pusat Statistik, Jakarta. CDIEMR (2011) Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2011, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta. Ditjenbun (2009) Kebijakan Pengembangan Bahan Bakar Nabati di Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Hartono (2008) Lokomotif dan Kereta Rel Diesel Indonesia, PT Ilalang Sakti Komunikasi, Depok. Honda (2012) The 1.3L i-DSI VTEC Cylinder Cut-off System Engine, http://world.honda.com, diakses 10-12-2012. IEA (2008) Energy Technology Perspectives: Scenario and Strategy to 2050, International Energy Agency, Paris. IPCC (1996) Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Reference Manual. IPCC (2006) 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, IGES, Japan. 77 ITB (2001) Studi on the Assessment of Fuel Consumption in Indonesia on 2002, Final Report, Institut Teknologi Bandung. Kemenhub (2012) Aksi Mitigasi dan Inventarisasi Emisi GRK, Konsinyering Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan, Kementerian Perhubungan. Munawar, A. (2007) Pengembangan Transportasi yang Berkelanjutan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pardo, C.F. (2006) Meningkatkan Kesadaran Masyarakat akan Transportasi Perkotaan Berkelanjutan, Edisi Revisi, Technische Zusammanarbeit (GTZ) GmbH, Eschborn. PIE (2002) Prakiraan Energi Indonesia 2010, Pusat Informasi Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. SEI (2011) LEAP: User Guide for LEAP Version 2011, Stockholm Environment Institute, Somerville. Solusimobil (2012) Memahami Cara Kerja Teknologi VTEC dan i-VTEC, http://www.solusimobil.com, diakses 10-12-2012. Susantono, B. dan Parikesit, D. (2004) 1-2-3 Langkah: Langkah Kecil yang Kita Lakukan Menuju Transportasi yang Berkelanjutan, Masyarakat Transportasi Indonesia, Jakarta. WEC (2007) Transport Technologies and Policy Scenarios to 2050, World Energy Council, London. WEC (2010) Energy and Urban Innovation, World Energy Council, London. 78 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi LAMPIRAN 1. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario BAU per Moda (Juta SBM) Darat Laut Udara Total Darat Laut Udara Total 2010 231.8 4.0 20.8 256.6 2018 661.5 4.0 59.9 725.3 2011 276.8 4.0 24.3 305.1 2019 742.4 4.0 65.8 812.2 2012 314.5 4.0 28.3 346.8 2020 831.6 4.0 72.4 907.9 2013 357.3 4.0 33.1 394.3 2021 929.8 4.0 79.5 1013.2 2014 405.8 4.0 38.6 448.4 2022 1038.0 4.0 87.3 1129.3 2015 460.8 4.0 45.1 509.9 2023 1157.4 4.0 95.9 1257.3 2016 521.4 4.0 49.5 574.9 2024 1289.1 4.0 105.4 1398.5 2017 588.1 4.0 54.5 646.5 2025 1434.6 4.0 115.8 1554.4 2. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario REF per Moda (Juta SBM) Darat Laut Udara Total Darat Laut Udara Total 2010 231.8 4.0 20.8 256.6 2018 591.1 4.0 53.5 648.6 2011 273.2 4.0 23.9 301.1 2019 653.6 4.0 57.9 715.5 2012 306.2 4.0 27.6 337.7 2020 721.0 4.0 62.7 787.7 2013 343.0 4.0 31.7 378.7 2021 793.9 4.0 67.8 865.7 2014 384.2 4.0 36.5 424.7 2022 872.7 4.0 73.3 950.0 2015 430.2 4.0 42.1 476.2 2023 957.8 4.0 79.3 1041.1 2016 479.8 4.0 45.6 529.3 2024 1049.9 4.0 85.7 1139.6 2017 533.3 4.0 49.4 586.7 2025 1149.7 4.0 92.6 1246.3 3. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario KEN per Moda (Juta SBM) Darat Laut Udara Total Darat Laut Udara Total 2010 231.8 4.0 20.8 256.6 2018 587.5 4.0 53.5 644.9 2011 272.9 4.0 23.9 300.8 2019 649.3 4.0 57.9 711.1 2012 305.6 4.0 27.6 337.1 2020 716.0 4.0 62.7 782.7 2013 342.1 4.0 31.7 377.8 2021 788.7 4.0 67.8 860.5 2014 382.8 4.0 36.5 423.3 2022 867.2 4.0 73.3 944.6 2015 428.3 4.0 42.1 474.3 2023 952.2 4.0 79.3 1035.5 2016 477.4 4.0 45.6 526.9 2024 1044.3 4.0 85.7 1133.9 2017 530.3 4.0 49.4 583.7 2025 1144.0 4.0 92.6 1240.6 79 79 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi 4. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario BAU per Jenis Energi (Juta SBM) M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total 2010 99.2 0.0 1.4 0.1 0.0 134.8 0.0 20.8 0.0 0.0 0.2 256.6 2018 283.3 0.0 4.2 0.1 0.0 377.6 0.0 59.8 0.0 0.1 0.2 725.3 2011 121.8 0.0 1.8 0.1 0.0 156.9 0.0 24.3 0.0 0.0 0.2 305.1 2019 317.3 0.0 4.7 0.1 0.0 423.9 0.0 65.8 0.0 0.1 0.2 812.2 2012 137.6 0.0 2.0 0.1 0.0 178.5 0.0 28.3 0.0 0.0 0.2 346.8 2020 354.8 0.0 5.3 0.1 0.0 475.0 0.0 72.3 0.0 0.1 0.2 907.9 2013 155.6 0.0 2.3 0.1 0.0 203.1 0.0 33.0 0.0 0.0 0.2 394.3 2021 396.1 0.0 5.9 0.1 0.0 531.2 0.0 79.5 0.0 0.1 0.2 1013.2 2014 175.9 0.0 2.6 0.1 0.0 230.9 0.0 38.6 0.0 0.0 0.2 448.4 2022 441.7 0.0 6.6 0.1 0.0 593.2 0.0 87.3 0.0 0.1 0.2 1129.3 2015 199.0 0.0 2.9 0.1 0.0 262.5 0.0 45.0 0.0 0.0 0.2 509.9 2023 492.1 0.0 7.3 0.1 0.0 661.4 0.0 95.9 0.0 0.1 0.2 1257.3 2016 224.4 0.0 3.3 0.1 0.0 297.2 0.0 49.5 0.0 0.1 0.2 574.9 2024 547.7 0.0 8.2 0.1 0.0 736.7 0.0 105.4 0.0 0.1 0.2 1398.5 2017 252.4 0.0 3.8 0.1 0.0 335.5 0.0 54.4 0.0 0.1 0.2 646.5 2025 609.1 0.0 9.1 0.2 0.0 819.8 0.0 115.8 0.0 0.1 0.2 1554.4 5. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario REF per Jenis Energi (Juta SBM) M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total 2010 99.2 0.0 1.4 0.1 0.0 134.8 0.0 20.8 0.0 0.0 0.2 256.6 2011 119.0 0.0 3.0 0.1 4.5 150.3 0.0 23.9 0.0 0.0 0.2 301.1 2012 131.9 0.0 4.1 0.1 6.0 167.8 0.0 27.6 0.0 0.0 0.2 337.7 2013 146.2 0.0 5.5 0.1 7.6 187.3 0.0 31.7 0.0 0.0 0.2 378.7 80 80 2014 162.0 0.0 7.2 0.1 9.6 209.0 0.0 36.5 0.0 0.0 0.2 424.7 2015 179.5 0.0 9.3 0.1 12.0 233.0 0.0 42.0 0.0 0.0 0.2 476.2 2016 197.5 0.0 12.4 0.1 16.1 257.4 0.0 45.6 0.0 0.1 0.2 529.3 2017 216.7 0.0 16.1 0.1 20.8 283.3 0.0 49.4 0.0 0.1 0.2 586.7 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total 2018 237.1 0.0 20.3 0.1 26.4 310.9 0.0 53.5 0.0 0.1 0.2 648.6 2019 258.8 0.0 25.3 0.1 32.9 340.2 0.0 57.9 0.0 0.1 0.2 715.5 2020 281.9 0.0 31.1 0.1 40.3 371.3 0.0 62.7 0.0 0.1 0.2 787.7 2021 303.1 0.0 41.1 0.1 48.8 404.5 0.0 67.8 0.0 0.1 0.2 865.7 2022 325.2 0.0 52.7 0.1 58.6 439.7 0.0 73.3 0.0 0.1 0.2 950.0 2023 348.3 0.0 66.2 0.1 69.6 477.2 0.0 79.3 0.0 0.1 0.2 1041.1 2024 372.4 0.0 81.8 0.1 82.2 517.0 0.0 85.7 0.0 0.1 0.2 1139.6 2025 397.5 0.0 99.8 0.1 96.4 559.5 0.0 92.6 0.0 0.1 0.2 1246.3 6. Proyeksi Kebutuhan Energi Skenario KEN per Jenis Energi (Juta SBM) M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total M. Solar Avgas Biodiesel Listrik Bioethanol Bensin M. Diesel Avtur LPG BBG M. Bakar Total 2010 99.2 0.0 1.4 0.1 0.0 134.8 0.0 20.8 0.0 0.0 0.2 256.6 2018 209.9 0.0 18.0 0.1 25.5 304.9 0.0 53.5 0.0 32.9 0.2 644.9 2011 117.4 0.0 2.9 0.1 4.5 149.8 0.0 23.9 0.0 1.9 0.2 300.8 2019 225.3 0.0 22.0 0.1 31.6 333.0 0.0 57.9 0.0 41.0 0.2 711.1 2012 128.3 0.0 4.0 0.1 5.9 166.9 0.0 27.6 0.0 4.2 0.2 337.1 2020 241.2 0.0 26.5 0.1 38.6 362.9 0.0 62.7 0.0 50.5 0.2 782.7 2013 140.1 0.0 5.3 0.1 7.5 185.8 0.0 31.7 0.0 7.0 0.2 377.8 2021 259.2 0.0 35.0 0.1 46.8 395.5 0.0 67.8 0.0 55.7 0.2 860.5 2014 152.9 0.0 6.8 0.1 9.5 206.7 0.0 36.5 0.0 10.5 0.2 423.3 2022 278.1 0.0 45.0 0.1 56.1 430.2 0.0 73.3 0.0 61.5 0.2 944.6 2015 166.9 0.0 8.6 0.1 11.7 229.9 0.0 42.0 0.0 14.8 0.2 474.3 2023 297.7 0.0 56.5 0.1 66.7 467.2 0.0 79.3 0.0 67.7 0.2 1035.5 2016 180.7 0.0 11.3 0.1 15.6 253.4 0.0 45.6 0.0 19.9 0.2 526.9 2024 318.2 0.0 69.8 0.1 78.7 506.6 0.0 85.7 0.0 74.4 0.2 1133.9 2017 195.1 0.0 14.4 0.1 20.2 278.4 0.0 49.4 0.0 25.9 0.2 583.7 2025 339.7 0.0 85.1 0.1 92.3 548.6 0.0 92.6 0.0 81.8 0.2 1240.6 81 81 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi 7. Perbandingan Emsi GRK (Juta Ton CO2 Ekuivalen) BAU REF KEN BAU REF KEN 2010 105.1 105.1 105.1 2018 299.6 249.9 246.2 2011 125.0 121.0 120.7 2019 335.7 273.1 268.8 2012 142.2 135.0 134.4 2020 375.5 297.9 292.9 2013 161.8 150.8 149.8 2021 419.4 322.7 317.9 2014 184.2 168.5 167.0 2022 467.7 349.0 344.4 2015 209.9 188.3 186.3 2023 521.0 376.9 372.5 8. Emisi GRK per Moda dan per Jenis Emisi (Skenario BAU) CO2 CH4 N2O Total 2010 104.4 0.4 0.3 105.1 2025 640.3 2.6 1.9 644.8 2010 96.1 0.1 8.9 105.1 Darat Laut Udara Total 2025 594.9 0.1 49.8 644.8 9. Emisi GRK per Moda dan per Jenis Emisi (Skenario REF) CO2 CH4 N2O Total 2010 104.4 0.4 0.3 105.1 2025 434.5 1.8 1.3 437.6 2010 96.1 0.1 8.9 105.1 Darat Laut Udara Total 2025 397.7 0.1 39.8 437.6 10. Emisi GRK per Moda dan per Jenis Emisi (Skenario KEN) CO2 CH4 N2O Total 82 2010 104.4 0.4 0.3 105.1 2025 430.6 2.3 1.3 434.1 2010 96.1 0.1 8.9 105.1 Darat Laut Udara Total 82 2025 394.2 0.1 39.8 434.1 2016 237.0 207.6 205.0 2024 579.8 406.4 402.4 2017 266.8 228.1 225.0 2025 644.8 437.6 434.1 TIM PENYUSUN Pengarah Waryono Karno Sekretaris Jenderal KESDM Penanggungjawab Ego Syahrial Kepala Pusat Data dan Informasi ESDM Atena Falahti Kepala Bidang Kajian Strategis Ketua Arifin Togar Napitupulu Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Mineral Wakil Ketua Aang Darmawan Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Energi Koordinator Aries Kusumawanto Anggota Tri Nia Kurniasih Golfritz Sahat Sihotang Agus Supriadi Catur Budi Kurniadi Ameri Isra Narasumber Agus Sugiono BPPT Sidik Budoyo BPPT 83