Agrivita Volume 29 No.3 Oktober 2007 ISSN
Transcription
Agrivita Volume 29 No.3 Oktober 2007 ISSN
AGRIVITA Terakreditasi SK DIKTI No : 55 / DIKTI / Kep / 2005 Adalahiurnal Ilmu Pertanian diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya hekerjasama dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Pusat. Ketua Penyunting Penyunting Pelaksana Kuswanto. : M. Dawam Maghfoer Budi Prasetyo Anton Muhibuddin Pelaksana Tata Usaha All Masduki Rurin Kurniasari Silvia Santi Wahyuni Informasi Umum Alamat Redaksi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, JI. Veteran, Malang 65145. Jawa Timm-. Telp. (0341) — 575743. Fax. (0341) — 560011. E-mail redaksi : [email protected] : [email protected] Email pemesanan Jadwal Penerbitan. AGRIVITA diterbitkan tiga kali dalam setahun (Pebruari, Juni dan Okfober) oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, dengan ISSN 0126-0537 Frekuensi penerbitan ditambah bila perlu. Penyerahan Naskah. Naskah merupakan karya ilmiah asli atau !Iasil penelitian yang belurn pernah dipublikasikan/diterbitkan. Naskah dapat dikirim rnelalui e-mail atau diserahkan langsung ke Redaksi dalam bentuk rekaman disket dan print-out 2 eksemplar, ditulis dalam MS Word atau dengan program pengolah data yang kompatibel. Gambar, ilustrasi dan foto diniasukkan dalam file naskah. Penerbitan Naskah. Naskah yang layak untuk diterbitkan ditentukan oleh Redaksi setelah mendapat rekomenda,si dari Dewan Penyunting. Naskah yang memerlukan perbaikan menjadi tanggung jawab penulis. Naskah yang tidak layak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis, jika disertai perangko secukupnya. 284 AGRIVITA VOLUME 29 No. 3 OKTOBER 2007 ISSN: 0126-0537 PENGARUH TINGKAT ELEKTRO-KONDUKTIVITAS DAN WAKTU PENINGKATANNYA. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MELON (Cucumis meio var.Eagle) SISTEM HIDROPONIK TERAPUNG (THE INFLUENCE OF ELECTRO-CONDUCTIVITY LEVEL AND TIME OF ITS INCREMENT ON GROWTH AND YIELD OF MELON (Cucumis nick var.Eagle) IN FLOATING HYDROPONIC SYSTEM) Moch.Dawam Maghfoer, Roedy Soelistyono, dan Misky Ashrina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, .11. Veteran Malang 65145 Telp. (0341) 570471 ABSTRACT A research to study the level and time of increasing electro-conductivity on the growth and yield of melon in floating raft hydroponic system was conducted in plastic house, Malang, during May until July 2005. Resarch results showed the electro coductivity range from 2.5 InS cm11 to 4 mS cm' during generative stage promoted plant growth. The electro-conductivity level from 2.5 mS cm-1 to 4 mS cin-1 showed harvest time earlier, and the electro-conductivity from 2.5 mS cm-1 to 3.5 mS cm-` during 30 to 50 days after planting increased plant fruit weight. The level of electro-conductivity from 2.5 mS cm-1 to 3.5 mS em" during 30 days after planting to harvest gave the highest total soluble solid. Keywords: melon, electro-conductivity, hydroponic ABSTRAK Percobaan di rumah plastik yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat EC (Elektro-konduktivitas) dan waktu peningkatan EC yang optimum bagi perturnbultan dan hasil tanaman melon (Cuctiniis melo var.Eagle) sistem hidroponik terapung telah dilaksanakan Malang, pada bulan Mei sampai Juli 2005. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat EC dari 2.5 inS cm-I ke 4 mS cm-1 pada saat fase generatif dapat meinacu pertumbuhan tanaman. Umur panen lebih cepat pada peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 4 mS cm-1 . Sedangkan peningkatan EC dari 2.5 mS cm" ke 3.5 mS cm' pada saat umur tanaman 30 sampai 50 HST meningkatkan hasil Robot bualt per tanaman. Peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 3.5 mS cm-1 Tcrakreditasi SK No. 55/DIKTI/Kep/2005 pada saat tanaman berumur 30 HST sampai panen menghasilkan total padatan terlarut tertinggi. Kata kunci: melon, elektro-konduktivitas, hidroponik PENDAHULUAN Melon (Cucuinis inelo L) merupakan tanaman seinusim yang mempunyai nilai jual yang tinggi dan prospek pengembangannya cukup balk. Penanaman melon di lahan sangat peka terhadap penyakit yang ditularkan lewat tanah (soil borne disease) (Prajnanta, 2003). Budidaya melon selama membutuhkan banyak tenaga kerja, waktu yang panjang clan dana yang besar. 016 karena hal tersebut di atas, melon membutuhkan pemeliharaan yang sangat intensif dibandingkan dengan tan aman safari' ilinya. Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, pengembangan budidaya secara hidroponik merupakan salah satu pemecahannya. Hidroponik sistem terapung berbeda dengan beberapa sistem hidroponik lainnya yang selalu membutuhkan investasi dan biaya operasional yang tinggi. Prinsip hidroponik sistem terapung yang tidak menggunakan resirkulasi larutan dengan pompa listrik, niembuat hidroponik tersebut lebih mural; dan rnernpunyai prospek yang besar untuk ciikembangkan di tingkat petani. Hidroponik rakit apung atau Floating Raft Hydroponic Sy.stetii ialah menanam tanainan pada suatu rakit berupa panel tanam yang dapat mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dengan akar menjuntai ke dalam air. Helaian styrofoam setebal 3 cm terapung pada kolam dengan larutan unsur hara (Sutiyoso, 2003), Styrofoam kernudian dilubangi untuk lubang tanam. Lubang diisi dengan sedikit 285 M. Dawam Maghfoer dkk. : Pengaruh Tingkat Elektro-konduktivitas dan busa supaya anak semai dapat berdiri dan tidak jamb ke dalam air. Hidroponik rakit apung sederhana dibandingkan sistem hidroponik lain (Sutiyoso, 2004). Budidaya sistem rakit apung relatif aman jika listrik padam, disamping itu kebersihan air dan nutrisi di bak penampungan juga terjaga (Duryatmo, 2000). Modifikasi hidroponik sistem terapung dengan tidak adanya resirkulasi nutrisi dapat menurunkan biaya investasi pengusahaan budidaya tanaman secara hidroponik (Savage,1985). E lektro-kond ukt iv itas (EC) merupakan kepekatan unsur hara dalam larutan. Semakin pekat larutan, semakin besar penghantaran aliran listrik dari kation dan anion ke anode dan katode EC meter (Sutiyoso,2003). Konsentrasi unsur hara dalam larutan nutrisi dapat diukur dari kemampuan larutan nutrisi tersebut dalam menghantarkan arus listrik. Hal tersebut disebabkan jumlah total yang terlarut dari larutan nutrisi secara langsung sebanding dengan konduktivitas. Jika konsentrasi nutrisi lebih tinggi, maka arus konduktivitas yang mengalir akan semakin cepat pula dan jika konsentrasi nutrisi rendah, ants konduktivitas akan mengalir dengan lambat. Oleh karena hal tersebut, dengan mengukur elektrokonduktivitas dapat ditentukan seberapa kuat atau lemahnya larutan nutrisi tersebut (Tse, 1994). Menurut Sutiyoso (2003), setiap tanaman membutuhkan kisaran nilai EC tertentu dan besarnya nilai EC berbeda tergantung pada rase pertumbuhannya. Pada rase vegetatif atau pertumbuhan tanaman melon digunakan EC 2.0- 2.5 mS , sedangkan pada rase generatif digunakan EC 3.5 mS cm-1. Ambang maksimal untuk tanaman melon yaitu EC 4,2 mS cm* Peralihan dari fase vegetatif ke generatif ditandai dengan munculnya bunga pertama pada umur sekitar 30-35 hari. Dengan semakin meningkatnya EC berpengaruh terhadap umur sayuran hingga umur panen dapat dipersingkat, shelf life dapat diperpanjang, manisnya buah dapat ditingkatkan, kesegaran lebih terasa, ukuran dan bobot tanaman lebih besar, serta cita rasanya lebih tinggi (Sutiyoso, 2004). Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh tingkat EC (Elektro konduktivitas) dan interval peningkatan yang optimum bagi per- tralau Peningkatannya tumbuhan dan hasil tanaman melon (Cucumis meld var.Eagle) pada sistem hidroponik terapung. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di rumah plastik, Malang, pada bulan Mei sampai Juli 2005. Ketinggian tempat 474 m dpl,suhu harian dalam rumah plastik berkisar 22°-35°C dan kelembaban relatif berkisar 60-80%. Peralatan yang digunakan gelas aqua, bak tanam dari plastik, drum plastik, EC meter, pH meter, termometer, meteran, jangka sorting, gunting/cutter, timbangan, hand sprayer dan refraktrometer. Bahan yang digunakan ialah benih melon varietas Eagle, busa spons, styrofoarn, arang sekam, larutan nutrisi JORO A&B Mix dimana larutan stok A: KNO3, Ca(NO3)2, Na4NO3, FeEDTA; dan larutan stok B: KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, ZnEDTA, H3B03, NH4Mo dengan konsentrasi N 230 ppm, P 100 ppm, K 400 ppm, Ca 200 ppm, Mg 75 ppm, Fe 12 ppm, Mn 2 ppm, B 1.5 ppm, Zn 0.1 ppm, Cu 0.1 ppm, Mo 0.2 ppm. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Tiap kombinasi perlakuan terdiri atas empat tanaman sampel. Faktor pertama ialah tingkat EC (Elektro-konduktivitas) yang terdiri tiga taraf yaitu E1 = peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 3 mS cm-1, E2= peningkatan EC dari 2,5 mS cm-I ke 3.5 mS E3= peningkatan EC dari 2.5 inS cm ke 4 mS cm-l . Faktor kedua ialah waktu peningkatan EC pada saat tanaman memasuki fase generatif, yang terdiri atas tiga taraf yaitu Ti = 30 HST sampai 40 HST, 12 = 30 HST sampai 50 HST, T3= 30 HST sampai panen. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, diameter batang, saat berbunga. Pengamatan panen dilakukan terhadap umur panel], bobot buah tiap tanaman, pengukuran total padatan terlarut (trix), bobot kering brangkasan (bobot kering tanaman tanpa buah). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragain (uji F), dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji BNT 5 %. 286 M. Dawam Maghfber dkk. : Pengaruh Tinglcal Elektro-lcanduktivitas dan Waktu Peningkatannya HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Panjang Tanaman Perlakuan peningkatan EC dan waktu peningkatan EC tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap peubah panjang tanaman. Peningkatan EC berpengaruh nyata terhadap peubah panjang tanaman. Peningkatan EC clari menghasilkan 2.5 mS cm-1 ke 4 mS tanaman yang lebih panjang daripada perlakuan peningkatan EC yang lainnya. Waktu peningkatan EC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah panjang tanaman pada semua umur pengamatan. Waktu peningkatan dari 30 HST sampai panen menghasilkan tanaman lebih panjang daripada perlakuan yang lainnya pada semua umur pengamatan (Tabel 1). Pada variabel panjang tanaman, ]peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 4 mS cm-] menghasilkan tanaman yang lebih panjang daripada perlakuan yang lainnya. Hal tersebut terlihat pada pertumbuhan awal sampai akhir. Pertumbuhan meningkat mulai pada saat tanaman memasuki awal fase generatif, setelah itu pada seat tanaman berumur 49 HST sampai 63 HST pertumbuhan cenderung lambat dan konstan. Peningkatan tersebut sejalan dengan penyerapan unsur hara. Laju penyerapan berbanding langsung dengan konsentrasi zat terIarut. Pengaruh konsentrasi terhadap laju absorpsi ion yaitu apabila diadakan pengukuran absorpsi ion dari larutan yang konsentrasinya meningkat, akan didapatkan basil yang sama seperti halnya pada reaksi enzimatik. Kenaikan konsentrasi substrat akan menaikkan proses reaksi sampai suatu titik ditnana kenaikan substrat tidak berpengaruh lagi (Harran, 1995). Laju penyerapan naik dengan cepat saat konsentrasi zat terlarut naik dalam kisaran rendah, akan tetapi pada konsentrasi lebih tinggi, laju penyerapan mulai mantap (Salisbury dan Ross, 1995). Peningkatan EC berpengaruh pada saat awal pertumbuhan tanaman memasuki fase generatif. Hal tersebut disebabkan peningkatan EC menunjukkan bahwa semakin pekat nutrisi sampai batas tertentu, konsentrasi dari unsurunsur hara pada larutan nutrisi semakin tinggi, sehingga semakin besar metnacu penyerapan unsur hara pada tanaman di dalam pertumbuhannya sampai pertumbuhannya stagnan. Akan tetapi pada konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga hams dijaga konsentrasinya agar tidak melampaui ambang maksimal EC. Menurut Sutiyoso (2003), setiap tanaman membutuhkan kisaran nilai EC tertentu dan besarnya nilai EC tergantung pada fase pertumbuhannya. Pada fase vegetatif atau pertumbuhan tanaman melon digunakan EC 2.0- 2.5 mS cm-1 , sedangkan pada fase generatif digunakan EC 3.5 mS Arnbang maksinial untuk tanaman melon yaitu EC 4.2 mS cm-I . Luas Daun Hasil analisis ragam menunjukkan di antara perlakuan peningkatan EC dan waktu peningkatan EC terdapat interaksi yang nyata terhadap peubah luas claim. Tabel 2 menunjukkan balp,va peningkatan EC dari El (2.5 mS cm-1 ke 3 mS cm- ') sampai E3 (2.5 mS ke 4 mS cm-I ) pada saat tanaman berumur 30 sampai 40 HST (T1) dan 30 sampai 50 HST (T2) secara nyata meningkatkan luas daun per tanaman, sedangkan waktu peningkatan EC 30 HST sampai panen, peningkatan EC 2.5 mS cm-1 ke 4 mS em (E3) tidak berbeda dengan peningkatan 2.5 mS ke 3.5 mS (E2). Secara keseluruhan, peningkatan EC dart 2.5 mS ern ke 4 mS cm-1 pada saat tanaman berumur 30 sampai 50 HST (E3T2) menunjukkan luas daun tertinggi. Peningkatan EC sampai dengan E3 (peningkatan dari 2.5 mS ke 4 mS cm I ) pada berbagai umur tanaman menghasilkan luas daun yang lebih tinggi daripada EC rendah. Pada variabel luas daun, peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 4 mS cm-I pada waktu saat tanaman berumur 30 sampai 50 I-IST (E3T2) menghasilkan luas daun tertinggi. Peningkatan EC sampai dengan E3 (peningkatan dad 2.5 mS cm ke 4 inS) pada berbagai umur tanaman inetnberikan alas dam] yang lebih tinggi daripada EC rendah. 287 M. Dawam Maghfoer dkk. : Pengaruk Tingkat Elektro- konduktivitas clan Waktu Peningkatannya Tabel 1. Panjang tanaman akibat perlakuan tingkat EC dan waktu peningkatan EC pada berbagai urnur tanaman. (Table I. Plant length caused by treatment of EC level and time of its increment at various plant age) Panjang tanatnan (cm) Perlakuan 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST 63 HST El (2,5 -3 mS cm-I ) 85.50 a 163.17 a 182.08 a 197.56 a 201.56 a E2 (2,5 -3,5 mS cm-1) 102.22 b 172.36 b 189.19 b 200.69 a 204.47 a E3 (2,5 - 4 mS cm-1) 103.75 b 177.92 b 197.53 c 205.36 b 10.544 9.492 6.374 3.587 206.07 b 3.479 Tl (30 - 40 HST) 100.47 a 190.44 a 201.03 a T2 (30 - 50 HST) 93.50 a 172.53 a 164.56 a 186.33 a 199.39 a 203.67 a 202.51 a T3 (30 - Panel') 97.50 a 174.53 a 192.03 a 203.19 a 205.92 a tn tn tn tn tn Tingkat EC (mS BNT 5% Waktu Peningkatan EC (HST): BNT 5% Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %; tn = tidak berbeda nyata. Tabel 2. Luas daun akibat interaksi antara tingkat EC dan waktu peningkatan EC pada 49 sampai 63 HST. (Table 2. Leaf area caused by interaction between EC level and time of its increment at 49 to 63 days after planting) Luas Daun (cm' tanaman') Perlakuan T I (30 -40 HST) T2 (30 - 50 HST) '13 (30 HST - Panen) El (2.5 - 3 mS cm') E2 (2.5 - 3.5 mS cm-I ) 3810.76 a 4341.79 b 4418.56 b 5547.41 c 4248.86 b E3 (2.5 -4 mS aril ) BNT 5% 5268.22 c 7169.09 e 342.67 5978.95 d 3581.86 a 3991.58 a 4032.99 a 3873.77 a 4696.07 b 5734.25 c 539. 33 5072.24 b Umur 49 HST: Tingkat EC (mS cm-I ): 5941.05 d Umur 63 HST: Tingkat EC (mS cm-I ): El (2.5 -3 mS ) E2 (2.5 -3.5 mS E3 (2.5 - 4 rnS cm-1 ) BNT 5% ) 4329.38 b 4487.58 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % 288 M. Dawam Maghlber dkk. : Pengaruh Tingkat Elektro-k,andukrivitas dan Waktu Peningkatannya Peningkatan EC berpengaruh pada saat awal pertumbuhan tanaman meinasuki fase generatif. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap peningkatan luas daun. EC yang tinggi masih memberikan luas daun tertinggi pada saat tanaman berumur 49 HST, kemudian EC yang tinggi pada saat akhir pertumbuhan tanaman dapat membuat tanaman Iebih sensitif sehingga terjadi penurunan luas daun pada saat umur tanaman 63 HST. Hal tersebut dikarenakan pemberian EC yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya layu daun pada tanaman melon, Tjia (2004) menyatakan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh konsentrasi EC yang tinggi di sekitar tanaman, dapat terlihat dari layunya tanaman, meskipun tanaman tersebut diberi cukup air. Gejala lain yang menunjukkan kandungan garam tinggi (EC tinggi) yaitu penurunan pertumbuhan yang menyeluruh (kerdil), tepi ujung daun terbakar, disusul oleh gugurnya daun. Hal tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan penyerapan unsur hara pada tanaman, dimana proses difusi dan osmosis sangat berperan di dalamnya. Tanarnan yang layu erat hubungannya dengan peristiwa plasmolisis, penyerapan nutrisi, dan perbedaan laju absorbsi air oleh akar dan laju tanspirasi daun. Daun yang Iebih tua biasanya akan layu lebih dahulu sebelum daun muda. Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan air yang inasih ada diredistribusikan jika timbul tegangan air. Daun yang Iebih muda dan sedang mengalami pertumbuhan yang lebih aktif mempunyai daya menahan dan menarik air yang tersedia dalam tumbuhan yang Iebih besar daripada daun yang Iebih ma, sehingga daun yang tua menjadi layu terlebih dahulu (Prawiranata et al., 1995). Panen . Umur Panen Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara perlakuan peningkatan EC dan waktu peningkatan EC terhadap peubah umur panen. Pada Tabel 3 menunjukkan peningkatan EC memberikan pengarub yang nyata terhadap peubah umur panen. Perlakuan peningkatan EC dari 2.5 mS cm-' ke 4 mS (E3) menghasilkan umur panen yang lebih cepat daripada perlakuan yang lainnya. Waktu peningkatan EC tidak berpengaruh nyata terhadap peubah umur panen. Tabel 3. Umur Panen (HST) akibat perlakuan tingkat EC dan waktu peningkatan EC (Table 3. Harvest time caused by treatment of EC levels and time of its increment) Perlakuan Umur Panen ( HST ) Tingkat EC (mS cm-'): El (2.5 — 3 mS cm-') 64.97 b E2 (2.5 — 3.5 inS cm-I ) E3 (2.5 — 4 mS crn-1 ) 62.33 b BNT 5% 60.92 a 0.73 Waktu Peningkatan EC (HST): T1 (30 — 40 HST) T2 (30 — 50 HST) T3 (30 Panen) BNT 5% 63.19 a 62.58 a 62.44 a tn Keterangan: Angka yang diikuti bumf sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %. tn = tidak beda nyata Pada variabel umur panen, peningkatan EC dari 2.5 inS cm-1 ke 4 mS cm-1 menghasilkan umur panen yang lebih cepat daripada perlakuan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutiyoso (2003), bahwa dengan peningkatan EC maka umur buah yang layak panen dapat dipersingkat beberapa hari, sehingga dengan semakin meningkatnya EC maka umur panen akan semakin cepat. Tingkat EC rendah sampai standar inempengarulti tingkat penyerapan nutrisi. Penyerapan nutrisi akan semakin tinggi pada zona perakaran seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi nutrisi. Pada daerah perakaran, konsentrasi nutrisi pada EC yang lebih dari 4 mS dapat dengan cepat menurunkan penyerapan nutrisi (Sonneveld dan Kreij, 1999). Peningkatan EC semakin mendorong cepatnya penyerapan unsur hara, yang mendorong translokasi fotosintat untuk di transport ke organorgan penyimpanan, sehingga dapat memacu umur panen Riau tanaman. 289 M. Dawam Maghfocr : Pengarzeh Tingkat Elekiro-konduktiviios daft Waktu Peningicatannya Bobot Buah Hasi I analisis ragam menunjukkan antara perlakuan tingkat EC dengan waktu peningkatan EC terdapat interaksi yang nyata terhadap peubah bobot buah. Peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 3.5 mS cni' (E2) menghasilkan bobot buali tinggi daripada tingkat EC lainnya (Tabel 4). Pada variabel bobot buah, peningkatan EC dari 2.5 mS cm-1 ke 3.5 mS (E2) menghasilkan bobot buah lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Peningkatan EC dari 2.5 mS cm' ke 3.5 mS cm"' pada saat tanaman berumur 30 sampai 50 HST menghasilkan bobot buah tertinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasi l penelitian Tuzel et al. (1998), bahwa peningkatan EC yang tinggi menurunkan basil buah total dan ukuran buah. Berdasarkan penelitian Elia et al. (2001) pada tanaman tomat, peningkatan EC dari 2 menjadi 6 mS m5 cm-1 menunjukkan bobot buah menttrun secara tinier. Peningkatan EC pada la rutan nutris i menurunkan berat buah. lvlenurut penelitian Hao et at (2002), dengan meningkatkan EC sebesar 40 atau 80% diatas standar, juga meningkatan gararn-garam yang terdapat daiain nutrisi tersebut. EC yang semakin meningkat dapat mengurangi total hasil yang layak dijual dan ukuran buah, tetapi dapat meniperbaiki kualitas buah. Penelitian Amor et al (2004), mengenai respons basil pada tanaman melon yang dibudidayakan tanpa tanah dengan perlakuan Elektro konduktivtas (EC) 2, 4, 6, dan 8 dS an-I pada beberapa tahap, menunjukkan bahwa terjadi penurunan basil buah sebesar 16% pada EC 4dS in- yang diberikan pada saat 14 HST dan 9% pada 71 HST, sedangkan pada level yang lebih tinggi lagi, pada EC 8 dS m-1 terjadi pengurangan basil sebesar 56% dan 16% secara nyata. Selanjutnya EC yang semakin meningkat pada larutan nutrisi dapat mengurangi laju dari pertumbuhan buah dan hasil akhir buah. Hal tersebut terkait dengan adanya efek osmosis. Kandungan garam yang tinggi menurunkan tekanan potensial air yang ada di dal= tanaman. Hal tersebut akan mengurangi aliran air menuju buah dan menghambat laju pertumbuhan buah. Laju pertumbuhan buah sangat menurtin seiring dengan EC yang semakin 'nen inakat (Dorais el al., 2001). Total Padatan Terlarut (Brix) Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi nyata antara perlakuan tingkat EC dengan waktu peningkatan EC terhadap total padatan terlarut. Peningkatan EC dari 2.5 mS cni' ke 3.5 mS cm" pada umur tanaman 30 HST sampai panen (E2T3) menghasilkan total padatan terlarut (brix) yang lebih tinggi daripada perlakuan kombinasi yang lainnya (Tabel 5). Sesuai dengan penelitian Saroosiii dan Cresswell (1994), bahwa peningkat-an EC dari 2 mS cm-] ke 3 irtiS cmii' atau pengurangan EC dari 3 mS ke 2 mS pada awal fruit set meningkatkan rasa manis pada strawberry. Tabel 4. Bobot buah akibat interaksi antara tingkat dan waktu peningkatan EC saat panen (Table 4. Fruit weight caused by interaction between EC' levels and time of its increment at harvest time) Bobot buah (gram) Perlakuan T1 (30 — 40 HST) T2 (30 — 50 HST) T3 (30 HST — Panen) El (2.5 — 3 mS cni') 674.67 a 688.50 ab 726.92 b E2 (2.5 — 3.5 mS cm-] ) 710.83 b 908.50 d 857.33 c E3 (2.5 — 4 mS cm-I) 676.75 a 678.42 a 662.44 a Tingkat EC (mS cni'); BNT 5% 19.94 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % 290 • ; oLf.r dkk. M. Dawam Pengarith Tingical Elektro-kondukivilas dan iVaktu Peningkaiannya R. yang terlalu tinggi dan berlangsung lama terhukti pada buah melon yang berukuran kecil mempunyai rasa lebih manis. Oleh karena hal tersebut maka timbul teori yang kemudian dijadikan patokan kerja bahwa untuk memproduksi buah melon yang manis rasanya perlu menggunakan EC yang tinggi. Nilai EC pert] dijaga agar masih berada di bawah ambang kerusakan (Sutiyoso, 2003). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian pada tanaman tomat yang dilakukan di Belanda sekitar tahun 1980-an yang mengindikasikan terdapat pengaruh kepekatan larutan nutrisi pada kualitas tomat. Penambahan kepekatan larutan dari EC 2.6 mS cm-1 menjadi 3.5 inS cm meningkatkan kesegaran, kadar asain dan kadar gula buah (Anonymous, 2001). Brix buah semakin meningkat sebesar 12% sampai 23% dan 34% sampai 85% secara berturut-turut dengan semakin meningkatnya EC (Wu et al., 2001). Robot Kering Brangkasan (Robot Kering Tanaman Tanpa Bunk ) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi nyata antara perlakuan tingkat EC dengan waktu peningkatan EC terhadap peubah bobot kering brangkasan. Peningkatan EC dari 2.5 inS cm"' ke 3.5 mS cm-1 pada berbagai umur tanaman menghasilkan bobot kering brangkasan yang lebih tinggi daripada perlakuan kombinasi yang lainnya (Tabel 6). Pada variabel bobot kering brangkasan (bobot kering tanaman tanpa buah), menunjukkan bahwa perlakuan peningkatan EC dari 2.5 inS cm"/ ke 3.5 mS mil pada saat tanaman berumur 30 sampai panel' (E2T3) menghasilkan bobot buah tertinggi. Pada pemberian EC yang terlalu tinggi menyebabkan bobot kering total tanaman semakin menurun dan ukuran buah semakin kecil. Hasil penelitian Conversa et al. (2001), EC yang tinggi (sampai 3.5 nnS cni l ) dapat meningkatkan bobot kering buah. Penelitian Schwarz dan Kuchenbuch (2000), bobot kering tanaman tomat meningkat dengan semakin men ingkatnya EC. Koefisien transpirasi menurun dengan semakin meningkatnya EC. Hal tersebut tampak pada bobot kering total tanaman, sebaliknya hasil mengalami peningkatan. Tabel 5. Total padatan terlarut akibat interaksi antara tingkat dan waktu peningkatan EC (Table 5. Total soluble solids caused by interaction between EC levels and time of its increment) Total padatan terlarut (Brix) Perlakuan TI (30 — 40 1-1ST) T2 (30 — 50 FIST) T3 (30 HST — Panen) El (2.5 — 3 InS cnil ) 12.70 a 13.98 b 12.93 a 122(2.5 13.10 a 13.05 a 15.17 c 13.30 ab 14.00 b 14.27 b Tingkat EC (mS cm-1 ): 3.5 mS ern-1 ) E3 (2.5 —4 mS cal') BNT 5% 0.54 Keterangan: Angka yang diikuti bumf sama pada kolorn yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % 291 M, Dawam Maghfoer dkk. : Pengaruh Tingkat Eiektra-konduktivitas dan Waktu Peninglanann,va Tabel 6. Bobot kering brangkasan akibat interaksi antara peningkatan EC dan waktu peningkatan EC. (Table 6. Total plant dry matter caused by interaction between EC levels and time of its increment) Bobot Kering ( gram ) Perlakuan T1 (30 - 40 HST) T2 (30 - 50 HST) T3 (30 HST - Panen) 41.29 b 43.29 c 46.08 d 48.42 e 45.68 d 50.24 f 40.90b 39.17 a 38.66 a Tingkat EC (mS cm-1): El (2.5 - 3 mS cm-1) E2 (2.5 - 3.5 mS cm i ) E3 (2.5 - 4 mS cm-I ) 1.12 BNT 5% Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 °A) KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Terdapat interaksi antara perlakuan peningkatan EC dan waktu peningkatan EC pada peubah luas daun, bobot buah, total padatan terlarut (°Brix), bobot kering brangkasan (bobot kering total tanaman tanpa buah). Peningkatan EC dari 2.5 mS cm-I ke 4 mS cm-I (E3) menghasilkan pertumbuhan yang jauh lebih cepat pada saat awal memasuki fase generatif. Pada fase pembentukan buah sampai panen peningkatan EC dari 2.5 mS ern-I ke 3.5 mS (E2) lebih banyak mempengaruhi kualitas buah berupa bobot buah, dan total padatan terlarut. Waktu peningkatan EC berpengaruh terhadap peubah luas daun, bobot buah, total padatan terlarut (°Brix) dan bobot kering brangkasan. Pemberian EC yang rendah (2.5 mS cm-I) pada saat fase vegetatif aktif pertumbuhan tanaman dan tinggi (4 mS cm I ) pada saat fase awal generatif memacu pertumbuhan tanaman, tetapi pada saat fase pembentukan buah, pemberian EC di bawah 4 mS cm-1 dapat menghasilkan kualitas buah yang baik. EC yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman layu dan gejala deoksigenasi, hal tersebut juga terkait dengan sistem hidroponik rakit apung yang diterapkan. Amor, F.M., P.Flores, Carvajal, V. Martinez, J.M Navarro, and A.Cerda. 2004, Yield Responses of Soiless Melon and Tomato to Different Irrigation Water Qualities. ISHS Acta Horticulturae 559. http: //www.acta_hort.org/. Diakses pada 149-2004. Anonymous. 2001.Trubus 374 Januari / XXXII Conversa, G., P. Santamaria, 0.Carofiglio, M. Gonella, and A.Parente. 2001. Response of Cherry Tomato to the Electrical Conductivity of Nutrient Solution. ISHS Acta Horticulturae 609. http://www. acta_hort.org/. Diakses, pada 14-09- 2004. Dorais, M, Athanasios P.Papadopoulos, and A . Gosselin, 2001. Influence of Electric Conductivity Management on Greenhouse Tomato Yield and Fruit Quality. Universite Laval. Canada. p.367-383 Duryatmo, S. 2000. Hidroponik Rakit Apung. Trubus XXXIII (386) : 37-38. Elia,A. F.Serio, A. Parenre, P. Santamaria, and G.R. Rodriguez. 2001. Electrical Conductivity of Nutrient Solution, Plant Growth and Fruit Quality of Soiless Grown Tomato. ISHS Acta Horticulturae 559,http://wwvv.acta_hort.org/. Diakses pada 14-09-2004. 292 M. Dawam Maghloer dkk. Pengaruh Tingkat Elektro-konduktiviras dan Waktu Peningicatannya Hao, X., A.P. Papadopoulos, M. Dorais, D.L Ethret, G.Turcotte, and A.Gosselin. 2002. Improving Tomato Fruit Quality by Raising the EC of NFT Nutrient Solutions and Calcium Spraying: Effect on Growth, Photosynthesis, Yield and Quality. Acta Horticulturae 511. http: //www.acta_hort.org/. Diakses pada 1409-2004. Harran, S. 1995. Metabolisme Dasar dan Beberapa Aspeknya. Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Botani. Fakultas Pertanian 1PB. Bogor. p.233-255. Prajnanta,F. 2003. Melon Pemeliharaan Secara Intensif dan Kiat Sukses Beragribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 29-45. Prawiranata, W., Said Harran, dan Pin Tjondronegoro. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Institut Teknologi Bogor. Bogor. p. 1-47. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1, ITB.Bandung Sarooshi, R.A. and G.C. Cresswell. 1994. Effect of Hydroponic Solution Compotition, Electrical Conductivity and Plant Spacing on Yield and Quality of Strawberries. Aust. J. Exp. Agric. 34: 529-535. Savage, A.D. 1985. Overview: Background, Current Situation, and Future Prospect. State of The Art In Soiless Crop Production. Intl. Ctr. Special. Studies Inc. Honolulu, Hawaii. p. 6-11. Schwarz, D. and R. Kuchenbuch. 2000. Water Uptake by Tomato Plants Grown in Closed Hydropnic Systems Dependent on The EC-Level. Acta Horticulturae 458. http://www.acta_hort.org/. Diakses pada 14-09-2004. Sonneveld, C., and C.de Kreij. 1999. Response of Cucumber (Cticurnis. sativus L) to An Unequal Distribution of Salts In The Root Environment. Plant and Soil 209 Kluwer Academic Publishers. Netherlands. p.47-56 Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.79. Sutiyoso, Y. 2004. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.96 Tse, 1994. A Guide To Hydroponics. Singapore Science Centre. Singapore. p.51-57 Tjia, B. 2004. Masalah Tanainan yang Berkaitan dengan Garam di Dalam Lansekap Pantai. Forum Florikultura Jakarta. p.7-8 Tuzel, Y.Tuzel, A.Gul, and R.Z.Eltez. 1998. www.acta_hort. Effect of EC Level of Nutrient Solution on Yield and Fruit Quality of Tomatoes. ISHS Acta Horticultura 559. http://www.acta_hort. org/ index.htm. Diakses pada 14-09-2004. Wu, M., J.S.Buck, and C. Kubota. 2001. Effect of Nutrient Solution EC, Plant Microclimate and Cultivars on Fruit .Quality and Yield of Hydroponic Tomatoes. 1SHS Acta Horticultura 659. http: //www.acta_hort.org/index.htm. Diakses pada 14-09-2004.