berita hari ini kaltim

Transcription

berita hari ini kaltim
26
SABTU, 27 SEPTEMBER 2014
Kelola Hutan untuk Selamatkan Iklim
Baru segelintir hutan adat
yang telah dikelola dengan baik.
Padahal, keberadaan mereka
cukup penting untuk
penyelamatan iklim.
SITI RETNO WULANDARI
P
ENYELAMATAN hutan masih menjadi
perhatian dalam Konferensi Tingkat
Tinggi PBB Bidang Iklim yang minggu ini
berlangsung di New York, Amerika Serikat. Indonesia melalui Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pun menyampaikan empat kebijakan
nasional di acara tersebut yang dianggap menjadi
langkah jitu mengurangi emisi.
Sayang, jika melihat di dalam negeri, optimisme
Presiden terlihat sulit diyakini. Pasalnya, berbagai masalah tata kelola hutan terus terjadi baik
karena tumpang tindihnya status hutan maupun
memang praktik pengelolaan hutan yang buruk
dari para pengusaha.
Di Jakarta, Jumat (26/9), organisasi Huma Indonesia memaparkan banyaknya kerusakan yang
terjadi di hutan adat. Itu terjadi, salah satunya,
karena masih sulitnya penetapan status hutan.
“Yang membuat sulit pengaplikasian penetapan
status hutan adat ialah peta. Belum ada satu peta
yang menjadi rujukan, semua (pihak) memiliki
pegangan tersendiri,” kata peneliti Perkumpulan
Huma Indonesia, Widiyanto.
Pengelolaan hutan adat yang baik, menurutnya,
baru terlihat di segelintir daerah. Salah satunya
di hutan Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat,
Aceh. Nama ‘mukim’ sudah merupakan indikasi
awal diakuinya status hutan adat.
Mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang dikenal dan telah berlaku sejak
lama, diakui dalam peraturan lokal (kanun)
bahkan dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hutan Mukim Lango yang luasnya mencapai
sekitar 40 ribu hektare telah mengalami degradasi sejak masuknya perusahaan pemilik hak
pengusahaan hutan (HPH) pada 1997. Pada saat
kerusuhan pecah di Jakarta, desakan perusahaan
perambah hutan sempat hilang, tetapi belakangan
ini hadir kembali.
Namun, masyarakat sudah semakin sadar akan
fungsi dan keberadaan hutan. Pihak luar yang
ingin membuka lahan harus melapor dan selanjutnya pembukaan lahan seperti yang dilakukan
HPH sudah tidak diizinkan lagi.
Lahan Mukim Lango pun sudah memiliki zonasi
pemanfaatan yang terbagi menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian, lahan gambut, hutan,
sungai dan lahan peternakan.
Luas Hutan Ulayat Mukim Lango yang diusulkan
masuk Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Barat
ialah 29.825,58 ha atau 65,57% dari luas Mukim
Lango. Berdasarkan fungsinya dari luasan usulan
tersebut terdiri dari hutan lindung 24.977,82 ha
(83,75 %), hutan produksi 3.546,86 ha (11,89%),
dan area pemanfaatan lain (APL) 1.300,89 ha
(4,36%).
Pengelolaan hutan ada yang juga cukup baik
juga dilaporkan hadir di Mukim Beungga di Pidie,
Aceh.
Edukasi dan alternatif pendapatan
Upaya meminimalkan penyimpangan pemanfaatan hutan dengan cara pengukuhan kawasan
hutan juga dilakukan Badan Pengelola Reduksi
Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan, dan Lahan Gambut (BP REDD+). Di
Kalimantan Tengah (Kalteng), BP REDD+ menjadikan Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito
Selatan, dan Kabupaten Kotawaringin Timur
sebagai percontohan daerah yang melakukan
percepatan pengukuhan kawasan hutan di bidang
perkebunan dan pertambangan.
Saat ini, ketiga kabupaten tersebut akan memasuki proses akhir dari peninjauan perizinan
MI / AMIRUDDIN ABDULLAH
DIAKUI: Seorang warga melintas di atas sungai di hutan di Kecamatan
Pantee Ceureumen, Aceh Barat, beberapa waktu lalu. Di kecamatan ini
terdapat hutan Mukim (kesatuan masyarakat hukum adat) Lango yang
telah diakui dan memiliki tata kelola dengan zonasi. Namun banyak hutan
adat lain di Tanah Air yang masih belum diakui dan tumpang tindih dengan
penguasaan pihak lain. Tumpang tindih lahan merupakan salah satu faktor
yang menjadi awal degradasi karena membuat banyak celah untuk praktik
kehutanan yang buruk. Dari situ pula, bencana seperti kebarakan kerap
terjadi.
penggunaan hutan produksi dimiliki perusahaan
besar. Sementara itu, masyarakat hanya memanfaatkan 1,62% hutan yang tersisa.
“Kalau tidak ada tata kelola jangan berharap
ada penurunan emisi. Pun begitu dengan sistem
tebang pilih, harus dimulai dari tata kelola dan
administrasi yang baik. Selama ini hambatannya
karena tiap pihak memiliki peta sendiri sehingga
tumpang tindih. Saat ini diberlakukan sistem one
map, satu peta yang dijadikan rujukan,” tuturnya
di sela-sela acara diskusi Pentingnya Penyelesaian
Tata Batas Administrasi Hutan dan Lahan di Balai
Kartini, Selasa (16/9).
ANTARA
lahan. Staf lapangan BP REDD+ Kalteng, Migo,
menjelaskan pihaknya juga memberikan alternatif kemampuan hidup masyarakat.
Seperti di Desa Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau,
yang merupakan daerah rawa gambut, diperkenalkan penggunaan tanaman nanas sebagai tanaman
sela. Keberadaan tanaman sela itu dapat menjaga
ketinggian muka air sehingga lahan yang banyak
digunakan sebagai kebun karet itu terhindar dari
tingginya ancaman kebakaran.
“Kami masuk di awal 2012 untuk mengenalkan
tanaman sela, yaitu nanas, dan menjaga ketinggian muka air supaya baik untuk gambut dan
juga karet. Kerja sama ini juga dilakukan bersama
pihak Kementerian Pertanian,” tutur Migo saat
dihubungi Media Indonesia, Kamis(25/9).
BP REDD+ dan pemerintah Kalteng juga membangun sekolah hijau untuk memunculkan kecintaan
lingkungan pada masyarakat. Selain itu, masya-
rakat diajari alternatif penghidupan dari sumber
daya yang menjadi indikator lingkungan.
“Seperti di Desa Henda, Kabupaten Pulang
Pisau, kami berikan pelatihan menganyam dari
rotan. Sementara itu, rotan itu dapat hidup kalau
ada kayu, dengan pelatihan ini kesadaran mereka
pun muncul untuk peduli dengan lingkungan, bisa
memilah supaya dapat menjaga perekonomian
keluarga,” tukas Migo.
Pemberian edukasi tersebut juga dimaksudkan
supaya masyarakat memiliki kapasitas cukup
untuk merencanakan pembangunan yang tidak
mengganggu ekosistem makhluk hidup lainnya.
Masyarakat setempat pun mampu memetakan
daerahnya dengan cara lebih terukur sehingga tidak ada lagi persoalan lahan masyarakat semakin
sempit lantaran dikuasai perusahaan besar.
Deputi Bidang Operasional BP REDD+ William
Sabandar menyebut 98,37% pemanfaatan dan
Sistem informasi perizinan
Bukan hanya persoalan tantangan pengelola
hutan dan lahan yang dibahas dalam diskusi tersebut. Beberapa pemateri pun menyampaikan solusi
guna melakukan pemerataan dari pemanfaatan
hutan dan lahan.
Salah satunya ialah sistem informasi perizinan
(SIP). Sistem pengelolaan data yang berbasis daring itu akan membantu mengintegrasikan data
perizinan lintas instansi pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah.
“Sehingga tidak akan ada tumpang tindih perizinan,” ujar Deputi V Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4) Nirarta Samadhi. Dengan penempatan
perizinan pada satu wadah, pembangunan yang
berkelanjutan dan berkeadilan pun dapat dicapai. (M-4)
[email protected]
INFO HIJAU
10 Hiu Paus di Talisayan Kaltim
Bank Dunia untuk Benih Tanaman
SURVEI keberadaan hiu paus (Rhincodon typus) yang
dilakukan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir
dan Laut (BPSPL) Pontianak, Dinas Kelautan dan
Perikanan Berau, Universitas Mulawarman, dan
WWF-Indonesia di Talisayan, Kalimantan Timur,
menghasilkan temuan yang sangat menarik.
Marine Species Officer WWF-Indonesia Cassandra
Tania, dari Pontianak, mengatakan, selama ini belum
pernah dilakukan survei atau identifikasi terhadap
keberadaan hiu paus di kawasan tersebut.
“Hasil survei yang dilakukan selama empat hari,
16-19 September 2014, menemukan 10 ekor hiu
paus,” ujar dia.
Komposisinya, 9 ekor jantan dan 1 ekor betina
yang berukuran dari 2 meter-7 meter. Menurut
Cassandra Tania, ukuran hiu paus yang dijumpai
tergolong masih remaja atau belum dewasa.
Tren kemunculan hiu paus dengan mayoritas
individu jantan yang belum dewasa juga dijumpai
di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih,
Papua Barat dan Ningaloo Reef, Australia. Cassandra
menambahkan hiu paus mulai dikenal di Kalimantan sejak muncul di pemberitaan media pada akhir
2013 lalu. Namun, data mengenai kemunculan hiu
paus di Talisayan masih belum tersedia, termasuk
BANYAK cara telah dilakukan para peneliti untuk
mengamankan kelangsungan kehidupan manusia.
Baru-baru ini peneliti Universitas Oxford, Inggris,
menempuh cara lebih cepat dan tepat untuk mengumpulkan benih yang penting di masa depan.
Seperti dimuat dalam jurnal Conservation Biology
terbaru, para peneliti menciptakan daftar
target atau disebut hit list. Daftar itu dihasilkan dengan menggunakan sistem evolusi pohon silsilah familia tanaman. Jarak
kekerabatan antartumbuhan digunakan
sebagai penentu ciri khas tumbuhan.
Cara tersebut membuat para peneliti
dapat melihat keseluruhan keanekaragaman tumbuhan dengan cara yang paling
efisien. Mereka pun menemukan hanya dengan menambah sepuluh spesies
tumbuhan yang terpilih, koleksi benih
tumbuhan yang mereka awetkan di bank
benih dapat meningkat 10%.
Bank benih tumbuhan telah didirikan
atas kerja sama Universitas Oxford dengan
Royal Botanic Gardens pada 2000. Hingga
kini bank tersebut telah berhasil mengumpulkan dan mengawetkan 14% dari total
DOK. RUSSIAORCA
data resmi dari Direktorat Konservasi Kawasan dan
Jenis Ikan (KKJI).
Hiu paus merupakan ikan terbesar di dunia.
Spesies itu diduga dapat tumbuh hingga 18 meter20 meter, tetapi jarang ditemukan spesimen yang
berukuran di atas 12 meter dengan bobot 20 ton. Walaupun ukurannya besar, hiu paus cenderung jinak
dan tidak berbahaya untuk manusia. (Ant/M-4)
tumbuhan yang menjadi target mereka.
Untuk mendapatkan tumbuhan target, kedua
institusi itu bekerja sama dengan 150 organisasi di
80 negara. Dengan cara tersebut, Inggris mungkin
saja menjadi negara dengan koleksi tumbuhan liar
paling lengkap di masa depan. (Sciencedaily/*/M-4)
REUTERS